1036 nurdini distribusi ekonomi wilayah gunungkidul

16
ANALISIS DISTRIBUSI EKONOMI DAN KETIMPANGAN WILAYAH DI KABUPATEN GUNUNGKIDUL PROVINSI DI YOGYAKARTA TUGAS Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Teknik Perencanaan Wilayah Oleh, NURDINI LESTARI 13/352639/PGE/1036 PROGRAM PASCASARJANA GEOGRAFI FAKULTAS GEOGRAFI UNIVERSITAS GADJAH MADA 2013

Upload: nurdini-lestari

Post on 08-Feb-2016

119 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

analisis perekunungkidul DIY

TRANSCRIPT

Page 1: 1036 Nurdini Distribusi Ekonomi Wilayah Gunungkidul

ANALISIS DISTRIBUSI EKONOMI DAN KETIMPANGAN WILAYAH

DI KABUPATEN GUNUNGKIDUL PROVINSI DI YOGYAKARTA

TUGAS

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas

Mata Kuliah Teknik Perencanaan Wilayah

Oleh,

NURDINI LESTARI

13/352639/PGE/1036

PROGRAM PASCASARJANA GEOGRAFI

FAKULTAS GEOGRAFI

UNIVERSITAS GADJAH MADA

2013

Page 2: 1036 Nurdini Distribusi Ekonomi Wilayah Gunungkidul

A. Pendahuluan

Pembangunan ekonomi pada hakekatnya bertujuan untuk meningkatkan

kesejahteraan masyarakat. Dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat maka

diperlukan pertumbuhan ekonomi yang meningkat dan distribusi pendapatan yang

merata. Masalah pertumbuhan ekonomi di suatu daerah tergantung pada banyak faktor,

baik itu sumberdaya alam, sumberdaya manusia, dan juga pemerintah sebagai pembuat

kebijakan itu sendiri. Faktor-faktor tersebut harus dikelola dengan baik agar dapat

mempengaruhi laju pertumbuhan ekonomi.

Pertumbuhan ekonomi suatu daerah dapat diukur dengan melihat PDRB dan laju

pertumbuhan ekonominya atas dasar harga konstan. Pertumbuhan ekonomi yang cepat

akan berdampak terhadap ketimpangan dan distribusi pendapatan. Kondisi tersebut

didukung oleh adanya kebijakan mengenai peranan pemerintah daerah yang sangat

dominan dalam menentukan kebijakan didaerahnya sehingga memungkinkan terjadi

ketimpangan antar wilayah.

Laju pertumbuhan ekonomi antar kabupaten/kota di Provinsi DI Yogyakarta

menunjukan tingkat yang beragam dan akan berdampak kepada ketimpangan regional.

Kabupaten Gunungkidul (rata-rata laju pertumbuhan ekonomi 3.8) merupakan salah satu

Kabupaten dengan tingkat laju pertumbuhan ekonominya ke dua terendah sebelum

Kabupaten Kulonprogo (rata-rata laju pertumbuhan ekonomi 3.5). Kondisi tersebut

dipengaruhi oleh perbedaan potensi perekonomian di suatu wilayah dan besarnya

sumbangan sector unggulan di masing-masing kabupaten, maka dari itu diperlukan

adanya analisis ketimpangan regional di Kabupaten Gunungkidul dan untuk mengetahui

sector-sektor yang memiliki daya saing atau keunggulan komparatif dalam suatu

kabupaten yang harus dikembangkan dan akan membantu meminimalisir tingkat

ketimpangan pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Gunungkidul.

B. Dasar Teori

Keberhasilan dalam mendorong pertumbuhan ekonomi di daerah sangat berkaitan

dengan pengelolaan sumberdaya yang dimiliki daerah tersebut. oleh karena itu prioritas

pembangunan daerah harus sesuai dengan potensi yang dimilikinya, sehingga akan

terlihat peranan dari sector-sektor potensial terhadap pertumbuhan perekonomian daerah,

sebagaimana yang diperlihatkan pada PDRB dan sector-sektornya.

Page 3: 1036 Nurdini Distribusi Ekonomi Wilayah Gunungkidul

Pertumbuhan ekonomi secara langsung maupun tidak langsung akan berpengaruh

terhadap masalah ketimpangan regional. Ketimpangan yang meliputi ketimpangan

pendapatan perkapita dan ketimpangan PDRB. Untuk menghitung ketimpangan regional

bias dilakukan dengan analisis Theil, L, dan Williamson. Selain ketimpangan, informasi

yang menyajikan data tentang sector yang memiliki daya saing dan karakteristik yang

dimiliki oleh suatu wilayah dapat diketahui melalui analisis shift share serta indeks

distribusi, konsentrasi serta spesialisasi.

1. Shift Share

Shift Share Analysis (SSA) merupakan teknik analisis yang digunakan untuk

melihat tingkat keunggulan kompetitif (competitiveness) suatu wilayah dalam

cakupan wilayah agregat yang lebih luas, berdasarkan kinerja sektor lokal (local

sector) di wilayah tersebut. Wilayah yang dimaksud bisa berupa wilayah provinsi

dalam wilayah cakupan agregat nasional, atau wilayah kabupaten/kota dalam

cakupan wilayah agregat provinsi, dan seterusnya (Pribadi et al., tanpa tahun).

SSA mengakui adanya perbedaan dan kesamaan antarwilayah. Analisis ini

mengasumsikan bahwa perubahan pendapatan, produksi, atau tenaga kerja suatu

wilayah dapat dibagi dalam tiga komponen pertumbuhan, yaitu komponen

pertumbuhan regional (regional growth component), komponen pertumbuhan

proporsional (proportional or industrial mix growth component), dan komponen

pertumbuhan pangsa wilayah (regional share growth component).

Dalam SSA ini akan diketahui nilai pertumbuhan nasional (KPN) yang dapat

diketahui dengan cara membagi PDB suatu tahun dengan periode tahun sebelumnya

lalu dikurangi dengan satu. Selain KPN, dapat juga mengetahui pertumbuhan

proposional setiap sector (KPP) dengan cara dua langkah, yang pertama dengan cara

membagi PDB pada setiap sector pada suatu tahun dengan tahun sebelumnya,

selanjutnya yang kedua membagi jumlah total PDB suatu tahun dengan tahun

sebelumnya setelah dilakukan dua langkah tersebut lalu nilai akhir KPP dapat

diketahui dengan cara mengurangkan hasil pada langkah pertama dangan langkah

kedua. Informasi lain yang dpat diketahui dari analisis shift share adalah nilai

pertumbuhan daya saing suatu sector (keunggulan komparatif) dibandingkan dengan

kabupaten lain.

Besar kecilnya suatu nilai pertumbuhan proposiaonal (KPP) berarti : jika

KPP suatu sector bernilai positif , maka sector tersebut tumbuh pesat dan akan

berpengaruh positif terhadap kabupaten, begitupun sebaliknya jika nilai KPP itu

Page 4: 1036 Nurdini Distribusi Ekonomi Wilayah Gunungkidul

negatif maka sector tersebut tidak tumbuh dan tidak akan berpengaruh pula pada

kabupaten. Jika nilai pertumbuhan daya saing (KPK) tinggi atau positif maka sector

tersebut merupakan sector keunggulan komparatif dan memiliki daya saing dengan

kabupaten lain, dan sebaliknya jika nilainya rendah atau negatif maka sector tersebut

bukan merupakan sector keunggulan komparatif dan tidak memiliki daya saing

dengan kabupaten lainnya.

Analisis shift-share memiliki keunggulan dan kelemahan. Keunggulan

analisis shift- share antara lain : analisis shift-share tergolong sederhana, namun

demikian dapat memberikan gambaran mengenai perubahan struktur ekonomi yang

terjadi; memungkinkan seorang pemula mempelajari struktur perekonomian dengan

cepat; memberikan gambaran pertumbuhan ekonomi dan perubahan struktur dengan

cukup akurat. Sedangkat kelemahanya yaitu : hanya dapat digunakan untuk analisis

ex-post, masalah benchmark berkenaan dengan homothetic change, apakah t atau

(t+1) tidak dapat dijelaskan dengan baik. ada data periode waktu tertentu di tengah

periode pengamatan yang tidak terungkap, analisis ini membutuhkan analisis lebih

lanjut apabila digunaka untuk peramalan, mengingat bahwa regional shift tidak

konstan dari suatu periode ke periode lainnya, tidak dapat dipakai untuk melihat

keterkaitan antar sector, tidak ada keterkaitan antar daerah.

2. Ketimpangan

a. Indek Theil

Indeks Theil merupakan indeks yang banyak digunakan dalam

menghitung dan menganalisa distribusi pendapatan regional atau dapat

membantu untuk mengetahui ketimpangan Kabupaten/kota dan yang dominan

penyebab terjadinya ketimpangan. Indeks Theil juga dapat melihat ketimpangan

intrakelompok dan antarkelompok yang ditentukan. Koefisien indeks Theil

diukur dengan formula :

𝑇𝐼 = 𝑦𝑖

𝑦 ln

𝑦𝑖𝑥

𝑦𝑦

Keterangan :

TI = Theil Index

yi = Jumlah PDRB wilayah kecamatan

y = Jumlah PDRB wilayah kabupaten

yix = Jumlah pendapatan per kapita kecamatan

Page 5: 1036 Nurdini Distribusi Ekonomi Wilayah Gunungkidul

yy = Jumlah pendapatan per kapita kabupaten

Nilai Indek Theil berkisar antara nol sampai dengan tak berhingga, di

mana nol menyatakan bahwa distribusi PDRB merata sempurna antar

kabupaten/kota, sedangkan apabila menjauhi nol artinya distribusi PDRB tidak

merata antarkabupaten/kota di suatu wilayah. Indeks ini mempunyai beberapa

kelebihan, yaitu:

1) Sifatnya tidak sensitif terhadap skala daerah dan tidak terpengaruh oleh

nilai-nilai ekstrim.

2) Independen terhadap jumlah daerah sehingga dapat digunakan sebagai

pembanding dari sistem regional yang berbeda-beda.

3) Dapat didekomposisikan ke dalam indeks ketidakmerataan antarkelompok

dan intrakelompok daerah secara simultan.

b. Indek L

Indeks L merupakan cara lain untuk mengetahui besarnya ketimpangan

antar satu wilayah dengan wilayah lainnya, contoh : timpangan antara

kecamatan-kecamatan dalam suatu kabupaten. Berbeda dengan Indeks Theil

yang menghitung nilai ketimpangan dengan menggunakan disparitas variabel

PDRB dengan pendapatan perkapita, maka indeks L menghitung nilai

ketimpangan dengan menggunakan variabel PDRB dengan jumlah penduduk.

Berikut ini adalah formula yang digunakan untuk menghitung nilai indeks L :

𝐿 = 𝑁𝑖

𝑁 ln

𝑦𝑖

𝑦

Keterangan :

L = Indeks L

Ni = Jumlah penduduk wilayah kecamatan

N = Jumlah penduduk wilayah kabupaten

yi = Jumlah PDRB kecamatan

y = Jumlah PDRB kabupaten

Nilai Indek L berkisar antara nol sampai dengan tak berhingga, semakin

tinggi nilai indeks, maka disparitas pendapatan regional antar wilayah semakin

timpang, begitu pula sebaliknya semakin mendekati nilai nol (0) maka

ketimpangannya semakin rendah, hingga mencapai nilai indeks nol (0) maka

disparitas pendapatan regional antar wilayah tergolong merata.

Page 6: 1036 Nurdini Distribusi Ekonomi Wilayah Gunungkidul

c. Indek Williamson

Indeks Williamson merupakan salah satu indeks yang paling sering

digunakan untuk melihat disparitas atau kesenjangan antar wilayah. Indeks

Williamson mengembangkan indeks ketimpangan wilayah yang diformulasikan

sebagai berikut :

𝑊 = (𝑦𝑖 − 𝑦)2 𝑥 (𝑛𝑖 𝑥 𝑁)

𝑦

Keterangan :

W = Indeks Williamson

yi = Pendapatan per kapita kecamatan

y = Pendapatan per perkapita kabupaten

ni = Jumlah penduduk kecamatan

N = jumlah penduduk kabupaten

Indeks ketimpangan williamson akan menghasilkan indeks yang lebih

besar atau sama dengan nol. Jika semua Yi= Y maka akan dihasilkan indeks = 0,

yang berarti tidak adanya ketimpangan ekonomi antar daerah. Indeks lebih besar

dari 0 (nol) menunjukkan adanya ketimpangan ekonomi antar wilayah. Semakin

besar indeks yang dihasilkan semakin besar tingkat ketimpangan antar wilayah

dengan cakupan yang sempit di suatu wilayah dengan cakupan wilayah luas

(contoh : semakin besar tingkat ketimpangan antar kecamatan di suatu

kabupaten).

3. Indeks Konsentrasi

Indeks konsentrasi merupakan salah satu metode yang dilakukan untuk

menganalisis tingkat konsentrasi suatu sector di suatu wilayah, misalnya cakupan

kabupaten. Indeks konsentrasi atau specialization index mengukur cara kegiatan

ekonomi secara keseluruhan, misalnya kesempatan kerja di suatu daerah menyebar

ke segala sector. Secra relatif berarti dapat dibandingkan dengan wilayah yang lebih

luas. Pada perhitungan nilai indeks ini yang diperoleh adalah nilai indeks untuk

seluruh sector yang terdapat pada wilayah tersebut. berbeda dengan LQ yang hanya

menghasilkan indeks hanya untuk satu sector. Indeks konsentrasi dapat dihitung

melalui formula berikut ini :

𝐶 = 𝑥𝑖 − 𝑦𝑖

2

Page 7: 1036 Nurdini Distribusi Ekonomi Wilayah Gunungkidul

Keterangan :

C = Indeks Konsentrasi

xi = Persentase luas sub wilayah i

yi = Persentase jumlah aktivitas atau karakteristik pada sub wilayah i

Nilai dari hasil perhitungan nilai indek konsentrasi memiliki rentang nilai

dari 0 – 100. Jika nilai indeks konsentrasi semakin mendekati 100, maka semakin

terkonsentrasi sector tersebut pada suatu wilayah. Dalam hal ini berarti

pembangunan perekonomian suatu wilayah terkonsentrasi atau terfokus pada sector

yang memiliki nilai indeks konsentrasi tertinggi (mendekati 100).

4. Indeks Distribusi (Distribution Quetient/DQ)

Indeks distribusi (DQ) merupakan model analisis yang digunakan untuk

mengetahui penyebaran sector di suatu wilayah. Nilai indeks distribusi yang tinggi

(mendekati 100) menunjukan terkonsentrasinya suatu sector pada suatu wilayah.

Formula yang digunakan dalam menghitung nilai indeks distribusi yaitu sebagai

berikut :

𝐷𝑄 = 𝑦𝑖

𝑥𝑖

Keterangan :

DQ = Indeks Distribusi

xi = Persentase luas sub wilayah i

yi = Persentase jumlah aktivitas atau karakteristik pada sub wilayah i

5. Indeks Asosiasi

Indeks asosiasi yaitu nilai indeks yang dapat memberikan informasi besarnya

hubungan keterkaitan dua aktivitas atau karakteristik sosial dan ekonomi atau dapat

juga mengetahui besarnya keterkaitan antara suatu sector dengan sector lainnya

dengan cara berikut ini :

𝐿 = 100 − (𝑥𝑖 − 𝑦𝑖)

2

Keterangan :

L = Indeks Asosiasi

xi = Persentase luas sub wilayah i

yi = Persentase jumlah aktivitas atau karakteristik pada sub wilayah i

Page 8: 1036 Nurdini Distribusi Ekonomi Wilayah Gunungkidul

Nilai dari hasil perhitungan nilai indek asosiasi memiliki rentang nilai dari 0

– 100. Jika nilai indeks asosiasi semakin mendekati 100, maka asosiasi yang

ditunjukan oleh dua faktor tersebut semakin erat atau semakin besar keterkaiatan

antara kedua sector tersebut.

C. Hasil dan Pembahasan

1. Shift Share

Analisis shift share dilakukan untuk mengetahui kinerja perekonomian

wilayah dan identifikasi sektor-sektor unggulan dari suatu wilayah. Dalam hal ini,

analisis shift Share melihat pertumbuhan dari suatu kegiatan terutama melihat

perbedaan pertumbuhan skala wilayah yang lebih luas (wilayah referensi) maupun

dalam skala wilayah yang lebih kecil. Hasil perhitungan shift share untuk Kabupaten

Gunungkidul akan disajikan dalam tabel di bawah ini :

Tabel 1

Hasil Perhitungan Shift Share Kabupaten Gunungkidul

No Lapangan Usaha KPN

KPP

KPK PN

1 Pertanian 0.68 1.48 1.68 -0.20 1.42 -0.06 -0.25

2 Pertambangan 0.68 1.52 3.38 -1.86 1.26 -0.26 -2.12

3 Industri Pengolahan 0.68 1.46 3.38 -1.92 1.26 -0.19 -2.12

4 Listrik, Gas, Air Minum 0.68 1.83 3.38 -1.56 2.00 0.17 -1.38

5 Bangunan 0.68 2.39 3.38 -0.99 2.01 -0.38 -1.37

6 Perdagangan, Hotel, Restoran 0.68 1.68 3.38 -1.70 1.64 -0.04 -1.74

7 Pengangkutan 0.68 1.74 3.38 -1.64 1.66 -0.08 -1.72

8 Keuangan, Sewa dan Jasa

Perusahaan 0.68 1.64 3.38 -1.74 1.75 0.10 -1.64

9 Jasa-Jasa 0.68 1.74 3.38 -1.64 1.91 0.17 -1.47

Jumlah 0.68 1.68 3.38 -1.70 1.58 -0.10 -1.81

Dari Tabel 1 dapat diketahui bahwa tipologi dari pertumbuhan proposional

(KPP) dan pertumbuhan daya saing (KPK) setiap lapangan usaha di Kabupaten

Gunungkidul hampir seluruhnya termasuk pada kelompok agak mundur, karena

memiliki nilai KPP positif dan nilai KPK negatif, namun ada tiga jenis lapangan yang

tergolong unggul yaitu bidang listrik, gas dan air minum (-1.56;0.17), bidang

keuangan, sewa dan jasa perusahaa (-1.74;0.10), serta bidang jasa (-1.64;0.17).

Semua nilai pertumbuhan proposional (KPP) pada lapangan usaha di Kabupaten

Gunungkidul bersifat negatif, hal ini berarti bahwa kondisi sector lapangan usaha

tersebut tidak berkembang dan secara otomatis juga tidak akan mempengaruhi

Page 9: 1036 Nurdini Distribusi Ekonomi Wilayah Gunungkidul

perkembangan kabupatennya. Walaupun pertumbuhan proposional lapangan usaha di

Kabupaten Gunungkidul tidak memiliki pengaruh terhadap perkembangan

kabupaten, tetapi ada tiga sector yang merupakan keunggulan komparatif atau berarti

memiliki daya saing dengan kabupaten lainnya walaupun dengan nilainya yang

masih dikatakan rendah, sector tersebut adalah sektor listrik, gas dan air minum

(0.17), sektor keuangan, sewa dan jasa perusahaa (0.10), serta sektor jasa (0.17). Dari

hasil perhitungan analisis shift share juga dapat ditafsirkan bahwa sector yang

mempengaruhi struktur perekonomian dan mendominasi pertumbuhan perekonomian

Kabupaten Gunungkidul yaitu sector : sector listrik, gas dan air minum, sector

keuangan, sewa dan jasa perusahaan, serta sector jasa.

2. Ketimpangan

Analisis tingkat ketimpangan pembangunan dilakukan dengan melihat

perkembangan PDRB, PDRB per kapita dan jumlah penduduk tiap-tiap kabupaten

dengan mengabaikan faktor-faktor lain khususnya faktor non ekonomi yang dapat

menghambat dan mendorong tingkat pembangunan suatu daerah. Untuk mengetahui

tingkat ketimpangan pembangunan dapat dilakukan dengan menggunakan indeks

Theil, L, dan Williamson.

a. Indeks Theil

Indeks Theil untuk lebih jauh mengkaji besarnya disparitas (disparitas

total) yang dikomposisi menjadi dua, yaitu disparitas antar kabupaten/kota

(between) dan disparitas dalam kabupaten/kota (within). Dengan data PDRB yang

dibandingkan dengan pendapatan perkapita, maka akan diketahui nilai Indeks

Theil. Berikut ini adalah hasil perhitungan disparitas dalam Kabupaten

Gunungkidul :

Tabel 2

Indeks Theil Kabupaten Gunungkidul

No PDRB

Kecamatan

Total Jumlah Pendapatan/Kapita Yi/Y Yix/Yy ln(Yix/Yy) ((Yi/Y)x(ln (Yix/Yy))

PDRB Penduduk (Rp/Tahun)

1 Panggang 255969 26603 9.62 0.04 0.90 -0.11 0.00

2 Purwosari 205912 19493 10.56 0.03 0.99 -0.01 0.00

3 Paliyan 254741 29154 8.74 0.04 0.82 -0.20 -0.01

4 Saptosari 315416 34354 9.18 0.04 0.86 -0.15 -0.01

5 Tepus 254723 31966 7.97 0.04 0.75 -0.29 -0.01

6 Tanjung 257851 25760 10.01 0.04 0.94 -0.07 0.00

Page 10: 1036 Nurdini Distribusi Ekonomi Wilayah Gunungkidul

7 Rongkop 255055 26967 9.46 0.04 0.88 -0.12 0.00

8 Girisubo 227144 22242 10.21 0.03 0.95 -0.05 0.00

9 Semanu 471139 51864 9.08 0.06 0.85 -0.16 -0.01

10 Ponjong 549624 49924 11.01 0.08 1.03 0.03 0.00

11 Karangmojo 445416 48887 9.11 0.06 0.85 -0.16 -0.01

12 Wonosari 1355429 79359 17.08 0.19 1.60 0.47 0.09

13 Playen 626258 54796 11.43 0.09 1.07 0.07 0.01

14 Patuk 314852 30600 10.29 0.04 0.96 -0.04 0.00

15 Gedangsari 255282 35351 7.22 0.04 0.68 -0.39 -0.01

16 Nglipar 365346 29781 12.27 0.05 1.15 0.14 0.01

17 Ngawen 290714 31751 9.16 0.04 0.86 -0.16 -0.01

18 Semin 549809 49147 11.19 0.08 1.05 0.05 0.00

Gunungkidul 7250680 677999 10.69 0.03

Dari Tabel 2 dapat diketahui bahwa nilai indeks ketimpangan berdasarkan

indeks Theil di Kabupaten Gunungkidul sebesar 0.03. Nilai tersebut menunjukan

bahwa tingkat ketimpangan disparitas pendapatan regional antar kecamatan di

Kabupaten Gunungkidul rendah. Nilai indeks tersebut juga mencerminkan tingkat

pertumbuhan perekonomian setiap kecamatan di Kabupaten Gunungkidul hampir

sama rata, tidak ada daerah yang tingkat perekonomiannya sangat rendah atau

tertinggal, namun tidak ada juga yang sangat tinggi atau unggul.

Kondisi demikian merupakan kondisi yang stabil dan dapat memudahkan

dalam upaya peningkatan pertumbuhan ekonomi di masing-masing kecamatan.

Hanya tinggal memantapkan potensi perekonomian yang terdapat di masing-

masing kecamatan tersebut, lalu mengaturnya sedemikian rupa dengan

mengkombinasikan dengan berbagai aspek pendukung baik secara internal

maupun eksternal.

b. Indeks L

Indeks L merupakan cara lain untuk mengetahui besarnya ketimpangan

antar satu wilayah dengan wilayah lainnya. Meskipun indeks Theil dan L

mempunyai kegunaan yang sama untuk menghitung tingkat ketimpangan

wilayah, namun indeks L menghitung nilai ketimpangan dengan menggunakan

variabel PDRB dengan jumlah penduduk. Berikut ini akan disajikan nilai indek L

untuk Kabupaten Gunungkidul :

Page 11: 1036 Nurdini Distribusi Ekonomi Wilayah Gunungkidul

Tabel 3

Nilai Ketimpangan dengan Indeks L Kabupaten Gunungkidul

No PDRB

Kecamatan

Total Jumlah Pendapatan/Kapita Ni/N Y/Yi Ln (Y/Yi) ((Ni/N)x(ln (Y/Yi))

PDRB Penduduk (Rp/Tahun)

1 Panggang 255969 26603 9.62 0.04 28.33 3.34 0.13

2 Purwosari 205912 19493 10.56 0.03 35.21 3.56 0.10

3 Paliyan 254741 29154 8.74 0.04 28.46 3.35 0.14

4 Saptosari 315416 34354 9.18 0.05 22.99 3.13 0.16

5 Tepus 254723 31966 7.97 0.05 28.46 3.35 0.16

6 Tanjung 257851 25760 10.01 0.04 28.12 3.34 0.13

7 Rongkop 255055 26967 9.46 0.04 28.43 3.35 0.13

8 Girisubo 227144 22242 10.21 0.03 31.92 3.46 0.11

9 Semanu 471139 51864 9.08 0.08 15.39 2.73 0.21

10 Ponjong 549624 49924 11.01 0.07 13.19 2.58 0.19

11 Karangmojo 445416 48887 9.11 0.07 16.28 2.79 0.20

12 Wonosari 1355429 79359 17.08 0.12 5.35 1.68 0.20

13 Playen 626258 54796 11.43 0.08 11.58 2.45 0.20

14 Patuk 314852 30600 10.29 0.05 23.03 3.14 0.14

15 Gedangsari 255282 35351 7.22 0.05 28.40 3.35 0.17

16 Nglipar 365346 29781 12.27 0.04 19.85 2.99 0.13

17 Ngawen 290714 31751 9.16 0.05 24.94 3.22 0.15

18 Semin 549809 49147 11.19 0.07 13.19 2.58 0.19

Gunungkidul 7250680 677999 10.69 2.85

Dari Tabel 3 dapat diketahui bahwa melalui nilai indeks L tingkat

ketimpangan wilayah di Kabupaten Gunungkidul sebesar 2.85.Nilai tersebut

menunjukan nilai indeks yang besar dan berarti bahwa tingkat ketimpangan

disparitas pertumbuhan ekonomi kecamatan-kecamatan di Kabupaten

Gunungkidul sangat tinggi. Kondisi demikian berbeda dengan nilai ketimpangan

melalui indeks Theil dan Willson yang menghasilkan nilai indeks ketimpangan

yang rendah. Kondisi demikian dimungkinkan terjadi karena adanya

ketidakseimbangan antara jumlah penduduk yang banyak dengan jumlah PDRB

di Kabupaten Gunungkidul rendah.

c. Indeks Williamson

Indeks Williamson merupkan salah satu indeks yang memiliki fungsi

untuk menunjukkan tingkat pemerataan di suatu wilayah. Indeks Williamson

merupakan salah satu indeks yang paling sering digunakan untuk melihat

Page 12: 1036 Nurdini Distribusi Ekonomi Wilayah Gunungkidul

disparitas antar wilayah. Pengukuran didasarkan pada variasi hasil-hasil

pembangunan ekonomi antar wilayah yang berupa besaran PDRB. Berikut ini

akan disajikan tabel indeks ketimpangan di Kabupaten Gunungkidul :

Tabel 4

Indeks Ketimpangan Williamson Kabupaten Gunungkidul

No PDRB

Kecamatan

Total Jumlah Pendapatan/Kapita (Yi-Y) (Yi-Y)^2 Ni/N ((Yi-Y)x(Ni/N))

PDRB Penduduk (Rp/Tahun)

1 Panggang 255969 26603 9.62 -1.07 1.15 0.04 0.05

2 Purwosari 205912 19493 10.56 -0.13 0.02 0.03 0.00

3 Paliyan 254741 29154 8.74 -1.96 3.83 0.04 0.16

4 Saptosari 315416 34354 9.18 -1.51 2.29 0.05 0.12

5 Tepus 254723 31966 7.97 -2.73 7.43 0.05 0.35

6 Tanjung 257851 25760 10.01 -0.68 0.47 0.04 0.02

7 Rongkop 255055 26967 9.46 -1.24 1.53 0.04 0.06

8 Girisubo 227144 22242 10.21 -0.48 0.23 0.03 0.01

9 Semanu 471139 51864 9.08 -1.61 2.59 0.08 0.20

10 Ponjong 549624 49924 11.01 0.31 0.10 0.07 0.01

11 Karangmojo 445416 48887 9.11 -1.58 2.51 0.07 0.18

12 Wonosari 1355429 79359 17.08 6.39 40.77 0.12 4.77

13 Playen 626258 54796 11.43 0.73 0.54 0.08 0.04

14 Patuk 314852 30600 10.29 -0.40 0.16 0.05 0.01

15 Gedangsari 255282 35351 7.22 -3.47 12.06 0.05 0.63

16 Nglipar 365346 29781 12.27 1.57 2.48 0.04 0.11

17 Ngawen 290714 31751 9.16 -1.54 2.37 0.05 0.11

18 Semin 549809 49147 11.19 0.49 0.24 0.07 0.02

Gunungkidul 7250680 677999 10.69 6.84

2.62

Index Williamson 0.24

Dari Tabel 4 dapat diketahui bahwa nilai indek ketimpangan berdasarkan

indek Williamson menunjukan bahwa pemerataan ekonomi di Kabupaten

Gunungkidul sebesar 0.24 atau tergolong tingkat ketimpangan yang rendah. Hal

ini menunjukan gambaran secara umum kondisi perekonomian setiap kecamatan

di Kabupaten Gunungkidul yang hampir sama rata, ada beberapa kecamatan yang

memiliki tingkat perekonomian tinggi, sedang dan rendah. Namun skala

perbedaannya tidak terlalu tinggi dan semua wilayah masih berada dalam proses

pertumbuhan perekonomian yang berbasis pada potensi setiap kecamatan, hal ini

memungkinkan wilayah yang masih tergolong tingkat ekonomi rendah dapat

berkembang menyesuaikan dengan kecamatan lainnya yang berada pada

tingkatan di atasnya. Sedangkan kecamatan yang memiliki kondisi pertumbuhan

Page 13: 1036 Nurdini Distribusi Ekonomi Wilayah Gunungkidul

ekonomi tinggi diharapkan dapat memberi arahan kepada kecamatan yang berada

di golongan tingkat perekonomian rendah untuk terus meningkatkan

perekonomiannya. Interaksi yang baik dan saling menguntungkan antara wilayah

dapat mendorong laju pertumbuhan perekonomian wilayah tersebut.

3. Indeks Konsentrasi

Indeks konsentrasi (IK) memberikan informasi mengenai tingkat konsentrasi

suatu sector dalam suatu wilayah, karena jika nilai indeks konsentrasi semakin

mendekati 100, maka semakin terkonsentrasi sector tersebut pada suatu wilayah.

Dalam hal ini berarti pembangunan perekonomian suatu wilayah terkonsentrasi atau

terfokus pada sector yang memiliki nilai indeks konsentrasi tertinggi (mendekati

100). Berikut ini akan disajikan data nilai indeks konsentrasi setiap sector di

Kabupaten Gunungkidul :

Tabel 5

Indeks Konsentrasi Sektor di Kabupaten Gunungkidul

No Lapangan Usaha Nilai IK

1 Pertanian 15.05

2 Pertambangan 26.16

3 Industri Pengolahan 13.46

4 Listrik, Gas, Air Minum 13.35

5 Bangunan 20.04

6 Perdagangan, Hotel, Restoran 10.02

7 Pengangkutan 12.14

8 Keuangan, Sewa dan Jasa Perusahaan 6.07

9 Jasa-Jasa 3.04

Dari Tabel 5 dapat diketahui nilai indek konsentrasi seluruh sector di

Kabupaten Gunungkidul. Secara keseluruhan nilai indeks konsentrasi seluruh sector

tersebut masih sangat jauh dari nilai 100. Namun dari Sembilan sector tersebut ada

sector yang memiliki nilai konsentrasi paling tinggi dan ada juga yang rendah, oleh

karena itu nilai indeks konsentrasi yang palinggi dikatakan sebagai sector konsentrasi

di Kabupaten Gunungkidul. Sector pertambangan yang memiliki nilai indeks

konsentrasi paling tinggi yaitu senilai 26.16 merupakan sector konsentrasi dalam

pertumbuhan ekonomi Kabupaten Gunungkidul, hal ini kemungkinan terjadi karena

kondisi fisik dari Kabupaten Gunungkidul yang memiliki kekayaan barang tambang

sehingga mempengaruhi tingkat PDRB Kabupaten Gunungkidul.

Page 14: 1036 Nurdini Distribusi Ekonomi Wilayah Gunungkidul

Berbeda dengan sector pertambangan, sector jasa di Kabupaten Gunungkidul

bukan merupakan sector yang terkonsentrasi karena dapat terlihat dari nilai indeks

konsentrasinya yang terendah yaitu sebesar 3.04. Kondisi demikian disebabkan oleh

masih kurang berkembangnya sector jasa di Kabupaten Gunungkidul, sehingga

kurang memberikan pengaruh pada PDRB Kabupaten Gunungkidul.

4. Indeks Distribusi

Indeks distribusi (DQ) merupakan model analisis yang digunakan untuk

mengetahui penyebaran sector di suatu wilayah. Jika nilai DQ semakin tinggi, maka

sector tersebut semakin terkonsentrasi di wilayah tersebut. berikut ini adalah hasil

indeks distribusi Kabupaten Gunungkidul :

Tabel 6

Indeks Distribusi Sektor di Kabupaten Gunungkidul

No Kecamatan Pertanian Pertambangan

Industri Listrik,

Gas Bangunan

Perdagangan, Pengangkutan Keuangan,

Sewa Jasa-

Jasa Pengolahan

dan Air

Minum

Hotel,

Restoran

dan

komunikasi

dan Jasa

Perusahaan

1 Panggang 1.37 0.87 0.76 0.94 1.13 0.57 1.02 0.44 0.88

2 Purwosari 1.23 0.34 0.97 0.29 0.89 0.87 0.95 0.55 1.00

3 Paliyan 1.39 0.89 1.16 0.87 0.60 0.52 0.71 0.62 1.01

4 Saptosari 1.60 0.32 0.60 0.69 0.72 0.78 0.69 0.47 0.77

5 Tepus 1.26 0.40 1.18 0.71 1.17 0.61 0.77 0.59 0.91

6 Tanjung 1.25 0.29 1.05 0.55 1.18 0.73 0.66 0.64 0.94

7 Rongkop 1.17 1.35 0.69 1.32 1.36 0.65 0.79 0.70 1.05

8 Girisubo 1.43 1.05 0.84 0.26 0.66 0.65 0.70 0.61 1.01

9 Semanu 1.05 1.50 0.91 1.36 0.45 1.61 1.28 0.66 0.67

10 Ponjong 1.03 1.20 1.03 1.01 1.24 1.31 1.12 0.50 0.60

11 Karangmojo 1.11 0.55 1.45 1.49 0.66 0.94 0.59 0.86 0.97

12 Wonosari 0.26 0.40 0.61 1.04 1.53 1.14 1.46 2.59 1.66

13 Playen 0.86 1.05 0.84 1.18 1.57 1.38 0.98 0.59 0.85

14 Patuk 1.25 1.44 1.30 0.72 0.70 0.52 0.71 0.83 1.03

15 Gedangsari 1.40 0.44 1.27 0.52 0.44 0.70 0.63 0.59 0.97

16 Nglipar 1.20 1.97 1.52 0.70 1.09 0.51 0.94 0.61 0.72

17 Ngawen 1.09 1.72 1.76 1.21 0.41 0.69 1.20 0.57 0.94

18 Semin 1.02 2.30 1.15 1.49 0.37 1.54 0.95 0.79 0.69

Dari Tabel 6 dapat diketahui bahwa sector pertanian terdistribusi secara

merata, namun Kecamatan Saptosari memiliki nilai DQ terbesar yaitu 1.60 berarti

sector pertanian di Kabupaten Gunungkidul terkonsentrasi terbesar di Kecamatan

Saptosari, hal ini didukung juga oleh kondisi fisik di Kecamatan Saptosari yang

Page 15: 1036 Nurdini Distribusi Ekonomi Wilayah Gunungkidul

memiliki tingkat kesuburan tanah yang tinggi. Untuk sector pertambangan serta

listrik, gas dan air minum terdistribusi kurang merata, ada yang memiliki nilai DQ

yang tinggi dan ada juga yang sangat rendah. Nilai DQ tertinggi untuk sector tersebut

yaitu sebesar 2.30 dan 1.49. Nilai tertinggi DQ berada di Kecamatan Semin, dengan

demikian sector pertambangan serta listrik, gas dan air minum terkonsentrasi di

Kecamtan Semin.

Sektor selanjutnya adalah sector industri pengolahan yang terkonsentrasi agak

merata, sebagian memiliki nilai DQ yang besar dan sebagian lagi memiliki nilai DQ

rendah. Nilai DQ tertinggi untuk sektor industri pengolahan yaitu berada di

Kecamatan Ngawen. Selain sector industri pengolahan yang terkonsentrasi agak

merata, ada juga sector bangunan. Sector ini terkonsentrasi di seluruh kecamatan di

Kabupaten Gunungkidul, namun Kecamatan Playen merupakan konsentrasi dari

sector bangunan terbesar yaitu sebesar 1.57. Posisinya yang berdekatan dengan ibu

kota Kabupaten Gunungkidul bias jadi merupakan faktor pendorong terkonsentrasinya

sector bangunan di Kecamatan Playen.

Selain Kecamatan Playen yang berlokasi dekat dengan ibu kota kabupaten,

Kecamatan Semanu juga berbatasan langsung dengan Wonosari sebagai ibu kota

Kabupaten Gunungkidul, maka hal yang wajar jika sector perdagangan, hotel dan

restoran terkonsentrasi di Kecamatan Semanu dengan nilai DQ tertinggi sebesar 1.61,

namun secara umum sector ini tidak terdistribusi secara merata karena banyak

diantara kecamatan-kecamatan tersebut meiliki nilai DQ sangat rendah. Sebagai ibu

kota Kabupaten Kecamatan Wonosari terkonsentrasi pada sector pengangkutan dan

komunikasi, keuangan, sewa, dan jasa, serta jasa-jasa lainnya dengan nilai DQ

tertinggi masing-masing sebesar 1.46, 2.59, dan 1.66. hal demikian sesuai dengan

aktivitas yang terjadi di Kecamatan ini yang banyak bergerak di bidang

pengangkutan, komunikasi, dan jasa. Ketiga sector tersebut tidak tersebar secara

merata, dan umumnya terpusat atau terkonsentrasi di Kecamatan Wonosari.

5. Indeks Asosiasi

Melalui indeks asosiasi dapat diketahui besarnya keterkaitan antara satu

sector dengan yang lainnya. Dalam analisis indeks asosiasi Kabupaten Gunungkidul

ini, penulis menggunakan sector pertanian sebagai patokan sector yang akan dihitung

indeks asosiasi atau besarnya keterkaitan dengan sector yang lainnya. Berikut ini

akan disajikan data nilai indeks asosiasi sector pertanian dengan sector lainnya :

Page 16: 1036 Nurdini Distribusi Ekonomi Wilayah Gunungkidul

Tabel 7

Indeks Asosiasi Sektor Pertanian di Kabupaten Gunungkidul

No Sektor Indeks Asosiasi

1 Pertambangan 73.91

2 Industri Pengolahan 85.79

3 Listrik, Gas, Air Minum 73.78

4 Bangunan 67.91

5 Perdagangan, Hotel, Restoran 69.30

6 Pengangkutan 73.99

7 Keuangan, Sewa dan Jasa Perusahaan 56.41

8 Jasa-Jasa 73.77

Dari Tabel 7 dapat diketahui bahwa nilai indeks asosiasi paling besar yaitu

nilai indeks asosiasi antara sector pertanian dengan sector industri pengolahan sebesar

85.79. Nilai indeks asosiasi yang tinggi menunjukan adanya asosiasi atau keterkaitan

yang semakin erat antara sector pertanian dan industri pengolahan. Kabupaten

Gunungkidul memiliki potensi yang sangat besar dalam sector pertanian, maka

memaksimalkan potensi sector pertanian Kabupaten Gunungkidul merupakan salah

satu upaya untuk menumbuhkembangkan kondisi perekonomian Kabupaten

Gunungkidul. Jika dikaitkan dengan sector lain, sector perekonomian sangat berkaitan

erat dengan industri pengolahan, karena melalui industri pengolahan dapat hasil

potensi pertanian Kabupaten Gunungkidul dapat dioleh menjadi berbagai macam

bentuk olahan agar memiliki nilai atau harga jual yang lebih tinggi dibanding dengan

tanpa melalui pengolahan terlebih dahulu. Dengan adanya nilai asosiasi yang besar

antara sector pertanian dengan industri pengolahan diharapkan dapat meningkatkan

perekonomian Kabupaten Gunungkidul.