-laporan-kp-di-pkn

65
DRAFT LAPORAN KERJA PRAKTEK PERANAN WELLSITE GEOLOGIST DALAM EKSPLORASI BATUBARA (SENGKELAMI PROJECT, KELUBIR MINE OPERATION, PT. PESONA KHATULISTIWA NUSANTARA) DIENAN FIRDAUS 11/12/2011

Upload: abiseka-amurwabhumi

Post on 08-Aug-2015

68 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

-Laporan-

TRANSCRIPT

Page 1: -Laporan-KP-Di-PKN

DRAFT LAPORAN KERJA PRAKTEK

PERANAN WELLSITE GEOLOGIST DALAM EKSPLORASI BATUBARA (SENGKELAMI PROJECT, KELUBIR MINE OPERATION, PT. PESONA KHATULISTIWA NUSANTARA)

DIENAN FIRDAUS 11/12/2011

Page 2: -Laporan-KP-Di-PKN

2

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kerja Praktek merupakan salah satu mata kuliah wajib yang ada pada

kurikulum Teknik Geologi Universitas Diponegoro, dimana mahasiswa

diberikan kesempatan untuk mengaplikasikan ilmu yang didapat melalui

perkuliahan pada dunia pekerjaan yang berhubungan dengan dunia geologi.

Tempat pelaksanaan kerja praktek geologi dapat bermacam-macam, bisa di

bidang industri seperti industri logam, industri energi maupun pada lembaga

ilmu pengetahuan, pada lembaga survey, serta lembaga pemerintahan yang

berhubungan dengan dunia geologi. Pada kesempatan ini penulis

melaksanakan kerja praktek di bidang pertambangan, tepatnya pertambangan

batubara yang terletak di Kabupaten Bulungan, Kalimantan Timur.

Seiring dengan terus melonjaknya harga bahan bakar minyak, kini

permintaan konsumen akan batubara sebagai sumber energi terus meningkat,

terutama digunakan pada pembengkit listrik, industri pengolahan logam,

pabrik semen, dan industri besar lainnya. Pembentukan batubara sendiri

merupakan proses alamiah yang membutuhkan waktu hingga jutaan tahun,

sehingga batubara dapat digolongkan sebagai sumber daya alam yang tidak

dapat diperbaharui (unrenewable natural resources). Keterdapatan Batubara

di Indonesia sendiri terutama pada Pulau Sumatera dan Pulau Kalimantan.

Sebelum dapat menambang batubara tentunya harus diketahui terlebih

dahulu cadangan dan jenis batubara pada suatu daerah, apakah ekonomis atau

tidak untuk ditambang. Untuk itu harus dilakukan tahap eksplorasi yang

meliputi survey awal dan survey terperinci. Survey awal adalah melakukan

studi pustaka untuk mengetahui regional geologi daerah yang akan ditambang

dan melakukan pemetaan permukaan (surface mapping) untuk mengetahui

sebaran serta arah kemiringan lapisan batubara. Survey terperinci dilakukan

dengan melakukan pemboran dengan kedalaman hingga mencapai bottom

dari lapisan batubara. Yang kemudian dilanjutkan dengan kegiatan logging

geofisika. Kegiatan ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran mengenai

Page 3: -Laporan-KP-Di-PKN

3

posisi dan kondisi batubara di bawah permukaan serta hubunganya dengan

litologi di sekitarnya. Setelah tahap survey terlaksana baru kemudian

dilakukan analiasis cadangan dan mutu batubara, apakah ekonomis untuk

ditambang atau tidak.

1.2. Maksud dan Tujuan

1.2.1. Maksud

Maksud dari dilaksanakanya kerja praktek ini adalah untuk terlibat

langsung dalam peranan dan pekerjaan seorang geologist di bidang

pertambangan batubara.

1.2.2. Tujuan

Tujuan dari dilaksanakannya kerja praktek ini adalah agar

mahasiswa mendapatkan pengalaman langsung mengenai pekerjaan

seorang geologist di perusahaan, dalam hal ini sebagai seorang wellsite

geologist.

1.3. Lokasi Kerja Praktek

Lokasi kerja praktek dilakukan di PT. Pesona Khatulistiwa Nusantara

yang berlokasi di desa Kelubir dan sekitarnya, kecamatan Tanjung Palas

Kabupaten Bulungan, Provinsi Kalimantan Timur.

1.4. Ruang Lingkup Kerja Praktek

Kerja Praktek yang dilakukan kali ini termasuk dalam tahap eksplorasi

lanjutan, yaitu berkaitan dengan rencana perluasan areal tambang berdasarkan

data yang sudah ada. Pekerjaan yang dilakukan disini adalah sebagai wellsite

geologist, yaitu orang yang bertanggung jawab terhadap suatu titik pemboran

(borehole). Ruang lingkup pekerjaanya adalah mendeskripsisikan sample

batuan yang keluar dari lubang bor yang berupa cutting dan core sample,

serta memberikan keputusan mengenai total depth lubang bor, apabila terjadi

permasalahan teknis pada saat pemboran berlangsung, dan penentuan lokasi

titik pemboran berikutnya.

Page 4: -Laporan-KP-Di-PKN

4

1.5. Sistematika Laporan Kerja Praktek

Dalam penulisan laporan kerja praktek dibagi menjadi beberapa bab

yang menunjang kegiatan selama kerja praktek. Adapun sistematika

penulisannya sebagai berikut,

1.5.1. BAB I PENDAHULUAN

Latar Belakang

Maksud dan Tujuan

Lokasi Kerja Praktek

Ruang Lingkup Kerja Praktek

Sistematika Laporan Kerja Praktek

Metodologi Program Kerja Praktek

1.5.2. BAB II DASAR TEORI

Pengenalan Batubara

Proses Pembentukan Batubara

Material Penyusun Batubara

Kualitas dan Klasifikasi Batubara

Lingkungan Pengendapan Batubara

Tahapan Penambangan Batubara

Wellsite Geologist Dalam Tahapan Eksplorasi

1.5.3. BAB III GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

Profil Perusahaan

Bidang Pekerjaan Perusahaan

Organisasi Perusahaan

1.5.4. BAB IV PELAKSANAAN KERJA PRAKTEK

Jenis Pekerjaan Yang Dilakukan

Peralatan Pekerjaan Yang Digunakan

Jadwal Pekerjaan Yang Dilakukan

Pelaksanaan Pekerjaan

Page 5: -Laporan-KP-Di-PKN

5

1.5.5. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

1.6. Metodologi Program Kerja Praktek

Prosedur dalam melaksanakan kerja praktek dilakukan dalam

beberapa tahapan. Dimulai dari pembuatan proposal pengajuan kerja praktek

yang kemudian dikirimkan ke perusahaan yang disertai surat pengantar dari

pihak jurusan. Setelah mendapatkan surat persetujuan dari perusahaan

kemudian mahasiswa melakukan regristrasi ke bidang akademik jurusan

bahwa telah diterima kerja praktek di suatu perusahaan. Setelah semua

prosedur dan persyaratan dipenuhi kemudaian mahasiswa siap melakukan

kerja praktek di lokasi dan waktu sesuai keputusan perusahaan

Page 6: -Laporan-KP-Di-PKN

6

BAB II

DASAR TEORI

2.1. Pengenalan Batubara

Batubara merupakan salah satu sumber energi disamping minyak, gas

bumi dan panas bumi. Komposisi kimia batubara hampir sama dengan

komposisi kimia jaringan tumbuhan, keduanya mengandung unsur utama

yang terdiri dari unsur C (carbon), H (hydrogen), O (oxygen), N (nitrogen), S

(sulphur), dan P (phospor). Hal ini dikarenakan batubara terbentuk dari

jaringan tumbuhan yang telah mengalami proses pembatubaraan

(coalification). Komposisi utama batubara serupa dengan komposisi kimia

arang kayu. Perbedaannya, arang kayu dapat dibuat sebagai rekayasa dan

hasil inovasi manusia selama jangka waktu yang pendek sedangkan batubara

terbentuk oleh proses alam yang berlangsung selama jutaan tahun. Karena

batubara terbentuk oleh proses alam , maka banyak parameter yang akan

berpengaruh pada pembentukan batubara.

2.2. Proses Pembentukan Batubara

Apabila ada suatu tumbuhan atau pohon yang mati, kemudaian jatuh ke

tanah yang kering, maka tumbuhan tersebut akan membusuk dan akhirnya

hilang tidak meninggalkan sisa organik, karena diuraikan oleh bakteri

pengurai. Akan tetapi apabila suatu tumbuhan atau pohon yang sudah mati

kemudian jatuh di daerah yang berair seperti rawa, sungai, atau danau, maka

tumbuhan tersebut tidak akan mengalami pembusukan secara sempurna,

karena pada kedalaman tertentu bakteri tidak lagi bisa menguraikan tumbuhan

tersebut baik bakteri aerob maupun anaerob. Akibatnya sisa tumbuhan

tersebut akan terus mengendap membentuk suatu sediment fossil tumbuhan

yang selanjutnya mengalami perubahan fisik dan biokimia serta dipengaruhi

oleh waktu , tekanan, dan temperature, sehingga membentuk suatu sediment

atau batuan organik yang sekarang disebut batubara.

Page 7: -Laporan-KP-Di-PKN

7

Proses pembentukan batubara terjadi beberapa tahap, dan tahapan-

tahapan tersebut disebut Coalification. Proses coalification tersebut dimulai

dari Peat sampai Antrasit. Dalam proses pembentukan batubara tersebut

terdapat dua teori penting yang menjelaskan tentang pembentukan batubara,

yaitu teori insitu dan teori drift.

Teori insitu menjelaskan bahwa batubara terbentuk di daerah dimana

tumbuhan tersebut berasal atau dengan kata lain endapan batubara tersebut

berada di hutan atau di daerah bekas hutan tumbuhan yang membentuk

batubara tersebut. Batubara yang terbentuk dengan teori insitu hanya terjadi

di hutan basah atau daerah hutan yang berawa karena di daerah seperti ini

beberapa jenis bakteri pengurai tidak aktif, bahkan mati. Sedangkan di daerah

hutan kering, pembusukan terjadi sempurna sehingga tidak ada material

organik yang tersisa kecuali mineral yang kembali ke tanah dan pada kondisi

in tumbuhan yang mati tersebut tidak akan menjadi batubara.

Teori drift menjelaskan bahwa batubara terbentuk didaerah yang bukan

merupakan daerah dimana tumbuhan pembentuk batubara tersebut berasal.

Tumbuhan atau pohon yang sudah mati, kemudian terbawa oleh air (banjir),

kemudian terendapkan di delta-delta sungai atau didalam danau purba

sehingga pembusukan tumbuhan tersebut tidak sempurna dan akhirnya

membentuk fossil tumbuhan yang kemudian menjadi batubar dengan teori

drift.

Proses atau tahap pertama pembentukan batubara adalah pembentukan

Peat atau yang disebut dengan Peatification. Pada tahap ini terjadi perubahan

secara biokimia atau perubahan diagenetik. Perubahan yang cepat terjadi pada

top 0.5 meter dimana pada kedalaman ini bakteri aerob yang aktif dan

menguraikan vegetasi tersebut. Pada level lebih bawah lagi yang aktif adalah

bakteri anaereob. Bakteri ini mengkonsumsi oksigen dari molekul organik.

Bakteri ini biasanya aktif sampai kedalaman 10 m, di bawah kedalaman

tersebut perubahan yang terjadi adalah perubahan kimia seperti polymerisasi,

reaksi reduksi dan lain-lain. Pada kedalaman ini berat akumulasi peat

menyebabkan tekanan bertambah, dan perubahan fisik pun terjadi pada peat

tersebut. Pada prinsipnya perubahan fisik tersebut merupakan pemerasan

Page 8: -Laporan-KP-Di-PKN

8

kelebihan air dari endapan peat tersebut. Penurunan kandungan moisture pada

proses ini tercatat sekitar 1 % untuk setiap kedalaman 10m. Kandungan

Carbon pada lapisan bagian atas bertambah agak cepat seiring dengan

terjadinya pembusukan pada zat-zat selulosa.

Pada transisi dari Peat ke Lignite dan selanjutnya ke sub-bituminous,

terjadi penurunan porositas secara drastis. Penurunan porositas ini disebabkan

oleh terjadinya kompresi lapisan batubara tersebut oleh berat dari overburden.

Penurunan porositas menyebabkan penurunan pula pada kandungan moisture.

Pada Lignite moisture berkurang sampai 4 % untuk setiap kedalaman 100m.

Sedangkan pada transisi dari Lignite ke sub-bituminou terjadi penurunan

moisture 1 % untuk setiap kedalaman 100-200 m.

Selama transisi dari Lignite ke sub-bituminous menghasilakan produk

dari reaksi coalification yaitu moisture,carbon dioksida, dan gas methan

dalam jumlah yang kecil yang merupakan hasil pembusukan sisa-sisa lignin.

Pada batubara high volatile bituminous kelanjutan tahap coalification

ditunjukan dengan terus berkurangnya oxygen dan moisture yang

menghasilkan naiknya nilai kalori. Perubahan transisi dari biuminous ke

antrasit, diikuti dengan menurunya nilai Volatile matter yang cukup drastis.

Penurunan volatile matter (daf) pada transisi ini mencapai lebih dari 14 % -

40 %. Sedangkan kenaikan carbon (daf) nya adalah dari 85% sampai 90%.

Perubahan ini disebabkan oleh terjadinya perubahan kimia dalam molekul

batubara.

Page 9: -Laporan-KP-Di-PKN

9

Gambar 1.1. Siklus pembentukan batubara

Proses pembentukan batubara dipengaruhi oleh beberapa faktor yang

terjadi di alam, faktor-faktor tersebut antara lain :

2.2.1. Posisi geoteknik

Posisi geoteknik adalah letak suatu tempat yang merupakan

cekungan sedimentasi yang keberadaannya dipengaruhi oleh gaya

tektonik lempeng. Adanya gaya-gaya tektonik ini akan mengakibatkan

cekungan sedimentasi menjadi lebih luas apabila terjadi penurunan

dasar cekungan, atau menjadi lebih sempit apabila terjadi penaikan

dasar cekungan. Proses tektonik ini dapat pula diikuti oleh perlipatan

perlapisan batuan ataupun patahan. Apabiala proses ini terjadi, suatu

cekungan sedimentasi akan dapat terbagi menjadi dua atau lebih sub

cekungan sedimentasi dengan luasan yang relatif kecil. Proses ini akan

berpengaruh terhadap penyebaran batubara yang terbentuk. Makin

dekat cekungan sedimentasi batubara terbentuk atau terakumulasi

terhadap posisi kegiatan tektonik lempeng, kualitas betubara yang

dihasilkan akan semakin baik.

2.2.2. Keadaan topografi daerah

Daerah tempat tumbuhan berkembang biak merupakan daerah

yang relatif tersedia air. Oleh karena itu tempat tersebut mempunyai

topografi yang relatif lebih rendah dibanding daerah yang

Page 10: -Laporan-KP-Di-PKN

10

mengeliliginya. Makin luas daerah dengan topografi relatif rendah,

makin banyak tanaman yang tumbuh, sehingga makin banyak terdapat

bahan pembentuk batubara.

2.2.3. Iklim daerah

Iklim berperan penting dalam pertumbuhan tanaman. Di daerah

beriklim tropis dengan curah hujan silih berganti sepanjang tahun,

disamping tersedianya sinar matahari sepanjang waktu, merupakan

tempat yang cukup baik untuk pertumbuhan tanaman. Maka dari itu di

daerah yang memiliki iklim tropis pada masa lampau sangat

dimungkinkan didapatkan endapan batubara dengan jumlah banyak.

Kebanyakan luas tanaman yang keberadaannya sangat dipengaruhi

oleh iklim akan menentukan penyebaran dan ketebalan batubara yang

terbentuk.

2.2.4. Proses penurunan cekungan sedimentasi

Cekungan sedimentasi di alam bersifat dinamis, artinya dasar

cekungan akan mengalami proses penurunan atau pengangkatan.

Apabila proses penurunan dasar cekungan sedimentasi lebih sering

terjadi, akan terbentuk penambahan luas permukaan tempat tanaman

mampu hidup dan berkembang. Selain itu penurunan dasar cekungan

akan mengakibatkan terbentuknya lapisan batubara yang cukup tebal.

Di indonesia batubara yang memiliki nilai ekonomis untuk ditambang

terdapat pada cekungan sedimentasi yang berumur tersier dengan

luasan ratusan hingga ribuan hektar terutama di Pulau Sumatra dan

Pulau Kalimantan.

2.2.5. Umur geologi

Jaman karbon (kurang lebih 350 juta tahun yang lalu) diyakini

merupakan awal munculnya tumbuh-tumbuhan di dunia untuk

pertama kalinya. Di indonesia, batubara didapatkan pada cekungan

sedimentasi yang berumur tersier (70 juta tahun yang lalu). Dalam

hitungan waktu geologi, 70 tahun yang lalu masih dianggap terlalu

muda dibandingkan dengan jaman karbon. Oleh karena itu banyak

yang mengatakan bahwa batubara Indonesia adalah batubara muda

Page 11: -Laporan-KP-Di-PKN

11

(young age coal). Hal ini tidak ada hubungannya dengan banyaknya

Antrasit yang ditemukan di daerah Sumatra. Penting untuk dipahami

bahwa tua-mudanya batubara adalah ditentukan oleh umur

pembentukan batubara tersebut. Sedangkan coal rank ditentukan oleh

kualitas batubara tersebut.

2.2.6. Jenis tumbuh-tumbuhan

Flora merupakan unsur utama pembentuk batubara.

Pertumbuhan dari flora terakumulasi pada suatu lingkungan dan zona

fisiografi dengan iklim dan topografi tertentu, merupakan faktor

penentu terbentuknya berbagai type batubara. Batubara yang terbentuk

dari tanaman yang keras dan berumur tua akan lebih baik

dibandingkan dengan batubara yang terbentuk dari tanaman yang

berbentuk semak dan hanya berumur semusim.

2.2.7. Dekomposisi

Dekomposisi flora merupakan bagian dari transformasi

biokimia dari organik merupakan titik awal untuk seluruh alterasi.

Dalam pertumbuhan gambut, sisa tumbuhan akan mengalami

perubahan baik secara fisik maupun kimiawi. Setelah tumbuhan mati,

proses degradasi biokimia lebih berperan. Proses pembusukan (decay)

akan terjadi oleh kerja mikrobiologi (bakteri anaerob). Bakteri ini

bekerja dalam suasana tanpa oksigen menghancurkan bagian yang

lunak dari tumbuhan seperti celulosa, protoplasma dan pati.

Dari proses diatas terjadi perubahan dari kayu menjadi lignit

dan batubara berbitumen. Dalam suasana kekurangan oksigen terjadi

proses biokimia yang berakibat keluarnya air (H2O) dan sebagian

unsur karbon akan hilang dalam bentuk karbon dioksida (CO2),

karbon monoksida (CO) dan methan (CH4). Akibat pelepasan unsur

atau senyawa tersebut jumlah relatif unsur karbon akan bertambah.

Kecepatan pembentukan gambut tergantung pada kecepatan

perkembangan tumbuhan dan proses pembusukan. Bila tumbuhan

tertutup oleh air dengan cepat, maka akan terhindar oleh proses

Page 12: -Laporan-KP-Di-PKN

12

pembusukan, tetapi terjadi proses disintegrasi atau penguraian oleh

mikrobiologi.

2.2.8. Sejarah setelah pengendapan

Sejarah cekungan tempat terjadi pembentukan batubara salah

satu faktor faktor diantaranya ditentukan oleh posisi cekungan

sedimentasi tersebut terhadap posisi geoteknik. Makin dekat posisi

cekungan sedimentasi terhadap posisi geoteknik yang selalu dinamis

akan mempengaruhi perkembangan batubara dan cekungan letak

batubara berada. Selama waktu itu pula proses geokimia dan

metamorfisme organik akan ikut berperan dalam mengubah gambut

menjadi batubara. Apabila dinamika geoteknik memungkinkan

terbentuk lipatan pada lapisan batuan yang mengandung batubara, dan

terjadi proses pensesaran, proses ini akan mempercepat terbentuknya

batubara dengan rank yang lebih tinggi. Proses ini akan dipercepat

apabila dalam cekungan tempat batubara tersebut berada terjadi

mroses intrusi magmatis. Panas yang ditimbulkan selama terjadinya

proses perlipatan, pensesaran, dan proses intrusi magmatis akan

mempercepat terjadinya proses coalification.

2.2.9. Struktur geologi

Terbentuknya batubara pada cekungan batubara umumnya

mengalami deformasi oleh gaya tektonik, yang akan menghasilkan

lapisan batubara dengan bentuk tertentu. Semakin banyak perlipatan

dan pensesaran terjadi di dalam cekungan sedimentasi yang

mengandung batubara, secara teoritis akan meningkatkan mutu

batubara. Oleh sebab itu pencarian batubara bermutu baik diarahkan

pada daerah geosinklin atau geantiklin karena kedua daerah tersebut

diyakini kegiatan tektonik berjalan cukup intensif.

2.2.10. Metamorfosa organik

Tingkat kedua dalam pembentukan batubara adalah penimbunan

atau penguburan oleh sedimen baru. Pada tingkat ini proses degradasi

biokimia tidak berperan lagi tetapi lebih didominasi oleh proses

dinamokimia. Proses ini menyebabkan terjadinya perubahan gambut

Page 13: -Laporan-KP-Di-PKN

13

menjadi batubara dalam berbagai mutu. Selama proses ini terjadi

pengurangan air lembab, oksigen dan zat terbang (seperti CO2, CO,

CH4 dan gas lainnya) serta bertambahnya prosentase karbon padat,

belerang dan kandungan abu. Perubahan mutu batubara diakibatkkan

oleh faktor tekanan dan waktu. Tekanan dapat disebabkan oleh lapisan

sedimen penutup yang sangat tebal atau karena tektonik.

Page 14: -Laporan-KP-Di-PKN

14

2.3. Komponen Penyusun Batubara

Konsep bahwa batubara berasal dari sisa tumbuhan diperkuat dengan

ditemukannya cetakan tumbuhan di dalam lapisan batubara. Dalam

penyusunannya batubara diperkaya dengan berbagai macam polimer organik

yang berasal dari antara lain karbohidrat, lignin, dll. Namun komposisi dari

polimer-polimer ini bervariasi tergantung pada spesies dari tumbuhan

penyusunnya. Komponen batubara secara garis besar dapat dibagi menjadi 3

bagian yaitu Moisture/air, Mineral Matter, dan Organik. Lihat ilustrasi

gambar dibawah ini :

Kalau Batubara dimisalkan sebagi batang atau tabung, maka bagian –

bagian komponen batubara adalah sebagai berikut :

Gambar 2.2. Bagian- bagian komponen batubara

Page 15: -Laporan-KP-Di-PKN

15

Substansi batubara selain seperti yang diilustrasikan diatas, juga dapat

digolongkan lagi menjadi beberapa golongan substansi sepeti Proximate,

Ultimate, dan Maceral.

2.3.1. Coal proximate

Batubara dapat dibagi menjadi 4 bagian dalam proximate, dimana

pada bagian organik batubara dibagi lagi menjadi 2 berdasarkan sifat

penguapan atau keteruraian dengan pemanasan pada suhu tertentu dan

waktu tertentu. Bagian Organik yang menguap atau terurai ketika

batubara dipanaskan tanpa oksigen pada temperature 900o Celsius

digolongkan sebagai Volatile Matter. Sedangkan bagian organik

batubara yang tetap pada pemanasan tersebut digolongkan sebagai

Fixed Carbon atau karbon tetap. Volatile matter biasanya berasal dari

struktur alifatik carbon yang mudah putus dengan thermal dekomposisi,

sedangkan fixed carbon berasal dari gugus rantai carbon yang kuat

seperti gugus aromatik. Semakin tinggi peringkat batubara semakin

besar jumlah carbon yang membentuk aromatik, dan semakin tinggi

juga fixed carbon dan semakin rendah Volatile Matter yang diperoleh.

Oleh karena itu peringkat batubara dapat dilihat dengan penurunan

Vlatile matter.

2.3.2. Coal ultimate

Pada penggolongan batubara ultimate, unsur moisture dan mineral

matter tetap, tetapi unsur organiknya dibagi berdasarkan unsur

pembentuk organik tersebut. Unsur- unsur pembentuk organik batubara

terdiri dari Total Carbon, baik yang berasal gugus alifatik maupun yang

berasal dari gugus aromatik, Kemudian Hidrogen (tidak termasuk

hidrogen yang berasal dari air atau moisture. Kemudian Nitrogen,

Sulfur, dan Oksigen. Dalam penentuannya Oksigen tidak secara

langsung ditentukan melainkan dengan cara mengurangkan unsur

organik yang 100% dikurangi dengan Carbon, Hidrogen, Nitrogen dan

Sulfur.

Page 16: -Laporan-KP-Di-PKN

16

2.3.3. Coal maceral

Pada penggolongan Coal Maceral, unsur moisture dan mineral

matter tetap, akan tetapi unsur organiknya dibagi berdasarkan substansi

pembentuk batubara yang terdiri dari 3 golongan atau grup maceral

yaitu Vitrinite, Exinite atau liptinite, dan Inertinite. Grup maceral ini

didasarkan pada fosil atau bahan pembentuk batubara seperti daun, akar

batang, cutikula, spora, dan lain-lain.

Vitrinite

Vitrinite adalah maceral yang paling domonant dalam

batubara. Maceral ini berasal dari batang pohon, cabang, atau dahan,

tangkai, daun, dan akar tumbuhan pembentuk batubara. Nilai

reflectan dari Vitrinite dijadikan penentu peringkat batubara, dan

sering dikorelasikan dengan nilai volatile matter seperti yang

terdapat pada ASTM standard.

Exinite atau liptinite

Seperti namanya, Liptinite berasal dari spora, resin, alga,

cutikula (yang terdapat pad permukaan daun) lilin/parafin, lemak dan

minyak. Suberinite, tidak tercantum diatas, hanya terdapat pada

batubara tersier. Maceral ini berasal dari substansi semacam gabus

yang terdapat pada kulit kayu, dan pada permukaan akar, batang dan

buah buahan. Fungsi dari maceral ini sebenarnya untu mencegah

pengeringan pada tanaman.

Inertinite

Material pembentuk inertinite sebenarnya sama dengan

pembentuk Vitrinite. Yang membedakannya adalah historikal

pembentukannya yang disebut fusination. Charring atau oksidasi

pada saat proses pembentukan batubara berlangsung merupakan

proses yang membedakan substansi Vitrinite dan Inertinite. Inertinite

ini biasanya memiliki kadar carbon yang tinggi, hydrogen yang

rendah serta derajat aromatisisty yang tinggi. Fusinite sering juga

disebut sebagai “mother of charcoal” karena diidentikan dengan

Page 17: -Laporan-KP-Di-PKN

17

terjadinya forest fire pda saat dekomposisi batubara. Pada batubara

Indonesia Maseral dari grup inertinite seperti sclerotinite banyak

ditemukan dan biasanya berasal dari sisa-sisa atau fosil fungi.

2.4. Kualitas dan Klasifikasi Batubara

Hasil dari analisa dan pengujian contoh batubara digunakan oleh

Geologis eksplorasi untuk mengevaluasi apakah deposit batubara memiliki

potensi untuk mensuplai pasar yang telah ada dan yang akan datang , dan

feasibility study apakah layak untuk melakukan operasi penambangan pada

cadangan batubara tersebut. Maka dari itu perlu dilakukan pengujian terhadap

sampel batubara yang sudah didapat dari data pemboran.

Tingkat perubahan yang dialami batubara, dari gambut sampai menjadi

antrasit disebut sebagai pengarangan dan memiliki hubungan yang penting

dan hubungan tersebut disebut sebagai „tingkat mutu‟ batubara. Batubara

dengan mutu yang rendah, seperti batubara muda dan sub-bitumen biasanya

lebih lembut dengan materi yang rapuh dan berwarna suram seperti tanah.

Batubara muda memilih tingkat kelembaban yang tinggi dan kandungan

karbon yang rendah, dan dengan demikian kandungan energinya rendah.

Batubara dengan mutu yang lebih tinggi umumnya lebih keras dan kuat dan

seringkali berwarna hitam cemerlang seperti kaca. Batubara dengan mutu

yang lebih tinggi memiliki kandungan karbon yang lebih banyak, tingkat

kelembaban yang lebih rendah dan menghasilkan energi yang lebih banyak.

Antrasit adalah batubara dengan mutu yang paling baik dan dengan demikian

memiliki kandungan karbon dan energi yang lebih tinggi serta tingkat

kelembaban yang lebih rendah

Pengujian yang dilakukan digunakan untuk menentukan karakteristik

batubara sesuai dengan peringkat (rank) dan potensi pemanfaatannya, yang

terdiri dari ;

Pengujian fisik, seperti Hardgrove Grindability Index, Relative Density,

Sizing

Analysis, Handling, Float & Sink Test.

Pengujian kimia, seperti analisa proksimat, analisa ultimat, nilai kalori

Page 18: -Laporan-KP-Di-PKN

18

Pengujian pemanfaatan batubara thermal, seperti ash fusion, ash analysis

untuk elemen mayor dan elemen mikro, trace element, fly ash properties.

Evaluasi Petrografik.

Ada beberapa sistem klasifikasi yang biasanya digunakan untuk

menentukan rank suatu batubara yaitu :

2.4.1. ASTM Classification

Sistem klasifikasi ini mempergunakan volatile matter (dmmf),

fixed carbon (dmmf) dan calorific value (dmmf) sebagai patokan.

Untuk anthracite, fixed carbon (dmmf) merupakan patokan utama,

sedangkan volatile matter (dmmf) sebagai patokan kedua. Bituminous

mempergunakan volatile matter (dmmf) sebagai patokan kedua.

Lignite mempergunakan calorific value (dmmf) sebagai patokan.

2.4.2. Seyler’s Classification

Ralston‟s mempergunakan hasil analisa ultimate yang sudah

dinormalisasi (C + H + O = 100). Ditampilkan dalam bentuk triaxial

plot. Band yang terdapat pada triaxial plot tersebut ialah area dimana

batubara berada.

2.4.3. Ralston’s Classification

System klasifikasi ini mempergunakan % carbon (dmmf) dan %

hydrogen (dmmf) sebagai dasar utama. Klasifikasi ini ditampilkan

dalam bentuk beberapa grafik kecil yang bertumpu pada grafik utama.

Grafik utama menghubungkan % carbon (dmmf) dengan % hydrogen

(dmmf). sedangkan grafik kecil menggambarkan hubungan calorific

value (dmmf) dengan % volatile matter (dmmf) dan % moisture (adb),

menggambarkan % oxygen (dmmf), crucible swelling number dan

rasio O/H=8. Ditengah grafik tersebut terdapat band yang

menggambarkan yang menggambarkan area dimana 95% batubara

inggris akan berada serta menunjukkan jenisnya.Batubara yang jatuh di

atas band disebut per-hydrous sedangkan yang jatuh di bawahnya

disebut sub-hyrous. Seyler‟s chart ini tidak cocok untuk low rank coal.

Page 19: -Laporan-KP-Di-PKN

19

2.4.4. ECE Classification (Economic Commission for Europe)

ECE membuat system klasifikasi yang dapat dipergunakan secara

luas, pada tahun 1965 yang kemudian menjadi standar

international.Sistem ini mengelompokkan batubara dalam class, group

dan sub-group. Coal class mempergunakan calorific value atau volatile

matter sebagai patokan. Coal group mempergunakan Gray-king coke

type atau maximum dilatation pada Audibert-Arnu dilatometer test

sebagai patokan, sedangkan coal sub-group mempergunakan crucible

swelling number dan Roga test sebagai patokan. Sistem ini mampu

menunjukkan coal rank dan potensi penggunaannya, terutama coal

group dan coal sub-group yang menjelaskan perilaku batubara jika

dipanaskan secara perlahan maupun secara cepat sehingga dapat

memberikan gambaran kemungkinan penggunaannya. Pada tahun 1988

sistem ini dirubah dengan lebih menekankan pada pengukuran

petrographic.

2.4.5. International Classification for Lignite

ISO 2960:1974 “Brown Coals and Lignites. Classification by

Type on the Basis of Total Moisture content and Tar Yield”.

Mengelompokkan batubara yang mempunyai heating value (moist,ash

free) lebih kecil dari 5700 cal/g. Batubara dikelompokkan dalam coal

class dengan patokan total moisture dan coal group dengan patokan tar

yield. Tar yield diukur dengan Gray-King Assay, dimana batubara

didestilasi dan hasilnya berupa gas, air, cairan, tar dan char dilaporkan

dalam persen. Tar yield mempunyai korelasi dengan hydrogen dan

pengukuran ini cukup baik sebagai indicator komposisi petrographic.

Diantara sistem klasifikasi diatas yang paling sering digunakan adalah

sistem klasifikasi ASTM (American Society for Testing and Material).

Dimana sistem ini membagi rank atau golongan batubara menjadi beberapa

kelas seperti dibawah ini:

Page 20: -Laporan-KP-Di-PKN

20

Tabel 2.1. Klasifikasi batubara berdasarkan tingkatnya (ASTM, 1981, op cit

Wood et al., 1983)

2.5. Lingkungan Pengendapan Batubara

Batubara merupakan hasil dari akumulasi tumbuh-tumbuhan pada

kondisi lingkungan pengendapan tertentu. Akumulasi tersebut telah dikenai

pengaruh-pengaruh synsedimentary dan post-sedimentary. Akibat pengaruh-

pengaruh tersebut dihasilkanlah batubara dengan tingkat (rank) dan

kerumitan struktur yang bervariasi.

Lingkungan pengendapan batubara dapat mengontrol penyebaran

lateral, ketebalan, komposisi, dan kualitas batubara. Untuk pembentukan

suatu endapan yag berarti diperlukan suatu susunan pengendapan dimana

terjadi produktifitas organik tinggi dan penimbunan secara perlahan-lahan

namun terus menerus terjadi dalam kondisi reduksi tinggi dimana terdapat

sirukulasi air yang cepat sehingga oksigen tidak ada dan zat organik dapat

terawetkan. Kondisi demikian dapat terjadi diantaranya di lingkungan paralik

(pantai) dan limnik (rawa-rawa).

Page 21: -Laporan-KP-Di-PKN

21

Menurut Diessel (1984, op cit Susilawati ,1992) lebih dari 90%

batubara di dunia terbentuk di lingkungan paralik yaitu rawa-rawa yang

berdekatan dengan pantai. Daerah seperti ini dapat dijumpai di dataran pantai,

lagunal, deltaik, atau juga fluviatil.

Diessel (1992) mengemukakan terdapat 6 lingkungan pengendapan

utama pembentuk batubara (Tabel 2.1) yaitu gravelly braid plain, sandy braid

plain, alluvial valley and upper delta plain, lower delta plain, backbarrier

strand plain, dan estuary. Tiap lingkungan pengendapan mempunyai asosiasi

dan menghasilkan karakter batubara yang berbeda.

Tabel 2.2. Lingkungan Pengendapan Pembentuk Batubara(Diesel, 1992)

Environment Subenvironment Coal Characteristics

Gravelly braid

plain

Bars, channel, overbank

plains, swamps, raised bogs

mainly dull coals, medium

to low TPI, low GI, low

sulphur

Sandy braid plain Bars, channel, overbank

plains, swamp, raised bogs,

mainly dull coals, medium

to high TPI, low to medium

GI, low sulphur

Alluvial valley and

upper delta plain

channels, point bars,

floodplains and basins,

swamp, fens, raised bogs

mainly bright coals, high

TPI, medium to high GI,

low sulphur

Lower delta plain Delta front, mouth bar, splays,

channel, swamps, fans and

marshes

mainly bright coals, low to

medium TPI, high to very

high GI, high sulphur

Backbarrier strand

plain

Off-, near-, and backshore,

tidal inlets, lagoons, fens,

swamp, and marshes

transgressive : mainly bright

coals, medium TPI, high GI,

high sulphur

regressive : mainly dull

coals, low TPI and GI, low

sulphur

Estuary channels, tidal flats, fens and

marshes

mainly bright coal with high

GI and medium TPI

Page 22: -Laporan-KP-Di-PKN

22

Proses pengendapan batubara pada umunya berasosiasi dengan

lingkungan fluvial flood plain dan delta plain. Akumulasi dari endapan

sungai (fluvial) di daerah pantai akan membentuk delta dengan mekanisme

pengendapan progradasi (Allen & Chambers, 1998).

Lingkungan delta plain merupakan bagian dari kompleks pengendapan

delta yang terletak di atas permukaan laut (subaerial). Fasies-fasies yang

berkembang di lingkungan delta plain ialah endapan channel, levee, crevase,

splay, flood plain, dan swamp. Masing-masing endapan tersebut dapat

diketahui dari litologi dan struktur sedimen.

Endapan channel dicirikan oleh batupasir dengan struktur sedimen

cross bedding, graded bedding, paralel lamination, dan cross lamination

yang berupa laminasi karbonan. Kontak di bagian bawah berupa kontak

erosional dan terdapat bagian deposit yang berupa fragmen-fragmen batubara

dan plagioklas. Secara lateral endapan channel akan berubah secara berangsur

menjadi endapan flood plain. Di antara channel dengan flood plain terdapat

tanggul alam (natural levee) yang terbentuk ketika muatan sedimen melimpah

dari channel. Endapan levee yang dicirikan oleh laminasi batupasir halus dan

batulanau dengan struktur sedimen ripple lamination dan paralel lamination.

Pada saat terjadi banjir, channel utama akan memotong natural levee

dan membentuk crevase play. Endapan crevase play dicirikan oleh batupasir

halus – sedang dengan struktur sedimen cross bedding, ripple lamination, dan

bioturbasi. Laminasi batupasir, batulanau, dan batulempung juga umum

ditemukan. Ukuran butir berkurang semakin jauh dari channel utamanya dan

umumnya memperlihatkan pola mengasar ke atas.

Endapan crevase play berubah secara berangsur ke arah lateral menjadi

endapan flood plain. Endapan flood plain merupakan sedimen klastik halus

yang diendapkan secara suspensi dari air limpahan banjir. Endapan flood

plain dicirikan oleh batulanau, batulempung, dan batubara berlapis.

Endapan swamp merupakan jenis endapan yang paling banyak

membawa batubara karena lingkungan pengendapannya yang terendam oleh

air dimana lingkungan seperti ini sangat cocok untuk akumulasi gambut.

Page 23: -Laporan-KP-Di-PKN

23

Tumbuhan pada sub-lingkungan upper delta plain akan didominasi oleh

pohon-pohon keras dan akan menghasilkan batubara yang blocky. Sedangkan

tumbuhan pada lower delta plai didominasi oleh tumbuhan nipah-nipah

pohon yang menghasilkan batubara berlapis (Allen, 1985).

2.6. Tahapan Penambangan Batubara

Tahapan kegiatan penambangan batubara yang diterapkan untuk

tambang terbuka adalah sebagai berikut :

2.6.1. Persiapan

Kegiatan ini merupakan kegiatan tambahan dalam tahap

penambangan. Kegiatan ini bertujuan mendukung kelancaran kegiatan

penambangan. Pada tahap ini akan dibangun jalan tambang (acces

road), stockpile, dll.

2.6.2. Pembersihan lahan (land clearing)

Kegiatan yang dilakukan untuk membersihkan daerah yang akan

ditambang mulai dari semak belukar hingga pepohonan yang

berukuran besar. Alat yang biasa digunakan adalah buldozer ripper

dan dengan menggunakan bantuan mesin potong chainsaw untuk

menebang pohon dengan diameter lebih besar dari 30 cm.

2.6.3. Pengupasan Tanah Pucuk (top soil)

Maksud pemindahan tanah pucuk adalah untuk menyelamatkan

tanah tersebut agar tidak rusak sehingga masih mempunyai unsur

tanah yang masih asli, sehingga tanah pucuk ini dapat diguanakan dan

ditanami kembali untuk kegiatan reklamasi.

Tanah pucuk yang dikupas tersebut akan dipindahkan ke tempat

penyimpanan sementara atau langsung di pindahkan ke timbunan. Hal

tersebut bergantung pada perencanaan dari perusahaan.

2.6.4. Pengupasan Tanah Penutup (stripping overburden)

Bila material tanah penutup merupakan material lunak (soft rock)

maka tanah penutup tersebut akan dilakukan penggalian bebas.

Namun bila materialnya merupakan material kuat, maka terlebih

dahulu dilakukan pembongkaran dengan peledakan (blasting)

Page 24: -Laporan-KP-Di-PKN

24

kemudian dilakukan kegiatan penggalian. Peledakan yang akan

dilakukan perlu dirancang sedemikian rupa hingga sesuai dengan

produksi yang diinginkan.

2.6.5. Penimbunan Tanah Penutup (overburden removal)

Tanah penutup dapat ditimbun dengan dua cara yaitu backfilling

dan penimbunan langsung. Tanah penutup yang akan dijadikan

material backfilling biasanya akan ditimbun ke penimbunan sementara

pada saat taambang baru dibuka.

2.6.6. Penambangan Batubara (coal getting)

Untuk melakukan penambangan batubara (coal getting) itu

sendiri, terlebih dahulu dilakukan kegiatan coal cleaning. Maksud dari

kegiatan coal cleaning ini adalah untuk membersihkan pengotor yang

berasal dari permukaan batubara (face batubara) yang berupa material

sisa tanah penutup yang masih tertinggal sedikit, serta pengotor lain

yang berupa agen pengendapan (air permukaan, air hujan, longsoran).

Selanjutnya dilakukan kegiatan coal getting hingga pemuatan ke alat

angkutnya. Untuk lapisan batubara yang keras, maka terlebih dahulu

dilakukan penggaruan.

2.6.7. Pengangkutan Batubara (coal hauling)

Setelah dilakukan kegiatan coal getting, kegiatan lanjutan adalah

pengangkutan batubara (coal hauling) dari lokasi tambang (pit)

menuju stockpile atau langsung ke unit pengolahan.

2.6.8. Pengupasan parting (parting removal)

Parting batubara yang memisahkan dua lapisan atau lebih

batubara peerlu dipindahkan agar tidak mengganggu dalam

penambangan batubara.

2.6.9. Backfilling (dari tempat penyimpanan sementara)

Tanah penutup maupun tanah pucuk yang sebelumnya disimpan

di tempat penyimpanan sementara akan diangkut kembali ke daerah

yang telah tertambang (mined out). Kegiatn ini dimaksudkan agar pit

bekas tambang tidak meninggalkan lubang yang besar dan digunakan

untuk rehabilitasi lahan pasca tambang.

Page 25: -Laporan-KP-Di-PKN

25

2.6.10. Perataan dan Rehabilitasi Tanah (spreading)

Terdiri dari pekerjaan penimbunan, perataan, pembentukan, dan

penebaran tanah pucuk diatas disposal overburden yang telah di

backfilling, agar daerah bekas tambang dapat ditanami kembali untuk

pemulihan lingkungan hidup (reclamation).

2.6.11. Penghijauan (reclamation)

Merupakan proses untuk penanaman kembali lahan bekas

tambang, dengan tanaman yang sesuai atau hampir sama seperti pada

saat tambang belum dibuka.

2.6.12. Kontrol (monitoring)

Kegiatan ini ditujukan untuk pemantauan terhadap aplikasi

rencana awal penambangan. kontrol akan dilakukan terhadap lereng

tambang, timbunan, ataupun lingkungan, baik terhadap pit yang

sedang aktif maupun pit yang telah ditambang.

2.7. Wellsite Geologist Dalam Tahapan Eksplorasi batubara

Pada tahapan eksplorasi, salah satu tahapan yang memegang peranan

penting adalah tahapan pemboran awal, dimana pada tahapan ini diperlukan

adanya pengawasan lapangan yang merupakan peranan seorang wellsite

geologist. Wellsite geologist merupakan seorang pengawas lapangan yang

bertugas dan bertanggung jawab mengawasi suatu lokasi pemboran dalam

suatu kegiatan eksplorasi pemboran demi kelancaran pemboran tersebut.

Berdasarkan hal tersebut, maka peranan seorang wellsite geologist dalam

kelancaran pemboran sangat dibutuhkan. Oleh karena itu, akan dijelaskan

peranan seorang wellsite geologist dalam eksplorasi pemboran batubara yang

dilakukan oleh suatu perusahaan.

Dilihat dari jenis pekerjaan yang dilakukan maka seorang wellsite

geologi harus memiliki kemampuan yang dapat menunjang pekerjaan di

lapangan. Adapun beberapa kemampuan umum yang perlu dimiliki oleh

seorang wellsite geologi,

Memiliki pengetahuan tentang ilmu geologi

Mengerti tentang tahapan eksplorasi batubara

Page 26: -Laporan-KP-Di-PKN

26

Memahami teori-teori tentang batubara

Mengenal kondisi lapangan (lokasi penelitian)

Memahami tentang standart operational prosedur (SOP) perusahaan

sebagai wellsite geologi.

Page 27: -Laporan-KP-Di-PKN

27

Diagram alir kerja Wellsite Geologist

Data Geologist Rencana

Aktivitas Kerja

Mobilisasi

Lapangan

Penentuan titik

Pemboran

Setup Rig

Drilling & Diskripsi cutting / coring

Redrill Compare Data Drlling dan Logging

Sampling

Batubara

logging

Packing Sample

Sample

Delivery

Pengambilan koordinat lubang

bor

Test Laboratory

Data Lapangan

Report

Coal Recovery >90% Coal Recovery <90%

Page 28: -Laporan-KP-Di-PKN

28

Dalam kegiatana eksplorasi, peranan seorang wellsite geologist dibagi

dalam beberapa tahapan, yaitu :

2.7.1. Tahap Pemboran

Salah satu jenis kegiatan dalam eksplorasi untuk penyelidikan di

bawah permukaan bumi adalah pemboran. Maksud dan tujuan kegiatan

pemboran dalam eksplorasi geologi adalah :

Untuk mengetahui jenis dan urutan lapisan batuan

Untuk mengetahui adanya indikasi geologi struktur

Untuk mengambil sample yang diperlukan dalam eksplorasi geologi

Proses pemboran memiliki beberapa macam kategori yang

ditinjau dari beberapa aspek, di antaranya :

Berdasarkan metode penetrasi lapisan batuan dan jenis mesin yang

digunakan, pemboran dibagi menjadi tiga bagian yaitu :

1. Pemboran dengan menggunakan sistem putaran (rotari drilling).

Umumnya dilakukan untuk pemboran pada batuan yang relatif

keras dan pengambilan contoh batuan dalam kondisi disturb

(kondisi terganggu).

2. Pemboran dengan menggunakan sistem tumbukan (percussion

drilling).

Umumnya dilakukan untuk pemboran pada batuan / tanah yang

relatif lunak dan pengambilan contoh batuan dalam kondisi

undisturb (kondisi tidak terganggu).

3. Pemboran dengan menggunakan sistem campuran antara rotary

drilling dengan sistem tumbukan (percussion drilling).

Umumnya dilakukan untuk pemboran pada batuan atau tanah

yang relatif lunak , keras dan pengambilan contoh batuan dalam

kondisi disturb dan undisturb (kondisi terganggu dan kondisi

tidak terganggu).

Berdasarkan arahnya, pemboran dibagi menjadi beberapa jenis,

yaitu:

1. Pemboran vertikal yaitu pemboran yang arahnya relatif tegak

lurus dengan permukaan bumi.

Page 29: -Laporan-KP-Di-PKN

29

2. Pemboran horisontal yaitu pemboran yang arahnya relatif sejajar

dengan permukaan bumi.

3. Pemboran directional yaitu pemboran yang arahnya ditentukan

berdasarkan arah tertentu.

Berdasarkan metode pengambilan sampel batuan, pemboran dibagi

menjadi tiga jenis, yaitu:

1. Pemboran full coring, yaitu pemboran yang dilakukan dengan

mengambil semua sample batuan.

2. Pemboran open hole, yaitu pemboran yang dilakukan dengan

tidak mengambil sample batuan, dimana data yang data

pemboran ini berdasarkan deskripsi cutting yang diambil

permeternya.

3. Pemboran touch coring, yaitu pemboran yang merupakan

kombinasi antara pemboran open hole dengan pemboran coring,

dimana pemboran coring hanya dilakukan pada lapisan batuan

yang diinginkan.

Berdasarkan kedalaman penetrasi, pemboran dibagi dua jenis,yaitu:

1. Pemboran dalam (deep drilling), yaitu pemboran yang dilakukan

dengan kedalaman pemboran mencapai 51 meter atau lebih.

2. Pemboran dangkal (shallow drilling), yaitu pemboran yang

dilakukan dengan kedalaman pemboran antara 30 sampai 50

meter, bahkan kurang dari 30m.

Dalam tahapan pemboran, tugas dan peranan seorang wellsite

geologist antara lain, yaitu penentuan titik bor, pengawasan proses

pemboran, dan penentuan pemindahan lokasi/titik bor :

1. Penentuan Titik Bor

Tahapan awal yang dilakukan oleh wellsite geologist dalam

proses pemboran adalah menentukan lokasi titik bor yang akan

dilakukan proses pemboran. Penentuan titik bor ini diinstruksikan

oleh wellsite geologist kepada juru bor (driller) berdasarkan data

yang sudah ada di GPS dan data survei yang meliputi letak, nomor

titik bor, dan elevasinya atas persetujuan geoevaluator site. Dalam

Page 30: -Laporan-KP-Di-PKN

30

penentuan titik bor terkadang terdapat ketidaksesuaian antara data

survei pada GPS dengan kondisi di lapangan. Berdasarkan hal

tersebut, maka wellsite geologist dituntut untuk memperbaiki

penetuan titik bor tersebut. Apabila penentuan suatu titik bor selesai,

maka wellsite geologist memberikan perintah dimulainya pemboran.

2. Pengawasan Proses Pemboran

Pada eksplorasi pemboran batubara di suatu perusahaan,

kegiatan pemboran dilaksanakan oleh pihak kontaktor. Kegiatan

pemboran yang dilaksanakan membutuhkan paling sedikitnya 4

orang untuk menjalankan aktifitas pemboran batubara tersebut.

Dimana terdiri atas 1 orang operator (driller) dan 3 orang sebagai

pembantu operator (drilling crew). Dalam pelaksanaannya seorang

operator pemboran wajib menjalankan keputusan seorang wellsite

geologist, jadi dengan kata lain seorang operator pemboran

bertanggung jawab kepada wellsite geologist yang sedang bertugas

di lokasi pemboran tersebut. Selama pemboran berlangsung menjadi

tugas seorang Wellsite geologist merekam dan mengawasi setiap hal

yang terjadi menyangkut proses pemboran. Wellsite Geologist

berhak pula untuk menghentikan atau meneruskan proses pemboran

dengan berbagai alasan teknis atau dalam keadaan yang tidak aman,

serta memastikan semua peralatan pemboran berfungsi dengan baik.

Peralatan pemboran yang berfungsi dengan baik akan menunjang

kelancaran proses pemboran dan keamanan dalam prose pemboran.

3. Penentuan pemindahan lokasi/titik bor

Setelah proses pemboran pada suatu titik bor selesai, maka

selanjutnya wellsite geologist bertanggungjawab memberikan

perintah kepada operator/juru bor untuk melakukan pemboran di

lokasi/titik bor yang baru. Adapun suatu titik bor dianggap telah

selesai apabila hasil pemboran (dalam hal ini sampel batubara yang

diperoleh) telah memenuhi ketentuan atau standar yang telah

ditentukan, yaitu berupa nilai “coal recovery”. Dimana standar yang

biasa digunakan adalah nilai coal recovery dalam range 90 – 100 %.

Page 31: -Laporan-KP-Di-PKN

31

Jika hasil pemboran tidak memenuhi nilai coal recovery yang

ditentukan, maka wellsite geologist harus melakukan beberapa

analisa untuk memutuskan apakah lokasi/titik bor tersebut harus

dilakukan pemboran kembali (redrill) atau dinyatakan selesai.

2.7.2. Tahap pengambilan data dan sampel pemboran

Proses pemboran yang diawasi oleh wellsite geologist pada

tahapan eksplorasi yang sering dilakukan pada saat ini termasuk dalam

pemboran dengan metode touch coring. Metode ini berupa metode

pemboran yang merupakan kombinasi antara pemboran open hole

dengan pemboran coring, dimana pemboran coring hanya dilakukan

pada lapisan batuan yang diinginkan. Dalam proses pegeboran ini

seorang wellsite geologist harus mengambil semua data tentang

pemboran. Pada saat pemboran open hole, wellsite geologist harus

mendiskripsi kan cutting yang keluar dari lobang pemboran tiap

meternya.

Pendeskripsian cutting yang dilakukan wellsite geologist

didasarkan atas parameter yang telah ditentukan atau berdasarkan

standar yang ditentukan oleh perusahaan. Adapun parameter

pendeskripsian yang biasa dilakukan oleh wellsite geologist pada tahap

eksplorasi, yaitu :

Pemerian pada batubara yang perlu diperhatikan adalah :

a. Warna (color), adalah warna yang terlihat dipermukaan dengan

mata telanjang.

b. Gores (streak), adalah warna dari batubara yang telah digores

menjadi serbuk.

c. Tingkat kelapukan,

d. Pecahan (fracture), istilah yang dipakai even, uneven, conchoidal,

sub conchoidal, flat.

e. Kilap (luster/bright), istilah ini dinyatakan dalam prosentase,

misal : bright 60%

Pemerian pada litologi selain batubara yang perlu diperhatikan adalah :

Page 32: -Laporan-KP-Di-PKN

32

a. Warna (color) lithologi

b. Besar butir (grain size), adalah ukuran (diameter dari fragmen

batuan). Skala pembatasan yang dipakai adalah “Skala

Wentworth”.

c. Pemilahan (sorting), adalah tingkat keseragaman besar butir.

Istilah – istilah yang dipakai adalah terpilah baik (butir – butir

sama besar), terpilah sedang dan terpilah buruk.

d. Kebulatan (roundness), adalah tingkat kelengkungan dari setiap

fragmen butiran. Istilah – istilah yang dipakai adalah :

- wellrounded (membundar baik)

- rounded (membundar)

- sub rounded (membundar tanggung)

- angular (menyudut0

- sub angular (menyudut tanggung)

e. Kemas (fabric), adalah sifat hubungan antar butir, kesatuannya di

dalam satu massa dasar atau di antara semennya. Istilah kemas

terbuka digunakan untuk butiran yang tidak saling bersentuhan,

dan kemas tertutup untuk butiran yang saling bersentuhan.

f. Porositas, adalah perbandingan antara jumlah volume rongga dan

volume keseluruhan dari satu batuan. Dalam hal ini dapat dipakai

istilah – istilah yang kualitatif yang merupakan fungsi daya serap

batuan terhadap cairan, yaitu porositas sangat baik (very good),

baik (good), sedang (fair), buruk (poor) diuji dengan meneteskan

cairan.

g. Semen dan Massa Dasar (matrix)

Semen adalah bahan yang mengikat butiran. Semen terbentuk

pada saat pembentukan batuan, dapat berupa silika, karbonat,

oksida besi atau mineral lempung. Massa dasar (matrix) adalah

massa dimana butiran/fragmen berada dalam satu kesatuan.

Massa dasar terbentuk bersama fragmen pada saat sedimentasi,

dapat berupa bahan semen atau butiran yang lebih halus.

Page 33: -Laporan-KP-Di-PKN

33

h. Struktur Sedimen

Struktur sedimen termasuk ke dalam struktur primer, yaitu

struktur yang terbentuk pada saat pembentukan batuan (pada saat

sedimentasi). Beberapa struktur sedimen hanya dapat diamati

pada satu atau beberapa satuan perlapisan. Perlapisan dapat

ditunjukkan oleh perbedaan besar butir atau warna dari bahan

penyusunannya. Perlapisan beragam dari yang tipis (laminasi)

sampai tebal.

Setelah kegiatan pengeboran open hole sampai pada kedalaman

yang diinginkan atau sudah sampai pada lapisan batubara, maka

selanjutnya dilakukan coring untuk mengambil sampel batubara yang

diinginkan. Untuk mengambil inti/core batuan, maka digunakan suatu

alat yang dinamakan core barel. Biasanya dalam satu penangkapan

inti/core batuan dengan menggunakan core barel, panjang maksimal

inti/core batuan yang dapat tertangkap yaitu 1.60 m. Kegiatan

eksplorasi pemboran batubara yang menggunakan core barel dengan

kapasitas 1.60 m maka dimana satu kali proses penangkapan atau

pengambilan inti/core batuan dengan menggunakan core barrel

biasanya disebut satu run. Adapun tugas wellsite geologist dalam tahap

pengambilan sampel batubara adalah sebagai berikut :

a. Melakukan pencatatan kedalaman (interval) “run” setiap kemajuan

coring

b. Melakukan pengukuran panjang core pada tabung inner split setiap

kemajuan coring (run). Inner split dikeluarkan dari tabung split

dengan cara menyemprot memakai pompa air, tidak dengan cara

yang bisa merusak core di dalam inner split, misalnya : memukul

core barrel

c. Core sampel yang berada dalam tabung core barel dikeluarkan

bersama – sama dengan tabung split.

d. Panjang core sampel langsung diukur untuk mengetahui recovery

core sampel.

Page 34: -Laporan-KP-Di-PKN

34

Panjang core sampel yg didapat

Recovery core sampel = X 100 %

Panjang coring yg dilakukan

e. Melakukan deskripsi terhadap core batubara dan non batubara.

f. Membungkus core batubara dengan plastik “wrap” dan letakkan

pada tempat yang terhindar dari cahaya matahari langsung dengan

tujuan tetap menjaga kelembaban inti/core sample.

g. Core sampel yang sudah dikeluarkan kemudian diletakkan pada core

box (kotak core). Core box dibuat sesuai dengan ukuran core sampel,

panjang 1 meter lebar disuaikan. Satu core box dibuat untuk total

kedalaman 5 meter.

h. Penyusunan core sampel dimulai dari ujung pojok kiri (top/roof) dan

seterusnya menyambung dari top/roof sampai bottom/floor.

1

2

3

4

5

Gambar : Core Box (pandangan atas), tanda panah dalam box

menunjukkan arah cara meletakan sampel

i. Core box diberi tanda atau kode nomor lokasi bor, interval

kedalaman bor dan nomor box.

j. Kondisi core sampel maupun core box harus dalam keadaan aman.

k. Melakukan pengambilan sampel batubara

Lakukan deskripsi/pemerian sampel secara megaskopis dengan

teliti dan benar.

Tentukan bagian roof dan bagian floor.

1 meter

Top/roof

Bottom/floor

Page 35: -Laporan-KP-Di-PKN

35

Pastikan dengan teliti dan benar, ada parting atau tidak, ada yang

loss atau tidak sebagai pertimbangan untuk menentukan panjang

pembagian sampel (ply by ply) yang akan diambil.

Tentukan batas panjang bagian sampel (ply) dan jumlah sampel

yang akan diambil.

Tulis interval sampel pada buku deskripsi.

Tulis nomor sampel, nomor kode lokasi bor, lokasi pengambilan

sampel, interval sampel, tebal sampel, nomor bag (plastik sampel)

berapa dari total bag berapa, tulis remarks (misal : sampel lapuk,

parting ikut disampel, interval loss sampel) pada kartu sampel.

Siapkan plastik sampel dan tulis nomor kode lokasi bor dan

nomor sampel, interval sampel, tebal sampel, nomor bag berapa

dari bag berapa.

Ambil dan masukkan sampel pada plastik sampel, bagian per

bagian sesuai dengan nomor bagian (ply). Sampel tidak boleh

terkontaminasi dengan kotoran atau sampel lain.

Masukkan kartu sampel pada plastik sesuai dengan nomor

sampel. Kartu sampel tidak boleh kontak langsung dengan sampel

(kartu sampel dilapisi plastik supaya tidak tembus uap air atau

rusak).

Ikat plastik sampel dengan kuat dan benar sesuai petunjuk,

menggunakan tali yang sudah disediakan.

Masing – masing plastik sampel (bag) dijadikan satu sesuai

dengan nomor lokasi bor atau sesuai dengan satu lapisan dan

diikat dengan kuat dan benar supaya tidak berhamburan atau

tercecer dan memudahkan untuk pengecekan ulang.

Sampel langsung dibawa ke camp atau tempat yang sudah

disediakan sebelum dibawa ke laboratorium. Jika lokasi dekat

dengan laboratorium sampel dapat langsung dibawa ke lab.

Dari tempat lokasi pengambilan sampel sampai dengan

laboratorium, sampel tidak boleh kehujanan atau rusak karena

dapat mengurangi keakurasi hasil analisa.

Page 36: -Laporan-KP-Di-PKN

36

Gambar Contoh penulisan kartu sampel

2.7.3. Tahap perekeman data Elektrik Logging

Perekaman data secara manual kadang kala kelihatannya kurang

akurat dikarenakan dalam kegiatan pemboran biasanya sering terjadi

kesalahan- kesalahan yang disebabkan dari kesalahan teknik pemboran

(adanya water lost, core lost, dan sebagainya) maupun disebabkan hal

lainnya. Sedangkan data yang diperlukan memerlukan keakuratan yang

baik untuk dijadikan data penunjang dalam evaluasi dan tahapan

eksploitasi (penambangan). Sehingga untuk mengantisipasi hal-hal

tersebut maka digunakanlah elektrik logging dalam perekaman data.

Dengan metode geofisika tersebut pengambilan data lapangan bisa

menjadi lebih akurat walaupun tidak secara detail, sebagai pendamping

pelaksana kegiatan pemboran. Dengan metode Logging Geofisika -

Elektrik Logging, seorang wellsite geologist dapat mengetahui dan

memperoleh data sebagai berikut :

Jenis litologi, baik batubara maupun batuan pengapitnya.

Kedalaman dan ketebalan lapisan seam batubara.

Lapisan pengotor (parting).

Perbandingan ketebalan batubara dari data elektrik logging

dengan data pemboran

Parameter yang digunakan dalam perekaman dan pengukuran data

electric logging terdiri atas empat (4) parameter untuk pemboran dalam

(deep drilling) yaitu : gamma ray, density, resistivity, dan caliper serta

PT. PESONA KHATULISTIWA NUSANTARA

Sample No : 01

Bore Hole : PKN-11-S_020

Location : SENGKELAMI

Sample Interval : 15.00 to 18.00 M

Sample Thickness : 3.00 M

Bag : 01 OF 02

Remarks : 2 BAG

Page 37: -Laporan-KP-Di-PKN

37

dua (2) parameter untuk pemboran dangkal (shallow drilling) yaitu

hanya gamma ray, density.

1. Electric Logging Gamma Ray

Elektrik logging ini berfungsi untuk menentukan lithologi

batuan berdasarkan unsur radioaktif. Shale dan batulempung

(mudstone) mempunyai tingkat radioaktif yang tinggi dibanding

batupasir (sandstone) dan batubara (coal). Untuk defleksi dari batuan

lempung tersebut simpangan mengarah ke kanan dari diagram.

Sedangkan batubara yang mempunyai tingkat radioaktif yang kecil

maka arah dari defleksi simpangan mengarah ke kiri diagram.

Adapun cara penentuan top dan bottom batubara untuk penentuan

ketebalan mengacu pada BPB Company. Dimana ditetapkan bahwa

untuk perhitungan top batubara ditentukan 1/3 dari bagian atas garis

kelurusan kurva yang menunjukkan perubahan lithologi dari

batubara dengan lithologi lain di atasnya dan untuk perhitungan

bottom batubara ditentukan 1/3 dari bagian atas garis kelurusan

kurva yang menunjukkan perubahan lithologi dari batubara dengan

lithologi lain di bawahnya.

2. Electric Logging Density

Electric logging density merupakan suatu pengukuran yang

berfungsi untuk mengukur kerapatan elektron pada suatu lapisan

batuan. Metode kerja dari elektrik logging ini didasarkan pada massa

jenis dan sifat kerapatan yang dikandung oleh lapisan batuan,

dimana batubara mempunyai massa jenis dan sifat (kerapatan) yang

besar dibandingkan dengan batuan lainnya sepert limestone,

mudstone, dan sandstone. Untuk penentuan top dan bottom batubara

untuk mengukur ketebalan dari data density yaitu dengan cara

menentukan 1/2 dari bagian atas garis kelurusan kurva yang

menunjukkan perubahan lithologi dari batubara dengan lithologi lain

di atasnya (untuk perhitungan top batubara) dan 1/2 dari bagian atas

garis kelurusan kurva yang menunjukkan perubahan lithologi dari

batubara dengan litologi lain di bawahnya (untuk bottom batubara)

Page 38: -Laporan-KP-Di-PKN

38

3. Electric Logging Resistivity

Electric logging resistivity didasarkan pada porositas dari

tahanan jenis yang diselidiki. Untuk batuan dengan porositas tinggi

akan mempunyai tahanan jenis rendah dan sebaliknya. Untuk

batubara merupakan jenis batuan yang mempunyai porositas paling

rendah dibandingkan dibandingkan dengan batuan yang lainnya,

sehingga batubara mempunyai tahanan jenis yang tinggi.

2.7.3. Tahap Pelaporan Data

Setelah melakukan beberapa tahapan dari seluruh rangkaian

tahapan eksplorasi, maka tahapan akhir yang harus dilaksanakan oleh

seorang wellsite geologist, yaitu tahapan pelaporan data. Tahap ini

meliputi pelaporan dari seluruh rangkaian tahapan eksplorasi, mulai

dari tahap pemboran sampai dengan tahap pengambilan/perekaman

data. Tahap pelaporan data ini nantinya akan menghasilkan suatu

laporan yang mencakup seluruh rangkaian pemboran eksplorasi pada

suatu titik/lokasi bor. Dimana laporan tersebut selanjutnya diserahkan

kepada supervisor lapangan yang bertanggung jawab atas keseluruhan

pemboran di area tersebut. Seorang wellsite geologist

bertanggungjawab penuh akan kesempurnaan dan kelengkapan laporan

yang akan dibuat. Oleh karena itu, tahapan-tahapan sebelumnya, berupa

tahap pemboran dan tahap pengambilan data, harus dilaksanakan

dengan baik.

Adapun jenis laporan yang menjadi tanggung jawab seorang

wellsite geologist untuk dikerjakan dan diselesaikan antara lain, yaitu :

a. Laporan harian / Daily report

Laporan harian ini merupakan laporan yang wajib

dibuat oleh seorang wellsit geologist setiap harinya. Laporan

harian ini berisi tentang segala jenis kegiatan yang dilakukan

di titik pemboran yang menyangkut tentang pemboran dalam

satu hari. Hal ini dilakukan untuk mengetahui progres

pemboran yang dikerjakan di suatu titik pemboran. Hal-hal

Page 39: -Laporan-KP-Di-PKN

39

yang perlu dimasukkan dalam laporan harian adalah sebagai

berikut :

Nomor titik bor yang diawasi.

Tanggal dan waktu kerja.

Nama operator bor (driller) yang bertugas di lokasi/titik

bor yang diawasi.

Unit mesin bor yang digunakan.

Waktu dimulainya (start) pemboran dan waktu

dihentikannya (finish) pemboran pada hari tersebut.

Kedalaman penetrasi pemboran pada proses open hole.

Interval dan tebal coring (apabila pada hari tersebut

dilakukan proses coring).

Setiap kegiatan lainnya yang terjadi yang berhubungan

dengan proses pemboran, seperti break time (istirahat),

adanya masalah (trouble), adanya kecelakaan kerja

(accident), dan lainnya.

Wellsite geologist yang bertugas disertakan dengan paraf.

b. Laporan akhir pemboran

Laporan akhir pemboran dibuat apabila kegiatan di suatu

titik pemboran telah selesai dilakukan. Pembuatan laporan

akhir ini merupakan gabungan dari laporan-laporan harian

yang telah dibuat. Laporan akhir pemboran ini terdiri dari log

bore secara keseluruhan, list sampel dan berita acara

pemboran. Dalam berita acara pemboran seorang Wellsite

geologist harus melaporkan semua hal yang sudah dilakukan

dalam kegiatan pemboran. Beberapa hal yang perlu

dimasukkan dalam berita acara pemboran adalah sebagai

berikut :

1. Hari, tanggal, dan waktu mulai pemboran dan selesai

pemboran.

2. Lokasi dan nomor titik bor.

3. Unit bor

Page 40: -Laporan-KP-Di-PKN

40

4. Total kedalaman pemboran.

5. Interval batubara, terdiri dari kedalaman dan ketebalan

batubara.

6. Total meteran coring.

7. Total core recovery.

8. Total coal recovery.

9. Total meteran non coring.

10. Pemakaian polymer.

11. Jarak moving ke titik selanjutnya

12. Waktu selesai melakukan pillot hole

13. Menulis nama wellsite yang disertakan dengan tanda tangan

yang diketahui oleh seorang coordinator site

Page 41: -Laporan-KP-Di-PKN

41

BAB III

GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

3.1.Profil Perusahaan

PT. Pesona Khatulistiwa Nusantara (PKN) adalah perusahaan

pertambangan batubara yang berproduksi di Kabupaten Bulungan,

Provinsi Kalimanatn Timur di bawah kontrak kerja PKP2B generasi ke 3.

Berjarak sekitar 500 km di utara kota Balikpapan. PT. PKN berdiri sejak

tahun 1995 dan merupakan anak perusahaan dari PT. Bhakti Energy

Persada (BEP) yang juga merupakan sebuah perusahaan batubara. Namun

pada tanggal 21 Desember 2010 telah disetujui penyerahan manajemen

PT. PKN dari PT. BEP ke PT. Energy Nusa Mandiri, dimana pendiri dan

pemegang saham mayoritasnya juga memegang saham mayoritas di PT.

Adaro Energy, salah satu produsen batubara terbesar di Indonesia.

Total area konsesi PT PKN adalah seluas 23.646 ha yang terbagi

menjadi tiga lokasi yang berbeda, yaitu di ; Kelubir (KLB) 6,150 ha di

sebelah Utara, Mangkupadi (MKP) 4,536 ha di sebelah Selatan dan

Sekayan (SKY) 12,960 ha di antara keduanya. Total cadangan yang

diperkirakan sebesar 119.758 juta ton, dengan rincian ; Kelubir (18.518 jt.

Gambar 3.1 Peta Lokasi Kerja PT. PKN

Page 42: -Laporan-KP-Di-PKN

42

ton) ; Sekayan (88.974 jt. ton ) dan Mangkupadi ( 12.366 jt. ton ). Hingga

saat ini yang telah selesai tahap eksplorasi adalah blok Kelubir dan blok

Sekayan. Produksi batubara pertama dimulai pada bulan September 2009,

dan pengapalan hasil produksi pertamanya pada bulan Desember 2009.

Kontrak penjualan batubara PT PKN meliputi pasar domestik dan

internasional. Langkah selanjutnya dari PT PKN adalah mengembangkan

blok Sekayan seoptimal mungkin, mengingat jumlah cadangan terbesar

berada di blok tersebut. Sejalan dengan visi perusahaan yang berbunyi :

“To be a World Class Coal Mining Enterprise that Extracts and Adds

Value to the Coal for the Benefit of the Mankind” maka hingga saat ini

PT PKN terus meningkatkan kinerjanya dalam hal produksi, manajemen,

pengembangan sosial sekitar tambang, serta rehabilitasi lingkungan.

3.2. Produksi Batubara

Seperti yang telah disampaikan di atas, bahwa total cadangan

batubara yang diperkirakan sebesar 119.758 juta ton. Sedangkan untuk

mutu batubaranya, hasil produksi PT PKN termasuk kelas Lignite (brown

coal) dengan calorivic value 3,400 – 3,600 kcal/kg (gar), kadar abu

rendah / low ash (average 4%), kadar belerang rendah/ low sulphur (less

than 0.2%) dan tingkat kelembapan tinggi/high moisture (43%) sehingga

dapat disebut sebagai batubara yang ramah lingkungan. Berikut detil dari

mutu batubara yang diproduksi oleh PT PKN :

Gambar 3.2 kualitas batubara produksi PT PKN dari blok Kelubir dan Sekayan

* Fixed Carbon by difference

** CV adb determined on stated

IM

Page 43: -Laporan-KP-Di-PKN

43

Secara sekilas, tahapan produksi batubara di PT PKN meliputi

Coal Getting, Hauling, Crushing, Barge Loading, dan Barging. Tahapan

coal getting adalah usaha untuk mengambil seam batubara menggunakan

ekskavator dan menempatkan di Dump Truck. Kemudian batubara

dibawa menggunakan dump truk ke tempat penampungan sementara

(Stock Pile), perjalanan dari pit menuju stock pile disebut Hauling.

Kemudian di stock pile batubara dimasukkan ke mesin penghancur

(crusher) dengan ukuran tertentu sesuai keinginan konsumen. Proses ini

disebut Crushing. Setelah selesai proses crushing kemudian dengan

menggunakan ban berjalan (conveyor) batubara di muat ke ponton.

Setelah proses loading pontonn selesai, batubara siap di kapalkan ke

konsumen. Produksi batubara di PT PKN ditargetkan semakin

meningkat hingga tahun 2021.

3.3. Struktur Organisasi Perusahaan

Gambar 3.3 bagan produksi batubara di PT PKN dan Rencana produksi hingga tahun 2021

Page 44: -Laporan-KP-Di-PKN

44

BAB IV

PELAKSANAAN KERJA PRAKTEK

4.1.Jenis Pekerjaan Yang Dilakukan

Jenis pekerjaan yang dilakukakan pada kerja praktek kali ini adalah

sebagai seorang wellsite geologist . Pekerjaan yang dilakukan adalah

sebagai pengawas lapangan selama kegiatan pemboran berlangsung.

Keberadaan seorang wellsite geologist di lokasi pemboran sangat penting

untuk menunjang kelancaran proses pemboran itu sendiri. Mengingat

pentingnya peranan tersebut, diperlukan pemahaman dan pengetahuan

yang baik untuk menunjang tanggung jawab seorang wellsite geologist.

Adapun pengetahuan yang harus dimilki antara lain :

Pengetahuan akan dasar-dasar ilmu geologi

Pengetahuan mengenai tahapan-tahapan eksplorasi

Pengetahuan dasar mengenai batubara dan klasifikasinya

Pengetahuan navigasi dan mengenali daerah di sekitar titik

pemboran

Pengetahuan akan metoda pemngambilan data-data pemboran yang

sesuai dengan SOP (Standard Operational Procedure)

Pengetahuan akan cara-cara perlakuan terhadap sample batuan

yang keluar dari lubang bor.

Penguasaan ilmu komunikasi yang baik serta jiwa kepemimpinan

yang mencukupi.

4.2.Peralatan Pekerjaan Yang Digunakan

Peralatan yang mendukung kinerja seorang wellsite geologi dibagi

menjadi 2, yaitu peralatan kerja wellsite dan peralatan kerja pemboran.

Peralatan kerja wellsite merupakan peralatan kerja yang disediakan

perusahaan untuk kelancaran kinerja seorang wellsite geologi dalam

merekam data lapangan. Sedangkan peralatan pemboran merupakan

Page 45: -Laporan-KP-Di-PKN

45

serangkaian alat bor yang disediakan oleh kontraktor pemboran yang

bekerjasama dengan pihak perusahaan. Adapun rincian alatnya sebagai

berikut,

4.2.1. Peralatan Kerja Wellsite

Lembar Log Bor

Permanent dan Board Marker

Core box

Pipa PVC diameter 4”

Penggaris

Papan sampel

Plastik wrap

Kamera digital

Helm safety

Sepatu safety

Kantong sampel untuk cutting dan core sample

Pita warna

Cutter

Clip board

Buku catatan lapangan

GPS

Meteran

Page 46: -Laporan-KP-Di-PKN

46

4.2.2. Peralatan Pemboran

Sebagai seorang pengawas kegiatan pemboran, seorang

wellsite geologist juga harus mengerti mengenai jenis dan fungsi

masing-masing rangkaian alat pemboran. Hal ini berguna agar

pada saat terjadi kendala teknis wellsite geologist dapat

memberikan keputusan yang cepat dan bijaksana. Untuk

rangkaian alat pemboran kali ini (rig), digunakan Tipe Jackro

175, dengan kemampuan untuk mengebor hingga kedalaman

antara 100-150m.

Mesin bor tersebut terdiri atas serangkaian alat-alat dan

mesin penggerak yang bekerja saling sinergis satu sama lain.

Adapun alat-alat tersebut adalah sebagai berikut :

Menara Bor, adalah menara yang menyangga

keseluruhan sistem gerak dari mesin bor, di bagian bawah

menara disangga oleh pondasi yang berupa dua batang

besi yang terpasang secara paralel. Menara bor

memastikan lubang yang dibuat tetap lurus.

Gambar 4.1 Serangkaian alat bor yang disebut rig

Page 47: -Laporan-KP-Di-PKN

47

Pipa Bor, adalah pipa yang digunakan untuk membuat

lubang bor, sebagai tempat terpasangnya drill bit, dan

sebagai saluran untuk menembakkan lumpur pemboran ke

dalam lubang bor. Untuk jenis pipa pemboran kali ini

digunakan pipa AW, dengan diameter 3 inchi dan panjang

pipa 1.5 meter. Pipa terbuat dari baja, dan terdapat ulir

pada bagian pangkal dan ujungnya, agar dapat

disambungkan dengan pipa yang lainnya.

Gambar 4.2 Gambar di atas menunjukkan menara bor yang siap di rangkai

Gambar 4.3 Tumpukan pipa bor jenis AW

Page 48: -Laporan-KP-Di-PKN

48

Mata Bor, mata bor yang digunakan disini ada dua

macam yaitu yang digunakan untuk membuat open hole

dan mata bor yang digunakan untuk membuat core

sample, biasa disebut core bit.

Rotary, alat untuk memutar pipa pemboran, sistem

perputaran pada rotary dikontrol oleh gerakan hidrolis

yang terhubung pada tuas (handle), yang dioperasikan

oleh juru bor.

Orbit, adalah alat untuk menaik turunkan meja putar,

sistem kerjanya secara hidrolis, dikontrol menggunakan

handle oleh juru bor. Orbit menempel pada sebuah poros

besi di ujung menara bor, pada poros tersebut terdapat dua

buah gear yang tersambung melalui rantai ke meja putar.

Putaran orbit mengakibatkan gerakan naik –turun pada

meja putar.

Gambar 4.4 Rotary yang memutar pipa bor, dikendalikan oleh juru bor.

Gambar 4.4 Mata Bor

Page 49: -Laporan-KP-Di-PKN

49

Handle, alat untuk mengendalikan pipa bor. Terdapat dua

buah tuas, yang pertama terhubung ke rotary dan yang

kedua pada orbit.

Safety, alat untuk mencabut pipa pemboran, namun fungsi

utamanya adalah untuk mengamankan agar pipa bor tidak

tenggelam ke dasar lubang.

Gambar 4.5 Orbit terhubung langsung ke poros pada menara bor.

Gambar 4.6 Juru Bor mengendalikan laju pemboran melalui handle.

Gambar 4.7 Safety

Page 50: -Laporan-KP-Di-PKN

50

Oil Cooler, alat untuk mendinginkan cairan hidrolik,

menjaga agar sistem hidolik tetap stabil. Alat ini

berbentuk balok besi yang berisi air.

Oil Filter, alat untuk menyaring kotoran-kotoran yang

terbawa bersama cairan hidrolis. Menghindarkan

kerusakan mesin.

Gambar 4.8 Oil Cooler

Gambar 4.9 Filter Oli

Page 51: -Laporan-KP-Di-PKN

51

Hidraulyc Pump, pomba hidrolis yang mendorong cairan

hidrolis. Tenaga dorongan pompa ini dihasilkan oleh

perputaran turbin yang tersambung dengan mesin diesel.

Core Barrel, adalah alat untuk mengambil core sample

atau biasa disebut sebagai metode coring. Dalam

penggunaanya maka pada ujung core barrel dipasangkan

dengan core bit. Alat ini berbentuk tabung berongga

dengan panjang 1.5-2m, sehingga ketika core barrel terus

turun maka sample batuan akan dengan sendirinya masuk

kedalam. Di dalam core barrel terdapat tabung yang dapat

dibagi menjadi dua dan menjadi tempat melekatnya core

sample, yaitu split.

Gambar 4.10 Pompa Hidrolis

Gambar 4.11 Core barrel

Page 52: -Laporan-KP-Di-PKN

52

Selang Air, selang air sangat penting perananya dalam

proses pemboran, sebab dalam pelaksanaanya pemboran

selalu membutuhkan air. Hal pertama yang dicari oleh

driller ketika melakukan survey titik pemboran adalah

ketersediaan air, jika letak air cukup jauh dari titik

pemboran, diperlukan selang yang panjang. Selang yang

dipakai kali ini ada yang mencapai panjang 250m.

Mesin Diesel, mesin ini digunakan sebagai penggerak

utama dalam sistem hidrolis. Merk mesin diesel kali ini

adalaha YANMAR TF85MLYS-di.

Gambar 4.12 Selang

Gambar 4.12 Mesin diesel

Page 53: -Laporan-KP-Di-PKN

53

Mesin Water Flush, adalah mesin yang digunakan untuk

menembakkan lumpur pemboran ke dalam lubang bor.

Fungsi utamanya adalah untuk menembah laju pemboran.

Lumpur pemboran diambil dari bak sirkulasi. Merk mesin

yang digunakan kali ini adalah YAMAHA MT-110

4.3.Jadwal Pekerjaan Yang Dilakukan

Kerja praktek dilakukan setiap hari tanpa libur dalam arti 1 minggu penuh,

hal ini dikarenakan pemboran tidak berhenti sebab pihak perusahaan mengejar

target data hasil pemboran untuk segera dianalisis. Kegiatan pekerjaan

dilakukan pagi hari yang dimulai dari pukul 07.00 WITA menuju titik bor

yang telah diberikan tanggung jawab oleh koordinator lapangan. Pemboran

berlangsung sampai pukul 17.00 WITA dengan asumsi keadaan pemboran

tidak mengalami trouble, jika terjadi trouble pada saat pemboran berlangsung,

maka waktu kerja menyesuaikan kondisi permasalahan yang terjadi

Gambar 4.13 Mesin Water Flush

Page 54: -Laporan-KP-Di-PKN

54

4.4.Pelaksanaan Pekerjaan

4.4.1 Lingkup Pekerjaan

Ruang Lingkup Pekerjaan pada kerja praktek kali ini yaitu peranan

wellsite geologist dalam eksplorasi batubara. Eksplorasi yang

dimaksud kali ini adalah eksplorasi lanjutan dalam rangka perluasan

areal tambang. Metode yang dilakukan adalah dengan melakukan

pemboran dalam untuk mendapatkan data sebaran batubara. Pada

lokasi pengeboran, seorang wellsite geologist bertindak sebagai

pengawas jalannya aktivitas pemboran serta memperhatikan faktor

keselamatan orang-orang di lokasi pemboran, dengan kata lain

seorang wellsite geologist memastikan proses pengeboran berjalan

lancar. Tidak hanya itu, seorang wellsite geologist juga harus

mendeskripsikan cutting dan core sample yang keluar dari lubang

bor, pencatatan data yang baik sangat dibutuhkan oleh perusahaan.

Setelah selesai deskripsi juga harus melakukan sampling batubara

dan juga untuk keperluan geologi teknik. Menjadi pengawa pada saat

proses e-logging juga merupakan tugas dari seorang wellsite

geologist. Pada saat selesai proses pemboran, wellsite geologist

harus menentukan titik pemboran berikutnya guna kelancaran proses

moving alat-alat pemboran.

4.4.2 Deskripsi Pekerjaan

Pekerjaan yang dilakukan pada kerja praktek kali ini adalah

sebagai wellsite geologist, secara umum yaitu sebagai pengawas

jalannya proses pemboran. Proses pemboran sendiri terbagi menjadi

3, yaitu : Open Hole, Touch Coring, dan Full Coring. Pemboran

Open Hole yakni melakukan pemboran menerus tanpa mengambil

core sample, hasil yang dideskripsi berupa cutting, yakni remah-

remah batuan yang hancur oleh mata bor, sedangkan mata bor yang

digunakan adalah drill bit. Metode Full Coring adalah metode untuk

mengambil semua sample batuan yang ada pada lubang bor (core

sample), menggunakan alat yang disebut core barrel. Mata bor yang

Page 55: -Laporan-KP-Di-PKN

55

digunakan adalah core bit. Sedangkan metode Touch Coring

merupakan metode gabungan antara keduanya. Yang pertama dibuat

adalah Open Hole untuk mengetahui roof dari batubara. Kemudian

dilanjutkan dengan coring untuk mendapatkan sample batubara

hingga mencapai bagian floor-nya. Setelah itu dibuatkan lubang

kantongan maksimal sedalam 5 m untuk keperluan logging

geofisika.

Setiap proses pemboran berlangsung seorang wellsite geologist

harus mendeskripsikan jenis batuan yang keluar dari lubang bor,

baik berupa core sample maupun cutting. Data lithologi tersebut

dicatat dalam kertas bore log. Kronologi tiap-tiap proses pemboran

juga harus dicatat dalam Daily Drilling Progress, hal ini dengan

maksud agar perusahaan mengetahui sejauh mana dan bagaimana

kondisi proses pengeboran telah berlangsung. Adapun deskripsi

pekerjaan wellsite geologist pada masing-masing tahap pengeboran

akan dijelaskan pada sub-bab di bawah ini :

4.4.2.1 Rig Set Up

Adalah tahap paling awal pada rangkaian kegiatan

pemboran. Rig Set Up adalah tahap pendirian rig di lokasi

pemboran, kegiatan ini dilakukan oleh kru pemboran dan

dengan diawasi oleh wellsite geologist. Hal-hal yang

dilakukan pada tahap ini adalah mendirikan menara bor,

perangkaian mesin-mesin dengan rig, pembuatan bak

sirkulasi, intinya adalah pengkondisian lingkungan rig. Untuk

jenis mesin bor yang digunakan kali ini adalah mesin

JACKRO 175 yang mampu mencapai kedalaman 100-150m.

Hal yang tak kalah penting dalam rig set-up adalah pencarian

lokasi keterdapatan air yang cukup untuk kegiatan pemboran.

Air merupakan hal yang vital dalam kegiatan pemboran, air

untuk pemboran dapat diambil dari sungai, rawa, parit dan

sebagainya. Oleh sebab itu pemahaman mengenai kondisi

Page 56: -Laporan-KP-Di-PKN

56

sekitar titik bor sangat penting bagi seorang wellsite

geologist. Air diambil pada sumbernya menggunakan mesin

pomba diesel SANCHIN, kemudian airnya disalurkan ke rig

menggunakan selang berdiameter 1 ich yang panjangnya

dapat mencapai ratusan meter, tergantung jauh dekatnya

sumber air tersebut. Yang harus diperhatikan pada saat rig

set-up adalah ketika titik bor berada di dekat ladang

penduduk, usahakan agar lumpurnya tidak mencemari ladang

maupun sumber air yang digunakan oleh penduduk lokal.

4.4.2.2 Drilling

Setelah proses rig set-up selesai, dilanjutkan dengan proses

pemboran (drilling). Pemboran baru dapat dimulai ketika

wellsite telah menyerahkan surat mulai pemboran kepada

driller/juru bor. Selama proses pemboran, wellsite harus

selalu berada di dekat rig, tujuannya adalah untuk mengawasi

jalannya pemboran, agar pemboran berjalan lancar, meskipun

driller sudah berpengalaman. Selain itu juga wellsite dapat

segera menghubungi Supervisor Geologist jika ada

permasalahan mendadak yang mengakibatkan proses

pemboran terhambat, misalnya water loss, swelling, pipa

terjepit, dan sebagainya. Di sini dibutuhkan pemahaman yang

baik akan prosedur pemboran batubara dan juga kemampuan

Gambar 4.14 Proses Rig Set-Up

Page 57: -Laporan-KP-Di-PKN

57

berkomunikasi yang baik. Faktor keselamatan pekerja di

sekitar rig juga menjadi tanggung jawab wellsite.

4.4.2.3 Deskripsi Cutting

Pada saat pemboran berlangsung, wellsite juga harus

mendeskripsikan litologi apa saja yang ada di dalam lubang

bor, tujuannya adalah untuk mengetahui susuna stratigrafi di

daerah tersebut. Kita dapat mendeskripsikan dua macam,

yaitu cutting dan core sample. Cutting adalah remah-remah

batuan yang hancur oleh gerusan mata bor. Serbuk cutting

keluar bersama air pemboran dalam bentuk lumpur. Deskripsi

cutting dilakukan setiap penambahan kedalaman sebesar 1

meter. Aspek-aspek yang harus dideskripsi antara lain jenis

batuan, warna, ukuran butir, semen pengikat, mineral

penyusun dan kandungan mineral lain.

Sedangkan core sample adalah conto inti batuan yang

didapat dengan menngunakan core barrel, tujuan deskripsinya

sama, hanya saja deskripsi core sample akan menjadi lebih

detail, antara lain jenis batuan, warna, ukuran butir,

elastisitas, kekerasan, dip, mineral penyusun dan kandungan

fossil. Selain dari ciri-ciri lithologinya, perlu juga dideskripsi

mengenai sifat-sifat geologi tekniknya, misalnya RQD (Rock

Gambar 4.15 Berbagai macam kondisi pada saat proses Drilling

Page 58: -Laporan-KP-Di-PKN

58

Quality Designation). Untuk conto inti batubara juga perlu di

deskripsi, yaitu warna, kekerasan, cerat, belahan, pecahan

dan sifat fisik lainnya seperti parting, clay band, bone coal,

dan sebagainya.

Setiap hasil core sample keluar perlu dihitung recovery-

nya, hal ini bertujuan untuk mengetahui jumlah panjang

conto inti yang hancur tergerus (core loss). Untuk sample

cutting bisa dimasukkan di dalam plastik, sedangkan untuk

core sample harus dimasukkan ke dalam core box. Hasil

pencatatan tersebut dituliskan dalam kertas bore log.

4.4.2.4 Perekaman Data e-logging

Setelah pemboran mencapai floor dari seam batubara yang

ditarget, dan wellsite telah selesai melalkukan pencatatan data

litologi dan melakukan foto sampel, maka proses selanjutnya

adalah perekaman data e-logging atau logging geofisika.

Metode ini bertujuan untuk melakukan perekaman data

stratigrafi yang ada di titik tersebut secara lebih akurat,

dibandingkan dengan pencatatan cutting yang sering

terlambat naik ke permukaan.

Prinsip yang dipakai adalah menembakkan unsur-unsur

radioaktif ke dalam formasi kemudian pantulannya direkam

Gambar 4.16 (a) cutting ; (b) core sample

Page 59: -Laporan-KP-Di-PKN

59

oleh sensor. Sebelum pencatatn logging geofisika dimulai,

terlebih dahulu driller mempersiapkan lubang kantongan

untuk probe sedalam 5 meter di bawah floor batubara,

kemudian sebelum pipa bor dicabut diadakan proses

flushing, yaitu menembakkan lumpur pemboran ke dalam

lubang bor, hal ini bertujuan untuk membersihkan lubang bor

dari cutting yang masih tertinggal. Maksudnya agar probe

tidak terjepit di dalam lubang, karena hal tersebut akan sangat

berbahaya mengingat unsur radiokatif yang ada di dalamnya.

Untuk proses flushing ini, lumpur pemboran dicampur

dengan Polymer, yang berfungsi mengikat cutting. Baru

setelah selesai flushing pipa bor dicabut semua dan siap untuk

dilakukan e-logging.

Alat-alat logging geofisika terdiri atas probe, radioaktif,

RecsaLog Data Logger, Winch, Winch Controller, dan

seperangkat komputer. Probe adalah alat untuk

menembakkan unsur radiokatif ke dalam formasi, di ujung

probe terdapat unsur radiokatif berbentuk batang. Di dalam

probe terdapat 4 sensor yang membaca pantulan dari gamma

ray, density, resistivity dan caliper. Untuk menggerakkan

probe masuk-keluar lubang digunakan winch, yang diatur

oleh logger melalui winch controller. Data yang terbaca oleh

sensor di dalam probe kemudian ditransfer ke RecsaLog Data

Logger, sebuah alat untuk membaca data sensor dan

mengubahnya menjadi kurva-kurva log geofisika, yang

nantinya untuk dianalisis oleh geologist. Dari alat RecsaLog

tersebut, disambungkan ke komputer dan datanya diolah

dengan piranti lunak bawaan dari alat RecsaLog tersebut.

Pertama-tama logger menurunkan probe sampai kedalaman

maksimum di bawah floor batubara, kemudian perlahan-

lahan probe dinaikkan sembari sensornya membaca pabtulan-

pantulan radioaktif yang ada.

Page 60: -Laporan-KP-Di-PKN

60

Kehadiran wellsite geologist pada saat proses perekaman

data geofisika sangat penting, wellsite harus memberitahukan

informasi-informasi mengenai lubang bor kepada logger,

misalnya total depth, top and bottom of coal, dan formasi

penyusunnya. Dalam berita acara logging, wellsite menjadi

saksi dari pelaksanaan proses e-logging tersebut. Hasil

printout dari pembacaann data logging dibagi dalam dua

skala, yaitu skala 1 : 20 dan skala 1 : 100. Skala yang pertama

hanya untuk menyantumkan posisi dan ketebalan

batubaranya saja, sedangkan skala 1 : 100 untuk melihat

formasi secara keseluruhan.

Gambar 4.17 Logging Crew memasukkan Probe ke dalam Lubang Bor

Gambar 4.18 Logger sedang mempersiapkan peralatan perekaman data logging geofisika

Page 61: -Laporan-KP-Di-PKN

61

4.4.2.6 Sampling Batubara

Sehabis perekaman data e-logging selesai, maka wellsite

membandingkanya dengan data yang diperoleh melalui core

sample. Perbandingan antara tebal batubara berdasarkan e-

logging dengan tebal batubara berdasarkan panjang core

sample disebut coal recovery, untuk standar perusahaan, coal

recovery minimal adalah 90%. Jika tidak memenuhi standar

tersebut maka harus dilakukan redrill atau pengeboran ulang.

Jika memang sudah memenuhi sarat, maka tugas berikutnya

adalah melakukan sampling batubara. Hasil sample akan

dimasukkan ke dalam kantong plastik menurut aturan ply by

ply, yang kemudian sample tersebut akan dikirim ke

laboratorium untuk dianalisis. Sangat penting untuk menjaga

sample batubara tetap dalam kondisi aslinya, maka harus

segera dimasukkan ke dalam kantong plastik, intinya harus

terlindung dari gangguan luar. Berikut ini adalah aturan

pengambilan sample batubara ply by ply :

Pengambilan sampel batubara tanpa parting (clean

coal)

Untuk bagian ats (top) dan bawah (bottom) dipotong 0,25

m. Kemudian bagian tengah (midlle) apabila lebih besar dari

1 meter, tebal masing-masing ply dibagi sama rata.

Maksimum ketebalan batubara bagian tengah adalah 1 meter.

Pengambilan sampel batubara dengan parting >0,20

meter

Parting dengan ketebalan >0,20 meter harus diambil ply

tersendiri.batubara bagian atas dan bawah parting dipisahkan

dengan ketentuan ply to, midlle, dan bottom seperti

pengambilan sampel pada batubara clean coal. Untuk

batubara bagian tengah dengan ketebalan > 1 meter dibagi

dengan ketebalan ply masing-masing sama rata. Bone coal

diperlakukan sebagai parting.

Page 62: -Laporan-KP-Di-PKN

62

Pengambilan sampel batubara dengan parting <0,20

meter

Parting dengan tebal > 0,20 meter tidak perlu disampling

terpisah dan disatukan dengan ply batubara. Metode

pengambilan sampel sama dengan pengambilan sampel

batubara tanpa parting. Tetapi apabila parting yang ada akan

mempengaruhi kualitas batubara maka harus dipisahkan

menjadi sampel tersendiri.

Setelah semua sampel batubara dibagi per ply kemudian

sampel dibungkus dengan plastik wrap dan kemudian

dimasukkan ke dalam kantong sampel. Sebelumnya kantong

sampel harus ditandai dengan kertas sampel yang

menunjukkan keterangan sampel tiap ply.

Gambar 4.19. Sampel batubara yang sudah dibungkus dengan plastik wrap

4.4.2.6 Rig Down dan Moving

Jika semua proses di atas telah selesai, maka wellsite

membuat berita acara pengeboran yang kemudian

ditandatangani oleh driller dan wellsite. Surat tersebut berisi

data-data mengenai pemboran, meliputi total depth,

kronologi proses pemboran, serta permasalahan teknis yang

ada. Surat tersebut menandai selesainya pemboran di titik

Page 63: -Laporan-KP-Di-PKN

63

tersebut, maka driller dan anggotanya mulai membongkar rig

satu persatu, proses ini disebut dengan rig down. Dalam

proses ini, kru pengeboran merapikan peralatannya agar nanti

mudah dalam proses moving. Moving adalah proses

memindahkan alat pengeboran ke titik berikutnya, tentu saja

berdasarkan petunjuk dari wellsite. Jika menggunakan alat rig

skala besar, proses moving menggunakan dozer, sedangkan

jika menggunakan rig-set kecil maka cukup dipikul saja ke

titik selanjutnya.

Gambar 4.20 Proses rig Down

Page 64: -Laporan-KP-Di-PKN

64

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan atas pelaksanaan kegiatan kerja praktek yang telahh

dilakukan, dapat ditarik kesimpulan bahwa seorang Wellsite Geologist

memiliki peranan yang penting dalam eksplorasi batubara, tepatnya di bidang

pemboran. Peran tersebut antara lain mengawasi jalannya kegiatan pemboran,

menentukan titik pemoran berikutnya, mengawasi prose logging geofisika,

deskripsi dan pencatatan data stratigrafi melalui conto inti dan cutting, dan

pembuatan laporan progres pemboran. Data pemboran merupakan data yang

penting bagi perusahaan dann menentukan jumlah cadangan serta mutu

batubara yang akan ditambang, maka peranan wellsite geologist juga penting

bagi perusahaan.

Selain pemahaman di atas, melalui kegiatan kerja praktek ini mahasiswa

juga mendapatkan banyak pengalaman, anatara lain pengalaman menjadi

pemimpin operasional pemboran, bersosialisasi dengan penduduk lokal,

menjelajahi hutan rimba, serta pengalaman untuk melihat langsung proses

penambangan batubara. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kegiatan kerja

prakek ini sangat bermanfaat untuk meningkatkan kemampuan serta soft skill

mahasiswa.

5.1 Saran

Saran yang dapat diberikan untuk rekan-rekan yang ingin melaksanankan

kerja praktek di konsesi pertambangan batubara antara lain :

Menjaga kesehatan jasmani dan mempersiapkan mental sebelum

turun langsung ke lapangan, sebab seringkali lokasi pemboran

berada di medan yang berat, misalkan hutan yang belum pernah

dijamah, rawa-rawa, dan sebagainya

Selalu persiapkan peralatan lapangan seperti tas, ponco, botol

minum, dan sebagainya

Page 65: -Laporan-KP-Di-PKN

65

Memperhatikan faktor keselamatan kerja dengan senantiasa

memakai Alat Pelindung Diri, helm, dan sepatu boot ketika berada di

areal tambang. Tak lupa pula untuk berperilaku safety.

Siapkan materi-materi penunjang studi, supaya lebih cepat

memahami pekerjaan yang dilaksanakan.

Jangan sungkan untuk bertanya kepada pembimbing yang ditunjuk

dari perusahaan, karena bisa menambah ilmu yang tidak didapat

melalui perkuliahan.

Bertutur kata yang santun, karena dimanapun kita pergi kita selalu

membawa nama almamater, serta bersosialisasi yang baik kepada

para karyawan di pertambangan dan juga kepada penduduk lokal.