1 bab i pendahuluan 1.1 latar belakang pelayanan
TRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pelayanan kefarmasian merupakan pelayanan kesehatan yang mempunyai
peran penting dalam mewujudkan kesehatan bermutu, dimana apoteker sebagai
bagian dari tenaga kesehatan mempunyai tugas dan tanggung jawab dalam
mewujudkan pelayanan kefarmasian yang berkualitas. Layanan kefarmasian
selain menjadi tuntutan profesionalisme juga dapat dilihat sebagai faktor yang
menarik minat konsumen terhadap pembelian obat di apotek. Pelayanan
kefarmasian meliputi penampilan apotek, keramahan petugas, pelayanan
informasi obat, ketersediaan obat, dan kecepatan pelayanan.
Penelitian yang dilakukan oleh Muslicnah, dkk (2010), faktor lingkungan
(penampilan apotek), 76,86% masyarakat menginginkan penampilan apotek yang
baik. Penelitian yang dilakukan oleh Mote (2009), pasien mengharapkan petugas
yang ramah dalam melayani adalah sebesar 80,6%. Penelitian yang dilakukan oleh
Abdullah, dkk (2010), 93,4% masyarakat membutuhkan pelayanan informasi obat
di apotek. Penelitian yang dilakukan oleh Firdaus dan Muliksin (2010), 70%
masyarakat menyatakan ketersediaan obat yang lengkap merupakan hal yang
penting. Penelitian yang dilakukan oleh Kurniawan (2012), 86.7% pasien puas
bila mendapat pelayanan yang cepat, tetapi layanan kefarmasian di apotek saat
ini masih belum banyak dipraktekkan, jika ada beberapa yang telah melakukannya
kemungkinan masih belum optimal dan menjadikan faktor pertimbangan dalam
pemilihan sebuah apotek. Penelitian yang dilakukan oleh Ginting (2009), apotek
1
2
yang melaksanakan standar pelayanan kefarmasian hanya 47,63%, sedangkan
penelitian yang dilakukan oleh Rachmandani dkk (2011), tentang pelaksanaan
pelayanan kefarmasian di apotek baru dilakukan sebesar 56,16%. Meningkatnya
status perekonomian masyarakat, kemudahan komunikasi serta peningkatan
pengetahuan sebagai hasil pembangunan nasional di segala bidang telah
menyebabkan masyarakat menuntut pelayanan kesehatan yang lebih bermutu,
ramah serta sanggup memenuhi kebutuhan masyarakat.
Kepuasan pasien menggunakan jasa apotek merupakan cerminan hasil dari
mutu pelayanan kesehatan yang diberikan di apotek. Pelayanan tersebut dapat
berupa interaksi dengan pelayanan medis, pasien, atau sistem pelayanan
kesehatan secara keseluruhan baik itu dari administrasi, keuangan, serta tenaga
kesehatan. Kepuasan menggunakan jasa apotek merupakan sikap dari konsumen
dalam menentukan arah dan tujuan akhir dalam proses memahami pemakian obat
secara tepat atau pembelian suatu produk obat (Alfianasari, 2010), sehingga
kepuasan pasien menggunakan jasa apotek dapat digunakan sebagai tolak ukur
untuk melihat seberapa besar kepuasan pasien atas pelayanan yang diberikan.
Apotek sebagai sarana kesehatan yang dibutuhkan oleh masyarakat untuk
mendapatkan obat. Menurut Peraturan Pemerintah (PP) 51 Tahun 2009, apotek
merupakan sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktek kefarmasian
oleh apoteker (Depkes, 2009). Perkembangan yang pesat telah terjadi di apotek
dengan bergesernya orientasi seorang apoteker dari product atau drug oriented
menjadi patient oriented, yang bertujuan membantu pasien memperoleh dan
menggunakan obat yang tepat.
3
Kota Denpasar merupakan Ibukota Provinsi Bali juga merupakan pusat
kegiatan bisnis. Menurut laporan Dinas Kesehatan Provinsi Bali (2012), Kota
Denpasar memiliki jumlah apotek paling banyak dibandingkan dengan kabupaten
lainnya. Apotek yang terletak di Kota Denpasar berjumlah 194, dengan jumlah
apotek yang cukup banyak di Kota Denpasar diperlukan pelayanan kefarmasian
untuk memberikan kepuasan dalam menggunakan jasa apotek. Studi pendahuluan
yang sudah dilakukan untuk mengetahui jumlah penjualan obat pada tanggal 8-9
Oktober 2013 di empat apotek Kota Denpasar (Apotek Nita Anandi, Apotek
Swan, Apotek Puri Andika, dan Apotek Sripada). Data penjualan yang
dikumpulkan pada bulan Mei-Agustus 2013, menunjukkan gambaran jumlah total
penjualan obat di empat apotek tersebut meningkat menjadi 5-15% dari total
penjualan obat di masing-masing apotek pada bulan Mei sampai dengan bulan
Agustus 2013. Peningkatan jumlah penjualan obat pada bulan Mei-Agustus di
empat apotek kota Denpasar disebabkan, karena apotek tersebut memberikan
pelayanan kefarmasian kepada pasien. Hasil wawancara dengan beberapa pasien
yang membeli obat di empat apotek tersebut pada tanggal 6-8 Januari 2014,
pasien kembali ke apotek tersebut, karena pasien mendapatkan informasi obat
yang dibeli dan obat yang tersedia di apotek tersebut lengkap serta petugas apotek
yang melayani sangat ramah. Berdasarkan jumlah apotek, data peningkatan
penjualan obat dan hasil wawancara beberapa pasien dapat diketahui bahwa
pelayanan kefarmasian berhubungan dengan kepuasan menggunakan jasa apotek,
sehingga perlu dilakukan penelitian mengenai hubungan pelayanan kefarmasian
dengan kepuasan pasien menggunakan jasa apotek di Kota Denpasar.
4
Studi pendahuluan mengenai Analisis Pengaruh Persepsi Layanan Farmasi
Pasien Unit Rawat Jalan Terhadap Minat Beli Obat Ulang di Instalasi Farmasi
RSI Ibnu Sina Arsi Padang tahun 2006 dengan penelitian yang dilakukan
sekarang terdapat perbedaan, tentang fungsi dari pelayanan kesehatan. Instalasi
Farmasi hanya dapat memberikan pelayanan kesehatan berdasarkan pelayanan
resep dari dalam instalasi tersebut dan tidak boleh melayani pelayanan resep
selain dari instalasi rumah sakit tersebut, sedangkan penelitian sekarang
menggunakan apotek yang dapat melayani pelayanan resep dan pelayanan non-
resep, sehingga penelitian ini melengkapi atau menambahkan dari hasil penelitian
terdahulu.
Manfaat penelitian ini diharapkan dapat mengetahui hubungan pelayanan
kefarmasian dengan kepuasan pasien menggunakan jasa apotek, selain itu juga
penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan informasi kesehatan kepada
pasien khususnya mengenai obat-obatan untuk meningkatkan kualitas kesehatan
pasien.
1.2 Rumusan Masalah
Dari uraian latar belakang diatas dapat diambil suatu rumusan masalah
sebagai berikut :
1. Apakah ada hubungan pelayanan kefarmasian berdasarkan penampilan
apotek dengan kepuasan pasien menggunakan jasa apotek di Kota
Denpasar ?
5
2. Apakah ada hubungan pelayanan kefarmasian berdasarkan keramahan
petugas apotek dengan kepuasan pasien menggunakan jasa apotek di
Kota Denpasar ?
3. Apakah ada hubungan pelayanan kefarmasian berdasarkan pelayanan
informasi obat di apotek dengan kepuasan pasien menggunakan jasa
apotek di Kota Denpasar ?
4. Apakah ada hubungan pelayanan kefarmasian berdasarkan ketersediaan
obat apotek dengan kepuasan pasien menggunakan jasa apotek di Kota
Denpasar ?
5. Apakah ada hubungan pelayanan kefarmasian berdasarkan kecepatan
pelayanan apotek dengan kepuasan pasien menggunakan jasa apotek
di Kota Denpasar ?
6. Apakah ada hubungan pelayanan kefarmasian dengan kepuasan pasien
menggunakan jasa apotek di Kota Denpasar?
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan pelayanan kefarmasian dengan kepuasan pasien
membeli obat pada apotek-apotek di Kota Denpasar.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui terdapatnya hubungan pelayanan kefarmasian
berdasarkan penampilan apotek dengan kepuasan pasien menggunakan
jasa apotek di Kota Denpasar.
6
2. Untuk mengetahui terdapatnya hubungan pelayanan kefarmasian
berdasarkan keramahan petugas apotek dengan kepuasan pasien
menggunakan jasa apotek di Kota Denpasar.
3. Untuk mengetahui terdapatnya hubungan pelayanan kefarmasian
berdasarkan pelayanan informasi obat di apotek dengan kepuasan
pasien menggunakan jasa apotek di Kota Denpasar.
4. Untuk mengetahui terdapatnya hubungan pelayanan kefarmasian
berdasarkan ketersediaan obat di apotek dengan kepuasan pasien
menggunakan jasa apotek di Kota Denpasar.
5. Untuk mengetahui terdapatnya hubungan pelayanan kefarmasian
berdasarkan kecepatan pelayanan apotek dengan kepuasan pasien
menggunakan jasa apotek di Kota Denpasar.
6. Untuk mengetahui terdapatnya hubungan pelayanan kefarmasian
dengan kepuasan pasien menggunakan jasa apotek di Kota Denpasar.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Teoritis
Melalui penelitian ini diharapkan dapat memberikan mutu informasi
kesehatan mengenai pelayanan kefarmasian berdasarkan penampilan apotek,
keramahan petugas apotek, pelayanan informasi obat di apotek, ketersediaan obat
di apotek, dan kecepatan pelayanan di apotek dengan kepuasan pasien
menggunakan jasa apotek.
7
1.4.2 Manfaat Praktis
Memberikan informasi kesehatan dengan melaksanakan pelayanan
kefarmasian (penampilan apotek, keramahan petugas apotek, pelayanan informasi
obat di apotek, ketersediaan obat apotek, dan kecepatan pelayanan di apotek)
kepada pasien terutama dalam penggunaan obat yang rasional, sehingga
meningkatkan kualitas kesehatan pasien.
8
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Gambaran Kesehatan Indonesia Mengenai Obat-Obatan
Obat merupakan salah satu komponen yang tidak tergantikan dalam
pelayanan kesehatan. Akses terhadap obat merupakan salah satu hak asasi
manusia. Kebijakan pemerintah terhdap peningkatan akses obat dilakukan melalui
kebijakan seperti undang-undang sampai keputusam menteri kesehatan yang
mengatur berbagai ketentuan tentang obat (Suryani, dkk, 2013). Hasil Rikerdas
(2013), 35,2% rumah tangga di Indonesia menyimpan obat untuk swamedikasi
dengan presentase obat yang disimpan adalah 35,7% obat keras dan antibiotika
27,8%. Terdapatnya obat keras dan antibiotika untuk swamedikasi menunjukkan
pengunaan obat yang tidak rasional. Data Rikerdas (2013) juga menunjukkan
bahwa 63,1% sumber informasi obat-obatan di perkotan maupun di pedesaan
paling banyak diperoleh dari tenaga kesehatan, sehingga disini sangat diperlukan
peran seorang apoteker dalam memberikan pelayanan kefarmasian untuk bisa
mencegah pengunaan obat yang tidak rasional yang terjadi di masyarakat.
Salah satu pendapatan industri farmasi adalah berasal dari penjualan obat,
tetapi fakta yang menunjukkan bahwa belanja kesehatan di Indonesia kurang dari
3% dari nilai produk domestik bruto yang mengindikasikan rendahnya daya beli
masyarakat terhadap obat (Bank Dunia, 2008). Data yang didapat dari Bank
Dunia (2008), sumber utama pelayanan penduduk saat sakit adalah pedagang obat
salah satunya adalah apotek. Sebagian besar masyarakat membeli obat-obatan dari
8
9
sektor swasta dan daya beli masyarakat terhadap obat-obatan sebesar 15%
(BPS,2006). Dibandingkan dengan negara Asia Tenggara lainnya seperti Thailand
dan Filiphina, daya beli masyarakat di negara tersebut terhadap obat-obatan lebih
tinggi sebesar 65% dan 48% (Djuhaeni, 2009). Salah satu penyebab rendahnya
daya beli masyarakat Indonesia terhadap obat adalah kurang maksimalnya
pelayanan kefarmasian (Rachmandani dkk, 2011).
2.2 Pelayanan Kefarmasian
Pelayanan kefarmasian merupakan suatu pelayanan langsung dan
bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi dengan
maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu kesehatan pasien
(Depkes, 2009).
Pelayanan kefarmasian pada saat ini telah bergeser orientasinya dari obat ke
pasien yang mengacu kepada Pharmaceutical Care. Kegiatan pelayanan
kefarmasian yang semula hanya berfokus pada pengelolaan obat sebagai komoditi
menjadi pelayanan yang komprehensif yang bertujuan untuk meningkatkan
kualitas hidup dari pasien. Penggunaan pelayanan kefarmasian tidak hanya
digunakan untuk pelayanan resep tapi juga untuk pengobatan sendiri
(swamedikasi) (Gupta, dkk., 2011). Sebagai salah satu penyedia layanan
kesehatan, apoteker memiliki peran dan tanggungjawab yang besar pada
swamedikasi. Peran dan tanggungjawab apoteker ini didasarkan pada filosofi
Pharmaceutical Care, yaitu tanggung jawab apoteker dalam hal farmakoterapi
dengan tujuan untuk mencapai keluaran yang dapat meningkatkan kualitas hidup
10
pasien. Didasarkan pada filosofi ini, maka tanggung jawab apoteker adalah
mengidentifikasi, memecahkan, dan mencegah terjadinya masalah yang
berhubungan dengan obat (drug–related problems), sehingga dapat tercapai
keluaran terapi yang optimal (ISFI, 2005). Standar pelayanan kefarmasian di
apotek ini meliputi penampilan apotek, keramahan petugas apotek, pelayanan
informasi obat di apotek, ketersediaan obat di apotek, dan kecepatan pelayanan di
apotek (Depkes RI, 2004).
2.2.1 Standar Pelayanan Kefarmasian
2.2.1.1 Penampilan apotek
Dalam hal pemilihan lokasi apotek hendaknya mempertimbangkan keadaan
sekitar, misalnya adanya sarana kesehatan baik rumah sakit, praktek dokter,
mantri (desa), bidan, klinik, dan puskesmas, selain itu hendaknya dipilih daerah
yang dekat dengan pusat keramaian seperti pasar atau terminal dan juga
pemukiman penduduk (Muslicnah, 2010). Penampilan apotek adalah keadaan
secara fisik dari penampilan apotek menyangkut penataan ruang tunggu dan
desain interior (etalase obat), kebersihan dan kenyamanan ruang tunggu serta
fasilitas penunjang lainnya seperti adanya TV, AC, koran, toilet, telpon dan
penampilan petugas, serta informasi secara umum berupa poster maupun papan
pemberitahuan tentang prosedur pelayanan. Lingkungan fisik apotek harus
tersedia ruangan, peralatan dan fasilitas lain yang mendukung administrasi,
profesionalisme dan fungsi teknik pelayanan farmasi sehingga menjamin
terselenggaranya pelayanan farmasi yang fungsional dan profesional (Ifmaily,
2006).
11
2.2.1.2 Keramahan Petugas Apotek
Sistem pelayanan kepada pelanggan harus ramah (senyum, sapa, salam),
cepat, tepat, serta dengan informasi yang jelas. Keramahan pada pelanggan sangat
penting agar mereka merasa dihargai, sehingga bisa menjadi pelanggan yang setia.
Petugas melakukan komunikasi yang baik dan memahami kebutuhan pelanggan
(Walgito, 2006). Hal tersebut dapat dicapai apabila jumlah petugas cukup,
sehingga beban pekerjaan tidak terlalu berat, dengan demikian akan memberi
kesempatan kepada petugas untuk bersikap ramah. Baik atau buruknya suatu
pelayanan kesehatan menurut pasien diantaranya adalah dari sikap petugas
kesehatan. Pelayanan kesehatan dipandang baik karena petugasnya ramah,
bersahabat, sabar dan komunikatif. Sebaliknya jika pelayanan kesehatan dianggap
kurang baik karena petugasnya kasar dan berbicara kurang sopan (Yunevy dan
Haksamana, 2013).
2.2.1.3 Pelayanan Informasi Obat di Apotek
Informasi obat adalah setiap data atau pengetahuan obyektif diuraikan secara
ilmiah dan terdokumentasi mencakup farmakologi, toksikologi, dan farmakoterapi
obat. Pelayanan informasi obat adalah pengumpulan, pengkajian pengevaluasian,
pengindeksan, pengorgarnisasian, penyimpanan, peringkasan, pendistribusian,
penyebaran serta penyampaian informasi tentang obat dalam berbagai bentuk dan
berbagai metode kepada pengguna. Perilaku penggunaan obat oleh pasien dapat
dipengaruhi tingkat pengetahuan pasien dan efektifitas informasi yang diterima
oleh pasien mengenai obat yang digunakan. Pelayanan informasi obat kepada
pasien bertujuan agar pasien mengetahui penggunaan obat yang diterimanya.
12
Informasi yang diberikan antara lain nama obat, indikasi obat, dosis, cara
penggunaan, interaksi obat atau dengan makanan, efek samping, dan cara
penyimpanan (Siregar, 2005), sehingga dapat disimpulkan Pelayanan informasi
obat (PIO) merupakan kegiatan penyediaan dan pemberian informasi serta
rekomendasi obat yang akurat oleh apoteker kepada pasien.
2.2.1.4 Ketersediaan Obat di Apotek
Lengkap dan akurat dalam penyediaan obat harus sesuai dengan standar
penyediaan obat di apotek yaitu meliputi obat bebas, obat bebas terbatas, dan
obat OWA (Obat Wajib Apotek). Obat bebas dan obat bebas terbatas merupakan
obat yang memiliki logo lingkaran berwarna hijau dan lingkaran berwarna biru
yang meliputi obat penurun panas, batuk dan vitamin, sedangkan obat OWA
meliputi obat oral kontrasepsi, obat saluran cerna, obat mulut serta tenggorokan,
obat saluran nafas, obat yang mempengaruhi sistem neuromuscular (analgesik),
antiparasit dan obat kulit (BPOM, 2004). Ketersediaan obat merupakan salah satu
pelayanan kefarmasian yang dilakukan dalam menentukan jenis dan jumlah obat
yang ada di dalam apotek. Ketersediaan obat di apotek merupakan faktor utama
dalam menghadapi persaingan dengan apotek sekitarnya. Pemesanan obat di
pesan dari PBF (Pedagang Besar Farmasi) dengan memberikan SP (Surat
Pesanan) yang ditanda tangani oleh apoteker penanggung jawab apotek.
Ketersediaan obat dalam suatu apotek meliputi variasi jenis, tipe ukuran
kemasan barang yang dijual, dan macam-macam rasa dari suatu produk yang akan
dibeli (Yuliana, 2009).
13
2.2.1.5 Kecepatan Pelayanan Petugas Apotek
Kecepatan yaitu suatu kemampuan untuk mencapai target secara cepat sesuai
waktu yang ditentukan. Pelayanan adalah suatu bagian atau urutan yang terjadi
dalam interaksi langsung antara seseorang dengan orang lain atau mesin secara
fisik dan menyediakan kepuasan pelanggan (Oktavia.,dkk, 2012). Dapat
disimpulkan kecepatan pelayanan adalah target pelayanan yang dapat diselesaikan
dalam waktu yang telah ditentukan oleh unit penyelenggaraan pelayanan dengan
tujuan tercapainya kepuasan pelanggan. Secara teoritis pasien tidak ingin
mengalami kesulitan atau membutuhkan waktu yang lama dan antrian yang
panjang untuk menunggu, tidak berdaya serta merasa terlantar, apabila keinginan
pasien dengan cepat mendapatkan pelayanan terpenuhi maka akan timbul rasa
kepercayaan pasien untuk kembali membeli obat di tempat tersebut (Trimurthy,
2009). Pada dasarnya manusia ingin kemudahan, begitu juga dengan mencari
pelayanan kesehatan, mereka suka pelayanan yang cepat mulai dari pendaftaran
sampai pada waktu pulang (Naik dkk, 2010)
2.3 Kepuasan Pasien Menggunakan Jasa Apotek Di Kota Denpasar
Kepuasan pasien menggunakan jasa apotek memiliki arti bahwa pelanggan
atau pasien mengerti cara pemakian obat atau membeli produk tertentu di apotek
(Angelova dan Zekiri, 2011). Proses informasi dan komponen kepuasan secara
bersama-sama akan menjadi elemen yang penting sebagai kepuasan pasien
(Kusuma, 2009). Dapat disimpukan kepuasan pasien menggunakan jasa apotek
merupakan informasi dan komponen pengetahuan serta keinginan yang timbul
14
dalam diri pelanggan untuk membeli obat di apotek dan mengerti aturan dan
pemakian obat tersebut.
Salah satu pendekatan kualitas pelayanan yang banyak dijadikan acuan
adalah model kesenjangan kualitas jasa dengan metode servqual (service quality)
yang dikembangkan oleh Parasuraman, Zeithaml dan Berry (Kotler, 2006).
Servqual dikembangkan atas adanya perbandingan dua faktor utama yaitu
persepsi pelanggan atas layanan nyata yang mereka terima (perceived service)
dengan layanan yang sesungguhnya diharapkan (expected service). Untuk
penilaian kualitas pelayanan tercakup lima dimensi pelayanan, yaitu reliability
(kehandalan), responsiveness (daya tanggap), assurance (jaminan), empathy, dan
tangibles (bukti fisik) (Jasfar, 2005). Jika kenyataan lebih dari yang diharapkan,
maka layanan dapat dikatakan bermutu, sedangkan jika kenyataan kurang dari
yang diharapkan, maka layanan dikatakan tidak bermutu. Apabila kenyataan sama
dengan yang diharapkan, maka layanan disebut memuaskan. Oleh karena itu
servqual didefinisikan sebagai seberapa jauh perbedaan antara kenyataan dan
harapan pelanggan atas pelayanan yang mereka terima (Malasari dkk, 2011).
Kepuasan pasien menggunakan jasa apotek dipengaruhi oleh hal seperti
layanan yang diberikan (Yakup dkk, 2011). Selain itu juga citra tempat pembelian
juga memiliki peran yang berpengaruh terhadap frekuensi pembelian pelanggan
pada suatu perusahaan tertentu (Puccinelli,dkk, 2009). Kepuasan pasien dapat
mempengaruhi minat untuk kembali ke apotek yang sama dalam melakukan
pembelian obat, selain itu juga kepuasan atas produk akan mempengaruhi pola
perilaku selanjutnya seperti minat membeli ulang produk (Prastiwi dan Ayubi,
15
2010). Menurut penelitian yang dilakukan oleh Saidani dan Samsul (2012),
kepuasan konsumen akan mempengaruhi keputusan membeli konsumen. Hal ini
juga didukung oleh penelitian yang dilakukan Ahmadi (2013), kualitas pelayanan
akan berpengaruh positif terhadap kepuasan konsumen.
2.4 Hubungan Pelayanan Kefarmasian Dengan Kepuasan Pasien
Menggunakan Jasa Apotek di Kota Denpasar
2.4.1 Hubungan Penampilan Apotek Dengan Kepuasan Pasien
Menggunakan Jasa Apotek.
Kenyamanan dalam menunggu merupakan salah satu faktor yang dapat
mempengaruhi kepuasan pasien membeli obat di apotek, dan hal yang memberi
kenyamanan pada pelanggan adalah penampilan fisik yang menarik dan
tersedianya sarana penunjang. Penampilan karyawan yang rapi dan khas
merupakan hal yang perlu diperhatikan juga, tentu akan memberikan karakteristik
tersendiri sebagai pemberi image (citra) tentang suatu produk jasa pelayanan yang
akan diberikan serta dijual kepada konsumen (Tlapana,2009). Fasilitas yang baik
tergantung dari letak pencahayaan, tata letak pengaturan interior, dan kebersihan,
sehingga akan meningkatkan loyalitas pasien untuk berkunjung ketempat tersebut
dan merekomendasikan tempat tersebut ke orang lain (Ryu & Han, 2010).
Penelitian yang dilakukan oleh Cornelia dan Veronica (2009), penampilan fisik
berpengaruh positif terhadap loyalitas konsumen. Hal ini juga sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Sidharta (2009), bahwa penampilan fisik akan
mempengaruhi kunjungan kembali konsumen.
16
2.4.2 Hubungan Keramahan Petugas Dengan Kepuasan Pasien
Menggunakan Jasa Apotek
Hubungan antar manusia yang baik menanamkan kepercayaan dan
kredibilitas dengan cara menghargai, menjaga rahasia, menghormati, responsif,
memberikan perhatian, dan ini mempunyai andil besar dalam konseling yang
efektif. Pasien yang diperlakukan kurang baik cenderung untuk mengabaikan
saran dan nasehat petugas (Yunevy dan Haksamana, 2013). Kepuasan pasien di
ukur dari tingkat subyektif, baik itu dari keadaan emosional atau kebutuhan yang
diperlukan, dimana salah satunya tingkat kepuasan pasien dapat diukur melalui
keramahan pegawai (Curakovic dkk, 2011). Penelitian yang dilakukan oleh
Manurung (2010), mengatakan bahwa keramahan petugas memiliki hubungan
positif dengan minat kembali menebus resep obat. Hal ini juga didukung oleh
penelitian yang dilakukan Saragih, dkk (2010) yang menyatakan terdapat
pengaruh antara keramahan petugas terhadap loyalitas pasien.
2.4.3. Hubungan Pelayanan Informasi Obat Dengan Kepuasan Pasien
Menggunakan Jasa Apotek
Pelayanan informasi obat (PIO) merupakan kegiatan penyediaan dan
pemberian informasi serta rekomendasi obat yang akurat, oleh apoteker kepada
pasien . Memberikan informasi tersebut perlu penguasaan teknik komunikasi yang
berkaitan dengan pemahaman mengenai latar belakang sosial, ekonomi, dan
budaya. Informasi yang diberikan tidak harus ilmiah yang terpenting penerima
mudah mengerti, memahami, dan menerima informasi yang dibutuhkan.
Informasi yang disampaikan secara ringkas, jelas, terbukti dan menghindari sifat
17
menggurui, memaksa dan menyalahkan (Trimurthy, 2009). Penelitian yang
dilakukan oleh Sulistyawati, dkk (2011), terdapat pengaruh positif antara
pelayanan informasi obat terhadap kepuasan pasien membeli obat. Sama halnya
dengan penelitian yang dilakukan oleh Ifmaily (2006), pelayanan informasi obat
akan mempengaruhi minat beli ulang obat pasien.
2.4.4. Hubungan Ketersediaan Obat Dengan Kepuasan Pasien
Menggunakan Jasa Apotek
Akses masyarakat terhadap obat sangat dipengaruhi oleh ketersediaan obat.
Ketersediaan obat yang lengkap akan memudahkan masyarakat untuk mencari
kebutuhan obat yang diperlukan (Handayani dkk., 2009). Secara teoritis dalam
satu ukuran keterkaitan seorang pelanggan pada sebuah merek, mencerminkan
bagaimana seorang pelanggan akan sangat setia dalam suatu merek, sehingga
apotek memerlukan bermacam -macam sumber daya (Rajahtran & Badaruddin,
2010). Persediaan obat-obatan harus disesuaikan dengan besarnya kebutuhan
masyarakat sekitar karena persediaan obat obatan yang tidak lancar akan
menghambat pelayanan kesehatan, hal ini disebabkan karena obat tidak tersedia
pada saat dibutuhkan, sehingga akan mempengaruhi loyalitas pasien (Fakhriadi,
dkk, 2011). Penelitian yang dilakukan Trimurthy (2009) menyatakan, bahwa
kelengkapan obat berpengaruh positif terhadap kunjungan pasien. Hasil yang
sama juga diperoleh dari penelitian yang dilakukan oleh Oetomo (2012), dimana
keragaman produk akan mempengaruhi minat beli konsumen.
18
2.4.5. Hubungan Kecepatan Pelayanan Dengan Kepuasan Pasien
Menggunakan Jasa Apotek
Kepuasan pasien salah satunya di pengaruhi oleh waktu pelayanan. Waktu
pelayanan merupakan waktu yang digunakan untuk melayani pasien. Waktu
pelayanan sangat berhubungan dengan kecepatan pelayanan. Semakin cepat
pelayanan maka waktu pelayanan yang dibutuhkan semakin sedikit (Kurniawan,
2012). Kecepatan pelayanan adalah target pelayanan yang dapat diselesaikan
dalam waktu yang telah ditentukan oleh unit penyelenggaraan pelayanan dengan
tujuan tercapainya kepuasan pelanggan. Pasien yang membeli obat baik itu
membeli bebas atau membeli berdasarkan resep, dari proses pemesanan kepada
petugas apotek, penyiapan, dan kembali menyerahkan obat ke pasien diharapkan
agar tidak terlalu lama supaya pasien tidak lama untuk menunggu. Kecepatan
petugas dalam pelayanan menurut waktu tunggu pelayanan resep racikan yang
ideal adalah 25 menit (Suwaryo dkk, 2011) dan resep tanpa racikan sebesar 15
menit (Harijono dan Soepangkat, 2011). Penelitian yang dilakukan oleh
Kurniawan (2012) bahwa kecepatan pelayanan berpengaruh terhadap kepuasan
pasien. Hasil serupa juga diperoleh oleh Widiyawati (2011), menyatakan bahwa
kecepatan pelayanan berpengaruh positif terhadap loyalitas pelanggan.
2.5 Apotek
Apotek merupakan tempat dilakukan pekerjaan kefarmasian dan penyaluran
sediaan kefarmasian serta perbekalan alat kesehatan lainnya kepada masyarakat
(Depkes, 2009). Sebagai salah satu sarana pelayanan kesehatan, maka dalam
19
pelayanannya apotek harus mengutamakan kepentingan masyarakat yaitu
menyediakan, menyimpan, dan menyerahkan perbekalan farmasi yang bermutu
baik. Dalam pengelolaanya, apotek harus dikelola oleh apoteker yang telah
mengucapkan sumpah jabatan apoteker dan memiliki SIPA (surat ijin praktek
apoteker). Standar kefarmasian suatu apotek adalah adanya apoteker dan asisten
apoteker di apotek, ketika apotek melakukan kegiatan kefarmasian serta apotek
memiliki ruang tunggu untuk pengambilan obat, apabila salah satu hal tersebut
tidak dapat terpenuhi maka apotek tersebut dapat dikatakan standar kefarmasian
kurang (Depkes, 2009).
2.5.1 Tugas dan Fungsi Apotek
Menurut Peraturan Pemerintah No.25 tahun 1980 Tugas dan Fungsi Apotek
adalah sebagai berikut
1. Tempat pengabdian profesi seorang apoteker yang telah mengucapkan
sumpah jabatan.
2. Sarana farmasi yang telah melaksanakan peracikan, pengubahan bentuk,
pencampuran, dan penyerahan obat atau bahan obat.
3. Sarana penyalur perbekalan farmasi yang harus menyebarkan obat yang
diperlukan masyarakat secara meluas dan merata.
4. Sebagai sarana pelayanan informasi obat dan perbekalan farmasi lainnya
kepada masyarakat.
20
2.6 Apoteker
Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus sebagai apoteker dan telah
mengucapkan sumpah jabatan apoteker serta memiliki surat ijin praktek (SIPA).
Peran apoteker adalah melakukan pelayanan kefarmasian (Pharmaceutical Care)
yang merupakan bentuk pelayanan dan tanggung jawab langsung profesi apoteker
dalam pekerjaan kefarmasian untuk meningkatkan kualitas hidup pasien (Depkes,
2004).
Apoteker harus memiliki kemampuan menyediakan dan memberikan
pelayanan yang baik, mengambil keputusan yang tepat, mampu berkomunikasi
antar profesi, menempatkan diri sebagai pemimpin dalam situasi multidisipliner,
kemampuan mengelola sumber daya (manusia, fisik dan anggaran) secara efektif,
selalu belajar sepanjang karir dan membantu pendidikan serta memberi peluang
untuk meningkatkan pengetahuan (Depkes, 2004).
Tugas apoteker antara lain memimpin seluruh kegiatan apotek, mengatur,
melaksanakan dan mengawasi administrasi (administrasi kefarmasian,
administrasi keuangan, administrasi penjualan, administrasi barang dagangan atau
inventaris, administrasi personalia, dan administrasi bidang umum), membayar
pajak yang berhubungan dengan apotek dan berusaha agar apotek yang
dipimpinnya dapat memberikan hasil yang optimal sesuai dengan rencana kerja.
Tanggung jawab seorang apoteker adalah bertanggung jawab terhadap
kelangsungan hidup apotek yang dipimpinnya dan bertanggung jawab kepada
pemilik modal (Anief. 2006).
21
2.7 Jenis Pelayanan di Apotek
2.7.1 Pelayanan Resep
Pelayanan resep adalah suatu proses pelayanan terhadap permintaan tertulis
dokter, dokter gigi, dan dokter hewan kepada Apoteker untuk menyediakan dan
menyerahkan obat bagi pasien sesuai peraturan perundangan yang berlaku. Jenis-
jenis resep antara lain :
a. Resep standar (R/. Officinalis), yaitu resep yang komposisinya telah
dibakukan dan dituangkan ke dalam buku farmakope atau buku
standar lainnya. Penulisan resep sesuai dengan buku standar.
b. Resep magistrales (R/. Polifarmasi), yaitu resep yang sudah
dimodifikasi atau diformat oleh dokter, bisa berupa campuran atau
tunggal yang diencerkan dalam pelayanannya harus diracik terlebih
dahulu.
c. Resep medicinal, yaitu resep obat jadi, bisa berupa obat paten, merek
dagang maupun generik, dalam pelayanannya tidak mangalami
peracikan. Buku referensi Organisasi Internasional untuk Standarisasi
(ISO), Indonesia Index Medical Specialities (IIMS), Daftar Obat di
Indonesia (DOI), dan lain-lain.
d. Resep obat generik, yaitu penulisan resep obat dengan nama generik
dalam bentuk sediaan dan jumlah tertentu. Dalam pelayanannya bisa
atau tidak mengalami peracikan (Jas, 2009).
22
2.7.2 Pelayanan Non-resep
Pelayanan obat non-resep merupakan pelayanan kepada pasien yang ingin
melakukan pengobatan sendiri, dikenal dengan swamedikasi. Swamedikasi
merupakan penggunaan dan pemilihan obat secara individual untuk mengobati
atau mengatasi penyakit yang dikenali dan diketahui gejalanya dengan
berkonsultasi kepada apoteker (Meriati dkk, 2013). Swamedikasi adalah pemilihan
dan penggunaan obat modern, herbal, maupun obat tradisional oleh seorang
individu untuk mengatasi penyakit atau gejala penyakit (Ali dkk, 2011). Jadi dapat
disimpulkan swamedikasi (pengobatan sendiri) berarti mengobati segala keluhan
pada diri sendiri dengan obat-obat yang dibeli bebas di apotek atas inisiatif sendiri
tanpa nasehat dokter, tetapi harus berkonsultasi dengan apoteker.
Kehadiran pasien di apotek didasarkan atas keperluan untuk mendapatkan
obat dan untuk berkonsultasi tentang penyakit serta kaitannya dengan pengobatan
kepada tenaga kefarmasian khususna apoteker. Dalam swamedikasi dibutuhkan
penggunaan obat yang tepat atau rasional. Penggunaan obat yang rasional adalah
bahwa pasien menerima obat yang tepat dengan keadaan kliniknya, dalam dosis
yang sesuai dengan keadaan individunya, pada waktu yang tepat dan dengan
harga terjangkau. Swamedikasi sendiri bertujuan untuk meningkatkan
kemampuan masyarakat dalam menolong dirinya sendiri guna mengatasi masalah
kesehatan secara tepat, aman, dan rasional. Oleh sebab itu peran apoteker di
apotek dalam pelayanan KIE (komunikasi, informasi dan edukasi) serta
pelayanan obat kepada masyarakat perlu ditingkatkan dalam rangka peningkatan
pengobatan sendiri (Tjay dan Rahardja, 2007).
23
BAB III
KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS PENELITIAN
3.1 Kerangka Berpikir
Kepuasan pasien menggunakan jasa apotek merupakan cerminan dari
kepuasan pasien terhadap pelayanan kesehatan yang diberikan oleh tempat
pelayanan kesehatan di apotek baik itu pelayanan resep atau pelayanan non-resep.
kepuasan pasien menggunakan jasa apotek dapat dipengaruhi oleh faktor internal
dan faktor eksternal. Faktor internal terdapat dalam diri pasien yang meliputi
umur, jenis kelamin, penghasilan, pendidikan, dan pekerjaan. Faktor eksternal
merupakan kebutuhan yang ingin dipenuhi oleh pasien yang meliputi harga jual
obat, jarak apotek dengan tempat tinggal pasien, praktek dokter dan pelayanan
kefarmasian yang diberikan di apotek.
Apotek sendiri sebagai salah satu sarana kesehatan yang bertugas
menyediakan sediaan kesehatan khusus sediaan farmasi agar masyarakat dapat
dengan mudah mendapatkan keperluan obat-obatan untuk meningkatkan derajat
kesehataan masyarakat. Pelayanan kefarmasian dipilih, karena merupakan tugas
dan kewajiban yang harus dilaksanakan oleh tenaga kefarmasian. Pelayanan
kefarmasian merupakan profesionalisme dan tanggung jawab dari profesi seorang
kefarmasian khususnya apoteker dalam melaksanakan kegiatan kesehatan untuk
meningkatkan kualitas hidup masyarakat.
Pelayanan kefarmasian di apotek ini berupa penampilan apotek, keramahan
petugas apotek, pelayanan informasi obat di apotek, ketersediaan obat di apotek,
23
24
dan kecepatan pelayanan apotek, sehingga dari pengaruh pelayanan kefarmasian
tersebut akan dilakukan suatu penelitian terhadap kepuasan pasien menggunakan
jasa apotek. Penelitian ini juga dilakukan untuk dapat memberikan suatu informasi
mengenai pemahaman obat kepada masyarakat, dengan adanya informasi tersebut
masyarakat akan dapat menggunakan obat secara tepat.
25
3.2 Kerangka Konsep
Keterangan
= Tidak diteliti
= Yang diteliti
Gambar 3.1 Kerangka Konsep Penelitian
Kepuasan Pasien
Menggunakan Jasa Apotek
Faktor Internal
1. Umur
2. Jenis kelamin
3. Penghasilan
4. Pendidikan
5. Pekerjaan
Faktor Eksternal
Pelayanan
kefarmasian
1. Penampilan
apotek
2. Keramahan
petugas apotek
3. Pelayanan
informasi obat
di apotek
4. Ketersediaan
obat di apotek
5. Kecepatan
pelayanan
apotek
Harga obat
Jarak apotek
dengan tempat
tinggal pasien
Praktek
dokter
26
3.3 Hipotesis
1. Ada hubungan pelayanan kefarmasian berdasarkan penampilan apotek
dengan kepuasan pasien menggunakan jasa apotek di Kota Denpasar
2. Ada hubungan pelayanan kefarmasian berdasarkan keramahan petugas
apotek dengan kepuasan pasien menggunakan jasa apotek di Kota
Denpasar
3. Ada hubungan pelayanan kefarmasian berdasarkan pelayanan informasi
obat apotek dengan kepuasan pasien menggunakan jasa apotek di Kota
Denpasar
4. Ada hubungan pelayanan kefarmasian berdasarkan ketersediaan obat
apotek dengan kepuasan pasien menggunakan jasa apotek di Kota
Denpasar
5. Ada hubungan pelayanan kefarmasian berdasarkan kecepatan pelayanan
apotek dengan kepuasan pasien menggunakan jasa apotek di Kota
Denpasar
6. Ada hubungan pelayanan kefarmasian dengan kepuasan pasien
menggunakan jasa apotek di Kota Denpasar
27
27
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1. Rancangan Penelitian
Penelitian ini adalah jenis penelitian analitik dengan pendekatan Cross
sectional (Woordward, M dalam buku Sastroasmoro dan Ismael, 2011). Peneliti
dalam penelitian ini tidak melakukan intervensi atau perlakuan terhadap subjek
penelitian tetapi hanya memberikan kuesioner (self administered). Penelitian ini
menggunakan metode penelitian kuantitatif, untuk mengetahui hubungan
pelayanan kefarmasian dengan kepuasan pasien menggunakan jasa apotek di
Kota Denpasar.
Gambar 4.1 Kerangka Rancangan Penelitian
Pengaruh Pelayanan Kefarmasian
Pengaruh Pelayanan
Kefarmasian baik
Pengaruh Pelayanan
Kefarmasian kurang
Pasien puas
menggunakan
jasa apotek
Pasien tidak
puas
menggunakan
jasa apotek
Pasien tidak
puas
menggunakan
jasa apotek
Pasien puas
menggunakan
jasa apotek
28
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di 20 apotek di Kota Denpasar. Jumlah apotek yang
diambil dilakukan dengan strata proporsi sampling yaitu cara mengambil sampel
dengan memperhatikan strata (tingkatan) di dalam populasi. Pemilihan apotek ini
mewakili atau mencakup wilayah Denpasar Utara (5 apotek), Denpasar Selatan (5
apotek), Denpasar Barat (6 apotek), dan Denpasar Timur (4 apotek). Pembagian
apotek di Kota Denpasar dilakukan dengan memilih 10 apotek yang memiliki
standar kefarmasian yang baik dan 10 apotek yang memiliki standar kefarmasian
kurang. Penelitian dilakukan pada bulan Februari selama dua bulan.
4.3 Penentuan Sumber Data
4.3.1. Populasi penelitian
Populasi penelitian adalah semua pasien di Kota Denpasar yang membeli obat
di apotek tersebut baik itu berupa pelayanan resep maupun pelayanan non-resep.
4.3.2. Sampel penelitian
Sampel adalah bagian dari populasi yang ditentukan dengan menggunakan
kriteria inklusi, sedangkan bagian populasi yang tidak dimasukan kedalam kriteria
inklusi disebut dengan kriteria eksklusi.
4.3.2.1. Kriteria Inklusi:
1. Pasien yang membeli obat di apotek dengan biaya sendiri.
2. Pasien berumur 18-60 tahun.
3. Pasien bisa berkomunikasi, membaca, dan menulis dengan baik.
29
4. Pasien bersedia mengisi kuesioner.
4.3.2.2.Kriteria Eksklusi
1. Pasien atau keluarga yang berasal dari pegawai apotek tersebut.
2. Pasien kerjasama dari apotek.
4.3.3 Perhitungan Jumlah Sampel
Sampel responden yang digunakan dihitung berdasarkan rumus
{z1-α/2 √2P(1-P) + z1-β √P1(1-P1) +P2(1-P2)}2
n = --------------------------------------------------------
(P1 – P2)2
(Lemeshow and Hosmer, 2000)
keterangan
n = jumlah sampel
Z 1-α/2 = standar deviasi dengan confidence level 95% adalah 1,96
P1 = proporsi kepuasan pasien di apotek dengan standar kefarmasian yang
baik sebesar 0,75
P2 = proporsi kepuasan pasien di apotek dengan standar kefarmasian kurang
sebesar 0,50 (Nita dkk, 2008)
z1-β = Nilai z pada kekuatan uji (power test) 1-β sebesar 0,8
Dari perhitungan didapat sampel sebesar
{1,96 √2x0,625(1-0,625) + 0,8√0,75(1-0,75) +0,50(1-0,50)}2
n = ------------------------------------------------------------
(0,75 – 0,50)2
n =58 x 2= 116 sampel
30
Jadi sampel responden yang akan digunakan dalam penelitian adalah sebesar
116 sampel.
4.3.4 Teknik pengambilan sampel
Sampel responden pada masing-masing apotek diambil secara consekutif
sampling yaitu mencari sampel yang memenuhi kriteria inklusi, sampai dipenuhi
jumlah sampel yang diperlukan. Jumlah sampel masing-masing apotek sebesar 5-
6 sampel dan total sampel yang diperlukan sebesar 116 sampel. Sampel responden
yang digunakan adalah sampel yang sesuai dengan kriteria inklusi yang
ditetapkan.
31
4.4 Variabel Penelitian
Tabel 4.1 Definisi operasional
Variabel
independen
Definisi operasional Skala
pengukuran
Cara
pengukuran
Penilaian
Penampilan
apotek
Pernyataan atas penilaian pasien yang membeli obat
di apotek Kota Denpasar, tentang papan nama
apotek terlihat jelas, letak apotek ditempat yang
strategis di Kota Denpasar, penataan obat yang rapi
di apotek Kota Denpasar, apotek Kota Denpasar
memiliki ruang tunggu, toilet, tempat brosur obat,
tempat sampah, dan tanda pengenal/kostum pegawai
apotek Kota Denpasar.
Nominal Kuesioner 1. Kurang baik, bila X< mean
2. Baik bila mean X ≥ mean
(Azwar. 2010)
Keramahan
Petugas
apotek
Pernyataan atas penilaian pasien yang membeli obat
di apotek Kota Denpasar, tentang keramahan
petugas. Meliputi pelayanan yang ramah dan
senyum, petugas apotek bersedia menjawab
pertanyaan pasien, tanggap terhadap apa yang
dibutuhkan atau keluhan pasien saat membeli obat,
dan kapanpun siap memberi informasi obat.
Nominal Kuesioner 1. Kurang baik, bila X< mean
2. Baik bila mean X ≥ mean
(Azwar. 2010)
Pelayanan
Informasi obat
di apotek
Pernyataan atas penilaian pasien yang membeli obat
di apotek tersebut, pelayanan informasi obat dengan
bahasa yang mudah dimengerti dan memberikan
informasi lain selain obat yang berhubungan dengan
penyakit pasien.
Nominal Kuesioner 1. Informasi yang diberikan
cukup bila X ≥mean
2. Informasi yang diberikan
tidak cukup X < mean
(Azwar. 2010)
32
Ketersediaan
Obat apotek
Pernyataan atas penilaian pasien yang membeli obat
di apotek Kota Denpasar tentang ketersediaan
obat, kondisi atau kualitas obat yang dibeli terjamin
(tidak expired date dan kemasan tidak rusak) dan
petugas memberikan solusinya bila obat yang
diminta pasien kosong atau tidak ada.
Nominal
Kuesioner`
1. Lengkap bila X ≥ mean
2. Tidak lengkap X < mean
(Azwar. 2010)
Kecepatan
pelayanan
apotek
Pernyataan atas penilaian pasien yang membeli obat
di apotek Kota Denpasar tentang petugas
menghitung harga obat dengan cepat, apabila
penyediaan obat tanpa racikan lebih dari >15 menit
atau obat dengan racikan lebih > 25 menit diberikan
diskon atau permintaan maaf dari petugas apotek
Kota Denpasar, pasien datang petugas dengan cepat
memberikan pelayanan, petugas sangat cepat dalam
menyediakan obat yang ingin di beli pasien, dan
Petugas apotek melakukan proses tranksaksi
pembelian, dan pembayaran kepada pasien dengan
cepat.
Nominal Kuesioner 1. Kurang cepat, bila X< mean
2. Cukup cepat bila mean X ≥
mean
(Azwar, 2010).
33
Variabel
Dependet
Definisi Operasional Skala
Pengukuran
Cara
Pengukuran
Penilaian
Kepuasan
pasien
menggunakan
jasa apotek
Kepuasan pasien menggunakan jasa apotek di
Kota Denpasar (sikap pasien dari kualitas
pelayanan yang diberikan baik itu kualitas
penampilan apotek, keramahan petugas,
pelayanan informasi obat, ketersediaan obat dan
kecepatan pelayanan) terhadap pengukuran
kualitas yang dirasakan dengan penilaian :
sangat tidak baik (STB), tidak baik (TB), baik
(B), sangat baik (SB) setelah itu dibandingkan
dengan harapan pasien terhadap kualitas yang
diberikan dengan penilaian : sangat tidak
penting (STP), tidak penting (TP), penting (P),
dan sangat penting (SP).
Nominal Kuesioner 1. Puas bila X ≥ mean
2. Tidak Puas X < mean
34
Variabel
Kontrol
Definisi Operasional Skala
Pengukuran
Cara Pengukuran Penilaian
Umur Lama hidup dari pasien dari lahir sampai
sekarang yang dinyatakan dengan tahun.
Nominal Kuesioner 1. umur < 30 tahun
2. umur ≥ 30 tahun
Jenis
Kelamin
Jenis yang dapat digunakan untuk menyamakan
atau membedakan manusia sebagai pria dan
wanita.
Nominal Kuesioner 1. Pria
2. Wanita
Penghasilan Jumlah yang didapat oleh seseorang dalam
bentuk uang selama sebulan.
Ordinal Kuesioner 1. < 1 juta
2. 1 juta-2juta
3. > 2juta
Pendidikan Tingkat pendidikan pasien. Ordinal Kuesioner 1. Tidak sekolah
2. SD
3. SMP
4. SMA
5. Sarjana/Diploma
Pekerjaan Kegiatan sehari-hari yang dilakukan dan sumber
mata pencaharian pasien.
Ordinal Kuesioner 1. Tenaga kesehatan
2. PNS/TNI/POLRI
3. Swasta/Wirausaha
4. Tidak bekerja
35
4.6. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian berupa kuesioner disebarkan oleh peneliti kepada
pasien yang membeli obat di apotek. Kuesioner terdiri dari 5 kelompok
pertanyaan berstruktur meliputi penampilan apotek, keramahan petugas apotek,
pelayanan informasi obat apotek, ketersediaan obat apotek, dan kecepatan
pelayanan apotek. Pada masing-masing sub pelayanan kefarmasian diberikan
beberapa pertanyaan, dimana setiap pertanyaan memiliki skor. Jumlah skor
dihitung berdasarkan kategorinya. Sebelum itu dilakukan uji coba kuesioner untuk
menguji validitas dan reliabilitas kuesioner yang digunakan pada 39 orang pasien
di Apotek Hanah di Kabupaten Badung.
4.7 Prosedur Penelitian
4.7.1. Tahap persiapan
a. Menentukan populasi
b. Menentukan jumlah sampel yang memenuhi kriteria inklusi
c. Menyusun kuesioner terstruktur melalui studi pustaka dari penelitian
terdahulu
d. Melakukan uji coba kuesioner untuk menguji uji validitas dan realibilitas
kuisioner yang digunakan pada 39 pasien di apotek Hanah
4.7.2. Tahap pelaksanaan
a. Pengumpulan data dilakukan selama dua bulan, dari bulan Februari 2014
sampai dengan bulan April 2014.
36
b. Kuesioner terstruktur disebarkan di 20 Apotek Kota Denpasar oleh peneliti
sendiri, dengan jumlah total responden sebanyak 116 sampel yang
memenuhi kriteria inklusi.
c. Responden yang mengisi kuisioner akan ditemani oleh peneliti.
d. Data yang terkumpul akan diolah menggunakan program statistik
komputer.
4.8 Analisis Data
4.8.1. Analisis Univariat
Menganalisis variabel-variabel karakteristik individu yang ada secara
deskriptif dengan menghitung distribusi frekuensi dan proporsinya untuk
mengetahui karakteristik dari subyek penelitian.
4.8.2. Analisis Bivariat
Analisis yang dilakukan untuk melihat dua variabel yaitu antara variabel
independen (penampilan apotek, keramahan petugas apotek, pelayanan informasi
obat di apotek, ketersediaan obat apotek, dan kecepatan pelayanan) terhadap
variabel dependen yaitu minat membeli ulang obat. Dalam menganalisis bivariat,
karena variabel independen dan dependen berskala nominal, untuk itu uji yang
digunakan adalah uji Chi Square. Apakah ada hubungan yang signifikan antara
variabel independen dan variabel dependen, digunakan p value dengan tingkat
kesalahan (α) yang digunakan yaitu 5% atau 0.05. Apabila p value ≤ 0.05, maka
Ho ditolak, yang berarti ada hubungan yang signifikan antara variabel independen
dan variabel dependen, tetapi apabila p value > 0.05, maka Ho diterima, yang
37
berarti tidak ada hubungan yang signifikan antara variabel independen dan
variabel dependen, untuk nilai OR >1 itu artinya sebagai faktor resiko.
4.8.3. Analisis Multivariat
Analisis multivariat adalah analisis yang digunakan untuk melakukan uji
pengaruh lebih dari 2 variabel independen terhadap variabel dependen. Uji ini
dimaksudkan untuk melihat sejauh mana pengaruh variabel independen dapat
dijadikan sebagai prediktor untuk terjadinya variabel dependen. Analisis
multivariat ini akan dapat dilihat faktor mana yang paling berpengaruh terhadap
variabel dependen, selain itu juga dengan menggunakan analisis multivariat akan
dapat mengontrol variabel compounding yang terdapat pada penelitian. Dalam
penelitian ini analisis multivariat yang digunakan adalah logistik regresi.
38
BAB V
HASIL PENELITIAN
5.1. Uji Univariat
5.1.1 Uji Univariat Karakteristik Pasien
Hasil uji univariat mengenai karakterisitik pasien dapat dilihat pada Tabel 5.1
Tabel 5.1
Karakteristik Pasien
Karakteristik Pasien f %
Jenis Kelamin
Laki-laki
Wanita
51
65
44%
56%
Pendidikan
SD
SMP
SMA
Sarjana/Diploma
2
5
40
69
1.7%
4.2%
33.9%
58.5%
Pekerjaan
Tidak Bekerja
Tenaga Kesehatan
Swasta
PNS
14
11
65
26
11.9%
9.3%
55.1%
22.0%
Penghasilan
< 1 Juta
1-2 Juta
> 2 Juta
41
43
32
35.3%
37.1%
27.6%
Umur
< 30 tahun
≥ 30 tahun
72
44
61.1%
37.9%
Uji univariat mengenai karakterisitik pasien tentang jenis kelamin laki-laki
lebih sedikit (44%) dibandingkan dengan perempuan (56%). Karekteristik
pendidikan dari yang terkecil sampai yang terbesar SD (1,7%), SMP (4,2%), SMA
(33,9%), Sarjana/Diploma (58.5%). Karakterisitik pekerjaan didapatkan hasil dari
38
39
yang terbesar sampai dengan yang terkecil swasta (55.1%), PNS (22.0%), tidak
bekerja (11.9%), tenaga kesehatan (9.3%). Karakterisitik penghasilan dari yang
terbesar sampai yang terkecil 1-2 Juta (37,1%), < 1 Juta (35,3%), dan > 2 Juta
(27,6%). Karakterisitik umur < 30 tahun (61,1%) lebih besar dibandingkan umur
≥ 30 tahun (37,9%).
5.1.2 Uji Univariat Pelayanan Kefarmasian
Tabel karakterisitik hasil uji univariat pelayanan kefarmasian dapat dilihat
pada Tabel 5.2
Tabel 5.2
Karakterisitik pelayanan kefarmasian
Pelayanan Kefarmasian f %
Penampilan Apotek
Kurang Baik
Baik
58
58
50%
50%
Keramahan Petugas
Apotek
Kurang ramah
Ramah
65
51
56%
44%
Pelayanan Informasi Obat
Informasi Kurang
Informasi Cukup
57
59
49.1%
50.9%
Ketersediaan Obat
Obat Tidak Lengkap
Obat Lengkap
50
66
43.1%
56.9%
Kecepatan Pelayanan
Kurang Cepat
Cukup Cepat
63
53
54.3%
45.7%
Tabel 5.2 hasil uji univariat untuk faktor-faktor pelayanan kefarmasian
didapatkan sebagai berikut, untuk faktor penampilan apotek jumlah penampilan
40
apotek kurang baik dan baik sama yaitu sebesar 50%. Faktor keramahan petugas
di apotek didapatkan hasil jumlah petugas yang kurang ramah lebih besar (56%)
dibandingkan dengan petugas yang ramah sebesar 44%, kemudian faktor
pelayanan informasi obat, informasi yang diberikan sudah cukup lebih banyak
(50,9%) dibandingkan dengan informasi yang kurang (43,1%), Selain itu juga dari
ketersediaan obat jumlah obat yang lengkap lebih banyak (56,9%) daripada
jumlah obat yang tidak lengkap (43,1%), dan faktor kecepatan pelayanan di
apotek masih kurang cepat lebih banyak (54,3%) dibandingkan dengan pelayanan
yang cukup cepat (45,7%).
5.1.3 Uji Univariat Kepuasan Pasien Menggunakan Jasa Apotek
Tabel karakterisitik hasil uji univariat kepuasan pasien menggunakan jasa
apotek dapat dilihat pada Tabel 5.3
Tabel 5.3
Karakterisitik Kepuasan pasien menggunakan jasa apotek
Kepuasan pasien menggunakan jasa apotek f %
Tidak Puas
Puas
62
54
53.44%
46.55%
Tabel 5.3 uji univariat karakterisitik kepuasan pasien menggunakan jasa
apotek didapatkan hasil pasien tidak puas lebih banyak (53,44%) dibandingkan
dengan yang puas membeli obat (46.55%).
41
5.2. Uji Bivariat Lima Pelayanan Kefarmasian Dengan Kepuasan Pasien
Menggunakan Jasa Apotek
5.2.1 Uji Bivariat Penampilan Apotek Dengan Kepuasan Pasien
Menggunakan Jasa Apotek.
Hasil uji bivariat penampilan apotek dengan kepuasan pasien menggunakan
jasa apotek dapat dilihat pada Tabel 5.4
Tabel 5.4
Uji bivariat penampilan apotek dengan Kepuasan pasien menggunakan jasa
Apotek
Penampila
n apotek
Kepuasan pasien N OR p CI
Puas Tidak Batas
bawah
Batas
atas
Kurang
baik
14 (24,1%) 44(75,9%) 100% 1 0.0001 3.70 15.84
Baik 40(69%) 18 (31%) 100% 6,98
Total 54 62 116
Hasil uji bivariat diketahui untuk faktor penampilan apotek baik presentase
pasien puas menggunakan jasa apotek lebih tinggi (69%) dibandingkan
penampilan yang kurang baik (24,1%), sedangkan presentase untuk penampilan
apotek baik yang tidak puas lebih kecil (31%) dibandingkan dengan penampilan
yang kurang baik (75,9 %). Hal ini terbukti secara signifikan berhubungan karena
nilai p yang didapat sebesar 0,0001 (P<0,05)
5.2.2 Uji Bivariat Keramahan Petugas Dengan Kepuasan pasien
menggunakan jasa apotek
Hasil uji bivariat keramahan petugas dengan kepuasan pasien menggunakan
jasa apotek dapat dilihat pada Tabel 5.5. Hasil uji bivariat diketahui untuk faktor
keramahan petugas yang ramah presentase pasien puas menggunakan jasa apotek
42
lebih tinggi (72.5%) dibandingkan petugas yang kurang ramah (26.2%),
sedangkan presentase untuk petugas yang ramah yang pasien tidak puas kecil
(27.55%) dibandingkan dengan petugas yang kurang ramah (73.8%). Hal ini
terbukti secara signifikan berhubungan karena nilai p yang didapat sebesar 0,0001
(P<0,05).
Tabel 5.5
Uji bivariat keramahan petugas dengan Kepuasan pasien menggunakan
jasa apotek
Keramahan
Petugas
Kepuasan pasien N OR p CI
Puas Tidak Batas
bawah
Batas
atas
Kurang
ramah
17 (26.2%) 48 (73.8%) 100% 1 0.0001 3.26 17.06
Ramah 37 (72.5%) 14 (27.5%) 100% 7.46
Total 54 62 116
5.2.3 Uji Bivariat Pelayanan Informasi Obat Dengan Kepuasan Pasien
Menggunakan Jasa Apotek
Hasil uji bivariat pelayanan informasi obat dengan kepuasan pasien
menggunakan jasa apotek dapat dilihat pada Tabel 5.6
Tabel 5.6
Uji bivariat pelayanan informasi obat dengan kepuasan pasien
menggunakan jasa apotek
Pelayanan
Informasi
Obat
kepuasan pasien N OR p CI
Puas Tidak Batas
bawah
Batas
atas
Kurang 13 (22.8%) 44 (77,2%) 100% 1 0.0001 3.36 17.69
Cukup 41 (69,5%) 18 (30.5%) 100% 7,71
Total 54 62 116
Hasil uji bivariat diketahui untuk faktor pelayanan informasi obat cukup
presentase pasien puas menggunakan jasa apotek lebih tinggi (69.5%)
43
dibandingkan pelayanan informasi kurang (22.8%), sedangkan presentase untuk
pelayanan informasi cukup yang pasien tidak puas lebih kecil (30.5%)
dibandingkan dengan pelayanan informasi kurang (77.2%). Hal ini terbukti secara
signifikan berhubungan karena nilai p yang didapat sebesar 0,0001 (P<0,05).
5.2.4 Uji Bivariat Ketersediaan Obat Dengan Kepuasan Pasien
Menggunakan Jasa Apotek
Hasil uji bivariat ketersediaan obat dengan kepuasan pasien menggunakan
jasa apotek dapat dilihat pada Tabel 5.7. Hasil uji bivariat diketahui untuk faktor
ketersediaan obat lengkap presentase pasien puas menggunakan jasa apotek
(63.6%) dibandingkan ketersediaan obat tidak lengkap (24%), sedangkan
presentase untuk ketersediaan obat lengkap yang pasien tidak puas (36.4%)
dibandingkan dengan ketersediaan obat tidak lengkap (76%). Hal ini terbukti
secara signifikan mempengaruhi karena nilai p yang didapat sebesar 0,0001
(P<0,05).
Tabel 5.7
Uji bivariat Ketersediaan obat dengan kepuasan pasien menggunakan jasa
apotek
Ketersediaan
Obat
Kepuasan pasien N OR p CI
Puas Tidak Batas
bawah
Batas
atas
Tidak
Lengkap
12(24%) 38 (76%) 100% 1 0.0001 2.44 12.58
Lengkap 42(63.6%) 24 (36.4%) 100% 5.54
Total 54 62 116
44
5.2.5 Uji Bivariat Kecepatan Pelayanan Dengan Kepuasan Pasien
Menggunakan Jasa Apotek
Hasil uji bivariat kecepatan pelayanan dengan kepuasan pasien
menggunakan jasa apotek dapat dilihat pada Tabel 5.8
Tabel 5.8
Uji bivariat kecepatan pelayanan dengan kepuasan pasien menggunakan
jasa apotek
Kecepatan
Pelayanan
Kepuasan pasien N OR p CI
Puas Tidak Bats
bawah
Batas
atas
Kurang
Cepat
11(17,5%) 52 (83.5%) 100% 1 0.0001 7.886 52.397
Cepat 43(81,1%) 10 (18.9%) 100% 20.327
Total 54 62 116
Hasil uji bivariat diketahui untuk faktor kecepatan pelayanan cepat presentase
pasien puas menggunakan jasa apotek lebih tinggi (81.1%) dibandingkan
kecepatan pelayanan kurang cepat (17.5%), sedangkan presentase untuk kecepatan
pelayanan cepat, pasien tidak puas lebih kecil (18.9%) dibandingkan dengan
kecepatan pelayanan kurang cepat (83.5 %). Hal ini terbukti secara signifikan
mempengaruhi karena nilai p yang didapat sebesar 0,0001 (P<0,05).
5.3 Uji Multivariat Secara Bersama-Sama Lima Hubungan Pelayanan
Kefarmasian Dengan Kepuasan Pasien Menggunakan Jasa Apotek
Hasil uji multivariat secara bersama-sama lima hubungan pelayanan
kefarmasian dengan kepuasan pasien menggunakan jasa apotek dapat dilihat pada
Tabel 5.9. Hasil uji multivariat dengan melakukan pengujian bersama-sama lima
pelayanan kefarmasian, diketahui faktor yang berhubungan adalah penampilan
45
apotek, pelayanan informasi obat, ketersediaan obat, dan kecepatan pelayanan
karena nilai p yang diperoleh adalah P<0,05 dan nilai CI ≠ 1. Faktor yang paling
berpengaruh adalah kecepatan pelayanan dengan nilai OR sebesar 43,432 dan
rentang batas bawah dan batas atas sebesar 7,197 dan 262.095. Pelayanan
informasi obat memberikan pengaruh sebesar (OR) 16.157 dengan nilai p sebesar
0,001 dan rentang batas atas dan bawah sbesar 3.279 dan 79.260. Faktor
penampilan apotek memberikan pengaruh sebesar 12.891 untuk kepuasan pasien
menggunakan jasa apotek dengan rentang bawah dan atas sebesar 2,791 dan
58,870. Faktor ketersediaan obat memiliki nilai p sebesar 0,01, rentang CI= 1.575
-29.460 dengan nilai OR=6.811, sedangkan untuk keramahan petugas tidak
memberikan pengaruh (P=0,102). Hubungan pelayanan kefarmasian setelah
dilakukan uji secara bersama-sama dengan kepuasan pasien menggunakan jasa
apotek didapatkan nilai R2= 0,782.
Tabel 5.9
Uji multivariat lima hubungan pelayanan kefarmasian dengan kepuasan
pasien menggunakan jasa apotek
Pelayanan Kefarmasian p OR CI R2
Batas
bawah
Batas
atas
Penampilan Apotek 0.001 12.819 2.791 58.870
Keramahan petugas 0.102 3.588 0.777 16.560
Pelayanan informasi obat 0.001 16.157 3.279 79.620 0.782
Ketersediaan obat 0.010 6.811 1.575 29.460
Kecepatan pelayanan 0.000 43.432 7.197 262.095
46
BAB VI
PEMBAHASAN
6.1 Hubungan Penampilan Apotek Dengan Kepuasan Pasien Menggunakan
Jasa Apotek Di Kota Denpasar
Penampilan apotek merupakan penampilan fisik dari apotek. Penilaian
penampilan apotek dapat dilihat dari papan nama apotek, lokasi apotek, penataan
obat, ruang tunggu pengambilan obat, toilet, tempat brosur atau tempat display
informasi obat, dan seragam pegawai apotek. Hasil uji univariat dapat diketahui
bahwa penampilan apotek di Kota Denpasar kurang baik dengan baik adalah sama
yaitu sebesar 50%, itu artinya jumlah apotek di Kota Denpasar yang memiliki
penampilan apotek baik dan kurang baik menurut responden relatif sama.
Hasil uji bivariat dapat diketahui penampilan apotek yang baik akan
berhubungan dengan kepuasan pasien menggunakan jasa apotek, hal ini terbukti
dari hasil yang didapat yaitu nilai P sebesar 0,0001 itu artinya P<0,05 sehingga
terdapat hubungan yang signifikan dan Ho ditolak itu artinya semakin baik
penampilan apotek maka kepuasan pasien menggunakan jasa apotek akan
semakin tinggi. Secara teoritis kenyamanan dalam menunggu merupakan salah
satu faktor yang dapat mempengaruhi kepuasan pasien menggunakan jasa apotek,
dan hal yang memberi kenyamanan pada pelanggan adalah penampilan fisik
yang menarik dan tersedianya sarana penunjang, serta penampilan karyawan yang
rapi dengan menggunakan seragam kerja akan memberikan karakteristik tersendiri
sebagai pemberi image (citra) tentang suatu produk jasa pelayanan yang akan
46
47
diberikan serta dijual kepada konsumen (Tlapana,2009). Fasilitas yang baik
tergantung dari letak pencahayaan, tata letak pengaturan interior, dan kebersihan,
sehingga akan meningkatkan loyalitas pasien untuk berkunjung ketempat tersebut
dan merekomendasikan tempat tersebut ke orang lain (Ryu & Han, 2010). Hasil
yang diperoleh pada penelitian ini sudah sesuai dengan teori yang ada karena
terdapat hubungan penampilan apotek dengan kepuasan menggunakan jasa
apotek. Penelitian yang sama dilakukan oleh Cornelia dan Veronica (2009),
penampilan fisik berpengaruh positif terhadap loyalitas konsumen. Hal ini juga
sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Sidharta (2009), bahwa penampilan
fisik akan menpengaruhi kunjungan kembali konsumen.
6.2 Hubungan Keramahan Petugas Dengan Kepuasan Pasien Menggunakan
Jasa Apotek Di Kota Denpasar
Keramahan petugas penting agar mereka merasa dihargai sehingga bisa
menjadi pelanggan yang setia. Sistem pelayanan kepada pelanggan harus ramah
(senyum, sapa, salam), cepat, tepat, serta dengan informasi yang jelas. Beberapa
faktor penilaian keramahan petugas seperti, petugas menyapa apabila ada pasien
datang, petugas siap membantu segala keluhan pasien, kapanpun butuh informasi
obat petugas apotek siap membantu dan petugas selalu murah senyum dan ramah
dalam berkomunikasi. Hasil uji univariat didapatkan menurut responden hasil
jumlah petugas yang kurang ramah lebih besar (56%) dibandingkan dengan
petugas yang ramah sebesar 44%, hal ini mungkin disebabkan jumlah petugas di
apotek-apotek Kota Denpasar kurang, sehingga beban pekerjaan akan menjadi
berat dan keramahan petugas menjadi berkurang, selain itu juga sampel yang
48
sebagian besar wanita (56%) lebih banyak dibandingkan laki-laki (44%), karena
wanita lebih menyukai pelayanan yang ramah (Sudaryani, 2009).
Hasil uji bivariat diketahui untuk faktor keramahan petugas nilai p yang
diperoleh 0,0001 itu artinya terdapat hubungan yang signifikan karena nilai
P<0,05. Secara teoritis kepuasan pasien di ukur dari tingkat subyektif, baik itu
dari keadaan emosional atau kebutuhan yang diperlukan, dimana salah satunya
tingkat kepuasan pasien dapat diukur melalui keramahan pegawai (Curakovic
dkk¸2011). Hubungan antar manusia yang baik menanamkan kepercayaan dan
kredibilitas dengan cara menghargai, menjaga rahasia, menghormati, responsif,
memberikan perhatian, dan ini mempunyai andil besar dalam konseling yang
efektif. Pasien yang diperlakukan kurang baik cenderung untuk mengabaikan
saran dan nasehat petugas kesehatan, atau tidak mau membeli obat ketempat
tersebut (Yunevy dan Haksamana, 2013), sehingga hasil dari penelitian ini sudah
sesuai dengan teori yang ada, karena terdapat hubungan yang signifikan antara
keramahan petugas dengan kepuasan pasien menggunakan jasa apotek. Hal ini
juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Manurung (2010) dan Saragih,
dkk (2010) yang menyatakan terdapat pengaruh antara keramahan petugas
terhadap loyalitas pasien.
49
6.3 Hubungan Pelayanan Informasi Obat Dengan Kepuasan Pasien
Menggunakan Jasa Apotek Di Kota Denpasar
Pelayanan informasi obat bertujuan agar pasien mengetahui penggunaan
obat dan bisa meningkatkan tingkat kesembuhan dari penyakit yang diderita oleh
pasien yang diterimanya (Siregar, 2005). Faktor pelayanan informasi obat dapat
dinilai dari petugas yang memberi informasi obat dengan bahasa yang mudah
dimengerti dan petugas memberikan informasi lain selain obat yang berhubungan
dengan penyakit pasien. Hasil uji univariat pelayanan informasi obat, informasi
yang diberikan sudah cukup lebih banyak (50,9%) dibandingkan dengan informasi
yang kurang (43,1%), ini artinya kesadaran pasien untuk mendapat informasi
mengenai obat yang digunakan sudah semakin tinggi, sehingga pelayanan apotek
di kota Denpasar juga dituntut bisa memberikan informasi yang jelas mengenai
pelayanan informasi obat. Hal ini mungkin juga bisa disebabkan karena
karakteristik tingkat pendidikan SD (1,7%), SMP (4,2%), SMA (33,9%),
Sarjana/Diploma (58.5%). Terlihat bahwa persentase terbesar adalah responden
dengan tingkat pendidikan Sarjana/Diploma. Tingkat pengetahuan responden
dapat digambarkan dengan tingkat pendidikan responden yang berhubungan
dengan pelayanan apotek, sehingga ini dapat mempengaruhi tingkat daya tanggap
seseorang dalam menerima pelayanan, karena itu apotek di Kota Denpasar
dituntut untuk memberikan informasi obat secara tepat dan jelas (Nita, 2009).
Karakterisitik tingkat pekerjaan, didapatkan hasil tidak bekerja (11.9%), tenaga
kesehatan (9.3%), swasta (55.1%), PNS (22.0%). Semakin tinggi beban kerja
maka akan semakin sering untuk ke apotek dalam melakukan pembelian obat atau
50
vitamin untuk menjaga kesehatan, hal ini terlihat dari jumlah pegawai swasta yang
paling banyak membeli kembali di apotek. Sebagai karyawan swasta mereka
terbiasa bekerja secara professional, sehingga ketika membutuhkan pelayanan
keehatan di apotek mereka mengharapkan mendapatkan pelayanan yang
professional, sehingga apotek juga dituntut untuk memberikan pelayanan yang
maksimal (Aris, dkk, 2013).
Hasil uji bivariat pelayanan informasi obat memberikan hubungan yang
signifikan hal ini terbukti dari hasil yang didapat yaitu nilai P sebesar 0,0001 itu
artinya P<0,05 sehingga terdapat hubungan yang signifikan dan Ho ditolak itu
artinya semakin cukup informasi obat yang diberikan maka kepuasan pasien
menggunakan jasa apotek semakin tinggi. Hal ini sesuai dengan teori yang ada,
setiap pasien akan memiliki perbedaan terhadap informasi yang dibutuhkan, dari
informasi tersebut akan membentuk suatu harapan atau penilain mengenai
kepuasan untuk kembali membeli suatu produk, dengan kata lain pelayanan
informasi tambahan akan dapat meningkatkan kepuasan pasien (Angelova &
Zekiri, 2011). Pelayanan informasi obat yang diberikan tidak harus ilmiah yang
terpenting penerima mudah mengerti, memahami, dan menerima informasi yang
dibutuhkan. Informasi yang disampaikan secara ringkas, jelas, terbukti dan
menghindari sifat menggurui, memaksa, dan menyalahkan. Pelayanan informasi
obat ini jika dilaksanakan dengan baik, maka akan membentuk suatu penilaian di
masyarakat. Penilaian tersebut salah satunya ada dalam bentuk kepuasan membeli
obat (Trimurthy, 2009), sehingga hasil dari penelitian ini sudah sesuai dengan
teori yang ada. Hal ini sejalan dengan penelitian yang telah dilakukan oleh
51
Sulistyawati, dkk (2011), terdapat pengaruh positif antara pelayanan informasi
obat terhadap keputusan membeli ulang obat. Sama halnya dengan penelitian
yang dilakukan oleh Yunevy (2013), pelayanan informasi obat akan
mempengaruhi kepuasan pasien.
6.4 Hubungan Ketersediaan Obat Kepuasan Pasien Menggunakan Jasa
Apotek Di Kota Denpasar
Ketersediaan obat merupakan salah satu pelayanan kefarmasian yang
dilakukan dalam menentukan jenis dan jumlah obat yang ada di dalam apotek.
Faktor penilaian ketersediaan obat dapat diukur berdasarkan petugas memberikan
solusi bila obat yang diminta pasien kosong dan obat yang diberikan di apotek ini
kualitasnya terjamin (belum expired date dan kemasan obat tidak rusak). Hasil uji
univariat, menurut responden ketersediaan obat jumlah obat yang lengkap lebih
banyak (56,9%) daripada jumlah obat yang tidak lengkap (43,1%). Artinya
kesadaran apotek-apotek di Kota Denpasar mengenai ketersediaan obat
merupakan faktor utama dalam menghadapi persaingan dengan apotek sekitarnya,
selain itu juga berdasarkan tingkat penghasilan didapatkan bahwa penghasilan
<1 Juta (35,3%), 1-2 Juta (37,1%), dan >2 Juta (27,6%). Tingkat pendapatan
responden rnenempatkan mereka pada golongan sosial ekonomi menengah yang
mempunyai posisi tawar cukup kuat dalam menentukan pilihan tempat untuk
mendapatkan pelayanan kesehatan, apabila mereka menganggap pelayanan yang
diberikan tidak berkualitas maka mereka dengan mudah berpindah ke tempat lain
yang dianggap lebih baik, sehingga apotek akan lebih dituntut dalam memberikan
pelayanan yang berkualitas (Ifmaily, 2006).
52
Hasil uji bivariat didapatkan hasil bahwa faktor ketersediaan obat
memberikan hubungan yang signifikan dengan nilai P yang diperoleh sebesar
0,0001 itu artinya terdapat perbedaan yang signifikan karena nilai P<0,05. Secara
teoritis dalam satu ukuran keterkaitan seorang pelanggan pada sebuah merek,
mencerminkan bagaimana seorang pelanggan akan sangat setia dalam suatu
merek, sehingga apotek memerlukan bermacam -macam sumber daya (Rajahtran
& Badaruddin, 2010). Salah satu sumber daya yang penting adalah persediaan
obat-obatan. Persediaan obat-obatan harus disesuaikan dengan besarnya
kebutuhan masyarakat sekitar karena persediaan obat obatan yang tidak lancar
akan menghambat pelayanan kesehatan, hal ini disebabkan karena obat tidak
tersedia pada saat dibutuhkan, sehingga akan mempengaruhi loyalitas pasien
(Fakhriadi, dkk, 2011). Ketersediaan obat yang lengkap dalam apotek meliputi
variasi merek yang banyak, tipe dan ukuran kemasan barang yang dijual meliputi,
macam-macam rasa dari suatu produk akan meningkatkan loyalitas pasien dalam
kembali membeli produk di apotek tersebut (Yuliana, 2009), sehingga hasil yang
didapat sudah sesuai dengan teori yang ada. Hasil penelitian yang sama juga
diperoleh Sulistyawati, dkk (2011) dan Suratmi (2013) bahwa ada hubungan
antara kepuasan pasien dengan kelengkapan produk.
53
6.5 Hubungan Kecepatan Pelayanan Obat Dengan Kepuasan Pasien
Menggunakan Jasa Apotek Di Kota Denpasar
Kecepatan pelayanan yaitu suatu kemampuan untuk mencapai target secara
cepat sesuai waktu yang ditentukan (Oktavia dkk, 2012). Kecepatan pelayanan di
apotek dinilai berdasarkan petugas menghitung harga obat dengan cepat, apabila
penyediaan obat lebih dari 15 menit atau dengan obat racikan lebih dari 25 menit
diberikan diskon atau permintaan maaf dari petugas apotek, bila ada pasien datang
petugas dengan cepat memberikan pelayanan, dan petugas apotek melakukan
proses transaksi pembelian kepada pasien dengan cepat. Hasil uji univariat faktor
kecepatan pelayanan di apotek Kota Denpasar masih kurang cepat lebih banyak
(54,3%) dibandingkan dengan pelayanan yang cukup cepat (45,7%), ini artinya
kecepatan pelayanan di apotek di Kota Denpasar menurut responden masih
kurang cepat dalam melakukan pelayanan, hal ini mungkin disebabkan jumlah
petugas di apotek-apotek Kota Denpasar kurang, sehingga beban pekerjaan akan
menjadi berat dan waktu untuk melayani pasien akan menjadi berkurang terutama
dalam menyelesaikan resep atau obat yang diminta oleh pasien, selain itu juga hal
ini juga berdasarkan karakteristik usia, persentase tertinggi responden yang datang
ke apotek (61,1%) yaitu responden dengan umur <30 tahun, sehingga penilaian
responden umur kurang dari 30 tahun memiliki tingkat kesabaran yang kurang
dibandingkan umur lebih dari 30 tahun (Sukiarko, 2010).
Hasil uji bivariat diketahui untuk faktor kecepatan pelayanan memberikan
hubungan yang signifikan dengan nilai p yang diperoleh sebesar 0,0001 (P<0,05)
itu artinya terdapat hubungan yang signifikan antara kecepatan pelayanan dengan
54
kepuasan pasien menggunakan jasa apotek. Secara teoritis pasien tidak ingin
mengalami kesulitan atau membutuhkan waktu yang lama dan antrian yang
panjang untuk menunggu, tidak berdaya serta merasa terlantar, apabila keinginan
pasien dengan cepat mendapatkan pelayanan terpenuhi maka akan timbul rasa
kepercayaan pasien untuk kembali membeli obat di tempat tersebut
(Trimurthy,2009). Pada dasarnya manusia ingin kemudahan, begitu juga dengan
mencari pelayanan kesehatan, mereka suka pelayanan yang cepat mulai dari
pendaftaran sampai pada waktu pulang (Naik dkk, 2010). Hasil yang diperoleh
pada penelitian ini sudah sesuai dengan teori yang ada karena terdapat hubungan
kecepatan pelayanan dengan kepuasan pasien menggunakan jasa apotek di Kota
Denpasar. Hasil yang sama juga didapatkan oleh penelitian yang dilakukan oleh
Kurniawan (2012) bahwa kecepatan pelayanan berpengaruh terhadap kepuasan
pasien. Hasil serupa juga diperoleh oleh Widiyawati (2011), menyatakan bahwa
kecepatan pelayanan berpengaruh positif terhadap loyalitas pelanggan.
6.6. Hubungan Pelayanan Kefarmasian Dengan Kepuasan Pasien
Menggunakan Jasa Apotek Di Kota Denpasar
Hasil uji multivariat didapatkan hasil bahwa terdapat empat faktor pelayanan
kefarmasian yang mempengaruhi kepuasan pasien menggunakan jasa apotek di
Kota Denpasar. Kecepatan pelayanan memiliki pengaruh paling signifikan
(P=0,0001) dan batas CI (7.197-262.095) dengan nilai OR sebesar 43.439 yang
artinya faktor kecepatan memberikan pengaruh sebesar 43.439 kali kepuasan
pasien menggunakan jasa apotek, kemudian diikuti dengan faktor pelayanan
55
informasi obat (P=0,001, CI =3.279 -79.260) dan nilai OR sebesar 16.157 yang
artinya memberikan pengaruh sebesar 16.157 kali kepuasan pasien menggunakan
jasa apotek.
Faktor penampilan apotek (P=0,001, CI= 2,791 - 58,870) dengan nilai OR
sebesar 12.891 yang artinya memberikan hubungan dengan kepuasan pasien
menggunakan jasa apotek sebesar 12,891. Faktor yang terakhir adalah
ketersediaan obat (P=0,01) memiliki nilai p sebesar 0,01, rentang CI= 1.575 -
29.460 dengan nilai OR sebesar 6.811 artinya memiliki hubungan dengan
kepuasan pasien menggunakan jasa apotek sebesar 6.811 kali, sedangkan faktor
keramahan petugas tidak memberikan hubungan yang signifikan. Hal ini dapat
dilihat dari nilai P>0,05 (P=0,102), sehingga faktor pelayanan kefarmasian yang
paling berperan dalam menentukan kepuasan pasien menggunakan jasa apotek di
Kota Denpasar ketika dilakukan secara bersama-sama adalah faktor kecepatan
pelayanan, faktor pelayanan informasi obat, penampilan apotek dan ketersediaan
obat. Kecepatan pelayanan di apotek merupakan faktor yang paling tinggi dalam
mempengaruhi kepuasan pasien menggunakan jasa apotek, sedangkan untuk
faktor keramahan tidak memiliki pengaruh yang signifikan. Keramahan petugas
tidak memberikan pengaruh yang signifikan saat dilakukan uji multivariat,
mungkin disebabkan karena faktor jumlah petugas di apotek-apotek Kota
Denpasar kurang, sehingga beban pekerjaan akan menjadi berat dan keramahan
petugas menjadi berkurang ketika melaksanakan pelayanan kefarmasian.
Presentase pelayanan kefarmasian terhadap kepuasan pasien menggunakan jasa
apotek setelah dilakukan uji multivariat secara bersama-sama didapat R2= 0,782,
56
itu artinya pelayanan kefarmasian memberikan 78,2% kepuasan pasien
menggunakan jasa apotek
57
BAB VII
SIMPULAN DAN SARAN
7.1 Simpulan
1. Terdapat hubungan pelayanan kefarmasian dengan kepuasan pasien
menggunakan jasa apotek di Kota Denpasar, dimana pelayanan
kefarmasian memberikan kepuasan pasien menggunakan jasa apotek
obat pada apotek-apotek di Kota Denpasar sebesar 78,2%
2. Pelayanan kefarmasian berdasarkan penampilan apotek berhubungan
secara signifikan dengan kepuasan pasien menggunakan jasa apotek di
Kota Denpasar
3. Pelayanan kefarmasian berdasarkan keramahan petugas apotek
berhubungan secara signifikan dengan kepuasan pasien menggunakan
jasa apotek di Kota Denpasar
4. Pelayanan kefarmasian berdasarkan pelayanan informasi obat
berhubungan secara signifikan dengan kepuasan pasien menggunakan
jasa apotek di Kota Denpasar
5. Pelayanan kefarmasian berdasarkan ketersediaan obat apotek
berhubungan secara signifikan dengan kepuasan pasien menggunakan
jasa apotek di Kota Denpasar
6. Pelayanan kefarmasian berdasarkan kecepatan pelayanan apotek
berhubungan secara signifikan dengan kepuasan pasien menggunakan
jasa apotek di Kota Denpasar
57
58
7. Kecepatan pelayan memberikan hubungan yang paling besar atau
dominan setelah dilakukan uji secara bersama-sama dengan kepuasan
pasien membeli obat pada apotek-apotek di Kota Denpasar
7.2 Saran
Dari penelitian yang telah dilakukan saran-saran yang dapat diberikan adalah
sebagai berikut
7.2.1 Bagi Pihak Apotek-Apotek Di Kota Denpasar
1. Bagi apotek yang memiliki standar kefarmasian yang baik
mempertahankan pelayanan kefarmasian seperti penampilan apotek,
pelayanan informasi obat, ketersediaan obat,dan kecepatan pelayanan,
agar dapat meningkatkan kepuasan pasien menggunakan jasa apotek.
Bagi apotek yang memiliki standar kefarmasian yang kurang baik untuk
meningkatkan pelayanan kefarmasian seperti penampilan apotek,
pelayanan informasi obat, ketersediaan obat, dan kecepatan pelayanan,
agar dapat meningkatkan kepuasan pasien menggunakan jasa apotek.
2. Pihak apotek lebih meningkatkan profesionalisme tenaga kefarmasian
agar dapat memberikan pelayanan kefarmasian khususnya pelayanan
kesehatan tentang mengenai penggunaan obat yang rasional untuk
meningkatkan kualitas kesehatan.
3. Peningkatan jumlah kerja tenaga farmasis disesuaikan dengan beban
kerja di apotek, sehingga faktor keramahan petugas dan kecepatan
pelayanan akan dapat ditingkatkan.
59
7.2.2 Bagi Ilmu Kesehatan Masyarakat
1. Kepada pihak institusi pendidikan khususnya ilmu kesehatan
masyarakat agar hasil penelitian ini ditambahkan dengan penelitian-
penelitian yang berhubungan dengan kepuasan pasien menggunakan
jasa apotek di Kota Denpasar
2. Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai acuan dalam
perkembangan ilmu pengetahuan yang dapat membantu mewujudkan
pelayanan kesehatan yang bermutu khususnya pelayanan kefarmasian
di apotek
60
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, N., Andrajadi, R., dan Supardi, S. 2010. Pengetahuan, Sikap dan
Kebutuhan Pengunjung Apotek Terhadap Informasi Obat di Kota
Depok. Pusat Penelitian Dan Sistem Pengembangan Kebijakan
Badan Litbangkes Kementerian Kesehatan
Ahmadi, H. 2013. Analisis pengaruh Harga dan Kualitas Layanan Terhadap
Minat Beli Ulang Gas Elpiji 3 Kg Dalam meningkatkan Citra
Perusahaan. Ekomaks. Madium
Alfianasari, J. 2010. Pengaruh Komunikasi Pemasaran Terhadap Keputusan
Pembelian Kartu Perdana IM3. Jurnal Capacity STIE AMKOP.
Makasar
Ali, A., Jason, Tiong Kion Kai, Choo Chun Keat, and Dhanaraj ,SA. 2011. Self-
Medication Practices Among Health Care Professionals In A
Private University, Malaysia. International Current Pharmaceutical
Journal 2012, 1(10): 302-310
Angelova, B and Zekiri, J. 2011. Measuring Customer Satisfaction with Service
Quality Using American Customer Satisfaction Model (ACSI
Model). International Journal of Academic Research in Business
and Social Sciences, Vol. 1, No. 3
Anief, M. 2006. Manajemen Farmasi Ed VI. Gadjah Mada University Press.
Yogyakarta
Aris, W., Bambang, W., dan Iswahyudi3 2013. Persepsi Konsumen Terhadap
Pelayanan Apotek Di Kota Ranai Kecamatan Bunguran Timur
Kabupaten Natuna. Jurnal manajemen dan pelayanan Farmasi
Azwar. 2010. Metodologi Penelitian. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.
Badan Penelitian dan Pengembangan Kementrian Kesehatan RI. 2013. Riset
Kesehatan Dasar. Jakarta
Bank Dunia. 2008. Berinvestasi Dalam Sektor Kesehatan Indonesia : Tantangan
dan Peluang Untuk Pengeluaran Publik di Masa Depan. Jakarta
BPOM. 2004. Pengobatan Sendiri. Jakarta
AvailableFrom:URLhttp//perpustakaan.pom.go.id/KoleksiLainny/B
uletin%20Info%20POM/0604.pdf
Badan Pusat Statistik (BPS). 2006. Susenas (Survey Ekonomi Nasional). Jakarta
61
Cornelia, E dan Veronica, S. 2009. Analisis Pengaruh Kualitas Layanan
Terhadap Loyalitas Pelanggan di Laundry 5ASEC Surabaya. Jurnal
Managemen Perhotelan. Surabaya
Curakovic, D., Sikovac, I., Garaca., V., Curcic, N., dan Vukosav,S. 2011. The
Degree of Costumer Satisfaction with Hotel Sarvia. Journal of
Tourism. Serbia.
Departemen Kesehatan RI. 2004. Keputusan Menteri Kesehatan RI No.
1027/Menkes/SK/IX/2004 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian
di Apotek. Depkes RI. Jakarta
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2009. Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan
Kefarmasian. Depkes RI. Jakarta
Dinas Kesehatan Provinsi Bali. 2012. Laporan Jumlah Apotek di Bali. Denpasar
Djuhaeni, H. 2009. Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat di Masa
Depan. Seminar Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat
Bandung. Januari 2009
Fakhriadi, A., Marchaban, dan Pudjaningsih, D. 2011. Analisis Pengelolaan Obat
Di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Pku Muhammadiyah
Temanggung Tahun 2006, 2007 dan 2008. Jurnal Manajemen dan
Pelayanan Farmasi
Firday, Z dan Muhlisin, HM.2010. Analisis Faktor Yang Berhubungan Dengan
Kepuasan Pasien Rawat Inap Di Rumah Sakit Islam Surakarta.
http://publikasiilmiah.ums.ac.id/bitstream/handle/123456789/3613/
ZUHDI%20FIRDAUS%20-
%20ABI%20MUHLISIN%20%20fix.pdf?sequence=1
Gupta, Prateek, Bobhate, Saurabh, and Shrivastava. 2011. Determinants Of Self
Medication Practices in an Urban Slum Community. Asian Journal
of Pharmaceutical and Clinical Research Vol. 4, Issue 3
Ginting, A. 2009. Penerapan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek Kota
Medan tahun 2008. Jurnal USU. Medan
Handayani, RA., Supardi, S., Raharni, dan Susyanti, AL. 2009. Ketersediaan dan
Peresepan Obat Generik dan Obat Esensial di Fasilitas Pelayanan
Kefarmasian di 10 Kabupaten/Kota di Indonesia. Pusat Penelitian
62
dan Pengembangan Sistem dan Kebijakan Kesehatan Badan
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Jakarta.
Harijono, H dan Soepangkat,BO. 2011. Upaya Peningkatan Kualitas Layanan
Farmasi RSK. ST VINCENTIUS A PAULO Surabaya Dengan
Menggunakan Metode Servqual Dan QFD. Prosiding Seminar
Nasional Manajemen Teknologi XIV Program Studi MMT-ITS,
Surabaya 23 Juli 2011
Ifmaily. 2006. Analisis Pengaruh Persepsi Layanan Farmasi Pasien Unit Rawat
Jalan Terhadap Minat Beli Obat Ulang di Instalasi Farmasi RSI
Ibnu Sina –Yarsi Padang Tahun 2006. (tesis). Semarang.
Universitas Diponegoro.
ISFI. 2005. Standar Kompetensi Farmasi Indonesia. PT ISFI Penerbitan. Jakarta
Jas, A., 2009. Perihal Resep & Dosis serta Latihan Menulis Resep. Ed 2.
Universitas Sumatera Utara Press. Medan
Jasfar, F. 2005. Manajemen Jasa Pendekatan Terpadu. Ghalia Indonesia. Jakarta
Kotler, P. 2006. Marketing Management. Pretince Hall International Inc. New
Jersey
Kurniawan, F . 2012. Kecepatan Waktu Pelayanan Rumah Sakit Berpengaruh
Terhadap Kepuasan Pasien
AvailableFrom:URLhttp://
stikesbaptis.ac.id/utama/index.php?option
Kusuma, AR. 2009. Pengaruh Kualitas Pelayanan, Kompetensi Tenaga
Penjualan, Dan Citra Perusahaan Terhadap Minat Beli Ulang.
(tesis). Semarang. Universitas Diponegoro.
Lemeshow and Hosmer D.W. 2000. Applied Logistic Regression, Second Edition,
John Willey and Sons, Inc, New York
Malasari, Y., Gandjar IG., dan Sumarni. 2011. Analisis Kepentingan - Kinerja di
Instalasi Farmasi Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Bantul
(Menurut Persepsi Pelanggan Rawat Jalan). Jurnal Manajemen dan
Pelayanan Farmasi. Yogyakarta
Manurung, L. 2010. Analisis Hubungan Tingkat Kepuasan pasien Rawat Jalan
Terhadap Pelayanan Instalasi Farmasi Dengan Minat Pasien
Menebus Kembali Resep Obat di Instalasi Farmasi RSUD Budhi
Asih 2010. (tesis). Jakarta. Universitas Indonesia.
63
Meriati, E., Goenawi, R., dan Wiyono, W. 2013. Dampak Penyuluhan Pada
Pengetahuan Masyarakat Terhadap Pemilihan Dan Penggunaan
Obat Batuk Swamedikasi Di Kecamatan Malalayan. Pharmacon
Jurnal Ilmiah Farmasi. Manado
Mole, F. 2009. Analisis Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM) Terhadap
Pelayanan Publik di Puskesmas Ngeskep Semarang. Tesis.
Universitas Diponegoro.
Muslicnah, Wahyuddin, M., dan Syamsuddin. 2010. Pengaruh Faktor
Lingkungan, Faktor Individu, dan Faktor Komunikasi Pemasaran
Terhadap Keputusan Membeli Obat Farmasi antara Apotek di
Kabupaten Sukoharjo dan Apotek di Kota Surakart. Jurnal USU.
Sumatera Utara.
Naik, Prabhagasar, G dan Santasala,SB. 2010. Service Quality (Servqual) and in
Effort on Customer Satisfaction in Retaily. European Jurnal Of
Social Science Vol 16
Nita, Y., Athijah,U., Wijaya, N., Ilahi, RK., dan Hermawati, M. 2009. Kinerja
Apotek dan Harapan Pasien terhadap Pelayanan Informasi Obat
pada Pelayanan Swamedikasi di beberapa Apotek di Surabaya.
Majalah Farmasi Airlangga. Surabaya
Octavia, A. Suswitarosa, dan Anwar, A. 2012. Analisis kepuasan Pasien Rawat
Inap Bangsal Jantung di RSUD Raden Mattaher Jambi. Jurnal
Manajemen Universitas Jambi. Jambi
Oetomo, RA. 2012. Analisis Pengaruh Keragaman Menu, Persepsi Harga dan
Lokasi Terhadap Minat beli Konsumen. (tesis). Semarang.
Universitas Diponegoro.
Prastiwi, N., dan Ayubi, D. 2010. Hubungan Kepuasan Pasien Bayar Dengan
Minat Kunjungan Ulang Di Puskesmas Wisma Jaya Kota Bekasi
Tahun 2007. Jurnal Makara Kesehatan. Jakarta
Puccinelli, N. M., Goodstein, R., Grewal, D., Price, R., Raghubir, P. and Stewart,
D. 2009. Customer experience management in retailing:
Understanding the buying process. Journal of Retailing 85(1), 15-30
Rachmandani, A, Sampurno, dan Purnomo, P. 2011. Peran Ikatan Apoteker
Indonesia (IAI) Dalam Upaya Pelaksanaan Standar
Pelayanan
Kefarmasian Di Apotek Di Daerah Istimewa Yogyakarta. Jurnal
manajemen dan pelayanan Farmasi. Yogyakarta
64
Rajahtran, M dan Badaruddin, M. 2010. Domestic Tourism :Perception Of
Domestic Tourist on Tourism Product in Renany Island. Asia
Journal Of Management Research, ISSN 229-3795
Ryu, K dan Han, H. 2010. Influence of Physical Enviroment on Discorfirmation,
Custmer Satisfaction and Customer Loylty For First Time and
Repeat Customer in Upscale Restaurant. International CHRIE
Conference. University of Massachusetts.
Saidani, B dan Samsul, A. 2012. Pengaruh Kualitas Produk dan kulaitas Layanan
Terhadap Kepuasan Konsumen dan minat Beli Ulang Pada Ranch
Market. JRMSI. Jakarta
Sastroasmoro dan Ismael. 2011. Dasar-dasar Metodologi Penelitian Klinis.
Sagung Seto. Jakarta
Saragih, R., Lubis, N., dan Sutatniningsih, R. 2010. Pengaruh Mutu Pelayanan
Kesehatan Terhadap Loyalitas Pasien Rumah sakit Umum Herna
Medan. (tesis). Medan. Universitas Sumatera Utara
Sukiarko. 2010. Pengaruh Pelatihan dengan Metode Belajar Berdasarkan
Masalah Pengetahuan dan Ketrampilan Kader Gizi dalam Kegiatan
Posyandu.
AvailableFrom:URLhttp://
eprints.undip.ac.id/15497/1/Edy_Sukiarko. pdf.
Suryani, A., Hasan Basri, M., dan Priyatni, N. 2013. Pelaksanaan Kebijakan Obat
Generik di Apotek Kabupaten Pelawan Provinsi Riau. Jurnal
Kebijakan Kesehatan Indonesia
Suwaryo, Isnanto,RR., dan Sofwan, A. 2011. Simulasi Sistem Pelayanan Resep
Pada Apotek Berprioritas Banyak Loket.
AvailableFrom:URLhttp://eprints.undip.ac.id/25461/1/ML2F30348
9.pdf
Sidharta,T. 2009. Pengaruh Kualitas Pelayanan Terhadap minat Beli Kembali
Konsumen Pada Perusahaan Jasa Servis Daihatsu Astra di
Surakarta. (tesis). Surakarta. Universitas Sebelas Maret.
Siregar, JP. 2005. Farnasi Klinik Teori dan Penerapan. EGC. Bandung
Sudaryani. 2009. Pengaruh Pendidikan Kesehatan Persiapan Pasien Pulang
Terhadap Kepuasan Pasien Tentang Pelayanan Keperawatan Di
Rumah Sakit Madiun. (tesis). Universitas Indonesia
65
Sulistyawati, M., Perdana, N., Syafar, M., Amirudin, R., dan Jafar, N. 2011.
Hubungan Kualitas Pelayanan Farmasi Pasien Rawat Jalan
Terhadap Kepuasan dan Keputusan Membeli Ulang Obat di IFRS
Jala Ammari Makasar.
AvailableFrom:URLhttp://pasca.unhas.ac.id/jurnal/files/a6e4f2fcba
3a03deea91b688e72bde44.pdf
Suratmi, P. 2013. Hubungan Penataan Ruang Dan Kelengkapan Alat Ruang
Rawat Inap Dengan Kepuasan Pasien Di Ruang Bougenville RSUD
dr. Soegiri Lamongan..Surya Jurnal Vol.01, No.XIV, April 2013
Tjay, T.H. dan Rahardja, K. 2007. Obat-Obat Penting. PT Elex Media
Komputindo. Jakarta.
Tlapana, TP. 2009. Store Layout and Its Impact on Consumer Purchasing
Behaviour at Convenience Stores in Kwa Mashu. (Desertasi).
Durban University of Technology.
Trimurthy, IGA. 2009. Analisis Hubungan Persepsi Pasien Tentang Mutu
Pelayanan Dengan Minat Pemanfaatan Ulang Pelayanan Rawat
Jalan Puskesmas Pandanaran Kota Semarang. (tesis). Semarang.
Universitas Diponegoro
Walgito. 2006. Pengantar Psikologi Umum Ed IV. Penerbit Andi. Yogyakarta
Widiyawati, N. 2011. Pengaruh Kualitas Layanan Terhadap Loyalitas Pelanggan
di Supermarker Papaya Darmo Surabaya. Jurnal Akutansi,
Manajemen Bisnis, dan Sektor Publik (JAMBSP). Surabaya
Yakup, D., Mucahit,C., and Reyhan, O. 2011. The Impact of Cultural Factors on
the Consumer Buying Behaviors Examined through An Impirical
Study. International Journal of Business and Social Science Vol. 2
No. 5
Yuliana. 2009. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Loyalitas Pelanggan
Pasar Swalayan Dengan Kepuasan Sebagai Variabel Intervening.
Excellent. Surakarta
Yunevy, E dan Haksama, S. 2013. Analisis Kepuasan Berdasarkan Persepsi Dan
Harapan Pasien Di Puskesmas Medokan Ayu Surabaya. Jurnal
Administrasi Kesehatan Indonesia. Surabaya.
66
Lampiran 1
Informed Consent dan Kuesioner
SURAT PERSETUJUAN
MENJADI RESPONDEN SUBYEK PENELITIAN
(INFORMED CONSENT)
Saya yang bernama Putu Eka Arimbawa / 129 216 1025 adalah
Mahasiswa Pasca Sarjana Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat Udayana.
Penelitian ini dilakukan sebagai salah satu kegiatan dalam menyelesaikan proses
belajar mengajar pada program Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat Udayana.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui Hubungan Pelayanan
Kefarmasian Dengan Kepuasan Pasien Menggunakan Jasa Apotek Di Kota
Denpasar, untuk keperluan tersebut saya mohon kesediaan Bapak/Ibu untuk
menjadi partisipan dalam penelitian ini. Selanjutnya saya mohon kesediaan
Bapak/Ibu untuk mengisi kuesioner dengan jujur dan apa adanya. Jika Bapak/Ibu
bersedia,silahkan menandatangani persetujuan ini sebagai bukti kesukarelaan
Bapak/Ibu. Identitas pribadi sebagai partisipan akan dirahasiakan dan semua
informasi yang diberikan hanya akan digunakan untuk penelitian ini. Bapak/Ibu
berhak untuk ikut atau tidak ikut berpartisipan tanpa ada sanksi dan konsekuensi
buruk dikemudian hari. Jika ada hal yang kurang dipahami Bapak/Ibu dapat
bertanya langsung kepada peneliti.
Atas perhatian dan kesediaan Bapak/Ibu menjadi partisipan dalam
penelitian ini saya ucapkan terima kasih.
67
Denpasar, Februari 2014
Peneliti Responden
(Putu Eka Arimbawa) ( )
68
DATA DIRI PENGISI
KUISIONER
Jenis Kelamin Laki- laki Perempuan
Umur (Dalam tahun) =
Pendidikan terakhir tidak sekolah SMP
SARJANA/DIPLOMA
SD SMU
Pekerjaan Tenaga kesehatan PNS/TNI/POLRI
Swasta/Wirausaha
Tidak bekerja
Penghasilan dalam 1 bulan < 1 Juta
1 juta-2juta
> 2 Juta
Pernah Membeli obat di apotek ini Pertama kali (1 x)
selama 1 bulan 1 sampai 5 x
Lebih dari 5 x
69
Isilah kolom dibawah ini dengan tanda rumput (√ )
Keterangan (1=sangat tidak baik, 2 =tidak baik, 3= Baik, 4= sangat Baik, 1= sangat tidak
penting, 2= Tidak Penting, 3= penting, 4 = sangat penting)
Pelayanan Kefarmasian Pelayanan Yang
Dirasakan
Harapan dari pasien
PENAMPILAN APOTEK 1 2 3 4 1 2 3 4
Papan nama apotek, dan lokasi apotek
terletak ditempat yang strategis
Penataan obat menarik dan rapi
Ruang tunggu pengambilan obat dan
toilet apotek bersih dan rapi
Ada tempat browser dan tempat
display informasi obat/kesehatan
Para pegawai memakai seragam
apotek/tanda pengenal petugas apotek
KERAMAHAN PETUGAS
Petugas Menyapa apabila ada pasien
datang
Petugas siap membantu segala
keluhan pasien
Kapanpun butuh informasi obat
petugas apotek siap membantu
Petugas selalu murah senyum dan
ramah dalam berkomunikasi
PELAYANAN INFORMASI OBAT
Petugas member informasi obat
dengan bahasa yang mudah
dimengerti
Petugas memberikan informasi lain
selain obat yang berhubungan dengan
penyakit pasien
KETERSEDIAAN OBAT
petugas memberikan solusinya bila
obat yang diminta pasien kosong atau
tidak ada
Obat yang diberikan di apotek ini
kualitasnya terjamin ( belum expired
date,dan kemasan obat tidak rusak)
70
Pelayanan Kefarmasian Pelayanan Yang dirasakan Harapan dari pasien
KECEPATAN PELAYANAN 1 2 3 4 1 2 3 4
Petugas menghitung harga obat
dengan cepat
Apabila penyediaan obat tanpa
racikan lebih dari 15 menit atau
dengan racikan lebih dari 25
menit diberikan diskon atau
permintaan maaf dari petugas
apotek
Apabila ada pasien datang
petugas dengan sigap memberikan
pelayanan
Petugas apotek melakukan proses
tranksaksi pembelian,
dan pembayaran kepada pasien
dengan cepat
71
Lampiran
HASIL STATISTIKA
Item-Total Statistics
Reliability Statistics
Reliability Statistics
Cronbach's Alpha N of Items
.844 20
Item-Total Statistics
Scale Mean if Item Deleted
Scale Variance if
Item Deleted
Corrected Item-Total Correlation
Cronbach's Alpha if Item
Deleted
p1 133.0513 64.787 .406 .838
p2 132.8718 62.273 .407 .838
p3 132.9231 63.283 .435 .837
p4 133.3590 59.184 .612 .828
p5 132.9744 63.657 .378 .839
p6 133.0256 63.131 .365 .840
p7 132.9487 62.208 .509 .834
p8 133.0769 59.810 .608 .828
p9 132.9231 62.915 .443 .836
p10 132.8205 68.151 .046 .852
p11 133.0256 63.815 .403 .838
p12 133.5385 55.202 .632 .826
p13 133.0769 66.389 .234 .844
p14 132.8718 66.799 .192 .846
p15 133.2051 62.483 .443 .836
p16 132.8718 64.378 .425 .838
p17 133.0769 63.915 .417 .838
p18 133.2308 62.603 .468 .835
p19 133.2308 63.656 .383 .839
p20 133.3590 62.184 .612 .831
72
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
a Test distribution is Normal. b Calculated from data. FREQUENCIES
VARIABLES=jenis_kelamin penampilan_apotek1 ramah PIO kelngkapan
kecepatan
Membeli_kembali umurrrrr pendidikan_terkahir pekerjaan
Ketersediaan_obat
penghasilan
/ORDER= ANALYSIS .
Frequencies [DataSet1] C:\Documents and Settings\123\Desktop\olah data fix.sav
penampilan_
apotek keramhan_p
etugas
Pelayanan_informasi_ob
at
Ketersediaan_ob
at Kecepatan_pelayanan
Beli_ulang
N 116 116 116 116 116 116
Normal Parameters(a,b)
Mean 4.1409 3.7798 1.6814 1.7031 3.8256 15.1309
Std. Deviation .45223 .33939 .35007 .38100 .34749 1.16037
Most Extreme Differences
Absolute .094 .120 .121 .118 .121 .057
Positive .079 .120 .121 .115 .121 .051
Negative -.094 -.069 -.120 -.118 -.115 -.057
Kolmogorov-Smirnov Z 1.013 1.296 1.299 1.274 1.299 .610
Asymp. Sig. (2-tailed) .256 .070 .069 .078 .068 .851
Statistics
116 116 116 116 116 116 116 116 118 118 116 116 2 2 2 2 2 2 2 2 0 0 2 2
Valid Missing
N jenis_kelamin
penampilan_ apotek1 ramah PIO kelngkapan kecepatan
Membeli_ kembali umurrrrr
pendidikan_ terkahir pekerjaan
Ketersedi aan_obat penghasilan
73
Frequency Table
PIO
57 48.3 49.1 49.1 59 50.0 50.9 100.0
116 98.3 100.0 2 1.7
118 100.0
informasi_kurang informasi_cukup Total
Valid
System Missing Total
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
ramah
65 55.1 56.0 56.0 51 43.2 44.0 100.0
116 98.3 100.0 2 1.7
118 100.0
tidak_ramah ramah Total
Valid
System Missing
Total
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
penampilan_apotek1
58 49.2 50.0 50.0 58 49.2 50.0 100.0
116 98.3 100.0 2 1.7
118 100.0
kurang_baik baik Total
Valid
System Missing Total
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
jenis_kelamin
51 43.2 44.0 44.0
65 55.1 56.0 100.0 116 98.3 100.0
2 1.7 118 100.0
1 2
Total
Valid
System Missing Total
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
74
umurrrrr
72 61.0 62.1 62.1 44 37.3 37.9 100.0
116 98.3 100.0 2 1.7
118 100.0
.00 1.00 Total
Valid
System Missing Total
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Membeli_kembali
62 52.5 53.4 53.4 54 45.8 46.6 100.0
116 98.3 100.0 2 1.7
118 100.0
tidak_membeli membeli Total
Valid
System Missing Total
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
kecepatan
63 53.4 54.3 54.3
53 44.9 45.7 100.0 116 98.3 100.0
2 1.7 118 100.0
kurang_cepat cukup_cepat
Total
Valid
System Missing Total
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
kelngkapan
50 42.4 43.1 43.1 66 55.9 56.9 100.0
116 98.3 100.0 2 1.7
118 100.0
tidak_lengkap Lengkap Total
Valid
System Missing Total
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
75
Ketersediaan_obat
8 6.8 6.9 6.9
16 13.6 13.8 20.7 1 .8 .9 21.6 1 .8 .9 22.4
21 17.8 18.1 40.5 1 .8 .9 41.4 2 1.7 1.7 43.1
27 22.9 23.3 66.4 23 19.5 19.8 86.2 2 1.7 1.7 87.9
14 11.9 12.1 100.0 116 98.3 100.0
2 1.7 118 100.0
1.00 1.25 1.32 1.35 1.50 1.60 1.66 1.75 2.00 2.30 2.33 Total
Valid
System Missing Total
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
pekerjaan
2 1.7 1.7 1.7 14 11.9 11.9 13.6 11 9.3 9.3 22.9 65 55.1 55.1 78.0 26 22.0 22.0 100.0
118 100.0 100.0
0 1 2 3 Total
Valid Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
pendidikan_terkahir
2 1.7 1.7 1.7 2 1.7 1.7 3.4 5 4.2 4.2 7.6
40 33.9 33.9 41.5 69 58.5 58.5 100.0
118 100.0 100.0
0 1 2 3 Total
Valid Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
76
CROSSTABS
/TABLES=penampilan_apotek1 ramah PIO kelngkapan kecepatan BY
Membeli_kembali
/FORMAT= AVALUE TABLES
/STATISTIC=CHISQ CORR
/CELLS= COUNT
/COUNT ROUND CELL .
CROSSTABS
/TABLES=Beli_ulang penampilan_apotek1 ramah PIO kelngkapan
kecepatan BY
Membeli_kembali
/FORMAT= AVALUE TABLES
/STATISTIC=CHISQ
/CELLS= COUNT ROW
/COUNT ROUND CELL .
Crosstabs CROSSTABS
/TABLES=penampilan_apotek1 ramah PIO kelngkapan kecepatan BY
Kepuasan_pasien
/FORMAT= AVALUE TABLES
/STATISTIC=CHISQ RISK
/CELLS= COUNT ROW
/COUNT ROUND CELL .
Crosstabs [DataSet1] C:\Documents and Settings\123\Desktop\olah data fix.sav
penghasilan
41 34.7 35.3 35.3
43 36.4 37.1 72.4 32 27.1 27.6 100.0
116 98.3 100.0 2 1.7
118 100.0
1.00 2.00 3.00 Total
Valid
System Missing Total
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
77
penampilan_apotek1 * Kepuasan_pasien
Case Processing Summary
116 100.0% 0 .0% 116 100.0%
116 100.0% 0 .0% 116 100.0%
116 100.0% 0 .0% 116 100.0%
116 100.0% 0 .0% 116 100.0%
116 100.0% 0 .0% 116 100.0%
penampilan_apotek1 *
Kepuasan_pasien
ramah * Kepuasan_
pasien
PIO * Kepuasan_pasien
kelngkapan *
Kepuasan_pasien
kecepatan * Kepuasan_
pasien
N Percent N Percent N Percent
Valid Missing Total
Cases
Crosstab
44 14 58
75.9% 24.1% 100.0%
18 40 58
31.0% 69.0% 100.0%
62 54 116
53.4% 46.6% 100.0%
Count
% within penampilan_
apotek1
Count
% within penampilan_
apotek1
Count
% within penampilan_
apotek1
kurang_baik
baik
penampilan_apotek1
Total
tidak_puas puas
Kepuasan_pasien
Total
Chi-Square Tests
23.422b 1 .000
21.655 1 .000
24.301 1 .000
.000 .000
23.220 1 .000
116
Pearson Chi-Square
Continuity Correctiona
Likelihood Ratio
Fisher's Exact Test
Linear-by-Linear
Association
N of Valid Cases
Value df
Asy mp. Sig.
(2-sided)
Exact Sig.
(2-sided)
Exact Sig.
(1-sided)
Computed only for a 2x2 tablea.
0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 27.
00.
b.
78
ramah * Kepuasan_pasien
Risk Estimate
6.984 3.078 15.845
2.444 1.622 3.684
.350 .215 .570
116
Odds Ratio f or
penampilan_apotek1
(kurang_baik / baik)
For cohort Kepuasan_
pasien = tidak_puas
For cohort Kepuasan_
pasien = puas
N of Valid Cases
Value Lower Upper
95% Conf idence
Interv al
Crosstab
48 17 65
73.8% 26.2% 100.0%
14 37 51
27.5% 72.5% 100.0%
62 54 116
53.4% 46.6% 100.0%
Count
% within ramah
Count
% within ramah
Count
% within ramah
tidak_ramah
ramah
ramah
Total
tidak_puas puas
Kepuasan_pasien
Total
Chi-Square Tests
24.723b 1 .000
22.894 1 .000
25.608 1 .000
.000 .000
24.510 1 .000
116
Pearson Chi-Square
Continuity Correctiona
Likelihood Ratio
Fisher's Exact Test
Linear-by-Linear
Association
N of Valid Cases
Value df
Asy mp. Sig.
(2-sided)
Exact Sig.
(2-sided)
Exact Sig.
(1-sided)
Computed only for a 2x2 tablea.
0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 23.
74.
b.
79
PIO * Kepuasan_pasien
Risk Estimate
7.462 3.263 17.065
2.690 1.683 4.300
.360 .232 .561
116
Odds Rat io for ramah
(tidak_ramah / ramah)
For cohort Kepuasan_
pasien = tidak_puas
For cohort Kepuasan_
pasien = puas
N of Valid Cases
Value Lower Upper
95% Conf idence
Interv al
Crosstab
44 13 57
77.2% 22.8% 100.0%
18 41 59
30.5% 69.5% 100.0%
62 54 116
53.4% 46.6% 100.0%
Count
% within PIO
Count
% within PIO
Count
% within PIO
informasi_kurang
informasi_cukup
PIO
Total
tidak_puas puas
Kepuasan_pasien
Total
Chi-Square Tests
25.395b 1 .000
23.553 1 .000
26.464 1 .000
.000 .000
25.176 1 .000
116
Pearson Chi-Square
Continuity Correctiona
Likelihood Ratio
Fisher's Exact Test
Linear-by-Linear
Association
N of Valid Cases
Value df
Asy mp. Sig.
(2-sided)
Exact Sig.
(2-sided)
Exact Sig.
(1-sided)
Computed only for a 2x2 tablea.
0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 26.
53.
b.
80
kelngkapan * Kepuasan_pasien
Risk Estimate
7.709 3.360 17.691
2.530 1.679 3.813
.328 .198 .545
116
Odds Rat io for PIO
(informasi_kurang /
informasi_cukup)
For cohort Kepuasan_
pasien = tidak_puas
For cohort Kepuasan_
pasien = puas
N of Valid Cases
Value Lower Upper
95% Conf idence
Interv al
Crosstab
38 12 50
76.0% 24.0% 100.0%
24 42 66
36.4% 63.6% 100.0%
62 54 116
53.4% 46.6% 100.0%
Count
% within kelngkapan
Count
% within kelngkapan
Count
% within kelngkapan
tidak_lengkap
Lengkap
kelngkapan
Total
tidak_puas puas
Kepuasan_pasien
Total
Chi-Square Tests
17.963b 1 .000
16.405 1 .000
18.626 1 .000
.000 .000
17.808 1 .000
116
Pearson Chi-Square
Continuity Correctiona
Likelihood Ratio
Fisher's Exact Test
Linear-by-Linear
Association
N of Valid Cases
Value df
Asy mp. Sig.
(2-sided)
Exact Sig.
(2-sided)
Exact Sig.
(1-sided)
Computed only for a 2x2 tablea.
0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 23.
28.
b.
81
kecepatan * Kepuasan_pasien
Risk Estimate
5.542 2.440 12.585
2.090 1.465 2.981
.377 .223 .638
116
Odds Rat io for
kelngkapan (tidak_
lengkap / Lengkap)
For cohort Kepuasan_
pasien = tidak_puas
For cohort Kepuasan_
pasien = puas
N of Valid Cases
Value Lower Upper
95% Conf idence
Interv al
Crosstab
52 11 63
82.5% 17.5% 100.0%
10 43 53
18.9% 81.1% 100.0%
62 54 116
53.4% 46.6% 100.0%
Count
% within kecepatan
Count
% within kecepatan
Count
% within kecepatan
kurang_cepat
cukup_cepat
kecepatan
Total
tidak_puas puas
Kepuasan_pasien
Total
Chi-Square Tests
46.901b 1 .000
44.377 1 .000
50.570 1 .000
.000 .000
46.497 1 .000
116
Pearson Chi-Square
Continuity Correctiona
Likelihood Ratio
Fisher's Exact Test
Linear-by-Linear
Association
N of Valid Cases
Value df
Asy mp. Sig.
(2-sided)
Exact Sig.
(2-sided)
Exact Sig.
(1-sided)
Computed only for a 2x2 tablea.
0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 24.
67.
b.
82
Logistic Regression [DataSet1] C:\Documents and Settings\123\Desktop\olah data fix.sav
Block 0: Beginning Block
Risk Estimate
20.327 7.886 52.397
4.375 2.475 7.733
.215 .124 .374
116
Odds Rat io for
kecepatan (kurang_
cepat / cukup_cepat)
For cohort Kepuasan_
pasien = tidak_puas
For cohort Kepuasan_
pasien = puas
N of Valid Cases
Value Lower Upper
95% Conf idence
Interv al
Dependent Variable Encoding
0
1
Original Value
tidak_membeli
membeli
Internal Value
Case Processing Summary
116 100.0
0 .0 116 100.0
0 .0 116 100.0
Unweighted Cases a
Included in Analysis Missing Cases Total
Selected Cases
Unselected Cases Total
N Percent
If weight is in effect, see classification table for the total number of cases.
a.
83
Block 1: Method = Enter
Classification Tablea,b
62 0 100.0
54 0 .0
53.4
Observed
tidak_membeli
membeli
Membeli_kembali
Overall Percentage
Step 0
tidak_
membeli membeli
Membeli_kembali
Percentage
Correct
Predicted
Constant is included in the model.a.
The cut value is .500b.
Variables in the Equation
-.138 .186 .551 1 .458 .871ConstantStep 0
B S.E. Wald df Sig. Exp(B)
Variables not in the Equation
23.422 1 .000
24.723 1 .000
25.395 1 .000
17.963 1 .000
46.901 1 .000
73.302 5 .000
penampilan_apotek1
ramah
PIO
kelngkapan
kecepatan
Variables
Overall Statistics
Step
0
Score df Sig.
Omnibus Tests of Model Coefficients
102.099 5 .000
102.099 5 .000
102.099 5 .000
Step
Block
Model
Step 1
Chi-square df Sig.
Model Summary
58.159a .585 .782
Step
1
-2 Log
likelihood
Cox & Snell
R Square
Nagelkerke
R Square
Estimation terminated at iteration number 7 because
parameter est imates changed by less than .001.
a.
84
Variables in the Equation
2.551 .778 10.757 1 .001 12.819 2.791 58.870
1.277 .780 2.680 1 .102 3.588 .777 16.560
2.782 .814 11.691 1 .001 16.157 3.279 79.620
1.919 .747 6.593 1 .010 6.811 1.575 29.460
3.771 .917 16.909 1 .000 43.432 7.197 262.095
-6.438 1.299 24.576 1 .000 .002
penampilan_apotek1
ramah
PIO
kelngkapan
kecepatan
Constant
Step
1a
B S.E. Wald df Sig. Exp(B) Lower Upper
95.0% C.I.f or EXP(B)
Variable(s) entered on step 1: penampilan_apotek1, ramah, PIO, kelngkapan, kecepatan.a.
85
Lampiran 3
JADWAL PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan mulai bulan November 2013 sampai dengan Juni 2014 dengan tahapan sebagai berikut
No
November
2013
Desember
2013
Januari
2014
Februari
2014
Mei
2014
Juni
2014 Kegiatan
Minggu ke 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3
1 Penyusunan
Proposal
2 Ujian Proposal
3 Revisi
Proposal
4 Pengumpulan
Data
5 Penyusunan
Laporan
6 Sidang Hasil
Penelitian
7 Revisi
Laporan
8 Ujian Tesis
86
Lampiran 5
BIAYA PENELITIAN
A. Persiapan
1. Pra proposal Rp 75.000,00
2. Penyusunan proposal Rp 300.000,00
3. Presentasi proposal Rp 450.000,00
4. Revisi proposal/ Hasil Rp 75.000,00
B. Pelaksanaan
1. Pengurusan ijin Rp 200.000,00
2. Transport Rp 150.000,00
3. Pulpen/Foto copy/Kertas A4 80gram Rp 400.000,00
C. Tahap Akhir
1. Penyusunan laporan Rp. 200.000,00
2. Penggandaan laporan Rp. 300.000,00
Jumlah Rp 2.000.000,00