zaman prasejarah sundaland

50
Populasi Sundaland, 60 ribu tahun lalu Prasejarah Sundaland 60.000 t.y.l. Tempat asal-muasal peradaban manusia, yang dikenal dengan sebutan benua ATLANTIS, kemungkinan besar adalah kawasan dataran rendah di kepulauan Asia Tenggara, yang saat ini sebagian besar dataran tersebut telah ‘tenggelam’ dan berada di bawah laut sejak ribuan tahun yang lalu (lebih tepatnya tenggelam akibat kenaikan permukaan air laut). Setidaknya ada tiga paper menarik yang terbit awal tahun ini berkaitan dengan sejarah populasi Indonesia. Walaupun data yang diungkap hanya parsial, namun data-data tersebut bisa melengkapi puzzles yang selama ini belum muncul, sehingga big picture-nya menjadi lebih jelas. Paper pertama adalah penelitian Gomes et al. (2015) yang mengkaji sebaran mtDNA haplogroup P di Sunda dan Sahul dengan fokus pada populasi Timor- Leste. Dari penelitian ini kita dapat mengetahui sebaran mtDNA haplogroup P di Wallacea dan Sahul serta Filipina. Paper kedua adalah penelitian Karmin et al. (2015) yang mengkaji bottleneck garis keturunan pria (y-DNA) di era Holosen, termasuk terdeteksinya subclade baru y-DNA haplogroup C (C7 dan C9) pada populasi Dayak Borneo selatan dan timur. Dan yang terakhir adalah ilmuwan asal negeri sendiri, Pradiptajati Kusuma et al. (2015), yang menganalisis mtDNA dan y-DNA populasi orang laut asal Indonesia dalam konteks pendudukan Madagascar, yang sedikitnya memberi gambaran

Upload: ekos

Post on 17-Dec-2015

101 views

Category:

Documents


17 download

DESCRIPTION

atalantis

TRANSCRIPT

  • Populasi Sundaland, 60 ribu tahun lalu

    Prasejarah Sundaland 60.000 t.y.l.

    Tempat asal-muasal peradaban manusia, yang dikenal dengan sebutan benuaATLANTIS, kemungkinan besar adalah kawasan dataran rendah di kepulauanAsia Tenggara, yang saat ini sebagian besar dataran tersebut telah tenggelamdan berada di bawah laut sejak ribuan tahun yang lalu (lebih tepatnya tenggelamakibat kenaikan permukaan air laut).

    Setidaknya ada tiga paper menarik yang terbit awal tahun ini berkaitan dengansejarah populasi Indonesia. Walaupun data yang diungkap hanya parsial, namundata-data tersebut bisa melengkapi puzzles yang selama ini belum muncul,sehingga big picture-nya menjadi lebih jelas.

    Paper pertama adalah penelitian Gomes et al. (2015) yang mengkaji sebaranmtDNA haplogroup P di Sunda dan Sahul dengan fokus pada populasi Timor-Leste. Dari penelitian ini kita dapat mengetahui sebaran mtDNA haplogroup P diWallacea dan Sahul serta Filipina.

    Paper kedua adalah penelitian Karmin et al. (2015) yang mengkaji bottleneckgaris keturunan pria (y-DNA) di era Holosen, termasuk terdeteksinya subcladebaru y-DNA haplogroup C (C7 dan C9) pada populasi Dayak Borneo selatan dantimur.

    Dan yang terakhir adalah ilmuwan asal negeri sendiri, Pradiptajati Kusuma et al.(2015), yang menganalisis mtDNA dan y-DNA populasi orang laut asal Indonesiadalam konteks pendudukan Madagascar, yang sedikitnya memberi gambaran

  • tentang beberapa mtDNA dan y-DNA terbaru dari populasi Dayak dan orang lautNusantara.

    Ketiga paper ini menarik dalam konteks mencari struktur populasi pertama Sundadan Sahul, khususnya era Plestosen Sundaland. Big picture yang dimaksud diatas adalah bahwa Sundaland pertama kali dihuni oleh populasi yang terkaitdengan populasi Negrito yang saat ini menyebar di Semenanjung Malaysia,Thailand, dan daratan Indocina, serta kemungkinan sisa-sisa populasi Negritotersebut terdeteksi di Sumatra, Borneo dan Jawa.

    Lalu di mana posisi populasi yang mendiami Sahul? Sepertinya, populasi yangbergerak ke arah timur adalah keturunan dari populasi Negrito yang lebih dulumendiami Sundaland ribuan tahun. Setidaknya itulah gambaran umum yangdiungkap oleh penanda genetik garis keturunan manusia (mtDNA dan y-DNA).

    Peta sebaran mtDNA khusus Australasia digambarkan lebih jelas oleh ToomasKivisild (2015), juga pernah dikaji Mannis van Oven (2010) dan disempurnakanoleh usulan Kong et al. (2010)

    tentang beberapa mtDNA dan y-DNA terbaru dari populasi Dayak dan orang lautNusantara.

    Ketiga paper ini menarik dalam konteks mencari struktur populasi pertama Sundadan Sahul, khususnya era Plestosen Sundaland. Big picture yang dimaksud diatas adalah bahwa Sundaland pertama kali dihuni oleh populasi yang terkaitdengan populasi Negrito yang saat ini menyebar di Semenanjung Malaysia,Thailand, dan daratan Indocina, serta kemungkinan sisa-sisa populasi Negritotersebut terdeteksi di Sumatra, Borneo dan Jawa.

    Lalu di mana posisi populasi yang mendiami Sahul? Sepertinya, populasi yangbergerak ke arah timur adalah keturunan dari populasi Negrito yang lebih dulumendiami Sundaland ribuan tahun. Setidaknya itulah gambaran umum yangdiungkap oleh penanda genetik garis keturunan manusia (mtDNA dan y-DNA).

    Peta sebaran mtDNA khusus Australasia digambarkan lebih jelas oleh ToomasKivisild (2015), juga pernah dikaji Mannis van Oven (2010) dan disempurnakanoleh usulan Kong et al. (2010)

    tentang beberapa mtDNA dan y-DNA terbaru dari populasi Dayak dan orang lautNusantara.

    Ketiga paper ini menarik dalam konteks mencari struktur populasi pertama Sundadan Sahul, khususnya era Plestosen Sundaland. Big picture yang dimaksud diatas adalah bahwa Sundaland pertama kali dihuni oleh populasi yang terkaitdengan populasi Negrito yang saat ini menyebar di Semenanjung Malaysia,Thailand, dan daratan Indocina, serta kemungkinan sisa-sisa populasi Negritotersebut terdeteksi di Sumatra, Borneo dan Jawa.

    Lalu di mana posisi populasi yang mendiami Sahul? Sepertinya, populasi yangbergerak ke arah timur adalah keturunan dari populasi Negrito yang lebih dulumendiami Sundaland ribuan tahun. Setidaknya itulah gambaran umum yangdiungkap oleh penanda genetik garis keturunan manusia (mtDNA dan y-DNA).

    Peta sebaran mtDNA khusus Australasia digambarkan lebih jelas oleh ToomasKivisild (2015), juga pernah dikaji Mannis van Oven (2010) dan disempurnakanoleh usulan Kong et al. (2010)

  • Maternal ancestry Toomas Kisivild (2015)

    Australasian mtDNA by Kong et al. (2010)

    Pemahaman populasi Sundaland yang lebih luas dan kredibel bisa kita dapat jikakita mengetahui populasi awal dengan kebudayaan, bahasa, DNA, dan lingkunganekologisnya. Kunci pemahaman tersebut ada pada siapa orang pribumi (OrangAsli), yang sering disebut dengan Negrito, yang saat ini sebagian masihmenghuni Semenanjung Melayu (yang dulunya bagian dari Sundaland).

    Bayangkan, sekitar 70,000-45,000 tahun yang lalu, sekelompok kecil manusiaprasejarah pemburu-pemulung, diam-diam berjalan di bawah hutan kerangasdengan pepohonan tinggi, rimbun, luas menghijau, tak terputus. Merekamenyusuri sungai-sungai purba Sundaland, melewati lautan lumut hijau, pakis,tanaman rotan berduri yang merambat tinggi, ephipytes yang menempel dipepohonan, dan riam daun yang tampaknya tak berujung dengan berbagai ukurandan jenis. Mereka menyusuri hutan, melangkah sekitar banir kayu kerasmenjulang besar, mata mereka memindai ke bawah untuk mengamati jejak-jejaktersembunyi dalam semak belukar, untuk mencari daun tanaman yang dapatdimakan atau obat, dan menikmati indahnya pemandangan di depan mereka,seperti binatang arboreal yang sering bergelantungan di ranting-rantingpepohonan, berpesta buah. Telinga mereka juga sangat terlatih mendengarkantanda-tanda gangguan alam, mencari di mana lokasi binatang-binatang besarseperti babi, rusa, dan sapi liar. Di antara mereka mungkin hanya terdengar suaraobrolan ringan tentang lingkungan yang baru mereka temukan, layaknya obrolanpemburu tentang peralatan mencari makan seperti tombak, pisau dan tongkatpenggali, terbuat dari kayu, bambu dan rotan.

  • Lalu, siapakah Orang Asli ini dan apa yang mereka lakukan di hutan tropisPleistocene Sundaland?

    Manusia prasejarah pertama kali hadir di Semenanjung Melayu ketika permukaanlaut surut di era Pleistosen, dan paparan dasar laut bagian barat Asia Tenggaramulai terekspos. Paparan ini dikenal dengan paparan Sunda, atau Sundaland,membentang ke arah timur dari Kalimantan sampai Bali, ke arah utara dariPalawan di Filipina dan Vietnam di Indochina, sampai Jawa di bagian selatan.

    Populasi yang pertama kali mendiami Sundaland menyebar ke segala penjuru,awalnya mereka kembali ke utara dan juga bergerak ke pesisir timur benua,mengeksplorasi, kemudian mendiami berbagai tempat yang dianggap nyaman danaman. Menjelajahi Sundaland kemungkinan tidak akan memakan waktu lebih dariseribu tahun.

    Sebagai pembanding, untuk sampai ke ujung selatan benua Amerika, manusiamemerlukan waktu beberapa ribu tahun dengan jalan kaki atau dengan perahu.Jarak dari Alaska sampai ujung selatan kira-kira lima kali jarak Bangkok ke Bali.Karena Sundaland tidak memiliki gunung atau gurun, maka tidak akan sesulitmengarungi dataran rendah Sundaland. Mereka yang bergerak ke arah Indocinaatau Palawan akan menyusuri dataran rendah tersebut. Beberapa dari mereka jugaakan melintasi dataran rendah yang sekarang menjadi Laut Jawa. Jika pusatnya diantara Jawa dan Sumatra, maka ketika beberapa area Sundaland mulai menjadilaut dangkal, sebaran mereka tidak akan jauh dari tanah air mereka, misalnyaSemenanjung Melayu, Jawa, Sumatra, Borneo dan Bali.

    Bukti arkeologi adanya hunian di Semenanjung Melayu ditemukan di KotaTampan, di bagian utara Malaysia, diperkirakan berumur 40.000 sampai 75.000tahun, yaitu dengan ditemukannya alat-alat dari batu. Fosil Tam Pa Ling di Laosberumur 45.000 sampai 63.000 tahun, merupakan fosil manusia modern tertua diAsia Tenggara. Kemudian, alat batu juga ditemukan di gua Lang Rongrien, diThailand selatan, diperkirakan berumur 43.000 tahun. Temuan artefak di GuaNiah, Serawak berumur 46.000 tahun menambah bukti bahwa manusia moderntelah menghuni Sundaland sebelum mereka migrasi ke Australia. Gua Tabon diPalawan ditemukan bukti hunian manusia modern berupa deposit berumur 37.000sampai 58.000 tahun.

    Di luar Sundaland, potongan peralatan yang memungkinkan manusiamenyeberang dari Wallacea ke Sahul ditemukan berumur 42.000 tahun, di Timor.Temuan lukisan dinding di Leang Timpuseng membuktikan bahwa manusia sudahmencapai Sulawesi Selatan 40.000 tahun yang lalu. Dari mana manusia tersebut?Mungkinkah mereka dalam perjalanan menuju Sahul?

    Berdasarkan data genetik, yang diwakili salah satunya oleh mitokondrial DNA(mtDNA; diturunkan oleh ibu kepada anak-anaknya), menunjukkan bahwapopulasi di Semenanjung Melayu dan sekitarnya memiliki diversitas yang tinggi.

  • Keberadaan garis keturunan maternal yang cukup tua pada populasi Orang Asli,menunjukkan bahwa sejarah hunian manusia di Semenanjung Melayu lebih lamadibanding daerah di sebelah utara atau timur semenanjung. Penanda basal genetikdi Asia Tenggara juga ditunjukkan oleh perbedaan keragaman di sebagian besarDNA (nucleus DNA) pada populasi Orang Asli. Mereka ini juga bisa dibilangyang pernah menghuni Sundaland. Mereka menyebar dan menjelajah wilayahyang sebagian besar hutan tropis ini, mulai dari seantero Sumatra, dari Borneosampai Bali, dan dari Palawan sampai Jawa.

    Jaman es berlangsung dari 100.000 sampai 10.000 tahun yang lalu di luar daerahtropis. Hal ini menjadikan area tropis Sundaland sebagai area paling ideal sebagaitempat tinggal dengan iklimnya yang sejuk bagi tumbuhan, hewan, dan manusia.

    Jaman es terjadi dalam dua fase, fase pertama berlangsung dari 57.000 sampai28.000 tahun yang lalu, diikuti periode singkat yang stabil, dan puncaknya yangdikenal dengan Last Glacial Maximum (LGM) yang berlangsung dari 27.000sampai 10.000 tahun yang lalu.

    Pada saat LGM, terbentuk hamparan sabana di sepanjang Selat Malaka, dan areadi sekitar Gua Batu dekat Kuala Lumpur terjadi pergantian musim basah dankering. Di bagian utara Borneo terbentuk hutan hujan tropis, menjadi daerahfavorit untuk hunian. Sebagaimana laut mulai merayapi pedalaman paparanSunda, sekaligus menciptakan danau-danau dan teluk-teluk kecil di dataranrendah yang makin lama makin besar. Dan mungkin paralel dengan hal tersebut,adanya cerita Orang Asli tentang naiknya air laut dari dalam tanah, yang membuatmereka meninggalkan tanah airnya.

    Prasejarah Sundaland 40.000 t.y.l.

  • Sekitar 60.000 tahun yang lalu, Semenanjung Melayu hanya dihuni sekelompokkecil manusia modern (temuan fosil dari Tam Pa Ling, Laos, berumur 63.000tahun setidaknya mendukung adanya hunian manusia modern di Asia Tenggara).Namun sampai saat ini, tak satupun tahu persis bagaimana kondisi Sundalandsecara umum. Namun berdasarkan sejarah geologis, cuaca Sundaland saat itulebih dingin dibanding sekarang. Karena fluktuasi suhu pada jaman es, iklimberubah sangat cepat, dan terjadi selama berabad-abad. Selama cuaca dingin,suhu rata-rata siang hari di dataran rendah berkisar 21oC, dibandingkan saatini sekitar 28oC. Bayangkan cuaca siang hari di Bandung setelah hujan. Tidakterlalu dingin. Sangat sejuk dan menyegarkan. Jika Sundaland seperti Bandungsiang hari paska hujan, manusia sekarang pun pasti rela dikirim ke masa tersebutuntuk menjadi saksi jaman es. Tinggi air laut saat itu, sekitar -60m di bawahpermukaan saat ini, dan sebagain dari dasar laut masih berupa daratan kering,terutama daerah antara Belitung dan Borneo. Daerah tersebut ditumbuhi hutankerangas dan rawa dengan hutan-hutan dengan aliran sungai menuju tepi landasbenua. Hutan kering tersebut dihuni hewan-hewan merumput seperti gajah, rusa,badak, seladang (kerbau) dan banteng.

    Bersamaan dengan perubahan iklim, kondisi geografi mengubah sejarah. KetikaOrang Asli menjelajah bagian barat Sundaland, banyak area terbuka di hutan-hutan dan hanya sedikit pepohonan, daripada hutan saat ini, karena pengaruhcuaca dingin. Kemudian abad yang lebih hangat dan basah pun tiba, hutanmenjadi lebat kembali. Orang Asli mulai mendiami gua-gua batu kapur dan mulaimembakar pepohonan di sekitar gua untuk menciptakan lingkungan sekitarnyalebih terang. Kawasan hutan-pinggiran seperti zona transisi ekologi, ecotonesyang kaya umbi-umbian dan sayuran yang bisa dimakan. Selama musim dingin,ecotones kaya sumber daya seperti itu gampang dijumpai di seanteroSemenanjung Melayu. Di sanalah lokasi pilihan Orang Asli dalam mencari makansehari-hari.

    Jika asumsi Orang Asli datang dari arah barat (India) melalui pesisir pantai, makamereka bakal sampai di bagian barat dari Thailand selatan. Mereka akanmenjumpai dataran rendah memanjang ke selatan sampai Singapura. Pegunungangranit dan batu kapur di dataran tinggi di semenanjung masih utuh tak tersentuh.Mungkin hanya sesekali dijelajah oleh Orang Asli untuk mencari tempat hunian,namun ketika mereka mulai menemukan gua batu kapur, mereka mulai menetapuntuk menghindari angin, hujan dan mungkin hanya untuk menikmati tidur siangsetelah berburu.

    Lalu, siapa sajakah Orang Asli tersebut?

    Berdasarkan bukti mtDNA, maka populasi tertua yang masih mewarisi garisketurunan mtDNA tertua (macrohaplogroup N, M dan R) adalah populasi proto-Melayu (Aboriginal Malays), yaitu Temuan dan Semelai, termasuk Jakun, dengansebaran mtDNA N21, N22, dan R (N21 terdeteksi juga pada populasi Sumatra danBali, dengan diversitas lebih tinggi berada di populasi Sumatra dan Bali; R

  • terdeteksi cukup beragam di Sumba, Borneo dan Bali). Sedangkan populasiSemang (Batek, Jahai, dan Mendriq) berdasarkan garis keturunan maternal adalahgenerasi setelah proto-Melayu, dengan sebaran mtDNA M21, R21, dan B (padapopulasi Mentawai juga terdeteksi adanya mtDNA R21. mtDNA B hanyaterdeteksi di Jawa, Flores, Nias, Bali, Sulawesi dan Sumba). Senoi (Temiar)adalah Semang yang bercampur dengan populasi Austroasiatik dari SemenanjungIndocina.

    Bagaimana dengan populasi Sakai (Mani) di Thailand selatan? Sakai berkerabatdekat dengan Semang (walaupun dalam populasi Mani ditemukan mtDNA L2a,yang berbeda mutasi dengan L2a dari Afrika, yang juga merupakan mtDNA tertuadi Asia Tenggara). Bisa jadi mereka telah membaur berdasarkan mtDNA mereka.Sayang sampai saat ini masih sulit untuk mendeteksi jejak mereka dari garisketurunan paternal (y-DNA). Populasi aborigin Kamboja (Tompuon, Khmer,Phnong, Stieng dan Jarai) juga cukup tua, terutama di bagian timur laut yangberbatasan dengan Vietnam, dengan sebaran mtDNA M59, M69, M78, dan N7(Zhang et al., 2014). Sementara pribumi Andaman adalah garis keturunan mtDNAM dari India (M31 dan M32) dengan Y-DNA yang hanya ada di kepulauanAndaman, D-M174. Bagaimana populasi-populasi tua tersebut lebih banyak dibagian utara khatulistiwa? Sebenarnya tidak.

    Sebaran mtDNA Orang Asli (populasi Sundaland) 60.000-40.000 tyl)

    Macrohaplogroup N (termasuk R) dan M masih ditemukan jejaknya tertinggi dipulau Bangka dan Palembang, kemudian Jawa dan Nusa Tenggara Timur(terutama Flores, Lembata, Pantar, dan Alor), dan sedikit sekali ditemukan diBorneo dan Sulawesi. Artinya, mereka menyebar dari pusat (area SumatraSelatan/Bangka dan Jawa; mungkinkah proto-Melayu?) kemudian beberapa kearah Semenanjung Melayu dan Indocina, dan sebagaian lagi ke arah timur (Nusa

  • Tenggara, dan Sahul). Perjalanan mtDNA N (dan subclade-nya) ke arah timursampai Australia melalui jalur selatan (Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Timor,Tanimbar, pesisir Papua barat, dan akhirnya Australia) dengan sebaran mtDNA B,P, O, S, N13, N14; sedangkan perjalanan mtDNA M ke arah timur melalui jalurtengah (Gomes et al., 2015) (Borneo selatan, Sulawesi selatan, Sulawesi Tengah,Maluku, kepala burung Irian, Papua Nugini serta Melanesia) dengan sebaranmtDNA Q, M27, M28, M29. mtDNA B bisa jadi terbentuk di Wallacea (antaraNusa Tenggara atau Maluku), sedangkan mtDNA P, Q dan M29 terbentuk dipegunungan Papua barat (propinsi Indonesia) dan mtDNA P terkait denganpopulasi yang mewarisi DNA Denisovan dan pygmy di Australasia.

    mtDNA N melakukan migrasi ke arah timur bersama y-DNA haplogroup C-RPS4Y*, sedangkan mtDNA P memiliki kesamaan pola sebaran dengan K2b.mtDNA D akan mengikuti subclade mtDNA haplogroup M*. Sedangkan y-DNAF-P14* selalu bersama subclade-nya y-DNA K-M526*. Manusia modern di luarAfrika menurunkan y-DNA CDEF (CF dan DE); dengan sebaran CF & E (DEminus YAP) di Eurasia, dan CF & D (DE plus YAP) di Asia Tenggara. Prinsipyang sama diaplikasikan ke mtDNA. L3M dan N-U-R di Eurasia, dengan L3mendominasi Afrika Timur, dan M mendominasi India serta Bangladesh. Utersebar di Afrika Utara, Eropa Barat dan Skandinavia. N dan R tersebar diEurasia dan Eropa.

    Sedangkan di Asia Tenggara (termasuk Australasia), M tersebar di Asia Timurdan Tenggara. mtDNA Q yang unik di Papua dan Melanesia juga menyebar keNusa Tenggara, Australia dan Filipina. N dan R menyebar mengikuti sebaranpopulasi Negrito, P lebih banyak di Wallacea dan Sahul, sedangkan B menyebardari Sundaland ke segala arah (bahkan manusia Tianyuan berumur 40.000 tahunmemiliki haplogroup B45). Kedua pola sebaran mtDNA N dan M di dua areatidak saling overlapping, karena keduanya berasal dari basal yang berbeda. Andatidak akan menemukan garis keturunan haplogroup U di Asia Tenggara danPasifik, sebaliknya Anda tidak akan menemukan garis keturunan haplogroup P diEurasia. Tidak ada cukup bukti bahwa mtDNA N dan M di Asia Tenggara berasaldari leluhur yang sama dengan mtDNA N dan M di Eurasia seperti yangdiasumsikan oleh para akademisi. Di kesempatan lain akan saya paparkanbagaimana hubungan mtDNA khusus regional Afrika, Eurasia dan Australasiaserta populasi yang overlapping dengan ketiganya. Data y-DNA akan mengikutipola yang hampir sama. Seharusnya kita mulai meninggalkan paradigma lama,Out of Afrika, karena sudah banyak bukti yang meruntuhkan teori berbau politistentang asal-usul manusia modern tersebut.

  • mtDNA P di Wallacea dan Sahul

    Eurasian mtDNA by Kong et al. (2010)

    Berdasarkan diversitas genetik, populasi pertama Sundaland menyebar ke arahutara (Semenanjung Melayu dan Thailand) dan ke arah timur (Nusa Tenggara dan

  • kemudian paparan Sahul) sekitar 50.000 tahun yang lalu, sebelum Sundalandberubah secara keseluruhan.

    Berdasarkan sebaran mtDNA dan diversitasnya, bahwa pusat sebaran atau asal-usul mereka adalah area di antara pulau Jawa, Sumatra dan Borneo. KeragamanmtDNA populasi aborigin Kamboja menunjukkan migrasi dari arah selatan untukmtDNA tertua di sana (Zhang et al., 2014), diversitas mtDNA populasi aboriginMalaysia juga menunjukkan hal yang sama (Baer et al., 2010). mtDNA populasiaborigin Australia adalah subclade dari N* (mtDNA O di daerah gurun Australia,S menyebar, N13 dan N14 di Kimberley) serta subclade dari M* (M42 diArnhem). Masih sulit menentukan hubungan populasi Nusa Tenggara (mtDNAN* dan M* serta R) dengan yang di Jawa serta Bangka/Sumatra Selatan.Diversitas mtDNA N dan M antara ketiganya belum dikaji, kita tidak tahu apakahmereka berbagi haplotype yang sama, atau perbandingan polimorfisme HVS-Iantara ketiga area tersebut. Atau mungkin karena mereka tidak yakin secara persissubhaplogroup mana yang akan ditujukan pada M* dan N* tersebut.

    Untuk merekonstruksi populasi pertama Sundaland memang cukup rumit, namunsedikit bagian dari populasi tersebut bisa terlacak dengan bantuan mtDNA dan y-DNA populasi saat ini. Sedikit gambaran pada skema mtDNA N di bawah:

    Skema Populasi Sundaland (mtDNA N dan subcladenya)

  • Dari Sunda Ke SahulApril 19, 2015 by Mozardien in Paleolithic Migration, Population History,Sundaland.

    Gelombang Kedua

    Sebagian besar garis keturunan populasi Gelombang Pertama sekarang tersebarluas di wilayah terdekat, seperti Jawa, Sumatra, Borneo, juga termasuk interiorSemenanjung Melayu dan Thailand. Sebagian dari mereka meninggalkanSundaland menuju arah timur, dan juga ke arah utara. Mereka meninggalkan jejakhaplotype yang berumur sangat tua, berasal dari daerah di mana haplotypetersebut ditemukan (autochthonous), dan mendukung pandangan bahwaperkembangan in situ mtDNA Australasia terjadi di sekitar Wallacea dan Sahul.

    Berdasarkan keragaman genetik, garis keturunan Gelombang Pertama menyebarke arah utara melalui Semenanjung Melayu, Thailand, Kamboja, serta Laos, danke arah timur, yaitu Nusa Tenggara, kepulauan Maluku, dan kemudian sampai dipaparan Sahul. Berdasarkan sebaran mtDNA dan keragamannya, bahwa pusatsebaran atau asal-usul mereka adalah area di antara pulau Jawa dan Sumatra.Keragaman mtDNA populasi aborigin Kamboja menunjukkan migrasi dari arahselatan untuk mtDNA tertua di sana (M68, M69, M78, N7: Zhang et al., 2014),keragaman mtDNA populasi aborigin Malaysia juga menunjukkan hal yang sama(Baer et al., 2010). mtDNA populasi aborigin Australia adalah subclade darimacro-haplogroup N* (mtDNA O/N12 di daerah gurun Australia Tengah,

  • mtDNA S menyebar di segala penjuru Australia sampai Tasmania, mtDNA N13dan N14 di wilayah Kimberley) serta subclade dari macrohaplogroup M* (M42 disekitar Teluk Carpentaria, serta M14 dan M15 di Arnhem serta Kimberley). Sayamasih sulit menentukan hubungan populasi Nusa Tenggara (mtDNA N* dan M*)dengan M* dan N* yang di Jawa dan Sumatra (Bangka/Palembang). KeragamanmtDNA N* dan M* tersebut belum dikaji, kita tidak tahu apakah mereka berbagihaplotype yang sama, atau perbandingan polimorfisme HVS-I antara ketiga areatersebut. Atau mungkin karena mereka tidak yakin secara persis sub-haplogroupapa yang akan ditujukan dalam M* dan N* tersebut.

    Namun yang pasti, mtDNA M dari India berbeda dengan M yang ada didaratan Asia Tenggara, serta N dari Eurasia berbeda dengan N yang ada diAustralasia. Jika M dari India dan N dari Eurasia berkerabat dekat dengan L3 dariAfrika, namun tidak halnya dengan M dari Asia Tenggara dan N dari Australasia,lalu apa hubungan mereka dengan Afrika? Mengapa para ahli tidak menelitikembali genome seluruh manusia modern untuk membuktikan bahwa garisketurunan Australia memang berbeda dari mereka yang ada di Afrika?

    Gelombang kedua ditandai dengan migrasi ke arah timur, mengingat merekamencapai pulau-pulau bagian timur Indonesia, New Guinea, dan juga Australiasetidaknya ~50.000 tahun yang lalu. Namun migrasi ini bisa jadi tidak perlumenyeberangi laut, karena formasi kepulauan saat air laut berada > 70m di bawahpermukaan saat ini, akan mempermudah mereka untuk menyeberangi WallacesLine melalui Borneo, Sulawesi Selatan, dan kemudian Flores, dan akhirnyamencapai Sahul (Satu eksperimental rakit bambu meniru teknologi kuno mampumencapai Australia dari pulau Timor dalam enam hari).

    Bisakah mereka menyeberang ke Australia tanpa menyeberangi laut?Kemungkinan bisa jika mereka masuk melalui Papua, namun kemungkinannyaagak kecil karena kekerabatan genetik yang hanya parsial antara aboriginAustralia dan populasi Papua (populasi di sekitar Teluk Carpentaria; mtDNA M42yang sepertinya berkerabat dekat dengan M29Q karena keduanya hanya satumutasi dari mtDNA M yang bisa jadi adalah M dari India karena ditemukannyagaris keturunan M42 di sana. Sedangkan mtDNA Q di Australia hanya Q2b, danP3b ditemukan di PNG dan Australia). Gelombang kedua ini digambarkan sedikitoleh Zhang et al. (2014) dengan sebaran mtDNA P di Sahul, Wallacea danFilipina. Tentunya ada juga sebaran mtDNA yang lain yang kontemporer dengansebaran mtDNA P, seperti mtDNA Q (Friedlaender et al., 2005). Untuk sebarandan keragaman Y-DNA, Karafet et al., 2014 telah membuat pemetaan garisketurunan Y-DNA K2b1 yang migrasi dari Sunda ke Sahul.

  • Lokasi populasi dengan materi genetik dari Denisovan

    Perhatikan sebaran populasi yang mewarisi genetik dari Denisovan (TelukCarpentaria di Australia, dan seantero Papua)

    Berdasarkan penelitian Karafet et al. (2014) Y-DNA M dan S (subclade dariK2b1) bisa jadi hidup di Sundaland beberapa waktu sebelum akhirnyamemutuskan untuk menyeberangi Wallaces Line. Hal yang sama berlaku padasubclade mtDNA M (M14, M15, M29Q, M27 dan M28, serta M42) dan N (R, B,P, O, S, N13, N14), sehingga kemungkinan besar mtDNA M dan N berasal dariSundaland, yang mengalami difersivikasi selama perjalanan menuju Sahul,kandidat lokasi paling kuat adalah daerah antara Flores dan Alor, karena hampirsemua subclade mtDNA N dan M bisa ditemukan di sana. Seperti M42 diAdonara, R di Alor, dan O/N12 di Flores. Y-DNA C-RPS4Y* yang cukupberagam frekuensi dan garis keturunannya juga ditemukan di Flores, sedangkanF-P14* di Adonara dan Timor menunjukkan bahwa migrasi mereka melalui jalurselatan menuju Sahul mendapat dukungan bukti yang cukup dari penanda genetik.

    Perjalanan mtDNA N (dan subclade-nya) ke arah timur sampai Australia melaluijalur selatan (Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Timor, dan akhirnya Australia) dengansebaran mtDNA R, B, P, O, S, N13, N14; sedangkan perjalanan mtDNA M kearah timur melalui jalur tengah (Borneo selatan, Sulawesi selatan, SulawesiTengah, Maluku, kepala burung Irian, Papua Nugini serta Melanesia) dengansebaran mtDNA Q, M27, M28, M29, sebelumnya M42, M14 dan M15 bisa jadimendahului mereka, yang menuju Papua Nugini, langsung menuju Australia.

  • Australia mtDNA haplogroups

    Seberapa dekat kekerabatan mtDNA populasi aborigin Australia denganhighlander PNG atau Papua secara keseluruhan? Mari kita mulai darimacrohaplogroup M:

    M42, ditemukan di wilayah timur laut Australia, di sekitar Teluk Carpentaria, danjuga ada beberapa di populasi Adonara (Flores), namun tidak ada di PNG. Flores(NTT) bisa jadi melting pot mtDNA M karena mtDNA M42 hanya 7 mutasilangsung dari macrohaplogroup M dengan mutasi SNP 9156 pada posisi turunan.Bahkan ada cukup banyak sample populasi di NTT yang masih tidak bisadiklasifikasikan dalam macrohaplogroup M. Dengan laju mutasi di Australasiaberkisar antara 6-8000 tahun, maka bisa disimpulkan mtDNA M42 berada di NTTminimal 56-58.000 tahun yang lalu. Hudjashov et al. (2007) mengestimasi umurM42a di Australia sekitar 40.600 tahun, 10 mutasi dari M42 dengan mutasi padaSNP 12771 pada posisi ancestral (yang berarti lahir di Australia), cukup sesuaidengan umur mtDNA M42 ketika pertama kali sampai di Australia. Hudjashov etal. juga mengestimasi mtDNA P berumur 55.000 tahun, N13, N14, S and Osekitar 57.000 tahun. Merriwether et al. (2005) mengestimasi umur M42 sekitar61.700 tahun, dan M42a sekitar 54.000 tahun (lebih tua dari estimasi Hudjashovet al. (2007). van Holst Pellekaan (2010) mengestimasi M42a 39.7449163 tahundengan frekuensi tertinggi berada di wilayah Riverine (jauh di sebelah selatanTeluk Carpentaria). M42a terdapat di Gurnu (penutur Paakintji bagian utara),beberapa garis keturunan maternal Ngiyambaa dan mereka yang menghuni bagianbarat Wiradjiri, meskipun masih perlu diverifikasi. M42 tidak berkerabat dekatsecara khusus dengan M di PNG atau Melanesia dan kepulauan Pasifik, kecualihanya mereka sama-sama garis keturunan dari macrohaplogroup M. Jalur yangditempuh mtDNA M*(xM42) sepertinya melalui Tanimbar sebelum menginjakSahul dan kemudian ke arah selatan melalui jembatan yang menghubungkan PNG

  • dan Australia, dan pada akhirnya menghuni sekitar Teluk Carpentaria, di ujungutara Queensland. M42 dan M74 (M74a di China Selatan dan Vietnam) adalahketurunan dari M4274, mereka berpisah di Sundaland, dengan M74 bergerak kearah utara dan timur laut (M74b di Mamanwa, Filipina).

    Populasi aborigin Australia di sekitar Teluk Carpentaria (M42a) danMamanwa (M74b sama-sama mewarisi gen dari Denisovan (Kebetulan?Tentu tidak. Di India (Dravida, Austro-asiatik) ditemukan M42b, perlu kajianlebih lanjut hubungan M42b dengan garis keturunan M42 yang lain. mtDNAM42, O/N12 bersama dengan Y-DNA C-RPS4Y* (garis keturunan pria Adonaradan Flores di dominasi Y-DNA C-M38* dan C-RPS4Y*, sedangkan aboriginAustralia di daerah Arnhem didominasi Y-DNA C-M374) adalah populasi tertuadi Wallacea dan Sahul, merekalah yang membuat aborigin Australia (terutamaArnhem) dan populasi di NTT (Adonara dan Flores) berkerabat dekat secaragenetik. Hal tersebut yang menjadikan NTT secara genetik sebagai daerah meltingpot.

    M14 dan M15, banyak ditemukan di bagian utara Australia sekitar Arnhem, M143 mutasi dari macrohaplogroup M, sedangkan M15 13 mutasi dari M. SebagianM15 bergerak ke arah barat di sekitar Kimberley. Kedua mtDNA ini memangbelum dilakukan kajian yang mendalam, namun bisa disimpulkan bahwakeduanya adalah haplogroup yang langka di Australia.

    Sebaran mtDNA Q di Oceania (Corser et al., 2010)

    Q, mtDNA Q ditemukan tersebar di Indonesia Timur, Filipina, PNG, Melanesiadan kepulauan Pasifik, serta hanya satu subclade di Australia (Q2b di Teluk

  • Carpentaria; Hudjashov et al. 2007). mtDNA Q hanya 3 mutasi darimacrohaplogroup M, dan tempat lahirnya diperkirakan di Papua (dataran rendah).Kekerabatan Indonesia Timur (populasi keturunan Melanesia) dengan PapuaNugini direpresentasikan oleh Q1 dan sedikit Q2, diasumsikan migrasi ke arahbarat (NTT, Sulawesi, dan Maluku, serta Filipina) sejak awal Holocene dengansebaran bahasa Trans-Nugini dan tanaman pisang. mtDNA Q dan P serta Y-DNAS-M30 dan M-P34 migrasi ke arah barat, dibuktikan dengan gen Denisovan yangjuga diwarisi oleh populasi Wallacea. Mona et al. (2009) berpendapat bahwamtDNA Q lahir di Wallacea (berumur 48.089 tahun, ketimbang Papua Nugini(34.678 tahun), meskipun mtDNA Q mendominasi pegunungan selatan PNG dandataran rendah Papua barat. Keragaman mtDNA Q di Indonesia Timur sekitar96,7%, lebih tinggi daripada keragaman genetik di Papua Nugini. mtDNA Q danM29 memiliki nenek moyang yang sama M29Q yang hanya 1 mutasi darimacrohaplogroup M pada SNP 13500. Q berada 6 mutasi dari M29Q, sedangkanM29 17 mutasi dari M29Q. Merriwether et al. mengestimasi umur mtDNA Q44.5007400 tahun, sedangkan Hudjashov et al. 32,0006,500 tahun.Mitogenome dari Behar et al. (2012) mengestimasi umur Q sekitar 37.400 tahun.Friedlaender et al. (2005) mengestimasi mtDNA Q1 49,856 tahun (seumurandengan P1 51,316 tahun). Umur mtDNA P yang autochthonous di barat dayaPasifik (Papua Nugini dan Papua barat) sesuai bukti arkeologi di area ini (~48-40.000 tahun): berdasarkan coding-region berumur 51.700-65.400 tahun danberdasarkan mitogenome 54.800 tahun (mendekati umur Friedlaender et al. 2005).Hubungan PNG dengan Indonesia Timur didominasi oleh mtDNA Q dan Q1 sertaP dan P1. Beberapa garis keturunan Q dan P di Timor Leste mengkonfirmasikekerabatannya dengan PNG sudah sejak lama. Wanita Timor Leste dan PNGmengalami isolasi hampir keseluruhan terlihat dalam analisa inti DNA. Hal inimendukung sejarah populasi berkelanjutan terjadi di Sahul lebih dari 50.000 tahunyang lalu. Gomes et al. (2015) berpendapat bahwa gap yang ada pada garisketurunan maternal P dan Q di Sahul tidak bisa menjelaskan adanya perpisahannenek moyang mereka yang berpisah sesampainya di Sahul. Karena Gomes et al.tidak mempertimbangkan pendahulu mtDNA P dan Q, yaitu terpisahnya mtDNAM42 (ke selatan) dan M29Q (terus ke timur dan timur laut) sesampainya dipaparan Sahul.

  • Sebaran mtDNA P dan Q di Papua Barat

    Menjelajahi Oceania

    Pendudukan Oceania (Melanesia, Polynesia dan Micronesia) sangat terkait eratdengan sejarah populasi Indonesia, karena nenek moyang populasi Oceania padadasarnya adalah masih garis keturunan populasi gelombang pertama yangmenghuni Sundaland, yang juga terkait dengan Orang Asli SemenanjungMalaysia, dan populasi gelombang kedua tersebut, yang kemudian migrasi dariSundaland ke Sahul, menjadi nenek moyang populasi Oceania. Bisa disimpulkan,bahwa gelombang kedua tersebut adalah penduduk pribumi Sundaland (lihatulasan Y-DNA K2b1 dan mtDNA P) yang migrasi ke Sahul sekitar 55-50.000tahun yang lalu.

  • sebaran Y-DNA K2b1

    Sebaran mtDNA P di Wallacea dan Sahul

    Oceania adalah salah satu wilayah terpenting dalam sejarah sebaran manusia,karena keragaman genetik di wilayah yang meliputi Melanesia dan kepulauanPasifik, disebabkan oleh setidaknya dua peristiwa migrasi skala besar. Pertama,migrasi dari Sunda ke Sahul oleh populasi pribumi Sundaland yang pada saat inibisa kita jumpai dalam populasi aborigin Australia, highlander Papua Nugini dansebagian populasi pribumi Wallacea (Nusa Tenggara, Maluku dan Filipina), danmigrasi kedua, ekspansi penutur bahasa Austronesia dari wilayah Wallacea kekepulauan Pasifik, dengan jejak sebaran Polynesian motif-nya.

  • Sebelum 8000 tahun yang lalu, Australia dan Papua masih bersatu sebagaipaparan Sahul, dan pada akhirnya menjadi tujuan populasi pribumi Sundalandsekitar 50.000 tahun yang lalu, setidaknya dari bukti arkeologi di Australia(Roberts RG, Jones R, Smith MA, 1990:

    Thermoluminescence dating of a 50,000-year-old human occupation site innorthern Australia), dan sekitar 40.000 yang lalu di Papua Nugini (Groube et al.,1986: A 40,000 year-old human occupation site at Huon Peninsula, Papua NewGuinea). Meskipun pendudukan awal Oceania secara rinci, seperti populasiberasal dari mana, jalur-jalur yang mungkin ditempuh, serta kapan migrasitersebut terjadi, masih diperdebatkan banyak pihak, penelitian berdasarkanpenanda genetik maternal (mtDNA) dan penanda genetik paternal (Y-DNA)kadang masih menunjukkan hasil yang bertentangan.

    Sebagian besar penelitian mendukung pandangan bahwa populasi Australia danPapua Nugini berasal dari populasi yang berbeda karena tidak adanyakekerabatan genetik di antara mereka (Redd and Stoneking, 1990: Peopling ofSahul: mtDNA variation in aboriginal Australian and Papua New Guineanpopulations; Huoponen et al., 2001: Mitochondrial DNA variation in anaboriginal Australian population: evidence for genetic isolation and regionaldifferentiation; Ingman and Gyllensten, 2003: Mitochondrial genome variationand evolutionary history of Australian and New Guinean aborigines; Van HolstPellekaan et al., 2006: Mitochondrial genomics identifies major haplogroup inAboriginal Australians; Kayser et al., 2001: Independent histories of human Ychromosomes from Melanesia and Australia), sementara penelitian lain berdasarkan polimorfisme sisipan Alu, dan sebaran Heliobacter pylori menunjukkan bukti bahwa mereka memiliki nenek moyang yang sama.

    Perdebatan ini bisa dijawab setelah diperkenalkannya analisis genome, denganresolusi yang lebih mendalam dan rinci.

    Dua penelitian yang menganalisa data SNP dari populasi aborigin Australiadan Papua Nugini (McEvoy et al., 2010: Whole-genome genetic diversity in asample of Australians with deep aboriginal ancestry; Pugach et al., 2013:Genome-wide data substantiate Holocene gene flow from India to Australia),meskipun mengkonfirmasi perpisahan populasi pribumi Australia dari populasiEurasia, mampu mengidentifikasi populasi highlander Papua Nugini sebagaikerabat terdekat populasi aborigin Australia (mtDNA P [Friedlaender et al.,2005], dan Y-DNA K2b1 [Karafet et al., 2014] telah memberikan petunjuk awalbahwa populasi aborigin Australia, highlander Papua Nugini dan Aeta di Filipinaberkerabat dekat secara genetik).

    Simon Easteal et al juga menemukan diversitas yang ekstrim pada populasi PNG.Mereka mencoba membuat pemetaan garis keturunan di PNG, berhasilmengidentifikasi dua pusat sebaran, haplogroup P dan Q, dengan garis keturunanmenyebar ke segala arah. Dua garis keturunan maternal yang nampaknya sangat

  • tua, dan terpisah dari mtDNA di luar Afrika. Menariknya, haplogroup Q tidakditemui pada garis keturunan maternal di Australia (ada Q2b di timur lautAustralia, sepertinya mereka yang mencoba menyeberang ke Australia ketikamasih sebagai paparan Sahul, dan berhenti di sekitar Teluk Carpentaria,Queensland bagian utara), dan haplogroup P hanya ditemui beberapa saja, sebagaiminoritas di Australia. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi isolasi yang cukupekstrim antara populasi Australia dan PNG walaupun mereka pernah bersatudalam paparan Sahul.

    Pendudukan awal Sahul berdasarkan bukti arkeologi, dan diferensiasi genetikpopulasi aborigin Australia dan highlander Papua Nugini, membuat para penelitikemudian mengubah pandangan bahwa sebaran ke arah Pasifik bagian barat(Oceania terdekat) adalah bagian dari migrasi pertama setelah mereka sampai diSahul (setidaknya 15.000 tahun setelah menghuni Sahul). Pandangan ini tidakmemiliki bukti yang cukup, setelah diuji bersama dengan dua hipotesa yang lain,berkenaan dengan asal-usul populasi Papua Nugini, menggunakan sekitar 1 jutaSNP dari populasi Oceania (Wollstein et al. 2010: Demographic history ofOceania inferred from genome-wide data). Tiga model diuji, dan modeldemografik yang didukung analisis SNP menggambarkan perpisahan leluhurPapua Nugini dari leluhur Eurasia; adanya kemungkinan kecil Papua Nuginiberkaitan dengan populasi Asia Timur; namun tidak ada bukti bahwa populasiPapua Nugini terkait langsung dengan populasi Afrika.

    Analisis genome membantah kemungkinan hipotesis early dispersal (olehpopulasi Negrito Sundaland berasal dari Afrika), namun untuk mengidentifikasikemungkinan jalur yang diambil oleh migrasi gelombang pertama juga masihmerupakan tantangan yang harus dijawab, sebagaimana bukti arkeologi dari jejakjalur pesisir pantai selatan out of Africa pasti sudah hilang tertelan lautan padaujung Last Glacial Maximum (LGM), dan sisa-sisa genetik purba bisa jadi telahtergantikan oleh peristiwa-peristiwa migrasi berikutnya.

    Berkenaan populasi aborigin Australia dan highlander Papua Nugini, kehadirankelompok Negrito Malaysia dan Filipina serta pribumi Andaman, diduga adalahketurunan langsung dari diaspora out of Africa melalu jalur pesisir pantai selatanbenua Asia, sementara populasi yang hidup di Asia Tenggara saat ini telahterbukti muncul kemudian, sebaran yang berbeda dari arah utara (Lahr and Foley,1994: Multiple dispersals and modern human origins; Reich et al. 2011: Denisovaadmixture and the first modern human dispersals into Southeast Asia andOceania; Rasmussen et al. 2011: An aboriginal Australian genome revealsseparate human dispersals into Asia). Kekerabatan genetik antara populasiaborigin Australia dan Negrito Filipina awalnya berdasarkan data Y-DNA (Delfinet al., 2011: The Y-chromosome landscape of the Philippines: extensiveheterogeneity and varying genetic affinities of Negrito and non-Negrito groups),dan bukti tersebut diperkuat dengan analisa genome, yang mengungkap afinitaspopulasi aborigin Australia dan highlanders Papua Nugini dengan populasi Aetadan Mamanwa, kelompok Negrito dari Filipina, adalah cukup dekat (Pugach I et

  • al., 2013: Genome-wide data substantiate Holocene gene flow from India toAustralia; Reich et al., 2011). Untuk menguji kekerabatan genetik antara populasipribumi Asia Tenggara dan pribumi Eurasia yang datang dari arah utara, perlukajian tersendiri terhadap mtDNA haplogroup N dan M serta R antara keduawilayah tersebut, dan menentukan basal garis keturunan yang membedakan keduagaris keturunan itu.

    Selanjutnya, data genotip skala besar memungkinkan estimasi waktu perpisahanantara nenek moyang aborigin Australia dengan populasi lainnya. Menggunakankorelasi dalam pola linkage disequilibrium (LD) genome antar populasi untukmemperkirakan waktu divergensi mereka, Pugach et al. mengestimasi populasiEurasia dan aborigin Australia terpisah secara genetik dari populasi Afrika sekitar66.000 tahun yang lalu (lebih muda dari perpisahan antara Y-DNA CT dari Y-DNA B dari kajian Karmin et al. 2015 yang menempatkan perpisahan CT dari Bsekitar 100.000 tahun yang lalu; perpisahan proto-Eurasia dan pygmy AfrikaTengah), sedangkan perpisahan antara populasi aborigin Australia danhighlanders Papua Nugini dari populasi awal Eurasia sekitar 43.000 tahun yanglalu (terpisahnya Y-DNA Australasia CDF dari Y-DNA Eurasia CEF, sertamtDNA M & N dari L3, menurut Karmin et al. perpisahan terjadi paska letusanToba 73.000 tahun yang lalu. Sesuai dengan umur mtDNA N dan M sekitar70.000 tahun yang lalu), dan perpisahan antara populasi Australia, Papua Nugini,dan Mamanwa Negrito diperkirakan terjadi 36.000 (Pugach et al., 2013) (Y-DNAK2b1 dan mtDNA P, menurut Kamin et al. 50.000 tahun yang lalu. Namunmenurut Gomes et al. sebelum 37.000 tahun yang lalu). Menurut kajian aDNAdari peneliti Rusia, populasi aborigin Australia menginjak Sahul sekitar 49.200tahun yang lalu [interval:43.900-54.600 tahun yang lalu]).

    Walaupun demikian, umur 43.000 tahun tersebut sesuai dengan estimasi waktusebaran bakteri H. pylori. Lebih jauh lagi, umur tersebut menunjukkan bahwapopulasi aborigin Australia dan highlanders Papua Nugini berpisah setelahmereka sampai di Sahul, ~50.000 tahun yang lalu, dan bukan pada saat permukaanair mulai memisah Sahul 8000 tahun yang lalu. Singkatnya, populasi aboriginAustralia sudah sampai di Sahul 43-50.000 tahun yang lalu. Untukmemastikannya, bukti arkeologi sangat dibutuhkan. Manusia purba dari LakeMungo sebenarnya bisa menjawa teka-teki ini, karena diperkirakan mtDNAmanusia purba tersebut lebih tua dari mtDNA N dan M serta berbeda dari garisketurunan L3 dari Afrika yang dipercaya sebagai nenek moyang seluruh mtDNAdi luar Afrika.

    Menurut bukti arkeologi, kehadiran populasi pribumi di Australasia padaPaleolitik Atas terkonfirmasi dengan temuan di Timor berumur 42.000 tahun,Borneo 46.000 tahun, Papua Nugini 43-49.000 tahun, Melanesia dan Australialebih dari 48.000 tahun (tersebar di seluruh penjuru Australia). Jadi estimasiPugach et al. tentang perpisahan antara populasi aborigin Australia, highlandersPapua Nugini dan Negrito Filipina terlalu muda dibandingkan bukti arkeologi.

  • Dari Sunda ke Sahul

    Populasi gelombang kedua ini mendiami Sahul selama ribuan tahun sejak pertamakali menjejakkan kaki mereka (menurut perhitungan berdasarkan aDNA ~49.200tahun yang lalu), menjelajah setiap sudut Pleistocene Sahul, melahirkan garisketurunan yang hari ini kita kenali dari mtDNA haplogroup P dan subclade-nyatersebar di seantero Australia dan Papua Nugini (Gomes et al., 2015), sampaimunculnya penutur Austronesia ~4500 tahun yang lalu, dari sebuah wilayah diWallacea (Halmahera, bukan Taiwan), yang memiliki dampak cukup besar dariMadagascar di ujung barat sampai pulau Easter di ujung tenggara Pasifik, namunsangat kecil terdeteksi pada populasi Pleistocene Sahul. Mereka hanya terdeteksidi pesisir Papua Nugini, kepulauan Melanesia, dan Polynesia dan kepulauanPasifik.

    Sementara ekspansi Paleolitik di kepulauan Melanesia juga terlahir dari populasiyang berkerabat dekat dengan populasi Pleistocene Sahul (mtDNA Q, M27, M28,M29). Populasi ini terdeteksi sedikit di Australia (hanya Q2b), namun dominan diPapua Nugini, bisa jadi karena garis keturunan tersebut lahir di sana(autochtonous PNG). Mereka kemudian menjadi populasi pribumi Melanesia,sampai datangnya ekspansi Holocene yang memiliki kemampuan dan ketrampilanmengarungi perairan bebas, yang memungkinkan mereka sampai di kepulauanPasifik, terpisah dari kelompok mereka sendiri, menguasai Pasifik dengan tradisidan gaya hidup mereka yang dikenal dengan kebudayaan Lapita. Penelitian awalmtDNA dan Y-DNA memberikan bukti bahwa pada saat mereka sampai diMelanesia, penutur bahasa Austronesia tersebut mulai bercampur dengan populasipribumi penutur rumpun bahasa Papua, dan populasi hasil asimilasi tersebutakhirnya menguasai kepulauan Pasifik (Kayser et al. 2006: Melanesian and Asianorigins of Polynesians: mtDNA and Y chromosome gradients across the Pacific;Melton et al., 1985: Polynesian genetic affinities with Southeast Asianpopulations as identified by mtDNA analysis; Sykes et al., 1995: The origins ofthe Polynesians: an interpretation from mitochondrial lineage analysis; Redd etal., 1995: Evolutionary history of the COII/tRNALys intergenic 9 base pairdeletion in human mitochondrial DNAs from the Pacific; Kayser et al. 2008: Theimpact of the Austronesian expansion: evidence from mtDNA and Y chromosomediversity in the Admiralty Islands of Melanesia; Kayser et al. 2008: Genome-wideanalysis indicates more Asian than Melanesian ancestry of Polynesians; Kimuraet al. 2008: Gene flow and natural selection in Oceanic human populationsinferred from genome-wide SNP typing; Trent et al., 1998: Globin genes areuseful markers to identify genetic similarities between Fijians and PacificIslanders from Polynesia and Melanesia)

    Percampuran populasi yang ekstensif, sebelum ekspansi populasi denganleluhur dari Asia dan Papua tersebut, tercermin dalam sebuah model asal-usul Polynesia yang dikenal dengan Slow Boat (Pellekaan et al., 2006).Namun, populasi campuran ini terbukti tidak sesuai dengan realitas, karenakebanyakan mtDNA di kepulauan Melanesia dan Polynesia saat ini keturunan dari

  • Asia (Wallacea B4a1a1a), sedangkan Y-DNA didominasi keturunan PapuaNugini, dalam hal ini Y-DNA K-M526* dan subclade-nya (M dan S), serta garisketurunan C-RPS4Y*: C-M38 dan C-M208 serta subclade-nya (Kayser et al.,2006, 2008), sesuai dengan pola tradisi matrilokal masyarakat penuturAustronesia. C-M38 dan K-M526* bisa jadi populasi yang sama sejak awal,mempertimbangkan pola mutasi dan diferensiasinya paralel. Keragamannyacukup tinggi di Australasia.

    Hal ini menggambarkan migrasi awal populasi yang lebih rumit, diikuti olehsebaran tunggal dari Wallacea (bukan dari Taiwan) ke kepulauan Melanesia yangmenghasilkan percampuran yang ekstensif dengan populasi pribumi sebelummereka berekspansi ke kepulauan Pasifik. Meskipun demikian, skenariosederhana ini, memberikan kerangka untuk memudahkan memahami warisangenetik migrasi manusia ke Oceania, namun tidak menjelaskan semuanya,sebagaimana bukti arkeologi, bahasa, dan genetik memperlihatkan sejarahpopulasi yang lebih rumit.

    Sebagai contoh, sebaran gerabah khas budaya Lapita yang tersebar luas, terkaitdengan ekspansi Austronesia, menambah rumit pola sebaran bahasa Austronesia(Blust 1995: The prehistory of the Austronesian-speaking peoples: a view fromlanguage; Bellwood 2004: First farmers: the origins of agricultural societies),dan kehadiran outlier genetik seperti pulau Santa Cruz, di mana mtDNA dan Y-DNA haplogroup dari Papua umum dijumpai di sana, mengindikasikan bahwaskenario dua-gelombang ternyata kurang lengkap. Pulau Santa Cruz, sebagai bataspertama sebelum memasuki kepulauan Pasifik, memiliki nenek moyang yangberasal dari Papua, serta sepertinya bukan merupakan tempat pemberhentianpertama dari para pengembara laut masa lalu tersebut karena mereka melanjutkanpenjelajahan di kepuluan Pasifik. Kajian yang lebih mendalam dari variasiregional diperlukan untuk memberikan rincian tentang jalur yang dilalui,kemungkinan adanya migrasi yang lain, serta kontak antar populasi setelahmereka ekspansi ke kepulauan Pasifik.

    Data penting tentang asal-usul populasi Polynesia baru-baru ini disimpulkanberdasarkan penelitian 1 juta SNP dari populasi Papua Nugini, Fiji dan tujuhpulau lain di Polynesia, serta satu populasi dari Borneo (Wollstein et al. 2010:Demographic history of Oceania inferred from genome-wide data). Penelitian inimemperkenalkan pendekatan baru untuk menghindari bias. Hasilnya, penelitiantersebut tidak hanya berhasil menghitung persentase percampuran populasiPolynesia yang terdiri dari 85% garis keturunan Asia (Wallacea) dan 15% dariPapua Nugini (dengan populasi Borneo sebagai proxy populasi dengan hasil lebihbaik ketimbang Han China), namun juga menunjukkan bahwa setelah pendudukanawal, populasi Fiji mewarisi aliran gen dari populasi kepulauan Melanesia, yangtidak melanjutkan migrasi ke Polynesia, yang juga dibuktikan oleh temuanarkeologi (Kirch 2000: On the road of the winds: an archaeological history of thePacific Islands before European contact). Estimasi populasi Fiji memiliki garisketurunan dari Polynesia sebesar 63%, dan garis keturunan Papua Nugini sebesar

  • 37%. Estimasi waktu percampuran di Polynesia disimpulkan terjadi sekitar 3000tahun yang lalu, sedangkan di Fiji terjadi sekitar 500 tahun yang lalu. Keduawaktu tersebut sesuai dengan bukti arkeologi (Kirch 2000). Estimasi waktu untukFiji menunjukkan adanya tambahan aliran gen dari Papua Nugini setelahpendudukan awal kepulauan Pasifik.

    Meskipun wilayah ekspansi penutur Austronesia sangat luas, mereka tidakmeninggalkan jejak di benua Australia. Bahkan sebelum analisis genomediperkenalkan, dipercaya bahwa setelah pendudukan awal benua kanguru tersebut,populasi aborigin Australia mengalami isolasi dari populasi lainnya, sampaikedatangan bangsa Eropa di akhir abad ke-18. Kajian variasi mtDNA (Redd &Stoneking, 1999: Peopling of Sahul: mtDNA variation in aboriginal Australianand Papua New Guinean populations; Kumar et al. 2009: Reconstructing Indian-Australian phylogenetic link) dan Y-DNA (Redd et al. 2002: Gene flow from theIndian subcontinent to Australia: evidence from the Y chromosome) menunjukkankemungkinan adanya kekerabatan genetik dengan India di era Holocene, namuntidak pernah terbukti sampai data genome populasi aborigin Australia berhasildipetakan, dan hubungan tersebut bisa diteliti lebih jauh (Pugach et al., 2013).Dengan meneliti populasi Northern Territories, highlander Papua Nugini, India,serta Asia Tenggara, aliran gen dari India ke Australia bisa dibuktikan dengan 4model analisis, dan waktu percampuran tersebut diestimasi sekitar 4200 tahunyang lalu. Sejak perdagangan sebelum kedatangan bangsa Eropa mungkin terjadiantara populasi pesisir timur laut Australia dan Indonesia, skenario aliran gen taklangsung melalui kepulauan Asia Tenggara juga dipertimbangkan, namun tidakditemukan jejak leluhur India pada populasi di kepulauan Asia Tenggara.Menariknya, waktu estimasi percampuran sesuai dengan waktu masuknya dingo(anjing liar) ke Australia, munculnya microliths (alat dari batu ukuran kecil), danbukti arkeologi lainnya. Mungkin saja bahwa perubahan-perubahan yang terjadi diAustralia terkait dengan migrasi dari India, meskipun hal tersebut masih dianggapkontroversial (Brown P, 2013: Palaeoanthropology: of humans, dogs and tinytools; Price and Bird, 2013: Interpreting the evidence for middle Holocene geneflow from India to Australia; Pugach and Stoneking, 2013: Reply to price andbird: no inconsistency between the date of gene flow from India and theAustralian archaeological record)

    Contoh sample aborigin Australia yang dianalisa berasal dari bagian barat lautAustralia, mungkin menarik untuk diinvestigasi lebih lanjut, untuk mengungkapada tidaknya hubungan antara India dan Australia. Penelitian lain terhadappopulasi pribumi Australia berdasarkan sample dari bagian tenggara Australia(daerah Riverine di New South Wales, Pugach et al., 2013) tidak menemukanjejak genetik dari India, namun hal tersebut bisa jadi karena penelitian tersebuttidak memasukkan populasi dari India dan tidak memiliki data yang bisadibandingkan. Di sisi lain, analisis genome populasi Australia menemukanindikasi adanya kekerabatan genetik dengan kelompok dari India, namunkesimpulan akhirnya bahwa jejak tersebut merepresentasikan nenek moyang

  • dalam genome populasi Australia tersebut tidak bisa diklasifikasikan ke populasimanapun (Rasmussen et al., 2011).

    Analisa genome juga sangat berguna untuk mengungkap struktur populasi yanglebih baik pada populasi Polynesia dan highlander Papua Nugini (Wollstein et al.,2010). Tidak seperti pola struktur populasi yang menggambarkan sejarahperistiwa demografik masa lampau, struktur populasi yang baru ini mampumengindikasikan adanya praktik-praktik sosial masyarakat seperti perkawinandalam kelompok-kelompok populasi yang tergabung dalam rumpun bahasa yangsama. Seperti, di Papua Nugini, meskipun mereka dari dua desa berdekatan,mereka terpisah secara kelompok bahasa (Huli vs. Angal-Kewa, keduanya daricabang Engan dari rumpun bahasa Trans-Nugini). Begitu pula dengan apa yangterjadi di Polynesia, bahwa perpisahan antara populasi Pulau Cook dan yang laindi sekitarnya bisa diketahui.

    Berdasarkan data mtDNA dan NRY (Y-DNA, Y-chromosome) (Karafet et al.,2010: Major east-west division underlies Y chromosome stratification acrossIndonesia, Mona et al., 2009: Genetic admixture history of Eastern Indonesia asrevealed by Y-chromosome and mitochondrial DNA analysis) populasi diIndonesia Timur adalah garis keturunan Papua dan Asia. Namun, dan ketika datagenome mulai tersedia, menjadi memungkinkan untuk menganalisa pola sebarangaris keturunan Asia dan mengestimasi kapan peristiwa tersebut terjadi, yangpada akhirnya bisa mengungkap yang sebenarnya tentang asal-usul garisketurunan Asia di Indonesia, antara pra-Austronesia vs. Austronesia.

    Pola yang muncul dalam analisis adalah bahwa garis keturunan Papua meningkatperlahan (sedangkan garis keturunan Asia menurun) dari arah barat ke timurwilayah Indonesia, dengan proporsi terendah (5.1%) keturunan Papua ditemukanpada populasi Toraja di Sulawesi Selatan (populasi terdekat dengan WallacesLine), sedangkan populasi Alor, yang terdekat dengan New Guinea,memperlihatkan proporsi tertinggi (55,4%) keturunan Papua (Xu et al., 2012:Genetic dating indicates that the Asian-Papuan admixture through EasternIndonesia corresponds to the Austronesian expansion). Pola yang sama ini jugaterlihat pada populasi Nusa Tenggara dan Maluku. Dengan analisis genome bisaditentukan kapan percampuran antara kedua garis keturunan, dan disimpulkanpercampuran pertama kali terjadi di bagian barat dari Indonesia Timur (sekitarAlor) sekitar 5000 tahun yang lalu dan kemudian sekitar 3000 tahun yang lalu dikepulauan sekitar Papua Nugini. Hasil tersebut sesuai dengan data bahasa danarkeologi dengan kedatangan penutur bahasa dan budaya material Austronesia diIndonesia (Diamond J, Bellwood P, 2003: Farmers and their languages: the firstexpansions, Blust R, 1995: The prehistory of the Austronesian-speaking peoples:a view from language; Gray et al., 2009: Language phylogenies reveal expansionpulses and pauses in Pacific settlement; Bellwood 2004: First farmers: the originsof agricultural societies; Bellwood 1997: Prehistory of the Indo-MalaysianArchipelago) dan menolak pandangan bahwa keturunan dari Asia yang ditemukandi Indonesia Timur tidak ada hubungannya dengan, dan terjadi sebelum, ekspansi

  • Austronesia serta bahwa sebaran bahasa Austronesia bisa dijelaskan hanya denganpembauran budaya saja. Kecenderungan proporsi keturunan Austronesia danwaktu percampuran menunjukkan bahwa penyebaran petani Austronesia diseluruh wilayah Indonesia terjadi dari barat ke timur. Untuk memudahkan, Andaharus melihat peta genetik Nusa Tenggara, dan Anda akan menjumpai bahwapopulasi yang migrasi dari arah barat ke timur adalah garis keturunan Austronesiawanita, yang nantinya akan bertemu dengan garis keturunan pria Papua yangmenjadi penduduk lokal di Wallacea.

    Informasi penting lainnya adalah analisis laju percampuran pada autosome dan X-chromosome pada populasi Nusa Tenggara dan Maluku. Populasi Nusa Tenggarayang dianalisa adalah kepompok penutur Austronesia, memperlihatkan frekuensiketurunan Asia yang lebih tinggi pada X-chromosome dibandingkan denganestimasi genome secara keseluruhan, menunjukkan bahwa percampuran dalamkelompok populasi tersebut lebih banyak melibatkan wanita dari Asia (penandamtDNA penutur Austronesia wanita adalah mtDNA M7c3c, F1a1, B4a1a1, jikamtDNA E termasuk, mereka adalah penutur proto-Malayo-Polynesia atau proto-Austronesia, yang juga diklasifikasikan sebagai mtDNA Asia, walau sebenarnyaasalnya dari wilayah antara timur laut Borneo dan barat laut Sulawesi). mtDNAF1a1 juga kandidat untuk penutur Austroasiatik, bersama dengan N9a6 dan R9b.

    Pola tersebut tidak terlihat pada populasi Maluku, populasi yang dianalisa adalahpenutur bahasa Papua. Perbedaan tersebut, dalam hal percampuran antarakelompok keturunan Papua dan Austronesia, sekali lagi konsisten denganhipotesis bahwa kelompok Austronesia menganut sistem matrilokal (Jordan et al.,2009: Matrilocal residence is ancestral in Austronesian societies; Hage P &Marck J, 2003: Matrilineality and the Melanesian origin of Polynesian Ychromosomes)

    Pentingnya pemetaan migrasi manusia skala besar dalam prasejarah KepulauanAsia Tenggara digambarkan juga dalam sebuah penelitian yangmendemonstrasikan kesuksesan migrasi di Asia Tenggara sebagai populasi yanggaris keturunannya berhasil ditelusuri dari berbagai sumber (Lipson et al. 2014:Reconstructing Austronesian population history in Island Southeast Asia).Dengan metode yang relatif bebas dari ketidakpastian yang berhubungan dengangender, Lipson berhasil membuat peta populasi campuran, proporsi percampuran,dan asal keturunan dari masing-masing populasi campuran tersebut. KomponenAustronesia, yang terkait dengan populasi aboriginal Taiwan, ditemukan dimana-mana dan terlihat di semua populasi Asia Tenggara (dan Polynesia). Hal initerjadi karena Lipson mengamati garis keturunan pria. Komponen Papua(Melanesia) terbatas hanya di Indonesia Timur dan Polynesia. Komponen Negritoterlihat dalam berbagai proporsi pada semua populasi di Filipina, dan juga padapopulasi Indonesia bagian barat walau dalam proporsi kecil, dan tidak ditemui diIndonesia Timur. Komponen Austroasiatik juga cukup besar di Indonesia bagianbarat, namun tak terlihat di tempat lainnya di Kepulauan Asia Tenggara, kecualipada populasi Manggarai di pulau Flores yang masih dalam wilayah Wallacea.

  • Pada populasi Toraja, agak sulit menentukan apakah garis keturunan pria Negritoatau Papua (Melanesia). Namun jika garis keturunan pria Mandar adalah sebagianPapua, dan tidak ada Negrito, maka tak berlebihan jika Toraja juga memiliki garisketurunan pria dari Papua (C-RPS4Y*, C-M38, F-P14*, K-M526*, M-P34, S-M254).

    Penelitian tersebut juga mengestimasi waktu percampuran di Kepulauan AsiaTenggara, namun hasilnya lebih muda daripada estimasi waktu kedatanganpenutur Austronesia di Kepulauan Asia Tenggara berdasarkan bukti arkeologi danbahasa, dan estimasi waktu tersebut lebih muda dari waktu kedatangan penuturAustronesia di Indonesia Timur, Polynesia dan Fiji. Meskipun Lipson et al.berpendapat bahwa estimasi yang lebih muda tersebut mencerminkan aliran genyang terjadi di masa-masa sejarah yang tidak bisa dideteksi oleh metoda yanglain, namun perlu waspada kemungkinan adanya bias dan keterbatasan metodeyang dipakai Lipson et al.

    Karena estimasi waktu percampuran yang tidak konklusif, sulit untukmengungkap pemetaan peristiwa yang menjelaskan perjalanan garis keturunanAustroasiatik di Indonesia bagian barat. Lipson et al. mengusulkan tiga skenario:

    skenario pertama, bahwa ekspansi Austronesia melalui daratan AsiaTenggara, di mana komponen genetik Austroasiatik berasal dan dibawa keIndonesia bagian barat. Namun, skenario ini tidak menjelaskanketidakhadiran sinyal Austroasiatik di Indonesia Timur. Dan, jika benarkomponen Austroasiatik masuk Indonesia bagian barat bersamaan dengankomponen Austronesia, maka kita akan mendapati proporsi keduakomponen pada populasi keturunannya saling berkorelasi; dan hal tersebutbelum terlihat.

    skenario kedua, melibatkan percampuran yang terjadi kemudian di daratanAsia Tenggara, yang tidak bisa dianggap sebelah mata.

    skenario ketiga adalah bawah pada saat terjadi migrasi Austronesia,populasi garis keturunan Austroasiatik sudah tersebar di Indonesia bagianbarat, dan memang skenario yang paling kuat, dikarenakan wilayahIndonesia bagian barat masih menyatu dengan daratan Asia Tenggarasebagai Sundaland sampai 8000 tahun yang lalu. Hal ini diperkuat olehanalisis genome akhir-akhir ini, dengan kesimpulan bahwa percampuranpertama (antara penduduk pertama Jawa dengan pendatang Austroasiatikterjadi 650 generasi yang lalu atau sekitar 21.000 tahun yang lalu, denganasumsi umur generasi dan laju mutasi mengikuti populasi tropis). Danskenario bahwa populasi keturunan Austroasiatik sudah mendiamiSundaland sejak LGM memang paling kuat, dan menjelaskan proporsipenanda genetik Austroasiatik yang tinggi di Indonesia bagian barat,hampir dua kali proporsi Austronesia, sebagai pendatang baru ~15.000tahun kemudian.

  • Dengan demikian, maka populasi proto-Austroasiatik adalah keturunan pribumiSundaland. Penelitian lebih lanjut tentang korelasi dalam garis keturunan, danwaktu percampuran, harus bisa memastikan asal-usul garis keturunanAustroasiatik di Indonesia bagian barat. Untuk lebih jelas tentang populasi diwilayah tersebut, baca sejarah populasi Indonesia gelombang pertama, atau lebihrincinya dalam penelitian berikut (Hatin et al. 2011: Population genetic structureof Peninsular Malaysia Malay sub-ethnic groups; Metspalu et al. 2011: Sharedand unique components of human population structure and genome-wide signalsof positive selection in South Asia; Deng et al. 2014: The population genomiclandscape of human genetic structure, admixture history and local adaptation inPeninsular Malaysia)

    Bersambung Gelombang ketiga (sebaran Austroasiatik)..

    Sejarah Genetik Orang AsliMaret 25, 2015 by Mozardien in Paleolithic Migration, Population History, Sundaland.

    Sebaran mtDNA Orang Asli

    Mempelajari sejarah genetik Orang Asli bisa memberikan petunjuk pentingtentang pendudukan Sundaland secara keseluruhan. Semua kelompok Orang Aslimengalami pergeseran genetik tingkat tinggi, namun filogeografis mampumenelusuri jejak-jejak garis keturunan maternal dengan cukup meyakinkan.Semang memiliki garis keturunan yang sangat tua di Semenanjung Melayu, yaitusejak pendudukan populasi pertama 75.000 sampai 50.000 tahun yang lalu.Semang, yang menampilkan fenotipe paling konsisten di areanya, memiliki

  • proporsi garis keturunan pribumi yang tinggi: M21a, M21b, dan R21 (Hill et al.,2006; Oppenheimer 2011). Senoi merupakan gabungan, dengan garis keturunanmaternal sekitar setengahnya adalah keturunan Semang dan setengahnya dari IndoChina. Hal ini sesuai dengan dugaan bahwa mereka keturunan penutur awalAustroasiatik, yang menyebarkan bahasa dan budaya cocok tanam ke area selatanSemenanjung Melayu sekitar 4000 tahun yang lalu dan bercampur denganpopulasi Semang. Populasi aborigin Melayu lebih beragam, berkerabat dekatdengan populasi di kepulauan Nusantara, mereka juga mewarisi haplogroup yangsangat tua dan langka. Kontra dengan ekspektasi sebelumnya, salah satu urutangenom mtDNA mereka, R9b, berasal dari Indo China sekitar Last GlacialMaximum (LGM), diikuti oleh sebaran awal Holocene melalui SemenanjungMelayu ke kepulauan Nusantara.

    Walau jumlah Orang Asli hanya 0,5% dari populasi setempat, namun merekamencakup keanekaragaman fenotipik yang cukup tinggi. Bahasa mereka termasukAslian, cabang dari rumpun Austroasiatik, yang merupakan bahasa seluruhpopulasi Orang Asli, dan bahasa Melayu yang merupakan rumpun Austronesia.Tradisi Semang diasosiasikan dengan bahasa Aslian Utara, mencari makan dihutan, egaliterisme, patrilinial, and perawakan orang Negrito. Negrito diSemenanjung Malaysia mempunyai ciri-ciri fisikal yang sangat menyerupai orangPygmy di Afrika dibandingkan dengan kelompok etnik lain di Asia Tenggara.Sebagai tambahan, ciri-ciri mereka juga secara keseluruhannya berbedaberbanding dua kelompok Orang Asli di Semenanjung Malaysia lainnya, yaituSenoi dan aborigin Melayu. Tradisi Senoi, direpresentasikan oleh Semai danTemiar, yang dikaitkan dengan bahasa Aslian Tengah, melakukan praktikpeladangan berpindah di dataran tinggi, kelompok yang tinggal di rumah panjang,egaliterisme, keturunan kognatik, perawakan bervariasi dari orang Negrito sampaiMongoloid. Tradisi Aborigin Melayu meliputi dialek Melayu (berbeda dariSemelai yang masih memakai bahasa Aslian Selatan), praktik strata sosial, ahlidalam mengumpulkan dan berdagang hasil hutan, melakukan perlawanan kerasterhadap Islam dan pendatang yang lain, dan diasosiasikan dengan perawakanMongoloid.

    Teori tentang pendudukan Semenanjung Melayu:

    Berdasarkan gaya hidup forager, yang mencari makan di hutan-hutan, sertaanatomi postur, Semang dikelompokkan bersama orang Negrito lainnya sepertiAeta di Filipina dan pribumi Andaman, begitu juga dengan orang Melanesia,Tasmania, dan beberapa forager di hutan tropis Australia. Mereka ini didugapopulasi gelombang pertama yang mendiami Sundaland sebelum menyebarsampai Pasifik. Gelombang kedua adalah Senoi, yang dipercaya berasal dariIndia, bersama dengan Veddoid dan forager bertubuh pendek di Asia Selatan,orang Toala di Sulawesi, and sebagian besar suku aborigin Australia. AboriginMelayu dipercaya adalah migran pertama dari Mongoloid ke Semenanjung

  • Peninsula, sebagai bagian dari pendudukan kepulauan Indo-Malaysia oleh orangberkulit kuning, rambut lurus proto-Melayu. Evolusi lanjutan dan ekspansiDeutero-Melayu di Semenanjung Melayu dengan kolonisasi oleh orang Melayu.(Benjamin)

    Belwood punya teori lain. Orang Negrito di Asia Tenggara, termasuk Semang,adalah keturunan populasi asli Asia Tenggara yang disebutnya forager Australo-Melanesia. Bahasa Austroasiatik dan Austronesia berasal dari China Selatan dandiperkenalkan ke Asia Tenggara pada pertengahan Holocene melalui ekspansipetani Neolitik dengan perawakan Mongoloid. Penutur Austroasiatik melalui jalurdaratan ke arah selatan, sementara penutur Austronesia mengambil jalur laut dariTaiwan ke Filipina, dan kemudian ke Indonesia dan Malaysia. Interaksi antarapetani pendatang dengan penduduk asli menghasilkan phenotype campuran dibeberapa kelompok, yang paling terlihat adalah Senoi, dan juga terjadi pergeseranbahasa pada populasi Semang menjadi penutur Aslian.

    Teori lain oleh Rambo (1988) mencoba menjelaskan perbedaan-perbedaan antarkelompok Orang Asli sebagai produk diferensiasi lokal. Semang dan Senoiberasal dari leluhur yang sama, namun dibedakan oleh adaptasi terhadapperbedaan ekologi habitat mereka.

    Namun berdasarkan penanda genetik, urutan genome yang ada di SemenanjungMelayu, menunjukkan bahwa sebagian besar adalah keturunan langsung dari garisketurunan maternal dari Eurasia ~60.000 tahun yang lalu (mtDNA M dan N), danmerupakan asli dan unik di Semenanjung Melayu (Macaulay et al. 2005: Single,Rapid Coastal Settlement of Asia Revealed by Analysis of CompleteMitochondrial Genomes). Tentu saja Macaulay et al. tidak mempertimbangkanbahwa mtDNA N dan M di Semenanjung Melayu adalah berbeda dari mtDNA Ndan M dari Eurasia. Sebagai contoh, M21 dan M22 yang banyak ditemui di AsiaTenggara adalah garis keturunan mtDNA M di daratan Asia Tenggara, bukan darimtDNA M dari India (Eurasia), sedangkan M31 dan M32 di kepulauan Andamanadalah garis keturunan mtDNA M dari India, bukan Asia Tenggara. Begitu jugadengan mtDNA N dari Eurasia sangat berbeda dengan mtDNA N dari Australasia.

  • mtDNA M dan N di Australasia dari Kong et al. (2010)

    Keragaman garis keturunan macro-haplogroup M

    Haplogroup pribumi Orang Asli: M21a (Temuan, Jahai, dan subgroup lainnya diMalaysia Barat. Di luar Malaysia, Sakai dan Chiang Mai di Thailand. Dan agakjarang pada populasi Filipina) dan M22. M21b dan M21c hanya sedikitditemukan pada populasi Orang Asli, namun banyak ditemukan pada populasiorang laut Moken di Myanmar. M22 ditemukan pada populasi aborigin Melayu,Vietnam, dan China Selatan, belum ditemukan di kepulauan Nusantara.

    Haplogroup E, yang menyebar dari perbatasan laut Borneo/Sulawesi ditemukanpada populasi Seletar dan Bidayuh sebagai keturunan, E1b. Garis keturunanhaplogroup M7 ditemukan di Malaysia termasuk M7c3c pada populasi Bidayuh.Haplogroup ini hanya ada di Asia Tenggara, dan dianggap sebagai penandaekspansi penutur Austronesia selama pertengahan Holocene, konsisten denganumur mtDNA-nya. M7 lainnya pada populasi Temuan M7b1 dan M7c2, danmereka tergabung dalam garis keturunan populasi dari daratan Asia Tenggara.

    Ditemukan juga haplogroup yang tidak pernah ada sebelumnya di Asia Tenggara,yaitu G1c pada populasi Seletar dan M74b serta M20 pada populasi Bidayuh.G1c pernah ditemukan di Korea dan populasi Han di China. Leluhur haplotypeM74a ada di China Selatan, sedangkan keturunan type M74b ditemukan padapopulasi Bidayuh (Serawak, Borneo) dan Hani di China selatan. Sub-type M74b1ditemukan di Surigaono dan Mamanwa di Filipina (dimasukkan dalam M* olehGunnarsdottir, 2011) dan juga di Besemah (Sumatra, data Gunnarsdottir 2011

  • sebagai M4). Dengan ditemukannya cabang paling tua dari M74 di China Selatan,sedangkan subgroup M74b di Bidayuh dan Besemah, menunjukkan bahwasebaran dimulai dari China Selatan menuju ke arah Sundaland.

    Haplogroup M20 di Bidayuh tergabung dengan grup di China Selatan, dankeduanya berkelompok dengan M51 yang ditemukan di Cham (Vietnam) danBesemah (Sumatra).

    Keragaman garis keturunan haplogroup N

    Orang Asli: N21, N22 dan R21. Garis keturunan N21 pada populasi Temuansepertinya keturunan dari haplotype leluhur yang ditemukan di Cham (Vietnam),menunjukkan asal-usulnya dari Indo China pada Pleistocene Akhir berdasarkanestimasi umur DNA. N22 terbatas pada populasi Temuan, sedikit di Filipina,Sumba, dan Sumatra. R21 terbatas pada populasi Negrito di Malaysia Barat,cukup banyak pada populasi Senoi, yang mungkin adalah pendatang dari IndoChina. N9a tersebar di Asia Timur, namun subclade-nya N9a6 sepertinya terbataspada populasi di kepulauan Nusantara (sedikit di Sumatra dan Jawa, namun tidakada di Filipina dan Taiwan). N9a6 dan keturunannya N9a6a cukup banyak diMalaysia, khususnya Bidayuh dan Seletar.

    B sangat umum ditemukan di kepulauan Nusantara, dan Polynesia. Sebarannyabervariasi pada populasi Malaysia, dengan B4a dan B5b di Bidayuh, B4b dan B6di Temuan, dan B4c di Seletar. Dua garis keturunan B4a di Bidayuh termasukB4a1a1a, Polynesian motif, mencerminkan aliran gen dari arah Pasifik (lebihtepatnya Halmahera, Maluku sebagai lokasi munculnya motif) selama periodepertengahan Holocene. Atau, bisa juga populasi in situ garis keturunanmtDNA B4a*. Ada juga B4a yang belum terkelompokkan, berbagi basal mutasidengan B4a namun tidak diklasifikasikan. Type leluhur dari haplogroup B4b, B4cdan B5b ditemukan pada populasi China Selatan, menunjukkan asal-usul dansebaran dari daratan Asia Tenggara ke kepulauan Nusantara. Menariknya, B4c2yang ditemukan di Seletar, diekstrak dari rambut kuno populasi Negrito,mengindikasikan terjadinya difusi dari daratan Asia Tenggara pada PleistoceneAkhir.

    F sangat umum ditemukan di Asia Tenggara, dengan F1a1a sangat tinggi diTemiar, Senoi. F1ac berbagi basal mutasi yang sama dengan F1a, kecualinucleotide posisi 4086 yang ada di Bidayuh, Besemah dan Semende.

    Yang paling menarik dari penelitian ini adalah terbatasnya keragaman mtDNApopulasi Seletar. Hanya ada 4 haplogroup terdeteksi, mencerminkan rendahnyakeragaman haplotype, meskipun tidak se-ekstrim populasi orang laut Moken.Keragaman mtDNA yang terbatas di Seletar ini bisa diakibatkan karenapergeseran genetik, ditambah dengan jumlah populasi yang kecil, sekitar 800individu. Ini bisa menjelaskan kenapa N9a6, yang sedikit ditemukan di kepulauanAsia Tenggara, namun sangat tinggi pada populasi Seletar.

  • Hasil analysis HVS-I mengindikasikan bahwa mayoritas mtDNA Orang Asli tidakmirip dengan garis keturunan maternal yang ada di Eurasia (bahkan dari Afrika).Bahwa terdapat sejumlah garis keturunan pribumi pada Orang Asli yang bukandari haplotype asal Afrika, (beberapa menduga dari Eurasia) pada akar haplogroupM, N, dan R. Harus dipahami bahwa Asia Tenggara memiliki akar haplogroup M,N, dan R, yang berbeda dari Eurasia. mtDNA N dari Eurasia tidak akanmenurunkan keturunan yang sama dengan mtDNA N dari Asia Tenggara (yangjuga disebut dengan mtDNA Australasia).

    mtDNA macrohaplogroup N dan M di Eurasia dari Kong et al. (2010)

    Orang Asli didominasi oleh mtDNA haplogroup M21a pada populasi Mendriqdan Batek Semang, R21 pada populasi Jahai Semang dan Temiar Senoi, F1a padapopulasi Temiar Senoi, N21 pada populasi Semelai, M22 pada populasi Temuan,dan R9b pada populasi Aborigin Melayu (Temuan dan Semelai). Dari semuanya,hanya F1a yang berasal dari luar Semenanjung Melayu. F1a berasal dari aboriginKamboja, sekitar geografi populasi Tompuon (Zhang et al., 2014).

    Orang Asli memiliki haplotype yang sama pada tingkat yang cukup tinggi,menunjukkan mereka kehilangan keragaman karena pergeseran genetik, denganaborigin Melayu lebih beragam daripada Semang dan Senoi. Mendriq memilikikeragaman terendah, dengan jumlah mereka sampai hari ini hanya beberapa ratusindividu, di mana >84% peta genetik mereka adalah haplogroup M21a. Yangpaling beragam adalah Temuan aborigin Melayu, dan Temiar Senoi berada di

  • antara Mendriq dan Temuan. Perbedaan ini tercermin dalam nilai 3 Orang Aslisecara keseluruhan: keragaman Semang terendah dan keragaman aborigin Melayutertinggi, dengan Senoi berada di antaranya. Semuanya, secara substansial tidaklebih beragam dari 5 populasi Sumatra (Medan, Pekanbaru, Bangka, Padang, andPalembang). Bisa diinterpretasikan bahwa pergerakan migrasi adalah dariarah Sundaland (lebih tepatnya Sumatra).

    Dua haplogroup yang umum dan menyebar luas di Asia Tenggara adalahmtDNA haplogroup B dan R9, dengan R9 mencakup mtDNA haplogroup F.Meskipun teridentifikasi cukup tinggi pada populasi Semai Senoi, haplogroup Bhanya ditemukan kecil pada populasi Orang Asli, kecuali B5b yang cukup tinggipada populasi Batek, mungkin karena pergeseran genetik. Sepertinya B5b masukke Batek dari arah selatan (Sumatra, Indonesia), karena hanya sebuah tipe turunanyang hanya ada di satu kelompok etnis, dan sekuens leluhurnya ditemukan diSumatra dan Indonesia Timur, dan tidak ditemukan di Indo China (Hill, Soares,Mormina, and Richards)

    Dua cabang utama haplogroup R9, yaitu R9b dan F lahir sekitar 53.000 tahunyang lalu (Macaulay et al. 2005). Beberapa clade dalam haplogroup tersebut adapada Orang Asli, masing-masing dengan sebaran yang berbeda. Sebaran R9b jauhlebih luas di Asia Tenggara dibandingkan haplogroup F, sehingga memberikanjalan untuk menentukan waktu pendudukan awal. Di antara Orang Asli, R9bhanya ditemukan pada populasi aborigin Melayu (baik Semelai maupun Temuan)dan sebagian besar diwakili hanya oleh 1 tipe HVS-I, ada pada kedua kelompok.R9b jarang ada di tempat lain tetapi ditemukan dengan frekuensi rendah diVietnam, Thailand, dan Indonesia (Hill C, Soares P, Mormina M, dan MRichards) dan di provinsi-provinsi Yunnan serta Guangxi di China Selatan.

    Munculnya R9b tak lepas dari pra-R9b yang terpisah 29.000 ( 6.600) tahun yanglalu di Indochina dan terpisahnya R9b ~19,000 ( 5.400) tahun lalu di Vietnam /China Selatan. Kemudian satu garis keturunan di mana populasi R9b Thai,aborigin Melayu, dan Indonesia semuanya lahir sekitar 9000 (2,700) tahun yanglalu. Banyak populasi R9b Indonesia adalah keturunan, dan tidak ada hubunganantara aborigin Melayu dan Indonesia selain mereka memiliki leluhur yang sama.Pola keseluruhan menunjukkan bahwa R9b mengalami diversifikasi di Indo Chinadan kemudian menyebar ke selatan, Semenanjung Melayu setidaknya 9000 tahunyang lalu, dengan garis keturunannya kemudian menyebar ke seluruh kepulauanNusantara.

    F1a, sangat umum dijumpai dan menyebar di Asia Tenggara, paling banyak padapopulasi Senoi, di mana hanya haplogroup F1a1a ada di sana (hampir setengahTemiar dan seorang individu Semai; namun tidak ada pada populasi Semang danTemuan, meskipun ada jejak kecil di populasi Semelai). Leluhur F1a1a berbagihaplotype dengan populasi Indonesia, Taiwan dan China. F1a1a banyak dijumpaipada populasi Thailand utara dan Vietnam. Keturunan F1a1a ditemukan padapopulasi Semelai, dan Senoi. Mereka ada hubungan dengan populasi Nikobar,

  • yang mewarisi F1a1a cukup tinggi. Dengan ditemukannya leluhur mereka di IndoChina, hal ini mencerminkan bahwa beberapa populasi Senoi dan Nikobarmemiliki leluhur yang sama dari Indo China (lebih tepatnya daerah Kamboja,baca populasi aborigin Kamboja). Leluhur F1a1a lahir sekitar ~10.700 (4,500)tahun yang lalu, di mana berdasarkan diversitas kontrol-area, umurnya hanya7000 (3,000) di Indo China. Hal ini menunjukkan bahwa mereka migrasi keSemenanjung Melayu dari arah utara (Indo China) dan kawin dengan leluhurSemang, ketika jaman es berakhir.

    N9a ditemukan dalam bentuk turunan N9a6a pada 3 populasi Orang Asli denganjumlah yang sama, meskipun sebarannya tidak sama dan paling beragam padapopulasi aborigin Melayu. N9a6a berumur sekitar 5.500 (2,600) tahun dansharing dengan populasi Melayu di Malaysia dan Indonesia. Mereka lahir dariN9a6, yang banyak dijumpai pada populasi China Selatan, Indo China, danSumatra. Berdasarkan sebarannya, menunjukkan sejarah yang mirip dengan R9b,dengan garis leluhur berada di daratan Asia Tenggara, yang migrasi melaluiMalaysia ke kepulauan Nusantara.

  • Haplogroup N21 lahir tak lama setelah haplogroup N (hanya berjarak 3 mutasi,lihat skema di bawah) ada sekitar 63.000 tahun yang lalu. N21 ditemukan hanyapada populasi aborigin Melayu (Semelai dan Temuan) dan beberapa populasiMelayu di Malaysia (Seletar), dan Indonesia. Meskipun sangat jarang diIndonesia, namun sangat beragam dibandingkan garis keturunan aborigin Melayu,yang juga cukup beragam dalam filogenetik N21, menunjukkan bahwa N21berasal dari kepulauan Nusantara dan kemudian migrasi ke Semenanjung Melayu.N22 juga ditemukan pada populasi Temuan, di Indonesia jarang namun lebihberagam.

  • mtDNA Orang Asli

    Dalam haplogroup M, terdapat clade lokal yang sangat tua, M21 dengan 3 garisketurunan: M21a, M21b, M21c. M21 berumur sekitar 57.000 tahun yang lalu.M21a paling banyak dijumpai pada populasi Semang (dengan frekuensi cukuptinggi pada populasi Mendriq) dan juga ditemukan pada populasi Mani, populasiSemang di Thailand selatan, menunjukkan bahwa M21a adalah keturunan leluhurpopulasi Semang. Populasi Mani berbagi tipe sekuens dengan Batek dan Jahai.Pola sebaran sepertinya dari Semang ke Senoi lalu ke aborigin Melayu dankemudian ke Dayak Borneo Selatan.

  • M21b lebih jarang, memiliki leluhur yang sama dengan M21a (M21ab) sekitar44.000 tahun yang lalu, dan bisa dikatakan haplogroup pribumi SemenanjungMelayu. Dijumpai pada populasi Semang dan Senoi, dengan garis keturunannyaada pada populasi aborigin Melayu dan beberapa populasi kepulauan Indonesia.M21c, saudara M21ab lebih jarang lagi, ada pada populasi Semelai. Hal inimenunjukkan bahwa bisa jadi adanya hubungan yang cukup tua (pra-glasial)antara kelompok pribumi yang berbeda.

    M22 adalah keturunan langsung dari macrohaplogroup M berumur sekitar 63.000tahun, ditemukan pada populasi Temuan aborigin Melayu dan sedikit di Thai.Haplogroup M yang belum diklasifikasikan dikelompokkan ke dalam M*, dansebaran filogeografik mereka tidak bisa ditentukan karena tidak adanya tipeurutan HVS-I yang mirip.

  • R21 kemungkinan besar adalah saudara dekat R9, hanya ada pada populasi JahaiSemang dan Temiar Senoi. R21 lahir dari leluhurnya, haplogroup R, 60.000 tahunyang lalu, meskipun hampir seumuran dengan R9, hanya lebih muda. SepertiM21, sepertinya R21 adalah pribumi Semang/Senoi dan merepresentasikanleluhur yang hidup pada era Pleistocene Akhir di Semenanjung Melayu yangtidak menyebar luas. Ada kemungkinan bahwa mereka hidup terisolasi sejakPleistocene Akhir.

  • Variasi mtDNA menunjukkan bukti kuat asal-usul Orang Asli di SemenanjungMelayu, sekitar 60.000 tahun yang lalu, tidak harus datang dari Afrika, karenaasumsi mutasi balik pada haplogroup N dari L3 harus dibuktikan lebih dahulu.Mari kita asumsikan saja bahwa ada populasi tua di perbatasan China Selatan(koridor Sichuan bagian selatan) dan daratan Asia Tenggara (terutama Thailand)yang sudah ada sejak dulu. Haplogroup M21 dan R21 adalah bukti nyata, yangmendominasi populasi Semang dan Senoi, sedangkan haplogroup N21 dan N22,yang terisolasi pada populasi aborigin Melayu bisa merepresentasikan aliran gendari kepulauan Nusantara. Aliran gen dari luar: pada semua populasi Orang Asli,terdapat aliran gen era Holocene N9a; Senoi mendapat aliran gen dari Indo ChinaF1a1a; Batek Semang mendapat B5b dari kepulauan Nusantara; dan aboriginMelayu juga mendapat aliran gen dari M7c1c dari arah pesisir, bisa jadi dariekspansi penutur Austronesia.

  • Populasi Semang sepertinya keturunan langsung dari populasi pertama yangmendiami Semenanjung Melayu dan mengalami sedikit aliran gen dari luar. Tigakelompok etnis Semang berbeda satu sama lain dalam sebaran haplogroup, Jahaimisalnya, lebih mirip Temiar daripada Semang. Hubungan mitokondrial populasiSemang sepertinya tidak berkorelasi dengan klasifikasi bahasa, di mana Jahai danMendriq adalah satu rumpun bahasa, yang terkait dengan Batek.

    Hal yang penting lagi, tak satupun populasi Semang mirip dengan populasipribumi Andaman yang juga memiliki haplogroup M pribumi, M31 dan M32.Berdasarkan penanda genetik populasi Aeta Filipina, data genetik kurang

  • sependapat dengan anggapan bahwa populasi Negrito di Asia Tenggara(Andaman, Semenanjung Melayu dan Filipina) memiliki leluhur yang sama.Populasi Andaman dan Filipina bisa jadi satu garis keturunan macrohaplogroup Mdari India karena adanya beberapa haplogroup yang satu leluhur, seperti M80D:M80 ada di Palawan, dan D ada di India Timur. M1953: M19 di Palawan, danM53 di Orissa serta India Tengah. M2441: M24 di Palawan, dan M41 di Bihar,Orissa, Andhra Pradesh serta India India. M31: M31a1 di Andaman, dan M31bcdi India Timur dan India Timur Laut, M31b di Tibet dan Nepal, serta M31a2 diOrissa. M3256: M32a di Andaman, M56 ada walau minoritas di Indiai Tengah.

    Signal demografik yang berbeda sepertinya mengindikasikan bahwa sebaranhaplogroup R9b cukup tinggi ditemukan pada populasi aborigin Melayu, danmungkin juga N9a. Dari sekuens-nya, R9b berasal dari Indo China di eraPleistocene, dengan sebaran ke arah selatan pada awal Holocene melaluiSemenanjung Melayu dan kemudian ke kepulauan Nusantara. Pola sebaran inibertentangan dengan pandangan bahwa populasi aborigin Melayu datang darikepulauan Nusantara sejak pertengahan Holocene, sebagai salah satu akibat dariekspansi penutur Austronesia dari Nusantara (Bellwood). Dukungan dariperspektif arkeologi, Hoabinhian berasal dari China Selatan sebelum menyebar keMelayu dan Sumatra Utara (pada era Pleistocene Akhir/Holocene Awal). Di sisilain, N21, N22 dan M7c1c berasal dari luar Semenanjung Melayu, sekitarpertengahan atau akhir Holocene, dalam konteks populasi aborigin Melayu.

    Signal paling mencolok sepertinya kehadiran F1a1a, di samping pribumi R21,adalah haplogroup paling banyak pada populasi Senoi (hampir setengahnya).Haplogroup ini umurnya sekitar pertengahan Holocene, juga ditemukan cukuptinggi di Indo China dan menyebar di sana dari China Selatan (yang jarang namunlebih beragam, dan di mana leluhurnya ditemukan) selama era Holocene. Hampirsetengah dari garis keturunan maternal Senoi bisa ditelusuri kembali asal-usulnyadi Indo China sekitar 7000 tahun yang lalu. Hal ini konsisten dengan pandanganBellwood bahwa budaya Neolitikum dibawa ke Semenanjung Melayu dariThailand tengah (terkait dengan budaya Neolitik Ban Kao), yang kemudian kawindengan kelompok pribumi untuk kemudian melahirkan leluhur populasi Senoisekarang. Populasi ini bisa jadi juga yang menyebarkan bahasa Austroasiatik diSemenanjung Melayu.

    Harus diingat bahwa ketiga Orang Asli kemungkinan mengalami pergeserangenetik, sebagaimana diindikasikan oleh pola keragaman mtDNA dan dataosteologi. Orang Asli yang semi-terisolasi dan jumlahnya sangat kecil jugaditunjukkan oleh data etnografi. Senoi dan aborigin Melayu tidak mengalamipergeseran yang ekstrim seperti Semang. Namun Senoi mengalami pergeserangenetik lebih dari aborigin Melayu. Hal ini bisa jadi karena proses awaletnogenesis, atau ekspansi Temiar ke arah timur.

    Analisis filogeografis menunjukkan setidaknya ada 5 kali peristiwa pendudukanyang mempengaruhi Orang Asli, lebih dari 50.000 tahun yang lalu, pada jaman es

  • terakhir (LGM), sekitar 10.000 tahun yang lalu, pertengahan Holocene, dan akhirjaman Holocene. Ketiga Orang Asli memiliki leluhur lokal setidaknya berumur50.000 tahun, dan semuanya terdampak oleh migrasi yang terjadi di SemenanjungMelayu setelah itu, besar maupun kecil. Perbedaan-perbedaan di antara OrangAsli mencerminkan leluhur yang berbeda dibandingkan model etnogenesis lokal.Model Bellwood terlalu sederhana; tidak mendeteksi adanya migrasi dari arahutara, yang diasosiasikan dengan budaya Hoabinhian, ribuan tahun sebelummigrasi Neolitik yang disarankan Bellwood. Penting juga untuk mengetahuievolusi lokal dari Orang Asli, dari setidaknya awal Holocene sampai sekarang,yang berpengaruh terhadap gen populasi Senoi dan aborigin Melayu, dan darikepulauan Nusantara, yang khusus berpengaruh terhadap aborigin Melayu.

    Jelas sekarang, bahwa Orang Asli merepresentasikan proses demografi yangterjadi di Asia Tenggara (khususnya prasejarah Sundaland): beberapa garisketurunan maternal yang bisa ditelusuri kembali ke jaman pendudukan awal lebihdari 50.000 tahun yang lalu; beberapa merepresentasikan persebaran pada glasialakhir dan awal Holocene; dan beberapa menunjukkan pergeseran populasi dijaman Neolitik atau paska-Neolitik, dan mungkin juga penyebaran bahasa. Buktimigrasi 10,000 tahun yang lalu di Semenajung Melayu membuka pikiran,memberikan pandangan baru dalam menginterpretasikan kebudayaan Hoabinhian,kemungkinan sebaran forager Asia Tenggara beradaptasi dengan bentang areavegetasi yang berbeda sebelum naiknya permukaan laut di awal Holocene, danvariabilitas osteologis dari ditunjukkan oleh sisa-sisa manusia di akhir Pleistocenedan awal Holocene Asia Tenggara.

    Istilah-istilah genetik populasiallele: varian genetik

    haplogroup: sekelompok haplotype serupa, yang memiliki nenek moyang yangsama, dengan mewarisi mutasi SNP (single nucleotide polymorphism) yang sama.Karena haplogroup terdiri dari haplotype yang sama, maka bisa memprediksisebuah haplogroup dengan menguji SNP-nya. Haplogroup terdiri dari huruf abjad,dan spesifikasi ditandai dengan kombinasi angka dan huruf tambahan.

  • haplotype: Istilah untuk kumpulan angka yang terdiri dari Y-chromosome, ataumtDNA. Haplotype juga dikenal sebagai penanda genetik.

    Ancestral haplotype: haplotype leluhur yang disimpulkan dengan caramembandingkan dengan haplotype keturunan dan dengan menghilangkan mutasiyang ada.

    Y-chromosome: kromosom sex pria atau penanda genetik laki-laki. Garisketurunan maternal (hanya diturunkan ayah ke anak laki-laki.

    mtDNA (mitochondrial DNA): biasanya dipakai sebagai penanda genetikperempuan. Garis keturunan maternal (diturunkan ibu kepada anak-anaknya, danhanya anak perempuan yang mewariskan mitokondrial ke anak-anaknya) bisaditelusuri dengan menguji mtDNA.

    Genotype: kumpulan gen dari individu. Istilah ini juga merujuk pada dua genetikvarian yang diwarisi untuk gen tertentu. Manifestasi genotype berkontribusi untuksifat-sifat yang dapat diamati dari individu, yang disebut phenotype.

    Phenotype: sifat-sifat yang bisa diamati dari individu, seperti tinggi badan, warnamata, rambut, dan golongan darah. Beberapa sifat sebagian besar ditentukan olehgenotype, sedangkan sifat lainnya sangat ditentukan oleh faktor lingkungan.

    Founder effect: pengurangan variasi genetik yang terjadi ketika sebagian kecildari populasi besar membentuk populasi baru. Populasi baru bisa jadi sangatberbeda dari populasi asli, baik genotipe maupun fenotipe. Dalam beberapa kasus,founder effect berperan dalam hadirnya spesies baru.

    Genetic drift: pergeseran genetik, sebuah mekanisme dalam evolusi. Pergeserangenetik dapat menyebabkan sifat tertentu menjadi dominan, atau menghilang darisebuah populasi. Efek dari pergeseran genetik yang paling menonjol terjadi dipopulasi kecil (terisolasi).

  • Zaman Es Akan Terulang Lagi(lanjutan dari Nibiru akanmenghancurkan bumi)Ingatkah pelajaran di Sekolah Menengah tentang Zaman es? Kisah ini merupakanpetunjuk bahwa Planet Bumi senantiasa mengalami perubahan periodic. Dan yangdimaksud bukan hanya perubahan kutub saja. Ingat fosil gajah mammoth bekuyang ditemukan di Kutub? Saat diteliti, dalam lambungnya masih ada tanamantropis yang baru saja dimakan. Ini membuktikan, mammoth tersebut membekudalam sekejap! Istilah zaman es bukan berarti perubahan yang bertahap, tapiinstant. Ingat film The Day After Tommorow? Kirakira secepat itulahpergerakan esnya! Dan ini terjadi setiap kali Planet X mendekat.

    Aku akan perdalam sedikit soal Zaman Es sebelum kita lanjut ke Planet X,karenainilah yang akan terjadi nanti.

    Zaman Es Akan Terulang Lagi !!!

    Temanteman, baca tulisanku ini dengan seksama. Ambil segelas minuman, danbaca dengan telitiIni SERIUS. Ini bukan bacaan sambil lewat. Kita sedangmenjelang zaman es, bukan pemanasan global. Sebab :

    1. Kita bukanlah penyebab terjadinya Pemanasan Global. Dalam kadarmaksimal, hanya 3 % gas karbondioksida (CO2) yang dihasilkan umatmanusia. Jumlah CO2 dalam udara saat ini menyerap hampir semuaradiasi yang ada. Jadi, tak ada hubungan antara kaitan jumlah kadar CO2dan radiasi.

    2. 17.000 orang imuwan menandatangani petisi yang menyatakan bahwaCO2 yang dihasilkan manusia bukanlah penyebab pemanasan global.Peningkatan kadar CO2 sebanyak 30 % persen di atmosfir kita dalam 100tahun terakhir adalah akibat kenaikan suhu laut. Dan naiknya temperaturelaut disebabkan meningkatnya gempa dan aktivitas vulkanik.

    3. Selama ini kita belajar di sekolah bahwa Zaman Es hanya terjadi sekalidalam sejarah. Tapi, nyatanya, Zaman es terjadi beberapa ratus kali.

    4. Matahari bersifat elektromagnetis. Inilah yang mengakibatkan timbulnya bintikmatahari, yang terus bertambah. Bumi juga bersifat elektromagnetik. Padawaktuwaktu tertentu, kutub magnetic akan berubah. Dan perubahan inidiakibatkan perubahan pada tata surya kita.

    Di masa lalu, saat perubahan kutub terjadi, dibarengi juga dengan aktivitasvulkanik, gempa, zaman es dan kepunahan. Terjadi secara seren