1 bab iv pendekatan program perencanaan dan...
TRANSCRIPT
80
1 BAB IV
PENDEKATAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN
Metode Pendekatan ditujukan sebagai acuan dalam penyusunan Landasan
Program Perencanaan dan Perancangan Arsitektur Rumah Sakit Mata kelas B di
Semarang. Dengan metode pendekatan diharapkan akan mencapai hasil yang optimal
dalam memenuhi fungsi, persyaratan ruang dan estetika dalam tampilan arsitektur secara
keseluruhan. Dasar – dasar nya meliputi; pendekatan fungsional, kontekstual, arsitektural,
konsep kinerja dan konsep teknis.
4.1 Pendekatan Aspek Fungsional
4.1.1 Pendekatan Pelaku Kegiatan
Dalam perencanaan dan perancangan Rumah Sakit Mata, pelaku
kegiatan dapat dibagi menjadi empat yaitu;
1) Pasien
Pasien merupakan orang yang berkebutuhan medis di rumah sakit.
Dapat dibedakan menjadi tiga tipe berdasarkan; spesialisasi, tingkat
kondisi kesehatan dan status;
a. Berdasarkan spesialisasi, pasien dibedakan dalam poli spesialisasi
yang ada dalam rumah sakit mata; seperti: pasien refraksi, pasien
infeksi dan imunologi mata, pasien katarak, pasien glaucoma, dan
lain sebagainya.
b. Berdasarkan tingkat kondisi kesehatan, pasien dibedakan dalam tiga
tingkatan yaitu; pasien ringan, pasien sedang dan pasien berat.
c. Berdasarkan status, pasien dibedakan dalam dua jenis yaitu pasien
inpatient (rawat inap) dan pasien outpatient (rawat jalan)
2) Staff Karyawan
Staff Karyawan merupakan sumber daya manusia yang menjalankan
operasional rumah sakit, dibagi menjadi empat golongan yaitu;
a. Tenaga medis
Tenaga medis adalah tenaga ahli kedokteran dengan fungsi
utamanya adalah memberikan pelayanan medis kepada pasien
dengan mutu sebaik-baiknya dengan menggunakan tata cara dan
teknik berdasarkan ilmu kedokteran dan etik yang berlaku serta
dapat dipertanggungjawabkan
b. Tenaga paramedic perawat
Tenaga paramedic perawat adalah orang yang memiliki kecakapan
dalam membantu tugas pelayanan kesehatan dan perawatan orang
sakit, seperti; perawat, bidan, dan teknisi kedokteran.
c. Tenaga paramedic non perawat
Tenaga paramedic non perawat adalah orang yang memiliki
kecakapan dalam bidang kesehatan namun tidak dapat memberikan
pelayanan kesehatan dan perawatan kepada orang sakit.
d. Tenaga non medis
81
Tenaga non medis merupakan tenaga yang menjalankan
operasional rumah sakit diluar dari kegiatan perawatan pasien,
seperti; divisi manajemen rumah sakit/pengelola rumah sakit.
3) Tamu/pengunjung
Tamu/pengunjung merupakan orang yang berkepentingan diluar kondisi
medis yang berkunjung ke rumah sakit. Dapat dibedakan dalam dua
golongan yaitu;
a. Tamu pasien, merupakan pengunjung yang membesuk pasien yang
dirawat inap di rumah sakit atau mendampingi pasien dalam berobat
b. Tamu pengelola, merupakan pengunjung yang berkepentingan
dengan pihak pengelola rumah sakit baik itu keluarga, tamu bisnis
dan lain sebagainya.
4) Tenaga medis yang melakukan diklat/training
Tenaga medis yang melakukan pendidikan dan pelatihan selama kurun
waktu tertentu dalam operasional rumah sakit.
4.1.2 Pendekatan Kelompok Kegiatan
Kelompok kegiatan dalam Rumah Sakit Mata dapat dibedakan
menjadi empat golongan, yang dapat dijabarkan sebagai berikut;
1) Kelompok kegiatan pelayanan medis
Yang termasuk dalam kelompok kegiatan pelayanan medis adalah
kegiatan yang berkaitan dengan pelayanan kesehatan kepada pasien
seperti; hall, instalasi rawat jalan, UGD, optic dan LASIK Center.
2) Kelompok kegiatan penunjang medis
Yang termasuk dalam kelompok kegiatan penunjang medis adalah
segala bentuk pelayanan yang menunjang atau layanan kesehatan
lanjutan seperti, Laboratorium, Radiologi, Unit Bedah, dan lain
sebagainya .
3) Kelompok kegiatan pengelola
Yang termasuk dalam kelompok kegiatan pengelola adalah kegiatan
yang berhubungan dengan pengelola rumah sakit seperti; kantor
pengelola, unit rekam medis dan bagian pendidikan dan pelatihan.
4) Kelompok kegiatan servis dan pelengkap
Yang termasuk dalam kelompok kegiatan servis dan pelengkap adalah
kegiatan diluar layanan kesehatan kepada pasien seperti; instalasi
cuci/laundry, instalasi gizi/dapur, bengkel, mushola, IPAL, dan lain
sebagainya.
82
4.1.3 Pendekatan Kebutuhan Ruang
Kebutuhan ruang pada sebuah rumah sakit kelas B adalah sebagai berikut;
1) Kelompok Kegiatan Pelayanan Medis
Tabel 1.1 Kebutuhan Ruang Kelompok Kegiatan Pelayanan Medis
Jenis Ruang Ruang yang dibutuhkan
Ruang Penerima Hall
Resepsionis
Lounge
Ruang Pelayanan Mata Ruang Pendaftaran
Ruang Tunggu
Ruang Kasir
Ruang Patient Education Center
Ruang Rawat Jalan
1) R. Pemeriksaan Awal
2) R. Pemeriksaan Pelayanan Mata Spesialistik:
- Refraksi
- Infeksi Dan Imunologi Mata
- Glaukoma
- Bedah Katarak Refraktif
- Medical Retina
- Neurooftalmologi
R. Pemeriksaan Pelayanan Mata Subspesialistik
- Refraksi dan Lensa Kontak
- Infeksi dan Imunologi Mata
- Glaukoma
- Bedah Katarak
- Medical and Simple Surgical Retina
- Neurooftalmologi
- Pediatric Oftalmologi
- Bedah Plastik dan Rekonstruksi
- Onkologi Mata
3) Ruang Diagnostic Central
4) Low Vision Care
5) Ruang Konsultasi Diabetik
6) Ruang Dokter
Ruang Periksa
Ruang Periksa
Ruang Periksa
Ruang Periksa
Ruang Periksa
Ruang Periksa
Ruang Periksa
Ruang Periksa
Ruang Periksa
Ruang Tunggu
Children Lounge
KM/WC
Ruang Periksa
Ruang Periksa
Ruang Periksa
Ruang Istirahat
Unit Gawat Darurat Mata Ruang Triase
Nurse Station
Ruang Resusitasi
Ruang Observasi
Ruang Linen
Ruang Storage
Ruang Cleaning
Ruang Spoelhoek
Ruang Dokter + Loker
Ruang Locker Perawat
Ruang Administrasi
Ruang Steril
Ruang Tindakan
Ruang Tunggu
KM/WC
Instalasi Optik Ruang Display Optic
Ruang Alat
83
Instalasi Lasik Center Ruang Pendaftaran
Ruang Tunggu
Ruang Konsultasi
Ruang Tindakan
KM/WC
Unit Rawat Inap Ruang Perawatan VIP
Ruang Perawatan Kelas I
Ruang Perawatan Kelas II
Ruang Perawatan Kelas III
Ruang Perawatan Isolasi
Nurse Station
Ruang Konsultasi
Ruang Tindakan
Ruang Administrasi
Ruang Dokter
Ruang Perawat
Ruang Ganti
Ruang Kepala Rawat Inap
Ruang Linen Bersih
Ruang Linen Kotor
Spoelhoek
Kamar mandi/Toilet
Pantry
Janitor
Gudang Bersih
Gudang Kotor
Ruang Stretcher
Ruang Tunggu
2) Kelompok Kegiatan Penunjang Medis
Tabel 1.2 Kebutuhan Ruang Kelompok Kegiatan Penunjang Medis
Jenis Ruang Ruang yang dibutuhkan
Unit Farmasi KM/WC
Ruang Tunggu
Apotik
Locker + KM Staff
Ruang Staff
Ruang Obat/Perpus/Pertemuan
Ruang Obat
Ruang Penerimaan Obat RS
Ruang Adm Distribusi Obat
Ruang Racik Obat
Ruang Cuci
Gudang
CSSD Pusat Steril Ruang Pengepakan
Ruang Sterilisasi
Loket Pengambilan
Administrasi
Trolli
Ruang Terima
Ruang Cuci
WC
Gudang Steril
Unit Radiologi Ruang X-Ray
Toilet
Ruang Periksa
84
Ruang Auto X-ray Film Processor
Ruang Administrasi
Ruang Tunggu
Ruang Ganti
Gudang
Unit Laboratorium Ruang Pengambilan Spesimen
Ruang Tunggu
KM/WC
Laboratorium
Ruang Administrasi
Ruang Kepala & Staff
Ruang Perpus
Bank Darah
Gudang
Ruang Cuci
Unit Bedah Pusat Ruang Antara (airlock)
Ruang Pendaftaran
Ruang Tunggu pengantar
Ruang Transfer
Ruang Tunggu Pasien
Ruang Persiapan Pasien
Ruang Induksi
Ruang Persiapan Alat Bedah
Ruang Operasi
Ruang Pemulihan
Ruang ganti/loker
Ruang Dokter
Scrub Station
Spoelhoek
Ruang Linen
Ruang Alat bedah steril
Ruang Diskusi
Janitor
Pantry
Transit Jenazah Ruang Transit
Ruang Tunggu
3) Kelompok Kegiatan Pengelola
Tabel 1.3 Kebutuhan Ruang Kelompok Kegiatan Pengelola
Jenis Ruang Ruang yang dibutuhkan
Unit Administrasi & Medical Record Ruang Administrasi
Ruang Kepala Rekam Medik
Ruang Staff
Ruang Arsip
Gudang
Pengelola Tata Usaha
Ruang Kepala TU
Ruang rapat
Ruang Jaga
Pantry
Gudang
Perpustakaan
Ruang Dokter
Ruang Staff
Ruang Pimpinan
Ruang Sekretaris
85
Ruang Tunggu
Resepsionis
Pendidikan dan Latihan/Training Ruang Kepala Diklat
Ruang Staff Diklat
Ruang Pertemuan
Ruang Kelas Training
WC Staff
WC Umum
4) Kelompok Kegiatan Servis dan Pelengkap
Tabel 1.4 Kebutuhan Ruang Kelompok Kegiatan Servis dan Pelengkap
Jenis Ruang Ruang yang dibutuhkan
Instalasi Gizi Dan Dapur Ruang Administrasi
Ruang Terima
Ruang Bahan
Ruang Pengolahan
Ruang Cuci
Ruang Gudang Troli
Ruang Saji
Ruang Distribusi
Loker
Unit Cuci/Laundry Ruang Pengering
Bahan Kotor
Disinfektan
Ruang Setrika
Ruang Cuci
Locker
Ruang Administrasi
Ruang Distribusi
Unit Bengkel & IPSRS Bengkel Indoor
Bengkel Outdoor
WC
Locker
Administrasi
Ruang Jaga
Ruang Alat Kayu
Ruang Alat Besi
Ruang Genset
Unit Diklat Ruang Pertemuan
KM/WC
Kafetaria Ruang Makan
Dapur
Ruang Cuci
Kasir
Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) IPAL
Incenerator
Mushola Ruang Solat
Lavatory
Tempat Wudhu
4.1.4 Pendekatan Persyaratan Ruang
Dalam perancangan rumah sakit khususnya rumah sakit mata,
terdapat kebutuhan ruang seperti yang sudah dijabarkan dalam subbab
sebelumnya. Berikut ini akan dijelaskan lebih rinci mengenai persyaratan
86
ruang dari tiap – tiap ruang yang ada dalam perancangan rumah sakit mata
kelas B. Persyaratan tiap – tiap ruang diatur dalam Permenkes No. 24 Tahun
2016 tentang Persyaratan Teknis dan Prasarana Rumah Sakit yang berlaku.
(Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2016)
Kelompok Kegiatan Pelayanan Medis
1) Ruang Penerima
a. Ruangan disesuaikan dengan jumlah petugas, dengan perhitungan
3-5 m2/ petugas.
b. Ruangan harus dijamin terjadinya pertukaran udara baik alami
maupun mekanik. Untuk ventilasi mekanik minimal total pertukaran
udara 6 kali per jam.
c. Intensitas cahaya minimal 100 lux.
d. RS kelas D dan C fungsi Informasi, registrasi, pembayaran dapat
digabungkan pada satu ruangan, Sementara untuk RS Kelas A dan
B fungsi - fungsi tersebut dilaksanakan pada ruangan terpisah.
2) Ruang Pelayanan Mata
a. Luas ruangan klinik mata 20-30 m2 dengan memperhatikan ruang
gerak petugas, pasien dan peralatan. Salah satu sisi ruangan harus
mempunyai panjang >4 m.
b. Disediakan wastafel dan fasilitas desinfeksi tangan
c. Setiap ruangan disediakan minimal 2 (dua) kotak kontak atau tidak
boleh menggunakan kabel/kotak kontak tambahan
d. Ruangan harus dijamin terjadinya pertukaran udara baik alami
maupun mekanik. Untuk ventilasi mekanik minimal total pertukaran
udara 6 kali per jam, untuk ventilasi alami harus lebih dari nilai
tersebut.
e. Ruangan harus mengoptimalkan pencahayaan alami. Untuk
pencahayaan buatan dengan intensitas cahaya 200 lux.
3) Ruang Rawat Jalan (Ruang Tunggu)
a. Tiap tiap Klinik harus memiliki ruang tunggu tersendiri dengan
kapasitas yang memadai.
b. Luas ruang tunggu menyesuaikan kebutuhan kapasitas pelayanan
dengan perhitungan 1-1,5 m2/orang.
c. Ruangan harus dijamin terjadinya pertukaran udara baik alami
maupun mekanik dengan total pertukaran udara minimal 6 kali per
jam.
d. Ruangan harus mengoptimalkan pencahayaan alami.
e. Ruang tunggu dilengkapi dengan fasilitas desinfeksi tangan.
f. Ruang tunggu untuk pasien penyakit menular harus dipisah dengan
pasien tidak menular khususnya pasien anak dan ibu hamil.
4) Unit Gawat Darurat Mata
a. Letak ruang gawat darurat harus memiliki akses langsung dari jalan
raya dan tanpa hambatan.
87
b. Letak ruang gawat darurat harus memiliki akses yang cepat dan
mudah ke ruang operasi, ruang kebidanan, ruang radiologi,
laboratorium, ruang farmasi dan bank darah rumah sakit.
c. Akses masuk ruang gawat darurat harus dilengkapi dengan tanda
penunjuk jalan, rambu-rambu, dan elemen pengarah sirkulasi yang
jelas.
d. Desain tata ruang gawat darurat harus dapat mendukung kecepatan
pemberian pelayanan.
5) Unit Rawat Inap
a. Ukuran ruang rawat inap tergantung kelas perawatan dan jumlah
tempat tidur.
b. Jarak antar tempat tidur 2,4 m atau antar tepi tempat tidur minimal
1,5 m.
c. Bahan bangunan yang digunakan tidak boleh memiliki tingkat
porositas yang tinggi.
d. Antar tempat tidur yang dibatasi oleh tirai maka rel harus
dibenamkan/ menempel di plafon, dan sebaiknya bahan tirai non
porosif.
e. Setiap tempat tidur disediakan minimal 2 (dua) kotak kontak dan
tidak boleh ada percabangan/ sambungan langsung tanpa
pengamanan arus.
f. Harus disediakan outlet oksigen
g. Ruangan harus dijamin terjadinya pertukaran udara baik alami
maupun mekanik. Untuk ventilasi mekanik minimal total pertukaran
udara 6 kali per jam, untuk ventilasi alami harus lebih dari nilai
tersebut.
h. Ruangan perawatan pasien harus memiliki bukaan jendela yang
aman untuk kebutuhan pencahayaan dan ventilasi alami.
i. Ruangan harus mengoptimalkan pencahayaan alami. Untuk
pencahayaan buatan dengan intensitas cahaya 250 lux untuk
penerangan, dan 50 lux untuk tidur.
j. Ruang perawatan harus menyediakan nurse call untuk masing-
masing tempat tidur yang terhubung ke pos perawat (nurse station).
k. Di setiap ruangan perawatan harus disediakan kamar mandi. Kamar
mandi ini mengikuti persyaratan kamar mandi aksesibilitas.
Kelompok Kegiatan Penunjang Medis
1) Unit Farmasi
a. Ruang farmasi terdiri atas ruang kantor/administrasi, ruang
penyimpanan, ruang produksi, laboratorium farmasi, dan ruang
distribusi.
b. Ruang farmasi harus menyediakan utilitas bangunan yang sesuai
untuk penyimpanan obat yang menjamin terjaganya keamanan,
mutu, dan khasiat obat.
c. Ruang produksi sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis
habis pakai dan ruang proses kimia lainnya yang dapat mencemari
88
lingkungan, pembuangan udaranya harus melalui penyaring untuk
menetralisir bahan yang terkandung di dalam udara buangan
tersebut sesuai ketentuan yang berlaku.
2) CSSD Pusat Steril
a. Ruangan ini merupakan ruangan zona resiko sedang.
b. Luas ruangan minimal dapat menampung autoclave
c. Tersedia kotak kontak untuk peralatan autoclave.
3) Unit Radiologi
Ruang Radiologi terdiri dari:
a. ruang radiodiagnostik;
b. ruang radioterapi;
c. ruang kedokteran nuklir.
4) Unit Laboratorium
a. Letak ruang laboratorium harus memiliki akses yang mudah ke ruang
gawat darurat dan ruang rawat jalan.
b. Desain tata ruang dan alur petugas dan pasien pada ruang
laboratorium harus terpisah dan dapat meminimalkan risiko
penyebaran infeksi.
c. Ruang laboratorium harus memiliki:
saluran pembuangan limbah cair yang dilengkapi dengan
pengolahan awal (pre-treatment) khusus sebelum dialirkan ke
instalasi pengolahan air limbah rumah sakit; dan
fasilitas penampungan limbah padat medis yang kemudian
dikirim ke tempat penampungan sementara limbah bahan
berbahaya dan beracun.
5) Unit Bedah Pusat
Luas ruangan adalah sbb:
a. Ruangan Operasi Minor, ± 36 m2, dengan ukuran ruangan panjang
x lebar x tinggi adalah 6m x 6m x 3m.
b. Ruangan Operasi Umum, minimal 42 m2, dengan ukuran panjang x
lebar x tinggi adalah 7m x 6m x 3m.
c. Ruangan Operasi Mayor/Khusus, minimal 50 m2, dengan ukuran
panjang x lebar x tinggi adalah 7.2m x 7m x 3m.
Bahan bangunan yang digunakan tidak boleh memiliki tingkat porositas
yang tinggi, yaitu :
a. Komponen penutup lantai harus non porosif, mudah dibersihkan,
tahan bahan kimia, bersifat anti statik, anti gesek dan anti bakteri.
b. Pertemuan lantai dengan dinding konus/ melengkung (hospital plint).
- Tingkat Ketahanan Api (TKA) material lantai min. 2 jam.
c. Komponen dinding non porosif, mudah dibersihkan, tahan bahan
kimia, anti jamur dan bakteri.
d. Pertemuan antara dinding dengan dinding konus/ melengkung. -
Tingkat Ketahanan Api (TKA) material dinding min. 2 jam.
89
e. Semua peralatan yang dipasang di dinding harus dibenamkan
(recessed), misal film viewer, jam dinding, dan lain-lain.
f. Komponen langit-langit non porosif, mudah dibersihkan, anti jamur
dan bakteri, tidak memiliki unsur yang membahayakan pasien.
g. Tingkat Ketahanan Api (TKA) material langitlangit minimal 2 jam.
h. Semua peralatan lampu dipasang dibenamkan di plafon (recessed).
Semua pintu masuk ke ruangan operasi persyaratannya sbb:
a. Pintu ayun (swing) membuka kedalam ruangan atau disarankan
pintu geser dengan rel diatas yang dipasang pada bagian luar
ruangan, dapat dibuka tutup secara otomatis dan dapat
dioperasionalkan secara manual apabila terjadi kerusakan.
b. Pintu-pintu dilengkapi dengan “alat penutup pintu (door closer),
menggunakan door seal and interlock system.
c. Lebar pintu yang dilalui pasien min. 120cm, dan yang dilalui petugas
min. 85 cm, terbuat dari bahan non porosif, disarankan bahan panil
(;insulated panel system) dan dicat jenis cat anti bakteri/ jamur
dengan warna terang.
d. Pintu-pintu dilengkapi dengan kaca jendela pengintai (observation
glass).
Ruangan ini disediakan minimal 2 (dua) kotak kontak dan tidak boleh
ada percabangan/ sambungan langsung tanpa pengamanan arus.
Disediakan outlet oksigen, udara tekan medis dan udara tekan
instrumen, vakum medik dan N2O, beserta cadangannya yang
memenuhi persyaratan.
Persyaratan Tata Udara adalah:
a. Tekanan udara dalam ruangan lebih besar/positif dari ruangan-
ruangan yang bersebelahannya.
b. Temperatur ruangan 190240C - Kelembaban relatif 4060%
c. Total pertukaran udara minimal 4 kali per jam pada saat ruangan
tidak digunakan, dan 20 kali per jam pada saat ada operasi.
d. Ruangan ini merupakan ruangan steril dengan hepa filter (tingkat
resiko sangat tinggi), yang mempunyai jumlah maksimal partikel
debu ukuran dia. 0,5 μm per m3 yaitu 35.200 partikel (ISO 6-ISO
14644-1 cleanroom standards, 1999)Intensitas cahaya minimal 200
lux.
e. Meja operasi berada dibawah aliran udara laminair, dengan distribusi
udara dari langit-langit, dengan gerakan ke bawah menuju inlet
pembuangan (return air) yang terletak di 4 sudut ruangan yang dibuat
plenum.
Persyaratan Kelistrikan :
a. Sumber daya listrik, termasuk katagori “sistem kelistrikan esensial 3”,
di mana sumber daya listrik normal dilengkapi dengan sumber daya
listrik darurat untuk menggantikannya, bila terjadi gangguan pada
sumber daya listrik normal.
90
b. Sistem pembumian harus menjamin tidak ada bagian peralatan yang
dibumikan melalui tahanan yang lebih tinggi dari pada bagian lain
peralatan yang disebut dengan sistem penyamaan potensial
pembumian (Equal potential grounding system). Sistem ini
memastikan bahwa hubung singkat ke bumi tidak melalui pasien.
6) Kamar Jenazah
a. Letak kamar jenazah harus memiliki akses langsung dengan ruang
gawat darurat, ruang kebidanan, ruang rawat inap, ruang operasi,
dan ruang perawatan intensif.
b. Akses menuju kamar jenazah bukan merupakan akses umum dan
diproteksi terhadap pandangan pasien dan pengunjung untuk alasan
psikologis.
c. Bangunan Rumah Sakit harus memiliki akses dan lahan parkir
khusus untuk kereta jenazah.
d. Lahan parkir khusus untuk kereta jenazah harus berdekatan dengan
kamar jenazah.
Kelompok Kegiatan Pengelola
1) Unit Administrasi dan Medical Record
a. Letak ruang rekam medik harus memiliki akses yang mudah dan
cepat ke ruang rawat jalan dan ruang gawat darurat.
b. Desain tata ruang rekam medis harus dapat menjamin kemanan
penyimpanan berkas rekam medis.
2) Ruang Pengelola
a. Ruang kantor dan administrasi merupakan ruangan-ruangan dalam
rumah sakit tempat melaksanakan kegiatan manajemen administrasi
rumah sakit.
b. Luas, jumlah dan kapasitas kantor dan administrasi yang
diselenggarakan sesuai dengan kebutuhan pelayanan rumah sakit.
Kelompok Kegiatan Servis dan Pelengkap
1) Instalasi Gizi dan Dapur
a. Ruang dapur dan gizi merupakan tempat pengolahan/produksi
makanan yang meliputi penerimaan bahan mentah atau makanan
terolah, pembuatan, pengubahan bentuk, pengemasan, pewadahan,
penyimpanan bahan makanan serta pendistribusian makanan siap
saji di rumah sakit.
b. Letak ruang dapur dan gizi harus memiliki akses yang mudah ke
ruang rawat inap dan tidak memiliki akses yang bersilangan dengan
akses ke laundri, tempat pembuangan sampah, dan ruang jenazah.
2) Unit Cuci dan Laundry
a. Letak laundry harus memiliki akses yang mudah ke ruang rawat inap
dan ruang sterilisasi.
91
b. Laundry harus memiliki akses yang terpisah untuk linen kotor dan
linen bersih.
c. Laundry harus memiliki saluran pembuangan limbah cair yang
dilengkapi dengan pengolahan awal (pre-treatment) khusus sebelum
dialirkan ke instalasi pengolahan air limbah rumah sakit.
3) Unit Bengkel
a. Luas bengkel menyesuaikan kebutuhan kapasitas pelayanan.
b. Setiap ruangan disediakan minimal 2 (dua) kotak kontak dan belum
termasuk kotak kontak untuk peralatan yang memerlukan daya listrik
besar, serta tidak boleh menggunakan percabangan/ sambungan
langsung tanpa pengaman arus.
c. Ruangan harus dijamin terjadinya pertukaran udara baik alami
maupun mekanik dengan total pertukaran udara minimal 10 kali per
jam.
d. Tersedia Alat Pemadam Api Ringan (APAR)
4) Unit Pendidikan dan Pelatihan
a. Ruang pendidikan dan latihan merupakan ruangan-ruangan yang
digunakan untuk melaksanakan pengelolaan kegiatan pendidikan
dan pelatihan di bidang kesehatan.
b. Luas, jumlah dan kapasitas ruang pendidikan dan latihan harus
sesuai dengan kebutuhan pelayanan dan klasifikasi rumah sakit.
c. Pada rumah sakit pendidikan, ruangan pendidikan dan latihan harus
tersedia di setiap ruang pelayanan medik.
5) Intalasi Pengolahan Air Limbah
a. Penentuan sistem IPAL menyesuaikan karakteristik rumah sakit
(antara lain pelayanan, kondisi geografis, dan jenis limbah yang
dihasilkan).
b. Tersedia saluran kota untuk pembuangan hasil akhir IPAL (enfluen).
c. Daya listrik yang tersedia mencukupi kebutuhan peralatan dan
memiliki backup Genset Berada di luar bangunan gedung pelayanan
6) Mushola
a. Ruang ibadah sebagai fasilitas peribadatan harus disediakan pada
setiap rumah sakit.
b. Ruang tunggu harus disediakan pada tiap-tiap ruang pelayanan
pasien.
c. Kebutuhan luas ruangan tunggu harus sesuai dengan kapasitas
pelayanan.
92
4.1.5 Pendekatan Hubungan Ruang
Zoning
Zonasi Rumah Sakit Mata dapat dibagi menjadi empat zona,
diantaranya; zona publik, semi publik, privat dan servis. Dalam masing –
masing zona dapat dijabarkan lagi sebagai berikut;
Tabel 1.5 Zonasi Rumah Sakit Mata
Zona Publik Gedung Pelayanan Mata
Gedunh Poliklinik/ Rawat Jalan
Unit Gawat Darurat
Apotik
Zona Semi Publik LASIK Center
Laboratorium
Radiologi
Rekam Medik
Zona Privat Unit Bedah Sentral
Gedung Perawatan Rawat Inap
Gedung Pengelola
Zona Servis Gedung Laundry
Gedung Dapur
Bengkel
CSSD (Sterril Unit)
Pola Hubungan Ruang
Hubungan antar ruang merupakan diagram yang menjelaskan pola
atau alur dalam suatu jenis ruang pada rumah sakit. Pola hubungan ruang
dalam rumah sakit dapat digolongkan menjadi 13 pola hubungan ruang.
Diagram – diagram tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut;
1) Pola Hubungan Ruang Instalasi Rawat Jalan
2) Pola Hubungan Ruang Instalasi Rawat Inap
93
3) Pola Hubungan Ruang Instalasi Gawat Darurat
4) Pola Hubungan Instalasi Bedah Sentral
5) Pola Hubungan Ruang Instalasi Farmasi
6) Pola Hubungan Ruang Instalasi Pusat Steril
7) Pola Hubungan Ruang Instalasi Radiologi
94
8) Pola Hubungan Ruang Instalasi Laboratorium
9) Pola Hubungan Ruang Unit Administrasi Pencatatan Medik (Medical
Record)
10) Pola Hubungan Ruang Kamar Jenazah
11) Pola Hubungan Ruang Instalasi Gizi dan Dapur
95
12) Pola Hubungan Ruang Instalasi Cuci/Laundry
13) Pola Hubungan Ruang Instalasi Bengkel/ME
4.1.6 Pendekatan Kapasitas dan Besaran Ruang
Terdapat empat Kapasitas yang harus diperhatikan pada bangunan rumah
sakit diantaranya;
1) Kapasitas tempat tidur
Kapasitas tempat tidur dipengaruhi oleh kelas Rumah Sakit Mata
itu sendri. Rumah Sakit Mata kelas B memiliki ketentuan jumlah bed
berkisar 50 – 100 bed. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 56
tahun 2014 tentang Klasifikasi dan Perizinan Rumah Sakit dijelaskan
tentang persentasi kelas bed untuk tiap klasifikasi Rumah Sakit. Namun
untuk Rumah Sakit Khusus tidak terdapat persentase yang ditentukan.
Sehingga, persentase kelas untuk kamar perawatan didapat dari hasil
studi banding sebagai berikut;
Tabel 1.6 Persentase Kelas Kamar Rawat Inap berdasarkan Studi Banding
Kelas VIP Kelas I Kelas II Kelas III Jumlah
RS B R % B R % B R % B R % B R
JEC 1 2 22% 2 4 44% 3 2 22% 4 1 12% 20 9
RSI 1 55 16% 2 49 29% 3 26 23% 6 18 32% 340 340
RSUP 1 3 1,1% 2 87 32,8% 3 47 17,8% 4 128 48,3% 830 265
RSU 1 3 13% 2 8 35% 2 7 30% 3 5 22% 48 23
Rata – rata (%) 13% 35% 24% 29%
Dibulatkan 10% 35% 25% 30%
Setelah mendapat persentase kelas untuk kamar rawat inap di
atas, di bawah ini merupakan kapasitas tempat tidur yang akan
digunakan dalam perencanaan dan perancangan Rumah Sakit kelas B;
96
Tabel 1.7 Kapasitas Tempat Tidur
Kelas Rasio Jumlah
TT/ruang Jumlah ruang Jumlah TT
VIP 10% 1 2 2
I 35% 2 7 14
II 25% 3 5 15
III 30% 4 6 24
Jumlah 20 55
2) Kapasitas pengelola/ketenagaan
Kapasitas pengelola/ketenagaan menurut Peraturan No.
262/MENKES/Per/VII/1979 tentang Standarisasi Ketenagaan dalam
Rumah Sakit dapat dilihat pada tabel di bawah ini;
Tabel 1.8 Kapasitas Pengelola / Ketenagaan Rumah Sakit
Jenis Ketenagaan Rasio Jumlah Tenaga Kerja
TT : Tenaga Medis 7 : 1 1/7 x 55 = 9
TT : Paramedis Perawat 3 : 2 2/3 x 55 = 38
TT : Paramedis Non Perawat 5 : 1 1/5 x 55 = 11
TT : Tenaga Non Medis 4 : 3 3/4 x 55 = 41
Jumlah 99
3) Kapasitas pengunjung
Menurut Dinas Kesehatan, satu ruang periksa dalam satu jam
diasumsikan melayani 5 pasien. Sedangkan tiap hari nya poliklinik
melayani selama 4 jam. Sehingga dapat dihitung jumlah pengunjung
rumah sakit sebanyak 5 (pasien) x 4 (jam) x 9 (klinik) = 180 pengunjung.
Ditambah dengan jumlah pasien sebanyak 60. Sehingga total
keseluruhan pengunjung sebanyak 180 + 60 = 240 pengunjung.
4) Kapasitas dan Besaran Ruang
Besaran ruang di dapat dari hasil pengelompokan kelompok
kegiatan dan kebutuhan ruang yang telah diketahui di subbab
sebelumnya. Penjabaran Kapasitas dan Besaran Ruang dapat dilihat
pada tabel berikut;
Keterangan:
DK = Departemen Kesehatan
DA = Data Arsitek
AR = Analisa Ruang
SB = Studi Banding
a. Kelompok Kegiatan Pelayanan Medis
Tabel 1.9 Besaran Ruang Kelompok Kegiatan Pelayanan Medis
Ruang Standar
(m2) Kapasitas
Total
(m2) Sumber
Ruang Penerima
97
Hall
Resepsionis
Lounge
0,80
0,80
0,80
120 orang
30 orang
120 orang
96
24
96
DA
DA
DA
Total 216
Ruang Pelayanan Mata
Ruang Pendaftaran
Ruang Tunggu
Ruang Kasir
Ruang Patient Education Center
10,5
1,5
10,5
21
1 unit
150 orang
1 unit
1 unit
10,5
225
10,5
21
AR
DK
AR
SB
Total 267
Ruang Rawat Jalan
Ruang Pemeriksaan Awal
Ruang Periksa Refraksi
Ruang Periksa Infeksi &
Imunologi
Ruang Periksa Glaukoma
Ruang Periksa Bedah Katarak
Ruang Periksa Medical Retina
Ruang Periksa Neurooftalmologi
Ruang Periksa Pediatric
Oftalmologi
Ruang Periksa Bedah Plastik
dan Rekonstruksi
Ruang Periksa Onkologi Mata
Ruang Tunggu
Children Lounge
KM/WC
Ruang Periksa Diagnostic
Central
Ruang Periksa Low Vision
Ruang Konsul Diabetik
Ruang Istirahat Dokter
10,5
21
21
21
21
21
21
21
21
21
1,5
0,75
10,5
21
21
21
24
2 unit
1 unit
1 unit
1 unit
1 unit
1 unit
1 unit
1 unit
1 unit
1 unit
150 orang
30 orang
2 unit
1 unit
1 unit
1 unit
1 unit
21
21
21
21
21
21
21
21
21
21
225
22,5
21
21
21
21
24
SB
DK
DK
DK
DK
DK
DK
DK
DK
DK
DK
DK
SB
DK
DK
DK
AR
Total 565,5
UGD Mata
Ruang Triase
Nurse Station
Ruang Resusitasi
Ruang Observasi
Ruang Linen
Ruang Storage
Ruang Cleaning
Ruang Spoelhoek
Ruang Dokter + Loker
Ruang Locker Perawat
Ruang Administrasi
Ruang Steril
Ruang Tindakan
Ruang Tunggu
KM/WC
12
5
12
8
3
3,5
3,5
8
20
16
5
7
21
1,5
10,5
1 unit
2 orang
4 unit
2 unit
2 unit
2 unit
2 unit
1 unit
1 unit
1 unit
2 orang
1 unit
1 unit
20 orang
2 unit
12
10
48
16
6
7
7
8
20
16
10
7
21
30
21
DK
AR
DK
DK
SB
SB
SB
SB
SB
SB
DK
SB
DK
DK
AR
Total 239
Instalasi Optik
Ruang Display Optic
Ruang Alat
21
21
1 unit
1 unit
21
21
SB
SB
Total 42
Instalasi Lasik Center
Ruang Pendaftaran
Ruang Tunggu
Ruang Konsultasi
10,5
1,5
21
2 unit
50 orang
1 unit
21
75
21
AR
DK
DK
98
Ruang Tindakan
KM/WC
36
10,5
2 unit
2 unit
72
21
DK
AR
Total 210
Unit Rawat Inap
Ruang Perawatan VIP
Ruang Perawatan Kelas I
Ruang Perawatan Kelas II
Ruang Perawatan Kelas III
Ruang Perawatan Isolasi
Nurse Station
Ruang Konsultasi
Ruang Tindakan
Ruang Administrasi
Ruang Dokter
Ruang Perawat
Ruang Ganti
Ruang Kepala Rawat Inap
Ruang Linen Bersih
Ruang Linen Kotor
Spoelhoek
Kamar mandi/Toilet
Pantry
Janitor
Gudang Bersih
Gudang Kotor
Ruang Stretcher
Ruang Tunggu
28
28
42
49
24
18
12
24
9
20
20
9
12
18
9
9
25
9
9
18
18
12
1,5
2 unit
6 unit
4 unit
5 unit
1 unit
1 unit
2 unit
2 unit
1 unit
2 unit
2 unit
2 unit
1 unit
2 unit
2 unit
2 unit
1 unit
2 unit
2 unit
2 unit
2 unit
2 unit
10 orang
56
168
168
245
24
18
24
48
9
40
40
18
12
36
18
18
25
18
18
36
36
24
15
DK
DK
DK
DK
DK
DK
DK
DK
DK
DK
DK
DK
DK
DK
DK
DK
DK
DK
DK
DK
DK
DK
DK
Total 1.114
b. Kelompok Kegiatan Penunjang Medis
Tabel 1.10 Besaran Ruangan Kelompok Kegiatan Penunjang Medis
Ruang Standar
(m2) Kapasitas Total Sumber
Unit Farmasi
KM/WC
Ruang Tunggu
Apotik
Locker + KM Staff
Ruang Staff
Ruang Obat/Perpus/Pertemuan
Ruang Obat
Ruang Penerimaan Obat RS
Ruang Adm Distribusi Obat
Ruang Racik Obat
Ruang Cuci
Gudang
6
1,5
20
20
16
20
30
20
20
30
16
20
1 unit
30 orang
1 unit
1 unit
1 unit
1 unit
1 unit
1 unit
1 unit
1 unit
1 unit
1 unit
6
45
20
20
16
20
30
20
20
30
16
20
AR
DK
DK
SB
AR
AR
AR
AR
AR
AR
AR
AR
Total 263
CSSD Pusat Steril
Ruang Pengepakan
Ruang Sterilisasi
Loket Pengambilan
Administrasi
Trolli
Ruang Terima
Ruang Cuci
WC
40,5
48,75
20,25
13,5
13,5
13,5
13,5
4,5
1 unit
1 unit
1 unit
1 unit
1 unit
1 unit
1 unit
2 unit
40,5
48,75
20,25
13,5
13,5
13,5
13,5
9
AR
AR
SB
SB
SB
SB
SB
SB
99
Gudang Steril 27 1 unit 27 AR
Total 199,5
Unit Radiologi
Ruang X-Ray 1
Ruang X-Ray 2
Toilet
Ruang Periksa
Ruang Auto X-Ray Film
Processor
Ruang Administrasi
Ruang Tunggu
Ruang Ganti
Gudang
40
16
9
21
9
18
1,5
9
9
1 unit
1 unit
2 unit
1 unit
1 unit
1 unit
20 orang
2 unit
1 unit
40
16
18
21
9
18
30
18
9
DK
DK
AR
DK
DK
SB
DK
AR
AR
Total 179
Unit Laboratorium
Ruang Pengambilan Spesimen
Ruang Tunggu
KM/WC
Laboratorium
Ruang Administrasi
Ruang Kepala & Staff
Ruang Perpus
Bank Darah
Gudang
Ruang Cuci
6
1,5
6
40
12,5
16
12,5
12,5
8
10
2 unit
30 orang
1 unit
1 unit
1 unit
2 unit
1 unit
1 unit
1 unit
2 unit
12
45
6
40
12,5
32
12,5
12,5
8
20
DK
DK
AR
SB
SB
AR
AR
AR
AR
AR
Total 200,5
Unit Bedah Pusat
Ruang Antara (airlock)
Ruang Pendaftaran
Ruang Tunggu pengantar
Ruang Transfer
Ruang Tunggu Pasien
Ruang Persiapan Pasien
Ruang Induksi
Ruang Persiapan Alat Bedah
Ruang Operasi Umum
Ruang Operasi Minor
Ruang Pemulihan
Ruang ganti/loker
Ruang Dokter
Scrub Station
Spoelhoek
Ruang Linen
Ruang Alat bedah steril
Ruang Diskusi
Janitor
Pantry
20
4
1,5
16
20
12
12
14
42
36
90
20
16
6
6
6
9
2,5
9
9
1 unit
2 orang
50 orang
1 unit
1 unit
1 unit
1 unit
1 unit
2 unit
2 unit
1 unit
2 unit
1 unit
4 unit
2 unit
2 unit
1 unit
10 orang
1 unit
1 unit
20
8
75
16
20
12
12
14
84
72
90
40
16
24
12
12
9
25
9
9
DK
DK
DK
DK
DK
DK
DK
DK
DK
DK
DK
DK
DK
DK
DK
DK
DK
DK
DK
DK
Total 579
Ruang Jenazah
Ruang Transit
Ruang Tunggu
16
16
1 unit
1 unit
16
16
AR
AR
Total 32
100
c. Kelompok Kegiatan Pengelola
Tabel 1.11 Besaran Ruang Kelompok Kegiatan Pengelola
Ruang Standar
(m2) Kapasitas Total Sumber
Unit Administrasi & Medical
Record
Ruang Arsip
Gudang
Ruang Kepala Rekam Medik
Ruang Administrasi
Ruang Staff
40
15
24
16
20
1 unit
1 unit
1 unit
1 unit
1 unit
40
15
24
16
20
SB
AR
SB
SB
SB
Total 115
Pengelola
Tata Usaha
Ruang Kepala TU
Ruang rapat
Ruang Jaga
Pantry
Gudang
Perpustakaan
Ruang Dokter
Ruang Staff
Ruang Pimpinan
Ruang Sekretaris
Ruang Tunggu
Resepsionis
25
15
35
20
10
9,75
35
30
30
35
10
20
8
1 unit
1 unit
1 unit
1 unit
2 unit
1 unit
1 unit
1 unit
1 unit
1 unit
1 unit
1 unit
1 unit
25
15
35
20
20
9,75
35
30
30
35
10
20
8
DA
AR
AR
AR
AR
AR
AR
DA
DA
AR
DA
AR
DA
Total 292,75
Pendidikan dan
Pelatihan/Training
Ruang Kepala Diklat
Ruang Staff Diklat
Ruang Pertemuan
Ruang Kelas Training
WC Staff
WC Umum
13,5
13,5
0,75
0,75
6,5
10,5
1 unit
2 unit
50 orang
50 orang
2 unit
2 unit
13,5
27
37,5
37,5
13
21
SB
SB
SB
SB
AR
AR
Total 149,5
d. Kelompok Kegiatan Servis dan Pelengkap
Tabel 1.12 Besaran Ruang Kelompok Kegiatan Servis dan Pelengkap
Ruang Standar
(m2) Kapasitas Total Sumber
Instalasi Gizi dan Dapur
Ruang Administrasi
Ruang Terima
Ruang Bahan
Ruang Pengolahan
Ruang Cuci
Ruang Gudang Troli
Ruang Saji
Ruang Distribusi
Loker
6
12
16
32
16
10
12
12
6
1 unit
1 unit
1 unit
1 unit
1 unit
1 unit
1 unit
1 unit
1 unit
6
12
16
32
16
10
12
12
6
DK
DK
DK
DK
DK
DK
DK
DK
DK
Total 122
Unit Cuci/Laundry
Ruang Pengering
16
1 unit
16
SB
101
Bahan Kotor
Disinfektan
Ruang Setrika
Ruang Cuci
Locker
Ruang Administrasi
Ruang Distribusi
12
16
16
30
6
15
16
1 unit
1 unit
1 unit
1 unit
1 unit
1 unit
1 unit
12
16
16
30
6
15
16
SB
SB
AR
SB
SB
AR
SB
Total 127
Unit Bengkel & IPSRS
Bengkel Indoor
Bengkel Outdoor
WC
Locker
Administrasi
Ruang Jaga
Ruang Alat Kayu
Ruang Alat Besi
Ruang Genset
30
25
3
10,5
12,5
15
15
15
40
1 unit
1 unit
2 unit
1 unit
1 unit
1 unit
1 unit
1 unit
1 unit
30
25
6
10,5
12,5
15
15
15
40
SB
SB
AR
AR
SB
AR
AR
AR
SB
Total 169
Unit Diklat
Ruang Pertemuan
KM/WC
0,75
10,5
50 orang
1 unit
37,5
10,5
SB
AR
Total 48
Kafeteria
Ruang Makan
Dapur
Ruang Cuci
Kasir
0,75
20
10
10
40 orang
1 unit
1 unit
1 unit
30
20
10
10
AR
AR
AR
AR
Total 70
Instalasi Pengolahan Air
Limbah
IPAL
Incenerator
40
20
1 unit
1 unit
40
20
AR
SB
Total 60
Mushola
Ruang Solat
Lavatory
Tempat Wudhu
9
3
3
1 unit
2 unit
2 unit
9
6
6
AR
AR
AR
Total 21
Ruang Utilitas
Ruang Kelistrikan
Ruang Sentral Gas Medik
Ruang Pompa
Ruang Chiller
Ruang Pantau CCTV
Ruang Kontrol Sampah
Ruang Plumbing
Ruang Kontrol Lift
25
16
25
48
20
4
2
12
1 unit
1 unit
1 unit
1 unit
1 unit
1 unit
1 unit
1 unit
25
16
25
48
20
4
2
12
SB
SB
SB
SB
SB
SB
SB
SB
Total 152
4.2 Pendekatan Aspek Kontekstual
4.2.1 Pemilihan Lokasi
Pemilihan lokasi untuk lokasi bangunan rumah sakit mata ini
ditentukan dengan pertimbangan kegiatan-kegiatan yang menunjang
kebutuhan publik. Penentuan lokasi bangunan ini didasarkan pada sifat dan
102
karakteristik dari kegiatan yang ada di dalamnya. Adapun kriteria pemilihan
lokasi untuk bangunan rumah sakit mata adalah sebagai berikut :
1) Bangunan dalam skala urban / perkotaan
2) Berdasarkan arahan dosen pembimbing dalam lokasi pemilihan tapak
akan lebih baik di jalan utama yang memiliki akses mudah.
3) Dekat dengan jalan protokol sehingga dapat di akses dengan mudah.
4) Lokasi tidak berkontur sehingga memudahkan dalam merancang rumah
sakit mata di Semarang.
Terdapat beberapa kriteria lokasi yang diatur dalam Permenkes No. 24
Tahun 2016 tentang Teknis Bangunan dan Prasarana Rumah Sakit sebagai berikut;
Alternatif lokasi didapat berdasarkan tingkat persebaran rumah sakit yang rendah
dan kriteria lokasi rumah sakit yang telah diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan
dan Peraturan Daerah Setempat.
1) Persebaran Rumah Sakit yang tergolong rendah terdapat pada;
Gambar 1.1 Persebaran Rumah Sakit dan Klinik Mata di Semarang
Sumber: Analisa penulis
Tabel 1.13 Tabel Persebaran Rumah Sakit dan Klinik Mata di Semarang
No BWK Kelebihan Kekurangan
1 IX Belum adanya persebaran rumah
sakit
Dekat dengan perbatasan
kabupaten
Jauh dari pusat kota
Didominasi oleh areal pertanian
dan industri
Dekat dengan anak sungai
2 VIII Belum adanya persebaran rumah
sakit
Dekat dengan perbatasan
kabupaten
Merupakan daerah berkontur
Jauh dari pusat kota
3 IV Memiliki sedikit persebaran
rumah sakit
Dekat dengan salah satu
universitas ternama di Semarang
Memiliki kondisi tanah yang
relatif datar
Jauh dari pusat kota
Merupakan daerah rawan banjir
Sering terjadi rob yang menutupi
akses menuju daerah tersebut
Merupakan daerah rawan
tsunami karena dekat dengan
laut
103
4 III Memiliki sedikit persebaran
rumah sakit
Dekat dengan pusat kota
Memiliki kondisi tanah relatif
datar
Dekat dengan pusat transportasi
kota
Daerah dengan mobilitas tinggi
Merupakan daerah rawan banjir
Sering terjadi rob yang menutupi
akses menuju daerah tersebut
5 II Memiliki sedikit persebaran
rumah sakit
Memiliki sedikit persebaran klinik
mata
Merupakan penghubung pusat
kota dan pinggir kota
Dekat dengan pusat kota
Merupakan daerah yang
berkontur
Daerah dengan mobilitas tinggi
6 VII Memiliki sedikit persebaran
rumah sakit
Dilalui oleh Jalan Arteri Sekunder
(Jl. Setiabudi)
Dekat dengan pusat transportasi
Lingkungan tenang karena
dipadati hunian
Merupakan daerah dengan
kemiringan yang tinggi
Jauh dari pusat kota
2) Kriteria Lokasi Rumah Sakit
Kriteria Lokasi rumah sakit menurut Permenkes No. 24 Tahun 2016 sebagai
berikut:
Berada pada lingkungan dengan
udara bersih dan lingkungan yang
tenang
Bebas dari kebisingan yang tidak
semestinya dan polusi atmosfer
yang datang dari berbagai sumber
Tidak dekat kaki gunung yang
rawan terhadap tanah longsor
Tidak dekat anak sungai, sungai
atau badan air yang dapat
mengikis pondasi
Tidak di tepi lereng
Tidak di atas atau dekat dengan
jalur patahan aktif
Tidak di daerah rawan tsunami
Tidak di daerah rawan banjir
Tidak dalam zona topan
Tidak di daerah rawan badai
Tidak dekat stasiun pemancar
Tidak berada pada daerah
hantaran udara tegangan tinggi.
3) Kesimpulan
Dari data yang disusun, ditemukan bahwa terdapat beberapa Bagian
Wilayah Kota (BWK) yang masih memiliki sedikit persebaran rumah sakit dan
kriteria – kriteria untuk menentukan lokasi Rumah Sakit.
Bagian Wilayah Kota Semarang yang memiliki kelebihan sebagai
alternatif lokasi untuk merencanakan pembangunan Rumah Sakit adalah BWK
II dan BWK VII yang memiliki lebih banyak kelebihan dibanding kekurangan
yang ada.
Bagian Wilayah Kota II tersebut dekat dengan pusat kota yang
memungkinkan kemudahan aksesibilitas masyarakat dan menurut Rencana
Tata Ruang Wilayah, BWK II merupakan daerah yang memiliki rencana
pengembangan di sektor perdagangan, perkantoran dan jasa.
104
Bagian Wilayah Kota VII memiliki potensi dimana kawasan tersebut
dipadati oleh hunian yang memungkinkan kemudahan pencapaian bagi
masyarakat kota Semarang. Selain itu, masih sedikitnya persebaran rumah sakit
di BWK tersebut menjadi suatu nilai tambah.
Namun dari kedua BWK tersebut, BWK II lebih berpotensi menjadi lokasi
pilihan untuk perencanaan dan perancangan Rumah Sakit Mata kelas B di
Semarang. Karena kondisi topografi yang relatif datar, merupakan daerah
penghubung antara kota Semarang atas dan kota Semarang bawah serta
peruntukan Bagian Wilayah Kota II yang terfokus pada sektor perdagangan,
perkantoran dan jasa.
Selain itu BWK II kota Semarang memiliki jalan arteri sekunder antara
lain; peningkatan Jalan Dr. Wahidin dan Jalan Teuku Umar serta peningkatan
Jalan Letjend S. Parman dan Jalan Sultan Agung . Mudah dicapai dengan
adanya tol Jatingaleh yang merupakan jalan bebas hambatan seksi A
(Jatingaleh – Srondol dan jalan bebas hambatan seksi B (Jatingaleh – Krapyak).
4.2.2 Pemilihan Tapak
Dari pemilihan lokasi yang bertepatan di Bagian Wilayah Kota II
(BWK II) Kota Semarang, didapati alternatif tapak yang memiliki karakteristik
sebagai berikut;
1) Alternatif Tapak 1
Gambar 1.2 Alternatif Tapak 1 Sumber: Google Earth
105
Data Tapak
Lokasi : Jalan Sisingamangaraja, Candisari, Semarang
Luas : ± 24.000 m2
Batas – batas : Utara : Jalan Sisingamangaraja
: Selatan : Lahan kosong
: Timur : Jalan Klabat
: Barat : Entrance Green Candi Residence
KDB : 60%
KLB : 4,2 maks. 7 lantai
GSB : 29 m
Kriteria Penilaian Tapak
1) Topografi
Relatif datar
2) Aksesibilitas
Tapak dapat diakses melalui Jalan Sultan Agung lalu masuk ke Jalan
Sisingamangaraja dan tapak berada pada sisi selatan. Selain itu
tapak dapat diakses melalui Jalan Dr. Wahidin lalu masuk ke Jalan
Sisingamangaraja.
3) Fasilitas Kota
Di sekitar tapak terdapat beberapa fasilitas kota berupa Hotel yang
terletak di sisi barat tapak, Kantor Pos Regional Jawa Tenggah di sisi
utara tapak, beberapa hunian dan fasilitas umum lainnya.
4) Utilitas Kota
Menurut RDTRK kota Semarang BWK II, terdapat beberapa utilitas
kota yang terletak di tapak ini diantaranya;
Jaringan air bersih, tepatnya di Blok 3.2. Jalan Sisingamangaraja
merupakan jaringan air bersih sekunder dengan jaringan primer
yang terletak di Jalan Sultan Agung.
Jaringan telepon, terdapat beberapa Blok jaringan telepon di
Jalan Sisingamangaraja, diantaranya; pada Blok 3.1 terdapat
jaringan telepon sekunder dengan jaringan primer di Jalan
S.Parman. Pada Blok 3.2 terdapat jaringan telepon sekunder
dengan jaringan primer di Jalan Sultan Agung. Pada Blok 3.3
terdapat jaringan telepon sekunder dengan jaringan primer di
Jalan Dr. Wahidin.
Jaringan listrik, tepatnya pada Blok 3.1 Saluran udara tegangan
menengah melalui Jalan Sisingamangaraja, Jl. Tegalsari raya, Jl.
Kawi, Kelurahan Wonotinggal dan Jl. S.Parman. Pada blok 3.3.
Saluran udara ekstra tinggi melalui Kelurahan Candi dan Saluran
udara tegangan menengah melalui Jl. Sisingamangaraja, Jl.
Tegalsari raya, Jl. Dr. Wahidin, Jl. MT. Haryono dan Jl. Sriwijaya.
106
Jaringan drainase, terdapat beberapa blok jaringan drainase di
Jalan Sisingamangaraja diantaranya; pada blok 3.1 terdapat
jaringan drainase tersier, pada blok 3.2 terdapat saluran drainase
sekunder dengan saluran tersier di Jl. Dr. Wahidin. Pada blok 3.3
terdapat saluran drainase tersier melalui Jl. Dr. Wahidin, Jl. MT.
Haryono, Jl. Sriwijaya, Jl Sisingamangaraja dan Jl. Tegalsari
raya.
Jaringan persampahan, Jl. Sisingamangaraja termasuk dalam
kelurahan Kaliwiru, dan Tempat Pembuangan Sampah
Sementara (transfer depo/container) terdapat di Jl. Lompo Batam
Barat, Jl. Lompo Batam Timur dan Hotel Grand Candi.
(Badan Pembinaan Hukum Nasional, 2004)
5) Ekspansi
Merupakan rencana perluasan bangunan yang dapat direncanakan
dikemudian hari. Hal ini berhubungan dengan luas tapak yang ada
dan perkiraan seberapa besar perluasan yang mungkin akan
dibangun. Pada tapak ini, dengan luas ± 24.000 m2, sangat
memungkinkan untuk dilakukan perluasan bangunan. Selain itu, di
sekitar tapak masih terdapat lahan kosong yang dapat dijadikan
pilihan untuk perluasan bangunan tersebut.
Jarak dengan Rumah Sakit dan Klinik Mata terdekat
1. Candi Eye Center : 1,5 km
2. RS Elisabeth : 1,92 km
3. RSU William Booth : 3,47 km
4. Klinik Mata Papandayan : 3,82 km
5. RSUP Dr. Kariadi : 4,14 km
2) Alternatif Tapak 2
Gambar 1.3 Alternatif Tapak 2 Sumber: Google Earth
107
Data Tapak
Lokasi : Jalan Sultan Agung, Candisari, Semarang
Luas : ± 24.000 m2
Batas – batas : Utara : Jalan Kawi dan Jalan Telomoyo
: Selatan : Jalan Kagok
: Timur : Jalan Kagok Dalam I
: Barat : Jalan Sultan Agung
KDB : 60%
KLB : 4,2 maks. 7 lantai
GSB : 29 m
Kriteria Penilaian Tapak
1) Topografi
Relatif datar
2) Aksesibilitas
Tapak dapat diakses melalui Jalan Sultan Agung, dan tapak berada
di sisi timur. Selain itu, dari sisi utara, tapak dapat diakses melalui
Jalan S. Parman dan Jalan Diponegoro
3) Fasilitas Kota
Di sekitar tapak terdapat beberapa fasilitas kota seperti; Halte BRT
di sisi utara tapak, Hotel Grand Edge yang di dalamnya terdapat
beberapa restoran dan fasilitas lainnya serta supermarket dan
minimarket di sisi selatan tapak
4) Utilitas Kota
Menurut RDTRK kota Semarang BWK II, terdapat beberapa utilitas
kota yang terletak di tapak ini diantaranya;
Jaringan air bersih, terdapat pada blok 2.3 yang merupakan
jaringan air bersih sekunder dan pada blok 3.2 merupakan
jaringan air bersih primer.
Jaringan telepon, terdapat pada blok 1.4 dan blok 3.2 yang
merupakan jaringan telepon primer dan tempat diletakannya
Rumah kabel. Pada blok 2.4 Jalan Sultan Agung juga merupakan
jaringan telepon primer.
Jaringan listrik, pada blok 2.3, blok 2.4 dan blok 3.1 terdapat
Saluran Udara Tegangan Menengah
Jaringan drainase, pada blok 2.3 merupakan saluran drainase
terisier dengan saluran sekunder melalui Kelurahan
Gajahmungkur dan Kelurahan Lempongsari. Pada blok 2.4
terdapat saluran drainase tersier.
Jaringan persampahan, Jalan Sultan Agung termasuk dalam
kelurahan Wonotinggal dengan Tempat Pembuangan Sampah
108
Sementara (transfer depo/container) di Jl. Wonotinggal, Pasar
Kagok, Hotel Patrajasa, Ruko Karunia Santika dan RM. Puja
Sultana
5) Ekspansi
Merupakan rencana perluasan bangunan yang dapat direncanakan
dikemudian hari. Hal ini berhubungan dengan luas tapak yang ada
dan perkiraan seberapa besar perluasan yang mungkin akan
dibangun. Pada tapak ini, dengan luas ± 24.000 m2 dan posisi tapak
yang terletak di persimpangan jalan kurang memungkinkan
dilakukan ekspansi karena padatnya bangunan di sekitar tapak dan
posisi yang berbatasan langsung dengan jalan arteri sekunder yaitu
Jalan Sultan Agung.
Jarak dengan Rumah Sakit dan Klinik Mata terdekat
1. RS Elisabeth : 0,43 km
2. Candi Eye Center : 1,96 km
3. RSU William Booth : 2,00 km
4. RSUP Dr. Kariadi : 2,64 km
5. Klinik Mata Papandayan : 2,93 km
3) Alternatif Tapak 3
Gambar 1.4 Alternatif Tapak 3 Sumber: Google Earth
109
Data Tapak
Lokasi : Jalan S. Parman, Gajahmungkur, Semarang
Luas : ± 8.600 m2
Batas – batas : Utara : Permukiman dan Jl. Argopuro
: Selatan : Jalan S. Parman
: Timur : Mess Yos Sudarso
: Barat : SPBU Gajahmungkur
KDB : 60%
KLB : 4,2 maks. 7 lantai
GSB : 29 m
Kriteria Penilaian Tapak
1) Topografi
Relatif datar
2) Aksesibilitas
Tapak dapat diakses melalui Jalan S. Parman dari arah timur (dari
semarang kota atas) maupun dari arah barat (dari semarang kota
bawah).
3) Fasilitas Kota
Di sekitar tapak terdapat beberapa fasilitas kota seperti; SPBU dan
restoran di sisi barat tapak, restoran dan beberapa hunian di sisi
timur tapak dan hotel yang terletak berseberangan dengan tapak.
4) Utilitas Kota
Menurut RDTRK kota Semarang BWK II, terdapat beberapa utilitas
kota yang terletak di tapak ini diantaranya;
Jaringan air bersih, pada blok 1.3 Jalan S. Parman merupakan
jaringan air bersih sekunder. Sedangkan pada blok 3.1
merupakan jaringan air bersih primer dengan jaringan sekunder
di Jl. Sisingamangaraja dan Jl. Kawi Raya.
Jaringan telepon, pada blok 3.1 Jalan S. Parman merupakan
jaringan telepon primer dan lokasi Rumah kabel di jalan
lingkungan pada blok ini.
Jaringan listrik, pada blok 2.3 Saluran Udara Ekstra Tinggi
melalui Kelurahan Gajahmungkur dan Saluran Udara Tegangan
Menengah melalui jalan dari AKPOL, Gajahmungkur, Bendan
Ngisor, Ngemplk Simongan, Jl. Semeru, Jl. Tumpang Raya,
Jalan Sultan Agung, Jl. S. Parman dan Jalan Papandayan.
Jaringan drainase, pada blok 2.3 dan blok 3.1 Jl. S. Parman
merupakan jaringan drainase tersier
Jaringan persampahan, Jalan S. Parman termasuk dalam
kelurahan Gajahmungkur dengan lokasi Tempat Pembuangan
Sampah Sementara (transfer depo/container) di Jalan Slamet
dan Jl. Papandayan Atas.
110
5) Ekspansi
Merupakan rencana perluasan bangunan yang dapat direncanakan
dikemudian hari. Hal ini berhubungan dengan luas tapak yang ada
dan perkiraan seberapa besar perluasan yang mungkin akan
dibangun. Pada tapak ini, dengan luas ± 8.600 m2 dan posisi tapak
yang terletak di persimpangan jalan kurang memungkinkan
dilakukan ekspansi karena padatnya bangunan di sekitar tapak dan
posisi yang berbatasan langsung dengan jalan arteri sekunder yaitu
Jalan S. Parman.
Jarak dengan Rumah Sakit dan Klinik Mata terdekat
1. RS Elisabeth : 1,07 km
2. RSU William Booth : 1,14 km
3. RSUP Dr. Kariadi : 1,81 km
4. Candi Eye Center : 2,93 km
5. Klinik Mata Papandayan : 4,08 km
4.2.3 Kesimpulan Pemilihan Tapak
Dari subbab sebelumnya telah dijabarkan beberapa alternatif tapak
yang memiliki karakteristik yang berbeda – beda dengan lokasi di Bagian
Wilayah Kota II. Pemilihan Tapak dapat disimpulkan berdasarkan kriteria
penilaian tapak sebagai berikut;
Tabel 1.14 Tabel Penilaian Tapak
Kriteria Bobot Alternatif
1 2 3
Topografi 10 10 10 10
Aksesibilitas 25 25 10 15
Fasilitas Kota 20 10 20 20
Utilitas Kota 25 20 20 20
Ekspansi 20 20 10 5
TOTAL 85 70 70
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa Alternatif Tapak 1 memiliki nilai
tertinggi dari dua alternatif lainnya. Hal yang membuat alternatif tapak 1
unggul dari dua alternatif lainnya adalah aspek Aksesibilitas dan Ekspansi.
Dimana alternatif tapak 1 memiliki kemudahan aksesibilitas dan terletak di
kawasan yang tenang. Selain itu, dengan luas lahan yang besar
memungkinkan adanya perluasan bangunan yang dapat direncanakan di
kemudian hari.
4.3 Pendekatan Aspek Kinerja
4.3.1 Sistem Kelistrikan
Sistem elektrikal merupakan suatu rangkaian peralatan penyediaan
daya listrik untuk memenuhi kebutuhan daya listrik tegangan rendah. Dalam
rangkaian peralatan yang disediakan meliputi sarana penyesuaian tegangan
listrik (trafo/ transformator), sarana penyaluran utama (Kabel feeder) dan
panel hubung utama atau LVMDP (Low Voltage Main Distribution Panel)
dan panel distribusi utama di tiap gedung (SDP / Sub Distribution Panel) dan
terakhir panel-panel di tiap lantai (PP-LP untuk penerangan, Panel Stop
Kontak, Panel Stop Kontak UPS, Panel UPS OK dan PVAC utuk power AC),
Generator Set untuk tenaga cadangan apabila terjadi pemadaman listrik dari
sumber utama.
111
Sumber daya listrik pada ruangan tindakan, harus dilengkapi dengan
sumber listrik darurat yang tidak boleh terputus, bila terjadi gangguan pada
sumber daya listrik normal.
Gambar 1.5 Ilustrasi Sistem Kelistrikan Secara Vertikal
Sumber: (Prama, 2014)
Gambar 1.6 Ilustrasi Sistem Kelistrikan Secara Horizontal
Sumber: (Prama, 2014)
4.3.2 Sistem Jaringan Komunikasi
Sistem telepon berfungsi sebagai alat komunikasi antar instansi
dalam gedung. Sistem ini menggunakan PABX yang berfungsi sebagai
sentral komunikasi telepon di dalam gedung (pelanggan) yang terhubung
dengan Telkom.
Selain itu sistem jaringan telepon yang mungkin digunakan adalah
WiFi (jaringan komunikasi tanpa kabel) dan LAN (Local Area Network) yaitu
sistem komunikasi data, berupa pertukaran informasi dan data antar
komputer dalam satu bangunan untuk kepentingan intern pengelola, dan
juga penghuni lainnya.
4.3.3 Sistem Keamanan
Sistem CCTV merupakan bagian dari upaya untuk mempermudah
pekerjaan sekuriti sistem, yang terintegrasi untuk memberikan kemudahan
dalam proses pengontrolan dan pemantauan lebih akurat dan otomatis.
Sekuriti sistem biasanya meliputi pekerjaa untuk Mengawasi keluar masuk
orang ke gedung, mengawasi keluar masuk kendaraan dan mengawasi
112
lokasi parkir kendaraan dan mengamati ruangan-ruangan yang dianggap
penting.
4.3.4 Sistem Penangkal Petir
Secara umum sistem ini berfungsi untuk memproteksi gedung dan
sekitarnya dari petir. Pekerjaan penangkal petir menyangkut meliputi
pemasangan dan penyediaan instalasi penagkal petir, grounding dan
pembuatan bak kontrol.
Selain itu menurut Peraturan Menteri Kesehatan, Sistem pembumian
harus menjamin tidak ada bagian peralatan yang dibumikan melalui tahanan
yang lebih tinggi dari pada bagian lain peralatan yang disebut dengan sistem
penyamaan potensial pembumian (Equal potential grounding system).
Sistem ini memastikan bahwa hubung singkat ke bumi tidak melalui pasien.
4.3.5 Sistem Pencahayaan
Pada siang hari pencahayaan alami dengan bukaan berupa jendela/
kaca pada ruang-ruang tak berkebutuhan khusus seperti ruang-ruang
tunggu/ lobby dan kamar-kamar rawat inap. Dan pada malam hari
menggunakan pencahayaan buatan dengan lampu jenis fluorescent (neon).
4.3.6 Sistem Penghawaan
Secara umum sistem tata udara berfungsi mempertahankan kondisi
udara ruanga baik suhu maupun kelembaban agar udara terasa lebih
nyaman. Pada umumnya sistem tata udara / sistem AC yang digunakan
untuk gedung yang relatif kecil hanya menggunakan AC split atau AC
cassete atau split duct.
Di Rumah Sakit, khususnya di ruang rawat inap atau di gedung
lainnya yang mengharuskan penggunaan AC secara simultan yang tidak
boleh padam, sehingga sistem AC harus berjalan terus, sehingga perlu
digunakan sejenis AC presisi yang bekerja secara sequencing (bergantian
satu sama lain), das diletakan berhadapan.
Penggunaan sistem pengkondisian udara tergantung pada fungsi
ruang dimana suhu ideal adalah 21ºC dengan kelembapan ideal antara 40-
70ºC. Sistem pengkondisian udara yang dapat dipakai adalah menggunakan
sistem VRV Air Conditioning. VRV atau Variable Refrigerant Volume adalah
suatu teknologi pengaturan kapasitas AC yang memiliki kemampuan untuk
mencegah pendinginan yang berlebih pada suatu ruangan, sehingga
kebutuhan listrik yang digunakan sangat sedikit. Sistem VRV hanya
menggunakan satu unit outdoor yang terhubung dengan sistem komputasi
yang mengatur udara dingin yang disalurkan ke masing masing indoor unit.
VRV dapat menggunakan model Indoor unit apa saja dengan veriasi unit
untuk satu outdoor unit yang sama.
113
Gambar 1.7 Ilustrasi Sistem AC VRV
Sumber: aircare.bm (Aircare, 2016)
4.3.7 Sistem Pencegah Kebakaran
Sistem fire Fighting atau sistem pemadam kebakaran disediakan di
gedung sebagai preventif (pencegah) terjadinya kebakaran. Pada umumnya
digedung, sistem pemadam kebakaran yang digunakan terdiri dari sistem
instalasi Hydrant, instalasi sprinkler, smoke detector dan Fire extinguisher.
Selain itu ada pilihan pencegah kebakaran lain yaitu menggunakan jenis
chemical CO2 dan juga ditambahkan tabung yang menggunakan semacam
fowder, untuk menghindari kerusakan pada bahan - bahan yang berasal dari
kertas. (Rumah Sakit Annisa, 2015)
Sistem fire gas biasanya digunakan untuk ruangan tertentu, seperti:
ruang laboratorium, ruang arsip, ruang Genset, ruang panel dan ruangan
eletronik (ruang central komputer: ruang hub dan server, IT, Comunication
dan lain-lain). Sistem yang digunakan biasanya sistem fire gas terpusat,
dimana tabung-tabung gas (foam, halon, CO2 dan lain-lain).
4.3.8 Sistem Pengolahan Limbah
Sistem pengolahan limbah pada rumah sakit dilakukan pada Instalasi
Pengolahan Air Limbah. Sistem pengolahannya dapat dilihat pada diagram
berikut;
Gambar 1.8 Ilustrasi Sistem Pengolahan Limbah
Sumber: Divisi Pendidikan Lingkungan Hidup, sulselprov.go.id
114
4.3.9 Sistem Pengelolaan Sampah
Sistem pengelolaan sampah pada rumah sakit dibedakan menjadi 2
jenis sampah pada rumah sakit yaitu Sampah Medis dan Non-Medis.
Sampah medis tidak dapat dibuang begitu saja, pengelolaannya melalui
Instalasi Pusat Steril. Jika akan digunakan lagi melalui proses pencucian,
disinfektan dan lain sebagainya. Sedangkan untuk pembuangannya perlu
dilakukan disinfektan baru dapat dibuang.
Sedangkan untuk sampah non medis dapat dengan mudah dibuang
melalui tempat sampah pada tiap tiap bagian rumah sakit yang nantinya
disalurkan ke tempat pembuangan (dikumpulkan) di luar bangunan rumah
sakit dan akan diangkut secara berkala oleh Dinas Kebersihan Kota.
4.3.10 Sistem Air Bersih
Penyediaan air bersih diperoleh dari PAM. Sistem ini akan
menerapkan jaringan air bersih dengan Down Feet System, yaitu sistem
dengan ground reservoir sebagai penampung air dengan menggunakan
pompa air bersih dinaikan ke reservoir pada atap bangunan untuk
selanjutnya secara gravitasi air dialirkan ke tiap-tiap ruang yang
membutuhkan.
Pada ruangan tertentu, dapat menggunakan Up Feet System, yaitu
sistem dengan ground reservoir sebagai penampung air dipompa ke atas
menuju outlet air. Sistem ini dapat digunakan untuk ruangan yang memiliki
jarak dekat dengan penampung air yang berada di bawah.
4.3.11 Sistem Air Kotor
Sumber limbah air kotor berasal dari pembuangan air lavatory ruang
rawat inap, lavatory rumah sakit, dapur, ruang cuci linen, laboratorium dan
bengkel. Adapula air bekas pakai (greywater) antara lain adalah air wastafel.
Untuk limbah padat dialirkan menuju septic tank, kemudian dialirkan ke
sumur resapan dan secara alamiah meresap ke dalam tanah.
Selain itu pengolahan limbah juga dapat dilakukan di Instalasi
Pengolahan Air Limbah (IPAL) yang tersedia di Rumah Sakit.
4.3.12 Sistem Transportasi Vertikal
Sistem Transportasi Vertikal pada Rumah sakit ada tiga, yaitu
tangga, lift dan ramp. Untuk alasan keamanan, tangga harus didesain
dengan kemungkinan dapat mengakomodasi semua sirkualsi vertikal.
Peraturan nasional tentang keselamatan bangunan harus diaplikasikan.
Tangga harus memiliki pegangan pada kedua sisinya.
Selain itu untuk ketentuan ramp, kemiringan suatu ram di dalam
bangunan tidak boleh melebihi 70, perhitungan kemiringan tersebut tidak
termasuk awalan dan akhiran ram (curb ramps/landing).
Yang terakhir adalah Lift, lift harus dapat menampung beban 2 orang
perawat dan seorang pasien dengan tempat tidurnya. Permukaan dalam lift
haruslah lembut dan mudah untuk dibersihkan. Lantai lift dirancang anti slip.
Selain itu, lift harus dirancang tahan api.
115
1. Tangga
Untuk alasan keamanan, tangga harus didesain dengan
kemungkinan dapat mengakomodasi semua sirkualsi vertikal. Peraturan
nasional tentang keselamatan bangunan harus diaplikasikan. Tangga harus
memiliki pegangan pada kedua sisinya.
Tangga gantung tidak diperkenankan untuk digunakan pada rumah
sakit. Lebar efektif untuk tangga dan bordes adalah minimal 1,5 m dan tidak
boleh lebih dari 2,5 m.
Bentuk dari tangga yang anjurkan pada bangunan Rumah Sakit
dapat dilihat pada gambar di bawah;
Gambar 1.9 Rekomendasi Desain Tangga
Pintu pada tangga rumah sakit harus memikili bukaan keluar. Tinggi
anak tangga yang diijinkan adalah 170 mm dan jarak minimum pijakan anak
tangga adalah 280 mm. Perbandingan dengan rasio 150 : 300 merupakan
perbandingan yang lebih baik.
2. Lift
Lift transportasi untuk manusia, obat, laundry, makanan dan Tempat
tidur pasien harus dipisahkan demi persyaratan kehigienisan dan estetika.
Setidaknya tersedia 2 buah lift untuk transportasi pasien dengan tempat
tidurnya.
116
Gambar 1.10 Standar Ukuran Lift Sumber: Data Arsitek Jilid II (Neufert, 2002)
Lift harus dapat menampung beban 2 orang perawat dan seorang
pasien dengan tempat tidurnya. Permukaan dalam lift haruslah lembut dan
mudah untuk dibersihkan. Lantai lift dirancang anti slip. Selain itu, lift harus
dirancang tahan api. Sebuah lift multifungsi harus tersedia untuk 100 buah
tempat tidur.
3. Ramp
Ram adalah jalur sirkulasi yang memiliki kemiringan tertentu, sebagai
alternatif bagi orang yang tidak dapat menggunakan tangga. Kemiringan
suatu ram di dalam bangunan tidak boleh melebihi 70, perhitungan
kemiringan tersebut tidak termasuk awalan dan akhiran ram (curb
ramps/landing).
Panjang mendatar dari satu ram (dengan kemiringan 70) tidak boleh
lebih dari 900 cm. Panjang ram dengan kemiringan yang lebih rendah dapat
lebih panjang. Lebar minimum dari ram adalah 2,40 m dengan tepi
pengaman.
Muka datar (bordes) pada awalan atau akhiran dari suatu ram harus
bebas dan datar sehingga memungkinkan sekurang-kurangnya untuk
memutar kursi roda dan brankar/tempat tidur pasien, dengan ukuran
minimum 160 cm. Permukaan datar awalan atau akhiran suatu ram harus
memiliki tekstur sehingga tidak licin baik diwaktu hujan (Menteri Kesehatan
Republik Indonesia, 2016)
Gambar 1.11 Standar Ukuran Ramp
Sumber: Ernst Neufert, Data Arsitek Jilid III
117
Lebar tepi pengaman ram (low curb) maksimal 10 cm sehingga dapat
mengamankan roda dari kursi roda atau brankar/ tempat tidur pasien agar
tidak terperosok atau keluar ram. Apabila letak ram berbatasan langsung
dengan lalu lintas jalan umum atau persimpangan, ram harus dibuat tidak
mengganggu jalan umum.
Pencahayaan harus cukup sehingga membantu penggunaan ram
saat malam hari. Pencahayaan disediakan pada bagian ram yang memiliki
ketinggian terhadap muka tanah sekitarnya dan bagian-bagian yang
membahayakan. Dilengkapi dengan pegangan rambatan (handrail) yang
dijamin kekuatannya dengan ketinggian yang sesuai.
4.3.13 Sistem Pengelolaan Linen
Sistem pengelolaan linen merupakan pengelolaan bahan pakaian
atau kain lainnya yang digunakan dalam operasional rumah sakit. Sistem
pengelolaan linen dapat dilihat pada diagram berikut;
4.3.14 Sistem Jaringan/Instalasi Gas Medis Rumah Sakit
Dalam upaya mengefektifkan sistem gas yang ada di rumah sakit,
terutama dalam hubungannya sentralisasi gas medik. Sistem gas medik
terdiri dari instalasi oksigen, instalasi vakum, instalasi N2O dan instalasi
compressor/udara tekan.
4.4 Pendekatan Aspek Teknis
Struktur bangunan rumah sakit harus direncanakan dan dilaksanakan
dengan sebaik mungkin agar kuat, kokoh, dan stabil dalam memikul
beban/kombinasi beban dan memenuhi persyaratan keselamatan (safety), serta
memenuhi persyaratan kelayanan (serviceability) selama umur bangunan dengan
mempertimbangkan fungsi bangunan rumah sakit.
Struktur bangunan rumah sakit harus direncanakan terhadap pengaruh
gempa sesuai dengan standar teknis yang berlaku. Pada bangunan rumah sakit,
apabila terjadi keruntuhan, kondisi strukturnya harus dapat memungkinkan
pengguna bangunan menyelamatkan diri. (Menteri Kesehatan Republik Indonesia,
2016)
4.4.1 Sistem Struktur
Sistem struktur terdiri dari 3 bagian yaitu :
1) Sub Structure (Struktur Bawah)
Struktur bawah berkaitan dengan pondasi bangunan sebagai penumpu
beban bangunan sebelum dialirkan menuju tanah. Jenis pondasi yang
akan digunakan tergantung dari jumlah tingkat bangunan tersebut. Pada
118
bangunan bertingkat sederhana (2-3 lantai) dapat menggunakan
pondasi footplat atau jenis lainnya. Sedangkan untuk bangunan dengan
tingkatan lebih dari 4 lantai bisa menggunakan pondasi sumuran atau
tiang pancang tergantung dari jenis tanah pada tapak yang digunakan.
2) Middle Structure (Struktur Tengah)
Struktur tengah menggunakan struktur rangka dengan konstruksi kolom
dan balok beton menggunakan sistem grid dengan dinding bata. Atau
dapat menggunakan sistem curtain wall, dimana fasad bangunan akan
bebas kolom dan balok.
3) Upper Structure (Struktur Atas)
Struktur atas berkaitan dengan atap yang digunakan sebagai penutup
atap bangunan. Untuk bangunan Rumah Sakit Mata, rangka penutup
atap dapat menggunakan rangka baja agar lebih ringan dan
menggunakan dak beton pada bagian yang rendah agar tidak berat
dalam hal konstruksinya.
4.4.2 Sistem Modul
Sistem konstruksi menggunakan koordinasi modular sebagai
pegangan bagi perencana teknis, pelaksana, produsen bahan bangunan,
komponen bangunan, dan elemen bangunan untuk memilih dimensi modul
arah horisontal dan vertikal untuk bangunan rumah dan gedung. Tujuannya
untuk menghemat bahan, komponen dan elemen serta waktu pemasangan
dan penggunaan tenaga kerja.. (Mooju, 2014)
Menurut SNI 03-1977-1990 tentang Spesifikasi Koordinasi Modular
untuk Bangunan Gedung, dasar – dasar koordinasi modular dapat
dijabarkan sebagai berikut;
1. Modul dasar merupakan satuan ukuran dasar dalam koordinasi modular
dengan symbol M, dengan ketentuan 1 M = 100 cm = 1000 mm (lihat
gambar 1)
2. Multimodul merupakan modul yang ukurannya ditentukan berdasarkan
kelipatan bilangan bulat dari modul dasar, dari kelipatan tersebut dipilih
beberapa multimodal sebagai multimodul standar yaitu untuk ukuran
arah horizontal multimodul standar adalah 3 M, 6 M, 12 M, 15 M, 30 M
dan 60 M (lihat gambar 2); untuk ukuran arah vertikal, multimodul standar
adalah 1 M (lihat gambar 2) Submodul : merupakan pecahan terpilih
yaitu ½, ¼ atau 1/5 modul dasar.
3. Submodul dipakai jika dibutuhkan dimensi yang lebih kecil dari modul
dasar, sebagai berikut; M/2 = 50 mm atau M/4 = 25 mm atau M/5 = 20
mm; ukuran sub modul tidak boleh dipergunakan untuk jarak antara dua
bidang acuan vertikal yang modular (lihat gambar 3)
119
Gambar 1.12 Dasar - dasar koordinasi modular Sumber: (Badan Standarisasi Nasional Indonesia, 1990)
4.5 Pendekatan Aspek Visual Arsitektural
Melalui pendekatan Arsitektural, perencanaan dan perancangan Rumah
Sakit Mata dapat tergambarkan lebih jelas dengan adanya psikologi warna yang
diterapkan, Tampilan bangunan yang didapatkan dari gaya arsitektur yang
digunakan dan pendekatan tata ruang luar yang menjelaskan sirkulasi, lanskap dan
kebutuhan parkir.
4.5.1 Psikologi Warna
Untuk bangunan Rumah Sakit Mata, warna sangat mempengaruhi
psikologi pengguna nya. Karena penggunanya sebagian besar adalah
pasien yang sedang mengalami gangguan pada indera pengelihatannya,
yaitu Mata.
Oleh karena itu sangat penting diperhatikan penggunaan warna –
warna pada bangunan yang nantinya akan dirancang. Warna monokromatik
seperti hitam dan putih termasuk warna yang netral. Namun, warna hitam
jika digunakan pada bagian dinding dalam akan terkesan gelap dan
mengganggu penglihatan penggunanya. Sedangkan, warna putih yang
berkesan terang akan memudahkan pengguna nya dalam mengidentifikasi
objek – objek yang ada. Selain itu, dengan didominasi oleh warna putih,
psikologi dari pengguna nya akan lebih tenang dan nyaman.
Gambar 1.13 Contoh penggunaan warna putih pada bangunan rumah sakit Sumber: (Archdaily, 2012)
120
Warna putih pun tidak akan terlihat indah jika hanya warna tersebut
yang mendominasi bangunan, perlu adanya tambahan warna yang akan
mengkontraskan warna putih tersebut. Warna biru atau hijau yang lebih
terkesan gelap, dapat dipadukan dengan warna putih dan akan
menghasilkan warna yang kontras dan nyaman bagi pengguna nya.
Hindari memadukan warna putih dengan warna terang lainnya
seperti kuning atau oranye. Hal tersebut akan membuat dinding bangunan
memantulkan cahaya yang berlebihan yang dapat mengganggu penglihatan
penggunanya.
4.5.2 Penampilan Bangunan
Tampilan bangunan merupakan wajah dari bangunan itu sendiri.
Dimana tampilan tersebut harus mencerminkan fungsi dari bangunan itu.
Bangunan Rumah Sakit harus memiliki tampilan yang mencerminkan rumah
sakit dengan tampilan yang bersih, tidak berlebihan dan mempermudah
pengguna nya dalam mengidentifikasikan bangunan tersebut.
Bangunan Rumah Sakit Mata ini akan didominasi oleh dinding
tertutup dan sebagian fasad yang menggunakan kaca. Namun bangunan ini
tidak akan dipenuhi kaca karena akan menyulitkan pengguna yang memiliki
gangguan penglihatan dalam membedakan ada atau tidak adanya kaca.
Kurang lebih tampilan bangunan akan seperti contoh di bawah ini;
Gambar 1.14 Contoh fasad bangunan rumah sakit Sumber: (Archdaily, 2012)
4.5.3 Pendekatan Massa Bangunan
Perancangan Rumah Sakit Mata ini dapat menggunakan tipe massa
bangunan Single Building atau Majemuk (Massa banyak) karena kondisi
tapak yang luas dan sisa lahan dapat digunakan untuk landscape atau
penataan ruang luar bangunan yang dapat memberikan kesan keselarasan
bangunan dan ruang luarnya.
4.5.4 Pendekatan Tata Ruang Luar
1. Sirkulasi
Sirkulasi pada ruang luar bangunan terbagi menjadi dua, yaitu
sirkulasi kendaraan dan sirkulasi pengguna jalan. Sirkulasi kendaraan di
Rumah Sakit pun terbagi menjadi dua yaitu kendaraan pengunjung
Rumah Sakit dan kendaraan khusus UGD atau Ambulans.
121
Oleh karena itu untuk sirkulasi kendaraan diperlukan jalur yang
jelas yang membedakan antara sirkulasi kendaraan pengunjung dan
sirkulasi ambulans menuju UGD.
Selain itu jalur pengguna jalan (pedestrian) harus dibedakan
dengan jalur kendaraan untuk keselamatan pengguna dengan kondisi
gangguan penglihatan. Jalur pedestrian dapat dibedakan dengan
material jalan yang digunakan dan lain sebagainya.
2. Lansekap
Dengan bangunan tunggal rumah sakit, lansekap akan
memperindah tampilan bangunan dan memberikan efek segar dan
hangat bagi pengguna nya. Selain itu dengan penataan lansekap yang
baik, dapat memperjelas sirkulasi kendaraan maupun sirkulasi
pengguna jalan.
Material lansekap yang digunakan juga harus memperhatikan
kondisi pengguna nya. Dengan sebagian besar pengguna adalah pasien
dengan kondisi gangguan penglihatan, material lansekap yang
digunakan sebaiknya tidak licin dan diberi pembatas yang jelas antara
material lunak (rumput, tanaman, dan lain sebagainya) dan material
keras (perkerasan beton atau bebatuan).
Di bawah ini merupakan contoh penataan lansekap pada rumah
sakit;
Gambar 1.15 Contoh penataan ruang luar pada rumah sakit Sumber: (Archdaily, 2012)
3. Parkir
Menurut Permenkes tentang Teknis Bangunan Rumah Sakit,
terdapat beberapa peraturan mengenai pelataran parkir yang
disediakan, diantaranya;
a) Bangunan rumah sakit harus menyediakan area parkir kendaraan
dengan jumlah area parkir yang proporsional sesuai dengan
peraturan daerah setempat.
b) Penyediaan parkir di pekarangan tidak boleh mengurangi daerah
penghijauan yang telah ditetapkan.
c) Tempat parkir harus dilengkapi dengan rambu parkir yang jelas.
d) Selain menyediakan pelataran parkir yang mencukupi, bangunan
rumah sakit harus menyediakan jalur pejalan kaki.
e) Jalur pejalan kaki harus aman dari lalu lintas kendaraan.
(Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2016)