kangmartho.files.wordpress.com · web viewsemua dewan guru beserta murid-murid mengikuti upacara...
TRANSCRIPT
1001 Hari Puasa
1. Cerita Pengorbanan Dari Bu Mutini
Hari itu matahari muncul di ufuk timur, semua penduduk pesisir menyambut riang
gembira. Seiring di mulainya aktivitas hidup. Tampak dari kejauhan seorang anak yang bernama
Amal. Pakaian seragamnya lusuh dengan tas di punggung berjalan menuju sekolah. Sebelum
berangkat sekolah ia bersalaman dengan Ibunya. Kemudian sang ibu mengantarkan dan
memandangi anak semata wayangnya yang bergegas berangkat ke sekolah.
Seperti biasa, setiap hari Senin SD
Pesanggrahan mengadakan upacara bendera .
Semua dewan guru beserta murid-murid
mengikuti upacara dengan hikmat, meskipun
dengan sarana yang sangat terbatas. Tampak
petugas upacara dengan suara lantang
melaksanakan tugasnya sambil bersautan
bersama dengan deburan suara ombak.
Beberapa saat kemudian, bel sekolah berbunyi pertanda masuk kelas. Semua murid
masuk kelas dan pelajaran PKN segera dimulai. Bu Mutini masuk kelas dan mengucapkan
salam,” Selamat pagi, anak-anak.” Sebelum memulai pelajaran bu Mutini mengajak murid-
Cerita fiksi Workshop Batu 1
murid menyanyikan sebuah lagu. Lagu ini sangat dikenal oleh anak-anak sebagai ungkapan
rasa terima kasih anak kepada orang tua. Syairnya sebagai berikut:
‘’wiwit aku isi bayi
Wong tuwo sing ngopeni
Nganti tumeka saiki
Aku ra bakal lali
Budhal sekolah disangoni
Sandang pangan wes mesti
Mula aku wajib ngerti
Mbangun turut ngajeni
Bu Mutini berkata “ Anak-anak, dari lagu di atas, dapat disimpulkan bahwa sebagai anak
harus berbakti kepada orang tua.” Mereka telah merawat dengan penuh kasih sayang dari
kecil hingga dewasa. Ibu tanpa kenal lelah, selalu berkorban untuk kebahagiaan anaknya.
Seperti kata pepatah kasih ibu sepanjang jalan, kasih anak sepanjang galah yang artinya kasih
sayang ibu kepada anak tidak terbatas sedangkan kasih anak terbatas.
Bu Mutini pun menceritakan sebuah kisah tentang seorang anak yang berusaha untuk
selalu menyenangkan orang tuanya sebagai upaya untuk membalas budi. Amal mendengarkan
cerita gurunya dengan seksama. Dia teringat ibunya yang telah bekerja keras untuk memenuhi
semua kebutuhan mereka selama ini semenjak ditinggal ayahnya. Terbersit dalam pikiran Amal
Cerita fiksi Workshop Batu 2
untuk memberikan sesuatu kepada ibunya sebagai ungkapan rasa sayang. Dia tahu ibunya
mempunyai sebuah keinginan yang sampai saat ini belum tercapai.
2. Penderitaan Seorang Ibu
Semenjak Amal ditinggal mati bapaknya ketika melaut, kini dia hidup berdua
dengan ibunya. Ibu Amal sudah mulai lanjut usia. Ia harus memikul tanggung jawab
sebagai kepala rumah tangga. Di antarnya memenuhi kebutuhan hidup dan membiayai
sekolah Amal.
Tiap hari dia bekerja, apapun dia lakukan asalkan halal. Kadang dia menjadi
buruh membantu nelayan yang pulang dari melaut, membantu menjemur ikan atau
mencuci di rumah tetangga. Beban hidup yang ditanggung semakin berat karena Amal
sudah mulai besar. Penghasilannya tidak tentu. Setiap harinya kadang dapat kadang
tidak. Pekerjaan itu terlalu berat bagi seorang ibu yang sudah mulai lanjut usia. Namun
tak ada keluh kesah dia menjalaninya dengan sabar dan tabah.
Cerita fiksi Workshop Batu 3
Sebagai seorang anak, hati Amal
terenyuh melihat penderitaan ibunya.
Setiap hari dia mengerjakan pekerjaan
rumah memasak, mencuci,
membersihkan rumah dan masih harus
cari nafkah untuk mereka dan biaya
sekolahnya. Ibunya tak pernah
memikirkan dirinya sendiri, tubuhnya
yang mulai rapuh sering sakit-sakitan
tetapi dia tetap bekerja.
Baju yang dipakai sudah kusam dan banyak tambalannya. Dikala dia mendapat
rezeki dia tidak ingin beli baju baru tapi untuk memenuhi kebutuhan hidup dan biaya
sekolah Amal, itu sudah sangat membuatnya bahagia. Betapa hati Amal menjerit dia
memohon kapada Allah “Ya Allah berilah kesempatan kepadaku untuk
membahagiakan ibu.”
Hari demi hari dilalui dengan sabar dan tabah serta ketekunan untuk bisa hidup
dan mengantarkan Amal menjadi orang berpendidikan, berguna bagi orang tua dan
bangsanya. Seorang perempuan yang tegar dan mempunyai semangat yang tinggi,
membuat Amal menjadi anak yang baik, tegar dan pekerja keras. Amal tak mau
membiarkan ibunya bekerja sendiri dia selalu membantu ibunya di rumah dan ikut
bekerja ketika dia tidak sekolah.
Cerita fiksi Workshop Batu 4
Di kala ibunya mendapat rezeki Amal kadang diberi uang jajan tetapi Amal tak
pernah menggunakan untuk jajan, karena dia tidak tega melihat kerja ibunya. Pernah
suatu hari turun hujan yang sangat deras disertai petir. Amal tidak menemukan ibunya
di rumah. Amal mencari ibunya ke pantai ternyata di sana ibunya sedang mengangkut
ikan dari laut, Amal menangis memanggil ibunya. Ibunya berkata, “Pulang, Nak! Nanti
kamu sakit”. Dia tidak memikirkan dirinya yang basah kuyup dan kedinginan. Di hatinya
hanya ada aku harus pulang dengan membawa uang. Dia tidak mau anaknya juga ikut
menderita.
Perjuangan seorang ibu yang ingin bertahan hidup dan mengantarkan anaknya
menjadi orang sukses dengan mempertaruhkan jiwa dan raganya. Entah kapan
perjalanan hidup yang sulit ini akan dia jalani, harapannya ada pada Amal puteranya.
Tulangnya yang mulai rapuh terus dia bawa untuk berjuang memenuhi kebutuhan
keluarga.
Amal bangga punya ibu yang begitu tangguh dan pekerja keras. Tak ada keluh
kesah yang dia ucapkan menghadapi cobaan hidupnya. Dia selalu tersenyum meskipun
pulang tanpa uang. Jika dia pulang tanpa uang, dia akan bilang, ”Nak, hari ini ibu belum
mendapat rezeki, mungkin besok Allah memberi”. Tidak ada kata putus asa baginya,
dia selalu berusaha bekerja untuk mendapatkan rezeki.
3. Ide Menabung
Keberadaan Amal setiap hari pergi dan pulang sekolah berjalan kaki. Ketika
melewati tempat kerja ibunya, pandangan Amal tertuju kepada ibunya yang sedang
bekerja menjemur ikan di pantai. Sambil berjalan ia terus memikirkan ibunya yang
Cerita fiksi Workshop Batu 5
bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dan kebutuhan sekolahnya. Ia
merasa kasihan terhadap ibunya yang tidak seperti ibu-ibu yang lain yang bisa
berpakaian bagus dan memiliki perhiasan yang cantik. Ibunya hanya bekerja, dan
bekerja tanpa memikirkan dirinya sendiri.
Sakit hati Amal ketika melihat ibunya yang bekerja keras, timbullah keinginan
Amal untuk menyenangkan ibunya. Ia terus berpikir keras untuk menemukan cara yang
tepat untuk menyenangkan ibunya tersebut. Pada hal tidak setiap hari ia mendapat
uang saku dari ibunya.
Tiba-tiba dari belakang ada yang menepuk punggungnya. Terkejutlah Amal
sambil menoleh. Senyuman manis tampak di bibir teman setianya. “Terkejut, ya?” sapa
Adil dengan lembut. “O, kamu ini bikin aku kaget saja!” “Apa yang sedang kamu
pikirkan Mal ?” Adil melanjutkan.” Tidak, tidak berpikir kok,” elak Amal.
Akhirnya Amal melanjutkan perjalanan ke sekolah dengan bersepeda bersama
Adil. Dalam perjalanan mereka berbincang-bincang tentang beberapa hal. Salah satu di
antaranya tentang keinginannya untuk menyenangkan hati ibunya agar bisa seperti ibu-
ibu yang lain.
Adil siap membantu dengan tulus. Ia menawarkan agar Amal mau bekerja di
tempat penjemuran ikan milik ayahnya seusai sekolah. Mendengar tawaran Adil, Amal
tersenyum bahagia, karena ada secercah harapan untuk membantu ibunya.
Sepulang sekolah mereka bersama-sama menemui ayah Adil di tempat
penjemuran ikan untuk menyampaikan maksud Adil untuk membantu Amal. Ayah Adil
manggut-manggut menyetujui niat baik anaknya dan mengijinkan Amal untuk bisa
Cerita fiksi Workshop Batu 6
bekerja mulai besok. Amal mempunyai gambaran untuk bisa menabung. Lega hatinya
karena teman setianya bersedia membantu dengan tulus, Amal pun menyampaikan
ucapan terima kasih kepada ayah Adil.
Menjelang tidur, Amal terus berpikir bagaimana cara menyenangkan ibunya
setelah ia bekerja nanti. Ada beberapa gambaran cara menyisihkan uang, di antaranya
upah kerja diambil setiap hari atau seminggu sekali. “Kalau aku ambil seminggu sekali
uang bisa terkumpul banyak, tetapi aku tidak punya uang saku. Kalau aku ambil setiap
hari, kapan aku bisa mengumpulkan uang ?” gumam Amal. Setelah lelah berpikir belum
mendapat pilihan yang tepat akhirnya Amal pun tertidur.
Tengah malam Amal terbangun. Ia teringat dengan permasalahan yang
dipikirkan sebelum tidur dan belum menemukan penyelesaiannya. Akhirnya ingat
nasihat gurunya untuk melaksanakan shalat tahajud agar mendapatkan petunjuk dari
Tuhan Yang Mahakuasa dalam menentukan pilihan yang tepat. Ia pun bergegas untuk
mengambil air wudlu dan melaksanakan shalat tahajut.
Di penghujung rangkaian doanya Amal mendapatkan petunjuk untuk memilih
mengambil upah kerjanya seminggu sekali, agar impiannya untuk menyenangkan
ibunya bisa terwujud.
Amal berusaha keras agar bisa menyisihkan uangnya Rp.10.000,- per minggu,
dengan harapan setelah lulus dari kelas VI nanti bisa mewujudkan keinginannya untuk
menyenangkan ibunya. Ia ingin memberikan sesuatu yang sangat berharga untuk
ibunya sebagai tanda bakti dan terima kasih kepada ibunda tercinta.
Cerita fiksi Workshop Batu 7
4. Amal Bekerja Keras
Amal adalah anak yang rajin belajar dan cerdas. Semua tugas yang diberikan
oleh guru selalu ia kerjakan dengan baik. Semua tugas-tugas sekolah seperti PR
maupun tugas –tugas yang lain selalu ia kerjakan dengan baik.Ia tidak pernah datang
ke sekolah terlambat. Dan setiap akhir semester selalu memperoleh nilai yang bagus,
bahkan ia juga pernah mendapat peringakat dua.
Setiap pulang sekolah Amal selalu membantu orang ibunya mencari uang.
Walaupun masih kelas empat SD ia selalu memanfaatkan waktu luangnya untuk
membantu ibunya semampunya. Padahal anak seusia Amal adalah usia bermain.Tetapi
melihat keadaan ibunya ia tidak tega jika ibunya harus bekerja mencari nafkah
sendirian. Amal berusaha membatu ibunya semampunya.
Ketika baru pulang sekolah dan matahari bersinar dengan teriknya, ia segera
pergi ke pantai untuk mencari pekerjaan yang dapat memperoleh uang. Ia biasanya
bekerja sebagai penguras air di dalam perahu yang baru saja pulang dari laut, atau
buruh pengangkut ikan dari perahu dibawa menuju ke Tempat Pelelengan Ikan (TPI).
Dari hasil menguras air dari dalam perahu biasanya pemilik perahu memberinya upah
Rp1000,00 dan kalau mengangkut ikan setiap keranjang kecil yang beratnya lebih
kurang 10 kg ia diberi upah Rp500,00. Walaupun dengan upah yang sangat kecil ia
tetap mau bekerja. Ia berpedoman walaupun sedikit jika dikumpulkan akan menjadi
banyak. Seperti peribahasa sedikit demi sedikit lama-lama menjadi bukit.
Kebetulan hari ini banyak perahu yang baru saja pulang melaut. Maka dengan
cekatan ia segera naik ke atas perahu dan menguras air dari dalam perahu
Cerita fiksi Workshop Batu 8
menggunakan gayung yang sudah dipersiapkanya dari rumah. Ia segera menguras air
tersebut hingga habis yang membutuhkan waktu sekitar 10 menit. Dalam waktu pulang
sekolah hingga sore ia dapat menguras 8 perahu, maka ia mendapatkan uang delapan
ribu rupiah. Itu merupakan nilai yang besar bagi anak seusianya. Tetapi juga pernah
dalam sehari ia hanya dapat menguras satu perahu, tergantung dari banyak sedikitnya
perahu nelayan yang pulang melaut.
Ketika senja mulai datang ia segera pulang ke rumah sambil membawa hasil
jerih payahnya. Ia memberikan uang hasil kerjanya sebanyak Rp5.000,00 kepada
ibunya dan yang Rp3.000,00 ia gunakan untuk uang saku ke sekolah dan
ditabung.Tetapi jika hanya mendapat uang sedikit ia memberikan uang kepada ibunya
juga sedikit. Maka hari ini ia sangat bersyukur karena memperoleh rezeki yang banyak.
Keesokan harinya Amal pergi ke sekolah dengan membawa uang Rp3.000,00.Ia
menabungkan uangnya sebesar Rp2.500,00 ke guru kelasnya. Dan ia hanya
membelikan jajan Rp500,00 karena ingin segera mengumpulkan uang tabungan
sebanyak-banyak. Amal walaupun melihat teman-temanya membeli jajan ia cukup
minum air putih yang dibawanya dari rumah. Amal masih kenyang karena sebelum
berangkat ke sekolah ia sudah sarapan yang disiapkan oleh ibunya walaupun hanya
sekedarnya saja.
Ketika pulang sekolah Amal melihat nenek-nenek yang menggendong barang
agak banyak, dan kelihatan sangat keberatan. Nenek-nenek itu berjalan terseok-seok,
maka dengan segera membatunya membawakan barang-barang nenek itu samapai di
rumahnya. Nenek tersebut sangat berterima kasih kepada Amal. Ketika si nenek mau
Cerita fiksi Workshop Batu 9
memberikan imbalan Amal menolaknya dengan halus, ia menolong orang lain tidak
mengharapkan imbalan.
5. 1001 Hari Impian Terwujud
Amal tidak pernah membuka tabungannya. Dia tidak tahu berapa jumlah tabungannya
sekarang. Sejak dari kelas empat awal hingga sekarang, ia tidak tahu berapa jumlahnya. Ia
hanya menabung. Hanya satu tujuan: ingin memberikan sesuatu kepada ibunya dengan
keringatnya sendiri. Ia dengan rela hati menahan untuk tidak jajan. Ia menahan diri untuk tidak
membeli apa pun. Ia pun tidak pernah memanjakan diri di tempat rekreasi atau bermain game
seperti teman-temannya. Ia benar-benar mempunyai tekad kuat untuk menabung dan
membelikan sesuatu untuk ibunya.
Ujian akhir kelas 6 telah berakhir. Amal menunggu hari yang tepat untuk membuka
tabungannya. Ia berpikir keras mencari saat yang tepat untuk mengetahahui jumlah
tabungannya. Sementara ide yang muncul, ia ingin memberikan hadiah untuk ibunya ketika
acara pelulusan.
Ia benar-benar masih ingat lagu Jawa yang entah apa judulnya yang pernah
dinyanyikan bersama ketika masih kelas 4. Ia menuliskan syair lagu itu di kertas sambil
melagukan pelan-pelan.
‘’Wiwit aku isi bayi
Wong tuwo sing ngopeni
Nganti tumeka saiki
Aku ra bakal lali
Budhal sekolah disangoni
Sandang pangan wes mesti
Cerita fiksi Workshop Batu 10
Mula aku wajib ngerti
Mbangun turut ngajeni
Bila diterjemahkan syair tersebut berbunyi:
Sejak aku masih bayi
Kedua orang tua merawatku
Hingga sebesar ini
Aku tidak akan pernah lupa
Pakaian dan makanan terpenuhi
Oleh karena itu aku wajib mengerti
Menjaga kehormatan dan berbhakti
Itulah lagu yang terngiang-ngiang yang diajari oleh Bu Mutini. Lagu yang penuh cinta
kasih. Cinta kasih orang tua kepada anaknya. Cinta kasih anak kepada orang tuanya. Sungguh,
Ibu Mutini benar-benar mewarisi pribadi anggun. Terima kasih Bu Mutini, seru Amal dalam hati
berkali-kali.
Sehari sebelum hari pelulusan, Amal tidak bisa tidur nyenyak. Ia berdebar-debar.
Hatinya tidak tenang. Antara sedih dan gembira. Sedih karena ia harus melanjutkan sekolah
tapi tidak mungkin karena kondisi ibunya. Gembira karena ia mempunyai hadiah untuk ibunya
besok. Ia tidak getir dengan nasib kelulusannya karena ia yakin lulus. Ia tidak pernah
mendapatkan nilai di bawah 7. Ia getir dengan kehidupannya bersama ibunya. Lebih banyak
menahan diri untuk memiliki sesuatu yang berharga.
Cerita fiksi Workshop Batu 11
Tepat pukul 12 malam ia berjanji. Tepat hari ke 1001 ia harus membuka tabungannya. Ia
mengambil celengan yang ia simpan selama 1001 hari tanpa seorang pun yang tahu. Hanya
Amal dan Tuhan yang tahu bahwa ia menabung untuk ibunya. Walaupun ia tidak mengetahui
berapa jumlah tabungan yang terkumpul selama 1001 hari itu. Dipandanginya celengan itu. Ia
raba-raba dengan senyum. Ia merasakan suasana yang lega. Plong. Aku telah berpuasa untuk
menahan semua keinginanku untuk sebuah hadiah untuk ibu, gumamnya dalam hati. Walaupun
hanya sekecil ini, tapi bukan karena besar kecil, namun karena usahaku untuk menunjukkan
bahwa aku mencintai ibuku, lanjutnya.
Tibalah pada hari
diumumkannya lulus tidaknya
Amal. Dengan keyakinan yang
penuh, ia membuka amplop
putih yang di dalamnya pasti
berisi lulus atau tidaknya Amal.
Dengan penuh senyum, ia pun
membukanya.
Setelah mengetahui bahwa keyakinannya itu sesuai dengan isi amplop tersebut, ia berlari
sambil berteriak: “Ibuuu, Amal lulus!”
Amal mencium tangan ibunya dengan penuh bangga. Ia pantas dibanggakan. Sang ibu
memeluk Amal dengan ucapan Alhamdulillah, kamu berhasil Nak, sahutnya sambil tersenyum.
Namun, di baliknya senyumnya tersimpan kesedihan. Ia berduka karena serta merta teringat
Cerita fiksi Workshop Batu 12
dengan almarhum bapak Amal. Ia juga tidak tahu apakah mampu mengantarkan Amal ke
jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Menurutnya, sekolah itu mahal dan biaya tinggi. Ia hanya
bisa menitikkan air mata.
Saat yang ditunggu Amal pun tiba. Amal mengeluarkan kotak kecil dari dalam tas
sekolah. Ia tersenyum indah sekali. Ibunya pun berhenti menitikkan air mata melihat senyum
Amal yang indah.
“Ibu, ada sesuatu yang ingin aku hadiahnya buat Ibu!”
‘’Anakku, berita lulusmu dan nilai terbaikmu sudah menjadi hadiah buat Ibu. Ibu tidak
menginginkan apa-apa lagi!”
“Tidak Ibu, Amal hanya ingin menunjukkan bahwa butuh 1001 hari Amal berjuang untuk
memberikan sedikit kebahagian Amal buat Ibu. Ibu jangan pernah menolak rasa sayang Amal.”
“Maksudnya 1001 hari apa, Nak?”
“Amal telah menabung selama 1001 hari untuk memenuhi apa yang pernah Ibu
impikan.”
“Seingatku, Ibu tidak pernah mempunyai impian sebab Ibu hanya orng kecil, Nak!”
“Tidak Ibu, Ibu pernah mengimpikan sesuatu. Dan Ibu pasti ingat. Sekarang terimalah
hadiah ini! Amal menyerahkan kotak berwarna merah itu.
“Baiklah, apa isinya ini, Nak?”
“Bukalah,Bu!”
Ternyata sebuah cincin emas bermata hijau. Sang ibu langsung memeluk Amal dan
menjerit, menangis sejadi-jadinya. Anak sekecil itu sudah sedemikian berbakti. Dalam pelukan
ibunya, Amal bercerita panjang lebar tentang seluruh usahanya selama 1001 hari. Jumlah uang
Cerita fiksi Workshop Batu 13
tabungan Amal 1.560.000,- rupiah. Itu pun dikurangi biaya pengobatan ibunya ketika sakit
keras. Karena bakti kepada orang tuanya, Tuhan pun membalas kebaikan Amal dengan
memberikan kemampuan kepada keluarga itu untuk menyekolahkan Amal hingga doktoral.
OLEH:Ali Nurhadi, S.Pd, M.Pd
Salamet Herianto S.Pd, MPdDrs Supriyanto, M.PdSiti Hodijah, S.Pd,M.Pd
Siti Zahroh, S.PdWiwin, S.Pd
Sri Utami, S.PdSiti Rohilah, S.Pd
Nurhadi, S.PdAnastasia Puji Asri, S.Pd
Sri Budiningsih, S.Pd
Cerita fiksi Workshop Batu 14