1036 nurdini distribusi ekonomi wilayah gunungkidul
DESCRIPTION
analisis perekunungkidul DIYTRANSCRIPT
ANALISIS DISTRIBUSI EKONOMI DAN KETIMPANGAN WILAYAH
DI KABUPATEN GUNUNGKIDUL PROVINSI DI YOGYAKARTA
TUGAS
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas
Mata Kuliah Teknik Perencanaan Wilayah
Oleh,
NURDINI LESTARI
13/352639/PGE/1036
PROGRAM PASCASARJANA GEOGRAFI
FAKULTAS GEOGRAFI
UNIVERSITAS GADJAH MADA
2013
A. Pendahuluan
Pembangunan ekonomi pada hakekatnya bertujuan untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat. Dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat maka
diperlukan pertumbuhan ekonomi yang meningkat dan distribusi pendapatan yang
merata. Masalah pertumbuhan ekonomi di suatu daerah tergantung pada banyak faktor,
baik itu sumberdaya alam, sumberdaya manusia, dan juga pemerintah sebagai pembuat
kebijakan itu sendiri. Faktor-faktor tersebut harus dikelola dengan baik agar dapat
mempengaruhi laju pertumbuhan ekonomi.
Pertumbuhan ekonomi suatu daerah dapat diukur dengan melihat PDRB dan laju
pertumbuhan ekonominya atas dasar harga konstan. Pertumbuhan ekonomi yang cepat
akan berdampak terhadap ketimpangan dan distribusi pendapatan. Kondisi tersebut
didukung oleh adanya kebijakan mengenai peranan pemerintah daerah yang sangat
dominan dalam menentukan kebijakan didaerahnya sehingga memungkinkan terjadi
ketimpangan antar wilayah.
Laju pertumbuhan ekonomi antar kabupaten/kota di Provinsi DI Yogyakarta
menunjukan tingkat yang beragam dan akan berdampak kepada ketimpangan regional.
Kabupaten Gunungkidul (rata-rata laju pertumbuhan ekonomi 3.8) merupakan salah satu
Kabupaten dengan tingkat laju pertumbuhan ekonominya ke dua terendah sebelum
Kabupaten Kulonprogo (rata-rata laju pertumbuhan ekonomi 3.5). Kondisi tersebut
dipengaruhi oleh perbedaan potensi perekonomian di suatu wilayah dan besarnya
sumbangan sector unggulan di masing-masing kabupaten, maka dari itu diperlukan
adanya analisis ketimpangan regional di Kabupaten Gunungkidul dan untuk mengetahui
sector-sektor yang memiliki daya saing atau keunggulan komparatif dalam suatu
kabupaten yang harus dikembangkan dan akan membantu meminimalisir tingkat
ketimpangan pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Gunungkidul.
B. Dasar Teori
Keberhasilan dalam mendorong pertumbuhan ekonomi di daerah sangat berkaitan
dengan pengelolaan sumberdaya yang dimiliki daerah tersebut. oleh karena itu prioritas
pembangunan daerah harus sesuai dengan potensi yang dimilikinya, sehingga akan
terlihat peranan dari sector-sektor potensial terhadap pertumbuhan perekonomian daerah,
sebagaimana yang diperlihatkan pada PDRB dan sector-sektornya.
Pertumbuhan ekonomi secara langsung maupun tidak langsung akan berpengaruh
terhadap masalah ketimpangan regional. Ketimpangan yang meliputi ketimpangan
pendapatan perkapita dan ketimpangan PDRB. Untuk menghitung ketimpangan regional
bias dilakukan dengan analisis Theil, L, dan Williamson. Selain ketimpangan, informasi
yang menyajikan data tentang sector yang memiliki daya saing dan karakteristik yang
dimiliki oleh suatu wilayah dapat diketahui melalui analisis shift share serta indeks
distribusi, konsentrasi serta spesialisasi.
1. Shift Share
Shift Share Analysis (SSA) merupakan teknik analisis yang digunakan untuk
melihat tingkat keunggulan kompetitif (competitiveness) suatu wilayah dalam
cakupan wilayah agregat yang lebih luas, berdasarkan kinerja sektor lokal (local
sector) di wilayah tersebut. Wilayah yang dimaksud bisa berupa wilayah provinsi
dalam wilayah cakupan agregat nasional, atau wilayah kabupaten/kota dalam
cakupan wilayah agregat provinsi, dan seterusnya (Pribadi et al., tanpa tahun).
SSA mengakui adanya perbedaan dan kesamaan antarwilayah. Analisis ini
mengasumsikan bahwa perubahan pendapatan, produksi, atau tenaga kerja suatu
wilayah dapat dibagi dalam tiga komponen pertumbuhan, yaitu komponen
pertumbuhan regional (regional growth component), komponen pertumbuhan
proporsional (proportional or industrial mix growth component), dan komponen
pertumbuhan pangsa wilayah (regional share growth component).
Dalam SSA ini akan diketahui nilai pertumbuhan nasional (KPN) yang dapat
diketahui dengan cara membagi PDB suatu tahun dengan periode tahun sebelumnya
lalu dikurangi dengan satu. Selain KPN, dapat juga mengetahui pertumbuhan
proposional setiap sector (KPP) dengan cara dua langkah, yang pertama dengan cara
membagi PDB pada setiap sector pada suatu tahun dengan tahun sebelumnya,
selanjutnya yang kedua membagi jumlah total PDB suatu tahun dengan tahun
sebelumnya setelah dilakukan dua langkah tersebut lalu nilai akhir KPP dapat
diketahui dengan cara mengurangkan hasil pada langkah pertama dangan langkah
kedua. Informasi lain yang dpat diketahui dari analisis shift share adalah nilai
pertumbuhan daya saing suatu sector (keunggulan komparatif) dibandingkan dengan
kabupaten lain.
Besar kecilnya suatu nilai pertumbuhan proposiaonal (KPP) berarti : jika
KPP suatu sector bernilai positif , maka sector tersebut tumbuh pesat dan akan
berpengaruh positif terhadap kabupaten, begitupun sebaliknya jika nilai KPP itu
negatif maka sector tersebut tidak tumbuh dan tidak akan berpengaruh pula pada
kabupaten. Jika nilai pertumbuhan daya saing (KPK) tinggi atau positif maka sector
tersebut merupakan sector keunggulan komparatif dan memiliki daya saing dengan
kabupaten lain, dan sebaliknya jika nilainya rendah atau negatif maka sector tersebut
bukan merupakan sector keunggulan komparatif dan tidak memiliki daya saing
dengan kabupaten lainnya.
Analisis shift-share memiliki keunggulan dan kelemahan. Keunggulan
analisis shift- share antara lain : analisis shift-share tergolong sederhana, namun
demikian dapat memberikan gambaran mengenai perubahan struktur ekonomi yang
terjadi; memungkinkan seorang pemula mempelajari struktur perekonomian dengan
cepat; memberikan gambaran pertumbuhan ekonomi dan perubahan struktur dengan
cukup akurat. Sedangkat kelemahanya yaitu : hanya dapat digunakan untuk analisis
ex-post, masalah benchmark berkenaan dengan homothetic change, apakah t atau
(t+1) tidak dapat dijelaskan dengan baik. ada data periode waktu tertentu di tengah
periode pengamatan yang tidak terungkap, analisis ini membutuhkan analisis lebih
lanjut apabila digunaka untuk peramalan, mengingat bahwa regional shift tidak
konstan dari suatu periode ke periode lainnya, tidak dapat dipakai untuk melihat
keterkaitan antar sector, tidak ada keterkaitan antar daerah.
2. Ketimpangan
a. Indek Theil
Indeks Theil merupakan indeks yang banyak digunakan dalam
menghitung dan menganalisa distribusi pendapatan regional atau dapat
membantu untuk mengetahui ketimpangan Kabupaten/kota dan yang dominan
penyebab terjadinya ketimpangan. Indeks Theil juga dapat melihat ketimpangan
intrakelompok dan antarkelompok yang ditentukan. Koefisien indeks Theil
diukur dengan formula :
𝑇𝐼 = 𝑦𝑖
𝑦 ln
𝑦𝑖𝑥
𝑦𝑦
Keterangan :
TI = Theil Index
yi = Jumlah PDRB wilayah kecamatan
y = Jumlah PDRB wilayah kabupaten
yix = Jumlah pendapatan per kapita kecamatan
yy = Jumlah pendapatan per kapita kabupaten
Nilai Indek Theil berkisar antara nol sampai dengan tak berhingga, di
mana nol menyatakan bahwa distribusi PDRB merata sempurna antar
kabupaten/kota, sedangkan apabila menjauhi nol artinya distribusi PDRB tidak
merata antarkabupaten/kota di suatu wilayah. Indeks ini mempunyai beberapa
kelebihan, yaitu:
1) Sifatnya tidak sensitif terhadap skala daerah dan tidak terpengaruh oleh
nilai-nilai ekstrim.
2) Independen terhadap jumlah daerah sehingga dapat digunakan sebagai
pembanding dari sistem regional yang berbeda-beda.
3) Dapat didekomposisikan ke dalam indeks ketidakmerataan antarkelompok
dan intrakelompok daerah secara simultan.
b. Indek L
Indeks L merupakan cara lain untuk mengetahui besarnya ketimpangan
antar satu wilayah dengan wilayah lainnya, contoh : timpangan antara
kecamatan-kecamatan dalam suatu kabupaten. Berbeda dengan Indeks Theil
yang menghitung nilai ketimpangan dengan menggunakan disparitas variabel
PDRB dengan pendapatan perkapita, maka indeks L menghitung nilai
ketimpangan dengan menggunakan variabel PDRB dengan jumlah penduduk.
Berikut ini adalah formula yang digunakan untuk menghitung nilai indeks L :
𝐿 = 𝑁𝑖
𝑁 ln
𝑦𝑖
𝑦
Keterangan :
L = Indeks L
Ni = Jumlah penduduk wilayah kecamatan
N = Jumlah penduduk wilayah kabupaten
yi = Jumlah PDRB kecamatan
y = Jumlah PDRB kabupaten
Nilai Indek L berkisar antara nol sampai dengan tak berhingga, semakin
tinggi nilai indeks, maka disparitas pendapatan regional antar wilayah semakin
timpang, begitu pula sebaliknya semakin mendekati nilai nol (0) maka
ketimpangannya semakin rendah, hingga mencapai nilai indeks nol (0) maka
disparitas pendapatan regional antar wilayah tergolong merata.
c. Indek Williamson
Indeks Williamson merupakan salah satu indeks yang paling sering
digunakan untuk melihat disparitas atau kesenjangan antar wilayah. Indeks
Williamson mengembangkan indeks ketimpangan wilayah yang diformulasikan
sebagai berikut :
𝑊 = (𝑦𝑖 − 𝑦)2 𝑥 (𝑛𝑖 𝑥 𝑁)
𝑦
Keterangan :
W = Indeks Williamson
yi = Pendapatan per kapita kecamatan
y = Pendapatan per perkapita kabupaten
ni = Jumlah penduduk kecamatan
N = jumlah penduduk kabupaten
Indeks ketimpangan williamson akan menghasilkan indeks yang lebih
besar atau sama dengan nol. Jika semua Yi= Y maka akan dihasilkan indeks = 0,
yang berarti tidak adanya ketimpangan ekonomi antar daerah. Indeks lebih besar
dari 0 (nol) menunjukkan adanya ketimpangan ekonomi antar wilayah. Semakin
besar indeks yang dihasilkan semakin besar tingkat ketimpangan antar wilayah
dengan cakupan yang sempit di suatu wilayah dengan cakupan wilayah luas
(contoh : semakin besar tingkat ketimpangan antar kecamatan di suatu
kabupaten).
3. Indeks Konsentrasi
Indeks konsentrasi merupakan salah satu metode yang dilakukan untuk
menganalisis tingkat konsentrasi suatu sector di suatu wilayah, misalnya cakupan
kabupaten. Indeks konsentrasi atau specialization index mengukur cara kegiatan
ekonomi secara keseluruhan, misalnya kesempatan kerja di suatu daerah menyebar
ke segala sector. Secra relatif berarti dapat dibandingkan dengan wilayah yang lebih
luas. Pada perhitungan nilai indeks ini yang diperoleh adalah nilai indeks untuk
seluruh sector yang terdapat pada wilayah tersebut. berbeda dengan LQ yang hanya
menghasilkan indeks hanya untuk satu sector. Indeks konsentrasi dapat dihitung
melalui formula berikut ini :
𝐶 = 𝑥𝑖 − 𝑦𝑖
2
Keterangan :
C = Indeks Konsentrasi
xi = Persentase luas sub wilayah i
yi = Persentase jumlah aktivitas atau karakteristik pada sub wilayah i
Nilai dari hasil perhitungan nilai indek konsentrasi memiliki rentang nilai
dari 0 – 100. Jika nilai indeks konsentrasi semakin mendekati 100, maka semakin
terkonsentrasi sector tersebut pada suatu wilayah. Dalam hal ini berarti
pembangunan perekonomian suatu wilayah terkonsentrasi atau terfokus pada sector
yang memiliki nilai indeks konsentrasi tertinggi (mendekati 100).
4. Indeks Distribusi (Distribution Quetient/DQ)
Indeks distribusi (DQ) merupakan model analisis yang digunakan untuk
mengetahui penyebaran sector di suatu wilayah. Nilai indeks distribusi yang tinggi
(mendekati 100) menunjukan terkonsentrasinya suatu sector pada suatu wilayah.
Formula yang digunakan dalam menghitung nilai indeks distribusi yaitu sebagai
berikut :
𝐷𝑄 = 𝑦𝑖
𝑥𝑖
Keterangan :
DQ = Indeks Distribusi
xi = Persentase luas sub wilayah i
yi = Persentase jumlah aktivitas atau karakteristik pada sub wilayah i
5. Indeks Asosiasi
Indeks asosiasi yaitu nilai indeks yang dapat memberikan informasi besarnya
hubungan keterkaitan dua aktivitas atau karakteristik sosial dan ekonomi atau dapat
juga mengetahui besarnya keterkaitan antara suatu sector dengan sector lainnya
dengan cara berikut ini :
𝐿 = 100 − (𝑥𝑖 − 𝑦𝑖)
2
Keterangan :
L = Indeks Asosiasi
xi = Persentase luas sub wilayah i
yi = Persentase jumlah aktivitas atau karakteristik pada sub wilayah i
Nilai dari hasil perhitungan nilai indek asosiasi memiliki rentang nilai dari 0
– 100. Jika nilai indeks asosiasi semakin mendekati 100, maka asosiasi yang
ditunjukan oleh dua faktor tersebut semakin erat atau semakin besar keterkaiatan
antara kedua sector tersebut.
C. Hasil dan Pembahasan
1. Shift Share
Analisis shift share dilakukan untuk mengetahui kinerja perekonomian
wilayah dan identifikasi sektor-sektor unggulan dari suatu wilayah. Dalam hal ini,
analisis shift Share melihat pertumbuhan dari suatu kegiatan terutama melihat
perbedaan pertumbuhan skala wilayah yang lebih luas (wilayah referensi) maupun
dalam skala wilayah yang lebih kecil. Hasil perhitungan shift share untuk Kabupaten
Gunungkidul akan disajikan dalam tabel di bawah ini :
Tabel 1
Hasil Perhitungan Shift Share Kabupaten Gunungkidul
No Lapangan Usaha KPN
KPP
KPK PN
1 Pertanian 0.68 1.48 1.68 -0.20 1.42 -0.06 -0.25
2 Pertambangan 0.68 1.52 3.38 -1.86 1.26 -0.26 -2.12
3 Industri Pengolahan 0.68 1.46 3.38 -1.92 1.26 -0.19 -2.12
4 Listrik, Gas, Air Minum 0.68 1.83 3.38 -1.56 2.00 0.17 -1.38
5 Bangunan 0.68 2.39 3.38 -0.99 2.01 -0.38 -1.37
6 Perdagangan, Hotel, Restoran 0.68 1.68 3.38 -1.70 1.64 -0.04 -1.74
7 Pengangkutan 0.68 1.74 3.38 -1.64 1.66 -0.08 -1.72
8 Keuangan, Sewa dan Jasa
Perusahaan 0.68 1.64 3.38 -1.74 1.75 0.10 -1.64
9 Jasa-Jasa 0.68 1.74 3.38 -1.64 1.91 0.17 -1.47
Jumlah 0.68 1.68 3.38 -1.70 1.58 -0.10 -1.81
Dari Tabel 1 dapat diketahui bahwa tipologi dari pertumbuhan proposional
(KPP) dan pertumbuhan daya saing (KPK) setiap lapangan usaha di Kabupaten
Gunungkidul hampir seluruhnya termasuk pada kelompok agak mundur, karena
memiliki nilai KPP positif dan nilai KPK negatif, namun ada tiga jenis lapangan yang
tergolong unggul yaitu bidang listrik, gas dan air minum (-1.56;0.17), bidang
keuangan, sewa dan jasa perusahaa (-1.74;0.10), serta bidang jasa (-1.64;0.17).
Semua nilai pertumbuhan proposional (KPP) pada lapangan usaha di Kabupaten
Gunungkidul bersifat negatif, hal ini berarti bahwa kondisi sector lapangan usaha
tersebut tidak berkembang dan secara otomatis juga tidak akan mempengaruhi
perkembangan kabupatennya. Walaupun pertumbuhan proposional lapangan usaha di
Kabupaten Gunungkidul tidak memiliki pengaruh terhadap perkembangan
kabupaten, tetapi ada tiga sector yang merupakan keunggulan komparatif atau berarti
memiliki daya saing dengan kabupaten lainnya walaupun dengan nilainya yang
masih dikatakan rendah, sector tersebut adalah sektor listrik, gas dan air minum
(0.17), sektor keuangan, sewa dan jasa perusahaa (0.10), serta sektor jasa (0.17). Dari
hasil perhitungan analisis shift share juga dapat ditafsirkan bahwa sector yang
mempengaruhi struktur perekonomian dan mendominasi pertumbuhan perekonomian
Kabupaten Gunungkidul yaitu sector : sector listrik, gas dan air minum, sector
keuangan, sewa dan jasa perusahaan, serta sector jasa.
2. Ketimpangan
Analisis tingkat ketimpangan pembangunan dilakukan dengan melihat
perkembangan PDRB, PDRB per kapita dan jumlah penduduk tiap-tiap kabupaten
dengan mengabaikan faktor-faktor lain khususnya faktor non ekonomi yang dapat
menghambat dan mendorong tingkat pembangunan suatu daerah. Untuk mengetahui
tingkat ketimpangan pembangunan dapat dilakukan dengan menggunakan indeks
Theil, L, dan Williamson.
a. Indeks Theil
Indeks Theil untuk lebih jauh mengkaji besarnya disparitas (disparitas
total) yang dikomposisi menjadi dua, yaitu disparitas antar kabupaten/kota
(between) dan disparitas dalam kabupaten/kota (within). Dengan data PDRB yang
dibandingkan dengan pendapatan perkapita, maka akan diketahui nilai Indeks
Theil. Berikut ini adalah hasil perhitungan disparitas dalam Kabupaten
Gunungkidul :
Tabel 2
Indeks Theil Kabupaten Gunungkidul
No PDRB
Kecamatan
Total Jumlah Pendapatan/Kapita Yi/Y Yix/Yy ln(Yix/Yy) ((Yi/Y)x(ln (Yix/Yy))
PDRB Penduduk (Rp/Tahun)
1 Panggang 255969 26603 9.62 0.04 0.90 -0.11 0.00
2 Purwosari 205912 19493 10.56 0.03 0.99 -0.01 0.00
3 Paliyan 254741 29154 8.74 0.04 0.82 -0.20 -0.01
4 Saptosari 315416 34354 9.18 0.04 0.86 -0.15 -0.01
5 Tepus 254723 31966 7.97 0.04 0.75 -0.29 -0.01
6 Tanjung 257851 25760 10.01 0.04 0.94 -0.07 0.00
7 Rongkop 255055 26967 9.46 0.04 0.88 -0.12 0.00
8 Girisubo 227144 22242 10.21 0.03 0.95 -0.05 0.00
9 Semanu 471139 51864 9.08 0.06 0.85 -0.16 -0.01
10 Ponjong 549624 49924 11.01 0.08 1.03 0.03 0.00
11 Karangmojo 445416 48887 9.11 0.06 0.85 -0.16 -0.01
12 Wonosari 1355429 79359 17.08 0.19 1.60 0.47 0.09
13 Playen 626258 54796 11.43 0.09 1.07 0.07 0.01
14 Patuk 314852 30600 10.29 0.04 0.96 -0.04 0.00
15 Gedangsari 255282 35351 7.22 0.04 0.68 -0.39 -0.01
16 Nglipar 365346 29781 12.27 0.05 1.15 0.14 0.01
17 Ngawen 290714 31751 9.16 0.04 0.86 -0.16 -0.01
18 Semin 549809 49147 11.19 0.08 1.05 0.05 0.00
Gunungkidul 7250680 677999 10.69 0.03
Dari Tabel 2 dapat diketahui bahwa nilai indeks ketimpangan berdasarkan
indeks Theil di Kabupaten Gunungkidul sebesar 0.03. Nilai tersebut menunjukan
bahwa tingkat ketimpangan disparitas pendapatan regional antar kecamatan di
Kabupaten Gunungkidul rendah. Nilai indeks tersebut juga mencerminkan tingkat
pertumbuhan perekonomian setiap kecamatan di Kabupaten Gunungkidul hampir
sama rata, tidak ada daerah yang tingkat perekonomiannya sangat rendah atau
tertinggal, namun tidak ada juga yang sangat tinggi atau unggul.
Kondisi demikian merupakan kondisi yang stabil dan dapat memudahkan
dalam upaya peningkatan pertumbuhan ekonomi di masing-masing kecamatan.
Hanya tinggal memantapkan potensi perekonomian yang terdapat di masing-
masing kecamatan tersebut, lalu mengaturnya sedemikian rupa dengan
mengkombinasikan dengan berbagai aspek pendukung baik secara internal
maupun eksternal.
b. Indeks L
Indeks L merupakan cara lain untuk mengetahui besarnya ketimpangan
antar satu wilayah dengan wilayah lainnya. Meskipun indeks Theil dan L
mempunyai kegunaan yang sama untuk menghitung tingkat ketimpangan
wilayah, namun indeks L menghitung nilai ketimpangan dengan menggunakan
variabel PDRB dengan jumlah penduduk. Berikut ini akan disajikan nilai indek L
untuk Kabupaten Gunungkidul :
Tabel 3
Nilai Ketimpangan dengan Indeks L Kabupaten Gunungkidul
No PDRB
Kecamatan
Total Jumlah Pendapatan/Kapita Ni/N Y/Yi Ln (Y/Yi) ((Ni/N)x(ln (Y/Yi))
PDRB Penduduk (Rp/Tahun)
1 Panggang 255969 26603 9.62 0.04 28.33 3.34 0.13
2 Purwosari 205912 19493 10.56 0.03 35.21 3.56 0.10
3 Paliyan 254741 29154 8.74 0.04 28.46 3.35 0.14
4 Saptosari 315416 34354 9.18 0.05 22.99 3.13 0.16
5 Tepus 254723 31966 7.97 0.05 28.46 3.35 0.16
6 Tanjung 257851 25760 10.01 0.04 28.12 3.34 0.13
7 Rongkop 255055 26967 9.46 0.04 28.43 3.35 0.13
8 Girisubo 227144 22242 10.21 0.03 31.92 3.46 0.11
9 Semanu 471139 51864 9.08 0.08 15.39 2.73 0.21
10 Ponjong 549624 49924 11.01 0.07 13.19 2.58 0.19
11 Karangmojo 445416 48887 9.11 0.07 16.28 2.79 0.20
12 Wonosari 1355429 79359 17.08 0.12 5.35 1.68 0.20
13 Playen 626258 54796 11.43 0.08 11.58 2.45 0.20
14 Patuk 314852 30600 10.29 0.05 23.03 3.14 0.14
15 Gedangsari 255282 35351 7.22 0.05 28.40 3.35 0.17
16 Nglipar 365346 29781 12.27 0.04 19.85 2.99 0.13
17 Ngawen 290714 31751 9.16 0.05 24.94 3.22 0.15
18 Semin 549809 49147 11.19 0.07 13.19 2.58 0.19
Gunungkidul 7250680 677999 10.69 2.85
Dari Tabel 3 dapat diketahui bahwa melalui nilai indeks L tingkat
ketimpangan wilayah di Kabupaten Gunungkidul sebesar 2.85.Nilai tersebut
menunjukan nilai indeks yang besar dan berarti bahwa tingkat ketimpangan
disparitas pertumbuhan ekonomi kecamatan-kecamatan di Kabupaten
Gunungkidul sangat tinggi. Kondisi demikian berbeda dengan nilai ketimpangan
melalui indeks Theil dan Willson yang menghasilkan nilai indeks ketimpangan
yang rendah. Kondisi demikian dimungkinkan terjadi karena adanya
ketidakseimbangan antara jumlah penduduk yang banyak dengan jumlah PDRB
di Kabupaten Gunungkidul rendah.
c. Indeks Williamson
Indeks Williamson merupkan salah satu indeks yang memiliki fungsi
untuk menunjukkan tingkat pemerataan di suatu wilayah. Indeks Williamson
merupakan salah satu indeks yang paling sering digunakan untuk melihat
disparitas antar wilayah. Pengukuran didasarkan pada variasi hasil-hasil
pembangunan ekonomi antar wilayah yang berupa besaran PDRB. Berikut ini
akan disajikan tabel indeks ketimpangan di Kabupaten Gunungkidul :
Tabel 4
Indeks Ketimpangan Williamson Kabupaten Gunungkidul
No PDRB
Kecamatan
Total Jumlah Pendapatan/Kapita (Yi-Y) (Yi-Y)^2 Ni/N ((Yi-Y)x(Ni/N))
PDRB Penduduk (Rp/Tahun)
1 Panggang 255969 26603 9.62 -1.07 1.15 0.04 0.05
2 Purwosari 205912 19493 10.56 -0.13 0.02 0.03 0.00
3 Paliyan 254741 29154 8.74 -1.96 3.83 0.04 0.16
4 Saptosari 315416 34354 9.18 -1.51 2.29 0.05 0.12
5 Tepus 254723 31966 7.97 -2.73 7.43 0.05 0.35
6 Tanjung 257851 25760 10.01 -0.68 0.47 0.04 0.02
7 Rongkop 255055 26967 9.46 -1.24 1.53 0.04 0.06
8 Girisubo 227144 22242 10.21 -0.48 0.23 0.03 0.01
9 Semanu 471139 51864 9.08 -1.61 2.59 0.08 0.20
10 Ponjong 549624 49924 11.01 0.31 0.10 0.07 0.01
11 Karangmojo 445416 48887 9.11 -1.58 2.51 0.07 0.18
12 Wonosari 1355429 79359 17.08 6.39 40.77 0.12 4.77
13 Playen 626258 54796 11.43 0.73 0.54 0.08 0.04
14 Patuk 314852 30600 10.29 -0.40 0.16 0.05 0.01
15 Gedangsari 255282 35351 7.22 -3.47 12.06 0.05 0.63
16 Nglipar 365346 29781 12.27 1.57 2.48 0.04 0.11
17 Ngawen 290714 31751 9.16 -1.54 2.37 0.05 0.11
18 Semin 549809 49147 11.19 0.49 0.24 0.07 0.02
Gunungkidul 7250680 677999 10.69 6.84
2.62
Index Williamson 0.24
Dari Tabel 4 dapat diketahui bahwa nilai indek ketimpangan berdasarkan
indek Williamson menunjukan bahwa pemerataan ekonomi di Kabupaten
Gunungkidul sebesar 0.24 atau tergolong tingkat ketimpangan yang rendah. Hal
ini menunjukan gambaran secara umum kondisi perekonomian setiap kecamatan
di Kabupaten Gunungkidul yang hampir sama rata, ada beberapa kecamatan yang
memiliki tingkat perekonomian tinggi, sedang dan rendah. Namun skala
perbedaannya tidak terlalu tinggi dan semua wilayah masih berada dalam proses
pertumbuhan perekonomian yang berbasis pada potensi setiap kecamatan, hal ini
memungkinkan wilayah yang masih tergolong tingkat ekonomi rendah dapat
berkembang menyesuaikan dengan kecamatan lainnya yang berada pada
tingkatan di atasnya. Sedangkan kecamatan yang memiliki kondisi pertumbuhan
ekonomi tinggi diharapkan dapat memberi arahan kepada kecamatan yang berada
di golongan tingkat perekonomian rendah untuk terus meningkatkan
perekonomiannya. Interaksi yang baik dan saling menguntungkan antara wilayah
dapat mendorong laju pertumbuhan perekonomian wilayah tersebut.
3. Indeks Konsentrasi
Indeks konsentrasi (IK) memberikan informasi mengenai tingkat konsentrasi
suatu sector dalam suatu wilayah, karena jika nilai indeks konsentrasi semakin
mendekati 100, maka semakin terkonsentrasi sector tersebut pada suatu wilayah.
Dalam hal ini berarti pembangunan perekonomian suatu wilayah terkonsentrasi atau
terfokus pada sector yang memiliki nilai indeks konsentrasi tertinggi (mendekati
100). Berikut ini akan disajikan data nilai indeks konsentrasi setiap sector di
Kabupaten Gunungkidul :
Tabel 5
Indeks Konsentrasi Sektor di Kabupaten Gunungkidul
No Lapangan Usaha Nilai IK
1 Pertanian 15.05
2 Pertambangan 26.16
3 Industri Pengolahan 13.46
4 Listrik, Gas, Air Minum 13.35
5 Bangunan 20.04
6 Perdagangan, Hotel, Restoran 10.02
7 Pengangkutan 12.14
8 Keuangan, Sewa dan Jasa Perusahaan 6.07
9 Jasa-Jasa 3.04
Dari Tabel 5 dapat diketahui nilai indek konsentrasi seluruh sector di
Kabupaten Gunungkidul. Secara keseluruhan nilai indeks konsentrasi seluruh sector
tersebut masih sangat jauh dari nilai 100. Namun dari Sembilan sector tersebut ada
sector yang memiliki nilai konsentrasi paling tinggi dan ada juga yang rendah, oleh
karena itu nilai indeks konsentrasi yang palinggi dikatakan sebagai sector konsentrasi
di Kabupaten Gunungkidul. Sector pertambangan yang memiliki nilai indeks
konsentrasi paling tinggi yaitu senilai 26.16 merupakan sector konsentrasi dalam
pertumbuhan ekonomi Kabupaten Gunungkidul, hal ini kemungkinan terjadi karena
kondisi fisik dari Kabupaten Gunungkidul yang memiliki kekayaan barang tambang
sehingga mempengaruhi tingkat PDRB Kabupaten Gunungkidul.
Berbeda dengan sector pertambangan, sector jasa di Kabupaten Gunungkidul
bukan merupakan sector yang terkonsentrasi karena dapat terlihat dari nilai indeks
konsentrasinya yang terendah yaitu sebesar 3.04. Kondisi demikian disebabkan oleh
masih kurang berkembangnya sector jasa di Kabupaten Gunungkidul, sehingga
kurang memberikan pengaruh pada PDRB Kabupaten Gunungkidul.
4. Indeks Distribusi
Indeks distribusi (DQ) merupakan model analisis yang digunakan untuk
mengetahui penyebaran sector di suatu wilayah. Jika nilai DQ semakin tinggi, maka
sector tersebut semakin terkonsentrasi di wilayah tersebut. berikut ini adalah hasil
indeks distribusi Kabupaten Gunungkidul :
Tabel 6
Indeks Distribusi Sektor di Kabupaten Gunungkidul
No Kecamatan Pertanian Pertambangan
Industri Listrik,
Gas Bangunan
Perdagangan, Pengangkutan Keuangan,
Sewa Jasa-
Jasa Pengolahan
dan Air
Minum
Hotel,
Restoran
dan
komunikasi
dan Jasa
Perusahaan
1 Panggang 1.37 0.87 0.76 0.94 1.13 0.57 1.02 0.44 0.88
2 Purwosari 1.23 0.34 0.97 0.29 0.89 0.87 0.95 0.55 1.00
3 Paliyan 1.39 0.89 1.16 0.87 0.60 0.52 0.71 0.62 1.01
4 Saptosari 1.60 0.32 0.60 0.69 0.72 0.78 0.69 0.47 0.77
5 Tepus 1.26 0.40 1.18 0.71 1.17 0.61 0.77 0.59 0.91
6 Tanjung 1.25 0.29 1.05 0.55 1.18 0.73 0.66 0.64 0.94
7 Rongkop 1.17 1.35 0.69 1.32 1.36 0.65 0.79 0.70 1.05
8 Girisubo 1.43 1.05 0.84 0.26 0.66 0.65 0.70 0.61 1.01
9 Semanu 1.05 1.50 0.91 1.36 0.45 1.61 1.28 0.66 0.67
10 Ponjong 1.03 1.20 1.03 1.01 1.24 1.31 1.12 0.50 0.60
11 Karangmojo 1.11 0.55 1.45 1.49 0.66 0.94 0.59 0.86 0.97
12 Wonosari 0.26 0.40 0.61 1.04 1.53 1.14 1.46 2.59 1.66
13 Playen 0.86 1.05 0.84 1.18 1.57 1.38 0.98 0.59 0.85
14 Patuk 1.25 1.44 1.30 0.72 0.70 0.52 0.71 0.83 1.03
15 Gedangsari 1.40 0.44 1.27 0.52 0.44 0.70 0.63 0.59 0.97
16 Nglipar 1.20 1.97 1.52 0.70 1.09 0.51 0.94 0.61 0.72
17 Ngawen 1.09 1.72 1.76 1.21 0.41 0.69 1.20 0.57 0.94
18 Semin 1.02 2.30 1.15 1.49 0.37 1.54 0.95 0.79 0.69
Dari Tabel 6 dapat diketahui bahwa sector pertanian terdistribusi secara
merata, namun Kecamatan Saptosari memiliki nilai DQ terbesar yaitu 1.60 berarti
sector pertanian di Kabupaten Gunungkidul terkonsentrasi terbesar di Kecamatan
Saptosari, hal ini didukung juga oleh kondisi fisik di Kecamatan Saptosari yang
memiliki tingkat kesuburan tanah yang tinggi. Untuk sector pertambangan serta
listrik, gas dan air minum terdistribusi kurang merata, ada yang memiliki nilai DQ
yang tinggi dan ada juga yang sangat rendah. Nilai DQ tertinggi untuk sector tersebut
yaitu sebesar 2.30 dan 1.49. Nilai tertinggi DQ berada di Kecamatan Semin, dengan
demikian sector pertambangan serta listrik, gas dan air minum terkonsentrasi di
Kecamtan Semin.
Sektor selanjutnya adalah sector industri pengolahan yang terkonsentrasi agak
merata, sebagian memiliki nilai DQ yang besar dan sebagian lagi memiliki nilai DQ
rendah. Nilai DQ tertinggi untuk sektor industri pengolahan yaitu berada di
Kecamatan Ngawen. Selain sector industri pengolahan yang terkonsentrasi agak
merata, ada juga sector bangunan. Sector ini terkonsentrasi di seluruh kecamatan di
Kabupaten Gunungkidul, namun Kecamatan Playen merupakan konsentrasi dari
sector bangunan terbesar yaitu sebesar 1.57. Posisinya yang berdekatan dengan ibu
kota Kabupaten Gunungkidul bias jadi merupakan faktor pendorong terkonsentrasinya
sector bangunan di Kecamatan Playen.
Selain Kecamatan Playen yang berlokasi dekat dengan ibu kota kabupaten,
Kecamatan Semanu juga berbatasan langsung dengan Wonosari sebagai ibu kota
Kabupaten Gunungkidul, maka hal yang wajar jika sector perdagangan, hotel dan
restoran terkonsentrasi di Kecamatan Semanu dengan nilai DQ tertinggi sebesar 1.61,
namun secara umum sector ini tidak terdistribusi secara merata karena banyak
diantara kecamatan-kecamatan tersebut meiliki nilai DQ sangat rendah. Sebagai ibu
kota Kabupaten Kecamatan Wonosari terkonsentrasi pada sector pengangkutan dan
komunikasi, keuangan, sewa, dan jasa, serta jasa-jasa lainnya dengan nilai DQ
tertinggi masing-masing sebesar 1.46, 2.59, dan 1.66. hal demikian sesuai dengan
aktivitas yang terjadi di Kecamatan ini yang banyak bergerak di bidang
pengangkutan, komunikasi, dan jasa. Ketiga sector tersebut tidak tersebar secara
merata, dan umumnya terpusat atau terkonsentrasi di Kecamatan Wonosari.
5. Indeks Asosiasi
Melalui indeks asosiasi dapat diketahui besarnya keterkaitan antara satu
sector dengan yang lainnya. Dalam analisis indeks asosiasi Kabupaten Gunungkidul
ini, penulis menggunakan sector pertanian sebagai patokan sector yang akan dihitung
indeks asosiasi atau besarnya keterkaitan dengan sector yang lainnya. Berikut ini
akan disajikan data nilai indeks asosiasi sector pertanian dengan sector lainnya :
Tabel 7
Indeks Asosiasi Sektor Pertanian di Kabupaten Gunungkidul
No Sektor Indeks Asosiasi
1 Pertambangan 73.91
2 Industri Pengolahan 85.79
3 Listrik, Gas, Air Minum 73.78
4 Bangunan 67.91
5 Perdagangan, Hotel, Restoran 69.30
6 Pengangkutan 73.99
7 Keuangan, Sewa dan Jasa Perusahaan 56.41
8 Jasa-Jasa 73.77
Dari Tabel 7 dapat diketahui bahwa nilai indeks asosiasi paling besar yaitu
nilai indeks asosiasi antara sector pertanian dengan sector industri pengolahan sebesar
85.79. Nilai indeks asosiasi yang tinggi menunjukan adanya asosiasi atau keterkaitan
yang semakin erat antara sector pertanian dan industri pengolahan. Kabupaten
Gunungkidul memiliki potensi yang sangat besar dalam sector pertanian, maka
memaksimalkan potensi sector pertanian Kabupaten Gunungkidul merupakan salah
satu upaya untuk menumbuhkembangkan kondisi perekonomian Kabupaten
Gunungkidul. Jika dikaitkan dengan sector lain, sector perekonomian sangat berkaitan
erat dengan industri pengolahan, karena melalui industri pengolahan dapat hasil
potensi pertanian Kabupaten Gunungkidul dapat dioleh menjadi berbagai macam
bentuk olahan agar memiliki nilai atau harga jual yang lebih tinggi dibanding dengan
tanpa melalui pengolahan terlebih dahulu. Dengan adanya nilai asosiasi yang besar
antara sector pertanian dengan industri pengolahan diharapkan dapat meningkatkan
perekonomian Kabupaten Gunungkidul.