1 bab i pendahuluan a. latar belakang indonesia adalah

35
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara hukum dengan norma fundamental negara yaitu Pancasila dan aturan dasar negara yaitu Undang-Undang Dasar 1945 bertujuan mewujudkan tata kehidupan bangsa yang aman, tertib dan tentram. Untuk mewujudkan tata kehidupan tersebut diperlukan adanya upaya untuk menegakkan keadilan, kebenaran, ketertiban dan kepastian hukum yang merata bagi seluruh masyarakat Indonesia. Berbicara mengenai kepastian hukum, terdapat berbagai problematika hukum di Indonesia yang salah satunya yaitu mengenai hukum waris. Akibat dari kematian seorang manusia di dunia ini dalam bidang hukum adalah masalah status harta benda yang ditinggalkannya. Bila status ini dihubungkan dengan seorang manusia lain yang masih hidup, maka timbullah apa yang dinamakan masalah warisan. Hukum waris adalah : "suatu rangkaian ketentuan-ketentuan, dimana, berhubungan dengan meninggalnya seseorang, akibat-akibatnya di dalam bidang kebendaan, diatur yaitu akibat dari beralihnya harta peninggalan dari seorang yang meninggal, kepada ahli waris baik di dalam hubungannya antara mereka sendiri, maupun dengan pihak ketiga.” 1 1 Ali Afandi, Hukum Waris, Hukum Keluarga, Hukum Pembuktian, ( Jakarta : Rineka Cipta, 1997), hal. 7. Universitas Sumatera Utara

Upload: vuanh

Post on 12-Jan-2017

219 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia adalah negara hukum dengan norma fundamental negara yaitu

Pancasila dan aturan dasar negara yaitu Undang-Undang Dasar 1945 bertujuan

mewujudkan tata kehidupan bangsa yang aman, tertib dan tentram. Untuk

mewujudkan tata kehidupan tersebut diperlukan adanya upaya untuk menegakkan

keadilan, kebenaran, ketertiban dan kepastian hukum yang merata bagi seluruh

masyarakat Indonesia.

Berbicara mengenai kepastian hukum, terdapat berbagai problematika hukum

di Indonesia yang salah satunya yaitu mengenai hukum waris. Akibat dari kematian

seorang manusia di dunia ini dalam bidang hukum adalah masalah status harta benda

yang ditinggalkannya. Bila status ini dihubungkan dengan seorang manusia lain yang

masih hidup, maka timbullah apa yang dinamakan masalah warisan. Hukum waris

adalah :

"suatu rangkaian ketentuan-ketentuan, dimana, berhubungan dengan

meninggalnya seseorang, akibat-akibatnya di dalam bidang kebendaan, diatur

yaitu akibat dari beralihnya harta peninggalan dari seorang yang meninggal,

kepada ahli waris baik di dalam hubungannya antara mereka sendiri, maupun

dengan pihak ketiga.”1

1 Ali Afandi, Hukum Waris, Hukum Keluarga, Hukum Pembuktian, ( Jakarta : Rineka Cipta,1997), hal. 7.

Universitas Sumatera Utara

Page 2: 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah

2

Hukum yang mengatur masalah warisan dinamakan kewarisan dan setiap

lembaga hukum mempunyai hukum kewarisannya masing-masing. Indonesia masih

terdapat pluralisme hukum, sehingga dikenal hukum kewarisan Islam merupakan

ketentuan Al-Quran dan Hadits, hukum kewarisan adat yang beraneka, tergantung di

lingkungan mana masalah warisan itu terbuka dan hukum kewarisan yang diatur

dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUH Perdata).2

Hukum kewarisan mengenai harta peninggalan berlaku setelah kematian

seseorang. Sebelum harta warisan dibagi, diawali dengan penentuan siapa-siapa yang

akan menjadi ahli waris dari harta peninggalan. Untuk menentukan siapa-siapa yang

menjadi ahli waris perlu dibuktikan dengan suatu surat keterangan waris.

Ketentuan pembuatan surat keterangan waris di Negara Indonesia sampai saat

ini msih didasarkan pada pembagian golongan penduduk yang merupakan politik

Belanda untuk penduduk di wilayah jajahannya yaitu Hindia-Belanda. Negara

Indonesia merupakan negara yang pernah mengalami masa penjajahan yaitu

kolonialisasi Belanda. Selama penjajahan, masyarakat Indonesia dibedakan

berdasarkan unsur suku, agama, ras dan golongan. Pembagian dilakukan secara

sistematis, terstruktur oleh Belanda. Pada saat itu penduduk dibedakan menjadi

beberapa golongan seperti dalam Pasal Pasal 163 Indische Staatsregeling (IS) juncto

Pasal 109 Regerings Reglement (RR), yaitu golongan Eropa, golongan Bumi

2 Surini Ahlan Sjarif, Intisari Hukum Waris Menurut Burgerlijk Wetboek ( Kitab Undng-UndangHukum Perdata ), ( Jakarta : Ghalia Indonesia, 1986, hal. 13

Universitas Sumatera Utara

Page 3: 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah

3

Putera/Pribumi, dan golongan Timur Asing. Pembedaan pada golongan penduduk ini

membawa pula perbedaan dalam hukum keperdataan masing-masing golongan

tersebut yang diatur dalam Pasal 131 IS juncto 73 RR. Penggolongan penduduk dan

hukum yang berlaku untuk setiap golongan itu merupakan politik hukum dari

pemerintah kolonial untuk mengawasi penduduk yang berada di daerah jajahannya

dengan politik pembodohan dan politik devide et impera (politik adu domba) untuk

penduduk di wilayah Hindia-Belanda pada saat itu.3

Setelah merdeka, Indonesia menjelma menjadi negara hukum. Eksistensi

Indonesia sebagai negara hukum disebutkan dalam penjelasan Undang-Undang Dasar

Tahun 1945 (UUD 1945) yang kemudian dipertahankan pada perubahan Undang-

Undang Dasar Negara. Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI Tahun 1945)

dalam Pasal 1 ayat (3); “Indonesia ialah negara yang berdasar atas hukum”. Setiap

aspek tindakan pemerintahan dalam suatu negara hukum, baik dalam lapangan

pengaturan maupun dalam lapangan pelayanan, harus didasarkan pada peraturan

perundang-undangan atau berdasarkan pada legalitas.4 Artinya pemerintah tidak dapat

melakukan kebijakan-kebijakannya tanpa dasar kewenangan. Namun, perundang-

undangan sebagai dasar kewenangan tidak dibuat sesuka hati. Terdapat suatu hierarki

tata susunan, berjenjang-jenjang dan berlapis-lapis di mana suatu norma yang lebih

3Sonny Tobelo Manyawa, 2011, “Warisan dan Wasiat” (online), http://sonny-tobelo.blogspot.com/2011/11/warisan-wasiat.html, diakses pada tanggal 15 Januari 2014.

4 Jazim Hamidi, Teori dan Politik Hukum Tata Negara, (Yogyakarta: Total Media, 2009), hal.153.

Universitas Sumatera Utara

Page 4: 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah

4

rendah berlaku, bersumber dan berdasar pada norma yang lebih tinggi, demikian

seterusnya sampai pada suatu norma yang tidak dapat ditelusuri lebih lanjut dan

bersifat hipotesis dan fiktif, yaitu norma dasar (grundnorm).

Berdasarkan Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 tersebut maka dikeluarkanlah Surat

Direktur Jenderal Agraria atas nama Menteri Dalam Negeri tertanggal 20 Desember

1969 No. Dpt/12/63/12/69 tentang Surat Keterangan Warisan dan Pembuktian

Kewarganegaraan yuncto Pasal 42 ayat (1) PP No. 24 tahun 1997 tentang Pendaftaran

Tanah yuncto ketentuan Pasal 111 ayat (1) huruf c Peraturan Kepala Badan

Pertanahan Nasional No. 8 Tahun 2012 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan

Pemerintah No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah (Perkaban No. 8 Tahun

2012), dapat dibuat dalam bentuk surat keterangan hak waris yang kewenangan

pembuataannya dibedakan berdasarkan ras dan golongan penduduk, sebagai berikut:

1. Bagi warga negara Indonesia penduduk asli: surat keterangan ahli waris yang

dibuat oleh para ahli waris dengan disaksikan oleh 2 (dua) orang saksi dan

dikuatkan oleh Kepala Desa/Kelurahan dan Camat tempat tinggal pewaris

pada waktu meninggal dunia;

2. Bagi warga negara Indonesia keturunan Tionghoa: akta surat keterangan

waris dari Notaris,

3. Bagi warga negara Indonesia keturunan Timur Asing lainnya: surat

keterangan waris dari Balai Harta Peninggalan.

Universitas Sumatera Utara

Page 5: 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah

5

Setiap wewenang yang diberikan kepada jabatan harus ada aturan hukumnya.

Sebagai batasan agar jabatan dapat berjalan dengan baik. Dengan demikian jika

seorang Notaris melakukan suatu tindakan di luar wewenangnya yang telah

ditentukan, dapat dikategorikan sebagai perbuatan melanggar wewenang. Bagi warga

Negara Indonesia keturunan tionghoa, berdasarkan Perkaban No. 8 Tahun 2012

tersebut di atas maka surat keterangan warisnya dibuat oleh Notaris. Notaris dalam

menjalankan tugas dan wewenangnya diatur dalam Undang-undang Jabatan Notaris

No. 2 Tahun 2014 (UUJN No. 2 Tahun 2014 ). Wewenang Notaris tercantum dalam

Pasal 15 ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) UUJN No. 2 Tahun 2014, yaitu Pasal 15 ayat

(1) menyebutkan :

‘Notaris berwenang membuat akta otentik mengenai semua perbuatan,

perjanjian, dan ketetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan

dan/ atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam

akta otentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan akta, menyimpan akta,

memberikan grosse, salinan dan kutipan akta, semuanya itu sepanjang pembuatan

akta-akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan pada pejabat lain atau orang

lain yang ditetapkan oleh undang-undang”. Pasal 15 Ayat (2) menyebutkan :

Notaris berwenang pula :

a. Mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat di bawah

tangan dengan mendaftarkan dalam buku khusus;

Universitas Sumatera Utara

Page 6: 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah

6

b. Membubuhkan surat-surat di bawah tangan dengan mendaftarkan dalam buku

khusus;

c. Membuat kopi dari asli surat-surat di bawah tangan berupa salinan yang

memuat uraian sebagaimana ditulis dan digambarkan dalam surat yang

bersangkutan;

d. Melakukan pengesahan kecocokan fotokopi dengan surat aslinya;

e. Memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan akta ;

f. Membuat akta yang berkaitan dengan pertanahan; dan

g. Membuat akta risalah lelang.

Pasal 15 Ayat (3) menyebutkan : “ Selain kewenangan sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) dan ayat (2), Notaris mempunyai kewenangan lain yang diatur dalam

peraturan perundang-undangan.”

Penyebutan wewenang Notaris yang lebih luas berdasarkan Pasal 15 ayat (1)

dan (3) UUJN Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris tidak menyebutkan

secara tegas mengenai wewenang Notaris untuk membuat Surat Keterangan Waris.

Menurut Pasal 15 ayat (1) bahwa wewenang Notaris adalah membuat akta,

bukan membuat surat, seperti Surat Keterangan Waris ( SKW ). Dalam Peraturan

Jabatan Notaris ( PJN ) tidak ditemukan ketentuan yang menegaskan bahwa Notaris

mempunyai kewenangan membuat Surat Keterangan Waris5, demikian pula dalam

5 Menurut I Gede Purwaka, apabila kita teliti pasal-pasal dari Kitab Undang-undang HukumPerdata (BW), ternyata tidak dijumpain adanya pasal yang mengatur mengenai ketentuan yangberhubungan dengan ketentuan hak mewaris yang harus dibuat di hadapan/oleh Notaris. Yang adaadalah ketentuan yang berhubungan dengan pembagian dan pemisahan harta peninggalan sebgaimana

Universitas Sumatera Utara

Page 7: 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah

7

UUJN tidak mengaturnya. Dalam Wet op het Notarisambt (1842) Pasal 38 ayat (2)

dimasukkan ketentuan bahwa Notaris berwenang membuat verklaring van erfrecht

ketika Wet op het Notarisambt (1842) diberlakukan di Indonesia (Hindia Belanda) ke

dalam Het Regelement op het Notarisambt in indonesie (Nederlandsc Indie) 1860

(kemudian diterjemahkan menjadi PJN) ketentuan Notaris berwenang membuat

veklaring van erfrech tidak dimasukkan. Dengan demikian Notaris membuat SKW

hanya merupakan kebiasaan saja (kebiasaan yang berasal dari para Notaris Belanda

yang pernah paraktek di Indonesia yang kemudian diikuti oleh para Notaris

Indonesia)6. Pembuatan keterangan waris oleh seorang Notaris di Indonesia tidak

mempunyai dasar dalam undang-undang Indonesia, seyogyanya kebiasaan ini

dijadikan dasar suatu undang-undang baru.7 Meskipun Notaris di Indonesia sekarang

diatur berdasarkan UUJN, mengenai Notaris berwenang membuat SKW tetap tidak

diatur. Hal ini berbeda dengan Wet op het Notarisambt (1982) dalam Pasal 47

menegaskan bahwa Notaris berwenang membuat veklaring van erfrecht yang

mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta otentik. Kebiasaan tersebut sebaiknya

secara tegas dijelaskan dalam pengaturan kewenangan Notaris di UUJN No. 2 Tahun

2014, sehingga SKW tersebut merupakan kewenangan Notaris dan mempunyai

kekuatan pembuktian sebagai akta otentik.

diatur dalam pasal 1074 KUH Perdata. Dalam Pasal ini ditentukan bahwa Akta Pembagian danPemisahan Harta Peninggalan harus dibuat dihadapan Notaris. I Gede Purwaka, Keterangan HakMewaris yang Dibuat Oleh Notaris, (Program Spesialis Notariat dan Pertanahan, Jakarta : FakultasHukum Universitas Indonesia, 1999), hal. 17.

6 Selanjutnya I Gede Purwaka menegaskan bahwa, Notaris berwenang membuat KeteranganHak Mewaris, hanya berdasarkan kepada penafsiran peraturan perundang-undangan yang berlaku,Ibid, hal. 20.

7 Tan Thong Kie, Studi Notariat, Serba-serbi Praktek Notaris, ( Jakarta : Ichtiar Baru VanHoeve, 1994), hal. 362.

Universitas Sumatera Utara

Page 8: 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah

8

Pada dasarnya hukum memberikan beban tanggung jawab atas perbuatan yang

dilakukan, namun demikian tidak berarti setiap kerugian terhadap pihak ketiga

seluiruhnya menjadi tanggung jawab Notaris, ada kalanya Notaris yang beritikad

baik. Hukum sendiri memberikan batas-batas atau rambu-rambu tanggung jawab

Notaris, sehingga tidak semua kerugian merupakan tanggung jawab Notaris. Inilah

yang dalam ilmu hukum dikenal bentuk perlindungan hukum terhadap Notaris

sebagai pejabat umum yang bertugas memberikan pelayanan masyarakat. Mengenai

ketentuan yang mengatur batas tanggung jawab Notaris dapat dilihat pada Pasal 65

UUJN No. 2 Tahun 2014.

Akta Notaris yang mempunyai kekuatan pembuktina sempurna, namun

apabila melanggar ketentuan tertentu atau dapat dikatakan cacat, maka akta tersebut

akan terdegradasi nilai pembuktiannya menjadi mempunyai kekuatan pembuktian

sebagai akta di bawah tangan, kedudukan akta Notaris yang kemudian mempunyai

kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan merupakan penilaian atas suatu

alat bukti.

Berdasarkan latar belakang di atas, maka dilakukan penelitian dengan

beberapa permasalahan hukum yaitu bagaimana kekuatan hukum akta pembuatan

Surat Keterangan Waris (SKW), bagaimana hak uji materil bagi Notaris atas

pembuatan SKW, dan bagaimana pula perlindungan hukum bagi Notaris yang

beritikad baik. Perumusan masalah hukum yang berkaitan tersebut dalam penelitian

Universitas Sumatera Utara

Page 9: 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah

9

ini diberi judul “Analisis Yuridis Akta Keterangan Waris Yang Dibuat Oleh Notaris

Dalam Ketentuan Pembuatan Akta Otentik Berdasarkan UUJN No. 2 Tahun 2014”.

B. Perumusan Masalah

Ada beberapa pokok permasalahan hukum yang akan dibahas dalam

penyusunan penelitian ini, antara lain:

1. Bagaimana kekuatan hukum Surat Keterangan Waris yang dibuat Notaris

mengandung cacat hukum?

2. Bagaimana tanggung jawab Notaris terhadap Surat Keterangan Waris yang

dibuat Notaris mengandung cacat hukum?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan pada rumusan masalah di atas, maka yang menjadi tujuan

Penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui dan menganalisis bagaimana Surat Keterangan Waris yang

dibuat Notaris mengandung cacat hukum.

2. Untuk mengetahui dan mengalisis bagaimana tanggung jawab Notaris

terhadap Surat Keterangan Waris yang dibuat Notaris mengandung cacat

hukum.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat baik secara teoritis maupun

secara praktis, yaitu:

Universitas Sumatera Utara

Page 10: 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah

10

1. Secara Teoritis

Bagi masyarakat hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai

bahan masukan pengembangan ilmu pengetahuan di bidang hukum khususnya di

bidang Hukum Waris.

2. Secara Praktis

Dengan penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan yang sangat

berharga bagi berbagai pihak yang terkait. Adanya dikriminasi terhadap golongan

penduduk sehingga mengakibatkan perbedaan institusi/pejabat yang berwenang

membuat bukti sebagai ahli waris bagi golongan penduduk tersebut, hal ini

bertentangan dengan norma fundamental negara yaitu Pancasila dan aturan dasar

negara yaitu Undang-Undang Dasar 1945, sudah seharusnya hal ini untuk dipahami

dan dikaji oleh pihak legeslatif maupun eksekutif agar memberikan kepastian hukum

pada peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang hukum waris khususnya

pada kewenangan Notaris yang diharapkan sebagai pejabat satu-satunya dalam

menerbitkan Surat Keterangan Waris, sehingga dikriminasi tersebut dapat

diahapuskan dan memberikan kepastian hukum dan kekuatan hukum bagi pihak yang

membuatnya.

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan Penelitian dan Penelusuran yang telah dilakukan baik terhadap

hasil-hasil yang sudah ada, maupun yang sedang dilakukan khususnya pada

Universitas Sumatera Utara

Page 11: 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah

11

perpustakaan Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara, mengenai penelitian

dengan judul “Analisis Yuridis Akta Keterangan Waris Yang Dibuat Oleh Notaris

Dalam Ketentuan Pembuatan Akta Otentik Berdasarkan UUJN No. 2 Tahun 2014”

belum pernah dilakukan.

Menurut hasil penelusuran di perpustakaan Pasca Sarjana Universitas

Sumatera Utara pernah ada penelitian yang juga membahas mengenai keterangan hak

waris, tapi khusus mengenai keterangan hak waris yang diterbitkan untuk warga

negara Indonesia golongan Tionghoa, yang dilakukan oleh Aida Verwati Wahab,

Mahasiswi Program Magister Kenotariatan Tahun 2000, dengan Judul :Keterangan

Hak Waris Dalam Hukum Perdata (Suatu Kajian Terhadap Warga Negara Indonesia

Keturunan Cina di Kota Medan). Di dalam hasil penelitian tersebut membahas

mengenai :

1. Pejabat yang berwenang mengeluarkan surat keterangan hak waris bagi warga

negara keturuanan cina;

2. Kekuatan pembuktian dari keterangan hak waris yang dikeluarkan oleh Notaris

tanpa melakukan pengecekan ke Daftar Pusat Wasiat, dan

3. Mengapa masih ada dualisme dalam penerbitan surat keterangan hak waris bagi

golongan penduduk yang tunduk pada Kitab Undang-undang Hukum Perdata.

Disamping itu juga ada peneletian mengenai keteragan hak waris oleh Fitreni

Chris Lily, Mahasiswi Program Magister Kenotariatan Tahun 2003, dengan Judul

Universitas Sumatera Utara

Page 12: 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah

12

Pengaturan Mengenai Bukti Keterangan Hak Waris Yang Berlaku Bagi Warga

Negara Indonesia. Di dalam hasil penelitian tersebut membahas mengenai :

1. Apakah peraturan yang sudah ada dapat menjamin tercapainya kepastian

hukum dalam hal penentuan hak-hak kewarisan warga negara Indonesia;

2. Penyebab tidak adanya unifikasi mengenai kewenagan hak waris, dan

3. Bentuk keterangan hak waris yang paling idela yang dikehendaki dalam

praktek.

Dalam penelitian ini yang berjudul Analisis Yuridis Akta Keterangan Waris

Yang Dibuat Oleh Notaris Dalam Ketentuan Pembuatan Akta Otentik Berdasarkan

UUJN No. 2 Tahun 2014 akan membahas mengenai :

1. Bagaimana kekuatan hukum Surat Keterangan Waris yang dibuat Notaris

mengandung cacat hukum?

2. Bagaimana tanggung jawab Notaris terhadap Surat Keterangan Waris yang

dibuat Notaris mengandung cacat hukum?

Dengan demikian stressing point dalam penelitian yang dilakukan ini

sangatlah berbeda. Dengan demikian penelitian ini adalah asli baik dari segi substansi

maupun dari segi permasalahan sehingga dapat dipertanggungjawabkan secara

ilmiah.

F. Kerangka Teori dan Konsepsi

1. Kerangka Teori

Dalam dunia ilmu, teori menempati kedudukan yang penting. Teori

memberikan sarana untuk bisa merangkum serta memahami masalah yang kita

bicarakan secara lebih baik. Hal-hal yang semula tampak dan berdiri sendiri bisa

Universitas Sumatera Utara

Page 13: 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah

13

disatukan dan ditunjukkan kaitannya satu sama lain secara bermakna. Teori, dengan

demikian memberikan penjelasan dengan cara mengorganisasi dan

mensistematisasikan masalah yang dibicarakan.8

Michalos (1980) membagi pengertian teori dalam lima kategori, yaitu:9

a. Teori sebagai pernyataan yang aksiomatis (axiomatic)10 untuk memberi

makna atau pengertian tentang serangkaian fakta yang sebelumnya

membingungkan atau tidak bermakna.

b. Teori sebagai upaya menyusun data dan fakta secara sistematis walaupun

pernyataan-pernyataannya belum tentu aksiomatis.

c. Teori dianggap sebagai generalisasi tak terbatas tentang kebenaran universal

yang ditaati oleh para ilmuan; di sini teori dianggap sebagai “hukum” tentang

kebenaran.

d. Teori sebagai jawaban terhadap persoalan-persoalan ilmiah, tanpa bentuk

yang pasti atau seragam.

e. Teori sebagai aturan-aturan untuk mengambil kesimpulan dalam proses

penelitian.

Kerangka teori merupakan landasan dari teori atau dukungan teori dalam

membangun dan memperkuat kebenaran dari permasalahan yang dianalisis.11

8 Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, ( Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2012 ), hal. 269.9

Internet, http://eprints.rclis.org/17564/1/Penggunaan%20Teori%20dalam%20Penelitian%20Ilmu%20Perpustakaan.pdf, diakses pada tanggal 30 Januari 2014.

10 Dalam dunia ilmu pengetahuan, sebuah aksiom disebut juga postulat atau rumus dasar,merupakan sebuah pernyataan yang dianggap logis dan mengandung kebenaran.

Universitas Sumatera Utara

Page 14: 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah

14

Kerangka teori juga dapat diartikan sebagai kerangka pemikiran atau butir-butir

pendapat, teori, tesis si penulis mengenai sesuatu kasus ataupun permasalahan

(problem), yang menjadi bahan perbandingan, pegangan yang mungkin disetujui atau

tidak disetujui,12 yang nantinya merupakan masukan eksternal dalam penelitian ini.

Menurut Soerjono Soekanto, kerangka teoritis bagi suatu penelitian

mempunyai beberapa kegunaan sebagai berikut :13

a. Teori berguna untuk lebih mempertajam atau lebih mengkhususkan fakta yang

hendak diselidiki atau diuji kebenarannya.

b. Teori sangat berguna dalam mengembangkan sistem klasifikasi fakta,

membina struktur konsep-konsep serta mengembangkan definisi-definisi.

c. Teori biasanya merupakan suatu ikhtisar dari pada hal-hal yang telah

diketahui serta diuji kebenarannya yang menyangkut objek yang diteliti.

d. Teori memberikan kemungkinan pada prediksi fakta mendatang, oleh karena

telah diketahui sebab-sebab terjadinya fakta tersebut dan mungkin faktor-

faktor tersebut akan timbul lagi pada masa-masa mendatang.

e. Teori memberikan petunjuk-petunjuk terhadap kekurangan-kekurangan pada

pengetahuan peneliti.

11 Jimly Asshiddigie, Teori Hans Kelsen Tentang Hukum, (Konstitusi Pres, 2006), hal. 61.12 M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, (Bandung : CV. Mandar Maju, 1994),

hal. 80.13

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta : UI Press, 1986), hal. 121.

Universitas Sumatera Utara

Page 15: 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah

15

Dengan lahirnya beberapa peraturan hukum positif di luar KUHPerdata

sebagai konsekuensi dari asas-asas hukum yang terdapat lapangan hukum kekayaan

dan hukum jaminan inilah diperlukan kerangka teori yang akan dibahas dalam

penelitian ini dengan aliran hukum positivisme yang analitis dari Hans Kelsen. Dalam

aliran hukum positivismenya menjelaskan bahwa “law is a coercive order of human

behavior, it is the primary norm which stipulates the sanction” (hukum adalah

sesuatu perintah memaksa terhadap perilaku manusia. Hukum adalah kaidah primer

yang menetapkan sanksi-sanksi).14

Penelitian ini berusaha untuk menganalisis Bagaimana kekuatan hukum

kekuatan hukum akta pembuatan SKW hak uji materil bagi Notaris atas pembuatan

SKW dan Bagaimana perlindungan hukum bagi Notaris yang beritikad baik.

Sejarah asal-muasal Bangsa Indonesia menemukan berbagai macam ragam

suku atau etnis di Indonesia. Bangsa Indonesia tidak tidak dihuni dan dibangun oleh

salah satu etnis saja, tetapi semua etnis yang ada di Indonesia telah memberikan

kontribusi dalam perjalanan Bangsa Indonesia. Bahkan sebelum masa penjajahan

Portugis, Belanda dan Jepang para penduduk yang ada pada waktu itu tidak

tersegmentasi atau dipisah-pisahkan berdasarkan etnis atau golongan, mereka hidup

saling berdampingan dan tidak mempersoalkan darimana mereka berasal.

Pemisahan penduduk Indonesia berdasarkan etnis dan golongan muncul

setelah penjajahan kolonial Belanda mencengkram Indonesia, untuk kepentingan

14 Achmad Ali, Menguak Teori Hukum, (Jakarta : Kencana, 2009), hal 55.

Universitas Sumatera Utara

Page 16: 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah

16

politiknya telah mengeluarkan aturan yang membagi 3 (tiga) golongan penduduk dan

hukum yang berlaku untuk masing-masing golongan tersebut. Penggolongan

penduduk Indonesia (Hindia –Belanda) berdasarkan ketentuan Pasal 163 IS dan Pasal

109 RR dan hukum yang berlaku untuk tiap golongan penduduk berdasarkan Pasal

131 IS dan Pasal 75 RR yang berasal dari warisan Pemerintah Kolonial Hindia

Belanda.15

Adanya penggolongan penduduk dan hukum yang berlaku untuk tiap

golongan penduduk tersebut merupakan Politik Hukum dari pemerintah Kolonial

untuk mengawasi penduduk yang berada di daerahnya jajahannya dan Politik

Pembodohan dan politik devide et impera (adu domba) untuk penduduk di wilayah

Hindia-Belanda pada waktu. Adanya berbagai peraturan perundangan-perundangan

tersebut di atas, tidak terlepas dari kehadiran peraturan perundang-undangan produk

Kolonial yang sampai saat ini masih dinyatakan berlaku berdasarkan ketentuan Pasal

II Aturan Peralihan UUD 1945.

Pasal 163 IS dan Pasal 109 RR mengenai penggolongan penduduk sebagai

berikut :

1. Golongan Eropa, meliputi :

Semua orang Belanda, semua orang yang berasal dari Eropa, tetapi bukan

Belanda; semua orang Jepang; semua orang yang berasal dari tempat lain,

15 R. Soepomo, Sistem Hukum di Indonesia Sebelum Perang Dunia II, (Pradnya Paramita,Jakarta, 1988), hal.

Universitas Sumatera Utara

Page 17: 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah

17

tetapi tidak termasuk orang Belanda atau orang yang berasal dari Eropa bukan

Belanda, yang di negaranya tunduk kepada hukum keluarga yang asas-asasnya

sama dengan hukum Belanda. Anak sah atau yang diakui menurut undang-

undang dan keturunan selanjutnya dari orang-orang yang berasal dari Eropa

bukan Belanda dan semua orang yang berasal dari tempat lain, tetapi bukan

Belanda atau Eropa yang lahir di Hindia-Belanda.

2. Golongan Bumiputera, meliputi :

Semua orang yang termasuk rakyat asli Hindia-Belanda dan tidak pernah

pindah ke dalam golongan penduduk lain dari golongan Bumiputera;

golongan penduduk lainnya yang telah meleburkan diri menjadi golongan

Bumiputera dengan cara meniru atau mengikuti kehidupan sehari-hari

golongan Bumiputera dan meninggalkan hukumnya atau karena perkawinan.

3. Golongan Timur Asing, meliputi :

Mereka yang tidak termasuk golongan Eropa dan golongan Bumiputera.

Golongan Timur Asing ini dibedakan atas Timur Asing Tionghoa dan Timur

Asing Bukan Tionghoa, seperti Arab, India.

Pasal 131 IS dan 75 RR mengadakan 3 (tiga) golongan hukum yang berlaku

untuk tiap golongan penduduk sebagaimana tersebut di atas, dan ditegaskan sebagai

berikut :

Universitas Sumatera Utara

Page 18: 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah

18

1. Hukum Perdata dan dagang, hukum pidana beserta hukum acara perdata dan

hukum acara pidana harus dikodifisir, yaitu diletakkan dalam suatu kitab

undang-undang. Untuk golongan bangsa Eropa harus dianut (dicontoh)

perundang-undangan yang berlaku di negeri Belanda (azas konkordansi).

2. Untuk golongan bangsa Indonesia Asli dan Timur Asing jika ternyata bahwa

kebutuhan masyarakat mereka menghendakinya, dapatlah peraturan-peraturan

untuk bangsa Eropa dinyatakan berlaku bagi mereka, baik seutuhnya maupun

dengan perubahan-perubahan, dan juga diperbolehkan membuat suatu

peraturan baru bersama; untuk lainnya harus diindahkan aturan-aturan yang

berlaku di kalangan mereka, dari aturan-aturan mana boleh diadakan

penyimpangan jika diminta oleh kepentingan umum atau kebutuhan

kemasyarakatan mereka.

3. Orang Indonesia Asli dan orang Timur Asing, sepanjang mereka belum

ditundukkan di bawah suatu peraturan bersama dengan orang Eropa,

diperbolehkan menundukkan diri pada hukum yang berlaku untuk orang

Eropa, penundukkan boleh dilakukan baik seluruhnya maupun hanya

mengenai suatu perbuatan tertentu.

Sebelum hukum untuk orang Indonesia ditulis di dalam undang-undang, maka

bagi mereka akan tetap berlaku hukum yang sekarang berlaku bagi mereka, ialah

hukum adat asli orang Indonesia.16

16 R. subekti, Pembinaan Hukum Nasional, (Alumni, bandung, 1975), hal. 11

Universitas Sumatera Utara

Page 19: 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah

19

Penggolongan penduduk seperti itu dan hukum yang berlaku untuk tiap

golongan penduduk tersebut17 seharusnya sudah tidak lagi, tetapi dalam kenyataanya

masih diberlakukan, antara lain telah dijadikan dasar hukum dalam pembentukan

aturan hukum yang berlaku setelah Indonesia merdeka untuk pembuatan bukti

sebagai ahli waris seperti tercantum dalam :18

1. Surat Departemen Dalam Negeri Direktorat Jenderal Agraria Direktorat

Pendaftaran Tanah (Kadaster), tanggal 20 Desember 1969, nomor

Dpt/12/63/12/69 tentang Surat Keterangan Warisan dan Pembuktian

Kewarganegaraan.19

2. Pasal 111 ayat (1) huruf c Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional

Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24

Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.

17 Melalui Instruksi Presidium Kabinet Nomor 31/U/IN/12/1966 tanggal 27 Desember 1966,telah diteapkan penghapusan pembedaan golongan penduduk di Indonesiadengan dasar pertimbanganbahwa demi tercapainya pembinaan kesatuan pembinaan kesatuan bangsa Indonesia yang bulat danhomogeny, serta adanya perasaan persamaan nasib di anatar sesama bangsa Indonesia.

18 Mengenai Pembuktian sebagai ahli waris sebagaimana tersebut di atas sebenarnya tidakberlaku umum, tapi hanya untuk kepentingan pendaftaran peralihan hak atas tanah atau pembebananyang berlaku pada Kantor Pendaftaran Tanah atau pada Kantor Pertanahan/Badan Pertanahan Nasional(BPN) yang dikaitkan dengan kewarganegaraan seseorang sehingga ( menurut kedua aturan hukumtersebut ) etnis atau golongan penduduk harus diperhatikan, tapi kedua aturan hukum tersebut seakan-akan menjadi aturan hukum yang umum dalam pembuktian sebagai ahli waris yang masihdiskriminatif. Dengan menempatkan Notaris sebagai satu-satunya pejabat/instusi yang berwenangmembuat bukti ahli waris dalam bentuk formal akta pihak (Akta Keterangan Ahli Waris ), maka telahmengakhiri semua dikriminasi dalam pembuatan bukti ahli waris tersebut. Habib Adjie, PembuktianSebagai Ahli Waris Dengan Akta Notari (Dalam Bentuk Akta Keterangan Ahli Waris), (Bandung : CV.Mandar Maju, Bandung, 2008), hal. 7.

19 Mengenai Pembuktian Kewarganegaraan sudah tidak berlaku lagi, karena sudah dicabutsebagaimana tercantum dalam Penjelasan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentangKewarganegaarn, (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 63, Tambahan LembaranNegara Republik Indonesia Nomor 4634).

Universitas Sumatera Utara

Page 20: 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah

20

Kedua aturan hukum tersebut menetukan, bahwa untuk golongan Eropa,

Cina/Tionghoa, Timur Asing (kecuali orang Arab yang beragama Islam), selama ini

pembuktian mereka sebagai ahli waris berdasarkan Surat Keterangan Waris

(SKW), dalam bentuk Surat Keterangan. Golongan Timur Asing (bukan

Cina/Tionghoa), selama ini pembuktian mereka sebagai ahli waris berdasarkan SKW

yang dibuat oleh Balai Harta Peninggalan (BHP). Pribumi (Bumiputera), selama ini

pembuktian mereka sebagai ahli waris berdasarkan SKW yang dibuat di bawah

tangan, bermaterai, oleh para ahli waris sendiri dan diketahui atau dibenarkan oleh

Lurah dan Camat sesuai dengan tempat tinggal terakhir pewaris.20

Kantor Pertanahan/BPN hanya akan menerima peralihan hak atas sebidang

tanah yang berasal dari warisan kepada ahli warisnya, jika bukti ahli warisnya

berdasarkan etnis atau golongan penduduk. Notaris/PPAT akan meminta bukti

sebagai ahli waris sesuai dengan etnis dan isntusi yang membuatnya, jangan berharap

Kantor Pertanahan/BPN dan Notaris/PPAT akan melayaninya. Padahal Kantor

Pertanahan/BPN tidak membuat arsip sertipikat atau peralihan hak dicatat tersendiri

berdasarkan etnis/ras.

Hal ini menunjukkan bahwa instansi yang terkait mempunyai jiwa penjajahan

Kolonial Belanda, bahkan ada kemungkinan Pemerintah Belanda sekarang ini akan

tertawa jika ternyata bangsa Indonesia masih mempertahankan dan memberlakukan

aturan hukum seperti tersebut di atas masih berdasarkan etnis.

20 Habib Adjie, Ibid, hal. 8.

Universitas Sumatera Utara

Page 21: 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah

21

Masalahnya bila terjadi pencampuran etnis melalui perkawinan, sangat sulit

untuk menulusuri bahwa mereka termasuk dalam ketiga golongan tersebut betul etnis

berdarah Eropa, Cina/Tionghoa, Timur Asing dan Pribumi. Sesuai dengan

perkembangan zaman sudah tentu penggolongan penduduk seperti itu harus sudah

ditinggalkan sebagaimana dikehendaki oleh seluruh rakyat Indonesia, oleh karena itu

bagaimana jadinya jika bukti ahli waris masih harus berdasarkan etnis orang yang

bersangkutan.

Adanya pembedaan pembuktian bukti sebagai ahli wais berdasarkan kepada

golongan penduduk seperti merupakan tindakan diskriminatif sekaligus rasialis, dan

melanggar prinsip-prinsip Hak Azasi Manusia (HAM), maka dengan demikian,

aturan hukum dalam pembuktian sebagai ahli waris yang masih harus berdasarkan

etnis dan instusi yang membuatnya yang berbeda harus segera diakhiri, disamping itu

tidak ada akibat hukum apapun dengan adanya pembedaan bukti ahli waris

berdasarkan etnis tersebut.

Menjadikan Notaris sebagai satu-satunya lembaga atau institusi yang

berwenang untuk membuatnya. Sesuai dengan aturan hukum yang ada, maka Notaris

sebagai satu-satunya lembaga yang dapat membuat bukti sebagai ahli waris tanpa

berdasarkan kepada golongan penduduk atau etnis, agama apapun, tapi untuk seluruh

rakyat Indonesia, dan perkembangannya saat ini Notaris telah bertebaran di seluruh

wilayah Indonesia yang akan melayani seluruh lapisan masyarakat Indonesia tanpa

melihat etnis apapun. Untuk menghilangkan dan menghapus dikriminasi dalam

Universitas Sumatera Utara

Page 22: 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah

22

bentuk formal dan pejabat/isntitusi yang mebuat bukti ahli waris untuk Warga Negara

dan Penduduk Indonesia, maka Notaris diharapkan berperan sebagai satu-satunya

pihak (pejabat/isntitusi) yang dapat membuat bukti sebagai ahli waris tersebut.

Notaris diharapkan secara aktif ikut serta mengimplementasikan nilai-nilai

kemerdekaan dalam suatu tindakan nyata, menjadi agen pembahuruan dalam

membuat bukti ahli waris bagi seluruh Warga Negara Indonesia tanpa melihat

golongan/etnis/suku ataupun agama.

Undang-undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang jabatan Notaris sebagai

unifikasi hukum pengaturan Notaris. Kewenangan Notaris terdapat pada Pasal 15 ayat

(1) dan (2) (ius constitutum), sedangkan Pasal 15 ayat (3) akan berlaku dan mengacu

kepada peraturan perundang-undangan yang berlaku kemudian (ius constituendum).

Kalau dikaji secara cermat, bahwa SKW yang dibuat oleh para Notaris berdasarkan

kebiasaan yang tidak ada dasar hukumnya sama sekali. Dalam praktik Notaris di

Indonesia telah biasa membuat SKW untuk mereka yang termasuk ke dalam etnis

Cina. Praktik Notaris seperti ini tidak pernah ada pengaturannya dalam Peraturan

Jabatan Notaris (Peraturan Jabatan Notaris sebelum lahirnya UUJN No. 2 Tahun

2014), tapi hanya merupakan kebiasaan Notaris yang sebelumnya, kemudian diikutin

secara langsung oleh Notaris yang datang kemudian, tanpa mencari maksud dan

tujuannya bahwa SKW dibuat dibedakan berdasarkan etnis. Hal tersebut merupakan

bentuk diskriminasi dalam pembuatan bukti ahli waris. Meskipun telah menjadi

kebiasaan bagi Notaris untuk membuat SKW , ternyata kebiasaan tersebut tidak

Universitas Sumatera Utara

Page 23: 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah

23

dimasukkan dalam UUJN dan hal ini berakibat tidak adanya wewenang Notaris

dalam membuat SKW yang diatur dalam Pasal 15 UUJN.21

Pembuatan keterangan waris oleh Notaris di Indonesia tidak mempunyai dasar

hukum dalam undang-undang Indonesia, hal ini perlu diperhatikan dan diharapkan

agar pembuatan keterangan waris oleh Notaris dijadikan dasar suatu undang-undang

yang baru.

Pada awalnya jabatan Notaris di Indonesia dan ketentuan-ketentuan untuk

menjalankan jabatan tersebut diatur dalam undang-undang yang dikenal sebagai

Peraturan Jabatan Notaris atau Reglemnent op het Notarisambt tertanggal 11 Januari

1860 dengan Staatsblad 1860 Nomor 3. Peraturan jabatan Notaris yang berlaku di

Indonesai disusun hampir seluruhnya menurut text dari Wet op het Notarisambt di

Negeri Belanda yang dimuat dalam Staatsblad 1842 Nomor 20. Hanya beberapa

peraturan disesuaikan dengan situasi dan kondisi di Indonesia pada masa penjajahan.

Pada masa itu polotik Pemerintah Kolonial Belanda menganut prinsip

konkordnasi (concordantie beginsel), yaitu dalam bidang hukum dan peundang-

undangan pemerintah menggunakan dasar-dasar yang berlaku di Negeri Belanda

untuk ditetapkan di Indonesia.

Juga dalam bidang kenotariatan diperlakukan prinsip konkordansi tersebut.

Oleh sebab itu isi, penulisan text dan penggunaan istilah-istilah dari Peraturan Jabatan

21 Habib Adjie, Sanksi Perdata dan Administratif terhadap Notaris Sebagai Pejabat Publik,(Refika Aditama, Bandung, 2008), hal. 67.

Universitas Sumatera Utara

Page 24: 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah

24

Notaris tidak banyak berbeda dengan ini dan text dari Wet op het Notarisambt. Hanya

mengenai keterangan hak waris yang diatur dalam Pasal 38 Wet op het Notarisambt

terdapat perbedaan.

Pasal tersebut dikonkordansikan ke dalam Pasal 35 Reglement op het

Notarisambt tersebut dalam ayat (2)-nya ada beberapa perbuatan yang di Wet op het

Notarisambt disebutkan tetapi dalam Reglement op het Notarisambt tidak

dicantumkan, antara lain mengenai verklraing van erfrecht atau keterangan hak waris.

Pasal 38 ayat (2) Wet op het Notarisambt ternyata tidak dikutip dengan lengkap ke

dalam Pasal 35 ayat (2) Reglement op het Notarisambt sehingga dasar hukum

pembuatan keterangan hak waris oleh Notaris di Indonesai sama sekali tidak ada

dalam Peraturan Jabatan Notaris.

Pada tahun 1913 di Negeri Belanda dikeluarkan undang-undang yang

bernama de Wet op de Grootboeken der National Schuld yang ada mengatur tentang

bentuk dan isi dari verkraing van erfecht, Pasal 14 dari de Wet op de Grootboeken der

Nationale Schuld antara lain berbunyi :

1. Para ahli waris seseorang yang mempunyai suatu hak terdaftar dalam buku-

buku besar hutang-hutang nasional harus membuktikan hak mereka dengan

suatau keterangan hak waris setelah kematian pewaris dibuktikan;

2. Keterangan hak waris harus memuat data-data berikut :

a. Nama, nama kecil serta tempat tinggal terakhir pewaris;

Universitas Sumatera Utara

Page 25: 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah

25

b. Nama, nama kecil, tempat tinggal dan jika masih di bawah umur, tanggal

dan tahun kelahiran mereka yang mendapat hak dengan menyebutkan

bagian mereka menurut undang-undang dan surat wasiat atau surat

pemisahan dan pemabgian (boedelscheiding);

c. Sedapat mungkin nama, nama kecil dan tempat tinggal wakil anak-anak

di bawah umur (yaitu wali, pemegang kekuasaan orang tua), termasuk

para pengurus khusus (bewindvoerder);

d. Suatu perincian tetap surat wasiat, atau dalam hal pewarisan menurut

undang-undang, hubungan antara pewaris dan para ahli waris, yang

menjadi dasar diperolehnya hak itu;

e. Semua pembatasan yang ditentukan oleh pewaris terhadap hak untuk

memindahtangankan apa yang diperoleh, dengan menyebut nama, nama

kecil dan sedapat mungkin tempat tinggal mereka yang boleh

menerimanya dan mereka yang harus membantunya apabila

pemindahtangan harus dilakukan;

f. Suatu pernyataan pejabat yang membuat keterangan hak waris bahwa dia

telah meyakinkan diri atas kebenaran dari apa yang ditulisnya;

3. Jika warisan itu terbuka dalam negeri ini (Negeri Belanda), keteangan hak

waris dibuat oleh seorang Notaris. Akta yang dibuat dari keterangan itu harus

dikeluarkan in originali;

Universitas Sumatera Utara

Page 26: 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah

26

4. Jika warisan itu terbuka di wilayah jajahan atau di luar negeri, keterangan hak

waris harus dibuat oleh seseorang pejabat yang berwenang di wilayah atau

negeri itu;

5. Dokumen-dokumen untuk membuktikan fakta-fakta tertulis di dalam

keterangan itu harus dilampirkan dengan keterangan hak waris;

6. Para penerima hibah wasiat harus membuktikan hak mereka dengan cara yang

sama sephka erti ahli waris. Disamping itu mereka harus pula membuktikan

bahwa hibab wasiat itu telah diserahkan kepada mereka sesuai degan Pasal

1006 N.B.W (Pasal 959 ayat 1 I.B.W) atau bahwa para ahli waris dan para

legimaris mengakui hak mereka;

Singkatnya, keterangan hak waris harus memuat hal-hal sebagai berikut :

1. Nama lengkap dan alamat terakhir pewaris;

2. Nama lengkap dan tempat tinggal para ahli waris, kalau ada ahli waris

yang belum dewasa sedapat mungkin dicatat hari dan tahun kelahirannya;

3. Ada tidaknya pewaris meninggalkan surat wasiat;

4. Disebutkan hak bagian dari para ahli waris;

5. Nama lengkap dan alamat lengkap para wakil;

6. Penyebutan dasar hubungan pewaris dengan ahli waris;

7. Semua pembatasan kewenangan yang diamatkan oleh pewaris dan

mereka yang terkena pembatasan;

Universitas Sumatera Utara

Page 27: 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah

27

8. Suatu pernyataan dari pejabat yang membuat akta bahwa ia yakin akan

kebenaran semua yang termuat di dalamnya.

Dari ketentuan di atas dapat disimpulkan bahwa keterangan hak waris tidak

perlu memuat keterangan lain dari pada yang disebutkan di atas. Keterangan hak

waris menyebutkan peristiwa-peristiwa yang menyangkut diri pewaris yang tidak

relevan untuk menentukan ahli waris, pewaris, dan pembagian warisan.

Dengan adanya dasar hukum tersebut di atas, para Notaris di negeri Belanda

membuat keterangan waris secara leluasa atas permintaan yang berkepentingan.

Masyarakat di negeri itu memberi penghargaan yang tinggi kepada keterangan hak

waris tersebut, khususnya karena dibuat oleh seorang Notaris yang dianggap ahli

dalam hukum waris.

Bahkan di Belanda para Notaris menjalankan fungsinya yang mirip dengan

hakim. Telah menjadi suatu kenyataan bahwa Notaris yang baik sering berhasil

mencegah dibawanya suatu sengketa ke pengadilan, khususnya dalam hal

penyelesaian urusan warisan. Di Negeri Belanda sedikit sekali terjadi perkara dalam

bidang warisan berkat pekerjaan yang efektif dan bersifat mendamaikan yang

dilakukan oleh Notaris.

Kebiasaan membuat keterangan hak waris serta kepercayaan masyarakat

tersebut dibawa oleh penjajahan ke Indonesia. Keadaan di negeri jajahan

memungkinkan diterimanya kebiasaan ini tanpa suatu peraturan perundang-undangan

yang dikeluarkan khusus untuk Indonesia.

Universitas Sumatera Utara

Page 28: 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah

28

Keterangan hak waris adalah salah satu dari alat bukti bagi pihak yang

berkehendak membuktikan haknya atas harta peninggalan pewaris terhadap pihak

ketiga, akan tetapi hanya sebagai alat bukti permulaan saja. Yang penting bagi pihak

ketiga adalah bahwa ia dengan itikad baik sepatutnya dapat dipercaya, bahwa surat

keterangan hak waris sebagai surat bukti yang dipergunakan tersebut membutikan

kebenaran.

Perbuatan keterangan hak waris oleh seorang Notaris bagi orang-orang yang

tunduk pada Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tidak ada dasar hukumnya dalam

hukum tertulis yang berlaku di Indonesia.

Karena pembuatan surat keterangan hak waris di Indonesai tidak mempunyai

dasar hukum positif, walaupun dibuat oleh seorang Notaris, surat keterangan hak

waris di Indonesia tetap tidak mempunyai kekuatan sebagai alat pembuktian otentik.

Dengan demikian selama ini surat keterangan waris untuk etnis/golongan

penduduk eropa, cina/tiongha, timur asing (kecuali orang arab yang beragama islam)

tidak mempunyai landasan hukum (berdasarkan hukum positif) sama sekali, tetapi

tindakan hukum tersebut hanya merupakan kebiasaan Notaris sebelumnya yang

kemudian diikuti oleh Notaris berikutnya apa adanya, tanpa mengkaji lebih lebih jauh

kewenangan Notaris untu membuat SKW. Bahkan tindakan Notaris seperti itu dapat

dikualifikasikan sebagai tindakan di luar wewenang Notaris.

2. Konsepsi

Dalam pemberian suatu konsep atau pengertian merupakan salah satu unsur

pokok yang penting dalam suatu penelitian, pentingnya konsepsional untuk

Universitas Sumatera Utara

Page 29: 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah

29

menghindari perbedaan pengertian dan penafsiran dari suatu istilah yang digunakan.

Maka perlu diuraikan beberapa konsep yang menjadi pegangan dalam proses

penelitian yaitu :

a. Pewaris

Orang yang meninggal dan meninggalkan harta kekayaan.

b. Ahli Waris

Orang yang berhak atas harta warisan yang ditinggalkan oleh pewarisnya.22

Orang yang berhak menerima pusaka ( peninggalan ) dari orang yang

meninggal.23

c. Hukum waris

Keseluruhan peraturan dengan mana pembuat undang-undang mengatur akibat

hukum dari meninggalnya seseorang, terhadap harta kekayaan, perpindahannya

kepada ahli waris dan hubungannya dengan pihak ketiga.

d. Warisan

Harta yang ditinggalkan oleh orang yang meninggal, baik itu berupa aktiva

maupun pasiva.

e. Keterangan Hak Waris

Suatu surat yang diterbitkan oleh pejabat atau instansi pemrintah yang

berwenang, atau dibuat sendiri oleh segenap ahli yang kemudian dibenarkan dan

dikuatkan oleh Kepala Desa/Lurah atau Camat, yang dijadikan alat bukti yang

22 Ali Parman, Kewarisan Dalam Al-Quran, Cetakan Pertama, (Rajawali Pers, Jakarta, 1995),hal. 41.

23 W.J.S Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia,Cetakan Kelima (Balai Pustaka,Jakarta), hal. 1148.

Universitas Sumatera Utara

Page 30: 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah

30

kuat tentang adanya suatu peralihan hak atas suatu harta peninggalan dari

pewaris kepada ahli waris.24.

f. Akta

Suatu tulisan yang dibuat dengan sengaja untuk dijadikan bukti tentang sesuatu

peristiwa dan ditandatangani oleh pembuatnya.25

g. Pejabat umum

Pejabat umum adalah pejabat yang diangkat dan diberhentikan oleh kekuasaan

umum (pemerintah), dan diberi wewenang serta kewajiban untuk melayani

publik dalam hal-hal tertentu, karena itu ia ikut melaksanakan kewibawaan

pemerintah.26

h. Notaris

Menurut Pasal 1 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang jabatan Notaris,

notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan

kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini. Menurut

Sutrisno, Pasal 1 angka 1 UUJN tersebut merupakan pengertian mengenai notaris

secara umum, untuk definisi apa itu notaris, diuraikan lebih lanjut di dalam Pasal

15 ayat (1) UUJN. Jadi, bila digabung Pasal 1 angka 1 dengan Pasal 15 ayat (1),

terciptalah definisi notaris, yaitu :27

24 I Gede Purwaka, Op. Cit, hal. 525 Rocky Marbun, CS, Kamus Hukum Lengkap, (Visimedia, Jakarta, 2012), hal. 12.26 Sutrisno, Diktat Kuliah tentang Komentar atas Undang-Undang Jabatan Notaris, Buku I,

Medan, 2007, hal. 119.27 Ibid, hal. 117.

Universitas Sumatera Utara

Page 31: 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah

31

Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik,

mengenai semua perbuatan, perjanjian dan ketetapan yang diharuskan oleh

peraturan perundang-undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang

berkepentingan, untuk dinyatakan dalam akta otentik, menjamin kepastian

tanggal pembuatan akta, menyimpan akta, memberikan grosse, salinan dan

kutipan akta, semuanya sepanjang pembuatan akta-akta itu tidak juga ditugaskan

atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh

undang-undang.

G. Metode Penelitian

Meneliti pada hakekatnya berarti mencari, yang dicari dalam penelitian

hukum adalah kaedah, norma atau das sollen, bukan peristiwa, perilaku dalam arti

fakta atau das sein.28 Sebagai suatu penelitian yang ilmiah, maka rangkaian kegiatan

penelitian diawali dengan pengumpulan data hingga analisis data yang dilakukan

dengan memperhatikan kaidah-kaidah penelitian sebagai berikut:

1. Spesifikasi Penelitian

Penelitian yang dilakukan menggunakan metode pendekatan deskriptif

analitis, yaitu memaparkan dan menganalisis data secara sistematis dengan maksud

untuk memberikan data yang seteliti mungkin tentang manusia, keadaan dan gejala-

gejala lainnya. Deskriptif mengandung arti, bahwa penulis ingin menggambarkan dan

28 Soedikno Mertokesumo, Penemuan Hukum Sebuah Pengantar, (Liberty, Yogyakarta,2001), hal. 29.

Universitas Sumatera Utara

Page 32: 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah

32

memberikan data yang seteliti mungkin, sistematis dan menyeluruh. Analisis

mengandung makna, mengelompokkan, menghubungkan dan membandingkan aspek

yang berkaitan dengan masalah secara teori dan praktek.

Jenis penelitian yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah yuridis

normatif yang merupakan penelitian kepustakaan dengan pendekatan historis dan

perundang-undangan (statute approach) serta sinkronisasi vertical dan horizontal

dalam hukum positif di Indonesia. Penelitian hukum normatif atau kepustakaan

menurut Soerjono Soekamto mencakup :29

a. penelitian terhadap asas-asas hukum;

b. penelitian terhadap sitematik hukum;

c. penelitian terhadap sinkronisasi vertical dan horizontal;

d. perbandingan hukum;

e. sejarah hukum.

2. Sumber Data

Pengumpulan data diperoleh dari penelitian kepustakaan yang didukung

penelitian lapangan, sebagai berikut:

a. Penelitian Kepustakaan (library research) yaitu menghimpun data dengan

melakukan penelaahan bahan kepustakaan atau data sekunder yang meliputi

bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tertier.30

29 Soerjono Soekamto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat,(Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2003), hal 7

30 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat,(Jakarta : Rajawali Press, 1995), hal.39.

Universitas Sumatera Utara

Page 33: 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah

33

1) Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat, yakni :

a) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945.

b) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris

(UUJN).

c) Undang-Undang Nomor 12 tahun 2006 tentang Kewarganegaraan.

d) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran

Tanah.

e) Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia

Nomor 8 Tahun 2012.

2) Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang memberikan

penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti hasil-hasil penelitian

dan karya ilmiah dari kalangan hukum yang berkaitan dengan SKW.

3) Bahan Hukum tertier adalah bahan pendukung di luar bidang hukum

seperti kamus ensiklopedia atau majalah yang terkait dengan SKW.

b. Penelitian Lapangan (field research) untuk mendapatkan data yang terkait

dengan penelitian ini, yaitu melakukan wawancara kepada 1 (satu) orang dari

praktisi Pejabat Notaris Kota Medan, 1 (satu) orang Pejabat Lurah, 1

(satu) orang dari Balai Harta Peninggalan.

3. Teknik Pengumpulan Data

Penelitian ini menggunakan bahan dari hasil penelitian kepustakaan yakni

dengan pengumpulan data sekunder yang meliputi bahan hukum primer, bahan

hukum sekunder dan bahan hukum tertier.

Universitas Sumatera Utara

Page 34: 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah

34

Bahan Hukum primer berupa dokumen-dokumen maupun peraturan-peraturan

perundang-undangan yang berlaku dan berkaitan dengan akta otentik yang

mengandung konflik yang dapat menyebabkan notaris menjadi tersangka. Bahan

hukum sekunder adalah bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan

hukum primer, yaitu pandangan para ahli hukum. Selanjutnya bahan hukum tertier

adalah bahan hukum yang memberikan petunjuk atau penjelasan terhadap bahan

dokumen yang terkait selanjutnya digunakan untuk kerangka teoritis pada penelitian

lapangan hukum primer dan sekunder.

Penelitian ini dilakukan dengan menggabungkan dua metode pengumpulan

data, yaitu studi pustaka/studi dokumen (documentary study) dan penelitian lapangan

(Field Research).

Studi kepustakaan/studi dokumen (documentary study) ini dimaksudkan untuk

memperoleh data, berupa bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, maupun

bahan hukum tertier, dengan memperhatikan beberapa karakteristik, yaitu

mempunyai relevansi dengan penelitian yang akan dilakukan, akurasi datanya serta

aktualitas.

Untuk melengkapi data sekunder, maka penelitian ini juga didukung oleh data

primer yang diperoleh melalui Penelitian lapangan (Field Research). Penelitian ini

dilakukan dengan wawancara mendalam yang menggunakan pedoman wawancara

(interview) kepada 1 (satu) orang dari praktisi Pejabat Notaris Kota Medan, 1 (satu)

orang dari Pejabat Lurah, 1 (satu) dari Pegawai Balai Harta Peninggalan.

Universitas Sumatera Utara

Page 35: 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah

35

4. Alat Pengumpul Data

Penelitian ini menggunakan 2 (dua) alat pengumpulan data yaitu:

a. Studi Dokumen untuk mengumpulkan data sekunder yang terkait dengan

permasalahan yang diajukan, dengan cara mempelajari buku- buku, hasil

penelitian dan dokumen-dokumen perundang-undangan yang terkait

selanjutnya digunakan untuk kerangka teoritis pada penelitian lapangan.

b. Wawancara, yang dilakukan dengan pedoman wawancara yang terstruktur

kepada responden yang telah ditetapkan yang terkait dengan SKW.

5. Analisis Data

Dalam suatu penelitian diperlukan adanya analisis terhadap data yang

ditemukan yang gunanya akan memberikan jawaban terhadap permasalahan dari

penelitian yang dilakukan. Analisis data yang digunakan dalam penelitian tesis ini

adalah analisis data kualitatif, yaitu analisis data yang tidak mempergunakan angka-

angka tetapi berdasarkan atas peraturan perundang-undangan, pandangan-pandangan

responden hingga dapat menjawab permasalahan dari penelitian ini.

Semua data yang diperoleh kemudian dikelompokkan atas data yang sejenis

untuk kepentingan analisis, dan disusun secara logis sistematis untuk selanjutnya

ditarik kesimpulan dengan menggunakan metode pendekatan deduktif. Kesimpulan

adalah merupakan jawaban khusus atas permasalahan yang diteliti, sehingga

diharapkan akan memberikan solusi atas permasalahan dalam penelitian ini.

Universitas Sumatera Utara