10 indikasi

Upload: varick-wicaksono

Post on 07-Oct-2015

224 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

ok

TRANSCRIPT

10 Indikasi GagalEMeraih Keutamaan Ramadhan

-->Berapa banyak orang yang berpuasa namun ia tidak mendapatkan apa-apa kecuali lapar dan dahaga...E(HR. Bukhari dan Muslim). Hadits Rasulullah tersebut harusnya dapat membangkitkan kewaspadaan kita untuk menjauhi dan tidak terjerumus didalamnya. Apalah artinya berpuasa bila hanya meninggalkan kering pada kerongkongan dan lapar didalam perut?

Berikut ini adalah uraian yang patut direnungkan agar kita tidak termasuk orang-orang yang disinggung dalam hadits Rasulullah tersebut. Kegagalan yang dimaksud tentu bukan sebuah klaim yang pasti. Itu memang hak Allah SWT semata. Tapi setidaknya kita perlu berhitung dan memiliki neraca agar segenap amal ibadah kita di bulan Ramadhan ini benar-benar berbobot, hingga kita bisa lulus dari madrasah Ramadhan menjadi pribadi yang lebih berkualitas. Amiiin.

PERTAMA, ketika kurang optimal melakukan warming upEdengan memperbanyak ibadah dibulan Syaban. Ibarat sebuah mesin, memperbanyak ibadah di bulan Syaban berpungsi sebagai pemanasan bagi ruhani dan fisik untuk memasuki bulan Ramadhan. Berpuasa sunnah, memperbanyak ibadah shalat, tilawah Al-Quran sebelum Ramadhan. akan menjadikan suasana hati dan tubuh kondusif untuk pelaksanaan ibadah di bulan puasa. Dengan begitu, puasa, ibadah malam, memperbanyak membaca Al-Quran, berdzikir, taqarrub kepada Allah, menjadi lebih lancar.

Mungkin, itulah hikmahnya kenapa Rasulullah SAW dalam hadits riwayat Aisyah, disebutkan paling banyak melakukan puasa di bulan Syaban. Bahkan sejak bulan Rajab, dua bulan menjelang Ramadhan, beliau sudah mengajarkan doa kepada para sahabatnya, Allaahumma bariklanaa fii Rajaba wa Syaban, wa balighna Ramadhana.EYa Allah, berkahilah kami dalam bulan Rajab dan Syaban, dan sampaikanlah usia kami pada bulan Ramadhan. Rasulullah dan para sahabat ingin mengkondisikan jiwa dan fisik mereka untuk siap menerima kehadiran tamu agung bulan Ramadhan.

KEDUA, ketika target pembacaan Al-Quran yang dicanangkan minimal satu kali khatam, tidak terpenuhi selama bulan Ramadhan. Di bulan ini, pembacaan Al-Quran merupakan bentuk ibadah tersendiri yang sangat dianjurkan. Pada bulan inilah Allah SWT menurunkan wahyunya dari Lauhul Mahfudz kelangit dunia. Peristiwa ini disebut sebagai malam lailatul qadar.. Pada bulan ini pula Jibril as biasa mengulang-ulang bacaan Al-Quran kepada Rasulullah SAW.

Orang yang berpuasa dibulan ini, sangat dianjurkan memiliki wirid Al-Quran yang lebih baik dari bulan-bulan selainnya. Kenapa minimal harus dapat mengkhatamkan satu kali sepanjang bulan ini? Karena itulah terget minimal pembacaan Al-Quran yang diajarkan oleh Rasulullah SAW. Ketika Abdullah bin Umar bertanya kepadanya, Berapa lama sebaiknya seseorang mengkhatam Al-Quran?ERasul menjawab, Satu kali dalam sebulan.EAbdullah bin Umar mengatakan, Aku mampu untuk lebih dari satu kali khatam dalam satu bulan.ERasul berkata lagi, Kalau begitu, bacalah dalam satu pekan.ETapi Abdullah bin Umar masih mengatakan bahwa dirinya masih mampu membaca seluruh AL-Quran lebih cepat dari satu pekan. Kemudian Rasul mengatakan, Kalau begitu, bacalah dalam tiga hari.EKETIGA, Ketika berpuasa tidak menghalangi seseorang dari penyimpangan mulut seperti membicarakan keburukan orang lain, mengeluarkan kata-kata kasar, membuka rahasia, mengadu domba, berdusta dan sebagainya. Seperti yang sudah banyak diketahui, hakikat puasa tidak terletak pada menahan makanan dan minuman masuk masuk kedalam kerongkongan. Tapi puasa juga mengajak pelakunya untuk bisa menahan diri dari berbagai penyimpangan, salah satu yang dilakukan oleh mulut. Rasulullah SAW menyatakan bahwa dusta akan menjadikan puasa sia-sia. (HR. Bukhari).

Mulut merupakan salah satu bagian tubuh yang paling sukar untuk di kembalikan namun nilainya sangat mahal. Rasulullah berpesan, adakalanya kalimat buruk yang ringan diucapkan oleh seseorang, tapi karena Allah tidak ridha dengan kalimat itu, maka orang itu tercampak ke dalam neraka. Sebaliknya adakalanya kalimat baik yang ringan diucapkan oleh seseorang, tapi karena Allah ridha dengan kalimat itu, orang tersebut dimasukan ke dalam surga. (HR. Ahmad)

KEEMPAT, ketika puasa tak bisa menjadikan pelakunya berupaya memelihara mata dari melihat yang haram. Mata adalah penerima informasi paling efektif yang bisa memberi rekaman kedalam otak dan jiwa seseorang. Memori informasi yang tertangkap oleh mata, lebih sulit terhapus ketimbang informasi yang diperoleh oleh indra yang lainnya. Karenanya, memelihara mata menjadi sangat penting untuk membersihkan jiwa dan pikiran dari berbagai kotoran. Salah mengarahkan pandangan, bila terus berulang akan menumbuhkan suasana kusam dan tidak nyaman dalam jiwa dan pikiran. Ini sebabnya mengapa Islam mewasiatkan sikap hati-hati dalam menggunakan nikmat mata.

Puasa yang tak menambah pelakunya lebih memelihara mata dari yang haram, menjadikan puasa itu nyaris tak memiliki pengaruh apapun dalam perbaikan diri. Karenanya, boleh jadi secara hukum puasanya sah, tapi substansi puasa itu tidak akan tercapai.

KELIMA, ketika malam-malam Ramdhan menjadi tak ada bedanya dengan malam-malam selain Ramadhan. Salah satu ciri khas bulan Ramadhan adalah, Rasulullah menganjurkan umatnya untuk menghidupkan malam dengan shalat dan doa-doa tertentu. Ibadah shalat di bulan Ramadhan yang biasa disebut shalat tarawih, merupakan amal ibadah khusus di bulan ini. Tanpa menghidupkan malam dengan ibadah tarawih, tentu seseorang akan kehilangan momentum berharga. Selain itu di dalam shalat ini pula Rasulullah SAW mengajarkan doa-doa khusus yang insya Allah akan dijadikan oleh Allah SWT. Di antara doa-doa yang perlu diperbanyak dalam shalat tarawih adalah, Allaahumma inni as alika rdhaaka wal jannah wa naudzubika min sakhatika wan naar.EYa Allah aku memohon keridhaan-Mu dan surga-Mu. Dan aku mohon perlindungan dari kemarahan-Mu dab dari neraka-Mu...EPara sahabat dahulu, berlomba untuk bisa melakukan shalat tarawih di belakang Rasulullah. Umar bin Kaththab bahkan beriztihad untuk melaksanakan shalat tarawih sebanyak 20 rakaat, sehingga kaum muslimin lebih termotivasi untuk menghidupkan malam Ramadhan.

KEENAM, jika saat berbuka puasa menjadi saat melahap semua keinginan nafsunya yang tertahan sejak pagi hingga petang. Menjadikan saat berbuka sebagai kesempatan balas dendamEdari upaya menahan lapar dan haus selama siang hari. Bila ini terjadi, berarti nilai pendidikan puasa akan hilang.

Puasa, pada hakikatnya, adalah pendidikan bagi jiwa (tarbiyatun nafs) untuk mampu mengendalikan diri dan menahan hawa nafsu. Puasa itu adalah perisaiEsabda Rasulullah SAW seperti diriwayatkan Imam Bukhari. Hanya dalam puasalah, seseorang dilarang melakukan perbuatan yang sebenarnya halal dilakukan. Hasil pendidikan itu, akan tercermin dalam pribadi orang-orang yang lebih bisa bersabar, menahan diri, tawakal, pasrah, tidak emosional, tenang dalam menghadapi berbagai persoalan.

Puasa menjadi kecil tak bernilai dan lemah dalam unsur pendidikannya ketika upaya menahan dan mengendalikan nafsu itu hancur oleh pelampiasan nafsu yang dihempaskan saat terbuka.

KETUJUH, ketika bulan Ramadhan tidak dioptimalkan untuk banyak mengeluarkan infaq dan shadaqah. Rasulullah SAW seperti digambarkan dalam hadits, menjadi soso yang paling murah dan dermawan di bulan Ramadhan, hingga kedermawanannnya itu mengalahkan angin yang bertiup. Di bulan inilah, satu amal kebajikan bisa bernilai puluhan bahkan ratusan kali lipat di banding bulan-bulan lainnya. Momentum seperti ini sangat berharga dan tidak boleh disia-siakan. Keyakinan yang dikembangkan itu yang dikembangkan oleh para sahabat dan selalu shalih.

KEDELAPAN, ketika hari-hari menjelang idul fitri sibuk dengan persiapan lahir, tapi tidak sibuk dengan memasok perbekalan sebanyak-banyaknya pada 10 malam terakhir untuk memperbanyak ibadah. Lebih banyak berfikir untuk bisa merayakan idul fitri dengan berbagai kesenangan, tapi melupakan suasana akan berpisah dengan bulan mulia tersebut.

Rasulullah dan para shabat mengkhususkan 10 hari terakhir untuk berdiam didalam masjid, meninggalkan semua kesibukan duniawi. Mereka memperbanyak ibadah, dzikir dan berupaya meraih keutamaan malam seribu bulan, saat diturunkannya Al-Quran.

Pada detik-detik terakhir menjelang usainya Ramadhan , mereka merasakan kesedihan mendalam karena harus berpisah dengan mulia itu. Sebagian mereka bahkan menangis karena akan berpisah dengan bulan mulia. Ada juga yang bergumam jika mereka dapat merasakan Ramadhan sepanjang tahun.

KESEMBILAN, ketika Idul Fitri dan selanjutnya dirayakan laksana hari merdekaEdari penjara untuk melakukan berbagai penyimpangan. Fenomena ini sebenarnya hanya akibat dari pelaksanaan puasa yang tidak sesuai dengan adabnya. Orang yang berpuasa dengan baik tentu tidak akan menyikapi Ramadhan sebagai kerangkeng.

KESEPULUH, setelah Ramadhan, nyaris tidak ada ibadah yang ditindaklanjuti pada bulan-bulan selanjutnya. Misalanya memelihara kesinambungan puasa sunnah, shalat malam, membaca Al-Quran.

Amal-amal ibadah satu bulan Ramadhan, adalah bekal pasokan agar ruhani dan keimanan seseorang meningkatkan untuk menghadapi sebelas bulan setelahnya. Namun, orang akan gagal meraih keutamaan Ramadhan, saat ia tidak berupaya menghidupkan dan melestarikan amal-amal ibadah yang perbah ia jalankan dalam satu bulan.[*]

die *Majalah Tarbawi*Edisi 15, Th. 2/31 Desember 2000.

Bulan Ramadhan merupakan momentum peningkatan kebaikan bagi orang-orang yang bertaqwa dan ladang amal bagi orang-orang shaleh. Terutama, sepuluh hari terakhir Ramadhan.

Sebagian ulama kita membagi bulan ini dengan tiga fase: fase pertama sepuluh hari awal Ramadhan sebagai fase rahmat, sepuluh di tengahnya sebagai fase maghfirah dan sepuluh akhirnya sebagai fase pembebasan dari api neraka. Sebagaimana diriwayatkan oleh sahabat Salman Al Farisi: Adalah bulan Ramadhan, awalnya rahmat, pertengahannya maghfirah dan akhirnya pembebasan dari api neraka.

Dari ummul mukminin, Aisyah ra., menceritakan tentang kondisi Nabi saw. ketika memasuki sepuluh hari terakhir Ramadhan: Beliau jika memasuki sepuluh hari terkahir Ramadhan, mengencangkan ikat pinggang, menghidupkan malamnya dan membangunkan keluarganya.

Apa rahasia perhatian lebih beliau terhadap sepuluh hari terakhir Ramadhan? Paling tidak ada dua sebab utama:

Sebab pertama, karena sepuluh terkahir ini merupakan penutupan bulan Ramadhan, sedangkan amal perbuatan itu tergantung pada penutupannnya atau akhirnya. Rasulullah saw. berdoa:

Ya Allah, jadikan sebaik-baik umurku adalah penghujungnya. Dan jadikan sebaik-baik amalku adalah pamungkasnya. Dan jadikan sebaik-baik hari-hariku adalah hari di mana saya berjumpa dengan-Mu Kelak.

Jadi, yang penting adalah hendaknya setiap manusia meangakhiri hidupnya atau perbuatannya dengan kebaikan. Karena boleh jadi ada orang yang jejak hidupnya melakukan sebagian kebaikan, namun ia memilih mengakhiri hidupnya dengan kejelekan.

Sepuluh akhir Ramadhan merupakan pamungkas bulan ini, sehingga hendaknya setiap manusia mengakhiri Ramadhan dengan kebaikan, yaitu dengan mencurahkan daya dan upaya untuk meningkatkan amaliyah ibadah di sepanjang sepuluh hari akhir Ramadhan ini.

Sebab kedua, karena dalam sepuluh hari terakhir Ramadhan di duga turunnya lailatul qadar, karena lailatul qadar bisa juga turun pada bulan Ramadhan secara keseluruhan, sesuai dengan firman Allah swt.

Sesungguhnya Kami telah turunkan Al Quran pada malam kemulyaan.

Allah swt. juga berfirman:

Bulan Ramadhan,adalah bulan diturunkan di dalamnya Al Quran, sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan dari petunjuk dan pembeda -antara yang hak dan yang batil-.

Dalam hadits disebutkan: Telah datang kepada kalian bulan Ramadhan, bulan di dalamnya ada lailatul qadar, malam lebih baik dari seribu bulan. Barangsiapa diharamkan darinya maka ia diharamkan mendapatkan kebaikan seluruhnya. Dan tidak diharamkan kebaikannya kecuali ia benar-benar terhalang -mahrum-.

Al quran dan hadits sahih menunjukkan bahwa lailatul qadar itu turun di bulan Ramadhan. Dan boleh jadi di sepanjang bulan Ramadhan semua, lebih lagi di sepuluh terakhir Ramadhan. Sebagaimana sabda Nabi saw.:

.

Carilah lailatul qadar di sepuluh terakhir Ramadhan.

Pertanyaan berikutnya, apakah lailatul qadar di seluruh sepuluh akhir Ramadhan atau di bilangan ganjilnya saja? Banyak hadits yang menerangkan lailatul qadar berada di sepuluh hari terakhir. Dan juga banyak hadits yang menerangkan lailatul qadar ada di bilangan ganjil akhir Ramadhan. Rasulullah saw. bersabda:

Carilah lailatul qadar di sepuluh hari terakhir dan di bilangan ganjil.

Sesungguhnya Allah ganjil, menyukai bilangan ganjil.

Oleh karena itu, kita rebut lailatul qadar di sepuluh hari terakhir Ramadhan, baik di bilangan ganjilnya atau di bilangan genapnya. Karena tidak ada konsensus atau ijma tentang kapan turunya lailatul qadar.

Di kalangan umat muslim masyhur bahwa lailatul qadar itu turun pada tanggal 27 Ramadhan, sebagaimana pendapat Ibnu Abbas, Ubai bin Kaab dan Ibnu Umar radhiyallahu anhum. Akan tetapi sekali lagi tidak ada konsensus pastinya.

Sehingga imam Ibnu Hajar dalam kitab Fathul Bari menyebutkan, Paling tidak ada 39 pendapat berbeda tentang kapan lailatul qadar.

Ada yang berpendapat ia turun di malam dua puluh satu, ada yang berpendapat malam dua puluh tiga, dua puluh lima, bahkan ada yang berpendapat tidak tertentu. Ada yang berpendapat lailatul qadar pindah-pindah atau ganti-ganti, pendapat lain lailatul qadar ada di sepanjang tahun. Dan pendapat lainnya yang berbeda-beda.

Untuk lebih hati-hati dan antisipasi, hendaknya setiap manusia menghidupkan sepuluh hari akhir Ramadhan.

Apa yang disunnahkan untuk dikerjakan pada sepuluh hari akhir Ramadhan?

Adalah qiyamullail, sebelumnya didahului dengan shalat tarawih dengan khusyu. Qiraatul quran, dzikir kepada Allah, seperti tasbih, tahlil, tahmid dan takbir, istighfar, doa, shalawat atas nabi dan melaksanakan kebaikan-kebaikan yang lainnya.

Lebih khusus memperbanyak doa yang matsur:

: : : :

Seperti yang diriwayatkan oleh Aisyah, bahwa beliau berkata: Saya berkata: Wahai Rasul, apa pendapatmu jika aku mengetahui bahwa malam ini adalah lailatul qadar, apa yang harus aku kerjakan? Nabi bersabda: Ucapkanlah: Allahumma innaka afuwwun tuhibbul afwa fafu anni. (Ya Allah, Engkau Dzat Pengampun, Engkau mencintai orang yang meminta maaf, maka ampunilah saya. (Ahmad dan disahihkan oleh Al-Albani)

Patut kita renungkan, wahai saudaraku muslim-muslimah: Laa takuunuu Ramadhaniyyan, walaakin kuunuu Rabbaniyyan. Janganlah kita menjadi hamba Ramadhan, tapi jadilah hamba Tuhan. Karena ada sebagian manusia yang menyibukkan diri di bulan Ramadhan dengan ketaatan dan qiraatul Quran, kemudian ia meninggalkan itu semua bersamaan berlalunya Ramadhan.

Kami katakan kepadanya: Barangsiapa menyembah Ramadhan, maka Ramadhan telah mati. Namun barangsiapa yang menyembah Allah, maka Allah tetap hidup dan tidak akan pernah mati.

Allah cinta agar manusia taat sepanjang zaman, sebagaimana Allah murka terhadap orang yang bermaksiat di sepanjang waktu.

Dan karena kita ingin mengambil bekalan sebanyak mungkin di satu bulan ini, untuk mengarungi sebelas bulan selainnya.

Semoga Allah swt. menerima amal kebaikan kita. Amin

.

RTIKEL SERIAL RAMADHAN(Bagian ke-27)

GAIRAH IBADAH PADA SEPULUH HARI TERAKHIR RAMADHAN

Dalam Kitab Shahihain disebutkan, dari Aisyah ra, ia berkata: "Bila masuk sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan, Rasulullah saw. mengencangkan kainnya, menjauhkan diri dari menggauli istrinya, menghidupkan malamnya, dan membangunkan keluarganya." Demikian menurut lafazh Al-Bukhari.

Adapun lafazh Muslim berbunyi: "Menghidupkan malam(nya), membangunkan keluarganya, dan bersungguh-sungguh serta mengencangkan kainnya."

Dalam riwayat lain, Imam Muslim meriwayatkan dari Aisyah ra.: "Rasulullah bersungguh-sungguh dalam sepuluh (hari) akhir (bulan Ramadhan), hal yang tidak beliau lakukan pada bulan lainnya."

Rasulullah saw. mengkhususkan sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan dengan amalan-amalan yang tidak beliau lakukan pada bulan-bulan yang lain, di antaranya:

1. Menghidupkan malam. Ini mengandung kemungkinan bahwa beliau menghidupkan seluruh malamnya, dan kemungkinan pula beliau menghidupkan sebagian besar daripadanya. Dalam Shahih Muslim dari Aisyah ra., ia berkata,

"Aku tidak pernah mengetahui Rasulullah shalat malam hingga pagi."

Diriwayatkan dalam hadits marfu' dari Abu Ja'far Muhammad bin Ali:

"Barangsiapa mendapati Ramadhan dalam keadaan sehat dan sebagai orang muslim, lalu puasa pada siang harinya dan melakukan shalat pada sebagian malamnya, juga menundukkan pandangannya, menjaga kemaluan, lisan, dan tangannya, serta menjaga shalatnya secara berjamaah dan bersegera berangkat untuk shalat Jum'at; sungguh ia telah puasa sebulan (penuh), menerima pahala yang sempurna, mendapatkan Lailatul Qadar serta beruntung dengan hadiah dari Tuhan Yang Maha suci dan Maha tinggi. Abu Ja'far berkata: "Hadiah yang tidak serupa dengan hadiah-hadiah para penguasa." (HR. Ibnu Abid-Dunya).

2. Rasulullah saw. membangunkan keluarganya untuk shalat pada malam-malam sepuluh hari terakhir, sedang pada malam-malam yang lain tidak.

Dalam hadits Abu Dzar ra. disebutkan:

"Bahwasanya Rasulullah saw. melakukan shalat bersama mereka (para sahabat) pada malam dua puluh tiga (23), dua puluh lima (25), dan dua puluh tujuh (27) dan disebutkan bahwasanya beliau mengajak (shalat) keluarga dan isteri-isterinya pada malam dua puluh tujuh (27) saja. "

Ini menunjukkan bahwa beliau sangat menekankan dalam membangunkan mereka pada malam-malam yang diharapkan turun Lailatul Qadar di dalamnya.

At-Thabrani meriwayatkan dari Ali ra.:

"Bahwasanya Rasulullah membangunkan keluarganya pada sepuluh akhir dari bulan Ramadhan, dan setiap anak kecil maupun orang tua yang mampu melakukan shalat."

Dalam hadits shahih diriwayatkan: "Bahwasanya Rasulullah saw. mengetuk (pintu) Fathimah dan Ali radhiallahu 'anhuma pada suatu malam seraya berkata: Tidakkah kalian bangun lalu mendirikan shalat?" (HR. Al-Bukhari dan Muslim).

Beliau juga membangunkan Aisyah ra. pada malam hari, bila telah selesai dari tahajudnya dan ingin melakukan (shalat) witir.

Diriwayatkan juga mengenai adanya targhib (dorongan) agar salah seorang suami-isteri membangunkan yang lain untuk melakukan shalat, serta memercikkan air di wajahnya bila tidak bangun. (Hadits riwayat Abu Daud dan lainnya, dengan sanad shahih.)

Dalam kitab Al-Muwaththa' disebutkan dengan sanad shahih, bahwasanya Umar melakukan shalat malam seperti yang dikehendaki Allah, sehingga apabila sampai pada pertengahan malam, ia membangunkan keluarganya untuk shalat dan mengatakan kepada mereka: "Shalat! shalat!" Kemudian membaca ayat berikut:

"Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan shalat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya." (Thaha: 132).

3. Bahwasanya Nabi saw. mengencangkan kainnya. Maksudnya, beliau menjauhkan diri dari menggauli isteri-isterinya. Diriwayatkan juga bahwasanya beliau tidak kembali ke tempat tidurnya sehingga bulan Ramadhan berlalu.

Dalam hadits Anas ra. disebutkan :

"Dan beliau melipat tempat tidurnya dan menjauhi isteri-isterinya (tidak menggauli mereka).

Rasulullah saw. beri'tikaf pada malam sepuluh terakhir bulan Ramadhan."

Orang yang beri'tikaf tidak diperkenankan mendekati (menggauli) isterinya berdasarkan dalil dari nash serta ijma'. "Mengencangkan kain" ditafsirkan dengan bersungguh-sungguh dalam beribadah.

4. Mengakhirkan berbuka hingga waktu sahur.

Diriwayatkan dari Aisyah dan Anas ra, bahwasanya Rasulullah pada malam-malam sepuluh (akhir bulan Ramadhan) menjadikan makan malam (berbuka)nya pada waktu sahur. Dalam hadits marfu' dari Abu Sa'id ra, ia berkata:

"Janganlah kalian menyambung (puasa). Jika salah seorang dari kamu ingin menyambung (puasanya) maka hendaknya ia menyambung hingga waktu sahur (saja). " Mereka bertanya: "Sesungguhnya engkau menyambungnya wahai Rasulullah? "Beliau menjawab: "Sesungguhnya aku tidak seperti kalian. Sesungguhnya pada malam hari ada yang memberiku makan dan minum." (HR. Al-Bukhari)

Ini menunjukkan apa yang dibukakan Allah atas beliau dalam puasanya dan kesendiriannya dengan Tuhannya, karena munajat dan dzikirnya yang lahir dari kelembutan dan kesucian beliau. Karena itulah, sehingga hatinya dipenuhi al-ma'ariful Ilahiyah (pengetahuan tentang Tuhan) dan al-minnatur Rabbaniyah (anugerah dari Tuhan) sehingga mengenyangkannya dan tak lagi memerlukan makan dan minum.

5. Mandi antara Maghrib dan Isya'.

Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Aisyah ra.:

"Rasulullah jika bulan Ramadhan (seperti biasa) tidur dan bangun. Dan manakala memasuki sepuluh hari terakhir beliau mengencangkan kainnya dan menjauhkan diri dari (menggauli) isteri-isterinya, serta mandi antara Maghrib dan Isya."

Ibnu Jarir berkata, mereka menyukai mandi pada setiap malam dari malam-malam sepuluh hari terakhir. Di antara mereka ada yang mandi dan menggunakan wewangian pada malam-malam yang paling diharapkan turun Lailatul Qadar.

Karena itu, dianjurkan pada malam-malam yang diharapkan di dalamnya turun Lailatul Qadar untuk membersihkan diri, menggunakan wewangian dan berhias dengan mandi sebelumnya, lalu berpakaian bagus, sebagaimana hal tersebut dianjurkan juga pada waktu shalat Jum'at dan hari-hari raya.

Namun, tidaklah sempurna berhias secara lahir tanpa dibarengi dengan berhias secara batin. Yakni dengan kembali (kepada Allah), taubat, dan mensucikan diri dari dosa-dosa. Sungguh, berhias secara lahir sama sekali tidak berguna, jika ternyata batinnya rusak.

Allah tidak melihat kepada rupa dan tubuhmu, tetapi Dia melihat kepada hati dan amalmu. Karena itu, barangsiapa menghadap kepada Allah, hendaknya ia berhias secara lahiriah dengan pakaian, sedang batinnya dengan taqwa. Allah Ta'ala berfirman,

"Hai anak Adam, sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu pakaian untuk menutupi auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan. Dan pakaian taqwa itulah yang paling baik. " (Al-A'raaf: 26).

6. I'tikaf. Dalam Shahihain disebutkan, dari Aisyah ra. :

"Bahwasanya Nabi Saw senantiasa beri'tikaf pada sepuluh hari terakhir dari Ramadhan, sehingga Allah mewafatkannya."

Nabi melakukan i'tikaf pada sepuluh hari terakhir yang di dalamnya dicari Lailatul Qadar untuk menghentikan berbagai kesibukannya, mengosongkan pikirannya, dan untuk mengasingkan diri demi bermunajat kepada Tuhannya, berdzikir, dan berdo'a kepada-Nya.

Adapun makna dan hakikat i'tikaf adalah: Memutuskan hubungan dengan segenap makhluk untuk menyambung penghambaan kepada AI-Khaliq. Mengasingkan diri sesuai dengan yang disyari'atkan kepada umat ini, yaitu dengan i'tikaf di dalam masjid-masjid, khususnya pada bulan Ramadhan, dan lebih khusus lagi pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan. Sebagaimana yang telah dilakukan Nabi Saw.

Orang yang beri'tikaf telah mengikat dirinya untuk taat kepada Allah, berdzikir, dan berdo'a kepada-Nya, serta memutuskan dirinya dari segala hal yang menyibukkan diri dari pada-Nya. Ia beri'tikaf dengan hatinya kepada Tuhannya, dan dengan sesuatu yang mendekatkan dirinya kepada-Nya. Ia tidak memiliki keinginanlain kecuali Allah dan ridha-Nya. Semoga Allah memberikan taufik dan inayah-Nya kepada kita. (Lihat Lathaa'iful Ma'aarif, oleh Ibnu Rajab, h. 196-203)

Semoga sepuluh malam terakhir Ramadhan kali ini kita maknai dengan semestinya. Amien.

Sumber:30 Tadabbur Ramadhan, MENJADI HAMBA ROBBANI, Meraih Keberkahan Bulan Suci

Penulis:Dr. Achmad Satori Ismail, Dr. M. Idris Abdul Shomad, MASamson Rahman, Tajuddin, MA, H. Harjani Hefni, MAA. Kusyairi Suhail, MA, Drs. Ahlul Irfan, MM, Dr. Jamal Muhammad, Sp.THT

Segala puji hanya bagi Allah, yang telah menyampaikan kita dipenghujung 10 hari kedua bulan Ramadhan. Sebentar lagi kita akan memasuki 10 ketiga atau terakhir bulan Ramadhan. Hari-hari yang memiliki kelebihan dibanding lainnya. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam pada 10 terakhir Ramadhan ini meningkat amaliah ibadah beliau yang tidak beliau lakukan pada hari-hari lainnya.Ummul Mu`minin Aisyah radhiyallahu anha mengisahkan tentang Nabi shallallahu alaihi wa sallam pada 10 terakhir Ramadhan : - - . Adalah Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam apabila memasuki 10 terakhir Ramadhan, beliau mengencangkan tali sarungnya (yakni meningkat amaliah ibadah beliau), menghidupkan malam-malamnya, dan membangunkan istri-istrinya. Muttafaqun alaihiKeutamaan 10 Terakhir bulan Ramadhan :Pertama : Bahwa Nabi shallallahu alaihi wa sallam serius dalam melakukan amaliah ibadah lebih banyak dibanding hari-hari lainnya. Keseriusan dan peningkatan ibadah di sini tidak terbatas pada satu jenis ibadah tertentu saja, namun meliputi semua jenis ibadah baik shalat, tilawatul qur`an, dzikir, shadaqah, dll.Kedua : Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam membangunkan istri-istri beliau agar mereka juga berjaga untuk melakukan shalat, dzikir, dan lainnya. Hal ini karena semangat besar beliau shallallahu alaihi wa sallam agar keluarganya juga dapat meraih keuntungan besar pada waktu-waktu utama tersebut. Sesungguhnya itu merupakan ghanimah yang tidak sepantasnya bagi seorang mukmin berakal untuk melewatkannya begitu saja.Ketiga : Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam beritikaf pada 10 Terakhir ini, demi beliau memutuskan diri dari berbagai aktivitas keduniaan, untuk beliau konstrasi ibadah dan merasakan lezatnya ibadah tersebut.Keempat : Pada malam-malam 10 Terakhir inilah sangat besar kemungkinan salah satu di antaranya adalah malam Lailatur Qadar. Suatu malam penuh barakah yang lebih baik daripada seribu bulan.Keutamaan Lailatul QadrDi antara nikmat dan karunia Allah subhanahu wa taala terhadap umat Islam, dianugerahkannya kepada mereka satu malam yang mulia dan mempunyai banyak keutamaan. Suatu keutamaan yang tidak pernah didapati pada malam-malam selainnya. Tahukah anda, malam apakah itu? Dia adalah malam Lailatul Qadr. Suatu malam yang lebih baik dari seribu bulan, sebagaimana firman Allah I: * * * * *Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al Quran) pada malam kemuliaan (Lailatul Qadr). Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan (Lailatul Qadr) itu? Malam kemuliaan itu (Lailatul Qadr) lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Rabbnya untuk mengatur segala urusan. Malam itu penuh kesejahteraan sampai terbit fajar. (Al-Qadr: 1-5)Asy-Syaikh Shalih Al-Fauzan hafizhahullah berkata: Bahwasanya (pahala) amalan pada malam yang barakah itu setara dengan pahala amalan yang dikerjakan selama 1000 bulan yang tidak ada padanya Lailatul Qadr. 1000 bulan itu sama dengan 83 tahun lebih. Itulah di antara keutamaan malam yang mulia tersebut. Maka dari itu Nabi shallallahu alaihi wa sallam berusaha untuk meraihnya, dan beliau bersabda: Barangsiapa menegakkan shalat pada malam Lailatul Qadr atas dorongan iman dan mengharap balasan (dari Allah), diampunilah dosa-dosanya yang telah lalu. (H.R Al Bukhari no.1768, An Nasai no. 2164, Ahmad no. 8222)Demikian pula Allah subhanahu wa taala beritakan bahwa pada malam tersebut para malaikat dan malaikat Jibril turun. Hal ini menunjukkan betapa mulia dan pentingnya malam tersebut, karena tidaklah para malaikat itu turun kecuali karena perkara yang besar. Kemudian Allah subhanahu wa taala mensifati malam tersebut dengan firman-Nya: Malam itu penuh kesejahteraan sampai terbit fajarAllah subhanahu wa taala mensifati bahwa di malam itu penuh kesejahteraan, dan ini merupakan bukti tentang kemuliaan, kebaikan, dan barakahnya. Barangsiapa terhalangi dari kebaikan yang ada padanya, maka ia telah terhalangi dari kebaikan yang besar. (Fatawa Ramadhan, hal. 848)Wahai hamba-hamba Allah, adakah hati yang tergugah untuk menghidupkan malam tersebut dengan ibadah ?!, adakah hati yang terketuk untuk meraih malam yang lebih baik dari 1000 bulan ini ?! Betapa meruginya orang-orang yang menghabiskan malamnya dengan perbuatan yang sia-sia, apalagi dengan kemaksiatan kepada Allah.Mengapa Disebut Malam Lailatul Qadr?Para ulama menyebutkan beberapa sebab penamaan Lailatul Qadr, di antaranya:1. Pada malam tersebut Allah subhanahu wa taala menetapkan secara rinci takdir segala sesuatu selama 1 tahun (dari Lailatul Qadr tahun tersebut hingga Lailatul Qadr tahun yang akan datang), sebagaimana firman Allah subhanahu wa taala : * * [/3 4]Sesungguhnya Kami telah menurukan Al-Qur`an pada malam penuh barakah (yakni Lailatul Qadr). Pada malam itu dirinci segala urusan (takdir) yang penuh hikmah. (Ad Dukhan: 4)2. Karena besarnya kedudukan dan kemuliaan malam tersebut di sisi Allah subhanahu wa taala.3. Ketaatan pada malam tersebut mempunyai kedudukan yang besar dan pahala yang banyak lagi mengalir. (Tafsir Ath-Thabari IV/200)Kapan Terjadinya Lailatul Qadr?Malam Lailatul Qadr terjadi pada bulan Ramadhan.Pada tanggal berapakah? Dia terjadi pada salah satu dari malam-malam ganjil 10 hari terakhir bulan Ramadhan. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda: Carilah Lailatul Qadr itu pada malam-malam ganjil dari sepuluh hari terakhir (bulan Ramadhan). (H.R Al Bukhari no. 1878)Lailatul Qadr terjadi pada setiap tahun. Ia berpindah-pindah di antara malam-malam ganjil 10 hari terakhir (bulan Ramadhan) tersebut sesuai dengan kehendak Allah Yang Maha Kuasa.Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin rahimahullah berkata: Sesungguhnya Lailatul Qadr itu (dapat) berpindah-pindah. Terkadang terjadi pada malam ke-27, dan terkadang terjadi pada malam selainnya, sebagaimana terdapat dalam hadits-hadits yang banyak jumlahnya tentang masalah ini. Sungguh telah diriwayatkan dari Nabi shallallahu alaihi wa sallam : Bahwa beliau pada suatu tahun diperlihatkan Lailatul Qadr, dan ternyata ia terjadi pada malam ke-21. (Fatawa Ramadhan, hal.855)Asy-Syaikh Abdul Aziz bin Baz dan Asy-Syaikh Abdullah bin Quud rahimahumallahu berkata: Adapun pengkhususan (memastikan) malam tertentu dari bulan Ramadhan sebagai Lailatul Qadr, maka butuh terhadap dalil. Akan tetapi pada malam-malam ganjil dari 10 hari terakhir Ramadhan itulah dimungkinkan terjadinya Lailatul Qadr, dan lebih dimungkinkan lagi terjadi pada malam ke-27 karena telah ada hadits-hadits yang menunjukkannya. (Fatawa Ramadhan, hal.856)Di antaranya adalah hadits yang diriwayatkan shahabat Muawiyah bin Abi Sufyan t: : Dari Nabi shallallahu alaihi wa sallam, bahwasanya apabila beliau menjelaskan tentang Lailatul Qadr maka beliau mengatakan : (Dia adalah) Malam ke-27. (H.R Abu Dawud, dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani dalam Shahih Sunan Abi Dawud dan Asy-Syaikh Muqbil dalam Shahih Al-Musnad)Kemungkinan paling besar adalah pada malam ke-27 Ramadhan. Hal ini didukung penegasan shahabat Ubay bin Kab radhiyallahu anhu : : : Demi Allah, sungguh aku mengetahui malam (Lailatul Qadr) tersebut. Puncak ilmuku bahwa malam tersebut adalah malam yang Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam memerintahkan kami untuk menegakkan shalat padanya, yaitu malam ke-27. (HR. Muslim)Tanda-tanda Lailatul QadrPagi harinya matahari terbit dalam keadaan tidak menyilaukan, seperti halnya bejana (yang terbuat dari kuningan). (H.R Muslim)Lailatul Qadr adalah malam yang tenang dan sejuk (tidak panas dan tidak dingin) serta sinar matahari di pagi harinya tidak menyilaukan. (H.R Ibnu Khuzaimah dan Al Bazzar)Dengan Apakah Menghidupkan 10 Terakhir Ramadhan dan Lailatul Qadr?Asy-Syaikh Abdul Aziz bin Baz dan Asy Syaikh Abdullah bin Quud rahimahumallahu berkata: Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam lebih bersungguh-sungguh beribadah pada 10 hari terakhir bulan Ramadhan untuk mengerjakan shalat (malam), membaca Al-Quran, dan berdoa daripada malam-malam selainnya. (Fatawa Ramadhan, hal.856)Demikianlah hendaknya seorang muslim/muslimah Menghidupkan malam-malamnya pada 10 Terakhir di bulan Ramadhan dengan meningkatkan ibadah kepada Allah subhanahu wa taala; shalat tarawih dengan penuh iman dan harapan pahala dari Allah I semata, membaca Al-Quran dengan berusaha memahami maknanya, membaca buku-buku yang bermanfaat, dan bersungguh-sungguh dalam berdoa serta memperbanyak dzikrullah.Di antara bacaan doa atau dzikir yang paling afdhal untuk dibaca pada malam (yang diperkirakan sebagai Lailatul Qadr) adalah sebagaimana yang ditanyakan Ummul Mukminin Aisyah radhiyallahu anha kepada Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam : Wahai Rasulullah jika aku mendapati Lailatul Qadr, doa apakah yang aku baca pada malam tersebut? Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam menjawab: Bacalah: Ya Allah sesungguhnya Engkau adalah Dzat Yang Maha Pemberi Maaf, Engkau suka pemberian maaf, maka maafkanlah aku. (HR At-Tirmidzi dan Ibnu Majah)Maka hendaknya pada malam tersebut memperbanyak doa, dzikir, dan istighfar.Apakah pahala Lailatul Qadr dapat diraih oleh seseorang yang tidak mengetahuinya?Ada dua pendapat dalam masalah ini:Pendapat Pertama: Bahwa pahala tersebut khusus bagi yang mengetahuinya.Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah berkata: Ini adalah pendapat kebanyakan para ulama. Yang menunjukkan hal ini adalah riwayat yang terdapat pada Shahih Muslim dari hadits Abu Hurairah radhiyallahu anhu dengan lafazh: Barangsiapa yang menegakkan shalat pada malam Lailatul Qadr dan menepatinya.{kalimat di sini diartikan: mengetahuinya (bahwa itu Lailatul Qadr), pen-}Menurut pandanganku pendapat inilah yang benar, walaupun aku tidak mengingkari adanya pahala yang tercurahkan kepada seseorang yang mendirikan shalat pada malam Lailatul Qadr dalam rangka mencari Lailatul Qadr dalam keadaan ia tidak mengetahui bahwa itu adalah malam Lailatul Qadr.Pendapat Kedua: Didapatkannya pahala (yang dijanjikan) tersebut walaupun dalam keadaan tidak mengetahuinya. Ini merupakan pendapat Ath-Thabari, Al-Muhallab, Ibnul Arabi, dan sejumlah dari ulama.Asy-Syaikh Al-Utsaimin rahimahullah merajihkan pendapat ini, sebagaimana yang beliau sebutkan dalam kitabnya Asy-Syarhul Mumti:Adapun pendapat sebagian ulama bahwa tidak didapatinya pahala Lailatul Qadr kecuali bagi yang mengetahuinya, maka itu adalah pendapat yang lemah karena Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda: Barangsiapa menegakkan shalat pada malam Lailatul Qadr dalam keadaan iman dan mengharap balasan dari Allah I, diampunilah dosa-dosanya yang telah lalu. (H.R Al Bukhari no.1768, An Nasai no. 2164, Ahmad no. 8222)Rasulullah tidak mengatakan: Dalam keadaan mengetahui Lailatul Qadr. Jika hal itu merupakan syarat untuk mendapatkan pahala tersebut, niscaya Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam menjelaskan pada umatnya. Adapun pendalilan mereka dengan sabda Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam : Barangsiapa yang menegakkan shalat pada malam Lailatul Qadr dan menepatinya.Maka makna di sini adalah: bertepatan dengan terjadinya Lailatul Qadr tersebut, walaupun ia tidak mengetahuinya.Semoga anugerah Lailatul Qadr ini dapat kita raih bersama, sehingga mendapatkan keutamaan pahala yang setara (bahkan) melebihi amalan 1000 bulan. Amiin Ya Rabbal Alamin.sumber : http://www.assalafy.org/mahad/