02 punokawan sebagai inspirasi penciptaan film pendek

34
Journal of Animation and Games Studies, Vol. 2 No.2 – Oktober 2016 ISSN 2460-5662 173 Punakawan Sebagai Inspirasi Penciptaan Film Pendek Animasi Bertema Pendidikan Karakter Arif Sulistiyono Program Studi Animasi, Fakultas Seni Media Rekam, Institut Seni Indonesia Yogyakarta e-mail: [email protected] Abstrak Animasi edukasi adalah sebuah produk animasi yang diproduksi khusus untuk tujuan pembelajaran. Popularitasnya dalam membantu peserta didik memahami dan mengingat informasi yang disajikan meningkat sejak munculnya teknologi komputer grafis. Kurangnya peningkatan produksi karya film pendek animasi di Indonesia mengakibatkan sedikitnya dijumpai karya-karya animasi edukasi buatan anak negeri. Rangsangan penciptaan karya animasi berbasis pada budaya lokal sepatutnya menjadi perhatian bagi para kreator dalam menghasilkan film animasi Indonesia. Hal inilah yang mendorong ide penelitian dan penciptaan karya guna menambahkan karya alternatif tontonan bagi anak-anak supaya lebih bervariatif. Karya yang dihasilkan nantinya diharapkan mampu menjadi salah satu tolok ukur bagi pencipta-pencipta film pendek animasi di Indonesia. Film pendek animasi yang bertemakan pendidikan karakter dan memiliki ciri penokohan dan desain berbasis kearifan lokal masih sangat sedikit. Produksi karya masih didominasi oleh unsur-unsur humoris yang mempertontonkan aspek kekerasan sebagai layaknya hal yang umum dilakukan. Hal ini sangat berbahaya dikarenakan perkembangan kepribadian atau karakter sang anak secara tidak langsung akan didominasi oleh tontonan hiburan yang kurang mendidik. Oleh karena itu memunculkan kembali tokoh-tokoh Punakawan selaku “guru” pendidikan karakter dalam wujud karya film pendek animasi sangatlah perlu direalisasikan demi pertumbuhan pendidikan karakter generasi penerus bangsa Indonesia dikemudian hari. Kata kunci: Animasi edukasi, punakawan, pendidikan karakter Abstrak Educational animation is an animated product produced specifically for the purpose of learning. Its popularity in helping students understand and remember information presented increased since the advent of computer graphics technology. The lack of an increase in the production of animated short films in Indonesia resulted in at least encountered the works of domestically-made animation education. Stimulation of creation of animated works based on the local culture should be a concern for creators to produce Indonesian animated film. This has encouraged the idea of research and the creation of the works to add alternative work spectacle for children to be more varied. The work produced will be expected to become one of the benchmarks for the creators of short animated films in Indonesia. The short animated film themed character education and have the characterization and design characteristics based on local wisdom is still a little bit. Production work is still dominated by elements that showed the humorous aspects of violence as like a common thing to do. It is extremely dangerous due to the development of the child's personality or

Upload: others

Post on 21-Nov-2021

2 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

JournalofAnimationandGamesStudies,Vol.2No.2–Oktober2016ISSN2460-5662

173

Punakawan Sebagai Inspirasi Penciptaan Film Pendek Animasi Bertema Pendidikan Karakter

Arif Sulistiyono

Program Studi Animasi, Fakultas Seni Media Rekam, Institut Seni Indonesia Yogyakarta e-mail: [email protected]

Abstrak

Animasi edukasi adalah sebuah produk animasi yang diproduksi khusus untuk tujuan pembelajaran. Popularitasnya dalam membantu peserta didik memahami dan mengingat informasi yang disajikan meningkat sejak munculnya teknologi komputer grafis. Kurangnya peningkatan produksi karya film pendek animasi di Indonesia mengakibatkan sedikitnya dijumpai karya-karya animasi edukasi buatan anak negeri. Rangsangan penciptaan karya animasi berbasis pada budaya lokal sepatutnya menjadi perhatian bagi para kreator dalam menghasilkan film animasi Indonesia. Hal inilah yang mendorong ide penelitian dan penciptaan karya guna menambahkan karya alternatif tontonan bagi anak-anak supaya lebih bervariatif. Karya yang dihasilkan nantinya diharapkan mampu menjadi salah satu tolok ukur bagi pencipta-pencipta film pendek animasi di Indonesia.

Film pendek animasi yang bertemakan pendidikan karakter dan memiliki ciri penokohan dan desain berbasis kearifan lokal masih sangat sedikit. Produksi karya masih didominasi oleh unsur-unsur humoris yang mempertontonkan aspek kekerasan sebagai layaknya hal yang umum dilakukan. Hal ini sangat berbahaya dikarenakan perkembangan kepribadian atau karakter sang anak secara tidak langsung akan didominasi oleh tontonan hiburan yang kurang mendidik. Oleh karena itu memunculkan kembali tokoh-tokoh Punakawan selaku “guru” pendidikan karakter dalam wujud karya film pendek animasi sangatlah perlu direalisasikan demi pertumbuhan pendidikan karakter generasi penerus bangsa Indonesia dikemudian hari. Kata kunci: Animasi edukasi, punakawan, pendidikan karakter

Abstrak Educational animation is an animated product produced specifically for the purpose of learning. Its popularity in helping students understand and remember information presented increased since the advent of computer graphics technology. The lack of an increase in the production of animated short films in Indonesia resulted in at least encountered the works of domestically-made animation education. Stimulation of creation of animated works based on the local culture should be a concern for creators to produce Indonesian animated film. This has encouraged the idea of research and the creation of the works to add alternative work spectacle for children to be more varied. The work produced will be expected to become one of the benchmarks for the creators of short animated films in Indonesia.

The short animated film themed character education and have the characterization and design characteristics based on local wisdom is still a little bit. Production work is still dominated by elements that showed the humorous aspects of violence as like a common thing to do. It is extremely dangerous due to the development of the child's personality or

ArifSulistiyonoPunakawanSebagaiInspirasiPenciptaanFilmPendekAnimasiBertemaPendidikanKarakter

174

character will indirectly entertained spectacle dominated by the less educated. Therefore bring back figures Punakawan as "teacher" character education in the form of short animated films for the sake of growth is necessary to be realized next generation character education in Indonesia. Keywords: educational animation, punakawan, moral education Pendahuluan

Memasuki abad ke-21 banyak pendidik ingin menekankan kembali hadirnya

pendidikan budi pekerti dalam konteks pendidikan karakter untuk mempromosikan

nilai-nilai positif bagi anak-anak muda seiring dengan merebaknya perilaku

kekerasan dalam masyarakat. Brooks dan Goble (1997: 103) bahkan

mengindikasikan bahwa kejahatan dan bentuk-bentuk lain perilaku tidak

bertanggungjawab telah meningkat dengan kecepatan yang sangat

mengkhawatirkan dan telah merembes menembus berbagai macam aspek

kehidupan sehari-hari dan telah menjadi proses reproduksi sosial. Mereka juga

menambahkan bahwa masyarakat saat ini sedang kehilangan rasa hormat pada

orang lain serta pupusnya etika profesi. Secara ekstrim bahkan dikatakan bahwa

kemerosotan moral ini telah menjadi ciri khas kultur abad ke-20 (West, 1999: 5).

Hal ini disadari pemerintah sehingga melalui Kementerian Pendidikan Nasional

mencanangkan program “Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa” sebagai

gerakan nasional pada tanggal 14 Januari 2010.

Secara historis persoalan karakter bangsa juga pernah didengungkan

presiden pertama Indonesia, Ir. Soekarno. Ia berpendapat bahwa pembangunan

karakter sangat diperlukan demi tegak dan kokohnya jati diri bangsa agar mampu

bersaing di dunia global, seperti yang ia gelorakan dalam tema besar “Nation and

Character Building”. Beliau berpesan kepada kita bangsa Indonesia, bahwa tugas

berat untuk mengisi kemerdekaan adalah membangun karakter bangsa. Apabila

pembangunan karakter bangsa ini tidak berhasil, maka bangsa Indonesia akan

menjadi bangsa kuli (H. Soemarno Soedarsono, 2009: sampul).

Namun ironisnya, anak-anak dan remaja yang menjadi salah satu target

sasaran tidak sepenuhnya mendapat asupan pendidikan karakter baik secara formal

di sekolah maupun melalui lingkungan masyarakat. Televisi yang seharusnya

mempunyai tanggungjawab moral dalam menyebarluaskan pesan kebaikan tidak

JournalofAnimationandGamesStudies,Vol.2No.2–Oktober2016ISSN2460-5662

175

semua berdaya dan terpaksa menayangkan film-film konsumsi anak dari luar negeri

baik live-action maupun film animasi yang tidak semua berisi tentang pesan moral

baik dan pendidikan karakter.

"Betul..betul..betul..", adalah ucapan khas yang sering didengar anak-anak

Indonesia dalam serial Animasi "Upin & Ipin". Hampir dipastikan semua anak

Indonesia yang memperoleh akses siaran televisi mengetahui film tersebut, film

yang dibuat oleh rumah produksi di Malaysia dengan dana pemerintah Malaysia.

Tidak jarang dijumpai anak usia 8-9 tahun berbicara dengan dialek Melayu,

menirukan dialog yang ada di film tersebut. Demikian juga dengan sapaan khas

"Halo, aku Dora" dalam serial animasi "Dora The Explorer" maupun film-film

animasi lain yang membekas bagi anak-anak generasi saat ini seperti "Crayon Shin-

Chan", "Doraemon", tingkah Masha yang menggemaskan namun cenderung

"nakal" seperti dalam "Masha and The Bear" dan sebagainya. Sangat jarang

dijumpai film-film animasi yang tepat untuk anak-anak Indonesia dengan muatan

pembentukan karakter. Barangkali serial animasi "Dora The Explorer" baik untuk

pengembangan kecerdasan anak, demikian juga "Masha and The Bear" yang

menstimuli anak menjadi lebih kreatif meski satu sisi menunjukkan kenakalan

Masha. Akan tetapi tidak mencerminkan budaya Indonesia dan tidak menunjukkan

karakter anak-anak Indonesia.

Di sisi lain, keberadaan film pendek animasi yang berlatar budaya Indonesia

di layar televisi seperti "Si Entong" yang merefleksikan kebaikan anak, "Sahabat

Pemberani" yang dibuat KPK untuk menanamkan sikap anti korupsi sejak dini,

"Nina Sahabatku" yang mengajak anak-anak menyanyikan lagu-lagu anak ciptaan

AT. Mahmud, tidak dapat berlangsung secara kontinyu sehingga jumlah film

animasi seperti yang diharapkan semakin berkurang. Apabila ada yang diputar

secara episodik seperti "Adit dan Sopo Jarwo", itu pun tidak terlalu tepat untuk

target audiens anak-anak.

Situasi tersebut menggugah kesadaran untuk turut berperan menemukan

solusi sehingga muncul gagasan membuat film serupa berlatar kearifan lokal yang

dapat digunakan untuk kepentingan edukasi dengan tema pendidikan karakter.

Karya tersebut adalah film animasi pendek dengan setting dan karakter yang

terinspirasi oleh cerita pewayangan. Wayang adalah bagian warisan sejarah budaya

ArifSulistiyonoPunakawanSebagaiInspirasiPenciptaanFilmPendekAnimasiBertemaPendidikanKarakter

176

luhur bangsa, tidak hanya sebagai medium bercerita namun yang utama sebagai

medium untuk mengajarkan dakwah, petuah, nasehat dan pesan-pesan kebaikan

lainnya. Penyampaiannya dilakukan oleh seorang Dalang dalam wujud tokoh atau

karakter pewayangan. Inspirasi tersebut datang dari tokoh-tokoh Punakawan yang

merupakan tokoh khas pewayangan Jawa, terdiri oleh tokoh Semar, Gareng, Petruk

dan Bagong. Tokoh-tokoh dengan figur sentral Semar ini sering dijadikan sebagai

simbol seorang figur ideal yang memiliki sifat rendah hati dan suka menolong

sesama, serta sosok yang selalu menyampaikan pesan kebaikan. Oleh karena itu

memunculkan kembali tokoh-tokoh Punakawan selaku “guru” pendidikan karakter

dalam wujud karya film pendek animasi menjadi alternatif tontonan edukasi ideal

bagi pendidikan karakter anak, dalam hal ini adalah anak usia 3-8 tahun, usia ketika

anak berada pada tahapan berpikir pra-operasional yang ditandai dengan

meningkatnya kemampuan intelektual terutama kemampuan berfikir dan

kemampuan melihat hubungan-hubungan. Karya tersebut nantinya sekaligus

menjadi salah satu medium pengenalan dunia pewayangan bagi anak-anak

Indonesia.

Landasan Teori Pendidikan Karakter

Karakter sering diidentikkan dengan tempramen, atau yang paling populer,

karakter sering disamakan dengan kepribadian. Kepribadian dipandang sebagai ciri

atau karakteristik, atau gaya, atau sifat khas dari diri seseorang yang bersumber dari

bentukan-bentukan yang diterima dari lingkungan, misalnya di lingkungan

keluarga saat masih kecil dan bawaan seseorang sejak lahir (Doni Koesoema A,

2007: 80), sehingga pendidikan karakter dapat dimaknai sebagai pendidikan nilai,

pendidikan moral atau pendidikan budi pekerti sebagai program untuk

mengembangkan dan memantapkan kepribadian setiap anggota masyarakat dan

bangsa. (Darmiyati Zuchdi, 2008: 5). Pendidikan karakter juga merupakan proses

pendewasaan dan pematangan diri seseorang agar menjadi manusia seutuhnya,

manusia yang berkarakter yang terlihat pada kehidupan moral dan kematangan pada

setiap diri seseorang warga belajar, sehingga memahami kebaikan, mau berbuat

JournalofAnimationandGamesStudies,Vol.2No.2–Oktober2016ISSN2460-5662

177

baik dan berperilaku baik sebagai manifestasi dari pribadi yang baik (Warsono,

dalam Jumadi, 2010: 35).

Pemilihan medium audiovisual sebagai medium untuk mengajarkan

pendidikan karakter didasarkan pada sifat sosial anak-anak itu sendiri. Menurut

penelitian, anak-anak menyukai film kartun, film tentang binatang dan film rumah

tentang anggota-anggota keluarga. Anak-anak juga senang mendengarkan radio,

tetapi lebih senang melihat televisi (Hurlock, 2003: 122). Pemilihan target audiens

3-8 tahun didasarkan pada penggolongan tahapan berpikir pra-operasional pada

anak yang menurut Piaget (dalam Hurlock, 2003: 123), ditandai dengan

meningkatnya kemampuan intelektual terutama kemampuan berfikir dan melihat

hubungan-hubungan, anak-anak mulai memperhatikan hal kecil yang tadinya

diperhatikan. Tahap berpikir operasional berlangsung dari usia dua atau tiga tahun

sampai tujuh atau delapan tahun. Secara lebih spesifik, pada usia akhir masa kanak-

kanak (6-13 tahun) anak diharapkan memperoleh dasar-dasar pengetahuan yang

dianggap penting untuk keberhasilan penyesuaian diri pada kehidupan dewasa.

Periode ini juga dipandang periode yang kritis dimana anak akan membentuk

kebiasaan untuk mencapai sukses, tidak sukses atau sangat sukses (Hurlock, 2003:

147). Secara singkat dapat dikatakan bahwa sasaran usia tersebut disesuaikan

dengan psikologi perkembangan yang menurut Hurlock (2003: 10) usia kanak-

kanak, anak akan belajar membedakan benar dan salah, serta mulai

mengembangkkan hati nurani, membangun sikap yang sehat mengenai diri sendiri

sebagai makhluk yang sedang tumbuh, mengembangkan pengertian-pengertian

yang diperlukan untuk kehidupan sehari-hari dan mengembangkan hati nurani,

pengertian moral dan tata tingkatan nilai.

Punakawan Punakawan adalah tokoh-tokoh dalam dunia pewayangan yang bentuknya

aneh dan lucu, termasuk juga perwatakan dan tingkah polahnya. Tokoh ini tidak

kita temui dalam kisah "Mahabharata" asli atau versi mitologi Hindu. Konon,

tokoh-tokoh ini diciptakan oleh Sunan Kalijaga sebagai salah satu media

penyebaran Islam di tanah Jawa. Semar, Gareng, Petruk dan Bagong adalah tokoh

Punakawan yang akrab dengan masyarakat Jawa. Meskipun mereka hanya seorang

ArifSulistiyonoPunakawanSebagaiInspirasiPenciptaanFilmPendekAnimasiBertemaPendidikanKarakter

178

abdi atau pelayan dari para kesatria, tetapi mereka kerap muncul menghadirkan

solusi dalam memecahkan suatu masalah. Di balik karakternya yang lucu dan unik,

terdapat nasihat-nasihat bijak yang masih relevan bagi kita (Kresna, 2012: 18). Pada

buku yang berbeda, Kresna menyebutkan bahwa Punakawan seacara karakteristik

sebenarnya mewakili profil umum manusia, mereka adalah tokoh multiperan yang

dapat menjadi penasehat para penguasa atau ksatria, bahkan dewa. Punokawan

berperan sebagai penghibur, kritikus, sekaligus penyampai kebenaran, kebajikan,

dan penganjur keutamaan. Punokawan berarti pula pelayanan, pelayanan dapat

dibedakan antara pelayanan tokoh baik dan pelayanan tokoh jahat (2012: 36).

Percakapan yang dilakukan Punokawan biasanya mengandung pesan-pesan moral

agar dengan tujuan masyarakat yang mendengarnya dapat mengambil dan

melaksanakan nilai-nilai kebajikan di dalamnya.

Animasi Edukasi Animasi edukasi adalah sebuah produk animasi yang diproduksi khusus

untuk tujuan pembelajaran. Popularitasnya dalam membantu peserta didik

memahami dan mengingat informasi yang disajikan meningkat sejak munculnya

teknologi komputer grafis. Teknologi ini memungkinkan animasi diproduksi jauh

lebih mudah dan murah dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Sebelumnya,

animasi tradisional diproduksi dengan sistem padat karya dan memakan waktu yang

lama dan mahal. Saat ini perkembangan perangkat lunak sangat memungkinkan

bagi guru secara individu membuat animasi mereka sendiri tanpa perlu keahlian

khusus. Guru tidak lagi terbatas pada tampilan grafis statis, tetapi dapat

mengubahnya menjadi animasi pendidikan sesuai dengan kebutuhannya.

Kedinamisan karya animasi dalam menyajikan informasi juga meningkatkan

antusiasme bagi penontonnya, siswa, untuk lebih aktif dalam belajar (Lowe, 2003).

Penggunaan animasi dalam dunia pendidikan dan pengajaran sudah umum

dilakukan untuk meningkatkan minat dan motivasi dalam belajar. Animasi mampu

memberikan gambaran proses dan prosedur yang tidak mungkin diamati langsung

secara visual, seperti halnya pembelajaran sistem peredaran darah manusia, sistem

pencernaan ataupun penggambaran proses inkubasi bakteri. Penelitian

menunjukkan bahwa efektivitas pendidikan dengan menggunakan media animasi

JournalofAnimationandGamesStudies,Vol.2No.2–Oktober2016ISSN2460-5662

179

tergantung pada bagaimana karakteristik dan interaksi yang terjadi dengan fungsi

psikologis peserta didik (Lowe & Schnotz, 2008: 92).

Islam et. al. mengembangkan materi belajar secara visual dengan contoh

sistem tata surya dalam wujud video. Pada penelitian ini diamati interaksi

pembelajaran yang terjadi antara siswa dengan guru yang mencoba

menggabungkan pembelajaran instruksional dengan video. Hasil yang didapat

menunjukkan dengan pembelajaran campuran tersebut siswa lebih antusias dan

aktif dalam belajar dibandingkan dengan hanya menggunakan salah satu media

belajar (Islam, Ahmed, Islam, & Shamsuddin, 2014: 43-52).

Salah satu kunci inovasi teknologi pendidikan yang telah dibuat adalah

kehadiran animasi, multimedia dan virtual reality sebagai media bantu

pembelajaran (Lukman & Krajnc, 2012: 237). Masing-masing teknologi

meningkatkan minat belajar siswa dan telah diteliti ragam pengaruhnya dalam

proses pembelajaran ataupun dalam hasil capaian yang dipengaruhi dengan

keberadaan masing-masing media tersebut. Ainsworth mencoba membuat

framework khusus pembelajaran yang berinteraksi dengan media animasi, baik

pengaruhnya secara positif maupun rambu-rambu yang harus diperhatikan agar

dampak positif yang ditimbulkan tidak menurun atau menimbulkan kejenuhan bagi

siswa. Pendekatan yang dianjurkan adalah dengan mempertimbangkan tingkat

interaksi masing-masing siswa secara berkelanjutan dan disesuaikan dengan aspek

psikologis siswa (Ainsworth, 2008: 43).

Penelitian-penelitian baru banyak mengulas dan menggambarkan prediksi

media pembelajaran yang mungkin diciptakan melalui pengembangan media

animasi di masa yang akan datang dengan mempertimbangkan model pembelajaran

dan teknologi yang berkembang. Aplikasi dalam pembelajaran kosakata bahasa

Inggris dilakukan oleh Kittidachanupap et. al. untuk meningkatkan skor rata-rata

tes yang dipusatkan pada anak usia 5-6 tahun mampu menunjukkan hasil yang

signifikan (Kittidachanupap, Singthongchai, Naenudorn, & Khopolklang, 2012).

ArifSulistiyonoPunakawanSebagaiInspirasiPenciptaanFilmPendekAnimasiBertemaPendidikanKarakter

180

Metode Penciptaan Karya film pendek animasi ini dibuat dengan teknik animasi komputer dua-

dimensi (2D) dengan penerapan prinsip straight-ahead-action atau frame-by-frame

animation dengan jumlah frame tiap detik antara 4 s.d 8 gambar. Teknik

menggambar dilakukan secara digital-hand-drawing menggunakan bantuan

software animasi Toon-Boom Studio dan hardware Pen-Tablet sebagai media input

digital. Sedangkan untuk pengintegrasian seluruh elemen gambar yang meliputi

karakter, latar belakang (environment background), latar depan (environment

foreground) dan set dan properti menggunakan bantuan software compositing

Adobe After Effects CC 2015 Trial Edition. Untuk penyusunan shot menjadi satu

kesatuan cerita yang utuh menggunakan bantuan software editing Adobe Premiere

Pro CC 2015 Trial Edition.

Hardware yang digunakan untuk menggambar adalah 2 (dua) set PC dengan

spesifikasi prosesor Intel i7 2,6 Ghz, RAM 8 GB, Hardisk 500 GB dilengkapi pen

tablet Wacom Intuos. Sedangkan hardware untuk compositing dan rendering

menggunakan Macbook Pro 15 Inch, prosesor i7 2,6 Ghz, penggantian RAM dari

4 GB menjadi 16 GB dan penggantian hardisk menjadi Solid-State Drive (SSD)

Samsung kapasitas 500 GB, high-speed.

Metode penciptaan yang digunakan pada produksi animasi umumnya dibagi

menjadi 4 tahapan besar yaitu ; Development, Pre-Production, Production dan

Post-Production (Milic et.al, 2006: 2). Setiap tahapan besar tersebut masih terbagi

lagi dalam tahapan-tahapan rinci proses produksi animasi khususnya animasi 2D

berbasis komputer, atau biasa disebut dengan pipeline produksi animasi digital 2D.

Sedangkan produser software animasi 2D ToonBoom seperti yang terdapat pada

laman www.toonboom.com membagi metode produksinya (atau dikenal dengan

metode ToonBoom Digital Pipeline) seperti gambar di bawah ini:

JournalofAnimationandGamesStudies,Vol.2No.2–Oktober2016ISSN2460-5662

181

Gambar 1. Metode ToonBoom Digital Pipeline

Gambar 2. Metode Produksi Animasi 2D Pada Umumnya

Development merupakan tahapan pengembangan ide menjadi cerita. Wright

menekankan pentingnya riset terlebih dahulu untuk mengembangkan ide yang

diikuti dengan pencarian arsip-arsip dan melakukan brainstroming (2005: 40).

Menurut Lutters (2010: 31) bahwa membuat cerita dengan target audiens anak-anak

haruslah menampilkan unsur pendidikan, panutan, kebajikan, binatang, fantasi dan

ArifSulistiyonoPunakawanSebagaiInspirasiPenciptaanFilmPendekAnimasiBertemaPendidikanKarakter

182

hiburan. Sangat tidak disarankan memasukkan masalah orang dewasa ke dalam

cerita anak-anak. Selain itu bahasa yang digunakan juga disesuaikan dengan bahasa

anak-anak sehingga tidak akan terjadi tokoh anak kecil berbicara seperti orang

dewasa. Selain itu Lutters menambahkan bahwa dalam menulis cerita anak,

sebaiknya banyak memuat unsur yang membuat si anak merasa menjadi tokoh yang

ditampilkan, misalnya menjadi tokoh pahlawan kebajikan atau tokoh hebat lainnya.

Pada tahap pengembangan ide, Wright juga menekankan bahwa sebelum

cerita itu sendiri dibuat perlu melakukan kajian human development, yaitu

menentukan siapa penontonnya dan agar pada saat pengembangan tersebut dapat

disesuaikan dengan karakter penonton. Pengembangan cerita berlatarbelakang

Punakawan ini didasarkan pada pendapat Wright (2006: 48) bahwa target audiens

usia pra-sekolah dan kanak-kanak memungkinkan anak-anak dapat bermain

skenario di kepalanya karena umumnya pada usia paling rendah tiga tahun anak-

anak bisa berkomunikasi dengan baik. Kelompok usia ini juga biasanya

membutuhkan hiburan dan stimulasi sehingga mereka mudah berimajinasi dan

sering mengidentifikasi dan mengidentikkan karakter. Rentang usia tersebut sangat

tepat menjadi sasaran film-film dengan muatan pendidikan karakter karena usia tiga

atau empat sampai enam fokus pada pengembangan otak kanan. Usia tersebut juga

dapat dikatakan sebagai area perkembangan emosi, imajinasi, perkembangan

artistik dan musikal. Hal tersebut menjadi dasar pertimbangan bahwa pada

pengembangan cerita akan memperhatikan aspek fisik, aspek emosi, aspek sosial,

aspek kognisi dan aspek artistik.

Karakter adalah simulasi dan simplifikasi seseorang yang dimainkan oleh

aktor dan bukan sosok yang sebenarnya (Swain et. al, 2007: 8). Pada film animasi,

karakter tidak dimainkan aktor, namun dibuat sedemikian rupa sehingga

mengimitasi seseorang atau malah baru sama sekali (original character).

Premis merupakan ide dasar untuk membentuk alur cerita. Premis juga

sering disebut sebagai inti cerita (Set et al, 2003: 25). Sinopsis merupakan ringkasan

cerita dimana di dalamnya terkandung isi cerita, keinginan dan tujuan cerita,

hambatan dan cara penanggulangannya, karakter tokoh, setting dan pokok

pembicaraan (Lutters, 2010: 62).

JournalofAnimationandGamesStudies,Vol.2No.2–Oktober2016ISSN2460-5662

183

Plot adalah jalan cerita atau alur cerita dari awal, tengah dan akhir. Plot

diawali dengan konflik, komplikasi dan berakhir dengan resolusi atau biasa disebut

dengan struktur drama tiga babak. Sedangkan Treatment merupakan realisasi plot

dalam bentuk kerangka cerita. Skenario dikembangkan dari treatment yang telah

disusun. Skenario merupakan naskah cerita yang di dalamnya terkandung deskripsi

adegan dan dialog. Secara umum skenario juga sering disebut screenplay.

Tahapan pra-produksi merupakan awal rancangan visual yang dimulai dari

desain karakter, desain environment (lingkungan) sampai dengan desain properti.

Tahapan ini juga sering disebut sebagai desain artistik. Sutradara bertugas

menerjemahkan skenario menjadi gambar, gerak dan suara. Bila skenario berbentuk

tulisan dan bersifat imajinasi subjektif, maka storyboard merupakan implementasi

objektif dari cerita karena berwujud visual. Sutradara dapat mengembangkan

skenario menjadi gambar dengan kaidah-kaidah sinematik. Di dalam storyboard

umumnya mengandung informasi cerita secara keseluruhan, ukuran gambar,

gerakan kamera, sudut kamera, penyambungan dan sebagainya. Hasil akhir film

tercermin melalui storyboard sehingga dapat dikatakan storyboard merupakan

cetak biru dari sebuah film animasi. Perekaman dialog sedikit berbeda dengan

terminologi produksi film live-action yang merekam dialog pada saat produksi

dilakukan atau bahkan pada saat fase pascaproduksi dengan teknik ADR/dubbbing.

Animator membutuhkan panduan suara dialog untuk mengatur timing animatik

gerakan bibir tokoh/karakter.

Storyboard Animatik adalah tahapan lanjut setelah pembuatan storyboard

dimana gambar yang ada dalam storyboard statik sudah dibuat secara sekuensial

dan mencerminkan gerakan meskipun masih kasar. Storyboard sangat efektif untuk

mengetahui gerakan/adegan serta mengetahui waktu/durasi yang dibutuhkan.

Durasi dibutuhkan untuk mengetahui jumlah gambar (frame) yang akan dibuat

dalam satuan detik. Storyboard animatik umumnya dibuat dalam bentuk video dan

menggunakan panduan dialog.

Tahapan produksi pertama kali adalah menggambar. Terminologi

menggambar dalam produksi Animasi 2D digital adalah menggambar

menggunakan alat bantu perangkat software dan hardware. Gambar yang dimaksud

adalah gambar sekuensial frame-by-frame. Umumnya gambar dipisahkan dalam 3

ArifSulistiyonoPunakawanSebagaiInspirasiPenciptaanFilmPendekAnimasiBertemaPendidikanKarakter

184

(tiga) bagian yaitu karakter/objek bergerak utama, latar belakang (background) dan

latar depan (foreground).

Tahap penganimasian terkait dengan menggambar secara sekuensial

sehingga menimbulkan ilusi gerak. Pada teknik animasi komputer frame-by-frame

(Straight Ahead Action), gambar dibuat satu per satu sejumlah adegan dengan rerata

tertentu. Sedangkan pada gerakan yang bersifat siklus seperti berjalan kaki (walk-

cycle), cukup dibuat satu siklus gerakan yang selanjutnya akan diulang sesuai

kebutuhan. Background environment dan foreground umumnya tidak bergerak

sehingga tidak perlu dibuat gambar sekuensial. Gerakan sekuensial yang harus

dianimasikan lainnya biasanya properti bergerak seperti roda sepeda, putaran kipas

angin atau properti apapun yang diceritakan harus bergerak. Pada teknik animasi

straight-ahead-action, gambar dasar yang sudah dianimasikan hanya berbentuk

outline. Pewarnaan umumya dilakukan setelah dianimasikan. Terminologi

pewarnaan termasuk di dalamnya adalah shading (mendefiniskan highlight dan

shadow untuk menimbulkan dimensi objek).

Efek suara dan atmosfir adalah elemen suara pembentuk realitas. Efek suara

atau yang biasa disebut sound-effect (SFX) adalah suara di luar speech yang

membuat objek, properti atau benda-benda yang nampak menjadi nyata, misalnya

suara pintu terbuka, suara mobil melintas, suara pohon tumbang dan sebagainya.

Sedangkan atmosfir (termasuk di dalamnya room-tone) merupakan suara

pembentuk ruang seperti misalnya suara suasana pagi di perkampungan, suasana

halaman sekolah, suasana kamar yang sunyi dan sebagainya.

Musik film merupakan elemen suara yang berfungsi memberikan tekanan

dramatik dan mempengaruhi emosi penonton. Scoring merupakan metode

menyusun musik agar mempunyai fungsi tersebut. Scoring merupakan bagian

produksi audio, namun dilakukan setelah gambar memasuki tahap pascaproduksi,

setidaknya pada tahap off-line editing karena pada tahap ini gambar telah tersusun

sesuai skenario dan merupakan representasi hasil akhir film.

Paska-produksi merupakan tahap pengintegrasian elemen-elemen gambar

karakter, gambar environment background & foreground maupun gambar-gambar

properti lainnya. Pengeditan off-line tidak harus menggunakan gambar dengan

resolusi terbaik, umumnya hanya membutuhkan gambar dengan resolusi kecil

JournalofAnimationandGamesStudies,Vol.2No.2–Oktober2016ISSN2460-5662

185

dengan tujuan agar untuk memperingan kinerja hardware. Proses lip-sync atau

proses sinkronisasi dialog dengan gambar dilakukan apabila gambar sudah

dinyatakan picture-lock pada tahap editing off-line. Selanjutnya dapat dilakukan

mixing efek suara, atmosfir serta musik. Tahapan terakhir adalah proses editing on-

line yang merupakan tahapan penyatuan seluruh aset. Apabila saat editing off-line

menggunakan resolusi preview, maka pada tahap editing on-line akan

disinkronisasi dengan data dengan kualitas terbaik/tertinggi. Keseluruhan aset akan

dikemas dalam format siap tayang baik itu untuk kepentingan preview, web, portal

video, stasiun televisi, film bioskop dan sebagainya.

Hasil dan Pembahasan Pemilihan tema didasarkan pada fenomena-fenomena sosial yang sedang

terjadi di masyarakat dan membutuhkan perhatian khusus seperti kasus-kasus

korupsi. KPK menyatakan bahwa Indonesia sedang berada dalam kondisi darurat

korupsi karena situasinya sudah mengkhawatirkan. Tindakan korupsi terjadi di

berbagai daerah, mulai dari kota besar sampai pelosok negeri. Mulai dari pejabat

pemerintah, swasta hingga tukang parkir. Rasa malu dan rasa bersalah tertutupi

kebanggaan semu hasil tindakan tercela tersebut sehingga masyarakat Internasional

menempatkan Indonesia sebagai salah satu negara terkorup di dunia (Napitupulu,

2010: 5). Fakta-fakta tersebut mendorong agar generasi muda Indonesia lebih

dikuatkan karakternya agar tidak terjebak pada arus yang sama. Demikian juga pada

fenomena sosial terkikisnya semangat tolong menolong akibat perubahan zaman

perlu diperhatikan oleh semua pihak agar bangsa Indonesia tidak menjadi bangsa

egois, seperti yang dikatakan Mochtar Lubis (2013: 48) bahwa manusia Indonesia

telah jatuh ke dalam proses degenerasi. Semangat berat sama dipikul ringan sama

dijinjing, semangat tolong-menolong, bantu-membantu, beri-memberi, bela-

membela kini telah pudar dan sirna. Fenomena sosial tersebut menjadi dasar tema

pilihan film animasi tentang pendidikan karakter yaitu tema kejujuran dan tolong

menolong.

Adaptasi karakter Punakawan dalam film ini tidak sepenuhnya mengikuti

pakem kisah pewayangan karena Punokawan hanya berfungsi sebagai inspirasi.

Karakter Punakawan dalam bentuk wayang ditransformasi menjadi kartun yang

ArifSulistiyonoPunakawanSebagaiInspirasiPenciptaanFilmPendekAnimasiBertemaPendidikanKarakter

186

dipengaruhi oleh gaya Punakawan versi wayang orang seperti yang biasa dilihat di

panggung maupun layar televisi. Bentuk transformasi dan adaptasi meskipun sangat

sederhana namun tetap mengacu pada ciri fisik umum yang mudah terlihat seperti

bentuk tubuh, busana dan tutup kepala dan tidak menyentuh detail lain seperti

aksesoris yang dikenakan. Sedangkan pemilihan warna menggunakan dominasi

hitam dan kuning untuk mendekatkan pada warna-warna versi tokoh pewayangan.

Gambar 3. Referensi Tokoh Punokawan

Gambar 4. Referensi Tokoh Punokawan Versi Wayang Orang

JournalofAnimationandGamesStudies,Vol.2No.2–Oktober2016ISSN2460-5662

187

Gambar 5. Desain Karakter Semar

Gambar 6. Desain Karakter Petruk

ArifSulistiyonoPunakawanSebagaiInspirasiPenciptaanFilmPendekAnimasiBertemaPendidikanKarakter

188

Gambar 7. Desain Karakter Gareng

Gambar 8. Desain Karakter Bagong

Film animasi ini dibuat menjadi 2 (dua) judul sehingga ada dua premis atau

inti cerita dari dua film tersebut yaitu: “Kejujuran harus dimulai dari hal kecil” dan

JournalofAnimationandGamesStudies,Vol.2No.2–Oktober2016ISSN2460-5662

189

“Tolong menolong dimulai dari hal yang sederhana”. Sinopsis cerita dapat

dijabarkan sebagai berikut:

#1 “Kejujuran Bagong”

Suatu siang di sebuah jalan desa, Bagong dan Petruk berhenti di

sebuah warung untuk membeli es potong akibat kehausan di tengah cuaca terik. Setelah membayar dengan sejumlah uang dan menerima es potong, mereka bergegas pergi. Akan tetapi Bagong baru menyadari bila ada kelebihan jumlah uang kembalian yang ia terima. Ia berfikir senejak apakah ia akan menerima saja kelebihan uang tersebut dan dianggap sebagai rejeki, atau ia harus mengembalikan kelebihan uang itu karena memang bukan haknya. Se ketika itu muncul bayangan Gareng yang dengan nakal memintanya untuk tidak mengembalikan karena jumlahnya tidak seberapa, sementara itu juga muncul bayangan Semar yang memintanya untuk mengembalikan karena berapapun jumlah uangnya, kejujuran lebih penting. Bagong akhirnya memutuskan mengembalikan kelebihan uang tersebut dan tanpa diduga justru ia menerima hadiah atas kejujurannya.

#2

“Sang Penolong”

Semar, Gareng, Petruk dan Bagong sedang berjalan-jalan di sebuah taman ketika mereka mendengar suara kucing yang sepertinya sedang ketakutan. Mereka mencari sumber suara tersebut dan tak berapa lama kemudian mereka menemukan ada seekor kucing mengeong di atas pohon dan tak berani turun karena ada seekor ular di salah satu dahan. Gareng mengatakan bahwa mereka harus segera menolong kucing itu dan sesaat kemudian Petruk mengeluarkan jamu untuk diminum bersama. Mereka kemudian berubah menjadi sosok superhero yang siapa menolong. Atas usul Semar, mereka bahu membahu menolong dengan cara saling menggendong untuk menyingkirkan ular di dahan serta mengambil si kucing naas itu.

Sinopsis tersebut kemudian dibuat menjadi naskah treatment sebagai berikut:

#1

TREATMENT Judul : Kejujuran Bagong Tokoh : Semar, Gareng, Petruk, Bagong, Ibu Warung Durasi : 1 menit.

01. EXT. JALAN DESA

Bagong dan Petruk berjalan kaki di siang hari yang panas. Mereka kehausan dan memutuskan membeli es potong di warung yang ada di tempat itu.

ArifSulistiyonoPunakawanSebagaiInspirasiPenciptaanFilmPendekAnimasiBertemaPendidikanKarakter

190

02. EXT. WARUNG PINGGIR JALAN DESA Mereka akhirnya membeli es potong dan membayar sejumlah uang serta menerima uang kembalian dari selisih harga es tersebut. Mereka segera berlalu dan berpisah karena Petruk harus segera pulang. Saat itu Bagong baru menyadari bahwa ternyata uang kembaliannya lebih.

03. EXT. DEPAN WARUNG Bagong kemudian berfikir sejenak apakah ia harus mengembalikan uang itu atau tidak. Pada saat yang sama muncul bayangan Gareng yang dengan nakal memintanya untuk tidak mengembalikan karena jumlahnya tidak seberapa, sementara itu juga muncul bayangan Semar yang memintanya untuk mengembalikan uang kelebihan tersebut.

04. EXT. WARUNG PINGGIR JALAN DESA Bagong kemudian memutuskan mengembalikan kelebihan uang tersebut. dan tanpa diduga justru ia menerima hadiah permen atas kejujurannya.

#2

TREATMENT Judul : Sang Penolong Tokoh : Semar, Gareng, Petruk, Bagong, Kucing Durasi : 1 menit.

01. EXT. JALAN TAMAN KOTA

Semar, Gareng, Petruk dan Bagong sedang berjalan-jalan di sebuah taman kemudian mendengar suara kucing mengeong ketakutan. Serempak mereka berhenti.

02. EXT. BAWAH POHON

- Mereka mencari sumber suara tersebut dan tak berapa lama kemudian mereka menemukan ada seekor kucing mengeong di atas pohon.

- Ada seekor ular di salah satu dahan. - Gareng mengatakan bahwa mereka harus segera menolong kucing itu. - Petruk mengeluarkan jamu. - Berubah menjadi sosok superhero. - Ular berhasil disingkirkan. - Kucing berhasil diambil dengan cara saling menggendong.

Implementasi treatment ke dalam bentuk skenario dapat dilihat pada naskah berikut

ini:

#1 SKENARIO Judul : Kejujuran Bagong Tokoh : Semar, Gareng, Petruk, Bagong, Ibu Warung Durasi : 1 menit.

JournalofAnimationandGamesStudies,Vol.2No.2–Oktober2016ISSN2460-5662

191

BLACK MAIN TITLE “KEJUJURAN BAGONG” FADE IN SCENE 01 01.EXT. JALAN DESA. DAY Matahari bersinar sangat terik. Bagong dan Petruk berjalan kaki di siang hari yang panas. Mereka kehausan dan memutuskan membeli es potong di warung yang ada di tempat itu. SCENE 02 02.EXT. WARUNG PINGGIR JALAN DESA. DAY

BAGONG (Berdiri di depan warung)

“Buuk, Beliii”

IBU WARUNG (Sambil membersihkan stoples)

“Kalian mau beli apa?”

BAGONG (Seketika menyahut)

“Beli Es dong, Bu. Dua”

IBU WARUNG (Sambil menyodorkan 2 potong es)

“Ini eskrimnya, Nak..”

PETRUK (Melirik ke arah Bagong)

“Ayo Gong, segera dibayar”

IBU WARUNG (Sambil menerima uang dan menyerahkan uang kembalian)

“Terima kasih, ini uang kembaliannya yaa”

SCENE 03

03.EXT. DEPAN WARUNG. DAY Mereka segera berlalu dan berpisah karena Petruk harus segera pulang.

PETRUK “Aku langsung pulang ya, Gong”

BAGONG

ArifSulistiyonoPunakawanSebagaiInspirasiPenciptaanFilmPendekAnimasiBertemaPendidikanKarakter

192

“Oke Truk, sampai jumpa”

Saat itu Bagong baru menyadari bahwa ternyata uang kembaliannya lebih.

BAGONG “Lho, kok kembaliannya lebih?”

Seketika muncul bayangan Gareng yang dengan nakal memintanya untuk tidak mengembalikan dan juga bayangan Semar yang memintanya untuk tetap mengembalikan uang kelebihan tersebut.

GARENG

“Tidak usah dikembalikan, Gong.., kan cuma sedikit?”

Bagong dengan pandangan mata bingung menatap Gareng, kemudian beralih menengok ke Semar

SEMAR

“Ayo kembalikan, Gong…, banyak atau sedikit tetap itu bukan uangmu”

Bagong kemudian kembali ke warung dan mengembalikan kelebihan uang itu. SCENE 02B 02B. EXT. WARUNG PINGGIR JALAN DESA. DAY

BAGONG “Ibu, uang kembaliannya tapi kelebihan seribu, ini saya

kembalikan”

IBU WARUNG “Ya ampun, Naak.. terima kasih kamu jujur. Sebentar, ini

ada hadiah untuk kejujuranmu”

Ibu warung kemudian mengambil permen dan memberikannya kepada Bagong END END CREDIT

#2

SKENARIO Judul : Sang Penolong Tokoh : Semar, Gareng, Petruk, Bagong, Kucing

JournalofAnimationandGamesStudies,Vol.2No.2–Oktober2016ISSN2460-5662

193

Durasi : 1 menit.

BLACK MAIN TITLE “SANG PENOLONG” FADE IN SCENE 01

01. EXT. JALAN TAMAN KOTA. DAY

Semar, Gareng, Petruk dan Bagong sedang berjalan-jalan di sebuah taman kemudian mendengar suara kucing mengeong ketakutan.

(Suara dari kejauhan)

“Meong..meong..meong..” Mereka serempak menghentikan langkah, Gareng berkata

GARENG (Seraya meminta semua untuk tenang)

“Sssst, aku seperti mendengar sesuatu”

Semua terdiam, Gareng mendengarkan lebih serius karena suara kucing tersebut terdengar lagi.

GARENG (Dengan ekspresi wajah yang berubah gembira)

“Ahaa… suara anak kucing”

Bagong spontan menimpali :

BAGONG “Ehh, iyaaaa”

SEMAR

“Sebaiknya kita cari anak kucing itu”

Mereka berempat bergegas mencari ke segala penjuru. Tak lama kemudian Bagong menemukan seekor kucing yang berada di atas pohon.

SCENE 02 02.EXT. BAWAH POHON. DAY

BAGONG “Naah, itu dia di atas pohon”

ArifSulistiyonoPunakawanSebagaiInspirasiPenciptaanFilmPendekAnimasiBertemaPendidikanKarakter

194

Sesaat kemudian, mereka sudah berada di bawah pohon dan memikirkan cara untuk menurunkan ke bawah.

GARENG

(Sambil memegang dagu) “Hmmm, bagaimana ya cara menurunkannya?”

Seketika Petruk berteriak karena melihat ular di dahan pohon

BAGONG

(menunjuk ke atas pohon) “Lihat itu, ada ular!”

Semua terkejut, namun sesaat kemudian Petruk menenangkan sambil menyodorkan botol berisi jamu

PETRUK

(Sambil menyodorlan jamu) “Tenaaang, teman-teman… Taraaaa… ayo minum jamu dulu

untuk kesehatan”

Mereka membentuk formasi untuk bersiap menjadi superhero.

GARENG

“Saatnya menolong dunia”

BAGONG “Berubah menjadiiii…”

Semua menjawab serempak

SEMAR, GARENG, PETRUK, BAGONG

“Superhero!!”

Mereka kemudian berubah menjadi superhero dan menyingkirkan semua halangan termasuk ular di atas dahan. Semar meminta mereka membentuk formasi saling menaiki satu sama lain agar bisa meraih kucing di atas pohon.

SEMAR

“Ayo sini romo panggul”

GARENG “Yeey, sampaaai”

Gareng kemudian mengangkat tubuh kucing dari dahan pohon dan menurunkannya ke bawah. Mereka gembira karena akhirnya dapat menyelamatkan kucing tersebut.

END

JournalofAnimationandGamesStudies,Vol.2No.2–Oktober2016ISSN2460-5662

195

END CREDIT

Storyboard yang dihasilkan dari naskah skenario di atas dapat dilihat pada Gambar

9 sampai Gambar 14.

#1 STORYBOARD Judul : Kejujuran Bagong Tokoh : Semar, Gareng, Petruk, Bagong, Ibu Warung Durasi : 1 menit.

ArifSulistiyonoPunakawanSebagaiInspirasiPenciptaanFilmPendekAnimasiBertemaPendidikanKarakter

196

Gambar 9. Storyboard “Kejujuran Bagong” Shot 1 s.d 8

JournalofAnimationandGamesStudies,Vol.2No.2–Oktober2016ISSN2460-5662

197

Gambar 10. Storyboard “Kejujuran Bagong” Shot 9 s.d 16

ArifSulistiyonoPunakawanSebagaiInspirasiPenciptaanFilmPendekAnimasiBertemaPendidikanKarakter

198

Gambar 11. Storyboard “Kejujuran Bagong” Shot 17 s.d 20

#2

STORYBOARD Judul : Sang Penolong Tokoh : Semar, Gareng, Petruk, Bagong, Kucing Durasi : 1 menit.

JournalofAnimationandGamesStudies,Vol.2No.2–Oktober2016ISSN2460-5662

199

Gambar 12. Storyboard “Sang Penolong” Shot 1 s.d 8

ArifSulistiyonoPunakawanSebagaiInspirasiPenciptaanFilmPendekAnimasiBertemaPendidikanKarakter

200

Gambar 13. Storyboard “Sang Penolong” Shot 9 s.d 16

JournalofAnimationandGamesStudies,Vol.2No.2–Oktober2016ISSN2460-5662

201

Gambar 14. Storyboard “Sang Penolong” Shot 17 s.d 22

Setelah semua gambar diproduksi dan dilakukan penggabungan, contoh

proses pengeditan kedua cerita tersebut dapat dilihat pada Gambar 15 dan Gambar

16.

ArifSulistiyonoPunakawanSebagaiInspirasiPenciptaanFilmPendekAnimasiBertemaPendidikanKarakter

202

Gambar 15. Screenshot On-Line Editing “Kejujuran Bagong”

Gambar 16. Screenshot On-Line Editing “Sang Penolong”

JournalofAnimationandGamesStudies,Vol.2No.2–Oktober2016ISSN2460-5662

203

Kesimpulan Proses penciptaan film pendek animasi bertema pendidikan karakter

berjalan sesuai rencana. Ragam nilai pendidikan karakter yang sedemikian banyak

memungkinkan film animasi bertema pendidikan karakter dapat dibuat dengan

berbagai judul berdasarkan masing-masing nilai yang akan diajarkan. Akan tetapi

mengingat keterbatasan waktu, biaya dan tenaga, penciptaan ini hanya dapat

menghasilkan dua judul yang didasarkan pada tema kejujuran dan tolong menolong.

Diharapkan pada kesempatan lain dapat dilakukan penciptaan dengan tema nilai

pendidikan karakter yang berbeda.

Sangat disadari sedari awal bahwa Punakawan dalam cerita film animasi ini

merupakan sumber inspirasi sehingga karakterisasi tokoh diharapkan sedekat

mungkin dengan sosok Punakawan. Namun demikian bila dikaitkan dengan target

audiens usia kanak-kanak, diyakini bahwa pencirian karakter Punakawan hanya

pada elemen-elemen inti seperti ukuran tubuh, bentuk kepala, kostum dirasa sudah

cukup, belum memperhatikan detail elemen seperti riasan wajah, kalung maupun

detail-detail lainnya.

Penggunaan bahasa Indonesia dengan kalimat yang sederhana diharapkan

dapat dimengerti oleh golongan usia kanak-kanak dari semua suku yang ada di

Indonesia mengingat target audiens film animasi ini tidak menyasar pada suku

tertentu, meskipun menggunakan inspirasi tokoh pewayangan. Hasil dari film

pendek animasi bertema pendidikan karakter ini diharapkan dapat memberi andil

menyebarkan nilai kebaikan utamanya bagi kanak-kanak. Tema-tema yang ringan

dan dengan cara penyampaian baik visual maupun auditif yang sederhana

diharapkan mudah dimengerti serta diingat oleh anak-anak.

ArifSulistiyonoPunakawanSebagaiInspirasiPenciptaanFilmPendekAnimasiBertemaPendidikanKarakter

204

Referensi Ainsworth, S. (2008). How do animations influence learning? Dalam D. Robinson,

& G. Schraw, Current Perspectives on Cognition, Learning, and Instruction:

Recent Innovations in Educational Technology that Facilitate Student

Learning (hal. 37-67). Charlotte: Information Age Publishing.

Darmiyati Zuchdi. (2008). Humanisasi Pendidikan: Menemukan Kembali

Pendidikan Yang Manusiawi. Jakarta: Bumi Aksara.

Doni Koesoema A. (2007). Pendidikan Karakter. Jakarta: Grasindo.

Islam, M. B., Ahmed, A., Islam, M. K., & Shamsuddin, A. K. (2014). Child

Education Through Animation: An Experimental Study. International

Journal of Computer Graphics & Animation Vol. 4 (4), 43-52.

Jumadi, dkk, (2010), ”Pendidikan Karakter dan Integritas Publik”, Proceedings,

Seminar Internasional oleh HISPISI dan UNM di UNM Makasar, 13-14 Juli

2010.

Kittidachanupap, N., Singthongchai, J., Naenudorn, E., & Khopolklang, N. (2012).

Development of animation media for learning English vocabulary for

children. IEEE International Conference on Computer Science and

Automation Engineering. Zhangjiajie, China.

Kresna, A. (2012). Punakawan: Simbol Kerendahan Hati Orang Jawa.

Yogyakarta: Narasi.

Lowe, R. (2003). Animation and learning: selective processing of information in

dynamic graphics. Learning and Instruction 13(2), 157–176.

Lowe, R., & Schnotz, W. (2008). Learning with Animation: Research Implications

for Design. Cambridge: Cambridge University Press.

Lubis, Mochtar. (2013). Manusia Indonesia. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor

Indonesia

Lukman, R., & Krajnc, M. (2012). Exploring Non-traditional Learning Methods in

Virtual and Realworld. Educational Technology & Society, Vol. 15, No. 1,

237–247.

Lutters, Elizabeth. (2010). Kunci Sukses Menulis Skenario : Edisi Revisi. Jakarta:

Grasindo.

JournalofAnimationandGamesStudies,Vol.2No.2–Oktober2016ISSN2460-5662

205

Milic, Lea & Yasmin McConville. (2006). The Animation Producer’s Handbook.

New South Wales: Allen & Unwin.

Napitupulu, Diana. (2010). KPK In Action. Depok: Raih Asa Sukses.

Set, Sony & Sita Sidharta. (2003). Menjadi Penulis Skenario Profesional. Jakarta:

Gramedia Widiasaran Indonesia.

Soemarno Soedarsono. (2009). Karakter Mengantarkan Bangsa dari Gelap Menuju

Terang. Jakarta: Kompas Gramedia.

Swain, Dwight V & Joye R Swain. (2007). Film Scriptwriting: A Practical Manual.

Second Edition. Stoneham.MA : Focal Press.

Wright, Jean Ann. (2005). Animation Writing and Development : From Script

Development to Pitch. Burlington, MA : Focal Press.

ArifSulistiyonoPunakawanSebagaiInspirasiPenciptaanFilmPendekAnimasiBertemaPendidikanKarakter

206

[ halaman ini sengaja dikosongkan ]