laporan kasus di baturaja m. rizki print

48
BAB I STATUS PASIEN I. IDENTIFIKASI a. Nama : An. MRR b. Umur : 9 bulan (09-07-2015) c. Jenis Kelamin : Laki-laki d. Nama Ayah : J (38 tahun) e. Nama Ibu : SN (40 tahun) f. Bangsa : Sumatera Selatan g. Agama : Islam h. Alamat : Talang Bandung i. Dikirim oleh : pasien datang sendiri j. MRS Tanggal : 25 April 2016 II. ANAMNESIS ( Alloanamnesis ) Tanggal : 27 April 2016 Diberikan oleh : ibu dan ayah pasien A. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG Keluhan utama : kejang Keluhan tambahan : demam, batuk, pilek Riwayat perjalanan penyakit : Sejak ± 2 hari SMRS anak mengalami demam, terus menerus disertai kejang. Kejang berlangsung selama ± 10 menit, kejang seluruh badan dan mata mendelik keatas, kaki tangan kelonjotan, frekuensi 1 kali dalam 24 jam. 1

Upload: mohammad-riedho-cahya-atazsu

Post on 10-Jul-2016

233 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan Kasus Di Baturaja M. Rizki Print

BAB I

STATUS PASIEN

I. IDENTIFIKASI

a. Nama : An. MRR

b. Umur : 9 bulan (09-07-2015)

c. Jenis Kelamin : Laki-laki

d. Nama Ayah : J (38 tahun)

e. Nama Ibu : SN (40 tahun)

f. Bangsa : Sumatera Selatan

g. Agama : Islam

h. Alamat : Talang Bandung

i. Dikirim oleh : pasien datang sendiri

j. MRS Tanggal : 25 April 2016

II. ANAMNESIS ( Alloanamnesis )

Tanggal : 27 April 2016

Diberikan oleh : ibu dan ayah pasien

A. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG

Keluhan utama : kejang

Keluhan tambahan : demam, batuk, pilek

Riwayat perjalanan penyakit :

Sejak ± 2 hari SMRS anak mengalami demam, terus menerus disertai kejang.

Kejang berlangsung selama ± 10 menit, kejang seluruh badan dan mata mendelik

keatas, kaki tangan kelonjotan, frekuensi 1 kali dalam 24 jam. Penderita juga

mengeluh batuk (+), dahak (+), nyeri saat menelan (-), pilek (+), mual (-), muntah

(-), nafsu makan menurun (-). BAK seperti biasa (warna kuning, frekuensi 4-5

kali/hari), tidak ada nyeri saat BAK, BAB cair (+), darah (-), cair lebih banyak dari

pada ampas, frekuensi 4x/hari sebanyak ± ½ - ¼ gelas belimbing. Kemudian

penderita dibawa berobat ke bidan, diberi obat penurun panas sanmol namun demam

tidak turun.

1

Page 2: Laporan Kasus Di Baturaja M. Rizki Print

Sejak ± 1 hari SMRS penderita masih demam, kejang (-), batuk (+), dahak (+),

nyeri saat menelan (-), pilek (+). Mual (-), muntah (-), nafsu makan menurun (-).

BAK seperti biasa, BAB cair (+), cair lebih banyak dari pada ampas, frekuensi

4x/hari sebanyak ± ½ - ¼ gelas belimbing.. Penderita dibawa berobat ke puskesmas

Tanjung Agung, diberi obat paracetamol dan obat racikan. Setelah minum obat

penurun panas, demam turun.

Sejak ± 2 jam SMRS anak kembali demam dan disertai kejang seluruh tubuh,

lama kejang ± 10 menit, frekuensi 1 kali dalam 24 jam, kejang seluruh badan dan

mata mendelik keatas, kaki tangan kelonjotan. Penderita kemudian dibawa ke RSUD

Ibnu Sutowo Baturaja.

Riwayat penyakit dahulu

Riwayat kejang demam saat anak berusia 5 hari, kejang bersifat tonik klonik, mata

mendelik keatas, frekuensi 1 kali dalam 24 jam, lama kejang ± 10 menit.

Riwayat kejang demam berulang pada usia 8 bulan, kejang bersifat tonik klonik,

mata mendelik keatas, frekuensi 1 kali dalam 24 jam, lama kejang ± 10 menit.

Riwayat penyakit keluarga

Riwayat penyakit yang sama dalam keluarga disangkal

Riwayat sosial ekonomi

Penderita adalah anak keempat dari empat bersaudara. Ayah penderita bekerja

sebagai buruh dan ibu penderita adalah ibu rumah tangga. Pendapatan perbulan

keluarga adalah Rp 800.000,00

Kesan: sosial ekonomi menengah kebawah

Riwayat Higienitas

Anak tinggal bersama ayah, ibu, dan tiga kakaknya dalam satu rumah. Rumah

berukuran 3x15m. Rumah memiliki dua kamar tidur dan satu kamar mandi yang

dipakai bersama. Sumber air yang digunakan adalah air sumur.

Kesan: higienitas kurang

2

Page 3: Laporan Kasus Di Baturaja M. Rizki Print

B. RIWAYAT SEBELUM MASUK RUMAH SAKIT

1. Riwayat Kehamilan Dan Kelahiran

Kebiasaan ibu sebelum atau selama kehamilan

Merokok : tidak

Minum Alkohol : tidak

Makan obat-obatan tertentu : tidak

Penyakit atau komplikasi kehamilan : tidak

Masa kehamilan : 38 minggu

Cara persalinan : spontan

Ditolong oleh : Bidan

Tanggal : 09 Juli 2015

BBL : 2900 gram

PBL : 56 cm

LK : tidak diukur

Kondisi saat lahir : langsung menangis

Riwayat injeksi vitamin K : ada

KPSW : tidak ada

Riwayat ketuban kental, hijau, bau : ada

2. Riwayat Makanan

ASI : tidak mendapat ASI sejak lahir

Susu formula : sejak lahir hingga sekarang

Bubur susu : 6 bulan – 8 bulan

Nasi tim : 8 bulan – sekarang

Frekunsi makan : 3x/hari, @ 8-10 sendok makan bayi, makanan bersisa

Ikan : 2x / mingggu

Hati ayam : 3x/ minggu

Sayur : 4x/minggu (bayam dan wortel)

Susu : ± 12x/ hari

Buah : 1x/ hari (pisang)

Biskuit : 1x/ hari

Kesan : kualitas dan kuantitas cukup

3

Page 4: Laporan Kasus Di Baturaja M. Rizki Print

3. Riwayat Imunisasi

BCG = 1x, scar (+)

Hepatitis B = 3x

DPT = 3x

Polio = 4x

Campak = 1x

Kesan : imunisasi dasar lengkap

4. Riwayat Keluarga

Penyakit yang sama dalam keluarga disangkal

Saudara : 3

Pedigree : Keterangan:

: laki-laki

: perempuan

: pasien

5. Riwayat Perkembangan

Gigi pertama : 3 bulan

Berbalik : 4 bulan

Tengkurap : 4 bulan

Merangkak : 5 bulan

Duduk : 7 bulan

Berdiri : 9 bulan

Kesan : riwayat perkembangan normal

III. PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan Fisik Umum

Keadaan umum : tampak sakit sedang

Kesadaran : compos mentis

Suhu : 37,9°C

Respirasi : 42 kali permenit

Nadi :129 kali permenit, reguler, isi dan tegangan cukup

4

Page 5: Laporan Kasus Di Baturaja M. Rizki Print

BB : 8500 g

TB : 79 cm

Status gizi

BB/U : 0 – (-2) SD normal

PB/U : 0 – 2 SD normal

BB/PB : -2 – (-3) SD gizi kurang

Lingkar kepala : 46 cm 0 – (+2) SD normosefali

Kulit : normal, warna kecoklatan, pucat (-)

Pemeriksaan Khusus

Kepala

Bentuk : normosefali, deformitas (-)

Rambut : hitam, halus, distribusi normal, tidak mudah dicabut

Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil bulat, isokor, diameter

3mm/3mm, refleks cahaya (+/+), edema palpebra (-/-), mata cekung (-/-)

Hidung : napas cuping hidung (-), mukosa hiperemis (-), septum deviasi (-)

Telinga : deformitas (-/-), nyeri tarik aurikula (-/-), nyeri tekan tragus (-/-), nyeri tekan

mastoid (-/-), sekret (-/-)

Mulut : sianosis (-), cheilitis (-)

Leher : pembesaran KGB (-)

Thorax

Paru-paru

Inspeksi : simetris saat dinamis, retraksi (-)

Palpasi : nyeri tekan (-), strem fremitus kanan = kiri

Perkusi : tidak dapat dilakukan

Auskultasi : vesikuler (+) normal pada kedua lapangan paru, rhonki (-), wheezing (-)

Jantung

Inspeksi : iktus cordis tidak terlihat

Palpasi : iktus cordis tidak teraba

Perkusi : tidak dapat dilakukan

Auskultasi : HR: 129 x/menit, reguler, bunyi jantung I dan II normal, murmur (-), gallop

(-)

5

Page 6: Laporan Kasus Di Baturaja M. Rizki Print

Abdomen

Inspeksi : cembung

Palpasi : lemas, hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan (-), cubitan kulit perut <2 detik

Perkusi : timpani

Auskultasi : bising usus (+) normal, frekuensi 5x/menit

Ekstremitas : akral hangat (+), CRT <3 detik

STATUS NEUROLOGIS

Fungsi motorik

Pemeriksaan Tungkai

Kanan

Tungkai Kiri Lengan

Kanan

Lengan

Kiri

Gerakan Luas Luas luas Luas

Kekuatan 5 5 5 5

Tonus Eutoni Eutoni eutoni Eutoni

Klonus - - - -

Reflek fisiologis Normal Normal normal Normal

Reflek patologis Refleks

Babinski

(+)

Refleks

Babinski (+)

- -

Fungsi sensorik : Dalam batas normal

Fungsi nervi craniales : Dalam batas normal

GRM : Kaku kuduk tidak ada

IV. RESUME

Sejak ± 2 hari SMRS anak mengalami demam, terus menerus disertai kejang.

Kejang berlangsung selama ± 10 menit, kejang seluruh badan dan mata mendelik keatas,

bersifat tonik klonik, frekuensi 1 kali dalam 24 jam. Penderita juga mengeluh batuk (+),

dahak (+), nyeri saat menelan (-), pilek (+). Mual (-), muntah (-), nafsu makan menurun

(-). BAK seperti biasa (warna kuning, frekuensi 4-5 kali/hari), tidak ada nyeri saat BAK,

BAB cair (+), darah (-), cair lebih banyak dari pada ampas, frekuensi 4x/hari sebanyak ±

½ - ¼ gelas belimbing. Kemudian penderita dibawa berobat ke bidan, diberi obat

penurun panas sanmol namun demam tidak turun.

6

Page 7: Laporan Kasus Di Baturaja M. Rizki Print

Sejak ± 1 hari SMRS penderita masih demam, kejang (-), batuk (+), dahak (+),

nyeri saat menelan (-), pilek (+). Mual (-), muntah (-), nafsu makan menurun (-). BAK

seperti biasa, BAB cair (+), cair lebih banyak dari pada ampas, frekuensi 4x/hari

sebanyak ± ½ - ¼ gelas belimbing.. Penderita dibawa berobat ke puskesmas Tanjung

Agung, diberi obat paracetamol dan obat racikan. Setelah minum obat penurun panas,

demam turun.

Sejak ± 2 jam SMRS anak kembali demam dan disertai kejang seluruh tubuh, lama

kejang ± 10 menit, frekuensi 1 kali dalam 24 jam, kejang seluruh badan dan mata

mendelik keatas, bersifat tonik klonik. Penderita kemudian dibawa ke RSUD Ibnu

Sutowo Baturaja.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum pasien tampak sakit sedang

dengan kesadaran compos mentis, temperatur 37,9oC, nadi 129 kali/ menit reguler, isi

dan tegangan cukup, laju pernafasan 42 kali/menit. Status gizi pasien adalah gizi kurang

dengan berat badan 8,5 kg, panjang badan 79 cm dan lingkar kepala 48 cm kesan

normocephali. Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pemeriksaan fisik paru dan

jantung dalam batas normal, hepar dan lien tak teraba, bising usus (+) normal, cubitan

kulit perut kembali <2 detik, akral hangat (+), CRT <3 detik.

V. DIAGNOSIS BANDING

Kejang demam sederhana + diare akut tanpa dehidrasi

Kejang demam kompleks + diare akut tanpa dehidrasi

Meningitis + diare akut tanpa dehidrasi

Ensefalitis + diare akut tanpa dehidrasi

VI. DIAGNOSIS KERJA

Kejang demam sederhana + diare akut tanpa dehidrasi

VII. TATALAKSANA

a. Pemeriksaan Anjuran

Darah tepi lengkap

Elektrolit dan glukosa darah

Lumbal pungsi

Pemeriksaan EEG

7

Page 8: Laporan Kasus Di Baturaja M. Rizki Print

b. Terapi

IVFD KAEN I B gtt VIII x/menit

Inj. Ampisilin 3 x 300 mg

Inj. Sagestam 3 x 20 mg

Inj. Diazepam 3 x 1 mg

Paracetamol 4 x 90 mg (3/4 cth)

c. Diet

Nasi tim 3x sehari

Susu formula 8x sehari

Snack (berupa biskuit atau buah) sebagai makanan selingan

d. Monitoring

Tanda vital

Kejang berulang

e. Edukasi

- Memberitahukan cara penanganan kejang

- Memberikan informasi mengenai kemungkinan kejang berulang

- Menjelaskan tentang pemberian obat untuk mencegah rekurensi memang efektif

tetapi harus diingat adanya efek samping obat

VIII. PROGNOSIS

Qua ad vitam : dubia ad bonam

Qua ad functionam : dubia

Qua ad sanationam : dubia

IX. FOLLOW UP

Tanggal Keterangan

28-04-2016

Pkl 07.00

S : demam (-), batuk (+), pilek (+)

O :

Status Generalis

KU: tampak sakit sedang

Sens : kompos mentis

N : 125 x/m

8

Page 9: Laporan Kasus Di Baturaja M. Rizki Print

RR : 38 x/m

T : 36,9oC

Status Klinis

Kepala : nafas cuping hidung (-), konjungtiva anemis (-),

sklera ikterik (-), pupil bulat isokor ø 3mm, reflek

cahaya+/+

Leher : pembesaran KGB (-), tonsil T2-T2 hiperemis (+)

Thorax : statis dinamis simetris kanan = kiri, retraksi (-).

Cor : BJ I dan II normal, murmur (-), gallop (-).

Paru: vesikuler (+) normal, rhonki (-/-), wheezing (-/-)

Abdomen : cembung, lemas, hepar dan lien tidak teraba, BU

(+) normal, nyeri tekan (-)

Ekstremitas : akral hangat, CRT <3”

Fungsi motorik

Pemeriksaa

n

Tungkai

Kanan

Tungkai

Kiri

Lengan

Kanan

Lengan

Kiri

Gerakan Luas Luas luas Luas

Kekuatan 5 5 5 5

Tonus Eutoni Eutoni eutoni Eutoni

Klonus - - - -

Reflek

fisiologis

Normal Normal normal Normal

Reflek

patologis

Refleks

Babinski

(+)

Refleks

Babinsk

i (+)

- -

Fungsi sensorik : Dalam batas normal

Fungsi nervi craniales : Dalam batas normal

GRM : Kaku kuduk tidak ada

A : Kejang Demam Sederhana + diare akut tanpa dehidrasi +

tonsilofaringitis akut

P : - IVFD KAEN 1B gtt VIII/menit

9

Page 10: Laporan Kasus Di Baturaja M. Rizki Print

- Inj. Ampicillin 3x300 mg

- Inj. Sagestam 2x20 mg

- Diazepam 3x1 mg

- Parasetamol 4x¾cth , bila suhu ≥ 38,5oC

29-4-2016 S : demam (-), batuk (+), pilek (+)

O :

Status Generalis

KU: tampak sakit sedang

Sens : kompos mentis

N : 114 x/m

RR : 37 x/m

T : 37,1oC

Status Klinis

Kepala : nafas cuping hidung (-), konjungtiva anemis (-),

sklera ikterik (-), pupil bulat isokor ø 3mm, reflek

cahaya+/+

Leher : pembesaran KGB (-), tonsil T2-T2 hiperemis (+)

Thorax : statis dinamis simetris kanan = kiri, retraksi (-).

Cor : BJ I dan II normal, murmur (-), gallop (-).

Paru : vesikuler (+) normal, rhonki (-/-), wheezing (-/-)

Abdomen : cembung, lemas, hepar dan lien tidak teraba,

BU (+) normal, nyeri tekan (-)

Ekstremitas : akral hangat, CRT <3”

Fungsi motorik

Pemeriksaa

n

Tungkai

Kanan

Tungkai

Kiri

Lengan

Kanan

Lengan

Kiri

Gerakan Luas Luas luas Luas

Kekuatan 5 5 5 5

Tonus Eutoni Eutoni eutoni Eutoni

Klonus - - - -

Reflek

fisiologis

Normal Normal normal Normal

10

Page 11: Laporan Kasus Di Baturaja M. Rizki Print

Reflek

patologis

Refleks

Babinski

(+)

Refleks

Babinsk

i (+)

- -

Fungsi sensorik : Dalam batas normal

Fungsi nervi craniales : Dalam batas normal

GRM : Kaku kuduk tidak ada

A : Kejang Demam Sederhana + diare akut tanpa dehidrasi +

tonsilofaringitis akut

P : - IVFD KAEN 1B gtt VIII/menit

- Inj. Ampicillin 3x300 mg

- Inj. Sagestam 2x20 mg

- Diazepam 3x1 mg

- Parasetamol 4x¾cth , bila suhu ≥ 38,5oC

BAB II

11

Page 12: Laporan Kasus Di Baturaja M. Rizki Print

TINJAUAN PUSTAKA

KEJANG DEMAM2.1 Definisi

Kejang demam merupakan kelainan neurologis akut yang paling sering dijumpai pada

anak yang terjadi pada suhu badan yang tinggi yang disebabkan oleh kelainan ekstrakranial.

Derajat tinggi suhu yang dianggap cukup untuk diagnosa kejang demam adalah 38 derajat

celcius di atas suhu rektal atau lebih. Anak yang pernah mengalami kejang tanpa demam,

kemudian kejang demam kembali tidak termasuk dalam kejang demam. Kejang demam harus

dibedakan dengan epilepsi, yaitu yang ditandai dengan kejang berulang tanpa demam.

2.2 Epidemiologi

Insiden terjadinya kejang demam terutama pada golongan anak umur 6 bulan sampai 4

tahun. Hampir 3 % dari anak yang berumur di bawah 5 tahun pernah menderita kejang

demam. Kejang demam lebih sering didapatkan pada laki-laki daripada perempuan. Hal

tersebut disebabkan karena pada wanita didapatkan maturasi serebral yang lebih cepat

dibandingkan laki-laki.

Berdasarkan laporan dari daftar diagnosa dari lab./SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD

Dr. Soetomo Surabaya didapatkan data adanya peningkatan insiden kejang demam. Pada

tahun 1999 ditemukan pasien kejang demam sebanyak 83 orang dan tidak didapatkan angka

kematian (0 %). Pada tahun 2000 ditemukan pasien kejang demam 132 orang dan tidak

didapatkan angka kematian (0 %). Dari data di atas menunjukkan adanya peningkatan insiden

kejadian sebesar 37%. Jumlah penderita kejang demam diperkirakan mencapai 2 – 4% dari

jumlah penduduk di AS, Amerika Selatan, dan Eropa Barat. Namun di Asia dilaporkan

penderitanya lebih tinggi. Sekitar 20% di antara jumlah penderita mengalami kejang demam

kompleks yang harus ditangani secara lebih teliti. Bila dilihat jenis kelamin penderita, kejang

demam sedikit lebih banyak menyerang anak laki-laki.

2.3 Etiologi

Etiologi dan pathogenesis kejang demam sampai saat ini belum diketahui, akan tetapi

umur anak, tinggi dan cepatnya suhu meningkat mempengaruhi terjadinya kejang. Faktor

hereditas juga mempunyai peran yaitu 8-22% anak yang mengalami kejang demam

mempunyai orang tua dengan riwayat kejang demam pasa masa kecilnya.

12

Page 13: Laporan Kasus Di Baturaja M. Rizki Print

Semua jenis infeksi bersumber di luar susunan saraf pusat yang menimbulkan demam

dapat menyebabkan kejang demam. Penyakit yang paling sering menimbulkan kejang demam

adalah infeksi saluran pernafasan atas terutama tonsillitis dan faringitis, otitis media

akut(cairan telinga yang tidak segera dibersihkan akan merembes ke saraf di kepala pada otak

akan menyebabkan kejang demam), gastroenteritis akut, exantema subitum dan infeksi

saluran kemih. Selain itu, imunisasi DPT (pertusis) dan campak (morbili) juga dapat

menyebabkan kejang demam.

2.4 Patofisiologi

Sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah menjadi CO2

dan air. Sel dikelilingi oleh membran yang terdiri dari permukaan dalam yaitu lipoid dan

permukaan luar yaitu ionik. Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui dengan

mudah oleh ion kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion natrium (Na+) dan elektrolit

lainnya, kecuali ion klorida (Cl-). Akibatnya konsentrasi ion K+ dalam sel neuron tinggi dan

konsentrasi Na+ rendah, sedang di luar sel neuron terdapat keadaan sebalikya. Karena

perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di luar sel, maka terdapat perbedaan

potensial membran yang disebut potensial membran dari neuron. Untuk menjaga

keseimbangan potensial membran diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K ATP-ase yang

terdapat pada permukaan sel.

Keseimbangan potensial membran ini dapat diubah oleh :

Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraselular

Rangsangan yang datang mendadak misalnya mekanisme, kimiawi atau aliran listrik dari

sekitarnya

Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau keturunan

Pada keadaan demam kenaikan suhu 1oC akan mengakibatkan kenaikan metabolisme

basal 10-15% dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada anak 3 tahun sirkulasi otak

mencapai 65% dari seluruh tubuh dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 15%. Oleh

karena itu kenaikan suhu tubuh dapat mengubah keseimbangan dari membran sel neuron dan

dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion kalium maupun ion natrium akibat terjadinya

lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas ke

seluruh sel maupun ke membran sel sekitarnya dengan bantuan “neurotransmitter” dan terjadi

kejang. Kejang demam yang berlangsung lama (lebih dari 15 menit) biasanya disertai apnea,

meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi

hipoksemia, hiperkapnia, asidosis laktat disebabkan oleh metabolisme anerobik, hipotensi

13

Page 14: Laporan Kasus Di Baturaja M. Rizki Print

artenal disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh meningkat yang disebabkan

makin meningkatnya aktifitas otot dan mengakibatkan metabolisme otak meningkat.

2.5 Klasifikasi

Menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia, membagi kejang demam menjadi dua

2.5.1 Kejang demam sederhana (harus memenuhi semua kriteria berikut)

- Berlangsung singkat

- Umumnya serangan berhenti sendiri dalam waktu < 15 menit

- Bangkitan kejang tonik, tonik-klonik tanpa gerakan fokal

- Tidak berulang dalam waktu 24 jam

2.5.2 Kejang demam kompleks (hanya dengan salah satu kriteria berikut)

- Kejang berlangsung lama, lebih dari 15 menit

- Kejan fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului dengan kejang parsial

- Kejang umum dengan frekuensi >1 kali dalam 24 jam.

2.6 Manifestasi Klinis

Terjadinya bangkitan kejang pada bayi dan anak kebanyakan bersamaan dengan

kenaikan suhu badan yang tinggi dan cepat yang disebabkan oleh infeksi di luar susunan saraf

pusat, otitis media akut, bronkitis, furunkulosis dan lain-lain. Serangan kejang biasanya

terjadi dalam 24 jam pertama sewaktu demam, berlangsung singkat dengan sifat bangkitan

dapat berbentuk tonik-klonik, tonik, klonik, fokal atau akinetik. Umumnya kejang berhenti

sendiri. Namun anak akan terbangun dan sadar kembali setelah beberapa detik atau menit

tanpa adanya kelainan neurologik.

Gejala yang timbul saat anak mengalami kejang demam antara lain : anak mengalami

demam (terutama demam tinggi atau kenaikan suhu tubuh yang terjadi secara tiba-tiba),

kejang tonik-klonik atau grand mal, pingsan yang berlangsung selama 30 detik-5 menit

(hampir selalu terjadi pada anak-anak yang mengalami kejang demam). Kejang dapat dimulai

dengan kontraksi yang tiba-tiba pada otot kedua sisi tubuh anak. Kontraksi pada umumnya

terjadi pada otot wajah, badan, tangan dan kaki. Anak dapat menangis atau merintih akibat

kekuatan kontaksi otot. Anak akan jatuh apabila dalam keadaan berdiri.

Postur tonik (kontraksi dan kekakuan otot menyeluruh yang biasanya berlangsung

selama 10-20 detik), gerakan klonik (kontraksi dan relaksasi otot yang kuat dan berirama,

biasanya berlangsung selama 1-2 menit), lidah atau pipinya tergigit, gigi atau rahangnya

14

Page 15: Laporan Kasus Di Baturaja M. Rizki Print

terkatup rapat, inkontinensia (mengeluarkan air kemih atau tinja diluar kesadarannya),

gangguan pernafasan, apneu (henti nafas), dan kulitnya kebiruan.

Saat kejang, anak akan mengalami berbagai macam gejala seperti :

1. Anak hilang kesadaran

2. Tangan dan kaki kaku atau tersentak-sentak

3. Sulit bernapas

4. Busa di mulut

5. Wajah dan kulit menjadi pucat atau kebiruan

6. Mata berputar-putar, sehingga hanya putih mata yang terlihat.

2.7 Diagnosis

Diagnosis kejang demam dapat ditegakkan dengan menyingkirkan penyakit-penyakit

lain yang dapat menyebabkan kejang, di antaranya: infeksi susunan saraf pusat, perubahan

akut pada keseimbangan homeostasis, air dan elektrolit dan adanya lesi structural pada

system saraf, misalnya epilepsi. Diperlukan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan

laboratorium dan pemeriksaan penunjang yang menyeluruh untuk menegakkan diagnosis ini.

2.7.1 Anamnesis

- waktu terjadi kejang, durasi, frekuensi, interval antara 2 serangan kejang

- sifat kejang (fokal atau umum)

- Bentuk kejang (tonik, klonik, tonik-klonik)

- Kesadaran sebelum dan sesudah kejang (menyingkirkan diagnosis

meningoensefalitis)

- Riwayat demam ( sejak kapan, timbul mendadak atau perlahan, menetap atau naik

turun)

- Menentukan penyakit yang mendasari terjadinya demam (ISPA, OMA, GE)

- Riwayat kejang sebelumnya (kejang disertai demam maupun tidak disertai demam

atau epilepsi)

- Riwayat gangguan neurologis (menyingkirkan diagnosis epilepsi)

- Riwayat keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan

- Trauma kepala

-

2.7.2 Pemeriksaan fisik

- Tanda vital terutama suhu

15

Page 16: Laporan Kasus Di Baturaja M. Rizki Print

- Manifestasi kejang yang terjadi, misal : pada kejang multifokal yang berpindah-

pindah atau kejang tonik, yang biasanya menunjukkan adanya kelainan struktur otak.

- Kesadaran tiba-tiba menurun sampai koma dan berlanjut dengan hipoventilasi, henti

nafas, kejang tonik, posisi deserebrasi, reaksi pupil terhadap cahaya negatif, dan

terdapatnya kuadriparesis flasid mencurigakan terjadinya perdarahan intraventikular.

- Pada kepala apakah terdapat fraktur, depresi atau mulase kepala berlebihan yang

disebabkan oleh trauma. Ubun –ubun besar yang tegang dan membenjol

menunjukkan adanya peninggian tekanan intrakranial yang dapat disebabkan oleh

pendarahan sebarakhnoid atau subdural. Pada bayi yang lahir dengan kesadaran

menurun, perlu dicari luka atau bekas tusukan janin dikepala atau fontanel enterior

yang disebabkan karena kesalahan penyuntikan obat anestesi pada ibu.

- Terdapatnya stigma berupa jarak mata yang lebar atau kelainan kraniofasial yang

mungkin disertai gangguan perkembangan kortex serebri.

- Transluminasi kepala yang positif dapat disebabkan oleh penimbunan cairan

subdural atau kelainan bawaan seperti parensefali atau hidrosefalus.

- Pemeriksaan untuk menentukan penyakit yang mendasari terjadinya demam (ISPA,

OMA, GE)

- Pemeriksaan refleks patologis

- Pemeriksaan tanda rangsang meningeal (menyingkirkan diagnosis

meningoensefalitis)

2.7.3 Pemeriksaan laboratorium

- Darah tepi lengkap

- Elektrolit, glukosa darah. Diare, muntah, hal lain yang dapat mengganggu

keseimbangan elektrolit atau gula darah.

- Pemeriksaan fungsi hati dan ginjal untuk mendeteksi gangguan metabolisme

- Kadar TNF alfa, IL-1 alfa & IL-6 pada CSS, jika meningkat dapat dicurigai

Ensefalitis akut / Ensefalopati.

2.7.4 Pemeriksaan penunjang

- Lumbal Pungsi jika dicurigai adanya meningitis, umur kurang dari 12 bulan sangat

dianjurkan, dan umur di antara 12-18 bulan dianjurkan.

16

Page 17: Laporan Kasus Di Baturaja M. Rizki Print

- EEG, tidak dapat mengidentifikasi kelainan yang spesifik maupun memprediksi

terjadinya kejang yang berulang, tapi dapat dipertimbangkan pada KDK. Tetapi

beberapa ahli berpendapat EEG tidak sensitif pada anak < 3 tahun.

- CT-scan atau MRI hanya dilakukan jika ada indikasi, misalnya: kelainan neurologi

fokal yang menetap (hemiparesis) atau terdapat tanda peningkatan tekanan

intrakranial.

2.8 Diagnosis Banding

Menghadapi seorang anak yang menderita demam dengan kejang, harus dipikirkan

apakah penyebab kejang itu di dalam atau diluar susunan saraf pusat. Kelainan di dalam otak

biasanya karena infeksi, misalnya meningitis, ensefalitis, abses otak, dan lain-lain.oleh sebab

itu perlu waspada untuk menyingkirkan dahulu apakah ada kelainan organis di otak.

Menegakkan diagnosa meningitis tidak selalu mudah terutama pada bayi dan anak yang

masih muda. Pada kelompok ini gejala meningitis sering tidak khas dan gangguan

neurologisnya kurang nyata. Oleh karena itu agar tidak terjadi kekhilafan yang berakibat fatal

dapat dilakukan pemeriksaan cairan serebrospinal yang umumnya diambil melalui pungsi

lumbal.

Baru setelah itu dipikirkan apakah kejang demam ini tergolong dalam kejang demam

atau epilepsi yang dprovokasi oleh demam.

Tabel Diagnosa Banding

No Kriteri Banding Kejang Demam Epilepsi Meningitis

Ensefalitis

1. Kejang Pencetusnya

demam

Tidak berkaitan

dengan demam

Salah satu

gejalanya demam

2. Kelainan Otak (-) (+) (+)

3. Kejang berulang (+) (+) (+)

4. Penurunan kesadaran (+) (-) (+)

2.9 Penatalaksanaan

Dalam penanggulangan kejang demam ada 4 faktor yang perlu dikerjakan, yaitu :

2.9.1 Mengatasi kejang secepat mungkin

17

Page 18: Laporan Kasus Di Baturaja M. Rizki Print

Biasanya kejang demam berlangsung singkat dan pada waktu datang, kejang sudah

berhenti. Apabila pasien datang dalam keadaan kejang, obat paling cepat untuk menghentikan

kejang adalah diazepam yang diberikan secara intravena dengan dosis 0,3-0,5 mm/kgBB

perlahan-lahan dengan kecepatan 1-2mg.menit atau dalam waktu 3-5 menit. Obat yang

praktis dan dapat diberikan oleh orang tua di rumah atau yang sering digunakan di rumah

sakit adalah diazepam rektal. Dosis diazepam rektal adalah 0,5-0,75 mg/kgBB atau diazepam

rektal 5 mg untuk anak dengan berat badan kurang dari 10 kg, dan 10 mg untuk berat badan

lebih dari 10kg. atau diazepam rektal dengan dosis 5 mg untuk anak di bawah usia 3 tahun

atau 7,5 mg mg untuk anak diatas usia 3 tahun.

Jika kejang masih berlanjut :

1. Pemberian diazepam 0,2 mg/kgBB per infus diulangi. Jika belum terpasang selang infus,

0,5 mg/kg per rektal

2. Pengawasan tanda-tanda depresi pernapasan

Jika kejang masih berlanjut :

1. Asam valproat 10-40 mg/kgBB/hari dibagi 2-3 dosis

2. Pemberian fenobarbital 3-5 mg/kgBB/hari dibagi 2 dosis

3. Pemberian fenitoin 10-20mg/kgBB per infus dalam 30 menit dengan kecepatan 1

mg/kgBB/menit atau kurang dari 50mg/menit.

Jika kejang masih berlanjut, diperlukan penanganan lebih lanjut di ruang perawatan

intensif. Bila kejang telah berhenti, pemberian obat selanjutnya tergantung dari jenis kejang

demam sederhana atau kompleks dan faktor risikonya.

2.9.2 Pengobatan penunjang

Pengobatan penunjang dapat dilakukan dengan memonitor jalan nafas, pernafasan,

sirkulasi dan memberikan pengobatan yang sesuai. Sebaiknya semua pakaian ketat dibuka,

posisi kepala dimiringkan untuk mencegah aspirasi lambung. Penting sekali mengusahakan

jalan nafas yang bebas agar oksigenasi terjamin, kalau perlu dilakukan intubasi atau

trakeostomi. Pengisapan lender dilakukan secara teratur dan pengobatan ditambah dengan

pemberian oksigen. Cairan intavena sebaiknya diberikan dan dimonitor sekiranya terdapat

kelainan metabolik atau elektrolit. Fungsi vital seperti kesadaran, suhu, tekanan darah,

pernafasan dan fungsi jantung diawasi secara ketat.

Pada demam, pembuluh darah besar akan mengalami vasodilatasi, manakala pembuluh

darah perifer akan mengalami vasokontrisksi. Kompres es dan alkohol tidak lagi digunakan

karena pembuluh darah perifer bisa mengalami vasokontriksi yang berlebihan sehingga

18

Page 19: Laporan Kasus Di Baturaja M. Rizki Print

menyebabkan proses penguapan panas dari tubuh pasien menjadi lebih terganggu. Kompres

hangat juga tidak digunakan karena walaupun bisa menyebabkan vasodilatasi pada pembuluh

darah perifer, tetapi sepanjang waktu anak dikompres, tubuh anak menjadi semakin panas,

anak menjadi semakin rewel dan gelisah. Menurut penelitian, apabila suhu penderita

mengalami demam tinggi (hiperpireksi), diberikan kompres air biasa. Dengan ini, proses

penguapan bisa terjadi dan suhu tubuh akan menurun perlahan-lahan. Tidak ditemukan bukti

bahwa penggunaan antipiretik mengurangi resiko terjadinya kejang demam, namun para ahli

di Indonesia sepakat bahwa antipiretik tetap dapat diberikan. Dosis parasetamol yang

digunakan adalah 10 – 15 mg/kgBB/kali diberikan 4 kali sehari dan tidak lebih dari 5 kali.

Dosis ibuprofen 5 – 10 mg/kgBB/kali, 3 – 4 kali sehari.

2.9.3 Memberikan pengobatan rumat

Setelah kejang diatasi harus disusul dengan pengobatan rumat dengan cara mengirim

penderita ke rumah sakit untuk memperoleh perawatan lebih lanjut. Kejang demam kompleks

merupakan salah satu indikasi seorang pasien untuk dirawat di rumah sakit selain adanya

hiperpireksia, pasien <6 bulan, kejang demam yang pertama kali, dan terdapat kelainan

neurologis. Pengobatan ini dibagi atas dua bagian, yaitu:

Profilaksis intermitten

Untuk mencegah terulangnya kejang di kemudian hari, penderita kejang demam

diberikan obat campuran anti konvulsan dan antipiretika yang harus diberikan kepada

anak selama episode demam. Antipiretik yang diberikan adalah paracetamol dengan

dosis 10-15mg/kg/kali diberikan 4 kali sehari atau ibuprofen dengan dosis

5-10mg/kg/kali, 3-4 kali sehari. Antikonvulsan yang ampuh dan banyak dipergunakan

untuk mencegah terulangnya kejang demam ialah diazepam, baik diberikan secara rectal

dengan dosis 5 mg pada anak dengan berat di bawah 10kg dan 10 mg pada anak dengan

berat di atas 10kg, maupun oral dengan dosis 0,3 mg/kg setiap 8 jam pada saat tubuh ≥

38,50C. Profilaksis intermitten ini sebaiknya diberikan sampai kemungkinan anak untuk

menderita kejang demam sedehana sangat kecil yaitu sampai sekitar umur 4 tahun.

Fenobarbital, karbamazepin dan fenition pada saat demam tidak berguna untuk

mencegah kejang demam.

Profilaksis jangka panjang

19

Page 20: Laporan Kasus Di Baturaja M. Rizki Print

Profilaksis jangka panjang gunanya untuk menjamin terdapatnya dosis teurapetik yang

stabil dan cukup di dalam darah penderita untuk mencegah terulangnya kejang di

kemudian hari. Pengobatan jangka panjang dapat dipertimbangan jika terjadi hal berikut:

1. Kejang demam ≥ 2 kali dalam 24 jam

2. Kejang demam terjadi pada umur < 12 bulan

3. Kejang demam ≥ 4 kali per tahun

Obat yang dipakai untuk profilaksis jangka panjang ialah:

1)  Fenobarbital

Dosis 4-5 mg/kgBB/hari. Efek samping dari pemakaian fenobarbital jangka panjang

ialah perubahan sifat anak menjadi hiperaktif, perubahan siklus tidur dan kadang-kadang

gangguan kognitif atau fungsi luhur.

2) Sodium valproat / asam valproat

Dosisnya ialah 10-40 mg/kgBB/hari dibagi dalam 2-3 dosis selama 1-2 tahun dan

dihentikan secara bertahap selama 1-2 bulan. Efek samping yang dapat terjadi adalah

gejala toksik berupa rasa mual, kerusakan hepar, pankreatitis.

3) Fenitoin

Diberikan pada anak yang sebelumnya sudah menunjukkan gangguan sifat berupa

hiperaktif sebagai pengganti fenobarbital. Hasilnya tidak atau kurang memuaskan.

Pemberian antikonvulsan pada profilaksis jangka panjang ini dilanjutkan sekurang-

kurangnya 3 tahun seperti mengobati epilepsi. Menghentikan pemberian antikonvulsi

kelak harus perlahan-lahan dengan jalan mengurangi dosis selama 3 atau 6 bulan.

2.9.4 Mencari dan mengobati penyebab

Penyebab dari kejang demam baik sederhana maupun kompleks biasanya infeksi

traktus respiratorius bagian atas dan otitis media akut. Pemberian antibiotik yang tepat

dan kuat perlu untuk mengobati infeksi tersebut. Secara akademis pada anak dengan

kejang demam yang datang untuk pertama kali sebaiknya dikerjakan pemeriksaan

pungsi lumbal. Hal ini perlu untuk menyingkirkan faktor infeksi di dalam otak misalnya

meningitis. Apabila menghadapi penderita dengan kejang lama, pemeriksaan yang

intensif perlu dilakukan, yaitu pemeriksaan pungsi lumbal, darah lengkap, misalnya

gula darah, kalium, magnesium, kalsium, natrium, nitrogen, dan faal hati.

2. 10 Prognosis

20

Page 21: Laporan Kasus Di Baturaja M. Rizki Print

1. Kematian. Dengan penanganan kejang yang cepat dan tepat, prognosa biasanya baik,

tidak sampai terjadi kematian. Dalam penelitian ditemukan angka kematian KDS

0,46% s/d 0,74%.

2. Terulangnya Kejang. Kemungkinan terjadinya ulangan kejang kurang lebih 25 s/d 50

% pada 6 bulan pertama dari serangan pertama.

3. Epilepsi. Angka kejadian Epilepsi ditemukan 2,9 % dari KDS dan 97 % dari kejang

demam kompleks. Resiko menjadi Epilepsi yang akan dihadapi oleh seorang anak

sesudah menderita KDS tergantung kepada faktor :

a. riwayat penyakit kejang tanpa demam dalam keluarga

b.  kelainan dalam perkembangan atau kelainan sebelum anak menderita KDS

c.  kejang berlangsung lama atau kejang fokal.

Bila terdapat paling sedikit 2 dari 3 faktor di atas, maka kemungkinan mengalami

serangan kejang tanpa demam adalah 13 %, dibanding bila hanya didapat satu atau

tidak sama sekali faktor di atas.

4. Hemiparesis. Biasanya terjadi pada penderita yang mengalami kejang lama

(berlangsung lebih dari setengah jam) baik kejang yang bersifat umum maupun

kejang fokal. Kejang fokal yang terjadi sesuai dengan kelumpuhannya. Mula-mula

kelumpuhan bersifat flacid, sesudah 2 minggu timbul keadaan spastisitas.

Diperkirakan + 0,2 % KDS mengalami hemiparese sesudah kejang lama.

5. Retardasi Mental. Ditemuan dari 431 penderita dengan KDS tidak mengalami

kelainan IQ, sedang kejang demam pada anak yang sebelumnya mengalami gangguan

perkembangan atau kelainan neurologik ditemukan IQ yang lebih rendah. Apabila

kejang demam diikuti dengan terulangnya kejang tanpa demam, kemungkinan

menjadi retardasi mental adalah 5x lebih besar.

DIARE AKUT TANPA DEHIDRASI

21

Page 22: Laporan Kasus Di Baturaja M. Rizki Print

3.1 Definisi

Penyakit diare merupakan satu dari penyebab utama kesakitan dan kematian pada anak

di bawah usia lima tahun di negara berkembang. Diare adalah bertambahnya frekuensi

defekasi lebih dari biasanya, >3 kali per hari disertai perubahan konsistensi tinja (menjadi

cair) dengan atau tanpa darah dan atau lendir. Bila diare berlangsung kurang dari 14 hari

dinamakan diare akut.

3.2 Epidemiologi

Berdasarkan data World Health Organization(WHO) ada sekitar 2 miliar kasus diare

diseluruh dunia setiap tahunnya dan 1,9 juta balita mengalami diare per tahun, terbanyak

pada negara berkembang. Diare merupakan penyakit urutan pertama yang menyebabkan

pasien rawat inap di rumah sakit berdasarkan data kementrian kesehatan republik Indonesia.

Bila dilihat per kelompok umur, diare tersebar di semua kelompok umur dengan prevalensi

tertinggi terdeteksi pada anak balita (1-4 tahun) yaitu 16,7%. Pada survey yang dilakukan

kemenkes tahun 2010 diketahui bahwa proporsi terbesar penderita diare pada balita adalah

kelompok umur 6 – 11 bulan yaitu sebesar 21,65%. Cara penularan diare umumnya melalui

cara fekal – oral yaitu melalui makanan atau minuman yang tercemar oleh enteropatogen,

atau kontak langsung tangan dengan penderita atau barang-barang yeng telah tercemar tinja

penderita atau tidak langsung melalui lalat.

3.3 Etiologi

Diare dapat disebabkan oleh proses infeksi maupun non infeksi. Proses infeksi dapat

disebabkan oleh bakteri, virus dan parasit. Bakteri yang dapat menyebabkan diare seperti

Campylobacter jejuni; salmonella; shigella; vibrio cholera; dan escherichia coli, virus

misalnya rotavirus; calcivirus; atau astovirus dan parasit yang menjadi penyebab diare seperti

giardia lamblia; entamoeba hystolytica; atau blastocystis homonis. Di negara berkembang

kuman patogen penyebab penting diare akut pada anak-anak yaitu rotavirus, eschericia coli

enterotoksigenik, shigella, Campylobacter jejuni dan Cryptosporidium. Sedangkan proses

non infeksi yang dapat menyebabkan terjadinya diare antara lain defek anatomis,

malabsorbsi, endokrinopati, keracunan makanan, infeksi non gastrointestinal, alergi susu sapi,

defisiensi imun dan lain-lain.

3.4 Mekanisme

22

Page 23: Laporan Kasus Di Baturaja M. Rizki Print

Secara garis besar terdapat 2 mekanisme terjadinya diare yaitu diare osmotik dan diare

sekretorik. Diare osmotik terjadi karena adanya bahan yang tidak diserap sehingga

menyebabkan bahan intraluminal pada usus halus bagian proksimal tersebut bersifat

hipertonis dan menyebabkan hiperosmolaritas akibatnya terjadi perbedaan tekanan osmosis

antara lumen usus yang menyebabkan tekanan osmotik di rongga usus meningkat yang akan

menarik air dan elektrolit ke dalam lumen usus, sehingga air dan elektrolit terbuang bersama

feses dan timbul diare. Sedangkan, diare sekretorik terjadi akibat rangsangan tertentu,

misalnya toksin pada dinding usus yang akan merangsang peningkatan sekresi air dan

elektrolit ke dalam rongga usus, sekresi air dan elektrolit ini menyebabkan air dan elektrolit

terbuang bersama feses dan timbul diare. Dikenal 2 bahan yang menstimulasi seksresi lumen

yaitu enterotoksin bakteri dan bahan kimia seperti laksansia serta asam lemak. Toksin

penyebab diare ini terutama bekerja dengan cara meningkatkan konsentrasi intrasel cAMP,

cGMP atau Ca++ yang selanjutnya akan mengaktifkan protein kinase sehingga menyebabkan

fosforilasi membran protein yang mengakibatkan perubahan saluran ion sehingga terjadi

diare.

Diare yang tidak segera diatasi dapat menyebabkan dehidrasi, gangguan elektrolit dan

keseimbangan asam basa akibat dari kehilangan air dan elektrolit. Derajat dehidrasi dapat

dinilai berdasarkan kriteria gabungan dari WHO , Maurice King dan MMWR antara lain:

Tabel 3.1 Derajat dehidrasi

Gejala Tanpa dehidrasi,

Kehilangan BB < 3%

Dehidrasi ringan –

sedang,

kehilangan BB 3% -

9%

Dehidrasi berat,

kehilangan BB > 9%

Kesadaran Baik Normal, lelah,

gelisah, irritable

Apatis, Letargi,

Tidak Sadar

Denyut jantung Normal Normal – meningkat Takikardi, bradikardi

pada kasus berat

Kualitas nadi Normal Normal – melemah Lemah, kecil, tidak

teraba

Pernapasan Normal Normal – cepat Dalam

Mata

Ubun-ubun besar

Normal

Normal

Sedikit cekung

Sedikit cekung

Sangat cekung

Sangat cekung

Air mata Ada Berkurang Tidak ada

23

Page 24: Laporan Kasus Di Baturaja M. Rizki Print

Mukosa mulut Basah Kering Sangat kering

Turgor kulit Segera kembali Kembali < 2” kembali > 2”

CRT Normal Memanjang Memanjang, minimal

Ekstremitas Hangat Dingin Dingin, sianotik

Kencing Normal Berkurang Minimal

Diare dapat didiagnosa melalui anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan

penunjang. Pemeriksaan fisik bertujuan untuk melihat ada tidaknya tanda-tanda dehidrasi

yang dapat terjadi akibat diare. Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada diare bertujuan

untuk melihat penyebab dari diare yang dapat terjadi karena adanya bakteri atau parasit.

a. Tatalaksana

Pengobatan diare bertujuan untuk  mencegah dehidrasi dan timbulnya diare pada

episode mendatang, dengan memberikan suplemen zinc; serta mencegah kekurangan nutrisi,

dengan memberi makanan selama dan setelah dehidrasi. Departemen kesehatan dengan

merujuk pada panduan WHO menetapkan lima pilar penatalaksanaan diare pada anak balita

baik yang dirawat di rumah maupun di rumah sakit, yaitu;1-3,7,10,11

a) Rehidrasi dengan menggunakan oralit. Cairan oralit diberikan segera bila anak diare,

untuk mencegah dan mengatasi diare. Larutan oralit diberikan pada anak setiap kali buang

air besar dengan ketentuan dosis untuk anak berumur < 2 tahun yaitu 50-100 ml tiap kali

BAB sedangkan, untuk anak berumur > 2 tahun yaitu 100-200 ml tiap kali BAB.

b) Zinc diberikan selama 10 hari berturut-turut. Dosis zinc pada anak dibawah umur 6 bulan

yaitu 10 mg (½ tablet) per hari sedangkan dosis zinc pada anak diatas umur 6 bulan yaitu

20 mg (1 tablet) per hari.

c) ASI dan makanan tetap diteruskan. Hal ini bertujuan untuk mencegah kehilangan berat

badan serta pengganti nutrisi yang hilang. Adanya perbaikan nafsu makan menandakan

fase kesembuhan.

d) Antibiotik selektif. Antibiotik diberikan apabila ada indikasi seperti diare berdarah, kolera

atau bukti adanya infeksi, bayi < 6 bulan.

e) Nasihat kepada orang tua. Edukasi yang dapat diberikan pada orang tua yang anaknya

tidak dirawat di rumah sakit yaitu kembali segera jika demam, tinja berdarah, berulang,

makan atau minum sedikit, sangat haus, diare makin sering, atau belum membaik dalam 3

hari.

24

Page 25: Laporan Kasus Di Baturaja M. Rizki Print

Pemberian zinc pada diare diperlukan karena zinc dapat menghambat enzim INOS

(Inducible Nitric Oxide Synthase), dimana ekskresi enzim ini meningkat selama diare dan

mengakibatkan hipersekresi epitel usus. Zinc juga berperan dalam epitelisasi dinding usus

yang mengalami kerusakan morfologi dan fungsi selama kejadian diare. Pemberian Zinc

selama diare terbukti mampu mengurangi lama dan tingkat keparahan diare, mengurangi

frekuensi buang air besar, mengurangi volume tinja, serta menurunkan kekambuhan kejadian

diare pada 3 bulan berikutnya.

3.6 Komplikasi

Kegagalan upaya rehidrasi oral misalnya pengeluaran tinja cair yang sering dengan

volume banyak, muntah yang menetap, tidak dapat minum, kembung dan ileus paralitik serta

malabsorbsi glukosa. Pada keadaan-keadaan tersebut mungkin penderita harus diberikan

cairan intravena, beberapa masalah yang mungkin terjadi selama rehidrasi antara lain:

3.6.1 Hipernatremia

Penderita diare dengan natrium plasma >150 mmol/L memerlukan pemantauan berkala

yang ketat. Tujuannya adalah menurunkan kadar natrium secara perlahan-lahan. Penurunan

kadar natrium plasma yang cepat dapat menimbulkan edema otak.

3.6.2 Hiponatremia

Anak dengan diare yang hanya minum air putih atau cairan yang hanya mengandung

sedikit garam, dapat terjadi hiponatremia (Na< 130 mmol/L). Hiponatremi sering terjadi pada

anak malnutrisi berat dengan oedema.

3.6.3 Hiperkalemia

Disebut hiperkalemia bila K >5 mEq/L, koreksi dilakukan dengan pemberian kalsium

glukonas 10% 05-1 ml/kgBB i.v. pelan-pelan dalam 5-10 menit dengan monitor detak

jantung.

3.6.4 Hipokalemia

Dikatakan hipokalemia jika K<3,5 mEq/L, hipokalemia dapat menyebabkan kelemahan

otot, paralitik usus, gangguan fungsi ginjal dan aritmia jantung. Hipokalemia dapat dicegah

dan kekurangan kalium dapat dikoreksi dengan menggunakan oralit dan memberikan

makanan yang kaya kalium selama diare dan sesudah diare berhenti.

3.7 Edukasi

25

Page 26: Laporan Kasus Di Baturaja M. Rizki Print

Setelah penderita dipulangkan, harus diberikan penjelasan kepada orang tua penderita

tentang upaya pencegahan diare yaitu:

a. Hindari makanan dan minuman yang tidak bersih.

b. Cuci tangan pakai sabun dan air bersih sebelum makan dan buang air besar.

c. Rebus air minum terlebih dahulu .

d. Gunakan air bersih untuk memasak.

e. Buang air besar di jamban.

3.8 Prognosis

Dengan penggantian cairan yang adekuat, perawatan yang mendukung, prognosis diare

sangat baik dengan morbiditas dan mortalitas yang minimal

TONSILO FARINGITIS4.1 Definisi

Tonsilofaringitis merupakan peradangan pada tonsil atau faring ataupun keduanya yang

disebabkan oleh bakteri (seperti str. Beta hemolyticus, str. Viridans, dan str. Pyogenes) dan

juga oleh virus. Penyakit ini dapat menyerang semua umur.

4.2 Etiologi

Virus merupakan etiologi terbanyak dari faringitis akut terutama pada anak berusia ≤ 3

tahun. Virus penyebab penyakit respiratori seperti adenovirus, rhinovirus, dan virus

parainfluenza dapat menjadi penyebabnya. Streptococcus beta hemolitikus grup A adalah

bakteri terbanyak penyebab penyakit faringitis atau tonsilofaringitis akut. Bakteri tersebut

mencakup 15-30% pada anak sedangkan pada dewasa hanya sekitar 5-10%

kasus.mikroorganisme seperti klamidia dan mikoplasma dilaporkan dapat menyebabkan

infeksi, tetapi sangat jarang terjadi.

Faringotonsilitis kronik memiliki faktor predisposisi berupa radang kronik di faring,

seperti rhinitis kronik, sinusitis, iritasi kronik oleh rokok, minum alcohol, inhalasi uap dan

debu, beberapa jenis makanan, hygiene mulut yang buruk, pengaruh cuaca, kelelahan fisik,

dan pengobatan tonsillitis akut sebelumnya yang tidak adekuat.

26

Page 27: Laporan Kasus Di Baturaja M. Rizki Print

Gambar. Perbedaan Tonsilitis bakteri dan non bakteri

Tabel 4.2 Perbedaan Tonsilitis Akut dan Tonsilitis Kronik

Tonsilitis Akut Tonsilitis Kronik

Onset cepat, terjadi dalam beberapa

hari, hingga beberapa minggu

Onset lama, beberapa bulan hingga

beberapa tahun (menahun)

Penyebab kuman streptokokus beta

hemolitikus grup A, pneumokokus,

streptokokus viridian, dan

streptokokus piogenes.

Penyebab tonsillitis kronik sama halnya

dengan tonsillitis akut, namun kadang-

kadang bakteri berubah menjadi bakteri

golongan gram negatif

Tonsil hiperemis & edema Tonsil membesar / mengecil tidak edema

Kripte tidak melebar Kripte melebar

Detritus + / - Detritus +

4.3 Patogenesis

Nasofaring dan orofaring adalah tempat untuk organisme ini, kontak langsung dengan

mukosa nasofaring dan orofaring yang terinfeksi atau dengan benda yang terkontaminasi,

serta melalui makanan merupakan cara penularan yang kurang berperan.Penyebaran SBGA

memerlukan penjamu yang rentan dan difasilitasi dengan kontak yang erat.

Bakteri maupun virus dapat secara langsung menginvasi mukosa faring yang kemudian

menyebabkan respon peradangan lokal. Sebagian besar peradangan melibatkan nasofaring,

uvula, dan palatum mole. Perjalanan penyakitnya ialah terjadi inokulasi dari agen infeksius di

faring yang menyebabkan peradangan lokal sehingga menyebabkan eritem faring, tonsil, atau

keduanya. Infeksi streptococcus ditandai dengan invasi lokal serta penglepasan toksin

27

Page 28: Laporan Kasus Di Baturaja M. Rizki Print

ekstraseluler dan protease. Transmisi dari virus dan SBHGA lebih banyak terjadi akibat

kontak tangan dengan sekret hidung atau droplet dibandingkan kontak oral. Gejala akan

tampak setelah masa inkubasi yang pendek yaitu 24-72 jam.

4.4 Manifestasi Klinik

Gejala faringitis yang khas akibat bakteri streptococcus berupa nyeri tenggorokan

dengan awitan mendadak, disfagia, dan demam. Urutan gejala yang biasanya dikeluhkan oleh

anak berusia di atas 2 tahun adalah nyeri kepala, nyeri perut, dan muntah. Selain itu juga

didapatkan demam tinggi dan nyeri tenggorok. Gejala seperti rhinorrea, suara serak, batuk,

konjungtivitis, dan diare biasanya disebabkan oleh virus. Kontak dengan pasien rhinitis dapat

ditemukan pada anamnesa.

Pada pemeriksaan fisik, tidak semua pasien tonsilofaringitis akut streptococcus

menunjukkan tanda infeksi streptococcus yaitu eritem pada tonsil dan faring yang disrtai

pembesaran tonsil.

Faringitis streptococcus sangat mungkin jika dijumpai gejala seperti awitan akut

disertai mual muntah, faring hiperemis, demam, nyeri tenggorokan, tonsil bengkak dengan

eksudasi, kelenjar getah bening leher anterior bengkak dannyeri, uvula bengkak dan merah,

ekskoriasi hidung disertai impetigo sekunder, ruam skarlatina, petekie palatum mole.Tanda

khas faringitis difteri adalah membrane asimetris, mudah berdarah, dan berwarna kelabu pada

faring. Pada faringitis akibat virus dapat ditemukan ulkus di palatum mole, dan didnding

faring serta eksudat di palatum dan tonsil. Gejala yang timbul dapat menghilang dalam 24

jam berlangsung 4-10 hari dengan prognosis baik.

4.5 Diagnosis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klinik, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan

laboratorium. Baku emas penegakan diagnosis faringitis bakteri atau virus adalah melalui

pemeriksaan kultur dari apusan tenggorok. Pada saat ini terdapat metode cepat mendeteksi

antigen streptococcus grup A dengan sensitivitas dan spesivitas yang cukup tinggi.

4.6 Tata laksana

Tujuan dari pemberian terapi ini adalah untuk mengurangi gejala dan mencegah

terjadinya komplikasi. Faringitis streptococcus grup A merupakan faringitis yang memiliki

indikasi kuat dan aturan khusus dalam penggunaan antibiotik. Istirahat cukup dan pemberian

cairan yang sesuai merupakan terapi suportif yang dapat diberikan. Pemberian obat kumur

28

Page 29: Laporan Kasus Di Baturaja M. Rizki Print

dan obat hisap pada anak cukup besar dapat mengurangi gejala nyeri tenggorok. Apabila

terdapat nyeri berlebih atau demam dapat diberikan paracetamol atau ibuprofen.

Antibiotik pilihan pada terapi faringitis akut streptococcus grup A adalah penisislin V

oral 15-30 mg/kgBB/hari dibagi 3 dosis selama 10 hari atau benzatin penisilin G IM dosis

tunggal dengan dosis 600.000 IU (BB<30 kg) dan 1.200.000 IU (BB>30 kg). Amoksisilin

dapat digunakan sebagai pengganti pilihan pengganti penisislin pada anak yang lebih kecil

karena selain efeknya sama amoksisilin memiliki rasa yang enak. Amoksisilin dengan dosis

50 mg/kgBB/ hari dibagi 2 selama 6 hari. Selain itu eritromisin 40mg/kgBB/hari,

Klindamisin 30 mg/kgBB/hari, atau sefadroksil monohidrat 15 mg/kgBB/hari dapat

digunakan untuk pengobatan faringitis streptococcus pada penderita yang alergi terhadap

penisilin.

Pembedahan elektif adenoid dan tonsil telah digunakan secara luas untuk mengurangi

frekuensi tonsillitis rekuren. Indikator klinis yang digunakan adalah Children’s Hospital of

Pittsburgh Study yaitu tujuh atau lebih episode infeksi tenggorokan yang diterapi dengan

antibiotik pada tahun sebelumnya, lima atau lebih episode infeksi tenggorok yang diterapi

antibiotik setiap tahun selama 2 tahun sebelumnya, dan tiga atau lebih episode infeksi

tenggorok yang diterapi dengan antibiotik selama 3 tahun sebelumnya. Adenoidektomi

sering direkomendasikan sebagai terapi tambahan pada otitis media kronis dan berulang.

Indikasi tonsiloadenektomi yang lain adalah bila terjadi obstructive sleep apneu akibat

pembesaran adenotonsil.

4.7 Komplikasi

Kejadian komplikasi pada faringitis akut virus sangat jarang. Kompilkasi biasanya

menggambarkan perluasan infeksi streptococcus dari nasofaring. Beberapa kasus dapat

berlanjut menjadi otitis media purulen bakteri. Pada faringitis bakteri dan virus dapat

ditemukan komplikasi ulkus kronik yang luas. Komplikasi faringitis bakteri terjadi akibat

perluasan langsung atau secara hematogen. Akibat perluasan langsung dapat terjadi

rinosinusitis, otitis media, mastoiditis, adenitis servikal, abses retrofaringeal atau faringeal,

atau pneumonia. Penyebaran hematogen SBHGA dapat mengakibatkan meningitis,

osteomielitis, atau arthritis septic, sedangkan komplikasi non supuratif berupa demam

reumatik dan gromerulonefritis.

29

Page 30: Laporan Kasus Di Baturaja M. Rizki Print

BAB III

ANALISIS MASALAH

Dari hasil anamnesis didapatkan bahwa MRR, anak laki-laki berusia 9 bulan memiliki

keluhan utama kejang disertai demam, batuk berdahak, pilek, dan BAB cair. Kejang

berlangsung selama ± 10 menit, kejang seluruh badan dan mata mendelik keatas, kaki tangan

kelonjotan, frekuensi 1 kali dalam 24 jam. Dari anamnesis tersebut dapat kita tegakkan

bahwa anak mengalami kejang demam sederhana, karena memenuhi kriteria kejang demam

sederhana yaitu berlangsung singkat, serangan berhenti sendiri dalam waktu < 15 menit,

bangkitan kejang tonik, tonik-klonik tanpa gerakan fokal, dan tidak berulang dalam waktu 24

jam.

Anak juga mengeluh batuk (+), dahak (+), nyeri saat menelan (-), pilek (+), mual (-),

muntah (-), nafsu makan menurun (-). BAK seperti biasa (warna kuning, frekuensi 4-5

kali/hari), tidak ada nyeri saat BAK, BAB cair (+), darah (-), cair lebih banyak dari pada

ampas, frekuensi 4x/hari sebanyak ± ½ - ¼ gelas belimbing. Dari anamnesis tersebut dapat

ditegakkan bahwa anak juga mengalami diare akut karena memenuhi kriteria yaitu

bertambahnya frekuensi defekasi anak lebih dari biasanya (>3 kali per hari) disertai

perubahan konsistensi tinja (menjadi cair) dengan atau tanpa darah dan atau lendir dan

berlangsung kurang dari 14 hari. Anak didiagnosis mengalami diare akut tanpa dehidrasi

karena anak tidak letargi, mata tidak cekung, masih mau menyusu, dan cubitan kulit kembali

<2 detik.

Keluhan lain yang dialami anak yaitu batuk, pilek, dan dari pemeriksaan fisik

didapatkan tonsil membesar T2-T2 hiperemis, faring hiperemis sehingga ditegakkan

diagnosis anak juga menderita tonsilofaringitis akut.

DAFTAR PUSTAKA

Haslam Robert H. A. Sistem Saraf, dalam Ilmu Kesehatan Anak Nelson, Vol. 3, Edisi 15.

Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta. 2000; XXVII : 2059 – 2060

30

Page 31: Laporan Kasus Di Baturaja M. Rizki Print

Hendarto S. K. Kejang Demam. Subbagian Saraf Anak, Bagian Ilmu Kesehatan Anak,

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, RSCM, Jakarta. Cermin Dunia Kedokteran

No. 27. 1982 : 6 – 8.

Berhman, R. E., R. M. Kliegman, H. B. Jenson. 2011. Nelson Textbook of Paediatrics

dkk, (e.d Bahasa Indonesia), Ilmu Kesehatan Anak. Edisi 15, EGC, 2000. Hal 2059-2067.

Pusponegoro HD, Widodo DP, Sofyan I. Konsensus Penatalaksanaan Kejang Demam. Unit

Kerja Koordinasi Neurologi Ikatan Dokter Anak Indonesia, Jakarta. 2006 : 1 – 14.

Price, Sylvia, Anderson. Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. EGC, Jakarta

2006.

Febrile Seizures: Causes, Symptoms, Diagnosis and Treatment. Diunduh pada tanggal 9

Februari 2013. Didapatkan dari: www.medicinenet.com/febrile_seizures/article.htm

Mary Rudolf, Malcolm Levene. Pediatric and Child Health. Edisi ke-2. Blackwell

pulblishing; 2006. Hal 72-90.

Rudolph AM. Febrile Seizures. Rudoplh Pediatrics. Edisi ke-20. Appleton dan Lange, 2002

Pudjaji AH, Hegar B, Handryastuti, Idris NS, Gandaputra EP, Harmoniati ED. Pedoman

pelayanan medis. Ikatan Dokter Anak Indonesia; Jakarta. 2010. h. 150-2.

Ministry of health service. Guidelines and protocols febrile seizure. British columbia medical

association. 2010.

Febrile Seizures Fact Sheets: National Institutes of Neurology and Stroke Diunduh pada

tanggal 9 Februari 2013. Didapatkan dari:

www.ninds.nih.gov/disorders/febrile_seizures/detail_febrile_seizures.htm

Simon H, Pediatrics, Pharyngitis. http://emedicine.medscape.com/article/803258-

overview2010.

Roni Naning dkk. Faringitis, Tonsillitis, Tonsilofaringitis Akut dalam RespirologiAnak.

Jakarta : IDAI. 2008

Rusmarjono dkk. Faringitis, Tonsilitis, dan Hipertrofi Adenoid dalam Buku Ajar Ilmu

Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala dan Leher. Jakarta : FKUI.2007

31