1 bab i pendahuluan -...

10
1 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Debit lingkungan didefinisikan sebagai debit yang harus dijaga, untuk memelihara aliran air ke bagian hilir sungai, guna mempertahankan nilai dan keanekaragaman hayati di lingkungan sungai (King et al., 2003). Definisi yang sedikit berbeda disampaikan oleh Fisher (2008). Fisher (2008), dari United States Geological Survey (USGS), mendefinisikan debit lingkungan sebagai besaran debit sungai yang dibutuhkan untuk melestarikan komponen, fungsi, proses dan keberlangsungan ekosistem sungai yang bermanfaat (Fisher, 2008). Debit lingkungan sudah merupakan hal yang sangat diperhatikan di negara- negara maju namun sebaliknya masih menjadi hal yang belum banyak menjadi perhatian serius di negara-negara berkembang termasuk Indonesia. Hal tersebut terjadi baik di negara-negara dengan iklim semi kering maupun negara-negara di wilayah iklim kering dimana ketersediaan dan kualitas air bersih menjadi hal yang sangat penting dalam pengembangan sosio-ekonomi mereka (King and Brown, 2006). Metode penentuan debit lingkungan, terutama pada awalnya, banyak dikembangkan di Amerika Serikat, Australia, Selandia Baru, dan Inggris. Negara maju yang lain, saat ini, juga telah mengimplementasikan atau bahkan mengembangkan metode-metode penentuan debit lingkungan yang sesuai dengan kondisi alamnya. Namun sebaliknya, baru hanya sekitar 11% dari jumlah seluruh negara berkembang yang tercatat telah mengaplikasikan metode debit lingkungan. Di antara negara-negara tersebut adalah Kamboja, Kamerun, Zimbabwe, dan Afrika Selatan (Tharme, 2003). Di Indonesia, pengelolaan sumber daya air, termasuk pengelolaan sungai, kembali merujuk pada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 1974 Tentang Pengairan (Pemerintah RI, 1974) setelah Undang-Undang

Upload: duongtu

Post on 22-Mar-2019

217 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: 1 BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/88911/potongan/S3-2015...Debit lingkungan didefinisikan sebagai debit yang harus dijaga, untuk

1

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Debit lingkungan didefinisikan sebagai debit yang harus dijaga, untuk

memelihara aliran air ke bagian hilir sungai, guna mempertahankan nilai dan

keanekaragaman hayati di lingkungan sungai (King et al., 2003). Definisi yang

sedikit berbeda disampaikan oleh Fisher (2008). Fisher (2008), dari United

States Geological Survey (USGS), mendefinisikan debit lingkungan sebagai

besaran debit sungai yang dibutuhkan untuk melestarikan komponen, fungsi,

proses dan keberlangsungan ekosistem sungai yang bermanfaat (Fisher, 2008).

Debit lingkungan sudah merupakan hal yang sangat diperhatikan di negara-

negara maju namun sebaliknya masih menjadi hal yang belum banyak menjadi

perhatian serius di negara-negara berkembang termasuk Indonesia. Hal

tersebut terjadi baik di negara-negara dengan iklim semi kering maupun

negara-negara di wilayah iklim kering dimana ketersediaan dan kualitas air

bersih menjadi hal yang sangat penting dalam pengembangan sosio-ekonomi

mereka (King and Brown, 2006).

Metode penentuan debit lingkungan, terutama pada awalnya, banyak

dikembangkan di Amerika Serikat, Australia, Selandia Baru, dan Inggris. Negara

maju yang lain, saat ini, juga telah mengimplementasikan atau bahkan

mengembangkan metode-metode penentuan debit lingkungan yang sesuai

dengan kondisi alamnya. Namun sebaliknya, baru hanya sekitar 11% dari

jumlah seluruh negara berkembang yang tercatat telah mengaplikasikan

metode debit lingkungan. Di antara negara-negara tersebut adalah Kamboja,

Kamerun, Zimbabwe, dan Afrika Selatan (Tharme, 2003).

Di Indonesia, pengelolaan sumber daya air, termasuk pengelolaan sungai,

kembali merujuk pada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun

1974 Tentang Pengairan (Pemerintah RI, 1974) setelah Undang-Undang

Page 2: 1 BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/88911/potongan/S3-2015...Debit lingkungan didefinisikan sebagai debit yang harus dijaga, untuk

2

Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air

(Pemerintah RI, 2004), dinyatakan tidak berlaku oleh Mahkamah Konstitusi

Republik Indonesia. Undang-Undang tersebut mengamanatkan konservasi dan

pelestarian lingkungan menjadi salah satu prioritas nasional. Pada Pasal 21

Ayat 4 disebutkan bahwa upaya perlindungan dan pelestarian lingkungan

sumber air termasuk sungai. Untuk meningkatkan efektivitas pengelolaan,

sungai-sungai strategis di Indonesia dibagi menjadi beberapa wilayah sungai

sebagai batas pengelolaan.

Dari sejumlah wilayah sungai yang menjadi prioritas nasional, wilayah Sungai

Seputih-Sekampung serta Wilayah Sungai Mesuji-Tulang bawang merupakan

dua wilayah sungai dengan prioritas nasional yang berada dalam wilayah

administratif Provinsi Lampung. Wilayah Sungai Seputih-Sekampung terdiri

dari daerah aliran Sungai Seputih dan daerah aliran Sungai Sekampung. Pada

Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2005 tentang Rencana

Pembangunan Jangka Menengah, Sungai Sekampung dikategorikan sebagai

salah satu sungai dengan prioritas tinggi. Untuk itu, studi kasus penelitian ini

dilakukan di Sungai Sekampung.

Sungai Sekampung, yang memiliki panjang 256 km dan luas daerah aliran

sungai (DAS) 796 km2 (BPS, 2013), sangat strategis bagi Provinsi Lampung,

terutama untuk mendukung revitalisasi pertanian. Dengan demikian, untuk

mendukung fungsinya yang sangat strategis tersebut, model pengelolaan

sungai yang baik dan terintegerasi, di Sungai Sekampung, mutlak diperlukan

untuk mempertahankan kelestarian ekosistem sungai.

Menurut UU Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan

dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Pemerintah RI, 2009), daya dukung

lingkungan hidup adalah kemampuan lingkungan hidup untuk mendukung

perikehidupan manusia, makhluk hidup lain, dan keseimbangan antar

keduanya. Lebih lanjut daya dukung lingkungan dijelaskan lebih rinci pada

Lampiran Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 17 Tahun 2009

(KementerianLH, 2009) tentang Pedoman Penentuan Daya Dukung Lingkungan

Hidup dalam Penataan Ruang Wilayah. Pada peraturan tersebut dijelaskan

bahwa daya dukung sumber daya air adalah rasio antara ketersediaan dan

Page 3: 1 BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/88911/potongan/S3-2015...Debit lingkungan didefinisikan sebagai debit yang harus dijaga, untuk

3

kebutuhan. Pada saat ketersediaan air tidak dapat memenuhi semua kebutuhan,

maka prioritas penggunaan harus dilakukan sesuai Pasal 17 Peraturan Menteri

Pekerjaan Umum Nomor 6/PRT/M/2011 yaitu berturut-turut adalah

kebutuhan air minum rumah tangga, irigasi, penggelontoran rutin, usaha

penyediaan air minum, usaha industri, kegiatan usaha lain.

Saat ini, Sungai Sekampung mengalami penurunan daya dukung. Hal ini

terutama disebabkan oleh tekanan ekonomi yang berdampak pada pola

pemanfaatan air yang kurang memperhatikan aspek lingkungan (Haming,

2003). Variasi debit, yang ditunjukkan oleh rasio debit maksimum terhadap

debit minimumnya, sudah mendekati angka 40 pada tahun 2000 atau

meningkat 100% jika dibandingkan dengan rasio pada tahun 1990. Disamping

itu, dari panjang alur sungai 256 km hanya sekitar 32% yang memiliki

penampang stabil (Kucera, 2004). Rasio debit maksimum terhadap debit

minimum merupakan salah satu indikator bahwa besaran kebutuhan air pada

musim kemarau lebih besar dari ketersediaan air.

Hal tersebut di atas, dapat diakibatkan oleh pengambilan air sungai yang

intensif pada musim kemarau, tidak adanya upaya memanen air, atau dapat

pula diakibatkan oleh gabungan kedua hal tersebut. Memanen air adalah upaya

konservasi air yang salah satunya dapat dilakukan dengan menampung air saat

musim hujan, pada retarding basin, dan memanfaatkan air tersebut saat

dibutuhkan. Dampak fluktuasi debit di Sungai Sekampung diindikasikan, antara

lain, oleh penurunan populasi vegetasi alami sempadan sungai (Wahono et al.,

2003), dan ketidakstabilan 174 km (68%) tebing sungai (Kucera, 2004).

Pendekatan pengelolaan sumber daya air terintegerasi harus segera dilakukan,

sebagai upaya penanggulangan dan sekaligus pencegahan permasalahan

tersebut. Salah satu pendekatan ideal, yang dapat dilakukan, adalah melakukan

pengelolaan sungai yang lebih efektif. Dalam konteks pengelolaan sumber daya

air yang terintegerasi, pembagian air bagi semua keperluan, termasuk untuk

kepentingan lingkungan, dalam hal ini adalah debit lingkungan, menjadi salah

satu indikator keberhasilan. Penetapan debit lingkungan di sungai juga sering

digunakan di berbagai negara, sebagai salah satu upaya dalam

mempertahankan daya dukung sungai. Namun demikian, ketersediaan data

Page 4: 1 BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/88911/potongan/S3-2015...Debit lingkungan didefinisikan sebagai debit yang harus dijaga, untuk

4

hidrologi dan data lingkungan yang sangat terbatas, menjadi kendala dalam

penerapan metode penentuan debit lingkungan, khususnya di Indonesia.

Penentuan debit lingkungan adalah proses penentuan debit untuk memelihara

aliran air ke bagian hilir sungai. (Arthington and Zalucki, 1998; King et al., 2003;

King and Brown, 2006). Salah satu dari penerapan penentuan debit lingkungan

adalah untuk penentuan besaran debit yang diperbolehkan untuk diambil, atau

dimanfaatkan dari sungai, sedemikian rupa sehingga dengan debit yang tersisa

di sungai tersebut, maka keseimbangan ekosistem sungai masih dapat dijaga.

Dalam kasus sungai yang tidak natural, telah banyak mengalami modifikasi

penampang maupun alur, maka diperlukan penetapan besaran debit yang lebih

kontinu sebagai upaya pemulihan ekosistem sungai. Penentuan debit

lingkungan juga sangat diperlukan dalam perencanaan maupun pengelolaan

sungai yang akan dan telah dibangun infrastruktur pengatur air, seperti

bendungan, bendung atau pengambilan bebas. Debit yang harus dijaga pada

bagian hilir infratsruktur keairan tersebut, dalam kasus keberadaan bangunan

pengatur aliran, harus tetap dijaga pada besaran tertentu sebagai upaya

menjaga keseimbangan lingkungan.

1.2 Identifikasi Masalah

Peningkatan efektivitas pengelolaan sungai, yang berkelanjutan untuk menjaga

daya dukung dan fungsi sungai, sangat didorong oleh Undang-undang No. 11

Tahun 1974 Tentang Pengairan, khususnya pada Bab 8 tentang Perlindungan.

Disamping itu, Peraturan Pemerintah No. 37 tahun 2010 tentang Bendungan,

pada pasal 19 ayat (2), juga menegaskan bahwa perencanaan bendungan

disusun dengan memperhatikan daya dukung lingkungan. Hal normatif di atas,

telah disadur dalam berbagai dokumen pola pengelolaan sumber daya air

wilayah sungai di Indonesia. Namun kata berkelanjutan yang sangat erat

hubunganya dengan menjaga daya dukung sungai, diantaranya penentuan

skenario debit lingkungan sungai, belum secara ekplisit ditetapkan di Indonesia.

Pada tahun 2011, Pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah No. 38 Tahun

2011 tentang Sungai (Pemerintah RI, 2011). Pada Pasal 20, dan Pasal 25,

dijelaskan lebih lanjut penjelasan mengenai aliran pemeliharaan sungai. Pada

Page 5: 1 BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/88911/potongan/S3-2015...Debit lingkungan didefinisikan sebagai debit yang harus dijaga, untuk

5

pasal 25, dijelaskan bahwa aliran pemeliharaan sungai ditetapkan sebesar debit

andalan 95% (Q95), yang dimaksudkan untuk menjaga ekosistem sungai.

Meskipun demikian, kajian akademis lebih lanjut mengenai kelayakan

penggunaan besaran debit andalan 95%, terutama mengingat tidak semua

sungai mempunyai data pencatatan debit, untuk menentukan debit lingkungan.

Lebih lanjut, pada penjelasan Pasal 25 Ayat (1), PP No. 38/2011, dijelaskan

bahwa yang dimaksud dengan aliran pemeliharaan sungai adalah aliran air

minimum yang harus tersedia di sungai untuk menjaga kehidupan ekosistem

sungai. Pada penjelasan Ayat (3) dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan debit

andalan 95% (sembilan puluh lima persen) adalah aliran air (m3/s) yang selalu

tersedia dalam 95% (sembilan puluh lima persen) waktu pengamatan, atau

hanya paling banyak 5% (lima persen) kemungkinannya aliran tersebut tidak

tercapai (Pemerintah RI, 2011).

Berkaitan dengan hal tersebut, pedoman penentuan debit lingkungan terutama

pada sungai di hilir bangunan pengatur debit (Bendungan, Bendung, free intake

dan lain-lain) menjadi sangat mendesak untuk dikaji. Kendala penerapan

metode penentuan debit lingkungan yang telah ada, terutama metode hidrologi,

akan sangat dirasakan mengingat ketersediaan data hidrologi dan data

lingkungan yang sangat terbatas. Untuk itu pengembangan metode baru yang

relatif sederhana namun lebih dapat diimplentasikan pada sungai di Indonesia

sangat perlu untuk dikaji.

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan utama penelitian ini adalah mengembangkan metode baru, untuk

penentuan debit lingkungan berbasis karakteristik morfologi sungai, serta

aplikasinya pada ruas bagian tengah Sungai Sekampung. Hasil penelitian ini,

diharapkan dapat menjadi dasar penentuan debit lingkungan sungai di

Indonesia, terutama pada sungai yang memiliki kesamaan karakteristik dengan

Sungai Sekampung, yang pada umumnya tidak memiliki data Hidrologi, dan

data lingkungan.

Metode baru, yang dikembangkan, diturunkan dari hubungan antara variabel

karakteristik morfologi sungai: 1) diameter butiran dasar sungai (D50); 2)

Page 6: 1 BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/88911/potongan/S3-2015...Debit lingkungan didefinisikan sebagai debit yang harus dijaga, untuk

6

keragaman butiran dasar sungai 5.0

1684 DDg ; dan 3) panjang keliling basah

alur utama sungai dengan variabel debit, dalam hal ini debit lingkungan. Hasil

dari metode tersebut, kemudian, disandingkan dengan besaran kecepatan

ekologis (Liu et al., 2011) yang diasumsikan sebagai variabel lingkungan, pada

penampang sungai yang ditinjau.

Studi kasus penelitian ini dilakukan di Sungai Sekampung Provinsi Lampung.

Hal tersebut karena Sungai Sekampung adalah salah satu sungai strategis

nasional, sebagaimana diamanahkan pada Peraturan Menteri Pekerjaan Umum

dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia Nomor 4/PRT/M/2015 tentang

Kriteria dan Penetapan Wilayah Sungai. Ruas Sungai Sekampung yang ditinjau

adalah pada ruas antara Pagelaran sampai dengan Metro Kibang. Pagelaran

berlokasi di hilir Bendungan Batutegi, sedangkan Metro Kibang berlokasi di hilir

Bendung Argoguruh.

Aplikasi dari model penentuan debit lingkungan tersebut diharapkan dapat

membantu operasional bangunan pengatur debit aliran sungai, secara lebih

ramah lingkungan. Selain itu, metode baru tersebut juga dapat sekaligus

meminimalkan dampak perubahan lingkungan sungai di bagian hilir dari ruas

yang ditinjau.

Secara spesifik tujuan penelitian ini tersusun dalam tiga sub topik penelitian

sebagai berikut:

a) Penentuan debit lingkungan berbasis data hidrologi. Sebagai

penelitian pendahuluan, penelitian ini ditujukan untuk mengkaji

penentuan debit lingkungan di Sungai Sekampung menggunakan

beberapa metode yang masuk dalam kategori Indeks Hidrologi.

Penelitian ini terutama ditujukan untuk melihat implementasi metode

penentuan debit lingkungan tersebut pada ruas sungai di hilir

Bendungan Batutegi dan di hilir Bendung Argoguruh.

b) Identifikasi interaksi debit dan morfologi sungai. Penelitian ini

ditujukan untuk menghasilkan model penentuan debit lingkungan

dengan menggunakan karakteristik morfologi sungai sebagai indikator

pada sungai yang tidak memiliki data hidrologi. Dalam pengembangan

Page 7: 1 BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/88911/potongan/S3-2015...Debit lingkungan didefinisikan sebagai debit yang harus dijaga, untuk

7

model tersebut juga dilakukan penyandingan besaran debit yang

diperoleh dengan debit lingkungan hasil metode lain pada penampang

sungai yang ditinjau. Pada subtopik ini juga dikaji pendekatan analistis

hubungan air dan sedimen sebagai metode penentuan debit lingkungan.

c) Identifikasi aspek keruangan pada debit lingkungan. Penelitian ini

ditujukan untuk mengidentifikasi informasi sebaran variabel morfologi

sungai secara keruangan termasuk keterkaitan perubahan penampang

sungai dari hulu ke hilir dan kondisi lingkungan yang terkait pada ruas

sungai yang ditinjau. Kegiatan ini dilakukan dengan akuisisi data

lapangan serta mengkaji data yang terkait dari studi terdahulu.

1.4 Keutamaan dan Keaslian Penelitian

Selama ini, belum banyak studi yang spesifik, terutama kajian dari sudut

pandang akademik, mengenai debit lingkungan di Indonesia. Penelitian tentang

debit lingkungan di Indonesia diawali oleh publikasi yang disampaikan oleh

Wahono (2011). Publikasi tersebut menyajikan kajian pendahuluan tentang

penggunaan metode penentuan debit lingkungan di Sungai Sekampung

(Wahono, 2011).

Metode yang sudah dikembangkan saat ini, terutama pada metode berbasis

hidrologi, sangat ditentukan pada ketersediaan data hidrologi yang memadai

(Arthington and Zalucki, 1998). Dengan demikian, pada sungai yang tidak

memiliki pencatatan data debit yang baik, penerapan metode penentuan debit

lingkungan yang berbasis hidrologi akan sulit dilakukan (Leonard, 2011).

Berdasarkan pada hal tersebut, maka diperlukan penelitian untuk

mendapatkan metode baru, dalam penentuan debit lingkungan, yang tidak

tergantung hanya pada data hidrologi. Penelitian tersebut sangat diperlukan

sebagai dasar acuan penentuan debit lingkungan, yang sesuai dengan kondisi di

Sungai Sekampung dan Indonesia pada umumnya, yang tidak memiliki data

hidrologi yang memadai (Wahono et al., 2014).

Beberapa peneliti, (Jowett, 1997; King et al., 2003; Dunbar et al., 2008; King and

Tharme, 2008), menelaah bahwa, secara umum, penentuan debit lingkungan

dikelompokkan menjadi empat golongan besar yaitu: metode hidrologi, rating

Page 8: 1 BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/88911/potongan/S3-2015...Debit lingkungan didefinisikan sebagai debit yang harus dijaga, untuk

8

hidraulika, simulasi habitat, dan metode holistik, disamping kombinasi dari

beberapa metode tersebut (Arthington et al., 2003; Chen and Zhao, 2011).

Metode hidrologi, yang diantaranya adalah metode yang diperkenalkan oleh

Tennant (1976), relatif lebih sederhana dalam perhitungannya namun

membutuhkan data hidrologi yang memadai. Metode tersebut didasarkan pada

besaran parameter statistik, (modus, median dan probabilitas kejadian) dari

data hidrologi tersebut (Tennant, 1976). Namun demikian, data statistik

tersebut terkadang tidak dapat dihubungkan secara langsung dengan variabel

morfologi sungai, pada penampang yang ditinjau (Liu et al., 2011).

Penerapan metode simulasi habitat (Tharme, 2003; Schneider et al., 2010),

metode holistik (Arthington and Zalucki, 1998; King et al., 2003), bahkan

kombinasi diantara keduanya menjadi terkendala jika data variabel lingkungan

pada sungai yang ditinjau tidak memadai. Metode holistik juga memiliki

keterbatasan, terutama karena ketergantungan metode tersebut pada

kemampuan pakar, sehingga menjadi kendala pada saat diterapkan kembali

pada tempat yang berbeda.

Penelitian ini mengembangkan model baru dalam penentuan debit lingkungan.

Metode baru tersebut berbasis pada morfologi sungai. Studi kasus penelitian ini

dilakukan di Sungai Sekampung, yang terletak pada wilayah administrasi

Provinsi Lampung. Ruas sungai yang dijadikan sebagai daerah kajian adalah

ruas Sungai Sekampung bagian tengah, sebagaimana disajikan pada Gambar 1.1.

Pengembangan metode baru tersebut, bertolak dari perkembangan penelitian

pada topik debit lingkungan, serta didasarkan pada kenyataan bahwa data

hidrologi dan data lingkungan, sebagai data masukan metode penentuan debit

lingkungan, tidak selalu tersedia pada sungai di Indonesia (Wahono et al., 2013,

2014).

Pengembangan metode tersebut, diharapkan dapat memberikan alternatif

solusi dalam menentukan debit lingkungan. Lebih lanjut, kebaruan pada

penelitian ini dipaparkan dalam skema pada Gambar 1.2 berikut.

Page 9: 1 BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/88911/potongan/S3-2015...Debit lingkungan didefinisikan sebagai debit yang harus dijaga, untuk

9

Gam

bar

1.1

Pet

a d

aera

h k

ajia

n d

i ru

as b

agia

n t

enga

h S

un

gai S

ekam

pu

ng

Page 10: 1 BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/88911/potongan/S3-2015...Debit lingkungan didefinisikan sebagai debit yang harus dijaga, untuk

10

Metode hidrologi Tennant (Tennant, 1976)

Metode Flow Duration Curve Analysis,(Fennessey and Vogel, 1990).

Metode Hidrologi 7Q10 (Boner and Furland, 1982)

Pen

entu

an

deb

it l

ing

ku

ng

an

b

erb

asi

s d

ata

hid

rolo

gi

Pengembangan metode analitis air–sedimen sebagai metode penentuan debit lingkungan

(2011–2015)

Studi Sungai Sekampung (Haming, 2003)

Iden

tifi

ka

si a

spek

ker

ua

ng

an

p

ad

a d

eb

it l

ing

ku

ng

an

Deskripsi debit lingkungan Sungai Sekampung pada skala meso (2011–2015)

Metode Magnitude-Frequency (Schmidt and Potyondy, 2004)

Metode wetted perimeter (Gippel and Stewardson, 1998)

Kecepatan Ekologis (Liu et al., 2011)

Iden

tifi

ka

si i

nte

rak

si d

eb

it d

an

m

orf

olo

gi

sun

ga

i

Penentuan debit lingkungan dengan metode pergerakan sedimen dasar sungai

(2011–2015)

Kebaruan topik utama: penentuan debit lingkungan berbasis morfologi sungai (2011–2015)

kebaruan

kebaruan

kebaruan

Erosi dan sedimentasi sungai (Wahono, 2005)

Sub topik Penelitian terkait

Kebaruan Penelitian

Gambar 1.2 Diagram posisi dan kebaruan penelitian