etheses.uin-malang.ac.idetheses.uin-malang.ac.id/1966/6/10510064_bab_2.pdf · pembiayaan yang tepat...
TRANSCRIPT
12
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Hasil Penelitian Terdahulu
Dalam penelitian Akorsu & Agapyong pada tahun 2012 yang berjudul
“Alternative Model For Financing SMEs In Ghana” menyatakan bahwa UKM harus
bergantung pada lembaga keuangan untuk memenuhi kebutuhan dana mereka.
Walaupun Pemerintah Ghana telah menyediakan beberapa skim pembiayaan untuk
para UKM, hal tersebut tidak membuahkan hasil yang positif terhadap pemenuhan
dana padanya. Berdasarkan permasalahan-permasalahan yang dihadapi oleh pelaku
UKM di Ghana maka, Akorsu & Agapyong menciptakan alternatif model
pembiayaan yang tepat bagi UKM dengan cara membentuk suatu SMEs Network
Fund yang diketuai oleh Fund Manager dan beranggotakan para UKM.
13
Gambar 2.1 Model Pembiayaan UMKM di Ghana
Sumber: Akorsu & Agapyong (2012:145)
Ada beberapa asumsi yang mendasari model pembiayaan ini, yaitu:
1. UKM harus bersedia mengungkapkan informasi mengenai kegiatan
operasional dan manajemennya sehingga hal tersebut akan memudahkan Fund
Manager untuk membuat database dan menentukan seberapa besar dana yang
sesuai dan tepat yang dibutuhkan oleh masing-masing UKM. Kegagalan
dalam mengumpulkan data akan membawa kegagalan pada skim pembiayaan
tersebut.
2. UKM harus mengembalikan dana yang telah dipinjamnya beserta bunga yang
telah ditentukan. Pemeriksaan secara berkala terkait bagaimana dana tersebut
digunakan dapat membantu peminjam untuk mengembalikan dana tersebut.
3. Penilaian dokumen untuk UKM yang akan mengakses dana adalah tanpa
memandang status politik, sosial dan agama. Akses akan tersedia bagi mereka
14
yang usahanya dinilai layak oleh Fund Manager dan komitenya, khusunya
bagi UKM yang mengalami kendala keuangan.
4. Untuk mengakses dana tidak diperlukan jaminan seperti model pembiayaan
lainnya. Namun, anggota yang tergabung dalam komite tersebut setiap
bulannya harus menyerahkan laporan sebagai salah satu upaya pengawasan
dari pemberi dana agar tidak terjadi permasalahan dan kecurangan-
kecurangan yang tidak diinginkan.
5. Model ini juga melibatkan pihak pemerintah, badan internasional dan
investor. Dan pihak-pihak ini meminta laporan setiap bulannya mengenai
project progress.
6. Akan ada kunjungan rutin oleh pihak komite ke anggota untuk membantu,
memantau dan memastikan apakah dana yang diberikan oleh komite
digunakan dengan semestinya.
7. Model pembiayaan ini tersedia untuk UKM segala sektor dan aktivitas.
8. UKM yang bukan anggota dari SMEs Network Fund pun tetap bisa
mengakses dana dari komite ini namun mereka harus membayar bunga yang
lebih tinggi daripada UKM yang telah menjadi anggota.
9. Anggota yang mengembalikan dana sebelum ataupun tepat pada waktunya
akan memperoleh insentif.
Beberapa asumsi diatas harus dipenuhi, jika tidak model pembiayaan ini akan
menemui beberapa masalah.
15
RamdhanSyam dan Silalahi (2013) melakukan penelitian pengembangan
model pembiayaan UMKM berdasarkan persepsi UMKM. Hasil penelitian
menyatakan bahwa model pembiayaan yang diinginkan oleh pelaku UMKM adalah
seperti bagan di bawah ini.
Gambar 2.2 Model Pembiayaan UMKM di Kota Medan
Sumber: RamdhanSyam & Silalahi (2013:37)
Model pembiayaan diatas melibatkan penyandang dana (investor, pemerintah
ataupun pihak swasta), lembaga keuangan formal (microfinance, Bank, BPR,
koperasi dll) dan koordinator yang berfungsi sebagai penguat kerjasama di antara
UMKM dan memperluas akses perbankan dan lembaga keuangan lainnya terhadapap
16
UMKM. Tugas dari koordinator adalah (1) mengurus segala macam prosedur
administrasi pengajuan kredit; (2) menilai kelayakan usaha UMKM untuk
mendapatkan kredit. Pelaku UMKM hanya perlu menghubungi koordinator jika ada
sesuatu hal yang diperlukan dalam pengajuan kreditnya. Peran koordinator sangat
penting, oleh karena itu koordinator harus terdiri dari orang-orang yang memiliki
pengaruh dan kedekatan emosional dengan pelaku UMKM. Ada beberapa poin
penting yang mendasari pelaku UMKM memilih model pembiayaan seperti diatas,
yaitu (1) UMKM lebih nyaman dengan pembayaran rutin harian atau mingguan; (2)
UMKM tidak perlu pergi ke suatu tempat untuk membayar cicilan, dan koordinator
akan datang ke tempat pelaku UMKM untuk menagih cicilan tiap hari / minggu; (3)
setiap bulan, koordinator akan menyetorkan dana cicilan dari UMKM ke lembaga
keuangan yang memberikan pinjaman.
Zain, Yunus dkk (2006) melakukan penelitian dengan judul Skema
Pembiayaan Perbankan Daerah Menurut Karakteristik UMKM Pada Sektor Ekonomi
Unggulan Di Sulawesi Selatan, yang menghasilkan suatu skim kredit khusus yang
memungkinkan para pelaku UMKM untuk mengakses dana perbankan daerah secara
optimal. Alternatif model pembiayaan yang ditawarkan adalah bertarget pada
kelompok UMKM pada bidang usaha agribisnis, perikanan dan industri rumah tangga
secara terpadu mulai dari hulu sampai hilir dengan pola bagi hasil keuntungan dan
kerugian. Yang menarik pada skim pembiayaan ini adalah sumber pembiayaan
UMKM diharapkan dibuat dalam bentuk badan usaha yang ada di daerah, baik
pada tingkat provinsi atau di Kabupaten kota. Badan usaha pembiayaan UMKM
17
ini bertindak sebagai koordinator donor bagi pengembangan UMKM yang dapat
melibatkan donor internasional, nasional maupun daerah. Saham badan usaha
pembiayaan UMKM ini juga akan melibatkan UMKM sebagai pemilik saham,
sehingga dalam pengembangannya UMKM lebih dipandang sebagai subyek
ketimbang sebagai obyek seperti pada umumnya skim pembiayaan yang
diterapkan selama ini. Perbankan daerah dapat melibatkan berbagai instansi terkait
atau business development services (BDS) sebagai pembina teknis dengan
memberikan fee atau perbankan daerah melakukan pembinaan langsung. Masalah
pembinaan UMKM ini dapat pula dilakukan oleh BDS secara profesional dengan
basis komersial atas UMKM dan promosi pembentukan BDS/dinas teknis juga
merupakan salah satu tanggung jawab dari badan usaha pembiayaan yang ada di
daerah bersama-sama dengan PEMDA setempat. Ada dua pola pembiayaan pada
model ini yakni pola sharing dan pola pembiayaan langsung. Pada pola sharing
diterapkan prinsip bagi hasil (profit and loss sharing) sedangkan pada pola
pembiayaan langsung dikenai tingkat bunga sesuai dengan pasar yang berlaku.
Penelitian ini sama dengan penelitian sebelumnya yaitu mendeskripsikan
skim pembiayaan yang tepat bagi UMKM. Namun, pada penelitian ini akan
dijelaskan dan dipaparkan mengenai skim pembiayaan kredit yang berlandaskan
sistem Islamic microfinance yang sesuai dengan persepsi pelaku UMKM. Penelitian
ini mengambil objek pada UMKM yang menggunakan jasa keuangan KANINDO
Syariah Jawa Timur yang terletak di Dau, Kabupaten Malang.
18
2.2 Kajian Teoritis
2.2.1 Microfinance
Pengertian Lembaga Keuangan Mikro (microfinance) menurut definisi yang
dipakai dalam Microcredit Summit dalam Wijono (2004), kredit mikro adalah
program pemberian kredit berjumlah kecil kepada warga miskin untuk membiayai
kegiatan produktif yang dia kerjakan sendiri agar menghasilkan pendapatan, yang
memungkinkan mereka peduli terhadap diri sendiri dan keluarganya. Bank Indonesia
(BI) mendefinisikan kredit mikro sebagai kredit yang diberikan kepada para pelaku
usaha produktif baik perorangan maupun kelompok yang mempunyai hasil penjualan
paling banyak Rp 100 juta per tahun. Sementara oleh Bank Rakyat Indonesia (BRI)
kredit mikro didefinisikan sebagai pelayanan kredit dibawah Rp 50 juta.
Sementara menurut Paket Kebijaksanaan (1993) dalam buku Susilo (2005:
121) bahwa “Kredit untuk usaha kecil adalah kredit yang diberikan kepada nasabah
usaha kecil dengan plafon kredit maksimum Rp 250 juta untuk membiayai usaha
produktif”. Sedangkan pengertian kredit untuk usaha mikro adalah “Kredit yang
diberikan kepada nasabah usaha kecil dengan plafon kredit sampai dengan Rp 25
juta”.
Kredit mikro ini disalurkan melalui lembaga keuanganyang umumnya disebut
dengan Lembaga Keuangan Mikro (LKM). Manurung dan Rahardja (2004:
124) menyatakan bahwa “LKM adalah lembaga keuangan yang memberikan
pelayanan jasa kepada masyarakat berpenghasilan rendah dan miskin serta para
pengusaha kecil”.
19
Microfinance menurut Umar & Rafique (2009:221), merupakan lembaga
pelayanan keuangan yang diperuntukkan untuk masyarakat yang non bank-able
dikarenakan mereka tidak memiliki jaminan yang dapat melindungi lembaga
keuangan terhadap risiko keuangan. Lembaga ini memberikan kesempatan kepada
masyarakat yang mengalami kesulitan akses ke pasar keuangan seperti bank dan
membuka perspektif baru serta memberdayakan masyarakat untuk merealisasikan
ide-ide bisnisnya dengan sumber daya mereka sendiri
Sedangkan, menurut Asian Development Bank (ADB), lembaga keuangan
mikro (microfinance) adalah lembaga yang menyediakan jasa penyimpanan
(deposits), kredit (loans), pembayaran berbagai transaksi jasa (payment services) serta
money transfers yang ditujukan bagi masyarakat miskin dan pengusaha kecil
(insurance to poor and low-income households and their microenterprises).
Sedangkan bentuk LKM dapat berupa: (1) lembaga formal misalnya bank desa dan
koperasi, (2) lembaga semi formal misalnya organisasi non pemerintah, dan (3)
sumber-sumber informal misalnya pelepas uang (www.adb.co.id).
Menurut kajian Direktorat Pembiayaan (2004) dalam Setiani, et al (2012),
sebuah microfinance sebaiknya memiliki karakteristik-karakteristik sebagai berikut:
1. Tidak menggunakan pola pelayanan keuangan perbankan konvensional,
terutama tidak mensyaratkan kolateral atau janinan dan tidak terdapat
proses administratif formal yang menyulitkan.
20
2. Sasarannya adalah masyarakat miskin dan pengusaha mikro, dimana jasa
keuangan yang diberikan dapat disesuaikan dengan karakteristik
kelompok sasaran tersebut.
3. Menggunakan pendekatan kelompok, baik dengan ataupun tidak
menggunakan sistem tanggung renteng yang mengedepankan pola
hubungan kenal dekat sebagai landasan utama mengelola risiko.
4. Lingkup kegiatan microfinance dapat mencakup pembiayaan kegiatan
ekonomi produktif maupun konsumtif, pendampingan dan pendidikan,
serta kegiatan lain yang dibutuhkan pengusaha mikro dan masyarakat
miskin.
2.2.2 Pengertian Pembiayaan
Dalam Lembaga Keuangan Mikro (LKM) yang berdasarkan pola syari’ah
untuk menyalurkan dana kepada nasabahnya sering disebut dengan pembiayaan.
Menurut Undang-Undang Perbankan Nomor 10 Tahun 1998, pengertian
pembiayaan adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan
dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank dengan pihak lain
yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan
tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil.
2.2.3 Tanggung Renteng
Dalam kamus besar bahasa Indonesia (1991) Tanggung Renteng berasal
dari kata Tanggung dan Renteng. Tanggung berarti memikul, menjamin,
21
menyatakan kesediaan untuk membayar utang orang lain bila orang lain tidak
menepati janjinya, sedangkan kata Renteng berarti rangkaian, untaian. Dalam
dunia perkreditan Tanggung Renteng dapat diartikan sebagai tanggung jawab
bersama antara perminjam dan penjaminnya atas hutang yang dibuatnya.
Menurut Koperasi Setia Bhakti Wanita Malang (Andriani, 2003:47)
mengartikan Tanggung Renteng sebagai berikut: Tanggung Renteng dimaksudkan
sebagai memikul, menjamin, menyatakankesediaan untuk menunaikan kewajiban
anggotanya, baik sementara ataupun permanen, bila anggota dalam satu wilayah
tertentu bertindak atau berperilaku tidak sesuai dengan aturan yang disepakati
karena berbagai alasan.
Sedangkan menurut Suharni dalam Syam (2012:12) didalam penelitiannya
menyatakan bahwa sistem tanggung renteng adalah tanggung jawab bersama
dalam satu kelompok guna memenuhi kewajiban pembayaran kredit kepada
bank dan apabila ada salah satu atau beberapa anggota kelompok yang tidak dapat
memenuhi kewajiban kredit maka satu kelompok tersebut maka satu kelompok
tersebut menutup kewajiban tersebut.
Adapun nilai yang terkandung dalam sistem Tanggung Renteng tersebut
adalah (Syam, 2012:12)
a) Strategi Kebudayaan
Adanya transformasi dari masyarakat komunal menjadi masyrakat yang
individu yang bersikap sosial. Diharapkan Tanggung Renteng dapat
membawa transformasi ini ketika seseorang, karena kesadarannya sendiri serta
22
kemanfaatan dari kerja samanya dengan orang lain-menanggung bersama
resiko serta mengembangkan kemampuannya atau keunikannya.
b) Hidup Rasional dengan Mengendalikan Diri
Melalui Tanggung Renteng anggota dapat menghitung sendiri batas
kemampuannya meminjam, hidup menjadi terencana dan realitis.
c) Musyawarah Menentukan Prioritas dan Berempati
Melalui Tanggung Renteng, anggota belajar bermusyawarah dan belajar
menentukan prioritas.
d) Disiplin
Tanggung Renteng dapat diterapkan karena disiplin, tapi dengan Tanggung
Renteng pula seseorang belajar berdisiplin. Awalnya anggota berdisiplin
menunaikan kewajibannya, kemudian disiplin dalam hal kehadiran. Awalnya
hadir tepat waktu, kemudian disiplin melaksanakan tugas. Nilai dibalik
disiplin, memungkinkan anggota, Penanggung Jawab, Pengurus dan Pengawas
belajar mengendalikan kehidupan secara teratur, terencana, sistematis, dan
saling berbagi dalam kebersamaan atau lebih dikenal dengan istilah gotong
royong, tolong menolong.
e) Mengenali Hak dan Kewajiban.
Tanggung Renteng mengajar anggota untuk mengenali hak dan kewajiban.
Jika ada anggota yang tidak memenuhi kewajibannya, maka seluruh
kelompok akan menanggung kewajiban anggota tersebut.
23
f) Bekerja Sistematis
Administrasi Tanggung Renteng mengajar PJ dan PPL berkerja sistematis,
membuat kategorisasi dan menganalisis terutama yang berkaitan dengan
aspek finansial.
Menurut Syaiful Arifin dalam Syam (2012:12), Tanggung renteng
merupakan jaminan sosial yang didalamnya terdapat nilai kebersamaan, tolong
menolong dan kepercayaan antar anggota serta saling bekerjasama dalam
meringankan beban.
Sedangkan menurut Riana Panggabean (2007:61) “ Inti dari sistem
tanggung renteng adalah kebersamaan, kesepakatan, saling percaya, dan saling
mengenal anggota dalam kelompok”. Menurut Syam (2012: 13) tanggung renteng
akan menjadi efektif diterapkan apabila kelompok memenuhi beberapa atau
seluruh persyaratan sebagai berikut :
1. Kelompok memiliki ikatan pemersatu yang sangat kuat, memiliki
solidaritas, kebanggaan kelompok dan telah teruji untuk jangka waktu yang
cukup lama.
2. Kelompok memiliki pemimpin dengan karakter yang baik, berpengaruh dan
tegas untuk menegakkan aturan kelompok yang telah disepakati.
3. Anggota-anggota kelompok memperoleh pinjaman dengan jumlah yang
relatif sama besarnya, kalaupun berbeda tidak terlalu jauh satu terhadap
lainnya.
24
4. Anggota kelompok telah memiliki atau bersedia menyetor sejumlah
tabungan dangan rasio sesuai dengan jumlah pinjaman yang diminta sebagai
mana syarat di KANINDO.
5. Semua anggota kelompok memiliki usaha dengan tingkat laba yang
memadahi (sebagai contoh ada bank yang mensyaratkan per periode
paling sedikit tiga kali lipat dari jumlah kewajiban angsuran dan bunga yang
harus dibayar).
6. Kelompok memiliki ketua, pengurus, atau anggota yang bersedia dan
memenuhi syarat untuk menjadi avails bagi anggota lain yang
membutuhkan kredit namun tidak memiliki agunan.
7. Para anggota kelompok bersedia menjamin harta pribadinya sebagai
agunan kredit dengan menanda tangani dokumen pengikatan jaminan.
8. Anggota kelompok memiliki kegiatan usaha terkait kepentingan satu
sama lain, baik dalam penyediaan bahan baku, penjualan produk, sumber
modal kerja, investasi ber sama atu keterkaitan lainnya.
Dari Konsep dan nilai diatas dapat kita ketahui manfaat pembiayaan
dengan sistem Tanggung Renteng ini dalam pengembangan usaha yaitu:
1. Memberikan kemudahan bagi pelaku usaha kecil dalam peminjaman.
2. Anggota mampu mengenali batas kemampuan dalam peminjaman.
3. Adanya kerjasama dan kebersamaan dalam menanggung atau mengangsur
pinjaman.
25
4. Keputusan dalam memberi pinjaman kepada anggota dilakukan secara
musyawarah dalam kelompok karena anggota kelompoklah yang
mengetahui kebutuhan dan kesanggupan dari masing-masing anggota
kelompok tersebut.
5. Adanya perkumpulan kelompok secara rutin sehingga anggota mendapatkan
akses perkembangan usaha dan hasil dari usaha setiap anggota.
6. Saling membantu dan bekerja sama dalam mengatasi resiko usaha.
2.2.4 BMT (Baitul Mal Wat Tamwil)
Perbankan syariah di Indonesia mengalami perkembangan yang cukup pesat.
Ada 4 macam perbankan syariah yang ada di Indonesia yaitu BUS, UUS, BPRS dan
lembaga keuangan mikro syariah yang disebut dengan BMT (Kholis, 2008:1). Rodoni
& Hamid (2008:4) mengatakan bahwa BMT didirikan sebagai perwujudan kegiatan
ekonomi umat yang menjunjung tinggi nilai-nilai ta’awun (tolong-menolong) dan
kekeluargaan sebagaimana asas koperasi. Dan dalam melaksanakan operasionalnya,
BMT berlandaskan syariat Islam karena BMT lahir dari masyarakat dalam wadah
Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) yang sepakat dan bersama-sama mendirikan
BMT. Selanjutnya BMT dapat dikembangkan menjadi lembaga yang berbadan
hukum koperasi (Koperasi Serba Usaha atau Koperasi Simpan Pinjam) bila ia telah
memenuhi syarat dan ketentuan tertentu sesuai aturan yang berlaku (Muhammad,
2000:114).
26
2.2.4.1 Pengertian BMT
Menurut Huda & Heykal (2010:363), Baitul Mal Wat Tamwil (BMT)
merupakan suatu lembaga yang terdiri dari dua istilah, yaitu baitul maal dan baitul
tamwil. Baitul maal lebih mengarah pada usaha-usaha pengumpulan dan penyaluran
dana yang non profit, seperti: zakat, infaq, dan sedekah. Adapun baitul tamwil
sebagai usaha pengumpulan dan penyaluran dana komersial. Usaha-usaha tersebut
menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari BMT sebagai lembaga pendukung
kegiatan ekonomi masyarakat ekonomi kecil dengan berlandaskan Islam. Lembaga
ini didirikan dengan maksud untuk memfasilitasi masyarakat bawah yang tidak
terjangkau oleh pelayanan bank islam atau BPR Islam.
Prinsip operasinya didasasarkan atas prinsip bagi hasil, jual beli (ijarah), dan
titipan (wadiah). Karena itu, meskipun mirip dengan bank Islam, bahkan boleh dikata
menjadi cikal bakal dari bank Islam, BMT memiliki pangsa pasar tersendiri, yaitu
masyarakat kecil yang tidak terjangkau layanan perbankan.
2.2.4.2 Ciri-ciri BMT
Rodhoni & Hamid (2008:64) menyatakan bahwa sebagai lembaga
perekonomian ummat, BMT memiliki cirri-ciri sebagai berikut:
a) Bukan lembaga sosial, tetapi dapat dimanfaatkan untuk mengelola dana
sosial seperti zakat, infaq, shadaqah, hibah dan wakaf.
b) Lembaga ekonomi ummat yang dibangun dari bawah secara swadaya yang
melibatkan peran serta masyarakat.
27
c) Lembaga ekonomi milik bersama.
d) Berorientasi bisnis.
2.2.4.3 Fungsi BMT
BMT memiliki beberapa fungsi yaitu:
a) Penghimpun dan penyalur dana, dengan menyimpan uang di BMT, uang
tersebut dapat ditingkatkan utilitasnya, sehingga timbul unit surplus (pihak
yang memiliki dana berlebih) dan unit defisit (pihak yang kekurangan
dana).
b) Pencipta dan pemberi likuiditas, dapat menciptakan alat pembayaran yang
sah yang mampu memberikan kemampuan untuk memenuhi kewajiban
suatu lembaga/perorangan.
c) Sebagai suatu lembaga mikro Islam (microfinance syariah) yang dapat
memberikan pembiayaan bagi usaha kecil, mikro, menengah dan juga
koperasi dengan kelebihan tidak meminta jaminan yang memberatkan
UMKM tersebut (Huda & Heykal, 2010:364).
d) Meningkatkan dan mengembangkan potensi umat dalam program
pengentasan kemiskinan, khususnya pengusaha kecil/lemah.
e) Menjadi lembaga keuangan alternatif yang dapat menopang percepatan
pertumbuhan ekonomi nasional (Rodoni & Hamid, 2008:63).
28
2.2.4.4 Peranan BMT
a) Menjauhkan masyarakat dari praktik ekonomi uang bersifat non Islam.
Aktif melakukan sosialisasi di tengah masyarakat tentang arti penting
sistem ekonomi Islami. Hal ini bisa dilakukan dengan pelatihan-pelatihan
mengenai cara-cara bertransaksi yang Islami, misalnya supaya ada bukti
dalam transaksi, dilarang curang dalam menimbang barang, jujur terhadap
konsumen, dan sebagainya.
b) Melakukan pembinaan dan pembiayaan usaha kecil. BMT harus bersikap
aktif menjalankan fungsi sebagai lembaga keuangan mikro Islam,
misalnya dengan jalan pendampingan, pembinaan, penyuluhan, dan
pengawasan terhadap usaha-usaha nasabah.
c) Melepaskan ketergantungan pada rentenir. Masyarakat yang masih
tergantung dengan rentenir disebabkan remtenir mampu memenuhi
keinginan masyarakat dalam memenuhi dana dengan segera. Maka BMT
harus mampu melayani masyarakat lebih baik, misalnya selalu tersedia
dana setiap saat, birokrasi yang sederhana, dan lain sebagainya.
d) Menjaga keadilan ekonomi masyarakat dengan distribusi yang merata.
Fungsi BMT langsung berhadapan dengan masyarakat yang kompleks
dituntut harus diperhatikan, misalnya dalam masalah pembiayaan, BMT
harus memerhatikan kelayakan nasabah dalam hal golongan nasabah dan
juga jenis pembiayaan yang dilakukan.
29
2.2.4.5 Prinsip Dasar BMT
a) Ahsan (mutu hasil kerja terbaik), thayyiban (terindah), ahsanu ‘amala
(memuaskan semua pihak), dan sesuai dengan nilai-nilai salaam:
keselamatan, kedamaina dan kesejahteraan.
b) Barokah, artinya berdaya guna, berhasil guna, adanya penguatan jaringan,
transparan (keterbukaan), dan bertanggung jawab sepenuhnya kepada
masyarakat.
c) Spiritual communication (penguatan nilai ruhiyah)
d) Demokratis, aprtisipatif, dan inklusif.
e) Keadilan sosial dan kesetaraan gender, non diskriminatif.
f) Ramah lingkungan
g) Peka dan bijak terhadap pengetahuan dan budaya lokal, serta
keanekaragaman budaya.
h) Keberlanjutan, memberdayakan masyarakat dengan meningkatkan diri dan
lembaga masyarakat lokal (Huda & Heykal, 2010:364).
2.2.5 Jenis Pembiayaan pada BMT
Rodoni & Hamid (2008: 66) dalam bukunya yang berjudul Lembaga
Keuangan Syariah menjelaskan bahwa pembiayaan adalah kegiatan BMT dalam hal
menyalurkan dana kepada ummat melalui pinjaman untuk keperluan menjalankan
usaha yang ditekuni oleh nasabah atau anggota sesuai dengan prosedur dan ketentuan
yang berlaku serta kesepakatan bersama.
30
Ada beberapa tipe kontrak yang ada pada microfinance syariah sebagai
pengganti kontrak hutang pada konvensional, yaitu sebagai berikut:
2.2.5.1 Mudharabah
Suatu perjanjian antara pemilik dana BMT dengan pengelola dana anggota
yang keuntungannya dibagi menurut nisbah yang telah disepakati bersama di muka.
Bila terjadi kerugian maka BMT menanggung kerugian dana, sedangkan pengelola
dana menanggung kerugian pelayanan material dan kehilangan imbalan kerja.
Dasar hukum kontrak mudharabah terdapat pada QS Al Muzammil: 20
20. Sesungguhnya Tuhanmu mengetahui bahwasanya kamu berdiri (sembahyang) kurang dari dua
pertiga malam, atau seperdua malam atau sepertiganya dan (demikian pula) segolongan dari orang-
orang yang bersama kamu. dan Allah menetapkan ukuran malam dan siang. Allah mengetahui bahwa
kamu sekali-kali tidak dapat menentukan batas-batas waktu-waktu itu, Maka Dia memberi keringanan
31
kepadamu, karena itu bacalah apa yang mudah (bagimu) dari Al Quran. Dia mengetahui bahwa akan
ada di antara kamu orang-orang yang sakit dan orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari
sebagian karunia Allah; dan orang-orang yang lain lagi berperang di jalan Allah, Maka bacalah apa
yang mudah (bagimu) dari Al Quran dan dirikanlah sembahyang, tunaikanlah zakat dan berikanlah
pinjaman kepada Allah pinjaman yang baik. dan kebaikan apa saja yang kamu perbuat untuk dirimu
niscaya kamu memperoleh (balasan)nya di sisi Allah sebagai Balasan yang paling baik dan yang paling
besar pahalanya. dan mohonlah ampunan kepada Allah; Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi
Maha Penyayang.
Dasar hukum hadisnya dapat dijelaskan sebagai berikut. Dari Abdullah dan
‘Ubaidullah, keduanya anak Umar, bahwa keduanya bertemu dengan Abu Musa Al
Asy’ary di Basrah, setelah pulang dari perang Nahawand. Keduanya menerima harta
dari Abu Musa untuk dibawa ke Madinah. Di perjalanan keduanya membeli harta
beda perhiasan lalu menjualnya di madinah, sehingga keduanya mendapat
keuntungan. Umar memutuskan untuk mengambil modal dan keuntungan semuanya.
Tetapi kedua anaknya berkata, “Jika harta itu binasa, bukanlah kami yang
bertanggung jawab menggantinya. Bagaimana mungkin tak ada keuntungan untuk
kami?” Maka berkata seseorang kepada Umar, Wahai Amirul Mukminin, alangkah
baiknya jika engkau jadikan harta itu sebagai qiradh. Umar pun menerima usulan itu.
Umar berkata, “Aku menjadikannya qiradh”. Umar mengambil separuh dari
keuntungan (50% untuk baitul mal dan 50% untuk kedua anaknya).
32
2.2.5.2 Murabahah
Pada akad ini, microfinance membeli barang dan menjualnya kembali ke
pengusaha kecil atau mikro dengan harga yang telah disesuaikan yaitu harga beli
ditambah dengan margin keuntungan untuk menutupi biaya administrasi (Hurlburt,
2012:4). Landasan Islam daripada pembiayaan ini adalah Q.S Al Baqarah: 275.
275. orang-orang yang Makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti
berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang
demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), Sesungguhnya jual beli itu sama
dengan riba, Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. orang-orang yang
telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), Maka
baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada
Allah. orang yang kembali (mengambil riba), Maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka;
mereka kekal di dalamnya.
33
2.2.5.3 Salam
Secara etimologi, salam adalah sesuatu yang didahulukan. Dalam konteks ini,
jual beli salam adalah dimana jual beli yang harga atau uangnya didahulukan,
sedangkan barangnya diserahkan kemudian atau dapat dinyatakan pula pembiayaan di
mana pembeli diharuskan untuk membayar sejumlah uang tertentu untuk kemudian
dilakukan pengiriman barang. Atau dengan kata lain pembayaran dalam transaksi
salam dilakukan di muka. Firman Allah dalam Q.S Al Baqarah ayat 282:
….
282. Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah[179] tidak secara tunai untuk waktu
yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya…
2.2.5.4 Bai’ al-Istishna’
Secara etimologi, istishna’ berarti minta dibuatkan. Secata terminologi, berarti
suatu kontrak jual beli antara pembeli dan penjual dimana pembeli memesan barang
dengan kriteria yang jelas dan harganya dapat diserahkan secara bertahap atau dapat
dinyatakan. Skim pembiayaan ini adalah berdasarkan pesanan, untuk kasus di mana
objek atau barang yang diperjual belikan belum ada.
Adapun dasar hukum skim pembiayaan ini adalah Al Baqarah ayat 22:
34
22. Dialah yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai atap, dan Dia
menurunkan air (hujan) dari langit, lalu Dia menghasilkan dengan hujan itu segala buah-buahan
sebagai rezki untukmu; karena itu janganlah kamu Mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah[30], Padahal
kamu mengetahui.
2.2.5.5 Qardh
Qardh adalah pemberian harta kepada orang lain yang dapat ditagih atau
diminta kembali. Dalam literatur fikih Salaf ash Shalih, qardh dikategorikan dalam
akad saling membantu dan bukan transaksi komersial atau dapat juga dikatakan suatu
akad pembiayaan kepada nasabah tertentu dengan ketentuan bahwa nasabah wajib
mengembalikan dana yang diterimanya kepada microfinance syariah pada waktu
yang telah disepakati kedua belah pihak.
Landasan hukum yang terkait dengan skim pembiayaan ini sesuai dengan
fatwa DSN no 19/DSN-MUI/IX/2000 yaitu Al Baqarah ayat 282.
2.2.5.6 Musyarakah
Skim pembiayaan ini merupakan skim pembiayaan di mana microfinance
syariah dan nasabah sama-sama memiliki kontribusi dana dalam usaha. Pengembalian
hasil usaha tergantung kepada nisbah bagi ahsil yang disepakati nasabah dan
35
microfinance syariah. Semakin tinggi kinerja usaha nasabah maka semakin tinggi
pula bagi hasil untuk masing-masing pihak.
Adapun landasan Islam dari akad pembiayaan ini adalah Q.S An Nisa ayat 12:
12. dan bagimu (suami-suami) seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh isteri-isterimu, jika mereka
tidak mempunyai anak. jika isteri-isterimu itu mempunyai anak, Maka kamu mendapat seperempat
dari harta yang ditinggalkannya sesudah dipenuhi wasiat yang mereka buat atau (dan) seduah dibayar
hutangnya. Para isteri memperoleh seperempat harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak
mempunyai anak. jika kamu mempunyai anak, Maka Para isteri memperoleh seperdelapan dari harta
yang kamu tinggalkan sesudah dipenuhi wasiat yang kamu buat atau (dan) sesudah dibayar hutang-
hutangmu. jika seseorang mati, baik laki-laki maupun perempuan yang tidak meninggalkan ayah dan
tidak meninggalkan anak, tetapi mempunyai seorang saudara laki-laki (seibu saja) atau seorang
36
saudara perempuan (seibu saja), Maka bagi masing-masing dari kedua jenis saudara itu seperenam
harta. tetapi jika saudara-saudara seibu itu lebih dari seorang, Maka mereka bersekutu dalam yang
sepertiga itu, sesudah dipenuhi wasiat yang dibuat olehnya atau sesudah dibayar hutangnya dengan
tidak memberi mudharat (kepada ahli waris)[274]. (Allah menetapkan yang demikian itu sebagai)
syari'at yang benar-benar dari Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Penyantun.
2.2.5.7 Ijarah
Secara etimologi ijarah berarti sewa, upah, jasa atau imbalan. Secara istilah
Islam, Ulama Hanafi mendefinisikani ijarah sebagai transaksi terhadap suatu
manfaat dengan suatu imbalan.
Adapun menurut fatwah DSN No.09/DSN-MUI/IX/2000, akad pemindahan
hak guna (manfaat) atas suatu barang atau jasa dalam waktu tertentu melalui
pembayaran sewa atau upah tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan barang itu
sendiri. Landasan Islam dari ijarah adalah Q.S Al Baqarah ayat 233 yang berbunyi:
…
…. dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, Maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu
memberikan pembayaran menurut yang patut. bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa
Allah Maha melihat apa yang kamu kerjakan.
2.2.6 UMKM
Departemen Koperasi dan Pembinaan Usaha Kecil sebagaimana yang
dirumuskan oleh UU No. 9/1995 mendefinisikan usaha kecil sebagai : (1) Usaha
37
yang memiliki kekayaan bersih maksimum Rp 200 juta (tidak termasuk tanah
dan bangunan tempat usaha), (2) Hasil penjualan tahunan maksimum Rp 1
milyar, (3) Milik warga negara Indonesia, (4) Berdiri sendiri tidak merupakan
anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai atau berafiliasi
baik langsung maupun tidak langsung dengan usaha menengah atau usaha besar,
(5) Berbentuk usaha orang perseorangan, badan usaha tidak berbadan hukum
atau usaha berbadan hukum termasuk koperasi.
Berdasarkan Undang-Undang No 20 tahun 2008 Pasal 1, UMKM dapat
dijelaskan secara terperinci berikut ini.
1. Usaha mikro
Adalah usaha produktif milik perorangan dan atau badan usaha
perorangan dengan criteria sebagaiberikut: (1) memiliki kekayaan bersih
maksimal Rp 50.000.000,00 tidak termasuk tanah dan bangunan tempat
usaha; atau (2) memiliki penjualan tahunan paling banyak Rp 300.000.000,00.
2. Usaha kecil
Adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri yang dilakukan oleh
perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau
bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai atau menjadi bagian baik
langsung maupun tidak langsung dari usaha menengah atau usaha besar
dengan dua kriteria sebagai berikut: (1) memiliki kekayaan bersih lebih dari
Rp 50.000.000,00 tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau (2)
38
memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp 300.000.000,00 sampai
dengan paling banyak Rp 2.500.000.000,00.
3. Usaha menengah
Adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri yang dilakukan oleh
perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau
cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai atau menjadi bagian baik langsung
maupun tidak lamgsung dengan usaha kecil atau usaha besar dengan dua
criteria sebagai berikut: (1) memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp
500.000.000,00 sampai dengan paling banyak Rp 10.000.000.000,00 tidak
termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau (2) memiliki hasil penjualan
tahunan lebih dari Rp 2.500.000.000,00 sampai dengan paling banyak Rp
50.000.000.000,00.
Sedangkan, menurut Hubeis (2010:20) UMKM, termasuk usaha kecil,
didefinisikan dengan berbagai cara yang berbeda tergantung pada negara dan aspek-
aspek lainnya (misalnya spesifikasi teknologi). Oleh karena itu, perlu dilakukan
tinjuan khusus terhadap definisi-definisi tersebut agar diperoleh pengertian yang
sesuai dengan kemajuan ekonomi. Berbagai definisi mengenai UMKM adalah
sebagai berikut.
1. Di Indonesia, terdapat berbagai definisi yang berbeda mengenai UMKM
berdasarkan kepentingan lembaga yang memberikan definisi.
39
a. Badan Pusat Statistik (BPS)
UKM adalah perusahaan atau industri dengan pekerja antara 5-19
orang.
b. Bank Indonesia (BI)
UKM adalah perusahaan atau industri dengan arakteristik berupa: (a)
modalnya kurang dari Rp 20.000.000,00; (b) untuk satu putaran dari
usahanya hanya membuthkan dana Rp 5.000.000,00; (c) memiliki asset
maksimum Rp 600.000.000,00 di luar tanah dan bangunan; dan (d) omzet
tahunan ≤ Rp 1 milyar.
c. Departemen Koperasi dan Usaha Kecil Menengah
UKM (UU no 9 tahun 1995) adalah kegiatan ekonomi rakyat berskala
kecil da bersifat tradisional, dengan kekayaan bersih Rp 50 juta-Rp 200
juta (tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha) da omzet tahunan
≤ Rp 1 milyar, dalam UU UMKM/2008 dengan kekayaan bersih Rp 50
juta- Rp 500 juta dan penjualan bersih tahunan Rp 300 juta- Rp 2,5 milyar
d. Departemen Keuangan
UKM adalah perusahaan yang memiliki omzet maksimum Rp 600 jua
per tahun dan atau asset maksimum Rp 600 juta di luar tanah dan
bangunan.
40
e. Departemen Kesehatan
UKM adalah perusahaan yang memiliki pendaaan standar mutu beupa
Sertifikat Penyuluhan (SP), Merek Dalam Negeri (MD), dan Merek Luar
Negeri (ML).
2. Di Negara lain atau tingkat dunia, terdapat berbagai definisi yang berbeda
mengenai UKM yang sesuai berdasarkan karakteristik masing-masing Negara,
yaitu sebagai berikut:
a. World Bank
UKM adalah usaha dengan jumlah tenaga kerja ± 30 orang, pendapatan
per tahun US$ 3 juta dan jumlah asset tidak melebihi US$ 3 juta.
b. Di Amerika
UKM adalah industri yang tidak dominan di sektornya dan mempunyai
pekerja < 500 orang.
c. Di Eropa
UKM adalah usaha dengan jumlah tenaga kerja 10-40 orang dan
pendapatan per tahun 1-2 juta Euro, atau jika kurang dari 10 orang, maka
dikategorikan ke dalam usaha rumah tangga.
d. Di Jepang
UKM adalah industri yang bergerak di bidang manufacturing dan
retail/service dengan jumlah tenaga kerja 54-300 orang dan modal ¥ 50 juta
sampai dengan ¥ 300 juta.
41
e. Di Korea Selatan
UKM adalah usaha dengan jumlah tenaga kerja ≤ 300 orang dan asset <
US$ 60 juta.
f. Di beberapa Negara di Asia Tenggara
UKM adalah usaha dengan jumlah tenaga kerja 10-15 orang (Thailand),
atau 5-50 orang (Malaysia), atau 10-99 orang (Singapura), dengan modal ±
US$ 6 juta.
42
2.3 Kerangka Penelitian
Gambar 2.3 Kerangka Penelitian
Interview
KANINDO SYARIAH
Model pembiayaan yang
bagaimanakah yang mereka
inginkan?
Interview
Model Alternatif Pembiayaan Microfinance Syariah Berdasarkan
Persepsi UMKM (Studi Kasus pada Nasabah KANINDO Syariah Jawa
Timur Cabang Dau)
UMKM UMKM UMKM UMKM UMKM
UMKM UMKM UMKM UMKM UMKM
KESIMPULAN
Triangulasi
ALTERNATIF MODEL
43
Penelitian ini berjudul Model Alternatif Pembiayaan Microfinance Syariah
Berdasarkan Persepsi UMKM (Studi Kasus Pada Nasabah KANINDO Syariah Jawa
Timur Cabang Dau). Penelitian dimulai dengan wawancara pada KANINDO untuk
mengetahui model pembiayaan yang selama ini telah mereka jalankan. Setelah itu,
peneliti melakukan wawancara dengan para pelaku UMKM yang merupakan nasabah
dari KANINDO untuk memperoleh data-data mengenai model pembiayaan yang
seperti apakah yang diinginkan dan sesuai dengan karakteristik mereka sebagai
pelaku UMKM. Pengumpulan data dilakukan dan perlu dilakukan juga triangulasi
untuk mendapatkan data yang valid dari berbagai sumber tersebut. langkah terakhir
yang dilakukan peneliti adalah menyimpulkan dan mendeskripsikan model
pembiayaan yang telah ditemukan.