1 bab iv pendekatan program perencanaan dan...

42
80 1 BAB IV PENDEKATAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN Metode Pendekatan ditujukan sebagai acuan dalam penyusunan Landasan Program Perencanaan dan Perancangan Arsitektur Rumah Sakit Mata kelas B di Semarang. Dengan metode pendekatan diharapkan akan mencapai hasil yang optimal dalam memenuhi fungsi, persyaratan ruang dan estetika dalam tampilan arsitektur secara keseluruhan. Dasar dasar nya meliputi; pendekatan fungsional, kontekstual, arsitektural, konsep kinerja dan konsep teknis. 4.1 Pendekatan Aspek Fungsional 4.1.1 Pendekatan Pelaku Kegiatan Dalam perencanaan dan perancangan Rumah Sakit Mata, pelaku kegiatan dapat dibagi menjadi empat yaitu; 1) Pasien Pasien merupakan orang yang berkebutuhan medis di rumah sakit. Dapat dibedakan menjadi tiga tipe berdasarkan; spesialisasi, tingkat kondisi kesehatan dan status; a. Berdasarkan spesialisasi, pasien dibedakan dalam poli spesialisasi yang ada dalam rumah sakit mata; seperti: pasien refraksi, pasien infeksi dan imunologi mata, pasien katarak, pasien glaucoma, dan lain sebagainya. b. Berdasarkan tingkat kondisi kesehatan, pasien dibedakan dalam tiga tingkatan yaitu; pasien ringan, pasien sedang dan pasien berat. c. Berdasarkan status, pasien dibedakan dalam dua jenis yaitu pasien inpatient (rawat inap) dan pasien outpatient (rawat jalan) 2) Staff Karyawan Staff Karyawan merupakan sumber daya manusia yang menjalankan operasional rumah sakit, dibagi menjadi empat golongan yaitu; a. Tenaga medis Tenaga medis adalah tenaga ahli kedokteran dengan fungsi utamanya adalah memberikan pelayanan medis kepada pasien dengan mutu sebaik-baiknya dengan menggunakan tata cara dan teknik berdasarkan ilmu kedokteran dan etik yang berlaku serta dapat dipertanggungjawabkan b. Tenaga paramedic perawat Tenaga paramedic perawat adalah orang yang memiliki kecakapan dalam membantu tugas pelayanan kesehatan dan perawatan orang sakit, seperti; perawat, bidan, dan teknisi kedokteran. c. Tenaga paramedic non perawat Tenaga paramedic non perawat adalah orang yang memiliki kecakapan dalam bidang kesehatan namun tidak dapat memberikan pelayanan kesehatan dan perawatan kepada orang sakit. d. Tenaga non medis

Upload: vanquynh

Post on 08-Jun-2019

216 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

80

1 BAB IV

PENDEKATAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

Metode Pendekatan ditujukan sebagai acuan dalam penyusunan Landasan

Program Perencanaan dan Perancangan Arsitektur Rumah Sakit Mata kelas B di

Semarang. Dengan metode pendekatan diharapkan akan mencapai hasil yang optimal

dalam memenuhi fungsi, persyaratan ruang dan estetika dalam tampilan arsitektur secara

keseluruhan. Dasar – dasar nya meliputi; pendekatan fungsional, kontekstual, arsitektural,

konsep kinerja dan konsep teknis.

4.1 Pendekatan Aspek Fungsional

4.1.1 Pendekatan Pelaku Kegiatan

Dalam perencanaan dan perancangan Rumah Sakit Mata, pelaku

kegiatan dapat dibagi menjadi empat yaitu;

1) Pasien

Pasien merupakan orang yang berkebutuhan medis di rumah sakit.

Dapat dibedakan menjadi tiga tipe berdasarkan; spesialisasi, tingkat

kondisi kesehatan dan status;

a. Berdasarkan spesialisasi, pasien dibedakan dalam poli spesialisasi

yang ada dalam rumah sakit mata; seperti: pasien refraksi, pasien

infeksi dan imunologi mata, pasien katarak, pasien glaucoma, dan

lain sebagainya.

b. Berdasarkan tingkat kondisi kesehatan, pasien dibedakan dalam tiga

tingkatan yaitu; pasien ringan, pasien sedang dan pasien berat.

c. Berdasarkan status, pasien dibedakan dalam dua jenis yaitu pasien

inpatient (rawat inap) dan pasien outpatient (rawat jalan)

2) Staff Karyawan

Staff Karyawan merupakan sumber daya manusia yang menjalankan

operasional rumah sakit, dibagi menjadi empat golongan yaitu;

a. Tenaga medis

Tenaga medis adalah tenaga ahli kedokteran dengan fungsi

utamanya adalah memberikan pelayanan medis kepada pasien

dengan mutu sebaik-baiknya dengan menggunakan tata cara dan

teknik berdasarkan ilmu kedokteran dan etik yang berlaku serta

dapat dipertanggungjawabkan

b. Tenaga paramedic perawat

Tenaga paramedic perawat adalah orang yang memiliki kecakapan

dalam membantu tugas pelayanan kesehatan dan perawatan orang

sakit, seperti; perawat, bidan, dan teknisi kedokteran.

c. Tenaga paramedic non perawat

Tenaga paramedic non perawat adalah orang yang memiliki

kecakapan dalam bidang kesehatan namun tidak dapat memberikan

pelayanan kesehatan dan perawatan kepada orang sakit.

d. Tenaga non medis

81

Tenaga non medis merupakan tenaga yang menjalankan

operasional rumah sakit diluar dari kegiatan perawatan pasien,

seperti; divisi manajemen rumah sakit/pengelola rumah sakit.

3) Tamu/pengunjung

Tamu/pengunjung merupakan orang yang berkepentingan diluar kondisi

medis yang berkunjung ke rumah sakit. Dapat dibedakan dalam dua

golongan yaitu;

a. Tamu pasien, merupakan pengunjung yang membesuk pasien yang

dirawat inap di rumah sakit atau mendampingi pasien dalam berobat

b. Tamu pengelola, merupakan pengunjung yang berkepentingan

dengan pihak pengelola rumah sakit baik itu keluarga, tamu bisnis

dan lain sebagainya.

4) Tenaga medis yang melakukan diklat/training

Tenaga medis yang melakukan pendidikan dan pelatihan selama kurun

waktu tertentu dalam operasional rumah sakit.

4.1.2 Pendekatan Kelompok Kegiatan

Kelompok kegiatan dalam Rumah Sakit Mata dapat dibedakan

menjadi empat golongan, yang dapat dijabarkan sebagai berikut;

1) Kelompok kegiatan pelayanan medis

Yang termasuk dalam kelompok kegiatan pelayanan medis adalah

kegiatan yang berkaitan dengan pelayanan kesehatan kepada pasien

seperti; hall, instalasi rawat jalan, UGD, optic dan LASIK Center.

2) Kelompok kegiatan penunjang medis

Yang termasuk dalam kelompok kegiatan penunjang medis adalah

segala bentuk pelayanan yang menunjang atau layanan kesehatan

lanjutan seperti, Laboratorium, Radiologi, Unit Bedah, dan lain

sebagainya .

3) Kelompok kegiatan pengelola

Yang termasuk dalam kelompok kegiatan pengelola adalah kegiatan

yang berhubungan dengan pengelola rumah sakit seperti; kantor

pengelola, unit rekam medis dan bagian pendidikan dan pelatihan.

4) Kelompok kegiatan servis dan pelengkap

Yang termasuk dalam kelompok kegiatan servis dan pelengkap adalah

kegiatan diluar layanan kesehatan kepada pasien seperti; instalasi

cuci/laundry, instalasi gizi/dapur, bengkel, mushola, IPAL, dan lain

sebagainya.

82

4.1.3 Pendekatan Kebutuhan Ruang

Kebutuhan ruang pada sebuah rumah sakit kelas B adalah sebagai berikut;

1) Kelompok Kegiatan Pelayanan Medis

Tabel 1.1 Kebutuhan Ruang Kelompok Kegiatan Pelayanan Medis

Jenis Ruang Ruang yang dibutuhkan

Ruang Penerima Hall

Resepsionis

Lounge

Ruang Pelayanan Mata Ruang Pendaftaran

Ruang Tunggu

Ruang Kasir

Ruang Patient Education Center

Ruang Rawat Jalan

1) R. Pemeriksaan Awal

2) R. Pemeriksaan Pelayanan Mata Spesialistik:

- Refraksi

- Infeksi Dan Imunologi Mata

- Glaukoma

- Bedah Katarak Refraktif

- Medical Retina

- Neurooftalmologi

R. Pemeriksaan Pelayanan Mata Subspesialistik

- Refraksi dan Lensa Kontak

- Infeksi dan Imunologi Mata

- Glaukoma

- Bedah Katarak

- Medical and Simple Surgical Retina

- Neurooftalmologi

- Pediatric Oftalmologi

- Bedah Plastik dan Rekonstruksi

- Onkologi Mata

3) Ruang Diagnostic Central

4) Low Vision Care

5) Ruang Konsultasi Diabetik

6) Ruang Dokter

Ruang Periksa

Ruang Periksa

Ruang Periksa

Ruang Periksa

Ruang Periksa

Ruang Periksa

Ruang Periksa

Ruang Periksa

Ruang Periksa

Ruang Tunggu

Children Lounge

KM/WC

Ruang Periksa

Ruang Periksa

Ruang Periksa

Ruang Istirahat

Unit Gawat Darurat Mata Ruang Triase

Nurse Station

Ruang Resusitasi

Ruang Observasi

Ruang Linen

Ruang Storage

Ruang Cleaning

Ruang Spoelhoek

Ruang Dokter + Loker

Ruang Locker Perawat

Ruang Administrasi

Ruang Steril

Ruang Tindakan

Ruang Tunggu

KM/WC

Instalasi Optik Ruang Display Optic

Ruang Alat

83

Instalasi Lasik Center Ruang Pendaftaran

Ruang Tunggu

Ruang Konsultasi

Ruang Tindakan

KM/WC

Unit Rawat Inap Ruang Perawatan VIP

Ruang Perawatan Kelas I

Ruang Perawatan Kelas II

Ruang Perawatan Kelas III

Ruang Perawatan Isolasi

Nurse Station

Ruang Konsultasi

Ruang Tindakan

Ruang Administrasi

Ruang Dokter

Ruang Perawat

Ruang Ganti

Ruang Kepala Rawat Inap

Ruang Linen Bersih

Ruang Linen Kotor

Spoelhoek

Kamar mandi/Toilet

Pantry

Janitor

Gudang Bersih

Gudang Kotor

Ruang Stretcher

Ruang Tunggu

2) Kelompok Kegiatan Penunjang Medis

Tabel 1.2 Kebutuhan Ruang Kelompok Kegiatan Penunjang Medis

Jenis Ruang Ruang yang dibutuhkan

Unit Farmasi KM/WC

Ruang Tunggu

Apotik

Locker + KM Staff

Ruang Staff

Ruang Obat/Perpus/Pertemuan

Ruang Obat

Ruang Penerimaan Obat RS

Ruang Adm Distribusi Obat

Ruang Racik Obat

Ruang Cuci

Gudang

CSSD Pusat Steril Ruang Pengepakan

Ruang Sterilisasi

Loket Pengambilan

Administrasi

Trolli

Ruang Terima

Ruang Cuci

WC

Gudang Steril

Unit Radiologi Ruang X-Ray

Toilet

Ruang Periksa

84

Ruang Auto X-ray Film Processor

Ruang Administrasi

Ruang Tunggu

Ruang Ganti

Gudang

Unit Laboratorium Ruang Pengambilan Spesimen

Ruang Tunggu

KM/WC

Laboratorium

Ruang Administrasi

Ruang Kepala & Staff

Ruang Perpus

Bank Darah

Gudang

Ruang Cuci

Unit Bedah Pusat Ruang Antara (airlock)

Ruang Pendaftaran

Ruang Tunggu pengantar

Ruang Transfer

Ruang Tunggu Pasien

Ruang Persiapan Pasien

Ruang Induksi

Ruang Persiapan Alat Bedah

Ruang Operasi

Ruang Pemulihan

Ruang ganti/loker

Ruang Dokter

Scrub Station

Spoelhoek

Ruang Linen

Ruang Alat bedah steril

Ruang Diskusi

Janitor

Pantry

Transit Jenazah Ruang Transit

Ruang Tunggu

3) Kelompok Kegiatan Pengelola

Tabel 1.3 Kebutuhan Ruang Kelompok Kegiatan Pengelola

Jenis Ruang Ruang yang dibutuhkan

Unit Administrasi & Medical Record Ruang Administrasi

Ruang Kepala Rekam Medik

Ruang Staff

Ruang Arsip

Gudang

Pengelola Tata Usaha

Ruang Kepala TU

Ruang rapat

Ruang Jaga

Pantry

Gudang

Perpustakaan

Ruang Dokter

Ruang Staff

Ruang Pimpinan

Ruang Sekretaris

85

Ruang Tunggu

Resepsionis

Pendidikan dan Latihan/Training Ruang Kepala Diklat

Ruang Staff Diklat

Ruang Pertemuan

Ruang Kelas Training

WC Staff

WC Umum

4) Kelompok Kegiatan Servis dan Pelengkap

Tabel 1.4 Kebutuhan Ruang Kelompok Kegiatan Servis dan Pelengkap

Jenis Ruang Ruang yang dibutuhkan

Instalasi Gizi Dan Dapur Ruang Administrasi

Ruang Terima

Ruang Bahan

Ruang Pengolahan

Ruang Cuci

Ruang Gudang Troli

Ruang Saji

Ruang Distribusi

Loker

Unit Cuci/Laundry Ruang Pengering

Bahan Kotor

Disinfektan

Ruang Setrika

Ruang Cuci

Locker

Ruang Administrasi

Ruang Distribusi

Unit Bengkel & IPSRS Bengkel Indoor

Bengkel Outdoor

WC

Locker

Administrasi

Ruang Jaga

Ruang Alat Kayu

Ruang Alat Besi

Ruang Genset

Unit Diklat Ruang Pertemuan

KM/WC

Kafetaria Ruang Makan

Dapur

Ruang Cuci

Kasir

Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) IPAL

Incenerator

Mushola Ruang Solat

Lavatory

Tempat Wudhu

4.1.4 Pendekatan Persyaratan Ruang

Dalam perancangan rumah sakit khususnya rumah sakit mata,

terdapat kebutuhan ruang seperti yang sudah dijabarkan dalam subbab

sebelumnya. Berikut ini akan dijelaskan lebih rinci mengenai persyaratan

86

ruang dari tiap – tiap ruang yang ada dalam perancangan rumah sakit mata

kelas B. Persyaratan tiap – tiap ruang diatur dalam Permenkes No. 24 Tahun

2016 tentang Persyaratan Teknis dan Prasarana Rumah Sakit yang berlaku.

(Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2016)

Kelompok Kegiatan Pelayanan Medis

1) Ruang Penerima

a. Ruangan disesuaikan dengan jumlah petugas, dengan perhitungan

3-5 m2/ petugas.

b. Ruangan harus dijamin terjadinya pertukaran udara baik alami

maupun mekanik. Untuk ventilasi mekanik minimal total pertukaran

udara 6 kali per jam.

c. Intensitas cahaya minimal 100 lux.

d. RS kelas D dan C fungsi Informasi, registrasi, pembayaran dapat

digabungkan pada satu ruangan, Sementara untuk RS Kelas A dan

B fungsi - fungsi tersebut dilaksanakan pada ruangan terpisah.

2) Ruang Pelayanan Mata

a. Luas ruangan klinik mata 20-30 m2 dengan memperhatikan ruang

gerak petugas, pasien dan peralatan. Salah satu sisi ruangan harus

mempunyai panjang >4 m.

b. Disediakan wastafel dan fasilitas desinfeksi tangan

c. Setiap ruangan disediakan minimal 2 (dua) kotak kontak atau tidak

boleh menggunakan kabel/kotak kontak tambahan

d. Ruangan harus dijamin terjadinya pertukaran udara baik alami

maupun mekanik. Untuk ventilasi mekanik minimal total pertukaran

udara 6 kali per jam, untuk ventilasi alami harus lebih dari nilai

tersebut.

e. Ruangan harus mengoptimalkan pencahayaan alami. Untuk

pencahayaan buatan dengan intensitas cahaya 200 lux.

3) Ruang Rawat Jalan (Ruang Tunggu)

a. Tiap tiap Klinik harus memiliki ruang tunggu tersendiri dengan

kapasitas yang memadai.

b. Luas ruang tunggu menyesuaikan kebutuhan kapasitas pelayanan

dengan perhitungan 1-1,5 m2/orang.

c. Ruangan harus dijamin terjadinya pertukaran udara baik alami

maupun mekanik dengan total pertukaran udara minimal 6 kali per

jam.

d. Ruangan harus mengoptimalkan pencahayaan alami.

e. Ruang tunggu dilengkapi dengan fasilitas desinfeksi tangan.

f. Ruang tunggu untuk pasien penyakit menular harus dipisah dengan

pasien tidak menular khususnya pasien anak dan ibu hamil.

4) Unit Gawat Darurat Mata

a. Letak ruang gawat darurat harus memiliki akses langsung dari jalan

raya dan tanpa hambatan.

87

b. Letak ruang gawat darurat harus memiliki akses yang cepat dan

mudah ke ruang operasi, ruang kebidanan, ruang radiologi,

laboratorium, ruang farmasi dan bank darah rumah sakit.

c. Akses masuk ruang gawat darurat harus dilengkapi dengan tanda

penunjuk jalan, rambu-rambu, dan elemen pengarah sirkulasi yang

jelas.

d. Desain tata ruang gawat darurat harus dapat mendukung kecepatan

pemberian pelayanan.

5) Unit Rawat Inap

a. Ukuran ruang rawat inap tergantung kelas perawatan dan jumlah

tempat tidur.

b. Jarak antar tempat tidur 2,4 m atau antar tepi tempat tidur minimal

1,5 m.

c. Bahan bangunan yang digunakan tidak boleh memiliki tingkat

porositas yang tinggi.

d. Antar tempat tidur yang dibatasi oleh tirai maka rel harus

dibenamkan/ menempel di plafon, dan sebaiknya bahan tirai non

porosif.

e. Setiap tempat tidur disediakan minimal 2 (dua) kotak kontak dan

tidak boleh ada percabangan/ sambungan langsung tanpa

pengamanan arus.

f. Harus disediakan outlet oksigen

g. Ruangan harus dijamin terjadinya pertukaran udara baik alami

maupun mekanik. Untuk ventilasi mekanik minimal total pertukaran

udara 6 kali per jam, untuk ventilasi alami harus lebih dari nilai

tersebut.

h. Ruangan perawatan pasien harus memiliki bukaan jendela yang

aman untuk kebutuhan pencahayaan dan ventilasi alami.

i. Ruangan harus mengoptimalkan pencahayaan alami. Untuk

pencahayaan buatan dengan intensitas cahaya 250 lux untuk

penerangan, dan 50 lux untuk tidur.

j. Ruang perawatan harus menyediakan nurse call untuk masing-

masing tempat tidur yang terhubung ke pos perawat (nurse station).

k. Di setiap ruangan perawatan harus disediakan kamar mandi. Kamar

mandi ini mengikuti persyaratan kamar mandi aksesibilitas.

Kelompok Kegiatan Penunjang Medis

1) Unit Farmasi

a. Ruang farmasi terdiri atas ruang kantor/administrasi, ruang

penyimpanan, ruang produksi, laboratorium farmasi, dan ruang

distribusi.

b. Ruang farmasi harus menyediakan utilitas bangunan yang sesuai

untuk penyimpanan obat yang menjamin terjaganya keamanan,

mutu, dan khasiat obat.

c. Ruang produksi sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis

habis pakai dan ruang proses kimia lainnya yang dapat mencemari

88

lingkungan, pembuangan udaranya harus melalui penyaring untuk

menetralisir bahan yang terkandung di dalam udara buangan

tersebut sesuai ketentuan yang berlaku.

2) CSSD Pusat Steril

a. Ruangan ini merupakan ruangan zona resiko sedang.

b. Luas ruangan minimal dapat menampung autoclave

c. Tersedia kotak kontak untuk peralatan autoclave.

3) Unit Radiologi

Ruang Radiologi terdiri dari:

a. ruang radiodiagnostik;

b. ruang radioterapi;

c. ruang kedokteran nuklir.

4) Unit Laboratorium

a. Letak ruang laboratorium harus memiliki akses yang mudah ke ruang

gawat darurat dan ruang rawat jalan.

b. Desain tata ruang dan alur petugas dan pasien pada ruang

laboratorium harus terpisah dan dapat meminimalkan risiko

penyebaran infeksi.

c. Ruang laboratorium harus memiliki:

saluran pembuangan limbah cair yang dilengkapi dengan

pengolahan awal (pre-treatment) khusus sebelum dialirkan ke

instalasi pengolahan air limbah rumah sakit; dan

fasilitas penampungan limbah padat medis yang kemudian

dikirim ke tempat penampungan sementara limbah bahan

berbahaya dan beracun.

5) Unit Bedah Pusat

Luas ruangan adalah sbb:

a. Ruangan Operasi Minor, ± 36 m2, dengan ukuran ruangan panjang

x lebar x tinggi adalah 6m x 6m x 3m.

b. Ruangan Operasi Umum, minimal 42 m2, dengan ukuran panjang x

lebar x tinggi adalah 7m x 6m x 3m.

c. Ruangan Operasi Mayor/Khusus, minimal 50 m2, dengan ukuran

panjang x lebar x tinggi adalah 7.2m x 7m x 3m.

Bahan bangunan yang digunakan tidak boleh memiliki tingkat porositas

yang tinggi, yaitu :

a. Komponen penutup lantai harus non porosif, mudah dibersihkan,

tahan bahan kimia, bersifat anti statik, anti gesek dan anti bakteri.

b. Pertemuan lantai dengan dinding konus/ melengkung (hospital plint).

- Tingkat Ketahanan Api (TKA) material lantai min. 2 jam.

c. Komponen dinding non porosif, mudah dibersihkan, tahan bahan

kimia, anti jamur dan bakteri.

d. Pertemuan antara dinding dengan dinding konus/ melengkung. -

Tingkat Ketahanan Api (TKA) material dinding min. 2 jam.

89

e. Semua peralatan yang dipasang di dinding harus dibenamkan

(recessed), misal film viewer, jam dinding, dan lain-lain.

f. Komponen langit-langit non porosif, mudah dibersihkan, anti jamur

dan bakteri, tidak memiliki unsur yang membahayakan pasien.

g. Tingkat Ketahanan Api (TKA) material langitlangit minimal 2 jam.

h. Semua peralatan lampu dipasang dibenamkan di plafon (recessed).

Semua pintu masuk ke ruangan operasi persyaratannya sbb:

a. Pintu ayun (swing) membuka kedalam ruangan atau disarankan

pintu geser dengan rel diatas yang dipasang pada bagian luar

ruangan, dapat dibuka tutup secara otomatis dan dapat

dioperasionalkan secara manual apabila terjadi kerusakan.

b. Pintu-pintu dilengkapi dengan “alat penutup pintu (door closer),

menggunakan door seal and interlock system.

c. Lebar pintu yang dilalui pasien min. 120cm, dan yang dilalui petugas

min. 85 cm, terbuat dari bahan non porosif, disarankan bahan panil

(;insulated panel system) dan dicat jenis cat anti bakteri/ jamur

dengan warna terang.

d. Pintu-pintu dilengkapi dengan kaca jendela pengintai (observation

glass).

Ruangan ini disediakan minimal 2 (dua) kotak kontak dan tidak boleh

ada percabangan/ sambungan langsung tanpa pengamanan arus.

Disediakan outlet oksigen, udara tekan medis dan udara tekan

instrumen, vakum medik dan N2O, beserta cadangannya yang

memenuhi persyaratan.

Persyaratan Tata Udara adalah:

a. Tekanan udara dalam ruangan lebih besar/positif dari ruangan-

ruangan yang bersebelahannya.

b. Temperatur ruangan 190240C - Kelembaban relatif 4060%

c. Total pertukaran udara minimal 4 kali per jam pada saat ruangan

tidak digunakan, dan 20 kali per jam pada saat ada operasi.

d. Ruangan ini merupakan ruangan steril dengan hepa filter (tingkat

resiko sangat tinggi), yang mempunyai jumlah maksimal partikel

debu ukuran dia. 0,5 μm per m3 yaitu 35.200 partikel (ISO 6-ISO

14644-1 cleanroom standards, 1999)Intensitas cahaya minimal 200

lux.

e. Meja operasi berada dibawah aliran udara laminair, dengan distribusi

udara dari langit-langit, dengan gerakan ke bawah menuju inlet

pembuangan (return air) yang terletak di 4 sudut ruangan yang dibuat

plenum.

Persyaratan Kelistrikan :

a. Sumber daya listrik, termasuk katagori “sistem kelistrikan esensial 3”,

di mana sumber daya listrik normal dilengkapi dengan sumber daya

listrik darurat untuk menggantikannya, bila terjadi gangguan pada

sumber daya listrik normal.

90

b. Sistem pembumian harus menjamin tidak ada bagian peralatan yang

dibumikan melalui tahanan yang lebih tinggi dari pada bagian lain

peralatan yang disebut dengan sistem penyamaan potensial

pembumian (Equal potential grounding system). Sistem ini

memastikan bahwa hubung singkat ke bumi tidak melalui pasien.

6) Kamar Jenazah

a. Letak kamar jenazah harus memiliki akses langsung dengan ruang

gawat darurat, ruang kebidanan, ruang rawat inap, ruang operasi,

dan ruang perawatan intensif.

b. Akses menuju kamar jenazah bukan merupakan akses umum dan

diproteksi terhadap pandangan pasien dan pengunjung untuk alasan

psikologis.

c. Bangunan Rumah Sakit harus memiliki akses dan lahan parkir

khusus untuk kereta jenazah.

d. Lahan parkir khusus untuk kereta jenazah harus berdekatan dengan

kamar jenazah.

Kelompok Kegiatan Pengelola

1) Unit Administrasi dan Medical Record

a. Letak ruang rekam medik harus memiliki akses yang mudah dan

cepat ke ruang rawat jalan dan ruang gawat darurat.

b. Desain tata ruang rekam medis harus dapat menjamin kemanan

penyimpanan berkas rekam medis.

2) Ruang Pengelola

a. Ruang kantor dan administrasi merupakan ruangan-ruangan dalam

rumah sakit tempat melaksanakan kegiatan manajemen administrasi

rumah sakit.

b. Luas, jumlah dan kapasitas kantor dan administrasi yang

diselenggarakan sesuai dengan kebutuhan pelayanan rumah sakit.

Kelompok Kegiatan Servis dan Pelengkap

1) Instalasi Gizi dan Dapur

a. Ruang dapur dan gizi merupakan tempat pengolahan/produksi

makanan yang meliputi penerimaan bahan mentah atau makanan

terolah, pembuatan, pengubahan bentuk, pengemasan, pewadahan,

penyimpanan bahan makanan serta pendistribusian makanan siap

saji di rumah sakit.

b. Letak ruang dapur dan gizi harus memiliki akses yang mudah ke

ruang rawat inap dan tidak memiliki akses yang bersilangan dengan

akses ke laundri, tempat pembuangan sampah, dan ruang jenazah.

2) Unit Cuci dan Laundry

a. Letak laundry harus memiliki akses yang mudah ke ruang rawat inap

dan ruang sterilisasi.

91

b. Laundry harus memiliki akses yang terpisah untuk linen kotor dan

linen bersih.

c. Laundry harus memiliki saluran pembuangan limbah cair yang

dilengkapi dengan pengolahan awal (pre-treatment) khusus sebelum

dialirkan ke instalasi pengolahan air limbah rumah sakit.

3) Unit Bengkel

a. Luas bengkel menyesuaikan kebutuhan kapasitas pelayanan.

b. Setiap ruangan disediakan minimal 2 (dua) kotak kontak dan belum

termasuk kotak kontak untuk peralatan yang memerlukan daya listrik

besar, serta tidak boleh menggunakan percabangan/ sambungan

langsung tanpa pengaman arus.

c. Ruangan harus dijamin terjadinya pertukaran udara baik alami

maupun mekanik dengan total pertukaran udara minimal 10 kali per

jam.

d. Tersedia Alat Pemadam Api Ringan (APAR)

4) Unit Pendidikan dan Pelatihan

a. Ruang pendidikan dan latihan merupakan ruangan-ruangan yang

digunakan untuk melaksanakan pengelolaan kegiatan pendidikan

dan pelatihan di bidang kesehatan.

b. Luas, jumlah dan kapasitas ruang pendidikan dan latihan harus

sesuai dengan kebutuhan pelayanan dan klasifikasi rumah sakit.

c. Pada rumah sakit pendidikan, ruangan pendidikan dan latihan harus

tersedia di setiap ruang pelayanan medik.

5) Intalasi Pengolahan Air Limbah

a. Penentuan sistem IPAL menyesuaikan karakteristik rumah sakit

(antara lain pelayanan, kondisi geografis, dan jenis limbah yang

dihasilkan).

b. Tersedia saluran kota untuk pembuangan hasil akhir IPAL (enfluen).

c. Daya listrik yang tersedia mencukupi kebutuhan peralatan dan

memiliki backup Genset Berada di luar bangunan gedung pelayanan

6) Mushola

a. Ruang ibadah sebagai fasilitas peribadatan harus disediakan pada

setiap rumah sakit.

b. Ruang tunggu harus disediakan pada tiap-tiap ruang pelayanan

pasien.

c. Kebutuhan luas ruangan tunggu harus sesuai dengan kapasitas

pelayanan.

92

4.1.5 Pendekatan Hubungan Ruang

Zoning

Zonasi Rumah Sakit Mata dapat dibagi menjadi empat zona,

diantaranya; zona publik, semi publik, privat dan servis. Dalam masing –

masing zona dapat dijabarkan lagi sebagai berikut;

Tabel 1.5 Zonasi Rumah Sakit Mata

Zona Publik Gedung Pelayanan Mata

Gedunh Poliklinik/ Rawat Jalan

Unit Gawat Darurat

Apotik

Zona Semi Publik LASIK Center

Laboratorium

Radiologi

Rekam Medik

Zona Privat Unit Bedah Sentral

Gedung Perawatan Rawat Inap

Gedung Pengelola

Zona Servis Gedung Laundry

Gedung Dapur

Bengkel

CSSD (Sterril Unit)

Pola Hubungan Ruang

Hubungan antar ruang merupakan diagram yang menjelaskan pola

atau alur dalam suatu jenis ruang pada rumah sakit. Pola hubungan ruang

dalam rumah sakit dapat digolongkan menjadi 13 pola hubungan ruang.

Diagram – diagram tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut;

1) Pola Hubungan Ruang Instalasi Rawat Jalan

2) Pola Hubungan Ruang Instalasi Rawat Inap

93

3) Pola Hubungan Ruang Instalasi Gawat Darurat

4) Pola Hubungan Instalasi Bedah Sentral

5) Pola Hubungan Ruang Instalasi Farmasi

6) Pola Hubungan Ruang Instalasi Pusat Steril

7) Pola Hubungan Ruang Instalasi Radiologi

94

8) Pola Hubungan Ruang Instalasi Laboratorium

9) Pola Hubungan Ruang Unit Administrasi Pencatatan Medik (Medical

Record)

10) Pola Hubungan Ruang Kamar Jenazah

11) Pola Hubungan Ruang Instalasi Gizi dan Dapur

95

12) Pola Hubungan Ruang Instalasi Cuci/Laundry

13) Pola Hubungan Ruang Instalasi Bengkel/ME

4.1.6 Pendekatan Kapasitas dan Besaran Ruang

Terdapat empat Kapasitas yang harus diperhatikan pada bangunan rumah

sakit diantaranya;

1) Kapasitas tempat tidur

Kapasitas tempat tidur dipengaruhi oleh kelas Rumah Sakit Mata

itu sendri. Rumah Sakit Mata kelas B memiliki ketentuan jumlah bed

berkisar 50 – 100 bed. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 56

tahun 2014 tentang Klasifikasi dan Perizinan Rumah Sakit dijelaskan

tentang persentasi kelas bed untuk tiap klasifikasi Rumah Sakit. Namun

untuk Rumah Sakit Khusus tidak terdapat persentase yang ditentukan.

Sehingga, persentase kelas untuk kamar perawatan didapat dari hasil

studi banding sebagai berikut;

Tabel 1.6 Persentase Kelas Kamar Rawat Inap berdasarkan Studi Banding

Kelas VIP Kelas I Kelas II Kelas III Jumlah

RS B R % B R % B R % B R % B R

JEC 1 2 22% 2 4 44% 3 2 22% 4 1 12% 20 9

RSI 1 55 16% 2 49 29% 3 26 23% 6 18 32% 340 340

RSUP 1 3 1,1% 2 87 32,8% 3 47 17,8% 4 128 48,3% 830 265

RSU 1 3 13% 2 8 35% 2 7 30% 3 5 22% 48 23

Rata – rata (%) 13% 35% 24% 29%

Dibulatkan 10% 35% 25% 30%

Setelah mendapat persentase kelas untuk kamar rawat inap di

atas, di bawah ini merupakan kapasitas tempat tidur yang akan

digunakan dalam perencanaan dan perancangan Rumah Sakit kelas B;

96

Tabel 1.7 Kapasitas Tempat Tidur

Kelas Rasio Jumlah

TT/ruang Jumlah ruang Jumlah TT

VIP 10% 1 2 2

I 35% 2 7 14

II 25% 3 5 15

III 30% 4 6 24

Jumlah 20 55

2) Kapasitas pengelola/ketenagaan

Kapasitas pengelola/ketenagaan menurut Peraturan No.

262/MENKES/Per/VII/1979 tentang Standarisasi Ketenagaan dalam

Rumah Sakit dapat dilihat pada tabel di bawah ini;

Tabel 1.8 Kapasitas Pengelola / Ketenagaan Rumah Sakit

Jenis Ketenagaan Rasio Jumlah Tenaga Kerja

TT : Tenaga Medis 7 : 1 1/7 x 55 = 9

TT : Paramedis Perawat 3 : 2 2/3 x 55 = 38

TT : Paramedis Non Perawat 5 : 1 1/5 x 55 = 11

TT : Tenaga Non Medis 4 : 3 3/4 x 55 = 41

Jumlah 99

3) Kapasitas pengunjung

Menurut Dinas Kesehatan, satu ruang periksa dalam satu jam

diasumsikan melayani 5 pasien. Sedangkan tiap hari nya poliklinik

melayani selama 4 jam. Sehingga dapat dihitung jumlah pengunjung

rumah sakit sebanyak 5 (pasien) x 4 (jam) x 9 (klinik) = 180 pengunjung.

Ditambah dengan jumlah pasien sebanyak 60. Sehingga total

keseluruhan pengunjung sebanyak 180 + 60 = 240 pengunjung.

4) Kapasitas dan Besaran Ruang

Besaran ruang di dapat dari hasil pengelompokan kelompok

kegiatan dan kebutuhan ruang yang telah diketahui di subbab

sebelumnya. Penjabaran Kapasitas dan Besaran Ruang dapat dilihat

pada tabel berikut;

Keterangan:

DK = Departemen Kesehatan

DA = Data Arsitek

AR = Analisa Ruang

SB = Studi Banding

a. Kelompok Kegiatan Pelayanan Medis

Tabel 1.9 Besaran Ruang Kelompok Kegiatan Pelayanan Medis

Ruang Standar

(m2) Kapasitas

Total

(m2) Sumber

Ruang Penerima

97

Hall

Resepsionis

Lounge

0,80

0,80

0,80

120 orang

30 orang

120 orang

96

24

96

DA

DA

DA

Total 216

Ruang Pelayanan Mata

Ruang Pendaftaran

Ruang Tunggu

Ruang Kasir

Ruang Patient Education Center

10,5

1,5

10,5

21

1 unit

150 orang

1 unit

1 unit

10,5

225

10,5

21

AR

DK

AR

SB

Total 267

Ruang Rawat Jalan

Ruang Pemeriksaan Awal

Ruang Periksa Refraksi

Ruang Periksa Infeksi &

Imunologi

Ruang Periksa Glaukoma

Ruang Periksa Bedah Katarak

Ruang Periksa Medical Retina

Ruang Periksa Neurooftalmologi

Ruang Periksa Pediatric

Oftalmologi

Ruang Periksa Bedah Plastik

dan Rekonstruksi

Ruang Periksa Onkologi Mata

Ruang Tunggu

Children Lounge

KM/WC

Ruang Periksa Diagnostic

Central

Ruang Periksa Low Vision

Ruang Konsul Diabetik

Ruang Istirahat Dokter

10,5

21

21

21

21

21

21

21

21

21

1,5

0,75

10,5

21

21

21

24

2 unit

1 unit

1 unit

1 unit

1 unit

1 unit

1 unit

1 unit

1 unit

1 unit

150 orang

30 orang

2 unit

1 unit

1 unit

1 unit

1 unit

21

21

21

21

21

21

21

21

21

21

225

22,5

21

21

21

21

24

SB

DK

DK

DK

DK

DK

DK

DK

DK

DK

DK

DK

SB

DK

DK

DK

AR

Total 565,5

UGD Mata

Ruang Triase

Nurse Station

Ruang Resusitasi

Ruang Observasi

Ruang Linen

Ruang Storage

Ruang Cleaning

Ruang Spoelhoek

Ruang Dokter + Loker

Ruang Locker Perawat

Ruang Administrasi

Ruang Steril

Ruang Tindakan

Ruang Tunggu

KM/WC

12

5

12

8

3

3,5

3,5

8

20

16

5

7

21

1,5

10,5

1 unit

2 orang

4 unit

2 unit

2 unit

2 unit

2 unit

1 unit

1 unit

1 unit

2 orang

1 unit

1 unit

20 orang

2 unit

12

10

48

16

6

7

7

8

20

16

10

7

21

30

21

DK

AR

DK

DK

SB

SB

SB

SB

SB

SB

DK

SB

DK

DK

AR

Total 239

Instalasi Optik

Ruang Display Optic

Ruang Alat

21

21

1 unit

1 unit

21

21

SB

SB

Total 42

Instalasi Lasik Center

Ruang Pendaftaran

Ruang Tunggu

Ruang Konsultasi

10,5

1,5

21

2 unit

50 orang

1 unit

21

75

21

AR

DK

DK

98

Ruang Tindakan

KM/WC

36

10,5

2 unit

2 unit

72

21

DK

AR

Total 210

Unit Rawat Inap

Ruang Perawatan VIP

Ruang Perawatan Kelas I

Ruang Perawatan Kelas II

Ruang Perawatan Kelas III

Ruang Perawatan Isolasi

Nurse Station

Ruang Konsultasi

Ruang Tindakan

Ruang Administrasi

Ruang Dokter

Ruang Perawat

Ruang Ganti

Ruang Kepala Rawat Inap

Ruang Linen Bersih

Ruang Linen Kotor

Spoelhoek

Kamar mandi/Toilet

Pantry

Janitor

Gudang Bersih

Gudang Kotor

Ruang Stretcher

Ruang Tunggu

28

28

42

49

24

18

12

24

9

20

20

9

12

18

9

9

25

9

9

18

18

12

1,5

2 unit

6 unit

4 unit

5 unit

1 unit

1 unit

2 unit

2 unit

1 unit

2 unit

2 unit

2 unit

1 unit

2 unit

2 unit

2 unit

1 unit

2 unit

2 unit

2 unit

2 unit

2 unit

10 orang

56

168

168

245

24

18

24

48

9

40

40

18

12

36

18

18

25

18

18

36

36

24

15

DK

DK

DK

DK

DK

DK

DK

DK

DK

DK

DK

DK

DK

DK

DK

DK

DK

DK

DK

DK

DK

DK

DK

Total 1.114

b. Kelompok Kegiatan Penunjang Medis

Tabel 1.10 Besaran Ruangan Kelompok Kegiatan Penunjang Medis

Ruang Standar

(m2) Kapasitas Total Sumber

Unit Farmasi

KM/WC

Ruang Tunggu

Apotik

Locker + KM Staff

Ruang Staff

Ruang Obat/Perpus/Pertemuan

Ruang Obat

Ruang Penerimaan Obat RS

Ruang Adm Distribusi Obat

Ruang Racik Obat

Ruang Cuci

Gudang

6

1,5

20

20

16

20

30

20

20

30

16

20

1 unit

30 orang

1 unit

1 unit

1 unit

1 unit

1 unit

1 unit

1 unit

1 unit

1 unit

1 unit

6

45

20

20

16

20

30

20

20

30

16

20

AR

DK

DK

SB

AR

AR

AR

AR

AR

AR

AR

AR

Total 263

CSSD Pusat Steril

Ruang Pengepakan

Ruang Sterilisasi

Loket Pengambilan

Administrasi

Trolli

Ruang Terima

Ruang Cuci

WC

40,5

48,75

20,25

13,5

13,5

13,5

13,5

4,5

1 unit

1 unit

1 unit

1 unit

1 unit

1 unit

1 unit

2 unit

40,5

48,75

20,25

13,5

13,5

13,5

13,5

9

AR

AR

SB

SB

SB

SB

SB

SB

99

Gudang Steril 27 1 unit 27 AR

Total 199,5

Unit Radiologi

Ruang X-Ray 1

Ruang X-Ray 2

Toilet

Ruang Periksa

Ruang Auto X-Ray Film

Processor

Ruang Administrasi

Ruang Tunggu

Ruang Ganti

Gudang

40

16

9

21

9

18

1,5

9

9

1 unit

1 unit

2 unit

1 unit

1 unit

1 unit

20 orang

2 unit

1 unit

40

16

18

21

9

18

30

18

9

DK

DK

AR

DK

DK

SB

DK

AR

AR

Total 179

Unit Laboratorium

Ruang Pengambilan Spesimen

Ruang Tunggu

KM/WC

Laboratorium

Ruang Administrasi

Ruang Kepala & Staff

Ruang Perpus

Bank Darah

Gudang

Ruang Cuci

6

1,5

6

40

12,5

16

12,5

12,5

8

10

2 unit

30 orang

1 unit

1 unit

1 unit

2 unit

1 unit

1 unit

1 unit

2 unit

12

45

6

40

12,5

32

12,5

12,5

8

20

DK

DK

AR

SB

SB

AR

AR

AR

AR

AR

Total 200,5

Unit Bedah Pusat

Ruang Antara (airlock)

Ruang Pendaftaran

Ruang Tunggu pengantar

Ruang Transfer

Ruang Tunggu Pasien

Ruang Persiapan Pasien

Ruang Induksi

Ruang Persiapan Alat Bedah

Ruang Operasi Umum

Ruang Operasi Minor

Ruang Pemulihan

Ruang ganti/loker

Ruang Dokter

Scrub Station

Spoelhoek

Ruang Linen

Ruang Alat bedah steril

Ruang Diskusi

Janitor

Pantry

20

4

1,5

16

20

12

12

14

42

36

90

20

16

6

6

6

9

2,5

9

9

1 unit

2 orang

50 orang

1 unit

1 unit

1 unit

1 unit

1 unit

2 unit

2 unit

1 unit

2 unit

1 unit

4 unit

2 unit

2 unit

1 unit

10 orang

1 unit

1 unit

20

8

75

16

20

12

12

14

84

72

90

40

16

24

12

12

9

25

9

9

DK

DK

DK

DK

DK

DK

DK

DK

DK

DK

DK

DK

DK

DK

DK

DK

DK

DK

DK

DK

Total 579

Ruang Jenazah

Ruang Transit

Ruang Tunggu

16

16

1 unit

1 unit

16

16

AR

AR

Total 32

100

c. Kelompok Kegiatan Pengelola

Tabel 1.11 Besaran Ruang Kelompok Kegiatan Pengelola

Ruang Standar

(m2) Kapasitas Total Sumber

Unit Administrasi & Medical

Record

Ruang Arsip

Gudang

Ruang Kepala Rekam Medik

Ruang Administrasi

Ruang Staff

40

15

24

16

20

1 unit

1 unit

1 unit

1 unit

1 unit

40

15

24

16

20

SB

AR

SB

SB

SB

Total 115

Pengelola

Tata Usaha

Ruang Kepala TU

Ruang rapat

Ruang Jaga

Pantry

Gudang

Perpustakaan

Ruang Dokter

Ruang Staff

Ruang Pimpinan

Ruang Sekretaris

Ruang Tunggu

Resepsionis

25

15

35

20

10

9,75

35

30

30

35

10

20

8

1 unit

1 unit

1 unit

1 unit

2 unit

1 unit

1 unit

1 unit

1 unit

1 unit

1 unit

1 unit

1 unit

25

15

35

20

20

9,75

35

30

30

35

10

20

8

DA

AR

AR

AR

AR

AR

AR

DA

DA

AR

DA

AR

DA

Total 292,75

Pendidikan dan

Pelatihan/Training

Ruang Kepala Diklat

Ruang Staff Diklat

Ruang Pertemuan

Ruang Kelas Training

WC Staff

WC Umum

13,5

13,5

0,75

0,75

6,5

10,5

1 unit

2 unit

50 orang

50 orang

2 unit

2 unit

13,5

27

37,5

37,5

13

21

SB

SB

SB

SB

AR

AR

Total 149,5

d. Kelompok Kegiatan Servis dan Pelengkap

Tabel 1.12 Besaran Ruang Kelompok Kegiatan Servis dan Pelengkap

Ruang Standar

(m2) Kapasitas Total Sumber

Instalasi Gizi dan Dapur

Ruang Administrasi

Ruang Terima

Ruang Bahan

Ruang Pengolahan

Ruang Cuci

Ruang Gudang Troli

Ruang Saji

Ruang Distribusi

Loker

6

12

16

32

16

10

12

12

6

1 unit

1 unit

1 unit

1 unit

1 unit

1 unit

1 unit

1 unit

1 unit

6

12

16

32

16

10

12

12

6

DK

DK

DK

DK

DK

DK

DK

DK

DK

Total 122

Unit Cuci/Laundry

Ruang Pengering

16

1 unit

16

SB

101

Bahan Kotor

Disinfektan

Ruang Setrika

Ruang Cuci

Locker

Ruang Administrasi

Ruang Distribusi

12

16

16

30

6

15

16

1 unit

1 unit

1 unit

1 unit

1 unit

1 unit

1 unit

12

16

16

30

6

15

16

SB

SB

AR

SB

SB

AR

SB

Total 127

Unit Bengkel & IPSRS

Bengkel Indoor

Bengkel Outdoor

WC

Locker

Administrasi

Ruang Jaga

Ruang Alat Kayu

Ruang Alat Besi

Ruang Genset

30

25

3

10,5

12,5

15

15

15

40

1 unit

1 unit

2 unit

1 unit

1 unit

1 unit

1 unit

1 unit

1 unit

30

25

6

10,5

12,5

15

15

15

40

SB

SB

AR

AR

SB

AR

AR

AR

SB

Total 169

Unit Diklat

Ruang Pertemuan

KM/WC

0,75

10,5

50 orang

1 unit

37,5

10,5

SB

AR

Total 48

Kafeteria

Ruang Makan

Dapur

Ruang Cuci

Kasir

0,75

20

10

10

40 orang

1 unit

1 unit

1 unit

30

20

10

10

AR

AR

AR

AR

Total 70

Instalasi Pengolahan Air

Limbah

IPAL

Incenerator

40

20

1 unit

1 unit

40

20

AR

SB

Total 60

Mushola

Ruang Solat

Lavatory

Tempat Wudhu

9

3

3

1 unit

2 unit

2 unit

9

6

6

AR

AR

AR

Total 21

Ruang Utilitas

Ruang Kelistrikan

Ruang Sentral Gas Medik

Ruang Pompa

Ruang Chiller

Ruang Pantau CCTV

Ruang Kontrol Sampah

Ruang Plumbing

Ruang Kontrol Lift

25

16

25

48

20

4

2

12

1 unit

1 unit

1 unit

1 unit

1 unit

1 unit

1 unit

1 unit

25

16

25

48

20

4

2

12

SB

SB

SB

SB

SB

SB

SB

SB

Total 152

4.2 Pendekatan Aspek Kontekstual

4.2.1 Pemilihan Lokasi

Pemilihan lokasi untuk lokasi bangunan rumah sakit mata ini

ditentukan dengan pertimbangan kegiatan-kegiatan yang menunjang

kebutuhan publik. Penentuan lokasi bangunan ini didasarkan pada sifat dan

102

karakteristik dari kegiatan yang ada di dalamnya. Adapun kriteria pemilihan

lokasi untuk bangunan rumah sakit mata adalah sebagai berikut :

1) Bangunan dalam skala urban / perkotaan

2) Berdasarkan arahan dosen pembimbing dalam lokasi pemilihan tapak

akan lebih baik di jalan utama yang memiliki akses mudah.

3) Dekat dengan jalan protokol sehingga dapat di akses dengan mudah.

4) Lokasi tidak berkontur sehingga memudahkan dalam merancang rumah

sakit mata di Semarang.

Terdapat beberapa kriteria lokasi yang diatur dalam Permenkes No. 24

Tahun 2016 tentang Teknis Bangunan dan Prasarana Rumah Sakit sebagai berikut;

Alternatif lokasi didapat berdasarkan tingkat persebaran rumah sakit yang rendah

dan kriteria lokasi rumah sakit yang telah diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan

dan Peraturan Daerah Setempat.

1) Persebaran Rumah Sakit yang tergolong rendah terdapat pada;

Gambar 1.1 Persebaran Rumah Sakit dan Klinik Mata di Semarang

Sumber: Analisa penulis

Tabel 1.13 Tabel Persebaran Rumah Sakit dan Klinik Mata di Semarang

No BWK Kelebihan Kekurangan

1 IX Belum adanya persebaran rumah

sakit

Dekat dengan perbatasan

kabupaten

Jauh dari pusat kota

Didominasi oleh areal pertanian

dan industri

Dekat dengan anak sungai

2 VIII Belum adanya persebaran rumah

sakit

Dekat dengan perbatasan

kabupaten

Merupakan daerah berkontur

Jauh dari pusat kota

3 IV Memiliki sedikit persebaran

rumah sakit

Dekat dengan salah satu

universitas ternama di Semarang

Memiliki kondisi tanah yang

relatif datar

Jauh dari pusat kota

Merupakan daerah rawan banjir

Sering terjadi rob yang menutupi

akses menuju daerah tersebut

Merupakan daerah rawan

tsunami karena dekat dengan

laut

103

4 III Memiliki sedikit persebaran

rumah sakit

Dekat dengan pusat kota

Memiliki kondisi tanah relatif

datar

Dekat dengan pusat transportasi

kota

Daerah dengan mobilitas tinggi

Merupakan daerah rawan banjir

Sering terjadi rob yang menutupi

akses menuju daerah tersebut

5 II Memiliki sedikit persebaran

rumah sakit

Memiliki sedikit persebaran klinik

mata

Merupakan penghubung pusat

kota dan pinggir kota

Dekat dengan pusat kota

Merupakan daerah yang

berkontur

Daerah dengan mobilitas tinggi

6 VII Memiliki sedikit persebaran

rumah sakit

Dilalui oleh Jalan Arteri Sekunder

(Jl. Setiabudi)

Dekat dengan pusat transportasi

Lingkungan tenang karena

dipadati hunian

Merupakan daerah dengan

kemiringan yang tinggi

Jauh dari pusat kota

2) Kriteria Lokasi Rumah Sakit

Kriteria Lokasi rumah sakit menurut Permenkes No. 24 Tahun 2016 sebagai

berikut:

Berada pada lingkungan dengan

udara bersih dan lingkungan yang

tenang

Bebas dari kebisingan yang tidak

semestinya dan polusi atmosfer

yang datang dari berbagai sumber

Tidak dekat kaki gunung yang

rawan terhadap tanah longsor

Tidak dekat anak sungai, sungai

atau badan air yang dapat

mengikis pondasi

Tidak di tepi lereng

Tidak di atas atau dekat dengan

jalur patahan aktif

Tidak di daerah rawan tsunami

Tidak di daerah rawan banjir

Tidak dalam zona topan

Tidak di daerah rawan badai

Tidak dekat stasiun pemancar

Tidak berada pada daerah

hantaran udara tegangan tinggi.

3) Kesimpulan

Dari data yang disusun, ditemukan bahwa terdapat beberapa Bagian

Wilayah Kota (BWK) yang masih memiliki sedikit persebaran rumah sakit dan

kriteria – kriteria untuk menentukan lokasi Rumah Sakit.

Bagian Wilayah Kota Semarang yang memiliki kelebihan sebagai

alternatif lokasi untuk merencanakan pembangunan Rumah Sakit adalah BWK

II dan BWK VII yang memiliki lebih banyak kelebihan dibanding kekurangan

yang ada.

Bagian Wilayah Kota II tersebut dekat dengan pusat kota yang

memungkinkan kemudahan aksesibilitas masyarakat dan menurut Rencana

Tata Ruang Wilayah, BWK II merupakan daerah yang memiliki rencana

pengembangan di sektor perdagangan, perkantoran dan jasa.

104

Bagian Wilayah Kota VII memiliki potensi dimana kawasan tersebut

dipadati oleh hunian yang memungkinkan kemudahan pencapaian bagi

masyarakat kota Semarang. Selain itu, masih sedikitnya persebaran rumah sakit

di BWK tersebut menjadi suatu nilai tambah.

Namun dari kedua BWK tersebut, BWK II lebih berpotensi menjadi lokasi

pilihan untuk perencanaan dan perancangan Rumah Sakit Mata kelas B di

Semarang. Karena kondisi topografi yang relatif datar, merupakan daerah

penghubung antara kota Semarang atas dan kota Semarang bawah serta

peruntukan Bagian Wilayah Kota II yang terfokus pada sektor perdagangan,

perkantoran dan jasa.

Selain itu BWK II kota Semarang memiliki jalan arteri sekunder antara

lain; peningkatan Jalan Dr. Wahidin dan Jalan Teuku Umar serta peningkatan

Jalan Letjend S. Parman dan Jalan Sultan Agung . Mudah dicapai dengan

adanya tol Jatingaleh yang merupakan jalan bebas hambatan seksi A

(Jatingaleh – Srondol dan jalan bebas hambatan seksi B (Jatingaleh – Krapyak).

4.2.2 Pemilihan Tapak

Dari pemilihan lokasi yang bertepatan di Bagian Wilayah Kota II

(BWK II) Kota Semarang, didapati alternatif tapak yang memiliki karakteristik

sebagai berikut;

1) Alternatif Tapak 1

Gambar 1.2 Alternatif Tapak 1 Sumber: Google Earth

105

Data Tapak

Lokasi : Jalan Sisingamangaraja, Candisari, Semarang

Luas : ± 24.000 m2

Batas – batas : Utara : Jalan Sisingamangaraja

: Selatan : Lahan kosong

: Timur : Jalan Klabat

: Barat : Entrance Green Candi Residence

KDB : 60%

KLB : 4,2 maks. 7 lantai

GSB : 29 m

Kriteria Penilaian Tapak

1) Topografi

Relatif datar

2) Aksesibilitas

Tapak dapat diakses melalui Jalan Sultan Agung lalu masuk ke Jalan

Sisingamangaraja dan tapak berada pada sisi selatan. Selain itu

tapak dapat diakses melalui Jalan Dr. Wahidin lalu masuk ke Jalan

Sisingamangaraja.

3) Fasilitas Kota

Di sekitar tapak terdapat beberapa fasilitas kota berupa Hotel yang

terletak di sisi barat tapak, Kantor Pos Regional Jawa Tenggah di sisi

utara tapak, beberapa hunian dan fasilitas umum lainnya.

4) Utilitas Kota

Menurut RDTRK kota Semarang BWK II, terdapat beberapa utilitas

kota yang terletak di tapak ini diantaranya;

Jaringan air bersih, tepatnya di Blok 3.2. Jalan Sisingamangaraja

merupakan jaringan air bersih sekunder dengan jaringan primer

yang terletak di Jalan Sultan Agung.

Jaringan telepon, terdapat beberapa Blok jaringan telepon di

Jalan Sisingamangaraja, diantaranya; pada Blok 3.1 terdapat

jaringan telepon sekunder dengan jaringan primer di Jalan

S.Parman. Pada Blok 3.2 terdapat jaringan telepon sekunder

dengan jaringan primer di Jalan Sultan Agung. Pada Blok 3.3

terdapat jaringan telepon sekunder dengan jaringan primer di

Jalan Dr. Wahidin.

Jaringan listrik, tepatnya pada Blok 3.1 Saluran udara tegangan

menengah melalui Jalan Sisingamangaraja, Jl. Tegalsari raya, Jl.

Kawi, Kelurahan Wonotinggal dan Jl. S.Parman. Pada blok 3.3.

Saluran udara ekstra tinggi melalui Kelurahan Candi dan Saluran

udara tegangan menengah melalui Jl. Sisingamangaraja, Jl.

Tegalsari raya, Jl. Dr. Wahidin, Jl. MT. Haryono dan Jl. Sriwijaya.

106

Jaringan drainase, terdapat beberapa blok jaringan drainase di

Jalan Sisingamangaraja diantaranya; pada blok 3.1 terdapat

jaringan drainase tersier, pada blok 3.2 terdapat saluran drainase

sekunder dengan saluran tersier di Jl. Dr. Wahidin. Pada blok 3.3

terdapat saluran drainase tersier melalui Jl. Dr. Wahidin, Jl. MT.

Haryono, Jl. Sriwijaya, Jl Sisingamangaraja dan Jl. Tegalsari

raya.

Jaringan persampahan, Jl. Sisingamangaraja termasuk dalam

kelurahan Kaliwiru, dan Tempat Pembuangan Sampah

Sementara (transfer depo/container) terdapat di Jl. Lompo Batam

Barat, Jl. Lompo Batam Timur dan Hotel Grand Candi.

(Badan Pembinaan Hukum Nasional, 2004)

5) Ekspansi

Merupakan rencana perluasan bangunan yang dapat direncanakan

dikemudian hari. Hal ini berhubungan dengan luas tapak yang ada

dan perkiraan seberapa besar perluasan yang mungkin akan

dibangun. Pada tapak ini, dengan luas ± 24.000 m2, sangat

memungkinkan untuk dilakukan perluasan bangunan. Selain itu, di

sekitar tapak masih terdapat lahan kosong yang dapat dijadikan

pilihan untuk perluasan bangunan tersebut.

Jarak dengan Rumah Sakit dan Klinik Mata terdekat

1. Candi Eye Center : 1,5 km

2. RS Elisabeth : 1,92 km

3. RSU William Booth : 3,47 km

4. Klinik Mata Papandayan : 3,82 km

5. RSUP Dr. Kariadi : 4,14 km

2) Alternatif Tapak 2

Gambar 1.3 Alternatif Tapak 2 Sumber: Google Earth

107

Data Tapak

Lokasi : Jalan Sultan Agung, Candisari, Semarang

Luas : ± 24.000 m2

Batas – batas : Utara : Jalan Kawi dan Jalan Telomoyo

: Selatan : Jalan Kagok

: Timur : Jalan Kagok Dalam I

: Barat : Jalan Sultan Agung

KDB : 60%

KLB : 4,2 maks. 7 lantai

GSB : 29 m

Kriteria Penilaian Tapak

1) Topografi

Relatif datar

2) Aksesibilitas

Tapak dapat diakses melalui Jalan Sultan Agung, dan tapak berada

di sisi timur. Selain itu, dari sisi utara, tapak dapat diakses melalui

Jalan S. Parman dan Jalan Diponegoro

3) Fasilitas Kota

Di sekitar tapak terdapat beberapa fasilitas kota seperti; Halte BRT

di sisi utara tapak, Hotel Grand Edge yang di dalamnya terdapat

beberapa restoran dan fasilitas lainnya serta supermarket dan

minimarket di sisi selatan tapak

4) Utilitas Kota

Menurut RDTRK kota Semarang BWK II, terdapat beberapa utilitas

kota yang terletak di tapak ini diantaranya;

Jaringan air bersih, terdapat pada blok 2.3 yang merupakan

jaringan air bersih sekunder dan pada blok 3.2 merupakan

jaringan air bersih primer.

Jaringan telepon, terdapat pada blok 1.4 dan blok 3.2 yang

merupakan jaringan telepon primer dan tempat diletakannya

Rumah kabel. Pada blok 2.4 Jalan Sultan Agung juga merupakan

jaringan telepon primer.

Jaringan listrik, pada blok 2.3, blok 2.4 dan blok 3.1 terdapat

Saluran Udara Tegangan Menengah

Jaringan drainase, pada blok 2.3 merupakan saluran drainase

terisier dengan saluran sekunder melalui Kelurahan

Gajahmungkur dan Kelurahan Lempongsari. Pada blok 2.4

terdapat saluran drainase tersier.

Jaringan persampahan, Jalan Sultan Agung termasuk dalam

kelurahan Wonotinggal dengan Tempat Pembuangan Sampah

108

Sementara (transfer depo/container) di Jl. Wonotinggal, Pasar

Kagok, Hotel Patrajasa, Ruko Karunia Santika dan RM. Puja

Sultana

5) Ekspansi

Merupakan rencana perluasan bangunan yang dapat direncanakan

dikemudian hari. Hal ini berhubungan dengan luas tapak yang ada

dan perkiraan seberapa besar perluasan yang mungkin akan

dibangun. Pada tapak ini, dengan luas ± 24.000 m2 dan posisi tapak

yang terletak di persimpangan jalan kurang memungkinkan

dilakukan ekspansi karena padatnya bangunan di sekitar tapak dan

posisi yang berbatasan langsung dengan jalan arteri sekunder yaitu

Jalan Sultan Agung.

Jarak dengan Rumah Sakit dan Klinik Mata terdekat

1. RS Elisabeth : 0,43 km

2. Candi Eye Center : 1,96 km

3. RSU William Booth : 2,00 km

4. RSUP Dr. Kariadi : 2,64 km

5. Klinik Mata Papandayan : 2,93 km

3) Alternatif Tapak 3

Gambar 1.4 Alternatif Tapak 3 Sumber: Google Earth

109

Data Tapak

Lokasi : Jalan S. Parman, Gajahmungkur, Semarang

Luas : ± 8.600 m2

Batas – batas : Utara : Permukiman dan Jl. Argopuro

: Selatan : Jalan S. Parman

: Timur : Mess Yos Sudarso

: Barat : SPBU Gajahmungkur

KDB : 60%

KLB : 4,2 maks. 7 lantai

GSB : 29 m

Kriteria Penilaian Tapak

1) Topografi

Relatif datar

2) Aksesibilitas

Tapak dapat diakses melalui Jalan S. Parman dari arah timur (dari

semarang kota atas) maupun dari arah barat (dari semarang kota

bawah).

3) Fasilitas Kota

Di sekitar tapak terdapat beberapa fasilitas kota seperti; SPBU dan

restoran di sisi barat tapak, restoran dan beberapa hunian di sisi

timur tapak dan hotel yang terletak berseberangan dengan tapak.

4) Utilitas Kota

Menurut RDTRK kota Semarang BWK II, terdapat beberapa utilitas

kota yang terletak di tapak ini diantaranya;

Jaringan air bersih, pada blok 1.3 Jalan S. Parman merupakan

jaringan air bersih sekunder. Sedangkan pada blok 3.1

merupakan jaringan air bersih primer dengan jaringan sekunder

di Jl. Sisingamangaraja dan Jl. Kawi Raya.

Jaringan telepon, pada blok 3.1 Jalan S. Parman merupakan

jaringan telepon primer dan lokasi Rumah kabel di jalan

lingkungan pada blok ini.

Jaringan listrik, pada blok 2.3 Saluran Udara Ekstra Tinggi

melalui Kelurahan Gajahmungkur dan Saluran Udara Tegangan

Menengah melalui jalan dari AKPOL, Gajahmungkur, Bendan

Ngisor, Ngemplk Simongan, Jl. Semeru, Jl. Tumpang Raya,

Jalan Sultan Agung, Jl. S. Parman dan Jalan Papandayan.

Jaringan drainase, pada blok 2.3 dan blok 3.1 Jl. S. Parman

merupakan jaringan drainase tersier

Jaringan persampahan, Jalan S. Parman termasuk dalam

kelurahan Gajahmungkur dengan lokasi Tempat Pembuangan

Sampah Sementara (transfer depo/container) di Jalan Slamet

dan Jl. Papandayan Atas.

110

5) Ekspansi

Merupakan rencana perluasan bangunan yang dapat direncanakan

dikemudian hari. Hal ini berhubungan dengan luas tapak yang ada

dan perkiraan seberapa besar perluasan yang mungkin akan

dibangun. Pada tapak ini, dengan luas ± 8.600 m2 dan posisi tapak

yang terletak di persimpangan jalan kurang memungkinkan

dilakukan ekspansi karena padatnya bangunan di sekitar tapak dan

posisi yang berbatasan langsung dengan jalan arteri sekunder yaitu

Jalan S. Parman.

Jarak dengan Rumah Sakit dan Klinik Mata terdekat

1. RS Elisabeth : 1,07 km

2. RSU William Booth : 1,14 km

3. RSUP Dr. Kariadi : 1,81 km

4. Candi Eye Center : 2,93 km

5. Klinik Mata Papandayan : 4,08 km

4.2.3 Kesimpulan Pemilihan Tapak

Dari subbab sebelumnya telah dijabarkan beberapa alternatif tapak

yang memiliki karakteristik yang berbeda – beda dengan lokasi di Bagian

Wilayah Kota II. Pemilihan Tapak dapat disimpulkan berdasarkan kriteria

penilaian tapak sebagai berikut;

Tabel 1.14 Tabel Penilaian Tapak

Kriteria Bobot Alternatif

1 2 3

Topografi 10 10 10 10

Aksesibilitas 25 25 10 15

Fasilitas Kota 20 10 20 20

Utilitas Kota 25 20 20 20

Ekspansi 20 20 10 5

TOTAL 85 70 70

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa Alternatif Tapak 1 memiliki nilai

tertinggi dari dua alternatif lainnya. Hal yang membuat alternatif tapak 1

unggul dari dua alternatif lainnya adalah aspek Aksesibilitas dan Ekspansi.

Dimana alternatif tapak 1 memiliki kemudahan aksesibilitas dan terletak di

kawasan yang tenang. Selain itu, dengan luas lahan yang besar

memungkinkan adanya perluasan bangunan yang dapat direncanakan di

kemudian hari.

4.3 Pendekatan Aspek Kinerja

4.3.1 Sistem Kelistrikan

Sistem elektrikal merupakan suatu rangkaian peralatan penyediaan

daya listrik untuk memenuhi kebutuhan daya listrik tegangan rendah. Dalam

rangkaian peralatan yang disediakan meliputi sarana penyesuaian tegangan

listrik (trafo/ transformator), sarana penyaluran utama (Kabel feeder) dan

panel hubung utama atau LVMDP (Low Voltage Main Distribution Panel)

dan panel distribusi utama di tiap gedung (SDP / Sub Distribution Panel) dan

terakhir panel-panel di tiap lantai (PP-LP untuk penerangan, Panel Stop

Kontak, Panel Stop Kontak UPS, Panel UPS OK dan PVAC utuk power AC),

Generator Set untuk tenaga cadangan apabila terjadi pemadaman listrik dari

sumber utama.

111

Sumber daya listrik pada ruangan tindakan, harus dilengkapi dengan

sumber listrik darurat yang tidak boleh terputus, bila terjadi gangguan pada

sumber daya listrik normal.

Gambar 1.5 Ilustrasi Sistem Kelistrikan Secara Vertikal

Sumber: (Prama, 2014)

Gambar 1.6 Ilustrasi Sistem Kelistrikan Secara Horizontal

Sumber: (Prama, 2014)

4.3.2 Sistem Jaringan Komunikasi

Sistem telepon berfungsi sebagai alat komunikasi antar instansi

dalam gedung. Sistem ini menggunakan PABX yang berfungsi sebagai

sentral komunikasi telepon di dalam gedung (pelanggan) yang terhubung

dengan Telkom.

Selain itu sistem jaringan telepon yang mungkin digunakan adalah

WiFi (jaringan komunikasi tanpa kabel) dan LAN (Local Area Network) yaitu

sistem komunikasi data, berupa pertukaran informasi dan data antar

komputer dalam satu bangunan untuk kepentingan intern pengelola, dan

juga penghuni lainnya.

4.3.3 Sistem Keamanan

Sistem CCTV merupakan bagian dari upaya untuk mempermudah

pekerjaan sekuriti sistem, yang terintegrasi untuk memberikan kemudahan

dalam proses pengontrolan dan pemantauan lebih akurat dan otomatis.

Sekuriti sistem biasanya meliputi pekerjaa untuk Mengawasi keluar masuk

orang ke gedung, mengawasi keluar masuk kendaraan dan mengawasi

112

lokasi parkir kendaraan dan mengamati ruangan-ruangan yang dianggap

penting.

4.3.4 Sistem Penangkal Petir

Secara umum sistem ini berfungsi untuk memproteksi gedung dan

sekitarnya dari petir. Pekerjaan penangkal petir menyangkut meliputi

pemasangan dan penyediaan instalasi penagkal petir, grounding dan

pembuatan bak kontrol.

Selain itu menurut Peraturan Menteri Kesehatan, Sistem pembumian

harus menjamin tidak ada bagian peralatan yang dibumikan melalui tahanan

yang lebih tinggi dari pada bagian lain peralatan yang disebut dengan sistem

penyamaan potensial pembumian (Equal potential grounding system).

Sistem ini memastikan bahwa hubung singkat ke bumi tidak melalui pasien.

4.3.5 Sistem Pencahayaan

Pada siang hari pencahayaan alami dengan bukaan berupa jendela/

kaca pada ruang-ruang tak berkebutuhan khusus seperti ruang-ruang

tunggu/ lobby dan kamar-kamar rawat inap. Dan pada malam hari

menggunakan pencahayaan buatan dengan lampu jenis fluorescent (neon).

4.3.6 Sistem Penghawaan

Secara umum sistem tata udara berfungsi mempertahankan kondisi

udara ruanga baik suhu maupun kelembaban agar udara terasa lebih

nyaman. Pada umumnya sistem tata udara / sistem AC yang digunakan

untuk gedung yang relatif kecil hanya menggunakan AC split atau AC

cassete atau split duct.

Di Rumah Sakit, khususnya di ruang rawat inap atau di gedung

lainnya yang mengharuskan penggunaan AC secara simultan yang tidak

boleh padam, sehingga sistem AC harus berjalan terus, sehingga perlu

digunakan sejenis AC presisi yang bekerja secara sequencing (bergantian

satu sama lain), das diletakan berhadapan.

Penggunaan sistem pengkondisian udara tergantung pada fungsi

ruang dimana suhu ideal adalah 21ºC dengan kelembapan ideal antara 40-

70ºC. Sistem pengkondisian udara yang dapat dipakai adalah menggunakan

sistem VRV Air Conditioning. VRV atau Variable Refrigerant Volume adalah

suatu teknologi pengaturan kapasitas AC yang memiliki kemampuan untuk

mencegah pendinginan yang berlebih pada suatu ruangan, sehingga

kebutuhan listrik yang digunakan sangat sedikit. Sistem VRV hanya

menggunakan satu unit outdoor yang terhubung dengan sistem komputasi

yang mengatur udara dingin yang disalurkan ke masing masing indoor unit.

VRV dapat menggunakan model Indoor unit apa saja dengan veriasi unit

untuk satu outdoor unit yang sama.

113

Gambar 1.7 Ilustrasi Sistem AC VRV

Sumber: aircare.bm (Aircare, 2016)

4.3.7 Sistem Pencegah Kebakaran

Sistem fire Fighting atau sistem pemadam kebakaran disediakan di

gedung sebagai preventif (pencegah) terjadinya kebakaran. Pada umumnya

digedung, sistem pemadam kebakaran yang digunakan terdiri dari sistem

instalasi Hydrant, instalasi sprinkler, smoke detector dan Fire extinguisher.

Selain itu ada pilihan pencegah kebakaran lain yaitu menggunakan jenis

chemical CO2 dan juga ditambahkan tabung yang menggunakan semacam

fowder, untuk menghindari kerusakan pada bahan - bahan yang berasal dari

kertas. (Rumah Sakit Annisa, 2015)

Sistem fire gas biasanya digunakan untuk ruangan tertentu, seperti:

ruang laboratorium, ruang arsip, ruang Genset, ruang panel dan ruangan

eletronik (ruang central komputer: ruang hub dan server, IT, Comunication

dan lain-lain). Sistem yang digunakan biasanya sistem fire gas terpusat,

dimana tabung-tabung gas (foam, halon, CO2 dan lain-lain).

4.3.8 Sistem Pengolahan Limbah

Sistem pengolahan limbah pada rumah sakit dilakukan pada Instalasi

Pengolahan Air Limbah. Sistem pengolahannya dapat dilihat pada diagram

berikut;

Gambar 1.8 Ilustrasi Sistem Pengolahan Limbah

Sumber: Divisi Pendidikan Lingkungan Hidup, sulselprov.go.id

114

4.3.9 Sistem Pengelolaan Sampah

Sistem pengelolaan sampah pada rumah sakit dibedakan menjadi 2

jenis sampah pada rumah sakit yaitu Sampah Medis dan Non-Medis.

Sampah medis tidak dapat dibuang begitu saja, pengelolaannya melalui

Instalasi Pusat Steril. Jika akan digunakan lagi melalui proses pencucian,

disinfektan dan lain sebagainya. Sedangkan untuk pembuangannya perlu

dilakukan disinfektan baru dapat dibuang.

Sedangkan untuk sampah non medis dapat dengan mudah dibuang

melalui tempat sampah pada tiap tiap bagian rumah sakit yang nantinya

disalurkan ke tempat pembuangan (dikumpulkan) di luar bangunan rumah

sakit dan akan diangkut secara berkala oleh Dinas Kebersihan Kota.

4.3.10 Sistem Air Bersih

Penyediaan air bersih diperoleh dari PAM. Sistem ini akan

menerapkan jaringan air bersih dengan Down Feet System, yaitu sistem

dengan ground reservoir sebagai penampung air dengan menggunakan

pompa air bersih dinaikan ke reservoir pada atap bangunan untuk

selanjutnya secara gravitasi air dialirkan ke tiap-tiap ruang yang

membutuhkan.

Pada ruangan tertentu, dapat menggunakan Up Feet System, yaitu

sistem dengan ground reservoir sebagai penampung air dipompa ke atas

menuju outlet air. Sistem ini dapat digunakan untuk ruangan yang memiliki

jarak dekat dengan penampung air yang berada di bawah.

4.3.11 Sistem Air Kotor

Sumber limbah air kotor berasal dari pembuangan air lavatory ruang

rawat inap, lavatory rumah sakit, dapur, ruang cuci linen, laboratorium dan

bengkel. Adapula air bekas pakai (greywater) antara lain adalah air wastafel.

Untuk limbah padat dialirkan menuju septic tank, kemudian dialirkan ke

sumur resapan dan secara alamiah meresap ke dalam tanah.

Selain itu pengolahan limbah juga dapat dilakukan di Instalasi

Pengolahan Air Limbah (IPAL) yang tersedia di Rumah Sakit.

4.3.12 Sistem Transportasi Vertikal

Sistem Transportasi Vertikal pada Rumah sakit ada tiga, yaitu

tangga, lift dan ramp. Untuk alasan keamanan, tangga harus didesain

dengan kemungkinan dapat mengakomodasi semua sirkualsi vertikal.

Peraturan nasional tentang keselamatan bangunan harus diaplikasikan.

Tangga harus memiliki pegangan pada kedua sisinya.

Selain itu untuk ketentuan ramp, kemiringan suatu ram di dalam

bangunan tidak boleh melebihi 70, perhitungan kemiringan tersebut tidak

termasuk awalan dan akhiran ram (curb ramps/landing).

Yang terakhir adalah Lift, lift harus dapat menampung beban 2 orang

perawat dan seorang pasien dengan tempat tidurnya. Permukaan dalam lift

haruslah lembut dan mudah untuk dibersihkan. Lantai lift dirancang anti slip.

Selain itu, lift harus dirancang tahan api.

115

1. Tangga

Untuk alasan keamanan, tangga harus didesain dengan

kemungkinan dapat mengakomodasi semua sirkualsi vertikal. Peraturan

nasional tentang keselamatan bangunan harus diaplikasikan. Tangga harus

memiliki pegangan pada kedua sisinya.

Tangga gantung tidak diperkenankan untuk digunakan pada rumah

sakit. Lebar efektif untuk tangga dan bordes adalah minimal 1,5 m dan tidak

boleh lebih dari 2,5 m.

Bentuk dari tangga yang anjurkan pada bangunan Rumah Sakit

dapat dilihat pada gambar di bawah;

Gambar 1.9 Rekomendasi Desain Tangga

Pintu pada tangga rumah sakit harus memikili bukaan keluar. Tinggi

anak tangga yang diijinkan adalah 170 mm dan jarak minimum pijakan anak

tangga adalah 280 mm. Perbandingan dengan rasio 150 : 300 merupakan

perbandingan yang lebih baik.

2. Lift

Lift transportasi untuk manusia, obat, laundry, makanan dan Tempat

tidur pasien harus dipisahkan demi persyaratan kehigienisan dan estetika.

Setidaknya tersedia 2 buah lift untuk transportasi pasien dengan tempat

tidurnya.

116

Gambar 1.10 Standar Ukuran Lift Sumber: Data Arsitek Jilid II (Neufert, 2002)

Lift harus dapat menampung beban 2 orang perawat dan seorang

pasien dengan tempat tidurnya. Permukaan dalam lift haruslah lembut dan

mudah untuk dibersihkan. Lantai lift dirancang anti slip. Selain itu, lift harus

dirancang tahan api. Sebuah lift multifungsi harus tersedia untuk 100 buah

tempat tidur.

3. Ramp

Ram adalah jalur sirkulasi yang memiliki kemiringan tertentu, sebagai

alternatif bagi orang yang tidak dapat menggunakan tangga. Kemiringan

suatu ram di dalam bangunan tidak boleh melebihi 70, perhitungan

kemiringan tersebut tidak termasuk awalan dan akhiran ram (curb

ramps/landing).

Panjang mendatar dari satu ram (dengan kemiringan 70) tidak boleh

lebih dari 900 cm. Panjang ram dengan kemiringan yang lebih rendah dapat

lebih panjang. Lebar minimum dari ram adalah 2,40 m dengan tepi

pengaman.

Muka datar (bordes) pada awalan atau akhiran dari suatu ram harus

bebas dan datar sehingga memungkinkan sekurang-kurangnya untuk

memutar kursi roda dan brankar/tempat tidur pasien, dengan ukuran

minimum 160 cm. Permukaan datar awalan atau akhiran suatu ram harus

memiliki tekstur sehingga tidak licin baik diwaktu hujan (Menteri Kesehatan

Republik Indonesia, 2016)

Gambar 1.11 Standar Ukuran Ramp

Sumber: Ernst Neufert, Data Arsitek Jilid III

117

Lebar tepi pengaman ram (low curb) maksimal 10 cm sehingga dapat

mengamankan roda dari kursi roda atau brankar/ tempat tidur pasien agar

tidak terperosok atau keluar ram. Apabila letak ram berbatasan langsung

dengan lalu lintas jalan umum atau persimpangan, ram harus dibuat tidak

mengganggu jalan umum.

Pencahayaan harus cukup sehingga membantu penggunaan ram

saat malam hari. Pencahayaan disediakan pada bagian ram yang memiliki

ketinggian terhadap muka tanah sekitarnya dan bagian-bagian yang

membahayakan. Dilengkapi dengan pegangan rambatan (handrail) yang

dijamin kekuatannya dengan ketinggian yang sesuai.

4.3.13 Sistem Pengelolaan Linen

Sistem pengelolaan linen merupakan pengelolaan bahan pakaian

atau kain lainnya yang digunakan dalam operasional rumah sakit. Sistem

pengelolaan linen dapat dilihat pada diagram berikut;

4.3.14 Sistem Jaringan/Instalasi Gas Medis Rumah Sakit

Dalam upaya mengefektifkan sistem gas yang ada di rumah sakit,

terutama dalam hubungannya sentralisasi gas medik. Sistem gas medik

terdiri dari instalasi oksigen, instalasi vakum, instalasi N2O dan instalasi

compressor/udara tekan.

4.4 Pendekatan Aspek Teknis

Struktur bangunan rumah sakit harus direncanakan dan dilaksanakan

dengan sebaik mungkin agar kuat, kokoh, dan stabil dalam memikul

beban/kombinasi beban dan memenuhi persyaratan keselamatan (safety), serta

memenuhi persyaratan kelayanan (serviceability) selama umur bangunan dengan

mempertimbangkan fungsi bangunan rumah sakit.

Struktur bangunan rumah sakit harus direncanakan terhadap pengaruh

gempa sesuai dengan standar teknis yang berlaku. Pada bangunan rumah sakit,

apabila terjadi keruntuhan, kondisi strukturnya harus dapat memungkinkan

pengguna bangunan menyelamatkan diri. (Menteri Kesehatan Republik Indonesia,

2016)

4.4.1 Sistem Struktur

Sistem struktur terdiri dari 3 bagian yaitu :

1) Sub Structure (Struktur Bawah)

Struktur bawah berkaitan dengan pondasi bangunan sebagai penumpu

beban bangunan sebelum dialirkan menuju tanah. Jenis pondasi yang

akan digunakan tergantung dari jumlah tingkat bangunan tersebut. Pada

118

bangunan bertingkat sederhana (2-3 lantai) dapat menggunakan

pondasi footplat atau jenis lainnya. Sedangkan untuk bangunan dengan

tingkatan lebih dari 4 lantai bisa menggunakan pondasi sumuran atau

tiang pancang tergantung dari jenis tanah pada tapak yang digunakan.

2) Middle Structure (Struktur Tengah)

Struktur tengah menggunakan struktur rangka dengan konstruksi kolom

dan balok beton menggunakan sistem grid dengan dinding bata. Atau

dapat menggunakan sistem curtain wall, dimana fasad bangunan akan

bebas kolom dan balok.

3) Upper Structure (Struktur Atas)

Struktur atas berkaitan dengan atap yang digunakan sebagai penutup

atap bangunan. Untuk bangunan Rumah Sakit Mata, rangka penutup

atap dapat menggunakan rangka baja agar lebih ringan dan

menggunakan dak beton pada bagian yang rendah agar tidak berat

dalam hal konstruksinya.

4.4.2 Sistem Modul

Sistem konstruksi menggunakan koordinasi modular sebagai

pegangan bagi perencana teknis, pelaksana, produsen bahan bangunan,

komponen bangunan, dan elemen bangunan untuk memilih dimensi modul

arah horisontal dan vertikal untuk bangunan rumah dan gedung. Tujuannya

untuk menghemat bahan, komponen dan elemen serta waktu pemasangan

dan penggunaan tenaga kerja.. (Mooju, 2014)

Menurut SNI 03-1977-1990 tentang Spesifikasi Koordinasi Modular

untuk Bangunan Gedung, dasar – dasar koordinasi modular dapat

dijabarkan sebagai berikut;

1. Modul dasar merupakan satuan ukuran dasar dalam koordinasi modular

dengan symbol M, dengan ketentuan 1 M = 100 cm = 1000 mm (lihat

gambar 1)

2. Multimodul merupakan modul yang ukurannya ditentukan berdasarkan

kelipatan bilangan bulat dari modul dasar, dari kelipatan tersebut dipilih

beberapa multimodal sebagai multimodul standar yaitu untuk ukuran

arah horizontal multimodul standar adalah 3 M, 6 M, 12 M, 15 M, 30 M

dan 60 M (lihat gambar 2); untuk ukuran arah vertikal, multimodul standar

adalah 1 M (lihat gambar 2) Submodul : merupakan pecahan terpilih

yaitu ½, ¼ atau 1/5 modul dasar.

3. Submodul dipakai jika dibutuhkan dimensi yang lebih kecil dari modul

dasar, sebagai berikut; M/2 = 50 mm atau M/4 = 25 mm atau M/5 = 20

mm; ukuran sub modul tidak boleh dipergunakan untuk jarak antara dua

bidang acuan vertikal yang modular (lihat gambar 3)

119

Gambar 1.12 Dasar - dasar koordinasi modular Sumber: (Badan Standarisasi Nasional Indonesia, 1990)

4.5 Pendekatan Aspek Visual Arsitektural

Melalui pendekatan Arsitektural, perencanaan dan perancangan Rumah

Sakit Mata dapat tergambarkan lebih jelas dengan adanya psikologi warna yang

diterapkan, Tampilan bangunan yang didapatkan dari gaya arsitektur yang

digunakan dan pendekatan tata ruang luar yang menjelaskan sirkulasi, lanskap dan

kebutuhan parkir.

4.5.1 Psikologi Warna

Untuk bangunan Rumah Sakit Mata, warna sangat mempengaruhi

psikologi pengguna nya. Karena penggunanya sebagian besar adalah

pasien yang sedang mengalami gangguan pada indera pengelihatannya,

yaitu Mata.

Oleh karena itu sangat penting diperhatikan penggunaan warna –

warna pada bangunan yang nantinya akan dirancang. Warna monokromatik

seperti hitam dan putih termasuk warna yang netral. Namun, warna hitam

jika digunakan pada bagian dinding dalam akan terkesan gelap dan

mengganggu penglihatan penggunanya. Sedangkan, warna putih yang

berkesan terang akan memudahkan pengguna nya dalam mengidentifikasi

objek – objek yang ada. Selain itu, dengan didominasi oleh warna putih,

psikologi dari pengguna nya akan lebih tenang dan nyaman.

Gambar 1.13 Contoh penggunaan warna putih pada bangunan rumah sakit Sumber: (Archdaily, 2012)

120

Warna putih pun tidak akan terlihat indah jika hanya warna tersebut

yang mendominasi bangunan, perlu adanya tambahan warna yang akan

mengkontraskan warna putih tersebut. Warna biru atau hijau yang lebih

terkesan gelap, dapat dipadukan dengan warna putih dan akan

menghasilkan warna yang kontras dan nyaman bagi pengguna nya.

Hindari memadukan warna putih dengan warna terang lainnya

seperti kuning atau oranye. Hal tersebut akan membuat dinding bangunan

memantulkan cahaya yang berlebihan yang dapat mengganggu penglihatan

penggunanya.

4.5.2 Penampilan Bangunan

Tampilan bangunan merupakan wajah dari bangunan itu sendiri.

Dimana tampilan tersebut harus mencerminkan fungsi dari bangunan itu.

Bangunan Rumah Sakit harus memiliki tampilan yang mencerminkan rumah

sakit dengan tampilan yang bersih, tidak berlebihan dan mempermudah

pengguna nya dalam mengidentifikasikan bangunan tersebut.

Bangunan Rumah Sakit Mata ini akan didominasi oleh dinding

tertutup dan sebagian fasad yang menggunakan kaca. Namun bangunan ini

tidak akan dipenuhi kaca karena akan menyulitkan pengguna yang memiliki

gangguan penglihatan dalam membedakan ada atau tidak adanya kaca.

Kurang lebih tampilan bangunan akan seperti contoh di bawah ini;

Gambar 1.14 Contoh fasad bangunan rumah sakit Sumber: (Archdaily, 2012)

4.5.3 Pendekatan Massa Bangunan

Perancangan Rumah Sakit Mata ini dapat menggunakan tipe massa

bangunan Single Building atau Majemuk (Massa banyak) karena kondisi

tapak yang luas dan sisa lahan dapat digunakan untuk landscape atau

penataan ruang luar bangunan yang dapat memberikan kesan keselarasan

bangunan dan ruang luarnya.

4.5.4 Pendekatan Tata Ruang Luar

1. Sirkulasi

Sirkulasi pada ruang luar bangunan terbagi menjadi dua, yaitu

sirkulasi kendaraan dan sirkulasi pengguna jalan. Sirkulasi kendaraan di

Rumah Sakit pun terbagi menjadi dua yaitu kendaraan pengunjung

Rumah Sakit dan kendaraan khusus UGD atau Ambulans.

121

Oleh karena itu untuk sirkulasi kendaraan diperlukan jalur yang

jelas yang membedakan antara sirkulasi kendaraan pengunjung dan

sirkulasi ambulans menuju UGD.

Selain itu jalur pengguna jalan (pedestrian) harus dibedakan

dengan jalur kendaraan untuk keselamatan pengguna dengan kondisi

gangguan penglihatan. Jalur pedestrian dapat dibedakan dengan

material jalan yang digunakan dan lain sebagainya.

2. Lansekap

Dengan bangunan tunggal rumah sakit, lansekap akan

memperindah tampilan bangunan dan memberikan efek segar dan

hangat bagi pengguna nya. Selain itu dengan penataan lansekap yang

baik, dapat memperjelas sirkulasi kendaraan maupun sirkulasi

pengguna jalan.

Material lansekap yang digunakan juga harus memperhatikan

kondisi pengguna nya. Dengan sebagian besar pengguna adalah pasien

dengan kondisi gangguan penglihatan, material lansekap yang

digunakan sebaiknya tidak licin dan diberi pembatas yang jelas antara

material lunak (rumput, tanaman, dan lain sebagainya) dan material

keras (perkerasan beton atau bebatuan).

Di bawah ini merupakan contoh penataan lansekap pada rumah

sakit;

Gambar 1.15 Contoh penataan ruang luar pada rumah sakit Sumber: (Archdaily, 2012)

3. Parkir

Menurut Permenkes tentang Teknis Bangunan Rumah Sakit,

terdapat beberapa peraturan mengenai pelataran parkir yang

disediakan, diantaranya;

a) Bangunan rumah sakit harus menyediakan area parkir kendaraan

dengan jumlah area parkir yang proporsional sesuai dengan

peraturan daerah setempat.

b) Penyediaan parkir di pekarangan tidak boleh mengurangi daerah

penghijauan yang telah ditetapkan.

c) Tempat parkir harus dilengkapi dengan rambu parkir yang jelas.

d) Selain menyediakan pelataran parkir yang mencukupi, bangunan

rumah sakit harus menyediakan jalur pejalan kaki.

e) Jalur pejalan kaki harus aman dari lalu lintas kendaraan.

(Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2016)