uwityangyoyo.files.wordpress.com · web viewpengolahan limbah kulit kopi dan pemanfaatannya yang...

12
PENGOLAHAN LIMBAH KULIT KOPI DAN PEMANFAATANNYA YANG MENJADI NILAI TAMBAH DALAM KEHIDUPAN OLEH: ARIEF BUDIMAN ABSTRAK Tingginya hasil panen kopi di kabupaten Kepahiang berdampak pada banyaknya limbah kulit kopi yang dihasilkan pada proses pengolahan biji kopi menjadi bubuk kopi. Keterbatasan informasi dan sosialisasi serta kesadaran masyarakat dalam pengolahan dan pemanfaatan limbah yang dihasilkan oleh kulit kopi ini membawa pengaruh pada lingkungan. Yaitu menumpuknya limbah tersebut di sekitar pemukiman masyarakat dan tempat pengilingan kopi bubuk. Sebagian masyarakat menanggulangi penumpukan limbah tersebut dengan membakarnya begitu saja. Limbah tersebut seharusnya bisa menjadi nilai tambah pemanfaatannya dan penggunaannya. Secara sederhana bisa dijadikan sebagai pupuk alami pada tanaman kopi itu sendiri. Selain itu juga bisa dimanfaatkan sebagai media tumbuh jamur pada baglog, sebagian diantaranya dimanfaatkan oleh pengrajin jamu tradisional sebagai bahan jamu. Berdasarkan hasil penelitian, pada limbah kulit kopi tersebut mengandung Lemak Kasar, Serat Kasar dan Protein Kasar. Sehingga jika dilakukan pengolahan lebih lanjut dengan teknik dan mekanisme tertentu bisa dijadikan nutrisi tambahan untuk pakan ternak. Selain itu limbah kulit kopi juga mengandung minyak kulit kopi yang dalam pengolahan lebih lanjutnya bisa menghasilkan bioetanol, yang bisa dijadikan sebagai bahan bakar alternatif pengganti BBM. I. PENDAHULUAN Kabupaten Kepahiang terletak di dataran tinggi sehingga memiliki suhu udara yang sejuk. Selama tahun 2011, suhunya berkisar antara 20,2 o C hingga 29,9 o C, dengan suhu udara rata-rata paling tinggi sebesar 24,7 o C. Sedangkan kelembaban udara rata-rata per bulan diatas 87 persen. Wilayah Kepahiang memiliki bentang alam yang berupa areal perbukitan dengan ke tinggian 300 sampai 1200 meter di atas permukaan laut (BPS, 2011). Kondisi alam yang seperti ini berdampak pada pola usaha pertanian masyarakat Kepahiang, yaitu mendominasinya tanaman kopi. Berdasarkan hasil

Upload: trinhduong

Post on 07-Jun-2018

218 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: uwityangyoyo.files.wordpress.com · Web viewPENGOLAHAN LIMBAH KULIT KOPI DAN PEMANFAATANNYA YANG MENJADI NILAI TAMBAH DALAM KEHIDUPAN OLEH:

PENGOLAHAN LIMBAH KULIT KOPI DAN PEMANFAATANNYA YANG MENJADI NILAI TAMBAH DALAM KEHIDUPAN

OLEH: ARIEF BUDIMANABSTRAK

Tingginya hasil panen kopi di kabupaten Kepahiang berdampak pada banyaknya limbah kulit kopi yang dihasilkan pada proses pengolahan biji kopi menjadi bubuk kopi. Keterbatasan informasi dan sosialisasi serta kesadaran masyarakat dalam pengolahan dan pemanfaatan limbah yang dihasilkan oleh kulit kopi ini membawa pengaruh pada lingkungan. Yaitu menumpuknya limbah tersebut di sekitar pemukiman masyarakat dan tempat pengilingan kopi bubuk. Sebagian masyarakat menanggulangi penumpukan limbah tersebut dengan membakarnya begitu saja. Limbah tersebut seharusnya bisa menjadi nilai tambah pemanfaatannya dan penggunaannya. Secara sederhana bisa dijadikan sebagai pupuk alami pada tanaman kopi itu sendiri. Selain itu juga bisa dimanfaatkan sebagai media tumbuh jamur pada baglog, sebagian diantaranya dimanfaatkan oleh pengrajin jamu tradisional sebagai bahan jamu. Berdasarkan hasil penelitian, pada limbah kulit kopi tersebut mengandung Lemak Kasar, Serat Kasar dan Protein Kasar. Sehingga jika dilakukan pengolahan lebih lanjut dengan teknik dan mekanisme tertentu bisa dijadikan nutrisi tambahan untuk pakan ternak. Selain itu limbah kulit kopi juga mengandung minyak kulit kopi yang dalam pengolahan lebih lanjutnya bisa menghasilkan bioetanol, yang bisa dijadikan sebagai bahan bakar alternatif pengganti BBM.

I. PENDAHULUAN

Kabupaten Kepahiang terletak di dataran tinggi sehingga memiliki suhu udara yang sejuk. Selama tahun 2011, suhunya berkisar antara 20,2 oC hingga 29,9 oC, dengan suhu udara rata-rata paling tinggi sebesar 24,7 oC. Sedangkan kelembaban udara rata-rata per bulan diatas 87 persen. Wilayah Kepahiang memiliki bentang alam yang berupa areal perbukitan dengan ke tinggian 300 sampai 1200 meter di atas permukaan laut (BPS, 2011). Kondisi alam yang seperti ini berdampak pada pola usaha pertanian masyarakat Kepahiang, yaitu mendominasinya tanaman kopi. Berdasarkan hasil analisis dari BBPPTP Lampung kopi cocok untuk tumbuh pada ketinggian 300 – 600 m dpl, dengan suhu udara harian berkisar antara 24 - 30oC dan memiliki curah hujan rata-rata 1.500 – 3.000 mm/th.

Menurut data BPS tahun 2011, kabupaten Kepahiang memiliki Luas sekitar 66.500 Ha yang terdiri dari 48.393,69 Ha lahan budidaya dan dan 18.106,31 Ha kawasan hutan. Berdasarkan data Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Kepahiang tahun 2012, dari total lahan tersebut, merupakan perkebunan kopi rakyat dengan luas lahan Tanaman Belum Menghasilkan (TBM) adalah 2.071,5 Ha, dan Tanaman Menghasilkan (TM) adalah 22.327 Ha dan Luas Tanaman Tua/Rusak (TT/TR) adalah 4,612 Ha. Sehingga dari total lahan tersebut, menghasilkan produksi total perkebunan kopi adalah sebesar 12.321,9 ton dengan produktivitas lahan 0,5 ton/ha/tahun.

Kabupaten Kepahiang terdiri dari 8 (delapan) kecamatan. salah satunya bernama Kecamatan Muara Kemumu dengan luas wilayah sekitar 12.344 Ha, dan terletak pada ketinggian 450 sampai dengan 1.113 m di atas permukaan laut. Kecamatan ini merupakan kecamatan yang memiliki areal perkebebunan kopi yang lebih luas dari kecamatan lainnya. Sehingga potensi hasil produksi panen kopi juga menjadi lebih besar. Menurut laporan dari Penyuluh Pertanian Kecamatan tahun 2012, luas area perkebunan kopi mencapai 9.612 Ha dengan total produksi sebesar 6.855,2 ton dan rata rata produksi 0,8 ton/ha/tahun.

Page 2: uwityangyoyo.files.wordpress.com · Web viewPENGOLAHAN LIMBAH KULIT KOPI DAN PEMANFAATANNYA YANG MENJADI NILAI TAMBAH DALAM KEHIDUPAN OLEH:

Hasil produksi kopi tersebut langsung diolah menjadi produk utama bubuk kopi. Dalam proses pengolahan biji kopi menjadi bubuk kopi tesebut, menghasilkan limbah berupa limbah kulit kopi. Berdasarkan laporan yang dihimpun dari Penyuluh Pertanian Lapangan, limbah kulit kopi tersebut belum dimanfaatkan secara baik dan optimal. Hal ini terlihat dari menumpuknya limbah kulit kopi di sekitar dan perkebunan rakyat dan tempat usaha pengilingan biji kopi yang ada di wilayah kecamatan tersebut.

Limbah kulit kopi dari sisa pengolahan biji kopi seharusnya bisa dimanfaatkan untuk alternatif komoditi lain, seperti pakan ternak, media tanam bagi jamur dan lain sebagainya. Selain bermanfaat dalam mengurangi pencemaran lingkungan, juga dapat meningkatkan penghasilan petani kopi itu sendiri. Kurangnya kepedulian masyarakat dan minimnya informasi tentang manfaat penggunaan limbah kulit kopi sebagai formula tambahan pada makanan ternak, menjadi penyebab tidak adanya pemanfaatan dan pengolahan dari limbah kulit kopi tersebut. Menurut laporan Zaenudin dan Murtisari dalam makalah seminar lokakarya Muryanto, U dkk tahun 2004, menyatakan bahwa limbah kulit kopi mengandung protein kasar sebesar 10,4 %, yang hampir sama dengan jumlah protein yang terdapat pada bekatul dan kandungan energi metabolismenya sebesar 3.356 kkal/kg.

Dengan adanya kajian – kajian dan bahasan yang terkait dengan pemanfaatan limbah kulit kopi sebagai nutrisi tambahan pada pakan ternak masyarakat, maka dapat meningkatkan kesadaran masyarakat dalam penggunaan limbah kulit kopi dalam upaya peningkatan hasil ternak masyarakat dan meningkatkan pendapatan masyarakat itu sendiri menjadi lebih sejahtera lagi.

II. TELAAH PUSTAKA

Indonesia tercatat merupakan negara terbesar kedua dalam luas areal perkebunan kopi namun masih di urutan keempat dalam hal produksi dan ekspor kopi dunia. Sampai dengan tahun 2008 luas perkebunan kopi Indonesia diperkirakan mencapai 1.303 ribu ha, dengan varitas yang dibudidayakan adalah varietas Kopi Arabika dan Kopi Robusta. Menurut Anthoni, 2009 dalam karya tulis Napitulu, L tahun 2010, menyatakan bahwa produksi perkebunan kopi selama lima tahun terakhir tumbuh sekitar 6%, pada tahun 2008 diperkirakan mencapai 683 ribu ton. Berdasarkan hasil produksi kopi tahunan Indonesia dapat diestimasikan bahwa dari 683 ribu ton yang dihasilkan per tahun juga dihasilkan limbah kulit kopi sebesar 310 ribu ton. Jumlah ini merupakan suatu potensi yang layak dimanfaatkan sebagai bahan baku pakan.

Setelah kopi dipanen, kulitnya dikupas. Kemudian, bijinya dijemur. Biasanya, kulit kopi kecoklatan yang dipisahkan dari biji-biji kopi tersebut akan dibuang begitu saja. Atau, paling tidak kulit kopi yang dipisahkan dari biji itu tadi dikumpulkan. Lalu, dibiarkan hingga busuk. Selanjutnya, ditaruh di sekeliling pohon kopi. Maksudnya, sebagai pengganti pupuk yang bertujuan untuk menyuburkan tanaman. Umumnya, hal seperti itulah yang sering dilakukan petani kopi.

Limbah kulit kopi yang diperoleh dari proses pengolahan kopi dari biji utuh menjadi kopi bubuk. Proses pengolahan kopi ada 2 macam, yaitu (1) Pengolahan kopi merah/masak dan (2) Pengolahan kopi hijau/mentah. Pengolahan kopi merah diawali dengan pencucian dan perendaman serta pengupasan kulit luar, proses ini menghasilkan 65% biji kopi dan 35% limbah kulit kopi. Limbah kopi sebagian besar dimanfaatkan sebagai pupuk pada tanaman kopi dan tanaman disekitarnya, sebagian kecil digunakan sebagai media budidaya jamur serta dimanfaatkan sebagai bahan jamu tradisional. Biji kopi kemudian dikeringkan dengan oven dan hasilnya adalah biji kopi kering oven sebanyak 31%, kemudian kopi ini digiling dan menghasilkan 21% beras kopi (kopi bubuk) dan 10% berupa limbah kulit dalam. Limbah yang dihasilkan dari proses ini (kulit dalam)

Page 3: uwityangyoyo.files.wordpress.com · Web viewPENGOLAHAN LIMBAH KULIT KOPI DAN PEMANFAATANNYA YANG MENJADI NILAI TAMBAH DALAM KEHIDUPAN OLEH:

pada umumnya dimanfaatkan sebagai pupuk, namun sebagian diantaranya dimanfaatkan oleh pengrajin jamu tradisional sebagai bahan jamu (Muryanto dkk, 2004)

Kulit Daging Buah KopiKulit kopi terdiri dari 3 (tiga) bagian, yaitu : 1). Lapisan bagian luar tipis yakni

yang disebut "Exocarp"; lapisan ini kalau sudah masak berwarna merah. 2). Lapisan Daging buah; daging buah ini mengandung serabut yang bila sudah masak berlendir dan rasanya manis, maka sering disukai binatang kera atau musang. Daging buah ini disebut "Mesocarp". 3). Lapisan Kulit tanduk atau kulit dalam; kulit tanduk ini merupakan lapisan tanduk yang menjadi batas kulit dan biji yang keadaannya agak keras. Kulit ini disebut "Endocarp".

Gambar kulit daging buah kopi

(AAK, 1988).Kulit buah kopi merupakan limbah dari pengolahan buah kopi untuk mendapatkan

biji kopi yang selanjutnya digiling menjadi bubuk kopi. Kandungan zat makanan kulit buah kopi dipengaruhi oleh metode pengolahannya apakah secara basah atau kering seperti terlihat pada tabel 1. Kandungan zat makanan kulit buah kopi berdasarkan metode pengolahan. Pada metode pengolahan basah, buah kopi ditempatkan pada tanki mesin pengupas lalu disiram dengan air, mesin pengupas bekerja memisahkan biji dari kulit buah. Sedangkan pengolahan kering lebih sederhana, biasanya buah kopi dibiarkan mongering pada batangnya sebelum dipanen. Selanjutnya langsung dipisahkan biji dan kulit buah kopi dengan menggunakan mesin.

Metode pengolahanBK (%)% Bahan Kering

PKSKAbuLKBETNBasah2312.824.19.52.850.8Kering909.732.67.31.848.6

Tabel 1. Kandungan zat makanan kulit buah kopi berdasarkan metode pengolahan

Sumber : Murni dkk., (2008)

Page 4: uwityangyoyo.files.wordpress.com · Web viewPENGOLAHAN LIMBAH KULIT KOPI DAN PEMANFAATANNYA YANG MENJADI NILAI TAMBAH DALAM KEHIDUPAN OLEH:

Pemanfaatan limbah sebagai bahan pakan ternak merupakan alternatif dalam meningkatkan ketersediaan bahan baku penyusun ransum. Limbah mempunyai proporsi pemanfaatan yang besar dalam ransum. Bahan pakan konvensional yang sering digunakan dalam penyusunan ransum sebagian besar berasal dari limbah dan pencarian bahan pakan yang belum lazim digunakan.

Menurut data statistik (BPS, 2003), produksi biji kopi di Indonesia mencapai 611.100 ton dan menghasilkan kulit kopi sebesar 1.000.000 ton. Jika tidak dimanfaatkan akan menimbulkan pencemaraan yang serius. Pengolahan cara kimia dengan amoniak (NH3) disebut sebagai amoniasi. Keuntungan pengolahan ini, selain meningkatkan daya cerna juga sekaligus meningkatkan kadar protein, dapat menghilangkan aflatoksin dan pelaksanaannya sangat mudah. Kelemahannya pengolahan ini utamanya untuk pakan ruminansia. Amoniak dapat menyebabkan perubahan komposisi dan struktur dinding sel sehingga membebaskan ikatan antara lignin dengan selulosa dan hemiselulosa dan memudahkan pencernaan oleh selulase mikroorganisme. Amoniak akan terserap dan berikatan dengan gugus asetil dari bahan pakan, kemudian membentuk garam amonium asetat yang pada akhirnya terhitung sebagai protein bahan. Struktur dinding sel kulit kopi menjadi lebih amorf dan tidak berdebu, sehingga menjadi lebih mudah di tangani. Dalam keadaan tertutup (plastik belum dibuka/bongkar), bahan pakan yang diamoniasi dapat tahan lama.

Kulit kopi mempunyai kandungan BK=91.77, PK=11.18, LK=2.5, SK=21.74 dan TDN=57.20% (Amonimus, 2005). Namun demikian kulit kopi hanya sebagian kecil dimanfaatkan sebagai pakan ternak ruminansia dan sebagian besar lainnya dibuang atau dibenamkan dalam tanah untuk digunakan sebagai pupuk organik pada lahan perkebunan

Zat Nutrisi Kandungan(%) Tanpa diamonisasi

Kandungan (%) Setelah iamonisasi

Bahan KeringLemak Kasar Serat Kasar Protein KasarAbuKadar Air

90.521.3134.116.277.549.48

94.851.9327.528.678.475.15

• Hasil Analisa Laboratorium Ilmu Makanan Ternak Departemen Peternakan FP USU (2010)

Dalam pengolahan kopi akan dihasilkan 45% kulit kopi, 5% kulit ari dan 40% biji kopi (untuk manusia). Kulit kopi mempunyai kandungan berat kering (BK) sebesar 91,77%, Protein kasar (PK) sebesar 11,18%, serat kasar (21,74%), Lemak kasar (LK) 2,8%, dan kandungan BETN sebesar 50,8% (Anonim1 2005). Menurut Peneliti (Zainuddin, 1995), Limbah Kulit Kopi mengandung protein kasar 10,4%, lemak 2,13%. serat kasar 17,2% (termasuk lignin); abu 7,34%, kalsium 0,48%, posfor, 0,04%, dan energi metabolis 14,34 MJ/kg.

Pemanfaatan kulit biji kopi sebagai bahan baku pakan belum dilakukan secara optimal saat ini. Hal ini dikarenakan adanya kandungan serat kasar terutama lignin yang relatif tinggi dalam Limbah Kulit Kopi dan adanya kandungan antinutrisi berupa senyawa kafein dan tannin. Hal-hal tersebut di atas yang mengakibatkan belum digunakannya bahan ini sebagai salah satu alternatif bahan baku pakan.

Page 5: uwityangyoyo.files.wordpress.com · Web viewPENGOLAHAN LIMBAH KULIT KOPI DAN PEMANFAATANNYA YANG MENJADI NILAI TAMBAH DALAM KEHIDUPAN OLEH:

Solusi pendekatan yang dapat dilakukan untuk mengatasi hal ini adalah dengan pengolahan limbah tersebut. Limbah tersebut dapat diolah dengan berbagai macam cara agar kandungan nutrisi yang diinginkan dapat diperoleh. Pengolahan terhadap limbah tersebut dapat dilakukan dengan proses mekanik (fisik), kimiawi, maupun secara biologis.

Pengolahan limbah pertanian secara mekanik dapat menggunakan alat-alat fisik untuk menghilangkan suatu kandungan nutrisi yang tidak diinginkan yakni dengan pemanasan dan pengeringan. Pengolahan tersebut dilakukan secara mekanis melalui pengukusan, perebusan, dan penjemuran. Hal ini dapat dilakukan, namun membutuhkan peralatan yang banyak dan membutuhkan biaya yang mahal untuk proses pengolahannya. Akibat lain yang dapat ditimbulkannya adalah berkurangnya kandungan nutrisi yang penting dalam bahan tersebut. Untuk merenggangkan ikatan dinding sel tanaman dan mempermudah pengeringan perlu pengolahan secara mekanis dengan cara penghalusan bahan atau penggilingan.

Pengolahan limbah pertanian secara kimiawi dapat dilakukan dengan menggunakan bahan-bahan kimia untuk menghilangkan senyawa yang tidak diinginkan dalam bahan baku. Hal ini dapat memberikan hasil yang signifikan terhadap bahan baku tanpa mengurangi kandungan nutrisi yang penting dalam bahan tersebut. Hal yang dapat menghambat dalam pengolahan menggunakan proses ini adalah mahalnya bahan-bahan kimia yang diperlukan dalam proses ini dan adanya kemungkinan terjadi residu senyawa berbahaya akibat penggunaan bahan kimia. Prinsip yang digunakan untuk mengolah limbah cair secara kimia adalah menambahkan bahan kimia (koagulan) yang dapat mengikat bahan pencemar yang dikandung air limbah, kemudian memisahkannya (mengendapkan atau mengapungkan). Kekeruhan dalam air limbah dapat dihilangkan melalui penambahan/pembubuhan sejenis bahan kimia yang disebut flokulan. Pada umumnya bahan seperti aluminium sulfat (tawas), fero sulfat, poli amonium khlorida atau poli elektrolit organik dapat digunakan sebagai flokulan. Untuk menentukan dosis yang optimal, flokulan yang sesuai dan pH yang akan digunakan dalam proses pengolahan air limbah, secara sederhana dapat dilakukan dalam laboratorium dengan menggunakan tes yang merupakan model sederhana dari proses koagulasi. Dalam pengolahan limbah cara ini, hal yang penting harus diketahui adalah jenis dan jumlah polutan yang dihasilkan dari proses produksi. Umumnya zat pencemar industri kain sasirangan terdiri dari tiga jenis yaitu padatan terlarut, padatan koloidal, dan padatan tersuspensi (Anonim, 2010)

Salah satu alternatif pengolahan limbah yang aman, relatif murah dan sering digunakan oleh masyarakat adalah pengolahan secara biologis, yakni pengolahan dengan memanfaatkan mikroorganisme yang akan melakukan proses biologis (bioprocess) dalam mengolah senyawa-senyawa yang tidak dibutuhkan dalam bahan baku pakan dan mendapatkan senyawa yang diinginkan dalam proses pembuatan bahan pakan. Mikroorganisme yang dapat digunakan ini dapat berasal dari golongan bakteri maupun fungi. Mikroorganisme yang dimanfaatkan adalah mikroorganisme yang dapat berperan dalam memfermentasi senyawa-senyawa yang tidak diinginkan serta tidak menimbulkan efek toksik bagi organisme budidaya. Beberapa jenis mikroorganisme yang berpotensi untuk proses fermentasi Limbah Kulit Kopi diantaranya adalah Aspergillus niger, Trichoderma sp., Kocuria rosea. Dalam karya tulis ilmiah Napitulu dkk tahun 2010, hasil menjelaskan bahwa dari hasil penelitian Okpako CE, 2008 Pemanfaatan Aspergilus niger dapat meningkatkan kadar protein sebesar 24,4%, kadar abu 7,52%, dan mengurangi sianida 7,35 mg/kg. Kocuria rosea dapat meningkatkan kadar asam amino lysine 3,46%, histidine sebesar 0,94%, dan kadar methionine sebesar 0,69.

Pemanfaatan limbah kulit kopi dengan pengolahan menggunakan bantuan mikroorganisme diharapkan mampu menghasilkan senyawa-senyawa nutrien yang dibutuhkan oleh ikan. Hal ini dikarenakan Aspergillus niger dapat meningkatkan kadar

Page 6: uwityangyoyo.files.wordpress.com · Web viewPENGOLAHAN LIMBAH KULIT KOPI DAN PEMANFAATANNYA YANG MENJADI NILAI TAMBAH DALAM KEHIDUPAN OLEH:

protein sebesar 22,6% dan dapat mengurangi lignin pada pengolahan kembang kol (Majid, 1995).

Selain digunakan sebagai bahan pakan ternak, limbah kulit kopi juga dapat dijadikan sebagai sumber energi alternatif yaitu bioetanol. Produksi bioetanol di berbagai negara telah dilakukan dengan menggunakan bahan baku yang berasal dari hasil pertanian dan perkebunan (Sarjoko, 1991). Oleh karena itu dilakukan upaya mencari bahan baku alternatif lain dari sektor non pangan untuk pembuatan etanol. Bahan selulosa memiliki potensi sebagai bahan baku alternatif pembuatan etanol. Salah satu contohnya adalah limbah kulit kopi.Ketersediaanlimbahkulit kopi cukupbesar, pada pengolahan kopi akan menghasilkan 65% biji kopi dan 35% limbah kulit kopi. Sedangkan produksi kopi Indonesia pada tahun 2009 mencapai total 689 ribu ton (Melyani, 2009). Limbah kulit kopi mempunyai kandungan serat sebesar 65,2 %.

Proses fermentasi gula hasil hidrolisis kulit kopi menjadi bioethanol menggunakan bakteri Zymomonasmobilis adalah bakteri yang berbentuk batang, termasuk dalam bakteri gram negatif, tidak membentuk spora, dan merupakan bakteri yang dapat bergerak(Lee, et al, 1979). Bakteri ini banyak digunakan di perusahaan bioetanol karena mempunyai kemampuan yang dapat melampaui ragi dalam beberapa aspek. Zymomonas Mobilis memiliki beberapa kelebihan dibandingkan dengan Sacharomyces Cerevisieae yaitu: dapat tumbuh secara anaerob fakultatif dan mempunyai toleransi suhu yang tinggi, mempunyai kemampuan untuk mencapai konversi yang lebih tinggi, tahan terhadap kadar etanol yang tinggi dan pH yang rendah, mampu menghasilkan yield etanol 92% dari nilai teoritisnya. Suhu optimum proses fermentasi dengan menggu-nakan Zymomomobilis adalah pada kisaran pH 4-7. Bioetanol hasil fermentasi dapat dimurnikan lagi dengan proses destilasi pada suhu 800C sesuai dengan kadar yang diinginkan (Gunasekaran, 1999). Tujuan dari penelitian ini adalah mencari jenis katalis yang terbaik pada proses hidrolisis kulit kopi menjadi glukosa dan mencari waktu fermentasi serta konsentrasi starter Zymomonas mobilis pada proses fermentasi glukosa yang berasal dari kulit kopi menjadi etanol.

III. KESIMPULAN

Limbah kulit kopi yang selama ini dianggap sebagai bahan sisa produksi kopi bubuk, ternyata memiliki manfaat dan kegunaan yang banyak dalam kehidupan. Berdasarkan hasil penelitian para ahli limbah kulit kopi bermanfaat dalam bidang peternakan dan perikanan, yaitu sebagai nutrisi protein dan serat tambahan pada pakan ternak. Pemanfaatan pakan alternatif ini dapat mengurangi penggunaan bahan baku tepung ikan dalam pembuatan pakan, sehingga dapat mengurangi ongkos produksi. Selain itu limbah kulit kopi juga dapat dijadikan bahan dalam pembuatan bioetanol melalui proses fermentasi yang dapat dijadikan sebagai sumber energi baru atau bahan bakar alternatif pengganti BBM. Bioetanol memiliki kelebihan dibanding dengan BBM, diantaranya memiliki kandungan oksigen yang lebih tinggi (35%) sehingga terbakar lebih sempurna.

Dengan adanya kajian dan bahasan tentang manfaat dan kegunaan lain dari sisa pengolahan bubuk kopi yang berupa kulit kopi ini, masyarakat petani kopi dapat mengolah bahan yang dianggap limbah tersebut menjadi bahan yang lebih bermanfaat sehingga bisa menjadi penambah penghasilan keluarga selain produk utama bubuk kopi.

Page 7: uwityangyoyo.files.wordpress.com · Web viewPENGOLAHAN LIMBAH KULIT KOPI DAN PEMANFAATANNYA YANG MENJADI NILAI TAMBAH DALAM KEHIDUPAN OLEH:

DAFTAR PUSTAKA

Anonim1. 2005. Hasil Analisis Proksimat Bahan Pakan Asal Limbah Pertanian. Laporan tahunan. Loka Penelitian Sapi Potong, Grati

Anonim3. 2010. Teknologi pengolahan limbah di Rubiyah Sasirangan. http://rubiyah.com [23 Agustus 2012]

BPS Kepahiang, 2011. Kepahiang dalam Angka. Badan Pusat Statistik Kepahiang.

Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Kepahiang, 2011. Data Statistik Perkebunan Kehutanan Kabupaten Kepahiang 2012, Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Kepahiang.

Dekker, R.F.H. 1983. Bioconversion of hemicellulose: Aspect of hemicellulose production

by Trichoderma reesei QM 9414 and enzymic saccharification of hemicellulose. Biotechnol. Bioeng. 25:1127-1146

Mazid et al. 1995. High protein feed from vegetable waste. Bangladesh Journal of Scientific and Industrial Research 30 (2-3), 1-11

Melyani, V. 2009. Petani Kopi Indonesia Sulit Kalahkan Brazil. URL:http://www.Tempointeraktif.com/hg/bisnis/2009/07/02/brk,20090702 184943,id.html, diakses 26 Agustus 2012.

Napitulu, J dkk. 2010. Bioprocessing Limbah Kulit Kopi Sebagai Sumber Protein Alternatif Dalam Pakan Ikan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Nunan Anthoni. 2009. Komoditas Kopi. http://202.158.10.70/indonesia/eriview-pdf/JHCN54009710.pdf [23 Agustus 2012]

Okpako CE, Ntui VO, Osuagwu AN, Obasi FI (2008). Proximate composition and caynide

content of cassava peels fermented with Aspergillus nigeir and Lactobacillus rhamnosus. J. Food Agric. Environ. 6: 251-255

Taherzadeh, M. and Karimi, K. 2007. Acid-based Hydrolysis Processes for Ethanol from Lignosellulosic Material : A Review, Bioresources 2 (3), 472-499, diambil dari Ghani Arasyid dkk, (Online), (http://digilib.its.ac.id/public/ITSUndergraduate- 12522-Paper.pdf diakses 15 September 2012).

Zaenuddin, D., Kompiang, I P dan H. Hamid. 1995. Pemanfaatan Limbah Kopi dalam Ransum Ayam. Kumpulan Hasil-Hasil Penelitian APBN Tahun 1994/1995. Balai Penelitian Ternak, Ciawi-Bogor.

Zainuddin, D., T. Murtisari. 1995. Penggunaan limbah agro-industri buah kopi (kulit buah kopi) dalam ransum ayam pedaging (Broiler). Pros. Pertemuan Ilmiah Komunikasi dan Penyaluran Hasil Penelitian. Semarang. Sub Balai Penelitian Ternak Klepu, Puslitbang Peternakan, Badan Litbang Pertanian. hlm. 71-78