zzz mglk nhphqnhx jr lg - jdih.kemenkeu.go.idpmk.08~2015per.pdf · tata cara pelaksanaan anggaran...

38
MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 195/PMK.08/2015 TENT ANG TATA CARA PENGHITUNGAN, PENGALOKASIAN, PEMBAYARAN, DAN PERTANGGUNGJAWABAN SUBSIDI LISTRIK Menimbang DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa dalam rangka meringankan beban masyarakat, telah dialokasikan dan a subsidi listrik dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara ( APBN) dan/ atau APBN-Perubahan; b. bahwa dalam rangka penyediaan anggaran, penghitungan, pengalokasian, dan pelaksanaan anggaran untuk subsidi telah diatur Peraturan Menteri Keuangan Nomor 170/PMK.02/2013 tentang Tata Cara Penyediaa Anggaran, Penghitungan, Pembayaran dan Pertanggunawaban Subsidi Listrik; c. bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 98 Peraturan Pemerintah No mor 45 Tahun 2013 tentang Tata Cara Pelaksanaan Anggaran Pendapatan Dan Belanja Negara, Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara berwenang mengatur lebih lanjut mengenai pelaks anaan anggaran bagian anggaran bendahara umum negara untuk belanja sub sidi; · www.jdih.kemenkeu.go.id

Upload: trananh

Post on 07-Mar-2019

216 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

SALIN AN

PERATURAN MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 195/PMK.08/2015

TENT ANG

TATA CARA PENGHITUNGAN, PENGALOKASIAN, PEMBAYARAN, DAN

PERTANGGUNGJAWABAN SUBSIDI LISTRIK

Menimbang

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

a. bahwa dalam rangka meringankan beban masyarakat,

telah dialokasikan dana subsidi listrik dalam Anggaran

Pendapatan dan Belanj a Negara (APBN) dan/ atau

APBN-Perubahan;

b. bahwa dalam rangka penyediaan anggaran,

penghitungan , pengalokasian, dan pelaksanaan anggaran

untuk subsidi telah diatur Peraturan Menteri Keuangan

Nomor 170 / PMK. 02/ 2013 tentang Tata Cara Penyediaari

Anggaran , Penghitungan, Pembayaran dan

Pertanggungjawaban Subsidi Listrik;

c. bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 98 Peraturan

Pemerintah Nomor 45 Tahun 2013 tentang Tata Cara

Pelaksanaan Anggaran Pendapatan Dan Belanja Negara,

Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara

berwenang mengatur lebih lanjut mengenai pelaksanaan

anggaran bagian anggaran bendahara umum negara

untuk belanj a subsidi ; ·

www.jdih.kemenkeu.go.id

Mengingat

- 2 -

d . bahwa untuk meningkatkan transparansi , efektifitas ,

efisiensi, dan pertanggungjawaban subsidi listrik, perlu

mengatur kembali tata cara penyediaan anggaran,

penghitungan, pembayaran dan pertanggungjawaban

subsidi listrik;

e . bahwa berdasarkan pertimbangan huruf a, huruf b ,

huruf c , dan huruf d , perlu menetapkan Peraturan

Menteri Keuangan tentang Tata Cara Penghitungan,

Pengalokasian, Pembayaran, Dan Pertanggungjawaban

Subsidi Listrik;

1 . Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang

Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia

Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara

Republik Indonesia Nomor 4286) ;

2. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan

U saha Milik Negara (Lem baran Negara Repu blik

Indonesia Tahun 2003 Nomor 70 , Tambahan Lembaran

Negara Republik Indonesia Nomor 4297) ;

3 . Undang-Urtdang Nomor 1 Tahun 2004 tentang

Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 2004 Nomor 5 , Tambahan Lembaran

Negara Republik Indonesia Nomor 4355) ;

. 4 . Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang

Pemeriksaan, Pengelolaan dan Tanggung Jawab

Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia

Tahun 2004 Nomor 66 , Tambahan Lembaran Negara

Republik Indonesia Nomor 4400) ;

5 . Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang

Ketenagalistrikan (Lembaran Negara· Republik Indonesia

Tahun 2009 Nomor 133, Tambahan Lembaran Negara

Republik Indonesia Nomor 5052) ;

www.jdih.kemenkeu.go.id

- 3 -

6 . Peraturan .Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006 tentang

Pelaporan Keuangan dan Kinerj a Instansi Pemerintah

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006

Nomor 25 , Tambahan Lembaran Negara Republik

Indonesia Nomor 4614) ;

7 . Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2012 tentang

Kegiatan U saha Penyediaan Tenaga Listrik (Lem bar an

Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 28 ,

Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor

5281) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan

Pemerintah Nomor 23 Tahun 2014 (Lembaran Negara

Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 75 , Tambahan

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5530) ;

8 . Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2013 tentang

Tata Cara Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan

Belanj a Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia

Tahun 2013 Nomor 103, Tambahan Lembaran Negara

Republik Indonesia Nomor 5423) ;

9 . Peraturan Menteri Keuangan Nomor 171/PMK.05 / 2007

tentang Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan

Pemerintah Pusat sebagaimana diubah terakhir dengan

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 233/PMK.05 / 2011;

10 . Peraturan Menteri Keuangan Nomor 196 / PMK . 05 / 2009

tentang Penetapan Rekening Kas Umum Negara,

sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri

Keuangan Nomor 43/ PMK . 05 / 2011;

11. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 250/PMK. 05 / 2010

tentang Tata Cara Pencairan Anggaran Pendapatan dan

Belanj a Negara atas Beban ·Bagian Anggaran Bendahara

Umum Negara pada Kantor Pelayanan Perbendaharaan

Negara;

12. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 256 /PMK.05 / 2010

tentang Tata Cara Penyimpanan dan Pencairan Dana

Cadangan;

t

www.jdih.kemenkeu.go.id

Menetapkan

- 4 -

13. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 264/ PMK. 05 / 2014

tentang Sistem Akuntansi Belanj a Subsidi;

14. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 177 / PMK. 02/ 2014

tentang Tata Cara Perencanaan, Penelaahan, dan

Penetapan Alokasi Bagian Anggaran Bendahara Umum

Negara;

MEMUTUSKAN:

PERATURAN MENTER! KEUANGAN TENTANG TATA CARA

PENGHITUNGAN, PENGALOKASIAN, PEMBAYARAN, DAN

PERTANGGUNGJAWABAN SUBSIDI LISTRIK.

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan :

1 . Subsidi Listrik adalah Belanj a Negara yang dialokasikan

oleh Pemerintah dalam APBN dan/atau APBN-Perubahan

sebagai bantuan kepada konsumen agar dapat

menikmati listrik dari PT PLN (Persero) dengan tarif yang

terjangkau .

2 . Kebutuhan Pendapatan adalah batas pendapatan yang

dibutuhkan oleh PT PLN (Persero) untuk membiayai

kegiatan sehubungan dengan penyediaan tenaga listrik

sesuai peraturan perundang-undangan, yang

dipergunakan sebagai dasar penghitungan Sub sidi

Listrik.

3 . Kebutuhan Pendapatan Operasi adalah batas pendapatan

kegiatan operas1 yang dibutuhkan berdasarkan

kompensasi atas biaya-biaya operasi yang menj adi beban

PT PLN (Persero) dalam rangka penyediaan tenaga listrik

sesuai peraturan perundang-undangan .

f

www.jdih.kemenkeu.go.id

- 5 -

4. Kebutuhan Pendapatan Investasi adalah batas

pendapatan kegiatan investasi yang dibutuhkan

berdasarkan kompensasi atas biaya-biaya investasi

termasuk margin untuk PT PLN (Persero) dalam rangka

penyediaan tenaga listrik sesuai peraturan perundang­

undangan .

5 . Parameter Terkendali adalah faktor-faktor dan biaya­

biaya yang digunakan untuk menghitung Kebutuhan

Pendapatan Operasi yang menurut sifatnya berada di

dalam kendali PT PLN (Persero) .

6. Parameter Tidak Terkendali adalah faktor-faktor yang

digunakan untuk menghitung Kebutuhan Pendapatan

Operasi yang menurut sifatnya berada di luar kendali

PT PLN (Persero) .

7 . Golongan Tarif adalah golongan tarif se bagaimana

dimaksud dalam peraturan perundang-undangan yang

mengatur mengenai tarif tenaga listrik.

8 . Biaya Pembangkitan adalah biaya-biaya yang dikeluarkan

oleh PT PLN (Persero) untuk melaksanakan kegiatan

memproduksi tenaga listrik .

9 . Biaya Transmisi adalah biaya-biaya yang dikeluarkan

oleh PT PLN (Persero) untuk melaksanakan kegiatan

penyaluran tenaga listrik dari pembangkitan ke sistem

distribusi atau ke konsumen, atau penyaluran tenaga

listrik antar sistem .

10 . Biaya Distribusi dan Penjualan adalah biaya-biaya yang

dikeluarkan oleh PT PLN (Persero) untuk melaksanakan

kegiatan penyaluran tenaga listrik dari sistem transmisi

atau dari pembangkitan ke konsumen .

11. Biaya Fungsional Perusahaan adalah biaya-biaya yang

dikeluarkan oleh PT PLN (Persero) yang tidak dapat

digolongkan ke dalam Biaya Pembangkitan , Biaya

Transmisi dan Biaya Distribusi dan Penjualan .

t

www.jdih.kemenkeu.go.id

- 6 -

12. Susut Jaringan adalah selisih energi (kWh) antara energi

yang diterima di sisi penyaluran dengan energi yang

terjual ke konsumen setelah dikurangi dengan energi

yang digunakan untuk keperluan sendiri di penyaluran

clan pendistribusian energi listrik.

13. Kuasa Pengguna Anggaran Bendahara Umum Negara

yang selanjutnya disingkat KPA BUN adalah pejabat pada

satuan kerja dari masing-masing PPA BUN yang

memperoleh penugasan dari Menteri Keuangan untuk

melaksanakan kewenangan clan tanggung jawab

pengelola anggaran belanja Subsidi Listrik yang berasal

dari Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara.

14. Daftar Isian Pelaksana Anggaran Bendahara Umum

Negara, selanjutnya disingkat DIPA BUN, adalah

dokumen pelaksanaan anggaran yang disusun oleh KPA

BUN.

15 . Rekening Dana Cadangan Belanja Subsidi/ Public Service

Obigation (PSO) , selanjutnya disebut Rekening Cadangan

Subsidi, adalah rekening milik Menteri Keuangan selaku

Bendahara Umum Negara yang digunakan untuk

menyimpan dana cadangan.

16. Tim Lin tas Kernen terian adalah tim ad hoc yang di ben tuk

oleh Menteri Keuangan yang terdiri dari unsur 3 (tiga)

Kementerian, yaitu Kementerian Keuangan, Kementerian

Energi clan Sumber Daya Mineral clan Kementerian

Badan Usaha Milik Negara yang bertugas membantu

Menteri Keuangan dalam pengalokasian Subsidi Listrik.

Pasal 2

(1) Subsidi Listrik diberikan kepada pelanggan dengan

Golongan Tarif yang tarif tenaga listrik rata-ratanya lebih

rendah dari Kebutuhan Pendapatan pada tegangan di

Golongan Tarif terse but.

www.jdih.kemenkeu.go.id

- 7 -

(2) Subsidi Listrik tidak diberikan kepada:

a. pelanggan sebagaimana pada ayat (1) yang sudah.

menerapkan mekanisme penyesuaian tarif sesuai

peraturan perundang-perundangan; atau

b . pelanggan yang tidak dikenakan tarif tenaga listrik

dCJ.ri PT PLN (Persero) .

(3) Pemberian Subsidi Listrik kepada pelanggan

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) , dilaksanakan

melalui PT PLN (Persero) sesuai peraturan perundang­

undangan .

BAB II

PENGHITUNGAN SUBSIDI LISTRIK

Bagian Kesatu

Formula

Pasal 3

Subsidi Listrik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2

ayat (1), dihitung dengan formula sebagai berikut:

Keterangan :

s

TTL

S = - ( (TTL x V)- KP)

Subsidi Listrik (Rp) ·

Tarif Tenaga Listrik Rata-Rata (Rp / kWh) dari

masing-masing Golongan Tarif

V = Volume penjualan tenaga listrik (kWh) untuk

setiap Golongan Tarif.

KP = Kebutuhan Pendapatan (Rp)

www.jdih.kemenkeu.go.id

- 8 -

Bagian Kedua

Kebutuhan Pendapatan

Pasal 4

Kebutuhan Pendapatan sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 3 meliputi:

a. Kebutuhan Pendapatan Operasi; dan

b . Kebutuhan Pendapatan Investasi .

Paragraf Kesatu

Kebutuhan Pendapatan Operasi

Pasal 5

(1) Kebutuhan Pendapatan Operasi sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 4 huruf a meliputi :

a. Biaya Pembangkitan;

b . Biaya Transmisi;

c . Biaya Distribusi dan Penjualan ; dan

d . Biaya Fungsional Perusahaan .

(2) Kebutuhan Pendapatan Operasi sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) tidak termasuk biaya penyusutan .

Pasal 6

(1) Biaya Pembangkitan sebagaimana dimaksud dalam Pasal

5 ayat (1) huruf a meliputi :

a. biaya bahan bakar;

b . biaya pembelian tenaga listrik;

c . biaya sewa pembangkit tenaga listrik; dan

d. biaya pendukung pembangkitan .

(2) Biaya bahan bakar sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1)

huruf a merupakan biaya pembelian bahan bakar yang

terkait langsung untuk pembangkitan listrik .

www.jdih.kemenkeu.go.id

- 9 -

(3) Biaya pembelian tenaga listrik sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) huruf b merupakan biaya pembelian tenaga

listrik dalam rangka memenuhi kebutuhan listrik

pelanggan PT PLN (Persero) .

(4) Biaya sewa pembangkit tenaga listrik sebagaimana

dimaksud pada ayat ( 1) huruf c merupakan biaya sewa

pembangkit dalam rangka memenuhi kebutuhan listrik

pelanggan PT PLN (Persero) .

(5) Biaya pendukung pembangkitan sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) huruf d merupakan biaya yang terkait

langsung dengan kegiatan pembangkitan selain

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf b ,

dan huruf c yang meliputi :

a . biaya pelumas ;

b . biaya kepegawaian ;

c . biaya jasa borongan;

d . biaya pemakaian material ;

e . biaya honorarium;

f. biaya perj alanan dinas ;

g . biaya asuransi;

h. biaya teknologi informasi;

1. biaya sewa aset bukan pembangkit;

J. biaya pos, telepon, dan telegram ; dan

k. biaya administrasi pembangkitan lainnya.

Pasal 7

Biaya Transmisi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat

(1) huruf b merupakan biaya yang terkait langsung dengan

kegiatan transmisi , yang meliputi :

a. biaya kepegawaian;

b . biaya komponen E pembelian listrik pembangkit listrik

swasta;

c . biaya jasa borongan;

d . biaya pemakaian material ;

e . biaya honorarium;

f. biaya perj alanan dinas;

www.jdih.kemenkeu.go.id

- 10 -

g . biaya asuransi;

h . biaya teknologi informasi;

1. biaya sewa aset;

J. biaya pos, telepon, dan telegram; dan

k. biaya administrasi transmisi lainnya.

Pasal 8

Biaya Distribusi dan Penjualan sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 5 ayat (1) huruf c merupakan biaya yang terkait

langsung dengan kegiatan distribusi dan penjualan yang

meliputi :

a. biaya kepegawaian;

b . biaya j asa borongan;

c . biaya pemakaian material ;

d . biaya honorarium;

e . biaya perj alanan dinas ;

f. biaya baca meter;

g . biaya pengelolaan pelanggan;

h . biaya penagihan rekening;

i . biaya penertiban peri:lakaian tenaga listrik;

J. biaya asuransi;

k . biaya teknologi informasi;

1. biaya sewa aset;

m . biaya pos, telepon dan telegram; dan

n . biaya administrasi distribusi, dan penjualan lainnya.

Pasal 9

Biaya Fungsional Perusahaan sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 5 ayat (1) huruf d merupakan biaya yang terkait

langsung dengan kegiatan fungsional perusahaan yang

meliputi :

a. biaya kepegawaian;

b . biaya j asa borongan;

c . biaya pemakaian material;

d . biaya honorarium;

e . biaya perj alanan dinas ;

www.jdih.kemenkeu.go.id

f. biaya asuransi;

- 11 -

g. biaya teknologi informasi;

h . biaya sewa aset;

1. biaya bunga pinjaman Kredit Modal Kerja;

J. biaya Lindung Nilai (Hedging);

k. biaya CSU (Customer Service Unit);

I. biaya pajak badan; dan

m . biaya administrasi fungsional perusahaan lainnya .

. Pasal 10

Penghitungan atas Kebutuhan Operasi

sebagaimana: dimaksud

mempertimbangkan :

dalam

Pendapatan

Pasal 5 ayat (1)

a. Parameter Terkendali; dan

b . Parameter Tidak Terkendali.

Pasal 11

(1) Parameter Terkendali sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 10 huruf a, dikelompokkan menjadi:

a. Parameter Terkendali yang berupa biaya; dan

b. Parameter Terkendali yang berupa faktor;

(2) Parameter Terkendali yang berupa biaya sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) huruf a, terdiri atas:

a. Biaya Transmisi;

b . Biaya Distribusi dan Penjualan;

c . Biaya Fungsional Perusahaan; dan

d. biaya pendukung pembangkitan.

(3) Parameter Terkendali yang berupa faktor sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) huruf b, terdiri atas:

a. tara kalor (heat rate) menjadi listrik untuk masing-

masing jenis bahan bakar;

b. Susut Jaringan;

c . pemakaian sendiri pembangkit; dan

d . faktor penghematan;

www.jdih.kemenkeu.go.id

- 12 -

(4) Tara kalor sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a

merupakan kadar perubahan energi dari masing-masing

bahan bakar dari pembangkit thermal.

(5) Susut Jaringan sebagaimana dimaksud pada ayat (3)

huruf b merupakan Susut Jaringan yang ditetapkan

dalam APBN yang dihitung sesuai dengan peraturan

perundang� undangan.

(6) Pemakaian sendiri pembangkit sebagaimana dimaksud

pada ayat (3) huruf c merupakan penggunaan energi oleh

pembangkit dan/ atau aset lainnya yang dimiliki oleh PT

PLN (Persero) yang dihitung sesuai dengan peraturan

perundang-undangan.

(7) Faktor penghematan sebagaimana dimaksud pada ayat

(3) huruf d merupakan penyesuaian atas perubahan

biaya riil dengan nilai yang diharapkan atas perbaikan

produktivitas tahunan atas aset dan pegawai.

Pasal 12

(1) Nilai dari masing-masing Parameter Terkendali

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) dan ayat

(3) , berlaku untuk periode 3 (tiga) tahun.

(2) Nilai dari masing-masing parameter Terkendali yang

berupa biaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat

(2) disesuaikan secara tahunan pada tahun kedua dan

tahun ketiga dengan mempertimbangkan hal-hal sebagai

berikut:

a. faktor nilai tukar;

b. faktor inflasi;

c. faktor pertumbuhan; dan

d. faktor penghematan.

(3) Faktor nilai tukar sebagaimana dimaksud pada ayat (2)

huruf a merupakan perbandingan antara nilai tukar

(Rp / USD) dalam penyusunan APBN dan/atau APBN­

Perubahan tahun berj alan dengan nilai tukar (Rp / USD)

dalam penyusunan APBN dan/ atau APBN-Perubahan

tahun sebelumnya.

www.jdih.kemenkeu.go.id

- 13 -

(4) Faktor nilai tukar sebagaimana dimaksud pada ayat (3)

hanya diberlakukan untuk biaya yang menggunakan

valuta asing.

(5) Faktor inflasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf

b merupakan nilai inflasi dalam APBN dan/ atau APBN­

Perubahan tahun anggaran berjalan.

(6) Faktor pertumbuhan sebagaimana dimaksud pada ayat

(2) huruf c merupakan faktor pertumbuhan sistem

ketenagalistrikan tertentu yang terdapat dalam fungsi

operasi .

(7) Faktor penghernatan sebagaimana dimaksud pada ayat

(2) huruf d, merupakan Faktor Penghematan yang diatur

dalam Pasal 11 ayat (7) .

Pasal 13

(1) Nilai dari masing-masing Parameter Terkendali

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1),

merupakan target yang ditetapkan oleh Tim Lintas

Kementerian .

(2) Dalam rangka pelaksanaan Public Service Obigation (PSO)

penyaluran listrik selama tahun berjalan, PT PLN

(Persero) dapat menghasilkan realisasi nilai Parameter

Terkendali yang berbeda dari target sebagaimana

dimaksud pada ayat ( 1) .

(3) Dalam hal realisasi nilai Parameter Terkendali lebih

rendah dari target, selisih nilai dimaksud menjadi

menjadi manfaat bagi PT PLN (Persero) .

(4) Dalam hal realisasi nilai Parameter Terkendali lebih tinggi

dari target, selisih nilai dimaksud menj13-di menjadi

beban bagi PT PLN (Persero) .

(5) Dalam hal selisih sebagaimana dimaksud pada ayat (3)

mencapai nilai akumulasi sebesar 10% (sepuluh persen)

dari Kebutuhan Pendapatan, Tim Lintas Kementerian

dapat melakukan reviu untuk perubahan Parameter

Terkendali .

f

www.jdih.kemenkeu.go.id

- 14 -

(6) Dalam hal selisih sebagaimana dimaksud pada ayat (4)

mengakibatkan terganggunya keberlangsungan PT PLN

(Persero), PT PLN (Persero) dapat mengajukan usulan

perubahan Parameter Terkendali kepada Tim Lintas

Kernen terian .

(7) Terhadap perubahan Parameter Terkendali sebagaimana

dimaksud pada ayat (5) dan ayat (6) dibahas oleh

Tim Lintas Kementerian dan hasilnya ditetapkan untuk

digunakan dalam penghitungan subsidi dalam APBN­

Perubahan dan/ atau APBN Tahun Anggaran berikutnya.

Pasal 14

(1) Parameter Tidak Terkendali sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 10 huruf b, berupa faktor yang terdiri atas:

a. harga bahan bakar;

b . nilai tukar rupiah;

c . pertumbuhan kebutuhan listrik;

d . keadaan kahar yang menyebabkan perubahan

bauran energi;

e. kinerja instansi

keterlam batan

ketenagalistrikan;

Pemerintah yang menyebabkan

pem bangunan infrastruktur

f. ketidaktersediaan bahan bakar; dan/ atau

g. ketidaktersediaan/ ketidakcukupan pasokan 1istrik

dari pembelian listrik swasta.

(2) Harga bahan bakar sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

huruf a merupakan nilai yang digunakan dalam

perhitungan APBN, dan penyesuaiannya berdasarkan

realisasi Indonesian Crude Oil Price (ICP), Harga Batubara

Acuan dan Harga Patokan Komoditas Energi lainnya

sesuai laporan keuangan triwulanan .

(3) Nilai tU:kar rupiah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

huruf b merupakan nilai rupiah yang ditetapkan dalam

APBN dan penyesuaiannya berdasarkan kurs yang

digunakan dalam laporan keuangan.

www.jdih.kemenkeu.go.id

. \

- 15 -

(4) Pertumbuhan kebutuhan listrik sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) huruf c merupakan pertumbuhan penjualan

listrik yang ditetapkan dalam APBN dan penyesuaiannya

sesuai pencatatan PT PLN (Persero) . ·

(5) Keadaan kahar sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

huruf d merupakan kondisi bencana alam yang

dinyatakan oleh Presiden, Menteri Teknis, Kepala Daerah

Tingkat I, Kepala Daerah Tingkat II , Kepala Dinas Teknis

di Daerah Tingkat I, Kepala Dinas Teknis di Daerah

Tingkat II, Kepala Badan Nasional Penanggulangan

Bencana, Kepala Badan Penanggulangan Bencana

Daerah Tingkat I , Kepala Badan Penanggulangan

Bencana Daerah Tingkat II yang menyebabkan tidak

tercapainya bauran energi .

(6) Kinerj a instansi Pemerintah sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) huruf e merupakan tindakan yang dilakukan

atau tidak dilakukan instansi Pemerintah yang

menyebabkan keterlambatan investasi pada pembangkit

dan transmisi serta penambahan biaya pinj aman terkait

proyek investasi tersebut .

(7) Ketidaktersediaan bahan bakar sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) huruf f merupakan kondisi dimana PT PLN

(Persero) tidak dapat mem peroleh bahan bakar dari

pemasok atau pengganti lainnya dengan harga yang

waJar dan dapat dipertanggungjawabkan dimana

penggunaan bah an bakar dimaksud le bih efisien dari

penggunaan bahan bakar lainnya.

(8) Ketidaktersediaan/ ketidakcukupan pasokan listrik

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf g merupakan

gangguan trafo, pembangkit atau peralatan lainnya yang

menyebabkan Independent Power Producer tidak dapat

menyalurkan listrik sehingga PT PLN (Persero) dalam

melaksanakan tugas memenuhi kebutuhan listrik harus

menggunakan pembangkit yang lebih mahal.

www.jdih.kemenkeu.go.id

- 16 -

Pasal 15

Nilai dari masing-masing faktor Parameter Tidak Terkendali

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat ( 1) , berlaku

untuk periode 1 (satu) tahun dan dapat dilakukan

penyesuaian nilai setiap 3 (tiga) bulan .

Pasal 16

(1) Nilai dari masing-masing faktor Parameter Tidak

Terkendali sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat

(1), merupakan target yang ditetapkan oleh Tim Lintas

Kernen terian . ·

(2) Dalam rangka pelaksanaan Public Service Obigation (PSO)

penyaluran listrik selama tahun berjalan, PT PLN

(Persero) dapat menghasilkan nilai realisasi Parameter

Tidak Terkendali yang berbeda dengan target

sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

(3) Selisih antara target yang ditetapkan Tim Lintas

Kementerian sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1) dan

realisasi nilai Parameter Tidak Terkendali sebagaimana

dimaksud pada ayat (2) dapat digunakan dalam

pengaJuan tagihan koreksi atas pembayaran bulanan

Subsidi Listrik .

Paragraf Kedua

Kebutuhan Pendapatan untuk Investasi

Pasal 17

(1) Kebutuhan Pendapatan Investasi sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 4 huruf b meliputi :

a. biaya untuk memenuhi kewajiban pembiayaan; dan

b . biaya untuk menambah kapasitas usaha dan

menjaga kinerja aset .

(2) Penghitungan atas biaya untuk memenuhi kewajiban

pembiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1) huruf a

didasarkan pada:

www.jdih.kemenkeu.go.id

- 17 -

a. angka perencanaan atas pembayaran cicilan pokok

pinjaman investasi yang akan jatuh tempo pada

tahun berjalan ;

b . angka perencanaan atas pembayaran biaya bunga

dari pinj aman investasi ;

c . angka perencanaan atas pembayaran biaya

pinjaman yang dipersyaratkan oleh pemberi

pinj aman sesuai peraturan perundang­

perundangan; dan

(3) Angka perencanaan atas pembayaran biaya plnJaman

sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c tidak

termasuk biaya-biaya yang diakibatkan kelalaian PT PLN

(Persero) .

(4) Penghitungan atas biaya untuk menambah kapasitas

usaha dan menj aga kinerja aset sebagaimana dimaksud

pada ayat ( 1) huruf b didasarkan pada angka

perencanaan kebutuhan investasi tahun berj alan dengan

memperhatikan pelaksanaan kewajiban PT PLN (Persero)

terhadap pemberi pinj aman .

Pasal 18

Tata cara penghitungan Kebutuhan Pendapatan Operasi

tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak

terpisahkan dari Peraturan Menteri ini .

BAB III

PENGALOKASIAN ANGGARAN SUBSIDI LISTRIK

Pasal 19

(1) Dalam rangka pengalokasian Subsidi Listrik dalam APBN

clan/ atau APBN-Perubahan, Direksi PT PLN (Persero)

mengajukan usulan alokasi Subsidi Listrik dengan

menggunakan perhitungan Subsidi Listrik sebagaimana

diatur dalam Peraturan Menteri ini .

f www.jdih.kemenkeu.go.id

- 18 -

(2) Direksi PT PLN (Persero) menyampaikan usulan alokasi

Subsidi Listrik sebagaimana dimaksud pada ayat (2)

kepada:

a. Menteri Keuangan;

b . Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral; dan

c . Menteri Badan Usaha Milik Negara;

(3) Berdasarkan usulan alokasi Subsidi Listrik sebagaimana

dimaksud pada ayat (2) Menteri Energi dan Sumber Daya

Mineral dan Menteri Badan Usaha Milik Negara sesuai

dengan kewenangannya menyampaikan kebutuhan

Subsidi Listrik kepada Menteri Keuangan .

Pasal 20

(1) Usulan alokasi Subsidi Listrik sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 19 ayat (2) dan kebutuhan Subsidi Listrik

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (3)

dikoordinasikan dan dibahas dalam Tim Lintas

Kementerian .

(2) Hasil pembahasan alokasi Subsidi Listrik dan kebutuhan

Subsidi Listrik sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

disampaikan oleh Tim Lintas Kementerian kepada

Menteri Keuangan .

(3) Menteri Keuangan c . q . Direktur Jenderal Anggaran

menyampaikan alokasi Subsidi Listrik kepada Menteri

Energi dan Sumber Daya Mineral c .q . Direktur Jenderal

Ketenagalistrikan dan Menteri Badan Usaha Milik Negara

c .q . Deputi Bidang Usaha Energi, Logistik, Kawasan dan

Pariwisata.

Pasal 21

Tata cara perencanaan dan penetapan alokasi Subsidi Listrik

dalam APBN dan/ atau APBN-Perubahan dilaksanakan sesuai

peraturan perundang-undangan .

www.jdih.kemenkeu.go.id

- 19 -

BAB IV

PEMBAYARAN SUBSIDI LISTRIK

Bagian Kesatu

. Pej abat Perbendaharaan

Pasal 22

(1) Menteri Keuangan selaku Pengguna Anggaran Bendahara

Umum Negara menetapkan pej abat eselon II terkait di

lingkungan Direktorat J enderal Anggaran selaku KPA

BUN.

(2) KPA BUN sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

menerbitkan keputusan untuk menunjuk:

a. pej abat yang diberi wewenang untuk melakukan

tindakan yang mengakibatkan pengeluaran

anggaran belanja/penanggung j awab kegiatan /

pembuat komitmen, yang selanjutnya disebut PPK;

b . pej abat yang diberi wewenang untuk mengUJ1

tagihan kepada negara dan menandatarigani Surat

Perintah Membayar; dan

c. Bendahara Pengeluaran apabila diperlukan.

(3) Salinan surat keputusan sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) disampaikan kepada Kepala Kantor

Pelayanan Perbendaharaan Negara mitra kerj a.

Bagian Kedua

Penerbitan DIPA BUN

Pasal 23

(1) Dana Subsidi Listrik dialokasikan dalam APBN dan/ atau

. APBN-Perubahan .

t

www.jdih.kemenkeu.go.id

- 20 -

(2) Berdasarkan . alokasi dana Subsidi Listrik dalam APBN

dan/ atau APBN-Perubahan sebagaimana dimaksud pada

ayat (1), diterbitkan DIPA BUN untuk belanja Subsidi

Listrik yang penyusunan dan pengesahannya dilakukan

sesuai dengan ketentuan peraturan perundang­

undangan.

(3) DIPA BUN sebagaimana dimaksud pada ayat (2)

merupakan pagu tertinggi yang tidak dapat dilampaui

dan digunakan sebagai dasar pelaksanaan pembayaran

Subsidi Listrik kepada PT PLN (Persero).

(4) Dalam hal pagu DIPA BUN sebagaimana dimaksud pada

ayat (2) diperkirakan tidak mencukupi atau melampaui

kebutuhan Subsidi Listrik dalam tahun anggaran

berj alan, dapat dilakukan revisi DIPA BUN setelah

mendapat persetujuan Menteri Keuangan.

Bagian Ketiga

Permintaan Pembayaran Subsidi Listrik

Pasal 24

(1) Direksi PT PLN (Persero) mengajukan permintaan

pembayaran Subsidi Listrik setiap bulan kepada KPA

BUN yang dapat disampaikan pada tanggal 1 (satu) bulan

berikutnya.

(2) Permintaan pembayaran Subsidi Listrik sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) disertai dengan data pendukung

secara lengkap, yang terdiri atas :

a. data realisasi penjualan tenaga listrik yang memuat

antara lain data realisasi penjualan per Golongan

Tarif pada saat periode penagihan;

b . data Kebutuhan Pendapatan per tegangan (Rp / kWh)

di masing-masing Golongan Tarif pada periode

penagihan; dan

www.jdih.kemenkeu.go.id

- 21 -

c . perhitungan jumlah Subsidi Listrik berdasarkan

data sebagaimana dimaksud pada huruf a dan

huruf b .

(3) Data Kebutuhan Pendapatan per tegangan sebagaimana

dimaksud pada ayat (2) huruf b meliputi Kebutuhan

Pendapatan Operasi per tegangan (Rp/kWh) dan

Kebutuhan Pendapatan Investasi per tegangan (Rp / kWh)

di masing-masing Golongan Tarif pada periode

penagihan .

(4) Data Kebutuhan Pendapatan per tegangan (Rp / kWh)

sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dihitung dengan

formula pengalokasian Kebutuhan Pendapatan per

tegangan dari Direktur Jenderal Ketenagalistrikan .

(5) Data Kebutuhan Pendapatan Operasi dan Kebutuhan

Pendapatan Investasi per tegangan (Rp/kWh)

sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dan ayat (3)

yang dihitung dengan pengalokasian perhitungan

Kebutuhan Pendapatan merupakan:

a . data yang digunakan dalam penetapan jumlah

Subsidi Listrik dalam APBN dan/ atau APBN­

Perubahan; atau

b . data berdasarkan basil audit yang dilakukan oleh

instansi yang berwenang melakukan audit sesuai

peraturan perundang-undangan.

(6) Data Kebutuhan Pendapatan Operasi dan Kebutuhan

Pendapatan Investasi (Rp / kWh) sebagaimana dimaksud

pada ayat (2).yang digunakan dalam pembayaran Subsidi

Listrik merupakan data Kebutuhan Pendapatan Operasi

dan Kebutuhan Pendapatan Investasi (Rp/kWh) yang

paling akhir diterbitkan .

(7) Kebenaran data dan kelengkapan data pendukung

sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan

tanggung jawab PT PLN (Persero) yang dinyatakan dalam

permintaan pembayaran Subsidi Listrik sebagaimana

dimaksud pada ayat ( 1) .

www.jdih.kemenkeu.go.id

- 22 -

Bagian Keempat

Penelitian dan Verifikasi dan Pembayaran

Pasal 25

(1) Berdasarkan permintaan pembayaran Subsidi Listrik

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat ( 1) , KPA

BUN melakukan penelitian dan verifikasi atas data

pendukung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat

(2) .

(2) Dalam rangka penelitian dan verifikasi sebagaimana

dimaksud pada ayat (1), KPA BUN dapat meminta data

pendukung lainnya yang berkaitan dengan penghitungan

Subsidi Listrik kepada PT PLN . (Persero) dan/ atau

instansi terkait lainnya.

(3) Dalam melakukan penelitian da:h verifikasi sebagaimana

dimaksud pada ayat (1), KPA BUN dapat membentuk tim

verifikasi .

(4) Hasil verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

dituangkan dalam Berita Acara Verifikasi, yang

ditandatangani PPK dan Direksi PT PLN (Persero) selaku

pihak yang diverifikasi .

Pasal 26

(1) Jumlah Subsidi Listrik berdasarkan penghitungan

Kebutuhan Pendapatan Operasi yang dapat dibayar

kepada PT PLN (Persero) untuk setiap bulannya sebesar

95% (sembilan puluh lima persen) dari hasil

penghitungan verifikasi sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 25 .

www.jdih.kemenkeu.go.id

- 23 -

(2) Jumlah Subsidi Listrik berdasarkan penghitungan

Kebutuhan Pendapatan lnvestasi yang dapat dibayar

kepada PT PLN (Persero) untuk setiap bulannya pada

triwulan pertama sebesar 55% (lima puluh lima persen),

pada triwulan kedua sebesar 75% (tujuh puluh lima

persen) dan pada triwulan ketiga dan keempat sebesar

95% (sembilan puluh lima persen) dari hasil

penghitungan verifikasi sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 25 .

Pasal 27

Tata cara pencairan dana Subsidi Listrik dalam rangka

pelaksanaan kegiatan pemberian Subsidi Listrik dilaksanakan

sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Bagian Kelima

Koreksi Pembayaran,

Rekening Dana Cadangan Subsidi, dan Pemeriksaan

Pasal 28

(1) Terhadap pembayaran bulanan Subsidi Listrik

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26, PT PLN (Persero)

dapat mengajukan koreksi setiap akhir triwulan.

(2) Untuk mengajukan tagihan koreksi atas pembayaran

bulanan Subsidi Listrik sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) , PT PLN (Persero) menyampaikan surat

permintaan koreksi kepada KPA BUN, yang dilengkapi

dengan perhitungan realisasi Subsidi Listrik.

(3) Surat permintaan koreksi sebagaimana dimaksud pada

ayat (2) dile:n:gkapi dengan realisasi penjualan tenaga

listrik per Golongan Tarif, realisasi Kebutuhan

Pendapatan per tegangan untuk pelanggan semua

Golongan Tarif.

www.jdih.kemenkeu.go.id

- 24 -

(4) Berdasarkan surat permintaan koreksi sebagaimana

dimaksud pada ayat (2) , KPA BUN melakukan penelitian

dan verifikasi terhadap perhitungan koreksi dan data

pendukung pembayaran Subsidi Listrik.

(5) Hasil penelitian dan verifikasi sebagaimana dimaksud

pada ayat (4) , dituangkan dalam Berita Acara Verifikasi

sebagaimana dimaksud Pasal 25 ayat (4) dan digunakan

sebagai dasar koreksi pembayaran Subsidi Listrik.

(6) Dalam hal terdapat selisih kurang pembayaran Subsidi

Listrik antara yang telah dibayar bulanan kepada

PT PLN (Persero) dengan hasil penelitian dan verifikasi

sebagaimana dimaksud pada ayat (5), kekurangan

pembayaran tersebut akan dibayarkan kepada PT PLN

(Persero) dengan memperhatikan pagu yang tersedia

dalam DIPA BUN.

(7) Dalam hal terdapat selisih lebih pembayaran Subsidi

Listrik antara yang telah dibayar bulanan kepada PT PLN

(Persero) dengan hasil penelitian dan verifikasi

sebagaimana dimaksud pada ayat (5) , kelebihan

pembayaran tersebut dapat diperhitungkan dengan

tagihan Subsidi Listrik dari PT PLN (Persero) pada periode

berikutnya.

(8) Dalam hal tidak terdapat surat permintaan pembayaran

Subsidi Listrik dari PT PLN (Persero) pada periode

berikutnya, kelebihan pembayaran sebagaimana

dimaksud pada ayat (7) harus segera disetor ke Kas

Negara oleh PT PLN (Persero) .

(9) Pembayaran Subsidi Listrik berdasarkan perhitungan

Subsidi Listrik yang telah dikoreksi sebagaimana

dimaksud pada ayat (6), ayat (7), dan ayat (8) , merupakan

pembayaran 100% (seratus persen) .

f-

www.jdih.kemenkeu.go.id

- 25 -

Pasal 29

(1) Sisa anggaran Subsidi Listrik yang belum dapat

dibayarkan sampai dengan akbir Desember · tabun

berj alan sebagai akibat dari belum dapat dilakukannya

verifikasi atas dokumen sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 25 ayat (1), dapat ditempatkan pada Rekening Dana

Cadangan Subsidi sesuai dengan peraturan perundang­

undangan.

(2) Penempatan dana pada Rekening Cadangan Subsidi

sebagaimana dimaksud pada ayat · (1) , paling tinggi

sebesar s1sa pagu DIPA BUN untuk belanj a Subsidi

Listrik .

(3) Pencairan dana pada Rekening Cadangan Subsidi

sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan

sesuai peraturan perundang-undangan.

Pasal 30

(1) Dalam bal jumlab Subsidi Listrik basil penelitian dan

verifikasi lebib kecil dari dana yang tersedia pada

Rekening Cadangan Subsidi sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 29, maka dana yang tersisa pada Rekening

Cadangan Suhsidi segera disetorkan ke Kas Negara.

(2) Dalam bal jumlab subsidi basil penelitian dan verifikasi

lebib besar dari dana yang tersedia dalam Rekening

Cadangan Subsidi sebagaimana dimaksud dalam Pasal

29, maka jumlab yang dapat dimintakan pencairannya

sebesar jumlab dana pada Rekening Cadangan Subsidi.

Pasal 31

Pembayaran Subsidi Listrik sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 24, Pasal 26 dan Pasal 28 bersifat sementara.

www.jdih.kemenkeu.go.id

- 26 -

Pasal 32

( 1) Pembayaran dana Subsidi Listrik diperiksa oleh

pemeriksa yang berwenang sesuai peraturan perundang­

undangan .

(2) Laporan hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) disampaikan kepada Menteri Keuangan.

(3) Besarnya Subsidi Listrik dalam 1 (satu) tahun anggaran

secara final berdasarkan laporan hasil pemeriksaan

sebagaimana dimaksud pada ayat (2).

Pasal 33

(1) Dalam hal terdapat selisih kurang pembayaran Subsidi

Listrik antara yang telah dibayar kepada PT PLN (Persero)

dengan hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 32, kekurangan pembayaran tersebut akan

dibayarkan kepada PT PLN (Persero) setelah dianggarkan

dalam APBN dan/ atau APBN-Perubahan .

(2) Dalam hal dana kekurangan pembayaran sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) belum dianggarkan pada tahun

berj alan, dana tersebut dapat diusulkan untuk

dianggarkan dalam APBN dan/ atau APBN-Perubahan

tahun anggaran berikutnya.

(3) Dalam hal terdapat selisih lebih pembayaran Subsidi

Listrik antara yang telah dibayar kepada PT PLN (Persero)

dengan hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 32, kelebihan pembayaran tersebut harus segera

disetor ke Kas Negara oleh PT PLN (Persero)

menggunakan Kode Akun 4239 13 (Penerimaan Kembali

Belanja Lainnya Tahun Anggaran Yang Lalu).

www.jdih.kemenkeu.go.id

- 27 -

BAB V

PERTANGGUNGJAWABAN SUBSIDI LISTRIK

Pasal 34

Direksi PT PLN (Persero) bertanggung j awab secara formal dan

material atas pelaksanaan dan penggunaan dana Subsidi

Listrik sesuai peraturan perundang-undangan.

Pasal 35

KPA BUN bertanggung j awab atas penyaluran dana Sub sidi

Listrik kepada PT PLN (Persero) .

Pasal 36

(1) PT PLN (Persero) menyampaikan laporan

pertanggungjawaban penggunaan dana Subsidi Listrik

kepada KPA BUN.

(2) Laporan pertanggungjawaban sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) paling sedikit memuat target dan realisasi

Parameter Terkendali sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 13 ayat (1) dan ayat (2) serta realisasi Parameter

Tidak Terkendali sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16

ayat (2) .

Pasal 37

KPA BUN menyelenggarakan akuntansi dan pelaporan sesuai

peraturan perundang-undangan .

t

www.jdih.kemenkeu.go.id

- 28 -

BAB VI

KETENTUAN LAIN-LAIN

Pasal 38

(1) Dalam hal PT PLN (Persero) untuk suatu periode tertentu

mendapat penugasan khusus dari Pemerintah dalam

rangka mempertahankan ketersediaan pasokan

komoditas tertentu yang ·diawasi untuk daerah tertentu

yang mengakibatkan tambahan biaya bagi PT PLN

(Persero), maka PT PLN (Persero) dapat meminta

tambahan biaya Subsidi Listrik melalui penyesuaian

Kebutuhan Pendapatan .

(2) Dalam hal terj adi kenaikan harga bahan bakar dan / atau

penurunan nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika

yang dapat mengakibatkan ketidaksinambungan

keuangan PT PLN (Persero), PT PLN (Persero) dapat

meminta pengalihan Kebutuhan Pendapatan Investasi

berupa biaya untuk menambah kapasitas usaha dan

menj aga kinerj a aset sebagaimana dimaksud dalam Pasal

17 ayat (4) sebagai tambahan Kebutuhan Pendapatan

Operasi untuk Biaya Pembangkitan .

(3) Tambahan biaya Subsidi Listrik sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) dan pengalihan biaya untuk menambah

kapasitas usaha dan menj aga kinerj a aset sebagaimana

dimaksud ayat (2), harus mendapatkan persetujuan dari

Menteri Keuangan .

Pasal 39

(1) Ketentuan pemberlakuan nilai Parameter Terkendali

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1), mulai

berlaku untuk penghitungan kebutuhan pendapatan

yang digunakan dalam penghitungan Subsidi Listrik

mulai Tahun Anggaran 2020 .

f

www.jdih.kemenkeu.go.id

- 29 -

(2) Nilai dari masing-masing Parameter Terkendali untuk

penghitungan Kebutuhan Pendapatan yang digunakan

dalam penghitungan Subsidi Listrik pada Tahun

Anggaran 201 7 sampai dengan Tahun Anggaran 2019

berlaku untuk periode 1 (satu) Tahun Anggaran.

BAB VII

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 40

Peraturan Menteri ini berlaku sepanj ang dana Subsidi Listrik

masih dialokasikan dalam APBN dan/ atau APBN-Perubahan .

Pasal 41

Ketentuan mengenai tata cara penghitungan, pengalokasian ,

pembayaran, dan pertanggungjawaban Subsidi Listrik

sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri ini berlaku

untuk tata cara penghitungan, pengalokasian, pembayaran ,

dan pertanggungjawaban Subsidi Listrik mulai Tahun

Anggaran 2017 .

Pasal 42

Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku:

1 . Peraturan Menteri Keuangan Nomor 170 / PMK. 02/2013

tentang Tata Cara Penyediaan Anggaran, Penghitungan,

Pembayaran dan Pertanggungjawaban Subsidi Listrik,

tetap berlaku untuk penyediaan anggaran, penghitungan,

pembayaran dan pertanggungjawaban Subsidi Listrik

Tahun Anggaran 2015 dan Tahun Anggaran 2016 .

2 . Peraturan Menteri Keuangan Nomor 170 / PMK. 02/ 2013

tentang Tata Cara Penyediaan Anggaran , Penghitungan,

Pembayaran dan Pertanggungjawaban Sub sidi Listrik,

dicabut dan dinyatakan tidak berlaku pada tanggal

1 Januari 2017 .

t

www.jdih.kemenkeu.go.id

- 30 -

Pasal 43

Peraturan Menteri m1 mulai berlaku pacla tanggal

diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan

pengundangan Peraturan Menteri 1n1 clengan

menempatkannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta

Pada tanggal 26 Oktober 2015

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, ttd.

BAMBANG P. S. BRODJONEGORO

Diundangkan di Jakarta Pada tanggal 27 Oktober 2015

DIREKTUR JENDERAL PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

WIDODO EKATJAHJANA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2015 NOMOR 1623

t www.jdih.kemenkeu.go.id

- 31 -LAMPI RAN PERATURAN MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

�����J95/PMK.08/2015 TATA CARA PENGHITUNGAN, PENGALOKASIAN, PEMBAYARAN DAN PERTANGGUNGJAWABAN SUBSIDI LISTRIK

. TATA CARA PENGHITUNGAN ATAS KEBUTUHAN PENDAPATAN

UNTUK OPERAS!

Bagian I

Penghitungan Biaya Pembangkitan

1. Penghitungan Biaya Pembarigkitan menggunakan formula sebagai berikut:

BP

keterangan:

BP

B3

BPTL

BSP

BPB

B3 + BPTL + BSP + BPB

Biaya Pembangkitan

= Biaya Bahan Bakar

Biaya Pembelian Tenaga Listrik

Biaya Sewa Pembangkit

Biaya Pendukung Pembangkitan

2. Biaya Pembangkitan ditentukan oleh total volume produksi listrik PT PLN

(Persero) . Total volume produksi listrik dapat dihitung dengan formula

yang menggunakan pendekatan penjualan dan pendekatan produksi .

Total volume produksi listrik yang menggunakan pendekatan penjualan

dirumuskan dengan formula sebagai berikut:

TVP

keterangan:

TVP

TS

SJ

PS

TS + SJ + PS

Total volume produksi (kWh)

Target penjualan (kWh)

Susut Jaringan (kWh)

Pemakaian Sendiri (kWh)

Target Penjualan merupakan realisasi penjualan tenaga listrik tahun

sebelumnya yang dikalikan dengan faktor pertumbuhan penjualan listrik.

TS

keterangan:

TS

P(t- 1 )

G

P(t- 1 ) x ( 1 +G)

Target penjualan (kWh)

= Penjualan tahun sebelumnya (kWh)

= Pertumbuhan (Growth) (%)

f www.jdih.kemenkeu.go.id

- 32 -

Faktor pertumbuhan (G) penjualan listrik dihitung berdasarkan asumsi

pertumbuhan ekonomi, asumsi kemampuan produksi listrik, daftar

tunggu, dart asumsi target penyambungan listrik yang ditetapkan

Pemerintah .

Total volume produksi listrik yang menggunakan pendekatan produksi

dirumuskan dengan formula sebagai berikut:

TVP V PLN + V Beli

keterangan :

TVP = Total volume produksi (kWh)

V PLN

V Beli

Volume produksi listrik PT PLN (persero)

(kWh)

Volume beli listrik (kWh)

3. Biaya Bahan Bakar

a . Penghitungan biaya bahan bakar menggunakan formula sebagai

berikut:

B3 L (V (BB) x H (BB) )

keterangan:

B3 = Biaya Bahan Bakar

V (BB)

. H(BB)

Volume per masing-masing bahan bakar

. (kL/ton/MMBTU atau satuan lainnya)

Harga per masing-masing bahan bakar

(Rp . / satuan ukur (massa/volume))

b . Penghitungan volume bahan bakar per masing-masing bahan bakar

menggunakan formula sebagai berikut:

v (BB) (TK(BB) x v PLN(BB)) + NK(BB)

keterangan :

V (BB)

TK(BB)

v PLN(BB)

NK(BB)

Volume per masing-masing bahan bakar

(kL /ton/ MMBTU atau satuan lainnya)

Tara Kalor Listrik per bahan bakar (heat

rate) (kcal/kWh)

Volume produksi listrik per bahan bakar

(kWh)

Nilai Kalor per bahan bakar (kcal/ satuan

ukur (massa/volume))

f-

www.jdih.kemenkeu.go.id

- 33 -

4 . Biaya Pembelian Tenaga Listrik (BPTL)

Penghitungan Biaya Pembelian Tenaga Listrik menggunakan. formula

sebagai berikut:

BPTL

keterangan :

BPTL

V Beli (BB)

H Beli (BB)

I (V Beli (BB) x H Beli(BBJ)

= Biaya Pem belian Tenaga Listrik

Volume pembelian listrik (kWh)

Harga beli listrik (komponen A,B,C,dan D)

(Rp/ kWh)

5 . Biaya Sewa Pembangkit (BSP)

Penghitungan Biaya Sewa Pembangkit menggunakan formula sebagai

berikut:

BSP

keterangan :

BSP

V PLN Sewa

I (V PLN Sewa X H sewa)

Biaya Sewa Pem:bangkit

Volume pembelian listrik (kWh)

H sewa Harga sewa listrik (komponen A,B, dan D)

tidak termasuk biaya

(komponen C) (Rp/kWh)

6 . Biaya Pendukung Pembangkitan (BPB)

bah an bakar

a . Penyesuaian tahunan untuk tahun berikutnya pada penghitungan

Biaya Pendukung Pembangkitan dihitung dengan formula sebagai

berikut:

BPB(t+lJ BPB (t)k X (1-X) x (l+I)

keterangan :

BPB(t+l) = Bia ya Pendukung Pembangkitan tahun

berikutnya

BPB(tJk = Bia ya Pendukung Pembangkitan tahun

berj alan dengan penyesuaian nilai tukar

x Faktor Penghematan

I Faktor Inflasi

t www.jdih.kemenkeu.go.id

- 34 -

b . Faktor Penghematan (X) adalah nilai yang diharapkan atas

perbaikan produktivitas tahunan atas aset dan pegawai. Nilai Faktor

penghematan dihitung berdasarkan :

1) Peningkatan produktivitas tahunan yang telah dicapai oleh

Perusahaan Pelaksana Penugasan pada tahun-tahun atau

periode sebelumnya;

2) Perbandingan dengan peningkatan produktivitas tahunan yang

telah dicapai oleh pesaing atau perusahaan sejenis secara

internasional pada tahun-tahun atau periode sebelumnya;

3) Keputusan regulator (kebij akan) dengan alasan lainnya.

c . Penyesuaian tahunan penghitungan Biaya Pendukung

Pembangkitan terhadap perubahan nilai tukar dihitung dengan

formula sebagai berikut:

BPB(tJk BPB(tJ Rp + (BPB(tJ Vax K)

keterangan :

BPB(tJk

BPB(tJ Va

K

Biaya Pendukung Pembangkitan tahun berj alan

dengan penyesuaian nilai tukar

Biaya Pendukung Pembangkitan tahun

berj alan porsi belanj a Rupiah

= Biaya Pendukung Pembangkitan tahun

berj alan porsi belanj a Valuta Asing

Faktor Kurs ( Kt+ 1 / Kt)

Bagian II

Penghitungan Biaya Transmisi

1 . Penyesuaian tahunan untuk tahun berikutnya pada penghitungan Biaya

Transmisi dihitung dengan formula sebagai berikut:

BT(t+lJ BT(tJk x (1 +G) x (1-X) x (1 +I)

keterangan :

BT(t+ I J

BT(tJk

G

x

I

- Biaya Transmisi tahun berikutnya

= Biaya · Transmisi tahun berj alan dengan

penyesuaian nilai tukar

Faktor Pertum buhan

Faktor Penghematan

Faktor Inflasi

f www.jdih.kemenkeu.go.id

- 35 -

2. Faktor Pertumbuhan (G) ditetapkan menggunakan indikator utama, yaitu :

a. Pertambahan kapasitas trafo (%) ;

b . Pertambahan panj ang j aringan (%)

Kedua indikator dimaksud merupakan faktor kunci yang menentukari

kinerj a energi yang dialirkan khususnya pada periode puncak demand

listrik .

Penghitungan Faktor Pertumbuhan (G) menggunakan formula sebagai

berikut:

G

keterangan :

G

T1

Trf

Trf+jar.

(T1 x Trf) + (T2 x j ar. )+ (TKE x (Trf+j ar. ) )

Faktor Pertumbuhan

Elastisitas pertambahan biaya penambahan

trafo yang ditetapkan sebesar 0 ,5

= Elastisitas pertambahan biaya penambahan

Jaringan Kabel yang ditetapkan sebesar 0 ,15

Elastisitas Pertambahan biaya penambahan

jaringan Kabel dan Trafo yang ditugaskan

khusus Pemerintah yang ditetapkan sebesar

0,65

Persentase Pertambahan �apasitas trafo

(Trafo(t+ I J RUPTL / Trafo(tJ RUPTL)

Persentase Pertambahan Jaringan Kabel

(Jaringan (t+ I J RUPTL / Jaringan (tJ RUPTL)

Persentase Pertambahan J_aringan dan Trafo

Penugasan yang ditugaskan khusus

Pemerintah

3 . Penyesuaian tahunan penghitungan Biaya Transmisi terhadap perubahan

· nilai tukar dihitung dengan formula sebagai berikut:

BT(tJk BT(tJ Rp + (BT(tJ Va x K)

keterangan :

BT(tJk

BT(tJ Rp

Biaya Transmisi tahun berj alan dengan

penyesuaian nilai tukar

Biaya Transmisi tahun berj alan porsi belanj a

Rupiah

f www.jdih.kemenkeu.go.id

BT(t) Va

K

- 36 -

Biaya Transmisi tahun berjalan porsi belanj a

Valuta Asing

Faktor Kurs ( Kt+ 1 / Kt)

Bagian III

Penghitungan Biaya Distribusi dan Penjualan

1 . Penyesuaian tahunan untuk tahun berikutnya pada Penghitungan Biaya

Distribusi dan Penjualan dihitung dengan formula sebagai berikut:

BDP(t+l) BDP(t)k x (1 +G) x (1-X) x (1 +I)

keterangan :

. BDP(t+l)

BDP(t)k

G

x

I

Biaya Distribusi dan Penjualan tahun

berikutnya

Biaya Distribusi dan Penjualan tahun

berj alan dengan penyesuaian kurs

Faktor Pertum buhan

Faktor Penghematan

Faktor Inflasi

2. Faktor Pertumbuhan (G) ditetapkan dengan menggunakan indikator

utama sebagai berikut:

a. Pertambahan Jumlah Pelanggan (%) ;

b . Pertambahan kapasitas transformer (%) ;

c. Pertambahan panj ang jaringan (%) .

Penghitungan faktor pertumbuhan (G) menggunakan formula sebagai

berikut :

G

keterangan :

G

D 1

= (D 1 x Plg) + (D2 x Trf) + (D3 x jar . )+ (Dim x

(Plg+Trf +j ar . ) )

Faktor Pertumbuhan biaya transmisi

= Elastisitas pertambahan biaya penambahan

Pelanggan (0 ,3)

Elastisitas pertambahan biaya periambahan

transformer (0 , 15)

t www.jdih.kemenkeu.go.id

=

Plg

Trf =

- 37 -

Elastisitas pertambahan biaya penambahan

Jaringan Kabel(O , 15)

Elastisitas pertumbuhan biaya Distribusi

karena penugasan khusus oleh Pemerintah

(0 ,6 )

Persentase Pertambahan jumlah pelanggan

RUPTL(Pelanggan(t+l) / Pelanggan(t) )

Persentase Pertambahan kapasitas

RUPTL (Trafo(t+l) / Trafo(t))

trafo

Persentase Pertambahan Jaringan Kabel

RUPTL (Jaringan (t+l) / Jaringan (t) )

Plg+Trf+j ar . = Persentase Pertambahan Pelanggan, Jaringan

dan Trafo Penugasan yang ditugaskan

khusus Pemerintah

3 . Penyesuaian tahunan penghitungan Biaya Distribusi dan Penjualan

terhadap perubahan nilai tukar dihitung dengan formula sebagai berikut:

BDP(t)k = BDP(t) Rp + ( BDP(t) Va x K)

keterangan :

BDP(t) k

BDP(t) Va

K

Biaya Distribusi dan Penjualan tahun

berj alan dengan penyesuaian nilai tukar

Biaya Distribusi dan Penjualan tahun

berj alan porsi belanj a Rupiah

Biaya Distribusi dan Penjualan tahun

berj alan porsi belanj a Valuta Asing

Faktor Kurs ( Kt+1 / Kt)

Bagian IV

Penghitungan Biaya Fungsional Perusahaan

Penyesuaian tahunan untuk tahun berikutnya pada penghitungan Biaya

Transmisi dihitung dengan formula sebagai berikut:

BFP1t+ 1 ) BFP(t) x (1-X) x (1 +I)

keterangan :

BFP(t�l) Bia ya Fungsional

berikutnya

Perusahaan tahun

www.jdih.kemenkeu.go.id

BFP(tJ

x

I

Ke pal

- 38 -

Biaya Fungsional Perusahaan tahun berj alan

Faktor Penghematan

Faktor Inflasi

MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

ttd .

BAMBANG P. S . BRODJONEGORO

G!AiO •1 NIP 1 9 9,CJ4.20 1 98 2 1 00 1

'1'A • -�� '• . . ?/AT Jt�" ,,,

t

www.jdih.kemenkeu.go.id