@ukdwsinta.ukdw.ac.id/sinta/resources/sintasrv/getintro/51130015/627ef... · 2 ian g. barbour,...

13
1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Menginginkan alam lingkungan yang baik bukan saja harapan dari manusia itu sendiri tapi juga makluk lainnya yang mendiami dunia, baik hewan ataupun tumbuhan. Karenanya jikalau alam termasuk didalamnya hutan ataupun gunung rusak maka akan berpengaruh pada habitat makluk hidup yang ada. Berbagai macam masalah lingkungan telah menjadi ancaman serius bagi kehidupan manusia. Kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh banjir, misalnya, seringkali disebabkan oleh pengelolaan ekosistem yang salah oleh manusia. Banyak hutan di lereng-lereng gunung dibabat untuk dimanfaatkan sebagai lahan pertanian atau pemukiman. Akibatnya air tidak bisa meresap ke dalam tanah dan pada gilirannya mengalir di permukaan tanah berupa banjir 1 . Dewasa ini manusia diperhadapkan dengan persoalan serius yang menentukan kelangsungan hidup mereka dan semua makluk yang ada di alam semesta ini, yaitu krisis lingkungan. Kesadaran akan ancaman ini mulai tampak pada awal tahun 1970-an, sebagai akibat dari berbagai kerusakan dan pencemaran lingkungan baik air, udara, maupun tanah 2 . Berbagai macam isu global yang menjadi sorotan dunia beberapa tahun belakangan ini diantaranya isu pemanasan global (Global Warning). Suhu rata-rata global pada permukaan bumi telah meningkat 0.74+ 0.18 C (1.33 + 0.32 F) selama seratus tahun terakhir 3 . Intergovernmental Panel On Climate Change (IPCC) 4 menyimpulkan bahwa sebagian besar peningkatan suhu rata-rata global sejak pertengahan abad ke 20 kemungkinan besar disebabkan oleh meningkatnya konsentrasi gas-gas rumah kaca akibat aktifitas manusia melalui rumah kaca. Kesimpulan dasar ini telah dikemukakan oleh setidaknya 30 badan ilmiah dan akademik, termasuk semua akademik sains nasional dari Negara-negara G8 5 . 1 Freddy Buntaran, Saudari Bumi Saudara manusia, Sikap iman dan kelestarian lingkungan, (Yogyakarta : Kanisius 1996) h. 16 17. 2 Ian G. Barbour, Menemukan Tuhan Dalam Sains Kontemporer dan Agama Terje. Fransiscus Borgias, (Bandung : Mizan, 2005) h. 262. 3 Team MPB, “Tebang satu beringin, tanam sejuta kuingin”, Gebrakan 100 hari kerja Gubenur & Wakil Gubenur Papua, (Jayapura : Majalah Papua Bangkit, 2013), h. 63. 4 Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC), sebuah badan ilmiah antar-pemerintah dibentuk oleh UNEP (Program Lingkungan PBB) dan WMO (Organisasi Meteorological Dunia) untuk memberi masukan dan penilaian menyangkut perubahan iklim, stabilisasi iklim agar mencapai level yang paling tidak berbahaya menghendaki puncak emisi gas rumah kaca dunia maksimal sebelum 2015 dan berkurang 50 sampai 85% antara sekarang dan tahun 2050, dibandingkan tahun 2000. 5 Team MPB, Majalah Papua Bangkit, h. 63 @UKDW

Upload: dinhkiet

Post on 02-Mar-2019

224 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Menginginkan alam lingkungan yang baik bukan saja harapan dari manusia itu sendiri

tapi juga makluk lainnya yang mendiami dunia, baik hewan ataupun tumbuhan. Karenanya

jikalau alam termasuk didalamnya hutan ataupun gunung rusak maka akan berpengaruh pada

habitat makluk hidup yang ada.

Berbagai macam masalah lingkungan telah menjadi ancaman serius bagi kehidupan

manusia. Kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh banjir, misalnya, seringkali disebabkan

oleh pengelolaan ekosistem yang salah oleh manusia. Banyak hutan di lereng-lereng gunung

dibabat untuk dimanfaatkan sebagai lahan pertanian atau pemukiman. Akibatnya air tidak bisa

meresap ke dalam tanah dan pada gilirannya mengalir di permukaan tanah berupa banjir1.

Dewasa ini manusia diperhadapkan dengan persoalan serius yang menentukan

kelangsungan hidup mereka dan semua makluk yang ada di alam semesta ini, yaitu krisis

lingkungan. Kesadaran akan ancaman ini mulai tampak pada awal tahun 1970-an, sebagai akibat

dari berbagai kerusakan dan pencemaran lingkungan baik air, udara, maupun tanah2. Berbagai

macam isu global yang menjadi sorotan dunia beberapa tahun belakangan ini diantaranya isu

pemanasan global (Global Warning). Suhu rata-rata global pada permukaan bumi telah

meningkat 0.74+ 0.18 C (1.33 + 0.32 F) selama seratus tahun terakhir3. Intergovernmental Panel

On Climate Change (IPCC)4 menyimpulkan bahwa sebagian besar peningkatan suhu rata-rata

global sejak pertengahan abad ke 20 kemungkinan besar disebabkan oleh meningkatnya

konsentrasi gas-gas rumah kaca akibat aktifitas manusia melalui rumah kaca. Kesimpulan dasar

ini telah dikemukakan oleh setidaknya 30 badan ilmiah dan akademik, termasuk semua akademik

sains nasional dari Negara-negara G85.

1 Freddy Buntaran, Saudari Bumi Saudara manusia, Sikap iman dan kelestarian lingkungan, (Yogyakarta : Kanisius

1996) h. 16 – 17. 2 Ian G. Barbour, Menemukan Tuhan Dalam Sains Kontemporer dan Agama Terje. Fransiscus Borgias, (Bandung :

Mizan, 2005) h. 262. 3 Team MPB, “Tebang satu beringin, tanam sejuta kuingin”, Gebrakan 100 hari kerja Gubenur & Wakil Gubenur Papua,

(Jayapura : Majalah Papua Bangkit, 2013), h. 63. 4 Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC), sebuah badan ilmiah antar-pemerintah dibentuk oleh UNEP

(Program Lingkungan PBB) dan WMO (Organisasi Meteorological Dunia) untuk memberi masukan dan penilaian

menyangkut perubahan iklim, stabilisasi iklim agar mencapai level yang paling tidak berbahaya menghendaki puncak

emisi gas rumah kaca dunia maksimal sebelum 2015 dan berkurang 50 sampai 85% antara sekarang dan tahun 2050,

dibandingkan tahun 2000. 5 Team MPB, Majalah Papua Bangkit, h. 63

@UKDW

2

Meningkatnya suhu global diperkirakan akan menyebabkan perubahan-perubahan yang

lain seperti naiknya permukaan air laut, meningkatnya intensitas fenomena cuaca yang ekstrim,

serta perubahan jumlah dan pola presipitasi. Dampak lain adalah terpengaruhnya hasil pertanian,

hilangnya gletser, dan punahnya berbagai jenis hewan6.

Indonesia dalam catatan IPCC adalah Negara nomor tiga terbesar yang menyumbang gas-

gas yang menyebabkan pemanasan bumi setelah Negara China dan Amerika Serikat. Sebagian

besar gas-gas tersebut dihasilkan dari pembukaan dan pembakaran hutan, khususnya yang terjadi

di Sumatera dan Kalimantan. IPCC juga meletakkan Indonesia di posisi utama saat IPCC

mengatakan bahwa Indonesia bisa menyumbang 50% dari potensi total mitigasi global untuk

pengurangan emisi dari deforestasi7.

Indonesia juga mempunyai hutan alam asli di Asia Pasifik yang terbesar tetapi sedang

mengalami kerusakan yang tercepat di seluruh dunia. Jutaan hektar hutan di Kalimantan dan

Sumatera telah rusak oleh eksploitasi manusia atas hasil-hasil hutan, bahkan kita mendapati

bahwa hutan dan ekosistemnya dirusakkan oleh tangan-tangan yang tidak bertanggungjawab

hanya karena ingin mengeruk keuntungan dari hutan tanpa memperhatikan sisi bahaya dari

pengeksplotasian hutan tersebut. Di Riau tercatat beberapa kali hutannya dirusakkan dan

meninggalkan berbagai dampak bukan saja untuk daerah itu namun juga bagi kenyamanan

masyarakat di sekitar daerah itu, termasuk pada penerbangan domestis yang ada.

Menjaga kelestarian hutan sangatlah penting untuk diperhatikan karena banyak hutan

yang dirusakkan namun untuk Papua secara khusus dinilai masih bertahan dengan tingkat

kerusakannya yang kecil. Maka perlindungan hutan di pulau Papua saat ini menjadi penting untuk

menghambat pelepasan gas-gas tersebut. Mata dunia tertuju kepada Papua sebagai “Pahlawan’

dari pemanasan global yang kian menjadi-jadi, bahkan didapati juga bahwa hutan-hutan dan

gunung di Papua yang sangat penting bagi Papua secara khusus dan dunia pada umumnya juga

mulai mengalami kerusakan walaupun tidak secara besar tingkat kerusakannya jika dilihat dari

prosentase jumlah luas hutan yang ada di Papua. Di daerah Wondama tepatnya salah satu daerah

atau Kabupaten di Propinsi Papua Barat beberapa tahun lalu mengalami banjir besar bandang

yang tidak saja merengut harta benda namun juga jiwa manusia. Banjir yang terjadi di Wondama

bukan saja terjadi pada tahun itu, terhitung tahun 2013 kembali melanda daerah tersebut yang

juga merengut harta benda tapi tidak merengut jiwa manusia. Banjir ini terjadi akibat dari tingkat

pembalakkan hutan dan gunung dengan alasan kepentingan pembangunan.

6 ibid

7 ibid

@UKDW

3

Papua sebagai ‘paru-paru’ dunia sangat diperhitungkan dalam dunia ini khususnya

hutannya yang masih alamiah. Papua yang memiliki lahan hutan sekitar 42 juta hektar

menunjukkan posisi signifikan bagi Papua dalam upaya memitigasi perubahan iklim dunia. Jika

dilihat dari letaknya, Propinsi Papua merupakan propinsi tertimur yang dijuluki pintu gerbang ke

kawasan Asia-Pasifik. Dilihat dari luasnya ia merupakan propinsi terbesar milik republik ini

seluas kurang lebih 410.000 Km2 (Kurang lebih 20%) dari luas daratan Indonesia) dengan

medannya yang cukup berat dan jika dilihat dari potensi ekonominya Papua dijuluki sebagai

raksasa yang sedang tidur8. Oleh sebab wilayah yang cukup luas dan berpotensi sekali maka

perlu untuk dijaga dan dipelihara. Jika tidak dijaga dan dirawat maka akan mendatangkan

bencana bagi semua yang mendiami bumi ini. Daerah Kotamadya Jayapura yang terletak di

bawah kaki gunung Cycloop juga sering mengalami banjir yang besar bahkan terjadi longsoran

tanah yang mengakibatkan kerusakan fisik dan merengut harta benda dan jiwa manusia akibat

dari pengeskplotasian hutan secara tidak bertanggungjawab.

Masyarakat Sentani adalah salah satu bagian komponen masyarakat budaya yang beradab,

terikat pada kehidupan sosial budaya dan sistem tradisi adat. Ikatan budaya itu sudah terbawa

sejak kecil, sebab lahir dan berakar dalam jiwa setiap masyarakat Sentani. Masyarakat Sentani

mendiami bagian barat kota Jayapura, sebagian besar penduduknya berkonsentrasi di tengah-

tengah danau Sentani.

Masyarakat Sentani berada di daerah yang sangat strategis, jika dilihat dari sisi Pekabaran

Injil, pembangunan daerah dan juga pengembangan ekonomi dan bisnis. Wilayahnya menjadi

jalan umum bagi segala macam pengaruh modern yang berjumpa, entah yang positif maupun

yang negatif. Wilayah masyarakat Sentani menjadi ajang pertarungan segala budaya, dan juga

kepentingan dari segala suku di Indonesia. Tempatnya sangat menarik untuk mencari hidup dan

meniti karir, tetapi juga tempat yang sejuk untuk membina persaudaraan, persekutuan dagang dan

persaudaraan dalam Kristus.

Secara kondisi geografis masyarakat Sentani atau orang-orang Sentani yang dikenal

dengan nama suku bangsa Phuyaka/Phuyakla, sebagian besar mendiami kabupaten Jayapura.

Penduduknya tersebar dalam pemukiman dan kampung-kampung yang berada di lereng gunung

Cyclop, dan sebagiannya berada di tepian dan di pulau-pulau yang berada di tengah danau

Sentani.

Sumber kehidupan masyarakat Sentani berasal dari kehidupan di Gunung Cyclop. Jikalau

kehidupan tersebut tidak dijaga kelestariannya maka akan terjadi suatu generasi yang masa

8 Barnabas Suebu,SH, MEMBANGUN PAPUA BARU, (Jayapura : Kalangan Sendiri, 2011) h. 7 – 8

@UKDW

4

depannya suram. Kelestarian alam sekitar Cyclop perlu untuk dijaga dan dilestarikam guna

kehidupan masa depan keturunannya.

Gunung Cyclop yang berlokasi dekat dari danau Sentani merupakan gunung yang cukup

tinggi (1,890 meter) dan sangat mudah diakses baik bagi para pendaki professional atau yang

sudah berpengalaman, maupun bagi mereka yang belum berpengalaman naik gunung. Gunung

Cyclop pertama kali mendapatkan popularitasnya karena pemandangan indah dari puncaknya,

dan sepanjang jalur pendakian, mulai dari batu-batu indah khas Gunung Cyclop, sampai air terjun

yang mengalir deras dari ketinggian dan banyaknya burung cenderawasih yang ada di sini,

Walaupun masih sebagian ditemukan kualitas wisata alam yang dinikmati di Cyclop namun

sekarang sudah mulai berkurang akibat eksploitasi yang kurang bertanggung jawab.

Gunung Cyclop merupakan gunung yang memberikan kehidupan bagi masyarakat

Sentani. Hidup masyarakat Sentani bergantung pada sumber air yang mengalir dari gunung

Cyloop yang sangat segar sekali rasanya. Bagi masyarakat Sentani, gunung Cyclop disebut

dengan bahasa Sentani adalah “ROBONGHOLO9” yang berarti perempuan atau ibu, karena

keberadaan gunung ini yang turut memberikan andil, dalam memberikan kehidupan bagi orang-

orang yang mendiami lembah Sentani. Gunung Robongholo berada di dua daerah pemerintahan

baik itu kabupaten Jayapura maupun kotamadya Jayapura. Air yang mengalir dari gunung

Robongholo ini langsung turun ke danau Sentani dan ke laut.

Kenyataan lain didapati hijaunya gunung dan asrinya pepohonan di sekitar kaki gunung

Robongholo memberikan warna kenyamanan bagi masyarakat. Namun akibat pengaruh

pembangunan yang ada, gunung Robongholo menjadi korban perusakan, karena di balik gunung

ini ada peladang-peladang liar yang membuka hutan untuk dijadikan kebun mereka, dan material

gunung diambil untuk pembangunan.

. Penebangan hutan dan pembukaan lahan baru yang merusak, menyebabkan wilayah

penyangga serta resapan di kaki gunung kian kritis. Jika ekosistem Robongholo ini diganggu

atau diusik pastilah akan membawa bencana bagi masyarakat Sentani dan masyarakat lainnya.

Aktivitas para perambah di sekitar areal gunung Robongholo bahkan di pinggiran-pinggiran kali

atau sungai menyebabkan debit sumber air turun dari tahun ke tahun, bahkan mau dikatakan

bahwa ada beberapa sungai yang ketika musim hujan akan meluap dan pada saat musim kemarau

sungai atau kali tersebut menjadi kering.

9 Selanjutnya kata Gunung Cycloop akan berganti pemakaiannya dengan kata Robongholo yang disesuaikan dengan

pengutipan atau sumber penulisannya.

@UKDW

5

B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan deskripsi permasalahan di atas, maka rumusan permasalahan dapat di jabarkan

sebagai berikut ?

1. Apakah penyebab dan dampak dari kerusakan ekosistem yang terjadi di sekitar Robongholo

bagi kehidupan masyarakat Sentani dan sekitarnya ?

2. Bagaimana pandangan masyarakat Sentani mengenai Robongholo dalam konsep pemahaman

budaya masyarakat Sentani ?

3. Apakah ada pemahaman Ekofeminis terhadap Robongholo dalam masyarakat Sentani dan

Bagaimana Robongholo dalam pandangan masyarakat Sentani dilihat dari konteks

Ekofeminis ?

C. TUJUAN DAN MANFAAT PENULISAN

1. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penulisan dari penelitian ini antara lain :

1. Untuk mengetahui dampak kerusakan ekosistem Robongholo bagi masyarakat Sentani

dan sekitarnya.

2. Untuk memahami dan mengerti bagaimana pandangan masyarakat Sentani mengenai

Robongholo dalam konteks budaya mereka

3. Untuk memahami konsep Robongholo dalam relevansinya dengan konsep Eko-Feminis

4. Masyarakat sentani dapat menjaga kelestarian Robongholo guna kelangsungan hidup

mereka

2. Manfaat Penulisan

Dari penulisan Tesis ini didapati ada 2 manfaat antara lain manfaat Institusional dan manfaat

akademik. Adapun dua macam manfaat antara lain :

a. Manfaat Institusional

Adapun manfaat penulisan secara institusional antara lain :

1. Memberikan kontribusi pemikiran terhadap para LSM dan lembaga sosial lainnya

yang peduli terhadap lingkungan untuk terus terlibat dalam penanganan dan

perlindungan ekosistem Robongholo.

2. Memberikan konsep pemikiran terhadap masyarakat Sentani akan pentingnya

perawatan dan penjagaan ekosistem Robongholo yang dapat memberikan kehidupan

bagi masyarakat Sentani dan sekitarnya.

@UKDW

6

3. Memberikan masukan bagi Gereja GKI Di Tanah Papua baik aras sinodal, klasis dan

jemaat untuk lebih memberikan pemikiran-pemikiran Teologi tentang lingkungan

hidup yang perlu dijaga dan dirawat

4. Memberikan kontribusi pemikiran yang berarti bagi PEMDA Kabupaten Jayapura

terutama instansi terkait untuk dapat lebih tegas terhadap mereka yang melakukan

pengrusakan Robongholo dan dapat lebih memperketat tindakan pengawasan terhadap

mereka yang melakukan hal-hal yang tidak bertanggungjawab yang mengakibatkan

rusaknya ekosistem Robongholo.

5. Membantu memberikan pemahaman kepada masyarakat Sentani tentang Robongholo

sebagai ibu dalam menjaga dan merawatnya dari prespektif feminis

b. Manfaat Akademik

Dari manfaat akademik yang didapat dari penulisan ini adalah memberikan sumbangan

pemikiran kristis terhadap konsep Ekofeminis yang turut mempengaruhi local believe

masyarakat Sentani dan juga sebagai study pengembangan nilai-nilai budaya untuk

dijadikan sebagai bagian dari perkembangan Teologi dewasa ini.

D. BATASAN MASALAH

Dalam penulisan ini penulis membatasi penulisan di sekitar masyarakat Sentani terutama

mereka yang ada dan hidup di sekitar Robongholo baik kabupaten maupun kotamadya Jayapura.

E. LANDASAN TEORI

Dalam penulisan tesis ini penulis berpijak dari landasan teori Ekofeminis. Ekofeminis

dilihat dari sisi ilmunya terdiri dari 2 bagian ilmu yakni Ekologi dan Feminis. Ekologi adalah

ilmu yang mempelajari interaksi antara organisme dengan lingkungannya dan yang lainnya.

Berasal dari kata Yunani oikos ("habitat") dan logos ("ilmu"). Ekologi diartikan sebagai ilmu

yang mempelajari baik interaksi antar makhluk hidup maupun interaksi antara makhluk hidup dan

lingkungannya. Istilah ekologi pertama kali dikemukakan oleh Ernst Haeckel (1834 - 1914).

Dalam ekologi, makhluk hidup dipelajari sebagai kesatuan atau sistem dengan lingkungannya10

.

Sedangkan Sebagian ilmuan juga menyepakati bahwa pengertian ekologi tak lain adalah ilmu

pengetahuan yang mempelajari hubungan antara organisme dengan lingkungannya. Lebih

spesifik lagi, pengertian ekologi bagi sebagian orang adalah ilmu yang bmencoba untuk

10

Wikipedia, Ekologi, http://id.wikipedia.org/wiki/Ekologi, Di Akses pada Tgl 07 November 2014

@UKDW

7

memahami dan mempelajari hubungan antara binatang, tumbuhan, manusia dan juga

lingkungannya, bagaimana mereka hidup, di mana mereka hidup, juga mengapa mereka berada di

lingkungan tersebut11

. Sedangkan Feminisme (tokohnya disebut Feminis) adalah sebuah gerakan

perempuan yang menuntut emansipasi atau kesamaan dan keadilan hak dengan pria12

. Feminisme

berasal dari bahasa Latin, femina atau perempuan dengan demikian Feminis dalam pengertian

sebuah pemikiran atau pandangan yang senantiasa menitikberatkan pada hal-hal yang berkaitan

erat dengan keberadaan perempuan baik status maupun peran perempuan tersebut13

.

Berdasarkan pengertian tadi maka dapatlah diberi pengertian secara umum mengenai

Ekofeminis tersebut karena ekofeminis dapat membantu dalam memberikan kontribusi yang

utama dalam memahami akar persoalan atau permasalahan dari krisis lingkungan14

. Lebih lanjut

bahwa dalam memahami alam dan pengelolahaannya yang lebih ramah perlu pengunaan

prespektif Feminis sehingga benar-benar tindakan dan sikap manusia terhadap alam lebih baik

dan bersahabat. Ekofeminis lahir untuk menjawab sebuah kebutuhan penyelamatan alam ini

dengan berbasiskan pada kekhasan perempuan yang selama ini memiliki pengetahuan didalam

mengelola lingkungan hidup dan sumber-sumber kehidupannya.

Beberapa asumsi pokok Ekofeminis yang digambarkan oleh Karen J. Warren dalam

teori Ekofeminisnya antara lain :

1. Ada keterkaitan penting antara opresi15

terhadap alam dan opresi terhadap perempuan

2. Pemahaman terhadap alam dalam keterkaitan ini adalah penting untuk mendapatkan

pemahaman yang memadai atas opresi terhadap alam dan opresi terhadap perempuan

3. Teori dan praktek Feminis harus memasukan prespektif ekologi

4. Pemecahan masalah ekologi harus memasukan prespektif Feminis16

.Berdasarkan asumsi pokok Ekofeminis yang di sampaikan oleh Karen J. Waren maka

bisa dikatakan bahwa perempuan dan alam sama pentingnya dan ada keterkaitannya karena sama-

11

Ekologi blogspot, Memahami Pengertian Ekologi, http://ekosistem-ekologi.blogspot.com/2013/02/memahami-

pengertian-ekologi.html, Diakses pada Tgl 07 November 2014

12 Wikipedia, Feminisme, http://id.wikipedia.org/wiki/Feminisme#Referensi, Diakses pada Tgl 07 November 2014

13 Augustien Kapahang-Kaunang, Berteologi Kontekstual Dari Prespektif Feminis, dalam Asnat N. Natar (edt),

Perempuan Indonesia berteologi Dalam Konteks, (Yogyakarta : Pusat Studi Feminis Falkutas Theologi Universitas

Kristen Duta Wacana, 2004), h.27 14

M. Hendrika, Panggilan Berhati Ibu Bagi Semua dalam A. Sunarko dan A. Eddy Kristiyanto (edt), Menyapa Bumi

Menyembah Hyang Ilahi, (Yogyakarta: Kanisius, 2008), h. 129 15

Opresi adalah suatu tindakan dengan kekuatan yang dapat membuat seseorang yang berada di bawah opresi merasakan

kesengsaraan dan penderitaan atau dengan kata lain penindasan 16

Diskusi Lepas, Mengenal Ekofeminisme, http://www.diskusilepas.com/2014/05/mengenal-ekofeminime.html, Diakses

pada Tgl 07 November 2014

@UKDW

8

sama mengalami opresi atau penindasan oleh kaum yang laki-laki terhadap perempuan dan

manusia terhadap alam.

Dalam konsep seperti demikian maka dapatlah dilihat bahwa apa yang dikatakan oleh

Karen J. Waren dalam hubungannya dengan alam dan perempuan maka didapatlah sebuah

pemikiran yang berhubungan karena bukan saja alam dan perempuan menjadi korban dalam

konteks Ekofeminis namun lebih dari itu Ekofeminis melihat dan memperlakukan alam dalam

pendekatan Feminis sehingga dalam menilai dan memahami alam ini dan mengelolahnya perlu

melihat dalam konsep Feminis.

Robongholo sebagai salah satu objek alam ini yang juga mengalami kerusakan akibat

eksploitasi manusia perlu untuk dipahami, dimengerti dan dijaga kelestariannya Penjagaan dan

pengelolaan Robongholo yang lebih ramah dalam prespektif Feminis memungkinkan masyarakat

Sentani dapat memelihara dan menjaga Robongholo sebagai “Ibu” yang memberikan kehidupan

kepada seluruh masyarakat terutama masyarakat Sentani.

F. METODE PENELITIAN

1. Metode Penelitian

Metode yang hendak digunakan dalam penelitian ini adalah Metode Penelitian

Deskriptif Kualitatif. Metode Deskriptif Kualitatif sering disebut dengan penelitian

naturalistik karena penelitiannya dilakukan pada kondisi yang alamiah (natural setting)17

.

Metode Penelitian Kualitatif adalah metode penelitian yang berlandaskan pada

filsafat postpositivisme, yang digunakan untuk meneliti pada kondisi yang alamiah, (sebagai

lawannya adalah eksperimen) di mana peneliti adalah sebagai instrument kunci,

pengambilan sampel sumber data dilakukan secara purposive dan snowball, teknik

pengumpulan dengan triangulasi (gabungan), analisis data bersifat induktif/kualitatif, dan

hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna daripada generalisasi18

. Dalam penulisan

Tesis ini penulis mengembangkan penulisan dengan metode demikian agar hasil yang

didapat benar-benar akurat dan mendukung penulisan yang ada.

2. Variabel Penelitian

Variabel adalah faktor yang berperan dalam peristiwa atau gejala yang akan diteliti. Variabel

penelitian dibedakan dalam 3 (tiga) variabel, yaitu: variabel bebas, variabel terikat dan

17

Sugiono, Metodologi Penelitian Kualitatif & Kuantitatif, R& D, (Bandung : Alfabeta, 2009) h. 15 18

Sugiono, Ibid.

@UKDW

9

variabel kontrol19

. Ketiga variabel ini sering disebut juga sebagai variabel independent

(bebas), variabel dependen (terikat), dan variabel moderator 20

.

a. Variabel Bebas (Independent)

Variabel Bebas atau Independent adalah variabel yang mempengaruhi atau yang

menjadi sebab perubahan atau timbulnya dependen (terikat). Variabel bebas biasa disebut

sebagai variabel eksperimentil yang diberi lambang X (variabel X), yaitu variabel yang

diselidiki pengaruhnya21

.

Berkaitan dengan penelitian ini, maka yang merupakan variabel bebas

(independent) adalah Penyebab dari Kerusakan Ekosistem Robongholo..

b. Variabel Terikat (Dependen)

Variabel Terikat atau Dependen adalah variabel yang dipengaruhi atau yang

menjadi akibat, karena adanya variabel bebas. Variabel terikat biasanya disebut sebagai

variabel ramalan yang diberi lambang Y (variabel Y) yaitu variabel yang diramalkan atau

akan muncul dalam hubungan fungsional dengan atau sebagai pengaruh dari variabel

bebas22

Dengan demikian yang termasuk dalam variabel terikat (dependen) dalam

penelitian ini adalah Akibat dari kerusakan Ekosistem Robongholo.

c. Variabel Kontrol (Moderator)

Variabel Kontrol atau Moderator adalah variabel yang mempengaruhi

(memperkuat dan memperlemah) hubungan antara variabel independent dan dependen.

Berdasarkan pengertian tersebut, maka variabel ini sering disebut juga sebagai Variabel

Proses. Variabel Kontrol (Moderator) ini biasanya dilambangkan dengan X223

. Dalam

penelitian ini penulis mengunakan variable ini dengan menghubungkan bagaimana

masyarakat melihat sebab-sebab kerusakan dan akibat yang di timbukan dari

kerusakan Robongholo.

19

Sudarto, Metode Penelitian Sosial, (Jakarta : Bumi Aksara 1996) h. 55 20

Sugiono, Op. Cit h. 62 21

Sugiono, Ibid 22

Sugiono, ibid 23

Sugiono, Ibid, h. 62

@UKDW

10

3. Populasi dan Sampel Peneltian

a. Populasi Penelitian

Yang dimaksud dengan populasi adalah keseluruhan obyek penelitian yang dapat

terdiri dari manusia, benda-benda, hewan, tumbuh-tumbuhan, gejala-gejala, nilai tes atau

peristiwa-peristiwa sebagai sumber data yang memiliki karakteristik tertentu di dalam

suatu penelitian.

Dalam penelitian kualitatif tidak menggunakan populasi, tetapi oleh Spradley

dinamakan “social situation” atau situasi sosial yang terdiri atas tiga elemen yaitu: tempat

(place), pelaku (actors), dan aktivitas (activity) yang berinteraksi secara sinergis. Situasi

sosial dapat dinyatakan sebagai obyek penelitian yang ingin dipahami secara lebih

mendalam “apa yang terjadi” di dalamnya. Pada situasi sosial atau obyek penelitian ini,

peneliti dapat mengamati secara mendalam aktivitas (activity) orang-orang (actors) yang

ada pada tempat (place) tertentu24

.

Namun sebenarnya obyek penelitian kualitatif, juga bukan semata-mata pada

situasi sosial yang terdiri atas tiga elemen tersebut, tetapi juga bisa berupa peristiwa alam,

tumbuh-tumbuhan, binatang, kendaraan, dan sejenisnya.

Dalam penelitian kualitatif tidak menggunakan populasi, karena penelitian

kualitatif berangkat dari kasus tertentu yang ada pada situasi sosial tertentu dan hasil

kajiannya tidak akan diberlakukan ke populasi, tetapi ditransferkan ke tempat lain pada

situasi sosial yang memiliki kesamaan dengan situasi sosial pada kasus yang dipelajari25

.

Populasi penelitian yang diambil penulis adalah lembaga-lembaga Swadaya

Masyarakat yang bergerak di bidang lingkungan hidup, Pemerintah Daerah dan

masyarakat yang ada, sehingga data lebih akurat.

b. Sampel Penelitian

Sampel adalah merupakan bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh

populasi.

Dalam penelitian kualitatif, teknik sampling yang sering digunakan adalah

purposive sampling dan snowball sampling. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan

teknik snowball sampling untuk mendapatkan sumber data. Snowball sampling adalah

teknik pengambilan sampel sumber data, yang pada awalnya jumlahnya sedikit, lama-

24

Sugiono, Op.Cit, h. 15 25

Sugiono, Op.Cit, h. 16

@UKDW

11

lama menjadi besar. Hal ini dilakukan karena dari jumlah sumber data yang sedikit

tersebut belum mampu memberikan data yang lengkap, maka peneliti perlu mencari

informan lain untuk lebih mengembangkan data penelitian26

.

Penentuan sampel dalam penelitian kualitatif dilakukan saat peneliti mulai

memasuki lapangan dan selama penelitian berlangsung (emergent sampling design).

Caranya yaitu, peneliti memilih orang tertentu yang dipertimbangkan akan memberi data

yang diperlukan; selanjutnya berdasarkan data atau informasi yang diperoleh dari sampel

sebelumnya itu, peneliti dapat menetapkan sampel lainnya yang dipertimbangkan akan

memberi data lebih lengkap. Praktek seperti inilah yang disebut Lincoln dan Guba (1985)

sebagai “social selection of sample units”, atau dalam kata-kata Bogdan dan Biklen

(1982) dinamakan “snowball sampling technique”. Unit sampel yang dipilih makin lama

makin terarah sejalan dengan makin terarahnya fokus penelitian. Proses ini dinamakan

Bogdan dan Biklen (1982) sebagai “continues adjustment of the sample”. Atas dasar

pemikiran tersebut maka penulis memutuskan untuk menggunakan teknik snowball

sampling27

.

Sebagaimana uraian di atas, penulis menggunakan teknik snowball sampling

dalam menentukan sampel penelitian. Dengan demikian yang akan menjadi sampel

penelitian yang akan diteliti yaitu: Masyarakat di sekitar areal lereng gunung Cyclops

maupun masyarakat sentani bahkan LSM yang terkait dengan penanganan Robongholo

pada umumnya dengan jumlah 16 orang baik itu tokoh masyarakat maupun tokoh adat

maupun masyarakat lainnya.

4. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini penulis menggunakan 4 teknik pengumpulan data, sebagai

berikut:

a. Observasi/Pengamatan

Pengamatan data dengan observasi langsung adalah cara untuk dapat mengambil

data dengan menggunakan mata tanpa ada pertolongan alat standar lain untuk keperluan

tersebut28

.

26

Sugiono, Op.Cit, h. 16 27

Sugiono, Op.Cit, h. 17

28

Mohamad Natsir, Manajemen Penelitian, (Jakarta : Penerbit Rineka Cipta, 1988) h. 212.

@UKDW

12

Menurut Marshall (1995), melalui observasi peneliti belajar tentang perilaku, dan

makna dari perilaku tersebut. Dengan demikian dalam penelitian ini, penulis akan

melakukan observasi terhadap obyek penelitian yang terkait dengan dampak kerusakan

ekosistem Robongholo serta relasinya dengan nilai kearifan lokal masyarakat Sentani dari

prespektif Eko–Feminis.

b. Wawancara/Interview

Wawancara merupakan pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan ide

melalui tanya-jawab, sehingga dapat dikontruksikan makna dalam suatu topik tertentu29

.

Dengan demikian yang akan dilakukan penulis adalah melakukan wawancara terstruktur

dengan para tokoh adat, pemerintah dan masyarakat Sentani sebagai sampel penelitian

terkait dengan topik penelitian menyangkut sampai sejauhmana pandangan masyarakat

Sentani dalam konteks kearifan lokal mengenai Robongholo dalam kelestariannya.

Wawancara dilakukan terhadap 16 orang baik dari pihak pemerintah, LSM, masyarakat,

tokoh adat dan tokoh masyarakat.

c. Dokumen

Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen biasanya

berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental dari seseorang30

. Terkait dengan

teknik ini, maka penulis akan berupaya untuk mengumpulkan dokumen-dokumen

penunjang yang dibutuhkan untuk dianalisis guna memperkaya hasil penelitian ini.

d. Studi Kepustakaan

Studi kepustakaan adalah teknik atau cara memperoleh data-data teoritis, guna

memperoleh pendapat atau pandangan dari berbagai ahli dengan mengumpulkan berbagai

buku, catatan, dokumentasi untuk menunjang penelitian tersebut. Dengan demikian penulis

akan menggali informasi sebanyak mungkin dari berbagai literatur guna memperkaya

kajian teoritis maupun analisis terhadap hasil penelitian.

5. Teknik Analisa Data

Teknik analisa data yang penulis pakai dalam penelitian ini adalah analisis data

kualitatif. Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang

29

Sugiono, Op.Cit, h. 317 30

Sugiono, Op. Cit, h. 329

@UKDW

13

diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan bahan-bahan lain, sehingga mudah

untuk dipahami, dan temuannya dapat diinformasikan kepada orang lain31

.

G. SISTEMATIKA PENULISAN

Adapun sistematika penulisan yang dipergunakan dalam tulisan ini sebagai berikut :

1. BAB I, PENDAHULUAN

Pada bab ini berisikan latar belakang, pembatasan masalah, manfaat, landasan teori juga

metode penulisan serta sistematika penulisan.

2. BAB II, ROBONGHOLO SEBAGAI PROBLEMATIKA EKOLOGIS

Bab ini berisikan gambaran umum tentang gunung Cyclops, analisi kerusakan Ekologis di

Cagar alam Cyclops dan kesimpulan

3. BAB III, ROBONGHOLO DI TINJAU DARI PRESPEKTIF EKO- FEMINIS

Bab ini berisikan kajian teoritis tentang EkoFeminis ,Robongholo sebagai wujud kearifan

lokal, Analisanya dalam konteks masyarakat Sentani dan kesimpulan.

4. BAB IV, MEMBANGUN TEOLOGI DALAM KONTEKS MASYARAKAT SENTANI

Bab ini berisikan landasan teologis dari pemahaman menjaga Robongholo sebagai

tanggungjawab masyarakat terhadap alam ini dan implikasinya dan kesimpulannya.

5. BAB V, PENUTUP

Bab ini berisikan kesimpulan dan juga saran-saran yang diperlukan serta usul yang diberikan

menyangkut tulisan tersebut.

31

Sugiono, h. 334

@UKDW