disbudpar.jatimprov.go.iddisbudpar.jatimprov.go.id/uploads/berkas/perkembangan... · web...
TRANSCRIPT
Perkembangan Kurikulum Pendidikan Sejarah di IndonesiaPeluang Pengembangan Sejarah Lokal
Nurul Umamah1
A. Pendahuluan
Pendidikan Sejarah merupakan suatu proses internalisasi nilai-nilai,
pengetahuan, dan keterampilan kesejarahan dari serangkaian peristiwa yang
dirancang dan disusun sedemikian rupa untuk mempengaruhi dan mendukung
terjadinya proses belajar peserta didik (Kemendikbud, 2013). Hasan (2010)
mengemukakan pendidikan sejarah: (1) merupakan media pendidikan yang paling
ampuh untuk memperkenalkan kepada peserta didik tentang bangsanya di masa
lampau; (2) mampu mengembangkan potensi peserta didik untuk mengenal nilai-nilai
bangsa yang terus bertahan, berubah, dan menjadi milik bangsa pada masa kini; (3)
berfungsi memperkuat pendidikan karakter.
Secara defacto pendidikan sejarah sudah ada sejak manusia ada dan
mempunyai ingatan tentang apa yang telah terjadi (Haryono, 2012). Sejak manusia
mempunyai kesadaran akan asal-usul tentang dirinya (genealogis) dan dunianya
(kosmogoni) sejarah telah menjadi acuan dalam kehidupan sehari-hari. Pendidikan
sejarah dalam masyarakat tradisional dilakukan secara monologis melalui sosialisasi
nilai-nilai kultural, terutama aspek kosmogoni. Masyarakat menerima nilai yang
sudah ada tanpa berupaya untuk mempertanyakan dan menggugat suatu wacana yang
diwarisi dari generasi sebelumnya secara fundamental. Pendidikan sejarah bersifat
regimentatif yang berbasis magis-religius yang mengarah pada kosmosentris.
Masyarakat cenderung menganggap sejarah sudah ditentukan oleh kekuatan
supranatural di luar kuasa manusia, manusia tinggal menjalaninya. Mereka tidak
1 Dr. Nurul Umamah, M.Pd. Dosen Program Studi Pendidikan Sejarah FKIP UNEJMakalah disajikan dalam Sarasehan Sejarah Lokal Jawa Timur Tahun 2018 Dinas kebudayaan dan Pariwisata Jawa Timur
1
berani mempertanyakan asumsi maupun kisah sejarah yang dianggap sakral dan
dominan.
Kehidupan masyarakat modern menjadikan sejarah berbeda dengan masa
sebelumnya, karena menempatkan rasio sebagai referensi yang sangat signifikan.
Sejarah telah dianggap sebagai bagian dari pergulatan manusia dalam menghadapi
tantangan yang ada. Manusia memiliki otonomi diri. Kebebasan manusia memberi
ruang untuk berperan dalam menentukan proses sejarah. Sejarah tidak lagi dianggap
sebagai produk absolut kekuatan di luar diri manusia. Kenyataan tersebut membawa
konsekuensi akan peran manusia dalam proses sejarah. Posisi manusia dalam sejarah
tidak dianggap sebagai pelaku sejarah yang pasif. Manusia sebagai agen sejarah
mempunyai fungsi yang aktif dan dinamis dalam mempengaruhi dan menggerakkan
sejarah (Haryono, 2012).
Corak sejarah masyarakat Indonesia terkategori menjadi tiga (Abdulah, 2001),
yaitu: (1) sejarah yang diingat (remembered history) merupakan bagian dari warisan
bangsa yang dipelihara, namun lama kelamaan menjadi the past yang dibungkus
hasrat dan asumsi kultural. Sejarah jenis ini selalu diperingati menjadi hari-hari besar
nasional; (2) sejarah yang dibuat (invented history) yang merupakan perwujutan
hasrat politik dan kultural dalam bentuk narasi. Banyak peristiwa sejarah telah
menjadi memori yang bersifat embodied disubordinasikan oleh sejarah yang
embedded. Kedua corak ini berperan penting dalam dinamika sosial . Dalam proses
pembentukan bangsa (nation formation) tidak bisa dideskripsikan dengan baik tanpa
memperhitungkan dua corak penulisan sejarah ini; (3) sejarah yang ditemukan
kembali (recovered history) yaitu bertolak dari keinginan menemukan peristiwa masa
lalu yang hilang. Meskipun sejarawan juga perlu memahami dan mengingatkan
kelemahan nilai historis sejarah “yang diingat” dan “yang dibuat”, tugas utamanya
adalah menemukan kebenaran ilmiah. Oleh karena itu seringkali terjadi perdebatan
sejarah berkaitan dengan “ketepatan faktual” (historical truth/certainty) dan corak
subjektivitas remembered history dan invented history.
2
Urgensi sejarah dalam tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara dijelaskan
oleh negarawan dan filsuf zaman klasik, Cicero (106-43 SM), dengan menyebut
"historia magistra vitae" (sejarah adalah guru kehidupan). Sejarah dapat memberikan
kearifan bagi yang mempelajarinya, yang secara singkat dirumuskan oleh Bacon
“histories make man wise”. bahwa “all history is contemporary history”, yang
kemudian dikembangkan oleh Carr (dalam Widja, 1989) bahwa sejarah adalah
“unending dialogue between the present and the past”. Sejarah memiliki kaitan yang
sangat erat dengan pendidikan pada umumnya dan pendidikan karakter bangsa pada
khususnya (Sartono, 1994).
Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi,
dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan
kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu (UU Sisdiknas No.
20 tahun 2003, Pasal 1 butir 19). Kurikulum merupakan rekayasa pedagogis makro
yang didesain sedemikian rupa untuk memfasilitasi peserta didik agar dapat menjadi
problem solver. Di lain pihak fakta rendahnya kualitas pendidikan Indonesia
seringkali dianggap sebagai akibat kegagalan kurikulum. Presiden Jokowi dalam
beberapa acara di tahun 2018 menyampaikan (1) kondisi pendidikan di Indonesia
masih memprihatinkan; (2) sudah bertahun-tahun dunia pendidikan tidak ada inovasi
besar (Kompas, 2018). Selanjutnya Menteri Pendidikan dan Kebudayaan juga menilai
rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia. Mempertimbangkan kompleksitas
permasalahan dalam bidang pendidikan, Mendikbud mencanangkan tahun 2018
sebagai tahun dimulainya pembenahan pendidikan (Kompas, 2018). Pembenahan
pendidikan paling ideal dimulai melalui pembenahan kurikulum.
Namun demikian rekonstruksi kurikulum merupakan upaya vital yang
dilematis (Umamah, 2012). Vital karena kurikulum harus selalu diupdate untuk
menjawab tantangan jaman. Dilematis karena: (1) Secara filosofi, perubahan
kurikulum memberi peluang terjadinya perdebatan paradigma filsafat yang akan
diadaptasi dalam pengembangannya; (2) Secara epistemologi, keilmuan pendidikan di
Indonesia, sebagai penciri kurikulum, belum memiliki bangunan kokoh yang
3
bercirikan Indonesia dengan dasar filsafat pancasila; (3) Secara kelembagaan, 5
lembaga pendidikan (keluarga, sekolah, lembaga agama, pramuka dan media) sebagai
pendesain dan pelaksana kurikulum belum memiliki sinergisitas dalam mendidik
anak bangsa, bahkan keberadaan seringkali kontroversial; (4) Secara Sosio-
Antropologis, keanekaragaman suku dan budaya, masih diwarnai prasangka; (5)
Secara empiris dijumpai kesenjangan kualitas kompetensi sumber daya manusia
pelaku pendidikan.
Kurikulum harus berubah sesuai dengan tuntutan jaman. Saat ini Negara dan
Bangsa Indonesia sedang menghadapi Revolusi Industri 4.0 (RI 4.0). Realita ini bisa
menjadi peluang sekaligus ancaman. Revolusi industri 4.0 menjadikan teknologi
informasi sebagai kebutuhan paling urgen dalam kehidupan manusia. Dunia menjadi
tanpa batas (borderless), penggunaan daya komputasi dan data sangat tidak terbatas
(unlimited). Dunia berada dalam genggaman anak. Internet dan teknologi digital
menjadi penggerak dan penghubung manusia dan mesin. Era RI 4.0 secara masif juga
mendisrupsi berbagai aktivitas manusia, termasuk di dalamnya bidang ilmu
pengetahuan, teknologi dan seni (IPTEKS) serta pendidikan tinggi (Kemenristekdikti,
2018).
Di lain pihak munculnya generasi Z sebagai kelanjutan dari Gen Y (generasi
milenial) menjadi tantangan yang tidak bisa dihindari (Umamah, 2017). Generasi Z
adalah generasi masa depan, generasi yang harus dipenuhi, dioptimalkan kebutuhan
dan hasrat belajarnya. Sesuai dengan karakteristik gen Z yang spesifik, antara lain:
digital natives, screensters, gamers, Zeds, cerdas teknologi (tech-savvy), terhubung
(connected) dalam kehidupan global di planet bumi, pengubah dunia, dan “mengikuti
kata hati”(Barnes & Noble College, 2014). maka perlu dirancang kurikulum yang sesuai
dengan kebutuhan mereka.
B. Perkembangan Kurikulum Pendidikan Sejarah Pada Perguruan Tinggi
Kurikulum pendidikan sejarah pada perguruan tinggi, berkembang seiring
dengan perubahan kebijakan kurikulum pendidikan tinggi. Pada tahun 1994 melalui
4
Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor
056/U/1994, muncul kebijakan tentang Pedoman Penyusunan Kurikulum Perguruan
Tinggi dan Penilaian Hasil Belajar Mahasiswa. Isi pedoman tersebut, mengarahkan
kurikulum pada pencapaian penguasaan IPTEKS. Kurikulum perguruan tinggi tahun
1994 lazim disebut dengan Kurikulum Berbasis Isi atau Kurikulum Nasional.
Struktur kurikulumnya terdiri dari Mata Kuliah Umum (MKU). Mata Kuliah Dasar
Khusus (MKDK), Mata Kuliah Keahlian (MKK). Mata kuliah wajib sejumlah 100-
110 sks.
Gambar 1. Perubahan Konsep Kurikulum Pendidikan Tinggi (Kemendikbud, 2013)
Pada tahun 2000, diberlakukan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). KBK
terdiri atas kurikulum inti dan kurikulum institusional. Struktur kurikulumnya terdiri
atas Kompetensi Utama, Kompetensi Pendukung dan Kompetensi Lainnya.
Selanjutnya pada tahun 2002 keluar SK Mendiknas RI No. 045/U/2002 tentang
Kurikulum Inti Pendidikan Tinggi.
5
Gambar 2. Elemen Kompetensi KBK (Kemendikbud, 2013)
Kurikulum berbasis kompetensi tahun 2000 dan 2002 mengutamakan
pencapaian kompetensi, disusun guna mendekatkan pendidikan pada kebutuhan dunia
kerja dan industri. Implementasi KBK memerlukan penetapan kompetensi utama
melalui kesepakatan bersama antara kalangan perguruan tinggi (program studi
sejenis), masyarakat profesi, dan pengguna lulusan. Sedangkan kompetensi
pendukung dan kompetensi lain, ditetapkan oleh perguruan tinggi sendiri, beban SKS
minimal 144 sks.
Globalisasi membawa perubahan terhadap capaian pembelajaran. Globalisasi
menuntut pengakuan capaian pembelajaran secara internasional. Untuk
merealisasikannya dikembangkan Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI).
Milestone pengembangan KKNI sebagaimana yang tersaji dalam gambar di bawah
ini, pada prinsipnya berupaya untuk mewujudkan mutu dan jati diri bangsa
Indonesia dalam sektor sumber daya manusia yang dikaitkan dengan program
pengembangan sistem pendidikan dan pelatihan secara nasional. Setiap tingkat
kualifikasi yang dicakup dalam KKNI memiliki makna dan kesetaraan dengan
capaian pembelajaran yang dimiliki setiap insan pekerja Indonesia dalam
6
menciptakan hasil karya dan kontribusi yang bermutu di bidang pekerjaannya
masing-masing (Laman KKNI, Ristekdiki).
Gambar 3. Timeline Pengembangan KKNI (Kemendikbud, 2013)
Selanjutnya sejak tahun 2012 berlaku Kurikulum Pendidikan Tinggi (KPT).
Kurikulum ini mendasarkan pada pencapaian kemampuan yang telah disetarakan
untuk menjaga mutu lulusannya. KPT 2012 merupakan seperangkat rencana dan
pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan ajar serta cara yang digunakan sebagai
pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan Pendidikan
Tinggi (Pasal 35 UU DIKTI No.12 /2012). Dikembangkan oleh setiap Perguruan
Tinggi dengan mengacu pada Standar Nasional Pendidikan Tinggi untuk setiap
Program Studi yang mencakup pengembangan kecerdasan intelektual, akhlak mulia,
dan keterampilan. Berikut disajikan struktur kurikulum prodi berdasarkan KPT 2012
7
Gambar 4. Struktur Kurikulum Prodi Berdasarkan KPT 2012 (Kemendikbud, 2013)
Gambar 5.Tahapan Penyusunan Kurikulum (Kemendikbud, 2013)
8
Menristekdikti (2018) menjelaskan ada lima elemen penting yang harus
menjadi perhatian dan akan dilaksanakan oleh Kemenristekdikti untuk mendorong
pertumbuhan ekonomi dan daya saing bangsa di era Revolusi Industri 4.0, yaitu:
1. Persiapan sistem pembelajaran yang lebih inovatif di perguruan tinggi seperti
penyesuaian kurikulum pembelajaran, dan meningkatkan kemampuan mahasiswa
dalam hal data Information Technology (IT), Operational Technology (OT),
Internet of Things (IoT), dan Big Data Analitic, mengintegrasikan objek fisik,
digital dan manusia untuk menghasilkan lulusan perguruan tinggi yang kompetitif
dan terampil terutama dalam aspek data literacy, technological literacy and
human literacy.
2. Rekonstruksi kebijakan kelembagaan pendidikan tinggi yang adaptif dan
responsif terhadap revolusi industri 4.0 dalam mengembangkan transdisiplin ilmu
dan program studi yang dibutuhkan. Selain itu, mulai diupayakannya program
Cyber University, seperti sistem perkuliahan distance learning, sehingga
mengurangi intensitas pertemuan dosen dan mahasiswa. Cyber University ini
nantinya diharapkan menjadi solusi bagi anak bangsa di pelosok daerah untuk
menjangkau pendidikan tinggi yang berkualitas.
3. Persiapan sumber daya manusia khususnya dosen dan peneliti serta perekayasa
yang responsif, adaptif dan handal untuk menghadapi revolusi industri 4.0. Selain
itu, peremajaan sarana prasarana dan pembangunan infrastruktur pendidikan,
riset, dan inovasi juga perlu dilakukan untuk menopang kualitas pendidikan, riset,
dan inovasi.
4. Terobosan dalam riset dan pengembangan yang mendukung Revolusi Industri 4.0
dan ekosistem riset dan pengembangan untuk meningkatkan kualitas dan
kuantitas riset dan pengembangan di Perguruan Tinggi, Lembaga Litbang, LPNK,
Industri, dan Masyarakat
5. Terobosan inovasi dan perkuatan sistem inovasi untuk meningkatkan
produktivitas industri dan meningkatkan perusahaan pemula berbasis teknologi.
9
C. Kurikulum Pendidikan Sejarah di Sekolah
Kurikulum pendidikan sejarah di sekolah berkembang seiring dengan
dinamika kebijakan dan pemberlakuan kurikulum di Indonesia. Berikut disajikan
perkembangan kurikulum di Indonesia mulai tahun 1947, 1964, 1968, 1973, 1975,
1985, 1994, 1997, 2004, 2006, 2013.
10
Gambar 6. Perkembangan Kurikulum di Indonesia (Kemendikbud, 2013)
Perubahan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) 2006 ke dalam
kurikulum 2013 dilatarbelakangi oleh beberapa kelemahan yang terdapat dalam
kurikulum KTSP 2006 (Kemendikbud 2013), yakni: (1) konten kurikulum terlalu
padat; (2) Kurikulum belum berbasis kompetensi; (3) kompetensi belum
menggambarkan secara holistik domain sikap, pengetahuan dan ketramplan; (4)
belum mengakomodir kompetensi pendidikan karakter, metodologi pembelajaran
aktif, (5) balancing soft skill, hard skill dan kewirausahaan; (6) belum peka terhadap
tuntutan kebutuhan lokal, nasional dan global; (7) standar pross belum rinci, sehingga
memungkinkan multi tafsir; (8) standar penilaian belum KBK; (9) perlu dokumen
yang rinci supaya tidak multi tafsir. Selain itu juga didasari atas pemikiran perlunya
kesiapan dalam menghadapi tantangan abad ke 21, dengan penciri abad ilmu
pengetahuan, knowledge based society dan kompetensi masa depan.
Perbedaan paradigma penyusunan Kurikulum 2004, KTSP 2006 dan
Kurikulum 2013 (Kemendikbud, 2013) disajikan dalam tabel dibawah ini.
11
Tabel 1. Perubahan pola pikir pada Kurikulum 2013 (Kemendikbud, 2013)
No KBK 2004 KTSP 2006 Kurikulum 2013
1 Standar Kompetensi Lulusan diturunkan
dari Standar Isi
Standar Kompetensi Lulusan
diturunkan dari kebutuhan
2 Standar Isi dirumuskan berdasarkan
Tujuan Mata Pelajaran (Standar
Kompetensi Lulusan Mata Pelajaran) yang
dirinci menjadi Standar Kompetensi dan
Kompetensi Dasar Mata Pelajaran
Standar Isi diturunkan dari Standar
Kompetensi Lulusan melalui
Kompetensi Inti yang bebas mata
pelajaran
3 Pemisahan antara mata pelajaran
pembentuk sikap, pembentuk
keterampilan, dan pembentuk
pengetahuan
Semua mata pelajaran harus
berkontribusi terhadap pembentukan
sikap, keterampilan, dan pengetahuan,
4 Kompetensi diturunkan dari mata
pelajaran
Mata pelajaran diturunkan dari
kompetensi yang ingin dicapai
5 Mata pelajaran lepas satu dengan yang
lain, seperti sekumpulan mata pelajaran
terpisah
Semua mata pelajaran diikat oleh
kompetensi inti (tiap kelas)
12
Komponen utama kurikulum 2013 tersaji dalam gambar berikut ini:
Gambar 7. Kompetensi Utama Kurikulum 2013 (Kemendikbud, 2013)
Elemen perubahan kurikulum 2013 tersaji dalam gambar di bawah ini.
Gambar 8. Perubahan dalam Kurikulum 2012
13
D. Analisis Tujuan dan Kedudukan Mata Pelajaran Sejarah dalam Kurikulum
d.1 Analisis Rumusan Tujuan
Rumusan tujuan pendidikan sejarah dalam kurikulum 2004, 2006 dan
kurikulum 2013, mengalami perubahan dari berpikir historis, kronologis dan
memiliki pemahaman sejarah (Depdiknas, 2003), berkembang menjadi membangun
kesadaran akan pentingnya waktu dan melatih daya kritis, menumbuhkan pemahaman
sejarah serta apresiasi terhadap peninggalan sejarah serta membangun kesadaran
berbangsa (Permendiknas, 2006). Selanjutnya dalam kurikulum 2013 tujuan lebih
spesifik lagi, yakni membangun kesadaran akan pentingnya konsep waktu, tempat
dan ruang, keberlanjutan dan perubahan; mengembangkan historical thinking skill
sebagai dasar kemampuan berfikir logis, kreatif, inspiratif dan inovatif; Apresiasi dan
penghargaan terhadap peninggalan sejarah; menumbuhkan pemahaman terhadap diri
sendiri, masyarakat dan bangsa; menumbuhkan kesadaran berbangsa;
Mengembangkan perilaku berkarakter, menanamkan sikap yang berorientasi pada
masa kini dan masa depan (Kemendikbud, 2013).
Pada kurikulum 2013 kemampuan berpikir historis (historical thinking)
menjadi dasar untuk kemampuan berpikir logis, kreatif, inspiratif, dan inovatif.
Analisis peristiwa sejarah, mengaitkan antara satu peristiwa sejarah dengan peristiwa
sejarah lainnya, menganalisis untuk menentukan pokok pikiran (konsep atau teori)
(Kemendikbud, 2013).
Berpikir historis (Historical Analysis) terdapat pada tujuan pembelajaran
sejarah. Sesuai dengan Permendikbud No.64 tahun 2013 mengenai standar isi untuk
satuan pendidikan dasar dan menengah, tujuannya adalah sebagai berikut
(Kemendikbud, 2015:11):
1. Membangun peserta didik agar dapat memahami nilai-nilai yang terkandung
dalam peristiwa sejarah;
2. Menumbuhkan sikap meneladani kepemimpinan tokoh sejarah dalam kehidupan
masa kini;
3. Menumbuhkan semangat kebangsaan, persatuan dan kesatuan;
14
4. Menumbuhkan kemampuan analisis peserta didik terhadap peristiwa sejarah
berdasarkan hubungan sebab akibat;
5. Mengamalkan keteladanan dari tokoh sejarah dalam kehidupan masa kini;
6. Menunjukkan sikap peduli terhadap benda-benda peninggalan sejarah;
7. Menumbuhkembangkan kemampuan mengevaluasi oleh peserta didik terhadap
suatu peristiwa sejarah berdasarkan kesahihan sumber dan penafsiran
penulisannya;
8. Mendorong peserta didik melakukan penelitian sederhana tentang suatu peristiwa
sejarah;
9. Melatih peserta didik menulis sejarah.
Hasil revisi kurikulum 2013 tahun 2016 menyatakan tujuan pendidikan
sejarah adalah membekali peserta didik tentang keterampilan dan cara berfikir
sejarah, membentuk kesadaran menumbuh kembangkan nilai-nilai kebangsaan,
mengembangkan inspirasi, dan mengaitkan peristiwa lokal dengan peristiwa nasional
dalam satu rangkaian Sejarah Indonesia, dan mata pelajaran sejarah Indonesia adalah
kajian tentang berbagai peristiwa sejarah di Indonesia ditujukan untuk membangun
memori kolektif sebagai bangsa agar mengenal jati diri bangsanya dan
menjadikannya sebagai landasan dalam membangun kehidupan berbangsa dan
bernegara pada masa kini dan masa yang akan datang (Kemendikbud, 2016).
Sungguh tujuan yang sangat mulia, menjadi tanggung jawab pendidik sejarah untuk
mewujutkannya. Pertanyaannya sudahkan tujuan mulia tersebut terwujut? Seandainya
sudah sampai pada level berapa? Apa kendala yang dihadapi untuk mewujutkan
tujuan tersebut?
Menilik kata kerja operasional yang ada pada KD kurikulum 2013, tampak
bahwa untuk mata pelajaran sejarah sudah mengarah pada High Order Thinking Skill
(HOTS). Bila diarahkan pada pencapaian tujuan pendidikan sejarah, sudah
memfasilitasi peserta didik untuk memiliki Historical Thinking Skill.
15
Tabel 2. Kata Kerja Operasional Mata Pelajaran Sejarah dalam Kompetensi Dasar Pada Kurikulum 2013 (Permendikbud, 2016)
Kata OperasionalKurikulum 2013 Revisi 2016
Sejarah Wajib Sejarah PeminatanX XI XII X XI XII
AfektifMenghayati 2 1 1Menghargai 1Meneladani 1
Kognitif
Memahami 3Menunjukkan 1 1 2Menerapkan 1 1Mengolah 2 3Menalar 4Menganalisis 5 9 5 11 11Menyimpulkan 1Mengevaluasi 4 10
Psikomotor
Melakukan 3 1Menyajikan 5 1 1 7 9 1Menulis 2 1Membuat 1 1 2 2Mengembangkan 1Mengkonstruksi 2 7
Dari tabel 2 nampak bahwa kemampuan menganalisis untuk domain kognitif
memiliki porsi yang lebih banyak. Historical analysis merupakan salah satu elemen
yang harus selalu ada dalam keterampilan berpikir sejarah (historical thinking skill).
Historical analysis merupakan kemampuan untuk menganalisis fakta-fakta serta
menginterpretasikan peristiwa masa lampau berdasarkan berbagai bukti sejarah
(National Center of History in the School). Pendapat lain mengatakan bahwa
historical analysis ialah kemampuan untuk menyadari perbedaan antara peristiwa
sejarah berdasarkan fakta, dan mengevaluasi kontroversi pandangan para sejarawan
(Ozmen & Kizilay, 2017:135).
Dalam analisis sejarah peserta didik harus memanfaatkan keahliannya untuk
memahami peristiwa masa lampau. Karena aktivitas analisis dibangun berdasarkan
kemampuan pemahaman, hal ini mewajibkan peserta didik untuk menilai bukti,
hubungan sebab-akibat, dan tentang bagaimana perubahan yang terjadi di masyarakat
(National Center of History In the School). Menurut Mumpford (1991) bahwa dalam
16
proses pembelajaran diperlukan pendekatan yang dapat mendorong peserta didik
melakukan analisis terhadap fakta-fakta sejarah dibanding mengarahkan peserta didik
untuk mengingat dan menjelaskan fakta-fakta.
Berdasarkan pada National Center of History in School indikator Historical
analysis adalah: (1) compare and contrast differing sets of idea; (2) consider multiple
perspectives; (3) analyze cause-and-effect relationships bearing in mind multiple
causation; (4) distinguish between unsupported expressions of opinion and informed
hypotheses grounded in historical evidence.
Berikut disajikan indikator dari historical analysis, dalam bentuk tabel untuk
mempermudah pemahaman.
Tabel 3. Indikator Analisis Sejarah (Historical analysis)
No Indikator Sub Indikator
1. Membedakan dan membandingkan gagasan,
perilaku
a. mampu membandingkan
dan membedakan
gagasan pada peristiwa
sejarah
b. mampu membandingkan
dan membedakan
perilaku pada peristiwa
sejarah
2. Mempertimbangkan sudut pandang dari berbagai
bangsa di masa lalu
a. mampu
mempertimbangkan
sudut pandang dengan
menunjukkan motif
b. mampu
mempertimbangkan
sudut pandang dengan
menunjukkan keyakinan
3. Menganalisis hubungan sebab-akibat dengan
mengingat berbagai penyebabnya
a. mampu menganalisis
hubungan sebab-akibat
17
dengan mengingat
berbagai penyebab
termasuk kepentingan
manusia
b. mampu menganalisis
hubungan sebab-akibat
dengan mengingat
berbagai penyebab
termasuk pengaruh
pentingnya individu
4. Membedakan antara opini dan fakta yang didasarkan
pada bukti sejarah
a. mampu menilai
kredibilitas sumber-
sumber sejarah
b. mampu membedakan
antara fakta sejarah dan
pendapat sejarah
(Sumber: National Center of History in School)
d.2 Analisis Kedudukan Mata Pelajaran Sejarah
Kurikulum SMA 2004, memasukkan mata pelajaran sejarah ke dalam ruang
lingkup IPS Terpadu, karena sejarah tidak bisa berdiri sendiri dalam bidang satu mata
pelajaran sehingga harus tergabung dalam mata pelajaran geografi, ekonomi,
sosiologi yang akhirnya akan menjadi satu wadah yaitu IPS Terpadu.
Struktur Kurikulum 2006, posisi pelajaran sejarah pada Kelas X masuk dalam
mata pelajaran umum. Jadi semua siswa mendapat mata pelajaran sejarah tanpa
memandang jurusan yang diambil oleh siswa. Sedangkan Kelas XI dan XII masuk
dalam mata pelajaran wajib. Ini artinya mata pelajaran sejarah hanya diberikan pada
mereka (siswa) yang mengambil jurusan IPS (BSNP, 2006; Depdiknas 2006)
Kedudukan mata pelajaran sejarah SMA pada kurikulum 2013 terpisah
(separated). Dalam struktur kurikulum 2013 sejarah masuk dalam mata pelajaran
18
kelompok A atau kelompok mata pelajaran wajib yakni Sejarah Indonesia dan
kelompok mata pelajaran peminatan yakni sejarah Sejarah. Pada mata pelajaran
Sejarah Wajib setiap kelas yaitu kelas X, XI, XII mendapatkan porsi jam pelajaran
masing masing 2 jam pelajaran per minggu. Sedangkan pada sejarah peminatan untuk
kelas X mendapatkan 3 jam pelajaran perminggu dan untuk kelas XI, dan XII 4 jam
per minggu (Permendikbud, 2013; Permendikbud, 2016).
E. Peluang Pengembangan Sejarah Lokal dalam Kurikulum SMA/MA
Dasar hukum pengembangan sejarah lokal dalam kurikulum sekolah
menengah termuat dalam UU dan Peraturan Menteri. Undang-Undang Sisdiknas No.
20 Tahun 2003 menjelaskan bahwa muatan lokal adalah bahan kajian untuk
membentuk pemahaman peserta didik pada potensi daerah tempat tinggalnya.
Selanjutnya Pemendiknas No. 22 Tahun 2006 tentang standar isi 2a menyatakan
bahwa muatan lokal sebagai mata pelajaran yang wajib diberikan pada semua ruang
pendidikan (Umamah, 2016).
Pengembangan sejarah lokal dalam Kurikulum 2004 atau yang dikenal dengan
KBK (Kurikulum Berbasis Kompetensi) memiliki peluang untuk diwujutkan dalam
pembelajaran sejarah. Dalam UU No. 20 Tahun 2003 pasal 37 ayat (1) dan
penjelasannya bahwa pendidikan sejarah bagian dari ilmu pengetahuan sosial (IPS)
(Supardi, 2006). Dalam hal ini penjelasan tersebut dinyatakan bahwa bahan kajian
IPS dimaksudkan untuk ‘mengembangakan pengetahuan, pemahaman, dan
kemampuan analisis peserta didik pada kondisi sosial masyarakat’ (Supardi, 2006;
Hasan, 2007). Posisi materi sejarah lokal pada kurikulum ini menempatkan sejarah
lokal tidak lagi sebagai sumber semata tetapi juga menjadi objek studi sejarah peserta
didik (Supardi, 2006).
KBK mengutamakan pendekatan pembelajaran yang bersifat kontekstual
(alamiah), berangkat, berfokus, dan bermuara pada hakekat peserta didik untuk
mengembangkan kompetensi. KBK memberikan kesempatan kepada daerah dan
sekolah untuk mengembangkan kurikulum pendidikan. Hal ini berbeda dengan
19
beberapa kurikulum sebelumnya yang bersifat sentralistis. Kesempatan ini bisa
digunakan untuk mengembangkan realitas lokal yang lebih menyentuh anak didik
yang erat berkaitan dengan mata pelajaran yang dipelajari (Supardi, 2006).
Pengajaran atau pengintegrasian sejarah lokal dapat dilakukan melalui
beberapa cara: (a) pertama, penyisipan pada beberapa topik sejarah nasional yang
memiliki korelasi dengan peristiwa lokal; (b) melalui studi khusus terhadap
perpustakaan, museum, maupun berbagai peninggalan sejarah; (c) melalui team
teaching guru IPS bisa melakukan kolaborasi untuk membahas masalah lokal secara
interdisplin. Konsep pengajaran sejarah lokal melalui KBK dapat dilakukan melalui
studi di luar kelas (out class history teaching) (Supardi, 2006).
Peluang pengembangan sejarah lokal dalam Kurikulum 2006 atau yang
dikenal dengan KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) diwujutkan dengan
memberikan kebebasan pada sekolah untuk menentukan kurikulumnya yang
termasuk didalamnya muatan lokal (Umamah, 2016). PP No. 19 Tahun 2005
memberi wewenang pengembangan kurikulum. Dalam hal ini dikemukakan secara
tegas bahwa melestarikan dan mengembangkan kebudayaan daerah merupakan ruang
lingkup muatan lokal (Umamah, 2016). Menurut PP No. 19 Tahun 2005 pasal 7 ayat
(3), (4), (5), dan (6) dan penjelasannya pendidikan Sejarah adalah termasuk kelompok
mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi (Sardijiyo, 2006; Wijayanti 2017).
Lingkup isi atau jenis muatan lokal dapat berupa: bahasa daerah, bahasa inggris,
kesenian daerah, keterampilan dan kerajinan daerah, adat istiadat, dan pengetahuan
berbagai ciri khas lingkungan di sekitar, serta hal-hal yang dianggap perlu oleh
daerah yang bersangkutan (Sardijiyo, 2006).
Integrasi sejarah lokal dalam Kurikulum 2013 berdasarkan Peraturan
Pemerintahan Nomer 32 Tahun 2013 pasal 77N tentang Perubahan Atas Peraturan
Pemerintah No 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan yang
menyebutkan, bahwa: (1) muatan lokal untuk setiap satuan pendidikan berisi muatan
dan proses pembelajaran potensi dan keunikan lokal; (2) muatan dikembangkan dan
dilaksanakan pada tiap satuan pendidikan (Umamah, 2016; Wijayanti 2017). Termuat
20
juga dalam Permendikbud 81A Lampiran II tentang Pedoman Muatan Lokal yang
menjelaskan bahwa salah satu ruang lingkup muatan lokal adalah melestarikan dan
mengembangkan kebudayaan daerah. Posisi muatan lokal juga tercantum dalam
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI No. 79 Tahun 2014 tentang
Muatan Lokal Kurikulum 2013 yang memiliki tujuan membekali peserta didik
dengan sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang diperlukan untuk: (1) mengenal
dan mencintai lingkungan alam, sosial, budaya, dan spiritual di daerahnya; (2)
melestarikan dan mengembangkan keunggulan serta kearifan daerah yang berguna
bagi diri dan lingkungannya dalam rangka menunjang pembangunan nasional (Widja
dalam Umamah, 2016).
Pengembangan materi sejarah lokal dalam Kurikulum 2013 dapat diwujutkan
dalam pengintegrasian pada mata pelajaran Sejarah. Pengintegrasian dapat dilakukan
dengan jalan (1) merencanakan rencana pembelajaran dengan baik, dengan
memperhatikan sumber belajar sejarah, memilih pendekatan, metode, media dan
evaluasi yang memiliki kesesuaian dengan karakteristik pembelajaran sejarah lokal
yang akan dipelajari; (2) pendidik harus mampu mengidentifikasi materi sejarah lokal
yang memiliki kaitan dengan sejarah nasional (Umamah, 2016).
Selain itu integrasi sejarah lokal dengan pembelajaran sejarah juga dapat
dilakukan dengan cara: (1) guru mengambil contoh dari kejadian lokal untuk
memberikan ilustrasi yang lebih hidup dan menarik dari uraian sejarah nasional dan
sejarah dunia yang diajarkan; (2) bentuk pengintegrasian sejarah lokal dengan cara
penjelajahan lingkungan; dan (3) bentuk pengintegrasian sejarah lokal dengan studi
kasus yang mendalam mengenai berbagai aspek kesejarahan lingkungan peserta didik
(Widja dalam Umamah, 2016).
Hasil penelitian Umamah (2016) tentang Integrasi Sejarah Lokal dalam
Kurikulum Sejarah SMA Peluang dan Kendala, Studi Kasus Pengembangan
Kurikulum SMA di Kabupaten Jember dapat disimpulkan bahwa pembelajaran
sejarah lokal memiliki 100% peluang untuk diintegrasikan dalam kurikulum
(pembelajaran sejarah). Namun terdapat beberapa kendala yang menghambat
21
pelaksanaannya, yaitu (1) terdapat kesenjangan antara kebutuhan masyarakat dengan
tujuan pendidikan (16.7%). Kesulitan terkait dengan penyusunan kurikulum (23.3%),
teutama terkait dengan penyusunan desain instruksional di kelas, ketersediaan bahan
ajar, kesiapan dan prakarsa belajar peserta didik. Pendidik kurang memahami
karakteristik materi sejarah lokal (26.7%). Pendidik kurang memahami metodologi
penelitian sejarah, terutama terkait dengan penggalian data-data oral history (33.0%).
Berikut disajikan peluang pengembangan sejarah lokal KD Sejarah, dalam bentuk
tabel.
Tabel 3. Peluang pengembangan sejarah lokal pada KD Sejarah SMA/MA
Peluang
Pengembangan
Sejarah Lokal
Kurikulum 2013 Revisi 2016
Wajib Peminatan
X XI XII X XI XII
3 2 1 2 2 -
Dari tabel di atas dapat dijelaskan bahwa peluang pengembangan sejarah lokal
dalam kurikulum sangat besar. Berikut dijelaskan hasil telaah KD tentang peluang
pengembangan sejarah lokal dalam kurikulum baik dari mata pelajaran sejarah wajib
dan sejarah peminatan. Berikut disajikan bunyi KD yang berpeluang untuk
pengembangan sejarah lokal sebagai bahan diskusi.
1. Peluang Pengembangan Sejarah Lokal dalam Kurikulum Mata Pelajaran
Sejarah Wajib
Pengembangan materi sejarah lokal dalam mata pelajaran sejarah wajib
SMA/MA memiliki peluang yang sangat besar pada kelas X, XI, dan XII. Tabel di
atas menunjukkan bahwa peluang pengembangan sejarah lokal sebagai berikut: (a)
kelas X memiliki 3 Kompetensi Dasar yang berpeluang untuk pengembangan materi
sejarah lokal; (b) kelas XI memiliki 2 Kompetensi Dasar yang berpeluang untuk
22
pengembangan materi sejarah lokal; dan (c) kelas XII memiliki 2 Kompetensi Dasar
yang berpeluang untuk pengembangan materi sejarah lokal.
a) Kelas X SMA/MA mata pelajaran Sejarah Wajib
Mata pelajaran Sejarah Wajib SMA/MA kelas X terdiri dari 8 Kompetensi
Dasar, sedangkan yang berpeluang untuk pengembangan materi sejarah lokal terdapat
pada 3 Kompetensi Dasar. Kompetensi Dasar yang berpeluang sebagai
pengembangan materi sejarah lokal sebagai berikut:
3.4 Memahami hasil-hasil dan nilai-nilai budaya masyarakat pra-aksara
Indonesia dan pengaruhnya dalam kehidupan lingkungan terdekat;
3.6 Menganalisis perkembangan kehidupan masyarakat, pemerintahan, dan
budaya pada masa kerajaan-kerajaan Hindhu dan Budha di Indonesia
serta menunjukkan contoh bukti-bukti yang masih berlaku pada
kehidupan masyarakat Indonesia masa kini;
3.8 Menganalisis perkembangan kehidupan masyarakat, pemerintahan, dan
budaya pada masa kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia serta
menunjukkan contoh bukti-bukti yang masih berlaku pada kehidupan
masyarakat Indonesia masa kini.
b) Kelas XI SMA/MA mata pelajaran Sejarah Wajib
Mata pelajaran Sejarah Wajib SMA/MA kelas XI terdiri dari 10 Kompetensi
Dasar, sedangkan yang berpeluang untuk pengembangan materi sejarah lokal terdapat
pada 2 Kompetensi Dasar. Kompetensi Dasar yang berpeluang sebagai
pengembangan materi sejarah lokal sebagai berikut:
3.3 Menganalisis dampak politik,, budaya, sosial, ekonomi, dan pendidikan
pada masa penjajahan bangsa Eropa (Portugis, Spanyol, Belanda,
Inggris) dalam kehidupan bangsa Indonesia masa kini;
3.8 Menganalisis peristiwa pembentukan pemerintahan pertama Republik
Indonesia pada awal kemerdekaan dan maknanya bagi kehidupan
kebangsaan Indonesia masa kini.
23
c) Kelas XII SMA/MA mata pelajaran Sejarah Wajib
Mata pelajaran Sejarah Wajib SMA/MA kelas XII terdiri dari 9 Kompetensi
Dasar, sedangkan yang berpeluang untuk pengembangan materi sejarah lokal terdapat
pada 2 Kompetensi Dasar. Kompetensi Dasar yang berpeluang sebagai
pengembangan materi sejarah lokal sebagai berikut:
3.1 Menganalisis upaya bangsa Indonesia dalam menghadapi ancaman
disintegrasi bangsa antara lain PKI Madiun 1948, DI/TII, APRA, Andi
Aziz, RMS, PRRI, Permesta, G-30-S/PKI;
3.2 Mengevaluasi peran dan nilai-nilai perjuangan tokoh nasional dan
daerah dalam mempertahankan keutuhan negara dan bangsa Indonesia
pada masa 1945-1965.
2. Peluang Pengembangan Sejarah Lokal dalam Kurikulum Mata Pelajaran
Sejarah Peminatan
Pengembangan materi sejarah lokal dalam mata pelajaran sejarah peminatan
SMA/MA memiliki peluang yang sangat besar dari kelas X dan XI, namun pada kelas
XII tidak terdapat kompetensi dasar yang berpeluang sebagai pengembangan materi
sejarah lokal. Tabel di atas menunjukkan bahwa peluang pengembangan sejarah lokal
sebagai berikut: (a) kelas X memiliki 2 Kompetensi Dasar yang berpeluang untuk
pengembangan materi sejarah lokal; (b) kelas XI memiliki 2 Kompetensi Dasar yang
berpeluang untuk pengembangan materi sejarah lokal; dan (c) kelas XII tidak terdapat
Kompetensi Dasar yang berpeluang sebagai pengembangan materi sejarah lokal.
Penjabaran tabel di atas sebagai berikut:
a) Kelas X SMA/MA mata pelajaran Sejarah Peminatan
Mata pelajaran Sejarah Peminatan SMA/MA kelas X terdiri dari 11
Kompetensi Dasar, sedangkan yang berpeluang untuk pengembangan materi sejarah
24
lokal terdapat pada 2 Kompetensi Dasar. Kompetensi Dasar yang berpeluang sebagai
pengembangan materi sejarah lokal sebagai berikut:
3.3 Menganalisis keterkaitan peristiwa sejarah tentang manusia di masa lalu
untuk kehidupan masa kini;
3.10 Menganalisis kehidupan awal manusia Indonesia dalam aspek
kepercayaan, sosial, budaya, ekonomi, dan teknologi serta pengaruhnya
dalam kehidupan masa kini.
b) Kelas XI SMA/MA mata pelajaran Sejarah Peminatan
Mata pelajaran Sejarah Peminatan SMA/MA kelas XI terdiri dari 12
Kompetensi Dasar, sedangkan yang berpeluang untuk pengembangan materi sejarah
lokal terdapat pada 2 Kompetensi Dasar. Kompetensi Dasar yang berpeluang sebagai
pengembangan materi sejarah lokal sebagai berikut:
3.1 Menganalisis kerajaan-kerajaan maritim Indonesia pada masa Hindhu-
Budha dalam sistem pemerintahan, sosial, ekonomi, dan kebudayaan
serta pengaruhnya dalam kehidupan masyarakat Indonesia pada masa
kini;
3.2 Menganalisis kerajaan-kerajaan maritim Indonesia pada masa Islam
dalam sistem pemerintahan, sosial, ekonomi, dan kebudayaan serta
pengaruhnya dalam kehidupan masyarakat Indonesia pada masa kini.
c) Kelas XII SMA/MA mata pelajaran Sejarah Peminatan
Mata pelajaran Sejarah Peminatan SMA/MA kelas XII terdiri dari 6
Kompetensi Dasar, namun tidak terdapat Kompetensi Dasar yang berpeluang untuk
pengembangan materi sejarah lokal dikarenakan pada kelas XII ini Kompetensi Dasar
lebih mengarah pada sejarah dunia atau hubungan internasional dan organisasi-
organisasi dunia.
F. Penutup
Kurikulum 2013 adalah kurikulum paling ideal bagi pendidikan sejarah. Dasar
filosofis pengembangan kurikulum 2013 sangat sesuai dengan tujuan mata pelajaran
25
sejarah. Di samping itu rasional pemberlakuan kurikulum 2013 juga senada dengan
kegelisahan para pelaku dan pemerhati sejarah, yang merasakan semakin menipisnya
nilai-nilai karakter, berkurangnya nasionalisme dan patriotisme warga bangsa
Indonesia. Kebijakan umum pendidikan dan kebudayaan tahun 2013 juga
menempatkan revolusi karakter bangsa sebagai salah satu nawacita yang tertuang
dalam RPJMN 2015-2019. Mata pelajaran sejarah mendapatkan porsi jam yang
sangat ideal. Secara langsung maupun tidak langsung, dengan dicanangkannya
pendidikan karakter berbasis kelas, menjadi daya dukung guna pencapaian salah satu
tujuan pendidikan sejarah. Kurikulum telah diberlakukan dalam kurun 5 tahun.
Revisi berkali-kali guna memperbaiki, melengkapi kekurangan dan menyempurnakan
implementasi, telah dilakukan. Pertanyaannya, sudahkah pendidik sejarah
memanfaatkan peluang tersebut dengan baik? Mari kita melakukan self assessment,
apakah kita sebagai pendidik sejarah sudah melakukan upaya maksimal untuk
mencapai tujuan sejarah?. Perjuangan belum selesai, masih banyak hal yang bisa kita
lakukan guna mencapai cita-cita besar para pahlawan pendahulu kita. Semoga Allah
SWT. senantiasa melindungi para pendidik sejarah dan bangsa Indonesia. Aamiin…
Rujukan:
Abdullah, T. 2001. Nasionalisme & Sejarah. Bandung: Satya Historika.
BSNP. 2006. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar SMA/MA. Jakarta: Badan StandarNasional Pendidikan.
Barnes &Noble College. 2015. Getting to Know Gen Z. Exploring Middle and Schoolers’ Expectations for Higher Education. https://next.bncollege.com/wp-content/uploads/.../Gen-Z-Research-Report-Final.pdf
Depdiknas. 2003. Standar Kompetensi Mata Pelajaran Sejarah Sekolah Menengah Atas dan Madrasah Aliyah. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
Depdiknas. 2006. Model Mata Pelajaran Muatan Lokal SD/MI/SDLB/SMP/MTS/-SMA/SMALB/SMK. Jakarta: Depdiknas.
26
Hariyono. 2012. Pendidikan Sejarah dan Karakter Bangsa.
Hasan H. S. 2007. Kurikulum Pendidikan Sejarah Berbasis Kompetensi. Seminar Pendidikan Sejarah di Jurusan Sejarah UNNES.
Hasan, H. (2010). Pendidikan Sejarah: Kemana dan Bagaimana?. Disajikan pada seminar Asosiasi Guru Sejarah Indonesia (AGSI), Jakarta, 6 Maret 2010
Menristekdikti (2018) https://www.ristekdikti.go.id/pengembangan-iptek-dan pendidikan-tinggi-di-era-revolusi-industri-4-0 2/#AWDcVe62e6B4GLJW.99 diakses 20 Agustus 2018
Kemendikbud. 2013. Kurikulum 2013 SMA/SMK/MA/MAK Mata Pelajaran Sejarah Indonesia. Jakarta: Kemendikbud.
Kemendikbud. 2013. Materi Pelatihan Guru Implementasi Kurikulum 2013. Jakarta: Badan Pengembangan Sumber Daya Manusis Pendidikan dan Kebudayaan dan Penjaminan Mutu Pendidikan
Kemendikbud. 2013. Kerangka Dasar dan Kurikulum 2013. Jakarta: Kemendikbud
Kemendikbud, 2013. Kurikulum 2013 SMA/SMK/MA/MAK Mata Pelajaran Sejarah Indonesia. Jakarta: Kemendikbud.
Kemendikbud. 2015. Materi Pelatihan Guru Implementasi Kurikulum 2013 Tahun 2015 Mata Pelajaran Sejarah SMA/SMK. Jakarta: Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pendidikan dan Kebudayaan dan Penjaminan Mutu Pendidikan.
Kemendikbud. 2016. Silabus Mata Pelajaran Sekolah Menengah Atas/ Sekolah Menengah Kejuruan/ Madrasah Aliyah/ Madrasah Aliyah Kejuruan (SMA/SMK/MA/MAK) Mata Pelajaran Sejarah Indonesia. Jakarta: Kemendikbud.
Kemenristekdikti. 2018. https://ristekdikti.go.id/
Laman KKNI, Ristekdikti. Tanpa Tahun. Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia. http://kkni-kemenristekdikti.org/paradigma diakses pada 20 Agustus 2018
Nadlir, M. 2018. Komnas HAM Catat 4 Kondisi Darurat Indonesia. https://nasional.kompas.com/read/2018/05/02/12581141/komnas-ham-catat-4-kondisi-darurat-pendidikan-indonesia diakses 20 Agustus 2018
27
National Center for History in the School. 1996. Historical Analysis and interpretation. Retrieved from http://www.nchs.ucla.edu/history-standards/historical-thingkingstandards/3-historical-analysis-and-interpretation.
Ozmen dan Kizilay. 2017. A Study on the Historical analysis Skills of Social Studies and Classroom Teachers. Turkey: Universitepark Bulten, 6(1), 133-148.
UU Nomor 12 Tahun 2012 Tentang Pendidikan Tinggi Pasal 25
Permendikbud. 2013. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor. 69 Tahun 2013 Tentang Kerangka Dasar dan Sruktur Kurikulum Sekolah Menengah Atas/Madrsah Aliyah. Jakarta: Kementeriaan Pendidikan dan Kebudayaan.
Pemendikbud No. 65 Tahun 2013 tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah.
Permendikud. 2016. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor. 21 Tahun 2016 Tentang Standar Isi dan Pendidikan Dasar. Jakarta: Kementeriaan Pendidikan dan Kebudayaan.
Permendikbud No. 81A Lampiran II tentang Pedoman Pengembangan Muatan Lokal.
Permendiknas No. 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi.
Peraturan Pemerintahan RI No. 32 Tahun 2013 tentang Standar Nasional Pendidikan.
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI No. 79 Tahun 2014
Undang-Undang Sisdiknas No. 20 Tahun 2003
Umamah, N. 2012. "Rekonstruksi Kurikulum Upaya Vital yang Dilematis" dalam Prosiding Seminar Nasional Rekonstruksi Kurikulum Berbasis Karakter Dalam menyongsong Pemberlakuan Kurikulum 2013. Program Studi Pendidikan Sejarah Universitas Jember, 42-54
Umamah, N. 2016. Integrasi Sejarah Lokal dalam Kurikulum Sejarah SMA Peluang dan Kendala (Studi Kasus Pengembangan Kurikulum SMA di Kabupaten Jember). Prosiding Seminar Sejarah Lokal: Menggali Nilai-Nilai Kearifan Lokal Dalam Keberagaman Kehidupan Berbangsa dan Bernegara. Program Studi Ilmu Sejarah Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya: Universitas Indonesia
28
Sardijiyo. 2006. Tinjauan Perkembangan Kurikulum IPS SD. Pendidikan IPS SD PDGK4 106/Modul 1.
Sartono Kartodirdjo, 1994. Kebudayaan Pembangunan dalam Perspektif Sejarah. Yogyakarta:Gadjah Mada University Press.
Supardi. 2006. Pendidikan Sejarah Lokal Dalam Konteks Multikulturalisme. Cakrawala Pendidikan. Februari 2006. Th XXV. No. 1
Widja, I Gde. 1989. Dasar-dasar Pengembangan Strategi Serta Metode Pengajaran Sejarah. Jakarta: Depdikbud Dirjen Dikti Proyek Pengembangan LPTK.
Wijayanti, Y. 2017. “Peranan Penting Sejarah Lokal dalam Kurikulum di Sekolah Menengah Atas”. Jurnal Artefak: History and Education. Vol. 4. No.1. Hal: 56.
29