perda bahan galian gunungkidul

21
PEMERINTAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL PERATURAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL NOMOR 11 TAHUN 2003 TENTANG USAHA PERTAMBANGAN BAHAN GALIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GUNUNGKIDUL, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah yang luas, nyata, dan bertanggung jawab, telah diserahkan sebagian urusan Pemerintahan di bidang pertambangan bahan galian; b. bahwa untuk melaksanakan pembinaan dan pengawasan terhadap usaha pertambangan bahan galian dengan tetap mengingat asas pemanfaatan dan pelestarian perlu pengaturan; c. bahwa atas dasar pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas perlu menetapkan Peraturan Daerah Kabupaten Gunungkidul tentang Usaha Pertambangan Bahan Galian; Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 15 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah- daerah Kabupaten dalam Lingkungan Daerah Istimewa Yogyakarta (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 1950 Nomor 44) jo. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1950 tentang Penetapan Mulai Berlakunya Undang-undang Tahun 1950 Nomor 12, 13, 14, dan 15 dari hal Pembentukan Daerah-daerah Kabupaten dalam Lingkungan Propinsi Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat dan Daerah Istimewa Yogyakarta (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 1950 Nomor 59); 2. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok - pokok Agraria (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1960 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2043); 3. Undang-undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pertambangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1967 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2831); 4. Undang-undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1970 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2918); 5. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3419); 6. Undang-undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 115, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3501); 7. Undang-undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3685) sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 246, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4048);

Upload: septian-dwi-nurcahyadi

Post on 29-Nov-2015

134 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

PEMERINTAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL

PERATURAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL

NOMOR 11 TAHUN 2003

TENTANG

USAHA PERTAMBANGAN BAHAN GALIAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI GUNUNGKIDUL,

Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah yang luas, nyata, dan bertanggung jawab,

telah diserahkan sebagian urusan Pemerintahan di bidang pertambangan bahan galian;

b. bahwa untuk melaksanakan pembinaan dan pengawasan terhadap usaha pertambangan bahan

galian dengan tetap mengingat asas pemanfaatan dan pelestarian perlu pengaturan;

c. bahwa atas dasar pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas perlu menetapkan Peraturan

Daerah Kabupaten Gunungkidul tentang Usaha Pertambangan Bahan Galian;

Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 15 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah- daerah Kabupaten

dalam Lingkungan Daerah Istimewa Yogyakarta (Berita Negara Republik Indonesia

Tahun 1950 Nomor 44) jo. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1950 tentang Penetapan

Mulai Berlakunya Undang-undang Tahun 1950 Nomor 12, 13, 14, dan 15 dari hal

Pembentukan Daerah-daerah Kabupaten dalam Lingkungan Propinsi Jawa Timur, Jawa

Tengah, Jawa Barat dan Daerah Istimewa Yogyakarta (Berita Negara Republik Indonesia

Tahun 1950 Nomor 59);

2. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok - pokok Agraria

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1960 Nomor 104, Tambahan Lembaran

Negara Republik Indonesia Nomor 2043);

3. Undang-undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok

Pertambangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1967 Nomor 22, Tambahan

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2831);

4. Undang-undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja (Lembaran Negara

Republik Indonesia Tahun 1970 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia

Nomor 2918);

5. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan

Ekosistemnya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 49, Tambahan

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3419);

6. Undang-undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara

Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 115, Tambahan Lembaran Negara Republik

Indonesia Nomor 3501);

7. Undang-undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara

Republik Indonesia Nomor 3685) sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor

34 Tahun 2000 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang

Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000

Nomor 246, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4048);

8. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran

Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik

Indonesia Nomor 3699);

9. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara

Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Republik

Indonesia Nomor 3839);

10. Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah

Pusat dan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 72, Tambahan

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3848);

11. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1969 tentang Pelaksanaan Undang-undang Nomor

11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pertambangan (Lembaran Negara

Republik Indonesia Tahun 1969 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Republik

Indonesia Nomor 2916);

12. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1980 tentang Penggolongan Bahan-bahan Galian

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1980 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara

Republik Indonesia Nomor 3174);

13. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Undang -

undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 1983 Nomor 36, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia

Nomor 3258);

14. Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 1991 tentang Sungai (Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 1991 Nomor 44, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor

3445);

15. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 1992 tentang Perubahan Atas

Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1969 tentang Pelaksanaan Undang - undang

Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan - ketentuan Pokok Pertambangan

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 130, Tambahan Lembaran

Negara Republik Indonesia Nomor 3510);

16. Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 1993 tentang Analisis Mengenai Dampak

Lingkungan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1993 Nomor 84, Tambahan

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3538);

17. Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2001 tentang Retribusi Daerah (Lembaran Negara

Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 119, Tambahan Lembaran Negara Republik

Indonesia Nomor 4139);

18. Keputusan Presiden Nomor 44 Tahun 1999 tentang Teknik Penyusunan Peraturan

Perundang-undangan dan Bentuk Rancangan Undang-undang, Rancangan Peraturan

Pemerintah, dan Rancangan Keputusan Presiden (Lembaran Negara Republik Indonesia

Tahun 1999 Nomor 70);

19. Peraturan Menteri Pertambangan dan Energi Nomor 03 / P / M / Pertamben / 1981 tentang

Pedoman Pemberian Surat Izin Pertambangan Daerah untuk Bahan Galian Yang

Bukan Strategis dan Bukan Vital (Bahan Galian Golongan C);

20. Keputusan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 458/KPTS/1986 tentang Ketentuan

Pengamanan Sungai dalam hubungannya dengan Penambangan Bahan Galian Golongan C;

21. Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi Nomor : 1256.K/03/M.PE/ 1991 tentang

Petunjuk Teknis Pelaksanaan Pengawasan Usaha Pertambangan Bahan Galian Golongan C

oleh Pelaksana Inspeksi Tambang Daerah (PITDA);

22. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 26 Tahun 1994 tentang Pedoman Usaha

Pertambangan Bahan Galian Golongan C;

23. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 12/MENLH/3/ 1994 tentang

Pedoman Umum Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan Lingkungan jo

Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 86 Tahun 2002;

24. Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi Nomor 388.K/008/M.PE/ 1995 tentang

Pedoman Teknis Penyusunan Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan

Lingkungan Untuk Kegiatan Pertambangan Bahan Galian Golongan C;

25. Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi Nomor 555.K/26/M.PE/ 1995 tentang

Keselamatan dan Kesehatan Kerja Pertambangan Umum;

26. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 174 Tahun 1997 tentang Pedoman Tata Cara

Pemungutan Retribusi Daerah;

27. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 175 Tahun 1997 tentang Pedoman Tata Cara

Pemeriksaan Retribusi Daerah;

28. Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 1452.K/29/MEM/2000

tentang Pedoman Teknis Penyelenggaraan Tugas Pemerintahan di Bidang Inventarisasi

Sumberdaya Mineral dan Energi, Penyusunan Peta Geologi, dan Pemetaan Zona

Kerentanan Gerakan Tanah;

29. Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 1453.K/10/MEM/2000

tentang Pedoman Teknis Penyelenggaraan Tugas Pemerintahan di Bidang Pertambangan

Umum;

30. Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Gunungkidul Nomor 1 Tahun 1987 tentang

Penyidik Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Daerah Tingkat II

Gunungkidul (Lembaran Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Gunungkidul Tahun 1987

Nomor 3 Seri D);

31. Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Gunungkidul Nomor 5 Tahun 1998 tentang

Pajak Pengambilan dan Pengolahan Bahan Galian Golongan C (Lembaran Daerah

Kabupaten Daerah Tingkat II Gunungkidul Tahun 1998 Nomor 5 Seri A);

32. Peraturan Daerah Kabupaten Gunungkidul Nomor 21 Tahun 2000 tentang Kewenangan

Daerah (Lembaran Daerah Kabupaten Gunungkidul Tahun 2000 Nomor 6 Seri D);

33. Peraturan Daerah Kabupaten Gunungkidul Nomor 2 Tahun 2001 tentang Rencana Tata

Ruang Wilayah Kabupaten Gunungkidul Tahun 2001-2010 (Lembaran Daerah Kabupaten

Gunungkidul Tahun 2001 Nomor 29 Seri D);

Dengan persetujuan

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH

KABUPATEN GUNUNGKIDUL

MEMUTUSKAN :

Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG USAHA PERTAM-BANGAN BAHAN GALIAN.

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan :

1. Daerah adalah Kabupaten Gunungkidul.

2. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kabupaten Gunungkidul.

3. Kepala Daerah adalah Bupati Gunungkidul.

4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, yang selanjutnya disebut DPRD adalah Badan Legislatif Daerah

Kabupaten Gunungkidul.

5. Dinas Perekonomian adalah Dinas Perekonomian Kabupaten Gunungkidul.

6. Bahan Galian adalah unsur-unsur kimia, mineral-mineral, bijih-bijih dan segala macam batuan termasuk batu-

batu mulia yang merupakan endapan-endapan alam, yang terdiri dari golongan A (bahan galian strategis),

golongan B (bahan galian vital) dan golongan C (bahan galian yang tidak termasuk golongan A maupun B).

7. Penugasan Pertambangan adalah Kuasa Pertambangan yang diberikan kepada Instansi Pemerintah.

8. Pertambangan rakyat adalah usaha pertambangan yang dilakukan oleh rakyat setempat secara kecil-kecilan

dan dengan luas wilayah yang sangat terbatas.

9. Kuasa Pertambangan adalah wewenang, hak dan kewajiban untuk melakukan kegiatan semua atau sebagian

tahap usaha pertambangan.

10. Penyelidikan Umum adalah penyelidikan secara geologi umum atau geofisika di daratan, perairan dan dari

udara, segala sesuatu dengan maksud untuk membuat peta geologi umum atau untuk menetapkan tanda-tanda

adanya bahan galian pada umumnya.

11. Eksplorasi adalah segala penyelidikan geologi pertambangan untuk menetapkan lebih teliti / seksama

keberadaan dan sifat letakan bahan galian.

12. Eksploitasi adalah usaha pertambangan dengan maksud untuk menghasilkan bahan galian dan

memanfaatkannya.

13. Pengolahan dan atau Pemurnian adalah pekerjaan untuk mempertinggi mutu bahan galian serta untuk

memanfaatkan dan memperoleh unsur-unsur yang terdapat pada bahan galian itu.

14. Pengangkutan adalah segala usaha pemindahan bahan galian dan hasil pengolahan / pemurnian bahan galian

dari wilayah eksploitasi, atau tempat pengolahan / pemurnian.

15. Penjualan adalah segala usaha penjualan bahan galian dan hasil eksploitasi atau hasil pengolahan/pemurnian

bahan galian.

16. Reklamasi adalah kegiatan yang bertujuan memperbaiki atau menata kegunaan lahan yang terganggu

sebagai akibat kegiatan usaha pertambangan bahan galian, agar dapat berfungsi dan berdaya guna sesuai

peruntukannya.

17. Jaminan reklamasi adalah dana yang disediakan oleh pemegang Kuasa Pertambangan sebagai uang jaminan

untuk melakukan reklamasi lahan bekas pertambangan.

18. Retribusi adalah pungutan Daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus

disediakan dan atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan.

19. Retribusi Perizinan tertentu adalah retribusi atas kegiatan tertentu Pemerintah Daerah dalam pemberian izin

kepada orang pribadi atau badan yang dimaksud untuk pembinaan, pengaturan, pengendalian dan pengawasan

atas pemanfaatan ruang, penggunaan sumber daya alam, barang, prasarana, sarana atau fasilitas tertentu guna

melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan.

8

20. Wajib Retribusi adalah orang pribadi atau badan yang menurut Peraturan Perundang-undangan retribusi

diwajibkan untuk melakukan pembayaran retribusi.

21. Obyek retribusi adalah pelayanan pemberian izin dan Kuasa Pertambangan bahan galian.

22. Subyek retribusi adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh izin atau Kuasa pertambangan.

23. Iuran Tetap adalah iuran yang dibayarkan kepada Pemerintah Daerah sebagai imbalan atas kesempatan

melaksanakan Eksplorasi atau Eksploitasi pada suatu wilayah pertambangan.

BAB II

USAHA PERTAMBANGAN BAHAN GALIAN

Pasal 2

(1) Usaha pertambangan bahan galian hanya dapat dilaksanakan setelah mendapatkan Kuasa Pertambangan.

(2) Kuasa Pertambangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya untuk kegiatan usaha pertambangan yang

tidak menggunakan fasilitas penanaman modal asing.

(3) Kegiatan usaha pertambangan yang menggunakan fasilitas penanaman modal asing harus dilakukan dalam

bentuk usaha patungan antara pemodal asing dan Warga Negara Indonesia dan/atau Badan Hukum Indonesia.

Pasal 3

(1) Kuasa Pertambangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 diberikan dalam bentuk :

a. Penugasan Pertambangan;

b. Izin Pertambangan Rakyat;

c. Pemberian Kuasa Pertambangan.

(2) Penugasan Pertambangan diberikan pada Instansi Pemerintah yang mempunyai kualifikasi dalam bidang

pertambangan yang akan dilaksanakan.

(3) Izin Pertambangan Rakyat diberikan pada perorangan / kelompok yang berkewarganegaraan Indonesia dan

bertempat tinggal di daerah, dengan mengutamakan mereka yang bertempat tinggal di tempat terdapatnya

bahan tambang.

(4) Kuasa pertambangan hanya dapat diberikan kepada :

a. Badan Usaha Milik Negara;

b. Badan Usaha Milik Daerah;

c. Koperasi;

d. Swasta Berbadan Hukum yang didirikan sesuai dengan Peraturan Perundang - undangan Republik

Indonesia, berkedudukan di Indonesia, mempunyai pengurus yang berkewarganegaraan Indonesia, serta

bertempat tinggal di Indonesia dan mempunyai lapangan usaha di bidang pertambangan;

e. Perorangan yang berkewarganegaraan Indonesia dan bertempat tinggal di Indonesia, dengan

mengutamakan mereka yang bertempat tinggal di Daerah;

f. Perusahaan dengan modal bersama antara Negara/Badan Usaha Milik Negara di satu pihak dengan

Pemerintah Daerah Propinsi/Pemerintah Daerah Kabupaten/Badan Usaha Milik Daerah di pihak lain;

g. Perusahaan dengan modal bersama antara Negara/Badan Usaha Milik Negara/Pemerintah Daerah

Propinsi/Pemerintah Daerah Kabupaten/Badan Usaha Milik Daerah di satu pihak dengan Koperasi, Swasta

Berbadan Hukum atau perorangan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf c, d, dan e di pihak lain.

Pasal 4

(1) Penugasan Pertambangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) meliputi tahap kegiatan penyelidikan

umum dan eksplorasi.

(2) Izin Pertambangan Rakyat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) meliputi tahap kegiatan eksploitasi,

pengolahan, pemurnian, pengangkutan, dan penjualan.

(3) Kuasa Pertambangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (4) terdiri dari :

a. Kuasa Pertambangan Penyelidikan Umum;

b. Kuasa Pertambangan Eksplorasi;

c. Kuasa Pertambangan Eksploitasi;

d. Kuasa Pertambangan Pengolahan/pemurnian;

e. Kuasa Pertambangan Pengangkutan;

f. Kuasa Pertambangan Penjualan.

BAB III

PENUGASAN PERTAMBANGAN

Pasal 5

Penugasan Pertambangan merupakan penugasan kepada suatu Instansi Pemerintah untuk melaksanakan usaha

pertambangan dengan mencantumkan ketentuan-ketentuan pelaksanaan dari penugasan tersebut.

Pasal 6

Dalam Penugasan Pertambangan apabila dianggap perlu dapat diberikan keringanan-keringanan terhadap

kewajiban-kewajiban yang ditentukan.

Pasal 7

Dalam Penugasan Pertambangan apabila tidak dicantumkan ketentuan-ketentuan mengenai keringanan

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, maka ketentuan-ketentuan mengenai Kuasa Pertambangan berlaku

sepenuhnya.

Pasal 8

Penugasan Pertambangan dapat dibatalkan apabila :

a. usaha tersebut dinyatakan telah berubah menjadi suatu Perusahaan Pertambangan dan untuk ini perlu diajukan

permohonan Kuasa Pertambangan;

b. usaha tersebut tidak diteruskan.

BAB IV

IZIN PERTAMBANGAN RAKYAT DAN KUASA PERTAMBANGAN

Bagian Pertama

Wewenang Kepala Daerah

Pasal 9

(1) Pejabat yang berwenang memberikan dan mencabut Izin Pertambangan Rakyat atau Kuasa Pertambangan

adalah Kepala Daerah.

(2) Dalam setiap pemberian Izin Pertambangan Rakyat atau Kuasa Pertambangan harus mempertimbangkan sifat

dan besarnya endapan serta kemampuan pemohon baik teknis maupun keuangan.

(3) Kepala Daerah menetapkan pengaturan keamanan bangunan dan pengembalian tanah yang harus dipenuhi

dan ditaati oleh pemegang Izin Pertambangan Rakyat atau Kuasa Pertambangan sebelum meninggalkan bekas

wilayah pertambangannya.

(4) Untuk kepentingan Daerah, Kepala Daerah dapat menetapkan :

a. pencadangan bahan galian tertentu untuk kepentingan daerah;

b. wilayah konservasi pada sebagian wilayah daerah;

c. pengutamaan kebutuhan daerah.

Pasal 10

(1) Setiap Izin Pertambangan Rakyat atau Kuasa Pertambangan yang diberikan hanya berlaku untuk 1 (satu) jenis

bahan galian.

(2) Pemegang Izin Pertambangan Rakyat atau Kuasa Pertambangan mempunyai wewenang untuk melakukan satu

atau beberapa usaha pertambangan yang ditentukan dalam kuasa Pertambangan yang bersangkutan.

(3) Apabila Kuasa Pertambangan Eksploitasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf c tidak

sekaligus meliputi Kuasa Pertambangan Pengolahan, Pemurnian, Pengangkutan, dan Penjualan, maka untuk

usaha pertambangan pengolahan, pemurnian, pengangkutan, dan penjualan masing-masing harus dimintakan

suatu Kuasa Pertambangan.

Bagian Kedua

Tata Cara memperoleh Izin Pertambangan Rakyat dan Kuasa Pertambangan

Pasal 11

(1) Permohonan Izin Pertambangan Rakyat atau Kuasa Pertambangan diajukan secara tertulis kepada Kepala

Daerah dengan mengisi formulir yang telah disediakan disertai syarat-syarat yang diperlukan.

(2) Untuk satu wilayah pertambangan diajukan satu permohonan izin.

(3) Lapangan-lapangan yang terpisah tidak dapat diminta sebagai satu wilayah Izin Pertambangan Rakyat atau

Kuasa Pertambangan.

Pasal 12

(1) Syarat-syarat permohonan Izin Pertambangan Rakyat adalah :

a. fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP) pemohon;

b. peta lokasi pertambangan dengan skala sekecil-kecilnya 1 : 10.000 (satu berbanding sepuluh ribu) bagi

kegiatan eksploitasi;

c. daftar nama anggota kelompok apabila diusahakan secara berkelompok;

d. informasi mengenai lingkungan lokasi pertambangan apabila kegiatannya ekploitasi;

e. surat pernyataan persetujuan pemilik tanah apabila tanah lokasi pertambangan tersebut bukan milik sendiri;

f. bukti surat laik jalan bagi kendaran yang akan digunakan untuk pengangkutan apabila kegiatannya

pengangkutan;

g. fotokopi Izin Gangguan apabila kegiatannya pengolahan, pemurnian atau penjualan;

h. rekomendasi dari Dinas Teknis apabila lokasi pertambangannya di sungai.

(2) Syarat-syarat permohonan Kuasa Pertambangan adalah :

a. Kuasa Pertambangan Penyelidikan Umum :

1) salinan akta pendirian perusahaan dan perubahan-perubahannya bagi Badan Hukum;

2) fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP) pemohon;

3) referensi Bank Pemerintah dan atau Fiskal;

4) peta wilayah pertambangan yang dimohon dengan skala sekecil-kecilnya 1 : 100.000 (satu berbanding

seratus ribu);

5) surat Pernyataan kesanggupan tenaga ahli;

6) proposal rencana kegiatan penyelidikan Umum.

b. Kuasa Pertambangan Eksplorasi :

1) salinan akta pendirian perusahaan dan perubahan-perubahannya bagi Badan Hukum;

2) fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP) pemohon;

3) referensi Bank Pemerintah dan atau Fiskal;

4) surat Pernyataan kesanggupan tenaga ahli

5) peta wilayah pertambangan yang dimohon dengan skala sekecil - kecilnya 1 : 25.000 (satu

berbanding dua puluh lima ribu) dan dilengkapi dengan batas-batas yang jelas;

6) fotokopi bukti kepemilikan tanah;

7) surat pernyataan persetujuan pemilik tanah apabila tanah lokasi pertambangan tersebut bukan milik

sendiri;

8) proposal rencana kegiatan eksplorasi.

c. Kuasa Pertambangan Eksploitasi :

1) salinan akta pendirian perusahaan dan perubahan-perubahannya bagi Badan Hukum;

2) fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP) pemohon;

3) referensi Bank Pemerintah dan atau Fiskal;

4) surat Pernyataan kesanggupan tenaga ahli;

5) peta wilayah pertambangan yang dimohon dengan skala sekecil-kecilnya 1 : 10.000 (satu

berbanding sepuluh ribu) dan dilengkapi dengan batas-batas yang jelas;

6) fotokopi bukti kepemilikan tanah;

7) surat pernyataan persetujuan pemilik tanah apabila tanah lokasi pertambangan tersebut bukan milik

sendiri;

8) persetujuan pengelolaan lingkungan hidup (AMDAL atau UKL / UPL);

9) studi kelayakan kegiatan eksploitasi.

d. Kuasa Pertambangan Pengolahan/Pemurnian :

1) salinan akta pendirian perusahaan dan perubahan-perubahannya bagi Badan Hukum;

2) fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP) pemohon;

3) referensi Bank Pemerintah dan atau Fiskal;

4) surat Pernyataan kesanggupan tenaga ahli;

5) proposal rencana kegiatan Pengolahan/Pemurnian

6) studi kelayakan kegiatan Pengolahan/Pemurnian;

7) persetujuan pengelolaan lingkungan hidup (AMDAL atau UKL / UPL);

8) fotokopi bukti kepemilikan tanah;

9) surat pernyataan persetujuan pemilik tanah apabila tanah lokasi pertambangan tersebut bukan milik

sendiri;

10) fotokopi Izin Gangguan.

e. Kuasa Pertambangan Pengangkutan :

1) salinan akta pendirian perusahaan dan perubahan-perubahannya bagi Badan Hukum;

2) fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP) pemohon ;

3) proposal rencana kegiatan Pengangkutan ;

4) fotokopi Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) yang akan digunakan untuk pengangkutan;

5) salinan laik jalan bagi kendaraan yang akan digunakan.

f. Kuasa Pertambangan Penjualan :

1) salinan akta pendirian perusahaan dan perubahan-perubahannya bagi Badan Hukum;

2) fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP) pemohon ;

3) proposal rencana kegiatan Penjualan bahan galian ;

4) salinan Izin Gangguan ;

5) fotokopi Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP).

(3) Peta Kuasa Pertambangan Eksploitasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c harus menjelaskan dan

menunjukkan :

a. ukuran arah astronomis dan jarak dari titik ke titik batas wilayah Kuasa Pertambangan yang tidak boleh

melebihi 500 (lima ratus) meter;

b. salah satu titik batas harus dihubungkan dengan salah satu titik triangulasi atau titik induk tetap lainnya

yang tergambar dalam peta dasar yang dikeluarkan oleh instansi yang berwenang dalam bidang topografi;

c. tempat terdapatnya bahan galian diukur dari salah satu titik batas wilayah Kuasa Pertambangan;

d. gambar letak wilayah Pertambangan Rakyat apabila di sekitar lokasi calon wilayah Kuasa

Pertambangan tersebut ada Pertambangan Rakyat.

Bagian Ketiga

Masa berlakunya Izin Pertambangan Rakyat atau Kuasa Pertambangan

Pasal 13

(1) Izin Pertambangan Rakyat diberikan untuk jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun.

(2) Kepala Daerah sesuai kewenangannya dapat memperpanjang jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) untuk jangka waktu 1 (satu) tahun lagi atas permintaan yang bersangkutan, yang harus diajukan sebelum

berakhirnya jangka waktu yang telah ditetapkan.

Pasal 14

(1) Kuasa Pertambangan Penyelidikan Umum diberikan untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun.

(2) Kepala Daerah dapat memperpanjang jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk jangka waktu

1 (satu) tahun lagi atas permintaan yang bersangkutan, yang harus diajukan sebelum berakhirnya jangka waktu

yang telah ditetapkan.

Pasal 15

(1) Kuasa Pertambangan Eksplorasi diberikan untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun.

(2) Kepala Daerah dapat memperpanjang jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebanyak 2 (dua)

kali, setiap kalinya untuk jangka waktu 6 (enam) bulan atas permintaan yang bersangkutan, yang harus

diajukan sebelum berakhirnya jangka waktu yang telah ditetapkan.

(3) Dalam hal pemegang Kuasa pertambangan Eksplorasi telah menyatakan bahwa usahanya akan dilanjutkan

dengan usaha pertambangan eksploitasi, maka Kepala Daerah dapat memberikan perpanjangan jangka waktu

Kuasa Pertambangan Eksplorasi paling lama 3 (tiga) tahun lagi untuk pembangunan fasilitas Eksploitasi

pertambangan atas permintaan yang bersangkutan.

Pasal 16

(1) Kuasa Pertambangan Eksploitasi diberikan untuk jangka paling lama 20 (dua puluh) tahun.

(2) Kepala Daerah dapat memperpanjang jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) setiap kalinya untuk

jangka waktu 10 (sepuluh) tahun atas permintaan yang bersangkutan, yang harus diajukan sebelum

berakhirnya jangka waktu yang telah ditetapkan.

Pasal 17

(1) Kuasa Pertambangan Pengolahan dan Pemurnian diberikan untuk jangka waktu paling lama 20 (dua puluh)

tahun.

(2) Kepala Daerah dapat memperpanjang jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) setiap kalinya untuk

jangka waktu 10 (sepuluh) tahun atas permintaan yang bersangkutan, yang harus diajukan sebelum

berakhirnya jangka waktu yang telah ditetapkan.

Pasal 18

(1) Kuasa Pertambangan Pengangkutan diberikan oleh Kepala Daerah untuk jangka waktu paling lama 10

(sepuluh) tahun.

(2) Kepala Daerah dapat memperpanjang jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) setiap kalinya untuk

jangka waktu 5 (lima) tahun atas permintaan yang bersangkutan, yang harus diajukan sebelum berakhirnya

jangka waktu yang telah ditetapkan.

Pasal 19

(1) Kuasa Pertambangan Penjualan diberikan oleh Kepala Daerah untuk jangka waktu paling lama 10 (sepuluh)

tahun.

(2) Kepala Daerah dapat memperpanjang jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) setiap kalinya untuk

jangka waktu 5 (lima) tahun atas permintaan yang bersangkutan, yang harus diajukan sebelum berakhirnya

jangka waktu yang telah ditetapkan.

Bagian Keempat

Hak dan Kewajiban Pemegang Izin Pertambangan Rakyat

atau Kuasa Pertambangan

Pasal 20

(1) Pemegang Kuasa Pertambangan Penyelidikan Umum yang menemukan suatu bahan galian dalam wilayah

Kuasa Pertambangannya, mendapat prioritas pertama untuk memperoleh Kuasa Pertambangan Eksplorasi atas

bahan galian tersebut.

(2) Pemegang Kuasa Pertambangan Eksplorasi berhak :

a. melakukan segala usaha untuk mendapatkan kepastian tentang adanya jumlah kadar, sifat, dan nilai bahan

galian dengan mempergunakan peralatan teknik pertambangan sebaik-baiknya;

b. memiliki bahan galian yang telah tergali sesuai dengan Kuasa Pertambangan Eksplorasinya, apabila telah

membayar Iuran Tetap dan telah membayar pajak bahan galian;

c. melaksanakan pengangkutan dan penjualan hasil - hasil eksplorasi apabila telah memperoleh Kuasa

Pertambangan Pengangkutan dan Kuasa Pertambangan Penjualan atau izin khusus dari Kepala

Daerah;

d. mendapat hak tunggal untuk memperoleh Kuasa Pertambangan Eksploitasi atas bahan galian tersebut

apabila telah membuktikan hasil baik ekplorasinya atas bahan galian yang disebutkan dalam Kuasa

Pertambangannya;

e. mendapat prioritas pertama untuk memperoleh Kuasa Pertambangan Eksplorasi atas bahan galian lain yang

ditemukan dalam wilayah Kuasa pertambangannya;

(3) Pemegang Kuasa Pertambangan Eksploitasi berhak :

a. melakukan segala usaha untuk menghasilkan bahan galian yang disebutkan dalam Kuasa Pertambangan

dalam batas-batas ketentuan usaha pertambangan yang dapat dipertanggungjawabkan;

b. memiliki bahan galian yang telah ditambangnya sesuai dengan Kuasa Pertambangan Eksploitasinya bila

telah memenuhi ketentuan-ketentuan pembayaran Iuran Tetap dan telah membayar pajak bahan galian;

c. mendapat prioritas pertama untuk memperoleh Kuasa Pertambangan Eksploitasi atas bahan galian lain

yang ditemukan dalam wilayah Kuasa pertambangannya;

d. mendapatkan prioritas untuk memperoleh Kuasa Pertambangan yang meliputi usaha pertambangan

pengolahan, pemurnian, pengangkutan dan penjualan dari bahan galian beserta hasilnya apabila telah

memiliki bahan galian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (3).

(4) Untuk memperoleh Kuasa Pertambangan dengan prioritas pertama atau hak tunggal sebagaimana dimaksud

pada ayat (1), ayat (2) huruf d, e, dan ayat (3) huruf c, maka :

a. pemegang Kuasa Pertambangan Penyelidikan Umum harus sudah mengajukan permohonan Kuasa

Pertambangan Eksplorasi sebelum berakhir jangka waktu Kuasa Pertambangan Penyelidikan Umumnya;

b. pemegang Kuasa Pertambangan Eksplorasi harus sudah mengajukan permintaan Kuasa Pertambangan

Eksploitasi sebelum berakhir jangka waktu Kuasa pertambangan Eksplorasinya;

c. pemegang Kuasa Pertambangan Eksplorasi dan atau Kuasa Pertambangan Eksploitasi harus sudah

mengajukan permintaan Kuasa Pertambangan Eksplorasi dan atau Eksploitasi atas bahan galian lain

yang ditemukan dalam Kuasa Pertambangannya sebelum berakhir jangka waktu Kuasa Pertambangan

Eksplorasi dan atau Kuasa Pertambangan Eksploitasinya.

Pasal 21

Pemegang Izin Pertambangan Rakyat atau Kuasa Pertambangan wajib :

a. memberikan batas pada wilayah Kuasa Pertambangannya dengan membuat tanda-tanda batas yang jelas dalam

jangka waktu 6 (enam) bulan sesudah memperoleh Kuasa Pertambangan Ekploitasi;

b. melaporkan lebih dahulu rencana usaha penggalian dan target produksi kepada Kepala Daerah sebelum

memulai kegiatan usahanya bagi Kuasa Pertambangan Eksploitasi;

c. membayar pajak pertambangan bahan galian bagi pemegang Izin Pertambangan Rakyat, pemegang Kuasa

Pertambangan Ekploitasi, dan atau Pengolahan/pemurnian;

d. membayar iuran tetap bagi pemegang Izin Pertambangan Rakyat Eksploitasi, pemegang Kuasa pertambangan

Eksplorasi, dan atau Eksploitasi;

e. menyampaikan laporan secara tertulis setiap 3 (tiga) bulan sekali tentang hasil kegiatannya, termasuk hasil

produksi kepada Kepala Daerah sesuai dengan pedoman yang ditetapkan oleh Menteri Energi dan Sumber

Daya Mineral;

f. memberikan perlindungan dan memelihara kesehatan dan keselamatan kerja serta pengamanan teknis guna

kepentingan pekerja/buruh sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;

g. memelihara kelestarian sumber daya alam dan lingkungan hidup sesuai dengan peraturan perundang-undangan

yang berlaku;

h. mengembalikan tanah penutup/menimbun kembali tanah yang telah ditambang atau reklamasi bekas tambang

sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku;

i. melakukan penanaman kembali/penghijauan/reboisasi dan revegetasi lahan bekas pertambangan bagi

pemegang Izin Pertambangan Rakyat, pemegang Kuasa Pertambangan Ekplorasi, dan atau Eksploitasi;

j. memberikan laporan kepada Kepala Daerah atas penemuan jenis bahan tambang lain dan atau barang berharga

yang tidak disebutkan dalam Izin Pertambangan Rakyat atau Kuasa Pertambangan;

k. mematuhi semua syarat-syarat yang tercantum dalam Izin Pertambangan Rakyat atau Kuasa Pertambangan;

l. guna kepentingan kelestarian lingkungan, kepada pemegang Kuasa Pertambangan Eksplorasi dan Ekploitasi

wajib menempatkan uang jaminan reklamasi tambang yang besar dan pelaksanaan pencairannya diatur dengan

Keputusan Kepala Daerah;

m. paling lambat dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sejak Kuasa Pertambangan Eksplorasi berakhir, atau 1

(satu) tahun sejak Izin Pertambangan Rakyat dan Kuasa Pertambangan Eksploitasi berakhir, atau 1,5 (satu

setengah) tahun sejak Izin Pertambangan Rakyat dan Kuasa Pertambangan Pengolahan/Pemurnian berakhir,

dalam jangka waktu yang ditetapkan oleh Kepala Daerah, pemegang Izin Pertambangan Rakyat atau Kuasa

Pertambangan yang bersangkutan mengangkat keluar segala sesuatu yang menjadi miliknya yang masih

terdapat dalam bekas wilayah pertambangan, kecuali benda-benda dan bangunan-bangunan yang telah

dipergunakan untuk kepentingan umum sewaktu Izin Pertambangan Rakyat atau Kuasa Pertambangan yang

bersangkutan masih berlaku, segala sesuatu yang belum diangkat keluar setelah lampaunya jangka waktu

tersebut menjadi milik Pemerintah Daerah.

n. sebelum meninggalkan bekas wilayah pertambangan, baik karena pembatalan maupun karena hal lain,

pemegang Izin Pertambangan Rakyat atau Kuasa Pertambangan harus terlebih dahulu melakukan usaha-usaha

pengamanan terhadap benda-benda maupun bangunan-bangunan dan keadaan tanah sekitarnya yang dapat

membahayakan keamanan umum.

o. mengganti kerugian akibat dari usahanya atas segala sesuatu yang berada di atas tanah kepada yang berhak atas

tanah di dalam lingkungan wilayah penambangan maupun diluarnya dengan tidak memandang apakah

perbuatan itu dilakukan dengan sengaja, maupun dapat atau tidak dapat diketahui terlebih dahulu.

Bagian Kelima

Masa Berakhirnya Izin Pertambangan Rakyat atau Kuasa Pertambangan

Pasal 22

(1) Izin Pertambangan Rakyat dan Kuasa Pertambangan berakhir apabila :

a. telah habis masa berlakunya izin;

b. dikembalikan oleh pemegang;

c. dicabut / dibatalkan oleh Kepala Daerah.

(2) Izin Pertambangan Rakyat atau Kuasa Pertambangan dicabut / dibatalkan apabila :

a. pemegang izin atau kuasa pertambangan tidak melaksanakan usahanya dalam jangka waktu 6 (enam)

bulan setelah izin diterbitkan atau 2 (dua) tahun menghentikan usahanya tanpa memberikan alasan-alasan

secara tertulis yang dapat dipertanggung-jawabkan;

b. pemegang izin atau kuasa pertambangan tidak mematuhi ketentuan dan kewajiban sebagaimana yang

ditetapkan;

c. kegiatan pertambangan yang dilakukannya membahayakan atau dimungkinkan membahayakan masyarakat

atau lingkungan.

Bagian Keenam

Luas Wilayah Pertambangan Rakyat dan Kuasa Pertambangan

Pasal 23

(1) Luas wilayah untuk 1 (satu) Pertambangan Rakyat paling banyak 1.000 M2 (seribu meter persegi).

(2) Kepada kelompok dapat diberikan maksimal 2 (dua) izin.

Pasal 24

Luas wilayah untuk 1 (satu) Kuasa Pertambangan Penyelidikan Umum dapat diberikan seluas wilayah Daerah.

Pasal 25

(1) Luas wilayah untuk 1 (satu) Kuasa Pertambangan Eksplorasi paling banyak 25 (dua puluh lima) hektar.

(2) Kepada Badan Hukum dapat diberikan paling banyak 2 (dua) Kuasa Pertambangan.

Pasal 26

(1) Luas wilayah untuk 1 (satu) Kuasa Pertambangan Eksploitasi paling banyak 25 (dua puluh lima) hektar.

(2) Kepada Badan Hukum dan Koperasi dapat diberikan paling banyak 2 (dua) Kuasa Pertambangan.

Pasal 27

Pemegang Izin Pertambangan Rakyat atau Kuasa Pertambangan dapat mengurangi luas wilayah pertambangannya

dengan mengembalikan sebagian atau bagian-bagian tertentu dari wilayah termaksud dengan persetujuan Kepala

Daerah.

Bagian Ketujuh

Persyaratan Perpanjangan Izin Pertambangan Rakyat dan Kuasa Pertambangan

Pasal 28

(1) Persyaratan Perpanjangan Izin Pertambangan Rakyat :

a. fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP) pemohon;

b. laporan kegiatan;

c. fotokopi bukti pelunasan pajak;

d. peta kemajuan tambang apabila kegiatannya eksploitasi;

e. salinan Izin Gangguan apabila kegiatannya pengolahan, pemurnian, atau penjualan;

f. surat pernyataan persetujuan pemilik tanah apabila tanah lokasi pertambangan tersebut bukan milik sendiri;

g. rekomendasi dari Dinas Teknis apabila melakukan eksploitasi di sungai.

(2) Persyaratan Perpanjangan Kuasa Pertambangan Penyelidikan Umum :

a. fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP) pemohon;

b. referensi Bank Pemerintah atau Fiskal;

c. laporan kegiatan.

(3) Kuasa Pertambangan Eksplorasi :

a. fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP) pemohon;

b. referensi Bank Pemerintah dan atau Fiskal;

c. surat Pernyataan kesanggupan tenaga ahli;

d. peta kemajuan wilayah pertambangan yang dimohon;

e. fotokopi bukti kepemilikan tanah;

f. surat pernyataan persetujuan pemilik tanah apabila tanah lokasi pertambangan tersebut bukan milik sendiri.

(4) Kuasa Pertambangan Eksploitasi :

a. fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP) pemohon;

b. laporan kegiatan;

c. fotokopi bukti pembayaran pajak;

d. referensi Bank Pemerintah dan atau Fiskal;

e. surat Pernyataan kesanggupan tenaga ahli;

f. peta kemajuan wilayah pertambangan yang dimohon;

g. fotokopi bukti kepemilikan tanah;

h. surat pernyataan persetujuan pemilik tanah apabila tanah lokasi pertambangan tersebut bukan milik sendiri.

(5) Kuasa Pertambangan Pengolahan / Pemurnian :

a. fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP) pemohon;

b. laporan kegiatan;

c. fotokopi bukti pelunasan pajak;

d. referensi Bank Pemerintah dan atau Fiskal;

e. surat Pernyataan kesanggupan tenaga ahli;

f. fotokopi bukti kepemilikan tanah;

g. surat pernyataan persetujuan pemilik tanah apabila tanah lokasi pertambangan tersebut bukan milik sendiri;

h. fotokopi Izin Gangguan.

(6) Kuasa Pertambangan Pengangkutan :

a. fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP) pemohon;

b. laporan kegiatan;

c. fotokopi Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) yang akan digunakan untuk pengangkutan;

d. salinan laik jalan bagi kendaraan yang akan digunakan.

(7) Kuasa Pertambangan Penjualan :

a. fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP) pemohon ;

b. laporan kegiatan;

c. fotokopi bukti pelunasan pajak;

d. salinan Izin Gangguan ;

e. fotokopi Surat Ijin Usaha Perdagangan (SIUP).

BAB V

PEMINDAHAN IZIN PERTAMBANGAN RAKYAT

DAN KUASA PERTAMBANGAN

Pasal 29

(1) Izin Pertambangan Rakyat atau Kuasa Pertambangan dapat dipindahkan kepada badan/orang lain dengan izin

Kepala Daerah.

(2) Izin Kepala Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat diberikan jika pihak yang akan

menerima Izin Pertambangan Rakyat atau Kuasa Pertambangan tersebut memenuhi syarat-syarat yang

ditentukan dalam peraturan perundang-undangan.

(3) Apabila perorangan yang memegang Izin Pertambangan Rakyat atau Kuasa Pertambangan meninggal dan

para ahli warisnya tidak memenuhi syarat-syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (2), maka Izin

Pertambangan Rakyat atau Kuasa Pertambangan tersebut dapat dipindahkan kepada badan atau orang lain

yang telah memenuhi persyaratan dengan izin Kepala Daerah.

BAB VI

PENGGUNAAN LAHAN UNTUK KEGIATAN USAHA PERTAMBANGAN

Pasal 30

(1) Hak atas Wilayah Usaha Pertambangan tidak meliputi hak atas tanah permukaan bumi.

(2) Kegiatan usaha pertambangan tidak boleh dilaksanakan pada :

a. tempat pemakaman umum;

b. tempat yang dianggap suci;

c. bangunan/tempat umum, sarana, dan prasarana umum;

d. tanah milik masyarakat adat;

e. lapangan dan bangunan pertahanan negara serta tanah disekitarnya;

f. bangunan bersejarah dan simbol-simbol negara;

g. bangunan, rumah tinggal, atau pabrik beserta tanah pekarangan sekitarnya, kecuali dengan izin dari

instansi Pemerintah, persetujuan masyarakat, dan / atau perseorangan yang berkaitan dengan hal tersebut;

h. tempat-tempat lain yang dilarang untuk melakukan kegiatan usaha menurut peraturan perundag-undangan

yang berlaku.

(3) Pemegang Izin Pertambangan Rakyat atau Kuasa Pertambangan yang bermaksud melaksanakan kegiatan

pertambangan dapat memindahkan bangunan/tempat umum, sarana, dan prasarana umum sebagaimana

dimaksud pada ayat (2) huruf c setelah terlebih dahulu memperoleh izin dari instansi yang berwenang.

Pasal 31

(1) Mereka yang mempunyai hak atas tanah dan atau mereka yang berkepentingan yang akan mendapat kerugian

karena adanya pemberian Kuasa Pertambangan dapat mengajukan keberatan kepada Kepala Daerah

dimana usaha pertambangan itu berada paling lambat dalam jangka waktu 10 (sepuluh) hari sejak permohonan

Kuasa Pertambangan tersebut diajukan.

(2) Keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat secara tertulis disertai alasan-alasan dari keberatan

tersebut.

(3) Keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diterima oleh Kepala Daerah apabila usaha

pertambangan tersebut nyata-nyata akan merugikan rakyat / penduduk setempat atau kepentingan umum.

(4) Jika dalam jangka waktu paling lambat 10 (sepuluh) hari Kepala Daerah tidak menerima pernyataan

keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), yang bersangkutan dianggap telah menyatakan tidak adanya

keberatan atas permintaan Kuasa Pertambangan.

BAB VII

RETRIBUSI

Bagian Pertama

Nama Retribusi

Pasal 32

Dengan nama Retribusi Izin Usaha Pertambangan bahan galian dipungut retribusi atas pelayanan pemberian izin

usaha pertambangan bahan galian.

Bagian Kedua

Golongan Retribusi

Pasal 33

Retribusi Izin dan Kuasa Pertambangan bahan galian termasuk golongan retribusi perizinan tertentu.

Bagian Ketiga

Cara Mengukur Tingkat Penggunaan Jasa

Pasal 34

Tingkat penggunaan jasa diukur berdasarkan jenis kegiatan usaha dan luas wilayah pertambangan.

Bagian Keempat

Besarnya Tarif Retribusi

Pasal 35

(1) Tarif retribusi Izin Pertambangan Rakyat sebesar Rp. 5.000,-/1.000 M2.

(2) Tarif retribusi Kuasa Pertambangan adalah sebagai berikut :

a. Kuasa Pertambangan Eksplorasi sebesar Rp. 50.000,- /Ha;

b. Kuasa Pertambangan Eksploitasi sebesar Rp. 100.000,-/Ha;

c. Kuasa Pertambangan Pemurnian/Pengolahan sebesar Rp. 300.000,-;

d. Kuasa Pertambangan Pengangkutan sebesar Rp. 200.000,-;

e. Kuasa Penjualan sebesar Rp. 200.000,-.

BAB VIII

IURAN TETAP

Pasal 36

(1) Setiap pemegang Izin Pertambangan Rakyat dan Kuasa Pertambangan Eksplorasi maupun Eksploitasi wajib

membayar iuran tetap.

(2) Besarnya iuran tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah :

a. Pertambangan Rakyat sebesar Rp. 5.000,-/1.000 M2/tahun;

b. Kuasa Pertambangan Eksplorasi sebesar Rp. 20.000,- /Ha /tahun;

c. Kuasa Pertambangan Eksploitasi sebesar Rp. 40.000,-/Ha /tahun.

(3) Pembayaran iuran tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan pada awal tiap tahun bersangkutan

atau pada awal masa wajib bayar.

BAB IX

PELAKSANAAN USAHA PERTAMBANGAN

Pasal 37

(1) Sebelum kegiatan usaha pertambangan dimulai, pemegang Izin Pertambangan Rakyat atau Kuasa

Pertambangan terlebih dahulu memberitahukan kepada masyarakat setempat dimana pertambangan akan

dilakukan dengan memperlihatkan Surat Izin Pertambangan Rakyat atau Kuasa Pertambangan yang sah.

(2) Pelaksanaan usaha pertambangan bahan galian harus sudah dimulai paling lambat 6 (enam) bulan sejak Izin

atau Kuasa Pertambangan diterbitkan.

(3) Apabila dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) belum dimulai, pemegang

Izin Pertambangan Rakyat atau Kuasa pertambangan harus memberikan laporan secara tertulis kepada Kepala

Daerah dengan disertai alasan-alasan yang dapat dipertanggungjawabkan.

(4) Apabila alasan-alasan yang diajukan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat dipertanggungjawabkan

maka jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diperpanjang maksimal 2 (dua) kali dan setiap

kali perpanjangan 3 (tiga) bulan.

Pasal 38

(1) Apabila dalam pelaksanaan usaha pertambangan diperhitungkan dapat menimbulkan bahaya merusak

lingkungan dan bencana yang mengakibatkan kerugian kepada masyarakat, pemegang Izin Pertambangan

Rakyat atau Kuasa Pertambangan diwajibkan menghentikan kegiatannya dan mengusahakan penanggulangan

serta melaporkan kepada Kepala Daerah.

(2) Apabila usaha penanggulangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum dapat mengatasi, maka Kepala

Daerah dapat mencabut Izin Pertambangan Rakyat atau Kuasa Pertambangan.

Pasal 39

Dalam pelaksanaan usaha pertambangan, pembuangan sisa bahan galian yang tidak terpakai dan limbah lainnya

harus memenuhi persyaratan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 40

Penggunaan bahan peledak atau bahan-bahan berbahaya lainnya dalam usaha pertambangan bahan galian dilakukan

sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

BAB X

PEMBINAN DAN PENGAWASAN

Pasal 41

Pembinaan dan pengawasan usaha pertambangan bahan galian dilaksanakan oleh Dinas Perekonomian.

Pasal 42

Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 meliputi :

a. eksplorasi;

b. operasi produksi;

c. pemasaran;

d. keuangan;

e. pengolahan data bahan galian;

f. konservasi bahan galian;

g. keselamatan pertambangan;

h. pengelolaan lingkungan hidup atau reklamasi;

i. pemanfaatan barang, jasa, teknologi, dan kemampuan rekayasa dan rancang bangun dalam negeri;

j. pengembangan tenaga kerja Indonesia;

k. pengembangan lingkungan dan masyarakat setempat;

l. penguasaan, pengembangan, dan penerapan teknologi pertambangan;

m. pengelolaan bahan galian;

n. penerapan kaidah keteknikan yang baik;

o. jenis dan mutu hasil olahan bahan galian;

p. kegiatan-kegiatan lain di bidang kegiatan usaha pertambangan sepanjang menyangkut kepentingan umum.

BAB XI

KETENTUAN PIDANA

Pasal 43

(1) Barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1), Pasal 10 ayat (3), Pasal 21,

Pasal 29 ayat (3), Pasal 31 ayat (1) dan (2), Pasal 36, Pasal 39 dan Pasal 40, diancam pidana kurungan paling

lama 3 (tiga) bulan atau denda paling banyak Rp.5.000.000,- (lima juta rupiah).

(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pelanggaran.

BAB XII

KETENTUAN PENYIDIKAN

Pasal 44

(1) Selain oleh Pejabat POLRI, penyidikan atas tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (1),

dilakukan oleh Penyidik di lingkungan Pemerintah Daerah yang diberi wewenang khusus sebagai Penyidik

untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang usaha pertambangan bahan galian.

(2) Wewenang Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah :

a. menerima, mencari, mengumpulkan dan meneliti keterangan atau laporan berkenaan dengan tindak pidana

di bidang usaha pertambangan bahan galian agar laporan tersebut menjadi lengkap dan jelas;

b. meneliti, mencari dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi atau badan tentang kebenaran

perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak pidana di bidang usaha pertambangan bahan galian;

c. meminta keterangan dan barang bukti dari orang pribadi atau badan sehubungan dengan tindak pidana di

bidang usaha pertambangan bahan galian;

d. memeriksa buku-buku, catatan-catatan dan dokumen-dokumen lain yang berkenaan dengan tindak pidana di

bidang usaha pertambangan bahan galian;

e. melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan bukti pencatatan dan dokumen lain serta melakukan

penyitaan terhadap bahan bukti tersebut;

f. meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di bidang usaha

pertambangan bahan galian;

g. menyuruh berhenti dan atau melarang seseorang meninggalkan ruangan atau tempat pada saat pemeriksaan

sedang berlangsung dan memeriksa identitas orang dan atau dokumen yang dibawa;

h. melakukan penyitaan benda atau surat;

i. memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana di bidang usaha pertambangan bahan galian;

j. memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi;

k. menghentikan penyidikan setelah mendapat petunjuk dari Penyidik Umum bahwa tidak terdapat cukup bukti

atau peristiwa tersebut bukan merupakan tindak pidana dan selanjutnya melalui penyidik POLRI

memberitahukan hal tersebut kepada penuntut umum, tersangka atau keluarganya;

l. mengadakan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana di bidang usaha

pertambangan bahan galian menurut hukum yang dapat dipertanggung-jawabkan.

(3) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberitahukan dimulainya penyidikan dan

menyampaikan hasil penyidikannya kepada Penuntut Umum sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam

Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.

BAB XIII

PELAKSANAAN

Pasal 45

Pelaksanaan Peraturan Daerah ini ditugaskan kepada Dinas Perekonomian.

BAB XIV

KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 46

Izin Pertambangan Rakyat atau Kuasa Pertambangan yang diperoleh berdasarkan peraturan yang ada sebelum

berlakunya Peraturan Daerah ini, dinyatakan tetap berlaku sampai berakhir masa berlakunya.

BAB XV

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 47

Hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan Daerah ini, sepanjang mengenai pelaksanaannya akan diatur oleh

Kepala Daerah.

Pasal 48

Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan

penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Gunungkidul.

Ditetapkan di Wonosari

pada tanggal 17 Nopember 2003

BUPATI GUNUNGKIDUL,

ttd.

YOETIKNO

Diundangkan di Wonosari

pada tanggal 1 Desember 2003

SEKRETARIS DAERAH

KABUPATEN GUNUNGKIDUL,

ttd.

SUGITO

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL TAHUN 2003 NOMOR 7 SERI C.

PENJELASAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL

NOMOR 11 TAHUN 2003

TENTANG

USAHA PERTAMBANGAN BAHAN GALIAN

I. PENJELASAN UMUM

Dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 33 ayat (3) ditetapkan bahwa sumber daya alam dikuasai oleh

Negara dan digunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Kekayaan alam yang terkandung didalam

bumi dan air wilayah Indonesia adalah hak bangsa Indonesia dan merupakan kekayaan nasional.

Sesuai dengan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor XV / MPR / 1998

tentang Penyelenggaraan Otonomi Daerah, penyelenggaraan Otonomi Daerah dilaksanakan dengan

memberikan kewenangan yang luas, nyata, dan bertanggung jawab kepada daerah secara proporsional yang

diwujudkan dengan pengaturan, pembagian, dan pemanfaatan sumber daya nasional yang berkeadilan.

Disamping itu penyelenggaraan Otonomi Daerah juga dilaksanakan dengan prinsip-prinsip demokrasi, peran

serta masyarakat, pemerataan, dan keadilan serta memperhatikan potensi dan keanekaragaman daerah.

Dengan ditetapkannya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Peraturan

Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai

Daerah Otonomi, maka sesuai ketentuan Pasal 133 Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 kebijakan

pengelolaan usaha pertambangan umum perlu disesuaikan.

Kewenangan pengelolaan usaha pertambangan Bahan Galian sebagaimana dimaksud di atas dilaksanakan oleh

Daerah sesuai kewenangannya, yang meliputi :

a. pencadangan bahan galian tertentu untuk kepentingan daerah dan wilayah konservasi pada sebagian

Wilayah Hukum Pertambangan Kabupaten Gunungkidul dan pengutamaan kebutuhan daerah;

b. pemberian Kuasa Pertambangan;

c. pemberian perizinan pertambangan rakyat;

d. pengevaluasian dan pelaporan kegiatan;

e. pembinaan dan pengawasan.

Atas dasar pertimbangan- pertimbangan tersebut di atas dipandang perlu menetapkan Peraturan Daerah

Kabupaten Gunungkidul tentang Usaha Pertambangan Bahan Galian.

II. PENJELASAN PASAL DEMI PASAL

Pasal 1 : Cukup jelas.

Pasal 2 : Cukup jelas.

Pasal 3 : Cukup jelas.

Pasal 4 : Cukup jelas.

Pasal 5 : Cukup jelas.

Pasal 6 : Cukup jelas.

Pasal 7 : Cukup jelas.

Pasal 8 : Cukup jelas.

Pasal 9 : Cukup jelas.

Pasal 10 : Cukup jelas.

Pasal 11 : Cukup jelas.

Pasal 12 ayat (1) huruf a : Yang dimaksud KTP pemohon adalah KTP penanggung jawab usaha

pertambangan.

huruf b : Yang dimaksud peta lokasi pertambangan adalah peta yang

menggambarkan luas dan lokasi pertambangan yang dimohon beserta

konturnya.

huruf c : Yang dimaksud daftar nama anggota kelompok adalah daftar nama

anggota kelompok penambang yang melaksanakan kegiatan

penambangan pada lokasi tersebut.

huruf d : Yang dimaksud informasi mengenai lingkungan adalah informasi

yang berkaitan dengan kondisi biotik, abiotik dan budaya baik pada

lokasi maupun sekitar lokasi pertambangan.

huruf e : Yang dimaksud surat pernyataan persetujuan pemilik tanah adalah

surat pernyataan dari pemilik hak atas tanah atau ahli warisnya yang

menyatakan bahwa menyetujui apabila tanahnya dipergunakan untuk

kegiatan pertambangan.

huruf f : Yang dimaksud surat laik jalan adalah surat bukti layak jalan bagi

kendaraan angkutan yang dikeluarkan oleh Dinas Perhubungan.

huruf g : Yang dimaksud izin gangguan adalah surat izin gangguan yang

dikeluarkan oleh Dinas Perekonomian Kabupaten Gunungkidul.

huruf h : Yang dimaksud Dinas Teknis adalah Dinas Pekerjaan Umum

Kabupaten Gunungkidul.

ayat (2) huruf a angka 1 : Cukup jelas.

angka 2 : Cukup jelas.

angka 3 : Cukup jelas.

angka 4 : Yang dimaksud peta wilayah pertambangan adalah peta yang

menggambarkan luas wilayah pertambangan yang dimohon beserta

konturnya.

angka 5 : Yang dimaksud surat kesanggupan tenaga ahli adalah surat yang

menyatakan kesanggupan menjadi tenaga ahli pertambangan di

perusahaan yang bersangkutan, ditanda tangani oleh tenaga ahli

tersebut dan diketahui oleh Pemimpin Perusahaan.

angka 6 : Cukup jelas.

huruf b angka 1 : Cukup jelas.

angka 2 : Cukup jelas.

angka 3 : Cukup jelas.

angka 4 : Cukup jelas.

angka 5 : Cukup jelas.

angka 6 : Yang dimaksud bukti kepemilikan tanah adalah surat bukti hak atas

tanah yang dikeluarkan oleh Badan Pertanahan Nasional Kabupaten

Gunungkidul.

angka 7 : Cukup jelas.

angka 8 : Cukup jelas.

huruf c angka 1 : Cukup jelas.

angka 2 : Cukup jelas.

angka 3 : Cukup jelas.

angka 4 : Cukup jelas.

angka 5 : Cukup jelas.

angka 6 : Cukup jelas.

angka 7 : Cukup jelas.

angka 8 : Yang dimaksud persetujuan pengelolaan lingkungan hidup adalah

surat persetujuan dokumen Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL)

dan Upaya Pemantaun Lingkungan (UPL) atau surat persetujuan

dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL)

angka 9 : Yang dimaksud studi kelayakan adalah tinjauan kelayakan usaha dari

segi ekonomi.

huruf d : Cukup jelas.

huruf e : Cukup jelas.

huruf f : Cukup jelas.

ayat (3) huruf a : Yang dimaksud ukuran arah astronomis adalah posisi koordinat suatu

titik.

huruf b : Cukup jelas.

huruf c : Cukup jelas.

huruf d : Cukup jelas.

Pasal 13 : Cukup jelas.

Pasal 14 : Cukup jelas.

Pasal 15 : Cukup jelas.

Pasal 16 : Cukup jelas.

Pasal 17 : Cukup jelas.

Pasal 18 : Cukup jelas.

Pasal 19 : Cukup jelas.

Pasal 20 ayat (1) : Cukup jelas.

ayat (2) huruf a : Cukup jelas.

huruf b : Cukup jelas.

huruf c : Yang dimaksud Izin Khusus adalah izin yang diberikan berdasarkan

pertimbangan-pertimbangan khusus/tertentu.

huruf d : Cukup jelas.

huruf e : Cukup jelas.

ayat (3) : Cukup jelas.

ayat (4) : Cukup jelas.

Pasal 21 : Cukup jelas.

Pasal 22 ayat (1) huruf a : Cukup jelas.

huruf b : Yang dimaksud dikembalikan oleh pemegang adalah izin

pertambangan rakyat atau kuasa pertambangan yang diserahkan

kembali oleh pemegang izin kepada Kepala Daerah.

huruf c : Pencabutan/pembatalan dilaksanakan setelah diadakan pembinaan

oleh Dinas Perekonomian dan atau telah adanya keputusan Pengadilan

yang mempunyai kekuatan hukum yang tetap.

ayat (2) : Cukup jelas.

Pasal 23 : Cukup jelas.

Pasal 24 : Cukup jelas.

Pasal 25 : Cukup jelas.

Pasal 26 : Cukup jelas.

Pasal 27 : Cukup jelas.

Pasal 28 ayat (1) huruf a : Cukup jelas.

huruf b : Yang dimaksud laporan kegiatan adalah laporan pelaksanaan kegiatan

usaha pertambangan bahan galian.

huruf c : Yang dimaksud bukti pelunasan pajak adalah tanda bukti pelunasan

pajak pertambangan atau pajak bahan galian golongan C yang

dikeluarkan oleh Badan Keuangan Daerah Kabupaten Gunungkidul.

huruf d : Yang dimaksud peta kemajuan tambang adalah peta yang

menggambarkan kondisi dan luas wilayah pertambangan beserta

konturnya setelah dilaksanakan kegiatan usaha pertambangan.

huruf e : Cukup jelas.

huruf f : Cukup jelas.

huruf g : Cukup jelas.

ayat (2) : Cukup jelas.

ayat (3) : Cukup jelas.

ayat (4) : Cukup jelas.

ayat (5) : Cukup jelas.

ayat (6) : Cukup jelas.

ayat (7) : Cukup jelas.

Pasal 29 : Cukup jelas.

Pasal 30 ayat (1) : Yang dimaksud hak atas wilayah usaha pertambangan adalah hak

yang dimiliki oleh perseorangan atau badan untuk melaksanakan

kegiatan pertambangan.

ayat (2) : Cukup jelas.

ayat (3) : Yang dimaksud Instansi yang berwenang adalah Instansi yang

memiliki atau bertanggung jawab terhadap sarana maupun prasarana

umum tersebut.

Pasal 31 : Cukup jelas.

Pasal 32 : Cukup jelas.

Pasal 33 : Cukup jelas.

Pasal 34 : Yang dimaksud dengan jenis kegiatan usaha meliputi Penyelidikan

Umum, Eksplorasi, Eksploitasi, Pengolahan, Pemurnian,

Pengangkutan dan Penjualan.

Pasal 35 ayat (1) : Untuk luas wilayah kurang dari 1.000 M2 diperlakukan sama dengan

luas 1.000 M2.

ayat (2) huruf a & b : Untuk luas wilayah kurang dari 1 Ha diperlakukan sama dengan luas

1 Ha.

huruf c : Cukup jelas.

huruf d : Cukup jelas.

huruf e : Cukup jelas.

Pasal 36 ayat (1) : Cukup jelas.

ayat (2) huruf a : Untuk luas wilayah kurang dari 1.000 M2 diperlakukan sama dengan

luas 1.000 M2, dan untuk jangka waktu kurang dari 1 tahun

diperlakukan sama dengan 1 tahun.

huruf b & c : Untuk luas wilayah kurang dari 1 Ha diperlakukan sama dengan luas

1 Ha, dan untuk jangka waktu kurang dari 1 tahun diperlakukan sama

dengan 1 tahun.

ayat (3) : Yang dimaksud Instansi yang berwenang adalah Instansi yang

memiliki atau bertanggung jawab terhadap sarana maupun prasarana

umum tersebut.

Pasal 37 ayat (1) : Yang dimaksud masyarakat setempat adalah masyarakat yang

bertempat tinggal atau memiliki tanah di sekitar lokasi penambangan.

ayat (2) : Cukup jelas.

ayat (3) : Cukup jelas.

ayat (4) : Cukup jelas.

Pasal 38 : Cukup jelas.

Pasal 39 : Cukup jelas.

Pasal 40 : Yang dimaksud bahan peledak adalah semua jenis bahan yang

memiliki dan atau bisa menimbulkan daya ledak.

Pasal 41 : Cukup jelas.

Pasal 42 : Cukup jelas.

Pasal 43 : Cukup jelas.

Pasal 44 : Cukup jelas.

Pasal 45 : Cukup jelas.

Pasal 46 : Cukup jelas.

Pasal 47 : Cukup jelas.

Pasal 48 : Cukup jelas.

------------- // ------------