1. edisi 119 no. xxviii : fungsi pengawasan internal

84
NO 118/ Edisi April - Juni 2009/Tahun XXVIII MAJALAH DWIWULANAN BPK RI - ISSN 0216- NO 118/ Edisi Agustus-September 2009/Tahun XXVIII Wawancara : ”Itama bukan penampung pegawai bermasalah” MAJALAH DWIWULANAN BPK RI - ISSN 0216-8154 FUNGSI PEN G AW ASAN INTERNAL

Upload: vantram

Post on 31-Dec-2016

251 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: 1. Edisi 119 No. XXVIII : Fungsi Pengawasan Internal

NO 118/ Edisi April - Juni 2009/Tahun XXVIIIMAJALAH DWIWULANAN BPK RI - ISSN 0216-

NO 118/ Edisi Agustus-September 2009/Tahun XXVIII

Wawancara : ”Itama bukan penampung pegawai bermasalah”

MAJALAH DWIWULANAN BPK RI - ISSN 0216-8154

FUNGSI

PENGAWASAN INTERNAL

Page 2: 1. Edisi 119 No. XXVIII : Fungsi Pengawasan Internal

�NO ��9/Agustus-September2009/Tahun XXVIII

�Pena

ndat

anga

n M

oU a

ntar

a BP

K R

I dan

CN

AO, 2

5 M

ei 2

009

Pela

ksan

aan

Shol

at Id

ul F

itri 1

430

H d

i hal

aman

kan

tor B

PK R

I

Page 3: 1. Edisi 119 No. XXVIII : Fungsi Pengawasan Internal

�NO ��9/Agustus-September2009/Tahun XXVIII

Page 4: 1. Edisi 119 No. XXVIII : Fungsi Pengawasan Internal

2 NO ��9/Agustus-September 2009/Tahun XXVIII

2

D A F T A R I S I

Redaksi menerima kiriman artikel (disertai dengan softcopy dan foto penulis) sesuai dengan misi majalah PEMERIKSA. Redaksi berhak mengoreksi/mengubah naskah yang diterima sepanjang tidak mengubah isi naskah.

Isi majalah ini tidaklah berarti sama dengan pendirian Badan Pemeriksa Keuangan.

PEMERIKSABebas dan Obyektif

Diterbitkan oleh Biro Humas dan Luar Negeri Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia, STT No. 722/SK/Ditjen PPG/STT. Susunan Dewan Redaksi Majalah Pemeriksa: Pelindung Baharuddin Aritonang, Dharma Bakti Penanggung Jawab Dwita Pradana Pemimpin Redaksi Acep Mulyadi Anggota Redaksi Cris Kuntadi, Yudhi Ramdhan, M. Yusuf Jhon, Ekowati Tyas Rahayu, R. Edi Susila, Inne Anggriani, Bestantia Indraswati, Gunawan Wisaksono, Dian

Dessy Desilia, Sutriono Desain Grafis Rianto Prawoto Staf Redaksi Nurmalasari, R. Doedi Soedjoedi.

Alamat Redaksi dan Tata Usaha Gedung BPK-RI Jln. Gatot Subroto No.31 Jakarta Telp. (021)5704395-6 Pes.1188/1187 Fax.(021)57854096 situs www.bpk.go.id Email: [email protected]

Sambutan Ketua BPK PadaPenyerahan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester ITahun Anggaran 2009 Kepada DPRSelasa, 15 September 2009

Pidato Ketua BPK RI Pada Acara Peringatan Hari Ulang Tahun Ke-64Proklamasi Kemerdekaan Republik IndonesiaDi Lingkungan Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia

hal. 5

hal. 12

EDITORIAL Pengawas Internal hal. 4

TERKINI

Peningkatan Kapasitas Auditor Internal Dalam Pelaksanaan Reviu Atas Laporan Keuangan 15

Wawancara Nizam Burhanuddin : ”Itama bukan penampung pegawai bermasalah” 19

Pengawasan Internal: Masihkah Tumpang Tindih? 21

Wajah baru Itama 23

Apa Sih Tugas Itama? 26

Memperkuat Pengawas Internal Sebagai Quality Assurance 28

Proses Pemeriksaan Pegawai yang Diduga Melakukan Pelanggaran Disiplin 30

Page 5: 1. Edisi 119 No. XXVIII : Fungsi Pengawasan Internal

�NO ��9/Agustus-September2009/Tahun XXVIII

34 PotretBPK SenjataPamungkasBernama“Addendum”*)36 Opini CalonAnggotaHarusTidaksedangMenjadi

Anggotadan/atauPengurusPartaiPolitik:SuatukajianIusContituendum

39 Cerita41 Daerah MasihLayakkahPertunjukanPertandinganSepak

BolaProfesionalDidanaiolehUangPublik44 Teknologi HukumBenforddanAplikasinyapadaTeknikAudit

BerbasisKomputer(ArbutusAnalyzer)49 Kesehatan TentangFluBabi51 Agama Hikmat,Nikmat,danKiamatSalomo

54 Audit56 Hukum Penggunaan“PerbuatanMelawanHukum

(Onrechtmatigedaad)”untukMenghukumPerbuatanMerekamPembicaraanPribadidanMenyebarluaskanRekamanPembicaraanPribadiTanpaSeizinLawanBicara

62 Peraturan65 Daerah ApadanBagaimanaPengelolaanBarangMilik

Daerah? KemandiriandiAcehMasihInstruktif76 Gendit MuridGenditdiPapuakan77 Agenda80 Tips TipsHematAirdiRumah?

Edisi 119

Artikel Lainnya

Page 6: 1. Edisi 119 No. XXVIII : Fungsi Pengawasan Internal

� NO ��9/Agustus-September 2009/Tahun XXVIII

EDITOR AL

PENGAWAS INTERNALDICARI…

polisi yang bisa menangkap

penjahat, auditor yang bisa mengungkap

korupsi, satpam yang bisa menangkap

maling... dst. Ungkapan yang sering

muncul di masyarakat ini secara tidak

langsung mengisyaratkan bahwa

diperlukan pengawas yang lebih ahli dari

yang diawasi. Jika tidak, para penjahat dan

koruptor semakin merajalela. Bagaimana

kondisi tanah air kita? Dengan peringkat

sebagai salah satu negara terkorup di

dunia, kita bertanya apakah pengawasan

telah berjalan baik baik dan dilaksanakan

oleh orang yang kompeten?

Jika hanya mengandalkan

pengawasan eksternal yang dilakukan

1-2 kali setahun serta dengan segala

keterbatasan yang ada, sulit untuk

memperoleh hasil yang optimal, bahkan

mungkin peluang penyimpangan

semakin terbuka lebar. Untuk mengatasi

permasalahan inilah diperlukan peranan

besar dari pengawas internal. Dengan

posisi berada di lingkungan yang diperiksa,

jumlah SDM yang cukup serta tidak

terkendala waktu dan biaya, peranan dan

hasil dari pengawas internal seharusnya

lebih baik dari pemeriksa ekternal

atau setidaknya mampu mereduksi

penyimpangan yang terjadi.

Namun demikian dalam tataran

praktik, aparat pengawas internal di

beberapa instansi pemerintah justru diisi

SDM yang kurang kompeten di bidangnya,

apakah ini strategi untuk memuluskan

penyimpangan atau karena memang

tidak tahu bagaimana memberdayakan

pengawas internal?

Bagaimana di BPK? Paradigma

lama bahwa Pengawas Internal BPK atau

Inspektoat Utama (Itama) sebagai tempat

pegawai bermasalah secara perlahan

sudah mulai dikikis, apalagi dengan

adanya dukungan rekomendasi dari

Algemene Rekenkamer atau BPK Belanda,

bahwa Itama harus diisi oleh SDM terbaik,

maka kita bisa berharap kinerja hasil

pemeriksaan BPK akan terus meningkat

dan pelaksanaan kegiatan-kegiatan di

BPK dapat dilaksanakan secara efektif dan

efisien. Selain itu, diharapkan perubahan

paradigma pengawas internal di BPK ini

dapat menular ke instansi pemerintah

lainnya, sehingga secara perlahan tapi

pasti tingkat penyimpangan di negara kita

semakin berkurang dan predikat negara

terkorup pun semakin menjauh.

Semoga.

(am)

Page 7: 1. Edisi 119 No. XXVIII : Fungsi Pengawasan Internal

�NO ��9/Agustus-September2009/Tahun XXVIII

BADAN PEMERIKSA KEUANGANREPUBLIK INDONESIA

SAMBUTAN KETUA BPKPADA

PENYERAHAN IKHTISAR HASIL PEMERIKSAAN SEMESTER ITAHUN ANGGARAN 2009 KEPADA DPR

SELASA, 15 SEPTEMBER 2009

Saudara Ketua,

Saudara-saudara Wakil Ketua,

Para Pimpinan Komisi dan Alat-alat Kelengkapan Dewan,

Para Anggota DPR,

Para Undangan,

Hadirin yang saya muliakan

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,Selamat Pagi, dan Salam sejahtera untuk kita semua

Pertama-tama, marilah kita bersama mengucapkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Kuasa yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga pada pagi hari ini kita dapat menghadiri rapat paripurna yang mulia ini dalam rangka penyerahan hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Semester I Tahun 2009.

Memenuhi amanat Undang Undang Dasar 1945 dan peraturan perundang-undangan yang berlaku, hari ini BPK menyerahkan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) dan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) periode 1 Januari sampai dengan 30 Juni 2009. Penyerahan IHPS dan LHP kepada rakyat melalui wakil-wakilnya di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) bertujuan untuk memberikan informasi menyeluruh mengenai hasil pemeriksaan BPK atas pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara dalam kurun waktu satu semester.

Jenis pemeriksaan BPK pada IHPS I Tahun 2009 ini meliputi pemeriksaan keuangan, pemeriksaan kinerja, dan pemeriksaan dengan tujuan tertentu (PDTT). Objek pemeriksaan BPK dalam Semester I Tahun 2009 sejumlah 491 entitas terdiri dari 382 objek pemeriksaan keuangan dengan cakupan pemeriksaan meliputi neraca (dengan rincian aset senilai Rp2.400 triliun, kewajiban senilai Rp1.700 triliun, serta ekuitas senilai Rp761 triliun) dan Laporan Realisasi Anggaran (dengan rincian: pendapatan senilai Rp1.212 triliun, dan belanja/biaya senilai Rp1.219 triliun).

PDTT meliputi 103 objek pemeriksaan dengan cakupan senilai Rp136,63 triliun, dan enam pemeriksaan kinerja dengan cakupan tidak secara spesifik menunjuk nilai tertentu. Total temuan dari 491 Laporan Hasil Pemeriksaan adalah Rp33,56 triliun. Dari total temuan tersebut di antaranya adalah temuan ketidakpatuhan yang mengakibatkan adanya kerugian negara/daerah/perusahaan, potensi kerugian negara/daerah/perusahaan dan kekurangan penerimaan bagi negara/daerah/perusahaan senilai Rp28,49 triliun. Selama proses pemeriksaan berlangsung dari nilai temuan tersebut telah ditindaklanjuti dengan penyetoran ke kas negara/daerah senilai Rp525,32 miliar.

Pimpinan Rapat serta hadirin yang saya muliakan

Untuk jenis pemeriksaan keuangan, BPK telah melaksanakan pemeriksaan terhadap laporan keuangan pemerintah pusat (LKPP) Tahun 2008, 83 laporan keuangan kementerian/lembaga (LKKL) Tahun 2008, 293 laporan keuangan pemerintah daerah (LKPD) Tahun 2008, satu LKPD Tahun 2007, serta lima laporan keuangan badan lainnya.

BPK memberikan opini tidak memberikan pendapat (TMP) atas LKPP Tahun 2008. Walaupun selama lima tahun berturut-turut LKPP memperoleh opini TMP, sejak Tahun 2008 pemerintah telah melakukan upaya-upaya perbaikan yakni (i) penyusunan Laporan Keuangan Bendahara Umum Negara (LKBUN); (ii) penyempurnaan aplikasi administrasi penerimaan perpajakan; (iii) pengungkapan secara memadai belanja di luar mekanisme APBN yang berasal dari rekening antara penerimaan; (iv) penertiban rekening pemerintah; (v) penyajian sebagian besar penyertaan modal negara berdasarkan

SAMBUTAN

Page 8: 1. Edisi 119 No. XXVIII : Fungsi Pengawasan Internal

� NO ��9/Agustus-September 2009/Tahun XXVIII

laporan keuangan yang telah diperiksa; (vi) penyelesaian inventarisasi dan revaluasi atas sebagian aset tetap; dan (vii) penyempurnaan administrasi pinjaman luar negeri khususnya penyajian saldo pinjaman luar negeri.

Selain memberikan opini terhadap LKPP, LHP terkait juga memaparkan beberapa temuan tentang kelemahan sistem pengendalian intern (SPI) serta berbagai ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-undangan. Sebagai contoh, temuan yang menonjol antara antara lain adalah terdapat 8.200 satuan kerja belum membukukan hasil revaluasi aset tetap senilai Rp77 triliun dan terdapat aset tetap pada kementerian/lembaga senilai hampir Rp16 triliun yang belum dapat dijelaskan keberadaannya oleh satuan kerja terkait; serta terdapat aset lain-lain, meliputi, aset eks kontraktor kontrak kerja sama minyak dan gas bumi (KKKS) senilai Rp303 triliun, aset PT PPA senilai Rp5 triliun, dan aset Tim Koordinasi Departemen Keuangan senilai Rp7 triliun (aset pemerintah eks BPPN), yang belum dilakukan inventarisasi dan penilaian kembali.

Berbagai kelemahan SPI serta ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-undangan juga dilaporkan dalam LHP atas LKKL. Laporan yang menonjol antara lain

kasus di Departemen Kesehatan yaitu adanya pelaksanaan belanja di luar mekanisme APBN berupa belum tertibnya pengelolaan kegiatan pemberian grant/bantuan/hibah senilai Rp691 miliar. Selanjutnya pada bagian Anggaran Pembiayaan Perhitungan (BAPP) 099, diperoleh temuan belum adanya standar operasi dan prosedur (SOP) formal, yaitu pemerintah belum menetapkan kebijakan akuntansi atas penerbitan promissory notes kepada lembaga internasional senilai Rp28 triliun dan belum mengakui utang kepada Bank Indonesia (BI) senilai hampir Rp3 triliun atas dana talangan dalam rangka keanggotaan kepada lembaga tersebut. Pada sembilan satuan kerja eselon I di lingkungan Departemen Dalam Negeri (Depdagri), ditemukan adanya kelebihan pembayaran perjalanan dinas senilai hampir Rp3 miliar. Atas temuan tersebut, pihak terkait di Depdagri telah menyetorkan uang ke kas negara senilai hampir Rp1,3 miliar pada 29 Mei 2009. Selain itu, pada sembilan satuan kerja eselon I di lingkungan Depdagri juga ditemukan kelebihan pembayaran atas belanja barang/jasa konsultan senilai Rp1,5 miliar. Atas temuan tersebut, Depdagri telah menyetorkan uang ke kas negara senilai Rp246 juta pada 29 Mei 2009. Di Departemen Luar Negeri (Deplu),

Page 9: 1. Edisi 119 No. XXVIII : Fungsi Pengawasan Internal

�NO ��9/Agustus-September2009/Tahun XXVIII

diperoleh temuan terkait penerimaan negara bukan pajak (PNBP) yang belum disetor ke kas negara senilai Rp768 miliar. Atas temuan tersebut, Deplu telah menyetorkan uang ke kas negara senilai Rp416 miliar.

Dalam semester I Tahun 2009, ditingkat pusat, BPK telah memberikan opini atas 83 LKKL dengan rincian sebagai berikut: sebanyak 35 LKKL memperoleh opini wajar tanpa pengecualian (WTP), 30 LKKL mendapat opini wajar dengan pengecualian (WDP), dan 18 LKKL memperoleh opini TMP. Sementara itu, dari 293 Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Tahun 2008 yang telah diperiksa BPK pada Semester I Tahun 2009, BPK memberikan opini WTP atas 8 LKPD, opini WDP atas 217 LKPD, opini tidak wajar (TW) atas 21 LKPD, dan opini TMP atas 47 LKPD. Permasalahan yang masih dijumpai terkait dengan temuan SPI dan ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-undangan diantaranya sistem informasi akuntansi dan pelaporan yang tidak memadai, perencanaan anggaran kegiatan yang tidak tepat, dan kelebihan pembayaran tunjangan.

Pimpinan Rapat serta hadirin yang saya muliakan

Pada Semester I Tahun 2009, pemeriksaan kinerja hanya dilaksanakan terhadap dua obyek pemeriksaan, yaitu pemeriksaan kinerja atas Pengendalian Pencemaran Air Sungai Ciliwung dan Pengelolaan Pengawasan Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI). Hasil pemeriksaan kinerja menunjukkan bahwa pengendalian pencemaran air Sungai Ciliwung kurang efektif. Hal tersebut terlihat dalam proyek percontohan pembangunan instalasi pengolahan limbah (IPAL) komunal yang tidak berfungsi dengan baik dan kesepakatan bersama pengelolaan Sungai Ciliwung antar daerah Tahun 2004–2009 yang terhenti implementasinya pada Tahun 2007. Sementara itu, pemeriksaan pada BNP2TKI, BPK menemukan antara lain adanya ketidakoptimalan dalam pengawasan TKI oleh BNP2TKI dan Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi karena keduanya belum memiliki pemahaman yang sama dan mekanisme koordinasi yang memadai dibidang pengawasan.

Pemeriksaan dengan tujuan tertentu meliputi 103 obyek pemeriksaan yang terdiri dari 46 obyek pemeriksaan pada pemerintah pusat, 36 obyek pemeriksaan pada pemerintah provinsi/kabupaten/kota, 16 obyek pemeriksaan pada BUMN, dan 5 obyek

pemeriksaan pada BUMD. Temuan signifikan dari PDTT antara lain di Kejaksaan Agung, terdapat uang pengganti senilai Rp5 triliun dan USD293 juta serta denda senilai Rp30 miliar di lingkungan Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta belum berhasil ditagih. Di Departemen Kehutanan, terdapat kelebihan pembayaran biaya jasa pemeliharaan (Jasper) Sistem Komunikasi Radio Terpadu (SKRT) Tahun 2007 dan 2008 senilai hampir Rp17 miliar.

Pimpinan Rapat serta hadirin yang saya muliakan

Penyerahan IHPS saat ini mempunyai makna tersendiri bagi saya secara pribadi dan bagi para anggota BPK Tahun 2004-2009, karena pada bulan Oktober mendatang masa jabatan pimpinan BPK akan segera berakhir. Atas nama semua Anggota BPK Tahun 2004–2009, saya mengucapkan terima kasih atas dukungan dan kerja sama yang telah terbangun baik selama ini dengan anggota Dewan yang terhormat untuk dapat bersama-sama mendorong terwujudnya tata kelola keuangan negara yang transparan dan akuntabel. Oleh karena itu, pada kesempatan ini pula kami akan menyampaikan perkembangan hasil pemeriksaan BPK selama lima tahun terakhir yang ditandai upaya BPK memberikan rekomendasi perbaikan kualitas pengelolaan keuangan negara dan upaya pemerintah meningkatkan kualitas pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara.

Pimpinan Rapat serta hadirin yang saya muliakan

Sebagaimana diketahui hasil pemeriksaan BPK atas pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara/daerah terhadap pemerintah pusat dan daerah selama Tahun 2004-2008 masih menunjukkan banyak kelemahan dan baru menunjukkan tanda-tanda perbaikan dalam satu tahun terakhir. Sejak diterbitkannya paket tiga Undang-Undang Keuangan Negara Tahun 2003–2004, implementasi undang-undang tersebut berlangsung sangat lamban. Hampir tidak ada satu pun jadwal waktu masa transisi yang disebut dalam undang-undang tersebut dipenuhi. Lambannya upaya pembangunan sistem keuangan tersebut disebabkan belum adanya upaya terpadu dari pemerintah untuk mengimplementasikan paket tiga UU Keuangan Negara. Hingga saat ini, sistem perbendaharaan negara belum sepenuhnya terkonsolidasi dalam suatu treasury single account (TSA), sistem akuntansi umum belum selaras dengan sistem akuntansi instansi dan administrasi aset maupun hutang

Page 10: 1. Edisi 119 No. XXVIII : Fungsi Pengawasan Internal

� NO ��9/Agustus-September 2009/Tahun XXVIII

negara belum tertata dengan baik. Peranan anggaran nonbujeter masih tetap besar, berbagai undang-undang dan peraturan pemerintah dalam bidang keuangan negara masih saling bertentangan satu dengan lainnya dan belum selaras dengan semangat paket tiga UU Keuangan Negara. Disamping itu, lambannya pembangunan sistem keuangan negara oleh pemerintah juga terlihat pada belum terwujudnya anggaran berbasis kinerja, belum terpadunya teknologi informasi, rendahnya kualitas sumber daya manusia, serta belum berfungsi dengan baik sistem pengendalian internal.

Lambannya pembangunan sistem keuangan negara terjadi pada pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Diantara kedua tingkat pemerintahan tersebut, pembangunan sistem keuangan pemda lebih lambat kemajuannya dibanding pemerintah pusat. Hal ini menggambarkan kemampuan daerah yang sangat terbatas untuk membangun kelembagaannya agar dapat menggunakan wewenang dan dananya yang semakin besar dalam rangka otonomi daerah. Akibat kelambanan perbaikan sistem keuangan negara, selama Tahun 2006–2008 opini yang diberikan atas LKPP, sebagian LKKL, dan sebagian LKPD adalah disclaimer, bahkan 15 LKPD dari 293 LKPD Tahun 2008 yang telah diperiksa BPK pada Semester I Tahun 2009 masih memperoleh opini tidak wajar.

Pimpinan Rapat serta hadirin yang saya muliakan

Sebagai auditor eksternal, kewenangan BPK hanya terbatas pada pemberian opini pemeriksaan, saran maupun rekomendasi perbaikan. BPK tidak memiliki kewenangan membuat UU, aturan, maupun tindakan yang bersifat memaksa guna memperbaiki sistem keuangan negara. Berbagai jenis kewenangan yang disebut terakhir hanya dimiliki oleh Pemerintah dan DPR. Dengan dilatarbelakangi rasa keprihatinan terhadap fenomena penyimpangan keuangan negara baik di pusat maupun di daerah yang semakin marak, sejak Mei 2008 sampai dengan April 2009, saya sebagai Ketua BPK telah melakukan rangkaian kegiatan Dialog Publik dalam rangka mendorong terciptanya transparansi dan akuntabilitas pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara. Kegiatan itu dilakukan pada sejumlah instansi Pemerintah Pusat, seluruh Pemerintah Kabupaten/Kota serta DPRD di Indonesia, serta pada berbagai kedutaan besar RI di luar negeri. Kegiatan yang bertujuan untuk mendorong pembangunan sistem pengendalian dan

pertanggungjawaban keuangan negara seperti ini adalah sebenarnya merupakan porsi pemerintah.

Selain itu, sesuai dengan misi dan kewenangan BPK untuk mendorong terwujudnya tata kelola pemerintahan yang bersih dan baik, BPK juga telah mengambil enam bentuk inisiatif untuk mendorong percepatan pembangunan sistem pembukuan dan manajemen keuangan negara. Keenam bentuk inisiatif itu merupakan beyond the call of duty bagi BPK yang mempengaruhi baik eksekutif maupun legislatif, yakni; (1) Memperluas objek pemeriksaan, baik pada sisi pendapatan maupun pengeluaran negara. Selama masa pemerintahan orde baru, BPK hanya dapat memeriksa sebagian pengeluaran negara. (2) Mewajibkan semua terperiksa (auditee) menyerahkan management representation letter (MRL) kepada BPK. (3) Mewajibkan semua terperiksa untuk menyusun rencana aksi (action plan) guna meningkatkan opini pemeriksaan laporan keuangannya. (4) Membantu entitas pemerintah mencari jalan keluar untuk mengimplementasikan rencana aksi yang telah disusun dan diserahkan kepada BPK. Untuk mengatasi kelangkaan SDM, misalnya, BPK menyarankan agar instansi pemerintah Pusat dan Daerah meminta bantuan tenaga akuntan dari BPKP. Tujuan awal Pemerintah mendirikan BPKP adalah untuk membangun sistem akuntansi pemerintahan di Indonesia dan mengawasi keuangan negara. Dalam masa pemerintahan Orde Baru, BPKP disalahgunakan untuk melakukan pemeriksaan keuangan negara menyaingi BPK. Alternatif lain untuk memenuhi keperluan SDM adalah dengan merekrut sendiri tenaga-tenaga akuntan ataupun mengirimkan pejabatnya pada berbagai perguruan tinggi yang memiliki jurusan akuntansi ataupun berbagai kursus kedinasan mengenai administrasi keuangan negara. (5) Mendorong perombakan struktural BLU, BUMN dan BUMD serta yayasan maupun kegiatan bisnis yang terkait dengan kedinasan agar menjadi lebih mandiri dan korporatis; (6) Menyarankan kepada DPR, DPD, dan DPRD Provinsi/Kab/Kota untuk membentuk panitia akuntabilitas publik (PAP).

Melalui kesempatan ini secara khusus BPK menyampaikan apresiasi terhadap Pimpinan dan segenap anggota DPR periode 2004-2009 yang telah menerima saran BPK agar membentuk PAP dengan disahkannya UU No. 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD pada tanggal 29 Agustus 2009. Dalam pasal 110 UU tersebut, PAP disebut sebagai Badan Akuntabilitas

Page 11: 1. Edisi 119 No. XXVIII : Fungsi Pengawasan Internal

9NO ��9/Agustus-September2009/Tahun XXVIII

9

Keuangan Negara (BAKN). Dengan terbentuknya BAKN, DPR sebagai representasi dari seluruh rakyat Indonesia yang memiliki hak budjet dan pengawasan diharapkan lebih mengetahui secara transparan penggunaan uang rakyat secara menyeluruh.

Disamping keenam bentuk inisiatif yang telah diuraikan sebelumnya, BPK juga memiliki insiatif khusus untuk membangun kelembagaan keuangan daerah di lingkungan Provinsi Papua dan Papua Barat, yang kemudian dapat dicontoh untuk diterapkan di daerah lain. Inisiatif tersebut meliputi bidang perencanaan pembangunan, manajemen keuangan daerah, serta teknologi informasi dan komunikasi. Dewasa ini, BPK, bersama dengan Depkeu dan Depdagri sedang mendesain dua jenis program khusus dibidang keuangan daerah. Kedua jenis program itu adalah dalam bidang perencanaan pembangunan dan manajemen keuangan daerah dan diharapkan dimulai pada bulan September 2009. Kedua program ini dimaksudkan untuk membangun kapasitas Pemda kedua provinsi itu dalam melaksanakan otonomi daerah. Kedua program pelatihan itu akan dilakukan di dua universitas yang ada di kedua provinsi tersebut dengan bantuan desain silabus serta tenaga pengajar dari LPEM Fakultas Ekonomi UI maupun enam perguruan tinggi yang telah digunakan oleh Depkeu untuk melakukan pelatihan manajemen keuangan daerah1.

Dibidang teknologi informasi dan komunikasi, kedua provinsi tersebut membutuhkan perangkat dan sistem teknologi untuk memudahkan pertukaran informasi dan komunikasi terkait pengelolaan keuangan daerah dan pelaksanaan otonomi daerah. Pembangunan sistem informasi dan komunikasi antara pemerintah daerah di kedua provinsi tersebut sangat mendesak mengingat faktor kondisi geografis serta keterbatasan sarana dan prasarana komunikasi. Dalam hal ini, BPK menyarankan untuk membangun sistem informasi dan komunikasi, dengan mengambil contoh seperti yang telah dibangun dan dilaksanakan oleh BRR Aceh-Nias untuk mengelola dan memantau semua aktifitas terkait dengan

� Keenam Perguruan Tinggi itu adalah Universitas Indonesia, Universitas Gadjah Mada, Universitas Andalas, Universitas Hasanuddin, Universitas Brawijaya dan Universitas Sam Ratulangi. UI dan UGM memulai pembukaan Latihan Keuangan Daerah (LKD) pada tahun �98�/82. Kursus Keuangan Daerah dibuka pada tahun �985/86 di UI, UGM, Unand dan Unhas yang kemudian diperluas ke Unibraw dan Unsrat pada tahun 2007. Pada tahun 2007 itu juga dibuka Kursus Keuangan Daerah (KKD) Khusus Penataan dan Akuntansi Keuangan di keenam Perguruan Tinggi tersebut.

pelaksanaan rehabilitasi dan rekonstruksi di daerah Aceh dan Nias.

Pimpinan Rapat serta hadirin yang saya muliakan

Melalui berbagai kegiatan dialog publik dan enam insiatif yang merupakan beyond the call of duty bagi BPK, pada Tahun 2008 sudah terlihat tanda-tanda positif perbaikan sistem keuangan negara di Indonesia. Tanda-tanda perbaikan tersebut adalah sebagai berikut: pertama, sudah banyak instansi pemerintah di pusat maupun daerah yang telah menyerahkan rencana aksi perbaikan opini sistem keuangan kepada BPK. Kedua, adanya kemajuan opini pemeriksaan LKKL. Jumlah Kementerian/Lembaga (K/L) yang memperoleh opini WTP meningkat dari tujuh K/L pada Tahun 2006 menjadi 35 K/L pada Tahun 2008. Sedangkan K/L yang memperoleh opini TMP atau disclaimer menurun, dari 35 K/L pada Tahun 2006 menjadi 16 K/L pada Tahun 2008 dari 83 K/L yang ada. Kemajuan LKKL terjadi pada berbagai departemen besar seperti Departemen Perindustrian, Departemen Keuangan, Departemen Pertahanan dan TNI, Departemen Pertanian, dan Departemen Pendidikan Nasional.

Tanda perbaikan ketiga, adalah kemajuan opini pemeriksaan LKPD. Jumlah pemda yang memperoleh opini WTP meningkat dari tiga pemda pada tahun 2006 menjadi delapan pemda pada tahun 2008. Sementara itu opini TMP menurun dari 106 pemda pada tahun 2006 menjadi 32 pemda pada Tahun 2008. Keempat, lembaga perwakilan/legislatif sudah memenuhi saran BPK agar membentuk Panitia Akuntabilitas Publik yang disebut sebagai Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) dengan disahkannya UU No. 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD. Dengan demikian dimasa mendatang lembaga perwakilan diharapkan lebih efektif dalam melaksanakan hak budjet dan pengawasan atas perencanaan, pengelolaan, pelaksanaan, maupun pertanggungjawaban anggaran negara. Sedangkan tanda perbaikan kelima adalah Direktorat Jenderal Pajak sudah mulai semakin terbuka untuk diperiksa oleh BPK. Dengan demikian BPK dapat melakukan pemeriksaan dua sisi anggaran negara dan tidak lagi hanya pada sisi pengeluaran APBN tetapi juga sisi penerimaan.

Pimpinan Rapat serta hadirin yang saya muliakan

Selain adanya tanda-tanda positif pada perbaikan sistem keuangan negara, BPK juga menilai

Page 12: 1. Edisi 119 No. XXVIII : Fungsi Pengawasan Internal

�0 NO ��9/Agustus-September 2009/Tahun XXVIII

�0

telah ada perkembangan positif atas masalah-masalah penting pada LKPP. Sebagaimana diketahui, pada tahun 2004 pemeriksaan laporan keuangan BPK menemukan rekening liar sebanyak 957 rekening senilai Rp20 triliun. Kondisi tersebut juga terjadi pada Tahun 2005, 2006, dan 2007 secara berturut-turut sebanyak 1.303 rekening, 2.383 rekening, dan 2.240 rekening dengan nilai masing-masing Rp8,5 triliun, Rp3,25 triliun, dan Rp1,39 triliun. Atas permasalahan tersebut, BPK telah mendorong Pemerintah untuk menertibkan pengelolaan rekening milik pemerintah. Selanjutnya, Pemerintah telah merespon dan menindaklanjuti dengan membentuk Tim Penertiban Rekening Pemerintah (TPRP). Berdasarkan laporan akhir atas penertiban rekening pada akhir Tahun 2008, pemerintah telah menertibkan sebanyak 39.477 rekening liar senilai Rp35,4 triliun, USD238 juta dan €2,9 juta.

Untuk mengatasi kelemahan pencatatan aset dan inventarisasi kekayaan negara, sejak dua tahun lalu pemerintah telah membentuk Direktorat Jenderal Kekayaan Negara. Pada Tahun 2008, Pemerintah telah menyelesaikan inventarisasi dan penilaian kembali aset tetap pada 10.254 dari 22.307 satuan kerja (satker). Hasil penilaian kembali aset pada 2.054 satker senilai Rp48 triliun telah dibukukan dan hasil revaluasi aset pada 8.200 satker senilai Rp77 triliun belum dibukukan. Inventarisasi dan penilaian kekayaan negara bukan saja penting untuk menambah akuntabilitas dari segi kewajaran penilaian yang disajikan dalam neraca, namun juga penting untuk mengetahui kesiapan dalam penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi kementerian/lembaga negara.

Hal serupa terjadi pada Pencatatan investasi pada 114 dari 142 BUMN (62% dari total investasi Penyertaan Modal Negara) sudah didasarkan pada laporan keuangan BUMN yang telah diperiksa. Pemerintah juga telah melakukan upaya perbaikan terhadap pencatatan utang jangka panjang luar negeri. Selama kurun waktu Tahun 2004–2007, nilai outstanding utang luar negeri tidak dapat diyakini. Namun, pada Tahun 2008 saldo utang luar negeri yang dilaporkan di neraca LKPP 2008 sudah dapat terkonfirmasi dengan pemberi pinjaman luar negeri.

Pimpinan Rapat serta hadirin yang saya muliakan

Sesuai dengan mandat UU No. 15 Tahun 2004 Pasal 20 bahwa BPK memantau pelaksanaan tindak lanjut hasil pemeriksaan dan memberitahukan hasil pemantauan

tindak lanjut kepada lembaga perwakilan dalam hasil pemeriksaan semester. Hasil pemantauan pelaksanaan tindak lanjut hasil pemeriksaan BPK, mengungkapkan bahwa sampai dengan akhir Semester I TA 2009, secara keseluruhan terdapat lebih dari 62 ribu temuan senilai hampir Rp3 ribu triliun dengan jumlah rekomendasi lebih dari 112 ribu senilai Rp2 ribu triliun. Dari jumlah tersebut, sekitar 49 ribu rekomendasi diantaranya senilai Rp582 triliun telah ditindaklanjuti sesuai dengan rekomendasi. Sebanyak hampir 22 ribu rekomendasi senilai Rp1.285 triliun telah ditindaklanjuti tetapi belum sesuai dengan rekomendasi atau masih dalam proses ditindaklanjuti dan sisanya sekitar 41 ribu rekomendasi senilai Rp313 triliun belum ditindaklanjuti. Sementara itu, kerugian negara yang dipantau pada Semester I Tahun 2009 senilai Rp4,5 triliun, USD46,9 juta dan sejumlah valuta asing lainnya dengan tingkat penyelesaian sebesar hampir 40% senilai Rp1,14 triliun dan USD40,7 juta.

Sampai dengan akhir semester I tahun 2009, Hasil Pemeriksaan (HP) BPK yang berindikasi unsur pidana yang disampaikan kepada instansi berwenang sebanyak 223 kasus senilai Rp30,5 triliun dan USD470 juta. Dari 223 kasus tersebut, Instansi Penegak hukum (Kejaksaan, Kepolisian dan KPK) telah menindaklanjuti 132 kasus (59%) ke dalam proses peradilan yaitu penyelidikan 20 kasus (9%), penyidikan 15 kasus (7%), penuntutan 8 kasus (4%), putusan 37 kasus (17%), dihentikan 10 kasus (4%), dan dilimpahkan kepada Kejaksaan Tinggi atau KPK sebanyak 42 kasus (18%).

Khusus selama semester I Tahun 2009 saja, hasil pemeriksaan BPK berindikasi unsur pidana yang diserahkan kepada instansi penegak hukum sebanyak 19 kasus senilai Rp340 miliar dan USD94,6 ribu. Rinciannya adalah sebanyak 8 kasus senilai Rp92 miliar diserahkan ke Kejaksaan Agung serta sebanyak 11 kasus senilai Rp248 miliar dan USD94,6 ribu diserahkan kepada KPK.

Pimpinan Rapat serta hadirin yang saya hormati

Dewasa ini, BPK merupakan institusi yang paling transparan dan akuntabel di Indonesia. Laporan keuangannya diperiksa oleh KAP yang ditunjuk oleh Komisi XI DPR dari tiga calon yang diusulkan Departemen Keuangan dan tiga calon yang diusulkan BPK sedangkan mutu pekerjaan dan kinerjanya direviu lembaga pemeriksa tertinggi negara lain. Lead by example BPK tercermin dari opini pemeriksaan KAP Hadori Yunus dan Rekan (untuk

Page 13: 1. Edisi 119 No. XXVIII : Fungsi Pengawasan Internal

��NO ��9/Agustus-September2009/Tahun XXVIII

��

tahun 2006 dan 2007) serta Wisnu B. Suwito dan Rekan (pada tahun 2008) pada laporan keuangan BPK yang sudah menjadi WTP untuk kedua kalinya, pada tahun buku 2007 dan 2008. Hasil reviu lembaga pemeriksa tertinggi Negeri Belanda (Algemene Rekenkamer) atas kinerja BPK sangat menggembirakan yaitu memberikan nilai sangat positif kepada BPK. Karena adanya peningkatan mutu kerja BPK, mitra kerja dari negara-negara lain semakin bersedia membantu BPK dalam hal penyusunan Strategic Plan, peningkatan mutu SDM maupun dalam kegiatan pembangunan kapasitas dibidang teknologi, kerjasama pemeriksaan maupun pertukaran pengalaman. Lembaga pemeriksa negara-negara lain pun kini ingin belajar pada BPK tentang quality assurance maupun melakukan audit investigasi.

Kami berharap seluruh pencapaian BPK dibidang transparansi dan akuntabilitas keuangan negara diikuti lembaga-lembaga negara lainnya. Meskipun masih terdapat banyak kelemahan, hasil perbaikan sistem keuangan negara oleh pemerintah saat ini sudah mengalami kemajuan. BPK menghargai usaha yang dilakukan pemerintah sebagai pengelola keuangan negara/daerah dan lembaga perwakilan sebagai pemegang hak budget melalui pembenahan peraturan perundang-undangan, pengawasan, maupun tindakan hukum yang harus diambil untuk mengamankan dan menertibkan pengelolaan keuangan negara/daerah.

Pimpinan Rapat serta hadirin yang saya hormati

Dalam kesempatan yang sangat baik ini, saya atas nama Pimpinan BPK menyampaikan terima kasih kepada Ketua, Para Wakil Ketua, Pimpinan Alat Perlengkapan Dewan, Pimpinan Komisi-Komisi, serta Para Anggota DPR yang terhormat atas kerja sama yang telah terjalin baik selama ini khususnya dalam mendorong terwujudnya clean government dan good governance serta pelaksanaan tata kelola keuangan negara yang transparan dan akuntabel sesuai tuntutan stakeholders BPK. Demokrasi tidak hanya sebatas pada transparansi pelaksanaan pemilihan umum legislatif dan eksekutif, namun juga termasuk transparansi untuk apa uang rakyat digunakan. Saat ini setidaknya upaya mengawal berbagai bentuk demokrasi tersebut telah mendapatkan titik cerah. DPR periode 2004-2009 telah memberikan fondasi kuat kepada DPR periode mendatang untuk lebih “bertaji” dibidang keuangan negara yakni dengan

dibentuknya Badan Akuntabilitas Keuangan Negara. Kami, pimpinan BPK tahun 2004-2009, pun berharap agar hubungan kerja sama yang telah terjalin baik antara BPK dengan DPR selama ini dapat terus dilanjutkan bahkan ditingkatkan oleh siapapun yang menjadi pimpinan BPK dan DPR nantinya.

Demikianlah hal-hal yang dapat kami sampaikan pada rapat paripurna yang terhormat ini. Kami berharap agar Pimpinan dan Anggota Dewan dapat memanfaatkan informasi yang kami sampaikan dalam Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester dan Laporan Hasil Pemeriksaan untuk mendukung tugas dan wewenang DPR sesuai peraturan perundang-undangan. Sekali lagi kami mengucapkan terima kasih atas kerja sama dan perhatian Pimpinan dan Anggota Dewan yang terhormat.

Wabilahittaufik wal hidayahWassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA Ketua,Prof. Dr. Anwar Nasution

Page 14: 1. Edisi 119 No. XXVIII : Fungsi Pengawasan Internal

�2 NO ��9/Agustus-September 2009/Tahun XXVIII

�2BADAN PEMERIKSA KEUANGAN

REPUBLIK INDONESIA

PIDATO KETUA BPK RIPADA ACARA

PERINGATAN HARI ULANG TAHUN KE-64PROKLAMASI KEMERDEKAAN REPUBLIK INDONESIA

DI LINGKUNGAN BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

JAKARTA, 17 AGUSTUS 2009

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,Selamat Pagi dan Salam Sejahtera bagi kita semua,

Pada kesempatan yang berbahagia ini, pertama-tama marilah kita panjatkan puji syukur kepada Allah SWT atas nikmat dan karuniaNya sehingga kita dapat menghadiri Upacara Peringatan Hari Ulang Tahun Proklamasi Kemerdekaan ke-64 Republik Indonesia. Kita patut menyampaikan rasa terima kasih dan penghormatan yang setinggi-tingginya kepada para pejuang kusuma bangsa, yang telah mengorbankan jiwa dan raga untuk memperjuangkan berdirinya Republik Indonesia, mempertahankan, dan mengisi kemerdekaannya.

Saudara-saudara yang saya hormati,

Peringatan HUT Proklamasi Kemerdekaan RI tahun 2009 ini memiliki makna tersendiri bagi saya secara pribadi dan bagi para anggota BPK periode 2004-2009. Karena masa jabatan pimpinan BPK sekarang ini akan berakhir pada Oktober mendatang, upacara Peringatan HUT Proklamasi Kemerdekaan RI pada hari ini adalah merupakan upacara terakhir yang saya pimpin sebagai Ketua BPK. Atas nama semua Anggota BPK periode 2004-2009, dalam kesempatan ini, saya ingin mengucapkan terimakasih kepada semua warga BPK atas hal-hal yang telah kita capai selama lima tahun terakhir kami memimpin lembaga ini.

Independensi dan otonomi BPK telah dapat kita pulihkan dengan diterbitkannya UU No. 15 Tahun 2006. Untuk meningkatkan kemampuannya, BPK tidak saja

menambah personil dan membuka kantor perwakilan di semua Ibukota Provinsi. BPK pun telah mengajak Kantor Akuntan Publik (KAP) untuk ikut memeriksa laporan keuangan sektor negara. Keikutsertaan KAP kita awali dari pemeriksaan BUMN dan BUMD yang merupakan produsen private goods yang memang merupakan kebolehan dari KAP.

Sebagai auditor eksternal, kewenangan BPK hanya terbatas pada pemberian opini pemeriksaan, saran maupun rekomendasi perbaikan. Setelah menyerahkan kepada DPR, BPK wajib mengumumkan secara luas hasil pemeriksaannya. Undang-Undang mewajibkan BPK untuk langsung melaporkan temuan pemeriksaannya yang memuat dugaan adanya unsur pidana kepada penegak hukum untuk disidik lebih lanjut. BPK sekaligus berwenang memantau perbaikan sistem keuangan negara berdasarkan saran dan rekomendasi pemeriksaannya. Dilain pihak, BPK tidak memiliki kewenangan membuat UU dan aturan maupun tindakan yang bersifat memaksa guna memperbaiki sistem keuangan negara. Berbagai jenis kewenangan yang disebut terakhir hanya diimiliki oleh Pemerintah dan DPR.

Saudara-saudara yang saya hormati,

Berbagai kewenangan BPK yang diberikan

SAMBUTAN

Page 15: 1. Edisi 119 No. XXVIII : Fungsi Pengawasan Internal

��NO ��9/Agustus-September2009/Tahun XXVIII

��

oleh UU No. 15 Tahun 2006 telah kita maksimir secara terukur untuk ikut mempercepat implementasi ketiga UU Keuangan Negara Tahun 2003-2004. Dalam kaitan ini, BPK telah memperluas objek pemeriksaannya baik pada sisi penerimaan maupun pengeluaran negara. Tadinya, terutama pada masa pemerintahan Orde Baru, BPK hanya memeriksa sebahagian dari pengeluaran negara. Hampir tidak ada penerimaan dan hutang negara yang boleh diperiksa oleh BPK. Demikian pula dengan penjualan aset negara serta privatisasi BUMN dan BUMD. Hingga saat ini, tidak ada catatan lengkap tentang stok aset negara beserta statusnya. Undang-Undang No. 28 Tahun 2007 tentang pajak yang meniadakan akses BPK kepada informasi perpajakan telah kita laporkan pada tanggal 9 Januari 2008 kepada Mahkamah Konstitusi (MK). Namun demikian, MK memberikan putusan yang tidak jelas sehingga hanya di Indonesia badan pemeriksa keuangan negara tetap tidak dapat memeriksa penerimaan negara dari pajak.

BPK pun telah meningkatkan mutu pemeriksaan, saran, maupun rekomendasinya. Untuk ikut serta membangun sistem keuangan negara, BPK telah mewajibkan seluruh auditees untuk membuat dan menyerahkan Management Representation Letter. BPK pun meminta seluruh auditees untuk menyerahkan Rencana Aksi secara konkrit di berbagai bidang dengan jadwal yang jelas untuk dapat meningkatkan opini pemeriksaan laporan keuangannya. BPK memantau dengan cermat implementasi Rencana Aksi yang disusun sendiri oleh pada auditee itu. UU No. 15 Tahun 2006 sekaligus memberikan kekuasaan quasi-judicial pada BPK

dalam menghitung dan menetapkan kerugian negara terhadap Bendahara maupun dalam mengungkapkan adanya dugaan/indikasi unsur pidana dan/atau kerugian negara.

BPK tidaklah grusa-grusu dalam melakukan tindakan dan menggunakan kewenangan konstitusionalnya. BPK memberikan waktu yang memadai kepada auditees yang diduga melakukan penyimpangan untuk mengoreksi kesalahan dan mengembalikan kerugian negara sebelum melaporkan kasusnya kepada penegak hukum untuk dilakukan penyidikan. Secara perlahan tapi pasti, BPK telah menyakinkan aparat penegak hukum dan pemelihara keamanan akan pentingnya peranan pemeriksaan BPK sebagai fungsi manajemen dan kontrol. Sekarang justru Dephan/TNI, POLRI, dan Badan Intelijen Negara (BIN) yang menjadi pelopor dalam perbaikan sistem keuangan negara. BUMN/BUMD strategis seperti bank-bank negara semakin menyadari makna transparansi dan akuntabilitas bagi peningkatan kemampuan mereka bersaing di pasar global.

Depkeu semakin menyadari akan perlunya Treasury Single Account, inventarisasi aset negara serta transparansi maupun akuntabilitas dalam penerimaan pajak, PNBP, privatisasi BUMN/BUMD serta penjualan aset dan penerimaan negara dari hibah serta pinjaman. Tanpa itu, Menkeu tidak akan mengetahui bagaimana posisi keuangan negara dan tidak akan dapat meningkatkan peringkat Surat Utang Negara.

Dalam batas-batas kewenangannya, BPK memberikan bantuan kepada auditees tentang bagaimana

Page 16: 1. Edisi 119 No. XXVIII : Fungsi Pengawasan Internal

�� NO ��9/Agustus-September 2009/Tahun XXVIII

��

membuat Rencana Aksi. BPK pun membantu auditees ikut mencarikan jalan keluar untuk mengimplementasikannya. BPK ikut berperan dalam pembangunan kelembagaan guna mensukseskan reformasi sosial: demokratisasi politik, otonomi daerah, globalisasi perekonomian, dan korporatisasi BUMN/BUMD. Untuk mengatasi kelangkaan SDM di dua Provinsi di Papua, BPK telah mengajak Depdagri dan Depkeu serta berbagai universitas untuk segera menyelenggarakan pendidikan khusus bidang perencanaan pembangunan dan pengelolaan keuangan daerah.

Saudara-saudara yang saya hormati,

Seluruh prestasi yang telah kita capai selama 5 tahun terakhir ini adalah merupakan buah dari jerih payah kita semua dan terjadi karena adanya kemauan seluruh jajaran BPK untuk merubah diri, meningkatkan integritas dan kemampuan teknis pemeriksaan. Auditor yang berprestasi telah diberikan penghargaan yang layak baik berupa bintang jasa ataupun kenaikan pangkat dan jabatan dipercepat. Dilain pihak, auditor nakal yang masih menerima uang sogok telah diserahkan untuk disidik oleh penegak hukum. Auditor yang melanggar kode etik, termasuk yang menjadi mata-mata instansi lain maupun LSM telah ditindak dengan tegas sesuai dengan aturan yang berlaku. Auditor BPK bukanlah seorang wistle blower karena ia memperoleh informasi mengenai suatu instansi pemerintah hanya karena mendapatkan penugasan resmi dari lembaga. Kalau auditor menyalah gunakan informasi pemeriksaannya secara semena mena, tidak akan ada auditee instansi pemerintah yang akan mau diperiksa oleh BPK.

Dalam 5 tahun terakhir, kita sudah berhasil memberikan contoh dan teladan sehingga auditees percaya pada opini pemeriksaan BPK dan bersedia mendengar saran maupun rekomendasi kita. Juga telah semakin banyak instansi Pemerintah Pusat dan Daerah yang telah menyerahkan MRL dan Action Plannya kepada BPK. Walaupun LKPP masih memperoleh opini disclaimer, sudah ada peningkatan opini pemeriksan LKKL, termasuk bagi berbagai Departemen besar, seperti Departemen Perindustrian. Dalam rangka pembangunan kelembagaan, badan legislatif pun sudah menerima saran BPK untuk membentuk Panitia Akuntabilitas Publik (PAP) guna semakin dapat meningkatkan perannya dalam mengawasi keuangan negara dan menjalankan hak budjetnya.

Dewasa ini, BPK adalah merupakan satu-satunya lembaga pemerintahan yang paling transparan dan akuntabel di Indonesia. Laporan keuangannya diperiksa oleh KAP yang ditunjuk oleh Komisi XI DPR-RI dari tiga calon yang diusulkan oleh Departemen Keuangan. Mutu pekerjaan dan kinerjanya direviu oleh BPK negara lain.

Lead by example BPK tercermin dari opini pemeriksaan KAP Hadori Yunus dan Rekan (untuk tahun 2006 dan 2007) serta Wisnu B. Suwito dan Rekan (pada tahun 2008) pada laporan keuangan BPK yang sudah menjadi Wajar Tanpa Pengecualian untuk kedua kalinya, pada tahun buku 2007 dan 2008. Sementara itu, hasil reviu ARK Negeri Belanda atas kinerja BPK sangat menggembirakan. Karena adanya peningkatan mutu kerja BPK, mitra kerja kita dari negara-negara lain semakin bersedia membantu BPK dalam hal penyusunan Strategic Plan, peningkatan mutu SDM maupun dalam kegiatan pembangunan kapasitas dibidang teknologi, kerjasama pemeriksaan maupun pertukaran pengalaman. BPK negara-negara lain pun kini ingin belajar pada BPK-RI tentang quality assurance maupun melakukan audit investigasi.

Karena mutu pekerjaannya yang semakin meningkat dan sumbangannya yang semakin besar pada penghematan keuangan negara, Pemerintah pun telah mengikut sertakan BPK dalam program reformasi birokrasi pemerintahan. Anggarannya pun sudah meningkat secara berlipat ganda, apakah untuk meningkatkan jumlah dan kualitas SDM, menambah kantor perwakilan, meningkatkan penghasilan serta melakukan modernisasi alat kerja termasuk teknologi informasi. Gabungan antara peningkatan reputasi, penghasilan, dan fasilitas kerja tersebut telah memungkinkan BPK menarik tenaga-tenaga kerja yang semakin baik pula.

Saudara-saudara yang saya hormati,

Mengakhiri sambutan ini, saya berharap agar kerangka dasar dan kebijakan yang telah kita gariskan dan lakukan selama 5 tahun terakhir dapat kiranya Saudara-Saudara lanjutkan dan tingkatkan dimasa depan agar LKPP, seluruh LKKL maupun LKPD lebih cepat mendapatkan opini WTP dalam masa Pemerintahan Presiden SBY yang kedua, periode 2009-2014.

Demikian sambutan saya. Terima kasih atas perhatian saudara-saudara.

Merdeka!Dirgahayu Republik Indonesia!

Wabillahitaufik Walhidayah,Wasalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

Ketua,

Prof. Dr. Anwar Nasution

Page 17: 1. Edisi 119 No. XXVIII : Fungsi Pengawasan Internal

��NO ��9/Agustus-September2009/Tahun XXVIII

��

Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara mengamanatkan keuangan negara dikelola secara tertib, taat pada peraturan

perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggung jawab dengan memperhatikan asas keadilan dan kepatutan. Untuk itu perlu pengawasan dan pemeriksaan oleh pihak yang profesional dan independen. Pemeriksaan adalah suatu proses sistematik untuk memperoleh & mengevaluasi bukti secara obyektif mengenai pernyataan tentang kegiatan dan kejadian ekonomi, dengan tujuan untuk menetapkan tingkat kesesuaian pernyataan dengan kriteria yang ditetapkan, serta penyampaian hasilnya kepada yang berkepentingan. Pengawasan adalah segenap kegiatan untuk meyakinkan dan menjamin bahwa tugas / pekerjaan telah dilakukan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan, kebijaksanaan yang telah digariskan dan perintah (aturan) yang diberikan.

Maksud pengawasan dan pemeriksaan tersebut antara lain meliputi: 1) meningkatkan kinerja aparatur pemerintah & mewujudkan aparatur yang profesional, bersih & bertanggung jawab, 2) memberantas penyalahgunaan wewenang & praktek KKN, 3) menegakkan peraturan yang berlaku, dan 4) mengamankan keuangan Negara. Pengawasan keuangan dilakukan oleh auditor internal dan pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara dapat dilakukan oleh auditor eksternal (BPK RI).

PENINGKATANKAPASITASAUDITORINTERNALDALAMPELAKSANAANREVIUATASLAPORANKEUANGAN

Oleh: Dr. Cris Kuntadi, SE, MM, CPA, Ak.

TUGAS DAN PERAN AUDITOR INTERNAL

Pengawasan keuangan negara/badan usaha dilakukan oleh auditor internal. Kegiatan audit internal adalah menguji dan menilai efektivitas dan kecukupan sistem pengendalian intern yang ada dalam organisasi. Tanpa fungsi audit internal, pimpinan kementerian Negara/lembaga, dewan direksi dan atau pimpinan unit tidak memiliki sumber informasi internal yang bebas mengenai kinerja organisasi.

Pengertian audit internal menurut “Professional Practices Framework”: International Standards for The Professional Practice of Internal Audit, IIA ( 2004) adalah suatu aktivitas independen, yang memberikan jaminan keyakinan serta konsultasi (consulting) yang dirancang untuk memberikan suatu nilai tambah (to add value) serta meningkatkan (improve) kegiatan operasi organisasi. Internal auditing membantu organisasi dalam usaha mencapai tujuannya dengan cara memberikan suatu pendekatan disiplin yang sistematis untuk mengevaluasi dan meningkatkan efektifitas manajemen risiko (risk management), pengendalian (control) dan proses tata kelola (governance processes).

Ruang lingkup dan tujuan audit internal sangat luas tergantung pada besar kecilnya organisasi dan permintaan

TERKINI

Page 18: 1. Edisi 119 No. XXVIII : Fungsi Pengawasan Internal

�� NO ��9/Agustus-September 2009/Tahun XXVIII

��

dari manajemen organisasi yang bersangkutan. Untuk dapat melaksanakan tugasnya, Auditor Internal dalam organisasi pada umumnya anggotanya memiliki pengetahuan bidang : (1) Keuangan; (2) Information Technology; (3) Bidang yang bertalian dengan kegiatan pokok (kultur) organisasi; dan (4) Untuk organisasi yang besar diperlukan tenaga berlatar belakang hukum. Apabila auditor internal berkualitas, berperan dengan baik, pengendalian intern akan lebih baik dan dengan sendirinya kinerja organisasi akan semakin meningkat, dan bagi manajemen semua level, serta akuntan publik tugasnya akan sangat terbantu.

Profesi auditor internal sangat dibutuhkan oleh suatu organisasi apapun, baik perusahaan swasta, BUMN/BUMD, perusahaan multinasional, perusahaan asing, pemerintahan, lembaga pendidikan dan Organisasi Nir Laba. Dalam melakukan rekrutmen terhadap tenaga auditor internal untuk suatu organisasi, selain dapat diambil dari karyawan / staf dari bagian / Divisi lain, juga diperoleh dari pihak luar organisasi, baik yang telah berpengalaman maupun yang baru lulus dari perguruan tinggi (fresh graduate). Persaingan untuk memperebutkan posisi auditor internal ternyata lebih ketat dibandingkan posisi tenaga staf akuntansi (accounting staff) atau auditor untuk Kantor Akuntan Publik (KAP), sebab auditor internal dapat diperebutkan oleh lulusan dari berbagai disiplin ilmu serta berbagai pengalaman kerja.

PROFESIONALISME AUDITOR INTERNALProfesional merupakan tuntutan terhadap suatu profesi

yang akan sangat menentukan keberhasilan suatu pekerjaan. Profesionalisme harus menjadi acuan dalam pelaksanaan fungsi audit intern. Sifat profesional adalah kondisi-kondisi kesempurnaan teknik yang dimiliki seseorang melalui dengan pengetahuan yang dimilikinya disertai latihan dan belajar selama bertahun-tahun yang berguna untuk mengembangkan teknik tersebut dan keinginan untuk mencapai kesempurnaan dan keunggulan dibandingkan dengan rekan sejawatnya.

Untuk dapat mewujudkan profesionalisme, auditor intern secara sendiri-sendiri ataupun bersama-sama harus mempunyai:

a. Pengetahuan yang memadai dalam bidang tugasnya yaitu pengetahuan mengenai teknis audit dan disiplin ilmu lain yang relevan dengan spesialisasinya;

b. Perilaku yang independen, jujur, obyektif, tekun, dan loyal,

c. Kemampuan mempertahankan kualitas profesionalnya melalui pendidikan profesi lanjutan yang berkesinambungan,

d. Kemampuan melaksanakan kemahiran profesionalnya secara cermat dan seksama,

e. Kecakapan dalam berinteraksi dan berkomunikasi baik lisan maupun tertulis secara efektif.

Auditor intern harus memiliki sikap mental dan etika serta tanggung jawab profesi yang tinggi, sehingga kualitas hasil kerjanya dapat dipertanggungjawabkan dan dapat digunakan untuk membantu terwujudnya perkembangan lembaga yang wajar dan sehat. Auditor intern juga harus memiliki sikap mental yang baik yang tercermin dari kejujuran, obyektivitas, ketekunan dan loyalitasnya kepada profesi.

Auditor intern harus mampu mengemukakan pendapat secara jujur dan bijaksana, sesuai dengan hasil temuannya. Auditor intern harus selalu mempertahankan sikap obyektif, sehingga dapat mengemukakan temuan berdasarkan bukti-bukti atau fakta-fakta yang dapat dipertanggungjawabkan. Dengan demikian laporan atas hasil temuan harus lengkap dan didasarkan pada analisis yang obyektif. REVIU ATAS LAPORAN KEUANGAN

Laporan keuangan yang disajikan oleh menteri/pimpinan lembaga dan kepala daerah sebagai pertanggungjawaban pelaksanaan anggaran merupakan tanggung jawab menteri/pimpinan lembaga dan kepala daerah yang bersangkutan.

Beberapa perbedaan auditor internal dan auditor eksternal antara lain sebagai berikut.

NO AUDITOR EKSTERNAL AUDITOR INTERNAL

�. Berada di luar organisasi yang diperiksa Berada di dalam organisasi yang diperiksa

2. Bertugas melakukan pemeriksaan atas pengelolaan dan pertanggungjawaban

Bertugas untuk membantu penyusunan pertanggungjawaban yang baik

�. Tujuan untuk memberikan opini Tujuan untuk melakukan perbaikan

�. Hasil pemeriksaan lebih objektif Hasil pemeriksaan kurang objektif

�. Layak untuk publik Tidak layak untuk publik

Page 19: 1. Edisi 119 No. XXVIII : Fungsi Pengawasan Internal

��NO ��9/Agustus-September2009/Tahun XXVIII

��

Untuk itu kepala daerah harus membuat pernyataan tertulis bahwa laporan keuangan yang disajikan berdasarkan Sistem Pengendalian Intern yang memadai dan sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan.

PP 8 tahun 2006 mewajibkan laporan keuangan direviu oleh Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) sebelum diserahkan kepada BPK untuk diaudit. Reviu atas laporan keuangan departemen dilakukan oleh Inspektorat Jenderal dan reviu laporan keuangan pemerintah daerah (LKPD) dilakukan oleh Inspektorat Provinsi dan Imspektorat Kabupaten/Kota.

Dalam pasal 33 PP tersebut, dinyatakan bahwa review atas laporan keuangan oleh APIP dalam rangka meyakinkan keandalan informasi yang disajikan didalam laporan keuangan tersebut. Reviu dimaksudkan untuk memberikan keyakinan akurasi, keandalan, dan keabsahan informasi yang disajikan dalam laporan keuangan sebelum disampaikan oleh pejabat pengelola keuangan kepada menteri/pimpinan lembaga dan kepala daerah. Jadi sebelum menteri/pimpinan lembaga dan kepala daerah menandatangani surat pernyataan tanggung jawab maka APIP harus melakukan review terlebih dahulu.

Dasar hukum yang menjadi acuan dalam menyusun petunjuk teknis Review laporan keuangan antara lain:

1. Undang Undang RI Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara,

2. Undang Undang RI Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara,

3. Undang Undang RI Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara,

4. Peraturan Pemerintah RI Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan;

5. Peraturan Pemerintah RI Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah;

6. Peraturan Pemerintah RI Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah,

7. Peraturan Pemerintah RI Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sitem Pengendalian Intern Pemeritah.

8. Peraturan Menteri Dalam Negeri No 4 tahun 2008 tentang Pedoman Pelaksanaan Review atas Laporan keuangan Pemerintah Daerah.

Terdapat beberapa pengertian reviu yaitu:1. Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP):

Pelaksanaan prosedur permintaan keterangan dan analisis yang menghasilkan dasar memadai bagi akuntan untuk memberikan keyakinan terbatas bahwa tidak ada modifikasi material yang harus dilakukan atas laporan keuangan agar laporan keuangan tersebut sesuai dengan prinsip akuntansi

Berikut beberapa organisasi yang memerlukan tenaga auditor internal:NO. ORGANISASI UNIT KERJA

� BUMN/BUMD Satuan Pengawasan Intern (SPI)

2. BUMN Perbankan Satuan Kerja Auditor Internal (SKAI)

�. Departemen / Lembaga Pemerintah

Ø Inspektorat Jenderal Departemen

Ø Unit Pengawasan Lembaga

Ø Badan Pengawasan Keuangan & Pembangunan (BPKP)

�. Pemda Ø Inspektorat Provinsi/Kabupaten/Kota

�. Lembaga Pendidikan Ø Badan Audit Internal

Ø Dewan Audit

�. Perusahaan (Swasta, Multi Nasional, Asing) Ø Dept. Audit Internal

�. Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Ø Unit Audit Internal

Page 20: 1. Edisi 119 No. XXVIII : Fungsi Pengawasan Internal

�� NO ��9/Agustus-September 2009/Tahun XXVIII

��

berlaku umum di Indonesia atau sesuai dengan basis akuntansi komprehensif yang lain. Review tidak mencakup suatu pemahaman atas pengendalian intern, pengujian atas catatan akuntansi, dan pengujian atas respon terhadap permintaan keterangan dengan cara pemerolehan bahan bukti dan prosedur tertentu lainnya yang biasanya dilaksanakan dalam suatu audit.

2. Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor PER-44/PB/2006: Prosedur penelusuran angka-angka dalam laporan keuangan, permintaan keterangan, dan analitik yang harus menjadi dasar memadai bagi Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) untuk memberi keyakinan terbatas bahwa tidak ada modifikasi material yang harus dilakukan atas laporan keuangan agar laporan keuangan tersebut sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan.

3. Pasal 33 PP No. 8 Tahun 2006: Review yang dilakukan berdasarkan PP No. 8 Tahun 2006 dimaksudkan untuk memberikan keyakinan terbatas atas laporan keuangan dalam rangka pernyataan tanggung jawab (statement of responsibility) atas laporan keuangan tersebut. Pernyataan tanggung jawab memuat menyatakan bahwa laporan keuangan telah disusun berdasarkan sistem pengendalian intern yang memadai dan sesuai dengan standar akuntansi pemerintahan (SAP). Review yang akan dilakukan berdasarkan PP 8/2006 harus meliputi review atas sistem pengendalian intern dan kesesuaian dengan SAP. Namun demikian, sistem pengendalian intern yang direview dibatasi pada pengendalian yang berkaitan dengan penyusunan laporan keuangan.

Konsep dasar Review dalam modul ini adalah sebagai berikut.

1. Review dilaksanakan secara paralel dengan penyusunan laporan keuangan Pemerintah Daerah. Review paralel dimaksudkan untuk memperoleh informasi tepat waktu agar koreksi dapat dilakukan segera. Laporan keuangan yang disajikan oleh Pejabat Pengelola Keuangan Daerah diajukan kepada kepala daerah sudah mengakomodasi hasil Review APIP.

2. Review tertuju pada hal-hal penting yang mempengaruhi laporan keuangan, namun tidak memberikan keyakinan akan semua hal penting yang akan terungkap melalui suatu audit. Review memberikan keyakinan bagi APIP bahwa tidak ada modifikasi (koreksi/penyesuaian) material yang harus dilakukan atas laporan keuangan agar laporan keuangan yang diReview sesuai dengan SAP, baik segi pengakuan, penilaian, pengungkapan dan sebagainya.

3. Review tidak memberikan dasar untuk menyatakan suatu pendapat (opini) seperti halnya dalam audit,

meskipun Review mencakup suatu pemahaman atas pengendalian intern secara terbatas.

4. Dalam Review tidak dilakukan pengujian terhadap kebenaran substansi dokumen sumber seperti perjanjian kontrak pengadaan barang dan jasa, bukti pembayaran/kuitansi, dan berita acara fisik atas pengadaan barang dan jasa.

Review dapat mengarahkan perhatian aparat pengawasan intern kepada hal-hal penting yang mempengaruhi laporan keuangan, namun tidak memberikan keyakinan bahwa aparat pengawasan intern akan mengetahui semua hal penting yang akan terungkap melalui suatu audit.

Dalam melakukan Review atas laporan keuangan, aparat pengawasan intern harus memahami secara garis besar sifat transaksi entitas, sistem dan prosedur akuntansi, bentuk catatan akuntansi dan basis akuntansi yang digunakan untuk menyajikan laporan keuangan. Sebagai contoh pembelian tanah/bangunan yang akan diserahkan kepada masyarakat harus dicatat sebagai persediaan, bukan aset tetap.

Kompetensi umum yang perlu dimiliki oleh pelaksana reviu adalah:

1. Pemahaman mengenai akuntansi, khususnya akuntansi sektor publik/pemerintahan, termasuk pemahaman terhadap Standar Akuntansi Pemerintahan,

2. Pemahaman mengenai sistem pengendalian intern.

Dalam pelaksanannya, reviu berbeda dengan audit yaitu1. Reviu tidak menguji bukti, hanya sampai alur dari

jurnal-buku besar-laporan keuangan.2. Reviu atas sistem pengendalian intern terbatas pada

pengendalian akuntansi, berupa proses akuntansi pendapatan, pengeluaran, aset, dan non-kas.

Hasil reviu ini kemudian disampaikan kepada menteri/pimpinan lembaga dan kepala daerah untuk dijadikan dasar menerbitkan pernyataan tanggung jawab menteri/pimpinan lembaga dan Kepala Daerah (statement of responsibility). Pernyataan tersebut antara lain menyatakan bahwa “Laporan Keuangan telah disusun dengan sistem pengendalian intern yang memadai dan sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan”. Selanjutnya, jika dalam audit oleh BPK ditemukan salah saji dan diperlukan koreksi-koreksi, auditor internal sepatutnya mendampingi pejabat pengelola keuangan dalam proses exit meeting dan menyusun Laporan Keuangan yang telah diaudit sesuai koreksi dari auditor.

Page 21: 1. Edisi 119 No. XXVIII : Fungsi Pengawasan Internal

�9NO ��9/Agustus-September2009/Tahun XXVIII

�9

WAWANCARA

Inspektorat Utama (Itama) tidak mau dicap sebagai tempat penampungan pegawai bermasalah, gemar mencari

kesalahan, dan punya fungsi sebagai watch dog. Inspektur Utama BPK, Nizam Burhanuddin, mengaku tidak mudah mengubah paradigma itu. Staf redaksi PEMERIKSA, Cris

Kuntadi, mewawancarainya beberapa waktu lalu.

Bagaimana mengubah paradigma itu?Memang tidak mudah mengubahnya, tapi ada yang bisa dilakukan. Pertama, menerapkan kebijakan yang bisa mengubah paradigma itu. Kedua, menempatkan SDM di lingkungan Itama sesuai dengan kebijakan yang ditetapkan. Ketiga, pada level pelaksanaan, dibutuhkan beberapa instrumen atau sistem untuk mendukungnya. Paradigma sebelumnya yang juga disinyalir oleh pimpinan, Itama lebih banyak mencari kesalahan, melakukan hal-hal yang bersifat watch dog dan melakukan hal-hal yang sifatnya menakut-nakuti. Paradigma ini sekarang kita ubah. Dulu ada bagian yang disebut wasus (pengawasan khusus) di lingkungan Itama. Dapat dikatakan, paradigma itu bermula dari kegiatan wasus yang melakukan kajian dan pemberkasan terhadap hal-hal yang bermasalah. Dengan struktur organisasi baru, pengawasan khusus ini diubah.

Apa perhatian Itama sekarang?Tugas dan fungsinya lebih banyak berkaitan dengan peningkatan kualitas, bersifat quality assurance dan quality control. Kita mendukung bagaimana peningkatan kualitas itu bisa dilaksanakan dengan SDM yang memadai. Itama bukan lagi tempat orang bermasalah. Kita pernah menolak pegawai

bermasalah yang belum menyelesaikan persoalan di unit kerja sebelumnya. Terkait soal teknis disiplin pegawai, kita tidak lagi menunggu pegawai mengisi daftar hadir, tapi kita ubah dengan melihat kualitasnya. Apakah pembinaan SDM ini sudah dilakukan oleh atasan langsung atau biro yang bertanggung jawab dengan hal itu.

Itama sudah tidak melakukan sidak?Tidak, itu sudah bukan menjadi tugas pokoknya lagi. Kita hanya melakukan evaluasi atau review apakah soal disipliin pegawai itu sudah dibina oleh institusi yang berwenang di BPK. Misalnya biro-biro ada di bawah sekjen. Jadi, kita me-review apakah displin itu jadi perhatian atasan atau tidak. Kalau pengawasan atasan itu tidak efektif, ini menjadi bagian dari tugas itama, yaitu manajemen SDM. Dalam uraian kerja Itama selanjutnya, review manajemen SDM sudah akan dilakukan. Melihat penyebabnya, apakah di penempatan, potensinya, atau soal punishment and reward yang tidak seimbang pada yang bersangkutan.

Kadang ada permasalahan dalam penempatan. Ada pegawai yang menolak ditempatkan di luar DKI sehingga ia tetap datang di kantor lama atau DKI. Apa ada mekanisme tertentu bagi pegawai yang sulit menerima penempatan kerja?Periode sekarang, jika ada pegawai yang menolak untuk dimutasi, menolak promosi ke satu tempat, akan kita proses menurut aturan disiplin pegawai. BPK sekarang sudah memiliki perwakilan di setiap provinsi, pegawai harus siap melaksanakan tugas di seluruh Indonesia. Tidak ada pilihan lain lagi seperti dulu sebelum reformasi birokrasi. Jadi, sekarang perintah penempatan harus dilaksanakan. Pelanggaran disiplin dengan menolak perintah itu akan kita proses karena artinya pegawai ini tidak mematuhi perintah kedinasan. Itama memiliki mekanisme yang mengatur hal itu. Dalam melihat pelanggaran, Itama akan mencari informasi, lalu turun ke lapangan untuk melakukan wawancara. Selanjutnya, kita klarifikasi dan konfirmasi dengan pimpinan untuk diputuskan. Bukan Itama yang memutuskan. Itama tidak menjatuhkan hukuman. Itama melakukan pemberkasan, mencari unsur-unsur pelanggaran disiplin, lalu indikasi pelanggaran dengan segala bukti pendukungnya, dibawa ke sidang ankum (atasan yang berhak menghukum) yang dipimpin oleh Sekjen. Pegawai yang dihukum punya kesempatan untuk mengajukan keberatan. Batasan pengajuan adalah �4 hari setelah SK dikeluarkan.

Tugas Itama antara lain menegakkan nilai dasar independensi, integritas, dan profesionalisme. Apa langkah-

Nizam Burhanuddin:

”Itama bukan penampung pegawai bermasalah”

Page 22: 1. Edisi 119 No. XXVIII : Fungsi Pengawasan Internal

20 NO ��9/Agustus-September 2009/Tahun XXVIII

20

langkah yang sudah dilakukan Itama?Semua tercantum dalam kode etik secara khusus, dan secara umum adalah apa yang kita kerjakan sehari-hari, tercantum dalam juknis, juklak, dsb. Dalam kaitan nilai dasar, sebetulnya menyangkut bagaimana kita menjaga tiga nilai itu yang berkaitan dengan pekerjaan kita dalam sebuah tim. Kedua, menjaga tiga nilai itu dengan pihak yang diperiksa atau auditee. Ketiga, dengan pihak stakeholder. Itama menerapkan hal ini dengan mengawasi pelaksanaan kode etik agar tidak terjadi pelanggaran. Misalnya, dalam kode etik jelas dilarang mengadakan pertemuan dengan pihak auditee di luar kantor yang diperiksa atau di luar kantor BPK.

Apakah aturan ini sifatnya ketat?Tidak ada aturan yang tanpa kecuali. Dalam hal lokasi pertemuan, jika di tempat atau daerah tertentu tidak ada lagi tempat yang memungkinkan untuk rapat, dan lain-lain, kita bisa cari tempat lain tapi harus dijelaskan alasannya.

Tugas lain Itama terkait PP 60/2008 adalah melakukan tugas review laporan keuangan BPK. Apakah untuk laporan keuangan 2008 sudah dilakukan sebelum diperiksa oleh KAP?Sebetulnya, landasan BPK melakukan review LK setiap tahun, bukan PP 60/2008. Sebelum PP itu, kita sudah melakukan review. Sudah 3 tahun terakhir kita lakukan review. Sebelum kita serahkan ke KAP, kita review dulu seluruhnya baik kantor pusat maupun kantor perwakilan. Dari hasil review tersebut, ada penyesuaian dan koreksi yang perlu dilakukan. Tahun 2007 ada peningkatan, 2008 semakin ada peningkatan. Karena dalam proses setiap tahun, apa yang ditemukan oleh KAP perlu dipantau tindak lanjutnya oleh Itama. Sehingga pada tahun berikutnya sudah tidak menjadi persoalan lagi.

Terkait review dari Algemene Rekenkamer (ARK), mereka juga lakukan review terhadap Itama. Bagaimana hasilya?Ada hal signifikan yang perlu diperhatikan. Disarankan adanya pemisahan antara quality control (QC) dengan quality assurance (QA). QC berkaitan dengan bagaimana menegakkan integritas, independensi, profesional pegawai, bebas dari pelanggaran displin, kode etik. Sedangkan QA lebih pada kualitas kerja dari pegawai yang kita review. Menurut mereka, jika tidak dipisah,

ini akan menimbulkan beban psikologis. Pihak yang direviu akan merasakan dua hal ketika berhadapan dengan kita. Sekarang, ada cara bertahap yang kita lakukan. Pertama, mencoba tim pereviu terpisah antara review QA dan QC, tapi berangkatnya silakan bersamaan dan pekerjaan di lapangan silakan bersama-sama. Artinya, jangan sampai kedatangan Itama mengganggu aktivitas rutinitas di pihak yang kita periksa.

Bagaimana tingkat ketercapaiannya?Karena QA yang dilakukan ARK baru pada 2009, kita melakukan kajian ini baru akhir semester �. Sekarang dalam proses realisasi. Jadi untuk sekarang, untuk calon pegawai

baru, tidak ada yang masuk ke Itama. Karena berdasar review ARK, pegawai di Itama harus yang sudah pernah melakukan pemeriksaan.

Bagaimana penilaian ARK atas SDM Itama?Dari jumlah, kita merasda masih kurang. Harus diberikan sekitar 50% lagi dari jumlah yang ada. Sekarang ada �24 pegawai. Tapi dari yang ada sekarang ini, tidak bisa semua melakukan pekerjaan sesuai dengan tuntutan Itama yang baru, yang akan menegakkan QA lebih masksimal.

Apakah Itama membutuhkan SDM yang berkualitas?Iya. Harus ada keseimbangan karena ini adalah sistem. Jangan dipisahkan dengan yang lain. Meski Itama kuat tapi pelaksananya tidak, maka review tidak bisa dilakukan. Dalam sistem, memang Itama diharapkan lebih pintar atau menguasai pemeriksaan, karena dia melakukan reviu apa yang dilakukan oleh pelaksana.

Apakah ada rencana jika ada auditor atau pegawai yang memiliki sertifikasi internal auditor akan ditarik ke Itama?Saya sebagai Irtama senang saja. Yang ahli evaluasi seharusnya memang ke Itama. Program Itama banyak dan besar tapi tenaganya masih kurang. Kita sudah susun program 5 tahun. Supaya nanti tahun 20�4 ketika dilakukan review lagi oleh BPK negara lain, semua unsur-unsur SPM sudah bisa kita laksanakan. CK & BI foto: BI

Page 23: 1. Edisi 119 No. XXVIII : Fungsi Pengawasan Internal

2�NO ��9/Agustus-September2009/Tahun XXVIII

2�

PENGAWASAN INTERNAL: MASIHKAH TUMPANG TINDIH?

Pendahuluan

Seiring bergulirnya reformasi politik sepuluh tahun yang lalu, reformasi terjadi juga dalam bidang pengelolaan keuangan negara. Hal ini ditandai

dengan terbitnya berbagai peraturan perundangan di bidang pengelolaan keuangan negara, seperti UU Nomor 17 Tahun. 2003 tentang Keuangan Negara, UU Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, UU Nomor 15 Tahun 2004 Pemeriksaan atas Tanggung Jawab dan Pengelolaan Keuangan Negara, UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, PP Nomor 24 Tahun 2004 tentang Standard Akuntansi Pemerintah, PP Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, PP Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah, UU Nomor 15 Tahun 2006 Tentang Badan Pemeriksa Keuangan, PP Nomor 6 Tahun 2006 Tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah , PP Nomor 8 Tahun 2006 Tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah, dan PP Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah.

Semua peraturan perundangan tersebut di atas bermuara

kepada satu cita-cita atau tujuan yang sama yaitu terciptanya tata kelola keuangan negara yang transparan dan bertanggung jawab.Untuk mewujudkan tujuan tersebut, selain dibutuhkan perencanaan, pelaksanaan dan pertanggungjawaban keuangan negara yang baik, dibutuhkan pula pengawasan, pengendalian, dan pemeriksaan serta tindak lanjut yang memadai dan efektif.

Pengawasan merupakan salah satu fungsi yang harus dijalankan oleh manajemen untuk melakukan penilaian terhadap suatu entitas apakah telah melaksanakan kegiatan sesuai dengan tugas dan fungsinya secara ekonomis, efisien dan efektif serta sesuai dengan rencana, kebijakan yang telah ditetapkan dan ketentuan yang berlaku. Pengawasan tersebut berguna untuk menjamin pelaksanaan kegiatan pemerintahan berjalan sesuai dengan rencana dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam rangka mewujudkan good governance.

Pengawasan terhadap tanggung jawab dan pengelolaan keuangan negara dari segi waktu dapat dilakukan sebelum kegiatan dimulai, pada saat kegiatan berjalan, maupun dilakukan setelah kegiatan selesai. Sedangkan dari segi subyek atau pelaku pengawasan, pengawasan dibedakan menjadi pengawasan legislatif, pengawasan masyarakat, pengawasan melekat dan pengawasan fungsional

Pengawasan Legislatif adalah kegiatan pengawasan yang dilakukan oleh DPR/DPRD terhadap pemerintah pusat/daerah sesuai tugas, wewenang dan haknya. DPRD Kabupaten/Kota memiliki kewenangan untuk melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan Peraturan Daerah, Peraturan Bupati dan kerjasama nasional/ Internasional. Pengawasan tersebut dapat dilakukan dengan cara melakukan dengar pendapat, kunjungan kerja, pembentukan panitia khusus dan pembentukan panitia kerja yang dibentuk sesuai dengan peraturan tata tertib DPRD.

Untuk menjalankan fungsi pengawasan tersebut, DPRD dalam melaksanakan tugasnya berhak meminta pejabat negara, pejabat pemerintah, atau warga masyarakat untuk memberikan keterangan tentang suatu hal yang perlu ditangani demi kepentingan negara, bangsa, pemerintahan, dan pembangunan.

Pengawasan Masyarakat diperlukan dalam mewujudkan peran serta masyarakat guna menciptakan penyelenggaraan pemerintahan yang efektif, efisien, bersih dan bebas dari, korupsi, kolusi serta nepotisme. Masyarakat memiliki hak

Oleh: Wahyu Priyono, SE, MM, Kasie DIY-1, BPK RI Perwakilan Provinsi DIY

TERKINI

Page 24: 1. Edisi 119 No. XXVIII : Fungsi Pengawasan Internal

22 NO ��9/Agustus-September 2009/Tahun XXVIII

22

untuk melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan pemerintahan daerah.

Pelaksanaan pengawasan oleh masyarakat dapat dilakukan oleh masyarakat sebagai perorangan, kelompok maupun organisasi dengan cara pemberian informasi adanya indikasi terjadinya korupsi, kolusi atau nepotisme dan menyampaiakn pendapat serta saran mengenai perbaikan, penyempurnaan baik preventif maupun represif atas masalah yang terjadi.

Pengawasan Melekat adalah kegiatan pengawasan yang dilakukan karena melekat kepada jabatan sebagai seorang manajer atau atasan langsung, dengan cara mencegah dan menanggulangi agar pelaksanaan suatu aktivitas , program, kegiatan dilaksanakan sesuai dengan peraturan/rencana/ program yang ditetapkan.

Pengawasan Fungsional adalah pengawasan yang dilakukan oleh lembaga/badan/unit yang mempunyai tugas dan fungsi melakukan pengawasan melalui pemeriksaan, pengujian, monitoring dan evaluasi. Aparat Pengawasan Internal Pemerintah (APIP) menurut pasal 49 Peraturan Pemerintah Nomor : 60 Tahun 2008 adalah BPKP, Inspektorat Jenderal Departemen, Unit Pengawas Lembaga Pemerintah non Departemen, Inspektorat Propinsi, dan Inspektorat Kabupaten/Kota

Inspektorat Jenderal Departemen dan Unit Pengawasan Lembaga Pemerintah Non Departemen berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor : 79 Tahunh 2005 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah bertugas melakukan pengawasan terhadap : pelaksanaan dekonsentrasi dan tugas pembantuan pinjaman dan hibah luar negeri pelaksanaan pembinaan atas penyelenggaraan

pemerintah daerah sesuai fungsi dan kewenangannya

penyelenggaraan pemerintahan daerah propinsi/kabupaten/kota.

Inspektorat Propinsi bertugas melakukan pengawasan terhadap : pelaksanaan pembinaan atas penyelenggaraan

pemerintahan daerah kabupaten/kota pelaksanaan urusan pemerintahan di daerah

propinsi pelaksanaan urusan pemerintahan di daerah

kabupaten/kotaSedangkan Inspektorat Kabupaten/Kota bertugas

melakukan pengawasan terhadap ; pelaksanaan urusan pemerintahan di daerah

kabupaten/kota pelaksanaan pembinaan atas penyelenggaraan

pemerintah desa pelaksanaan urusan pemerintahan di pemerintahan

desa.

Masihkah Tumpang Tindih?Melihat uraian tugas dari lembaga-lembaga pengawasan

fungsional tersebut di atas, kemungkinan tumpang tindih dalam pelaksanaan pengawasan internal pemerintah daerah masih bisa terjadi. Misalkan saja, pelaksanaan urusan pemerintahan propinsi selain diawasi oleh Inspektorat Propinsi diawasi pula oleh Inspektorat Departemen Dalam Negeri. Sedangkan pelaksanaan urusan pemerintahan kabupaten/kota selain diawasi oleh Inspektorat Kabupaten/Kota diawasi pula oleh Inspektorat Jenderal Departemen Dalam Negeri dan Inspektorat Propinsi.

Dalam praktek, tumpang tindih pengawasan internal di pemerintahan daerah masih kerap dijumpai. BPK Perwakilan masih sering menerima LAPIP baik dari Ispektorat Jenderal Departemen Dalam Negeri, Inpektorat Propinsi maupun Inspektorat Kabupaten/Kota atas obyek dan tahun pemeriksaan yang sama. Hal ini menunjukkan bahwa untuk satu obyek pemeriksaan yang sama dalam satu tahun anggaran telah diperiksa secara berulang oleh 2 atau 3 lembaga pengawasan internal yang berbeda. Belum lagi kalo BPKP ikut masuk memeriksa atas obyek yang bersangkutan.

Keluhan dari Pemerintah Daerah atau SKPD mengenai tumpang tindih pemeriksaan oleh aparat pengawasan internal juga sering disampaikan kepada BPK. “ Bagaimana ini Pak, masa dalam satu tahun kami diperiksa oleh tiga aparat pengawasan yang berbeda. Baru mau ambil nafas, sudah datang lagi pemeriksa yang lain, kapan bisa kerja?”.

Bagaimana seharusnya?Ternyata reformasi di bidang keuangan negara yang

telah dilakaukan selama ini belum mampu menghilangkan tumpah tindih pemeriksaan oleh aparat pengawasan internal pemerintah. Tumpang tindih pelaksanaan pengawasan internal tentunya berdampak kurang baik terhadap pelaksanaan pengelolaan dan penatausahaan keuangan daerah. Pemerintah Daerah banyak tersita waktunya untuk melayani aparat pengawasan internal yang melakukan pengawasan di daerahnya.

Untuk mengatasi permasalahan tersebut perlu dilakukan langkah kongkrit dengan membatasi tugas dan wewenang masing-masing lembaga pengawasan internal pemerintah hanya pada urusan pemerintahan di wilayahnya masing-masing. Inspektorat Jenderal Departemen hanya mengawasi keuangan dan kegiatan Departemen, Inspektorat Propinsi hanya mengawasi keuangan dan kegiatan Pemerintah Propinsi, dan Inspektorat Kabupaten/Kota hanya mengawasi keuangan dan kegiatan Pemerintah Kabupaten/Kota. Sedangkan BPKP melakukan pengawasan hanya sesuai dengan tugas atau permintaan dari Presiden.

Dengan demikian tidak akan terjadi lagi tumpang tindih dalam pelaksanaan pengawasan internal oleh aparat pengawasan fungsional pemerintah. Semoga!

Page 25: 1. Edisi 119 No. XXVIII : Fungsi Pengawasan Internal

2�NO ��9/Agustus-September2009/Tahun XXVIII

2�

Wajah Baru Itama Sebuah Wacana

Oleh: Telviani Savitri

Ketika saya mendapat SK penempatan di Inspektorat Utama (Itama), inilah beberapa reaksi yang ditunjukkan rekan-rekan kerja saya:

“Salah apa lu sampai ditempat-in di Itama?” “Waduh! Itama bo! Harus hati-hati nih sekarang kalau

ngomong sama lu.” “Jangan dekat-dekat ah......” “Itama ya sekarang? Hmm......”Mendapatkan reaksi sedemikian rupa membuat saya jadi

bertanya-tanya dalam hati, “Apakah memang Itama itu tempat penampungan pegawai yang melakukan kesalahan? Apakah Itama itu unit kerja yang ditakuti? Atau berusaha dihindari karena kerjanya hanya mencari-cari kesalahan orang lain?”

Mengacu pada pepatah lama tak kenal maka tak sayang, sebagai pendatang baru di lingkungan Itama, akhirnya saya berupaya mencari tahu tentang apa sebenarnya Itama itu dan coba saya tuangkan dalam bentuk tulisan ini. Dimulai dari dasar peraturan atau kebijakan tertulis mengenai Itama, kondisi Itama berdasarkan hasil peer review Algemene Rekenkamer (ARK) atau BPK Belanda, dan apa yang sebaiknya menurut

saya dilakukan Itama. Tulisan ini bukanlah produk formal Itama yang telah melalui proses diskusi dan pembahasan alot di lingkungan internal Itama, namun hanya merupakan pendapat pribadi dan wacana baru yang dapat penulis tawarkan. Well, minimal agar tidak timbul lagi pertanyaan atau pernyataan seperti di atas jika saya berkata bahwa unit kerja saya adalah Itama.

Yang TertulisBerdasarkan Keputusan BPK RI No. 39/K/I-

VIII.3/7/2007 tanggal 13 Juli 2007 tentang Organisasi dan Tata Kerja pasal 106 dan 107, Itama adalah salah satu unsur pelaksana tugas penunjang BPK, yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada BPK melalui Wakil Ketua BPK. Itama dipimpin oleh seorang Inspektur Utama dan mempunyai tugas melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan tugas dan fungsi seluruh unsur Pelaksana BPK. Singkatnya, Itama adalah satuan pengawas internal BPK.

Itama, masih berdasarkan SK di atas, menjalankan fungsi:

1. perumusan dan pengevaluasian rencana aksi Itama dengan mengidentifikasi indikator kinerja utama berdasarkan rencana implementasi rencana strategis BPK;

2. perumusan rencana kegiatan Itama berdasarkan rencana aksi serta tugas dan fungsi Itama;

3. perumusan kebijakan pengawasan di lingkungan pelaksana BPK;

4. pelaksanaan pengawasan di lingkungan pelaksana BPK;

5. pemberian pertimbangan aspek-aspek pengendalian intern dalam rangka penyempurnaan sistem dan prosedur kerja;

6. pelaksanaan reviu atas konsep Laporan Keuangan BPK;

7. pelaksanaan reviu atas sistem pengendalian mutu pemeriksaan;

8. penyelenggaraan administrasi Majelis Kehormatan Kode Etik BPK;

9. pelaksanaan kegiatan lain yang ditugaskan oleh BPK; dan

10. pelaporan hasil kegiatan secara berkala kepada BPK.

Jika dahulu Inspektorat Utama Pengawasan Intern

TERKINI

Page 26: 1. Edisi 119 No. XXVIII : Fungsi Pengawasan Internal

2� NO ��9/Agustus-September 2009/Tahun XXVIII

2�

dan Khusus (Irwas) terbagi atas Inspektorat Wasgiatrik (menangani pengawasan kegiatan pemeriksaan) , Inspektorat Wasus (menangani pemberkasan dan pengawasan disiplin pegawai), Inspektorat Wasjangkung (menangani pengawasan kegiatan kesekretariatan), dan Inspektorat Wasruneg (menangani kerugian negara) dengan masing-masing tugas khususnya, maka kini keseluruhan fungsi Itama, seperti yang tertulis pada paragraf sebelumnya, dijalankan secara simultan oleh seluruh inspektorat di lingkungan Itama. Yang membedakannya adalah lingkup wilayah masing-masing inspektorat.

Struktur organisasi Itama saat ini terdiri dari 3 (tiga) inspektorat yaitu:

1. Inspektorat I yang bertugas melakukan pengawasan di lingkungan Sekretariat Jenderal, Staf Ahli, Direktorat Utama Perencanaan, Evaluasi, Pengembangan, Pendidikan dan Pelatihan Pemeriksaan Keuangan Negara, Direktorat Utama Pembinaan dan Pengembangan Hukum Pemeriksaan Keuangan Negara, Itama, Auditorat Utama Keuangan Negara (Auditama) I, Auditama II, dan Perwakilan BPK di wilayah Sumatera.

2. Inspektorat II yang bertugas melakukan pengawasan di lingkungan Auditama III, Auditama IV, serta Perwakilan BPK di wilayah Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara

3. Inspektorat III yang bertugas melakukan pengawasan di lingkungan Auditama V, Auditama VI, Auditama VII, serta Perwakilan BPK di wilayah Kalimantan, Sulawesi, Maluku, dan Papua.

Selain yang tertera dalam SK No. 39 di atas, ternyata terdapat beberapa peraturan atau pedoman lainnya yang terkait dengan Itama, misalnya UU No. 15 Tahun 2006 tentang BPK Pasal 31 ayat (3) butir c yang menyatakan BPK dan/atau pemeriksa berkewajiban melaksanakan sistem pengendalian mutu. Peraturan BPK No. 1 Tahun 2007 tentang SPKN PSP 01 Standar Umum ke empat yang menyatakan setiap organisasi pemeriksa yang melaksanakan pemeriksaan berdasarkan Standar Pemeriksaan harus memiliki sistem pengendalian mutu yang memadai, dan

sistem pengendalian mutu tersebut harus direviu oleh pihak lain yang kompeten (pengendalian mutu ekstern). Tampaknya standar umum ini di-ejawantah-kan dengan diterbitkannya Keputusan BPK No 03/K/I-XIII.2/03/2009 tentang Petunjuk Pelaksanaan Sistem Pemerolehan Keyakinan Mutu (SPKM). Juklak tersebut membahas tentang SPM (Sistem Pengendalian Mutu) dan SPKM. SPM atau quality control system adalah suatu sistem yang dibuat untuk menjamin mutu pemeriksaan keuangan negara, sementara SPKM atau quality assurance system adalah suatu sistem yang dibuat untuk memperoleh keyakinan yang memadai bahwa SPM tersebut telah mengatur seluruh unsur pengendalian mutu yang diperlukan dan telah dilaksanakan secara konsisten. Dengan kata lain, SPKM itu dibuat untuk menilai SPM.

Lebih lanjut, peran Itama dipertegas dalam project charter yang ditandatangani pada Mei 2009. Project charter SS 5 Direktorat PSMK berbicara tentang kesepakatan antar pimpinan satker-satker terkait dalam proses peningkatan kualitas pemeriksaan melalui pelaksanaan reviu terhadap proses pemeriksaan yang memberikan nilai manfaat terhadap stakeholder. Dalam piagam kesepakatan ini telah diatur mengenai isi paket pemeriksaan yang harus diserahkan kepada Itama yaitu program pemeriksaan, surat tugas, dan LHP. Selain itu diharapkan pula bahwa AKN/Perwakilan meng-entry informasi pemeriksaan ke dalam aplikasi Sistem Manajemen Pemeriksaan (Simak) dan Direktorat EPP menyiapkan dan menyampaikan hasil evaluasi atas LHP kepada Itama selambat-lambatnya 10 hari sebelum penyampaian IHPS kepada lembaga/perwakilan. Dimaksudkan dokumen-dokumen tersebut dapat dijadikan bahan bagi Itama untuk melakukan reviu kinerja pemeriksaan secara efisien dan efektif.

Yang TerlihatHasil peer review pada Juni 2009 lalu mengungkapkan

beberapa hal yang terkait dengan quality assurance dan Itama. Dengan disusunnya SPM dan SPKM berarti BPK telah memenuhi persyaratan awal untuk quality assurance. Namun demikian, perlu dibuat deskripsi yang jelas mengenai visi, tugas, aktor-aktor yang terlibat, dan hubungan antara instrumen-instrumen SPM yang diperlukan untuk

ITAMAITAMA

Page 27: 1. Edisi 119 No. XXVIII : Fungsi Pengawasan Internal

2�NO ��9/Agustus-September2009/Tahun XXVIII

2�

penjaminan mutu. Saat ini Itama memiliki dua tugas sebagai aparat pengawasan internal dan juga sebagai penjamin mutu. Kombinasi kedua tugas di atas tidak memberikan aura positif terhadap fungsi pemerolehan keyakinan mutu, sehingga BPK perlu memisahkan tugas pengawasan dari penjaminan mutu. BPK perlu mendefinisikan ulang peran Itama dalam hubungannya dengan Direktorat EPP, tim reviu internal, dan tim hot review dalam unit pemeriksaan. Kualitas SDM Itama pun tak luput dari perhatian tim peer review. Menurut mereka, adalah penting untuk menempatkan auditor-auditor yang sangat berpengalaman di Itama, dengan wewenang tertentu, dan keahlian mentransfer ilmu pengetahuan yang dimilikinya karena akan sangat absurd jadinya bila pihak yang menilai kualitas pekerjaan yang dilakukan auditor adalah orang-orang yang kompetensinya lebih rendah atau tidak sebanding. Dalam hal menindaklanjuti Juklak SPKM, Itama telah berupaya menyusun suatu inisiatif strategis yang merupakan rencana bertahap dalam melaksanakan reviu terhadap sembilan pilar SPM, yang akan dilaksanakan pada 2010 - 2014. Tim peer review memberikan respon positif terhadap rencana bertahap Itama tersebut dan merekomendasikan BPK untuk menyesuaikan strategi tersebut sehingga pengujian kualitatif terhadap pemeriksaan dan produk-produk BPK dapat dilaksanakan lebih awal. Selangkah demi selangkah Itama harus mengembangkan strategi yang dapat memberikan nilai tambah kepada BPK.

Yang TerangankanBertolak pada rekomendasi peer review di atas, saya

mencoba membayangkan bagaimana sebaiknya Itama melaksanakan kegiatannya sehingga dapat memberikan nilai tambah bagi BPK. Angan-angan ini hanya terbatas pada apa yang kira-kira dapat dilakukan Itama secara riil dalam waktu dekat untuk menindaklanjuti hasil reviu tersebut. Dimulai dengan penyusunan deskripsi yang jelas mengenai visi, tugas, aktor-aktor yang terlibat, dan hubungan antara instrumen-instrumen SPM, peran ini lebih banyak dimainkan oleh Direktorat Litbang yang bertugas menyusun ketersediaan perangkat lunak (juklak, juknis, dan pedoman lainnya). Untuk ini, Itama dapat turut berpartisipasi sesuai dengan salah satu tugas dan fungsinya yaitu dengan memberikan pertimbangan aspek-aspek pengendalian intern apabila konsep juknis terkait hal tersebut di atas telah dibuat.

Kombinasi kedua tugas Itama sebagai aparat pengawasan internal dan penjamin mutu dapat dipisahkan dengan cara merubah pola kerja Itama dalam melaksanakan tugas reviu kinerja pemeriksaan dan pemeriksaan kegiatan kesekretariatan. Pola kerja Itama yang lebih menitikberatkan kegiatan reviu kinerja pemeriksaan dan pemeriksaan kesekretariatan sepanjang tahun membuat jadwal pemeriksaan menjadi padat dan lama. Hal ini berdampak pada terbengkalainya tugas-tugas rutin Itama dalam melakukan pembahasan LHP dan laporan kegiatan kesekretariatan yang diterima, padahal kegiatan ini penting untuk menentukan jumlah sample dan obyek reviu/pemeriksaan di lapangan. Ada rencana Itama mengirimkan dua tim terpisah dalam jangka waktu yang

sama. Satu tim melakukan reviu dan satu tim melakukan kegiatan pemeriksaan.

Menurut saya, hal ini tetap tidak membawa atmosphere yang baik untuk fungsi quality assurance. Jika pola ini tetap dijalankan, maka sebaiknya dikirim dua tim terpisah dengan jangka waktu yang berbeda dan lebih singkat (2 - 3 minggu), atau tetap dengan jangka waktu 30 hari namun jumlah sample diperbanyak. Alternatif lain adalah dengan merubah pola reviu, meniru model reviu ARK, dengan mengundang tim pemeriksa ke pusat dan mempresentasikan hasil pemeriksaannya. Dengan demikian maka tugas inspeksi dengan quality assurance otomatis terpisahkan.

Untuk efisiensi biaya tim pemeriksa dari perwakilan, maka dapat diupayakan pengambilan sample obyek reviu yang melibatkan pejabat tim yang sama (misalnya si A adalah Ketua Tim pemeriksaan LK dan Kinerja RSUD Pemda Y, maka kita dapat memilih kedua obrik tersebut sebagai sample reviu). Yang perlu ditekankan di sini adalah, alternatif-alternatif kegiatan di atas dapat berjalan jika pembahasan LHP secara rutin telah dilaksanakan dan project charter SS 5 juga telah berjalan.

Mengenai perlunya BPK mendefinisikan ulang peran Itama dalam hubungannya dengan Direktorat EPP, tim reviu internal dan tim hot review dalam unit pemeriksaan, alternatif awal yang muncul di benak saya adalah merevisi SK No. 39 yang menegaskan fungsi evaluasi yang dilakukan Direktorat EPP dan reviu yang dilakukan Itama. Namun hal ini tentunya membutuhkan proses yang cukup lama, sehingga terpikirkan bagaimana membuat nota kesepakatan antara Direktorat EPP dan Itama. Dalam nota kesepakatan dapat dibicarakan lingkup evaluasi LHP yang dilakukan Direktorat EPP dan lingkup reviu yang dilaksanakan Itama. Untuk hubungan antara Itama dengan tim hot review rasanya sudah cukup jelas tercantum dalam SPKN dan PMP. Yang mungkin perlu dibicarakan lebih mendalam adalah hubungan antara peran Itama dengan peran tim reviu internal pada pemeriksaan LK yang dituangkan dalam bentuk tertulis. Bentuknya juga dapat dituangkan dalam nota kesepakatan.

Mengenai kualitas SDM Itama, meniru istilah orang-orang asing, saya hanya bisa berkomentar, “I could not agree more”. Itama telah melakukan analisa kebutuhan SDM di lingkungan Itama sendiri dan diharapkan hasil analisa tersebut dapat dipergunakan oleh Biro SDM dalam mengatur dan mereposisi pegawai-pegawai yang akan ditempatkan di Itama.

Menutup tulisan ini, sekali lagi saya tegaskan, bahwa tulisan ini lebih mengarah kepada pendapat pribadi, sehingga komentar, kritikan, atau tanggapan terhadap tulisan ini akan sangat berharga. Ide dan pemikiran yang dapat memperbaiki dan meningkatkan kinerja Itama sangat diharapkan karena keberhasilan Itama merupakan keberhasilan BPK pula.

Page 28: 1. Edisi 119 No. XXVIII : Fungsi Pengawasan Internal

2� NO ��9/Agustus-September 2009/Tahun XXVIII

2�

Penulis ingat pada waktu masih menjadi CPNS sering sekali diberitahu oleh para senior-senior:

“Jangan lupa memakai name tag, nanti dicatat Irwas.”

“Di ruangan jangan lupa memakai sepatu sebab kalau sewaktu-waktu Irwas datang bisa kena catat.”

“Harus ikut senam pagi setiap Jumat, nanti kena sidak Irwas.”

Bahkan pernah penulis dicatat oleh Irwas karena memakai celana panjang di kantor.

Bagi orang yang masih baru mengenal BPK sempat terpikir oleh penulis siapa sih Irwas itu koq kesannya menakutkan sekali. Sewaktu sudah lebih mengenal BPK penulis sudah mengetahui bahwa Irwas menghuni lantai 7 gedung Utama jadi sedapat mungkin menghindari mampir ke lantai tersebut.

Pernah dalam suatu penyusunan laporan mingguan pejabat eselon IV melakukan koreksi sambil mengatakan,”Hati-hati dalam mencantumkan angka di laporan mingguan, nanti saya kena marah Irwas kalau salah.”

Bahkan setelah menjadi bagian dari Itama (masih sering disebut sebagai Irwas), ketika penulis mampir ke auditorat

atau ketika bertemu dengan teman-teman lama sering terlontar ucapan,”Awas ada Irwas, kita harus memakai name tag dan sepatu.”

Walaupun ucapan tersebut hanyalah gurauan tetapi cukup menyentuh hati penulis karena selama ini Irwas identik dengan pelanggaran disiplin dan sanksi.

Sebenarnya apa sih Itama dan apa tugasnya?

Pada tahun 2007 terjadi perubahan organisasi BPK

seiring dengan ditetapkannya SK BPK RI No 39 /K/I-VIII.3/6/2007 tentang Organisasi dan Tata Kerja Pelaksana Badan Pemeriksa Keuangan republik Indonesia. Seiring dengan perubahan organisasi tersebut Inspektorat Pengawasan (Irwas) berubah nama menjadi Inspektorat Utama (Itama). Struktur di Itama juga berubah yang dulunya terbagi atas jenis pengawasan yaitu:

− Inspektorat Pengawasan Kegiatan Pemeriksaan (Wasgiatrik)

− Inspektorat Pengawasan Penunjang dan Pendukung (Wasjangkung)

− Inspektorat Pengawasan Kerugian Negara (Was KN)

− Inspektorat Pengawasan Khusus (Wasus)Sekarang struktur Itama terdiri atas 3 (tiga) Inspektorat

yang pembagiannya berdasarkan wilayah. Jadi setiap Inspektorat menjalankan setiap fungsi Itama untuk wilayah yang ada dalam kewenangannya.

Tugas Itama adalah melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan tugas dan fungsi seluruh unsur Pelaksana BPK. Untuk melaksanakan tugas tersebut Itama menyelenggarakan

Apa sih tugas Itama?Oleh: Prima Liza (Inspektorat I)

Page 29: 1. Edisi 119 No. XXVIII : Fungsi Pengawasan Internal

2�NO ��9/Agustus-September2009/Tahun XXVIII

2�

fungsi antara lain: melaksanakan pengawasan di lingkungan Pelaksana BPK, memberikan pertimbangan aspek-aspek pengendalian intern dalam rangka penyempurnaan sistem dan prosedur kerja, melaksanakan reviu atas konsep Laporan Keuangan BPK, melaksanakan reviu atas sistem pengendalian mutu pemeriksaan, dan melaksanakan tindak lanjut atas laporan pengaduan penyimpangan, penyalahgunaan wewenang, dan pelanggaran disiplin yang dilakukan oleh pegawai. Fungsi tersebut di atas hanyalah fungsi Itama terkait dengan unit lain tidak temasuk fungsi-fungsi intern di dalam Itama sendiri.

Fungsi Itama dalam melaksanakan pengawasan di lingkungan Pelaksana BPK adalah fungsi Itama sebagai satuan pengawasan intern. Itama harus melihat apakah satuan kerja lain telah melaksanakan tugas dan fungsinya sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Misalnya dalam hal pengelolaan Sumber Daya Manusia (SDM) yang merupakan kewenangan Biro SDM, Itama hanya melihat apakah SDM telah melaksanakan tugas dan fungsinya. Terhadap kehadiran pegawai, bukan kewenangan Itama untuk melihat siapa pegawai yang tidak masuk namun Itama akan melihat apakah dilakukan pemantauan terhadap kehadiran pegawai dan bagaimana tindak lanjut dari pemantauan tersebut. Apakah atasan langsungnya telah melakukan upaya pembinaan terhadap pegawai yang sering tidak masuk dan hal tersebut telah dikomunikasikan dengan Biro SDM. Selain itu Biro SDM dapat meminta bantuan Itama dalam hal penegakkan disiplin pegawai.

Fungsi Itama dalam memberikan pertimbangan aspek-aspek pengendalian intern dalam rangka penyempurnaan sistem dan prosedur kerja adalah dalam bentuk memberikan usulan-usulan terhadap konsep petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis sebelum ditetapkan. Selain itu Itama harus dapat melihat apakah sistem dan prosedur kerja yang ada telah memadai dan melakukan usulan perbaikan apabila diperlukan.

Fungsi Itama dalam melaksanakan reviu atas konsep Laporan Keuangan BPK terkait dengan pelaksanaan Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan mengatur bahwa pemerintah menyusun sistem akuntansi pemerintahan yang mengacu pada Standar Akuntansi Pemerintahan. Untuk itu, aparat pengawasan intern perlu melakukan reviu terhadap laporan keuangan kementerian negara/lembaga terkait untuk memberikan keyakinan bahwa laporan keuangan tersebut telah disusun sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintah. Untuk itu Itama akan turun ke satuan kerja lain untuk melihat dokumen sumber yang dijadikan bahan pencatatan Namun seringkali niat baik Itama disalahartikan oleh satuan kerja lain sehingga dianggap hanya mencari-cari kesalahan. Dari pengalamannya dalam melakukan reviu seorang teman menceritakan bahwa dia pernah seperti disidang oleh para pejabat struktural pada perwakilan X ketika dia mengajukan usulan koreksi. Padahal usulan koreksi dimaksudkan untuk mengurangi risiko salah saji pada laporan keuangan dan pada saat diperiksa oleh Kantor Akuntan Publik tidak ditemukan

masalah signifikan yang dapat mempengaruhi opini. Dalam melaksanakan reviu atas sistem pengendalian

mutu pemeriksaan, Itama berusaha untuk melihat hal-hal yang perlu dilakukan untuk meningkatkan Laporan Hasil Pemeriksaan BPK RI. Ukuran mutu pemeriksaan adalah kesesuaian dengan peraturan perundang-undangan, standar pemeriksaan, kode etik dan pedoman pemeriksaan yang berlaku. Apabila terdapat suatu pedoman yang tidak dilaksanakan oleh pemeriksa, Itama akan melihat permasalahnnya apakah karena pemeriksa yang memang tidak mematuhi pedoman, tidak adanya sosialisasi sehingga pemeriksa tidak mengatahui pedoman tersebut atau memang pedoman tersebut tidak dapat diterapkan di lapangan sehinga perlu dilakukan perbaikan pedoman.

Fungsi lain adalah melaksanakan tindak lanjut atas laporan pengaduan penyimpangan, penyalahgunaan wewenang, dan pelanggaran disiplin yang dilakukan oleh pegawai. Itama melakukan penelaahan terhadap informasi yang diperoleh dan mengumpulkan bukti-bukti terkait dnegan pengaduan tersebut. Berdasarkan bukti-bukti yang diperoleh Itama mengajukan usulan saran tindaknya namun eksekusi penjatuhan hukuman bukan merupakan kewenangan Itama.

Satu lagi fungsi yang sering dijalankan oleh Itama walaupun tidak tertera di dalam SK BPK RI No 39 /K/I-VIII.3/6/2007 tentang Organisasi dan Tata Kerja Pelaksana Badan Pemeriksa Keuangan republik Indonesia adalah memberikan pertimbangan mengenai usulan pemberian penghargaan terhadap pegawai yang berprestasi. Pertimbangan tersebut terkait dengan kelayakan pegawai yang diusulkan untuk menerima penghargaan dan apakah ada catatan yang memberatkan sehingga seseorang tidak layak untuk menerima penghargaan. Untuk itu Itama akan melakukan penelitian untuk melihat apakah pegawai tersebut bermasalah selama ini atau tidak. Pada saat melakukan reviu atas pengendalian mutu pemeriksaan selain melihat kinerja tim pemeriksa, Itama juga dapat melakukan reviu atas kinerja individual pemeriksa sebagai bahan pertimbangan pemberian penghargaan.

Dari uraian di atas mengenai fungsi Itama penulis tidak menemukan fungsi yang berhubungan dengan pemakaian name tag dan sepatu. Memang terdapat ketentuan-ketentuan yang harus dipatuhi oleh para pegawai termasuk mengenai cara berpakaian. Itama lebih melihat apakah ada pihak yang bertugas mengawasi pelaksanaan ketentuan dan apakah tugas tersebut sudah dilaksanakan.

Semoga Itama di masa yang akan datang benar-benar berfungsi sebagai unit pengendalian intern yang dapat memberikan sumbangan untuk pengembangan BPK. Demikianlan sedikit uraian mengenai tugas Itama yang diharapkan dapat memberikan gambaran yang baru mengenai Itama yang ramah dan bersahabat tetapi juga tegas.

Page 30: 1. Edisi 119 No. XXVIII : Fungsi Pengawasan Internal

2� NO ��9/Agustus-September 2009/Tahun XXVIII

2�

PP Nomor 60 Tahun tentang Sistem Pengendalian internal Pasal 47 menyebutkan bahwa pimpinan instansi/lembaga pemerintah bertanggung jawab

atas efektivitas penyelenggaraan sistem pengendalian internal di lingkungan masing-masing. Atas dasar itu di masing-masing lembaga mempunyai satuan kerja yang bertugas untuk mengawasi dan menjamin pelaksanaan operasional instansi agar sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Di tingkat pusat lembaga tersebut lazim disebut Inspektorat dan ditingkat daerah disebut Badan Pengawas (Bawas).

Pengawas dan Pemeriksa

Fungsi pengawas internal adalah membantu pimpinan instansi/lembaga dalam penyelenggaraan pemerintahan dibidang :

1. Pengawasan pelaksanaan kegiatan yang dilaksanakan baik yang sudah selesai maupun on going;

2. Evaluasi dan pelaporan pelaksanaan tugas, fungsi evaluasi tersebut termasuk dalam pengujian secara berkala laporan yang dihasilkan oleh masing-masing perangkat daerah;

3. Pembinaan dan perbaikan pelaksanaan kegiatan-kegiatan reguler yang dilaksanakan;

4. Membantu tercapainya good corporate governance. Hasil evaluasi dari satuan pengawas diharapkan dapat

dijadikan sebagai acuan perumusan kebijakan, baik yang berorientasi ke depan (future policy) maupun yang sedang berjalan (on going policy). Dengan mengingat pentingnya tugas dan fungsi pengawas internal tersebut maka keterlibatannya dalam memantau, menilai dan mereview pelaksanaan kegiatan, baik keuangan, operasional dan fisik dari awal sampai akhir merupakan hal yang mutlak dan seharusnya dilaksanakan.

Peran seharusnya tersebut, yang selama ini kurang dijalankan oleh satuan pengawas internal. Orientasi pada hasil dan bukan pada proses membuat peran pengawas membuat berubah menjadi pemeriksa, dari monitoring menjadi memeriksa.

INTOSAI, organisasi BPK-BPK sedunia, menyebutkan bahwa fungsi pengawasan internal dilakukan di dalam seluruh rangkaian operasional, mulai perencanaan, pelaksanaan dan monitoring (on going basis), dan bukan proses dalam satu kejadian tertentu. Fungsi pengawasan diharapkan dapat berperan sebagai quality assurance.

Sebagai quality assurance, tugas pengawas adalah menjamin suatu proses kegiatan berjalan dengan baik, sesuai aturan dari perencanaan sampai dengan pertanggungjawaban kegiatan, memastikan sistem pengendalian internal telah dijalankan dan menilai laporan/output yang dihasilkan apakah sesuai dengan standar yang ditetapkan.

Hasil kerja pengawas internal diharapkan menjadi pintu masuk pemeriksa dalam melihat efektivitas pengendalian internal entitas. Selanjutnya, adalah tugas dari pemeriksa untuk menguji/menilai apakah keseluruhan proses kegiatan telah berjalan dengan baik. Banyaknya temuan audit baik terkait dengan sistematika pelaporan, sistem pengendalian internal dan kepatuhan menunjukkan bahwa pengawas internal tidak melakukan tugasnya sebagai quality insurance dengan benar.

BPKP dan KPK Isu terbaru yang muncul adalah akan diperiksanya

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) oleh Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Banyak pihak merasa bahwa yang seharusnya berhak untuk memeriksa

MEMPERKUAT PENGAWAS INTERNAL

SEBAGAI QUALITY ASSURANCE

Oleh: Anas Fauzi

Page 31: 1. Edisi 119 No. XXVIII : Fungsi Pengawasan Internal

29NO ��9/Agustus-September2009/Tahun XXVIII

29

adalah Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sebagai satu-satunya auditor eksternal pemerintah menurut UUD 1945, dan bukannya BPKP. Keberatan tersebut, merupakan pembenaran dari peran yang selama ini dijalankan oleh BPKP adalah sebagai pemeriksa dan bukan pengawas.

Dari sisi kedudukan, KPK merupakan lembaga setingkat Presiden, mempunyai kedudukan yang sejajar. Adalah hal aneh bila BPKP yang dibawah presiden memeriksa KPK karena hal tesebut bertentangan dengan pasal 47 PP Nomor 60 seperti yang telah disebutkan di depan.

Penguatan Pengawas Internal Tumpang tindih kegiatan yang dilaksanakan oleh

BPKP, Irjen serta Bawas merupakan permasalahan klasik di negeri ini. Bahwa instansi harus dilakukan pengawasan adalah benar, dan hal tersebut telah di lakukan oleh inspektorat ditingkat pusat dan Bawas di tingkat daerah. Sedangkan BPKP sesuai dengan tujuan pembentukannya Keputusan Presiden (Keppres) Nomor : 103 Tahun 2001 adalah untuk melakukan pengawasan keuangan dan pembangunan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang salah satu tugasnya memantau, memberi bimbingan dan pembinaan terhadap kegiatan pengawasan keuangan dan pembangunan. Pada kenyataannya pelaksanaan fungsi pengawasan tersebut dilakukan dengan cara menjalankan fungsi pemeriksa.

Banyaknya lembaga pengawas yang memposisikan diri sebagai pemeriksa, telah membuat fokus monitoring perbaikan sistem pengendalian internal di masing-masing instansi tidak berjalan dengan baik. Indikasi yang nyata adalah sedikitnya laporan keuangan pemerintah daerah dan instansi yang diberikan opini wajar tanpa pengecualian. Berdasarkan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan BPK Semester I tahun 2007 yang disampaikan ke DPR-RI, Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) dengan opini Wajar Tanpa Pengecualian 3 LKPD, Wajar Dengan Pengecualian 282 LKPD, Disclaimer 58 LKPD dan Tidak wajar 19 LKPD. Bahkan Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) selama tiga tahun berturut-turut mendapat opini disclaimer.

Problem lain adalah kebosanan dari instansi/lembaga untuk diperiksa, banyaknya kegiatan pemeriksaan sedikit banyak membuat aktivitas pelayanan dan operasional menjadi terganggu. Banyak waktu yang tersita untuk menjawab dan menjelaskan berbagai permasalahan yang terjadi. Fungsi pengawas menjadi pemeriksa membuat pemahaman terhadap masalah yang terjadi menjadi kurang, parsial sehingga tidak menyeluruh. Pengawasan dilakukan tujuannya bukan evaluasi untuk perbaikan proses yang sedang berlangsung tapi lebih kepada evaluasi untuk mencari kesalahan atas kegiatan.

Mengacu pada PP Nomor 60 Tahun 2008, Pemerintah harus segara meredifinisi tugas dan fungsi dari masing-masing pengawas internal, tujuannya adalah orientasi fokus kegiatan yang dilaksanakan. Selain itu, penguatan pengawas internal adalah urgensitas yang harus segera dilakukan. Idealnya pengawas memiliki kompetensi

di berbagai bidang seperti keuangan, teknik, hukum dan bidang-bidang lain. Hal tersebut untuk menjamin pengawasan berjalan dengan efektif, bermutu, solutif dan aplikatif. Lembaga pengawas internal bukan merupakan penampungan orang-orang bermasalah, buangan dan tidak kompeten. Dengan penguatan pengawas internal, diharapkan fingsi quality assurance dapat dijalankan dengan baik, efektif dan efisien sehingga asimetry informasi antara pemeriksa dan entitas dhi instansi/lembaga yang diaudit dapat dikurangi.

KesimpulanPenguatan fungsi pengawasan internal harus segera

dilakukan pemerintah dengan cara :1. Mempertegas kembali bagaimana fungsi pengawasan

harus dilakukan serta oleh masing-masing instansi pengawas;

2. Meningkatkan kemampuan sumber daya manusia dari fungsi pengawasan tersebut;

3. Meningkatkan koordinasi pengawasan antar masing-masing lembaga pengawas internal;

4. Meningkatkan koordinasi antara lembaga pengawas internal dan eksternal

Referensi Guidelines for Internal Control Standars for Public Sector INTOSAI. Internal Control Weaknesses and Information Uncertainty by M.D. Beneish, M. Billings, L. Hodder, Kelley School of Business, Indiana University. Manual Lokakarya Pengawasan Internal bagi staf Badan Pengawas Daerah oleh USAID. PP Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah. UU No. 15 Tahun 2004 Tentang Badan Pemeriksa Keuangan.

www.bpk.go.idwww.detik.comwww.google.com

Page 32: 1. Edisi 119 No. XXVIII : Fungsi Pengawasan Internal

�0 NO ��9/Agustus-September 2009/Tahun XXVIII

�0

PROSES PEMERIKSAAN PEGAWAI YANG DIDUGA MELAKUKAN PELANGGARAN DISIPLIN

Oleh: Herry Riyadi, SH*

PendahuluanSeorang pegawai (PNS) harus tunduk pada aturan/

norma yang berlaku termasuk peraturan disiplin PNS diatur dengan Peraturan Pemerintah No. 30 Tahun 1980 tentang Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil. Seorang PNS telah dikenalkan dengan peraturan ini sejak ia diangkat menjadi PNS sebagai rambu-rambu untuk bersikap disiplin dalam melaksanakan tugas dilingkungan kerjanya.

Sebagai ketentuan pelaksanaan dari PP No. 30 Tahun 1980, Kepala BAKN (sekarang BKN) mengeluarkan Surat Edaran No. 23/SE/1980 Tahun 1980 yang masih efektif berlaku dan sebagai norma dalam penegakan disiplin PNS.

Untuk lebih memberikan landasan dalam proses penegakan disiplin PNS pada pelaksana BPK RI, Sekretaris Jenderal BPK RI menerbitkan SK Sekretaris Jenderal No. 21/K/X-XIII.2/1/2009 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemeriksaan dan Penjatuhan Hukuman Disiplin Pegawai Negeri Sipil pada Pelaksana BPK yang ditetapkan pada tanggal 30 Januari 2009.

Ketentuan PP No. 30 Tahun 1980 memberikan difinisi terhadap Pelanggaran disiplin oleh PNS yaitu berupa : setiap ucapan, tulisan, atau perbuatan pegawai yang melanggar ketentuan peraturan disiplin pegawai. Selain itu

pelanggaran Disiplin PNS yang diatur pada

ketentuan PP No. 30 Tahun 1980 tidak hanya pelanggaran disiplin yang dilakukan pada jam kerja namun meliputi juga diluar jam kerja.

Kewajiban dan Larangan Peraturan Pemerintah No. 30 Tahun 1980 tentang

peraturan disiplin PNS mengatur kewajiban, larangan, dan sanksi apabila kewajiban tidak ditaati atau larangan dilanggar oleh PNS sebagaimana diatur dalam pada Pasal 2 dan 3 PP No. 30 Tahun 1980 mengatur secara rinci tentang kewajiban yang harus dilaksanakan dan larangan yang harus ditaati oleh setiap PNS.

Pada prinsipnya, kewajiban dan larangan yang diatur dalam pasal 2 dan pasal 3 PP No. 30 tahun 1980 ini berkaitan dengan tugas PNS yang memiliki fungsi pelayanan kepada masyarakat .

Informasi Dugaan PelanggaranKeputusan Sekretaris Jenderal BPK RI No. 21/K/X-

XIII.2/1/2009 mengatur mengenai sumber informasi dugaan pelanggaran disiplin yang dilakukan oleh pelaksana BPK. Keputusan Sekjen BPK tersebut mengklasifikasikan empat sumber informasi atas dugaan pelanggaran disiplin yang dilakukan oleh pelaksana BPK baik yang berasal dari internal maupun eksternal BPK. Informasi tersebut dapat berasal dari :

1. Informasi yang diperoleh dari pengaduan internal BPK

2. Informasi yang diperoleh dari pengaduan eksternal BPK

3. Informasi yang diperoleh dari pengawasan Inspektorat Utama4. Informasi putusan Majelis Kehormatan Kode

EtikProses Pemeriksaan Dugaan Pelanggaran DisiplinAtas dasar informasi yang diperoleh, Inspektorat

Utama menindaklanjuti dengan melakukan penatausahaan dan telaahan serta pemberian pendapat. Jika berdasarkan hasil telaahan tidak ditemukan adanya dugaan pelanggaran, maka tidak dilanjutkan dengan

proses pemeriksaan atau pemeriksaannya dihentikan. Sebaliknya bilamana informasi dugaan tersebut benar, maka ditindaklanjuti dengan melakukan pemeriksaan terhadap pegawai yang diduga melakukan pelanggaran disiplin.

Pemeriksaan atas dugaan pelanggaran disiplin pegawai merupakan suatu proses untuk menilai kebenaran pelanggaran disiplin yang dilakukan oleh pegawai pada

Page 33: 1. Edisi 119 No. XXVIII : Fungsi Pengawasan Internal

��NO ��9/Agustus-September2009/Tahun XXVIII

��

pelaksana BPK. Proses pemeriksaan terhadap pegawai yang diduga melakukan pelanggaran disiplin wajib dilakukan oleh pejabat yang berwenang secara teliti dan objektif, hal ini sebagaimana diatur pada Keputusan Sekretaris Jenderal BPK RI No. 21/K/X-XIII.2/1/2009 jo PP No. 30 Tahun 1980. Pemeriksaan terhadap PNS yang diduga melakukan pelanggaran disiplin dapat dilakukan secara lisan maupun tertulis tergantung jenis hukuman yang akan dijatuhkan.

Pada prinsipnya proses pemeriksaan yang dilakukan terhadap dugaan pelanggaran disiplin oleh Pelaksana BPK meliputi 3 (tiga) tahapan, yaitu perencanaan pemeriksaan, pelaksanaan pemeriksaan, dan pelaporan.1. Perencanaan Pemeriksaan

Sebagaimana proses pemeriksaan di suatu entitas yang perlu dilakukan penyusunan program pemeriksaan, demikian juga dengan pemeriksaan atas dugaan pelanggaran disiplin oleh pegawai pelaksana BPK juga dilakukan penyusunan program pemeriksaan. Penyusunan program pemeriksaan tersebut memuat dasar hukum, tujuan pemeriksaan, sasaran dan ruang lingkup pemeriksaan, alasan pemeriksaan, identifikasi masalah, langkah-langkah pemeriksaan, susunan tim pemeriksa, jangka waktu pemeriksaan, serta kerangka laporan.

2. Pelaksanaan PemeriksaanSetelah tim pemeriksa ditetapkan oleh Inspektorat

Utama, selanjutnya dilakukan pemanggilan kepada pegawai yang akan diperiksa. Apabila pegawai yang akan diperiksa tidak memenuhui panggilan pertama, dibuat panggilan kedua dan jika panggilan kedua juga tidak dipenuhi, kemudian dibuat panggilan ketiga. Bila panggilan ketiga yang bersangkutan tidak memenuhi panggilan, maka Tim Pemeriksa membuat Berita Acara Pemeriksaan (BAP) dan tidak menghalangi penjatuhan hukuman disiplin. Dalam melakukan pemeriksaan, Tim pemeriksa berwenang meminta keterangan terhadap pihak lain yang terkait menjadi saksi.

Proses pemeriksaan terhadap pegawai berlanjut bila pegawai yang diduga melakukan pelanggaran disiplin datang memenuhi panggilan Tim Pemeriksa pada waktu yang ditentukan. Tim melakukan Pemeriksaan di ruang tertutup yang dapat dihadiri oleh pejabat BPK yang berwenang. Maksud dari Pemeriksaan dilakukan di ruang tertutup karena PNS yang bersangkutan belum tentu bersalah.

Dalam melakukan pemeriksaan, untuk menjamin obyektivitas pemeriksaan maka tim pemeriksa harus memperhatikan hal-hal berikut:

1. PNS yang diperiksa tidak semata-mata sebagai obyek, yaitu bahwa antara pemeriksa dan yang diperiksa mempunyai kedudukan yang sejajar;

2. Pemeriksa tidak melakukan tekanan atau paksaan terhadap yang diperiksa untuk mengakui pelanggaran yang dituduhkan kepadanya;

3. Tidak merendahkan martabat atau harga diri dengan cara membentak, mengancam, melotot, meninggalkan sendiran dalam ruang atau dengan

cara lain yang tidak manusiawi; 4. Memberikan kebebasan kepada yang diperiksa

untuk mengemukakan pendapat atau pernyataan lainnya;

5. Tidak memberikan nasihat atau saran kepada yang diperiksa (yang dapat menjerumuskannya);

6. Pemeriksaan harus dapat mencerminkan adanya suatu kepastian hukum tentang orang, pelanggaran, waktu, tempat, mengapa dan bagaimana;

Apabila dalam proses pemeriksaan, Tim Pemeriksa tidak mendapatkan cukup bukti, maka Tim mengusulkan kepada Inspektur Utama secara berjenjang untuk menghentikan pemeriksaan yang disertai dengan menerbitkan surat perintah penghentian pemeriksaan dan disampaikan kepada pegawai yang bersangkutan.

Dalam hal pembuktian, berbeda dengan proses pembuktian sebagaimana diatur dalam KUHAP, meskipun asas-asas yang digunakan tetap sama karena memiliki tujuan untuk memperoleh keadilan berdasarkan fakta yang sebenarnya, namun yang diutamakan adalah fungsi pembinaannya. Dalam pemeriksaan saksi, adalah keterangan yang saksi melihat, mendengar dan mengalami peristiwanya sendiri.

3. PelaporanSetelah Tim selesai melakukan pemeriksaan terhadap

pegawai yang diduga melakukan pelanggaran disiplin, Tim Pemeriksa harus membuat Laporan Pelaksanaan Kegiatan pemeriksaan sebagai pertanggungjawaban Tim kepada Pejabat yang menugaskan. Laporan Hasil Pemeriksaan disusun berdasarkan bukti-bukti yang diperoleh dari hasil pemeriksaan terhadap terperiksa dan saksi terkait disertai usulan penjatuhan hukuman disiplin kepada Inspektur Utama. Inspektur Utama menyetujui dan menyampaikan Laporan pemeriksaan tersebut kepada Sekretaris Jenderal selaku pejabat yang berwenang menjatuhkan hukuman pelanggaran disiplin pegawai.

Penjatuhan Hukuman DisiplinDengan mengingat bahwa tujuan hukuman disiplin

adalah untuk pembinaan terhadap PNS yang melakukan pelanggaran disiplin karena itu sebelum menjatuhkan hukuman disiplin pejabat yang berwenang harus mempelajari dengan cermat laporan hasil pemeriksaan dan memperhatikan dengan seksama PNS yang melakukan pelanggaran disiplin yang bertujuan untuk mengetahui apakah PNS yang bersangkutan benar atau tidak melakukan pelanggaran disiplin.

Pejabat yang berwenang melakukan Penjatuhan hukuman disiplin terhadap pegawai adalah Sekretaris Jenderal, sedangkan sebagai sarana untuk memperoleh masukan, pendapat, dan pertimbangan sebagai dasar untuk menjatuhkan hukuman disiplin, Sekretaris Jenderal menyelenggarakan Sidang ANKUM.

Keputusan hukuman disiplin disampaikan oleh pejabat dari Biro SDM atau Pejabat dari Inspektorat Utama kepada Pegawai Negeri Sipil yang dijatuhi hukuman disiplin.

Page 34: 1. Edisi 119 No. XXVIII : Fungsi Pengawasan Internal

�2 NO ��9/Agustus-September 2009/Tahun XXVIII

�2

Berdasarkan ketentuan Pasal 6 PP No. 30 Tahun 1980 tentang Peraturan Disiplin PNS terdapat beberapa tingkat dan jenis hukuman disiplin terhadap PNS yang melakukan pelanggaran disiplin, yang dapat dilihat pada tabel berikut :

Hukuman Disiplin Ringan Hukuman Disiplin Sedang Hukuman Disiplin Berat

a. Teguran Lisan; b. Teguran Tertulis; danc. Pernyataan Tidak Puas secara

tertulis.

a. Penundaan Kenaikan Gaji Berkala;

b. Penurunan Gaji; danc. Penundaan Kenaikan Pangkat.

a. Penurunan Pangkat Pada Pangkat Yang Setingkat Lebih Rendah;

b. Pembebasan Dari Jabatan; c. Pemberhentian Dengan

Hormat Tidak Atas Permintaan Sendiri Sebagai pegawai; dan

d. Pemberhentian Tidak Dengan Hormat Sebagai Pegawai.

Dengan ketentuan bahwa Pejabat yang menyerahkan Keputusan Penjatuhan Hukuman Disiplin harus memiliki pangkat atau jabatan sekurang-kurangnya sama dengan PNS yang dijatuhi hukuman disiplin.

Perbedaan Proses Pemeriksaan atas Dugaan Pelanggaran Disiplin dan Kode Etik BPK RI

Selain PP No. 30 Tahun 1980 yang mengatur mengenai disiplin PNS, BPK juga memiliki ketentuan tentang Kode Etik yang diatur dengan Peraturan BPK RI No. 2 Tahun 2007 yang juga mengatur mengenai kewajiban, larangan dan sanksi bagi Anggota maupun Pemeriksa BPK. Dengan demikian bagi pemeriksa BPK terdapat 2 (dua) ketentuan yang mengatur terkait disiplin sebagai PNS dan pemeriksa. Kode Etik merupakan norma-norma yang harus dipatuhi oleh setiap Anggota BPK dan Pemeriksa dalam menjalankan tugasnya.

Terdapat perbedaan proses pemeriksaan pelanggaran antara PP No. 30 Tahun 1980 dan Peraturan BPK RI No. 2 Tahun 2007. Dalam hal terjadi dugaan pelanggaran kode etik, Pengaduan dapat diajukan oleh pihak-pihak yang berkepentingan atau pihak yang merasa dirugikan, dalam hal ini dapat dari internal maupun eksternal BPK yang disampaikan secara tertulis disertai alat bukti dan identitas pengadu yang jelas. Pengaduan tersebut hanya sebatas pada dugaan pelanggaran atas kode etik. Pembatasan tersebut yang membedakan sidang Majelis Kehormatan dengan sidang yang lain. Pembatasan kewenangan ini merupakan kompetensi absolut dari Majelis Kehormatan, dimana hanya Majelis Kehormatan saja yang berwenang untuk memeriksa dan memutus dugaan pelanggaran atas kode etik BPK.

Pihak yang berwenang memeriksa pelanggaran kode etik adalah Majelis Kehormatan Kode Etik, yang dibantu oleh Panitera yang secara exofficio dijabat oleh Inspektur Utama. Kemudian, Pemeriksaan dilakukan oleh Majelis Kehormatan dihadiri oleh sekurang-kurangnya tiga orang Anggota Majelis Kehormatan serta pemeriksaannya bersifat tertutup baik terhadap pelapor maupun terlapor yang kemudian dibuat berita acara pemeriksaan yang ditandatangani oleh Anggota Majelis Kehormatan yang hadir.

Putusan Majelis dilakukan secara musyawarah mufakat, namun apabila tidak tercapai mufakat, maka diambil berdasarkan suara terbanyak. Hal ini berbeda dengan

dugaan pelanggaran disiplin PNS, dimana penjatuhan hukuman dilakukan oleh Sekretaris Jenderal BPK selaku Pejabat Pembina Kepegawaian melalui ANKUM.

Hasil putusan yang diambil dari sidang Majelis Kehormatan dapat berupa:

a. menolak pengaduan.b. menyatakan bahwa pihak yang diadukan tidak

terbukti melanggar kode etik.c. menyatakan bahwa pihak yang diadukan terbukti

melanggar kode etik.Dalam hal putusan tersebut berupa pernyataan terbukti

atau tidak terbukti melanggar Kode Etik, maka disertai dengan rekomendasi, dapat berupa:

a. sanksi.b. rehabilitasi.c. upaya-upaya yang perlu dilakukan dalam mencegah

terjadinya pelanggaran Kode Etik.Rekomendasi sanksi yang dapat berupa :Bila yang diadukan Anggota

BPKBila yang diadukan Pemeriksa

BPK

a. peringatan tertulis; ataub. pengajuan usul pemberhentian

dari Keanggotaan BPK.

a. peringatan tertulis; ataub. larangan melakukan

pemeriksaan keuangan negara untuk jangka waktu tertentu; atau

c. pemberhentian dari jabatan fungsional pemeriksa keuangan negara.

Putusan dan rekomendasi Majelis Kehormatan tersebut kemudian disampaikan kepada BPK untuk mendapat persetujuan dan melakukan tindak lanjut, kemudian dicatat di buku register oleh panitera serta menyampaikan salinan putusan Mejelis Kehormatan tersebut kepada para pihak.

Petunjuk Pelaksanaan Pemeriksaan dan Penjatuhan Hukuman Disiplin Pegawai Negeri Sipil pada Pelaksana BPK ini perlu penyempurnaan berkelanjutan, Oleh karena itu diperlukan masukkan/saran terhadap ketentuan ini.

____________________________* Herry Riyadi adalah Kepala Bidang IIA pada Inspektorat II, Inspektorat

Utama BPK RIReferensi 1. Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 8 Tahun �974 tentang

Page 35: 1. Edisi 119 No. XXVIII : Fungsi Pengawasan Internal

��NO ��9/Agustus-September2009/Tahun XXVIII

��

Kewajiban (pasal 2 PP No. 30 Tahun 1980) Larangan (pasal 3 PP No. 30 Tahun 1980) a. Setia dan taat sepenuhnya kepada Pancasila, Undang-

Undang Dasar 1945, Negara, dan Pemerintah; b. Mengutamakan kepentingan Negara di atas

kepentingan golongan atau diri sendiri, serta menghindarkan segala sesuatu yang dapat mendesak kepentingan Negara oleh kepentingan golongan, diri sendiri, atau pihak lain;

c. Menjunjung tinggi kehormatan dan martabat Negara, Pemerintah, dan Pegawai Negeri Sipil;

d. Mengangkat dan mentaati sumpah/janji Pegawai Negeri Sipil dan sumpah/janji jabatan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku;

e. Menyimpan rahasia Negara dan atau rahasia jabatan dengan sebaik-baiknya;

f. Memperhatikan dan melaksanakan segala ketentuan Pemerintah baik yang langsung menyangkut tugas kedinasannya maupun yang berlaku secara umum;

g. Melaksanakan tugas kedinasan dengan sebaik-baiknya dan dengan penuh pengabdian, kesadaran dan tanggung jawab;

h. Bekerja dengan jujur, tertib, cermat, dan bersemangat untuk kepentingan Negara;

i. Memelihara dan meningkatkan keutuhan, kekompakan, persatuan, dan kesatuan Korps Pegawai Negeri Sipil;

j. Segera melaporkan kepada atasannya, apabila mengetahui ada hal yang dapat membahayakan atau merugikan Negara/Pemerintah, terutama di bidang keamanan, keuangan, dan materiil;

k. Mentaati ketentuan jam kerja; l. Menciptakan dan memelihara suasana kerja yang

baik; m. Menggunakan dan memelihara barang-barang milik

Negara dengan sebaik-baiknya; n. Memberikan pelayanan dengan sebaik-baiknya

kepada masyarakat menurut bidang tugasnya masing-masing;

o. Bertindak dan bersikap tegas, tetapi adil dan bijaksana terhadap bawahannya;

p. Membimbing bawahannya dalam melaksanakan tugasnya;

q. Menjadi dan memberikan contoh serta teladan yang baik terhadap bawahannya;

r. Mendorong bawahannya untuk meningkatkan prestasi kerjanya;

s. Memberikan kesempatan kepada bawahannya untuk mengembangkan kariernya;

t. Mentaati ketentuan peraturan perundang-undangan tentang perpajakan;

u. Berpakaian rapi dan sopan serta bersikap dan bertingkah laku sopan santun terhadap masyarakat, sesama Pegawai Negeri Sipil, dan terhadap atasan;

v. Hormat menghormati antara sesama warganegara yang memeluk Agama/kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, yang berlainan;

w. Menjadi teladan sebagai warganegara yang baik dalam masyarakat;

x. Mentaati segala peraturan perundang-undangan dan peraturan kedinasan yang berlaku;

y. Mentaati perintah kedinasan dari atasan yang berwenang;

z. Memperhatikan dan menyelesaikan dengan sebaik-baiknya setiap laporan yang diterima mengenai pelanggaran disiplin.

a. Melakukan hal-hal yang dapat menurunkan kehormatan atau martabat Negara, Pemerintah, atau Pegawai Negeri Sipil;

b. Menyalahgunakan wewenangnya; c. Tanpa izin Pemerintah menjadi Pegawai atau bekerja

untuk negara asing; d. Menyalahgunakan barang-barang, uang atau surat-

surat berharga milik negara; e. Memiliki, menjual, membeli, menggadaikan,

menyewakan, atau meminjamkan barang-barang, dokumen, atau surat-surat berharga milik Negara secara tidak sah;

f. Melakukan kegiatan bersama dengan atasan, teman sejawat, bawahan, atau orang lain di dalam maupun di luar lingkungan kerjanya dengan tujuan untuk keuntungan pribadi, golongan, atau pihak lain, yang secara langsung atau tidak langsung merugikan Negara;

g. Melakukan tindakan yang bersifat negatif dengan maksud membalas dendam terhadap bawahannya atau orang lain di dalam maupun di luar lingkungan kerjanya;

h. Menerima hadiah atau sesuatu pemberian berupa apa saja dari siapapun juga yang diketahui atau patut dapat diduga bahwa pemberian itu bersangkutan atau mungkin bersangkutan dengan jabatan atau pekerjaan Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan;

i. Memasuki tempat-tempat yang dapat mencemarkan kehormatan atau martabat Pegawai Negeri Sipil, kecuali untuk kepentingan jabatan;

j. Bertindak sewenang-wenang terhadap bawahannya; k. Melakukan sesuatu tindakan atau sengaja tidak

melakukan suatu tindakan yang dapat berakibat menghalangi atau mempersulit salah satu pihak yang dilayaninya sehingga mengakibatkan kerugian bagi pihak yang dilayani;

l. Menghalangi berjalannya tugas kedinasan; m. Membocorkan dan atau memanfaatkan rahasia Negara

yang diketahui karena kedudukan jabatan untuk kepentingan pribadi, golongan atau pihak lain;

n. Bertindak selaku perantara bagi sesuatu pengusaha atau golongan untuk mendapatkan pekerjaan atau pesanan dari kantor/instansi Pemerintah;

o. Memiliki saham/modal dalam perusahaan yang kegiatan usahanya berada dalam ruang lingkup kekuasaannya;

p. Memiliki saham suatu perusahaan yang kegiatan usahanya tidak berada dalam ruang lingkup kekuasaannya yang jumlah dan sifat pemilikan itu sedemikian rupa sehingga melalui pemilik saham tersebut dapat langsung atau tidak langsung menentukan penyelenggaraan atau jalannya perusahaan;

q. Melakukan kegiatan usaha dagang baik secara resmi, maupun sambilan, menjadi direksi, pimpinan atau komisaris perusahaan swasta bagi yang berpangkat Pembina golongan ruang IV/a ke atas atau yang memangku jabatan eselon I;

r. Melakukan pungutan tidak sah dalam bentuk apapun juga dalam melaksanakan tugasnya untuk kepentingan pribadi, golongan atau pihak lain.

Pokok-pokok Kepegawaian sebagaimana telah diubah dengan UU No. 43 Tahun �999.

2. Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun �980 tentang Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil.

3. Peraturan BPK RI No. 2 Tahun 2007 tentang Kode Etik BPK RI.4. Surat Edaran Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 23/SE/�980

tentang Peraturan isiplin Pegawai Negeri Sipil.

5. Surat Keputusan Sekretaris Jenderal BPK RI No. 2�/K/X-XIII.2/�/2009 tentang petunjuk pelaksanaan pemeriksaan dan penjatuhan hukuman disiplin pegawai negeri sipil pada pelaksana BPK

6. Sri Hartini, dkk. 2008, Hukum Kepegawaian di Indonesia. Sinar Grafika, Jakarta.

Kewajiban dan larangan bagi PNS yang diatur pada PP No. 30 Tahun 1980 dapat dilihat pada tabel berikut :

Page 36: 1. Edisi 119 No. XXVIII : Fungsi Pengawasan Internal

�� NO ��9/Agustus-September 2009/Tahun XXVIII

��

0

Ketua BPK memerikan ucapan selamat kepada Ms. Saskia J. Stuiveling, Ketua ARK Belanda atas penganugerahan tanda kehormatan Bintang Jasa Utama pada 20 Agustus 2009.

Penyampaian hasil Peer Review ARK Belanda dan Hasil pemeriksaan KAP Wisnu B. Soewito kepada DPR RI oleh Ketua BPK RI pada 20 Agustus 2009.

Ketua BPK RI Anwar Nasution menyerahkan suvenir kepada salah satu delegasi INTOSAI FAIMLAC pada �� Juli 2009.

Acara Public Lecture “International Money Laundering And Corruption” pada �� Juli 2009.

POTRET BPK

Anggota II BPK RI Agung Rai, memberikan sambutan pada cara Public Lecture di Auditorium Gedung Umar Wirahadikusuma pada �� Juli 2009.

Welcome Dinner yang diselenggarakan oleh Ketua BPK Anwar Nasution dengan para delegasi INTOSAI FAIMLAC �� Juli 2009.

Page 37: 1. Edisi 119 No. XXVIII : Fungsi Pengawasan Internal

��NO ��9/Agustus-September2009/Tahun XXVIII

��

0

Kunjungan Menteri Pertahanan Juwono Sudarsono pada acara Seminar Nasional didampingi oleh Sekjen BPK dan Dephan pada 22 Juli 2009.

Foto bersama Sekjen BPK dan Kaditama Revbangdiklat dengan para pembicara pada Seminar Nasional 22 Juli 2009.

Pelantikan Pejabat Eselon I oleh Ketua BPK Anwar Nasution pada tanggal 2� Juli 2009.

Ketua BPK RI didampingi para ketua BPK negara peserta BPK Advisoery Board On Tsunami - Related Audit Meeting memberikan keterangan pers pada �� Agustus 2009.

Ketua BPK Anwar Nasution memberikan tanda penghargaan kepada Plt. Kepala Biro Humas dan Luar Negeri, Dwita Pradana, pada upacara Bendera �� Agustus 2009.

Pelantikan Pejabat Eselon II, III, dan IV oleh Sekjen BPK Dharma Bhakti pada �2 agustus 2009.

Page 38: 1. Edisi 119 No. XXVIII : Fungsi Pengawasan Internal

�� NO ��9/Agustus-September 2009/Tahun XXVIII

��

Calon Anggota BPK Harus Tidak Sedang Menjadi Anggota dan/atau Pengurus Partai Politik: Suatu Kajian Ius Constituendum

OPINI

Oleh:Sandi Indra Prasetya, S.H., LL.M Kasi Analisis Hukum Keuangan Negara pada Ditama BinbangkumTulisan ini merupakan pendapat pribadi.

A. Latar BelakangSehubungan dengan akan berakhirnya masa jabatan tujuh

orang Anggota (termasuk Ketua yang merangkap Anggota) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) pada 19 Oktober 2009, maka sesuai dengan amanat ketentuan UU No.15/2006 tentang BPK (UU BPK), Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) melakukan proses rekrutmen atas jabatan Anggota BPK untuk periode 2009 – 2014. Sesuai dengan ketentuan Pasal 14 ayat (1) UU BPK, Anggota BPK dipilih oleh DPR dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Saat ini, proses rekrutmen telah sampai pada tahap dikeluarkannya pertimbangan DPD. Tercatat 14 orang yang mendapat pertimbangan DPD untuk disampaikan kepada DPR untuk mengikuti tahap berikutnya di DPR.1 Dari 14 orang tersebut, tujuh orang mendapat kualifikasi ”sangat direkomendasikan” (highly recommended) dan sisanya mendapat kualifikasi ”direkomendasikan” (recommended) dari DPD.2

UU BPK menentukan syarat-syarat seorang calon Anggota BPK. UU BPK juga menentukan larangan bagi Anggota BPK. Salah satu larangan bagi Anggota BPK sebagaimana diatur di dalam Pasal 28 huruf e. UU BPK adalah menjadi anggota partai politik (parpol). Walaupun Pasal 28 huruf e.UU BPK melarang Anggota BPK untuk menjadi anggota parpol, namun di dalam Pasal 13 UU BPK yang mengatur mengenai syarat-syarat seorang calon Anggota BPK, tidak ada larangan bagi seorang anggota

� hukumonline.com, “DPD Rekomendasikan �4 Nama Calon Anggota BPK”, 4 Juli 2009, dilihat dari http://hukumonline.com/detail.asp?id=22504&cl=Aktual 2 beritasore.com, “DPD Rekomendasikan �4 Nama Calon Anggota BPK”, 4 Juli 2009, dilihat dari http://beritasore.com/2009/07/04/dpd-rekomendasikan-�4-nama-calon-anggota-bpk/

parpol untuk mencalonkan diri menjadi Anggota BPK. Hal tersebut dapat ditafsirkan bahwa seorang anggota parpol dapat mencalonkan diri untuk menjadi Anggota BPK, namun apabila yang bersangkutan terpilih menjadi Anggota BPK, maka dia harus melepaskan keanggotaannya atau mengundurkan diri sebagai anggota parpol tersebut.

B. PermasalahanSebagaimana diuraikan di atas, tidak ada larangan bagi

seorang anggota parpol untuk mencalonkan diri menjadi Anggota BPK. Meskipun demikian, untuk menjaga kebebasan (independensi) BPK sebagai lembaga negara yang bertugas memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara, perlu dipertimbangkan supaya seseorang yang mencalonkan diri menjadi Anggota BPK, disyaratkan tidak sedang menjadi anggota atau pengurus parpol. Tulisan ini akan mendiskusikan wacana bahwa UU BPK di masa mendatang (ius constituendum) akan menerapkan suatu ketentuan bahwa seseorang anggota atau pengurus parpol dilarang mencalonkan diri menjadi Anggota BPK.

C. PembahasanPasal 13 UU BPK menentukan bahwa untuk dapat

dipilih sebagai Anggota BPK, calon harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :

a. warga negara Indonesia;b. beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha

Esa;c. berdomisili di Indonesia;d. memiliki integritas moral dan kejujuran;e. setia terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia

yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

f. berpendidikan paling rendah S 1 atau yang setara;g. tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan

putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan hukuman lima tahun atau lebih;

h. sehat jasmani dan rohani;i. paling rendah berusia 35 tahun;j. paling singkat telah dua tahun meninggalkan

jabatan sebagai pejabat di lingkungan pengelola keuangan negara; dan

Page 39: 1. Edisi 119 No. XXVIII : Fungsi Pengawasan Internal

��NO ��9/Agustus-September2009/Tahun XXVIII

��

k. tidak sedang dinyatakan pailit berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.

Sebagaimana terlihat, tidak satupun dari ketentuan Pasal 13 UU BPK yang melarang seorang anggota parpol untuk mencalonkan diri menjadi Anggota BPK. Klausul di dalam UU BPK yang terkait dengan keanggotaan parpol dapat ditemukan pada Pasal 28. Pasal 28 UU BPK menyatakan bahwa Anggota BPK dilarang :

a. memperlambat atau tidak melaporkan basil pemeriksaan yang mengandung unsur pidana kepada instansi yang berwenang;

b. mempergunakan keterangan, bahan, data, informasi, atau dokumen lainnya yang diperolehnya pada waktu melaksanakan tugas yang melampaui batas kewenangannya kecuali untuk kepentingan penyidikan yang terkait dengan dugaan adanya tindak pidana;

c. secara langsung maupun tidak langsung menjadi pemilik seluruh, sebagian, atau penjamin badan usaha yang melakukan usaha dengan tujuan untuk mendapatkan laba atau keuntungan atas beban keuangan negara;

d. merangkap jabatan dalam lingkungan lembaga negara yang lain, dan badan-badan lain yang mengelola keuangan negara, swasta nasional/asing; dan/atau

e. menjadi anggota partai politik.

Dari ketentuan di dalam Pasal 13 dan Pasal 28 UU BPK, dapat ditafsirkan bahwa seorang anggota parpol dapat mencalonkan diri untuk menjadi Anggota BPK. Kemudian, apabila yang bersangkutan terpilih menjadi Anggota BPK, maka dia harus melepaskan keanggotaannya atau mengundurkan diri sebagai anggotai parpol tersebut.

Menarik untuk disimak adalah ketika UU BPK ini masih berupa Rancangan UU BPK (RUU BPK). Di dalam RUU BPK, syarat untuk menjadi calon Anggota BPK adalah:

1. Beriman dan takwa keapda Tuhan Yang Maha Esa; 2. Warga Negara Indonesia;3. Setia terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia

yang berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945;

4. Memiliki integritas moral dan kejujuan;5. Tidak sedang dinyatakan pailit berdasarkan putusan

pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap;

6. Tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan hukuman paling singkat lima tahun;

7. Sekurang-kurangnya berusia 35 tahun;8. Berpendidikan S1 bidang ekonomi, akuntasi dan

hukum;9. Sekurang-kurangnya telah dua tahun meninggalkan

jabatan sebagai pejabat di lingkungan keuangan negara;

10. Tidak sedang menjadi Anggota dan/atau pengurus partai politik;

11. Segat jasmani dan rohani; dan12. Berdomisili di Indonesia.3

Jika dibandingkan syarat-syarat calon Anggota BPK antara UU BPK dengan RUU BPK, maka syarat yang dikehendaki di dalam RUU BPK lebih berat dibandingkan UU BPK, khususnya dalam hal keanggotaan dari parpol. RUU BPK melarang sesorang yang sedang menjadi anggota parpol untuk mencalonkan diri menjadi Anggota BPK. Sebaliknya, UU BPK tidak melarang seseorang yang sedang menjadi anggota parpol untuk mencalonkan diri menjadi Anggota BPK.

Apakah syarat ”tidak sedang menjadi anggota dan/atau pengurus parpol” sedemikian pentingnya bagi seseorang yang ingin mencalonkan diri menjadi Anggota BPK sehingga perlu dipertimbangkan supaya UU BPK di masa mendatang (ius constituendum) akan menerapkan suatu ketentuan bahwa seseorang anggota parpol dilarang mencalonkan diri menjadi Anggota BPK? Padahal, baik RUU BPK maupun UU BPK juga melarang seorang Anggota BPK menjadi anggota parpol. Apakah hal tersebut tidak cukup untuk menjaga independensi BPK dari intervensi parpol? Apakah ketentuan dalam Pasal 6 UU No.15/2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara yang menyatakan bahwa penentuan objek pemeriksaan, perencanaan dan pelaksanaan pemeriksaan, penentuan waktu dan metode pemeriksaan, serta penyusunan dan penyajian laporan pemeriksaan dilakukan secara bebas dan mandiri oleh BPK, tidak cukup untuk menjamin bahwa BPK bebas dari campur tangan pihak manapun termasuk parpol?

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik (UU Parpol) mendefinikan Parpol sebagai :

”Organisasi yang bersifat nasional dan dibentuk oleh sekelompok warga negara Indonesia secara sukarela atas dasar kesamaan kehendak dan cita-cita untuk memperjuangkan dan membela kepentingan politik anggota, masyarakat, bangsa dan negara, serta memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.”4

UU Parpol juga menentukan tujuan umum parpol

3 Catatan Rapat Panitia Khusus RUU tentang Badan Pemeriksa Keuangan tanggal 7 Desember 2005.

4 Pasal � angka � UU Parpol

Page 40: 1. Edisi 119 No. XXVIII : Fungsi Pengawasan Internal

�� NO ��9/Agustus-September 2009/Tahun XXVIII

��

sebagaimana dinyatakan di dalam Pasal 10 ayat (1) UU Parpol, yaitu:

a. Mewujudkan cita-cita nasional bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

b. menjaga dan memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia;

c. mengembangkan kehidupan demokrasi berdasarkan Pancasila dengan menjunjung tinggi kedaulatan rakyat dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia; dan

d. mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia.

Jika dilihat dari tujuan umum parpol tersebut, tidak berbeda dengan tujuan dibentuknya BPK. UUD 1945 Pasal 23E ayat (1) menyatakan bahwa untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab tentang keuangan negara diadakan satu Badan Pemeriksa Keuangan yang bebas dan mandiri. Negara Indonesia memerlukan suatu lembaga negara untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara, oleh karena itu lembaga tersebut harus diadakan, yang namanya adalah BPK. Sebagai lembaga negara yang dibentuk berdasarkan konstitusi negara yaitu UUD 1945, tujuan pembentukan BPK adalah untuk mewujudkan tujuan negara Republik Indonesia sebagaimana tercantum di dalam Pembukaan UUD, yaitu :

1. melindungi segenap Bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia

2. memajukan kesejahteraan umum, 3. mencerdaskan kehidupan bangsa, dan 4. ikut melaksanakan ketertiban dunia yang

berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial

Meskipun demikian, jika ditinjau dari hak dan kewajiban parpol yang berkaitan dengan APBN/APBD, maka akan terlihat mengapa di dalam ius constituendum berupa UU BPK yang mengatur mengenai persyaratan calon Anggota BPK perlu ditentukan bahwa calon Anggota BPK harus tidak berasal dari Parpol, yaitu:

- Pasal 12 huruf k. UU Parpol menyatakan bahwa Partai Politik berhak memperoleh bantuan keuangan dari APBN/APBD sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

- Pasal 13 huruf i. UU Parpol menentukan bahwa Partai Politik berkewajiban menyampaikan laporan pertanggungjawaban penerimaan dan pengeluaran keuangan yang bersumber dari dana bantuan APBN/APBD secara berkala satu tahun sekali kepada Pemerintah setelah diperiksa oleh BPK.

Dari ketentuan pasal 13 huruf i. UU Parpol tersebut, adanya Anggota BPK yang berasal dari parpol, dapat menimbulkan benturan kepentingan (conflict of interest) antara kepentingan parpol tersebut untuk mendapatkan

haknya berupa bantuan keuangan dari APBN/APBD dengan kepentingan BPK untuk melaksanakan tugas pemeriksaan secara bebas, termasuk diantaranya kebebasan dalam penyajian laporan pemeriksaan. Kepentingan parpol untuk mendapatkan haknya berupa bantuan keuangan dari APBN/APBD tersebut memerlukan dukungan dari BPK berupa opini bahwa laporan pertanggungjawaban penerimaan dan pengeluaran keuangan yang bersumber dari dana bantuan APBN/APBD telah memenuhi prinsip akuntabilitas dan transparansi.

Oleh karena itu, parpol akan berupaya semaksimal mungkin supaya opini BPK dapat mendukung laporan keuangan parpol tersebut. Upaya parpol tersebut dapat berupa upaya yang ”baik” yaitu parpol melakukan perbaikan laporan keuangan parpol tersebut sesuai dengan rekomendasi BPK. Meskipun demikian, perlu dipertimbangkan pula kemungkinan parpol dapat melakukan upaya yang ”tidak baik” dengan memanfaatkan ketentuan dalam UU BPK. Upaya ”tidak baik” tersebut adalah parpol tersebut mendukung anggota atau pengurusnya untuk mencalonkan diri menjadi Anggota BPK dengan harapan nantinya dapat terpilih sebagai Anggota BPK. Setelah terpilih, eks anggota atau pengurus parpol yang telah menjadi Anggota BPK tersebut dapat melakukan ”intervensi” terhadap BPK dengan cara mempengaruhi kebebasan BPK dalam penyajian laporan pemeriksaan atas pertanggungjawaban penerimaan dan pengeluaran keuangan parpol yang bersumber dari dana bantuan APBN/APBD.

Bisa saja ada parpol yang tidak menggunakan haknya untuk mendapat bantuan keuangan dari APBN/APBD. Dengan demikian, parpol tersebut tidak perlu ”berurusan” dengan BPK. Meskipun demikian, untuk mengetahui apakah ada parpol yang tidak menggunakan haknya untuk mendapat bantuan keuangan dari APBN/APBD, perlu penelitian lebih lanjut.

D. Kesimpulan Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan sebagai

berikut:1. Berdasarkan hukum yang berlaku saat ini atau

hukum positif (ius constitutum), tidak ada larangan bagi anggota Parpol untuk mencalonkan diri menjadi Anggota BPK, yaitu dalam Pasal 13 UU BPK;

2. Meskipun demikian, berdasarkan ius constitutum pula, terdapat ketentuan yang dapat mempengaruhi kebebasan BPK dalam melaksanakan tugas pemeriksaan apabila ada Anggota BPK yang berasal dari parpol, yaitu dalam Pasal 13 huruf i UU Parpol.

3. Oleh karena itu, untuk hukum pada masa yang akan datang (ius constituendum), perlu dipertimbangkan adanya ketentuan bahwa calon Anggota BPK tidak berasal dari anggota atau pengurus Parpol.

Page 41: 1. Edisi 119 No. XXVIII : Fungsi Pengawasan Internal

�9NO ��9/Agustus-September2009/Tahun XXVIII

�9

Pengalaman Tugas Pemeriksaan

PAMIT MENCARI KERJA, HILANG TAK ADA KABAR BERITANYA

“Misi Lain” Sang AuditorOleh Nani Martini¹

Ini cerita fakta, bukan fiksi seperti halnya Gendit. Meskipun terkesan cerita sungguhan, tetapi Gendit tetap tokoh fiksi sehingga ceritanya berbau fiktif. Oleh karena itu, penulis ingin berbagi dengan pembaca untuk suatu cerita sungguhan, true story.

Perjuangan berat selama dua minggu akhirnya berbuah manis. Saya bersama dua rekan lain dalam satu tim pemeriksa memberi penghargaan tinggi untuk seorang kawan yang pantas mendapat gelar ”Detektif Ulung.”

Tidak sia-sia Bunga, sebut saja begitu, seorang auditor di lingkungan AKN II yang berangkat tugas pemeriksaan ke Balikpapan. Awalnya dia diplot di Jakarta, lalu bergeser ke Denpasar, dan akhirnya ke Balikpapan. Bongkar pasang susunan tim adalah hal biasa di kantor kita, sampai dengan surat tugas ditandatangani oleh Anggota. Bahkan, sudah ditandatangani Anggotapun, tidak menutup kemungkinan adanya perubahan. Tapi tak urung Bunga merasa di ”buang” untuk melakukan pemeriksaan di Balikpapan. Sempat dia menghadap atasannya, menanyakan alasan mengapa dia digeser-geser.

Ternyata, ada hikmah luar biasa yang diperoleh selama tugas di Balikpapan. Keberangkatannya ke Balikpapan mempunyai misi khusus, mendapat mandat dari keluarga besarnya di Yogyakarta untuk mencari adik perempuan yang hilang sejak setahun yang lalu. Adiknya pamit mencari kerja dengan membawa anak semata wayangnya pergi ke Balikpapan dan loss contact begitu saja.

Dua hari tiba di Balikpapan, pencarian dimulai sepulang dari kantor auditee. Berbekal foto dan alamat tempat tinggal, Bunga naik angkot menyusuri kota Balikpapan, sendirian saja. Kami menunggu di hotel dengan harap-harap cemas dengan tetap memberi support, doa, dan ide-ide. Dia menyamar sebagai orang yang sedang dilanda kesusahan karena adiknya hilang di Balikpapan. Bunga tidak pernah menceriterakan posisi dirinya sebagai pemeriksa BPK.

Terkadang Bunga berjalan kaki menyusuri gang-gang sempit atau menyusuri kampung nelayan di sepanjang laut Kota Balikpapan. Penduduk setempat bertempat tinggal di atas rumah panggung dengan lantai kayu, dan laut di bawahnya sebagai tempat pembuangan segala limbah rumah tangga. Bau, kotor, dan sumpek. Mbrebes mili, kata orang Jawa, Bunga menceritakan pengalaman yang satu ini.

Seminggu pertama pencarian gagal, tidak ada titik terang. Tapi tidak ada kata putus asa dalam kamusnya. Jurus berikutnya, datang ke paranormal atau yang biasa disebut “orang pintar”. Auditor menggunakan jasa ”orang pintar” untuk mencari adiknya ha ha ha … Ke mana logika akal sehatnya? Apa tidak cukup pintar posisi dirinya sebagai auditor BPK? Apa dalam ajaran Islam dibenarkan bertanya ke paranormal? Bunga adalah seorang muslimah yang taat. Tapi Bunga berdalih, apa saja akan dilakukan untuk mencari adiknya.

Tidak lama, upaya pencarian mulai menemukan titik terang. Entah karena ”orang pintar” atau memang mujarabnya doa-doa kami semua. Jejak adiknya mulai terlacak, meski belum ditemukan. Adiknya ternyata berpindah-pindah tempat tinggal. Dan dua hari berikutnya, Bunga Sang Auditor kembali datang ke ”orang pintar” lainnya. Yang dianggap lebih pintar dari ”orang pintar” pertama. Katanya paranormal juga mempunyai tingkat, seperti anak sekolah. ”Orang pintar” yang kurang pintar harus menghormati ”orang pintar” yang lebih pintar. Kami kembali tertawa berderai-derai mendengar ceritanya.

Jejak adiknya semakin nyata. Terakhir kali adiknya tinggal di sebuah panti asuhan. Dia tinggal disitu dengan tujuan ingin mendapatkan KTP setempat yang kelak bisa digunakan untuk mencari pekerjaan. Persyaratan untuk mendapat KTP kota Balikpapan adalah harus terdaftar dalam kartu keluarga (KK) penduduk setempat dan menyerahkan uang jaminan sebesar Rp600.000,00, baru kemudian dibuatkan KTP sementara. Setelah enam bulan, KTP Sementara di tukar dengan KTP Asli dengan syarat dia telah diterima bekerja. Apabila belum mendapat

CERITA

Page 42: 1. Edisi 119 No. XXVIII : Fungsi Pengawasan Internal

�0 NO ��9/Agustus-September 2009/Tahun XXVIII

�0

pekerjaan maka uang jaminan dicairkan dan si pendatang dipulangkan dari Balikpapan naik kapal laut dengan ongkos uang jaminan tersebut.

“Sudah dua bulan adiknya tidak tinggal di panti asuhan lagi,” kata ibu panti. “Tapi pasti dia ke sini lagi, untuk mengambil KTP Aslinya,” lanjutnya.

Waduh, dua bulan lagi ya tugas dari kantor sudah selesai dan harus kembali ke Jakarta lagi. Terus tinggal di mana dia? Tanya Bunga dalam hati.

Akhirnya sesuai saran teman-teman, jurus ketiga ditempuh. Bunga mendatangi koran harian ternama di Balikpapan (seperti Koran Pos Kota di Jakarta). Atas saran bagian iklan, Bunga langsung menuju ke bagian redaksi. Dan mulai diwawancara wartawan. Ditanya-tanya orang mana, kerja dimana, tujuannya apa ke Balikapan, dan usaha-usaha apa yang telah dilakukan dalam mencari adiknya tersebut.

”Mengapa Ibu tidak lapor ke polisi, tapi malah datang ke paranormal?” Tanya redaktur.

“Setelah dari sini, saya baru akan lapor polisi. Waktu saya di rumah paranormal, ada polisi yang menjadi pasiennya minta dicarikan istrinya yang kabur dari rumah.” Jawab Bunga sekenanya.

”Jadi, istri polisi kabur, suaminya yang polisi saja tidak lapor polisi malah datang ke orang pintar? Ha ha ha ...” Wartawan itupun tertawa.

Benar saja, esok harinya, berita hilangnya adik Bunga muncul menjadi berita utama di harian itu. Dan tak lama kemudian ada seseorang menelpon.

“Orang yang Ibu cari ada di tempat kami.” Kata bapak yang kebetulan dari suatu panti asuhan yang menampung adik Bunga dan anaknya. Kami berebut ingin membaca koran itu, dan akhirnya tawa bahagia pecah membaca berita utama harian tersebut. Judulnya Pamit Mencari Kerja, Hilang Tidak Ada Kabar Beritanya. Lalu di bawah foto adiknya ada keterangan “Pulanglah Dik, kakakmu sangat merindukan kamu……” Tak henti-hentinya, sepanjang seharian itu kami membicarakan peristiwa itu dengan dikasih bumbu macam-macam. Menyebabkan seharian pula kami tertawa tergelak-gelak. Pengalaman paling seru sepanjang tugas pemeriksaan saya. Dan bersamaan dengan selesainya tugas sebagai auditor selesai juga tugas Bunga sebagai detektif ulung untuk menjalankan ”Misi Lain.” Persis seperti dalam serial Termehek-mehek di salah satu stasiun kondang itu.

¹ Pemeriksa pada Auditorat II.A (Ditjen pajak)

Sosialisasi Pedoman Penulisan Laporan BPK RI (Gaya Selingkung)

Kendari (�4/08/2009) Bertujuan untuk memperoleh keseragaman cara penulisan dan gaya laporan BPK, mempermudah pemeriksa dalam menyusun laporan dengan resmi, benar dan lugas, serta mempunyai standar yang baku sehingga dapat memberikan nilai guna laporan yang lebih maksimal, BPK RI Perwakilan Prov Sulawesi Tenggara mengadakan acara Sosialisasi Pedoman Penulisan Laporan BPK RI (Gaya Selingkung) pada tanggal �0 Agustus 2009. Sosialisasi yang bertempat di aula kantor BPK RI Perwakilan Prov Sulawesi Tenggara dan diikuti oleh seluruh pegawai di lingkungan BPK RI Perwakilan Prov. Sulawesi Tenggara ini dibuka oleh Plt. Kepala Perwakilan, Rochmadi Saptogiri dengan nara sumber Dadek Nandemar dari Ditama Revbangdiklat BPK RI. Antusiasme peserta terlihat dari banyaknya pertanyaan dan permasalahan-permasalahan yang ditemukan terkait dengan penulisan laporan serta saran perbaikan terhadap pedoman penulisan tersebut.

Page 43: 1. Edisi 119 No. XXVIII : Fungsi Pengawasan Internal

��NO ��9/Agustus-September2009/Tahun XXVIII

��

Masih layakah pertunjukan pertandingan sepakbola profesional

didanai oleh uang publik?Oleh: Rony Lahi Sitorus, SE. Ak, M.Tech, MPA Kepala Seksi PSMK I A pada Direktorat PSMK

AbstrakSejak diberlakukannya Permendagri

No 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah yang disebut-sebut melarang pendanaan sepakbola dari dana APBD, sikap pro dan kontra terus mengalir. Pihak yang pro berargumen alangkah sayangnya dana belasan hingga puluhan miliar rupiah habis dipakai untuk mendanai pemain profesional asing dan lokal setiap tahun oleh sebuah pemerintah daerah baik di tingkat kabupaten maupun provinsi. Pihak yang kontra beranggapan bahwa sepakbola yang diklaim sebagai olahraga paling populer di Indonesia merupakan instrumen persatuan dan kesatuan atau alat untuk membangun bangsa/daerah.

Terlepas dari pro dan kontra, tulisan ini berusaha melihat apakah pertandingan sepakbola sebagai komoditi yang memenuhi unsur-unsur barang publik sehingga kemudian memang layak didanai oleh uang rakyat.

Latar BelakangSebagai olahraga yang paling

diminati di dunia, kepopuleran

sepakbola juga merambah Indonesia. Sejak mulai dijalankan pada tahun 1930-an, kompetisi sepakbola Indonesia telah mengalami berbagai bentuk kompetisi dan asal pendanaan. Dari kompetisi yang berbentuk liga, turnamen, hingga yang merupakan gabungan keduanya. Dari klub sepakbola yang sifat pendanaannya murni amatir, semi profesional, hingga murni profesional.

Hiruk pikuk sepakbola nasional akan segera dimulai lagi. Masih segar dalam ingatan kita kebahagiaan juara liga dan juara turnamen/copa musim lalu dengan segala drama didalamnya. Pada masa libur sepakbola seperti ini, diskusi mengenai faktor-faktor apa saja yang menjadi bahan pertimbangan suatu pemerintah daerah tingkat I dan II untuk mendanai operasional sebuah klub sepakbola lokal dapat direnungkan kembali.

APBD dan Sepakbola IndonesiaPeran pemerintah daerah dalam

mendanai klub sepakbola lokal untuk mengikuti kompetisi di tingkat nasional pada kenyataannya cukup besar. Pada klub-klub yang didanai oleh pemerintah daerah, posisi ketua

umum atau posisi klub yang strategis diduduki oleh pimpinan atau aparat kunci pemerintah daerah tersebut. Pemimpin daerah juga kerap ikut serta dalam menetapkan target posisi klub didalam kompetisi.

Setelah Permendagri No 13 Tahun 2006 dikeluarkan, pengurus klub - klub yang didanai APBD bereaksi menolak dengan berbagai argumen yang dapat diperdebatkan. Beberapa pemerintah daerah berusaha mencari cara lain untuk dapat tetap mengucurkan dana daerah ke klub – antara lain dengan membentuk unit tersendiri yang mengurus klub, memasukkannya dalam mata anggaran untuk pendidikan olahraga, atau dengan meminta kepada sektor usaha/BUMD untuk menjadi sponsor dan menyuntikkan dana.

Barang Publik (Public Goods)Sebelum berargumen lebih jauh,

adalah baik bagi kita untuk kembali ke dasar pemikiran mengapa pemerintah perlu mendanai suatu hal. Terdapat tiga terminologi yang menjadi dasar suatu pemerintahan dalam menyediakan barang dan jasa bagi kemakmuran rakyat. Tiga terminologi tersebut adalah barang privat, barang publik,

DAERAH

Page 44: 1. Edisi 119 No. XXVIII : Fungsi Pengawasan Internal

�2 NO ��9/Agustus-September 2009/Tahun XXVIII

�2

dan kegagalan pasar.Barang privat dapat diartikan

sebagai barang atau jasa yang dihasilkan oleh sektor privat/swasta yang memiliki karakteristik sebagai berikut:

a) Eksklusif. Penikmat barang/jasa dari barang privat adalah mereka yang bersedia membayar agar dapat menikmati barang tersebut. Contoh barang privat adalah menonton bioskop atau membeli makanan di restoran. Contoh lainnya adalah jasa langganan/membership dengan tarif premium untuk koran online.

b) Rivalitas. Penggunaan barang/jasa dari seorang pengguna barang privat, mengurangi jumlah barang yang tersedia untuk dikonsumsi pengguna lainnya. Sebuah tiket bioskop yang telah dibeli seorang pengunjung, tidak dapat dikonsumsi oleh pengunjung lain. Begitu juga dengan langganan koran online. Semakin banyak pengguna membuat waktu akses semakin kecil karena harus terbagi dengan pengguna lainnya.

c) Konsumen dapat memilih untuk tidak mengkonsumsinya. Barang privat memberikan kebebasan pengguna untuk menolak mengkonsumsi sup yang ada di kantin dan menggunakan uangnya untuk hal lain.

Penyediaan barang privat biasanya dilakukan oleh sektor swasta karena ada insentif untuk mengambil keuntungan didalam melakukannya.

Kebalikan dari barang privat, karakteristik barang publik adalah barang yang dapat digunakan baik oleh yang membayar maupun yang tidak (non-ekslusif ). Penggunaan barang publik oleh seorang pengguna juga tidak mengurangi jumlah barang yang tersedia untuk dikonsumsi oleh pengguna lainnya. Contoh barang publik adalah lampu jalan, jalan raya, akses untuk pejalan kaki dan orang cacat, pendidikan, penyediaan jasa keamanan nasional oleh angkatana bersenjata, dan penyediaan jasa keamanan masyarakat secara umum

oleh polisi.Untuk jasa keamanan

khusus oleh polisi – contohnya: pengamanan demonstrasi – lebih tepat diklasifikasikan sebagai kuasi barang publik (barang publik tidak sempurna) karena pengalokasian sumber daya untuk satu demonstrasi mengurangi sumber daya yang tersedia untuk kegiatan pengamanan lainnya. Sehingga polisi harus mengatur besar sumberdaya yang ditugaskan secara baik. Penyediaan barang publik biasanya dilaksanakan oleh pemerintah karena tidak ada keuntungan yang dihasilkan dari penyediaan suatu barang publik. Selain itu, ketersediaan barang publik memberikan insentif bagi sebagian orang untuk menikmatinya tetapi tidak mau turut serta menanggung biayanya – atau yang lebih dikenal dengan masalah free rider.

Berdasarkan karakteristik barang publik tersebut dan keterbatasan sumber dana yang ada, maka adalah kewenangan pemerintah untuk memutuskan barang publik mana yang tepat untuk disediakan kepada masyarakat.

Sepakbola Profesional: Dapatkah dikategorikan sebagai barang publik?

Untuk melihat apakah sepakbola profesional dapat dikategorikan sebagai barang publik dan oleh karenanya dapat didanai dengan uang publik, kita dapat melakukannya dengan menguraikan karakteristik sepakbola profesional itu sendiri.

Segala kegiatan yang ada dalam sepakbola profesional bermuara pada deretan pertandingan yang ditampilkan di suatu liga. Tujuannya adalah untuk mengetahui siapakah yang akan menjadi pemuncak klasemen akhir dari liga tersebut. Hadiah utama bagi sang juara adalah sejumlah uang yang disediakan oleh penyelenggara liga. Insentif bagi tim yang bertahan adalah uang tampil dan gengsi tim. Hukuman bagi sang pecundang adalah turun kasta ke liga dibawahnya dengan konsekuensi kehilangan kesempatan

untuk mendapat uang yang lebih besar.

Untuk menjadi juara, sebuah tim kemudian merekrut tenaga profesional. Mereka adalah pelatih, pemain, dokter tim, tukang urut, dan sebagainya. Karena jumlah tenaga profesional ini terbatas, hukum pasar sering tercipta. Maka terjadilah harga transfer untuk pemain atau pelatih yang nilainya tergantung pada persepsi pasar atas potensi tenaga profesional tersebut pada masa itu. Output utama yang dihasilkan oleh tenaga profesional tersebut hanya satu yaitu tampil pada pertandingan-pertandingan yang dilakoni oleh timnya untuk menang.

Bagaimana dengan penonton sebagai penikmat pertandingan?

Penonton suatu pertandingan umumnya mendukung salah satu tim. Kondisi ideal bagi penonton adalah ketika tim yang mereka dukung bermain bagus dan menang. Seringkali menang saja sudah cukup untuk mereka. Oleh karena itu, mereka berbondong-bondong ke stadion jika tim-nya bermain kandang dan hanya sebagian yang terus mengikuti ketika tim pujaan bermain tandang.

Dari uraian diatas, terlihat bahwa pertandingan sepakbola profesional memiliki karakteristik suatu kegiatan pertunjukan – yang termasuk dalam kategori barang privat.

Penonton harus membeli tiket untuk menontong suatu pertandingan (eksklusif ) dan mereka harus datang cepat biar tidak kehabisan tiket – ada rivalitas dalam mendapatkannya. Tayangan langsung stasiun televisi juga tidak membuat pertandingan sepakbola menjadi barang publik karena tidak semua pertandingan ditayangkan – ditambah lagi akses listrik didaerah pedalaman juga terbatas.

Pendukung juga dapat berubah pikiran dan berbalik memilih untuk mendukung tim lain jika permainan tim idolanya mengecewakan. Atau jika si pendukung berpindah domisili. Poin ini paling tidak dapat mematahkan argumen yang menyatakan bahwa sepakbola daerah memberikan kebanggaan bagi daerah

Page 45: 1. Edisi 119 No. XXVIII : Fungsi Pengawasan Internal

��NO ��9/Agustus-September2009/Tahun XXVIII

��

yang diwakilinya. Karena apabila tim suatu daerah kalah terus, bermain kasar, atau permainannya tidak bertenaga, maka pendukung pun akan balik kanan dan pulang, malu, dan berhenti mendukung tim tersebut. Sama halnya dengan penonton yang meninggalkan gedung bioskop jika pertunjukan tidak berjalan sesuai yang diharapkan.

AnalisaOlahraga sebagai barang publik

bukanlah pada level dimana olahraga sebagai tontonan. Olahraga sebagai tontonan tidak lebih sama dengan bisnis pertunjukkan lainnya.

Investasi untuk olahraga dengan dana publik lebih cocok jika dilakukan melalui penyediaan fasilitas olahraga secara memadai dengan akses yang bebas biaya. Sehingga seluruh anggota

masyarakat dapat menikmatinya.Anggapan bahwa sepakbola

adalah alat untuk mempersatukan masyarakat suatu kabupaten sangat dapat dipertanyakan. Kebanggaan timbul ketika sebuah tim menjadi juara sehingga pendukung memiliki alasan untuk berpesta pada masa itu saja. Jika tim tidak dapat mempertahankan prestasi dan level permainannya, maka kenangan indah sebagai tim juara adalah tinggal kenangan yang akan luntur dan pupus. Dengan kata lain, prestasi tim yang naik turun seperti roller coaster akan mempengaruhi naik turunnya dukungan terhadap tim tersebut juga.

Pada sisi lain, Permendagri 13 tahun 2006 telah menjelaskan tujuan belanja daerah dengan sangat baik. Belanja

daerah dengan jelas ditujukan untuk mendanai barang publik yang dalam peraturan ini disebut sebagai urusan yang harus didahulukan (pasal 31).

Urusan yang harus didahulukan didefinisikan sebagai urusan untuk melindungi dan meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat dalam yang diwujudkan bentuk peningkatan pelayanan dasar, pendidikan, kesehatan, fasilitas sosial dan fasilitas umum yang layak serta mengembangkan sistem jaminan sosial.

Terlihat disini bahwa barang publik yang harus tersedia adalah barang yang memberikan kesejahteran kepada masyarakat dalam jangka panjang (lebih dari satu musim turnamen) dan dengan trend yang diharapkan terus meningkat (tidak pakai degradasi ke level/liga yang lebih rendah). Alangkah indahnya apabila dana publik puluhan milyar per tahun yang dialokasikan untuk menjalankan olahraga profesional ini – direalokasikan untuk belanja daerah urusan wajib. Terlebih jika setiap pemerintah kabupaten dan provinsi - yang berada pada pulau yang sama - bersinergi dalam melakukan re-alokasi tersebut, sehingga tersedia suatu barang publik yang terintegrasi dan strategis. Amin.

Sumber:1. Mengarungi milenium baru : 70

tahun PSSI (Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia) : 1930-2000. Penerbit: PSSI. Jakarta. 2000

2. Koran BOLA - berbagai edisi3. Peraturan Menteri Dalam Negeri

Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah

4. http://tutor2u.net/economics/content/topics/marketfail/market_failure.htm

5. http://tutor2u.net/economics/revision-notes/as-marketfailure-public-private-goods.html

6. http://tutor2u.net/economics/revision-notes/as-marketfailure-government-intervention.html

Page 46: 1. Edisi 119 No. XXVIII : Fungsi Pengawasan Internal

�� NO ��9/Agustus-September 2009/Tahun XXVIII

��

HUKUM BENFORD DAN APLIKASINYA PADA TEKNIK AUDIT BERBASIS

KOMPUTER (ARBUTUS ANALYZER)Oleh: Yusmaidhar Saint Parlin, SE.

Benford’s Law atau Hukum Benford adalah sebuah hukum yang dapat memperkirakan frekuensi kemunculan sebuah angka dalam serangkaian data numerik. Jika data numerik tersebut dihasilkan tanpa ada unsur kesengajaan, maka frekuensi kemunculan angka tersebut akan sesuai dengan harapan frekuensi dalam Hukum Benford. Hal ini juga berarti jika ada unsur kesengajaan oleh manusia untuk menciptakan sebuah kombinasi angka dan dimasukkan dalam data set tersebut maka hasil analisa Hukum Benford akan menunjukkan bahwa ada angka tertentu yang lebih banyak muncul dari pada yang diperkirakan.

Hukum Benford banyak digunakan oleh auditor karena kemampuannya untuk mendeteksi anomali data pada sebuah data set. Anomali data tersebut jika ditelusuri lebih lanjut dapat membantu auditor untuk mendeteksi fraud. Hukum ini sangat mudah dan efektif untuk digunakan karena software audit seperti ACL dan dalam hal ini, Arbutus Analyzer, sudah dilengkapi oleh fungsi Benford.

Latar Belakang Hukum BenfordPada tahun 1881, Simon Newcomb, seorang astronomer

dan ahli matematika mempublikasikan sebuah artikel dalam American Journal of Mathematics, yang memberikan gambaran bahwa halaman-halaman awal pada buku logaritmanya terlihat lebih lusuh dibandingkan dengan halaman-halaman terakhir. Ia menarik kesimpulan bahwa lebih banyak angka yang dimulai dengan angka satu daripada angka yang lebih besar. Artikel ini tidak mendapatkan perhatian karena kurang jelas dasar teorinya sehingga bisa

menghasilkan kesimpulan tersebut.50 tahun kemudian Frank Benford, seorang fisikawan

yang bekerja di GE (General Electrics) sampai pada kesimpulan yang sama ketika ia melihat bahwa buku logaritma yang digunakannya lebih lusuh pada halaman yang dimulai dengan angka yang kecil. Berdasarkan fenomena tersebut, Benford kemudian melakukan pengumpulan data untuk membuktikan teorinya dengan menganalisa 20.000 jenis data, mulai dari berat atom sampai dengan angka yang muncul pada sebuah majalah lokal yaitu Reader’s Digest. Penelitian Benford menghasilkan kesimpulan yang sama dengan kesimpulan yang pernah diajukan oleh Newcomb, bahwa meskipun terkesan acak tetapi ada harapan frekuensi angka tersebut akan muncul.

Rumus yang terdapat pada artikel Newcomb adalah sebagai berikut:

P(d) = Log10(1+1/d)Dimana: P adalah probabilitas atau kemungkinan d adalah angka yang diharapkan muncul

seperti 1, 2, 3, ..., 9

Dari rumus tersebut sehingga bisa dikembangkan tabel sebagai berikut:

Tabel 1Frekuensi yang diharapkan menurut Hukum Benford

Sumber: Mark J. Nigrini, 1996Rumus untuk frekuensi yang diharapkan:Untuk angka urutan ke-1:P(D1=d1) = log(1+(1/d1)); dimana d1 = (1,2,3,...9)

Untuk angka urutan ke-2: P(D2=d2) = ;

dimana d2 = (1,2,3,...0)

TI

Page 47: 1. Edisi 119 No. XXVIII : Fungsi Pengawasan Internal

��NO ��9/Agustus-September2009/Tahun XXVIII

��

Untuk kombinasi dua angka: P(D1D2 = d1d2) = log(1+(1/d1d2)

P(D2=d2 | D1=d1) = Dimana D1 adalah angka urutan ke-1, D2 adalah angka urutan ke-2, dst.

Pada Tabel 1 bisa dilihat bahwa menurut Benford angka yang dimulai dengan angka 1 diharapkan muncul 30,1% dari sebuah data set yang ada, dan angka yang dimulai dengan angka 2 diharapkan muncul 17,6% dari sebuah data set dan seterusnya.

Frekuensi yang diharapkan dari angka yang muncul dapat disajikan dalam bentuk grafik sebagai berikut:

Grafik 1Frekuensi yang diharapkan muncul dalam angka urutan ke-1

Data yang bisa diolah oleh fungsi Benford bisa dilihat pada tabel di bawah:

Tabel 2Kondisi dimana Hukum Benford bisa atau tidak bisa digunakan

Aplikasi Hukum Benford Dalam Arbutus AnalyzerAudit software yang biasa dipakai oleh auditor seperti

ACL atau dalam hal ini, Arbutus Analyzer, memiliki fungsi

analisa Benford. Sejak awal tahun 2009 para auditor BPK telah menggunakan Arbutus Analyzer sebagai software audit untuk membantu auditor dalam tugas pemeriksaan. Hukum Benford bisa dijadikan prosedur tambahan bagi auditor dalam melakukan pemeriksaan, terutama pada saat melaksanakan analytical procedure.

Sebelum melakukan analisa menggunakan Hukum Benford, sebaiknya disiapkan tabel yang akan dianalisa (cara mempersiapkan tabel yang akan dianalisa bisa dilihat dari buku panduan Arbutus Analyzer). Langkah-langkah dalam menerapkan fungsi ini akan dijelaskan sebagai berikut.

1. Setelah mempersiapkan tabel yang akan dianalisa seperti berikut ini

2. Klik Analyze pada menu bar di atas dan kemudian klik pada menu Benford

Page 48: 1. Edisi 119 No. XXVIII : Fungsi Pengawasan Internal

�� NO ��9/Agustus-September 2009/Tahun XXVIII

��

3. Kemudian akan muncul sebuah dialog box seperti berikut.

A. Untuk memilih field yang akan dianalisa, klik pada tombol Benford On... atau pilih pada drop down list (dalam hal ini telah dipilih field bernama AMT). Jika field yang yang berisi data angka hanya ada satu dalam seluruh data set tersebut, Benford secara otomatis akan memilih field yang berisi angka karena Benford hanya dapat menganalisa data berjenis angka seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya.

B. Number of Leading Digits digunakan untuk seberapa jauh menganalisa ke sebuah nilai, dalam contoh diatas diisi 1 maka Benford hanya akan menganalisa angka urutan ke-1, dan jika diisi 2 maka Benford akan menganalisa angka urutan ke-1 dan ke-2, demikian seterusnya. Patut diingat bahwa semakin banyak urutan maupun data set yang akan dianalisa maka akan semakin lama waktu yang diperlukan untuk menganalisa data tersebut (hal ini juga tergantung pada spesifikasi hardware komputer yang digunakan untuk menjalankan Arbutus Analyzer).

C. Klik pada kotak kosong di sebelah Include Upper and Lower Bounds. Hal ini akan membantu auditor dalam menentukan angka mana yang memiliki karakteristik janggal dan akan terlihat pada grafik akhir.

D. Klik tab Output, maka akan terlihat tampilan sebagai berikut

Pilih Graph untuk menampilkan hasil analisa Benford dalam bentuk grafik. Untuk hasil yang lebih rinci tetap dapat dilihat pada tab Command Log pada jendela utama. (Command Log tidak hanya merekam hasil tetapi juga merekam prosedur-prosedur yang telah kita lakukan)

4. Setelah klik pada tombol OK maka akan terlihat grafik seperti berikut:

Bisa dilihat pada grafik di atas bahwa untuk angka yang dimulai dengan angka 1 dan 2 berada di luar area Upper maupun Lower Bound. Hal ini menunjukkan adanya anomali pada data set yang dianalisa. Analisa Benford dapat juga dilihat di Command Log secara detail seperti di bawah ini.

Page 49: 1. Edisi 119 No. XXVIII : Fungsi Pengawasan Internal

��NO ��9/Agustus-September2009/Tahun XXVIII

��

5. Langkah selanjutnya auditor perlu mengisolasi data yang menunjukkan anomali tersebut, dalam hal ini data pada field AMT akan difilter sehingga hanya menunjukkan semua angka yang dimulai dengan angka 1 dan 2. Dengan fungsi LEADING() kita akan mengambil data dengan klik pada Extract. Meskipun data tersebut bisa di filter tetapi lebih baik jika dilakukan Extract karena akan memperkecil data yang harus dianalisa oleh auditor. Ketika data hanya di filter, data yang tidak termasuk dalam kriteria hanya disembunyikan tetapi tidak hilang.

6. Kemudian akan muncul tampilan Extract dialog box.

A. Klik If... untuk memberikan kriteria data yang akan diambil dan kemudian dijadikan tabel baru. Kemudian akan muncul tampilan sebagai berikut:

Pengisian kriteria harus sesuai dengan format penulisan fungsi dalam Arbutus. Form diatas akan membantu auditor dalam penulisan fungsi yang sesuai dengan format bahasa Arbutus. Fungsi diisi seperti di atas. Fungsi tersebut memiliki arti semua angka pada field AMT yang diawali dengan angka 1 atau 2 akan dilakukan Extract data.

Jika auditor ingin melakukan Extract data untuk kombinasi angka tertentu misal, semua data yang diawali dengan angka 49 maka fungsi LEADING() harus ditulis:

Leading( AMT, 2) = ‘49’

Jika yang diinginkan adalah data yang diawali dengan angka 999 maka ditulis:

Leading( AMT, 3) = ‘999’

Seperti terlihat dari penulisan fungsi LEADING() di atas bahwa AMT adalah field yang ingin dijadikan dasar kriteria kemudian angka 2 atau 3 adalah banyaknya urutan angka yang ingin dijadikan dasar kriteria.

Setelah selesai menulis sebuah fungsi, Arbutus menyediakan fasilitas untuk memastikan kesesuaian penulisan sebuah fungsi. Klik tombol Verify dan jika format penulisan fungsi sudah sesuai maka akan muncul tampilan sebagai berikut.

Page 50: 1. Edisi 119 No. XXVIII : Fungsi Pengawasan Internal

�� NO ��9/Agustus-September 2009/Tahun XXVIII

��

Munculnya tampilan ini menandakan bahwa format penulisan fungsi sudah benar maka auditor bisa klik pada OK dan melanjutkan ke langkah selanjutnya.

B. Klik To.. untuk menyimpan tabel baru tersebut.

7. Kemudian tabel baru yang berisi data yang kita inginkan sudah siap digunakan lagi untuk analisa selanjutnya sesuai dengan Program Pemeriksaan.

Aplikasi Fungsi Benford Pada Kegiatan PemeriksaanPenggunaan hukum Benford telah digunakan oleh para

auditor baik yang memeriksa instansi pemerintah maupun perusahaan. Hukum Benford adalah sebuah prosedur analitikal yang berdasarkan frekuensi statistik sehingga yang perlu diingat oleh auditor adalah jika ada data yang tidak memenuhi frekuensi kemunculan angka menurut Benford bukan menandakan adanya kecurangan tetapi hasil analisa Hukum Benford hanya memberitahu auditor bahwa ada keganjilan dalam data yang dianalisa. Hal ini bisa saja terjadi karena adanya kesalahan pencatatan yang disebabkan oleh manusia, misal dalam sebuah kuitansi, angka yang tertulis oleh pihak penjual tidak terbaca dengan baik sehingga menyebabkan bagian akuntansi menginterpretasikan sendiri tulisan angka tersebut.

Pemeriksaan sektor pemerintah tidak dapat menggunakan Hukum Benford secara optimal karena adanya batasan anggaran dan seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, analisa Benford tidak dapat diterapkan pada data yang memiliki minimum atau maksimum.

Dalam hal pemeriksaan pada entitas di sektor pemerintahan, ada beberapa hal yang patut menjadi perhatian karena untuk siklus pengeluaran dalam hal belanja, mereka menggunakan SP2D. Hal yang patut menjadi perhatian auditor adalah sebagai berikut:

•Untuk pencairan SP2D UP/GU/TU, angka tersebut telah ditetapkan sebelumnya oleh pihak atau instansi

yang membutuhkan uang operasional dalam bentuk tunai, sehingga SP2D UP/GU/TU biasanya akan memiliki angka yang bulat, misal Rp20.000.000,00. Auditor tidak dapat menggunakan register SP2D dalam menganalisa belanja pemerintah yang menggunakan SP2D jenis ini, tetapi harus menggunakan angka realisasi. Hal lain yang perlu diingat adalah proporsi belanja pemerintah yang menggunakan SP2D UP/

GU/TU relatif lebih kecil jika dibandingkan dengan jumlah anggaran APBN/APBD, sehingga tidak material terhadap hasil pemeriksaan secara keseluruhan.

•Untuk belanja pemerintah yang menggunakan SP2D LS (Belanja Langsung) masih memenuhi kriteria data yang bisa dianalisa oleh Benford. Mekanisme SP2D LS untuk semua belanja pemerintah adalah dengan cairnya uang dengan mekanisme ini berarti uang tersebut akan langsung masuk pada rekening Pihak Ketiga dalam hal ini rekanan. Karena nilai rupiah yang tertera pada SP2D LS adalah angka realisasi sesungguhnya maka

masih dapat dianalisa menggunakan Benford. Auditor dapat menggunakan register SP2D sebagai sumber data untuk analisa. Sebagai contoh, prosedur yang dapat dilakukan dengan menggunakan Benford adalah ketika memeriksa nilai kontrak pada kegiatan pengadaan barang dan jasa. Menurut Keputusan Presiden no.80 tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, semua pengadaan yang bernilai sampai dengan Rp50.000.000,00 dapat dilakukan penunjukkan langsung dan bagi pengadaan yang bernilai lebih dari Rp50.000.000,00 harus dilakukan lelang kecuali jika pengadaan tersebut bersifat khusus (pekerjaan/barang spesifik yang hanya dapat dilaksanakan oleh satu penyedia barang/jasa). Untuk mengidentifikasi pemecahan kontrak dengan tujuan agar rekanan tertentu dapat ditunjuk secara langsung, dapat dilakukan analisa dengan Benford untuk dua angka terdepan. Jika terdapat pemecahan kontrak maka hasil analisa Benford akan menunjukkan bahwa terdapat banyak nilai kontrak yang diawali dengan angka 49 atau 50. Setelah menemukan nilai kontrak yang diindikasikan, maka auditor dapat melakukan pemeriksaan yang lebih dalam terhadap kegiatan pengadaan tersebut.

Page 51: 1. Edisi 119 No. XXVIII : Fungsi Pengawasan Internal

�9NO ��9/Agustus-September2009/Tahun XXVIII

�9

Seorang teman bertanya di Facebook, “Kenapa flu babi disebut Swine Flu dalam Bahasa Inggris, bukan Pig Flu?”. Sebenarnya swine juga menunjukkan arti babi, hanya saja jarang dipergunakan. Tapi terlepas dari apa namanya, kenyataan yang ada sekarang adalah flu babi telak menjadi momok menakutkan di berbagai negara.

Apakah flu babi itu? Flu babi adalah awalnya merupakan penyakit respirasi akut sangat menular pada babi yang disebabkan oleh salah satu virus influenza yang menyerang hewan peliharaan seperti babi. Virus ini termasuk dalam virus influenza tipe A subtipe H1N1. Virus ini termasuk dalam keluarga Orthomyxoviridae. Virus flu babi ini masih satu genus dengan virus penyebab flu burung. Virus influenza tipe A ini menjadi perhatian karena galur virus yang berbeda menyebabkan influenza pada unggas, kuda dan babi. Flu babi merupakan salah satu penyakit zoonosis yang ditakuti selain flu burung karena dapat menginfeksi manusia

Virus ini dideteksi pertama kali pada seorang bocah bernama Edgar Hernandez, yang tinggal dekat peternakan babi di Meksiko. Bocah itu dipercaya sebagai manusia pertama yang terjangkit virus yang telah m e n e w a s k a n ratusan orang dan menyebar di empat benua itu. Di Meksiko sendiri korban tewas flu babi sudah mencapai 159 orang dan lebih dari 2.500 masuk

katagori suspect. Di Indonesia, flu babi telah menjangkiti 54 orang dengan 15 diantaranya WNA, termasuk yang menghebohkan adalah terjangkitnya 13 WNI yang sedang mengikuti lomba paduan suara di Korea Selatan.

Asal UsulVirus flu pada hewan, reservoir alamiahnya adalah

sejenis unggas liar dan unggas air seperti itik, dapat pula menular kepada unggas domestik, burung puyuh dan merpati bahkan dalam beberapa waktu terakhir

diinformasikan juga terdapat pada babi, kuda, ikan paus, anjing laut, sapi, kucing dan manusia.

Penularan dari hewan ke manusia sebenarnya tidak mudah karena antara hewan dan manusia

memiliki reseptor yang berbeda. Babi diduga sebagai media tempat pecampur (mixing)

yang tepat untuk mengubah genom virus didukung oleh sifat virus flu burung yang

sangat tidak stabil sehingga dapat terjadi mutasi gen membentuk

serotipe baru yang patogen atau sebaliknya.

Influenza babi biasanya muncul ketika babi yang

berasal dari kawanan terinfeksi dimasukkan ke

kawanan yang peka. Penyakit ini seringkali

muncul bersamaan pada beberapa

peternakan di suatu daerah dan terjadi wabah.

Wabah mudah selaki timbul dan menyebar pada akhir musim gugur dan paling buruk selama musim dingin. Virus keluar melalui ingus, dan

penularan dari babi ke

TENTANG FLU BABIOleh: Waskito Hadi, SE.Ak Staf Subaud NAD III Seksi NAD III/B

KESEHATAN

Page 52: 1. Edisi 119 No. XXVIII : Fungsi Pengawasan Internal

�0 NO ��9/Agustus-September 2009/Tahun XXVIII

�0

babi lainnya melalui kontak langsung atau menghirup partikel-partikel kecil dalam air yang mengandung virus. Dikarenakan terjadinya perubahan iklim dunia yang tidak menentu sebagai dampak pemanasan global, menyebabkan virus tersebut dapat pula berkembang di negara-negara yang beriklim tropis, seperti juga malaria yang merupakan penyakit tropis ternyata ditemukan juga negara-negara sub tropis.

Virus Flu pada babi (Swine Flu) atau dikenal juga dengan Flu Meksiko ini adalah virus (H=Hemagglutinin, N=Neuraminidase) tipe A H1N1 yang ada pada hewan babi. Dalam proses replikasi virus, pencampuran material genetik diawali saat virus tersebut masuk ke tubuh babi. Virus ini menginfeksi manusia biasa terjadi pada jagal dan peternak babi dan dapat menyebabkan penyakit pernafasan, terjadinya demam, lesu, letih, nyeri tenggorokan, penurunan nafsu makan, dan mungkin diikuti muntah, mual dan diare.

Virus flu manusia dan virus flu babi masuk ke sel epitel babi melalui reseptor alfa 2,6 sialic acid, sedangkan virus flu unggas masuk ke reseptor alfa 2,3 sialic acid. Dan, babi memiliki kedua reseptor itu. Di dalam sel babi virus ini mereplikasi. Pada saat virus-virus itu mereplikasi, di antara virus-virus itu bisa terjadi pertukaran material genetik atau yang dikenal dengan istilah antigenic drift, yaitu fragmen-fragmen yang ada bermutasi.

Dalam kasus flu babi Meksiko, penataan ulang itu menghasilkan virus dengan struktur luar sama dengan ”induknya”, yaitu virus flu babi (karena itu virus ini tetap disebut subtipe H1N1), tetapi material di dalamnya berasal dari fragmen virus flu manusia dan flu unggas.

Cara Penularan Virus Flu BabiHingga saat ini para peneliti belum mengetahui secara

pasti cara penularan virus flu babi tersebut, seberapa lama waktu atau jarak yang dibutuhkan. Namun secara umum,virus flu menyebar melalui batuk dan bersin yang tidak ditutupi atau saat seseorang menyentuh mulut atau hidung dari tangan yang kotor. Mengingat virus flu dapat hidup di permukaan kulit untuk beberapa jam. Seperti, saat seseorang menyentuh pegangan pintu yang sebelumnya dipegang oleh orang lain yang bersin ditangannya. Namun demikian, daging babi yang dimasak tidak akan menularkan flu jenis ini.

Pakar flu burung yang menyebut flu babi sebagai virus flu babi subtipe H1N1 varian Meksiko itu lebih lanjut menjelaskan, virus flu babi subtipe H1N1 varian Meksiko memiliki struktur sel bagian luar yang sama dengan struktur sel virus flu pada manusia sehingga

memungkinkan untuk terjadi penularan dari manusia ke babi maupun sebaliknya

Pakar Epidemiologi dari Australian National University (ANU), Profesor Paul Kelly, menyatakan flu babi memiliki tingkat kematian lebih rendah dibandingkan flu burung. Artinya sebenarnya flu burung lebih berbahaya dari pada flu babi. Tingkat keganasan virus flu unggas subtipe H5N1 yang mencapai 80 persen itu lebih besar dibandingkan dengan virus flu babi yang hanya 15 persen. Namun, penyebaran dan penularan flu babi lebih cepat.

Cara Pencegahan Semakin banyaknya korban berjatuhan akibat flu

babi, menyebabkan kita harus berhati-hati supaya tidak tertular. Berikut beberapa cara pencegahan yang disarikan dari beberapa sumber:

1. Selalu lindungi mulut dan hidung dengan tangan/atau tisu pada waktu bersin atau batuk. Hindari menyetuh/mengusap wajah terlalu sering dengan tangan, karena flu babi dapat menyebar dari tangan yang terjangkit virus.

2. Selalu mencuci tangan secara teratur dengan sabun. Langkah ini diperlukan agar virus tidak menempel terlalu lama ditangan.

3. Bagi penderita flu babi, usahakan untuk menutup saluran pernapasan dengan masker agar tidak menulari orang yang sehat.

4. Bila terkena flu akut yang tidak lekas sembuh, usahakan segera memeriksakan diri ke dokter. Terkadang gejala flu babi disertai dengan mual dan diare, hal itulah yang membedakan dengan flu burung.

5. Sebaiknya orang yang sudah terjangkit tidak keluar rumah terlebih dahulu.

Referensi :

Jawapos.co.id

www.depkes.go.id

www.google.com

www.spa.snap.com

www.vet-indo.com

Metro Hari Ini tanggal 12 Juli 2009.

Page 53: 1. Edisi 119 No. XXVIII : Fungsi Pengawasan Internal

��NO ��9/Agustus-September2009/Tahun XXVIII

��

AGAMA

Saya bertanya kepada tiga keponakan dan ibu yang duduk di dekat saya. “Andaikata, kalian hari ini diberikan hadiah oleh Tuhan, apa

yang akan kalian minta?” “Saya mau hp baru yang mahal, yang ini jelek dan murah,” ujar Ines. “Aku mau dikasih kerja supaya punya uang, bete nih skripsi enggak selesai-selesai,” timpal Ella, dan Cindy berkata, “mau laptop dong kan tahun ini sudah kuliah.” Sedangkan ibu berkata, “Saya mau kesehatan, capek sakit-sakit melulu karena sudah tua.” Pertanyaan ini memang tidak serius sehingga mereka pun menjawab seadanya, namun bagaimana pun juga, itulah jawaban spontanitas dan pragmatis, cermin dari apa yang mereka sedang pikirkan, gumuli, dan idamkan. Barangkali, kalau kita pun secara dadakan ditawarkan sesuatu, akan menjawab hal-hal yang sifatnya materi, praktis, pragmatis, dan kenikmatan untuk diri sendiri. Saya coba membandingkan dengan Salomo ketika ditanya Tuhan di Gibeon, kamu mau hadiah apa? Salomo muda yang baru saja menjadi raja menggantikan ayahnya Daud itu menjawab, “Berikanlah hamba-Mu ini hati yang bisa menimbang perkara untuk menghakimi umatMu, dengan dapat membedakan antara yang baik dan jahat, sebab siapakah yang sanggup menghakimi umatMu yang sangat besar ini?” (1 Raja-raja 3:9).

Doa Salomo yang tulus dan jujur itu, dijawab Tuhan, ”Maka Aku melakukan sesuai dengan permintaanmu itu, sesungguhnya Aku memberikan kepadamu hati yang penuh hikmat dan pengertian, sehingga sebelum engkau tidak ada seorang pun seperti engkau, dan sesudah engkau takkan bangkit seorang pun seperti engkau.” (ay 12).

Tak hanya itu, Salomo juga diberikan apa yang dia tidak minta, yaitu kesehatan, kekayaan, dan kemuliaan. Dari segi kekuasaan, Salomo berkuasa atas segala kerajaan

mulai dari Sungai Efrat sampai negeri orang Filistin (Palestina) dan Mesir. Dari segi harta benda, tak terkira banyaknya, kuda, emas-permata, istana, termasuk istri-istri (700 istri dan 300 gundik).Dari segi kemuliaan, namanya sangat termashur dan ia menggubah tiga ribu amsal, seribu nyanyian, bersajak tentang pohon-pohonan, dari pohon aras yang di gunung Libanon sampai kepada hisop yang tumbuh pada dinding batu; ia berbicara juga tentang hewan dan tentang burung-burung dan tentang binatang melata dan tentang ikan-ikan. Dari Salomo, kita bisa belajar tentang hikmat, didikan, kata bermakna, ajaran, teguran, perintah-perintah, pertimbangan, pengetahuan, menggunakan akal budi, dan lainnya. Mengapa Salomo bisa begitu sukses dan Tuhan menawarkan sesuatu padanya? Saat itu Tuhan memang sangat berkenan padanya, Salomo begitu tulus, taat, jujur pada Tuhan. Karakternya terbangun positif karena ia selalu berada di rumah Tuhan untuk beribadah dan mengucap syukur. Dia juga dibesarkan di lingkungan yang religius, dipersiapkan menjadi raja, mendengarkan ajaran ayahnya yang juga pemimpin rohani, serta akrab dengan Nabi Nathan.Ketika diberi kesempatan, Salomo sebagai pemimpin tidak aji mumpung, dia dengan tulus dan jujur meminta hikmat pada Tuhan. Hikmat dari Tuhan merupakan sumber segala kesuksesan dan kejayaannya. Pegangan Salomo adalah janji-janji Tuhan. Dia sangat yakin dan percaya Tuhan tidak pernah ingkar janji dan tidak pernah gagal. Semakin Salomo taat dan humbel, pemerintahannya semakin jaya-raya. Dalam masa keemasannya ia mendirikan istana dan Bait Allah yang sangat tersohor.Namun selanjutnya, perjalanan hidup Salomo mulai kacau, dia hanyalah manusia biasa, yang tak tahan godaan dan tidak stabil. Tahta, harta, dan wanita, membuat dia silau, akhirnya menjauh dari Tuhan, ia tersesat dan ikut menyembah berhala terpengaruh life style istri-istrinya. Salomo jatuh ke dalam lembah dosa sampai akhirnya dia pun mati. Setiap hari, bahkan sepanjang hidup kita, kita selalu berdoa untuk meminta sesuatu. Sadar atau tidak disadari, sudah ribuan permintaan kita dikabulkan Tuhan. Bahkan, kadangkala, seperti Salomo, Tuhan memberikan lebih dari apa yang kita minta atau yang tidak kita minta sekalipun.Dulu, yang tidak terbayangkan menjadi eksekutif perusahaan atau pegawai negeri bergengsi, sekarang bahkan diberikan Tuhan karir dan menduduki jabatan tinggi (jadi auditor, kepala bagian, manajer, direktur, dstnya), kemudian memiliki kendaraan pribadi, rumah pribadi, deposito, dan harta kekayaan lainnya. Kini, apakah kita ingat untuk memberikan yang terbaik pada Tuhan?Dulu, Indonesia yang dikaruniai Tuhan kekayaan alam

Oleh: Dra Rina Ginting, M.Min

HIKMAT, NIKMAT, DAN KIAMAT SALOMO

Page 54: 1. Edisi 119 No. XXVIII : Fungsi Pengawasan Internal

�2 NO ��9/Agustus-September 2009/Tahun XXVIII

�2

berlimpah dan keanekaragaman budaya itu, minta merdeka dari penjajah asing. Tuhan mengabulkan niat baik itu. Kini, para pejabat negara dan pemimpin negeri yang merdeka itu malah “menjajah” bangsanya sendiri. Dulu, pemimpin Indonesia berdoa bersama untuk kerukunan dan persatuan bangsa. Tuhan memberikan kita kearifan hidup bersama dengan orang-orang yang berbeda agama dan budaya. Kini, jawaban doa itu dibalas dengan teror dan diskriminasi/intimidasi terhadap minoritas. Dulu, Indonesia berdoa supaya menjadi negeri demokratis, telah dijawab dengan reformasi dan otonomi daerah. Segala karunia dilimpahkan Tuhan bagi bangsa ini, tapi kemudian kita yang diharapkan Tuhan menjadi alatNya, tidak melaksanakan seperti yang diharapkanNya. Kekayaan manusia, alam, dan budaya yang diberikanNya pada Indonesia tidak dipelihara, dirusak dan dijarah sendiri oleh rakyatnya, dikorupsi dan dinikmati sebanyak-banyaknya oleh penguasa dan kroninya. Setiap ada kesempatan memperkaya diri, diraup sebanyak-banyaknya tanpa peduli apakah itu wajar atau tidak berkenan pada Tuhan. Jabatan dan kekuasaan justru menjadi sarana yang mulus untuk memperkaya diri.Tapi kemudian, apa yang terjadi? Berbagai persoalan terus melanda bangsa ini, selain teror, bencana alam, juga masalah moral, yang membuat bangsa ini jadi ejekan bangsa lain. Indonesia yang pernah disebut salah satu macan Asia, kini turun menjadi “kucing” mengeong-ngeong. Indonesia rangking kelima negara terkorup dunia, nomor satu di Asia. Hal inilah yang membuat bangsa ini sulit untuk maju. Korupsi menjalar ke berbagai sendi dalam pemerintahan dan menjadi konspirasi dari berbagai instansi. Malah, instansi yang seharusnya bersih malah terbukti jadi biang korupsi. Korupsi di negeri ini hanya dijadikan bacaan, bukan larangan yang harus ditaati. Seharusnya korupsi dinyatakan sebagai kejahatan yang luar biasa (extraordinary).

Sekadar contoh, lihat informasi yang disampaikan Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Anwar Nasution (Media Indonesia 15/9/09). Diungkapkan adanya temuan sebesar Rp 33,56 triliun dalam 491 Laporan Hasil Pemeriksaan Semester I/2009. Dari temuan tersebut, di antaranya adalah temuan ketidakpatuhan yang mengakibatkan adanya kerugian negara/daerah/perusahaan senilai Rp 28,49 triliun. Kasus-kasus itu ada yang sudah dan tengah ditindaklanjuti penanganannya.

Selain itu, Badan PBB untuk Program Pembangunan (UNDP), 2009, kembali melansir survei mengenai indeks pembangunan manusia (human development index/HDI). Dari survei tersebut, HDI Indonesia 0,734 dan berada di peringkat 111 dari 182 negara. Jika dipersandingkan dengan sesama negara ASEAN, peringkat Indonesia tergolong sangat rendah. Filipina berada di peringkat 105, Thailand di posisi 86, Brunei Darussalam di posisi 30, dan Singapura di posisi 23.

Siapa dan apa yang salah dengan moral bangsa? Dari data yang spektakuler itu, dan andaikata uang negara dan jabatan tidak diselewengkan, maka seharusnya Indonesia telah menjadi negara maju, setidaknya setara dengan Negeri China atau bahkan Singapura. Tidak ada lagi rakyat yang makan nasi aking, tidak ada lagi manusia yang terinjak-injak gara-gara antre uang Rp 20 ribu. Tidak ada lagi istilah “Indonesia dijajah oleh bangsanya sendiri” alias “jeruk kok makan jeruk”.

Manusia model apa yang diperlukan bangsa ini saat ini? Sebagai manusia kita menyadari bahwa kita adalah ciptaan Tuhan yang berharga yang masing-masing diberikan mandat, tugas, dan tanggung jawab dalam kehidupan ini, di mana pun kita bekerja dan ditempatkan. Mungkin kisah Raja Salomo bisa menjadi inspirasi bagi kita untuk melangkah selanjutnya, demi perbaikan dan kemajuan kita bersama.

Dari mana dimulai? Pertama, berdoa, seperti Salomo pada awalnya, sincere dan honesty. Tuhan akan terkesan dengan orang yang tulus dan jujur. Ditawarkan sesuatu dan ada kesempatan, Salomo tidak materialistis dan tidak rakus, sebaliknya, yang diminta dan dipikirkannya adalah bagaimana caranya supaya dia berguna bagi rakyat dan negaranya. Salomo minta hikmat dari Tuhan untuk melaksanakan tugas jabatannya dengan adil dan bijak. Doa seperti ini perlu ditiru agar kita tidak mudah tergoda dan menyeleweng.

Kedua, taat dan setia. Dari memiliki hikmat, Salomo mendapatkan banyak nikmat dari Tuhan, karena dia tetap setia dan taat. Kekuasaan/kedudukan yang eksis, harta berlimpah, dan wanita, adalah kenikmatan yang diperoleh Salomo, hal yang juga diidamkan setiap orang (laki-laki). Tapi Salomo kemudian larut dalam super nikmat sehingga dia tak berhikmat dan tak setia lagi, dia terseret oleh perempuan-perempuan yang dikawininya untuk makin jauh dari Tuhan. Kunci dari kenikmatan hidup sebenarnya adalah bila kita tetap taat dan setia pada Tuhan.

Ketiga, tetap dekat pada Tuhan. Tuhan tetap setia dengan janjiNya, sehingga ketika Salomo tidak setia bahkan berpaling pada berhala, maka kiamat bagi Salomo, kerajaannya diserang lawan, dia pun kalah dan kemudian mati. Berhala pada masa kini adalah perbuatan tidak bermoral yang tidak disukai Tuhan, antara lain korupsi yang menyesengsarakan rakyat dan merendahkan martabat bangsa. Seorang bijak mengatakan, saat kita mulai bicara tentang idealisme dan Tuhan, mungkin kita mulai dibenci orang, tapi saat kita berhenti memberitakan Firman Tuhan, maka mungkin kita sudah mulai dilupakan Tuhan.

***

Page 55: 1. Edisi 119 No. XXVIII : Fungsi Pengawasan Internal

��NO ��9/Agustus-September2009/Tahun XXVIII

��

Berdasarkan SK Organisasi BPK yakni SK BPK No. 39/

K/I-VIII.3/7/2007 tentang Organisasi dan Tata Kerja Pelaksana

BPK – RI, Ditama Binbangkum mempunyai tugas dan fungsinya

diantaranya melakukan perumusan kebijakan dan pembinaan

dan pengembangan dalam bantuan hukum, pelaksanaan hal

tersebut dilakukan oleh Direktorat LABH yang secara teknis

penyelenggaraanya dilaksanakan oleh Sub Direktorat Bantuan

Hukum yang diatur dalam Pasal 265. Sub Direktorat Bantuan

Hukum dibagi menjadi 2 seksi yakni seksi bantuan Hukum

Perdata dan Administrasi Negara, serta Seksi Bantuan Hukum

Pidana.

Penjabaran dari tugas dan fungsi Subdit Bantuan

Hukum khususnya Seksi Bantuan Hukum Perdata dan

Administrasi Negara terdapat dalam RKSP BPK – RI, salah satu

kegiatan dalam RKSP yang secara kontinyu dilakukan oleh

Subdit Bantuan Hukum adalah Pemberian pendampingan

hukum dan bantuan hokum terhadap unsur pimpinan dan

pelaksana BPK terkait dengan tugas-tugas pemeriksaan dan

kegiatan penunjang. Bentuk pendampingan hukum dalam

bidang Perdata dan Tata Usaha Negara dilakukan dengan

beracara yang merupakan kuasa dari Sekjen BPK – RI.

Perkara Perdata yang telah selesai ditangani adalah

perkara dengan nomor register 238/Pdt/G/2008/PN.JKT.BAR,

dimana BPK dalam perkara tersebut bertindak selaku Turut

Tergugat II, adapun yang menjadi alasan gugatan terhadap

BPK adalah bahwa menurut Penggugat BPK telah melakukan

pemagaran di atas tanah milik Penggugat dimana tanah

tersebut berbatasan dengan Komplek VI BPK. Dalam perkara

ini BPK mengajukan bukti berupa Surat Keputusan Kepala

Dinas Pengawasan Pembangunan Kota DKI Jakarta No. 344/

Ket/B/1992, tentang Ijin Bangunan Pemagaran Batas Tanah

Pekarangan di Jl. Kedoya Kompl. BPK Kebon Jeruk Jakarta

Barat Tanggal 28-10-1992, atas bukti yang diajukan oleh BPK

Majelis Hakim dalam putusannya menolak seluruh gugatan

yang diajukan oleh penggugat dengan pertimbangan dengan

pertimbangan bahwa pemagaran atas tanah yang dilakukan

oleh BPK telah sah dan mendapat ijin dari Pejabat yang

berwenang dan Penggugat tidak mengajukan Banding.

Sedangkan perkara Tata Usaha Negara yang telah

selesai ditangani adalah perkara dengan nomor register No.

113/G/2009/PTUN-JKT, yang diajukan oleh Sdr. OSA mantan

Auditor BPK pada Perwakilan Provinsi Bali, dimana dalam

perkara ini menjadi objek gugatan adalah Surat Pemberhentian

Dengan Hormat Sebagai Pegawai Negeri Sipil Atas Permintaan

Sendiri. Atas gugatan tersebut Ketua PTUN Jakarta melakukan

pemanggilan para pihak dalam Rapat Permusyawaratan.

Setelah mendengar keterangan dari pihak maka Ketua PTUN

mengeluarkan suatu penetapan bahwa gugatan penggugat

tidak dapat diterima karena telah melewati batas waktu 90

(sembilan puluh) hari sebagaimana diatur dalam ketentuan

Pasal 55 UU No.5 Tahun 1986 jo UU No. 9 Tahun 2004 tentang

PTUN. Terhadap penetapan dari Majelis Hakim dimaksud hingga

saat ini Penggugat tidak mengajukan perlawanan (Verzet).

PEMBERIAN PENDAMPING DI BIDANG HUKUM PERDATADAN TATA USAHA NEGARA

Oleh : MaksumKasie Bantuan Hukum Perdata dan Administasi Hukum

Page 56: 1. Edisi 119 No. XXVIII : Fungsi Pengawasan Internal

�� NO ��9/Agustus-September 2009/Tahun XXVIII

��

Pada dasarnya pembangunan jalan raya adalah proses pembukaan ruangan lalu lintas yang mengatasi pelbagai rintangan geografi. Proses ini melibatkan pengalihan muka bumi, pembangunan jembatan dan terowongan, bahkan juga pengalihan tumbuh-tumbuhan. (Ini mungkin melibatkan penebasan hutan). Pelbagai jenis mesin pembangun jalan akan digunakan untuk proses ini.

Muka bumi harus diuji untuk melihat kemampuannya untuk menampung beban kendaraan. Tanah saja biasanya tidak cukup kuat dan tahan terhadap beban roda berulang. Untuk itu diperlukan perkerasan. Berikut ini adalah skema lapis perkerasan dan masing-masing fungsinya

Agregat atau batuan merupakan komponen utama dalam perkerasan jalan yang mengandung 90-95 % agregat berdasarkan persentase berat. Agregat yang digunakan dalam konstruksi jalan baik sebagai lapisan

pondasi maupun sebagai campuran beraspal, dibedakan atas gradasinya (ukuran agregat), yang mempengaruhi besarnya rongga antar butir yang menentukan stabilitas dan kemudahan dalam proses penggunaan di lapangan. Dalam pelaksanaanya lapisan pondasi terdiri atas dua jenis yaitu:�. Lapis Pondasi Bawah (Sub Base)

Lapisan ini terletak antara lapisan pondasi atas dan tanah dasar, pada umumnya aggregat yang digunakan adalah aggregate B dengan material yang terdiri dari batu pecah berukuran 5-7 cm.

2. Lapis Pondasi Atas (Base Coarse)Lapisan ini terletak antara lapisan pondasi bawah dan lapis permukaan (surface), pada umumnya aggregat yang digunakan adalah aggregate A dengan material batu pecah berukuran 3-4 cm. Jenis lapisan pondasi atas yang umunya digunakan di Indonesia yaitu: Batu pecah (Kelas A,B, C), Pondasi makadam, Pondasi telford dan LAPEN .

Proses pemadatan untuk timbunan badan jalan dan subgrade, merupakan proses yang sangat penting untuk diketahui. Pada proses pemadatan ini hasil akhir sangat menentukan kualitas konstruksi, dari sinilah umur konstruksi perkerasan ditentukan dan hasil pemadatan yang baik akan menghemat biaya konstruksi diatasnya. Hasil pemadatan sangat ditentukan oleh macam material yang dipakai sebagai bahan timbunan, tata cara (prosedur)

PEGUJIA KEPADATA LAPISA PODASI PADA PEKERJAA JALA RAYA DEGA MEGGUAKA SADCOE (KERUCUT TERPACUG)

Redi andriansyah staf RR I Perwakilan Provinsi NAD

Pada dasarnya pembangunan jalan raya adalah proses pembukaan ruangan lalu lintas yang mengatasi pelbagai rintangan geografi. Proses ini melibatkan pengalihan muka bumi, pembangunan jembatan dan terowongan, bahkan juga pengalihan tumbuhtumbuhan. (Ini mungkin melibatkan penebasan hutan). Pelbagai jenis mesin pembangun jalan akan digunakan untuk proses ini.

Muka bumi harus diuji untuk melihat kemampuannya untuk menampung beban kendaraan. Tanah saja biasanya tidak cukup kuat dan tahan terhadap beban roda berulang. Untuk itu diperlukan perkerasan. Berikut ini adalah skema lapis perkerasan dan masingmasing fungsinya

Agregat atau batuan merupakan komponen utama dalam perkerasan jalan yang mengandung 9095 % agregat berdasarkan persentase berat. Agregat yang digunakan dalam konstruksi jalan baik sebagai lapisan pondasi maupun sebagai campuran beraspal, dibedakan atas gradasinya (ukuran agregat), yang mempengaruhi besarnya rongga antar butir yang menentukan stabilitas dan kemudahan dalam proses penggunaan di lapangan. Dalam pelaksanaanya lapisan pondasi terdiri atas dua jenis yaitu: 1. Lapis Pondasi Bawah ()

Lapisan ini terletak antara lapisan pondasi atas dan tanah dasar, pada umumnya aggregat yang digunakan adalah aggregate B dengan material yang terdiri dari batu pecah berukuran 57 cm.

Tanah Dasar

Lapis Permukaan Bawah (LPB)

Lapis Permukaan Atas (LPA)

Lapis Permukaan

Lapis pendukung bagi lapis permukaan Memikul beban vertical dan horizontal

Mencegah masuknya tanah dasar ke LPA Sebagai lapis peresapan, penyebar beban roda

Mendukung dan menyebarkan beban vertical dan horisontal Sebagai lapis kedap air Menyediakan permukaan yang rata dan tidak licin

Merupakan permukaan untuk perletakan bagian Perkerasan lainnya

Oleh: Redi andriansyah staf RR I Perwakilan Provinsi NAD

PENGUJIAN KEPADATAN LAPISAN PONDASI PADA PEKERJAAN JALAN RAYA DENGAN

MENGGUNAKAN SANDCONE (KERUCUT TERPANCUNG)

AUDIT

Page 57: 1. Edisi 119 No. XXVIII : Fungsi Pengawasan Internal

��NO ��9/Agustus-September2009/Tahun XXVIII

��

pemadatan dan alat pemadat yang digunakan. Semua material timbunan untuk konstruksi jalan raya harus dipadatkan, maksud pemadatan tersebut ialah untuk menaikkan kepadatan (density), untuk menaikkan kekuatan tahanan (bearing strength), dan untuk mengurangi sifat kemudahan ditembus oleh air (permeability). Secara umum, semakin padat lapisan pondasi maka semakin besar kekuatannya dan kemampuannya menahan gaya geser (shearing force). Di lapangan setelah pekerjaan pemadatan dilakukan, maka untuk mengetahui mutu pemadatan dilakukan pemeriksaan terhadap derajat kepadatannya, dimana semakin tinggi derajat kepadatan semakin baik mutu pemadatan yang dicapai.

Dalam pelaksanaan pengujian sand cone ada beberapa hal yang perlu diperhatikan yaitu:�. Dalam pemeriksaan ini jangan sampai ada getaran-

getaran.2. Dalam pengisian pasir, baik ke dalam wadah pasir

maupun ke dalam lubang harus dilakukan pelan-pelan agar pasir tidak memadat setempat.

3. Penentuan berat isi pasir tersebut dilakukan pada setiap penggantian jenis pasir yang baru atau apabila pasir tersebut telah lama dipergunakan.

Percobaan sand cone ini pada prinsipnya adalah untuk mengetahui berat isi massa lapisan pondasi yang telah dipadatkan dengan menggali lubang pada tanah hasil pemadatan yang kemudian diisi dengan pasir yang telah diketahui kepadatannya. Dengan berat dan kadar air tanah yang digali diketahui dan volume lubang yang terisi pasir diketahui, maka berat isi kering hasil pemadatan lapangan dapat ditentukan. Sehingga derajat kepadatan yang dicapai ditulis sebagai:

100%γ

γD

umlaboratorimaxd

lapangand ×=

Dimana : D = derajad kepadatan (harus = 95%)

γdlap=dry density lapangan γdlab=dry density laboratorium

Berikut ini adalah rumus perhitungan yang digunakan dalam melakukan pengujian sand cone:

Isi botol = berat air = (W2 – W1) cc

Berat isi pasir (γp) = ( )( ) gr/cc

WWWW

12

12

−−

Berat pasir di dalam corong = (W4 – W5) gr Berat pasir dalam lubang = (W6 – W7) – (W4 – W5) gr = W10 gr

Volume lubang = P

W10 = V cc

Berat tanah = W8 – W9 gr

Berat isi tanah (γm) = Ve

WW 98 − gr/cc

Berat isi kering (γd) = w1

γ m

+gr/cc

Derajat kepadatan di lap. D = 100%γγ

labd

lapd ×

Page 58: 1. Edisi 119 No. XXVIII : Fungsi Pengawasan Internal

�� NO ��9/Agustus-September 2009/Tahun XXVIII

��

A. Latar BelakangMasih segar dalam ingatan kita ketika media massa

memberitakan bahwa sewaktu Anthony Zeidra Abidin (AZA) yang waktu itu menjadi Anggota DPR bertamu kepada Anwar Nasution (AN) selaku Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) di Ruang Kerja Ketua BPK, AZA membawa alat perekam yang digunakan untuk merekam pembicaraannya dengan AN, tanpa sepengetahuan dan seizin AN. AZA, melalui kuasa hukumnya, advokat Maqdir Ismail (MI), kemudian menyebarluaskan kepada masyarakat hasil pengeditan (editing) isi pembicaraan tersebut.

B. PermasalahanDari uraian pada bagian Latar Belakang tersebut di atas,

maka tulisan ini akan mengkaji penggunaan ketentuan “Perbuatan Melawan Hukum (Onrechtmatigedaad)” untuk menghukum perbuatan merekam pembicaraan pribadi dan menyebarluaskan rekaman pembicaraan pribadi tanpa seizin lawan bicara. Permasalahan merekam dan menyebarluaskan pembicaraan pribadi tanpa seizin lawan bicara, selain akan dibahas dengan hukum Indonesia, juga akan dibahas dengan hukum internasional dan hukum negara lain sebagai perbandingan dengan hukum Indonesia, sekaligus untuk menambah pengetahuan hukum tentang perlindungan privasi di negara lain.

C. PembahasanC.1. Asas Legalitas dalam Hukum Pidana

Sesuai dengan salah satu asas di dalam hukum pidana, yaitu asas legalitas sebagaimana tercantum di dalam Pasal 1 KUHP yang menyatakan, “Tiada suatu perbuatan boleh dihukum, melainkan atas ketentuan pidana dalam undang-undang, yang ada terdahulu daripada perbuatan itu”,1 maka suatu perbuatan dapat dikategorikan sebagai perbuatan pidana, apabila telah ada undang-undang yang secara jelas menentukan bahwa perbuatan tersebut adalah perbuatan pidana. Dari sudut undang-undang, suatu perbuatan tidak

� Soesilo, R., “Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), Serta Komentar-komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal”, Politeia, Bogor, �996, h.27.

mempunyai sifat melawan hukum sebelum perbuatan itu diberi sifat terlarang (wederrechtelijkheid) dengan memuatnya sebagai dilarang dalam peraturan perundang-undangan, artinya sifat terlarang itu disebabkan atau bersumber pada dimuatnya dalam peraturan perundang-undangan.2 Kesulitan utama dari segi hukum pidana untuk menghukum perbuatan AZA adalah karena belum ada peraturan perundang-undangan atau hukum tertulis yang berlaku di Indonesia yang secara jelas menyatakan bahwa perbuatan sebagaimana perbuatan AZA terhadap AN tersebut adalah perbuatan pidana.

C.2. Hukum Privasi di AustraliaHal berbeda dengan Indonesia dalam masalah

perlindungan privasi dapat ditemui pada negara tetangga Indonesia, yaitu the Commonwealth of Australia (Australia). Di Australia, terdapat peraturan perundang-undangan atau hukum tertulis yang melindungi privasi seseorang (Privacy Law).

Latar belakang diterapkannya Privacy Law di Australia adalah karena hak individual atas privasi telah diakui pada level internasional sebagai Hak Asasi Manusia (HAM), yaitu pada Article 12 Universal declaration of Human Rights:

“No one shall be subjected to arbitrary interference with his privacy, family, home or correspondence, nor to attacks upon his honour and reputation. Everyone has the right to the protection of the law against such interference or attacks.” 3

Saat ini, hukum dasar untuk Privacy Law yang berlaku di Australia terdapat di dalam Privacy Act 1988 (Cth) yang berlaku sejak tahun 1988.4 Kode (Cth) atau Commonwealth berarti bahwa undang-undang tersebut adalah undang-undang federal atau undang-undang yang berlaku secara

2 Chazawi, Adam., “Pelajaran Hukum Pidana. Bagian �”, Rajawali Pers, Jakarta, 2002, h.86-87.

� United Nations, “Universal Declaration of Human Rights”, dilihat dari http://www.un.org/Overview/rights.html

4 Duxbury, J. & Hoyle, A., “Information Law, Lecture 9”, University of Canberra, Canberra, 2006, p.7.

Penggunaan “Perbuatan Melawan Hukum (Onrechtmatigedaad)” untuk Menghukum Perbuatan Merekam Pembicaraan Pribadi dan

Menyebarluaskan Rekaman Pembicaraan Pribadi Tanpa Seizin Lawan Bicara

Oleh :Sandi Indra Prasetya, S.H., LL.M.

Kasi Analisis Hukum Keuangan Negara pada Ditama Binbangkum. Alumni School of Law – University of Canberra, atas beasiswa Australian Partnership Scholarship.

Tulisan ini merupakan pendapat pribadi.

HUKUM

Page 59: 1. Edisi 119 No. XXVIII : Fungsi Pengawasan Internal

��NO ��9/Agustus-September2009/Tahun XXVIII

��

nasional untuk seluruh Australia. Undang-undang federal Australia di bidang perlindungan privasi tersebut menjadi dasar bagi beberapa negara bagian (state) dan daerah khusus (territory) di Australia untuk juga memiliki peraturan perundang-undangan yang di dalamnya juga terdapat perlindungan privasi.

Contoh perlindungan privasi yang berlaku pada negara-negara bagian Australia: New South Wales (NSW) dengan Privacy and Personal Information Protection Act 1998 (NSW); Victoria (VIC) dengan Information Privacy Act 2000 (VIC); dan Tasmania (TAS) dengan Information Privacy Act 2000 (TAS).5

Contoh perlindungan privasi yang berlaku pada daerah-daerah khusus Australia: Northern Territory (NT) dengan Information Act (2002); dan Australian Capital Territory (ACT) dengan Human Rights Act 2004 (ACT)6dan Listening Devices Act 1992 (ACT).7

Privacy Act 1988 (Cth), memuat 11 (sebelas) Information Privacy Principles yang merupakan perlindungan terhadap privasi.8 Sebagai contoh pada Principle 1: Manner and purpose of collection of personal information:

1. Personal information shall not be collected by a collector for inclusion in a record or in a generally available publication unless:

(a) the information is collected for a purpose that is a lawful purpose directly related to a function or activity of the collector; and

(b) the collection of the information is necessary for or directly related to that purpose.

2. Personal information shall not be collected by a collector by unlawful or unfair means.9

Selain itu, di dalam Listening Devices Act 1992 (ACT) juga memuat mengenai larangan mendengar dan/atau merekam pembicaraan pribadi, yaitu:

Section 4 (1) : A person shall not use, or cause to be used, a listening device—

(a) to listen to or to record a private conversation to which the person is not a party; or

(b) to record a private conversation to which the person is a party.

Penalty: $20,000 or imprisonment for 2 years, or both.10

Yang dimaksud dengan “private conversation” adalah:“ a conversation or words spoken by one person to another

person or persons in circumstances that may reasonably be taken

5 Ibid.6 Ibid.7 Ibid, p.35.8 Ibid, p.�3.9 Ibid, p.�4.�0 Ibid, p.35.

to indicate that any party at the conversation desires it only be listened to by the parties to the conversation themselves and by some other person who has the express or implied consent of the parties to do so.”11

Dari pembahasan pada bagian C.2. ini, perbuatan semacam perbuatan AZA apabila dilakukan di di wilayah teritori ACT, maka perbuatan tersebut memenuhi unsur-unsur tindak pidana dalam Section 4 (1) b. Listening Device Act 2002 (ACT), yaitu :

- Pembicaraan AZA dengan AN merupakan pembicaraan pribadi (private conversation) karena :

- pembicaraan hanya dihadiri oleh AZA dan AN sendiri, dan/atau pihak-pihak yang dikehendaki oleh mereka dalam pembicaraan tersebut;

- pembicaraan dilakukan di Ruang Kerja Ketua BPK yang tidak semua orang dapat masuk ruang tersebut secara bebas atau dengan kata lain ruang tersebut tidak terbuka untuk umum.

- AZA merupakan pihak dalam pembicaraan pribadi tersebut.

- AZA merekam pembicaraan pribadinya dengan AN dan menyebarluaskan ke masyarakat tanpa izin yang telah dinyatakan secara jelas (express or implied consent ) oleh AN bahwa AZA boleh melakukan hal tersebut.

Oleh karena itu, AZA dapat dihukum denda sebesar AU$20.000 atau penjara selama dua tahun atau keduanya.

Masalahnya, perbuatan AZA dilakukan di Indonesia, yang hukum tertulisnya belum mengatur bahwa perbuatan AZA merupakan tindakan pidana, sehingga perbuatan AZA tidak dapat dipidana. Hal tersebut sesuai dengan asas legalitas dan wederrechtelijkheid di bidang hukum pidana sebagaimana diuraikan pada bagian C.1.

C.3. Perbuatan Melawan Hukum dalam Hukum Perdata

Sebagaimana diuraikan pada bagian C.1 dan C.2, hukum privasi yang melindungi hak individu atas privasi sebagai HAM, seperti Privacy Law yang diterapkan di Australia, belum diterapkan dalam hukum pidana Indonesia, sehingga perbuatan AZA merekam percakapan pribadinya dengan AN di ruang kerja Ketua BPK dan menyiarkannya kepada khalayak, tidak dapat dipidana. Meskipun demikian, untuk menghukum suatu perbuatan seseorang yang dianggap salah dan merugikan hak-hak orang lain, tidak hanya dari hukum pidana saja, namun bisa juga dari hukum perdata. Apabila di bidang hukum pidana ada istilah wederrechtelijkheid atau melawan hukum (hukum dalam arti perundang-undangan atau hukum tertulis), maka di bidang hukum perdata, termasuk yang berlaku di Indonesia dan negara-negara lain dalam sistem hukum Eropa Kontinental, dikenal istilah onrechtmatigedaad atau “Perbuatan Melawan Hukum (PMH)”.

�� Ibid, p.36.

Page 60: 1. Edisi 119 No. XXVIII : Fungsi Pengawasan Internal

�� NO ��9/Agustus-September 2009/Tahun XXVIII

��

PMH dapat didefinisikan antara lain sebagai berikut:1. …2. Suatu perbuatan atau tidak berbuat sesuatu yang

mengakibatkan timbulnya kerugian bagi orang lain tanpa sebelumnya ada suatu hubungan hukum...

3. …4. Suatu kesalahan perdata (civil wrong) terhadap

mana suatu ganti kerugian dapat dituntut yang bukan merupakan wanprestasi terhadap kontrak, atau wanprestasi terhadap kewajiban trust, ataupun wanprestasi terhadap kewajiban equity lainnya.

5. …suatu perbuatan yang merugikan hak-hak orang lain yang diciptakan oleh hukum yang tidak terbit dari hubungan kontraktual.

6. Sesuatu perbuatan atau tidak berbuat sesuatu yang secara bertentangan dengan hukum melanggar hak orang lain yang diciptakan oleh hukum, dan karenanya dapat dituntut oleh pihak yang dirugikan.

7. ….12

Di dalam hukum perdata Indonesia, PMH tercantum di dalam Pasal 1365 Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUH Perdata), yang menyatakan, “Tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada seorang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut.”13 Apabila ditinjau dari model pengaturan Pasal 1365 KUH Perdata tersebut, maka model tanggung jawab hukum adalah tanggung jawab dengan unsur kesalahan, baik kesalahan karena kesengajaan maupun kesalahan karena kelalaian.14

Menurut William C. Robinson dalam bukunya “Elementary Law“ (1882 : 127) yang dimaksud dengan “perbuatan” dalam istilah PMH adalah:

- Nonfeasance : tidak berbuat sesuatu yang diwajibkan oleh hukum.

- Misfeasance : perbuatan yang dilakukan secara salah, perbuatan mana merupakan kewajibannya atau merupakan perbuatan yang dia mempunyai hak untuk melakukannya.

- Malfeasance : perbuatan yang dilakukan padahal pelakunya tidak berhak untuk melakukannya.15

Pada awalnya, istilah “melawan hukum” ditafsirkan oleh pengadilan hanya sebagai pelanggaran dari pasal-

�2 Fuady, M., “Perbuatan Melawan Hukum : Pendekatan Kontemporer”, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2002, h.3-4.

�3 Subekti, R., Prof. & Tjitrosudibio, R., “Kitab Undang-undang Hukum Perdata”, Cetakan ketigapuluh, Pradnya Paramita, Jakarta, �999, h.346.

�4 Fuady, M., “Perbuatan Melawan Hukum : Pendekatan Kontemporer”, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2002, h.3.

�5 Ibid, h.5.

pasal hukum tertulis (pelanggaran perundang-undangan yang berlaku). Namun sejak tahun 1919, penafsiran istilah “melawan hukum” bukan hanya sebagai pelanggaran perundang-undangan tertulis, namun juga meliputi setiap pelanggaran terhadap kesusilaan atau kepantasan dalam pergaulan hidup masyarakat. Dengan demikian, sejak tahun 1919, tindakan onrechtmatigedaad tidak lagi dimaksudkan hanya sebagai onwetmatigedaad (melawan undang-undang atau melawan hukum tertulis) saja.16

Oleh karena itu, sejak tahun 1919 tersebut, di Belanda dan dengan demikian juga di Indonesia melalui asas konkordansi, PMH telah diartikan secara luas, yaitu mencakup salah satu dari perbuatan-perbuatan sebagai berikut:

1. Perbuatan yang bertentangan dengan hak orang lain, atau

2. Perbuatan yang bertentangan dengan kewajiban hukumnya sendiri, atau

3. Perbuatan yang bertentangan dengan kesusilaan, atau

4. Perbuatan yang bertentangan dengan kehati-hatian atau keharusan dalam pergaulan masyarakat yang baik.17

Penjelasan dari perbuatan-perbuatan yang termasuk PMH tersebut adalah sebagai berikut:1. Perbuatan yang Bertentangan dengan Hak Orang Lain.

Perbuatan yang bertentangan dengan hak orang lain termasuk salah satu perbuatan yang dilarang oleh Pasal 1365 KUH Perdata. Hak-hak yang dilanggar tersebut adalah hak-hak seseorang yang diakui oleh hukum, yaitu:

- Hak-hak Pribadi .- Hak-hak Kekayaan .- Hak atas Kebebasan.- Hak atas Kehormatan dan Nama Baik.

2. Perbuatan yang bertentangan dengan kewajiban hukumnya sendiriJuga termasuk ke dalam kategori PMH apabila

perbuatan tersebut bertentangan dengan kewajiban hukum dari pelakunya. Istilah “kewajiban hukum” ini adalah suatu kewajiban yang diberikan oleh hukum terhadap seseorang, baik hukum tertulis maupun hukum tidak tertulis. Jadi bukan hanya bertentangan dengan hukum tertulis saja, melainkan juga bertentangan dengan hak orang lain menurut undang-undang. Karena itu pula, istilah yang dipakai untuk PMH adalah onrechtmatigedaad, dan bukan onwetmatigedaad.

3. Perbuatan yang Bertentangan dengan Kesusilaan.Tindakan yang melanggar kesusilaan yang oleh masyarakat

telah diakui sebagai hukum tidak tertulis juga dianggap sebagai PMH. Apabila tindakan melanggar kesusilaan tersebut menyebabkan kerugian bagi pihak lain, maka pihak

�6 Ibid, h.6.�7 Ibid.

Page 61: 1. Edisi 119 No. XXVIII : Fungsi Pengawasan Internal

�9NO ��9/Agustus-September2009/Tahun XXVIII

�9

yang menderita kerugian tersebut dapat menuntut ganti rugi berdasarkan atas PMH (Pasal 1365 KUH Perdata). Hoge Raad dalam Lindenbaum vs Cohen (1919) menganggap tindakan Cohen untuk membocorkan rahasia perusahaan dianggap sebagai tindakan yang bertentangan dengan kesusilaan sehingga dapat digolongkan sebagai PMH.

4. Perbuatan yang Bertentangan dengan Kehati-hatian atau Keharusan dalam Pergaulan Masyarakat yang Baik.Perbuatan yang bertentangan dengan kehati-hatian

atau keharusan dalam pergaulan masyarakat yang baik juga dianggap sebagai PMH. Jadi apabila seseorang melakukan tindakan yang merugikan orang lain meskipun tidak melanggar pasal-pasal dari hukum tertulis, masih dapat dijerat dengan PMH karena tindakannya tersebut bertentangan dengan prinsip kehati-hatian, atau keharusan dalam pergaulan masyarakat yang baik. Keharusan dalam masyarakat tersebut tentunya tidak tertulis, namun diakui oleh masyarakat yang bersangkutan.

Sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 1365 KUH Perdata, maka suatu PMH haruslah mengandung unsur-unsur sebagai berikut:

1. Adanya suatu perbuatan. PMH diawali oleh suatu perbuatan dari si pelakunya.

2. Perbuatan tersebut melawan hukum. Perbuatan yang dilakukan tersebut haruslah “melawan hukum”. Sejak tahun 1919, unsur “melawan hukum” ini diartikan dalam arti luas, yang meliputi:a. Perbuatan yang melanggar undang-undang yang

berlaku, ataub. Perbuatan yang melanggar hak orang lain yang

dijamin oleh hukum, atauc. Perbuatan yang bertentangan dengan kewajiban

hukum si pelaku, ataud. Perbuatan yang bertentangan dengan kesusilaan,

ataue. Perbuatan yang bertentangan dengan sikap yang

baik dalam bermasyarakat untuk memperhatikan kepentingan orang lain.

3. Adanya kesalahan dari pihak pelaku. Karena Pasal 1365 KUH Perdata mensyaratkan adanya unsur “kesalahan” dalam suatu PMH, maka perlu diketahui cakupan dari unsur kesalahan tersebut, yaitu:a. adanya unsur kesengajaan, ataub. ada unsur kelalaian, danc. tidak ada alasan pembenar atau alasan pemaaf.

4. Adanya kerugian bagi korban. Adanya kerugian bagi korban juga merupakan syarat agar gugatan berdasarkan Pasal 1365 KUH Perdata dapat dipergunakan. Berbeda dengan kerugian karena wanprestasi yang hanya mengenal kerugian materiil, yurisprudensi juga mengakui konsep kerugian immaterial,

yang juga akan dinilai dengan uang.

5. Adanya hubungan kausal antara perbuatan dengan kerugian.

Hubungan kausal antara perbuatan yang dilakukan dengan kerugian yang terjadi juga merupakan syarat dari suatu PMH.

C.4. Perbuatan AZA Ditinjau dari PMHPerbuatan AZA merekam pembicaraan pribadinya

dengan AN dan menyebarluaskan isi rekaman tersebut kepada masyarakat tanpa seizin AN, dapat dikatakan telah melanggar dan merugikan hak AN. Jika AN sudah merasa dilanggar dan dirugikan haknya oleh perbuatan AZA, maka perlu dikaji apakah perbuatan AZA tersebut telah termasuk PMH sebagaimana diatur dalam Pasal 1365 KUH Perdata.

Sebagaimana diuraikan pada bagian C.3., suatu perbuatan dapat dikualifikasikan sebagai PMH apabila memenuhi unsur-unsur berikut:1. Adanya suatu perbuatan2. Perbuatan tersebut melawan hukum3. Adanya kesalahan4. Adanya kerugian5. Adanya hubungan kausal antara perbuatan dengan kerugian.

Analisis perbuatan AZA dengan unsur-unsur PMH tersebut di atas:1. Adanya suatu perbuatan.

Perbuatan AZA dalam kasus ini adalah AZA merekam pembicaraan pribadinya dengan AN di ruang kerja AN (Ruang Ketua BPK) dan menyiarkan rekaman pembicaraan pribadi tersebut ke masyarakat tanpa seizin AN.

2. Perbuatan tersebut melawan hukum. Suatu perbuatan dianggap melawan hukum apabila perbuatan tersebut termasuk perbuatan berikut:a. Perbuatan yang melanggar undang-undang yang

berlaku, ataub. Perbuatan yang melanggar hak orang lain yang

dijamin oleh hukum, atauc. Perbuatan yang bertentangan dengan kewajiban

hukum si pelaku, ataud. Perbuatan yang bertentangan dengan kesusilaan,

ataue. Perbuatan yang bertentangan dengan sikap yang

baik dalam bermasyarakat untuk memperhatikan kepentingan orang lain.

Sebagaimana diuraikan pada bagian C.1., belum ada hukum tertulis di bidang hukum pidana yang berlaku di Indonesia, yang menyatakan bahwa perbuatan merekam pembicaraan pribadi dengan orang lain tanpa sepengetahuan lawan bicara dan kemudian menyiarkan rekaman pembicaraan

Page 62: 1. Edisi 119 No. XXVIII : Fungsi Pengawasan Internal

�0 NO ��9/Agustus-September 2009/Tahun XXVIII

�0

tersebut tanpa seizin lawan bicaranya, merupakan tindak pidana. Hal ini berbeda dengan negeri jiran Indonesia, Australia. Australia telah memberi pengakuan terhadap hak individu atas privasi sebagai HAM, yang kemudian diterapkan di dalam hukum positif Australia sebagai Privacy Law. Dasar dari Privacy Law di Australia adalah Article 12 Universal Declaration of Human Rights.

Sebagai anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Indonesia juga mengadopsi prinsip-prinsip di dalam Universal Declaration of Human Rights. Adopsi tersebut bukan hanya di dalam peraturan perundang-undangan setingkat Undang-undang, namun bahkan masuk ke dalam Perubahan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.

Prinsip Article 12 Universal Declaration of Human Rights yang menyatakan bahwa :

“No one shall be subjected to arbitrary interference with his privacy, family, home or correspondence, nor to attacks upon his honour and reputation. Everyone has the right to the protection of the law against such interference or attacks.”

diadopsi ke dalam UUD 1945 (Perubahan Kedua), Pasal 28G ayat (1), yang menyatakan bahwa:

“Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi (privacy), keluarga (family), kehormatan (honour), martabat (reputation) dan harta benda yang ada di bawah kekuasaannya (home or correspondence), serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi.”

Perlindungan HAM di dalam UUD 1945 diatur lebih lanjut di dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (UU No.39/1999 atau UU HAM). Ketentuan-ketentuan di dalam UU HAM yang dapat dikaitkan dengan perbuatan AZA merekam pembicaraan pribadinya dengan AN di ruang kerja AN (Ruang Ketua BPK) dan kemudian menyebarluaskan rekaman tersebut ke masyarakat tanpa seizin AN, adalah sebagai berikut:

1. Pasal 29 ayat (1)Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi,

keluarga, kehormatan, martabat, dan hak miliknya.2. Pasal 31 ayat (1)Tempat kediaman siapapun tidak boleh diganggu.Penjelasan Pasal 31 ayat (1)Yang dimaksud ”tidak boleh diganggu” adalah hak yang

berkaitan dengan kehidupan pribadi (privacy) di dalam tempat kediamannya.

Keterkaitan antara Pasal 31 ayat (1) dengan perbuatan AZA adalah Ruang Kerja AN meskipun bukan termasuk tempat kediaman AN (tempat kediaman dalam artian rumah tempat tinggal), namun ruangan tersebut adalah tempat dimana AN menjalani sebagian waktu dari kehidupannya sehari-hari yaitu tempat AN melaksanakan tugasnya selaku Ketua BPK sehingga Ruang Kerja AN di Gedung BPK

termasuk merupakan wilayah dimana AN memiliki privacy yang dilindungi oleh hukum.

Selain ditinjau dari pasal yang mengatur tentang hak setiap warga negara yang dijamin untuk dilindungi oleh hukum (dalam kasus ini adalah HAM AN), perbuatan AZA merekam pembicaraan pribadinya dengan AN di ruang kerja AN (Ruang Ketua BPK) dan menyebarluaskan rekaman pembicaraan pribadi tersebut ke masyarakat tanpa seizin AN, juga dapat ditinjau dari sisi kewajiban AZA selaku warga negara yang harus/wajib menghormati HAM orang lain, yaitu:

2. Pasal 67 Setiap orang yang ada diwilayah negara Republik

Indonesia wajib patuh pada peraturan perundang-undangan, hukum tak tertulis, dan hukum internasional mengenai hak asasi manusia yang telah diterima oleh negara Republik Indonesia.

3. Pasal 69 ayat (1) Setiap orang wajib menghormati hak asasi

manusia orang lain, moral, etika, dan tata tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

Ditinjau dari ketentuan-ketentuan dalam UU HAM, jelaslah bahwa perbuatan AZA tersebut telah memenuhi unsur adanya “perbuatan yang dianggap melawan hukum”.

3. Adanya kesalahanYang termasuk unsur kesalahan adalah:a. Ada unsur kesengajaan, ataub. Ada unsur kelalaian, danc. Tidak ada alasan pembenar atau alasan pemaaf.

Perbuatan AZA membawa alat perekam ketika hendak menemui AN, merekam pembicaraan pribadinya dengan AN AN dan menyebarluaskan rekaman tersebut tanpa seizin AN, jelas merupakan kesengajaan dan tidak mungkin merupakan suatu kelalaian.

Alasan pembenar adalah alasan yang menghapuskan sifat melawan hukumnya perbuatan, sehingga perbuatan itu dibenarkan. Termasuk perbuatan ini adalah:

- keadaan darurat, - pembelaan terpaksa, - pelaksanaan undang-undang, dan - perintah jabatan. Sedangkan alasan pemaaf adalah alasan yang

menghilangkan kesalahan terdakwa. Termasuk perbuatan ini adalah :

- ketidakmampuan bertanggung jawab, - daya paksa, dan - pembelaan melampaui batas.18 Dari penjelasan atas alasan pembenar dan alasan pemaaf

�8 Ishaq, “Dasar-dasar Ilmu Hukum”, Sinar Grafika, Jakarta, 2008, h.39-42.

Page 63: 1. Edisi 119 No. XXVIII : Fungsi Pengawasan Internal

��NO ��9/Agustus-September2009/Tahun XXVIII

��

tersebut, perbuatan AZA tidak dapat digolongkan ke dalam perbuatan-perbuatan yang termasuk alasan pembenar dan alasan pemaaf.

4. Adanya kerugian.Akibat perbuatan AZA ini, AN merasa dirugikan nama

baik dan kredibilitasnya. Dengan perbuatan AZA ini, dapat membuat kredibilitas AN selaku Ketua BPK akan jatuh di masyarakat termasuk di kalangan instansi pengelola dan penanggung jawab keuangan Negara yang diperiksa oleh BPK. Tindakan AN selaku Ketua BPK yang melaporkan kasus Bantuan Likiuiditas Bank Indonesia (BLBI) kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merupakan kewajiban AN selaku Ketua BPK sebagaimana yang ditentukan di dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara (UU 15/2004) untuk melaporkan unsur pidana yang ditemukan di dalam pemeriksaan BPK kepada instansi yang berwenang.19 Apabila AN tidak melaporkan kasus BLBI tersebut kepada KPK, maka AN dapat dikenai sanksi pidana sebagaimana yang diatur di dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang BPK (UU 15/2006).20

Namun, oleh AZA dan juga MI, melalui hasil editing rekaman, perbuatan AN melaporkan kasus BLBI ke KPK tersebut, dikesankan seolah-olah hanya merupakan kepentingan pribadi AN. Perbuatan AZA tersebut dapat menjatuhkan kredibilitas AN selakuk Ketua BPK. Apabila pada kesempatan berbeda, AN menjelaskan Hasil Pemeriksaan (HP) BPK kepada masyarakat (termasuk kepada para anggota lembaga perwakilan sesuai dengan kewenangannya dan para pejabat instansi yang diperiksa oleh BPK), maka masyarakat dapat “meragukan” penjelasan AN tersebut: apakah HP BPK yang dijelaskan oleh AN tersebut benar-benar merupakan perwujudan dari kewajiban AN selaku Ketua BPK, ataukah ada kepentingan pribadi AN dalam HP BPK tersebut? Pemikiran masyarakat tersebut dapat “merugikan” kredibilitas AN pada khususnya dan BPK pada umumnya. Oleh karena itu, perbuatan AZA dapat merugikan AN.

Berbeda dengan kerugian karena wanprestasi yang hanya mengenal kerugian materiil, yurisprudensi juga mengakui konsep kerugian immaterial untuk PMH sebagaimana diatur dalam Pasal 1365 KUH Perdata, yang juga akan dinilai dengan uang. Perbuatan AZA dapat digolongkan sebagai PMH yang serius, karena ketentuan hukum yang dilanggar oleh AZA merupakan ketentuan di dalam UUD 1945 dan UU, maka kepada AN dapat diberikan sejumlah uang tertentu sesuai dengan rasa keadilan tanpa menghitung berapa sebenarnya kerugian tersebut.

5. Adanya hubungan kausal antara perbuatan dengan

�9 UU �5/2004, Pasal �4 ayat (�).20 UU �5/2006, Pasal 36 ayat (�).

kerugian.Kerugian AN ini disebabkan oleh perbuatan AZA

yang merekam pembicaraan pribadinya dengan AN dan menyebarluaskan rekaman pembicaraan tersebut tanpa seiizin AN.

Dari uraian di atas, maka perbuatan AZA tersebut telah termasuk PMH sebagaimana diatur dalam Pasal 1365 KUH Perdata. Langkah hukum yang dapat dilakukan oleh AN adalah melakukan gugatan terhadap perbuatan AZA dengan mendasarkan pada Pasal 1365 KUH Perdata.

Jika AN melakukan gugatan PMH terhadap AZA, maka AN v AZA atau Nasution v Abidin bisa jadi merupakan kasus pertama dalam sejarah hukum perdata di Indonesia dimana suatu perbuatan merekam pembicaraan pribadi dan menyebarluaskan rekaman pembicaraan pribadi tanpa seizin lawan bicara, digugat sebagai PMH. Jika hakim memenangkan AN, maka putusan hakim tersebut dapat menjadi yurisprudensi dalam hukum perdata Indonesia sebagai perlindungan bagi korban pelanggaran privasi sebagaimana yang dialami oleh AN. Sebagaimana Lindenbaum v Cohen selalu disebut dalam pembahasan mengenai perluasan makna PMH, maka AN v AZA atau Nasution v Abidin juga akan dicatat dan dikenal, selain karena para prominen yang terlibat dalam kasus ini, karena pertama kalinya upaya hukum melalui gugatan PMH dapat menjadi alternatif hukum bagi para korban pelanggaran privasi (termasuk perekaman tanpa izin), sebelum ada ketentuan hukum pidana yang memberi perlindungan terhadap privasi. Oleh karena itu, kasus AN v AZA atau Nasution v Abidin seharusnya juga dapat menjadi bahan pemikiran dan inisiatif bagi Pemerintah dan DPR untuk membuat suatu Undang-Undang yang mengatur mengenai perlindungan privasi.

D. KesimpulanDari pembahasan di atas, maka dapat ditarik kesimpulan

sebagai berikut:1. Perbuatan AZA telah dapat digolongkan sebagai

PMH 2. Langkah hukum yang dapat dilakukan oleh AN

adalah melakukan gugatan terhadap perbuatan AZA dengan mendasarkan pada Pasal 1365 KUH Perdata.

3. Upaya hukum melalui gugatan PMH merupakan alternatif hukum bagi para korban pelanggaran privasi (termasuk perekaman tanpa izin), sebelum ada ketentuan hukum pidana yang memberi perlindungan terhadap privasi.

Page 64: 1. Edisi 119 No. XXVIII : Fungsi Pengawasan Internal

�2 NO ��9/Agustus-September 2009/Tahun XXVIII

�2

A. UMUM

Pasal 28 F UUD �945 mengatur, bahwa setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengelola dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.Mendapatkan informasi , merupakan hak asasi dari setiap warga Negara, dan keterbukaan informasi publik merupakan salah satu ciri Negara demokratis untuk mewujudkan penyelenggaraan Negara yang baik .Undang-undang nomor �4 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP ), yang telah diundangkan pada tgl 30 April 2008, mengatur tentang hak masyarakat untuk mendapatkan informasi Publik dari Badan Publik dan informasi apa saja yang dapat diperoleh masyarakat dari badan public.Informasi Publik adalah informasi yang dihasilkan, disimpan, dikelola, dikirim, dan/atau diterima oleh suatu badan public yang berkaitan dengan penyelenggara dan penyelenggaraan Negara dan/atau penyelenggara dan penyelenggaraan badan public lainnya yang sesuai dengan Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik serta informasi lain yang berkaitan dengan kepentingan public.Sedangkan Badan Publik adalah lembaga eksekutif, legislatif, yudikatif , dan badan lain yang fungsi dan tugas pokoknya berkaitan dengan penyelenggaraan Negara, yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari APBN dan/atau APBD, sumbangan masyarakat, dan/ luar negeri.

B. ASAS DAN TUJUAN KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK

Sebagaimana diatur dalam Pasal 2 UU KIP, bahwa asas keterbukaan informasi publik adalah, pertama , setiap informasi public bersifat terbuka dan dapat diakses oleh setiap pengguna informasi public. Kedua informasi poblik yang dikecualikan bersifat ketat dan terbatas. Ketiga setiap informasi publik harus dapat diperoleh setiap pemohon informasi publik dengan cepat dan tepat waktu, biaya ringan, dan cara sederhana. Keempat informasi publik yang dikecualikan bersifat rahasia , sesuai dengan Undang-Undang, kepatutan, dan kepentingan

umum , didasarkan pengujian tentang konsekuensi yang timbul apabila suatu informasi diberikan kepada masyarakat , serta setelah dipertimbangkan denga n seksama, bahwa menutup informasi publik dapat melindungi kepentingan yang lebih besar daripada membukanya atau sebaliknya.Jadi jelas disini bahwa UU KIP menjamin setiap warga Negara untuk memperoleh informasi, sekaligus memberikan batasan atas informasi yang tidak dapat disampaikan pada publik, karena adanya konsekuensi yang membahayakan kepentingan yang dilindungi berdasarkan UU KIP, apabila suatu informasi dibuka.Suatu informasi yang dikategorikan terbuka atau tertutup harus didasarkan pada kepentingan publik, Jika kepentingan publik yang lebih besar dapat dilindungi dengan menutup suatu informasi, maka informasi tersebut harus dirahasiakan atau ditutup, demikian juga sebaliknya. Adapun tujuan keterbukaan informasi publik, sesuai yang digambarkan dalam Pasal 3 UU KIP antara lain, untuk menjamin hak warga Negara untuk mengetahui rencana pembuatan kebijakan publik, program kebijakan publik dan proses pengambilan keputusan publik serta alasan pengambilan suatu keputusan publik, meningkatkan peran aktif masyarakat dalam pengambilan kebijakan publik dan pengelolaan badan publik yang baik, dan mewujudkan penyelenggaraan Negara yang baik, yaitu transparan, efektif, dan efisien, akuntabel serta

KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK(UNDANG UNDANG NOMOR 14 TAHUN 2008)

Oleh : Kustiningrum, Kepala Biro Setpim

PERATURAN

Page 65: 1. Edisi 119 No. XXVIII : Fungsi Pengawasan Internal

��NO ��9/Agustus-September2009/Tahun XXVIII

��

dapat dipertanggungjawabkan.

C. HAK DAN KEWAJIBAN BADAN PUBLIK

Hak Badan Publik Sebagaimana diatur dalam Pasal 6 UU KIP, Badan Publik berhak , menolak memberikan informasi yang dikecualikan sesuai dengan peraturan perundang-undangan , dan menolak memberikan informasi publik apabila tidak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.Informasi publik yang tidak dapat diberikan oleh badan publik adalah :

a. Informasi yang dapat membahayakan Negara;b. Informasi yang berkaitan dengan kepentingan

perlindungan usaha dan persaingan usaha tidak sehat;c. Informasi yang berkaitan dengan hak-hak pribadi;d. Informasi yang berkaitan dengan rahasia jabatan; dan/

ataue. Informasi public yang diminta belum dikuasai atau

didokumentasikan.Yang dimaksud dengan “ membahayakan Negara “ adalah bahaya terhadap kedaulatan Negara, keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan keselamatan bangsa dari ancaman dan gangguan terhadap keutuhan bangsa dan Negara.Yang dimaksud dengan “ persaingan usaha tidak sehat “ adalah persaingan antar pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan produksi dan /atau pemasaran barang dan/atau jasa yang dilakukan dengan cara tidak jujur, melawan hukum, atau menghambat persaingan usaha.

Kewajiban Badan Publik

Digambarkan dalam Pasal 7, bahwa Badan Publik wajib menyediakan, memberikan dan/atau menerbitkan informasi publik yang berada di bawah kewenangannya kepada pemohon informasi publik, selain informasi yang dikecualikan sesuai dengan ketentuan, dan menyediakan informasi public yang akurat, benar, dan tidak menyesatkan.

C. INFORMASI YANG WAJIB DISEDIAKAN DAN DIUMUMKAN.

� . Informasi yang wajib disediakan dan diumumkan secara berkala. Setiap Badan Publik wajib mengumumkan informasi public secara berkala, dilakukan paling singkat 6 (enam) bulan sekali, disampaikan dengan cara yang mudah dijangkau oleh masyarakat dan dengan cara yang mudah dipahami.Informasi yang wajib disebarluaskan secara berkala adalah :

a. Informasi yang berkaitan dengan Badan Publikb. Informasi mengenai kegiatan dan kinerja Badan

Publik terkait;c. Informasi mengenai laporan keuangan ; dan/atau

d. Informasi lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.

2 . Informasi yang Wajib Diumumkan secara serta-merta. Badan publik wajib mengumumkan secara serta-merta suatu informasi yang dapat mengancam hajat hidup orang banyak dan ketertiban umu, dan informasi ini wajib disampaikan dengan cara yang mudah dijangkau oleh masyarakat dan dalam bahasa yang mudah dipahami.3. Informasi yang Wajib Tersedia setiap saat. Badan publik wajib menyediakan informasi public setiap saat, meliputi:

a. Daftar seluruh informasi publik yang berada di bawah penguasaannya, tidak termasuk yang dikecualikan;

b. Hasil keoutusan badan publik dan pertimbangannya;c. Seluruh kebijakan yang ada berikut dokumen

pendukungnya;d. Rencana kerja proyek termasuk didalamnya perkiraan

pengeluaran tahunan badan publik;e. Perjanjian badan publik dengan pihak ke tiga;f. Informasi dan kebijakan yang disampaikan pejabat

publik dalam pertemuan yangh terbuka untuk umum;g. Prosedur kerja pegawai badan publik yang berkaitan

dengan pelayanan masyarakat ; dan/atauh. Laporan mengenai pelayanan akses informasi publik

sebagaimana diatur dalam UU KIP.

D. INFORMASI YANG DIKECUALIKAN

Setiap badan publik wajib membuka akses bagi setiap pemohon informasi untuk mendapatkan informasi publik, kecuali :a. Informasi publik yang apabila dibuka dapat

menghambat proses penegakan hukum, yaitu informasi yang dapat :�. Menghambat proses penyelidikan dan penyidikan

suatu tindak pidana;2. Mengungapkan identitas informan, pelapor, saksi,

dan/atau korban yang mengetahui adanya tindak pidana;

3. Mengungkapkan data intelijen criminal dan rencana-rencana yang berhubungan dengan pencegahan dan penanganan segala bentuk kejahatan transnasional;

4. Membahayakan keselamatan dan kehidupan penegak hokum dan/atau keluarganya;

5. Membahayakan keamanan peralatan, sarana, dan/atau prasarana penegak hokum.

b. Informasi publik yang apabila dibuka dan diberikan kepada pemohon dapat mengganggu kepentingan perlindungan hak atas kekayaan intelektual dan persaingan usaha tidak sehat;

c. Informasi publik yang apabila dibuka dan diberikan kepada pemohon dapat membahayakan pertahanan dan keamanan Negara, yaitu�) Informasi maupun dokumen tentang strategi,

intelijen, operasi, taktik dan teknik yang berkaitan

Page 66: 1. Edisi 119 No. XXVIII : Fungsi Pengawasan Internal

�� NO ��9/Agustus-September 2009/Tahun XXVIII

��

dengan penyelenggaraan sistem pertahanan dan keamanan Negara, meliputi tahap perencanaan, pelaksanaaan dan pengakhiran atau evaluasi dalam kaitan dengan ancamam dari dalam dan luar negeri;

2) Jumlah, komposisi, disposisi, atau dislokasi kekuatan dan kemampuan dalam penyelenggaraaan sistem pertahanan dan keamanan Negara serta rencana pengembangannya;

3) Gambar dan data tentang situasi dan keadaan pangkalan dan/atau instalasi militer;

4) Data perkiraan kemampuan militer dan pertahanan Negara lain terbatas pada segala tindakan dan/atau indikasi Negara tersebut yang dapat membahayakan NKRI dan/atau data terkait kerjasama militer dengan Negara lain yang disepakati dalam perjanjian tersebut sebagai rahasia atau sangat rahasia;

5) Sistem persandian Negara; dan/atau;6) Sistem intelijen Negara.

d. Informasi publik yang apabila dibuka, dapat mengungkapkan kekayaan alam Indonesia;

e. Informasi publik yang apabila dibuka dapat merugikan ketahanan ekonomi nasional , yaitu :�) Rencana awal pembelian dan penjualan mata uang

nasional atau asing, saham dan asset vital milik Negara;

2) Rencana awal perubahan nilai tukar, suku bunga, dan model operasi institusi keuangan;

3) Rencana awal perubahan suku bunga bank, pinjaman pemerintah, perubahan pajak, tarif atau pendapatan Negara/daerah lainnya;

4) Rencana awal penjualan atau pembelian tanah atau property;

5) Rencana awal investasi asing;6) Proses dan hasil pengawasan perbankan, asuransi,

atau lembaga keuangan lainnya; dan/atau7) Hal-hal yang berkaitan dengan proses pencetakan

uangf. Informasi publik yang apabila dibuka dapat merugikan

kepantingan hubungan luar negeri. Yaitu :�) Posisi,daya tawar dan strategi yang akan dan telah

diambil oleh Negara dalam hubungannya dengan negosiasi internasional;

2) Korespondensi diplomatic antar Negara;3) Sistem komunikasi dan persandian yang

dipergunakan dalam menjalankan hubungan internasional; dan/atau

4) Perlindungan dan pengamanan infrastruktur strategis Indonesia di luar negeri.

g. Informasi publik yang apabila dibuka dapat mengungkapkan isi akta otentik yang bersifat ribadi dan kemauan terakhir atau wasiat sseorang.

h. Informasi publik yang apabila dibuka dapat mengungkapkan rahasia pribadi.

i. Memorandum atau surat-surat antar badan publik

atau intra badan publik yang menurut sifatnya dirahasiakan kecuali atas putusan Komisi Informasi atau pengadilan.

j. Informasi yang tidak boleh diungkapkan berdasarkan undang-undang.

Dengan berlakunya Undang nomor �5 tahun 2006 Tentang Badan pemeriksa Keuangan, yang telah diundangkan pada tanggal 30 Oktober 2006, sejak itu BPK RI sudah melaksanakan “ keterbukaan informasi publik “ .Hal ini telah digambarkan dalam pasal 7 ayat (5) , bahwa hasil pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab keuangan Negara yang telah diserahkan kepada DPR, DPD, dan DPRD dinyatakan rerbuka untuk umum.Hasil pemeriksaan BPK meliputi hasil pemeriksaan atas laporan keuangan, hasil pemeriksaan kinerja, hasil pemeriksaan dengan tujuan tertentu dan ikhtisar hasil pemeriksaan semester.Hasil pemeriksaan ini merupakan hasil pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab keuangan Negara yang dilakukan oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Lembaga Negara lainnya, Bank Indonesia, BUMN,BUMD, dan lembaga atau badan lain yang mengelola keuangan Negara.Seluruh hasil pemeriksaan yang telah diserahkan kepada lembaga perwakilan ( DPR,DPD,DPRD) dapat diakses oleh masyarakat , melalui website BPK._________________________

Kepustakaan :Undang-undang Nomor �5 tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan;Undang-undang Nomor �4 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.

_____________________________________________________________________________________

Page 67: 1. Edisi 119 No. XXVIII : Fungsi Pengawasan Internal

��NO ��9/Agustus-September2009/Tahun XXVIII

��

APA DAN BAGAIMANA PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH?

Oleh: Ervin Dwi Putra, SE, Ak. Pegawai pada BPK RI Perwakilan Provinsi Kalimantan Tengah

I. PENDAHULUANBarang milik daerah

merupakan komponen terbesar aset milik daerah yang menjadi primadona dalam penyusunan dan penyajian Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD). Mengingat nilainya yang sangat besar dan material dalam neraca pemerintah daerah maka tidaklah mengherankan jika pengelolaan barang milik daerah sejak dari proses perencanaan, penganggaran, pengadaan, penatausahaan, pelaporan hingga pertanggungjawabannya sering menimbulkan berbagai permasalahan yang rumit dalam pengelolaan barang milik daerah.

Untuk dapat menyusun LKPD perlu diketahui berapa jumlah aset milik daerah yang didapat dari pengelolaan barang milik daerah. Namun, bukanlah pekerjaan mudah menghitung dan menilai aset yang dimiliki pemerintah daerah dari pengelolaan barang milik daerah, mengingat sebelumnya tidak pernah dilakukannya inventarisasi dan penilaian barang milik daerah yang baik. Selama ini penatausahaan barang milik daerah hanya mencantumkan jumlah dan lokasi keberadaan barang milik daerah tapi tidak pernah dilakukan verifikasi secara menyeluruh. Sehingga tidaklah mengherankan jika banyak barang milik daerah yang tidak diketahui keberadaannya. Kondisi ini sering mempengaruhi kualitas LKPD yang telah disusun dan sajikan oleh pemerintah daerah.

Berdasarkan Iktisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) pada semester II tahun 2008 banyak sekali dijumpai temuan-temuan pemeriksaan BPK yang menyangkut pengelolaan barang milik daerah yang tidak tertib dan tidak sesuai ketentuan yang banyak disebabkan ketidakberesan dan tidak memadainya

pengelolaan barang milik daerah.

Berbagai berita yang tak sedap mengenai pengelolaaan barang milik daerah yang amburadul hasil t e m u a n - t e m u a n pemeriksaan BPK b e r m u n c u l a n diberbagai media

masa. Hal ini telah memberikan pertanyaan

kepada kita semua : apa dan bagaimana pengelolaan

barang milik daerah?

II. PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH

Pengelolaan barang milik daerah adalah semua kekayaan daerah baik yang dibeli atau diperoleh atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) maupun yang berasal dari perolehan lainnya yang sah baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak beserta bagiannya ataupun yang merupakan satuan tertentu yang dapat dinilai, dihitung, diukur atau ditimbang termasuk hewan dan tumbuhan kecuali uang dan surat-surat berharga lainnya. Pengelolaan barang milik daerah setidaknya harus memperhatikan azas yang biasa diterapkan dalam pengelolaan barang milik daerah, siklus dalam pengelolaan barang milik daerah dan pihak yang berkompeten dalam pengelolaan barang milik daerah.

Azas Pengelolaan Barang Milik DaerahGuna mewujudkan pengelolaan barang milik daerah dengan baik dan benar, haruslah memperhatikan azas-azas dalam pengelolaan barang milik daerah, diantaranya:a. Azas Fungsional

Pengambilan keputusan dan pemecahan masalah dibidang pengelolaan barang milik daerah yang dilaksanakan oleh Kuasa

DAERAH

Page 68: 1. Edisi 119 No. XXVIII : Fungsi Pengawasan Internal

�� NO ��9/Agustus-September 2009/Tahun XXVIII

��

Pengguna Barang, Pengguna Barang, Pengelola Barang dan Kepala Daerah sesuai fungsi, wewenang dan tanggung jawabnya masing-masing.

b. Azas Kepastian HukumPengelolaan barang milik daerah harus dilaksanakan berdasarkan hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

c. Azas TransparansiPenyelenggaraan pengelolaan barang milik daerah harus transparan terhadap hak-hak masyarakat dalam memperoleh informasi yang benar.

d. Azas EfisiensiPengelolaan barang milik daerah diarahkan agar barang milik daerah dapat digunakan sesuai batasan-batasan standar kebutuhan pemerintah daerah yang diperlukan dalam rangka menunjang penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi pemerintah daerah secara optimal.

e. Azas AkuntabilitasSetia p pengelolaan barang milik daerah harus dipertanggungjawabkan kepada rakyat.

f. Azas Kepastian NilaiPengelolaan barang milik daerah harus didukung dengan adanya ketepatan jumlah dan nilai barang daerah dalam rangka optimalisasi pemanfaatan dan pemindahtanganan barang milik daerah serta penyusunannya dalam neraca pemerintah daerah.

Siklus Pengelolaan Barang Milik DaerahSiklus pengelolaan barang milik daerah merupakan rangkaian kegiatan dan/atau tindakan yang selalu dipakai sebagai acuan standar dalam pengelolaan barang milik daerah, siklus ini meliputi:

a. Perencanaan Kebutuhan dan PenganggaranPerencanaan kebutuhan dan penganggaran barang milik daerah merupakan kegiatan untuk pemenuhan kebutuhan barang daerah yang dirinci dengan banyaknya barang, nama barang, waktu yang dibutuhkan dan jumlah biaya yang diperlukan. Perencanaan kebutuhan dan penganggaran barang milik daerah disusun oleh masing-masing unit kerja sesuai Rencana Kerja dan Anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah (RKA-SKPD) dengan memperhatikan standarisasi sarana dan prasarana kerja pemerintah daerah, kondisi daerah dan standarisasi harga yang telah ditetapkan oleh Kepala Daerah. Dalam perencanaan kebutuhan dan penganggaran barang milik daerah perlu adanya pemahaman dari seluruh SKPD terhadap kegiatan pengelolaan barang milik daerah sehingga koordinasi dan sinkronisasi dalam kegiatan tersebut dapat dilakukan dengan baik.

b. PengadaanPengadaan barang milik daerah dilaksanakan oleh Panitia/Pejabat Pengadaan dengan prinsip-prinsip efisien, efektif, transparan, terbuka, bersaing, adil dan akuntabel. Penatausahaan pengadaan barang milik daerah yang dilaksanakan oleh Panitia/Pejabat Pengadaan mencakup seluruh kegiatan pengadaan barang milik daerah sesuai dengan daftar kebutuhan barang milik daerah. Proses

pengadaan barang milik daerah melalui Panitia/Pejabat Pengadaan dapat dilakukan dengan cara pemborongan pekerjaan, swakelola, penerimaan sumbangan/hibah/bantuan dan tukar-menukar. Kegiatan pengadaan barang milik daerah harus memperhatikan batasan dan cakupan kegiatan yang ditetapkan oleh Kepala Daerah sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

c. Penerimaan, Penyimpanan dan PenyaluranPenerimaan barang milik daerah sebagai tindak lanjut dari hasil pengadaan dilakukan oleh pengurus barang setelah dilengkapi dengan dokumen-dokumen yang diperlukan. Sedangkan untuk penyimpanan dan penyaluran barang milik daerah sebagai tindak lanjut dari penerimaan barang milik daerah baik melalui pengadaan maupun sumbangan/bantuan/hibah merupakan suatu rangkaian kegiatan dalam rangka tertib administrasi pengelolaan barang milik daerah. Pada tahap ini diperlukan ketelitian sehingga kegiatan penyimpanan disesuaikan dengan sifat dan jenis barang untuk penempatan pada gudang penyimpanan, sedangkan dalam pelaksanaan penyalurannya dapat dilakukan sesuai rencana penggunaan untuk memenuhi kebutuhan dalam penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi Pemda.

d. PenggunaanPenggunaan merupakan penegasan pemakaian barang milik daerah yang ditetapkan oleh Kepala Daerah kepada pengguna/kuasa pengguna barang sesuai tugas dan fungsi SKPD yang bersangkutan. Penetapan status penggunaan barang milik daerah pada masing-masing SKPD harus memperhatikan jumlah pegawai, standar kebutuhan, beban tugas, dan tanggungjawab SKPD serta jumlah, jenis dan luas, dirinci dengan lengkap termasuk nilainya. Status penggunaan barang milik daerah pada masing-masing SKPD ditetapkan dalam rangka tertib pengelolaan barang milik daerah dengan kepastian hak, wewenang dan tanggungjawab kepala SKPD.

e. PenatausahaanDalam penatausahaan barang milik daerah dilakukan 3 (tiga) kegiatan yang meliputi kegiatan pembukuan, inventarisasi dan pelaporan. Pengguna/kuasa pengguna barang milik daerah harus melakukan pendaftaran dan pencatatan barang milik daerah ke dalam buku daftar barang pengguna dan buku daftar kuasa pengguna sesuai dengan penggolongan dan kodefikasi inventaris barang milik daerah, dengan dokumen kepemilikan barang milik daerah yang disimpan oleh pengelola dan dokumen kepemilikan barang milik daerah yang disimpan oleh pengguna.

f. PemanfaatanPemanfaatan merupakan pendayagunaan barang milik daerah yang tidak dipergunakan sesuai tugas pokok dan fungsi SKPD dalam bentuk pinjam pakai, sewa, kerjasama pemanfaatan, bangun guna serah, bangun serah guna dengan tidak merubah status kepemilikan barang milik daerah.

g. Pengamanan dan pemeliharaanPengamanan merupakan kegiatan pengendalian dan penertiban dalam upaya pengurusan barang milik daerah secara fisik,

Page 69: 1. Edisi 119 No. XXVIII : Fungsi Pengawasan Internal

��NO ��9/Agustus-September2009/Tahun XXVIII

��

administratif dan tindakan hukum. Pengamanan dititik beratkan pada pengamanan secara fisik dan administratif, sehingga dapat dimanfaatkan secara optimal serta terhindar pengambilalihan pihak lain. Pemeliharaan merupakan kegiatan agar semua barang selalu dalam kedaan baik dan siap untuk digunakan. Pemeliharaan dilakukan terhadap barang inventaris yang sedang dalam unit pemakaian, tanpa merubah, menambah atau mengurangi bentuk maupun kontruksi asal.

h. PenilaianPenilaian barang milik daerah dilakukan dalam rangka pengamanan dan penyusunan neraca pemerintah daerah. Penilaian barang milik daerah berpedoman pada Standar Akuntansi Pemerintah (SAP). Kegiatan penilaian barang milik daerah harus didukung dengan data yang akurat atas seluruh kepemilikan barang milik daerah yang tercatat dalam daftar inventarisasi barang milik daerah.

i. PenghapusanPenghapusan barang milik daerah adalah tindakan penghapusan barang Pengguna/Kuasa Pengguna dan penghapusan dari daftar inventaris barang milik daerah. Penghapusan tersebut di atas dengan menerbitkan Surat Keputusan (SK) Kepala Daerah tentang Penghapusan Barang Milik Daerah.

j. PemindahtangananPemindahtanganan barang milik daerah adalah pengalihan kepemilikan sebagai tindak lanjut dari penghapusan. Pemindahtanganan barang milik daerah berupa tanah dan/atau bangunan dan selain tanah dan bangunan yang bernilai lebih dari Rp5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah) ditetapkan dengan keputusan Kepala Daerah setelah mendapat persetujuan DPRD. Pemindahtanganan barang milik daerah berupa tanah dan/atau bangunan yang tidak memerlukan persetujuan DPRD apabila sudah tidak sesuai dengan tata ruang wilayah atau penataan kota, harus dihapuskan karena anggaran untuk bangunan pengganti sudah disediakan dalam dokumen penganggaran, diperuntukkan bagi PNS, diperuntukkan bagi kepentingan umum dan dikuasai negara berdasarkan keputusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dan/atau berdasarkan ketentuan perundang-undangan, yang jika status kepemilikannya dipertahankan tidak layak secara ekonomis.

k. Pembinaan, Pengawasan dan PengendalianPembinaan merupakan usaha atau kegiatan melalui pemberian pedoman, bimbingan, pelatihan dan supervisi. Pengendalian merupakan usaha atau kegiatan untuk menjamin dan mengarahkan agar pekerjaan yang dilaksanakan berjalan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan. Pengawasan merupakan kegiatan untuk mengetahui dan menilai kenyataan yang sebenarnya mengenai pelaksanaan tugas dan/atau kegiatan, apakah dilakukan sesuai peraturan perundang-undangan.

l. PembiayaanDalam rangka tertib administrasi pengelolaan barang milik daerah diperlukan pembiayaan untuk kegiatan seperti; penyediaan blanko/

buku inventaris, tanda kodefikasi/kepemilikan, pemeliharaan, penerapan aplikasi sistim informasi barang daerah (Simbada) dengan komputerisasi, tunjangan/insentif penyimpan dan/atau pengurus barang dan lain sebagainya. Pembiayaan untuk keperluan pengelolaan barang daerah agar direncanakan dan diajukan setiap tahun melalui APBD sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

m. Tuntutan Ganti Rugi (TGR)Dalam rangka pengamanan dan penyelamatan terhadap barang milik daerah, perlu dilengkapi dengan ketentuan-ketentuan yang mengatur tentang sanksi terhadap pengelola, pembantu pengelola, pengguna/kuasa pengguna, dan penyimpan dan/atau pengurus barang berupa Tuntutan Ganti Rugi (TGR) yang karena perbuatannya merugikan daerah. Dalam melaksanakan Tuntutan Ganti Rugi, Kepala Daerah dibantu oleh Majelis Pertimbangan TGR. Tugas Majelis Pertimbangan TGR adalah memberikan pendapat dan pertimbangan apabila ada permasalahan yang menyangkut kerugian daerah.

Pihak-Pihak Terkait Dalam Pengelolaan Barang Milik Daerah Pihak-pihak terkait dalam pengelolaan barang milik daerah adalah mereka yang berkompeten dalam pengelolaan barang milik daerah. yaitu:a. Kepala Daerah

Kepala Daerah sebagai sebagai otorisator dan ordonator barang milik daerah berwenang dan bertanggunag jawab atas pembinaan dan pelaksanaan pengelolaan barang milik daerah. Fungsi dan peranan Kepala Daerah dalam pengelolaan barang milik daerah adalah menetapkan kebijakan pengelolaan barang milik daerah, mengajukan usulan pemindahtanganan barang milik daerah yang memerlukan persetujuan DPRD, menyetujui atau menolak usul pemindahtanganan, penghapusan barang milik daerah sesuai batas kewenangannya dan menyetujui dan menetapkan penjualan barang milik daerah yang tidak melalui kantor lelang negara sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

b. Sekretaris Daerah Sekretaris Daerah sebagai pembantu kuasa atau otorisator dan ordonator barang milik daerah, bertanggung jawab atas teselenggaranya koordinasi dan sinkronisasi antar pejabat dan unit. Fungsi dan peranan Sekretaris Daerah adalah menetapkan pejabat yang mengurus dan menyimpan barang milik daerah, meneliti dan menyetujui rencana kebutuhan barang milik daerah, mengatur pelaksanaan pemanfaatan, penghapusan dan pemindah tanganan barang milik daerah yang telah disetujui oleh Kepala Daerah atau DPRD dan

Page 70: 1. Edisi 119 No. XXVIII : Fungsi Pengawasan Internal

�� NO ��9/Agustus-September 2009/Tahun XXVIII

��

melakukan koordinasi pelaksaan inventarisasi barang milik daerah.

c. Kepala SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah)Kepala SKPD sebagai penyelenggara pembantu kuasa barang berwenang dan bertanggung jawab atas pengelolaan barang daerah di lingkungan satuan kerja masing-masing. Fungsi dan peranan Kepala SKPD dalam pengelolaan barang milik daerah adalah mengajukan rencana kebutuhan dan pemeliharaan barang milik daerah bagi SKPD yang dipimpinnya kepada pengelola barang, menggunakan barang milik daerah yang berada dalam penguasaannya untuk kepentingan penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi satuan kerja perangkat daerah yang dipimpinnya, melakukan pengawasan dan pengendalian atas penggunaan barang milik daerah yang ada dalam penguasaannya dan menyusun dan menyampaikan Laporan Barang Pengguna Semesteran (LBPS) dan Laporan Barang Pengguna Tahunan (LBPT) serta Laporan Inventarisasi 5 (lima) tahunan (sensus) yang berada dalam penguasaannya kepada pengelola barang.

d. Bendaharawan BarangBendaharawan Barang bertugas menerima, menyimpan dan mengeluarkan barang milik daerah yang ada dalam pengurusannya atas perintah pembantu kuasa atau ordonatur barang milik daerah atau pejabat yang ditunjuk olehnya dan membuat surat pertanggungjawaban kepada Kepala Daerah.

e. Penyimpan BarangPenyimpan Barang bertugas menerima, menyimpan dan menyalurkan barang milik daerah, meneliti jumlah dan kualitas barang yang diterima sesuai dengan dokumen pengadaan, mengamankan barang milik daerah yang ada dalam persediaan dan membuat laporan penerimaan, penyaluran dan stock/persediaan barang milik daerah kepada Kepala SKPD.

f. Pengurus BarangPengurus Barang bertugas mencatat seluruh barang milik daerah yang berada di SKPD yang berasal dari APBD maupun perolehan lain yang sah kedalam Kartu Inventaris Barang (KIB), Kartu Inventaris Ruangan (KIR), Buku Inventaris (BI) dan Buku Induk Inventaris (BIl), sesuai kodefikasi/penggolongan barang milik daerah, menyiapkan Laporan Barang Pengguna Semesteran (LBPS), Laporan Barang Pengguna Tahunan (LBPT) dan Laporan Inventarisasi 5 (lima) tahunan yang berada di SKPD kepada pengelola, serta menyiapkan usulan penghapusan barang milik daerah

yang rusak atau tidak dipergunakan lagi.

III. PERMASALAHAN PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH Berdasarkan hasil pemeriksaan BPK yang telah dipublikasikan dalam IHPS sejak semester I tahun 2005 s/d semester II tahun 2008 atas LKPD Provinsi/Kabupaten/Kota menunjukkan bahwa setelah satu dekade reformasi, permasalahan-permasalahan dalam pengelolaan barang milik daerah masih sering terjadi. (IHPS BPK, 2008). Selain permasalahan dalam siklus pengelolaan barang milik daerah, masih terdapat juga permasalahan lainnya dalam pengelolaan barang milik daerah, diantaranya:

a. Keterbatasan Kemampuan SDM Permasalahan keterbatasan kemampuan SDM dalam pengelolaan barang milik daerah di lingkungan pemerintahan daerah adalah terbatasnya SDM berlatar belakang pendidikkan akuntansi, terutama para pegawai yang ditempatkan pada Satauan Kerja Pengelola Keuangan Daerah (SKPKD). Permasalahannya sering dijumpai dalam penyusunan dan penyajian laporan keuangan neraca pemerintah daerah yang sebagian besar berasal dari belanja modal atas pengadaan barang milik daerah, di mana tidak pernah dilakukan penilaian atas barang milik daerah sehingga keterbatasan SDM ini mengakibatkan proses pencatatan, pelaporan dan pertanggungjawaban atas laporan keuangan neraca pemerintah daerah tidak mencerminkan nilai yang sebenarnya.

b. Kelemahan Sistem Pengendalian Intern (SPI) PemdaPermasalahan lain dalam pengelolaan barang milik daerah adanya kelemahan SPI Pemda pada lingkungan pengendalian yang lemah pada pemerintah daerah. Di mana kurangnya komitmen dalam membangun pengelolaan barang milik daerah yang akuntabel, mendorong para pengelola barang milik daerah melakukan tindakan yang melanggar kode etik dan tupoksi pegawai. Kelemahan lain dalam SPI pengelolaan barang milik daerah adalah tidak dilakukannya penilaian resiko atas pengelolaan barang milik daerah dan lemahnya pengawasan barang milik daerah, dan hal ini sangat berpotensi menimbulkan kerugian daerah atau hilangnya barang milik daerah.

c. Ketidakjelasan Kebijakan dan Prosedur Pengelolaan Barang Milik Daerah Ketidakjelasan kebijakan dan prosedur banyak

Page 71: 1. Edisi 119 No. XXVIII : Fungsi Pengawasan Internal

�9NO ��9/Agustus-September2009/Tahun XXVIII

�9

dijumpai dalam pengelolaan barang milik daerah, di mana banyak kebijakan dan prosedur yang harus diadopsi oleh pemerintah daerah, dan tidak sedikit pula tidak dimengerti oleh para pegawai di lingkungan pemerintahan daerah dan banyak pula dijumpai sistem dan prosedur pengelolaan barang milik daerah yang belum ditetapkan sehingga pengelolaan, penatausahaan dan pertanggungjawaban pengelolaan barang milik daerah menjadi tidak tertib.

d. Belum Terintegrasinya Sistem Informasi Akuntansi Keuangan Daerah (SIAKD) Belum terintegrasinya SIAKD dengan sistem informasi manajemen barang milik daerah, sering kali menimbulkan ketidakselarasan antara informasi yang dihasilkan oleh kedua sistem tersebut. Beberapa kasus menunjukkan nilai aset Pemda pada neraca pemerintah daerah berbeda dengan nilai aset pada laporan barang milik daerah. (BPKP, 2008)

IV. SOLUSI PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH Karena beragamnya permasalahan dan rumitnya pengelolaan barang milik daerah seperti yang telah dijelaskan di atas, tentunya hal ini memerlukan solusi pemecahannya. Beberapa solusi yang dapat ditawarkan dalam pengelolaan barang milik daerah, diantaranya :a. Penyempurnaan Peraturan Perundangan

Pada era reformasi sekarang ini pemerintah telah melakukan berbagai penyempurnaan peraturan perundangan dibidang pengelolaan barang milik daerah. Berbagai penyempurnaan peraturan perundangan tersebut dikeluarkan guna merubah peraturan perundangan sebelumnya yang dipandang belum mendukung penerapan prinsip-prinsip transparansi dan akuntabilitas dibidang pengelolaan barang milik daerah. Beberapa penyempurnaan peraturan perundangan tersebut meliputi : a. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang

Perbendaharaan Negara, dimana setiap pengguna barang wajib mengelola dan menatausahakan barang yang dalam penguasaannya.

b. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah yang mengatur tentang perencanaan, pengadaan, penggunaan, pemanfaatan, pemindahtanganan, pemeliharaan, penatausahaan, pembinaan, pengawasan dan pengendalian atas barang negara/

daerah.c. Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003

tentang Pengadaan Barang Dan Jasa Pemerintah serta perubahannya yang mengatur tentang proses pengadaan barang Negara/Daerah.

d. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Barang Daerah, yang menjadi petunjuk teknis di lingkungan Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota.

Dengan adanya penyempurnaan peraturan perundangan dalam bidang pengelolaan barang milik daerah, di masa mendatang segala siklus dalam pengelolaan barang milik daerah sejak proses perencanaan, pengadaan, pengelolaan, pencatatan, penilaian hingga pelaporannya dapat dikelola secara efisien dan efektif.

b. Meningkatkan Aktif Inspektorat Daerah Dalam pengelolaan barang milik daerah tidak terlepas akan peranan penting inspektorat daerah selaku pengawas pemerintahan daerah adalah dengan mengoptimalkan peranan inspekorat daerah dalam peningkatan kualitas SPI pemerintah daerah, mengingat inspektorat daerah juga mempunyai fungsi dan peranan sebagai assurer. Inspektorat daerah dapat membantu melakukan penatausahaan, penilaian, penyusunan sistem dan prosedur pengelolaan barang milik daerah, dapat juga diminta pertimbangannya dalam melakukan kerjasama dengan pihak ketiga, dan sebagai pengawas intern dapat mencegah terjadinya penyimpangan dalam pencapaian tujuan organisasi, serta dalam penyelesaian kasus-kasus kerugian daerah yang terjadi di lingkungan pemerintah daerah dapat segera menyelesaikannya dengan penerbitan SKTJM (Surat Keputusan Tanggung Jawab Mutlak) ataupun SK TP (Surat Keputusan Tuntutan Perbendaharaan)/TGR (tuntutan Ganti Rugi) untuk dibawa dalam sidang majelis pertimbangan TP/TGR..

c. Pembentukan Standar Pengelolaan Barang Milik DaerahSeperti halnya dengan SAP yang berlaku sebagai pedoman dalam penyusunan dan pelaporan keuangan pemerintah daerah, maka tidaklah terlalu berlebihan jika pemerintah daerah sebagai bagian dari sektor publik dapat menyusun dan menyajikan standar pengelolaan barang milik daerah, meskipun secara resmi standar pengelolaan barang milik daerah memang belum ada.

d. Peningkatan SDM Pengelola Barang Milik DaerahPeran SDM dalam pengelolaan barang milik daerah dapat dilakukan dengan memberikan pelatihan-pelatihan, bimbingan teknis dan sertifikasi panitia

Page 72: 1. Edisi 119 No. XXVIII : Fungsi Pengawasan Internal

�0 NO ��9/Agustus-September 2009/Tahun XXVIII

�0

pengadaan barang dan bendaharawan barang. Pekerjaan sebagai pengelola barang milik daerah merupakan bagian dari jabatan fungsional, tidaklah berlebihan jika pemerintah daerah dapat memberikan tunjangan yang memadai kepada mereka yang mendudukki jabatan fungsional sebagai pengelola barang, sehingga timbul rasa tanggung jawab untuk penatausahaan, pengawasan dan pelaporan barang milik daerah dengan baik dan benar.

V. MANFAAT PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH Manfaat yang diperoleh dari pengelolaan barang milik daerah oleh pemerintah daerah, diantaranya:a. Peningkatan Kualitas LKPD

Pada pemerintah daerah yang telah melaksanakan pengelolaan barang milik daerah dengan baik dan benar atas penyajian dan penilaian barang milik daerah dalam neraca LKPD, maka hal ini akan berpengaruh terhadap peningkatan kualitas LKPD bahkan jika mungkin pencapaian opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) tertinggi atas LKPD dapat diraih. Hal ini tidaklah mengherankan karena pemerintah daerah telah pula melibatkan peran aktif inspektorat daerah dalam penyajian barang milik daerah yang merupakan komponen terbesar aset pemerintah daerah dan telah direviunya LKPD oleh inspektorat daerah dengan adanya pernyataan tanpa paragraf penjelas bahwa pernyataan yang dibuat dalam hal entitas pelaporan melakukan koreksi seperti yang direkomendasikan oleh inspektorat daerah dan teknik reviu telah dilaksanakan.

b. Kehandalan Penilaian Dan Pengujian SPIBerjalannya pengelolaan barang milik daerah dengan baik dan benar hal ini pun memberikan keuntungan tersendiri bagi pemerintah daerah, karena penilaian dan pengujian SPI atas aset daerah dari pengelolaan barang milik daerah dapat dihandalkan dan memadai. (BPKP, 2007). Akibatnya pemeriksa laporan keuangan tentunya akan lebih mudah untuk menguji penilaian dan kehandalan SPI atas Pemerintah Daerah yang menjadi entitasnya, sehingga waktu pemeriksaan di lapangan menjadi lebih singkat.

VI. PENUTUP Bahwa pengelolaan barang milik daerah sangat

dibutuhkan oleh pemerintah daerah mengingat semakin banyaknya barang milik daerah yang menjadi aset daerah

yang dimiliki pemerintah daerah, sudah selayaknya pengelolaan barang milik daerah dikelola secara optimal.

Pengelolaan barang milik daerah yang sesuai dengan semangat good governance pada pemerintah daerah saat ini sudah tidak dapat ditawar-tawar lagi dengan pengelolaan siklus barang milik daerah yang berhasil guna, dapat meningkatkan kinerja pemerintah daerah dan penyempurnaan kualitas opini LKPD atas pemeriksaan BPK dengan kewajaran penyajian nilai barang milik daerah sebagai aset daerah.

Daftar Pustaka :1. BPK (2007), Peraturan BPK RI No. 1 Tahun 2007 tentang Standar

Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN). 2. BPK (2008), Iktisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) BPK semester

II tahun 2008.3. www.bpkp.go.id, “Manajemen Aset, Tak Lari Aset Dicuri”, Majalah

Pengawasan, 2007.4. www.bpkp.go.id, “Manajemen Aset Negara : Sektor Dominan Kelemahan

SPIP”, Majalah Pengawasan, 2008.5. Messier, Glover (2007), Auditing dan Assurance: Pendekatan Sistematis,

Edisi 4, Jakarta: Salemba Empat.6. Keputusan Presiden RI Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pengadaan

Barang dan Jasa Pemerintah.7. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang

Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah sebagaimana yang telah dirubah dengan Permendagri Nomor 59 Tahun 2007.

8. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 Tahun 2007 tentang Petunjuk Teknis Pengelolaan Barang Milik Daerah.

9. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah.

10. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan.

11. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah.

12. IAI (2001), Standar Profesional Akuntan Publik.13. IAI (2004), Pernyataaan Standar Akuntansi Keuangan.14. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Pengelolaan

Keuangan Negara.15. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2005 tentang Pemeriksaan

Pengelolaan Dan Tanggung Jawab Keuangan Negara16. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Perimbangan

Keuangan Daerah.17. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa

Keuangan.18. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2006 tentang Barang Milik Negara

sebagaimana yang telah dirubah dengan Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2008.

Page 73: 1. Edisi 119 No. XXVIII : Fungsi Pengawasan Internal

��NO ��9/Agustus-September2009/Tahun XXVIII

��

BEBERAPA PERMASALAHAN DALAM PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH TERSEBUT DAPAT DIKELOMPOKKAN BERDASARKAN SIKLUS PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH, SEPERTI DALAM TABEL BERIKUT INI.

No. Siklus Pengelolaan Barang Milik Daerah Permasalahan dalam Pengelolaan Barang Milik Daerah

a. Perencanaan Kebutuhan dan Penganggaran

• Terdapatnya kebutuhan barang milik daerah yang pemanfaatannya tidak sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan.

• Terdapatnya pelampauan realisasi anggaran atas belanja barang milik daerah.• Perencanaan kebutuhan barang milik daerah tidak memenuhi standarisasi harga

dan mutu barang.

b. Pengadaan• Pengadaan barang milik daerah tidak sesuai spesifikasi yang telah ditentukan.• Terdapatnya kemahalan harga dalam proses pengadaan barang milik daerah.• Pengadaan barang milik daerah tidak melalui proses pelelangan terbuka.• Dokumen pengadaan barang milik daerah yang tidak lengkap.

c. Penerimaan, Penyimpanan dan Penyaluran

• Penerimaan barang milik daerah dari rekanan yang tidak sesuai kebutuhan daerah dan tidak sesuai ketentuan.

• Tempat penyimpanan barang milik daerah yang tidak memadai.• Penyaluran dan pendistribusian barang milik daerah kepada SKPD yang

membutuhkan tidak tepat waktu.

d. Penggunaan

• Penggunaan barang milik daerah yang merugikan dan memboroskan keuangan pemerintah daerah.

• Penggunaan barang milik daerah yang tidak tepat sasaran dan tidak sesuai ketentuan.

e. Penatausahaan

• Penatausahaan inventarisasi barang milik daerah tidak tertib.• Penatausahaan sensus lima tahunan barang milik daerah tidak pernah

dilakukan. • Ketidakcocokkan penatausahaan dokumen antara SKPD dan SKPKD.

f. Pemanfaatan

• Terdapatnya pinjam pakai barang milik daerah kepada instansi di luar pemerintah daerah.

• Proses pemanfaatan barang milik daerah tidak sesuai ketentuan dan belum dibuatkan Perda.

g. Pengamanan dan Pemeliharaan

• Pengamanan barang milik daerah tidak memadai. • Tidak diadakannya pemeliharaan barang milik daerah secara berkala dan

kontinyu. • Pengamanan barang milik daerah tidak dilengkapi dan didukung bukti

kepemilikan.

h. Penilaian

• Penilaian barang milik daerah tidak memadai dan tidak pernah dilakukan.• Penilaian barang milik daerah tidak dilakukan oleh pihak yang berkompeten.• Peniliaian barang milik daerah oleh rekanan yang merugikan pemerintah

daerah.

i. Penghapusan

• Masih tercantumnya barang milik daerah yang sudah dihapusbukukan dalam neraca pemerintah daerah.

• Penghapusan barang milik daerah tidak ditetapkan dengan Perda dan tidak dibuatkan SK penghapusan barang milik daerah.

• Penghapusan barang milik daerah tidak melalui proses yang semestinya.

j. Pemindahtanganan

• Proses pemindahtanganan barang milik daerah tidak sesuai ketentuan. • Pemindahtanganan barang milik daerah kepada pihak yang tidak

berkepentingan. • Pemindahtanganan barang milik daerah tidak melalui proses hukum.

k. Pembinaan, Pengawasan dan Pengendalian

• Pembinaan, pengawasan dan pengendalian barang milik daerah yang tidak sesuai ketentuan.

• Tumpang tindih pekerjaan yang tidak sesuai tupoksi dalam proses pembinaan, pengawasan dan pengendalian barang milik daerah.

l. Pembiayaan• Pemberian tunjangan dalam kegiatan pembiayaan barang milik daerah kepada

pengelola barang milik daerah yang tidak sesuai ketentuan.• Proses pembiayaan barang milik daerah yang melampuai realisasi anggaran

pemerintah daerah.

m. Tuntutan Ganti Rugi

• Belum dan tidak terbentuknya majelis pertimbangan TP/TGR atas barang milik daerah.

• Proses TP/TGR yang berlarut dan tidak lancarnya pembayaran atas ganti ruginya.

• Belum dan tidak diterbitkannya Surat Keterangan Tanggung Jawab Mutlak (SKTJM) atas ganti rugi barang milik daerah.

Page 74: 1. Edisi 119 No. XXVIII : Fungsi Pengawasan Internal

�2 NO ��9/Agustus-September 2009/Tahun XXVIII

�2

BERIKUT DIBERIKAN TABEL BEBERAPA MANfAAT ATAS PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH yANG DIHUBUNGKAN DENGAN SIKLUS DALAM PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH, yAKNI:

No. Siklus Pengelolaan Barang Milik Daerah Manfaat yang Dapat Dirasakan dalam Pengelolaan Barang Milik Daerah

a. Perencanaan Kebutuhan dan Penganggaran

• Tidak terjadi pelampauan realisasi anggaran atas belanja barang milik daerah, bermanfaat dalam menghemat pengeluaran daerah atas belanja barang daerah.

• Perencanaan kebutuhan barang milik daerah dibuat berdasarkan standarisasi harga dan mutu barang, bermanfaat guna tercapainya tujuan pemerintah daerah yang telah ditetapkan.

b. Pengadaan

• Proses kemahalan harga dalam pengadaan barang milik daerah dapat dihindari, bermanfaat untuk menghidari praktik korupsi yang banyak terjadi karena harga barang telah di-mark-up.

• Pengadaan barang milik daerah dilakukan dengan proses pelelangan terbuka, bermanfaat menimbulkan persaingan yang sehat antara rekanan.

c. Penerimaan, Penyimpanan dan Penyaluran • Tersedianya tempat penyimpanan barang milik daerah yang memadai, bermanfaat dalam mengontrol persediaan barang milik daerah.

d. Penggunaan • Penggunaan barang milik daerah yang tepat sasaran, bermanfaat guna menghindari pemborosan keuangan daerah.

e. Penatausahaan

• Penatausahaan inventarisasi barang milik daerah lebih tertib, bermafaat dalam pengelompokan barang milik daerah.

• Ketidakcocokkan penatausahaan dokumen antara SKPD dan SKPKD dapat dihindari, bermanfaat dalam punyusunan rekonsiliasi atas barang milik daerah.

f. Pemanfaatan• Terkontrolnya proses pinjam pakai barang milik daerah kepada instansi di luar

pemerintah daerah, bermanfaat dalam penatausahaan dan pengamanan dapat dikontrol barang milik daerah.

g. Pengamanan dan Pemeliharaan• Pengamanan barang milik daerah yang memadai, bermanfaat dalam

penatausahaan barang milik daerah karena barang-barang milik daerah telah dilengkapi dan didukung bukti kepemilikan.

h. Penilaian • Penilaian barang milik daerah telah dilakukan dengan baik, bermanfaat dalam pengukuran nilai barang milik daerah yang sebenarnya.

i. Penghapusan • Proses penghapusbukuaan barang milik daerah telah dilakukan dengan baik, bermanfaat guna menghindari pencatatan ganda atas barang milik daerah dalam neraca pemerintah daerah.

j. Pemindahtanganan • Pemindahtanganan barang milik daerah telah sesuai ketentuan, bermanfaat dalam proses hukum barang milik daerah .

k. Pembinaan, Pengawasan dan Pengendalian • Dapat dihindari tumpang tindih pekerjaan pada proses pembinaan, pengawasan dan pengendalian, bermanfaat guna memberdayakan pegawai daerah (PNSD) agar bekerja sesuasi tupoksinya.

l. Pembiayaan • Tidak terjadinya pembiayaan yang mahal atas barang milik daerah, bermanfaat dalam menghemat keuangan daerah.

m. Tuntutan Ganti Rugi• Majelis/Tim TP/TGR dapat bekerja dengan baik, bermanfaat guna penyajian

data-data piutang daerah yang berasal dari proses TP/TGR dalam neraca pemerintah daerah.

Page 75: 1. Edisi 119 No. XXVIII : Fungsi Pengawasan Internal

��NO ��9/Agustus-September2009/Tahun XXVIII

��

Pada Maret 2009 yang lalu Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK-RI) telah menerbitkan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) II Tahun 2008 yang dapat diakses oleh masyarakat umum melalui laman (website) www.bpk.go.id. Hasil pemeriksaan yang dimuat dalam IHPS tersebut meliputi pemeriksaan keuangan, pemeriksaan kinerja dan pemeriksaan dengan tujuan tertentu pada pemerintah pusat, lembaga negara lainnya, BUMN, pemerintah daerah, BUMD, Badan Layanan Umum (BLU) dan lembaga atau badan lainnya yang mengelola keuangan negara.

Pemeriksaan keuangan adalah pemeriksaan atas laporan keuangan yang bertujuan untuk memberikan keyakinan yang memadai (reasonable assurance) bahwa laporan keuangan telah disajikan secara wajar dalam semua hal yang material sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia atau basis akuntansi komprehensif lainnya. Salah satu hasil pemeriksaan keuangan yang dimuat dalam IHPS II Tahun 2008 adalah pemeriksaan terhadap Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD). Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK-RI terhadap LKPD TA 2007 pemda di Aceh yang dimuat dalam IHPS tersebut berjumlah 22 pemda dari 24 pemda yang ada, dikarenakan Kota Subulussalam dan Kabupaten Pidie Jaya belum menyampaikan LKPD TA 2007 kepada BPK-RI untuk diaudit dan baru mulai untuk LKPD TA 2008. Dari 22 pemda di Aceh tersebut satu kabupaten mendapat opini Wajar Tanpa Pengecualian, empat kota, 13 kabupaten dan Provinsi Aceh mendapat opini Wajar Dengan Pengecualian serta tiga kabupaten mendapat opini Disclaimer.

BPK-RI melakukan audit atas LKPD merupakan konsekuensi penerapan otonomi daerah. Munculnya paket undang-undang yang mengatur tentang otonomi daerah,

yaitu Undang-Undang (UU) nomor 22 tahun 1999 yang telah diubah dengan UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan UU No. 25 Tahun 1999 yang telah diubah menjadi UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, telah memberikan kewenangan yang luas terhadap Pemerintah Daerah untuk dapat menyelenggarakan semua urusan pemerintahan mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, pengendalian dan evaluasi. Sebagai konsekuensinya maka setiap Pemerintah Daerah berkewajiban meningkatkan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat secara demokratis, adil dan merata serta berkesinambungan. Hal tersebut dilakukannya dengan mengelola semua potensi daerah, yaitu sumber daya alam, sumber daya manusia dan sumber daya keuangan secara optimal.

Pengelolaan potensi daerah tersebut harus selalu dalam koridor semangat mewujudkan good governance. Upaya perwujudan good governance itulah sehingga muncul pula paket undang-undang keuangan negara guna mengatur pengelolaan keuangan negara baik pada tingkat pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, yang terdiri UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara dan UU No. 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara. Implementasi lebih lanjut maka terbitlah Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) yang di dalamnya mengandung prinsip-prinsip akuntansi yang diterapkan dalam menyusun dan menyajikan laporan keuangan pemerintah baik pusat maupun daerah. Hal tersebut tentunya mewajibkan setiap pemerintah daerah menyelenggarakan pengelolaan keuangan daerah sesuai peraturan yang berlaku, salah satunya LKPD yang harus diaudit BPK-RI.

Pemberlakuan paket undang-undang otonomi daerah dan keuangan negara tersebut tentunya dimaksudkan agar terciptanya suatu kemandirian daerah. Kemandirian daerah yang dimaksud adalah seberapa besar tingkat kemandirian pemerintah daerah dalam hal pendanaan atau mendanai segala aktivitasnya. Filosofi otonomi daerah adalah mewujudkan kemandirian daerah di segala segi kehidupan yang diukur melalui elemen Pendapatan Asli Daerah (PAD). Harapan otonomi adalah semua daerah di Indonesia mampu melaksanakan semua urusan pemerintahan dan pembangunan dengan bertumpu pada PAD yang dimilikinya. Sesuai teoritis komponen utama dalam pengukuran kemandirian daerah adalah dari seberapa besar PAD yang dihasilkan daerah. Menurut Undang Undang Nomor 22 Tahun 1999 PAD terdiri dari;

KEMANDIRIAN PEMDA DI ACEH MASIH INSTRUKTIF

DAERAH

Oleh: Waskito Hadi, SE, Ak Staf Sub Auditorat NAD III, Seksi NAD IIIB BPK-RI Perwakilan Provinsi Aceh

Page 76: 1. Edisi 119 No. XXVIII : Fungsi Pengawasan Internal

�� NO ��9/Agustus-September 2009/Tahun XXVIII

��

(i) hasil pajak daerah;(ii) hasil retribusi daerah;(iii) hasil perusahaan milik daerah dan hasil kekayaan

daerah yang dipisahkan;(iv) lain-lain pendapatan asli daerah yang sah.Menurut literatur, untuk mengukur tingkat kemandirian

pemerintah daerah dalam hal pendanaan aktivitasnya baik operasional pemerintahan maupun pembangunan daerah digunakan rasio kemandirian. Rasio ini dapat diukur dengan membandingkan jumlah Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap jumlah Dana Alokasi Umum (DAU) ditambah jumlah pinjaman (selain Utang PFK dan Utang Pajak PPN/PPh). DAU merupakan dana yang berasal dari APBN yang ditransfer ke pemerintah daerah dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah. DAU masih merupakan sumber pembiayaan yang utama (andalan) bagi pemerintah daerah pada umumnya. Dengan demikian dapat dikatakan bila perbandingan sumber pembiayaan dari PAD terhadap DAU semakin besar, berarti hal ini menunjukkan tingkat kemandirian yang semakin meningkat pula. Bila pinjaman jumlahnya dianggap material, maka untuk mengukur kemandirian unsur pinjaman tersebut harus diperhitungkan, akan tetapi sebaiknya mengeluarkan Utang PFK dan Utang Pajak Pusat sebab kedua jenis utang tersebut tidak dimaksudkan untuk menambah sumber pendanaan pemerintah daerah. Rasio kemandirian menggambarkan ketergantungan daerah terhadap sumber dana eksternal. Semakin tinggi rasio kemandirian mengandung arti bahwa tingkat ketergantungan daerah terhadap bantuan pihak eksternal (terutama pemerintah pusat dan provinsi) semakin rendah, dan demikian pula sebaliknya bahwa semakin rendah rasio kemandirian mengandung arti bahwa tingkat ketergantungan daerah terhadap bantuan pihak eksternal (terutama pemerintah pusat dan provinsi) semakin tinggi. Semakin tinggi rasio kemandirian daerah, maka semakin tinggi partisipasi masyarakat membayar pajak dan retribusi daerah yang merupakan komponen utama PAD.

Paul Hersey dan Kenneth Blanchard mengemukakan mengenai hubungan antara pemerintah pusat dan daerah dalam pelaksanaan otonomi daerah, terutama dalam hal pelaksanaan undang-undang tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah, yaitu sebagai berikut:

a. Pola hubungan instruktif, yaitu peranan pemerintah pusat lebih dominan daripada kemandirian pemerintah daerah (daerah tidak mampu melaksanakan otonomi daerah secara finansial);

b. Pola hubungan konsultatif, yaitu campur tangan pemerintah pusat sudah mulai berkurang dan lebih banyak pada pemberian konsultasi karena daerah dianggap sedikit lebih mampu melaksanakan otonomi daerah;

c. Pola hubungan partisipatif, yaitu pola dimana peranan pemerintah pusat semakin berkurang mengingat tingkat kemandirian daerah otonom bersangkutan mendekati mampu melaksanakan urusan otonomi. Peran pemberian konsultasi

beralih ke peran partisipasi pemerintah pusat;d. Pola hubungan delegatif, yaitu campur tangan

pemerintah pusat sudah tidak ada lagi karena daerah telah benar-benar mampu dan mandiri dalam melaksanakan urusan otonomi daerah. Pemerintah pusat siap dan dengan keyakinan penuh mendelegasikan otonomi keuangan kepada pemerintah daerah.

Pola hubungan pemerintah pusat dan daerah serta tingkat kemandirian dan kemampuan keuangan daerah dapat disajikan dalam matriks sebagai berikut:

KemampuanKeuangan

RasioKemandirian (%)

PolaHubungan

Rendah Sekali 0 – 25 Instruktif

Rendah > 25 – 50 Konsultatif

Sedang > 50 – 75 Partisipatif

Tinggi > 75 – �00 Delegatif

Berdasar matrik tersebut dapat diketahui bahwa tingkat kemandirian daerah pemda di Aceh secara rata-rata masih berkisar di bawah 25% yakni sebesar 12,06%. Hal ini menunjukkan pola hubungan pemda dengan pemerintah pusat tergolong Instruktif, artinya pemda masih mengandalkan dana dari pemerintah pusat dalam membiayai kegiatan operasional pemerintahan dan pembangunan di daerahnya. Namun khusus Pemerintah Provinsi Aceh tingkat kemandirian daerah mencapai 119,61% dengan jumlah PAD sebesar Rp587.487.310.959,13 yakni lebih tinggi jika dibandingkan dengan jumlah DAU sebesar Rp487.934.000.000,00. Sedangkan tingkat kemandirian daerah untuk kabupaten/kota yang agak lumayan dibanding yang lain adalah Kabupaten Aceh Utara yakni sebesar 49,61% yang tergolong Konsultatif yang artinya campur tangan pemerintah pusat dalam hal pendanaan sudah mulai berkurang dan justru lebih banyak dalam pemberian konsultasi karena daerah dianggap sedikit lebih mampu melaksanakan otonomi daerahnya.

Atas hal tersebut tentunya dapat menjadi bahan pertimbangan bagi pemda di Aceh untuk lebih giat meningkatkan PAD mengingat perkembangan perekonomian dan pembangunan di Aceh mulai berkembang pesat, yang mungkin dapat dilakukan adalah antara lain dengan;

1) mengevaluasi kembali Qanun (perda) tentang PAD yang masih mengacu pada aturan lama, sehingga penetapan tarifnya masih tergolong rendah;

2) menanamkan rasa kepercayaan masyarakat terutama dunia bisnis, sehingga turut sadar tanpa paksaan untuk turut berpartisipasi dalam pembangunan daerah dengan kesadaran memenuhi segala

Page 77: 1. Edisi 119 No. XXVIII : Fungsi Pengawasan Internal

��NO ��9/Agustus-September2009/Tahun XXVIII

��kewajibannya yang telah ditetapkan dalam qanun – qanun tentang PAD;

3) lebih giat melakukan intentifikasi dan ekstensifikasi penerimaan PAD.

Jika hal tersebut dapat dilaksanakan tentunya dengan mengharap besar terhadap partisipasi masyarakat, bukan tidak mungkin tingkat kemandirian daerah di Aceh pun dapat meningkat sehingga cita-cita luhur otonomi daerah akan tercapai.

Referensi:- Bunga Rampai Manajemen Keuangan Daerah oleh

Abdul Halim- Akuntansi Keuangan Daerah oleh Abdul Halim- Kemandirian Daerah Sebuah Perspektif Dengan

Metode Path Analysis oleh Joko Tri Haryanto- Potret PAD Dan Relevansinya Terhadap

Kemandirian Daerah oleh Joko Tri Haryanto- Analisis Laporan Keuangan Daerah oleh Sekolah

Tinggi Akuntansi Negara

Memperhatikan hal tersebut maka berdasar LKPD TA 200� yang dimuat dalam IHPS BPK-RI sebagaimana uraian sebelumnya dapat diketahui

tingkat kemandirian daerah di Provinsi Aceh sebagai berikut:

NO PEMERINTAH DAERAH RASIO KEMANDIRIAN POLA HUBUNGAN KEMANDIRIAN KEUANGAN

� Provinsi NAD ��9,��% Delegatif tinggi

2 Kota Sabang �,�0% Instruktif rendah sekali

� Kota Lhokseumawe 9,9�% Instruktif rendah sekali

� Kota Langsa �,02% Instruktif rendah sekali

� Kota Banda Aceh 9,99% Instruktif rendah sekali

� Kabupaten Simeulue 2,99% Instruktif rendah sekali

� Kabupaten Pidie �,�0% Instruktif rendah sekali

� Kabupaten Nagan Raya �,��% Instruktif rendah sekali

9 Kabupaten Gayo Lues �,�2% Instruktif rendah sekali

�0 Kabupaten Bireuen �,��% Instruktif rendah sekali

�� Kabupaten Bener Meriah 2,�9% Instruktif rendah sekali

�2 Kabupaten Aceh Utara �9,��% Konsultatif rendah

�� Kabupaten Aceh Timur 2,�0% Instruktif rendah sekali

�� Kabupaten Aceh Tenggara �,0�% Instruktif rendah sekali

�� Kabupaten Aceh Tengah �,��% Instruktif rendah sekali

�� Kabupaten Aceh Tamiang �,�0% Instruktif rendah sekali

�� Kabupaten Aceh Singkil 2,�0% Instruktif rendah sekali

�� Kabupaten Aceh Selatan �,92% Instruktif rendah sekali

�9 Kabupaten Aceh Jaya �,��% Instruktif rendah sekali

20 Kabupaten Aceh Besar �,��% Instruktif rendah sekali

2� Kabupaten Aceh Barat Daya �,9�% Instruktif rendah sekali

22 Kabupaten Aceh Barat �,��% Instruktif rendah sekali

Data LKPD TA 2007 audited BPK-RI dianalisis.

Page 78: 1. Edisi 119 No. XXVIII : Fungsi Pengawasan Internal

�� NO ��9/Agustus-September 2009/Tahun XXVIII

��

MURID GENDIT “DIPAPUAKAN”

GENDIT

Oleh: Dr. Cris Kuntadi, MM, CPA

“Satu tim pemeriksa ditugaskan memeriksa laporan keuangan pemerintah daerah (LKPD) suatu pemda yang jarak tempuh dari kantor perwakilan minimal tiga hari perjalanan. Jumlah hari pemeriksaan dalam surat tugas bagi penanggung jawab, pengendali teknis, dan tim pemeriksa masing-masing selama 2 hari, 5 hari, dan 25 hari. Dengan keterbatasan waktu pemeriksaan, lokasi satuan kerja perangkat daerah (SKPD) yang berjauhan, dan keamanan yang tidak terjamin, ketua tim dengan sepengetahuan pengendali teknis dan penanggung jawab hanya melakukan pemeriksaan pada Bagian Keuangan.” Gendit memaparkan studi kasus kepada CPNS dalam diklat Auditor Ahli di Balai Diklat Yogyakarta.

“Atas kondisi tersebut, opini apa yang pantas diberikan terhadap LKPD pemda tersebut?” Tanya Gendit.

“Siapa yang bisa menjawab pertanyaan ini akan mendapat bonus nilai dan dijamin lulus mata ajar ini.” Gendit melanjutkan. Seketika itu, kelas ramai karena peserta diklat berusaha mencari dan mereka-reka jawaban. Mereka tertarik dengan bonus yang ditawarkan Gendit.

“Yang bisa menjawab dengan benar, akan ditempatkan di Perwakilan Papua.” Gendit menambahkan iming-iming “bonus” kepada peserta.

Kelas yang tadinya ramai oleh peserta yang sedang merangkai jawaban, mendadak senyap. Para CPNS tidak tertarik dengan “bonus” yang kedua, bahkan terlihat sangat ketakutan dengan “bonus” tersebut. Semua menundukkan kepala makin dalam sambil berusaha mencari tempat persembunyian yang l e b i h aman untuk jari telunjuknya agar tak

terlihat. “Silakan, siapa

yang mau menjawab, Ana, Ari, Dede, Eko, ...?” Gendit berusaha membangunkan satu per satu CPNS yang semuanya tidak bergeming dengan pertanyaan yang diajukan.

“Untuk menjangkau daerah yang diperiksa, pertama

kali tim harus naik pesawat DC-9 (diisi sembilan orang, Red). Setelah itu

dilanjutkan dengan kapal yang jadualnya dua kali sebulan, charter mobil dan atau ojek.” Gendit

berusaha memancing jawaban. “Saudara-saudara tahu, dalam

dua tahun terakhir ini, telah terjadi 15 kali kecelakaan pesawat. Sebelumnya pesawat Merpati menewaskan seluruh penumpang

dan awak sebanyak 15 orang. Terbaru, pesawat charter yang mengangkut turis

Australia juga hilang pada 10 Agustus 2009 dan belum

ditemukan sampai saat ini.” Gendit menambahkan kondisi studi kasus dengan harapan ada peserta yang menjawab.

Tidak ada satupun CPNS yang mengangkat tangan untuk menjawab.

Gendit sengaja membiarkan kelas terus sunyi. Sampai pada menit ke-20, Gendit berteriak, “SEMUA PESERTA TIDAK LULUS.”

Sontak, ramailah kelas dengan pernyataan TIDAK LULUS dari Gendit. Mereka terlihat akan memprotes pernyataan Gendit.

“Kalian sudah menandatangani kontrak dengan BPK tentang kesediaan penempatan di seluruh wilayah Indonesia. Tetapi, hanya dengan ungkapan penempatan di Papua, semuanya terdiam. Saya yakin kalian dapat menjawab kasus ini tetapi sengaja tidak mau menjawab. Padahal Saudara semua tahu, apalah arti statement saya terkait penempatan. Saya belum menjadi Kepala Biro SDM. Apalagi, penempatan pegawai menjadi wewenang Sekretaris Jenderal.” Gendit berusaha mematahkan kemauan protes dari peserta diklat.

“Maaf pak, kenapa Bapak setega itu memperlakukan kami? Kami tidak takut ditempatkan di Papua, apalagi untuk maksimal hanya tiga tahun. Kami bahkan mendengar beberapa pejabat enggan dipindahkan meskipun sudah waktunya dapat dipindahkan. Kami yakin ada “kenikmatan” tersendiri di Papua.” Jawab Agustina ’Lady Rocker’ Sitohang dengan berapi-api.

“Lalu kenapa tidak ada yang berani menjawab?” Gendit juga penuh emosi.

“Kami idak menjawab kasus tersebut karena ingin protes. Ngapo cuma kami yang “diiming-imingi” penempatan di Papua? Yang menandatangani kontrak kesediaan ditempatkan di seluruh Indonesia adalah PNS BPK galo (Red, galo = semua), bukan hanya CPNS. Banyak pegawai, terutama pegawai betino di kantor Pusat yang idak mau mengaudit ke luar provinsi (DKI). Nah kalau dio ditempatkan di daerah, otomatis mereka idak akan ke luar dari provinsi tempat kedudukan. Sesuailah dengan harapan-nyo.” Sergah Thasmia ’Wong Kito Galo’ dengan dialek Palembang yang kental.

“Dari mana kalian tahu ada ibu-ibu yang tidak bersedia ditugaskan memeriksa di luar DKI?” Tanya Gendit bingung.

“Kan Bapak sendiri yang nulis Gendit dan Auditor Perempuan. Ibu-ibu itu saja yang ditempatkan di Perwakilan luar Jawa. Apalagi mereka belum pernah merasakan “nikmatnya” dinas di luar DKI. Dijamin mereka akan krasan.” Titik Puspitasari yang penempatan di AKN II memberikan usulan.

“Boleh juga tuh usulnya. Semoga para pengambil kebijakan membaca tulisan ini dan mempergilirkan pejabat dan auditor yang belum pernah di daerah untuk diberi tempat ”yang layak” di luar Jawa. Ternyata banyak auditor dan pejabat yang sudah belasan tahun tidak pernah mutasi. Dan, kalian murid-muridku yang pintar, penempatan kalian tidak akan ditentukan oleh Gendit. Faham?” Gendit berlalu sambil bersiap-siap menuju bandara Adi Sutjipto dengan diantar pak Kendro yang akan pindah ke Palembang ba’da lebaran. Tak lupa, bu Mamik dan mba Ayudha mengiringi Gendit sampai pintu gerbang MMTC.

Page 79: 1. Edisi 119 No. XXVIII : Fungsi Pengawasan Internal

��NO ��9/Agustus-September2009/Tahun XXVIII

��

Pada tanggal 21-23 Juli 2009 bertempat di Ruang Belajar

Perwakilan Provinsi Bali dilaksanakan sosialisasi Petunjuk

Pelaksanaan Pemeriksaan PDTT, serta sosialisasi Petunjuk

Teknis Pemeriksaan atas Rehabilitasi Hutan dan Lahan,

Petunjuk Teknis Pemeriksaan atas Pengelolaan Limbah Rumah

Sakit Umum Pusat dan Daerah, Petunjuk Teknis Pemeriksaan

atas Pengendalian Pencemaran Udara dari Sumber Bergerak,

dan Petunjuk Teknis Pemeriksaan Investigatif. Sosialiasi dibuka

oleh Kepala perwakilan Provinsi bali, I Gede Kastawa, pada

hari senin tangal 21 Juli 2009.

Secara umum, landasan dilaksanakannya pemeriksaan

lingkungan adalah kepedulian BPK RI (call of duty) dalam

rangka turut menjaga kelestarian bumi Indonesia. Sosialisasi ini

dilaksanakan untuk memberikan pemahaman kepada seluruh

pegawai BPK RI di Perwakilan perwakilan untuk memahami

pentingnya dilaksanakan pemeriksaan

lingkungan, sehingga tanggung jawab

pemeriksaan tentang permasalahan

lingkungan tidak hanya menjadi

urusan AKN IV selaku auditama yang

membawahi masalah lingkungan.

Dijelaskan lebih lanjut bahwa

pemeriksaan lingkungan tidak harus

selalu berdasarkan pada pemeriksaan

tematik tentang lingkungan, tetapi

dapat juga ditempelkan pada

pemeriksaan laporan keuangan

daerah (LKPD). Tujuan lain dari

sosialisasi juknis pemeriksaan PDTT

adalah mencari masukan untuk

penyempurnaan juknis, karena banyak

sekali permasalahan lingkungan yang

berbeda yang belum tentu dapat

diakomodir dalam juknis.

Di sesi terakhir hari Rabu tanggal 23 Juli 2009, materi sosialisasi

adalah juknis terkait pemeriksaan investigasi. Sosialisasi

juknis tersebut dibawakan oleh Iman Santoso, Kepala Seksi di

Perwakilan DKI Jakarta. Dalam pemaparan, beliau menjelaskan

tentang proses pelaksanaan pemeriksaan investigasi,

mulai dari dasar pelaksanaan pemeriksaan, kewenangan

pelaksanaan investigasi, tata cara pemeriksaan, laporan hasil

pemeriksaan sampai tindak lanjut laporan hasil pemeriksaan.

Selain kedua hal diatas, juga disinggung mengenai perbedaan

antara substansi pemeriksaan yang dilakukan oleh BPK RI,

yaitu pemeriksaan laporan keuangan, pemeriksaan kinerja dan

pemeriksaan dengan tujuan tertentu.

Sosialisasi Petunjuk Pelaksanaan Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu

(PDTT)

AGENDA

Page 80: 1. Edisi 119 No. XXVIII : Fungsi Pengawasan Internal

�� NO ��9/Agustus-September 2009/Tahun XXVIII

��

Pendidikan dan Pelatihan ‘Developing Profesional Personality (7 Habits Of Highly Effective People Plus’) pada Perwakilan Provinsi Kalimantan Tengah Dalam rangka peningkatan kinerja pegawai yang memiliki kebiasaan-kebiasaan efektif yang diharapkan menjadi SDM yang berkarakter Perwakilan BPK-RI Provinsi Kalimantan Tengah telah mengadakan kegiatan Diklat Developing Professional Personality (7 Habits Of Highly Effective People Plus) pada Rabu tanggal 17 Juni 2009, yang dibuka oleh Kepala Sekretariat Perwakilan Harwinoko, SE, MM.

Tujuan diklat adalah mengembangkan diri pegawai menjadi seseorang yang profesional dan seimbang dalam hidupnya, baik dalam lingkungan pribadi, keluarga, pekerjaan maupun masyarakat.

Setelah menjalani Diklat selama tiga hari, dengan metode presentasi, diskusi, individual sharing, simulasi, renungan, kuisioner dan permainan, diharapkan bermanfaat dan dapat membentuk diri yang memiliki pemahaman atas diri sendiri dan orang lain.

Adapun materi yang disajikan para instruktur yang terdiri dari Ir. Paulus H Kasmara, MBA dan Faiq Zaen Ende Riza (keduanya dari Prilesta) adalah sebagai berikut: Sikap proaktif (be proactive), Bekerja dengan tujuan akhir (begin with the end in mind), Mementingkan prioritas (put first things first), Pendekatan secara bersama-sama menang (think win-win), Berusaha untuk mengerti dahulu, baru dimengerti (seek first to understand then to be understood), Kembangkan sinergi (sinergize), dan Asah terus ketrampilan (sharpen the saw).

Pelaksanaan diklat yang ditutup oleh Kepala Perwakilan Drs. Mampan Manalu, M.M pada hari Jumat tanggal 19 Juni 2009, telah memberikan kesan mendalam bagi para peserta dan diharapkan dapat bermanfaat dalam pelaksanaan tugas maupun dalam kehidupan sehari-hari.

Page 81: 1. Edisi 119 No. XXVIII : Fungsi Pengawasan Internal

�9NO ��9/Agustus-September2009/Tahun XXVIII

�9

Acara Pisah Sambut Pejabat Struktural BPK RI Perwakilan Provinsi Kalimantan Tengah

Menyambut tahun 2009, BPK RI Perwakilan Provinsi Kalimantan Tengah telah melepas dua pejabat struktural, yaitu Sdr. Muhammad Rizal, mantan Kepala Sub Bagian Umum yang mutasi menjadi Kepala Seksi di Perwakilan Provinsi Kalimantan Selatan dan Sdr. Muhammad Hidayat Kepala Sub Bagian Sekretariat Kepala Perwakilan, yang mutasi menjadi Kepala Seksi MIA VI di AKN VI. Dalam acara pisah sambut yang dilaksanakan pada hari Jumat, 19 Juni 2009 di Hotel Aquarius Jl. Imam Bonjol No. 5, Kepala Perwakilan, Mampan Manalu, mengatakan bahwa sejak awal dibukanya kantor Perwakilan Kalimantan Tengah, kedua pejabat tersebut telah mengukir kenangan yang sangat berarti bagi beliau, dan akan selalu menganggap keduanya sebagai bagian dari keluarga besar Perwakilan Provinsi Kalimantan Tengah.

Selain pelepasan pejabat lama, acara ini juga dalam rangka menyembut kehadiran tiga pejabat baru, yaitu Sdr. Indra Siregar (Kasubagsetkalan) Sdr. Edi Kardiman (Kasubag Umum), dan satu orang yang menjabat posisi baru, yaitu Sdri. Nuryanti S. Nurman (Kasubag Hukum dan Humas).

Diklat Audit Common Language (ACL)

Semakin berkembangnya sistem penyusunan laporan keuangan pemerintah daerah dengan menggunakan sistem akuntansi pemerintah daerah (SIMDa), yang menggunakan basis data base, membuat pemeriksa juga harus memahami struktur data dan langkah pemeriksaan yang efektif dan cepat untuk memeriksa sistem pelaporan tersebut. Atas dasar hal tersebut, Perwakilan Provinsi Bali menyelenggarakan diklat Audit Common Language (ACL). Bertempat di Ruang Belajar kantor Perwakilan Provinsi Bali, Diklat tersebut dibuka oleh kepala Perwakilan provinsi bali, I Gede Kastawa, pada tanggal 27 Juli 2009.

Diklat ACL tersebut dilaksanakan selama tiga hari, dari tanggal 27 sampai dengan tanggal 29 juli 2009. Instruktur dalam diklat ini adalah Pinky Dezar Zulkarnain, dari Biro TI Pusat. Materi yang diajarkan dalam diklat ini pada hari pertama adalah pengertian dasar dari Teknik Audit Berbantuan Komputer (TABK), serta pengenalan dasar terkait dengan data base dan audit IT, selain itu diulas juga mengenai perbedaan audit antara audit TI dengan audit berbantuan komputer.

Diklat ACL ini diikuti sebanyak 35 peserta yang terdiri dari para pemeriksa di unit kerja Sub Auditorat Bali I dan II. Sedangkan pada hari kedua, peserta diklat langsung diajarkan penggunaan ACL. Mulai dari pengenalan fitur-fitur yang ada sampai dengan simulasi kasus permasalahan. Pada hari ketiga, diajarkan penggunaan ACL untuk melakukan audit terhadap laporan keuangan pemerintah daerah, yang terdiri atas Laporan Realisasi Anggaran dan Neraca dalam bentuk file data base. Sehingga dengan praktik simulasi tersebut diharapkan peserta mampu menerapkan apa yang telah dipelajari untuk melaksanakan pemeriksaan di lapangan.

Page 82: 1. Edisi 119 No. XXVIII : Fungsi Pengawasan Internal

�0 NO ��9/Agustus-September 2009/Tahun XXVIII

�0

LINGKUNGAN

Green TipsTips membuat tanaman di rumah

Tanaman ternyata memiliki fungsi yang sangat penting, yaitu menghasilkan oksigen yang secara langsung digunakan oleh manusia. Selain itu, beberapa jenis tanaman juga punya ‘kemampuan khusus’ misalnya: mengurangi polusi, menghisap asap rokok, mendatangkan kupu-kupu yang membantu proses penyerbukan, memiliki daya serap air yg tinggi, dapat menarik permukaan air tanah supaya lebih dekat ke permukaan, membantu menyimpan air di bawah tanah, dll.

Adapun kebutuhan manusia adalah sekitar 2,9 kg O2/hari atau sekitar 0,12 kg O2/jam. Jadi kalau di rumah kita tinggal 4 orang, diusahakan ada minimal 4 tanaman semak atau 1 pohon.

• Pada umumnya tanaman itu butuh banyak air pada saat dia pertama kali ditanam, karena pada saat itu tanaman sedang beradaptasi dengan lingkungan barunya. Tapi pada saat akarnya sudah bisa menembus tanah, penyiraman sudah bisa dikurangi. Apalagi kalau tanaman tersebut ditanam di tanah (bukan di pot). Waktu penyiraman paling baik adalah pagi sebelum jam 9 atau sore setelah jam 16, sehingga penguapan bisa diminimalisir.

• Sebaiknya untuk daerah yang kesulitan air tidak dianjurkan untuk menanam jenis palem-paleman (Palmae), karena tanaman ini membutuhkan air setiap harinya rata-rata 60 liter. Namun ada pula jenis tanaman yang memiliki kemampuan untuk “menaikkan” air tanah yaitu pohon Gayam (Inocarpus edulis).

• Tanaman Perdu/Semak (Shrubs) yang bisa mereduksi polusi antara lain Bugenvil (Bougainvillea sp), Puring (Codiaeum variegatum), Nusa Indah (Mussaenda sp), Sri Rejeki (Aglaonema sp), Taiwan Beauty (Cuphea sp). Jenis-jenis tanaman ini merupakan tanaman yang tidak sulit dirawat.

Yang ‘tidak sulit dirawat’Spesifikasi ‘tidak sulit dirawat’ adalah, untuk

pertumbuhan tanaman dengan baik, tanaman tersebut tidak memerlukan pupuk, tidak harus dipangkas setiap 2 minggu, tidak mudah terkena penyakit dan hanya memerlukan air untuk pertumbuhannya.

Yang bisa mengurangi (polusi) asap rokok misalnya Pedang-pedangan (Sansiviera sp), Katis Kodok (Sansiviera trifasciata), atau jenis tanaman sukulen lainnya. Tanaman ini pun cukup efektif fungsinya apabila diletakkan di dalam ruangan (indoor plants).

Adapun jenis tanaman yang bisa mendatangkan serangga terutama adalah jenis tanaman yang berbunga. Misalnya:

• Lantana (Lantana camara)• Pacar air (Impatiens balsamina)• Cosmos (Cosmos sp)• Melati (Jasminum sambac)• Kaca Piring (Gardenia augusta)• Soka (Ixora sp)• Sutra Bombay (Portulaca grandiflora)• Batavia (Jatropha pandurifolia)• Nusa Indah (Mussaenda sp)• Bawang-bawangan (Zephyrantes pintoii)• Mandevilla (Mandevillae sp)• Oleander (Nerium oleander)• Tapak Dara (Vinca rossae)• Kembang Sepatu (Hibiscus rosa-sinensis)• dll

Mau cari tanaman yang mendatangkan burung? Biasanya jenis tanaman (terutama pohon atau perdu) yg

memiliki buah atau bunga. Misalnya Flamboyan (Delonix regia), Dadap Merah (Erythrina crystagelli), Bunga kupu-kupu (Bauhinia purpurea), Sikat Botol (Callistemon speciosa), Kamboja (Plumeria sp), Trembesi (Samanea saman), Bungur (Lagerstromia loudonii), dll.

‘Gardening’ yang baik bukan hanya mengetahui jenis tanamannya. Tapi kita juga harus mempelajari habitat hidup tanaman tersebut. Misalnya sebagian besar tanaman yang berbunga tidak bisa ‘cantik’ di tempat yang ternaungi (teduh/shade). Kalaupun bisa hidup, biasanya tidak berbunga.

Komposisi tanamanKalau sudah menguasai habitat tanaman tersebut, langkah

berikutnya tinggal menentukan komposisi tanaman. Hal ini juga dipengaruhi oleh bentuk rumah dan posisi rumah tersebut.

Tanaman dapat dikomposisikan berdasarkan strata tinggi rendah tanaman (tanaman tinggi ada di belakang dan tanaman rendah ada di bagian depan), tekstur (bentuk) daun tanaman dan warna bunga atau daun.

Jadi, taman yang hanya 2 x 3 m2 pun bisa menjadi taman yang memiliki nilai fungsi dan estetika yang optimal.

tri/www.greenlifestyle.or.id/

Page 83: 1. Edisi 119 No. XXVIII : Fungsi Pengawasan Internal

��NO ��9/Agustus-September2009/Tahun XXVIII

��BP

K A

DV

ISO

RY B

OAR

D O

N T

SUN

AMI -

REL

ATED

AU

DIT

MEE

TIN

G

Page 84: 1. Edisi 119 No. XXVIII : Fungsi Pengawasan Internal

�2 NO ��9/Agustus-September 2009/Tahun XXVIII

�2