yny lap. 3 darah ii

Download Yny Lap. 3 Darah II

If you can't read please download the document

Upload: ariandi

Post on 18-Jun-2015

1.469 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

LAPORAN FISIOLOGI HEWAN

TRANSCRIPT

LEMBAR PENGESAHANLaporan Lengkap Praktikum Fisiologi Hewan dengan judul percobaan Darah II yang disusun oleh : Nama NIM : Agung Wardani : 071404097

Kelas/Kelompok : A/II. Telah diperiksa dan dikonsultasikan kepada Asisten/Koordinator Asisten maka dinyatakan diterima.

Makassar, Koordinator Asisten

April 2009

Asisten

ST. ZAINAB NIM: 051404083

ST. ZAINAB NIM: 051404083

Mengetahui, Dosen Penanggung Jawab

Drs. ADNAN, M.S NIP : 131772272 BAB I

PENDAHULUAN A. Latar Belakang Darah merupakan cairan tubuh. Darah terdiri atas 2 komponen yaitu plasma darah dan sel-sel darah. Plasma darah adalah darah dalam bentuk cairan sedangkan sel sel darah adalah darah dalam bentuk padat seperti trombosit eritrosit dan leukosit. Darah adalah sejenis jaringan ikat khusus dengan matriks cair yang disebut plasma. Darah merupakan cairan tubuh yang terdapat dalam jantung dan pembuluh darah. Di dalam arteri darah mengalir dengan cepat. Darah mempunyai peranan sebagai alat pengangkut bermacam-macam substansi seperti respirasi, nutrisi, ekskresi, dan hormone, mengatur keseimbangan cairan antara darah dengan cairan jaringan, mengatur keseimbangan asam-basa (pH), mencegah pendarahan, merupakan alat pertahanan tubuh dan mengatur suhu tubuh. Darah mempunyai daya hantar yang relative besar, jadi penyebaran panas dari jaringan-jaringan yang letaknya jauh di dalam tubuh dapat merata dengan cepat. Darah mempunyai panas penguapan yang tinggi. Lebih banyak panas yang dibutuhkan penguapan air daripada cairan yang lain dengan jumlah yang sama. Apabila terjadi luka, akan berlangsung proses pembekuan darah. Dimulai ketika bagian tubuh terluka maka trombosit akan pecah dan mengeluarkan enzim trombokinase. Dengan pengaruh ion kalsium dan vitamin K dalam darah, enzim trombokinase akan mengubah protrombin menjadi trombin, selanjutnya trombin akan mengubah protein darah fibrinogen menjadi benang-benang fibrin. Terbentuknya benang-benang fibrin menyebabkan luka tertutup sehingga tidak mengeluarkan darah secara terus-menerus. Berdasarkan dari teori di atas maka dilakukan percobaan untuk dapat mengamati keadaan suatu darah apakah terjadi peristiwa hemolisa dan krenasi. Untuk mendapatkan pemahaman yang lebih jauh mengenai darah, maka diperlukan sebuah kegiatan yang representatif, yang tidak hanya memberikan pengetahuan teori, melainkan aplikasi teori yang telah dipelajari dalam kegiatan

perkuliahan. Salah satu dari kegiatan tersebut adalah praktikum, dimana mahasiswa selaku praktikan dapat melihat sendiri proses-proses dan memahami konsep-konsep mengenai darah, sehingga mampu membuka wawasan dan khasana berfikir mahasiswa mengenai darah. B. Tujuan Adapun tujuan dari praktikum ini adalah: 1. Menghitung waktu pembekuan darah. 2. Menentukan sel darah merah yang mengalami krenasi dan hemolisa C. Manfaat Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari praktikum ini adalah sebagai berikut : 1. Mahasiswa dapat mengetahui bahwa waktu yang dibutuhkan berbeda-beda. 2. Mahasiswa dapat lebih mengetahui pengaruh konsentrasi terhadap terjadinya hemolisa dan krenasi. darah dalam proses pembekuan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Darah manusia dewasa berjumlah kira-kira 5,7 liter. Darah manusia dan darah hewan lain terdiri atas suatu komponen cair, yaitu plasma, dan berbagai bentuk unsur yang dibawa dalam plasma, antara lain sel darah merah (eritrosit), sel darah putih (leukosit) dan keeping-keping darah. Plasma terdiri atas 90% air, 7 sampai 8% protein yang dapat larut, 1% elektrolit dan sisanya 1-2% berbagai (1) zat yaitu zat makanan seperti glukosa, asam amino lipid dan vitamin; (2) intermediat metabolik seperti seperti piruvat dan laktat; (3) limbah nitrogen seperti urea dan asam urat; (4) gas-gas yang larut, dan (5) hormon-hormon. Banyak dari molekul-molekul ini terdapat secara bebas dalam larutan, yang lain seperti beberapa mineral runut terikat pada protein transport (Ville, 1989). Komposisi darah dapat mencerminkan tingkat kesehatan seseorang, oleh karena itu pemeriksaan darah penting. Darah merupakan suatu jaringan yang terdiri atas bermacam-macam sel dan cairan. Darah mempunyai banyak fungsi penting dalam kegiatam tubuh. Darah bekerja sama dalam memasok bahan-bahan yang diperlukan sel untuk memberbaharui komunitas sel-sel yang bekerja sama membangun tubuh Secara umum pembuluh darah tersusun atas tiga lapisan. Lapisan terluar tersususn. Darah merupakan jaringan yang tersusun atas sel darah merah, sel darah putih, keeping-keping darah dan plasma darah. Plasma adalah bagian cair darah dan tersusun sebagian besar oleh air (Muslimin dkk, 2004). Koagulasi darah atau pembekuan darah adalah transformasi darah dari cairan menjadi gel padat. Pembentukan suatu bekuan di atas sumbat trombosit memperkuat dan menunjang sumbat, memperkuat tambahan yang menutupi lubang di pembuluh. Selain itu seiring dengan memadatnya darah di sekitar defek pembuluh, darah tidak lagi dapat mengalir. Koagulasi adalah mekanisme hemostatik tubuh yang paling

kuat, dan hal ini diperlukan untuk menghentikan perdarahan dari semua defek kecuali defek kecil. Langkah terakhir dalam pembentukan pembekuan adalah perubahan fibrinogen, suatu protein plasma besar larut dan dihasilkan oleh hati serta dalam keadaan normal selalu terdapat di plasma, menjadi fibrin, suatu molekul menjadi benang yang tidak larut. Perubahan menjadi fibrin ini dikatalisasi oleh enzim thrombin di tempat pembuluh yang mengalami cedera (Sherwood, 2001). Sel-sel darah pembeku atau keeping-keping darah adalah sel-sel kecil kirakira sepertiga ukuran sel darah merah, bentuknya tidak teratur, mudah pecah dan tidak mempunyai inti (Nukleus). Dalam setiap 1mm darah terdapat kira-kira 300.000 trombosit. Sel-sel darah pembeku dibentuk di dalam sumsum merah tulang. Setiap sel-sel pembeku terdapat enzim yang disebut trombokinaze. Bila kulit kita luka, darah akan keluar. Sel-sel pembeku ikut pula keluar karena bersentuhan dengan permukaan kasar, kecuali dinding pembuluh darah sendiri, maka sel-sel darah pembeku akan pecah serta keluar dari dalam suatu zat yakni protrombin. Zat ini karena pengaruhpengaruh garam-garam kalsium (Ca) dan tromboplastin akan berubah menjadi trombin, thrombin ini adalah suatu enzim yang dapat merubah fibrinogen menjadi fibrin. Fibrinogen adalah protein yang dalam plasma darah, sedangkan fibrin berupa benang-benang halus yang menutupi luka dan menjaring sel-sel darah lainnya, denga demikian luka akan tertutup (Irianto, 2004). Kita semua pernah mengalami luka dan terpotong atau tergores selama hidup kita, akan tetapi kita tidak mengalami pendarahan yang menyebabkan kematian karena darah kita mengandung materi yang dapat menyumbat kebocoran atau luka dalam pembuluh darah kita. Bahan pelekat itu selalu ada dalam darah kita dalam bentuk inaktif yang disebut fibrinogen. Gumpalan akan terbentuk hanya ketika protein plasma ini diubah ke dalam bentuk aktifnya, fibrin, yang menggumpal menjadi benang-benang yang membentuk anyaman gumpalan-gumpalan. Mekanisme penggumpalan itu umumnya dimulai dengan pembebasan faktor-faktor penggumpalan dari trombosit dan melibatka rantaian reaksi yang kompleks yang pada akhirnya akan mengubah bentuk fibrinogen menjadi fibrin (Campbell, 2004).

Penting untuk menghentikan keluarnya darah dari sistem sebelum berakhir dengan kegoncangan atau kematian. Pemadatan atau pembekuan darah mampu menghentikan semua pendarahan ini. Kecuali pada pembuluh darah yang rusak, keping darah melekat pada permukaan dalam dinding pembuluh tersebut. Pembuluh darah dan sel-sel rusak di daerah ini melepaskan bahan bersifat lemak yang diaktifkan untuk protein-protein tertentu (faktor pembekuan) di dalam darah membentuk tromboplastin. Dengan adanya ion kalsium dan faktor pembeku tambahan dalam plasma, tromboplastin mengkatalisis perubahan protombin (suatu globulin serum yang dibuat terus menerus oleh hati) menjadi trombin. Trombin adalah sebuah enzim yang mengkatalisis perubahan fibrinogen protein plasma yang dapat larut menjadi fibrin secara berangsur membentuk suatu lubang tempat sel-sel darah tertanam. Dengan segera dibangun suatu bendungan (bekuan) yang menghentikan keluarnya darah dari pembuluh darah yang pecah (Kimball, 1999). Hemolisa adalah peristiwa keluarnya hemoglobin dari dalam sel darah merah menuju ke cairan sekelilingnya. Keluarnya hemoglobin ini disebabkan pecahnya membran sel darah merah. Membran sel darah merah mudah dilalui atau ditembus oleh ion-ion H+, OH-, Nh4+, PO4, HCO3-, Cl-, dan juga oleh subtansi-subtansi yang lain seperti glukosa, asam amino, urea, dan asam urat. Sebaliknya membransel darah merah tidak dapat ditembus oleh Na+, K+, Ca++, Mg++, fosfat organic dan juga subtansi lain seperti hemoglobin dan protein plasma. Secara umum membran yang dapat dilalui atau ditembus oleh suatu subtansi dikatakan bahwa membran ini permeable terhadap subtansi tersebut. Membran yang betul-betul semipermeabel adalah membran yang hanya dapat ditembus oleh molekul air saja, teteapi tidak dapat ditembus oleh subtansi lain (Wulangi, 1993). Hemolisis adalah pecahnya membran eritrosit, sehingga hemoglobin bebas ke dalam medium sekelilingnya (plasma). Kerusakan membran eritrosit dapat disebabkan oleh antara lain penambahan larutan hipotonis, hipertonis kedalam darah, penurunan tekanan permukaan membran eritrosit, zat/unsur kimia tertentu,

pemanasan dan pendinginan, rapuh karena ketuaan dalam sirkulasi darah dll. Apabila medium di sekitar eritrosit menjadi hipotonis (karena penambahan larutan NaCl hipotonis) medium tersebut (plasma dan lrt. NaCl) akan masuk ke dalam eritrosit melalui membran yang bersifat semipermiabel dan menyebabkan sel eritrosit menggembung. Bila membran tidak kuat lagi menahan tekanan yang ada di dalam sel eritrosit itu sendiri, maka sel akan pecah, akibatnya hemoglobin akan bebas ke dalam medium sekelilingnya. Sebaliknya bila eritrosit berada pada medium yang hipertonis, maka cairan eritrosit akan keluar menuju ke medium luar eritrosit (plasma), akibatnya eritrosit akan keriput (krenasi). Keriput ini dapat dikembalikan dengan cara menambahkan cairan isotonis ke dalam medium luar eritrosit (plasma) (Anonim, 2009). Menurut Wulangi (1993), ada dua macam hemolisa yaitu: 1. Hemolissa osmotik. Hemolisa osmotik terjadi karena adanya perbedaan yang besar antara tekanan osmosa cairan di dalam sel darah merah dengan cairan di sekeliling sel darah merah. 2. Hemolisa kimiawi. Pada hemolisa kimiawi, membran sel darah merah dirusak oleh macam-macam subtansi kimia. Setiap subtansi mimia yang dapat melarutkan lemak (pelarut lemak) dapat merusak atau melarutkan membran sel darah merah. Kita mengenal bermacam-macam pelarut lemak yaitu kloroform, aseton, alcohol, benzene, dan eter. Subtansi lain yang dapat merusak membran sel darah merah diantaranya adalah bisa ular, bisa kalajengking, garam empedu, saponin, nitrobenzene,pirogalel, asam karbon, resin, dan senyawa arsen . Krenasi adalah kontraksi atau pembentukan nokta tidak normal di sekitar pinggir sel setelah dimasukkan ke dalam larutan hipertonik, karena kehilangan air melalui osmosis. Secara etimologi, krenasi berasal dari bahasa Latin crenatus. Krenasi terjadi karena lingkungan hipertonik, (sel memiliki larutan dengan konsentrasi yang lebih rendah dibandingkan larutan di sekitar luar sel), osmosis (difusi air) menyebabkan pergerakan air keluar dari sel, menyebabkan sitoplasma

berkurang volumenya. Sebagai akibatnya, sel mengecil (Anonim, 2009). Bila setetes darah dimasukkan ke dalam larutan NaCl yang lebih pekat dari pada cairan isi sel darah merah, air yang ada di dalam sel darah merah akan banyak yang keluar akibatnya sel darah merah akan mengkerut. Keadaan yang demikian ini disebut krenasi. Sel darah merah yang dimasukkan ke dalam urea atau NH4Cl yang mempunyai tekanan osmosa lebih tinggi dari pada larutan NaCl 0,9 % tidak mengalami krenasi tetapi mengalami hemolisa. Selama kedua subtansi tersebut di atas tidak bersifat melarutkan membran sel darah merah kita dapat menyimpulkan bahwa kedua subtansi tersebut dapat melalui atau menembusmembran sel darah merah dan berkelakuan seperti air (Wulangi, 1993).

BAB III METODE PRAKTIKUM A. Waktu dan tempat Hari/Tanggal : Rabu / 01 April 2009 Waktu Tempat UNM B. Alat dan Bahan 1. Alat a. Blood lancet b. Kapas bersih c. Gelas objek d. Kaca penutup e. Pipet kaca kapiler f. Mikroskop 2. Bahan a. Alkohol 70% b. Darah manusia : Pukul 14.30 - 16.30 WITA : Laboratorium Lantai III Barat Jurusan Biologi FMIPA

c. Larutan NaCl 0,4%; 0,6%; 0,8% dan 1,0% C. Prosedur Kerja Kegiatan I: Menghitung waktu pembekuan darah 1. Membersihkan jari dengan alkohol. 2. Menusuk jari dengan blood lancet. 3. Menempelkan pembuluh kaca kapiler (kurang lebih 6 cm) pada tetesan darah. 4. Menghitung waktu yang digunakan darah untuk membeku.

Kegiatan II: Menentukan konsentrasi NaCl yang tidak merusak sel darah merah 1. Melakukan pengambilan darah seperti petunjuk sebelumnya. 2. Meneteskan sedikit darah di atas kaca obyek dan tambahkan beberapa tetes larutan NaCl. 3. Mengamati dengan mikroskop. 4. Mengulangi percobaan di atas dengan konsentrasi larutan NaCl berturut-turut 0,4%; 0,6%; 0,8% dan 1,0%

Keterangan: Keterangan: Keterangan: Sel yang mengalami krenasi Sel yang mengalami krenasi Sel yang mengalami krenasi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Pengamatan 1. Menghitung waktu pembekuan darah No 1 2 3 4 5 6 7 8 Nama Sunardi Rahmansyah Muhammad Ashar Rezeki Amaliah Ariandi Hendri Jamal Sutrisno Munadry Aslam Lama Pembekuan (detik) > 90 > 90 60 > 90 > 90 > 90 > 90 > 90

2. Menentukan konsentrasi NaCl yang tidak merusak sel darah merah a. Darah + NaCl 0,4% b. Darah + NaCl 0,6% c. Darah + NaCl 0,8%

Keterangan: Sel yang mengalami hemolisis d. Darah + NaCl 1,0% B. Pembahasan 1. Menghitung waktu pembekuan darah Pada pengamatan pembekuan darah, kembali diambil beberapa mahasiswa selaku praktikan yang darahnya akan dijadikan sampel untuk melihat laju pembekuan darah pada masing-masing individu tersebut. Pengamatan dilakukan dengan memasukkan darah dari masing-masing individu ke dalam pipa kapiler. Langkah selanjutnya adalah menghitung waktu pembekuan darah. Perbedaan wakktu pembekuan darah pada masing-masing individu sampel dapat disebabkan oleh adanya perbedaan kadar glukosa dalam darah serta perbedaan kekentalan darah. Selain itu, keberadaan faktor-faktor yang berperan dalam pembekuan darah seperti vitamin K juga sangat berpengaruh. Pada saat terjadi luka, darah akan keluar dari pembuluh darah. Supaya darah tidak terus-menerus keluar maka perlu adanya proses Pembekuan Darah. Adapun proses-prosesnya seperti tampak pada tabel di atas, yaitu : pada saat darah keluar trombosit ikut terbawa. Trombosit dan sel-sel yang rusak dapat diaktifkan oleh faktor pembeku untuk membentuk tromboplastin. Tromboplastin dan ion Ca++ mengkatalisis protrombin sehinga terbentuk enzim trombin. Selanjutnya, enzim trombin mengkatalisis fibrinogen dalam plasma darah menjadi benang-benang fibrin. Fibrin ini tidak larut dalam darah dan mampu membentuk bekuan darah yang menutup luka terjadi pembekuan sehingga darah tidak keluar lagi. 2. Menentukan konsentrasi NaCl yang tidak merusak sel darah merah Pada pengamatan ini, darah pada plat tetes ditambahkan dengan larutan NaCl dengan konsentrasi yang berbeda, yaitu 0.4%, 0,6%, 0,8%, dan 1%. Pengamatan ini dilakukan untuk melihat reaksi sel darah merah bila ditambahkan laruran dengan konsentrasi tertentu.

Pada konsentrasi 0,4%, darah cenderung melakukan reaksi berupa hemolisa, akibat cairan di luar sel (NaCl 0,4%) berdifusi ke dalam sel akibat adanya perbedaan potensial air (PA) dimana PA larutan NaCl lebih tinggi dari pada PA sel darah merah. Hal ini menyebabkan volume cairan dalam sel terus bertambah sampai melampaui batas daya tampung sel. Akibatnya, membran plasma sel pecah sehingga sitoplasma sel keluar dari sel. Hal yang sama terjadi pada darah yang dicampur dengan NaCl 0,6%. Bedanya, hemolisa sel pada NaCl 0,4% tidak menyeluruh, sedangkan hemolisa pada sel dalam larutan NaCl 0,6% terjadi secara menyeluruh. Hal ini ditandai dari permukaan sel pada NaCl 0,4% hanya sebagian saja yang mengerut, sedangkan permukaan sel dalam NaCl 0,6% mengerut seluruhnya. Pada konsentrasi 0,8%, sel darah merah cenderung tidak megalami perubahan apapun. Hal ini disebabkan oleh larutan NaCl 0,8% yang bersifat fisiologis yang menyediakan lingkungan fisiologis yang hampir sama dengan keadaan di dalam tubuh. Pada konsentrasi 1%, sel darah melakukan reaksi krenasi. Ciri-cirinya hampir sama dengan krenasi, yaitu mengkerutnya membran plasma yang menyebabkan keluarnya sitoplasma dari dalam sel. Hanya saja penyebab keluarnya sioplasma tersebut berbeda dengan penyebab hemolisa. Pada krenasi, tak ada cairan yang masuk ke dalam sel. Akan tetapi, pecahnya membran plasma dan keluarnya sitoplasma dari dalam sel lebih dipengaruhi oleh gradien perbedaan konsentrasi sel dengan larutan di sekitarnya. Seperti yang kita ketahui bahwa cairan cenderung bergerak dari PA yang tinggi ke PA yang rendah. Perlu juga kita garis bawahi bahwa konsentrasi berbanding terbalik dengan potensial air (PA). Jadi jika konsentrasi tinggi, maka PA larutan akan rendah. Demikin sebaliknya. Pada kasus hemolisa di atas, konsentrasi NaCl lebih tinggi dibanding konsentrasi cairan di dalam sel sehingga PA cairan dalam sel lebih tinggi dibandingkan PA NaCl. Hal ini menyebabkan cairan dalam sel terdorong untuk keluar dari

sel.

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Setelah melakukan pengamatan dan pembahasan, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Proses pembekuan darah pada setiap individu memerlukan waktu yang berbeda-beda, vitamin K 2. Krenasi dan hemolisa diakibatkan oleh adanya perbedaan konsentrasi antara cairan dal sel larutan sekelilingnya. Apabila konsentrasi air/zat pelarut dalam sel lebih tinggi, maka akan terjadi krenasi, dan apabila konsentrasi cairan sel lebih rendah, maka akan terjadi hemolisa. B. Saran Adapun saran yang ingin disampaikan oleh praktikan adalah sebagai tergantung kandungan gula darah, kekentalan darah, keberadaan faktor-faktor yang berpengaruh dalam pembekuan darah seperti

berikut: 1. Dalam menghitung waktu pembekuan darah sebaiknya dilakukan dengan teliti agar tidak terjadi kesalahan dalam pengambilan data. 2. Sebaiknya dalam melakukan percobaan hemolisa dan krenasi, mahasiswa dapat mengamati dengan baik bentuk dari sel darah merah yang mengalami peristiwa tersebut.

DAFTAR PUSTAKAAdnan, Halifah Pagarra. 2009. Penuntun Praktikum Fisiologi Manusia. Makassar: Jurusan Biologi FMIPA UNM. Anonim. 2009. Darah Hemolisa Dan Krenasi. http://id.wikipedia.org/wiki/Darah_Hemolisa_Krenasi.html. Diakses pada tanggal 4 April 2009. Campbell, Neil A; Jane B. Reece dan Lawrence G. Mitchell. 2003. Biologi Jilid 2 Edisi Ketiga. Jakarta: Erlangga Irianto. 2004. Struktur Dan Fungsi Tubuh Manusia Untuk Paramedis. Bandung: Yrama Widya. Kimball, John W. 1999. Biologi Jilid II Edisi Kelima. Jakarta: Erlangga. Muslimin, dkk. 2004. Sains. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional Jakarta. Sherwood,Lauralee. 2001. Fisiologi Manusia. Penerbit buku kedokteran EGC. Jakarta. Ville, Walker dan Barnes. 1989. Zoologi. Jakarta: Erlangga.

Wulangi, Kartolo S. 1993. Prinsip-Prinsip Fisiologi Hewan. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Proyek Pembinaan Tenaga Kependidikan Pendidikan Tinggi.

Anonim. 2009. Darah Hemolisa dan Krenasi. http://id.wikipedia.org/wiki/Darah_Hemolisa_Krenasi.html. Diakses pada tanggal 4 April 2009. DARAH, HEMOLISA DAN KRENASI Hemolisis adalah pecahnya membran eritrosit, sehingga hemoglobin bebas ke dalam medium sekelilingnya (plasma). Kerusakan membran eritrosit dapat disebabkan oleh antara lain penambahan larutan hipotonis, hipertonis kedalam darah, penurunan tekanan permukaan membran eritrosit, zat/unsur kimia tertentu, pemanasan dan pendinginan, rapuh karena ketuaan dalam sirkulasi darah dll. Apabila medium di sekitar eritrosit menjadi hipotonis (karena penambahan larutan NaCl hipotonis) medium tersebut (plasma dan lrt. NaCl) akan masuk ke dalam eritrosit melalui membran yang bersifat semipermiabel dan menyebabkan sel eritrosit menggembung. Bila membran tidak kuat lagi menahan tekanan yang ada di dalam sel eritrosit itu sendiri, maka sel akan pecah, akibatnya hemoglobin akan bebas ke dalam medium sekelilingnya. Sebaliknya bila eritrosit berada pada medium yang hipertonis, maka cairan eritrosit akan keluar menuju ke medium luar eritrosit (plasma), akibatnya eritrosit akan keriput (krenasi). Keriput ini dapat dikembalikan dengan cara menambahkan cairan isotonis ke dalam medium luar eritrosit (plasma). Hemolisis adalah pecahnya membran eritrosit, sehingga hemoglobin bebas ke dalam medium sekelilingnya (plasma). Kerusakan membran eritrosit dapat disebabkan oleh antara lain penambahan larutan hipotonis, hipertonis kedalam darah, penurunan tekanan permukaan membran eritrosit, zat/unsur kimia tertentu, pemanasan dan pendinginan, rapuh karena ketuaan dalam sirkulasi darah dll. Apabila medium di sekitar eritrosit menjadi hipotonis (karena penambahan larutan NaCl hipotonis) medium tersebut (plasma dan lrt. NaCl) akan masuk ke dalam eritrosit melalui membran yang bersifat semipermiabel dan menyebabkan sel eritrosit menggembung. Bila membran tidak kuat lagi menahan tekanan yang ada di dalam sel eritrosit itu sendiri, maka sel akan pecah, akibatnya hemoglobin akan bebas ke dalam

medium sekelilingnya. Sebaliknya bila eritrosit berada pada medium yang hipertonis, maka cairan eritrosit akan keluar menuju ke medium luar eritrosit (plasma), akibatnya eritrosit akan keriput (krenasi). Keriput ini dapat dikembalikan dengan cara menambahkan cairan isotonis ke dalam medium luar eritrosit (plasma). Krenasi adalah kontraksi atau pembentukan nokta tidak normal di sekitar pinggir sel setelah dimasukkan ke dalam larutan hipertonik, karena kehilangan air melalui osmosis. Secara etimologi, krenasi berasal dari bahasa Latin crenatus. Krenasi terjadi karena lingkungan hipertonik, (sel memiliki larutan dengan konsentrasi yang lebih rendah dibandingkan larutan di sekitar luar sel), osmosis (difusi air) menyebabkan pergerakan air keluar dari sel, menyebabkan sitoplasma berkurang volumenya. Sebagai akibatnya, sel mengecil. Proses sama yang terjadi pada tumbuhan adalah plasmolisis di mana sel tumbuhan juga mengecil karena dimasukkan ke dalam larutan hipertonik.