02. peta cikal bakal tni (bab ii)

92
 BAB II PENDUDUKAN JEPANG DI INDONESIA  2.1 Pertumbuhan Jepang sebagai Negara Imperialis Sampai dengan pertengahan abad ke-19, Jepang masih merupakan sebuah negara tradisional yang m emperlihatkan ciri-ciri kehidupan feodalistik. Keadaan ini disebab kan oleh penerapan kebijakan politik isolasi diri oleh Rezim Tokugawa 1  yang berkuasa di Jepang sejak tahun 1603. Dengan kebijakan tersebut, bangsa Jepang tidak mau membuka negaranya bagi negara-negara asing karena merasa khawatir kebudayaan mereka akan terpengaruh oleh kebudayaan Barat. 2  Meskipun demikian, Rezim Tokugawa masih mengizinkan orang-orang Belanda dan Cina berlabuh di negaranya dan melakukan perdagangan dengan pribumi walaupun geraknya di batasi hanya di Pulau Desima dan Nagasaki. Dalam perkembangan selanjutnya, orang-orang Belanda ini menjadi perantara bagi orang-orang asing yang ingin melakukan perdagangan dengan bangsa Jepang.  Ditulis oleh Miftahul Falah sebagai bagian dari buku Peta; Cikal Bakal TNI yang diterbitkan tahun 2005 oleh Pusat Penelitian Kemasyarakatan dan Kebudayaan, Lembaga penelitian Universitas Padjadjaran.

Upload: nadiyah-afifah-niigata-ramadhani

Post on 21-Jul-2015

58 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

BAB II PENDUDUKAN JEPANG DI INDONESIA

2.1 Pertumbuhan Jepang sebagai Negara Imperialis Sampai dengan pertengahan abad ke-19, Jepang masih merupakan sebuah negara tradisional yang memperlihatkan ciri-ciri kehidupan feodalistik. Keadaan ini disebabkan oleh penerapan kebijakan politik isolasi diri oleh

Rezim Tokugawa1 yang berkuasa di Jepang sejak tahun 1603. Dengan kebijakan tersebut, bangsa Jepang tidak mau membuka negaranya bagi negara-negara asing karena merasa khawatir kebudayaan mereka akan terpengaruh oleh kebudayaan Barat.2 Meskipun demikian, Rezim Tokugawa

masih mengizinkan orang-orang Belanda dan Cina berlabuh di negaranya dan melakukan perdagangan dengan pribumi walaupun geraknya di batasi hanya di Pulau Desima dan Nagasaki. Dalam perkembangan selanjutnya, orang-orang Belanda ini menjadi perantara bagi orang-orang asing yang ingin melakukan perdagangan dengan bangsa Jepang.

Ditulis oleh Miftahul Falah sebagai bagian dari buku Peta; Cikal Bakal TNI yang diterbitkan tahun 2005 oleh Pusat Penelitian Kemasyarakatan dan Kebudayaan, Lembaga penelitian Universitas Padjadjaran.

Kenyataan tersebut oleh Amerika Serikat dipandang sebagai sesuatu yang tidak konsisten dan akan menjadi penghalang bagi kepentingan negaranya di Cina. Setelah melepaskan Doktrin Monroe dan mengadopsi teori The Influence of Sea Power Upon History, Amerika Serikat

mulai berusaha untuk membuka Jepang bagi orang-orang Barat, khususnya Amerika Serikat.3 Usaha tersebut mulai dilakukan mengirim menemui pada tim tahun 1852 ke ketika Jepang, pada Presiden tetapi Fillmore usaha ini

ekspedisi

kegagalan.

Baru

tahun

1853,

Amerika

Serikat berhasil mengamankan kepentingannya di Jepang setelah sebuah tim ekspedisi di bawah pimpinan Komodor Matthew (sekarang Komodor C. Perry bernama berhasil Tokyo). berlabuh Pada di Teluk Maret Yedo 1856, untuk (1) dan

bulan Rezim

Perry

berhasil

memaksa

Tokugawa

menandatangani Rezim Tokugawa

Perjanjian harus

Kanagawa

yang

berisi: Shimoda

membuka

Pelabuhan

Hakodata bagi kapal-kapal bangsa asing dan (2) Rezim Tokugawa menerima keinginan Amerika Serikat untuk

membuka kantor perwakilan diplomatiknya di Jepang.4 Meskipun Rezim Tokugawa mengizinkan bangsa asing memasuki negaranya, sikap tetapi yang sebagian berbeda. besar Sikap rakyatnya tersebut

memperlihatkan

disebabkan

oleh

adanya

perasaan

dalam

diri

bangsa

Jepang bahwa kehadiran orang-orang asing di negaranya lambat laun akan menghapus negara kekaisaran. Perasaan ini didasarkan pada Perjanjian Kanagawa dan berbagai perjanjian Jepang. politik negara.5 Kenyataan tersebut mengakibatkan kewibawaan Rezim Tokugawa di mata bangsa Jepang semakin melemah sehingga melahirkan kesadaran nasional yang disimbolkan dengan munculnya gerakan anti-orang asing pada tahun 1860-an yang dipelopori oleh kaum bangsawan desa atau kaum dagang lainnya negara yang Jepang dianggap dilanda merugikan kekacauan

Akibatnya, yang

berdampak

pada

melemahnya

perekonomian

samurai rendahan (shishi). Gerakan ini memperlihatkan semangat patriotisme dalam pengertian sonnojoi yang

bermakna muliakan kaisar dengan cara mengusir orangorang biadab.6 Kekacauan politik tersebut bermuara

pada peristiwa perebutan kekuasaan. Clan Chosu dan clan Satsuma, sebagai bangsawan peranan desa yang yang begitu paling menonjol itu

berpengaruh, dalam

memegang

peristiwa

tersebut.

Perebutan

kekuasaan

berakhir setelah Rezim Tokugawa menyerahkan kekuasaan

atas Jepang kepada Tenno Matsuhito atau lebih dikenal dengan panggilan Kaisar Meiji. Setelah mengambil alih kekuasaan dari tangan Tokugawa, Kaisar Meiji kemudian melaksanakan pembaruan di berbagai sektor kehidupan. Gerakan pembaruan yang kemudian lebih dikenal sebagai Restorasi Meiji yang

berlangsung dari tahun 1867-1912 ini bertujuan untuk menjadikan Jepang Jepang sebagai negara dari modern agar bangsa

bisa

melepaskan

diri

ancaman

kekuasaan

negara-negara Barat. Dalam upaya melaksanakan pembaruan ini, Kaisar Meiji menerapkan negara-negara militer, kebijakan Barat. dan imitation Modernisasi yang

country

terhadap

pendidikan,

industri,

politik

dilakukan oleh Kaisar Meiji semuanya mengacu terhadap kemajuan yang telah dicapai oleh negara-negara Barat. Oleh karena itu, tidaklah berlebihan kalau Richard

Storry mengatakan bahwa akibat proses pembaruan Jepang kemudian dipandang sebagai Murid Barat of the West).7 Restorasi Meiji berupaya untuk menjadikan Jepang sebagai negara modern dengan meninggalkan gaya hidup feodalistik. Dengan demikian, perubahan gaya hidup (Japan as Pupil

merupakan proses yang akan ditempuh oleh bangsa Jepang

supaya Proses

dapat ini

bersaing kemudian yaitu

dengan

negara-negara dalam

Barat. konsep dan Re-

dituangkan gerakan Dengan

bunmeikaika, mencerahkan

memperadabkan semangat ini,

bangsa

Jepang.

storasi Meiji meliputi upaya pembaruan di bidang sentralisasi dan standardisasi administrasi negara. Pembaruan di bidang ini dilakukan oleh Kaisar Meiji dengan cara menghidupkan kembali sistem kekaisaran pada tahun 1867 yang diikuti oleh pembentukan propinsi di seluruh negara Jepang pada tahun 1871. Pada tahun 1885, Kaisar Meiji menyerahkan kekuasaan pemerintahan kepada kabinet yang dipimpin oleh seorang perdana menteri dan dibantu oleh beberapa orang menteri. Selain itu, kebebasan untuk berpolitik mulai diakui oleh Kaisar Meiji. Berkaitan dengan itu, pemerintah memberikan kelonggaran politik kepada sebagai rakyatnya alat untuk

mendirikan

partai

menyalurkan

aspirasi politik mereka. Kebijakan tersebut dikeluarkan oleh Kaisar Meiji sebagai antisipasi terhadap gerakan yang merasa tidak puas terhadap pemerintah. Dari sekian banyak Seiyukai partai Party politik (Partai yang paling yang menonjol adalah oleh

Liberal)

didirikan

Itagaki Taisyke dari clan Satsuma dan Minseito Party

(Partai Progresif) yang didirikan oleh Okuma Shigenobu dari golongan intelektual dan pengusaha. Pada dasarnya, kedua partai ini memiliki tujuan ke yang sama, yaitu

menyebarkan

ide-ide

modernisasi

seluruh

lapisan

masyarakat. Salah satu tuntutan kedua partai ini adalah perubahan konstitusi karena konstitusi yang ada pada saat itu terkesan seolah-olah negara bukan milik

rakyat, melainkan milik segelintir orang yang memiliki kekuasaan. Terhadap tuntutan ini, pada tanggal 11

Februari 1889, Kaisar Meiji mengesahkan konstitusi baru yang berdampak pada perubahan struktur pemerintahan. Berdasarkan konstitusi tersebut, Kaisar Meiji tetap

pemegang kekuasaan tertinggi, tetapi dibantu oleh Diet atau parlemen yang terdiri atas Dewan Agung dan Dewan Perwakilan Rakyat. Tugas pokok dari parlemen adalah

mengawasi jalannya pemerintahan supaya tidak otoriter. Setahun kemudian, untuk mengisi kursi parlemen Kaisar Meiji menyelenggarakan pemilihan umum.8 Untuk mewujudkan perubahan gaya hidup, hal penting yang dilakukan oleh Kaisar Meiji adalah melakukan

pembaruan di bidang pendidikan. Pembaruan di bidang ini berupaya untuk membentuk kesadaran bangsa Jepang untuk meninggalkan feodalisme dan menggantikannya dengan

kehidupan modern. Hal-hal yang bersifat takhayul yang terkait erat dengan oleh kehidupan Jepang feodalisme dan harus

ditinggalkan

bangsa

menggantikannya

dengan budaya berpikir ilmiah. Meskipun demikian, nilai-nilai tradisional yang dianggap masih relevan terus dipertahankan sehingga bangsa Jepang menjelma sebagai sebuah bangsa yang mampu memadukan gaya hidup lama

bangsa Jepang dengan gaya hidup modern yang ditirunya dari negara-negara Barat. Sehubungan Meiji dengan itu, pada tahun 1871, Kaisar

memutuskan

untuk

membentuk

Kementerian

Pendidikan. Sistem pendidikan yang dikembangkan meniru sistem pendidikan yang berkembang di Amerika Serikat. Pemerintah juga banyak mendatangkan tenaga pengajar

dari Amerika Serikat, Inggris, dan Prancis serta banyak mengirim rakyatnya untuk belajar di negara-negara

tersebut. Kurikulumnya tidak hanya berisikan kehidupan tradisional, tetapi dipadukan dengan perkembangan ilmu yang terjadi di negara-negara Barat. Sejak dari

pendidikan dasar hingga menengah, para pendidik mulai menanamkan budaya berpikir rasional dan mulai mengikis pola pikir tradisional yang masih kental dengan hal-hal yang berbau mitologi.9

Selain

itu,

pemerintah

pun

mendorong

rakyatnya

untuk secara aktif memajukan pendidikan. Dorongan tersebut ternyata yang ditanggapi terlihat dari secara positif oleh

masyarakat

didirikannya

berbagai

universitas dengan kurikulum modern. Sekadar contoh, bahwa tinggi pada yang masa ini telah oleh lahir beberapa perguruan The

didirikan

masyarakat, University,

seperti dan oleh

Imperial

University, Kurikulum tinggi

Doshida yang

Waseda ketiga

University. perguruan

dikembangkan

tersebut

memperlihatkan

perpaduan

harmoni antara kebudayaan Jepang lama dan kebudayaan Barat. berperan modern bidang dengan Kelak, aktif para dalam semangat lulusan ketiga universitas ini

melahirkan kultur

generasi

berkultur di

dengan

Jepang.

Pembaruan

pendidikan pendidikan

kemudian agama

dipadukan yang

secara

harmoni pada

berlandaskan

sintoisme.

Hasilnya berupa jati diri bangsa Jepang

yang maju di bidang ilmu dan teknologi, tetapi tetap menjunjung tinggi nilai-nilai tradisional Jepang. Selain dipengaruhi oleh keberhasilan memperbarui bidang politik dan pendidikan, percepatan penyebaran ide-ide pembaruan dipengaruhi pula keberhasilan inovasi teknologi komunikasi, media massa, dan transportasi

yang

dilaksanakan Pada

pada

tahun-tahun Pemerintah yang tahun

awal

Restorasi mulai dengan

Meiji.10 membangun

tahun

1869,

Jepang diikuti 1871.

komunikasi kantor

telegrafik pos pada

pembangunan memiliki

Keduanya di-

fungsi

tambahan,

yaitu

sebagai

tempat

perolehnya berbagai informasi dalam rangka pertahanan nasional. Demikian halnya juga dengan sektor transportasi, Pemerintah Jepang meyakini bahwa sektor ini memiliki fungsi yang strategis dalam membangun peradaban bangsa. Sama halnya dengan sektor komunikasi, sektor ini pun tidak hanya memiliki fungsi sebagai alat

pembangunan ekonomi, melainkan juga memiliki fungsi sebagai alat pertahanan negara. Berkait dengan tersebut, sejak tahun 1872, Pemerintah Jepang mulai membangun

prasarana

dan

sarana

transportasi

baik

transportasi

darat maupun laut. Pembaruan yang dilakukan oleh Kaisar Meiji berhasil menjadikan negaranya sebagai negara industri yang mulai disegani oleh negara-negara Barat. Sebagai se-

buah negara industri, bangsa Jepang dihadapkan pada dua permasalahan penting. Pertama, bagaimana memperoleh

sumber bahan mentah (raw material resources) yang sangat dibutuhkan untuk mempertahankan kesinambungan in-

dustrialisasinya. Kedua, bagaimana memasarkan hasil-hasil industrinya ke luar Jepang sehingga akan memberikan keuntungan ekonomis bagi negaranya. Kedua persoalan itu kemudian ditafsirkan oleh sebagian bangsa Jepang sebagai cara untuk mengamankan kepentingan Jepang di

negara-negara

tetangganya.

Mereka

beranggapan

bahwa

satu-satunya jalan yang mesti ditempuh oleh Pemerintah Jepang adalah melakukan ekspansi terhadap negara-negara di sekitar Jepang terutama yang memiliki potensi sumber daya alam dan dapat dijadikan pasar bagi hasil industri negaranya. Oleh karena itu, Kaisar Meiji beranggapan bahwa kekuatan militer Jepang harus diperbarui pula. Upaya militernya Pemerintah secara Jepang untuk memodernisasikan diuntungkan

tidak

langsung

sangat

dengan posisi negaranya yang dijadikan sebagai buffer state (negara penyangga) bagi negara-negara Barat yang memiliki tersebut, kepentingan Pemerintah di Asia-Pasifik. secara Dengan leluasa posisi dapat

Jepang

membangun kekuatan militernya tanpa memperoleh gangguan dari negara-negara Barat. Hanya dua angkatan yang dibangun oleh Jepang, yakni angkatan darat dan angkatan laut sedangkan angkatan udaranya diintegrasikan sebagai bagian dari masing-masing angkatan. Kaisar Meiji

membangun

kekuatan

Angkatan

Darat

dengan

meniru

Angkatan Darat Prancis, tetapi kemudian berpaling ke Angkatan Inggris Darat Jerman. Sementara itu, Angkatan Laut

dijadikan

sebagai

rujukan

untuk

membangun

kekuatan Angkatan Laut Jepang.11 Keberhasilan Jepang membangun kekuatan militernya diujicobakan dengan melakukan ekspansi ke Cina pada tahun 1894. Setelah melakukan peperangan dengan tentara Cina selama satu tahun, pada tanggal 17 April 1895, Jepang mengakhiri peperangan tersebut yang ditandai

dengan ditandatanginya Perjanjian Shimonoseki. Berdasarkan perjanjian itu, Jepang memiliki kekuasaan atas beberapa wilayah Cina, yaitu Pulau Formosa (Taiwan), daerah Kwantung, Port Arthur, dan Dairen.12 Penguasaan

atas beberapa wilayah Cina tersebut menandai dimulainya era baru Jepang sebagai negara imperialis. Kemenangan tersebut membawa dampak yang besar bagi bangsa Jepang untuk menjadi yang termaju di antara

bangsa Asia lainnya. Halangan utama yang harus segera diatasi oleh Jepang adalah memotong kepentingan Rusia di wilayah Asia Timur. Membiarkan Rusia memiliki pelabuhan air hangat akan sangat membahayakan Jepang sehingga politik air hangat Rusia itu perlu diakhiri

sedini mungkin. Untuk memotong kepentingan Rusia atas Asia Timur-Pasifik, pada tahun 1904, Jepang menyerang pangkalan militer Rusia di daerah Manchuria. Satu tahun kemudian, Jepang berkuasa atas wilayah Manchuria bahkan sampai ke Pulau Sakhalin Selatan. Keberhasilan ini sangat mengagumkan bagi sebagian negara-negara Asia dan dianggap sebagai awal kebangkitan Asia. Ekspansi Jepang ke daratan Asia Timur semakin kuat seiring dengan aneksasi Semenanjung Korea pada tahun 1910. Pada masa Perang Dunia Pertama, bangsa Jepang

bergabung dengan negara-negara Barat untuk memerangi kekuatan militer Jerman dan Turki. Setelah peperangan ini berakhir pada tahun 1919, Liga Bangsa-Bangsa (LBB) menyerahkan seluruh jajahan Jerman di Pasifik Selatan kepada Pemerintah Jepang. Di satu sisi, keberhasilan tersebut memberikan rasa bangga pada diri bangsa

Jepang. Akan tetapi, pada sisi lain hasil-hasil ekspansi yang diperoleh tersebut melahirkan ketidakpuasan di kalangan sebagian masyarakat Jepang. Perasaan ini lahir sebagai suatu reaksi terhadap berbagai kebijakan yang ditetapkan oleh Amerika Serikat dan Inggris, terutama yang berkaitan dengan masalah perimbangan kekuatan militer dunia.13 Pemerintah Jepang memang tidak

dapat menolak kepentingan Amerika Serikat dan Inggris karena secara ekonomi mereka masih sangat bergantung pada kedua negara tersebut. Lambat laun, seiring dengan semakin Jepang, menebalnya berbagai nasionalisme kebijakan pada diri oleh bangsa sebagian

tersebut

masyarakat Jepang dianggap sebagai upaya mengerdilkan kembali bangsanya dalam pergaulan internasional. Untuk melepaskan ketergantungan ekonomi kepada negara-negara Barat, bangsa Jepang berusaha untuk menguasai wilayahwilayah yang dipandang memiliki sumber daya alam vital, seperti minyak bumi. Berkaitan dengan ini, Angkatan

Laut Jepang memandang wilayah Selatan, khususnya Indonesia, sebagai daerah yang harus dikuasai oleh Jepang. Penguasaan terhadap wilayah ini akan menjamin hidup

bangsa Jepang yang memang tidak memiliki sumber daya alam yang melimpah.

2.2 Perkembangan Awal Teori Ekspansi Jepang ke Indonesia dan Reaksi Kaum Pergerakan Nasional A. Pandangan Angkatan Laut Jepang terhadap Indonesia Kita perlu memanfaatkan tanah Selatan yang luas beserta sumber alamnya yang kaya yang dibiarkan begitu saja tidak dikembangkan. Lagi pula, membebaskan dan menolong bangsa-bangsa di Selatan dari keadaan yang prihatin ini merupakan tanggung jawab

Jepang sebagai pemimpin Asia Timur Raya . Mereka menjual bahan baku, kita menjual barang jadi. Hubungan erat laksana bibir dengan gigi ini merupakan syarat mutlak pengembangan Asia Timur Raya.

Tulisan tersebut merupakan pernyataan Sato Shinen, seorang ahli pikir Rezim Tokugawa, yang selalu menekankan perlunya bangsa Jepang melakukan ekspansi ke Selatan. Dalam kurun tahun 1930-an, pernyataannya ini kemudian menjadi pandangan resmi Markas Besar Angkatan Laut Jepang yang boleh dikatakan sebagai wujud persaingannya dengan Markas Besar Angkatan Darat Jepang. Pengingkaran dan kesamaan bangsa Jepang and terhadap kemerdekaan tidak dapat

(freedom

equality)

dilepaskan dari keberhasilannya menjadi sebuah negara industri yang diakui keandalannya oleh bangsa-bangsa Barat. Bangsa Jepang perlu mengamankan wilayah-wilayah yang mendukung proses industrialisasinya, baik wilayah yang memiliki sumber daya alam maupun wilayah yang memiliki potensi sebagai pasar hasil industrinya. Dengan perkataan lain, ekspansi yang dilakukan Jepang ke Indonesia Jepang tidak dapat dilepaskan dari ruang upaya Pemerintah

untuk

memperluas

penghidupannya

(lebensraum), baik secara politik maupun ekonomi. Meskipun secara umum rencana ekspansi tersebut

merupakan isu yang dapat diterima oleh bangsa Jepang,

tetapi pada kenyataannya terdapat perbedaan pandangan mengenai rencana ekspansi itu sendiri. Angkatan Darat Jepang lebih memprioritaskan untuk melakukan ekspansinya bangsa ke Daratan Cina dan ini Semenanjung kemudian Korea. lebih Oleh

Jepang,

pandangan

dikenal

dengan sebutan ekspansi ke daerah Utara. Di lain pihak, Angkatan Laut Jepang dalam setiap kesempatan selalu

menyebarkan pemikiran bahwa pengembangan negara Jepang bukanlah di daerah Utara (Daratan Cina dan Semenanjung Korea), melainkan ke wilayah Selatan, yaitu negara-

negara yang sekarang termasuk ke dalam kawasan Asia Tenggara. Pandangan ini tercermin dari kebijakan luar negeri Angkatan Laut Jepang yang dimuat dalam Kaigun Yoran terbitan tahun 1933.Bangsa raksasa Jepang, Jepang, sekarang telah mengulurkan kedua tangannya. Tangan kiri mencengkeram Daratan Tiongkok, tangan kanan mencengkeram Pasifik. Politik terhadap Daratan Tiongkok dan Pasifik harus dilakukan secara serentak . Adapun mengenai tempat Jepang bersandar itu, Negeri Jepang tetap negeri kepulauan sampai dunia kiamat karena ini merupakan kehendak Dewa meletakkan negeri Jepang di lautan. Negeri kepulauan ini tidak akan berubah menjadi negeri daratan. Oleh sebab itu, betapapun pentingnya Manchuria dan Mongolia itu, tidak lain hanya merupakan garis gizi Jepang saja.14

Pada awalnya, prioritas pertama sasaran ekspansi tersebut adalah Filipina, namun sejak tahun 1933

berubah menjadi Indonesia. Perubahan ini semata-mata

disebabkan oleh melimpahnya sumber daya alam, khususnya minyak yang dimiliki oleh Indonesia. Oleh karena itu, Angkatan Laut Jepang sangat berkepentingan sebagai Darat upaya terhadap menjaga sudah dan

Indonesia, persaingan memantapkan Mongolia. Bagi sebuah

terlebih-lebih dengan Angkatan

Jepang di

yang

kekuasaan

politiknya

Manchuria

Angkatan

Laut

Jepang, yang

Indonesia jika

merupakan akan

bentangan

geografis

dikuasai

mampu menjamin kebutuhan Jepang akan sumber daya alam. Jika mereka berhasil menguasai wilayah ini, maka

Pasifik sebagai garis nyawa (seimeisen) Jepang dapat dikuasai secara sempurna. Dengan perkataan lain,

Angkatan Laut Jepang

telah secara jelas memfokuskan

sasarannya pada wilayah Selatan, terutama Indonesia, dalam rencana perluasan kekuasaan negara kekaisaran. Perbedaan pandangan ini kemudian semakin menajam ke

arah persaingan antara Angkatan Darat dan Angkatan Laut Jepang mengenai rencana perluasan wilayah penghidupan bangsa Jepang.15 Potensi sumber daya alam, terutama minyak bumi, merupakan landasan utama Markas Besar Angkatan Laut

Jepang dalam mengembangkan rencana ekspansi ke Selatan.

Markas

Besar

Angkatan untuk

Laut

Jepang

memang

sangat minyak

berkepentingan

mengamankan

penyuplaian

karena mereka merupakan konsumen terbesar di Jepang. Dalam hal ini, Itagaki Yoichi menulisdemi membela diri perdamaian abadi Asia Timur, pengiriman minyak dari Selatan (Asia Tenggara) terlebih-lebih dari Indonesia merupakan syarat mutlak. Dalam makna ini, sungguh-sungguh minyak merupakan awal dan akhir politik ekspansi ke Selatan (Nanshin) Jepang.16

Memasuki tahun 1940-an, perhatian Angkatan Laut Jepang rencana terhadap kongkret Indonesia ke arah semakin rencana memperlihatkan Dengan

ekspansi.

mengacu pada hasil berbagai penelitian mengenai wilayah Selatan Besar brain dari tahun Laut untuk 1930-1940, Jepang Departemen dan Markas sebuah

Angkatan trust

berhasil

menyusun

menyelesaikan langkah

masalah awal

Selatan. yang akan

Kebijakan

damai

merupakan

diambil oleh bangsa Jepang untuk menguasai Indonesia. Kebijakan Kolonel Angkatan damai Ogi Laut ini kemudian dari dirumuskan oleh Letnan

Kazuto Jepang

Forum

Peneliti

Gabungan aksi

menjadi

sebuah

rencana

Angkatan Laut Jepang. Pertama, menyusun kekuatan yang layak pada pangkalan-pangkalan strategis. Kedua,

melakukan penelitian tentang berbagai unsur di Hindia Belanda dan sekitarnya. Ketiga, mencari jalan untuk

memperoleh dengan Belanda sebagai cara

minyak

dan

sumber untuk

alam

penting pihak kita

lainnya Hindia sendiri situasi

berusaha

memengaruhi diri

sekaligus antisipasi

mempersiapkan menghadapi

perubahan dan

internasional. penduduk berusaha asli

Keempat, setempat

memengaruhi yang dan

memanfaatkan Kelima, Cina

antipemerintah. merangkul orang

memengaruhi

perantauan dan pengusaha lainnya supaya menguntungkan Jepang. Keenam, melakukan pra-operasi terhadap wilayah yang tidak begitu dipentingkan oleh Pemerintah Hindia Belanda, lainnya.17 Apabila kebijakan damai ini tidak dapat seperti Celebes, New Guinea, dan wilayah

dilaksanakan, Angkatan Laut Jepang menggariskan bahwa kebijakan untuk kekuatan militer merupakan Terhadap jalan terakhir ini,

menguasai

Indonesia.

kebijakan

Angkatan Laut Jepang menyusun rencana dengan landasan campuran budi dan wibawa (lunak dan keras) terhadap penduduk setempat. Oleh para petinggi militer Jepang, Indonesia Persemakmuran seluruh petinggi negara dikategorikan Asia yang Timur sebagai Raya di bagian dari dengan Para

bersama-sama wilayah empat

terletak

ini.

militer

Jepang

merumuskan

alternatif

bentuk penguasaan wilayah Indonesia, yakni (1) secara murni menjadi wilayah Jepang, (2) menjadi negara

perlindungan (protektorat) Jepang, (3) menjadi daerah otonom, dan (4) menjadi negara serikat.18 Dalam pandangan Angkatan Laut Jepang, alternatif yang paling tepat untuk menguasai Indonesia adalah

menjadikan wilayah tersebut sebagai negara perlindungan Jepang. Militer Jepang terlebih dahulu harus menduduki Indonesia secara militer, kemudian menjalankan

pemerintahan militer untuk mengamankan kedaulatan penuh Jepang atas wilayah tersebut. Apabila situasi telah

memenuhi syarat, wilayah tersebut akan diberi status setengah Timur. merdeka sebagai Negara Kebangsaan Jepang Hindia akan

Hubungannya

dengan

Pemerintah

diikat melalui sebuah perjanjian yang menetapkan Jepang sebagai negara pelindung bagi negara baru tersebut.19 Meskipun demikian, sampai bulan Juli 1941, belum

terdapat perjanjian antara Angkatan Laut dan Angkatan Darat Jepang mengenai pembagian daerah kekuasaan mereka di Indonesia jika militer Jepang berhasil menduduki

Indonesia.

B. Reaksi Kaum Pergerakan Indonesia Ketika Angkatan Laut Jepang mulai mengampanyekan rencana ekspansi ke wilayah Selatan, pergerakan

nasional Indonesia sedang memasuki fase kedua, yakni tumbuhnya semangat nasionalisme Indonesia. Semangat ini dirumuskan pada tahun 1925 dalam sebuah Manifesto

Politik oleh Perhimpunan Indonesia yang mencakup tiga buah prinsip nasionalisme, yaitu (1) kebebasan

(kemerdekaan), (2) kesatuan, dan (3) kesamaan. Sudah barang sehingga tercantum kolonial.20 Di lain pihak, dilihat dari sisi propaganda yang dilakukan oleh Angkatan Laut Jepang berkaitan dengan rencana ekspansi mereka ke Indonesia, dalam batas-batas tertentu dapat diterima sebagai sesuatu yang tidak tentu dalam sifat nasionalisme program itu antikolonial nasional penguasa

rangka

perjuangan terhadap

prnsip

nonkooperasi

bertentangan Oleh karena

dengan itu,

semangat sangatlah

nasionalisme masuk akal

Indonesia. kalau para

pemimpin pergerakan nasional Indonesia memperlihatkan sikap simpati terhadap Jepang. Organisasi politik pun memperlihatkan Asianisme yang sikap simpati terhadap oleh gerakan Angkatan panLaut

dipropagandakan

Jepang. Meskipun demikian, ada juga tokoh pergerakan nasional dan organisasi politik yang memperlihatkan

sikap simpatinya tersebut secara hati-hati. Sebelum intelektual tahun 1930-an, sebagian kelompok elite bahwa

bangsa

Indonesia

menyadari

ekspansionisme Jepang di Pasifik Barat akan berbenturan dengan negara imperialis Inggris dan Amerika Serikat. Dalam kaitan ini, masa depan Indonesia diperkirakan

akan mendapat pengaruh dari persaingan negara-negara adikuasa tersebut. Soekarno merupakan salah seorang

tokoh pergerakan Indonesia yang dengan tajam mengkritik kebijakan Bukan ekspansionisme kebijakan Jepang ke wilayah Selatan. dengan

saja

tersebut

bertentangan

slogan-slogan yang dilontarkan oleh Jepang, melainkan juga bertentangan dengan keinginan negara-negara Asia untuk mencapai kemerdekaannya. Pada tahun 1930, ia mengatakan dengan tegas bahwa Jepang merupakan satu-satunya negara imperialis modern di Asia yang akan menjadi ancaman bagi perdamaian dan keamanan bangsa-bangsa di Lingkaran Pasifik. Soekarno mencap bahwa slogan Jepang di sebagai Asia perintis bagi sebuah

bangsa-bangsa

tertindas

merupakan

penipuan dan kebohongan serta tidak lebih dari sebuah

ilusi para nasionalis Jepang konservatif. Pan-Asianisme yang dipropagandakan oleh Jepang bukanlah gerakan

kebangkitan Asia untuk Asia, melainkan sebagai upaya untuk mengukuhkan kekuasaan imperialisme Jepang atas bangsa-bangsa Asia. Untuk mencapai pan-Asianisme yang sesungguhnya, bangsa Asia diperlukan untuk suatu kekompakan negara di antara

melawan

setiap

imperialis,

termasuk menentang kebijakan Jepang yang mengembangkan rencana imperialisme terhadap wilayah Selatan.21 Akan tetapi, kesadaran Soekarno mengenai

imperialisme Jepang merupakan sikap minoritas dari kaum pergerakan nasionalis Indonesia. Secara umum, ma-

syarakat Indonesia melihat Jepang dengan kesan positif, yakni sebagai sebuah negara Asia yang telah berhasil dengan cepat mencapai modernisasi. Lebih dari itu,

setelah Perang Dunia I, barang-barang keperluan seharihari buatan Jepang yang sangat murah tapi berkualitas mulai menyerbu pasar Indonesia. Ditambah lagi dengan pelayanan yang diberikan oleh para pedagang Jepang yang ramah dan tak pernah melepas senyum turut memperkuat rasa simpati masyarakat Indonesia terhadap Jepang.22 Di antara tokoh pergerakan nasional Indonesia yang memperlihatkan sikap simpati, antara lain dapat

dikemukakan Gatot Mangkoepradja, Mohammad Hatta, Sam Ratulangie, dan Ahmad Soebardjo. Mereka telah melakukan hubungan dengan beberapa tokoh dan kelompok nasionalis Jepang sebelum Perang Pasifik pecah. Namun demikian, sikap simpati yang diperlihatkan oleh keempat tokoh

pergerakan nasional menunjukkan derajat yang berbeda seperti akan diuraikan berikut ini. Hubungan antara Gatot Mangkoepradja dengan tokohtokoh nasionalis dari Jepang kegiatan pada awalnya tidak yang dapat

dilepaskan

perdagangan

ditekuni

Gatot Mangkoepradja sejak tahun 1930-an. Dalam rangka ini, pada tahun 1933 bersama-sama dengan Parada Harahap dirinya melakukan kunjungan ke Jepang. Berbarengan

dengan kunjungannya itu, pada bulan Desember 1933 di Tokyo diselenggarakan Kongres Pan-Asia dan dirinya

menghadiri kongres tersebut sebagai wakil Indonesia. Setelah menghadiri kongres tersebut, lahir kesan yang begitu mendalam bahwa Jepang benar-benar bertekad untuk menjadikan Asia untuk Bangsa Asia.23 Setibanya Asianisme, aktivitas di Indonesia, di bawah bendera pan-

Gatot dengan

Mangkoepradja berusaha

mulai

melakukan per-

memajukan

hubungan

sahabatan dengan Jepang secara dinamis, namun sangat

hati-hati. Dalam melaksanakan usaha demikian, ia mulai mendekati orang-orang Jepang yang tinggal di Pulau Jawa yang umumnya berperan sebagai pedagang. Dalam

perkembangan selanjutnya, demi mewujudkan kemerdekaan Indonesia, Gatot Mangkoepradja secara terang-terangan menyatakan sebagai orang yang pro-Jepang sehingga sejak saat itu setiap oleh gerak-geriknya kepolisian kelak mulai secara ketat

diawasi

aparat ini yang

Hindia

Belanda.24 Pemerintah proses

Aktivitasnya Militer

mendorong dirinya

Jepang

melibatkan

dalam

pembentukan Tentara Peta. Sikap diperlihatkan pemimpin utama berbeda oleh dengan Mohammad Gatot Hatta, Mangkoepradja salah seorang Dalam Jepang

pergerakan ia

nasional tidak dengan

Indonesia. menentang gerak

batas-batas terutama menjadi Hatta

tertentu,

yang sebuah

berhubungan negara

dinamisnya Mohammad yang

modern. sikap

Selebihnya,

memperlihatkan

kritis,

terutama

menyangkut kebijakan ekspansi Jepang ke negara-negara Asia yang dibungkus dalam konsep gerakan pan-Asianisme. Dalam sekitar suatu kesempatan, 1933. Dalam ia mengunjungi Jepang ia

tahun

kunjungannya

itu,

mengingatkan para mahasiswa Indonesia yang belajar di

Jepang bahwa menggantungkan nasib bangsa kepada negara lain (Jepang) tidak akan mampu melahirkan bangsa

Indonesia yang mandiri. Ia berkata, Dalam hal politik, kita harus berhati-hati. Jepang adalah negara yang kuat perekonomiannya. . Tidak ada negara di mana pun yang memberikan bantuan tanpa maksud apa-apa.25 Lebih jauh, Hatta melihat bahwa pan-Asianisme yang diusung oleh Jepang telah dikotori oleh kekuasaan

fasisme Jepang yang bermimpi menjadi pemimpin di Asia. Suatu saat, gerakan ini akan mendorong Jepang untuk membentuk tanah jajahan di Asia seperti telah dilakukan terhadap Cina dan beberapa negara Asia lainnya.

Kemerdekaan yang dicita-citakan oleh Indonesia tidak dapat ditukar dengan apa pun juga. Pan-Asianisme yang dibarengi oleh ambisi kekuasaan fasis Jepang untuk

menjadi pemimpin Asia tidak dapat berjalan beriringan dengan perjuangan bangsa Indonesia itu, cara untuk gerakan mencapai tersebut impe-

kemerdekaannya. secara tegas

Oleh

karena

ditolaknya

dengan

menentang

rialisme yang hendak dikembangkan oleh Jepang.26 Sikap yang sama diperlihatkan juga oleh Ahmad

Subardjo, salah seorang pemimpin pergerakan nasional Indonesia. Hubungannya dengan Jepang dilandasi oleh

suatu

kesadaran dan

bahwa

antara

pergerakan Jepang

nasional memiliki

Indonesia

gerakan

pan-Asianisme

kesamaan untuk memudahkan rakyat Indonesia melepaskan diri dari kolonialisme Belanda.27 Dengan demikian, pada awalnya dirinya memperlihatkan sikap simpati terhadap Jepang yang memandang cukup memiliki kekuatan untuk

membebaskan Asia dari kekuasaan negara-negara Barat. Dalam perkembangan selanjutnya, ia mulai

menyangsikan keinginan Jepang untuk membebaskan Asia dari cengkeraman penjajahan negara-negara Barat.

Prinsip di bawah pemimpin Jepang merupakan hal yang dipertanyakan oleh Ahmad Subardjo untuk mewujudkan panAsianisme. menjadikan terbuka tanpa Dengan Jepang prinsip sebagai tersebut, negara prinsip peluang untuk sangat

imperialis ini akan

lebar. diupayakan

Membiarkan untuk Asia Jepang seiring

dikembangkan membuat Jepang demi itu

dihentikan sebagai

bangsa-bangsa keuntungan semakin

di

budak

negara

sendiri.28 dengan

Kesangsian

memuncak

dijadikannya

teori

ekspansi ke Selatan menjadi kebijakan negara Jepang. Sutan Sjahrir memperlihatkan sikap berbeda dengan keempat tokoh pergerakan nasional yang telah disinggung sebelumnya. Ia memperlihatkan sikap menentang terhadap

gerakan pan-Asianisme Jepang dan mengatakan bahwa sikap simpati terhadap Jepang yang diperlihatkan oleh rekanrekan adanya sebuah justru seperjuangannya kesadaran negara sangat bahwa dilatarbelakangi Jepang sedang oleh belum menjadi ini yang

tumbuh

imperialis.29 membahayakan

Ketiadaan bangsa

kesadaran Indonesia

mencita-citakan kemerdekaannya. Dalam pandangan Sjahrir, Jepang tidak lain adalah sebuah negara totaliter Asia Timur yang paling menonjol sifat ultranasionalismenya. demokrasi, Sebagai seorang yang

mengagungkan

dirinya

sangat

membenci

totaliterisme yang dikembangkan oleh Jepang karena akan menghancurkan demokrasi. Oleh karena itu, tidaklah

berlebihan kalau Sjahrir memandang Jepang bukan objek kehormatan intelektual, terlebih lagi kebijakan

ekspansi ke Selatan merupakan ancaman nyata terhadap cita-cita kemerdekaan Indonesia.30 Sikapnya tersebut ia pertahankan secara konsisten ketika Jepang menduduki Indonesia tahun 1942. Dirinya, bersama-sama dengan dr. Tjipto Mangunkusumo mengembangkan sikap nonkooperasi

terhadap Jepang. Sikap keduanya kemudian didukung penuh oleh Gerindo yang menjadi organisasi pergerakan paling anti-Jepang.31

2.3 Invasi dan Pendudukan Pada tahun 1940,

Jepang ekspansi Pemerintah

kebijakan

Jepang memperlihatkan perubahan yang cukup menentukan. Kabinet Konoye mengumumkan bahwa dalam Jepang, rangka bangsa

mengembangkan

wilayah

Kemaharajaan

Jepang akan melakukan ekspansi ke Utara dan Selatan dalam waktu yang bersamaan. juga untuk Selain itu, ekspansi daya

tersebut alam

bertujuan sangat

menguasai

sumber

yang

dibutuhkan

oleh

Jepang.

Penguasaan

terhadap sumber daya alam merupakan faktor terpenting yang mendorong ekspansi Pemerintah ke Utara Jepang dan mengembangkan Selatan.32 Pada

kebijakan

kenyataannya, berbagai sumber sejarah menunjukan bahwa minyak bumi Indonesia merupakan daya tarik utama bagi Jepang untuk melancarkan Perang Pasifik pada akhir

tahun 1941.33 Angkatan Darat yang pada awalnya kurang memiliki perhatian ke Selatan, mendukung penuh Kebijakan Kabinet Konoye Angkatan tersebut. Darat Pada bulan secara Mei 1940, Departemen bahwa

Jepang

terbuka

mengakui

saat ini, garis nyawa Jepang berada di Selatan . Secara jelas kita katakan, masalah minyak itu, tidak

ada cara lain kecuali kita ambil dari Hindia Belanda meskipun Daratan.34 Selatan perhatian Perhatian utama mereka Darat tetap Jepang ke Cina

Angkatan seiring

terhadap

semakin

jelas

dengan

dirumuskannya

kebijakan ekspansi Angkatan Darat bertajuk Garis Pokok Penanganan Situasi Seiring dengan Peralihan Situasi

Dunia. Pada tanggal 27 Juli 1940, Pemerintah Jepang menyelenggarakan Rapat Permusyawaratan Markas Gabungan Pemerintah Jepang untuk membahas haluan negara sebagai landasan pelaksanaan ekspansi. Dalam rapat

permusyawaratan tersebut, Usui Shigeki (Kepala Seksi Operasi memaparkan dengan Militer Garis Markas Pokok Situasi Besar Penanganan Dunia Angkatan Situasi Darat), Seiring Pertama,

Peralihan

tersebut.

ekspansi ke Selatan merupakan salah satu bagian dari upaya menyelesaikan masalah Cina. Kedua, jalur

diplomasi bukanlah satu-satunya jalan untuk menguasai Selatan. Penggunaan secara kekuatan serius militer semakin dapat cepat

dipertimbangkan

karena

menguasai Selatan semakin cepat pula masalah Cina dapat diselesaikan. Ketiga, Indo-Cina, Hongkong, Indonesia, dan seluruh pulau bekas jajahan Jerman maupun jajahan Prancis di Pasifik Selatan merupakan daerah Selatan

yang akan dikuasai oleh Jepang.35 Rapat permusyawaratan tersebut Penanganan Dunia pada akhirnya Seiring menyetujui dengan Garis Pokok Situasi kelak

Situasi

Peralihan yang

sebagai

Haluan

Negara

Jepang

menentukan langkah ekspansi Jepang ke Indonesia. Rencana ekspansi Jepang ke Selatan dipropagandakan sebagai upaya membentuk blok swasembada dengan Jepang, Manchuria, dan Cina, sebagai penyangga utamanya. Blok swasembada ini dirumuskan sebagai upaya pembentukan

perdamaian dunia sesuai dengan cita-cita mulia Hakko Ichi-u (delapan benang di bawah satu atap) yang dijiwai oleh ajaran Sintoisme khususnya mengenai kesatuan umat manusia. Dalam rangka mewujudkan kesatuan umat manusia itu, bangsa Jepang memiliki tanggung bersama segala dan jawab di untuk antara dan

membentuk segenap

lingkungan dengan

kemakmuran mencurahkan kesanggupan

bangsa

tenaga

kekuatannya

menurut

kedudukannya

masing-masing sambil bekerja bersama-sama dalam susunan persaudaraan, laksana sebuah rumah tangga yang rukun dan damai.36 Tahap pertama dari upaya Jepang tersebut adalah membentuk Lingkungan Kemakmuran Bersama Asia Timur Raya yang meliputi kawasan Asia Tenggara dengan Jepang,

Cina,

dan

Mancukuo Tahap II

(Manchuria) ini akan

sebagai dicapai

tulang selama

punggungnya. Perang langkah Dunia

pertama dengan

jalan yang

menjalankan oleh

beberapa kekuatan

politik

global

disokong

militer. Tahap kedua merupakan pengembangan Lingkungan Kemakmuran Bersama Asia Timur Raya sehingga akan

meliputi Sri Langka, Australia, Selandia Baru, Oseania, sebagian Amerika Utara, dan negara-negara di Amerika Tengah.37 Meskipun menetapkan pengembangan Pemerintah Jepang secara satu terbuka wilayah bertindak

Indonesia negara

sebagai Jepang,

salah

tetapi

mereka

sangat hati-hati terhadap wilayah yang masih dikuasai oleh Kerajaan Belanda tersebut. Jalur diplomasi menjadi pilihan awal bagi Pemerintah Jepang agar kepentingannya di Indonesia tidak terancam. Setidak-tidaknya ada dua faktor yang mendorong Pemerintah Jepang mengambil

kebijakan tersebut. Pertama, kekuatan militer negaranegara Barat (Amerika Serikat, Inggris, dan Prancis) tersebar Doktrin secara merata sepanjang Jepang Jepang-Indonesia. memperlihatkan

Angkatan

Laut

kecenderungan untuk secara ketat menghindari pemakaian militer terhadap Selatan karena dikhawatirkan dapat

mencetuskan baik Jepang

perang

dengan

Amerika

Serikat.38 Angkatan mereka

Kedua, Darat

kalangan

Angkatan bahwa

Laut

maupun

merasakan

pengetahuan

tentang

daerah Indonesia masih sangat kurang. Pengetahuan yang minim ini sangat militer membahayakan sehingga ditinjau dari sudut tidak

strategi

Pemerintah

Jepang

langsung menggunakan kekuatan militernya karena tidak mau mengambil risiko tinggi. Kegiatan untuk nota diplomatik yang dilakukan oleh Jepang

mengatasi

Indonesia antara

diawali

dengan

pertukaran dan

perdagangan

Pemerintah

Jepang

Pemerintah Hindia Belanda di Indonesia. Pada tanggal 20 Mei 1940, Arita Hichiro (Menteri Luar Negeri Jepang) mengirim nota tersebut kepada Perdana Menteri Kerajaan Belanda. Nota itu berisi tuntutan Pemerintah Jepang

bahwa dalam keadaan bagaimanapun Pemerintah Hindia Belanda di Indonesia harus tetap melakukan pengiriman

sumber daya alam vital ke Jepang dengan jumlah yang telah ditentukan oleh Pemerintah Jepang. Sumber daya alam tersebut di antaranya adalah sebagai berikut.39No . 1. Jenis Komoditas TimahJml Permintaan (dalam ton)

No . 7.

Jenis Komoditas Wolfram

Jml Permintaan (dalam ton)

3.000

1.000

2. 3. 4. 5. 6.

Karet Minyak Mineral Bauksit Bijih Nikel Bijih Mangan

20.000 1.000.000 200.000 150.000 50.000

8. 9. 10 . 11 . 12 .

Besi TuaBijih Besi Kromium

100.000 5.000 100.000 4.000 600

Garam Benih Jarak Kulit Kina

Meskipun

demikian,

Pemerintah

Hindia

Belanda

belum

memberikan nota balasan sehingga pada tanggal 28 Mei 1940 Pemerintah Jepang kembali mengirim nota yang

isinya tidak jauh berbeda dengan nota sebelumnya di bawah tekanan kelompok ekstremis-nasionalis.40 Pada bulan Juni 1940, Pemerintah Hindia Belanda baru membalas seluruh nota Pemerintah Jepang. Melalui nota balasannya itu, Pemerintah Hindia Belanda

menegaskan bahwa (1) sesuai dengan isi perjanjian HartIshizawa, perdagangan antara kedua negara akan terus dilanjutkan, (2) Pemerintah Hindia Belanda meminta

Pemerintah Jepang untuk memahami bahwa negaranya berada dalam jaminan keadaan Jepang perang atas dan menyatakan Hindia puas terhadap (3)

status

Belanda,

Pemerintah Hindia Belanda menolak keinginan Pemerintah Jepang untuk memasukan rakyatnya ke Hindia Belanda

meskipun dikaitkan dengan keperluan tenaga kerja, (4) Pemerintah Hindia Belanda akan berusaha untuk memenuhi kebutuhan Jepang atas bahan pertambangan, tetapi tidak dapat memenuhi kebutuhan Jepang atas minyak karena

dinilai tidak rasional.41 Pada bulan Agustus 1940, Perdana Menteri Koshu

mengangkat I. Kobayashi sebagai ketua delegasi Jepang untuk melakukan perundingan dengan Pemerintah Hindia Belanda. Tuntuntan yang akan disampaikan oleh Kobayashi kepada Pemerintah yang Hindia bersifat Belanda memperlihatkan Pertama,

kecenderungan

ekspansionis.

imigrasi tak terbatas bagi orang-orang Jepang; kedua, kebebasan berlayar dan penerbangan antarpulau; serta ketiga, hak eksploitasi Delegasi kekayaan alam di seluruh

Indonesia.

Kobayashi

memulai

perundingan

dengan Pemerintah Hindia Belanda pada bulan September 1940. Akan tetapi, selama perundingan berlangsung

tuntutan tersebut tidak disampaikan kepada Pemerintah Hindia Belanda karena khawatir mengundang kecurigaan Amerika Serikat terhadap rencana ekspansi Jepang ke

Indonesia. Selain itu, kegagalan serangan udara Jerman atas Inggris cukup membuat para pemimpin Jepang harus lebih waspada dan hati-hati. Akibatnya, misi

perundingan Kobayashi dengan Pemerintah Hindia Belanda mengalami kegagalan dan pada bulan November 1940 ia pulang ke negaranya.42 Pada bulan yang sama, Pemerintah Jepang mengangkat Yoshizawa Kenkichi, anggota Dewan Perwakilan Bangsawan, sebagai ketua delegasi perundingan Jepang dengan

Pemerintah Hindia Belanda. Perundingannya itu sendiri baru dilangsungkan pada bulan Januari 1941 dan

Yoshizawa menyampaikan tuntutan yang akan disampaikan oleh Kobayashi, tetapi dengan bahasa yang lebih halus. Sampai bulan Juni 1941, kedua tetapi delegasi menekankan tidak bahwa

menghasilkan

kesepakatan,

hubungan kedua negara tetap tidak berubah. Yoshizawa beserta seluruh anggota delegasi Jepang pulang ke

negaranya pada tanggal 27 Juni 1941.43 Kegagalan penggunaan jalur diplomatik itu disebabkan oleh ketidakseriusan Pemerintah Jepang untuk

memperoleh minyak Indonesia melalui jalan damai. Pemerintah Jepang justru menjadikan jalur diplomatik ini sebagai kedok bagi kegiatan spionasenya di Indonesia. Kenyataan ini yang membuat Pemerintah Hindia Belanda di Indonesia menjadi tidak senang seperti tercermin dalam sebuah telegram tanggal 27 Juni 1941 dari Konsul

Jenderal Ishizawa kepada Menteri Luar Negeri Matsuoka yakni Pemerintah Hindia Belanda di Indonesia tidak senang karena anggota utusan militer pihak Jepang seolah-olah lebih terkonsentrasi dalam mengamati dan meneliti berbagai wilayah Hindia Belanda daripada mengurus administrasi perundingan perdagangan.44 Kegiatan diplomasi Besar spionase dapat Darat yang mengekor dari untuk pada upaya jalur Markas

tidak

dilepaskan Jepang

Angkatan

memperoleh

pengetahuan tentang Indonesia. Tidak dapat dipungkiri bahwa kegiatan ini merupakan persiapan pramiliter yang dilakukan rencana dilakukan intelijen oleh Pemerintah ke Jepang berkaitan dengan ini

ekspansinya dengan ke cara

Indonesia. mengirim dengan

Kegiatan

langsung kedok

agen-agen juru

Indonesia

sebagai

runding, pedagang, dan dengan cara memanfaatkan orangorang Jepang yang ada di Indonesia. Cara pertama secara intensif mulai dilakukan oleh Markas Besar Angkatan Darat Jepang sejak awal Juli 1940 seiring dengan pengiriman tiga orang perwira

menengahnya ke Indonesia, yakni Mayor Shiho Kenkichi (Kepala Bidang Urusan Bahan Keperluan Militer Seksi ke3), Mayor Okamura Seishi (Staf Seksi Operasi Militer

Mabes AD), dan Mayor Kato Nagazo (pegawai seksi di Biro Pembenahan Departemen Angkatan Darat). Ketiga perwira menengah tersebut bertugas di Indonesia selama dua

bulan dan berkewajiban melakukan penelitian mengenai perencanaan, sandang, dari bahan-bahan dan keperluan, sebagainya Jepang ke taktik perang, persiapan Hasil Jepang sebagai

sanitasi,

sebagai

rencana

invasi

Indonesia.45 Darat Seishi

penelitian tersebut berkut.

ketiga

perwira oleh

Angkatan Okamura

digambarkan

Setelah melakukan penelitian selama dua bulan di Hindia Belanda, timbul dorongan untuk membebaskan bangsa-bangsa teraniaya dengan baju yang compangcamping, rumah beratap rumbia, muka-muka yang mirip dengan dirinya tetapi badannya kurus-kurus, yang pada waktu itu merupakan pembelokkan nasib terbesar dalam sejarah dunia Untuk dapat membebaskan mereka diperlukan kekuatan militer sebanyak satu setengah divisi karena kita tidak dapat mengabaikan kekuatan militer Hindia Belanda, terutama Angkatan Darat Hindia Belanda yang berkekuatan sekitar seratus ribu orang.46

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Markas Besar Angkatan Darat Jepang kemudian diolah sedemikian rupa sehingga menghasilkan sebuah buku yang berjudul Naskah Rencana Petunjuk Perang terhadap Selatan. Dalam naskah tersebut secara tegas dikatakan bahwa invasi yang akan dilakukan oleh militer ke Indonesia semata-mata berkaitan dengan kepentingan Jepang untuk menduduki dan

menjamin daerah sumber daya alam yang penting dengan menyerang secara mendadak terhadap Hindia Belanda tanpa menyentuh Singapura. Kegiatan spionase menjadi alternatif lain dalam upaya Jepang menghimpun informasi tentang Indonesia. Angkatan Laut Jepang menjadikan nelayan sebagai agen bagi kegiatan spionasenya di Indonesia. Dalam kurun

waktu 1940-1941, di perairan Indonesia tersebar sekitar 500 kapal nelayan yang mengangkut sekitar 4.000 orang nelayan. Para nelayan ini melakukan kegiatan spionase dengan cara melanggar undang-undang nelayan Hindia

Belanda sehingga akan memberikan legitimasi bagi Jepang untuk melakukan penyerangan. Selain itu, para pemotret dan tukang cukur Jepang memasuki Indonesia dan

melakukan perjalanan sampai ke daerah-daerah terpencil. Tidak banyak hasil ekonomis yang dihasilkan oleh mereka kecuali informasi yang dibutuhkan oleh negaranya. Oleh karena itu, menurut Pemerintah Hindia Belanda mereka merupakan kelompok masyarakat Jepang yang paling banyak melakukan kegiatan spionase di Indonesia.47 Sumber kegiatan spionase Jepang yang lain adalah perusahaan-perusahaan Indonesia. Mereka milik berusaha Jepang di yang ada di

lapangan-lapangan

eksploitasi

hutan,

pertambangan,

dan

lain-lain.

Keuntungan ekonomi yang harus diraih oleh mereka tidak lagi menjadi hal yang penting. Hasil terpenting yang harus mereka peroleh adalah ekonomi ini mendapatkan di informasi Salah pemilik yang para

mengenai seorang Nanyo

basis-basis pelaku dan

Indonesia. Ishihara

kegiatan tokoh

adalah

Veem di

nasionalis-ekstrem Demikian juga

Jepang dengan

tinggal

Indonesia.

diplomat, sebagian ada yang dibebaskan dari tugas-tugas diplomatiknya karena harus melakukan pekerjaan

spionase. Wakil Konsul Tagaki dari Konsulat Jepang di Batavia merupakan contoh yang paling baik dari kasus ini.48 Selain mengirim langsung para agen rahasianya ke Indonesia, Pemerintah Jepang pun melakukan penelitian tentang Indonesia dengan cara memanfaatkan orang-orang Jepang yang tinggal di Indonesia, baik secara

individual maupun melalui perkumpulan yang ada. Sampai meletusnya Perang Pasifik, orang-orang Jepang yang

tinggal di Indonesia berasal dari dua generasi yang masing-masing memiliki latar belakang berbeda. Generasi pertama memperlihatkan sikap moderat sehingga

Pemerintah Hindia Belanda pun dapat menerima keberadaan

mereka di Indonesia. Pada akhir tahun 1920-an, Aneha Junpei (Konsul Jepang di Surabaya) mengatakan bahwa

kehidupan orang-orang Jepang di Indonesia sangat baik karena kebijakan Pemerintah Hindia Belanda tidak

bersifat diskriminatif. Terlebih lagi sejak tahun 1898 secara hukum Pemerintah Hindia Belanda menempatkan

bangsa Jepang sejajar dengan bangsa kulit putih dalam hierarki masyarakat kolonial. Dengan kedudukannya itu, mereka bergerak dengan aman di bidang perdagangan di bawah perlindungan Pemerintah Hindia Belanda sebagai bentuk realisasi dari persahabatan Jepang-Hindia

Belanda. Sampai tahun 1936, masyarakat Jepang di Hindia Belanda merupakan sebuah komunitas sosial nonpolitis. Oleh Hindia karena itu, sangatlah wajar kalau Pemerintah sebagai tidak atau

Belanda yang

melaporkan tidak

masyarakat tingkah

Jepang karena

masyarakat pernah

banyak

berhubungan

dengan

aktivitas

subversi

spionase.49 Meskipun demikian, sebagian masyarakat Belanda

mengingatkan pemerintahnya untuk tetap waspada terhadap masyarakat Jepang di Hindia Belanda karena pertumbuhan negara Hindia Jepang dapat mengancam eksistensi tersebut mereka di

Belanda.50

Kekhawatiran

lambat

laun

terbukti seiring dengan semakin memburuknya hubungan persahabatan antara Jepang dan Hindia Belanda.

Kebijakan Pemerintah Jepang untuk melakukan ekspansi ke Indonesia Jepang di berdampak pada perubahan sikap ini masyarakat terutama datang kedua ke ini

Indonesia. oleh

Perubahan

sikap

diperlihatkan Indonesia

masyarakat

Jepang

yang

sejak

tahun

1930-an.

Generasi

memiliki tingkat pendidikan yang lebih tinggi daripada generasi pertama. Sikap mereka terhadap situasi politik pada saat itu dilandasi oleh semangat nasionalisme. Hal ini terlihat dari perkataan Ishii Taro, seorang pemilik toko dan pemuka masyarakat Jepang di BataviaDi dalam tubuh kita yang berdomisili di luar negeri pun masih mengalir darah bangsa Jepang yang sama, karena itu bila suatu saat terjadi keadaan darurat yang menyangkut hidup matinya tanah air kita, tentunya kita tidak bisa berdiam diri. Tetapi pada saat damai kita harus meninggalkan hal-hal lain selain berusaha bekerja sama dengan orang-orang asing di bidang pertanian ataupun perdagangan dengan tekad mengakhiri hayat di sini. Demi meningkatkan kesejahteraan ekonomi Asia Pasifik ini saya anggap hal itu sebagai suatu misi damai yang penting bagi bangsa Jepang saat ini.51

Semangat nasionalisme yang tumbuh dalam masyarakat Jepang di Hindia Belanda sejak akhir tahun 1930 membawa mereka pada kegiatan yang bersifat politis. Bidang

perdagangan yang selama ini mereka tekuni lambat laun dijadikan sebagai sarana bagi kegiatan politik, yakni

mengirim informasi mengenai Indonesia yang diperlukan ke negaranya. Dengan perkataan lain, masyarakat Jepang di Hindia Belanda yang mayoritas pemilik toko tersebut melakukan kegiatan spionase sebagai bentuk kepedulian terhadap suatu negaranya terjadi sesuai dengan tekad mereka bila

saat

keadaan

darurat

yang

menyangkut

hidup matinya tanah air kita, tentunya kita tidak bisa berdiam diri. Kegiatan ini direkam oleh Sewaka, yang bekerja pegawai di beberapa tempat di Jawa Barat sebagai masa

tinggi

Pemerintah

Hindia

Belanda

pada

sebelum perang.Toko Jepang berlaku sopan kepada orang Indonesia, lagi pula dagangan mereka dijual dengan harga yang murah sehingga mampu memikat hati pembeli. Perdagangan mereka tidak hanya dilakukan di toko melainkan juga berkeliling ke desa-desa. Kegiatan itu sebetulnya merupakan suatu cara untuk mencapai tujuan tertentu, karena mereka selalu membawa kamera bila berdagang ke desa-desa.52

Apa

yang

dinyatakan

oleh

Sewaka

tidaklah

berlebihan, karena pada kenyataannya, masyarakat Jepang yang memiliki toko tidak sepenuhnya bekerja di sektor perdagangan. Beberapa di antara pemilik toko sebenarnya bukanlah pedagang, melainkan mata-mata yang dikirim

oleh Angkatan Darat Jepang sebagai bagian dari strategi mereka untuk memperoleh informasi mengenai Indonesia. Di Kota Bandung, misalnya, Toko Tjijoda dikenal sebagai

pusat kegiatan spionase Jepang di kota ini. Pemilik toko ini sering berhubungan dengan Nishijima Shigetada, seseorang tahun yang telah Perang bekerja Pasifik di Indonesia Hal beberapa yang sama

sebelum

pecah.53

terjadi juga di beberapa kota besar di Indonesia. Di Yogyakarta, mendirikan Dalam misalnya, toko untuk masyarakat memasarkan bukan Jepang produk hanya banyak

negaranya. berdagang, sebagai Toko

aktivitasnya, melakukan

mereka juga

melainkan bagian

kegiatan Jepang ke

spionase

persiapan

ekspansi

Indonesia.

Fuji merupakan salah satu toko milik orang Jepang yang dikenal sebagai pusat kegiatan spionase di

Yogyakarta.54 Kegiatan spionase yang dilakukan oleh Pemerintah Jepang sepanjang tahun 1940-1941 pada akhirnya menghasilkan sebuah rumusan penting bagi rencana operasi

militer Jepang ke Indonesia. Rumusan tersebut disusun oleh Letnan Kolonel Nakayama Yasuto setibanya di Jepang setelah sekitar enam bulan melakukan kegiatan spionase di Indonesia. Rumusan yang dikirim kepada pimpinan

pusat Departemen Angkatan Darat dan Markas Besar Angkatan Darat berisi beberapa hal penting sebagai persiapan ekspansi militer Jepang ke Indonesia sebagai berikut.

1. 2.

Garis pertahanan pokok Indonesia terdiri atas garis pertahanan Singapura, Batavia, dan Surabaya. Pendaratan disarankan semua pesawat untuk tempur dan pasukan karena syarat sedang sedang langkah payung hampir untuk tidak yang dilakukan memenuhi tank-tank Belanda sebagai

lapangan

pendaratan telah ditutupi oleh parit. 3. 4. Pembangunan Pemerintah perlu galangan Hindia dilakukan melakukan antisipasi kelima sebagai upaya mencegah penerobosan pasukan mekanis. pendataan secara paksa terhadap orang-orang yang diperhatikan mencegah 5. berkembangnya kegiatan barisan

(mata-mata). Semua bangunan maupun fasiltas yang penting dalam negeri sedang diperkuat pertahanannya dengan pembangunan gardu pertahanan (tockha). 6. Kekuatan Angkatan Laut Hindia Belanda diperkuat dengan 3 buah kapal penjelajah, 7 buah kapal pemburu, 16 buah kapal selam. Pangkalannya terdapat di Surabaya, Menado, dan Tarakan. 7. Kekuatan Angkatan Udara Hindia Belanda berjumlah sekitar ini 500 buah pesawat tempur dengan pesawat Angkatan tempur barisan terdepan sebanyak 300 buah. Kekuatan merupakan gabungan antara kekuatan Udara dan Pasukan Udara Angkatan Darat dan Angkatan Laut Hindia Belanda. 8. Kekuatan pasukan Angkatan Darat Hindia Belanda untuk hari-hari pasukan biasa sebanyak dua divisi dengan jumlah sekitar 50.000 orang. Sebanyak

30.000 orang ditempatkan di Pulau Jawa, 8.500 orang

ditempatkan di Sumatra, 4.500 orang ditempatkan di Borneo (Kalimantan), dan selebihnya ditempat di wilayah Indonesia bagian Timur. 9. Perlengkapan militernya boleh dikatakan di bawah kekuatan tentara pusat Cina. 10. Sama sekali tidak terdapat industri berat dan industri senjata.55 Ketika kondisi dalam negeri Jepang semakin mengarah terhadap penggunaan kekuatan militer, Nakayama

mengatakan kepada para petinggi militer Jepang bahwa keberhasilan dilepaskan tepat. Ia Belanda dari menjajah Indonesia tidak dapat yang pun

penerapan

strategi

kebudayaan Jepang

menyarankan

agar

Pemerintah

melakukan hal yang sama dengan cara (1) menghargai adat istiadat penduduk setempat, (2) menerapkan

kebijaksanaan untuk membodohkan penduduk asli setempat, (3) menjinakkan dan menindas penduduk asli setempat, (4) memanfaatkan orang Cina perantauan sebagai kelas penghisap perantara, dan (5) menyadarkan penduduk asli setempat bahwa orang Jepang telah ditakdirkan menjadi pemimpin bangsa-bangsa Asia. Memasuki bulan Juli 1941, kecenderungan

Pemerintah Jepang menggunakan kekuatan militernya untuk menguasai dan menduduki Selatan semakin kuat. Hal itu

tercermin dalam Garis Pokok Haluan Negara Kekaisaran Sesuai dengan Peralihan Situasi yang diputuskan oleh Konferensi oleh Kemaharajaan Perdana (Gozen Kaigi) Menteri yang Luar dihadiri Negeri,

Kaisar,

Menteri,

Menteri Angkatan Darat, Menteri Angkatan Laut, Menteri Dalam Negeri, Ketua Dewan Penasihat Pribadi Kaisar,

Kepala Markas Besar Angkatan Laut dan Angkatan Darat.56 Haluan negara tersebut memuat tiga hal penting.

Pertama, Pemerintah Kemaharajaan Jepang bertekad untuk mengikuti suatu kebijakan yang akan menghasilkan

pembentukan Lingkungan Kemakmuran Bersama Asia Timur Raya dan Perdamaian Jepang akan Dunia. Kedua, Pemerintah untuk dan

Kemaharajaan mencapai

melanjutkan

usahanya Cina

penyelesaian

terhadap

insiden

berusaha membangun dasar yang kokoh bagi keamanan dan pengamanan bangsa. Hal ini akan meliputi suatu gerak maju ke daerah-daerah Selatan dan sesuai dengan

perkembangan masa depan, juga penyelesaian persoalan Uni Soviet. Ketiga, Pemerintah Kemaharajaan Jepang akan melaksanakan program tersebut di atas meskipun akan

menghadapi halangan apa pun juga.57 Keputusan tersebut segera diikuti oleh persiapan secara militer dalam

konsep Memperkuat Barisan Persiapan Strategis terhadap

Utara dan Selatan (Taihoppo Tainanpo Senryakujin no Kyokaan). Secara terbuka diputuskan bahwa Jepang akan melakukan pendudukan terhadap Indo-Cina yang merupakan jajahan Prancis di bawah tekad tidak menolak sekalipun berperang dengan Inggris dan Amerika Serikat.58 Meskipun militer sudah keputusan diambil, untuk namun menggunakan situasi kekuatan dalam

politik

negeri Jepang masih belum memungkinkan untuk berperang dengan Amerika Serikat (kekuatan utama Sekutu di

Pasifik). Togo Shigenori melihat haluan negara tersebut mengandung kontradiksi, yaitu antara damai dan perang. Di satu pihak, kesiapan Jepang berperang dengan Amerika Serikat ditanggapi secara hati-hati oleh Kabinet Konoye yang bahkan dengan tegas masih berusaha untuk menghindari perang dengan Amerika Serikat. Di pihak lain, pada tanggal 24 Juli 1941, militer Jepang telah menguasai sebagian Indo-Cina sebagai awal dari gerakan militer Jepang mengusai daerah Selatan.59 Penguasaan tersebut mengakibatkan Serikat dan lahirnya Inggris, reaksi keras dari Amerika embargo

yakni

dengan

melakukan

total pengeksporan minyak ke Jepang yang diikuti oleh pembekuan seluruh aset Jepang oleh Amerika Serikat

sejak tanggal 26 Juli 1941.60 Pemerintah Hindia Belanda

pun

memperlihatkan Jepang

reaksi

keras

terhadap Pada

keputusan tanggal 28

militer Juli

menguasai

Indo-Cina. untuk

1941,

mereka

memutuskan

mengawasi

secara

ketat semua ekspor ke Jepang dan memperingatkan Jepang jika pada masa yang akan datang tidak berlaku sesuai dengan hukum internasional, Pemerintah Hindia Belanda akan memberlakukan embargo ekonomi total terhadap

Jepang.61 Meskipun mendapat reaksi keras dari Amerika

Serikat, Inggris, dan Belanda, Pemerintah Jepang belum menyatakan perang terhadap mereka. Pemerintah Jepang masih berusaha mendapatkan minyak Indonesia melalui

jalan damai melalui perundingan dengan ketiga negara tersebut. Sikap ini berubah seiring dengan ditetap-

kannya Garis Pokok Pelaksanaan Haluan Negara Kekaisaran (Teikoku Kokusaku Suiko Yoryo). Haluan negara yang

diputuskan dalam Konferensi Kemaharajaan (Gozen Kaigi) tanggal 6 September 1941 mengambil keputusan bahwa jika sampai bulan Oktober 1941 perundingan antara Pemerintah Jepang dan Pemerintah Amerika Serikat tidak memberikan harapan segera terhadap sesuai dengan keinginan untuk Jepang, mereka akan

menentukan Amerika

sikap Serikat,

bertekad dan

berperang Belanda.62

Inggris,

Meskipun demikian, setidak-tidaknya sampai bulan September 1941, Pemerintah keputusan Jepang merasa bimbang untuk

merealisasikan

tersebut

seperti

tercermin

dalam pemaparan Letnan Jenderal Suzuki Tei-ichi, Kepala Badan Perancang Nasional (Kikakuin), Sekarang ini kita telah berdiri pada persimpangan jalan yang harus segera kita tentukan, apakah menyelesaikan keadaan demikian (perundingan dengan Amerika Serikat Pen.) atau menguasai alam.63 Di tengah-tengah upaya Kabinet Konoye menjaga wilayah-wilayah yang memiliki sumber daya

perdamaian dengan Amerika Serikat, pada tanggal 22 September 1941, Menteri Angkatan Darat mengeluarkan Garis Pokok Persiapan Memperoleh Sumber Minyak Selatan (Nanpo Sekiyushigen Shutoku Junbi Yoryo).64 Keputusan Departemen Angkatan Darat ini mengakibatkan situasi politik dalam negeri Jepang semakin diarahkan untuk melakukan peperangan dalam rangka menguasai daerah Selatan. Hal tersebut semakin menyulitkan Kabinet Konoye memelihara perdamaian sehingga pada tanggal 16 Oktober 1941 meletakkan jabatan sebagai perdana menteri dan keesokan

harinya jabatan tersebut dipegang oleh Jenderal Tojo Hideki yang merangkap sebagai Menteri Angkatan Darat.65

Untuk menentukan langkah selanjutnya, pada tanggal 1-2 November 1941, digelar suatu konferensi yang mempertemukan Kabinet Tojo dengan Markas Besar Angkatan Darat dan Markas Besar Angkatan Laut. Dalam konferensi itu, Menteri Luar Negeri menegaskan Jepang bahwa dan meskipun

perundingan

antara

Pemerintah

Pemerintah

Amerika Serikat mengalami kegagalan, sebaiknya Jepang menunggu dan melihat perkembangan internasional. Perang bukanlah suatu keputusan terbaik buat Jepang. Per-

nyataan Menteri Luar Negeri ini ditentang keras oleh Markas Besar Angkatan Darat dan Angkatan Laut sambil mengingatkan bahwa jika operasi militer tidak dilakukan pada akhir tahun 1941, maka Jepang harus menunggu satu tahun lamanya untuk menguasai minyak Indonesia. Jika hal itu terjadi, maka Jepang telah membiarkan Amerika Serikat dan Inggris memperkuat pertahanannya di Selatan sampai pada tingkat membahayakan Jepang, baik dari

sudut militer maupun diplomasi. Keputusan perang terhadap negara-negara Barat

pada akhirnya diambil oleh Pemerintah Jepang tanggal 27 November 1941 dan disahkan pada tanggal 1 Desember 1941 melalui Konferensi Kemaharajaan. Keputusan tersebut ditamsilkan oleh Markas Besar Angkatan Darat Jepang seba-

gai mempertaruhkan nasib negara dan dijadikan sebagai Haluan Negara Kekaisaran untuk berperang terhadap

Amerika Serikat, Inggris, dan Belanda.66 Sementara itu, pimpinan militer Jepang semakin meningkatkan kampanye dan persiapan perang untuk menguasai daerah Selatan. Pada tanggal 6 November 1941, Markas Besar Militer Jepang membentuk jajaran Tentara Umum Selatan yang kemudian lebih dikenal dengan sebutan Nampo Gun Tentara Selatan di bawah komando Jenderal Terauchi Hisaichi. Markas Besar Tentara Selatan ini tidak di Tokyo, melainkan di Dalat dekat Saigon Vietnam Selatan. Sebagai pasukan tempur garis depan, Tentara Selatan ini membawahkan beberapa tentara yang memiliki wilayah tinggi operasi dengan berbeda dan dipimpin jenderal. oleh perwira bulan

pangkat

letnan

Sampai

Maret 1942, Tentara Selatan membawahkan empat tentara dan dua divisi udara, yaitu:Nama Kesatuan Tentara Keempat be- Letjen las haru Tentara belas Tentara belas Kelima Panglima Homma MasaWilayah Operasi Filipina Thailand Birma dan

Letjen Iida Shojiro Hitoshi Ima-

Keenam Letjen mura

Indonesia (Jawa) dan

Tentara Kedua puluh Letjen Yamashita To- Malaya lima moyuki Sumatra

Divisi Udara III Divisi Udara V Divisi Udara XXI

Letjen chio

Mi- Langsung di bawah Panglima Tentara Selatan dengan Letjen Obata Eiryo wilayah operasi Letjen Tanaka Hi- seluruh daerah Selatan saichi

Sugawara

Persiapan terakhir yang dilakukan oleh Pemerintah Jepang adalah membagi wilayah kerja kedua angkatan

perangnya. Angkatan Darat yang telah menduduki IndoCina diberi tugas untuk merebut Malaya, Sumatra, Luzon, dan Birma. Sementara, Angkatan Laut Jepang diberi tugas untuk menghancurkan pangkalan militer Amerika Serikat di Pearl dan Harbour, Mindanau, di Kalimantan, Sulawesi, Target

Irian,

pulau-pulau

Pasifik

Selatan.

utamanya adalah menguasai Pulau Jawa dan serangan ini akan dilakukan secara bersama-sama oleh Angkatan Darat dan Angkatan Laut.67 Sesuai dengan rencana, pada

tanggal 8 Desember 1941, secara serentak Pasukan Udara Angkatan Laut Jepang melakukan serangan terhadap Pearl Harbour dan berhasil menghancurkan pangkalan militer Amerika Serikat di Pasifik.68 Serangan militer Jepang terhadap Pasifik Pearl sehingga Harbour menandai dimulainya resmi Perang terlibat

Asia-Pasifik

secara

dalam Perang Dunia Kedua.69

Serangan

tersebut

mampu

melumpuhkan

kekuatan

militer Amerika Serikat dan Inggris di Asia Tenggara sehingga dengan leluasa pasukan Jepang dapat memasuki wilayah tersebut tanpa halangan berarti. Di bawah komando Laksamana Kondo dari Tentara Ke-14, pasukan

Jepang berhasil menghancurkan kekuatan militer Amerika Serikat di Pulau Luzon sehingga dengan mudah pasukan Jepang berhasil menguasai Filipina. Dalam waktu yang bersamaan, Tentara Ke-25 berhasil menenggelamkan kapal perang Prince of Wales dan Refulse di perairan Si-

ngapura pada tanggal 10 Desember 1941. Kekalahan Armada Laut Inggris tersebut mengakibatkan relatif mudahnya pasukan Jepang menyerang kekuasaan Inggris di Malaya. Dari kedua tempat ini, Tentara Ke-16 di bawah pimpinan Letnan Jenderal Hitoshi Imamura dan Tentara Ke-25 di bawah pimpinan Yamashita Tomoyuki mulai bergerak untuk menguasai Indonesia. Demikian juga dengan Armada

Selatan Ke-3 dari Davao Filipina mulai bergerak untuk menguasai Indonesia Timur. Untuk mempertahankan wilayah Indonesia dari serangan pasukan Jepang, tentara Sekutu membagi Indonesia menjadi tiga wilayah pertahanan. Pasukan Inggris diserahi tanggung jawab untuk mempertahankan Indonesia

bagian barat dengan konsentrasi Pulau Sumatra; pasukan Hindia Belanda bertanggung jawab atas kekuasaan Sekutu di Indonesia bagian tengah dengan konsentrasi di Laut dan Pulau Jawa; dan pasukan Amerika Serikat bertugas mengamankan Indonesia bagian timur dengan pusat pertahanannya di Pulau Bali. Meskipun demikian, blok

pertahanan yang dibuat oleh pasukan Sekutu tidak mampu menghadang kekuatan Tentara Ke-16 Angkatan Darat

Jepang. Di bawah komando Laksamana Madya Kondo Nabutake sebagai Panglima Armada Selatan, Armada Selatan Ke-3 berhasil melakukan serangan hebat ke wilayah Indonesia yang memiliki bahan pendukung perang terutama minyak. Serangan tersebut dilakukan dari bulan Januari hingga bulan Februari 1942 dan Jepang berhasil menguasai Tarakan, Balikpapan, Banjarmasin, Kendari, Ujung Pandang, serta pada akhirnya Indonesia bagian timur dapat

dikuasai sepenuhnya oleh tentara Jepang. Demikian juga halnya dengan Pulau Sumatra, dalam waktu relatif cepat dapat dikuasai oleh Tentara Ke-25 Angkatan Darat

Jepang.70 Dengan demikian, Pulau Jawa menjadi terbuka bagi serangan pasukan Jepang. Pasukan Seperti Jepang yang telah

diperlihatkan

gambar

berikut,

mengepung Indonesia.

Pulau

Jawa

dari

arah

barat

dan

timur

Gambar 1: Peta Invasi Militer Jepang ke Indonesia tahun 1942. Gambar di atas memperlihatkan kepada kita bahwa militer Jepang memasuki wilayah Indonesia dari dua pintu, yaitu Singapura dan Filipina. Selain itu, secara jelas diperlihatkan juga bahwa target utama serangan militer 71 Jepang adalah Pulau Jawa.

Untuk

mempertahankan

Pulau

Jawa

dari

gerakan

ofensif Jepang, pada tanggal 15 Januari 1942, Pasukan Sekutu membentuk komando gabungan yang disebut American, British, Dutch, and Australian Command (Abdacom) di bawah pimpinan Jenderal Sir Archibald Wavell dengan markas besarnya di Lembang. nur Jenderal Hindia Belanda Seiring dengan itu, GuberTjarda van Starkenborgh

Stachouwer mengangkat Jenderal H. Ter Poorten sebagai

Panglima Tertinggi Koninklijk Nederlandsch-Indie Leger (KNIL) atau Tentara Hindia Belanda. Selain itu, sejak akhir Februari 1942, gubernur jenderal memutuskan untuk memindahkan pusat pemerintahan Hindia Belanda dari

Batavia ke Bandung. Hal tersebut diperlihatkan dengan mengungsinya para pembesar Pemerintah Hindia Belanda dan penduduk sipil, terutama kaum perempuan dan anakanak ke Bandung sehingga Hotel Homann dan Preanger menjadi penuh didiami oleh para pejabat Hindia Belanda, baik sipil maupun militer.72 Setelah Pasukan Jepang berhasil menguasai pangkalan militer Inggris di Singapura dan Malaya serta berhasil menguasai wilayah-wilayah penghasil minyak di Kalimantan, Tentara Ke-16 di bawah komando Letjen Hitoshi Imamura mulai bergerak untuk merebut Pulau Jawa. Pada waktu itu, Letjen Hitoshi Imamura membawahkan Divisi Ke-2 di bawah komando Mayjen Maruyama Masao, Divisi Ke38 di bawah komando Mayjen Sano Tadayoshi, Divisi Ke-48 di bawah komando Mayjen Tsuchihashi Yuetsu, dan

Detasemen Sakaguchi di bawah komando Mayjen Sakaguchi Shikan.73 Untuk merebut Pulau Jawa, Letjen Hitoshi Imamura memerintahkan Mayjen Maruyama Masao, Panglima Divisi

Ke-2 dan Detasemen Shoji dari Divisi Ke-38 untuk merebut Jawa Barat. Baik Letjen Hitoshi Imamura maupun Mayjen Okazaki Seizaburo, Kepala Staf Tentara Ke-16, bersama-sama dengan Divisi Ke-2 meninggalkan Singapura

menuju Jawa Barat. Mereka dikawal oleh Angkatan Laut Jepang di bawah komando Laksamana Madya Takahashi Ibo. Di Laut Jawa, mereka dihadang oleh Angkatan Laut Hindia Belanda di bawah komando Laksamana Muda Karel

Doorman.74 Dalam pertempuran itu, dua kapal penjelajah Sekutu berhasil menenggelamkan beberapa kapal angkut Jepang, termasuk yang ditumpangi oleh Letjen Hitoshi Imamura. Laut Meskipun demikian, pada akhirnya, armada Angkatan Hindia

Jepang

berhasil

menghancurkan

Belanda sehingga pada tanggal 1 Maret 1942 sebagian Divisi Ke-2 Tentara Ke-16 Angkatan Darat Jepang berhasil mendaratkan pasukannya di Teluk Banten. Selain Divisi Ke-2, kesatuan lain yang bertugas merebut Jawa Barat adalah Detasemen Shoji dari Divisi Ke-38 di bawah komando Kolonel Tasyinari Shoji. Kesatuan ini bergerak dari Filipina setelah sebelumnya ikut serta menaklukkan beberapa daerah di Kalimantan. Secara khusus, detasemen yang berkekuatan sekitar 5.000 orang prajurit ini diberi tugas untuk merebut Kota Bandung. Pada tanggal 1

Maret Eretan

1942 dan

dini

hari, jam

mereka

berhasil

mendarat

di

beberapa

kemudian

berhasil

menguasai

Subang.75 Sementara itu, Letjen Hitoshi Imamura memerintahkan Divisi Ke-48 Tentara Ke-16 Angkatan Darat Jepang untuk merebut Jawa Tengah dan Jawa Timur. Selain itu, Detasemen Sakaguchi diperintahkan juga untuk bergabung dengan Divisi Ke-48 setelah sebelumnya berhasil merebut Tarakan, Balikpapan, dan Banjarmasin. Mereka berhasil mendarat di Kragan (Jawa Tengah) pada tanggal 5 Maret 1942. Divisi Ke-48 kemudian bergerak ke arah timur dan tanpa perlawanan berarti sejak tanggal 8 Maret 1942 mereka berhasil menguasai Surabaya. Sementara itu, Detasemen Sakaguchi bergerak ke arah selatan Jawa Tengah dan pada tanggal 7 Maret 1942 mereka sudah tiba di tepi timur Sungai Serayu garis pertahanan terakhir Pasukan Hindia Belanda. Tanpa perlawanan yang berarti, Detasemen Sakaguchi pada akhirnya berhasil menguasai Cilacap sebagai salah satu daerah penghasil minyak di Jawa Tengah bagian selatan.76 Meskipun Jawa Tengah dan Jawa Timur mulai dapat dikendalikan oleh Pasukan Jepang, namun pertempuran belum berakhir. Jawa Barat merupakan daerah penentu

pertempuran baik bagi Pasukan Jepang maupun bagi Pasukan Hindia Belanda. Untuk mempertahankan Jawa Barat, Panglima daerah Tertinggi menjadi Tentara dua Hindia Belanda membagi (1)

ini

garis

pertahanan,

yakni

daerah sebelah barat Sungai Citarum (Bogor, Batavia, dan Banten) di bawah naungan Divisi I pimpinan Mayor Jenderal Schilling dan (2) daerah sebelah timur Sungai Citarum (Priangan dan Cirebon) di bawah Divisi II

pimpinan Mayor Jenderal J. Pesman.77 Di lain pihak, baik Divisi Ke-2 maupun Detasemen Shoji mulai bergerak menuju Kota Bandung tidak lama setelah mereka mendarat di Teluk Banten dan Eretan. Untuk merebut Kota Bandung, Divisi Ke-2 Tentara Ke-16 bergerak menuju ke arah timur Jawa Barat dalam dua kolone. Satu kolone bergerak melalui rute Serang

Balaraja menuju Tangerang dan yang lain melalui rute Serang Rangkasbitung menuju Bogor. Pada tanggal 5 Maret 1942, gerak maju mereka berhasil menguasai

Leuwiliang Bogor setelah mematahkan perlawanan Pasukan Black Force dari pasukan Australia pimpinan Brigadir Jenderal Blackburn. Pada hari itu juga, Komandan Divisi I Tentara Hindia Belanda melepaskan Batavia dan

menyatakan sebagai kota terbuka, artinya Tentara Hindia

Belanda tidak akan mempertahankan Batavia dari serangan pasukan Jepang. Sejak tanggal tersebut, Letjen Hitoshi Imamura menjadikan Batavia sebagai Markas Besar Tentara Ke-16. Sementara itu, Pasukan Schilling kemudian

bergerak menuju Kota Bandung dan tiba di kota tersebut pada tanggal 6 Maret 1942.78 Dari arah utara Jawa Barat, pada tanggal 1 Maret 1942, Batalion Wakamatsu dari Detasemen Shoji telah

berhasil menguasai Lapangan Udara Kalijati yang pada waktu itu dipertahankan oleh Angkatan Udara Inggris. Selama tiga hari, yakni dari tanggal 2 hingga 4 Maret 1942, Angkatan Udara Inggris berusaha untuk merebut

kembali

pangkalan Untuk

udara dapat

tersebut, menguasai

namun

mengalami daerah

kegagalan.79 strategis militer,

sepenuhnya

tersebut, Kolonel

selain pun

menggunakan melakukan

kekuatan konsolidasi

Shoji

pasukan dengan harapan mendapatkan bantuan dari pejabat setempat. Berkaitan dengan hal tersebut, pada tanggal 3 Maret 1942, Kolonel Shoji berhasil membentuk Badan

Perantara dan Propaganda Nippon Subang yang diketuai oleh O. Sutaatmadja.80 Strategi yang dijalankan oleh Kolonel Shoji dapat dikatakan berhasil dengan baik yang terbukti sejak tanggal 4 Maret 1942, Detasemen Shoji

benar-benar dapat menguasai sepenuhnya Lapangan Terbang Kalijati. Pada tanggal 5 Maret 1942, Detasemen Shoji mulai menggempur pertahanan Hindia Belanda di Ciater dan berhasil memaksa pasukan Hindia Belanda mundur sampai ke Lembang. Dalam menghadapi ofensif pasukan Jepang, Lembang kemudian dijadikan sebagai Shoji garis mulai pertahanan bergerak

terakhir.

Ketika

Detasemen

mendekati Lembang, pada tanggal 6 Maret 1942, Jenderal Ter Poorten memerintahkan Mayjen J. Pesman untuk

menghindari pertempuran di Kota Bandung. Oleh karena itu, di Lembang ini terjadi pertempuran yang cukup

sengit antara Pasukan Jepang dan Pasukan Hindia Belanda. Namun demikian, pada tanggal 7 Maret 1942, Pasukan Hindia Belanda tidak mampu mempertahankan Lembang dan mundur ke Kota Bandung.81 Jatuhnya Lembang mengakibatkan Pasukan Jepang sudah berada di pintu gerbang Kota Bandung. Sehubungan dengan penuhnya kota ini oleh para pejabat Pemerintah Hindia Belanda dan penduduk Ter sipil, baik Tjarda van

Starkenborgh mempertahankan

maupun Kota

Poorten dari

berpandangan serangan

bahwa pasukan

Bandung

Jepang dengan kekuatan militer akan mengakibatkan ba-

nyaknya korban dari kalangan sipil, terutama dari kalangan wanita dan dengan anak-anak.82 pasukan Oleh karena itu, jalan

perundingan

Jepang

merupakan

terbaik untuk menghindari jatuhnya korban dari kalangan sipil. Jalan menuju perundingan mulai dirintis sejak tanggal 7 Maret 1942 ketika Jenderal Ter Poorten

mengutus Mayjen J. Pesman untuk menemui Kolonel Tosyinari Shoji di Lembang. Utusan tersebut membawa pesan bahwa Pemerintah Hindia Belanda bersedia melakukan

penyerahan lokal, yakni daerah yang berada di antara garis Utara Selatan melewati Purwakarta dan

Sumedang.83 Untuk sementara waktu, Kolonel Shoji menyetujui sikap Pemerintah Hindia Belanda tersebut dan memerintahkan agar pada tanggal 8 Maret 1942 pukul 08.30 wakil Pemerintah Hindia Belanda harus sudah hadir di Gedung Isola (sekarang Bumi Siliwangi Rektorat Universitas Pendidikan Indonesia Bandung) untuk melakukan perundingan. Sambil mempersiapkan perundingan mengenai

penyerahan lokal dari Pemerintah Hindia Belanda, Kolonel Shoji melaporkan tawaran perundingan dari Pemerintah Hindia Belanda tersebut kepada Letjen Hitoshi Imamura di Batavia. Pada waktu menerima laporan dari

Kolonel Shoji, Letjen Hitoshi Imamura mengirim pesan bahwa masalah kapitulasi akan ditanganinya sendiri

secara pribadi. Ia memerintahkan Kolonel Shoji untuk menuntut Belanda penyerahan atas total dari Pemerintah Letjen Hindia Hitoshi

wilayah

Indonesia.84

Imamura memutuskan bahwa penyerahan total tersebut akan dilangsungkan di Kalijati pada tanggal 8 Maret 1942 pukul 10.00. Apabila sampai dengan waktu yang telah ditentukan tersebut Pemerintah Hindia Belanda belum

datang ke Kalijati, pasukan Jepang akan membombardir Kota Bandung melalui serangan udara meskipun kota

tersebut banyak dihuni oleh penduduk sipil.85 Dengan mempertimbangkan ultimatum tersebut,

Gubernur Jenderal Tjarda van Starkenborgh Stachouwer yang didampingi oleh Jenderal Ter Poorten dan para

pembesar lainnya datang ke Kalijati memenuhi perintah Jenderal Hitoshi Imamura. Dalam perundingan tersebut, secara seluruh resmi Pemerintah Hindia Hindia Belanda Belanda kepada menyerahkan Jepang tanpa

wilayah

syarat. Keesokan harinya, melalui siaran Radio Bandung, Jenderal H. Ter Poorten mengumumkan penyerahan tersebut dan memerintahkan kepada seluruh pasukannya untuk

menghentikan perlawanan mereka kepada pasukan Jepang.86

Dengan

ditandatanganinya

perjanjian

tersebut,

maka sejak tanggal 8 Maret 1942 berakhirlah masa penjajahan Belanda sekaligus dimulainya masa penjajahan

Jepang di Indonesia. Dalam pandangan Jepang, cita-cita untuk mewujudkan Lingkungan Kemakmuran Bersama Asia

Timur Raya sebagai tahap pertama dari upaya mewujudkan lingkungan telah kemakmuran bersama dan perdamaian selanjutnya dunia yang

dapat

dirampungkan.

Langkah

diambil oleh Pemerintah Militer Jepang adalah membentuk pemerintahan militer untuk memobilisasi potensi rakyat Indonesia untuk mempercepat berakhirnya Perang Pasifik.

2.4

Struktur Pemerintahan dan Mobilisasi Rakyat

A. Struktur Pemerintahan Ketika bangsa Jepang mulai meningkatkan rencana ekspansinya ke Selatan, termasuk ke Indonesia, salah satu persiapan penting yang dilakukan oleh Pemerintah Jepang adalah merencanakan pemerintahan di seluruh wilayah Selatan yang diduduki oleh militer Jepang. Berkaitan dengan hal itu, setidak-tidaknya terdapat dua dokumen yang perlu kita ketahui untuk memahami

penyelenggaraan pemerintahan militer Jepang di Indonesia dalam kurun waktu 1942-1945.

Dokumen pertama adalah Asas-Asas Mengenai Pemerintahan di Wilayah-Wilayah Selatan yang Diduduki

(Nampo Senryochi Gyosei Jisshi Yoryo) yang disahkan dalam Konferensi Penghubung antara Markas Besar Kemaharajaan dan Kantor Kabinet pada tanggal 20 November 1941. Dokumen tersebut memuat empat daerah rencana Selatan pokok oleh

pemerintahan militer

pascapenguasaan Pertama,

Jepang.

sasaran

pemerintah

militer

adalah (a) memulihkan ketertiban umum; (b) mempercepat penguasaan sumber-sumber yang vital bagi pertahanan

nasional; dan (c) menjamin berdikari di bidang ekonomi bagi personel militer. Kedua, status terakhir wilayahwilayah yang diduduki dan pengaturannya pada masa depan akan ditentukan terpisah. militer, yang ada akan Ketiga, dalam pelaksanaan

pemerintahan pemerintahan mungkin

organisasi-organisasi dimanfaatkan struktur seoptimal organisasi

dengan

menghormati

tradisional dan kebiasaan-kebiasaan penduduk setempat. Keempat, penduduk setempat akan dibina sedemikian rupa sehingga mempunyai kepercayaan kepada pasukan-pasukan Jepang dan penggairahan secara prematur dari gerakangerakan kemerdekaan penduduk setempat harus di-

hindarkan.87

Dokumen kedua adalah Persetujuan Pokok antara Angkatan Darat dan Angkatan Laut Mengenai Pemerintahan Militer di Wilayah-Wilayah yang Diduduki (Nampo Senryochi Gyosei Jisshi ni Kansuru riku-kaigun Chuo

Kyotei). Dokumen ini disahkan dalam Konferensi Penghubung antara pada Markas tanggal Besar 26 Kemaharajaan 1941. dan Kantor

Kabinet

November

Berdasarkan

dokumen ini, Angkatan Darat dan Angkatan Laut Jepang secara bersama-sama akan menjalankan wewenang

politiknya atas wilayah Indonesia.88

Pulau Sumatra,

Jawa, dan Bali dimasukkan ke dalam wewenang Angkatan Darat, sedangkan Kalimantan, Sulawesi, Maluku, dan Papua menjadi wewenang Nusa Tenggara, Angkatan Laut.

Selain itu, dicapai pula kesepakatan bahwa pelaksanaan pemerintahan di wilayah Indonesia sepenuhnya akan

dikendalikan oleh masing-masing Markas Besar Angkatan Darat dan Markas Besar kegiatan Angkatan Laut yang di

mengkoordinasikan bawahnya.89 Dengan mengacu

komando-komando

pada

kedua

dokumen

itu,

sejak

Kapitulasi Kalijati tanggal 8 Maret 1942, berdirilah tiga pemerintahan militer Jepang di Indonesia. Pertama, Pulau Sumatra diperintah oleh Tentara Ke-25 Angkatan

Darat

Jepang

dengan

Bukittinggi

sebagai

markas

besarnya. Kedua, di Pulau Jawa-Bali lahirlah pemerintahan militer yang dijalankan oleh Tentara Ke-16 Angkatan Darat Jepang dengan Batavia (kemudian diubah namanya menjadi Jakarta) sebagai markas besarnya. Ketiga, Angkatan Laut Jepang membentuk pemerintah militer atas Pulau Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua. Pelaksana dari pemerintahan militer ini adalah Armada Ke-3 Angkatan Laut Jepang (kemudian berubah menjadi Armada Wilayah Barat Daya) dengan Makasar sebagai markas dari besarnya.90 berbagai Meskipun demikian, kalau dilihat Pe-

kebijakan

yang

dikeluarkan

oleh

merintah Jepang, kedudukan Pemerintahan Militer Tentara Ke-16 di Pulau Jawa memiliki pengaruh dominan atas hegemoni Jepang di Indonesia. Hal ini tidaklah terlalu aneh mengingat kedudukan Pulau Jawa sebagai pusat aktivitas bagi seluruh wilayah Indonesia sejak zaman Pemerintah Hindia Belanda. Mengingat tema umum dari penulisan buku ini lebih difokuskan di Pulau Jawa-Bali, maka sebelum membahas struktur pemerintahan di Pulau Jawa terlebih dahulu secara ringkas akan dilihat struktur pemerintahan Tentara Ke-25 di Sumatra dan Armada Ke-3 di Indonesia Timur.

Tentara Ke-25 Angkatan Darat Jepang di bawah pimpinan Letjen Yamashita Tomoyuki baru berhasil menguasai

Sumatra sepenuhnya pada tanggal 12 Maret 1942. Namun demikian, daerah-daerah vital di pulau ini telah

dikuasai oleh Tentara Ke-25 sejak tanggal 16 Februari 1942. Sebelum Tentara Ke-25 membentuk gunseikanbu,

Letjen Yamashita Tomoyuki membagi Pulau Sumatra menjadi 10 keresidenan (syu) gun, yang dan Timur, son. membawahkan Kesepuluh Utara, bunsyu syu itu

(subkeresidenan), adalah Aceh,

Sumatra

Sumatra

Sumatra

Barat, Bengkulu, Jambi, Palembang, Lampung, dan BangkaBiliton. Setiap syu dipimpin oleh syuchokan yang dipegang oleh orang-orang Jepang.91 Pada pertengahan tahun 1943, Panglima Tentara Ke25 berhasil membentuk militer di pusat gunseikanbu, sebagai Staf yaitu staf

pemerintahan pemerintahan

organ

pelaksana militer

Sumatra.

pemerintahan

pusat ini dipimpin oleh seorang gunseikan yang dipegang langsung oleh Panglima Tentara Ke-25. Dalam

melaksanakan sepuluh

pemerintahannya, yang

gunseikan oleh

membentuk seorang

departemen

dikepalai

direktur. Kesepuluh departemen itu adalah Departemen Dalam Negeri, Departemen Kepolisian, Departemen

Kehakiman, Departemen Departemen Pengiriman,

Departemen Pekerjaan

Industri, Umum,

Departemen

Keuangan,

Departemen

Perhubungan, dan

Penerangan, dan

Departemen

Pemindahan

Departemen

Meteorologi.

Kesepuluh

direktur ini diawasi oleh Direktur Dalam Negeri yang bertindak sebagai Wakil Gunseikan. Sementara itu,

setiap pemerintahan syu memiliki tiga buah departemen, yaitu Departemen Dalam Negeri, Departemen Kepolisian, dan Departemen Kesejahteraan Sosial.92 Seperti telah disebutkan sebelumnya, pelaksanaan pemerintahan militer untuk wilayah Indonesia Timur dilaksanakan oleh Armada Ke-3 Angkatan Laut Jepang dengan Makasar militer kemudian sebagai yang lebih pusat pemerintahannya. oleh Angkatan sebutan Pemerintahan Laut ini, yang

dijalankan dikenal buah

dengan

Minseifu

membawahkan

tiga

minseibu,

yaitu:

wilayah

Kalimantan dengan Balikpapan sebagai markas besarnya; Sulawesi dengan markas besarnya di Makasar; dan MalukuNusa Tenggara dengan markas besarnya di Ambon.

Sementara, Irian Barat (berubah nama menjadi Irian Jaya kemudian dengan Papua) Papua ditempatkan dalam satu ini pemerintahan semata-mata

Nugini.

Penggabungan

dilakukan oleh Angkatan Laut Jepang karena pertimbangan strategi mereka dalam menghadapi Perang Pasifik.93 Masing-masing bunken minseibu gun, membawahkan dan son. syu, ken, bulan

(subkabupaten),

Sebelum

Agustus 1942, beberapa orang Indonesia memegang jabatan tinggi. Akan tetapi, sejak bulan Agustus 1942 jabatan yang dipegang oleh orang-orang Indonesia hanya terbatas sampai gunco dan kenco. Dalam melaksanakan

pemerintahannya, minseifu memperlihatkan kecenderungan yang keras dibandingkan dengan dua pemerintahan rikugun di Sumatra dan Jawa. Mereka secara tegas menerapkan kebijakan bahwa penduduk setempat akan dibina

sedemikian rupa sehingga mempunyai kepercayaan kepada pasukan-pasukan Jepang dan penggairahan secara prematur dari gerakan-gerakan kemerdekaan penduduk setempat harus dihindarkan yang diatur dalam Asas-Asas Mengenai Pemerintahan di Wilayah-Wilayah Selatan yang Diduduki. Sementara itu, roda pemerintahan atas Pulau JawaBali dilaksanakan oleh Tentara Ke-16 Angkatan Darat

Jepang dengan pusat pemerintahannya di Jakarta. Sehari sebelum Kapitulasi Kalijati, tepatnya pada tanggal 7 Maret 1942, Panglima Tentara Ke-16 mengeluarkan Osamu Seirei94 Nomor 1 yang menjadi pokok dari berbagai per-

aturan tata negara pada waktu pendudukan Jepang. Undang-undang tersebut antara lain memuat hal-hal sebagai berikut. Pasal 1 : Balatentara Nippon melangsungkan pemerintahan militer sementara waktu di daerah-daerah yang ditempatinya agar mendatangkan keamanan yang sentosa dengan segera. : Pembesar balatentara Nippon memegang kekuasaan pemerintah militer yang tertinggi dan juga segala kekuasaan yang dahulu berada di tangan gubernur jenderal. : Semua badan pemerintahan, kekuasaan hukum, dan undang-undang dari pemerintahan terdahulu tetap diakui sah untuk sementara waktu asalkan tidak bertentangan dengan aturan pemerintahan militer. : Balatentara Nippon akan menghormati kedudukan dan kekuasaan pegawai-pegawai yang setia kepada Nippon95

Pasal 2

Pasal 3

Pasal 4

Ketika Panglima Tentara Ke-16 secara resmi menerima Maret kapitulasi 1942, Pemerintah Hitoshi Hindia Belanda tanggal 8

Letjen

Imamura,

selaku

Panglima

Tentara Ke-16, segera membentuk pemerintahan militer di Pulau Jawa. Pemegang kekuasaan tertinggi adalah gunshireikan s