| mei 2013 - sttaa

14
10 | Mei 2013

Upload: others

Post on 17-Oct-2021

5 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: | Mei 2013 - STTAA

10| Mei 2013

Page 2: | Mei 2013 - STTAA

11 Mei 2013 |

Casthelia Kartika, M.Th.

alam sebuah surat yangditulis oleh Paus Yo-hanes II kepada para

seniman dan seniwati, di-ungkapkan betapa dalamkaitan antara teologi, spiritu-alitas, gereja dan kesenian. Se-bagai prinsip dasar mengawalipercakapan menarik mengenaihubungan-hubungan tersebut, Paulus Yo-hanes II menjelaskan bahwa “keindahan”merupakan kata yang tepat untuk me-madukan karya cipta Allah yang agungdengan seni yang menunjangnya. KetikaAllah memandang bahwa semua yangdiciptakan-Nya itu baik adanya, maka is-tilah ‘baik’ itu sendiri sudah mencakuppengertian ‘indah’. Terjemahan YunaniSeptuaginta untuk istilah Ibrani bAjß (baca:tob, yang berarti baik) dalam Kejadian

1:31 adalah kala. (baca: kala, darikata dasar tunggal kalo,j, yangberarti indah). Kebaikan dankeindahan adalah konsep yangmenyatu dalam pemaknaanutuh akan karya cipta Tuhan,

dan hakikat ini kemudianmuncul dalam panggilan agung

manusia untuk memelihara karyacipta Allah itu. Dalam panorama budayayang meluas di dunia ini, maka panggilanartistik manusia menduduki tempat yangunik. Panggilan artistik merupakan peng-gabungan dua pemikiran dan tindakan,yakni karya dan tanggungjawab. Denganmenjalankan fungsi ini, manusia akandiperhadapkan pada kenyataan untuktidak meraih kemuliaan yang hampa,keserakahan akan popularitas yang mu-rahan, juga tidak menguras bumi demi

“Allah melihat segala yang telah diciptakan,dan itu sungguh baik adanya.”

~ Kejadian 1:31 ~

D

Page 3: | Mei 2013 - STTAA

12| Mei 2013

keuntungan diri sendiri. Spiritualitas pe-layanan artistik inilah, dengan caranyayang unik, akan bersumbangsih dalampembaharuan hidup umat.1

Menyadari begitu pentingnya mema-hami seni sebagai bagian dari teologi danspiritualitas Kristen yang memiliki kekua-tan untuk menumbuhkan bahkan meng-ubahkan kehidupan seseorang, makasudah seharusnya penelusuran akan halini dilakukan dengan cermat.

A. Pengertian Seni dan Keindahandalam Bahasa Alkitabiah

Dalam pergumulan dan perkembanganteologi Kristen, harus diakui bahwa sela-ma berabad-abad teologi lebih terkonsen-trasi pada pembahasan mengenai kebe-naran dan kebaikan daripada keindahan;lebih fokus pada etika dan isu sosialdibandingkan estetika.2 Sebenarnya halini menunjukkan adanya pergeseran pe-mahaman mengenai ajaran/doktrin Kris-ten. Kekakuan dan kerasnya ekspresiteologi Kristen justru seringkali disebab-kan oleh tidak ditempatkannya unsurkeindahan dalam teologi itu sendiri. Pada-hal antara kebenaran dan keindahan,keduanya menyatu dalam diri Allah, yangdiwujud-nyatakan dalam representasi ma-

terial dalam bentuk karya cipta. Karya inimenjadi semakin nyata ketika Allah sendi-ri turun menjadi manusia yang kemudiandikenal dalam wujud Pribadi Yesus Kris-tus. Dalam pergulatan pemikiran danpencaharian makna, di situlah pertemuankedua prinsip tersebut, bahwa dalammenjadi manusia, Putera Allah telah me-masukkan ke dalam sejarah manusia se-luruh kekayaan injili kebenaran dan ke-baikan ; dan begitulah Ia te lahmemperlihatkan juga dimensi barukeindahan, yang sepenuh mungkin me-menuhi amanat Injil.3

Alkitab merupakan Kitab Suci yang didalamnya berisi kebenaran semacam ini.Misalnya, dalam hukum Perjanjian Lamadengan tegas melarang adanya represen-tasi Allah yang diwujudkan melalui pa-tung, baik patung pahatan maupun patung

1Pope John Paul II, “Surat Kepada Para Artis(Seniman-Seniwati)” ditulis di Vatikan pada MingguPaskah, tanggal 4 April 1999 (Letter of His HolisnessPope John Paul II to Artist). Penulis mengambilbeberapa pokok pikiran penting dalam surat ini yangterangkum dalam Seri Dokumen Gerejawi No. 58,(Jakarta: Departemen Dokumentasi dan PeneranganKWI, Agustus 2007), 7-29. 2John W. de Gruchy, Christianity, Art andTransformation (UK: Cambridge University Press,2001), 2.3Pope John Paul II, “Surat Kepada Para Artis(Seniman-Seniwati)”, 13.

PADAHAL ANTARA KEBENARAN DANKEINDAHAN, KEDUANYA MENYATUDALAM DIRI ALLAH, YANG DIWUJUD-NYATAKAN DALAM REPRESENTASIMATERIAL DALAM BENTUK KARYACIPTA.

Page 4: | Mei 2013 - STTAA

13 Mei 2013 |

tuangan untuk disembah. Allah melihathal ini sebagai kekejian (Ul. 27:15). Na-mun hukum ini sama sekali tidak dimak-sudkan untuk mematahkan unsur artistikAllah yang sangat mungkin Ia berfirmanmelalui simbol-simbol tertentu. Sebabhukum ini lebih dimaksudkan agar umatIsrael tidak menduakan Allah denganmengikuti cara penyembahan kepadapara dewa yang direpresentasikan melaluipatung-patung, seperti yang biasa dilaku-kan bangsa-bangsa lain di sekitar Israelpada masa itu. Perhatian Allah terhadapunsur estetika tetaplah sangat kuat, se-perti yang dikatakan Walter Bruegge-mann ketika ia berbicara tentang tradisitabernakel (Kel. 25-31; 35-40) sebagai‘preoccupied with beauty’.4 Allah sendiriyang menentukan detail-detail bangunanKemah Suci itu termasuk perabotan yangada di dalamnya. Semuanya menunjukkanbahwa tempat itu adalah tempat yangindah, di mana Allah berdiam di dalamnya.

Dalam bahasa Ibrani sendiri, keindah-an yang seringkali menjadi konotasi daripengertian akan seni, sesungguhnya tidaksekedar bermakna dekoratif. Orang-orangIbrani memiliki pemaknaan yang luas dandalam terhadap keindahan. Tentu ini men-jadi problem bagi pemahaman di zamanmodern, yang mengurung keindahandalam objek tertentu yang diberi penilaiantinggi secara subjektif, dan bergantungpada ketajaman kontras warna dan ba-hasa. Maka ketika terkait dengan tampilansebuah lukisan, istilah keindahan menun-juk pada pengalaman tertentu akankeindahan kontemplatif; ketika terkaitdengan musik dan lagu, keindahan akanmuncul dalam bentuk kekaguman dansikap apresiatif secara emosional. Perjum-paan akan keindahan di sini seringkalilebih merupakan pengalaman partikularyang unik dan personal, terpisah dari

bagian kehidupannya yang lain. Suatupengalaman keindahan yang sunyi danpribadi, yang hanya bisa dirasakan den-gan kuat ketika berada pada museum-museum lukisan, atau ketika berada dalamgedung konser. 5 Nampaknya, denganpengertian semacam ini, keindahanmerupakan sebuah pengalaman partiku-lar dalam kehidupan seseorang, dan senihanya merupakan sebuah pertunjukan.

Tetapi jika diperhatikan dalam pem-bahasaan Alkitab, keindahan dan senibukanlah berada dalam sebuah batasan,bukan pula sekedar sebuah pengalamanpartikular yang menuntut hanya sebagian

4Walter Brueggemann, Theology of the OldTestament: Testimony, Dispute, Advocacy(Minneapolis: Fortress Press, 1997), 426.5William A. Dyrness, Visual Faith: Art, Theology, andWorship in Dialogue (Grand Rapids: Baker Academic,2001), 70.

Page 5: | Mei 2013 - STTAA

14| Mei 2013

dari respons kehidupan yang tersentuholehnya. Seperti telah disebutkan sebe-lumnya bahwa dalam pembahasaan al-kitabiah, seni yang mewujudkan keindah-an berada dalam pengalaman yangmenyatu dalam seluruh aspek kehidupandan memiliki kedalaman serta keluasanmakna. Bahasa Ibrani tidak memiliki isti-lah khusus untuk kata seni dan keindahan.Hal ini lebih disebabkan keindahan (beau-ty) bukanlah suatu hal yang terpisah darikehidupan mereka. Jadi objek keindahansecara sederhana jauh dari sekedar mak-

na dekoratif. Sehingga di satu sisinampaknya keindahan ‘bukanlah hal yangspesial’. Melihat kenyataan ini, sepertinyatidak ada yang terlihat spesial tentangkeindahan, karena keindahan dalampengertian terbaiknya adalah menjadirefleksi atas seluruh keteraturan karyacipta Allah yang baik itu. Karena itu, ter-jemahan yang terbaik dari istilah indahadalah ‘tepat/sesuai’ (fitting) dan ‘baik’(good).6 Istilah indah ini juga berelasidengan dengan berbagai istilah lain seperti“to honor, to glorify, to crowned, to beau-tify, to desire, to delight in, what is pleasantor lovely.”7 Pemaknaan ini tentu meng-hasilkan respons yang juga sangat luasdalam kehidupan. Bagaimana manusiaberhubungan dengan Tuhan, dengan se-sama, dengan alam ciptaan dan juga de-ngan dirinya sendiri, semua terhubungdengan seni yang merujuk pada keindah-an.

Demikian juga dalam Perjanjian Baru,memahami keindahan karya seni Allahdan keindahan Allah sendiri, tidaklah jatuhpada pemahaman yang sempit atau se-bagian, tetapi sama halnya denganpengertian yang terdapat dalam Perjan-jian Lama, istilah ini mencakup penger-

Melihat kenyataan ini,sepertinya tidak adayang terlihat spesialtentang keindahan,karena keindahan dalampengertian terbaiknyaadalah menjadi refleksiatas seluruhketeraturan karya ciptaAllah yang baik itu.

6Dyrness, Visual Faith, 70.7Dyrness, Visual Faith, 71-73

Page 6: | Mei 2013 - STTAA

15 Mei 2013 |

tian yang luas dan dalam. Tentang hal ini,William A. Dyrness mengatakan,

“Satu-satunya istilah keindahan yangdipahami dalam pengertian yang lebihsempit terdapat dalam Filipi 4:8 –“Whatever is pleasing [or lovely]” (Yun.:prosphilçs), namun selebihnya secaradominan untuk pengertian indah, lebihmenggunakan istilah ‘kalos’ yang memilikikonotasi luas tentang keindahan. Istilahini banyak digunakan untuk menjelaskantentang buah yang baik (Mat. 3:10), atauperbuatan yang baik (Mat. 14:24); Kristusadalah Gembala yang Baik (Yoh. 10:11,14), dan setiap ciptaan Allah adalah baikdan patut untuk diterima (1 Tim. 4:4).”8

Dengan demikian dapat disimpulkanbahwa baik Perjanjian Lama maupun Per-janjian Baru, memperlihatkan bahwa an-tara keindahan dan kebaikan memilikidasar teologis yang alkitabiah; bahwakeduanya menunjukkan keluasan pe-maknaan akan karya Allah yang baik danindah ini, sehingga menuntut responsyang tepat sesuai dengan ketepatan ke-baikan dan keindahan Allah yang terdapatdi dalamnya. Seni dalam konotasi keindah-an tentang Allah dan seluruh ciptaan-Nya,merupakan hal yang harus dipahami dandimengerti secara utuh dalam kesatuandan keseluruhannya. Apabila dilihat dandipahami sebagai bagian-bagian yangterpisah, maka kita tidak akan pernahmenangkap secara keseluruhan seni yangindah dalam pemikiran Allah dalam ran-cangan dan seluruh karya cipta-Nya yangagung itu. Karena keindahan itu bersum-ber pada diri Allah sendiri,9 maka senidalam berteologi akan mendapatkan tem-patnya secara proporsional ketika diletak-kan pada tempatnya yang tepat, yaknidalam kedudukannya yang luas dan dalam,tanpa harus memisah-misahkan bagian-bagian penting dari seluruh aspek kehi-

dupan yang merupakan hasil karya ciptaAllah, hanya untuk mencapai sensasikeindahan seni yang partikular. Denganmelakukan hal ini, justru yang terjadiadalah pengebirian terhadap seni, danpembelengguan terhadap keindahan.

B. Seni dan KataBanyak orang berpendapat bahwa seni

baru akan memiliki makna apabila berisikata-kata (words). Dengan kata lain, senitidak dapat dilepaskan dari kata-kata.Musik yang tanpa kata, lukisan tanpa kata,

8Dyrness, Visual Faith, 73.9Pernyataan bahwa Allah adalah penulis utamakeindahan, tertuang dalam bagian ayat di kitabapokrifa, yaitu kitab Kebijaksanaan. Wisdom 13:3,5 – With whose beauty if they being delighted tookthem to be gods; let them know how much better theLord of them is: for the first author of beauty hathcreated them. For by the greatness and beauty of thecreatures proportionably the maker of them is seen.

Yudh

is R

usli

Lukisan “Gembala yang Baik”

Page 7: | Mei 2013 - STTAA

16| Mei 2013

tidak akan memberikan makna apa-apa.Pendapat ini sebenarnya dapat mereduksinilai dari seni atau karya seni. MenurutFrancis A. Schaeffer, “A work of art has avalue in itself.”10 Ini berarti sebuah karyaseni tidak dapat dinilai atau dianalisa ha-nya berdasarkan nilai dan muatan intelek-tual saja yang dilihat secara sempit ter-wakili oleh kata-kata atau kalimat. Karenajika demikian seni diperlakukan, makapandangan ini akan mereduksi pengertianseni, bahwa seni hanya dapat dipahamiapabila didukung oleh kata-kata yang ber-sifat intelektual, sehingga dengan demiki-an seni sebagai sebuah karya akan kehi-langan makna.11 Seni tidak dapat dibatasioleh kata-kata. Penting untuk dipahamisecara mendasar, sebuah karya seni yangdiwujudkan dalam seni non-literer (se-perti seni lukis, pahat, musik, tari), bahkantermasuk juga seni literer (seperti puisi,prosa, drama) tidaklah tepat apabila di-nilai dan dipahami hanya dalam batasankata-kata dalam pendefinisian umum se-bagai kumpulan atau rangkaian kalimatyang tersusun berdasarkan ilmu bahasa(sintaksis) dan tata bahasa. Seni akanmencapai keagungan maksudnya ketikakarya seni itu dapat dipahami dari sisiworldview pada diri senimannya yangmuncul dalam karya itu, sehingga akanterlihat atau terasa dengan jelas konsephidup dari seniman itu yang terpancarlewat karya seninya.12 Jadi dengan demiki-

an, karya seni itu sendiri telah berbicaramelampaui bahasa tutur. Misalnya, Bachdengan karya agung musiknya, Michel-angelo atau Rembrant dengan kehebatanlukisannya, akan terserap secara berbedaoleh pikiran dan perasaan seseorang apa-bila kita dapat memahami dan merasakanworldview mereka dalam karya seninyayang sedang kita nikmati itu. Di situlahberpadu antara seni dan spiritualitas yangkemudian membentuk respons seseorangkepada Tuhan secara mendalam.

C. Seni dan BudayaSeni merupakan ekspresi budaya. John

W. de Gruchy dalam hal ini menyatakanbahwa memang seni sangat terkait de-ngan budaya dan konteks, “They do on therelation between art, culture and con-text.”13 Perlu untuk diketahui bahwaperkembangan zaman pastilah diikutipula dengan perkembangan budaya. Tentudalam hal ini seni akan mengikuti sesuaidengan konteks zamannya. Itu sebabnyadapat disimpulkan bahwa seni yangberkembang berdasarkan budaya dan

10Francis A. Schaeffer, “Perspective on Arts” dalamThe Christian Imagination, Leland Ryken, ed.(Colorado Springs: WaterBrook Press, 2002), 35.11Schaeffer, “Perspective on Arts”, 36.12Schaeffer, “Perspective on Arts”, 36-37.13de Gruchy, Christianity, Art and Transformation,197.

Page 8: | Mei 2013 - STTAA

17 Mei 2013 |

konteks yang sesuai dengan zamannya,pastilah membuat seni itu sendiri memi-liki sifat kontemporer. Dalam pandanganteologi, sifat kontemporer di dalam senijuga menjadi perhatian utama, terlebihdalam teologi Tillich. Ia mengatakan bah-wa setiap zaman memiliki karakteristikdan gayanya sendiri, dan penting untukdiketahui bahwa tidak ditemukan di manapun bentuk penyingkapan yang tepat da-pat diungkapkan sekuat seni dalammelakukannya.14 Sifat kontekstual didalam seni juga sangatlah kuat.15 Denganpemahaman demikian, tentu tidaklah te-pat apabila terjadi penolakan terhadapkarya seni kontemporer yang terkait de-ngan budaya tertentu.

Banyak di antara orang Kristen sendiriyang tidak memahami seni dalamperspektif demikian, dengan mudah me-nolak musik, lukisan, puisi, drama ataukarya seni lain karena unsur kontempo-rernya. Dan uniknya penolakan itu bukanberdasarkan worldview dari senimannya,tetapi lebih dikarenakan merasa terancamoleh bentuk seni yang baru.16 Seharusnyapenolakan yang dangkal ini tidak terjadiapabila dapat dipahami bahwa ada korela-si antara seni, budaya dan konteks.Pendeknya, Schaeffer mengatakan, “Stylesof art form change and there is nothingwrong with this.”17 Tidak ada yang salahdengan seni kontemporer, karena seniakan terus berubah sesuai dengan zaman,budaya dan konteksnya.

D. Perkembangan Seni dalam TeologiKristen

Seperti yang telah dibahas pada bagiansebelumnya bahwa keindahan adalah caraAllah menyatakan/memberikan kebaikandiri-Nya (bonum) dan diekspresikan olehAllah sendiri dan dipahami oleh manusiasebagai kebenaran (verum).18 Meskipun

tidak dimaksudkan untuk memberikanapresiasi terhadap para seniman, penda-pat Plato perlu mendapat tempat dalampemikiran teologis Kekristenan, ketika iamenyatakan bahwa adanya interrelasiantara kebenaran, keindahan dan kebai-kan. Keindahan digambarkan di dalam

14David Baily Harned, Theology and the Arts(Philadelphia: The Westminster Press, t.th.), 20.15de Gruchy, Christianity, Art and Transformation,201.16Schaeffer, “Perspective on Arts”, 41.17Schaeffer, “Perspective on Arts”, 41.18de Gruchy, Christianity, Art and Transformation,104.

Stylesof art formchangeandthere isnothingwrongwiththis.

Page 9: | Mei 2013 - STTAA

18| Mei 2013

seni yang harus dinilai menurut kebe-narannya dan kualitas etikanya, karenasemua ini memiliki kekuatan dalam mem-pengaruhi manusia dan masyarakat un-tuk menjadi baik atau buruk.19 Kebenar-an, keindahan dan kebaikan ituterintegrasi dalam keberadaan diri Allahdan penyataan-Nya, dan itulah yang men-transformasi kita. Tetapi itulah keindahan,yang dapat menarik orang untuk meng-alami perjumpaan dengannya, yang ke-mudian mendorongnya untuk mendekatkepada kebenaran dan kebaikan. Keindah-an dalam hal ini dipahami sebagai yangbersifat menebus. Karena itu pewah-yuan/penyataan keindahan Allah adalahmedia transformasi bagi kita.20

Nampaknya pengertian semacam inicukup ditangkap dengan jelas oleh bapak-bapak Reformasi. Salah satu yang cukupkuat menyampaikan pemikirannya ter-kait hal ini adalah John Calvin. Calvinmenyadari betul unsur keindahan itulahyang mampu menyentuh, mengangkatdan mengobati hati seseorang, sehinggakemudian ia dapat meninggikan dan me-muji Allah, serta memuliakan nama-Nya.Tentang hal ini, ia sangat menekankanpentingnya menyanyikan mazmur yangmemiliki kekuatan untuk menstimulasihati agar terarah kepada Tuhan.21 Bagi

Calvin, musik memegang peranan pen-ting dalam menstimulasi hati, musik mem-berikan penerangan kepada teks Alkitabuntuk lebih mudah dipahami. Meng-gabungkan antara teks dan musik dalamnyanyian akan berpotensi untuk meng-hubungan pikiran dan emosi.22 Meskipunsoal lagu dan musik, Calvin memiliki pan-dangan yang cukup ekstrim, yakni ia ha-nya mengijinkan syair lagu diambil darikitab Mazmur. Namun ia cukup memberiperhatian kepada seni dalam berteologi-nya. Jelas di sini, secara mendasar Calvinberupaya untuk menggabungkan antarayang teoretik dengan yang praktikal, an-tara pikiran dan emosi, antara teologi danseni.

Sejauh yang dapat dipahami, seni

19de Gruchy, Christianity, Art and Transformation,104.20de Gruchy, Christianity, Art and Transformation,104-105.21Jeremy Begbie, “Music, Word, and Theology Today:Learning from John Calvin” dalam Theology inDialogue: The Impact of the Arts, Humanities, andScience on Contemporary Religious Thought. Ed. LynHolness dan Ralf K. Wûstenberg (Grand Rapids:William B. Eerdmans, 2002), 6.22Begbie, “Music, Word, and Theology Today”, 7.Meskipun soal lagu dan musik, Calvin memilikipandangan yang cukup ekstrim, yakni ia hanyamengijinkan syair lagu diambil dari kitab Mazmur.Namun ia cukup memberi perhatian kepada senidalam berteologinya.

KEBENARAN, KEINDAHAN DAN KEBAIKAN ITU TERINTEGRASIDALAM KEBERADAAN DIRI ALLAH DAN PENYATAAN-NYA, DAN ITULAH YANG MENTRANSFORMASI KITA

Page 10: | Mei 2013 - STTAA

19 Mei 2013 |

dalam teologi Kristen tetap berjalan se-arah dengan pembahasan Alkitab. JamesLuther Adams dalam buku yang secarakhusus membahas pemikiran seorangteolog eksistensialis, Paul Tillich, menga-takan, “The enjoyment of art is not merelyan aesthetics experience in the narrowsense of the term.”23 Itu berarti, teologiseharusnya tidak memandang seni de-ngan artian sempit. Dalam hal ini, patutdiakui bahwa Paul Tillich adalah seorangteolog yang memiliki kecermatantersendiri dengan upayanya mendialetika-kan antara teologi, budaya dan seni. Yangmenarik dari pemikirannya ketika berbi-cara mengenai seni, dikatakan bahwabentuk-bentuk seni merupakan wadahyang sesuai bagi tercapainya tujuan-tujuan dari ibadah. Semua aktivitas beradadalam kedalaman dan seriusannya, sangatmenunjukkan sikap ibadah yang sempur-na. Karena keseluruhan hidup manusiaharusnya merupakan pelayanan danpenyembahan kepada Allah. Itulah sebab-nya Tillich menetapkan tiga prasyaratbagi seni religius, yakni: pertama, seni ituharuslah ditentukan tujuannya oleh ke-hidupan keseharian; kedua, seni ituharuslah ditentukan oleh situasi kontem-porer tertentu yang kita miliki; dan ketiga,seni juga seharusnya ditentukan oleh re-alita.24 Di sinilah memadu dengan sem-purna antara seni, budaya, spiritualitas,dan teologi itu sendiri. Bagi Tillich, perte-muan teologi dan seni adalah krusial. Halini merupakan pembahasan mendasarsebagai perluasan proyek teologi kultu-ralnya. Misalnya, dengan mengedepankanmetode korelasi dalam berteologinya, iamampu membangun disiplin keilmuanyang memadukan antara ‘teologi dan film’.Korelasi yang dibangun adalah bentukproduksi kultural yang selalu akan meli-batkan kekreativitasan manusia, meng-gabungkan antara yang secara substansial

Semua aktivitasberada dalamkedalaman danseriusannya, sangatmenunjukkan sikapibadah yang sempurna.Karena keseluruhanhidup manusia harusnyamerupakanpelayanan danpenyembahankepada Allah.

23James Luther Adams, Paul Tillich’s Philosophy ofCulture, Science, and Religion (New York: Harper &Row Publishers, 1965), 67.24Adams, Paul Tillich’s Philosophy of Culture, Science,and Religion, 94.

Page 11: | Mei 2013 - STTAA

20| Mei 2013

berisi unsur keagamaan dengan agamayang dijelaskan secara eksplisit sebagaisubstansi, atau yang biasa disebut dengankerygma, dan hal-hal inilah yang selaludiekspresikan dalam bentuk-bentuk kul-tural.25 Setidaknya konsep teologi kulturalyang dilahirkan dalam bentuk terobosanbesar di dunia teologi ini merupakan upa-ya untuk mengatasi kebangkrutan teologiProtestan pra-Perang Dunia Pertama.26

Teologi yang kaku dan sunyi digantikandengan teologi yang ekspresif dan ekslora-tif. Di sinilah teologi menemukan ekspre-sinya. Iman dan spiritualitas mewujudkanpergerakannya, sebagai sebuah responsatas teologi yang dinamis.

E. Efektivitas Seni Dalam Pembentu-kan Spiritualitas

Dalam perkembangannya, baik dalamperkembangan zaman dan perkembang-an sejarah gereja, spiritualitas memilikikedudukan yang krusial, baik dalam pe-mahaman maupun dalam afeksi orangKristen. Dalam pemahaman gereja kuno,spiritualitas itu berhubungan dengan kon-flik antara Allah dengan kuasa-kuasa ke-jahatan. Jadi spiritualitas itu terletak dalamdiri Allah yang berinkarnasi di dalam Ye-sus Kristus, dan juga manusia-manusiaAllah (God-man), yang oleh kematian dankebangkitan-Nya mengalahkan kuasakegelapan dan mendirikan kerajaan-Nya.27

Pada abad-abad berikutnya sampaikepada era Pertengahan (medieval)sejumlah pendekatan terhadap spirituali-tas dilahirkan. Setelah kanonisasi Kitab

Suci ditetapkan, dilakukanlah bentuk spi-ritual terkait dengan pembacaan FirmanTuhan, maka lectio divina muncul di per-mukaan. Di mana seseorang membacaAlkitab secara personal menikmati setiapkata dalam teks, lalu merenungkannyaagar supaya menemukan pemaknaan se-cara pribadi, yang banyak dilakukan olehkelompok monastik pada masa itu.28 Ke-mudian muncullah reaksi dari para Refor-mator terhadap gerakan monastik ini,sehingga memutar kembali spiritualitaske arah pemahaman akan kebenaranyang objektif. Mereka tidak bermaksudmengabaikan pengalaman batin spiritual.Mereka mengatakan bahwa hati akan me-nemukan kesukaan yang besar di dalamkebenaran Allah.29 Lalu pada abad 17,spiritualitas Injili modern mengubah de-ngan tegas ke arah yang subjektif. Bang-kitnya pietisme, revivalisme, fundamen-talisme dan Kristen Injili membuat arahspiritualitas dari penekanan pada objek-

25Russel Re Manning, “Tillich’s Theology of Art”dalam The Cambridge Companion to Paul Tillich.Russel re Manning, ed. (UK: Cambrige UniversityPress, 2009), 154.26Re Manning, “Tillich’s Theology of Art”, 155.27Robert E. Webber, Ancient-Future Faith: RethinkingEvangelicalism for a Postmodern World (GrandRapids: Baker books, 1999), 121.28Webber, Ancient-Future Faith, 121. Pendekatanspiritualitas dengan lectio divina ini menjadi naturdalam berbagai kelompok monastik di sekitar abadPertengahan. Kelompok-kelompok monastic inibegitu peduli dengan terkontaminasinya gereja olehsifat-sifat keduniawian yang masuk ke dalamnya. Itusebabnya mereka membangun komunitas di manakeserupaan dengan Kristus menjadi mungkin untukditerapkan melalui keheningan, doa, kesederhanaan,kemiskinan dan ketaatan.29Webber, Ancient-Future Faith, 121.

TEOLOGI YANG KAKU DAN SUNYI DIGANTIKAN DENGAN TEOLOGI YANG EKSPRESIFDAN EKSLORATIF. DI SINILAH TEOLOGI MENEMUKAN EKSPRESINYA.

Page 12: | Mei 2013 - STTAA

21 Mei 2013 |

tivitas akan kebenaran oleh para Refor-mator menjadi sebuah pengalaman batinakan kelahiran kembali. Kelahiran baruitu dikarakterisasi oleh kecintaan akanKitab Suci, taat akan Amanat Agung, danberjalan dengan Allah yang dibentuk olehkenyataan mati bagi dunia. Sementaraoleh kelompok Kristen social gospel dalamteologi liberal, spiritualitas lebih dieks-presikan dengan kepedulian kepada orangmiskin dan yang membutuhkan, sertamemberikan dukungan kepada keadilan.30

Dan spiritualitas postmodern dikarakter-isasi oleh semua bentuk pendekatan spir-itualitas di sepanjang sejarah, sehinggamenekankan keduanya, baik yang bersifatkonseptual maupun praktikal, pema-haman intelektual dan pengalaman batin,ilahi dan insani, serta disiplin fisik dandisiplin batin.31

Sepanjang perkembangan spiritualitasdi dunia kekristenan, seni tidak pernahkehilangan perannya. Sebagaimana Allahyang merupakan sumber dari seni,mengejawantah dalam misteri inkarnasidi dalam Yesus Kristus. Dalam menjadimanusia, Putera Allah telah masuk kedalam sejarah manusia. Dan misteri itumenjadi suatu dorongan sekaligustantangan bagi umat Kristiani, karena halini merupakan tingkat kreativitas artistikyang sangat agung dari Sang Pencipta.32

Itulah juga sebabnya dikatakan bahwa“Kitab Suci menjadi kamus amat besardan atlas ikonografik yang daripadanyadigali kebudayaan dan kesenian Kris-tiani.”33 Kisah-kisah dalam Alkitab yangsangat inspiratif itu tidak hanya memben-tuk cara pikir filosofis, namun juga telahmelahirkan begitu banyak karya seni yangartistik di sepanjang sejarah umat Kristen,baik dalam bentuk seni literer (puisi, pro-sa, narasi, dan drama), maupun non lite-rer (pahat, musik, drama, lukisan, tarian,

dan sebagainya).Di gereja abad permulaan, dalam pe-

merintahan kaisar Konstantinus, iamengijinkan orang-orang Kristen meng-ungkapkan imannya melalui kebebasanberseni. Sejak itu basilika-basilika dengantampilan artistik dalam konteks zamanitu mulai bermunculan. Keindahan seniarsitektur menjadi ciri yang khas sekaligereja sebagai ruang ibadat menghantarpada bentuk awal lukisan dan pahatan.

30Webber, Ancient-Future Faith, 122.31Webber, Ancient-Future Faith, 130.32Pope John Paul II, “Surat Kepada Para Artis(Seniman-Seniwati)”, 12-13.33Pope John Paul II, “Surat Kepada Para Artis(Seniman-Seniwati)”, 13.

Kitab Sucimenjadi kamusamat besar danatlas ikonografikyangdaripadanyadigalikebudayaan dankesenianKristiani.

Page 13: | Mei 2013 - STTAA

22| Mei 2013

Tampil juga unsur-unsur kesenian dalamkata dan suara, dan terdapat juga pengem-bangan bentuk puisi Kristiani dengankualitas yang sangat tinggi, bukan hanyapada sisi teologinya tetapi juga sebagaisastra.34 Meskipun sempat timbul ber-bagai perdebatan, penyimpangan dankekacauan di sekitar isu dan ekspresi senidalam kaitannya dengan spiritualitas danteologi yang memuncak pada zaman mo-dern (Humanisme dan Renaissance), na-mun hal ini tidak menghentikan karya-karya seni religius yang terus bermuncul-an di sepanjang zaman itu.

Ketika masyarakat mulai acuh tak acuh

terhadap iman, mengalami kejenuhandalam berteologi, kesenian religius masihdapat terus menempuh jalannya.Perkembangan seni musik dengan tema-tema religius Kristen terus bermunculan.Banyak komposer-komposer besar men-jadikan musik kudus sebagai kepedulianutama mereka. Dari Handel sampai Bach,Mozart sampai Schubert, Beethoven sam-pai Berlioz, telah menyalurkan berbagaikarya musik yang sarat dengan informasidan inspirasi tertinggi yang bersifat trans-formatif bagi orang-orang Kristen di za-mannya.35 Demikianlah dapat dibuktikanbahwa seni memegang peranan pentingdalam pembentukan spiritualitas. Danseni juga memiliki kedudukan pentingdalam teologi Kristen.

F. KesimpulanBiarkan seni mengambil tempat yang

sebenarnya dalam teologi Kristen, karenamemang dalam rancangan awal, sejakAllah melakukan tindakan penciptaan,keduanya tidak pernah dipisahkan. Dalamhal ini gereja seharusnya menyambutbaik, bahkan memberikan ruang yangluas bagi seni, seluas penyediaan tempatbagi pengajaran kepada jemaat. Karenabaik pengajaran akan kebenaran FirmanTuhan maupun seni religius adalah kese-imbangan yang sempurna dalam mewu-judkan pertumbuhan rohani jemaat. Danperlu diingat bahwa seni tidak mungkintidak berhubungan dengan budaya dankonteks. Karena itu sifat kontemporer didalam seni tidak perlu diperdebatkanapalagi ditolak. *

34Pope John Paul II, “Surat Kepada Para Artis(Seniman-Seniwati)”, 16-17.35Pope John Paul II, “Surat Kepada Para Artis(Seniman-Seniwati)”, 21.

Page 14: | Mei 2013 - STTAA

23 Mei 2013 |