ىفَول صَّلا لمتُيْ إِافَأفَ ى ...digilib.uinsby.ac.id/1181/5/bab 2.pdf ·...
TRANSCRIPT
38
BAB II
LANDASAN TEORI
KEDISIPLINAN DAN HUKUMAN DALAM PRESPEKTIF
STAKEHOLDER DAN PENDIDIKAN ISLAM
A. Tinjauan Tentang Kedisiplinan
1. Pengertian Disiplin
Disiplin merupakan suatu hal yang sangat mutlak dalam
kehidupan manusia, karena seorang manusia tanpa disiplin yang kuat
akan merusak sendi-sendi kehidupannya, membahayakan diri dan
manusia lain, bahkan alam sekitarnya.
Dalam AL-Qur‟an diterangkan tentang disiplin pada Surat An-
Nisa‟ ayat 103, yang berbunyi:
ف إاف اف ف ي ت تى الص لوف ف اي ت تووفىاإ ف ام وفاقت تلوم وف ف ف ى ت قتلي إ ت يىأينقف ي ت يى فأفاإ يمتل الص لوفىىج ى ف إاف طيمف
اقتليت مىجىى فى إ ماصلي تؤياإ إييى ف ف ى يمل (ى103:ى ا س ءى) إنصى الص لوف فنفتي
Artinya:
“Maka apabila kamu telah menyelesaikan sholatmu maka ingatlah
Kepada Allah diwaktu berdiri, diwaktu duduk, dan diwaktu berbaring.
Kemudian apabila kamu merasa aman maka dirikanlah sholat itu
sebagaimana biasa. Sesungguhnya sholat itu adalah fardhu yang
ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman” (An-Nisa’ :
103).1
Dalam ayat pada Surat An-Nisa‟ ayat 103 tersebut telah jelas
bahwa masalah disiplin baik mengenai waktu sholat maupun dalam hal
yang lainnya sangat penting bagi kita. Oleh karena itu, sebagai seorang
1al-Qur‟an, 4: 103.
39
yang beriman kita harus mengamalkan amanat dari surat tersebut yaitu
selalu disiplin dalam sholat dan selalu menerapkan sikap hidup yang
disiplin dalam setiap sendi kehidupan. karena dengan disiplin kita akan
selalu bisa menuntaskan tugas-tugas kehidupan dan mendapatkan
kebahagiaan.
Didalam surat al-Ashr ayat 1-3 juga diterangkan tentang disiplin
ى تسي رىى(1)وف اي فلي إى ىاف إ ي نصى ي إنيس فنفىوفتقفلف صفلي ىى(2) إ ى اف قتلي ىوف فمإ تل ى ال إحفتإ إ ص اصذإيينف
ى إ ليفقإى(1-3:ى ا ل ىى)(3)ىوفتقفلف صفلي إ الص يإى
Artinya:
“Demi masa, sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam keadaan
merugi, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal
sholeh dan nasehat-menasehati supaya mentaati kebenaran dan
nasehat-menasehati supaya menetapi kesabaran” (al-Ashr : 1-3).2
Surat ini menerangkan bahwa manusia yang tidak dapat
menggunakan waktu dengan sebaik-baiknya termasuk golongan yang
merugi. Surat tersebut telah jelas menunjukkan kepada kita bahwa Allah
telah memerintah kepada hamba-Nya untuk selalu hidup disiplin. Karena
dengan disiplin kita dapat hidup teratur, sedangkan bila hidup kita tidak
disiplin berarti kita tidak bisa hidup teratur dan hidup kita akan hancur
berantakan.
Menurut Charter Harris3 menjelaskan tentang disiplin yaitu:
1. Berisi moral yang mengatur tentang kehidupan
2al-Qur‟an, 103: 1-3.
3Charles Schaefer , Cara Efektif Mendidik dan Mendisipinkan Anak. Jakarta:1987, 266.
40
2. Mengembangkan ego dengan segala masalah instrinsik yang
mengharuskan orang-orang untuk menentukan pilihan
3. Pertumbuhan kekuatan untuk memberi jawaban terhadap setiap
aturan yang disampaikan
4. Penerimaan autoritas eksternal yang membantu seseorang untuk
membentuk kemampuan dan keterbatasan hidup.
Sedangkan Oteng Sutrisno4 menjelaskan definisi disiplin antara
lain:
1. Proses atau hasil pengarahan atau pengendalian keinginan dorongan,
atau kepentingan demi suatu cita-cita atau untuk mencapai tindakan
yang lebih efektif
2. Pencarian suatu cara bertindak yang terpilih dengan gigih, aktif dan
diarahkan sendiri, sekalipun mengahadapi rintangan
3. Pengendalian perilaku yang langsung atau otoriter melalui hukuman
dan atau hadiah
4. Pengekangan dorongan, sering melalui cara yang tak enak,
menyakitkan.
Menurut Webster New Word Dictionary definisi disiplin ada
empat pokok yaitu:
1. Latihan yang mengembangkan pengendalian diri, karakter atau
keadaan serba teratur dan efisien
4 Oteng Sutrisno, Administrasi Pendidikan Dasar Teoritis Untuk Praktek Profesional. Bandung,
Angkasa. 1985, 97
41
2. Hasil latihan serupa itu, pengendalian diri, perilaku yang tertib
3. Penerimaan atau kepatuhan terhadap kekuasaan dan control
4. Perlakuan yang menghukum atau menyiksa.5
Charles Schaefer mengemukakan bahwa disiplin itu adalah ruang
mencakup setiap penyajian, bimbingan atau dorongan yang dilakukan
oleh orang dewasa.6
Dalam arti yang lebih luas disiplin berarti setiap macam
pengaruh yang ditujukan untuk menolong anak mempelajari cara-cara
menghadapi tuntutan yang datang dari lingkungannya dan juga cara-cara
menyelesaikan tuntutan-tuntutan yang mungkin diajukan terhadap
lingkungannya.7
Drever James menjelaskan bahwa kata discipline semula
disinonimkan dengan kata education (pendidikan), dalam pengertian
modern, pengertian dasarnya adalah kontrol terhadap kelakuan, baik
oleh suatu kekuasaan luar ataupun oleh individu sendiri.8
Soegeng Priyodarminto dalam bukunya “Disiplin Kiat Menuju
Sukses” disiplin didefinisikan sebagi suatu kondisi yang tercipta dan
5 Sutrisno, Administrasi Pendidikan Dasar, 98.
6Scaefer, Cara Efektif Mendidik, 3
7 Sobur Alex, Anak Masa Depan,Bandung, Angkasa. 1991, 144
8 Muhaimin, Ghofir Abd, Rahman Nur Ali, Strategi Belajar Mengajar,Surabaya, Citra Media.
1996, 21
42
terbentuk melalui proses dari serangkaian perilaku yang menunjukkan
nilai-nilai ketaatan, kepatuhan, keteraturan, dan atau ketertiban.9
Dalam bukunya yang berjudul “Mengatasi Krisis Manusia di
Perusahaan” FX Oerip S Poerwopoespitomenegaskan bahwa disiplin
merupakan salah satu parameter sikap mental positif yang paling mudah
dilihat. Berkaitan dengan pendapatnya tersebut FX Oerip S
Poerwopoespito memberikan contoh disiplin dalam lingkungan rumah
tangga. Beberapa banyak keluarga yang mau menetapkan jam makan
dan jam belajar dengan teratur setiap hari. Atau berapa banyak ayah
yang mau menaati anjuran agar tidak merokok didalam rumah, atau di
depan anak-anaknya. Berapa banyak anak yang patuh terhadap orang
tuanya?.10
Disiplin itu mempunyai tiga aspek:
1. Sikap mental (mental attitude) yang merupakan sikap taat dan tertib
sebagai hasil atau pengembangan dari latihan, pengendalian
pikirandan pengendalian watak
2. Pemahaman yang baik mengenai sistem aturan perilaku, norma,
etika dan standar yang sedemikian rupa, sehingga pemahaman
tersebut menumbuhkan pengertian yang mendalam bahwa ketaatan
akan aturan tadi merupakan syarat mutlak mencapai sukses
9 Irmim Soejitno, Abdul rochim, Membangun Disiplin Diri. Batavia Press Tarbiyah, 2006,
Pedoman Penulisan Skripsi, UIN Malang. 2004, 73 10
Ibid., 73.
43
3. Sikap kelakuan yang wajar menunjukkan kesungguhan hati untuk
mentaati segala hal secara cermat dan tertib.
Disiplin itu lahir, tumbuh, dan berkembang dari sikap seseorang
didalam sistem nilai budaya yang telah ada pada masyarakat. Terdapat
unsur pokok yang membentuk disiplin, yakni sikap yang telah ada pada
diri manusia dan sistem nilai budaya yang ada didalam masyarakat.
Sikap atau attitude tadi merupakan unsur yang hidup didalam
jiwa manusia yang harus mampu bereaksi terhadap lingkungannya, dapat
berupa tingkah laku atau pemikiran. Sedangkan system budaya nilai
(cultural value system) merupakan bagian dari budaya yang berfungsi
sebagi pedoman bagi kelakuan manusia.11
Mentaati dan tidak menyimpang dari tata tertib atau aturan yang
berlaku merupakan sebuah bentuk tindakan kedisiplinan. Imam
Santosomengatakan,
“Kecenderungan dimasyarakat yang tampak pada akhir-akhir ini
adalah tingkah laku yang mau senang sendiri, ketidak patuhan
pada hokum dan pelanggaran-pelanggaran terhadap tata tertib
yang berlaku”. Hal ini oleh para ahli dinyatakan sebagai
kecenderungan bahwa kedisiplinan manusia Indonesia menurun.12
Disiplin adalah suatu perubahan tingkah laku yang teratur dalam
menjalankan tugas-tugasnya atau pekerjaannya, yang tidak melanggar
sebuah aturan yang telah disepakati bersama. Sikap disiplin itu muncul
11
Ibid.,5-6. 12
Imam Santoso Sukardi, Era Globalisasi Dunia dan Karakteristik Manusi Indonesia Yang
Tangguh, Jurnal Psikologi dan Masyarakat, Jakarta. 1993, 999.
44
pada diri sendiri untuk berbuat sesuai dengan keinginan untuk mencapai
sebuah tujuan.13
Sebenarnya bukan berasal dari kata Indonesia asli, ia adalah kata
serapan dari bahasa asing Discipline (Inggris), Disciplin (Belanda), atau
Disciplina (Latin) yang artinya belajar. Selain dari kata discipline ada
pula disciple yang berarti orang yang belajar dari seorang pemimpin.
Orang tua dan guru adalah pemimpin, sedangkan anak-anak adalah
disciple yang belajar dari mereka mengenai sikap, perilaku, cara hidup
yang bisa membahagiakan serta bermanfaat bagi hidup bermasyarakat
dan yang sesuai atau disetujui oleh masyarakat.14
2. Tujuan Diadakannya Disiplin
Displin merupakan sebuah tindakan yang tidak menyimpang dari
tata tertib atau aturan yang berlaku untuk mencapai sebuah tujuan yang
diinginkan. Dengan kata lain bahwa disiplin sangat erat sekali
hubungannya dengan peraturan, kepatuhan dan pelanggaran.
Timbulnya sikap kedisiplinan bukan merupakan peristiwa yang
terjadi seketika. Kedisiplinan pada seseorang tidak dapat tumbuh tanpa
adanya intervensi dari pendidik, dan itupun dilakukan secara bertahap,
sedikit demi sedikit. Kebiasaan yang ditanam oleh orang tua dan orang-
orang dewasa didalam lingkungan keluarga merupakan modal besar bagi
pembentukan sikap kedisiplinan di lingkungan sekolah.
13
Suryaning, Pengaruh Disiplin Terhadap Peningkatan Prestasi Hasil Belajar Siswa MTSn.
Malang.2004, 25. 14
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penenlitian. Jakarta, Bumi Aksara. 2001, 199.
45
Dilembaga pendidikan pada umumnya peraturan-peraturan yang
harus ditaati oleh siswa biasanya ditulis dan diundangkan, disertai
dengan sanksi bagi setiap pelanggarannya. Dengan demikian bila
dibandingkan dengan penegakan disiplin pada lingkungan keluarga
dengan lembaga pendidikan, maka penegakan kedisiplinan dilembaga
pendidikan lebih keras dan kaku.
Menurut CharlesSchaefertujuan disiplin ada dua macam yaitu:
1. Tujuan jangka pendek adalah membuat anak-anak anda terlatih dan
terkontrol, dengan mengajarkan mereka bentuk-bentuk tingkah laku
yang pantas dan yang tidak pantas atau yang masih asing bagi
mereka
2. Tujuan jangka panjang, perkembangan pengendalian diri sendiri dan
pengarahan diri sendiri (Self control and self direction) yaitu dalam
hal mana anak dapat mengarahkan diri sendiri, tanpa pengaruh dan
pengendalian dari luar.15
Menurut Soekarto Indrafachrudindisiplin mempunyai dua macam
tujuan yaitu:
1. Membantu anak untuk menjadi matang pribadinya dan
mengembangkan pribadinya dari sifat-sifat ketergantungan menuju
tidak ketergantungan, sehingga ia mampu berdiri sendiri diatas
tanggungjawab sendiri
15
Scaefer, Cara Efektif Mendidik, 88.
46
2. Membantu anak untuk mampu mengatasi, mencegah timbulnya
problem-problem disiplin dan berusaha menciptakan situasi yang
favorable bagi kegiatan belajar mengajar, dimana mereka mentaati
segala peraturan yang telah ditetapkan.16
Tujuan dari keseluruhan dari disiplin adalah membentuk prilaku
sedemikian rupa sehingga ia akan sesuai dengan peran-peran yang
ditetapkan oleh kelompok budaya, tempat individu itu didevinisikan.
Karena ada pula budaya tunggal, tidak ada pula falsafah pendidikan anak
yang menyuruh untuk mempengaruhi cara menanamkan disiplin. Jadi
metode spesifik yang digunakan ini dalam kelompok budaya sangat
beragam, walaupun semua mempunyai tujuan yang sama, yaitu
mengajar anak bagaimana berperilaku dengan cara yang sesuai dengan
standart kelompok social tempat mereka diidentifikasikan.17
3. Fungsi Disiplin
Disiplin merupakan pengendalian dan pengarahan segala
perasaan dan tindakan seseorang yang ada dalam lembaga pendidikan
untuk menciptakan dan memelihara suatu suasana bekerja efektif.
Berdisiplin akan membuat seseorang memiliki kecakapan
mengenai cara belajar yang baik, juga merupakan bentuk proses kearah
16
Soekarto Indra Fahruddin, Administrasi Pendidikan. IKIP Malang. 1989, 108 17
Harlock EB, Perkembangan Anak. Jakarta. Erlangga. 1993, 82.
47
pembentukan yang baik, yang akan menciptakan suatu pribadi yang
luhur.18
Di lembaga pendidikan sangat penting sekali dengan adanya
peraturan disiplin, karena dengan peraturan disiplin tersebut seluruh
warga lembaga pendidikan akan bisa melaksanakan tugas dengan baik
dan tepat waktu serta kehidupannya teratur.
Menurut Hurlock EB. Fungsi disiplin ada dua yaitu:
1. Fungsi yang bermanfaat
a. Untuk mengajarkan bahwa perilaku tertentu selalu diikuti
hukuman, namun yang lain akan didikuti dengan pujian.
b. Untuk mengajar anak suatu tindakan penyesuaian yang wajar,
tana menuntut suatu konfirmasi yang berlebihan.
c. Untuk membantu anak mengembangkan pengendalian diri
sehingga mereka dapat mengembangkan hati nurani untuk
membimbing tindakan mereka.
2. Fungsi yang tidak bermanfaat
a. Untuk menakut-nakuti anak
b. Sebagai pelampiasan agresi orang yang disiplin.19
Sedangkan menurut Singgih D. Gunarsah disiplin perlu dalam
pendidikan anak supaya dengan mudah anak dapat:
18
The Liang Gie, Cara Belajar yang Efisien. Yogyakarta, Pusat Kemajuan Studi UMG Press.
1975, 51. 19
Harlock EB, Perkembangan Anak, 97.
48
a. Meresapkan pengetahuan dan pengertian sosial antara hak milik
orang lain.
b. Mengerti dan segera menurut untuk menjalankan kewajiban dan
secara langsung mengerti larangan-larangan.
c. Mengrti tingkah laku yang baik dan buruk
d. Belajar mengendalikan keinginan dan berbuat sesuatu tanpa merasa
terancam hukum.
e. Mengorbankan kesenangan sendiri tanpa peringatan dari orang
lain.20
Kedisiplinan yang tinggi adalah kesediaan untuk mematuhi
peraturan-peraturan dan larangan-larangan yang berlaku dengan tanpa
adanya suatu paksaan atau intimidasi dari pihak-pihak lain. Jadi rasa
disiplin tersebut timbul dari sebuah kesadaran tentang nilai dan
pentingnya peraturan-peraturan dan larangan-larangan yang berlaku.
Disiplin harus ditanamkan dan ditumbuhkan di dalam hati sehingga
pada akhirnya disiplin itu akan tumbuh dan berkembang dari hati
sanubari secara sendirinya.
Fungsi pokok disiplin adalah melatih insan manusia untuk bisa
menerima pengekangan dan membentuk, mengarahkan energi kedalam
jalur yang benar dan bisa diterima secara sosial dan dengan disiplin
maka siswa akan merasa aman dan tidak tersiksa oleh peraturan-peratun
20
Gunarsah D, Singgih, Psikologi untuk Membimbing. Jakarta, Gunung Mulia. 1993, 137.
49
yang ada, karena siswa sudah mengetahui mana yang harus dilakukan
dan mana yang harus ditinggalkan.
4. Unsur-Unsur Disiplin
Dengan adanya disiplin maka setiap pribadi manusia akan bisa
melaksankan tugas dan tanggungjawabnya sehari-hari dengan baik,
berhasil, dan sesuai dengan rencana yang diprogramkan. Setiap manusia
yang memilki disiplin tinggi bisa menjunjung tinggi derajatnya sendiri.
Hurlock EB., menjelaskan bahwa ada empat unsur dalam
membentuk disiplin yaitu:
a. Peraturan
Peraturan dan tata tertib merupakan sesuatu untuk mengatur
perilaku yang diharapkan yang terjadi pada diri siswa. Dilingkungan
sekolah gurulah yang diberi tanggungjawab untuk menyampaikan
dan mengontrol kelakuannya dan tata tertib bagi sekolah yang
bersangkutan.21
Menurutmu Suharsimi Arikunto, semua yang berlaku umum
maupun khusus meliputi tiga unsur yaitu:
a. Perbuatan atau prilaku yang diharuskan dan yang dilarang
b. Akibat atau sanksi yang menjadi tanggungjawab pelaku atau
yang melanggar peraturan
21
Arikunto, Prosedur Penelitian, 123
50
c. Cara prosedur untuk menyampaikan peraturan kepada subyek
yang dikenai peraturan tersebut.22
Dalam penyusunan sebuah peraturan atau tata tertib
hendaknya melibatkan perwakilan dari penegak disiplin (subyek) dan
sasaran pelaku disiplin (obyek). Dengan demikian diharapkan setelah
adanya kesepakatan bersama tentang isi dari sebuah peraturan yang
harus dipatuhi bersama dapat dijalankan dengan sebaik-baiknya dan
penuh dengan kesadaran hati. Sehingga dalam melaksanaan tugas
akan berjalan dengan baik dan mencapai tujuan yang telah
direncanakan.
Menurut Suharsimi Arikonto peraturan yang bersifat umum
dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu:
a. Peraturan umum untuk seluruh personil sekolah, yang berbunyi
antara lain:
1. Hormati dan bersikap sopanlah terhadap sesame
2. Hormatilah hak sesama warga
3. Patuhilah semua peraturan sekolah
b. Peraturan umum untuk siswa, yang berbunyi antara lain:
1. Bawalah semua peralatan sekolah yang kamu perlukan
2. Kenakan pakaian seragam sesuai dengan ketentuan
22
Ibid., 123-124.
51
b. Hukuman
Ngalim Purwanto mengatakan bahwa hukuman adalah
penderitaan yang diberikan atau yang ditimbulakan dengan sengaja
oleh seseorang (orang tua, guru dan sebagainya) sesudah terjadi
suatu pelanggaran, kejahatan, atau kesalahan.23
Kartini Kartono dalam bukunya "Pengantar Ilmu Mendidik
Teoritis" mengungkapkan bahwa hukuman adalah perbuatan secara
itensional diberikan, sehingga menyebabkan penderitaan lahir batin,
diarahkan untuk menggugah hati nurani dan penyadaran si penderita
akan kesalahannya.24
Hukuman adalah tindakan yang paling akhir terhadap adanya
pelanggaran-pelanggaran yang sudah berkali-kali dilakukan setelah
diberitahukan, ditegur dan diperingati.25
Suwarno dalam bukunya "Pengantar Umum Pendidikan"
menjelaskan bahwa teori tentang hukuman ada dua macam, yaitu:
1. Hukuman karena kesalahan
2. Menghukum supaya keadaan tidak diulangi lagi.26
c. Penghargaan
Hafi Anshariberpendapat bahwa gajaran adalah alat
pendidikan yang represif yang bersifat menyenangkan, ganjaran
23
Suryaning, Pengaruh Disiplin, 36. 24
Ibid., 36. 25
Hafi Anshari, Pengantar Ilmu Pendidikan.Surabaya, Usaha Nasional, 1993, 115. 26
Suryaning, Pengaruh Disiplin, 37.
52
diberikan pada anak yang mempunyai prestasi-prestasi tertentu
dalam pendidikan, memiliki kemajuan dan tingkahlaku yang baik
sehingga dapat menjadikan contoh tauladan bagi kawan-kawannya.27
Ganjaran juga bisa digunakan sebagai motivasi yang positif
untuk peningkatan kinerja dan keaktifan siswa dalam melaksanakan
tugas kesehariannya. Begitu pula bagi peserta didik dalam
peningkatan semangat dalam belajar dan berlatih perlu diberikan
hadiah sebagai motivasi. Ganjaran yang diberikan dapat berupa
apapun, namun dalam garis besarnya ganjaran dibedakan menjadi
empat macam yaitu:
1. Pujian
Pujian merupakan sebuah ganjaran yang paling ringkas
dan mudah untuk diberikan. Pujian ini bisa diberikan dalam
bentuk kata yaitu seperti: baik, bagus, hebat, dan sebagainya.
2. Penghormatan
Gajaran yang berupa penghormatan ini dapat berbentuk
tiga macam, yaitu:
a. Bentuk penobatan, siswa yang mendapatkan kehormatan
diumumkan didepan para siswa yang lain, baik ketika
dikelas, upacara maupun acara-acara sejenis yang lain.
27
Amir Daien Indrakusuma, Pengantar Ilmu Pendidikan Sebuah Tinjauan Teoritis Filosofis. IKIP
Malang. 1973, 159-161
53
b. Bentuk penghormatan, gajaran ini seperti halnya bila ada
siswa yang berhasil melaksanakan tugas pelajaran dengan
baik dan tepat waktu, maka ia diberi penobatan khusus dan
yang terkesan lebih tinggi dari sebelumnya.
c. Bentuk penambahan point nilai, bentuk ini diperuntukkan
bagi mereka yang dalam pelaksanaan tugas dan kewajiban
belajar pada waktu keseharianya selalu menunjukkan hasil
yang baik dan tidak melanggar peraturan yang berlaku, maka
baginya diberikan point nilai tambahan diraportnya.
3. Hadiah
Hadiah disini adalah sebuah ganjaran yang berupa sebuah
barang. Hadiah yang berupa barang ini juga disebut dengan
ganjaran materiil. Ganjaran materiil yaitu hadiah yang berupa
sebuah barang, barang yang berikan bisa berupa alat belajar
maupun alat kelengkapan seragam.
4. Tanda Penghargaan
Tanda penghargaan ini lain dengan hadian yang identik
dengan barang dan nilainya (materiil), namun tanda penghargaan
ini lebih menitik beratkan pada nilai kesan dan nilai
kenangannya. Seperti contohnya, bagi siswa yang tidak pernah
terlambatselama satu tahun penuh, diberikan trophy the best dan
cindera mata.
54
d. Konsistensi
Konsistensi adalah tingkat keseragaman atau stabilitas yang
mempunyai nilai mendidik, memotivasi. Memperbaiki penghargaan
terhadap peraturan dan orang yang berkuasa. Semua unsur-unsur
disiplin tersebut setelah disusun dan disetujui hendaknya dijalankan
sesuai dengan tata tertib yang ada, karena semuanya itu bagian dari
alat-alat pendidikan dan berfungsi sebagai alat motivasi belajar
siswa.28
Melalui konsistensi ini motivasi akan muncul untuk
pelaksana peraturan, yang kemudian rasa kesadaran untuk mentaati
dan tunduk pada peraturan yang berlaku datang dari dalam dirinya
sendiri secara ikhlas dan penuh dengan kesadaran yang tinggi.
Fungsi konsistensi dalam disiplin adalah sebagai berikut:
1. Konsistensi mempunyai nilai yang mendidik yang besar, jika
peraturannya tidak konsisten maka akan dapat mangacaukan
proses pelaksanaan tugas, ini disebabkan karena nilai
pendorongnya.
2. Konsistensi mempunyai nilai motivasi yang kuat, anak yang
menyadari bahwa penghargaan selalu mengikuti prilaku yang
disetujui dan hukuman selalu prilaku yang dilarang, akan
mempunyai keinginan yang jauh lebih besar untuk menghindari
28
Hurlock EB, Perkembangan Anak, 93.
55
tindakan yang dilarang dan melakukan tindakan yang disetujui
dari pada anak yang merasa ragu mengenai reaksi terhadap
tindakan tertentu.
3. Konsistensi mempunyai penghargaan terhadap peraturan dan
orang yang berkuasa, anak kecilpun kurang menghargai mereka
yang dapat dibujuk untuk tidak menghukum prilaku yang salah,
dibandingkan mereka yang tidak dapat dipengaruhi dengan air
mata dan bujukan.29
5. Upaya Penanaman Disiplin
Disiplin berarti adanya kesediaan untuk mematuhi peraturan-
peraturan dan larangan-larangan. Jadi setiap siswa yang mempunyai
disiplin tinggi adalah mereka yang mentaati segala peraturan dan tata
tertib dengan sadar tanpa adanya tuntutan dari pihak luar, baik ada yang
mengawasi maupun tidak.
Langkah-langkah untuk menanamkan disiplin ialah:
a. Dengan pembiasaan
b. Dengan contoh dan Tauladan
c. Dengan penyadaran
d. Dengan Pengawasan
29
Ibid., 91 – 92.
56
Adapun teknik atau cara-cara yang digunakan oleh guru, pelatih
atau yang lainnya dalam pembiasaan kedisiplinan adalah sebagai
berikut:
a. Teknik pengendalian dari luar (external control tecnique) berupa
bimbingan dan penyuluhan. Teknik ini dalam arti pengawasan perlu
diperketat, namun hendaknya secara human atau disesuaikan dengan
perkembangan peserta didik
b. Teknik pengendalian diri dari dalam (inner control technique).
Teknik ini lebih baik digunakan dalam pembinaan disiplin dalam
kelas sehari-hari
c. Teknik pengendalian kooperatif (cooperative control technique).
Dalam hal ini disiplin kelas yang baik mengandung kesadaran untuk
mengantisipasi berbagai problema.
Upaya-upaya penanaman disiplin juga bisa berdasarkan pada
konsepsi-konsepsi anatara lain:
a. Otoriter
Otoriter adalah peraturan dan pengaturan yang keras untuk
memaksakan prilaku yang diinginkan
b. Persitif
Biasanya persitif tidak membimbing anak pada pola prilaku yang
disetujui secara social dan tidak menggunakan hukuman. Beberapa
orang tua dan guru menganggap kebebasan (permissiveness) sama
57
dengan lissez faire, membiarkan anak meraba-raba dalam situasi
yang terlalu sulit untuk ditanggulangi oleh mereka sendiri tanpa
bimbingan atau pengadilan
c. Demokratis
Metode demokratis menggunakan penjelasan, diskusi dan penalaran
untuk membantu anak mengerti mengapa prilaku tertentu
diharapkan. Metode ini lebih menekankan aspek edukatif dari
disiplin dan pada aspek hukum.30
1. Pengendalian diri dari luar (Eksternal control tehnique),
menggunakan konsep BP disesuaikan dengan tingkat
perkembangan anak
2. Pengendalian diri dari dalam (Internal control tehnique),
kesadaran yang berasal dalam diri siswa kearah pembinaan dan
perwujudan diri sendiri
3. Kooperatif/kerjasama antara guru dan siswa dalam
mengendalikan situasi kelas yaitu adanya proses belajar mengajar
yang favorabel.31
Bahwa dalam menanamkan disiplin dan penegakannya sudah
menjadi kebiasaan yang menjamur bila dilapangan ada pelanggaran-
pelanggaran dan penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan oleh
30
Ibid., 91. 31
Indra fahrudin, Administrasi Pendidikan, 110-111.
58
pelaku disiplin ataupun oleh penegak disiplin. Hal ini bisa diatasi dengan
cara sebagai berikut:
a. Pencegahan (prefentif) agar program sekolah dapat terlaksana
dengan baik sesuai dengan tujuan, maka perlu adanya tata tertib
b. Penindakan (kuratif) tata tertib sebagai sarana cita-cita yang
harus dilaksanakan dengan tanggungjawab, apabila tidak perlu yaitu
dengan pemberian sanksi (hukuman).32
Cara menanamkan disiplin antara lain:
1. Love Orientasi Tichque, berorientasi berorientasi pada kasih
sayang, teknik penanaman dengan meyakinkan tanpa kekuasaan
dan tanpa memberi pujian dan menerangkan sebab-sebab boleh
tidaknya suatu tingkah laku yang dilakukan
2. Berorientasi pada materi, yaitu menanamkan disiplin dengan
meyakinkan melalui kekuasaan, mempengaruhi hadiah yang
benar-benar berwujud atau hukuman fisik.
Seperti yang diterangkan diatas bahwa disiplin bukan kejadian
yang datang secara tiba-tiba, oleh karena itu disiplin perlu adanya sebuah
latihan atau pembiasaan. Dalam latihan yang perlu diperhatikan adalah
satu hal, yaitu pemberian contoh yang baik oleh penegak disiplin kepada
pelaku disiplin. Sehingga pelaku disiplin akan mendapatkan motivasi
dari para penegak disilin.
32
Suryaningsih, Pengaruh Disiplin, 45.
59
Dalam Surat al-Ahzab ayat 21 diterangkan yaitu:
لفوحفسف فةمى ىوإى تسي ىرفستللإ ىاف ت يىفإ ى ف نف (ى21:ى حز بى)افقفديArtinya:"Sesungguhnya telah ada pada diri rasulullah itu suri tauladan
yang baik bagimu" (QS. Al-Ahzab : 21).33
Dalam menanamkan disiplin dapat dilakukan langkah-langkah
sebagai berikut:
1. Dengan Pembiasaan
Anak dibiasakan melakukan sesuatu dengan baik, tertib dan
tertur, misalnya berpakaian rapi, keluar masuk kelas harus hormat
guru, harus memberi salam dan lain sebagainya.
2. Dengan Contoh dan Teladan
Dengan tauladan yang baik atau uswatun hasanah, karena murid
akan mengikuti apa yang mereka lihat pada guru, jadi guru sebagai
panutan murid untuk itu guru harus menjadi contoh yang baik
3. Dengan Penyadaran
Kewajiban bagi para guru untuk memberikan penjelasan-
penjelasan, alasan-alasan yang masuk akal atau dapat diterima oleh
anak. Sehingga dengan demikian timbul kesadaran anak tentang
adanya perintah-perintah yang hasrus dikerjakan dan larangan-
larangan yang harus ditinggalkan
4. Dengan Pengawasan atau Kontrol
33
al-Qur‟an, 33: 21.
60
Bahwa kepatuhan anak atau tat tertib mengenal juga naik turun,
dimana hal tersebut disebabkan oleh adanya situasi tertentu yang
mempengaruhi terhadap anak. Adanya anak yang menyeleweng atau
tidak mematuhi peraturan maka perlu adanya pengawasan atau
kontrol yang itensif terhadap situasi yang tidak diinginkan akibat
akan menginginkan keseluruhan.
Adanya peranan disiplin dalam kehidupan sehari-hari memang
sangat penting bagi perkembangan sumber daya manusia. Oleh
karena itu penanaman disiplin harus benar-benar dilaksanakan
dengan baik. Dalam penerapan dan penanaman disiplin harus
disesuaikan dengan perkembangan jiwa peserta didik atau pelaku
disiplin, karena kita harus menyadari kemampuan kognitifnya
peserta didik atau pelaku disiplin.
Dalam penanaman disiplin yang perlu kita perhatikan dan kita
lakukan yaitu memulai berbuat disiplin berawal dari dalam diri kita
sendiri, jadi sebelum kita memerintah orang lain untuk berlaku
disiplin hendaknya kita memberinya contoh terlebih dahulu.
Misalnya Kesatrian membuat peraturan atau tata tertib yang harus
dipatuhi oleh seluruh anggota organiknya, maka sebelumnya unsure
pimpinan dan staf harus memulainya terlebih dahulu untuk
mematuhi peraturan tersebut agara bisa dijadikan contoh bagi para
prajuritnya.
61
B. Tinjauan Tentang Hukumam
1. Pengertian Hukuman
Pengertian hukuman dapat dipahami dari beberapa pendapat di
bawah ini, yaitu:
a. Menurut Tim Penyusunan Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti:
“Siksaan”.34
b. Menurut Schaefer, hukuman adalah “Suatu bentuk kerugian atau
kesakitan yang ditimpakan kepada seseorang yang berbuat
kesalahan”.35
c. Menurut Chaplin, hukuman adalah “Suatu perrangsang dengan
velensi negative, atau suatu perangsang yang mampu menimbulkan
kasakitan atau ketidaksenangan”.36
d. Menurut Matheson, “Jika respon diikuti oleh penegasan stimulus dan
direspon lalu mengurangi atau menghilangkan semangat seseorang,
stimulus seperti ini disebuthukuman”.37
e. Al-Abrasyi, berpendapat bahwa hukuman adalah “tuntunan
perbaikan, bukan sebagai hardikan atau balas dendam. Untuk itu,
34
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. Kamus Besar Bahasa
Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. 1997, 360), 35
Schaefer, Cara Efektif Mendidik, 93 36
Chaplin, J.P. Kamus Lengkap Psikologi. (Diterjemahkan Oleh Kartini Kartono). 1981, 408
Jakarta: Raja Grapindo Persada. 37
Douglas W Matheson, Introductory Psychology The Modern View. Second Edition. Illinois:
Harlan Davidson, Inc. 1982, 58
62
menurutnya para pendidik Islam, sebelum memberikan hukuman
kepada siswa, harus mempelajari tabiat anak dan sifatnya”.38
f. Sedangkan menurut Arifin bahwa hukuman yang edukatif adalah
“pemberian rasa nestapa pada diri siswa akibat dari kelalaian
perbuatan atau tingkah laku yang tak sesuai dengan tata-nilai yang
diberlakukan dalam lingkungan hidupnya (sekolahnya).”39
Dari beberapa definisi tentang hukuman, seperti yang dijelaskan di
atas, pada dasarnya pemberian hukuman adalah untuk merubah tingkah
laku yang tidak sesuai dengan tata nilai. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa hukuman berarti tuntunan perbaikan yang berbentuk
kerugian atau kesakitan yang ditimpakan pada seseorang yang berbuat
salah guna memperbaiki tingkah lakunya yang menyimpang.
2. Bentuk-BentukHukuman
Menurut Scahefer ada tiga bentuk hukuman yang dapat
dipergunakan sesudah dilakukannya suatu kesalahan, yaitu:
a. Membuat siswa melakukan suatu perbuatan yang tidak
menyenangkan (restitusi). Pemberian hukuman dalam bentuk restitusi
berguna untuk menolong dalam mengembangkan suatu perasaan dan
turut memelihara kepentingan orang lain. Contoh restitusi ini
misalnya, menyuruh siswa melakukan kerja tambahan yang
berhubungan dengan kesalahan yang telah diperbuatnya,
38
Amoh AtiyahAl-Abrasyi, Al Tarbiyah Al Islamiyah. Cairo: Dar Al-Qauniyah li Al Thib‟ah wa
Nasyr. 1964, 152. 39
Arifin H.M. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara. 2000, 218.
63
menyuruhnya membuat ganti rugi supaya siswa merasakan
kepentingan orang lain, membuat siswa minta maaf setelah menghina
temanya, mewajibkan siswa membayar untuk menggati suatu barang
atau mainan yang dirusaknya, menyuruh siswa membersihkan kelas,
dan lain-lain.
b. Mencabut dari siswa suatu kegemaran atau suatuk esempatan yang
enak (Deprifasi).
Mencabut atau tidak mengikut sertakan siswa dalam pengalaman-
pengalaman yang menyenagkan. Pendidikan dapat melakukan dengan
mengambilhak-haknya atau miliknya atau mengasingkan kesuatau
tempat
c. Menimpakan kesakitan berbentuk kejiwaan dan fisik terhadap siswa.
Menghukum seorang siswa karena tingkah lakunya yang salah dapat
dilakukan dengan cara langsung menimpakan kesakitan jasmani atau
kejiwaan, misalnya dengan celaan celaan dan teguran berupa kata-
kata, menampar, memegang, mengguncang-guncang badan,
mencubit,40
dan sebagainya, senada dengan pendapat ini, Awwad
juga berpendapat bahwa, pemberian hukuman melalui pemukulan
adalah untuk mendidik dan untuk kebaikan siswa, bukan untuk
40
Schaefer, Cara Efektif Mendidik, 96.
64
menyiksa atau balas dendam. Alat pukul yang digunakan pun tidak
boleh yang berakibat fatal dapat mencederai siswa.41
3. Syarat-Syarat Pemberian Hukuman
Hukuman bukanlah soal peroranagn, melainkan mempunyai sifat
kemasyarakatan. Hukuman tidak dapat dan tidak boleh dilakukan
sewenang-wenang menurut kehendak seseorang. Melainkan adalah suatu
perbuatan yang tidak bebas, yang selalu mendapat pengawasan dari
masyarakat. Apalagi hukuman yang bersifat pendidikan (Pedagogis), kita
harus selalu memperhatikan beberapa persyaratan pemberian hukuman
sebagai pedoman.
Adapun syarat-syarat hukuman yang pedagogis menurut Ngalim
Purwanto adalah:
a. Tiap-tiap hukuman hendaknya dapat dipertanggungjawabkan.
Hal iniberarti bahwa hukuman itu tidak boleh dilakukan
sewenang-wenang.
b. Hukuman itu sedapat-dapatnya bersifat memperbaiki. Artinya,
bahwa hukuman harus mempunyai nilai mendidik (normatif)
bagi si terhukum, memperbaiki kelakuan dan moral anak-anak.
c. Hukuman tidak boleh bersifat ancaman atau pembalasan
dendam yang bersifat perseorangan. Hukuman yang demikian
tidak memungkinkan adanya hubungan baik antara sipendidik
dan yang di didik.
d. Jangan menghukum pada waktu kita sedang marah. Sebab
kemungkinan besar hukuman itu tidak adil atau terlalu berat.
e. Tiap hukuman harus diberikan dengan sadar dan sudah
diperhitungkan atau dipertimbangkan terlebih dahulu.
f. Bagi si terhukum (anak), hukuman itu hendaklah dapat
dirasakan sendiri sebagai kedukaan atau penderitaan yang
sebenarnya, karena hukuman itu anak akan merasa menyesal
41
Awwad, Jaudah Muhammad. Mendidik Anak Secara Islamai (Diterjemahkan Oleh Shihabuddin).
Jakarta: Gema Insani Press. 1995, 62
65
dan merasa bahwa untuk sementara waktu ia kehilangan kasih
sayang pendidiknya.
g. Jangan melakukan hukuman badan, sebab pada hakikatnya
hukuman badan itu dilarang oleh Negara, tidak sesuai dengan
perikemanusiaan, dan merupakan penganiayaan terhadap
sesama makhluk.
h. Hukuman tidak boleh merusak hubungan baik antara
sipendidik dengan anak didiknya. Untuk itu hukuman yang
diberikan harus dapat dimengerti dan dipahami oleh anak.
i. Perlu adanya kesanggupan member maaf dari sipendidik,
sesudah menjatuhkan hukuman dan setelah anak itu
menginsyafi kesalahannya.42
C. Tinjauan Tentang Stakeholder
1. Pengertian Stakeholder
Definisi dari stakeholder adalah pemegang atau pemangku
kepentingan. Orang per orang atau kelompok tertentu yang mempunyai
kepentingan apa pun terhadap sebuah obyek disebut stakeholder.
Pendidikan adalah sebuah sistem yang mendukung murid mencapai
tujuan-tujuannya melalui pengajaran dan penanaman elemen afektif,
kognitif dan psikomotorik secara terencana dalam jangka panjang.
Walaupun banyak ragam, stakeholder pendidikandibagi dalam 3
kategori utama, yaitu sekolah, pemerintah dan masyarakat. Sekolah,
termasuk di dalamnya adalah para guru, kepala sekolah, murid dan tata
usaha sekolah. Pemerintah diwakili oleh para pengawas, penilik, dinas
pendidikan, walikota, sampai menteri pendidikan nasional. Sedangkan
42
Ngalim Purwanto, Prinsip-prinsip dan Tehnik Evaluasi Pengajaran, Remaja Karya, Bandung,
1986, 243
66
masyarakat yang berkepentingan dengan pendidikan adalah orang tua
murid, pengamat dan ahli pendidikan, lembaga swadaya masyarakat,
perusahaan atau badan yang membutuhkan tenaga terdidik, toko buku,
kontraktor pembangunan sekolah, penerbit buku, penyedia alat
pendidikan, dan lain-lain.
Tanpa melibatkan para pemegang kepentingan ini secara utuh,
niscaya dunia pendidikan tidak akan berjalan dengan baik. Mengapa? Di
dalam dunia pendidikan ada hal yang disebut dengan aksi dan refleksi.
Seseorang akan melakukan aksi setelah mempelajari dulu apa yang
dilakukan oleh orang-orang sebelumnya dalam merespons rangsangan
yang sama atau biasa disebut copying behaviour. Untuk menanamkan
aspek afektif seperti akhlak mulia, seseorang perlu meniru atau
mencontoh ketauladanan lingkungan di sekitarnya. Dunia sekolah tidak
akan mampu mensterilkan murid dari perilaku masyarakat di
sekelilingnya, untuk itu sekolah memerlukan dukungan masyarakat dalam
memberikan ketauladanan dalam mengajarkan akhlak mulia. Begitu juga
dengan aspek psikomotorik. Hanya melalui latihan-latihan konkret di
lingkungan sekitar yang akan membuat murid belajar untuk melatih
kemampuan psikomotriknya sehingga mampu menyelesaikan tugasnya
dengan baik.
Tanpa dukungan masyarakat, murid akan terisolasi dalam dunia
teori tanpa mampu melakukan tindakan konkret. Sementara itu,
67
masyarakat mengharapkan sekolah lebih menonjol dalam
mengembangkan aspek kognitif. Dunia pendidikan formal memang
mengutamakan transfer of science and knowledge, yang diharapkan
mampu mendorong murid mengembangkan paradigma modernitas dalam
kehidupannya kelak.
Pemerintah, sebagai pihak yang berkewajiban menyelenggarakan
pendidikan bagi warganya tidak dapat meninggalkan peran dan fungsi
masyarakat dalam menuntaskan pendidikan. Pendidikan tidak melulu
mengurusi sarana dan prasarana. Tidak hanya sekedar sebuah mata
anggaran yang statis. Pendidikan adalah sebuah dinamika proses yang
memerlukan kecerdasan untuk menjadikannya wahana yang bermanfaat
bagi daerah. Selama ini masih banyak tokoh pemerintahan yang
menempatkan pendidikan sebagai beban anggaran, bukan investasi masa
depan. Padahal jika dikaji lebih mendalam, hanya manusia berpendidikan
lah yang akan mengantarkan bangsa ini ke masa yang lebih baik di masa
mendatang. Untuk itu, diperlukan kearifan untuk menggandeng lebih
banyak potensi di masyarakat dalam mewujudkan sistem pendidikan yang
berkualitas dan berhasilguna. Pendidikan yang steril tidak akan mampu
menyerap keunggulan-keunggulan daerah, sehingga menempatkan
pendidikan dalam sebuah menara gading. Untuk itu, diperlukan kerjasama
yang kuat diantara ketiga elemen ini sehingga menghasilkan sinergi yang
bermanfaat, terutama bagi para murid sebagai subyek pendidikan.
68
Mengingat kesadaran masyarakat yang sudah tinggi terhadap
pentingnya pendidikan, banyak warga masyarakat yang secara sukarela
bergabung dalam lembaga-lembaga berorientasi pendidikan yang dapat
menjadi think-tank pemerintah dalam melaksanakan program-program
pendidikan.
Selain masyarakat sukarela, banyak juga masyarakat yang
mempunyai tujuan mengambil manfaat dari dunia pendidikan. Para
penerbit buku, usaha kursus, penyedia alat pendidikan, dan pengusaha-
pengusaha lainnya. Kelompok ini juga perlu difasilitasi, bahkan jika perlu
dibangkitkan kesadarannya, bahwa selain sebagai lahan penghidupan,
dunia pendidikan juga memerlukan kesetiakawanan yang dapat
memperbaiki kualitas maupun kuantitas pelayanan pendidikan. Untuk itu,
pendekatan usaha terhadap dunia pendidikan adalah bersifat mendukung,
tidak hanya sekedar memeras dan menjadikannya layaknya komoditas.
Berbeda dengan dunia kesehatan yang lebih menekankan pada
pendekatan kuratif yang singkat, di dalam dunia pendidikan,
pendekatannya bersifat promotif. Hasil yang dicapai tidak didapatkan
seketika, melainkan melalui proses panjang puluhan tahun. Tidak ada
proses instan dalam pendidikan. Diperlukan ketekunan dan keprihatinan
untuk mendapatkan hasil terbaik melalui kerja keras bertahun-tahun.
Untuk itu, seluruh stakeholder pendidikan sudah harus mempunyai visi
yang sama, platform yang sama, rasa hormat yang sama, sehingga
69
kesadaran dalam menghadapi tantangan dan peluang selama bertahun-
tahun ke depan dapat dilakukan secara kompak dan saling mendukung.
Pada akhirnya, sekolah sebagai ujung tombak pendidikan.
Walaupun bukan satu-satunya pilihan, sekolah formal masih memegang
peranan penting sampai saat ini. Masih banyak yang percaya bahwa
sekolah merupakan satu-satunya jawaban yang benar dalam
menyelesaikan seluruh urusan pendidikan. Namun setelah sekian lama,
urusan pendidikan malah semakin rumit. Sekolah-sekolah belum betul-
betul mampu mentransformasi sumber daya manusia kita menjadi aset
unggul yang bernilai tambah. Malah semakin banyak tenaga terdidik yang
menganggur. Tidak terjadi link and match antara keluaran sekolah dengan
kebutuhan dunia kerja, artinya sistem pendidikan di sekolah belum
mampu menyerap kearifan lokal, keunggulan daerah, dan dinamika
masyarakat sekitarnya. Tidak terjadi praksis antara satuan pendidikan
dengan lingkungan sekitarnya. Sekolah cenderung arogan dengan teori-
teori ilmiahnya. Mereka menjadi steril dan meremehkan proses aksi
refleksi dengan para stakeholdernya.
Diperlukan sebuah sistem yang membuat sekolah mampu
menyerap aspirasi stakeholdernya. Dunia usaha dan industri di daerah
tidak perlu merekrut tenaga kerja dari luar daerah, jika dunia pendidikan
kita mempunyai daya tarik bagi mereka. Penentuan jurusan di sebuah
sekolah seharusnya menggunakan studi kelayakan yang terukur, sehingga
70
pemetaan kebutuhan tenaga kerja dapat dijawab oleh penyiapan sekolah-
sekolah yang sesuai dengan kebutuhan tersebut. Tokoh-tokoh di sekolah
seperti kepala sekolah dan guru perlu mendapatkan penyegaran mengenai
revitalisasi fungsi pendidikan dalam dunia nyata kita sehari-hari.
Demikian pula perguruan tinggi kita. Kampus tidak harus menjadi menara
gading. Kebutuhan daerah terhadap lulusan perguruan tinggi semakin
besar seiring semakin kompleksnya permasalahan di era otonomi ini.
Perspektif komprehensif, visioner dan strategis yang dimiliki para sarjana
secara pasti sudah menjadi kebutuhan daerah untuk mengelola aset-
asetnya.
Lalu, dimana simpul yang mempertemukan kepentingan seluruh
elemen para stakeholder ini? Simpulnya adalah pada hasil didik yang
mampu membawa bangsa ini pada kondisi yang lebih baik di masa depan.
Mereka adalah anak-anak kita sendiri. Mereka adalah satu-satunya
harapan untuk menyelesaikan begitu banyak masalah ketika kita sudah
uzur. Mereka adalah aset kita, dan kita sedang berinvestasi dengan
mengandalkan niat baik kita terhadap anak-anak kita sendiri. Dengan
demikian, siapapun yang mendholimi dunia pendidikan, artinya mereka
dholim terhadap masa depan anak keturunan mereka sendiri.
Ketiga unsur stakeholder juga harus menjadi kaca benggala bagi
para kompatriotnya. Masyarakat dapat menjadi umpan balik atau
feedback bagi sekolah dan pemerintah. Sekolah dan perguruan tinggi
71
dapat menjadi center of excellent, tauladan nilai dan sumber inspirasi bagi
pemerintah dan masyarakat. Pemerintah, sebagai fasilitator, tinggal
merealisasikannya untuk kemaslahatan bersama.
Bukan hal mudah memisahkan dunia pendidikan dari kelompok-
kelompok vested interested yang terlanjur melekat. Dunia pendidikan saat
ini sudah seperti kapal pesiar mewah yang dipenuhi kelompok
kepentingan. Padahal di dalamnya ada subyek yang harus dilayani, yaitu
para murid. Hanya saja nasib subyek pendidikan ini saat ini sudah
menjadi obyek pendidikan. Godaan untuk memanipulasi dunia pendidikan
begitu besarnya, mengingat anggarannya yang mencapai lebih dari 18%
dari anggaran nasional, 20% dari anggaran kota, dan 20% dari anggaran
propinsi. Belum lagi dari partisipasi masyarakat. Akumulasi dari seluruh
anggaran tersebut membuat siapapun berminat menjadikan dunia
pendidikan sebagai komoditas utama. Mengingat hal ini, komunikasi di
antara stakeholder pendidikan mutlak diperlukan untuk menjamin prinsip
akuntabilitas dalam pemanfaatan uang negara.
D. Tinjauan Hukuman Dalam Prespektif Pendidikan Islam
1. Pengertian Hukuman dalam Pendidikan Islam
Dalam teori belajar (learning theory) yang banyak dianut oleh
para behaviorist, hukuman (punishment) adalah sebuah cara untuk
mengarahkan sebuah tingkah laku agar sesuai dengan tingkah laku yang
72
diharapkan.43
Dalam hal ini, hukuman diberikan ketika sebuah tingkah
laku yang tidak diharapkan ditampilkan oleh orang yang bersangkutan
atau orang yang bersangkutan tidak memberikan respon atau tidak
menampilkan sebuah tingkah laku yang diharapkan.
Sebagai contoh, di sekolah-sekolah berkelahi adalah sebuah
tingkah laku yang tidak diharapkan dan jika tingkah laku ini dilakukan
oleh seorang siswa maka salah satu cara untuk menghilangkan tingkah
laku itu adalah dengan hukuman. Selain itu, mengerjakan tugas sekolah
adalah sebuah tingkah laku yang diharapkan, dan jika seorang siswa lalai
dan tidak mengerjakan tugas sekolah maka agar siswa itu dapat
menampilkan tingkah laku yang diharapkan maka hukuman adalah satu
cara yang digunakan untuk mengatasinya.
Hukuman diartikan sebagai salah satu tehnik yang diberikan bagi
mereka yang melanggar dan harus mengandung makna edukatif,
sebagaimana yang diungkapkan oleh Abdul Mujib dan Jusuf Mdzakkir.44
Misalnya, yang terlambat masuk sekolah diberi tugas untuk
membersihkan halaman sekolah, yang tidak masuk kuliah diberi sanksi
membuat paper. Sedangkan hukuman pukulan merupakan hukuman
terakhir bilamana hukuman yang lain sudah tidak dapat diterapkan lagi.
Hukuman tersebut data diterapkan bila anak didik telah beranjak usia 10
43http://fertobhades.wordpress.com/2006/11/12/hkmn/
44Abdul Mujib, Jusuf Mudzakkir, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: Kencana, 2006), hal. 206
73
tahun, tidak membahayakan saraf otak peserta didik, serta menjadikan
efek negatif yang berlebihan. Sebagaimana sabda Nabi Muhammad Saw
yang artinya:
“Dari Amr bin Syu‟aib ayahnya dari kakeknyaK bahwa
Rasulullah Saw pernah berkata suruhlah anak-anakmu
melakukan shalat sejak usia tujuh tahun dan Pukullah jika tidak
mau sholat di usia sepuluh tahun, serta pisahkan tempat tidur
mereka.” (HR. Dawud).45
Paul Chanche mengartikan hukuman adalah:
“The procedure of decreasing the likelihood of a behavior by following it
with some azersive consequence”,(Prosedur penurunan kemungkinan
tingkah laku yang diikuti dengan konsekuensi negatif). Decreasing the
likelihood yang dimaksud di sini adalah penurunan kemungkinan dan
tingkah laku dan some aversive concequence adalah konsekuensi negatif
atau dampak yang tidak baik baik si pelanggar. Sebagai contoh, Ani tidak
boleh menonton TV ketika maghrib tiba (dari jam 18.00-19.00). Apabila
tetap menonton maka Ani akan di hukum tidak boleh menonton TV
selama 3 hari. Tidak boleh menonton TV ketika maghrib tiba di sini
sebagai prosedur atau aturan-aturan yang harus diikuti. Bentuk
penurunan tingkah lakunya adalah boleh menonton TV selain di waktu
itu, dan sebagai konsekuensi negatif apabila melanggar akan dihukum
tidak boleh menonton TV selama 3 hari.Jadi, hukuman di sini berlaku
45
Abu Dawud, Sunan Abu Dawud, terj. Arifin dan A. Syinqithy Djamaluddin (Semarang, 1992),
hal. 326
74
apabila seseorang merasa enggan untuk mengikuti suatu aturan yang
berimbas pada penurunan tingkah laku.
Sedangkan M. Arifin telah memberi pengertian hukuman
adalah:“Pemberi rasa nestapa pada diri anak akibat dari kelasahan
perbuatan atau tingkah laku anak menjadi sesuai dengan tata nilai yang
diberlakukan dalam lingkungannya.”46
Pendidik harus tahu keadaan anak didik sebelumnya dan sebab
anak itu mendapat hukuman sebagai akibat dari pelanggaran atau
kesalahannya. Baik terhadap aturan-aturan yang berlaku dalam
lingkungan anak didik atau norma yang terdapat dalam ajaran agama
Islam.Dalammenggunakan hukuman, hendaknya pendidik melakukannya
dengan hati-hati, diselidiki kesalahannya kemudian mempertimbangkan
akibatnya.
Penggunaan hukuman dalam pendidikan Islam kelihatannya
mudah, asal menimbulkan penderitaan pada anak, tetapi sebenarnya tidak
semudah itu tidak hanya sekedar menghukum dalam hal ini hendaknya
pendidik bertindak bijaksana dan tegas dan oleh Muhammad Quthb
dikatakan bahwa : “Tindakan tegas itu adalah hukuman”.47
46
M. Arifin, Ilmu Pendidikan Suatu Tinjauan Teoritis dan Praktis (rev. ed.: Bandung, 1994), hal.
175-176
47
Muhammad Quthb, Sistem Pendidikan Islam, terj. Salman Harun (Bandung, 1993), hal. 341
75
Dari beberapa pengertian di atas dapat kita ambil kesimpulan
sementara bahwa hukuman dalam pendidikan Islam adalah salah satu
cara atau tindakan yang dilakukan oleh seseorang atau pendidik kepada
seseorang yang menimbulkan dampak yang tidak baik (penderitaan atau
perasaan tidak enak) terhadap anak didiknya berupa denda atau sanksi
yang ditimbulkan oleh tindakan yang tidak sesuai dengan peraturan yang
telah ditetapkan agar anak didik menyadari kesalahan yang telah
diperbuatnya agar tidak mengulanginya lagi dan menjadikan anak itu
baik sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai.
2. Dasar Pemberian Hukuman dalam Pendidikan Islam
Pendidik muslim harus mendasarkan hukuman yang diberikannya
pada ajaran Islam, sesuai dengan firman Allah dan sunah Rasul-Nya.Ayat
al-Qur‟an yang menunjukkan perintah menghukum, terdapat pada surat
An-Nisa ayat 34, yang berbunyi:
و ايتىخت ى لىنىنشلىزىهنى لىهنىوى ىهج ىوىهنىيفى ىمل ى عىوى ىض ى لىهنىا ى الىتبغلى ى هنىسب الىنى ىطعن فج
Artinya : “Wanita yang kamu khawatirkan nusyusnya, maka nasehatilah
mereka dan pisahkanlah dari tempat tidur mereka dan pukullah
mereka, keudian jisa mereka mentaatimu maka janganlah kamu
mencari-cari jalan untuk menyusahkan merekan. (Q.S. An-Nisa:
34).48
48
al-Qur‟an, 4: 34.
76
Dalam ayat tersebut dijelaskan bahwa seorang suami
diperkenankan memperbaiki pelanggaran atau kesalahan yang dilakukan
oleh istrinya yang serong dengan laki-laki lain. Tahapan paling awal,
adalah dengan memberikan nasehat dengan cara dan pada waktu yang
tepat. Merujuk kembali kepada ayat di atas, beberapa istri sudah cukup
merasa bersalah dengan cara teguran dan nasehat ini, tetapi ada juga yang
tidak. Maka diberikan alternative hukuman berikutnya, yaitu dengan
bentuk „pengabaian‟. Di mana Allah memerintahkan untuk memisahkan
para isteri yang melanggar aturan tersebut, dengan tidak mempedulikan
atau mengabaikannya. Suami hendaklah memisahkan diri dari isterinya,
menghindarinya secara fisik dan membelakanginya ketika tidur di
pembaringan. Itulah yang dimaksud hukuman pengabaian.
Setelah tindakan pengabaian tak juga membawa hasil, barulah
terakhir menginjak ke tahapan fisik. Hal ini pun Allah perbolehkan
dijadikan sebagai tahapan akhir, dengan catatan bahwa pukulan yang
diberikan tidaklah sampai membekas, yang berarti pukulan itu tidaklah
terlalu keras dan tidak terlalu menyakitkan.
Demikian pula terhadap mendidik anak apabila melakukan
pelanggaran baik menyangkut norma agama maupun masyarakat. Usaha
pertama yang dilakukan adalah dengan lemah lembut dan menyentuh
perasaan anak didik. Jika dengan usaha itu belum berhasil maka pendidik
77
bisa menggunakan hukuman pengabaian dengan mengabaikan atau
mengacuhkan anak didik. Jika hukuman psikologis itu tidak belum juga
berhasil maka pendidik bisa menggunakan pukulan.49
Adapun perintah mendidik anak, telah ditegaskan oleh Nabi
Muhammad Saw yang berbunyi:
ا ىلىرىسلىلىهللىص ى ىهللى هى : نى م ىوى نىس بى نى ى هى نى دىهىا ىلو ىض لىه ى ه ىوىه ى ى ,وىس ىا وى ى ىوى ى ىالالوىوىه ى ى ىءىسبعىس ي وى ىالى ى ه ىفى مل ى ع , ىءى ش
Artinya : “Dari Amr bin Syu’aib ayahnya dari kakeknya bahwa
Rasulullah Saw pernah berkata suruhlah anak-anakmu
melakukan shalat sejak usia tujuh tahun dan Pukullah jika tidak
mau sholat di usia sepuluh tahun, serta pisahkan tempat tidur
mereka.” (HR. Dawud).50
Dari Firman Allah Saw dan hadist Nabi Muhammad Saw, kita
dapat menjadikannya sebagai dasar hukum pemberian hukuman dalam
pendidikan Islam.
3. Tujuan Hukuman dalam Pendidikan Islam
Apa sebenarnya tujuan orangtua dan pendidik ketika memberikan
hukuman pada anak? Ini bukanlah persoalan yang ringan, karena dari
49
Abdurrahman Saleh Abdullah, Teori-teori Pendidikan Berdasarkan Al-Qur’an, terj. M. Arifin
dan Zainuddin (Jakarta, 2005), hal. 228 50
Abu Dawud, Sunan Abu Dawud, terj. Arifin dan A. Syinqithy Djamaluddin (Semarang, 1992),
326.
78
beerapa kasus di awal pembahasan tadi, ternyata masih banyak orang yang
menghukum anak dengan tujuan yang salah. Bahkan ada yang
menghukum anak hanya sebagai pelampiasan emosi sesaat saja. Dalam
kondisi ini, Irawati Istadi mengatakan bahwa tujuan sebenarnya dari
pemberian hukuman adalah menginginkan adanya penyadaran agar anak
tidak lagi melakukan kesalahan.51
Jadi tujuan hukuman dapat di klasifikasikan berkaitan dengan
pendapat orang tentang teori-teori hukuman, yaitu:
1. Teori Pembalasan
Menurut teori ini, hukuman diadakan sebagai pembalasan
dendam terhadap pelanggaran yang telah dilakukan seseorang.
2. Teori Perbaikan
Menurut teori ini, hukuman diadakan untuk membasmi
kejahatan yaitu untuk memperbaiki si pelanggar agar jangan
berbuat kesalahan semacam itu lagi.
3. Teori Pelindungan
Menurut teori ini, hukuman diadakan ntuk melindungi
masyarakat dari perbuatan-perbuatan yang tidak wajar.
4. Teori Ganti Kerugian
51
Irawati Istadi, Agar Hadiah dan Hukuman Efektif (Jakarta, 2005), 81.
79
Menurut teori ini, hukuman diadakan untuk mengganti
kerugian-kerugian yang telah diderita akibat dari kejahatan atau
pelanggaran itu.
5. Teori Menakut-nakuti
Menurut teori ini, hukuman diadakan untuk menimbulkan
perasaan takut kepada si pelanggar akan akibat perbuatannya
yang melanggar itu sehingga ia akan selalu takut melakukan
perbuatan itu dan mau meninggalkannya.
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa tiap teori itu masih belum
lengkap karena masing-masing hanya mencakup satu aspek saja. Tiap-tiap
teori tadi saling membutuhkan kelengkapan dari teori yang lain.
Dari beberapa pendapat di atas dapat dipahami bahwa tujuan dari
hukuman dalam pendidikan Islam adalah untuk memperbaiki tabiat dan
tingkah laku anak didik untuk mendidik anak ke arah kebaikan sehingga
tidak akan mengulangi kesalahan yang sama dan bertanggung jawab atas
kesalahannya.