epzarkazi.files.wordpress.com file · web viewberlakunya uu no. 22 tahun 1999 dan uu no. 25 tahun...

31
BAHAN BACAAN MATA KULIAH KEUANGAN DAERAH Studi Kasus Analisa Data Fiskal Kabupaten Madiun Tahun 2013 Dosen Pengampu : Tripitono Adi Prabowo, SE., ME. JURUSAN EKONOMI PEMBANGUNAN, FAKULTAS EKONOMI Bahan Bacaan Analisis Data Fiskal Kabupaten Madiun

Upload: hoangmien

Post on 30-Apr-2019

226 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: epzarkazi.files.wordpress.com file · Web viewBerlakunya UU No. 22 Tahun 1999 dan UU No. 25 Tahun 1999 merupakan titik awal berjalannya otonomi daerah

BAHAN BACAAN

MATA KULIAH KEUANGAN DAERAH

Studi Kasus Analisa Data Fiskal Kabupaten Madiun

Tahun 2013

Dosen Pengampu : Tripitono Adi Prabowo, SE., ME.

JURUSAN EKONOMI PEMBANGUNAN, FAKULTAS EKONOMIUNIVERSITAS TRUNOJOYO MADURA

Bahan Bacaan Analisis Data Fiskal Kabupaten Madiun

Page 2: epzarkazi.files.wordpress.com file · Web viewBerlakunya UU No. 22 Tahun 1999 dan UU No. 25 Tahun 1999 merupakan titik awal berjalannya otonomi daerah

ANALISIS DATA FISKAL KABUPATEN MADIUN

I. PENDAHULUANKemampuan keuangan daerah dalam mengelola keuangannya dituangkan dalam

APBD yang menggambarkan kemampuan pemerintah daerah dalam membiayai kegiatan pelaksanaan program/kegiatan. Kedudukan faktor keuangan dalam penyelenggaraan suatu pemerintahan sangat penting, karena pemerintah daerah tidak akan dapat melaksanakan fungsinya dengan efektif dan efisien tanpa sumber daya yang cukup untuk memberikan pelayanan pembangunan dan keuangan inilah yang merupakan salah satu dasar kriteria untuk mengetahui secara nyata kemampuan daerah dalam mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri. Terkait dengan proses pembangunan selanjutnya, maka Kabupaten Madiun perlu mengevalusi kinerja keuangan daerahnya. Maka dengan demikian, penelitian ini mengambil judul “Analisis Data Fiskal Kabupaten Madiun”.

Analisis Data Fiskal Kabupaten Madiun 2013 ini dimaksudkan sebagai base line data (data dasar yang komprehensif) untuk mengetahui kinerja fiskal Kabupaten Madiun. Adapun tujuan analisa ini adalah sebagai berikut:1. Untuk mengetahui kinerja, struktur dan proyeksi anggaran Kabupaten Madiun apabila

dilihat dari sisi Pendapatan, sisi Belanja dan Sisi Pembiayaan2. Untuk mengukur tingkat efektivitas pengelolaan fiskal Kabupaten Madiun 3. Untuk mengetahui bagaimana pola hubungan fiskal antara Kabupaten Madiun dengan

Pusat 4. Untuk menganalisis bagaimana derajat kemandirian fiskal Kabupaten Madiun .

II. TINJAUAN PUSTAKA2.1. Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah

Hubungan keuangan pusat dan daerah erat kaitannya dengan asas penyelenggaraan pemerintahan di daerah, sebagai latar belakang timbulnya hubungan keuangan pusat daerah, yaitu desentralisasi, dekonsentrasi, dan tugas pembantuan (Medebewind). Penyelenggaraan pemerintah di daerah digunakan asas-asas sebagai landasan dalam mencapai suatu tujuan. Berlakunya UU No. 22 Tahun 1999 dan UU No. 25 Tahun 1999 merupakan titik awal berjalannya otonomi daerah (reformasi pemerintahan daerah dan reformasi pengelolaan keuangan daerah di Indonesia). Kedua UU ini telah membawa perubahan mendasar pada pola hubungan antar pemerintahan dengan keuangan antara pusat dan daerah. Dan seiring dengan waktu, pemerintah mengeluarkan UU No. 32 Tahun 2004 tentang pemerintah daerah dan UU No. 33 Tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah.

Secara teoritis, desentralisasi ini diharapkan akan menghasilkan dua manfaat nyata, yaitu: pertama, mendorong peningkatan partisipasi, prakarsa dan kreativitas masyarakat dalam pembangunan, serta mendorong pemerataan hasil-hasil pembangunan (keadilan) di seluruh daerah dengan memanfaatkan sumber daya dan potensi yang tersedia di masyarakat-masyarakat daerah. Kedua, memperbaiki alokasi sumber daya produktif melalui pergeseran peran pengambilan keputusan publik ke tingkat pemerintah yang paling rendah yang memiliki informasi yang paling lengkap.

2.2. Keuangan DaerahKeuangan daerah adalah alat fiskal pemerintah daerah, yang merupakan bagian

integral dari keuangan negara dalam mengalokasikan sumber-sumber ekonomi,

Bahan Bacaan Analisis Data Fiskal Kabupaten Madiun

Page 3: epzarkazi.files.wordpress.com file · Web viewBerlakunya UU No. 22 Tahun 1999 dan UU No. 25 Tahun 1999 merupakan titik awal berjalannya otonomi daerah

memeratakan hasil pembangunan dan menciptakan stabilitas ekonomi. Peranan keuangan daerah semakin penting, selain karena keterbatasan dana yang dapat dialihkan ke daerah berupa subsidi dan bantuan, tetapi juga karena semakin kompleknya persoalan yang dihadapi. Selain itu, peranan keuangan daerah yang makin meningkat akan dapat mendukung pelaksanaan otonomi daerah. Berikut adalah beberapa penjelasan penting terkait dengan keuangan daerah;

a. Definisi Anggaran, secara umum dapat diartikan sebagai rencana keuangan yang mencerminkan pilihan kebijakan suatu institusi atau lembaga tertentu untuk suatu periode di masa yang akan datang.

b. Fungsi Anggaran, Menurut Mardiasmo (2002) anggaran sektor publik mempunyai beberapa fungsi utama, yaitu pertama, sebagai alat perencanaan; kedua, sebagai alat pengendalian, ketiga, sebagai alat kebijakan fiskal, keempat, sebagai alat politik, kelima, sebagai alat koordinasi dan komunikasi, keenam, sebagai alat penilaian kinerja, ketujuh, sebagai alat motivasi, dan kedelapan, sebagai alat menciptakan ruang publik.

c. Struktur Anggaran, Struktur APBD merupakan satu kesatuan yang terdiri atas pendapatan daerah, belanja daerah, pembiayaan dan transfer. Berdasarkan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 dan Standar Akuntansi Pemerintahan, struktur APBD merupakan satu kesatuan yang terdiri atas (1) anggaran pendapatan, (2) anggaran belanja, dan (3) pembiayaan.

d. Proses Anggaran, tahap-tahap penganggaran dalam pemerintahan pada dasarnya tidak berbeda antara sektor swasta dan sektor publik. menurut Mardiasmo (2002) siklus anggaran terdiri dari beberapa tahap, yaitu (a) Tahap persiapan anggaran (preparation), (b) Tahap ratifikasi (approval/ratification), (c) Tahap implementasi (implementation) dan Tahap pelaporan dan evaluasi (reporting and evaluation).

e. Kemampuan APBD, Dalam konteks desentralisasi, apabila Pemerintah daerah melaksanakan fungsinya secara efektif, dan diberikan kebebasan dalam pengambilan keputusan penyediaan pelayanan di sektor publik, maka mereka harus didukung sumber-sumber keuangan yang memadai baik yang berasal dari Pendapatan Asli Daerah, Bagi Hasil Pajak dan Bukan pajak, Pinjaman, maupun Subsidi/Bantuan dari Pemerintah Pusat

f. Anggaran Kinerja, Anggaran kinerja adalah 1) identifikasi output dan outcome yang akan dihasilkan oleh suatu program dan pelayanan; 2) menghubungkan pengeluaran dengan hasil yang akan dicapai; 3) nilai efektivitas, efisiensi dan ekonomis (value for money).

g. Komponen Rencana Kinerja, Dokumen yang memuat informasi tentang sasaran yang ingin dicapai dalam tahun yang bersangkutan, indikator kinerja, dan rencana pencapaiannya. Selain itu, dimuat pula keterangan yang antara lain menjelaskan keterkaitan dengan sasaran, kebijakan dengan programnya, serta keterkaitan dengan kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan oleh instansi/sektor lain (Yuwono, 2005).

h. Efisiensi, adalah kemampuan untuk meminimalkan penggunaan sumber daya dalam mencapai tujuan organisasi: ”melakukan dengan tepat”, sedangkan efektivitas adalah kemampuan untuk menentukan tujuan yang memadai: ”melakukan hal yang tepat” (Stoner, 1996).

i. Efektivitas, Efektivitas (hasil guna) merupakan hubungan antara keluaran dengan tujuan atau sasaran yang harus dicapai. Pengertian efektivitas ini pada dasarnya berhubungan dengan pencapaian tujuan yang harus dicapai.

Bahan Bacaan Analisis Data Fiskal Kabupaten Madiun

Page 4: epzarkazi.files.wordpress.com file · Web viewBerlakunya UU No. 22 Tahun 1999 dan UU No. 25 Tahun 1999 merupakan titik awal berjalannya otonomi daerah

Secara umum, kerangka pikir Analisis Fiskal Kabupaten Madiun ini sebagaimana ditunjukkan dalam bagan di bawah ini;

KERANGKA KONSEPTUAL PENELITIAN

Bahan Bacaan Analisis Data Fiskal Kabupaten Madiun

Asas Desentralisasi dalam Penyelenggaraan Pemerintah Daerah

UU 32 Th 2004 dan UU 33 Th 2004

Kebijakan Otonomi Daerah

Landasan Hukum Analisis Data Fiskal :

UU 17/2003 tentang Keuangan Negara;

UU I/2004 tentang Perbendaharaan Negara;

PP 24/ 2005 tentang Standar Akuntansi

Pemerintah;

PP 58/2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah;

PP No. 56/2005; Sistem Informasi Keuangan Daerah

PP No. 41/2007; Tentang organisasi perangkat

daerah;

PP No. 38/2007; tentang Pembagian urusan

Pemerintahan antara Pemerintah,

Pemerintahan Daerah Provinsi, dan

Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota

Permendagri No 59 Tahun 2007 tentang Perubahan

Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor

13 Tahun 2006 Tentang Pedoman Pengelolaan

Keuangan Daerah.

Analisis Data Fiskal Kabupaten Madiun

Pengukuran kinerja, struktur, dan proyeksi APBD Kab. Madiun

Konsep value for money untuk melihat efisiensi dan efektivitas pengelolaan fiskal

Kemampuan Keuangan Daerah

DERAJAT KEMANDIRIAN FISKAL DAN POLA HUBUNGAN FISKAL KABUPATEN MADIUN

DENGAN PEMERINTAH PUSAT

Page 5: epzarkazi.files.wordpress.com file · Web viewBerlakunya UU No. 22 Tahun 1999 dan UU No. 25 Tahun 1999 merupakan titik awal berjalannya otonomi daerah

III. METODE PENELITIAN3.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini berbentuk deskriptif kuantitatif. 3.2. Tempat dan Lingkup Data Penelitian

Tempat pelaksanaan kegiatan ini secara spesifik dilakukan dalam wilayah administratif Kabupaten Madiun. Sedangkan lingkup data penelitian ini menggunakan batasan temporal tahun 2009-2012, dimana jangka waktu tersebut adalah masa diberlakukannya kebijakan otonomi daerah.3.3. Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder.3.4. Metode Pengumpulan Data

Data dalam penelitian ini diperoleh dari berbagai sumber dengan melakukan studi kepustakaan dan pengamatan di lapangan. Pengambilan data dilaksanakan melalui:

a. Focus Group Discussion (FGD)b. Interviewc. Dokumentasi, pengumpulan, pencatatatan atas data-data sekunder yang dibutuhkan

dalam mengolah dan menganalisis penelitian. 3.5. Analisis Data

Dalam penelitian ini menggunakan analisis pengukuran kinerja sebagai berikut. 3.5.1.Fiscal Performance Tools

a. Derajat Desentralisasi Fiskal, antara pemerintah pusat dan daerah dapat menggunakan ukuran sebagai berikut (Reksohadiprojo, 2001):

1)

2) x 100%

3)Dimana: TPD = PAD + BHPBP + SDJika hasilnya tinggi maka derajat desentralisasinya besar (mandiri).

Tabel 3.1 : Skala Interval Derajat Desentralisasi Fiskal

PAD / TPD (%) Kemampuan Keuangan Daerah

00-10,00 Sangat kurang10,01-20,00 Kurang20,01-30,00 Cukup30,01-40,00 Sedang40,01-50,00 Baik

>50,00 Sangat baik

b. Kebutuhan Fiskal (fiscal need)Perhitungan kebutuhan fiskal menggunakan Indek Pelayanan Publik per Kapita (IPPP) dengan formula sebagai berikut (Reksohadiprojo, 2001):

Bahan Bacaan Analisis Data Fiskal Kabupaten Madiun

Page 6: epzarkazi.files.wordpress.com file · Web viewBerlakunya UU No. 22 Tahun 1999 dan UU No. 25 Tahun 1999 merupakan titik awal berjalannya otonomi daerah

SKbFP Jatim =

PPP =

SKbFK Kab.Madiun =

c. Kapasitas Fiskal (Fiscal Capacity)Kapasitas fiskal dapat dihitung dengan cara :

SkaFP Jatim =

KaFkK Kab.Madiun =

d. Celah Fiskal (Fiscal Gap)Celah fiskal merupakan kebutuhan fiskal daerah yang dikurangi dengan kapasitas fiskal daerah (UU 34 th 2004 pasal 27 ayat 3).

b. Upaya Fiskal (Tax Effort)Upaya fiskal atau usaha pajak dihitung dengan mencari koefisien elastisitas PAD terhadap PDRB, semakin elastis PAD suatu daerah, maka struktur PAD di daerah tersebut makin baik dengan formula sebagai berikut (Reksohadiprodjo, 2001) :

Elastisitas PAD =

3.5.2. Rasio Belanja Daeraha. Rasio Aktivitas Belanja

Rasio aktivitas merupakan keserasian antara Belanja Rutin dan Belanja Pembangunan atau Belanja Tidak Langsung dan Belanja Langsung, dapat diformulasikan sebagai berikut (Halim, 2004) :

Rasio Belanja Tidak Langsung =

Rasio Belanja Langsung =

b. Rasio Belanja Modal terhadap Total BelanjaRasio perhitungannya dapat diformulasikan sebagai berikut:

Rasio belanja modal terhadap Total Belanja = x 100%

c. Rasio Belanja Pegawai terhadap Toatal Belanja

Bahan Bacaan Analisis Data Fiskal Kabupaten Madiun

Page 7: epzarkazi.files.wordpress.com file · Web viewBerlakunya UU No. 22 Tahun 1999 dan UU No. 25 Tahun 1999 merupakan titik awal berjalannya otonomi daerah

Rasio perhitungannya dapat diformulasikan sebagai berikut:

Rasio Belanja Pegawai terhadap Total Belanja =

d. Rasio Belanja Pegawai terhadap PADRasio perhitungannya dapat diformulasikan sebagai berikut:

Rasio Belanja Pegawai terhadap PAD =

e. Rasio Efektivitas PADRasio perhitungannya dapat diformulasikan sebagai berikut:

Efektivitas PAD =

f. Pertumbuhan PADRasio perhitungannya dapat diformulasikan sebagai berikut:

Pertumbuhan PAD =

g. Rasio Surplus/Defisit AnggaranSurplus atau defisit dapat menggambarkan apakah pendapatan yang diterima oleh daerah lebih besar daripada pengeluarannya atau sebaliknya.

3.5.3. Kemadirian Fiskal Daeraha. Rasio kemandirian daerah dapat dihitung dengan rumus (Halim, 2004) :

Tabel 3.2 : Kriteria Kemandirian Fiskal Daerah dan Pola Hubungan dengan Pemerintah Pusat

Kemampuan keuangan Kemandirian (%) Pola hubungan

Rendah sekali 0-25% InstruktifRendah 25-50% KonsultatifSedang 50-75% PartisipatifTinggi 75-100% Delegatif

b. Analisis Nilai Uang (Value For Money Analysis)Konsep value for money sangat penting bagi pemerintah sebagai pemberi pelayanan kepada masyarakat karena pemakaian konsep tersebut akan memberi manfaat berupa (Halim, 2002 dalam Mardiasmo, 2006) :1. Efektivitas pelayanan publik, dalam arti pelayanan yang diberikan kepada

masyarakat sesuai dengan apa yang telah direncanakan dan tepat sasaran.2. Meningkatkan mutu pelayanan publik.

Bahan Bacaan Analisis Data Fiskal Kabupaten Madiun

Surplus/(defisit) = Realisasi Total Pendapatan – Realisasi Total

Belanja

Page 8: epzarkazi.files.wordpress.com file · Web viewBerlakunya UU No. 22 Tahun 1999 dan UU No. 25 Tahun 1999 merupakan titik awal berjalannya otonomi daerah

3. Dengan menghilangkan setian inefisiensi dalam seluruh tindakan pemerintah maka biaya pelayanan yang diberikan menjadi murah dan selalu dilakukan penghematan dalam pemakaian sumber daya.

4. Alokasi belanja yang lebih berorientasi pada kepentingan publik.5. Meningkatkan publik cost awareness sebagai akar dari akuntabilitas publik.

3.6. Analisis Efektivitas Keuangan DaerahEfektivitas keuangan yang dimaksud dalam keuangan daerah adalah ukuran

kemampuan suatu daerah dalam merealisasikan anggaran (target) komponen-komponen dalam Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) yang ditetapkan. Semakin tinggi rasio efektivitasnya, maka semakin baik pula kinerja keuangan daerahnya. Namun, perilaku anggaran suatu daerah harus dilihat lebih mendalam, sehingga performance yang ditampilkan benar-benar menunjukkan realitas (Brodjonegoro, 2013).

3.7. Analisis ProyeksiKemampuan dan pengalaman ekspert merupakan kata kunci untuk keberhasilan

penggunaan metode ini. Ekspert dalam kaitan ini harus memiliki data dan informasi yang cukup mengenai sistem penerimaan yang berlaku, kondisi perekonomian, dan informasi tambahan lain yang relevan dengan objek yang diestimasi. Dalam RPJM Daerah maupun Provinsi, maka yang dipakai untuk memprediksi anggaran tahun berikutnya adalah menggunakan teori pertumbuhan, dimana formulasinya adalah:

IV. Kondisi Obyektif Daerah Penelitian4.1. Struktur Penerimaan Daerah Kabupaten Madiun

a. Perkembangan Penerimaan Pendapatan Asli DaerahGrafik 5.1 : Perkembangan Realisasi Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Madiun

(2009-2012)

Grafik 5.2 : Perkembangan Realisasi Komposisi Komponen PAD Kabupaten Madiun (2009-2012)

Bahan Bacaan Analisis Data Fiskal Kabupaten Madiun

Page 9: epzarkazi.files.wordpress.com file · Web viewBerlakunya UU No. 22 Tahun 1999 dan UU No. 25 Tahun 1999 merupakan titik awal berjalannya otonomi daerah

b. Perkembangan Penerimaan Dana Perimbangan

Grafik 5.3 : Perkembangan Realisasi Dana Perimbangan Kabupaten Madiun (2009-2012)

Grafik 5.4 : Perkembangan Realisasi Komposisi Komponen Dana Perimbangan Kabupaten Madiun (2009-2012)

Bahan Bacaan Analisis Data Fiskal Kabupaten Madiun

Page 10: epzarkazi.files.wordpress.com file · Web viewBerlakunya UU No. 22 Tahun 1999 dan UU No. 25 Tahun 1999 merupakan titik awal berjalannya otonomi daerah

c. Perkembangan Penerimaan Lain-lain Pendapatan yang Sah

Grafik 5.5 : Perkembangan Realisasi Lain-lain Pendapatan yang Sah Kabupaten Madiun (2009-2012)

Grafik 5.6 : Perkembangan Realisasi Komposisi Komponen Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah Kabupaten Madiun (2009-2012)

Bahan Bacaan Analisis Data Fiskal Kabupaten Madiun

Page 11: epzarkazi.files.wordpress.com file · Web viewBerlakunya UU No. 22 Tahun 1999 dan UU No. 25 Tahun 1999 merupakan titik awal berjalannya otonomi daerah

4.2. Struktur Belanja Daerah Kabupaten Madiun1. Perkembangan Belanja Daerah

Grafik 5.7 : Perkembangan Realisasi Belanja Daerah Kabupaten Madiun (2009-2012)

2. Perkembangan Belanja Tidak Langsung

Grafik 5.8 : Perkembangan Realisasi Belanja Tidak Langsung Kabupaten Madiun (2009-2012)

3. Perkembangan Belanja Langsung

Bahan Bacaan Analisis Data Fiskal Kabupaten Madiun

Page 12: epzarkazi.files.wordpress.com file · Web viewBerlakunya UU No. 22 Tahun 1999 dan UU No. 25 Tahun 1999 merupakan titik awal berjalannya otonomi daerah

Grafik 5.9 : Perkembangan Realisasi Belanja Langsung Kabupaten Madiun (2009-2012)

4. Struktur Pembiayaan Daerah Kabupaten Madiuna. Perkembangan Penerimaan Pembiayaan Daerah

Grafik 5.10 : Perkembangan Realisasi Penerimaan Pembiayaan Daerah Kabupaten Madiun (2009-2012)

b. Perkembangan Pengeluaran Pembiayaan DaerahGrafik 5.11 : Perkembangan Realisasi Pengeluaran Pembiayaan

Daerah Kabupaten Madiun (2009-2012)

Grafik 5.12 : Perkembangan Realisasi Pembiayaan Netto Kabupaten Madiun (2009-2012)

Bahan Bacaan Analisis Data Fiskal Kabupaten Madiun

Page 13: epzarkazi.files.wordpress.com file · Web viewBerlakunya UU No. 22 Tahun 1999 dan UU No. 25 Tahun 1999 merupakan titik awal berjalannya otonomi daerah

4.3. Kemampuan Keuangan Daerah Kabupaten MadiunDalam analisis kemampuan keuangan daerah memerlukan data perkembangan penerimaan dan pengeluarannya sehingga memungkinkan dilakukan proyeksi kemampuan dalam lima tahun mendatang. Perkembangan Public SavingPenyediaan dana untuk program tercermin dari besarnya Public saving. Nilai ini dihitung dari pendapatan dikurangi belanja wajib (belanja pegawai / belanja tidak langsung + belanja langsung khusus belanja operasi dan pemeliharaan). Jumlah ini adalah dana yang siap digunakan untuk melaksanakan program-program pemerintah daerah. Berikut adalah kemampuan keungan daerah:

Grafik 5.13 : Perkembangan Realisasi Public Saving Kabupaten Madiun

(2009-2012)

4.4. Perkembangan DSCR.Untuk mengetahui kemampuan fiskal Kabupaten Madiun dalam rangka

melakukan pinjaman daerah dapat diketahui dari perhitungan Debt Services Coverage Bahan Bacaan Analisis Data Fiskal Kabupaten Madiun

Page 14: epzarkazi.files.wordpress.com file · Web viewBerlakunya UU No. 22 Tahun 1999 dan UU No. 25 Tahun 1999 merupakan titik awal berjalannya otonomi daerah

Ratio (DSCR). DSCR ini juga dapat digunakan sebagai kekuatan fiskal daerah dalam upaya meningkatkan kemandirian daerah dan mengurangi ketergantungan fiskal yang berupa penerimaan DAU dan DAK.

Grafik 5.14 : DSCR APBD Kabupaten Madiun 2009-2012

Bahan Bacaan Analisis Data Fiskal Kabupaten Madiun

Page 15: epzarkazi.files.wordpress.com file · Web viewBerlakunya UU No. 22 Tahun 1999 dan UU No. 25 Tahun 1999 merupakan titik awal berjalannya otonomi daerah

4.5. Kinerja Keuangan DaerahBerdasarkan konsep Musgrave dalam buku ekonomi publik oleh Sukanto

Reksohadiprojo (2000) indikator kinerja keuangan daerah terdiri dari derajat desentralisasi fiskal, kebutuhan fiskal, kapasitas fiskal, dan celah fiskal, upaya fiskal, rasio aktivitas, dan efektivitas PAD.

1. Derajat Desentralisasi FiskalDerajat desentralisasi fiskal antara pemerintah pusat dan daerah pada umumnya

ditunjukkan oleh variabel-variabel Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap Total Penerimaan Daerah (TPD), Rasio Bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak untuk daerah (BHPBP) terhadap Total Penerimaan Daerah (TPD) dan Rasio Sumbangan Daerah (SD) terhadap Total Penerimaan Daerah (TPD).2. Kebutuhan Fiskal (fiscal need)

Persentase kebutuhan fiskal daerah Kabupaten Madiun berkisar 4% sampai 9%. Rata – rata kebutuhan fiskal per tahun adalah 6,52%. Hal ini berarti total pendapatan yang direalisasikan untuk memenuhi kebutuhan belanja daerah Kabupaten Madiun kurang 6,52% dari total pendapatan setiap tahunnya.3. Kapasitas Fiskal (Fiscal Capacity)

Persentase kapasitas fiskal berkisar 0,2-0,4%. Kemampuan menggali potensi daerah dikatakan rendah yaitu sebesar 0,2 sampai 0,4% saja. Rata-rata kapasitas fiskal per tahun sebesar 0,27%. Hal ini berarti pendapatan per kapita Kabupaten Madiun per tahun nya hanya mengalami pertumbuhan 0,27%. 4. Celah Fiskal (Fiscal Gap)

Persentase celah fiskal Kabupaten Madiun berkisar 4-9%. Artinya Kabupaten Madiun masih harus meningkatkan kapasitas fiskalnya sebesar celah fiskal tersebut untuk memenuhi kebutuhan fiskal nya.5. Upaya atau Posisi Fiskal (Tax Effort)

Upaya fiskal dilihat dari elastisitas fiskal Kabupaten Madiun dikatakan elastis karena mendekati satu (1). Dimana jika PDRB naik 1%, fiskal akan naik dengan 0,67%.

4.6. Rasio Belanja Daerah1. Rasio Aktivitas Belanja

Rasio belanja langsung terhadap total belanja Kabupaten Madiun lebih kecil daripada rasio belanja tidak langsung terhadap total belanja. Padahal belanja program pembangunan ada pada belanja langsung. Hal ini berarti pendapatan daerah terserap lebih besar untuk belanja tidak langsung yang terdiri dari belanja pegawai, belanja bunga, belanja subsidi, belanja hibah, belanja bagi hasil, belanja bantuan keuangan, dan lain sebagainya.

2. Rasio Belanja Modal terhadap Total BelanjaRasio belanja modal terhadap total belanja hanya berkisar 12-20%. Hal ini berarti

belanja untuk program pembangunan, seperti infrastruktur dan sebagainya hanya 12-20% dari belanja lain. Atau dengan kata lain, proporsi realisasi anggaran untuk program pembangunan dikatakan rendah. 3. Rasio Belanja Pegawai terhadap Total Belanja

Rasio belanja pegawai terhadap total belanja berkisar 59-66%. Hal ini berarti total pendapatan yang diperoleh Kabupaten Madiun, lebih dari 50% terserap untuk membayar gaji pegawai (PNS).

Bahan Bacaan Analisis Data Fiskal Kabupaten Madiun

Page 16: epzarkazi.files.wordpress.com file · Web viewBerlakunya UU No. 22 Tahun 1999 dan UU No. 25 Tahun 1999 merupakan titik awal berjalannya otonomi daerah

4. Rasio Belanja Pegawai terhadap PADRasio belanja pegawai terhadap PAD berkisar 928-1403%. Ini merupakan

persentase angka yang sangat besar, dimana pendapatan asli daerah tidak mampu membiayai belanja pegawai. Hal ini berarti dana perimbangan baik berupa DAU dan DAK yang seharusnya digunakan untuk membantu membiayai program pembangunan (meningkatkan belanja modal untuk social welfare) banyak terserap untuk membiayai belanja pegawai.

4.7. Rasio Efektivitas PADSecara teori value for money analysis tahun anggaran yang paling efektif adalah tahun

2009 (>100%), namun secara analisis efektivitas keuangan daerah, bahwa semakin besar rasio efektivitasnya maka kinerja keuangan fiskal semakin baik, yang berarti di tahun anggaran 2010 lah yang paling efektif.

4.8. Pertumbuhan PADPertumbuhan PAD sangat berfluktuatif. Pada tahun 2009 sampai 2010 mengalami

peningkatan yang cukup besar, namun di tahun berikutnya selalu mengalami penurunan, Hal ini menjadi evalusi Kabupaten Madiun dalam menggali potensi daerah dan meningkatkan PAD sebagai basis potensi fiskal daerah.

4.9. Rasio Surplus / Defisit AnggaranSurplus / (Defisit) APBD Kabupaten Madiun tahun 2009-2012

Dari tabel dan grafik perhitungan di atas dapat diketahu bahwa surplus realisasi anggaran tertinggi terjadi tahun 2010

Jika dilihat dari fluktuasinya, maka kinerja nya masih belum dikatakan baik, dimana di tahun 2010 meningkat cukup besar, namun di tahun 2011 dan seterusnya selalu mengalami penurunan.

Bahan Bacaan Analisis Data Fiskal Kabupaten Madiun

Page 17: epzarkazi.files.wordpress.com file · Web viewBerlakunya UU No. 22 Tahun 1999 dan UU No. 25 Tahun 1999 merupakan titik awal berjalannya otonomi daerah

4.10. Proyeksi FiskalGrafik 5.16 : Proyeksi Pendapatan Asli Daerah

Proyeksi PAD atau target PAD lima tahun kedepan diperkirakan naik 18,76% setiap tahunnya.

Grafik 5.17 : Proyeksi Dana Perimbangan

Proyeksi Dana Perimbangan lima tahun kedepan diperkirakan naik 8,68% setiap tahunnya.

Grafik 5.18 : Proyeksi Lain-lain Pendapatan yang Sah

Proyeksi Lain-lain Pendapatan yang Sah lima tahun kedepan diperkirakan naik 15,16% setiap tahunnya.

Bahan Bacaan Analisis Data Fiskal Kabupaten Madiun

Page 18: epzarkazi.files.wordpress.com file · Web viewBerlakunya UU No. 22 Tahun 1999 dan UU No. 25 Tahun 1999 merupakan titik awal berjalannya otonomi daerah

Grafik 5.19 : Proyeksi Belanja Daerah

Proyeksi Belanja Daerah lima tahun kedepan diperkirakan naik 10,57% setiap tahunnya.Grafik 5.20 : Proyeksi Pembiayaan Netto

Proyeksi Pembiayaan Netto lima tahun kedepan diperkirakan naik 29,55% setiap tahunnya.

Grafik 5.21 : Proyeksi Public Saving

Proyeksi public saving lima tahun kedepan diperkirakan naik 6,56% setiap tahunnya.

Bahan Bacaan Analisis Data Fiskal Kabupaten Madiun

Page 19: epzarkazi.files.wordpress.com file · Web viewBerlakunya UU No. 22 Tahun 1999 dan UU No. 25 Tahun 1999 merupakan titik awal berjalannya otonomi daerah

Grafik 5.22 : Proyeksi DSCR

Proyeksi DSCR lima tahun kedepan diperkirakan naik 29,54% setiap tahunnya.

4.11. Efisiensi dan Efektivitas Kinerja Keuangan Daerah1. Efisiensi

Tingkat Efisiensi Alokasi Realisasi APBD Kabupaten Madiun

TahunRealisasi Belanja

Daerah(input) (Rp)

Realisasi Pendapatan Daerah

(output)(Rp)

Efisiensi (%)

2009 710714084954,28 706349934777,21 100,62%2010 770059874653,98 831985796053,66 92,56%2011 872717902269,75 896044454137,34 97,4%2012 1026628229931,79 1029699204065,80 99,7%

Mengacu kepada metode penelitian tersebut di atas tentang pedoman penilaian dan kemampuan keuangan, maka kriteria pengelolaan keuangan daerah dikatakan hampir efisien, karena bernilai di atas 90% namun ada bebrapa yang lebih dari 100%, ini berarti anggaran Kabupaten Madiun mengalami defisit. Grafik berikut memperlihatkan perkembangan tingkat efisiensi anggaran Kabupaten Madiun selama lima tahun (2009-2012).

Grafik 5.23 : Tingkat Efisiensi APBD

Dari grafik di atas dapat diketahui bahwa tingkat efisiensi tertinggi terjadi pada tahun 2012 yaitu sebesar 99,7%, namun menurun dan menjadi tidak efisien pada tahun berikutnya, hal ini dikarenakan sepanjang tahun berjalan jika diasumsikan jumlah yang dianggarkan sama dengan realisasi maka defisitnya cukup besar. Hal ini bisa menjadi bahan pertimbangan Kabupaten Madiun untuk mengurangi alokasi anggaran untuk kebutuhan yang kurang urgent.

Bahan Bacaan Analisis Data Fiskal Kabupaten Madiun

Page 20: epzarkazi.files.wordpress.com file · Web viewBerlakunya UU No. 22 Tahun 1999 dan UU No. 25 Tahun 1999 merupakan titik awal berjalannya otonomi daerah

2. EfektivitasTingkat Efektivitas Anggaran APBD Kabupaten Madiun

TahunRealisasi

Pendapatan (Outcome)(Rp)

Anggaran Pendapatan (Output)

(Rp)

Efektivitas (%)

2009 706349934777,21 684656658800,00 103,172010 831985796053,66 815316909616,00 102,042011 896044454137,34 884362848271,54 101,322012 1029699204065,80 1033138188704,28 99,67

Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa secara teori value for money analysis bahwa efektivitas anggaran hanya terjadi pada tahun 2012 yaitu sebesar 99,67%. Namun secara teori analisis efektivitas keuadan fiskal daerah, yang paling efektif terjadi pada tahun 2009, yang artinya Pemerintah Daerah Kabupaten Madiun mampu meningkatkan realisasi pendapatannya lebih dari yang dianggarkan (target).

Grafik 5.24 : Tingkat Efektivitas Anggaran Kabupaten Madiun

Dari grafik di atas, secara analisis efektivitas keuangan fiskal daerah, Kabupaten Madiun mengalami penurunan dalam hal keefektivan keuangan fiskal daerahnya.

4.12. Kemandirian Fiskal Daerah dan Pola Hubungan Keuangan Kabupaten Madiun dengan Pemerintah PusatKemandirian fiskal daerah tercermin dari besarnya PAD sebagai kekuatan

pengembangan potensi daerah dan sumber keuangan daerah. Maka jika dalam laporan APBD menunjukkan bahwa besarnya dana PAD lebih kecil dibandingkan besarnya dana perimbangan yang diberikan pemerintah pusat ke daerah maka kemandirian fiskal daerah rendah.

Tingkat Kemandirian Fiskal Daerah dan Pola Hubungan Pusat-Daerah

Tahun PAD B+S+PKemandirian

(%)Pola

Hubungan2009 30112862499,21 85163138500 35,36 Konsultatif2010 45034305944,66 170622510294 26,39 Konsultatif2011 57998223512,34 162131430360 35,77 Konsultatif2012 68545790750,80 156064473000 43,92 Konsultatif

Bahan Bacaan Analisis Data Fiskal Kabupaten Madiun

Page 21: epzarkazi.files.wordpress.com file · Web viewBerlakunya UU No. 22 Tahun 1999 dan UU No. 25 Tahun 1999 merupakan titik awal berjalannya otonomi daerah

Di Kabupaten Madiun, PAD lebih kecil bahkan rasio nya sangat jauh dari jumlah dana perimbangan. Hal ini menunjukkan bahwa Kabupaten Madiun belum mempunyai kemandirian fiskal daerah. Berdasarkan perhitungan dengan rasio kemandirian fiskal, tingkat kemandirian rata-rata berkisar 30-50%, yang menunjukkan pola hubungan konsultatif.

Pola hubungan konsultatif ini menunjukkan bahwa kemampuan keuangan Kabupaten Madiun masih dikatagorikan rendah, atau dengan kata lain, bahwa ketergantungan fiskal daerah kepada pemerintah pusat masih cukup besar.

V. KESIMPULAN DAN SARAN5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis data fiscal Kabupaten Madiun yang dipaparkan pada bab sebelumnya dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:1. Mengacu analisis derajad desentralisasi fiskal menunjukkan bahwa Keuangan

Kabupaten Madiun masih menunjukkan ketergantungan yang besar terhadap dana perimbangan dari pusat.

2. Pendapatan asli Daerah Kabupaten Madiun masih rendah yaitu dibawah 50%, hal ini menunjukkan bahwa masih rendahnya tingkat pendapatan daerah Kabupaten Madiun.

3. Apabila dilihat dari struktur Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Madiun, pengeluaran yang terbesar adalah pos belanja rutin yaitu belanja pegawai, hal ini menunjukkan bahwa biaya yang digunakan untuk program-program pembangunan masih rendah, hal ini ditunjukkan oleh nilai Public Saving yang lebih rendah dibandingkan dengan biaya rutin.

4. Dari analisis kebutuhan fiscal (fiscal need) Kabupaten Madiun menunjukkan bahwa kebutuhan fiscal berkisar 4% sampai 9%. Rata – rata kebutuhan fiskal per tahun adalah 6,52%. Hal ini berarti total pendapatan yang direalisasikan untuk memenuhi kebutuhan belanja daerah Kabupaten Madiun kurang 6,52% dari total pendapatan setiap tahunnya.

5. Dilihat dari kapasitas fiscal Kabupaten Madiun dimana rata-rata kapasitas fiscal Kabupaten Madiun sebesar 0.27%, hal ini menunjukkan bahwa kasaitas fiskal kabupaten Madiun masih rendah, yang berarti belum optimalnya penggalian penerimaan daerah melalui pajak dan restribusi daerah.

6. Dari analisis celah fiskal Kabupaten Madiun diperoleh nilai berkisar 4-9%. Artinya Kabupaten Madiun masih harus meningkatkan kapasitas fiskalnya sebesar celah fiskal tersebut untuk memenuhi kebutuhan fiskalnya.

7. Dari analisis rasio belanja modal terhadap total belanja didapatkan nilai berkisar antara 12%-20%, hal ini menunjukkan belanja untuk program pembangunan, seperti infrastruktur dan sebagainya hanya 12-20% dari belanja lain. Atau dengan kata lain, proporsi realisasi anggaran untuk program pembangunan dikatakan rendah.

8. Dari analisis rasio belanja pegawai terhadap total belanja di Kabupaten Madiun didapatkan nilai berkisar antara berkisar 59-66%. Hal ini berarti total pendapatan yang diperoleh Kabupaten Madiun, lebih dari 50% terserap untuk membayar gaji pegawai (PNS).

9. Rasio efektifitas PAD di Kabupaten Madiun tahun 2009- 2012 menunjukkan bahwa pada tahun 2010 merupakan tahun dimana tingkat efektifitasnya paling baik, hal ini ditunjukkan dengan nilai efektivitasnya sebesar 120%.

10. Tingkat pertumbuhan PAD Kabupaten Madiun antara tahun 2009- 2012 sangat fluktuatif dan cenderung menurun, hal ini menunjukkan bahwa belum optimalnya penggalian sumber- sumber PAD baik dari pajak maupun retribusi daerah sebagai basis fiskal.

Bahan Bacaan Analisis Data Fiskal Kabupaten Madiun

Page 22: epzarkazi.files.wordpress.com file · Web viewBerlakunya UU No. 22 Tahun 1999 dan UU No. 25 Tahun 1999 merupakan titik awal berjalannya otonomi daerah

11. Dari anailsis DSCR daerah Kabupaten Madiun bahwa Kabupaten Madiun mempunyai kemampuan untuk melakukan pinjaman daerah dimana nilai DSCR nya di atas 2,5. DSCR Kabupaten Madiun yang paling tinggi terjadi pada tahun 2012, sudah pasti ini juga dilihat dari kemampuan keuangan yang meningkat di tahun 2012 tersebut.

12. Dilihat dari analisis efisiensi kinerja keuangan daerah Kabupaten Madiun, dikatakan mendekati efisien karena bernilai di atas 90% namun ada beberapa yang kurang dari 100%, ini berarti anggaran Kabupaten Madiun mengalami defisit.

13. Dari analisis efektifitas kinerja keuangan daerah Kabupaten Madiun menunjukkan secara teori value for money analysis bahwa efektivitas anggaran hanya terjadi pada tahun 2012 yaitu sebesar 99,67%. Namun secara teori analisis efektivitas keadaan fiskal daerah, yang paling efektif terjadi pada tahun 2009, yang artinya Pemerintah Daerah Kabupaten Madiun mampu meningkatkan realisasi pendapatannya lebih dari yang dianggarkan (target).

14. Berdasarkan perhitungan dengan rasio kemandirian fiskal, tingkat kemandirian rata-rata berkisar 30-50%, yang menunjukkan pola hubungan konsultatif. Pola hubungan konsultatif ini menunjukkan bahwa kemampuan keuangan Kabupaten Madiun masih dikatagorikan rendah, atau dengan kata lain, bahwa ketergantungan fiskal daerah kepada pemerintah pusat masih cukup besar.

5.2. SARANBerdasarkan kesimpulan analisis dan pembahasan data fiscal Kabupaten Madiun

diatas maka saran penelitian ini adalah sebagai berikut:1. Dilihat penerimaan PAD Kabupaten Madiun dari tahun 2009-2012, rasio PAD terhadap

APBD kurang dari 50%, hal ini menunjukkan bahwa PAD Kabupaten Madiun belum mampu mencukupi kebutuhan pembangunan. Strategi kebijakan yang direkomendasikan kepada pemerintah Kabupaten Madiun adalah ;

a. Pajak Daerah berada di posisi ketiga penyumbang PAD Kab Madiun (20,8%). Optimalisasi pajak daerah perlu dilakukan mengingat pos ini bersifat fundamental (berbasis obyek dan tarif pajak yang terus meningkat), rekomendasi kebijakan yang perlu dilakukan adalah intensifikasi pajak atau melalui ekstensifikasi pajak oleh instansi terkait.

b. Retribusi Pajak juga merupakan sumber PAD yang fundamental (berbasis infrastruktur layanan publik yang terus meningkat) berada di posisi kedua penyumbang PAD (23,45%), maka rekomendasi kebijakan berupa penyesuaian tarif dan perluasan obyek retribusi daerah,.

c. Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan memberikan kontribusi paling kecil terhadap PAD sebesar 4,17%. Sumber ini secara konseptual memiliki petensi yang besar untuk dikembangkan, mengingat struktur ekonomi kab Madiun terus bergeser dari sektor primer ke sektor sekunder dan tersier. Artinya perkembangan sektor industri dan jasa berkembang pesat. Kondisi ini sangat memungkinkan untuk dilakukan penyertaan modal pada BUMD, BUMN, badan usaha swasta maupun kelompok masyarakat sebagai upaya untuk meningkatkan PAD dari sumber ini.

d. Sumber PAD dari komponen Lain-lain PAD yang sah berkontribusi paling besar, yaitu 51,59%. Sumber ini perlu untuk dipertahankan, utamanya yang bersifat positif, antara lain hasil penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan, fasilitas umum dll. Sedangkan yang bersifat dis-insentif terhadap pembangunan seperti denda

Bahan Bacaan Analisis Data Fiskal Kabupaten Madiun

Page 23: epzarkazi.files.wordpress.com file · Web viewBerlakunya UU No. 22 Tahun 1999 dan UU No. 25 Tahun 1999 merupakan titik awal berjalannya otonomi daerah

keterlambatan pekerjaan, denda pajak dll akan semakin mengecil seiring dengan peningkatan kesadaran masyarakat dan peningkatan kinerja pemerintah..

2. Guna meningkatkan PAD, perlu dilakukan pemetaan terhadap instansi-instansi terkait yang merupakan basis penerimaan daerah, untuk mengefektifkan penerimaan PAD melalui dengan;

a. Penguatan kelembagaan, b. Penentuan besaran tarif pajak dan/atau retribusi daerah,c. Meningkatkan efektivitas pemungutan pajak dan retribusi daerah,d. Mengurangi tingkat kebocoran pemungutan pajak dan retribusi daerah melaui

sistim yang terpadu dan transparan.3. Paradigma baru (new paradigm) dalam pengelolaan keuangan daerah memiliki orientasi

pokok pada peningkatkan kemandirian keuangan daerah melalui sumber-sumber yang fundamental. Selain upaya optimalisasi PAD sebagaimana disampaikan pada poin 1 di atas, maka yang tidak kalah penting adalah efisiensi pengelolaan Belanja Daerah. Rekomendasi kebijakan pengelolaan belanja daerah Kabupaten Madiun sebagai berikut;

a. Belanja Pegawai Kab Madiun masih relatif tinggi, yaitu merata selama tahun 2009-2012* menunjukkan proporsi sebesar 87,69%, dan menunjukkan trend yang terus meningkat, yaitu tahun 2009 hingga tahun 2012 memiliki proporsi 86,16%, 87%, 88%, 89 % sehingga perlu efisiensi di bidang ini.

b. Meningkatkan belanja langsung/belanja publik, utamanya pada pos Belanja Modal dan Belanja Barang dan jasa hingga mendekati 50%.

4. Tingkat Public Saving Kabupaten yang rendah, maka perlu ada penambahan jumlah Public Saving, hal ini penting dilakukan karena Public Saving merupakan belanja program pembangunan, dengan semakin besar Public Saving maka semakin besar pula sumberdaya untuk kesejahteraan masyarakat (social welfare).

5. Kebutuhan fiscal Kabupaten Madiun yang sebesar 6.52%, sedangkan kapasitas fiscal Kabupaten Madiun sebesar 0.27%. hal ini menunjukkan bahwa ada kekurangan fiscal ( fiscal gap) sebesar 6.52%, hal ini membutuhkan terobosan yang tepat terkait dengan alternatif sumber pembiayaan daerah, antara lain kemitraan dengan swasta (CRS).

6. Tingkat kemandirian fiskal Kabupaten Madiun masih dikatagorikan rendah, maka upaya meningkatkan PAD sebagai basis potensi daerah lebih ditingkatkan, bisa berupa;a. peningkatan pajak dan retribusi dengan menaikkan tarif pajak,dan kontrol yang baik

atas sektor tersebut, b. menetapkan target PAD setiap tahun secara rasional, c. penerimaan PAD lain yang sah lebih ditingkatkan, karena jika melihat data APBD

yang ada komponen ini selalu mempunyai jumlah yang besar, d. memaksimalkan pengelolaan kekayaan daerah yang potensial.

Bahan Bacaan Analisis Data Fiskal Kabupaten Madiun