05 bab 2 kajian pustaka

Upload: harry-d-fauzi

Post on 14-Jul-2015

159 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS

2.1 2.1.1

Kajian Pustaka Penganggaran Subsidi Sekolah Standar Nasional Penganggaran subsidi Sekolah Standar Nasional (SSN) berkaitan erat

dengan pengertian anggaran. Anggaran yang dimaksud pada pembahasan ini lebih cenderung mengacu kepada Undang-Undang Nomor 32 dan 33 Tahun 2004, serta Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara yang telah menetapkan penggunaan pendekatan penganggaran berbasis prestasi kerja atau kinerja dalam proses peyusunan anggaran. Istilah ini akan dibahas secara runtut dan kemudian dihubungkan satu sama lain untuk menemukan dimensi pengkajian serta indikator yang digunakan dalam mengukurnya. 2.1.1.1 Penganggaran Berbasis Kinerja Penganggaran merupakan rencana keuangan yang secara sistematis menunjukkan alokasi sumber daya manusia, material, dan sumber daya lainnya. Berbagai variasi dalam sistem penganggaran pemerintah dikembangkan untuk melayani berbagai tujuan termasuk guna pengendalian keuangan, rencana manajemen, prioritas dari penggunaan dana dan pertanggungjawaban kepada publik. Penganggaran berbasis kinerja di antaranya menjadi jawaban untuk

13

14

digunakan sebagai alat pengukuran dan pertanggungjawaban kinerja sekolah sebagai bagian dari sistem pemerintah. Eliya Astuti, dalam Abdul Halim (2007:164), mengemukakan bahwa pada dasarnya anggaran adalah sebuah perencanaan yang disusun dalam bentuk kuantitatif dalam satuan moneter untuk satu periode tertentu. Periode anggaran biasanya disusun dalam jangka setahun. Dari anggaran dapat diketahui apa yang akan dilaksanakan oleh manajemen, prioritas, target, serta bagaimana memenuhi target tersebut. Jones dan Pendlebury (2000) dalam Abdul Halim (2007:149) menjelaskan bahwa anggaran menyediakan hubungan penting antara perencanaan dan pengendalian. Peran perencanaan dinyatakan dalam bentuk input yang diperlukan untuk menjalankan aktivitas yang direncanakan. Peran pengendalian dilakukan dengan mempersiapkan anggaran dengan suatu cara yang memperlihatkan secara jelas masukan dan sumber daya yang dialokasikan kepada individu atau departemen untuk melaksanakan tugas yang menjadi tanggung jawabnya. Pengendalian dapat dilakukan dengan membandingkan hasil yang dianggarkan dengan hasil yang diperoleh untuk menjamin bahwa tingkat pengeluaran tidak dilampaui dan tingkat aktivitas yang direncanakan tercapai. Penganggaran berbasis kinerja merupakan metode penganggaran bagi manajemen untuk mengaitkan setiap pendanaan yang dituangkan dalam kegiatankegiatan dengan keluaran dan hasil yang diharapkan, termasuk efisiensi dalam pencapaian hasil dari keluaran tersebut. Keluaran dan hasil tersebut dituangkan dalam target kinerja pada setiap unit kerja. Sedangkan bagaimana tujuan itu

15

dicapai, dituangkan dalam program, diikuti dengan pembiayaan pada setiap tingkat pencapaian tujuan. Hatry (1999), dalam Hindri Asmoko (2006:54), menjelaskan beberapa karakteristik kunci dalam penganggaran berbasis kinerja di antaranya a) pengeluaran anggaran didasarkan pada outcome yang ingin dicapai; b) adanya hubungan antara masukan (input) dengan keluaran (output) dan outcome yang diinginkan; c) adanya peranan indikator efisiensi dalam proses penyusunan anggaran, dan d) adanya penyusunan target kinerja dalam anggaran. Mardiasmo (2005:84) mengemukakan sistem anggaran kinerja pada dasarnya merupakan sistem yang mencakup kegiatan penyusunan program dan tolok ukur (indikator) kinerja sebagai instrumen untuk mencapai tujuan dan sasaran program. Robinson, dalam Asmoko (2006:56), mengemukakan anggaran kinerja tidak hanya berhubungan dengan pengendalian keuangan tetapi juga menyediakan instrumen kunci untuk memaksimalkan efisiensi dan efektivitas dalam pemberian jasa pemerintah kepada masyarakat. Pencapaian hasil yang diinginkan dituangkan dalam indikator kinerja yang dijadikan acuan untuk menyusun anggaran. Kejelasan tujuan anggaran yang dirinci dalam target dan indikator kinerja akan membantu manajer organisasi atau pengelola anggaran untuk mengendalikan kinerja dalam rangka mencapai kinerja yang diharapkan. Anggaran kinerja, menurut Mardiasmo (2005:84), didasarkan pada tujuan dan sasaran kinerja. Oleh karena itu, anggaran digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan. Penilaian kinerja didasarkan pada pelaksanaan value for money dan efektivitas anggaran. Karakteristik anggaran berbasis kinerja,

16

sebagaimana dikemukakan dalam Pedoman Penyusunan Anggaran Berbasis Kinerja yang diterbitkan oleh Deputi Pengawasan Bidang Penyelenggaraan Keuangan Daerah (2005) adalah sebagai berikut. (1) Berorientasi pada aktivitas, bukan pada unit kerja, sehingga menuntut koordinasi yang baik antarunit atau satuan kerja yang ada (2) Lebih memberikan fokus perhatian pada hasil (outcome) dan bukan pada pengeluaran atau expenditure. (3) Memberikan fokus perhatian lebih pada kerja atau aktivitas (work) dan bukan pada pekerja atau (worker) serta item barang atau jasa yang dibeli. (4) Memiliki alat ukur (indikator) kinerja sehingga memudahkan dalam proses evaluasinya. (5) Lebih sesuai diterapkan untuk memenuhi tuntutan efisiensi, efektivitas dan akuntabilitas. 2.1.1.2 Pelaksanaan Penganggaran Jones dan Pendlebury, dalam Hindri Asmoko (2006:62) menjelaskan pengendalian anggaran berhubungan dengan upaya yang dilakukan agar pengeluaran aktual sejalan dengan jumlah yang dianggarkan dan bahwa tujuan dan tingkat aktivitas yang dicantumkan dalam anggaran tercapai. Mardiasmo (2005:84) mengemukakan bahwa penilaian kinerja didasarkan kepada

pelaksanaan value for money dan efektivitas anggaran. Oleh karena itu, Syakhroza (dalam Asmoko, 2006:62) mengatakan pencapaian target anggaran memainkan peran penting karena anggaran menggambarkan standar efektivitas dan efisiensi. Anggaran menggambarkan standar efektivitas karena memuat suatu set keluaran yang diinginkan dan standar efisiensi karena anggaran memerinci masukan yang diperlukan untuk menghasilkan keluaran yang diinginkan. Dengan demikian, efektivitas pengendalian keuangan dalam penganggaran adalah dicapainya realisasi pengeluaran anggaran yang sesuai dengan rencananya.

17

Prinsip anggaran yang diterapkan dalam penganggaran berbasis kinerja pada dasarnya sama dengan prinsip-prinsip anggaran sektor publik. Mardiasmo (2005:67-68) mengemukakan prinsip-prinsip penganggaran sektor publik yang dapat diterapkan pada anggaran berbasis kinerja sebagai berikut. (1) Otorisasi. Dalam pemerintahan, anggaran publik harus mendapatkan otorisasi dari legislatif terlebih dahulu sebelum eksekutif dapat membelanjakan anggaran tersebut. Pada konteks sekolah, otorisasi ini diidentikkan dengan musyawarah yang dilaksanakan oleh komite sekolah bersama seluruh stakeholder dalam membahas dan menyetujui usulan rencana anggaran pendapatan dan belanja sekolah (RAPBS) yang diajukan oleh sekolah berdasarkan rencana strategis yang disusun. (2) Komprehensif. Anggaran harus menunjukkan semua penerimaan dan pengeluaran. (3) Keutuhan Anggaran. Semua penerimaan dan belanja sekolah harus terhimpun dalam rencana anggaran pedapatan dan belanja sekolah (RAPBS) sebagai rancangan dana alokasi umum yang berlaku pada tahun fiskal yang bersangkutan. (4) Nondiscretionary Apropriation. Jumlah yang disetujui oleh komite sekolah harus termanfaatkan secara ekonomis, efisien, dan efektif. (5) Periodik. Anggaran merupakan suatu proses periodik, dapat bersifat tahunan maupun multitahunan. Pada konteks penganggaran subsidi sekolah standar nasional, anggaran disusun untuk satu tahun berjalan. (6) Akurat. Estimasi anggaran hendaknya tidak memasukkan cadangan yang tersembunyi (hidden reserve) yang dapat dijadikan sebagai kantong-kantong pemborosan dan inefisiensi anggaran serta dapat mengakibatkan munculnya underestimate pendapatan dan overestimate pengeluaran. (7) Jelas. Anggaran hendaknya sederhana, dapat dipahami masyarakat, dan tidak membingungkan. (8) Diketahui Publik. masyarakat luas. Anggaran harus diinformasikan kepada

Mardiasmo (2005:130) juga mengemukakan bahwa kriteria pokok yang mendasari pelaksanaan manajemen publik dewasa ini adalah ekonomi, efisiensi, efektivitas, transparansi, dan akuntabilitas publik. Tujuan yang dikehendaki oleh

18

masyarakat mencakup pertanggungjawaban pelaksanaan value of money yang meliputi aspek-aspek ekonomi (hemat cermat) dalam pengasaan dan pengadaan sumber daya, efisien (berdaya guna) dalam penggunaan sumber daya, serta efektif (berhasil guna) dalam arti mencapai tujuan dan sasaran. Mardiasmo (2005:132) lebih lanjut menyatakan bahwa efektivitas merupakan hubungan antara keluaran dengan tujuan atau sasaran yang harus dicapai. Kegiatan operasional dikatakan efektif apabila proses kegiatan mencapai tujuan dan sasaran akhir kebijakan (spending wisely). Oleh karena itu, aspek atau dimensi yang diperhatikan dalam efektivitas terdiri atas keluaran (output) dan dampak (outcome) program dalam mencapai tujuan program. Semakin besar kontribusi output yang dihasilkan terhadap pencapaian tujuan atau sasaran yang ditentukan, maka semakin efektif proses kerja suatu unit organisasi. Pada konteks ini jelaslah bahwa ketiga aspek ekonomi, efisiensi, dan efektivitas dalam value of money sangat berkaitan satu sama lainnya. Ekonomi membahas mengenai masukan (input), efisiensi membahas masukan (input) dan keluaran (output), dan efektivitas membahas mengenai keluatran (output) dan dampak (outcome). Mengacu kepada pendapat Mardiasmo di atas dapat dianalogikan bahwa dalam konteks sekolah standar nasional (SSN) input (masukan) adalah besarnya nominal subsidi yang diterima sekolah guna membiayai program-program yang telah disusun. Kemudian output (keluaran) adalah produk hasil pelaksanaan program yang dibiayai oleh subsidi SSN berupa prestasi-prestasi dan keberhasilan sekolah mencapai target-target atau tujuan program sekolah, sedangkan outcome (dampak) merupakan kesimpulan akhir

19

yang merujuk kepada peningkatan kualitas sekolah secara keseluruhan akibat dari tercapainya target-target tujuan yang telah dicapai sekolah. 2.1.2 Peran Pengawasan Komite Sekolah Pengawasan atau controlling merupakan salah satu aspek manajemen yang diterapkan dalam pengelolaan organisasi. H. Malayu S. P. Hasibuan (2008:248) membagi pengendalian ke dalam empat kelompok yang terdiri atas (a) pengendalian internal atau internal control, (b) pengendalian eksternal atau external control, (c) pengendalian resmi atau formal control, dan (d) pengendalian konsumen atau informal control. Pada konteks penelitian ini, peran pengawasan komite sekolah dikaitkan dengan aspek pengendalian internal, sehingga pembahasan akan diruntut dari sisi pengendalian internal hingga peran komite sekolah sebagai badan pengawas pendidikan di tingkat sekolah. Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah dibentuk berdasarkan UndangUndang No. 25 Tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional (PROPENAS). Dewan Pendidikan dibentuk di setiap Kabupaten/Kota, sementara Komite Sekolah dibentuk di setiap satuan pendidikan atau kelompok satuan pendidikan. Selanjutnya, guna memudahkan masyarakat dalam membentuk Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah, Menteri Pendidikan Nasional menerbitkan Keputusan Menteri Pendidikan Nasional No. 044/U/2002 tanggal 2 April 2002 tentang Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah disertai lampiranlampirannya. Lampiran I merupakan Acuan Pembentukan Dewan pendidikan, sementara Lampiran II merupakan Acuan Pembentukan Komite Sekolah.

20

Menurut Kepmendiknas Nomor 044/U/2002 tersebut, komite sekolah adalah badan mandiri yang mewadahi peranserta masyarakat dalam rangka meningkatkan mutu, pemerataan, dan etisiensi pengelolaan pendidikan di satuan pendidikan, baik pada pendidikan pra sekolah, jalur pendidikan sekolah maupun jalur pendidikan luar sekolah. Maksud dibentuknya Komite Sekolah adalah agar ada suatu organisasi masyarakat sekolah yang mempunyai komitmen dan

loyalitas serta peduli terhadap peningkatan kualitas sekolah. Komite Sekolah yang dibentuk dapat dikembangkan secara khas dan berakar dari budaya, demografis, ekologis, nilai kesepakatan, serta kepercayaan yang dibangun sesuai dengan potensi masyarakat setempat. Oleh karena itu, Komite Sekolah yang dibangun harus merupakan pengembang kekayaan filosifis masyarakat secara kolektif. Artinya, Komite Sekolah mengembangkan konsep yang berorientasi kepada pengguna (client model), berbagi kewenangan (power sharing and advocacy model), dan kemitraan (partnership model) yang difokuskan pada peningkatan mutu pelayanan pendidikan. Keberadaan Komite Sekolah harus bertumpu pada landasan partisipasi masyarakat dalam meningkatkan kualitas pelayanan dan hasil pendidikan di satuan pendidikan/sekolah. Oleh karena itu, pembentukan Komite Sekolah harus memperhatikan pembagian peran sesuai posisi dan otonomi yang ada. Peran Komite Sekolah adalah sebagai berikut. 1. Sebagai lembaga pemberi pertimbangan (advisory agency) dalam penentuan dan pelaksanaan kebijakan pendidikan di satuan pendidikan 2. Sebagai lembaga pendukung (supporting agency), baik yang berwujud finansial, pemikiran, maupun tenaga dalam penyelenggaraan pendidikan di satuan pendidikan.

21

3. Sebagai lembaga pengontrol (controlling agency) dalam rangka transparansi dan akuntabilitas penyelenggaraan dan keluaran pendidikan di satuan pendidikan. 4. Sebagai lembaga mediator (mediator agency) antara pemerintah (eksekutif) dengan masyarakat di satuan pendidikan. Sebagai badan pemberi pertimbangan (advisory agency), Komite Sekolah dapat memberikan pertimbangan dalam mengidentifikasi sumber daya pendidikan di sekolah serta memberikan masukan dan pertimbangan dalam menetapkan RAPBS, termasuk dalam penyelenggaraan rapat RAPBS

(Budimansyah, 2002: 8). Dalam kaitannya dengan pengelolaan sumber daya pendidikan, Komite sekolah antara lain berperan mengidentifikasi berbagai potensi sumber daya pendidikan yang ada dalam masyarakat. Fungsi ini akan dapat berguna dalam memberikan pertimbangan mengenai sumber daya pendidikan yang ada dalam masyarakat yang dapat diperbantukan di sekolah. Tabel 2.1 Indikator Kinerja Komite Sekolah dalam Perannya Sebagai Badan PertimbanganPERAN KOMITE SEKOLAH FUNGSI MANAJEMEN PENDIDIKAN INDIKATOR KINERJA

Badan Pertimbangan (Advisory Agency )

1. Perencanaan sekolah

a. Identifikasi sumber daya pendidikan dalam masyarakat. b. Memberikan masukan untuk penyusunan RAPBS. c. Menyelenggarakan rapat RAPBS (sekolah, orang tua siswa, masyarakat) d. Memberikan pertimbangan perubahan RAPBS. e. Ikut mengesahkan RAPBS bersama kepala sekolah. a. Memberikan masukan terhadap proses pengelolaan pendidikan di sekolah. b. Memberikan masukan terhadap proses pembelajaran kepada para guru.

2. Pelaksanaan Program a. Kurikulum b. PBM c. Penilaian

22

PERAN KOMITE SEKOLAH

FUNGSI MANAJEMEN PENDIDIKAN

INDIKATOR KINERJA

3. Pengelolaan Sumber daya Pendidikan a. SDM b. S/P c. Anggaran

a. Identifikasi potensi sumber daya pendidikan dalam masyarakat. b. Memberikan pertimbangan tentang tenaga kependidikan yang dapat diperbantukan di sekolah. c. Memberikan pertimbangan tentang sarana dan prasarana yang dapat diperbantukan di sekolah. d. Memberikan pertimbangan tentang anggaran yang dapat dimanfaatkan di sekolah.

(Sumber: Tim Pengembangan Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah, Ditjen Dikdasmen Depdiknas, 2002:9)

Sebagai badan pendukung pendidikan (supporting agency), Komite Sekolah berfungsi memfasilitasi kebutuhan sarana dan prasarana pendidikan di sekolah. Tahap selanjutnya, tentu Komite Sekolah akan memberdayakan bantuan sarana dan prasarana yang diperlukan di sekolah melalui sumber daya yang ada pada masyarakat, dengan berkoordinasi dengan Dewan Pendidikan. Memberdayakan bantuan sarana dan prasarana yang telah dilakukan Komite Sekolah dengan koordinasi pada Dewan Pendidikan akan dipantau perkembangannya melalui evaluasi pelaksanaan dukungan atau bantuan tersebut. Budimansyah (2002:10) mengemukakan bahwa anggaran pendidikan yang pada pemerintah (daerah) sangat terbatas, karenanya pemanfaatan sumber-sumber anggaran pendidikan yang ada pada masyarakat menjadi kebutuhan yang mendesak. Dalam era otonomi pendidikan yang meletakkan otonomi sekolah sebagai hal yang terpenting, sekolah harus merupakan bagian yang terpenting dari masyarakat, sehingga masyarakat memiliki kepedulian dan rasa memiliki terhadap sekolah.

23

Tabel 2.2 Indikator Kinerja Komite Sekolah dalam Perannya Sebagai Badan PendukungPERAN KOMITE SEKOLAH FUNGSI MANAJEMEN PENDIDIKAN INDIKATOR KINERJA

Badan Pendukung (Supportinng Agency)

1. Pengelolaan Sumber Daya

a. b.

c.

Memantau kondisi ketenagaan pendidikan di sekolah. Mobilisasi guru sukarelawan untuk menanggulangi kekurangan guru di sekolah. Mobilisasi tenaga kependidikan non guru untuk mengisi kekurangan di sekolah.

2. Pengelolaan Sarana dan Prasarana

d.

Memantau kondisi sarana dan prasarana yang ada di sekolah. e. Mobilisasi bantuan sarana dan parasarana sekolah. f. Mengkoordinasi dukungan sarana dan parasarana sekolah g. Mengevaluasi pelaksanaan dukungan sarana dan prasarana sekolah. h. i. j. Memantau kondisi anggaran pendidikan di sekolah. Memobilisasi dukungan terhadap anggaran pendidikan di sekolah. Mengkoordinasikan dukungan terhadap anggaran pendidikan di sekolah. Mengevaluasi pelaksanaan dukungan anggaran di sekolah.

3. Pengelolaan Anggaran

k.

(Sumber: Tim Pengembangan Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah, Ditjen Dikdasmen Depdiknas, 2002:12)

Sebagai badan pengawas (controlling agency), Komite Sekolah memiliki peranan melakukan kontrol terhadap proses pengambilan keputusan dan perencanaan pendidikan di sekolah, termasuk kualitas kebijakan yang ada. Terutama melakukan pengontrolan pelaksanaan program di sekolah, di samping alokasi dana dan sumber-sumber daya bagi pelaksanaan program tersebut.

24

Indikator kinerja Komite Sekolah dalam perannya sebagai badan pengontrol dapat diamati pada tabel berikut ini. Tabel 2.3 Indikator Kinerja Komite Sekolah dalam Perannya sebagai Badan Pengontrol/PengendaliPERAN KOMITE SEKOLAH FUNGSI MANAJEMEN PENDIDIKAN INDIKATOR KINERJA

Badan Pengontrol (Controlling Agency)

1. Mengontrol perencanaan pendidikan di sekolah

a. Mengontrol proses pengambilan keputusan di sekolah. b. Mengontrol kualitas kebijakan di sekolah. c. Mengontrol proses perencanaan pendidikan di sekolah d. Pengawasan terhadap kualitas perencanaan sekolah e. Pengawasan terhadap kualitas program sekolah. f. Memantau organisasi sekolah g. Memantau penjadwalan program sekolah h. Memantau alokasi anggaran untuk pelaksanaan program sekolah. i. Memantau sumber daya pelaksana program sekolah. j. Memantau partisipasi stakeholder pendidikan dalam pelaksanaan program sekolah. k. Memantau perkembangan prestasi sekolah l. Memantau hasil ujian akhir. m. Memantau angka partisipasi sekolah n. Memantau angka mengulang sekolah o. Memantau angka bertahan di sekolah

2. Memantau pelaksanaan program sekolah

3. Memantau out put pendidikan

(Sumber: Tim Pengembangan Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah, Ditjen Dikdasmen, Depdiknas, 2002:15)

25

Pada level sekolah, Komite Sekolah juga dapat berfungsi sebagai mediator dan menjadi penghubung sekolah dengan masyarakat, atau antara sekolah dan Dinas Pendidikan. Berbagai persoalan yang sering dialami orang tua dalam pelaksanaan pendidikan anak-anaknya di sekolah misalnya sering kali terbentur pada sebatas keluhan, kurang direspons sekolah. Karena itu, kehadiran Komite Sekolah pada posisi ini sangat penting dalam mengurangi berbagai keluhan orang tua tersebut. Peran sebagai mediator yang dilakukan Komite Sekolah dalam pelaksanaan program pendidikan lebih kepada upaya memfasilitasi berbagai masukan dari masyarakat terhadap kebijakan dan program pendidikan yang ditetapkan Dinas Pendidikan. Peran ini adalah antara lain dengan mengkomunikasikan berbagai pengaduan dan keluhan masyarakat terhadap instansi terkait dalam bidang pendidikan. Masukan ini tentu akan menjadi perhatian bagi pengambil kebijakan, yang selanjutnya akan dilakukan perbaikan bagi kebijakan dan program pendidikan. Bagi Komite Sekolah, peran yang harus dijalankan sebagai mediator adalah memberdayakan sumber daya yang ada pada orang tua bagi pelaksanaan pendidikan di sekolah Indikator kinerja Komite Sekolah dalam perannya sebagai badan penghubung atau mediator dapat diamati pada tabel berikut ini.

26

Tabel 2.4 Indikator Kinerja Komite Sekolah dalam Perannya Sebagai Badan Penghubung (Mediator)PERAN KOMITE SEKOLAH FUNGSI MANAJEMEN PENDIDIKAN INDIKATOR KINERJA

Badan Penghubung (Mediator Agency)

1. Perencanaan

a. Menjadi penghubung antara Komite Sekolah dengan masyarakat, Komite Sekolah dengan sekolah, dan Komite Sekolah dengan Dewan Pendidikan. b. Mengidentifikasi aspirasi masyarakat untuk perencanaan pendidikan. c. Membuat usulan kebijakan dan program pendidikan kepada sekolah d. Mensosialisasikan kebijakan dan program sekolah kepada masyarakat e. Memfasilitasi berbagai masukan kebijakan program terhadap sekolah f. Menampung pengaduan dan keluhan terhadap kebijakan dan program sekolah g. Mengkomunikasikan pengaduan dan keluhan masyarakat terhadap sekolah h. Mengindentifikasi kondisi sumber daya di sekolah i. Mengidentifikasi suber-sumber daya masyarakat j. Memobilisasi bantuan masyarakat untuk pendidikan di sekolah k. Mengkoordinasikan bantuan masyarakat

2. Pelaksanaan program

3. Pengelolaan Sumber Daya pendidikan

(Sumber: Tim Pengembangan Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah, Ditjen Dikdasmen, Depdiknas, 2002:17)

Jika Komite Sekolah sudah dapat melaksanakan keempat perannya itu dengan baik, maka diasumsikan bahwa Komite Sekolah tersebut dapat memberikan dampak terhadap kinerja sistem pendidikan nasional, khususnya di tingkat sekolah. Oleh karena itu, kiprah Komite Sekolah juga perlu menyentuh

27

berbagai indikator kinerja dalam kaitannya dengan keberhasilan sistem pendidikan nasional dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Budimansyah (2004:17-19) mengemukakan tiga prioritas kebijakan pendidikan yang

diberlakukan sejak di tingkat pusat hingga tingkat sekolah. Ketiga prioritas kebijakan tersebut meliputi (1) kebijakan mutu dan relevansi pendidikan, (2) kebijakan pemerataan dan perluasan pendidikan, serta (3) manajemen pendidikan. Pada konteks penelitian ini, kebijakan manajemen pendidikan menjadi hal yang sangat berpengaruh terhadap mutu pengelolaan sekolah. Indikator manajemen sekolah yang dapat dipantau oleh komite sekolah antara lain meliputi hal-hal sebagai berikut. 1) Besarnya (kenaikan) anggaran pendidikan (sekolah dan daerah otonom) yang diperoleh dari sumber-sumber pemerintah pusat, pemerintah daerah dan masyarakat termasuk sumber lain seperti dunia usaha. 2) Kemampuan pengadaan sarana-prasarana pendidikan di sekolah yang diperoleh dari masyarakat. 3) Kemampuan pengadaan sumberdaya manusia (guru kependidikan) yang diperoleh dari sumber masyarakat. dan tenaga

4) Perubahan dalam tingkat efisiensi pendayagunaan tenaga guru di sekolah yang diukur dengan tingkat turn-over. 5) Penurunan persentase mengulang kelas rata-rata pada suatu satuan pendidikan tertentu 6) Penurunan persentase putus sekolah rata-rata pada suatu satuan pendidikan 7) Peningkatan angka melanjutkan sekolah (transition rate) dari suatu sekolah ke sekolah pada jenjang pendidikan berikutnya. (Budimansyah, 2002:19)

28

2.1.3

Pengembangan Mutu Pengelolaan Sekolah

2.1.3.1 Pengertian Manajemen Mutu Terpadu Menurut Goetsch dan Davis (1994:4) mutu (quality) merupakan suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan. Sedangkan American Society for Quality (2000) menyebutkan bahwa mutu adalah all the product or services charracteristic to fulfill all needs included tangible or intangible needs. Meskipun demikian, banyak ahli yang menyatakan bahwa definisi kualitas didasarkan kepada beberapa aspek, yakni berbasis pengguna, berbasis produk, dan berbasis manufaktur. Menurut Crosby (1979:58) mutu adalah sesuai yang disyaratkan atau distandarkan (Conformance to requirement), yaitu sesuai dengan standar mutu yang telah ditentukan, baik inputnya, prosesnya maupun outputnya. Mutu dalam konsep Deming (1986:176) adalah kesesuaian dengan kebutuhan pasar. Dalam konsep Deming, pendidikan yang bermutu adalah pendidikan yang dapat menghasilkan keluaran, baik pelayanan dan lulusan yang sesuai kebutuhan atau harapan pelanggan (pasar)nya. Sedangkan Fiegenbaum (1991:7) mengartikan mutu adalah kepuasan pelanggan sepenuhnya (full customer satisfaction). Mutu menurut Carvin, sebagaimana dikutip oleh Nasution (2004:16), adalah suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, manusia/tenaga kerja, proses dan tugas, serta lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan pelanggan atau konsumen. Selera atau harapan pelanggan pada suatu produk selalu berubah, sehingga kualitas produk juga harus berubah atau disesuaikan.

29

Dengan perubahan mutu produk tersebut, diperlukan perubahan atau peningkatan keterampilan tenaga kerja, perubahan proses produksi dan tugas, serta perubahan lingkungan organaisasi agar produk dapat memenuhi atau melebihi harapan pelanggan. Vincent Gaspers (2005:43) mengemukakan bahwa mutu merupakan kesesuaian terhadap spesifikasi, yang berarti bahwa harapan pemakai suatu produk harus dapat dipenuhi sebagaimana yang mereka inginkan. Sistem organisasi harus mampu menghasilkan produk atau layanan jasa yang bermutu agar dapat bertahan dalam menghadapi dinamika persaingan dan perkembangan zaman. Dalam lingkungan pendidikan, mutu didefinisikan sebagai pencapaian standar yang dipersepsi oleh pengguna layanan yang menyamai atau bahkan melebihi standar layanan pendidikan yang berlaku. Dalam era kemandirian sekolah dan era Manajemen Berbasis Sekolah (MBS), tugas dan tanggung jawab yang pertama dan yang utama dari pimpinan skolah adalah menciptakan sekolah yang mereka pimpin menjadi semakin efektif, dalam arti menjadi semakin bermanfaat bagi sekolah itu sendiri dan bagi masyarakat luas penggunanya (Santoso, 2001:21). Agar tugas dan tanggung jawab para pemimpin sekolah tersebut menjadi nyata, kiranya kepala sekolah perlu memahami, mendalami dan menerapkan beberapa konsep ilmu manajemen yang dewasa ini telah dikembangkan oleh pemikir-pemikir dalam dunia bisnis. Salah satu ilmu manajemen yang dewasa ini banyak diadopsi adalah TQM (total quality management) atau manajemen mutu terpadu.

30

Menurut Hadari Nawari (2005:46), manajemen mutu terpadu adalah manejemen fungsional dengan pendekatan yang secara terus menerus difokuskan pada peningkatan kualitas, agar produknya sesuai dengan standar kualitas dari masyarakat yang dilayani dalam pelaksanaan tugas pelayanan umum (public service) dan pembangunan masyarakat (community development). Konsepnya bertolak dari manajemen sebagai proses atau rangkaian kegiatan mengintegrasikan sumber daya yang dimiliki, yang harus diintegrasi pula dengan pentahapan pelaksanaan fungsi-fungsi manajemen, agar terwujud kerja sebagai kegiatan memproduksi sesuai yang berkualitas. Setiap pekerjaan dalam manajemen mutu terpadu harus dilakukan melalui tahapan perencanaan, persiapan (termasuk bahan dan alat), pelaksanaan teknis dengan metode kerja/cara kerja yang efektif dan efisien, untuk menghasilkan produk berupa barang atau jasa yang bermanfaat bagi masyarakat. Hadari Nawawi (2005:127) mengutip pendapat Casio tentang total quality management sebagaimana diuraikan berikut ini. TQM, a philosophy and set of guiding principles that represent the foundation of a continuosly improving organization, include seven broad components : a) A focus on the customer or user of a product or service, ensuring the customers need an expectations are satisfied consistenly. b) Active leadership from executives to establish quality as a fundamental value to be incorporated into a companys managemen philosophy. c) Quality concept (e.g. statistical process control or computer assisted design, engineering, and manufacturing) that are thoroughly integrated throughout all activities of or a company. d) A corporate culture, established and reinforced by top executives, that involves all employees in contributing to quality improvement.

31

e) A focus on employee involvement, teamwork, and training at all levels in order to strengthen employee commitment to continous quality improvement. f) An approach to problem solving that is base on continously gathering, evaluating, and acting on facts and data is a systematic manner. g) Recognition of supliers as full partners in quality management process. Pengertian lain tentang manajemen mutu terpadu dikemukakan oleh Santoso, dalam Tjiptono dan Diana (1998:26), yang menyatakan bahwa TQM merupakan sistem manajemen yang mengangkat kualitas sebagai strategi usaha dan berorentasi pada kepuasan pelanggan dengan melibatkan seluruh anggota organisasi. Di samping itu Tjiptono dan Diana (1998:26) menyatakan pula bahwa Total Quality Management merupakan suatu pendekatan dalam menjalankan usaha yang mencoba untuk memaksimumkan daya saing organisasi melalui perbaikan terus-menerus atas produk, jasa, manusia, proses dan lingkungannya. Berdasarkan definisi-definisi yang dikemukakan oleh para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa manajemen mutu terpadu atau total quality management adalah sistem manajemen yang dijalankan dengan berorientasi pada kepuasan pelanggan dengan melibatkan seluruh komponen organisasi melalui perbaikan terus-menerus atas produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungannya. 2.1.3.2 Ruang Lingkup Manajemen Mutu Terpadu di Tingkat Sekolah Pendidikan adalah upaya sadar untuk memfasilitasi perkembangan dan peningkatan potensi peserta didik. Inti dari pendidikan adalah kegiatan

pembelajaran. Pada jenis satuan pendidikan formal, seperti di sekolah dasar dan bentuk persekolahan lainnya pada jenjang yang di atasnya, inti pendidikan berupa

32

pembelajaran biasa disebut dengan proses pembelajaran. Dengan demikian layanan pendidikan adalah berbagai sumber daya yang dibutuhkan untuk memberikan dukungan terjadinya kondisi proses pembelajaran yang baik atau bermutu. Sekolah merupakan lembaga yang bertugas sebagai pelayan jasa pendidikan bagi masyarakat sekitarnya. Menurut Kotler dalam Nasution (2004:67) jasa (service) adalah aktivitas atau manfaat yang ditawarkan oleh satu pihak kepada pihak lain yang pada dasarnya tidak berwujud dan tidak menghasilkan kepemilikan apa pun. Dalam lingkungan pendidikan, jasa yang dimaksud pada konteks ini adalah jasa pelayanan pendidikan sesuai dengan kandungan Undangundang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional serta Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Jasa pelayanan pendidikan yang digariskan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 sesungguhnya mengacu kepada konteks standar nasional pendidikan yang secara tegas digariskan pada pasal 2 yang mengamukakan bahwa Lingkup Standar Nasional Pendidikan meliputi: (a) standar isi; (b) standar proses; (c) standar kompetensi lulusan; (d) standar pendidik dan tenaga kependidikan; (e) standar sarana dan prasarana; (f) standar pengelolaan; (g) standar pembiayaan; dan (h) standar penilaian pendidikan. Untuk mencapai standar nasional pendidikan sebagaimana digariskan di atas, diperlukan sebentuk strategi pelayanan minimal yang berorientasi kepada mutu. Jika standar pelayanan minimal mengacu kepada pasal 2 PP 19 Tahun 2005 di atas, maka unsur yang terlibat membangun pelayanan pendidikan tersebut

33

adalah semua warga sekolah secara terpadu. Kepala sekolah sebagai pimpinan lembaga pendidikan memiliki tugas tugas dan tanggung jawab paling luas yang membawahi seluruh komponen sekolah. Unsur kedua adalah guru sebagai person paling depan dalam melaksanakan layanan jasa kepada masyarakat. Setelah kedua unsur tersebut, barulah kemudian muncul unsur-unsur lain secara berurutan, yakni staf sekolah (terdiri atas tenaga administrasi sekolah dan pembantu pelaksana sekolah), para siswa, komite sekolah, serta masyarakat yang berada di dalam lingkungan sekolah. Masing-masing komponen warga sekolah tersebut secara sadar membangun komitmen menuju tujuan yang sama, yakni memberikan pelayanan bermutu kepada masyarakat sesuai dengan kapasitas masing-masing. Atas dasar landasan teori di atas dapat disimpulkan bahwa pelayanan jasa pendidikan adalah aktivitas yang diberikan oleh sekolah (bersama seluruh komponen yang terlibat di dalamnya) kepada masyarakat dengan menetapkan batas-batas pelayanan minimal melalui standar pendidikan nasional yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Pada dasarnya, pengembangan mutu layanan sekolah sangat bergantung kepada pola manajemen yang diterapkan di dalamnya serta komitmen seluruh komponen terhadap sasaran mutu. Scholtes dalam Nasution (2004:195-196) mengemukakan bahwa strategi pengembangan kualitas layanan selalu mengacu kepada faktor-faktor berikut ini. a. Fokus pada pelanggan, mengandung makna bahwa tujuan utama organisasi adalah untuk memenuhi atau melampaui harapan pelanggan melalui suatu cara pelayanan yang bernilai.

34

b. Memiliki obsesi terhadap kualitas, mengandung makna bahwa seluruh komponen sekolah secara agresif berusaha mencapai kualitas pelayanan pendidikan tertentu dalam rangka melampaui harapan pelanggannya. c. Memiliki pemahaman terhadap struktur pekerjaan, artinya setiap komponen sekolah (terutama guru) memiliki pemahaman mendalam tentang peran, tugas, serta tanggung jawabnya sebagai guru sesuai dengan kompetensi yang dimilikinya. d. Mengembangkan kebebasan yang terkendali, yang mengandung makna bahwa guru dan staf sekolah lainnya harus selalu peka terhadap segala situasi perkembangan zaman sehingga dapat melakukan improvisasi pekerjaan dalam kerangka aturan yang berlaku. Pengembangan kebebasan di sini mengandung makna sebagai upaya guru dalam memenuhi atau melampaui harapan pelanggannya. e. Memiliki kesatuan tujuan, yang mengandung makna bahwa seluruh komponen sekolah memiliki kesatuan tujuan yang sama dalam mengembangkan mutu layanan sekolah. Kesatuan tujuan ini secara filosofis dan strategis tertuang dalam visi, misi, dan strategi sekolah dalam mencapai sasaran mutu. f. Mencari kesalahan dalam sistem dalam upaya mengatasi masalah dan memperbaiki kinerja. g. Mengembangkan kerja sama tim. Prinsip ini didasarkan kepada keyakinan bahwa kerja sama tim akan dapat memberikan hasil yang jauh lebih baik daripada bekerja secara individu. h. Pendidikan dan pelatihan yang berkelanjutan. Dalam era teknologi informasi dan teknologi tinggi, mesin yang paling penting dalam lingkungan kerja adalah pikiran manusia. Oleh karena itu, belajar terusmenerus dan belajar sepanjang hayat merupakan unsur yang fundamental dalam pengembangan mutu pelayanan sekolah. Dalam proses penyusunan perencanaan dan pelaksanaannya, kepala sekolah sebagai manajer serta guru-guru sebagai pelaksana pengembangan sasaran mutu, mengembangkan sistem manajemen kualitas yang dapat diukur dan diperbaiki secara bertahap dan bekesinambungan. Pola manajemen kualitas tersebut mengacu kepada siklus perencanaan --> pelaksanaan --> peninjauan --> perbaikan ---> evaluasi --> perbaikan. Secara skematis, siklus manajemen kualitas tersebut dapat digambarkan sebagai berikut.

35

PerencanaanMenetapkan Visi, Misi, dan Prinsipprinsip Kualitas

Penyebarluasan KebijakanPertemuan antara Tim Perbaikan Kualitas dan Manajemen

Manajemen Kualitas

Mengembangkan Rencana Kualitas 3 5 tahun

Identifikasi Hubungan Sebab Akibat Mengembangkan Rencana Awal Implementasi

Tinjau Ulang Standarisasi Kemajuan

Mengembangkan Sasaran dan Tujuan Kualitas Tahunan

Pertemuan antara Tim Perbaikan Kualitas dan Manajemen

Tinjau Ulang Sasaran dan Tujuan Kualitas Tahunan

Mengembangkan Rencana Awal Implementasi

(Sumber: Nasution, 2004:198)

Gambar 2.1 Manajemen Kualitas dalam Pelayanan Mutu Sekolah

Pemberdayaan sekolah selalu diarahkan kepada sasaran mutu. Untuk mencapai hal tersebut diperlukan perubahan-perubahan mendasar dalam berbagai dimensi sebagaimana dikemukakan pada gambar di atas. Perubahan-perubahan ini bukanlah hanya sekedar formalitas yang hanya berlangsung seketika kemudian berjalan lagi apa adanya, melainkan sebuah proses yang dinamis dan berkesinambungan sesuai dengan tuntutan zaman serta perkembangan demi perkembangan yang berlangsung di dalam maupun di luar konteks pendidikan. Untuk mencapai sasaran mutu sekolah, diperlukan kepaduan yang utuh secara kohesif dan koherensif setiap dimensi yang ada di dalamnya, baik dimensi manajemen, dimensi sumber daya manusia, serta dimensi infrastruktur pendidikan yang dilandasi oleh visi dan misi sekolah yang jelas dan terukur. Keterukuran ini

36

biasanya ditandai dengan indikator-indikator pencapaian tujuan yang dirumuskan dalam Rencana Pengembangan Sekolah (RPS) sebagai penjabaran dari visi, misi, dan strategi pengembangan sekolah jangka panjang. Akhirnya, sekolah yang mandiri atau berdaya memiliki ciri-ciri tingkat kemandirian tinggi/tingkat ketergantungan rendah; bersifat adaptif dan antisipatif/ proaktif sekaligus; memiliki jiwa kewirausahaan tinggi (ulet, inovatif, gigih, berani mengambil resiko, dan sebagainya); bertanggung jawab terhadap kinerja sekolah; memiliki kontrol yang kuat terhadap input manajemen dan sumber dayanya; memiliki kontrol yang kuat terhadap kondisi kerja; komitmen yang tinggi pada dirinya; dan prestasi merupakan acuan bagi penilaiannya. Selanjutnya, bagi sumber daya manusia sekolah yang berdaya, pada umumnya, memiliki ciriciri pekerjaan adalah miliknya, dia bertanggung jawab, pekerjaannya memiliki kontribusi, dia tahu posisinya di mana, dia memiliki kontrol terhadap pekerjaannya, dan pekerjaannya merupakan bagian hidupnya. Ukuran mutu menurut kriteria mutu Baldrige, dalam Hunt (1993:178) berfokus pada 7 area topik yang secara integral dan dinamis saling berhubungan, yaitu leadership, information and analysis, strategic quality planning, human resource management, quality assurance product of product and services, quality result and customer satisfaction. Dari 7 area topik ukuran kualitas di atas, jika diukur dengan Kriteria Baldrige Award maka perbaikan sistem manajemen kualitas di sekolah adalah sebagai berikut.

37

1. Dimensi Kepemimpinan a. Memiliki pernyataan kebijakan kualitas b. Terlibat secara penuh dalam pengembangan kultur kualitas sekolah c. Mempraktikkan konsep-konsep kualitas yang diajarkan d. Kebijakan kualitas berlandaskan pada kebutuhan untuk perbaikan terus menerus e. Masyarakat mengetahui sasaran kualitas sekolah 2. Dimensi Analisis dan Informasi a. Data kualitas dilaporkan kepada semua unit sekolah b. Menganalisis data tentang pandangan masyarakat terhadap kualitas sekolah c. Menganalisis biaya yang tidak efisien d. Mengidentifikasi kendala-kendala dalam mewujudkan kualitas sekolah 3. Dimensi Perencanaan Kualitas Strategis a. Memiliki rencana operasional tahunan yang menggambarkan sasaran kualitas b. Pimpinan unit-unit/komponen sekolah berusaha untuk mencapai sasaran kualitas c. Fungsi kualitas merupakan bagian rencana kegiatan sekolah 4. Dimensi Pengembangan Sumber Daya Manusia a. Memiliki rencana peluang bagi guru dan karyawan dalam perbaikan kualitas b. Kriteria kualitas digunakan dalam evaluasi performa SDM sekolah c. Guru dan karyawan percaya dan secara terus menerus memberikan layanan terbaik d. Semua guru dan karyawan dilatih tentang konsep perbaikan kualitas 5. Dimensi Manajemen Kualitas Proses a. Ekspektasi kualitas dari pelanggan didefinisikan secara jelas b. Kebutuhan pelanggan ditransformasikan ke dalam proses perencanaan untuk perbaaikan kualitas c. Melakukan audit sistem manajemen kualitas d. Bekerjasama dengan stakeholder untuk meningkatkan kualitas 6. Dimensi Hasil-hasil Kualitas a. Sekolah merupakan satu di antara tiga sekolah terbaik dalam lingkup kepuasan pelanggan

38

b. Menunjukkan perbaikan kualitas terus menerus selama tiga tahun terakhir c. Terdapat penurunan terus-menerus keluhan pelanggan dalam waktu tiga tahun terakhir 7. Dimensi Kepuasan Pelanggan : a. Menunjukkan bahwa pelanggan puas atas barang dan/atau jasa yang diberikan b. Menunjukkan bahwa tingkat kepuasan pelanggan meningkat terus menerus dalam waktu tiga tahun terakhir c. Terdapat suatu proses efektif untuk menangani keluhan pelanggan d. Kepala sekolah menggunakan pendekatan inovatif untuk menilai kepuasan pelanggan. 2.1.4 Penelitian yang Relevan Beberapa penelitian yang dilakukan berkenaan dengan permasalahan akuntabilitas sekolah menunjukkan adanya keterkaitan yang sangat erat antara proses pelaksanaan anggaran pendidikan yang terdapat pada APBS maupun danadana subsidi lainnya serta peran serta Komite Sekolah dalam pelaksanaan pengembangan sekolah menurut konsep Manajemen Berbasis Sekolah (MBS). Mukhlis Muhammad (2004) melakukan penelitian dengan judul Efektivitas Pengendalian Keuangan dan Peran Pengawasan Komite Sekolah terhadap Peningkatan Pelaksanaan Manajemen Berbasis Sekolah SMP Negeri di Jakarta Timur dan menghasilkan kesimpulan bahwa terdapat hubungan positip yang signifikan antara efektivitas pengendalian keuangan dan peran pengawasan komite sekolah dengan peningkatan pelaksanaan MBS di SMP Negeri Jakarta Timur dengan koefisien korelasi sebesar 64,152 (=0.05). Persamaan regresi ganda bersifat linear dengan persamaan Y = 4,584 + 0,380X1 + 0,964X2 dengan sumbangan efektif sebesar 82,6% variabel predictor efektivitas pengendalian

39

keuangan (X1) dan peran pengawasan Komite Sekolah (X2) secara bersama-sama memberikan kontribusi yang signifikan terhadap variabel kriterium pelaksanaan MBS (Y). Umar Hamzah (2004) melakukan penelitian tentang Optimaslisasi Anggaran Pendapatan dan Biaya dan Peran Pengawasan Komite Sekolah dalam Keberhasilan Peningkatan Mutu Sekolah di SMP Negeri 1 Sumedang, Jawa Barat. Kelebihan anggaran (Over Budget) itulah isu yang sangat kuat. Oleh karena itu perlu mencoba melihat fakta-fakta yang ada sesuai dengan kondisi. Dengan data dan fakta yang ada ditemukan bahwa kinerja Anggaran Pendapatan dan Biaya Sekolah (APBS) tidak berfungsi secara optimal. Penelitian dilakukan dengan metode diagram tulang ikan untuk mendapatkan penyebab-penyebab tidak optimalnya kinerja, juga melakukan kaji ulang terhadap kebijakan pengelolahan Anggaran Pendapatan dan Biaya Sekolah (APBS) yang sudah ada untuk mencari perbaikan-perbaikan yang dapat mengoptimalkan kinerja. Dengan meminimalkan penyebab-penyebab yang ada dan dengan menggunakan prinsip Kaizen di mana perbaikan dilakukan secara terus menerus dan berkesinambungan didapatkan hasil adanya peningkatan kinerja Anggaran Pendapatan dan Biaya Sekolah (APBS) yang dibuktikan penggunaan biaya lebih kecil dari rencana pada periode uji empirik. Dengan optimalnya kinerja Anggaran Pendapatan dan Biaya Sekolah (APBS) sangat mendukung pengelolah dalam hal ini SMP Negeri 1 Sumedang, Jawa Barat, dalam memutuskan kebijakan dan pencapaian sasaran yang diinginkan.

40

2.2

Kerangka Pemikiran Undang-undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1999 tentang

Pemerintah Daerah pada Bab IV Pasal 7 ayat 1 yang menyatakan bahwa kewenangan daerah mencakup kewenangan dalam suluruh bidang pemerintahan, kecuali kewenangan dalam bidang politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter, fiskal, agama, serta kewenangan bidang lain. Berarti pendidikan juga termasuk yang diserahkan kewenangannya kepada daerah. Berdasarkan kajian teori tentang pengaruh proses pelaksanaan anggaran subsidi SSN dan peran pengawasan komite sekolah terhadap peningkatan kualitas pengelolaan sekolah, maka disusun kerangka berpikir yang merupakan landasan pengajuan hipotesis yang akan diteliti sebagai berikut. 2.2.1 Pengaruh Proses penyusunan anggaran Subsidi SSN terhadap Mutu Pengelolaan Sekolah Akuntansi merupakan suatu aktivitas yang diarahan untuk mencapai hasil tertentu dan hasil tersebut harus memiliki manfaat. Sekolah adalah lembaga publik yang memiliki karakter unik karena memiliki keterkaitan secara vertikal maupun secara horisontal. Pola pertanggungjawaban sekolah sebagai lembaga sektor publik bersifat vertikal dan horisontal. Pertanggungjawaban vertikal (vertical accountability) adalah pertanggungjawaban atas pengelolaan dana kepada otoritas yang lebih tinggi, yakni kepada pemerintah daerah melalui dinas pendidikan terkait dan atau kepada pemerintah pusat. Di sisi lain, sekolah juga harus mempertanggungjawabkan pelaksanaan pengembangan sekolah kepada publik karena sebagian dari dana yang diperoleh

41

sekolah berasal dari masyarakat (public funds). Pertanggungjawaban horisontal (horizontal accountability) merupakan pertanggungjawaban kepada masyarakat luas sebagai pengguna pendidikan. Mardiasmo (2005:10) mengemukakan bahwa pertanggungjawaban

manajemen (managerial accountability) merupakan bagian terpenting untuk menciptakan kredibilitas manajemen baik di sektor publik maupun swasta. Tidak dipenuhinya prinsip pertanggungjawaban dapat menimbulkan implikasi yang sangat luas. Pada konteks pengelolaan pendidikan di tingkat sekolah, tidak dipenuhinya prinsip pertanggungjawaban manajerial tersebut dapat mengakibatkan lunturnya kepercayaan masyarakat terhadap pengelolaan sekolah. Ketidakpercayaan masyarakat yang tumbuh akibat kesalahan pertanggungjawaban akan berakibat hilangnya minat masyarakat menggunakan lembaga pendidikan tersebut. Masyarakat akan mengalihkan tempat pendidikan anak-anaknya kepada sekolah lain yang memiliki kredibilitas yang lebih baik. Program sekolah standar nasional (SSN) merupakan upaya pemerintah pusat dalam meningkatkan status sekolah agar dapat meningkatkan kualitas penyelenggaraan pendidikan serta dipercayai oleh publik. Setiap sekolah yang memiliki status SSN dipercayai telah memiliki kekuatan manajerial yang relatif baik, yang dibuktikan oleh akreditasi minimal B. Pada tahap ini, sekolah telah mampu mengelola berbagai sumber dana secara optimal dalam melaksanakan program-program sekolah yang disusun dalam RPS. Pengalokasian dana yang pasti serta pengelolaan yang tepat sesuai dengan RAPBS adalah kunci dari keberlangsungan program sekolah secara keseluruhan.

42

Program Sekolah Standar Nasional (SSN) yang dikembangkan oleh pemerintah pusat disertai dengan dana stimulan yang relatif besar. Dana ini kemudian harus menjadi bagian dari RAPBS yang dikelola oleh sekolah dan dipalorkan secara berkala. Penggunaan dana yang sesuai serta wujud program yang jelas akan dapat menjaga kesinambungan sekolah sebagai pelaksana program SSN. Artinya, sekolah harus memiliki akuntabilitas yang baik dalam pandangan pemerintah maupun masyarakat yang dibuktikan oleh laporan-laporan kegiatan dan keuangan secara transparan dan masuk akal, sesuai dengan perencanaan yang telah disusun, disetujui, dan disahkan bersama. Sasaran utama dari pemberian dana stimulan ini adalah terciptanya peningkatan mutu sekolah dengan mengacu kepada visi dan misi sekolah. Oleh karena itu, pengelolaan secara efektif anggaran dana pelaksanaan Sekolah Standar Nasional memiliki hubungan yang erat dengan peningkatan mutu sekolah. 2.2.2 Pengaruh Peran Pengawasan Komite Sekolah terhadap Mutu Pengelolaan Sekolah Selaku stakeholder, komite sekolah memiliki peran sebagai lembaga pengawasan atau controlling agency. Sebagai badan pengawasan, komite sekolah memiliki peran strategis dalam turut serta memberikan arah yang jelas dan tegas agar tidak terjadi penyimpangan. Komite sekolah memiliki peran dalam mengawasi jalannya pendidikan di sekolah secara independen, termasuk dalam pengelolaan keuangan sekolah. Menurut Depdiknas (2002:9), tugas dan fungsi yang dibebankan kepada Komite Sekolah bukanlah sekedar mendampingi sekolah dalam forum-forum penghimpunan dana sebagaimana terlihat pada praktik

43

pelaksanaan BP3 waktu dulu. Lebih dari itu, komite sekolah seharusnya telah terlibat secara langsung sejak tahap perencanaan pengembangan pendidikan dengan memberikan pertimbangan dan masukan perihal aspirasi yang berkembang di masyarakat pengguna sekolah. Aspirasi masyarakat ini akan menjadi bahan pemikiran dan pengembangan dalam penyusunan RPS dan RAPBS. Direktorat PLP Dirjen Dikdasmen memberikan penekanan lebih lanjut bahwa komite sekolah terlibat langsung dalam tahap identifikasi fungsi pada tujuan situasional sekolah, melakukan analisis SWOT, menyusun sasaran pengembangan sekolah, menyusun jadwal pelaksanaan pengembangan sekolah, serta turut serta menyusun rencana anggaran pendapatan dan belanja sekolah (RAPBS) bersama-sama dengan komponen sekolah lainnya yang terdiri atas para staf sekolah, para pembantu kepala sekolah, guru-guru, dan para siswa yang diwakili oleh OSIS. Keterlibatan tersebut berlangsung pula pada tahap-tahap pelaksanaan sebagai pengawas. Komite sekolah mengawasi secara langsung pelaksanaan seluruh program sekolah yang direncanakan, memberikan solusi kepada sekolah jika terjadi kesulitan atau kendala, memberikan peringatan kepada sekolah jika terjadi penyimpangan, serta memberikan saran kepada sekolah agar dapat meningkatkan kualitas serta menjaga akuntabilitasnya baik secara vertikal maupun secara horisontal. Tiga tahap pengawasan yang dilakukan oleh komite sekolah, yakni mengontrol tahap perencanaan pengembangan sekolah, mengontrol tahap pelaksanaan pengembangan sekolah, dan mengontrol output hasil pelaksanaan pengembangan sekolah, dilakukan secara terpadu dan berkesinambungan.

44

Oleh karena itu, peran strategis komite sekolah sebagai badan pengawas ini sangat memiliki pengaruh terhadap peningkatan kualitas sekolah. Dengan demikian, terdapat pengaruh yang sangat kuat antara peran pengawasan sekolah terhadap peningkatan kualitas sekolah. 2.2.3 Pengaruh Proses penyusunan anggaran Subsidi SSN dan Peran Pengawasan Komite Sekolah terhadap Mutu Pengelolaan Sekolah Nasution (2004:168) mengemukakan bahwa keberhasilan pencapaian kualitas suatu usaha sangat bergantung kepada pelibatan dan pemberdayaan komponen organisasi secara proporsional. Pada konteks pendidikan, pelibatan dan pemberdayaan komponen organisasi ini meliputi pelibatan dan pemberdayaan seluruh staf tata usaha, para pembantu kepala sekolah, guru-guru, komite sekolah, serta penjaga sekolah dan para siswa. Pelibatan dan pemberdayaan ini meliputi seluruh tahap manajerial dalam batas-batas kendali kepala sekolah sebagai leader. Pada konteks pengelolaan dana subsidi program sekolah standar nasional (SSN), yang juga merupakan bagian integral dari program sekolah yang tertuang dalam RPS, pelibatan dan pemberdayaan tersebut harus tampak pada komponen sekolah dan komite sekolah. Pihak sekolah bertugas melaksanakan programprogram yang telah dirumuskan secara amanah, sedangkan komite sekolah melakukan pengawasan secara terbuka, dengan menerapkan prinsip-prinsip kooperatif dan transparansi. Hasil-hasil pengawasan dan hasil pengelolaan keuangan serta pelaksanaan program ini dilaporkan secara bersamaan baik oleh pihak sekolah maupun dari pihak komite sekolah selaku pengawas. Kesesuaian

45

yang runtut antara program, pelaksanaan, pengelolaan dana, serta hasil yang diperoleh pada laporan akan meningkatkan kredibilitas sekolah yang akan dapat menaikkan tingkat akuntabilitas sekolah. Dengan demikian, proses penyusunan anggaran subsidi program Sekolah Standar Nasional dan peran pengawasan komite sekolah berpengaruh terhadap mutu pengelolaan sekolah. 2.3 Hipotesis Penelitian Berdasarkan kerangka berpikir dan teori-teori yang diajukan di atas berikut ini dirumuskan hipotesis-hipotesis penelitian sebagai berikut. 1. Terdapat pengaruh proses penyusunan anggaran dana subsidi SSN dan peran pengawasan komite sekolah secara bersama-sama terhadap mutu pengelolaan sekolah. 2. Terdapat pengaruh proses penyusunan anggaran dana subsidi SSN terhadap mutu pengelolaan sekolah. 3. Terdapat pengaruh peran pengawasan komite sekolah terhadap mutu pengelolaan sekolah.