eprints.unm.ac.ideprints.unm.ac.id/5504/1/3. bab i-v.docx · web viewperbedaan sifat dan ragam tari...
TRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Negara Indonesia adalah negara kesatuan, dikenal adanya berbagai macam
suku, namun keseniannya itu merupakan kesenian yang utuh yaitu satu bangsa,
bangsa Indonesia. Bhinneka Tunggal Ika yang artinya berbeda tetapi tetap satu
juga merupakan semboyan bangsa Indonesia yang melambangkan
keanekaragaman suku bangsa Indonesia dengan kebudayaan nasional yang dijiwai
oleh Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
Kebudayaan nasional merupakan kebudayaan suatu bangsa sebagai strategi untuk menjamin eksistensi, mendinamisasikan kehidupan bangsa, membentuk dan mengembangkan kepribadian bangsa dan menata kehidupan bangsa (Suhanadji, 1997: 69)
Kebudayaan nasional Indonesia merupakan titik pusat dari kebudayaan
daerah yang beraneka ragam yang tetap dipelihara atau dilestarikan sebagai usaha
menuju kemajuan adat, budaya serta mempertinggi derajat kemanusiaan bangsa
Indonesia. Kebudayaan bangsa ialah kebudayaan yang timbul sebagai usaha budi
rakyat. Indonesia sebagai puncak kebudayaan daerah diseluruh Indonesia
terhitung sebagai kebudayaan bangsa. Usaha kebudayaan harus menuju ke arah
kebudayaan adab, budaya dan persatuan dengan tidak menolak budaya-budaya
baru dari kebudayaan asing yang dapat memperkembangkan bangsa sendiri serta
mempertinggi derajat kemanusiaan bangsa Indonesia.
Salah satu upaya untuk menuju kemajuan dan mempertinggi derajat
kemanusiaan bangsa dilakukan dengan mengangkat nilai luhur budaya daerah.
Salah satu upaya adalah pengembangan kesenian tradisional dan peningkatan
2
apresiasi dan kreatifitas masyarakat dengan usaha-usaha pelestarian nilai-nilai
budaya.
Kebudayaan merupakan hasil budi daya manusia yang selalu tumbuh dan
berkembang seiring sejalan dengan pembangunan nasional. Oleh karena kesenian
merupakan cabang kebudayaan yang memiliki corak beraneka ragam di bumi
nusantara ini, dengan sendirinya menjadi salah satu garapan dalam pembangunan
nasional di bidang kebudayaan. Dengan demikian, sudah tiba saatnya pembinaan
apresiasi seni ditingkatkan dan dipahami oleh seluruh lapisan masyarakat.
Salah satu cabang seni yang telah mengalami perkembangan yang cukup
pesat adalah seni tari. Seni tari adalah salah satu bentuk kesenian yang diciptakan
oleh manusia sebagai ungkapan dan perwujudan kebudayaan. Tari di dunia ini
begitu banyak coraknya, bahkan di Indonesia saja sudah begitu beraneka macam
ragamnya. Perbedaan sifat dan ragam tari dalam berbagai kebudayaan ini biasa
disebabkan oleh beberapa hal. Oleh Edi Sedyawati dalam bukunya, pengetahuan
elementer tari dan beberapa masalah tari dikembangkan bahwa:
Perbedaan sifat dan ragam tari dalam berbagai kebudayaan disebabkan oleh lingkungan alam, perkembangan sejarah, sarana komunikasi dan tempramen manusianya, yang semuanya itu akan membentuk suatu citra kebudayaan yang khas (Edi Sedyawati, 1981: 3).
Kesenian merupakan ekspresi kebudayaan dari suatu masyarakat yang
senantiasa berkembang menurut kemajuan masyarakat dan pendukungnya, dan
senantiasa menunjukkan proses yang tidak akan terhenti sepanjang sejarah umat
manusia menjalani hidup dan kehidupannya di dunia ini.
Sebagai salah satu unsur dari kebudayaan, kesenian tidak semata-mata menyentuh unsur-unsur kesenian saja, melainkan pada beberapa aspek kehidupan manusia. Masalah kesenian tidak terlepas dari masalah seluruh kebiasaan atau kebudayaan manusia di dalam kehidupannya. Oleh karena itu, pada kesenian melekat suatu ciri khas suatu kebudayaan, yakni bahwa kesenian merupakan milik bersama yang memiliki seperangkat nilai,
3
gagasan dan dasar berpijak pada perilaku. Ciri khas berikutnya adalah bahwa kesenian dipelajari dan diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya (Rohidi, 2000: 27).
Kesenian daerah perlu dipelihara dan dikembangkan sebagai bentuk
budaya demi untuk memperkaya budaya bangsa Indonesia. Oleh karena itu,
kesenian dianggap sangat penting bila ditinjau dari sudut pemilik atau pendukung
kesenian serta budayanya. Upaya itu perlu didukung oleh iklim serta sarana dan
prasarana yang memadai. Kesenian dapat berfungsi sebagai media penunjang atau
sarana hiburan bagi masyarakat, dan dipihak lain dapat berfungsi sebagai lambang
identitas suatu bangsa.
Seni tari tradisional Sulawesi Selatan adalah seni tari yang bertolak dari
elemen-elemen dan pola-pola tertentu, sebagai sifat khas yang mendasari berbagai
gaya ataupun ragam penyajiannya. Demikian halnya dengan tari Pakarena
Jangang Lea-Lea sebagai produk budaya masyarakat, tari Pakarena Jangang Lea-
Lea tidak muncul begitu saja, tetapi senantiasa terkait dengan elemen-elemen dan
pola-pola yang ada sebelumnya.
Bertolak dari hal tersebut di atas, maka penulis tertarik mengangkat salah
satu judul dalam bentuk skripsi yaitu: “Tari Pakarena Jangang Lea-Lea Produksi
Sanggar Siradjuddin Kabupaten Gowa”.
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah ini harus dibuat secara operasional sehingga dapat
memberikan arah yang jelas dalam upaya pengumpulan data dan informasi yang
dibutuhkan dalam penelitian ini. Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah:
4
1. Bagaimana latar belakang penciptaan tari Pakarena Jangang Lea-Lea di
Sanggar Siradjuddin Kabupaten Gowa?
2. Bagaimana bentuk penyajian tari Pakarena Jangang Lea-Lea di Sanggar
Siradjuddin Kabupaten Gowa?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka penelitian ini diharapkan
bertujuan untuk memperoleh data dan informasi yang lengkap tentang Pakarena
Jangang Lea-Lea di Sanggar Siradjuddin Kabupaten Gowa. Adapun Tujuan
dalam pelaksanaan penelitian ini dapat disusun sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui latar belakang penciptaan tari Pakarena Jangang Lea-Lea
Produksi di Siradjuddin Kabupaten Gowa.
2. Untuk mengetahui bentuk penyajian tari Jangang Lea-Lea di Sanggar
Siradjuddin Kabupaten Gowa.
D. Manfaat Penelitian
Jika tujuan penelitian ini tercapai, maka penelitian ini diharapkan dapat
bermanfaat sebagai berikut :
1. Menambah perbendaharaan tari bagi penulis tentang tari di Sulawesi Selatan
khususnya tari Pakarena Jangang Lea-Lea di Sanggar Siradjuddin Kabupaten
Gowa.
2. Dapat menambah dan menumbuhkan kesadaran bagi generasi muda.
3. Dapat dijadikan sebagai khasanah tari di Sulawesi Selatan, khusunya di
Kabupaten Gowa.
5
4. Sebagai bahan bagi pengamat seni dalam menambah dan mengembangkan apa
yang telah ada sehingga dapat menghasilkan penemuan-penemuan baru yang
bermanfaat bagi lapisan masyarakat.
5. Sebagai salah satu persyaratan yang harus dipenuhi dalam menyelesaikan
tugas akhir mata kuliah skripsi di Jurusan Pendidikan Sendratasik Fakultas
Seni dan Desain Universitas Negeri Makassar.
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERFIKIR
Pada bagian ini akan diuraikan dua hal yakni: tinjauan pustaka dan
kerangka berfikir
A. Tinjauan Pustaka
1. Pengertian Tari
Seni tari adalah salah satu cabang kesenian dalam bidang seni gerak
dan keteraturan bentuk gerak tubuh yang ritmis di dalam suatu ruang. Gerak
sikap tari bukanlah gerak sikap kehidupan sehari-hari, tetapi adalah gerak
yang telah mengalami distilisasi atau penghalusan gerak.
Tari merupakan karya seni yang cukup dikenal. Dalam kehidupan
sehari-hari tari merupakan suatu karya seni pertunjukan yang harus ditata dan
disusun secara estetis sedemikian rupa, sehingga mampu menyentuh batin
para penontonnya. Tari adalah ekspresi jiwa manusia yang diungkapkan
dengan gerak-gerak ritmis yang indah (Soedarsono, 1984: 5). Sedangkan
menurut M. Jazuli tari adalah sebuah ungkapan, pernyataan dan ekspresi
dalam gerak yang memuat komentar-komentar mengenai realita kehidupan
yang bisa merusak dibenak penikmatnya. (M. Jazuli, 1994: 1)
Charlotte Bara penghayatan sebagai penari bahwa “Tari adalah
sebagian dari arus, seperti air, cepat lambat seakan-akan tidak berubah,
berkembang tak bergerak pada permukaan yang ada aliran di bawahnya, ia
selalu bergerak, bukan bayangan, bukan plastik, bukan karang, juga bukan
lukisan, melainkan ia adalah manusia yang bergerak”. (Wisnu Wardana, 1990:
8).
7
Pangeran Suryadiningrat seorang dari kraton Yogyakarta
mendefinisikan tentang tari dengan memandang hubungan antara tari dan
irama musik pengiring dalam bahasa Jawa beliau menerangkan bahwa:
“Ingkang kawastanan jogged inggih punika ebahing saranduhing badan, katata pikantuk wiramaning genning, jumbuhing pasemon sarta pikajenging jogged”, (yang dinamakan tari adalah gerak keseluruhan tubuh yang ditata dengan laju irama pengiring, sesuai dengan lambing watak dan tema tari) (Wardhana, 1990: 8).
Corrie Hartong, seorang penari kenamaan di Eropa yang juga sebagai
guru tari pada Akademik seni tari di negeri Belanda, yang mengatakan bahwa
“tari adalah keteraturan bentuk dan ritmis di dalam suatu ruang”. Curt Shach
dalam definisinya mengatakan: “Dance rhythmic motion”, artinya: “tari
adalah gerak yang ritmis”. John Martin dalam bukunya mengatakan: “tari
adalah perwujudan suatu alam tekanan emosi dalam bentuk gerak tubuh
(Munasiah Najamuddin, 1983: 12).
Berdasarkan beberapa definisi tersebut di atas, maka dapat
disimpulkan bahwa pada prinsipnya tari adalah gerak indah dan ritmis atau
dengan perkataan lain, tari adalah tekanan emosi dalam tubuh dan ekspresi
jiwa manusia yang diproyeksikan melalui keteraturan gerak tubuh yang ritmis
serta indah yang disesuaikan dengan irama iringan musik di dalam suatu ruang
dan waktu tertentu.
2. Pengertian Tari Kreasi
Tari kreasi merupakan jenis tari yang diciptakan berdasarkan hasil dari
pengembangan gerak tari tradisi yang sudah ada, bentuk koreografinya masih
tetap berpijak pada nila-nilai tari tradisional. Kata “kreasi” itu sendiri artinya
8
hasil daya cipta, hasil daya khayal sebagai buah pikiran atau kecerdasan akal
manusia (Sumatyono Endo Suanda, 2006: 127).
Pengertian tari kreasi adalah “jenis tari yang koreografinya masih
bertolak dari tari tradisional atau pengembangan dari pola-pola yang sudah
ada. Terbentuknya tari kreasi karena dipengaruhi oleh gaya tari dari
daerah/Negara lain maupun hasil kreativitas penciptanya” (Sumandiyo Hadi,
2007: 127).
Kamus Besar Bahasa Indonesia dijelaskan bahwa pengertian kreasi
adalah “hasil daya cipta; hasil daya khayal, hasil buah pikiran atau kecerdasan
akal manusia. (Anton, 1998: 465). Menurut Jazuli tari kreasi adalah tari yang
koreografinya masih bertolak dari tradisional atau pengembangan dari pola-
pola yang sudah ada (Jazuli, 1994: 76)
3. Pengertian Koreografi
Koreografi adalah istilah baru dalam khasanah tari di negeri kita.
Istilah itu berasal dari bahasa Inggris choreography. Asal katanya dari dua
patah kata Yunani, yaitu choreia yang artinya ‘tarian bersama’ atau ‘koor’,
dan graphia yang artinya ‘penulisan’. Jadi secara harfiah, koreografi berarti
penulisan dari sebuah tarian kelompok’. (Sal Murgiyanto, 1983: 3). Karya tari
koreografi dapat dikatakan sebagai suatu wujud representasi dari simbolisasi.
Untuk menghasilkan koreografi yang sesuai dengan isi garapan, proses eksplorasi sangatlah dibutuhkan diawali dengan pencarian motif-motif gerak yang akan diolah dan menjadi bahan dasar pembuatan karya tari sehingga menghasilkan pola-pola gerak yang baru, kemudian gerak yang dikembangkan diolah dengan elemen dasar tari seperti ruang, tenaga dan waktu. Terdapat pengolahan pola lantai gerak-gerak oleh penari ditarikan secara bersama (rampak) terfokus, kontraks nampak berurutan (canon) dimana didalamnya terdapat permainan tempo, tekanan, juga level penari baik itu atas, medium dan bawah. (Widaryanto, 2009: 54).
9
Kamus Besar Bahasa Indonesia dijelaskan bahwa koreografi adalah
“seni mencipta dan mengubah tari. ((Anton, 1998: 461).
4. Pengertian tari Pakarena Jangang Lea-Lea
Pakarena adalah nama sebuah tarian tradisional peninggalan masa
lampau etnis Makassar yang sampai sekarang masih hidup dan berkembang di
daerah Kabupaten Gowa. Tari tradisional Pakarena adalah wakil hasil
kreativitas dan rasa estetis masyarakat etnis Makassar, yang pada dasarnya
tidak dapat dipisahkan dengan kebudayaan Indonesia pada umumnya.
Pakarena Jangang Lea-Lea adalah salah satu nama ragam tari
Pakarena yang artinya ayam yang sedang mengepak di pagi hari. Pakarena
Jangang Lea-Lea ditampilkan sebagai penutup dari pertunjukan Pakarena
yang dilakukan semalam suntuk dan pertanda bahwa pertunjukan secara
keseluruhan akan segera berakhir. Tari ini merupakan sindiran pada orang
yang malas bekerja, hanya bermalas-malasan dan baru akan bangkit bila
mendapat tekanan yang keras. Pakarena Jangang Lea-lea adalah tarian
penutup yang menggambarkan putri-putri kayangan yang menitis pada penari
segera kembali ke Kayangan karena fajar telah menjelang pagi (Halilintar
Latief, 1995: 244). Demikian pengertian Pakarena Jangang Lea-Lea pada
salah satu nama ragam dalam tari Pakarena, berbeda dengan Sanggar
Siradjuddin tari Pakarena Jangang Lea-Lea adalah tarian yang bersumber
dari tari Pakarena yang dikembangkan dan ditata dengan memperhatikan
kebutuhan koreografi dan seni pentas, tidak meninggalkan makna karakter
yang terkandung dalam kepribadian wanita suku Makassar dan daerah Gowa
pada khususnya. Karakter perempuan Makassar yang dimaksud adalah teguh
dalam pendirian, pandai merawat diri, pandai bergaul, santun dalam bertutur
10
kata, setia, menjunjung nilai kebersamaan serta tekun dan ulet dalam bekerja,
kesemuanya itu tergambar jelas dalam gerak tari Pakarena Jangang Lea-Lea.
(Wawancara: Ibu Rukanti, 7 November 2012).
5. Pengertian Dokumenasi
Kamus Besar Bahasa Indonesia menjelaskan bahwa dokumentasi
adalah pengolahan dan penyimpanan informasi dibidang pengetahuan serta
pemberian bukti keterangan-keterangan (seperti gambar, kutipan, guntingan
Koran, dan bahan referensi lain). (Anton Moeliono, 1988: 211).
Adapun menurut Sanapiah Faisal “dokumentasi adalah semua jenis
rekaman, catatan sekunder lainnya seperti surat-surat memo, nota, pidato-
pidato, buku harian, foto-foto, kliping, berita koran, hasil-hasil penelitian,
agenda kegiatan”,( Sanapiah Faisal, 1982: 81).
6. Pengertian Dokumentasi Tari
Dokumentasi Tari adalah salah satu cara untuk mengabadikan sesutau
hal, contohnya dalam hal ini karya tari di mana dokumentasi ini bertujuan
untuk dijadikan salah satu sumber data yang akurat dari masa ke masa.
A. KERANGKA BERFIKIR
Pelaksanaan dalam penelitian ini melibatkan berbagai unsur yang
berkaitan satu dengan yang lain. Unsur-unsur tersebut yakni:
1. Latar belakang penciptaan tari Pakarena Jangang Lea-Lea di Sanggar
Siradjuddin Kabupaten Gowa.
2. Bentuk penyajian tari Pakarena Jangang Lea-Lea di Sanggar Siradjuddin
Kabupaten Gowa.
11
Untuk lebih jelasnya kerangka berfikir dapat dilihat sebagai berikut:
Skema 1 Kerangka Pikir
Latar belakang penciptaan tari Pakarena Jangang Lea-Lea di Sanggar Siradjuddin Kabupaten Gowa.
Bentuk penyajian tari Pakarena Jangang Lea-Lea di Sanggar Siradjuddin Kabupaten Gowa
Tari Pakarena Jangang Lea-Lea produksi Sanggar Siradjuddin Kabupaten Gowa
12
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Berdasarkan pada obyek penelitian, maka dalam penelitian tari Pakarena
Jangang Lea-lea menggunakan metode deskriptif kualitatif. Pada metode
penelitian ini akan diuraikan mengenai: variable penelitian, desain penelitian,
definisi operasional variable, teknik pengumpulan data dan teknik analisis data.
A. Variabel dan Desain Penelitian
1. Variabel Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan untuk memperoleh data yang akurat dan
terpercaya tentang tari Pakarena Jangang Lea-Lea di Sanggar Siradjuddin
Kabupaten Gowa. Dengan demikian variable yang akan diamati dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Latar belakang penciptaan tari Pakarena Jangang Lea-Lea di Sanggar
Siradjuddin Kabupaten Gowa.
2. Bentuk penyajian tari Pakarena Jangang Lea-Lea di Sanggar Siradjuddin
Kabupaten Gowa.
13
2. Desain Penelitian
Skema 2 Desain Penelitian
B. Definisi Operasional Variabel
Untuk memperjelas mengenai variabel yang akan diteliti maka akan
diuraikan tentang maksud dari variabel pada penelitian ini antara lain:
1. Latar belakang penciptaan tari yaitu latar belakang atau sejarah tari Pakarena
Jangang Lea-Lea di Sanggar Siradjuddin Kabupaten Gowa.
2. Bentuk penyajian gerak tari yaitu susunan komponen-komponen tari yang
meliputi penari,gerak tari, pola lantai, iringan tari, rias dan busana tari
Pakarena Jangang Lea-Lea di Sanggar Siradjuddin Kabupaten Gowa.
C. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam pelaksanaan penelitian
ini adalah sebagai berikut :
Pengolahan dan analisi data secara deskriptif
Penelitian Kualitatif
Observasi
Proposal
Pengumpulan Data
14
1. Studi Pustaka
Studi pustaka digunakan untuk memperoleh data atau teori yang
berhubungan dengan masalah yang diteliti, sehingga data yang diperoleh akurat
dan mudah dipahami oleh siapa saja yang ingin membacanya yang berhubungan
dengan tari Pakarena Jangang Lea-Lea.
2. Observasi
Teknik observasi dilakukan dengan mengamati secara langsung untuk
mengetahui dan memperoleh informasi yang berhubungan erat dengan penelitian
tentang tari Pakarena Jangang Lea-Lea di Sanggar Siradjuddin kabupaten Gowa.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dijelaskan bahwa pengertian obeservasi
adalah “pengamatan; peninjauan secara cermat” (Lukman Ali, 2003: 794).
3. Wawancara
Teknik wawancara dilakukan dalam bentuk kegiatan tanya jawab secara
langsung dengan nara sumber untuk memperoleh data yang akurat dan benar.
Wawancara yang dilakukan adalah wawancara yang terstruktur atau terjadwal dan
wawancara bebas.
4. Dokumentasi
Teknik dokumentasi adalah teknik yang digunakan sebagai pengumpul
data yang bersifat dokumenter. Teknik ini juga dilakukan untuk mendukung data-
data yang diperoleh sehingga hasil penelitian mempunyai landasan serta
pendukung yang kuat, seperti pengadaan foto-foto. Kamera yang digunakan
adalah Canon 5 mega pixal.
15
D. Teknik Analisis Data
Penelitian ini adalah penelitian yang menggunakan teknik kualitatif,
Menganalisis data yang diperoleh dalam penelitian, maka digunakan analisis non
statistik, data yang telah diperoleh baik melalui observasi maupun wawancara
dianalisis berdasarkan kriteria dari permasalahan yang ada, kemudian dianalisis
dengan interprestasi yang disajikan secara deskriptif.
Kamus Besar Bahasa Indonesia dijelaskan bahwa pengertian deskriptif
adalah “manggambarkan apa adanya” (Lukman Ali, 2003: 258). Dengan bertolak
dari pemikirin tersebut, maka dari berbagai data yang diperoleh di lapangan akan
ditulis dengan menggambarkan apa adanya.
16
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN.
A. Hasil Penelitian
1. Latar Belakang Berdirinya Sanggar Siradjuddin
Sanggar Siradjuddin adalah sanggar kesenian tradisional yang
didirikan pada tanggal 16 November 1984 di Sungguminasa Kabupaten Gowa
oleh seorang budayawan Sulawesi Selatan bernama H. M. Siradjuddin
Bantang (Alm). Pada awalnya Sanggar Siradjuddin bernama Pusat Latihan
Sanggar Siradjuddin (PLSS) pada tahun 1993 berubah nama menjadi Sanggar
Siradjuddin.
Perjalanan sejarah Sanggar Siradjuddin dikenal dikalangan masyarakat
daerah sekitarnya maupun provinsi lain secara umum, bahkan merambah
hingga kelingkup mancanegara. Kiprahnya dalam mengembangkan dan
melestarikan seni budaya melalui pembinaan, pelatihan dan bermasyarakatkan
seni tradisional diberbagai sekolah, institusi dan beberapa instansi terkait
hingga kepelosok pedalaman telah dilalui dalam kurun waktu kurang lebih 28
tahun.
Sanggar Siradjuddin merupakan salah satu wadah penuangan bakat,
ide dan kreativitas bagi para generasi muda yang ingin mengembangkan
kompetensinya. Berbagai pementasan telah dikelola secara berkelanjutan baik
lokal, nasional, maupun internasional. Hal itulah yang membuat Sanggar
Siradjuddin tetap eksis hingga saat ini. Struktur organisasi yang berbentuk
menempatkan beberapa personil yang berbakat dibidangnya. Begitu pula
dengan para anggota yang ada memiliki daya saing tinggi serta mampu
17
berkompetitif secara profesional dibidangnya masing-masing. Tari Pakarena
Jangang Lea-lea di Sanggar Siradjuddin merupakan salah satu tari yang
pernah dipentaskan pada event festival Eropa tepatnya pada tahun 1993.
2. Latar Belakang Penciptaan Tari Pakarena Jangang Lea-Lea
Siradjuddin Bantang (alm) salah satu seorang maestro yang multi
talenta lahir 16 November 1946 di desa Taeng Kecamatan Palangga
Kabupaten Gowa. Siradjuddin Bantang adalah seorang maestro. Salah satu
kesenian yang hidup dan berkembang dalam kehidupan masyarakat suku
Makassar khususnya Kabupaten Gowa adalah tari Pakarena Jangang Lea-lea
ada di Sanggar Siradjuddin. Tari Pakarena Jangang Lea-lea diciptakan pada
tahun 1989 oleh bapak Siradjuddin Bantang (Alm) karena ketertarikan pada
salah satu nama ragam pada tari Pakarena di mana saat itu tari Pakarena
begitu populer dan Bapak Siradjuddin Bantang mencoba mengkreasikan
dengan tidak meninggalkan pola tradisi yang ada. Dalam Sanggar Siradjuddin
tari Pakarena Jangang Lea-Lea dikembangkan dan ditata dengan
memperhatikan kebutuhan koreografi dan seni pentas, dengan tidak
meninggalkan makna karakter yang terkandung dalam kepribadian
perempuan suku Makassar dan daerah Gowa pada khususnya. Karakter
perempuan Makassar yang dimaksud adalah teguh dalam pendirian, pandai
merawat diri, pandai bergaul, santun dalam bertutur kata, setia, menjunjung
nilai kebersamaan eserta tekun dan ulet dalam bekerja, kesemuanya itu
tergambar jelas dalam gerak tari Pakarena Jangang Lea-Lea.
Tari Pakarena Jangang Lea-lea dipertunjukan pada acara event
nasional maupun Internasional, juga pada acara perkawinan, ulang tahun
daerah/hari jadi maupun sebagai pengisi paket-paket hiburan dan acara-acara
18
resmi lainnya seperti lepas sambut acara penghormatan tamu dari berbagai
daerah atau Negara lain serta masyarakat luas yang membutuhkan. Gerak
tarinya cukup sederhana seperti liukan tubuh yang lembut, gerakan tubuh naik
turun sambil memainkan kipas, seretan kaki, tolehan kepala ke kanan dan kiri,
dan sentuhan-sentuhan jari.
3. Bentuk penyajian tari Pakarena Jangang Lea-lea
Bentuk penyajian yang dimaksud adalah unsur-unsur tari Pakarena
Jangang Lea-lea terdiri dari pelaku (penari), ragam gerak, pola lantai, musik
pengiring, kostum(busana) dan tata rias, properti.
a. Durasi dan Tempat Pelaksanaan
Durasi adalah lamanya sebuah tarian dalam sebuah pertunjukan.
Adapun durasi yang digunakan dalam tari Pakarena Jangang Lea-lea kurang
lebih 8 menit.
Tempat pelaksanaan adalah tempat di mana suatu tarian
ditampilkan/dipertunjukan. Tari Pakarena Jangang Lea-lea dapat
dipentaskan di mana saja baik itu proscenium maupun arena, tempat
pertunjukan disesuaikan dengan pada saat apa dan dimana acara tersebut
diadakan. Adapun tempat pertunjukan tari Pakarena Jangang Lea-lea antara
lain:
1. Pekan Seni Budaya di Benteng Somba Opu pada tahun 1989.
2. Festival European di Eropa pada tahun 1993 .
3. Hari ulang tahun TVRI di Jakarta pada tahun 1995.
4. Makam Sultan Hasanuddin pada tahun 2005.
5. Gedung Kesenian pada tahun 2005.
6. Penjemputan turis-turis di Bantingmurung pada tahun 1990.
19
Gambar: Pertunjukan Festival Eropa(Dokumentasi Sanggar Siradjuddin, 1993)
Tari Pakarena Jangang lea-lea yang dipentaskan pada acara festival d
Eropa pada tahun 1993, sangat di senangi oleh para penonton yang hadir.
Terbukti dengan tepuk tangan mereka yang tiada hentinya hingga penari
menghilang dari panggung dan mengikutinya. Mereka menanyakan
pementasan selanjutnya di mana karena mereka ingin menyaksikan lagi, para
penonton terkesan dengan gerakan penari yang lambat dan irama musiknya.
b. Pelaku
Dalam menarikan suatu karya tari, seorang koreografer harus
memperhatikan penari yang menarikan tarian tersebut. Dalam tari Pakarena
Jangang Lea-lea hanyalah bagi kaum wanita saja. Pada awalnya, penciptaan
tari Pakarena Jangang Lea-lea terdiri dari 6 orang penari perempuan
kemudian berubah menjadi 5 orang penari perempuan karena menurut bapak
Siradjuddin Bantang (Alm) melambangkan 5 rukun islam. Jumlah pemusik
dalam tari Pakarena Jangang lea-lea terdiri dari 6 orang laki-laki. 2 orang
20
penabuh ganrang, pemukul gong, peniup puik-puik, parappasa,dan katto-
katto.
c. Ragam Gerak Tari Pakarena Jangang Lea-Lea
Ketika menyaksikan suatu pertunjukan tari, akan terlihat berbagai
macam dan corak gerak. Kadang kala terlihat untaian atau pola-pola gerak
yang sepertinya dikenal dan tidak jarang pula disaksikan gerak terlihat asing
atau aneh untuk menambah kepekaan pengamatan yang biasa
mengidentifikasi dari sisi jenis geraknya apakah itu gerak keseharian atau
gerak yang telah mengalami stilisasi. Gerak adalah dasar ekspresi. Gerak di
dalam tari adalah bahasa yang dibentuk menjadi pola-pola gerak dari seorang
penari (Sumandiyo Hadi, 2007: 25).
1. Ajappa Pasussu
7x8: Gerakan Ajappa Pasussu dilakukan pada saat memasuki panggung
yaitu kaki kanan melangkah ke depan diikuti kaki kiri dengan tidak
mengangkat kaki (diseret), tangan kanan memegang kipas di depan
dada dalam keadaan tertutup dan tangan kiri kingking lipa.
1x8: Posisi tangan kanan serong ke depan dan tangan kiri kingking lipa.
1x8: Posisi badan kondo sambil berputar 360o kembali ke posisi semula
21
Gambar 1. Ragam Ajappa Pasussu(Dokumentasi Masriana, 2012)
2. Assua
2x8: Tangan kanan memegang kipas di depan dada dengan keadaan
tertutup, tangan kiri di samping kipas dengan posisi ujung jari atas
dengan telapak tangan menghadap ke depan kemudian badan
diayun ke kanan dengan posisi badan kondo lalu di balas ke kiri.
1x8: Tangan kiri akkaleo (sentuhan jari tengah) di samping telinga lalu
perlahan tangan kiri turun kingking lipa dan posisi tangan kanan di
depan dada.
22
. Gambar 2. Ragam Assua(Dokumentasi Masriana, 2012)
3. Pa’rang Kipasa
1x8: Gerakan ketika membuka kipas, posisi badan miring, tangan kanan
perlahan membuka kipas di samping wajah dengan posisi jari-jari
kipas menghadap ke dalam dan tangan kiri kingking lipa.
23
Gambar 3. Ragam Pa’rang Kipasa(Dokumentasi Masriana, 2012)
4. Amme’lu
2x8: Tangan kanan memegang kipas di depan dada telapak tangan
menghadap ke depan dengan jari-jari kipas ke atas, tangan kiri di
samping kipas dengan posisi ujung jari atas kemudian badan
diayun ke kanan dengan posisi kondo lalu dibalas ke kiri.
1x8: Tangan kiri akkaleo di samping telinga kembali turun kingking
lipa. Posisi badan kembali berada semula.
1x8: kaki kanan melangkah serong ke kanan bersamaan tangan kanan
diayun serong ke kanan dengan posisi jari-jari kipas menghadap ke
bawah, tangan kiri kingking lipa lalu berputar 360o kembali ke
posisi semula (gerakan transisi)
24
Gambar 4. Ragam Amme’lu(Dokumentasi Masriana, 2012)
5. Andallekang
1x8: Kaki kanan melangkah ke depan perlahan merendah (jongkok).
2x8: Tangan kanan memegang kipas di depan dada, tangan kiri di
samping kipas posisi ujung jari atas. Kedua tangan diayun ke
samping kiri badan, tangan kiri sentuhan jari tengah kemudian
balas ke kanan, tangan kanan posisi ujung jari atas di depan badan.
1x8: Tangan kanan serong ke belakang tangan kiri tangan kiri di atas
pusat posisi ujung jari bawah.
1x8: Tangan kanan diputar menjadi posisi ujung jari atas (jari-jari kipas
menghadap ke atas) kembali ke depan dada.
25
Gambar 5. Ragam Andallekang (Dokumentasi Masriana, 2012)
6. A’jappa Parinnring
1x8: Perlahan berdiri dengan posisi tangan kanan memegang kipas dan
tangan kiri kingking lipa.
2x8: tangan kanan memegang kipas di samping telinga dengan jari-jari
kipas menghadap ke belakang, tangan kiri kingking lipa dan kaki
kanan melangkah diikuti kaki kiri (gerakan transisi)
2x8: Tangan kanan memegang kipas, tangan kiri memegang selendang.
Kedua tangan diayun ke depan dan ke samping.
1x8: berputar 360o, posisi tangan kanan memegang kipas dengan posisi
tidur dan tangan kiri memegang selendang di samping kipas
dengan posisi ujung jari atas kemudian kaki kanan melangkah
26
serong ke kanan bersamaan tangan kanan diayun serong ke kanan
dengan posisi jari-jari kipas menghadap ke bawah, tangan kiri
kingking lipa.
2x8: Tangan kanan memegang kipas di depan dada telapak tangan
menghadap ke depan dengan jari-jari kipas ke atas, tangan kiri di
samping kipas dengan posisi ujung jari atas dengan telapak tangan
ke depan sambil memegang selendang kemudian badan diayun ke
kanan dengan posisi kondo lalu dibalas ke kiri dan tangan kiri
akkaleo di samping telinga.
1x8: selendang dilepas tangan kiri akkaleo (sentuhan jari tengah) di
samping telinga kembali turun kingking lipa dan posisi badan
kembali semula.
Gambar 6. Ragam A’jappa Parinring(Dokumentasi Masriana, 2012)
27
7. Jangang Lea-lea
4x8: Tangan kanan diayun ke samping kanan badan, kipas menghadap
ke atas, tangan kiri akkaleo (sentuhan jari tengah) di depan dada
kembali ke samping kiri badan kingking lipa dikuti tangan kanan
ke depan dada dengan posisi semula. (Gerakan ini dilakukan 4 arah
mata angin)
Gambar 7. Ragam Jangang Lea-lea(Dokumentasi Masriana, 2012)
8. A’rambangang
2x8: melakukan gerakan transisi, dua kaki melakukan gerakan tippa’na
(jinjit) tangan kiri di samping kiri badan posisi ujung jari atas,
telapak tangan menghadap ke kiri. tangan kanan memegang kipas
di samping badan jari-jari kipas menghadap ke atas.
28
1x8: Tangan kanan memegang kipas di depan dada telapak tangan
menghadap ke depan dengan jari-jari kipas ke atas, tangan kiri di
samping kipas dengan posisi ujung jari atas dengan telapak tangan
ke depan kemudian badan diayun ke kanan dengan posisi kondo
lalu dibalas ke kiri.
1x8: Tangan kiri akkaleo (sentuhan jari tengah) di samping telinga lalu
kembali turun kingking lipa.
1x8: Melakukan gerakan transisi dengan kaki kanan melangkah serong
ke kanan bersamaan tangan kanan diayun serong ke kanan dengan
posisi jari-jari kipas menghadap ke bawah, tangan kiri kingking lipa
lalu berputar 360o kembali ke posisi semula.
1x8: Tangan kanan diayun ke samping kanan dengan posisi jari-jari
kipas menghadap ke atas lalu perlahan di tutup di paha kemudian
di bawah menyentuh bahu , tangan kiri kingking lipa lalu keluar
meninggalkan panggung.
29
Gambar 8. Ragam A’rambangang(Dokumentasi Masriana, 2012)
d. Pola Lantai Tari Pakarena Jangang Lea-lea
Setiap pertunjukan tari, pasti mempunyai pola lantai begitu pula
dengan tari Pakarena Jangang Lea-lea. Pola lantai yang digunakan penari dari
awal hingga akhir berubah-ubah sedangkan posisi pengiring disesuaikan, biasa
berada di samping atau di belakang disesuaikan dengan tempat pertunjukan.
30
Adapun pola lantainya adalah sebagai berikut :
No Pola Lantai Nama Ragam
1. Ajappa Pasussu
2. Assua
3. Pa’rang Kipasa
4. Amme’lu
31
5. Andallekang
6. A’jappa Parinnring
7.
Jangang Lea-lea
8. A’rambangang
Keterangan Gambar:
32
: posisi penari berdiri
: posisi penari duduk
: arah kanan
: arah kiri
e. Musik Pengiring Tari Pakarena Jangang Lea-Lea
Musik adalah cabang seni yang membahas dan menetapkan berbagai
suara dalam pola-pola yang dapat dimengerti dan dipahami oleh manusia
(Pono, 2003: 288). Pada pertunjukan, musik adalah salah satu pendukung
yang hampir tidak dapat dipisahkan dengan tari, sekalipun banyak orang
memandang musik sebagai pengiring tarian namun sesungguhnya musik
mempunyai fungsi yang lebih penting daripada sekedar pelengkap
pertunjukan tari,
Menurut jenisnya musik iringan tari terdiri dari 2 bagian yaitu:
a. Jenis musik internal
Musik yang berasal dari dalam atau tubuh penari sendiri, misalnya tepukan
dada, petikan jari tangan, hentakan kaki dilantai dan sebagainya
(Halilintar, 1993: 7).
b. Jenis musik eksternal
Musik yang berasal dari luar tubuh penari, misalnya gendang, kecapi,,
suling, gong, dan sebagainya (Halilintar, 1993: 10).
Musik iringan tari Pakarena Jangang Lea-lea adalah: tunrung
pakanjara, tumbu appa, tunrung pappadang, tunrung tallu, tumbu
pangallakkang, tunrung pakarena, dan patunrung se’re. Musik pengiring
33
tari Pakarena Jangang Lea-lea adalah musik eksternal yang instrmennya
terdiri atas.
1. Ganrang
Ganrang artinya Gendang. Ganrang alat musik yang sudah umum. Semua
suku bangsa mempunyai alat musik. Ganrang merupakan klasifikasi
membrafon, karena musik tersebut menggunakan kulit sebagai sumber bunyi
atau selaput tipis yang direntangkan. Ganrang terbuat dari kayu nangka dan
kayu cempaka. Permainannya dilakukan secara berpasangan, artinya, kedua
alat instrument gendang dimainkan bersama. Fungsi gendang sebagai pengatur
cepat lambatnya suatu tempo dalam sebuah iringan tari. (Pono Banoe, 1984:
13).
Gambar 9. GanrangDokumentasi Masriana Saparuddin 2012
34
2. Puik-Puik
Puik-puik merupakan alat bunyi yang terbuat dari logam, kayu, dan daun
lontar, berbentuk bulat panjang termasuk alat musik tiup jenis klarine
tradisional Makassar. Badannya terbuat dari kayu yang dilubangi, pada bagian
ujung diberi cerobong untuk menyatukan suara, dan pada ujung lainnya
terdapat pipet yang terbuat dari daun lontara, batang bulu bebek, logam, dan
benang (Halilintar Latief, 1995: 323)
Gambar 10. Puik-PuikDokumentasi Masriana Saparuddin 2012
3. Gong Gentung
Gong Gentung artinya Gong yang digantung. Istilah Gentung atau
gantung digunakan untuk membedakannya dengan Gong Patti artinya Gong
35
yang ditempatkan dalam kotak atau peti. Gong Gentung ini mulanya dianggap
sebagai alat musik yang mengandung nilai sakral (Halilintar Latief, 1995:
321).
Bahan bakunya adalah kuningan yang ditempah. Ukuran besar Gong
Gentung bervariasi, berbentuk bundar dan ditengahnya terdapat tonjolan untuk
tempat memukulnya. Tempat menggantungnya terbuat dari kayu atau bambu.
Gambar 11. Gong GentungDokumentasi Masriana Saparuddin 2012
4. Katto-Katto
Katto-katto terbuat dari bambu panjangnya sekitar 50 cm, dan bagian
atasnya diberi tempat untuk menggantungkan atau memegangnya. Katto-katto
atau kantongan bambu digunakan untuk mengiringi tari Pakarena Jangang
Lea-lea dan berfungsi pula sebagai alat komunikasi pada saat tertentu. Cara
membunyikannya dengan memukulnya dengan sebuah alat pemukul dari
potongan kayu. Tangan kiri memegang katto-katto dan tangan kanan
memukulnya (Halilintar Latief, 1995: 320).
36
Gambar 12. Katto-kattoDokumentasi Masriana Saparuddin 2012
5. Paraappasa
Parappasa adalah salah satu alat yang digunakan untuk melengkapi
alat-alat karawitan lainnya. Parappasa terbuat dari bambu yang dibelah-belah
menyerupai sapu lidi. Ukuran bambu yang digunakan kira-kira 57 cm, dengan
perincian dari ruas ke pangkal sebagai alat pemegang berjarak 12 cm, dan
bagian yang diraut sekitar 45 cm. Parappasa dibuat berpasangan dengan
ukuran yang sama. Cara memainkannya saling dipukul satu dengan yang
lainnya atau dengan memukul-mukul pada bagian kayu dari gendang
(Halilintar Latief, 1995: 317)
37
Gambar 13. ParappasaDokumentasi Masriana Saparuddin 2012
f. Kostum (busana) dan Tata Rias Tari Pakarena Jangang Lea-Lea
Pengertian Kostum atau busana adalah semua benda yang melekat
pada badan, adapun tujuan berbusana untuk melindungi badan, menjaga
kesehatan, memperindah diri serta dapat menunjukan kepribadian seseorang.
Morris Desmond menjelaskan Clothes have three functions:comfort, modesty,
and display (Pada dasarnya pakaian mempunyai fungsi kenyamanan,
kesopanan, dan pertunjukan) (Morris Desmond, 213: 1997). Fungsi busana
tari disamping dapat menampilkan ciri khas suatu bangsa atau daerah tertentu,
juga dapat membantu penampilan seorang penari. Berbusana yang baik dan
rapi harus mempunyai tujuan. Pada umumnya dalam pelaksanaan tari
Pakarena Jangang Lea-lea kostum yang digunakan berguna sebagai penutup
tubuh penari.
Pengertian rias secara harfiah adalah bersolek atau berhias. Tugas rias
adalah menciptakan dunia panggung yang bersuasana dan wajar sesuai
kehendak cerita, dengan jalan memberi dandanan atau perubahan-perubahan
38
kepada para pemain atau penari dengan bantuan kosmetik serta tata cahaya
(Sumiani, 1988: 5). Tata rias juga diartikan sebagai seni menggunakan bahan
komestika atau dapat pula diartikan bahwa tata rias adalah merawat, mengatur,
menghias dan mempercantik diri. Tata rias memiliki fungsi menampilkan
keindahan dan kecantikan secara wajar dan tidak berlebihan. Elemen-elemen
dasar tata rias: muka, bentuk muka, pewarnaan dan cara berhias.
1. Baju Bodo
Disebut baju bodo karena berlengan pendek. Bentuknya segiemapat.
Sisi samping dijahit kecuali bagian atas digunakan untuk memasukkan lengan
tangan, bagian atas tangan dilubangi untuk memasukkan kepala (Halilintar
Latief, 1995: 371). Baju bodo terbuat dari benang sutra yang ditenun secara
khusus dan spesifik bentuknya yang memiliki panjang 72 cm dan lebar 67 cm.
Gambar 14. Baju BodoDokumentasi Masriana Saparuddin 2012
2. Tope
Tope adalah sejenis sarung yang modelnya sama dengan rok wanita.
Warnanya hanya satu, polos tidak bercorak yaitu warna putih. Bagian pinggir
39
dari Tope dihiasi rantai yang terbuat dari emas atau perak (Halilintar Latief,
1995: 376). Tope terbuat dari kain renda yang mempunyai panjang 1,4 m dan
lebar 75 cm.
Gambar 15. TopeDokumentasi Masriana Saparuddin 2012
g. Assesoris Tari Pakarena Jangang Lea-Lea
1. Bando
Bando adalah hiasan penjepit rambut yang ragam hiasnya berbentuk
daun kembang. Adapun bahannya terbuat dari kuningan/logam yang
diletakkan pada pertengahan kepala penari.
40
Gambar 16. BandoDokumentasi Masriana Saparuddin 2012
2. Bangkara
Bangkara artinya anting. Jenis anting yang terbuat dari kuningan yang
berbentuk panjang memakai permata dan diletakkan pada daun telinga yang
sudah dilubangi.
Gambar 17. BangkaraDokumentasi Masriana Saparuddin 2012
41
3. Ponto Karro-karro
Ponto artinya gelang, sedangkan Karro-karro artinya panjang. Jadi
Ponto Karro-karro adalah gelang panjang yang terbuat dari kuningan atau
logam yang melilit pada pergelangan tangan penari.
Gambar 18 . Ponto Karro-karroDokumentasi Masriana Saparuddin 2012
4. Pinang Goyang
Pinang Goyang berupa tusuk konde jumlahnya beberapa buah.
Dinamakan Pinang Goyang karena hiasan ini menyerupai kembang yang
bergoyang-goyang sebab tangkainya dapat mengeper.
42
Gambar 23. Pinang GoyangDokumentasi Masriana Saparuddin 2012
5. Rante Susung
Rante Susung artinya kalung yang tersusun yang digunakan penari
terbuat dari logam atau kuningan dengan bentuk menyerupai bunga yang
dikenakan tepat pada leher hingga dada penari.
43
Gambar 19. Rante SusungDokumentasi Masriana Saparuddin 2012
6. Simak
Bahan yang digunakan terdiri dari kain polos beludru/satting yang
dihiasi dengan beberapa payet dan manik-manik yang memilki fungsi sebagai
pengikat lengan baju agar lebih rapi dalam penampilan.
44
Gambar 21. SimakDokumentasi Masriana Saparuddin 2012
7. Sulepe
Sulepe artinya ikat pinggang, karena perhiasan ini terkadang tidak
terlihat. sulepe berfungsi sebagai pengikat tope pada pinggang penari. Sulepe
terbuat dari kain merah yang berfungsi sebagai pengikat sarung penari.
Gambar 22. SulepeDokumentasi Masriana Saparuddin 2012
45
8. Simboleng Patinra
Simboleng artinya sanggul, sedangkan Patinra artinya berdiri. Jadi
Simboleng Patinra artinya sanggul berdiri yang bentuknya terbuat dari
potongan rambut yang telah dikemas dan berciri khas daerah Sulawesi
Selatan.
Gambar 24. Simboleng PatinraDokumentasi Masriana Saparuddin 2012
46
9. Bunga Simboleng
Bunga Simboleng artinya bunga sanggul. Bunga ini merupakan
perhiasan yang digunakan oleh penari dan diletakkan tepat pada sisi kiri dan
kanan sanggul.
Gambar 25. Bunga SimbolengDokumentasi Masriana Saparuddin 2012
h. Properti
Properti merupakan semua peralatan yang dipergunakan untuk kebutuhan
penampilam tatanan suatu garapan atau karya tari yang tentu saja disesuaikan
dengan kebutuhan.
1. Selendang
Selendang digunakan atau dikalungkan pada leher penari sebagai
bagian dari busana dan properti.
47
Gambar 26. SelendangDokumentasi Masriana Saparuddin 2012
2. Kipas
Kipas merupakan properti yang terbuat dari bambu dan daun lontara
kini digantikan dengan kipas yang terbuat dari kayu, kertas dan kain.
Bentuknya melengkung memilki jari-jari 13.
Gambar 27. KipasDokumentasi Masriana Saparuddin 2012
48
B. Pembahasan
Tari Pakarena Jangang Lea-lea yang ada di Sanggar Siradjuddin
diciptakan oleh bapak Siradjuddin Bantang (Alm) ) karena ketertarikan pada
salah satu nama ragam pada tari Pakarena di mana saat itu tari Pakarena
begitu populer dan Bapak Siradjuddin Bantang mencoba mengkreasikan
dengan tidak meninggalkan pola tradisi yang ada. Dalam Sanggar Siradjuddin
tari Pakarena Jangang Lea-Lea adalah tarian yang bersumber dari tari
Pakarena yang dikembangkan dan ditata dengan memperhatikan kebutuhan
koreografi dan seni pentas, dengan tidak meninggalkan makna karakter yang
terkandung dalam kepribadian wanita suku Makassar dan daerah Gowa pada
khususnya dalam kehidupan kesehariannya. Biasanya tari ini dipertunjukan
pada acara event nasional maupun Internasional, juga pada acara perkawinan,
ulang tahun daerah/hari jadi maupun sebagai pengisi paket-paket hiburan dan
acara-acara resmi lainnya seperti lepas sambut acara penghormatan tamu dari
berbagai daerah atau Negara lain serta masyarakat luas yang membutuhkan.
Adapun bentuk penyajian tari Pakarena Jangang Lea-lea jumlah penari,
ragam gerak, pola lantai, musik iringan, alat musik, kostum (busana) dan tata
rias, properti terdiri dari 5 penari wanita.
Tari Pakarena Jangang Lea-lea terdiri dari 8 ragam:
1. Ajappa Pasussu
7x8: Gerakan Ajappa Pasussu dilakukan pada saat memasuki panggung
yaitu kaki kanan melangkah ke depan diikuti kaki kiri dengan tidak
mengangkat kaki (diseret), tangan kanan memegang kipas di depan
dada dalam keadaan tertutup dan tangan kiri kingking lipa.
1x8: Posisi tangan kanan serong ke depan dan tangan kiri kingking lipa.
49
1x8: Posisi badan kondo sambil berputar 360o kembali ke posisi semula
2. Assua
2x8: Tangan kanan memegang kipas di depan dada dengan keadaan
tertutup, tangan kiri di samping kipas dengan posisi ujung jari atas
dengan telapak tangan menghadap ke depan kemudian badan
diayun ke kanan dengan posisi badan kondo lalu di balas ke kiri.
1x8: Tangan kiri akkaleo (sentuhan jari tengah) di samping telinga lalu
perlahan tangan kiri turun kingking lipa dan posisi tangan kanan di
depan dada.
3. Pa’rang Kipasa
1x8: Gerakan ketika membuka kipas, posisi badan miring ke kiri,
tangan kanan perlahan membuka kipas di samping wajah dengan
posisi jari-jari kipas menghadap ke dalam dan tangan kiri kingking
lipa.
4. Amme’lu
2x8: Tangan kanan memegang kipas di depan dada telapak tangan
menghadap ke depan dengan jari-jari kipas ke atas, tangan kiri di
samping kipas dengan posisi ujung jari atas kemudian badan
diayun ke kanan dengan posisi kondo lalu dibalas ke kiri.
1x8: Tangan kiri akkaleo di samping telinga kembali turun kingking
lipa. Posisi badan kembali berada semula.
1x8: kaki kanan melangkah serong ke kanan bersamaan tangan kanan
diayun serong ke kanan dengan posisi jari-jari kipas menghadap ke
bawah, tangan kiri kingking lipa lalu berputar 360o kembali ke
posisi semula (gerakan transisi)
50
5. Andallekang
1x8: Kaki kanan melangkah ke depan perlahan merendah (jongkok).
2x8: Tangan kanan memegang kipas di depan dada, tangan kiri di
samping kipas posisi ujung jari atas. Kedua tangan diayun ke
samping kiri badan, tangan kiri sentuhan jari tengah kemudian
balas ke kanan, tangan kanan posisi ujung jari atas di depan badan.
1x8: Tangan kanan serong ke belakang tangan kiri tangan kiri di atas
pusat posisi ujung jari bawah.
1x8: Tangan kanan diputar menjadi posisi ujung jari atas (jari-jari kipas
menghadap ke atas) kembali ke depan dada.
6. A’jappa Parinnring
1x8: Perlahan berdiri dengan posisi tangan kanan memegang kipas dan
tangan kiri kingking lipa.
2x8: tangan kanan memegang kipas di samping telinga dengan jari-jari
kipas menghadap ke belakang, tangan kiri kingking lipa dan kaki
kanan melangkah diikuti kaki kiri (gerakan transisi)
2x8: Tangan kanan memegang kipas, tangan kiri memegang selendang.
Kedua tangan diayun ke depan dan ke samping.
1x8: berputar 360o, posisi tangan kanan memegang kipas dengan posisi
tidur dan tangan kiri memegang selendang di samping kipas
dengan posisi ujung jari atas kemudian kaki kanan melangkah
serong ke kanan bersamaan tangan kanan diayun serong ke kanan
dengan posisi jari-jari kipas menghadap ke bawah, tangan kiri
kingking lipa.
51
2x8: Tangan kanan memegang kipas di depan dada telapak tangan
menghadap ke depan dengan jari-jari kipas ke atas, tangan kiri di
samping kipas dengan posisi ujung jari atas dengan telapak tangan
ke depan sambil memegang selendang kemudian badan diayun ke
kanan dengan posisi kondo lalu dibalas ke kiri dan tangan kiri
akkaleo di samping telinga.
1x8: selendang dilepas tangan kiri akkaleo (sentuhan jari tengah) di
samping telinga kembali turun kingking lipa dan posisi badan
kembali semula.
7. Jangang Lea-lea
4x8: Tangan kanan diayun ke samping kanan badan, kipas menghadap
ke atas, tangan kiri akkaleo (sentuhan jari tengah) di depan dada
kembali ke samping kiri badan kingking lipa dikuti tangan kanan
ke depan dada dengan posisi semula. (Gerakan ini dilakukan 4 arah
mata angin)
8. A’rambangang
2x8: melakukan gerakan transisi, dua kaki melakukan gerakan tippa’na
(jinjit) tangan kiri di samping kiri badan posisi ujung jari atas,
telapak tangan menghadap ke kiri. tangan kanan memegang kipas
di samping badan jari-jari kipas menghadap ke atas.
1x8: Tangan kanan memegang kipas di depan dada telapak tangan
menghadap ke depan dengan jari-jari kipas ke atas, tangan kiri di
samping kipas dengan posisi ujung jari atas dengan telapak tangan
ke depan kemudian badan diayun ke kanan dengan posisi kondo
lalu dibalas ke kiri.
52
1x8: Tangan kiri akkaleo (sentuhan jari tengah) di samping telinga lalu
kembali turun kingking lipa.
1x8: Melakukan gerakan transisi dengan kaki kanan melangkah serong
ke kanan bersamaan tangan kanan diayun serong ke kanan dengan
posisi jari-jari kipas menghadap ke bawah, tangan kiri kingking lipa
lalu berputar 360o kembali ke posisi semula.
1x8: Tangan kanan diayun ke samping kanan dengan posisi jari-jari
kipas menghadap ke atas lalu perlahan di tutup di paha kemudian
di bawah menyentuh bahu , tangan kiri kingking lipa lalu keluar
meninggalkan panggung.
Pola lantai yang digunakan yaitu 8 pola lantai dengan arah yang berbeda
dan bentuk-bentuk gerakan dalam tari Pakarena Jangang Lea-lea masih sangat
sederhana. Pada pola musik iringan tari Pakarena Jangang Lea-lea sanggar
Siradjuddin yaitu: tunrung pakanjara, tumbu appa, tunrung pappadang, tunrung
tallu, tumbu pangallakkang, tunrung pakarena, dan patunrung se’re.
Menggunakan beberapa alat instrument musik yang bervariasi yaitu ganrang
(gendang), puik-puik, gong gentung, katto-katto, dan parappasa yang dibawakan
oleh beberapa penabuh.. Busana yang digunakan yaitu, baju bodo digunakan
sesuai dengan selera dan tope. Assesoris yang digunakan yaitu: bando, bangkara ,
ponto karro-karro, rante susung, sima-sima, sulepe, pinang goyang, simboleng
patinra bunga simboleng. Rias yang digunakan adalah rias cantik dan sanggul
patinra yang dihiasi kembang disebelah kanan dan kiri. Properti yang digunakan
adalah kipas dan selendang yang di letaknya di atas bahu sebelah kanan.
53
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Latar belakang keberadaan tari Pakarena Jangang lea-lea
Tari Pakarena Jangang Lea-lea diciptakan pada tahun 1989 oleh bapak
Siradjuddin Bantang (Alm) karena ketertarikan pada salah satu nama
ragam pada tari Pakarena di mana saat itu tari Pakarena begitu populer
dan Bapak Siradjuddin Bantang mencoba mengkreasikan dengan tidak
meninggalkan pola tradisi yang ada. Bentuk penyajian tari Pakarena
Jangang Lea-lea di Sanggar Siradjuddin
a. Penari terdiri dari penari wanita yang jumlahnya lima.
b. Tari Pakarena Jangang Lea-lea teriri dari 8 ragam yaitu: Ajjappa
Pasussu, Assua, Pa’rang Kipasa, Amme’lu, Andallekang, A’jappa
Parinring, Jangang Lea-Lea, A’rambangang.
c. Pola lantai yang digunakan 8 pola lantai.
d. Musik pengiring tari tunrung pakanjara, tumbu appa, tunrung
pappadang, tunrung tallu, tumbu pangallakkang, tunrung pakarena,
dan patunrung se’re
e. Musik yang digunakan adalah musik eksternal. Alat musik yang
digunakan yaitu: ganrang, puik-puik, gong gentung, katto-katto, dan
parappasa.
f. Busana yang digunakan: baju bodo dan tope.
g. Assesoris yang digunakan yaitu: bando, Bangkara (anting), ponto
karro-karro (gelang panjang), rante susung (kalung susun), sima-sima,
54
sulepe (ikat pinggang), pinang goyang, simboleng patinra (sanggul
berdiri), bunga simboleng (bunga sanggul),
h. Rias yang digunakan adalah rias cantik dan sanggul patinra yang
dihiasi kembang disebelah kanan dan kiri.
i. Properti yang digunakan adalah kipas dan selendang.
B. Saran
Berdasarkan hasil yang telah dicapai dalam penelitian maka ada hal yang
perlu disarankan antara lain:
1. Perlunya dukungan masyarakat dan pemerintah setempat untuk
kesadaran akan pentingnya seni budaya tradisional guna pelestarian
kebudayaan nasional.
2. Dengan semakin meningkatnya acara kesenian dikalangan generasi
muda pada saat sekarang ini, maka diperlukan adanya penjaringan
terhadap kebudayaan asing yang masuk sehingga tari tradisional yang
ada di Sulawesi Selatan khususnya tari Pakarena Jangang Lea-lea
tetap berpegang teguh pada tradisi masyarakat pendukungnya.
3. Pengembangan tari Pakarena Jangang Lea-lea membutuhkan
pengarahan dan bimbingan dari pihak pemerintah. Bimbingan dan
arahan ini diharapkan berasal dari Direktorat Kesenian Departemen
Pendidikan dan keudayaan.
4. Diharapkan kepada Pembina tari Pakarena Jangang Lea-lea dapat
diajarkan kepada peminat seni tari lainnya.
55
DAFTAR PUSTAKA
A. Sumber Tercetak.
Ali, Lukman. 2003. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional, Balai Pustaka.
Banoe, Pono. 2003. Kamus Musik. Yogyakarta: Kanisius
1984. Pengetahuan Alat Musik. Jakarta: C. V. Baru
Desmond, Morris. 1977. Manwatching A field Guide to Human Behavior. Newyork: N. Abrams, INC.
Endo, Sumaryono. 2006. Tari Tontonan. Jakarta: Lembaga Pendidikan Seni Nusantara
Faisal, Sanapiah. 1982. Penelitian Kualitatif dasar dan Aplikasi. Malang
Hadi, Sumandiyo. 2007. Kajian Tari Teks dan Konteks. Yogyakarta: Pustaka Book Publisher.
2007. Sosiologi Tari. Yogyakarta: Pustaka.
Latief, Halilintar dkk. 1988. Tata Rias Panggung. Ujung Pandang: Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan.
1993. Pengantar Iringan Tari. Ujung Pandang: Depdikbud.
1995. Pakarena Sebuah Bentuk Tari Tradisi Makassar. Makassar: Depdikbud.
Jazuli, M. 1994. Telah Teoretis Seni Tari. Semarang: Ikip Semarang Press.
Murgianto, Sal. 1983. Koreografi Pengetahuan dasar Komposisi Tari. Jakarta: Depdikbud
Moeliono, Anton. 1998. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Nadjamuddin, Munasiah. 1983. Tari Tradisional Sulawesi Selatan. Ujung Pandang: Bhakti Baru Berita Utama.
Rohidi, tjetjep Rohendi. 2000. Revitalisasi Seni Budaya Tradisional. Makassar: Fort Roterdam.
Sedyawati, Edi. 1981. Pertumbuhan Seni Pertunjukan. Jakarta: Sinar Harapan.
56
Suhanadji, 1997. Antropologi. Jakarta: Gramedia.
Soedarsono. 1984. Tari-tarian Indonesia. Jakarta: Depdikbud.
Wardana, Wisnu. 1990. Pendidikan Seni Tari. Jakarta: Depdikbud.
Narasumber
Rukanti Kresnaningsih, A. Md. Wawancara tanggal 7 November 2012. Di Sanggar Siradjuddin Kabupaten Gowa.