©ukdwsinta.ukdw.ac.id/sinta/resources/sintasrv/getintro/01092266/aeec... · warga jemaat hkbp...

13
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Warga jemaat HKBP adalah orang Kristen yang namanya tercatat dalam buku register warga jemaat HKBP dan menaati ketentuan-ketentuan yang berlaku di HKBP. Lebih jelasnya hal ini diatur dalam buku, Aturan dohot Paraturan (AP) Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) tahun 2002 bagian ketiga yaitu Peraturan Bab I Pasal 2 ayat 1 mengenai Kewargaan HKBP, bahwa warga HKBP adalah: 1.1 Yang sudah dibaptis dan hidup dalam ketaatan kepada Allah Bapa, Anak, dan Roh Kudus. 1.2 Yang tunduk pada konfessi, Aturan Peraturan, Peraturan Penggembalaan dan Siasat Gereja, serta norma- norma kekristenan di HKBP. 1.3 Namanya tertulis pada buku keluarga atau buku register warga jemaat. Mengenai hak warga terdapat dalam buku AP HKBP tahun 2002 bagian kedua yaitu mengenai Aturan Bab X pasal 13, bahwa: Setiap warga berhak memperoleh bagian dalam pelayanan baptisan kudus, sidi, perjamuan kudus, pemberkatan pernikahan , dan menerima penggembalaan, penghiburan bagi yang sakit, yang berdukacita bimbingan kepada keluarga yang terkena sanksi hukum negara maupun Peraturan Penggembalaan dan siasat Gereja; doa syafaat dan berbagai berkat rohani melalui pelayanan jemaat. Melalui pasal di atas diketahui bahwa sebagai warga HKBP salah satu hak warga adalah memperoleh bagian dalam pelayanan pemberkatan pernikahan. Ini berarti kepada setiap warga jemaat yang ingin membangun rumah tangga, pihak gereja harus mempersiapkan suatu ibadah pemberkatan pernikahan untuk mereka. Sebelum pemberkatan pernikahan diberikan, calon pasangan suami dan istri harus diperiksa terlebih dahulu sesuai dengan aturan yang berlaku di HKBP. Jika didapati hal-hal yang membuat tidak dimungkinkannya pelaksanaan suatu pemberkatan pernikahan, gereja berhak menyatakan halangan pemberkatan pernikahan. Salah satu halangan yang menyebabkan tidak dapat dilangsungkannya suatu pemberkatan pernikahan di HKBP yaitu jika diketahui bahwa jemaat yang ingin diberkati ternyata telah hamil (sedang mengandung). Sebab kepada orang yang diketahui telah hamil sebelum menikah secara resmi, akan diberlakukan Hukum Penggembalaan ©UKDW

Upload: trinhminh

Post on 16-Mar-2019

377 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: ©UKDWsinta.ukdw.ac.id/sinta/resources/sintasrv/getintro/01092266/aeec... · Warga jemaat HKBP adalah orang Kristen yang namanya tercatat dalam buku register warga ... juga menghasilkan

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Warga jemaat HKBP adalah orang Kristen yang namanya tercatat dalam buku register warga

jemaat HKBP dan menaati ketentuan-ketentuan yang berlaku di HKBP. Lebih jelasnya hal ini

diatur dalam buku, Aturan dohot Paraturan (AP) Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) tahun

2002 bagian ketiga yaitu Peraturan Bab I Pasal 2 ayat 1 mengenai Kewargaan HKBP, bahwa

warga HKBP adalah:

1.1 Yang sudah dibaptis dan hidup dalam ketaatan kepada Allah Bapa, Anak, dan Roh Kudus.

1.2 Yang tunduk pada konfessi, Aturan Peraturan, Peraturan Penggembalaan dan Siasat Gereja, serta norma-

norma kekristenan di HKBP.

1.3 Namanya tertulis pada buku keluarga atau buku register warga jemaat.

Mengenai hak warga terdapat dalam buku AP HKBP tahun 2002 bagian kedua yaitu mengenai

Aturan Bab X pasal 13, bahwa:

Setiap warga berhak memperoleh bagian dalam pelayanan baptisan kudus, sidi, perjamuan

kudus, pemberkatan pernikahan, dan menerima penggembalaan, penghiburan bagi yang sakit,

yang berdukacita bimbingan kepada keluarga yang terkena sanksi hukum negara maupun

Peraturan Penggembalaan dan siasat Gereja; doa syafaat dan berbagai berkat rohani melalui

pelayanan jemaat.

Melalui pasal di atas diketahui bahwa sebagai warga HKBP salah satu hak warga adalah

memperoleh bagian dalam pelayanan pemberkatan pernikahan. Ini berarti kepada setiap warga

jemaat yang ingin membangun rumah tangga, pihak gereja harus mempersiapkan suatu ibadah

pemberkatan pernikahan untuk mereka.

Sebelum pemberkatan pernikahan diberikan, calon pasangan suami dan istri harus diperiksa

terlebih dahulu sesuai dengan aturan yang berlaku di HKBP. Jika didapati hal-hal yang membuat

tidak dimungkinkannya pelaksanaan suatu pemberkatan pernikahan, gereja berhak menyatakan

halangan pemberkatan pernikahan. Salah satu halangan yang menyebabkan tidak dapat

dilangsungkannya suatu pemberkatan pernikahan di HKBP yaitu jika diketahui bahwa jemaat

yang ingin diberkati ternyata telah hamil (sedang mengandung). Sebab kepada orang yang

diketahui telah hamil sebelum menikah secara resmi, akan diberlakukan Hukum Penggembalaan

©UKDW

Page 2: ©UKDWsinta.ukdw.ac.id/sinta/resources/sintasrv/getintro/01092266/aeec... · Warga jemaat HKBP adalah orang Kristen yang namanya tercatat dalam buku register warga ... juga menghasilkan

2

dan Siasat Gereja yang dalam HKBP disebut Ruhut Parmahanion dohot Paminsangon (RPP) di

HKBP. Berkenaan dengan kasus hamil sebelum menikah secara resmi, diatur dalam RPP Bab III

mengenai Bentuk dan Jenis Pelanggaran yang Bertentangan dengan Hukum Taurat No. 6

Berkaitan dengan Titah Ketujuh (Berzinah) bagian C.

Berzinah dalam RPP Bab III No. 6 C, diterjemahkan dari kata na marlangka pilit secara harafiah

dapat diartikan sebagai “yang salah langka” termasuk di dalamnya yang diketahui telah hamil

sebelum menikah secara resmi di gereja.1 Dengan demikian orang yang telah hamil itu tidak

dapat menerima pemberkatan pernikahan namun kepada mereka diberikan penggembalaan dan

diharapkan mereka dapat mengakui dosa kepada gereja dan kemudian setelah mereka melakukan

pengakuan dosa kepada gereja di depan para pelayan dan jemaat sesuai dengan tata kebaktian

(agenda HKBP) yang diatur oleh gereja, mereka akan diterima kembali oleh gereja dan statusnya

sebagai jemaat dipulihkan.

Di HKBP Makassar beberapa kali dijumpai ada jemaat HKBP yang mengalami kehamilan

sebelum menerima pemberkatan pernikahan di gereja dan biasanya yang mengalaminya adalah

anak muda. Keluarga yang mengetahui bahwa anaknya telah hamil atau yang telah menghamili

seorang gadis, akan segera mencari solusi bagaimana agar mereka dapat segera dinikahkan

secara resmi sebelum anak yang dikandung lahir. Mengetahui bahwa aturan di HKBP tidak

memperkenankan untuk melakukan pemberkatan pernikahan bagi pasangan yang telah hamil,

biasanya ada dua macam respon yang dipilih oleh keluarga itu.

Respon pertama, keluarga tersebut akan mempertimbangkan apakah tetap ingin mengikuti

kebijakan gereja atau respon kedua, pergi ke gereja lain yang bersedia melakukan pemberkatan

pernikahan bagi anaknya yang telah hamil. Jika mereka memilih respon pertama yaitu mengikuti

kebijakan yang ditetapkan oleh HKBP, maka mereka akan memegang status sebagai jemaat yang

sedang digembalakan sesuai dengan aturan Hukum Penggembalaan dan Siasat gereja (RPP

HKBP). Mereka (pasangan suami-istri yang hamil sebelum menikah resmi) akan diberikan

pendampingan secara khusus kemudian mereka diharapkan agar dapat melakukan pengakuan

dosa sehingga kemudian mereka akan diterima kembali sebagai jemaat dan status mereka

sebagai suami-istri akan diakui.2 Tetapi walau demikian pasangan yang telah hamil itu tetap

1 Na marlangka pilit adalah kata yang digunakan dalam Ruhut Parmahanion dohot Paminsangon (RPP)

yang menggunakan bahasa Batak. Sedangkan kata “berzinah” merupakan kata yang dipakai dalam buku terjemahan

RPP ke dalam bahasa Indonesia yakni Hukum Penggembalaan dan Siasat Gereja yang diterjemahkan oleh Pdt. A.A.

Zaitun Sihite, M.Th yang adalah pendeta HKBP Ressort Yogyakarta. 2 Di HKBP ketika ada orang yang akan menerima siasat gereja akan dilaksanakan suatu kebaktian

pelaksanaan siasat gereja (Pasahathon dongan tu uhuman Huria) dan ketika ia telah mengakui dosanya juga akan

©UKDW

Page 3: ©UKDWsinta.ukdw.ac.id/sinta/resources/sintasrv/getintro/01092266/aeec... · Warga jemaat HKBP adalah orang Kristen yang namanya tercatat dalam buku register warga ... juga menghasilkan

3

tidak akan pernah menerima pemberkatan pernikahan dari HKBP. Sedangkan jika memilih

respon kedua yaitu mereka tetap mengharapkan menerima pemberkatan pernikahan, maka

mereka harus pergi ke gereja lain yang bersedia melayankan pemberkatan pernikahan kepada

mereka. Namun dengan demikian mereka akan kehilangan status sebagai jemaat HKBP karena

dianggap telah meninggalkan gereja dan terdaftar sebagai jemaat di gereja lain. Di HKBP

Makassar, pasangan yang tidak dapat memperoleh pemberkatan nikah di HKBP karena diketahui

telah hamil, biasanya memilih respon yang kedua yaitu pergi ke gereja lain yang bersedia

melayankan pemberkatan pernikahan bagi mereka.

Alasan yang lazim dikemukakan oleh gereja (HKBP) ketika ditanyakan mengapa orang yang

telah hamil tidak dapat diberikan pemberkatan pernikahan adalah karena dosa. Mereka telah

melanggar hukum Allah yakni perintah jangan berzinah. Selain itu dalam pandangan HKBP

yang merupakan gereja dengan mayoritas jemaat menghidupi budaya Batak, memandang bahwa

laki-laki dan perempuan yang tinggal bersama dan memiliki anak sudah dikatakan sebagai

keluarga (pasangan suami dan isteri) meskipun mereka tidak pernah menikah secara resmi sesuai

aturan di gereja, adat maupun di negara.3 Jadi mereka tidak perlu diberikan pemberkatan

pernikahan sebab pemberkatan pernikahan diberikan kepada orang yang baru mau memulai

suatu hubungan suami dan istri. Sedangkan alasan yang biasanya terdengar tentang mengapa

orang yang tidak dapat diberkati di HKBP memilih untuk beralih ke gereja lain yang bersedia

memberikan mereka pemberkatan pernikahan, antara lain adalah karena mereka malu untuk

mengakui dosa kepada gereja dan mereka menginginkan agar mereka tetap diberkati walaupun

mereka sadar telah melakukan dosa atau pelanggaran. Tidak diketahui apa alasan pasti yang

melatarbelakangi mengapa mereka tetap menginginkan mendapatkan pemberkatan pernikahan

dari gereja namun dengan adanya sikap warga jemaat yang bersedia diberkati di gereja lain

memperlihatkan bahwa ada sesuatu yang mereka rasa pantas untuk diperjuangkan dan mereka

memiliki alasan untuk memperjuangkannya.

Adanya dua macam respon dari warga jemaat terhadap sikap gereja yang seakan-akan membeda-

bedakan orang yang berhak dan tidak berhak menerima pemberkatan pernikahan memancing

saya untuk berpikir sebenarnya hal apa atau gagasan apa yang ada dalam pikiran warga jemaat

mengenai ritual pernikahan. Mengapa ada jemaat yang tetap mengupayakan ritual pernikahan

tetapi juga ada yang bisa menerima aturan gereja yang tidak memperkenankan mereka terlibat

dilaksanakan kebaktian penerimaan kembali anggota (Paluahon angka na hona uhum parhuriaon) sesuai dengan

tata kebaktian yang telah diatur dalam buku tata kebaktian HKBP (agenda HKBP). 3 Bagi masyarakat suku Batak laki-laki dan perempuan yang tinggal bersama dan memiliki anak sudah

dikatakan sebagai satu keluarga, berbeda dengan masyarakat Indonesia yang melihat hal itu sebagai kumpul kebo.

©UKDW

Page 4: ©UKDWsinta.ukdw.ac.id/sinta/resources/sintasrv/getintro/01092266/aeec... · Warga jemaat HKBP adalah orang Kristen yang namanya tercatat dalam buku register warga ... juga menghasilkan

4

dalam ritual pernikahan. Respon yang diambil oleh warga jemaat mungkin dipengaruhi oleh

suatu gagasan yang mereka pikirkan mengenai pemberkatan pernikahan.

1.2 Rumusan Permasalahan

Berkenaan dengan gagasan mengenai pemberkatan pernikahan, Remco Robinson

mengemukakan adanya dimensi sosial dan teologis dari suatu ritual pernikahan yang diadakan di

gereja. Secara sosial, kebaktian pemberkatan pernikahan merupakan suatu ritus transisi yakni

ritus yang mempersiapkan orang dalam masa peralihan dan atau sebagai ritus konfirmasi yakni

ritus yang mengonfirmasi status orang yang telah menikah.4 Sementara secara teologis,

kebaktian pemberkatan pernikahan ritual merupakan ritual yang dilakukan di gereja karena ada

tujuan teologis tertentu yang ingin disampaikan yaitu pernikahan sebagai hal yang bersifat

transenden dan imanen.5

Salah satu alasan mengapa orang Kristen ingin menikah di gereja adalah agar mereka dapat

memperoleh pengakuan Yuridis dari negara dan masyarakat. Sebab Di Indonesia suatu

perkawinan dianggap resmi oleh negara apabila ada pernyataan dari lembaga agama yang

menyatakan bahwa pasangan suami dan isteri telah menikah menurut aturan dalam agama yang

dianut oleh pasangan suami dan isteri tersebut. Hal ini diatur dalam Undang-Undang Republik

Indonesia nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang berlaku di Republik Indonesia, Pasal 2:

(1) Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan

kepercayaannya itu. (2) Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan

yang berlaku.6 Pernyataan dalam undang-undang tersebut mengimplikasikan bahwa pasangan

suami dan isteri yang hendak mendapatkan pengakuan resmi dari negara yakni pencatatan sipil

harus memiliki surat keterangan menikah yang sah dari institusi agama atau gereja yang

bersangkutan. Adanya pengakuan resmi ini akan memberi dampak bagi penerimaan masyarakat

terhadap status pasangan yang telah menikah. Dalam hal ini ritual pernikahan yang diadakan di

gereja memiliki dampak sosial bagi relasi pasangan yang menikah dengan lingkungan sosialnya.

Melalui ritual pernikahan, gereja terlibat dalam proses peralihan yang dialami pasangan suami

istri dan melalui ritual pernikahan hubungan mempelai dikonfirmasi kepada masyarakat bahwa

mempelai bukanlah pria dan wanita yang sekedar menjalin relasi berpacaran tetapi sebagai

pasangan suami istri yang berkomitmen untuk hidup bersama selamanya.

4 Remco Robinson, Celebrating Unions – An Empirical Study of Notions about Church Marriage Rituals,

(Nijmegen: Radboud University, 26 Nov 2007), p. 25-30 5 Remco Robinson, Celebrating Unions – An Empirical Study of Notions about Church Marriage Rituals,

(Nijmegen: Radboud University, 26 Nov 2007), p. 187-188 6 Diunduh dari http://www.lbh-apik.or.id/uu-perk.htm pada hari senin, 09 Juni 2014 pukul 20.51

©UKDW

Page 5: ©UKDWsinta.ukdw.ac.id/sinta/resources/sintasrv/getintro/01092266/aeec... · Warga jemaat HKBP adalah orang Kristen yang namanya tercatat dalam buku register warga ... juga menghasilkan

5

Mengenai dimensi teologis ritual pernikahan dapat dilihat sebagai ritus yang bersifat transenden

dan imanen.7 Dalam pemahaman yang imanen, pernikahan dilihat sebagai kepentingan atau

urusan dari pria dan wanita yang menjalin relasi dan memutuskan untuk menikah. Janji

pernikahan yang dibuat adalah janji kepada komunitas dimana mereka berada dan melalui

pernikahan yang disaksikan oleh sejumlah orang, membuat mereka memiliki tanggung jawab

untuk terus memegang janji pernikahan itu.8 Sementara dalam pemahaman yang transenden,

pernikahan dipahami sebagai inisiatif Allah bagi manusia. Bahwasanya sejak awal mula Allah

menciptakan laki-laki dan perempuan sebagai manusia yang dipanggil untuk saling tertarik,

saling membutuhkan, dan bahkan untuk hidup bersama (Kej 2:21-24) sehingga janji pernikahan

yang diucapkan merupakan janji kepada Allah.9 Mengenai hal ini Martasudjita mengatakan

Perjanjian Lama sangat menghargai ikatan perkawinan sebab perkawinan dilihat sebagai yang

dikehendaki oleh Allah sendiri, bahkan perkawinan digunakan oleh Perjanjian Lama sebagai

gambaran sejarah hubungan antara Yahwe dan umat-Nya Israel.10

Dengan demikian hidup

berkeluarga tidak hanya sekedar urusan pribadi melainkan juga sebagai panggilan Tuhan. Maka

alasan lain yang membuat warga jemaat sangat mengharapkan adanya pelayanan pemberkatan

pernikahan mungkin karena mereka melihat bahwa pernikahan disamping bersifat sosial juga

memiliki arti teologis bahwa mereka menikah mengucapkan janji kepada suami atau istri, juga

kepada seluruh orang yang hadir, sekaligus juga janji kepada Allah yang telah mempertemukan

dan memanggil mereka untuk menjalin ikatan sebagai suami dan istri.

Anne K. Hershberger mengatakan bahwa perkawinan juga adalah berkat khusus bagi gereja jika

gereja dapat memberkati dan menguatkan komitmen (perkawinan). Perkawinan orang Kristen

juga menghasilkan keintiman spiritual – berbagi iman, berbagi pandangan dunia, dan berbagi

rasa tentang pimpinan dan kehadiran Allah. Ketika gereja yang dikatakan sebagai persekutuan

orang percaya kepada Kristus mendukung kesatuan mempelai, saat sebuah keluarga baru

diteguhkan, maka lapisan keluarga yang lain (warga gereja) juga turut mendukung dan

meneguhkan janji yang menguatkan pasangan tersebut sekaligus juga turut merayakan

perkawinan mereka.11

7 Remco Robinson, Celebrating Unions – An Empirical Study of Notions about Church Marriage Rituals,

(Nijmegen: Radboud University, 26 Nov 2007 p. 48 8 Remco Robinson, Celebrating Unions – An Empirical Study of Notions about Church Marriage Rituals,

(Nijmegen: Radboud University, 26 Nov 2007), P. 74 9Remco Robinson, Celebrating Unions – An Empirical Study of Notions about Church Marriage Rituals,

(Nijmegen: Radboud University, 26 Nov 2007), p. 75 10

Martasudjita, Sakramen Gereja, (Yogyakarta: Kanisius, 2003), p. 353 11

Anne K. Hershberger, Seksualitas Pemberian Allah, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2008), p. 95-96

©UKDW

Page 6: ©UKDWsinta.ukdw.ac.id/sinta/resources/sintasrv/getintro/01092266/aeec... · Warga jemaat HKBP adalah orang Kristen yang namanya tercatat dalam buku register warga ... juga menghasilkan

6

Warga jemaat yang cenderung memilih respon kedua yakni pergi ke gereja lain yang bersedia

memberikan pemberkatan pernikahan, kemungkinan karena menganggap ritual pernikahan

adalah hal yang penting. Entah apa yang melatarbelakangi mengapa mereka berusaha

mendapatkan pemberkatan pernikahan, tapi yang pasti mereka memiliki alasan yang

diperjuangkan sehingga mereka berusaha untuk mendapatkannya.

Selain pemberkatan pernikahan di gereja, masyarakat Batak Toba juga melihat pernikahan adat

sebagai hal yang penting. Dalam budaya Batak, pernikahan adat memiliki arti yang sangat

penting sebab perkawinan bagi orang Batak merupakan suatu pranata yang melibatkan keluarga

luas dan perkawinan mengikat seluruh anggota-anggota marga yang tercakup di dalam sistem

kekerabatan budaya Batak yang biasa disebut sebagai dalihan natolu.12

Dalam hal ini saya

melihat orang Batak cenderung memahami pernikahan adat sebagai hal yang bersifat sosial

yakni relasi dalam sistem kekerabatan. Perkawinan juga memiliki tujuan untuk menaikkan status

dalam keluarga sebab apabila seseorang telah berkeluarga, ia sudah berhak diundang menghadiri

adat, memperoleh hak warisan dan memberikan pendapat dalam acara adat. Selain itu orang

Batak juga memiliki pandangan bahwa tujuan perkawinan adalah untuk mempunyai keturunan.

Mempunyai keturunan merupakan hal yang penting bagi orang Batak sebab keturunan akan

meneruskan nama dari orangtua. Orangtua juga akan banggsa apabila semua anaknya sudah

berkeluarga karena bagi orang Batak salah satu keberhasilan orangtua dalam merawat dan

membesarkan anak-anaknya diukur dari keberhasilan anak-anaknya termasuk keberhasilan anak

dalam membangun keluarga. Ketika orangtua telah meninggal dunia pada saat semua anaknya

sudah berkeluarga, kepada orangtua akan diberikan ritual adat saur matua sebagai penghargaan

atas keberhasilan orangtua dalam merawat dan membesarkan anak-anaknya.

Dalam tahap-tahap aktivitas perkawinan adat Batak, acara pemberkatan (pamasu masuon) di

Gereja termasuk dalam salah satu aktivitas pada tahap peresmian perkawinan.13

Tetapi tidak

diketahui apakah pemberkatan pernikahan di gereja dilakukan karena mereka menganggap

pemberkatan pernikahan adalah hal yang penting dan memiliki tujuan khusus ataukah

pernikahan di gereja hanya sebagai rangkaian dari pernikahan adat atau sebagai keharusan bagi

orang Kristen. Namun untuk membantu memahami bagaimana warga jemaat HKBP Makassar

memahami arti pemberkatan pernikahan sebagai ritual pernikahan di gereja, dapat dilihat dari

12

Harry Waluyo, Perkawinan Adat Batak di Kota Besar, (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan,

Direktorat Jenderal Kebudayaan, Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional, Proyek Penelitian Pengkajian dan

Pembinaan NIlai-Nilai Budaya, 1993) p. 34 13

Harry Waluyo, Perkawinan Adat Batak di Kota Besar, (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan,

Direktorat Jenderal Kebudayaan, Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional, Proyek Penelitian Pengkajian dan

Pembinaan NIlai-Nilai Budaya, 1993), p. 40

©UKDW

Page 7: ©UKDWsinta.ukdw.ac.id/sinta/resources/sintasrv/getintro/01092266/aeec... · Warga jemaat HKBP adalah orang Kristen yang namanya tercatat dalam buku register warga ... juga menghasilkan

7

bagaimana anggota jemaat HKBP Makassar memahami pernikahan adat Batak Toba.

Pemahaman warga jemaat terhadap arti penting pernikahan adat akan membantu untuk

mengetahui mengenai ide atau gagasan apa yang dipikirkan atau yang dipahami warja jemaat

mengenai arti penting dan tujuan gereja melaksanakan pemberkatan pernikahan. Dalam hal ini

gagasan pernikahan dalam budaya Batak Toba memiliki kolerasi dengan gagasan warga jemaat

HKBP mengenai ritual pemberkatan pernikahan.

Bagi warga jemaat HKBP Pernikahan adat adalah hal yang penting karena memiliki tujuan sosial

dan merupakan ungkapan spiritual dari tradisi yang dihidupi oleh orang Batak. Dalam kaitannya

dengan gagasan warga jemaat HKBP mengenai gagasan ritual pernikahan, ada kemungkinan

warga jemaat juga melihat ritual pemberkatan pernikahan di gereja memiliki tujuan yang bersifat

sosial atau bahkan memiliki nilai teologis sehingga warga jemaat merasa perlu untuk menerima

pemberkatan pernikahan dari gereja.

Melihat pentingnya pernikahan adat dalam pandangan orang Batak menimbulkan pertanyaan

besar, bagaimana orang Batak khususnya warga jemaat HKBP Makassar memahami arti

pemberkatan pernikahan sebagai ritual pernikahan yang diadakan di gereja? Apakah pernikahan

di gereja tidak lebih penting dari pada pernikahan adat sehingga ada warga jemaat yang bersedia

jika tidak mendapatkan pelayanan ritual pernikahan di gereja, ataukah warga jemaat melihat

ritual pernikahan di gereja sama pentingnya atau bahkan lebih penting dari pernikahan adat

sehingga walaupun HKBP tidak memperkenankan mereka menerima pemberkatan pernikahan

mereka tetap berusaha mencari cara agar mereka dapat memperoleh pemberkatan pernikahan

walaupun harus melalui gereja yang lain?

Gereja melakukan suatu pemberkatan pernikahan tentunya bukan sebagai formalitas belaka

melainkan ada suatu pandangan atau tujuan tertentu gereja melakukan pemberkatan pernikahan

bagi pasangan yang ingin menikah. Berkaitan dengan hal ini Remco Robinson dalam

disertasinya memperlihatkan hasil penelitian empiris mengenai gagasan tentang ritual pernikahan

yang dilakukan di gereja. Ia menjelaskan bahwa ritual pernikahan memiliki tujuan sosial dan

tujuan teologis.14

Robinson menguraikan tujuan sosial ritual pernikahan ke dalam dua hal yakni

transisi dan konfirmasi, begitu juga dengan tujuan teologis dibagi menjadi dua hal yakni tujuan

transenden dan tujuan imanen.

14

Remco Robinson, Celebrating Unions – An Empirical Study of Notions about Church Marriage

Rituals, (Nijmegen: Radboud University, 2007) p. 12-14

©UKDW

Page 8: ©UKDWsinta.ukdw.ac.id/sinta/resources/sintasrv/getintro/01092266/aeec... · Warga jemaat HKBP adalah orang Kristen yang namanya tercatat dalam buku register warga ... juga menghasilkan

8

Pertama yang berhubungan dengan dimensi sosial pernikahan yaitu tujuan “transisi”15

. Dalam

menjelaskan tujuan transisi pernikahan, Remco menggunakan teori Van Gennep yang

mengkategorikan ritual pernikahan sebagai ritus peralihan sebab dalam satu peristiwa pernikahan

setidaknya salah satu pasangan (suami atau istri) akan meninggalkan rumah dan keluarganya

untuk tinggal di rumah yang baru bersama keluarga yang baru dengan demikian pasangan yang

menikah mengalami suatu transisi yakni perubahan keadaan tempat tinggal, keluarga dan

lingkungan sosial.16

Perubahan keadaan yang dialami oleh pasangan yang menikah atau

memutuskan hidup bersama akan membawa mereka kedalam suatu keadaan krisis sosial,

psikologis dan spiritual. Dalam hal ini ritual berperan untuk mempersiapkan orang menghadapi

krisis tersebut dan melalui ritual pernikahan kehadiran seluruh jemaat merupakan ungkapan

bahwa mereka akan turut mendampingi tahap-tahap peralihan atau proses transisi yang akan

dialami pasangan suami dan isteri.

Yang kedua adalah tujuan “konfirmasi”17

. Selain untuk mempersiapkan seseorang dalam masa

transisi, ritual pernikahan juga mengonfirmasi status dan relasi pasangan yang menikah bahwa

mereka kini adalah suami dan isteri yang akan hidup bersama selamanya. Partisipasi mereka

dalam ritual pernikahan menyatakan bahwa mereka telah siap untuk hidup sebagai suami istri

dengan komitmen dan ikatan perkawinan. Dengan demikian mereka berjanji akan setia pada

pernikahan mereka. Selain itu melalui ritual pernikahan, umat yang hadir turut mengonfirmasi

status pasangan yang menikah bahwa mereka bukan laki-laki dan perempuan yang tinggal

bersama tanpa ikatan melainkan kini mereka adalah suami dan isteri yang berjanji untuk hidup

bersama selamanya.

Dalam pemahaman yang transenden, orang memahami bahwa sejak semula Allah menciptakan

laki-laki dan perempuan bagi satu sama lain, Allah yang mempertemukan mereka dan

mempersatukan mereka dalam ikatan perkawinan, janji yang diucapkan pada saat pernikahan

merupakan janji mereka kepada Allah karena itu mereka harus terus memegang janji itu sampai

selamanya.18

Dalam pemahaman yang imanen, orang memahami bahwa pernikahan adalah

inisiatif manusia, merekalah yang memilih dan memutuskan untuk hidup bersama pasangannya

15

Remco Robinson, Celebrating Unions – An Empirical Study of Notions about Church Marriage

Rituals, (Nijmegen: Radboud University, 2007), p. 25-26 16

Remco Remco Robinson, Celebrating Unions – An Empirical Study of Notions about Church Marriage

Rituals, (Nijmegen: Radboud University, 26 Nov 2007), p. 13 17

Remco, Remco Robinson, Celebrating Unions – An Empirical Study of Notions about Church

Marriage Rituals, (Nijmegen: Radboud University, 26 Nov 2007), p. 27-30 18

Remco Robinson, , Celebrating Unions – An Empirical Study of Notions about Church Marriage

Rituals, (Nijmegen: Radboud University, 2007 p. 75

©UKDW

Page 9: ©UKDWsinta.ukdw.ac.id/sinta/resources/sintasrv/getintro/01092266/aeec... · Warga jemaat HKBP adalah orang Kristen yang namanya tercatat dalam buku register warga ... juga menghasilkan

9

dalam ikatan perkawinan, Janji yang diucapkan mempelai saat pernikahan di depan seluruh

orang yang hadir membuat mereka memiliki kewajiban untuk tidak melanggar janji tersebut.19

Dalam tradisi gereja Katolik, panggilan hidup berkeluarga sebagai pasangan suami-istri

diteguhkan dalam sakramen perkawinan. Maurice Eminyan dalam buku Teologi Keluarga

mengatakan, keluarga yang mempersatukan diri ke dalam misteri Kristus melalui sakramen,

memperoleh berkat anugerah yang lebih penuh sehingga mereka mampu terus hidup bersama.

Roh Kristus yang meresapi pasangan suami-istri dalam perayaan sakramen perkawinan

memberikan meterai Allah tidak hanya pada jiwa pasangan suami-istri sendiri, tetapi juga pada

persekutuan mereka serta pada seluruh hidup mereka sebagai suami-istri, sehingga keluarga

berkembang menjadi keluarga yang dibentuk secara baru.20

Bahkan Groenen melihat ada

hubungan pekawinan dengan Allah Pencipta dan Allah Penyelamat.21

Gereja Protestan memiliki

tradisi yang berbeda dengan gereja katolik dalam hal upacara perkawinan. Gereja protestan tidak

melakukan sakramen pernikahan melainkan melakukan suatu pemberkatan pernikahan kepada

calon pasangan suami-istri. Pemikiran mengenai pernikahan bukan sakramen yang dihidupi

dalam liturgi pernikahan di gereja reformasi, dipengaruhi oleh gagasan pemikiran para

reformator yaitu Martin Luther dan Johannes Calvin mengenai pernikahan gereja. Luther

mengemukakan bahwa pernikahan adalah urusan duniawi dan bukan sakramen, tetapi harus

dilangsungkan di gereja sebab gereja berperan sebagai penyalur anugerah Allah untuk

melindungi pernikahan dari perzinahan.22

Sementara Calvin memandang pernikahan gereja

secara pastoral dan teologis. Umat yang menikah dilibatkan dalam liturgy tetapi kebaktian nikah

bukan kebaktian yang lebih istimewa atau lebih rendah kedudukannya daripada kebaktian

jemaat.23

Dari gagasan yang dikemukakan Eminyan mengungkapkan bahwa sakramen

pernikahan memiliki arti penting dalam keberlangsungan pernikahan orang yang memasuki

hidup berkeluarga. Sementara para reformator yakni Luther dan Calvin walaupun tidak

memasukkan pemberkatan pernikahan sebagai sakramen, mereka tetap memandang bahwa

gereja perlu melakukan pemberkatan pernikahan bagi pasangan yang ingin hidup berkeluarga

(membangun rumah tangga).

19

Remco Robinson, , Celebrating Unions – An Empirical Study of Notions about Church Marriage

Rituals, (Nijmegen: Radboud University, 2007 p. 74 20

Maurice Eminyan, Teologi Keluarga, (Yogyakarta: Kanisius, 2001), p. 181 - 183 21

Dr. C. Groenen, Perkawinan Sakramental – Anthropologi dan Sejarah Teologi, Sistematik,

Spiritualitas, Pastoral, (Yogyakarta: Kanisius, 1993), p. 293-298 22

Rasid Rachman, Pembimbing ke dalam Sejarah Liturgi, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2010), p. 143 23

Rasid Rachman, Pembimbing ke dalam Sejarah Liturgi, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2010), p. 155

©UKDW

Page 10: ©UKDWsinta.ukdw.ac.id/sinta/resources/sintasrv/getintro/01092266/aeec... · Warga jemaat HKBP adalah orang Kristen yang namanya tercatat dalam buku register warga ... juga menghasilkan

10

1.3 Pertanyaan Penelitian

Melihat adanya dimensi sosial dan teologis dari suatu pernikahan serta tujuan sosial dan teologis

diadakannya ritual pernikahan di gereja serta adanya sikap gereja yang seakan-akan membeda-

bedakan manakah orang yang boleh dan tidak boleh menerima pemberkatan pernikahan,

pertanyaan yang ingin ingin saya ajukan untuk diteliti adalah:

1. Sampai sejauh mana warga jemaat HKBP Makassar memahami dimensi sosiologis dan

teologis ritual pernikahan?

2. Bagaimana pemahaman warga jemaat terhadap ritual pernikahan dievaluasi dengan

konsep dan tindakan pastoral gereja?

Kedua pertanyaan di atas dipilih sebab dirasa relevan dengan fenomena yang diuraikan pada

bagian latar belakang masalah. Bahwa pemahaman warga jemaat mengenai ritual pernikahan

akan mempengaruhi tindakan atau sikap warga jemaat terhadap pernikahan. Misalnya, jika

diketahui ternyata warga jemaat melihat ritual pernikahan adalah hal yang penting karena

memiliki dimensi sosial dan teologis, maka kita dapat memahami mengapa orang yang tidak bisa

menerima pemberkatan pernikahan di HKBP tetap mengupayakan agar mendapatkan

pemberkatan pernikahan dari gereja lain. Sementara pertanyaan kedua merupakan pertanyaan

yang bersifat reflektif yang akan diuraikan dalam bab IV sebagai evaluasi teologis yakni

bagaimana gereja menggunakan pemahaman warga jemaat terhadap ritual pernikahan untuk

mengevaluasi praktek pemberkatan pernikahan di HKBP. Sebab jika penelitian hanya berhenti

pada pertanyaan yang pertama maka hal itu akan berlalu begitu saja karena itulah pemahaman

tersebut perlu dievaluasikan kembali agar gereja bisa melakukan tindakan pastoral yang relevan

dan menjawab pergumulan iman warga jemaat.

1.4 Batasan Penelitian

Melihat begitu luasnya komponen yang berkaitan dengan HKBP, maka saya membatasi

penelitian sebagai berikut:

1. Dalam skripsi ini yang akan diteliti adalah pemahaman warga jemaat mengenai ritual

pernikahan. Penulis memilih warga jemaat untuk diteliti karena warga jemaat adalah

peserta atau yang akan menjadi peserta dari ritual pernikahan di gereja. Dengan

Mengetahui pemahaman dan harapan warga jemaat terhadap suatu ritual pemberkatan

©UKDW

Page 11: ©UKDWsinta.ukdw.ac.id/sinta/resources/sintasrv/getintro/01092266/aeec... · Warga jemaat HKBP adalah orang Kristen yang namanya tercatat dalam buku register warga ... juga menghasilkan

11

pernikahan, dapat menjadi pertimbangan gereja dalam meninjau kembali kebijakan

pelaksanaan ritual pernikahan serta pesan pastoral dari suatu ritual pernikahan.

2. HKBP Makassar dipilih menjadi tempat melaksanakan penelitian jemaat karena di HKBP

Makassar beberapa kali terjadi kasus dimana ada warga jemaat yang meninggalkan

HKBP Makassar supaya bisa mendapatkan pemberkatan pernikahan di gereja yang lain.

1.5 Judul Skripsi

“Ritual Pemberkatan Pernikahan”

Sebuah upaya memahami sikap warga jemaat HKBP Makassar mengenai tujuan

pemberkatan pernikahan

Penjelasan judul:

Ritual : Kegiatan yang dilaksanakan terutama untuk tujuan simbolis berdasarkan

suatu agama atau tradisi dari komunitas tertentu.

Pernikahan : Dari kata “nikah” yakni perkawinan yang dilakukan dengan diawali

mengikat perjanjian antara seorang pria dengan seorang wanita untuk

menjalin hubungan rumah tangga24

. Maka pernikahan merupakan upacara

yang mensahkan suatu perkawinan.

Ritual Pernikahan : Suatu ibadah pemberkatan pernikahan bagi pasangan yang ingin menikah

di HKBP

Penjelasan Sub Judul:

Sebuah upaya memahami sikap warga jemaat HKBP Makassar mengenai tujuan pemberkatan

pernikahan.

Upaya untuk melihat bagaimana warga jemaat HKBP Makassar memahami tujuan pemberkatan

pernikahan sebagai ritual pernikahan yang diberikan bagi pasangan yang ingin membangun

rumah tangga di HKBP.

24

Tim PrimaPena, Kamus Besar Bahasa Indonesia - Edisi Terbaru, (Tim PrimaPena: Gitamedia Press)

©UKDW

Page 12: ©UKDWsinta.ukdw.ac.id/sinta/resources/sintasrv/getintro/01092266/aeec... · Warga jemaat HKBP adalah orang Kristen yang namanya tercatat dalam buku register warga ... juga menghasilkan

12

1.6 Tujuan Penulisan

a). Mengetahui pemahaman warga jemaat HKBP Makassar mengenai pemberkatan pernikahan

sebagai ritual pernikahan di gereja.

b). Dengan mengetahui pemahaman warga jemaat mengenai ritual pernikahan penulis berharap

dapat memahami hal apa yang menjadi pertimbangan warga jemaat dalam merespon sikap

gereja yang tidak memperkenankan orang yang telah hamil untuk diberikan pemberkatan

pernikahan.

c). Sumbangsih pemikiran dalam ranah pastoral terhadap jemaat mengenai penghayatan dan

pemahaman terhadap arti penting serta tujuan dilaksanakannya suatu ritual pernikahan bagi

pasangan yang terpanggil untuk hidup bersama dalam suatu pernikahan.

1.7 Metode Penelitian

Metode yang akan digunakan untuk menemukan pemahaman warga jemaat HKBP Makassar

mengenai tujuan ritual pemberkatan pernikahan sebagai upaya memahami sikap warga jemaat

HKBP terhadap ritual pemberkatan pernikahan di HKBP Makassar adalah dengan menggunakan

pendekatan lingkaran empiris yang memiliki lima tahapan:

1. Pengamatan dan pertanyaan teologis, fenomena yang muncul dan digambarkan dalam

latar belakang masalah dilihat sampai memunculkan pertanyaan teologis.

2. Perumusan Masalah dengan menggunakan kerangka teoritis (Induksi), melihat

permasalahan teologis mengenai konsep pemberkatan pernikahan sebagai ritual

pernikahan yang berpengaruh pada pemahaman warga jemaat terhadap pemberkatan

pernikahan terkait dengan fenomena, maka kacamata kerangka teoritis yang akan

digunakan adalah konsep tentang ritual pemberkatan pernikahan.

3. Pengartikulasian konsep dalam operasionalisasi (Deduksi), menentukan variabel-

variabel yang berlandaskan kerangka teoritis. Variabel-variabel ini sekaligus dijadikan

sebagai alat untuk memeriksa dan meneliti mengenai realita praktek yang terjadi di

jemaat mengenai konsep ritual pernikahan.

4. Analisa Empiris, langkah yang dilakukan ketika telah melakukan penelitian dengan

menggunakan variabel yang telah ditentukan pada langkah deduksi.

5. Evaluasi Teologis, menjelaskan mengenai bagaimana sikap warga jemaat terhadap ritual

pernikahan dievaluasi dengan tindakan pastoral yang sesuai dengan konteks HKBP

Makassar.

©UKDW

Page 13: ©UKDWsinta.ukdw.ac.id/sinta/resources/sintasrv/getintro/01092266/aeec... · Warga jemaat HKBP adalah orang Kristen yang namanya tercatat dalam buku register warga ... juga menghasilkan

13

Adapun dalam pengumpulan data, penelitian ini akan menggunakan metode kualitatif yaitu

dengan mewawancarai secara mendalam 15 orang warga jemaat HKBP Makassar yang dipilih

sebagai informan. Wawancara di lapangan dilakukan dengan mengacu pada variabel-variabel

penelitian yang telah dirumuskan berdasarkan kerangka teoritis.

1.8 Sistematika Penulisan

Bab I: Pendahuluan

Berisi latar belakang masalah, rumusan permasalahan dan pertanyaan penelitian dan tujuan

penulisan skrispsi.

Bab II: Teori mengenai Ritual Pemberkatan Pernikahan

Pada bagian ini akan dipaparkan beberapa pandangan dari beberapa tokoh mengenai pemahaman

ritual pernikahan yang diselenggarakan di gereja.

Bab III: Penelitian dan Analisa Pemahaman Warga Jemaat HKBP Makassar Mengenai

Ritual Pemberkatan Pernikahan

Pada bagian ini akan dilihat bagaimana warga jemaat HKBP Makassar memahami arti penting

ritual pemberkatan pernikahan bagi pasangan yang ingin membangun rumah tangga.

Bab IV: Evaluasi Teologis dan sumbangsih pemikiran pastoral terhadap pemahaman

tentang ritual pemberkatan pernikahan yang kontekstual di HKBP Makassar

Pada bagian ini akan dipaparkan suatu refleksi bagaimana pemahaman jemaat mengenai ritual

pernikahan dapat dievaluasi dengan tindakan pastoral gereja untuk dapat membantu jemaat lebih

memahami arti penting dan tujuan dilaksanakannya suatu pemberkatan pernikahan di gereja.

Bab V: Kesimpulan dan Refleksi Etis

Seluruh hasil dari proses penelitian dan pengkajian permasalahan mengenai konsep ritual

pernikahan akan digunakan sebagai bahan refleksi etis terhadap realitas yang terjadi di HKBP

yang tidak memperkenankan orang yang telah hamil sebelum menikah secara resmi

mendapatkan pemberkatan pernikahan. Sehingga semua proses tersebut dapat mengantar masuk

kepada persoalan praktis tentang vitalisasi gereja dalam gambarnya sebagai suatu persekutuan

orang-orang yang saling mengasihi dalam Yesus Kristus.

©UKDW