yusri wahyuni nim: 16160480000004

83
URGENSI LEMBAGA DEWAN PERTIMBANGAN PRESIDEN DALAM STRUKTUR KETATANEGARAAN INDONESIA Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.) Oleh: YUSRI WAHYUNI NIM: 16160480000004 PROGRAM STUDI ILMU HUKUM FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH J A K A R T A 1439 H / 2018 M

Upload: others

Post on 02-Dec-2021

9 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: YUSRI WAHYUNI NIM: 16160480000004

URGENSI LEMBAGA DEWAN PERTIMBANGAN PRESIDEN DALAM

STRUKTUR KETATANEGARAAN INDONESIA

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.)

Oleh:

YUSRI WAHYUNI

NIM: 16160480000004

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)

SYARIF HIDAYATULLAH

J A K A R T A

1439 H / 2018 M

Page 2: YUSRI WAHYUNI NIM: 16160480000004

iv

LEMBAR PERNYATAAN

Yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Yusri Wahyuni

Nim : 16160480000004

Tempat, Tanggal Lahir : Batusangkar, 13 Mei 1996

Program Studi : Ilmu Hukum

Fakultas : Syariah dan Hukum

Dengan ini saya menyatakan bahwa :

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya diajukan untuk memenuhi salah satu

persyaratan memperoleh gelar strata I di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif

Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan

sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif

Hidayatullah Jakarta.

3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya atau merupakan hasil

jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku

di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 10 Juli 2018

YUSRI WAHYUNI

NIM:16160480000004

Page 3: YUSRI WAHYUNI NIM: 16160480000004

v

ABSTRAK

Yusri Wahyuni, NIM 16160480000004,“Urgensi Lembaga Dewan Pertimbangan

Presiden (Wantimpres) Dalam Struktur Ketatanegaraan Indonesia”, Program Studi

Ilmu Hukum Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta 1439 H/2018 M. x + 72 halaman 5 lampiran.

Skripsi ini bertujuan untuk mengetahui urgensi lembaga Dewan Pertimbangan

Presiden (Wantimpres) dalam Struktur Ketatanegaraan Indonesia dengan melihat

perbandingan Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) dengan Dewan

Pertimbangan Agung (DPA) dalam struktur ketatanegaraan Indonesia, komposisi

anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) serta melihat urgensi nasihat dan

pertimbangan Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) dalam struktur

ketatanegaraan Indonesia.

Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan (library research) melalui

pendekatan perundang-undangan (statute approach) dan pendekatan sejarah.

Penelitian ini menggunakan metode pengumpulan data berupa studi dokumen yaitu

peraturan perundang-udangan serta literature dan data yang diperoleh dari penelitian

kepustakaan diolah menggunakan metode analisis.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa lembaga ini (Wantimpres) memang

diperlukan dan dibutuhkan dalam struktur ketatanegaraan Indonesia, agar Presiden

mempunyai lembaga khusus yang dapat membantunya dalam memecahkan masalah

dan mendapatkan masukan dan pertimbangan yang baik untuk kemajuan bangsa dan

negara. Dengan menelaah perbandingan Wantimpres dengan DPA dalam struktur

ketatanegaraan Indonesia, kedua lembaga ini sebenarnya mirip, tetapi memiliki perbedaan

yang prinsip, yang menyebabkan Wantimpres lebih efektif dan efisien daripada DPA. Dari

komposisi anggota Wantimpres memang sangat tergantung dari subjektivitas Presiden,

perlunya pengaturan tentang dilarangnya politisi untuk diangkat menjadi anggota

Wantimpres untuk mengantisipasi adanya kepentingan golongan diatas kepentingan

bangsa dan negara. Presiden dalam menjalankan tugasnya memang membutuhkan

masukan dan nasihat-nasihat, tetapi bentuk nasihat itu seharusnya tidak dirahasiakan

dan harus dipublikasikan sebagai bentuk transparansi dan akuntabilitas lembaga ini

kepada publik.

Kata Kunci :Urgensi, Lembaga Dewan Pertimbangan Presiden,

Struktur Ketatanegaraan Indonesia

Pembimbing I : Dr. Ahmad Tholabi Kharlie, S.H., M.H

Pembimbing II : Irfan Khairul Umam, SH.I., LLM

Daftar Pustaka : 1965-2017 Tahun

Page 4: YUSRI WAHYUNI NIM: 16160480000004

vi

KATA PENGANTAR

بسم الله الرحمن الرحيم

Puji dan rasa syukur mendalam peneliti panjatkan kehadirat Allah SWT, karena

berkat limpahan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya maka skripsi ini dapat diselesaikan

dengan baik. Salam dan salawat semoga selalu tercurah pada baginda Rasulullah

Muhammad SAW.

Selanjutnya, peneliti ingin menyampaikan rasa terimakasih yang tak terhingga

kepada semua pihak yang membantu kelancaran penulisan skripsi ini, baik berupa

dorongan moril maupun materil. Karena peneliti yakin tanpa bantuan dan dukungan

tersebut, sulit rasanya bagi penulis untuk menyelesaikan penulisan skripsi ini. Oleh

karena itu peneliti secara khusus ingin menyampaikan terimakasih kepada yang

terhormat:

1. Bapak Dr. Asep Saepudin Jahar, M.A., Dekan Fakultas Syariah dan Hukum serta

para Pembantu Dekan Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri

(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta;

2. Bapak Dr. Asep Syarifuddin Hidayat, S.H., MH., Ketua Program Studi Ilmu

Hukum dan Abu Tamrin, S.H., M.Hum., Sekretaris Program Studi Ilmu Hukum;

3. Bapak Dr. Ahmad Tholabi Kharlie, S.H., M.H., dan Irfan Khairul Umam, SH.I.,

LLM., selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan arahan, saran dan

ilmunya hingga penulisan skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik;

4. Bapak Prof. Dr. A. Salman Maggalatung, S.H., M.H., dan Nur Rohim, LLM.,

selaku dosen penguji skripsi yang telah memberikan kritik dan saran demi

kesempurnaan skripsi ini;

5. Sekretariat Dewan Pertimbangan Presiden, Narasumber dan Pimpinan

perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum yang telah memberi fasilitas dan

informasi serta ilmunya hingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik;

6. Kedua orang tua tercintah Ayahanda Syarif Usman dan Ibunda Noviar, dan semua

Page 5: YUSRI WAHYUNI NIM: 16160480000004

vii

pihak yang terkait dengan skripsi ini yang tidak bisa peneliti sebutkan satu persatu

yang telah memberikan do’a dan dukungan sehingga peneliti bisa menyelesaikan

skripsi ini dengan baik;

Sebagai akhir kata semoga Allah Subhanahu Wata’ala memberikan balasan atas

bantuan yang telah diberikan kepada peneliti sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini.

Aamiin.

Jakarta, 10 Juli 2018

Peneliti

Page 6: YUSRI WAHYUNI NIM: 16160480000004

viii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ................................................................................... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ....................................... ii

SURAT PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI ............................ iii

LEMBAR PERNYATAAN ........................................................................ iv

ABSTRAK ................................................................................................... v

KATA PENGANTAR ................................................................................. vi

DAFTAR ISI ................................................................................................ viii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ...................................................... 1

B. Identifikasi, Pembatasan dan Perumusan Masalah .............. 6

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ............................................ 7

D. Metode Penelitian ................................................................ 7

E. Sistematika Penulisan .......................................................... 10

BAB II KAJIAN PUSTAKA

A. Kerangka Konseptual .......................................................... 12

B. Teori-Teori Terkait .............................................................. 15

C. Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu ................................... 27

BAB III PROFIL DEWAN PERTIMBANGAN SEBELUM DAN SESUDAH

AMANDEMEN

A. Sejarah Dewan Pertimbangan..... ......................................... 30

B. Profil Anggota Dewan Pertimbangan ................................. 34

Page 7: YUSRI WAHYUNI NIM: 16160480000004

ix

C. Tugas dan Fungsi Dewan Pertimbangan ............................. 41

D. Pembiayaan dan Hak Keuangan Dewan Pertimbangan ......

............................................................................................. 42

E. Bidang dan Jenis Kegiatan Dewan Pertimbangan Presiden 43

F. Mekanisme Kerja Dewan Pertimbangan dalam Perspektif Peraturan

Perundang-Undangan .......................................................... 46

BAB IV URGENSI LEMBAGA DEWAN PERTIMBANGAN PRESIDEN

DALAM STRUKTUR KETATANEGARAAN INDONESIA

A. Perbandingan Dewan Pertimbangan Presiden dengan Dewan

Pertimbangan Agung dalam Struktur Ketatanegaraan Indonesia

............................................................................................. 50

B. Komposisi Anggota Dewan Pertimbangan Presiden ........... 56

C. Urgensi Nasihat dan Pertimbangan Wantimpres dalam Struktur

Ketatanegaraan Indonesia .................................................... 61

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan .......................................................................... 66

B. Rekomendasi ....................................................................... 67

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 68

LAMPIRAN-LAMPIRAN

Page 8: YUSRI WAHYUNI NIM: 16160480000004

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kekuasaan Presiden RI ada dua jenis, yaitu sebagai Kepala Pemerintahan dan

sebagai Kepala Negara. Di dalam Pasal 4 ayat (1) UUD 1945 sebelum perubahan

dijelaskan bahwa Presiden RI memegang kekuasaan pemerintah menurut UUD. Arti

kekuasaan pemerintah adalah kekuasaan di bidang eksekutif dalam penyelenggaraan

pemerintahan Negara.1 Lembaga kepresidenan dipimpin oleh seorang Presiden, yang

mana seorang Presiden dipilih langsung melalui Pemilihan Umum setiap periodenya.

Presiden menurut bahasa, kata “Presiden” adalah derivative dari to preside (verbum)

yang artinya memimpin atau tampil di depan. Kalau dicermati dari bahasa latin, yaitu

prae yang artinya di depan dan sedere yang berarti menduduki.2

Presiden memiliki kekuasaan pemerintahan Negara. Landasan hukum kekuasaan

pemerintahan Negara oleh Presiden Republik Indonesia di era reformasi tidak

mengalami perubahan karena selama proses perubahan pertama UUD 1945 s.d.

perubahan ke-empat MPR RI tidak mengubah Pasal 4 ayat (1) UUD 1945 tersebut.3

Perubahan Undang-Undang Dasar NRI Tahun 1945 yang dilakukan secara bertahap

sebanyak 4 (empat) kali sejak tahun 1999 sampai dengan tahun 2002 telah membawa

akibat yang luas dan mendasar dalam kehidupan ketatanegaraan Indonesia. Perubahan

institusi secara besar-besaran itu mengakibatkan berubahnya format dan struktur

ketatanegaraan secara cukup ekstrem,4 baik berupa penghapusan lembaga Negara

1 Abu Tamrin dan Nur Habibi Ihya, Hukum Tata Negara, (Ciputat: Lembaga Penelitian UIN

Jakarta, 2010), h. 115.

2 Abdul Ghoffar, Perbandingan Kekuasaan Presiden Indonesia Setelah Perubahan UUD 1945

dengan Delapan Negara Maju, (Jakarta: Kencana, 2009), h. 13.

3 Abu Tamrin dan Nur Habibi Ihya, Hukum Tata Negara... h. 134.

4 Donald L. Horowitz, Constitutional Change and Democracy in Indonesia, (New York:

Combridge University Press, 2013), h. 1-3.

Page 9: YUSRI WAHYUNI NIM: 16160480000004

2

tertentu, pembentukan lembaga-lembaga Negara baru, maupun penataan ulang

kewenangan lembaga-lembaga Negara yang ada.

Dalam sejarah ketatanegaraan Indonesia, tugas pemberian nasihat dan

pertimbangan kepada Presiden telah dikenal dan berlangsung sejak lama, yang pada

masa sebelum perubahan UUD 1945 dilakukan oleh Dewan Pertimbangan Agung

(DPA) sebagaimana diatur dalam Pasal 16 UUD 1945 yang asli (sebelum perubahan).

Pada perkembangannya, perubahan keempat UUD 1945 yang disahkan pada Sidang

Tahunan MPR tahun 2002 menghapus lembaga yang bernama Dewan Pertimbangan

Agung tersebut. Dewan Pertimbangan Agung yang sebelumnya berkedudukan sebagai

lembaga tinggi Negara yang pengaturannya ditempatkan dalam bab tersendiri, yaitu

Bab IV tentang Dewan Pertimbangan Agung, dihapus dan diganti dengan suatu dewan

pertimbangan bentukan Presiden yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab

kepada Presiden5. Penghapusan DPA dan penggantiannya dengan sebuah dewan

pertimbangan bentukan Presiden itu termaktub dalam Pasal 16 UUD 1945 hasil

perubahan ke-empat, yang berbunyi:

“Presiden membentuk suatu dewan pertimbangan yang bertugas memberikan nasihat

dan pertimbangan kepada Presiden yang selanjutnya diatur dalam undang-undang”

Berdasarkan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2006 tentang

Dewan Pertimbangan Presiden yang selanjutnya disebut UU Wantimpres, Wantimpres

merupakan lembaga pemerintah yang bertugas memberikan nasihat dan pertimbangan

kepada Presiden sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 UUD NRI Tahun 1945.

Dilihat dari sejarahnya, Wantimpres pertama kali didirikan oleh Presiden ke-6

Republik Indonesia Dr. H. Susilo Bambang Yudhoyono pada tanggal 10 April 2007.

Wantimpres merupakan kelanjuan dari Dewan Pertimbangan Agung Republik

Indonesia yang dibubarkan pada tanggal 31 Juli 2003 pada masa pemerintahan

Presiden ke-5 Republik Indonesia Dr. (HC) Hj. Megawati Sukarnoputri dikarenakan

adanya amandemen ke-IV Undang-Undang Dasar 1945 oleh Majelis Pemusyawaratan

5 Jimly Asshiddiqie, Momorabilia Dewan Pertimbangan Agung, (Jakarta: Konstitusi Press,

2005), h. 115.

Page 10: YUSRI WAHYUNI NIM: 16160480000004

3

Rakyat (MPR) Republik Indonesia yang pada saat itu diketuai oleh Dr. H. Amien

Rais.6

Ada sejarah panjang dengan segala alasan yang melatarbelakangi mengapa

Dewan Pertimbangan Agung dihapus dan diganti dengan Dewan Pertimbangan

Presiden. Alasan yang paling penting adalah tidak efektifnya peran DPA sebagai

lembaga tinggi Negara dalam mengaktualisasikan fungsinya sebagai advisory organ

(organ penasehat). 7 Meskipun DPA secara umum dianggap kurang berhasil dalam

mengemban tugas konstitusionalnya sebagai organ penasehat, akan tetapi mayoritas

perumus perubahan UUD NRI 1945 masih menghendaki dipertahankannya fungsi

pemberian nasihat dan pertimbangan tersebut dalam sistem ketatanegaraan Indonesia.

Dari sepanjang masa berdirinya Wantimpres tersebut hingga saat ini, nampaknya

sulit dipungkiri bahwa eksistensi dan peran dari lembaga ini masih kurang terdengar

gaungnya. Bahkan dalam perkembangan yang terkini, dalam kasus gesekan

kepentingan antara KPK dan Polri pada akhir tahun 2014 dan awal tahun 2015,

Presiden lebih memilih untuk membentuk tim independen yang dikenal luas dengan

sebutan “Tim 9” untuk melaksanakan tugas-tugas yang sebetulnya bisa dilakukan oleh

Wantimpres. Tugas dan output dari tim tersebut adalah memberi rekomendasi tentang

langkah-langkah yang perlu yang diambil oleh Presiden dalam rangka menyelesaikan

konflik KPK dengan Polri yang mana sebetulnya itu merupakan tugas pokok daripada

Wantimpres.8 Alasan Presiden mengenai penunjukan dan penugasan Tim 9 itu ialah

6 Yeni Handayani, Ada Apa dengan Dewan Pertimbangan Presiden?, RechtsVinding Online, h.

1.

7 Jimly Asshiddiqie, Momorabilia Dewan Pertimbangan Agung... h. 115.

8 Tim independen bentukan Presiden Jokowi yang disebut “tim 9” ini adalah tim yang terdiri dari

tokoh nasional lintas bidang yang ditugasi oleh Presiden untuk menganalisis konflik KPK-Polri dan

diakhiri memberikan rekomendasi langkah-langkah yang perlu diambil oleh Presiden dalam rangka

menyelesaikan konflik dua lembaga tersebut. Tim ini dibentuk secara informal oleh presiden tanpa

melalui keputusan Presiden atau dasar legalitas lainnya pada awal tahun 2015. Lihat berita mengenai isi

ini, salah satunya di kompas, Jokowi bentuk Tim atasi kisruh KPK-Polri, edisi 25 Januari 2015,

http://nasional.kompas.com/read/2015/01/25/21444121/Jokowi. bentuk Tim.Atasi, diakses pada

Tanggal 28 Maret 2018 Pukul 10.43 WIB.

Page 11: YUSRI WAHYUNI NIM: 16160480000004

4

agar Presiden mendapat banyak masukan terkait konflik KPK dengan Polri. Alasan ini

memang tidak sepenuhnya salah, tetapi juga tidak sepenuhnya benar. Sebagai satu-

satunya organ yang ditunjuk konstitusi9

Kasus baru-baru ini antara PKPU dengan Menkumham juga banyak

diperbincangkan, PKPU yang berisi larangan mantan napi korupsi menjadi calon

legislatif itu menuai polemik sejak diwacanakan oleh KPU. Menkumham pun tegas

menolak untuk meneken PKPU tersebut.10 Presiden Jokowi sebelumnya menegaskan,

KPU memiliki kewenangan untuk membuat aturan sendiri, apabila ada pihak yang

keberatan atas peraturan KPU tersebut, Presiden Jokowi mengatakan ada mekanisme

hukum yang dapat ditempuh, yaitu melalui permohonan uji materi di Mahkamah

Agung (MA). Terjadinya dua pendapat yang berseberangan antara PKPU dengan

Menkumham. Mestinya antara Presiden dan Menkumham sejalan dan satu. 11

Satu lagi kontroversial muncul di jagad politik nasional, terkait dengan

pengumuman daftar 200 mubaligh atau penceramah yang dikeluarkan Kementerian

Agama (Kemenag). Label anti-NKRI dan anti-kebangsaan bisa muncul kepada para

penceramah yang berada di luar daftar pilihan kemenag. Langkah ini kurang tepat,

karena justru akan membuat umat Muslim terbelah sekaligus melahirkan persepsi yang

kurang kondusif bagi bangunan solidaritas nasional. Ada kesan bahwa 200 orang yang

direkomendasikan Kemenag itu pembela NKRI dan bervisi kebangsaan, sedangkan

yang lainnya, yang tidak termasuk dalam daftar tersebut, seakan-akan sebaliknya. 12

9 Jimly Asshiddiqie, Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga Negara Pasca Reformasi,

(Jakarta: Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi RI, 2006), h. 49

10 https://nasional.tempo.co/read/1102817/kata-refly-harun-soal-pkpu-larangan-eks-napi-korups

i-jadi-caleg, diakses pada Tanggal 10 Juli 2018 Pukul 20.00 WIB.

11 http://nasional.kompas.com/read/2018/07/03/13171711/jokowi-diminta-tegur-menkumham-

soal-pkpu-larangan-eks-koruptor-nyaleg, diakses pada Tanggal 10 Juli 2018 Pukul 18.20 WIB

12 http://m.republika.co.id/berita/nasional/news/analysis/18/05/21/p91irj440-daftar-200-mubali

gh-kemenag-yang-bikin-gaduh, diakses pada Tanggal 10 Juli 2018 Pukul 18.40 WIB

Page 12: YUSRI WAHYUNI NIM: 16160480000004

5

Kasus-kasus yang sudah dipaparkan di atas peneliti menilai bahwa Wantimpres

masih kurang dilibatkan secara langsung dalam memberikan solusi terhadap

persoalan-persoalan yang dihadapi oleh Presiden. Seharusnya Wantimpres lebih

diberdayakan dan ditingkatkan perannya untuk terjun langsung memberikan masukan

dan rekomendasi yang terbaik untuk kemajuan bangsa.

Beberapa alasan tidak dibutuhkan adanya Dewan Pertimbangan Presiden,

Pertama, dalam jajaran kabinet sebagai pelaksana pemerintahan di bawah Presiden

telah ada tenaga-tenaga profesional dibidangnya, sehingga Presiden lebih tepat minta

nasihat dan pertimbangan kepada mereka dibandingkan dengan minta nasihat dan

pertimbangan kepada Wantimpres. Kedua, walau sekalipun anggota Wantimpres

dipilih orang-orang profesional dibidangnya, kalau tidak terlibat langsung dalam

pelaksanaan pemerintahan maka nasihat dan pertimbangan tidak aplikatif dan

implementatif. Hal ini disebabkan para anggota Wantimpres tidak terlibat langsung

dalam penyelenggaraan negara dan pemerintahan. Sehingga tidak paham realitas

kenegaraan dan kepemerintahan yang terjadi. Ketiga, penyelenggaraan pemerintahan,

apabila sistem berjalan dengan baik maka tidak dengan begitu mudahnya membentuk

dewan yang mempunyai tugas memberikan nasihat dan pertimbangan kepada

Presiden. sistem yang dimaksud, meliputi: perencanaan, pelaksanaan, pengawasan

serta nasihat dan pertimbangan. Terlebih selama waktu 4 (tahun) sejak DPA dihapus,

penyelenggaraan pemerintahan tetap berjalan, walau tanpa ada kekuasaan konsultatif.

Hal tersebut menunjukkan, bahwa eksistensi Wantimpres tidak bermanfaat dalam

penyelenggaran negara.13

Pernyataan di atas menunjukkan bahwa eksistensi Wantimpres tidak bermanfaat

dalam penyelenggaran negara, peneliti menganggap perlunya penelitian lebih lanjut

untuk menunjukkan apakah Indonesia benar-benar membutuhkan lembaga ini atau

13 Yudi Widagdo Harimurti, “Analisis Kritis UU Nomor 19 Tahun 2006 tentang Dewan

Pertimbangan Presiden”, Jurnal Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, Th. 27, Nomor 1,

(Februari 2014), h. 63

Page 13: YUSRI WAHYUNI NIM: 16160480000004

6

tidak, lembaga ini perlu ada atau tidak, dan seberapa pentingnya Wantimpres dalam

Struktur ketatanegaraan Indonesia.

Berdasarkan latar belakang di atas peneliti menganggap penting untuk

menjelaskan tentang “URGENSI LEMBAGA DEWAN PERTIMBANGAN

PRESIDEN DALAM STRUKTUR KETATANEGARAAN INDONESIA”

B. Identifikasi, Pembatasan dan Perumusan Masalah

1. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, dapat diidentifikasi beberapa

masalah dalam penelitian ini, di antaranya:

a. Kedudukan Wantimpres dalam Struktur ketatanegaraan Indonesia

b. Peran dan kewenangan Wantimpres

c. Fungsi Wantimpres terhadap pelaksanaaan undang-undang

d. Efektivitas Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres)

e. Urgensi Lembaga Wantimpres dalam Struktur ketatanegaraan Indonesia

2. Pembatasan Masalah

Mengingat luasnya penelitian ini, maka perlu dilakukan pembatasan. Peneliti

membatasinya pada Urgensitas Lembaga Wantimpres dalam Struktur

ketatanegaraan Indonesia, yaitu dengan menelaah perbandingan Wantimpres

dengan DPA, komposisi anggota Wantimpres, dan urgensi Nastim Wantimpres

dalam struktur ketatanegaraan Indonesia.

3. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang, identifikasi masalah dan pembatasan

masalah, maka peneliti merumuskan masalah utama yang menjadi fokus

permasalahan yakni urgensi lembaga Wantimpres dalam struktur ketatanegaraan

Indonesia. Untuk mempertegas arah pembahasan dari masalah utama di atas, maka

peneliti membatasi penulisan ini melalui rincian perumusan masalah sebagai

berikut :

Page 14: YUSRI WAHYUNI NIM: 16160480000004

7

a. Bagaimanakah perbandingan antara Dewan Pertimbangan Presiden dengan

Dewan Pertimbangan Agung dalam struktur ketatanegaraan Indonesia ?

b. Bagaimanakah komposisi Anggota Dewan Pertimbangan Presiden?

c. Bagaimanakah urgensi nasihat dan pertimbangan Dewan Pertimbangan

Presiden dalam Struktur Ketatanegaraan Indonesia ?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

a. Untuk mengetahui perbandingan antara Dewan Pertimbangan Presiden dengan

Dewan Pertimbangan Agung dalam struktur ketatanegaraan Indonesia

b. Untuk mengetahui komposisi Anggota Dewan Pertimbangan Presiden.

c. Untuk mengetahui urgensi nasihat dan pertimbangan Dewan Pertimbangan

Presiden dalam struktur ketatanegaraan Indonesia.

2. Manfaat Penelitian

a. Manfaat Akademis. Penelitian ini diharapkan bermanfaat menambah wawasan

dan pengetahuan dalam memahami urgensi lembaga Wantimpres dalam

struktur ketatanegaraan Indonesia serta menambah literature perpustakaan

khususnya dalam bidang ilmu hukum.

b. Manfaat Praktis. Diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan masukan yang

berguna dan bisa memberikan penjelasan kepada masyarakat tentang urgensi

lembaga Wantimpres dalam struktur ketatanegaraan Indonesia.

D. Metode Penelitian

1. Pendekatan Penelitian

Adapun metode pendekatan yang peneliti gunakan dalam penelitian ini, yaitu

pendekatan perundang-undangan (statute approach) adalah suatu pendekatan yang

dilakukan terhadap berbagai aturan hukum yang berkaitan dengan masalah yang

diteliti.14

14 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Cet, IV, (Jakarta: Kencana, 2008), h. 137

Page 15: YUSRI WAHYUNI NIM: 16160480000004

8

2. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian yuridis normatif. Yaitu

penelitian yang difokuskan untuk mengkaji penerapan kaidah-kaidah atau norma-

norma dalam hukum positif.15 Dan juga menggunakan penelitian kepustakaan

(library research) yaitu penelitian yang dilakukan dengan mengkaji, menganalisa

serta merumuskan buku-buku, literatur, dan yang lainnya yang ada relevansinya

dengan judul skripsi ini.

3. Data Penelitian

Dalam penelitian kepustakaan digunakan data sekunder berupa bahan hukum

yang terdiri dari bahan hukum primer yang berupa perundang-undangan, bahan

hukum sekunder berupa yang berupa buku-buku, buku-buku, jurnal-jurnal hukum,

kamus-kamus hukum, termasuk data-data atau dokumen-dokumen dari internet

yang berkaitan dengan pembahasan dalam penelitian ini.

4. Sumber Data

Sumber data adalah segala sesuatu yang menjadi sumber dan rujukan dalam

penelitian. Adapun sumber data dalam penelitian ini peneliti bagi ke dalam dua

jenis data, yaitu :

a Sumber Primer

Data primer yaitu data yang didapat dari bahan-bahan yang diperlukan.

Dan disebut juga bahan-bahan hukum yang mengikat.16 Dalam hal ini, yang

digunakan dalam penelitian ini adalah Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945, Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2006 Tentang Dewan

Pertimbangan Presiden (Wantimpres), dan Undang-Undang Nomor 3 Tahun

1967 Tentang Dewan Pertimbangan Agung (DPA).

15 Johny Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, (Malang: Bayumedia

Publishing, 2008), h. 294.

16 Soejono Sukanto dan Sri Mudji, Penelitian Hukum Normatif, (Jakarta: IND HILLCO,

2001), h., 13.

Page 16: YUSRI WAHYUNI NIM: 16160480000004

9

b Sumber Sekunder

Yaitu bahan hukum yang menjelaskan tentang bahan hukum primer, yaitu

data pendukung dan data pelengkap, Adapun bahan hukum sekunder yang

peneliti gunakan adalah buku-buku hukum, jurnal-jurnal hukum, kamus-kamus

hukum, termasuk data-data atau dokumen-dokumen dari internet yang berkaitan

dengan pembahasan dalam penelitian ini.17 Selain melakukan wawancara

dengan beberapa narasumber untuk memperkuat sumber data primer.

5. Metode dan Teknik Pengumpulan Data

Penelitian ini menggunakan metode pengumpulan data studi dokumen yaitu

dengan mempelajari dokumen-dokumen yang didapatkan dari Wantimpres dan

juga mewawancarai narasumber untuk pengumpulan data dengan jalan komunikasi

baik secara lisan maupun tertulis. Kedua metode pengumpulan tersebut akan

dipadukan baik data yang berupa dokumen maupun dengan hasil wawancara untuk

menjawab permasalahan yang telah dirumuskan.

6. Subjek Penelitian

Subyek penelitian yang akan dijadikan sebagai bahan analisis dalam

penelitian ini adalah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

1945, Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2006 Tentang Dewan Pertimbangan

Presiden (Wantimpres), dan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1967 Tentang DPA.

Adapun subyek yang menjadi sumber data tambahan adalah mewawancarai

beberapa narasumber seperti ahli hukum tata negara, pengamat politik, praktisi

hukum, dan Anggota atau Sekretariat Wantimpres untuk menilai seberapa

pentingnya lembaga Wantimpres dalam struktur ketatanegaraan Indonesia.

7. Teknik Pengolahan Data

Cara mengolahnya dengan mengumpulkan data-data yang diperoleh dari

pendekatan yang di lakukan oleh peneliti yaitu yuridis normatif, ,kemudian

dihubungkan dengan pendapat para ahli-ahli hukum atau narasumber, dari sini akan

17 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum... h., 155.

Page 17: YUSRI WAHYUNI NIM: 16160480000004

10

ditemukan permasalahan yang berkaitan dengan penelitian ini. Dan hal lain yang

akan dijadikan sebagai bahan penunjang dan bahan pelengkap dalam penelitian ini

didasarkan atas beberapa aspek penelitian untuk mendapatkan sumber data dan

informasi yang akurat. Dan kemudian dianalisis untuk mendapatkan titik terang dan

jawaban terhadap permasalahan yang dikaji.

8. Metode Analisis Data

Data yang diperoleh dan dikumpulkan baik dalam data primer maupun data

sekunder dianalisis secara kualitatif yaitu suatu cara penelitian yang dilakukan guna

mencari kebenaran kualitatif yakni data yang tidak berbentuk angka.18 Analisis

kualitatif dilakukan dengan jalan memberikan penilaian apakan ketentuan UU

Nomor 19 Tahun 2006 Tentang Dewan Pertimbangan Presiden dapat dijadikan

pedoman untuk menilai urgensi lembaga Wantimpres dalam struktur

ketatanegaraan Indonesia, kemudian dipaparkan secara deskriptif yaitu dengan cara

menjelaskan, menguraikan dan menggambarkan permasalahan yang berkaitan

dengan permasalahan yang dikaji.

9. Pedoman Penulisan

Dalam penulisan skripsi ini peneliti merujuk pada buku Pedoman Penulisan

Skripsi yang diterbitkan oleh Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta tahun 2017.

E. Sistematika Penulisan

Dalam memudahkan penyusunan skripsi ini dan untuk memberikan gambaran

secara rinci mengenai pokok pembahasan, penulis menyusun skripsi ini dalam

beberapa bab dengan sistematika sebagai berikut:

BAB I Merupakan bab pendahuluan yang menguraikan latar belakang masalah,

Identifikasi, batasan dan rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metode

penelitian, dan sistematika penulisan.

18 Rianto Adi, Metodologi Penelitian Sosial dan Hukum, (Jakarta: Granit, 2010), h. 56

Page 18: YUSRI WAHYUNI NIM: 16160480000004

11

BAB II Merupakan kajian pustaka yaitu pembahasan terkait kerangka

konseptual, teori-teori terkait dan tinjauan (review) kajian terdahulu. Kerangka teori

yaitu definisi operasional yang berkaitan dengan judul skripsi sedangkan teori-teori

terkait adalah pandangan atau teori-teori hukum yang berkaitan dengan penulisan

skripsi ini. Selanjutnya akan dijelakan terkait review (tinjauan ulang) studi terdahulu,

agar tidak ada persamaan dengan apa yang ditulis pihak lain.

BAB III berisi tentang profil dewan pertimbangan sebelum dan sesudah

amandemen, yang berisi sejarah dewan pertimbangan, profil anggota dewan

pertimbangan, tugas dan fungsi dewan pertimbangan, pembiayaan dan hak keuangan

dewan pertimbangan, bidang dan jenis kegiatan Wantimpres, dan mekanisme kerja

dewan pertimbangan dalam Perspektif Peraturan Perundang-Undangan.

BAB IV berisi tentang hasil analisis dari sumber data yang didapat untuk melihat

bagaimana perbandingan Dewan Pertimbangan Presiden dengan Dewan

Pertimbangan Agung dalam struktur ketatanegraan Indonesia, komposisi Anggota

Dewan Pertimbangan Presiden dan urgensi nasihat dan pertimbangan Dewan

Pertimbangan Presiden dalam struktur ketatanegaraan Indonesia.

BAB V merupakan bab penutup yang berisikan tentang kesimpulan dari apa

yang sudah diuraikan dari Bab I – IV yang kemudian diberikan solusi dan rekomendasi

yang berguna untuk perbaikan di masa yang akan datang.

Page 19: YUSRI WAHYUNI NIM: 16160480000004

12

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Kerangka Konseptual

Sesuai dengan judul penelitian, pokok bahasannya adalah urgensi lembaga

Dewan Pertimbangan Presiden dalam Struktur Ketatanegaraan Indonesia. Agar tidak

terjadi kekaburan dan kerancuan pemahaman terhadap istilah-istilah kunci, peneliti

akan mendeskripsikan dan merumuskan istilah-istilah dimaksud.

1. Urgensi

Pengertian Urgensi jika dilihat dari bahasa latin “urgere” yaitu kata kerja

yang berarti mendorong dan jika dilihat dari bahasa Inggris bernama “urgent”

yang memiliki arti kata sifat dalam bahasa Indonesia “urgensi” disebut kata benda.

Istilah urgensi menunjuk pada sesuatu yang mendorong kita, yang memaksa kita

untuk diselesaikan, dengan demikian mrngandaikan ada suatu masalah dan harus

segera ditindak lanjuti. Urgensi bisa juga berarti “pentingnya”.1 Urgensi yang

dimaksud dalam skripsi ini adalah urgensi yang berarti “pentingnya” yaitu urgensi

lembaga Wantimpres dalam struktur ketatanegaraan Indonesia. Itu berarti

“pentingnya” lembaga Wantimpres dalam struktur ketatanegaraan Indonesia.

2. Lembaga Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres)

Lembaga Dewan Pertimbangan Presiden (biasa disingkat Wantimpres)

adalah lembaga pemerintah yang bertugas memberikan nasihat dan pertimbangan

kepada Presiden dalam menjalankan kekuasaan pemerintahan negara

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945 yang berkedudukan di bawah Presiden dan

bertanggungjawab kepada Presiden. Namun ketentuan Pasal 16 baru ini

ditempatkan menjadi bagian bab III yang berjudul Kekuasaan Pemerintahan

Negara. Dengan demikian berarti, keberadaan lembaga baru ini berada dalam

1 https://id.answers.yahoo.com, diakses pada tanggal 7 Juni 2018 Pukul 14.20 WIB

Page 20: YUSRI WAHYUNI NIM: 16160480000004

13

lingkup cabang kekuasaan pemerintahan negara. Posisi strukturalnya tidak lagi

seperti kedudukan DPA di masa lalu yang diperlakukan sebagai salah satu

lembaga tinggi negara yang sederajat dengan Presiden/Wakil Presiden, DPR, MA,

dan BPK. 2

3. Struktur Ketatanegaraan Indonesia

Sebelum dilakukan amandemen UUD 1945, struktur dan/atau hirarki

peraturan perundang-undangan menempatkan UUD 1945 berada pada posisi

paling atas. Setelah itu, Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) sebagai

Lembaga Tertinggi Negara pada posisi kedua yang anggota-anggotanya terdiri

dari: Dewan Pertimbangan Rakyat (DPR) ditambah dengan Utusan Golongan dan

Utusan Daerah. Di bawah Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) adalah Dewan

Perwakilan Rakyat (DPR), kemudian Badan Pemeriksa Keuangan (BPK),

Presiden, Dewan Pertimbangan Agung, dan terakhir Mahkamah Agung (MA).3

Setelah dilakukan amandemen, maka posisi dan mekanisme kerja

kelembagaan negara mengalami perubahan yang cukup signifikan. MPR yang

tadinya sebagai lembaga tertinggi negara berubah menjadi lembaga tinggi negara.

Artinya, posisi MPR sudah sejajar dengan lembaga tinggi negara lainnya, seperti

DPR, Presiden, BPK, dan lain-lain. Dengan demikian, struktur kelembagaan

negara setelah amandemen Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Tahun 1945 telah mengalami perubahan yang cukup mendasar. 4

Setelah UUD NRI 1945 mengalami perubahan sebanyak empat kali, sistem

ketatanegaraan Republik Indonesia juga mengalami perubahan. Perubahan terjadi

dalam beberapa lembaga Negara, baik mengenai hubungan antara lembaga

2 Jimly Asshiddiqie, Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga Negara Pasca Reformasi,

(Jakarta: Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi RI, 2006), h. 182

3 Salman Maggalatung, Desain Kelembagaan Negara Pasca Amandemen UUD 1945,

(Bekasi, Gramata Publishing, 2016), h. 22

4 Salman Maggalatung, Desain Kelembagaan Negara Pasca Amandemen UUD 1945... h.

23

Page 21: YUSRI WAHYUNI NIM: 16160480000004

14

Negara, penambahan nama lembaga Negara baru, dan mengenai pembubaran

lembaga Negara yang ada. Penambahan lembaga baru setelah amandemen UUD

1945 misalnya Mahkamah Konstitusi (MK), Komisi yudisial (KY), dan Dewan

Perwakilan Daerah (DPD). Sedangkan pembubaran lembaga Negara setelah

Amandemen semisal pembubaran Dewan Pertimbangan Agung (DPA).5 Dewan

Pertimbangan Presiden dalam struktur ketatanegaraan Indonesia termasuk baru.

Lembaga ini diadakan sebagai pengganti dari penghapusan Dewan Pertimbangan

Agung pada perubahan keemapat UUD 1945 pada Sidang Umum MPR Tahun

2002. 6

Sistem ketatanegaraan Republik Indonesia menurut UUD NRI 1945, tidak

menganut suatu sistem negara manapun, tetapi adalah suatu sistem khas menurut

kepribadian bangsa Indonesia. Namun sistem ketatanegaraan Republik Indonesia

tidak terlepas dari ajaran trias politica montesquieu. Ajaran trias politica tersebut

adalah ajaran tentang pemisahan kekuasaan negara menjadi tiga yaitu Legislatif,

Eksekutif, dan Yudikatif yang kemudian masing-masing kekuasaan tersebut

dalam pelaksanaannya diserahkan kepada satu badan mandiri, artinya masing-

masing badan itu satu sama lain tidak dapat saling mempengaruhi dan tidak dapat

saling meminta pertanggungjawaban. 7Apabila ajaran trias politica diartikan suatu

ajaran pemisahan kekuasaan maka jelas UUD NRI 1945 menganut ajaran tersebut,

oleh karena memang dalam UUD NRI 1945 kekuasaan negara dipisah-pisahkan,

dan masing-masing kekuasaan negara tersebut pelaksanaannya diserahkan kepada

suatu alat perlengkapan negara.

5 Sri Warjiati, Al-daulah: jurnal hukum dan perundangan Islam, volume 2, nomor 2,

Oktober 2012; ISSN 2089-0109, h. 185-186

6 Abdul Ghoffar, Perbandingan Kekuasaan Presiden Indonesia Setelah Perubahan UUD

1945 dengan Delapan Negara Maju, h. 115.

7 Kartohadiprojo Soediman, Pengantar Tata Hukum di Indonesia, (Jakarta: Penerbit

pembangunan, 1965), h. 24.

Page 22: YUSRI WAHYUNI NIM: 16160480000004

15

B. Teori-teori Terkait

1. Teori Kelembagaan Negara

Konsep lembaga negara secara terminologis tidak hanya mempunyai arti

yang tunggal dan seragam tetapi ada banyak makna. Menurut kepustakaan Inggris

istilah lembaga negara disebut dengan istilah political institution, sedangkan dalam

bahasa Belanda disebut dengan instila staat organen. Sementara di Indonesia

menggunakan banyak istilah seperti lembaga, badan, dan organ. Secara definitif

alat-alat kelengkapan negara atau biasanya disebut dengan lembaga negara

merupakan institusi yang dibentuk untuk melaksanakan fungsi-fungsi negara.

Berdasarkan teori trias politica, dalam penyelenggaraan negara setidaknya ada tiga

badan yakni legislatif, eksekutif dan yudikatif. Pemisahan kekuasaan menjadi tiga

badan selain untuk membedakan fungsi dan peran juga sebagai cara untuk

mencegah dominasi salah satu badan tersebut. Hal ini diperkuat oleh Jimly

Asshiddiqie bahwa untuk mewujudkan struktural dan mekanisme kelembagaan

yang sesuai dengan kaidah hukum, maka ada dua jenis penggolongan yakni

pemisahan kekuasaan dan pembagian kekuasaan. Tetapi, istilah tersebut menurut

Jilmy Asshiddiqie mempunyai arti yang sama tergantung konteks yang dianutnya.8

UUD NRI 1945 pra amandemen tidak menjelaskan secara jelas definisi

lembaga negara. Tap MPR No. III/MPR/1978, memberikan pencerahan ketika

dalam Tap MPR tersebut membagi menjadi dua kategori yakni lembaga negara

tertinggi dan lembaga negara tinggi. UUD 1945 pasca amandemen pun tidak

ditemukan definisi secara gamblang berkaitan lembaga negara. Hanya saja dalam

Pasal 24 C ayat (1) yang menyebutkan kewenangan MK yakni MK dapat mengadili

dan memutus sengketa kewenangan antar lembaga negara yang kewenangannya

diberikan oleh UUD 1945. Di sisi lain keberadaan lembaga negara pasca

amandemen tidak saja dibentuk atas dasar konstitusi, tetapi ada lembaga yang

8 Andi Setiawan, dkk, Pengantar State Auxuliary Agency, (Malang: UB Press, 2015), h. 23-

24

Page 23: YUSRI WAHYUNI NIM: 16160480000004

16

dibentuk atas dasar undang-undang dan Kepres.9 Sistem kelembagaan negara

dengan mekanisme check and balances menjadikan kelembagaan negara terpisah

kekuasaan yang satu dengan kekuasaan yang lain. Pengaturan lembaga negara oleh

konstitusi (UUD), sebagaimana bentuk dan fungsi lembaga negara tersebut, serta

dalam praktek ketatanegaraan ada pengaturan lembaga negara oleh peraturan

perundang-undangan. Menurut Max Weber sebagaimana dikutip oleh Yudi

Widagdo Harimurti mengenai pembagian kekuasaan dan persaingan antar

kekuasaan dalam suatu negara. Pendapat tersebut secara tersirat mengenai

kelembagaan negara dalam merealisasikan kekuasaan-kekuasaan negara. 10

Bagir Manan sebagaimana dikutip Andi Setiawan dkk mengklasifikasikan

lembaga negara menjadi tiga kategori yakni lembaga negara yang bersifat

ketatanegaraan, lembaga negara yang bersifat administratif, dan bersifat auxiliary.

Pertama, lembaga negara yang termasuk dalam kategori ketatanegaraan meliputi

lembaga negara sebagai syarat keberadaan negara dan lembaga yang tidak absolut

terhadap keberadaan sebuah negara. Yang dimaksud sebagai syarat keberadaan

negara adalah keberadaan negara harus ada agar fungsi negara bisa berjalan seperti

fungsi eksekutif, legislatif dan yudikatif. Setiap negara secara umum melaksanakan

fungsi-fungsi tersebut guna tercapainya sebuah tujuan negara. sedangkan lembaga

negara yang tidak absolut mempunyai arti bahwa tanpa lembaga negara ini fungsi-

fungsi negara dapat berjalan. Dengan kata lain lembaga ini di luar konsteks trias

politica. Kedua, lembaga yang bersifat administratif artinya keberadaan lembaga

ini sebagai pelaksanan pemerintahan secara administratif. Ketika, lembaga yang

bersifat bantu. Lembaga negara ini sebagai pendukung dari lembaga-lembaga yang

menyelenggarakan fungsi eksekutif, legislatif dan yudikatif. Lembaga yang bersifat

bantu ini biasanya dibentuk atas dasar Undang- Undang atau bahkan Kepres.

9 Andi Setiawan, dkk, Pengantar State Auxuliary Agency... h. 24

10 Yudi Widagdo Harimurti, Analisis Kritis UU Nomor 19 Tahun 2006 tentang Dewan

Pertimbangan Presiden, Bangkalan: Universitas Trunojoyo Madura, h. 60

Page 24: YUSRI WAHYUNI NIM: 16160480000004

17

Terlepas dari banyaknya konsep lembaga negara. Secara nyata keberadaannya

selain untuk menjalankan fungsi negara, lembaga juga mempunyai peran

menjalankan fungsi pemerintahan. 11 Konsep trias politica merupakan sebuah

konsep yang dicetuskan oleh Montesquieu yang menyebutkan kekuasaan harus

dibagi ke dalam tiga kekuasaan yakni legislatif, eksekutif dan yudikatif. Masing-

masing cabang kekuasaan itu menjalankan fungsinya sendiri-sendiri tanpa ada

hubungan dengan cabang kekuasaan yang lain. Pemisahan kekuasaan ke dalam tiga

cabang tersebut juga berfungsi untuk membatasi dan mencegah penyalahgunaan

kekuasaan oleh pihak-pihak yang berkuasa. 12

Untuk membatasi pengertian pemisahan kekuasaan dalam trias politica, G.

Marshall dalam karyanya Constitutional Theory, membedakan ciri-ciri doktrin

pemisahan kekuasaan dalam lima aspek yakni : (a) Differentiation. Doktrin ini lebih

menitikberatkan pada perbedaan fungsi-fungsi kekuasaan seperti legislatif,

eksekutif dan yudikatif. Masing-masing lembaga ini menjalankan sesuai dengan

fungsi dan perannya. (b) Legal Incompatibility of office holding. Dalam doktrin ini

menghendaki tidak adanya rangkap jabatan. Seseorang sudah menduduki jabatan di

legislatif tidak diperkenankan untuk menduduki jabatan di luar legislatif seperti

eksekutif ataupun yudikatif. (c) Isolation, Immunity, Independence. Doktrin

pemisahan kekuasaan ini menghendaki bahwa masing-masing fungsi tidak boleh

ikut campur atau saling intervensi satu sama lain dalam pelaksanaan fungsi

kekuasaan/lembaga yang lain. (d) Checks and balances adanya konsep checks and

balances di setiap cabang kekuasaan menginginkan adanya saling mengimbangi

dan mengawasi antara cabang kekuasaan. Hal ini dikarenakan dalam menjalankan

tugas dan perannya tidak dapat sendiri melainkan harus didukung oleh lembaga

yang lain dan mencegah adanya konsentrasi oleh salah satu cabang kekuasaan. (e)

11 Andi Setiawan, dkk, Pengantar State Auxuliary Agency, h. 25

12 Miriam Budiarjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2008),

h. 282.

Page 25: YUSRI WAHYUNI NIM: 16160480000004

18

Coordinate state and lack of accountability, prinsip koordinasi dan kesederajatan

mempunyai arti bahwa negara dalam menyelenggarakan fungsi legislatif, eksekutif

dan yudikatif bersifat koordinat bukan subordinat dari lembaga yang lain. 13

Menurut Hans Kelsen sebagaimana dikutip oleh Sri Nur Hari Susanto, organ

negara itu setidaknya menjalankan salah satu dari 2 (dua) fungsi, yakni fungsi

menciptakan hukum (lawcreating function) atau fungsi yang menerapkan hukum

(law-applying function). Dengan menggunakan analisis Kelsen tersebut, Jimly

Asshiddiqie menyimpulkan bahwa pasca perubahan UUD 1945, dapat dikatakan

terdapat 34 lembaga negara. Dari 34 lembaga negara tersebut, ada 28 lembaga yang

kewenangannya ditentukan baik secara umum maupun secara rinci dalam UUD

Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Ke-28 lembaga negara inilah yang dapat

disebut sebagai lembaga negara yang memiliki kewenangan konstitusional atau

yang kewenangannya diberikan secara eksplisit oleh UUD Negara Republik 15

Indonesia Tahun 1945. Ke-34 organ tersebut dapat dibedakan dari dua segi, yaitu

dari segi fungsinya dan dari segi hirarkinya. Hirarki antar lembaga negara itu

penting untuk ditentukan karena harus ada pengaturan mengenai perlakuan hukum

terhadap orang yang menduduki jabatan dalam lembaga negara itu. Mana yang

lebih tinggi dan mana yang lebih rendah perlu dipastikan untuk menentukan tata

tempat duduk dalam upacara dan besarnya tunjangan jabatan terhadap para

pejabatnya. Untuk itu, ada dua kriteria yang dapat dipakai, yaitu (i) kriteria hirarki

bentuk sumber normatif yang menentukan kewenangannya, dan (ii) kualitas

fungsinya. yang bersifat utama atau penunjang dalam sistem kekuasaan negara.

Sehubungan dengan hal itu, maka dapat ditentukan bahwa dari segi fungsinya, ke-

34 lembaga tersebut, ada yang bersifat utama atau primer, dan ada pula yang

bersifat sekunder atau penunjang (auxiliary), dari segi hirarkinya, ke-34 lembaga

itu dapat dibedakan ke dalam tiga lapis. Organ lapis pertama dapat disebut sebagai

13 Jimly Asshiddiqie, Komisi-Komisi Negara Independen; Eksistensi Independent Agencies

Sebagai Cabang Kekuasaan Baru dalam Sistem Ketatanegaraan, (Yogyakarta: Genta Press, 2012),

h. 34.

Page 26: YUSRI WAHYUNI NIM: 16160480000004

19

lembaga tinggi negara. Organ lapis kedua disebut sebagai Lembaga negara saja,

sedangkan organ lapis ketiga merupakan lembaga daerah. Di antara lembaga-

lembaga tersebut ada yang dapat dikategorikan sebagai organ utama atau primer

(primary constitutional organs), dan ada pula yang merupakan organ pendukung

atau penunjang (auxiliary state organs). Corak dan struktur organisasi negara kita

di Indonesia juga mengalami dinamika perkembangan yang sangat pesat. Setelah

masa reformasi sejak tahun 1998, banyak sekali lembaga-lembaga dan komisi-

komisi independen yang dibentuk. 14

Menurut Jimly Assshiddiqie, beberapa diantara lembaga-lembaga atau

komisi-komisi independent dimaksud dapat diuraikan di bawah ini dan

dikelompokkan sebagai berikut:15

a. Lembaga Tinggi Negara yang sederajat dan bersifat independen, yaitu:

1) Presiden dan Wakil Presiden;

2) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR);

3) Dewan Perwakilan Daerah (DPD);

4) Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR);

5) Mahkamah Konstitusi (MK);

6) Mahkamah Agung (MA);

7) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

b. Lembaga Negara dan Komisi-Komisi Negara yang bersifat independen

berdasarkan konstitusi atau yang memiliki constitutional importance lainnya,

seperti:

1) Komisi Yudisial (KY);

2) Bank Indonesia (BI) sebagai Bank sentral;

3) Tentara Nasional Indonesia (TNI);

14 Sri Nur Hari Susanto, Pergeseran Kekuasaan Lembaga Negara Pasca Amandemen UUD

1945, MMH, Jilid 43 No. 2, April 2014, h. 283.

15 Jimly Asshiddiqie, Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga Negara Pasca Reformasi,

(Jakarta: Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi RI, 2006), h. 25-27.

Page 27: YUSRI WAHYUNI NIM: 16160480000004

20

4) Kepolisian Negara Republik Indonesia (POLRI);

5) Komisi Pemilihan Umum (KPU);

6) Kejaksaan Agung yang meskipun belum ditentukan kewenangannya

dalam UUD 1945 melainkan hanya dalam UU, tetapi dalam menjalankan

tugasnya sebagai pejabat penegak hukum di bidang pro justisia, juga

memiliki constitutional importance yang sama dengan kepolisian;

7) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga dibentuk berdasarkan UU

tetapi memiliki sifat constitutional importance berdasarkan Pasal 24 ayat

(3) UUD 1945;

8) Komisi Nasional Hak Asasi Manusia ( komnas-HAM0 yang dibentuk

berdasarkan undang-undang tetapi juga memiliki sifat constitutional

importance.

c. Lembaga-Lembaga Independen lain yang dibentuk berdasarkan undang-

undang, seperti:

1) Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK);

2) Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU);

3) Komisi Penyiaran Indonesia (KPI);

d. Lembaga-lembaga dan komisi-komisi di lingkungan eksekutif (pemerintah)

lainnya, seperti Lembaga, Badan, Pusat, Komisi, atau Dewan yang bersifat

khusus di dalam lingkungan peme-rintahan, seperti:

1) Konsil Kedokteran Indonesia (KKI);

2) Komisi Pendidikan Nasional;

3) Dewan Pertahanan Nasional;

4) Lembaga Pertahanan Nasional (Lemhannas);

5) Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI);

6) Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT);

7) Badan Pertanahan Nasional (BPN);

8) Badan Kepegawaian Nasional (BKN);

9) Lembaga Administrasi Negara (LAN);

Page 28: YUSRI WAHYUNI NIM: 16160480000004

21

10) Lembaga Informasi Nasional (LIN).

e. Lembaga-lembaga dan komisi-komisi di lingkungan eksekutif (pemerintah)

lainnya, seperti:

1) Menteri dan Kementerian Negara;

2) Dewan Pertimbangan Presiden;

3) Komisi Hukum Nasional (KHN);

4) Komisi Ombudsman Nasional (KON);

5) Komisi Kepolisian;

6) Komisi Kejaksaan.

f. Lembaga, Korporasi, dan Badan Hukum Milik Negara atau Badan Hukum

yang dibentuk untuk kepentingan negara atau kepentingan umum lainnya,

seperti:

1) Lembaga Kantor Berita Nasional ANTARA;

2) Kamar Dagang dan Industri (KADIN);

3) Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI);

4) BHMN Perguruan Tinggi;

5) BHMN Rumah Sakit;

6) Korps Pegawai Negeri Republik Indonesia (KORPRI);

7) Ikatan Notaris Indonesia (INI);

8) Persatuan Advokat Indonesia (Peradi)

2. Teori Efektivitas Hukum

Efektivitas dalam kegiatan organisasi dapat dirumuskan sebagai tingkat

perwujudan sasaran yang menunjukkan sejauh mana sasaran telah dicapai.

Semawardi berpendapat bahwa: organisasi dapat dikatakan efektif bila organisasi

tersebut dapat sepenuhnya mencapai sasaran yang telah ditetapkan.16 Peranan

efektivitas manajemen biasanya diakui sebagai faktor paling penting dalam

16 Sumaryadi, Efektivitas Implementasi Kebijakan Otonomi Daerah, (Jakarta: Citra Utama,

2005), h. 105.

Page 29: YUSRI WAHYUNI NIM: 16160480000004

22

keberhasilan jangka panjang suatu organisasi. Keberhasilan diukur dalam bentuk

pencapaian sasaran organisasi. Keberhasilan organisasi dapat diukur dengan konsep

efektivitas. Yang dimaksud efektivitas adalah sesuatu yang menunjukkan tingkatan

keberhasilan kegiatan manajemen di dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan

sebelumnya.17

Sharma memberikan kriteria atau ukuran efektivitas organisasi yang

menyangkut faktor internal organisasi dan faktor eksternal organisasi yang meliputi

antara lain :18

a. Produktivitas organisasi atau output

b. Efektivitas organisasi dalam bentuk keberhasilannya menyesuaikan diri dari

perubahan-perubahan di dalam dan di luar organisasi

c. Tidak adanya ketegangan di dalam organisasi atau hambatan-hambatan konflik

diantara bagian-bagian organisasi.

Steers mengemukakan lima kriteria dalam pengukuran efektivitas organisasi

yaitu:19

a. Produktivitas

b. Kemampuan adaptasi atau fleksibelitas

c. Kepuasan kerja

d. Kemampuan berlaba

e. Pencarian sumber daya

Efektivitas hukum diartikan keberhasilan hukum, berkenaan dengan

keberhasilgunaan hukum, berkenaan dengan keberhasilan pelaksanaan hukum.

Pendekatan tentang makna efektivitas sebuah hukum beragam, bergantung pada

sudut pandang yang dibidiknya. Menurut Soejono Soekanto berbicara mengenai

17 Komaruddin Sastradipoera, Kegunaan Konsep Koefisien Gini dan Konsep Kesenjangan

Pendidikan dalam Pemerataan Kesempatan Pendidikan, (Bandung: IKIP Bandung, 1989), h. 126.

18 Hassel Nogi S. Tangkilisan, Manajemen Publik, (Jakarta: PT Gramedia Widiasarana

Indonesia, 2005), h. 148.

19 M. Richard Steers, Efektifitas Organisasi Perusahaan, (Jakarta: Erlangga, 1985), h. 206.

Page 30: YUSRI WAHYUNI NIM: 16160480000004

23

derajat efektivitas suatu hukum ditentukan antara oleh taraf kepatuhan warga

masyarakat terhadap hukum, termasuk para penegak hukumnya. Sehingga dikenal

asumsi, bahwa taraf kepatuhan hukum yang tinggi merupakan indikator

berfungsinya sistem hukum, serta berfungsinya hukum merupakan petanda hukum

telah mencapai tujuan hukum, yaitu berusaha mempertahankan dan melindungi

masyarakat dalam pergaulan hidup.20

Teori efektivitas hukum merupakan teori yang mengkaji dan menganalis,

kegagalan dan faktor yang mempengaruhi dalam pelaksanaan dan penerapan

hukum. Teori efektivitas hukum antara lain dikemukakan oleh Bronislaw

Malinowski, Lawrance M. Friedman, Soejono Soekanto, Clearance J. Dias,

Howard, Mummers, Satjipto Rahardjo dan Tan Kamelo. Ada tiga fokus kajian teori

efektivitas hukum, yang meliputi :

a. Keberhasilan dalam pelaksanaan hukum;

b. Kegagalan di dalam pelaksanaannya; dan

c. Faktor yang mempengaruhinya. 21

Keberhasilan hukum apabila norma hukum itu ditati dan dilaksanakan

masyarakat maupun penegak hukum, pelaksanaan hukum dikatakan efektif atau

berhasil dalam implementasi, kegagalan pelaksanaan hukum adalah ketentuan

hukum tidak mencapai maksudnya atau tidak berhasil dalam implementasinya.

Faktor yang mempengaruhi hal yang ikut menyebabkan atau mempengaruhi di

dalam pelaksanaan dan penerapan hukum tersebut. Faktor yang mempengaruhi

dapat dikaji dari aspek keberhasilannya dan aspek kegagalannya. Faktor yang

mempengaruhi keberhasilan, meliputi subtansi hukum, staruktur hukum, kultur,

dan fasilitasnya. Norma hukum dikatakan berhasil atau efektif apabila ditaati dan

dilaksanakan masyarakat maupun penegak hukum itu sendiri. Faktor yang

20 Soejono Soekanto, Sosiologi: Suatu Pengantar, (Bandung: Rajawali Pres, 1996), h. 62

21 Dahlan, Problematika Keadilan: dalam Penerapan Pidana Terhadap Penyalahgunaan

Narkoba, (Yogyakarta: Deepublish, 2017), h. 185

Page 31: YUSRI WAHYUNI NIM: 16160480000004

24

mempengaruhi kegagalan di dalam pelaksanaan hukum karena norma hukum yang

kabur atau tidak jelas, aparatur penegak hukum yang korup, atau masyarakat yang

tidak sadar atau taat pada hukum atau fasilitas yang tersedia untuk mendukung

pelaksanaan hukum itu sangat minim:

Derajat efektivitas suatu hukum ditentukan antara lain oleh taraf kepatuhan

masyarakat terhadap hukum, termasuk penegak hukum, sehingga dikenal asumsi

bahwa taraf kepatuhan hukum yang tinggi merupakan suatu indikator berfungsinya

sistem hukum. Berfungsinya hukum merupakan pertanda bahwa hukum telah

mencapai tujuan hukum, yaitu berusaha mempertahankan dan melindungi

masyarakat dalam pergaulan hidup.22

Dari beberapa teori efektivitas di atas, dari sisi pelaksanaan fungsi dan tugas

Dewan Pertimbangan Presiden tidak bisa dinilai apakah sudah efektif atau belum,

karena dinilai dari rekomendasi yang diberikan kepada Presiden bersifat rahasia dan

tidak boleh dipublikasikan.

3. Teori Politik Hukum

Padmo Wahjono dalam bukunya Indonesia Negara Berdasarkan atas

Hukum,23 mendefinisikan politik hukum sebagai kebijakan dasar yang

menentukan arah, bentuk maupun isi dari hukum yang akan dibentuk. Definisi ini

masih bersifat abstrak dan kemudian dilengkapi dengan sebuah artikelnya yang

berjudul Menyelisik Proses Terbentuknya Perundang-Undangan, yang dikatakan

bahwa politik hukum adalah kebijakan penyelenggara negara tentang apa yang

dijadikan kriteria untuk menghukumkan sesuatu. Dalam hal ini kebijakan tersebut

22 Dahlan, Problematika Keadilan: dalam Penerapan Pidana Terhadap Penyalahgunaan

Narkoba, h. 186

23 Padmo Wahyono, Indonesia Negara Berdasatkan atas hukum, Cet. II, (Jakarta: Ghalia

Indonesia, 1986), h. 160

Page 32: YUSRI WAHYUNI NIM: 16160480000004

25

dapat berkaitan dengan pembentukan hukum, penerapan hukum dan penegakannya

sendiri.24

Sementara Soedarto sebagaimana yang dikutip oleh Sutekti mendefinisikan

politik hukum “sebagai kebijakan negara melalui badan-badan negara yang

berwenang untuk menetapkan peraturan-peraturan yang dikehendaki yang

diperkirakan akan dipergunakan untuk mengekspresikan apa yang terkandung

dalam masyarakat dan untuk mrncapai apa yang dicita-citakan”.25 Menurut

Sunaryati Hartono,26 faktor-faktor yang akan menentukan politik hukum tidak

semata-mata ditentukan oleh apa yang kita cita-citakan atau tergantung pada

kehendak pembentuk hukum, praktisi atau para teoretisi belaka, akan tetapi ikut

ditentukan pula oleh kenyataan serta perkembangan hukum di lain-lain negara serta

perkembangan hukum internasional. Perbedaan politik hukum suatu negara

tertentu dengan negara lain inilah yang kemudian menimbulkan apa yang disebut

dengan Politik Hukum Nasional.

Pengertian politik hukum tersebut jelas menunjukkan tugas penyelenggaraan

negara terhadap eksistensi dan keberlangsungan hidup. Kebijakan atau pernyataan

kehendak politik penyelenggara negara agar tidak sewenang-wenang. Maka harus

berlandaskan etika atau moral dan tidak absolut kebenarannya. Tepat jika ada

pendapat yang menyatakan, politik hukum itu, “lebih mirip suatu etika yang

menuntut agar suatu tujuan yang dipilih harus dapat dibenarkan oleh akal sehat yang

dapat diuji dan cara yang ditetapkan untuk mencapainya harus dapat diuji dengan

kriteria moral”.27 Satjipto Rahardjo mendefinisikan politik hukum sebagai aktivitas

24 Padmo Wahyono, Menyelisik Proses Terbentuknya Perundang-Undangan, (Forum

Keadilan, 1991), h. 65

25 Sutekti, Rekonstruksi Politik Hukum Hak Atas Air Pro-Rakyat, (Malang: Surya Pena

Gemilang, 2010), h. 65

26 Sunaryati Hartono, Politik Hukum Menuju Satu Sistem Hukum Nasional, (Bandung:

Alumni, 1991), h. 23

27 Bernard L Tanya, Politik Hukum Agenda Kepentingan Bersama, (Yogyakarta: Genta

Publishing, 2011), h. 2-3

Page 33: YUSRI WAHYUNI NIM: 16160480000004

26

memilih dan cara yang hendak dipakai untuk mencapai suatu tujuan sosial dan

hukum tertentu dalam masyarakat.28 Menurut Abdul Hakim Garuda Nusantara

sebagaimana yang dikutip oleh Mahfud MD dalam bukunya, politik hukum adalah

kebijakan hukum (legal policy) yang hendak diterapkan atau dilaksanakan oleh

suatu pemerintahan negara tertentu.29

4. Teori Tujuan Hukum

Roscou Pound sebagaimana dikutip oleh Salim mengemukakan bahwa tujuan

hukum untuk melindungi kepentingan manusia (law as tool of social engineering).

Kepentingan manusia adalah suatu tatanan yang dilindungi dan dipenuhi manusia

dalam bidang hukum. Sedangkan menurut Jeremy Bentham dengan teori utilitasya,

berpendapat bahwa hukum bertujuan semata-mata apa yang berfaedah bagi orang

banyak. Pendapat ini dititikberatkan pada hal-hal yang berfaedah bagi orang banyak

dan bersifat umum tanpa memerhatikan soal keadilan. Maka teori ini menetapkan

bahwa tujuan hukum ialah untuk memberikan faedah sebanyak-banyaknya.

Menurut Geny berpendapat bahwa tujuan hukum adalah untuk keadilan semata-

mata. Isi hukum ditentukan oleh unsur keyakinan seseorang yang dinilai etis. Adil

atau tidak, benar atau tidak, berada pada sisi bathin seseorang, menjadi tumpukan

dari teori ini. Kesadaran etis yang berada pada tiap-tiap bathin orang menjadi

ukuran untuk menentukan warna keadilan dan kebenarnnya. Menurut Sudikno

Mertousumo bahwa tujuan pokok hukum adalah menciptakan tatanan masyarakat

yang: tertib; ketertiban; dan keseimbangan. Masyarakat yang tertib merupakan

masyarakat yang teratur, sopan, dan menaati berbagai peraturan-peraturan

perundang-undangan dan peraturan yang hidup dan berkembang dalam masyarakat.

ketertiban suatu keadaan di mana masyarakatnya hidup serba teratur baik. Yang

diartikan dengan keseimbangan adalah suatu keadaan masyarakat, di mana

28 Satjipto Raharjo, Ilmu Hukum, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2000)... h. 35

29 Mahfud MD, Membangun Politik Menegakkan Konstitusi, (Jakarta: Rajawali Pers,

2010),h. 15

Page 34: YUSRI WAHYUNI NIM: 16160480000004

27

masyarakatnya hidup dalam keadaan seimbang dan sebanding. Tujuan hukum

menurut Van Apeldoorn adalah mengatur tata tertib dalam masyarakat secara damai

dan adil. Demi mencapai kedamaian hukum harus diciptakan masyarakat yang adil

dengan mengadakan perimbangan antara kepentingan yang bertentangan satu sama

lain, dan setiap orang harus memperoleh (sedapat mungkin) apa yang menjadi

haknya. 30

Menurut Gustav Radbruch tujuan hukum yaitu keadilan, kepastian dan

kemanfaatan. Keadilan harus mempunyai posisi yang pertama dan yang paling

utama dari pada kepastian hukum dan kemanfaatan. Tujuan kepastian hukum

menempati peringkat yang paling atas diantara tujuan yang lain namun, setelah

melihat kenyataan bahwa dengan teorinya tersebut di Jerman di bawah kekuasaan

Nazime legalisasi praktek-praktek yang tidak berperikemanusiaan selama masa

Perang Dunia II dengan jalan membuat hukum yang mensahkan praktek – praktek

kekejaman perang pada masa itu. Gustav Radbruch pun akhirnya meralat teorinya

tersebut diatas dengan menempatkan tujuan keadilan menempati posisi diatas

tujuan hukum yang lain. Kenyataannya sering kali antara kepastian hukum terjadi

benturan dengan kemanfaatan, atau antara keadilan dengan kepastian hukum, antara

keadilan terjadi benturan dengan kemanfaatan.31

C. Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu

Ada beberapa penelitian yang membahas dan mengkaji Dewan Pertimbangan

Presiden (Wantimpres). Diantaranya adalah Yudi Widagdo Harimurti yang menulis

“Analisis kritis UU Nomor 19 Tahun 2006 tetang Dewan Pertimbangan Presiden”.

Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa penjabaran mengenai eksistensi, tugas dan

keanggotaan Wantimpres setelah ditelaah secara seksama dengan cara proses

30 Salim, Perkembangan Teori dalam Ilmu Hukum, (Jakarta: Rajawali Pers, 2012), h. 42-46.

31 Keadilan Kepastian dan Kemanfaatan Hukum di Indonesia, http://www .academia.edu

/10691642/Keadilan-Kepastian-dan-Kemanfaatan-Hukum-di-Indonesia, di akses pada tanggal 30 April

00.37 BBWI

Page 35: YUSRI WAHYUNI NIM: 16160480000004

28

perbandingan antara standar nasihat dan pertimbangan dalam penyelenggaraan

pemerintahan dengan fakta yang terjadi. Maka dapat diperoleh analisis hasil, bahwa

Wantimpres tidak efektif, tidak bermanfaat dan tidak dibutuhkan. Terlebih jelas

Wantimpres sebagai lembaga Negara non permanen (pendukung) sama dengan jenis

lembaga Negara permanen. Demikian pula dengan dengan kewenangan yang ada pada

Wantimpres mestinya adalah derevatif dari lembaga Negara permanen.32

Bedanya penelitian di atas dengan penelitian ini adalah penelitian di atas menilai

dan menganalisis menggunakan teori-teori hukum serta membandingkan Wantimpres

melalui UU Nomor 19 Tahun 2006 tentang Wantimpres dengan lembaga yang

mempunyai kewenangan yang sama dengan Wantimpres yaitu DPA (Dewan

Pertimbangan Presiden) yang dihapus pada amandemen ke-4 UUD 1945, sedangkan

penelitian ini membahas tentang urgensi lembaga Wantimpres dalam struktur

ketatanegaraan Indonesia menelaah dengan membandingkan Wantimpres dengan

DPA, melihat latar belakang susunan anggota Wantimpres dan urgensi Nastim

Wantimpres, tidak hanya menelaah teori saja tetapi juga mewawancarai beberapa

narasumber untuk memperkuat data yang didapat.

Henry Afrian Sancoko yang menulis, “Kedudukan Dan Fungsi Dewan

Pertimbangan Presiden Dalam Sistem Ketatanegaraan Di Indonesia (Studi

Komparasi Dewan Pertimbangan Agung dan Dewan Pertimbangan Presiden)”. Hasil

penelitian ini menyatakan bahwa kedudukan dan peranan Dewan Pertimbangan

Presiden didalam sebuah struktur organisasi pemerintahan sangatlah penting,

penasehat-penasehat adalah orang-orang yang ahli, seorang negarawan yang

mengutamakan kepentingan negara dan kepentingan umum sangat membantu

Presiden dalam menjalankan tugasnya. Sekaligus dimaksudkan agar Presiden dalam

setiap pengambilan keputusan atau kebijakan berdasarkan prinsip-prinsip hukum,

demokrasi serta pemerintahan yang baik dalam rangkan pencapaian tujuan negara.

32 Yudi Widagdo Harimurti, “Analisis Kritis UU Nomor 19 Tahun 2006 tentang Dewan

Pertimbangan Presiden”, Jurnal Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, Th. 27, Nomor 1,

(Februari 2014), h. 58

Page 36: YUSRI WAHYUNI NIM: 16160480000004

29

Peningkatan kedudukan dan fungsi Dewan Pertimbangan Presiden tergantung kepada

kemauan politik Presiden bersama-sama semua pimpinan dan anggota partai-partai

politik yang sekarang ini menjabat kedudukan di lembaga negara untuk

menentukannya.33

Bedanya penelitian di atas dengan penelitian ini adalah penelitian di atas

penelitian yuridis normatif yang menelaah Kedudukan dan Fungsi Dewan

Pertimbangan Presiden dalam Sistem Ketatanegaraan di Indonesia dan Urgensi Dewan

Pertimbangan dalam Sistem Pemerintahan di Indonesia sebelum dan sesudah

amandemen UUD 1945. sedangkan penelitian ini membahas tentang urgensi lembaga

Wantimpres dalam struktur ketatanegaraan Indonesia menelaah dengan

membandingkan Wantimpres dengan DPA, melihat latar belakang susunan anggota

Wantimpres dan urgensi Nastim Wantimpres, tidak hanya menelaah teori saja tetapi

juga mewawancarai beberapa narasumber untuk memperkuat data yang didapat.

Berdasarkan kajian terdahulu di atas, belum ditemukan karya ilmiah yang secara

khusus membahas tentang urgensi lembaga Wantimpres dalam struktur

ketatanegaraan Indonesia, para peneliti baru sebatas mengakaji analisis kritis UU

Nomor 19 Tahun 2006 tetang Dewan Pertimbangan Presiden, dan Tugas, Fungsi dan

Kedudukan Dewan Pertimbangan Presiden Menurut Undang-Undang Nomor 19

Tahun 2006 serta Dewan Pertimbangan Presiden dalam Struktur Ketatanegaraan

Indonesia: Analisis Yuridis Kewenangan dan Fungsi Dewan Pertimbangan Presiden

Sebelum dan Setelah Perubahan UUD 1945. Oleh karena itu, peneliti bermaksud

mengisi kekosongan penelitian tentang urgensi lembaga Wantimpres dalam struktur

ketatanegaraan Indonesia.

33 Henry Afrian Sancoko yang menulis, Kedudukan Dan Fungsi Dewan Pertimbangan Presiden

Dalam Sistem Ketatanegaraan Di Indonesia (Studi Komparasi Dewan Pertimbangan Agung dan

Dewan Pertimbangan Presiden), (Penulisan Hukum: Universitas Muhammadiyah Malang, 2013).

Page 37: YUSRI WAHYUNI NIM: 16160480000004

30

BAB III

PROFIL DEWAN PERTIMBANGAN SEBELUM DAN SESUDAH

AMANDEMEN

A. Sejarah Dewan Pertimbangan

Dalam struktur ketatanegaraan Republik Indonesia, Dewan Pertimbangan

Presiden (Wantimpres) memiliki banyak sejarah yang panjang, baik pada masa

persiapan pembentukannya maupun perjalanan sejak masa Pemerintahan Presiden Ir.

Sukarno hingga masa Pemerintahan Presiden Ir. Joko Widodo. Di awal kelahirannya

Wantimpres dikenal sebagai Dewan Pertimbangan Agung (DPA). DPA berubah

menjadi Wantimpres pada masa Pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.1

Dalam penyelenggaraan pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia,

tugas pemberian nasihat dan pertimbangan kepada Presiden telah dikenal dan

berlangsung sejak lama yang dilakukan oleh Dewan Pertimbangan Agung. Sebelum

amandemen Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD

NRI Tahun 1945), Dewan Pertimbangan Agung diatur dalam bab tersendiri, yaitu BAB

IV Dewan Pertimbangan Agung. Hasil Amandemen ke-empat UUD NRI Tahun 1945,

Dewan Pertimbangan Agung merupakan salah satu lembaga negara yang dihapus.

Keberadaan Dewan Pertimbangan Agung diganti dengan suatu dewan yang

ditempatkan dalam satu rumpun bab yang diatur dalam BAB III Kekuasaan

Pemerintahan Negara. Amandemen tersebut menunjukan bahwa keberadaan suatu

dewan yang mempunyai tugas memberikan nasihat dan pertimbangan kepada Presiden

masih tetap diperlukan.2

Pada masa Pemerintahan Presiden Soekarno, Wantimpres dibentuk setelah satu

bulan satu minggu proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia pada tanggal 17

1 Ahmad Fachrudin, Aas Subarkah dkk, Dewan Pertimbangan Presiden 2015-2019: Sejarah,

Tugas dan Fungsi, (Jakarta: Wantimpres, 2017), h. 3.

2 Yeni Handayan, Ada Apa dengan Dewan Pertimbangan Presiden?, RechtsVinding Online, 04

Februari 2015, h. 1

Page 38: YUSRI WAHYUNI NIM: 16160480000004

31

Agustus 1945. Ketika pertama kali dibentuk pada tanggal 25 September 1945, jumlah

anggotanya sebelas orang yang diketuai oleh Margono Djojohadikusumo. Namun,

hanya sebentar karena pada tanggal 6 November 1945 Margono Djojohadikusumo

mengundurkan diri, dan digantikan oleh Wiranatakusumah pada tanggal 29 November

1945. Para pendiri bangsa yang merumuskan UUD 1945, mengusulkan nama Majelis

Pertimbangan (MP). Nama ini diusulkan oleh Prof. Mr. Mohammad Yamin, S.H., ahli

hukum, politikus pelopor Sumpah Pemuda sekaligus juga seorang sastrawan,

sejarawan, serta budayawan. Sejak zaman Presiden Soekarno, Presiden Soeharto,

Presiden B.J. Habibie sampai Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur), lembaga

penasehat Presiden yang bersifat ekstra konstitusional juga dibentuk dengan nama yang

bermacam-macam. Antara lain Dewan, Komisi, Tim, dan lain sebagainya. Namun,

dalam rancangan naskah yang disusun oleh Hoesein Djajadiningrat, Soepomo,

Soewandi, Singgih, Sastromoeljono, Soetardjo dan Soebardjo, nama Majelis

Pertimbangan diubah menjadi Badan Penasihat Agung (BPA). Pada naskah akhir yang

disahkan, nama BPA diubah lagi menjadi Dewan Pertimbangan Agung (DPA),

ketentuan mengenai DPA ini masuk dalam Bab IV UUD 1945, dengan judul Dewan

Pertimbangan Agung (DPA). Isinya hanya satu pasal, yaitu Pasal 16, yang terdiri dari

dua ayat. Ayat (1) menyatakan bahwa: “Susunan Dewan Pertimbangan Agung

ditetapkan dengan Undang-Undang”. Ayat (2) menyatakan: “Dewan ini berkewajiban

memberi jawaban atas pertanyaan Presiden dan berhak mengajukan usul kepada

Pemerintah”. Ketika Konstitusi RIS 1949 dan UUDS 1950 dirumuskan, lembaga DPA

ini tidak dicantumkan dalam UUD 1945 karena dianggap tidak diperlukan lagi. 3

Harun Al Rasyid mengatakan bahwa DPA itu warisan Belanda dengan mengutip

ucapan Soepomo bahwa DPA itu tidak diperlukan. Dulu namanya Raad van

Nederlandsch-Indie. Karena lembaga negara yang ada dalam UUD 1945, sebagian

besar hanya meniru warisan kolonial Belanda. Seperti Gouverneur General menjadi

3 Ahmad Fachrudin, Aas Subarkah dkk, Dewan Pertimbangan Presiden 2015-2019: Sejarah,

Tugas dan Fungsi... h. 3.

Page 39: YUSRI WAHYUNI NIM: 16160480000004

32

Presiden, Raad van Gouverneur General menjadi Wakil Presiden, Algemene Reken

Kamer menjadi BPK, Volksraad menjadi DPR, Hogerechthoft menjadi Mahkamah

Agung dan Raad van Indie menjadi DPA. Raad van Naderladsch-indie bertugas

menyampaikan usul-usul Gouverneur General (Gubernur Jenderal). Bahkan ternyata

tugas dan kewenangan Raad van Nederlandsch-Indie justru lebih luas dari pada DPA,

karena dalam beberapa hal, Gubernur Jenderal harus mendengar nasihat-nasihat Raad

van Nederlandsch-Indie tersebut. Oleh karena itu DPA di zaman Soekarno hampir

tidak pernah difungsikan. DPA pertama diketuai Radjiman Widiodiningrat hingga

tahun 1949, keberadaannya tidak jelas. Periode berikutnya posisi DPA makin tidak

jelas. Kondisi ini berlangsung hingga Presiden Soekarno mengeluarkan Dekrit 5 Juli

1959. DPA Sementara dibentuk berdasarkan Penetapan Presiden No. 3 Tahun 1959, 22

Juli 1959. Ketuanya dirangkap oleh Presiden Soekarno. DPA definitif baru muncul

pada 1967 melalui UU No. 3 Tahun 1967 tentang DPA yang disahkan pejabat

Presiden Soeharto. Ruslan Abdu Gani menambahkan bahwa kekuasan DPA sebagai

advisory power tidak jelas dalam kerangka trias politica. Satu bentuk pemisahan

kekuasan eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Pendapat lain menyatakan keberadaan

DPA sama seperti dewan penasehat sistem pemerintahan negara-negara Eropa

Kontinental di abad XVIII-XIX. Apa yang disebut Le Conseil d’Etat di Perancis.

Situasi pemerintahan Gus Dur (saat itu masih menjabat sebagai Presiden) tak luput dari

evaluasi. Para peserta sidang PAH III MPR mengatakan Presiden Gus Dur lebih banyak

mendengarkan dan memperhatikan nasihat para ulama dan kyai yang sengaja datang

khusus, ketimbang DPA. Jika demikian, apa pentingnya DPA bila kenyataannya

Presiden lebih mendengar nasihat dari orang-orang yang dia percayai. Sebaliknya,

pihak yang ingin tetap mempertahankan DPA mengatakan bahwa jikapun ada

kesalahan dimasa lampau, kedepan kinerja DPA yang ditingkatkan bukan dihapus. 4

4 https://www.kompasiana.com/hendra_budiman/sejarah-lahirnya-watimpres, diakses pada

Tanggal 28 Maret 2018 Pukul 15.00 WIB.

Page 40: YUSRI WAHYUNI NIM: 16160480000004

33

Baru setelah kembali ke UUD NRI Tahun 1945, keberadaan DPA dikembalikan

lagi dalam struktur pemerintahan RI sebagai Lembaga Tinggi Negara, dengan adanya

penetapan Presiden Nomor 3 Tahun 1959 tertanggal 22 Juli 1959 tentang DPA

Sementara (DPAS). Pada bulan Agustus Tahun 2002, DPA dihapuskan dari struktur

ketatanegaraan Indonesia, dengan disahkannya Perubahan Ke-empat UUD 1945 oleh

MPR pada Sidang Tahunan MPR tahun 2002. Ketika itu, MPR secara bulat

meghapuskan Bab IV UUD 1945 yang menjadi dasar hukum pembentukan DPA di

Indonesia.5

Sebenarnya keinginan untuk melakukan penghapusan Dewan Pertimbangan

Agung (DPA) sudah muncul sejak perubahan pertama, yaitu tahun 1999. Namun,

karena keterbatasan waktu, maka para anggota MPR menggunakan skala prioritas yang

pada akhirnya DPA baru dibubarkan pada perubahan keempat tahun 2002. Sebelum

memutuskan perlunya pembubaran lembaga ini, berbagai langkah telah dilakukan,

diantaranya melakukan kunjungan ke berbagai daerah menyerap aspirasi masyarakat,

mengundang para ahli di berbagai bidang terutama ahli hukum tata negara, dan

mengundang ketua dan anggota DPA yang ketika itu masih menjabat. Pada rapat ke-6

Panitia Ad Hoc I BP-MPR tanggal 26 Februari 2002, Ketua DPA, Achmad Tirtosudiro

mengatakan:6

Hal penting yang perlu jadi pertimbangan majelis mengenai alternatif ini adalah

bahwa format dan komposisi keanggotaan serta hak dan kewajiban badan

penasehat tentunya akan cenderung untuk disesuaikan dengan kehendak dan

kepentingan Presiden. badan penasehat Presiden ini akan menimbulkan masalah

dalam sistem ketatanegaraan di amsa depan dalam rangka meningkatkan

kehidupan demokrasi, yaitu:

1. Kedudukan badan yang merupakan sub-ordinasi dari lembaga kepresidenan

hubungan kerjanya cenderung akan diwarnai oleh suasana budaya tertutup,

ewuh pakewuh dan tidak independent;

2. Dalam melaksankan tugasnya badan ini cenderung hanya membenarkan

kehendak dan kepentingan Presiden sehingga berakibat:

5 Ahmad Fachrudin, Aas Subarkah dkk, Dewan Pertimbangan Presiden 2015-2019: Sejarah,

Tugas dan Fungsi.... h. 3-4. 6 Abdul Ghoffar, Perbandingan Kekuasaan Presiden Indonesia Setelah perubahan UUD 1945

dengan Delapan Negara Maju, (Jakarta: Kencana, 2009), h. 114-115.

Page 41: YUSRI WAHYUNI NIM: 16160480000004

34

a. Tidak dapat mencegah terjadinya penyimpangan dan ketergesa-gesahan

Presiden dalam mengambil keputusan,

b. Tidak dapat mencegah tindakan kebijakan Presiden yang bersifat

birokratis,

c. Tidak dapat ikut mengembangkan kearifan dan kenegarawanan dan

keputusan-keputusan Presiden;

3. Badan ini cenderung akan menjadi ekslusif sehingga hakikat reformasi yang

menghendaki keterbukaan dan wawasan masyarakat tidak dapat dilakukan

secara sempurna; dan

4. Hasil pertimbangan dengan badan ini dikhawatirkan tidak dapat

disosialisasikan apalagi diawasi oleh lembaga negara yang lebih tinggi dari

lembaga kepresidenan.

Sekarang DPA hanya lembaga yang tinggal kenangan, karena Pasal 16 UUD

1945 sudah tidak mengatur Dewan Pertimbangan Agung kembali melainkan mengatur

mengenai Dewan Pertimbangan Presiden. Sesuai dengan Pasal 16 yang baru berbunyi:

“Presiden membentuk suatu dewan pertimbangan yang bertugas memberikan nasihat

dan pertimbangan kepada Presiden, yang selanjutnya diatur dalam undang-undang”

Ini artinya DPA sebagai “Lembaga Tinggi Negara” ditiadakan, dan sebagai

gantinya diatur sendiri dalam undang-undang adanya lembaga penasihat Presiden yang

berada di dalam lingkup kekuasaan pemerintahan negara. Dengan landasan konstitusi

Pasal 16 UUD 1945 yang sudah diamandemen tahun 2002, pemerintahan Presiden

Susilo Bambang Yudhoyono mengubah nama Dewan Pertimbangan Agung (DPA)

menjadi Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres), seperti diatur dalam Undang-

Undang Nomor 19 tahun 2006 tentang Dewan Pertimbangan Presiden.7

B. Profil Anggota Dewan Pertimbangan

Dewan Pertimbangan Agung (DPA) pertama kali dibentuk pada tanggal 25

September 1945. Waktu itu jumlah anggotanya sebelas orang dan diketuai oleh

Margono Djojohadikusumo. Namun, hanya sebentar. Karena pada tanggal 6 November

1945 Margono Djojohadikusumo mengundurkan diri, dan digantikan oleh

7 Ahmad Fachrudin, Aas Subarkah dkk, Dewan Pertimbangan Presiden 2015-2019: Sejarah,

Tugas dan Fungsi... h. 4

Page 42: YUSRI WAHYUNI NIM: 16160480000004

35

Wiranatakusumah pada tanggal 29 November 1945. Pada konstitusi RIS 1949 dan

UUDS 1945, DPA tidak dikenal lagi, DPA muncul lagi setelah kembali ke UUD 1945

pada tahun 1959, dan dengan ditetapkannya Penetapan Presiden Nomor 3 Tahun 1959

tertanggal 22 Juli 1959. Dan sementara itu DPA diketuai oleh Presiden Soekarno.

Tetapi Wakil Ketua DPAS ini diberikan kedudukan oleh Presiden sebagai eks-officio

Menteri. Pada masa Presiden Soeharto, kedudukan Menteri ex-officio dihilangkan,

yaitu dengan Penetapan Presiden Nomor 3 Tahun 1966 pada tanggal 5 Mei 1967, yang

kemudian disempurnakan dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1978. Pada masa

Presiden B.J. Habibie DPA saat itu dipimpin oleh A.A. Baramuli dan pada masa

Presiden Abdurrahman Wahid juga dibentuk beberapa lembaga penasehat. Di bidang

ekonomi, seperti Widjojo Nitisastro, Frans Seda dan lain sebagainya. Bahkan mantan

Perdana Menteri Singapura Lee Kuan Yew diangkat Presiden Abdurrahman Wahid

sebagai penasehatnya. Di bidang ekonomi Presiden Abdurrahman Wahid membentuk

Dewan Ekonomi Nasional (DEN) yang diketuai oleh Prof. Dr. Emil Salim. Kemudian

ada juga Dewan Pengembangan Usaha Nasional (DPUN) yang diketuai oleh Sofyan

Wanandi. Ada juga Komisi Nasional Hukum diketuai oleh Prof. Dr. J.E. Sahatepi; dan

lain-lain lagi. 8

Dalam Pasal 3 ayat (1) dan (2) UU Nomor 3 Tahun 1967 tentang DPA

menyatakan susunan Anggota Dewan Pertimbangan Agung meliputi unsur-unsur dari

kehidupan masyarakat dan tersiri dari: tokoh-tokoh politik;, tokoh-tokoh karya;, tokoh-

tokoh daerah;, dan tokoh-tokoh nasional. Jumlah anggota Dewan Pertimbangan

Presiden ditetapkan sebanyak-banyaknya 27 (dua puluh tujuh) orang termasuk

Pimpinan Dewan Pertimbangan Agung. Setelah DPA dihapus pada amandemen ke-

empat UUD NRI Tahun 1945, digantikan oleh Dewan Pertimbangan Presiden.

Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) periode pertama pada masa

Pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ini merupakan amanat dari UUD

8 Ahmad Fachrudin, Aas Subarkah dkk, Dewan Pertimbangan Presiden 2015-2019: Sejarah,

Tugas dan Fungsi... h. 5-7

Page 43: YUSRI WAHYUNI NIM: 16160480000004

36

NRI Tahun 1945 Amandemen ke-empat. Anggota Dewan Pertimbangan Presiden

2007-2009 berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 28/M Tahun 2007 tanggal 26

Maret 2007 dan dilantik pada 10 April 2007 adalah sebagai berikut:9

1. (Alm) Ali Alatas, S.H., Ketua/Anggota Wantimpres Bidang Hubungan

Internasional

2. Prof. Dr. Emil Salim, S.E., Anggota Wantimpres Bidang Lingkungan dan

Pembangunan Berkelanjutan

3. Dr. Hj. Rachmawati Soekarnoputri, S.H., Anggota Wantimpres Bidang Politik

4. (Alm) Dr. Syahrir, Anggota Wantimpres Bidang Ekonomi

5. K.H. Dr. Ma’ruf Amin, Anggota Wantimpres Bidang Kehidupan Beragama

6. Dr. T.B. Silalahi, S.H., Anggota Wantimpres Bidang Pertahanan Keamanan

7. Prof. Dr. S. Budhisantoso, Anggota Wantimpres Bidang Sosial Budaya

8. Prof. Dr. Ir. Radi A. Gany, Anggota Wantimpres Bidang Pertanian

9. Prof. Dr. Iur Adnan Buyung Nasution, S.H., Anggota Bidang Hukum

Angota Dewan Pertimbangan Presiden 2010-2014, Presiden Susilo Bambang

Yudhoyono memilih dan mengangkat Dewan Pertimbangan Presiden kembali untuk

periode kedua (2010-2014) pada tanggal 25 Januari 2010 berdasarkan Keppres No.

13/P Tahun 2010, Keppres No. 30/P Tahun 2010, dan Keppres No. 2/M Tahun 2012

adalah sebagai berikut:10

1. Prof. Dr. Emil Salim, S.E., Ketua/anggota Wantimpres Bidang Ekonomi dan

Lingkungan Hidup

2. Dr. N. Hassan Wirajuda, Anggota Wantimpres Bidang Hubungan Luar

Negeri/Internasional

3. Prof. Dr. M. Ryaas Rasyid, M.A. Anggota Wantimpres Bidang Pemerintahan dan

Reformasi Birokrasi

9 Ahmad Fachrudin, Aas Subarkah dkk, Dewan Pertimbangan Presiden 2015-2019: Sejarah,

Tugas dan Fungsi... h. 159.

10 Ahmad Fachrudin, Aas Subarkah dkk, Dewan Pertimbangan Presiden 2015-2019: Sejarah,

Tugas dan Fungsi... h. 165.

Page 44: YUSRI WAHYUNI NIM: 16160480000004

37

4. Prof. Dr. Ir. Ginandjar Kartasasmita, Anggota Wantimpres Pembangunan dan

Otonomi Daerah

5. K.H. Dr. Ma’ruf Amin, Anggota Wantimpres Bidang Hubungan Antar Agama

6. Laksamana TNI (Purn) Widodo A. S., S. IP., Anggota Wantimpres Bidang

Pertahanan dan Keamanan

7. Prof. Dr. Meutia Hatta Swasono, Anggota Wantimpres Bidang Pendidikan dan

Kebudayaan

8. Dr. dr. Siti Fadilah Supari, Sp.JP (K) Anggota Wantimpres Bidang Kesejahteraan

Rakyat

9. Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, S.H.,

10. Dr. Albert Hasibuan, S.H., Anggota Wantimpres Bidang Hukum dan HAM

(menggantikan Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, S.H., pada tahun 2011)

Presiden Joko Widodo didampingi Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) dan

sejumlah menteri dalam kabinet Kerja secara resmi melantik sembilan anggota Dewan

Pertimbangan Presiden. Pelantikan kesembilan anggota Wantimpres berdasarkan Surat

Keputusan Presiden RI No. 6/P/2015 tentang Pengangkatan Anggota Dewan

Pertimbangan Presiden. Pelantikan dilakukan di Istana Negara. Berikut data singkat

kesembilan anggota Wantimpres tersebut:11

1. Abdul Malik Fadjar (Bidang Kesejahteraan Rakyat)

Abdul Malik Fadjar adalah tokoh pendidikan yang lahir di Daerah Istimewa

Yogyakarta pada tanggal 22 Februari 1939. Sebelum dilantik sebagai anggota

Wantimpres mantan Rektor Universitas Muhammadiyah Malang pernah menduduki

beberapa jabatan strategis dalam pemerintahan. Pada tahun 1998-1999 di era

Presiden BJ. Habibie Abdul Malik Fadjar menjabat sebagai Menteri Agama.

Kemudian pada tahun 2001-2004 di era Presiden Megawati Soekarnoputri ia

11 https://merahputih.com/post/read/profil-singkat-9-ang gota-wantimpres, diakses pada Tanggal

5 Maret 2018 Pukul 12.10 WIB.

Page 45: YUSRI WAHYUNI NIM: 16160480000004

38

ditunjuk sebagai Menteri Pendidikan Nasional. Selanjutnya pada 22 April 2004

hingga 21 Oktober 2004 Malik menjabat sebagai Menteri Koordinator

Kesejahteraan Rakyat (Menkokesra).

2. Ahmad Hasyim Muzadi (Bidang Kesejahteraan Rakyat)

Seperti dilansir dari Wikipedia, Hasyim Muzadi adalah ulama Nahdlatul

Ulama (NU) yang lahir di Tuban, Jawa Timur pada 8 Agustus 1944. Pada tahun

1999, Hasyim menjadi Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU).

Sebelum menjadi pucuk pimpinan Organisasi Massa Islam terbesar di tanah air,

Hasyim pernah menjadi anggota DPRD tingkat I Jawa Timur pada tahun 1986 dari

Partai Persatuan Pembangunan. Seiring berjalannya waktu karier politik Hasyim

terus meroket. Pada pemilu Presiden (pilpres) 2004, Hasyim mendampingi Ketua

Umum DPP Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Megawati

Soekarnoputri maju sebagai calon presiden dan calon wakil presiden (capres-

cawapres). Pada pilpres 2004 lalu, pasangan Hasyim-Mega meraih 26.2% suara di

putaran pertama, tetapi kalah dari pasangan Susilo Bambang Yudhoyono dan Jusuf

Kalla di putaran kedua.

3. Jan Darmadi (Bidang Ekonomi)

Selain dikenal sebagai seorang pengusaha properti, Jan Darmadi adalah

seorang politisi Partai NasDem. Di Partai NasDem, pendiri PT. Jakarta Setiabudi

Internasional menjabat sebagai ketua Majelis Tinggi Partai NasDem. Partai

NasDem sendiri adalah salah satu partai pendukung utama Presiden Joko Widodo

dalam pemilu presiden (pilpres) 2014 lalu. Setelah Joko Widodo dan Jusuf Kalla

tampil sebagai pemenang pilpres. Partai pimpinan Surya Paloh berhasil

mendudukan 3 kadernya sebagai menteri di kabinet kerja Jokowi-Kalla. Bukan

hanya itu, Kejaksaan Agung (Kejagung) juga dipimpin oleh politisi Partai NasDem

HM. Prasetyo

4. M. Yusuf Kartanegara (Bidang Pertahanan dan Keamanan)

Yusuf Kartanegara adalah purnawiranan TNI dengan pangkat terakhir

jenderal bintang tiga atau Letnan Jenderal. Yusuf Kartanegara sendiri adalah mantan

Page 46: YUSRI WAHYUNI NIM: 16160480000004

39

Wakil Ketua Dewan Kehormatan Perwira (DKP) Angkatan Bersenjata Republik

Indonesia (ABRI). Bersama dengan Jenderal Subagyo HS dan Jenderal Susilo

Bambang Yudhoyono (SBY), Yusuf memanggil Prabowo Subianto untuk disidang

terkait dugaan penculikan aktivis sebelum reformasi pada tahun 1998. Dalam sidang

DKP tersebut Yusuf bersama dengan perwira tinggi ABRI lainnya memutuskan

memberhentikan Prabowo Subianto dari jabatan Panglima Komandao Cadangan

Strategis (Pangkostrad). Setelah pensiun dari dunia militer, Yusuf terjun dalam

panggung politik. Yusuf bergabung dengan Letjen (purn) TNI Sutiyoso dalam Partai

Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI). Berdasarkan hasil Kongres III PKPI pada

tanggal 13 April 2010, Yusuf di dapuk sebagai Sekretaris Jenderal PKPI. Dalam

pemilu 2014, PKPI gagal mendudukkan kadernya sebagai anggota DPR RI, hal

tersebut dipicu perolehan suara PKPI yang dibawah ambang batas perolehan suara

minimal (Parliementary Threshold). Meskipun demikian pada Pemilu presiden

(pilpres) 2014, PKPI adalah salah satu partai politik pendukung pasangan capres-

cawapres, Joko Widodo-Jusuf Kalla.

5. Rusdi Kirana (Bidang Ekonomi)

Publik mengenal luas Rusdi Kirana sebagai seorang penguasaha terkemuka.

Pria kelahiran Jakarta 17 Agustus 1966 kini menjabat sebagai CEO Lion Air Group.

Setelah sukses di dunia bisnis, Rusdi Kirana merambah jagad politik. Semula Rusdi

digadang-gadang sebagai salah satu peserta konvensi calon presiden (capres) Partai

Demokrat. Namun demikian hingga konvensi capres Demokrat berlangsung, nama

Rusdi sama sekali tidak muncul. Pada tanggal 12 Januari 2014, Rusdi Kirana resmi

bergabung dengan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Meski baru bergabung Rusdi

langsung menduduki jabatan Wakil Ketua Umum DPP PKB. Bergabungnya Rusdi

ke partai politik yang digawangi Muhaimin Iskandar dikritisi banyak pihak, salah

satunya pemikir politik Lingkar Madani Indonesia (LIMA) Ray Rangkuti. Menurut

Ray bergabungnya Rusdi ke PKB adalah peritiwa politik yang mengecewakan.

Selain itu, Ray juga meyakini alasan kuat PKB memberikan kursi Waketum kepada

Rusdi Kirana adalah karena dana yang dimilikinya cukup besar. Hal tersebut

Page 47: YUSRI WAHYUNI NIM: 16160480000004

40

dianggap menjadi sasaran empuk partai berlambang bintang sembilan tersebut.

Alasan kuat bagi PKB untuk memberi kursi Waketum kepada yang bersangkutan,

kalau bukan karena pengalaman, kapasitas, jasa, hubungan historis, bakti, maka

yang tersedia jawabannya adalah karena dana besar yang dimiliki oleh Kirana.

6. Sri Adiningsih (Bidang Ekonomi)

Sri Adiningsih adalah salah seorang ekonom dan salah seorang dosen Fakultas

Ekonomi Universitas Gajah Mada. Ia juga pernah ditunjuk menjadi salah satu

anggota Tim Ahli Panitia Ad hoc MPR pada 2001 yang kemudian terpilih menjabat

sebagai Sekretaris Komisi Konstitusi. Sri Adiningsih adalah alumnus terbaik Cum

Laude Fakultas Ekonomi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Pada tahun 1989,

Sri berhasil meraih gelar Master of Science (MSc) dari University of Illinois

Amerika kemudian pada tanggal 15 Oktober 1996, di universitas yang sama, ia

meraih gelar Doktor bidang ekonomi.

7. Sidarto Danusubroto (Bidang Politik dan Hukum)

Sidarto Danusubroto adalah pensiun polisi dengan pangkat akhir jenderal

bintang dua (Inspektur Jenderal). Seperti dilansir dari Wikipedia, sebelum

bergabung dengan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) dan duduk

sebagai Ketua MPR RI masa jabatan 8 Juli 2013 hingga Oktober 2014 adalah bekas

ajudan Presiden Soekarno. Sidarto lahir di Pandeglang, Banten pada tanggal 11 Juni

1936. Pada tahun 1967-1968 ia menjadi ajudan Presiden Soekarno. Kemudian pada

tahun 1986-1988 ia menjadi kapolda Sumbagsel dan pada tahun 1988-1991 ia

menjabat sebagai Kapolda Jawa Barat.

8. Subagyo Hadisiswoyo (Bidang Pertahanan dan Keamanan)

Subagyo Hadi Siswoyo banyak menghabiskan kariernya dalam dunia militer.

Sebelum menjabat sebagai Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KSAD) pada 1998-

1999, pria kelahiran Piyungan, Daerah Istimewa Yogyakarta 12 Juni 1946 pernah

menjabat sebagai Komandan Jenderal Kopassus TNI AD. Subagyo HS sendiri

pernah menjabat sebagai Komandan Pasukan Pengaman Presiden (Paspamres),

Kemudian Panglima Daerah (Pangdam) IV Diponegoro, Jawa Tengah. Saat terjadi

Page 48: YUSRI WAHYUNI NIM: 16160480000004

41

huru-hara dan pesta pora pengrusakan Mei tahun 1998, Subagyo menjabat sebagai

KSAD. Ia juga pernah ditunjuk sebagai Ketua Dewan Kehormatan Perwira (DKP)

Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI). Bersama dengan Letjen Susilo

Bambang Yudhoyono dan Letjen Yusuf Kartanegara ia memanggil tim mawar dan

Prabowo Subianto untuk dimintai keterangan. Hasil dari DKP adalah pemberhentian

dengan hormat Prabowo Subianto sebagai Panglima Komando Cadangan Strategis

(Pangkostrad).

9. Suharso Manoarfa (Bidang Ekonomi)

Suharso Monoarfa merupakan mantan Menteri Perumahan Rakyat kabinet

Indonesia Bersatu Jilid II. Pria kelahiran Mataram, 31, Oktober 1954 ini juga

seorang pengusaha dan politisi senior Partai Persatuan Pembangunan (PPP).

Namanya tercantum dalam daftar Wantimpres yang dilantik siang ini, syarat yang

tercantum dalam Undang-undang Nomor 19 tahun 2006 tentang Dewan

Pertimbangan Presiden tidak membolehkan anggota Wantimpres aktif dalam bisnis

atau pun berpolitik di partai politiknya. Karena itu Suharso sudah siap melepas

jabatannya sebagai pengurus PPP. Dalam dinamika internal PPP, Suharo bersama

dengan Emron Pangkapi dan M. Romahurmuziy berbeda sikap dengan Ketua

Umum DPP PPP, Suryadharma Ali. Buntut dari perbedaan sikap tersebut, Suharso

bersama dengan Emron dan Romahurmuziy menggelar Muktamar di Surabaya,

Jawa Timur beberapa waktu lalu. Bukan hanya itu, Suharso bersama dengan rekan-

rekannya menyatakan diri mendukung penuh pemerintahan Presiden Joko Widodo

dan wakil presiden Jusuf kalla.

C. Tugas dan Fungsi Dewan Pertimbangan

Sebelum amandemen UUD NRI Tahun 1945, pada Pasal 16 (2) UUD 1945

sebelum amandemen disebutkan bahwa Dewan Pertimbangan Agung berkewajiban

memberi jawab atas pertanyaan Presiden dan berhak mengajukan usul kepada

pemerintah. Pernyataan yang sama juga terdapat dalam Pasal 2 Undang-Undang

Nomor 3 Tahun 1967 tentang DPA, tugas Dewan Pertimbangan Agung ialah :

Page 49: YUSRI WAHYUNI NIM: 16160480000004

42

a. Memberi jawaban atas pertanyaan Presiden;

b. Memajukan usul kepada Pemerintah.

Setelah amandemen UUD NRI Tahun 1945 Dewan Pertimbangan Presiden

berdasarkan Pasal 4 UU Nomor 19 Tahun 2006 tentang dewan Pertimbangan Presiden

kemudian diatur dalam Pasal 3 dan 4 Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 10 Tahun

2007 tentang Tata Kerja Wantimpres dan Sekretariat Wantimpres, tugas Wantimpres

adalah:

(1) Dewan Pertimbangan Presiden bertugas memberikan nasihat dan pertimbangan kepada

Presiden dalam menjalankan kekuasaan pemerintahan negara;

(2) Pemberian nasihat dan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib

dilakukan oleh Dewan Pertimbangan Presiden, baik diminta atau tidak diminta oleh

Presiden;

(3) Nasihat dan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan baik

secara perorangan maupun sebagai satu kesatuan nasihat dan pertimbangan seluruh

anggota dewan.

Pasal 5 menyatakan bahwa:

“Dalam menjalankan tugasnya Dewan Pertimbangan Presiden melaksanakan fungsi

nasihat dan pertimbangan yang terkait dengan pelaksanaan kekuasaan pemerintahan

negara”.

Pasal 6 UU Nomor Tahun 2006 menyatakan bahwa:

(1) Dalam menjalankan tugas dan fungsinya, anggota Dewan Pertimbangan Presiden tidak

dibenarkan memberikan keterangan, pernyataan, dan/atau menyebarluaskan isi nasihat

dan pertimbangan kepada pihak mana pun.

(2) Dalam rangka melaksanakan tugas dan fungsinya, anggota Dewan Pertimbangan

Presiden atas permintaan Presiden dapat:

a. Mengikuti sidang kabinet;

b. Mengikuti kunjungan kerja dan kunjungan kenegaraan.

D. Pembiayaan dan Hak Keuangan Dewan Pertimbangan

Berdasarkan Peraturan Pemerintah No 75 Tahun 2000 tentang Gaji Pokok

Pimpinan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara dan Anggota Lembaga Tinggi Negara

serta Uang kehormatan Anggota Lembaga Tertinggi Negara, seperti Ketua DPR, MA,

dan BPK, sebesar Rp. 5.040.000 per bulan. Hal ini disebutkan dalam Pasal 1 huruf a:

Ketua Majelis Perwakilan Rakyat, Ketua Dewan Pertimbangan Agung, Ketua Badan

pemeriksa Keuangan, dan Ketua Mahkamah Agung adalah sebesar Rp 5.040.000 (lima

juta empat puluh ribu rupiah) sebulan.

Page 50: YUSRI WAHYUNI NIM: 16160480000004

43

Sementara itu, di huruf b disebutkan gaji Wakil Ketua MPR, Wakil Ketua DPR,

Wakil Ketua DPA, Wakil Ketua BPK, Wakil Ketua MA, dan Wakil Ketua MPR yang

tidak merangkap Wakil Ketua DPR sebesar RP 4.620.000 (empat juta enam ratus dua

puluh ribu rupiah) sebulan. Huruf d nya menyebutkan gaji anggota DPA sevesar

4.200.000 (empat juta dua ratus ribu rupiah) sebulan. Tentunya gaji tersebut

dibebankan kepada Angggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Setelah amandemen Pada Bab VI Pasal 22 Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun

2007 tentang Tata Kerja Dewan Pertimbangan Presiden dan Sekretariat Pertimbangan

Presiden, menyatakan bahwa:

“Segala biaya yang diperlukan bagi pelaksanaan tugas dan fungsi Dewan

Pertimbangan dan Sekretariat Dewan Pertimbangan Presiden dibebankan kepada

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang ditempatkan pada anggaran

Sekretariat Negara”.

Pasal 23 menyatakan bahwa:

(1) Hak keuangan dan fasilitas lain Ketua dan Anggota Dewan Pertimbangan Presiden

diatur dengan Peraturan Presiden.

(2) Ketua dan Anggota Dewan Pertimbangan Presiden apabila berhenti atau telah

berakhir masa jabatannya tidak diberikan pensiun dan/atau pesangon.

Pembiayaan dan hak keuangan Dewan Pertimbangan Presiden terdapat juga

dalam Bab V Pasal 15 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2006 tentang Dewan

Pertimbangan Presiden (Wantimpres) mengatur hal yang sama. Hak keuangan dan

fasilitas ketua dan anggota Dewan Pertimbangan Presiden setara dengan menteri. 12

E. Bidang dan Jenis Kegiatan Dewan Pertimbangan Presiden

Secara internal, terdapat 4 (empat) bidang program yang menjadi tanggung jawab

anggoa Wantimpres, yaitu bidang Ekonomi oleh Sri Adiningsih, Suharso Monoarfa,

Jan Darmadi, dan Rusdi Kirana; bidang Kesejahteraan Rakyat oleh Achmad Hasyim

Muzadi dan Abdul Malik Fadjar; bidang Politik dan Hukum oleh Sidarto Danusubroto,

dan Abdul Malik Fadjar; dan bidang Pertahanan dan Keamanan oleh M. Yusuf

12 http://m.tribunnews.com/nasional/2015/01/19/sembilan-anggota-dewan-pertimbangan-presid

en-dapat-fasilitas-setara-menteri, diakses pada Tanggal 11 Juli 2018 Pukul 08.00 WIB.

Page 51: YUSRI WAHYUNI NIM: 16160480000004

44

Kertanegara dan Subagyo Hadi Siswono. Setiap bidang mengandung 3 elemen, yakni

isu fundamental, isu strategis, dan isu terkini. Isu fundamental adalah hal-hal terkait

dasar dan filosofi negara, yakni Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, Negara

Kesatuan Republik Indonesia, dan bhineka Tunggal Ika. Isu strategis adalah hal-hal

terkait pelaksanaan program Nawa Cita. Sedangkan isu terkini, lebih bersifat kasuistik

yang dirasakan dan menjadi pembicaraan sebagian besar masyarakat di ruang publik,

yang memerlukan perhatian untuk memperoleh pemecahan segera. 13 Output dari tugas

anggota di atas adalah berupa nasihat dan pertimbangan Presiden baik secara

perorangan maupun kolektif. Masing-masing bidang dapat melaksanakan tugas

pokoknya melalui sejumlah kegiatan yakni:14

1) Pertemuan Terbatas

Pertemuan Terbatas merupakan pertemuan yang dilakukan dengan

mengundang beberapa narasumber untuk memberikan masukan kepada Anggota

sebagai salah satu bahan nasihat dan pertimbangan kepada Presiden.

2) Diskusi Terbatas

Diskusi Terbatas adalah pertemuan yang dilakukan dengan mengundang

beberapa kelompok dan narasumber dalam rangka menghimpun informasi,

pandangan, dan pengalaman dari para tokoh masyarakat, pakar, peneliti,

praktisi/pejabat terkait, serta pemangku kepentingan lainnya.

3) Kajian

Kajian yang dimaksudkan di sini adalah kegiatan yang dilaksanakan dalam

waktu tertentu oleh tim yang terdiri dari beberapa pakar dari berbagai latar

belakang keilmuan untuk menemukan data dan informasi dalam rangka

memecahkan suatu masalah sebagai bahan nasihat dan pertimbangan kepada

Presiden

13 Ahmad Fachrudin, Aas Subarkah dkk, Dewan Pertimbangan Presiden 2015-2019: Sejarah,

Tugas dan Fungsi, (Jakarta: Wantimpres, 2017), h. 25

14 Ahmad Fachrudin, Aas Subarkah dkk, Dewan Pertimbangan Presiden 2015-2019: Sejarah,

Tugas dan Fungsi... h. 19-20.

Page 52: YUSRI WAHYUNI NIM: 16160480000004

45

4) Kunjungan Kerja dalam Negeri

Merupakan kegiatan Anggota Wantimpres ke daerah-daerah di Indonesia

dalam rangka mengetahui situasi dan kondisi secara langsung di lapangan terutama

yang berkaitan dengan isu-isu aktual, sebagai bahan nasihat dan pertimbangan

kepada Presiden. Kunjungan ke daerah ini dilakukan oleh Anggota Wantimpres

sesuai bidang tugasnya masing-masing. Anggota Wantimpres akan menghimpun

berbagai data dan informasi mengenai isu-isu strategis, permasalahan aktual, dan

aspirasi masyarakat yang terkait. Dalam kunjungan ini, para Anggota Wantimpres

akan didampingi oleh Sekretariat atau staf Anggota Wantimpres, atau staf dari

Sekretariat Wantimpres. Kegiatan yang dilakukan selama kunjungan, antara lain

berupa diskusi dengan pemerintahan provinsi, kabupaten/kota bersama-sama

dengan para Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), dan pemangku

kepentingan lainnya. Selain itu, ada dialog dengan masyarakat dan peninjauan

langsung ke lapangan.

5) Kunjungan Kerja Luar Negeri

Kunjungan kerja luar negeri adalah kegiatan Anggota Wantimpres ke

berbagai negara, dalam rangka mengetahui masalah internasional secara langsung

di negara/lembaga internasional, berkaitan dengan isu-isu aktual sebagai bahan

nasihat dan pertimbangan kepada Presiden

6) Kegiatan lain

(1) Pertemuan Khsusus

Merupakan kegiatan tatap muka antara Anggota Wantimpres dengan

Presiden atau Wakil Presiden, baik dilakukan secara perorangan, sebagian,

maupun seluruh Anggota Wantimpres.

(2) Penyerapan Aspirasi

Penyerapan aspirasi adalah kegiatan Anggota Wantimpres untuk meminta

masukan dari individu atau kelompok masyarakat tentang masalah tertentu

sebagai bahan nasihat dan pertimbangan kepada Presiden.

Page 53: YUSRI WAHYUNI NIM: 16160480000004

46

(3) Audiensi

Audiensi adalah kegiatan Anggota Wantimpres menerima permintaan tatap

muka dari individu atau kelompok masyarakat tentang maslaah tertentu.

(4) Forum Ilmiah

Forul ilmiah adalah kegiatan Anggota Wantimpres menghadiri undangan

yang bersifat keilmuan sebagai narasumber dalam seminar, kuliah umum,

dan lain-lain.

(5) Kegiatan Tambahan

Selain kegiatan-kegiatan tersebut di atas, Anggota Wantimpres biasanya

melakukan sejumlah aktivitas, seperti menghadiri pelantikan pejabat tinggi

di Istana Negara, menghadiri jamuan makan malam kenegaraan di Istana,

menghadiri penandatanganan nota kesepahaman dan lainnya.

F. Mekanisme Kerja Dewan Pertimbangan dalam Perspektif Peraturan Perundang-

undangan

Sebelum amandemen mekanisme penetapan pertimbangan oleh DPA harus

melalui prosedur pembahasan dalam pengambilan keputusan dalam sidang anggota

DPA, sehingga membutuhkan waktu atau tidak dapat dilakukan secara serta merta

apabila Presiden membutuhkan pertimbangan yang cepat. 15

Setelah amandemen mekanisme kerja Wantimpres diatur dalam Bab IV Pasal 10,

11, 12, 13, 14, 15, dan 16 Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2007 tentang Tata Kerja

Dewan Pertimbangan Presiden dan Sekretariat Dewan Pertimbangan Presiden.

Pasal 10 menyatakan:

(1) Setiap anggota Dewan Pertimbangan Presien berhak menyampaikan nasihat dan

pertimbangan yang disampaikan secara perorangan kepada Presiden.

(2) Nasihat dan pertimbangan anggota Dewan Pertimbangan Presiden sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) ditandatangani oleh anggota Dewan Pertimbangan Presiden

yang bersangkutan.

15 Salman Maggalatung, Desain Kelembagaan Negara Pasca Amandemen UUD 1945, (Bekasi,

Gramata Publishing, 2016), h. 44

Page 54: YUSRI WAHYUNI NIM: 16160480000004

47

(3) Nasihat dan pertimbangan anggota Dewan Pertimbangan Presiden sebagaimana

dimaksud pada ayat (2) , tembusnya disampikan kepada ketua dan Anggota Dewan

Pertimbangan Presiden yang lain.

Pasal 11 menyatakan:

(1) Nasihat dan pertimbangan yang diajukan oleh Dewan Pertimbangan Presiden

merupakan nasihat dan pertimbangan yang disetujui secara mufakat oleh seluruh

anggota Dewan Pertimbangan Presiden.

(2) Nasihat dan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan

berdasarkan rapat yang dihasidi paling sedikit oleh 5 (lima) orag anggota Dewan

Pertimbangan Presiden.

(3) Nasihat dan pertimbangan Dewan Pertimbangan Presiden sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) ditandatangani oleh Ketua Dewan Pertimbangan Presiden.

Pasal 12 menyatakan:

(1) Presiden dapat menunjuk 1 (satu) atau beberapa anggota Dewan Pertimbangan

Presiden untuk melakukan suatu kajian atau telaahan dan memberi nasihat dan

pertimbangan tertulis langsung kepada Presiden.

(2) Nasihat dan pertimbangan anggota Dewan Pertimbangan Presiden sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) ditandatangani oleh anggota Dewan Pertimbangan Presiden

yang bersangkutan.

(3) Nasihat dan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), tembusannya

disampaikan kepada Ketua dan anggota Dewan Pertimbangan Presiden yang lain.

Pasal 13 menyatakan:

(1) Dewan Pertimbangan Presiden mengadakan rapat sekurang-kurangnya 1 (satu) kali

dalam setiap bulan.

(2) Ketua Dewan Pertimbangan Presiden bertindak sebagai koordinator dan tidak dapat

menyampaikan nasihat dan pertimbangannya sendiri atas nama Dewan Pertimbangan

Presiden.

Pasal 14 menyatakan:

(1) Dewan Pertimbangan Presiden menyampaikan laporan pelaksanaan tugasnya kepada

Presiden sekurangkurangnya sekali dalam 6 (enam) bulan.

(2) Presiden dapat meminta Dewan Pertimbangan Presiden menyampaikan laporan

pelaksanaan tugasnya sewaktuwakktu apabila deperlukan.

(3) Laporan Dewan Pertimbangan Presiden kepada Presiden sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) dan ayat (2) meliputi seluruh nasihat dan pertimbangan yang

disampaikan baik secara perorangan maupun sebagai satu kesatuan nasihat dan

pertimbangan seluruh anggota Dewan Pertimbangan Presiden.

Page 55: YUSRI WAHYUNI NIM: 16160480000004

48

Pasal 15 menyatakan:

(1) Segala surat menyurat Dewan Pertimbangan Presiden ditandatangani oleh Ketua

Dewan Pertimbangan Presiden.

(2) Apabila Ketua Dewan Pertimbangan Presiden berhalangan sementara, maka salah

seorang anggota Dewan Pertimbangan Presiden yang ditunjuk oleh Ketua Dewan

Pertimbangan Presiden sebagai pelaksana tugas, berwenang menandatangani segala

surat Dewan Pertimbangan Presiden.

Pasal 16 menyatakan:

Apabila Ketua Dewan Pertimbangan Presiden berhalangan tetap, maka Presiden

memilih dan mengangkat Ketua Dewan Pertimbangan Presiden yang baru.

Berdasarkan Perpres Nomor 10 Tahun 2007 di atas, Tata Kerja Dewan

Pertimbangan Presiden adalah sebagai berikut:16

1. Nastim Perorangan

Nasihat dan pertimbangan (Nastim) merupakan hasil dari kegiatan para

Anggota Wantimpres, bersifat rahasia dan diberikan langsung kepada Presiden.

Dalam pelaksanaannya, Nastim dari Anggota Wantimpres dapat disampaikan secara

perorangan dan seluruh Anggota Dewan. Nastim yang disampaikan ke Presiden

menyangkut 4 (empat) aspek sesuai dengan perbidangan yang telah ditetapkan oleh

Presiden, yakni bidang ekonomi, bidang kesejahteraan rakyat, bidang politik dan

hukum, serta bidang pertahanan dan keamanan. Dan Nastim yang disampaikan

secara perorangan kepada Presiden harus ditandatangani oleh Anggota Wantimpres

yang bersangkutan, serta tembusannya disampaikan kepada Ketua dan Anggota

Wantimpres yang lain.

2. Nastim Kolektif

Nasihat dan pertimbangan (Nastim) yang diajukan oleh Wantimpres

merupakan Nastim yang disetujui secara mufakat oleh seluruh Anggota

Wantimpres, yang ditetapkan berdasarkan rapat yang dihadiri paling sedikit oleh 5

16 Ahmad Fachrudin, Aas Subarkah dkk, Dewan Pertimbangan Presiden 2015-2019: Sejarah,

Tugas dan Fungsi... h. 21-22

Page 56: YUSRI WAHYUNI NIM: 16160480000004

49

(lima) orang Anggota Wantimpres, Nastim yang akan diberikan kepada Presiden

terlebih dahulu ditandatangani oleh Ketua Wantimpres.

3. Permintaan Presiden

Presiden dapat menunjuk 1 (satu) stsu beberapa Anggota Wantimpres untuk

melakukan suatu kajian atau telaahan dan memberi Nastim tertulis langsung kepada

Presiden. Nastim atas permintaan Presiden ini harus ditandatangani oleh Anggota

Wantimpres bersangkutan, dan tembusnya disampaikan kepada Ketua dan Anggota

Wantimpres lainnya.

4. Laporan Pelaksanaan Tugas (Lapgas)

Wantimpres menyampaikan Laporan Pelaksanaan Tugas (Lapgas) yang sudah

dilakukan kepada Presiden sekurang-kurangnya sekali dalam 6 (enam) bulan.

Namun, Presiden dapat meminta Wantimpres untuk menyampaikan Lapgasnya

sewaktu-waktu apabila diperlukan. Lapgas kepada Presiden tersebut meliputi

seluruh nasihat dan pertimbangan yang disampaikan, baik secara perorangan

maupun sevagai satu kesatuan Nastim seluruh Anggota Wantimpres.

5. Surat Menyurat

Dalam tata kerja Wantimpres, segala surat menyurat Wantimpres harus

ditandatangani oleh Ketua Wantimpres. Apabila Ketua Wantimpres berhalangan

sementara, maka salah seorang Anggota Wantimpres yang ditunjuk oleh Ketua

Wantimpres sebagai pelaksana tugas, berwenang menandatangani segala surat

Wantimpres. Jika Ketua Wantimpres berhalangan tetap, maka Presiden memilih dan

mengangkat Ketua Wantimpres yang baru.

Page 57: YUSRI WAHYUNI NIM: 16160480000004

50

BAB IV

URGENSI LEMBAGA DEWAN PERTIMBANGAN PRESIDEN DALAM

STRUKTUR KETATANEGARAAN INDONESIA

A. Perbandingan Dewan Pertimbangan Presiden dengan Dewan Pertimbangan

Agung dalam Struktur Ketatanegaraan Indonesia

Wantimpres, apabila merujuk sejarah ketatanegaraan Indonesia, terlebih pasca

Orde Lama dan pra-Orde Reformasi, sebenarnya mirip, meski tak sama persis dengan

Dewan Pertimbangan Agung (DPA). Dalam konstitusi pra amandemen, DPA diberi

kewajiban menjawab pertanyaan presiden dan juga diberi hak untuk mengajukan usul

kepada pemerintah. Bedanya, DPA adalah lembaga sejajar dengan presiden,

sedangkan Wantimpres berada di bawah presiden. Dalam hal komposisi anggota DPA,

UU No 3/1967 tentang DPA dan UU No 4/1978 perubahan dan penyempurnaan

Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1967 tentang DPA menyatakan, susunan anggota

DPA terdiri dari tokoh politik, tokoh karya, tokoh daerah, dan tokoh nasional.1 DPA

yang berdasarkan UUD 1945 yang asli dan Wantimpres berdasarkan hasil amandemen

mempunyai perbedaan yang prinsip:2

Pertama, DPA tidak berada di bawah Presiden tetapi setara dengan Presiden

sehingga DPA memiliki kebebasan untuk memberikan pertimbangan berupa pendapat,

nasihat, atau kritik mengenai pemerintahan negara. Sedangkan, wantimpres yang

dibentuk oleh Presiden berdasarkan atas Keppres bersifat subordinasi kepada Presiden

dan logikanya tidak berani memberikan kritik atas kebijakan Presiden.

Kedua, keanggotaan DPA terdiri atas tokoh masyarakat, tokoh nasional, tokoh

daerah, dan tokoh golongan profesi dengan kriteria yang jelas berdasarkan UU tentang

DPA, sedangkan Wantimpres sangat tergantung dari subjektivitas Presiden. Memang

1 Hifdzil Alim, Wantimpres, https://nasional.kompas.com/read/2015/01/27/14050061/Wantim

pres, diakses pada Tanggal 28 Mei 2018 Pukul 10.00 WIB.

2 M. Dimyati Hartono, Problematik dan Solusi Amandemen Undang-Undang Dasar 1945,

(Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2009), h. 66.

Page 58: YUSRI WAHYUNI NIM: 16160480000004

51

kenyataannya, dalam Zaman Orde Baru penyelenggaran negara, keanggotaan DPA

diisi oleh eks Pejabat sipil dan militer yang sudah memasuki masa pensiun sehingga

timbul sindiran bahwa DPA diartikan sebagai “Dewan Pensiunan Agung”.

Prof. Dr. H. A. Salman Maggalatung, S.H., M.H., Guru Besar Fakultas Syariah

dan Hukum UIN Jakarta yang menyatakan bahwa perbandingan antara Dewan

Pertimbangan Presiden (Wantimpres) dengan Dewan Pertimbangan Agung (DPA)

adalah sebagai berikut:3

1) DPA itu kedudukannya setingkat dengan Presiden dan lembaga negara lainnya,

sedangkan Wantimpres kedudukannya langsung di bawah Presiden;

2) DPA itu birokrasinya panjang atau proseduralnya panjang, DPA harus rapat dulu

untuk membicarakan sesuatu untuk kemudian baru bisa dilaporkan kepada Presiden

padahal Presiden sedang membutuhkan, sedangkan Wantimpres birokrasinya

mudah, jika Presiden membutuhkan Nasihat, Wantimpres bisa langsung kepada

Presiden karena kantornya juga berada ditempat kedudukan Presiden (Istana);

3) DPA pemborosan keuangan dengan jumlah pegawai yang banyak, sedangkan

Wantimpres jumlah anggotanya berdasarkan UU Nomor 19 Tahun 2006 dalam

Pasal 7 ayat (2) terdiri dari seorang ketua merangkap anggota dan 8 orang anggota.

Peneliti membandingkan dua lembaga ini dengan menelaah peraturan

perundang-undangan, Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2006 tentang Dewan

Pertimbangan Presiden dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1967 tentang Dewan

Pertimbangan Agung, dan juga melihat dari data yang sudah peneliti paparkan pada

bab 3 yaitu tentang profil dewan pertimbangan sebelum dan sesudah amandemen,

peneliti menemukan beberapa perbedaan antara Dewan Pertimbangan Presiden

dengan Dewan Pertimbangan Agung, diantaranya:

1) Dewan Pertimbangan Presiden berkedudukan di bawah Presiden dan bertanggung

jawab kepada Presiden yang berkedudukan di tempat kedudukan Presiden,

sedangkan Dewan Pertimbangan Agung (DPA) berkedudukan di tempat kedudukan

3 Wawancara langsung dengan Guru Besar Fakultas Syariah dan Hukum UIN Jakarta, Prof. Dr.

H. A. Salman Maggalatung, S.H, M.H., Pada tanggal 06 Juli 2018 Pukul 14.30 WIB

Page 59: YUSRI WAHYUNI NIM: 16160480000004

52

Pemerintah Pusat yang kedudukannya sejajar dengan Presiden, dan bertanggung

jawab secara langsung kepada MPR sebagai lembaga tinggi negara;

2) Jumlah anggota Wantimpres terdiri dari seorang ketua merangkap anggota dan 8

(delapan) orang anggota, sedangkan DPA jumlah anggotanya ditetapkan sebanyak-

banyaknya 27 (dua puluh tujuh) orang termasuk Pimpinan Dewan Pertimbangan

Agung; dari sepanjang sejarah berdirinya, jumlah anggota DPA ini pernah

mencapai 66 orang anggota pada masa Presiden Soekarno;

3) Ketua Wantimpres dijabat secara bergantian di antara anggota yang ditetapkan oleh

Presiden, sedangkan pimpinan DPA terdiri dari seorang ketua dan seorang wakil

ketua yang diangkat oleh Presiden atas usul Dewan Pertimbangan Agung;

4) Nasihat-nasihat dan pertimbangan yang diberikan oleh wantimpres kepada presiden

bersifat rahasia, apapun bentuk usulan dan rekomendasi dari Wantimpres tidak

boleh dipublikasi kepada publik, sedangkan DPA hingga dihapuskan pada tahun

2002 pada amandemen keempat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Tahun 1945, bentuk pertimbangan dan usulan dari DPA dapat dipublikasikan

terutama pada sidang Tahunan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik

Indonesia (MPR RI). Namun juga bisa disampaikan dalam bentuk lisan langsung

kepada Presiden, salah satu bentuk dari hasil pertimbangan DPA juga dikeluarkan

dalam bentuk sebuah keputusan.

Dengan membandingkan dua lembaga yang memiliki fungsi yang sama:

memberi nasihat dan pertimbangan kepada presiden. Perbedaannya, Watimpres secara

tegas disebut “bertugas memberikan nasihat dan pertimbangan”, sedangkan DPA

Pasal 16 ayat (2) yang lama disebut “berkewajiban memberi jawaban atas pertanyaan

Presiden dan berhak memajukan usul kepada pemerintah”.

Pengalaman Indonesia terhadap keberadaan Dewan Pertimbangan Agung (DPA)

selama pemerintahan Orde Baru telah memberikan labelling bahwa DPA tidak

memiliki fungsi sebagaimana yang diinginkan. Pertimbangan yang dahulu diberikan

Page 60: YUSRI WAHYUNI NIM: 16160480000004

53

oleh DPA seringkali dianggap tidak dipergunakan. Citra ini menumbuhkan semangat

agar 'dewan' yang nanti akan dilembagakan tidak sama dengan DPA. 4

Mengenai penghapusan Dewan Pertimbangan Agung (DPA) yang diatur dalam

Pasal 16 UUD 1945 dan kekuasaan Presiden membentuk suatu dewan pertimbangan

perlu dikemukakan bahwa ditiadakannya Dewan Pertimbangan Agung DPA) pasca

amandemen UUD Tahun 1945 adalah untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas

penyelenggaraan negara. Sebelum amandemen UUD 1945, kewenangan DPA adalah

untuk memberikan nasihat dan pertimbangan kepada Presiden dalam kedudukan

sejajar. Namun Presiden tidak terikat dengan nasihat dan pertimbangan tersebut, ini

menujukkan keberadaan DPA sebagai lembaga tinggi negara setingkat Presiden tidak

efektif dan tidak efisien. 5

Beberapa pandangan yang ingin DPA dihapuskan dengan mengajukan beberapa

alasan. Selama ini (maksudnya sejak zaman Sukarno sampai Gus Dur), fungsi DPA

tidak efektif. Apalagi pada era Suharto, DPA diplesetkan menjadi (Dewan Pensiunan

Agung). Tempat bermukim orang-orang buangan yang tidak disukai oleh Presiden.

Atau pos untuk para mantan pejabat. Dalam kehidupan ketatanegaraan, nasihat-nasihat

DPA hampir tidak pernah digubris oleh presiden. Presiden tidak terikat dengan nasihat

DPA. Padahal secara kelembagaan antara DPA dan Presiden setara, sama-sama

lembaga tinggi negara. Sebagai lembaga tinggi negara, menjadi aneh pengangkatan

dan pemberhentian anggota DPA dilakukan oleh Presiden. Sehingga secara kultural

ada hambatan psikologis buat mereka memberi nasehat kepada Presiden. Oleh karena

itu DPA dizaman Soekarno hampir tidak pernah difungsikan. DPA pertama

diketuai Radjiman Widiodiningrat hingga tahun 1949, keberadaannya tidak

jelas. Periode berikutnya posisi DPA makin tidak jelas. Kondisi ini berlangsung

hingga Presiden Soekarno mengeluarkan Dekrit 5 Juli 1959. DPA Sementara dibentuk

4 Naskah Akademik Rancangan Undang Undang Tentang Dewan Pertimbangan Dan Penasihat

Presiden

5 Salman Maggalatung, Desain Kelembagaan Negara Pasca Amandemen UUD 1945, (Bekasi,

Gramata Publishing, 2016), h. 44

Page 61: YUSRI WAHYUNI NIM: 16160480000004

54

berdasarkan Penetapan Presiden No. 3 Tahun 1959, 22 Juli1959. Ketuanya dirangkap

oleh Presiden Soekarno. DPA definitif baru muncul pada 1967 melalui UU No. 3

Tahun 1967 yang disahkan pejabat Presiden Soeharto. Ruslan Abdul Gani

menambahkan bahwa kekuasaan DPA sebagai advisory power tidak jelas dalam

kerangka trias politica. Satu bentuk pemisahan kekuasan eksekutif, legislatif, dan

yudikatif. Pendapat lain menyatakan keberadaan DPA sama seperti dewan penasehat

sistem pemerintahan negara-negara Eropa Kontinental di abad XVIII-XIX. Apa yang

disebut Le Conseil d’Etat di Perancis. Situasi pemerintahan Gus Dur (saat itu masih

menjabat sebagai Presiden) tak luput dari evaluasi. Para peserta sidang PAH III MPR

mengatakan Presiden Gus Dur lebih banyak mendengarkan dan memperhatikan

nasihat para ulama dan kyai yang sengaja datang khusus, ketimbang DPA. Jika

demikian, apa pentingnya DPA bila kenyataannya Presiden lebih mendengar nasihat

dari orang-orang yang dia percayai.6

Harun Alrasid, Guru Besar Universitas Indonesia sejak tahun 1995 sudah

langsung menyuarakan agar DPA dibubarkan. Menurutnya keberadaan lembaga

tersebut tidak efektif. Jika Presiden memerlukan penasehat, cukup menganggkat staf

ahli Presiden saja. Ini akan lebih memudahkan bagi seorang Presiden, dia tinggal

angkat telepon saja, tidak perlu surat-menyurat secara formal sebagaimana yang

dilakukan kepada DPA selama ini. Pendapat tersebut kembali disampaikan olehnya

pada tahun 1998 sampai lembaga tersebut akhirnya benar-benar dibubarkan pada tahun

2002 oleh MPR. 7

Jimly Asshiddiqie adalah satu-satunya ahli hukum tata negara yang

menyuarakan agar DPA tidak dibubarkan, dia mengatakan betapa pentingnya tersebut

tetap dipertahankan. Menurutnya, selama ini yang membuat lembaga ini tidak efektif

6 Naskah Komprehensif Perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia, Latar

Belakang, Proses, dan Hasil Pembahasan, 1999–2002 Edisi Revisi. Buku ke IV Kekuasaan

Pemerintahan Negara Jilid I (Sekretariat Jendral dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi, 2010), h. 691-

897.

7 Abdul Ghoffar, Perbandingan Kekuasaan Presiden Indonesia Setelah perubahan UUD 1945

dengan Delapan Negara Maju, (Jakarta: Kencana, 2009), h. 116.

Page 62: YUSRI WAHYUNI NIM: 16160480000004

55

adalah karena kedudukan dan perannya tidak cukup penting. Untuk itu, sebaiknya

lembaga tersebut diberikan kewenangan yang lebih besar dari yang ditentukan dalam

UUD 1945. Tetapi jika ingin nasihat tersebut diharapkan mengikat, maka yang

memberi nasihat harus sederajat. Dengan demikian, DPA adalah jawabannya, yaitu

dengan diberikan lembaga tersebut mempunyai daya ikat terhadap Presiden. sehingga

apa yang terjadi selama ini tidak terulang lagi. DPA bertugas memberikan nasihat dan

pertimbangan kepada Presiden dalam kedudukan sejajar, karena sama-sama lembaga

tinggi negara. Namun, Presiden tidak terikat dengan nasihat dan pertimbangan itu. Hal

tersebut dianggap keberadaan DPA tidak efektif dan efisien. Demikian pula

mekanisme penetapan pertimbangan oleh DPA harus melalui prosedur pembahasan

dalam pengambilan putusan sidang DPA sehingga membutuhkan waktu yang lama

sehingga ketika Presiden membutuhkan nasihat tidak dengan serta merta bisa

diberikan. 8

Hal yang senada juga dikatakan oleh Kepala Bagian Politik, Hukum dan

Keamanan Biro Data dan informasi sekretariat Wantimpres, Bapak M. Faried, S.IP,

DEA, yang menyatakan bahwa Wantimpres jika dibandingkan dengan DPA,

Wantimpres lebih efektif dan efisien dari DPA, karena jika Presiden membutuhkan

nasihat dan pertimbangan bisa langsung mendapatkan masukan dari Wantimpres,

karena kantornya juga berada ditempat kedudukan Presiden, dan dari segi pembiayaan

Wantimpres juga efisien dari DPA, karena jumlah anggota Wantimpres tidak

sebanyak anggota DPA. 9

Dari beberapa perbandingan di atas, peneliti menilai antara DPA dengan

Wantimpres, dalam hal mekanisme pelaksanaan tugas, Wantimpres lebih efektif dan

efisien dari DPA karena birokrasinya cepat, kapan saja Presiden membutuhkan bisa.

Dan dari sisi anggarannya, DPA pemborosan keuangan dengan jumlah anggota yang

8 Abdul Ghoffar, Perbandingan Kekuasaan Presiden Indonesia Setelah perubahan UUD 1945

dengan Delapan Negara Maju, (Jakarta: Kencana, 2009), h. 116-117

9 Wawancara langsung dengan Kabid Polhukam Sekretariat Wantimpres, M. Faried, S.IP, DEA,

di Sekretariat Wantimpres, Pada tanggal 5 Juni 2018, Pukul 11.00 WIB

Page 63: YUSRI WAHYUNI NIM: 16160480000004

56

lebih banyak dari Wantimpres. Tentunya Wantimpres harus berkaca dari kegagalan

DPA di masa lalu, dan tidak mengulangi hal yang sama.

B. Komposisi Anggota Dewan Pertimbangan Presiden

Kalau melihat komposisi keanggotaan Wantimpres sejak diberlakukan Undang-

Undang Nomor 19 Tahun 2006 tentang Dewan Pertimbangan Presiden akan tampak

bahwa kebanyakan anggota Dewan Pertimbangan Presiden berasal dari unsur partai

politik, para pakar di bidang yang sesuai dengan kebutuhan di Wantimpres, pimpinan

Ormas keagamaan, serta purnawirawan TNI dan Polri. Pada masa Pemerintahan

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (2007-2014) hingga pemerintahan Joko widodo

(2015-2019). Anggota Wantimpres yang berasal dari unsur Pegawai Negeri aktif, tidak

ada. Berdasarkan Undang-Undang 19 Tahun 2006 sebetulnya tidak ada larangan bagi

Pegawai Negeri menjadi Anggota Wantimpres sebagaimana tersirat dalam Pasal 12

UU Nomor 19 Tahun 2006 di atas, yang kemudian diatur selanjutnya berdasarkan

Pasal 6, 7, 8 Peraturan Presiden RI Nomor 10 Tahun 2007. 10

Untuk dapat diangkat menjadi seorang Anggota Dewan Penasihat Presiden,

harus dipenuhi sejumlah persyaratan. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari

penilaian subjektivitas dari Presiden11 , sekalipun sebenarnya itu sah saja dalam sebuah

praktek pemerintahan. Namun demikian, undang-undang ini mencoba menghindari

penilaian subjektivitas tersebut dengan mengajukan sejumlah persyaratan yang dinilai

dapat diukur. Syarat-syarat yang harus dipenuhi itu sebagaimana disebutkan dalam

Pasal 8 dan Pasal 12 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2006 tentang Dewan

Pertimbangan Presiden adalah sebagai berikut:

1) Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa Ketentuan ini dilihat dari ketaatan

seseorang menjalankan ibadat menurut agamanya dan kepercayaannya.

10 Ahmad Fachrudin, Aas Subarkah dkk, Dewan Pertimbangan Presiden 2015-2019: Sejarah,

Tugas dan Fungsi, (Jakarta: Wantimpres, 2017), h. 15.

11 Naskah Akademik Rancangan Undang Undang Tentang Dewan Pertimbangan Dan Penasihat

Presiden

Page 64: YUSRI WAHYUNI NIM: 16160480000004

57

2) Warga negara Republik Indonesia dan bertempat tinggal dalam wilayah Negara

Republik Indonesia. Ketentuan ini tidak dimaksudkan untuk calon anggota.

Seorang calon anggota dapat saja tidak bertempat tinggal di wilayah negara RI,

namun ketika sudah menjadi anggota, yang bersangkutan harus bertempat tinggal

di wilayah negara RI.

3) Setia kepada Pancasila sebagai dasar negara, Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945 dan cita-cita Proklamasi 17 Agustus 1945;

Ketentuan ini adalah ketentuan normatif yang disyaratkan bagi seseorang yang akan

menduduki sebuah jabatan negara.

4) Mempunyai sifat kenegarawanan; Sifat kenegarawanan dapat dilihat dari sikap

konsistensi mengutamakan kepentingan negara dan kepentingan umum di atas

kepentingan pribadi, kelompok, dan golongan. Sebagai contoh adalah seseorang

yang tidak pernah mengusulkan untuk disintegrasi di sebuah wilayah negara

kesatuan RI. Dalam kelompok ini dapat dimasukkan kriteria para mantan presiden

atau mantan menteri yang dinilai telah memiliki bukti adanya sifat kenegarawanan.

5) Sehat jasmani dan rohani; Persyaratan ini dapat dibuktikan dengan surat keterangan

dari seorang dokter yang menyatakan bahwa yang bersangkutan sehat baik secara

jasmani maupun rohani. Persyaratan ini harus dipenuhi juga oleh seorang calon

anggota legislatif.

6) Jujur, adil, dan berkelakuan tidak tercela; Persyaratan ini sama dengan persyaratan

untuk mejadi anggota legislatif. Yang dimaksud dengan "tidak pernah melakukan

perbuatan tercela" adalah tidak pernah melakukan perbuatan yang bertentangan

dengan norma agama, norma kesusilaan, dan norma adat lain seperti judi, mabuk,

pecandu narkoba, maupun zina.

7) Tidak pernah dijatuhi pidana karena melakukan tindak pidana kejahatan; Yang

dimaksud dengan tindak pidana kejahatan adalah tindak pidana sebagaimana yang

dimaksud dalam Buku Kedua KUHP. Dijatuhi pidana karena menabrak seseorang

misalnya, tidak dikategorikan sebagai melakukan tindak pidana kejahatan.

8) Mempunyai keahlian tertentu di bidang pemerintahan negara.

Page 65: YUSRI WAHYUNI NIM: 16160480000004

58

9) Tidak merangkap jabatan lain; Larangan merangkap jabatan dimaksudkan agar

anggota Dewan mampu berkonsentrasi penuh terhadap tugasnya sebagai penasihat

dan pemberi pertimbangan kepada Presiden. Jabatan lain yang dimaksud dalam

ketentuan ini adalah sebagai pejabat negara (pimpinan dan anggota lembaga negara

seperti MPR, DPR, DPD, BPK, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, Dewan

Gubernur Bank Indonesia, Komisi Yudisial, Komisi Pemilihan Umum, Menteri,

Jaksa Agung, Panglima TNI dan Kepala Polri), sebagai pejabat pemerintahan

(pejabat struktural pada kementerian/departemen dan lembaga pemerintah non

departemen dan/atau pejabat struktural yang dipersamakan di lingkungan TNI dan

Polri), pejabat lain di komisi-komisi (seperti di Pemberantasan Korupsi, Komisi

Komisi Ombudsman Nasional), badan (seperti di Badan Penyelesaian Sengketa

Konsumen), lembaga (Lembaga Penjamin Simpanan) yang dibentuk berdasarkan

peraturan perundang-undangan dan dibiayai oleh APBN; Gubernur,

Bupati/Walikota, serta Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh, maupun

pimpinan partai politik (ketua umum, dewan syuro, dan lain-lain penyebutan dalam

partai politik), pimpinan Organisasi Masyarakat (Ormas), pimpinan Lembaga

Swadaya Masyarakat (LSM), pimpinan perusahaan (baik sebagai komisaris,

direksi, dan lain sebagainya), pimpinan BUMN, pimpinan organisasi profesi,

pejabat struktural di perguruan tinggi (seperti Rektor, Dekan, Kepala Departemen,

dan lain sebagainya).

Di masa Presiden Jokowi, anggota Wantimpres banyak didominasi politisi.

Seperti Sidarto Danusubroto (PDI Perjuangan), Yusuf Kertanegara ( PKPI), Suharso

Monoarfa (PPP), Rusdi Kirana (PKB), dan Jarmadi (Partai Nasdem). Ada juga mantan

KSAD Subagyo Hadi Siswoyo yang disebut diusulkan oleh Ketua Umum Partai

Hanura Wiranto. Anggota lainnya yakni Hasyim Muzadi adalah mantan Ketua Umum

PB Nahdlatul Ulama yang merupakan mantan penasehat Tim Transisi Jokowi-JK.

Sementara Sri Adiningsih mewakili kalangan profesional. Menteri Sekretaris Negara

Pratikno mengakui anggota Wantimpres pada masa Jokowi-JK didominasi kalangan

Page 66: YUSRI WAHYUNI NIM: 16160480000004

59

partai politik. Namun dia membantah bahwa ini bagian dari bagi-bagi kursi bagi partai

pengusung Presiden Jokowi. 12

Di masa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono anggota Wantimpres tidak

didominasi anggota partai politik. Pada periode pertama menjabat SBY mengangkat

Ali Alatas, Emil Salim, Rachmawati Soekarnoputri, Syahrir, Ma’ruf Amin, Tiopan

Bernhard Silalahi, Adnan Buyung Nasution, Subur Budhisantoso dan Radi A Gani

sebagai anggota Wantimpres. Saat terpilih untuk kedua kalinya pada 2010 anggota

Wantimpres yang diangkat SBY adalah: Emil Salim, Hassan Wirajuda, Ryaas Rasyid,

Ginandjar Kartasasmita, Ma’ruf Amin, Widodo Adi Sutjipto, Jimly Asshiddiqie,

Meutia Farida Hatta, Siti Fadillah Supari. Pada tahun 2012 satu anggota Wantimpres

diganti. Albert Hasibuan masuk menggantikan Jumly Asshiddiqie. Pada masa Presiden

Susilo Bambang yudhoyono kalangan profesional mendominasi anggota Wantimpres

yang diangkat SBY.13

Memang untuk menentukan komposisi anggota Wantimpres adalah hak

prerogative Presiden dan terserah kepada Presiden siapa-siapa saja yang dipi``lih oleh

beliau untuk menjadi anggota Wantimpres, karena memang itu adalah anggap orang

yang beliau bisa bekerja sama dan bisa memberikan pertimbangan dan nasihat-

nasihat.14 Tetapi, Presiden juga harus mengacu kepada Undang-Undang Nomor 19

Tahun 2006 tentang Wantimpres, yang menjadi sumber hukum untuk memilih

komposisi anggota Wantimpres, dan persyaratan yang harus dipenuhi oleh setiap

anggota Wantimpres. Salah satu persyaratannya adalah Mempunyai sifat

kenegarawanan; Sifat kenegarawanan dapat dilihat dari sikap konsistensi

mengutamakan kepentingan negara dan kepentingan umum di atas kepentingan

12 https://m.detik.com/news/berita/2807749/beda-sby-dan-jokowi-saat-angkat-anggota-wantimp

res, Senin, 19 Januari 2015, Pukul 10.04 WIB 13 https://m.detik.com/news/berita/2807749/beda-sby-dan-jokowi-saat-angkat-anggota-wantimp

res, Senin, 19 Januari 2015, Pukul 10.04 WIB

14 Dialog langsung Fitri Megantara via telephone dengan Sri Adiningsih pada acara Berdayakan

Wantimpres! Prime Time Talk, Berita Satu: News Channel, Pada Pukul 18.25 WIB

Page 67: YUSRI WAHYUNI NIM: 16160480000004

60

pribadi, kelompok, dan golongan. Dan jika anggota Wantimpres dipilih dan

didominasi dari kalangan Partai politik sangat dimungkinkan ada intervensi partai

politik dalam memberikan setiap usulan dan pertimbangan yang diberikan kepada

Presiden. Mereka akan sangat terpengaruh dengan kepentingan politik mereka masing-

masing jika memberikan pendapat kepada Presiden. Walaupun setelah diangkat

menjadi anggota Wantimpres mereka harus keluar dari partai politik tersebut, akan

tetapi untuk mengantisipasi semua itu komposisi susunan anggota Wantimpres

seharusnya bukan dari kader-kader partai politik dan sepenuhnya mengacu kepada UU

yang sudah ditetapkan bukan semata-mata hanya hak subjektivitas Presiden saja.

Siradjuddin abbas seorang peneliti senior SMRC mengatakan bahwa, pemilihan

anggota Wantimpres menjadi wewenang penuh Presiden, dia mengira bahwa soal asal

usul partai politik menjadi tidak terlalu penting kalau kita lihat pada otoritas dan

prospek kontribusi mereka dalam memberikan nasihat-nasihat yang baik kepada

Presiden, memang orang akan cendrung sinis, sinis akan asal usul partai politiknya,

bisa jadi membawa pesanan-pesanan partai politiknya, yah tidak apa-apa, toh nantinya

mereka yang dari partai politik juga akan keluar secara formal kaitan kelembagaan

mereka dengan partai politik akan terputus dan mereka akan mengundurkan diri, tetapi

satu hal lagi yang perlu dipahami bahwa mereka itu adalah representatif satu kelompok

pemenang dalam pemilihan presiden, jadi tidak ada apa-apa menurut saya. 15

Berdasarkan pernyataan di atas, bahwa anggota Dewan Pertimbangan Presiden

pada masa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dengan Presiden Joko Widodo

mengangkat komposisi anggota Wantimpres sebetulnya tidak jauh berbeda.

Perbedaannya adalah pada masa Presiden Jokowi, anggota Wantimpres banyak

didominasi oleh politisi sedangkan pada masa Presiden SBY didominasi oleh orang-

orang birokrat, profesional, walaupun politisi juga ada tetapi tidak sebanyak pada masa

Presiden Jokowi. Sebenarnya tidak ada yang salah dari mana latar belakang komposisi

anggota Wantimpres yang akan diangkat oleh Presiden. Namun, peneliti menilai

15 Dialog langsung Fitri Megantara dengan Siradjuddin Abbas, peneliti senior SMRC pada acara

Berdayakan Wantimpres! Prime Time Talk, Berita Satu: News Channel, Pukul 18.38 WIB

Page 68: YUSRI WAHYUNI NIM: 16160480000004

61

lembaga ini sebagai lembaga penampungan orang-orang yang berjasa kepada

Presiden, penampungan tokoh-tokoh politik, tokoh-tokoh politik yang mungkin tidak

dipakai lagi. Ini dibuktikan dari 11 tahun Wantimpres didirikan, apalagi pada masa

Presiden Jokowi, kader-kader politik yang mendominasi anggota Wantimpres berasal

dari partai politik pengusung Jokowi-JK pada pilpres 2014 yang lalu. Masih banyak

orang-orang yang berkompeten di bidangnya yang bisa menjadi anggota Wantimpres,

ketimbang harus dari politisi. Sebaiknya lembaga ini diisi oleh para akademisi,

negarawan, dan dari kalangan profesional. Karena nantinya setiap kebijakan yang akan

diambil oleh Presiden akan berdampak luas untuk kemajuan bangsa dan negara. Jika

didominasi oleh politisi, ditakutkan akan berimplikasi pada bentuk nasihat dan

masukan yang nantinya akan diberikan kepada Presiden hanya untuk kepentingan

golongan saja bukan kepentingan bangsa dan negara.

C. Urgensi Nasihat dan Pertimbangan Dewan Pertimbangan Presiden dalam

Struktur Ketatanegaraan Indonesia

Nasihat dan pertimbangan Presiden (NASTIM) merupakan output dari sejumlah

tugas dan kegiatan yang dilaksanakan oleh para anggota. Nastim dapat dikirim kepada

Presiden baik secara perorangan maupun kolektif. 16

Dalam Pasal 6 ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2006 menyatakan

bahwa:

“Dalam menjalankan tugas dan fungsinya, anggota Dewan Pertimbangan Presiden

tidak dibenarkan memberikan keterangan, pernyataan, dan/atau menyebarluaskan isi

nasihat dan pertimbangan kepada pihak mana pun”

Pernyataan di atas memberikan larangan kepada setiap anggota Dewan

Pertimbangan Presiden memnyebarluaskan bentuk nasihat dan petimbangan yang

16 Ahmad Fachrudin, Aas Subarkah dkk, Dewan Pertimbangan Presiden 2015-2019: Sejarah,

Tugas dan Fungsi... h. 47.

Page 69: YUSRI WAHYUNI NIM: 16160480000004

62

diberikan kepada Presiden. Dan hanya memberitahu jumlah nasihat dan pertimbangan

yang diberikan kepada Presiden.

Pada masa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Dewan Pertimbangan

Presiden periode 2010-2014 memberikan 254 pertimbangan kepada SBY. Hal itu

terungkap dalam acara serah terima anggota Wantimpres periode 2010-2014 ke

periode 2015-2019 di Gedung Wantimpres. Sri Adiningsih sebagai ketua Wantimpres

dalam acara tersebut menyatakan bahwa “perlu kita ketahui banyak sekali yang sudah

dihasilkan, 254 pertimbangan kepada Presiden dalam kurun waktu lima tahun”. Sri

menjelaskan, pertimbangan Wantimpres sebelumnya itu disampaikan kepada Presiden

keenam RI Susilo Bambang Yudhoyono secara bersama-sama atau inisiatif

perseorangan. Karena sesuai tugasnya anggota Wantimpres dapat memberikan

pertimbangan kepada Presiden jika diminta atau inisiatif secara bersama-sama atau

perorangan. Dalam kesempatan itu juga, mantan ketua Wantimpres Emil Salim

meminta maaf kepada media karena selama bertugas tidak dapat memberikan

pernyataan kepada publik. Ia menyatakan bahwa setiap anggota Wantimpres wajib

memegang rahasia negara dan hanya dapat berbicara mengenai subtansi suatu

persoalan kepada Presiden RI. Meski demikian, kata Emil semua pekerjaan

Wantimpres periode 2010-2014 telah disampaikan secara tertulis kepada Wantimpres

yang melanjutkan.17

Ketentuan di atas menyebabkan masyarakat tidak bisa menilai apakah Presiden

telah sungguh-sungguh memperhatikan nasihat dan pertimbangan dari lembaga ini

atau tidak. Sebab, masyarakat sudah sepatutnya mengetahui apa bentuk nasihat dan

pertimbangan yang telah diberikan oleh Dewan tersebut. Salah satu alasan kenapa

Nastim itu bersifat rahasia adalah, dikhawatirkan jika nasihat dan pertimbangan

tersebut terkait dengan strategi negara dalam menghadapi negara lain, sehingga harus

dirahasiakan, akan bocor ke tangan pihak yang tidak diinginkan. Oleh sebab itu,

17 Era Presiden SBY, Wantimpres beri 254 Pertimbangan, http://nasional.kompas.com. Diakses

pada Tanggal 10 Mei 2018 Pukul 11.10 WIB

Page 70: YUSRI WAHYUNI NIM: 16160480000004

63

ketentuan agar Presiden memperhatikan dengan sungguh-sungguh merupakan

ketentuan yang membantu mengingatkan Presiden akan pentingnya peran dari Dewan

Penasihat dan Pertimbangan ini.18 Bagaimana publik akan mengetahui objektif

tidaknya rekomendasi atau nasihat yang diberikan oleh lembaga ini kepada Presiden

jika bentuk nasihat itu dirahasiakan.

Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan Kepala Bagian Politik, Hukum

dan Keamanan Biro Data dan informasi sekretariat Wantimpres, Bapak M. Faried,

S.IP, DEA, menyatakan bahwa, bentuk nasihat dan pertimbangan dari setiap anggota

Wantimpres itu bersifat rahasia, dan tidak boleh dipublikasi, itu adalah perintah UU,

dan bagi yang menyebarluakan akan dikenai delik sesuai dengan aturan yang berlaku,

karena ini adalah rahasia negara, dan sayapun selama bekerja di Sekretariat

Wantimpres tidak pernah mengetahui bentuk nasihat dan pertimbangan tersebut.

Adapun untuk mengetahui kinerja dari lembaga ini tunggu 20 tahun lagi baru bentuk

nasihat dari lembaga ini bisa di akses dan masyarakat baru bisa menilai efektif

tidaknya lembaga ini, tetapi dalam menjalankan kekuasaan pemerintahan negara

Presiden memang memelukan nasihat-nasihat dan pertimbangan untuk mengambil

sebuah keputusan. 19

Hal senada juga disampaikan oleh Sri Adiningsi Ketua Wantimpres periode

2015-2019 menyatakan bahwa, peran dari Wantimpres tidak akan pernah dipahami

dan diketahui oleh masyarakat karena pertimbangan ataupun nasihat yang diberikan

oleh Wantimpres itu kepada Presiden sifatnya rahasia, dan hanya boleh diberikan

kepada Presiden bahkan Wantimpres tidak diperbolehkan untuk mendiskusikan itu

kepada publik. Dan mengatakan bahwa Wantimpres bisa memberikan rekomendasi

yang baik pada saatnya diperlukan dan memang digunakan oleh Presidendan itu akan

bisa meningkatkan kinerja Presiden untuk membuat keputusan yang baik, dan

18 Naskah Akademik Rancangan Undang Undang Tentang Dewan Pertimbangan Dan Penasihat

Presiden

19 Wawancara langsung dengan Kabid Polhukam Sekretariat Wantimpres, M. Faried, S.IP, DEA,

di Sekretariat Wantimpres, Pada tanggal 5 Juni 2018, Pukul 11.00 WIB

Page 71: YUSRI WAHYUNI NIM: 16160480000004

64

Wantimpres memberikan masukan yang objektif, yang terbaik dan bukan asal Presiden

senang saja. Dan secara tidak langsung indikator keberhasilan kinerja Wantimpres

akan terlihat pada kinerja Presiden dalam memimpin kekuasaan pemerintahan.20

Pertimbangan ataupun usulan yang diberikan oleh Wantimpres kepada Presiden

bersifat rahasia, dan tidak boleh dipublikasikan, jika dilihat pada masa DPA terdahulu

yang dihapuskan pada amandemen ke-empat UUD NRI Tahun 1945, hasil

pertimbangan dan usulan dari Wantimpres ini dapat dipublikasikan terutama pada

Sidang Tahunan MPR RI.

Seperti yang disampaikan oleh Prof. Dr. H. A. Salman Maggalatung, S.H., M.H.,

Guru Besar Fakultas Syariah dan Hukum UIN Jakarta yang menyatakan bahwa dari

sisi nasihat, Presiden memang membutuhkan nasihat dan pertimbangan untuk untuk

kepentingan bangsa dan negara. Tetapi, bentuk nasihat dan pertimbangan itu

seharusnya tidak semua harus dirahasiakan, ada beberapa nasihat yang publik harus

mengetahuinya. 21

Berdasarkan penjelasan di atas tampak bahwa pemberian nasihat dan

pertimbangan Presiden masih tetap diperlukan, dan dilakukan oleh suatu organ baru

yang dibentuk oleh Presiden berdasarkan UUD NRI Tahun 1945. Hal yang sama juga

disampaikan oleh Masinton Pasaribu, anggota Komisi III DPR RI bahwa dari sisi

kelembagaan Wantimpres masih diperlukan untuk membantu Presiden dalam

memberikan nasihat-nasihat dan pertimbangan dalam menjalankan kekuasaan

pemerintahan negara. 22

Dari beberapa pernyataan di atas, peneliti menilai bahwa dari sisi nasihat,

Presiden memang membutuhkan masukan dan nasihat-nasihat untuk membuat sebuah

20 Dialog langsung Fitri Megantara via telephone dengan Sri Adiningsih pada acara Berdayakan

Wantimpres! Prime Time Talk, Berita Satu: News Chhannel, Pukul 18.25 WIB

21 Wawancara langsung dengan Guru Besar Fakultas Syariah dan Hukum UIN Jakarta, Prof. Dr.

H. A. Salman Maggalatung, S.H, M.H., Pada tanggal 06 Juli 2018 Pukul 14.30 WIB

22 Wawancara langsung dengan Masinton Pasaribu, di Ruang Rapat Komisi III DPR RI, Pada

tanggal 28 Maret 2018, Pukul 12.30 WIB

Page 72: YUSRI WAHYUNI NIM: 16160480000004

65

kebijakan, dan membentuk Dewan Pertimbangan Pesiden adalah jawabannya, tetapi

sebaiknya nasihat-nasihat itu tidak dirahasikan sedemikian rupa sehingga tidak

satupun orang yang mengetahuinya kecuali hanya antara Presiden dan anggotanya

saja. Tidak perlu ada larangan bahwa bentuk Nastim dari Wantimpres itu berifat

rahasia. Biarkan itu menjadi kewenangan Wantimpres untuk bisa mempublikasikan

nasihatnya atau jika nasihatnya itu berkaitan dengan strategi dengan negara lain yang

nantinya ditakutkan akan bocor kepada pihak yang tidak diinginkan tidak perlu

dipublikasikan. Publik perlu tahu bahwa nasihat dan pertimbangan Wantimpres ini

benar-benar objektif, dan berguna untuk kemajuan bangsa dan negara. Seperti DPA,

publik bisa menilai efektif tidaknya kinerja DPA karena bentuk Nastim yang diberikan

dipublikasikan kepada publik. Inilah keunggulan DPA dari Wantimpres.

Page 73: YUSRI WAHYUNI NIM: 16160480000004

66

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan penjelasan bab-bab terdahulu dan untuk mengakhiri

pembahasan dalam skripsi ini, penulis memberikan kesimpulan sebagai berikut:

1. Perbandingan antara Dewan Pertimbangan Presiden dengan Dewan

Pertimbangan Agung dalam struktur ketatanegaraan Indonesia, dari sisi tugas

dan fungsinya keduanya sama, yaitu sama-sama memberikan nasihat dan

pertimbangan kepada Presiden. yang membedakannya adalah dewan

pertimbangan presiden kedudukannya di bawah Presiden dan bertanggung jawab

kepada Presiden, sedangkan DPA kedudukannya sejajar dengan Presiden dan

bertanggung jawab kepada MPR. Dari sisi kelembagaan, Wantimpres dinilai

lebih efektif dan efisien dari DPA terdahulu yang dihapus pada amandemen

keempat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indoensia Tahun 1945.

2. Komposisi anggota Wantimpres, dari 11 tahun Wantimpres didirikan sampai

sekarang anggotanya banyak didominasi oleh kalangan politisi, sebaiknya

anggota Wantimpres berasal dari kalangan profesional, negarawan dan

akademisi sehingga setiap masukan dan nasihat yang diberikan benar-benar

objektif dan semata-mata untuk kepentingan bangsa dan negara bukan

kepentingan golongan.

3. Urgensi nasihat dan pertimbangan Wantimpres dalam struktur ketatanegaraan

Indonesia sangat penting dan dibutuhkan, Tetapi isi nasihat dan pertimbangan

tersebut sebaiknya tidak semua dirahasikan, sebagai bukti transparansi dan

akuntabilitas lembaga ini kepada publik. Sehingga ukuran efektif tidaknya

kinerja lembaga ini bisa dinilai oleh publik seperti DPA di masa lalu.

Page 74: YUSRI WAHYUNI NIM: 16160480000004

67

B. Rekomendasi

Berdasarkan kesimpulan yang telah dipaparkan, melalui penelitian ini, peneliti

mengajukan beberapa saran dan rekomendasi konstruktif sebagai berikut:

1. Setiap Anggota Wantimpres harus banyak belajar dan berkaca dari kegagalan

DPA di masa lalu, sehingga bisa menjadi pelajaran untuk bisa lebih

meningkatkan kinerjanya sebagai lembaga pensehat Presiden. karena anggaran

yang dihabiskan untuk lembaga ini tidak sedikit, jadi wantimpres diharapkan

bisa efektif dan efisien seperti yang diharapkan. .

2. Perlunya persyaratan tambahan untuk menjadi anggota Wantimpres yang

termuat dalam Pasal 8 Undang-undang Nomor 19 Tahun 2006, yaitu setiap

anggota Wantimpres dilarang dari kalangan politisi sebagai upaya untuk

mengantisipasi bahwa lembaga ini murni menjalankan tugas untuk kepentingan

negara, bukan kepentingan golongan.

3. Revisi Undang-undang Nomor 19 Tahun 2006 tentang Wantimpres Pasal 6 ayat

(1) yang menyatakan bahwa setiap anggota Wantimpres tidak dibenarkan

memberikan pernyataan kepada publik terkait dengan isi nasihat dan

pertimbangan yang diberikan kepada Presiden. Tidak perlu ada larangan untuk

mempublikasikan bentuk Nastim tersebut, ada saatnya publik mengetahui

Nastim yang diberikan Wantimpres tersebut kepada Presiden, sehingga

masyarakat bisa menilai bahwa Nastim yang diberikan benar-benar objektif dan

berpengaruh untuk kemajuan bangsa dan negara.

Akhirnya semoga skripsi ini dapat menjadi solisi untuk menyelesaikan

sekelumit persoalan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, khususnya dalam

mengetahui urgensi lembaga dewan pertimbangan Presiden dalam struktur

ketatanegaraan Indonesia. Aamiin.

Page 75: YUSRI WAHYUNI NIM: 16160480000004

68

DAFTAR PUSTAKA

BUKU

Adi, Rianto, Metodologi Penelitian Sosial dan Hukum, (Jakarta: Granit, 2010)

Alder, John, Constitutional and Administrative, (London: The Macmillan Pres LTD,

1989)

Asshiddiqie, Jimly, Momorabilia Dewan Pertimbangan Agung, (Jakarta: Konstitusi

Press, 2005).

-----------, Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga Negara Pasca Reformasi,

(Jakarta: Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi RI,

2006).

-----------, Komisi-Komisi Negara Independen; Eksistensi Independent Agencies

Sebagai Cabang Kekuasaan Baru dalam Sistem Ketatanegaraan,

(Yogyakarta: Genta Press, 2012).

Budiarjo, Miriam, Dasar-Dasar Ilmu Politik, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama,

2008)

Dahlan, Problematika Keadilan: dalam Penerapan Pidana Terhadap Penyalahgunaan

Narkoba, (Yogyakarta: Deepublish, 2017)

Fachrudin, Ahmad, Aas Subarkah dkk, Dewan Pertimbangan Presiden 2015-2019:

Sejarah, Tugas dan Fungsi, (Jakarta: Wantimpres, 2017)

Ghoffar, Abdul, Perbandingan Kekuasaan Presiden Indonesia Setelah Perubahan

UUD 1945 dengan Delapan Negara Maju, (Jakarta: Kencana, 2009)

Harimurti, Yudi Widagdo, Analisis Kritis UU Nomor 19 Tahun 2006 tentang Dewan

Pertimbangan Presiden, Jurnal Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan,

Th. 27, Nomor 1, (Februari 2014)

Hartono, Sunaryati, Politik Hukum Menuju Satu Sistem Hukum Nasional, (Bandung:

Alumni, 1991)

Hartono, M. Dimyati, Problematik dan Solusi Amandemen Undang-Undang Dasar

1945, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2009)

Page 76: YUSRI WAHYUNI NIM: 16160480000004

69

Horowitz, Donald L., Constitutional Change and Democracy in Indonesia, (New York:

Combridge University Press, 2013)

Ibrahim, Johny, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, (Malang:

Bayumedia Pubblishing, 2008)

Lahamid, Agus Wanti, Dewan Pertimbangan Presiden dalam Struktur

Ketatanegaraan Indonesia: Analisis Yuridis Kewenangan dan Fungsi Dewan

Pertimbangan Presiden Sebelum dan Setelah Perubahan UUD 1945, Tesis:

Universitas Indonesia, 2007.

Maggalatung, Salman Desain Kelembagaan Negara Pasca Amandemen UUD 1945,

(Bekasi, Gramata Publishing, 2016)

Marzuki, Peter Mahmud, Penelitian Hukum, Cet, IV, (Jakarta: Kencana, 2008)

MD, Mahfud, Membangun Politik Menegakkan Konstitusi, (Jakarta: Rajawali Pers,

2010)

Mubarrak, Mugammad Zaki, Tugas, Fungsi dan Kedudukan Dewan Pertimbangan

Presiden Menurut Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2006, Skripsi:

Universitas Islam Indonesia, 2010

Naskah Akademik Rancangan Undang Undang Tentang Dewan Pertimbangan Dan

Penasihat Presiden

Naskah Komprehensif Perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia,

Latar Belakang, Proses, dan Hasil Pembahasan, 1999–2002 Edisi Revisi.

Buku ke IV Kekuasaan Pemerintahan Negara Jilid I (Sekretariat Jendral dan

Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi, 2010)

Raharjo, Satjipto, Ilmu Hukum, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2000)

Sastradipoera, Komaruddin, Kegunaan Konsep Koefisien Gini dan Konsep

Kesenjangan Pendidikan dalam Pemerataan Kesempatan Pendidikan,

(Bandung: IKIP Bandung, 1989)

Salim, Perkembangan Teori dalam Ilmu Hukum, (Jakarta: Rajawali Pers, 2012)

Sancoko, Henry Afrian Sancoko, Kedudukan Dan Fungsi Dewan Pertimbangan

Presiden Dalam Sistem Ketatanegaraan Di Indonesia (Studi Komparasi

Page 77: YUSRI WAHYUNI NIM: 16160480000004

70

Dewan Pertimbangan Agung dan Dewan Pertimbangan Presiden), (Penulisan

Hukum: Universitas Muhammadiyah Malang, 2013).

Setiawan, Andi dkk, Pengantar State Auxuliary Agency, (Malang: UB Press, 2015)

Soediman, Kartohadiprojo, Pengantar Tata Hukum di Indonesia, (Jakarta: Penerbit

pembangunan, 1965).

Soekanto, Soejono, Sosiologi: Suatu Pengantar, (Bandung: Rajawali Pres, 1996)

Soekanto, Soejono dan Sri Mudji, Penelitian Hukum Normatif, (Jakarta: IND HILLCO,

2001).

Sumaryadi, Efektivitas Implementasi Kebijakan Otonomi Daerah, (Jakarta: Citra

Utama, 2005)

Susanto, Sri Nur Hari, Pergeseran Kekuasaan Lembaga Negara Pasca Amandemen

UUD 1945, MMH, Jilid 43 No. 2, April 2014

Sutekti, Rekonstruksi Politik Hukum Hak Atas Air Pro-Rakyat, (Malang: Surya Pena

Gemilang, 2010)

Steers, M. Richard, Efektifitas Organisasi Perusahaan, (Jakarta: Erlangga, 1985)

Tangkilisan, Hassel Nogi S., Manajemen Publik, (Jakarta: PT Gramedia Widiasarana

Indonesia, 2005).

Tamrin, Abu dan Nur Habibi Ihya, Hukum Tata Negara, (Ciputat: Lembaga Penelitian

UIN Jakarta, 2010)

Tanya, Bernard L, Politik Hukum Agenda Kepentingan Bersama, (Yogyakarta: Genta

Publishing, 2011).

Wahyono, Padmo, Indonesia Negara Berdasatkan atas hukum, Cet. II, (Jakarta: Ghalia

Indonesia, 1986)

Warjiati, Sri, Al-daulah: jurnal hukum dan perundangan Islam volume 2, nomor 2,

Oktober 2012; ISSN 2089-0109.

Yeni Handayani, Ada Apa dengan Dewan Pertimbangan Presiden?, RechtsVinding

Online

Page 78: YUSRI WAHYUNI NIM: 16160480000004

71

WEBSITE

Alim, Hifdzil, Wantimpres, https://nasional.kompas.com/read/2015/01/27/ 14050061/

Wantimpres, diakses pada Tanggal 28 Mei 2018 Pukul 10.00 WIB.

Era Presiden SBY, Wantimpres beri 254 Pertimbangan, http://nasional.kompas.com,

diakses pada Tanggal 28 Maret 2018 Pukul 10.00 WIB.

Hai Mr. Jokowi, untuk Apa Wantimpres, https://www.kompasiana.com/abahpitung

/hai-mr-jokowi-untuk-apa-wantimpres, diakses pada Tanggal 28 Maret 2018

Pukul 10.00 WIB.

https://m.detik.com/news/berita/2807749/beda-sby-dan-jokowi-saat-angkat-anggota-

wantimpres , Senin, 19 Januari 2015, Pukul 10.04 WIB

https://id.answers.yahoo.com diakses pada tanggal 7 Juni 2018 Pukul 14.20 WIB

https://nasional.tempo.co/read/1102817/kata-refly-harun-soal-pkpu-larangan-eksnapi-

korupsi-jadi-caleg, diakses pada Tanggal 10 Juli 2018 Pukul 20.00 WIB.

http://nasional.kompas.com/read/2018/07/03/13171711/jokowi-diminta-tegur-menku

mham-soal-pkpu-larangan-eks-koruptor-nyaleg, diakses pada Tanggal 10 Juli

2018 Pukul 18.20 WIB

http://m.republika.co.id/berita/nasional/news/analysis/18/05/21/p91irj440-daftar-200-

mubaligh-kemenag-yang-bikin-gaduh, diakses pada Tanggal 10 Juli 2018

Pukul 18.40 WIB

http://nasional.kompas.com/read/2015/01/25/21444121/Jokowi.bentuk.Tim.Atasi.

diakses pada Tanggal 28 Maret 2018 Pukul 10.43 WIB.

http://Merdeka.com, ini alasan Jokowi bentuk tim independen, diakses pada tanggal 29

April 2018

Keadilan Kepastian dan Kemanfaatan Hukum di Indonesia, http://www.academia

.edu/10691642/Keadilan-Kepastian-dan-Kemanfaatan-Hukum-diIndonesia ,

di akses pada tanggal 30 April 00.37 WIB

Profil Singkat 9 Anggota Wantimpres, https://merahputih.com/post/read/profil-sing

kat-9-anggota-wantimpres, diakses pada Tanggal 5 Maret 2018 Pukul 12.10

WIB.

Page 79: YUSRI WAHYUNI NIM: 16160480000004

72

Sejarah Lahirnya Wantimpres, https://www.kompasiana.com/hendrabudiman/sejarah -

lahirnya-watimpres, diakses pada Tanggal 28 Maret 2018 Pukul 15.00 WIB

WAWANCARA

Dialog langsung Fitri Megantara via telephone dengan Sri Adiningsih pada acara

Berdayakan Wantimpres! Prime Time Talk, Berita Satu: News Channel, Pada

Pukul 18.25 WIB

Dialog langsung Fitri Megantara dengan Siradjuddin Abbas, peneliti senior SMRC

pada acara Berdayakan Wantimpres! Prime Time Talk, Berita Satu: News

Channel, Pukul 18.38 WIB

Wawancara langsung dengan Masinton Pasaribu, di Ruang Rapat Komisi III DPR RI,

Pada tanggal 28 Maret 2018, Pukul 12.30 WIB

Wawancara langsung dengan Guru Besar Fakultas Syariah dan Hukum UIN Jakarta,

Prof. Dr. H. A. Salman Maggalatung, S.H, M.H., Pada tanggal 06 Juli 2018

Pukul 14.30 WIB

Wawancara langsung dengan Kabid Polhukam Sekretariat Wantimpres, M. Faried,

S.IP, DEA, di Sekretariat Wantimpres, Pada tanggal 5 Juni 2018, Pukul 11.00

WIB

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2006 Tentang Dewan Pertimbangan Presiden,

Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 108

Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1967 Tentang Dewan Pertimbangan Agung

Page 80: YUSRI WAHYUNI NIM: 16160480000004
Page 81: YUSRI WAHYUNI NIM: 16160480000004
Page 82: YUSRI WAHYUNI NIM: 16160480000004

DOKUMENTASI WAWANCARA

Wawancara Langsung dengan Bapak M.Faried, S.IP, DEA

Kepala Bagian Politik, Hukum dan Keamanan Biro Data dan Informasi di Sekretariat

Dewan Pertimbangan Presiden

Wawancara Langsung dengan Bapak Masinton Pasaribu, SH di Ruang Rapat Komisi III

DPR RI

Page 83: YUSRI WAHYUNI NIM: 16160480000004

Dialog Langsung dengan Bapak Sirajuddin Abbas, Peneliti Senior SMRC, dalam acara

BERITA SATU

Dialog Langsung dengan Ibu Sri Adiningsih, Ketua Dewan Pertimbangan Presiden

2015-2019, dalam acara BERITA SATU