07_sutji rochaminah_penggunaan metode penemuan untuk meningkatkan kemampuan

33
Penggunaan Metode Penemuan untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Mahasiswa Keguruan Sutji Rochaminah Abstrak Penelitian eksperimen ini berfokus pada upaya untuk mengungkap perbandingan peningkatan kemampuan berpikir kritis matematis mahasiswa calon guru matematika sekolah menengah sebagai akibat dari penggunaan metode penemuan. Penelitian ini dilakukan pada dua Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK), yaitu LPTK dengan klasifikasi baik dan LPTK dengan klasifikasi cukup. Sampel penelitian berjumlah 183 mahasiswa calon guru yang mengikuti perkuliahan matematika diskrit dalam tahun akademik 2006/2007; 72 mahasiswa dari LPTK dengan klasifikasi baik dan 111 mahasiswa dari LPTK dengan klasifikasi cukup. Sampel terbagi dalam empat kelas yaitu dua kelas adalah kelas eksperimen dan dua kelas adalah kelas kontrol. Teknik pengambilan sampel menggunakan purposive sampling yang mewakili klasifikasi LPTK dan tahun akademik mahasiswa. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari dua perangkat tes kemampuan berpikir kritis yang berbeda topiknya. Tes digunakan untuk mengukur aspek-aspek kemampuan berpikir kritis matematis. Berdasarkan hasil analisis data dalam penelitian ini, diperoleh kesimpulan bahwa pembelajaran penemuan berpengaruh terhadap kemampuan berpikir kritis matematis, ditinjau berdasarkan klasifikasi LPTK dan kemampuan akademik mahasiswa calon guru. Kemampuan berpikir kritis matematis mahasiswa calon guru dari LPTK dengan klasifikasi baik dalam kategori cukup sedangkan mahasiswa calon guru dari LPTK dengan klasifikasi cukup dalam kategori rendah. Kata kunci : Metode penemuan, kemampuan berpikir kritis matematis Glossary: Kemampuan berpikir kritis matematis; kelas eksperimen; kelas kontrol; purposive sampling; A. Pendahuluan Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi menuntut seseorang untuk dapat menguasai informasi dan pengetahuan. Dengan demikian diperlukan suatu kemampuan memperoleh, memilih dan mengolah informasi. Kemampuan- kemampuan tersebut membutuhkan pemikiran yang kritis, sistematis, logis, dan kreatif. Oleh karena itu diperlukan suatu program pendidikan yang dapat mengembangkan kemampuan berpikir kritis, sistematis, logis, dan kreatif. Salah 1

Upload: inunknugroho4304

Post on 30-Jun-2015

141 views

Category:

Documents


6 download

TRANSCRIPT

Page 1: 07_Sutji Rochaminah_Penggunaan Metode Penemuan untuk meningkatkan kemampuan

Penggunaan Metode Penemuan untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Mahasiswa Keguruan

Sutji Rochaminah

Abstrak

Penelitian eksperimen ini berfokus pada upaya untuk mengungkap

perbandingan peningkatan kemampuan berpikir kritis matematis mahasiswa calon guru matematika sekolah menengah sebagai akibat dari penggunaan metode penemuan. Penelitian ini dilakukan pada dua Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK), yaitu LPTK dengan klasifikasi baik dan LPTK dengan klasifikasi cukup. Sampel penelitian berjumlah 183 mahasiswa calon guru yang mengikuti perkuliahan matematika diskrit dalam tahun akademik 2006/2007; 72 mahasiswa dari LPTK dengan klasifikasi baik dan 111 mahasiswa dari LPTK dengan klasifikasi cukup. Sampel terbagi dalam empat kelas yaitu dua kelas adalah kelas eksperimen dan dua kelas adalah kelas kontrol. Teknik pengambilan sampel menggunakan purposive sampling yang mewakili klasifikasi LPTK dan tahun akademik mahasiswa. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari dua perangkat tes kemampuan berpikir kritis yang berbeda topiknya. Tes digunakan untuk mengukur aspek-aspek kemampuan berpikir kritis matematis. Berdasarkan hasil analisis data dalam penelitian ini, diperoleh kesimpulan bahwa pembelajaran penemuan berpengaruh terhadap kemampuan berpikir kritis matematis, ditinjau berdasarkan klasifikasi LPTK dan kemampuan akademik mahasiswa calon guru. Kemampuan berpikir kritis matematis mahasiswa calon guru dari LPTK dengan klasifikasi baik dalam kategori cukup sedangkan mahasiswa calon guru dari LPTK dengan klasifikasi cukup dalam kategori rendah. Kata kunci : Metode penemuan, kemampuan berpikir kritis matematis Glossary: Kemampuan berpikir kritis matematis; kelas eksperimen; kelas kontrol;

purposive sampling;

A. Pendahuluan

Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi menuntut seseorang untuk

dapat menguasai informasi dan pengetahuan. Dengan demikian diperlukan suatu

kemampuan memperoleh, memilih dan mengolah informasi. Kemampuan-

kemampuan tersebut membutuhkan pemikiran yang kritis, sistematis, logis, dan

kreatif. Oleh karena itu diperlukan suatu program pendidikan yang dapat

mengembangkan kemampuan berpikir kritis, sistematis, logis, dan kreatif. Salah

1

Page 2: 07_Sutji Rochaminah_Penggunaan Metode Penemuan untuk meningkatkan kemampuan

satu program pendidikan yang dapat mengembangkan kemampuan berpikir kritis,

sistematis, logis, dan kreatif adalah matematika. Seperti dikatakan Wittgenstein

(Suriasumantri, 2003) bahwa matematika adalah metode berpikir logis.

Melihat pentingnya matematika dan peranannya dalam menghadapi

kemajuan IPTEK dan persaingan global maka peningkatan mutu pendidikan

matematika di semua jenis dan jenjang pendidikan harus selalu diupayakan.

Upaya peningkatan mutu pendidikan matematika telah banyak dilakukan

pemerintah. Salah satunya dengan memperbaiki Kurikulum 1994 dengan

mengembangkan Kurikulum 2004 dan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan

(KTSP).

Pada KTSP dijelaskan bahwa pembelajaran matematika bertujuan agar

peserta didik memiliki kemampuan (1) memahami konsep matematika,

menjelaskan keterkaitan antar konsep, dan mengaplikasikan konsep atau algoritma

secara luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah; (2)

menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika

dalam membuat generalisasi, menyusun bukti atau menjelaskan gagasan dan

pernyataan matematika; (3) memecahkan masalah yang meliputi kemampuan

memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan

menafsirkan solusi yang diperoleh; (4) mengkomunikasikan gagasan dengan

simbol, tabel diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah;

(5) memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu

memiliki rasa ingin tahu, perhatian dan minat dalam mempelajari matematika,

serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah (Depdiknas, 2006).

Kemampuan matematika yang harus dimiliki oleh siswa pada jenjang

pendidikan dasar dan menengah harus dimiliki pula oleh mahasiswa matematika.

Committee on the Undergraduate Program in Mathematics (CUPM) 2004

memberikan 6 rekomendasi dasar untuk jurusan, program dan semua mata kuliah

dalam matematika. Salah satu rekomendasinya menerangkan bahwa setiap mata

kuliah dalam matematika hendaknya merupakan aktivitas yang akan membantu

mahasiswa dalam pengembangan analitis, penalaran kritis, pemecahan masalah

dan keterampilan komunikasi.

2

Page 3: 07_Sutji Rochaminah_Penggunaan Metode Penemuan untuk meningkatkan kemampuan

Dari uraian tentang kemampuan yang harus dimiliki mahasiswa

matematika serta rekomendasi CUPM 2004 sudah seharusnya lembaga

pendidikan yang bertugas mendidik calon guru matematika mempersiapkan

mahasiswanya untuk memiliki kemampuan berpikir kritis matematis. LPTK yang

bertugas melahirkan calon guru matematika bertanggung jawab mempersiapkan

mahasiswanya untuk memperkuat kemampuan berpikir kritis. Kemampuan

berpikir kritis bukanlah pembawaan sejak lahir namun kemampuan seseorang

yang harus ditumbuhkembangkan. Dosen memegang peranan dalam usaha

pengembangan kemampuan berpikir kritis.

Dalam proses pembelajaran, nampaknya belum banyak dosen yang

menciptakan kondisi dan situasi yang memungkinkan mahasiswa untuk

melakukan proses berpikir kritis. Hal ini terlihat dari kegiatan dosen dan

mahasiswa pada saat kegiatan belajar-mengajar. Dosen menjelaskan apa-apa

yang telah disiapkan dan memberikan soal latihan yang bersifat rutin dan

prosedural. Mahasiswa hanya mencatat atau menyalin dan cenderung menghafal

rumus-rumus atau aturan-aturan matematika dengan tanpa makna dan pengertian.

Strategi yang paling sering dilakukan dosen untuk mengaktifkan

mahasiswa adalah melibatkan mahasiswa dalam diskusi dengan seluruh kelas,

yaitu dari dosen ke mahasiswa dan dari mahasiswa ke dosen. Berdasarkan kondisi

kegiatan pembelajaran tersebut, mahasiswa tidak terlatih berpikir kritis. Padahal

salah satu tujuan jangka panjang pembelajaran matematika adalah

mengembangkan pemikiran yang kritis.

Hasil studi pendahuluan terhadap sejumlah mahasiswa yang sedang

mengikuti perkuliahan matematika diskrit di salah satu universitas dan hasil

penilaian tes nasional olimpiade matematika tingkat mahasiswa menunjukkan

bahwa kemampuan berpikir kritis matematis dapat dikatakan masih rendah.

Menyikapi permasalahan yang berkaitan dengan kondisi kegiatan

pembelajaran di kelas, rendahnya kemampuan berpikir kritis matematis

mahasiswa dan pentingnya berpikir kritis maka perlu upaya perbaikan dan inovasi

dalam proses pembelajaran. Untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis

matematis, lembaga pendidikan yang mendidik calon guru matematika perlu

3

Page 4: 07_Sutji Rochaminah_Penggunaan Metode Penemuan untuk meningkatkan kemampuan

melakukan pembenahan dalam proses pembelajarannya. Seperti dikatakan Fruner

dan Robinson (2004) bahwa untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis

matematis pembelajaran harus difokuskan pada pemahaman konsep dengan

berbagai pendekatan daripada keterampilan prosedural.

Pott (1994) menyatakan ada tiga strategi spesifik untuk pembelajaran

kemampuan berpikir kritis, yakni membangun kategori, menentukan masalah, dan

menciptakan lingkungan yang mendukung (fisik dan intelektual). Metode

pembelajaran yang mempunyai karakteristik tersebut diantaranya pembelajaran

penemuan. Hal ini didasarkan pada proses pembelajaran penemuan yang

digambarkan Veermans (Lakkala, Ilomakki, dan Veermans, 2003) yaitu orientasi,

menyusun hipotesis, menguji hipotesis, membuat kesimpulan dan mengevaluasi

(mengontrol). Rangkaian kegiatan dalam proses pembelajaran penemuan

merupakan aktivitas dalam berpikir kritis. Dengan demikian proses belajar

matematika dengan penemuan dapat merangsang mahasiswa untuk berpikir kritis.

Upaya pembenahan dalam rangka meningkatkan kemampuan berpikir

kritis dengan pembelajaran penemuan difokuskan pada pemberian kesempatan

mahasiswa untuk membangun pengetahuan secara aktif artinya pengetahuan

ditemukan, dibentuk, dan dikembangkan oleh mahasiswa baik secara individu

maupun kelompok dengan menggunakan belajar kooperatif. Hal ini dikarenakan

pendidikan merupakan proses sosial yang tidak dapat terjadi tanpa adanya

interaksi antar mahasiswa (Lie, 2004). Aktivitas belajar dan bekerja secara

kooperatif dalam kelompok kecil dapat mengakomodasi perkembangan

kemampuan berpikir kritis matematis.

Berdasar uraian di atas, masalah yang diteliti dalam penelitian ini dapat

dirumuskan sebagai berikut:

Bagaimana gambaran kemampuan berpikir kritis matematis mahasiswa calon guru

yang belajar melalui metode penemuan dan pembelajaran konvensional?

Sesuai dengan rumusan masalah yang dikemukakan di atas, tujuan

penelitian ini adalah menelaah tentang kemampuan berpikir kritis matematis

mahasiswa yang belajar melalui metode penemuan dan mahasiswa yang belajar

melalui pembelajaran konvensional.

4

Page 5: 07_Sutji Rochaminah_Penggunaan Metode Penemuan untuk meningkatkan kemampuan

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen dengan disain kelompok

kontrol hanya postes yaitu:

X O

O

Keterangan:

X : Pembelajaran penemuan dalam setting belajar kooperatif.

O : Tes kemampuan berpikir kritis matematis

B. Kajian Teori

Berpikir Kritis

Berikut ini diuraikan beragam definisi berpikir kritis, akan tetapi masing-

masing komponen berpikir kritis dari ahli-ahli berbeda mengandung banyak

kesamaan. Definisi-definisi inilah yang dijadikan landasan dalam penelitian ini.

Krulik dan Rudnik (1993) mendefinisikan berpikir kritis adalah berpikir

yang menguji, menghubungkan, dan mengevaluasi semua aspek dari situasi

masalah. Termasuk di dalam berpikir kritis adalah mengelompokkan,

mengorganisasikan, mengingat dan menganalisis informasi. Berpikir kritis

memuat kemampuan membaca dengan pemahaman dan mengidentifikasi materi

yang diperlukan dengan yang tidak ada hubungan. Hal ini juga berarti dapat

menggambarkan kesimpulan dengan sempurna dari data yang diberikan, dapat

menentukan ketidakkonsistenan dan kontradiksi di dalam sekelompok data.

Berpikir kritis adalah analitis dan refleksif.

Berdasarkan pengertian berpikir kritis menurut Krulik dan Rudnik yaitu

berpikir kritis adalah berpikir analitis mengandung pengertian bahwa berpikir kitis

berlangsung selangkah demi selangkah. Termasuk dalam berpikir analitis adalah

proses berpikir untuk mengklarifikasi, membandingkan, menarik kesimpulan dan

mengevaluasi.

Berpikir refleksif mempunyai karakteristik menangguhkan keyakinan dan

melihat kembali ketercukupan dari premis-premis yang logis. Seseorang yang

berpikir refleksif mempertimbangkan segala alternatif sebelum mengambil

keputusan. Oleh karena itu orang yang berpikir refleksif tidak menerima

5

Page 6: 07_Sutji Rochaminah_Penggunaan Metode Penemuan untuk meningkatkan kemampuan

sembarang pendapat, namun tidak berarti selalu menganggap salah terhadap

semua pernyataan orang lain. Berpikir refleksif bertujuan pada apakah meyakini

atau melakukan sesuatu.

Penelitian pendidikan telah mengidentifikasi beberapa keterampilan yang

berhubungan dengan kemampuan berpikir kritis yaitu menemukan analogi dan

hubungan lainnya antar informasi, menentukan relevansi dan validitas informasi

yang dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah, dan menentukan dan

mengevaluasi solusi atau cara-cara alternatif penyelesaian (Pott, 1994).

Menurut Ennis (1996) berpikir kritis adalah suatu proses berpikir yang

bertujuan untuk membuat keputusan yang rasional yang diarahkan untuk

memutuskan apakah meyakini atau melakukan sesuatu. Dari definisi Ennis dapat

diungkapkan beberapa hal penting. Berpikir kritis difokuskan kedalam pengertian

sesuatu yang penuh kesadaran dan mengarah pada sebuah tujuan. Tujuan dari

berpikir kritis adalah untuk mempertimbangkan dan mengevaluasi informasi yang

pada akhirnya memungkinkan kita untuk membuat keputusan.

Berpikir kritis berfokus pada apakah meyakini atau melakukan sesuatu

mengandung pengertian bahwa mahasiswa yang berpikir kritis tidak hanya

percaya begitu saja apa yang dijelaskan oleh dosen. Mahasiswa berusaha

mempertimbangkan penalarannya dan mencari informasi lain untuk memperoleh

kebenaran.

Chanche (Huitt, 1998) seorang ahli psikologi kognitif mendefinisikan

berpikir kritis sebagai kemampuan untuk menganalisis fakta, membangkitkan dan

mengatur ide, mempertahankan pendapat, membuat perbandingan, menarik

kesimpulan, mengevaluasi argumen dan memecahkan masalah. Menurut

Sukmadinata (2004) berpikir kritis adalah suatu kecakapan nalar secara teratur,

kecakapan sistematis dalam menilai, memecahkan masalah, menarik keputusan,

memberikan keyakinan, menganalisis asumsi, dan pencarian ilmiah.

Berpikir kritis dari Chenche dan Sukmadinata mempunyai kesamaan yaitu

proses mental untuk menganalisis, mengevaluasi, dan memecahan masalah.

Melalui proses berpikir dengan kritis seseorang dapat memperoleh informasi

6

Page 7: 07_Sutji Rochaminah_Penggunaan Metode Penemuan untuk meningkatkan kemampuan

dengan benar, mengevalusinya dan memproses informasi tersebut sehingga

diperoleh suatu kesimpulan yang terpercaya.

Swart dan Perkin (Hassoubah, 2004) menyatakan bahwa berpikir kritis

berarti mencari dan menghimpun informasi yang dapat dipercaya untuk dipakai

sebagai bukti yang dapat mendukung suatu penilaian. Dengan demikian berpikir

kritis sebagian besar terdiri dari mengevaluasi argumen atau informasi dan

membuat keputusan yang dapat membantu mengembangkan kepercayaan dan

mengambil tindakan serta membuktikan.

Berpikir kritis matematis adalah berpikir kritis pada bidang ilmu

matematika. Dengan demikian berpikir matematis adalah proses berpikir kritis

yang melibatkan pengetahuan matematika, penalaran matematika dan pembuktian

matematika. Berpikir kritis dalam matematika merupakan kemampuan berpikir

kritis dalam menyelesaikan masalah matematika. Berdasar pada definisi-definisi

berpikir kritis yang dikemukakan para ahli, dalam penelitian ini dikembangkan

indikator berpikir kritis matematis yang diklasifikasikan atas lima komponen

berpikir kritis, yaitu analisis, evaluasi, pembuktian, pemecahan masalah, dan

menemukan analogi.

Pembelajaran dengan Penemuan (Discovery Learning)

Dalam kegiatan belajar-mengajar dosen memegang peranan kunci dalam

usaha pengembangan kemampuan berpikir kritis. Untuk itu dosen perlu

memahami strategi pembelajaran atau pendekatan-pendekatan pembelajaran yang

tepat agar mahasiswa mampu berpikir kritis dan mendorong mahasiswa agar

berpikir kritis. Pott (1994) menyatakan ada tiga strategi spesifik untuk

pembelajaran kemampuan berpikir kritis, yakni membangun kategori, menentukan

masalah, dan menciptakan lingkungan yang mendukung.

Kategori dibangun berdasarkan konsep yang ingin disampaikan dosen

dalam pembelajaran. Strategi membangun kategori merupakan penalaran induktif

yang membantu mahasiswa mengkategorikan informasi dengan penemuan aturan

dibandingkan hanya dengan mengingat. Melalui pengamatan sifat-sifat bersama

yang dimiliki dan sifat-sifat yang tidak dimiliki mahasiswa membangun

7

Page 8: 07_Sutji Rochaminah_Penggunaan Metode Penemuan untuk meningkatkan kemampuan

pemahaman suatu konsep. Pembelajaran aktif seperti itu menghasilkan

pemahaman konsep yang baik dan bertahan lama dan lebih memungkinkan untuk

mengaitkan materi dibandingkan dengan metode pengajaran langsung.

Untuk mencapai suatu pemahaman konsep, identifikasi masalah dapat

membantu menciptakan suasana berpikir bagi peserta didik. Keberhasilan dalam

pembelajaran ini ditentukan pula oleh terciptanya keadaan pada saat proses

pembelajaran yang menyenangkan.

Strategi yang ketiga menurut Pott (1994) adalah menciptakan lingkungan

yang mendukung. Berpikir kritis dalam kelas difasilitasi oleh lingkungan fisik

dan intelektual yang mendorong semangat untuk menemukan. Salah satu

lingkungan fisik yang mendukung berpikir kritis dalam kelas adalah susunan

tempat duduk mahasiswa. Bila tempat duduk mahasiswa disusun sedemikian

sehingga mahasiswa dapat saling berinteraksi dengan mahasiswa yang lain dan

dengan dosen ini membantu mahasiswa untuk berpikir kritis.

Lingkungan intelektual yang mendorong mahasiswa untuk menemukan

dapat diciptakan melalui pembelajaran penemuan. Metode penemuan merupakan

teknik pengajaran yang dalam pelaksanaannya mahasiswa diarahkan untuk

menemukan informasi dari bahan ajar yang dipelajarinya. Pembelajaran dengan

penemuan merupakan pembelajaran yang memberikan kesempatan mahasiswa

untuk aktif.

Menurut Ruseffendi (1988) metode penemuan adalah metode mengajar

yang mengatur pengajaran sedemikian rupa sehingga anak memperoleh

pengetahuan yang sebelumnya belum diketahuinya itu tidak melalui

pemberitahuan: sebagian atau seluruhnya ditemukan sendiri. Dengan demikian

dalam pembelajaran dengan penemuan, mahasiswa dapat memperoleh

pengetahuan dari pengalamannya menyelesaikan masalah bukan melalui transmisi

dari dosen.

Salah satu tujuan pembelajaran penemuan adalah agar mahasiswa

memiliki kemampuan berpikir kritis. Hal ini disebabkan mahasiswa melakukan

aktivitas mental sebelum materi yang dipelajari dapat dipahami. Aktivitas mental

tersebut misalnya menganalisis, mengklasifikasi, membuat dugaan, menarik

8

Page 9: 07_Sutji Rochaminah_Penggunaan Metode Penemuan untuk meningkatkan kemampuan

kesimpulan, menggeneralisasi dan memanipulasi informasi. Bruner (Dahar, 1988)

menganggap bahwa belajar penemuan sesuai dengan pencarian pengetahuan

secara aktif oleh manusia, dan dengan sendirinya memberikan hasil yang paling

baik.

Ruseffendi (1988) menyatakan belajar penemuan itu penting, sebab

matematika adalah bahasa yang abstrak : konsep dan lain-lainnya itu akan lebih

melekat bila melalui penemuan dan dapat meningkatkan kemampuan

memecahkan masalah. Menurut Ernest (1991) bahwa belajar matematika adalah

pertama dan paling utama adalah aktif, dengan siswa belajar melalui permainan,

kegiatan, penyelidikan, proyek, diskusi, eksplorasi, dan penemuan.

Dreyfus (1991) menegaskan bahwa penemuan, intuisi, dan memeriksa

kembali (mengecek) adalah hanya permulaan dari serangkaian proses matematika,

tujuaannya tetap memahami hubungan yang abstrak. Oleh karena itu aktivitas

mahasiswa harus dari penemuan, intuisi dan memeriksa kembali (mengecek)

menuju proses-proses yang lebih formal seperti mendefinisikan dan

membuktikan.

Dari pendapat-pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa dalam

mengajar matematika, dosen tidak perlu menjejalkan seluruh informasi kepada

mahasiswa. Dosen perlu membimbing suasana belajar mahasiswa sehingga

mencerminkan proses penemuan bagi mahasiswa. Materi yang disajikan kepada

mahasiswa bentuk akhirnya atau cara mencarinya tidak diberitahukan.

Mahasiswa diberi kesempatan untuk mencari dan menemukan informasi dari

bahan ajar yang dipelajari, dosen hanya sebagai fasilitator saja.

Belajar melalui penemuan berpusatkan pada mahasiswa. Belajar

menemukan, menyebabkan mahasiswa berkembang potensi intelektualnya.

Dengan menemukan hubungan dan keteraturan dari materi yang sedang dipelajari,

mahasiswa menjadi lebih mudah mengerti struktur materi yang dipelajari.

Mahasiswa lebih mudah mengingat konsep, struktur atau rumus yang telah

ditemukan.

Dahar (1988) menyatakan beberapa keuntungan belajar menemukan yaitu

1) pengetahuan bertahan lama atau lebih mudah ingat.

9

Page 10: 07_Sutji Rochaminah_Penggunaan Metode Penemuan untuk meningkatkan kemampuan

2) hasil belajar penemuan mempunyai efek transfer yang lebih baik dengan

kata lain konsep-konsep dan prinsip-prinsip yang dijadikan milik kognitif

seseorang lebih mudah diterapkan pada situasi-situasi baru.

3) secara menyeluruh belajar penemuan meningkatkan penalaran siswa dan

kemampuan untuk berpikir bebas.

Selain beberapa keuntungan dari belajar menemukan seperti yang

dijelaskan di atas, belajar menemukan juga mempunyai kelemahan yaitu belajar

menemukan membutuhkan waktu persiapan dan belajar yang lebih lama

dibandingkan dengan belajar menerima, kelas tidak terlalu besar agar mahasiswa

mendapat perhatian dosen, dan belajar menemukan tidak menjangkau seluruh

materi yang dianjurkan oleh kurikulum. Hal ini sejalan dengan pendapat Dreyfus

(1991) yang menyatakan bahwa belajar dengan penemuan menghabiskan waktu

dan ini salah satu alasan mengapa dosen cenderung tidak menggunakan

penemuan.

Melihat kelemahan belajar penemuan, maka diperlukan kombinasi dalam

pembelajarannya, yaitu dosen tidak sepenuhnya melepas mahasiswa untuk

menemukan konsep, prosedur dan prinsip sendiri melainkan dapat berkolaborasi

dengan teman. Untuk memperkecil (mengurangi) kelemahan-kelemahan tersebut

maka diperlukan bantuan dosen. Quirk (1989) menyatakan bahwa guru

matematika yang baik membantu siswanya menemukan matematika.

Biknell-Holmes dan Hoffman (Castronova, 2002: 2) menjelaskan tiga ciri

utama belajar menemukan

1). Mengeksplorasi dan memecahkan masalah untuk menciptakan,

menggabungkan dan menggeneralisasi pengetahuan.

2). Berpusat pada mahasiswa.

3). Kegiatannya untuk menggabungkan pengetahuan baru dan pengatahuan yang

sudah ada.

Pada metode penemuan konsep dan prosedur yang dipelajari mahasiswa

merupakan hal yang baru, belum diketahui sebelumnya. Oleh karena itu beberapa

instruksi atau petunjuk perlu diberikan kepada mahasiswa apabila mereka belum

mampu menunjukkan ide atau gagasan. Dalam menemukan konsep dan prosedur

10

Page 11: 07_Sutji Rochaminah_Penggunaan Metode Penemuan untuk meningkatkan kemampuan

yang dipelajari, sebaiknya mahasiswa tidak dilepas begitu saja bekerja untuk

menemukan, tetapi diberikan bimbingan agar mahasiswa tidak tersesat.

Bimbingan tersebut dapat dimulai dengan mengajukan beberapa pertanyaan dan

dengan memberikan informasi secara singkat.

Untuk sampai kepada konsep yang harus ditemukan, sangat tergantung

kepada pengetahuan siap mahasiswa dan pengetahuan baru mahasiswa yang baru

saja diperolehnya. Oleh karena itu metode penemuan yang diterapkan dalam

proses pembelajaran adalah metode penemuan terbimbing dan dibawakan melalui

bekerja dalam kelompok. Dengan kata lain metode penemuan terbimbing dengan

setting belajar kooperatif.

Hipotesis

Berdasarkan rumusan masalah dan kajian teoritik yang telah dikemukakan

di atas, hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut;

1. Kemampuan berpikir kritis matematis mahasiswa yang belajar melalui

metode penemuan lebih baik daripada mahasiswa yang belajar melalui

pembelajaran konvensional ditinjau dari (a) keseluruhan ( b) klasifikasi

LPTK baik, (c) klasifikasi LPTK cukup.

2. Kemampuan berpikir kritis matematis mahasiswa yang belajar melalui

metode penemuan lebih baik daripada mahasiswa yang belajar melalui

pembelajaran konvensional ditinjau dari kemampuan akademik mahasiswa

pada (a) keseluruhan, ( b) klasifikasi LPTK baik, (c) klasifikasi LPTK cukup

C. Hasil dan Pembahasan

Hasil Penelitian

Sebelum melakukan analisis data hasil tes kemampuan berpikir kritis

matematis akan dilakukan uji perbedaan kemampuan awal kelas eksperimen dan

kelas kontrol pada masing-masing LPTK serta secara keseluruhan. Untuk

menguji perbedaan kemampuan awal dari kedua kelas digunakan Indek Prestasi

11

Page 12: 07_Sutji Rochaminah_Penggunaan Metode Penemuan untuk meningkatkan kemampuan

(IP) mahasiswa. Nilai rata-rata dan varians IP mahasiswa untuk masing-masing

LPTK serta secara keseluruhan disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1.

Data Indeks Prestasi Mahasiswa Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol

Kelas Kontrol Kelas Eksperimen Klasifikasi Rata-rata Varians Rata-rata Varians

LPTK Baik 2.81 0.11 2.94 0.14 LPTK Cukup 2.80 0.10 2.81 0.07 Keseluruhan 2.80 0.10 2.86 0.10

Rentang Skor : 0 - 4

Hasil uji perbedaan rata-rata IP mahasiswa dengan uji-t seperti tercantum

dalam Tabel 2.

Tabel 2. Hasil Uji Perbedaan Kemampuan Awal Kelas Eksperimen dan

Kelas Kontrol

t Sig (2-tailed) H0LPTK Baik 1.617 0.110 Terima LPTK Cukup 0.202 0.840 Terima Keseluruhan 1.290 0.198 Terima

H0: tidak ada perbedaan rata-rata IP mahasiswa antara kelas eksperimen dan kelas kontrol

Berdasarkan rangkuman hasil uji-t dalam Tabel 2 dapat disimpulkan

bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara rata-rata IP mahasiswa kelas

eksperimen dan kelas kontrol baik di LPTK dengan klasifikasi baik, LPTK

dengan klasifikasi cukup maupun gabungan keduanya. Hal ini dapat diartikan

bahwa kemampuan awal dari masing-masing kelas tidak mempunyai perbedaan

yang berarti.

Berikut ini disajikan hasil penelitian yang meliputi perbandingan

kemampuan berpikir kritis matematis mahasiswa calon guru berdasarkan

(1) klasifikasi LPTK dan pembelajaran, (2) klasifikasi LPTK dan kemampuan

akademik mahasiswa, (3) pembelajaran dan kemampuan akademik mahasiswa.

Analisis yang dilakukan didasarkan pada hasil tes kemampuan berpikir kritis

matematis yang berkaitan dengan materi bahan ajar.

12

Page 13: 07_Sutji Rochaminah_Penggunaan Metode Penemuan untuk meningkatkan kemampuan

Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Berdasarkan Klasifikasi LPTK dan Pembelajaran

Berdasarkan variasi klasifikasi LPTK dan pembelajaran, rata-rata dan

simpangan baku skor kemampuan berpikir kritis matematis mahasiswa disajikan

dalam Tabel 3.

Tabel 3. Skor Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Berdasarkan Klasifikasi LPTK dan Pembelajaran

Skor Kemampuan Berpikir Kritis Matematis LPTK Pembelajaran

Rata-rata SD

Penemuan 57.28 16.03 Baik

Konvensional 43.57 14.95

Penemuan 37.22 12.50 Cukup

Konvensional 32.61 11.65

Penemuan 45.25 17.08 Keseluruhan

Konvensional 36.86 14.02

Keterangan : Skor Ideal 100

Berdasarkan uji statistik dengan Anova dua jalur, dapat dirangkum hasil

analisis data kemampuan berpikir kritis matematis mahasiswa calon guru ditinjau

dari klasifikasi LPTK dan metode pembelajaran seperti pada Tabel 4.

Tabel 4 Hasil Anova Dua Jalur dengan Variabel Klasifikasi LPTK dan

Pembelajaran

Variabel F p H0

Klasifikasi LPTK 57.428 0.000 Tolak Pembelajaran 20.036 0.000 Tolak Interaksi 4.941 0.027 Tolak

H0 : tidak ada perbedaan kemampuan berpikir kritis matematis antara mahasiswa LPTK dengan klasifikasi baik dan LPTK dengan klasifikasi cukup.

H0 : tidak ada perbedaan kemampuan berpikir kritis matematis antara mahasiswa yang belajar melalui pembelajaran penemuan dan yang melalui pembelajaran konvensional.

H0 : tidak ada interaksi antara pembelajaran dan klasifikasi LPTK.

Berdasarkan Tabel 4 tersebut dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan

kemampuan berpikir kritis matematis yang signifikan antara mahasiswa calon

13

Page 14: 07_Sutji Rochaminah_Penggunaan Metode Penemuan untuk meningkatkan kemampuan

guru yang dikelompokkan berdasarkan pendekatan pembelajaran. Dengan

demikian dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan kemampuan berpikir kritis

matematis antara mahasiswa calon guru yang memperoleh pembelajaran

penemuan dengan yang memperoleh pembelajaran konvensional. Selain itu

terdapat interaksi yang signifikan antara klasifikasi LPTK dan pembelajaran.

KONVENSIONAL PENEMUAN

PEMBELAJARAN

30.00

35.00

40.00

45.00

50.00

55.00

60.00

Estim

ated

Mar

gina

l Mea

ns

LPTKBAIKCUKUP

Estimated Marginal Means of RATAAN_TES1danTES2

Gambar 1. Interaksi antara Klasifikasi LPTK dan Pembelajaran

Untuk mengetahui pembelajaran mana yang lebih baik dalam kemampuan

berpikir kritis matematis mahasiswa calon guru, dilakukan uji statistik melalui uji-

t Hasil perhitungan terangkum pada Tabel 5.

14

Page 15: 07_Sutji Rochaminah_Penggunaan Metode Penemuan untuk meningkatkan kemampuan

Tabel 5. Hasil Uji-t Perbandingan KBKM antara Mahasiswa Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol

Perbandingan

Pembelajaran

t p (1-tailed) H0

PP >< PK 3.625 0.000 Tolak

Keterangan: PP = Pembelajaran Penemuan, PK = Pembelajaran Konvensional, >< = versus

H0 : tidak terdapat perbedaan kemampuan berpikir kritis matematis antara mahasiswa yang memperoleh PP dan yang memperoleh PK.

H1 : kemampuan berpikir kritis matematis mahasiswa yang memperoleh PP lebih baik daripada mahasiswa yang memperoleh PK.

Dari Tabel 5 terlihat bahwa kemampuan berpikir kritis matematis

mahasiswa calon guru yang belajar melalui pembelajaran penemuan lebih baik

daripada mahasiswa yang belajar melalui pembelajaran konvensional.

Selanjutnya untuk masing-masing klasifikasi LPTK, kemampuan berpikir

kritis matematis mahasiswa calon guru ditinjau dari pembelajarannya, hasil

analisis dirangkum pada Tabel 6 untuk LPTK dengan klasifikasi baik dan Tabel 7

untuk LPTK dengan klasifikasi cukup.

Tabel 6 Hasil Uji-t Perbandingan KBKM antara Mahasiswa Kelas

Eksperimen dan Kelas Kontrol pada LPTK dengan Klasifikasi Baik

Perbandingan

Pembelajaran

t p (1-tailed) H0

PP >< PK 3.751 0.000 Tolak

H0 : tidak ada perbedaan yang signifikan KBKM yang mendapat PP dan PK H1 : kemampuan berpikir kritis matematis mahasiswa yang memperoleh PP lebih

baik daripada mahasiswa yang memperoleh PK.

Dari Tabel 6. dapat disimpulkan bahwa pada LPTK dengan klasifikasi

baik kemampuan berpikir kritis matematis mahasiswa calon guru dengan

pembelajaran penemuan lebih baik daripada mahasiswa calon guru dengan

pembelajaran konvensional.

15

Page 16: 07_Sutji Rochaminah_Penggunaan Metode Penemuan untuk meningkatkan kemampuan

Tabel 7. Hasil Uji-t Perbandingan KBKM antara Mahasiswa Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol pada Klasifikasi LPTK Cukup

Perbandingan

Pembelajaran

t p (1-tailed) H0

PP >< PK 2.010 0.023 Tolak

H0: tidak ada perbedaan yang signifikan KBKM mahasiswa yang mendapat PP dan PK

H1: kemampuan berpikir kritis matematis mahasiswa yang memperoleh PP

lebih baik daripada mahasiswa yang memperoleh PK.

Berdasarkan Tabel 7 nampak bahwa pada LPTK dengan klasifikasi cukup

kemampuan berpikir kritis matematis mahasiswa calon guru yang belajar melalui

pembelajaran penemuan lebih baik secara signifikan dari pada mahasiswa calon

guru dengan pembelajaran konvensional.

Berdasarkan Tabel 5, Tabel 6, dan Tabel 7 nampak bahwa mahasiswa

calon guru yang belajar melalui metode penemuan kemampuan berpikir kritis

matematisnya lebih baik secara signifikan daripada mahasiswa yang belajar

melalui pembelajaran konvensional ditinjau dari keseluruhan, LPTK dengan

klasifikasi baik dan LPTK dengan klasifikasi cukup.

Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Berdasarkan Klasifikasi LPTK dan Kemampuan Akademik Mahasiswa

Analisis hasil penelitian yang berkaitan dengan kemampuan berpikir kritis

matematis ditinjau dari klasifikasi LPTK dan kemampuan akademik mahasiswa

hasil uji statistiknya dirangkum pada Tabel 8 berikut

Tabel 8 Hasil Anova Dua Jalur dengan Variabel Klasifikasi LPTK dan Kemampuan Akademik Mahasiswa

Skor Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Variabel

H0 F p H0

Klasifikasi LPTK Tolak 72.455 0.000 Tolak Kemampuan Akademik Mahasiswa

Tolak 36.974 0.000 Tolak

Interaksi Tolak 2.301 0.103 Terima H0 : tidak ada perbedaan kemampuan berpikir kritis matematis antara

kemampuan akademik mahasiswa kelompok atas, tengah dan bawah.

16

Page 17: 07_Sutji Rochaminah_Penggunaan Metode Penemuan untuk meningkatkan kemampuan

Berdasarkan Tabel 8 dapat disimpulkan bahwa kemampuan akademik

mahasiswa memberikan pengaruh yang signifikan terhadap kemampuan berpikir

kritis matematis mahasiswa. Artinya, terdapat perbedaan yang signifikan antara

kelompok mahasiswa yang dikelompokkan berdasarkan kemampuan akademik

mahasiswa.

Untuk mengetahui perbedaan rata-rata kemampuan berpikir kritis

matematis mahasiswa calon guru antar kelompok mahasiswa yang dikelompokkan

berdasarkan kemampuan akademik mahasiswa, selanjutnya dilakukan uji statistik

lanjutan (uji-tukey HSD). Berdasarkan perhitungan statistik tersebut, hasilnya

terangkum pada Tabel 9.

Tabel 9. Perbedaan Rata-rata Kemampuan Berpikir Kritis matematis antar

Kemampuan Akademik Mahasiswa

(I) Kemampuan Akademik Mahasiswa

(J) Kemampuan Akademik Mahasiswa

Perbedaan Rata-rata

Sig.

Tengah Bawah 7.9689 .007* Atas Bawah 18.2033 .000*

Tengah 10.2344 .000* Dari Tabel 9 terlihat bahwa terdapat perbedaan yang signifikan

kemampuan berpikir kritis matematis antara kelompok atas dan tengah serta

kelompok atas dan bawah pada taraf nyata 0.05. Demikian pula terdapat

perbedaan yang signifikan kemampuan berpikir kritis matematis antara kelompok

tengah dan bawah pada taraf signifikansi 0.05.

Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Berdasarkan Pembelajaran dan Kemampuan Akademik Mahasiswa

Berdasarkan variasi kemampuan akademik mahasiswa dan pembelajaran,

rata-rata skor kemampuan berpikir kritis matematis mahasiswa dan simpangan

bakunya disajikan dalam Tabel 10 berikut

17

Page 18: 07_Sutji Rochaminah_Penggunaan Metode Penemuan untuk meningkatkan kemampuan

Tabel 10. Skor KBKM Berdasar Pembelajaran dan Kemampuan Akademik Mahasiswa

Skor Kemampuan Berpikir Kritis

Matematis Kemampuan Akademik Mahasiswa

Pembelajaran

Rata-rata SD

Atas Penemuan 55.16 18.85

Konvensional 45.91 14.88

Tengah Penemuan 44.92 14.52

Konvensional 35.69 10.13

Bawah Penemuan 35.66 11.94

Konvensional 28.97 11.32

Analisis hasil penelitian yang berkaitan dengan kemampuan berpikir kritis

matematis ditinjau dari pembelajaran dan kemampuan akademik mahasiswa hasil

uji statistiknya dirangkum pada Tabel 11.

Tabel 11. Hasil Anova Dua Jalur dengan variabel Pembelajaran dan Kemampuan Akademik Mahasiswa

Variabel F p H0

Pembelajaran 16.848 0.000 Tolak Kemampuan Akademik Mahasiswa 26.634 0.000 Tolak Interaksi 0.172 0.842 Terima

H0 : tidak ada perbedaan kemampuan berpikir kritis matematis antara kemampuan akademik mahasiswa atas, tengah dan bawah.

H0 : tidak ada perbedaan kemampuan berpikir kritis matematis antara mahasiswa yang belajar melalui pembelajaran penemuan dan yang melalui pembelajaran konvensional.

H0 : tidak ada interaksi antara pembelajaran dan kemampuan akademik mahasiswa.

Dari Tabel 11 dapat disimpulkan bahwa pembelajaran dan kemampuan

akademik mahasiswa memberikan pengaruh yang signifikan terhadap kemampuan

berpikir kritis matematis mahasiswa. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat

perbedaan yang signifikan antar mahasiswa yang memperoleh pembelajaran

berbeda maupun antar kemampuan akademik mahasiswa. Sementara itu tidak

18

Page 19: 07_Sutji Rochaminah_Penggunaan Metode Penemuan untuk meningkatkan kemampuan

ditemukan adanya interaksi antara variabel pembelajaran dan kemampuan

akademik mahasiswa. Interaksi antar keduanya Gambar 2.

ATAS TENGAH v BAWAH

KELOMPOK_MAHASISWA

30.00

40.00

50.00

60.00

Estim

ated

Mar

gina

l Mea

ns

PEMBELAJARANKONVENSIONALPENEMUAN

Estimated Marginal Means of RATAAN_TES1danTES2

Gambar 2. Interaksi antara Pembelajaran dan Kemampuan Akademik Mahasiswa

Gambar 2 memperlihatkan adanya interaksi antara kemampuan akademik

mahasiswa dan pembelajaran. Namun, menurut hasil uji yang tercantum dalam

Tabel 11 interaksi tersebut tidak cukup signifikan

Dari Gambar 2 juga terlihat bahwa tidak ada perbedaan rata-rata

kemampuan berpikir kritis matematis mahasiswa kelompok bawah di kelas

eksperimen dan rata-rata kemampuan berpikir kritis matematis mahasiswa

kelompok tengah di kelas kontrol. Gambar tersebut juga menginformasikan

19

Page 20: 07_Sutji Rochaminah_Penggunaan Metode Penemuan untuk meningkatkan kemampuan

bahwa tidak terdapat perbedaan yang mencolok antara rata-rata kemampuan

berpikir kritis matematis mahasiswa kelompok tengah yang belajar melalui

pembelajaran penemuan dan rata-rata kemampuan berpikir kritis matematis

mahasiswa kelompok atas yang belajar dengan pembelajaran konvensional. Hal

tersebut menunjukkan bahwa pembelajaran cukup berperan terhadap kemampuan

berpikir kritis matematis mahasiswa calon guru.

Selanjutnya untuk mengetahui pembelajaran mana yang lebih baik

terhadap kemampuan berpikir kritis matematis mahasiswa calon guru untuk

kemampuan akademik yang sama, maka dilakukan uji-t. Hasil uji statistik

tersebut dirangkum pada Tabel 12.

Tabel 12. Hasil Uji-t Perbandingan KBKM antara Kelas Ekperimen dan Kelas Kontrol pada Kelompok Sama

Kemampuan Akademik Mahasiswa

t Sig (1-tailed) H0

Atas 2.148 0.018 Tolak Tengah 2.873 0.003 Tolak Bawah 2.247 0.014 Tolak

H0 : tidak terdapat perbedaan yang signifikan KBKM mahasiswa pada kelompok sama antara mahasiswa yang mendapat pembelajaran penemuan dan konvensional

Dari hasil uji-t pada Tabel 12, terlihat pada kelompok yang sama mahasiswa

calon guru yang mendapat pembelajaran penemuan kemampuan berpikir kritis

matematis secara signifikan lebih baik daripada mahasiswa yang mendapat

pembelajaran konvensional.

Untuk masing-masing klasifikasi LPTK, kemampuan berpikir kritis

matematis antara mahasiswa yang belajar melalui pembelajaran penemuan dan

pembelajaran konvensional pada kelompok sama dirangkum pada Tabel 13 dan

Tabel 14.

Tabel 13 Hasil Uji-t Perbandingan KBKM antara Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol

pada Kelompok Sama di Klasifikasi LPTK Baik Kemampuan Akademik

Mahasiswa t Sig (1-tailed) H0

Atas 2.525 0.009 Tolak Tengah 3.331 0.001 Tolak Bawah 2.515 0.009 Tolak

20

Page 21: 07_Sutji Rochaminah_Penggunaan Metode Penemuan untuk meningkatkan kemampuan

H0 : tidak terdapat perbedaan yang signifikan KBKM mahasiswa pada kelompok sama antara mahasiswa yang mendapat pembelajaran penemuan dan konvensional

Tabel 14. Hasil Uji-t Perbandingan KBKM antara Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol

pada Kelompok Sama di Klasifikasi LPTK Cukup

Kemampuan Akademik Mahasiswa

t Sig (1-tailed) H0

Atas 1.225 0.114 Terima Tengah 1.870 0.035 Tolak Bawah 1.046 0.151 Terima

H0 : tidak terdapat perbedaan yang signifikan KBKM mahasiswa pada kelompok sama antara mahasiswa yang mendapat pembelajaran penemuan dan konvensional

Dari Tabel 13 terlihat bahwa pada kelompok yang sama mahasiswa calon

guru yang mendapat pembelajaran penemuan kemampuan berpikir kritis

matematisnya secara signifikan lebih baik daripada mahasiswa yang mendapat

pembelajaran konvensional .

Sedangkan dari Tabel 14 baik mahasiswa dari kelompok atas dan bawah

pada klasifikasi LPTK cukup yang mendapat pembelajaran berbeda tidak

menunjukkan perbedaan yang signifikan. Mahasiswa calon guru dari kelompok

tengah yang mendapat pembelajaran penemuan kemampuan berpikir kritis

matematisnya secara signifikan lebih baik daripada mahasiswa yang mendapat

pembelajaran konvensional.

Aktifitas Mahasiswa dalam Pembelajaran

Proses pembelajaran yang terjadi untuk kelas eksperimen secara umum

sesuai dengan kriteria yang ditetapkan. Hal ini tercermin dari proses aktif

mahasiswa dalam mengerjakan lembar aktivitas mahasiswa (LAM). Mula-mula

mahasiswa mengerjakan lembar aktivitas mahasiswa secara individu selanjutnya

secara kooperatif dalam kelompoknya.

Melalui pertanyaan-pertanyaan yang dituangkan dalam LAM, secara

umum mahasiswa sudah dapat mengidentifikasi teknik menghitung penjumlahan

dan teknik menghitung perkalian. Namun beberapa mahasiswa kesulitan dalam

21

Page 22: 07_Sutji Rochaminah_Penggunaan Metode Penemuan untuk meningkatkan kemampuan

menggeneralisasi, membuat definisi dan menuliskan keserupaan antara permutasi

dan faktorial.

Pada umumnya mahasiswa sudah dapat menuliskan definisi Graf Nol,

Graf Teratur dengan derajat r, banyak sisi graf teratur berderajat r yang

mempunyai n titik dan definisi Graf Lengkap. Mahasiswa menemukan definisi

dengan terlebih dahulu mengamati berbagai gambar graf, mengidentifikasi

gambar-gambar Graf yang diberikan, membuat karakteristik, mengklasifikasi,

mengevalusi, menyimpulkan, dan membuat keputusan tentang definisi graf serta

banyak sisi dari sebuah Graf.

Pada saat mengerjakan LAM, mahasiswa nampak berani mengeluarkan

pendapatnya dalam diskusi kecil. Mereka saling beradu pendapat. Mereka

berantusias dalam bertanya, menjelaskan dan menampilkan hasil kerjanya dalam

diskusi kelas.

Pada akhir pertemuan setiap kelompok mengumpulkan hasil kerjanya.

Pertemuan diakhiri dengan diskusi kelas untuk meyimpulkan konsep-konsep

matematika yang ditanyakan dalam lembar aktivitas mahasiswa. Berdasarkan

hasil kerja kelompok, dosen dapat mengevaluasi proses mahasiswa dalam

menemukan konsep, prosedur dan aturan matematika.

Kegiatan pembelajaran dalam kelas eksperimen dari pertemuan pertama

sampai menjelang akhir semester selalui diawali dengan dosen membagi lembar

aktivitas mahasiswa, mahasiswa bekerja dalam kelompok kecil untuk

mengerjakan lembar aktivitas mahasiswa, dan diakhiri dengan mengumpulkan

lembar aktivitas mahasiswa secara kelompok dan diskusi kelas.

Berdasarkan observasi dan wawancara kepada mahasiswa, nampak

beberapa mahasiswa dari kelompok LPTK cukup mengalami kebosanan dengan

model pembelajaran penemuan sepanjang semester. Mereka menginginkan ada

variasi dalam pembelajaran matematika diskrit.

Pembahasan

Berdasarkan hasil analisis data yang telah disajikan sebelumnya, berikut

ini akan diuraikan deskripsi dan interpretasi data hasil penelitian. Deskripsi dan

22

Page 23: 07_Sutji Rochaminah_Penggunaan Metode Penemuan untuk meningkatkan kemampuan

interpretasi data dianalisis berdasarkan pada pembelajaran penemuan, klasifikasi

LPTK, tingkat kemampuan akademik mahasiswa calon guru, dan kemampuan

berpikir kritis matematis.

1. Pembelajaran Penemuan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kemampuan berpikir kritis

matematis mahasiswa yang belajar melalui pembelajaran penemuan lebih baik

daripada mahasiswa yang belajar melalui pembelajaran konvensional. Hasil

Temuan ini mengindikasikan pembelajaran penemuan berpengaruh terhadap

kemampuan berpikir kritis matematis mahasiswa calon guru.

Kemampuan berpikir kritis matematis mahasiwa calon guru yang belajar

melalui pembelajaran penemuan lebih baik daripada yang belajar melalui

pembelajaran konvensioanal disebabkan karena pembelajaran penemuan

mendorong perkembangan aktual dan perkembangan potensial mahasiswa.

Melalui pertanyaan-pertanyaan yang dimuat dalam lembar aktivitas mahasiswa

mendorong perkembangan aktual mahasiswa. Sedangkan melalui interaksi antar

mahasiswa mendorong perkembangan potensial mahasiswa.

Mahasiswa yang belajar melalui pembelajaran penemuan melakukan

pengamatan, mengklasifikasi, membuat analogi, menganalisis, dan membuat

kesimpulan (generalisasi) untuk menemukan konsep, prosedur dan prinsip

matematika. Melalui aktivitas mental seperti itu, kemampuan berpikir non-

prosedural mahasiswa mendapat kesempatan diberdayakan. Oleh karena itu

pembelajaran penemuan mengkondisikan mahasiswa melakukan proses berpikir

kritis. Dengan melakukan proses berpikir untuk menemukan konsep, pemahaman

pada konsep yang diperoleh mahasiswa lebih bermakna.

Terjadinya proses berpikir kritis dalam menemukan konsep, prosedur dan

prinsip matematika sangat bergantung pada pertanyaan-pertanyaan yang disajikan

dalam lembar aktivitas mahasiswa. Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan harus

mendorong mahasiswa melakukan proses menganalisis, menemukan analogi, dan

mengevaluasi.

23

Page 24: 07_Sutji Rochaminah_Penggunaan Metode Penemuan untuk meningkatkan kemampuan

Hambatan dalam pembelajaran penemuan adalah kemampuan mahasiswa

yang bervariasi. Dengan demikian tingkat kesulitan yang dihadapi mahasiswa

beragam pula dalam menemukan konsep. Karena kesulitan yang dihadapi

mahasiswa beragam, maka untuk mengefektifkan proses pembelajaran perlu

adanya kerja sama antar mahasiswa dalam kelompok kecil. Dalam kelompok

kecil ini mahasiswa berinteraksi secara kooperatif untuk menemukan konsep,

prosedur dan prinsip matematika. Selanjutnya mereka berinteraksi dalam

kelompok besar, yaitu diskusi antar kelompok.

Dalam mengkonstruksi konsep, mahasiswa mendapat bantuan dari dosen.

Bantuan yang diberikan dosen (intervensi dosen) berbentuk pertanyaan-

pertanyaan yang lebih sederhana dan yang lebih mengarahkan mahasiswa untuk

mengkonstruksi konsep. Bentuk bantuan tersebut sebagai lanjutan dari pengajuan

pertanyaan-pertanyaan yang dituangkan melalui lembar aktivitas mahasiswa.

Bantuan yang diberikan dosen bukan untuk individu melainkan untuk kelompok.

Bila ada mahasiswa menemui kesulitan, maka didiskusikan dulu dalam

kelompoknya.

Pembelajaran dengan penemuan efektif bila pertanyaan-pertanyaan dalam

lembar aktivitas mahasiswa disajikan dengan tepat sehingga dapat merangsang

berfikir mahasiswa secara optimal. Ini artinya, pertanyaan-pertanyaan dalam

lembar aktivitas mahasiswa harus mendorong mahasiswa untuk melakukan proses

penemuan. Efektifitas pembelajaran penemuan ditentukan pula oleh bentuk

bantuan dosen. Dalam pembelajaran penemuan pemberikan bantuan pada

mahasiswa dengan teknik scaffolding. Scaffolding didasarkan atas konsep

Vigotsky tentang pembelajaran dengan bantuan.

Berhasil atau tidaknya mahasiswa menemukan konsep, prosedur, dan

prinsip matematika bergantung pula pada bentuk pertanyaan- pertanyaan yang

disajikan dalam lembar aktivitas mahasiswa maupun yang secara lisan pada saat

mahasiswa bekerja sama dalam kelompoknya. Pertanyaan-pertanyaan yang

diajukan harus terjangkau oleh pikiran mahasiswa. Hal tersebut agar tidak

membuat mahasiswa gagal dalam menemukan konsep. Hal ini dimaksudkan agar

24

Page 25: 07_Sutji Rochaminah_Penggunaan Metode Penemuan untuk meningkatkan kemampuan

mahasiswa tidak merasa frustasi yang dapat mengakibatkan mereka kehilangan

semangat dan percaya diri dalam menemukan konsep.

2. Klasifikasi LPTK

Variabel klasifikasi LPTK dibedakan dalam dua kelompok, yaitu LPTK

dengan klasifikasi LPTK baik dan LPTK dengan klasifikasi cukup.

Pengklasifikasian ini bedasarkan pertimbangan kualitas mahasiswa yang masuk

LPTK dan akreditasi BAN PT. Selanjutnya, kedua klasifikasi LPTK tersebut

dikaitkan dengan variabel pembelajaran dalam kemampuan berpikir kritis

matematis mahasiswa.

Jika dikaitkan dengan variabel pembelajaran, hasil tes menunjukkan

bahwa selisih antara kemampuan berpikir kritis matematis mahasiswa calon guru

pada LPTK dengan klasifikasi baik yang belajar melalui pembelajaran penemuan

dengan yang belajar melalui pembelajaran konvensional secara signifikan lebih

besar dari pada selisih antara kemampuan berpikir kritis matematis mahasiswa

calon guru pada LPTK dengan klasifikasi cukup yang belajar melalui

pembelajaran penemuan dengan yang belajar melalui pembelajaran konvensional.

Hal ini menunjukkan pengaruh pembelajaran terhadap kemampuan berpikir kritis

matematis lebih besar pada LPTK dengan klasifikasi baik daripada LPTK dengan

klasifikasi cukup. Hasil tersebut menunjukkan bahwa pembelajaran penemuan

lebih berhasil di LPTK dengan klasifikasi baik daripada di LPTK dengan

klasifikasi cukup. Dengan kata lain pembelajaran penemuan lebih efektif bila

digunakan pada LPTK dengan klasifikasi baik.

Walaupun pembelajaran penemuan lebih berhasil pada LPTK dengan

klasifikasi baik dibandingkan di LPTK dengan klasifikasi cukup namun berdasar

hasil penelitian, pada LPTK dengan klasifikasi cukup kemampuan berpikir kritis

matematis mahasiswa yang belajar melalui pembelajaran penemuan secara

signifikan lebih baik dari pada mahasiswa yang belajar melalui pembelajaran

konvensioanal. Dengan demikian pada LPTK dengan klasifikasi cukup

pembelajaran penemuan berpengaruh terhadap kemampuan berpikir kritis

matematis mahasiswa calon guru.

25

Page 26: 07_Sutji Rochaminah_Penggunaan Metode Penemuan untuk meningkatkan kemampuan

Seperti pada LPTK dengan klasifikasi cukup, pada LPTK dengan

klasifikasi baik kemampuan berpikir kritis matematis mahasiswa yang belajar

melalui pembelajaran penemuan secara signifikan lebih baik daripada mahasiswa

yang belajar melalui pembelajaran konvensioanal. Dengan demikian pada LPTK

dengan klasifikasi baik pembelajaran penemuan berpengaruh terhadap

kemampuan berpikir kritis matematis mahasiswa calon guru.

Berdasarkan hasil penelitian, variabel klasifikasi LPTK berpengaruh

secara signifikan terhadap kemampuan berpikir kritis matematis. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa mahasiswa calon guru dari LPTK dengan klasifikasi baik

kemampuan berpikir kritis matematisnya lebih baik dibandingkan dengan

mahasiswa calon guru dari LPTK dengan klasifikasi cukup. Hal ini wajar saja

terjadi, mengingat mahasiswa dari LPTK dengan klasifikasi baik memiliki

kecerdasan yang lebih tinggi dari mahasiswa yang berasal dari LPTK dengan

klasifikasi cukup. Kenyataan ini menunjukkan kecerdasan mahasiswa sangat

berperan terhadap kemampuan berpikir kritis matematis.

3. Kemampuan Akademik Mahasiswa Calon Guru

Dalam penelitian ini, yang dimaksudkan dengan kemampuan akademik

mahasiswa calon guru adalah prestasi belajar mahasiswa yang dicapai secara

kumulatif sebelum pembelajaran. Kemampuan akademik mahasiswa dibedakan

dalam tiga kelompok, yaitu kelompok mahasiswa atas, tengah dan bawah.

Pengelompokkan ini diperoleh berdasarkan nilai indeks prestasi yang diperoleh

mahasiswa.

Hasil penelitian menunjukkan tidak ada interaksi antara kemampuan

akademik mahasiswa dan metode pembelajaran. Dengan demikian selisih antara

kemampuan berpikir kritis matematis mahasiswa calon guru untuk kelompok atas

yang belajar melalui pembelajaran penemuan dan yang belajar melalui

pembelajaran konvensional sama besar dengan selisih antara kemampuan berpikir

kritis matematis mahasiswa calon guru untuk kelompok tengah yang belajar

melalui pembelajaran penemuan dan yang belajar melalui pembelajaran

konvensional dan sama besar juga dengan selisih antara kemampuan berpikir

26

Page 27: 07_Sutji Rochaminah_Penggunaan Metode Penemuan untuk meningkatkan kemampuan

kritis matematis mahasiswa calon guru untuk kelompok bawah yang belajar

melalui pembelajaran penemuan dan yang belajar melalui pembelajaran

konvensional. Hal ini menunjukkan pengaruh pembelajaran terhadap kemampuan

berpikir kritis matematis sama besar pada kelompok atas, tengah, dan bawah.

Hasil tersebut menunjukkan bahwa pembelajaran penemuan sama berhasilnya

untuk kelompok atas, tengah, dan bawah. Dengan demikian pembelajaran

penemuan dapat diterapkan kepada kelas dengan kemampuan yang beragam.

Jika kemampuan akademik mahasiswa dikaitkan dengan variabel

pembelajaran, diperoleh bahwa mahasiswa calon guru yang berasal dari

kelompok atas, tengah, dan bawah yang mendapat pembelajaran penemuan

kemampuan berpikir kritis matematisnya lebih baik daripada mahasiswa yang

mendapat pembelajaran konvensional. Temuan ini menjelaskan bahwa

pembelajaran penemuan berpengaruh terhadap kemampuan berpikir kritis

matematis pada semua kelompok mahasiswa.

Berdasarkan hasil penelitian, kemampuan akademik mahasiswa

berpengaruh secara signifikan terhadap kemampuan berpikir kritis matematis.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa mahasiswa calon guru kelompok atas lebih

baik kemampuan berpikir kritis matematisnya dibandingkan dengan mahasiswa

calon guru kelompok tengah dan bawah. Begitu pula kemampuan berpikir kritis

matematis mahasiswa calan guru kelompok tengah lebih baik daripada mahasiswa

kelompok bawah. Hal tersebut diperkuat oleh hasil analisis korelasi yang

menyimpulkan bahwa kemampuan akademik mahasiswa berkaitan dengan

kemampuan berpikir kritis matematis. Hasil tersebut mengindikasikan bahwa

pengetahuan yang dimiliki mahasiswa dalam setiap kelas berbanding lurus dengan

kemampuan berpikir kritis matematis.

4. Kemampuan Berpikir Kritis Matematis

Kemampuan berpikir kritis matematis dalam penelitian ini diartikan

sebagai serangkaian kemampuan berpikir non prosedural yakni berupa

kemampuan menemukan analogi, analisis, evaluasi, memecahan masalah tidak

rutin dan membuktian. Berdasarkan hasil tes yang berkaitan dengan bahan ajar,

27

Page 28: 07_Sutji Rochaminah_Penggunaan Metode Penemuan untuk meningkatkan kemampuan

pembelajaran penemuan berpengaruh terhadap kemampuan berpikir kritis

matematis mahasiswa calon guru. Hal ini dapat dipahami karena dalam

pembelajaran penemuan mahasiswa melakukan serangkaian proses berpikir

seperti mengklasifikasi, mengamati, mengevaluasi, menemukan analogi,

membuat kesimpulan/menggeneralisasi, membuktikan dan memecahkan masalah

tidak rutin. Proses-proses untuk menemukan konsep dilakukan melaui interaksi

antar mahasiswa, baik dengan diskusi kelompok kecil, tanya jawab maupun

diskusi kelas/kelompok besar. Hal ini sebagai sarana untuk melatih mahasiswa

dalam mengevaluasi pendapat orang lain dan memberikan alasan terhadap

jawaban yang telah diberikan.

Penerapan pembelajaran penemuan bukanlah pekerjaan yang mudah untuk

dilaksanakan oleh dosen maupun mahasiswa. Mahasiswa harus berpikir keras

untuk dapat menemukan konsep, prosedur dan prinsip matematika. Dosen harus

menyiapkan bahan ajar yang dapat membantu dan mengarahkan mahasiswa,

mengatur intensitas intervensi, terampil mengatur waktu agar kegiatan

pembelajaran menjadi efektif dan efisien, dan mengatur jalannya diskusi agar

setiap mahasiswa aktif berpartisipasi tidak dimonopoli oleh mahasiswa yang

pandai.

Untuk melihat hasil dari proses berpikir mahasiswa dalam mengkonstruksi

konsep, dengan cara mahasiswa melaporkan secara tertulis hasil kinerja

kelompoknya. Dengan demikian dosen dapat mengidentifikasi kerangka

metakognitif mahasiswa. Hasil kerja kelompok juga dapat menginformasikan

bagaimana kualitas pemahaman mahasiswa terhadap materi.

Berdasarkan hasil penelitian terhadap pekerjaan mahasiswa calon guru,

ternyata belum sepenuhnya mahasiswa mencapai kemampuan berpikir kritis

matematis seperti yang diharapkan. Nilai rata-rata kemampuan berpikir kritis

matematis mahasiswa klasifikasi LPTK cukup masih rendah. Pada klasifikasi

LPTK baik, nilai rata-rata kemampuan berpikir kritis matematis termasuk kategori

cukup. Hal tersebut kemungkinan disebabkan mahasiswa belum terbiasa dengan

jenis soal yang memerlukan berpikir kritis.

28

Page 29: 07_Sutji Rochaminah_Penggunaan Metode Penemuan untuk meningkatkan kemampuan

D. Kesimpulan dan Saran

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian seperti yang telah dikemukakan sebelumnya

maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran penemuan lebih baik daripada

pembelajaran konvensional dalam meningkatkan kemampuan berpikir kritis

matematis mahasiswa calon guru pada LPTK dengan klasifikasi baik dan LPTK

dengan klasifikasi cukup. Hal tersebut dikarenakan metode penemuan

memberikan peluang kepada mahasiswa melakukan pengamatan, mengklasifikasi,

membuat analogi, menganalisis, dan membuat kesimpulan (generalisasi) untuk

menemukan konsep, prosedur dan prinsip matematika. Melalui aktivitas mental

seperti itu, kemampuan berpikir non-prosedural mahasiswa mendapat kesempatan

diberdayakan. Oleh karena itu pembelajaran penemuan mengkondisikan

mahasiswa melakukan proses berpikir kritis. Dengan melakukan proses berpikir

untuk menemukan konsep, pemahaman pada konsep yang diperoleh mahasiswa

lebih bermakna.

Saran

Berdasarkan hasil penelitian ini, dapat dikemukakan saran-saran sebagai

berikut

1. Bagi pembelajar, pembelajaran penemuan dapat digunakan sebagai salah

satu alternatif model pembelajaran yang dapat dipilih untuk diterapkan dan

terus dikembangkan. Hal tersebut dikarenakan pembelajaran penemuan

secara signifikan lebih baik dari pembelajaran konvensional baik ditinjau

berdasarkan klasifikasi LPTK maupun kemampuan akademik mahasiswa.

2. Tidak semua mahasiswa dapat menemukan konsep matematika terutama di

LPTK dengan klasifikasi cukup. Oleh karena itu dalam

mengimplemantasikan pembelajaran penemuan di jenjang pendidikan tinggi

sebaiknya diperhatikan aspek-aspek (1) pertanyaan-pertanyaan yang

disajikan dalam lembar aktivitas mahasiswa dapat mengarahkan mahasiswa

untuk menemukan konsep, prosedur dan aturan matematika, (2) dosen tidak

29

Page 30: 07_Sutji Rochaminah_Penggunaan Metode Penemuan untuk meningkatkan kemampuan

terlalu sering memberikan intervensi, sehingga perkembangan aktual

mahasiswa lebih optimal, (3) intervensi yang diberikan lebih ditekankan

pada proses berpikir daripada hasilnya.

3. Bagi pengambil kebijakan, pembelajaran penemuan perlu diterapkan pada

jenjang perguruan tinggi khususnya perguruan tinggi yang menghasilkan

tenaga kependidikan. Hal ini dikarenakan pembelajaran penemuan dapat

dijadikan alternatif dalam praktek mengajar matematika bagi mahasiswa

calon guru matematika kelak. Sebagai mahasiswa calon guru hendaknya

dibekali dengan pembelajaran yang menciptakan lingkungan yang membuat

siswa melakukan proses berpikir kritis.

4. Bagi dosen di LPTK, dalam mengimplentasikan pembelajaran penemuan,

pertanyaan-pertanyaan yang diajukan melalui lembar aktivitas mahasiswa

perlu dirancang dengan tepat dan seksama. Hal ini dimaksudkan agar

mahasiswa tidak merasa frustasi yang dapat mengakibatkan mereka

kehilangan semangat dan percaya diri dalam menemukan konsep. Selain

bahasanya harus jelas dan mudah dimengerti juga pertanyaan-pertanyaan

tersebut hendaknya terjangkau oleh pikiran mahasiswa. Hal tersebut agar

tidak membuat mahasiswa gagal dalam menemukan konsep.

5. Kemampuan berpikir kritis matematis mahasiswa calon guru dari klasifikasi

LPTK baik dan cukup belum mencapai hasil yang baik. Dengan demikian

pengajar hendaknya kreatif dalam mengimplementasikan metode penemuan.

Misalnya mengkombinasikan metode penemuan dengan metode

pembelajaran lain yang disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan

mahasiswa calon guru.

6. Bagi dosen yang akan menggunakan pembelajaran penemuan, maka

disarankan agar dapat mempertahankan kegairahan belajar mahasiswa

dengan pembelajaran penemuan sepanjang semester.

7. Bagi LPTK, untuk mengadakan perubahan-perubahan terhadap paradigma

pembelajaran yang selama ini kurang akomodatif dalam mengembangkan

potensi kritis mahasiswa calon guru.

30

Page 31: 07_Sutji Rochaminah_Penggunaan Metode Penemuan untuk meningkatkan kemampuan

8. Bagi tim evaluator, dibutuhkan format baru dalam teknis penilaian prestasi

mahasiswa calon guru yang disesuaikan dengan proses pembelajarannya.

31

Page 32: 07_Sutji Rochaminah_Penggunaan Metode Penemuan untuk meningkatkan kemampuan

Daftar Pustaka

Castronova, J. A. (2002). Discovery Learning for the 21st Century: What is it and how does it compare to traditional learning in the 21st Century. Tersedia: http://chiron.valdosta.edu/are/Litreviews/vol1no1/castronova_litr . pdf.

CUPM (2004). Undergraduate Program and Course in the Mathematical Science: CUPM Curriculum Guide 2004. The Mathematical Association of America.

Dahar, R.W. (1988). Teori-teori Belajar. Jakarta: Departemen P dan K Direktorat Jendral Tinggi Proyek Pengembangan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan

Depdiknas (2006). Kurikulum 2004 Standar Kompetensi Mata Pelajaran Matematika Sekolah Menengah Atas (SMA) dan Madrasah Aliyah (MA). Jakarta: Depdiknas.

Dreyfus, T. (1991). Advanced Mathematical Thinking Processes. Dalam David Tall (editor). Advanced Mathematical Thinking. London : Kluwer Academic Publiser.

Ennis, R. H (1996). Critical Thinking. USA : Prentice Hall, Inc.

Ernest, P (1991). The Philosophy of Mathematics Education. London: The Falmer Press.

Furner, J.P dan Robinson, S. (2004). Using TIMSS to Improve the Undergraduate Preparation of Mathematics Teachers. IUMPST : The Journal Curriculum, Vol. 4.

Hassoubah, Z. I. (2004). Developing Creative & Critical Thinking : Cara Berpikir Kreatif & Kritis. Bandung : Nuansa.

Huitt, W (1998). Critical Thinking: An Overview. Educational Psychology Interactive. Valdosta, GA: Valdosta State University.

Lakkala, M., Ilomaki, L., dan Veermans, M. (2003). Using LOs in Advanced Pedagocical Practice. Tersedia: http://www.eun.org/ eun.org2/eun. Downloads /Advanced _ped models.doc.

Lie, A. (2004). Cooperative Learning. Jakarta: Gramedia.

Pott, B. (1994). Strategies for Teaching Critical Thinking. Practical Asessment, Research & Evaluation, 4 (3).

Quirk, B. The NCTM Calls it “Learning Math” Chapter 4 of Understanding the Original NCTM Standards. Tersedia: http:// www.wgquirk.com/chap4. html.

Ruseffendi, E.T. (1988). Pengantar kepada Membantu Guru Mengembangkan Kompetensinya dalam Pendidikan Matematika untuk Meningkatkan CBSA. Bandung : Tarsito.

32

Page 33: 07_Sutji Rochaminah_Penggunaan Metode Penemuan untuk meningkatkan kemampuan

Sukmadinata, N. S. (2004). Kurikulum dan Pembelajaran Kompetensi. Bandung: Kesuma Karya Bandung.

Suriasumantri, J. (2003). Filsafat Ilmu : Sebuah Pengantar Populer. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.

33