kemkes.go.id...viii daftar susunan tim peneliti multicenter loka baturaja no nama jabatan dalam tim...
TRANSCRIPT
-
LAPORAN AKHIR PENELITIAN
Studi Evaluasi Eliminasi Filariasis di Indonesia Tahun 2017
(Studi Multisenter Filariasis)
Unit Pelaksana: Loka Litbang P2B2 Baturaja
PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN UPAYA KESEHATAN MASYARAKAT
BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KESEHATAN
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
2017
-
i
JUDUL PENELITIAN
Studi Evaluasi Eliminasi Filariasis di Indonesia Tahun 2017
(Studi Multisenter Filariasis)
-
ii
SK PENELETIAN
-
iii
-
iv
-
v
-
vi
-
vii
-
viii
DAFTAR SUSUNAN TIM PENELITI MULTICENTER LOKA BATURAJA
No Nama Jabatan dalam Tim Uraian Tugas
1 Santoso, SKM.,
M.Sc. Ketua Pelaksana (Peneliti Utama)
Bertanggungjawab terhadap seluruh
kegiatan penelitian
2 Yulian Taviv,
SKM., M.Si. PJT Provinsi
Riau dan Babel
Bertanggungjawab terhadap aspek teknis
pengumpulan data di Provinsi Riau dan
Babel
3 Anif Budiyanto,
SKM., M.Epid PJT Kabupaten
Pelalawan
Bertanggungjawab terhadap aspek teknis
pengumpulan data di Kabupaten Pelalawan
4 Lasbudi P.
Ambarita, M.Sc.
PJT Kabupaten Bangka
Barat
Bertanggungjawab terhadap aspek teknis
pengumpulan data di Kabupaten Bangka
Barat
5 Yahya, SKM.,
M.Si. PJT Kabupaten
Belitung
Bertanggungjawab terhadap aspek teknis
pengumpulan data di Kabupaten Belitung
6 R. Irpan Pahlepi,
SKM., M.Si. Ketua Tim Vektor
Kab. Kuantan Senggigi
Bertanggungjawab terhadap kegiatan
pengumpulan data vektor di Kabupaten
Kuantan Senggigi
7 Rahayu Hasti
Komaria, SKM Ketua Tim Vektor
Kab. Pelalawan
Bertanggungjawab terhadap kegiatan
pengumpulan data vektor di Kabupaten
Pelalawan
8 Milana Salim,
M.Sc. Ketua Tim Vektor
Kab. Bangka Barat
Bertanggungjawab terhadap kegiatan
pengumpulan data vektor di Kabupaten
Bangka Barat
9 Desy Asyati,
SKM Ketua Tim Vektor
Kab. Belitung
Bertanggungjawab terhadap kegiatan
pengumpulan data vektor di Kabupaten
Belitung
10 drh. Nungki
Hapsari
Suryaningtyas
Ketua Tim Parasitologi
dan Reservoir
Kab. Kuantan Senggigi
Bertanggungjawab terhadap kegiatan
pengumpulan data parasitologi dan reservoir
di Kabupaten Kuantan Senggigi
11 Yanelza
Supranelfy, M.Sc. Ketua Tim Parasitologi
dan Reservoir
Kab. Pelalawan
Bertanggungjawab terhadap kegiatan
pengumpulan data parasitologi dan reservoir
di Kabupaten Pelalawan
12 Tanwirotun
Ni‘mah, S.Si. Ketua Tim Parasitologi
dan Reservoir
Kab. Belitung
Bertanggungjawab terhadap kegiatan
pengumpulan data parasitologi dan reservoir
di Kabupaten Bangka Barat
13 drh. I Gede
Wempi DSP Ketua Tim Parasitologi
dan Reservoir
Kab. Bangka Barat
Bertanggungjawab terhadap kegiatan
pengumpulan data parasitologi dan reservoir
di Kabupaten Belitung
14 Aprioza Yenni,
MA. Ketua Tim Sosial
Budaya Kab. Kuantan Senggigi
Bertanggungjawab terhadap kegiatan
pengumpulan data sosial budaya Kabupaten
Kuantan Senggigi
15 Hotnida Sitorus,
SKM., M.Sc. Ketua Tim Sosial
Budaya Kab. Pelalawan
Bertanggungjawab terhadap kegiatan
pengumpulan data sosial budaya Kabupaten
Pelalawan
16 Indah
Margarethy,
M.Sos
Ketua Tim Sosial
Budaya Kab. Bangka Barat
Bertanggungjawab terhadap kegiatan
pengumpulan data sosial budaya Kabupaten
Bangka Barat
17 Reni Oktarina,
SKM., M.Epid Ketua Tim Sosial
Budaya Kab. Belitung
Bertanggungjawab terhadap kegiatan
pengumpulan data sosial budaya Kabupaten
Belitung
18 Marini, S.Si. Anggota Tim Vektor Kab. Kuantan Senggigi
Membantu kegiatan pengumpulan data
vector di Kabupaten Kuantan Senggigi
-
ix
19 Vivin Magdalena,
S.Si. Anggota Tim Vektor
Kab. Kuantan Senggigi
Membantu kegiatan pengumpulan data
vector di Kabupaten Kuantan Senggigi
20 Katarina Sri
Rahayu Anggota Tim Vektor
Kab. Pelalawan
Membantu kegiatan pengumpulan data
vector di Kabupaten Pelalawan
21 Maya Arisanti,
SKM Anggota Tim Vektor
Kab. Pelalawan
Membantu kegiatan pengumpulan data
vector di Kabupaten Pelalawan
22 Hendri Erwadi Anggota Tim Vektor Kab. Bangka Barat
Membantu kegiatan pengumpulan data
vector di Kabupaten Bangka Barat
23 Rizki Nurmaliani,
SKM Anggota Tim Vektor
Kab. Bangka Barat
Membantu kegiatan pengumpulan data
vector di Kabupaten Bangka Barat
24 Surahmi Oktavia,
SKM Anggota Tim Vektor
Kab. Belitung
Membantu kegiatan pengumpulan data
vector di Kabupaten Belitung
25 Ritawati, S.Si Anggota Tim Vektor Kab. Belitung
Membantu kegiatan pengumpulan data
vector di Kabupaten Belitung
26 Betriyon, SKM Anggota Tim
Parasitologi dan
Reservoir
Kab. Kuantan Senggigi
Membantu kegiatan pengumpulan data
parasitologi dan reservoir di Kabupaten
Kuantan Senggigi
27 Tri Wurisastuti,
S.Stat Anggota Tim
Parasitologi dan
Reservoir
Kab. Kuantan Senggigi
Membantu kegiatan pengumpulan data
parasitologi dan reservoir di Kabupaten
Kuantan Senggigi
28 Deriansyah Eka
Putra, SKM Anggota Tim
Parasitologi dan
Reservoir
Kab. Pelalawan
Membantu kegiatan pengumpulan data
parasitologi dan reservoir di Kabupaten
Pelalawan
29 Rika Mayasari,
S.Si. Anggota Tim
Parasitologi dan
Reservoir
Kab. Pelalawan
Membantu kegiatan pengumpulan data
parasitologi dan reservoir di Kabupaten
Pelalawan
30 Ade Verentic,
SKM Anggota Tim
Parasitologi dan
Reservoir
Kab. Belitung
Membantu kegiatan pengumpulan data
parasitologi dan reservoir di Kabupaten
Bangka Barat
31 Yusuf, S.Kom Anggota Tim
Parasitologi dan
Reservoir
Kab. Belitung
Membantu kegiatan pengumpulan data
parasitologi dan reservoir di Kabupaten
Bangka Barat
32 Nur Inzana, SKM Anggota Tim
Parasitologi dan
Reservoir
Kab. Bangka Barat
Membantu kegiatan pengumpulan data
parasitologi dan reservoir di Kabupaten
Belitung
33 Zamriadi Administrasi Kab. Kuantan Senggigi
Bertanggungjawab terhadap administrasi
kegiatan di Kabupaten Kuantan Senggigi
34 Sutiman Administrasi Kab. Pelalawan
Bertanggungjawab terhadap administrasi
kegiatan di Kabupaten Pelalawan
35 Indra, SE Administrasi Kab. Bangka Barat
Bertanggungjawab terhadap administrasi
kegiatan di Kabupaten Bangka Barat
36 Ferdinan, SE Administrasi Kab. Belitung
Bertanggungjawab terhadap administrasi
kegiatan di Kabupaten Belitung
-
x
PERSETUJUAN ETIK
-
xi
PERSETUJUAN ATASAN YANG BERWENANG
Judul Penelitian: “Studi Evaluasi Eliminasi Filariasis di Indonesia Tahun 2017 (Studi
Multisenter Filariasis)”
Baturaja, Desember 2017
Ketua Pelaksana
Santoso, SKM., M.Sc.
NIP 197303161998031002
Kepala Loka Litbang P2B2 Baturaja
YulianTaviv, SKM., M.Si.
NIP 196507311989021001
Menyetujui
Ketua Panitia Pembina Ilmiah
Dr. Ir. Anies Irawati, M.Kes.
NIP 195703171980112001
Kepala
Puslitbang Upaya Kesehatan Masyarakat
drg. Agus Suprapto, M.Kes
NIP 196408131991011001
-
xii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat
dan rahmat-Nya maka laporan hasil penelitian yang berjudul: “Studi Evaluasi Eliminasi
Filariasis di Indonesia Tahun 2017 (Studi Multisenter Filariasis)” dapat diselesaikan
tepat pada waktunya.
Laporan hasil penelitian ini memiliki kekurangan dan keterbatasan, sehingga kami
memngharapkan kritikan dan saran yang membangun guna perbaikan di masa datang.
Laporan yang disampaikan merupakan hasil penelitian yang telah dilakukan tim peneliti
maupun tim pendukung yang telah bekerjasama dengan kemampuan masing-masing secara
maksimal.
Penulis menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
dan berperan baik secara langsung maupun tidak langsung dalam proses pembuatan
proposal dan protokol penelitian, pelaksanaan kegiatan penelitian serta pembuatan laporan
hasil penelitian ini.
Akhirnya penulis berharap semoga laporan hasil penelitian ini dapat bermanfaat
sebagai masukan khususnya bagi Dinas Kesehatan Riau (Dinas Kesehatan Kabupaten
Kuantan Singingi dan Pelalawan) dan Dinas Kesehatan Provinsi Bangka Belitung
(Kabupaten Bangka Barat dan Belitung) dalam upaya Eliminasi Filariasis serta bermanfaat
bagi semua pihak yang membutuhkan terutama dalam rangka mendukung program
Eliminasi Filariasis di Indonesia.
Baturaja, Desember 2017
-
xiii
ABSTRAK
Latar Belakang: Eliminasi filariasis telah dicanangkan pada tahun 2002 di Sumatera
Selatan dengan target pada tahun 2020 eliminasi telah dilakukan di seluruh
kabupaten/kota endemis. Penelitian ini bertujuan untuk diketahuinya dan dianalisis
program eliminasi filariasis di kabupaten/kota yang telah melaksanakan POPM selama 5
putaran.
Metode: Penelitian ini telah dilaksanakan di Provinsi Riau (Kabupaten Kuantan Singingi
dan Pelalawan) dan Provinsi Bangka Belitung (Kabupaten Bangka Barat dan Belitung)
selama lima bulan (Juli–November 2017). Kegiatan penelitian yang dilakukan meliputi
wawancara, pemeriksaan klinis filariasi dan survey darah jari, terhadap 620 penduduk,
stool survey terhadap 160 anak SD kelas 2 dan 3, pemeriksaan gen BM, pengambilan
darah terhadap 100 hewan reservoir, penangkapan nyamuk, dan wawancara mendalam,
serta pengumpulan data sekunder.
Hasil: Pengetahuan dan perilaku responden tentang filariasis di empat lokasi penelitian
masih tergolong rendah, sedangkan sikap responden sebagian besar menunjukkan sikap
positif. Hasil SDJ di Kabupaten Kuantan Singingi mendapatkan 1 orang positif
microfilaria (Mf rate>1%), di Kabupaten Pelalawan tidak mendapatkan pendukuk yang
positif microfilaria. Hasil SDJ di Provinsi Bangka Belitung mendapatkan bahwa di kedua
kabupaten masih ditemukan penderita microfilaria dengan Mf rate >1%. Prevalensi
kecacingan di Kabupaten Kuansing sebesar 13,6% (24/177), Pelalawan sebesar 2,4%
(4/165) Bangka sebesar 5,3% (9/170), Belitung 11,5% (19/165). Hasil deteksi gen BM
ditemukan 2 anak positif B.malayi, sedangkan di 3 kabupaten lainnya tidak ditemukan
adanya gen BM. Pemeriksaan darah hewan reservoir di Kabupaten Kuansing dan Bangka
Barat tidak ditemukan gen B.malayi sedangkan di Kabupaten Pelalawan dan Belitung
ditemukan gen B.malayi pada kucing dan anjing (Pelalawan) dan monyet ekor panjang
(Belitung) ditemukan 1 ekor kucing dan 5 ekor anjing positif dirofilaria. Hasil
penangkapan nyamuk Kabupaten Kuansing mendapatkan 1.235 nyamuk, Pelalawan 1.231,
Bangka Barat sebanyak 581, dan Belitung sebanyak 603. Hasil pemeriksaan PCR tehadap
nyamuk ditemukan nyamuk positif mengandung larva cacing filarial di seluruh kabupaten.
Kebijakan program eliminasi filariasis di wilayah seluruh lokasi penelitian telah dilakukan
dengan baik dengan dukungan lintas sector dan lintas program. Namun peran lintas
program dan lintas sector belum optimal.
Kesimpulan: Kabupaten Kuantan Singingi dan Pelalawan sudah tidak menjadi daerah
endemis filariasis (Mf rate 1%. Risiko penularan di Kabupaten Kuansing sudah rendah sedangkan di
Kabupaten Pelalawan, Bangka Barat dan Belitung masih tinggi.
Kata kunci: Filariasis, vector, reservoir, gen BM
-
xiv
RINGKASAN EKSEKUTIF
Studi Evaluasi Eliminasi Filariasis di Indonesia Tahun 2017
(Studi Multisenter Filariasis)
LAPORAN PENELITIAN
STUDI EVALUASI ELIMINASI FILARIASIS KABUPATEN KUANTAN
SINGINGI
(Daerah Endemis Brugia malayi Zoonotik/Brugia malayi)
PENYUSUN: Santoso, Anif Budiyanto, Lasbudi P. Ambarita, Yahya, Aprioza Yenni, Hotnida Sitorus, Indah
Margarety, Reni Oktarina, Milana Salim, R. Irpan Pahlepi, Nungki Hapsari, I Gede Wempi DSP,
Yanelza Supranelfy, Ritawati, Vivin Magdalena, Marini, Tri Wuri Sastuti, Tanwirotun Ni‘mah,
Rizki Nurmaliani, Rika Mayasari, Betriyon, Deriansyah Eka Putra, Desy Asyati, Rahayu Hasti
Komaria, Surahmi Oktavia, Ade Verentic, Nur Inzana, Katarina Sri Rahayu, Hendri Erwadi
Sampai akhir tahun 2016, dari 514 kabupaten/kota di Indonesia, terdapat 236
kabupaten/ kota endemis filariasis. Dari 236 kabupaten/kota yang endemis filariasis
tersebut, 55 kabupaten/kota telah melakukan pemberian obat pencegahan massal filariasis
(POPM) selama 5 tahun berturut-turut (5 putaran). Sisanya sebanyak 181 kabupaten/kota
akan melaksanakan POPM sampai dengan tahun 2020, dengan jumlah penduduk sebesar
76 juta jiwa.
Pada tahun 2015, Menteri Kesehatan mencanangkan Bulan Eliminasi Kaki Gajah
(Belkaga). Sebelumnya pada tahun 2014, Menkes mengeluarkan Permenkes No. 94 Tahun
2014 tentang Penanggulangan Filariasis. Dengan berlakunya Permenkes ini, maka
Kepmenkes No. 1582/2005 dan Kepmenkes No. 893/2007 dinyatakan tidak berlaku. Bagi
kabupaten/kota yang gagal TAS menimbulkan kendala karena harus mengulangi POPM.
Kabupaten Kuantan Singingi, Pelalawan, Bangka Barat dan Belitung telah
melakukan pengobatan massal filariasis selama 5 putaran. Kabupaten tersebut telah
dinyatakan lulus TAS-1 (Kuansing dan Pelalawan) dan TAS-3 (Bangka Barat dan
Belitung). Meskipun dinyatakan lulus TAS-1 maupun TAS-3namun karena masih ada anak
yang positif maka perlu dilakukan evaluasi lebih lanjut. Kegiatan yang dilakukan yaitu
penelitian secara menyeluruh yang dari berbagai factor lain, diantaranya menyangkut
vektor, hewan reservoir, pemeriksaan kecacingan, perilaku, serta keterlibatan lintas
program dan lintas sector.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganilis program
eliminasi filariasis di kabupaten/kota yang telah melaksanakan POPM. Hasil penelitian ini
diharapkan dapat dijadikan dasar atau acuan dalam hal pengembangan model eliminasi
filariasis yang dapat diterapkan oleh pelaksana program dalam penanggulangan filariasis.
Penelitian ini dilakukan di Provinsi Riau (Kabupaten Kuansing dan Pelalawan) dan
Bangka Belitung (Kabupaten Bangka Barat dan Belitung). Tiap kabupaten dipilih dua desa
sebagai lokasi penelitian Kegiatan penelitian meliputi: 1) wawancara terstruktur,
pemeriksaan klinis dan survey darah jari yang dilakukan terhadap sampel terpilih di dua
-
xv
desa yang merupakan lokasi penelitian; 2) pemeriksaan gen BM terhadap anak yang positif
hasil TAS tahun 2016; 3) pemeriksaan sampel tinja pada anak sekolah kelas 2 dan 3 SD; 4)
wawancara mendalam terhadap informan terpilih di tingkat provinsi, kabupaten,
kecamatan dan desa; 5) pemeriksaa hewan reservoir; dan penangkapan dan identifikasi
nyamuk vector filariasis.
Hasil wawancara terstruktur terhadap responden untuk mengetahui pengetahuan,
sikap dan perilaku masyarakat melalui wawancara mendapatkan bahwa belum semua
penduduk mengetahui tentang adanya kegiatan eliminasi filariasis di wilayah seluruh
lokasi penelitian. Sikap responden terhadap kegiatan eliminasi filariasis sebagian besar
menunjukkan sikap positif, sedangkan perilaku responden masih ditemukan adanya
responden yang memiliki perilaku berisiko untuk tertular filariasis. Perilaku berisiko yang
ditemukkan yaitu ketidakpatuhan penduduk dalam minum obat pencegahan filariasis.
Faktor penyebab ketidakpatuhan masyarakat tersebut dalam minum obat diantaranya
karena adanya efek samping yang ditimbulkan akibat minum obat tersebut. Pelaksanaan
POPM filariasis di masyarakat perlu disosialisasikan terlebih dahulu, sebelum pemberian
obat ke masyarakat. Berdasarkan hasil wawancara terhadap masyarakat dan wawancara
mendlam terhadap informan terpilih, kegiatan POPM filariasis telah disosialisasikan
terlebih dahulu sebelum pelaksanaan, namun masih ada beberapa responden yang
mengatakan bahwa tidak ada sosialisasi dalam kegiatan POPM filariasis. Hal ini
kemungkinan pada saat sosialisasi, responden tidak berada di tempat sehingga tidak
mengetahui adanya kegiatan sosialisasi tersebut. Hal lain yang mungkin juga menjadi
penyebab masyarakat tidak mengetahui adanya sosialisasi karena kegiatan yang sudah
berlangsung lebih dari satu tahun lalu, sehingga masyarakat tidak dapat mengingat
kembali.
Hasil pemeriksaan klinis terhadap masyarakat untuk mengidentifikasi gejala klinis
filariasis di Kabupaten Kuansing ditemukan sebanyak 39 orang (6,2%) mengalami gejala
klinis filariasis, di Kabupaten Pelalawan tidak ada responden yang mengalami gejala kinis,
di Kabupaten Bangka Barat sebanyak 25 orang (4%), Belitung sebanyak 47 orang (7,6%).
Hasil pemeriksaan gen BM pada 20 anak SD yang terpilih tidak menemukan
adanya DNA cacing filarial pada seluruh anak. Hal ini menunjukkan bahwa seluruh anak
(11 anak) yang dinyatakan positif TAS dan 9 anak lainnya tidak terinfeksi cacing filaria,
sehingga anak yang semula positif hasil TAS sudah dinyatakan sembuh.
Hasil pemeriksaan kecacingan terhadap anak SD kelas 2 dan 3 di Kabupaten
Kuansing mendapatn proporsi kecacingan sebesar 13,6% (24/177), Pelalawan sebesar
2,4% (4/165), Bangka Barat Bangka sebesar 5,3% (9/170), Belitung 11,5% (19/165).
Tujuan dari pemeriksaan kecacingan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui
kemungkinan adanya cross reaction pada kegiatan TAS yang telah dilakukan. Hasil TAS
positif dikhawatirkan merupakan positif soil transmited helminth, sehingga perlu diperiksa
kecacingan pada anak yang positif tersebut. Namun dari hasil pemeriksaan feses terhadap
semua anak yang positif TAS tidak menunjukkan adanya cross reaction. Tingginya
proporsi kecacingan pada anak SD tersebut berkaitan dengan hygiene dan sanitasi, baik
lingkungan maupun individu. Sebagian besar anak yang diperiksa memiliki lingkungan
tempat tinggal yang kurang bersih serta kurangnya ketersediaan air bersih untuk kebutuhan
sehari-hari. Hal ini juga dialami oleh tim peneliti pada saat melakukan survey di lokasi
-
xvi
penelitian. Hasil penelitian di Kabupaten Banjar mendapatkan bahwa infeksi kecacingan
dapat menurun dengan penyediaan sarana air bersih. Penelitian tersebut mendapatkan
bahwa prevalensi kecacingan pada daerah yang mendapatkan program pembangunan air
minum dan sanitasi berbasis masyarakat (PAMSIMAS) angka prevalensinya lebih kecil
(10,8%) dibandingkan dengan daerah yang tidak mendapatkan program (36,6%).
Filariasis B.malayi di wilayah Povinsi Riau dan Bangka Belitung merupakan salah
satu penyakit zoonotik, yaitu penyakit yang dapat ditularkan dari hewan reservoir ke
manusia dan sebaliknya. Berdasarkan hal tersebut maka dilakukan pemeriksaan terhadap
hewan reservoir yang ada di wilayah penelitian, diantaranya kucing, anjing dan monyet
ekor panjang. Hasil pemeriksaan darah hewan di Kabupaten Pelalawan mendapatkan
kucing dan anjing positif mikrofilaia B.malayi¸ dan di Kabupaten Belitung mendapatkan
monyet positif filarial B.malayi. Hasil pemeriksaan hewan di Kuansing dan Bangka Barat
tidak ditemukan adanya hewan positif filaria B.malayi. Anjing, kucing dan merupakan
hewan reservoir yang berperan dalam penularan filariasis. Hal ini berkaitan juga dengan
keberadaan vector B.malayi yang dominan (Mansonia spp) yang memiliki habitat di daerah
rawa-rawa. Sementara berdasarkan hasil penelitian sebelumnya jenis hewan reservoir
untuk B.malayi yang paling banyak ditemukan adalah kucing (Fellis catus).
Kegiatan penangkapan nyamuk telah dilakukan empat kabupaten lokasi penelitian.
Hasil penangkapan nyamuk Kabupaten Kuansing mendapatkan 1.235 nyamuk, Pelalawan
1.231, Bangka Barat sebanyak 581, dan Belitung sebanyak 603. Hasil pemeriksaan PCR
terhadap seluruh nyamuk tertangkap hanya mendapatkan satu spesies nyamuk positif
W.bancrofti di Kabupaten Bangka Barat. Spesies nyamuk positif adalah An.karwari.
Spesies nyamuk terkonfirmasi positif ini sebelumnya belum pernah dilaporkan di lokasi
penelitian, demikian juga spesies cacing filarial W.bancrofti sebelumnya juga belum
pernah dilaporkan, karena spesies microfilaria yang dilaporkan di Kabupaten Bangka Barat
selama ini adalah B.malayi.
Hasil wawancara mendalam di tingkat provinsi dengan tema implementasi
kebijakan pusat di daerah tidak mendapatkan adanya hambatan dan permasalahan.
Kebijakan daerah juga mendukung kebijakan dari pusat sehingga program eliminasi
filariasis di tingkat provinsi dapat berjalan dengan baik. Dukungan lintas program dan
lintas sector sudah cukup baik, hal ini diketahui dari adanya kegiatan eliminasi yang
didukung oleh program lain di Dinas Kesehatan, serta adanya dukungan dana dan
pemerintah daerah setempat. Selain itu juga terdapat dukungan dari luar pemerintah, yaitu
dari lembaga swadaya masyarakat dalam bentuk perencanaan, monitoring dan evaluasi
program eliminasi filariasis
-
xvii
DAFTAR ISI
JUDUL PENELITIAN ......................................................................................................... i
SK PENELETIAN ............................................................................................................... ii
DAFTAR SUSUNAN TIM PENELITI MULTICENTER LOKA BATURAJA ........ viii
PERSETUJUAN ETIK ....................................................................................................... x
PERSETUJUAN ATASAN YANG BERWENANG ....................................................... xi
KATA PENGANTAR ....................................................................................................... xii
ABSTRAK ......................................................................................................................... xiii
RINGKASAN EKSEKUTIF ........................................................................................... xiv
DAFTAR ISI .................................................................................................................... xvii
DAFTAR TABEL ............................................................................................................. xix
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................................... xx
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ........................................................................................................... 1
1.2. Dasar Pemikiran ......................................................................................................... 2
1.3. Tujuan ........................................................................................................................ 3
1.3.1. Tujuan Umum ............................................................................................................ 3
1.3.2. Tujuan Khusus ........................................................................................................... 3
1.4. Manfaat ...................................................................................................................... 3
BAB II METODE ................................................................................................................ 5
2.1. Kerangka Konsep ....................................................................................................... 5
2.2. Waktu, Tempat/Lokasi, Pelaksana & Penanggung Jawab, dan Sumber Biaya ......... 6
2.3. Jenis Studi .................................................................................................................. 6
2.4. Populasi, Sampel, dan Lokasi .................................................................................... 6
2.5. Bahan dan Cara Pengumpulan Data ........................................................................ 13
2.6. Alur Kegiatan ........................................................................................................... 19
2.7. Definisi Operasional ................................................................................................ 22
2.8. Manajemen dan Analisis Data ................................................................................. 22
BAB III HASIL PENELITIAN ........................................................................................ 23
3.1. Gambaran Umum Daerah Penelitian ....................................................................... 23
3.2. Gambaran Umum Pengendalian Filariasis di Daerah Penelitian ............................. 24
3.3. Gambaran Jumlah & Karakteristik Subyek Penelitian/Sampel .............................. 26
3.4. Gambaran Pengetahuan Responden Tentang Filariasis. .......................................... 30
3.5. Gambaran Sikap Responden Tentang Filariasis. ..................................................... 32
3.6. Gambaran Perilaku Responden Tentang Filariasis. ................................................. 33
-
xviii
3.7. Gambaran Status Endemisitas Daerah Penelitian .................................................... 34
3.8. Gambaran Status Infeksi Kecacingan ...................................................................... 37
3.9. Gambaran Deteksi Gen Brugia malayi .................................................................... 37
3.10. Gambaran Hasil Survei Reservoar ........................................................................... 38
3.11. Gambaran Hasil Survei Vektor ................................................................................ 39
3.12. Gambaran Hasil Survei Lingkungan ....................................................................... 40
3.13. Gambaran Hasil Wawancara Mendalam ................................................................. 44
BAB IV PEMBAHASAN ................................................................................................ 105
4.1. Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Responden ........................................................ 105
4.2. Pemeriksaan Klinis dan Survei Darah Jari ............................................................ 107
4.3. Gambaran Status Infeksi Kecacingan .................................................................... 109
4.4. Gambaran Deteksi Gen Brugia malayi .................................................................. 110
4.5. Gambaran Hasil Survei Reservoar ......................................................................... 110
4.6. Gambaran Hasil Survei Vektor .............................................................................. 112
4.7. Survei Lingkungan ................................................................................................. 114
4.8. Gambaran Hasil Wawancara Mendalam ............................................................... 115
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN .......................................................................... 118
5.1. Kesimpulan ............................................................................................................ 118
5.2. Saran ...................................................................................................................... 118
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... 119
-
xix
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Cakupan POPM Filariasis selama 5 Tahun Pengobatan di 4 Kabupaten ........... 25
Tabel 2. Jumlah Responden/Subyek Penelitian/Sampel Berdasarkan Jenis Data/
Informasi Yang Dikumpulkan Empat Kabupaten pada Tahun 2017 ................. 26
Tabel 3. Pengetahuan Responden tentang Penyakit Kaki Gajah di Empat Kabupaten
Tahun 2017 ......................................................................................................... 31
Tabel 4. Sikap Responden tentang Penyakit Kaki Gajah di Empat Kabupaten Tahun
2017 .................................................................................................................... 32
Tabel 5. Perilaku Responden tentang Penyakit Kaki Gajah Empat Kabupaten Tahun
2017 .................................................................................................................... 33
Tabel 6. Angka Mikrofilaria dan Kasus Kaki Gajah (Elefantiasis) Empat Kabupaten .... 35
Tabel 7. Jumlah Responden Berdasarkan Hasil Pemeriksaan Klinis Kabupaten
Kuantan Singingi Tahun 2017 ............................................................................ 35
Tabel 8. Jumlah Responden Berdasarkan Hasil Pemeriksaan Mikroskop Survei
Darah Jari di Kabupaten Kuantan Singingi Tahun 2017 .................................... 36
Tabel 9. Jumlah Parasit Mikrofilaria per Sediaan Darah Pada Responden Positif
Mikrofilaria Kabupaten Kuansing, Bangka Barat dan Belitung Tahun 2017 .... 36
Tabel 10. Jumlah dan Persentase Responden yang Positif Kecacingan Empat Tahun
2017 .................................................................................................................... 37
Tabel 11. Jumlah Anak SD Hasil Pemeriksaan Gen Brugia malayi Empat Kabupaten .... 37
Tabel 12. Jumlah Sampel Reservoar yang Positif Mikrofilaria Kabupaten Kuantan
Singingi Tahun 2017 .......................................................................................... 38
Tabel 13. Jumlah Vektor (Nyamuk) yang Berhasil Ditangkap Dalam Dua Periode
Penangkapan Emapt Kabupaten Tahun 2017 ..................................................... 39
Tabel 14. Hasil Pemeriksaan PCR pada nyamuk tertangkap di empat kabupaten ............. 40
Tabel 15. Matrik Indepth Interview Tingkat Provinsi Riau ............................................... 45
Tabel 16. Matrik Indepth Interview Tingkat Provinsi Bangka Belitung ............................ 48
Tabel 17. Matrik Indepth Interview Tingkat Kabupaten Kuantan Singingi ....................... 56
Tabel 18. Matrik Indepth Interview Tingkat Kabupaten Bangka Barat ............................. 59
Tabel 19. Matrik Indepth Interview Tingkat Kecamatan, Kabupaten Kuatan Singingi ..... 67
Tabel 20. Matrik Indepth Interview Tingkat Kecamatan, Kabupaten Bangka Barat ......... 69
Tabel 21. Matrik Indepth Interview tingkat Kecamatan di Kabupaten Belitung ............... 73
Tabel 22. Matrik Indepth Interview terhadap Penderita Kronis Filariasis ......................... 101
-
xx
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Plotting rumah responden berdasarkan penentuan titik geo-spasial di
Desa Sukadamai Kecamatan Singingi Hilir, Kuansing ................................... 27
Gambar 2. Plotting rumah responden berdasarkan penentuan titik geo-spasial di
Desa Pulau Panjang Cerenti Kecamatan Cerenti, Kuansing ............................ 27
Gambar 3. Plotting rumah responden berdasarkan penentuan titik geo-spasial di
Desa Sialang Bungkuk Kecamatan Bandar Petalangan, Pelalawan ................ 28
Gambar 4. Plotting rumah responden berdasarkan penentuan titik geo-spasial di
Kelurahan Ukui 1 Kecamatan Ukui, Pelalawan .............................................. 28
Gambar 5. Plotting rumah responden berdasarkan penentuan titik geo-spasial di
Desa Air Gantang Kecamatan Parittiga, Bangka Barat ................................... 29
Gambar 6. Plotting rumah responden berdasarkan penentuan titik geo-spasial di
Desa Tanjung Niur (Dusun Pelaik) Kecamatan Tempilang, Bangka Barat..... 29
Gambar 7. Plotting rumah responden berdasarkan penentuan titik geo-spasial di
Desa Cerucuk Kecamatan Badau, Belitung ..................................................... 30
Gambar 8. Plotting rumah responden berdasarkan penentuan titik geo-spasial di
Desa Kembiri Kecamatan Membalong, Belitung ............................................ 30
Gambar 9. Plotting habitat vector di Desa Sukadamai Kecamatan Singingi Hilir,
Kuantan Singingi ............................................................................................. 40
Gambar 10. Plotting habitat vector di Desa Pulau Panjang Cerenti Kecamatan
Cerenti, Kuantan Singingi ................................................................................ 41
Gambar 11. Plotting habitat vector di Desa Kelurahan Ukui, Pelalawan ............................ 41
Gambar 12. Plotting habitat vector di Desa Sialang Bungkuk, Pelalawan .......................... 42
Gambar 13. Plotting habitat vector di Desa Air Gantang, Bangka Barat ............................ 42
Gambar 14. Plotting habitat vector di Desa Tanjung Niur, Bangka Barat .......................... 43
Gambar 15. Plotting habitat perkembangbiakan nyamuk dan rumah tempat
penangkapan nyamuk di Desa Kembiri, Kecamatan Membalong,
Belitung ............................................................................................................ 43
Gambar 16. Plotting habitat perkembangbiakan nyamuk dan rumah tempat
penangkapan nyamuk di Desa Cerucuk Kecamatan Badau, Belitung ............. 44
-
1
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Dalam resolusi World Health Assembly (WHA) tahun 1997, filariasis yang
dikategorikan sebagai neglected diseases (penyakit yang terabaikan) menjadi masalah
kesehatan masyarakat di berbagai belahan dunia1. Indonesia adalah salah satu dari 53
negara di dunia yang merupakan negara endemis filariasis, dan satu-satunya negara di
dunia dengan ditemukannya tiga spesies cacing filaria pada manusia yaitu: Wuchereria
bancrofti, Brugia malayi dan Brugia timori2.
Tahun 2000 WHO mendeklarasikan global eliminasi filariasis pada tahun 2020.
Di Indonesia program eliminasi filariasis telah dicanangkan oleh Menteri Kesehatan RI
pada tanggal 8 April 2002 di Sumatera Selatan. Sejak pencanangan tersebut, Menteri
Kesehatan mengeluarkan Keputusan Nomor: 157/Menkes/SK/X/2003 tentang Standar
Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota yaitu Penatalaksanaan Kasus
Kronis Filariasis. Tahun 2005 dikeluarkan Keputusan Nomor: 1582/Menkes/SK/XI/2005
tentang Pedoman Pengendalian Filariasis (Penyakit Kaki Gajah)3.
Sampai akhir tahun 2016, dari 514 kabupaten/kota di Indonesia, terdapat 236
kabupaten/ kota endemis filariasis. Dari 236 kabupaten/kota yang endemis filariasis
tersebut, 55 kabupaten/kota telah melakukan pemberian obat pencegahan massal filariasis
(POPM) selama 5 tahun berturut-turut (5 putaran). Sisanya sebanyak 181 kabupaten/kota
akan melaksanakan POPM sampai dengan tahun 2020, dengan jumlah penduduk sebesar
76 juta jiwa.
Kabupaten/kota yang melaksanakan POPM, pada tahun ketiga dilakukan evaluasi
yang berupa pre-survei dengan melaksanakan survei darah jari guna mengetahui ada
tidaknya mikrofilaria dalam darah. Selanjutnya setelah 5 tahun POPM dilakukan evaluasi
dengan survei kajian penularan (Transmission Assesment Survey)-1/TAS-1 dengan
menggunakan rapid diagnostic test/RDT1. RDT yang digunakan adalah brugia rapid test
TM
untuk parasit Brugia malayi dan/atau Brugia timori1–5
dan immunochromatographic test
(ICT) untuk parasit Wuchereria bancrofti. Brugia rapid test digunakan untuk
mendiagnosis ada tidaknya antibodi B.malayi/B.timori, sedangkan ICT untuk
mendiagnosis ada tidaknya antigen W.bancrofti. Dari hasil TAS-1 tsb akan diketahui
apakah di kabupaten/kota tersebut masih terjadi penularan filariasis atau masih
dikategorikan sebagai daerah endemis. Terhadap daerah yang masih terjadi penularan
filariasis akan dilakukan POPM ulang selama 2 putaran (2 tahun)6–8
. Untuk hasil TAS-1
dengan nilai di bawah nilai cut-off maka kabupaten/kota tersebut dinyatakan lulus TAS.
Selama 2 tahun setelah dinyatakan lulus, kabupaten/kota melaksanakan surveilans
filariasis. Setelah 2 tahun masa surveilans, dilakukan evaluasi (TAS-2). Dua tahun
kemudian dilakukan lagi evaluasi (TAS-3). Jika dalam 2 periode masa surveilans dapat
dilalui dengan status lulus TAS, maka kabupaten/kota tsb disertifikasi dengan status
filariasis telah tereliminasi. Dari status terakhir per tahun 2015, terdapat 29 kabupaten/kota
yang telah lulus TAS dan 22 kabupaten/kota gagal TAS baik TAS-1, TAS-2 atau TAS-3.
-
2
Pada tahun 2015, Menteri Kesehatan mencanangkan Bulan Eliminasi Kaki Gajah
(Belkaga). Sebelumnya pada tahun 20148, Menkes mengeluarkan Permenkes No. 94 Tahun
2014 tentang Penanggulangan Filariasis. Dengan berlakunya Permenkes ini, maka
Kepmenkes No. 1582/2005 dan Kepmenkes No. 893/2007 dinyatakan tidak berlaku. Bagi
kabupaten/kota yang gagal TAS menimbulkan kendala karena harus mengulangi POPM.
Kabupaten Kuantan Singingi telah melakukan pengobatan massal filariasis selama
5 putaran. Kabupaten Kuantan Singingi dinyatakan lulus TAS yang dilakukan tahun 2016.
Hasil TAS tersebut mendapatkan sebanyak 11 anak kelas 1 dan 2 yang diperiksa positif
berdasarkan hasil tes dengan menggunakan Brugia rapid, namun jumlah siswa yang positif
masih di bawah cut off point sehingga Kabupaten Kuantan Singingi dinyatakan lulus TAS-
1. Meskipun dinyatakan lulus TAS-1 namun karena masih ada anak yang positif maka
perlu dilakukan evaluasi lebih lanjut. Kegiatan yang dilakukan yaitu penelitian secara
menyeluruh yang dari berbagai factor lain, diantaranya menyangkut vektor, hewan
reservoir, pemeriksaan kecacingan, perilaku, serta keterlibatan lintas program dan lintas
sector.
1.2. Dasar Pemikiran
Banyak faktor yang mempengaruhi kegagalan kabupaten/kota untuk lulus TAS.
Salah satu adalah cakupan POPM yang belum mencapai target yang ditentukan. Dari hasil
kajian yang dilakukan Pusat Data dan Surveilans Epidemiologi, Kemenkes RI; persentase
cakupan pengobatan massal pada tahun 2009 mencapai 59,48%. Persentase cakupan ini
masih jauh di bawah target yang ditetapkan WHO (minimal 65% dari total populasi atau
85% dari total sasaran)9. Rendahnya cakupan POPM antara lain terbatasnya sumber daya
yang tersedia, tingginya biaya operasional kegiatan POPM, dan penolakan masyarakat
dengan adanya reaksi pengobatan seperti demam, mual, muntah, pusing, sakit sendi dan
badan9,10.
Namun kegagalan TAS tidak hanya dari aspek manajemen POPM dan metode
surveilans yang diterapkan. Aspek lain yang terkait dengan lingkungan (masih adanya
reservoar dan vektor penyakit), perilaku masyarakat, faktor sosial ekonomi masyarakat
yang masih rendah, dan kebijakan yang diterapkan oleh pemerintah kabupaten/kota terkait
dengan pengendalian filariasis; yang perlu diketahui secara lebih mendalam dan
komprehensif.
Salah satu keberhasilan POPM di Kabupaten Alor adalah meningkatnya KAP
(Knowledge, Attitudes, and Practice) penduduk. Semula 54% penduduk yang mendengar
dan mengetahui filariasis, menjadi 89% penduduk yang tahu filariasis setelah dilaksanakan
sosialisasi. Meningkatnya KAP penduduk tentang POPM filariasis berdampak dengan
meningkatnya cakupan penduduk yang makan obat sebesar 80% 11
. Studi yang
dilaksanakan oleh Sekar Tuti dkk pada tahun 2006 di Pulau Alor menunjukkan bahwa
selama 5 tahun POPM di 9 desa, mf rate turun dari 2,1%--3% menjadi 0% 12
. Demikian
juga hasil studi yang dilakukan oleh Clare Huppatz pada 5 negara di Pasifik menemukan
bahwa pelaksanaan POPM selama 5 tahun berturut-turut dapat menurunkan antigenaemia
di bawah 1% 13
. Di India filariasis endemik di 17 negara bagian dan 6 union territories
dengan 553 juta penduduk berisiko terinfeksi filariasis. Umumnya India endemis W.
bancrofti, hanya 2% yang endemis B. malayi yaitu di negara bagian Kerala, Tamil Nadu,
-
3
Andhra Pradesh, Orissa, Madhya Pradesh, Assam dan Benggala Barat. Pada tahun 2007,
dari 250 kabupaten endemik, cakupan pengobatan massal adalah 82% dari 518 juta
penduduk, dan setahun kemudian meningkat menjadi 85,92%. Meningkatnya angka
cakupan pengobatan massal dikarenakan kampanye pengendalian dan pencegahan filariasis
yang merupakan Kebijakan Kesehatan Nasional Tahun 2000 dalam upaya eliminasi
filariasis tahun 2015 14
. Secara fenomenal, Tiongkok berhasil melaksanakan eliminasi
filariasis pada tahun 2006 dengan menggunakan fortifikasi garam dapur dengan DEC.
Keberhasilan program eliminasi filariasis tersebut karena merupakan program prioritas di
864 kabupaten/kota, sebagai upaya yang berkelanjutan sejak tahun 1949, adanya kerja
sama yang erat antar instansi yang terkait, partisipasi aktif masyarakat di wilayah endemis,
dan tingginya intensitas kampanye pengendalian dan pencegahan15
. Keberhasilan
Tiongkok ini dapat dijadikan contoh atas adanya partisipasi aktif masyarakat dan
kampanye pengendalian dan pencegahan filariasis.
Dari pengalaman Tiongkok dan hasil keempat studi tersebut di atas, tampak bahwa
keberhasilan pelaksanaan eliminasi filariasis terjadi jika adanya kebijakan pemerintah
daerah untuk menjadikan eliminasi filariasis sebagai program prioritas, adanya kontinuitas
POPM, dan promosi kesehatan yang intensif. Berdasarkan hal tersebut, bagaimana dengan
Indonesia?. Dimana letak kegagalan dan keberhasilan kabupaten/kota dalam pelaksanaan
eliminasi filariasis yang telah berlangsung sejak tahun 2002. Faktor kegagalan dan
keberhasilan inilah yang akan dicari dalam studi ini dengan melibatkan berbagai
unit/instansi yang berada di lingkup Badan Litbangkes.
1.3. Tujuan
1.3.1. Tujuan Umum
Diketahui dan dianalisis program eliminasi filariasis di kabupaten/kota yang telah
melaksanakan POPM.
1.3.2. Tujuan Khusus
1) Diketahui dan dianalisis kegagalan dan keberhasilan eliminasi filariasis dari hasil
analisis aspek epidemiologi (host, agent, lingkungan).
2) Diketahuinya dan dianalisis kegagalan dan keberhasilan eliminasi filariasis dari
hasil analisis aspek manajemen.
3) Didapatkannya masukan yang signifikan untuk perbaikan eliminasi filariasis di
Indonesia.
1.4. Manfaat
Hasil studi diharapkan dapat dijadikan dasar atau acuan dalam hal pengembangan
model eliminasi filariasis yang dapat diterapkan oleh pelaksana program dalam
penanggulangan filariasis.
Untuk melaksanakan program penanggulangan filariasis, telah ditetapkan Peraturan
Menteri Kesehatan RI No. 94 Tahun 2014 tentang Penanggulangan Filariasis. Dalam
Permenkes tersebut, penyelenggaraan penanggulangan filariasis dilaksanakan oleh
-
4
Pemerintah, dalam hal ini Kementerian Kesehatan, dan Pemerintah Daerah dengan
melibatkan peran serta masyarakat. Penanggulangan filariasis dilaksanakan dengan empat
pokok kegiatan yaitu (1) surveilans kesehatan (penemuan penderita, survei data dasar
prevalensi mikrofilaria, survei evaluasi prevalensi mikrofilaria, dan survei evaluasi
penularan); (2) penanganan penderita; (3) pengendalian faktor risiko melalui pemberian
obat pencegah massal (POPM); dan (4) komunikasi, informasi, dan edukasi.
-
5
BAB II METODE
2.1. Kerangka Konsep
Keterangan Diagram 1) Keberhasilan kabupaten/kota dalam eliminasi filariasis didasari oleh lulus tidaknya saat
dilakukan evaluasi (TAS). Pelaksanaan TAS dilakukan setelah POPM dilakukan selama
5 putaran (5 tahun) berturut-turut tanpa terputus. Pernyataan lulus TAS jika jumlah
sampel anak usia sekolah (kelas 1 dan 2 atau berumur 6-7 tahun) yang diperiksa
antibodi/antigen lebih rendah dari nilai cut-off kritis yang ditetapkan (= 18). Sedangkan
yang gagal TAS adalah sebaliknya (di atas nilai cut-off kritis yang ditetapkan).
2) Untuk menuju tercapainya eliminasi filariasis, secara garis besar ada 6 faktor yang perlu dilakukan pengamatan dan pelaksanaan. Ke enam faktor tersebut adalah reservoir,
vektor, lingkungan fisik, pemberian obat pencegah, perilaku masyarakat, dan
manajemen pengendalian.
3) Jika digunakan model pendekatan berdasarkan teori H.L Blum, keberhasilan eliminasi dipengaruhi atas faktor lingkungan, perilaku, pelayanan, dan genetik. Enam faktor
dalam diagram kerangka konsep dapat dikelompokkan sebagai faktor lingkungan
(vektor, reservoar, lingkungan fisik), perilaku (perilaku masyarakat), pelayanan
(pemberian obat pencegah dan manajemen pengendalian), sedangkan faktor genetik
kontribusinya kecil dan dapat diabaikan.
POPM
-- Cakupan
-- Kesesuaian Pelaksanaan
dengan Prosedur
-- Kepatuhan Masyarakat
Minum Obat
Manajemen Pengendalian -- Surveilans -- Penanganan penderita -- Pengendalian faktor risiko -- Promosi/KIE -- SDM -- Rasio Pembiayaan -- Kebijakan dan Dukungan Pemkab/Pemkot.
Vektor -- Spesies -- Infectivity rate -- Jenis Tempat Perindukan
Reservoir – Spesies – Microfilaremia rate - Jarak Habitat dari Pemukiman Penduduk
Keberhasilan Eliminasi Filariasis
Perilaku Masyarakat -- Pengetahuan -- Sikap -- Kebiasaan
Lingkungan Fisik -- Tipe Wilayah -- Kondisi Pemukiman
Metoda TAS -- Penentuan Subyek -- Teknik Diagnosis -- Penentuan Batas Cut-Off
-
6
2.2. Waktu, Tempat/Lokasi, Pelaksana & Penanggung Jawab, dan Sumber
Biaya
1) Waktu:
Studi dilaksanakan selama 10 (sepuluh) bulan dimulai dari bulan Februari
sampai dengan November 2017.
2) Tempat/Lokasi:
Tempat/lokasi studi adalah desa Sukadamai, Kecamatan Singingi Hilir dan
Desa Pulau Panjang, Kecamatan Cerenti, Kabupaten Kuantan Singingi yang
merupakan wilayah endemis Brugia malayi zoonotic. Pemilihan lokasi kabupaten
berdasarkan hasil TAS yang dilaksanakan Subdit P2 Filariasis tahun 2016. Hasil
TAS-1 kabupaten Nias tahun 2016 adalah seluruh anak SD kelas 1 dan 2 yang
diperiksa mendapatkan 11 anak positif antibody B. malayi. Berdasarkan hasil
positif tersebut, maka kriteria inklusi lokasi studi ditentukan berdasarkan hasil
positif terbanyak, yaitu Desa Sukadamai dan Desa Pulau Panjang. Jumlah anak SD
yang positif di kedua desa tersebut sebanyak 2 anak.
3) Pelaksana dan Penanggung Jawab:
Pelaksana dan penanggung jawab adalah Loka Litbang P2B2 Baturaja yang
merupakan satuan kerja yang berada di bawah Badan Litbangkes.
4) Sumber Biaya:
Sumber biaya studi berasal dari dana APBN pada DIPA Loka Litbang P2B2
Baturaja Tahun Anggara 2017.
Selain bersumber dari DIPA satuan kerja Loka Litbang P2B2 Baturaja ,
salah satu kegiatan yaitu pelaksanaan TAS di Kabupaten Kuantan Singingi
bersumber dari DIPA Ditjen P2P, Kemenkes RI tahun 2016. Untuk kegiatan TAS
ini pelaksana adalah Subdit P2 Filariasis dan Kecacingan, Direktorat Pengendalian
Penyakit Tular Vektor dan Zoonosis, Ditjen P2P16
.
2.3. Jenis Studi
Jenis studi adalah potong lintang (cross sectional).
2.4. Populasi, Sampel, dan Lokasi
1) Transmission Assesment Survey (TAS)
Transmission Assessment Survey (TAS) atau Survei Kajian Penularan adalah
salah satu langkah penentuan evaluasi keberhasilan POPM untuk menuju eliminasi
filariasis. Merupakan survei potong lintang mengumpulkan data pada waktu yang
ditetapkan. Disain survei tergantung pada jenis parasit dan vektor, rasio angka
partisipasi masuk sekolah, besaran populasi anak usia 6-7 tahun atau kelas 1 dan 2,
dan jumlah sekolah atau daerah pencacahan. Tujuan dari TAS ini adalah untuk
mengukur apakah di daerah tersebut pasca POPM dapat mempertahankan
-
7
prevalensi infeksi di tingkatan yang aman, dalam pengertian tidak terjadi lagi
penularan baru meskipun POPM telah dihentikan.
Populasi:
Anak sekolah dasar/madrasah ibtidaiyah (SD/MI) kelas 1 dan 2 di Kabupaten
Kuantan Singingi.
Sampel:
Pemilihan sampel dilakukan secara klaster dengan menggunakan survey
sample builder (SSB)1,17
. SSB adalah suatu perangkat yang dirancang untuk
membantu pelaksanaan TAS. Program SSB digunakan untuk mengotomatisasi
perhitungan guna menentukan strategi survei yang tepat. Dibuat dengan disain
survei yang fleksibel agar sesuai dengan situasi lokal yang tergantung dengan
tingkat sekolah dasar, ukuran populasi, jumlah sekolah atau daerah pencacahan, dan
siswa yang dipilih. Dalam SSB tersebut sudah diperhitungkan tingkat absensi 15%.
Dari seluruh SD/MI di kabupaten/kota dipilih secara random (acak) sebanyak 30
SD/MI sesuai dengan standar yang telah ditentukan WHO. Dalam daftar random
pada SSB mencantumkan juga 5 SD/MI cadangan yang bisa diikutsertakan dalam
survey berdasarkan urutan yang dipilih. Total sampel antara 1.524-1.552 anak. Dari
setiap SD/MI tersebut diambil sampel anak-anak kelas 1 dan 2 untuk diambil darah
jari guna mengetahui antibodi/antigen dengan rapid diagnostic test. Untuk subyek
yang positif antibodi (lemah), pengambilan dilakukan satu kali lagi.
Kriteria inklusi dalam studi ini adalah anak SD/MI kelas 1 dan 2. Kriteria
eksklusi adalah anak SD/MI kelas 1 dan 2 yang sakit. Lokasi studi adalah SD/MI
yang terpilih sebagai sampel (30 SD/MI) di setiap kabupaten.
2) Survei Darah Jari (SDJ)
SDJ yaitu pengambilan darah jari untuk mengetahui ada tidaknya mikrofilaria
di dalam darah. Spesimen darah dilihat dengan mikroskop. Waktu pengambilan
malam hari untuk daerah endemis Brugia malayi dan Wuchereria bancrofti.
Populasi
Populasi untuk SDJ adalah masyarakat di Desa Pulau Panjang dan Desa
Sukadamai.
Sampel
Jumlah sampel dihitung berdasarkan rumus estimasi satu proporsi dengan
pengambilan sampel acak sederhana (simple random sampling) dari Stanley
Lemeshow et.al (1997):
𝑛 = 𝑍21−∝2𝑃 1 − 𝑃 /𝑑2
Keterangan: n= jumlah sampel; 𝑍21−∝2=1,960 (tingkat kepercayaan 95%); P=0,28; d=0,05
Berdasarkan rumus tersebut maka jumlah sampel setiap desa adalah:
n = 1,96x1,96x0,28(1-0,28)/0,05 x 0,05 = 309,78 orang, dibulatkan menjadi 310
orang (minimal).
-
8
Jumlah 310 orang terdapat pada + 70-100 rumah tangga (1 rumah tangga 4,5
orang) per lokasi. Total sampel untuk setiap kabupaten adalah 620 orang di 2 desa
pada kecamatan yang berbeda. Subyek yang diambil darah adalah penduduk yang
berusia 5 tahun ke atas, termasuk anak SD/MI yang positif antibodi/antigen dan
10% yang negatif antibodi/antigen.
Kriteria Sampel
Kriteria inklusi adalah penduduk usia 5 tahun ke atas, terutama anak-anak
kelas 1 dan 2 SD/MI yang positif hasil test antibodi/antigen. Saat pelaksanaan
penelitian anak-anak tersebut sudah menduduki bangku kelas 2 dan 3. Kriteria
eksklusi adalah penduduk yang sakit kronis (TBC, kusta), dan gangguan jiwa.
Lokasi studi adalah Desa Pulau Panjang dan Desa Sukadamai.
3) Stool Survey (StS)
Stool survey (StS) yaitu pemeriksaan tinja pada anak-anak SD/MI. Tujuannya
adalah untuk mengetahui apakah kemungkinan adanya reaksi silang brugia rapid
diagnostic test yang positif dengan kejadian infeksi kecacingan perut. Pemeriksaan
tinja dilakukan dengan pemeriksaan langsung. Kegiatan StS ini dilakukan pada
daerah yang endemis B. malayi.
Populasi
Populasi untuk Sts adalah anak SD kelas 2 dan 3 di Kabupaten Kuantan
Singingi.
Sampel
Jumlah sampel untuk StS adalah 10% dari jumlah sampel TAS, sehingga
jumlah sampel untuk StS adalah 10% dari 1.500-1.600 atau + 150-160 anak.
Subyek yang diambil faeces adalah anak SD/MI yang positif dan negatif
antibodi/antigen.
Kriteria Sampel
Kriteria inklusi adalah anak kelas 2 dan 3 SD/MI yang positif dan negatif
hasil test antibodi. Kriteria eksklusi anak kelas 2 dan 3 SD/MI yang sakit (diare).
Teknik Pengambilan Sampel
Pada setiap lokasi diambil sampel sebanyak 150 anak SD kelas 2 dan 3
dengan cara sebagai berikut:
a) Jika hasil TAS ditemukan ada anak SD yang positif (hanya pada satu SD), maka
SD dimana ada anak yang positif tadi diambil sebanyak 150 anak SD kelas 1 dan
2. Jika sampel masih kurang maka diambil pada SD yang berdekatan dengan SD
sebelumnya tetapi SD tersebut ikut menjadi sampel TAS tahun 2016, jika masih
kurang juga maka diambil dari SD yang berdekatan dengan SD sebelumnya
tetapi SD tersebut ikut menjadi sampel TAS tahun 2016, dst.
b) Jika hasil TAS ditemukan ada anak SD yang positif (pada 2 SD), maka pada
kedua SD tersebut diambil sebanyak 150 anak SD kelas 2 dan 3. Jika sampel
masih kurang maka diambil pada SD yang berdekatan dengan SD sebelumnya
tetapi SD tersebut ikut menjadi sampel TAS tahun 2016, jika masih kurang juga
-
9
maka diambil dari SD yang berdekatan dengan SD sebelumnya tetapi SD
tersebut ikut menjadi sampel TAS tahun 2016.
c) Jika hasil TAS ditemukan ada anak SD semua negative, maka sampel anak SD
diambil pada SD yang menjadi sampel TAS tahun 2016 dan paling berdekatan
dengan lokasi penelitian. Jika sampel masih kurang maka diambil pada SD yang
berdekatan dengan SD sebelumnya tetapi SD tersebut ikut menjadi sampel TAS
tahun 2016, jika masih kurang juga maka diambil dari SD yang berdekatan
dengan SD sebelumnya tetapi SD tersebut ikut menjadi sampel TAS tahun 2016.
Lokasi
Untuk Kabupaten Kuantan Singingi ditetapkan SDS Cerenti Subur dengan
jumlah sasaran (target) sebanyak 60 anak; SDN 07 Sukadamai dengan jumlah
sasaran (target) sebanyak 60 anak dan SDN 01 Koto Peraku dengan jumlah sasaran
(target) sebanyak 40 anak; sebagai lokasi pengumpulan sampel stool18
.
4) Deteksi DNA Brugia malayi
Deteksi DNA Brugia malayi adalah pemeriksaan ada tidaknya jejak
keberadaan fragmen mikrofilaria Brugia malayi di dalam darah. Pemeriksaan
dilakukan dengan menggunakan teknik polymerase chain reaction (PCR).
Kegiatan deteksi DNA B. malayi ini dilakukan pada daerah yang endemis B.
malayi.
Populasi
Populasi untuk Gen BM adalah anak SD kelas 2 dan 3 di Kabupaten Kuantan
Singingi.
Sampel
Sampel Gen BM adalah anak SD/MI kelas 2 dan 3 yang positif/negatif hasil
tes antibodi. Jumlah sampel 15-20 per kabupaten. Subyek diambil darah jari
sebanyak 150-200 µl, dimasukkan ke tabung microtainer dan sebagian diteteskan
ke kertas Whattman filter. Darah yang ada di tabung microtainer dan kertas
Whattman filter akan diperiksa dengan metode polymerase chain reaction (PCR).
Kriteria Sampel
Kriteria inklusi adalah anak kelas 2 dan 3 SD/MI yang positif dan negatif
hasil test antibodi. Kriteria eksklusi anak kelas 2 dan 3 SD/MI yang yang tidak
datang/hadir di sekolah karena sakit atau ijin ada keperluan lainnya. Lokasi studi
adalah SDN 01 Koto Peraku, SDS Cerenti Subur, SDN Sukadamai.
Teknik Pengambilan Sampel
Pada setiap lokasi diambil sampel sebanyak 20 anak SD kelas 2 dan 3 dengan
cara sebagai berikut:
a) Semua sampel anak SD yang positif hasil TAS 2016 diambil sebagai sampel,
jika jumlah sampel positif tidak sampai 20 maka untuk memenuhi minimal
sampel 20 ditambah dengan sampel anak SD yang negatif pada TAS 2016.
Sampel negatif ini bisa diambil pada salah satu SD yang ada anak yang positif
sampai terpenuhi minimal sampel. Cara pengambilannya denga purposive
sampling.
-
10
b) Jika hasil TAS ditemukan ada anak SD semua negatif maka sampel anak SD
sebanyak 20 buah diambil mengikuti lokasi pengambilan sampel stools.
5) KAP Survey Filariasis
KAP survey filariasis yaitu survei untuk mengetahui aspek pengetahuan,
sikap dan perilaku masyarakat terkait dengan program eliminasi filariasis
(penyebab penyakit, pengobatan, dan pencegahan).
Populasi
Populasi untuk KAP adalah masyarakat di Desa Pulau Panjang, Cerenti dan
Desa Sukadamai, Singingi Hilir.
Sampel
Jumlah sampel sebanyak 310 orang yang berusia 5 tahun ke atas pada 70-100
rumah tangga. Total sampel 620 orang per kabupaten. Subyek diwawancarai
dengan kuesioner terstruktur yang telah dikembangkan oleh WHO.
Kriteria Sampel
Kriteria inklusi adalah penduduk berusia 5 tahun ke atas. Kriteria eksklusi
penduduk yang kesulitan dalam berkomunikasi (tuna wicara dan tuna rungu), dan lansia
dementia. Lokasi studi adalah Desa Sukadamai dan Desa Pulau Panjang.
Teknik Pengambilan Sampel
Pada setiap lokasi diambil sampel sebanyak minimal 310 responden.
Responden pertama dipilih dengan kriteria adalah rumah anak positif SDJ dari hasil
TAS, maka rumah pertama yang terpilih dimulai dari rumah anak/penderita
tersebut. Sampel rumah tangga berikutnya diambil yang paling dekat dengan rumah
pertama dan seterusnya sampai mendapatkan 310 responden yang akan dilakukan
pengambilan darah jari.
Untuk menentukan titik global positioning system (GPS) rumah responden
tinggal dilakukan plotting mulai dari rumah pertama sampai seluruh rumah tempat
tinggal calon responden.
6) Wawancara Mendalam (In-depth Interview)
Wawancara mendalam ditujukan kepada informan yang terdiri atas para
pejabat lintas program dan sektor di tingkat provinsi, kabupaten, kecamatan, dan
desa; serta penderita klinis kronis filariasis.
Kriteria Sampel
a. Para pejabat lintas program dan sektor
Kriteria inklusi adalah pejabat lintas program dan sektor di
provinsi/kabupaten/kecamatan/desa yang berada di bawah kordinasi deputi
kesejahteraan rakyat. Kriteria eksklusi adalah pejabat lintas program dan sektor
di provinsi/kabupaten/kecamatan/desa yang berada di bawah kordinasi deputi
kesejahteraan rakyat yang tidak terkait dengan program pengendalian penyakit
menular. Jumlah informan untuk wawancara mendalam berkisar 4—10 orang.
Lokasi studi adalah Provinsi Riau, Kabupaten Kuantan Singingi, Kecamatan Cerenti,
Kecamatan Beringin Jaya, Desa Pulau Panjang, Desa Sukadamai
-
11
b. Penderita klinis filariasis
Kriteria inklusi penderita klinis filariasis dengan ekstremitas
(kaki/tangan) yang membesar dalam stadium I—IV. Kriteria eksklusi adalah
penderita klinis filariasis yang tidak menunjukkan pembesaran ekstremitas.
Untuk wawancara mendalam terhadap penderita klinis filariasis jumlah informan
adalah 3 orang/penderita. Lokasi studi adalah Desa Pulau Panjang dan Desa
Sukadamai.
7) Survei Vektor (Nyamuk)
Survei vektor (nyamuk) dilakukan untuk melihat spesies nyamuk yang
mengandung larva L1, L2 dan L3. Pelaksanaannya 2 kali, dengan selang waktu 1
bulan, pada 3 titik/lokasi di Desa Pulau Panjang dan Desa Sukadamai selama 2
malam berturut-turut. Dimulai sore hari pukul 17 sampai esok hari pukul 6.
Metode yang digunakan adalah modifikasi human landing collection dalam
kelambu.
Selain survei vektor, juga dilakukan survei habitat vektor. Dalam survei ini
dilakukan pengamatan dan pencatatan habitat vektor filariasis yang meliputi type
breeding site, pengamatan flora dan fauna (naungan dan kepadatan flora), kondisi
ekologi (tanaman air, lumut, ganggang), dan keberadaan hewan air predator, jarak
dari rumah penduduk, penggunaan lahan, dan total larva yang ditemukan per
spesies. Untuk mengetahui lokasi habitat vektor dilakukan plotting sehingga akan
diperoleh titik global positioning system (GPS) habitat vektor tersebut.
Kriteria Sampel
Kriteria inklusi adalah titik lokasi tempat penangkapan dengan kondisi
ekologi yang mendukung keberadaan vektor (ada kobakan air yang tergenang,
kelompok tumbuhan yang hidup di air, semak belukar, hutan sekunder atau tersier).
Kriteria eksklusi adalah titik lokasi tempat penangkapan dengan kondisi ekologi
yang tidak menunjukkan keberadaan vektor. Lokasi studi adalah Desa Pulau
Panjang dan Desa Sukadamai.
8) Survei Darah Reservoar (kucing rumah, anjing, lutung dan monyet ekor panjang)
Survei Darah Reservoar adalah pengumpulan darah reservoir (kucing rumah,
anjing, lutung/monyet daun dan monyet ekor panjang) yang dilakukan di wilayah
endemis Brugia malayi zoonotic. Tujuannya adalah untuk menentukan ada tidaknya
mikrofilaria dalam darah reservoar. Pemilihan kucing rumah, anjing, lutung/monyet
daun dan monyet ekor panjang, baik peliharaan maupun liar dilakukan secara
purposif. Jumlah sampel semua spesies adalah 100 ekor di setiap kabupaten yang
tersebar (tidak harus proporsional) di setiap titik pengambilan yang dihitung
dengan rumus:
𝑛 = 𝑍1−1 2∝
2
.𝑃 1 − 𝑃
𝑑2
n = jumlah sampel; 𝑍1−1 2∝ = 𝑍0,95 = 1,96
P = 0,07 (perkiraan besarnya Microfilaremia rate pada hewan reservoir)
d = besarnya penyimpangan, ditetapkan = 0,05
-
12
Dengan rumus tersebut, besarnya sampel hewan semua spesies di tiap
kabupaten adalah:
𝑛 =1,96 𝑥 1,96 𝑥 0,07 1−0,07
0,05 𝑥 0,05 =100
Kriteria Sampel
Kucing
Kriteria inklusi untuk kucing adalah kucing rumah (Felis catus) yang
berumur minimum 6 bulan dan dipelihara di/berasal dari desa lokasi penelitian.
Kriteria eksklusi adalah kucing rumah (Felis catus) yang sakit berat atau tidak
mendapat ijin dari pemilik.
Anjing
Kriteria inklusi untuk anjing adalah anjing (Canis familaris) yang berumur
minimum 6 bulan dan dipelihara di/berasal dari sekitar desa lokasi penelitian yang
berjarak maksimum 5 km dari batas desa. Kriteria eksklusi anjing (Canis
familaris) yang sakit berat.
Lutung
Kriteria inklusi untuk lutung (Presbitys cristatus) yang berumur minimum 6
bulan dan dipelihara di/berasal dari sekitar desa lokasi penelitian yang berjarak
maksimum 5 km dari batas desa. Kriteria eksklusi lutung (Presbitys cristatus)
yang sakit berat.
Monyet Ekor Panjang
Kriteria inklusi untuk monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) yang
berumur minimum 6 bulan dan dipelihara di/berasal dari sekitar desa lokasi
penelitian yang berjarak maksimum 5 km dari batas desa. Kriteria eksklusi
monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) yang sakit berat. Lokasi studi adalah
Desa Pulau Panjang dan Desa Sukadamai.
Jumlah masing-masing spesies hewan reservoir diusahakan sebagai berikut:
jumlah kucing rumah > anjing > monyet ekor panjang > lutung.
9) Survei Lingkungan
Survei lingkungan adalah pengumpulan data dan informasi yang terkait
dengan lingkungan biologis vektor dan reservoar pada daerah tempat pelaksanaan
studi.
Sampel untuk lingkungan biologis vektor, jumlah sampel sebanyak 70—100
bangunan rumah di tempat pelaksanaan SDJ.
Kriteria Sampel
Lingkungan biologis vektor
Kriteria inklusi adalah lingkungan bangunan rumah responden yang terpilih
dalam survei KAP. Kriteria eksklusi adalah Lingkungan bangunan umum
(sekolah, kantor, gedung pertemuan, pos keamanan, rumah kosong,
-
13
masjid/mushalla/gereja/pura). Lokasi studi adalah Lingkungan rumah penduduk
tempat pelaksanaan SDJ pada 2 desa/kelurahan di setiap kabupaten.
Lingkungan biologis reservoar (pada daerah endemis B. malayi zoonotic)
Kriteria inklusi adalah Hutan dan/atau kebun (karet, sawit) yang dapat diakses
(minimal ada jalan setapak). Kriteria eksklusi adalah Hutan primer dan /atau
kebun (karet, sawit) terlantar. Untuk mengetahui kondisi lingkungan biologis
(vector dan reservoir) dilakukan plotting sehingga akan diperoleh titik global
positioning system (GPS) lingkungan.
2.5. Bahan dan Cara Pengumpulan Data
1) Transmission Assesment Survey (TAS)
a) Tim TAS terdiri atas (1) pengawas utama yaitu petugas yang sudah menerima
pelatihan TAS dan atau memiliki pengalaman mengikuti survei TAS sebagai
supervisor; (2) kordinator lapangan yang bertugas melakukan kordinasi
dengan pihak sekolah dan melakukan penyuluhan kesehatan; (3) pendaftar
yaitu petugas yang mencatat dan mendaftar anak-anak yang dipilih sebagai
sampel untuk diambil darahnya; (4) pengambil darah yaitu petugas yang akan
mengambil sampel darah; (5) pembaca hasil tes yaitu petugas yang khusus
memonitor dan membaca hasil tes cepat antibodi/antigen termasuk memonitor
waktu (pengelola timer).
b) Di lokasi kegiatan (sekolah dasar/madrasah ibtidaiyah), pengawas utama akan
memberi penjelasan singkat kepada kepala sekolah dan guru-guru tentang
maksud dan tujuan pemeriksaan TAS. Selanjutnya didiskusikan tempat terbaik
untuk pengambilan darah, sebaiknya di ruangan terpisah untuk mencegah murid
merasa takut melihat proses pengambilan darah.
c) Kordinator lapangan memberi penjelasan singkat kepada murid (subyek
penelitian) tentang maksud dan tujuan pemeriksaan. Penjelasan tersebut
mengenai risiko terhadap subyek penelitian, meskipun kegiatan ini merupakan
bagian dari suatu kegiatan rutin program filariasis. Risiko yang dihadapi adalah
risiko minimal yang dapat menyebabkan kecemasan dan ketidaknyamanan.
Jarang sekali terjadi infeksi atau perdarahan kecuali pada beberapa individu
tertentu. Dari hal ini subyek akan memperoleh manfaat karena bagi subyek yang
hasil pengujiannya positif akan diberi pemeriksaan dan tindakan pengobatan
lanjutan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
d) Tim TAS menyiapkan meja yang berpermukaan rata untuk mengatur alat yang
dibutuhkan dan membaca hasil-hasil tes. Anggota tim yang telah ditentukan
sebagai pengambil darah dan pembaca tes siap di posisi masing-masing.
e) Pendaftar mengisi data demografis (nama, jenis kelamin, umur, alamat) untuk
setiap murid yang terpilih sebagai subyek penelitian di formulir yang telah
disediakan. Pendaftar memasukkan setiap data dari murid yang menolak atau
tidak mendapat ijin dan menuliskan jumlah murid yang absen dalam formulir
serta mengisikan nama subyek dan nomor kode spesimen pada formulir.
-
14
f) Pengambil darah menuliskan nama dan nomor kode spesimen pada perangkat kit
diagnostik yang digunakan. Lakukan pengambilan darah jari pada subyek
sebanyak 35 μl.
g) Hasil yang diperoleh berupa jumlah anak/murid SD/MI yang positif dan negatif
diinformasikan ke Tim Pelaksana Riset Filariasis. Data dan informasi
anak/murid SD/MI positif antibodi/antigen yang disampaikan adalah: nama
SD/MI, nama anak, umur, alamat (dusun/RT, desa/kelurahan, kecamatan), dan
nama orang tua/wali.
2) Survei Darah Jari (SDJ) dan Survei KAP-Lingkungan (SKAP-L)
a) Tim SDJ dan SKAP-L terdiri atas (1) pemeriksa gejala klinis yaitu peneliti
yang akan melakukan anamnesa kepada subyek penelitian terkait dengan gejala
klinis yang dirasakan saat ini atau yang pernah dirasakan subyek setahun
terakhir, pemeriksa gejala klinis juga merangkap sebagai ketua tim; (2)
pewawancara yaitu peneliti yang bertugas melakukan wawancara dari rumah ke
rumah kepada subyek penelitian dengan menggunakan kuesioner terstruktur; (3)
pencatat lokasi GPS yaitu peneliti yang bertugas melakukan plotting rumah
calon responden; (4) pendaftar yaitu pembantu peneliti yang mencatat dan
mendaftar subyek penelitian yang dipilih sebagai sampel untuk diambil
darahnya; (5) pengambil darah yaitu peneliti yang mengambil sampel darah;
(6) pemroses spesimen yaitu peneliti yang memproses spesimen sejak
spesimen diteteskan pada slaid sampai diperiksa; (7) pemberi bahan kontak
yaitu pembantu peneliti yang membagikan bahan kontak kepada subyek
penelitian yang telah selesai diambil darah jari dan wawancara.
b) Tim melakukan plotting pada bangunan rumah calon responden, lingkungan
rumah calon responden, dan habitat vektor.
c) Tim KAP melakukan wawancara ke masing-masing rumah responden yang
dilakukan pada siang hari. Pemilihan rumah responden dilakukan dengan
dimulai dari rumah penderita (positif antibodi atau positif mikrofilaria atau
kronis elefantiasis) sebagai titik pusat. Selanjutnya dipilih rumah yang
berdekatan di sekeliling rumah penderita secara melingkar atau secara zig-zag
disesuaikan dengan posisi letak antar rumah.
d) Tim mengisi formulir identitas rumah tangga yang berisikan nama-nama anggota
rumah tangga dan informed concent. Untuk pengisian formulir ini, dapat
ditanyakan kepada kepala rumah tangga atau salah seorang anggota rumah
tangga yang berusia dewasa. Informed concent ini diberikan kepada
responden/subyek penelitian untuk dibawa ke tempat pengambilan darah jari
sebagai bukti bahwa rumah tangga tersebut telah dilakukan wawancara.
e) Wawancara dilakukan pada responden yang berusia di atas 5 tahun ke atas.
Proses wawancara berlangsung antara 15—20 menit.
f) Sebelum melakukan wawancara, pewawancara akan menyodorkan formulir
persetujuan setelah penjelasan (PSP) kepada responden/subyek penelitian
untuk dibaca dan ditandatangani responden jika responden setuju. Jika
-
15
responden tidak dapat atau kesulitan membaca, pewawancara akan
membacakan PSP.
g) Setelah selesai wawancara ke seluruh subyek penelitian (responden), tim
melakukan persiapan tempat/posko untuk pengambilan darah jari.
h) Di tempat pengambilan darah/posko; tim menyiapkan tempat yang cukup
lapang. Di tempat pengambilan darah hendaknya disediakan kursi secukupnya
untuk subyek duduk menunggu giliran serta minimal 4 buah meja untuk
menaruh berbagai peralatan pengambil darah dan bahan-bahan. Disiapkan satu
tempat/ruangan khusus untuk pemeriksaan klinis.
i) Subyek penelitian (responden) yang telah datang di tempat pengambilan darah,
mendaftar ke meja petugas pendaftar dengan menyerahkan informed concent.
Petugas pendaftar akan mendaftar subyek penelitian pada formulir yang
disediakan.
j) Subyek penelitian (responden) beralih ke tempat pemeriksaan klinis. Oleh ketua
tim, sebagai pemeriksa gejala klinis, diberikan penjelasan singkat kepada subyek
penelitian tentang maksud dan tujuan pemeriksaan. Penjelasan tersebut
mengenai risiko terhadap subyek penelitian. Risiko yang dihadapi adalah risiko
minimal yang dapat menyebabkan ketidaknyamanan (rasa sakit pada ujung jari)
namun jarang sekali terjadi infeksi atau perdarahan kecuali pada beberapa
individu tertentu. Dari hal ini subyek akan memperoleh manfaat karena bagi
subyek yang hasil pengujiannya positif akan dilakukan pemeriksaan dan
tindakan pengobatan lanjutan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Pemeriksa
gejala klinis akan melakukan anamnesa kepada subyek penelitian. Gejala klinis
yang ditemukan dan yang pernah dirasakan subyek penelitian dalam setahun
terakhir dicatat dalam formulir yang telah disiapkan.
k) Selanjutnya subyek penelitian akan diambil darah jari sebanyak 60 μl untuk
sediaan apus tebal oleh petugas pengambil darah. Pengambilan darah jari
dimulai pada pukul 21.00. Sediaan darah yang ada pada kaca slaid akan diproses
oleh pemroses spesimen sampai sedian darah diperiksa dan disimpan pada kotak
slaid.
l) Setelah selesai diambil darah jari, subyek penelitian beralih ke meja petugas
pemberi bahan kontak. Petugas pemberi bahan kontak akan memberikan bahan
kontak kepada subyek. Subyek menandatangani tanda terima bahan kontak.
m) Proses pengambilan darah jari selesai, subyek kembali ke tempat tinggal.
n) Proses pewarnaan sediaan darah dan pemeriksaan dilakukan oleh tim. Bagi
subyek penelitian yang hasil pemeriksaan darah jarinya positif, dirujuk ke
Puskesmas untuk diberikan pengobatan dengan DEC dan albendazol sesuai
dengan ketentuan yang berlaku.
o) Hasil pemeriksaan slaid yang positif dan 10% dari slaid yang negatif dikirim ke
Tim Teknis (Laboratorium Parasitologi, Puslitbang Biomedis dan Teknologi
Dasar Kesehatan) untuk dilakukan pemeriksaan silang (cross check).
p) Data hasil pemeriksaan klinis, pemeriksaan sediaan darah, dan wawancara
dientri oleh tim.
-
16
3) Stool Survey (StS)
a) Tim StS terdiri atas (1) ketua tim yaitu peneliti yang memimpin pelaksanaan
kegiatan; (2) pengumpul dan pemeriksa spesimen yaitu peneliti yang akan
mengampulkan dan memeriksa spesimen tinja; (3) pendaftar yaitu pembantu
peneliti yang mencatat, mendaftar dan memberikan bahan kontak kepada subyek
penelitian (anak-anak) yang dipilih sebagai sampel untuk menyerahkan tinjanya;
(4) penghubung adalah pembantu peneliti yang melakukan kordinasi dengan
pihak sekolah dan melakukan penyuluhan kesehatan kepada subyek penelitian.
b) Sehari sebelum pengumpulan spesimen, ketua tim memberikan penjelasan
singkat kepada kepala sekolah dan guru-guru tentang maksud dan tujuan survei.
Selanjutnya pendaftar melakukan pendaftaran dan pencatatan nama murid
SD/MI yang terpilih sebagai sampel yang akan menyerahkan spesimen tinja.
Proses selanjutnya adalah membagikan pot tinja tempat spesimen tinja disertai
keterangan cara pengambilan, pengemasan, dan waktu penyerahan. Saat
pembagian pot, kepada murid SD/MI dijelaskan maksud dan tujuan pemeriksaan
spesimen tinja dan manfaat yang diterima dari kegiatan yang dilakukan.
Informed concent diberikan ke murid untuk ditandatangani oleh orang tua
murid/wali murid.
c) Hari kedua; murid SD/MI yang terpilih sebagai sampel menyerahkan pot yang
telah terisi spesimen tinja kepada tim.
d) Setelah pemeriksaan klinis subyek penelitian menerima bahan kontak dari
pendaftar. Subyek menandatangani tanda terima bahan kontak.
e) Pemeriksaan spesimen tinja dilakukan langsung di lapangan. Bagi subyek
penelitian yang hasil pemeriksaan tinja positif, dirujuk ke Puskesmas untuk
diberikan pengobatan dengan albendazol sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
f) Hasil pemeriksaan spesimen tinja yang positif dikirim ke Tim Teknis
(Laboratorium Parasitologi, Puslitbang Biomedis dan Teknologi Dasar
Kesehatan) untuk dilakukan pemeriksaan silang (cross check).
4) Deteksi DNA Brugia malayi
a) Tim Deteksi DNA Brugia malayi (DDB) terdiri atas (1) pengambil darah
yaitu peneliti yang akan mengambil sampel darah jari murid SD/MI yang
positif/negatif antibodi brugia; (2) pendaftar yaitu peneliti yang mencatat,
mendaftar dan memberikan bahan kontak kepada subyek studi (anak-anak) yang
dipilih sebagai sampel.
b) Tim DDB akan mendatangi SD/MI tempat anak-anak yang positif/negatif
antibodi.
c) Sebelum pengumpulan spesimen, tim memberikan penjelasan singkat kepada
kepala sekolah dan guru-guru tentang maksud dan tujuan pengambilan darah
pada siang hari. Selanjutnya petugas pendaftar melakukan pendaftaran dan
pencatatan nama murid SD/MI yang terpilih sebagai sampel.
d) Subyek studi diambil darah jari sebanyak 200 µl dimasukkan ke tabung
microtainer dan sebagian diteteskan ke kertas Whattman filter. Darah yang ada
-
17
di tabung vacutainer dan kertas Whattman akan diperiksa dengan metode
polymerase chain reaction (PCR).
e) Spesimen darah tersebut dikirim ke Laboratorium Nasional Badan Litbangkes di
Jakarta.
5) Wawancara Mendalam (In-depth Interview)
a) Tim Wawancara Mendalam terdiri atas (1) pewawancara, dan (2) pencatat
(notulis).
b) Tim Wawancara akan mendatangi informan di tempat masing-masing.
c) Sebelum pelaksanaan wawancara mendalam, pewawancara memberikan
penjelasan tentang maksud dan tujuan wawancara mendalam. Informan diminta
untuk membaca dan menandatangani PSP.
6) Survey Vektor (Nyamuk)
a) Tim Survei Vektor (Nyamuk) berjumlah 4 (empat) orang dan dibantu tenaga
lokal sebanyak 9 (sembilan) orang. Salah seorang dari empat peneliti tersebut
menjadi ketua tim/ kordinator.
b) Sehari sebelum pelaksanaan survei, ketua tim/kordinator mendatangi lokasi
penangkapan vektor untuk menentukan lokasi penangkapan vektor serta
melakukan kordinasi dengan aparat desa/kelurahan setempat.
c) Kelambu dipasang pada 6 titik/tempat di 3 rumah. Setiap rumah dipasang 2
kelambu yaitu di dalam dan luar rumah.
d) Kelambu yang dipasang terdiri atas 2 kelambu yaitu kelambu luar yang tempat
masuknya terbuka dan kelambu dalam yang lebih kecil dari kelambu luar.
Umpan manusia berada di kelambu dalam.
e) Setiap 10 menit seorang peneliti dibantu tenaga lokal menangkap nyamuk yang
hinggap, baik yang di kelambu luar atau pun dalam.
f) Nyamuk yang terkumpul dibawa ke posko/tempat pemeriksaan untuk dilakukan
identifikasi. Hasil identifikasi nyamuk dicatat dalam form yang telah disiapkan.
g) Penangkapan nyamuk dilakukan mulai pukul 18.00 sore sampai pukul 06.00
pagi berikutnya (12 jam).
h) Dua sampai empat spesies yang tertangkap dan diperkirakan sebagai vektor
potensial dikirim ke Laboratorium Entomologi Puslitbang Upaya Kesehatan
Masyarakat untuk diperiksa dengan teknik PCR guna menentukan besarnya
infectivity rate vector. Pemeriksaan dilakukan secara pooling berdasarkan
spesies dan lokasi. Untuk efisiensi pemeriksaan PCR maka hanya nyamuk betina
parous yang akan diperiksa keberadaan larva cacing filaria.
7) Survei Darah Reservoar (Kucing, Anjing, dan Primata)
a) Tim Survei Darah Reservoar berjumlah 3 (tiga) orang dan dibantu beberapa
tenaga lokal sebagai kolektor dan pemasang perangkap. Salah seorang dari tiga
peneliti tersebut menjadi ketua tim.
b) Sehari sebelum pelaksanaan survei, ketua tim mendatangi lokasi penangkapan
lutung dan monyet ekor panjang untuk menentukan lokasi penempatan
perangkap dan melakukan kordinasi dengan aparat desa setempat untuk
pengumpulan kucing/anjing/monyet/lutung peliharaan penduduk, atau yang liar.
-
18
Dalam penangkapan hewan tersebut para kolektor (penangkap) dibekali dengan
sarung tangan yang kuat yang tahan gigitan kucing/lutung/monyet ekor panjang.
Selain itu sebelum proses penangkapan, para kolektor diberi vaksinasi anti
rabies.
c) Hewan yang tertangkap pada siang hari, sebelum diambil darah, dikandangkan
terlebih dahulu.
d) Pengambilan darah reservoir {kucing, anjing dan primata (lutung, monyet)}
dilakukan pada malam hari, diawali dengan pembiusan menggunakan ketamin
HCl. Sebelum pengambilan darah kucing, anjing, dan/atau primata (peliharaan),
pemilik/pemelihara menandatangani kesediaan tidak berkeberatan jika hewan
peliharaannya diambil darah guna pemeriksaan ada tidaknya mikrofilaria.
e) Darah diambil minimal 1 cc dari vena savena (kucing/anjing) atau vena
femoralis (monyet/lutung).
f) Sediaan darah tebal (60 µl) diperiksa secara mikroskopis untuk menemukan
adanya mikrofilaria. Sisa darah yang ada diteteskan ke kertas Whattman filter
untuk selanjutnya diperiksa dengan metode PCR.
g) Proses pewarnaan dan pemeriksaan sediaan darah, sama dengan proses yang
dilakukan pada manusia.
h) Data hasil pemeriksaan sediaan darah dientri oleh tim.
i) Hasil pemeriksaan slaid yang positif dan 10% dari slaid yang negatif dikirim ke
Tim Teknis (Laboratorium Parasitologi, Puslitbang Biomedis dan Teknologi
Dasar Kesehatan) untuk dilakukan pemeriksaan silang (cross check).
8) Survei Lingkungan
a) Survei Lingkungan Biologis Vektor dilakukan pada saat survey KAP oleh 1
orang peneliti.
b) Salah seorang peneliti pada saat survey KAP akan melakukan survei lingkungan
biologis vektor di lokasi pengumpulan data KAP. Selain membawa form
pencatatan, perlengkapan lain yang digunakan adalah kamera pada telepon
genggam atau gadget guna merekam situasi dan kondisi yang ditemukan, serta
HP yang telah diinstall dengan program GPS.
-
19
2.6. Alur Kegiatan
Alur kegiatan Studi Multicenter Filariasis di Kabupaten Kuantan Singingi disajikan
dalam diagram berikut:
TRANSMISSION ASESSMENT SURVEY (dilakukan pada tahun 2016)
Populasi Sampel Murid SD/MI kelas 1 & 2 per
kab/kota
Klaster/Sekolah 30--40 SD/MI di setiap kab/kota
yang lulus/gagal TAS.
Rapid Diagnostic Test (RDT) Brugia Rapid Test/ICT
Hasil RDT semua neg
Pilih lokasi: daerah sentinel dan/atau daerah spot.
Hasil RDT ada yg pos
DUA desa/kelurahan yang terpilih
Pilih lokasi: RDT positif terbanyak dan/atau keberadaan reservoar (kucing, anjing, lutung/ monyet) bagi daerah endemis B. malayi.
Daerah B. malayi: Pemilihan lokasi Stool Survey dan Deteksi DNA B. malayi
Kabupaten/Kota Masa Surveilans (Pasca Lulus
TAS-1/TAS-2)
Kabupaten/Kota Pasca POPM (5 -- 7 thn)
-
20
DUA desa/kelurahan yang terpilih
KAP Survei: Jumlah responden = 620 org, usia 5 thn >
Data kuantitatif diolah dan dianalisis
Survei Vektor: Mansonia, Culex,
Aedes, Anopheles.
Pemeriksaan PCR
Positif
Negatif
Data kuantitatif
dan kualitatif
diolah dan dianalisis
Survei Reservoar (pada daerah endemis B. malayi): Pengambilan sampel darah kucing, anjing, dan primata (lutung, monyet) sebanyak 100 ekor.
Positif
Negatif
Data kuantitatif diolah dan dianalisis
Survei Darah Jari Bm = 20.00—02.00 Wb = 21.00—24.00 Jumlah sampel = 620 org, usia 5 thn >
Positif
Negatif
Pengobatan
Data kuantitatif diolah dan dianalisis
Survei Lingkungan: Lingkungan di seputar desa/kelurahan.
Data kuantitatif
diolah dan
dianalisis
Wawancara Mendalam (Indepth Interview): Responden adalah (1) pejabat lintas program/sektor tingkat provinsi/kabupaten/kecamatan/desa, (2) penderita elephantiasis (jumlah responden 2—5 orang/kabupaten).
Data kualitatif
diolah dan
dianalisis
Identifikasi Status Antibodi IgG B. malayi: Jumlah responden 124 orang yang juga sebagai responden survei darah jari. Darah diambil sebanyak l.k 3 cc dari vena responden.
Data kuantitatif diolah dan dianalisis
-
21
Keterangan: = dilaksanakan oleh Subdit Filariasis dan Kecacingan, Dit. P2TVZ.
Penjelasan diagram:
1) Secara garis besar ada 5 faktor utama dalam pelaksanaan eliminasi filariasis, yaitu
sumber daya manusia yang kapasitas dan kapabilitas terkait filariasis cukup baik
kompetensinya; sistem logistik yang memadai; pelaksanaan promosi kesehatan yang
tepat sasaran, melibatkan lintas sektor dan upaya kesehatan sekolah yang kontinu dan
terencana; adanya kebijakan dan peraturan yang mendukung kegiatan eliminasi; dan
tersedianya anggaran operasional yang memadai.
2) Kegiatan eliminasi filariasis ditujukan ke segenap masyarakat yang berdomisili di
kabupaten/kota.
3) Dalam studi ini sasaran penelitian (subyek studi) adalah anak SD/MI, tokoh masyarakat,
anggota masyarakat termasuk orang tua anak SD/MI, lingkungan, vektor dan reservoar
penyakit.
4) Pada diagram di atas, tampak tergambar urutan tahapan pelaksanaan studi yang dimulai
dari TAS, pemeriksaan hasil SDJ secara mikroskopis, stool survey, wawancara ke stake
Data kuantitatif diolah dan dianalisis
Daerah B. malayi: Pemilihan lokasi Stool Survey dan Deteksi DNA B. malayi
Dari 30--40 SD/MI yang dilakukan TAS, pilih: SD/MI yg murid kelas 1 dan 2-nya (saat puldat sudah duduk di kelas 2 dan 3), ada dan banyak yg positif. Minimal 4 SD/MI. Jika kab/kota tsb tidak ada hasil TAS positif, pilih: SD/MI pada daerah sentinel dan/atau daerah spot atau SD/MI yang berdekatan dengan daerah sentinel dan/atau daerah spot; yang terkena sampel TAS. Minimal 4 SD/MI.
Stool Survey: Sampel 150—170 anak SD/MI kelas 1 dan 2 (10% dari total anak yang menjadi sampel TAS) untuk setiap kabupaten, diutamakan anak-anak yang positif TAS dan sisanya anak-anak yang negatif TAS.
Positif
Negatif
Deteksi DNA B. malayi Jumlah sampel = 15—20.
Data kuantitatif diolah dan dianalisis
Pengobatan
-
22
holder dan masyarakat, survei lingkungan, penangkapan vektor, dan pemeriksaan
reservoar.
2.7. Definisi Operasional
1) Kabupaten/Kota Gagal TAS adalah kabupaten/kota yang dalam pelaksanaan TAS
tidak lulus TAS baik TAS-1, TAS-2 dan TAS-3 dikarenakan dari jumlah sampel
anak SD/MI kelas 1 dan 2 yang positif antibodi/antigen di atas nilai cut off yang
ditetapkan.
2) Kabupaten/Kota Lulus TAS adalah kabupaten/kota yang dalam pelaksanaan TAS
lulus TAS baik TAS-1, TAS-2 dan TAS-3 dikarenakan dari jumlah sampel anak
SD/MI kelas 1 dan 2 yang positif antibodi/antigen di bawah nilai cut off yang
ditetapkan.
3) Sentinel