· iii daftar isi uu nomor 33 tahun 2004...

534
Dokumentasi dan Informasi Hukum Undang-undang dan Peraturan Pemerintah Tentang Pengelolaan Keuangan Daerah

Upload: vobao

Post on 27-Mar-2019

230 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

Dokumentasi dan Informasi HukumUndang-undang dan Peraturan Pemerintah

Tentang Pengelolaan Keuangan Daerah

Page 2:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004
Page 3:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

iii

DAFTAR ISI

UU Nomor 33 Tahun 2004 ................................................................... 1

Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................... 5

UU Nomor 32 Tahun 2004 ..................................................................77

Penjelasan UU Nomor 32 Tahun 2004 ................................................... 183

UU Nomor 15 Tahun 2004 ................................................................. 255

Penjelasan UU Nomor 15 Tahun 2004 ................................................... 267

UU Nomor 17 Tahun 2003 ................................................................ 279

Penjelasan UU Nomor 17 Tahun 2003 ................................................... 297

PP Nomor 60 Tahun 2008 .................................................................. 317

Penjelasan PP Nomor 60 Tahun 2008 .................................................... 339

PP Nomor 38 Tahun 2008 .................................................................. 401

Penjelasan PP Nomor 38 Tahun 2008 .................................................... 411

PP Nomor 39 Tahun 2007 .................................................................. 417

Penjelasan PP Nomor 39 Tahun 2007 .................................................... 439

PP Nomor 8 Tahun 2006 .................................................................. 447

Penjelasan PP Nomor 8 Tahun 2006 ..................................................... 465

PP Nomor 55 Tahun 2005 .................................................................. 477

Penjelasan PP PP Nomor 55 Tahun 2005 ................................................ 505

PP Nomor 24 Tahun 2005 .................................................................. 523

Penjelasan PP Nomor 24 Tahun 2005 .................................................... 529

Page 4:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004
Page 5:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

1

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIANOMOR 33 TAHUN 2004

TENTANG

PERIMBANGAN KEUANGANANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAHAN DAERAH

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESAPRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : a. bahwa Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan diselenggarakan otonomi seluas-luasnya dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia;

b. bahwa hubungan keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah, dan antar Pemerintahan Daerah perlu diatur secara adil dan selaras;

c. bahwa untuk mendukung penyelenggaraan otonomi daerah melalui penyediaan sumber-sumber pendanaan berdasarkan kewenangan Pemerintah Pusat, Desentralisasi, Dekonsentrasi, dan Tugas Pembantuan, perlu diatur perimbangan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah berupa sistem keuangan yang diatur berdasarkan pembagian kewenangan, tugas, dan tanggung jawab yang jelas antarsusunan pemerintahan;

d. bahwa Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah sudah tidak sesuai dengan perkembangan keadaan, ketatanegaraan serta tuntutan penyelenggaraan otonomi daerah, sehingga perlu diganti;

e. bahwa berdasarkan pertimbangan pada huruf a, huruf b, huruf c dan huruf d, perlu ditetapkan Undang-Undang tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah;

Page 6:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

2

Mengingat : 1. Pasal 1 ayat (1), Pasal 18, Pasal 18A, Pasal 20, Pasal 21, Pasal 23, Pasal 23C, dan Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286);

3. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355);

4. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4400);

5. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437);

Dengan Persetujuan Bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG PERIMBANGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAHAN DAERAH.

BAB IKETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:

1. Pemerintah Pusat, yang selanjutnya disebut Pemerintah, adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan Negara

Page 7:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

3

Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

2. Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh Pemerintah Daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan Tugas Pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

3. Perimbangan keuangan antara Pemerintah dan Pemerintahan Daerah adalah suatu sistem pembagian keuangan yang adil, proporsional, demokratis, transparan, dan efisien dalam rangka pendanaan penyelenggaraan Desentralisasi, dengan memper-timbangkan potensi, kondisi, dan kebutuhan daerah, serta besaran pendanaan penyelenggaraan Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan.

4. Pemerintah Daerah adalah gubernur, bupati, atau walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah.

5. Daerah otonom, selanjutnya disebut Daerah, adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.

6. Kepala Daerah adalah gubernur bagi daerah provinsi atau bupati bagi daerah kabupaten atau walikota bagi daerah kota.

7. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disebut DPRD adalah lembaga perwakilan rakyat daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah.

8. Desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh Pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.

9. Dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang dari Pemerintah kepada gubernur sebagai wakil Pemerintah.

10. Tugas Pembantuan adalah penugasan dari Pemerintah kepada Daerah dan/atau desa atau sebutan lain dengan kewajiban melaporkan dan mempertanggung-jawabkan pelaksanaannya kepada yang menugaskan.

11. Penerimaan Daerah adalah uang yang masuk ke kas daerah.

12. Pengeluaran Daerah adalah uang yang keluar dari kas daerah.

13. Pendapatan Daerah adalah hak Pemerintah Daerah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih dalam periode tahun bersangkutan.

Page 8:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

4

14. Belanja daerah adalah semua kewajiban Daerah yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan.

15. Pembiayaan adalah setiap penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun tahun-tahun anggaran berikutnya.

16. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, selanjutnya disebut APBN adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan Negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat.

17. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, selanjutnya disebut APBD adalah rencana keuangan tahunan Pemerintahan Daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, dan ditetapkan dengan Peraturan Daerah.

18. Pendapatan Asli Daerah, selanjutnya disebut PAD adalah pendapatan yang diperoleh Daerah yang dipungut berdasarkan Peraturan Daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

19. Dana Perimbangan adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada Daerah untuk mendanai kebutuhan Daerah dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi.

20. Dana Bagi Hasil adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada Daerah berdasarkan angka persentase untuk mendanai kebutuhan Daerah dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi.

21. Dana Alokasi Umum, selanjutnya disebut DAU adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar-Daerah untuk mendanai kebutuhan Daerah dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi.

22. Celah fiskal dihitung berdasarkan selisih antara kebutuhan fiskal Daerah dan kapasitas fiskal Daerah.

23. Dana Alokasi Khusus, selanjutnya disebut DAK, adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada Daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan Daerah dan sesuai dengan prioritas nasional.

24. Pinjaman Daerah adalah semua transaksi yang mengakibatkan Daerah menerima sejumlah uang atau menerima manfaat yang bernilai uang dari pihak lain sehingga Daerah tersebut dibebani kewajiban untuk membayar kembali.

Page 9:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

5

25. Obligasi Daerah adalah Pinjaman Daerah yang ditawarkan kepada publik melalui penawaran umum di pasar modal.

26. Dana Dekonsentrasi adalah dana yang berasal dari APBN yang dilaksanakan oleh gubernur sebagai wakil Pemerintah yang mencakup semua penerimaan dan pengeluaran dalam rangka pelaksanaan Dekonsentrasi, tidak termasuk dana yang dialokasikan untuk instansi vertikal pusat di daerah.

27. Dana Tugas Pembantuan adalah dana yang berasal dari APBN yang dilaksanakan oleh Daerah yang mencakup semua penerimaan dan pengeluaran dalam rangka pelaksanaan Tugas Pembantuan.

28. Hibah adalah Penerimaan Daerah yang berasal dari pemerintah negara asing, badan/lembaga asing, badan/lembaga internasional, Pemerintah, badan/lembaga dalam negeri atau perseorangan, baik dalam bentuk devisa, rupiah maupun barang dan/atau jasa, termasuk tenaga ahli dan pelatihan yang tidak perlu dibayar kembali.

29. Dana Darurat adalah dana yang berasal dari APBN yang dialokasikan kepada Daerah yang mengalami bencana nasional, peristiwa luar biasa, dan/atau krisis solvabilitas.

30. Rencana Kerja Pemerintah Daerah, selanjutnya disebut RKPD, adalah dokumen perencanaan daerah provinsi, kabupaten, dan kota untuk periode 1 (satu) tahun.

31. Rencana Kerja Satuan Kerja Perangkat Daerah, selanjutnya disebut Renja SKPD, adalah dokumen perencanaan Satuan Kerja Perangkat Daerah untuk periode 1 (satu) tahun.

32. Rencana Kerja dan Anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah, selanjutnya disebut RKA SKPD, adalah dokumen perencanaan dan penganggaran yang beris program dan kegiatan Satuan Kerja Perangkat Daerah yang merupakan penjabaran dari Rencana Kerja Pemerintah Daerah dan rencana strategis Satuan Kerja Perangkat Daerah yang bersangkutan dalam satu tahun anggaran, serta anggaran yang diperlukan untuk melaksanakannya.

33. Pengguna Anggaran adalah pejabat pemegang kewenangan penggunaan anggaran kementerian negara/lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah.

34. Pengguna Barang adalah pejabat pemegang kewenangan penggunaan barang milik Negara/Daerah.

Page 10:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

6

BAB IIPRINSIP KEBIJAKAN PERIMBANGAN KEUANGAN

Pasal 2

(1) Perimbangan Keuangan antara Pemerintah dan Pemerintahan Daerah merupakan subsistem Keuangan Negara sebagai konsekuensi pembagian tugas antara Pemerintah dan Pemerintah Daerah.

(2) Pemberian sumber keuangan Negara kepada Pemerintahan Daerah dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi didasarkan atas penyerahan tugas oleh Pemerintah kepada Pemerintah Daerah dengan memperhatikan stabilitas dan keseimbangan fiskal.

(3) Perimbangan Keuangan antara Pemerintah dan Pemerintahan Daerah merupakan suatu sistem yang menyeluruh dalam rangka pendanaan penyelenggaraan asas Desentralisasi, Dekonsentrasi, dan Tugas Pembantuan.

Pasal 3

(1) PAD bertujuan memberikan kewenangan kepada Pemerintah Daerah untuk mendanai pelaksanaan otonomi daerah sesuai dengan potensi Daerah sebagai perwujudan Desentralisasi.

(2) Dana Perimbangan bertujuan mengurangi kesenjangan fiskal antara Pemerintah dan Pemerintahan Daerah dan antar-Pemerintah Daerah.

(3) Pinjaman Daerah bertujuan memperoleh sumber pembiayaan dalam rangka penyelenggaraan urusan Pemerintahan Daerah.

(4) Lain-lain Pendapatan bertujuan memberi peluang kepada Daerah untuk memperoleh pendapatan selain pendapatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3).

BAB IIIDASAR PENDANAAN PEMERINTAHAN DAERAH

Pasal 4

(1) Penyelenggaraan urusan Pemerintahan Daerah dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi didanai APBD.

(2) Penyelenggaraan urusan Pemerintah yang dilaksanakan oleh gubernur dalam rangka pelaksanaan Dekonsentrasi didanai APBN.

(3) Penyelenggaraan urusan Pemerintah yang dilaksanakan oleh gubernur dalam rangka Tugas Pembantuan didanai APBN.

Page 11:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

7

(4) Pelimpahan kewenangan dalam rangka pelaksanaan Dekonsentrasi dan/atau penugasan dalam rangka pelaksanaan Tugas Pembantuan dari Pemerintah kepada Pemerintah Daerah diikuti dengan pemberian dana.

BAB IVSUMBER PENERIMAAN DAERAH

Pasal 5

(1) Penerimaan Daerah dalam pelaksanaan Desentralisasi terdiri atas Pendapatan Daerah dan Pembiayaan.

(2) Pendapatan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bersumber dari:

a. Pendapatan Asli Daerah;

b. Dana Perimbangan; dan

c. Lain-lain Pendapatan.

(3) Pembiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bersumber dari:

a. sisa lebih perhitungan anggaran Daerah;

b. penerimaan Pinjaman Daerah;

c. Dana Cadangan Daerah; dan

d. hasil penjualan kekayaan Daerah yang dipisahkan.

BAB VPENDAPATAN ASLI DAERAH

Pasal 6

(1) PAD bersumber dari:

a. Pajak Daerah;

b. Retribusi Daerah;

c. hasil pengelolaan kekayaan Daerah yang dipisahkan; dan d. lain-lain PAD yang sah.

(2) Lain-lain PAD yang sah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, meliputi:

a. hasil penjualan kekayaan Daerah yang tidak dipisahkan;

b. jasa giro;

c. pendapatan bunga;

d. keuntungan selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing; dan

Page 12:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

8

e. komisi, potongan, ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan dan/atau pengadaan barang dan/atau jasa oleh Daerah.

Pasal 7

Dalam upaya meningkatkan PAD, Daerah dilarang:

a. menetapkan Peraturan Daerah tentang pendapatan yang menyebabkan ekonomi biaya tinggi; dan

b. menetapkan Peraturan Daerah tentang pendapatan yang menghambat mobilitas penduduk, lalu lintas barang dan jasa antardaerah, dan kegiatan impor/ekspor.

Pasal 8 Ketentuan mengenai Pajak Daerah dan Retribusi Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a dan huruf b dilaksanakan sesuai dengan Undang- Undang.

Pasal 9

Ketentuan mengenai hasil pengelolaan kekayaan Daerah yang dipisahkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf c ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-undangan.

BAB VIDANA PERIMBANGAN

Bagian KesatuJenis

Pasal 10

(1) Dana Perimbangan terdiri atas:

a. Dana Bagi Hasil;

b. Dana Alokasi Umum; dan

c. Dana Alokasi Khusus.

(2) Jumlah Dana Perimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan setiap tahun anggaran dalam APBN.

Page 13:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

9

Bagian KeduaDana Bagi Hasil

Pasal 11

(1) Dana Bagi Hasil bersumber dari pajak dan sumber daya alam.

(2) Dana Bagi Hasil yang bersumber dari pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:

a. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB);

b. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB); dan

c. Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25 dan Pasal 29 Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri dan PPh Pasal 21.

(3) Dana Bagi Hasil yang bersumber dari sumber daya alam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berasal dari:

a. kehutanan;

b. pertambangan umum;

c. perikanan;

d. pertambangan minyak bumi;

e. pertambangan gas bumi; dan

f. pertambangan panas bumi.

Pasal 12

(1) Dana Bagi Hasil dari penerimaan PBB dan BPHTB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) huruf a dan huruf b dibagi antara daerah provinsi, daerah kabupaten/kota, dan Pemerintah.

(2) Dana Bagi Hasil dari penerimaan PBB sebesar 90% (sembilan puluh persen) untuk Daerah dengan rincian sebagai berikut:

a. 16,2% (enam belas dua persepuluh persen) untuk daerah provinsi yang bersangkutan dan disalurkan ke Rekening Kas Umum Daerah provinsi;

b. 64,8% (enam puluh empat delapan persepuluh persen) untuk daerah kabupaten/kota yang bersangkutan dan disalurkan ke Rekening Kas Umum Daerah kabupaten/kota; dan

c. 9% (sembilan persen) untuk biaya pemungutan.

(3) 10% (sepuluh persen) bagian Pemerintah dari penerimaan PBB dibagikan kepada seluruh daerah kabupaten dan kota yang didasarkan atas realisasi penerimaan PBB tahun anggaran berjalan, dengan imbangan sebagai berikut:

Page 14:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

10

a. 65% (enam puluh lima persen) dibagikan secara merata kepada seluruh daerah kabupaten dan kota; dan

b. 35% (tiga puluh lima persen) dibagikan sebagai insentif kepada daerah kabupaten dan kota yang realisasi tahun sebelumnya mencapai/melampaui rencana penerimaan sektor tertentu.

(4) Dana Bagi Hasil dari penerimaan BPHTB adalah sebesar 80% (delapan puluh persen) dengan rincian sebagai berikut:

a. 16% (enam belas persen) untuk daerah provinsi yang bersangkutan dan disalurkan ke Rekening Kas Umum Daerah provinsi; dan

b. 64% (enam puluh empat persen) untuk daerah kabupaten dan kota penghasil dan disalurkan ke Rekening Kas Umum Daerah kabupaten/kota.

(5) 20% (dua puluh persen) bagian Pemerintah dari penerimaan BPHTB dibagikan dengan porsi yang sama besar untuk seluruh kabupaten dan kota.

(6) Penyaluran Dana Bagi Hasil PBB dan BPHTB sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) dilakukan sesuai dengan peraturan perundang- undangan.

Pasal 13

(1) Dana Bagi Hasil dari penerimaan PPh Pasal 25 dan Pasal 29 Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri dan PPh Pasal 21 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) huruf c yang merupakan bagian Daerah adalah sebesar 20% (dua puluh persen).

(2) Dana Bagi Hasil dari penerimaan PPh sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibagi antara Pemerintah Daerah provinsi dan kabupaten/kota.

(3) Dana Bagi Hasil dari penerimaan PPh Pasal 25 dan Pasal 29 Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri dan PPh Pasal 21 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibagi dengan imbangan 60% (enam puluh persen) untuk kabupaten/kota dan 40% (empat puluh persen) untuk provinsi.

(4) Penyaluran Dana Bagi Hasil sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilaksanakan secara triwulanan.

Pasal 14

Pembagian Penerimaan Negara yang berasal dari sumber daya alam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (3) ditetapkan sebagai berikut:

a. Penerimaan Kehutanan yang berasal dari penerimaan Iuran Hak Pengusahaan Hutan (IHPH) dan Provisi Sumber Daya Hutan (PSDH) yang dihasilkan dari wilayah Daerah yang bersangkutan dibagi dengan imbangan 20% (dua puluh persen) untuk Pemerintah dan 80% (delapan puluh persen) untuk Daerah.

Page 15:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

11

b. Penerimaan Kehutanan yang berasal dari Dana Reboisasi dibagi dengan imbangan sebesar 60% (enam puluh persen) untuk Pemerintah dan 40% (empat puluh persen) untuk Daerah.

c. Penerimaan Pertambangan Umum yang dihasilkan dari wilayah Daerah yang bersangkutan, dibagi dengan imbangan 20% (dua puluh persen) untuk Pemerintah dan 80% (delapan puluh persen) untuk Daerah.

d. Penerimaan Perikanan yang diterima secara nasional dibagi dengan imbangan 20% (dua puluh persen) untuk Pemerintah dan 80% (delapan puluh persen) untuk seluruh kabupaten/kota.

e. Penerimaan Pertambangan Minyak Bumi yang dihasilkan dari wilayah Daerah yang bersangkutan setelah dikurangi komponen pajak dan pungutan lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan, dibagi dengan imbangan:

1. 84,5% (delapan puluh empat setengah persen) untuk Pemerintah; dan

2. 15,5% (lima belas setengah persen) untuk Daerah.

f. Penerimaan Pertambangan Gas Bumi yang dihasilkan dari wilayah Daerah yang bersangkutan setelah dikurangi komponen pajak dan pungutan lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan, dibagi dengan imbangan:

1. 69,5% (enam puluh sembilan setengah persen) untuk Pemerintah; dan

2. 30,5% (tiga puluh setengah persen) untuk Daerah.

g. Pertambangan Panas Bumi yang dihasilkan dari wilayah Daerah yang bersangkutan yang merupakan Penerimaan Negara Bukan Pajak, dibagi dengan imbangan 20% (dua puluh persen) untuk Pemerintah dan 80% (delapan puluh persen) untuk Daerah.

Pasal 15

(1) Dana Bagi Hasil dari penerimaan IHPH yang menjadi bagian Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf a, dibagi dengan rincian:

a. 16% (enam belas persen) untuk provinsi; dan

b. 64% (enam puluh empat persen) untuk kabupaten/kota penghasil.

(2) Dana Bagi Hasil dari penerimaan PSDH yang menjadi bagian Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf a, dibagi dengan rincian:

a. 16% (enam belas persen) untuk provinsi yang bersangkutan;

b. 32% (tiga puluh dua persen) untuk kabupaten/kota penghasil; dan

c. 32% (tiga puluh dua persen) dibagikan dengan porsi yang sama besar untuk kabupaten/kota lainnya dalam provinsi yang bersangkutan.

Page 16:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

12

Pasal 16

Dana Bagi Hasil dari Dana Reboisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf b:

a. 60% (enam puluh persen) bagian Pemerintah digunakan untuk rehabilitasi hutan dan lahan secara nasional; dan

b. 40% (empat puluh persen) bagian daerah digunakan untuk kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan di kabupaten/kota penghasil.

Pasal 17

(1) Penerimaan Pertambangan Umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf c terdiri atas:a. Penerimaan Iuran Tetap (Land-rent); danb. Penerimaan Iuran Eksplorasi dan Iuran Eksploitasi (Royalti).

(2) Dana Bagi Hasil dari Penerimaan Negara Iuran Tetap (Land-rent) yang menjadi bagian Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, dibagi dengan rincian:a. 16% (enam belas persen) untuk provinsi yang bersangkutan; danb. 64% (enam puluh empat persen) untuk kabupaten/kota penghasil.

(3) Dana Bagi Hasil dari Penerimaan Negara Iuran Eksplorasi dan Iuran Eksploitasi (Royalti) yang menjadi bagian Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, dibagi dengan rincian:a. 16% (enam belas persen) untuk provinsi yang bersangkutan;b. 32% (tiga puluh dua persen) untuk kabupaten/kota penghasil; danc. 32% (tiga puluh dua persen) untuk kabupaten/kota lainnya dalam provinsi

yang bersangkutan.

(4) Bagian kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c, dibagikan dengan porsi yang sama besar untuk semua kabupaten/kota dalam provinsi yang bersangkutan.

Pasal 18

(1) Penerimaan Perikanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf d terdiri atas:a. Penerimaan Pungutan Pengusahaan Perikanan; dan b. Penerimaan Pungutan Hasil Perikanan.

(2) Dana Bagi Hasil dari Penerimaan Negara sektor perikanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf d dibagikan dengan porsi yang sama besar kepada kabupaten/kota di seluruh Indonesia.

Page 17:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

13

Pasal 19

(1) Penerimaan Pertambangan Minyak Bumi dan Gas Bumi yang dibagikan ke Daerah adalah Penerimaan Negara dari sumber daya alam Pertambangan Minyak Bumi dan Gas Bumi dari wilayah Daerah yang bersangkutan setelah dikurangi komponen pajak dan pungutan lainnya.

(2) Dana Bagi Hasil dari Pertambangan Minyak Bumi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf e angka 2 sebesar 15% (lima belas persen) dibagi dengan rincian sebagai berikut:a. 3% (tiga persen) dibagikan untuk provinsi yang ber-sangkutan;b. 6% (enam persen) dibagikan untuk kabupaten/kota penghasil; danc. 6% (enam persen) dibagikan untuk kabupaten/kota lainnya dalam provinsi

yang bersangkutan.

(3) Dana Bagi Hasil dari Pertambangan Gas Bumi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf f angka 2 sebesar 30% (tiga puluh persen) dibagi dengan rincian sebagai berikut:a. 6% (enam persen) dibagikan untuk provinsi yang bersangkutan;b. 12% (dua belas persen) dibagikan untuk kabupaten/kota penghasil; danc. 12% (dua belas persen) dibagikan untuk kabupaten/kota lainnya dalam

provinsi bersangkutan.

(4) Bagian kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c dan ayat (3) huruf c, dibagikan dengan porsi yang sama besar untuk semua kabupaten/kota dalam provinsi yang bersangkutan.

Pasal 20

(1) Dana Bagi Hasil dari Pertambangan Minyak Bumi dan Gas Bumi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf e angka 2 dan huruf f angka 2 sebesar 0,5% (setengah persen) dialokasikan untuk menambah anggaran pendidikan dasar.

(2) Dana Bagi Hasil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibagi masing- masing dengan rincian sebagai berikut:

a. 0,1% (satu persepuluh persen) dibagikan untuk provinsi yang ber-sangkutan;

b. 0,2% (dua persepuluh persen) dibagikan untuk kabupaten/kota penghasil; dan

c. 0,2% (dua persepuluh persen) dibagikan untuk kabupaten/kota lainnya dalam provinsi yang bersangkutan.

Page 18:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

(3) Bagian kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c, dibagikan dengan porsi yang sama besar untuk semua kabupaten/kota dalam provinsi yang bersangkutan.

Pasal 21

(1) Penerimaan Negara dari Pertambangan Panas Bumi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf g merupakan Penerimaan Negara Bukan Pajak yang terdiri atas:a. Setoran Bagian Pemerintah; dan b. Iuran tetap dan iuran produksi.

(2) Dana Bagi Hasil dari Penerimaan Pertambangan Panas Bumi yang dibagikan kepada Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf g dibagi dengan rincian:a. 16% (enam belas persen) untuk provinsi yang bersangkutan;b. 32% (tiga puluh dua persen) untuk kabupaten/kota penghasil; danc. 32% (tiga puluh dua persen) untuk kabupaten/kota lainnya dalam provinsi

yang bersangkutan.

(3) Bagian kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c, dibagikan dengan porsi yang sama besar untuk semua kabupaten/kota dalam provinsi yang bersangkutan.

Pasal 22

Pemerintah menetapkan alokasi Dana Bagi Hasil yang berasal dari sumberdaya alam sesuai dengan penetapan dasar perhitungan dan daerah penghasil.

Pasal 23

Dana Bagi Hasil yang merupakan bagian Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 disalurkan berdasarkan realisasi penerimaan tahun anggaran berjalan.

Pasal 24

(1) Realisasi penyaluran Dana Bagi Hasil yang berasal dari sektor minyak bumi dan gas bumi tidak melebihi 130% (seratus tiga puluh persen) dari asumsi dasar harga minyak bumi dan gas bumi dalam APBN tahun berjalan.

(2) Dalam hal Dana Bagi Hasil sektor minyak bumi dan gas bumi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melebihi 130% (seratus tiga puluh persen), penyaluran dilakukan melalui mekanisme APBN Perubahan.

Page 19:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

15

Pasal 25

Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1) dan ayat (2) dikenakan sanksi administrasi berupa pemotongan atas penyaluran Dana Bagi Hasil sektor minyak bumi dan gas bumi.

Pasal 26

Ketentuan lebih lanjut mengenai Dana Bagi Hasil diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Bagian KetigaDana Alokasi Umum

Pasal 27

(1) Jumlah keseluruhan DAU ditetapkan sekurang-kurangnya 26% (dua puluh enam persen) dari Pendapatan Dalam Negeri Neto yang ditetapkan dalam APBN.

(2) DAU untuk suatu Daerah dialokasikan atas dasar celah fiskal dan alokasi dasar.

(3) Celah fiskal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah kebutuhan fiskal dikurangi dengan kapasitas fiskal Daerah.

(4) Alokasi dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dihitung berdasarkan jumlah gaji Pegawai Negeri Sipil Daerah.

Pasal 28

(1) Kebutuhan fiskal Daerah merupakan kebutuhan pendanaan Daerah untuk melaksanakan fungsi layanan dasar umum.

(2) Setiap kebutuhan pendanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diukur secara berturut-turut dengan jumlah penduduk, luas wilayah, Indeks Kemahalan Konstruksi, Produk Domestik Regional Bruto per kapita, dan Indeks Pembangunan Manusia.

(3) Kapasitas fiskal Daerah merupakan sumber pendanaan Daerah yang berasal dari PAD dan Dana Bagi Hasil.

Pasal 29

Proporsi DAU antara daerah provinsi dan kabupaten/kota ditetapkan berdasar-kan imbangan kewenangan antara provinsi dan kabupaten/kota.

Page 20:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

16

Pasal 30

(1) DAU atas dasar celah fiskal untuk suatu daerah provinsi sebagai-mana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (2) dihitung berdasarkan perkalian bobot daerah provinsi yang bersangkutan dengan jumlah DAU seluruh daerah provinsi.

(2) Bobot daerah provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan per-bandingan antara celah fiskal daerah provinsi yang bersangkutan dan total celah fiskal seluruh daerah provinsi.

Pasal 31

(1) DAU atas dasar celah fiskal untuk suatu daerah kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (2) dihitung berdasarkan perkalian bobot daerah kabupaten/kota yang bersangkutan dengan jumlah DAU seluruh daerah kabupaten/ kota.

(2) Bobot daerah kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan perbandingan antara celah fiskal daerah kabupaten/kota yang bersangkutan dan total celah fiskal seluruh daerah kabupaten/kota.

Pasal 32

(1) Daerah yang memiliki nilai celah fiskal sama dengan nol menerima DAU sebesar alokasi dasar.

(2) Daerah yang memiliki nilai celah fiskal negatif dan nilai negatif tersebut lebih kecil dari alokasi dasar menerima DAU sebesar alokasi dasar setelah dikurangi nilai celah fiskal.

(3) Daerah yang memiliki nilai celah fiskal negatif dan nilai negatif tersebut sama atau lebih besar dari alokasi dasar tidak menerima DAU.

Pasal 33

Data untuk menghitung kebutuhan fiskal dan kapasitas fiska sebagaimana di-maksud dalam Pasal 28 diperoleh dari lembaga statistik pemerintah dan/atau lembaga pemerintah yang berwenang menerbitkan data yang dapat dipertanggungjawabkan.

Pasal 34

Pemerintah merumuskan formula dan penghitungan DAU sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30, Pasal 31, dan Pasal 32 dengan memperhatikan pertimbangan dewan yang bertugas memberikan saran dan pertimbangan terhadap kebijakan otonomi daerah.

Page 21:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

17

Pasal 35

Hasil penghitungan DAU per provinsi, kabupaten, dan kota ditetapkan dengan Keputusan Presiden.

Pasal 36

(1) Penyaluran DAU sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 dilaksanakan setiap bulan masing-masing sebesar 1/12 (satu perdua belas) dari DAU Daerah yang bersangkutan.

(2) Penyaluran DAU sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sebelum bulan bersangkutan.

Pasal 37

Ketentuan lebih lanjut mengenai DAU diatur dalam Peraturan Pemerintah.

Bagian KeempatDana Alokasi Khusus

Pasal 38

Besaran DAK ditetapkan setiap tahun dalam APBN.

Pasal 39

(1) DAK dialokasikan kepada Daerah tertentu untuk mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan Daerah.

(2) Kegiatan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan fungsi yang telah ditetapkan dalam APBN.

Pasal 40

(1) Pemerintah menetapkan kriteria DAK yang meliputi kriteria umum, kriteria khusus, dan kriteria teknis.

(2) Kriteria umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan mem-pertimbangkan kemampuan Keuangan Daerah dalam APBD.

(3) Kriteria khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan mem-perhatikan peraturan perundang-undangan dan karakteristik Daerah.

(4) Kriteria teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh kementerian Negara/departemen teknis.

Page 22:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

18

Pasal 41

(1) Daerah penerima DAK wajib menyediakan Dana Pendamping sekurang-kurangnya 10% (sepuluh persen) dari alokasi DAK.

(2) Dana Pendamping sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dianggarkan dalam APBD.

(3) Daerah dengan kemampuan fiskal tertentu tidak diwajibkan menyediakan Dana Pendamping.

Pasal 42

Ketentuan lebih lanjut mengenai DAK diatur dalam Peraturan Pemerintah.

BAB VIILAIN-LAIN PENDAPATAN

Pasal 43

Lain-lain Pendapatan terdiri atas pendapatan hibah dan pendapatan Dana Darurat.

Pasal 44

(1) Pendapatan hibah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 merupakan bantuan yang tidak mengikat.

(2) Hibah kepada Daerah yang bersumber dari luar negeri dilakukan melalui Pemerintah.

(3) Hibah dituangkan dalam suatu naskah perjanjian antara Pemerintah Daerah dan pemberi hibah.

(4) Hibah digunakan sesuai dengan naskah perjanjian sebagaimana dimaksud pada ayat (3).

Pasal 45

Tata cara pemberian, penerimaan, dan penggunaan hibah, baik dari dalam negeri maupun luar negeri diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 46

(1) Pemerintah mengalokasikan Dana Darurat yang berasal dari APBN untuk keperluan mendesak yang diakibatkan oleh bencana nasional dan/atau peristiwa luar biasa yang tidak dapat ditanggulangi oleh Daerah dengan menggunakan sumber APBD.

Page 23:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

19

(2) Keadaan yang dapat digolongkan sebagai bencana nasional dan/atau peristiwa luar biasa ditetapkan oleh Presiden.

Pasal47

(1) Pemerintah dapat mengalokasikan Dana Darurat pada Daerah yang dinyatakan mengalami krisis solvabilitas.

(2) Daerah dinyatakan mengalami krisis solvabilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan evaluasi Pemerintah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

(3) Krisis solvabilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Pemerintah setelah berkonsultasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat.

Pasal 48

Ketentuan lebih lanjut mengenai Dana Darurat diatur dengan Peraturan Pemerintah.

BAB VIIIPINJAMAN DAERAH

Bagian KesatuBatasan Pinjaman

Pasal 49

(1) Pemerintah menetapkan batas maksimal kumulatif pinjaman Pemerintah dan Pemerintah Daerah dengan memperhatikan keadaan dan prakiraan per-kembangan perekonomian nasional.

(2) Batas maksimal kumulatif pinjaman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak melebihi 60% (enam puluh persen) dari Produk Domestik Bruto tahun bersangkutan.

(3) Menteri Keuangan menetapkan batas maksimal kumulatif pinjaman Pemerintah Daerah secara keseluruhan selambat-lambatnya bulan Agustus untuk tahun anggaran berikutnya.

(4) Pengendalian batas maksimal kumulatif Pinjaman Daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Pasal 50

(1) Daerah tidak dapat melakukan pinjaman langsung kepada pihak luar negeri.

Page 24:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

20

(2) Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dikenakan sanksi administratif berupa penundaan dan/atau pemotongan atas penyaluran Dana Perimbangan oleh Menteri Keuangan.

Bagian KeduaSumber Pinjaman

Pasal 51

(1) Pinjaman Daerah bersumber dari:a. Pemerintah;b. Pemerintah Daerah lain;c. lembaga keuangan bank;d. lembaga keuangan bukan bank; dan e. masyarakat.

(2) Pinjaman Daerah yang bersumber dari Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a diberikan melalui Menteri Keuangan.

(3) Pinjaman Daerah yang bersumber dari masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e berupa Obligasi Daerah diterbitkan melalui pasar modal.

Bagian KetigaJenis dan Jangka Waktu Pinjaman

Pasal 52

(1) Jenis Pinjaman terdiri atas :a. Pinjaman Jangka Pendek;b. Pinjaman Jangka Menengah; dan c. Pinjaman Jangka Panjang.

(2) Pinjaman Jangka Pendek sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a merupakan Pinjaman Daerah dalam jangka waktu kurang atau sama dengan satu tahun anggaran dan kewajiban pembayaran kembali pinjaman yang meliputi pokok pinjaman, bunga, dan biaya lain seluruhnya harus dilunasi dalam tahun anggaran yang bersangkutan.

(3) Pinjaman Jangka Menengah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b merupakan Pinjaman Daerah dalam jangka waktu lebih dari satu tahun anggaran dan kewajiban pembayaran kembali pinjaman yang meliputi pokok pinjaman, bunga, dan biaya lain harus dilunasi dalam kurun waktu yang tidak melebihi sisa masa jabatan Kepala Daerah yang bersangkutan.

(4) Pinjaman Jangka Panjang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c merupakan Pinjaman Daerah dalam jangka waktu lebih dari satu tahun anggaran

Page 25:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

21

dan kewajiban pembayaran kembali pinjaman yang meliputi pokok pinjaman, bunga, dan biaya lain harus dilunasi pada tahun-tahun anggaran berikutnya sesuai dengan persyaratan perjanjian pinjaman yang bersangkutan.

Bagian KeempatPenggunaan Pinjaman

Pasal 53

(1) Pinjaman Jangka Pendek dipergunakan hanya untuk menutup kekurangan arus kas.

(2) Pinjaman Jangka Menengah dipergunakan untuk membiayai penyediaan layanan umum yang tidak menghasilkan peneri-maan.

(3) Pinjaman Jangka Panjang dipergunakan untuk membiayai proyek investasi yang menghasilkan penerimaan.

(4) Pinjaman Jangka Menengah dan Jangka Panjang wajib mendapatkan persetujuan DPRD.

Bagian KelimaPersyaratan Pinjaman

Pasal 54

Dalam melakukan pinjaman, Daerah wajib memenuhi persyaratan:a. jumlah sisa Pinjaman Daerah ditambah jumlah pinjaman yang akan ditarik tidak

melebihi 75% (tujuh puluh lima persen) dari jumlah penerimaan umum APBD tahun sebelumnya;

b. rasio kemampuan keuangan Daerah untuk mengembalikan pinjaman ditetapkan oleh Pemerintah;

c. tidak mempunyai tunggakan atas pengembalian pinjaman yang berasal dari Pemerintah.

Pasal 55

(1) Daerah tidak dapat memberikan jaminan atas pinjaman pihak lain.

(2) Pendapatan Daerah dan/atau barang milik Daerah tidak boleh dijadikan jaminan Pinjaman Daerah.

(3) Proyek yang dibiayai dari Obligasi Daerah beserta barang milik Daerah yang melekat dalam proyek tersebut dapat dijadikan jaminan Obligasi Daerah.

Page 26:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

22

Bagian KeenamProsedur Pinjaman Daerah

Pasal 56

(1) Pemerintah dapat memberikan pinjaman kepada Pemerintah Daerah yang dananya berasal dari luar negeri.

(2) Pinjaman kepada Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui perjanjian penerusan pinjaman kepada Pemerintah Daerah.

(3) Perjanjian penerusan pinjaman sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan antara Menteri Keuangan dan Kepala Daerah.

(4) Perjanjian penerusan pinjaman sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat dinyatakan dalam mata uang Rupiah atau mata uang asing.

Bagian KetujuhObligasi Daerah

Pasal 57

(1) Daerah dapat menerbitkan Obligasi Daerah dalam mata uang Rupiah di pasar modal domestik.

(2) Nilai Obligasi Daerah pada saat jatuh tempo sama dengan nilai nominal Obligasi Daerah pada saat diterbitkan.

(3) Penerbitan Obligasi Daerah wajib memenuhi ketentuan dalam Pasal 54 dan Pasal 55 serta mengikuti peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal.

(4) Hasil penjualan Obligasi Daerah digunakan untuk membiayai investasi sektor publik yang menghasilkan penerimaan dan memberikan manfaat bagi masyarakat.

(5) Penerimaan dari investasi sektor publik sebagaimana dimaksud pada ayat (4) digunakan untuk membiayai kewajiban bunga dan pokok Obligasi Daerah terkait dan sisanya disetorkan ke kas Daerah.

Pasal 58

(1) Dalam hal Pemerintah Daerah menerbitkan Obligasi Daerah, Kepala Daerah terlebih dahulu mendapatkan persetujuan DPRD dan Pemerintah.

(2) Penerbitan Obligasi Daerah ditetapkan dengan Peraturan Daerah.

(3) Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan atas nilai bersih maksimal Obligasi Daerah yang akan diterbitkan pada saat penetapan APBD.

Page 27:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

23

Pasal 59

Pemerintah tidak menjamin Obligasi Daerah.

Pasal 60Setiap Obligasi Daerah sekurang-kurangnya mencantumkan:

a. nilai nominal;

b. tanggal jatuh tempo;

c. tanggal pembayaran bunga;

d. tingkat bunga (kupon);

e. frekuensi pembayaran bunga;

f. cara perhitungan pembayaran bunga;

g. ketentuan tentang hak untuk membeli kembali Obligasi Daerah sebelum jatuh tempo; dan

h. ketentuan tentang pengalihan kepemilikan.

Pasal 61

(1) Persetujuan DPRD mengenai penerbitan Obligasi Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 ayat (1) meliputi pembayaran semua kewajiban bunga dan pokok yang timbul sebagai akibat penerbitan Obligasi Daerah dimaksud.

(2) Pemerintah Daerah wajib membayar bunga dan pokok setiap Obligasi Daerah pada saat jatuh tempo.

(3) Dana untuk membayar bunga dan pokok sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disediakan dalam APBD setiap tahun sampai dengan berakhirnya kewajiban tersebut.

(4) Dalam hal pembayaran bunga dimaksud melebihi perkiraan dana sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Kepala Daerah melakukan pembayaran dan me-nyampaikan realisasi pembayaran tersebut kepada DPRD dalam pembahasan Perubahan APBD.

Pasal 62(1) Pengelolaan Obligasi Daerah diselenggarakan oleh Kepala Daerah.

(2) Pengelolaan Obligasi Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang-kurangnya meliputi:

a. penetapan strategi dan kebijakan pengelolaan Obligasi Daerah termasuk kebijakan pengendalian risiko;

b. perencanaan dan penetapan struktur portofolio Pinjaman Daerah;

Page 28:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

24

c. penerbitan Obligasi Daerah;

d. penjualan Obligasi Daerah melalui lelang;

e. pembelian kembali Obligasi Daerah sebelum jatuh tempo;

f. pelunasan pada saat jatuh tempo; dan

g. pertanggungjawaban.

Bagian KedelapanPelaporan Pinjaman

Pasal 63

(1) Pemerintah Daerah wajib melaporkan posisi kumulatif pinjaman dan kewajiban pinjaman kepada Pemerintah setiap semester dalam tahun anggaran berjalan.

(2) Dalam hal Daerah tidak menyampaikan laporan, Pemerintah dapat menunda penyaluran Dana Perimbangan.

Pasal 64

(1) Seluruh kewajiban Pinjaman Daerah yang jatuh tempo wajib dianggarkan dalam APBD tahun anggaran yang bersangkutan.

(2) Dalam hal Daerah tidak memenuhi kewajiban membayar pinjamannya kepada Pemerintah, kewajiban membayar pinjaman tersebut diperhitungkan dengan DAU dan/atau Dana Bagi Hasil dari Penerimaan Negara yang menjadi hak Daerah tersebut.

Pasal 65

Ketentuan lebih lanjut mengenai Pinjaman Daerah termasuk Obligasi Daerah diatur dengan Peraturan Pemerintah.

BAB IXPENGELOLAAN KEUANGAN DALAM RANGKA DESENTRALISASI

Bagian KesatuAsas Umum

Pasal 66

(1) Keuangan Daerah dikelola secara tertib, taat pada peraturan perundang- undangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggung jawab dengan memperhatikan keadilan, kepatutan, dan manfaat untuk masyarakat.

Page 29:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

25

(2) APBD, Perubahan APBD, dan pertanggungjawaban pelaksanaan APBD setiap tahun ditetapkan dengan Peraturan Daerah.

(3) APBD mempunyai fungsi otorisasi, perencanaan, pengawasan, alokasi, dan distribusi.

(4) Semua Penerimaan dan Pengeluaran Daerah dalam tahun anggaran yang bersangkutan harus dimasukkan dalam APBD.

(5) Surplus APBD dapat digunakan untuk membiayai pengeluaran Daerah tahun anggaran berikutnya.

(6) Penggunaan surplus APBD sebagaimana dimaksud pada ayat (5) untuk membentuk Dana Cadangan atau penyertaan dalam Perusahaan Daerah harus memperoleh persetujuan terlebih dahulu dari DPRD.

Pasal 67

(1) Peraturan Daerah tentang APBD merupakan dasar bagi Pemerintah Daerah untuk melakukan Penerimaan dan Pengeluaran Daerah.

(2) Setiap pejabat dilarang melakukan tindakan yang berakibat pada pengeluaran atas beban APBD, jika anggaran untuk mendanai pengeluaran tersebut tidak tersedia atau tidak cukup tersedia.

(3) Semua Pengeluaran Daerah, termasuk subsidi, hibah, dan bantuan keuangan lainnya yang sesuai dengan program Pemerintah Daerah didanai melalui APBD.

(4) Keterlambatan pembayaran atas tagihan yang berkaitan dengan pelaksanaan APBD dapat mengakibatkan pengenaan denda dan/atau bunga.

(5) APBD disusun sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan dan kemampuan Keuangan Daerah.

(6) Dalam hal APBD diperkirakan defisit, ditetapkan sumber-sumber pembiayaan untuk menutup defisit tersebut dalam Peraturan Daerah tentang APBD.

(7) Dalam hal APBD diperkirakan surplus, ditetapkan penggunaan surplus tersebut dalam Peraturan Daerah tentang APBD.

Pasal 68

Tahun anggaran APBD sama dengan tahun anggaran APBN, yang meliputi masa 1 (satu) tahun mulai tanggal 1 Januari sampai dengan tanggal 31 Desember.

Page 30:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

26

Bagian KeduaPerencanaan

Pasal 69

(1) Dalam rangka penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, Pemerintah Daerah menyusun RKPD yang mengacu pada Rencana Kerja Pemerintah sebagai satu kesatuan dalam sistem perencanaan pembangunan nasional.

(2) RKPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan dasar penyusunan rancangan APBD.

(3) RKPD sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dijabarkan dalam RKA SKPD.

(4) Ketentuan mengenai pokok-pokok penyusunan RKA SKPD sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyusunan RKA SKPD diatur dengan Peraturan Daerah.

Pasal 70

(1) APBD terdiri atas anggaran pendapatan, anggaran belanja, dan anggaran pembiayaan.

(2) Anggaran pendapatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berasal dari Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan, dan Lain-lain Pendapatan.

(3) Anggaran belanja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diklasifikasikan menurut organisasi, fungsi, program, kegiatan, dan jenis belanja.

(4) Anggaran pembiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas penerimaan pembiayaan dan pengeluaran pembiayaan.

Pasal 71

(1) Pemerintah Daerah menyampaikan kebijakan umum APBD tahun anggaran berikutnya sejalan dengan RKPD kepada DPRD selambat-lambatnya bulan Juni tahun berjalan.

(2) DPRD membahas kebijakan umum APBD yang diajukan Pemerintah Daerah dalam pembicaraan pendahuluan RAPBD tahun anggaran berikutnya.

(3) Berdasarkan kebijakan umum APBD yang telah disepakati, Pemerintah Daerah dan DPRD membahas prioritas dan plafon anggaran sementara untuk dijadikan acuan bagi setiap SKPD.

Pasal 72

(1) Kepala SKPD selaku pengguna anggaran menyusun RKA SKPD tahun berikutnya.

Page 31:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

27

(2) Renja SKPD disusun dengan pendekatan prestasi kerja yang akan dicapai.

(3) RKA SKPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disertai dengan prakiraan belanja untuk tahun berikutnya setelah tahun anggaran yang sudah disusun.

(4) Rencana kerja dan anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) disampaikan kepada DPRD untuk dibahas dalam pembicaraan pendahuluan RAPBD.

(5) Hasil pembahasan rencana kerja dan anggaran disampaikan kepada pejabat pengelola Keuangan Daerah sebagai bahan penyusunan rancangan Peraturan Daerah tentang APBD tahun berikutnya.

Pasal 73

(1) Kepala Daerah mengajukan rancangan Peraturan Daerah tentang APBD disertai penjelasan dan dokumen-dokumen pendukungnya kepada DPRD.

(2) DPRD bersama dengan Pemerintah Daerah membahas Rancangan APBD yang disampaikan dalam rangka mendapatkan persetujuan.

(3) Rancangan APBD yang telah disetujui bersama oleh DPRD dan Kepala Daerah dituangkan dalam Peraturan Daerah tentang APBD.

Bagian KetigaPelaksanaan

Pasal 74

Semua Penerimaan Daerah wajib disetor seluruhnya tepat waktu ke Rekening Kas Umum Daerah.

Pasal 75

(1) Pengeluaran atas beban APBD dalam satu tahun anggaran hanya dapat dilaksanakan setelah APBD tahun anggaran yang bersangkutan ditetapkan dalam Peraturan Daerah.

(2) Dalam hal Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak disetujui DPRD, untuk membiayai keperluan setiap bulan Pemerintah Daerah dapat melaksanakan pengeluaran setinggi-tingginya sebesar realisasi APBD tahun anggaran sebelumnya.

(3) Kepala SKPD menyusun dokumen pelaksanaan anggaran untuk SKPD yang dipimpinnya berdasarkan alokasi anggaran yang ditetapkan oleh Kepala Daerah.

Page 32:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

28

(4) Pengguna anggaran melaksanakan kegiatan sebagaimana tersebut dalam dokumen pelaksanaan anggaran yang telah disahkan.

(5) Pengguna anggaran berhak untuk menguji, membebankan pada mata anggaran yang disediakan, dan memerintahkan pembayaran tagihan atas beban APBD.

(6) Pembayaran atas tagihan yang dibebankan APBD dilakukan oleh bendahara umum Daerah.

(7) Pembayaran atas tagihan yang dibebankan APBD tidak boleh dilakukan sebelum barang dan/atau jasa diterima.

Pasal 76

(1) Daerah dapat membentuk Dana Cadangan guna mendanai kebutuhan yang tidak dapat dibebankan dalam satu tahun anggaran yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah.

(2) Dana Cadangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat bersumber dari penyisihan atas penerimaan APBD kecuali dari DAK, Pinjaman Daerah, dan penerimaan lain yang penggunaan-nya dibatasi untuk pengeluaran tertentu.

(3) Penggunaan Dana Cadangan dalam satu tahun anggaran menjadi penerimaan pembiayaan APBD dalam tahun anggaran yang bersangkutan.

Pasal 77

(1) Dana Cadangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 ayat (1) ditempatkan dalam rekening tersendiri dalam Rekening Kas Umum Daerah.

(2) Dalam hal Dana Cadangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum digunakan sesuai dengan peruntukannya, dana tersebut dapat ditempatkan dalam portofolio yang memberikan hasil tetap dengan risiko rendah.

Pasal 78

(1) Pemerintah Daerah dapat melakukan kerja sama dengan pihak lain atas dasar prinsip saling menguntungkan.

(2) Kerja sama dengan pihak lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Daerah.

(3) Anggaran yang timbul akibat dari kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dicantumkan dalam APBD.

Pasal 79

(1) Dalam keadaan darurat, Pemerintah Daerah dapat melakukan belanja dari APBD yang belum tersedia anggarannya.

Page 33:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

29

(2) Belanja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) selanjutnya diusulkan dalam rancangan perubahan APBD dan/atau disampaikan dalam Laporan Realisasi Anggaran.

Pasal 80

(1) Perubahan APBD ditetapkan selambat-lambatnya 3 (tiga) bulanse belum berakhirnya tahun anggaran.

(2) Perubahan APBD hanya dapat dilakukan 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun anggaran, kecuali dalam keadaan luar biasa.

(3) Keadaan luar biasa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah keadaan yang menyebabkan estimasi penerimaan dan/atau pengeluaran dalam APBD mengalami kenaikan atau penurunan lebih besar dari 50% (lima puluh persen).

Bagian KeempatPertanggungjawaban

Pasal 81

(1) Pemerintah Daerah menyampaikan rancangan Peraturan Daerah tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBD kepada DPRD berupa laporan keuangan yang telah diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan paling lambat 6 (enam) bulan setelah berakhirnya tahun anggaran.

(2) Laporan keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) setidak- tidaknya meliputi Laporan Realisasi APBD, Neraca, Laporan Arus Kas, dan Catatan atas Laporan Keuangan, yang dilampiri laporan keuangan Perusahaan Daerah.

(3) Bentuk dan isi Laporan Pertanggungjawaban pelaksanaan APBD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) disusun dan disajikan sesuai dengan Standar Akuntasi Pemerintahan.

Pasal 82 Pengelolaan dan pertanggungjawaban Keuangan Daerah dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang Keuangan Negara dan Perbendaharaan Negara.

Bagian KelimaPengendalian

Pasal 83

(1) Menteri Keuangan menetapkan batas maksimal jumlah kumulatif defisit APBN dan APBD.

Page 34:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

30

(2) Jumlah kumulatif defisit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak melebihi 3% (tiga persen) dari Produk Domestik Bruto tahun bersangkutan.

(3) Menteri Keuangan menetapkan kriteria defisit APBD dan batas maksimal defisit APBD masing-masing Daerah setiap tahun anggaran.

(4) Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat dikenakan sanksi berupa penundaan atas penyaluran Dana Perimbangan.

Pasal 84Dalam hal APBD diperkirakan defisit, pembiayaan defisit bersumber dari:

a. Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SiLPA);

b. Dana Cadangan;

c. Penjualan kekayaan Daerah yang dipisahkan; dan

d. Pinjaman Daerah.

Bagian KeenamPengawasan dan Pemeriksaan

Pasal 85

(1) Pengawasan Dana Desentralisasi dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

(2) Pemeriksaan Dana Desentralisasi dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab Keuangan Negara.

Pasal 86

Ketentuan lebih lanjut mengenai pengelolaan Keuangan Daerah diatur dengan Peraturan Pemerintah.

BAB XDANA DEKONSENTRASI

Bagian KesatuUmum

Pasal 87

(1) Pendanaan dalam rangka Dekonsentrasi dilaksanakan setelah adanya pelimpahan wewenang Pemerintah melalui kementerian negara/lembaga kepada gubernur sebagai wakil Pemerintah di Daerah.

Page 35:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

31

(2) Pelaksanaan pelimpahan wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didanai oleh Pemerintah.

(3) Pendanaan oleh Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disesuaikan dengan wewenang yang dilimpahkan.

(4) Kegiatan Dekonsentrasi di Daerah dilaksanakan oleh SKPD yang ditetapkan oleh gubernur.

(5) Gubernur memberitahukan rencana kerja dan anggaran kementerian negara/lembaga yang berkaitan dengan kegiatan Dekonsentrasi di Daerah kepada DPRD.

(6) Rencana kerja dan anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diberitahukan kepada DPRD pada saat pembahasan RAPBD.

(7) Pendanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dialokasikan untuk kegiatan yang bersifat nonfisik.

Bagian KeduaPenganggaran Dana Dekonsentrasi

Pasal 88 Dana Dekonsentrasi merupakan bagian anggaran kementerian negara/lembaga yang dialokasikan berdasarkan rencana kerja dan anggaran kementerian negara/lembaga.

Bagian KetigaPenyaluran Dana Dekonsentrasi

Pasal 89

(1) Dana Dekonsentrasi disalurkan melalui Rekening Kas Umum Negara.

(2) Pada setiap awal tahun anggaran gubernur menetapkan Satuan Kerja Perangkat Daerah sebagai pelaksana kegiatan Dekonsentrasi.

(3) Dalam hal terdapat sisa anggaran lebih atas pelaksanaan Dekonsentrasi, sisa tersebut merupakan penerimaan kembali APBN.

(4) Dalam hal terdapat saldo kas atas pelaksanaan Dekonsentrasi, saldo tersebut harus disetor ke Rekening Kas Umum Negara.

(5) Dalam hal pelaksanaan Dekonsentrasi menghasilkan penerimaan, maka penerimaan tersebut merupakan penerimaan APBN dan disetor ke Rekening Kas Umum Negara sesuai dengan peraturan perundang- undangan.

Page 36:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

32

Bagian KeempatPertanggungjawaban dan Pelaporan Dana Dekonsentrasi

Pasal 90

(1) Penatausahaan keuangan dalam pelaksanaan Dekonsentrasi dilakukan secara terpisah dari penatausahaan keuangan dalam pelaksanaan Tugas Pembantuan dan Desentralisasi.

(2) SKPD menyelenggarakan penatausahaan uang/barang dalam rangka Dekon-sentrasi secara tertib sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

(3) SKPD menyampaikan laporan pelaksanaan kegiatan Dekonsentrasi kepada gubernur.

(4) Gubernur menyampaikan laporan pertanggungjawaban seluruh pelaksanaan kegiatan Dekonsentrasi kepada menteri negara/pimpinan lembaga yang memberikan pelimpahan wewenang.

(5) Menteri negara/pimpinan lembaga menyampaikan laporan pertanggung jawaban pelaksanaan kegiatan Dekonsentrasi secara nasional kepada Presiden sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Bagian KelimaStatus Barang dalam Pelaksanaan Dekonsentrasi

Pasal 91

(1) Semua barang yang diperoleh dari Dana Dekonsentrasi menjadi barang milik Negara.

(2) Barang milik Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dihibahkan kepada Daerah.

(3) Barang milik Negara yang dihibahkan kepada Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib dikelola dan ditatausahakan oleh Daerah.

(4) Barang milik Negara yang tidak dihibahkan kepada Daerah wajib dikelola dan ditatausahakan oleh kementerian negara/lembaga yang memberikan pelimpahan wewenang.

Pasal 92

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penganggaran, penyaluran, pelaporan, pertanggungjawaban, dan penghibahan barang milik Negara yang diperoleh atas pelaksanaan Dana Dekonsentrasi diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Page 37:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

33

Bagian KeenamPengawasan dan Pemeriksaan

Pasal 93

(1) Pengawasan Dana Dekonsentrasi dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

(2) Pemeriksaan Dana Dekonsentrasi dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara.

BAB XIDANA TUGAS PEMBANTUAN

Bagian KesatuUmum

Pasal 94

(1) Pendanaan dalam rangka Tugas Pembantuan dilaksanakan setelah adanya penugasan Pemerintah melalui kementerian negara/lembaga kepada Kepala Daerah.

(2) Pelaksanaan Tugas Pembantuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didanai oleh Pemerintah.

(3) Pendanaan oleh Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disesuaikan dengan penugasan yang diberikan.

(4) Kegiatan Tugas Pembantuan di Daerah dilaksanakan oleh SKPD yang ditetapkan oleh gubernur, bupati, atau walikota.

(5) Kepala Daerah memberitahukan rencana kerja dan anggaran kementerian negara/lembaga yang berkaitan dengan kegiatan Tugas Pembantuan kepada DPRD.

(6) Rencana kerja dan anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diberitahukan kepada DPRD pada saat pembahasan RAPBD.

(7) Pendanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dialokasikan untuk kegiatan yang bersifat fisik.

Page 38:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

34

Bagian KeduaPenganggaran Dana Tugas Pembantuan

Pasal 95

Dana Tugas Pembantuan merupakan bagian anggaran kementerian negara/lembaga yang dialokasikan berdasarkan rencana kerja dan anggaran kementerian negara/lembaga.

Bagian KetigaPenyaluran Dana Tugas Pembantuan

Pasal 96

(1) Dana Tugas Pembantuan disalurkan melalui Rekening Kas Umum Negara.

(2) Pada setiap awal tahun anggaran Kepala Daerah menetapkan Satuan Kerja Perangkat Daerah sebagai pelaksana kegiatan Tugas Pembantuan.

(3) Dalam hal terdapat sisa anggaran lebih atas pelaksanaan Tugas Pembantuan, sisa tersebut merupakan penerimaan kembali APBN.

(4) Dalam hal terdapat saldo kas atas pelaksanaan Tugas Pembantuan, saldo tersebut harus disetor ke Rekening Kas Umum Negara.

(5) Dalam hal pelaksanaan Tugas Pembantuan menghasilkan penerimaan, maka penerimaan tersebut merupakan penerimaan APBN yang harus disetor ke Rekening Kas Umum Negara sesuai ketentuan yang berlaku.

Bagian KeempatPertanggungjawaban dan Pelaporan Pelaksanaan

Tugas Pembantuan

Pasal 97

(1) Penatausahaan keuangan dalam pelaksanaan Tugas Pembantuan dilakukan secara terpisah dari penatausahaan keuangan dalam pelaksanaan Dekonsentrasi dan Desentralisasi.

(2) SKPD menyelenggarakan penatausahaan uang/barang dalam rangka Tugas Pembantuan secara tertib sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

(3) SKPD menyampaikan laporan pelaksanaan kegiatan Tugas Pembantuan kepada Gubernur, bupati, atau walikota.

(4) Kepala Daerah menyampaikan laporan pertanggungjawaban seluruh pelaksanaan kegiatan Tugas Pembantuan kepada menteri negara/pimpinan lembaga yang menugaskan.

Page 39:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

35

(5) Menteri negara/pimpinan lembaga menyampaikan laporan pertanggungjawaban pelaksanaan kegiatan Tugas Pembantuan secara nasional kepada Presiden sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Bagian KelimaStatus Barang dalam Pelaksanaan

Tugas Pembantuan

Pasal 98(1) Semua barang yang diperoleh dari Dana Tugas Pembantuan menjadi barang milik

Negara.(2) Barang milik Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dihibahkan

kepada Daerah.(3) Barang milik Negara yang dihibahkan kepada Daerah sebagaimana dimaksud

pada ayat (2) dikelola dan ditatausahakan oleh Daerah.

(4) Barang milik Negara yang tidak dihibahkan kepada Daerah wajib dikelola dan ditatausahakan oleh kementerian negara/lembaga yang memberikan penugasan.

Pasal 99

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penganggaran, penyaluran pelaporan, pertanggungjawaban, dan penghibahan barang milik Negara yang diperoleh atas pelaksanaan Dana Tugas Pembantuan diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Bagian EnamPengawasan dan Pemeriksaan

Pasal 100

(1) Pengawasan Dana Tugas Pembantuan dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

(2) Pemeriksaan Dana Tugas Pembantuan dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara.

BAB XIISISTEM INFORMASI KEUANGAN DAERAH

Pasal 101

(1) Pemerintah menyelenggarakan Sistem Informasi Keuangan Daerah secara nasional, dengan tujuan :

Page 40:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

36

a. merumuskan kebijakan dan pengendalian fiskal nasional;

b. menyajikan informasi Keuangan Daerah secara nasional;c. merumuskan kebijakan Keuangan Daerah, seperti Dana Perimbangan,

Pinjaman Daerah, dan pengendalian defisit anggaran; dand. melakukan pemantauan, pengendalian dan evaluasi pendanaan Desentrali-

sasi, Dekonsentrasi, Tugas Pembantuan, Pinjaman Daerah, dan defisit anggaran Daerah.

(2) Sistem Informasi Keuangan Daerah secara nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan oleh Pemerintah.

Pasal 102

(1) Daerah menyampaikan informasi Keuangan Daerah yang dapat dipertanggung-jawabkan kepada Pemerintah.

(2) Daerah menyelenggarakan Sistem Informasi Keuangan Daerah.

(3) Informasi yang berkaitan dengan Sistem Informasi Keuangan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), mencakup:a. APBD dan laporan realisasi APBD provinsi, kabupaten, dan kota;b. neraca Daerah;c. laporan arus kas;d. catatan atas laporan Keuangan Daerah;e. Dana Dekonsentrasi dan Dana Tugas Pembantuan;f. laporan keuangan Perusahaan Daerah; dang. data yang berkaitan dengan kebutuhan fiskal dan kapasitas fiskal Daerah.

(4) Informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d disampaikan kepada Pemerintah sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan.

(5) Menteri Keuangan memberikan sanksi berupa penundaan penyaluran Dana Perimbangan kepada Daerah yang tidak menyampaikan informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3).

Pasal 103

Informasi yang dimuat dalam Sistem Informasi Keuangan Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 101 merupakan data terbuka yang dapat diketahui, diakses, dan diperoleh masyarakat.

Pasal 104 Penyelenggaraan Sistem Informasi Keuangan Daerah sebagaimana dimaksud

Page 41:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

37

dalam Pasal 101, Pasal 102, dan Pasal 103, diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

BAB XIIIKETENTUAN PERALIHAN

Pasal 105

(1) Peraturan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Per-imbangan Keuangan antara Pemerintah dan Daerah masih tetap berlaku sepanjang belum diganti dengan peraturan pelaksanaan yang baru berdasarkan Undang-Undang ini.

(2) Peraturan pelaksanaan sebagai tindak lanjut Undang-Undang ini sudah selesai selambat-lambatnya 1 (satu) tahun sejak Undang-Undang ini diundangkan.

Pasal 106

(1) Pelaksanaan tambahan Dana Bagi Hasil sektor minyak bumi dan gas bumi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf e dan huruf f serta Pasal 20 dilaksanakan mulai tahun anggaran 2009.

(2) Sejak berlakunya Undang-Undang ini sampai dengan tahun anggaran 2008 penerimaan pertambangan minyak bumi yang dihasilkan dari wilayah Daerah yang bersangkutan setelah dikurangi komponen pajak dan pungutan lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan, dibagi dengan imbangan:

a. 85% (delapan puluh lima persen) untuk Pemerintah; dan

b. 15% (lima belas persen) untuk Daerah.

(3) Sejak berlakunya Undang-Undang ini sampai dengan tahun anggaran 2008 penerimaan pertambangan gas bumi yang dihasilkan dari wilayah daerah yang bersangkutan setelah dikurangi komponen pajak dan pungutan lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan, dibagi dengan imbangan:

a. 70% (tujuh puluh persen) untuk Pemerintah; dan

b. 30% (tiga puluh persen) untuk daerah.

Pasal 107

(1) Sejak berlakunya Undang-Undang ini sampai dengan tahun anggaran 2007 DAU ditetapkan sekurang-kurangnya 25,5% (dua puluh lima setengah persen) dari Pendapatan Dalam Negeri Neto yang ditetapkan dalam APBN.

(2) Ketentuan mengenai alokasi DAU sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini dilaksanakan sepenuhnya mulai tahun anggaran 2008.

Page 42:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

38

Pasal 108

(1) Dana Dekonsentrasi dan Dana Tugas Pembantuan yang merupakan bagian dari anggaran kementerian negara/lembaga yang digunakan untuk melaksanakan urusan yang menurut peraturan perundang-undangan menjadi urusan Daerah, secara bertahap dialihkan menjadi Dana Alokasi Khusus.

(2) Pengalihan secara bertahap sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah.

BAB XIVKETENTUAN PENUTUP

Pasal 109

Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, maka:

1. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah dan Daerah (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 72, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3848) dinyatakan tidak berlaku.

2. Ketentuan yang mengatur tentang Dana Bagi Hasil sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Provinsi Papua dinyatakan tetap berlaku selama tidak diatur lain.

Pasal 110

Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang- Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Disahkan di Jakarta

pada tanggal 15 Oktober 2004

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ttd

MEGAWATI SOEKARNOPUTRI

Page 43:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

39

Diundangkan di Jakarta

pada tanggal 15 Oktober 2004

SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA,

ttd

BAMBANG KESOWO

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2004 NOMOR 126.

Page 44:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004
Page 45:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

41

PENJELASANATAS

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIANOMOR 33 TAHUN 2004

TENTANG

PERIMBANGAN KEUANGANANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAHAN DAERAH

UMUM

Negara Kesatuan Republik Indonesia menyelenggarakan pemerintahan Negara dan pembangunan nasional untuk mencapai masyarakat adil, makmur, dan merata berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan, Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi terdiri atas daerah-daerah kabupaten dan kota. Tiap-tiap daerah tersebut mempunyai hak dan kewajiban mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahannya untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan kepada masyarakat.

Pasal 18A ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan agar hubungan keuangan, pelayanan umum, serta pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya antara Pemerintah dan Pemerintah Daerah diatur dan dilaksanakan secara adil dan selaras berdasarkan Undang-Undang. Dengan demikian, Pasal ini merupakan landasan filosofis dan landasan konstitusional pembentukan Undang-Undang tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah.

Ketetapan MPR Nomor IV/MPR/2000 tentang Rekomendasi Kebijakan dalam penyelenggaraan Otonomi Daerah dan Ketetapan MPR Nomor VI/MPR/2002 tentang Rekomendasi atas Laporan Pelaksanaan Putusan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia oleh Presiden, DPA, DPR, BPK, dan MA merekomendasikan kepada Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat agar melakukan perubahan yang bersifat mendasar dan menyeluruh terhadap Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang

Page 46:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

42

Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Sejalan dengan amanat TAP MPR tersebut serta adanya perkembangan dalam peraturan perundang-undangan di bidang Keuangan Negara yaitu Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, dan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, menyebabkan terjadinya perubahan yang bersifat mendasar dan menyeluruh dalam sistem Keuangan Negara. Dengan demikian, Undang- Undang Nomor 25 Tahun 1999 perlu diperbaharui serta diselaraskan dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.

Pembentukan Undang-Undang tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah dimaksudkan untuk mendukung pendanaan atas penyerahan urusan kepada Pemerintahan Daerah yang diatur dalam Undang-Undang tentang Pemerintahan Daerah. Pendanaan tersebut menganut prinsip money follows function, yang mengandung makna bahwa pendanaan mengikuti fungsi pemerintahan yang menjadi kewajiban dan tanggung jawab masing-masing tingkat pemerintahan.

Perimbangan keuangan antara Pemerintah dan Pemerintahan Daerah men-cakup pembagian keuangan antara Pemerintah dan Pemerintahan Daerah secara proporsional, demokratis, adil, dan transparan dengan memperhatikan potensi, kondisi, dan kebutuhan Daerah.

Pemerintah pada hakikatnya mengemban tiga fungsi utama yakni fungsi distribusi, fungsi stabilisasi, dan fungsi alokasi. Fungsi distribusi dan fungsi stabilisasi pada umumnya lebih efektif dan tepat dilaksanakan oleh Pemerintah, sedangkan fungsi alokasi oleh Pemerintahan Daerah yang lebih mengetahui kebutuhan, kondisi, dan situasi masyarakat setempat. Pembagian ketiga fungsi dimaksud sangat penting sebagai landasan dalam penentuan dasar-dasar perimbangan keuangan antara Pemerintah dan Pemerintahan Daerah.

Dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah, penyerahan, pelimpahan, dan penugasan urusan pemerintahan kepada Daerah secara nyata dan bertanggung jawab harus diikuti dengan pengaturan, pembagian, dan pemanfaatan sumber daya nasional secara adil, termasuk perimbangan keuangan antara Pemerintah dan Pemerintahan Daerah. Sebagai daerah otonom, penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan tersebut dilakukan berdasarkan prinsip-prinsip transparansi, partisipasi, dan akuntabilitas.

Pendanaan penyelenggaraan pemerintahan agar terlaksana secara efisien dan efektif serta untuk mencegah tumpang tindih ataupun tidak tersedianya pendanaan pada suatu bidang pemerintahan, maka diatur pendanaan penyelenggaraan pemerintahan. Penyelenggaraan pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah

Page 47:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

43

dibiayai dari APBD, sedangkan penyelenggaraan kewenangan pemerintahan yang menjadi tanggung jawab Pemerintah dibiayai dari APBN, baik kewenangan Pusat yang didekonsentrasikan kepada Gubernur atau ditugaskan kepada Pemerintah Daerah dan/atau Desa atau sebutan lainnya dalam rangka Tugas Pembantuan.

Sumber-sumber pendanaan pelaksanaan Pemerintahan Daerah terdiri atas Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan, Pinjaman Daerah, dan Lain-lain Pendapatan Yang Sah.

Pendapatan Asli Daerah merupakan Pendapatan Daerah yang bersumber dari hasil Pajak Daerah, hasil Retribusi Daerah, hasil pengelolaan kekayaan Daerah yang dipisahkan, dan Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah, yang bertujuan untuk memberikan keleluasaan kepada Daerah dalam menggali pendanaan dalam pelaksanaan otonomi daerah sebagai perwujudan asas Desentralisasi.

Dana Perimbangan merupakan pendanaan Daerah yang bersumber dari APBN yang terdiri atas Dana Bagi Hasil (DBH), Dana Alokasi Umum (DAU), dan Dana Alokasi Khusus (DAK). Dana Perimbangan selain dimaksudkan untuk membantu Daerah dalam mendanai kewenangannya, juga bertujuan untuk mengurangi ketimpangan sumber pendanaan pemerintahan antara Pusat dan Daerah serta untuk mengurangi kesenjangan pendanaan pemerintahan antar-Daerah. Ketiga komponen Dana Perimbangan ini merupakan sistem transfer dana dari Pemerintah serta merupakan satu kesatuan yang utuh.

DBH adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dibagihasilkan kepada Daerah berdasarkan angka persentase tertentu. Pengaturan DBH dalam Undang-Undang ini merupakan penyelarasan dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000. Dalam Undang-Undang ini dimuat pengaturan mengenai Bagi Hasil penerimaan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25/29 Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri dan PPh Pasal 21 serta sektor pertambangan panas bumi sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2003 tentang Panas Bumi. Selain itu, dana reboisasi yang semula termasuk bagian dari DAK, dialihkan menjadi DBH.

DAU bertujuan untuk pemerataan kemampuan keuangan antar-Daerah yang dimaksudkan untuk mengurangi ketimpangan kemampuan keuangan antar-Daerah melalui penerapan formula yang mempertimbangkan kebutuhan dan potensi Daerah. DAU suatu Daerah ditentukan atas besar kecilnya celah fiskal (fiscal gap) suatu Daerah, yang merupakan selisih antara kebutuhan Daerah (fiscal need) dan potensi Daerah (fiscal capacity). Dalam Undang-Undang ini ditegaskan kembali mengenai formula celah fiskal dan penambahan variabel DAU. Alokasi DAU bagi Daerah

Page 48:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

44

yang potensi fiskalnya besar tetapi kebutuhan fiskal kecil akan memperoleh alokasi DAU relatif kecil. Sebaliknya, Daerah yang potensi fiskalnya kecil, namun kebutuhan fiskal besar akan memperoleh alokasi DAU relatif besar. Secara implisit, prinsip tersebut menegaskan fungsi DAU sebagai faktor pemerataan kapasitas fiskal.

DAK dimaksudkan untuk membantu membiayai kegiatan-kegiatan khusus di Daerah tertentu yang merupakan urusan Daerah dan sesuai dengan prioritas nasional, khususnya untuk membiayai kebutuhan sarana dan prasarana pelayanan dasar masyarakat yang belum mencapai standar tertentu atau untuk mendorong percepatan pembangunan Daerah.

Undang-Undang ini juga mengatur hibah yang berasal dari pemerintah negara asing, badan/lembaga asing, badan/lembaga internasional, Pemerintah, badan/lembaga dalam negeri atau perseorangan, baik dalam bentuk devisa, rupiah, maupun dalam bentuk barang dan/atau jasa termasuk tenaga ahli, dan pelatihan yang tidak perlu dibayar kembali.

Dalam lain-lain pendapatan selain hibah, Undang-Undang ini juga mengatur pemberian Dana Darurat kepada Daerah karena bencana nasional dan/atau peristiwa luar biasa yang tidak dapat ditanggulangi dengan dana APBD. Di samping itu, Pemerintah juga dapat memberikan Dana Darurat pada Daerah yang mengalami krisis solvabilitas, yaitu Daerah yang mengalami krisis keuangan berkepanjangan. Untuk menghindari menurunnya pelayanan kepada masyarakat setempat, Pemerintah dapat memberikan Dana Darurat kepada Daerah tersebut setelah dikonsultasikan terlebih dahulu dengan Dewan Perwakilan Rakyat.

Pinjaman Daerah merupakan salah satu sumber Pembiayaan yang bertujuan untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi Daerah dan meningkatkan pelayanan kepada masyarakat. Pembiayaan yang bersumber dari pinjaman harus dikelola secara benar agar tidak menimbulkan dampak negatif bagi Keuangan Daerah sendiri serta stabilitas ekonomi dan moneter secara nasional. Oleh karena itu, Pinjaman Daerah perlu mengikuti kriteria, persyaratan, mekanisme, dan sanksi Pinjaman Daerah yang diatur dalam Undang-Undang ini.

Dalam Undang-Undang ini juga ditegaskan bahwa Daerah dilarang melakukan pinjaman langsung ke luar negeri. Pinjaman yang bersumber dari luar negeri hanya dapat dilakukan melalui Pemerintah dengan mekanisme penerusan pinjaman. Pengaturan ini dimaksudkan agar terdapat prinsip kehati-hatian dan kesinambungan fiskal dalam kebijakan fiskal dan moneter oleh Pemerintah. Di lain pihak, Pinjaman Daerah tidak hanya dibatasi untuk membiayai prasarana dan sarana yang menghasilkan penerimaan, tetapi juga dapat untuk membiayai proyek pembangunan prasarana dasar masyarakat walaupun tidak menghasilkan penerimaan. Selain itu, dilakukan

Page 49:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

45

pembatasan pinjaman dalam rangka pengendalian defisit APBD dan batas kumulatif pinjaman Pemerintah Daerah.

Daerah juga dimungkinkan untuk menerbitkan Obligasi Daerah dengan persyaratan tertentu, serta mengikuti peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal dan memenuhi ketentuan nilai bersih maksimal Obligasi Daerah yang mendapatkan persetujuan Pemerintah. Segala bentuk akibat atau risiko yang timbul dari penerbitan Obligasi Daerah menjadi tanggung jawab Daerah sepenuhnya.

Pengelolaan keuangan dilakukan secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan dapat dipertanggungjawabkan kepada para pemangku kepentingan yang sudah menjadi tuntutan masyarakat. Semua penerimaan dan pengeluaran yang menjadi hak dan kewajiban Daerah dalam tahun anggaran yang bersangkutan harus dimasukkan dalam APBD. Dalam pengadministrasian Keuangan Daerah, APBD, Perubahan APBD, dan pertanggungjawaban pelaksanaan APBD setiap tahun ditetapkan dengan Peraturan Daerah.

Surplus APBD digunakan untuk membiayai Pengeluaran Daerah tahun anggaran berikutnya, membentuk Dana Cadangan, dan penyertaan modal dalam Perusahaan Daerah. Dalam hal anggaran diperkirakan defisit, ditetapkan sumber-sumber Pembiayaan untuk menutup defisit tersebut.

Pengaturan Dana Dekonsentrasi bertujuan untuk menjamin tersedianya dana bagi pelaksanaan kewenangan Pemerintah yang dilimpahkan kepada gubernur sebagai wakil Pemerintah. Dana Tugas Pembantuan untuk menjamin tersedianya dana bagi pelaksanaan kewenangan Pemerintah yang ditugaskan kepada Daerah.

Dalam Undang-Undang ini ditegaskan bahwa pengadministrasian Dana Dekon-sentrasi dan Tugas Pembantuan dilakukan melalui mekanisme APBN, sedangkan pengadministrasian Dana Desentralisasi mengikuti mekanisme APBD. Hal ini dimaksudkan agar penyelenggaraan pembangunan dan Pemerintahan Daerah dapat dilakukan secara efektif, efisien, transparan, dan akuntabel.

Dalam rangka meningkatkan pelaksanaan Desentralisasi berdasarkan prinsip transparansi dan akuntabilitas, diperlukan adanya dukungan Sistem Informasi Keuangan Daerah. Sistem tersebut antara lain dimaksudkan untuk perumusan kebijakan dan pengendalian fiskal nasional.

Berdasarkan pemikiran sebagaimana diuraikan di atas, maka pokok-pokok muatan Undang- Undang ini adalah sebagai berikut:

a. Penegasan prinsip-prinsip dasar perimbangan keuangan Pemerintah dan Pemerintahan Daerah sesuai asas Desentralisasi, Dekonsentrasi, dan Tugas Pembantuan;

Page 50:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

46

b. Penambahan jenis Dana Bagi Hasil dari sektor Pertambangan Panas Bumi, Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25/29 Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri dan PPh Pasal 21;

c Pengelompokan Dana Reboisasi yang semula termasuk dalam komponen Dana Alokasi Khusus menjadi Dana Bagi Hasil;

d. Penyempurnaan prinsip pengalokasian Dana Alokasi Umum;

e. Penyempurnaan prinsip pengalokasian Dana Alokasi Khusus;

f. Penambahan pengaturan Hibah dan Dana Darurat;

g. Penyempurnaan persyaratan dan mekanisme Pinjaman Daerah, termasuk Obligasi Daerah;

h. Pengaturan pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan;

i. Penegasan pengaturan Sistem Informasi Keuangan Daerah; dan

j. Prinsip akuntabilitas dan responsibilitas dalam Undang-Undang ini dipertegas dengan pemberian sanksi.

PASAL DEMI PASAL

Pasal 1

Cukup jelas

Pasal 2

Ayat (1)

Perimbangan Keuangan antara Pemerintah dan Pemerintahan Daerah merupakan bagian pengaturan yang tidak terpisahkan dari sistem Keuangan Negara, dan dimaksudkan untuk mengatur sistem pendanaan atas kewenangan pemerintahan yang diserahkan, dilimpahkan, dan ditugasbantukan kepada Daerah.

Ayat (2)

Yang dimaksud dengan stabilitas pada ayat ini adalah stabilitas kondisi perekonomian nasional.

Yang dimaksud dengan keseimbangan fiskal pada ayat ini adalah keseimbangan fiskal antara Pemerintah dan Pemerintahan Daerah serta antar- Daerah.

Ayat (3)

Perimbangan keuangan dilaksanakan sejalan dengan pembagian kewenangan antara Pemerintah dan Pemerintahan Daerah. Dengan demikian, pengaturan

Page 51:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

47

perimbangan keuangan tidak hanya mencakup aspek Pendapatan Daerah tetapi juga mengatur aspek pengelolaan dan pertanggungjawabannya.

Pasal 3

Cukup jelas

Pasal 4

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)

Pendanaan sebagaimana dimaksud dalam ketentuan ini disesuaikan dengan besarnya beban kewenangan yang dilimpahkan dan/atau Tugas Pembantuan yang diberikan.

Pasal 5

Cukup jelas

Pasal 6

Ayat (1)

Huruf a

Cukup jelas

Huruf b

Termasuk hasil dari pelayanan Badan Layanan Umum (BLU) Daerah.

Huruf c

Cukup jelas

Huruf d

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Page 52:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

48

Pasal 7

Huruf a

Yang dimaksud dengan Peraturan Daerah tentang pendapatan yang menyebabkan ekonomi biaya tinggi adalah Peraturan Daerah yang mengatur pengenaan Pajak dan Retribusi oleh Daerah terhadap objek-objek yang telah dikenakan pajak oleh Pusat dan Provinsi, sehingga menyebabkan menurunnya daya saing Daerah.

Huruf b

Contoh pungutan yang dapat menghambat kelancaran mobilitas penduduk, lalu lintas barang dan jasa antar-Daerah, dan kegiatan impor/ekspor antara Pasal 8 lain adalah Retribusi izin masuk kota dan Pajak/Retribusi atas pengeluaran/pengiriman barang dari suatu daerah ke daerah lain.

Pasal 8

Ketentuan mengenai Pajak Daerah dan Retribusi Daerah diarahkan untuk memberikan kewenangan yang lebih besar kepada Daerah dalam perpajakan dan Retribusi Daerah melalui perluasan basis Pajak dan Retribusi dan pemberian diskresi dalam penetapan tarif Pajak dan Retribusi tersebut.

Perluasan basis Pajak tersebut antara lain dengan menambah jenis Pajak dan Retribusi baru dan diskresi penetapan tarif dilakukan dengan memberikan kewenangan sepenuhnya kepada Daerah dalam menetapkan tarif sesuai tarif maksimal yang ditetapkan dalam Undang-Undang.

Pasal 9

Cukup jelas

Pasal 10

Ayat (1)

Dana Perimbangan yang terdiri atas 3 (tiga) jenis sumber dana, merupakan pendanaan pelaksanaan Desentralisasi yang alokasinya tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lain karena masing-masing jenis Dana Perimbangan tersebut saling mengisi dan melengkapi.

Ayat (2)

Pencantuman Dana Perimbangan dalam APBN dimaksudkan untuk memberikan kepastian pendanaan bagi Daerah.

Page 53:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

49

Pasal 11

Cukup jelas

Pasal 12

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Huruf a

Pembagian tersebut dimaksudkan dalam rangka pemerataan kemampuan keuangan antar-Daerah.

Huruf b

Pemberian insentif ini dimaksudkan untuk mendorong intensifikasi pemungutan PBB. Yang dimaksud dengan sektor tertentu adalah penerimaan PBB dari sektor perkotaan dan perdesaan.

Ayat (4)

Yang dimaksud dengan Rekening Kas Umum Daerah adalah rekening tempat penyimpanan uang Daerah yang ditentukan oleh gubernur/bupati/walikota untuk menampung seluruh Penerimaan Daerah dan membayar seluruh Pengeluaran Daerah pada bank yang ditetapkan. Rekening Kas Umum Daerah ini dikelola oleh Kepala satuan kerja pengelola Keuangan Daerah selaku Bendahara Umum Daerah.

Ayat (5)

Pembagian tersebut dimaksudkan dalam rangka pemerataan kemampuan keuangan antar-Daerah.

Ayat (6)

Cukup jelas

Pasal 13

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Page 54:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

50

Ayat (3)

Bagian Daerah dari penerimaan PPh Pasal 25 dan Pasal 29 dan PPh Pasal 21 untuk kabupaten/kota sebesar 60% (enam puluh persen) dan bagian provinsi sebesar 40% (empat puluh persen) ditetapkan oleh Menteri Keuangan.

Ayat (4)

Cukup jelas

Pasal 14

Huruf a

Cukup jelas

Huruf b

Cukup jelas

Huruf c

Cukup jelas

Huruf d

Cukup jelas

Huruf e

Cukup jelas

Huruf f

Cukup jelas

Huruf g

Berdasarkan ketentuan perundang-undangan yang berlaku, Penerimaan Negara Bukan Pajak dari hasil pengusahaan sumber daya panas bumi terdiri atas:

1) Penerimaan Negara Bukan Pajak dari kontrak pengusahaan panas bumi yang ditandatangani sebelum Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2003 tentang Panas Bumi ditetapkan, berasal dari setoran bagian Pemerintah setelah dikurangi dengan kewajiban perpajakan dan pungutan-pungutan lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

2) Penerimaan Negara Bukan Pajak dari kontrak pengusahaan panas bumi yang ditandatangani sesudah Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2003 tentang Panas Bumi ditetapkan, berasal dari Iuran Tetap dan Iuran Produksi.

Page 55:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

51

Pasal 15

Cukup jelas

Pasal 16

Cukup jelas

Pasal 17

Ayat (1)

Huruf a

Yang dimaksud dengan Penerimaan Iuran Tetap (Land-rent) adalah seluruh penerimaan iuran yang diterima Negara sebagai imbalan atas kesempatan Penyelidikan Umum, Eksplorasi, atau Eksploitasi pada suatu wilayah Kuasa Pertambangan.

Huruf b

Yang dimaksud dengan Penerimaan Iuran Ekplorasi dan Eksploitasi (Royalti) adalah Iuran Produksi yang diterima Negara dalam hal Pemegang Kuasa Pertambangan Eksplorasi mandapat hasil berupa bahan galian yang tergali atas kesempatan Eksplorasi yang diberikan kepadanya serta atas hasil yang diperoleh dari usaha pertambangan eksploitasi (Royalti) satu atau lebih bahan galian.

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)

Cukup jelas

Pasal 18

Ayat (1)

Huruf a

Yang dimaksud dengan Pungutan Pengusahaan Perikanan adalah pungutan Negara yang dikenakan kepada perusahaan perikanan Indonesia yang memperoleh Izin Usaha Perikanan (IUP), Alokasi Penangkapan Ikan Penanaman Modal (APIPM), dan Surat Izin Kapa Pengangkut Ikan (SIKPI), sebagai imbalan atas kesempatan yang diberikan kepada Pemerintah Indonesia untuk melakukan usaha perikanan dalam wilayah perikanan Republik Indonesia.

Page 56:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

52

Huruf b

Yang dimaksud dengan Pungutan Hasil Perikanan adalah pungutan Negara yang dikenakan kepada perusahaan perikanan Indonesia yang melakukan usaha penangkapan ikan sesuai dengan Surat Penangkapan Ikan (SPI) yang diperoleh.

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 19

Ayat (1)

Penerimaan Negara dari sumber daya alam sektor Pertambangan Minyak Bumi dan Gas Bumi berasal dari kegiatan Operasi Pertamina itu sendiri, kegiatan Kontrak Bagi Hasil (Production Sharing Contract), dan kontrak kerja sama selain Kontrak Bagi Hasil.

Komponen Pajak adalah pajak-pajak dalam kegiatan Pertambangan Minyak Bumi dan Gas Bumi dan pungutan-pungutan lain sesuai dengan ketentuan perundang- undangan.

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)

Cukup jelas

Pasal 20

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2) Cukup jelas

Huruf a

Bagian untuk provinsi harus digunakan untuk menunjang pemenuhan sarana pendidikan dasar.

Huruf b

Cukup jelas

Huruf c

Cukup jelas

Page 57:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

53

Ayat (3)

Cukup jelas

Pasal 21

Ayat (1)

Cukup jelas

Huruf a

Cukup jelas

Huruf b

Yang dimaksud dengan iuran tetap adalah iuran yang dibayarkan kepada Negara sebagai imbalan atas kesempatan eksplorasi, studi kelayakan, dan eksploitasi pada suatu wilayah kerja.

Yang dimaksud dengan iuran produksi adalah iuran yang dibayarkan kepada Negara atas hasil yang diperoleh dari usaha pertambangan Panas Bumi.

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Pasal 22 Ketentuan lebih lanjut mengenai penetapan dasar penghitungan dan daerah

penghasil diatur dalam Peraturan Pemerintah.

Pasal 23

Cukup jelas

Pasal 24

Ayat (1)

Penerimaan pertambangan minyak bumi dan gas bumi yang dibagihasilkan, penghitungannya didasarkan pada realisasi harga minyak dan gas bumi. Realisasi harga minyak dan gas bumi tersebut tidak melebihi 130% (seratus tiga puluh persen) dari asumsi dasar harga minyak bumi dan gas bumi yang ditetapkan dalam APBN tahun berjalan.

Ayat (2)

Apabila realisasi harga minyak bumi dan gas bumi melebihi 130% (seratus tiga puluh persen) dari asumsi dasar harga minyak bumi dan gas bumi yang

Page 58:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

54

ditetapkan dalam APBN tahun berjalan, kelebihan Dana Bagi Hasil berasal dari penerimaan sektor pertambangan minyak bumi dan gas bumi dibagikan ke Daerah sebagai DAU tambahan melalui Penerimaan Dalam Negeri Neto dengan menggunakan formulasi DAU.

Pasal 25

Cukup jelas

Pasal 26

Muatan Peraturan Pemerintah antara lain mengatur kewenangan masing-masing instansi yang terlibat di dalam penetapan daerah penghasil, dasar penghitungan, perkiraan dana bagi hasil, jangka waktu proses penetapan, mekanisme konsultasi dengan dewan yang bertugas memberikan saran dan pertimbangan terhadap kebijakan otonomi daerah, tata cara penyaluran, pelaporan, dan pertanggungjawaban.

Pasal 27

Ayat (1)

Pendapatan Dalam Negeri Neto adalah Penerimaan Negara yang berasal dari pajak dan bukan pajak setelah dikurangi dengan Penerimaan Negara yang dibagihasilkan kepada Daerah.

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)

Yang dimaksud dengan jumlah gaji Pegawai Negeri Sipil Daerah adalah gaji pokok ditambah tunjangan keluarga dan tunjangan jabatan sesuai dengan peraturan penggajian Pegawai Negeri Sipil.

Pasal 28

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan layanan dasar publik antara lain adalah penyediaan layanan kesehatan dan pendidikan, penyediaan infrastruktur, dan pengentasan masyarakat dari kemiskinan.

Ayat (2)

Jumlah penduduk merupakan variabel yang mencerminkan kebutuhan akan penyediaan layanan publik di setiap Daerah.

Page 59:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

55

Luas wilayah merupakan variabel yang mencerminkan kebutuhan atas penyediaan sarana dan prasarana per satuan wilayah.

Indeks Kemahalan Konstruksi merupakan cerminan tingkat kesulitan geografis yang dinilai berdasarkan tingkat kemahalan harga prasarana fisik secara relatif antar-Daerah.

Produk Domestik Regional Bruto merupakan cerminan potensi dan aktivitas perekonomian suatu Daerah yang dihitung berdasarkan total seluruh output produksi kotor dalam suatu wilayah.

Indeks Pembangunan Manusia merupakan variabel yang mencerminkan tingkat pencapaian kesejahteraan penduduk atas layanan dasar di bidang pendidikan dan kesehatan.

Kebutuhan pendanaan suatu Daerah dihitung dengan pendekatan total pengeluaran rata-rata nasional.

Ayat (3)

Cukup jelas

Pasal 29

Cukup jelas

Pasal 30

Cukup jelas

Pasal 31

Cukup jelas

Pasal 32

Ayat (1)

Contoh perhitungan : Kebutuhan Fiskal sama dengan Kapasitas Fiskal

Kebutuhan Fiskal = Rp 100 miliar

Kapasitas Fiskal = Rp 100 miliar

Alokasi Dasar = Rp 50 miliar

Celah Fiskal = Kebutuhan Fiskal – Kapasitas Fiskal

= Rp 100 miliar – Rp100 miliar = 0

DAU = Alokasi Dasar

Total DAU = Rp 50 miliar

Page 60:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

56

Ayat (2)

Dalam hal celah fiskal negatif maka jumlah DAU yang diterima Daerah adalah sebesar Alokasi Dasar setelah diperhitungkan dengan celah fiskalnya. Contoh perhitungan :

Kebutuhan Fiskal = Rp 100 miliar

Kapasitas Fiskal = Rp 125 miliar

Alokasi Dasar = Rp 50 miliar

Celah Fiskal = Kebutuhan Fiskal – Kapasitas Fiskal

= Rp 100 miliar – Rp 125 miliar

= Rp-25 miliar (negatif)

DAU = Alokasi Dasar + Celah Fiskal

Total DAU = Rp50 miliar + Rp-25 miliar = Rp25 miliar

Ayat (3)

Contoh perhitungan : Celah Fiskal (negatif) melebihi Alokasi Dasar

Kebutuhan Fiskal = Rp 100 miliar

Kapasitas Fiskal = Rp 175 miliar

Alokasi Dasar = Rp 50 miliar

Celah Fiskal = Kebutuhan Fiskal – Kapasitas Fiskal

= Rp 100 miliar – Rp 175 miliar

= Rp-75 miliar (negatif)

DAU = Celah Fiskal + Alokasi Dasar

Total DAU = Rp-75 miliar + Rp 50 miliar = Rp-25 miliar atau disesuaikan menjadi Rp 0 (nol)

Pasal 33

Cukup jelas

Pasal 34

Cukup jelas

Pasal 35

Cukup jelas

Pasal 36

Cukup jelas

Page 61:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

57

Pasal 37 Muatan Peraturan Pemerintah tersebut antara lain mengatur bobot variabel,

persentase imbangan DAU antara provinsi dan kabupaten/kota, dan tata cara penyaluran.

Pasal 38

Cukup jelas

Pasal 39

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan Daerah tertentu adalah Daerah yang memenuhi kriteria yang ditetapkan setiap tahun untuk mendapatkan alokasi DAK. Dengan demikian, tidak semua Daerah mendapatkan alokasi DAK.

Ayat (2)

Yang dimaksud dengan fungsi dalam rincian Belanja Negara antara lain terdiri atas layanan umum, pertahanan, ketertiban dan keamanan, ekonomi, lingkungan hidup, perumahan dan fasilitas umum, kesehatan, pariwisata, budaya, agama, pendidikan dan perlindungan sosial.

Pasal 40

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Kriteria umum dihitung untuk melihat kemampuan APBD untuk membiayai kebutuhan-kebutuhan dalam rangka pembangunan Daerah yang dicerminkan dari penerimaan umum APBD dikurangi dengan belanja pegawai.

Kemampuan Keuangan Daerah = Penerimaan Umum APBD –

belanja pegawai Daerah

Penerimaan Umum = PAD + DAU + (DBH – DBHDR)

Belanja Pegawai Daerah = Belanja PNSD

Ayat (3)

Yang dimaksud dengan peraturan perundang-undangan adalah Undang- Undang yang mengatur tentang kekhususan suatu Daerah.

Yang dimaksud dengan karakteristik Daerah antara lain adalah daerah pesisir dan kepulauan, daerah perbatasan dengan negara lain, daerah tertinggal/terpencil, daerah yang termasuk rawan banjir dan longsor, serta daerah yang termasuk daerah ketahanan pangan.

Page 62:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

58

Ayat (4)

Kriteria teknis antara lain meliputi standar kualitas/kuantitas konstruksi, serta perkiraan manfaat lokal dan nasional yang menjadi indikator dalam perhitungan teknis.

Pasal 41

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Yang dimaksud Daerah dengan kemampuan fiskal tertentu adalah Daerah yang selisih antara Penerimaan Umum APBD dan belanja pegawainya sama dengan nol atau negatif.

Pasal 42

Muatan Peraturan Pemerintah tersebut antara lain kriteria umum, kriteria khusus, kriteria teknis, mekanisme pengalokasian, tata cara penyaluran, penganggaran di Daerah, pemantauan dan pengawasan, evaluasi, dan pelaporan.

Pasal 43

Cukup jelas

Pasal 44

Ayat (1)

Dalam menerima hibah, Daerah tidak boleh melakukan ikatan yang secara politis dapat mempengaruhi kebijakan Daerah.

Ayat (2)

Pemberian hibah yang bersumber dari luar negeri dituangkan dalam naskah perjanjian hibah yang ditandatangani oleh Pemerintah dan pemberi hibah luar negeri.

Ayat (3)

Yang dimaksud dengan pemberi hibah dalam ayat ini adalah Pemerintah selaku pihak yang menerushibahkan kepada Daerah.

Ayat (4)

Hibah yang diterima oleh Daerah antara lain dapat digunakan untuk menunjang peningkatan fungsi pemerintahan dan layanan dasar umum, serta pemberdayaan aparatur Daerah.

Page 63:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

59

Pasal 45

Cukup jelas

Pasal 46

Ayat (1)

Pada dasarnya biaya penanggulangan bencana nasional dibiayai dari APBD, tetapi apabila APBD tidak mencukupi untuk menanggulangi bencana Nasional dan/atau peristiwa luar biasa lainnya Pemerintah mengalokasikan Dana Darurat yang bersumber dari APBN.

Ayat (2)

Yang dimaksud dengan bencana nasional dan atau peristiwa luar biasa lainnya adalah bencana yang menimbulkan dampak yang luas sehingga mengganggu kegiatan perekonomian dan sosial.

Pasal 47

Ayat (1)

Krisis solvabilitas adalah krisis keuangan berkepanjangan yang dialami Daerah selama 2 (dua) tahun anggaran dan tidak dapat diatasi melalui APBD.

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Pasal 48

Muatan Peraturan Pemerintah tersebut antara lain mengatur kriteria penetapan bencana nasional atau peristiwa luar biasa, kriteria dan persyaratan pengajuan, tata cara penyaluran, dan pertanggungjawabannya.

Pasal 49

Cukup jelas

Pasal 50

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Dana Perimbangan yang dapat dilakukan penundaan penyaluran dan/atau pemotongan adalah Dana Bagi Hasil dan Dana Alokasi Umum.

Page 64:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

60

Pasal 51

Ayat (1)

Huruf a

Cukup jelas

Huruf b

Cukup jelas

Huruf c

Cukup jelas

Huruf d

Cukup jelas

Huruf e

Yang dimaksud dengan masyarakat adalah orang pribadi dan/atau badan yang melakukan investasi di pasar modal.

Ayat (2)

Pinjaman Daerah yang bersumber dari Pemerintah berasal dari APBN atau pinjaman luar negeri Pemerintah yang diteruspinjamkan kepada Daerah.

Ayat (3)

Cukup jelas

Pasal 52

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Pinjaman jangka pendek tidak termasuk kredit jangka pendek yang lazim terjadi dalam perdagangan, misalnya pelunasan kewajiban atas pengadaan/pembelian barang dan/atau jasa tidak dilakukan pada saat barang dan atau jasa dimaksud diterima.

Yang termasuk biaya lain misalnya biaya administrasi, komitmen, provisi, asuransi, dan denda.

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)

Cukup jelas

Page 65:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

61

Pasal 53

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Yang dimaksud dengan layanan umum adalah layanan yang menjadi tanggung jawab Daerah.

Ayat (3)

Yang dimaksud dengan menghasilkan penerimaan adalah hasil penerimaan yang berkaitan dengan pembangunan prasarana dan sarana yang dibiayai dari pinjaman yang bersangkutan.

Ayat (4)

Persetujuan DPRD dimaksud termasuk dalam hal pinjaman tersebut diterus-pinjamkan kepada BUMD.

Pasal 54

Huruf a

Yang dimaksud dengan penerimaan umum APBD tahun sebelumnya adalah seluruh penerimaan APBD tidak termasuk Dana Alokasi Khusus, Dana Darurat, dana pinjaman lama, dan penerimaan lain yang kegunaannya dibatasi untuk membiayai pengeluaran tertentu.

Huruf b

Rasio kemampuan Keuangan Daerah dihitung berdasarkan perbandingan antara jumlah Pendapatan Asli Daerah, Dana Bagi Hasil, dan Dana Alokasi Umum setelah dikurangi belanja wajib dibagi dengan penjumlahan angsuran pokok, bunga, dan biaya lain yang jatuh tempo.

Yang dimaksud dengan belanja wajib adalah belanja pegawai dan belanja anggota DPRD.

{PAD + DAU + (DBH – DBHDR)} – Belanja

DSCR =

Wajib > X

Pokok pinjaman + Bunga + Biaya Lain

DSCR = Debt Service Coverage Ratio atau Rasio Kemampuan Membayar Kembali Pinjaman;

PAD = Pendapatan Asli Daerah;

DAU = Dana Alokasi Umum;

DBH = Dana Bagi Hasil; dan

Page 66:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

62

DBHDR = Dana Bagi Hasil Dana Reboisasi.

Huruf c

Cukup jelas

Pasal 55

Cukup jelas

Pasal 56

Cukup jelas

Pasal 57

Cukup jelas

Pasal 58

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Yang dimaksud dengan nilai bersih adalah tambahan atas nilai nominal Obligasi Daerah yang beredar. Tambahan nilai nominal ini merupakan selisih antara nilai nominal Obligasi Daerah yang diterbitkan dengan nilai nominal obligasi yang ditarik kembali dan dilunasi sebelum jatuh tempo dan obligasi yang dilunasi pada saat jatuh tempo selama satu tahun anggaran.

Pasal 59 Ketentuan ini menegaskan bahwa segala risiko yang timbul sebagai akibat

dari penerbitan Obligasi Daerah tidak dijamin dan/atau ditanggung oleh Pemerintah.

Pasal 60

Cukup jelas

Pasal 61

Ayat (1)

Persetujuan DPRD atas semua Obligasi Daerah yang diterbitkan secara otomatis merupakan persetujuan atas pembayaran dan pelunasan segala

Page 67:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

63

kewajiban keuangan di masa mendatang yang timbul dari penerbitan Obligasi Daerah.

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Semua kewajiban bunga dan pokok yang timbul akibat penerbitan Obligasi dialokasikan dalam APBD setiap tahun sampai dengan berakhirnya kewajiban tersebut. Perkiraan dana yang perlu dialokasikan untuk pembayaran kewajiban untuk satu tahun anggaran disampaikan kepada DPRD untuk diperhitungkan dalam APBD tahun yang bersangkutan.

Ayat (4)

Realisasi pembayaran bunga dapat melebihi proyeksi pembayaran bunga dalam satu tahun anggaran, apabila tingkat bunga yang berlaku dari Obligasi Daerah dengan tingkat bunga mengambang lebih besar daripada asumsi tingkat bunga yang ditetapkan dalam APBD.

Pasal 62

Ayat (1)

Pengelolaan dan pertanggungjawaban Obligasi Daerah dilakukan oleh unit yang ditunjuk oleh Kepala Daerah.

Ayat (2)

Dalam rangka mencapai biaya obligasi yang paling rendah pada tingkat risiko yang dapat diterima dan dikendalikan, Pemerintah Daerah wajib melaksanakan dan melaporkan kegiatan yang sekurang-kurangnya seperti disebutkan pada ayat ini.

Pasal 63

Ayat (1)

Tembusan laporan posisi kumulatif dimaksud disampaikan kepada DPRD

sebagai pemberitahuan.

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 64

Ayat (1)

Cukup jelas

Page 68:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

64

Ayat (2)

Tata cara pelaksanaan pemotongan dan penundaan Dana Alokasi Umum dan/atau Bagian Daerah dari Penerimaan Negara diatur lebih lanjut dengan Keputusan Menteri Keuangan.

Pasal 65 Muatan Peraturan Pemerintah tersebut antara lain mengatur tata cara,

prosedur, dan persyaratan Obligasi.

Pasal 66

Ayat (1)

Penyelenggara Keuangan Daerah wajib mengelola Keuangan Daerah dengan mengacu pada asas-asas yang tercantum dalam ayat ini. Pengelolaan dimaksud dalam ayat ini mencakup keseluruhan perencanaan, penguasaan, penggunaan, pertanggungjawaban, dan pengawasan.

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Fungsi otorisasi mengandung arti bahwa anggaran Daerah menjadi dasar untuk melaksanakan pendapatan dan belanja pada tahun yang bersangkutan.

Fungsi perencanaan mengandung arti bahwa anggaran Daerah menjadi pedoman bagi manajemen dalam merencanakan kegiatan pada tahun yang bersangkutan.

Fungsi pengawasan mengandung arti bahwa anggaran Daerah menjadi pedoman untuk menilai apakah kegiatan penyelenggaraan Pemerintahan Daerah sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan.

Fungsi alokasi mengandung arti bahwa anggaran Daerah harus diarahkan untuk mengurangi pengangguran dan pemborosan sumber daya, serta meningkatkan efisiensi dan efektivitas perekonomian.

Fungsi distribusi mengandung arti bahwa kebijakan anggaran Daerah harus memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan.

Ayat (4)

Cukup jelas

Ayat (5)

Cukup jelas

Page 69:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

65

Ayat (6)

Cukup jelas

Pasal 67

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Program Pemerintah Daerah dimaksud diusulkan di dalam rancangan Peraturan Daerah tentang APBD serta disusun sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan Pemerintahan Daerah dan kemampuan dalam menghimpun Pendapatan Daerah dengan berpedoman kepada Rencana Kerja Pemerintah dalam rangka mewujudkan tercapainya tujuan bernegara.

Ayat (4)

Denda dan/atau bunga dimaksud dapat dikenakan kepada kedua belah pihak.

Ayat (5)

Dalam menyusun APBD dimaksud, diupayakan agar belanja operasional tidak melampaui pendapatan dalam tahun anggaran yang bersangkutan.

Ayat (6)

Cukup jelas

Ayat (7)

Penggunaan surplus APBD perlu mempertimbangkan prinsip pertanggung- jawaban antargenerasi, terutama untuk pelunasan utang, pembentukan Dana Cadangan, dan peningkatan jaminan sosial.

Pasal 68

Cukup jelas

Pasal 69

Cukup jelas

Pasal 70

Ayat (1)

Cukup jelas

Page 70:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

66

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Rincian Belanja Daerah menurut organisasi disesuaikan dengan susunan perangkat daerah/lembaga teknis daerah.

Rincian Belanja Daerah menurut fungsi antara lain terdiri atas layanan umum, ketertiban dan keamanan, ekonomi, lingkungan hidup, perumahan dan fasilitas umum, kesehatan, pariwisata, budaya, agama, pendidikan, serta perlindungan sosial. Rincian Belanja Daerah menurut jenis belanja (sifat ekonomi) antara lain terdiri atas belanja pegawai, belanja barang, belanja modal, bunga, subsidi, hibah, dan bantuan sosial.

Ayat (4)

Cukup jelas

Pasal 71

Cukup jelas

Pasal 72

Cukup jelas

Pasal 73

Cukup jelas

Pasal 74

Cukup jelas

Pasal 75

Cukup jelas

Pasal 76

Ayat (1)

Dana Cadangan adalah dana yang disisihkan untuk menampung kebutuhan yang memerlukan dana relatif besar yang tidak dapat dipenuhi dalam satu tahun anggaran. Pembentukan Dana Cadangan dalam APBD diperlakukan sebagai pengeluaran pembiayaan, sedangkan pada saat Dana Cadangan digunakan diperlakukan sebagai penerimaan pembiayaan.

Peraturan Daerah tentang pembentukan Dana Cadangan sekurang-kurangnya memuat tujuan, jumlah, sumber, periode, jenis pengeluaran, penggunaan, dan penempatan dana.

Page 71:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

67

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Dalam tahun pelaksanaan kegiatan yang didanai dengan Dana Cadangan sesuai dengan Peraturan Daerah, Dana Cadangan dicairkan dan merupakan penerimaan pembiayaan dalam tahun anggaran yang bersangkutan.

Pasal 77

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Salah satu contoh portofolio yang memberikan hasil tetap dengan risiko rendah adalah deposito pada bank pemerintah.

Pasal 78

Ayat (1)

Kerja sama dengan pihak lain dilakukan manakala Pemerintah Daerah me-miliki keterbatasan dana dalam menyediakan fasilitas layanan umum. Kerja sama dengan pihak lain meliputi kerja sama antar-Daerah, antara Pemerintah Daerah dan BUMD, serta antara Pemerintah Daerah dengan swasta, yang bertujuan untuk mengoptimalkan aset Daerah tanpa mengganggu layanan umum.

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Pasal 79

Ayat (1)

Pengeluaran tersebut dalam Pasal ini termasuk belanja untuk keperluan mendesak yang kriterianya ditetapkan dalam Peraturan Daerah tentang APBD yang bersangkutan.

Keadaan darurat sekurang-kurangnya harus memenuhi seluruh kriteria sebagai berikut:

a. bukan merupakan kegiatan normal dari aktivitas Pemerintah Daerah dan tidak dapat diprediksikan sebelumnya;

Page 72:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

68

b. tidak diharapkan terjadi secara berulang;

c. berada di luar kendali dan pengaruh Pemerintah Daerah; dan

d. memiliki dampak yang signifikan terhadap anggaran dalam rangka pemulihan yang disebabkan oleh keadaan darurat.

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 80

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Persentase 50% (lima puluh persen) adalah merupakan selisih (gap) kenaikan antara pendapatan dan belanja dalam APBD.

Pasal 81

Ayat (1)

Pemeriksaan laporan keuangan oleh Badan Pemeriksa Keuangan diselesaikan selambat-lambatnya 2 (dua) bulan setelah menerima laporan keuangan dari Pemerintah Daerah.

Ayat (2)

Laporan Realisasi Anggaran selain menyajikan realisasi pendapatan dan belanja, juga menjelaskan prestasi kerja SKPD.

Ayat (3)

Cukup jelas

Pasal 82

Cukup jelas

Pasal 83

Ayat (1)

Yang dimaksudkan dengan jumlah kumulatif defisit APBN dan APBD adalah jumlah defisit APBN ditambah jumlah defisit seluruh APBD dalam suatu tahun anggaran. Penetapan batas maksimal kumulatif defisit dimaksudkan dalam rangka prinsip kehati-hatian dan pengendalian fiskal nasional.

Page 73:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

69

Ayat (2)

Jumlah maksimal kumulatif defisit tidak melebihi 3% (tiga persen) dari Produk Domestik Bruto, sesuai dengan kaidah yang baik (best practice) dalam bidang pengelolaan fiskal.

Ayat (3)

Menteri Keuangan menetapkan batas maksimal defisit APBD untuk masing-masing Daerah setiap tahun pada bulan Agustus.

Ayat (4)

Cukup jelas

Pasal 84

Pada dasarnya APBD disusun dengan mempertimbangkan kemampuan Keuangan Daerah.

Dalam hal belanja diperkirakan lebih besar daripada pendapatan, maka sumber-sumber pembiayaan defisit diperoleh dari penggunaan SiLPA, Dana Cadangan, hasil penjualan kekayaan Daerah yang dipisahkan, dan Pinjaman Daerah.

Pasal 85

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Pemeriksaan Keuangan Daerah sekurang-kurangnya meliputi PAD, Dana Perimbangan, Lain-lain Pendapatan, Pinjaman Daerah, dan Belanja Daerah. Pemeriksaan Keuangan Daerah ini dilakukan secara tahunan dan pada akhir masa jabatan Kepala Daerah dan DPRD.

Pasal 86

Cukup jelas

Pasal 87

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Page 74:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

70

Ayat (3)

Ketentuan ayat ini dimaksudkan agar besaran dana yang dialokasikan harus menjamin terlaksananya penyelenggaraan kewenangan yang dilimpahkan.

Ayat (4)

Cukup jelas

Ayat (5)

Pemberitahuan rencana kerja dan anggaran kementerian negara/lembaga yang berkaitan dengan kegiatan Dekonsentrasi dimaksudkan untuk sinkroni-sasi antara kegiatan yang akan dibiayai dari APBD dan kegiatan yang dibiayai dari APBN guna menghindari adanya duplikasi pendanaan.

Ayat (6)

Cukup jelas

Ayat (7)

Kegiatan yang bersifat nonfisik antara lain koordinasi perencanaan, fasilitasi, pelatihan, pembinaan, pengawasan, dan pengendalian.

Pasal 88

Cukup jelas

Pasal 89

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)

Cukup jelas

Ayat (5)

Yang dimaksud dengan peraturan perundang-undangan adalah ketentuan tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak.

Page 75:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

71

Pasal 90

Ayat (1)

Pemisahan penatausahaan keuangan antara dana Dekonsentrasi, dana Tugas Pembantuan, dan dana Desentralisasi dimaksudkan agar terwujud penatausahaan yang tertib dan taat asas dalam pengelolaan keuangan.

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)

Yang dimaksud dengan laporan pelaksanaan kegiatan Dekonsentrasi antara lain meliputi pertanggungjawaban pelaksanaan substansi kewenangan, biaya penyelenggaraan, keluaran, dan hasil pelaksanaan kewenangan yang dilimpahkan.

Ayat (5)

Cukup jelas

Pasal 91

Cukup jelas

Pasal 92

Cukup jelas

Pasal 93

Cukup jelas

Pasal 94

Ayat (1)

Penugasan oleh Pemerintah melalui kementerian negara/lembaga merupa-kan penugasan dalam lingkup kewenangan Pemerintah.

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Ketentuan ayat ini dimaksudkan agar besaran dana yang dialokasikan harus menjamin terlaksananya penugasan yang diberikan.

Page 76:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

72

Ayat (4)

Cukup jelas

Ayat (5)

Pemberitahuan rencana kerja dan anggaran kementerian negara/lembaga yang berkaitan dengan kegiatan Tugas Pembantuan dimaksudkan untuk sinkronisasi antara kegiatan yang akan dibiayai dari APBD dan kegiatan yang dibiayai dari APBN guna menghindari adanya duplikasi pendanaan.

Ayat (6)

Cukup jelas

Ayat (7)

Cukup jelas

Pasal 95

Cukup jelas

Pasal 96

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)

Cukup jelas

Ayat (5)

Yang dimaksud dengan peraturan perundang-undangan adalah ketentuan tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak.

Pasal 97

Ayat (1)

Pemisahan penatausahaan keuangan antara Dana Tugas Pembantuan dengan Dana Dekonsentrasi dan Dana Desentralisasi dimaksudkan agar terwujud penatausahaan yang tertib dan taat asas dalam pengelolaan keuangan.

Ayat (2)

Cukup jelas

Page 77:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

73

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)

Yang dimaksud dengan laporan pelaksanaan kegiatan Tugas Pembantuan antara lain meliputi pertanggungjawaban pelaksanaan substansi kewenangan, biaya penyelenggaraan, keluaran, dan hasil pelaksanaan kewenangan yang ditugaspembantuankan.

Ayat (5)

Cukup jelas

Pasal 98

Cukup jelas

Pasal 99

Cukup jelas

Pasal 100

Cukup jelas

Pasal 101

Ayat (1)

Sistem Informasi Keuangan Daerah secara nasional adalah sarana bagi Pemerintah untuk mengolah, menyajikan, dan mempublikasikan informasi dan laporan pengelolaan Keuangan Daerah sebagai sarana menunjang tercapainya tata pemerintahan yang baik melalui transparansi dan akuntabilitas.

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 102

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan informasi keuangan yang dapat dipertanggung jawabkan adalah informasi yang bersumber dari Peraturan Daerah tentang APBD, pelaksanaan APBD, dan laporan realisasi APBD.

Ayat (2)

Penyelenggaraan Sistem Informasi Keuangan Daerah oleh Daerah dilaksanakan secara bertahap sesuai dengan kemampuan Keuangan Daerah.

Page 78:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

74

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)

Cukup jelas

Ayat (5)

Pemberian sanksi dilakukan setelah adanya teguran tertulis. Dana Perimbangan yang ditunda penyalurannya akibat pemberian sanksi dilakukan dengan tidak mengganggu pelaksanaan penyelenggaraan Pemerintahan Daerah.

Pasal 103

Cukup jelas

Pasal 104

Pokok-pokok muatan Peraturan Pemerintah tersebut, antara lain, mekanisme penyampaian laporan Keuangan Daerah, prinsip-prinsip penyelenggaraan sistem informasi keuangan di daerah, standar dan format informasi keuangan di Daerah, dan mekanisme penerapan sanksi atas keterlambatan penyampaian laporan.

Pasal 105

Cukup jelas

Pasal 106

Cukup jelas

Pasal 107

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Formula DAU digunakan mulai tahun anggaran 2006, tetapi sampai dengan tahun anggaran 2007 alokasi DAU yang diberlakukan untuk masing-masing Daerah ditetapkan tidak lebih kecil dari tahun anggaran 2005.

Sampai dengan tahun anggaran 2007 apabila DAU untuk provinsi tertentu lebih kecil dari tahun anggaran 2005, kepada provinsi yang bersangkutan dialokasikan dana penyesuaian yang besarnya sesuai dengan kemampuan dan perekonomian Negara.

Page 79:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

75

Pasal 108

Cukup jelas

Pasal 109

Cukup jelas

Pasal 110

Cukup jelas

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4438.

Page 80:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004
Page 81:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

77

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIANOMOR 32 TAHUN 2004

TENTANG

PEMERINTAHAN DAERAH

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : a. bahwa dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, pemerintahan daerah, yang mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan, diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan, pelayanan, pemberdayaan, dan peran serta masyarakat, serta peningkatan daya saing daerah dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan dan kekhususan suatu daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia;

b. bahwa efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan daerah perlu ditingkatkan dengan lebih memperhatikan aspek-aspek hubungan antar susunan pemerintahan dan antar peme-rintahan daerah, potensi dan keanekaragaman daerah, peluang dan tantangan persaingan global dengan memberikan kewena-ngan yang seluas-luasnya kepada daerah disertai dengan pem-berian hak dan kewajiban menyelenggarakan otonomi daerah dalam kesatuan sistem penyelenggaraan pemerintahan negara;

c. bahwa Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Peme-rintahan Daerah tidak sesuai dengan perkembangan keadaan, ketatanegaraan, dan tuntutan penyelenggaraan otonomi daerah sehingga perlu diganti;

d. bahwa berdasarkan pertimbangan pada huruf a, huruf b, dan huruf c perlu ditetapkan Undang-Undang tentang Pemerintahan Daerah;

Page 82:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

78

Mengingat : 1. Pasal 1, Pasal 4, Pasal 5, Pasal 18, Pasal 18A, Pasal 18B, Pasal 20, Pasal 21, Pasal 22D , Pasal 23E ayat (2), Pasal 24A ayat (1), Pasal 31 ayat (4), Pasal 33, dan Pasal 34 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

2. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3851);

3. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286);

4. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2003 tentang Susunan dan Kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 92, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4310);

5. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355);

6. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389);

Dengan Persetujuan Bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIAdan

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH.

Page 83:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

79

BAB IKETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:

1. Pemerintah pusat, selanjutnya disebut Pemerintah, adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

2. Pemerintahan daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

3. Pemerintah daerah adalah Gubernur, Bupati, atau Walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.

4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disebut DPRD adalah lembaga perwakilan rakyat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.

5. Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

6. Daerah otonom, selanjutnya disebut daerah, adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.

7. Desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh Pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.

8. Dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang pemerintahan oleh Pemerintah kepada Gubernur sebagai wakil pemerintah dan/atau kepada instansi vertikal di wilayah tertentu.

9. Tugas pembantuan adalah penugasan dari Pemerintah kepada daerah dan/atau desa dari pemerintah provinsi kepada kabupaten/kota dan/atau desa serta dari pemerintah kabupaten/kota kepada desa untuk melaksanakan tugas tertentu.

10. Peraturan daerah selanjutnya disebut Perda adalah peraturan daerah provinsi dan/atau peraturan daerah kabupaten/kota.

Page 84:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

80

11. Peraturan kepala daerah adalah peraturan Gubernur dan/atau peraturan Bupati/Walikota.

12. Desa atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

13. Perimbangan keuangan antara Pemerintah dan pemerintahan daerah adalah suatu sistem pembagian keuangan yang adil, proporsional, demokratis, transparan, dan bertanggung jawab dalam rangka pendanaan penyelenggaraan desentralisasi, dengan mempertimbangkan potensi, kondisi, dan kebutuhan daerah serta besaran pendanaan penyelenggaraan dekonsentrasi dan tugas pembantuan.

14. Anggaran pendapatan dan belanja daerah, selanjutnya disebut APBD, adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang ditetapkan dengan peraturan daerah.

15. Pendapatan daerah adalah semua hak daerah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan.

16. Belanja daerah adalah semua kewajiban daerah yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan.

17. Pembiayaan adalah setiap penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun pada tahun-tahun anggaran berikutnya.

18. Pinjaman daerah adalah semua transaksi yang mengakibatkan daerah menerima sejumlah uang atau menerima manfaat yang bernilai uang dari pihak lain sehingga daerah tersebut dibebani kewajiban untuk membayar kembali.

19. Kawasan khusus adalah bagian wilayah dalam provinsi dan/atau kabupaten/kota yang ditetapkan oleh Pemerintah untuk menyelenggarakan fungsi-fungsi pemerintahan yang bersifat khusus bagi kepentingan nasional.

20. Pasangan calon kepala daerah dan calon wakil kepala daerah yang selanjutnya disebut pasangan calon adalah bakal pasangan calon yang telah memenuhi persyaratan untuk dipilih sebagai kepala daerah dan wakil kepala daerah.

21. Komisi Pemilihan Umum Daerah yang selanjutnya disebut KPUD adalah KPU Provinsi, Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2003 yang diberi wewenang khusus oleh Undang-Undang ini untuk

Page 85:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

81

menyelenggarakan pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah di setiap provinsi dan/atau kabupaten/kota.

22. Panitia Pemilihan Kecamatan, Panitia Pemungutan Suara, dan Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara yang selanjutnya disebut PPK, PPS, dan KPPS adalah pelaksana pemungutan suara pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah pada tingkat kecamatan, desa/kelurahan, dan tempat pemungutan suara.

23. Kampanye pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah yang selanjutnya disebut kampanye adalah kegiatan dalam rangka meyakinkan para pemilih dengan menawarkan visi, misi, dan program pasangan calon.

Pasal 2

(1) Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota yang masing-masing mempunyai pemerintahan daerah.

(2) Pemerintahan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan.

(3) Pemerintahan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menjalankan oto nomi seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang menjadi urusan Pemerintah, dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat, pelayanan umum, dan daya saing daerah.

(4) Pemerintahan daerah dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan memiliki hubungan dengan Pemerintah dan dengan pemerintahan daerah lainnya.

(5) Hubungan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) meliputi hubungan wewenang, keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam, dan sumber daya lainnya.

(6) Hubungan keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam, dan sumber daya lainnya dilaksanakan secara adil dan selaras.

(7) Hubungan wewenang, keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya menimbulkan hubungan administrasi dan kewilayahan antarsusunan pemerintahan.

(8) Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan undang-undang.

(9) Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Page 86:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

82

Pasal 3

(1) Pemerintahan daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) adalah:

a. pemerintahan daerah provinsi yang terdiri atas pemerintah daerah provinsi dan DPRD provinsi;

b. pemerintahan daerah kabupaten/kota yang terdiri atas pemerintah daerah kabupaten/kota dan DPRD kabupaten/kota.

(2 Pemerintah daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas kepala daerah dan perangkat daerah.

BAB IIPEMBENTUKAN DAERAH DAN KAWASAN KHUSUS

Bagian KesatuPembentukan Daerah

Pasal 4

(1) Pembentukan daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) ditetapkan dengan undang-undang.

(2) Undang-undang pembentukan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) antara lain mencakup nama, cakupan wilayah, batas, ibukota, kewenangan menyelenggarakan urusan pemerintahan, penunjukan penjabat kepala daerah, pengisian keanggotaan DPRD, pengalihan kepegawaian, pendanaan, peralatan, dan dokumen, serta perangkat daerah.

(3) Pembentukan daerah dapat berupa penggabungan beberapa daerah atau bagian daerah yang bersandingan atau pemekaran dari satu daerah menjadi dua daerah atau lebih.

(4) Pemekaran dari satu daerah menjadi 2 (dua) daerah atau lebih sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat dilakukan setelah mencapai batas minimal usia penyelenggaraan pemerintahan.

Pasal 5

(1) Pembentukan daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 harus memenuhi syarat administratif, teknis, dan fisik kewilayahan.

(2) Syarat administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk provinsi meliputi adanya persetujuan DPRD kabupaten/kota dan Bupati/Walikota yang akan menjadi cakupan wilayah provinsi, persetujuan DPRD provinsi induk dan Gubernur, serta rekomendasi Menteri Dalam Negeri.

Page 87:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

83

(3) Syarat administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk kabupaten/kota meliputi adanya persetujuan DPRD kabupaten/kota dan Bupati/Walikota yang bersangkutan, persetujuan DPRD provinsi dan Gubernur serta rekomendasi Menteri Dalam Negeri.

(4) Syarat teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi faktor yang menjadi dasar pembentukan daerah yang mencakup faktor kemampuan ekonomi, potensi daerah, sosial budaya, sosial politik, kependudukan, luas daerah, pertahanan, keamanan, dan faktor lain yang memungkinkan terselenggaranya otonomi daerah.

(5) Syarat fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi paling sedikit 5 (lima) kabupaten/kota untuk pembentukan provinsi dan paling sedikit 5 (lima) kecamatan untuk pembentukan kabupaten, dan 4 (empat) kecamatan untuk pembentukan kota, lokasi calon ibukota, sarana, dan prasarana pemerintahan.

Pasal 6

(1) Daerah dapat dihapus dan digabung dengan daerah lain apabila daerah yang bersangkutan tidak mampu menyelenggarakan otonomi daerah.

(2) Penghapusan dan penggabungan daerah otonom dilakukan setelah melalui proses evaluasi terhadap penyelenggaraan pemerintahan daerah.

(3) Pedoman evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dalam Peraturan Pemerintah.

Pasal 7

(1) Penghapusan dan penggabungan daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) beserta akibatnya ditetapkan dengan undang-undang.

(2) Perubahan batas suatu daerah, perubahan nama daerah, pemberian nama bagian rupa bumi serta perubahan nama, atau pemindahan ibukota yang tidak mengakibatkan penghapusan suatu daerah ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

(3) Perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan atas usul dan persetujuan daerah yang bersangkutan.

Pasal 8

Tata cara pembentukan, penghapusan, dan penggabungan daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, Pasal 5, dan Pasal 6 diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Page 88:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

84

Bagian KeduaKawasan Khusus

Pasal 9

(1) Untuk menyelenggarakan fungsi pemerintahan tertentu yang bersifat khusus bagi kepentingan nasional, Pemerintah dapat menetapkan kawasan khusus dalam wilayah provinsi dan/atau kabupaten/kota.

(2) Fungsi pemerintahan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk Perdagangan bebas dan/atau pelabuhan bebas ditetapkan dengan undang-undang.

(3) Fungsi pemerintahan tertentu selain sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

(4) Untuk membentuk kawasan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3), Pemerintah mengikutsertakan daerah yang bersangkutan.

(5) Daerah dapat mengusulkan pembentukan kawasan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Pemerintah.

(6) Tata cara penetapan kawasan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5) diatur dalam Peraturan Pemerintah.

BAB IIIPEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN

Pasal 10

(1) Pemerintahan daerah menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangannya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh Undang-Undang ini ditentukan menjadi urusan Pemerintah.

(2) Dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pemerintahan daerah menjalan-kan otonomi seluas-luasnya untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pe-merintahan berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantuan.

(3) Urusan pemerintahan yang menjadi urusan Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:

a. politik luar negeri;

b. pertahanan; c. keamanan; d. yustisi;

e. moneter dan fiskal nasional; dan

f. agama.

Page 89:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

85

(4) Dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Pemerintah menyelenggarakan sendiri atau dapat melimpahkan sebagian urusan pemerintahan kepada perangkat Pemerintah atau wakil Pemerintah di daerah atau dapat menugaskan kepada pemerintahan daerah dan/atau pemerintahan desa.

(5) Dalam urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Pemerintah di luar urusan pemerintahan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Pemerintah dapat:

a. menyelenggarakan sendiri sebagian urusan pemerintahan;

b. melimpahkan sebagian urusan pemerintahan kepada Gubernur selaku wakil Pemerintah; atau

c. menugaskan sebagian urusan kepada pemerintahan daerah dan/atau pemerintahan desa berdasarkan asas tugas pembantuan.

Pasal 11

(1) Penyelenggaraan urusan pemerintahan dibagi berdasarkan kriteria eksternalitas, akuntabilitas, dan efisiensi dengan memperhatikan keserasian hubungan antar susunan pemerintahan.

(2) Penyelenggaraan urusan pemerintahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan pelaksanaan hubungan kewenangan antara Pemerintah dan pemerintahan daerah provinsi, kabupaten dan kota atau antarpemerintahan daerah yang saling terkait, tergantung, dan sinergis sebagai satu sistem pemerintahan.

(3) Urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah, yang diselenggarakan berdasarkan kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terdiri atas urusan wajib dan urusan pilihan.

(4) Penyelenggaraan urusan pemerintahan yang bersifat wajib yang berpedoman pada standar pelayanan minimal dilaksanakan secara bertahap dan ditetapkan oleh Pemerintah.

Pasal 12

(1) Urusan pemerintahan yang diserahkan kepada daerah disertai dengan sumber pendanaan, pengalihan sarana dan prasarana, serta kepegawaian sesuai dengan urusan yang didesentralisasikan.

(2) Urusan pemerintahan yang dilimpahkan kepada Gubernur disertai dengan pendanaan sesuai dengan urusan yang didekonsentrasikan.

Page 90:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

86

Pasal 13

(1) Urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah provinsi merupakan urusan dalam skala provinsi yang meliputi:

a. perencanaan dan pengendalian pembangunan;

b. perencanaan, pemanfaatan, dan pengawasan tata ruang;

c. penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat;

d. penyediaan sarana dan prasarana umum;

e. penanganan bidang kesehatan;

f. penyelenggaraan pendidikan dan alokasi sumber daya manusia potensial;

g. penanggulangan masalah sosial lintas kabupaten/kota;

h. pelayanan bidang ketenagakerjaan lintas kabupaten/kota;

i. fasilitasi pengembangan koperasi, usaha kecil, dan menengah termasuk lintas kabupaten/kota;

j. pengendalian lingkungan hidup;

k. pelayanan pertanahan termasuk lintas kabupaten/kota;

l. pelayanan kependudukan, dan catatan sipil;

m. pelayanan administrasi umum pemerintahan;

n. pelayanan administrasi penanaman modal termasuk lintas kabupaten/kota;

o. penyelenggaraan pelayanan dasar lainnya yang belum dapat dilaksanakan oleh kabupaten/kota; dan

p. urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh peraturan perundang-undangan.

(2) Urusan pemerintahan provinsi yang bersifat pilihan meliputi urusan pemerinta-han yang secara nyata ada dan berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi, kekhasan, dan potensi unggulan daerah yang bersangkutan.

Pasal 14

(1) Urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah untuk kabupaten/kota merupakan urusan yang berskala kabupaten/kota meliputi:

a. perencanaan dan pengendalian pembangunan;

b. perencanaan, pemanfaatan, dan pengawasan tata ruang;

c. penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat;

Page 91:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

87

d. penyediaan sarana dan prasarana umum;

e. penanganan bidang kesehatan;

f. penyelenggaraan pendidikan;

g. penanggulangan masalah sosial;

h. pelayanan bidang ketenagakerjaan;

i. fasilitasi pengembangan koperasi, usaha kecil dan menengah;

j. pengendalian lingkungan hidup;

k. pelayanan pertanahan;

l. pelayanan kependudukan, dan catatan sipil;

m. pelayanan administrasi umum pemerintahan;

n. pelayanan administrasi penanaman modal;

o. penyelenggaraan pelayanan dasar lainnya; dan

p. urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh peraturan perundang-undangan.

(2) Urusan pemerintahan kabupaten/kota yang bersifat pilihan meliputi urusan pemerintahan yang secara nyata ada dan berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi, kekhasan, dan potensi unggulan daerah yang bersangkutan.

(3) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, Pasal 11, Pasal 12, Pasal 13 dan Pasal 14 ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 15

(1) Hubungan dalam bidang keuangan antara Pemerintah dan pemerintahan daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4) dan ayat (5) meliputi:

a. pemberian sumber-sumber keuangan untuk menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah;

b. pengalokasian dana perimbangan kepada pemerintahan daerah; dan

c. pemberian pinjaman dan/atau hibah kepada pemerintahan daerah.

(2) Hubungan dalam bidang keuangan antarpemerintahan daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4) dan ayat (5) meliputi:

a. bagi hasil pajak dan nonpajak antara pemerintahan daerah provinsi dan pemerintahan daerah kabupaten/kota;

b. pendanaan urusan pemerintahan yang menjadi tanggung jawab bersama;

Page 92:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

88

c. pembiayaan bersama atas kerja sama antardaerah; dan

d. pinjaman dan/atau hibah antarpemerintahan daerah.

(3) Hubungan dalam bidang keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dalam peraturan perundang-undangan.

Pasal 16

(1) Hubungan dalam bidang pelayanan umum antara Pemerintah dan pemerintahan daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4) dan ayat (5) meliputi:

a. kewenangan, tanggung jawab, dan penentuan standar pelayanan minimal;

b. pengalokasian pendanaan pelayanan umum yang menjadi kewenangan daerah; dan

c. fasilitasi pelaksanaan kerja sama antarpemerintahan daerah dalam penyelenggaraan pelayanan umum.

(2) Hubungan dalam bidang pelayanan umum antar pemerintahan daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4) dan ayat (5) meliputi:

a. pelaksanaan bidang pelayanan umum yang menjadi kewenangan daerah;

b. kerja sama antarpemerintahan daerah dalam penyelenggaraan pelayanan umum; dan

c. pengelolaan perizinan bersama bidang pelayanan umum.

(3) Hubungan dalam bidang pelayanan umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dalam peraturan perundang- undangan.

Pasal 17

(1) Hubungan dalam bidang pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya antara Pemerintah dan pemerintahan daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4) dan ayat (5) meliputi:

a. kewenangan, tanggung jawab, pemanfaatan, pemeliharaan, pengendalian dampak, budidaya, dan pelestarian;

b. bagi hasil atas pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya; dan

c. penyerasian lingkungan dan tata ruang serta rehabilitasi lahan.

(2) Hubungan dalam bidang pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya antarpemerintahan daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4) dan ayat (5) meliputi:

Page 93:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

89

a. pelaksanaan pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya yang menjadi kewenangan daerah;

b. kerja sama dan bagi hasil atas pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya antarpemerintahan daerah; dan

c. pengelolaan perizinan bersama dalam pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya.

(3) Hubungan dalam bidang pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dalam peraturan perundang-undangan.

Pasal 18

(1) Daerah yang memiliki wilayah laut diberikan kewenangan untuk mengelola sumber daya di wilayah laut.

(2) Daerah mendapatkan bagi hasil atas pengelolaan sumber daya alam di bawah dasar dan/atau di dasar laut sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

(3) Kewenangan daerah untuk mengelola sumber daya di wilayah laut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:

a. eksplorasi, eksploitasi, konservasi, dan pengelolaan kekayaan laut;

b. pengaturan administratif;

c. pengaturan tata ruang;

d. penegakan hukum terhadap peraturan yang dikeluarkan oleh daerah atau yang dilimpahkan kewenangannya oleh Pemerintah;

e. ikut serta dalam pemeliharaan keamanan; dan

f. ikut serta dalam pertahanan kedaulatan negara.

(4) Kewenangan untuk mengelola sumber daya di wilayah laut sebagaimana dimaksud pada ayat (3) paling jauh 12 (dua belas) mil laut diukur dari garis pantai ke arah laut lepas dan/atau ke arah perairan kepulauan untuk provinsi dan 1/3 (sepertiga) dari wilayah kewenangan provinsi untuk kabupaten/kota.

(5) Apabila wilayah laut antara 2 (dua) provinsi kurang dari 24 (dua puluh empat) mil, kewenangan untuk mengelola sumber daya di wilayah laut dibagi sama jarak atau diukur sesuai prinsip garis tengah dari wilayah antar 2 (dua) provinsi tersebut, dan untuk kabupaten/kota memperoleh 1/3 (sepertiga)dari wilayah kewenangan provinsi dimaksud.

Page 94:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

90

(6) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5) tidak berlaku terhadap penangkapan ikan oleh nelayan kecil.

(7) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5) diatur lebih lanjut dalam peraturan perundang-undangan.

BAB IVPENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN

Bagian KesatuPenyelenggara Pemerintahan

Pasal 19

(1) Penyelenggara pemerintahan adalah Presiden dibantu oleh 1 (satu) orang wakil Presiden, dan oleh menteri negara.

(2) Penyelenggara pemerintahan daerah adalah pemerintah daerah dan DPRD.

Bagian KeduaAsas Penyelenggaraan Pemerintahan

Pasal 20

(1) Penyelenggaraan pemerintahan berpedoman pada Asas Umum Penyelenggaraan Negara yang terdiri atas:

a. asas kepastian hukum;

b. asas tertib penyelenggara negara;

c. asas kepentingan umum;

d. asas keterbukaan;

e. asas proporsionalitas;

f. asas profesionalitas;

g. asas akuntabilitas;

h. asas efisiensi; dan

i. asas efektivitas.

(2) Dalam menyelenggarakan pemerintahan, Pemerintah menggunakan asas desentralisasi, tugas pembantuan, dan dekonsentrasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

(3) Dalam menyelenggarakan pemerintahan daerah, pemerintahan daerah meng-gunakan asas otonomi dan tugas pembantuan.

Page 95:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

91

Bagian KetigaHak dan Kewajiban Daerah

Pasal 21

Dalam menyelenggarakan otonomi, daerah mempunyai hak:

a. mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahannya;

b. memilih pimpinan daerah;

c. mengelola aparatur daerah;

d. mengelola kekayaan daerah;

e. memungut pajak daerah dan retribusi daerah;

f. mendapatkan bagi hasil dari pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya lainnya yang berada di daerah;

g. mendapatkan sumber-sumber pendapatan lain yang sah; dan

h. mendapatkan hak lainnya yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.

Pasal 22

Dalam menyelenggarakan otonomi, daerah mempunyai kewajiban:

a. melindungi masyarakat, menjaga persatuan, kesatuan dan kerukunan nasional, serta keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia;

b. meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat;

c. mengembangkan kehidupan demokrasi;

d. mewujudkan keadilan dan pemerataan;

e. meningkatkan pelayanan dasar pendidikan;

f. menyediakan fasilitas pelayanan kesehatan;

g. menyediakan fasilitas sosial dan fasilitas umum yang layak;

h. mengembangkan sistem jaminan sosial;

i. menyusun perencanaan dan tata ruang daerah;

j. mengembangkan sumber daya produktif di daerah;

k. melestarikan lingkungan hidup;

l. mengelola administrasi kependudukan;

m. melestarikan nilai sosial budaya;

n. membentuk dan menerapkan peraturan perundang-undangan sesuai dengan kewenangannya; dan

o. kewajiban lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.

Page 96:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

92

Pasal 23

(1) Hak dan kewajiban daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 dan Pasal 22 diwujudkan dalam bentuk rencana kerja pemerintahan daerah dan dijabarkan dalam bentuk pendapatan, belanja, dan pembiayaan daerah yang dikelola dalam sistem pengelolaan keuangan daerah.

(2) Pengelolaan keuangan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara efisien, efektif, transparan, akuntabel, tertib, adil, patut, dan taat pada peraturan perundang-undangan.

Bagian KeempatPemerintah Daerah

Paragraf KesatuKepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah

Pasal 24

(1) Setiap daerah dipimpin oleh kepala pemerintah daerah yang disebut kepala daerah.

(2) Kepala daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk provinsi disebut Gubernur, untuk kabupaten disebut bupati, dan untuk kota disebut walikota.

(3) Kepala daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibantu oleh satu orang wakil kepala daerah.

(4) Wakil kepala daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) untuk provinsi disebut wakil Gubernur, untuk kabupaten disebut wakil bupati dan untuk kota disebut wakil walikota.

(5) Kepala daerah dan wakil kepala daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat di daerah yang bersangkutan.

Paragraf KeduaTugas dan Wewenang serta Kewajiban Kepala Daerah dan

Wakil Kepala Daerah

Pasal 25

Kepala daerah mempunyai tugas dan wewenang:

a. memimpin penyelenggaraan pemerintahan daerah berdasarkan kebijakan yang ditetapkan bersama DPRD;

b. mengajukan rancangan Perda;

Page 97:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

93

c. menetapkan Perda yang telah mendapat persetujuan bersama DPRD;

d. menyusun dan mengajukan rancangan Perda tentang APBD kepada DPRD untuk dibahas dan ditetapkan bersama;

e. mengupayakan terlaksananya kewajiban daerah;

f. mewakili daerahnya di dalam dan di luar pengadilan, dan dapat menunjuk kuasa hukum untuk mewakilinya sesuai dengan peraturan perundang-undangan; dan

g. melaksanakan tugas dan wewenang lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Pasal 26

(1) Wakil kepala daerah mempunyai tugas:

a. membantu kepala daerah dalam menyelenggarakan pemerintahan daerah;

b. membantu kepala daerah dalam mengkoordinasikan kegiatan instansi ver-tikal di daerah, menindaklanjuti laporan dan/atau temuan hasil penga-wasan aparat pengawasan, melaksanakan pemberdayaan perempuan dan pemuda, serta mengupayakan pengembangan dan pelestarian sosial bu-daya dan lingkungan hidup;

c. memantau dan mengevaluasi penyelenggaraan pemerintahan kabupaten dan kota bagi wakil kepala daerah provinsi;

d. memantau dan mengevaluasi penyelenggaraan pemerintahan di wilayah kecamatan, kelurahan dan/atau desa bagi wakil kepala daerah kabupaten/kota;

e. memberikan saran dan pertimbangan kepada kepala daerah dalam penyelenggaraan kegiatan pemerintah daerah;

f. melaksanakan tugas dan kewajiban pemerintahan lainnya yang diberikan oleh kepala daerah; dan

g. melaksanakan tugas dan wewenang kepala daerah apabila kepala daerah berhalangan.

(2) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wakil kepala daerah bertanggung jawab kepada kepala daerah.

(3) Wakil kepala daerah menggantikan kepala daerah sampai habis masa jabatannya apabila kepala daerah meninggal dunia, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melakukan kewajibannya selama 6 (enam) bulan secara terus menerus dalam masa jabatannya.

Page 98:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

94

Pasal 27

(1) Dalam melaksanakan tugas dan wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 dan Pasal 26, kepala daerah dan wakil kepala daerah mempunyai kewajiban:

a. memegang teguh dan mengamalkan Pancasila, melaksanakan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 serta mempertahankan dan memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia;

b. meningkatkan kesejahteraan rakyat;

c. memelihara ketenteraman dan ketertiban masyarakat;

d. melaksanakan kehidupan demokrasi;

e. menaati dan menegakkan seluruh peraturan perundang-undangan;

f. menjaga etika dan norma dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah;

g. memajukan dan mengembangkan daya saing daerah;

h. melaksanakan prinsip tata pemerintahan yang bersih dan baik;

i. melaksanakan dan mempertanggungjawabkan pengelolaan keuangan daerah;

j. menjalin hubungan kerja dengan seluruh instansi vertikal di daerah dan semua perangkat daerah;

k. menyampaikan rencana strategis penyelenggaraan pemerintahan daerah di hadapan Rapat Paripurna DPRD.

(2) Selain mempunyai kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1), kepala daerah mempunyai kewajiban juga untuk memberikan laporan penyelenggaraan pemerintahan daerah kepada Pemerintah, dan memberikan laporan keterangan pertanggungjawaban kepada DPRD, serta menginformasikan laporan penyeleng-garaan pemerintahan daerah kepada masyarakat.

(3) Laporan penyelenggaraan pemerintahan daerah kepada Pemerintah sebagai-mana dimaksud pada ayat (2) disampaikan kepada Presiden melalui Menteri Dalam Negeri untuk Gubernur, dan kepada Menteri Dalam Negeri melalui Gubernur untuk Bupati/Walikota 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun.

(4) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) digunakan Pemerintah sebagai dasar melakukan evaluasi penyelenggaraan pemerintahan daerah dan sebagai bahan pembinaan lebih lanjut sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

(5) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur dalam Peraturan Pemerintah.

Page 99:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

95

Paragraf KetigaLarangan bagi Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah

Pasal 28

Kepala daerah dan wakil kepala daerah dilarang:

a. membuat keputusan yang secara khusus memberikan keuntungan bagi diri, anggota keluarga, kroni, golongan tertentu, atau kelompok politiknya yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, merugikan kepentingan umum, dan meresahkan sekelompok masyarakat, atau mendiskriminasikan warga negara dan/atau golongan masyarakat lain;

b. turut serta dalam suatu perusahaan, baik milik swasta maupun milik negara/daerah, atau dalam yayasan bidang apapun;

c. melakukan pekerjaan lain yang memberikan keuntungan bagi dirinya, baik secara langsung maupun tidak langsung, yang berhubungan dengan daerah yang bersangkutan;

d. melakukan korupsi, kolusi, nepotisme, dan menerima uang, barang dan/atau jasa dari pihak lain yang mempengaruhi keputusan atau tindakan yang akan dilakukannya;

e. menjadi advokat atau kuasa hukum dalam suatu perkara di pengadilan selain yang dimaksud dalam Pasal 25 huruf f;

f. menyalahgunakan wewenang dan melanggar sumpah/janji jabatannya;

g. merangkap jabatan sebagai pejabat negara lainnya, sebagai anggota DPRD sebagaimana yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan.

Paragraf KeempatPemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah

Pasal 29

(1) Kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah berhenti karena:

a. meninggal dunia;

b. permintaan sendiri; atau

c. diberhentikan.

(2) Kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c diberhentikan karena:

a. berakhir masa jabatannya dan telah dilantik pejabat yang baru;

b. tidak dapat melaksanakan tugas secara berkelanjutan atau berhalangan tetap secara berturut-turut selama 6 (enam) bulan;

Page 100:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

96

c. tidak lagi memenuhi syarat sebagai kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah;

d. dinyatakan melanggar sumpah/janji jabatan kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah;

e. tidak melaksanakan kewajiban kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah;

f. melanggar larangan bagi kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah.

(3) Pemberhentian kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b serta ayat (2) huruf a dan huruf b diberitahukan oleh pimpinan DPRD untuk diputuskan dalam Rapat Paripurna dan diusulkan oleh pimpinan DPRD.

(4) Pemberhentian kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d dan huruf e dilaksanakan dengan ketentuan:

a. Pemberhentian kepala daerah dan wakil kepala daerah diusulkan kepada Presiden berdasarkan putusan Mahkamah Agung atas pendapat DPRD bahwa kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah dinyatakan melanggar sumpah/janji jabatan dan/atau tidak melaksanakan kewajiban kepala daerah dan wakil kepala daerah;

b. Pendapat DPRD sebagaimana dimaksud pada huruf a diputuskan melalui Rapat Paripurna DPRD yang dihadiri oleh sekurang-kurangnya 3/4 (tiga perempat) dari jumlah anggota DPRD dan putusan diambil dengan persetujuan sekurang-kurangnya 2/3 (dua pertiga) dari jumlah anggota DPRD yang hadir.

c. Mahkamah Agung wajib memeriksa, mengadili, dan memutus pendapat DPRD tersebut paling lambat 30 (tigapuluh) hari setelah permintaan DPRD itu diterima Mahkamah Agung dan putusannya bersifat final.

d. Apabila Mahkamah Agung memutuskan bahwa kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah terbukti melanggar sumpah/janji jabatan dan/atau tidak melaksanakan kewajiban, DPRD menyelenggarakan Rapat Paripurna DPRD yang dihadiri oleh sekurang-kurangnya 3/4 (tiga perempat) dari jumlah anggota DPRD dan putusan diambil dengan persetujuan sekurang-kurangnya 2/3 (dua pertiga) dari jumlah anggota DPRD yang hadir untuk memutuskan usul pemberhentian kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah kepada Presiden.

e. Presiden wajib memroses usul pemberhentian kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah tersebut paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak DPRD menyampaikan usul tersebut.

Page 101:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

97

Pasal 30

(1) Kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah diberhentikan sementara oleh Presiden tanpa melalui usulan DPRD apabila dinyatakan melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun atau lebih berdasarkan putusan pengadilan.

(2) Kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah diberhentikan oleh Presiden tanpa melalui usulan DPRD apabila terbukti melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.

Pasal 31

(1) Kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah diberhentikan sementara oleh Presiden tanpa melalui usulan DPRD karena didakwa melakukan tindak pidana korupsi, tindak pidana terorisme, makar, dan/atau tindak pidana terhadap keamanan negara.

(2) Kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah diberhentikan oleh Presiden tanpa melalui usulan DPRD karena terbukti melakukan makar dan/atau perbuatan lain yang dapat memecah belah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang dinyatakan dengan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.

Pasal 32

(1) Dalam hal kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah menghadapi krisis kepercayaan publik yang meluas karena dugaan melakukan tindak pidana dan melibatkan tanggung jawabnya, DPRD menggunakan hak angket untuk menanggapinya.

(2) Penggunaan hak angket sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan setelah mendapatkan persetujuan Rapat Paripurna DPRD yang dihadiri oleh sekurang-kurangnya 3/4 (tiga perempat) dari jumlah anggota DPRD dan putusan diambil dengan persetujuan sekurang-kurangnya 2/3 (dua pertiga) dari jumlah anggota DPRD yang hadir untuk melakukan penyelidikan terhadap kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah.

(3) Dalam hal ditemukan bukti melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1), DPRD menyerahkan proses penyelesaiannya kepada aparat penegak hukum sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

(4) Apabila kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah dinyatakan bersalah karena melakukan tindak pidana dengan ancaman pidana penjara paling singkat

Page 102:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

98

5 (lima) tahun atau lebih berdasarkan putusan pengadilan yang belum memperoleh kekuatan hukum tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (3), DPRD mengusulkan pemberhentian sementara dengan keputusan DPRD.

(5) Berdasarkan keputusan DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Presiden menetapkan pemberhentian sementara kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah.

(6) Apabila kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah dinyatakan bersalah berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (4), pimpinan DPRD mengusulkan pemberhentian berdasarkan keputusan Rapat Paripurna DPRD yang dihadiri oleh sekurang- kurangnya 3/4 (tiga perempat) dari jumlah anggota DPRD dan putusan diambil dengan persetujuan sekurang-kurangnya 2/3 (dua pertiga) dari jumlah anggota DPRD yang hadir.

(7) Berdasarkan keputusan DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (6), Presiden memberhentikan kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah.

Pasal 33

(1) Kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah yang diberhentikan sementara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1), Pasal 31 ayat (1), dan Pasal 32 ayat (5) setelah melalui proses peradilan ternyata terbukti tidak bersalah berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, paling lambat 30 (tiga puluh) hari Presiden telah merehabilitasikan dan mengaktifkan kembali kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah yang bersangkutan sampai dengan akhir masa jabatannya.

(2) Apabila kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah yang diberhentikan sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah berakhir masa jabatannya, Presiden merehabilitasikan kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah yang bersangkutan dan tidak mengaktifkannya kembali.

(3) Tata cara pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30, Pasal 31, dan Pasal 32 diatur dalam Peraturan Pemerintah.

Pasal 34

(1) Apabila kepala daerah diberhentikan sementara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1), Pasal 31 ayat (1), dan Pasal 32 ayat (5), wakil kepala daerah melaksanakan tugas dan kewajiban kepala daerah sampai dengan adanya putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.

Page 103:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

99

(2) Apabila wakil kepala daerah diberhentikan sementara sebagaimana dimaksud Pasal 30 ayat (1), Pasal 31 ayat (1), dan Pasal 32 ayat (5), tugas dan kewajiban wakil kepala daerah dilaksanakan oleh kepala daerah sampai dengan adanya putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.

(3) Apabila kepala daerah dan wakil kepala daerah diberhentikan sementara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1), Pasal 31 ayat (1), dan Pasal 32 ayat (5), Presiden menetapkan penjabat Gubernur atas usul Menteri Dalam Negeri atau penjabat Bupati/Walikota atas usul Gubernur dengan pertimbangan DPRD sampai dengan adanya putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.

(4) Tata cara penetapan, kriteria calon, dan masa jabatan penjabat sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dalam Peraturan Pemerintah.

Pasal 35

(1) Apabila kepala daerah diberhentikan berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (2), Pasal 31 ayat (2), dan Pasal 32 ayat (7) jabatan kepala daerah diganti oleh wakil kepala daerah sampai berakhir masa jabatannya dan proses pelaksanaannya dilakukan berdasarkan keputusan Rapat Paripurna DPRD dan disahkan oleh Presiden.

(2) Apabila terjadi kekosongan jabatan wakil kepala daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang sisa masa jabatannya lebih dari 18 (delapan belas) bulan, kepala daerah mengusulkan 2 (dua) orang calon wakil kepala daerah untuk dipilih oleh Rapat Paripurna DPRD berdasarkan usul partai politik atau gabungan partai politik yang pasangan calonnya terpilih dalam pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah.

(3) Dalam hal kepala daerah dan wakil kepala daerah berhenti atau diberhentikan secara bersamaan dalam masa jabatannya, Rapat Paripurna DPRD memutuskan dan menugaskan KPUD untuk menyelenggarakan pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah paling lambat 6 (enam) bulan terhitung sejak ditetapkannya penjabat kepala daerah.

(4) Dalam hal terjadi kekosongan jabatan kepala daerah dan wakil kepala daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (3), sekretaris daerah melaksanakan tugas sehari-hari kepala daerah sampai dengan Presiden mengangkat penjabat kepala daerah.

(5) Tata cara pengisian kekosongan, persyaratan dan masa jabatan penjabat sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diatur dalam Peraturan Pemerintah.

Page 104:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

100

Paragraf KelimaTindakan Penyidikan terhadap Kepala Daerah dan

Wakil Kepala Daerah

Pasal 36

(1) Tindakan penyelidikan dan penyidikan terhadap kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah dilaksanakan setelah adanya persetujuan tertulis dari Presiden atas permintaan penyidik.

(2) Dalam hal persetujuan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak diberikan oleh Presiden dalam waktu paling lambat 60 (enam puluh) hari terhitung sejak diterimanya permohonan, proses penyelidikan dan penyidikan dapat dilakukan.

(3) Tindakan penyidikan yang dilanjutkan dengan penahanan diperlukan persetujuan tertulis sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2).

(4) Hal-hal yang dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah:

a. tertangkap tangan melakukan tindak pidana kejahatan; atau

b. disangka telah melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana mati, atau telah melakukan tindak pidana kejahatan terhadap keamanan negara.

(5) Tindakan penyidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) setelah dilakukan wajib dilaporkan kepada Presiden paling lambat dalam waktu 2 (dua) kali 24 (dua puluh empat) jam.

Paragraf KeenamTugas Gubernur sebagai Wakil Pemerintah

Pasal 37

(1) Gubernur yang karena jabatannya berkedudukan juga sebagai wakil Pemerintah di wilayah provinsi yang bersangkutan.

(2) Dalam kedudukannya sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Gubernur bertanggung jawab kepada Presiden.

Pasal 38

(1) Gubernur dalam kedudukannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 memiliki tugas dan wewenang:

Page 105:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

101

a. pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan pemerintahan daerah kabupaten/kota;

b. koordinasi penyelenggaraan urusan Pemerintah di daerah provinsi dan kabupaten/kota;

c. koordinasi pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan tugas pembantuan di daerah provinsi dan kabupaten/kota.

(2) Pendanaan tugas dan wewenang Gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibebankan kepada APBN.

(3) Kedudukan keuangan Gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah.

(4) Tata cara pelaksanaan tugas dan wewenang Gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah.

Bagian KelimaDewan Perwakilan Rakyat Daerah

Paragraf KesatuUmum

Pasal 39

Ketentuan tentang DPRD sepanjang tidak diatur dalam Undang- Undang ini berlaku ketentuan Undang-Undang tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, DPD, dan DPRD.

Paragraf KeduaKedudukan dan Fungsi

Pasal 40

DPRD merupakan lembaga perwakilan rakyat daerah dan berkedudukan sebagai unsur penyelenggaraan pemerintah daerah.

Pasal 41

DPRD memiliki fungsi legislasi, anggaran, dan pengawasan.

Page 106:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

102

Paragraf KetigaTugas dan Wewenang

Pasal 42

(1) DPRD mempunyai tugas dan wewenang:

a. membentuk Perda yang dibahas dengan kepala daerah untuk mendapat persetujuan bersama;

b. membahas dan menyetujui rancangan Perda tentang APBD bersama dengan kepala daerah;

c. melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan Perda dan peraturan perundah-undangan lainnya, peraturan kepala daerah, APBD, kebijakan pemerintah daerah dalam melaksanakan progrma pembangunan daerah, dan kerja sama internasional di daerah;

d. mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian kepala daerah/wakil kepala daerah kepada Presiden melalui Menteri Dalam Negeri bagi DPRD provinsi dan kepada Menteri Dalam Negeri melalui Gubernur bagi DPRD kabupaten/kota;

e. memilih wakil kepala daerah dalam hal terjadi kekosongan jabatan wakil kepala daerah;

f. memberikan pendapat dan pertimbangan kepada pemerintah daerah terhadap rencana perjanjian internasional di daerah;

g. memberikan persetujuan terhadap rencana kerja sama internasional yang dilakukan oleh pemerintah daerah;

h. meminta laporan keterangan pertanggungjawaban kepala daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah;

i. membentuk panitia pengawas pemilihan kepala daerah;

j. melakukan pengawasan dan meminta laporan KPUD dalam penyelenggaraan pemilihan kepala daerah;

k. memberikan persetujuan terhadap rencana kerjasama antar daerah dan dengan pihak ketiga yang membebani masyarakat dan daerah.

(2) Selain tugas dan wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), DPRD melaksanakan tugas dan wewenang lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.

Page 107:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

103

Paragraf KeempatHak dan Kewajiban

Pasal 43

(1) DPRD mempunyai hak:

a. interpelasi;

b. angket; dan

c. menyatakan pendapat.

(2) Pelaksanaan hak angket sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan setelah diajukan hak interpelasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan mendapatkan persetujuan dari Rapat Paripurna DPRD yang dihadiri sekurang-kurangnya 3/4 (tiga perempat) dari jumlah anggota DPRD dan putusan diambil dengan persetujuan sekurang-kurangnya 2/3 (dua pertiga) dari jumlah anggota DPRD yang hadir.

(3) Dalam menggunakan hak angket sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibentuk panitia angket yang terdiri atas semua unsur fraksi DPRD yang bekerja dalam waktu paling lama 60 (enam puluh) hari telah menyampaikan hasil kerjanya kepada DPRD.

(4) Dalam melaksanakan tugasnya, panitia angket sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat memanggil, mendengar, dan memeriksa seseorang yang dianggap mengetahui atau patut mengetahui masalah yang sedang diselidiki serta untuk meminta menunjukkan surat atau dokumen yang berkaitan dengan hal yang sedang diselidiki.

(5) Setiap orang yang dipanggil, didengar, dan diperiksa sebagaimana dimaksud pada ayat (5) wajib memenuhi panggilan panitia angket kecuali ada alasan yang sah menurut peraturan perundang-undangan.

(6) Dalam hal telah dipanggil dengan patut secara berturut-turut tidak memenuhi panggilan sebagaimana dimaksud pada ayat (5), panitia angket dapat memanggil secara paksa dengan bantuan Kepolisian Negara Republik Indonesia sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

(7) Seluruh hasil kerja panitia angket bersifat rahasia.

(8) Tata cara penggunaan hak interpelasi, hak angket, dan hak menyatakan pendapat diatur dalam Peraturan Tata Tertib DPRD yang berpedoman pada peraturan perundang-undangan.

Page 108:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

104

Pasal 44

(1) Anggota DPRD mempunyai hak:

a. mengajukan rancangan Perda;

b. mengajukan pertanyaan;

c. menyampaikan usul dan pendapat;

d. memilih dan dipilih;

e. membela diri;

f. imunitas;

g. protokoler; dan

h. keuangan dan administratif.

(2) Kedudukan protokoler dan keuangan pimpinan dan anggota DPRD diatur dalam Peraturan Pemerintah.

Pasal 45

Anggota DPRD mempunyai kewajiban:

a. mengamalkan Pancasila, melaksanakan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan menaati segala peraturan perundang-undangan;

b. melaksanakan kehidupan demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah;

c. mempertahankan dan memelihara kerukunan nasional serta keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia;

d. memperjuangkan peningkatan kesejahteraan rakyat di daerah;

e. menyerap, menampung, menghimpun, dan menindaklanjuti aspirasi masyarakat;

f. mendahulukan kepentingan negara di atas kepentingan pribadi, kelompok, dan golongan.

g. memberikan pertanggungjawaban atas tugas dan kinerjanya selaku anggota DPRD sebagai wujud tanggung jawab moral dan politis terhadap daerah pemilihannya.

h. menaati Peraturan Tata Tertib, Kode Etik, dan sumpah/janji anggota DPRD;

i. menjaga norma dan etika dalam hubungan kerja dengan lembaga yang terkait.

Page 109:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

105

Paragraf KelimaAlat Kelengkapan DPRD

Pasal 46

(1) Alat kelengkapan DPRD terdiri atas:a. pimpinan;b. komisi;c. panitia musyawarah;d. panitia anggaran;e. Badan Kehormatan; danf. alat kelengkapan lain yang diperlukan.

(2) Pembentukan, susunan, tugas, dan wewenang alat kelengkapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Tata Tertib DPRD dengan berpedoman pada peraturan perundang- undangan.

Pasal 47

(1) Badan Kehormatan DPRD dibentuk dan ditetapkan dengan keputusan DPRD.

(2) Anggota Badan Kehormatan DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipilih dari dan oleh anggota DPRD dengan ketentuan:

a. untuk DPRD kabupaten/kota yang beranggotakan sampai dengan 34 (tiga puluh empat) berjumlah 3 (tiga) orang, dan untuk DPRD yang beranggotakan 35 (tiga puluh lima) sampai dengan 45 (empat puluh lima) berjumlah 5 (lima) orang.

b. untuk DPRD provinsi yang beranggotakan sampai dengan 74 (tujuh puluh empat) berjumlah 5 (lima) orang, dan untuk DPRD yang beranggotakan 75 (tujuh puluh lima) sampai dengan 100 (seratus) berjumlah 7 (tujuh) orang.

(3) Pimpinan Badan Kehormatan DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri atas seorang Ketua dan seorang Wakil Ketua yang dipilih dari dan oleh anggota Badan Kehormatan.

(4) Badan Kehormatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibantu oleh sebuah sekretariat yang secara fungsional dilaksanakan oleh Sekretariat DPRD.

Pasal 48

Badan Kehormatan mempunyai tugas:

a. mengamati, mengevaluasi disiplin, etika, dan moral para anggota DPRD dalam rangka menjaga martabat dan kehormatan sesuai dengan Kode Etik DPRD;

Page 110:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

106

b. meneliti dugaan pelanggaran yang dilakukan anggota DPRD terhadap Peraturan Tata Tertib dan Kode Etik DPRD serta sumpah/janji;

c. melakukan penyelidikan, verifikasi, dan klarifikasi atas pengaduan Pimpinan DPRD, masyarakat dan/atau pemilih;

d. menyampaikan kesimpulan atas hasil penyelidikan, verifikasi, dan klarifikasi sebagaimana dimaksud pada huruf c sebagai rekomendasi untuk ditindaklanjuti oleh DPRD.

Pasal 49

(1) DPRD wajib menyusun kode etik untuk menjaga martabat dan kehormatan anggota DPRD dalam menjalankan tugas dan wewenangnya.

(2) Kode etik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang- kurangnya meliputi:a. pengertian kode etik;b. tujuan kode etik;c. pengaturan sikap, tata kerja, dan tata hubungan antarpenyelenggara

pemerintahan daerah dan antaranggota serta antara anggota DPRD dan pihak lain;

d. hal yang baik dan sepantasnya dilakukan oleh anggota DPRD;e. etika dalam penyampaian pendapat, tanggapan, jawaban, sanggahan;

danf. sanksi dan rehabilitasi.

Pasal 50

(1) Setiap anggota DPRD wajib berhimpun dalam fraksi.

(2) Jumlah anggota setiap fraksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang-kurangnya sama dengan jumlah komisi di DPRD.

(3) Anggota DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dari 1 (satu) partai politik yang tidak memenuhi syarat untuk membentuk 1 (satu) fraksi, wajib bergabung dengan fraksi yang ada atau membentuk fraksi gabungan.

(4) Fraksi yang ada wajib menerima anggota DPRD dari partai politik lain yang tidak memenuhi syarat untuk dapat membentuk satu fraksi.

(5) Dalam hal fraksi gabungan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) setelah dibentuk, kemudian tidak lagi memenuhi syarat sebagai fraksi gabungan, seluruh anggota fraksi gabungan tersebut wajib bergabung dengan fraksi dan/atau fraksi gabungan lain yang memenuhi syarat.

(6) Parpol yang memenuhi persyaratan untuk membentuk fraksi hanya dapat membentuk satu fraksi.

Page 111:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

107

(7) Fraksi gabungan dapat dibentuk oleh partai politik dengan syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (5).

Pasal 51

(1) DPRD provinsi yang beranggotakan 35 (tiga puluh lima) sampai dengan 75 (tujuh puluh lima) orang membentuk 4 (empat) komi- si, yang beranggotakan lebih dari 75 (tujuh puluh lima) orang membentuk 5 (lima) komisi.

(2) DPRD kabupaten/kota yang beranggotakan 20 (dua puluh) sampai dengan 35 (tiga puluh lima) orang membentuk 3 (tiga) komisi, yang beranggotakan lebih dari 35 (tiga puluh lima) orang membentuk 4 (empat) komisi.

Pasal 52

(1) Anggota DPRD tidak dapat dituntut dihadapan pengadilan karena pernyataan, pertanyaan dan/atau pendapat yang dikemukakan secara lisan ataupun tertulis dalam rapat DPRD, sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Tata Tertib dan kode etik DPRD.

(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku dalam hal anggota yang bersangkutan mengumumkan materi yang telah disepakati dalam rapat tertutup untuk dirahasiakan, atau hal-hal yang dimaksud oleh ketentuan mengenai pengumuman rahasia negara dalam peraturan perundang-undangan.

(3) Anggota DPRD tidak dapat diganti antarwaktu karena pernyataan, pertanyaan dan/atau pendapat yang dikemukakan dalam rapat DPRD.

Pasal 53

(1) Tindakan penyidikan terhadap anggota DPRD dilaksanakan setelah adanya persetujuan tertulis dari Menteri Dalam Negeri atas nama Presiden bagi anggota DPRD provinsi dan dari Gubernur atas nama Menteri Dalam Negeri bagi anggota DPRD kabupaten/kota.

(2) Dalam hal persetujuan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak diberikan dalam waktu paling lambat 60 (enam puluh) hari semenjak diterimanya permohonan, proses penyidikan dapat dilakukan.

(3) Tindakan penyidikan yang dilanjutkan dengan penahanan diperlukan persetujuan tertulis dengan cara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2).

(4) Hal-hal yang dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah:

a. tertangkap tangan melakukan tindak pidana kejahatan; atau

Page 112:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

108

b. disangka melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana mati, atau tindak pidana kejahatan terhadap keamanan negara.

(5) Setelah tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilakukan, tindakan penyidikan harus dilaporkan kepada pejabat yang memberikan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lambat 2 (dua kali) 24 (dua puluh empat) jam.

Bagian KeenamLarangan dan Pemberhentian Anggota DPRD

Pasal 54

(1) Anggota DPRD dilarang merangkap jabatan sebagai:

a. pejabat negara lainnya;

b. hakim pada badan peradilan;

c. pegawai negeri sipil, anggota TNI/Polri, pegawai pada badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah dan/atau badan lain yang anggarannya bersumber dari APBN/APBD.

(2) Anggota DPRD dilarang melakukan pekerjaan sebagai pejabat struktural pada lembaga pendidikan swasta, akuntan publik, konsultan, advokat/pengacara, notaris, dokter praktik dan pekerjaan lain yang ada hubungannya dengan tugas, wewenang, dan hak sebagai anggota DPRD.

(3) Anggota DPRD dilarang melakukan korupsi, kolusi, dan nepotisme.

(4) Anggota DPRD yang melakukan pekerjaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib melepaskan pekerjaan tersebut selama menjadi anggota DPRD.

(5) Anggota DPRD yang tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diberhentikan oleh pimpinan berdasarkan hasil pemeriksaan Badan Kehormatan DPRD.

(6) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5) diatur dalam Peraturan Tata Tertib DPRD yang berpedoman pada peraturan perundang- undangan.

Bagian KetujuhPenggantian Antarwaktu Anggota DPRD

Pasal 55

(1) Anggota DPRD berhenti antarwaktu sebagai anggota karena:

a. meninggal dunia;

Page 113:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

109

b. mengundurkan diri atas permintaan sendiri secara tertulis;

dan

c. diusulkan oleh partai politik yang bersangkutan.

(2) Anggota DPRD diberhentikan antarwaktu, karena:

a. tidak dapat melaksanakan tugas secara berkelanjutan atau berhalangan tetap secara berturut-turut selama 6 (enam) bulan;

b. tidak lagi memenuhi syarat sebagai anggota DPRD;

c. dinyatakan melanggar sumpah/janji jabatan, dan/atau melanggar kode etik DPRD;

d. tidak melaksanakan kewajiban anggota DPRD;

e. melanggar larangan bagi anggota DPRD;

f. dinyatakan bersalah berdasarkan putusan pengadilan yang telah mem-peroleh kekuatan hukum tetap karena melanggar tindak pidana dengan ancaman pidana paling singkat 5 (lima) tahun penjara atau lebih.

(3) Pemberhentian anggota DPRD yang telah memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) disampaikan oleh Pimpinan DPRD kepada Menteri Dalam Negeri melalui Gubernur bagi anggota DPRD provinsi dan kepada Gubernur melalui Bupati/Walikota bagi anggota DPRD kabupaten/kota untuk diresmikan pemberhentiannya.

(4) Pemberhentian anggota DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf e dilaksanakan setelah ada keputusan DPRD berdasarkan rekomendasi dari Badan Kehormatan DPRD.

(5) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur dalam Peraturan Tata Tertib DPRD berpedoman pada peraturan perundang-undangan.

Bagian KedelapanPemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah

Paragraf KesatuPemilihan

Pasal 56

(1) Kepala daerah dan wakil kepala daerah dipilih dalam satu pasangan calon yang dilaksanakan secara demokratis berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil.

Page 114:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

110

(2) Pasangan calon sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan oleh partai politik atau gabungan partai politik.

Pasal 57

(1) Pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah diselenggarakan oleh KPUD yang bertanggungjawab kepada DPRD.

(2) Dalam melaksanakan tugasnya, KPUD menyampaikan laporan penyelenggaraan pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah kepada DPRD.

(3) Dalam mengawasi penyelenggaraan pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah, dibentuk panitia pengawas pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah yang keanggotaannya terdiri atas unsur kepolisian, kejaksaan, perguruan tinggi, pers, dan tokoh masyarakat.

(4) Anggota panitia pengawas sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berjumlah 5 (lima) orang untuk provinsi, 5 (lima) orang untuk kabupaten/kota dan 3 (tiga) orang untuk kecamatan.

(5) Panitia pengawas kecamatan diusulkan oleh panitia pengawas kabupaten/kota untuk ditetapkan oleh DPRD.

(6) Dalam hal tidak didapatkan unsur sebagaimana dimaksud pada ayat (3), panitia pengawas kabupaten/kota/kecamatan dapat diisi oleh unsur yang lainnya.

(7) Panitia pengawas pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah dibentuk oleh dan bertanggungjawab kepada DPRD dan berkewajiban menyampaikan laporannya.

Pasal 58

Calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah adalah warga negara Republik Indonesia yang memenuhi syarat:

a. bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;

b. setia kepada Pancasila sebagai Dasar Negara, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, cita-cita Proklamasi 17 Agustus 1945, dan kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia serta Pemerintah;

c. berpendidikan sekurang-kurangnya sekolah lanjutan tingkat atas dan/atau sederajat;

d. berusia sekurang-kurangnya 30 (tiga puluh) tahun;

e. sehat jasmani dan rohani berdasarkan hasil pemeriksaan kesehatan menyeluruh dari tim dokter;

Page 115:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

111

f. tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau lebih;

g. tidak sedang dicabut hak pilihnya berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap;

h. mengenal daerahnya dan dikenal oleh masyarakat di daerahnya;

i. menyerahkan daftar kekayaan pribadi dan bersedia untuk diumumkan;

j. tidak sedang memiliki tanggungan utang secara perseorangan dan/atau secara badan hukum yang menjadi tanggungjawabnya yang merugikan keuangan negara.

k. tidak sedang dinyatakan pailit berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap;

l. tidak pernah melakukan perbuatan tercela;

m. memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) atau bagi yang belum mempunyai NPWP wajib mempunyai bukti pembayaran pajak;

n. menyerahkan daftar riwayat hidup lengkap yang memuat antara lain riwayat pendidikan dan pekerjaan serta keluarga kandung, suami atau istri;

o. belum pernah menjabat sebagai kepala daerah atau wakil kepala daerah selama 2 (dua) kali masa jabatan dalam jabatan yang sama; dan

p. tidak dalam status sebagai penjabat kepala daerah.

Pasal 59

(1) Peserta pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah adalah pasangan calon yang diusulkan secara berpasangan oleh partai politik atau gabungan partai politik.

(2) Partai politik atau gabungan partai politik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat mendaftarkan pasangan calon apabila memenuhi persyaratan perolehan sekurang-kurangnya 15% (lima belas persen) dari jumlah kursi DPRD atau 15% (lima belas persen) dari akumulasi perolehan suara sah dalam Pemilihan Umum anggota DPRD di daerah yang bersangkutan.

(3) Partai politik atau gabungan partai politik wajib membuka kesempatan yang seluas-luasnya bagi bakal calon perseorangan yang memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 dan selanjutnya memproses bakal calon dimaksud melalui mekanisme yang demokratis dan transparan.

(4) Dalam proses penetapan pasangan calon, partai politik atau gabungan partai politik memperhatikan pendapat dan tanggapan masyarakat.

Page 116:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

112

(5) Partai politik atau gabungan partai politik pada saat mendaftarkan pasangan calon, wajib menyerahkan:

a. surat pencalonan yang ditandatangani oleh pimpinan partai politik atau pimpinan partai politik yang bergabung;

b. kesepakatan tertulis antarpartai politik yang bergabung untuk mencalonkan pasangan calon;

c. surat pernyataan tidak akan menarik pencalonan atas pasangan yang dicalonkan yang ditandatangani oleh pimpinan partai politik atau para pimpinan partai politik yang bergabung;

d. surat pernyataan kesediaan yang bersangkutan sebagai calon kepala daerah dan wakil kepala daerah secara berpasangan;

e. surat pernyataan tidak akan mengundurkan diri sebagai pasangan calon;

f. surat pernyataan kesanggupan mengundurkan diri dari jabatan apabila terpilih menjadi kepala daerah atau wakil kepala daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan;

g. surat pernyataan mengundurkan diri dari jabatan negeri bagi calon yang berasal dari pegawai negeri sipil, anggota Tentara Nasional Indonesia, dan anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia;

h. surat pernyataan tidak aktif dari jabatannya bagi pimpinan DPRD tempat yang bersangkutan menjadi calon di daerah yang menjadi wilayah kerjanya;

i. surat pemberitahuan kepada pimpinan bagi anggota DPR, DPD, dan DPRD yang mencalonkan diri sebagai calon kepala daerah dan wakil kepala daerah;

j. kelengkapan persyaratan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58; dan

k. naskah visi, misi, dan program dari pasangan calon secara tertulis.

(6) Partai politik atau gabungan partai politik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat mengusulkan satu pasangan calon dan pasangan calon tersebut tidak dapat diusulkan lagi oleh partai politik atau gabungan partai politik lainnya.

(7) Masa pendaftaran pasangan calon sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lama 7 (tujuh) hari terhitung sejak pengumuman pendaftaran pasangan calon.

Page 117:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

113

Pasal 60

(1) Pasangan calon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 ayat (1) diteliti persyaratan administrasinya dengan melakukan klarifikasi kepada instansi pemerintah yang berwenang dan menerima masukan dari masyarakat terhadap persyaratan pasangan calon.

(2) Hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberitahukan secara tertulis kepada pimpinan partai politik atau gabungan partai politik yang mengusulkan, paling lambat 7 (tujuh) hari terhitung sejak tanggal penutupan pendaftaran.

(3) Apabila pasangan calon belum memenuhi syarat atau ditolak karena tidak memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 dan/atau Pasal 59, partai politik atau gabungan partai politik yang mengajukan calon diberi kesempatan untuk melengkapi dan/atau memperbaiki surat pencalonan beserta persyaratan pasangan calon atau mengajukan calon baru paling lambat 7 (tujuh) hari sejak saat pemberitahuan hasil penelitian persyaratan oleh KPUD.

(4) KPUD melakukan penelitian ulang kelengkapan dan atau perbaikan persyaratan pasangan calon sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan sekaligus mem-beritahukan hasil penelitian tersebut paling lambat 7 (tujuh) hari kepada pimpinan partai politik atau gabungan partai politik yang mengusulkan.

(5) Apabila hasil penelitian berkas pasangan calon sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak memenuhi syarat dan ditolak oleh KPUD, partai politik dan atau gabungan partai politik, tidak dapat lagi mengajukan pasangan calon.

Pasal 61

(1) Berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 ayat (2) dan ayat (4), KPUD menetapkan pasangan calon paling kurang 2 (dua) pasangan calon yang dituangkan dalam Berita Acara Penetapan pasangan calon.

(2) Pasangan calon yang telah ditetapkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diumumkan secara luas paling lambat 7 (tujuh) hari sejak selesainya penelitian.

(3) Terhadap pasangan calon yang telah ditetapkan dan diumumkan, selanjutnya dilakukan undian secara terbuka untuk menetapkan nomor urut pasangan calon.

(4) Penetapan dan pengumuman pasangan calon sebagaimana dimaksud pada ayat (3) bersifat final dan mengikat.

Page 118:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

114

Pasal 62

(1) Partai politik atau gabungan partai politik dilarang menarik calonnya dan/atau pasangan calonnya, dan pasangan calon atau salah seorang dari pasangan calon dilarang mengundurkan diri terhitung sejak ditetapkan sebagai pasangan calon oleh KPUD.

(2) Apabila partai politik atau gabungan partai politik menarik calonnya dan/atau pasangan calon dan/atau salah seorang dari pasangan calon mengundurkan diri sebagaimana dimaksud pada ayat (1), partai politik atau gabungan partai politik yang mencalonkan tidak dapat mengusulkan calon pengganti.

Pasal 63

(1) Dalam hal salah satu calon atau pasangan calon berhalangan tetap sejak penetapan calon sampai pada saat dimulainya hari kampanye, partai politik atau gabungan partai politik yang pasangan calonnya berhalangan tetap dapat mengusulkan pasangan calon pengganti paling lambat 3 (tiga) hari sejak pasangan calon berhalangan tetap dan KPUD melakukan penelitian persyaratan administrasi dan menetapkan pasangan calon pengganti paling lambat 4 (empat) hari sejak pasangan calon pengganti didaftarkan.

(2) Dalam hal salah 1 (satu) calon atau pasangan calon berhalangan tetap pada saat dimulainya kampanye sampai hari pemungutan suara dan masih terdapat 2 (dua) pasangan calon atau lebih, tahapan pelaksanaan pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah dilanjutkan dan pasangan calon yang berhalangan tetap tidak dapat diganti serta dinyatakan gugur.

(3) Dalam hal salah satu calon atau pasangan calon berhalangan tetap pada saat dimulainya kampanye sampai hari pemungutan suara sehingga jumlah pasangan calon kurang dari 2 (dua) pasangan, tahapan pelaksanaan pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah ditunda paling lambat 30 (tiga puluh) hari dan partai politik atau gabungan partai politik yang pasangan calonnya berhalangan tetap mengusulkan pasangan calon pengganti paling lambat 3 (tiga) hari sejak pasangan calon berhalangan tetap dan KPUD melakukan penelitian persyaratan administrasi dan menetapkan pasangan calon pengganti paling lambat 4 (empat) hari sejak pasangan calon pengganti didaftarkan.

Pasal 64

(1) Dalam hal salah satu calon atau pasangan calon berhalangan tetap setelah pemungutan suara putaran pertama sampai dimulainya hari pemungutan suara

Page 119:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

115

putaran kedua, tahapan pelaksanaan pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah ditunda paling lambat 30 (tiga puluh) hari.

(2) Partai politik atau gabungan partai politik yang pasangan calonnya berhalangan tetap mengusulkan pasangan calon pengganti paling lambat 3 (tiga) hari sejak pasangan calon berhalangan tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan KPUD melakukan penelitian persyaratan administrasi dan menetapkan pasangan calon pengganti paling lambat 4 (empat) hari sejak pasangan calon pengganti didaftarkan.

Pasal 65

(1) Pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah dilaksanakan melalui masa persiapan, dan tahap pelaksanaan.

(2) Masa persiapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:

a. Pemberitahuan DPRD kepada kepala daerah mengenai berakhirnya masa jabatan;

b. Pemberitahuan DPRD kepada KPUD mengenai berakhirnya masa jabatan kepala daerah;

c. Perencanaan penyelenggaraan, meliputi penetapan tata cara dan jadwal tahapan pelaksanaan pemilihan kepala daerah;

d. Pembentukan Panitia Pengawas, PPK, PPS dan KPPS;

e. Pemberitahuan dan pendaftaran pemantau.

(3) Tahap pelaksanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:

a. Penetapan daftar pemilih;

b. Pendaftaran dan Penetapan calon kepala daerah/ wakil kepala daerah;

c. Kampanye;

d. Pemungutan suara;

e. Penghitungan suara; dan

f. Penetapan pasangan calon kepala daerah/ wakil kepala daerah terpilih, pengesahan, dan pelantikan.

(4) Tata cara pelaksanaan masa persiapan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan tahap pelaksanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur KPUD dengan berpedoman pada Peraturan Pemerintah.

Pasal 66

(1) Tugas dan wewenang KPUD dalam penyelenggaraan pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah adalah:

Page 120:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

116

a. merencanakan penyelenggaraan pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah;

b. menetapkan tata cara pelaksanaan pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah sesuai dengan tahapan yang diatur dalam peraturan perundang-undangan;

c. mengkoordinasikan, menyelenggarakan, dan mengendalikan semua tahapan pelaksanaan pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah;

d. menetapkan tanggal dan tata cara pelaksanaan kampanye, serta pemungutan suara pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah;

e. meneliti persyaratan partai politik atau gabungan partai politik yang mengusulkan calon;

f. meneliti persyaratan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah yang diusulkan;

g. menetapkan pasangan calon yang telah memenuhi persyaratan;

h. menerima pendaftaran dan mengumumkan tim kampanye;

i. mengumumkan laporan sumbangan dana kampanye;

j. menetapkan hasil rekapitulasi penghitungan suara dan mengumumkan hasil pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah;

k. melakukan evaluasi dan pelaporan pelaksanaan pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah;

l. melaksanakan tugas dan wewenang lain yang diatur oleh peraturan perundang-undangan;

m. menetapkan kantor akuntan publik untuk mengaudit dana kampanye dan mengumumkan hasil audit.

(2) Dalam penyelenggaran pemilihan gubernur dan wakil gubernur KPUD kabupaten/kota adalah bagian pelaksana tahapan penyelenggaraan pemilihan yang ditetapkan oleh KPUD provinsi.

(3) Tugas dan wewenang DPRD dalam penyelenggaraan pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah adalah:

a. memberitahukan kepada kepala daerah mengenai akan berakhirnya masa jabatan;

b. mengusulkan pemberhentian kepala daerah dan wakil kepala daerah yang berakhir masa jabatannya dan mengusulkan pengangkatan kepala daerah dan wakil kepala daerah terpilih;

Page 121:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

117

c. melakukan pengawasan pada semua tahapan pelaksanaan pemilihan;

d. membentuk panitia pengawas;

e. meminta pertanggungjawaban pelaksanaan tugas KPUD; dan

f. menyelenggarakan rapat paripurna untuk mendengarkan penyampaian visi, misi, dan program dari pasangan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah.

(4) Panitia pengawas pemilihan mempunyai tugas dan wewenang:

a. mengawasi semua tahapan penyelenggaraan pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah;

b. menerima laporan pelanggaran peraturan perundang-undangan pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah;

c. menyelesaikan sengketa yang timbul dalam penyelenggaraan pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah;

d. meneruskan temuan dan laporan yang tidak dapat diselesaikan kepada instansi yang berwenang; dan

e. mengatur hubungan koordinasi antar panitia pengawasan pada semua tingkatan.

Pasal 67

(1) KPUD berkewajiban:

a. memperlakukan pasangan calon secara adil dan setara;

b. menetapkan standarisasi serta kebutuhan barang dan jasa yang berkaitan dengan penyelenggaraan pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah berdasarkan peraturan perundang-undangan;

c. menyampaikan laporan kepada DPRD untuk setiap tahap pelaksanaan pemilihan dan menyampaikan informasi kegiatannya kepada masyarakat;

d. memelihara arsip dan dokumen pemilihan serta mengelola barang inventaris milik KPUD berdasarkan peraturan perundang-undangan;

e. mempertanggungjawabkan penggunaan anggaran kepada DPRD;

f. melaksanakan semua tahapan pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah secara tepat waktu.

Page 122:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

118

Paragraf KeduaPenetapan Pemilih

Pasal 68

Warga negara Republik Indonesia yang pada hari pemungutan suara pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah sudah berumur 17 (tujuh belas) tahun atau sudah/pernah kawin mempunyai hak memilih.

Pasal 69

(1) Untuk dapat menggunakan hak memilih, warga negara Republik Indonesia harus terdaftar sebagai pemilih.

(2) Untuk dapat didaftar sebagai pemilih, warga negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi syarat:

a. nyata-nyata tidak sedang terganggu jiwa/ingatannya;

b. tidak sedang dicabut hak pilihnya berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.

(3) Seorang warga negara Republik Indonesia yang telah terdaftar dalam daftar pemilih ternyata tidak lagi memenuhi syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak dapat menggunakan hak memilihnya.

Pasal 70

(1) Daftar pemilih pada saat pelaksanaan pemilihan umum terakhir di daerah digunakan sebagai daftar pemilih untuk pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah.

(2) Daftar pemilih sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah dengan daftar pemilih tambahan yang telah memenuhi persyaratan sebagai pemilih ditetapkan sebagai daftar pemilih sementara.

Pasal 71

Pemilih yang telah terdaftar sebagai pemilih sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70 diberi tanda bukti pendaftaran untuk ditukarkan dengan kartu pemilih untuk setiap pemungutan suara.

Pasal 72

(1) Seorang pemilih hanya didaftar 1 (satu) kali dalam daftar pemilih.

(2) Apabila seorang pemilih mempunyai lebih dari 1 (satu) tempat tinggal, pemilih tersebut harus menentukan satu di antaranya untuk ditetapkan sebagai tempat tinggal yang dicantumkan dalam daftar pemilih.

Page 123:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

119

Pasal 73

(1) Pemilih yang telah terdaftar dalam daftar pemilih sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70 kemudian berpindah tempat tinggal atau karena ingin menggunakan hak pilihnya di tempat lain, pemilih yang bersangkutan harus melapor kepada PPS setempat.

(2) PPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencatat nama pemilih dari daftar pemilih dan memberikan surat keterangan pindah tempat memilih.

(3) Pemilih melaporkan kepindahannya kepada PPS di tempat pemilihan yang baru.

(4) Pemilih terdaftar yang karena sesuatu hal terpaksa tidak dapat menggunakan hak pilihnya di TPS yang sudah ditetapkan, yang bersangkutan dapat menggunakan hak pilihnya di tempat lain dengan menunjukkan kartu pemilih.

Pasal 74

(1) Berdasarkan daftar pemilih sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70 dan Pasal 73 PPS menyusun dan menetapkan daftar pemilih sementara.

(2) Daftar pemilih sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diumumkan oleh PPS untuk mendapat tanggapan masyarakat.

(3) Pemilih yang belum terdaftar dalam daftar pemilih sementara dapat mendaftarkan diri ke PPS dan dicatat dalam daftar pemilih tambahan.

(4) Daftar pemilih sementara dan daftar pemilih tambahan ditetapkan sebagai daftar pemilih tetap.

(5) Daftar pemilih tetap disahkan dan diumumkan oleh PPS.

(6) Tata cara pelaksanaan pendaftaran pemilih ditetapkan oleh KPUD.

Paragraf KetigaKampanye

Pasal 75

(1) Kampanye dilaksanakan sebagai bagian dari penyelenggaraan pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah.

(2) Kampanye sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan selama 14 (empat belas) hari dan berakhir 3 (tiga) hari sebelum hari pemungutan suara.

(3) Kampanye sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan oleh tim kampanye yang dibentuk oleh pasangan calon bersama- sama partai politik atau gabungan partai politik yang mengusulkan pasangan calon.

Page 124:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

120

4) Tim kampanye sebagaimana dimaksud pada ayat (3) didaftarkan ke KPUD bersamaan dengan pendaftaran pasangan calon.

(5) Kampanye sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara bersama-sama atau secara terpisah oleh pasangan calon dan/atau oleh tim kampanye.

(6) Penanggung jawab kampanye adalah pasangan calon, yang pelaksanaannya dipertanggungjawabkan oleh tim kampanye.

(7) Tim kampanye dapat dibentuk secara berjenjang di provinsi, kabupaten/kota bagi pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur dan kabupaten/kota dan kecamatan bagi pasangan calon Bupati/Wakil Bupati dan Walikota/Wakil Walikota.

(8) Dalam kampanye, rakyat mempunyai kebebasan untuk menghadiri kampanye.

(9) Jadwal pelaksanaan kampanye ditetapkan oleh KPUD dengan memperhatikan usul dari pasangan calon.

Pasal 76

(1) Kampanye dapat dilaksanakan melalui:

a. pertemuan terbatas;

b. tatap muka dan dialog;

c. penyebaran melalui media cetak dan media elektronik;

d. penyiaran melalui radio dan/atau televisi;

e. penyebaran bahan kampanye kepada umum;

f. pemasangan alat peraga di tempat umum;

g. rapat umum;

h. debat publik/debat terbuka antarcalon; dan/atau

i. kegiatan lain yang tidak melanggar peraturan perundang- undangan.

(2) Pasangan calon wajib menyampaikan visi, misi, dan program secara lisan maupun tertulis kepada masyarakat.

(3) Calon kepala daerah dan wakil kepala daerah berhak untuk mendapatkan informasi atau data dari pemerintah daerah sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.

(4) Penyampaian materi kampanye dilakukan dengan cara yang sopan, tertib, dan bersifat edukatif.

(5) Penyelenggaraan kampanye dilakukan di seluruh wilayah provinsi untuk pemilihan gubernur dan wakil gubernur dan diseluruh wilayah kabupaten/kota untuk pemilihan bupati dan wakil bupati dan walikota dan wakil walikota.

Page 125:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

121

Pasal 77

(1) Media cetak dan media elektronik memberikan kesempatan yang sama kepada pasangan calon untuk menyampaikan tema dan materi kampanye.

(2) Media elektronik dan media cetak wajib memberikan kesempatan yang sama kepada pasangan calon untuk memasang iklan pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah dalam rangka kampanye.

(3) Pemerintah daerah memberikan kesempatan yang sama kepada pasangan calon untuk menggunakan fasilitas umum.

(4) Semua yang hadir dalam pertemuan terbatas atau rapat umum yang diadakan oleh pasangan calon hanya dibenarkan membawa atau menggunakan tanda gambar dan/atau atribut pasangan calon yang bersangkutan.

(5) KPUD berkoordinasi dengan pemerintah daerah untuk menetapkan lokasi pemasangan alat peraga untuk keperluan kampanye.

(6) Pemasangan alat peraga kampanye sebagaimana dimaksud pada ayat (5) oleh pasangan calon dilaksanakan dengan memper- timbangkan etika, estetika, kebersihan, dan keindahan kota atau kawasan setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

(7) Pemasangan alat peraga kampanye pada tempat yang menjadi milik perseorangan atau badan swasta harus seizin pemilik tempat tersebut.

(8) Alat peraga kampanye harus sudah dibersihkan paling lambat 3 (tiga) hari sebelum hari pemungutan suara.

Pasal 78

Dalam kampanye dilarang:

a. mempersoalkan dasar negara Pancasila dan Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

b. menghina seseorang, agama, suku, ras, golongan, calon kepala daerah/wakil kepala daerah dan/atau partai politik;

c. menghasut atau mengadu domba partai politik, perseorangan, dan/atau kelompok masyarakat;

d. menggunakan kekerasan, ancaman kekerasan atau menganjurkan penggunaan kekerasan kepada perseorangan, kelompok masyarakat dan/atau partai politik;

e. mengganggu keamanan, ketenteraman, dan ketertiban umum;

f. mengancam dan menganjurkan penggunaan kekerasan untuk mengambil alih kekuasaan dari pemerintahan yang sah;

Page 126:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

122

g. merusak dan/atau menghilangkan alat peraga kampanye pasangan calon lain;

h. menggunakan fasilitas dan anggaran pemerintah dan pemerintah daerah;

i. menggunakan tempat ibadah dan tempat pendidikan; dan

j. melakukan pawai atau arak-arakan yang dilakukan dengan berjalan kaki dan/atau dengan kendaraan di jalan raya.

Pasal 79

(1) Dalam kampanye, dilarang melibatkan:

a. hakim pada semua peradilan;

b. pejabat BUMN/BUMD;

c. pejabat struktural dan fungsional dalam jabatan negeri;

d. kepala desa.

(2) Larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku apabila pejabat tersebut menjadi calon kepala daerah dan wakil kepala daerah.

(3) Pejabat negara yang menjadi calon kepala daerah dan wakil kepala daerah dalam melaksanakan kampanye harus memenuhi ketentuan:

a. tidak menggunakan fasilitas yang terkait dengan jabatannya;

b. menjalani cuti di luar tanggungan negara; dan

c. pengaturan lama cuti dan jadwal cuti dengan memperhatikan ke-berlangsungan tugas penyelenggaraan pemerintahan daerah.

(4) Pasangan calon dilarang melibatkan pegawai negeri sipil, anggota Tentara Nasional Indonesia, dan anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai peserta kampanye dan juru kampanye dalam pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah.

Pasal 80

Pejabat negara, pejabat struktural dan fungsional dalam jabatan negeri, dan kepala desa dilarang membuat keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon selama masa kampanye.

Pasal 81

(1) Pelanggaran atas ketentuan larangan pelaksanaan kampanye sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, dan huruf f, merupakan tindak pidana dan dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.

Page 127:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

123

(2) Pelanggaran atas ketentuan larangan pelaksanaan kampanye sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 huruf g, huruf h, huruf i dan huruf j, yang merupakan pelanggaran tata cara kampanye dikenai sanksi:

a. peringatan tertulis apabila penyelenggara kampanye melanggar larangan walaupun belum terjadi gangguan;

b. penghentian kegiatan kampanye di tempat terjadinya pelanggaran atau di seluruh daerah pemilihan yang bersangkutan apabila terjadi gangguan terhadap keamanan yang berpotensi menyebar ke daerah pemilihan lain.

(3) Tata cara pengenaan sanksi terhadap pelanggaran larangan pelaksanaan kampanye sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan oleh KPUD.

(4) Pelanggaran atas ketentuan larangan pelaksanaan kampanye sebagaimana dimaksud dalam Pasal 79 dikenai sanksi penghentian kampanye selama masa kampanye oleh KPUD.

Pasal 82

(1) Pasangan calon dan/atau tim kampanye dilarang menjanjikan dan/atau memberikan uang atau materi lainnya untuk mempengaruhi pemilih.

(2) Pasangan calon dan/atau tim kampanye yang terbukti melakukan pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dikenai sanksi pembatalan sebagai pasangan calon oleh DPRD.

Pasal 83

(1) Dana kampanye dapat diperoleh dari:

a. pasangan calon;

b. partai politik dan/atau gabungan partai politik yang mengusulkan;

c. sumbangan pihak-pihak lain yang tidak mengikat yang meliputi sumbangan perseorangan dan/atau badan hukum swasta.

(2) Pasangan calon wajib memiliki rekening khusus dana kampanye dan rekening yang dimaksud didaftarkan kepada KPUD.

(3) Sumbangan dana kampanye sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dari perseorangan dilarang melebihi Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan dari badan hukum swasta dilarang melebihi Rp 350.000.000,00 (tiga ratus lima puluh juta rupiah).

(4) Pasangan calon dapat menerima dan/atau menyetujui pembiayaan bukan dalam bentuk uang secara langsung untuk kegiatan kampanye.

Page 128:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

124

(5) Sumbangan kepada pasangan calon yang lebih dari Rp 2.500.000,00 (dua juta lima ratus ribu rupiah) baik dalam bentuk uang maupun bukan dalam bentuk uang yang dapat dikonversikan ke dalam nilai uang wajib dilaporkan kepada KPUD mengenai jumlah dan identitas pemberi sumbangan.

(6) Laporan sumbangan dana kampanye sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dan ayat (5) disampaikan oleh pasangan calon kepada KPUD dalam waktu 1 (satu) hari sebelum masa kampanye dimulai dan 1 (satu) hari sesudah masa kampanye berakhir.

(7) KPUD mengumumkan melalui media massa laporan sumbangan dana kampanye setiap pasangan calon sebagaimana dimaksud pada ayat (6) kepada masyarakat satu hari setelah menerima laporan dari pasangan calon.

Pasal 84

(1) Dana kampanye digunakan oleh pasangan calon, yang teknis pelaksanaannya dilakukan oleh tim kampanye.

(2) Dana kampanye sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dilaporkan oleh pasangan calon kepada KPUD paling lambat 3 (tiga) hari setelah hari pemungutan suara.

(3) KPUD wajib menyerahkan laporan dana kampanye sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kepada kantor akuntan publik paling lambat 2 (dua) hari setelah KPUD menerima laporan dana kampanye dari pasangan calon.

(4) Kantor akuntan publik wajib menyelesaikan audit paling lambat 15 (lima belas) hari setelah diterimanya laporan dana kampanye dari KPUD.

(5) Hasil audit sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diumumkan oleh KPUD paling lambat 3 (tiga) hari setelah KPUD menerima laporan hasil audit dari kantor akuntan publik.

(6) Laporan dana kampanye yang diterima KPUD wajib dipelihara dan terbuka untuk umum.

Pasal 85

(1) Pasangan calon dilarang menerima sumbangan atau bantuan lain untuk kampanye yang berasal dari:

a. negara asing, lembaga swasta asing, lembaga swadaya masyarakat asing dan warga negara asing;

b. penyumbang atau pemberi bantuan yang tidak jelas identitasnya;

c. pemerintah, BUMN, dan BUMD.

Page 129:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

125

(2) Pasangan calon yang menerima sumbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dibenarkan menggunakan dana tersebut dan wajib melaporkannya kepada KPUD paling lambat 14 (empat belas) hari setelah masa kampanye berakhir dan menyerahkan sumbangan tersebut kepada kas daerah.

(3) Pasangan calon yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi pembatalan sebagai pasangan calonoleh KPUD.

Paragraf KeempatPemungutan Suara

Pasal 86

(1) Pemungutan suara pemilihan pasangan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah diselenggarakan paling lambat 1 (satu) bulan sebelum masa jabatan kepala daerah berakhir.

(2) Pemungutan suara dilakukan dengan memberikan suara melalui surat suara yang berisi nomor, foto, dan nama pasangan calon.

(3) Pemungutan suara dilakukan pada hari libur atau hari yang diliburkan.

Pasal 87

(1) Jumlah surat suara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86 ayat (2) dicetak sama dengan jumlah pemilih tetap dan ditambah 2,5% (dua setengah perseratus) dari jumlah pemilih tersebut.

(2) Tambahan surat suara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan sebagai cadangan di setiap TPS untuk mengganti surat suara pemilih yang keliru memilih pilihannya serta surat suara yang rusak.

(3) Penggunaan tambahan surat suara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibuatkan berita acara.

Pasal 88

Pemberian suara untuk pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah dilakukan dengan mencoblos salah satu pasangan calon dalam surat suara.

Pasal 89

(1) Pemilih tunanetra, tunadaksa, atau yang mempunyai halangan fisik lain pada saat memberikan suaranya di TPS dapat dibantu oleh petugas KPPS atau orang lain atas permintaan pemilih.

Page 130:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

126

(2) Petugas KPPS atau orang lain yang membantu pemilih sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib merahasiakan pilihan pemilih yang dibantunya.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian bantuan kepada pemilih sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dalam Peraturan Pemerintah.

Pasal 90

(1) Jumlah pemilih di setiap TPS sebanyak-banyaknya 300 (tiga ratus) orang.

(2) TPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditentukan lokasinya di tempat yang mudah dijangkau, termasuk oleh penyandang cacat, serta menjamin setiap pemilih dapat memberikan suaranya secara langsung, bebas, dan rahasia.

(3) Jumlah, lokasi, bentuk, dan tata letak TPS ditetapkan oleh KPUD.

Pasal 91

(1) Untuk keperluan pemungutan suara dalam pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah disediakan kotak suara sebagai tempat surat suara yang digunakan oleh pemilih.

(2) Jumlah, bahan, bentuk, ukuran, dan warna kotak suara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh KPUD dengan berpedoman pada peraturan perundang-undangan.

Pasal 92

(1) Sebelum melaksanakan pemungutan suara, KPPS melakukan:

a. pembukaan kotak suara;

b. pengeluaran seluruh isi kotak suara;

c. pengidentifikasian jenis dokumen dan peralatan; serta

d. penghitungan jumlah setiap jenis dokumen dan peralatan.

(2) Kegiatan KPPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dihadiri oleh saksi dari pasangan calon, panitia pengawas, pemantau, dan warga masyarakat.

(3) Kegiatan KPPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuatkan berita acara yang ditandatangani oleh Ketua KPPS, dan sekurang- kurangnya 2 (dua) anggota KPPS dan dapat ditandatangani oleh saksi dari pasangan calon.

Pasal 93

(1) Setelah melakukan kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 92, KPPS memberikan penjelasan mengenai tata cara pemungutan suara.

(2) Dalam memberikan suara, pemilih diberi kesempatan oleh KPPS berdasarkan prinsip urutan kehadiran pemilih.

Page 131:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

127

(3) Apabila menerima surat suara yang ternyata rusak, pemilih dapat meminta surat suara pengganti kepada KPPS, kemudian KPPS memberikan surat suara pengganti hanya satu kali.

(4) Apabila terdapat kekeliruan dalam cara memberikan suara, pemilih dapat meminta surat suara pengganti kepada KPPS, kemudian KPPS memberikan surat suara pengganti hanya satu kali.

(5) Penentuan waktu dimulai dan berakhirnya pemungutan suara ditetapkan oleh KPUD.

Pasal 94

(1) Pemilih yang telah memberikan suara di TPS diberi tanda khusus oleh KPPS.

(2) Tanda khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh KPUD dengan berpedoman pada Peraturan Pemerintah.

Pasal 95

Suara untuk pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah dinyatakan sah apabila:

a. surat suara ditandatangani oleh Ketua KPPS; dan

b. tanda coblos hanya terdapat pada 1 (satu) kotak segi empat yang memuat satu pasangan calon; atau

c. tanda coblos terdapat dalam salah satu kotak segi empat yang memuat nomor, foto dan nama pasangan calon yang telah ditentukan; atau

d. tanda coblos lebih dari satu, tetapi masih di dalam salah satu kotak segi empat yang memuat nomor, foto dan nama pasangan calon; atau

e. tanda coblos terdapat pada salah satu garis kotak segi empat yang memuat nomor, foto dan nama pasangan calon.

Pasal 96

(1) Penghitungan suara di TPS dilakukan oleh KPPS setelah pemungutan suara berakhir.

(2) Sebelum penghitungan suara dimulai, KPPS menghitung:

a. jumlah pemilih yang memberikan suara berdasarkan salinan daftar pemilih tetap untuk TPS;

b. jumlah pemilih dari TPS lain;

c. jumlah surat suara yang tidak terpakai; dan

d. jumlah surat suara yang dikembalikan oleh pemilih karena rusak atau keliru dicoblos.

Page 132:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

128

(3) Penggunaan surat suara tambahan dibuatkan berita acara yang ditandatangani oleh Ketua KPPS dan sekurang-kurangnya 2 (dua) anggota KPPS.

(4) Penghitungan suara dilakukan dan selesai di TPS oleh KPPS dan dapat dihadiri oleh saksi pasangan calon, panitia pengawas, pemantau, dan warga masyarakat.

(5) Saksi pasangan calon harus membawa surat mandat dari tim kampanye yang bersangkutan dan menyerahkannya kepada Ketua KPPS.

(6) Penghitungan suara dilakukan dengan cara yang memungkinkan saksi pasangan calon, panitia pengawas, pemantau, dan warga masyarakat yang hadir dapat menyaksikan secara jelas proses penghitungan suara.

(7) Pasangan calon dan warga masyarakat melalui saksi pasangan calon yang hadir dapat mengajukan keberatan terhadap jalannya penghitungan suara oleh KPPS apabila ternyata terdapat hal-hal yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

(8) Dalam hal keberatan yang diajukan oleh saksi pasangan calon atau warga masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dapat diterima, KPPS seketika itu juga mengadakan pembetulan.

(9) Segera setelah selesai penghitungan suara di TPS, KPPS membuat berita acara dan sertifikat hasil penghitungan suara yang ditandatangani oleh ketua dan sekurang-kurangnya 2 (dua) orang anggota KPPS serta dapat ditandatangani oleh saksi pasangan calon.

(10) KPPS memberikan 1 (satu) eksemplar salinan berita acara dan sertifikat hasil penghitungan suara kepada saksi pasangan calon yang hadir dan menempelkan 1 (satu) eksemplar sertifikat hasil penghitungan suara di tempat umum.

(11) KPPS menyerahkan berita acara, sertifikat hasil penghitungan suara, surat suara, dan alat kelengkapan administrasi pemungutan dan penghitungan suara kepada PPS segera setelah selesai penghitungan suara.

Pasal 97

(1) Setelah menerima berita acara dan sertifikat hasil penghitungan suara, PPS membuat berita acara penerimaan dan melakukan rekapitulasi jumlah suara untuk tingkat desa/kelurahan dan dapat dihadiri oleh saksi pasangan calon, panitia pengawas, pemantau, dan warga masyarakat.

(2) Saksi pasangan calon harus membawa surat mandat dari Tim Kampanye yang bersangkutan dan menyerahkannya kepada PPS.

(3) Pasangan calon dan warga masyarakat melalui saksi pasangan calon yang hadir dapat mengajukan keberatan terhadap jalannya penghitungan suara oleh

Page 133:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

129

PPS apabila ternyata terdapat hal-hal yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

(4) Dalam hal keberatan yang diajukan oleh saksi pasangan calon atau warga masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat diterima, PPS seketika itu juga mengadakan pembetulan.

(5) Setelah selesai melakukan rekapitulasi hasil penghitungan suara di semua TPS dalam wilayah kerja desa/kelurahan yang bersangkutan, PPS membuat berita acara dan sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan suara yang ditandatangani oleh ketua dan paling sedikit 2 (dua) orang anggota PPS serta ditandatangani oleh saksi pasangan calon.

(6) PPS wajib memberikan 1 (satu) eksemplar salinan berita acara dan sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan suara di PPS kepada saksi pasangan calon yang hadir dan menempelkan 1 (satu) eksemplar sertifikat hasil penghitungan suara di tempat umum .

(7) PPS wajib menyerahkan 1 (satu) eksemplar berkas berita acara dan sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan suara di PPS kepada PPK setempat.

Pasal 98

(1) Setelah menerima berita acara dan sertifikat hasil penghitungan suara, PPK membuat berita acara penerimaan dan melakukan rekapitulasi jumlah suara untuk tingkat kecamatan dan dapat dihadiri oleh saksi pasangan calon, panitia pengawas, pemantau, dan warga masyarakat.

(2) Saksi pasangan calon harus membawa surat mandat dari Tim Kampanye yang bersangkutan dan menyerahkannya kepada PPK.

(3) Pasangan calon dan warga masyarakat melalui saksi pasangan calon yang hadir dapat mengajukan keberatan terhadap jalannya penghitungan suara oleh PPK apabila ternyata terdapat hal-hal yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

(4) Dalam hal keberatan yang diajukan oleh atau melalui saksi pasangan calon, sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat diterima, PPK seketika itu juga mengadakan pembetulan.

(5) Setelah selesai melakukan rekapitulasi hasil penghitungan suara di semua PPS dalam wilayah kerja kecamatan yang bersangkutan, PPK membuat berita acara dan sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan suara yang ditandatangani oleh ketua dan sekurang- kurangnya 2 (dua) orang anggota PPK serta ditandatangani oleh saksi pasangan calon.

Page 134:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

130

(6) PPK wajib memberikan 1 (satu) eksemplar salinan berita acara dan sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan suara di PPK kepada saksi pasangan calon yang hadir dan menempelkan 1 (satu) eksemplar sertifikat hasil penghitungan suara di tempat umum.

(7) PPK wajib menyerahkan 1 (satu) eksemplar berkas berita acara dan sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan suara di PPK kepada KPU kabupaten/kota.

Pasal 99

(1) Setelah menerima berita acara dan sertifikat hasil penghitungan suara, KPU kabupaten/kota membuat berita acara penerimaan dan melakukan rekapitulasi jumlah suara untuk tingkat kabupaten/kota dan dapat dihadiri oleh saksi pasangan calon, panitia pengawas, pemantau, dan warga masyarakat.

(2) Saksi pasangan calon harus membawa surat mandat dari Tim Kampanye yang bersangkutan dan menyerahkannya kepada KPU kabupaten/kota.

(3) Pasangan calon dan warga masyarakat melalui saksi pasangan calon yang hadir dapat mengajukan keberatan terhadap jalannya penghitungan suara oleh KPU kabupaten/kota apabila ternyata terdapat hal-hal yang tidak sesuai dengan peraturan perundang- undangan.

(4) Dalam hal keberatan yang diajukan oleh atau melalui saksi pasangan calon, sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat diterima, KPU kabupaten/kota seketika itu juga mengadakan pembetulan.

(5) Setelah selesai melakukan rekapitulasi hasil penghitungan suara di semua PPK dalam wilayah kerja kecamatan yang bersangkutan, KPU kabupaten/kota membuat berita acara dan sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan suara yang ditandatangani oleh ketua dan sekurang-kurangnya 2 (dua) orang anggota KPU kabupaten/kota serta ditandatangani oleh saksi pasangan calon.

(6) KPU kabupaten/kota wajib memberikan 1 (satu) eksemplar salinan berita acara dan sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan suara di KPU kabupaten/kota kepada saksi pasangan calon yang hadir dan menempelkan 1 (satu) eksemplar sertifikat hasil penghitungan suara di tempat umum.

(7) KPU kabupaten/kota wajib menyerahkan 1 (satu) eksemplar berkas berita acara dan sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan suara di KPU kabupaten/kota kepada KPU provinsi.

Pasal 100

(1) Dalam hal pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah kabupaten/kota, berita acara dan rekapitulasi hasil penghitungan suara selanjutnya

Page 135:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

131

diputuskan dalam pleno KPU kabupaten/kota untuk menetapkan pasangan calon terpilih.

(2) Penetapan pasangan calon terpilih sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada DPRD kabupaten/kota untuk diproses pengesahan dan pengangkatannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Pasal 101

(1) Setelah menerima berita acara dan sertifikat hasil penghitungan suara, KPU provinsi membuat berita acara penerimaan dan melakukan rekapitulasi jumlah suara untuk tingkat provinsi dan dapat dihadiri oleh saksi pasangan calon, panitia pengawas, pemantau, dan warga masyarakat.

(2) Saksi pasangan calon harus membawa surat mandat dari Tim Kampanye yang bersangkutan dan menyerahkannya kepada KPU provinsi.

(3) Pasangan calon dan warga masyarakat melalui saksi pasangan calon yang hadir dapat mengajukan keberatan terhadap jalannya penghitungan suara oleh KPU provinsi apabila ternyata terdapat hal-hal yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

(4) Dalam hal keberatan yang diajukan oleh atau melalui saksi pasangan calon, sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat diterima, KPU provinsi seketika itu juga mengadakan pembetulan.

(5) Setelah selesai melakukan rekapitulasi hasil penghitungan suara di semua KPU kabupaten/kota, KPU provinsi membuat berita acara dan sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan suara yang ditandatangani oleh ketua dan sekurang-kurangnya 2 (dua) orang anggota KPU provinsi serta ditandatangani oleh saksi pasangan calon.

(6) KPU provinsi wajib memberikan 1 (satu) eksemplar salinan berita acara dan sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan suara di KPU provinsi kepada saksi pasangan calon yang hadir dan menempelkan 1 (satu) eksemplar sertifikat hasil penghitungan suara di tempat umum.

Pasal 102

(1) Berita acara dan rekapitulasi hasil penghitungan suara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 101 ayat (5) selanjutnya diputuskan dalam pleno KPU provinsi untuk menetapkan pasangan calon terpilih.

(2) Penetapan pasangan calon terpilih sebagaimana dimaksud pada ayat (1) oleh KPU provinsi disampaikan kepada DPRD provinsi untuk diproses pengesahan pengangkatannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Page 136:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

132

Pasal 103

(1) Penghitungan ulang surat suara di TPS dilakukan apabila dari hasil penelitian dan pemeriksaan terbukti terdapat satu atau lebih penyimpangan sebagai berikut:

a. penghitungan suara dilakukan secara tertutup;

b. penghitungan suara dilakukan di tempat yang kurang penerangan cahaya;

c. saksi pasangan calon, panitia pengawas, pemantau, dan warga masyarakat tidak dapat menyaksikan proses penghitungan suara secara jelas;

d. penghitungan suara dilakukan di tempat lain di luar tempat dan waktu yang telah ditentukan; dan/atau

e. terjadi ketidakkonsistenan dalam menentukan surat suara yang sah dan surat suara yang tidak sah.

(2) Penghitungan ulang surat suara dilakukan pada tingkat PPS apabila terjadi perbedaan data jumlah suara dari TPS.

(3) Penghitungan ulang surat suara dilakukan pada tingkat PPK apabila terjadi perbedaan data jumlah suara dari PPS.

(4) Apabila terjadi perbedaan data jumlah suara pada tingkat KPU Kabupaten/Kota, dan KPU Provinsi, dilakukan pengecekan ulang terhadap sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan suara pada 1 (satu) tingkat di bawahnya.

Pasal 104

(1) Pemungutan suara di TPS dapat diulang apabila terjadi kerusuhan yang meng-akibatkan hasil pemungutan suara tidak dapat digunakan atau penghitungan suara tidak dapat dilakukan.

(2) Pemungutan suara di TPS dapat diulang apabila dari hasil penelitian dan pemeriksaan Panitia Pengawas Kecamatan terbukti terdapat satu atau lebih dari keadaan sebagai berikut:

a. pembukaan kotak suara dan/atau berkas pemungutan dan penghitungan suara tidak dilakukan menurut tata cara yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan;

b. petugas KPPS meminta pemilih memberi tanda khusus, menandatangani, atau menulis nama atau alamatnya pada surat suara yang sudah digunakan;

Page 137:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

133

c. lebih dari seorang pemilih menggunakan hak pilih lebih dari satu kali pada TPS yang sama atau TPS yang berbeda;

d. petugas KPPS merusak lebih dari satu surat suara yang sudah digunakan oleh pemilih sehingga surat suara tersebut menjadi tidak sah; dan/atau

e. lebih dari seorang pemilih yang tidak terdaftar sebagai pemilih mendapat kesempatan memberikan suara pada TPS.

Pasal 105

Penghitungan suara dan pemungutan suara ulang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 103 dan Pasal 104 diputuskan oleh PPK dan dilaksanakan selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari sesudah hari pemungutan suara.

Pasal 106

(1) Keberatan terhadap penetapan hasil pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah hanya dapat diajukan oleh pasangan calon kepada Mahkamah Agung dalam waktu paling lambat 3 (tiga) hari setelah penetapan hasil pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah.

(2) Keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya berkenaan dengan hasil penghitungan suara yang mempengaruhi terpilihnya pasangan calon.

(3) Pengajuan keberatan kepada Mahkamah Agung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada pengadilan tinggi untuk pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah provinsi dan kepada pengadilan negeri untuk pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah kabupaten/kota.

(4) Mahkamah Agung memutus sengketa hasil penghitungan suara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) paling lambat 14 (empat belas) hari sejak diterimanya permohonan keberatan oleh Pengadilan Negeri/Pengadilan Tinggi/ Mahkamah Agung.

(5) Putusan Mahkamah Agung sebagaimana dimaksud pada ayat (4) bersifat final dan mengikat.

(6) Mahkamah Agung dalam melaksanakan kewenangannya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat mendelegasikan kepada Pengadilan Tinggi untuk memutus sengketa hasil penghitungan suara pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah kabupaten dan kota.

(7) Putusan Pengadilan Tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (6)bersifat final.

Page 138:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

134

Paragraf KelimaPenetapan Calon Terpilih dan Pelantikan

Pasal 107

(1) Pasangan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah yang memperoleh suara lebih dari 50 % (lima puluh persen) jumlah suara sah ditetapkan sebagai pasangan calon terpilih.

(2) Apabila ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak terpenuhi, pasangan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah yang memperoleh suara lebih dari 25% (dua puluh lima persen) dari jumlah suara sah, pasangan calon yang perolehan suaranya terbesar dinyatakan sebagai pasangan calon terpilih.

(3) Dalam hal pasangan calon yang perolehan suara terbesar sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdapat lebih dari satu pasangan calon yang perolehan suaranya sama, penentuan pasangan calon terpilih dilakukan berdasarkan wilayah perolehan suara yang lebih luas.

(4) Apabila ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak terpenuhi, atau tidak ada yang mencapai 25 % (dua puluh lima persen) dari jumlah suara sah, dilakukan pemilihan putaran kedua yang diikuti oleh pemenang pertama dan pemenang kedua.

(5) Apabila pemenang pertama sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diperoleh dua pasangan calon, kedua pasangan calon tersebut berhak mengikuti pemilihan putaran kedua.

(6) Apabila pemenang pertama sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diperoleh oleh tiga pasangan calon atau lebih, penentuan peringkat pertama dan kedua dilakukan berdasarkan wilayah perolehan suara yang lebih luas.

(7) Apabila pemenang kedua sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diperoleh oleh lebih dari satu pasangan calon, penentuannya dilakukan berdasarkan wilayah perolehan suara yang lebih luas.

(8) Pasangan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah yang memperoleh suara terbanyak pada putaran kedua dinyatakan sebagai pasangan calon terpilih.

Pasal 108

(1) Dalam hal calon wakil kepala daerah terpilih berhalangan tetap, calon kepala daerah terpilih dilantik menjadi kepala daerah.

Page 139:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

135

(2) Kepala daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengusulkan dua calon wakil kepala daerah kepada DPRD untuk dipilih.

(3) Dalam hal calon kepala daerah terpilih berhalangan tetap, calon wakil kepala daerah terpilih dilantik menjadi kepala daerah.

(4) Kepala daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) mengusulkan dua calon wakil kepala daerah kepada DPRD untuk dipilih.

(5) Dalam hal pasangan calon terpilih berhalangan tetap, partai politik atau gabungan partai politik yang pasangan calonnya meraih suara terbanyak pertama dan kedua mengusulkan pasangan calon kepada DPRD untuk dipilih menjadi kepala daerah dan wakil kepala daerah selambat-lambatnya dalam waktu 60 (enam puluh) hari.

(6) Untuk memilih wakil kepala daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (4), pemilihannya dilakukan selambat- lambatnya dalam waktu 60 (enam puluh) hari.

Pasal 109

(1) Pengesahan pengangkatan pasangan calon Gubernur dan wakil Gubernur terpilih dilakukan oleh Presiden selambat-lambatnya dalam waktu 30 (tiga puluh) hari.

(2) Pengesahan pengangkatan pasangan calon bupati dan wakil bupati atau walikota dan wakil walikota terpilih dilakukan oleh Menteri Dalam Negeri atas nama Presiden selambat-lambatnya dalam waktu 30 (tiga puluh) hari.

(3) Pasangan calon Gubernur dan wakil Gubernur terpilih diusulkan oleh DPRD provinsi, selambat-lambatnya dalam waktu 3 (tiga) hari, kepada Presiden melalui Menteri Dalam Negeri berdasarkan berita acara penetapan pasangan calon terpilih dari KPU provinsi untuk mendapatkan pengesahan pengangkatan.

(4) Pasangan calon bupati dan wakil bupati atau walikota dan wakil walikota diusulkan oleh DPRD kabupaten/kota, selambat- lambatnya dalam waktu 3 (tiga) hari, kepada Menteri Dalam Negeri melalui Gubernur berdasarkan berita acara penetapan pasangan calon terpilih dari KPU kabupaten/kota untuk mendapatkan pengesahan pengangkatan.

Pasal 110

(1) Kepala daerah dan wakil kepala daerah sebelum memangku jabatannya dilantik dengan mengucapkan sumpah/janji yang dipandu oleh pejabat yang melantik.

Page 140:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

136

(2) Sumpah/janji kepala daerah dan wakil kepala daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah sebagai berikut:

“Demi Allah (Tuhan), saya bersumpah/berjanji akan memenuhi kewajiban saya sebagai kepala daerah/wakil kepala daerah dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, memegang teguh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan menjalankan segala undang-undang dan peraturannya dengan selurus-lurusnya serta berbakti kepada masyarakat, nusa dan bangsa.”

(3) Kepala daerah dan wakil kepala daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memegang jabatan selama 5 (lima) tahun terhitung sejak pelantikan dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama hanya untuk satu kali masa jabatan.

Pasal 111

(1) Gubernur dan wakil Gubernur dilantik oleh Menteri Dalam Negeri atas nama Presiden.

(2) Bupati dan wakil bupati atau walikota dan wakil walikota dilantik oleh Gubernur atas nama Presiden.

(3) Pelantikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan dalam Rapat Paripurna DPRD.

(4) Tata cara pelantikan dan pengaturan selanjutnya diatur dalam Peraturan Pemerintah.

Pasal 112

Biaya kegiatan Pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah dibebankan pada APBD.

Paragraf KeenamPemantauan Pemilihan Kepala Daerah dan

Wakil Kepala Daerah

Pasal 113

(1) Pemantauan pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah dapat dilakukan oleh pemantau pemilihan yang meliputi lembaga swadaya masyarakat, dan badan hukum dalam negeri.

(2) Pemantau pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus memenuhi persyaratan yang meliputi:

Page 141:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

137

a. bersifat independen; dan

b. mempunyai sumber dana yang jelas.

(3) Pemantau pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) harus mendaftarkan dan memperoleh akreditasi dari KPUD.

Pasal 114

(1) Pemantau pemilihan wajib menyampaikan laporan hasil pemantauanya kepada KPUD paling lambat 7 (tujuh) hari setelah pelantikan kepala daerah dan wakil kepala daerah terpilih.

(2) Pemantau pemilihan wajib mematuhi segala peraturan perundang-undangan.

(3) Pemantau pemilihan yang tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan/atau tidak lagi memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 113 dicabut haknya sebagai pemantau pemilihan dan/atau dikenai sanksi sesuai peraturan perundang-undangan.

(4) Tata cara untuk menjadi pemantau pemilihan dan pemantauan pemilihan serta pencabutan hak sebagai pemantau diatur dalam Peraturan Pemerintah.

Paragraf KetujuhKetentuan Pidana Pemilihan Kepala Daerah dan

Wakil Kepala Daerah

Pasal 115

(1) Setiap orang yang dengan sengaja memberikan keterangan yang tidak benar mengenai diri sendiri atau diri orang lain tentang suatu hal yang diperlukan untuk pengisian daftar pemilih, diancam dengan pidana penjara paling singkat 15 (lima belas) hari dan paling lama 3 (tiga) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp. 100.000,00 (seratus ribu rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000,00 (satu juta rupiah).

(2) Setiap orang yang dengan sengaja menyebabkan orang lain kehilangan hak pilihnya dan orang yang kehilangan hak pilihnya tersebut mengadukan, diancam dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) bulan dan paling lama 6 (enam) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp. 200.000,00 (dua ratus ribu rupiah) dan paling banyak Rp. 2.000.000,00 (dua juta rupiah).

(3) Setiap orang yang dengan sengaja memalsukan surat yang menurut suatu aturan dalam Undang-Undang ini diperlukan untuk menjalankan suatu perbuatan dengan maksud untuk digunakan sendiri atau orang lain sebagai seolah-olah surat sah

Page 142:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

138

atau tidak dipalsukan, diancam dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) bulan dan paling lama 18 (delapan belas) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp. 600.000,00 (enam ratus ribu rupiah) dan paling banyak Rp. 6.000.000,00 (enam juta rupiah).

(4) Setiap orang yang dengan sengaja dan mengetahui bahwa suatu surat sebagaimana dimaksud pada ayat (3) adalah tidak sah atau dipalsukan, menggunakannya, atau menyuruh orang lain menggunakannya sebagai surat sah, diancam dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) bulan dan paling lama 18 (delapan belas) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp. 600.000,00 (enam ratus ribu rupiah) dan paling banyak Rp 6.000.000,00 (enam juta rupiah).

(5) Setiap orang yang dengan kekerasan atau dengan ancaman kekuasaan yang ada padanya saat pendaftaran pemilih menghalang-halangi seseorang untuk terdaftar sebagai pemilih dalam Pemilihan kepala daerah menurut undang-undang ini, diancam dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) bulan dan paling lama 18 (delapan belas) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp. 600.000,00 (enam ratus ribu rupiah) dan paling banyak Rp. 6.000.000,00 (enam juta rupiah).

(6) Setiap orang yang dengan sengaja memberikan keterangan yang tidak benar atau menggunakan surat palsu seolah-olah sebagai surat yang sah tentang suatu hal yang diperlukan bagi persyaratan untuk menjadi Pasangan calon kepala daerah/wakil kepala daerah, diancam dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) bulan atau paling lama 18 (delapan belas) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp. 600.000,00 (enam ratus ribu rupiah) dan paling banyak Rp. 6.000.000,00 (enam juta rupiah).

Pasal 116

(1) Setiap orang yang dengan sengaja melakukan kampanye di luar jadwal waktu yang telah ditetapkan oleh KPUD untuk masing- masing pasangan calon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat (2) diancam dengan pidana penjara paling singkat 15 (lima belas) hari atau paling lama 3 (tiga) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp100.000,00 (seratus ribu rupiah) atau paling banyak Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah).

(2) Setiap orang yang dengan sengaja melanggar ketentuan larangan pelaksanaan kampanye sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e dan huruf f diancam dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) bulan atau paling lama 18 (delapan belas) bulan dan/atau denda

Page 143:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

139

paling sedikit Rp600.000,00 (enam ratus ribu rupiah) atau paling banyak Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah).

(3) Setiap orang yang dengan sengaja melanggar ketentuan larangan pelaksanaan kampanye pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 huruf g, huruf h, huruf i dan huruf j dan Pasal 79 ayat (1), ayat (3), dan ayat (4), diancam dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) bulan atau paling lama 6 (enam) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp100.000,00 (seratus ribu rupiah) atau paling banyak Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah).

(4) Setiap pejabat negara, pejabat struktural dan fungsional dalam jabatan negeri dan kepala desa yang dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 83 diancam dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) bulan atau paling lama 6 (enam) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp. 600.000,00 (enam ratus ribu rupiah) atau paling banyak Rp. 6.000.000,00 (enam juta rupiah).

(5) Setiap orang yang dengan sengaja mengacaukan, menghalangi, atau mengganggu jalannya kampanye, diancam dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) bulan atau paling lama 6 (enam) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp. 600.000,00 (enam ratus ribu rupiah) atau paling banyak Rp. 6.000.000,00 (enam juta rupiah).

(6) Setiap orang yang memberi atau menerima dana kampanye melebihi batas yang ditentukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 83 ayat (3), diancam dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) bulan atau paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) atau paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

(7) Setiap orang yang dengan sengaja menerima atau memberi dana kampanye dari atau kepada pihak-pihak yang dilarang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 85 ayat (1), dan/atau tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 85 ayat (2), diancam dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat)bulan atau paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) atau paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

(8) Setiap orang yang dengan sengaja memberikan keterangan yang tidak benar dalam laporan dana kampanye sebagaimana diwajibkan oleh Undang-Undang ini, diancam dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) bulan atau paling lama 12 (dua belas) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah) atau paling banyak Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah).

Page 144:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

140

Pasal 117

(1) Setiap orang yang dengan sengaja menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan dan menghalang-halangi seseorang yang akan melakukan haknya untuk memilih, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) bulan dan paling lama 12 (dua belas) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp. 1.000.000,00 (satu juta rupiah) dan paling banyak Rp. 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah).

(2) Setiap orang yang dengan sengaja memberi atau menjanjikan uang atau materi lainnya kepada seseorang supaya tidak menggunakan hak pilihnya, atau memilih Pasangan calon tertentu, atau menggunakan hak pilihnya dengan cara tertentu sehingga surat suaranya menjadi tidak sah, diancam dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) bulan dan paling lama 12 (dua belas) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp. 1.000.000,00 (satu juta rupiah) dan paling banyak Rp.10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah).

(3) Setiap orang yang pada waktu pemungutan suara dengan sengaja mengaku dirinya sebagai orang lain untuk menggunakan hak pilih, diancam dengan pidana penjara paling singkat 15 (lima belas) hari dan paling lama 60 (enam puluh) hari dan/atau denda paling sedikit Rp. 100.000,00 (seratus ribu rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000,00 ( satu juta rupiah).

(4) Setiap orang yang pada waktu pemungutan suara dengan sengaja memberikan suaranya lebih dari satu kali di satu atau lebih TPS, diancam dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) bulan dan paling lama 4 (empat) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp. 200.000,00 (dua ratus ribu rupiah) dan paling banyak Rp. 2.000.000,00 (dua juta rupiah).

(5) Setiap orang yang dengan sengaja menggagalkan pemungutan suara diancam dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp. 1.000.000,00 (satu juta rupiah) dan paling banyak Rp. 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah).

(6) Seorang majikan atau atasan yang tidak memberikan kesempatan kepada seorang pekerja untuk memberikan suaranya, kecuali dengan alasan bahwa pekerjaan tersebut tidak bisa ditinggalkan, diancam dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) bulan dan paling lama 12 (dua belas) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp. 1.000.000,00 (satu juta rupiah) dan paling banyak Rp. 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah).

(7) Setiap orang yang dengan sengaja pada waktu pemungutan suara mendampingi seorang pemilih selain yang diatur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89 ayat (1), diancam dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) bulan dan paling

Page 145:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

141

lama 12 (dua belas) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp. 1.000.000,00 (satu juta rupiah) dan paling banyak Rp. 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah).

(8) Setiap orang yang bertugas membantu pemilih sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89 ayat (2) dengan sengaja memberitahukan pilihan si pemilih kepada orang lain, diancam dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) bulan dan paling lama 12 (dua belas) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp. 1.000.000,00 (satu juta rupiah) dan paling banyak Rp. 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah).

Pasal 118

(1) Setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan yang menyebabkan suara seorang pemilih menjadi tidak berharga atau menyebabkan Pasangan calon tertentu mendapat tambahan suara atau perolehan suaranya berkurang, diancam dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) bulan dan paling lama 1 (satu) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp. 1.000.000,00 (satu juta rupiah) dan paling banyak Rp. 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah).

(2) Setiap orang yang dengan sengaja merusak atau menghilangkan hasil pemungutan suara yang sudah disegel, diancam dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) bulan atau paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp. 2.000.000,00 (dua juta rupiah) dan paling banyak Rp. 20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah).

(3) Setiap orang yang karena kelalaiannya menyebabkan rusak atau hilangnya hasil pemungutan suara yang sudah disegel, diancam dengan pidana penjara paling singkat 15 (lima belas) hari dan paling lama 2 (dua) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp. 100.000,00 (seratus ribu rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000,00 (satu juta rupiah).

(4) Setiap orang yang dengan sengaja mengubah hasil penghitungan suara dan/atau berita acara dan sertifikat hasil penghitungan suara, diancam dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

Pasal 119

Jika tindak pidana dilakukan dengan sengaja oleh penyelenggara atau pasangan calon, ancaman pidananya ditambah 1/3 (satu pertiga) dari pidana yang diatur dalam Pasal 115, Pasal 116, Pasal 117, dan Pasal 118.

Page 146:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

142

Bagian KesembilanPerangkat Daerah

Pasal 120

(1) Perangkat daerah provinsi terdiri atas sekretariat daerah, sekretariat DPRD, dinas daerah, dan lembaga teknis daerah.

(2) Perangkat daerah kabupaten/kota terdiri atas sekretariat daerah, sekretariat DPRD, dinas daerah, lembaga teknis daerah, kecamatan, dan kelurahan.

Pasal 121

(1) Sekretariat daerah dipimpin oleh Sekretaris Daerah.

(2) Sekretaris daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempunyai tugas dan kewajiban membantu kepala daerah dalam menyusun kebijakan dan mengkoordinasikan dinas daerah dan lembaga teknis daerah.

(3) Dalam pelaksanaan tugas dan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (2), sekretaris daerah bertanggung jawab kepada kepala daerah.

(4) Apabila sekretaris daerah berhalangan melaksanakan tugasnya, tugas sekretaris daerah dilaksanakan oleh pejabat yang ditunjuk oleh kepala daerah.

Pasal 122

(1) Sekretaris Daerah diangkat dari pegawai negeri sipil yang memenuhi persyaratan.

(2) Sekretaris Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk provinsi diangkat dan diberhentikan oleh Presiden atas usul Gubernur sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

(3) Sekretaris Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk kabupaten/kota diangkat dan diberhentikan oleh Gubernur atas usul Bupati/Walikota sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

(4) Sekretaris Daerah karena kedudukannya sebagai pembina pengawai negeri sipil di daerahnya.

Pasal 123

(1) Sekretariat DPRD dipimpin oleh Sekretaris DPRD.

(2) Sekretaris DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diangkat dan diberhentikan oleh Gubernur/Bupati/Walikota dengan persetujuan DPRD.

(3) Sekretaris DPRD mempunyai tugas:

Page 147:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

143

a. menyelenggarakan administrasi kesekretariatan DPRD;

b. menyelenggarakan administrasi keuangan DPRD;

c. mendukung pelaksanaan tugas dan fungsi DPRD; dan

d. menyediakan dan mengkoordinasi tenaga ahli yang diperlukan oleh DPRD dalam melaksanakan fungsinya sesuai dengan kemampuan keuangan daerah.

(4) Sekretaris DPRD dalam menyediakan tenaga ahli sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf d wajib meminta pertimbangan pimpinan DPRD.

(5) Sekretaris DPRD dalam melaksanakan tugasnya secara teknis operasional berada dibawah dan bertanggung jawab kepada pimpinan DPRD dan secara administratif bertanggung jawab kepada kepala daerah melalui Sekretaris Daerah.

(6) Susunan organisasi sekretariat DPRD ditetapkan dalam peraturan daerah berpedoman pada Peraturan Pemerintah.

Pasal 124

(1) Dinas daerah merupakan unsur pelaksana otonomi daerah.

(2) Dinas daerah dipimpin oleh kepala dinas yang diangkat dan diberhentikan oleh kepala daerah dari pegawai negeri sipil yang memenuhi syarat atas usul Sekretaris Daerah.

(3) Kepala dinas daerah bertanggung jawab kepada kepala daerah melalui Sekretaris Daerah.

Pasal 125

(1) Lembaga teknis daerah merupakan unsur pendukung tugas kepala daerah dalam penyusunan dan pelaksanaan kebijakan daerah yang bersifat spesifik berbentuk badan, kantor, atau rumah sakit umum daerah.

(2) Badan, kantor atau rumah sakit umum daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipimpin oleh kepala badan, kepala kantor, atau kepala rumah sakit umum daerah yang diangkat oleh kepala daerah dari pegawai negeri sipil yang memenuhi syarat atas usul Sekretaris Daerah.

(3) Kepala badan, kantor, atau rumah sakit umum daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bertanggung jawab kepada kepala daerah melalui Sekretaris Daerah.

Page 148:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

144

Pasal 126

(1) Kecamatan dibentuk di wilayah kabupaten/kota dengan Perda berpedoman pada Peraturan Pemerintah.

(2) Kecamatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipimpin oleh camat yang dalam pelaksanaan tugasnya memperoleh pelimpahan sebagian wewenang bupati atau walikota untuk menangani sebagian urusan otonomi daerah.

(3) Selain tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) camat juga menyelenggarakan tugas umum pemerintahan meliputi:

a. mengkoordinasikan kegiatan pemberdayaan masyarakat;

b. mengkoordinasikan upaya penyelenggaraan ketentraman dan ketertiban umum;

c. mengkoordinasikan penerapan dan penegakan peraturan perundang-undangan;

d. mengkoordinasikan pemeliharaan prasarana dan fasilitas pelayanan umum;

e. mengkoordinasikan penyelenggaraan kegiatan pemerintahan di tingkat kecamatan;

f. membina penyelenggaraan pemerintahan desa dan/atau kelurahan;

g. melaksanakan pelayanan masyarakat yang menjadi ruang lingkup tugasnya dan/atau yang belum dapat dilaksanakan pemerintahan desa atau kelurahan.

(4) Camat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diangkat oleh Bupati/Walikota atas usul sekretaris daerah kabupaten/kota dari pegawai negeri sipil yang menguasai pengetahuan teknis pemerintahan dan memenuhi persyaratan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

(5) Camat dalam menjalankan tugas-tugasnya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) dibantu oleh perangkat kecamatan dan bertanggung jawab kepada Bupati/Walikota melalui Sekretaris Daerah kabupaten/kota.

(6) Perangkat kecamatan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) bertanggung jawab kepada camat.

(7) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3), ayat (4), ayat (5), dan ayat (6) ditetapkan dengan peraturan bupati atau walikota dengan berpedoman pada Peraturan Pemerintah.

Page 149:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

145

Pasal 127

(1) Kelurahan dibentuk di wilayah kecamatan dengan Perda berpedoman pada Peraturan Pemerintah.

(2) Kelurahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipimpin oleh lurah yang dalam pelaksanaan tugasnya memperoleh pelimpahan dari Bupati/Walikota.

(3) Selain tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) lurah mempunyai tugas:

a. pelaksanaan kegiatan pemerintahan kelurahan;

b. pemberdayaan masyarakat;

c. pelayanan masyarakat;

d. penyelenggaraan ketenteraman dan ketertiban umum; dan

e. pemeliharaan prasarana dan fasilitas pelayanan umum.

(4) Lurah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diangkat oleh Bupati/Walikota atas usul Camat dari pegawai negeri sipil yang menguasai pengetahuan teknis pemerintahan dan memenuhi persyaratan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

(5) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Lurah bertanggung jawab kepada Bupati/Walikota melalui Camat.

(6) Lurah dalam melaksanakan tugasnya sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dibantu oleh perangkat kelurahan.

(7) Perangkat kelurahan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) bertanggung jawab kepada Lurah.

(8) Untuk kelancaran pelaksanaan tugas Lurah sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dapat dibentuk lembaga lainnya sesuai dengan kebutuhan yang ditetapkan dengan Perda.

(9) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3), ayat (4), ayat (5), ayat (6), dan ayat (7) ditetapkan dengan peraturan bupati atau walikota sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Pasal 128

(1) Susunan organisasi perangkat daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 120 ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan dalam Perda dengan memperhatikan faktor-faktor tertentu dan berpedoman pada Peraturan Pemerintah.

(2) Pengendalian organisasi perangkat daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Pemerintah untuk provinsi dan oleh Gubernur untuk kabupaten/kota dengan berpedoman pada Peraturan Pemerintah.

Page 150:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

146

(3) Formasi dan persyaratan jabatan perangkat daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 120 ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Kepala Daerah dengan berpedoman pada Peraturan Pemerintah.

BAB V KEPEGAWAIAN DAERAH

Pasal 129

(1) Pemerintah melaksanakan pembinaan manajemen pegawai negeri sipil daerah dalam satu kesatuan penyelenggaraan manajemen pegawai negeri sipil secara nasional.

(2) Manajemen pegawai negeri sipil daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi penetapan formasi, pengadaan, pengangkatan, pemindahan, pemberhentian, penetapan pensiun, gaji, tunjangan, kesejahteraan, hak dan kewajiban kedudukan hukum, pengembangan kompetensi, dan pengendalian jumlah.

Pasal 130

(1) Pengangkatan, pemindahan dan pemberhentian dari dan dalam jabatan eselon II pada pemerintah daerah provinsi ditetapkan oleh Gubernur.

(2) Pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian dari dan dalam jabatan eselon II pada pemerintah daerah kabupaten/kota ditetapkan oleh Bupati/Walikota setelah berkonsultasi kepada Gubernur.

Pasal 131

(1) Perpindahan pegawai negeri sipil antar kabupaten/kota dalam satu provinsi ditetapkan oleh Gubernur setelah memperoleh pertimbangan Kepala Badan Kepegawaian Negara.

(2) Perpindahan pegawai negeri sipil antar kabupaten/kota antar provinsi, dan antar provinsi ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri setelah memperoleh pertimbangan Kepala Badan Kepegawaian Negara.

(3) Perpindahan pegawai negeri sipil provinsi/kabupaten/kota ke departemen/lembaga pemerintah non departemen atau sebaliknya, ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri setelah memperoleh pertimbangan Kepala Badan Kepegawaian Negara.

Page 151:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

147

Pasal 132

Penetapan formasi pegawai negeri sipil daerah provinsi/kabupaten/kota setiap tahun anggaran dilaksanakan oleh Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara atas usul Gubernur.

Pasal 133

Pengembangan karir pegawai negeri sipil daerah mempertimbangkan integritas dan moralitas, pendidikan dan pelatihan, pangkat, mutasi jabatan, mutasi antar daerah, dan kompetensi.

Pasal 134

(1) Gaji dan tunjangan pegawai negeri sipil daerah dibebankan pada APBD yang bersumber dari alokasi dasar dalam dana alokasi umum.

(2) Penghitungan dan penyesuaian besaran alokasi dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) akibat pengangkatan, pemberhentian, dan pemindahan pegawai negeri sipil daerah dilaksanakan setiap tahun.

(3) Penghitungan alokasi dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dalam Undang-Undang tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat Dan Pemerintahan Daerah.

(4) Pemerintah melakukan pemutakhiran data pengangkatan, pemberhentian, dan pemindahan pegawai negeri sipil daerah untuk penghitungan dan penyesuaian alokasi dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (3).

Pasal 135

(1) Pembinaan dan pengawasan manajemen pegawai negeri sipil daerah dikoordinasikan pada tingkat nasional oleh Menteri Dalam Negeri dan pada tingkat daerah oleh Gubernur.

(2) Standar, norma, dan prosedur pembinaan dan pengawasan manajemen pegawai negeri sipil daerah diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

BAB VI

PERATURAN DAERAH DAN PERATURAN KEPALA DAERAH

Pasal 136

(1) Perda ditetapkan oleh kepala daerah setelah mendapat persetujuan bersama DPRD.

Page 152:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

148

(2) Perda dibentuk dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah provinsi/ kabupaten/kota dan tugas pembantuan.

(3) Perda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan penjabaran lebih lanjut dari peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dengan memperhatikan ciri khas masing-masing daerah.

(4) Perda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilarang bertentangan dengan kepentingan umum dan/atau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.

(5) Perda sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berlaku setelah diundangkan dalam lembaran daerah.

Pasal 137

Perda dibentuk berdasarkan pada asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang meliputi:

a. kejelasan tujuan;

b. kelembagaan atau organ pembentuk yang tepat;

c. kesesuaian antara jenis dan materi muatan;

d. dapat dilaksanakan;

e. kedayagunaan dan kehasilgunaan;

f. kejelasan rumusan; dan

g. keterbukaan.

Pasal 138

(1) Materi muatan Perda mengandung asas:

a. pengayoman;

b. kemanusiaan;

c. kebangsaan;

d. kekeluargaan;

e. kenusantaraan;

f. bhineka tunggal ika;

g. keadilan;

h. kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan;

i. ketertiban dan kepastian hukum; dan/atau

j. keseimbangan, keserasian, dan keselarasan.

Page 153:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

149

(2) Selain asas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Perda dapat memuat asas lain sesuai dengan substansi Perda yang bersangkutan.

Pasal 139

(1) Masyarakat berhak memberikan masukan secara lisan atau tertulis dalam rangka penyiapan atau pembahasan rancangan Perda.

(2) Persiapan pembentukan, pembahasan, dan pengesahan rancangan Perda berpedoman kepada peraturan perundang-undangan.

Pasal 140

(1) Rancangan Perda dapat berasal dari DPRD, Gubernur, atau Bupati/Walikota.

(2) Apabila dalam satu masa sidang, DPRD dan Gubernur atau Bupati/Walikota menyampaikan rancangan Perda mengenai materi yang sama maka yang dibahas adalah rancangan Perda yang disampaikan oleh DPRD, sedangkan rancangan Perda yang disampaikan Gubernur atau Bupati/Walikota digunakan sebagai bahan untuk dipersandingkan.

(3) Tata cara mempersiapkan rancangan Perda yang berasal dari Gubernur atau Bupati/Walikota diatur dengan Peraturan Presiden.

Pasal 141

(1) Rancangan Perda disampaikan oleh anggota, komisi, gabungan komisi, atau alat kelengkapan DPRD yang khusus menangani bidang legislasi.

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara mempersiapkan rancangan Perda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Tata Tertib DPRD.

Pasal 142

(1) Penyebarluasan rancangan Perda yang berasal dari DPRD dilaksanakan oleh sekretariat DPRD.

(2) Penyebarluasan rancangan Perda yang berasal dari Gubernur, atau Bupati/Walikota dilaksanakan oleh sekretariat daerah.

Pasal 143

(1) Perda dapat memuat ketentuan tentang pembebanan biaya paksaan penegakan hukum, seluruhnya atau sebagian kepada pelanggar sesuai dengan peraturan perundangan.

(2) Perda dapat memuat ancaman pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau denda paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).

Page 154:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

150

(3) Perda dapat memuat ancaman pidana atau denda selain sebagaimana dimaksud pada ayat (2), sesuai dengan yang diatur dalam peraturan perundangan lainnya.

Pasal 144

(1) Rancangan Perda yang telah disetujui bersama oleh DPRD dan Gubernur atau Bupati/Walikota disampaikan oleh pimpinan DPRD kepada Gubernur atau Bupati/Walikota untuk ditetapkan sebagai Perda.

(2) Penyampaian rancangan Perda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam jangka waktu paling lama 7 (tujuh) hari terhitung sejak tanggal persetujuan bersama.

(3) Rancangan Perda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan oleh Gubernur atau Bupati/Walikota paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak rancangan tersebut disetujui bersama.

(4) Dalam hal rancangan Perda tidak ditetapkan Gubernur atau Bupati/Walikota dalam waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3) rancangan Perda tersebut sah menjadi Perda dan wajib diundangkan dengan memuatnya dalam lembaran daerah.

(5) Dalam hal sahnya rancangan Perda sebagaimana dimaksud pada ayat (4), rumusan kalimat pengesahannya berbunyi, “Perda ini dinyatakan sah,” dengan mencantumkan tanggal sahnya.

(6) Kalimat pengesahan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) harus dibubuhkan pada halaman terakhir Perda sebelum pengundangan naskah Perda ke dalam lembaran daerah.

Pasal 145

(1) Perda disampaikan kepada Pemerintah paling lama 7 (tujuh) hari setelah ditetapkan.

(2) Perda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang bertentangan dengan kepentingan umum dan/atau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dapat dibatalkan oleh Pemerintah.

(3) Keputusan pembatalan Perda sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Presiden paling lama 60 (enam puluh) hari sejak diterimanya Perda sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

(4) Paling lama 7 (tujuh) hari setelah keputusan pembatalan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), kepala daerah harus memberhentikan pelaksanaan Perda dan selanjutnya DPRD bersama kepala daerah mencabut Perda dimaksud.

Page 155:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

151

(5) Apabila provinsi/kabupaten/kota tidak dapat menerima keputusan pembatalan Perda sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dengan alasan yang dapat dibenarkan oleh peraturan perundang-undangan, kepala daerah dapat mengajukan keberatan kepada Mahkamah Agung.

(6) Apabila keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dikabulkan sebagian atau seluruhnya, putusan Mahkamah Agung tersebut menyatakan Peraturan Presiden menjadi batal dan tidak mempunyai kekuatan hukum.

(7) Apabila Pemerintah tidak mengeluarkan Peraturan Presiden untuk membatalkan Perda sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Perda dimaksud dinyatakan berlaku.

Pasal 146

(1) Untuk melaksanakan Perda dan atas kuasa peraturan perundang-undangan, kepala daerah menetapkan peraturan kepala daerah dan atau keputusan kepala daerah.

(2) Peraturan kepala daerah dan atau keputusan kepala daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilarang bertentangan dengan kepentingan umum, Perda, dan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.

Pasal 147

(1) Perda diundangkan dalam Lembaran Daerah dan Peraturan Kepala Daerah diundangkan dalam Berita Daerah.

(2) Pengundangan Perda dalam Lembaran Daerah dan Peraturan Kepala Daerah dalam Berita Daerah dilakukan oleh Sekretaris Daerah.

(3) Pemerintah daerah wajib menyebarluaskan Perda yang telah diundangkan dalam Lembaran Daerah dan Peraturan Kepala Daerah yang telah diundangkan dalam Berita Daerah.

Pasal 148

(1) Untuk membantu kepala daerah dalam menegakkan Perda dan penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat dibentuk Satuan Polisi Pamong Praja.

(2) Pembentukan dan susunan organisasi Satuan Polisi Pamong Praja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berpedoman pada Peraturan Pemerintah.

Pasal 149

(1) Anggota Satuan Polisi Pamong Praja dapat diangkat sebagai penyidik pegawai negeri sipil sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Page 156:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

152

(2) Penyidikan dan penuntutan terhadap pelanggaran atas ketentuan Perda dilakukan oleh pejabat penyidik dan penuntut umum sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

(3) Dengan Perda dapat juga ditunjuk pejabat lain yang diberi tugas untuk melakukan penyidikan terhadap pelanggaran atas ketentuan Perda.

BAB VIIPERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

Pasal 150

(1) Dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah disusun perencanaan pembangunan daerah sebagai satu kesatuan dalam sistem perencanaan pembangunan nasional.

(2) Perencanaan pembangunan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun oleh pemerintahan daerah provinsi, kabupaten/kota sesuai dengan kewenangannya yang dilaksanakan oleh Badan Perencanaan Pembangunan Daerah.

(3) Perencanaan pembangunan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2), disusun secara berjangka meliputi:

a. Rencana pembangunan jangka panjang daerah disingkat dengan RPJP daerah untuk jangka waktu 20 (dua puluh) tahun yang memuat visi, misi, dan arah pembangunan daerah yang mengacu kepada RPJP nasional;

b. Rencana pembangunan jangka menengah daerah yang selanjutnya disebut RPJM daerah untuk jangka waktu 5 (lima) tahun merupakan penjabaran dari visi, misi, dan program kepala daerah yang penyusunannya berpedoman kepada RPJP daerah dengan memperhatikan RPJM nasional;

c. RPJM daerah sebagaimana dimaksud pada huruf b memuat arah kebijakan keuangan daerah, strategi pembangunan daerah, kebijakan umum, dan program satuan kerja perangkat daerah, lintas satuan kerja perangkat daerah, dan program kewilayahan disertai dengan rencana kerja dalam kerangka regulasi dan kerangka pendanaan yang bersifat indikatif;

d. Rencana kerja pembangunan daerah, selanjutnya disebut RKPD, merupakan penjabaran dari RPJM daerah untuk jangka waktu 1 (satu) tahun, yang memuat rancangan kerangka ekonomi daerah, prioritas pembangunan daerah, rencana kerja dan pendanaannya, baik yang dilaksanakan langsung oleh pemerintah daerah maupun ditempuh dengan

Page 157:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

153

mendorong partisipasi masyarakat, dengan mengacu kepada rencana kerja Pemerintah;

e. RPJP daerah dan RJMD sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a dan b ditetapkan dengan Perda berpedoman pada Peraturan Pemerintah.

Pasal 151

(1) Satuan kerja perangkat daerah menyusun rencana stratregis yang selanjutnya disebut Renstra-SKPD memuat visi, misi, tujuan, strategi, kebijakan, program dan kegiatan pembangunan sesuai dengan tugas dan fungsinya, berpedoman pada RPJM Daerah dan bersifat indikatif.

(2) Renstra-SKPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dirumuskan dalam bentuk rencana kerja satuan kerja perangkat daerah yang memuat kebijakan, program, dan kegiatan pembangunan baik yang dilaksanakan langsung oleh pemerintah daerah maupun yang ditempuh dengan mendorong partisipasi masyarakat.

Pasal 152

(1) Perencanaan pembangunanan daerah didasarkan pada data dan informasi yang akurat dan dapat dipertanggungjawabkan.

(2) Data dan informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup:a. penyelenggaraan pemerintahan daerah;b. organisasi dan tata laksana pemerintahan daerah;c. kepala daerah, DPRD, perangkat daerah, dan PNS daerah;d. keuangan daerah;e. potensi sumber daya daerah;f. produk hukum daerah;g. kependudukan;h. informasi dasar kewilayahan; dani. informasi lain terkait dengan penyelenggaraan pemerintahan daerah.

(3) Dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah, untuk tercapainya daya guna dan hasil guna, pemanfaatan data dan informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikelola dalam sistem informasi daerah yang terintegrasi secara nasional.

Pasal 153

Perencanaan pembangunan daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 152 disusun untuk menjamin keterkaitan dan konsistensi antara perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, dan pengawasan.

Page 158:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

154

Pasal 154

Tahapan, tata cara penyusunan, pengendalian, dan evaluasi pelaksanaan rencana pembangunan daerah diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah yang berpedoman pada perundang-undangan.

BAB VIII KEUANGAN DAERAH

Paragraf KesatuUmum

Pasal 155

(1) Penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah didanai dari dan atas beban anggaran pendapatan dan belanja daerah.

(2) Penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Pemerintah di daerah didanai dari dan atas beban anggaran pendapatan dan belanja negara.

(3) Administrasi pendanaan penyelenggaraan urusan pemerintahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara terpisah dari administrasi pendanaan penyelenggaraan urusan pemerintahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2).

Pasal 156

(1) Kepala daerah adalah pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan daerah.

(2) Dalam melaksanakan kekuasaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), kepala daerah melimpahkan sebagian atau seluruh kekuasaannya yang berupa perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan dan pertanggungjawaban, serta pengawasan keuangan daerah kepada para pejabat perangkat daerah.

(3) Pelimpahan sebagian atau seluruh kekuasaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) didasarkan pada prinsip pemisahan kewenangan antara yang memerintahkan, menguji, dan yang menerima/mengeluarkan uang.

Paragraf KeduaPendapatan, Belanja, dan Pembiayaan

Pasal 157

Sumber pendapatan daerah terdiri atas:

a. pendapatan asli daerah yang selanjutnya disebut PAD, yaitu:

Page 159:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

155

1) hasil pajak daerah;

2) hasil retribusi daerah;

3) hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan; dan

4) lain-lain PAD yang sah;

b. dana perimbangan; dan

c. lain-lain pendapatan daerah yang sah.

Pasal 158

(1) Pajak daerah dan retribusi daerah ditetapkan dengan Undang- Undang yang pelaksanaannya di daerah diatur lebih lanjut dengan Perda.

(2) Pemerintahan daerah dilarang melakukan pungutan atau dengan sebutan lain di luar yang telah ditetapkan undang-undang.

(3) Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 157 huruf a angka 3 dan lain-lain PAD yang sah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 157 huruf a angka 4 ditetapkan dengan Perda berpedoman pada peraturan perundang- undangan.

Pasal 159

Dana perimbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 157 huruf b terdiri atas:

a. Dana Bagi Hasil;

b. Dana Alokasi Umum; dan

c. Dana Alokasi Khusus.

Pasal 160

(1) Dana Bagi Hasil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 159 huruf a bersumber dari pajak dan sumber daya alam.

(2) Dana Bagi Hasil yang bersumber dari pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari:

a. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) sektor perdesaan, perkotaan, perkebunan, pertambangan serta kehutanan;

b. Bea Perolehan Atas Hak Tanah dan Bangunan (BPHTB) sektor perdesaan, perkotaan, perkebunan, pertambangan serta kehutanan;

c. Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21, Pasal 25, dan Pasal 29 wajib pajak orang pribadi dalam negeri.

Page 160:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

156

(3) Dana Bagi Hasil yang bersumber dari sumber daya alam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berasal dari:

a. Penerimaan kehutana yang berasal dari iuran hak pengusahaan hutan (IHPH), provisi sumber daya hutan (PSDH) dan dana reboisasi yang dihasilkan dari wilayah daerah yang bersangkutan;

b. Penerimaan pertambangan umum yang berasal dari penerimaan iuran tetap (landrent) dan penerimaan iuran eksplorasi dan iuran eksploitasi (royalty) yang dihasilkan dari wilayah daerah yang bersangkutan;

c. Penerimaan perikanan yang diterima secara nasional yang dihasilkan dari penerimaan pungutan pengusahaan perikanan dan penerimaan pungutan hasil perikanan;

d. Penerimaan pertambangan minyak yang dihasilkan dari wilayah daerah yang bersangkutan;

e. Penerimaan pertambangan gas alam yang dihasilkan dari wilayah daerah yang bersangkutan;

f. Penerimaan pertambangan panas bumi yang berasal dari penerimaan setoran bagian Pemerintah, iuran tetap dan iuran produksi yang dihasilkan dari wilayah daerah yang bersangkutan.

(4) Daerah penghasil sumber daya alam sebagaimana dimaksud pada ayat (3), ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri berdasarkan pertimbangan dari menteri teknis terkait.

(5) Dasar penghitungan bagian daerah dari daerah penghasil sumber daya alam ditetapkan oleh Menteri Teknis terkait setelah memperoleh pertimbangan Menteri Dalam Negeri.

(6) Pelaksanaan ketentuan pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5) diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah.

Pasal 161

(1) DAU sebagaimana dimaksud dalam Pasal 159 huruf b dialokasikan berdasarkan persentase tertentu dari pendapatan dalam negeri neto yang ditetapkan dalam APBN.

(2) DAU untuk suatu daerah ditetapkan berdasarkan kriteria tertentu yang menekankan pada aspek pemerataan dan keadilan yang selaras dengan penyelenggaraan urusan pemerintahan yang formula dan penghitungan DAU-nya ditetapkan sesuai Undang-Undang.

Page 161:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

157

Pasal 162

(1) Dana Alokasi Khusus (DAK) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 159 huruf c dialokasikan dari APBN kepada daerah tertentu dalam rangka pendanaan pelaksanaan desentralisasi untuk:

a. mendanai kegiatan khusus yang ditentukan Pemerintah atas dasar prioritas nasional;

b. mendanai kegiatan khusus yang diusulkan daerah tertentu.

(2) Penyusunan kegiatan khusus yang ditentukan oleh Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dikoordinasikan dengan Gubernur.

(3) Penyusunan kegiatan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan setelah dikoordinasikan oleh daerah yang bersangkutan.

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai DAK diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 163

(1) Pedoman penggunaan, supervisi, monitoring, dan evaluasi atas dana bagi hasil pajak, dana bagi hasil sumber daya alam, DAU, dan DAK diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri.

(2) Pengaturan lebih lanjut mengenai pembagian dana perimbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 157 huruf b ditetapkan dalam Undang-Undang tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah.

Pasal 164

(1) Lain-lain pendapatan daerah yang sah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 156 huruf c merupakan seluruh pendapatan daerah selain PAD dan dana perimbangan, yang meliputi hibah, dana darurat, dan lain-lain pendapatan yang ditetapkan Pemerintah.

(2) Hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan bantuan berupa uang, barang, dan/atau jasa yang berasal dari Pemerintah, masyarakat, dan badan usaha dalam negeri atau luar negeri.

(3) Pendapatan dana darurat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan bantuan Pemerintah dari APBN kepada pemerintah daerah untuk mendanai keperluan mendesak yang diakibatkan peristiwa tertentu yang tidak dapat ditanggulangi APBD.

Pasal 165

(1) Keadaan yang dapat digolongkan sebagai peristiwa tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 164 ayat (3) ditetapkan dengan Peraturan Presiden.

Page 162:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

158

(2) Besarnya alokasi dana darurat ditetapkan oleh Menteri Keuangan dengan memperhatikan pertimbangan Menteri Dalam Negeri dan Menteri teknis terkait.

(3) Tata cara pengelolaan dan pertanggungjawaban penggunaan dana darurat diatur dalam Peraturan Pemerintah.

Pasal 166

(1) Pemerintah dapat mengalokasikan dana darurat kepada daerah yang dinyatakan mengalami krisis keuangan daerah, yang tidak mampu diatasi sendiri, sehingga mengancam keberadaannya sebagai daerah otonom.

(2) Tata cara pengajuan permohonan, evaluasi oleh Pemerintah, dan pengalokasian dana darurat di atur dalam Peraturan Pemerintah.

Pasal 167

(1) Belanja daerah diprioritaskan untuk melindungi dan meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat dalam upaya memenuhi kewajiban daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22.

(2) Perlindungan dan peningkatan kualitas kehidupan masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diwujudkan dalam bentuk peningkatan pelayanan dasar, pendidikan, penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan, fasilitas sosial dan fasilitas umum yang layak, serta mengembangkan sistem jaminan sosial.

(3) Belanja daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempertimbangkan analisis standar belanja, standar harga, tolok ukur kinerja, dan standar pelayanan minimal yang ditetapkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Pasal 168

(1) Belanja kepala daerah dan wakil kepala daerah diatur dalam Perda yang berpedoman pada Peraturan Pemerintah.

(2) Belanja pimpinan dan anggota DPRD diatur dalam Perda yang berpedoman pada Peraturan Pemerintah.

Pasal 169

(1) Untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan daerah, pemerintah daerah dapat melakukan pinjaman yang bersumber dari Pemerintah, pemerintah daerah lain, lembaga keuangan bank, lembaga keuangan bukan bank, dan masyarakat.

(2) Pemerintah daerah dengan persetujuan DPRD dapat menerbitkan obligasi daerah untuk membiayai investasi yang menghasilkan penerimaan daerah.

Page 163:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

159

Pasal 170

(1) Pemerintah daerah dapat melakukan pinjaman yang berasal dari penerusan pinjaman hutang luar negeri dari Menteri Keuangan atas nama Pemerintah setelah memperoleh pertimbangan Menteri Dalam Negeri.

(2) Perjanjian penerusan pinjaman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan antara Menteri Keuangan dan kepala daerah.

Pasal 171

(1) Ketentuan mengenai pinjaman daerah dan obligasi daerah diatur dengan Peraturan Pemerintah.

(2) Peraturan Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang-kurangnya mengatur tentang:

a. persyaratan bagi pemerintah daerah dalam melakukan pinjaman;

b. penganggaran kewajiban pinjaman daerah yang jatuh tempo dalam APBD;

c. pengenaaan sanksi dalam hal pemerintah daerah tidak pinjaman kepada lembaga perbankan, serta lembaga keuangan bukan bank dan masyarakat;

d. tata cara pelaporan posisi kumulatif pinjaman dan kewajiban pinjaman setiap semester dalam tahun anggaran berjalan;

e. persyaratan penerbitan obligasi daerah, pembayaran bunga dan pokok obligasi;

f. pengelolaan obligasi daerah yang mencakup pengendalian risiko, penjualan dan pembelian obligasi, pelunasan dan penganggaran dalam APBD.

Pasal 172

(1) Pemerintah daerah dapat membentuk dana cadangan guna membiayai kebutuhan tertentu yang dananya tidak dapat disediakan dalam satu tahun anggaran.

(2) Pengaturan tentang dana cadangan daerah ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

(3) Peraturan Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sekurang-kurangnya mengatur persyaratan pembentukan dana cadangan, serta pengelolaan dan pertanggungjawabannya.

Page 164:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

160

Pasal 173

(1) Pemerintah daerah dapat melakukan penyertaan modal pada suatu Badan Usaha Milik Pemerintah dan/atau milik swasta.

(2) Penyertaan modal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat ditambah, dikurangi, dijual kepada pihak lain, dan/atau dapat dialihkan kepada badan usaha milik daerah.

(3) Penyertaan modal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Paragraf KetigaSurplus dan Defisit APBD

Pasal 174

(1) Dalam hal APBD diperkirakan surplus, penggunaannya ditetapkan dalam Perda tentang APBD.

(2) Surplus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat digunakan untuk:a. pembayaran cicilan pokok utang yang jatuh tempo;b. penyertaan modal (investasi daerah);c. transfer ke rekening dana cadangan.

(3) Dalam hal APBD diperkirakan defisit, dapat didanai dari sumber pembiayaan daerah yang ditetapkan dalam Perda tentang APBD.

(4) Pembiayaan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) bersumber dari:a. sisa lebih perhitungan anggaran tahun lalu;b. transfer dari dana cadangan;c. hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan; dand. pinjaman daerah.

Pasal 175

(1) Menteri Dalam Negeri melakukan pengendalian defisit anggaran setiap daerah.

(2) Pemerintah daerah wajib melaporkan posisi surplus/defisit APBD kepada Menteri Dalam Negeri dan Menteri Keuangan setiap semester dalam tahun anggaran berjalan.

(3) Dalam hal pemerintah daerah tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Pemerintah dapat melakukan penundaan atas penyaluran dana perimbangan.

Page 165:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

161

Paragraf KeempatPemberian Insentif dan Kemudahan Investasi

Pasal 176

Pemerintah daerah dalam meningkatkan perekonomian daerah dapat memberikan insentif dan/atau kemudahan kepada masyarakat dan/atau investor yang diatur dalam Perda dengan berpedoman pada peraturan perundang-undangan.

Paragraf KelimaBUMD

Pasal 177

Pemerintah daerah dapat memiliki BUMD yang pembentukan, penggabungan, pelepasan kepemilikan, dan/atau pembubarannya ditetapkan dengan Perda yang berpedoman pada peraturan perundang-undangan.

Paragraf KeenamPengelolaan Barang Daerah

Pasal 178

(1) Barang milik daerah yang dipergunakan untuk melayani kepentingan umum tidak dapat dijual, diserahkan haknya kepada pihak lain, dijadikan tanggungan, atau digadaikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(2) Barang milik daerah dapat dihapuskan dari daftar inventaris barang daerah untuk dijual, dihibahkan, dan/atau dimusnahkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(3) Pelaksanaan pengadaan barang dilakukan sesuai dengan kemampuan keuangan dan kebutuhan daerah berdasarkan prinsip efisiensi, efektivitas, dan transparansi dengan mengutamakan produk dalam negeri sesuai dengan peraturan perundang- undangan.

(4) Pelaksanaan penghapusan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan berdasarkan kebutuhan daerah, mutu barang, usia pakai, dan nilai ekonomis yang dilakukan secara transparan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Page 166:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

162

Paragraf KetujuhAPBD

Pasal 179

APBD merupakan dasar pengelolaan keuangan daerah dalam masa 1 (satu) tahun anggaran terhitung mulai 1 Januari sampai dengan tanggal 31 Desember.

Pasal 180

(1) Kepala daerah dalam penyusunan rancangan APBD menetapkan prioritas dan plafon anggaran sebagai dasar penyusunan rencana kerja dan anggaran satuan kerja perangkat daerah.

(2) Berdasarkan prioritas dan plafon anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepala satuan kerja perangkat daerah menyusun rencana kerja dan anggaran satuan kerja perangkat daerah dengan pendekatan berdasarkan prestasi kerja yang akan dicapai.

(3) Rencana kerja dan anggaran satuan kerja perangkat daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan kepada pejabat pengelola keuangan daerah sebagai bahan penyusunan rancangan Perda tentang APBD tahun berikutnya.

Pasal 181

(1) Kepala daerah mengajukan rancangan Perda tentang APBD disertai penjelasan dan dokumen-dokumen pendukungnya kepada DPRD untuk memperoleh persetujuan bersama.

(2) Rancangan Perda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibahas pemerintah daerah bersama DPRD berdasarkan kebijakan umum APBD, serta prioritas dan plafon anggaran.

(3) Pengambilan keputusan DPRD untuk menyetujui rancangan Perda sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan selambat-lambatnya 1 (satu) bulan sebelum tahun anggaran dilaksanakan.

(4) Atas dasar persetujuan DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (3), kepala daerah menyiapkan rancangan peraturan kepala daerah tentang penjabaran APBD dan rancangan dokumen pelaksanaan anggaran satuan kerja perangkat daerah.

Pasal 182

Tata cara penyusunan rencana kerja dan anggaran satuan kerja perangkat daerah serta tata cara penyusunan dokumen pelaksanaan anggaran satuan kerja perangkat daerah diatur dalam Perda yang berpedoman pada peraturan perundang-undangan.

Page 167:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

163

Paragraf KedelapanPerubahan APBD

Pasal 183

(1) Perubahan APBD dapat dilakukan apabila terjadi:

a. perkembangan yang tidak sesuai dengan asumsi kebijakan umum APBD;

b. keadaan yang menyebabkan harus dilakukan pergeseran anggaran antar unit organisasi, antarkegiatan, dan antarjenis belanja; dan

c. keadaan yang menyebabkan sisa lebih perhitungan anggaran tahun sebelumnya harus digunakan untuk pembiayaan dalam tahun anggaran berjalan.

(2) Pemerintah daerah mengajukan rancangan Perda tentang perubahan APBD, disertai penjelasan dan dokumen-dokumen pendukungnya kepada DPRD.

(3) Pengambilan keputusan mengenai rancangan Perda tentang perubahan APBD sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan oleh DPRD paling lambat 3 (tiga) bulan sebelum tahun anggaran yang bersangkutan berakhir.

Paragraf KesembilanPertanggungjawaban Pelaksanaan APBD

Pasal 184

(1) Kepala daerah menyampaikan rancangan Perda tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBD kepada DPRD berupa laporan keuangan yang telah diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan paling lambat 6 (enam) bulan setelah tahun anggaran berakhir.

(2) Laporan keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang- kurangnya meliputi laporan realisasi APBD, neraca, laporan arus kas, dan catatan atas laporan keuangan, yang dilampiri dengan laporan keuangan badan usaha milik daerah.

(3) Laporan keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun dan disajikan sesuai dengan standar akuntansi pemerintahan yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

Page 168:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

164

Paragraf KesepuluhEvaluasi Rancangan Peraturan Daerah dan

Peraturan Kepala Daerah tentang APBD, Perubahan APBD dan Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD

Pasal 185

(1) Rancangan Perda provinsi tentang APBD yang telah disetujui bersama dan rancangan Peraturan Gubernur tentang penjabaran APBD sebelum ditetapkan oleh Gubernur paling lambat 3 (tiga) hari disampaikan kepada Menteri Dalam Negeri untuk dievaluasi.

(2) Hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan oleh Menteri Dalam Negeri kepada Gubernur paling lambat 15 (lima belas) hari terhitung sejak diterimanya rancangan dimaksud.

(3) Apabila Menteri Dalam Negeri menyatakan hasil evaluasi rancangan Perda tentang APBD dan rancangan Peraturan Gubernur tentang penjabaran APBD sudah sesuai dengan kepentingan umum dan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, Gubernur menetapkan rancangan dimaksud menjadi Perda dan Peraturan Gubernur.

(4) Apabila Menteri Dalam Negeri menyatakan hasil evaluasi rancangan Perda tentang APBD dan rancangan Peraturan Gubernur tentang penjabaran APBD bertentangan dengan kepentingan umum dan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, Gubernur bersama DPRD melakukan penyempurnaan paling lama 7 (tujuh) hari terhitung sejak diterimanya hasil evaluasi.

(5) Apabila hasil evaluasi tidak ditindaklanjuti oleh Gubernur dan DPRD, dan Gubernur tetap menetapkan rancangan Perda tentang APBD dan rancangan Peraturan Gubernur tentang penjabaran APBD menjadi Perda dan Peraturan Gubernur, Menteri Dalam Negeri membatalkan Perda dan Peraturan Gubernur dimaksud sekaligus menyatakan berlakunya pagu APBD tahun sebelumnya.

Pasal 186

(1) Rancangan Perda kabupaten/kota tentang APBD yang telah disetujui bersama dan rancangan Peraturan Bupati/Walikota tentang Penjabaran APBD sebelum ditetapkan oleh Bupati/Walikota paling lama 3 (tiga) hari disampaikan kepada Gubernur untuk dievaluasi.

(2) Hasil evaluasi disampaikan oleh Gubernur kepada Bupati/Walikota paling lama 15 (lima belas) hari terhitung sejak diterimanya rancangan Perda kabupaten/kota dan rancangan Peraturan Bupati/Walikota tentang Penjabaran APBD sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

Page 169:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

165

(3) Apabila Gubernur menyatakan hasil evaluasi rancangan Perda tentang APBD dan rancangan Peraturan Bupati/Walikota tentang Penjabaran APBD sudah sesuai dengan kepentingan umum dan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, Bupati/Walikota menetapkan rancangan dimaksud menjadi Perda dan Peraturan Bupati/Walikota.

(4) Apabila Gubernur menyatakan hasil evaluasi rancangan Perda tentang APBD dan rancangan Peraturan Bupati/Walikota tentang Penjabaran APBD tidak sesuai dengan kepentingan umum dan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, Bupati/Walikota bersama DPRD melakukan penyempurnaan paling lama 7 (tujuh) hari sejak diterimanya hasil evaluasi.

(5) Apabila hasil evaluasi tidak ditindaklanjuti oleh Bupati/Walikota dan DPRD, dan Bupati/Walikota tetap menetapkan rancangan Perda tentang APBD dan rancangan Peraturan Bupati/Walikota tentang penjabaran APBD menjadi Perda dan Peraturan Bupati/Walikota, Gubernur membatalkan Perda dan Peraturan Bupati/Walikota dimaksud sekaligus menyatakan berlakunya pagu APBD tahun sebelumnya.

(6) Gubernur menyampaikan hasil evaluasi rancangan Perda kabupaten/kota tentang APBD dan rancangan Peraturan Bupati/Walikota tentang Penjabaran APBD kepada Menteri Dalam Negeri.

Pasal 187

(1) Apabila DPRD sampai batas waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 181 ayat (3) tidak mengambil keputusan bersama dengan kepala daerah terhadap rancangan peraturan kepala daerah tentang APBD, kepala daerah melaksanakan pengeluaran setinggi-tingginya sebesar angka APBD tahun anggaran sebelumnya untuk membiayai keperluan setiap bulan yang disusun dalam rancangan peraturan kepala daerah tentang APBD.

(2) Rancangan peraturan kepala daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilaksanakan setelah memperoleh pengesahan dari Menteri Dalam N e g e r i bagi provinsi dan Gubernur bagi kabupaten/kota.

(3) Untuk memperoleh pengesahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), rancangan peraturan kepala daerah tentang APBD beserta lampirannya disampaikan paling lambat 15 (lima belas) hari terhitung sejak DPRD tidak mengambil keputusan bersama dengan kepala daerah terhadap rancangan Perda tentang APBD.

(4) Apabila dalam batas waktu 30 (tiga puluh) hari Menteri Dalam Negeri atau Gubernur tidak mengesahkan rancangan peraturan kepala daerah sebagaimana

Page 170:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

166

dimaksud pada ayat (2), kepala daerah menetapkan rancangan peraturan kepala daerah dimaksud menjadi peraturan kepala daerah.

Pasal 188

Proses penetapan rancangan Perda tentang Perubahan APBD dan rancangan peraturan kepala daerah tentang Penjabaran Perubahan APBD menjadi Perda dan peraturan kepala daerah berlaku ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 185, Pasal 186, dan Pasal 187.

Pasal 189

Proses penetapan rancangan Perda yang berkaitan dengan pajak daerah, retribusi daerah, dan tata ruang daerah menjadi Perda, berlaku Pasal 185 dan Pasal 186, dengan ketentuan untuk pajak daerah dan retribusi daerah dikoordinasikan terlebih dahulu dengan Menteri Keuangan, dan untuk tata ruang daerah dikoordinasikan dengan menteri yang membidangi urusan tata ruang.

Pasal 190

Peraturan kepala daerah tentang Penjabaran APBD dan peraturan kepala daerah tentang Penjabaran Perubahan APBD dijadikan dasar penetapan dokumen pelaksanaan anggaran satuan kerja perangkat daerah.

Pasal 191

Dalam rangka evaluasi pengelolaan keuangan daerah dikembangkan sistem informasi keuangan daerah yang menjadi satu kesatuan dengan sistem informasi pemerintahan daerah.

Paragraf KesebelasPelaksanaan Tata Usaha Keuangan Daerah

Pasal 192

(1) Semua penerimaan dan pengeluaran pemerintahan daerah dianggarkan dalam APBD dan dilakukan melalui rekening kas daerah yang dikelola oleh Bendahara Umum Daerah.

(2) Untuk setiap pengeluaran atas beban APBD, diterbitkan surat keputusan otorisasi oleh kepala daerah atau surat keputusan lain yang berlaku sebagai surat keputusan otorisasi.

(3) Pengeluaran tidak dapat dibebankan pada anggaran belanja daerah jika untuk pengeluaran tersebut tidak tersedia atau tidak cukup tersedia dalam APBD.

Page 171:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

167

(4) Kepala daerah, wakil kepala daerah, pimpinan DPRD, dan pejabat daerah lainnya, dilarang melakukan pengeluaran atas beban anggaran belanja daerah untuk tujuan lain dari yang telah ditetapkan dalam APBD.

Pasal 193

(1) Uang milik pemerintahan daerah yang sementara belum digunakan dapat didepositokan dan/atau diinvestasikan dalam investasi jangka pendek sepanjang tidak mengganggu likuiditas keuangan daerah.

(2) Bunga deposito, bunga atas penempatan uang di bank, jasa giro, dan/atau bunga atas investasi jangka pendek merupakan pendapatan daerah.

(3) Kepala daerah dengan persetujuan DPRD dapat menetapkan peraturan tentang:

a. penghapusan tagihan daerah, sebagian atau seluruhnya; dan

b. penyelesaian masalah Perdata.

Pasal 194

Penyusunan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, pengawasan dan pertanggungjawaban keuangan daerah diatur lebih lanjut dengan Perda yang berpedoman pada Peraturan Pemerintah.

BAB IXKERJA SAMA DAN PENYELESAIAN PERSELISIHAN

Pasal 195

(1) Dalam rangka meningkatkan kesejahteraan rakyat, daerah dapat mengadakan kerja sama dengan daerah lain yang didasarkan pada pertimbangan efisiensi dan efektifitas pelayanan publik, sinergi dan saling menguntungkan.

(2) Kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diwujudkan dalam bentuk badan kerjasama antar daerah yang diatur dengan keputusan bersama.

(3) Dalam penyediaan pelayanan publik, daerah dapat bekerja sama dengan pihak ketiga.

(4) Kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3) yang membebani masyarakat dan daerah harus mendapatkan persetujuan DPRD.

Pasal 196

(1) Pelaksanaan urusan pemerintahan yang mengakibatkan dampak lintas daerah dikelola bersama oleh daerah terkait.

Page 172:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

168

(2) Untuk menciptakan efisiensi, daerah wajib mengelola pelayanan publik secara bersama dengan daerah sekitarnya untuk kepentingan masyarakat.

(3) Untuk pengelolaan kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), daerah membentuk badan kerja sama.

(4) Apabila daerah tidak melaksanakan kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), pengelolaan pelayanan publik tersebut dapat dilaksanakan oleh Pemerintah.

Pasal 197

Tata cara pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 195 dan Pasal 196 diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 198

(1) Apabila terjadi perselisihan dalam penyelenggaraan fungsi pemerintahan antar kabupaten/kota dalam satu provinsi, Gubernur menyelesaikan perselisihan dimaksud.

(2) Apabila terjadi perselisihan antarprovinsi, antara provinsi dan kabupaten/kota di wilayahnya, serta antara provinsi dan kabupaten/kota di luar wilayahnya, Menteri Dalam Negeri menyelesaikan perselisihan dimaksud.

(3) Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) bersifat final.

BAB XKAWASAN PERKOTAAN

Pasal 199

(1) Kawasan perkotaan dapat berbentuk :

a. Kota sebagai daerah otonom;

b. bagian daerah kabupaten yang memiliki ciri perkotaan;

c. bagian dari dua atau lebih daerah yang berbatasan langsung dan memiliki ciri perkotaan.

(2) Kawasan perkotaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dikelola oleh pemerintah kota.

(3) Kawasan perkotaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dikelola oleh daerah atau lembaga pengelola yang dibentuk dan bertanggungjawab kepada pemerintah kabupaten.

Page 173:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

169

(4) Kawasan perkotaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dalam hal penataan ruang dan penyediaan fasilitas pelayanan umum tertentu dikelola bersama oleh daerah terkait.

(5) Di kawasan perdesaan yang direncanakan dan dibangun menjadi kawasan perkotaan, pemerintah daerah yang bersangkutan dapat membentuk badan pengelola pembangunan.

(6) Dalam perencanaan, pelaksanaan pembangunan, dan pengelolaan kawasan perkotaan, pemerintah daerah mengikutsertakan masyarakat sebagai upaya pemberdayaan masyarakat.

(7) Ketentuan, sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3), ayat (4), ayat (5), dan ayat (6) ditetapkan dengan Perda dengan berpedoman pada Peraturan Pemerintah.

BAB XIDESA

Bagian PertamaUmum

Pasal 200

(1) Dalam pemerintahan daerah kabupaten/kota dibentuk pemerintahan desa yang terdiri dari pemerintah desa dan badan permusyawaratan desa.

(2) Pembentukan, penghapusan, dan/atau penggabungan Desa dengan mem-perhatikan asal usulnya atas prakarsa masyarakat.

(3) Desa di kabupaten/kota secara bertahap dapat diubah atau disesuaikan statusnya menjadi kelurahan sesuai usul dan prakarsa pemerintah desa bersama badan permusyawaratan desa yang ditetapkan dengan Perda.

Pasal 201

(1) Pendanaan sebagai akibat perubahan status desa menjadi kelurahan dibebankan pada APBD kabupaten/kota.

(2) Dalam hal desa berubah statusnya menjadi kelurahan, kekayaannya menjadi kekayaan daerah dan dikelola oleh kelurahan yang bersangkutan.

Page 174:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

170

Bagian KeduaPemerintah Desa

Pasal 202

(1) Pemerintah desa terdiri atas kepala desa dan perangkat desa.

(2) Perangkat desa terdiri dari sekretaris desa dan perangkat desa lainnya.

(3) Sekretaris desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diisi dari pegawai negeri sipil yang memenuhi persyaratan.

Pasal 203

(1) Kepala desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 202 ayat (1) dipilih langsung oleh dan dari penduduk desa warga negara Republik Indonesia yang syarat selanjutnya dan tata cara pemilihannya diatur dengan Perda yang berpedoman kepada Peraturan Pemerintah.

(3) Calon kepala desa yang memperoleh suara terbanyak dalam pemilihan kepala desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan sebagai kepala desa.

(4) Pemilihan kepala desa dalam kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan yang diakui keberadaannya berlaku ketentuan hukum adat setempat yang ditetapkan dalam Perda dengan berpedoman pada Peraturan Pemerintah.

Pasal 204

Masa jabatan kepala desa adalah 6 (enam) tahun dan dapat dipilih kembali hanya untuk 1 (satu) kali masa jabatan berikutnya.

Pasal 205

(1) Kepala desa terpilih dilantik oleh Bupati/Walikota paling lambat 30 (tiga puluh) hari setelah pemilihan.

(2) Sebelum memangku jabatannya, kepala desa mengucapkan sumpah/janji.

(3) Susunan kata-kata sumpah/janji dimaksud adalah sebagai berikut:

“Demi Allah (Tuhan), saya bersumpah/berjanji bahwa saya akan memenuhi kewajiban saya selaku kepala desa dengan sebaik-baiknya, sejujur-jujurnya, dan seadil-adilnya; bahwa saya akan selalu taat dalam mengamalkan dan mempertahankan Pancasila sebagai dasar negara; dan bahwa saya akan menegakkan kehidupan demokrasi dan Undang-Undang Dasar 1945 serta melaksanakan segala peraturan perundang-undangan dengan selurus-lurusnya yang berlaku bagi desa, daerah, dan Negara Kesatuan Republik Indonesia”.

Page 175:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

171

Pasal 206

Urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan desa mencakup:

a. urusan pemerintahan yang sudah ada berdasarkan hak asal-usul desa;

b. urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan kabupaten/kota yang diserahkan pengaturannya kepada desa;

c. tugas pembantuan dari Pemerintah, pemerintah provinsi, dan/atau pemerintah kabupaten/kota;

d. urusan pemerintahan lainnya yang oleh peraturan perundang- perundangan diserahkan kepada desa.

Pasal 207

Tugas pembantuan dari Pemerintah, pemerintah provinsi, dan/atau pemerintah kabupaten/kota kepada desa disertai dengan pembiayaan, sarana dan prasarana, serta sumber daya manusia.

Pasal 208

Tugas dan kewajiban kepala desa dalam memimpin penyelenggaraan pemerin-tahan desa diatur lebih lanjut dengan Perda berdasarkan Peraturan Pemerintah.

Bagian KetigaBadan Permusyawaratan Desa

Pasal 209

Badan Permusyawaratan Desa berfungsi menetapkan peraturan desa bersama kepala desa, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat.

Pasal 210

(1) Anggota badan permusyawaratan desa adalah wakil dari penduduk desa bersangkutan yang ditetapkan dengan cara musyawarah dan mufakat.

(2) Pimpinan badan permusyawaratan desa dipilih dari dan oleh anggota badan permusyawaratan desa.

(3) Masa jabatan anggota badan permusyawaratan desa adalah 6 (enam) tahun dan dapat dipilih lagi untuk 1 (satu) kali masa jabatan berikutnya.

(4) Syarat dan tata cara penetapan anggota dan pimpinan badan permusyawaratan desa diatur dalam Perda yang berpedoman pada Peraturan Pemerintah.

Page 176:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

172

Bagian KeempatLembaga Lain

Pasal 211

(1) Di desa dapat dibentuk lembaga kemasyarakatan yang ditetapkan dengan peraturan desa dengan berpedoman pada peraturan perundang-undangan.

(2) Lembaga kemasyarakatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertugas membantu pemerintah desa dan merupakan mitra dalam memberdayakan masyarakat desa.

Bagian KelimaKeuangan Desa

Pasal 212

(1) Keuangan desa adalah semua hak dan kewajiban desa yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik desa berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban.

(2) Hak dan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menimbulkan pendapatan, belanja dan pengelolaan keuangan desa.

(3) Sumber pendapatan desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri atas:

a. pendapatan asli desa;

b. bagi hasil pajak daerah dan retribusi daerah kabupaten/kota;

c. bagian dari dana perimbangan keuangan pusat dan daerah yang diterima oleh kabupaten/kota;

d. bantuan dari Pemerintah, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota;

e. hibah dan sumbangan dari pihak ketiga.

(4) Belanja desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) digunakan untuk mendanai penyelenggaraan pemerintahan desa dan pemberdayaan masyarakat desa.

(5) Pengelolaan keuangan desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan oleh kepala desa yang dituangkan dalam peraturan desa tentang anggaran pendapatan dan belanja desa.

(6) edoman pengelolaan keuangan desa sebagaimana dimaksud pada ayat (5) ditetapkan oleh Bupati/Walikota dengan berpedoman pada peraturan per-undang-undangan.

Page 177:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

173

Pasal 213

(1) Desa dapat mendirikan badan usaha milik desa sesuai dengan kebutuhan dan potensi desa.

(2) Badan usaha milik desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berpedoman pada peraturan perundang-undangan.

(3) Badan usaha milik desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat melakukan pinjaman sesuai peraturan perundang- undangan.

Bagian KeenamKerja Sama Desa

Pasal 214

(1) Desa dapat mengadakan kerja sama untuk kepentingan desa yang diatur dengan keputusan bersama dan dilaporkan kepada Bupati/Walikota melalui camat.

(2) Kerjasama antar desa dan desa dengan pihak ketiga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan kewenangannya.

(3) Kerjasama desa dengan pihak ketiga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan sesuai dengan peraturan perundang- undangan.

(4) Untuk pelaksanaan kerja sama, sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) dapat dibentuk badan kerja sama.

Pasal 215

(1) Pembangunan kawasan perdesaan yang dilakukan oleh kabupaten/kota dan atau pihak ketiga mengikutsertakan pemerintah desa dan badan permusyawaratan desa.

(2) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Perda, dengan memperhatikan:

a. kepentingan masyarakat desa;

b. kewenangan desa;

c. kelancaran pelaksanaan investasi;

d. kelestarian lingkungan hidup;

e. keserasian kepentingan antar kawasan dan kepentingan umum.

Page 178:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

174

Pasal 216

(1) Pengaturan lebih lanjut mengenai desa ditetapkan dalam Perda dengan berpedoman pada Peraturan Pemerintah.

(2) Perda, sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib mengakui dan menghormati hak, asal-usul, dan adat istiadat desa.

BAB XIIPEMBINAAN DAN PENGAWASAN

Pasal 217

(1) Pembinaan atas penyelenggaraan pemerintahan daerah dilaksanakan oleh Pemerintah yang meliputi :

a. koordinasi pemerintahan antarsusunan pemerintahan;

b. pemberian pedoman dan standar pelaksanaan urusan pemerintahan;

c. pemberian bimbingan, supervisi, dan konsultasi pelaksanaan urusan pemerintahan;

d. pendidikan dan pelatihan; dan

e. perencanaan, penelitian, pengembangan, pemantauan, dan evaluasi pelaksanaan urusan pemerintahan.

(2) Koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilaksanakan secara berkala pada tingkat nasional, regional, atau provinsi.

(3) Pemberian pedoman dan standar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b mencakup aspek perencanaan, pelaksanaan, tata laksana, pendanaan, kualitas, pengendalian dan pengawasan.

(4) Pemberian bimbingan, supervisi dan konsultasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dilaksanakan secara berkala dan/atau sewaktu-waktu, baik secara menyeluruh kepada seluruh daerah maupun kepada daerah tertentu sesuai dengan kebutuhan.

(5) Pendidikan dan pelatihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d dilaksanakan secara berkala bagi kepala daerah atau wakil kepala daerah, anggota DPRD, perangkat daerah, pegawai negeri sipil daerah, dan kepala desa.

(6) Perencanaan, penelitian, pengembangan, pemantauan, dan evaluasi sebagai-mana dimaksud pada ayat (1) huruf e dilaksanakan secara berkala ataupun sewaktu-waktu dengan memperhatikan susunan pemerintahan.

Page 179:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

175

(7) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d dan huruf e dapat dilakukan kerja sama dengan perguruan tinggi dan/atau lembaga penelitian.

Pasal 218

(1) Pengawasan atas penyelenggaraan pemerintahan daerah dilaksanakan oleh Pemerintah yang meliputi:

a. Pengawasan atas pelaksanaan urusan pemerintahan di daerah;

b. Pengawasan terhadap peraturan daerah dan peraturan kepala daerah.

(2) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilaksanakan oleh aparat pengawas intern Pemerintah sesuai peraturan perundang-undangan.

Pasal 219

(1) Pemerintah memberikan penghargaan dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah.

(2) Penghargaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan kepada pe merin-tah an daerah, kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah, anggota DPRD, perangkat daerah, PNS daerah, kepala desa, anggota badan permusyawaratan desa, dan masyarakat.

Pasal 220

(1) Sanksi diberikan oleh Pemerintah dalam rangka pengawasan penyelenggaraan pemerintahan daerah.

(2) Sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan kepada pemerintahan daerah, kepala daerah atau wakil kepala daerah, anggota DPRD, perangkat daerah, PNS daerah, dan kepala desa.

Pasal 221

Hasil pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 217 dan Pasal 218 digunakan sebagai bahan pembinaan selanjutnya oleh Pemerintah dan dapat digunakan sebagai bahan pemeriksaan oleh Badan Pemeriksa Keuangan.

Pasal 222

(1) Pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan pemerintahan daerah sebagai-mana dimaksud dalam Pasal 217 dan Pasal 218 secara nasional dikoordinasikan oleh Menteri Dalam Negeri.

Page 180:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

176

(2) Pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan pemerintahan daerah sebagai-mana dimaksud pada ayat (1) untuk kabupaten/kota dikoordinasikan oleh Gubernur.

(3) Pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan pemerintahan desa dikoordinasikan oleh Bupati/Walikota.

(4) Bupati dan walikota dalam pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat melimpahkan kepada camat.

Pasal 223

Pedoman pembinaan dan pengawasan yang meliputi standar, norma, prosedur, penghargaan, dan sanksi diatur dalam Peraturan Pemerintah.

BAB XIIIPERTIMBANGAN DALAM KEBIJAKAN OTONOMI DAERAH

Pasal 224

(1) Dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah, Presiden dapat mem-bentuk suatu dewan yang bertugas memberikan saran dan pertimbangan terhadap kebijakan otonomi daerah.

(2) Dewan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertugas memberikan saran dan pertimbangan kepada Presiden antara lain mengenai rancangan kebijakan:

a. pembentukan, penghapusan dan penggabungan daerah serta pembentukan kawasan khusus;

b. perimbangan keuangan antara Pemerintah dan pemerintahan daerah, yang meliputi:

1) perhitungan bagian masing-masing daerah atas dana bagi hasil pajak dan sumber daya alam sesuai dengan peraturan perundang-undangan;

2) formula dan perhitungan DAU masing-masing daerah berdasarkan besaran pagu DAU sesuai dengan peraturan perundangan;

3) DAK masing-masing daerah untuk setiap tahun anggaran berdasarkan besaran pagu DAK dengan menggunakan kriteria sesuai dengan peraturan perundangan.

(3) Dewan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipimpin oleh Menteri Dalam Negeri yang susunan organisasi keanggotaan dan tata laksananya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Presiden.

Page 181:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

177

BAB XIVKETENTUAN LAIN-LAIN

Pasal 225

Daerah-daerah yang memiliki status istimewa dan diberikan otonomi khusus selain diatur dengan Undang-Undang ini diberlakukan pula ketentuan khusus yang diatur dalam undang-undang lain.

Pasal 226

(1) Ketentuan dalam Undang-Undang ini berlaku bagi Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, Provinsi Papua, dan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta sepanjang tidak diatur secara khusus dalam Undang-Undang tersendiri.

(2) Keistimewaan untuk Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomo 22 Tahun 1999, adalah tetap dengan ketentuan bahwa penyelenggaraan pemerintahan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta didasarkan pada Undang-Undang ini.

(3) Khusus untuk Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah diselenggarakan sesuai ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Daerah Istimewa Aceh sebagai Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, dengan penyempurnaan:

a. Pemilihan kepala daerah yang berakhir masa jabatannya sampai dengan bulan April 2005, diselenggarakan pemilihan secara langsung sebagaimana dimaksud Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Daerah Istimewa Aceh sebagai provinsi Nanggroe Aceh Darussalam paling lambat pada bulan Mei 2005.

b. Kepala daerah selain yang dinyatakan pada huruf (a) diatas diselenggarakan pemilihan kepala daerah sesuai dengan periode masa jabatannya.

c. Kepala daerah dan wakil kepala daerah yang berakhir masa jabatannya sebelum Undang-Undang ini disahkan sampai dengan bulan April 2005, sejak masa jabatannya berakhir diangkat seorang penjabat kepala daerah.

d. Penjabat kepala daerah tidak dapat menjadi calon kepala daerah atau calon wakil kepala daerah yang dipilih secara langsung sebagaimana dimaksud Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Daerah Istimewa Aceh sebagai Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.

Page 182:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

178

e. Anggota Komisi Independen Pemilihan dari unsur anggota Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia diisi oleh Ketua dan anggota Komisi Pemilihan Umum Daerah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.

Pasal 227

(1) Khusus untuk Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta karena kedudukannya sebagai Ibukota Negara Republik Indonesia, diatur dengan undang-undang tersendiri.

(2) Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta sebagai Ibukota Negara berstatus sebagai daerah otonom, dan dalam wilayah administrasi tersebut tidak dibentuk daerah yang berstatus otonom.

(3) Undang-undang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat pengaturan:

a. kekhususan tugas, hak, kewajiban, dan tanggung jawab sebagai ibukota Negara;

b. tempat kedudukan perwakilan negara-negara sahabat;

c. keterpaduan rencana umum tata ruang Jakarta dengan rencana umum tata ruang daerah sekitar;

d. kawasan khusus untuk menyelenggarakan fungsi pemerintahan tertentu yang dikelola langsung oleh Pemerintah.

Pasal 228

(1) Penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi wewenang Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (3) yang didekonsentrasikan, dilaksanakan oleh instansi vertikal di daerah.

(2) Instansi vertikal sebagaimana dimaksud pada ayat (1), jumlah, susunan dan luas wilayah kerjanya ditetapkan Pemerintah.

(3) Pembentukan, susunan organisasi, dan tata laksana instansi vertikal di daerah, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), ditetapkan dengan Keputusan Presiden.

(4) Semua instansi vertikal yang menjadi perangkat daerah, kekayaannya dialihkan menjadi milik daerah.

Pasal 229

Batas daerah provinsi atau kabupaten/kota yang berbatasan dengan wilayah negara lain, diatur berdasarkan peraturan perundang-undangan dengan memperhati-kan hukum internasional yang pelaksanaannya ditetapkan oleh Pemerintah.

Page 183:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

179

Pasal 230

Anggota Tentara Nasional Indonesia dan anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia tidak menggunakan hak memilihnya dalam pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah sepanjang belum diatur dalam undang-undang.

BAB XVKETENTUAN PERALIHAN

Pasal 231

Pada saat berlakunya undang-undang ini, nama, batas, dan ibukota provinsi, daerah khusus, daerah istimewa, kabupaten, dan kota, tetap berlaku kecuali ditentukan lain dalam peraturan perundang- undangan.

Pasal 232

(1) Provinsi, kabupaten/kota, kecamatan, kelurahan, dan desa yang ada pada saat diundangkannya Undang-Undang ini tetap sebagai provinsi, kabupaten/kota, kecamatan, kelurahan, dan desa kecuali ditentukan lain dalam peraturan perundang-undangan.

(2) Pembentukan daerah provinsi atau kabupaten/kota yang telah memenuhi seluruh persyaratan pembentukan sesuai peraturan perundang-undangan tetap diproses sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan sebelum Undang-Undang ini diundangkan.

Pasal 233

(1) Kepala daerah yang berakhir masa jabatannya pada tahun 2004 sampai dengan bulan Juni 2005 diselenggarakan pemilihan kepala daerah secara langsung sebagaimana dimaksud dalam Undang- Undang ini pada bulan Juni 2005.

(2) Kepala daerah yang berakhir masa jabatannya pada bulan Januari 2009 sampai dengan bulan Juli 2009 diselenggarakan pemilihan kepala daerah secara langsung sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini pada bulan Desember 2008.

Pasal 234

(1) Kepala daerah dan wakil kepala daerah yang berakhir masa jabatannya sebelum bulan Juni 2005, sejak masa jabatannya berakhir diangkat seorang penjabat kepala daerah.

(2) Penjabat kepala daerah yang ditetapkan sebelum diundangkannya Undang-Undang ini, menjalankan tugas sampai berakhir masa jabatannya.

Page 184:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

180

(3) Pendanaan kegiatan pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah yang diselenggarakan pada tahun 2005 dibebankan pada APBN dan APBD.

Pasal 235

Pemilihan Gubernur dan Bupati/Walikota dalam satu daerah yang sama yang berakhir masa jabatannya pada bulan dan tahun yang sama dan/atau dalam kurun waktu antara 1 (satu) sampai dengan 30 (tiga puluh) hari, pemungutan suaranya diselenggarakan pada hari yang sama.

Pasal 236

(1) Kepala desa dan perangkat desa yang ada pada saat mulai berlakunya Undang-Undang ini tetap menjalankan tugas sampai habis masa jabatannya.

(2) Anggota badan perwakilan desa yang ada pada saat mulai berlakunya Undang-Undang ini menjalankan tugas sebagaimana di atur dalam Undang-Undang ini sampai habis masa jabatannya.

BAB XVIKETENTUAN PENUTUP

Pasal 237

Semua ketentuan peraturan perundang-undangan yang berkaitan secara lang-sung dengan daerah otonom wajib mendasarkan dan menyesuaikan pengaturannya pada Undang-Undang ini.

Pasal 238

(1) Semua peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pemerintahan daerah sepanjang belum diganti dan tidak bertentangan dengan Undang-Undang ini dinyatakan tetap berlaku.

(2) Peraturan pelaksanaan atas Undang-Undang ini ditetapkan selambat-lambatnya 2 (dua) tahun sejak Undang-Undang ini ditetapkan.

Pasal 239

Pada saat berlakunya Undang-Undang ini, maka Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 240

Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Page 185:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

181

Agar setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Disahkan di Jakarta

pada tanggal 15 Oktober 2004

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ttd

MEGAWATI SOEKARNOPUTRI

Diundangkan di Jakarta

pada tanggal 15 Oktober 2004

SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA,

ttd

BAMBANG KESOWO

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2004 NOMOR 125

Page 186:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004
Page 187:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

183

PENJELASAN ATAS

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIANOMOR 32 TAHUN 2004

TENTANG

PEMERINTAHAN DAERAH

I. PENJELASAN UMUM

1. Dasar Pemikiran

a. Sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, pemerintah daerah berwenang untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. Pemberian otonomi luas kepada daerah diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan dan peran serta masyarakat. Disamping itu melalui otonomi luas, daerah diharapkan mampu meningkatkan daya saing dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan dan kekhususan serta potensi dan keanekaragaman daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Pemerintahan daerah dalam rangka meningkatkan efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan otonomi daerah, perlu memperhatikan hubungan antarsusunan pemerintahan dan antarpemerintahan daerah, potensi dan keanekaragaman daerah. Aspek hubungan wewenang memperhatikan kekhususan dan keragaman daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Aspek hubungan keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya dilaksanakan secara adil dan selaras. Disamping itu, perlu diperhatikan pula peluang dan tantangan dalam persaingan global dengan memanfaatkan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Agar mampu menjalankan perannya tersebut,

Page 188:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

184

daerah diberikan kewenangan yang seluas-luasnya disertai dengan pemberian hak dan kewajiban menyelenggarakan otonomi daerah dalam kesatuan sistem penyelenggaraan pemerintahan negara.

Perubahan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999, disamping karena adanya perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, juga memperhatikan beberapa Ketetapan MPR dan Keputusan MPR, seperti; Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor IV/MPR/2000 tentang Rekomendasi Kebijakan Dalam Penyelenggaraan Otonomi Daerah; dan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor VI/MPR/2002 tentang Rekomendasi Atas Laporan Pelaksanaan Putusan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia oleh Presiden, DPA, DPR, BPK, dan MA pada sidang tahunan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia tahun 2002 dan Keputusan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor 5/MPR/2003 tentang Penugasan Kepada MPR-RI Untuk Menyampaikan Saran Atas Laporan Pelaksanaan Keputusan MPR-RI oleh Presiden, DPR, BPK, dan MA pada Sidang Tahunan MPR-RI Tahun 2003.

Dalam melakukan perubahan undang-undang, diperhatikan berbagai undang-undang yang terkait di bidang politik diantaranya Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah; Undang- Undang Nomor 22 Tahun 2003 tentang Susunan dan Kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah; Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2003 tentang Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden. Selain itu juga diperhatikan undang-undang yang terkait di bidang keuangan negara, yaitu Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Undang- Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, dan Undang- Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Atas Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Negara.

b. Prinsip otonomi daerah menggunakan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam arti daerah diberikan kewenangan mengurus dan mengatur semua urusan pemerintahan di luar yang menjadi urusan Pemerintah yang ditetapkan dalam Undang-Undang ini. Daerah memiliki kewenangan membuat kebijakan daerah untuk memberi pelayanan, peningkatan peranserta, prakarsa, dan pemberdayaan masyarakat yang bertujuan pada peningkatan kesejahteraan rakyat.

Page 189:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

185

Sejalan dengan prinsip tersebut dilaksanakan pula prinsip otonomi yang nyata dan bertanggungjawab. Prinsip otonomi nyata adalah suatu prinsip bahwa untuk menangani urusan pemerintahan dilaksanakan berdasarkan tugas, wewenang, dan kewajiban yang senyatanya telah ada dan berpotensi untuk tumbuh, hidup dan berkembang sesuai dengan potensi dan kekhasan daerah. Dengan demikian isi dan jenis otonomi bagi setiap daerah tidak selalu sama dengan daerah lainnya. Adapun yang dimaksud dengan otonomi yang bertanggungjawab adalah otonomi yang dalam penyelenggaraannya harus benar-benar sejalan dengan tujuan dan maksud pemberian otonomi, yang pada dasarnya untuk memberdayakan daerah termasuk meningkatkan kesejahteraan rakyat yang merupakan bagian utama dari tujuan nasional.

Seiring dengan prinsip itu penyelenggaraan otonomi daerah harus selalu berorientasi pada peningkatan kesejahteraan masyarakat dengan selalu memperhatikan kepentingan dan aspirasi yang tumbuh dalam masyarakat.

Selain itu penyelenggaraan otonomi daerah juga harus menjamin keserasian hubungan antara Daerah dengan Daerah lainnya, artinya mampu membangun kerjasama antar Daerah untuk meningkatkan kesejahteraan bersama dan mencegah ketimpangan antar Daerah. Hal yang tidak kalah pentingnya bahwa otonomi daerah juga harus mampu menjamin hubungan yang serasi antar Daerah dengan Pemerintah, artinya harus mampu memelihara dan menjaga keutuhan wilayah Negara dan tetap tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam rangka mewujudkan tujuan negara.

Agar otonomi daerah dapat dilaksanakan sejalan dengan tujuan yang hendak dicapai, Pemerintah wajib melakukan pembinaan yang berupa pemberian pedoman seperti dalam penelitian, pengembangan, perencanaan dan pengawasan. Disamping itu diberikan pula standar, arahan, bimbingan, pelatihan, supervisi, pengendalian, koordinasi, pemantauan, dan evaluasi. Bersamaan itu Pemerintah wajib memberikan fasilitasi yang berupa pemberian peluang kemudahan, bantuan, dan dorongan kepada daerah agar dalam melaksanakan otonomi dapat dilakukan secara efisien dan efektif sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

2. Pembentukan Daerah dan Kawasan Khusus

Pembentukan daerah pada dasarnya dimaksudkan untuk meningkatkan pelayanan publik guna mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat disamping

Page 190:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

186

sebagai sarana pendidikan politik di tingkat lokal. Untuk itu maka pembentukan daerah harus mempertimbangkan berbagai faktor seperti kemampuan ekonomi, potensi daerah, luas wilayah, kependudukan, dan pertimbangan dari aspek sosial politik, sosial budaya, pertahanan dan keamanan serta pertimbangan dan syarat lain yang memungkinkan daerah itu dapat menyelenggarakan dan mewujudkan tujuan dibentuknya daerah dan diberikannya otonomi daerah.

Pemerintah dapat menetapkan kawasan khusus di daerah otonom untuk menyelenggarakan fungsi-fungsi pemerintahan tertentu yang bersifat khusus dan untuk kepentingan nasional/berskala nasional, misalnya dalam bentuk kawasan cagar budaya, taman nasional, pengembangan industri strategis, pengembangan teknologi tinggi seperti pengembangan tenaga nuklir, peluncuran peluru kendali, pengembangan prasarana komunikasi, telekomunikasi, transportasi, pelabuhan dan daerah perdagangan bebas, pangkalan militer, serta wilayah eksploitasi, konservasi bahan galian strategis, penelitian dan pengembangan sumber daya nasional, laboratorium sosial, lembaga pemasyarakatan spesifik. Pemerintah wajib mengikutsertakan pemerintah daerah dalam pembentukan kawasan khusus tersebut.

3. Pembagian Urusan Pemerintahan

Penyelenggaraan desentralisasi mensyaratkan pembagian urusan pemerintahan antara Pemerintah dengan daerah otonom. Pembagian urusan pemerintahan tersebut didasarkan pada pemikiran bahwa selalu terdapat berbagai urusan pemerintahan yang sepenuhnya/tetap menjadi kewenangan Pemerintah. Urusan pemerintahan tersebut menyangkut terjaminnya kelangsungan hidup bangsa dan negara secara keseluruhan. Urusan pemerintahan dimaksud meliputi: politik luar negeri dalam arti mengangkat pejabat diplomatik dan menunjuk warga negara untuk duduk dalam jabatan lembaga internasional, menetapkan kebijakan luar negeri, melakukan perjanjian dengan negara lain, menetapkan kebijakan perdagangan luar negeri, dan sebagainya; pertahanan misalnya mendirikan dan membentuk angkatan bersenjata, menyatakan damai dan perang, menyatakan negara atau sebagian wilayah negara dalam keadaan bahaya, membangun dan mengembangkan sistem pertahanan negara dan persenjataan, menetapkan kebijakan untuk wajib militer, bela negara bagi setiap warga negara dan sebagainya; keamanan misalnya mendirikan dan membentuk kepolisian negara, menetapkan kebijakan keamanan nasional, menindak setiap orang yang melanggar hukum negara, menindak kelompok atau organisasi yang kegiatannya mengganggu keamanan negara dan sebagainya; moneter misalnya mencetak uang dan menentukan nilai mata uang, menetapkan kebijakan

Page 191:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

187

moneter, mengendalikan peredaran uang dan sebagainya; yustisi misalnya mendirikan lembaga peradilan, mengangkat hakim dan jaksa, mendirikan lembaga pemasyarakatan, menetapkan kebijakan kehakiman dan keimigrasian, memberikan grasi, amnesti, abolisi, membentuk undang-undang, Peraturan Pemerintah pengganti undang-undang, Peraturan Pemerintah, dan peraturan lain yang berskala nasional, dan lain sebagainya; dan agama, misalnya menetapkan hari libur keagamaan yang berlaku secara nasional, memberikan pengakuan terhadap keberadaan suatu agama, menetapkan kebijakan dalam penyelenggaraan kehidupan keagamaan dan sebagainya; dan bagian tertentu urusan pemerintah lainnya yang berskala nasional, tidak diserahkan kepada daerah.

Di samping itu terdapat bagian urusan pemerintah yang bersifat concurrent artinya urusan pemerintahan yang penanganannya dalam bagian atau bidang tertentu dapat dilaksanakan bersama antara Pemerintah dan pemerintah daerah. Dengan demikian setiap urusan yang bersifat concurrent senantiasa ada bagian urusan yang menjadi kewenangan Pemerintah, ada bagian urusan yang diserahkan kepada Provinsi, dan ada bagian urusan yang diserahkan kepada Kabupaten/Kota.

Untuk mewujudkan pembagian kewenangan yang concurrent secara proporsional antara Pemerintah, Daerah Provinsi, Daerah Kabupaten dan Kota maka disusunlah kriteria yang meliputi: eksternalitas, akuntabilitas, dan efisiensi dengan mempertimbangkan keserasian hubungan pengelolaan urusan pemerintahan antar tingkat pemerintahan.

Urusan yang menjadi kewenangan daerah, meliputi urusan wajib dan urusan pilihan. Urusan pemerintahan wajib adalah suatu urusan pemerintahan yang berkaitan dengan pelayanan dasar seperti pendidikan dasar, kesehatan, pemenuhan kebutuhan hidup minimal, prasarana lingkungan dasar; sedangkan urusan pemerintahan yang bersifat pilihan terkait erat dengan potensi unggulan dan kekhasan daerah.

Kriteria eksternalitas adalah pendekatan dalam pembagian urusan pe-merintahan dengan mempertimbangkan dampak/akibat yang ditimbulkan dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan tersebut. Apabila dampak yang ditimbulkan bersifat lokal, maka urusan pemerintahan tersebut menjadi kewenangan kabupaten/kota, apabila regional menjadi kewenangan provinsi, dan apabila nasional menjadi kewenangan Pemerintah.

Kriteria akuntabilitas adalah pendekatan dalam pembagian urusan pemerintahan dengan pertimbangan bahwa tingkat pemerintahan yang menangani sesuatu

Page 192:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

188

bagian urusan adalah tingkat pemerintahan yang lebih langsung/dekat dengan dampak/akibat dari urusan yang ditangani tersebut. Dengan demikian akuntabilitas penyelenggaraan bagian urusan pemerintahan tersebut kepada masyarakat akan lebih terjamin.

Kriteria efisiensi adalah pendekatan dalam pembagian urusan pemerintahan dengan mempertimbangkan tersedianya sumber daya (personil, dana, dan peralatan) untuk mendapatkan ketepatan, kepastian, dan kecepatan hasil yang harus dicapai dalam penyelenggaraan bagian urusan. Artinya apabila suatu bagian urusan dalam penanganannya dipastikan akan lebih berdayaguna dan berhasilguna dilaksanakan oleh daerah Provinsi dan/atau Daerah Kabupaten/Kota dibandingkan apabila ditangani oleh Pemerintah maka bagian urusan tersebut diserahkan kepada Daerah Provinsi dan/atau Daerah Kabupaten/Kota. Sebaliknya apabila suatu bagian urusan akan lebih berdayaguna dan berhasil guna bila ditangani oleh Pemerintah maka bagian urusan tersebut tetap ditangani oleh Pemerintah. Untuk itu pembagian bagian urusan harus disesuaikan dengan memperhatikan ruang lingkup wilayah beroperasinya bagian urusan pemerintahan tersebut. Ukuran dayaguna dan hasilguna tersebut dilihat dari besarnya manfaat yang dirasakan oleh masyarakat dan besar kecilnya resiko yang harus dihadapi.

Sedangkan yang dimaksud dengan keserasian hubungan yakni bahwa pengelolaan bagian urusan pemerintah yang dikerjakan oleh tingkat pemerintahan yang berbeda, bersifat saling berhubungan (inter-koneksi), saling tergantung (inter-dependensi), dan saling mendukung sebagai satu kesatuan sistem dengan memperhatikan cakupan kemanfaatan.

Pembagian urusan pemerintahan sebagaimana tersebut di atas ditempuh melalui mekanisme penyerahan dan atau pengakuan atas usul Daerah terhadap bagian urusan-urusan pemerintah yang akan diatur dan diurusnya. Berdasarkan usulan tersebut Pemerintah melakukan verifikasi terlebih dahulu sebelum memberikan pengakuan atas bagian urusan-urusan yang akan dilaksanakan oleh Daerah. Terhadap bagian urusan yang saat ini masih menjadi kewenangan Pusat dengan kriteria tersebut dapat diserahkan kepada Daerah.

Tugas pembantuan pada dasarnya merupakan keikutsertaan Daerah atau Desa termasuk masyarakatnya atas penugasan atau kuasa dari Pemerintah atau pemerintah daerah untuk melaksanakan urusan pemerintah di bidang tertentu.

Page 193:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

189

4. Pemerintahan Daerah

Pemerintahan Daerah adalah pelaksanaan fungsi-fungsi pemerintahan daerah yang dilakukan oleh lembaga pemerintahan daerah yaitu Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).

Kepala Daerah adalah Kepala Pemerintah Daerah yang dipilih secara demokratis. Pemilihan secara demokratis terhadap Kepala Daerah tersebut, dengan mengingat bahwa tugas dan wewenang DPRD menurut Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2003 tentang Susunan dan Kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, menyatakan antara lain bahwa DPRD tidak memiliki tugas dan wewenang untuk memilih Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah, maka pemilihan secara demokratis dalam Undang-Undang ini dilakukan oleh rakyat secara langsung. Kepala daerah dalam melaksanakan tugasnya dibantu oleh seorang wakil kepala daerah, dan perangkat daerah.

Kepala daerah dan wakil kepala daerah dipilih secara langsung oleh rakyat yang persyaratan dan tata caranya ditetapkan dalam peraturan perundang- undangan. Pasangan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah dapat dicalonkan baik oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta Pemilu yang memperoleh sejumlah kursi tertentu dalam DPRD dan atau memperoleh dukungan suara dalam Pemilu Legislatif dalam jumlah tertentu.

Susunan dan kedudukan DPRD yang mencakup keanggotaan, pimpinan, fungsi, tugas, wewenang, hak, kewajiban, penggantian antar waktu, alat kelengkapan, protokoler, keuangan, peraturan tata tertib, larangan dan sanksi, diatur tersendiri di dalam Undang-Undang mengenai Susunan dan Kedudukan Majelis Per musyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Da erah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Hal-hal yang belum cukup diatur dalam Undang-Undang tersebut dan yang masih memerlukan pengaturan lebih lanjut baik yang bersifat penegasan maupun melengkapi diatur dalam undang- undang ini.

Melalui undang-undang ini Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) provinsi, kabupaten, dan kota diberikan kewenangan sebagai penyelenggara pemilihan kepala daerah. KPUD yang dimaksud dalam Undang-Undang ini adalah KPUD sebagaimana dimaksud Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Untuk itu, tidak perlu dibentuk dan ditetapkan KPUD dan keanggotaannya yang baru. Agar penyelengaraan pemilihan dapat berlangsung dengan baik, maka DPRD membentuk panitia pengawas. Kewenangan

Page 194:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

190

KPUD provinsi, kabupaten, dan kota dibatasi sampai dengan penetapan calon terpilih dengan Berita Acara yang selanjutnya KPUD menyerahkan kepada DPRD untuk diproses pengusulannya kepada Pemerintah guna mendapatkan pengesahan.

Gubernur sebagai Kepala Daerah Provinsi berfungsi pula selaku wakil Pemerintah di daerah dalam pengertian untuk menjembatani dan memperpendek rentang kendali pelaksanaan tugas dan fungsi Pemerintah termasuk dalam pembinaan dan pengawasan terhadap penyelenggaraan urusan pemerintahan pada strata pemerintahan kabupaten dan kota.

Hubungan antara pemerintah daerah dan DPRD merupakan hubungan kerja yang kedudukannya setara dan bersifat kemitraan. Kedudukan yang setara bermakna bahwa diantara lembaga pemerintahan daerah itu memiliki kedudukan yang sama dan sejajar, artinya tidak saling membawahi. Hal ini tercermin dalam membuat kebijakan daerah berupa Peraturan Daerah. Hubungan kemitraan bermakna bahwa antara Pemerintah Daerah dan DPRD adalah sama-sama mitra sekerja dalam membuat kebijakan daerah untuk melaksanakan otonomi daerah sesuai dengan fungsi masing-masing sehingga antar kedua lembaga itu membangun suatu hubungan kerja yang sifatnya saling mendukung bukan merupakan lawan ataupun pesaing satu sama lain dalam melaksanakan fungsi masing-masing.

5. Perangkat Daerah

Dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah, kepala daerah dibantu oleh perangkat daerah. Secara umum perangkat daerah terdiri dari unsur staf yang membantu penyusunan kebijakan dan koordinasi, diwadahi dalam lembaga sekretariat; unsur pendukung tugas kepala daerah dalam penyusunan dan pelaksanaan kebijakan daerah yang bersifat spesifik, diwadahi dalam lembaga teknis daerah; serta unsur pelaksana urusan daerah yang diwadahi dalam lembaga dinas daerah.

Dasar utama penyusunan perangkat daerah dalam bentuk suatu organisasi adalah adanya urusan pemerintahan yang perlu ditangani. Namun tidak berarti bahwa setiap penanganan urusan pemerintahan harus dibentuk ke dalam organisasi tersendiri. Besaran organisasi perangkat daerah sekurang-kurangnya mempertimbangkan faktor kemampuan keuangan; kebutuhan daerah; cakupan tugas yang meliputi sasaran tugas yang harus diwujudkan, jenis dan banyaknya tugas; luas wilayah kerja dan kondisi geografis; jumlah dan kepadatan penduduk; potensi daerah yang bertalian dengan urusan yang akan ditangani; sarana dan prasarana penunjang tugas. Oleh karena itu kebutuhan akan

Page 195:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

191

organisasi perangkat daerah bagi masing-masing daerah tidak senantiasa sama atau seragam.

Tata cara atau prosedur, persyaratan, kriteria pembentukan suatu organisasi perangkat daerah ditetapkan dalam peraturan daerah yang mengacu pedoman yang ditetapkan Pemerintah.

6. Keuangan Daerah

Penyelenggaraan fungsi pemerintahan daerah akan terlaksana secara optimal apabila penyelenggaraan urusan pemerintahan diikuti dengan pemberian sumber-sumber penerimaan yang cukup kepada daerah, dengan mengacu kepada Undang-Undang tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah, dimana besarnya disesuaikan dan diselaraskan dengan pembagian kewenangan antara Pemerintah dan Daerah. Semua sumber keuangan yang melekat pada setiap urusan pemerintah yang diserahkan kepada daerah menjadi sumber keuangan daerah.

Daerah diberikan hak untuk mendapatkan sumber keuangan yang antara lain berupa: kepastian tersedianya pendanaan dari Pemerintah sesuai dengan urusan pemerintah yang diserahkan; kewenangan memungut dan mendayagunakan pajak dan retribusi daerah dan hak untuk mendapatkan bagi hasil dari sumber-sumber daya nasional yang berada di daerah dan dana perimbangan lainnya; hak untuk mengelola kekayaan Daerah dan mendapatkan sumber-sumber pendapatan lain yang sah serta sumber-sumber pembiayaan. Dengan pengaturan tersebut, dalam hal ini pada dasarnya Pemerintah menerapkan prinsip “uang mengikuti fungsi”.

Di dalam Undang-Undang mengenai Keuangan Negara, terdapat penegasan di bidang pengelolaan keuangan, yaitu bahwa kekuasaan pengelolaan keuangan negara adalah sebagai bagian dari kekuasaan pemerintahan; dan kekuasaan pengelolaan keuangan negara dari presiden sebagian diserahkan kepada gubernur/bupati/walikota selaku kepala pemerintah daerah untuk mengelola keuangan daerah dan mewakili pemerintah daerah dalam kepemilikan kekayaan daerah yang dipisahkan. Ketentuan tersebut berimplikasi pada pengaturan pengelolaan keuangan daerah, yaitu bahwa gubernur/bupati/walikota ber-tanggungjawab atas pengelolaan keuangan daerah sebagai bagian dari kekuasaan pemerintahan daerah. Dengan demikian pengaturan pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan daerah melekat dan menjadi satu dengan pengaturan pemerintahan daerah, yaitu dalam Undang-Undang mengenai Pemerintahan Daerah.

Page 196:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

192

7. Peraturan Daerah dan Peraturan Kepala Daerah

Penyelenggara pemerintahan daerah dalam melaksanakan tugas, wewenang, kewajiban, dan tanggungjawabnya serta atas kuasa peraturan perundang- undangan yang lebih tinggi dapat menetapkan kebijakan daerah yang dirumuskan antara lain dalam peraturan daerah, peraturan kepala daerah, dan ketentuan daerah lainnya. Kebijakan daerah dimaksud tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dan kepentingan umum serta peraturan Daerah lain.

Peraturan daerah dibuat oleh DPRD bersama-sama Pemerintah Daerah, artinya prakarsa dapat berasal dari DPRD maupun dari Pemerintah Daerah. Khusus peraturan daerah tentang APBD rancangannya disiapkan oleh Pemerintah Daerah yang telah mencakup keuangan DPRD, untuk dibahas bersama DPRD. Peraturan daerah dan ketentuan daerah lainnya yang bersifat mengatur diundangkan dengan menempatkannya dalam Lembaran Daerah. Peraturan daerah tertentu yang mengatur pajak daerah, retribusi daerah, APBD, perubahan APBD, dan tataruang, berlakunya setelah melalui tahapan evaluasi oleh Pemerintah. Hal itu ditempuh dengan pertimbangan antara lain untuk melindungi kepentingan umum, menyelaraskan dan menyesuaikan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dan/atau peraturan Daerah lainnya, terutama peraturan daerah mengenai pajak daerah dan retribusi daerah.

8. Kepegawaian Daerah

Dalam sistem kepegawaian secara nasional, Pegawai Negeri Sipil memiliki posisi penting untuk menyelenggarakan pemerintahan dan difungsikan sebagai alat pemersatu bangsa. Sejalan dengan kebijakan desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan, maka ada sebagian kewenangan di bidang kepegawaian untuk diserahkan kepada daerah yang dikelola dalam sistem kepegawaian daerah.

Kepegawaian Daerah adalah suatu sistem dan prosedur yang diatur dalam peraturan perundang-undangan sekurang-kurangnya meliputi perencanaan, persyaratan, pengangkatan, penempatan, pendidikan dan pelatihan, penggajian, pemberhentian, pensiun, pembinaan, kedudukan, hak, kewajiban, tanggungjawab, larangan, sanksi, dan penghargaan merupakan sub-sistem dari sistem kepegawaian secara nasional. Dengan demikian kepegawaian daerah merupakan satu kesatuan jaringan birokrasi dalam kepegawaian nasional.

Page 197:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

193

Sistem manajemen pegawai yang sesuai dengan kondisi pemerintahan saat ini, tidak murni menggunakan unified system namun sebagai konsekuensi digunakannya kebijakan desentralisasi maka dalam hal ini menggunakan gabungan antara unified system dan separated system, artinya ada bagian- bagian kewenangan yang tetap menjadi kewenangan pemerintah, dan ada bagian-bagian kewenangan yang diserahkan kepada Daerah untuk selanjutnya dilaksanakan oleh pembina kepegawaian daerah. Prinsip lain yang dianut adalah memberikan suatu kejelasan dan ketegasan bahwa ada pemisahan antara pejabat politik dan pejabat karier baik mengenai tata cara rekruitmennya maupun kedudukan, tugas, wewenang, fungsi, dan pembinaannya. Berdasarkan prinsip dimaksud maka pembina kepegawaian daerah adalah pejabat karier tertinggi pada pemerintah daerah.

Penempatan pegawai untuk mengisi jabatan dengan kualifikasi umum menjadi kewenangan masing-masing tingkatan pemerintahan sesuai dengan peraturan perundang-undangan, sedangkan untuk pengisian jabatan tertentu yang memerlukan kualifikasi khusus seperti tenaga ahli di bidang tertentu, pengalaman kerja tertentu di Kabupaten atau Kota, maka pembina kepegawaian tingkat Provinsi dan atau Pemerintah dapat memberikan fasilitasi. Hal ini dalam rangka melakukan pemerataan tenaga-tenaga pegawai tertentu dan penempatan pegawai yang tepat serta sesuai dengan kualifikasi jabatan yang diperlukan di seluruh daerah.

Gaji dan tunjangan PNS Daerah disediakan dengan menggunakan Dana Alokasi Dasar yang ditetapkan secara nasional, merupakan bagian dalam Dana Alokasi Umum (DAU) yang dinyatakan secara tegas. Hal ini dimaksudkan untuk lebih mempermudah apabila terjadi mutasi pegawai antar daerah atau dari daerah ke pusat, dan atau sebaliknya serta untuk menjamin kepastian penghasilan yang berhak diterima oleh setiap pegawai.

Pemberhentian pegawai negeri sipil daerah pada prinsipnya menjadi kewenangan Presiden, namun mengingat bahwa jumlah pegawai sangat besar maka agar tercipta efisiensi dan efektivitas maka sebagian kewenangan tersebut diserahkan kepada pembina kepegawaian daerah.

9. Pembinaan dan Pengawasan

Pembinaan atas penyelenggaraan pemerintahan daerah adalah upaya yang dilakukan oleh Pemerintah dan atau Gubernur selaku Wakil Pemerintah di Daerah untuk mewujudkan tercapainya tujuan penyelenggaraan otonomi daerah. Dalam rangka pembinaan oleh Pemerintah, Menteri dan Pimpinan

Page 198:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

194

Lembaga Pemerintah Non Departemen melakukan pembinaan sesuai dengan fungsi dan kewenangan masing-masing yang dikoordinasikan oleh Menteri Dalam Negeri untuk pembinaan dan pengawasan provinsi serta oleh gubernur untuk pembinaan dan pengawasan kabupaten/kota.

Pengawasan atas penyelenggaraan pemerintahan daerah adalah proses kegiatan yang ditujukan untuk menjamin agar pemerintah daerah berjalan sesuai dengan rencana dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pengawasan yang dilaksanakan oleh Pemerintah terkait dengan penyelenggaraan urusan pemerintahan dan utamanya terhadap peraturan daerah dan peraturan kepala daerah.

Dalam hal pengawasan terhadap rancangan peraturan daerah dan peraturan daerah, Pemerintah melakukan dengan 2 (dua) cara sebagai berikut :

1) Pengawasan terhadap rancangan peraturan daerah (RAPERDA), yaitu terhadap rancangan peraturan daerah yang mengatur pajak daerah, retribusi daerah, APBD, dan RUTR sebelum disahkan oleh kepala daerah terlebih dahulu dievaluasi oleh Menteri Dalam Negeri untuk Raperda provinsi, dan oleh Gubernur terhadap Raperda kabupaten/kota. Mekanisme ini dilakukan agar pengaturan tentang hal-hal tersebut dapat mencapai daya guna dan hasil guna yang optimal.

2) Pengawasan terhadap semua peraturan daerah di luar yang termasuk dalam angka 1, yaitu setiap peraturan daerah wajib disampaikan kepada Menteri Dalam Negeri untuk provinsi dan Gubernur untuk kabupaten/kota untuk memperoleh klarifikasi. Terhadap peraturan daerah yang bertentangan dengan kepentingan umum dan peraturan yang lebih tinggi dapat dibatalkan sesuai mekanisme yang berlaku.

Dalam rangka mengoptimalkan fungsi pembinaan dan pengawasan, Pemerintah dapat menerapkan sanksi kepada penyelenggara pemerintahan daerah apabila diketemukan adanya penyimpangan dan pelanggaran oleh penyelenggara pemerintahan daerah tersebut. Sanksi dimaksud antara lain dapat berupa penataan kembali suatu daerah otonom, pembatalan pengangkatan pejabat, penangguhan dan pembatalan berlakunya suatu kebijakan daerah baik peraturan daerah, keputusan kepala daerah, dan ketentuan lain yang ditetapkan daerah serta dapat memberikan sanksi pidana yang diproses sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Page 199:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

195

10. Desa

Desa berdasarkan Undang-Undang ini adalah desa atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yurisdiksi, berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan/atau dibentuk dalam sistem Pemerintahan Nasional dan berada di kabupaten/kota, sebagaimana dimaksud dalam Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Landasan pemikiran dalam pengaturan mengenai desa adalah keanekaragaman, partisipasi, otonomi asli, demokratisasi dan pemberdayaan masyarakat.

Undang-Undang ini mengakui otonomi yang dimiliki oleh desa ataupun dengan sebutan lainnya dan kepada desa melalui pemerintah desa dapat diberikan penugasan ataupun pendelegasian dari Pemerintah ataupun pemerintah daerah untuk melaksanakan urusan pemerintah tertentu. Sedang terhadap desa di luar desa geneologis yaitu desa yang bersifat administratif seperti desa yang dibentuk karena pemekaran desa ataupun karena transmigrasi ataupun karena alasan lain yang warganya pluralistis, majemuk, ataupun heterogen, maka otonomi desa akan diberikan kesempatan untuk tumbuh dan berkembang mengikuti perkembangan dari desa itu sendiri.

Sebagai perwujudan demokrasi, dalam penyelenggaraan pemerintahan Desa dibentuk Badan Permusyawaratan Desa atau sebutan lain yang sesuai dengan budaya yang berkembang di Desa bersangkutan, yang berfungsi sebagai lembaga pengaturan dalam penyelenggaraan pemerintahan Desa, seperti dalam pembuatan dan pelaksanaan Peraturan Desa, Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa, dan Keputusan Kepala Desa. Di desa dibentuk lembaga kemasyarakatan yang berkedudukan sebagai mitra kerja pemerintah desa dalam memberdayakan masyarakat desa.

Kepala Desa pada dasarnya bertanggung jawab kepada rakyat Desa yang dalam tata cara dan prosedur pertanggungjawabannya disampaikan kepada Bupati atau Walikota melalui Camat. Kepada Badan Permusyawaratan Desa, Kepala Desa wajib memberikan keterangan laporan pertanggungjawabannya dan kepada rakyat menyampaikan informasi pokok-pokok pertanggungjawabannya namun tetap harus memberi peluang kepada masyarakat melalui Badan Permusyawaratan Desa untuk menanyakan dan/atau meminta keterangan lebih lanjut terhadap hal-hal yang bertalian dengan pertanggungjawaban dimaksud.

Pengaturan lebih lanjut mengenai desa seperti pembentukan, penghapusan, penggabungan, perangkat pemerintahan desa, keuangan desa, pembangunan

Page 200:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

196

desa, dan lain sebagainya dilakukan oleh kabupaten dan kota yang ditetapkan dalam peraturan daerah mengacu pada pedoman yang ditetapkan Pemerintah.

II. PASAL DEMI PASAL

Pasal 1

Cukup jelas

Pasal 2

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Yang dimaksud dengan “asas otonomi dan tugas pembantuan” dalam ayat ini adalah bahwa pelaksanaan urusan pemerintahan oleh daerah dapat diselenggarakan secara langsung oleh pemerintahan daerah itu sendiri dan dapat pula penugasan oleh pemerintah provinsi ke pemerintah kabupaten/kota dan desa atau penugasan dari pemerintah kabupaten/kota ke desa.

Ayat (3)

Yang dimaksud dengan “Daya saing daerah” dalam ayat ini adalah merupakan kombinasi antara faktor kondisi ekonomi daerah, kualitas kelembagaan publik daerah, sumber daya manusia, dan teknologi, yang secara keseluruhan membangun kemampuan daerah untuk bersaing dengan daerah lain.

Ayat (4)

Cukup jelas

Ayat (5)

Cukup jelas

Ayat (6)

Cukup jelas

Ayat (7)

Yang dimaksud dengan “hubungan administrasi” dalam ayat ini adalah hubungan yang terjadi sebagai konsekuensi kebijakan penyelenggaraan pemerintahan daerah yang merupakan satu kesatuan dalam penyelenggaraan sistem administrasi negara.

Yang dimaksud dengan “hubungan kewilayahan” dalam ayat ini adalah hubungan yang terjadi sebagai konsekuensi dibentuk dan disusunnya

Page 201:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

197

daerah otonom yang diselenggarakan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dengan demikian, wilayah daerah merupakan satu kesatuan wilayah negara yang utuh dan bulat.

Ayat (8)

Yang dimaksud satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus adalah daerah yang diberikan otonomi khusus, sedangkan daerah istimewa adalah Daerah Istimewa Aceh dan Daerah Istimewa Yogyakarta.

Ayat (9)

Cukup jelas

Pasal 3

Cukup jelas

Pasal 4

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Yang dimaksud dengan “cakupan wilayah” dalam ketentuan ini, khusus untuk daerah yang berupa kepulauan atau gugusan pulau-pulau dalam penentuan luas wilayah di dasarkan atas prinsip negara kepulauan yang pelaksanaannya diatur dengan peraturan pemerintah.

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)

Yang dimaksud dengan “batas minimal usia penyelenggaraan pemerintahan” dalam ketentuan ini untuk provinsi 10 (sepuluh) tahun, untuk kabupaten/kota 7 (tujuh) tahun, dan kecamatan 5 (lima) tahun.

Pasal 5

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Persetujuan DPRD dalam ketentuan ini diwujudkan dalam bentuk keputusan DPRD yang diproses berdasarkan pernyataan aspirasi sebagian besar masyarakat setempat.

Page 202:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

198

Persetujuan Gubernur dalam ketentuan ini diwujudkan dalam bentuk keputusan Gubernur berdasarkan hasil kajian tim yang khusus dibentuk oleh pemerintah provinsi yang bersangkutan terhadap perlunya dibentuk provinsi baru dengan mengacu pada peraturan perundang-undangan. Tim dimaksud mengikutsertakan tenaga ahli sesuai dengan kebutuhan.

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)

Yang dimaksud dengan faktor lain dalam ketentuan ini antara lain pertimbangan kemampuan keuangan, tingkat kesejahteraan masyarakat, rentang kendali penyelenggaraan pemerintahan daerah.

Ayat (5)

Cukup jelas

Pasal 6

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Yang dimaksud dengan evaluasi terhadap kemampuan daerah dalam ayat ini adalah penilaian dengan menggunakan sistem pengukuran kinerja serta indikator-indikatornya, yang meliputi masukan, proses, keluaran, dan dampak. Pengukuran dan indikator kinerja digunakan untuk memperbandingkan antara satu daerah dengan daerah lain, dengan angka rata-rata secara nasional untuk masing-masing tingkat pemerintahan, atau dengan hasil tahun-tahun sebelumnya untuk masing-masing daerah.

Aspek lain yang dievaluasi antara lain adalah: keberhasilan dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan; upaya-upaya dan kebijakan yang diambil: ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan dan kebijakan nasional; dan dampak dari kebjakan daerah.

Ayat (3)

Cukup jelas

Pasal 7

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan “akibat” dalam ketentuan ini adalah perubahan yang timbul karena terjadinya penggabungan atau penghapusan suatu

Page 203:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

199

daerah yang antara lain mencakup nama, cakupan wilayah, batas, ibukota, pengalihan personal, pendanaan, peralatan dan dokumen, perangkat daerah, serta akibat lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Ayat (2)

Yang dimaksud rupa bumi adalah bagian-bagian wilayah yang senyatanya ada dan/atau kemudian ada, namun belum diberi nama, seperti: tanah timbul, semenanjung, bukit/gunung/pegunungan, sungai, delta, danau, lembah, selat, pulau, dan sebagainya.

Ayat (3)

Cukup jelas

Pasal 8

Tata cara yang diatur dalam peraturan pemerintah memuat mekanisme dan prosedur tentang pembentukan, penghapusan, dan penggabungan daerah.

Pasal 9

Ayat (1)

Kawasan khusus adalah kawasan strategis yang secara nasional menyangkut hajat hidup orang banyak dari sudut politik, sosial, budaya, lingkungan dan pertahanan dan keamanan. Dalam kawasan khusus diselenggarakan fungsi-fungsi pemerintahan tertentu sesuai kepentingan nasional. Kawasan khusus dapat berupa kawasan otorita, kawasan perdagangan bebas, dan kegiatan industri dan sebagainya.

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Fungsi pemerintahan tertentu dalam ketentuan ini antara lain, pertahanan negara, pendayagunaan wilayah perbatasan dan pulau-pulau tertentu/terluar, lembaga pemasyarakatan, pelestarian warisan budaya dan cagar alam, pelestarian lingkungan hidup, riset dan teknologi.

Ayat (4)

Yang dimaksud dengan “mengikutsertakan’ dalam ketentuan ini adalah dalam perencanaan, pelaksanaan, pemeliharaan dan pemanfaatan.

Ayat (5)

Cukup jelas

Page 204:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

200

Ayat (6)

Cukup jelas

Pasal 10

Ayat (1)

Yang dimaksud urusan pemerintah dalam ayat ini adalah urusan pemerintahan yang mutlak menjadi kewenangannya dan urusan bidang lainnya yaitu bagian-bagian urusan pemerintahan yang menjadi kewenangannya Pemerintah.

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Huruf a

Yang dimaksud dengan urusan politik luar negeri dalam arti mengangkat pejabat diplomatik dan menunjuk warga negara untuk duduk dalam jabatan lembaga internasional, menetapkan kebijakan luar negeri, melakukan perjanjian dengan negara lain, menetapkan kebijakan perdagangan luar negeri, dan sebagainya.

Huruf b

Yang dimaksud dengan urusan pertahanan misalnya mendirikan dan membentuk angkatan bersenjata, menyatakan damai dan perang, menyatakan negara atau sebagian wilayah negara dalam keadaan bahaya, membangun dan mengembangkan sistem pertahanan negara dan persenjataan, menetapkan kebijakan untuk wajib militer, bela negara bagi setiap warga negara dan sebagainya.

Huruf c

Yang dimaksud dengan urusan keamanan misalnya mendirikan dan membentuk kepolisian negara, menetapkan kebijakan keamanan nasional, menindak setiap orang, kelompok atau organisasi yang kegiatannya mengganggu keamanan negara dan sebagainya.

Huruf d

Yang dimaksud dengan urusan yustisi misalnya mendirikan lembaga peradilan, mengangkat hakim dan jaksa, mendirikan lembaga pemasyarakatan, menetapkan kebijakan kehakiman dan keimigrasian, memberikan grasi, amnesti, abolisi, membentuk undang-undang, Peraturan Pemerintah pengganti undang-undang, Peraturan Pemerintah, dan peraturan lain yang berskala nasional.

Page 205:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

201

Huruf e

Yang dimaksud dengan urusan moneter dan fiskal nasional adalah kebijakan makro ekonomi, misalnya mencetak uang dan menentukan nilai mata uang, menetapkan kebijakan moneter, mengendalikan peredaran uang dan sebagainya.

Huruf f

Yang dimaksud dengan urusan agama, misalnya menetapkan hari libur keagamaan yang berlaku secara nasional, memberikan pengakuan terhadap keberadaan suatu agama, menetapkan kebijakan dalam penyelenggaraan kehidupan keagamaan dan sebagainya; dan bagian tertentu urusan pemerintah lainnya yang berskala nasional, tidak diserahkan kepada daerah.

Khusus di bidang keagamaan sebagian kegiatannya dapat ditugaskan oleh Pemerintah kepada Daerah sebagai upaya meningkatkan keikutsertaan Daerah dalam menumbuhkembangkan kehidupan beragama.

Ayat (4)

Yang dimaksud dengan “perangkat Pemerintah atau wakil Pemerintah di daerah” dalam ketentuan ini adalah berupa perangkat Pemerintah atau dalam rangka dekonsentrasi kepada Gubernur.

Ayat (5)

Yang dimaksud dengan “di luar urusan pemerintahan sebagaimana dimaksud pada ayat (5)” dalam ketentuan ini adalah urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Pemerintah di luar ayat (3) sebagaimana diatur dalam undang-undang ini.

Pasal 11

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan “kriteria eksternalitas” dalam ketentuan ini adalah penyelenggara suatu urusan pemerintahan ditentukan berdasarkan luas, besaran, dan jangkauan dampak yang timbul akibat penyelenggaraan suatu urusan pemerintahan.

Yang dimaksud dengan “kriteria akuntabilitas” dalam ketentuan ini adalah penanggungjawab penyelenggaraan suatu urusan pemerintahan ditentukan berdasarkan kedekatannya dengan luas, besaran, dan jangkauan dampak yang ditimbulkan oleh penyelenggaraan suatu urusan pemerintahan.

Page 206:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

202

Yang dimaksud dengan “kriteria efisiensi” dalam ketentuan ini adalah penyelenggara suatu urusan pemerintahan ditentukan berdasarkan perbandingan tingkat daya guna yang paling tinggi yang dapat diperoleh.

Ayat (2)

Yang dimaksud dengan “antar pemerintahan daerah” dalam ketentuan ini adalah hubungan antar provinsi dengan provinsi, kabupaten/kota dengan kabupaten/kota, atau provinsi dengan kabupaten/kota.

Ayat (3)

Yang dimaksud dengan “urusan wajib” dalam ketentuan ini adalah urusan yang sangat mendasar yang berkaitan dengan hak dan pelayanan dasar warga negara antara lain:

a. perlindungan hak konstitusional;

b. perlindungan kepentingan nasional, kesejahteraan masyarakat, ketentraman dan ketertiban umum dalam kerangka menjaga keutuhan NKRI; dan

c. pemenuhan komitmen nasional yang berhubungan dengan perjanjian dan konvensi internasional.

Yang dimaksud dengan “urusan pilihan” dalam ketentuan ini adalah urusan yang secara nyata ada di Daerah dan berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi, kekhasan dan potensi unggulan daerah.

Ayat (4)

Cukup jelas

Pasal 12

Cukup jelas

Pasal 13

Ayat (1) Huruf a Cukup jelas

Huruf b Cukup jelas

Huruf c Yang dimaksud dengan ketertiban umum dan ketentraman umum dan

ketentraman masyarakat pada ketentuan ini termasuk penyelenggaraan perlindungan masyarakat.

Page 207:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

203

Huruf d

Cukup jelas

Huruf e

Cukup jelas

Huruf f

Cukup jelas

Huruf g

Cukup jelas

Huruf h

Cukup jelas

Huruf i

Cukup jelas

Huruf j

Cukup jelas

Huruf k

Cukup jelas

Huruf l

Cukup jelas

Huruf m

Cukup jelas

Huruf n

Cukup jelas

Huruf o

Cukup jelas

Huruf p

Cukup jelas

Ayat (2)

Yang dimaksud dengan “urusan pemerintahan yang secara nyata ada” dalam ketentuan ini sesuai dengan kondisi, kekhasan dan potensi yang dimiliki antara lain pertambangan, perikanan, pertanian, perkebunan, kehutanan, pariwisata.

Page 208:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

204

Pasal 14

Ayat (1)

Huruf a

Cukup jelas

Huruf b

Cukup jelas

Huruf c

Lihat penjelasan Pasal 13 ayat (1) huruf c.

Huruf d

Cukup jelas

Huruf e

Cukup jelas

Huruf f

Cukup jelas

Huruf g

Cukup jelas

Huruf h

Cukup jelas

Huruf i

Cukup jelas

Huruf j

Cukup jelas

Huruf k

Cukup jelas

Huruf l

Cukup jelas

Huruf m

Cukup jelas

Huruf n

Cukup jelas

Huruf o

Cukup jelas

Page 209:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

205

Huruf p

Cukup jelas

Ayat (2)

Yang dimaksud dengan “urusan pemerintahan yang secara nyata ada” dalam ketentuan ini sesuai dengan kondisi, kekhasan, dan potensi yang dimiliki antara lain pertambangan, perikanan, pertanian, perkebunan, kehutanan, dan pariwisata.

Ayat (3)

Cukup jelas

Pasal 15

Cukup jelas

Pasal 16

Cukup jelas

Pasal 17

Cukup jelas

Pasal 18

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Huruf a

Cukup jelas

Huruf b

Yang dimaksud dengan “pengaturan administratif” dalam ketentuan ini antara lain perizinan, kelaikan dan keselamatan.

Huruf c

Cukup jelas

Huruf d

Cukup jelas

Huruf e

Cukup jelas

Page 210:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

206

Huruf f

Cukup jelas

Ayat (4)

Yang dimaksud dengan “garis pantai” dalam ketentuan ini adalah perpotongan garis air rendah dengan daratan.

Ayat (5)

Cukup jelas

Ayat (6)

Yang dimaksud dengan “nelayan kecil” adalah nelayan masyarakat tradisional Indonesia yang menggunakan bahan dan alat penangkapan ikan secara tradisional, dan terhadapnya tidak dikenakan surat izin usaha dan bebas dari pajak, serta bebas menangkap ikan di seluruh pengelolaan perikanan dalam wilayah Republik Indonesia.

Ayat (7)

Cukup jelas

Pasal 19

Cukup jelas

Pasal 20

Ayat (1)

Asas Umum Penyelenggaraan Negara dalam ketentuan ini sesuai dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Kolusi, Korupsi, dan Nepotisme, ditambah asas efisiensi dan asas efektivitas.

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Pasal 21

Cukup jelas

Pasal 22

Cukup jelas

Page 211:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

207

Pasal 23

Cukup jelas

Pasal 24

Cukup jelas

Pasal 25

Cukup jelas

Pasal 26

Ayat (1)

Huruf a

Cukup jelas

Huruf b

Yang dimaksud dengan instansi vertikal di daerah dalam huruf b ini adalah perangkat departemen dan/atau lembaga pemerintah non departemen yang mengurus urusan pemerintahan yang tidak diserahkan kepada daerah dalam wilayah tertentu dalam rangka dekonsentrasi.

Huruf c

Cukup jelas

Huruf d

Cukup jelas

Huruf e

Cukup jelas

Huruf f

Cukup jelas

Huruf g

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Page 212:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

208

Pasal 27

Ayat (1)

Huruf a

Cukup jelas

Huruf b

Cukup jelas

Huruf c

Cukup jelas

Huruf d

Yang dimaksud dengan “kehidupan demokrasi” dalam ketentuan ini antara lain penyerapan aspirasi, peningkatan partisipasi, serta menindaklanjuti pengaduan masyarakat.

Huruf e

Cukup jelas

Huruf f

Cukup jelas

Huruf g

Cukup jelas

Huruf h

Cukup jelas

Huruf i

Cukup jelas

Huruf j

Cukup jelas

Huruf k

Yang dimaksud dengan rapat Paripurna DPRD dalam ketentuan ini adalah rapat Paripurna yang diselenggarakan setelah 3 (tiga) bulan terpilihnya pasangan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah.

Ayat (2)

Yang dimaksud dengan “menginformasikan” dalam ketentuan ini dilakukan melalui media yang tersedia di daerah dan dapat diakses oleh publik sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Page 213:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

209

Ayat (3)

Ketentuan tentang laporan penyelenggaraan pemerintahan daerah ini tidak menutup adanya laporan lain baik atas kehendak kepala daerah atau atas permintaan Pemerintah.

Ayat (4)

Cukup jelas

Ayat (5)

Cukup jelas

Pasal 28

Huruf a

Cukup jelas

Huruf b

Yang dimaksud dengan turut serta adalah menjadi direksi atau komisaris suatu perusahaan.

Huruf c

Cukup jelas

Huruf d

Cukup jelas

Huruf e

Cukup jelas

Huruf f

Cukup jelas

Huruf g

Cukup jelas

Pasal 29

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Huruf a

Cukup jelas

Huruf b

Yang dimaksud dengan tidak dapat melaksanakan tugas secara berkelanjutan atau berhalangan tetap adalah menderita sakit yang

Page 214:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

210

mengakibatkan baik fisik maupun mental tidak berfungsi secara normal yang dibuktikan dengan surat keterangan dokter yang berwenang dan/atau tidak diketahui keberadaannya.

Huruf c

Cukup jelas

Huruf d

Cukup jelas

Huruf e

Cukup jelas

Huruf f

Cukup jelas

Ayat (3)

Pemberhentian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b tidak menghapuskan tanggung jawab yang bersangkutan selama memangku jabatannya.

Ayat (4)

Cukup jelas

Huruf a

Cukup jelas

Huruf b

Cukup jelas

Huruf c

Yang dimaksud dengan putusan “bersifat final” dalam ketentuan ini adalah putusan Mahkamah Agung tidak dapat ditempuh upaya hukum lainnya.

Huruf d

Cukup jelas

Huruf e

Cukup jelas

Pasal 30

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan “putusan pengadilan” dalam ketentuan ini adalah putusan pengadilan tingkat pertama atau pada pengadilan negeri.

Page 215:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

211

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 31

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan “didakwa” dalam ketentuan ini adalah berkas perkaranya telah dilimpahkan ke pengadilan dalam proses penuntutan.

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 32

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan “krisis kepercayaan publik yang meluas” dalam ketentuan ini adalah suatu situasi kehidupan di masyarakat yang sudah mengganggu berjalannya penyelenggaraan fungsi-fungsi pemerintahan daerah.

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)

Cukup jelas

Ayat (5)

Cukup jelas

Ayat (6)

Cukup jelas

Ayat (7)

Cukup jelas

Pasal 33

Cukup jelas

Pasal 34

Cukup jelas

Page 216:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

212

Pasal 35

Cukup jelas

Pasal 36

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Penyampaian permohonan penyelidikan dan penyidikan dimaksud disertai uraian jelas tentang tindak pidana yang diduga telah dilakukan.

Ayat (3)

Penyampaian permohonan penyelidikan dan penyidikan dimaksud disertai uraian jelas tentang tindak pidana yang diduga telah dilakukan.

Ayat (4)

Cukup jelas

Ayat (5)

Cukup jelas

Pasal 37

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan “wilayah provinsi” dalam ketentuan ini adalah wilayah administrasi yang menjadi wilayah kerja Gubernur.

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 38

Cukup jelas

Pasal 39

Cukup jelas

Pasal 40

Cukup jelas

Pasal 41

Cukup jelas

Page 217:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

213

Pasal 42

Ayat (1)

Huruf a

Yang dimaksud dengan “membentuk” dalam ketentuan ini adalah termasuk pengajuan Rancangan Perda sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004.

Huruf b

Cukup jelas

Huruf c

Cukup jelas

Huruf d

Cukup jelas

Huruf e

Yang dimaksud dengan “kekosongan jabatan wakil kepala daerah” dalam ketentuan ini adalah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (2).

Huruf f

Yang dimaksud dengan ”perjanjian internasional” dalam ketentuan ini adalah perjanjian antar Pemerintah dengan pihak luar negeri yang terkait dengan kepentingan daerah.

Huruf g

Yang dimaksud dengan ”kerjasama internasional” dalam ketentuan ini adalah kerjasama daerah dengan pihak luar negeri yang meliputi kerjasama Kabupaten/Kota ”kembar”, kerjasama teknik termasuk bantuan kemanusiaan, kerjasama penerusan pinjaman/hibah, kerjasama penyertaan modal dan kerjasama lainnya sesuai dengan peraturan perundangan.

Huruf h

Yang dimaksud dengan ”laporan keterangan pertanggungjawaban” dalam ketentuan ini adalah laporan yang disampaikan oleh kepala daerah setiap tahun dalam sidang Paripurna DPRD yang berkaitan dengan penyelenggaraan tugas otonomi dan tugas pembantuan.

Huruf i

Cukup jelas

Huruf j

Cukup jelas

Page 218:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

214

Huruf k

Cukup jelas

Ayat (2)

Yang dimaksud dengan ”tugas dan wewenang” sebagaimana yang diatur pada ayat (2) antara lain Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara.

Pasal 43

Ayat (1)

Huruf a

Yang dimaksud dengan “hak Interpelasi” dalam ketentuan ini adalah hak DPRD untuk meminta keterangan kepada kepala daerah mengenai kebijakan pemerintah daerah yang penting dan strategis yang berdampak luas pada kehidupan masyarakat, daerah dan negara.

Huruf b

Yang dimaksud dengan “hak Angket” dalam ketentuan ini adalah pelaksanaan fungsi pengawasan DPRD untuk melakukan penyelidikan terhadap suatu kebijakan tertentu kepala daerah yang penting dan strategis serta berdampak luas pada kehidupan masyarakat, daerah dan negara yang diduga bertentangan dengan peraturan perundang- undangan.

Huruf c

Yang dimaksud dengan “hak menyatakan pendapat” dalam ketentuan ini adalah hak DPRD untuk menyatakan pendapat terhadap kebijakan kepala daerah atau mengenai kejadian luar biasa yang terjadi di daerah disertai dengan rekomendasi penyelesaiannya atau sebagai tindak lanjut pelaksanaan hak interpelasi dan hak angket.

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)

Cukup jelas

Page 219:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

215

Ayat (5)

Cukup jelas

Ayat (6)

Cukup jelas

Ayat (7)

Cukup jelas

Ayat (8)

Cukup jelas

Pasal 44

Cukup jelas

Pasal 45

Cukup jelas

Pasal 46

Cukup jelas

Pasal 47

Cukup jelas

Pasal 48

Huruf a

Cukup jelas

Huruf b

Cukup jelas

Huruf c

Cukup jelas

Huruf d

Yang dimaksud dengan “tindak lanjut” dalam ketentuan ini adalah pemberian sanksi apabila terbukti adanya pelanggaran atau rehabilitasi nama baik apabila tidak terbukti adanya pelanggaran.

Pasal 49

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan “menjaga martabat dan kehormatan anggota DPRD” dalam ketentuan ini termasuk menjaga martabat dan kehormatan DPRD.

Page 220:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

216

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 50

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Yang dimaksud dengan “jumlah komisi” dalam ketentuan ini adalah komisi sebagai alat kelengkapan DPRD.

Ayat (3)

Yang dimaksud dengan “fraksi gabungan” adalah gabungan dari partai politik untuk membentuk satu fraksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2).

Ayat (4)

Yang dimaksud dengan “anggota DPRD dari partai politik lain” dalam ketentuan ini adalah keseluruhan anggota partai politik dimaksud untuk bergabung ke satu fraksi lainnya.

Ayat (5)

Cukup jelas

Ayat (6)

Cukup jelas

Ayat (7)

Cukup jelas

Pasal 51

Cukup jelas

Pasal 52

Ayat (1)

Dalam hal anggota yang bersangkutan menyampaikan hal yang sama di luar rapat sebagaimana dimaksud dalam ketentuan ini, maka ketentuan tersebut tidak berlaku.

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Page 221:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

217

Pasal 53

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Penyampaian permohonan penyidikan dimaksud disertai uraian jelas tentang tindak pidana yang diduga telah dilakukan.

Pejabat yang memberi ijin tidak dapat diwakilkan.

Ayat (4)

Huruf a

Cukup jelas

Huruf b

Yang dimaksud dengan “tindak pidana kejahatan terhadap keamanan negara” termasuk terorisme, separatisme, dan makar.

Ayat (5)

Cukup jelas

Pasal 54

Cukup jelas

Pasal 55

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Huruf a

Yang dimaksud dengan tidak dapat melaksanakan tugas secara berkelanjutan atau berhalangan tetap adalah menderita sakit yang mengakibatkan baik fisik maupun mental tidak berfungsi secara normal yang dibuktikan dengan surat keterangan dokter yang berwenang dan/atau tidak diketahui keberadaannya.

Huruf b

Cukup jelas

Huruf c

Cukup jelas

Page 222:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

218

Huruf d

Cukup jelas

Huruf e

Cukup jelas

Huruf f

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)

Cukup jelas

Ayat (5)

Cukup jelas

Pasal 56

Cukup jelas

Pasal 57

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)

Cukup jelas

Ayat (5)

Jumlah yang diusulkan sebanyak-banyaknya 2 (dua) kali jumlah anggota panitia pengawas kecamatan.

Ayat (6)

Cukup jelas

Ayat (7)

Cukup jelas

Page 223:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

219

Pasal 58

Huruf a

Yang dimaksud dengan “bertakwa” dalam ketentuan ini dalam arti taat menjalankan kewajiban agamanya.

Huruf b

- Yang dimaksud dengan “setia” dalam ketentuan ini adalah tidak pernah terlibat gerakan separatis, tidak pernah melakukan gerakan secara inkonstitusional atau dengan kekerasan untuk mengubah Dasar Negara serta tidak pernah melanggar Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

- Yang dimaksud dengan “setia kepada pemerintah” dalam ketentuan ini adalah yang mengakui pemerintah yang sah menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Huruf c

Yang dimaksud dengan “sekolah lanjutan tingkat atas dan/atau sederajat” dalam ketentuan ini dibuktikan dengan surat tanda tamat belajar yang dikeluarkan oleh instansi yang berwenang.

Huruf d

Cukup jelas

Huruf e

Cukup jelas

Huruf f

Cukup jelas

Huruf g

Cukup jelas

Huruf h

Ketentuan ini tidak dimaksudkan harus dengan memiliki Kartu Tanda Penduduk daerah yang bersangkutan.

Huruf i

Cukup jelas

Huruf j

Cukup jelas

Huruf k

Cukup jelas

Page 224:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

220

Huruf l

Yang dimaksud dengan “tidak pernah melakukan perbuatan tercela” dalam ketentuan ini adalah tidak pernah melakukan perbuatan yang bertentangan dengan norma agama, norma kesusilaan, dan norma adat antara lain seperti judi, mabuk, pecandu narkoba, dan zina.

Huruf m

Cukup jelas

Huruf n

Cukup jelas

Huruf o

Cukup jelas

Huruf p

Cukup jelas

Pasal 59

Ayat (1)

Partai politik atau gabungan partai politik dalam ketentuan ini adalah partai politik atau gabungan partai politik yang memiliki kursi di DPRD.

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Yang dimaksud dengan “mekanisme yang demokratis dan transparan” dalam ketentuan ini adalah mekanisme yang berlaku dalam partai politik atau gabungan partai politik yang mencalonkan dan proses penyelenggaraan serta keputusannya dapat diakses oleh publik.

Ayat (4)

Cukup jelas

Ayat (5)

Huruf a

Yang dimaksud dengan “pimpinan partai politik” adalah ketua dan sekretaris partai politik atau sebutan pimpinan lainnya sesuai dengan kewenangan berdasarkan anggaran dasar/anggaran rumah tangga partai politik yang bersangkutan, sesuai dengan tingkat daerah pencalonannya.

Page 225:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

221

Huruf b

Cukup jelas

Huruf c

Cukup jelas

Huruf d

Cukup jelas

Huruf e

Cukup jelas

Huruf f

Cukup jelas

Huruf g

Yang dimaksud dengan “jabatan negeri” dalam ketentuan ini adalah jabatan struktural dan jabatan fungsional.

Huruf h

Cukup jelas

Huruf i

Cukup jelas

Huruf j

Cukup jelas

Huruf k

Cukup jelas

Ayat (6)

Cukup jelas

Ayat (7)

Cukup jelas

Pasal 60

Cukup jelas

Pasal 61

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Page 226:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

222

Ayat (3)

Yang dimaksud dengan “terbuka” dalam ketentuan ini wajib dihadiri oleh pasangan calon, wakil partai politik atau gabungan partai politik yang mengusulkan, pers dan wakil masyarakat.

Ayat (4)

Cukup jelas

Pasal 62

Cukup jelas

Pasal 63

Cukup jelas

Pasal 64

Cukup jelas

Pasal 65

Cukup jelas

Pasal 66

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Huruf a

Cukup jelas

Huruf b

Cukup jelas

Huruf c

Yang dimaksud dengan “pengawasan” dalam ketentuan ini adalah pengawasan yang dilakukan melalui rapat DPRD dengan agenda laporan KPUD tentang penyelenggaraan pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah.

Huruf d

Cukup jelas

Page 227:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

223

Huruf e

Cukup jelas

Huruf f

Yang dimaksud dengan “rapat paripurna” dalam ketentuan ini adalah rapat paripurna DPRD yang tidak memerlukan korum, dihadiri oleh wakil masyarakat dan terbuka untuk umum.

Ayat (4)

Huruf a

Cukup jelas

Huruf b

Yang dimaksud dengan “laporan pelanggaran” dalam ketentuan ini adalah laporan yang disampaikan oleh pemantau dan masyarakat.

Huruf c

Cukup jelas

Huruf d

Cukup jelas

Huruf e

Cukup jelas

Pasal 67

Cukup jelas

Pasal 68

Cukup jelas

Pasal 69

Cukup jelas

Pasal 70

Cukup jelas

Pasal 71

Cukup jelas

Pasal 72

Cukup jelas

Page 228:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

224

Pasal 73

Cukup jelas

Pasal 74

Cukup jelas

Pasal 75

Cukup jelas

Pasal 76

Cukup jelas

Pasal 77

Cukup jelas

Pasal 78

Cukup jelas

Pasal 79

Cukup jelas

Pasal 80

Cukup jelas

Pasal 81

Cukup jelas

Pasal 82

Cukup jelas

Pasal 83

Cukup jelas

Pasal 84

Cukup jelas

Pasal 85

Cukup jelas

Pasal 86

Cukup jelas

Page 229:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

225

Pasal 87

Cukup jelas

Pasal 88

Cukup jelas

Pasal 89

Cukup jelas

Pasal 90

Cukup jelas

Pasal 91

Cukup jelas

Pasal 92

Cukup jelas

Pasal 93

Cukup jelas

Pasal 94

Cukup jelas

Pasal 95

Cukup jelas

Pasal 96

Cukup jelas

Pasal 97

Cukup jelas

Pasal 98

Cukup jelas

Pasal 99

Cukup jelas

Pasal 100

Cukup jelas

Page 230:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

226

Pasal 101

Cukup jelas

Pasal 102

Cukup jelas

Pasal 103

Cukup jelas

Pasal 104

Cukup jelas

Pasal 105

Cukup jelas

Pasal 106

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Dalam hal daerah tersebut belum terdapat pengadilan negeri, pengajuan keberatan dapat disampaikan ke DPRD.

Ayat (4)

Cukup jelas

Ayat (5)

Cukup jelas

Ayat (6)

Cukup jelas

Ayat (7)

Putusan pengadilan tinggi yang bersifat final dalam ketentuan ini adalah putusan pengadilan tinggi yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dan tidak bisa lagi ditempuh upaya hukum.

Pasal 107

Ayat (1)

Cukup jelas

Page 231:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

227

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

- Yang dimaksud dengan peroleh suara yang lebih luas adalah pasangan calon yang unggul di lebih banyak jumlah kabupaten/kota untuk calon Gubernur dan wakil Gubernur, pasangan calon yang unggul di lebih banyak jumlah kecamatan untuk calon Bupati dan wakil Bupati, Walikota dan wakil Walikota.

- Apabila diperoleh persebaran yang sama pada tingkat kabupaten/kota untuk Gubernur dan wakil Gubernur, pasangan calon terpilih ditentukan berdasarkan persebaran tingkat kecamatan, kelurahan/desa, dan seterusnya. Hal yang sama berlaku untuk penetapan pasangan calon Bupati dan wakil Bupati, Walikota dan wakil Walikota.

Ayat (4)

Cukup jelas

Ayat (5)

Cukup jelas

Ayat (6)

Cukup jelas

Ayat (7)

Cukup jelas

Ayat (8)

Cukup jelas

Pasal 108

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)

Cukup jelas

Page 232:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

228

Ayat (5)

Calon yang diajukan untuk dipilih oleh DPRD dalam ketentuan ini harus memenuhi persyaratan yang diatur dalam undang-undang ini.

Ayat (6)

Cukup jelas

Pasal 109

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan 30 (tiga puluh) hari dalam ketentuan ini dihitung sejak diterimanya usulan pengesahan.

Ayat (2)

Yang dimaksud dengan 30 (tiga puluh) hari dalam ketentuan ini dihitung sejak diterimanya usulan pengesahan.

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)

Yang dimaksud dengan 3 (tiga) hari dalam ketentuan ini dihitung sejak diterimanya penetapan berita acara dari KPUD.

Pasal 110

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Pada waktu pengucapan sumpah/janji lazimnya dipakai kata-kata tertentu sesuai dengan agama masing-masing, misalnya untuk penganut agama Islam didahului dengan kata “Demi Allah” dan untuk penganut agama Kristen/Katolik diakhiri dengan kata-kata “ Semoga Tuhan Menolong Saya”, untuk agama budha diawali dengan ucapan “Demi Sang Hyang Adi Buddha”, dan untuk agama Hindu diawali dengan ucapan “Om Atah Paramawisesa”.

Ayat (3)

Cukup jelas

Pasal 111

Ayat (1)

Cukup jelas

Page 233:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

229

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Yang dimaksud dengan rapat paripurna dalam ketentuan ini dapat dilaksanakan di gedung DPRD atau di tempat lain yang dipandang layak untuk itu.

Ayat (4)

Cukup jelas

Pasal 112

Cukup jelas

Pasal 113

Cukup jelas

Pasal 114

Cukup jelas

Pasal 115

Cukup jelas

Pasal 116

Cukup jelas

Pasal 117

Cukup jelas

Pasal 118

Cukup jelas

Pasal 119

Cukup jelas

Pasal 120

Cukup jelas

Pasal 121

Cukup jelas

Page 234:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

230

Pasal 122

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Dalam pengisian Sekretaris Daerah Provinsi, Gubernur mengajukan 3 (tiga) calon yang memenuhi persyaratan kepada Presiden melalui Menteri Dalam Negeri. Selanjutnya Menteri Dalam Negeri memberikan penilaian terhadap calon-calon serta mengusulkan kepada Presiden terhadap salah satu calon yang paling memenuhi persyaratan untuk diangkat oleh Presiden.

Ayat (3)

Dalam pengisian Sekretaris Daerah Kabupaten/Kota,Bupati/Walikota mengajukan 3 (tiga) calon yang memenuhi persyaratan kepada Gubernur. Selanjutnya atas dasar usulan itu Gubernur berkonsultasi kepada Menteri Dalam Negeri untuk memberikan penilaian terhadap calon-calon serta memberikan persetujuan terhadap salah satu calon yang paling memenuhi persyaratan untuk diangkat oleh Gubernur.

Ayat (4)

Yang dimaksud dengan “pembina“ pegawai negeri sipil dalam ketentuan ini adalah pelaksanaan pengembangan profesionalisme dan karier pegawai negeri sipil di daerah dalam rangka peningkatan kinerja.

Pasal 123

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)

Cukup jelas

Ayat (5)

Sekretariat DPRD dalam menyampaikan pertanggungjawaban kepada Kepala Daerah harus melalui Sekretaris Daerah agar tercipta kinerja perangkat daerah secara optimal.

Page 235:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

231

Ayat (6)

Cukup jelas

Pasal 124

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Kepala Dinas dalam menyampaikan pertanggungjawaban kepada Kepala Daerah harus melalui Sekretaris Daerah agar tercipta kinerja perangkat daerah secara optimal.

Pasal 125

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Pasal 126

Ayat (1)

Kecamatan adalah wilayah kerja camat sebagai perangkat daerah kabupaten dan daerah kota.

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Yang dimaksud dengan “mengkoordinasikan” pada ayat (3) bertujuan untuk mendorong kelancaran berbagai kegiatan ditingkat kecamatan kearah peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Yang dimaksud dengan “membina“ pada ayat (3) ini antara lain dalam bentuk fasilitasi pembuatan peraturan desa, terwujudnya administrasi tata pemerintahan desa yang baik.

Page 236:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

232

Ayat (4)

Cukup jelas

Ayat (5)

Cukup jelas

Ayat (6)

Cukup jelas

Ayat (7)

Cukup jelas

Pasal 127

Ayat (1)

Kelurahan adalah wilayah kerja Lurah sebagai perangkat daerah kabupaten/kota dalam wilayah kerja kecamatan.

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)

Cukup jelas

Ayat (5)

Cukup jelas

Ayat (6)

Cukup jelas

Ayat (7)

Cukup jelas

Ayat (8)

Yang dimaksud dengan lembaga lain dalam ayat ini adalah lembaga kemasyarakatan seperti Rukun Tetangga, Rukun Warga, PKK, Karang Taruna, dan Lembaga Pemberdayaan Masyarakat.

Ayat (9)

Cukup jelas

Page 237:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

233

Pasal 128

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan “faktor-faktor tertentu“ dalam ketentuan ini adalah beban tugas, cakupan wilayah, jumlah penduduk.

Ayat (2)

Yang dimaksud dengan “pengendalian“ dalam ketentuan ini adalah penerapan prinsip koordinasi, integrasi, sinkronisasi dan simplifikasi dalam melakukan penataan organisasi perangkat daerah.

Ayat (3)

Cukup jelas

Pasal 129

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan “Pegawai Negeri Sipil Daerah” dalam ketentuan pada ayat (1) adalah pegawai negeri sebagaimana dimaksud dalam Undang- Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian.

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 130

Cukup jelas

Pasal 131

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan Badan Kepegawaian Negara dalam ketentuan ini adalah Badan Kepegawaian Negara dan dalam hal tertentu dilakukan oleh kantor regional BKN.

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Pasal 132

Cukup jelas

Page 238:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

234

Pasal 133

Cukup jelas

Pasal 134

Cukup jelas

Pasal 135

Cukup jelas

Pasal 136

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)

Yang dimaksud dengan “bertentangan dengan kepentingan umum” dalam ketentuan ini adalah kebijakan yang berakibat terganggunya kerukunan antar warga masyarakat, terganggunya pelayanan umum, dan terganggunya ketenteraman/ketertiban umum serta kebijakan yang bersifat diskriminatif.

Ayat (5)

Cukup jelas

Pasal 137

Cukup jelas

Pasal 138

Cukup jelas

Pasal 139

Ayat (1)

Hak masyarakat dalam ketentuan ini dilaksanakan sesuai dengan Peraturan Tata Tertib DPRD.

Ayat (2)

Cukup jelas

Page 239:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

235

Pasal 140

Cukup jelas

Pasal 141

Cukup jelas

Pasal 142

Cukup jelas

Pasal 143

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan “biaya paksaan penegakan hukum” dalam ketentuan ini merupakan sanksi tambahan dalam bentuk pembebanan biaya kepada pelanggar Perda di luar ketentuan yang diatur dalam ketentuan pidana.

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Pasal 144

Cukup jelas

Pasal 145

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)

Yang dimaksud dengan “DPRD bersama kepala mencabut Perda” dalam ketentuan ini adalah dalam bentuk Perda tentang pencabutan Perda.

Ayat (5)

Cukup jelas

Ayat (6)

Cukup jelas

Page 240:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

236

Ayat (7)

Cukup jelas

Pasal 146

Cukup jelas

Pasal 147

Cukup jelas

Pasal 148

Cukup jelas

Pasal 149

Cukup jelas

Pasal 150

Cukup jelas

Pasal 151

Cukup jelas

Pasal 152

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Huruf a

Cukup jelas

Huruf b

Yang dimaksud dengan organisasi dan tata laksana dalam ketentuan ini termasuk kecamatan, kelurahan, dan desa.

Huruf c

Cukup jelas

Huruf d

Cukup jelas

Huruf e

Cukup jelas

Page 241:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

237

Huruf f

Cukup jelas

Huruf g

Cukup jelas

Huruf h

Yang dimaksud dengan informasi dasar kewilayahan dalam ketentuan ini termasuk batas wilayah dan lain-lain.

Huruf i

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Pasal 153

Cukup jelas

Pasal 154

Cukup jelas

Pasal 155

Cukup jelas

Pasal 156

Ayat (1)

Keuangan daerah adalah semua hak dan kewajiban daerah yang dapat dinilai dengan uang dan segala sesuatu berupa uang dan barang yang dapat dijadikan milik daerah yang berhubungan dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut.

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Pasal 157

Huruf a

Angka (1)

Cukup jelas

Page 242:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

238

Angka (2)

Cukup jelas

Angka (3)

Yang dimaksud dengan “hasil pengelolaan kekayaan Daerah yang dipisahkan” antara lain bagian laba dari BUMD, hasil kerjasama dengan pihak ketiga.

Angka (4)

Yang dimaksud dengan “lain-lain PAD yang sah” antara lain penerimaan daerah di luar pajak dan retribusi daerah seperti jasa giro, hasil penjualan aset daerah.

Huruf b

Dana perimbangan adalah dana yang bersumber dari APBN yang dialokasikan kepada daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam pelaksanaan desentralisasi.

Huruf c

Yang dimaksud dengan ”lain-lain pendapatan Daerah yang sah” antara lain hibah atau dana darurat dari Pemerintah.

Pasal 158

Cukup jelas

Pasal 159

Cukup jelas

Pasal 160

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)

Yang dimaksud dengan “Daerah penghasil sumber daya alam” dalam ketentuan ini adalah daerah dimana sumber daya alam yang tersedia berada pada wilayah yang berbatasan atau berada pada lebih dari satu daerah.

Page 243:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

239

Ayat (5)

Cukup jelas

Ayat (6)

Cukup jelas

Pasal 161

Cukup jelas

Pasal 162

Cukup jelas

Pasal 163

Yang dimaksud dengan penggunaan dalam ketentuan ini adalah pengalokasian belanja daerah yang sesuai dengan kewajiban daerah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.

Pasal 164

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Yang dimaksud dengan “peristiwa tertentu” antara lain bencana alam.

Pasal 165

Cukup jelas

Pasal 166

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan “krisis keuangan daerah” dalam ketentuan ini adalah krisis solvabilitas yang dialami oleh daerah tersebut.

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 167

Ayat (1)

Cukup jelas

Page 244:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

240

Ayat (2)

Yang dimaksud dengan peningkatan pelayanan dasar pendidikan dalam ketentuan ini sekurang-kurangnya 20%.

Ayat (3)

- Yang dimaksud dengan Analisa Standar Belanja (ASB) adalah penilaian kewajaran atas beban kerja dan biaya yang digunakan untuk melaksanakan suatu kegiatan.

- Yang dimaksud dengan Standar harga adalah harga satuan setiap unit barang yang berlaku di suatu Daerah.

- Yang dimaksud dengan tolok ukur kinerja adalah ukuran keberhasilan yang dicapai pada setiap satuan kerja perangkat daerah.

- Yang dimaksud dengan Standar Pelayanan Minimal (SPM) adalah standar suatu pelayanan yang memenuhi persyaratan minimal kelayakan.

- Termasuk dalam peraturan perundangan antara lain pedoman penyusunan analisa standar belanja, standar harga, tolok ukur kinerja, dan standar pelayanan minimal yang ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri.

Pasal 168

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Yang dimaksud dengan “Belanja Pimpinan dan Anggota DPRD” dalam ketentuan ini termasuk belanja Sekretariat DPRD.

Pasal 169

Cukup jelas

Pasal 170

Cukup jelas

Pasal 171

Cukup jelas

Pasal 172

Cukup jelas

Pasal 173

Cukup jelas

Page 245:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

241

Pasal 174

Cukup jelas

Pasal 175

Cukup jelas

Pasal 176

Yang dimaksud insentif dan/atau kemudahan dalam ayat ini adalah pemberian dari Pemerintah Daerah antara lain dalam bentuk penyediaan sarana, prasarana, dana stimulan, pemberian modal usaha, pemberian bantuan teknis, keringanan biaya dan percepatan pemberian ijin.

Pasal 177

Cukup jelas

Pasal 178

Cukup jelas

Pasal 179

Cukup jelas

Pasal 180

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Yang dimaksud dengan “Pejabat Pengelola Keuangan Daerah” dalam ketentuan ini yaitu Pejabat yang diberi kuasa oleh Kepala Daerah mengelola Keuangan Daerah yang mempunyai tugas meliputi menyusun dan melaksanakan kebijakan pengelolaan APBD, menyusun rancangan APBD dan rancangan Perubahan APBD, mengelola akuntansi, menyusun laporan keuangan daerah dalam rangka pertanggungjawaban pelaksanaan APBD.

Pasal 181

Cukup jelas

Pasal 182

Cukup jelas

Page 246:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

242

Pasal 183

Cukup jelas

Pasal 184

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Standar Akuntansi Pemerintahan disusun oleh Komite Standar Akuntansi Pemerintahan dan ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 185

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan evaluasi dalam ayat ini adalah bertujuan untuk tercapainya keserasian antara kebijakan Daerah dan kebijakan nasional, keserasian antara kepentingan publik dan kepentingan aparatur, serta untuk meneliti sejauh mana APBD Provinsi tidak bertentangan dengan kepentingan umum, peraturan yang lebih tinggi, dan Perda lainnya.

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)

Cukup jelas

Ayat (5)

Cukup jelas

Pasal 186

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan evaluasi dalam ayat ini adalah bertujuan untuk tercapainya keserasian antara kebijakan Daerah dan kebijakan nasional, keserasian antara kepentingan publik dan kepentingan aparatur, serta untuk meneliti sejauh mana APBD Kabupaten/Kota tidak bertentangan dengan kepentingan umum, peraturan yang lebih tinggi, dan Perda lainnya.

Page 247:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

243

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)

Cukup jelas

Ayat (5)

Cukup jelas

Ayat (6)

Menteri Dalam Negeri segera menindaklanjuti hasil evaluasi sebagaimana dimaksud dalam ketentuan ini sebelum Rancangan Perda dan Rancangan Peraturan Kepala Daerah disahkan.

Pasal 187

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Pengesahan yang dimaksud dalam ketentuan ini dimuat dalam rancangan peraturan kepala daerah pada bagian bawah halaman akhir disertai kata- kata “telah disahkan oleh Menteri Dalam Negeri/Gubernur dengan Surat .... tanggal ....nomor.. .....”

Ayat (4)

Pengesahan yang dimaksud dalam ketentuan ini dimuat dalam rancangan peraturan kepala daerah pada bagian bawah halaman akhir disertai kata- kata “telah disampaikan kepada Menteri Dalam Negeri/Gubernur dengan Surat ...... tanggal .....nomor.. .......” dan telah melewati batas waktu 30 (tiga puluh) hari.

Pasal 188

Cukup jelas

Pasal 189

Cukup jelas

Page 248:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

244

Pasal 190

Cukup jelas

Pasal 191

Cukup jelas

Pasal 192

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Yang dimaksud dengan “surat keputusan lain” dalam ketentuan ini antara lain surat keputusan pengangkatan pegawai negeri sipil, surat pengangkatan dalam jabatan.

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)

Cukup jelas

Pasal 193

Ayat (1)

Penempatan deposito hanya dapat dilakukan pada bank Pemerintah dan investasi jangka pendek hanya dapat dilakukan pada kegiatan yang mengandung resiko rendah.

Ayat (2)

Yang dimaksud dengan “bunga” dalam ketentuan ini termasuk perolehan bagi hasil pada bank Syari’ah.

Ayat (3)

Yang dimaksud dengan “masalah perdata” dalam ketentuan ini kemungkinan adanya persoalan mengenai perdata seperti utang piutang, tagihan pajak dan denda yang diupayakan penyelesaiannya di luar proses pengadilan.

Pasal 194

Cukup jelas

Pasal 195

Cukup jelas

Page 249:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

245

Pasal 196

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)

Yang dimaksud dengan “dapat dilaksanakan oleh Pemerintah” dalam ketentuan ini didahului dengan upaya fasilitasi oleh Pemerintah.

Pasal 197

Cukup jelas

Pasal 198

Ayat (1)

Gubernur dalam menyelesaikan perselisihan tersebut dapat berkonsultasi dengan Pemerintah.

Ayat (2)

Menteri Dalam Negeri dalam menyelesaikan perselisihan dapat berkonsultasi dengan Presiden.

Ayat (3)

Cukup jelas

Pasal 199

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)

Cukup jelas

Page 250:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

246

Ayat (5)

Kawasan perdesaan adalah kawasan yang mempunyai kegiatan utama pertanian, termasuk pengelolaan sumber daya alam, dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat pemukiman perdesaan, pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi.

Ayat (6)

Cukup jelas

Ayat (7)

Cukup jelas

Pasal 200

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Desa yang menjadi kelurahan dalam ketentuan ini tidak seketika berubah dengan adanya pembentukan pemerintahan kota, begitu pula desa yang berada di perkotaan dalam pemerintahan kabupaten.

Pasal 201

Cukup jelas

Pasal 202

Ayat (1)

Desa yang dimaksud dalam ketentuan ini termasuk antara lain Nagari di Sumatera Barat, Gampong di provinsi NAD, Lembang di Sulawesi Selatan, Kampung di Kalimantan Selatan dan Papua, Negeri di Maluku.

Ayat (2)

Yang dimaksud dengan “Perangkat Desa lainnya” dalam ketentuan ini adalah perangkat pembantu Kepala Desa yang terdiri dari Sekretariat Desa, pelaksana teknis lapangan seperti kepala urusan, dan unsur kewilayahan seperti kepala dusun atau dengan sebutan lain.

Ayat (3)

Sekretaris desa yang ada selama ini yang bukan Pegawai Negeri Sipil secara bertahap diangkat menjadi pegawai negeri sipil sesuai peraturan perundang- undangan.

Page 251:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

247

Pasal 203

Cukup jelas

Pasal 204

Masa jabatan kepala desa dalam ketentuan ini dapat dikecualikan bagi kesatuan masyarakat hukum adat yang keberadaannya masih hidup dan diakui yang ditetapkan dengan Perda.

Pasal 205

Cukup jelas

Pasal 206

Cukup jelas

Pasal 207

Cukup jelas

Pasal 208

Cukup jelas

Pasal 209

Yang dimaksud dengan Badan Permusyawaratan Desa dalam ketentuan ini adalah sebutan nama Badan Perwakilan Desa sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.

Pasal 210

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan “ wakil ” dalam ketentuan ini adalah penduduk desa yang memangku jabatan seperti ketua rukun warga, pemangku adat, dan tokoh masyarakat lainnya.

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)

Cukup jelas

Page 252:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

248

Pasal 211

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Yang dimaksud dengan lembaga kemasyarakatan desa dalam ketentuan ini seperti: Rukun Tetangga, Rukun Warga, PKK, karang taruna, lembaga pemberdayaan masyarakat.

Pasal 212

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Huruf a

Pendapatan asli desa meliputi; hasil usaha desa, hasil kekayaan desa, hasil swadaya dan partisipasi, hasil gotong royong dan lain-lain pendapatan asli desa yang sah.

Huruf b

Cukup jelas

Huruf c

Cukup jelas

Huruf d

Bantuan keuangan dari Pemerintah, Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota adalah bantuan yang bersumber dari APBN, APBD Provinsi, APBD Kabupaten/Kota yang disalurkan melalui kas Desa dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan Desa.

Huruf e

Yang dimaksud dengan “Sumbangan dari pihak ketiga” dalam ketentuan ini dapat berbentuk hadiah, donasi, wakaf dan atau lain-lain sumbangan serta pemberian sumbangan dimaksud tidak mengurangi kewajiban- kewajiban pihak penyumbang.

Ayat (4)

Cukup jelas

Page 253:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

249

Ayat (5)

Cukup jelas

Ayat (6)

Cukup jelas

Pasal 213

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Badan Usaha Milik Desa adalah badan hukum sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan.

Ayat (3)

Cukup jelas

Pasal 214

Cukup jelas

Pasal 215

Cukup jelas

Pasal 216

Cukup jelas

Pasal 217

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Yang dimaksud dengan “regional” dalam ketentuan ini adalah koordinasi lintas provinsi dalam wilayah tertentu.

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)

Yang dimaksud dengan “pemberian bimbingan, supervisi dan konsultasi” kepada seluruh daerah dalam pelaksanaannya hingga pemerintahan desa.

Ayat (5)

Cukup jelas

Page 254:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

250

Ayat (6)

Cukup jelas

Ayat (7)

Cukup jelas

Pasal 218

Ayat (1)

Huruf a

Pengawasan yang dimaksud dalam ketentuan ini dimaksudkan agar pelaksanaan berbagai urusan pemerintahan di daerah tetap dapat berjalan sesuai dengan standar dan kebijakan Pemerintah berdasarkan peraturan perundang-undangan.

Huruf b

Yang dimaksud dengan “Perda dan peraturan kepala daerah” dalam ketentuan ini meliputi Perda provinsi dan peraturan Gubernur, Perda kabupaten/kota dan peraturan Bupati/Walikota dan peraturan desa dan peraturan kepala desa.

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 219

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan “penghargaan“ dalam ketentuan ini adalah salah satu wujud pembinaan dalam rangka pembinaan penyelenggaraan pemerintahan.

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 220

Cukup jelas

Pasal 221

Cukup jelas

Pasal 222

Cukup jelas

Page 255:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

251

Pasal 223

Cukup jelas

Pasal 224

Cukup jelas

Pasal 225

Cukup jelas

Pasal 226

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan Undang-Undang tersendiri adalah Undang-Undang Nomor 34 Tahun 1999 tentang Daerah Khusus Ibu kota Jakarta, Undang- Undang Nomor 44 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Keistimewaan Provinsi Daerah Istimewa Aceh, jo Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Daerah Istimewa Aceh sebagai Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua.

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Pelaksanaan pemilihan kepala daerah dilakukan lebih awal dari ketentuan Undang-Undang ini karena terdapat beberapa kepala daerah yang dipenjabatkan lebih dari satu kali. Karenanya diperlukan penetapan kepala daerah definitif melalui pemilihan langsung. Dalam menetapkan daerah yang akan melaksanakan pemilihan kepala daerah secara langsung dilakukan dengan terlebih dahulu Komisi Independen Pemilihan dan DPRD Kabupaten/Kota berkonsultasi dengan Penguasa Darurat Sipil Pusat melalui Penguasa Darurat Sipil Daerah dan aparat keamanan setempat. Untuk pelaksanaan pemilihan kepala daerah, maka sesuai Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Daerah Istimewa Aceh sebagai Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dibentuk Komisi Independen Pemilihan dengan 9 (sembilan) orang anggota. Anggota Komisi Independen Pemilihan dari unsur KPU diisi oleh ketua dan anggota KPUD provinsi. Hal ini dimaksudkan, karena pada saat Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2001 diundangkan belum ada ketentuan tentang KPUD yang bersifat tetap dan independen sesuai dengan konstitusi.

Page 256:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

252

Pasal 227

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Otonomi daerah di Provinsi DKI Jakarta bersifat tunggal sehingga wilayah kota dan kabupaten di Provinsi DKI Jakarta tidak bersifat otonom.

Ayat (3)

Huruf a

Provinsi DKI Jakarta dalam kedudukan sebagai ibukota negara memiliki tugas, hak, kewajiban, dan tanggung jawab tertentu yang berbeda dengan daerah lain.

Huruf b

Cukup jelas

Huruf c

Yang dimaksud dengan keterpaduan dalam huruf c adalah keterpaduan didalam proses penyusunan, substansi materi yang dimuat dan pelaksanaan Rencana Umum Tata Ruang masing-masing daerah yang difasilitasi dan disahkan berlakunya oleh Pemerintah.

Huruf d

Cukup jelas

Pasal 228

Cukup jelas

Pasal 229

Yang dimaksud dengan batas daerah provinsi atau kabupaten/kota dalam ketentuan ini meliputi :

a. Daerah yang berbatasan darat dengan negara tetangga garis batas wilayah-nya sama dengan batas wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia;

b. Daerah yang berbatas laut dengan negara tetangga dan jaraknya kurang dari 24 mil laut, garis batas kewenangan lautnya sama dengan batas wilayah NKRI dengan negara tetangga yang diukur berdasarkan prinsip sama jarak (garis tengah/middle line).

Pasal 230

Cukup jelas

Page 257:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

253

Pasal 231

Cukup jelas

Pasal 232

Cukup jelas

Pasal 233

Cukup jelas

Pasal 234

Cukup jelas

Pasal 235

Cukup jelas

Pasal 236

Cukup jelas

Pasal 237

Yang dimaksud dengan peraturan perundang-undangan dalam ketentuan ini antara lain peraturan perundang-undangan sektoral seperti Undang-Undang Kehutanan, Undang-Undang Pengairan, Undang-Undang Perikanan, Undang- Undang Pertanian, Undang-Undang Kesehatan, Undang-Undang Pertanahan dan Undang-Undang Perkebunan.

Pasal 238

Cukup jelas

Pasal 239

Cukup jelas

Pasal 240

Cukup jelas

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4437

Page 258:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004
Page 259:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

255

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2004

TENTANG

PEMERIKSAAN PENGELOLAAN DAN TANGGUNG JAWAB KEUANGAN NEGARA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : a. bahwa untuk mendukung keberhasilan penyelenggaraan pemerintahan negara, keuangan negara wajib dikelola secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggung jawab dengan memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan;

b. bahwa untuk mewujudkan pengelolaan keuangan negara sebagaimana dimaksud pada huruf a, perlu dilakukan pemeriksaan berdasarkan standar pemeriksaan oleh Badan Pemeriksa Keuangan yang bebas dan mandiri;

c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu dibentuk Undang-undang tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara;

Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 18, Pasal 20, Pasal 20A, Pasal 23 dan Pasal 23E Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

2. Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4286);

3. Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4355);

Page 260:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

256

Dengan Persetujuan Bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA DAN

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG PEMERIKSAAN PENGELOLAAN DAN TANGGUNG JAWAB KEUANGAN NEGARA

BAB IKETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan:

1. Pemeriksaan adalah proses identifikasi masalah, analisis, dan evaluasi yang dilakukan secara independen, obyektif, dan profesional berdasarkan standar pemeriksaan, untuk menilai kebenaran, kecermatan, kredibilitas, dan keandalan informasi mengenai pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara.

2. Badan Pemeriksa Keuangan, yang selanjutnya disebut BPK, adalah Badan Pemeriksa Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

3. Pemeriksa adalah orang yang melaksanakan tugas pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara untuk dan atas nama BPK.

4. Pejabat yang diperiksa dan/atau yang bertanggung jawab, yang selanjutnya disebut pejabat, adalah satu orang atau lebih yang diserahi tugas untuk mengelola keuangan negara.

5. Lembaga perwakilan adalah DPR, DPD, DPRD Provinsi dan/atau DPRD Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

6. Pengelolaan Keuangan Negara adalah keseluruhan kegiatan pejabat pengelola keuangan negara sesuai dengan kedudukan dan kewenangannya, yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan pertanggungjawaban.

7. Tanggung Jawab Keuangan Negara adalah kewajiban Pemerintah untuk melaksanakan pengelolaan keuangan negara secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, dan transparan, dengan memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan.

Page 261:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

257

8. Standar pemeriksaan adalah patokan untuk melakukan pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara yang meliputi standar umum, standar pelaksanaan pemeriksaan, dan standar pelaporan yang wajib dipedomani oleh BPK dan/atau pemeriksa.

9. Laporan Keuangan adalah bentuk pertanggungjawaban sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 30, Pasal 31, dan Pasal 32 Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Pasal 55 ayat (2) dan ayat (3), serta Pasal 56 ayat (3) Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara.

10. Dokumen adalah data, catatan, dan/atau keterangan yang berkaitan dengan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara, baik tertulis di atas kertas atau sarana lain, maupun terekam dalam bentuk/corak apapun.

11. Opini adalah pernyataan profesional sebagai kesimpulan pemeriksa mengenai tingkat kewajaran informasi yang disajikan dalam laporan keuangan.

12. Rekomendasi adalah saran dari pemeriksa berdasarkan hasil pemeriksaannya, yang ditujukan kepada orang dan/atau badan yang berwenang untuk melakukan tindakan dan/atau perbaikan.

BAB IILINGKUP PEMERIKSAAN

Pasal 2

(1) Pemeriksaan keuangan negara meliputi pemeriksaan atas pengelolaan keuangan negara dan pemeriksaan atas tanggung jawab keuangan negara.

(2) BPK melaksanakan pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara.

Pasal 3

(1) Pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara yang dilakukan oleh BPK meliputi seluruh unsur keuangan negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.

(2) Dalam hal pemeriksaan dilaksanakan oleh akuntan publik berdasarkan ketentuan undang-undang, laporan hasil pemeriksaan tersebut wajib disampaikan kepada BPK dan dipublikasikan.

Pasal 41) Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 terdiri atas pemeriksaan

keuangan, pemeriksaan kinerja, dan pemeriksaan dengan tujuan tertentu.

Page 262:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

258

(2) Pemeriksaan Keuangan adalah pemeriksaan atas laporan keuangan.

(3) Pemeriksaan Kinerja adalah pemeriksaan atas pengelolaan keuangan negara yang terdiri atas pemeriksaan aspek ekonomi dan efisiensi serta pemeriksaan aspek efektivitas.

(4) Pemeriksaan dengan tujuan tertentu adalah pemeriksaan yang tidak termasuk dalam pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3).

Pasal 5

(1) Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dilaksanakan berdasarkan standar pemeriksaan.

(2) Standar pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun oleh BPK, setelah berkonsultasi dengan Pemerintah.

BAB IIIPELAKSANAAN PEMERIKSAAN

Pasal 6

Penentuan obyek pemeriksaan, perencanaan dan pelaksanaan pemeriksaan, penentuan waktu dan metode pemeriksaan, serta penyusunan dan penyajian laporan pemeriksaan dilakukan secara bebas dan mandiri oleh BPK.

Pasal 7

(1) Dalam merencanakan tugas pemeriksaan, BPK memperhatikan permintaan, saran, dan pendapat lembaga perwakilan.

(2) Dalam rangka membahas permintaan, saran, dan pendapat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), BPK atau lembaga perwakilan dapat mengadakan pertemuan konsultasi.

Pasal 8

Dalam merencanakan tugas pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1), BPK dapat mempertimbangkan informasi dari pemerintah, bank sentral, dan masyarakat.

Pasal 9

(1) Dalam menyelenggarakan pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara, BPK dapat memanfaatkan hasil pemeriksaan aparat pengawasan intern pemerintah.

Page 263:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

259

(2) Untuk keperluan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), laporan hasil pemeriksaan intern pemerintah wajib disampaikan kepada BPK.

(3) Dalam melaksanakan tugas pemeriksaan, BPK dapat menggunakan pemeriksa dan/atau tenaga ahli dari luar BPK yang bekerja untuk dan atas nama BPK.

Pasal 10

Dalam pelaksanaan tugas pemeriksaan, pemeriksa dapat:

a. meminta dokumen yang wajib disampaikan oleh pejabat atau pihak lain yang berkaitan dengan pelaksanaan pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara;

b. mengakses semua data yang disimpan di berbagai media, aset, lokasi, dan segala jenis barang atau dokumen dalam penguasaan atau kendali dari entitas yang menjadi obyek pemeriksaan atau entitas lain yang dipandang perlu dalam pelaksanaan tugas pemeriksaannya;

c. melakukan penyegelan tempat penyimpanan uang, barang, dan dokumen pengelolaan keuangan negara;

d. meminta keterangan kepada seseorang;

e. memotret, merekam dan/atau mengambil sampel sebagai alat bantu pemeriksaan.

Pasal 11

Dalam rangka meminta keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf d, BPK dapat melakukan pemanggilan kepada seseorang.

Pasal 12

Dalam rangka pemeriksaan keuangan dan/atau kinerja, pemeriksa melakukan pengujian dan penilaian atas pelaksanaan sistem pengendalian intern pemerintah.

Pasal 13

Pemeriksa dapat melaksanakan pemeriksaan investigatif guna mengungkap adanya indikasi kerugian negara/daerah dan/atau unsur pidana.

Pasal 14

(1) Apabila dalam pemeriksaan ditemukan unsur pidana, BPK segera melaporkan hal tersebut kepada instansi yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Page 264:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

260

(2) Tata cara penyampaian laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur bersama oleh BPK dan Pemerintah.

BAB IVHASIL PEMERIKSAAN DAN TINDAK LANJUT

Pasal 15

(1) Pemeriksa menyusun laporan hasil pemeriksaan setelah pemeriksaan selesai dilakukan.

(2) Dalam hal diperlukan, pemeriksa dapat menyusun laporan interim pemeriksaan.

Pasal 16

(1) Laporan hasil pemeriksaan atas laporan keuangan pemerintah memuat opini.

(2) Laporan hasil pemeriksaan atas kinerja memuat temuan, kesimpulan, dan rekomendasi.

(3) Laporan hasil pemeriksaan dengan tujuan tertentu memuat kesimpulan.

(4) Tanggapan pejabat pemerintah yang bertanggung jawab atas temuan, kesimpulan, dan rekomendasi pemeriksa, dimuat atau dilampirkan pada laporan hasil pemeriksaan.

Pasal 17

(1) Laporan hasil pemeriksaan atas laporan keuangan pemerintah pusat disampaikan oleh BPK kepada DPR dan DPD selambat-lambatnya 2 (dua) bulan setelah menerima laporan keuangan dari pemerintah pusat.

(2) Laporan hasil pemeriksaan atas laporan keuangan pemerintah daerah disampaikan oleh BPK kepada DPRD selambat-lambatnya 2 (dua) bulan setelah menerima laporan keuangan dari pemerintah daerah.

(3) Laporan hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) disampaikan pula kepada Presiden/gubernur/ bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.

(4) Laporan hasil pemeriksaan kinerja disampaikan kepada DPR/DPD/DPRD sesuai dengan kewenangannya.

(5) Laporan hasil pemeriksaan dengan tujuan tertentu disampaikan kepada DPR/DPD/DPRD sesuai dengan kewenangannya.

Page 265:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

261

(6) Laporan hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5) disampaikan pula kepada Presiden/gubernur/ bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.

(7) Tata cara penyampaian laporan hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), ayat (5), dan ayat (6) diatur bersama oleh BPK dan lembaga perwakilan sesuai dengan kewenangannya.

Pasal 18

(1) Ikhtisar hasil pemeriksaan semester disampaikan kepada lembaga perwakilan selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan sesudah berakhirnya semester yang bersangkutan.

(2) Ikhtisar hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), disampaikan pula kepada Presiden/gubernur/bupati/walikota selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan sesudah berakhirnya semester yang bersangkutan.

Pasal 19

(1) Laporan hasil pemeriksaan yang telah disampaikan kepada lembaga perwakilan, dinyatakan terbuka untuk umum.

(2) Laporan hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak termasuk laporan yang memuat rahasia negara yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.

Pasal 20

(1) Pejabat wajib menindaklanjuti rekomendasi dalam laporan hasil pemeriksaan.

(2) Pejabat wajib memberikan jawaban atau penjelasan kepada BPK tentang tindak lanjut atas rekomendasi dalam laporan hasil pemeriksaan.

(3) Jawaban atau penjelasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan kepada BPK selambat-lambatnya 60 (enam puluh) hari setelah laporan hasil pemeriksaan diterima.

(4) BPK memantau pelaksanaan tindak lanjut hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

(5) Pejabat yang diketahui tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikenai sanksi administratif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepegawaian.

(6) BPK memberitahukan hasil pemantauan tindak lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat (4) kepada lembaga perwakilan dalam hasil pemeriksaan semester.

Page 266:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

262

Pasal 21

(1) Lembaga perwakilan menindaklanjuti hasil pemeriksaan BPK dengan melakukan pembahasan sesuai dengan kewenangannya.

(2) DPR/DPRD meminta penjelasan kepada BPK dalam rangka menindaklanjuti hasil pemeriksaan.

(3) DPR/DPRD dapat meminta BPK untuk melakukan pemeriksaan lanjutan.

(4) DPR/DPRD dapat meminta Pemerintah untuk melakukan tindak lanjut hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan/atau ayat (3).

BAB VPENGENAAN GANTI KERUGIAN NEGARA

Pasal 22

(1) BPK menerbitkan surat keputusan penetapan batas waktu pertanggungjawaban bendahara atas kekurangan kas/barang yang terjadi, setelah mengetahui ada kekurangan kas/barang dalam persediaan yang merugikan keuangan negara/daerah.

(2) Bendahara dapat mengajukan keberatan atau pembelaan diri kepada BPK dalam waktu 14 (empat belas) hari kerja setelah menerima surat keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

(3) Apabila bendahara tidak mengajukan keberatan atau pembelaan dirinya ditolak, BPK menetapkan surat keputusan pembebanan penggantian kerugian negara/daerah kepada bendahara bersangkutan.

(4) Tata cara penyelesaian ganti kerugian negara/daerah terhadap bendahara ditetapkan oleh BPK setelah berkonsultasi dengan pemerintah.

(5) Tata cara penyelesaian ganti kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (4) berlaku pula bagi pengelola perusahaan umum dan perusahaan perseroan yang seluruh atau paling sedikit 51% (lima puluh satu persen) sahamnya dimiliki oleh Negara Republik Indonesia, sepanjang tidak diatur dalam undang-undang tersendiri.

Pasal 23

(1) Menteri/pimpinan lembaga/ gubernur/ bupati/ walikota/ direksi perusahaan negara dan badan-badan lain yang mengelola keuangan negara melaporkan penyelesaian kerugian negara/daerah kepada BPK selambat-lambatnya 60 (enam puluh) hari setelah diketahui terjadinya kerugian negara/daerah dimaksud.

Page 267:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

263

(2) BPK memantau penyelesaian pengenaan ganti kerugian negara/daerah terhadap pegawai negeri bukan bendahara dan/atau pejabat lain pada kementerian negara/lembaga/ pemerintah daerah.

BAB VIKETENTUAN PIDANA

Pasal 24

(1) Setiap orang yang dengan sengaja tidak menjalankan kewajiban menyerahkan dokumen dan/atau menolak memberikan keterangan yang diperlukan untuk kepentingan kelancaran pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun 6 (enam) bulan dan/atau denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

(2) Setiap orang yang dengan sengaja mencegah, menghalangi, dan/atau menggagalkan pelaksanaan pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun 6 (enam) bulan dan/atau denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

(3) Setiap orang yang menolak pemanggilan yang dilakukan oleh BPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 tanpa menyampaikan alasan penolakan secara tertulis dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun 6 (enam) bulan dan/atau denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

(4) Setiap orang yang dengan sengaja memalsukan atau membuat palsu dokumen yang diserahkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

Pasal 25

(1) Setiap pemeriksa yang dengan sengaja mempergunakan dokumen yang diperoleh dalam pelaksanaan tugas pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 melampaui batas kewenangannya, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

(2) Setiap pemeriksa yang menyalahgunakan kewenangannya sehubungan dengan kedudukan dan/atau tugas pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 dipidana dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun dan paling

Page 268:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

264

lama 5 (lima) tahun dan/atau denda setinggi- tingginya Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

Pasal 26

(1) Setiap pemeriksa yang dengan sengaja tidak melaporkan temuan pemeriksaan yang mengandung unsur pidana yang diperolehnya pada waktu melakukan pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 dan Pasal 14 dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun 6 (enam) bulan dan/atau denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

(2) Setiap orang yang tidak memenuhi kewajiban untuk menindaklanjuti rekomendasi yang disampaikan dalam laporan hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun 6 (enam) bulan dan/atau denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

BAB VIIKETENTUAN PERALIHAN

Pasal 27

(1) Ketentuan mengenai pemeriksaan atas laporan keuangan sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang ini dilaksanakan mulai sejak pemeriksaan atas laporan keuangan Tahun Anggaran 2006.

(2) Penyelesaian ganti kerugian negara/daerah yang sedang dilakukan oleh BPK dan/atau Pemerintah pada saat Undang-undang ini mulai berlaku, dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang ada sebelum berlakunya Undang-undang ini.

(3) Tata cara penyelesaian ganti kerugian negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (4) dan ayat (5) ditetapkan selambat-lambatnya 1 (satu) tahun setelah berlakunya Undang-undang ini.

BAB VIII KETENTUAN PENUTUP

Pasal 28

Pada saat Undang-undang ini berlaku, Instructie en Verdere Bepalingen voor de Algemene Rekenkamer atau IAR (Staatsblad 1898 Nomor 9 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Staatsblad 1933 Nomor 320) dinyatakan tidak berlaku.

Page 269:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

265

Pasal 29

Undang-undang ini mulai berlaku sejak tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang- undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Disahkan di Jakarta

pada tanggal 19 Juli 2004

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

MEGAWATI SOEKARNOPUTRI Diundangkan di Jakartapada tanggal 19 Juli 2004

SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

BAMBANG KESOWO

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2004 NOMOR 66

Page 270:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004
Page 271:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

267

PENJELASAN ATAS

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIANOMOR 15 TAHUN 2004

TENTANG

PEMERIKSAAN PENGELOLAAN DAN TANGGUNG JAWAB KEUANGAN NEGARA

I. UMUM

A. Dasar Pemikiran

Untuk mewujudkan pengelolaan keuangan negara sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan dalam Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara perlu dilakukan pemeriksaan oleh satu badan pemeriksa keuangan yang bebas dan mandiri, sebagaimana telah ditetapkan dalam Pasal 23E Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Dalam pelaksanaan tugas pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara, sampai saat ini, BPK masih berpedoman kepada Instructie en Verdere Bepalingen voor de Algemene Rekenkamer atau IAR (Staatsblad 1898 Nomor 9 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Staatsblad 1933 Nomor 320).

Sampai saat ini BPK, yang diatur dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1973 tentang Badan Pemeriksa Keuangan, masih belum memiliki landasan operasional yang memadai dalam pelaksanaan tugasnya untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara. Sebelum berlakunya Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, selain berpedoman pada IAR, dalam pelaksanaan pemeriksaan BPK juga berpedoman pada Indische Comptabiliteitswet atau ICW (Staatsblad 1925 Nomor 448 Jo. Lembaran Negara 1968 Nomor 53).

Agar BPK dapat mewujudkan fungsinya secara efektif, dalam Undang-undang ini diatur hal-hal pokok yang berkaitan dengan pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara sebagai berikut:

Page 272:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

268

1. Pengertian pemeriksaan dan pemeriksa;

2. Lingkup pemeriksaan;

3. Standar pemeriksaan;

4. Kebebasan dan kemandirian dalam pelaksanaan pemeriksaan;

5. Akses pemeriksa terhadap informasi;

6. Kewenangan untuk mengevaluasi pengendalian intern;

7. Hasil pemeriksaan dan tindak lanjut;

8. Pengenaan ganti kerugian negara;

9. Sanksi pidana.

B. Lingkup Pemeriksaan BPK

Sebagaimana telah ditetapkan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, pemeriksaan yang menjadi tugas BPK meliputi pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab mengenai keuangan negara. Pemeriksaan tersebut mencakup seluruh unsur keuangan negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 Undang-undang Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara.

Sehubungan dengan itu, kepada BPK diberi kewenangan untuk melakukan 3 (tiga) jenis pemeriksaan, yakni:

1. Pemeriksaan keuangan, adalah pemeriksaan atas laporan keuangan pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Pemeriksaan keuangan ini dilakukan oleh BPK dalam rangka memberikan pernyataan opini tentang tingkat kewajaran informasi yang disajikan dalam laporan keuangan pemerintah.

2. Pemeriksaan kinerja, adalah pemeriksaan atas aspek ekonomi dan efisiensi, serta pemeriksaan atas aspek efektivitas yang lazim dilakukan bagi kepentingan manajemen oleh aparat pengawasan intern pemerintah.

Pasal 23E Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan BPK untuk melaksanakan pemeriksaan kinerja pengelolaan keuangan negara. Tujuan pemeriksaan ini adalah untuk mengidentifikasikan hal- hal yang perlu menjadi perhatian lembaga perwakilan. Adapun untuk pemerintah, pemeriksaan kinerja dimaksudkan agar kegiatan yang dibiayai dengan keuangan negara/daerah diselenggarakan secara ekonomis dan efisien serta memenuhi sasarannya secara efektif.

3. Pemeriksaan dengan tujuan tertentu, adalah pemeriksaan yang dilakukan dengan tujuan khusus, di luar pemeriksaan keuangan dan pemeriksaan kinerja. Termasuk dalam pemeriksaan tujuan tertentu ini adalah pemeriksaan atas hal-hal lain yang berkaitan dengan keuangan dan pemeriksaan investigatif.

Page 273:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

269

Pelaksanaan pemeriksaan sebagaimana dimaksudkan di atas didasarkan pada suatu standar pemeriksaan. Standar dimaksud disusun oleh BPK dengan mempertimbangkan standar di lingkungan profesi audit secara internasional. Sebelum standar dimaksud ditetapkan, BPK perlu mengkonsultasikannya dengan pihak pemerintah serta dengan organisasi profesi di bidang pemeriksaan.

C. Pelaksanaan Pemeriksaan

BPK memiliki kebebasan dan kemandirian dalam ketiga tahap pemeriksaan, yakni perencanaan, pelaksanaan, dan pelaporan hasil pemeriksaan. Kebebasan dalam tahap perencanaan mencakup kebebasan dalam menentukan obyek yang akan diperiksa, kecuali pemeriksaan yang obyeknya telah diatur tersendiri dalam undang-undang, atau pemeriksaan berdasarkan permintaan khusus dari lembaga perwakilan.

Untuk mewujudkan perencanaan yang komprehensif, BPK dapat memanfaatkan hasil pemeriksaan aparat pengawasan intern pemerintah, memperhatikan masukan dari pihak lembaga perwakilan, serta informasi dari berbagai pihak. Sementara itu kebebasan dalam penyelenggaraan kegiatan pemeriksaan antara lain meliputi kebebasan dalam penentuan waktu pelaksanaan dan metode pemeriksaan, termasuk metode pemeriksaan yang bersifat investigatif. Selain itu, kemandirian BPK dalam pemeriksaan keuangan negara mencakup ketersediaan sumber daya manusia, anggaran, dan sarana pendukung lainnya yang memadai.

BPK dapat memanfaatkan hasil pekerjaan yang dilakukan oleh aparat pengawasan intern pemerintah. Dengan demikian, luas pemeriksaan yang akan dilakukan dapat disesuaikan dan difokuskan pada bidang-bidang yang secara potensial berdampak pada kewajaran laporan keuangan serta tingkat efisiensi dan efektivitas pengelolaan keuangan negara. Untuk itu, aparat pengawasan intern pemerintah wajib menyampaikan hasil pemeriksaannya kepada BPK.

BPK diberi kewenangan untuk mendapatkan data, dokumen, dan keterangan dari pihak yang diperiksa, kesempatan untuk memeriksa secara fisik setiap aset yang berada dalam pengurusan pejabat instansi yang diperiksa, termasuk melakukan penyegelan untuk mengamankan uang, barang, dan/atau dokumen pengelolaan keuangan negara pada saat pemeriksaan berlangsung.

D. Hasil Pemeriksaan dan Tindak Lanjut

Hasil setiap pemeriksaan yang dilakukan oleh BPK disusun dan disajikan dalam laporan hasil pemeriksaan (LHP) segera setelah kegiatan pemeriksaan selesai.

Page 274:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

270

Pemeriksaan keuangan akan menghasilkan opini. Pemeriksaan kinerja akan menghasilkan temuan, kesimpulan, dan rekomendasi, sedangkan pemeriksaan dengan tujuan tertentu akan menghasilkan kesimpulan. Setiap laporan hasil pemeriksaan BPK disampaikan kepada DPR/DPD/DPRD sesuai dengan kewenangannya ditindaklanjuti, antara lain dengan membahasnya bersama pihak terkait.

Selain disampaikan kepada lembaga perwakilan, laporan hasil pemeriksaan juga disampaikan oleh BPK kepada pemerintah. Dalam hal laporan hasil pemeriksaan keuangan, hasil pemeriksaan BPK digunakan oleh pemerintah untuk melakukan koreksi dan penyesuaian yang diperlukan, sehingga laporan keuangan yang telah diperiksa (audited financial statements) memuat koreksi dimaksud sebelum disampaikan kepada DPR/DPRD. Pemerintah diberi kesempatan untuk menanggapi temuan dan kesimpulan yang dikemukakan dalam laporan hasil pemeriksaan. Tanggapan dimaksud disertakan dalam laporan hasil pemeriksaan BPK yang disampaikan kepada DPR/DPRD. Apabila pemeriksa menemukan unsur pidana, Undang-undang ini mewajibkan BPK melaporkannya kepada instansi yang berwenang sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

BPK diharuskan menyusun ikhtisar hasil pemeriksaan yang dilakukan selama 1 (satu) semester. Ikhtisar dimaksud disampaikan kepada DPR/DPD/DPRD sesuai dengan kewenangannya, dan kepada Presiden serta gubernur/ bupati/walikota yang bersangkutan agar memperoleh informasi secara menyeluruh tentang hasil pemeriksaan. Dalam rangka transparansi dan peningkatan partisipasi publik, Undang-undang ini menetapkan bahwa setiap laporan hasil pemeriksaan yang sudah disampaikan kepada lembaga perwakilan dinyatakan terbuka untuk umum. Dengan demikian, masyarakat dapat memperoleh kesempatan untuk mengetahui hasil pemeriksaan, antara lain melalui publikasi dan situs web BPK. Undang-undang ini mengamanatkan pemerintah untuk menindaklanjuti rekomendasi BPK. Sehubungan dengan itu, BPK perlu memantau dan menginformasikan hasil pemantauan atas tindak lanjut tersebut kepada DPR/DPD/DPRD.

E. Pengenaan Ganti Kerugian Negara

Sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 62 ayat (3) Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, Undang-undang ini mengatur lebih lanjut tentang pengenaan ganti kerugian negara/daerah terhadap bendahara. BPK menerbitkan surat keputusan penetapan batas waktu pertanggungjawaban bendahara atas kekurangan kas/barang yang terjadi, setelah mengetahui ada kekurangan kas/barang dalam persediaan yang merugikan keuangan negara/daerah. Bendahara tersebut dapat mengajukan keberatan terhadap putusan BPK. Pengaturan tata

Page 275:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

271

cara penyelesaian ganti kerugian negara/daerah ini ditetapkan oleh BPK setelah berkonsultasi dengan pemerintah.

II. PASAL DEMI PASAL

Pasal 1

Cukup jelas

Pasal 2

Cukup jelas

Pasal 3

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Penyampaian laporan hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat ini diperlukan agar BPK dapat melakukan evaluasi pelaksanaan pemeriksaan yang dilakukan oleh akuntan publik. Hasil pemeriksaan akuntan publik dan evaluasi tersebut selanjutnya disampaikan oleh BPK kepada lembaga perwakilan, sehingga dapat ditindaklanjuti sesuai dengan kewenangannya.

Pasal 4

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)

Pemeriksaan dengan tujuan tertentu meliputi antara lain pemeriksaan atas hal-hal lain di bidang keuangan, pemeriksaan investigatif, dan pemeriksaan atas sistem pengendalian intern pemerintah.

Pasal 5

Ayat (1)

Cukup jelas

Page 276:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

272

Ayat (2)

Dalam penyusunan standar pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat ini, BPK menetapkan proses penyiapan standar dan berkonsultasi mengenai substansi standar kepada Pemerintah. Proses penyiapan standar dimaksud mencakup langkah-langkah yang perlu ditempuh secara cermat (due process) dengan melibatkan organisasi terkait dan mempertimbangkan standar pemeriksaan internasional agar dihasilkan standar yang diterima secara umum.

Pasal 6

Cukup jelas

Pasal 7

Ayat (1) Permintaan dimaksud dapat berupa hasil keputusan rapat paripurna, rapat

kerja, dan alat kelengkapan lembaga perwakilan.

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 8

Informasi dari pemerintah termasuk dari lembaga independen yang dibentuk dalam upaya pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme, seperti Komisi Pemberantasan Korupsi, Komisi Pengawasan Persaingan Usaha, dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan.

Informasi dari masyarakat termasuk hasil penelitian dan pengembangan, kajian, pendapat dan keterangan organisasi profesi terkait, berita media massa, pengaduan langsung dari masyarakat.

Pasal 9

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Penggunaan pemeriksa dan/atau tenaga ahli dari luar BPK dilakukan apabila BPK tidak memiliki/tidak cukup memiliki pemeriksa dan/atau tenaga ahli yang diperlukan dalam suatu pemeriksaan.

Page 277:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

273

Pemeriksa dan/atau tenaga ahli dalam bidang tertentu dari luar BPK dimaksud adalah pemeriksa di lingkungan aparat pengawasan intern pemerintah, pemeriksa, dan/atau tenaga ahli lain yang memenuhi persyaratan yang ditentukan oleh BPK.

Penggunaan pemeriksa yang berasal dari aparat pengawasan intern pemerintah merupakan penugasan pimpinan instansi yang bersangkutan.

Pasal 10

Huruf a

Cukup jelas

Huruf b

Cukup jelas

Huruf c

Penyegelan adalah suatu tindakan yang dilakukan oleh pemeriksa sebagai salah satu bagian dari prosedur pemeriksaan paling lama 2 x 24 jam dengan memperhatikan kelancaran pelaksanaan pekerjaan/ pelayanan di tempat yang diperiksa. Penyegelan hanya dilakukan apabila pemeriksaan atas persediaan uang, barang, dan/atau dokumen pengelolaan keuangan negara terpaksa ditunda karena sesuatu hal. Penyegelan dilakukan untuk mengamankan uang, barang, dan/atau dokumen pengelolaan keuangan negara dari kemungkinan usaha pemalsuan, perubahan, pemusnahan, atau penggantian pada saat pemeriksaan berlangsung.

Huruf d

Permintaan keterangan sebagaimana dimaksud pada huruf d dilakukan oleh pemeriksa untuk memperoleh, melengkapi, dan/atau meyakini informasi yang dibutuhkan dalam kaitan dengan pemeriksaan.Yang dimaksud dengan seseorang adalah perseorangan atau badan hukum.

Huruf e

Kegiatan pemotretan, perekaman, dan/atau pengambilan sampel (contoh) fisik obyek yang dilakukan oleh pemeriksa bertujuan untuk memperkuat dan/atau melengkapi informasi yang berkaitan dengan pemeriksaan.

Pasal 11

Tata cara pemanggilan dimaksud ditetapkan oleh BPK setelah berkonsultasi dengan Pemerintah.

Page 278:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

274

Pasal 12

Pengujian dan penilaian dimaksud termasuk atas pelaksanaan sistem kendali mutu dan hasil pemeriksaan aparat pemeriksa intern pemerintah.

Dengan pengujian dan penilaian dimaksud BPK dapat meningkatkan efisiensi dan efektifitas pelaksanaan pemeriksaan.

Hasil pengujian dan penilaian tersebut menjadi masukan bagi pemerintah untuk memperbaiki pelaksanaan sistem pengendalian dan kinerja pemeriksaan intern.

Pasal 13

Cukup jelas

Pasal 14

Cukup jelas

Pasal 15

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Laporan interim pemeriksaan dimaksud, diterbitkan sebelum suatu pemeriksaan selesai secara keseluruhan dengan tujuan untuk segera dilakukan tindakan pengamanan dan/atau pencegahan bertambahnya kerugian.

Pasal 16

Ayat (1)

Opini merupakan pernyataan profesional pemeriksa mengenai kewajaran informasi keuangan yang disajikan dalam laporan keuangan yang didasarkan pada kriteria (i) kesesuaian dengan standar akuntansi pemerintahan, (ii) kecukupan pengungkapan (adequate disclosures), (iii) kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan, dan (iv) efektivitas sistem pengendalian intern. Terdapat 4 (empat) jenis opini yang dapat diberikan oleh pemeriksa, yakni (i) opini wajar tanpa pengecualian (unqualified opinion), (ii) opini wajar dengan pengecualian (qualified opinion), (iii) opini tidak wajar (adversed opinion), dan (iv) pernyataan menolak memberikan opini (disclaimer of opinion).

Page 279:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

275

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)

Cukup jelas

Pasal 17

Ayat (1) Yang dimaksud dengan laporan keuangan pemerintah pusat pada ayat ini

adalah laporan keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.

Ayat (2)

Yang dimaksud dengan laporan keuangan pemerintah daerah pada ayat ini adalah laporan keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)

Cukup jelas

Ayat (5)

Cukup jelas

Ayat (6)

Cukup jelas

Ayat (7)

Cukup jelas

Pasal 18

Cukup jelas

Pasal 19

Ayat (1)

Laporan hasil pemeriksaan yang terbuka untuk umum berarti dapat diperoleh dan/atau diakses oleh masyarakat.

Ayat (2)

Cukup jelas

Page 280:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

276

Pasal 20

Ayat (1)

Tindak lanjut atas rekomendasi dapat berupa pelaksanaan seluruh atau sebagian dari rekomendasi.Dalam hal sebagian atau seluruh rekomendasi tidak dapat dilaksanakan, pejabat wajib memberikan alasan yang sah.

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)

Dalam rangka pemantauan sebagaimana dimaksud pada ayat ini, BPK menatausahakan laporan hasil pemeriksaan dan menginventarisasi permasalahan, temuan, rekomendasi, dan/atau tindak lanjut atas rekomendasi dalam laporan hasil pemeriksaan.

Selanjutnya BPK menelaah jawaban atau penjelasan yang diterima dari pejabat yang diperiksa dan/atau atasannya untuk menentukan apakah tindak lanjut telah dilakukan.

Ayat (5)

Cukup jelas

Ayat (6)

Cukup jelas

Pasal 21

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Pemeriksaan lanjutan sebagaimana dimaksud pada ayat ini dapat berupa pemeriksaan hal-hal yang berkaitan dengan keuangan, pemeriksaan kinerja, dan pemeriksaan dengan tujuan tertentu.

Ayat (4)

Cukup jelas

Page 281:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

277

Pasal 22

Ayat (1)

Surat keputusan dimaksud pada ayat ini diterbitkan apabila belum ada penyelesaian yang dilakukan sesuai dengan tata cara penyelesaian ganti kerugian negara/daerah yang ditetapkan oleh BPK.

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Pembelaan diri ditolak oleh BPK apabila bendahara tidak dapat membukti-kan bahwa dirinya bebas dari kesalahan, kelalaian, atau kealpaan.

Ayat (4)

Cukup jelas

Ayat (5)

Cukup jelas

Pasal 23

Cukup jelas

Pasal 24

Cukup jelas

Pasal 25

Cukup jelas

Pasal 26

Cukup jelas

Pasal 27

Cukup jelas

Pasal 28

Cukup jelas

Pasal 29

Cukup jelas

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4400

Page 282:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004
Page 283:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

279

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIANOMOR 17 TAHUN 2003

TENTANG

KEUANGAN NEGARA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : a. bahwa penyelenggaraan pemerintahan negara untuk mewujudkan tujuan bernegara menimbulkan hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang;

b. bahwa pengelolaan hak dan kewajiban negara sebagaimana dimaksud pada huruf a telah diatur dalam Bab VIII UUD 1945;

c. bahwa Pasal 23C Bab VIII UUD 1945 mengamanatkan hal-hal lain mengenai keuangan negara diatur dengan undang-undang;

d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada hurufa, huruf b, dan huruf c perlu dibentuk Undang-undang tentang Keuangan Negara;

Mengingat : Pasal 4, Pasal 5 ayat (1), Pasal 11 ayat (2), Pasal 17, Pasal 18, Pasal 18A, Pasal 20, Pasal 20A, Pasal 21, Pasal 22D, Pasal 23, Pasal 23A, Pasal 23B, Pasal 23C, Pasal 23D, Pasal 23E, dan Pasal 33 ayat (2), ayat (3) dan ayat (4) Undang-Undang Dasar 1945 sebagaimana telah diubah dengan Perubahan Keempat Undang-Undang Dasar 1945;

Dengan PersetujuanDEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG KEUANGAN NEGARA.

Page 284:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

280

BAB I KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan :

1. Keuangan Negara adalah semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut.

2. Pemerintah adalah pemerintah pusat dan/atau pemerintah daerah.

3. Dewan Perwakilan Rakyat yang selanjutnya disebut DPR adalah Dewan Perwakilan Rakyat sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar 1945.

4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disebut DPRD adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Propinsi, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar 1945.

5. Perusahaan Negara adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian modalnya dimiliki oleh Pemerintah Pusat.

6. Perusahaan Daerah adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian modalnya dimiliki oleh Pemerintah Daerah.

7. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, selanjutnya disebut APBN, adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat.

8. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, selanjutnya disebut APBD, adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

9. Penerimaan negara adalah uang yang masuk ke kas negara.

10. Pengeluaran negara adalah uang yang keluar dari kas negara.

11. Penerimaan daerah adalah uang yang masuk ke kas daerah.

12. Pengeluaran daerah adalah uang yang keluar dari kas daerah.

13. Pendapatan negara adalah hak pemerintah pusat yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih.

14. Belanja negara adalah kewajiban pemerintah pusat yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih.

15. Pendapatan daerah adalah hak pemerintah daerah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih.

Page 285:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

281

16. Belanja daerah adalah kewajiban pemerintah daerah yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih.

17. Pembiayaan adalah setiap penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun tahun-tahun anggaran berikutnya.

Pasal 2

Keuangan Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1, meliputi :

a. hak negara untuk memungut pajak, mengeluarkan dan mengedarkan uang, dan melakukan pinjaman;

b. kewajiban negara untuk menyelenggarakan tugas layanan umum pemerintahan negara dan membayar tagihan pihak ketiga;

c. Penerimaan Negara;

d. Pengeluaran Negara;

e. Penerimaan Daerah;

f. Pengeluaran Daerah;

g. kekayaan negara/kekayaan daerah yang dikelola sendiri atau oleh pihak lain berupa uang, surat berharga, piutang, barang, serta hak-hak lain yang dapat dinilai dengan uang, termasuk kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan negara/ perusahaan daerah;

h. kekayaan pihak lain yang dikuasai oleh pemerintah dalam rangka penyelenggaraan tugas pemerintahan dan/atau kepentingan umum;

i. kekayaan pihak lain yang diperoleh dengan menggunakan fasilitas yang diberikan pemerintah.

Pasal 3

(1) Keuangan Negara dikelola secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggung jawab dengan memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan.

(2) APBN, perubahan APBN, dan pertanggungjawaban pelaksanaan APBNsetiap tahun ditetapkan dengan undang-undang.

(3) APBD, perubahan APBD, dan pertanggungjawaban pelaksanaan APBD setiap tahun ditetapkan dengan Peraturan Daerah.

(4) APBN/APBD mempunyai fungsi otorisasi, perencanaan, pengawasan, alokasi, distribusi, dan stabilisasi.

Page 286:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

282

(5) Semua penerimaan yang menjadi hak dan pengeluaran yang menjadi kewajiban negara dalam tahun anggaran yang bersangkutan harus dimasukkan dalam APBN.

(6) Semua penerimaan yang menjadi hak dan pengeluaran yang menjadi kewajiban daerah dalam tahun anggaran yang bersangkutan harus dimasukkan dalam APBD.

(7) Surplus penerimaan negara/daerah dapat digunakan untuk membiayai pengeluaran negara/daerah tahun anggaran berikutnya.

(8) Penggunaan surplus penerimaan negara/daerah sebagaimana dimaksud dalam ayat (7) untuk membentuk dana cadangan atau penyertaan pada Perusahaan Negara/Daerah harus memperoleh persetujuan terlebih dahulu dari DPR/DPRD.

Pasal 4

Tahun Anggaran meliputi masa satu tahun, mulai dari tanggal 1 Januari sampai dengan tanggal 31 Desember.

Pasal 5

(1) Satuan hitung dalam penyusunan, penetapan, dan pertanggungjawaban APBN/APBD adalah mata uang Rupiah.

(2) Penggunaan mata uang lain dalam pelaksanaan APBN/APBD diatur oleh Menteri Keuangan sesuai dengan ketentuan perundangan-undangan yang berlaku.

BAB IIKEKUASAAN ATAS PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA

Pasal 6

(1) Presiden selaku Kepala Pemerintahan memegang kekuasaan pengelolaan keuangan negara sebagai bagian dari kekuasaan pemerintahan.

(2) Kekuasaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) :

a. dikuasakan kepada Menteri Keuangan, selaku pengelola fiskal dan Wakil Pemerintah dalam kepemilikan kekayaan negara yang dipisahkan;

b. dikuasakan kepada menteri/pimpinan lembaga selaku Pengguna Anggaran/Pengguna Barang kementerian negara/lembaga yang dipimpinnya;

c. diserahkan kepada gubernur/bupati/walikota selaku kepala pemerintahan daerah untuk mengelola keuangan daerah dan mewakili pemerintah daerah dalam kepemilikan kekayaan daerah yang dipisahkan.

Page 287:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

283

d. tidak termasuk kewenangan dibidang moneter, yang meliputi antara lain mengeluarkan dan mengedarkan uang, yang diatur dengan undang-undang.

Pasal 7

(1) Kekuasaan atas pengelolaan keuangan negara digunakan untuk mencapai tujuan bernegara.

(2) Dalam rangka penyelenggaraan fungsi pemerintahan untuk mencapai tujuan bernegara sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) setiap tahun disusun APBN dan APBD.

Pasal 8

Dalam rangka pelaksanaan kekuasaan atas pengelolaan fiskal, Menteri Keuangan mempunyai tugas sebagai berikut:

a) menyusun kebijakan fiskal dan kerangka ekonomi makro;

b) menyusun rancangan APBN dan rancangan Perubahan APBN;

c) mengesahkan dokumen pelaksanaan anggaran;

d) melakukan perjanjian internasional di bidang keuangan;

e) melaksanakan pemungutan pendapatan negara yang telah ditetapkan dengan undang-undang;

f) melaksanakan fungsi bendahara umum negara;

g) menyusun laporan keuangan yang merupakan pertanggungjawaban pelaksanaan APBN;

h) melaksanakan tugas-tugas lain di bidang pengelolaan fiskal berdasarkan ketentuan undang-undang.

Pasal 9

Menteri/pimpinan lembaga sebagai Pengguna Anggaran/Pengguna Barang kementerian negara/lembaga yang dipimpinnya mempunyai tugas sebagai berikut:

a. menyusun rancangan anggaran kementerian negara/lembaga yang di-pimpinnya;

b. menyusun dokumen pelaksanaan anggaran;

c. melaksanakan anggaran kementerian negara/lembaga yang dipimpinnya;

d. melaksanakan pemungutan penerimaan negara bukan pajak dan menyetorkannya ke Kas Negara;

Page 288:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

284

e. mengelola piutang dan utang negara yang menjadi tanggung jawab kementerian negara /lembaga yang dipimpinnya;

f. mengelola barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawab kementerian negara /lembaga yang dipimpinnya;

g. menyusun dan menyampaikan laporan keuangan kementerian negara/lembaga yang dipimpinnya;

h. melaksanakan tugas-tugas lain yang menjadi tanggung jawabnya berdasarkan ketentuan undang-undang.

Pasal 10

(1) Kekuasaan pengelolaan keuangan daerah sebagaimana tersebut dalam Pasal 6 ayat (2) huruf c :

a. dilaksanakan oleh kepala satuan kerja pengelola keuangan daerah selaku pejabat pengelola APBD;

b. dilaksanakan oleh kepala satuan kerja perangkat daerah selaku pejabat pengguna anggaran/barang daerah.

(2) Dalam rangka pengelolaan Keuangan Daerah, Pejabat Pengelola Keuangan Daerah mempunyai tugas sebagai berikut :

a. menyusun dan melaksanakan kebijakan pengelolaan APBD;

b. menyusun rancangan APBD dan rancangan Perubahan APBD;

c. melaksanakan pemungutan pendapatan daerah yang telah ditetapkan dengan Peraturan Daerah;

d. melaksanakan fungsi bendahara umum daerah;

e. menyusun laporan keuangan yang merupakan per-tanggungjawaban pelaksanaan APBD.

(3) Kepala satuan kerja perangkat daerah selaku pejabat pengguna anggaran/barang daerah mempunyai tugas sebagai berikut:

a. menyusun anggaran satuan kerja perangkat daerah yang dipimpinnya;

b. menyusun dokumen pelaksanaan anggaran;

c. melaksanakan anggaran satuan kerja perangkat daerah yang dipimpinnya;

d. melaksanakan pemungutan penerimaan bukan pajak;

e. mengelola utang piutang daerah yang menjadi tanggung jawab satuan kerja perangkat daerah yang dipimpinnya;

Page 289:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

285

f. mengelola barang milik/kekayaan daerah yang menjadi tanggung jawab satuan kerja perangkat daerah yang dipimpinnya;

g. menyusun dan menyampaikan laporan keuangan satuan kerja perangkat daerah yang dipimpinnya.

BAB IIIPENYUSUNAN DAN PENETAPAN APBN

Pasal 11

(1) APBN merupakan wujud pengelolaan keuangan negara yang ditetapkan tiap tahun dengan undang-undang.

(2) APBN terdiri atas anggaran pendapatan, anggaran belanja, dan pembiayaan.

(3) Pendapatan negara terdiri atas penerimaan pajak, penerimaan bukan pajak, dan hibah.

(4) Belanja negara dipergunakan untuk keperluan penyeleng-garaan tugas pemerintahan pusat dan pelaksanaan perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah.

(5) Belanja negara dirinci menurut organisasi, fungsi, dan jenis belanja.

Pasal 12

(1) APBN disusun sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan negara dan kemampuan dalam menghimpun pendapatan negara.

(2) Penyusunan Rancangan APBN sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berpedoman kepada rencana kerja Pemerintah dalam rangka mewujudkan tercapainya tujuan bernegara.

(3) Dalam hal anggaran diperkirakan defisit, ditetapkan sumber-sumber pembiayaan untuk menutup defisit tersebut dalam Undang-undang tentang APBN.

(4) Dalam hal anggaran diperkirakan surplus, Pemerintah Pusat dapat mengajukan rencana penggunaan surplus anggaran kepada Dewan Perwakilan Rakyat.

Pasal 13

(1) Pemerintah Pusat menyampaikan pokok-pokok kebijakan fiskal dan kerangka ekonomi makro tahun anggaran berikutnya kepada Dewan Perwakilan Rakyat selambat-lambatnya pertengahan bulan Mei tahun berjalan.

(2) Pemerintah Pusat dan Dewan Perwakilan Rakyat membahas kerangka ekonomi makro dan pokok-pokok kebijakan fiskal yang diajukan oleh

Page 290:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

286

Pemerintah Pusat dalam pembicaraan pendahuluan rancangan APBN tahun anggaran berikutnya.

(3) Berdasarkan kerangka ekonomi makro dan pokok-pokok kebijakan fiskal, Pemerintah Pusat bersama Dewan Perwakilan Rakyat membahas kebijakan umum dan prioritas anggaran untuk dijadikan acuan bagi setiap kementerian negara/lembaga dalam penyusunan usulan anggaran.

Pasal 14

(1) Dalam rangka penyusunan rancangan APBN, menteri/ pimpinan lembaga selaku pengguna anggaran/pengguna barang menyusun rencana kerja dan anggaran kementerian negara/lembaga tahun berikutnya.

(2) Rencana kerja dan anggaran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) disusun berdasarkan prestasi kerja yang akan dicapai.

(3) Rencana kerja dan anggaran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) disertai dengan prakiraan belanja untuk tahun berikutnya setelah tahun anggaran yang sedang disusun.

(4) Rencana kerja dan anggaran dimaksud dalam ayat (1) disampaikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat untuk dibahas dalam pembicaraan pendahuluan rancangan APBN.

(5) Hasil pembahasan rencana kerja dan anggaran disampaikan kepada Menteri Keuangan sebagai bahan penyusunan rancangan undang-undang tentang APBN tahun berikutnya.

(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyusunan rencana kerja dan anggaran kementerian negara/lembaga diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 15

(1) Pemerintah Pusat mengajukan Rancangan Undang-undang tentang APBN, disertai nota keuangan dan dokumen-dokumen pendukungnya kepada Dewan Perwakilan Rakyat pada bulan Agustus tahun sebelumnya.

(2) Pembahasan Rancangan Undang-undang tentang APBN dilakukan sesuai dengan undang-undang yang mengatur susunan dan kedudukan Dewan Perwakilan Rakyat.

(3) Dewan Perwakilan Rakyat dapat mengajukan usul yang mengakibatkan perubahan jumlah penerimaan dan pengeluaran dalam Rancangan Undang-undang tentang APBN.

Page 291:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

287

(4) Pengambilan keputusan oleh Dewan Perwakilan Rakyat mengenai Rancangan Undang-undang tentang APBN dilakukan selambat- lambatnya 2 (dua) bulan sebelum tahun anggaran yang bersangkutan dilaksanakan.

(5) APBN yang disetujui oleh DPR terinci sampai dengan unit organisasi, fungsi, program, kegiatan, dan jenis belanja.

(6) Apabila Dewan Perwakilan Rakyat tidak menyetujui Rancangan Undang- undang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Pemerintah Pusat dapat melakukan pengeluaran setinggi-tingginya sebesar angka APBN tahun anggaran sebelumnya.

BAB IVPENYUSUNAN DAN PENETAPAN APBD

Pasal 16

(1) APBD merupakan wujud pengelolaan keuangan daerah yang ditetapkan setiap tahun dengan Peraturan Daerah.

(2) APBD terdiri atas anggaran pendapatan, anggaran belanja, dan pembiayaan.

(3) Pendapatan daerah berasal dari pendapatan asli daerah, dana perimbangan, dan lain-lain pendapatan yang sah.

(4) Belanja daerah dirinci menurut organisasi, fungsi, dan jenis belanja.

Pasal 17

(1) APBD disusun sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan dan kemampuan pendapatan daerah.

(2) Penyusunan Rancangan APBD sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ber-pedoman kepada rencana kerja Pemerintah Daerah dalam rangka mewujudkan tercapainya tujuan bernegara.

(3) Dalam hal anggaran diperkirakan defisit, ditetapkan sumber-sumber pembiayaan untuk menutup defisit tersebut dalam Peraturan Daerah tentang APBD.

(4) Dalam hal anggaran diperkirakan surplus, ditetapkan penggunaan surplus tersebut dalam Peraturan Daerah tentang APBD.

Pasal 18

(1) Pemerintah Daerah menyampaikan kebijakan umum APBD tahun anggaran berikutnya sejalan dengan Rencana Kerja Pemerintah Daerah, sebagai landasan penyusunan RAPBD kepada DPRD selambat-lambatnya pertengahan Juni tahun berjalan.

Page 292:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

288

(2) DPRD membahas kebijakan umum APBD yang diajukan oleh Pemerintah Daerah dalam pembicaraan pendahuluan RAPBD tahun anggaran berikutnya.

(3) Berdasarkan kebijakan umum APBD yang telah disepakati dengan DPRD, Pemerintah Daerah bersama Dewan Perwakilan Rakyat Daerah membahas prioritas dan plafon anggaran sementara untuk dijadikan acuan bagi setiap Satuan Kerja Perangkat Daerah.

Pasal 19

(1) Dalam rangka penyusunan RAPBD, Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah selaku pengguna anggaran menyusun rencana kerja dan anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah tahun berikutnya.

(2) Rencana kerja Satuan Kerja Perangkat Daerah disusun dengan pendekatan berdasarkan prestasi kerja yang akan dicapai.

(3) Rencana kerja dan anggaran dimaksud dalam ayat (1) disertai dengan prakiraan belanja untuk tahun berikutnya setelah tahun anggaran yang sudah disusun.

(4) Rencana kerja dan anggaran dimaksud dalam ayat (1) dan (2) disampaikan kepada DPRD untuk dibahas dalam pembicaraan pendahuluan RAPBD.

(5) Hasil pembahasan rencana kerja dan anggaran disampaikan kepada pejabat pengelola keuangan daerah sebagai bahan penyusunan Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD tahun berikutnya.

(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyusunan rencana kerja dan anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah diatur dengan Peraturan Daerah.

Pasal 20

(1) Pemerintah Daerah mengajukan Rancangan Peraturan Daerah tentangAPBD, disertai penjelasan dan dokumen-dokumen pendukungnya kepada DPRD pada minggu pertama bulan Oktober tahun sebelumnya.

(2) Pembahasan Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD dilakukan sesuai dengan undang-undang yang mengatur susunan dan kedudukan DPRD.

(3) DPRD dapat mengajukan usul yang mengakibatkan perubahan jumlah penerimaan dan pengeluaran dalam Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD.

(4) Pengambilan keputusan oleh DPRD mengenai Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD dilakukan selambat-lambatnya satu bulan sebelum tahun anggaran yang bersangkutan dilaksanakan.

Page 293:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

289

(5) APBD yang disetujui oleh DPRD terinci sampai dengan unit organisasi, fungsi, program, kegiatan, dan jenis belanja.

Apabila DPRD tidak menyetujui Rancangan Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), untuk membiayai keperluan setiap bulan Pemerintah Daerah dapat melaksanakan pengeluaran setinggi-tingginya sebesar angka APBD tahun anggaran sebelumnya.

BAB VHUBUNGAN KEUANGAN ANTARA

PEMERINTAH PUSAT DAN BANK SENTRAL, PEMERINTAH DAERAH,SERTA PEMERINTAH/LEMBAGA ASING

Pasal 21

Pemerintah Pusat dan bank sentral berkoordinasi dalam penetapan dan pelaksanaan kebijakan fiskal dan moneter.

Pasal 22

(1) Pemerintah Pusat mengalokasikan dana perimbangan kepada Pemerintah Daerah berdasarkan undang-undang perimbangan keuangan pusat dan daerah.

(2) Pemerintah Pusat dapat memberikan pinjaman dan/atau hibah kepada Pemerintah Daerah atau sebaliknya.

(3) Pemberian pinjaman dan/atau hibah sebagaimana dimaksud dalam ayat (2)dilakukan setelah mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.

(4) Pemerintah Daerah dapat memberikan pinjaman kepada/menerima pinjaman dari daerah lain dengan persetujuan DPRD.

Pasal 23

(1) Pemerintah Pusat dapat memberikan hibah/pinjaman kepada atau menerima hibah/pinjaman dari pemerintah/lembaga asing dengan persetujuan DPR.

(2) Pinjaman dan/atau hibah yang diterima Pemerintah Pusat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat diteruspinjam-kan kepada Pemerintah Daerah/Perusahaan Negara/ Perusahaan Daerah.

Page 294:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

290

BAB VIHUBUNGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH DAN PERUSAHAAN NEGARA,

PERUSAHAAN DAERAH, PERUSAHAAN SWASTA, SERTA BADAN PENGELOLA DANA MASYARAKAT

Pasal 24

(1) Pemerintah dapat memberikan pinjaman/hibah/penyertaan modal kepada dan menerima pinjaman/hibah dari perusahaan negara/daerah.

(2) Pemberian pinjaman/hibah/penyertaan modal dan penerimaan pinjaman/hibah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) terlebih dahulu ditetapkan dalam APBN/APBD.

(3) Menteri Keuangan melakukan pembinaan dan pengawasan kepada perusahaan negara.

(4) Gubernur/bupati/walikota melakukan pembinaan dan pengawasan kepada perusahaan daerah.

(5) Pemerintah Pusat dapat melakukan penjualan dan/atau privatisasi perusahaan negara setelah mendapat persetujuan DPR.

(6) Pemerintah Daerah dapat melakukan penjualan dan/atau privatisasi perusahaan daerah setelah mendapat persetujuan DPRD.

(7) Dalam keadaan tertentu, untuk penyelamatan perekonomian nasional, Pemerintah Pusat dapat memberikan pinjaman dan/atau melakukan penyertaan modal kepada perusahaan swasta setelah mendapat persetujuan DPR.

Pasal 25

(1) Menteri Keuangan melakukan pembinaan dan pengawasan kepada badan pengelola dana masyarakat yang mendapat fasilitas dari Pemerintah Pusat.

(2) Gubernur/bupati/walikota melakukan pembinaan dan pengawasan kepada badan pengelola dana masyarakat yang mendapat fasilitas dari Pemerintah Daerah.

(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) berlaku bagi badan pengelola dana masyarakat yang mendapat fasilitas dari pemerintah.

Page 295:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

291

BAB VIIPELAKSANAAN APBN DAN APBD

Pasal 26

(1) Setelah APBN ditetapkan dengan undang-undang, pelaksanaannya dituangkan lebih lanjut dengan Keputusan Presiden.

(2) Setelah APBD ditetapkan dengan peraturan daerah, pelaksanaannya dituangkan lebih lanjut dengan Keputusan Gubernur/Bupati/Walikota.

Pasal 27

(1) Pemerintah Pusat menyusun Laporan Realisasi Semester Pertama APBN dan prognosis untuk 6 (enam) bulan berikutnya.

(2) Laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) disampaikan kepada DPR selambat-lambatnya pada akhir Juli tahun anggaran yang bersangkutan, untuk dibahas bersama antara DPR dan Pemerintah Pusat.

(3) Penyesuaian APBN dengan perkembangan dan/atau perubahan keadaan dibahas bersama DPR dengan Pemerintah Pusat dalam rangka penyusunan prakiraan perubahan atas APBN tahun anggaran yang bersangkutan, apabila terjadi:a. perkembangan ekonomi makro yang tidak sesuai dengan asumsi yang

digunakan dalam APBN;b. perubahan pokok-pokok kebijakan fiskal;c. keadaan yang menyebabkan harus dilakukan pergeseran anggaran antarunit

organisasi, antarkegiatan, dan antarjenis belanja;d. keadaan yang menyebabkan saldo anggaran lebih tahun sebelumnya

harus digunakan untuk pembiayaan anggaran yang berjalan.

(4) Dalam keadaan darurat Pemerintah dapat melakukan pengeluaran yang belum tersedia anggarannya, yang selanjutnya diusulkan dalam rancangan perubahan APBN dan/atau disampaikan dalam Laporan Realisasi Anggaran.

(5) Pemerintah Pusat mengajukan rancangan undang-undang tentang Perubahan APBN tahun anggaran yang bersangkutan berdasarkan perubahan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) untuk mendapatkan persetujuan DPR sebelum tahun anggaran yang bersangkutan berakhir.

Pasal 28

(1) Pemerintah Daerah menyusun Laporan Realisasi Semester Pertama APBD dan prognosis untuk 6 (enam) bulan berikutnya.

Page 296:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

292

(2) Laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) disampaikan kepada DPRD selambat-lambatnya pada akhir Juli tahun anggaran yang bersangkutan, untuk dibahas bersama antara DPRD dan Pemerintah Daerah.

(3) Penyesuaian APBD dengan perkembangan dan/atau perubahan keadaan dibahas bersama DPRD dengan Pemerintah Daerah dalam rangka penyusunan prakiraan Perubahan atas APBD tahun anggaran yang bersangkutan, apabila terjadi :

a. perkembangan yang tidak sesuai dengan asumsi kebijakan umum APBD;

b. keadaan yang menyebabkan harus dilakukan pergeseran anggaran antarunit organisasi, antarkegiatan, dan antarjenis belanja.

c. keadaan yang menyebabkan saldo anggaran lebih tahun sebelumnya harus digunakan untuk pembiayaan anggaran yang berjalan.

(4) Dalam keadaan darurat Pemerintah Daerah dapat melakukan pengeluaran yang belum tersedia anggarannya, yang selanjutnya diusulkan dalam rancangan perubahan APBD, dan/atau disampaikan dalam Laporan Realisasi Anggaran.

(5) Pemerintah Daerah mengajukan Rancangan Peraturan Daerah tentang Perubahan APBD tahun anggaran yang bersangkutan berdasarkan perubahan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) untuk mendapatkan persetujuan DPRD sebelum tahun anggaran yang bersangkutan berakhir.

Pasal 29

Ketentuan mengenai pengelolaan keuangan negara dalam rangka pelaksanaan APBN dan APBD ditetapkan dalam undang-undang yang mengatur perbendaharaan negara.

BAB VIII PERTANGGUNGJAWABAN PELAKSANAAN APBN DAN APBD

Pasal 30

(1) Presiden menyampaikan rancangan undang-undang tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBN kepada DPR berupa laporan keuangan yang telah diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan, selambat-lambatnya 6 (enam) bulan setelah tahun anggaran berakhir.

(2) Laporan keuangan dimaksud setidak-tidaknya meliputi Laporan Realisasi APBN, Neraca, Laporan Arus Kas, dan Catatan atas Laporan Keuangan, yang dilampiri dengan laporan keuangan perusahaan negara dan badan lainnya.

Page 297:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

293

Pasal 31

(1) Gubernur/Bupati/Walikota menyampaikan rancangan peraturan daerah tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBD kepada DPRD berupa laporan keuangan yang telah diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan, selambat-lambatnya 6 (enam) bulan setelah tahun anggaran berakhir.

(2) Laporan keuangan dimaksud setidak-tidaknya meliputi Laporan Realisasi APBD, Neraca, Laporan Arus Kas, dan Catatan atas Laporan Keuangan, yang dilampiri dengan laporan keuangan perusahaan daerah.

Pasal 32

(1) Bentuk dan isi laporan pertanggungjawaban pelaksanaan APBN/APBD sebagai-mana dimaksud dalam Pasal 30 dan Pasal 31 disusun dan disajikan sesuai dengan standar akuntansi pemerintahan.

(2) Standar akuntansi pemerintahan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) disusun oleh suatu komite standar yang independen dan ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah setelah terlebih dahulu mendapat pertimbangan dari Badan Pemeriksa Keuangan.

Pasal 33

Pemeriksaan pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan negara diatur dalam undang-undang tersendiri.

BAB IXKETENTUAN PIDANA, SANKSI ADMINISTRATIF, DAN GANTI RUGI

Pasal 34

(1) Menteri/Pimpinan lembaga/Gubernur/Bupati/Walikota yang terbukti melaku-kan penyimpangan kebijakan yang telah ditetapkan dalam undang-undang tentang APBN/Peraturan Daerah tentang APBD diancam dengan pidana penjara dan denda sesuai dengan ketentuan undang- undang.

(2) Pimpinan Unit Organisasi Kementerian Negara/Lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah yang terbukti melakukan penyimpangan kegiatan anggaran yang telah ditetapkan dalam undang-undang tentang APBN/Peraturan Daerah tentang APBD diancam dengan pidana penjara dan denda sesuai dengan ketentuan undang-undang.

(3) (Presiden memberi sanksi administratif sesuai dengan ketentuan undang- undang kepada pegawai negeri serta pihak-pihak lain yang tidak memenuhi kewajibannya sebagaimana ditentukan dalam undang-undang ini.

Page 298:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

294

Pasal 35

(1) Setiap pejabat negara dan pegawai negeri bukan bendahara yang melanggar hukum atau melalaikan kewajibannya baik langsung atau tidak langsung yang merugikan keuangan negara diwajibkan mengganti kerugian dimaksud.

(2) Setiap orang yang diberi tugas menerima, menyimpan, membayar, dan/atau menyerahkan uang atau surat berharga atau barang-barang negara adalah bendahara yang wajib menyampaikan laporan pertanggungjawaban kepada Badan Pemeriksa Keuangan.

(3) Setiap bendahara sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) bertanggung jawab secara pribadi atas kerugian keuangan negara yang berada dalam pengurusannya.

Ketentuan mengenai penyelesaian kerugian negara diatur di dalam undang-undang mengenai perbendaharaan negara.

BAB XKETENTUAN PERALIHAN

Pasal 36

(1) Ketentuan mengenai pengakuan dan pengukuran pendapatan dan belanja berbasis akrual sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 13, 14, 15, dan 16 undang-undang ini dilaksanakan selambat-lambatnya dalam 5 (lima) tahun. Selama pengakuan dan pengukuran pendapatan dan belanja berbasis akrual belum dilaksanakan, digunakan pengakuan dan pengukuran berbasis kas.

(2) Batas waktu penyampaian laporan keuangan oleh pemerintah pusat/pemerintah daerah, demikian pula penyelesaian pemeriksaan laporan keuangan pemerintah pusat/pemerintah daerah oleh Badan Pemeriksa Keuangan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 dan Pasal 31, berlaku mulai APBN/APBD tahun 2006.

BAB XI KETENTUAN PENUTUP

Pasal 37

Pada saat berlakunya undang-undang ini :

1. Indische Comptabiliteitswet (ICW), Staatsblad Tahun 1925 Nomor 448 sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang-undang Nomor 9 Tahun 1968 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1968 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2860);

Page 299:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

295

2. Indische Bedrijvenwet (IBW) Stbl. 1927 Nomor 419 jo. Stbl. 1936 Nomor 445;

3. Reglement voor het Administratief Beheer (RAB) Stbl. 1933 Nomor 381; sepanjang telah diatur dalam undang-undang ini, dinyatakan tidak berlaku lagi.

Pasal 38

Ketentuan pelaksanaan sebagai tindak lanjut undang-undang ini sudah selesai selambat-lambatnya 1 (satu) tahun sejak undang-undang ini diundangkan.

Pasal 39

Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang- undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Telah sah

pada tanggal 5 April 2003

Diundangkan di Jakarta

pada tanggal 5 April 2003

SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

BAMBANG KESOWO

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2003 NOMOR 47.

Page 300:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004
Page 301:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

297

PENJELASAN ATAS

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIANOMOR 17 TAHUN 2003

TENTANG

KEUANGAN NEGARA

I. UMUM

1. Dasar Pemikiran

Dalam rangka pencapaian tujuan bernegara sebagaimana tercantum dalam alinea IV Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 dibentuk pemerintahan negara yang menyelenggarakan fungsi Dasar Pemikiran pemerintahan dalam berbagai bidang. Pembentukan pemerintahan negara tersebut menimbulkan hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang yang perlu dikelola dalam suatu sistem pengelolaan keuangan negara.

Sebagai suatu negara yang berkedaulatan rakyat, berdasarkan hukum, dan menyelenggarakan pemerintahan negara berdasarkan konstitusi, sistem pengelolaan keuangan negara harus sesuai dengan aturan pokok yang ditetapkan dalam Undang-Undang Dasar. Dalam Undang-Undang Dasar 1945 Bab VIII Hal Keuangan, antara lain disebutkan bahwa anggaran pendapatan dan belanja negara ditetapkan setiap tahun dengan undang-undang, dan ketentuan mengenai pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara serta macam dan harga mata uang ditetapkan dengan undang-undang. Hal-hal lain mengenai keuangan negara sesuai dengan amanat Pasal 23C diatur dengan undang-undang.

Selama ini dalam pelaksanaan pengelolaan keuangan negara masih digunakan ketentuan perundang-undangan yang disusun pada masa pemerintahan kolonial Hindia Belanda yang berlaku berdasarkan Aturan Peralihan Undang-Undang Dasar 1945, yaitu Indische Comptabiliteitswet yang lebih dikenal dengan nama ICW Stbl. 1925 No. 448 selanjutnya diubah dan diundangkan dalam

Page 302:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

298

Lembaran Negara 1954 Nomor 6, 1955 Nomor 49, dan terakhir Undang-undang Nomor 9 Tahun 1968, yang ditetapkan pertama kali pada tahun 1864 dan mulai berlaku pada tahun 1867, Indische Bedrijvenwet (IBW) Stbl. 1927 No. 419 jo. Stbl. 1936 No. 445 dan Reglement voor het Administratief Beheer (RAB) Stbl. 1933 No. 381. Sementara itu, dalam pelaksanaan pemeriksaan pertanggungjawaban keuangan negara digunakan Instructie en verdere bepalingen voor de Algemeene Rekenkamer (IAR) Stbl. 1933 No. 320. Peraturan perundang-undangan tersebut tidak dapat mengakomodasikan berbagai perkembangan yang terjadi dalam sistem kelembagaan negara dan pengelolaan keuangan pemerintahan negara Republik Indonesia. Oleh karena itu, meskipun berbagai ketentuan tersebut secara formal masih tetap berlaku, secara materiil sebagian dari ketentuan dalam peraturan perundang-undangan dimaksud tidak lagi dilaksanakan. Kelemahan perundang-undangan dalam bidang keuangan negara menjadi salah satu penyebab terjadinya beberapa bentuk penyimpangan dalam pengelolaan keuangan negara. Dalam upaya menghilangkan penyimpangan tersebut dan mewujudkan sistem pengelolaan fiskal yang berkesinambungan (sustainable) sesuai dengan aturan pokok yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang Dasar dan asas-asas umum yang berlaku secara universal dalam penyelenggaraan pemerintahan negara diperlukan suatu undang-undang yang mengatur pengelolaan keuangan negara.

Upaya untuk menyusun undang-undang yang mengatur pengelolaan keuangan negara telah dirintis sejak awal berdirinya negara Indonesia. Oleh karena itu, penyelesaian Undang-undang tentang Keuangan Negara merupakan kelanjutan dan hasil dari berbagai upaya yang telah dilakukan selama ini dalam rangka memenuhi kewajiban konstitusional yang diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar 1945.

2. Hal-hal Baru dan/atau Perubahan Mendasar dalam Ketentuan Pengelolaan Keuangan Negara yang Diatur dalam Undang-undang ini

Hal-hal baru dan/atau perubahan mendasar dalam ketentuan keuangan negara yang diatur dalam undang-undang ini meliputi pengertian dan ruang lingkup keuangan negara, asas-asas umum pengelolaan keuangan negara, kedudukan Presiden sebagai pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan negara, pendelegasian kekuasaan Presiden kepada Menteri Keuangan dan Menteri/Pimpinan Lembaga, susunan APBN dan APBD, ketentuan mengenai penyusunan dan penetapan APBN dan APBD, pengaturan hubungan keuangan antara pemerintah pusat dan bank sentral, pemerintah daerah dan pemerintah/lembaga asing, pengaturan hubungan keuangan antara pemerintah dengan

Page 303:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

299

perusahaan negara, perusahaan daerah dan perusahaan swasta, dan badan pengelola dana masyarakat, serta penetapan bentuk dan batas waktu penyampaian laporan pertanggungjawaban pelaksanaan APBN dan APBD.

Undang-undang ini juga telah mengantisipasi perubahan standar akuntansi di lingkungan pemerintahan di Indonesia yang mengacu kepada perkembangan standar akuntansi di lingkungan pemerintahan secara internasional.

3. Pengertian dan Ruang Lingkup Keuangan Negara

Pendekatan yang digunakan dalam merumuskan Keuangan Negara adalah dari sisi obyek, subyek, proses, dan tujuan. Dari sisi obyek yang dimaksud dengan Keuangan Negara meliputi semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, termasuk kebijakan dan kegiatan dalam bidang fiskal, moneter dan pengelolaan kekayaan negara yang dipisahkan, serta segala sesuatu baik berupa uang, maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut. Dari sisi subyek yang dimaksud dengan Keuangan Negara meliputi seluruh obyek sebagaimana tersebut di atas yang dimiliki negara, dan/atau dikuasai oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Perusahaan Negara/Daerah, dan badan lain yang ada kaitannya dengan keuangan negara. Dari sisi proses, Keuangan Negara mencakup seluruh rangkaian kegiatan yang berkaitan dengan pengelolaan obyek sebagaimana tersebut di atas mulai dari perumusan kebijakan dan pengambilan keputusan sampai dengan pertanggunggjawaban. Dari sisi tujuan, Keuangan Negara meliputi seluruh kebijakan, kegiatan dan hubungan hukum yang berkaitan dengan pemilikan dan/atau penguasaan obyek sebagaimana tersebut di atas dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan negara.

Bidang pengelolaan Keuangan Negara yang demikian luas dapat dikelompokkan dalam sub bidang pengelolaan fiskal, sub bidang pengelolaan moneter, dan sub bidang pengelolaan kekayaan negara yang dipisahkan.

4. Asas-asas Umum Pengelolaan Keuangan Negara

Dalam rangka mendukung terwujudnya good governance dalam penyelenggara an negara, pengelolaan keuangan negara perlu diselenggarakan secara profesional, terbuka, dan bertanggung jawab sesuai dengan aturan pokok yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang Dasar. Sesuai dengan amanat Pasal 23C Undang-Undang Dasar 1945, Undang-undang tentang Keuangan Negara perlu menjabarkan aturan pokok yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang Dasar tersebut ke dalam asas-asas umum yang meliputi baik asas-asas yang telah

Page 304:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

300

lama dikenal dalam pengelolaan keuangan negara, seperti asas tahunan, asas universalitas, asas kesatuan, dan asas spesialitas maupun asas-asas baru sebagai pencerminan best practices (penerapan kaidah-kaidah yang baik) dalam pengelolaan keuangan negara, antara lain :

X akuntabilitas berorientasi pada hasil;

X profesionalitas;

X proporsionalitas;

X keterbukaan dalam pengelolaan keuangan negara;

X pemeriksaan keuangan oleh badan pemeriksa yang bebas dan mandiri.

Asas-asas umum tersebut diperlukan pula guna menjamin terselenggaranya prinsip- prinsip pemerintahan daerah sebagaimana yang telah dirumuskan dalam Bab VI Undang-Undang Dasar 1945. Dengan dianutnya asas-asas umum tersebut di dalam Undang-undang tentang Keuangan Negara, pelaksanaan Undang-undang ini selain menjadi acuan dalam reformasi manajemen keuangan negara, sekaligus dimaksudkan untuk memperkokoh landasan pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah di Negara Kesatuan Republik Indonesia.

5. Kekuasaan atas Pengelolaan Keuangan Negara

Presiden selaku Kepala Pemerintahan memegang kekuasaan pengelolaan keuangan negara sebagai bagian dari kekuasaan pemerintahan. Kekuasaan tersebut meliputi kewenangan yang bersifat umum dan kewenangan yang bersifat khusus. Untuk membantu Presiden dalam penyelenggaraan kekuasaan dimaksud, sebagian dari kekuasaan tersebut dikuasakan kepada Menteri Keuangan selaku Pengelola Fiskal dan Wakil Pemerintah dalam kepemilikan kekayaan negara yang dipisahkan, serta kepada Menteri/Pimpinan Lembaga selaku Pengguna Anggaran/Pengguna Barang kementerian negara/lembaga yang dipimpinnya. Menteri Keuangan sebagai pembantu Presiden dalam bidang keuangan pada hakekatnya adalah Chief Financial Officer (CFO) Pemerintah Republik Indonesia, sementara setiap menteri/pimpinan lembaga pada hakekatnya adalah Chief Operational Officer (COO) untuk suatu bidang tertentu pemerintahan. Prinsip ini perlu dilaksanakan secara konsisten agar terdapat kejelasan dalam pembagian wewenang dan tanggung jawab, terlaksananya mekanisme checks and balances serta untuk mendorong upaya peningkatan profesionalisme dalam penyelenggaraan tugas pemerintahan.

Sub bidang pengelolaan fiskal meliputi fungsi-fungsi pengelolaan kebijakan fiskal dan kerangka ekonomi makro, penganggaran, administrasi perpajakan, administrasi kepabeanan, perbendaharaan, dan pengawasan keuangan.

Page 305:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

301

Sesuai dengan asas desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan negara sebagian kekuasaan Presiden tersebut diserahkan kepada Gubernur/ Bupati/Walikota selaku pengelola keuangan daerah. Demikian pula untuk mencapai kestabilan nilai rupiah tugas menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter serta mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran dilakukan oleh bank sentral.

6. Penyusunan dan Penetapan APBN dan APBD

Ketentuan mengenai penyusunan dan penetapan APBN/APBD dalam undang-undang ini meliputi penegasan tujuan dan fungsi penganggaran pemerintah, penegasan peran DPR/DPRD dan pemerintah dalam proses penyusunan dan penetapan anggaran, pengintegrasian sistem akuntabilitas kinerja dalam sistem penganggaran, penyempurnaan klasifikasi anggaran, penyatuan anggaran, dan penggunaan kerangka pengeluaran jangka menengah dalam penyusunan anggaran.

Anggaran adalah alat akuntabilitas, manajemen, dan kebijakan ekonomi. Sebagai instrumen kebijakan ekonomi anggaran berfungsi untuk mewujudkan pertumbuhan dan stabilitas perekonomian serta pemerataan pendapatan dalam rangka mencapai tujuan bernegara. Dalam upaya untuk meluruskan kembali tujuan dan fungsi anggaran tersebut perlu dilakukan pengaturan secara jelas peran DPR/DPRD dan pemerintah dalam proses penyusunan dan penetapan anggaran sebagai penjabaran aturan pokok yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang Dasar 1945. Sehubungan dengan itu, dalam undang-undang ini disebutkan bahwa belanja negara/belanja daerah dirinci sampai dengan unit organisasi, fungsi, program, kegiatan, dan jenis belanja. Hal tersebut berarti bahwa setiap pergeseran anggaran antarunit organisasi, antarkegiatan, dan antarjenis belanja harus mendapat persetujuan DPR/DPRD.

Masalah lain yang tidak kalah pentingnya dalam upaya memperbaiki proses penganggaran di sektor publik adalah penerapan anggaran berbasis prestasi kerja. Mengingat bahwa sistem anggaran berbasis prestasi kerja/hasil memerlukan kriteria pengendalian kinerja dan evaluasi serta untuk menghindari duplikasi dalam penyusunan rencana kerja dan anggaran kementerian negara/lembaga/perangkat daerah, perlu dilakukan penyatuan sistem akuntabilitas kinerja dalam sistem penganggaran dengan memperkenalkan sistem penyusunan rencana kerja dan anggaran kementerian negara/lembaga/perangkat daerah. Dengan penyusunan rencana kerja dan anggaran kementerian/lembaga/perangkat daerah tersebut dapat terpenuhi sekaligus kebutuhan akan anggaran

Page 306:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

302

berbasis prestasi kerja dan pengukuran akuntabilitas kinerja kementerian/lembaga/perangkat daerah yang bersangkutan.

Sejalan dengan upaya untuk menerapkan secara penuh anggaran berbasis kinerja di sektor publik, perlu pula dilakukan perubahan klasifikasi anggaran agar sesuai dengan klasifikasi yang digunakan secara internasional. Perubahan dalam pengelompokan transaksi pemerintah tersebut dimaksudkan untuk memudahkan pelaksanaan anggaran berbasis kinerja, memberikan gambaran yang objektif dan proporsional mengenai kegiatan pemerintah, menjaga konsistensi dengan standar akuntansi sektor publik, serta memudahkan penyajian dan meningkatkan kredibilitas statistik keuangan pemerintah.

Selama ini anggaran belanja pemerintah dikelompokkan atas anggaran belanja rutin dan anggaran belanja pembangunan. Pengelompokan dalam anggaran belanja rutin dan anggaran belanja pembangunan yang semula bertujuan untuk memberikan penekanan pada arti pentingnya pembangunan dalam pelaksanaannya telah menimbulkan peluang terjadinya duplikasi, penumpukan, dan penyimpangan anggaran. Sementara itu, penuangan rencana pembangunan dalam suatu dokumen perencanaan nasional lima tahunan yang ditetapkan dengan undang-undang dirasakan tidak realistis dan semakin tidak sesuai dengan dinamika kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan dalam era globalisasi.

Perkembangan dinamis dalam penyelenggaraan pemerintahan membutuhkan sistem perencanaan fiskal yang terdiri dari sistem penyusunan anggaran tahunan yang dilaksanakan sesuai dengan Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah (Medium Term Expenditure Framework) sebagaimana dilaksanakan di kebanyakan negara maju. Walaupun anggaran dapat disusun dengan baik, jika proses penetapannya terlambat akan berpotensi menimbulkan masalah dalam pelaksanaannya. Oleh karena itu, dalam undang-undang ini diatur secara jelas mekanisme pembahasan anggaran tersebut di DPR/DPRD, termasuk pembagian tugas antara panitia/komisi anggaran dan komisi- komisi pasangan kerja kementerian negara/lembaga/perangkat daerah di DPR/DPRD.

7. Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Bank Sentral, Pemerintah Daerah, Pemerintah/Lembaga Asing, Perusahaan Negara, Perusahaan Daerah, Perusahaan Swasta, serta Badan Pengelola Dana Masyarakat

Sejalan dengan semakin luas dan kompleksnya kegiatan pengelolaan keuangan negara, perlu diatur ketentuan mengenai hubungan keuangan antara pemerintah dan lembaga-lembaga infra/supranasional. Ketentuan tersebut meliputi hubungan keuangan antara pemerintah pusat dan bank sentral, pemerintah

Page 307:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

303

daerah, pemerintah asing, badan/lembaga asing, serta hubungan keuangan antara pemerintah dan perusahaan negara, perusahaan daerah, perusahaan swasta dan badan pengelola dana masyarakat. Dalam hubungan keuangan antara pemerintah pusat dan bank sentral ditegaskan bahwa pemerintah pusat dan bank sentral berkoordinasi dalam penetapan dan pelaksanaan kebijakan fiskal dan moneter. Dalam hubungan dengan pemerintah daerah, undang-undang ini menegaskan adanya kewajiban pemerintah pusat mengalokasikan dana perimbangan kepada pemerintah daerah. Selain itu, undang-undang ini mengatur pula perihal penerimaan pinjaman luar negeri pemerintah. Dalam hubungan antara pemerintah dan perusahaan negara, perusahaan daerah, perusahaan swasta, dan badan pengelola dana masyarakat ditetapkan bahwa pemerintah dapat memberikan pinjaman/hibah/penyertaan modal kepada dan menerima pinjaman/hibah dari perusahaan negara/daerah setelah mendapat persetujuan DPR/DPRD.

8. Pelaksanaan APBN dan APBD

Setelah APBN ditetapkan secara rinci dengan undang-undang, pelaksanaan-nya dituangkan lebih lanjut dengan keputusan Presiden sebagai pedoman bagi kementerian negara/lembaga dalam pelaksanaan anggaran. Penuangan dalam keputusan Presiden tersebut terutama menyangkut hal-hal yang belum dirinci di dalam undang-undang APBN, seperti alokasi anggaran untuk kantor pusat dan kantor daerah kementerian negara/lembaga, pembayaran gaji dalam belanja pegawai, dan pembayaran untuk tunggakan yang menjadi beban kementerian negara/lembaga. Selain itu, penuangan dimaksud meliputi pula alokasi dana perimbangan untuk provinsi/kabupaten/kota dan alokasi subsidi sesuai dengan keperluan perusahaan/badan yang menerima.

Untuk memberikan informasi mengenai perkembangan pelaksanaan APBN/APBD, pemerintah pusat/pemerintah daerah perlu menyampaikan laporan realisasi semester pertama kepada DPR/DPRD pada akhir Juli tahun anggaran yang bersangkutan. Informasi yang disampaikan dalam laporan tersebut menjadi bahan evaluasi pelaksanaan APBN/APBD semester pertama dan penyesuaian/perubahan APBN/APBD pada semester berikutnya.

Ketentuan mengenai pengelolaan keuangan negara dalam rangka pelaksanaan APBN/APBD ditetapkan tersendiri dalam undang-undang yang mengatur perbendaharaan negara mengingat lebih banyak menyangkut hubungan administratif antarkementerian negara/lembaga di lingkungan pemerintah.

Page 308:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

304

9. Pertanggungjawaban Pengelolaan Keuangan Negara

Salah satu upaya konkrit untuk mewujudkan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara adalah penyampaian laporan pertanggungjawaban keuangan pemerintah yang memenuhi prinsip-prinsip tepat waktu dan disusun dengan mengikuti standar akuntansi pemerintah yang telah diterima secara umum.

Dalam undang-undang ini ditetapkan bahwa laporan pertanggung-jawaban pelaksanaan APBN/APBD disampaikan berupa laporan keuangan yang setidak- tidaknya terdiri dari laporan realisasi anggaran, neraca, laporan arus kas dan catatan atas laporan keuangan yang disusun sesuai dengan standar akuntansi pemerintah. Laporan keuangan pemerintah pusat yang telah diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan harus disampaikan kepada DPR selambat-lambatnya 6 (enam) bulan setelah berakhirnya tahun anggaran yang bersangkutan, demikian pula laporan keuangan pemerintah daerah yang telah diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan harus disampaikan kepada DPRD selambat-lambatnya 6 (enam) bulan setelah berakhirnya tahun anggaran yang bersangkutan.

Dalam rangka akuntabilitas pengelolaan keuangan negara menteri/pimpinan lembaga/gubernur/bupati/walikota selaku pengguna anggaran/pengguna barang bertanggung jawab atas pelaksanaan kebijakan yang ditetapkan dalam Undang-undang tentang APBN/Peraturan Daerah tentang APBD, dari segi manfaat/hasil (outcome). Sedangkan Pimpinan unit organisasi kementerian negara/lembaga bertanggung jawab atas pelaksanaan kegiatan yang ditetapkan dalam Undang-undang tentang APBN, demikian pula Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah bertanggung jawab atas pelaksanaan kegiatan yang ditetapkan dalam Peraturan Daerah tentang APBD, dari segi barang dan/atau jasa yang disediakan (output). Sebagai konsekuensinya, dalam undang-undang ini diatur sanksi yang berlaku bagi menteri/pimpinan lembaga/gubernur/bupati/walikota, serta Pimpinan unit organisasi kementerian negara/lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah yang terbukti melakukan penyimpangan kebijakan/kegiatan yang telah ditetapkan dalam Undang- undang tentang APBN /Peraturan Daerah tentang APBD. Ketentuan sanksi tersebut dimaksudkan sebagai upaya preventif dan represif, serta berfungsi sebagai jaminan atas ditaatinya Undang-undang tentang APBN/Peraturan Daerah tentang APBD yang bersangkutan.

Selain itu perlu ditegaskan prinsip yang berlaku universal bahwa barang siapa yang diberi wewenang untuk menerima, menyimpan dan membayar atau menyerahkan uang, surat berharga atau barang milik negara bertanggungjawab

Page 309:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

305

secara pribadi atas semua kekurangan yang terjadi dalam pengurusannya. Kewajiban untuk mengganti kerugian keuangan negara oleh para pengelola keuangan negara dimaksud merupakan unsur pengendalian intern yang andal.

II. PASAL DEMI PASAL

Pasal 1

Cukup jelas

Pasal 2

Huruf a

Cukup jelas

Huruf b

Cukup jelas

Huruf c

Cukup jelas

Huruf d

Cukup jelas

Huruf e

Cukup jelas

Huruf f

Cukup jelas

Huruf g

Cukup jelas

Huruf h

Cukup jelas

Huruf i

Kekayaan pihak lain sebagaimana dimaksud dalam huruf i meliputi kekayaan yang dikelola oleh orang atau badan lain berdasarkan kebijakan pemerintah, yayasan-yayasan di lingkungan kementerian negara/lembaga, atau perusahaan negara/daerah.

Pasal 3

Ayat (1)

Setiap penyelenggara negara wajib mengelola keuangan negara secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif,

Page 310:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

306

transparan, dan bertanggung jawab dengan memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan.

Pengelolaan dimaksud dalam ayat ini mencakup keseluruhan kegiatan perencanaan, penguasaan, penggunaan, pengawasan, dan pertanggung-jawaban.

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)

Fungsi otorisasi mengandung arti bahwa anggaran negara menjadi dasar untuk melaksanakan pendapatan dan belanja pada tahun yang bersangkutan.

Fungsi perencanaan mengandung arti bahwa anggaran negara menjadi pedoman bagi manajemen dalam merencanakan kegiatan pada tahun yang bersangkutan.

Fungsi pengawasan mengandung arti bahwa anggaran negara menjadi pedoman untuk menilai apakah kegiatan penyelenggaraan pemerintahan negara sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan.

Fungsi alokasi mengandung arti bahwa anggaran negara harus diarahkan untuk mengurangi pengangguran dan pemborosan sumber daya, serta meningkatkan efisiensi dan efektivitas perekonomian.

Fungsi distribusi mengandung arti bahwa kebijakan anggaran negara harus memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan.

Fungsi stabilisasi mengandung arti bahwa anggaran pemerintah menjadi alat untuk memelihara dan mengupayakan keseimbangan fundamental perekonomian.

Ayat (5)

Cukup jelas

Ayat (6)

Cukup jelas

Ayat (7)

Cukup jelas

Ayat (8)

Cukup jelas

Page 311:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

307

Pasal 4

Cukup jelas

Pasal 5

Cukup jelas

Pasal 6

Ayat (1)

Kekuasaan pengelolaan Keuangan Negara sebagaimana dimaksud dalam ayat ini meliputi kewenangan yang bersifat umum dan kewenangan yang bersifat khusus. Kewenangan yang bersifat umum meliputi penetapan arah, kebijakan umum, strategi, dan prioritas dalam pengelolaan APBN, antara lain penetapan pedoman pelaksanaan dan pertanggungjawaban APBN, penetapan pedoman penyusunan rencana kerja kementerian negara/lembaga, penetapan gaji dan tunjangan, serta pedoman pengelolaan Penerimaan Negara.

Kewenangan yang bersifat khusus meliputi keputusan/ kebijakan teknis yang berkaitan dengan pengelolaan APBN, antara lain keputusan sidang kabinet di bidang pengelolaan APBN, keputusan rincian APBN, keputusan dana perimbangan, dan penghapusan aset dan piutang negara.

Ayat (2)

Huruf a

Cukup jelas

Huruf b

Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan lembaga adalah lembaga negara dan lembaga pemerintah nonkementerian negara.

Di lingkungan lembaga negara, yang dimaksud dengan pimpinan lembaga adalah pejabat yang bertangguing jawab atas pengelolaan keuangan lembaga yang bersangkutan.

Huruf c

Cukup jelas

Huruf d

Cukup jelas

Pasal 7

Cukup jelas

Page 312:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

308

Pasal 8

Cukup jelas

Pasal 9

Huruf a

Cukup jelas

Huruf b

Cukup jelas

Huruf c

Cukup jelas

Huruf d

Cukup jelas

Huruf e

Piutang dimaksud dalam ayat ini adalah hak negara dalam rangka penerimaan negara bukan pajak yang pemungutannya menjadi tanggung jawab kementerian negara/lembaga yang bersangkutan.

Utang dimaksud dalam ayat ini adalah kewajiban negara kepada pihak ketiga dalam rangka pengadaan barang dan jasa yang pembayarannya merupakan tanggung jawab kementerian negara/lembaga berkaitan sebagai unit pengguna anggaran dan/atau kewajiban lainnya yang timbul berdasarkan undang-undang/keputusan pengadilan.

Huruf f

Cukup jelas

Huruf g

Penyusunan dan penyajian laporan keuangan dimaksud adalah dalam rangka akuntabilitas dan keterbukaan dalam pengelolaan keuangan negara, termasuk prestasi kerja yang dicapai atas penggunaan anggaran.

Huruf h

Cukup jelas

Pasal 10

Ayat (1)

Cukup jelas

Page 313:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

309

Ayat (2)

Huruf a

Cukup jelas

Huruf b

Cukup jelas

Huruf c

Cukup jelas

Huruf d

Cukup jelas

Huruf e

Cukup jelas

Ayat (3)

Huruf a

Cukup jelas

Huruf b

Cukup jelas

Huruf c

Cukup jelas

Huruf d

Cukup jelas

Huruf e

Cukup jelas

Huruf f

Cukup jelas

Huruf g

Penyusunan dan penyajian laporan keuangan dimaksud adalah dalam rangka akuntabilitas dan keterbukaan dalam pengelolaan keuangan daerah, termasuk prestasi kerja yang dicapai atas penggunaan anggaran.

Pasal 11

Ayat (1)

Cukup jelas

Page 314:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

310

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Dalam pungutan perpajakan tersebut termasuk pungutan bea masuk dan cukai.

Ayat (4)

Cukup jelas

Ayat (5)

Rincian belanja negara menurut organisasi disesuaikan dengan susunan kementerian negara/lembaga pemerintahan pusat.

Rincian belanja negara menurut fungsi antara lain terdiri dari pelayanan umum, pertahanan, ketertiban dan keamanan, ekonomi, lingkungan hidup, perumahan dan fasilitas umum, kesehatan, pariwisata, budaya, agama, pendidikan, dan perlindungan sosial.

Rincian belanja negara menurut jenis belanja (sifat ekonomi) antara lain terdiri dari belanja pegawai, belanja barang, belanja modal, bunga, subsidi, hibah, bantuan sosial, dan belanja lain-lain.

Pasal 12

Ayat (1)

Dalam menyusun APBN dimaksud, diupayakan agar belanja operasional tidak melampaui pendapatan dalam tahun anggaran yang bersangkutan.

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Defisit anggaran dimaksud dibatasi maksimal 3% dari Produk Domestik Bruto. Jumlah pinjaman dibatasi maksimal 60% dari Produk Domestik Bruto.

Ayat (4)

Penggunaan surplus anggaran perlu mempertimbangkan prinsip per-tanggungjawaban antar generasi sehingga penggunaannya diutamakan untuk pengurangan utang, pembentukan dana cadangan, dan peningkatan jaminan sosial.

Pasal 13

Cukup jelas

Page 315:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

311

Pasal 14

Cukup jelas

Pasal 15

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Perubahan Rancangan Undang-undang tentang APBN dapat diusulkan oleh DPR sepanjang tidak mengakibatkan peningkatan defisit anggaran.

Ayat (4)

Cukup jelas

Ayat (5)

Cukup jelas

Ayat (6)

Cukup jelas

Pasal 16

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)

Rincian belanja daerah menurut organisasi disesuaikan dengan susunan perangkat daerah/lembaga teknis daerah.

Rincian belanja daerah menurut fungsi antara lain terdiri dari pelayanan umum, ketertiban dan keamanan, ekonomi, lingkungan hidup, perumahan dan fasilitas umum, kesehatan, pariwisata, budaya, agama, pendidikan, serta perlindungan sosial. Rincian belanja daerah menurut jenis belanja (sifat ekonomi) antara lain terdiri dari belanja pegawai, belanja barang, belanja modal, bunga, subsidi, hibah, dan bantuan sosial.

Page 316:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

312

Pasal 17

Ayat (1)

Dalam menyusun APBD dimaksud, diupayakan agar belanja operasional tidak melampaui pendapatan dalam tahun anggaran yang bersangkutan.

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Defisit anggaran dimaksud dibatasi maksimal 3% dari Produk Regional Bruto daerah yang bersangkutan. Jumlah pinjaman dibatasi maksimal 60% dari Produk Regional Bruto daerah yang bersangkutan.

Ayat (4)

Penggunaan surplus anggaran perlu mempertimbangkan prinsip per-tanggungjawaban antar generasi, sehingga penggunaannya diutamakan untuk pengurangan utang, pembentukan cadangan, dan peningkatan jaminan sosial.

Pasal 18

Cukup jelas

Pasal 19

Cukup jelas

Pasal 20

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Perubahan Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD dapat diusulkan oleh DPRD sepanjang tidak mengakibatkan peningkatan defisit anggaran.

Ayat (4)

Cukup jelas

Ayat (5)

Cukup jelas

Ayat (6)

Cukup jelas

Page 317:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

313

Pasal 21

Cukup jelas

Pasal 22

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Pemerintah wajib menyampaikan kepada Badan Pemeriksa Keuangan salinan setiap perjanjian pinjaman dan/atau hibah yang telah ditandatangani.

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)

Cukup jelas

Pasal 23

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Pemerintah wajib menyampaikan kepada Badan Pemeriksa Keuangan salinan setiap perjanjian pinjaman dan/atau hibah yang telah ditandatangani.

Pasal 24

Ayat (1)

Pemerintah wajib menyampaikan kepada Badan Pemeriksa Keuangan salinan setiap perjanjian pinjaman dan/atau hibah yang telah ditandatangani.

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)

Cukup jelas

Ayat (5)

Cukup jelas

Ayat (6)

Cukup jelas

Page 318:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

314

Ayat (7)

Cukup jelas

Pasal 25

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan badan pengelola dana masyarakat dalam ayat ini tidak termasuk perusahaan jasa keuangan yang telah diatur dalam aturan tersendiri.

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Pasal 26

Cukup jelas

Pasal 27

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)

Pengeluaran tersebut dalam ayat ini termasuk belanja untuk keperluan mendesak yang kriterianya ditetapkan dalam Undang-undang tentang APBN yang bersangkutan.

Ayat (5)

Cukup jelas

Pasal 28

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Page 319:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

315

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)

Pengeluaran tersebut dalam ayat ini termasuk belanja untuk keperluan mendesak yang kriterianya ditetapkan dalam Peraturan Daerah tentang APBD yang bersangkutan.

Ayat (5)

Cukup jelas

Pasal 29

Cukup jelas

Pasal 30

Ayat (1)

Pemeriksaan oleh Badan Pemeriksa Keuangan diselesaikan selambat-lambatnya 2 (dua) bulan setelah menerima laporan keuangan dari Pemerintah Pusat.

Ayat (2)

Laporan Realisasi Anggaran selain menyajikan realisasi pendapatan dan belanja, juga menjelaskan prestasi kerja setiap kementerian negara/lembaga.

Pasal 31

Ayat (1)

Pemeriksaan laporan keuangan oleh Badan Pemeriksa Keuangan diselesaikan selambat-lambatnya 2 (dua) bulan setelah menerima laporan keuangan dari Pemerintah Daerah.

Ayat (2)

Laporan Realisasi Anggaran selain menyajikan realisasi pendapatan dan belanja, juga menjelaskan prestasi kerja satuan kerja perangkat daerah.

Pasal 32

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Apabila dalam waktu 2 (dua) bulan tidak memberikan pertimbangan yang

Page 320:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

316

diminta, Badan Pemeriksa Keuangan dianggap menyetujui sepenuhnya standar akuntansi pemerintahan yang diajukan oleh Pemerintah.

Pasal 33

Cukup jelas

Pasal 34

Ayat (1)

Kebijakan yang dimaksud dalam ayat ini tercermin pada manfaat/hasil yang harus dicapai dengan pelaksanaan fungsi dan program kementerian negara/lembaga/pemerintahan daerah yang bersangkutan.

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Pasal 35

Cukup jelas

Pasal 36

Cukup jelas

Pasal 37

Cukup jelas

Pasal 38

Peraturan perundang-undangan yang terkait dengan pelaksanaan Undang-undang ini sudah harus selesai selambat-lambatnya dalam waktu 1 (satu) tahun. Pelaksanaan penataan dimulai sejak ditetapkannya Undang-undang ini dan sudah selesai dalam waktu 2 (dua) tahun.

Pasal 39

Cukup jelas

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4286

Page 321:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

317

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIANOMOR 60 TAHUN 2008

TENTANG

SISTEM PENGENDALIAN INTERN PEMERINTAH

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 58 ayat (2) Undang- Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah;

Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355);

MEMUTUSKAN:

Menetapkan: PERATURAN PEMERINTAH TENTANG SISTEM PENGENDALIAN INTERN PEMERINTAH.

BAB IKETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:

1. Sistem Pengendalian Intern adalah proses yang integral pada tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara terus menerus oleh pimpinan dan seluruh

Page 322:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

318

pegawai untuk memberikan keyakinan memadai atas tercapainya tujuan organisasi melalui kegiatan yang efektif dan efisien, keandalan pelaporan keuangan, pengamanan aset negara, dan ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan.

2. Sistem Pengendalian Intern Pemerintah, yang selanjutnya disingkat SPIP, adalah Sistem Pengendalian Intern yang diselenggarakan secara menyeluruh di lingkungan pemerintah pusat dan pemerintah daerah.

3. Pengawasan Intern adalah seluruh proses kegiatan audit, reviu, evaluasi, pemantauan, dan kegiatan pengawasan lain terhadap penyelenggaraan tugas dan fungsi organisasi dalam rangka memberikan keyakinan yang memadai bahwa kegiatan telah dilaksanakan sesuai dengan tolok ukur yang telah ditetapkan secara efektif dan efisien untuk kepentingan pimpinan dalam mewujudkan tata kepemerintahan yang baik.

4. Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan, yang selanjutnya disingkat BPKP, adalah aparat pengawasan intern pemerintah yang bertanggung jawab langsung kepada Presiden.

5. Inspektorat Jenderal atau nama lain yang secara fungsional melaksanakan pengawasan intern adalah aparat pengawasan intern pemerintah yang bertanggung jawab langsung kepada menteri/pimpinan lembaga.

6. Inspektorat Provinsi adalah aparat pengawasan intern pemerintah yang bertanggung jawab langsung kepada gubernur.

7. Inspektorat Kabupaten/Kota adalah aparat pengawasan intern pemerintah yang bertanggung jawab langsung kepada bupati/walikota.

8. Kementerian negara adalah organisasi dalam Pemerintahan Republik Indonesia yang dipimpin oleh menteri untuk melaksanakan tugas dalam bidang tertentu.

9. Lembaga adalah organisasi non-kementerian negara dan instansi lain pengguna anggaran yang dibentuk untuk melaksanakan tugas tertentu berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 atau peraturan perundang-undangan lainnya.

10. Pemerintah daerah adalah gubernur, bupati, atau walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.

11. Instansi Pemerintah adalah unsur penyelenggara pemerintahan pusat atau unsur penyelenggara pemerintahan daerah.

Page 323:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

319

Pasal 2

(1) Untuk mencapai pengelolaan keuangan negara yang efektif, efisien, transparan, dan akuntabel, menteri/pimpinan lembaga, gubernur, dan bupati/walikota wajib melakukan pengendalian atas penyelenggaraan kegiatan pemerintahan.

(2) Pengendalian atas penyelenggaraan kegiatan pemerintahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan dengan berpedoman pada SPIP sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah ini.

(3) SPIP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bertujuan untuk memberikan keyakinan yang memadai bagi tercapainya efektivitas dan efisiensi pencapaian tujuan penyelenggaraan pemerintahan negara, keandalan pelaporan keuangan, pengamanan aset negara, dan ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan.

BAB IIUNSUR SISTEM PENGENDALIAN INTERN PEMERINTAH

Bagian KesatuUmum

Pasal 3

(1) SPIP terdiri atas unsur:

a. lingkungan pengendalian;

b. penilaian risiko;

c. kegiatan pengendalian;

d. informasi dan komunikasi; dan

e. pemantauan pengendalian intern.

(2) Penerapan unsur SPIP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan menyatu dan menjadi bagian integral dari kegiatan Instansi Pemerintah.

Bagian KeduaLingkungan Pengendalian

Pasal 4

Pimpinan Instansi Pemerintah wajib menciptakan dan memelihara lingkungan pengendalian yang menimbulkan perilaku positif dan kondusif untuk penerapan Sistem Pengendalian Intern dalam lingkungan kerjanya, melalui:

Page 324:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

320

a. penegakan integritas dan nilai etika;

b. komitmen terhadap kompetensi;

c. kepemimpinan yang kondusif;

d. pembentukan struktur organisasi yang sesuai dengan kebutuhan;

e. pendelegasian wewenang dan tanggung jawab yang tepat;

f. penyusunan dan penerapan kebijakan yang sehat tentang pembinaan sumber daya manusia;

g. perwujudan peran aparat pengawasan intern pemerintah yang efektif; dan

h. hubungan kerja yang baik dengan Instansi Pemerintah terkait.

Pasal 5

Penegakan integritas dan nilai etika sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf a sekurang-kurangnya dilakukan dengan:

a. menyusun dan menerapkan aturan perilaku;

b. memberikan keteladanan pelaksanaan aturan perilaku pada setiap tingkat pimpinan Instansi Pemerintah;

c. menegakkan tindakan disiplin yang tepat atas penyimpangan terhadap kebijakan dan prosedur, atau pelanggaran terhadap aturan perilaku;

d. menjelaskan dan mempertanggungjawabkan adanya intervensi atau pengabaian pengendalian intern; dan

e. menghapus kebijakan atau penugasan yang dapat mendorong perilaku tidak etis.

Pasal 6

Komitmen terhadap kompetensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf b sekurang-kurangnya dilakukan dengan:

a. mengidentifikasi dan menetapkan kegiatan yang dibutuhkan untuk menyelesaikan tugas dan fungsi pada masing-masing posisi dalam Instansi Pemerintah;

b. menyusun standar kompetensi untuk setiap tugas dan fungsi pada masing- masing posisi dalam Instansi Pemerintah;

c. menyelenggarakan pelatihan dan pembimbingan untuk membantu pegawai mempertahankan dan meningkatkan kompetensi pekerjaannya; dan

d. memilih pimpinan Instansi Pemerintah yang memiliki kemampuan manajerial dan pengalaman teknis yang luas dalam pengelolaan Instansi Pemerintah.

Page 325:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

321

Pasal 7

Kepemimpinan yang kondusif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf c sekurang-kurangnya ditunjukkan dengan:

a. mempertimbangkan risiko dalam pengambilan keputusan;

b. menerapkan manajemen berbasis kinerja;

c. mendukung fungsi tertentu dalam penerapan SPIP;

d. melindungi atas aset dan informasi dari akses dan penggunaan yang tidak sah;

e. melakukan interaksi secara intensif dengan pejabat pada tingkatan yang lebih rendah; dan

f. merespon secara positif terhadap pelaporan yang berkaitan dengan keuangan, penganggaran, program, dan kegiatan.

Pasal 8

(1) Pembentukan struktur organisasi yang sesuai dengan kebutuhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf d sekurang-kurangnya dilakukan dengan:

a. menyesuaikan dengan ukuran dan sifat kegiatan Instansi Pemerintah;

b. memberikan kejelasan wewenang dan tanggung jawab dalam Instansi Pemerintah;

c. memberikan kejelasan hubungan dan jenjang pelaporan intern dalam Instansi Pemerintah;

d. melaksanakan evaluasi dan penyesuaian periodik terhadap struktur organisasi sehubungan dengan perubahan lingkungan strategis; dan

e. menetapkan jumlah pegawai yang sesuai, terutama untuk posisi pimpinan.

(2) Penyusunan struktur organisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berpedoman pada peraturan perundang-undangan.

Pasal 9

Pendelegasian wewenang dan tanggung jawab yang tepat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf e sekurang-kurangnya dilaksanakan dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut:

a. wewenang diberikan kepada pegawai yang tepat sesuai dengan tingkat tanggung jawabnya dalam rangka pencapaian tujuan Instansi Pemerintah;

Page 326:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

322

b. pegawai yang diberi wewenang sebagaimana dimaksud dalam huruf a memahami bahwa wewenang dan tanggung jawab yang diberikan terkait dengan pihak lain dalam Instansi Pemerintah yang bersangkutan; dan

c. pegawai yang diberi wewenang sebagaimana dimaksud dalam huruf b memahami bahwa pelaksanaan wewenang dan tanggung jawab terkait dengan penerapan SPIP.

Pasal 10

(1) Penyusunan dan penerapan kebijakan yang sehat tentang pembinaan sumber daya manusia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf f dilaksanakan dengan memperhatikan sekurang-kurangnya hal-hal sebagai berikut:

a. penetapan kebijakan dan prosedur sejak rekrutmen sampai dengan pemberhentian pegawai;

b. penelusuran latar belakang calon pegawai dalam proses rekrutmen; dan

c. supervisi periodik yang memadai terhadap pegawai.

(2) Penyusunan dan penerapan kebijakan pembinaan sumber daya manusia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berpedoman pada peraturan perundang- undangan.

Pasal 11

Perwujudan peran aparat pengawasan intern pemerintah yang efektif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf g sekurang-kurangnya harus:

a. memberikan keyakinan yang memadai atas ketaatan, kehematan, efisiensi, dan efektivitas pencapaian tujuan penyelenggaraan tugas dan fungsi Instansi Pemerintah;

b. memberikan peringatan dini dan meningkatkan efektivitas manajemen risiko dalam penyelenggaraan tugas dan fungsi Instansi Pemerintah; dan

c. memelihara dan meningkatkan kualitas tata kelola penyelenggaraan tugas dan fungsi Instansi Pemerintah.

Pasal 12

Hubungan kerja yang baik dengan Instansi Pemerintah terkait sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf h diwujudkan dengan adanya mekanisme saling uji antar Instansi Pemerintah terkait.

Page 327:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

323

Bagian KetigaPenilaian Risiko

Pasal 13

(1) Pimpinan Instansi Pemerintah wajib melakukan penilaian risiko.

(2) Penilaian risiko sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:

a. identifikasi risiko; dan

b. analisis risiko.

(3) Dalam rangka penilaian risiko sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pimpinan Instansi Pemerintah menetapkan:

a. tujuan Instansi Pemerintah; dan

b. tujuan pada tingkatan kegiatan, dengan berpedoman pada peraturan perundang-undangan.

Pasal 14

(1) Tujuan Instansi Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (3) huruf a memuat pernyataan dan arahan yang spesifik, terukur, dapat dicapai, realistis, dan terikat waktu.

(2) Tujuan Instansi Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dikomunikasikan kepada seluruh pegawai.

(3) Untuk mencapai tujuan Instansi Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pimpinan Instansi Pemerintah menetapkan:

a. strategi operasional yang konsisten; dan

b. strategi manajemen terintegrasi dan rencana penilaian risiko.

Pasal 15

Penetapan tujuan pada tingkatan kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (3) huruf b sekurang-kurangnya dilakukan dengan memperhatikan ketentuan sebagai berikut:

a. berdasarkan pada tujuan dan rencana strategis Instansi Pemerintah;

b. saling melengkapi, saling menunjang, dan tidak bertentangan satu dengan lainnya;

c. relevan dengan seluruh kegiatan utama Instansi Pemerintah;

d. mengandung unsur kriteria pengukuran;

e. didukung sumber daya Instansi Pemerintah yang cukup; dan

f. melibatkan seluruh tingkat pejabat dalam proses penetapannya.

Page 328:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

324

Pasal 16

Identifikasi risiko sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2) huruf a sekurang-kurangnya dilaksanakan dengan:

a. menggunakan metodologi yang sesuai untuk tujuan Instansi Pemerintah dan tujuan pada tingkatan kegiatan secara komprehensif;

b. menggunakan mekanisme yang memadai untuk mengenali risiko dari faktor eksternal dan faktor internal; dan

c. menilai faktor lain yang dapat meningkatkan risiko.

Pasal 17

(1) Analisis risiko sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2) huruf b dilaksanakan untuk menentukan dampak dari risiko yang telah diidentifikasi terhadap pencapaian tujuan Instansi Pemerintah.

(2) Pimpinan Instansi Pemerintah menerapkan prinsip kehati-hatian dalam menentukan tingkat risiko yang dapat diterima.

Bagian KeempatKegiatan Pengendalian

Pasal 18

(1) Pimpinan Instansi Pemerintah wajib menyelenggarakan kegiatan pengendalian sesuai dengan ukuran, kompleksitas, dan sifat dari tugas dan fungsi Instansi Pemerintah yang bersangkutan.

(2) Penyelenggaraan kegiatan pengendalian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang- kurangnya memiliki karakteristik sebagai berikut:

a. kegiatan pengendalian diutamakan pada kegiatan pokok Instansi Pemerintah;

b. kegiatan pengendalian harus dikaitkan dengan proses penilaian risiko;

c. kegiatan pengendalian yang dipilih disesuaikan dengan sifat khusus Instansi Pemerintah;

d. kebijakan dan prosedur harus ditetapkan secara tertulis;

e. prosedur yang telah ditetapkan harus dilaksanakan sesuai yang ditetapkan secara tertulis; dan

f. kegiatan pengendalian dievaluasi secara teratur untuk memastikan bahwa kegiatan tersebut masih sesuai dan berfungsi seperti yang diharapkan.

Page 329:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

325

(3) Kegiatan pengendalian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:a. reviu atas kinerja Instansi Pemerintah yang bersangkutan;b. pembinaan sumber daya manusia;c. pengendalian atas pengelolaan sistem informasi;d. pengendalian fisik atas aset;e. penetapan dan reviu atas indikator dan ukuran kinerja;f. pemisahan fungsi;g. otorisasi atas transaksi dan kejadian yang penting;h. pencatatan yang akurat dan tepat waktu atas transaksi dan kejadian;i. pembatasan akses atas sumber daya dan pencatatannya;j. akuntabilitas terhadap sumber daya dan pencatatannya; dank. dokumentasi yang baik atas Sistem Pengendalian Intern serta transaksi

dan kejadian penting.

Pasal 19

Reviu atas kinerja Instansi Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (3) huruf a dilaksanakan dengan membandingkan kinerja dengan tolok ukur kinerja yang ditetapkan.

Pasal 20

(1) Pimpinan Instansi Pemerintah wajib melakukan pembinaan sumber daya manusia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (3) huruf b.

(2) Dalam melakukan pembinaan sumber daya manusia sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pimpinan Instansi Pemerintah harus sekurang-kurangnya:a. mengkomunikasikan visi, misi, tujuan, nilai, dan strategi instansi kepada

pegawai;b. membuat strategi perencanaan dan pembinaan sumber daya manusia

yang mendukung pencapaian visi dan misi; danc. membuat uraian jabatan, prosedur rekrutmen, program pendidikan dan

pelatihan pegawai, sistem kompensasi, program kesejahteraan dan fasilitas pegawai, ketentuan disiplin pegawai, sistem penilaian kinerja, serta rencana pengembangan karir.

Pasal 21

(1) Kegiatan pengendalian atas pengelolaan sistem informasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (3) huruf c dilakukan untuk memastikan akurasi dan kelengkapan informasi.

Page 330:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

326

(2) Kegiatan pengendalian atas pengelolaan sistem informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:a. pengendalian umum; danb. pengendalian aplikasi.

Pasal 22

Pengendalian umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2) huruf a terdiri atas:

a. pengamanan sistem informasi;

b. pengendalian atas akses;

c. pengendalian atas pengembangan dan perubahan perangkat lunak aplikasi;

d. pengendalian atas perangkat lunak sistem;

e. pemisahan tugas; dan

f. kontinuitas pelayanan.

Pasal 23

Pengamanan sistem informasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 huruf a sekurang-kurangnya mencakup:

a. pelaksanaan penilaian risiko secara periodik yang komprehensif;

b. pengembangan rencana yang secara jelas menggambarkan program pengamanan serta kebijakan dan prosedur yang mendukungnya;

c. penetapan organisasi untuk mengimplementasikan dan mengelola program pengamanan;

d. penguraian tanggung jawab pengamanan secara jelas;

e. implementasi kebijakan yang efektif atas sumber daya manusia terkait dengan program pengamanan; dan

f. pemantauan efektivitas program pengamanan dan melakukan perubahan program pengamanan jika diperlukan.

Pasal 24

Pengendalian atas akses sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 huruf b sekurang-kurangnya mencakup:

a. klasifikasi sumber daya sistem informasi berdasarkan kepentingan dan sensitivitasnya;

b. identifikasi pengguna yang berhak dan otorisasi akses ke informasi secara formal;

Page 331:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

327

c. pengendalian fisik dan pengendalian logik untuk mencegah dan mendeteksi akses yang tidak diotorisasi; dan

d. pemantauan atas akses ke sistem informasi, investigasi atas pelanggaran, serta tindakan perbaikan dan penegakan disiplin.

Pasal 25

Pengendalian atas pengembangan dan perubahan perangkat lunak aplikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 huruf c sekurang-kurangnya mencakup:

a. otorisasi atas fitur pemrosesan sistem informasi dan modifikasi program;

b. pengujian dan persetujuan atas seluruh perangkat lunak yang baru dan yang dimutakhirkan; dan

c. penetapan prosedur untuk memastikan terselenggaranya pengendalian atas kepustakaan perangkat lunak.

Pasal 26

Pengendalian atas perangkat lunak sistem sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 huruf d sekurang-kurangnya mencakup:

a. pembatasan akses ke perangkat lunak sistem berdasarkan tanggung jawab pekerjaan dan dokumentasi atas otorisasi akses;

b. pengendalian dan pemantauan atas akses dan penggunaan perangkat lunak sistem; dan

c. pengendalian atas perubahan yang dilakukan terhadap perangkat lunak sistem.

Pasal 27

Pemisahan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 huruf e sekurang- kurangnya mencakup:

a. identifikasi tugas yang tidak dapat digabungkan dan penetapan kebijakan untuk memisahkan tugas tersebut;

b. penetapan pengendalian akses untuk pelaksanaan pemisahan tugas; dan

c. pengendalian atas kegiatan pegawai melalui penggunaan prosedur, supervisi, dan reviu.

Pasal 28

Kontinuitas pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 huruf f sekurang- kurangnya mencakup:

Page 332:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

328

a. penilaian, pemberian prioritas, dan pengidentifikasian sumber daya pendukung atas kegiatan komputerisasi yang kritis dan sensitif;

b. langkah-langkah pencegahan dan minimalisasi potensi kerusakan dan terhentinya operasi komputer;

c. pengembangan dan pendokumentasian rencana komprehensif untuk mengatasi kejadian tidak terduga; dan

d. pengujian secara berkala atas rencana untuk mengatasi kejadian tidak terduga dan melakukan penyesuaian jika diperlukan.

Pasal 29

Pengendalian aplikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2) huruf b terdiri atas:

a. pengendalian otorisasi;

b. pengendalian kelengkapan;

c. pengendalian akurasi; dan

d. pengendalian terhadap keandalan pemrosesan dan file data.

Pasal 30

Pengendalian otorisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 huruf a sekurang- kurangnya mencakup:

a. pengendalian terhadap dokumen sumber;

b. pengesahan atas dokumen sumber;

c. pembatasan akses ke terminal entri data; dan

d. penggunaan file induk dan laporan khusus untuk memastikan bahwa seluruh data yang diproses telah diotorisasi.

Pasal 31

Pengendalian kelengkapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 huruf b sekurang-kurangnya mencakup:

a. pengentrian dan pemrosesan seluruh transaksi yang telah diotorisasi ke dalam komputer; dan

b. pelaksanaan rekonsiliasi data untuk memverifikasi kelengkapan data.

Pasal 32

Pengendalian akurasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 huruf c sekurang- kurangnya mencakup:

Page 333:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

329

a. penggunaan desain entri data untuk mendukung akurasi data;

b. pelaksanaan validasi data untuk mengidentifikasi data yang salah;

c. pencatatan, pelaporan, investigasi, dan perbaikan data yang salah dengan segera; dan

d. reviu atas laporan keluaran untuk mempertahankan akurasi dan validitas data.

Pasal 33

Pengendalian terhadap keandalan pemrosesan dan file data sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 huruf d sekurang-kurangnya mencakup:

a. penggunaan prosedur yang memastikan bahwa hanya program dan file data versi terkini digunakan selama pemrosesan;

b. penggunaan program yang memiliki prosedur untuk memverifikasi bahwa versi file komputer yang sesuai digunakan selama pemrosesan;

c. penggunaan program yang memiliki prosedur untuk mengecek internal file header labels sebelum pemrosesan; dan

d. penggunaan aplikasi yang mencegah perubahan file secara bersamaan.

Pasal 34

(1) Pimpinan Instansi Pemerintah wajib melaksanakan pengendalian fisik atas aset sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (3) huruf d.

(2) Dalam melaksanakan pengendalian fisik atas aset sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pimpinan Instansi Pemerintah wajib menetapkan, mengimplementasikan, dan mengkomunikasikan kepada seluruh pegawai:

a. rencana identifikasi, kebijakan, dan prosedur pengamanan fisik; dan

b. rencana pemulihan setelah bencana.

Pasal 35

(1) Pimpinan Instansi Pemerintah wajib menetapkan dan mereviu indikator dan ukuran kinerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (3) huruf e.

(2) Dalam melaksanakan penetapan dan reviu indikator dan pengukuran kinerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pimpinan Instansi Pemerintah harus:

a. menetapkan ukuran dan indikator kinerja;

b. mereviu dan melakukan validasi secara periodik atas ketetapan dan keandalan ukuran dan indikator kinerja;

c. mengevaluasi faktor penilaian pengukuran kinerja; dan

Page 334:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

330

d. membandingkan secara terus-menerus data capaian kinerja dengan sasaran yang ditetapkan dan selisihnya dianalisis lebih lanjut.

Pasal 36

(1) Pimpinan Instansi Pemerintah wajib melakukan pemisahan fungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (3) huruf f.

(2) Dalam melaksanakan pemisahan fungsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pimpinan Instansi Pemerintah harus menjamin bahwa seluruh aspek utama transaksi atau kejadian tidak dikendalikan oleh 1 (satu) orang.

Pasal 37

(1) Pimpinan Instansi Pemerintah wajib melakukan otorisasi atas transaksi dan kejadian yang penting sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (3) huruf g.

(2) Dalam melakukan otorisasi atas transaksi dan kejadian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pimpinan Instansi Pemerintah wajib menetapkan dan mengkomunikasikan syarat dan ketentuan otorisasi kepada seluruh pegawai.

Pasal 38

(1) Pimpinan Instansi Pemerintah wajib melakukan pencatatan yang akurat dan tepat waktu atas transaksi dan kejadian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (3) huruf h.

(2) Dalam melakukan pencatatan yang akurat dan tepat waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pimpinan Instansi Pemerintah perlu mempertimbangkan:

a. transaksi dan kejadian diklasifikasikan dengan tepat dan dicatat segera; dan

b. klasifikasi dan pencatatan yang tepat dilaksanakan dalam seluruh siklus transaksi atau kejadian.

Pasal 39

(1) Pimpinan Instansi Pemerintah wajib membatasi akses atas sumber daya dan pencatatannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (3) huruf i dan menetapkan akuntabilitas terhadap sumber daya dan pencatatannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (3) huruf j.

(2) Dalam melaksanakan pembatasan akses atas sumber daya dan pencatatannya sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pimpinan Instansi Pemerintah wajib

Page 335:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

331

memberikan akses hanya kepada pegawai yang berwenang dan melakukan reviu atas pembatasan tersebut secara berkala.

(3) Dalam menetapkan akuntabilitas terhadap sumber daya dan pencatatannya sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pimpinan Instansi Pemerintah wajib menugaskan pegawai yang bertanggung jawab terhadap penyimpanan sumber daya dan pencatatannya serta melakukan reviu atas penugasan tersebut secara berkala.

Pasal 40

(1) Pimpinan Instansi Pemerintah wajib menyelenggarakan dokumentasi yang baik atas Sistem Pengendalian Intern serta transaksi dan kejadian penting sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (3) huruf k.

(2) Dalam menyelenggarakan dokumentasi yang baik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pimpinan Instansi Pemerintah wajib memiliki, mengelola, memelihara, dan secara berkala memutakhirkan dokumentasi yang mencakup seluruh Sistem Pengendalian Intern serta transaksi dan kejadian penting.

Bagian KelimaInformasi dan Komunikasi

Pasal 41

Pimpinan Instansi Pemerintah wajib mengidentifikasi, mencatat, dan mengkomunikasikan informasi dalam bentuk dan waktu yang tepat.

Pasal 42

(1) Komunikasi atas informasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 wajib diselenggarakan secara efektif.

(2) Untuk menyelenggarakan komunikasi yang efektif sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pimpinan Instansi Pemerintah harus sekurang-kurangnya:

a. menyediakan dan memanfaatkan berbagai bentuk dan sarana komunikasi; dan

b. mengelola, mengembangkan, dan memperbarui sistem informasi secara terus menerus.

Page 336:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

332

Bagian KeenamPemantauan

Pasal 43

(1) Pimpinan Instansi Pemerintah wajib melakukan pemantauan Sistem Pengendalian Intern.

(2) Pemantauan Sistem Pengendalian Intern sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan melalui pemantauan berkelanjutan, evaluasi terpisah, dan tindak lanjut rekomendasi hasil audit dan reviu lainnya.

Pasal 44

Pemantauan berkelanjutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (2) diselenggarakan melaluikegiatan pengelolaan rutin, supervisi, pembandingan, rekonsiliasi, dan tindakan lain yang terkait dalam pelaksanaan tugas.

Pasal 45

(1) Evaluasi terpisah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (2) diselenggarakan melalui penilaian sendiri, reviu, dan pengujian efektivitas Sistem Pengendalian Intern.

(2) Evaluasi terpisah dapat dilakukan oleh aparat pengawasan intern pemerintah atau pihak eksternal pemerintah.

(3) Evaluasi terpisah dapat dilakukan dengan menggunakan daftar uji pengendalian intern sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Pemerintah ini.

Pasal 46

Tindak lanjut rekomendasi hasil audit dan reviu lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (2) harus segera diselesaikan dan dilaksanakan sesuai dengan mekanisme penyelesaian rekomendasi hasil audit dan reviu lainnya yang ditetapkan.

BAB IIIPENGUATAN EFEKTIVITAS PENYELENGGARAAN SPIP

Bagian KesatuUmum

Page 337:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

333

Pasal 47

(1) Menteri/pimpinan lembaga, gubernur, dan bupati/walikota bertanggung jawab atas efektivitas penyelenggaraan Sistem Pengendalian Intern di lingkungan masing-masing.

(2) Untuk memperkuat dan menunjang efektivitas Sistem Pengendalian Intern sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan:

a. pengawasan intern atas penyelenggaraan tugas dan fungsi Instansi Pemerintah termasuk akuntabilitas keuangan negara; dan

b. pembinaan penyelenggaraan SPIP.

Bagian KeduaPengawasan Intern atas Penyelenggaraan Tugas dan

Fungsi Instansi Pemerintah

Pasal 48

(1) Pengawasan intern sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 ayat (2) huruf a dilakukan oleh aparat pengawasan intern pemerintah.

(2) Aparat pengawasan intern pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melakukan pengawasan intern melalui:

a. audit;

b. reviu;

c. evaluasi;

d. pemantauan; dan

e. kegiatan pengawasan lainnya.

Pasal 49

(1) Aparat pengawasan intern pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 ayat (1) terdiri atas:

a. BPKP;

b. Inspektorat Jenderal atau nama lain yang secara fungsional melaksanakan pengawasan intern;

c. Inspektorat Provinsi; dan

d. Inspektorat Kabupaten/Kota.

(2) BPKP melakukan pengawasan intern terhadap akuntabilitas keuangan negara atas kegiatan tertentu yang meliputi:

Page 338:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

334

a. kegiatan yang bersifat lintas sektoral;

b. kegiatan kebendaharaan umum negara berdasarkan penetapan oleh Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara; dan

c. kegiatan lain berdasarkan penugasan dari Presiden.

(3) Dalam rangka pelaksanaan pengawasan intern untuk kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, Menteri Keuangan melakukan koordinasi kegiatan yang terkait dengan Instansi Pemerintah lainnya.

(4) Inspektorat Jenderal atau nama lain yang secara fungsional melaksanakan pengawasan intern melakukan pengawasan terhadap seluruh kegiatan dalam rangka penyelenggaraan tugas dan fungsi kementerian negara/lembaga yang didanai dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.

(5) Inspektorat Provinsi melakukan pengawasan terhadap seluruh kegiatan dalam rangka penyelenggaraan tugas dan fungsi satuan kerja perangkat daerah provinsi yang didanai dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah provinsi.

(6) Inspektorat Kabupaten/Kota melakukan pengawasan terhadap seluruh kegiatan dalam rangka penyelenggaraan tugas dan fungsi satuan kerja perangkat daerah kabupaten/kota yang didanai dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah kabupaten/kota.

Pasal 50

(1) Audit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 ayat (2) terdiri atas:

a. audit kinerja; dan

b. audit dengan tujuan tertentu.

(2) Audit kinerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a merupakan audit atas pengelolaan keuangan negara dan pelaksanaan tugas dan fungsi Instansi Pemerintah yang terdiri atas aspek kehematan, efisiensi, dan efektivitas.

(3) Audit dengan tujuan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b mencakup audit yang tidak termasuk dalam audit kinerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2).

Pasal 51

(1) Pelaksanaan audit intern di lingkungan Instansi Pemerintah dilakukan oleh pejabat yang mempunyai tugas melaksanakan pengawasan dan yang telah memenuhi syarat kompetensi keahlian sebagai auditor.

(2) Syarat kompetensi keahlian sebagai auditor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipenuhi melalui keikutsertaan dan kelulusan program sertifikasi.

Page 339:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

335

(3) Kebijakan yang berkaitan dengan program sertifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan oleh instansi pembina jabatan fungsional sesuai peraturan perundang-undangan.

Pasal 52

(1) Untuk menjaga perilaku pejabat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (1) disusun kode etik aparat pengawasan intern pemerintah.

(2) Pejabat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (1) wajib menaati kode etik sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

(3) Kode etik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun oleh organisasi profesi auditor dengan mengacu pada pedoman yang ditetapkan pemerintah.

Pasal 53

(1) Untuk menjaga mutu hasil audit yang dilaksanakan aparat pengawasan intern pemerintah, disusun standar audit.

(2) Setiap pejabat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (1) wajib melaksana-kan audit sesuai dengan standar audit sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

(3) Standar audit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun oleh organisasi profesi auditor dengan mengacu pada pedoman yang ditetapkan oleh pemerintah.

Pasal 54

(1) Setelah melaksanakan tugas pengawasan, aparat pengawasan intern pemerin-tah wajib membuat laporan hasil pengawasan dan menyampaikannya kepada pimpinan Instansi Pemerintah yang diawasi.

(2) Dalam hal BPKP melaksanakan pengawasan atas kegiatan kebendaharaan umum negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat (2) huruf b, laporan hasil pengawasan disampaikan kepada Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara dan kepada pimpinan Instansi Pemerintah yang diawasi.

(3) Secara berkala, berdasarkan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), BPKP menyusun dan menyampaikan ikhtisar laporan hasil pengawasan kepada Presiden dengan tembusan kepada Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara.

(4) Secara berkala, berdasarkan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Inspektorat Jenderal atau nama lain yang secara fungsional melaksanakan pengawasan intern, Inspektorat Provinsi, dan Inspektorat Kabupaten/Kota menyusun dan menyampaikan ikhtisar laporan hasil pengawasan kepada menteri/pimpinan lembaga, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan

Page 340:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

336

kewenangan dan tanggung jawabnya dengan tembusan kepada Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara.

Pasal 55

(1) Untuk menjaga mutu hasil audit aparat pengawasan intern pemerintah, secara berkala dilaksanakan telaahan sejawat.

(2) Pedoman telaahan sejawat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun oleh organisasi profesi auditor.

Pasal 56

Aparat pengawasan intern pemerintah dalam melaksanakan tugasnya harus independen dan obyektif.

Pasal 57

(1) Inspektorat Jenderal atau nama lain yang secara fungsional melaksanakan pengawasan intern melakukan reviu atas laporan keuangan kementerian negara/lembaga sebelum disampaikan menteri/pimpinan lembaga kepada Menteri Keuangan.

(2) Inspektorat Provinsi melakukan reviu atas laporan keuangan pemerintah daerah provinsi sebelum disampaikan gubernur kepada Badan Pemeriksa Keuangan.

(3) Inspektorat Kabupaten/Kota melakukan reviu atas laporan keuangan pemerintah daerah kabupaten/kota sebelum disampaikan bupati/walikota kepada Badan Pemeriksa Keuangan.

(4) BPKP melakukan reviu atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat sebelum disampaikan Menteri Keuangan kepada Presiden.

(5) Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara menetapkan standar reviu atas laporan keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) untuk digunakan sebagai pedoman dalam pelaksanaan reviu atas laporan keuangan oleh aparat pengawasan intern pemerintah.

Pasal 58

Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggaraan pengawasan intern terhadap akuntabilitas keuangan negara diatur dengan Peraturan Presiden.

Page 341:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

337

Bagian KetigaPembinaan Penyelenggaraan Sistem Pengendalian

Intern Pemerintah

Pasal 59

(1) Pembinaan penyelenggaraan SPIP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 ayat (2) huruf b meliputi:

a. penyusunan pedoman teknis penyelenggaraan SPIP;

b. sosialisasi SPIP;

c. pendidikan dan pelatihan SPIP;

d. pembimbingan dan konsultansi SPIP; dan

e. peningkatan kompetensi auditor aparat pengawasan intern pemerintah.

(2) Pembinaan penyelenggaraan SPIP sebagaimana dimaksud pada ayat (1)dilakukan oleh BPKP.

BAB IV KETENTUAN PENUTUP

Pasal 60

Ketentuan mengenai SPIP di lingkungan pemerintah daerah diatur lebih lanjut dengan Peraturan Gubernur atau Peraturan Bupati/Walikota dengan berpedoman pada Peraturan Pemerintah ini.

Pasal 61

Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta

pada tanggal 28 Agustus 2008

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

Page 342:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

338

Diundangkan di Jakarta

pada tanggal 28 Agustus 2008

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA

REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

ANDI MATTALATTA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2008 NOMOR 127

Page 343:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

339

PENJELASAN ATAS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 60 TAHUN 2008

TENTANG

SISTEM PENGENDALIAN INTERN PEMERINTAH

I. UMUM

Undang-undang di bidang keuangan negara membawa implikasi perlunya sistem pengelolaan keuangan negara yang lebih akuntabel dan transparan. Hal ini baru dapat dicapai jika seluruh tingkat pimpinan menyelenggarakan kegiatan pengendalian atas keseluruhan kegiatan di instansi masing-masing. Dengan demikian maka penyelenggaraan kegiatan pada suatu Instansi Pemerintah, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, sampai dengan pertanggungjawaban, harus dilaksanakan secara tertib, terkendali, serta efisien dan efektif. Untuk itu dibutuhkan suatu sistem yang dapat memberi keyakinan memadai bahwa penyelenggaraan kegiatan pada suatu Instansi Pemerintah dapat mencapai tujuannya secara efisien dan efektif, melaporkan pengelolaan keuangan negara secara andal, mengamankan aset negara, dan mendorong ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan. Sistem ini dikenal sebagai Sistem Pengendalian Intern yang dalam penerapannya harus memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan serta mempertimbangkan ukuran, kompleksitas, dan sifat dari tugas dan fungsi Instansi Pemerintah tersebut.

Pasal 58 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara memerintahkan pengaturan lebih lanjut ketentuan mengenai sistem pengendalian intern pemerintah secara menyeluruh dengan Peraturan Pemerintah. Sistem Pengendalian Intern dalam Peraturan Pemerintah ini dilandasi pada pemikiran bahwa Sistem Pengendalian Intern melekat sepanjang kegiatan, dipengaruhi oleh sumber daya manusia, serta hanya memberikan keyakinan yang memadai, bukan keyakinan mutlak.

Page 344:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

340

Berdasarkan pemikiran tersebut, dikembangkan unsur Sistem Pengendalian Intern yang berfungsi sebagai pedoman penyelenggaraan dan tolok ukur pengujian efektivitas penyelenggaraan Sistem Pengendalian Intern. Pengembangan unsur Sistem Pengendalian Intern perlu mempertimbangkan aspek biaya-manfaat (cost and benefit), sumber daya manusia, kejelasan kriteria pengukuran efektivitas, dan perkembangan teknologi informasi serta dilakukan secara komprehensif.

Unsur Sistem Pengendalian Intern dalam Peraturan Pemerintah ini mengacu pada unsur Sistem Pengendalian Intern yang telah dipraktikkan di lingkungan pemerintahan di berbagai negara, yang meliputi:

a. Lingkungan pengendalian

Pimpinan Instansi Pemerintah dan seluruh pegawai harus menciptakan dan memelihara lingkungan dalam keseluruhan organisasi yang menimbulkan perilaku positif dan mendukung terhadap pengendalian intern dan manajemen yang sehat.

b. Penilaian risiko

Pengendalian intern harus memberikan penilaian atas risiko yang dihadapi unit organisasi baik dari luar maupun dari dalam.

c. Kegiatan pengendalian

Kegiatan pengendalian membantu memastikan bahwa arahan pimpinan Instansi Pemerintah dilaksanakan. Kegiatan pengendalian harus efisien dan efektif dalam pencapaian tujuan organisasi.

d. Informasi dan komunikasi

Informasi harus dicatat dan dilaporkan kepada pimpinan Instansi Pemerintah dan pihak lain yang ditentukan. Informasi disajikan dalam suatu bentuk dan sarana tertentu serta tepat waktu sehingga memungkinkan pimpinan Instansi Pemerintah melaksanakan pengendalian dan tanggung jawabnya.

e. Pemantauan

Pemantauan harus dapat menilai kualitas kinerja dari waktu ke waktu dan memastikan bahwa rekomendasi hasil audit dan reviu lainnya dapat segera ditindaklanjuti.

Untuk memperkuat dan menunjang efektivitas penyelenggaraan Sistem Pengendalian Intern dilakukan pengawasan intern dan pembinaan penye-lenggaraan SPIP.

Page 345:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

341

Pengawasan intern merupakan salah satu bagian dari kegiatan pengendalian intern yang berfungsi melakukan penilaian independen atas pelaksanaan tugas dan fungsi Instansi Pemerintah. Lingkup pengaturan pengawasan intern mencakup kelembagaan, lingkup tugas, kompetensi sumber daya manusia, kode etik, standar audit, pelaporan, dan telaahan sejawat. Pembinaan penyelenggaraan SPIP meliputi penyusunan pedoman teknis penyelenggaraan, sosialisasi, pendidikan dan pelatihan, dan pembimbingan dan konsultansi SPIP, serta peningkatan kompetensi auditor aparat pengawasan intern pemerintah.

II. PASAL DEMI PASAL

Pasal 1

Cukup jelas.

Pasal 2

Cukup jelas.

Pasal 3

Ayat (1)

Huruf a

Yang dimaksud dengan “lingkungan pengendalian” adalah kondisi dalam Instansi Pemerintah yang memengaruhi efektivitas pengendalian intern.

Huruf b

Yang dimaksud dengan “penilaian risiko” adalah kegiatan penilaian atas kemungkinan kejadian yang mengancam pencapaian tujuan dan sasaran Instansi Pemerintah.

Huruf c

Yang dimaksud dengan “kegiatan pengendalian” adalah tindakan yang diperlukan untuk mengatasi risiko serta penetapan dan pelaksanaan kebijakan dan prosedur untuk memastikan bahwa tindakan mengatasi risiko telah dilaksanakan secara efektif.

Huruf d

Yang dimaksud dengan “informasi” adalah data yang telah diolah yang dapat digunakan untuk pengambilan keputusan dalam rangka penyelenggaraan tugas dan fungsi Instansi Pemerintah. Yang dimaksud dengan “komunikasi” adalah proses penyampaian pesan atau informasi

Page 346:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

342

dengan menggunakan simbol atau lambang tertentu baik secara langsung maupun tidak langsung untuk mendapatkan umpan balik.

Huruf e

Yang dimaksud dengan “pemantauan pengendalian intern” adalah proses penilaian atas mutu kinerja Sistem Pengendalian Intern dan proses yang memberikan keyakinan bahwa temuan audit dan evaluasi lainnya segera ditindaklanjuti.

Ayat (2)

Dalam menerapkan unsur SPIP, pimpinan Instansi Pemerintah bertanggung jawab untuk mengembangkan kebijakan, prosedur dan praktik detil untuk menyesuaikan dengan kegiatan Instansi Pemerintah dan untuk memastikan bahwa unsur tersebut telah menyatu dan menjadi bagian integral dari kegiatan Instansi Pemerintah.

Pasal 4

Cukup jelas.

Pasal 5

Huruf a

Aturan perilaku antara lain berisi standar etika dan pedoman perilaku bagi pegawai Instansi Pemerintah yang disusun secara partisipatif pada tingkat kementerian negara/lembaga, provinsi, dan kabupaten/kota. Instansi Pemerintah dapat menyusun aturan perilaku yang lebih khusus sesuai kebutuhan. Penerapan aturan perilaku tersebut dilaksanakan baik dalam urusan kedinasan maupun kemasyarakatan.

Huruf b

Keteladanan diwujudkan dalam bentuk tindakan dan ucapan.

Huruf c

Cukup jelas.

Huruf d

Dalam hal pimpinan Instansi Pemerintah mengintervensi atau mengabaikan pengendalian intern maka pimpinan Instansi Pemerintah yang bersangkutan harus menjelaskan dan mempertanggungjawabkan intervensi dan pengabaian pengendalian intern.

Page 347:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

343

Huruf e

Untuk menghapus kebijakan atau penugasan yang dapat mendorong peri-laku tidak etis, pimpinan Instansi Pemerintah dituntut memiliki dasar yang kuat dalam penetapan sasaran yang realistis dan dapat dicapai serta tidak menuntut pegawainya untuk mencapai sasaran yang tidak realistis. Selain itu, pimpinan Instansi Pemerintah harus menyediakan dan memberikan penghargaan yang sepadan dengan prestasi kerjanya. Penghargaan ini diberikan dalam rangka penegakan integritas dan kepatuhan terhadap nilai etika.

Pasal 6

Huruf a

Cukup jelas.

Huruf b

Standar kompetensi disusun berdasarkan analisis atas pengetahuan, keahlian, dan kemampuan yang diperlukan secara tepat dalam rangka pelaksanaan tugas dan fungsi.

Huruf c

Cukup jelas.

Huruf d

Cukup jelas.

Pasal 7

Huruf a

Dalam mempertimbangkan risiko, pimpinan Instansi Pemerintah mengambil keputusan setelah dengan cermat menganalisis risiko terkait dan menentukan bagaimana risiko tersebut diminimalkan.

Huruf b

Cukup jelas.

Huruf c

Yang dimaksud dengan ”fungsi tertentu” antara lain mencakup pencatatan dan pelaporan keuangan, sistem manajemen informasi, pengelolaan sumber daya manusia, dan pengawasan baik intern maupun ekstern.

Huruf d

Cukup jelas.

Page 348:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

344

Huruf e

Cukup jelas.

Huruf f

Cukup jelas.

Pasal 8

Cukup jelas.

Pasal 9

Cukup jelas.

Pasal 10

Ayat (1)

Huruf a

Kebijakan dan prosedur yang berkaitan dengan pembinaan sumber daya manusia antara lain penetapan formasi, rekrutmen, pelatihan prajabatan, pelatihan dalam jabatan, pengangkatan dalam pangkat dan jabatan, penilaian prestasi pegawai, disiplin, penggajian, dan pemberhentian.

Huruf b

Cukup jelas.

Huruf c

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Pasal 11

Cukup jelas.

Pasal 12

Yang dimaksud dengan “mekanisme saling uji” adalah mencocokkan data yang saling terkait dari 2 (dua) atau lebih Instansi Pemerintah yang berbeda.

Pasal 13

Cukup jelas.

Page 349:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

345

Pasal 14

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Huruf a

Cukup jelas.

Huruf b

Dalam menetapkan strategi manajemen terintegrasi dan rencana penilaian risiko, pimpinan Instansi Pemerintah:

1. mempertimbangkan tujuan Instansi Pemerintah dan sumber risiko yang relevan dari faktor internal dan faktor eksternal, dan

2. menetapkan struktur pengendalian untuk menangani risiko tersebut.

Pasal 15

Cukup jelas.

Pasal 16

Huruf a

Metode identifikasi risiko dapat mencakup pemeringkatan (ranking activities) secara kualitatif dan kuantitatif, pembahasan pada tingkat pimpinan, prakiraan dan perencanaan strategis, serta pertimbangan terhadap temuan audit dan evaluasi aparat pengawasan intern pemerintah.

Huruf b

Risiko yang berasal dari faktor eksternal misalnya peraturan perundang-undangan baru, perkembangan teknologi, bencana alam, dan gangguan keamanan. Risiko yang berasal dari faktor internal misalnya keterbatasan dana operasional, sumber daya manusia yang tidak kompeten, peralatan yang tidak memadai, kebijakan dan prosedur yang tidak jelas, dan suasana kerja yang tidak kondusif.

Huruf c

Dalam menilai faktor lain yang dapat meningkatkan risiko, pimpinan Instansi Pemerintah mempertimbangkan seluruh risiko akibat kegagalan pencapaian tujuan dan keterbatasan anggaran yang pernah terjadi antara lain disebabkan oleh pengeluaran program yang tidak tepat,

Page 350:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

346

pelanggaran terhadap pengendalian dana, dan ketidaktaatan terhadap peraturan perundang-undangan. Selain itu, pimpinan Instansi Pemerintah mengidentifikasi setiap risiko yang melekat pada sifat misinya atau pada signifikansi dan kompleksitas dari setiap program atau kegiatan spesifik yang dilaksanakan.

Pasal 17

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Yang dimaksud dengan “tingkat risiko yang dapat diterima” adalah batas toleransi risiko dengan mempertimbangkan aspek biaya dan manfaat.

Pasal 18

Cukup jelas.

Pasal 19

Tolok ukur kinerja antara lain berbentuk target, anggaran, prakiraan, dan kinerja periode yang lalu.

Pasal 20

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Huruf a

Cukup jelas.

Huruf b

Strategi perencanaan dan pembinaan sumber daya manusia mencakup kebijakan, program, praktik yang menjadi acuan bagi Instansi Pemerintah tersebut dan dapat mengidentifikasi kebutuhan sumber daya manusia pada saat ini dan masa yang akan datang.

Huruf c

Cukup jelas.

Pasal 21

Ayat (1)

Cukup jelas.

Page 351:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

347

Ayat (2)

Huruf a

Yang dimaksud dengan “pengendalian umum” meliputi struktur, kebijakan dan prosedur yang berlaku terhadap seluruh operasional komputer Instansi Pemerintah.

Huruf b

Yang dimaksud dengan “pengendalian aplikasi” meliputi struktur, kebijakan, dan prosedur yang dirancang untuk membantu memastikan kelengkapan, keakuratan, otorisasi serta keabsahan semua transaksi selama pemrosesan aplikasi.

Pasal 22

Cukup jelas.

Pasal 23

Cukup jelas.

Pasal 24

Huruf a

Cukup jelas.

Huruf b

Cukup jelas.

Huruf c

Yang dimaksud dengan “pengendalian fisik” atau yang dikenal dengan istilah physical control adalah pembatasan akses terhadap sumber daya informasi secara fisik misalnya dengan memakai kartu akses ruangan untuk memasuki suatu ruangan penyimpanan komputer.

Yang dimaksud dengan “pengendalian logik” atau yang dikenal dengan istilah logical control adalah pembatasan akses terhadap sumber daya informasi dengan menggunakan logika komputer misalnya melalui penggunaan kode akses (password) untuk memasuki suatu sistem jaringan komunikasi.

Huruf d

Cukup jelas.

Page 352:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

348

Pasal 25

Huruf a

Cukup jelas.

Huruf b

Cukup jelas.

Huruf c

Prosedur untuk memastikan terselenggaranya pengendalian atas kepustakaan perangkat lunak (software libraries) termasuk pemberian label, pembatasan akses, dan penggunaan kepustakaan perangkat lunak yang terpisah.

Pasal 26

Cukup jelas.

Pasal 27

Cukup jelas.

Pasal 28

Huruf a

Cukup jelas.

Huruf b

Contoh langkah pencegahan dan minimalisasi potensi kerusakan dan terhentinya operasi komputer antara lain melalui penggunaan prosedur back-up data dan program, penyimpanan back-up data di tempat lain, pengendalian atas lingkungan, pelatihan staf, serta pengelolaan dan pemeliharaan perangkat keras.

Huruf c

Contoh rencana untuk mengatasi kejadian tidak terduga (contingency plan) misalnya langkah pengamanan apabila terjadi bencana alam, sabotase, dan terorisme.

Huruf d

Cukup jelas.

Pasal 29

Cukup jelas.

Page 353:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

349

Pasal 30

Huruf a

Cukup jelas.

Huruf b

Cukup jelas.

Huruf c

Cukup jelas.

Huruf d

Yang dimaksud dengan “laporan khusus” (exception reporting) adalah laporan yang mengungkapkan hal yang tidak normal seperti rekening piutang yang bersaldo kredit, tanggal surat keputusan suatu permohonan mendahului tanggal surat permohonan.

Pasal 31

Cukup jelas.

Pasal 32

Huruf a

Dalam merancang entri data agar diperhatikan fitur yang mendukung akurasi data. Misalnya, untuk field yang sudah terstandardisasi seperti unit organisasi, pengentrian dilakukan dengan memasukkan nomor kode organisasi dan komputer secara otomatis menampilkan nama unit organisasi.

Huruf b

Cukup jelas.

Huruf c

Cukup jelas.

Huruf d

Cukup jelas.

Pasal 33

Cukup jelas.

Pasal 34

Ayat (1)

Pengendalian fisik atas aset dilakukan untuk mengamankan dan melindungi aset yang berisiko.

Page 354:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

350

Ayat (2)

Huruf a

Contoh kebijakan dan prosedur pengamanan fisik atas aset antara lain:

1. Aset yang berisiko hilang, dicuri, rusak, digunakan tanpa hak seperti uang tunai, surat berharga, perlengkapan, persediaan, dan peralatan, secara fisik diamankan dan akses ke aset tersebut dikendalikan.

2. Akses ke gedung dan fasilitas dikendalikan dengan pagar, penjaga, dan/atau pengendalian fisik lainnya.

3. Akses ke fasilitas dibatasi dan dikendalikan diluar jam kerja.

Huruf b

Dalam praktik istilah rencana pemulihan setelah bencana dikenal dengan disaster recovery plan.

Pasal 35

Ayat (1)

Penetapan dan reviu indikator dan ukuran kinerja bertujuan agar pengukuran kinerja dapat dilakukan dengan tepat.

Ayat (2)

Huruf a

Ukuran dan indikator kinerja ditetapkan untuk tingkat Instansi Pemerintah, kegiatan, dan pegawai.

Huruf b

Cukup jelas.

Huruf c

Evaluasi atas faktor pengukuran kinerja dilakukan untuk meyakinkan bahwa faktor tersebut seimbang dan terkait dengan misi, sasaran, dan tujuan serta mengatur insentif yang pantas untuk mencapai tujuan dengan tetap memperhatikan peraturan perundang-undangan.

Huruf d

Cukup jelas.

Pasal 36

Ayat (1)

Pemisahan fungsi ditujukan untuk mengurangi risiko terjadinya kesalahan, pemborosan, atau kecurangan.

Page 355:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

351

Ayat (2)

Tanggung jawab dan tugas atas transaksi atau kejadian dipisah-pisahkan dan dilimpahkan kepada pegawai yang berbeda secara sistematis untuk menjamin adanya checks and balances dan mengurangi kesempatan terjadinya kolusi. Aspek utama transaksi atau kejadian meliputi otorisasi, persetujuan, pemrosesan dan pencatatan, pembayaran atau penerimaan dana, reviu dan audit, serta penyimpanan dan penanganan aset.

Pasal 37

Ayat (1)

Otorisasi atas transaksi dan kejadian yang penting dilakukan untuk memberikan keyakinan bahwa hanya transaksi dan kejadian yang valid yang dilaksanakan.

Ayat (2)

Syarat dan ketentuan otorisasi sesuai dengan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan.

Pasal 38

Ayat (1)

Pencatatan yang akurat dan tepat waktu bertujuan agar tersedia informasi yang relevan dan terpercaya untuk pengambilan keputusan.

Ayat (2)

Huruf a

Klasifikasi yang tepat dan pencatatan yang segera dilakukan agar informasi yang diperoleh tetap relevan, bernilai, dan bermanfaat bagi pimpinan Instansi Pemerintah dalam mengendalikan kegiatan dan dalam pengambilan keputusan. Klasifikasi yang tepat atas transaksi dan kejadian mencakup pengaturan dan format informasi pada dokumen sumber dan catatan ikhtisar (summary record) sebagai sumber pelaporan.

Huruf b

Siklus transaksi atau kejadian mencakup otorisasi, pelaksanaan, pemrosesan, dan klasifikasi akhir dalam pencatatan ikhtisar.

Pasal 39

Cukup jelas.

Page 356:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

352

Pasal 40

Ayat (1)

Pendokumentasian yang baik atas Sistem Pengendalian Intern serta transaksi dan kejadian penting dilakukan agar kegiatan dapat dikendalikan dan dievaluasi.

Ayat (2)

Dokumentasi atas Sistem Pengendalian Intern mencakup identifikasi, penerapan, dan evaluasi atas tujuan dan fungsi Instansi Pemerintah pada tingkat kegiatan serta pengendaliannya yang tercermin dalam kebijakan administratif, pedoman akuntansi, dan pedoman lainnya.

Dokumentasi atas Sistem Pengendalian Intern juga mencakup dokumentasi yang menggambarkan sistem informasi otomatis, pengumpulan dan pe-nanganan data, serta pengendalian umum dan pengendalian aplikasi.

Dokumentasi atas transaksi dan kejadian penting dilaksanakan secara lengkap dan akurat untuk memfasilitasi penelusuran transaksi dan kejadian serta informasi terkait sejak otorisasi dan inisiasi, pemrosesan, dan penyelesaian.

Pasal 41

Identifikasi, pencatatan, dan komunikasi informasi dilakukan untuk memudahkan pelaksanaan pengendalian dan tanggung jawab.

Pasal 42

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Huruf a

Bentuk dan sarana untuk mengkomunikasikan informasi penting antara lain berupa buku pedoman kebijakan dan prosedur, surat edaran, memorandum, papan pengumuman, situs internet dan intranet, rekaman video, e-mail, dan arahan lisan, termasuk pula tindakan pimpinan yang mendukung implementasi Sistem Pengendalian Intern.

Huruf b

Dalam rangka mengelola, mengembangkan, dan memperbarui sistem informasi, pimpinan Instansi Pemerintah perlu mempertimbangkan manajemen sistem informasi, mekanisme identifikasi kebutuhan

Page 357:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

353

informasi, perkembangan dan kemajuan teknologi informasi, pemantauan mutu informasi, dan kecukupan sumber daya manusia dan keuangan untuk pengembangan teknologi informasi.

Pasal 43

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Yang dimaksud dengan “pemantauan berkelanjutan” adalah penilaian atas mutu kinerja Sistem Pengendalian Intern secara terus menerus dan menyatu dalam kegiatan Instansi Pemerintah. Yang dimaksud dengan “evaluasi terpisah” adalah penilaian atas mutu kinerja Sistem Pengendalian Intern dengan ruang lingkup dan frekuensi tertentu berdasarkan pada penilaian risiko dan efektivitas prosedur pemantauan yang berkelanjutan.

Pasal 44

Cukup jelas.

Pasal 45

Ayat (1)

Evaluasi terpisah Instansi Pemerintah dilakukan dengan mempertimbangkan lingkup dan frekuensi evaluasi, metodologi, dan sumber daya.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Dalam melakukan evaluasi terpisah, apabila diperlukan, evaluator dapat menggunakan metode atau alat lain yang sesuai seperti pembandingan (benchmarking), kuesioner, bagan arus (flowchart), dan teknik kuantitatif.

Pasal 46

Cukup jelas.

Pasal 47

Cukup jelas.

Pasal 48

Ayat (1)

Cukup jelas.

Page 358:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

354

Ayat (2)

Kegiatan audit, reviu, evaluasi, dan pemantauan merupakan kegiatan yang berkaitan langsung dengan penjaminan kualitas (quality assurance).

Huruf a

Yang dimaksud dengan “audit” adalah proses identifikasi masalah, analisis, dan evaluasi bukti yang dilakukan secara independen, obyektif dan profesional berdasarkan standar audit, untuk menilai kebenaran, kecermatan, kredibilitas, efektivitas, efisiensi, dan keandalan informasi pelaksanaan tugas dan fungsi Instansi Pemerintah.

Huruf b

Yang dimaksud dengan “reviu” adalah penelaahan ulang bukti-bukti suatu kegiatan untuk memastikan bahwa kegiatan tersebut telah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan, standar, rencana, atau norma yang telah ditetapkan.

Huruf c

Yang dimaksud dengan “evaluasi” adalah rangkaian kegiatan mem-bandingkan hasil atau prestasi suatu kegiatan dengan standar, rencana, atau norma yang telah ditetapkan, dan menentukan faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan atau kegagalan suatu kegiatan dalam mencapai tujuan.

Huruf d

Yang dimaksud dengan “pemantauan” adalah proses penilaian kemajuan suatu program atau kegiatan dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

Huruf e

Kegiatan pengawasan lainnya antara lain berupa sosialisasi mengenai pengawasan, pendidikan dan pelatihan pengawasan, pembimbingan dan konsultansi, pengelolaan hasil pengawasan, dan pemaparan hasil pengawasan.

Pasal 49

Ayat (1)

Huruf a

Cukup jelas.

Huruf b

Cukup jelas.

Page 359:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

355

Huruf c

Yang dimaksud dengan “Inspektorat Provinsi” termasuk Instansi Pemerintah yang masih menggunakan nama Badan Pengawasan Daerah Provinsi.

Huruf d

Yang dimaksud dengan “Inspektorat Kabupaten/Kota” termasuk Instansi Pemerintah yang masih menggunakan nama Badan Pengawasan Daerah Kabupaten/Kota.

Ayat (2)

Huruf a

Kegiatan yang bersifat lintas sektoral merupakan kegiatan yang dalam pelaksanaannya melibatkan dua atau lebih kementerian negara/lembaga atau pemerintah daerah yang tidak dapat dilakukan pengawasan oleh Aparat Pengawasan Intern Pemerintah kementerian negara/lembaga, provinsi, atau kabupaten/kota karena keterbatasan kewenangan.

Huruf b

Cukup jelas.

Huruf c

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (4)

Yang dimaksud dengan “yang didanai dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara” adalah bagian anggaran yang dikuasai oleh menteri/pimpinan lembaga sebagai pejabat pemegang kewenangan penggunaan anggaran kementerian negara/lembaga selaku Pengguna Anggaran.

Ayat (5)

Cukup jelas.

Ayat (6)

Cukup jelas.

Pasal 50

Ayat (1)

Cukup jelas.

Page 360:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

356

Ayat (2)

Audit kinerja atas pengelolaan keuangan negara antara lain:

a. audit atas penyusunan dan pelaksanaan anggaran;

b. audit atas penerimaan, penyaluran, dan penggunaan dana; dan

c. audit atas pengelolaan aset dan kewajiban.

Sedangkan audit kinerja atas pelaksanaan tugas dan fungsi antara lain audit atas kegiatan pencapaian sasaran dan tujuan.

Ayat (3)

Audit dengan tujuan tertentu antara lain audit investigatif, audit atas penyelenggaraan SPIP, dan audit atas hal-hal lain di bidang keuangan.

Pasal 51

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan “auditor” adalah pejabat fungsional pegawai negeri sipil di lingkungan Instansi Pemerintah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Pasal 52

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Pada saat Peraturan Pemerintah ini ditetapkan, yang dimaksud dengan “pedoman yang ditetapkan pemerintah” adalah Kode Etik Aparat Pengawasan Intern Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara.

Pasal 53

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan “standar audit” adalah kriteria atau ukuran mutu untuk melakukan kegiatan audit yang wajib dipedomani oleh aparat

Page 361:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

357

pengawasan intern pemerintah.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Pada saat Peraturan Pemerintah ini ditetapkan, yang dimaksud dengan “pedoman yang ditetapkan pemerintah” adalah Standar Audit Aparat Pengawasan Intern Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara.

Pasal 54

Ayat (1)

Laporan hasil pengawasan dapat berupa laporan hasil audit, laporan hasil reviu, laporan hasil evaluasi, atau laporan hasil pemantauan.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (4)

Cukup jelas.

Pasal 55

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan “telaahan sejawat” adalah kegiatan yang dilaksanakan unit pengawas yang ditunjuk guna mendapatkan keyakinan bahwa pelaksanaan kegiatan audit telah sesuai dengan standar audit.

Ayat (2)

Selama pedoman telaahan sejawat belum ada, telaahan sejawat dilakukan dengan mengacu pada pedoman yang ditetapkan oleh Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara.

Pasal 56

Yang dimaksud dengan “independen” adalah aparat pengawasan intern pemerintah dalam pelaksanaan tugasnya bebas dari pengaruh pihak manapun.

Pasal 57

Cukup jelas.

Page 362:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

358

Pasal 58

Cukup jelas.

Pasal 59

Ayat (1)

Huruf a

Cukup jelas.

Huruf b

Cukup jelas.

Huruf c

Cukup jelas.

Huruf d

Cukup jelas.

Huruf e

Peningkatan kompetensi auditor aparat pengawasan intern pemerintah meliputi penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan, penelitian dan pengembangan, dan pembinaan jabatan fungsional di bidang audit.

Ayat (2)

Pelaksanaan sosialisasi, pendidikan dan pelatihan, serta pembimbingan dan konsultansi SPIP dapat dilakukan oleh Instansi Pemerintah lain setelah berkoordinasi dengan BPKP.

Pasal 60

Cukup jelas.

Pasal 61

Cukup jelas.

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4890

Page 363:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

359

LAMPIRAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

NOMOR : 60 TAHUN 2008

TANGGAL : 28 AGUSTUS 2008

DAFTAR UJI PENGENDALIAN INTERN PEMERINTAH

PENDAHULUAN

Dalam rangka pencapaian visi, misi, dan tujuan serta pertanggungjawaban kegiatan Instansi Pemerintah, pimpinan Instansi Pemerintah wajib menerapkan setiap unsur dari Sistem Pengendalian Intern. Untuk memastikan bahwa Sistem Pengendalian Intern tersebut sudah dirancang dan diimplementasikan dengan baik, dan secara memadai diperbaharui untuk memenuhi keadaan yang terus berubah perlu dilakukan pemantauan secara terus-menerus. Secara khusus, sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 43 Peraturan Pemerintah ini, pimpinan Instansi Pemerintah melakukan pemantauan antara lain melalui evaluasi terpisah atas Sistem Pengendalian Internnya masing- masing untuk mengetahui kinerja dan efektivitas Sistem Pengendalian Intern serta cara meningkatkannya. Pemantauan juga berguna untuk mengidentifikasi dan mengatasi risiko utama seperti penggelapan, pemborosan, penyalahgunaan, dan salah-kelola (mismanagement).

Daftar Uji Pengendalian Intern Pemerintah dimaksudkan untuk membantu pimpinan Instansi Pemerintah dan evaluator dalam menentukan sampai seberapa jauh pengendalian intern suatu Instansi Pemerintah dirancang dan berfungsi serta, jika perlu, untuk membantu menentukan apa, bagian mana, dan bagaimana penyempurnaan dilakukan.

Daftar Uji Pengendalian Intern Pemerintah terdiri dari lima bagian sesuai dengan unsur Sistem Pengendalian Intern: lingkungan pengendalian, penilaian risiko, kegiatan pengendalian, informasi dan komunikasi, serta pemantauan. Masing-masing bagian berisi suatu daftar faktor utama yang harus dipertimbangkan saat mengevaluasi Sistem Pengendalian Intern terkait dengan masing-masing unsurnya. Faktor-faktor ini menggambarkan isu atau hal penting dari setiap unsur Sistem Pengendalian Intern. Termasuk dalam masing-masing faktor tersebut adalah butir-butir yang harus dipertimbangkan oleh pengguna pada saat melakukan evaluasi. Butir-butir tersebut dimaksudkan untuk membantu pengguna mempertimbangkan hal-hal spesifik yang menunjukkan seberapa jauh Sistem Pengendalian Intern berfungsi. Pengguna harus mempertimbangkan butir-butir tersebut untuk menentukan:

Page 364:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

360

(1) kesesuaian penerapan butir tersebut dalam situasi tertentu,

(2) kemampuan Instansi Pemerintah dalam menerapkan butir tersebut,

(3) kelemahan pengendalian yang mungkin terjadi, dan

(4) pengaruh butir tersebut terhadap kemampuan Instansi Pemerintah dalam mencapai visi, misi, dan tujuannya.

Pada setiap butir diberikan ruang kosong untuk mencatat komentar atau catatan mengenai situasi terkait butir tersebut. Komentar dan catatan biasanya tidak berupa ‘ya’ atau ‘tidak’, tetapi umumnya meliputi informasi mengenai bagaimana Instansi Pemerintah menangani masalah tersebut.

Pengguna juga boleh menggunakan ruang kosong ini untuk mengindikasikan masalah yang ditemukan sebagai kelemahan pengendalian. Daftar uji ini juga dimaksudkan untuk membantu pengguna mengambil kesimpulan mengenai implementasi unsur-unsur Sistem Pengendalian Intern Instansi Pemerintah. Untuk itu, ruang kosong disediakan pada akhir setiap bagian untuk mencatat penilaian keseluruhan dan mengidentifikasi tindakan yang harus diambil atau dipertimbangkan. Ruang kosong tambahan juga disediakan untuk penilaian ringkas keseluruhan pada akhir daftar uji ini.

Daftar Uji Pengendalian Intern Pemerintah dapat dijadikan panduan bagi pimpinan Instansi Pemerintah dan evaluator. Daftar uji ini hanya merupakan referensi awal serta dapat disesuaikan dengan situasi, kondisi, dan risiko masing-masing Instansi Pemerintah. Dalam menerapkan daftar uji ini perlu dipertimbangkan tujuan Instansi Pemerintah dan aspek biaya-manfaat. Pengguna harus mempertimbangkan butir-butir yang relevan serta menghilangkan atau menambah butir lainnya jika perlu sesuai dengan situasi dan kondisi yang dihadapi Instansi Pemerintah. Selain itu, pengguna dapat mengatur ulang atau menyusun kembali butir-butir tersebut untuk memenuhi kebutuhannya dengan tetap mengikuti format unsur-unsur Sistem Pengendalian Intern.

Daftar Uji Pengendalian Intern ini dikembangkan dengan menggunakan banyak sumber informasi dan ide-ide yang berbeda-beda. Sumber utamanya adalah Internal Control Management and Evaluation Tool dari General Accounting Office (GAO), ketentuan-ketentuan sebagaimana dinyatakan dalam pasal-pasal dan penjelasan Peraturan Pemerintah ini, serta peraturan perundang-undangan lainnya.

Page 365:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

361

BAGIAN I LINGKUNGAN PENGENDALIAN

Unsur sistem pengendalian intern yang pertama adalah lingkungan pengendalian. Lingkungan pengendalian diwujudkan melalui:

a. penegakan integritas dan nilai etika;

b. komitmen terhadap kompetensi;

c. kepemimpinan yang kondusif;

d. pembentukan struktur organisasi yang sesuai dengan kebutuhan;

e. pendelegasian wewenang dan tanggung jawab yang tepat;

f. penyusunan dan penerapan kebijakan yang sehat tentang pembinaan sumber daya manusia;

g. perwujudan peran aparat pengawasan intern pemerintah yang efektif; dan

h. hubungan kerja yang baik dengan Instansi Pemerintah terkait.

Daftar uji berikut ini dimaksudkan untuk menilai tercapai tidaknya suatu lingkungan pengendalian yang menimbulkan perilaku positif dan kondusif untuk penerapan Sistem Pengendalian Intern dan manajemen yang sehat.

A. PENEGAKAN INTEGRITAS DAN NILAI ETIKA KOMENTAR/CATATAN

1. Instansi Pemerintah telah menyusun dan menerapkan aturan perilaku serta kebijakan lain yang berisi tentang standar perilaku etis, praktik yang dapat diterima, dan praktik yang tidak dapat diterima termasuk benturan kepentingan. Hal-hal yang perlu dipertimbangkan adalah sebagai berikut:

a. Aturan perilaku tersebut sifatnya menyeluruh dan langsung berkenaan dengan hal-hal seperti pembayaran yang tidak wajar, kelayakan penggunaan sumber daya, benturan kepentingan, kegiatan politik pegawai, gratifikasi, dan penerapan kecermatan profesional.

b. Secara berkala pegawai menandatangani pernyataan komitmen untuk menerapkan aturan perilaku tersebut.

c. Pegawai memperlihatkan bahwa yang bersangkutan mengetahui perilaku yang dapat diterima dan tidak dapat diterima, hukuman yang akan dikenakan terhadap perilaku yang tidak dapat diterima dan tindakan yang harus dilakukan jika yang bersangkutan mengetahui adanya sikap perilaku yang tidak dapat diterima.

Page 366:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

362

2. Suasana etis dibangun pada setiap tingkat pimpinan Instansi Pemerintah dan dikomunikasikan di lingkungan Instansi Pemerintah yang bersangkutan. Hal-hal yang perlu dipertimbangkan adalah sebagai berikut:

a. Pimpinan Instansi Pemerintah membina serta mendorong terciptanya budaya yang menekankan pentingnya nilai-nilai integritas dan etika. Hal ini bisa dicapai melalui komunikasi lisan dalam rapat, diskusi, dan melalui keteladanan dalam kegiatan sehari-hari.

b. Pegawai memperlihatkan adanya dorongan sejawat untuk menerapkan sikap perilaku dan etika yang baik.

c. Pimpinan Instansi Pemerintah melakukan tindakan yang cepat dan tepat segera setelah timbulnya gejala masalah.

3. Pekerjaan yang terkait dengan masyarakat, anggota badan legislatif, pegawai, rekanan, auditor, dan pihak lainnya dilaksanakan dengan tingkat etika yang tinggi. Hal-hal yang perlu dipertimbangkan adalah sebagai berikut:

a. Laporan keuangan, anggaran, dan pelaksanaan program yang disampaikan kepada badan legislatif, Intansi Pemerintah, dan pihak yang berkepentingan disajikan dengan wajar dan akurat.

b. Pimpinan Instansi Pemerintah mengungkapkan masalah dalam instansi yang bersangkutan serta menerima komentar dan rekomendasi pada saat auditor dan evaluator melakukan tugasnya.

c. Atas kekurangan tagihan dari rekanan atau kelebihan pembayaran dari pengguna jasa segera dilakukan perbaikan.

d. Instansi Pemerintah memiliki proses penanganan tuntutan dan kepentingan pegawai secara cepat dan tepat.

4. Tindakan disiplin yang tepat dilakukan terhadap penyimpangan atas kebijakan dan prosedur atau atas pelanggaran aturan perilaku. Hal-hal yang perlu dipertimbangkan adalah sebagai berikut:

a. Pimpinan Instansi Pemerintah mengambil tindakan atas pelanggaran kebijakan, prosedur, atau aturan perilaku.

b. Jenis sanksi dikomunikasikan kepada seluruh pegawai di lingkungan Instansi Pemerintah sehingga pegawai mengetahui konsekuensi dari penyimpangan dan pelanggaran yang dilakukan.

5. Pimpinan Instansi Pemerintah menjelaskan dan mempertanggungjawabkan adanya intervensi atau pengabaian atas pengendalian intern. Hal-hal yang perlu dipertimbangkan adalah sebagai berikut:

Page 367:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

363

a. Terdapat pedoman yang mengatur situasi, frekuensi, dan tingkat pimpinan yang diperkenankan melakukan intervensi dan pengabaian.

b. Intervensi atau pengabaian terhadap pengendalian intern didokumentasi-kan secara lengkap termasuk alasan dan tindakan khusus yang diambil.

c. Pengabaian pengendalian intern tidak boleh dilakukan oleh pimpinan Instansi Pemerintah tingkat bawah kecuali dalam keadaan darurat dan segera dilaporkan kepada pimpinan Instansi Pemerintah yang lebih tinggi, serta didokumentasikan.

6. Pimpinan Instansi Pemerintah menghapus kebijakan atau penugasan yang dapat mendorong perilaku tidak etis. Hal-hal yang perlu dipertimbangkan adalah sebagai berikut:

a. Pimpinan Instansi Pemerintah menetapkan tujuan yang realistis dan dapat dicapai dan tidak menekan pegawai untuk mencapai tujuan lain yang tidak realistis.

b. Pimpinan Instansi Pemerintah sesuai dengan kewenangannya memberikan penghargaan untuk meningkatkan penegakan integritas dan kepatuhan terhadap nilai-nilai etika.

c. Kompensasi dan kenaikan jabatan atau promosi didasarkan pada prestasi dan kinerja.

B. KOMITMEN TERHADAP KOMPETENSI KOMENTAR/CATATAN

1. Pimpinan Instansi Pemerintah mengidentifikasi dan menetapkan kegiatan yang dibutuhkan untuk menyelesaikan tugas dan fungsi pada masing-masing posisi dalam Instansi Pemerintah. Hal-hal yang perlu dipertimbangkan adalah sebagai berikut:

a. Pimpinan Instansi Pemerintah menganalisis tugas yang perlu dilaksanakan atas suatu pekerjaan dan memberikan pertimbangan serta pengawasan yang diperlukan.

b. Pimpinan Instansi Pemerintah menetapkan dan memutakhirkan uraian jabatan atau perangkat lain untuk mengidentifikasi dan mendefinisikan tugas khusus.

2. Instansi Pemerintah menyusun standar kompetensi untuk setiap tugas dan fungsi pada masing-masing posisi dalam Instansi Pemerintah. Hal-hal yang perlu dipertimbangkan adalah sebagai berikut:

a. Pengetahuan, keahlian, dan kemampuan yang diperlukan untuk setiap jabatan diidentifikasi dan diberitahukan kepada pegawai.

Page 368:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

364

b. Terdapat proses untuk memastikan bahwa pegawai yang terpilih untuk menduduki suatu jabatan telah memiliki pengetahuan, keahlian, dan kemampuan yang diperlukan.

3. Instansi Pemerintah menyelenggarakan pelatihan dan pembimbingan untuk membantu pegawai mempertahankan dan meningkatkan kompetensi pekerjaannya. Hal-hal yang perlu dipertimbangkan adalah sebagai berikut:

a. Terdapat program pelatihan yang memadai untuk memenuhi kebutuhan pegawai.

b. Instansi Pemerintah sudah menekankan perlunya pelatihan berkesinam-bungan dan memiliki mekanisme pengendalian untuk membantu memastikan bahwa seluruh pegawai sudah menerima pelatihan yang tepat.

c. Pimpinan Instansi Pemerintah memiliki keahlian manajemen yang diperlukan dan sudah dilatih untuk memberikan pembimbingan yang efektif bagi peningkatan kinerja.

d. Penilaian kinerja didasarkan pada penilaian atas faktor penting pekerjaan dan dengan jelas mengidentifikasi pekerjaaan yang telah dilaksanakan dengan baik dan yang masih memerlukan peningkatan.

e. Pegawai mendapat pembimbingan yang obyektif dan konstruktif untuk peningkatan kinerja.

4. Pimpinan Instansi Pemerintah memiliki kemampuan manajerial dan pengalaman teknis yang luas dalam pengelolaan Instansi Pemerintah.

C. KEPEMIMPINAN YANG KONDUSIF KOMENTAR/CATATAN

1. Pimpinan Instansi Pemerintah memiliki sikap yang selalu mempertimbangkan risiko dalam pengambilan keputusan.

2. Pimpinan Instansi Pemerintah menerapkan manajemen berbasis kinerja.

3. Pimpinan InstansiPemerintah mendukung fungsi tertentu dalam penerapan SPIP, antara lain pencatatan dan pelaporan keuangan, sistem manajemen informasi, pengelolaan pegawai, dan pengawasan baik intern maupun ekstern. Hal-hal yang perlu dipertimbangkan adalah sebagai berikut:

a. Pimpinan Instansi Pemerintah menyelenggarakan akuntansi dan anggaran untuk pengendalian kegiatan dan evaluasi kinerja.

b. penyelenggara akuntansi yang didesentralisasi memiliki tanggung jawab membuat laporan kepada pejabat keuangan pusat.

Page 369:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

365

c. penyelenggaraan manajemen keuangan, akuntansi dan anggaran dikendalikan oleh pejabat pengelola keuangan sehingga terdapat sinkronisasi dengan barang milik negara.

d. Pimpinan Instansi Pemerintah menggunakan fungsi manajemen informasi untuk mendapatkan data operasional yang penting dan mendukung upaya penyempurnaan sistem informasi sesuai perkembangan teknologi informasi.

e. Pimpinan Instansi Pemerintah memberi perhatian yang besar pada pegawai operasional dan menekankan pentingnya pembinaan sumber daya manusia yang baik.

f. Pimpinan Instansi Pemerintah memandang penting dan merespon informasi hasil pengawasan.

4. Perlindungan atas aset dan informasi dari akses dan penggunaan yang tidak sah.

5. Interaksi yang intensif dengan pimpinan pada tingkatan yang lebih rendah.

6. Pimpinan Instansi Pemerintah memiliki sikap yang positif dan responsif terhadap pelaporan yang berkaitan dengan keuangan, penganggaran, program, dan kegiatan. Hal-hal yang perlu dipertimbangkan adalah sebagai berikut:

a. Pimpinan Instansi Pemerintah mengetahui dan ikut berperan dalam isu penting pada laporan keuangan serta mendukung penerapan prinsip- prinsip dan estimasi akuntansi yang konservatif.

b. Pimpinan Instansi Pemerintah mengungkapkan semua informasi keuangan, anggaran, dan program yang diperlukan agar kondisi kegiatan dan keuangan Instansi Pemerintah tersebut dapat dipahami sepenuhnya.

c. Pimpinan Instansi Pemerintah menghindari penekanan pada pencapaian hasil-hasil jangka pendek.

d. Pegawai tidak menyampaikan laporan pencapaian target yang tidak tepat atau tidak akurat.

e. Fakta tidak dibesar-besarkan dan estimasi anggaran tidak ditinggikan sehingga menjadi tidak wajar.

7. Tidak ada mutasi pegawai yang berlebihan di fungsi-fungsi kunci, seperti pengelolaan kegiatan operasional dan program, akuntansi atau pemeriksaan intern, yang mungkin menunjukkan adanya masalah dengan perhatian Instansi Pemerintah terhadap pengendalian intern. Hal-hal yang perlu dipertimbangkan adalah sebagai berikut:

Page 370:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

366

a. tidak adanya mutasi pimpinan Instansi Pemerintah yang berlebihan yang berkaitan dengan masalah-masalah pengendalian intern.

b. pegawai yang menduduki posisi penting tidak keluar (mengundurkan diri) dengan alasan yang tidak terduga.

c. adanya tingkat perputaran (turnover) pegawai yang tinggi yang dapat melemahkan pengendalian intern.

d. Perputaran pegawai yang tidak berpola yang mengindikasikan kurangnya perhatian pimpinan Instansi Pemerintah terhadap pengendalian intern.

D. STRUKTUR ORGANISASI KOMENTAR/CATATAN

1. Struktur organisasi Instansi Pemerintah disesuaikan dengan ukuran dan sifat kegiatan. Hal-hal yang perlu dipertimbangkan adalah sebagai berikut:

a. Struktur organisasi mampu memfasilitasi arus informas di dalam Instansi Pemerintah yang bersangkutan secara menyeluruh.

b. Pimpinan Instansi Pemerintah secara jelas menyatakan faktor-faktor yang menjadi pertimbangan dalam menentukan tingkat sentralisasi atau desentralisasi organisasi.

2. Pimpinan Instansi Pemerintah memberikan kejelasan wewenang dan tanggung jawab. Hal-hal yang perlu dipertimbangkan adalah sebagai berikut:

a. Pimpinan Instansi Pemerintah yang bertanggung jawab atas kegiatan atau fungsi utama sepenuhnya menyadari tugas dan tanggung jawabnya.

b. Bagan organisasi yang tepat dan terbaru yang menunjukkan bidang tanggung jawab utama disampaikan kepada semua pegawai.

c. Pimpinan Instansi Pemerintah memahami pengendalian intern yang menjadi tanggung jawabnya dan memastikan bahwa pegawainya juga memahami tanggung jawab masing-masing.

3. Kejelasan hubungan dan jenjang pelaporan intern dalam Instansi Pemerintah. Hal-hal yang perlu dipertimbangkan adalah sebagai berikut:

a. Hubungan dan jenjang pelaporan ditetapkan serta secara efektif memberikan informasi yang dibutuhkan pimpinan Instansi Pemerintah untuk melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya.

b. Pegawai memahami hubungan dan jenjang pelaporan yang telah ditetapkan.

c. Pimpinan Instansi Pemerintah dapat dengan mudah saling berkomunikasi.

Page 371:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

367

4. Pimpinan Instansi Pemerintah melaksanakan evaluasi dan penyesuaian secara periodik terhadap struktur organisasi sehubungan dengan perubahan lingkungan strategis.

5. Instansi Pemerintah menetapkan jumlah pegawai yang sesuai, terutama untuk posisi pimpinan. Hal-hal yang perlu dipertimbangkan adalah sebagai berikut:

a. Pimpinan Instansi Pemerintah memiliki waktu yang cukup untuk melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya.

b. Pegawai tidak boleh bekerja lembur secara berlebihan untuk menyelesaikan tugas yang diberikan.

c. Pimpinan Instansi Pemerintah tidak merangkap tugas dan tanggung jawab bawahannya lebih dari satu orang.

E. PENDELEGASIAN WEWENANG DAN KOMENTAR/CATATAN TANGGUNG JAWAB

1. Wewenang diberikan kepada pegawai yang tepat sesuai dengan tingkat tanggung jawabnya dalam rangka pencapaian tujuan Instansi Pemerintah. Hal-hal yang perlu dipertimbangkan adalah sebagai berikut:

a. wewenan dan tanggung jawab ditetapkan dengan jelas di dalam Instansi Pemerintah dan dikomunikasikan kepada semua pegawai.

b. Pimpinan Instansi Pemerintah memiliki tanggung jawab sesuai ke-wenangannya dan bertanggung jawab atas keputusan yang diambilnya.

c. Pimpinan Instansi Pemerintah memiliki prosedur yang efektif untuk memantau hasil kewenangan dan tanggung jawab yang didelegasikan.

2. Pegawai yang diberi wewenang memahami bahwa wewenang dan tanggung jawab yang diterimanya terkait dengan pihak lain dalam Instansi Pemerintah yang bersangkutan. Hal-hal yang perlu dipertimbangkan adalah sebagai berikut:

a. uraian tugas secara jelas

menunjukkan tingkat wewenang dan tanggung jawab yang didelegasikan pada jabatan yang bersangkutan.

b. uraian tugas dan evaluasi kinerja merujuk pada pengendalian intern terkait tugas, tanggung jawab, dan akuntabilitas.

3. Pegawai yang diberi wewenang memahami bahwa pelaksanaan wewenang dan tanggung jawab terkait dengan penerapan SPIP. Hal-hal yang perlu dipertimbangkan adalah sebagai berikut:

Page 372:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

368

a. Pegawai, sesuai dengan wewenang dan tanggung jawabnya, diberdayakan untuk mengatasi masalah atau melakukan perbaikan.

b. Untuk penyelesaian pekerjaan, terdapat keseimbangan antara pendele-gasian kewenangan yang diterima dengan keterlibatan pimpinan yang lebih tinggi.

F. KEBIJAKAN DAN PRAKTIK PEMBINAAN KOMENTAR/CATATAN SUMBER DAYA MANUSIA

1. Penetapan kebijakan dan prosedur sejak rekrutmen sampai dengan pemberhenti-an pegawai. Hal-hal yang perlu dipertimbangkan adalah sebagai berikut:

a. Pimpinan Instansi Pemerintah mengkomunikasikan kepada pengelola pegawai mengenai kompetensi pegawai baru yang diperlukan atau berperan serta dalam proses penerimaan pegawai.

b. Instansi Pemerintah sudah memiliki standar atau kriteria rekrutmen dengan penekanan pada pendidikan, pengalaman, prestasi, dan perilaku etika.

c. uraian dan persyaratan jabatan sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh instansi yang berwenang.

d. terdapat program orientasi bagi pegawai baru dan program pelatihan berkesinambungan untuk semua pegawai.

e. promosi, remunerasi, dan pemindahan pegawai didasarkan pada penilaian kinerja.

f. penilaian kinerja didasarkan pada tujuan dan sasaran dalam rencana strategis Instansi Pemerintah bersangkutan.

g. nilai integritas dan etika termasuk kriteria dalam penilaian kinerja.

h. pegawai diberikan umpan balik dan pembimbingan untuk meningkatkan kinerja serta diberikan saran perbaikan.

i. sanksi disiplin atau tindakan pembimbingan diberikan atas pelanggaran kebijakan atau kode etik.

j. pemberhentian pegawai dilakukan sesuai dengan ketentuan perundang- undangan.

2. Penelusuran latar belakang calon pegawai dalam proses rekrutmen. Hal-hal yang perlu dipertimbangkan adalah sebagai berikut:

a. calon pegawai yang sering berpindah pekerjaan diberi perhatian khusus.

Page 373:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

369

b. standar penerimaan pegawai harus mensyaratkan adanya investigasi atas catatan kriminal calon pegawai.

c. referensi dan atasan calon pegawai di tempat kerja sebelumnya harus dikonfirmasi.

d. ijazah pendidikan dan sertifikasi profesi harus dikonfirmasi.

3. Supervisi periodik yang memadai terhadap pegawai. Hal-hal yang perlu dipertimbangkan adalah sebagai berikut:

a. Pimpinan Instansi Pemerintah memberikan panduan, penilaian, dan pelatihan di tempat kerja kepada pegawai untuk memastikan ketepatan pelaksanaan pekerjaan, mengurangi kesalahpahaman, serta mendorong berkurangnya tindakan pelanggaran.

b. Pimpinan Instansi Pemerintah memastikan bahwa pegawai memahami dengan baik tugas, tanggung jawab, dan harapan pimpinan Instansi Pemerintah.

G. PERWUJUDAN PERAN APARAT KOMENTAR/CATATAN PENGAWASAN INTERN PEMERINTAH YANG EFEKTIF

1. Di dalam Instansi Pemerintah, terdapat mekanisme untuk memberikan keyakinan yang memadai atas ketaatan, kehematan, efisiensi, dan efektivitas pencapaian tujuan penyelenggaraan tugas dan fungsi Instansi Pemerintah. Hal-hal yang perlu dipertimbangkan adalah sebagai berikut:

a. aparat pengawasan intern pemerintah, yang independen, melakukan pengawasan atas kegiatan Instansi Pemerintah.

b. aparat pengawasan intern pemerintah membuat laporan hasil pengawasan setelah melaksanakan tugas pengawasan.

c. untuk menjaga mutu hasil pemeriksaan aparat pengawasan intern pemerintah, secara berkala dilaksanakan telaahan sejawat.

2. Di dalam Instansi Pemerintah terdapat mekanisme peringatan dini dan peningkatan efektivitas manajemen risiko dalam penyelenggaraan tugas dan fungsi Instansi Pemerintah.

3. Di dalam Instansi Pemerintah, terdapat upaya memelihara dan meningkatkan kualitas tata kelola penyelenggaraan (good governance) tugas dan fungsi Instansi Pemerintah.

4. Hubungan kerja yang baik dengan Instansi Pemerintah yang mengelola anggaran, akuntansi dan perbendaharaan sehingga tercipta mekanisme saling uji. Hal-hal yang perlu dipertimbangkan adalah sebagai berikut:

Page 374:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

370

a. Instansi Pemerintah memiliki hubungan kerja yang baik dengan Intansi Pemerintah yang mengelola anggaran, akuntansi dan perbendaharaan, serta melakukan pembahasan secara berkala tentang pelaporan keuangan dan anggaran, pengendalian intern serta kinerja.

b. Pimpinan Instansi Pemerintah memiliki hubungan kerja yang baik dengan Instansi Pemerintah yang melaksanakan tanggung jawab pengendalian yang bersifat lintas instansi.

Bagian Ikhtisar Lingkungan Pengendalian Berikan Kesimpulan Umum dan Tindakan-tindakan yang diperlukan di sini:

BAGIAN IIPENILAIAN RISIKO

Unsur pengendalian intern yang kedua adalah penilaian risiko. Penilaian risiko diawali dengan penetapan maksud dan tujuan Instansi Pemerintah yang jelas dan konsisten baik pada tingkat instansi maupun pada tingkat kegiatan. Selanjutnya Instansi Pemerintah mengidentifikasi secara efisien dan efektif risiko yang dapat menghambat pencapaian tujuan tersebut, baik yang bersumber dari dalam maupun luar instansi. Terhadap risiko yang telah diidentifikasi dianalisis untuk mengetahui pengaruhnya terhadap pencapaian tujuan. Pimpinan Instansi Pemerintah merumuskan pendekatan manajemen risiko dan kegiatan pengendalian risiko yang diperlukan untuk memperkecil risiko.

Pimpinan Instansi Pemerintah atau evaluator harus berkonsentrasi pada penetapan tujuan instansi, pengidentifikasian dan analisis risiko serta pengelolaan risiko pada saat terjadi perubahan.

Daftar uji berikut ini dimaksudkan untuk menilai efektivitas penilaian risiko yang dilaksanakan oleh pimpinan Instansi Pemerintah dalam rangka penerapan Sistem Pengendalian Intern.

A. PENETAPAN TUJUAN INSTANSI SECARA KOMENTAR/CATATAN KESELURUHAN

1. Pimpinan Instansi Pemerintah menetapkan tujuan Instansi Pemerintah dengan berpedoman pada peraturan perundang-undangan. Hal-hal yang perlu dipertimbangkan adalah sebagai berikut:a. Pimpinan Instansi Pemerintah menetapkan tujuan Instansi Pemerintah

secara keseluruhan dalam bentuk misi, tujuan dan sasaran, sebagaimana dituangkan dalam rencana strategis dan rencana kinerja tahunan.

Page 375:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

371

b. Tujuan Instansi Pemerintah secara keseluruhan disusun sesuai dengan persyaratan program yang ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan.

c. Tujuan Instansi Pemerintah secara keseluruhan harus cukup spesifik, terukur, dapat dicapai, realistis, dan terikat waktu.

2. Seluruh tujuan Instansi Pemerintah secara jelas dikomunikasikan pada semua pegawai sehingga pimpinan Instansi Pemerintah mendapatkan umpan balik, yang menandakan bahwa komunikasi tersebut berjalan secara efektif.

3. Pemerintah menetapkan strategi operasional yang rencana strategis Instansi Pemerintah dan rencana penilaian risiko. Hal-hal yang perlu dipertimbangkan adalah sebagai berikut:a. Rencana strategis mendukung tujuan Instansi Pemerintah secara

keseluruhan.b. Rencana strategis mencakup alokasi dan prioritas penggunaan sumber

daya.c. Rencana strategis dan anggaran dirancang secara rinci sesuai dengan

tingkatan Instansi Pemerintah.d. Asumsi yang mendasari rencana strategis dan anggaran Instansi Pemerintah,

konsisten dengan kondisi yang terjadi sebelumnya dan kondisi saat ini.

4. Instansi Pemerintah memiliki rencana strategis yang terpadu dan penilaian risiko, yang mempertimbangkan tujuan Instansi Pemerintah secara keseluruhan dan risiko yang berasal dari faktor intern dan ekstern, serta menetapkan suatu struktur pengendalian penanganan risiko.

B. PENETAPAN TUJUAN PADA TINGKATAN KOMENTAR/CATATAN KEGIATAN

1. Penetapan tujuan pada tingkatan kegiatan harus berdasarkan pada tujuan dan rencana strategis Instansi Pemerintah. Hal-hal yang perlu dipertimbangkan adalah sebagai berikut:a. Semua kegiatan penting didasarkan pada tujuan dan rencana strategis

Instansi Pemerintah secara keseluruhan.b. Tujuan pada tingkatan kegiatan dikaji ulang secara berkala untuk memasti-

kan bahwa tujuan tersebut masih relevan dan berkesinambungan.

2. Tujuan pada tingkatan kegiatan saling melengkapi, saling menunjang, dan tidak bertentangan satu dengan lainnya.

3. Tujuan pada tingkatan kegiatan relevan dengan seluruh kegiatan utama Instansi Pemerintah. Hal-hal yang perlu dipertimbangkan adalah sebagai berikut:

Page 376:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

372

a. Tujuan pada tingkatan kegiatan ditetapkan untuk semua kegiatan operasional penting dan kegiatan pendukung.

b. Tujuan pada tingkatan kegiatan konsisten dengan praktik dan kinerja sebelumnya yang efektif serta kinerja industri/bisnis yang mungkin dapat diterapkan pada kegiatan Instansi Pemerintah.

4. Tujuan pada tingkatan kegiatan mempunyai unsur kriteria pengukuran.

5. Tujuan pada tingkatan kegiatan didukung sumber daya Instansi Pemerintah yang cukup. Hal-hal yang perlu dipertimbangkan adalah sebagai berikut:

a. Sumber daya yang diperlukan untuk mencapai tujuan sudah di-identifikasi.

b. Jika tidak tersedia sumber daya yang cukup, pimpinan Instansi Pemerintah harus memiliki rencana untuk mendapatkannya.

6. Pimpinan Instansi Pemerintah mengidentifikasi tujuan pada tingkatan kegiatan yang penting terhadap keberhasilan tujuan Instansi Pemerintah secara keseluruhan. Hal-hal yang perlu dipertimbangkan adalah sebagai berikut:

a. Pimpinan Instansi Pemerintah mengidentifikasi hal yang harus ada atau dilakukan agar tujuan Instansi Pemerintah secara keseluruhan tercapai.

b. Tujuan pada tingkatan kegiatan yang penting harus mendapat perhatian dan direviu secara khusus serta capaian kinerjanya dipantau secara teratur oleh pimpinan Instansi Pemerintah.

7. Semua tingkatan pimpinan Instansi Pemerintah terlibat dalam proses penetapan tujuan pada tingkatan kegiatan dan berkomitmen untuk mencapainya.

C. IDENTIFIKASI RISIKO KOMENTAR/CATATAN

1. Pimpinan Instansi Pemerintah menggunakan metodologi identifikasi risiko yang sesuai untuk tujuan Instansi Pemerintah dan tujuan pada tingkatan kegiatan secara komprehensif. Hal-hal yang perlu dipertimbangkan adalah sebagai berikut:

a. Metode kualitatif dan kuantitatif digunakan untuk mengidentifikasi risiko dan menentukan peringkat risiko relatif secara terjadwal dan berkala.

b. Cara suatu risiko diidentifikasi, diperingkat, dianalisis, dan diatasi telah dikomunikasikan kepada pegawai yang berkepentingan.

c. Pembahasan identifikasi risiko dilakukan pada rapat tingkat pimpinan Instansi Pemerintah.

d. Identifikasi risiko merupakan bagian dari prakiraan rencana jangka pendek dan jangka panjang, serta rencana strategis.

Page 377:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

373

e. Identifikasi risiko merupakan hasil dari pertimbangan atas temuan audit, hasil evaluasi, dan penilaian lainnya.

f. Risiko yang diidentifikasi pada tingkat pegawai dan pimpinan tingkat menengah menjadi perhatian pimpinan Instansi Pemerintah yang lebih tinggi.

2. Risiko dari faktor eksternal dan internal diidentifikasi dengan menggunakan mekanisme yang memadai. Hal-hal yang perlu dipertimbangkan adalah sebagai berikut:

a. Instansi Pemerintah mempertimbangkan risiko dari perkembangan teknologi.

b. Risiko yang timbul dari perubahan kebutuhan atau harapan badan legislatif, pimpinan Instansi Pemerintah, dan masyarakat sudah dipertimbangkan.

c. Risiko yang timbul dari peraturan perundang-undangan baru sudah di identifikasi.

d. Risiko yang timbul dari bencana alam, tindakan kejahatan, atau tindakan terorisme sudah dipertimbangkan.

e. Identifikasi risiko yang timbul dari perubahan kondisi usaha, politik, dan ekonomi sudah dipertimbangkan.

f. Risiko yang timbul dari rekanan utama sudah dipertimbangkan.

g. Risiko yang timbul dari interaksi dengan Instansi Pemerintah lainnya dan pihak di luar pemerintahan sudah dipertimbangkan.

h. Risiko yang timbul dari pengurangan kegiatan dan pengurangan pegawai Instansi Pemerintah sudah dipertimbangkan.

i. Risiko yang timbul dari rekayasa ulang proses bisnis (business process re engine ering) atau perancangan ulang proses operasional sudah di-pertimbangkan.

j. Risiko yang timbul dari gangguan pemrosesan sistem informasi dan tidak tersedianya sistem cadangan sudah dipertimbangkan.

k. Risiko yang timbul dari pelaksanaan program yang didesentralisasi sudah diidentifikasi.

l. Risiko yang timbul dari tidak terpenuhinya kualifikasi pegawai dan tidak adanya pelatihan pegawai sudah dipertimbangkan.

m. Risiko yang timbul dari ketergantungan terhadap rekanan atau pihak lain dalam pelaksanaan kegiatan penting Instansi Pemerintah sudah diidentifikasi.

Page 378:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

374

n. Risiko yang timbul dari perubahan besar dalam tanggung jawab pimpinan Instansi Pemerintah sudah diidentifikasi.

o. Risiko yang timbul dari akses pegawai yang tidak berwenang terhadap aset yang rawan sudah dipertimbangkan.

p. Risiko yang timbul dari kelemahan pengelolaan pegawai.

q. Risiko yang timbul dari ketidaktersediaan dana untuk pembiayaan program baru atau program lanjutan sudah dipertimbangkan.

3. Penilaian atas faktor lain yang dapat meningkatkan risiko telah dilaksanakan. Hal-hal yang perlu dipertimbangkan adalah sebagai berikut:

a. Risiko yang timbul dari kegagalan pencapaian misi, tujuan, dan sasaran masa lalu atau keterbatasan anggaran sudah dipertimbangkan.

b. Risiko yang timbul dari pembiayaan yang tidak memadai, pelanggaran penggunaan dana, atau ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang- undangan di masa lalu sudah dipertimbangkan.

c. Risiko melekat pada misi Instansi Pemerintah, program yang komplek dan penting, serta kegiatan khusus lainnya sudah diidentifikasi.

4. Risiko Instansi Pemerintah secara keseluruhan dan pada setiap tingkatan kegiatan penting sudah diidentifikasi.

D. ANALISIS RISIKO KOMENTAR/CATATAN

1. Analisis risiko dilaksanakan untuk menentukan dampak risiko terhadap pencapaian tujuan Instansi Pemerintah.

Hal-hal yang perlu dipertimbangkan adalah sebagai berikut:

a. Pimpinan Instansi Pemerintah menetapkan proses formal dan informal untuk menganalisis risiko berdasarkan kegiatan sehari-hari.

b. Kriteria klasifikasi risiko rendah, menengah atau tinggi sudah ditetapkan.

c. Pimpinan dan pegawai Instansi Pemerintah yang berkepentingan diikut-sertakan dalam kegiatan analisis risiko.

d. Risiko yang diidentifikasi dan dianalisis relevan dengan tujuan kegiatan.

e. Analisis risiko mencakup perkiraan seberapa penting risiko bersangkutan.

f. Analisis risiko mencakup perkiraan kemungkinan terjadinya setiap risiko dan menentukan tingkatannya.

g. Cara terbaik mengelola atau mengurangi risiko dan tindakan khusus yang harus dilaksanakan sudah ditetapkan.

Page 379:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

375

2. Pimpinan Instansi Pemerintah menerapkan prinsip kehati-hatian dalam me-nentukan tingkat risiko yang dapat diterima. Hal-hal yang perlu dipertimbangkan adalah sebagai berikut:

a. Pendekatan penentuan tingkat risiko yang dapat diterima bervariasi antar Instansi Pemerintah tergantung dari varian dan toleransi risiko.

b. Pendekatan yang diterapkan dirancang agar tingkat risiko yang dapat diterima tetap wajar dan pimpinan Instansi Pemerintah bertanggung jawab atas penetapannya.

c. Kegiatan pengendalian khusus untuk mengelola serta mengurangi risiko secara keseluruhan dan di setiap tingkatan kegiatan, sudah ditetapkan dan penerapannya selalu dipantau.

E. MENGELOLA RISIKO SELAMA PERUBAHAN KOMENTAR/CATATAN

1. Instansi Pemerintah memiliki mekanisme untuk mengantisipasi, mengidentifikasi, dan bereaksi terhadap risiko yang diakibatkan oleh perubahan-perubahan dalam pemerintahan, ekonomi, industri, peraturan, operasional atau kondisi lain yang dapat mempengaruhi tercapainya maksud dan tujuan Instansi Pemerintah secara keseluruhan atau maksud dan tujuan suatu kegiatan. Hal-hal yang perlu dipertimbangkan adalah sebagai berikut:

a. Semua kegiatan di dalam Instansi Pemerintah yang mungkin akan sangat terpengaruh oleh perubahan sudah dipertimbangkan dalam prosesnya.

b. Perubahan rutin sudah ditangani melalui identifikasi risiko dan proses analisis yang ditetapkan.

c. Risiko yang diakibatkan oleh kondisi yang berubah-ubah secara signifikan sudah ditangani pada tingkat yang cukup tinggi di dalam Instansi Pemerintah sehingga dampaknya terhadap organisasi sudah dipertimbangkan dan tindakan yang layak sudah diambil.

2. Instansi Pemerintah memberikan perhatian khusus terhadap risiko yang ditimbulkan oleh perubahan yang mungkin memiliki pengaruh yang lebih besar terhadap Instansi Pemerintah dan yang menuntut perhatian pimpinan tingkat atas. Hal-hal yang perlu dipertimbangkan adalah sebagai berikut:

a. Instansi Pemerintah secara khusus sudah memberikan perhatian terhadap risiko yang ditimbulkan akibat menerima pegawai baru untuk menempati posisi kunci atau akibat tingginya keluar-masuk pegawai di suatu bidang.

Page 380:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

376

b. Sudah ada mekanisme untuk menentukan risiko yang terkandung akibat diperkenalkannya sistem informasi baru atau berubahnya sistem informasi dan risiko yang terlibat dalam pelatihan pegawai dalam menggunakan sistem baru ini dan menerima perubahan.

c. Pimpinan Instansi Pemerintah sudah memberikan pertimbangan khusus terhadap risiko yang diakibatkan oleh perkembangan dan ekspansi yang cepat atau penciutan yang cepat serta pengaruhnya terhadap kemampuan sistem dan erubahan rencana, maksud, dan tujuan strategis.

d. Sudah diberikan pertimbangan terhadap risiko yang terlibat saat memperkenalkan perkembangan dan penerapan teknologi baru yang penting serta pemanfaatannya dalam proses operasional.

e. Risiko sudah dianalisis secara menyeluruh saat Instansi Pemerintah akan memulai kegiatan untuk menyediakan suatu keluaran atau jasa baru.

f. Risiko yang diakibatkan oleh pelaksanaan kegiatan di suatu area geografis baru sudah ditetapkan.

Bagian Ikhtisar Penilaian RisikoBerikan Kesimpulan Umum dan Tindakan-tindakan yang diperlukan di sini:

BAGIAN IIIKEGIATAN PENGENDALIAN

Unsur sistem pengendalian intern yang ketiga adalah kegiatan pengendalian. Kegiatan pengendalian intern adalah kebijakan dan prosedur yang dapat membantu memastikan dilaksanakannya arahan pimpinan Instansi Pemerintah untuk mengurangi risiko yang telah diidentifikasi selama proses penilaian risiko. Daftar uji berikut ini dimaksudkan untuk menilai tercapai tidaknya suatu lingkungan pengendalian yang menimbulkan perilaku positif dan kondusif untuk penerapan Sistem Pengendalian Intern dan manajemen yang sehat.

Kegiatan pengendalian yang diterapkan dalam suatu Instansi Pemerintah dapat berbeda dengan yang diterapkan pada Instansi Pemerintah lain.

Perbedaan penerapan ini antara lain disebabkan oleh perbedaan:

(1) visi, misi, dan tujuan;

(2) lingkungan dan cara beroperasi;

(3) tingkat kerumitan organisasi;

Page 381:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

377

(4) sejarah atau latar belakang serta budaya; dan

(5) risiko yang dihadapi.

Kegiatan pengendalian terdiri atas:

a. reviu atas kinerja Instansi Pemerintah yang bersangkutan;

b. pembinaan sumber daya manusia;

c. pengendalian atas pengelolaan sistem informasi;

d. pengendalian fisik atas aset;

e. penetapan dan reviu atas indikator dan ukuran kinerja;

f. pemisahan fungsi;

g. otorisasi atas transaksi dan kejadian yang penting;

h. pencatatan yang akurat dan tepat waktu atas transaksi dan kejadian;

i. pembatasan akses atas sumber daya dan pencatatannya;

j. akuntabilitas terhadap sumber daya dan pencatatannya; dan

k. dokumentasi yang baik atas Sistem Pengendalian Intern serta transaksi dan kejadian penting.

Daftar uji berikut ini dimaksudkan untuk menilai apakah kegiatan pengendalian intern pada suatu Instansi Pemerintah sudah memadai.

A. PENERAPAN UMUM KOMENTAR/CATATAN

1. Kebijakan dan prosedur yang ada berkaitan dengan kegiatan Instansi Pemerintah. Hal-hal yang perlu dipertimbangkan adalah sebagai berikut:

a. Semua tujuan yang relevan dan risikonya untuk masing-masing kegiatan penting sudah diidentifikasi pada saat pelaksanaan penilaian risiko.

b. Pimpinan Instansi Pemerintah telah mengidentifikasi tindakan dan kegiatan pengendalian yang diperlukan untuk menangani risiko tersebut dan memberikan arahan penerapannya.

2. Kegiatan pengendalian yang diidentifikasi sebagai hal yang diperlukan sudah diterapkan. Hal-hal yang perlu dipertimbangkan adalah sebagai berikut:

a. Kegiatan pengendalian yang diatur dalam pedoman pelaksanaan kebijakan dan prosedur sudah diterapkan dengan tepat dan memadai.

b. Pegawai dan atasannya memahami tujuan dari kegiatan pengendalian tersebut.

Page 382:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

378

d. Petugas pengawas mereviu berfungsinya kegiatan pengendalian yang sudah ditetapkan dan selalu waspada terhadap adanya kegiatan pengendalian yang berlebihan.

e. Terhadap penyimpangan, masalah dalam penerapan, atau informasi yang membutuhkan tindak lanjut, telah diambil tindakan secara tepat waktu.

3. Kegiatan pengendalian secara berkala dievaluasi untuk memastikan bahwa kegiatan-kegiatan tersebut masih sesuai dan berfungsi sebagaimana di-harapkan.

B. REVIU ATAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH YANG BERSANGKUTAN

1. Reviu pada Tingkat Puncak – Pimpinan Instansi Pemerintah memantau pencapaian kinerja Instansi Pemerintah tersebut dibandingkan rencana sebagai tolok ukur kinerja. Hal-hal yang perlu dipertimbangkan adalah sebagai berikut:

a. Pimpinan Instansi Pemerintah terlibat dalam penyusunan rencana strategis dan rencana kerja tahunan.

b. Pimpinan Instansi Pemerintah terlibat dalam pengukuran dan pelaporan hasil yang dicapai.

c. Pimpinan Instansi Pemerintah secara berkala mereviu kinerja dibandingkan rencana.

d. Inisiatif signifikan dari Instansi Pemerintah dipantau pencapaian targetnya dan tindak lanjut yang telah diambil.

2. Reviu Manajemen pada Tingkat Kegiatan – Pimpinan Instansi Pemerintah mereviu kinerja dibandingkan tolok ukur kinerja. Halhal yang perlu dipertimbangkan adalah sebagai berikut:

a. Pimpinan Instansi Pemerintah pada setiap tingkatan kegiatan mereviu laporan kinerja, menganalisis kecenderungan, dan mengukur hasil dibandingkan target, anggaran, prakiraan, dan kinerja periode yang lalu.

b. Pejabat pengelola keuangan dan pejabat pelaksana tugas operasional mereviu serta membandingkan kinerja keuangan, anggaran, dan operasional dengan hasil yang direncanakan atau diharapkan.

c. Kegiatan pengendalian yang tepat telah dilaksanakan, antara lain seperti rekonsiliasi dan pengecekan ketepatan informasi.

C. PEMBINAAN SUMBER DAYA MANUSIA KOMENTAR/CATATAN

1. Pemahaman bersama atas visi, misi, tujuan, nilai, dan strategi Instansi Pemerintah telah tercermin dalam rencana strategis, rencana kerja tahunan,

Page 383:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

379

dan pedoman panduan kerja lainnya dan telah dikomunikasikan secara jelas dan konsisten kepada seluruh pegawai.

2. Instansi Pemerintah memiliki strategi pembinaan sumber daya manusia yang rencana kerja tahunan, dan dokumen perencanaan sumber daya manusia lainnya yang meliputi kebijakan, program, dan praktek pengelolaan pegawai yang akan menjadi panduan bagi Instansi Pemerintah tersebut.

3. Instansi Pemerintah memiliki strategi perencanaan sumber daya manusia yang spesifik dan eksplisit, yang dikaitkan dengan keseluruhan rencana strategis, dan yang memungkinkan dilakukannya identifikasi kebutuhan pegawai baik pada saat ini maupun di masa mendatang.

4. Instansi Pemerintah telah memiliki persyaratan jabatan dan menetapkan kinerja yang diharapkan untuk setiap posisi pimpinan.

5. Pimpinan isi Instansi Pemerintah, dan mendorong adanya umpan balik dari pegawai.

6. Sistem manajemen kinerja Instansi Pemerintah mendapat prioritas Pemerintah yang dirancang sebagai mencapai visi dan misi yang telah ditetapkan.

7. Instansi Pemerintah telah memiliki prosedur untuk memastikan bahwa pegawai dengan kompetensi yang tepat yang direkrut dan dipertahankan.

8. Pegawai telah diberikan orientasi, pelatihan dan kelengkapan kerja untuk melaksanakan tugas dan tanggung jawab, meningkatkan kinerja, meningkatkan kemampuan, serta memenuhi tuntutan kebutuhan organisasi yang berubah-ubah.

9. Sistem kompensasi cukup memadai untuk mendapatkan, memotivasi, dan mempertahankan pegawai serta insentif dan penghargaan disediakan untuk mendorong pegawai melakukanctugascdenganckemampuan maksimal.

10. Instansi Pemerintah memiliki program kesejahteraan dan fasilitas untuk meningkatkan kepuasan dan komitmen pegawai.

11. Pengawasan atasan dilakukan secara berkesinambungan untuk memastikan bahwa tujuan pengendalian intern bisa dicapai.

12. Pegawai diberikan evaluasi kinerja dan umpan balik yang bermakna, jujur, dan konstruktif untuk membantu pegawai memahami hubungan antara kinerjanya dan pencapaian tujuan Instansi Pemerintah.

13. Pimpinan Instansi Pemerintah melakukan kaderisasi untuk memastikan tersedianya pegawai dengan kompetensi yang diperlukan.

Page 384:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

380

D. PENGENDALIAN ATAS PENGELOLAAN KOMENTAR/CATATAN SISTEM INFORMASI

Pengendalian atas pengelolaan sistem informasi dilakukan untuk memastikan akurasi dan kelengkapan informasi.

Pengendalian dilakukan melalui pengendalian umum dan pengendalian aplikasi.

1. Pengendalian Umum

a. Pengamanan Sistem Informasi

1) Instansi Pemerintah secara berkala melaksanakan penilaian risiko secara periodik yang komprehensif.

Hal-hal yang perlu dipertimbangkan adalah sebagai berikut:

a) Penilaian risiko dilaksanakan dan didokumentasikan secara teratur dan pada saat sistem, fasilitas, atau kondisi lainnya berubah.

b) Penilaian risiko tersebut sudah mempertimbangkan sensitivitas dan keandalan data.

c) Penetapan risiko akhir dan persetujuan pimpinan Instansi Pemerintah didokumentasikan.

2) Pimpinan Instansi Pemerintah mengembangkan rencana yang secara jelas menggambarkan program pengamanan serta kebijakan dan prosedur yang mendukungnya.

3) Pimpinan Instansi Pemerintah menetapkan organisasi untuk meng-implementasikan dan mengelola program pengamanan.

4) Pimpinan Instansi Pemerintah menetapkan uraian tanggung jawab pengamanan secara jelas.

5) Instansi Pemerintah mengimplementasikan kebijakan yang efektif atas pegawai yang terkait dengan program pengamanan.

6) Instansi Pemerintah memantau efektivitas program pengamanan dan melakukan perubahan program pengamanan jika diperlukan. Hal-hal yang perlu dipertimbangkan adalah sebagai berikut:

a) Pimpinan Instansi Pemerintah secara berkala menilai kelayakan kebijakan pengamanan dan kepatuhan terhadap kebijakan tersebut.

b) Tindakan korektif diterapkan dan diuji dengan segera dan efektif serta dipantau secara terus-menerus.

b. Pengendalian atas Akses

1) Instansi Pemerintah mengklasifikasikan sumber daya sistem informasi berdasarkan kepentingan dan sensitivitasnya.

Page 385:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

381

Hal-hal yang perlu dipertimbangkan adalah sebagai berikut:

a) Klasifikasi sumber daya dan kriteria terkait sudah ditetapkan dan dikomunikasikan kepada pemilik sumber daya.

b) Pemilik sumber daya memilah-milah sumber daya informasi berdasarkan klasifikasi dan kriteria yang sudah ditetapkan dengan memperhatika penetapan dan penilaian risiko serta mendokumentasikannya.

2) Pemilik sumber daya mengidentifikasi pengguna yang berhak dan otorisasi akses ke informasi secara formal.

3) Instansi Pemerintah menetapkan pengendalian fisik dan pengendalian logik untuk mencegah dan mendeteksi akses yang tidak diotorisasi.

4) Instansi Pemerintah memantau akses ke sistem informasi, melakukan investigasi atas pelanggaran, dan mengambil tindakan perbaikan dan penegakan disiplin.

c. Pengendalian atas Pengembangan dan Perubahan Perangkat Lunak Aplikasi

1) Fitur pemrosesan sistem informasi dan modifikasi program diotorisasi.

2) Seluruh perangkat lunak yang baru dan yang dimutakhirkan sudah diuji dan disetujui.

3) Instansi Pemerintah telah menetapkan prosedur untuk memastikan terselenggaranya pengendalian atas kepustakaan perangkat lunak (software libraries) termasuk pemberian label, pembatasan akses, dan penggunaan kepustakaan perangkat lunak yang terpisah.

d. Pengendalian atas Perangkat Lunak Sistem

1) Instansi Pemerintah membatasi akses ke perangkat lunak sistem berdasarkan tanggung jawab pekerjaan dan otorisasi akses tersebut didokumentasikan.

2) Akses ke dan penggunaan perangkat lunak sistem dikendalikan dan dipantau.

3) Instansi Pemerintah mengendalikan perubahan yang dilakukan terhadap perangkat lunak sistem.

e. Pemisahan Tugas

1) Tugas yang tidak dapat digabungkan sudah diidentifikasi dan kebijakan untuk memisahkan tugas tersebut sudah ditetapkan.

2) Pengendalian atas akses sudah ditetapkan untuk pelaksanaan pemisahan tugas.

Page 386:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

382

3) Instansi Pemerintah melakukan pengendalian atas kegiatan pegawai melalui penggunaan prosedur, supervisi, dan reviu.

f. Kontinuitas pelayanan

1) Instansi Pemerintah melakukan penilaian, pemberian prioritas, dan pengidentifikasian sumber daya pendukung atas kegiatan komputerisasi yang kritis dan sensitif.

2) Instansi Pemerintah sudah mengambil langkah-langkah pencegahan dan minimalisasi potensi kerusakan dan terhentinya operasi komputer antara lain melalui penggunaan prosedur backup data dan program, penyimpanan back-up data di tempat lain, pengendalian atas lingkungan, pelatihan staf, serta pengelolaan dan pemeliharaan perangkat keras.

3) Pimpinan Instansi Pemerintah sudah mengembangkan dan mendokumen-tasikan rencana komprehensif untuk mengatasi kejadian tidak terduga (contingency plan), misalnya langkah pengamanan apabila terjadi bencana alam, sabotase, dan terorisme.

4) Instansi Pemerintah secara berkala menguji rencana untuk mengatasi kejadian tidak terduga dan melakukan penyesuaian jika diperlukan.

2. Pengendalian Aplikasi

a. Pengendalian Otorisasi

1) Instansi Pemerintah mengendalikan dokumen sumber. Hal-hal yang perlu dipertimbangkan adalah sebagai berikut:

a) Akses ke dokumen sumber yang masih kosong dibatasi.

b) Dokumen sumber diberikan nomor urut tercetak (prenumbered).

2) Atas dokumen sumber dilakukan pengesahan. Hal-hal yang perlu dipertimbangkan adalah sebagai berikut:

a) Dokumen sumber yang penting memerlukan tanda tangan otorisasi.

b) Untuk sistem aplikasi batch, harus digunakan lembar kendali batch yang menyediakan informasi seperti tanggal, nomor kendali, jumlah dokumen, dan jumlah kendali (control totals) dari field kunci.

c) Reviu independen terhadap data dilakukan sebelum data dientri ke dalam sistem aplikasi.

3) Akses ke terminal entri data dibatasi.

4) File induk dan laporan khusus digunakan untuk memastikan bahwa seluruh data yang diproses telah diotorisasi.

Page 387:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

383

b. Pengendalian Kelengkapan

1) Transaksi yang dientri dan diproses ke dalam komputer adalah seluruh transaksi yang telah diotorisasi.

2) Rekonsiliasi data dilaksanakan untuk memverifikasi kelengkapan data.

c. Pengendalian Akurasi

1) Desain entri data digunakan untuk mendukung akurasi data.

2) Validasi data dan editing dilaksanakan untuk mengidentifikasi data yang salah.

3) Data yang salah dengan segera dicatat, dilaporkan, diinvestigasi, dan diperbaiki.

4) Laporan keluaran direviu untuk mempertahankan akurasi dan validitas data.

d. Pengendalian terhadap Keandalan Pemrosesan dan File Data

5) Terdapat prosedur untuk memastikan bahwa hanya program dan file data versi terkini yang digunakan selama pemrosesan.

6) Terdapat program yang memiliki prosedur untuk memverifikasi bahwa versi file komputer yang sesuai yang digunakan selama pemrosesan.

7) Terdapat program yang memiliki prosedur untuk mengecek internal file header labels sebelum pemrosesan.

8) Terdapat aplikasi yang mencegah perubahan file secara bersamaan.

E. PENGENDALIAN FISIK ATAS ASET KOMENTAR/CATATAN

1. Pimpinan Instansi Pemerintah menetapkan, mengimplementasikan, dan meng-komunikasikan rencana identifikasi, kebijakan, dan prosedur pengamanan fisik kepada seluruh pegawai. Hal-hal yang perlu dipertimbangkan adalah sebagai berikut:

a. Kebijakan dan prosedur pengamanan fisik telah ditetapkan, di-implementasikan, dan dikomunikasikan ke seluruh pegawai.

b. Instansi pemerintah telah mengembangkan rencana untuk identifikasi dan pengamanan aset infrastruktur.

c. Aset yang berisiko hilang, dicuri, rusak, digunakan tanpa hak seperti uang tunai, surat berharga, perlengkapan, persediaan, dan peralatan, secara fisik diamankan dan akses ke aset tersebut dikendalikan.

Page 388:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

384

d. Aset seperti uang tunai, surat berharga, perlengkapan, persediaan, dan peralatan secara periodik dihitung dan dibandingkan dengan catatan pengendalian; setiap perbedaan diperiksa secara teliti.

e. Uang tunai dan surat berharga yang dapat diuangkan dijaga dalam tempat terkunci dan akses ke aset tersebut secara ketat dikendalikan.

f. Formulir seperti blangko cek dan Surat Perintah Membayar, diberi nomor urut tercetak (prenumbered), secara fisik diamankan, dan akses ke formulir tersebut dikendalikan.

g. Penanda tangan cek mekanik dan stempel tanda tangan secara fisik dilindungi dan aksesnya dikendalikan dengan ketat.

h. Peralatan yang berisiko dicuri diamankan dengan dilekatkan atau dilindungi dengan cara lainnya.

i. Identitas aset dilekatkan pada meubelair, peralatan, dan inventaris kantor lainnya.

j. persediaan dan perlengkapan disimpan di tempat yang diamankan secara fisik dan dilindungi dari kerusakan.

k. Seluruh fasilitas dilindungi dari api dengan menggunakan alarm kebakaran dan sistem pemadaman kebakaran.

l. Akses ke gedung dan fasilitas dikendalikan dengan pagar, penjaga, atau pengendalian fisik lainnya.

m. Akses ke fasilitas di luar jam kerja dibatasi dan dikendalikan.

2. Pimpinan Instansi Pemerintah menetapkan, mengimplementasikan, dan mengkomunikasikan rencana pemulihan setelah bencana (disaster recovery plan) kepada seluruh pegawai.

F. PENETAPAN DAN REVIU INDIKATOR DAN KOMENTAR/CATATAN UKURAN KINERJA

(1) Ukuran dan indikator kinerja ditetapkan untuk tingkat Instansi Pemerintah, kegiatan, dan pegawai.

(2) Instansi Pemerintah mereviu dan melakukan validasi secara periodik atas ketetapan dan keandalan ukuran dan indikator kinerja.

(3) Faktor penilaian pengukuran kinerja dievaluasi untuk meyakinkan bahwa faktor tersebut seimbang dan terkait dengan misi, sasaran, dan tujuan serta mengatur insentif yang pantas untuk mencapai tujuan dengan tetap memperhatikan peraturan perundang-undangan.

Page 389:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

385

(4) Data capaian kinerja dibandingkan secara terus-menerus dengan sasaran yang ditetapkan dan selisihnya dianalisis lebih lanjut.

G. PEMISAHAN FUNGSI KOMENTAR/CATATAN

Pimpinan Instansi Pemerintah menjamin bahwa seluruh aspek utama transaksi atau kejadian tidak dikendalikan oleh 1 (satu) orang. Hal-hal yang perlu dipertimbangkan adalah sebagai berikut:

(1) Tidak seorangpun diperbolehkan mengendalikan seluruh aspek utama transaksi atau kejadian.

(2) Tanggung jawab dan tugas atas transaksi atau kejadian dipisahkan di antara pegawai berbeda yang terkait dengan otorisasi, persetujuan, pemrosesan dan pencatatan, pembayaran atau pemerimaan dana, reviu dan audit, serta fungsi-fungsi penyimpanan dan penanganan aset.

(3) Tugas dilimpahkan secara sistematik ke sejumlah orang untuk memberikan keyakinan adanya checks and balances.

(4) Jika memungkinkan, tidak seorangpun diperbolehkan menangani sendiri uang tunai, surat berharga, dan aset berisiko tinggi lainnya.

(5) Saldo bank direkonsiliasi oleh pegawai yang tidak memiliki tanggung jawab atas penerimaan, pengeluaran, dan penyimpanan kas.

(6) Pimpinan Instansi Pemerintah mengurangi kesempatan terjadinya kolusi karena adanya kesadaran bahwa kolusi mengakibatkan ketidakefektifan pemisahan fungsi.

H. OTORISASI ATAS TRANSAKSI DAN KOMENTAR/CATATAN KEJADIAN YANG PENTING

Pimpinan Instansi Pemerintah menetapkan dan mengkomunikasikan syarat dan ketentuan otorisasi kepada pegawai. Hal-hal yang perlu dipertimbangkan adalah sebagai berikut:

(1) Terdapat pengendalian untuk memberikan keyakinan bahwa hanya transaksi dan kejadian yang valid diproses dan dientri, sesuai dengan keputusan dan arahan pimpinan Instansi Pemerintah.

(2) Terdapat pengendalian untuk memastikan bahwa hanya transaksi dan kejadian signifikan yang dientri adalah yang telah diotorisasi dan dilaksanakan hanya oleh pegawai sesuai lingkup otoritasnya.

(3) Otorisasi yang secara spesifik memuat kondisi dan syarat otorisasi dikomunikasikan secara jelas kepada pimpinan dan pegawai Instansi Pemerintah.

Page 390:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

386

(4) Terdapat persyaratan otorisasi yang sejalan dengan arahan dan dalam batasan yang ditetapkan oleh ketentuan peraturan perundang-undangan dan ketentuan pimpinan Instansi Pemerintah.

I. PENCATATAN YANG AKURAT DAN TEPAT KOMENTAR/CATATAN WAKTU ATAS TRANSAKSI DAN KEJADIAN

(1) Transaksi dan kejadian diklasifikasikan dengan tepat dan dicatat dengan segera sehingga tetap relevan, bernilai, dan berguna bagi pimpinan Instansi Pemerintah dalam mengendalikan kegiatan dan dalam pengambilan keputusan.

(2) Klasifikasi dan pencatatan yang tepat dilaksanakan untuk seluruh siklus transaksi atau kejadian yang mencakupotorisasi, pelaksanaan, pemrosesan, dan klasifikasi akhir dalam pencatatan ikhtisar.

J. PEMBATASAN AKSES ATAS SUMBERvDAYA KOMENTAR/CATATAN DAN PENCATATANNYA

Pimpinan Instansi Pemerintah memberikan akses hanya kepada pegawai yang berwenang dan melakukan reviu atas pembatasan tersebut secara berkala. Halhal yang perlu dipertimbangkan adalah sebagai berikut:

1. Risiko penggunaan secara tidak sah atau kehilangan dikendalikan dengan membatasi akses ke sumber daya dan pencatatannya hanya kepada pegawai yang berwenang.

2. Penetapan pembatasan akses untuk penyimpanan secara periodik direviu dan dipelihara.

3. Pimpinan Instansi Pemerintah mempertimbangkan faktor-faktor seperti nilai aset, kemudahan dipindahkan, kemudahan ditukarkan ketika menentukan tingkat pembatasan akses yang tepat.

K. AKUNTABILITAS TERHADAP SUMBER KOMENTAR/CATATAN DAYA DAN PENCATATANNYA

Pimpinan Instansi Pemerintah menugaskan pegawai yang bertanggung jawab terhadap penyimpanan sumber daya dan pencatatannya serta melakukan reviu atas penugasan tersebut secara berkala. Hal-hal yang perlu dipertimbangkan adalah sebagai berikut:

1. Pertanggungjawaban atas penyimpanan, penggunaan, dan pencatatan sumber daya ditugaskan pegawai khusus.

Page 391:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

387

2. Penetapan pertanggungjawaban akses untuk penyimpanan sumber daya secara periodik direviu dan dipelihara.

3. Pembandingan berkala antara sumber daya dengan pencatatan akuntabilitas dilakukan untuk menentukan kesesuaiannya dan, jika tidak sesuai, dilakukan audit.

4. Pimpinan Instansi Pemerintah menginformasikan dan mengkomunikasikan tanggung jawab atas akuntabilitas sumber daya dan catatan kepada pegawai dalam organisasi dan meyakinkan bahwa petugas tersebut memahami tanggung jawabnya.

L. DOKUMENTASI YANG BAIK ATAS SISTEM KOMENTAR/CATATAN PENGENDALIAN INTERN SERTA TRANSAKSI DAN KEJADIAN PENTING

Pimpinan Instansi Pemerintah memiliki, mengelola, memelihara, dan secara berkala memutakhirkan dokumentasi yang mencakup seluruh Sistem Pengendalian Intern serta transaksi dan kejadian penting. Hal-hal yang perlu dipertimbangkan adalah sebagai berikut:

1. Terdapat dokumentasi tertulis yang mencakup Sistem Pengendalian Intern Instansi Pemerintah dan seluruh transaksi dan kejadian penting.

2. Dokumentasi tersedia setiap saat untuk diperiksa.

3. Dokumentasi atas Sistem Pengendalian Intern mencakup identifikasi, penerapan, dan evaluasi atas tujuan dan fungsi Instansi Pemerintah pada tingkatan kegiatan serta pengendaliannya yang tercermin dalam kebijakan administratif, pedoman akuntansi, dan pedoman lainnya.

4. Dokumentasi atas Sistem Pengendalian Intern mencakup dokumentasi yang menggambarkan sistem informasi otomatis, pengumpulan dan penanganan data, serta pengendalian umum dan pengendalian aplikasi.

5. Terdapat dokumentasi atas transaksi dan kejadian penting yang lengkap dan akurat sehingga memudahkan penelusuran transaksi dan kejadian penting sejak otorisasi, inisiasi, pemrosesan, hingga penyelesaian.

6. Terdapat dokumentasi, baik dalam bentuk cetakan maupun elektronis, yang berguna bagi pimpinan Instansi Pemerintah dalam mengendalikan kegiatannya dan bagi pihak lain yang terlibat dalam evaluasi dan analisis kegiatan.

7. Seluruh dokumentasi dan catatan dikelola dan dipelihara secara baik serta dimutakhirkan secara berkala.

Bagian Ikhtisar Kegiatan Pengendalian Berikan Kesimpulan Umum dan Tindakan- tindakan yang diperlukan di sini:

Page 392:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

388

BAGIAN IVINFORMASI DAN KOMUNIKASI

Unsur pengendalian intern keempat adalah informasi dan komunikasi.

Instansi Pemerintah harus memiliki informasi yang relevan dan dapat diandalkan baik informasi keuangan maupun nonkeuangan, yang berhubungan dengan peristiwa-peristiwa eksternal serta internal.

Informasi tersebut harus direkam dan dikomunikasikan kepada pimpinan Instansi Pemerintah dan lainnya di seluruh Instansi Pemerintah yang memerlukannya dalam bentuk serta dalam kerangka waktu, yang memungkinkan yang bersangkutan melaksanakan pengendalian intern dan tanggung jawab operasional.

Daftar uji berikut ini dimaksudkan untuk menilai apakah Instansi Pemerintah telah menerapkan unsur informasi yang tepat dan komunikasi secara baik sehingga menunjang Sistem Pengendalian Intern dan manajemen yang sehat.

A. INFORMASI KOMENTAR/CATATAN

1. Informasi dari sumber internal dan eksternal didapat dan disampaikan kepada pimpinan Instansi Pemerintah sebagai bagian dari pelaporan Instansi Pemerintah sehubungan dengan pencapaian kinerja operasi dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

Hal-hal yang perlu dipertimbangkan adalah sebagai berikut:

a. Informasi internal yang penting dalam mencapai tujuan Instansi Pemerintah, termasuk informasi yang berkaitan dengan faktor-faktor keberhasilan yang kritis, sudah diidentifikasi dan secara teratur dilaporkan kepada pimpinan Instansi Pemerintah.

b. Instansi Pemerintah sudah mendapatkan dan melaporkan kepada pimpinan semua informasi eksternal relevan, yang dapat mempengaruhi tercapainya misi, maksud, dan tujuan Instansi Pemerintah, terutama yang berkaitan dengan perkembangan peraturan perundang-undangan serta perubahan politik dan ekonomis.

c. Pimpinan Instansi Pemerintah di semua tingkatan telah memperoleh informasi internal dan eksternal yang diperlukan.

2. Informasi terkait sudah diidentifikasi, diperoleh dan didistribusikan kepada pihak yang berhak dengan rincian yang memadai, bentuk, dan waktu yang tepat, sehingga memungkinkan mereka dapat melaksanakan tugas dan tanggung

Page 393:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

389

jawabnya secara efisien dan efektif. Hal-hal yang perlu dipertimbangkan adalah sebagai berikut:

a. Pimpinan Instansi Pemerintah sudah menerima informasi hasil analisis yang dapat membantu dalam mengidentifikasi tindakan khusus yang perlu dilaksanakan.

b. Informasi sudah disiapkan dalam bentuk rincian yang tepat sesuai dengan tingkatan pimpinan Instansi Pemerintah.

c. Informasi yang relevan diringkas dan disajikan secara memadai sehingga memungkinkan dilakukannya pengecekan secara rinci sesuai keperluan.

d. Informasi disediakan tepat waktu agar dapat dilaksanakannya pemantauan kejadian, kegiatan, dan transaksi sehingga memungkinkan dilakukannya tindakan korektif secara cepat.

e. Pimpinan yang bertanggung jawab terhadap suatu program sudah menerima informasi operasional dan keuangan untuk membantu mengukur dan menentukan pencapaian rencana kinerja strategis, tahunan dan target Instansi Pemerintah sehubungan dengan pertanggungjawaban penggunaan sumber daya.

f. Informasi operasional sudah disediakan bagi pimpinan Instansi Pemerintah sehingga mereka dapat menentukan apakah pelaksanaan program sudah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

g. Informasi keuangan dan anggaran yang memadai sudah disediakan guna mendukung penyusunan pelaporan keuangan internal dan eksternal.

B. KOMUNIKASI KOMENTAR/CATATAN

1. Pimpinan Instansi Pemerintah harus memastikan terjalinnya komunikasi internal yang efektif. Hal-hal yang perlu dipertimbangkan adalah sebagai berikut:

a. Pimpinan Instansi Pemerintah sudah memberikan arahan yang jelas kepada seluruh tingkatan organisasi bahwa tanggung jawab pengendalian intern adalah masalah penting dan harus diperhatikan secara serius.

b. Tugas yang dibebankan kepada pegawai sudah dikomunikasikan dengan jelas dan sudah dimengerti aspek pengendalian internnya, peranan masing-masing pegawai, dan hubungan pekerjaan antar pegawai.

c. Pegawai sudah diinformasikan bahwa, jika ada hal yang tidak diharapkan terjadi dalam pelaksanaan tugas, perhatian harus diberikan bukan hanya kepada kejadian tersebut, tetapi juga pada penyebabnya, sehingga kelemahan potensial pengendalian intern bisa diidentifikasi dan diperbaiki

Page 394:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

390

sebelum kelemahan tersebut menimbulkan kerugian lebih lanjut terhadap Instansi Pemerintah.

d. Sikap perilaku yang bisa dan tidak bisa diterima serta konsekuensinya sudah dikomunikasikan secara jelas kepada pegawai.

e. Pegawai memiliki saluran komunikasi informasi ke atas selain melalui atasan langsungnya, dan ada keinginan yang tulus dari pimpinan Instansi Pemerintah untuk mendengar keluhan sebagai bagian dari proses manajemen.

f. Adanya mekanisme yang memungkinkan informasi mengalir ke seluruh bagian dengan lancar dan menjamin adanya komunikasi yang lancar antar kegiatan fungsional.

g. Pegawai mengetahui adanya saluran komunikasi informal atau terpisah yang bisa berfungsi apabila jalur informasi normal gagal digunakan.

h. Pegawai mengetahui adanya jaminan tidak akan ada tindakan ‘balas dendam’ (reprisal) jika melaporkan informasi yang negatif, perilaku yang tidak benar, atau penyimpangan.

i. Adanya mekanisme yang memungkinkan pegawai menyampaikan rekomendasi penyempurnaan kegiatan, dan pimpinan Instansi Pemerintah memberikan penghargaan terhadap rekomendasi yang baik berupa hadiah langsung atau bentuk penghargaan lainnya.

j. Pimpinan Instansi Pemerintah sering berkomunikasi dengan aparat pengawasan intern pemerintah, dan terus melaporkan kepada aparat pengawasan intern pemerintah mengenai kinerja, risiko, inisiatif penting, dan kejadian penting lainnya.

2. Pimpinan Instansi Pemerintah harus memastikan bahwa sudah terjalin komunikasi eksternal yang efektif yang memiliki dampak signifikan terhadap program, proyek, operasi dan kegiatan lain termasuk penganggaran dan pendanaannya. Hal-hal yang perlu dipertimbangkan adalah sebagai berikut:

a. Adanya saluran komunikasi yang terbuka dan efektif dengan masyarakat, rekanan, konsultan, dan aparat pengawasan intern pemerintah serta kelompok lainnya yang bisa memberikan masukan yang signifikan terhadap kualitas pelayanan Instansi Pemerintah.

b. Semua pihak eksternal yang berhubungan dengan Instansi Pemerintah sudah diinformasikan mengenai kode etik yang berlaku dan juga sudah mengerti bahwa tindakan yang tidak benar, seperti pemberian komisi, tidak diperkenankan.

Page 395:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

391

c. Komunikasi dengan eksternal sangat didorong untuk dapat mengetahui berfungsinya pengendalian intern.

d. Pengaduan, keluhan, dan pertanyaan mengenai layanan instansi pemerintah, ditindaklanjuti dengan baik karena dapat menunjukkan adanya permasalahan dalam pengendalian.

e. Pimpinan Instansi Pemerintah memastikan bahwa saran dan rekomendasi aparat pengawasan intern pemerintah, auditor, dan evaluator lainnya sudah dipertimbangkan sepenuhnya dan ditindaklanjuti dengan memperbaiki masalah atau kelemahan yang diidentifikasi.

f. Komunikasi dengan badan legislatif, Instansi Pemerintah pengelola anggaran dan perbendaharaan, Instansi Pemerintah lain, media, dan masyarakat harus berisi informasi sehingga misi, tujuan, risiko yang dihadapi Instansi Pemerintah lebih dapat dipahami.

C. BENTUK DAN SARANA KOMUNIKASI KOMENTAR/CATATAN

1. Pimpinan Instansi Pemerintah menggunakan berbagai bentuk dan sarana dalam mengkomunikasikan informasi penting kepada pegawai dan lainnya.

Hal-hal yang perlu dipertimbangkan adalah sebagai berikut:

a. Pimpinan Instansi Pemerintah sudah menggunakan bentuk dan sarana komunikasi efektif, berupa buku pedoman kebijakan dan prosedur, surat edaran, memorandum, papan pengumuman, situs internet dan intranet, rekaman video, e-mail, dan arahan lisan.

b. Pimpinan telah melakukan komunikasi dalam bentuk tindakan positif saat berhubungan dengan pegawai di seluruh organisasi dan memperlihatkan dukungan terhadap pengendalian intern.

2. Instansi Pemerintah mengelola, mengembangkan, dan memperbarui sistem informasi untuk meningkatkan kegunaan dan keandalan komunikasi informasi secara terus menerus. Hal-hal yang perlu dipertimbangkan adalah sebagai berikut:

a. Manajemen sistem informasi dilaksanakan berdasarkan suatu rencana strategis sistem informasi yang merupakan bagian dari rencana strategis Instansi Pemerintah secara keseluruhan.

b. Adanya mekanisme untuk mengidentifikasi berkembangnya kebutuhan informasi.

c. Sebagai bagian dari manajemen informasi, Instansi Pemerintah telah memantau, menganalisis, mengevaluasi, dan memanfaatkan perkembangan

Page 396:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

392

dan kemajuan teknologi untuk dapat memberikan pelayanan lebih cepat dan efisien.

d. Pimpinan Instansi Pemerintah secara terus menerus memantau mutu informasi yang dikelola, diukur dari segi kelayakan isi, ketepatan waktu, keakuratan, dan kemudahan aksesnya.

3. Dukungan pimpinan Instansi Pemerintah terhadap pengembangan teknologi informasi ditunjukkan dengan komitmennya dalam menyediakan pegawai dan pendanaan yang memadai terhadap upaya pengembangan tersebut.

Bagian Ikhtisar Informasi dan Komunikasi Berikan Kesimpulan Umum dan Tindakan-tindakan yang diperlukan di sini:

BAGIAN VPEMANTAUAN

Pemantauan merupakan unsur pengendalian intern yang kelima atau terakhir. Pemantauan Sistem Pengendalian Intern dilaksanakan melalui pemantauan berkelanjutan, evaluasi terpisah, dan tindak lanjut rekomendasi hasil audit dan reviu lainnya. Pemantauan berkelanjutan diselenggarakan melalui kegiatan pengelolaan rutin, supervisi, pembandingan, rekonsiliasi, dan tindakan lain yang terkait dalam pelaksanaan tugas. Evaluasi terpisah diselenggarakan melalui penilaian sendiri, reviu, dan pengujian efektivitas Sistem Pengendalian Intern yang dapat dilakukan oleh aparat pengawasan intern pemerintah atau pihak eksternal pemerintah dengan menggunakan daftar uji pengendalian intern.

Tindak lanjut rekomendasi hasil audit dan reviu lainnya harus segera diselesaikan dan dilaksanakan sesuai dengan mekanisme penyelesaian rekomendasi hasil audit dan reviu lainnya yang ditetapkan.

Daftar uji berikut ini dimaksudkan untuk menilai apakah Instansi Pemerintah telah menerapkan unsur pemantauan secara baik sehingga dapat menunjang Sistem Pengendalian Intern dan manajemen yang sehat.

A. PEMANTAUAN BERKELANJUTAN KOMENTAR/CATATAN

1. Pimpinan Instansi Pemerintah memiliki strategi untuk meyakinkan bahwa pemantauan berkelanjutan efektif dan dapat memicu evaluasi terpisah pada saat persoalan teridentifikasi atau pada saat sistem berada dalam keadaan kritis, serta pada saat pengujian secara berkala diperlukan. Hal-hal yang perlu dipertimbangkan adalah sebagai berikut:

Page 397:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

393

a. Strategi pimpinan Instansi Pemerintah menyediakan umpan balik rutin, pemantauan kinerja, dan mengendalikan pencapaian tujuan.

b. Adanya strategi pemantauan yang meliputi metode untuk menekankan pimpinan program atau operasional bahwa mereka bertanggung jawab atas pengendalian intern dan pemantauan efektivitas kegiatan pengendalian sebagai bagian dari tugas mereka secara teratur dan setiap hari.

c. Adanya strategi pemantauan yang meliputi metode untuk menekankan pimpinan program bahwa mereka bertanggung jawab atas pengendalian intern dan bahwa tugas mereka adalah untuk memantau efektivitas kegiatan pengendalian secara teratur.

d. Adanya strategi pemantauan yang mencakup identifikasi kegiatan operasi penting dan sistem pendukung pencapaian misi yang memerlukan reviu dan evaluasi khusus.

e. Adanya strategi yang meliputi rencana untuk mengevaluasi secara berkala kegiatan pengendalian atas kegiatan operasi penting dan sistem pendukung pencapaian misi.

2. Dalam proses melaksanakan kegiatan rutin, pegawai Instansi Pemerintah mendapatkan informasi berfungsinya pengendalian intern secara efektif. Hal-hal yang perlu dipertimbangkan adalah sebagai berikut:

a. Laporan operasional sudah terintegrasi atau direkonsiliasi dengan data laporan keuangan dan anggaran dan digunakan untuk mengelola operasio-nal berkelanjutan, serta pimpinan Instansi Pemerintah memperhatikan adanya ketidakakuratan atau penyimpangan yang bisa mengindikasikan adanya masalah pengendalian intern.

b. Pimpinan yang bertanggung jawab atas kegiatan operasional membanding-kan informasi kegiatan atau informasi operasional lainnya yang didapat dari kegiatan sehari-hari dengan informasi yang didapat dari sistem informasi dan menindaklanjuti semua ketidakakuratan atau masalah lain yang ditemukan.

c. Pegawai operasional harus menjamin keakuratan laporan keuangan unit dan bertanggung jawab jika ditemukan kesalahan.

3. Komunikasi dengan pihak eksternal harus dapat menguatkan data yang dihasilkan secara internal atau harus dapat mengindikasikan adanya masalah dalam pengendalian intern. Hal-hal yang perlu dipertimbangkan adalah sebagai berikut:

Page 398:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

394

a. Pengaduan rekanan mengenai praktik tidak adil oleh Instansi Pemerintah harus diselidiki.

b. Badan legislatif dan badan pengawas mengkomunikasikan informasi kepada Instansi Pemerintah mengenai kepatuhan atau hal lain yang mencerminkan berfungsinya pengendalian intern dan pimpinan Instansi Pemerintah menindaklanjuti semua masalah yang ditemukan.

c. Kegiatan pengendalian yang gagal mencegah atau mendeteksi adanya masalah yang timbul harus direviu.

4. Struktur organisasi dan supervisi yang memadai dapat membantu mengawasi fungsi pengendalian intern. Hal-hal yang perlu dipertimbangkan adalah sebagai berikut:

a. Pengeditan dan pengecekan otomatis serta kegiatan penatausahaan digunakan untuk membantu dalam mengontrol keakuratan dan kelengkapan pemrosesan transaksi.

b. Pemisahan tugas dan tanggung jawab digunakan untuk membantu mencegah penyelewengan.

c. Aparat pengawasan intern pemerintah harus independen dan memiliki wewenang untuk melapor langsung ke pimpinan Instansi Pemerintah dan tidak melakukan tugas operasional apapun bagi kepentingan pimpinan Instansi Pemerintah.

5. Data yang tercatat dalam sistem informasi dan keuangan secara berkala dibandingkan dengan aset fisiknya dan, jika ada selisih, harus telusuri. Hal- hal yang perlu dipertimbangkan adalah sebagai berikut:

a. Tingkat persediaan barang, perlengkapan, dan aset lainnya sudah dicek secara berkala; selisih antara jumlah yang tercatat dengan jumlah aktual harus dikoreksi dan penyebab selisih tersebut harus dijelaskan.

b. Frekuensi pembandingan antara pencatatan dan fisik aktual didasarkan atas tingkat kerawanan aset.

c. Tanggung jawab untuk menyimpan, menjaga, dan melindungi aset dan sumber daya lain dibebankan kepada orang yang ditugaskan.

6. Pimpinan Instansi Pemerintah mengambil langkah untuk menindaklanjuti rekomendasi penyempurnaan pengendalian internal yang secara teratur diberikan oleh aparat pengawasan intern pemerintah, auditor, dan evaluator lainnya.

7. Rapat dengan pegawai digunakan untuk meminta masukan tentang efektivitas pengendalian intern. Hal-hal yang perlu dipertimbangkan adalah sebagai berikut:

Page 399:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

395

a. Masalah, informasi, dan masukan yang relevan berkaitan dengan pengendalian intern yang muncul pada saat pelatihan, seminar, rapat perencanaan, dan rapat lainnya diterima dan digunakan oleh pimpinan untuk mengatasi masalah atau untuk memperkuat sistem pengendalian intern.

b. Saran dari pegawai mengenai pengendalian intern harus dipertimbangkan dan ditindaklanjuti sebagaimana mestinya.

c. Pimpinan Instansi Pemerintah mendorong pegawai untuk mengidentifi-kasi kelemahan pengendalian intern dan melaporkannya ke atasan langsungnya.

8. Pegawai secara berkala diminta untuk menyatakan secara tegas apakah mereka sudah mematuhi kode etik atau peraturan sejenis mengenai perilaku yang diharapkan. Hal-hal yang perlu dipertimbangkan adalah sebagai berikut:

a. Pegawai secara berkala menyatakan kepatuhan mereka terhadap kode etik.

b. Tanda tangan diperlukan untuk membuktikan dilaksanakannya fungsi pengendalian intern penting, misalnya rekonsiliasi.

B. EVALUASI TERPISAH KOMENTAR/CATATAN

1. Ruang lingkup dan frekuensi evaluasi pengendalian intern secara terpisah telah memadai bagi Instansi Pemerintah. Hal-hal yang perlu dipertimbangkan adalah sebagai berikut:

a. Hasil penilaian risiko dan efektivitas pemantauan yang berkelanjutan dipertimbangkan saat menentukan lingkup dan frekuensi evaluasi terpisah.

b. Kegiatan evaluasi terpisah seringkali diperlukan pada saat adanya ke-jadian misalnya perubahan besar dalam rencana atau strategi manaje-men, pemekaran atau penciutan Instansi Pemerintah, atau perubahan operasional atau pemrosesan informasi keuangan dan anggaran.

c. Evaluasi secara berkala dilakukan terhadap bagian dari pengendalian intern secara memadai.

d. Evaluasi terpisah dilakukan oleh pegawai yang mempunyai keahlian tertentu yang disyaratkan dan dapat melibatkan aparat pengawasan intern pemerintah atau auditor eksternal.

2. Metodologi evaluasi pengendalian intern Instansi Pemerintah haruslah logis dan memadai.

Page 400:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

396

Hal-hal yang perlu dipertimbangkan adalah sebagai berikut:

a. Metodologi yang dipergunakan telah mencakup self assessment dengan menggunakan daftar periksa (check list), daftar kuesioner, atau perangkat lainnya.

b. Evaluasi terpisah tersebut meliputi suatu reviu terhadap rancangan pengendalian intern dan pengujian langsung (direct testing) atas kegiatan pengendalian intern.

c. Dalam Instansi Pemerintah yang menggunakan sistem informasi berbasis komputer, evaluasi terpisah dilakukan dengan menggunakan teknik audit berbantuan komputer untuk mengidentifikasi indikator inefisiensi, pemborosan, atau penyalahgunaan.

d. Tim evaluasi terpisah menyusun suatu rencana evaluasi untuk meyakinkan terlaksananya kegiatan tersebut secara terkoordinasi.

e. Jika proses evaluasi terpisah dilakukan oleh pegawai Instansi Pemerintah, maka harus dipimpin oleh seorang pejabat dengan kewewenangan, kemampuan, dan pengalaman memadai.

f. Tim evaluasi terpisah harus memahami secara memadai mengenai visi, misi, dan tujuan Instansi Pemerintah serta kegiatannya.

g. Tim evaluasi terpisah sudah memahami bagaimana pengendalian intern Instansi Pemerintah seharusnya berkerja dan bagaimana implementasinya.

h. Tim evaluasi terpisah menganalisis hasil evaluasi dibandingkan dengan kriteria yang sudah ditetapkan.

i. Proses evaluasi didokumentasikan sebagaimana mestinya.

3. Jika evaluasi terpisah dilaksanakan oleh aparat pengawasan intern pemerintah, maka aparat pengawasan intern pemerintah tersebut harus memiliki sumber daya, kemampuan, dan independensi yang memadai. Hal-hal yang perlu dipertimbangkan adalah sebagai berikut:

a. Aparat pengawasan intern pemerintah memiliki staf dengan tingkat kompetensi dan pengalaman yang cukup.

b. Aparat pengawasan intern pemerintah secara organisasi independen dan melapor langsung ke pimpinan tertinggi di dalam Instansi Pemerintah.

c. Tanggung jawab, lingkup kerja, dan rencana pengawasan aparat pengawasan intern pemerintah harus sesuai dengan kebutuhan Instansi Pemerintah yang bersangkutan.

Page 401:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

397

4. Kelemahan yang ditemukan selama evaluasi terpisah segera diselesaikan. Hal-hal yang perlu dipertimbangkan adalah sebagai berikut:

a. Kelemahan yang ditemukan segera dikomunikasikan kepada orang yang bertanggung jawab atas fungsi tersebut dan atasan langsungnya.

b. Kelemahan dan masalah pengendalian intern yang serius segera dilaporkan ke pimpinan tertinggi Instansi Pemerintah.

C. PENYELESAIAN AUDIT KOMENTAR/CATATAN

1. Instansi Pemerintah sudah memiliki mekanisme untuk meyakinkan ditindak-lanjutinya temuan audit atau reviu lainnya dengan segera. Hal- hal yang perlu dipertimbangkan adalah sebagai berikut:

a. Pimpinan Instansi Pemerintah segera mereviu dan mengevaluasi temuan audit, hasil penilaian, dan reviu lainnya yang menunjukkan adanya kelemahan dan yang mengidentifikasi perlunya perbaikan.

b. Pimpinan Instansi Pemerintah menetapkan tindakan yang memadai untuk menindaklanjuti temuan dan rekomendasi.

c. Tindakan korektif untuk menyelesaikan masalah yang menarik perhatian pimpinan Instansi Pemerintah dilaksanakan dalam jangka waktu yang ditetapkan.

d. Dalam hal terdapat ketidaksepakatan dengan temuan atau rekomendasi, pimpinan Instansi Pemerintah menyatakan bahwa temuan atau rekomendasi tersebut tidak tepat atau tidak perlu ditindaklanjuti.

e. Pimpinan Instansi Pemerintah mempertimbangkan untuk melakukan konsultasi dengan auditor (seperti BPK, aparat pengawasan intern pemerintah, dan auditor eksternal lainnya) dan pereviu jika diyakini akan membantu dalam proses penyelesaian audit.

2. Pimpinan Instansi Pemerintah tanggap terhadap temuan dan rekomendasi audit dan reviu lainnya guna memperkuat pengendalian intern. Hal-hal yang perlu dipertimbangkan adalah sebagai berikut:

a. Pimpinan Instansi Pemerintah yang berwenang mengevaluasi temuan dan rekomendasi dan memutuskan tindakan yang layak untuk memperbaiki atau meningkatkan pengendalian.

b. Tindakan pengendalian intern yang diperlukan, diikuti untuk memastikan penerapannya.

Page 402:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

398

3. Instansi Pemerintah menindaklanjuti temuan dan rekomendasi audit dan reviu lainnya dengan tepat. Hal-hal yang perlu dipertimbangkan adalah sebagai berikut:

a. Masalah yang berkaitan dengan transaksi atau kejadian tertentu dikoreksi dengan segera.

b. Penyebab yang diungkapkan dalam temuan atau rekomendasi diteliti oleh pimpinan Instansi Pemerintah.

c. Tindakan diambil untuk memperbaiki kondisi atau mengatasi penyebab terjadinya temuan.

d. Pimpinan Instansi Pemerintah dan auditor memantau temuan audit dan reviu serta rekomendasinya untuk meyakinkan bahwa tindakan yang diperlukan telah dilaksanakan.

e. Pimpinan Instansi Pemerintah secara berkala mendapat laporan status penyelesaian audit dan reviu sehingga pimpinan dapat meyakinkan kualitas dan ketepatan waktu penyelesaian setiap rekomendasi.

Bagian Ikhtisar Pemantauan Berikan Kesimpulan Umum dan Tindakan-tindakan yang diperlukan di sini:

BAGIAN VIIKHTISAR PENGENDALIAN INTERN SECARA KESELURUHAN

A. LINGKUNGAN PENGENDALIAN KOMENTAR/CATATAN

Pimpinan dan pegawai Instansi Pemerintah memiliki sikap perilaku yang positif dan mendukung pengendalian intern dan manajemen bersih. Pimpinan Instansi Pemerintah harus menyampaikan pesan bahwa nilai-nilai integritas dan etis tidak boleh dikompromikan. Pimpinan Instansi Pemerintah menunjukkan suatu komitmen terhadap kompetensi/kemampuan pegawainya dan menggunakan kebijakan dan praktik pembinaan sumber daya manusia yang baik. Pimpinan Instansi Pemerintah memiliki kepemimpinan yang kondusif yang mendukung pengendalian intern yang efektif. Struktur organisasi Instansi Pemerintah dan metode pendelegasian wewenang dan tanggung jawab memberikan kontribusi terhadap efektivitas pengendalian intern. Instansi Pemerintah memiliki hubungan kerja yang baik dengan badan legislatif serta auditor internal dan eksternal.

B. PENILAIAN RISIKO KOMENTAR/CATATAN

Pimpinan Instansi Pemerintah sudah menetapkan tujuan keseluruhan

Page 403:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

399

Instansi Pemerintah yang jelas dan konsisten serta tujuan tingkatan kegiatan yang mendukungnya. Pimpinan Instansi Pemerintah sudah melakukan identifikasi risiko secara menyeluruh, mulai dari sumber internal maupun eksternal, yang dapat mempengaruhi kemampuan Instansi Pemerintah dalam mencapai tujuannya.

Analisis risiko sudah dilaksanakan, dan Instansi Pemerintah sudah mengembangkan pendekatan yang memadai untuk mengelola risiko. Selain itu, sudah ada mekanisme untuk mengidentifikasi perubahan yang dapat mempengaruhi kemampuan Instansi Pemerintah tersebut dalam mencapai visi, misi, dan tujuannya.

C. KEGIATAN PENGENDALIAN KOMENTAR/CATATAN

Kebijakan, prosedur, teknik, dan mekanisme pengendalian yang memadai sudah dikembangkan dan sudah diterapkan untuk memastikan adanya kepatuhan terhadap arahan yang sudah ditetapkan. Kegiatan pengendalian yang tepat sudah dikembangkan untuk setiap kegiatan Instansi Pemerintah dan diterapkan sebagaimana mestinya.

D. INFORMASI DAN KOMUNIKASI KOMENTAR/CATATAN

Sistem informasi untuk mengidentifikasi dan mencatat informasi operasional dan keuangan yang penting yang berhubungan dengan peristiwa internal dan eksternal telah ada dan diimplementasikan. Informasi tersebut dikomunikasikan kepada pimpinan dan pihak lain di lingkungan Instansi Pemerintah dalam bentuk yang memungkinkan pihak tersebut melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya secara efisien dan efektif. Pimpinan Instansi Pemerintah memastikan bahwa komunikasi internal telah terjalin dengan efektif.

Pimpinan Instansi Pemerintah juga harus memastikan bahwa komunikasi eksternal yang efektif juga terjalin dengan kelompok-kelompok yang dapat mempengaruhi pencapaian visi, misi, dan tujuan Instansi Pemerintah. Pimpinan Instansi Pemerintah menggunakan berbagai bentuk komunikasi yang sesuai dengan kebutuhannya serta mengelola, mengembangkan, dan memperbaiki sistem informasinya dalam upaya meningkatkan komunikasi secara berkesinambungan.

E. PEMANTAUAN KOMENTAR/CATATAN

Pemantauan pengendalian intern menilai kualitas kinerja pengendalian intern Instansi Pemerintah secara terus-menerus sebagai bagian dari proses pelaksanaan kegiatan sehari-hari. Selain itu, evaluasi terpisah terhadap pengendalian intern dilakukan secara berkala dan kelemahan yang ditemukan diteliti lebih lanjut.

Page 404:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

400

Sudah ada prosedur untuk memastikan bahwa seluruh temuan audit dan reviu lainnya segera dievaluasi, ditentukan tanggapan yang tepat, dan dilaksanakan tindakan perbaikannya.

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

Page 405:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

401

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2008

TENTANG

PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 6 TAHUN 2006TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK NEGARA/DAERAH

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : a. bahwa ketersediaan infrastruktur yang memadai, merupakan kebutuhan yang mendesak untuk mendukung pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan perekonomian dan kesejahteraan masyarakat, serta untuk meningkatkan daya saing Indonesia dalam perdagangan global;

b. bahwa untuk mempercepat pembangunan infrastruktur, perlu untuk mengambil langkah-langkah yang komprehensif guna menciptakan iklim investasi dalam bidang infrastruktur;

c. bahwa penilaian barang milik negara diperlukan dalam rangka mendapatkan nilai wajar yang merupakan unsur penting dalam rangka penyusunan neraca pemerintah, pemanfaatan, dan pemindahtanganan barang milik negara/daerah;

d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 Tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah;

Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355);

Page 406:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

402

3. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 Tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4609);

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK NEGARA/ DAERAH.

Pasal I

Beberapa ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4609), diubah sebagai berikut:

1. Di antara angka 4 dan angka 5 Pasal 1 disisipkan 1 (satu) angka, yakni angka 4a dan angka 22 sehingga Pasal 1 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 1

Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:

1. Barang milik negara adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban APBN atau berasal dari perolehan lainnya yang sah.

2. Barang milik daerah adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban APBD atau berasal dari perolehan lainnya yang sah.

3. Pengelola barang adalah pejabat yang berwenang dan bertanggung jawab menetapkan kebijakan dan pedoman serta melakukan pengelolaan barang milik negara/daerah.

4. Pengguna barang adalah pejabat pemegang kewenangan penggunaan barang milik negara/daerah.

4.a. Penilai adalah pihak yang melakukan penilaian secara independen berdasarkan kompetensi yang dimilikinya terdiri dari penilai internal dan penilai eksternal.

Page 407:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

403

5. Kuasa pengguna barang adalah kepala satuan kerja atau pejabat yang ditunjuk oleh pengguna barang untuk menggunakan barang yang berada dalam penguasaannya dengan sebaik-baiknya.

6. Perencanaan kebutuhan adalah kegiatan merumuskan rincian kebutuhan barang milik negara/daerah untuk menghubungkan pengadaan barang yang telah lalu dengan keadaan yang sedang berjalan sebagai dasar dalam melakukan tindakan yang akan datang.

7. Penggunaan adalah kegiatan yang dilakukan oleh pengguna barang dalam mengelola dan menatausahakan barang milik negara/daerah yang sesuai dengan tugas pokok dan fungsi instansi yang bersangkutan.

8. Pemanfaatan adalah pendayagunaan barang milik negara/daerah yang tidak dipergunakan sesuai dengan tugas pokok dan fungsi kementerian/lembaga/satuan kerja perangkat daerah, dalam bentuk sewa, pinjam pakai, kerjasama pemanfaatan, dan bangun serah guna/bangun guna serah dengan tidak mengubah status kepemilikan.

9. Sewa adalah pemanfaatan barang milik negara/daerah oleh pihak lain dalam jangka waktu tertentu dan menerima imbalan uang tunai.

10. Pinjam pakai adalah penyerahan penggunaan barang antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah dan antar pemerintah daerah dalam jangka waktu tertentu tanpa menerima imbalan dan setelah jangka waktu tersebut berakhir diserahkan kembali kepada pengelola barang.

11. Kerjasama pemanfaatan adalah pendayagunaan barang milik negara/daerah oleh pihak lain dalam jangka waktu tertentu dalam rangka peningkatan penerimaan negara bukan pajak/pendapatan daerah dan sumber pembiayaan lainnya.

12. Bangun guna serah adalah pemanfaatan barang milik negara/daerah berupa tanah oleh pihak lain dengan cara mendirikan bangunan dan/atau sarana berikut fasilitasnya, kemudian didayagunakan oleh pihak lain tersebut dalam jangka waktu tertentu yang telah disepakati, untuk selanjutnya diserahkan kembali tanah beserta bangunan dan/atau sarana berikut fasilitasnya setelah berakhirnya jangka waktu.

13. Bangun serah guna adalah pemanfaatan barang milik negara/daerah berupa tanah oleh pihak lain dengan cara mendirikan bangunan dan/atau sarana berikut fasilitasnya, dan setelah selesai pembangunannya diserahkan untuk didayagunakan oleh pihak lain tersebut dalam jangka waktu tertentu yang disepakati.

Page 408:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

404

14. Penghapusan adalah tindakan menghapus barang milik negara/daerah dari daftar barang dengan menerbitkan surat keputusan dari pejabat yang berwenang untuk membebaskan pengguna dan/atau kuasa pengguna barang dan/atau pengelola barang dari tanggung jawab administrasi dan fisik atas barang yang berada dalam penguasaannya.

15. Pemindahtanganan adalah pengalihan kepemilikan barang milik negara/daerah sebagai tindak lanjut dari penghapusan dengan cara dijual, dipertukarkan, dihibahkan atau disertakan sebagai modal pemerintah.

16. Penjualan adalah pengalihan kepemilikan barang milik negara/daerah kepada pihak lain dengan menerima penggantian dalam bentuk uang.

17. Tukar-menukar adalah pengalihan kepemilikan barang milik negara/daerah yang dilakukan antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah, antar pemerintah daerah, atau antara pemerintah pusat/pemerintah daerah dengan pihak lain, dengan menerima penggantian dalam bentuk barang, sekurang-kurangnya dengan nilai seimbang.

18. Hibah adalah pengalihan kepemilikan barang dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah, dari pemerintah daerah kepada pemerintah pusat, antar pemerintah daerah, atau dari pemerintah pusat/ pemerintah daerah kepada pihak lain, tanpa memperoleh penggantian.

19. Penyertaan modal pemerintah pusat/daerah adalah pengalihan kepemilikan barang milik negara/daerah yang semula merupakan kekayaan yang tidak dipisahkan menjadi kekayaan yang dipisahkan untuk diperhitungkan sebagai modal/saham negara atau daerah pada badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, atau badan hukum lainnya yang dimiliki negara.

20. Penatausahaan adalah rangkaian kegiatan yang meliputi pembukuan, inventarisasi, dan pelaporan barang milik negara/daerah sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

21. Inventarisasi adalah kegiatan untuk melakukan pendataan, pencatatan, dan pelaporan hasil pendataan barang milik negara/daerah.

22. Penilaian adalah proses kegiatan yang dilakukan oleh penilai untuk memberikan suatu opini nilai atas suatu obyek penilaian pada saat tertentu dalam rangka pengelolaan barang milik negara/ daerah.

23. Daftar barang pengguna, yang selanjutnya disingkat dengan DBP, adalah daftar yang memuat data barang yang digunakan oleh masing-masing pengguna barang.

Page 409:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

405

24. Daftar barang kuasa pengguna, yang selanjutnya disingkat dengan DBKP, adalah daftar yang memuat data barang yang dimiliki oleh masing-masing kuasa pengguna barang.

25. Kementerian negara/lembaga adalah kementerian negara/lembaga pemerintah non kementerian negara/lembaga negara.

26. Menteri/pimpinan lembaga adalah pejabat yang bertanggung jawab atas penggunaan barang kementerian negara/lembaga yang bersangkutan.

27. Pihak lain adalah pihak-pihak selain kementerian negara/lembaga dan satuan kerja perangkat daerah.

2. Ketentuan Pasal 2 ayat (2) huruf c diubah sehingga Pasal 2 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 2

(1) Barang milik negara/daerah meliputi:

a. barang yang dibeli atau diperoleh atas beban APBN/D; atau b. barang yang berasal dari perolehan lainnya yang sah.

(2) Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi:

a. barang yang diperoleh dari hibah/sumbangan atau yang sejenis;

b. barang yang diperoleh sebagai pelaksanaan dari perjanjian/kontrak;

c. barang yang diperoleh sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan; atau

d. barang yang diperoleh berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.

3. Ketentuan Pasal 26 ditambahkan 2 (dua) ayat yakni ayat (3) dan ayat (4)sehingga Pasal 26 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 26

(1) Kerjasama pemanfaatan atas barang milik negara/ daerah dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:

a. tidak tersedia atau tidak cukup tersedia dana dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara/Daerah untuk memenuhi biaya operasional/pemeliharaan/perbaikan yang diperlukan terhadap barang milik negara/daerah dimaksud;

Page 410:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

406

b. mitra kerjasama pemanfaatan ditetapkan melalui tender dengan mengikutsertakan sekurang-kurangnya lima peserta/peminat, kecuali untuk barang milik negara/daerah yang bersifat khusus dapat dilakukan penunjukan langsung;

c. mitra kerjasama pemanfaatan harus membayar kontribusi tetap ke rekening kas umum negara/ daerah setiap tahun selama jangka waktu pengoperasian yang telah ditetapkan dan pembagian keuntungan hasil kerjasama pemanfaatan;

d. besaran pembayaran kontribusi tetap dan pembagian keuntungan hasil kerjasama pemanfaatan ditetapkan dari hasil perhitungan tim yang dibentuk oleh pejabat yang berwenang;

e. besaran pembayaran kontribusi tetap dan pembagian keuntungan hasil kerjasama pemanfaatan harus mendapat persetujuan pengelola barang;

f. selama jangka waktu pengoperasian, mitra kerjasama pemanfaatan dilarang menjaminkan atau menggadaikan barang milik negara/daerah yang menjadi obyek kerjasama pemanfaatan;

g. jangka waktu kerjasama pemanfaatan paling lama 30 (tiga puluh) tahun sejak perjanjian ditandatangani dan dapat diperpanjang.

(2) Semua biaya yang berkenaan dengan persiapan dan pelaksanaan kerjasama pemanfaatan tidak dapat dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara/Daerah.

(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf g tidak berlaku dalam hal kerjasama pemanfaatan atas barang milik negara/daerah dilakukan untuk penyediaan infrastruktur tersebut di bawah ini :

a. infrastruktur transportasi meliputi pelabuhan laut, sungai atau danau, bandar udara, jaringan rel dan stasiun kereta api;

b. infrastruktur jalan meliputi jalan tol dan jembatan tol;

c. infrastruktur sumber daya air meliputi saluran pembawa air baku dan waduk/bendungan;

d. infrastruktur air minum meliputi bangunan pengambilan air baku, jaringan transmisi, jaringan distribusi, dan instalasi pengolahan air minum;

e. infrastruktur air limbah meliputi instalasi pengolah air limbah, jaringan pengumpul dan jaringan utama, dan sarana persampahan yang meliputi pengangkut dan tempat pembuangan;

Page 411:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

407

f. infrastruktur telekomunikasi meliputi jaringan telekomunikasi;

g. infrastruktur ketenagalistrikan meliputi pembangkit, transmisi, atau distribusi tenaga listrik; atau

h. infrastruktur minyak dan gas bumi meliputi pengolahan, penyimpanan, pengangkutan, transmisi, dan distribusi minyak dan gas bumi.

(4) Jangka waktu kerjasama pemanfaatan barang milik negara/daerah untuk penyediaan infrastruktur sebagaimana dimaksud pada ayat (3) paling lama 50 (lima puluh) tahun sejak perjanjian ditandatangani.

4. Ketentuan Pasal 39 ayat (1), ayat (2), dan ayat (4) diubah serta ditambahkan 2 (dua) ayat, yakni ayat (5) dan ayat (6), sehingga Pasal 39 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 39

(1) Penilaian barang milik negara berupa tanah dan/atau bangunan dalam rangka pemanfaatan atau pemindahtanganan dilakukan oleh penilai internal yang ditetapkan oleh pengelola barang, dan dapat melibatkan penilai eksternal yang ditetapkan oleh pengelola barang.

(2) Penilaian barang milik daerah berupa tanah dan/atau bangunan dalam rangka pemanfaatan atau pemindahtanganan dilakukan oleh penilai internal yang ditetapkan oleh gubernur/bupati/walikota, dan dapat melibatkan penilai eksternal yang ditetapkan oleh gubernur/bupati/walikota.

(3) Penilaian barang milik negara/daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan untuk mendapatkan nilai wajar, dengan estimasi terendah menggunakan NJOP.

(4) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) bagi penjualan barang milik negara berupa tanah yang diperlukan untuk pembangunan rumah susun sederhana.

(5) Nilai jual barang milik negara sebagaimana dimaksud pada ayat (4) ditetapkan oleh Menteri Keuangan berdasarkan perhitungan yang ditetapkan oleh Menteri Pekerjaan Umum.

(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai penilaian Barang Milik Negara diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.

Page 412:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

408

5. Ketentuan dalam Pasal 44 ayat (1) huruf a diubah, sehingga Pasal 44 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 44

(1) Penghapusan barang milik negara/daerah dengan tindak lanjut pemusnahan dilakukan apabila barang milik negara/daerah dimaksud:

a. tidak dapat digunakan, tidak dapat dimanfaatkan, dan/atau tidak dapat dipindahtangankan; atau

b. alasan lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(2) Pemusnahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh:

a. pengguna barang setelah mendapat persetujuan pengelola barang untuk barang milik negara; atau

b. pengguna barang dengan surat keputusan dari pengelola barang setelah mendapat persetujuan gubernur/bupati/walikota untuk barang milik daerah.

(3) Pelaksanaan pemusnahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dituangkan dalam berita acara dan dilaporkan kepada pengelola barang.

(4) Ketentuan Pasal 46 substansi tetap dan penjelasan Pasal 46 ayat (3) huruf e diubah sehingga rumusan penjelasan Pasal 46 adalah sebagaimana tercantum dalam Penjelasan Pasal Demi Pasal Angka 6 Peraturan Pemerintah ini.

(5) Ketentuan Pasal 51 ayat (3) diubah sehingga Pasal 51 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 51

(1) Penjualan barang milik negara/daerah dilaksanakan dengan pertimbangan:

a. untuk optimalisasi barang milik negara yang berlebih atau idle;

b. secara ekonomis lebih menguntungkan bagi negara apabila dijual;

c. sebagai pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(2) Penjualan barang milik negara/daerah dilakukan secara lelang, kecuali dalam hal-hal tertentu.

(3) Pengecualian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi:

a. barang milik negara/daerah yang bersifat khusus; dan

b. barang milik negara/daerah lainnya yang ditetapkan lebih lanjut oleh pengelola barang.

Page 413:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

409

Pasal II

Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 19 Mei 2008

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ttd

DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

Diundangkan di Jakartapada tanggal 19 Mei 2008

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA

REPUBLIK INDONESIA,

ttd

ANDI MATTALATTA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2008 NOMOR 78

Salinan sesuai dengan aslinya

DEPUTI MENTERI SEKRETARIS NEGARA

BIDANG PERUNDANG-UNDANGAN,

MUHAMMAD SAPTA MURTI

Page 414:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

410

Page 415:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

411

PENJELASANPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 38 TAHUN 2008

TENTANG

PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 6 TAHUN 2006TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK NEGARA/DAERAH

I. UMUM

a. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah mengatur mengenai pengelolaan barang milik negara yang meliputi perencanaan kebutuhan dan penganggaran, pengadaan, penggunaan, pemanfaatan, pengamanan dan pemeliharaan, penilaian, penghapusan, pemindahtanganan, penatausahaan, pembinaan, pengawasan, dan pengendalian.

Pemanfaatan barang milik negara dalam bentuk Kerjasama Pemanfaatan yang diatur dalam Peraturan Pemerintah tersebut ternyata belum berjalan sebagaimana mestinya. Upaya Pemerintah untuk menarik minat mitra atau investor Kerjasama Pemanfaatan dalam melakukan pembangunan infrastruktur masih menemui hambatan.

Hambatan tersebut merupakan akibat dari kemudahan atau fasilitas investasi yang ditawarkan oleh negara-negara tetangga yang mampu memberikan jangka waktu investasi yang relatif lebih lama dibandingkan dengan yang diberikan oleh Negara Republik Indonesia. Untuk itu, dalam rangka meningkatkan perekonomian dan kesejahteraan masyarakat serta untuk meningkatkan daya saing Indonesia dalam perdagangan global, jangka waktu untuk pemanfaatan barang milik negara dalam bentuk Kerjasama Pemanfaatan (KSP) perlu disesuaikan.

Dengan pertimbangan Kerjasama Pemanfaatan tidak terjadi pengalihan hak atas barang milik Negara, maka penyesuaian jangka waktu dimaksud dapat dilakukan sedemikian rupa sehingga relatif lebih lama dibandingkan dengan Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, dan Hak Pakai atas Tanah Negara.

Page 416:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

412

b. Penilaian barang milik negara/daerah diperlukan dalam rangka mendapatkan nilai wajar atau nilai pasar sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Nilai wajar atau nilai pasar atas barang milik negara/daerah yang diperoleh dari penilaian ini merupakan unsur penting dalam rangka penyusunan neraca pemerintah, pemanfaatan dan pemindahtanganan barang milik negara/daerah.

II. PASAL DEMI PASAL

Pasal I

Angka 1

Pasal 1

Cukup jelas.

Angka 2

Pasal 2

Cukup jelas.

Angka 3

Pasal 26

Cukup jelas.

Angka 4

Pasal 39

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan “penilai internal” adalah penilai Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Pemerintah yang diangkat oleh kuasa Menteri Keuangan yang diberi tugas, wewenang, dan tanggung jawab untuk melakukan penilaian secara independen.

Yang dimaksud dengan “penilai eksternal” adalah penilai selain penilai internal yang mempunyai izin praktek penilaian dan menjadi anggota asosiasi penilaian yang diakui oleh Departemen Keuangan.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Page 417:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

413

Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (4)

Pengecualian penjualan barang milik Negara dari ayat (3) dimaksudkan agar tujuan pembangunan rumah susun sederhana dapat tercapai namun kewajaran harga/nila barang milik Negara tersebut masih diperhatikan.

Ayat (5)

Cukup jelas.

Ayat (6)

Cukup jelas.

Angka 5

Pasal 44

Ayat (1)

Huruf a

Yang termasuk tidak dapat digunakan, tidak dapat dimanfaatkan, dan/atau tidak dapat dipindahtangankan antara lain dengan pertimbangan tidak layak secara ekonomis atau mempunyai dampak berbahaya jika dipertahankan.

Huruf b

Yang dimaksud dengan “sesuai ketentuan peraturan perundang- undangan” antara lain Undang-Undang Kepabeanan.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Angka 6

Pasal 46

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Page 418:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

414

Ayat (3)

Huruf a

r Tidak sesuai dengan tata ruang wilayah artinya pada lokasi tanah dan/atau bangunan milik negara/daerah dimaksud terjadi perubahan peruntukan dan/atau fungsi kawasan wilayah, misalnya dari peruntukan wilayah perkantoran menjadi wilayah perdagangan.

r Tidak sesuai dengan penataan kota artinya atas tanah dan/atau bangunan milik negara/daerah dimaksud perlu dilakukan penyesuaian, yang berakibat pada perubahan luas tanah dan/atau bangunan tersebut.

Huruf b

Yang dihapuskan adalah bangunan yang berdiri di atas tanah tersebut untuk dirobohkan yang selanjutnya didirikan bangunan baru di atas tanah yang sama (rekonstruksi) sesuai dengan alokasi anggaran yang telah disediakan dalam dokumen penganggaran.

Huruf c Yang dimaksud dengan “tanah dan/atau bangunan diperuntukkan

bagi pegawai negeri” adalah:

r tanah dan/atau bangunan, yang merupakan kategori rumah negara golongan III;

r tanah yang merupakan tanah kavling yang menurut perencanaan awal pengadaannya untuk pembangunan perumahan pegawai negeri.

Huruf d

Yang dimaksud dengan “kepentingan umum” adalah kegiatan yang menyangkut kepentingan bangsa dan negara, masyarakat luas, rakyat banyak/bersama, dan/atau kepentingan pembangunan.

Kategori bidang-bidang kegiatan yang termasuk untuk kepentingan umum antara lain sebagai berikut:

r jalan umum, jalan tol, rel kereta api, saluran air minum/air bersih dan/atau saluran pembuangan air;

r waduk, bendungan, dan bangunan pengairan lainnya termasuk saluran irigasi;

r rumah sakit umum dan pusat-pusat kesehatan masyarakat;

r pelabuhan, bandar udara, stasiun kereta api atau terminal;

Page 419:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

415

r peribadatan;

r pendidikan atau sekolah;

r pasar umum;

r fasilitas pemakaman umum;

r fasilitas keselamatan umum seperti antara lain tanggul penanggulangan bahaya banjir, lahar, dan lain-lain bencana;

r pos dan telekomunikasi;

r sarana olahraga;

r stasiun penyiaran radio, televisi beserta sarana pendukungnya untuk lembaga penyiaran publik;

r kantor pemerintah, pemerintah daerah, perwakilan negara asing, Perserikatan Bangsa-Bangsa, dan lembaga internasional di bawah naungan Perserikatan Bangsa-Bangsa;

r fasilitas Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya;

r rumah susun sederhana;

r tempat pembuangan sampah;

r cagar alam dan cagar budaya;

r pertamanan;

r panti sosial;

r pembangkit, transmisi, dan distribusi tenaga listrik.

Huruf e

Barang milik negara/daerah yang ditetapkan sebagai pelaksanaan peraturan perundang-undangan karena adanya keputusan pengadilan atau penyitaan, dapat dipindahtangankan tanpa memerlukan persetujuan DPR/DPRD.”

Angka 7

Pasal 51

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Lelang adalah penjualan barang milik negara/daerah dihadapan pejabat lelang.

Page 420:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

416

Ayat (3)

Huruf a

Yang termasuk barang milik negara/daerah yang bersifat khusus adalah barang-barang yang diatur secara khusus sesuai dengan peraturan perundang-undangan, misalnya rumah negara golongan III yang dijual kepada penghuni atau kendaraan dinas perorangan pejabat negara yang dijual kepada pejabat negara.

Pasal II

Cukup jelas.

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4855

Page 421:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

417

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIANOMOR 39 TAHUN 2007

TENTANG

PENGELOLAAN UANG NEGARA/DAERAH

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESAPRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 28 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Pengelolaan Uang Negara/Daerah;

Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355);

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PENGELOLAAN UANG NEGARA/DAERAH.

BAB IKETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:

Perbendaharaan Negara adalah pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan negara, termasuk investasi dan kekayaan yang dipisahkan, yang ditetapkan dalam

Page 422:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

418

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).

Kas Negara adalah tempat penyimpanan Uang Negara yang ditentukan oleh Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara untuk menampung seluruh penerimaan negara dan untuk membayar seluruh pengeluaran negara.

Rekening Kas Umum Negara adalah rekening tempat penyimpanan Uang Negara yang ditentukan oleh Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara untuk menampung seluruh penerimaan negara dan membayar seluruh pengeluaran negara pada Bank Sentral.

Kas Daerah adalah tempat penyimpanan Uang Daerah yang ditentukan oleh gubernur/bupati/walikota untuk menampung seluruh penerimaan daerah dan membayar seluruh pengeluaran daerah.

Rekening Kas Umum Daerah adalah rekening tempat penyimpanan Uang Daerah yang ditentukan oleh gubernur/bupati/walikota untuk menampung seluruh penerimaan daerah dan membayar seluruh pengeluaran daerah pada bank yang ditetapkan.

Bank Sentral adalah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 23D.

Bank Umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan/atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.

Bendahara adalah setiap orang atau badan yang diberi tugas untuk dan atas nama negara/daerah, menerima, menyimpan, dan membayar/menyerahkan uang atau surat berharga atau barang-barang negara/daerah.

Bendahara Umum Negara adalah pejabat yang diberi tugas untuk melaksanakan fungsi bendahara umum negara.

Bendahara Umum Daerah adalah pejabat yang diberi tugas untuk melaksanakan fungsi bendahara umum daerah.

Bendahara Penerimaan adalah orang yang ditunjuk untuk menerima, menyimpan, menyetorkan, menatausahakan, dan mempertanggungjawabkan uang pendapatan negara/daerah dalam rangka pelaksanaan APBN/APBD pada kantor/satuan kerja kementerian negara/lembaga/pemerintah daerah.

Bendahara Pengeluaran adalah orang yang ditunjuk untuk menerima, menyimpan, membayarkan, menatausahakan, dan mempertanggungjawabkan uang untuk keperluan belanja negara/daerah dalam rangka pelaksanaan APBN/APBD pada kantor/satuan kerja kementerian negara/lembaga/pemerintah daerah.

Page 423:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

419

Kepala Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah adalah kepala badan/dinas/biro keuangan/bagian keuangan yang mempunyai tugas melaksanakan pengelolaan APBD dan bertindak sebagai Bendahara Umum Daerah.

Uang Negara adalah uang yang dikuasai oleh Bendahara Umum Negara.

Uang Daerah adalah uang yang dikuasai oleh Bendahara Umum Daerah.

Uang Persediaan adalah sejumlah uang yang disediakan untuk satuan kerja dalam melaksanakan kegiatan operasional kantor sehari-hari.

Kuasa Bendahara Umum Negara adalah pejabat yang diangkat oleh Bendahara Umum Negara untuk melaksanakan tugas kebendaharaan dalam rangka pelaksanaan anggaran dalam wilayah kerja yang telah ditetapkan.

Kuasa Bendahara Umum Daerah adalah pejabat yang diangkat oleh Bendahara Umum Daerah untuk melaksanakan tugas kebendaharaan dalam rangka pelaksanaan anggaran dalam wilayah kerja yang telah ditetapkan.

Pengelolaan Uang adalah kegiatan pengelolaan yang mencakup pengelolaan kas dan surat berharga termasuk kegiatan untuk menanggulangi kekurangan kas atau memanfaatkan kelebihan kas secara optimal.

BAB IIBENDAHARA UMUM NEGARA DAN

BENDAHARA UMUM DAERAH

Bagian KesatuBendahara Umum Negara

Pasal 2

(1) Menteri Keuangan adalah Bendahara Umum Negara.

(2) Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara mengangkat Kuasa Bendahara Umum Negara untuk melaksanakan sebagian wewenang Bendahara Umum Negara dan tugas kebendaharaan yang berkaitan dengan pengelolaan uang dan surat berharga.

Pasal 3

Kuasa Bendahara Umum Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) terdiri atas:

a. Kuasa Bendahara Umum Negara pusat; dan

b. Kuasa Bendahara Umum Negara di daerah.

Page 424:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

420

Pasal 4

Wewenang Bendahara Umum Negara dalam pengelolaan Uang Negara yang dilaksanakan oleh Kuasa Bendahara Umum Negara pusat meliputi:

a. menetapkan sistem penerimaan dan pengeluaran Kas Negara;

b. menunjuk bank dan/atau lembaga keuangan lainnya dalam rangka pe-laksanaan penerimaan dan pengeluaran anggaran negara;

c. mengusahakan dan mengatur dana yang diperlukan dalam pelaksanaan anggaran negara;

d. menyimpan Uang Negara; e. menempatkan Uang Negara;

f. mengelola/menatausahakan investasi melalui pembelian Surat Utang Negara;

g. melakukan pembayaran berdasarkan permintaan pejabat Pengguna Anggaran atas beban Rekening Kas Umum Negara; dan

h. menyajikan informasi keuangan negara.

Pasal 5

(1) Kuasa Bendahara Umum Negara di daerah bertugas:

a. menerima, menyimpan, membayar, menatausahakan, dan mempertanggung-jawabkan uang yang berada dalam pengelolaannya; dan/atau

b. menerima, menyimpan, menyerahkan, mencatat, dan mempertanggung-jawabkan surat berharga yang berada dalam pengelolaannya.

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan tugas Kuasa Bendahara Umum Negara di daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.

Pasal 6

(1) Untuk melaksanakan tanggung jawabnya dalam pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan negara, Bendahara Umum Negara mempunyai kewenangan untuk mengeluarkan pedoman yang wajib dipatuhi oleh pengelola keuangan negara di seluruh kementerian negara/lembaga/pemerintah daerah.

(2) Bendahara Umum Negara mempunyai kewenangan untuk memperhitungkan, menagih, memotong dana perimbangan, dan/atau hak daerah lainnya yang berasal dari Pemerintah Pusat atas kewajiban daerah kepada Pemerintah Pusat yang belum diselesaikan.

Page 425:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

421

(3) Bendahara Umum Negara bertanggung jawab atas pelaksanaan perbendaharaan negara sesuai dengan norma transparansi dan pengelolaan yang baik.

Bagian KeduaBendahara Umum Daerah

Pasal 7

(1) Kepala Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah bertindak sebagai Bendahara Umum Daerah.

(2) Kepala Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah selaku Bendahara Umum Daerah dibantu oleh Kuasa Bendahara Umum Daerah untuk melaksanakan tugas-tugas kebendaharaan yang berkaitan dengan pengelolaan Uang Daerah dan surat berharga.

Pasal 8

Wewenang Bendahara Umum Daerah dalam pengelolaan Uang Daerah meliputi:

a. memberikan petunjuk teknis pelaksanaan sistem penerimaan dan pengeluaran Kas Daerah;

b. memantau pelaksanaan penerimaan dan pengeluaran APBD oleh bank dan/atau lembaga keuangan lainnya yang telah ditunjuk;

c. mengusahakan dan mengatur dana yang diperlukan dalam pelaksanaan APBD;

d. menyimpan Uang Daerah;

e. melaksanakan penempatan Uang Daerah;

f. mengelola/menatausahakan investasi;

g. melakukan pembayaran berdasarkan permintaan pejabat Pengguna Anggaran atas beban Rekening Kas Umum Daerah; dan

h. menyajikan informasi keuangan daerah.

Pasal 9

(1) Kuasa Bendahara Umum Daerah bertugas :

a. menyiapkan anggaran kas;

b. menyiapkan surat penyediaan dana;

c. menerbitkan surat perintah pencairan dana; dan

d. menyimpan seluruh bukti asli kepemilikan daerah.

Page 426:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

422

(2) Untuk melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Kuasa Bendahara Umum Daerah berwenang:

a. memantau pelaksanaan penerimaan dan pengeluaran APBD oleh bank dan/atau lembaga keuangan lainnya yang telah ditunjuk;

b. mengusahakan dan mengatur dana yang diperlukan dalam pelaksanaan APBD;

c. menyimpan Uang Daerah;

d. melaksanakan penempatan Uang Daerah dan mengelola/menatausahakan investasi;

e. melakukan pembayaran berdasarkan permintaan pejabat Pengguna Anggaran atas beban Rekening Kas Umum Daerah;

f. melaksanakan pemberian pinjaman atas nama pemerintah daerah;

g. melakukan pengelolaan utang dan piutang daerah; dan h. melakukan penagihan piutang daerah.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan tugas dan wewenang Kuasa Bendahara Umum Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Kepala Daerah.

(4) Penarikan dana dari Rekening Kas Umum Daerah di Bank Umum dilakukan atas perintah Bendahara Umum Daerah/Kuasa Bendahara Umum Daerah.

(5) Pemindahbukuan dana dari rekening penerimaan dan rekening pengeluaran ke Rekening Kas Umum Daerah dilakukan atas perintah Bendahara Umum Daerah/Kuasa Bendahara Umum Daerah.

BAB IIIUANG NEGARA/DAERAH

Bagian KesatuUang Negara

Pasal 10

(1) Uang Negara meliputi rupiah dan valuta asing.

(2) Uang Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas uang dalam Kas Negara dan uang pada Bendahara Penerimaan dan Bendahara Pengeluaran kementerian negara/lembaga.

Page 427:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

423

Pasal 11

(1) Penambahan Uang Negara bersumber dari:

a. pendapatan negara, antara lain penerimaan pajak, Penerimaan Negara Bukan Pajak, dan hibah;

b. penerimaan pembiayaan, antara lain penerimaan pinjaman, hasil penjualan kekayaan negara yang dipisahkan, dan pelunasan piutang; dan

c. penerimaan negara lainnya, antara lain penerimaan perhitungan pihak ketiga.

(2) Pengurangan Uang Negara diakibatkan oleh:

a. belanja negara;

b. pengeluaran pembiayaan, antara lain pembayaran pokok utang, penyertaan modal negara, dan pemberian pinjaman; dan

c. pengeluaran negara lainnya, antara lain pengeluaran perhitungan pihak ketiga.

Bagian KeduaUang Daerah

Pasal 12

(1) Uang Daerah meliputi rupiah dan valuta asing.

(2) Uang Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari uang dalam Kas Daerah dan uang pada Bendahara Penerimaan daerah dan Bendahara Pengeluaran daerah.

Pasal 13

(1) Penambahan Uang Daerah bersumber dari:

a. pendapatan daerah, antara lain Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan, dan lain-lain pendapatan daerah yang sah;

b. penerimaan pembiayaan, antara lain penerimaan pinjaman daerah, hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan dan penerimaan pelunasan piutang; dan

c. penerimaan daerah lainnya, antara lain penerimaan perhitungan pihak ketiga.

(2) Pengurangan Uang Daerah diakibatkan oleh:

a. belanja daerah;

Page 428:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

424

b. pengeluaran pembiayaan, antara lain pembayaran pokok utang, penyertaan modal pemerintah daerah, dan pemberian pinjaman; dan

c. pengeluaran daerah lainnya, antara lain pengeluaran perhitungan pihak ketiga.

BAB IVREKENING MILIK BENDAHARA UMUM NEGARA/DAERAH DAN

MILIK KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA

Bagian KesatuRekening Milik Bendahara Umum Negara

Paragraf 1Rekening di Bank Sentral

Pasal 14

(1) Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara membuka Rekening Kas Umum Negara dan rekening lainnya pada Bank Sentral dalam rangka pengelolaan Uang Negara.

(2) Semua penerimaan negara masuk ke Rekening Kas Umum Negara dan semua pengeluaran negara keluar dari Rekening Kas Umum Negara.

(3) Guna memperlancar pelaksanaan penerimaan dan pengeluaran negara, Bendahara Umum Negara dapat membuka subrekening Kas Umum Negara dan rekening lainnya di Bank Sentral.

(4) Subrekening sebagaimana dimaksud pada ayat (3) merupakan bagian dari Rekening Kas Umum Negara.

(5) Penarikan dana dari Rekening Kas Umum Negara, subrekening Kas Umum Negara dan rekening lainnya di Bank Sentral dilakukan atas perintah Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara atau Kuasa Bendahara Umum Negara pusat.

(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai pembukaan dan pengelolaan Rekening Kas Umum Negara, Subrekening Kas Umum Negara dan rekening lainnya diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.

Pasal 15

Bendahara Umum Negara berkoordinasi dengan Gubernur Bank Sentral dapat membuka rekening yang memperoleh imbalan bunga di Bank Sentral guna

Page 429:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

425

memungkinkan penempatan yang menguntungkan atas kelebihan dana yang ada pada Rekening Kas Umum Negara.

Paragraf 2Rekening di Bank Umum

Pasal 16

(1) Bendahara Umum Negara/Kuasa Bendahara Umum Negara dapat membuka rekening penerimaan di Bank Umum/badan lainnya yang ditunjuk sebagai mitra Kuasa Bendahara Umum Negara dalam rangka pelaksanaan penerimaan negara.

(2) Rekening sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dioperasikan sebagai rekening bersaldo nihil yang seluruh penerimaannya dilimpahkan ke Rekening Kas Umum Negara sekurang-kurangnya sekali sehari pada akhir hari kerja sebagaimana yang ditetapkan dalam perjanjian dengan Bank Umum bersangkutan.

(3) Dalam hal kewajiban pelimpahan secara teknis belum dapat dilakukan setiap hari, Bendahara Umum Negara mengatur pelimpahan secara berkala.

(4) Bendahara Umum Negara/Kuasa Bendahara Umum Negara pusat dapat membuka rekening pengeluaran di Bank Umum/badan lainnya yang ditunjuk sebagai mitra Kuasa Bendahara Umum Negara pusat dalam rangka pelaksanaan pengeluaran.

(5) Rekening sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dioperasikan sebagai rekening yang menampung pagu dana untuk membiayai kegiatan pemerintah sesuai rencana pengeluaran, yang besarnya ditetapkan dengan Peraturan Menteri Keuangan.

(6) Bendahara Umum Negara dapat membuka rekening pengeluaran di Bank Umum/badan lainnya yang ditunjuk sebagai mitra Kuasa Bendahara Umum Negara di daerah dalam rangka pelaksanaan pengeluaran di daerah.

(7) Rekening sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dioperasikan sebagai rekening bersaldo nihil.

(8) Pemindahbukuan dana dari rekening penerimaan dan rekening pengeluaran pada Bank Umum ke Rekening Kas Umum Negara pada Bank Sentral dilakukan atas perintah Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara atau Kuasa Bendahara Umum Negara pusat.

(9) Ketentuan lebih lanjut mengenai pembukaan dan pengoperasian rekening penerimaan dan rekening pengeluaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (4), ayat (5), ayat (6), dan ayat (7) diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.

Page 430:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

426

Pasal 17

(1) Bendahara Umum Negara berkoordinasi dengan Gubernur Bank Sentral menetapkan kriteria dan persyaratan untuk memilih Bank Umum yang dapat melayani penerimaan dan/atau pengeluaran baik bagi pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.

(2) Bendahara Umum Negara/Kuasa Bendahara Umum Negara pusat menunjuk Bank Umum yang memenuhi kriteria dan persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk melayani penerimaan dan/atau pengeluaran pemerintah pusat.

(3) Penunjukan Bank Umum sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dimuat dalam perjanjian antara Bendahara Umum Negara/Kuasa Bendahara Umum Negara pusat dengan Bank Umum yang bersangkutan.

(4) Perjanjian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) sekurang-kurangnya mencakup:

a. jenis pelayanan yang diberikan;

b. mekanisme pengeluaran/penyaluran dana melalui Bank Umum;

c. pelimpahan penerimaan dan saldo rekening pengeluaran ke Rekening Kas Umum Negara;

d. pemberian bunga/jasa giro/bagi hasil atas saldo rekening;

e. pemberian imbalan atas jasa pelayanan;

f. kewajiban menyampaikan laporan;

g. sanksi berupa denda dan/atau pengenaan bunga yang harus dibayar karena pelayanan yang tidak sesuai dengan perjanjian; dan

h. tata cara penyelesaian perselisihan.

Bagian KeduaRekening Milik Bendahara Umum Daerah

Pasal 18

(1) Gubernur/bupati/walikota menunjuk Bank Umum sesuai dengan kriteria dan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) dan/atau Bank Sentral untuk menyimpan Uang Daerah yang berasal dari penerimaan daerah dan untuk membiayai pengeluaran daerah.

(2) Kepala Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah selaku Bendahara Umum Daerah membuka rekening Kas Umum Daerah pada Bank Sentral dan/atau Bank

Page 431:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

427

Umum yang ditunjuk oleh gubernur/bupati/walikota sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

(3) Penunjukan Bank Umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dimuat dalam perjanjian antara Bendahara Umum Daerah dengan Bank Umum yang bersangkutan.

(4) Perjanjian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) sekurang-kurangnya mencakup:a. jenis pelayanan yang diberikan;b. mekanisme pengeluaran/penyaluran dana melalui bank;

c. pelimpahan penerimaan dan saldo rekening pengeluaran ke Rekening Kas Umum Daerah;

d. pemberian bunga/jasa giro/bagi hasil atas saldo rekening;

e. pemberian imbalan atas jasa pelayanan;

f. kewajiban menyampaikan laporan;

g. sanksi berupa denda dan/atau pengenaan bunga yang harus dibayar karena pelayanan yang tidak sesuai dengan perjanjian; dan

h. tata cara penyelesaian perselisihan.

(5) Pembukaan rekening di Bank Sentral oleh gubernur/bupati/walikota berdasar-kan penunjukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berpedoman kepada ketentuan yang diterbitkan oleh Bank Sentral.

Pasal 19

(1) Bendahara Umum Daerah/Kuasa Bendahara Umum Daerah dapat membuka rekening penerimaan pada Bank Umum yang ditunjuk oleh gubernur/bupati/walikota untuk mendukung kelancaran pelaksanaan operasional penerimaan daerah.

(2) Rekening sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dioperasikan sebagai rekening bersaldo nihil yang seluruh penerimaannya dilimpahkan ke Rekening Kas Umum Daerah sekurang-kurangnya sekali sehari pada akhir hari kerja sebagaimana yang ditetapkan dalam perjanjian dengan Bank Umum bersangkutan.

(3) Dalam hal kewajiban pelimpahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) secara teknis belum dapat dilakukan setiap hari, gubernur/bupati/walikota mengatur pelimpahan secara berkala.

(4) Bendahara Umum Daerah dapat membuka rekening pengeluaran pada Bank Umum yang ditetapkan oleh gubernur/bupati/walikota untuk mendukung kelancaran pelaksanaan operasional pengeluaran daerah.

Page 432:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

428

(5) Rekening sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dioperasikan sebagai rekening yang menampung pagu dana untuk membiayai kegiatan pemerintah daerah sesuai rencana pengeluaran, yang besarnya ditetapkan dengan Peraturan Kepala Daerah.

(6) Pemindahbukuan dana dari rekening penerimaan dan/atau rekening pengeluaran pada Bank Umum ke Rekening Kas Umum Daerah dilakukan atas perintah Bendahara Umum Daerah.

(7) Ketentuan lebih lanjut tentang pembukaan dan pengoperasian rekening penerimaan dan rekening pengeluaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (4), dan ayat (5) diatur dengan Peraturan Kepala Daerah.

Bagian KetigaRekening Milik Kementerian Negara/Lembaga

Pasal 20

(1) Menteri/Pimpinan Lembaga selaku Pengguna Anggaran dapat membuka rekening penerimaan dan rekening pengeluaran dan/atau rekening lainnya pada Bank Umum/badan lainnya setelah mendapat persetujuan tertulis dari Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara atau Kuasa Bendahara Umum Negara.

(2) Untuk kepentingan tertentu menteri/pimpinan lembaga selaku Pengguna Anggaran dapat membuka rekening di Bank Sentral setelah mendapat persetujuan dari Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara.

(3) Menteri/Pimpinan Lembaga selaku Pengguna Anggaran wajib melampirkan izin tertulis dari Bendahara Umum Negara/Kuasa Bendahara Umum Negara dalam rangka pembukaan rekening untuk kepentingan kementerian negara/lembaga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2).

(4) Rekening penerimaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dioperasikan sebagai rekening bersaldo nihil yang seluruh penerimaannya dilimpahkan ke Rekening Kas Umum Negara sekurang-kurangnya sekali sehari pada akhir hari kerja sesuai perjanjian dengan Bank Umum bersangkutan.

(5) Kementerian negara/lembaga, Bank Sentral/Bank Umum/badan lainnya wajib menyampaikan informasi mengenai rekening sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) atas permintaan tertulis Bendahara Umum Negara/Kuasa Bendahara Umum Negara.

Page 433:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

429

(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembukaan, pengoperasian, dan penutupan rekening sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.

BAB VPENUNJUKAN BADAN LAIN

Pasal 21

(1) Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara dapat menunjuk badan lain untuk melaksanakan penerimaan dan/atau pengeluaran negara untuk mendukung kegiatan operasional kementerian negara/lembaga.

(2) Penunjukan badan lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam suatu kontrak kerja.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai kontrak kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.

Pasal 22

(1) Gubernur/bupati/walikota dapat menunjuk badan lain yang sudah ditunjuk oleh Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) untuk melaksanakan penerimaan dan/atau pengeluaran daerah dalam rangka mendukung kegiatan operasional satuan kerja perangkat daerah.

(2) Gubernur/bupati/walikota dapat menunjuk badan lain selain yang dimaksud pada ayat (1) dengan persetujuan Menteri Keuangan.

(3) Penunjukan badan lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dituangkan dalam kontrak kerja.

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai kontrak kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Kepala Daerah.

BAB VIBUNGA DAN/ATAU JASA GIRO SERTA BIAYA PELAYANAN

Pasal 23

Menteri Keuangan berkoordinasi dengan Gubernur Bank Sentral untuk:

a. merumuskan usulan kebijakan jangka menengah tentang penggantian secara bertahap Sertifikat Bank Indonesia (SBI) dengan Surat Utang Negara (SUN) sebagai instrumen moneter yang diamanatkan dalam Pasal 71 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara;

Page 434:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

430

b. menyusun rekomendasi tentang satuan biaya yang harus dibayar kepada Bank Sentral sebagai imbalan atas pelayanan yang diberikan kepada Bendahara Umum Negara; dan

c. menyusun usulan kebijakan tentang satuan biaya yang harus dibayar kepada Bank Umum sebagai imbalan atas pelayanan yang diberikan kepada Bendahara Umum Negara.

Pasal 24

(1) Pemerintah Pusat/Daerah memperoleh bunga dan/atau jasa giro atas dana yang disimpan pada Bank Sentral.

(2) Jenis dana, tingkat bunga dan/atau jasa giro sebagaimana dimaksud pada ayat (1) serta biaya sehubungan dengan pelayanan yang diberikan oleh Bank Sentral ditetapkan berdasarkan kesepakatan Gubernur Bank Sentral dengan Menteri Keuangan.

(3) Bunga/jasa giro yang diterima pemerintah disetor ke Kas Negara/Daerah.

Pasal 25

Terhadap Uang Negara/Daerah yang berada di Bank Umum/badan lain, Bendahara Umum Negara/Daerah berhak memperoleh bunga, jasa giro/bagi hasil pada tingkat bunga yang berlaku umum untuk keuntungan Kas Negara/Daerah.

BAB VII PENERIMAAN NEGARA/DAERAH

Bagian kesatuPenerimaan Kementerian Negara/Lembaga

Pasal 26

(1) Pada setiap awal tahun anggaran, menteri/pimpinan lembaga selaku Pengguna Anggaran mengangkat Bendahara Penerimaan untuk melaksanakan tugas kebendaharaan dalam rangka pelaksanaan anggaran pendapatan pada kantor satuan kerja di lingkungan kementerian negara/lembaga bersangkutan.

(2) Untuk melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menteri/pimpinan lembaga atau Kuasa Pengguna Anggaran/Pejabat lain yang ditunjuk dapat membuka rekening penerimaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1).

Page 435:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

431

(3) Penerimaan Negara yang ditampung pada rekening sebagaimana dimaksud pada ayat (2) setiap hari disetor seluruhnya ke Rekening Kas Umum Negara.

Bagian KeduaPenerimaan Pemerintah Daerah

Pasal 27

(1) Pada setiap awal tahun anggaran gubernur/bupati/walikota mengangkat Bendahara Penerimaan untuk melaksanakan tugas kebendaharaan dalam rangka pelaksanaan anggaran pendapatan pada kantor satuan kerja di lingkungan pemerintah daerah.

(2) Untuk melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) gubernur/bupati/walikota memberi izin kepada kepala satuan kerja perangkat daerah di lingkungan pemerintah daerahnya untuk membuka rekening penerimaan pada Bank Umum yang ditetapkan oleh gubernur/bupati/walikota.

(3) Semua pendapatan asli daerah yang ditampung di rekening penerimaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) setiap hari disetor seluruhnya ke Rekening Kas Umum Daerah.

BAB VIIIUANG PERSEDIAAN KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA/SATUAN KERJA/

SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH

Bagian KesatuUang Persediaan Kementerian Negara/Lembaga

Pasal 28

(1) Dalam rangka pelaksanaan pengeluaran, kementerian negara/lembaga dapat diberikan Uang Persediaan sebagai uang muka kerja untuk membiayai kegiatan operasional sehari-hari.

(2) Menteri/Pimpinan Lembaga dapat membuka rekening pengeluaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1) pada Bank Umum untuk menampung Uang Persediaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

(3) Pada setiap awal tahun anggaran, menteri/pimpinan lembaga mengangkat Bendahara Pengeluaran pada satuan kerja kementerian negara/lembaga untuk mengelola Uang Persediaan yang harus dipertanggungjawabkan.

Page 436:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

432

(4) Dalam rangka pengelolaan kas, Bendahara Umum Negara dapat memerintahkan pemindahbukuan dan/atau penutupan rekening pengeluaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2).

Pasal 29

(1) Uang Persediaan hanya digunakan untuk jenis pengeluaran yang tidak dapat dilakukan langsung oleh Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran kepada pihak yang menyediakan barang dan/atau jasa.

(2) Penggunaan Uang Persediaan yang menyimpang dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan pelanggaran dan dapat dikenakan sanksi berupa pencabutan fasilitas pemberian Uang Persediaan.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengenaan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) serta penetapan besaran, tata cara penggunaan, pembukaan dan penutupan rekening, pembukuan, pelaporan, dan pertanggungjawaban Uang Persediaan diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.

Bagian KeduaUang Persediaan Satuan Kerja Perangkat Daerah

Pasal 30

(1) Dalam rangka pelaksanaan pengeluaran, satuan kerja perangkat daerah dapat diberikan Uang Persediaan sebagai uang muka kerja untuk membiayai kegiatan operasional sehari-hari.

(2) Gubernur/bupati/walikota dapat memberikan izin pembukaan rekening pengeluaran pada Bank Umum untuk menampung Uang Persediaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada satuan kerja perangkat daerah.

(3) Pada setiap awal tahun anggaran gubernur/bupati/walikota mengangkat Bendahara Pengeluaran pada satuan kerja perangkat daerah untuk mengelola Uang Persediaan yang harus dipertanggungjawabkan.

(4) Dalam rangka pengelolaan kas, Bendahara Umum Daerah dapat memerintahkan pemindahbukuan dan/atau penutupan rekening pengeluaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2).

Pasal 31

(1) Uang Persediaan hanya digunakan untuk jenis pengeluaran yang tidak dapat dilakukan langsung oleh kepala satuan kerja perangkat daerah kepada pihak yang menyediakan barang dan/atau jasa.

Page 437:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

433

(2) Penggunaan Uang Persediaan yang menyimpang dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan pelanggaran dan dapat dikenakan sanksi.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengenaan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) serta penetapan besaran, tata cara penggunaan, pembukaan dan penutupan rekening, pembukuan, pelaporan, dan pertanggungjawaban Uang Persediaan diatur dengan Peraturan Kepala Daerah.

BAB IX PERENCANAAN KAS PEMERINTAH PUSAT/DAERAH

Bagian KesatuPerencanaan Kas Pemerintah Pusat

Pasal 32

(1) Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara atau Kuasa Bendahara Umum Negara pusat bertanggung jawab untuk membuat perencanaan kas dan menetapkan saldo kas minimal.

(2) Berdasarkan perencanaan arus kas dan saldo kas minimal, Bendahara Umum Negara atau Kuasa Bendahara Umum Negara pusat menentukan strategi manajemen kas untuk mengatasi kekurangan kas maupun untuk menggunakan kelebihan kas.

(3) Strategi manajemen kas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang dilaksanakan oleh Bendahara Umum Negara atau Kuasa Bendahara Umum Negara pusat dapat memastikan:

a. negara selalu memiliki akses yang cukup untuk memperoleh persediaan kas guna memenuhi pembayaran kewajiban negara; dan/atau

b. saldo kas di atas saldo kas minimal diarahkan untuk mendapatkan manfaat yang optimal.

(4) Dalam rangka penyusunan perencanaan kas, kementerian negara/lembaga dan pihak-pihak lain yang terkait dengan penerimaan dan pengeluaran APBN wajib menyampaikan proyeksi penerimaan dan pengeluaran secara periodik kepada Bendahara Umum Negara atau Kuasa Bendahara Umum Negara.

(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai ruang lingkup, periode, dan bentuk proyeksi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.

Page 438:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

434

Bagian KeduaPerencanaan Kas Pemerintah Daerah

Pasal 33

(1) Kepala Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah selaku Bendahara Umum Daerah bertanggung jawab untuk membuat perencanaan kas dan menetapkan saldo kas minimal.

(2) Berdasarkan perencanaan arus kas dan saldo kas minimal sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Bendahara Umum Daerah menentukan strategi manajemen kas untuk mengatasi kekurangan kas maupun untuk menggunakan kelebihan kas.

(3) Strategi manajemen kas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang dilaksanakan oleh Bendahara Umum Daerah harus dapat memastikan:

a. pemerintah daerah selalu memiliki akses yang cukup untuk memperoleh persediaan kas guna memenuhi pembayaran kewajiban daerah; dan/atau

b. saldo kas di atas saldo kas minimal diarahkan untuk mendapatkan manfaat yang optimal.

(4) Dalam rangka penyusunan perencanaan kas, satuan kerja perangkat daerah wajib menyampaikan proyeksi penerimaan dan pengeluaran secara periodik kepada Bendahara Umum Daerah.

(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai ruang lingkup, periode, dan bentuk proyeksi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diatur dalam peraturan kepala daerah mengenai sistem dan prosedur pengelolaan keuangan daerah.

BAB XPENGELOLAAN KEKURANGAN/KELEBIHAN KAS

Bagian KesatuPengelolaan Kekurangan Kas

Pasal 34

Dalam hal terjadi kekurangan kas, Bendahara Umum Negara dapat melakukan pinjaman baik dari dalam maupun luar negeri dan/atau menjual atau menerbitkan Surat Utang Negara, dan/atau menjual surat berharga lainnya sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang- undangan.

Page 439:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

435

Pasal 35

Dalam hal terjadi kekurangan kas, Bendahara Umum Daerah dapat melakukan pinjaman dari dalam negeri dan/atau menjual Surat Utang Negara dan/atau surat berharga lainnya sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.

Bagian KeduaPengelolaan Kelebihan Kas

Pasal 36

(1) Dalam hal terjadi kelebihan kas, Bendahara Umum Negara setelah berkoordinasi dengan Gubernur Bank Sentral dapat menempatkan Uang Negara pada rekening di Bank Sentral/Bank Umum yang menghasilkan bunga/jasa giro dengan tingkat bunga yang berlaku.

(2) Penempatan Uang Negara pada Bank Umum dilakukan dengan memastikan bahwa Bendahara Umum Negara dapat menarik uang tersebut sebagian atau seluruhnya ke Rekening Kas Umum Negara pada saat diperlukan.

(3) Kelebihan kas dapat digunakan untuk pembelian kembali Surat Utang Negara.

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai penempatan Uang Negara pada Bank Umum sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan tata cara pembelian/penjualan kembali Surat Utang Negara dalam rangka pengelolaan kas sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.

Pasal 37

(1) Dalam hal terjadi kelebihan kas, Bendahara Umum Daerah dapat menempatkan Uang Daerah pada rekening di Bank Sentral/Bank Umum yang menghasilkan bunga/jasa giro dengan tingkat bunga yang berlaku.

(2) Penempatan Uang Daerah pada Bank Umum dilakukan dengan memastikan bahwa Bendahara Umum Daerah dapat menarik uang tersebut sebagian atau seluruhnya ke Rekening Kas Umum Daerah pada saat diperlukan.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai penempatan Uang Daerah pada Bank Umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Kepala Daerah.

Page 440:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

BAB XI PERTANGGUNGJAWABAN, AKUNTANSI DAN

PELAPORAN UANG NEGARA/DAERAH

Pasal 38

(1) Bendahara Umum Negara/Daerah, menteri/pimpinan lembaga/gubernur/bupati/walikota/kepala kantor atau Satuan Kerja di pusat maupun di daerah bertanggung jawab atas pengelolaan uang yang menjadi tanggung jawabnya.

(2) Bendahara Umum Negara/Daerah, kementerian negara/lembaga/pemerintah daerah dan semua unit kerja yang berada di bawahnya, yang menguasai Uang Negara/Daerah, melakukan akuntansi atas pengelolaan Uang Negara/Daerah berdasarkan Standar Akuntansi Pemerintahan.

(3) Pelaporan pengelolaan Uang Negara dalam rangka pertanggungjawaban Pemerintah Pusat dalam bentuk laporan keuangan pemerintah pusat dilakukan secara periodik dan berjenjang.

(4) Pelaporan pengelolaan Uang Daerah dalam rangka pertanggungjawaban Pemerintah Daerah dalam bentuk laporan keuangan pemerintah daerah dilakukan secara periodik.

BAB XIIPENGAWASAN PENGELOLAAN UANG NEGARA/DAERAH

Pasal 39

(1) Pengendalian internal terhadap pengelolaan Uang Negara/Daerah dilakukan oleh menteri/pimpinan lembaga/gubernur/bupati/walikota/kepala kantor/satuan kerja.

(2) Pengawasan fungsional terhadap pengelolaan Uang Negara/Daerah dilakukan oleh aparat pengawasan fungsional pusat/daerah dan oleh Badan Pemeriksa Keuangan.

BAB XIII KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 40

Pada saat Peraturan Pemerintah ini berlaku, rekening-rekening yang dimiliki oleh menteri/pimpinan lembaga sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah

Page 441:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

437

ini wajib ditutup dan dananya dipindahkan ke rekening baru yang dibuka dengan persetujuan Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 paling lambat 3 (tiga) bulan terhitung sejak berlakunya Peraturan Pemerintah ini.

BAB XIVSANKSI

Pasal 41

Pelanggaran terhadap ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini dapat dikenakan hukuman administratif, denda dan/atau tuntutan pidana sesuai ketentuan yang berlaku.

BAB XVPENUTUP

Pasal 42

Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 16 Juli 2007 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO Diundangkan di Jakartapada tanggal 16 Juli 2007 MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

ANDI MATTALATTA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2007 NOMOR 83

Page 442:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004
Page 443:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

439

PENJELASANATAS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIANOMOR 39 TAHUN 2007

TENTANG

PENGELOLAAN UANG NEGARA/DAERAH

UMUM

Sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara diperlukan suatu sistem pengelolaan Kas Negara yang mengacu kepada prinsip pengelolaan kas yang baik. Prinsip tersebut mencakup adanya perencanaan kas yang baik serta pemanfaatan semaksimal mungkin dana kas yang belum digunakan (idle cash). Selama ini pengelolaan Uang Negara/Daerah yang dilaksanakan belum memenuhi prinsip pengelolaan uang sebagaimana mestinya.

Perencanaan kas merupakan faktor utama yang mendukung keberhasilan pengelolaan Kas Negara/Daerah yang baik. Sebagaimana diketahui bahwa unit-unit yang terkait dengan penerimaan dan pengeluaran negara di pemerintah pusat tersebar di seluruh departemen dan lembaga. Keberhasilan pembuatan perencanaan kas yang baik sangat bergantung kepada koordinasi dan dukungan dari seluruh departemen/lembaga serta kecermatan mereka dalam pembuatan perencanaan penerimaan dan pengeluaran masing-masing kementerian negara/lembaga. Sehubungan dengan hal tersebut perlu ada ketentuan yang mewajibkan peranserta semua kementerian negara/lembaga dalam pembuatan perencanaan Kas Negara.

Selama ini masih banyak Uang Negara yang dikelola di luar kontrol Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara. Di seluruh kementerian negara/lembaga terdapat rekening-rekening pemerintah yang menyimpan Uang Negara, baik yang berasal dari penerimaan negara maupun dari alokasi dana APBN yang akan dipergunakan untuk membiayai kegiatan operasional kementerian negara/lembaga. Rekening-rekening tersebut dikelola sendiri dan tidak terjangkau pengawasan Menteri Keuangan. Dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang

Page 444:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

440

Perbendaharaan Negara, seluruh keuangan negara berada dalam pengelolaan Bendahara Umum Negara.

Berdasarkan pertimbangan perlunya suatu pengaturan mengenai pengelolaan Uang Negara/Daerah yang baik sebagai pedoman pengelolaan Kas Negara/Daerah serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 28 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, perlu ditetapkan Peraturan Pemerintah tentang Pengelolaan Uang Negara/Daerah.

Lingkup Peraturan Pemerintah ini pada dasarnya mencakup berbagai aspek pengaturan mengenai kewenangan Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara dan kewenangan Kepala Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah selaku Bendahara Umum Daerah, dengan maksud agar pengelolaan kas dapat dilaksanakan sesuai dengan prinsip pengelolaan keuangan yang baik. Aspek pengaturan tersebut antara lain mengenai: perencanaan kas melalui peramalan kas, arus kas masuk, arus kas keluar, pengelolaan kas kurang dan kas lebih, pelaksanaan rekening tunggal perbendaharaan (Treasury Single Account) dan pelaporan.

PASAL DEMI PASAL

Pasal 1

Cukup jelas.

Pasal 2

Cukup jelas.

Pasal 3

Cukup jelas.

Pasal 4

Cukup jelas.

Pasal 5

Cukup jelas.

Pasal 6

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan kementerian negara/lembaga termasuk unit organisasi yang mengelola dana dekonsentrasi dan tugas pembantuan.

Page 445:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

441

Ayat (2)

Kewajiban daerah yang dapat diperhitungkan dengan dana perimbangan adalah kewajiban pajak sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku, kewajiban pembayaran iuran/potongan untuk asuransi kesehatan dan dana pensiun.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Pasal 7

Cukup jelas.

Pasal 8

Ketentuan ini dimaksudkan untuk menegaskan wewenang Bendahara Umum Daerah dalam pengelolaan Uang Daerah, sedangkan wewenang Bendahara Umum Daerah selaku Pejabat Pengelola Keuangan Daerah secara lebih luas diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah.

Pasal 9

Cukup jelas.

Pasal 10

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Yang dimaksud dengan Bendahara Penerimaan dan Bendahara Pengeluaran kementerian negara/lembaga termasuk bendahara pada satuan kerja perangkat daerah yang melakukan kegiatan dekonsentrasi atau tugas pembantuan.

Pasal 11

Cukup jelas.

Pasal 12

Ayat (1)

Cukup jelas.

Page 446:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

442

Ayat (2)

Kas Daerah termasuk kas dana cadangan yang masih dalam pengelolaan Bendahara Umum Daerah.

Pasal 13

Cukup jelas.

Pasal 14

Ayat (1)

Rekening Kas Umum Negara adalah merupakan perwujudan penerapan Rekening Tunggal Perbendaharaan (Treasury Single Account).

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (4)

Cukup jelas.

Ayat (5)

Cukup jelas.

Ayat (6)

Cukup jelas.

Pasal 15

Cukup jelas.

Pasal 16

Ayat (1)

Pemilihan Bank Umum untuk memberikan pelayanan di bidang penerimaan negara harus mempertimbangkan kemudahan akses kepada penyetor pajak dan penerimaan negara lainnya untuk dapat menyetor dimana saja.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Page 447:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

443

Ayat (4)

Untuk melayani pengeluaran pemerintah, mekanisme pengeluaran/penyaluran dana yang dilaksanakan melalui Bank Umum dengan menggunakan penyediaan dana dari Rekening Kas Umum Negara.

Ayat (5)

Cukup jelas.

Ayat (6)

Cukup jelas.

Ayat (7)

Cukup jelas.

Ayat (8)

Cukup jelas.

Ayat (9)

Cukup jelas.

Pasal 17

Cukup jelas.

Pasal 18

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Penunjukan Bank Umum sebagai pengelola Kas Umum Daerah harus dilakukan secara transparan dan berdasarkan asas kesatuan kas, kesatuan perbendaharaan dan optimalisasi pengelolaan kas.

Ayat (4)

Cukup jelas.

Ayat (5)

Cukup jelas.

Pasal 19

Cukup jelas.

Page 448:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

444

Pasal 20

Cukup jelas.

Pasal 21

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Yang dimaksud dengan badan lain adalah badan hukum diluar lembaga keuangan yang memiliki kompetensi dan reputasi yang baik untuk melaksanakan fungsi penerimaan dan pengeluaran.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Pasal 22

Cukup jelas.

Pasal 23

Cukup jelas.

Pasal 24

Cukup jelas.

Pasal 25

Yang dimaksud dengan berlaku umum adalah tingkat suku bunga, jasa giro/bagi hasil yang ditetapkan oleh Bank Umum atau badan lain yang bersangkutan bagi nasabah.

Pasal 26

Cukup jelas.

Pasal 27

Cukup jelas.

Pasal 28

Cukup jelas.

Pasal 29

Cukup jelas.

Page 449:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

445

Pasal 30

Cukup jelas.

Pasal 31

Cukup jelas.

Pasal 32

Cukup jelas.

Pasal 33

Cukup jelas.

Pasal 34

Cukup jelas.

Pasal 35

Cukup jelas.

Pasal 36

Cukup jelas.

Pasal 37

Cukup jelas.

Pasal 38

Cukup jelas.

Pasal 39

Cukup jelas.

Pasal 40

Cukup jelas.

Pasal 41

Cukup jelas.

Pasal 42

Cukup jelas.

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4738

Page 450:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

446

Page 451:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

447

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2006

TENTANG

PELAPORAN KEUANGAN DAN KINERJA INSTANSI PEMERINTAH

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 55 ayat (5) Undang- Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah;

Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355);

3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437), sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 38, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4493), yang telah ditetapkan menjadi Undang- Undang dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2005 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4548);

Page 452:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

448

4. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 120, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438);

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PELAPORAN KEUANGAN DAN KINERJA INSTANSI PEMERINTAH.

BAB I KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:

1. Laporan Keuangan adalah bentuk pertanggungjawaban pengelolaan keuangan negara/daerah selama suatu periode.

2. Kinerja adalah keluaran/hasil dari kegiatan/program yang hendak atau telah dicapai sehubungan dengan penggunaan anggaran dengan kuantitas dan kualitas terukur.

3. Laporan Kinerja adalah ikhtisar yang menjelaskan secara ringkas dan lengkap tentang capaian Kinerja yang disusun berdasarkan rencana kerja yang ditetapkan dalam rangka pelaksanaan APBN/APBD.

4. Laporan Realisasi Anggaran adalah laporan yang menggambarkan realisasi pendapatan, belanja, dan pembiayaan selama suatu periode.

5. Neraca adalah laporan yang menyajikan informasi posisi keuangan Pemerintah yaitu aset, utang, dan ekuitas dana pada suatu tanggal tertentu.

6. Laporan Arus Kas adalah laporan yang menggambarkan arus kas masuk dan keluar selama suatu periode, serta posisi kas pada tanggal pelaporan.

7. Catatan atas Laporan Keuangan adalah bagian yang tak terpisahkan dari laporan keuangan yang menyajikan informasi tentang penjelasan pos-pos laporan keuangan dalam rangka pengungkapan yang memadai.

8. Standar Akuntansi Pemerintahan, yang selanjutnya disebut SAP, adalah prinsip-prinsip akuntansi yang diterapkan dalam menyusun dan menyajikan laporan keuangan Pemerintah.

Page 453:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

449

9. Sistem Pengendalian Intern adalah suatu proses yang dipengaruhi oleh manajemen yang diciptakan untuk memberikan keyakinan yang memadai dalam pencapaian efektivitas, efisiensi, ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku, dan keandalan penyajian laporan keuangan Pemerintah.

10. Sistem Akuntansi Pemerintahan adalah rangkaian sistematik dari prosedur, penyelenggara, peralatan, dan elemen lain untuk mewujudkan fungsi akuntansi sejak analisis transaksi sampai dengan pelaporan keuangan di lingkungan organisasi pemerintah.

11. Entitas Pelaporan adalah unit pemerintahan yang terdiri dari satu atau lebih entitas akuntansi yang berkewajiban menyampaikan laporan pertanggung-jawaban berupa laporan keuangan.

12. Entitas Akuntansi adalah unit pemerintahan Pengguna Anggaran yang berkewajiban menyelenggarakan akuntansi dan menyusun laporan keuangan untuk digabungkan pada Entitas Pelaporan.

13. Menteri/Pimpinan Lembaga adalah pejabat yang bertanggung jawab atas pengelolaan keuangan Kementerian Negara/Lembaga yang bersangkutan.

14. Kementerian Negara/Lembaga adalah Kementerian Negara/Lembaga peme-rintah non Kementerian Negara/Lembaga negara.

15. Pejabat Pengelola Keuangan Daerah adalah kepala badan/dinas/biro keuangan/bagian keuangan yang mempunyai tugas melaksanakan pengelolaan APBD dan bertindak sebagai Bendahara Umum Daerah.

16. Satuan Kerja Perangkat Daerah adalah organisasi/lembaga pada pemerintah daerah yang bertanggung jawab kepada gubernur/bupati/walikota dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan yang terdiri dari sekretaris daerah, dinas daerah dan lembaga teknis daerah, kecamatan, dan satuan polisi pamong praja sesuai dengan kebutuhan daerah.

17. Bendahara Umum Negara adalah pejabat yang diberi tugas untuk melaksanakan fungsi Bendahara Umum Negara.

18. Bendahara Umum Daerah adalah pejabat yang diberi tugas untuk melaksanakan fungsi Bendahara Umum Daerah.

19. Pengguna Anggaran adalah pejabat pemegang kewenangan penggunaan anggaran Kementerian Negara/Lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah.

20. Perusahaan Negara/Daerah adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian modalnya dimiliki oleh pemerintah pusat/daerah.

21. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, selanjutnya disebut APBN, adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat.

Page 454:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

450

22. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, selanjutnya disebut APBD, adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

23. Badan Layanan Umum, yang selanjutnya disebut BLU, adalah instansi di lingkungan Pemerintah yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan dan dalam melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas, yang pengelolaan keuangannya diselenggarakan sesuai dengan peraturan pemerintah terkait.

24. Anggaran Pembiayaan dan Perhitungan adalah dana APBN yang alokasikan kepada Menteri Keuangan/Bendahara Umum Negara sebagai Pengguna Anggaran selain yang dialokasikan untuk Kementerian Negara/Lembaga, yang dalam pelaksanaannya dapat diserahkan kepada Kementerian Negara/Lembaga/pihak lain sebagai kuasa Pengguna Anggaran.

25. Dana Dekonsentrasi adalah anggaran yang disediakan sehubungan dengan pelimpahan wewenang pelaksanaan kegiatan pemerintah pusat di daerah kepada gubernur sebagai wakil pemerintah pusat disertai kewajiban melaporkan dan mempertanggungjawabkan pelaksanaannya kepada menteri/pimpinan lembaga terkait.

26. Dana Tugas Pembantuan adalah anggaran yang disediakan sehubungan dengan penugasan tertentu dari pemerintah pusat kepada daerah dan/atau desa disertai kewajiban melaporkan dan mempertanggungjawabkan pelaksanaannya kepada menteri/pimpinan lembaga terkait.

BAB IIPELAPORAN KEUANGAN DAN KINERJA

Pasal 2

Dalam rangka pertanggungjawaban pelaksanaan APBN/APBD, setiap Entitas Pelaporan wajib menyusun dan menyajikan:a. Laporan Keuangan; dan b. Laporan Kinerja.

Pasal 3

(1) Entitas Pelaporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 terdiri dari:a. Pemerintah pusat;b. Pemerintah daerah;

Page 455:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

451

c. Kementerian Negara/Lembaga; dan d. Bendahara Umum Negara.

(2) Entitas Pelaporan Kementerian Negara/Lembaga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c ditetapkan dalam Peraturan Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara.

Pasal 4

(1) Setiap kuasa Pengguna Anggaran di lingkungan suatu Kementerian Negara/Lembaga merupakan Entitas Akuntansi.

(2) Bendahara Umum Daerah dan setiap Pengguna Anggaran di lingkungan pemerintah daerah merupakan Entitas Akuntansi.

BAB IIIKOMPONEN LAPORAN KEUANGAN

Pasal 5

(1) Laporan Keuangan pemerintah pusat/daerah setidak-tidaknya terdiri dari:a. Laporan Realisasi Anggaran;b. Neraca;c. Laporan Arus Kas ; dand. Catatan atas Laporan Keuangan.

(2) Laporan Keuangan Kementerian Negara/Lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah setidak-tidaknya terdiri dari:a. Laporan Realisasi Anggaran;b. Neraca; danc. Catatan atas Laporan Keuangan.

(3) Laporan Keuangan Bendahara Umum Negara/Daerah setidak- tidaknya terdiri dari:a. Laporan Realisasi Anggaran;b. Neraca;c. Laporan Arus Kas ; dand. Catatan atas Laporan Keuangan.

(4) Penambahan unsur-unsur Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) ditetapkan dalam Peraturan Menteri Keuangan dan/atau oleh komite yang menyusun SAP.

Page 456:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

452

(5) Ilustrasi format Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, dan Laporan Arus Kas, serta susunan Catatan atas Laporan Keuangan disajikan pada Lampiran I, penggunaannya disesuaikan dengan kebutuhan serta ketentuan SAP.

Pasal 6

(1) Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 disusun dan disajikan sesuai dengan SAP.

(2) Penyusunan Laporan Keuangan Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dihasilkan dari suatu Sistem Akuntansi Pemerintahan.

Pasal 7

(1) Laporan Realisasi Anggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 menyajikan realisasi pendapatan, belanja, dan pembiayaan yang diperbandingkan dengan anggarannya dan dengan realisasi periode sebelumnya.

(2) Neraca sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 menyajikan aset, utang, dan ekuitas dana yang diperbandingkan dengan periode sebelumnya.

(3) Laporan Arus Kas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 menyajikan arus kas dari aktivitas operasi, arus kas dari aktivitas investasi aset non keuangan, arus kas dari aktivitas pembiayaan, dan arus kas dari aktivitas non anggaran yang diperbandingkan dengan periode sebelumnya.

BAB IVPENYUSUNAN LAPORAN KEUANGAN

Pasal 8

(1) Menteri/Pimpinan Lembaga selaku Pengguna Anggaran menyusun Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) sebagai pertanggungjawaban pelaksanaan APBN pada Kementerian Negara/Lembaga yang bersangkutan dan menyampaikannya kepada Presiden melalui Menteri Keuangan.

(2) Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara menyusun Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3) sebagai pertanggungjawaban pengelolaan perbendaharaan negara dan menyampaikannya kepada Presiden.

(3) Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) disampai-kan selambat-lambatnya 2 (dua) bulan setelah tahun anggaran berakhir.

(4) Untuk pelaksanaan pemeriksaan keuangan, Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) disampaikan pula kepada Badan Pemeriksa Keuangan.

Page 457:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

453

Pasal 9

(1) Menteri Keuangan menyusun Laporan Keuangan pemerintah pusat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) untuk memenuhi pertanggungjawaban pelaksanaan APBN.

(2) Laporan Keuangan pemerintah pusat sebagaimana dimaksud pada ayat (1)disusun berdasarkan Laporan Keuangan Kementerian Negara/Lembaga serta laporan pertanggungjawaban pengelolaan perbendaharaan negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8.

(3) Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan oleh Menteri Keuangan kepada Presiden, untuk selanjutnya disampaikan kepada Badan Pemeriksa Keuangan selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan setelah tahun anggaran berakhir.

Pasal 10

(1) Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah selaku Pengguna Anggaran menyusun Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) sebagai pertanggungjawaban pelaksanaan APBD pada Satuan Kerja Perangkat Daerah yang bersangkutan dan menyampaikannya kepada gubernur/bupati/walikota melalui Pejabat Pengelola Keuangan Daerah.

(2) Pejabat Pengelola Keuangan Daerah selaku Bendahara Umum Daerah menyusun Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3) sebagai pertanggungjawaban pengelolaan perbendaharaan daerah dan menyampaikan-nya kepada gubernur/bupati/walikota.

(3) Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) disampaikan selambat-lambatnya 2 (dua) bulan setelah tahun anggaran berakhir.

Pasal 11

(1) Pejabat Pengelola Keuangan Daerah menyusun Laporan Keuangan pemerintah daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) untuk disampaikan kepada gubernur/bupati/walikota untuk memenuhi pertanggungjawaban pelaksanaan APBD.

(2) Laporan Keuangan pemerintah daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun berdasarkan Laporan Keuangan Satuan Kerja Perangkat Daerah serta laporan pertanggungjawaban pengelolaan perbendaharaan daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10.

Page 458:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

454

(3) Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan oleh gubernur/bupati/walikota kepada Badan Pemeriksa Keuangan selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan setelah tahun anggaran berakhir.

Pasal 12

(1) Menteri/Pimpinan Lembaga memberikan tanggapan dan melakukan penye suai-an terhadap Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) berdasarkan hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan atas Laporan Keuangan Kementerian Negara/Lembaga yang bersangkutan.

(2) Laporan Keuangan yang telah disesuaikan bersama tembusan tanggapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada Menteri Keuangan oleh menteri/pimpinan lembaga selambat-lambatnya 1 (satu) minggu setelah laporan hasil pemeriksaan diterbitkan Badan Pemeriksa Keuangan untuk digunakan sebagai bahan penyesuaian Laporan Keuangan pemerintah pusat.

(3) Menteri Keuangan atas nama pemerintah memberikan tanggapan dan melakukan penyesuaian terhadap Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3) berdasarkan hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan atas Laporan Keuangan Kementerian Negara/Lembaga dan Laporan Keuangan pemerintah pusat serta koreksi lain berdasarkan SAP.

Pasal 13

Gubernur/bupati/walikota memberikan tanggapan dan melakukan penyesuaian terhadap Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (3) berdasarkan hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan atas Laporan Keuangan pemerintah daerah serta koreksi lain berdasarkan SAP.

Pasal 14

(1) Berdasarkan Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (3), Menteri Keuangan menyusun rancangan undang-undang tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBN.

(2) Rancangan undang-undang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan oleh Presiden kepada Dewan Perwakilan Rakyat selambat-lambatnya 6 (enam) bulan setelah tahun anggaran berakhir.

Pasal 15

(1) Berdasarkan Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13, Pejabat Pengelola Keuangan Daerah menyusun rancangan peraturan daerah tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBD.

Page 459:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

455

(2) Rancangan peraturan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan oleh gubernur/bupati/walikota kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah selambat-lambatnya 6 (enam) bulan setelah tahun anggaran berakhir.

(3) Rancangan peraturan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang telah disetujui bersama dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, untuk tingkat pemerintah provinsi disampaikan kepada Menteri Dalam Negeri, dan untuk tingkat pemerintah kabupaten/kota disampaikan kepada gubernur.

Pasal 16

Hubungan antarlembaga dalam proses penyusunan laporan pertanggung-jawaban pelaksanaan APBN/APBD digambarkan dalam diagram yang tercantum pada Lampiran II.

BAB VLAPORAN KINERJA

Pasal 17

(1) Laporan Kinerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, berisi ringkasan tentang keluaran dari masing-masing kegiatan dan hasil yang dicapai dari masing-masing program sebagaimana ditetapkan dalam dokumen pelaksanaan APBN/APBD.

(2) Bentuk dan isi Laporan Kinerja disesuaikan dengan bantuk dan isi rencana kerja dan anggaran sebagaimana ditetapkan dalam peraturan pemerintah terkait, ilustrasi format Laporan Kinerja disajikan pada Lampiran III.

Pasal 18

(1) Menteri/Pimpinan Lembaga selaku Pengguna Anggaran menyusun Laporan Kinerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 dan menyampaikannya kepada Menteri Keuangan, Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional, dan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara.

(2) Laporan Kinerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan selambat-lambatnya 2 (dua) bulan setelah tahun anggaran berakhir.

Pasal 19

(1) Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah selaku Pengguna Anggaran menyusun Laporan Kinerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 dan menyampaikannya kepada gubernur/bupati/walikota, dan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara.

Page 460:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

456

(2) Laporan Kinerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan selambat-lambatnya 2 (dua) bulan setelah tahun anggaran berakhir.

Pasal 20

(1) Laporan Kinerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 dihasilkan dari suatu sistem akuntabilitas kinerja instansi pemerintah yang diselenggarakan oleh masing-masing Entitas Pelaporan dan/atau Entitas Akuntansi.

(2) Sistem akuntabilitas kinerja instansi pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikembangkan secara terintegrasi dengan sistem perencanaan, sistem penganggaran, sistem perbendaharaan, dan Sistem Akuntansi Pemerintahan.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai sistem akuntabilitas kinerja instansi pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dalam Peraturan Presiden.

(4) Peraturan Presiden sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diusulkan oleh Menteri Keuangan setelah berkoordinasi dengan Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional, Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara, dan Menteri Dalam Negeri.

(5) Sistem akuntabilitas kinerja instansi pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) setidak-tidaknya mencakup perkembangan keluaran dari masing-masing kegiatan dan hasil yang dicapai dari masing-masing program sebagaimana ditetapkan dalam dokumen pelaksanaan APBN/APBD.

(6) Hubungan Laporan Kinerja dan Laporan Keuangan digambarkan pada diagram yang tercantum pada Lampiran IV.

BAB VISUPLEMEN LAPORAN KEUANGAN

Pasal 21

Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) dilampiri dengan laporan keuangan BLU bentuk ringkas.

Pasal 22

(1) Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) dilampiri dengan Ikhtisar laporan keuangan Perusahaan Negara/Daerah.

(2) Ikhtisar laporan keuangan Perusahaan Negara/Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun oleh Menteri Keuangan/gubernur/bupati/walikota selaku wakil pemerintah pusat/daerah dalam kepemilikan kekayaan pemerintah pusat/daerah yang dipisahkan.

Page 461:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

457

(3) Bentuk dan isi dari ikhtisar laporan keuangan Perusahaan Negara/Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah sebagaimana ditetapkan pada Lampiran V.

Pasal 23

(1) Untuk memenuhi ketentuan penyusunan ikhtisar laporan keuangan Perusahaan Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22, menteri yang ditunjuk dan/atau diberi kuasa untuk mewakili Pemerintah pusat selaku pengelola/pembina Perusahaan Negara wajib menyampaikan:

a. laporan keuangan Perusahaan Negara yang belum diaudit kepada Menteri Keuangan selambat-lambatnya 2 1/2 (dua setengah) bulan setelah tahun APBN berakhir; dan

b. laporan keuangan Perusahaan Negara yang telah diaudit kepada Menteri Keuangan selambat-lambatnya 5 1/2 (lima setengah) bulan setelah tahun APBN berakhir.

(2) Untuk memenuhi ketentuan penyusunan ikhtisar laporan keuangan Perusahaan Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22, Perusahaan Daerah wajib menyampaikan:

a. laporan keuangan Perusahaan Daerah yang belum diaudit kepada Pejabat Pengelola Keuangan Daerah selambat- lambatnya 2 1/2 (dua setengah) bulan setelah tahun APBD berakhir; dan

b. laporan keuangan Perusahaan Daerah yang telah diaudit kepada Pejabat Pengelola Keuangan Daerah selambat- lambatnya 5 1/2 (lima setengah) bulan setelah tahun APBD berakhir.

Pasal 24

Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dapat dilampirkan ikhtisar dan/atau informasi tambahan non-keuangan yang relevan.

BAB VIIPERNYATAAN TANGGUNG JAWAB

Pasal 25

(1) Laporan Keuangan tahunan Kementerian Negara/Lembaga/pemerintah daerah/ Satuan Kerja Perangkat Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 disertai dengan pernyataan tanggung jawab yang ditandatangani oleh menteri/pimpinan lembaga/ gubernur/bupati/walikota/kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah.

Page 462:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

458

(2) Laporan Keuangan tahunan bagian Anggaran Pembiayaan dan Perhitungan yang dialokasikan kepada Kementerian Negara/Lembaga, dan pemerintah daerah, disampaikan secara terpisah dan disertai dengan pernyataan tanggung jawab yang ditandatangani oleh menteri/pimpinan lembaga/gubernur/bupati/walikota yang menerima alokasi Anggaran Pembiayaan dan Perhitungan tersebut.

Pasal 26

(1) Pernyataan tanggung jawab sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 memuat pernyataan bahwa pengelolaan APBN/APBD telah diselenggarakan berdasarkan Sistem Pengendalian Intern yang memadai dan akuntansi keuangan telah diselenggarakan sesuai dengan SAP.

(2) Bentuk dan isi dari pernyataan tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat sesuai dengan Lampiran VI.

BAB VIIILAPORAN KEUANGAN DAN KINERJA INTERIM

Pasal 27

(1) Kepala satuan kerja sebagai kuasa Pengguna Anggaran di lingkungan Kementerian Negara/Lembaga menyampaikan Laporan Keuangan dan Kinerja interim sekurang-kurangnya setiap triwulan kepada Menteri/Pimpinan Lembaga.

(2) Menteri/Pimpinan Lembaga menyusun Laporan Keuangan dan Kinerja interim Kementerian Negara/Lembaga berdasarkan Laporan Keuangan dan Kinerja interim kuasa Pengguna Anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan menyampaikannya kepada Menteri Keuangan, Menteri Perencanaan, dan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara.

(3) Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah sebagai Pengguna Anggaran/kuasa Pengguna Anggaran menyampaikan Laporan Keuangan dan Kinerja interim sekurang-kurangnya setiap triwulan kepada gubernur/bupati/walikota, dilampiri dengan Laporan Keuangan dan Kinerja interim atas pelaksanaan kegiatan Dana Dekonsentrasi/Tugas Pembantuan.

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai bentuk, isi, dan tata cara penyampaian Laporan Keuangan dan Kinerja interim di lingkungan pemerintah pusat diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan, dan di lingkungan pemerintah daerah diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri.

Page 463:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

459

BAB IXLAPORAN KEUANGAN ATAS PELAKSANAAN KEGIATAN

DANA DEKONSENTRASI/TUGAS PEMBANTUAN

Pasal 28

(1) Satuan Kerja Perangkat Daerah yang menjadi pelaksana kegiatan Dana Dekonsentrasi menyelenggarakan akuntansi dan menyusun Laporan Keuangan dan Kinerja sebagaimana berlaku bagi kuasa Pengguna Anggaran pada tingkat pemerintah pusat.

(2) Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah menyampaikan Laporan Keuangan dan Kinerja atas pelaksanaan kegiatan Dana Dekonsentrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada gubernur dan Menteri/Pimpinan Lembaga terkait.

(3) Gubernur menyiapkan Laporan Keuangan dan Kinerja gabungan berdasarkan laporan yang diterima dari Satuan Kerja Perangkat Daerah yang menjadi pelaksana kegiatan Dana Dekonsentrasi, dan selanjutnya menyampaikannya kepada Menteri/Pimpinan Lembaga terkait serta kepada Presiden melalui Menteri Keuangan.

Pasal 29

(1) Satuan Kerja Perangkat Daerah yang menjadi pelaksana kegiatan Tugas Pembantuan menyelenggarakan akuntansi dan menyusun Laporan Keuangan dan Kinerja sebagaimana berlaku bagi kuasa Pengguna Anggaran pada tingkat pemerintah pusat.

(2) Laporan Keuangan dan Kinerja atas pelaksanaan kegiatan Tugas Pembantuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada gubernur/bupati/walikota dan Menteri/Pimpinan Lembaga terkait.

(3) Gubernur/bupati/walikota menyiapkan Laporan Keuangan dan Kinerja gabungan berdasarkan laporan yang diterima dari Satuan Kerja Perangkat Daerah yang menjadi pelaksana kegiatan Tugas Pembantuan dan selanjutnya menyampaikannya kepada Menteri/Pimpinan Lembaga terkait serta kepada Presiden melalui Menteri Keuangan.

Pasal 30

(1) Laporan Keuangan dan Kinerja atas pelaksanaan kegiatan Dana Dekonsentrasi/Tugas Pembantuan dilaporkan secara terintegrasi dalam Laporan Keuangan Kementerian Negara/Lembaga Pengguna Anggaran yang bersangkutan.

Page 464:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

460

(2) Laporan Keuangan dan Kinerja atas pelaksanaan kegiatan Dana Dekonsentrasi/Tugas Pembantuan dilampirkan pada laporan pertanggungjawaban pelaksanaan APBD.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyelenggaraan akuntansi dan penyusunan Laporan Keuangan dan Kinerja atas pelaksanaan kegiatan Dana Dekonsentrasi/Tugas Pembantuan diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan.

BAB XLAPORAN PERTANGGUNGJAWABAN BENDAHARA

Pasal 31

(1) Bendahara penerimaan/pengeluaran wajib menatausahakan dan menyusun laporan pertanggungjawaban atas uang yang dikelolanya dalam rangka pelaksanaan APBN/APBD.

(2) Laporan pertanggungjawaban bendahara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menyajikan informasi tentang saldo awal, penambahan, penggunaan, dan saldo akhir uang persediaan yang dikelolanya pada suatu periode.

(3) Laporan pertanggungjawaban bendahara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan kepada Bendahara Umum Negara/Daerah atau Kuasa Bendahara Umum Negara/Daerah, Menteri/Pimpinan Lembaga/gubernur/bupati/walikota, dan Badan Pemeriksa Keuangan.

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penatausahaan dan penyusunan laporan pertanggungjawaban bendahara serta penyampaiannya untuk tingkat pemerintah pusat diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan, dan untuk tingkat pemerintah daerah diatur dengan Peraturan Gubernur/Bupati/Walikota dengan mengacu pada pedoman yang ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri.

BAB XILAPORAN MANAJERIAL DI BIDANG KEUANGAN

Pasal 32

(1) Laporan manajerial di bidang keuangan dapat dihasilkan dari Sistem Akuntansi Pemerintahan.

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai jenis, bentuk, isi, dan tata cara pelaporan manajerial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan Menteri/Pimpinan Lembaga/gubernur/bupati/walikota atau pejabat lain yang ditunjuk.

Page 465:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

461

BAB XII

PENGENDALIAN INTERN

Pasal 33

(1) Untuk meningkatkan keandalan Laporan Keuangan dan Kinerja sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah ini, setiap Entitas Pelaporan dan Akuntansi wajib menyelenggarakan Sistem Pengendalian Intern sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan terkait.

(2) Dalam Sistem Pengendalian Intern sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus diciptakan prosedur rekonsiliasi antara data transaksi keuangan yang diakuntansikan oleh Pengguna Anggaran/kuasa Pengguna Anggaran dengan data transaksi keuangan yang diakuntansikan oleh Bendahara Umum Negara/ Daerah.

(3) Aparat pengawasan intern pemerintah pada Kementerian Negara/Lembaga/ pemerintah daerah melakukan review atas Laporan Keuangan dan Kinerja dalam rangka meyakinkan keandalan informasi yang disajikan sebelum disampaikan oleh Menteri/Pimpinan Lembaga/gubernur/bupati/walikota kepada pihak-pihak sebagaimana diatur dalam Pasal 8 dan Pasal 11.

(4) Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara berwenang menunjuk aparat pengawasan intern pemerintah untuk melakukan evaluasi efisiensi dan efektivitas pelaksanaan kegiatan Anggaran Pembiayaan dan Perhitungan serta Dana Dekonsentrasi/Tugas Pembantuan pada Pengguna Anggaran/kuasa Pengguna Anggaran yang bersangkutan.

BAB XIIISANKSI ADMINISTRATIF

Pasal 34

(1) Setiap keterlambatan penyampaian Laporan Keuangan oleh Pengguna Anggaran/kuasa Pengguna Anggaran pada tingkat pemerintah pusat yang disebabkan oleh kesengajaan dan/atau kelalaian, Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara dapat memberi sanksi berupa penangguhan pelaksanaan anggaran atau penundaan pencairan dana.

(2) Setiap keterlambatan penyampaian Laporan Keuangan oleh Pengguna Anggaran/kuasa Pengguna Anggaran pada tingkat pemerintah daerah yang disebabkan oleh kesengajaan dan/atau kelalaian, kepala satuan kerja pengelola keuangan daerah selaku Bendahara Umum Daerah dapat memberi sanksi berupa penangguhan pelaksanaan anggaran atau penundaan pencairan dana.

Page 466:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

462

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberian sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberian sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Gubernur/Bupati/Walikota dengan mengacu pada pedoman yang ditetapkan dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri.

(5) Sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak membebaskan kuasa Pengguna Anggaran dari kewajiban penyampaian Laporan Keuangan.

BAB XIVKETENTUAN PERALIHAN

Pasal 35

(1) Pelaksanaan ketentuan Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah pusat sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah ini berlaku selambat-lambatnya pada APBN tahun anggaran 2006.

(2) Pelaksanaan ketentuan Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah daerah sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah ini berlaku selambat-lambatnya pada APBD tahun anggaran 2007.

Pasal 36

Segala ketentuan yang mengatur Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dan/atau belum diatur dengan ketentuan yang baru sebagai pelaksanaan Peraturan Pemerintah ini.

BAB XVKETENTUAN PENUTUP

Pasal 37

Ketentuan pelaksanaan sebagai tindak lanjut Peraturan Pemerintah ini sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 sudah selesai selambat-lambatnya 1 (satu)tahun sejak Peraturan Pemerintah ini diundangkan.

Pasal 38

Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Page 467:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

463

Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 3 April 2006 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO Diundangkan di Jakartapada tanggal 3 april 2006 MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

HAMID AWALUDIN

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2006 NOMOR 25

Page 468:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004
Page 469:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

465

PENJELASAN ATAS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2006

TENTANG

PELAPORAN KEUANGAN DAN KINERJA INSTANSI PEMERINTAH

I. UMUM

Sebelum berlakunya paket undang-undang di bidang keuangan negara, ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku mengharuskan pertanggungjawaban pengelolaan keuangan negara dalam bentuk perhitungan anggaran negara/daerah. Wujud laporan ini hanya menginformasikan aliran kas pada APBN/APBD sesuai dengan format anggaran yang disahkan oleh legislatif, tanpa menyertakan informasi tentang posisi kekayaan dan kewajiban pemerintah. Laporan demikian, selain memuat informasi yang terbatas, juga waktu penyampaiannya kepada legislatif amat terlambat. Keandalan (reliability) informasi keuangan yang disajikan dalam perhitungan anggaran juga sangat rendah karena sistem akuntansi yang diselenggarakan belum didasarkan pada standar akuntansi dan tidak didukung oleh perangkat data dan proses yang memadai.

Upaya konkrit dalam mewujudkan akuntabilitas dan transparansi di lingkungan pemerintah mengharuskan setiap pengelola keuangan negara untuk menyampaikan laporan pertanggungjawaban pengelolaan keuangan dengan cakupan yang lebih luas dan tepat waktu. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara menegaskan bahwa laporan pertanggungjawaban keuangan dimaksud dinyatakan dalam bentuk Laporan Keuangan yang setidak- tidaknya meliputi Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, Laporan Arus Kas, dan Catatan atas Laporan Keuangan, dan disusun berdasarkan SAP.

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara lebih lanjut memperjelas bahwa Laporan Keuangan dimaksud harus disusun berdasarkan proses akuntansi yang wajib dilaksanakan oleh setiap Pengguna Anggaran dan kuasa

Page 470:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

466

Pengguna Anggaran serta pengelola Bendahara Umum Negara/Daerah. Sehubungan itu, pemerintah pusat maupun setiap pemerintah daerah perlu menyelenggarakan akuntansi dalam suatu sistem yang pedomannya ditetapkan oleh Menteri Keuangan untuk lingkungan pemerintah pusat dan oleh Menteri Dalam Negeri untuk lingkungan pemerintah daerah.

Salah satu hal yang amat penting dalam praktek akuntansi dan pelaporan keuangan di lingkungan pemerintah berhubungan dengan penetapan satuan kerja instansi yang memiliki tanggung jawab publik secara eksplisit di mana laporan keuangannya wajib diaudit dengan opini dari lembaga pemeriksa yang berwenang. Instansi demikian digolongkan sebagai Entitas Pelaporan. Sementara instansi lain yang wajib menyelenggarakan akuntansi dan berperan secara terbatas sebagai entitas akuntansi berperan sebagai penyumbang bagi Laporan Keuangan yang disusun dan disampaikan oleh Entitas Pelaporan. Dalam Peraturan Pemerintah ini ditetapkan bahwa yang termasuk Entitas Pelaporan adalah (i) pemerintah pusat, (ii) pemerintah daerah, (iii) setiap Kementerian Negara/Lembaga, dan (iv) Bendahara Umum Negara. Sementara itu, setiap kuasa Pengguna Anggaran, termasuk entitas pelaksana Dana Dekonsentrasi/Tugas Pembantuan, untuk tingkat pemerintah pusat, Satuan Kerja Perangkat Daerah, Bendahara Umum Daerah, dan kuasa Pengguna Anggaran tertentu di tingkat daerah diwajibkan menyelenggarakan akuntansi sebagai Entitas Akuntansi.

Peraturan Pemerintah ini menjabarkan lebih rinci komponen Laporan Keuangan yang wajib disusun dan disampaikan oleh setiap tingkatan Pengguna Anggaran, pengelola perbendaharaan, serta pemerintah pusat/daerah. Selain itu, diatur pula hierarkhi kegiatan akuntansi mulai dari tingkat satuan kerja pelaksana sampai tersusunnya Laporan Keuangan pemerintah pusat/daerah dengan ketentuan jadwal yang diatur dalam Peraturan Pemerintah ini.

Menurut Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003, ditetapkan bahwa Laporan Keuangan pemerintah pada gilirannya harus diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sebelum disampaikan kepada pihak legislatif sesuai dengan kewenangannya. Pemeriksaan BPK dimaksud adalah dalam rangka pemberian pendapat (opini) sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara. Dengan demikian, Laporan Keuangan yang disusun oleh pemerintah yang disampaikan kepada BPK untuk diperiksa masih berstatus belum diaudit (unaudited financial statements). Sebagaimana lazimnya, Laporan Keuangan tersebut setelah diperiksa dapat disesuaikan berdasarkan temuan audit dan/atau koreksi lain yang diharuskan oleh SAP. Laporan Keuangan yang telah diperiksa dan telah diperbaiki itulah

Page 471:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

467

yang selanjutnya diusulkan oleh pemerintah pusat/daerah dalam suatu rancangan undang-undang atau peraturan daerah tentang Laporan Keuangan pemerintah pusat/daerah untuk dibahas dengan dan disetujui oleh DPR/DPRD.

Selain itu, menurut Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003, pada rancangan undang-undang atau peraturan daerah tentang Laporan Keuangan pemerintah pusat/daerah disertakan atau dilampirkan informasi tambahan mengenai Kinerja instansi pemerintah, yakni prestasi yang berhasil dicapai oleh Pengguna Anggaran sehubungan dengan anggaran yang telah digunakan. Pengungkapan informasi tentang Kinerja ini adalah relevan dengan perubahan paradigma penganggaran pemerintah yang ditetapkan dengan mengidentifikasikan secara jelas keluaran (outputs) dari setiap kegiatan dan hasil (outcomes) dari setiap program. Untuk keperluan tersebut, perlu disusun suatu sistem akuntabilitas Kinerja instansi pemerintah yang terintegrasi dengan sistem perencanaan strategis, sistem penganggaran, dan Sistem Akuntansi Pemerintahan. Ketentuan yang dicakup dalam sistem akuntabilitas kinerja instansi pemerintah tersebut sekaligus dimaksudkan untuk menggantikan ketentuan yang termuat dalam Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah, sehingga dapat dihasilkan suatu Laporan Keuangan dan Kinerja yang terpadu.

Selain itu, terhadap paket Laporan Keuangan pemerintah pusat/daerah disertakan pula ikhtisar Laporan Keuangan Perusahaan Negara/daerah untuk periode yang sama. Peraturan Pemerintah ini mengatur lebih lanjut hal-hal yang berhubungan dengan penyajian informasi tambahan dimaksud.

Dalam rangka memperkuat akuntabilitas pengelolaan anggaran dan perbendaharaan, setiap pejabat yang menyajikan Laporan Keuangan diharuskan memberi pernyataan tanggung jawab atas Laporan Keuangan yang bersangkutan. Menteri/ pimpinan lembaga/ gubernur/ bupati/ walikota/ kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah harus secara jelas menyatakan bahwa Laporan Keuangan telah disusun berdasarkan Sistem Pengendalian Intern yang memadai dan informasi yang termuat pada Laporan Keuangan telah disajikan sesuai dengan SAP.

Peraturan Pemerintah ini merupakan landasan bagi penyelenggaraan kegiatan akuntansi mulai dari satuan kerja Pengguna Anggaran, penyusunan Laporan Keuangan oleh Entitas Pelaporan dan penyajiannya kepada BPK untuk diaudit, hingga penyampaian rancangan undang-undang atau rancangan peraturan daerah tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBN/APBD. Namun, segala hal yang berhubungan dengan pembahasan laporan pertanggungjawaban pelaksanaan APBN/APBD oleh legislatif atau penggunaan laporan tersebut oleh pihak-pihak terkait tidak dicakup pengaturannya dalam Peraturan Pemerintah ini.

Page 472:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

468

II. PASAL DEMI PASAL

Pasal 1

Cukup jelas.

Pasal 2

Cukup jelas.

Pasal 3

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Entitas Pelaporan Kementerian Negara/Lembaga ditetapkan oleh Menteri Keuangan berdasarkan pertimbangan kemandirian pelaksanaan anggaran, pengelolaan kegiatan, dan besarnya anggaran.

Pasal 4

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan kuasa Pengguna Anggaran pada ayat ini adalah setiap satuan kerja yang mempunyai dokumen pelaksanaan anggaran tersendiri, termasuk satuan kerja yang memperoleh alokasi anggaran dari Anggaran Pembiayaan dan Perhitungan.

Ayat (2)

Kuasa Pengguna Anggaran di lingkungan pemerintah daerah dapat ditetapkan sebagai entitas akuntansi oleh gubernur/bupati/walikota bila mempunyai dokumen pelaksanaan anggaran yang terpisah, jumlah anggarannya relatif besar, dan pengelolaan kegiatannya dilakukan secara mandiri.

Pasal 5

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Page 473:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

469

Ayat (4)

Penambahan unsur-unsur Laporan Keuangan tingkat pemerintah daerah ditetapkan oleh Menteri Keuangan setelah berkoordinasi dengan Menteri Dalam Negeri.

Ayat (5)

Cukup jelas.

Pasal 6

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Tingkat keandalan Laporan Keuangan berhubungan erat dengan keandalan sistem akuntansi yang diselenggarakan oleh instansi pemerintah. Sistem akuntansi perlu dikembangkan dengan mengacu pada SAP serta mempertimbangkan kondisi pendukung yang diperlukan, terutama personil, dukungan teknologi informasi, prosedur dan tata kerja, bagan perkiraan standar, dan lembaga atau organisasi pendukung. Karenanya, sistem akuntansi tersebut dikembangkan sesuai dengan kebutuhan dan tingkat kompleksitas kegiatan bidang keuangan maupun bidang teknis.

Sistem Akuntansi Pemerintahan pada tingkat pemerintah pusat diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan, sedangkan pada tingkat pemerintah daerah diatur dengan Peraturan Gubernur/Bupati/Walikota mengacu pada peraturan daerah tentang pengelolaan keuangan daerah dan berpedoman pada peraturan pemerintah mengenai SAP.

Pasal 7

Cukup jelas.

Pasal 8

Ayat (1)

Laporan Keuangan Kementerian Negara/Lembaga sebagaimana dimaksud pada ayat ini merupakan konsolidasian dengan laporan keuangan BLU maupun satuan kerja yang menyelenggarakan pengelolaan dana tersendiri dan secara struktural dibawahkannya.

Ayat (2)

Laporan Keuangan Menteri Keuangan/Bendahara Umum Negara sebagai-mana dimaksud pada ayat ini termasuk pertanggungjawaban Anggaran

Page 474:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

470

Pembiayaan dan Perhitungan yang disusun berdasarkan Laporan Keuangan setiap kuasa Pengguna Anggaran Pembiayaan dan Perhitungan.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (4)

Laporan Keuangan yang diserahkan kepada Badan Pemeriksa Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat ini merupakan Laporan Keuangan dengan status belum diperiksa (unaudited).

Pasal 9

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Presiden dapat mendelegasikan kepada Menteri Keuangan atas nama pemerintah pusat untuk menyampaikan Laporan Keuangan dengan status belum diperiksa (unaudited) sebagaimana dimaksud pada ayat ini kepada Badan Pemeriksa Keuangan dalam rangka pelaksanaan pemeriksaan keuangan.

Pasal 10

Ayat (1)

Penyelenggaraan teknis akuntansi dan penyusunan Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat ini dapat diselenggarakan langsung oleh satuan kerja Pengguna Anggaran atau dibantu oleh satuan kerja/pihak lain yang ditetapkan oleh gubernur/bupati/walikota berdasarkan pertimbangan kondisi sumber daya yang tersedia, namun tanggung jawab atas laporan tersebut berada pada satuan kerja Pengguna Anggaran yang bersangkutan.

Laporan Keuangan Satuan Kerja Perangkat Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat ini merupakan konsolidasian dengan laporan keuangan BLU yang secara struktural dibawahkannya.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Page 475:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

471

Ayat (3)

Cukup jelas.

Pasal 11

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat ini merupakan Laporan Keuangan dengan status belum diperiksa (unaudited). Penyampaian Laporan Keuangan tersebut kepada Badan Pemeriksa Keuangan adalah dalam rangka pelaksanaan pemeriksaan keuangan.

Pasal 12

Ayat (1)

Laporan Keuangan yang telah disesuaikan sebagaimana dimaksud merupakan Laporan Keuangan dengan status telah diperiksa (audited).

Ayat (2)

Laporan Keuangan yang telah disesuaikan sebagaimana dimaksud merupakan Laporan Keuangan dengan status telah diperiksa (audited).

Ayat (3)

Laporan Keuangan yang telah disesuaikan sebagaimana dimaksud merupakan Laporan Keuangan dengan status telah diperiksa (audited). Yang dimaksud dengan koreksi lain pada ayat ini yaitu penyesuaian terhadap Laporan Keuangan yang disusun oleh pemerintah pusat berdasarkan data keuangan yang diperoleh setelah Laporan Keuangan unaudited disampaikan kepada Badan Pemeriksa Keuangan.

Pasal 13

Laporan Keuangan yang telah disesuaikan sebagaimana dimaksud merupakan Laporan Keuangan dengan status telah diperiksa (audited).

Yang dimaksud dengan koreksi lain pada ayat ini yaitu penyesuaian terhadap Laporan Keuangan yang disusun oleh pemerintah daerah berdasarkan data keuangan yang diperoleh setelah Laporan Keuangan unaudited disampaikan kepada Badan Pemeriksa Keuangan.

Page 476:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

472

Pasal 14

Cukup jelas.

Pasal 15

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Penyampaian rancangan peraturan daerah dimaksud adalah dalam rangka evaluasi terhadap setiap rancangan peraturan daerah mengenai APBD agar sesuai dengan kepentingan umum dan peraturan perundang- undangan yang lebih tinggi.

Pasal 16

Cukup jelas.

Pasal 17

Ayat (1)

Tata cara tentang penyusunan kegiatan dan indikator Kinerja dimaksud didasarkan pada ketentuan peraturan pemerintah tentang rencana kerja pemerintah dan peraturan pemerintah tentang penyusunan rencana kerja dan anggaran Kementerian Negara/Lembaga.

Informasi tentang Realisasi Kinerja disajikan secara bersanding dengan Kinerja yang direncanakan dan dianggarkan sebagaimana tercantum dalam Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian/Lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah/Pemerintah Pusat/Daerah untuk tahun anggaran yang bersangkutan.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Pasal 18

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Page 477:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

473

Pasal 19

Cukup jelas.

Pasal 20

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (4)

Peraturan Presiden dimaksud mengatur antara lain isi dan bentuk Laporan Kinerja. Konsep peraturan tersebut disusun oleh suatu tim yang terdiri dari unsur Kementerian Keuangan, Kementerian Negara Perencanaan Pembangunan Nasional, Kementerian Negara Pendayagunaan Aparatur Negara, dan Kementerian Dalam Negeri.

Ayat (5)

Cukup jelas.

Pasal 21

Bentuk ringkas yang dimaksudkan dalam ayat ini adalah lembar muka Laporan Keuangan (face of financial statements). Dalam hal suatu BLU di lingkungan pemerintah daerah tidak dibawahkan secara struktural oleh suatu Satuan Kerja Perangkat Daerah, laporan keuangan BLU ringkas dimaksud dilampirkan langsung pada Laporan Keuangan pemerintah daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1).

Pasal 22

Cukup jelas.

Pasal 23

Cukup jelas.

Pasal 24

Informasi tambahan non-keuangan sebagaimana dimaksud antara lain statistik pegawai, pergantian pejabat, dan keterangan mengenai bencana alam.

Page 478:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

474

Pasal 25

Pejabat pemerintah yang membuat pernyataan tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada pasal ini dapat mewajibkan para pejabat yang dibawahkannya untuk membuat pernyataan tanggung jawab yang sama dalam batas tanggung jawab masing-masing.

Pasal 26

Cukup jelas.

Pasal 27

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Kuasa Pengguna Anggaran yang dimaksud pada ayat ini adalah kuasa Pengguna Anggaran di lingkungan pemerintah daerah yang telah ditetapkan sebagai Entitas Akuntansi.

Ayat (4)

Menteri Keuangan dan Menteri Dalam Negeri berkoordinasi dengan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara mengenai Pelaporan Kinerja interim sebelum peraturan ditetapkan.

Pasal 28

Cukup jelas.

Pasal 29

Cukup jelas.

Pasal 30

Cukup jelas.

Pasal 31

Cukup jelas.

Page 479:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

475

Pasal 32

Ayat (1)

Laporan manajerial di bidang keuangan adalah laporan yang menyajikan informasi keuangan untuk membantu manajemen pemerintahan dalam pengambilan keputusan dan pengendalian yang berhubungan dengan pengelolaan keuangan.

Ayat (2)

Peraturan mengenai jenis, bentuk, isi, dan tata cara pelaporan manajerial pada ayat ini dapat dibentuk sesuai dengan kebutuhan Kementerian Negara/Lembaga/pemerintah daerah.

Pasal 33

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Reviu oleh aparat pengawasan intern pemerintah pada Kementerian Negara/Lembaga/pemerintah daerah sebagaimana dimaksud pada ayat ini tidak membatasi tugas pemeriksaan/pengawasan oleh lembaga pemeriksa/pengawas lainnya sesuai dengan kewenangannya.

Ayat (4)

Cukup jelas.

Pasal 34

Cukup jelas.

Pasal 35

Cukup jelas.

Pasal 36

Cukup jelas.

Pasal 37

Cukup jelas.

Page 480:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

476

Pasal 38

Cukup jelas.

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4614

Page 481:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

477

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIANOMOR 55 TAHUN 2005

TENTANG

DANA PERIMBANGAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 26, Pasal 37, dan Pasal 42 Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah, dan Pasal 160 ayat (6), Pasal 162 ayat (4) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, perlu untuk menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Dana Perimbangan.

Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

2. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437);

3. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438).

MEMUTUSKAN :

Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG DANA PERIMBANGAN.

Page 482:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

478

BAB IKETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:

1. Pemerintah Pusat, yang selanjutnya disebut Pemerintah, adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

2. Pemerintah Daerah adalah gubernur, bupati, atau walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah.

3. Daerah otonom, selanjutnya disebut Daerah, adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.

4. Kepala daerah adalah gubernur bagi daerah provinsi atau bupati bagi daerah kabupaten atau walikota bagi daerah kota.

5. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, yang selanjutnya disebut DPRD, adalah lembaga perwakilan rakyat daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah.

6. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, selanjutnya disebut APBN, adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat.

7. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, selanjutnya disebut APBD, adalah rencana keuangan tahunan Pemerintahan Daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, dan ditetapkan dengan Peraturan Daerah.

8. Dana Perimbangan adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi.

9. Dana Bagi Hasil, selanjutnya disebut DBH, adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada Daerah berdasarkan angka persentase untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi.

Page 483:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

479

10. DBH Pajak adalah bagian daerah yang berasal dari penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan, Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, Pajak Penghasilan Pasal 25 dan Pasal 29 Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri, dan Pajak Penghasilan Pasal 21.

11. Pajak Bumi dan Bangunan, selanjutnya disebut PBB adalah pajak yang dikenakan atas bumi dan bangunan.

12. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, selanjutnya disebut BPHTB, adalah pajak yang dikenakan atas perolehan hak atas tanah dan bangunan

13. Pajak Penghasilan Pasal 25 dan Pasal 29 Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri, selanjutnya disebut PPh WPOPDN adalah Pajak Penghasilan terutang oleh Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri berdasarkan ketentuan Pasal 25 dan Pasal 29 Undang-undang tentang Pajak Penghasilan yang berlaku kecuali pajak atas penghasilan sebagaimana diatur dalam Pasal 25 ayat (8).

14. Pajak Penghasilan Pasal 21, selanjutnya disebut PPh Pasal 21, adalah Pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lainnya sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa dan kegiatan yang dilakukan oleh Wajib Pajak Orang Pribadi berdasarkan ketentuan Pasal 21 undang-undang tentang Pajak Penghasilan yang berlaku.

15. DBH Sumber Daya Alam adalah bagian daerah yang berasal dari penerimaan sumber daya alam kehutanan, pertambangan umum, perikanan, pertambangan minyak bumi, pertambangan gas bumi, dan pertambangan panas bumi.

16. Dana Reboisasi, selanjutnya disebut DR, adalah dana yang dipungut dari pemegang Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan dari Hutan Alam yang berupa kayu dalam rangka reboisasi dan rehabilitasi hutan.

17. Provisi Sumber Daya Hutan, selanjutnya disebut PSDH, adalah pungutan yang dikenakan sebagai pengganti nilai intrinsik dari hasil yang dipungut dari Hutan Negara.

18. Iuran Izin Usaha Pemanfaatan Hutan, selanjutnya disebut IIUPH, adalah pungutan yang dikenakan kepada Pemegang Izin Usaha Pemanfaatan Hutan atas suatu kawasan hutan tertentu yang dilakukan sekali pada saat izin tersebut diberikan.

19. Pungutan Pengusahaan Perikanan adalah pungutan hasil perikanan yang dikenakan kepada perusahaan perikanan Indonesia yang memperoleh Izin Usaha Perikanan (IUP), Alokasi Penangkapan Ikan Penanaman Modal (APIPM), dan Surat Izin Kapal Pengangkut Ikan (SIKPI), sebagai imbalan atas kesempatan yang diberikan oleh Pemerintah Indonesia untuk melakukan usaha perikanan dalam wilayah perikanan Republik Indonesia.

Page 484:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

480

20. Pungutan Hasil Perikanan adalah pungutan hasil perikanan yang dikenakan kepada perusahaan perikanan Indonesia yang melakukan usaha penangkapan ikan sesuai dengan Surat Penangkapan Ikan (SPI) yang diperoleh.

21. Iuran Tetap (Land-rent) adalah iuran yang diterima negara sebagai imbalan atas kesempatan Penyelidikan Umum, Eksplorasi atau Eksploitasi pada suatu wilayah kerja.

22. Iuran Ekplorasi dan Eksploitasi (royalty) adalah iuran produksi pemegang kuasa usaha pertambangan atas hasil dari kesempatan eksplorasi/eksploitasi.

23. Dana Alokasi Umum, selanjutnya disebut DAU, adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi.

24. Dana Alokasi Khusus, selanjutnya disebut DAK, adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional.

25. Menteri teknis adalah menteri yang bertugas dan bertanggungjawab di bidang teknis tertentu.

Pasal 2

(1) Dana Perimbangan terdiri atas:

a. Dana Bagi Hasil;

b. Dana Alokasi Umum; dan

c. Dana Alokasi Khusus.

(2) Jumlah Dana Perimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan setiap tahun anggaran dalam APBN.

BAB IIDANA BAGI HASIL

Bagian PertamaUmum

Pasal 3DBH bersumber dari:a. Pajak; dan

b. Sumber Daya Alam.

Page 485:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

481

Bagian KeduaDBH Pajak

Pasal 4

DBH yang bersumber dari pajak terdiri atas:

a. PBB;

b. BPHTB; dan

c. PPh WPOPDN dan PPh Pasal 21.

Paragraf PertamaDBH PBB

Pasal 5

(1) Penerimaan Negara dari PBB dibagi dengan imbangan 10% (sepuluh persen) untuk Pemerintah dan 90% (sembilan puluh persen) untuk daerah.

(2) DBH PBB untuk daerah sebesar 90% (sembilan puluh persen) dibagi dengan rincian sebagai berikut:

a. 16,2% (enam belas dua persepuluh persen) untuk provinsi yang bersangkutan;

b 64,8% (enam puluh empat delapan persepuluh persen) untuk kabupaten/kota yang bersangkutan; dan

c. 9% (sembilan persen) untuk biaya pemungutan.

Pasal 6

(1) Bagian Pemerintah sebesar 10% (sepuluh persen) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) dialokasikan kepada seluruh kabupaten dan kota.

(2) Alokasi untuk kabupaten dan kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibagi dengan rincian sebagai berikut:

a. 6,5% (enam lima persepuluh persen) dibagikan secara merata kepada seluruh kabupaten dan kota; dan

b. 3,5% (tiga lima persepuluh persen) dibagikan sebagai insentif kepada kabupaten dan/kota yang realisasi penerimaan PBB sektor Pedesaan dan Perkotaan pada tahun anggaran sebelumnya mencapai/melampaui rencana penerimaan yang ditetapkan.

Page 486:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

482

Paragraf KeduaDBH BPHTB

Pasal 7

(1) Penerimaan Negara dari BPHTB dibagi dengan imbangan 20% (dua puluh persen) untuk Pemerintah dan 80% (delapan puluh persen) untuk daerah.

(2) DBH BPHTB untuk daerah sebesar 80% (delapan puluh persen) dibagi dengan rincian sebagai berikut:

a. 16% (enam belas persen) untuk provinsi yang bersangkutan; dan

b. 64% (enam puluh empat persen) untuk kabupaten/kota yang ber-sangkutan.

(3) Bagian Pemerintah sebesar 20% (dua puluh persen) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dialokasikan dengan porsi yang sama besar untuk seluruh kabupaten dan kota.

Paragraf KetigaDBH PPh WPOPDN dan PPh Pasal 21

Pasal 8

(1) Penerimaan Negara dari PPh WPOPDN dan PPh Pasal 21 dibagikan kepada daerah sebesar 20% (dua puluh persen).

(2) DBH PPh WPOPDN dan PPh Pasal 21 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibagi dengan rincian sebagai berikut :

a. 8% (delapan persen) untuk provinsi yang bersangkutan; dan

b. 12% (dua belas persen) untuk kabupaten/kota dalam provinsi yang bersangkutan.

(3) DBH PPh WPOPDN dan PPh Pasal 21 sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dibagi dengan rincian sebagai berikut:

a. 8,4% (delapan empat persepuluh persen) untuk kabupaten/kota tempat wajib pajak terdaftar; dan

b. 3,6% (tiga enam persepuluh persen) untuk seluruh kabupaten/kota dalam provinsi yang bersangkutan dengan bagian yang sama besar.

Page 487:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

483

Paragraf KeempatPenetapan Alokasi DBH Pajak

Pasal 9

Alokasi DBH Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, Pasal 6, Pasal 7, dan Pasal 8 ditetapkan oleh Menteri Keuangan.

Pasal 10

Alokasi DBH PBB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) dan DBH BPHTB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, ditetapkan:

a. berdasarkan rencana penerimaan PBB dan BPHTB tahun anggaran bersangkutan; dan

b. paling lambat 2 (dua) bulan sebelum tahun anggaran bersangkutan dilaksanakan.

Pasal 11

(1) Alokasi DBH PPh WPOPDN dan PPh Pasal 21 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 untuk masing-masing daerah terdiri atas:

a. Alokasi Sementara yang ditetapkan paling lambat 2 (dua) bulan sebelum tahun anggaran yang bersangkutan dilaksanakan; dan

b. Alokasi Definitif yang ditetapkan paling lambat pada bulan pertama triwulan keempat tahun anggaran berjalan.

(2) Alokasi DBH PPh WPOPDN dan PPh Pasal 21 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a didasarkan atas rencana penerimaan DBH PPh WPOPDN dan PPh Pasal 21.

Alokasi DBH PPh WPOPDN dan PPh Pasal 21 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b didasarkan atas prognosa realisasi penerimaan DBH PPh WPOPDN dan PPh Pasal 21.

Paragraf KelimaPenyaluran DBH Pajak

Pasal 12

DBH Pajak disalurkan dengan cara pemindahbukuan dari Rekening Kas Umum Negara ke Rekening Kas Umum Daerah.

Page 488:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

484

Pasal 13

(1) Penyaluran DBH PBB dan BPHTB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, Pasal 6, dan Pasal 7 dilaksanakan berdasarkan realisasi penerimaan PBB dan BPHTB tahun anggaran berjalan.

(2) Penyaluran DBH PBB dan BPHTB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) dan Pasal 7 ayat (2) dilaksanakan secara mingguan.

(3) Penyaluran PBB dan BPHTB bagian Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) huruf a dan Pasal 7 ayat (3) dilaksanakan dalam 3 (tiga) tahap, yaitu bulan April, bulan Agustus, dan bulan Nopember tahun anggaran berjalan.

(4) Penyaluran PBB bagian Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) huruf b dilaksanakan dalam bulan Nopember tahun anggaran berjalan.

Pasal 14

(1) Penyaluran DBH PPh WPOPDN dan PPh Pasal 21 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 dilaksanakan berdasarkan prognosa realisasi penerimaan PPh WPOPDN dan PPh Pasal 21 tahun anggaran berjalan.

(2) Penyaluran DBH PPh WPOPDN dan PPh Pasal 21 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) dilaksanakan secara triwulanan, dengan perincian sebagai berikut:

a. penyaluran triwulan pertama sampai dengan triwulan ketiga masing-masing sebesar 20% (dua puluh persen) dari alokasi sementara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) huruf a; dan

b. penyaluran triwulan keempat didasarkan pada selisih antara Pembagian Definitif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) huruf b dengan jumlah dana yang telah dicairkan selama triwulan pertama sampai dengan triwulan ketiga.

(3) Dalam hal terjadi kelebihan penyaluran karena penyaluran triwulan pertama sampai dengan triwulan ketiga yang didasarkan atas pembagian sementara lebih besar daripada pembagian definitif maka kelebihan dimaksud diperhitungkan dalam penyaluran tahun anggaran berikutnya.

Page 489:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

485

Bagian KetigaDBH Sumber Daya Alam

Pasal 15

DBH Sumber Daya Alam berasal dari:

a. Kehutanan;

b. Pertambangan Umum;

c. Perikanan;

d. Pertambangan Minyak Bumi;

e. Pertambangan Gas Bumi; dan

f. Pertambangan Panas Bumi.

Paragraf PertamaDBH Sumber Daya Alam Kehutanan

Pasal 16

(1) DBH Kehutanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 huruf a berasal dari:

a. Iuran Izin Usaha Pemanfaatan Hutan (IIUPH);

b. Provisi Sumber Daya Hutan (PSDH); dan c. Dana Reboisasi (DR).

(2) DBH Kehutanan yang berasal dari IIUPH sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a untuk daerah sebesar 80% (delapan puluh persen) dibagi dengan rincian:

a. 16% (enam belas persen) untuk provinsi yang bersangkutan; dan

b. 64% (enam puluh empat persen) untuk kabupaten/kota penghasil.

(3) DBH Kehutanan yang berasal dari PSDH sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b untuk daerah sebesar 80% (delapan puluh persen) dibagi dengan rincian:a. 16% (enam belas persen) untuk provinsi yang bersangkutan;

b. 32% (tiga puluh dua persen) untuk kabupaten/kota penghasil; dan

c. 32% (tiga puluh dua persen) untuk kabupaten/kota lainnya dalam provinsi yang bersangkutan.

(4) DBH Kehutanan yang berasal dari PSDH sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c, dibagikan dengan porsi yang sama besar untuk seluruh kabupaten/kota lainnya dalam provinsi yang bersangkutan.

Page 490:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

486

(5) DBH Kehutanan yang berasal dari DR sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c sebesar 40% (empat puluh persen) dibagi kepada kabupaten/kota penghasil untuk mendanai kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan.

Paragraf KeduaDBH Sumber Daya Alam Pertambangan Umum

Pasal 17

DBH Pertambangan Umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 huruf b berasal dari :

a. Iuran Tetap (Land-rent); dan

b. Iuran Eksplorasi dan Iuran Eksploitasi (Royalty).

Pasal 18

(1) DBH Pertambangan Umum sebesar 80% (delapan puluh persen) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 huruf a yang berasal dari wilayah kabupaten/kota dibagi dengan rincian:

a. 16% (enam belas persen) untuk provinsi yang bersangkutan; dan

b. 64% (enam puluh empat persen) untuk kabupaten/kota penghasil.

(2) DBH Pertambangan Umum sebesar 80% (delapan puluh persen) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 huruf b yang berasal dari wilayah kabupaten/kota dibagi dengan rincian:a. 16% (enam belas persen) untuk provinsi yang bersangkutan;

b. 32% (tiga puluh dua persen) untuk kabupaten/kota penghasil; dan

c. 32% (tiga puluh dua persen) untuk kabupaten/kota lainnya dalam provinsi yang bersangkutan.

(3) DBH Pertambangan Umum sebagaiman dimaksud pada ayat (2) huruf c, dibagikan dengan porsi yang sama besar untuk seluruh kabupaten/kota lainnya dalam provinsi yang bersangkutan.

Pasal 19

(1) DBH Pertambangan Umum sebesar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 huruf a yang berasal dari wilayah provinsi adalah sebesar 80% (delapan puluh persen) untuk provinsi yang bersangkutan;

(2) DBH Pertambangan Umum sebesar 80% (delapan puluh persen) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 huruf b yang berasal dari wilayah provinsi dibagi dengan rincian:

Page 491:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

487

a. 26% (dua puluh enam persen) untuk provinsi yang bersangkutan; dan

b. 54% (lima puluh empat persen) untuk kabupaten/kota lainnya dalam provinsi yang bersangkutan.

(3) DBH Pertambangan Umum sebagaimana dimaksud ayat (2) huruf b, dibagikan dengan porsi yang sama besar untuk seluruh kabupaten/kota lainnya dalam provinsi yang bersangkutan.

Paragraf KetigaDBH Sumber Daya Alam Perikanan

Pasal 20

(1) DBH Perikanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 huruf c berasal dari :

a. Pungutan Pengusahaan Perikanan; dan

b. Pungutan Hasil Perikanan.

(2) DBH Perikanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk daerah sebesar 80% (delapan puluh persen) dibagikan dengan porsi yang sama besar untuk seluruh kabupaten/kota.

Paragraf KeempatDBH Sumber Daya Alam Pertambangan Minyak Bumi

Pasal 21

(1) DBH pertambangan minyak bumi sebesar 15,5% (lima belas setengah persen) berasal dari penerimaan negara sumber daya alam pertambangan minyak bumi dari wilayah kabupaten/kota yang bersangkutan setelah dikurangi komponen pajak dan pungutan lainnya.

(2) DBH pertambangan minyak bumi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebesar 15% (lima belas persen) dibagi dengan rincian sebagai berikut:a. 3% (tiga persen) dibagikan untuk provinsi yang bersangkutan;

b. 6% (enam persen) dibagikan untuk kabupaten/kota penghasil; dan

c. 6% (enam persen) dibagikan untuk seluruh kabupaten/kota lainnya dalam provinsi yang bersangkutan.

(3) DBH Pertambangan Minyak Bumi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebesar 0,5% (setengah persen) dibagi dengan rincian sebagai berikut:

a. 0,1% (satu persepuluh persen) untuk provinsi yang bersangkutan;

b. 0,2% (dua persepuluh persen) untuk kabupaten/kota penghasil; dan

Page 492:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

488

c. 0,2% (dua persepuluh persen) untuk seluruh kabupaten/kota lainnya dalam provinsi yang bersangkutan.

(4) DBH Pertambangan Minyak Bumi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c dan ayat (3) huruf c, dibagikan dengan porsi yang sama besar untuk seluruh kabupaten/kota lainnya dalam provinsi yang bersangkutan.

Pasal 22

(1) DBH pertambangan minyak bumi sebesar 15,5% (lima belas setengah persen) berasal dari penerimaan negara sumber daya alam pertambangan minyak bumi dari wilayah provinsi yang bersangkutan setelah dikurangi komponen pajak dan pungutan lainnya.

(2) DBH pertambangan minyak bumi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebesar 15% (lima belas persen) dibagi dengan rincian sebagai berikut:

a. 5% (lima persen) dibagikan untuk provinsi yang bersangkutan; dan

b. 10% (sepuluh persen) dibagikan untuk seluruh kabupaten/kota dalam Provinsi yang bersangkutan.

(3) DBH Pertambangan Minyak Bumi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebesar 0,5% (setengah persen) dibagi dengan rincian sebagai berikut:

a. 0,17% (tujuh belas perseratus persen) dibagikan untuk provinsi yang bersangkutan; dan

b. 0,33% (tiga puluh tiga perseratus persen) dibagikan untuk seluruh kabupaten/kota dalam Provinsi yang bersangkutan.

(4) DBH Pertambangan Minyak Bumi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dan ayat (3) huruf b, dibagikan dengan porsi yang sama besar untuk seluruh kabupaten/kota dalam provinsi yang bersangkutan.

Paragraf KelimaDBH Sumber Daya Alam Pertambangan Gas Bumi

Pasal 23

(1) DBH pertambangan gas bumi sebesar 30,5% (tiga puluh setengah persen) berasal dari penerimaan negara sumber daya alam pertambangan gas bumi dari wilayah kabupaten/kota yang bersangkutan setelah dikurangi komponen pajak dan pungutan lainnya.

(2) DBH pertambangan gas bumi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebesar 30% (tiga puluh persen) dibagi dengan rincian sebagai berikut:

Page 493:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

489

a. 6% (enam persen) dibagikan untuk provinsi yang bersangkutan;

b. 12% (dua belas persen) dibagikan untuk kabupaten/kota penghasil; dan

c. 12% (dua belas persen) dibagikan untuk seluruh kabupaten/kota lainnya dalam provinsi yang bersangkutan.

(3) DBH Pertambangan Gas Bumi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebesar 0,5% (setengah persen) dibagi dengan rincian sebagai berikut:

a. 0,1% (satu persepuluh persen) untuk provinsi yang bersangkutan;

b. 0,2% (dua persepuluh persen) untuk kabupaten/kota penghasil; dan

c. 0,2% (dua persepuluh persen) untuk seluruh kabupaten/kota lainnya dalam provinsi yang bersangkutan.

(4) DBH Pertambangan Gas Bumi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c dan ayat (3) huruf c, dibagikan dengan porsi yang sama besar untuk seluruh kabupaten/kota lainnya dalam provinsi yang bersangkutan.

Pasal 24

(1) DBH Pertambangan Gas Bumi sebesar 30,5% (tiga puluh setengah persen) berasal dari penerimaan negara sumber daya alam pertambangan gas bumi dari wilayah provinsi yang bersangkutan setelah dikurangi komponen pajak dan pungutan lainnya.

(2) DBH Pertambangan Gas Bumi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebesar 30% (tiga puluh persen) dibagi dengan rincian sebagai berikut:

a. 10% (sepuluh persen) dibagikan untuk provinsi yang bersangkutan; dan

b. 20% (dua puluh persen) dibagikan untuk seluruh kabupaten/kota dalam Provinsi yang bersangkutan.

(3) DBH Pertambangan Gas Bumi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebesar 0,5% (setengah persen) dibagi dengan rincian sebagai berikut:

a. 0,17% (tujuh belas perseratus persen) dibagikan untuk provinsi yang bersangkutan; dan

b. 0,33% (tiga puluh tiga perseratus persen) dibagikan untuk seluruh kabupaten/kota dalam Provinsi yang bersangkutan.

(4) DBH Pertambangan Gas Bumi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan ayat (2) huruf b, dibagikan dengan porsi yang sama besar untuk seluruh kabupaten/kota dalam provinsi yang bersangkutan.

Page 494:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

490

Pasal 25

DBH yang berasal dari Pertambangan Minyak Bumi dan Pertambangan Gas Bumi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (3), Pasal 22 ayat (3), Pasal 23 ayat (3), dan Pasal 24 ayat (3) wajib dialokasikan untuk menambah anggaran pendidikan dasar.

Paragraf KeenamDBH Sumber Daya Alam Pertambangan Panas Bumi

Pasal 26

(1) DBH Pertambangan Panas Bumi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 huruf f berasal dari:

a. Setoran Bagian Pemerintah; atau

b. Iuran Tetap dan Iuran Produksi.

(2) DBH Pertambangan Panas Bumi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk daerah sebesar 80% (delapan puluh persen) dan dibagi dengan rincian:

a. 16% (enam belas persen) untuk provinsi yang bersangkutan; dan

b. 32% (tiga puluh dua persen) untuk kabupaten/kota penghasil;

c. 32% (tiga puluh dua persen) untuk seluruh kabupaten/kota lainnya dalam provinsi yang bersangkutan.

(3) DBH Pertambangan Panas Bumi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c, dibagikan dengan porsi yang sama besar untuk semua kabupaten/kota dalam provinsi yang bersangkutan.

Paragraf KetujuhPenetapan Alokasi DBH Sumber Daya Alam

Pasal 27

(1) Menteri teknis menetapkan daerah penghasil dan dasar penghitungan DBH Sumber Daya Alam paling lambat 60 (enam puluh) hari sebelum tahun anggaran bersangkutan dilaksanakan setelah berkonsultasi dengan Menteri Dalam Negeri.

(2) Dalam hal sumber daya alam berada pada wilayah yang berbatasan atau berada pada lebih dari satu daerah, Menteri Dalam Negeri menetapkan daerah penghasil sumber daya alam berdasarkan pertimbangan menteri teknis terkait paling lambat 60 (enam puluh) hari setelah diterimanya usulan pertimbangan dari menteri teknis.

Page 495:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

491

(3) Ketetapan Menteri Dalam Negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menjadi dasar penghitungan DBH sumber daya alam oleh menteri teknis.

(4) Ketetapan menteri teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada Menteri Keuangan.

(5) Menteri Keuangan menetapkan perkiraan alokasi DBH Sumber Daya Alam untuk masing-masing daerah paling lambat 30 (tiga puluh) hari setelah diterimanya ketetapan dari menteri teknis.

(6) Perkiraan alokasi DBH Sumber Daya Alam Minyak Bumi dan/atau Gas Bumi untuk masing-masing Daerah ditetapkan paling lambat 30 (tiga puluh) hari setelah menerima ketetapan dari menteri teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1), perkiraan bagian Pemerintah, dan perkiraan unsur-unsur pengurang lainnya.

Paragraf KedelapanPenghitungan Realisasi Produksi DBH SDA

Pasal 28

(1) Penghitungan realisasi DBH sumber daya alam dilakukan secara triwulanan melalui mekanisme rekonsiliasi data antara pemerintah pusat dan daerah penghasil kecuali untuk DBH sumber daya alam Perikanan.

(2) Dalam hal realisasi DBH sumber daya alam berasal dari penerimaan pertambangan minyak bumi dan/atau gas bumi perhitungannya didasarkan atas realisasi lifting minyak bumi dan/atau gas bumi dari departemen teknis.

Paragraf KesembilanPenyaluran DBH Sumber Daya Alam

Pasal 29

(1) Penyaluran DBH sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 dilaksanakan berdasarkan realisasi penerimaan sumber daya alam tahun anggaran berjalan.

(2) Penyaluran DBH sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 dilaksanakan secara triwulanan.

Pasal 30

Penyaluran DBH Sumber Daya Alam dilaksanakan dengan cara pemindahbukuan dari Rekening Kas Umum Negara ke Rekening Kas Umum Daerah.

Page 496:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

492

Pasal 31

(1) Penyaluran DBH Pertambangan Minyak Bumi dan Pertambangan Gas Bumi ke daerah dilakukan dengan menggunakan asumsi dasar harga minyak bumi tidak melebihi 130% (seratus tiga puluh persen) dari penetapan dalam APBN tahun berjalan.

(2) Dalam hal asumsi dasar harga minyak bumi yang ditetapkan dalam APBN Perubahan melebihi 130% (seratus tiga puluh persen), selisih penerimaan negara dari minyak bumi dan gas bumi sebagai dampak dari kelebihan dimaksud dialokasikan dengan menggunakan formula DAU.

(3) Ketentuan mengenai tata cara penghitungan selisih penerimaan negara dari minyak bumi dan gas bumi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri Keuangan.

Bagian KeempatPemantauan dan Evaluasi

Pasal 32

Menteri Keuangan melakukan pemantauan dan evaluasi atas penggunaan anggaran pendidikan dasar yang berasal dari DBH Minyak Bumi dan Gas Bumi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31.

Pasal 33

(1) Menteri teknis melakukan pemantauan dan evaluasi teknis pelaksanaan kegiatan yang didanai dari DBH DR.

(2) Menteri Keuangan melakukan pemantauan dan evaluasi atas penggunaan anggaran rehabilitasi hutan dan lahan yang berasal dari DBH DR.

Pasal 34

(1) Apabila hasil pemantauan dan evaluasi mengindikasikan adanya penyimpangan pelaksanaan Pasal 16 ayat (5) dan Pasal 25, Menteri Keuangan meminta aparat pengawasan fungsional untuk melakukan pemeriksaan.

(2) Hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam pengalokasian DBH sebagaimana dimaksud dalam dalam Pasal 21 ayat (3), Pasal 22 ayat (3), Pasal 23 ayat (3), dan Pasal 24 ayat (3) untuk tahun anggaran berikutnya.

Page 497:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

493

Pasal 35

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penghitungan, tata cara penyesuaian rencana alokasi dengan realisasi DBH Sumber Daya Alam, tata cara penyaluran, pedoman umum, petunjuk teknis pelaksanaan DBH, pemantauan dan evaluasi, dan tata cara pemotongan atas sanksi administrasi DBH diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.

Pasal 36

DPOD memberikan pertimbangan atas rancangan kebijakan DBH kepada Presiden sebelum penyampaian Nota Keuangan dan RAPBN tahun anggaran berikutnya.

BAB IIIDANA ALOKASI UMUM

Bagian PertamaUmum

Pasal 37

(1) DAU dialokasikan untuk:

a. provinsi; dan

b. kabupaten/kota.

(2) Jumlah keseluruhan DAU ditetapkan sekurang-kurangnya 26% (dua puluh enam persen) dari Pendapatan Dalam Negeri Neto.

(3) Proporsi DAU antara provinsi dan kabupaten/kota dihitung dari perbandingan antara bobot urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan provinsi dan kabupaten/kota.

(4) Dalam hal penentuan proporsi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) belum dapat dihitung secara kuantitatif, proporsi DAU antara provinsi dan kabupaten/kota ditetapkan dengan imbangan 10% (sepuluh persen) dan 90% (sembilan puluh persen).

(5) Jumlah keseluruhan DAU sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dalam APBN.

Page 498:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

494

Bagian KeduaMekanisme Pengalokasian

Paragraf PertamaPenghitungan

Pasal 38

DPOD memberikan pertimbangan atas rancangan kebijakan formula dan perhitungan DAU kepada Presiden sebelum penyampaian Nota Keuangan dan RAPBN tahun anggaran berikutnya.

Pasal 39

(1) Menteri Keuangan melakukan perumusan formula dan penghitungan alokasi DAU dengan memperhatikan pertimbangan DPOD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38.

(2) Menteri Keuangan menyampaikan formula dan perhitungan DAU sebagai bahan penyusunan RAPBN.

Pasal 40

(1) DAU untuk suatu daerah dialokasikan berdasarkan formula yang terdiri atas celah fiskal dan alokasi dasar.

(2) Celah fiskal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan selisih antara kebutuhan fiskal dan kapasitas fiskal.

(3) Kebutuhan fiskal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diukur dengan menggunakan variabel jumlah penduduk, luas wilayah, Indeks Kemahalan Konstruksi, Produk Domestik Regional Bruto per kapita, dan Indeks Pembangunan Manusia.

(4) Kapasitas fiskal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diukur berdasarkan Pendapatan Asli Daerah dan DBH.

(5) Alokasi dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung berdasarkan jumlah gaji Pegawai Negeri Sipil Daerah.

Pasal 41

(1) Data yang digunakan dalam penghitungan DAU diperoleh dari lembaga statistik Pemerintah dan/atau lembaga Pemerintah yang berwenang menerbitkan data yang dapat dipertanggungjawabkan.

(2) Dalam hal data sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak tersedia, data yang digunakan adalah data dasar penghitungan DAU tahun sebelumnya.

Page 499:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

495

Pasal 42

(1) DAU atas dasar celah fiskal untuk suatu provinsi dihitung berdasarkan perkalian bobot provinsi yang bersangkutan dengan jumlah DAU seluruh provinsi.

(2) Bobot provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan perbandingan antara celah fiskal provinsi yang bersangkutan dan total celah fiskal seluruh provinsi.

Pasal 43

(1) DAU atas dasar celah fiskal untuk suatu kabupaten/kota dihitung berdasarkan perkalian bobot kabupaten/kota yang bersangkutan dengan jumlah DAU seluruh kabupaten/kota.

(2) Bobot kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan perbandingan antara celah fiskal kabupaten/kota yang bersangkutan dan total celah fiskal seluruh kabupaten/kota.

Pasal 44

(1) Kebutuhan fiskal daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (2) dihitung berdasarkan perkalian antara total belanja daerah rata-rata dengan penjumlahan dari perkalian masing-masing bobot variabel dengan indeks jumlah penduduk, indeks luas wilayah, Indeks Kemahalan Konstruksi, Indeks Pembangunan Manusia, dan indeks Produk Domestik Regional Bruto per kapita.

(2) Kapasitas fiskal daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (2) merupakan penjumlahan dari Pendapatan Asli Daerah dan DBH.

Pasal 45

(1) Daerah yang memiliki nilai celah fiskal lebih besar dari 0 (nol), menerima DAU sebesar alokasi dasar ditambah celah fiskal.

(2) Daerah yang memiliki nilai celah fiskal sama dengan 0 (nol), menerima DAU sebesar alokasi dasar.

(3) Daerah yang memiliki nilai celah fiskal negatif dan nilai negatif tersebut lebih kecil dari alokasi dasar, menerima DAU sebesar alokasi dasar setelah diperhitungkan nilai celah fiskal.

(4) Daerah yang memiliki nilai celah fiskal negatif dan nilai negatif tersebut sama atau lebih besar dari alokasi dasar, tidak menerima DAU.

Page 500:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

496

Pasal 46

(1) DAU untuk suatu daerah otonom baru dialokasikan setelah undang- undang pembentukan disahkan.

(2) Penghitungan DAU untuk daerah otonom baru dilakukan setelah tersedia data sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40.

(3) Dalam hal data sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak tersedia, penghitungan DAU dilakukan dengan membagi secara proporsional dengan daerah induk.

(4) Penghitungan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) menggunakan data jumlah penduduk, luas wilayah, dan belanja pegawai.

Pasal 47

(1) Kelebihan penerimaan negara dari minyak bumi dan gas bumi yang ditetapkan dalam APBN Perubahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (2) dialokasikan sebagai DAU tambahan.

(2) DAU tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dialokasikan kepada daerah berdasarkan formula DAU atas dasar celah fiskal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (2).

Paragraf KeduaPenetapan Alokasi

Pasal 48

(1) Alokasi DAU per daerah ditetapkan dengan Peraturan Presiden.

(2) Alokasi DAU tambahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 ditetapkan dengan Peraturan Menteri Keuangan.

Paragraf KetigaPenyaluran

Pasal 49

(1) DAU disalurkan dengan cara pemindahbukuan dari Rekening Kas Umum Negara ke Rekening Kas Umum Daerah.

(2) Penyaluran DAU sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 dilaksanakan setiap bulan masing-masing sebesar 1/12 (satu per duabelas) dari alokasi DAU daerah yang bersangkutan.

Page 501:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

497

(3) Tata cara penyaluran DAU sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40, Pasal 46 ayat (2), dan Pasal 47 ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri Keuangan.

BAB IVDANA ALOKASI KHUSUS

Bagian PertamaUmum

Pasal 50

(1) Besaran DAK ditetapkan setiap tahun dalam APBN.

(2) DAK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dialokasikan dalam APBN sesuai dengan program yang menjadi prioritas nasional.

Pasal 51

(1) DAK dialokasikan kepada daerah tertentu untuk mendanai kegiatan khusus yang merupakan bagian dari program yang menjadi prioritas nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (2) yang menjadi urusan daerah.

(2) Daerah Tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah daerah yang dapat memperoleh alokasi DAK berdasarkan kriteria umum, kriteria khusus, dan kriteria teknis.

Bagian KeduaMekanisme Pengalokasian DAK

Paragraf PertamaPenetapan Program dan Kegiatan

Pasal 52

(1) Program yang menjadi prioritas nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (2) dan Pasal 51 ayat (1) dimuat dalam Rencana Kerja Pemerintah tahun anggaran bersangkutan.

(2) Menteri teknis mengusulkan kegiatan khusus yang akan didanai dari DAK dan ditetapkan setelah berkoordinasi dengan Menteri Dalam Negeri, Menteri Keuangan, dan Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional, sesuai dengan Rencana Kerja Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

Page 502:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

498

(3) Menteri teknis menyampaikan ketetapan tentang kegiatan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kepada Menteri Keuangan.

Paragraf KeduaPenghitungan DAK

Pasal 53

Setelah menerima usulan kegiatan khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (3) Menteri Keuangan melakukan penghitungan alokasi DAK.

Pasal 54

(1) Penghitungan alokasi DAK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 dilakukan melalui 2 (dua) tahapan, yaitu:

a Penentuan daerah tertentu yang menerima DAK; dan

b Penentuan besaran alokasi DAK masing-masing daerah.

(2) Penentuan Daerah Tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a harus memenuhi kriteria umum, kriteria khusus, dan kriteria teknis.

(3) Besaran alokasi DAK masing-masing daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b ditentukan dengan perhitungan indeks berdasarkan kriteria umum, kriteria khusus, dan kriteria teknis.

Pasal 55

(1) Kriteria umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 dirumuskan berdasarkan kemampuan keuangan daerah yang dicerminkan dari penerimaan umum APBD setelah dikurangi belanja Pegawai Negeri Sipil Daerah.

(2) Kemampuan keuangan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung melalui indeks fiskal netto.

(3) Daerah yang memenuhi krietria umum merupakan daerah dengan indeks fiskal netto tertentu yang ditetapkan setiap tahun.

Pasal 56

(1) Kriteria khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 dirumuskan ber-dasarkan:

a. Peraturan perundang-undangan yang mengatur penyelenggaraan otonomi khusus; dan

b. Karakteristik daerah.

Page 503:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

499

(2) Kriteria khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dirumuskan melalui indeks kewilayahan oleh Menteri Keuangan dengan mempertimbangkan masukan dari Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional dan menteri/pimpinan lembaga terkait.

Pasal 57

(1) Kriteria teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 disusun berdasarkan indikator-indikator kegiatan khusus yang akan didanai dari DAK.

(2) Kriteria teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dirumuskan melalui indeks teknis oleh menteri teknis terkait.

(3) Menteri teknis menyampaikan kriteria teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Menteri Keuangan.

Paragraf KetigaPenetapan Alokasi dan Penggunaan DAK

Pasal 58

Alokasi DAK per daerah ditetapkan dengan Peraturan Menteri Keuangan.

Pasal 59

(1) Berdasarkan penetapan alokasi DAK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58, menteri teknis menyusun Petunjuk Teknis Penggunaan DAK.

(2) Petunjuk Teknis Penggunaan DAK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikoordinasikan oleh Menteri Dalam Negeri.

Bagian KetigaPenganggaran di Daerah

Pasal 60

(1) Daerah penerima DAK wajib mencantumkan alokasi dan penggunaan DAK di dalam APBD.

(2) Penggunaan DAK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan Petunjuk Teknis Penggunaan DAK.

(3) DAK tidak dapat digunakan untuk mendanai administrasi kegiatan, penyiapan kegiatan fisik, penelitian, pelatihan, dan perjalanan dinas.

Page 504:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

500

Pasal 61

(1) Daerah penerima DAK wajib menganggarkan Dana Pendamping dalam APBD sekurang-kurangnya 10% (sepuluh persen) dari besaran alokasi DAK yang diterimanya.

(2) Dana Pendamping sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan untuk mendanai kegiatan yang bersifat kegiatan fisik.

(3) Daerah dengan kemampuan keuangan tertentu tidak diwajibkan menganggarkan Dana Pendamping.

Bagian KeempatPenyaluran DAK

Pasal 62

DAK disalurkan dengan cara pemindahbukuan dari Rekening Kas Umum Negara ke Rekening Kas Umum Daerah.

Bagian KelimaPelaporan

Pasal 63

(1) Kepala daerah menyampaikan laporan triwulan yang memuat laporan pelaksanaan kegiatan dan penggunaan DAK kepada :

a. Menteri Keuangan;

b. Menteri teknis; dan

c. Menteri Dalam Negeri.

(2) Penyampaian laporan triwulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari setelah triwulan yang bersangkutan berakhir.

(3) Penyaluran DAK dapat ditunda apabila Daerah tidak menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2);

(4) Menteri teknis menyampaikan laporan pelaksanaan kegiatan DAK setiap akhir tahun anggaran kepada Menteri Keuangan, Menteri Perencanaan dan Pembangunan Nasional, dan Menteri Dalam Negeri.

Page 505:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

501

Bagian KeenamPemantauan dan Evaluasi

Pasal 64

(1) Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional bersama-sama dengan Menteri Teknis melakukan pemantauan dan evaluasi terhadap pemanfaatan dan teknis pelaksanaan kegiatan yang didanai dari DAK.

(2) Menteri Keuangan melakukan pemantauan dan evaluasi pengelolaan keuangan DAK.

Pasal 65

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penetapan program dan kegiatan, penyaluran, dan pelaporan diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.

BAB VPENGAWASAN

Pasal 66

Pengawasan atas pelaksanaan Dana Perimbangan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

BAB VIKETENTUAN PERALIHAN

Pasal 67

(1) Pelaksanaan tambahan Dana Bagi Hasil dari pertambangan minyak bumi dan gas bumi sebesar 0,5% (setengah persen) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 dan Pasal 24 dilaksanakan mulai Tahun Anggaran 2009.

(2) Pelaksanaan Dana Bagi Hasil dari pertambangan minyak dan gas bumi yang melebihi 130% (seratus tiga puluh persen) dari asumsi dasar harga minyak dan gas bumi dalam APBN tahun berjalan dilaksanakan mulai tahun anggaran 2009.

(3) Sejak berlakunya Peraturan Pemerintah ini sampai dengan Tahun Anggaran 2008 penerimaan pertambangan minyak bumi yang dihasilkan dari wilayah daerah yang bersangkutan setelah dikurangi komponen pajak dan pungutan lainnya, dibagi dengan imbangan:

a. 85% (delapan puluh lima persen) untuk Pemerintah; dan

Page 506:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

502

b. 15% (lima belas persen) untuk daerah.

(4) Sejak berlakunya Peraturan Pemerintah ini sampai dengan Tahun Anggaran 2008 penerimaan pertambangan gas bumi yang dihasilkan dari wilayah daerah yang bersangkutan setelah dikurangi komponen pajak dan pungutan lainnya, dibagi dengan imbangan:

a. 70% (tujuh puluh persen) untuk Pemerintah; dan

b. 30% (tiga puluh persen) untuk daerah.

Pasal 68

DBH Pertambangan Panas Bumi yang bersumber dari penerimaan kontrak pengusahaan panas bumi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1) huruf b yang ditandatangani sesudah berlakunya Undang- Undang Nomor 27 tahun 2003 tentang Panas Bumi, berasal dari Iuran Tetap dan Iuran Produksi.

Pasal 69

(1) Sejak berlakunya peraturan pemerintah ini sampai dengan Tahun Anggaran 2007 jumlah keseluruhan DAU ditetapkan sekurang-kurangnya 25,5% (dua puluh lima setengah persen) dari Pendapatan Dalam Negeri Neto yang ditetapkan dalam APBN.

(2) Ketentuan mengenai alokasi DAU sebagaimana diatur dalam peraturan pemerintah ini dilaksanakan sepenuhnya mulai Tahun Anggaran 2008

Pasal 70

Sebelum ditetapkannya Rekening Kas Umum Negara dan Rekening Kas Umum Daerah, penyaluran Dana Perimbangan dilakukan melalui Rekening Bendaharawan Umum Negara/Kas Negara ke Rekening Kas Daerah.

BAB VIIKETENTUAN PENUTUP

Pasal 71

Dengan berlakunya Peraturan Pemerintah ini, maka:

1. Ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2000 tentang Pembagian Hasil Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah, selama tidak diatur dalam peraturan pemerintah ini dinyatakan tetap berlaku.

Page 507:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

503

2. Peraturan Pemerintah Nomor 104 Tahun 2000 tentang Dana Perimbangan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 84 Tahun 2001 dinyatakan tidak berlaku.

3. Peraturan Pemerintah Nomor 115 Tahun 2000 tentang Pembagian Hasil Penerimaan Pajak Penghasilan OPDN dan PPh Pasal 21 antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dinyatakan tidak berlaku.

4. Ketentuan yang terkait dengan Dana Perimbangan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan Undang- Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Provinsi Papua dinyatakan tetap berlaku selama tidak diatur lain.

Pasal 72

Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 9 Desember 2005 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO Diundangkan di Jakartapada tanggal 9 Desember 2005 MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA AD INTERM,

ttd.

YUSRIL IHZA MAHENDRA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2005 NOMOR 137

Page 508:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004
Page 509:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

505

PENJELASAN ATAS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2005

TENTANG

DANA PERIMBANGAN

UMUM

Dalam rangka menciptakan suatu sistem perimbangan keuangan yang proporsional, demokratis, adil, dan transparan berdasarkan atas pembagian kewenangan pemerintahan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah, maka telah diundangkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah yang merupakan penyempurnaan dari Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Penyempurnaan dari Undang-Undang tersebut antara lain penegasan prinsip-prinsip dasar perimbangan keuangan Pemerintah dan Pemerintahan Daerah sesuai asas Desentralisasi, Dekonsentrasi, dan Tugas Pembantuan, penambahan jenis Dana Bagi Hasil dari sektor Pertambangan Panas Bumi, Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25/29 Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri dan PPh Pasal 21, pengelompokan Dana Reboisasi yang semula termasuk dalam komponen Dana Alokasi Khusus menjadi Dana Bagi Hasil, penyempurnaan prinsip pengalokasian Dana Alokasi Umum, dan penyempurnaan prinsip pengalokasian Dana Alokasi Khusus.

Dana Perimbangan bertujuan untuk menciptakan keseimbangan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah dan antara Pemerintahan Daerah. Dana Perimbangan yang terdiri dari Dana Bagi Hasil dari penerimaan pajak dan SDA, Dana Alokasi Umum, dan Dana Alokasi Khusus merupakan sumber pendanaan bagi daerah dalam pelaksanaan desentralisasi, yang alokasinya tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lain mengingat tujuan masing-masing jenis penerimaan tersebut saling mengisi dan melengkapi.

Page 510:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

506

Dana Bagi Hasil adalah dana yang bersumber dari APBN yang dibagihasilkan kepada Daerah berdasarkan angka persentase tertentu dengan memperhatikan potensi daerah penghasil.

Dana Alokasi Umum bertujuan untuk pemerataan kemampuan keuangan antardaerah melalui penerapan formula yang mempertimbangkan kebutuhan belanja pegawai, kebutuhan fiskal, dan potensi daerah.

Kebutuhan daerah dicerminkan dari luas daerah, keadaan geografis, jumlah penduduk, tingkat kesehatan dan kesejahteraan masyarakat di daerah, dan tingkat pendapatan masyarakat di daerah. Sedangkan kapasitas fiskal dicerminkan dari Pendapatan Asli Daerah, Dana Bagi Hasil Pajak, dan Sumber Daya Alam.

Dana Alokasi Khusus dimaksudkan untuk mendanai kegiatan khusus yang menjadi urusan daerah dan merupakan prioritas nasional, sesuai dengan fungsi yang merupakan perwujudan tugas kepemerintahan di bidang tertentu, khususnya dalam upaya pemenuhan kebutuhan sarana dan prasarana pelayanan dasar masyarakat.

Melalui penyempurnaan prinsip-prinsip, mekanisme, dan penambahan persentase beberapa komponen dana perimbangan diharapkan daerah dapat meningkatkan fungsi pemerintahan daerah sebagai ujung tombak dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat.

PASAL DEMI PASAL.

Pasal 1

Cukup jelas.

Pasal 2

Cukup jelas.

Pasal 3

Cukup jelas.

Pasal 4

Cukup jelas.

Pasal 5

Cukup jelas.

Page 511:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

507

Pasal 6

Cukup jelas.

Pasal 7

Cukup jelas.

Pasal 8

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

DBH dimaksud bersumber dari penerimaan PPh WPOPDN dan PPh Pasal 21 berdasarkan daerah tempat Wajib Pajak terdaftar.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Pasal 9

Cukup jelas.

Pasal 10

Cukup jelas.

Pasal 11

Ayat (1)

Huruf a

Alokasi sementara sebagai dasar penyaluran triwulan pertama, triwulan kedua, dan triwulan ketiga tahun anggaran berjalan.

Huruf b

Alokasi definitif yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan merupakan koreksi atas ketetapan alokasi sementara, sebagai dasar untuk penyaluran triwulan keempat tahun anggaran berjalan.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Pasal 12

Cukup jelas.

Page 512:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

508

Pasal 13

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Penyaluran DBH PBB dan BPHTB dilaksanakan secara mingguan yaitu setiap hari rabu dan jumat.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (4)

Cukup jelas.

Pasal 14

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Kelebihan penyaluran dapat terjadi dalam hal jumlah alokasi sementara yang menjadi dasar penyaluran dari triwulan I (pertama) sampai dengan triwulan III (ketiga) lebih besar dari alokasi definitif. Kelebihan penyaluran dimaksud harus diperhitungkan dalam penyaluran tahun anggaran berikutnya.

Pasal 15

Cukup jelas.

Pasal 16

Cukup jelas.

Pasal 17

Cukup jelas.

Pasal 18

Cukup jelas.

Pasal 19

Yang dimaksud dengan berasal dari Wilayah provinsi adalah penerimaan pertambangan umum yang bersumber dari wilayah 4-12 mil laut berdasarkan kewenangan pengelolaan sumber daya di wilayah laut.

Page 513:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

509

Pasal 20

Cukup jelas.

Pasal 21

Cukup jelas.

Pasal 22

Yang dimaksud dengan pungutan lain adalah pungutan yang sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.

Pasal 23

Cukup jelas.

Pasal 24

Cukup jelas.

Pasal 25

Cukup jelas.

Pasal 26

Ayat (1)

Huruf a

Setoran Bagian Pemerintah adalah penerimaan negara dari pengusaha panas bumi atas dasar kontrak pengusahaan panas bumi yang ditandatangani sebelum Undang-undang Nomor 27 Tahun 2003 tentang Panas Bumi ditetapkan, setelah dikurangi dengan kewajiban perpajakan dan pungutan-pungutan lainnya sesuai dengan peraturan perundangan- undangan.

Huruf b

Iuran Tetap adalah iuran yang dibayarkan kepada negara sebagai imbalan atas kesempatan eksplorasi, studi kelayakan, dan eksploitasi pada suatu wilayah kerja.

Iuran Produksi adalah iuran yang dibayarkan kepada negara atas hasil yang diperoleh dari usaha pertambangan panas bumi.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Page 514:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

510

Pasal 27

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (4)

Cukup jelas.

Ayat (5)

Cukup jelas.

Ayat (6)

Yang dimaksud dengan unsur-unsur pengurang lainnya antara lain Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Bumi dan Bangunan Sektor Minyak Bumi dan Gas Bumi, dan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.

Pasal 28

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Yang dimaksud dengan lifting yaitu jumlah produksi minyak bumi dan/atau gas bumi yang dijual.

Pasal 29

Cukup jelas.

Pasal 30

Cukup jelas.

Pasal 31

Cukup jelas.

Pasal 32

Cukup jelas.

Pasal 33

Cukup jelas.

Page 515:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

511

Pasal 34

Pemantauan atas tambahan DBH Minyak Bumi dan Gas Bumi untuk anggaran pendidikan dasar ini menyangkut apakah penggunaannya sesuai dengan peruntukannya. Apabila tidak sesuai penggunannya akan dikenakan sanksi administrasi berupa pemotongan penyaluran DBH Minyak Bumi dan Gas Bumi.

Pasal 35

Cukup jelas.

Pasal 36

Cukup jelas.

Pasal 37

Ayat (1)

Daerah kabupaten/kota yang ada di wilayah Provinsi DKI Jakarta tidak menerima DAU karena otonomi Provinsi DKI Jakarta diletakkan pada lingkup provinsi sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku.

Ayat (2)

DAU sebagaimana dimaksud dalam ayat ini merupakan jumlah DAU untuk seluruh provinsi dan kabupaten/kota.

Yang dimaksud dengan Pendapatan Dalam Negeri Neto adalah pendapatan dalam negeri setelah dikurangi dengan penerimaan negara yang dibagihasilkan kepada daerah.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (4

Cukup jelas.

Ayat (5)

Jumlah keseluruhan DAU dalam APBN setiap tahunnya bersifat final.

Pasal 38

Cukup jelas.

Pasal 39

Cukup jelas.

Page 516:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

512

Pasal 40

Ayat (1)

Alokasi DAU untuk daerah dihitung dengan menggunakan formula:

DAU = CF + AD dimana,

DAU = Dana Alokasi Umum

CF = Celah Fiskal

AD = Alokasi Dasar

Ayat (2)

CF = Kebutuhan Fiskal – Kapasitas Fiskal

Ayat (3)

Luas wilayah sebagaimana dimaksud dalam ayat ini adalah luas wilayah daratan.

Ayat (4)

Cukup jelas.

Ayat (5)

Gaji Pegawai Negeri Sipil Daerah meliputi gaji pokok, tunjangan keluarga, dan tunjangan jabatan sesuai dengan peraturan penggajian Pegawai Negeri Sipil termasuk di dalamnya tunjangan beras dan tunjangan Pajak Penghasilan (PPh Pasal 21).

Pasal 41

Cukup jelas.

Pasal 42

Ayat (1)

DAU Provinsii = Bobot Provinsii X DAU Provinsi

Ayat (2)

Bobot Provinsii = CF Provinsii Σ CF Provinsi

dimana,

CF Provinsii = celah fiskal suatu daerah provinsi

∑CF Provinsi = total celah fiskal seluruh provinsi

Page 517:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

513

Pasal 43

Ayat (1)

DAU Kab/Kotai = Bobot Kab/Kotai X DAU Kab/Kota

Ayat (2)

Bobot Kab/Kotai =

CF Kab/Kotai

Σ CF Kab/Kota

dimana,

CF Kab/Kotai = celah fiskal suatu daerah Kab/Kota

∑CF Kab/Kota = total celah fiskal seluruh Kab/Kota

Pasal 44

Ayat (1)

Kebutuhan fiskal dihitung dengan menggunakan rumus:

α1 indeks jumlah penduduk + α2 indeks luas wilayah + Total Belanja Daerah Rata-rata X α3 indeks kemahalan konstruksi + α4 indeks pembangunan manusia + α5 indeks PDRB per kapita

α1, α2, α3, α4, . . . α1, α2, α3, α4, dan α5 merupakan bobot masing-masing indeks yang

ditentukan berdasarkan hasil uji statistik.

Kedua parameter dimaksud dipergunakan sebagai indikator untuk mengukur tingkat kesenjangan kemampuan keuangan antar daerah dalam rangka pendanaan pelaksanaan Desentralisasi. Semakin kecil nilai indeks, semakin baik tingkat pemerataan kemampuan keuangan antardaerah.

Total Belanja Belanja Pegawai + Belanja Barang+ Belanja Modal Daerah Rata-Rata

= Jumlah provinsi atau kabupaten/kota

Dalam penghitungan Total Belanja Daerah Rata-rata tidak dimasukkan data belanja daerah yang jauh di atas dan/atau di bawah rata-rata (outlier), agar lebih mencerminkan tingkat kewajaran total belanja rata-rata daerah.

Page 518:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

514

Indeks jumlah penduduk dihitung dengan rumus:

Indeks jumlah Jml penduduk daerahi

penduduk daerahi = Rata-rata jml penduduk secara Nasional

Indeks luas wilayah dihitung dengan rumus:

Indeks luas wilayah Luas wilayah daerahi

daerahi = Rata-rata luas wilayah secara Nasional

Indeks kemahalan konstruksi dihitung dengan rumus:

Indeks kemahalan Indeks kemahalan konstruksi daerahi

kons. daerahi = Rata-rata kemahalan kons. secara Nasional

Indeks pembangunan manusia dihitung dengan rumus:

Indeks pemb. Indeks IPM daerahi

manusia daerahi = Rata-rata IPM secara Nasional

Indeks PDRB per kapita dihitung dengan rumus:

Indeks PDRB PDRB per kapita daerahi

per kapita daerahi = Rata-rata PDRB per kapita Nasional

Ayat (2)

Cara penghitungan kapasitas fiskal:

Kapasitas Fiskal = Pendapatan Asli daerah + Dana Bagi Hasil

Pasal 45

Page 519:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

515

Ayat (1)

Kebutuhan Fiskal = Rp150 miliar

Kapasitas Fiskal = Rp100 miliar

Alokasi Dasar = Rp50 miliar

Celah Fiskal = Kebutuhan Fiskal — Kapasitas Fiskal

= Rp150 miliar — Rp100 miliar = 50 miliar

DAU = Alokasi Dasar + Celah Fiskal

Total DAU = Rp5 0miliar + Rp50 miliar

= Rp100 miliar

Ayat (2)

Contoh perhitungan: Kebutuhan Fiskal sama dengan Kapasitas Fiskal

Kebutuhan Fiskal = Rp100 miliar

Kapasitas Fiskal = Rp100 miliar

Alokasi Dasar = Rp50 miliar

Celah Fiskal = Kebutuhan Fiskal — Kapasitas Fiskal

= Rp100 miliar — Rp100 miliar = 0

DAU = Alokasi Dasar + Celah Fiskal

Total DAU = Rp50 miliar + Rp0 miliar

= Rp50 miliar

Ayat (3)

Dalam hal celah fiskal negatif maka jumlah DAU yang diterima Daerah adalah sebesar Alokasi Dasar setelah diperhitungkan dengan celah fiskalnya. Contoh perhitungan:

Kebutuhan Fiskal = Rp100miliar

Kapasitas Fiskal = Rp125miliar

Alokasi Dasar = Rp50 miliar

Celah Fiskal = Kebutuhan Fiskal — Kapasitas Fiskal

= Rp100 miliar — Rp125 miliar

= Rp-25 miliar (negatif)

DAU = Alokasi Dasar + Celah Fiskal

Total DAU = Rp50 miliar + (— Rp25 miliar)

= Rp25 miliar

Ayat (4)

Page 520:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

516

Contoh perhitungan: Celah Fiskal (negatif) melebihi Alokasi Dasar

Kebutuhan Fiskal = Rp100 miliar

Kapasitas Fiskal = Rp175 miliar

Alokasi Dasar = Rp50 miliar

Celah Fiskal = Kebutuhan Fiskal — Kapasitas Fiskal

= Rp100 miliar — Rp175miliar

= —Rp75 miliar (negatif)

DAU = Alokasi Dasar + Celah Fiskal

Total DAU = Rp50 miliar + (—Rp75miliar)

= —Rp25 miliar atau disesuaikan menjadi Rp0 (nol)

Apabila dalam proses pengalokasian DAU ada daerah yang CF-nya negatif dan nilai negatif tersebut lebih besar dari AD, dilakukan penyesuaian sehingga daerah tersebut akan menerima DAU sama dengan nol atau tidak mendapatkan DAU. Dengan penyesuaian tersebut, maka total DAU yang dialokasikan secara nasional akan melebihi pagu yang ditetapkan. Untuk menyamakan dengan pagunya, selisih tersebut akan dkurangkan secara proporsional terhadap DAU yang sudah dialokasikan ke daerah.

Pasal 46

Cukup jelas.

Pasal 47

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Pengalokasian DAU tambahan menggunakan formula DAU dan data penghitungan DAU tahun anggaran berjalan.

Pasal 48

Cukup jelas.

Pasal 49

Cukup jelas.

Pasal 50

Cukup Jelas

Page 521:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

517

Pasal 51

Ayat (1)

Kegiatan khusus yang ditetapkan oleh Pemerintah mengutamakan kegiatan pembangunan dan/atau pengadaan dan/atau peningkatan dan/atau perbaikan sarana dan prasarana fisik pelayanan dasar masyarakat dengan umur ekonomis yang panjang, termasuk pengadaan sarana fisik penunjang.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Pasal 52

Ayat (1)

Rencana Kerja Pemerintah merupakan hasil Musyawarah Perencanaan Pembangunan Nasional yang ditetapkan dengan Peraturan Presiden. Penyelenggaraan Musyawarah Perencanaan Pembangunan Nasional tersebut diikuti oleh unsur-unsur penyelenggara pemerintah (Menteri, Gubernur dan Bupati/Walikota).

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Pasal 53

Cukup jelas.

Pasal 54

Cukup jelas.

Pasal 55

Ayat (1)

Kemampuan Penerimaan keuangan daerah

= umum APBD

Belanja PNSD

Penerimaan umum APBD = PAD + DAU + (DBH — DBHDR)

Page 522:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

518

Ayat (2)

Indeks fiskal netto dirumuskan:

FN i = (PUi, t-2 — BP i, t-2)

i = 1, 2, …, N IFNi = Indeks Fiskal Netto daerah i FNi = Fiskal Netto daerah i N = Jumlah Daerah

PUi, t-2 = Penerimaan Umum (PAD+(DBH-DBH DR)+DAU) daerah i, pada waktu t-2

BPi, t-2 = Belanja Pegawai (Gaji PNSD) daerah i, pada waktu t-2

Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (4)

Cukup jelas.

Pasal 56

Ayat (1)

Huruf a

Misalnya UU No. 21 tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Provinsi Papua dan UU No. 18 tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.

Huruf b

Contoh karakteristik daerah antara lain adalah daerah pesisir dan kepulauan, daerah perbatasan darat dengan negara lain, daerah tertinggal/terpencil, daerah yang termasuk rawan banjir dan longsor, serta daerah yang termasuk daerah ketahanan pangan.

Ayat (2)

Indeks kewilayahan dirumuskan:

N = jumlah daerah

IKWi = Indeks Kharakeristik wilayah daerah i

Page 523:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

519

X1 = daerah perbatasan X2 = daerah pesisir dan kepulauan

Kriteria khusus ini ditetapkan setiap tahun oleh pemerintah sesuai dengan kebijakan pembangunan nasional pada tahun anggaran bersangkutan.

Pasal 57

Cukup jelas.

Pasal 58

Peraturan Menteri Keuangan mengenai alokasi DAK per daerah ditetapkan paling lambat 2 (dua) minggu setelah UU APBN ditetapkan.

Pasal 59

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Petunjuk Teknis Penggunaan DAK ditetapkan paling lambat 2 (dua) minggu setelah penetapan alokasi DAK oleh Menteri Keuangan.

Pasal 60

Cukup jelas.

Pasal 61

Ayat (1)

Kewajiban penyediaan Dana Pendamping menunjukkan komitmen daerah terhadap bidang kegiatan yang didanai dari DAK yang merupakan kewenangan daerah.

Ayat (2)

Yang dimaksud kegiatan fisik adalah kegiatan diluar kegiatan administrasi proyek, kegiatan penyiapan proyek fisik, kegiatan penelitian, kegiatan pelatihan, kegiatan perjalanan pegawai daerah, dan kegiatan umum lain yang sejenis.

Ayat (3)

Yang dimaksud daerah dengan kemampuan keuangan tertentu adalah daerah yang selisih antara penerimaan umum APBD dan Belanja Pegawainya sama dengan 0 (nol) atau negatif.

Page 524:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

520

Pasal 62

Cukup jelas.

Pasal 63

Ayat (1)

Format laporan diatur lebih lanjut oleh menteri terkait.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Mekanisme penundaan penyaluran DAK diatur lebih lanjut dalam Peraturan Menteri Keuangan.

Ayat (4)

Cukup jelas.

Pasal 64

Cukup jelas.

Pasal 65

Cukup jelas.

Pasal 66

Cukup jelas.

Pasal 67

Cukup jelas.

Pasal 68

Cukup jelas.

Pasal 69

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Formula DAU digunakan mulai tahun anggaran 2006, tetapi sampai dengan tahun anggaran 2007 alokasi DAU yang diberlakukan untuk masing-masing daerah ditetapkan tidak lebih kecil dari tahun anggaran 2005.

Page 525:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

521

Sampai dengan tahun anggaran 2007 apabila DAU untuk provinsi tertentu lebih kecil dari tahun anggaran 2005, kepada provinsi yang bersangkutan dialokasikan Dana Penyesuaian yang besarnya sesuai dengan kemampuan dan perekonomian negara.

Pasal 70

Cukup jelas.

Pasal 71

Cukup jelas.

Pasal 72

Cukup jelas.

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4575

Page 526:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004
Page 527:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

523

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2005

TENTANG

STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESAPRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan pasal 32 ayat (2) Undang- Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Standar Akuntansi Pemerintahan;

Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286);

3. Undang-Undang Nomor 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355);

4. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437);

5. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438).

Page 528:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

524

MEMUTUSKAN :

Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN.

Pasal 1

Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:

1. Pemerintah adalah pemerintah pusat dan/atau pemerintah daerah.

2. Akuntansi adalah proses pencatatan, pengukuran, pengklasifikasian, peng-ikhtisaran transaksi dan kejadian keuangan, penginterpretasian atas hasilnya, serta penyajian laporan.

3. Kerangka Konseptual Akuntansi Pemerintahan adalah prinsip- prinsip yang mendasari penyusunan dan pengembangan Standar Akuntansi Pemerintahan bagi Komite Standar Akuntansi Pemerintahan dan merupakan rujukan penting bagi Komite Standar Akuntansi Pemerintahan, penyusun laporan keuangan, dan pemeriksa dalam mencari pemecahan atas sesuatu masalah yang belum diatur secara jelas dalam Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan.

4. Standar Akuntansi Pemerintahan, selanjutnya disebut SAP, adalah prinsip-prinsip akuntansi yang diterapkan dalam menyusun dan menyajikan laporan keuangan pemerintah.

5. Sistem Akuntansi Pemerintahan adalah serangkaian prosedur manual maupun yang terkomputerisasi mulai dari pengumpulan data, pencatatan, pengikhtisaran dan pelaporan posisi keuangan dan operasi keuangan pemerintah.

6. Komite Standar Akuntansi Pemerintahan, selanjutnya disebut KSAP, adalah komite sebagaimana dimaksud dalam Undang- Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara yang berfungsi menyusun dan mengembangkan SAP.

7. Interpretasi Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan, selanjutnya disebut IPSAP, adalah klarifikasi, penjelasan dan uraian lebih lanjut atas pernyataan SAP yang diterbitkan oleh KSAP.

8. Buletin Teknis adalah informasi yang diterbitkan oleh KSAP yang memberikan arahan/pedoman secara tepat waktu untuk mengatasi masalah-masalah akuntansi maupun pelaporan keuangan yang timbul.

9. Pengantar Standar Akuntansi Pemerintahan adalah uraian yang memuat latar belakang penyusunan SAP.

Page 529:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

525

Pasal 2

(1) SAP dinyatakan dalam bentuk Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan, yang selanjutnya disebut PSAP.

(2) SAP dilengkapi dengan Pengantar Standar Akuntansi Pemerintahan.

(3) PSAP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun dan dikembangkan oleh KSAP dengan mengacu kepada Kerangka Konseptual Akuntansi Pemerintahan.

(4) Kerangka Konseptual Akuntansi Pemerintahan dikembangkan oleh KSAP.

(5) Pengantar Standar Akuntansi Pemerintahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah sebagaimana ditetapkan dalam lampiran I.

(6) Kerangka Konseptual Akuntansi Pemerintahan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) adalah sebagaimana ditetapkan dalam lampiran II.

Pasal 3

(1) PSAP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dapat dilengkapi dengan IPSAP dan/atau Buletin Teknis.

(2) IPSAP dan Buletin Teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun dan ditetapkan oleh KSAP dan diberitahukan kepada Badan Pemeriksa Keuangan.

(3) IPSAP dan Buletin Teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari SAP.

Pasal 4

PSAP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) terdiri dari:

1. PSAP Nomor 01 tentang Penyajian Laporan Keuangan, adalah sebagaimana ditetapkan dalam lampiran III;

2. PSAP Nomor 02 tentang Laporan Realisasi Anggaran, adalah sebagaimana ditetapkan dalam lampiran IV;

3. PSAP Nomor 03 tentang Laporan Arus Kas, adalah sebagaimana ditetapkan dalam lampiran V;

4. PSAP Nomor 04 tentang Catatan atas Laporan Keuangan, adalah sebagaimana ditetapkan dalam lampiran VI;

5. PSAP Nomor 05 tentang Akuntansi Persediaan, adalah sebagaimana ditetapkan dalam lampiran VII;

6. PSAP Nomor 06 tentang Akuntansi Investasi, adalah sebagaimana ditetapkan dalam lampiran VIII;

Page 530:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

526

7. PSAP Nomor 07 tentang Akuntansi Aset Tetap, adalah sebagaimana ditetapkan dalam lampiran IX;

8. PSAP Nomor 08 tentang Akuntansi Konstruksi Dalam Pengerjaan, adalah sebagaimana ditetapkan dalam lampiran X;

9. PSAP Nomor 09 tentang Akuntansi Kewajiban, adalah sebagaimana ditetapkan dalam lampiran XI;

10. PSAP Nomor 10 tentang Koreksi Kesalahan, Perubahan Kebijakan Akuntansi, dan Peristiwa Luar Biasa, adalah sebagaimana ditetapkan dalam lampiran XII; dan

11. PSAP Nomor 11 tentang Laporan Keuangan Konsolidasian, adalah sebagaimana ditetapkan dalam lampiran XIII.

Pasal 5

Pengantar Standar Akuntansi Pemerintahan dan Kerangka Konseptual Akuntansi Pemerintahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 serta PSAP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 dan tercantum dalam Lampiran Peraturan Pemerintah ini, merupakan satu kesatuan serta bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Pemerintah ini.

Pasal 6

(1) Pemerintah menyusun sistem akuntansi pemerintahan yang mengacu pada SAP.

(2) Sistem akuntansi pemerintahan pada tingkat pemerintah pusat diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.

(3) Sistem akuntansi pemerintahan pada tingkat pemerintah daerah diatur dengan peraturan gubernur/bupati/walikota, mengacu pada Peraturan Daerah tentang pengelolaan keuangan daerah yang berpedoman pada Peraturan Pemerintah.

Pasal 7

Semua peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan penyelenggaraan akuntansi pemerintahan sepanjang belum diganti dan tidak bertentangan dengan Peraturan Pemerintah ini dinyatakan tetap berlaku.

Pasal 8

Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada saat ditetapkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Page 531:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

527

Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 13 Juni 2005 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO Diundangkan di Jakartapada tanggal 13 Juni 2005 MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

HAMID AWALUDIN

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2005 NOMOR 49

Page 532:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004
Page 533:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

529

PENJELASAN ATAS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2005

TENTANG

STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN

UMUM Peraturan Pemerintah ini merupakan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara pasal 32 ayat (2) yang menyatakan bahwa standar akuntansi pemerintahan disusun oleh suatu komite standar yang independen dan ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah setelah terlebih dahulu mendapat pertimbangan dari Badan Pemeriksa Keuangan.

Standar akuntansi pemerintahan dimaksud dibutuhkan dalam rangka penyusunan laporan pertanggungjawaban pelaksanaan APBN/APBD berupa laporan keuangan yang setidak-tidaknya meliputi Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, Laporan Arus Kas, dan Catatan atas Laporan Keuangan.

Peraturan Pemerintah ini juga merupakan pelaksanaan Pasal 184 ayat (1) dan (3) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, yang menyatakan bahwa laporan keuangan pemerintah daerah disusun dan disajikan sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

PASAL DEMI PASAL

Pasal 1

Cukup jelas.

Pasal 2

Cukup jelas.

Page 534:  · iii DAFTAR ISI UU Nomor 33 Tahun 2004 ...................................................................1 Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004

530

Pasal 3

Ayat (1)

IPSAP dimaksudkan untuk menjelaskan lebih lanjut topik tertentu guna menghindari salah tafsir pengguna PSAP.

Buletin Teknis merupakan arahan/pedoman untuk penerapan PSAP maupun IPSAP.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Pasal 4

Cukup jelas

Pasal 5

Cukup jelas.

Pasal 6

Cukup jelas.

Pasal 7

Cukup jelas.

Pasal 8

Cukup jelas

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA TAHUN 2005 NOMOR 4503