yayasan

29
MAKALAH YAYASAN Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Hukum Dagang Dosen : Drs. H. Harpani Matnuh, M.H dan Norlaili Hidayati, S.Pd., M.Pd Disusun Oleh: Kelompok 10 Ariani A1A213071 Al Misbah Hajihi A1A213058 Annisa Nasution A1A213034 Deby Hapsari A1A213205 Muthmainnah A1A213063 M. Caesar D.R.A A1A212055 Nurul Imaniar A1A212010 Devi Retnaningsih A1A212065

Upload: ariani-al-ghomaisha

Post on 12-Jan-2016

32 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Hukum Dagang

TRANSCRIPT

Page 1: Yayasan

MAKALAH

YAYASAN

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Hukum Dagang

Dosen : Drs. H. Harpani Matnuh, M.H dan Norlaili Hidayati, S.Pd., M.Pd

Disusun Oleh:

Kelompok 10

Ariani A1A213071

Al Misbah Hajihi A1A213058

Annisa Nasution A1A213034

Deby Hapsari A1A213205

Muthmainnah A1A213063

M. Caesar D.R.A A1A212055

Nurul Imaniar A1A212010

Devi Retnaningsih A1A212065

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

BANJARMASIN

2014

Page 2: Yayasan

BAB I

PEMBAHASAN

A. Pengertian Yayasan

Yayasan pada mulanya digunakan sebagai terjemahan dari istilah Stichting

yang berasal dari kata “Stichen” yang berarti “membangun atau mendirikan” dalam

Bahasa Belanda dan Foundation dalam Bahasa Inggris. Kenyataan di dalam

praktik, memperlihatkan bahwa apa yang disebut Yayasan adalah suatu badan yang

menjalankan usaha yang bergerak dalam segala macam badan usaha, baik yang

bergerak dalam usaha yang nonkomersial maupun yang secara tidak langsung

bersifat komersial.

Untuk dapat mengetahui apakah yayasan itu, ada beberapa pandangan para

ahli, antara lain :

1. Menurut Poerwadarminta dalam kamus umumnya memberikan

pengertian yayasan sebagai berikut :

a) Badan yang didirikan dengan maksud mengusahakan sesuatu

seperti sekolah dan sebagainya (sebagai badan hukum bermodal, tetapi

tidak mempunyai anggota).

b) Gedung-gedung yang teristimewa untuk sesuatu maksud yang

tertentu (seperti : rumah sakit, dan sebagainya).

2. Menurut Achmad Ichsan, Yayasan tidaklah mempunyai anggota, karena

yayasan terjadi dengan memisahkan suatu harta kekayaan berupa uang atau

benda lainnya untuk maksud-maksud idiil yaitu (sosial, keagamaan dan

kemanusiaan) itu, sedangkan pendirinya dapat berupa Pemerintah atau orang

sipil sebagai penghibah, dibentuk suatu pengurus untuk mengatur pelaksanaan

tujuan itu.

3. Menurut Zainul Bahri dalam kamus umumnya memberikan suatu

definisi yayasan sebagai suatu badan hukum yang didirikan untuk

memberikan bantuan untuk tujuan sosial.

4. Yayasan adalah suatu paguyuban atau badan yang pendiriannya

disahkan dengan akte hukum atau akte yang disahkan oleh notaris,

dimana yayasan itu aktifitasnya bergerak di bidang sosial, misalnya mendirikan

sesuatu atau sekolah.

1

Page 3: Yayasan

5. Menurut UU No.28 Tahun 2004 Pasal 1, Yayasan merupakan badan

hukum yang terdiri atas kekayaan yang dipisahkan dan diperuntukkan untuk

mencapai tujuan tertentu di bidang sosial, keagamaan dan kemanusiaan yang,

tidak mempunyai anggota.

6. Menurut Mr. Paul Scholten, Yayasan adalah suatu badan hukum yang

dilahirkan oleh suatu pernyataan sepihak. Pernyataan itu harus berisikan

pemisahan suatu kekayaan untuk tujuan tertentu dengan menunjukkan

bagaimanakah kekayaan itu diurus atau digunakan.

7. Kamus Besar Bahasa Indonesia, yayasan adalah badan hukum yang tidak

mempunyai anggota, dikelola oleh sebuah pengurus dan didirikan untuk tujuan

sosial (mengusahakan layanan dan bantuan seperti sekolah, rumah sakit, dan

lain-lain).

8. Menurut Supramono (2008:1), yayasan adalah kumpulan dari sejumlah orang

yang terorganisasi dan dilihat dari segi kegiatannya, lebih tampak sebagai

lembaga sosial.

B. Dasar Hukum Yayasan

Yayasan di masa lalu, sebelum negara Indonesia memiliki UU tentang

Yayasan tahun 2001, landasan hukumnya tidak begitu jelas, karena belum ada

aturannya secara tertulis. Pendirian yayasan di Indonesia dilakukan berdasarkan

kebiasaan dalam masyarakat, doktrin, dan yurisprudensi. Karena tidak adanya

aturan yang jelas, menurut Ais (2002:1) maka terjadi banyak penyimpangan,

yayasan telah dipergunakan untuk tujuan-tujuan yang bukan untuk tujuan sosial dan

kemanusiaan, seperti untuk memperkaya diri sendiri atau pengurus yayasan,

menghindari pajak yang seharusnya dibayar, untuk menguasai suatu lembaga

pendidikan untuk selama-lamanya, untuk menembus birokrasi, untuk memperoleh

berbagai fasilitas dari negara atau penguasa, dan berbagai tujuan lain.

Dalam Undang-Undang ini dijelaskan tentang :

1. Kebiasaan

Kebiasaan adalah perbuatan manusia yang dilakukan berulang-ulang mengenai

hal tingkah laku kebiasaan yang diterima oleh suatu masyarakat yang selalu

dilakukan oleh orang lain sedemikian rupa, sehingga beranggapan bahwa memang

harus berlaku demikian.

2

Page 4: Yayasan

2. Yurisprudensi

Keputusan hakim sebelumnya yang dipergunakan sebagai bahan pertimbangan

oleh hakim berikutnya dalam mengambil keputusan.

3. Doktrin

Pendapat sarjana hukum terkemuka yang besar pengaruhnya terhadap hakim

dalam mengambil keputusannya.

4. UU Yayasan No.16 Tahun 2001

UU No.16 Tahun 2001 ini diharapkan dapat mengatasi berbagai masalah

mengenai yayasan dan menjadi dasar hukum yang kuat dalam mengatur

yayasan di Indonesia. Namun dalam UU tersebut ternyata dalam perkembangannya

belum menampung seluruh kebutuhan dan perkembangan hukum dalam

masyarakat, sehingga perlu dilakukan perubahan terhadap UU tersebut. Perubahan

tersebut dimaksudkan untuk lebih menjamin kepastian dan ketertiban hukum, serta 

memberikan pemahaman yang benar kepada masyarakat.

5. UU Yayasan No.28 Tahun 2004.

UU No.28 Tahun 2004 merupakan penyempurna dari UU No.16 Tahun 2001,

Undang-Undang ini dimaksudkan untuk lebih menjamin kepastian dan ketertiban

hukum, serta memberikan pemahaman yang benar pada masyarakat mengenai

yayasan, sehingga dapat mengembalikan fungsi yayasan sebagai pranata hukum

dalam rangka mencapai tujuan tertentu di bidang sosial, keagamaan, dan

kemanusiaan.

Menurut Rido (Supramono, 2008:2) dengan mendasarkan pengertian

yayasan yang dikemukakan oleh Scholten, mengatakan bahwa yayasan adalah

badan hukum yang mempunyai unsur-unsur sebagai berikut:

a. Mempunyai harta kekayaan sendiri, yang berasal dari suatu perbuatan

pemisahan.

b. Mempunyai tujuan sendiri (tertentu)

c. Mempunyai alat perlengkapan.

Dari penjelasan-penjelasan tersebut, maka yayasan dipandang sebagai

subyek hukum (badan hukum) karena memenuhi hal-hal sebagai berikut:

1. Yayasan adalah perkumpulan orang.

2. Yayasan dapat melakukan perbuatan hukum dalam hubungan hukum.

3

Page 5: Yayasan

3. Yayasan mempunyai harta kekayaan sendiri yang berasal dari suatu perbuatan

pemisahan yaitu suatu pemisahan kekayaan yang dapat berupa uang

dan barang.

4. Yayasan Mempunyai alat perlengkapan yaitu meliputi pengurus, pembina

dan pengawas.

5. Yayasan mempunyai maksud dan tujuan yaitu suatu tujuan yang bersifat

sosial, keagamaan dan kemanusiaan.

6. Yayasan mempunyai kedudukan hukum (domisili) tempat.

7. Yayasan dapat digugat atau menggugat di muka pengadilan.

Sehingga dari unsur-unsur yang tersebut di atas dapat diberikan suatu

kesimpulan bahwa Yayasan memenuhi syarat sebagai badan hukum dimana

Yayasan memiliki harta kekayaan sendiri, dapat melakukan perbuatan hukum

dalam hubungan hukum, memiliki maksud dan tujuan serta unsur-unsur lainya

sehingga Yayasan dipersamakan statusnya dengan orang- perorangan.

Guna mendapatkan status badan hukum sebuah Yayasan harus melalui

proses pengesahan oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik

Indonesia seperti yang tercantum dalam Pasal 11 ayat 1 yang berbunyi: “Yayasan

memperoleh status badan hukum setelah akta pendirian Yayasan sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 29 ayat (2) memperoleh pengesahan dari Menteri”.

Dengan dijelaskan prosedur memperoleh status badan hukum menjadikan

hasil yang jelas bahwa Yayasan adalah badan hukum dan atas hal ini diharapkan

tidak ada lagi keragu-raguan tentang status badan hukum Yayasan.

C. Pendirian Yayasan

1. Yayasan dapat didirikan oleh satu orang atau lebih

Suatu yayasan dapat didirikan dengan tata cara yang telah ditetapkan oleh

Undang-Undang Yayasan. Dalam pasal 9 ayat (1) disebutkan, “Yayasan dapat

didirikan oleh 1 (satu) orang atau lebih dengan memisahkan sebagian harta

kekayaan pendirinya, sebagai kekayaan awal”. Menurut Ais (2002:23), yang

dimaksud “orang” dalam ketentuan ayat (1) di atas adalah orang perseorangan atau

badan hukum. Ketentuan ini menunjukkan, pendiri yayasan tidak dengan dasar

adanya suatu perjanjian.

4

Page 6: Yayasan

Jika sebuah yayasan pendirinya hanya satu orang, jelas tidak mungkin ada

perjanjian yang dibuat oleh pendirinya. Kalaupun pendirinya lebih dari satu orang,

ketentuan Undang-Undang Yayasan tidak mengharuskan dengan membuat

perjanjian lebih dahulu. Tidak ada satu pun pasal dalam Undang-Undang Yayasan

yang mengharuskan seperti itu.

Berbeda dengan mendirikan persekutuan perdata, firma, CV, dan Perseroan

Terbatas, ketentuan Pasal 1624 KUH Perdata, Pasal 16 KUHD, Pasal 1 angka 1

Undang-Undang No. 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas, masing-masing

dengan tegas dengan sebuah perjanjian.

Sedangkan Ais (2002:22) berpendapat bahwa pendiri bukanlah pemilik

yayasan karena sudah sejak semula telah memisahkan sebagian dari kekayaannya

menjadi milik badan hukum yayasan. Ini merupakan salah satu alasan untuk

berpendapat bahwa yayasan adalah milik masyarakat. Oleh karena itu, orang yang

akan mendirikan yayasan, syaratnya harus memiliki kekayaan yang cukup, dan

kekayaan itu harus dipisahkan. Dengan memisahkan kekayaanya tersebut, dan

kemudian mendirikan yayasan, maka harta tersebut sudah beralih menjadi milik

yayasan.

Orang asing pun, pada dasarnya dapat mendirikan Yayasan di Indonesia

sebagaimana pada Undang-Undang Yayasan Pasal 9 ayat (5) menyebutkan “Dalam

hal yayasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didirikan oleh orang asing atau

bersama-sama orang asing, mengenai syarat dan tata cara pendirian yayasan

tersebut diatur dengan Peraturan Pemerintah”.

2. Yayasan dapat didirikan berdasarkan surat wasiat

Selain pendirian yayasan dilakukan dengan kehendak seseorang, dalam

Pasal 9 Ayat (3) Undang-Undang Yayasan juga diatur tentang pendirian yayasan

yang dilakukan berdasarkan surat wasiat.

Surat wasiat (testament) menurut Pasal 875 Ayat (1) KUH Perdata adalah

suatu akta yang menurut pernyataan seorang tentang apa yang dikehendakinya akan

terjadi setelah ia meninggal dunia, dan dinyatakannya, dapat dicabut lagi oleh

pembuatnya. Melihat rumusan pasal tersebut, pada intinya surat wasiat itu pesan

tertulis dari seseorang kepada orang lain yang dibuat sebelum meninggal dunia.

5

Page 7: Yayasan

Pendirian yayasan berdasarkan surat wasiat dapat terjadi jika seseorang

menerima surat wasiat yang isinya adalah mengenai pendirian suatu yayasan. Ada

kemungkinan di dalam surat wasiat selain berisi tentang pendirian yayasan, juga

boleh dicantumkan mengenai harta peninggalan yang dapat dijadikan kekayaan

awal yayasan.

Sehubungan dengan itu, Undang-Undang Yayasan melalui penjelasan Pasal

10 Ayat (2) menyebutkan bahwa apabila terdapat surat wasiat yang berisi pesan

untuk mendiriakan yayasan, maka hal tersebut dianggap sebagai kewajiban yang

ditujukan kepada mereka yang ditunjuk dalam surat wasiat selaku penerima surat

wasiat, untuk melaksanakan wasiat. Penerima wasiat bertindak mewakili pemberi

wasiat. Dengan menunjukkan surat wasiat ia dapat segera membuat akta pendirian

yayasan di depan seorang notaris.

Jika penerima wasiat menolak atau tidak melaksanakan isi wasiat tersebut,

artinya pihak penerima wasiat tidak bersedia mendirikan yayasan karena alasan

sesuatu hal. Persoalan ini diberi jalan keluar oleh Pasal 10 Ayat (3) Undang-

Undang Yayasan, bahwa pihak yang berkepentingan dapat mengajukan

permohonan agar pengadilan memerintahkan kepada ahli waris atau penerima

wasiat yang bersangkutan untuk melaksanakan wasiat tersebut.

Menurut Supramono (2008:31) yang dimaksud pihak berkepentingan itu

adalah keluarga sedarah atau keluarga dekat dari pihak pembuat suart wasiat.

Keluarga dekat ini merasa memiliki kepentingan secara moral, karena pembuat

surat wasiat masih keluarganya, dan merasa keberatan atau tidak rela jika wasiat

tidak dilaksanakan. Undang-undang tetap berkehendak agar wasiat tetap

dilaksanakan, dengan cara melalui putusan pengadilan. Pengadilan dapat

memerintahkan ahli waris atau penerima wasiat untuk melaksanakan wasiat

tersebut.

3. Pendirian yayasan dengan akta notaris

Akta notaris adalah akta otentik, karena dari segi pembuatannya dilakukan

oleh notaris atau dihadapan notaris, dan akta tersebut dibuat dalam bentuk dan tata

cara yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang Jabatan Notaris. Sedangkan

notaris sendiri adalah pejabat umum untuk membuat akta otentik. Notaris berlatar

belakang sarjana hukum dan pendidikan strata dua kenotariatan, dan sebagai

pejabat umum notaris diangkat dan diberhentikan oleh Menteri Hukum dan HAM.

6

Page 8: Yayasan

Pendirian yayasan dilakukan dengan Akta Notaris dan dibuat dalam Bahasa

Indonesia, walaupun yang mendirikan yayasan itu orang asing, akta pendiriannya

tetap menggunakan Bahasa Indonesia, tidak boleh dengan bahasa Inggris atau

bahasa asing lainnya. Hal ini sudah ditentukan tegas dalam Pasal 9 ayat (2)

Undang-undang No. 28 Tahun 2004. Akta pendirian yayasan harus dibuat dengan

akta notaris, agar lebih mudah untuk mengadakan pembuktian dan kepercayaan

terhadap yayasan tersebut.

Menurut Arto (1996:144), untuk mendirikan suatu yayasan diperlukan

syarat-syarat sebagai pendukung berdirinya, terdiri dari dua, yaitu:

1. Syarat Material yang terdiri dari :

a. Harus ada suatu pemisahan kekayaan yaitu adanya kekayaan

yang dipisahkan dalam bentuk uang dan barang.

b. Suatu tujuan yaitu suatu tujuan yang bersifat sosial, keagamaan

dan kemanusiaan.

c. Suatu organisasi yaitu suatu organisasi yang terdiri dari pengurus, pembina

dan pengawas.

2. Syarat Formal

a. Dengan akta otentik, yaitu akta yang dibuat oleh atau dihadapan pejabat

yang diberi wewenang untuk itu dan dalam bentuk menurut ketentuan yang

ditetapkan untuk itu, baik dengan maupun tanpa bantuan dari yang

berkepentingan, di tempat mana pejabat berwenang menjalankan tugasnya.

D. Anggaran Dasar Yayasan

Anggaran dasar merupakan bagian dari isi akta pendirian yayasan (Pasal 14

Ayat (1) Undang-Undang Yayasan). Anggaran dasar itu sendiri sebagai aturan

dasar yayasan yang wajib dipatuhi oleh Pembina, Pengurus, dan Pengawas.

Anggaran dasar baru berlaku setelah akta pendirian yayasan disahkan oleh Menteri

Hukum dan HAM.

Hal-hal yang perlu dimuat dalam anggaran dasar sebuah yayasan, pada

Pasal 14 Ayat (2) Undang-Undang Yayasan mengatur bahwa isinya paling kurang

memuat tentang hal-hal sebagai berikut:

a. Nama dan tempat kedudukan;

b. Maksud dan tujuan serta kegiatan untuk mencapai maksud dan tujuan tersebut;

7

Page 9: Yayasan

c. Jangka waktu pendirian;

d. Jumlah kekayaan awal yang dipisahkan dari kekayaan pribadi pendiri dalam

bentuk uang atau benda;

e. Cara memperoleh dan penggunaan kekayaan;

f. Tata cara pengangkatan, pemberhentian, dan penggantian anggota Pembina,

Pengurus, dan Pengawas;

g. Hak dan kewajiban anggota pembina, pengurus dan pengawas;

h. Tata cara penyelenggaraan rapat organ yayasan;

i. Ketentuan mengenai perubahan anggaran dasar;

j. Penggabungan dan pembubaran yayasan; dan

k. Pengakuan kekayaan sisa likuidasi atau penyaluran kekayaan setelah

pembubaran.

Yang sangat perlu diperhatikan salah satunya adalah pemberian nama pada

yayasan, badan hukum yayasan perlu diberikan nama, sehingga masyarakat dapat

mengetahui atau membedakan antara yayasan yang satu dengan yang lainnya.

Orang akan mengingat nama sebuah yayasan ketika ia mempunyai suatu

kepentingan yang berhubungan dengan yayasan, kemudian akan mengingat pula

identitas yayasan, antara lain alamatnya, kegiatannya, nama pengurusnya, dan

sebagainya.

Nama yayasan harus menggunakan kata “Yayasan” di depan namanya.

Sebagaiman yang disebutkan dalam Pasal 15 Ayat (2) Undang-Undang yayasan

diatur bahwa, nama yayasan harus didahului dengan kata “Yayasan”. Dengan

menuliskan kata “Yayasan” kemudian diikuti dengan “nama yayasan”, maka

menjadi jelas bahwa nama tersebut adalah nama yayasan.

Membuat nama yayasan pada dasarnya bebas, nama apa saja boleh.

Meskipun demikian kebebasan memberi nama tersebut ada pembatasnya dalam

Undang-Undang Yayasan yang diatur dalam Pasal 15 ayat (1) yang berbunyi

sebagai berikut:

Yayasan tidak boleh memakai nama yang:

a. Telah dipakai secara sah oleh yayasan lain,

b. Bertentangan dengan ketertian umum dan/atau kesusilaan.

8

Page 10: Yayasan

E. Kekayaan Yayasan

Istilah yang digunakan dalam perseroan terbatas maupun koperasi, agar

usahanya dapat berjalan dengan baik ketika kedua badan hukum itu baru berdiri

adalah “modal”. Sedangkan untuk yayasan, Undang-Undang Yayasan tidak

menggunakan istilah modal tetapi namanya “kekayaan”. Disebut demikian, karena

yayasan kedudukannya bukan mengutamakan keuntungan yang sebanyak-

banyaknya. Yayasan dalam aktivitasnya lebih berperan sebagai pelaku sosial.

Dalam rangka melaksanakan aktivitasnya di masa berdirinya sebuah

yayasan, sama seperti sebuah perusahaan harus memilki modal dasar, dalam hal ini

adalah kekayaan awal. Kekayaan awal ini untuk membiayai kegiatan seperti

pembelian tanah, pembangunan gedung, pembelian kendaraan, mebel, alat tulis

kantor, pemasangan listrik, air dan sebagainya.

Sehubungan dengan itu, dalam Pasal 9 Ayat (1) disebutkan, bahwa sebagai

kekayaan awal yayasan, maka pendiri yayasan diwajibkan untuk memisahkan harta

kekayaannya dan kemudian diserahkan kepada yayasan. Ketentuan tersebut

diperkuat oleh Pasal 26 Ayat (1) yang menyebutkan, kekayaan yayasan berasal dari

sejumlah kekayaan yang dipisahkan dalam bentuk uang dan barang.

Adapun sumber perolehan kekayaan lain selain dari pemisahan kekayaan

pendiri, yaitu disebutkan dalam Pasal 26 Ayat (2) berasal dari: sumbangan atau

bantuan yang tidak mengikat, wakaf, hibah, hibah wasiat, dan perolehan lain yang

tidak bertentangan dengan anggaran dasar maupun peraturan perundang-undangan

yang berlaku.

Sebuah badan hukum sudah tentu Yayasan memiliki kekayaan yang

tersendiri, dipisahkan dari para pendiri sebagaimana disimpulkan yang dapat ditarik

pada ketentuan Pasal 1 Undang-undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Yayasan

kemudian ditekankan lagi bahwa yayasan tidak mempunyai anggota.

Yayasan tidak mempunyai anggota. Individu yang bekerja di dalam

yayasan baik pendiri, pembina, pengurus dan pengawas bukanlah anggota. Hal

inilah yang sedikit lain jika dibandingkan badan hukum seperti Perseroan Terbatas

yang terdiri atas saham dan terdapat pemegang saham maupun koperasi yang

memiliki anggota, sehingga konsekuensinya tidak ada yang memiliki kekayaan

mereka untuk mendirikan yayasan tetapi mereka sendiri bukan anggota dan atau

pemilik yayasan tersebut.

9

Page 11: Yayasan

Jika melihat dalam teori kekayaan yang bertujuan maka tampaknya hal ini

sesuai dengan kondisi yayasan dimana kekayaan badan hukum terlepas dari yang

memegangnya, sehingga hak-hak badan hukum sebenarnya adalah kekayaan yang

terikat oleh satu tujuan.

Karena kondisinya yang tidak mempunyai anggota, akibatnya tidak ada

keuntungan yang diperoleh yayasan dibagikan kepada para pembina, pengurus

maupun pengawas, hal ini secara tegas ditentukan dalam Pasal 3 ayat (2) Undang-

undang Nomor 28 Tahun 2004 yang berbunyi: “Yayasan tidak boleh membagikan

hasil kegiatan usaha kepada pembina pengurus dan pengawas”.

Demikian juga ditentukan lebih lanjut dalam Pasal 5 Undang-undang

Nomor 28 Tahun 2004 yang menyebutkan: “Kekayaan yayasan baik berupa uang,

barang, maupun kekayaan lain yang diperoleh yayasan berdasarkan undang-

undang ini dilarang dialihkan atau dibagikan secara langsung atau tidak langsung

kepada pembina, pengurus, dan pengawas, karyawan atau pihak lain yang

mempunyai kepentingan terhadap yayasan.”

Keuntungan yang didapat oleh yayasan dalam menjalankan usahanya

tersebut digunakan untuk mencapai tujuan tertentu yang sudah ditentukan oleh para

pendiri pada saat pendirian yayasan tersebut. Singkatnya kekayaan yang dimiliki

oleh yayasan adalah milik tujuan yayasan itu baik berupa sosial, keagamaan

maupun kemanusiaan.

F. Organ Yayasan

Sebagai badan hukum yang mempunyai maksud dan tujuan bersifat sosial,

keagamaan, dan kemanusiaan, Yayasan mempunyai organ yang terdiri dari

Pembina, Pengurus dan Pengawas. Sebelum lahirnya UU No.28 Tahun 2004 ,

organ Yayasan terdiri dari Pendiri, Pengurus, dan Pengawas Internal. Maka yayasan

yang terdiri dari Pembina, Pengurus dan Pengawas dijelaskan dalam: UU No.28

Tahun 2004 tentang Yayasan Pasal 2, yayasan mempunyai organ yang terdiri atas

Pembina, Pengurus, dan Pengawas.

10

Page 12: Yayasan

1. Pembina

Pembina adalah organ Yayasan yang mempunyai kewenangan yang tidak

diserahkan kepada pengurus. Diciptakan organ Pembina, sebagai pengganti pendiri,

disebabkan dalam kenyataannya, pendiri yayasan pada suatu saat dapat tidak ada

sama sekali, yang diakibatkan karena pendiri meninggal dunia, ataupun

mengundurkan diri. Mengenai organ yayasan ini dijelaskan pasal 28 ayat 1 UU

Yayasan No. 28 Tahun 2004 “Pembina adalah organ yayasan yang mempunyai

kewenangan yang tidak diserahkan kepada Pengurus atau Pengawas oleh undang-

undang ini atau Anggaran Dasar”.

Pembina memiliki kewenangan yang telah ditentukan dalam Pasal 28 ayat

(2) Undang-undang Nomor 28 Tahun 2004 berbunyi:

Kewenangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi:

a.      Kebutuhan mengenai perubahan anggaran dasar.

b.      Pengangkatan dan pemberhentian anggota pengurus dan anggota pengawas.

c.       Penetapan kebijakan umum yayasan berdasarkan anggaran dasar yayasan.

d.      Penyelesaian program kerja dan rancangan anggaran tahunan yayasan.

e.       Penetapan keputusan mengenai penggabungan atau pembubaran yayasan.

Dengan kewenangan tersebut di atas tampaknya seperti segalanya

ditentukan dan diatur oleh pembina. Namun jika dicermati ketentuan Pasal 28 ayat

(1) Undang-undang Nomor 28 Tahun 2008 tersebut di atas, kewenangan tersebut

hanya kewenangan yang tidak diserahkan kepada pengurus atau pengawas.

Sehingga disamping kewenangan pembina ternyata ada juga kewenangan pengurus

dan pengawas, jadi sesungguhnya pembina mengangkat pengurus dan pengawas,

namun pembina tidak boleh mencampuri urusan pengurus dan pengawas, hal ini

dipertegas kembali dalam ketentuan Pasal 29 Undang-undang Nomor 28 Tahun

2004 yang berbunyi: “Anggota pembina tidak boleh merangkap sebagai anggota

pengurus dan atau anggota pengawas”.

Yang dapat dilakukan oleh pernbina adalah menilai tindakan pengurus dalam

menjalankan kegiatannya mengurus yayasan tanpa anggota tetapi yayasan

mempunyai pengurus kekayaan dan penyelenggaraan tujuannya.

Kewenangan yang diberikan kepada pembina adalah kewenangan yang besar,

karena pada umumnya pembina adalah pendiri yayasan tersebut, walaupun ada

kemungkinan pembina dapat diangkat oleh rapat pembina jika dalam pembina

11

Page 13: Yayasan

tersebut dinilai mempunyai dedikasi yang tinggi untuk mencapai maksud dan

tujuan yayasan, maupun pengangkatan sesuai Pasal 28 ayat (3) Undang-undang

Nomor 28 Tahun 2004.

2. Pengurus

Peranan Pengurus amatlah dominan pada suatu organisasi. Pengurus adalah

organ yayasan yang melaksanakan kepengurusan yayasan, yang diangkat oleh

pembina berdasarkan keputusan rapat pembina. Pengurus tidak boleh merangkap

sebagai pembina dan pengawas, hal ini dimaksudkan untuk menghindari tumpang

tindih kewenangan, tugas dan tanggung jawab antara pembina, pengurus dan

pengawas yang dapat merugikan kepentingan yayasan atau pihak lain. Mengenai

pengurus ini UU No.28 Tahun 2004 mengaturnya dalam pasal 31 sampai pasal 39.

3. Pengawas

Pengawas adalah organ yayasan yang bertugas melakukan pengawasan serta

memberi nasehat pengurus dalam menjalankan kegiatan yayasan. Pengawas

mengawasi serta memberi nasihat kepada Pengurus. Pengawas tidak boleh

merangkap sebagai Pembina atau Pengurus. Dalam Undang-Undang Yayasan

No.28 Tahun 2004 Organ Pengawas diatur dalam pasal 40 sampai dengan pasal 47.

G. Kegiatan Usaha Yayasan

Kegiatan usaha yayasan adalah untuk menunjang pencapaian

maksud dan tujuannya, yaitu suatu tujuan yang bersifat sosial, keagamaan

dan kemanusiaan. Hal ini mengakibatkan seseorang yang menjadi organ

yayasan harus bekerja secara sukarela tanpa menerima gaji, upah atau honor

tetap. Menurut Supramono (2008:110) pada dasarnya Undang-Undang Yayasan

menganut asas nirlaba. Undang-undang dengan tegas mengatur mendirikan yayasan

bukan untuk bertujuan mencari keuntungan, akan tetapi sebagaimana yang

disebutkan dalam Pasal 1 angka 1 tentang pengertian yayasan, bahwa tujuan

yayasan di bidang sosial, keagamaan, dan kemanusiaan.

Selain itu, sesuai ketentuan pasal 3 ayat (2) Undang-Undang Yayasan No.28

Tahun 2004, bahwa kegiatan usaha yang dimaksud adalah untuk tujuan-

tujuan yayasan dan bukan untuk kepentingan organ yayasan. Undang-undang

12

Page 14: Yayasan

Yayasan No.28 Tahun 2004 memberikan kesempatan bagi yayasan untuk

melakukan kegiatan usaha, sebagaimana terlihat dalam pasal 3, pasal 7, dan pasal

8. Pasal 3 UU Yayasan No.28 Tahun 2004, menyebutkan:

1) Yayasan dapat melakukan kegiatan usaha untuk menunjang pencapaian

maksud dan tujuannya dengan cara mendirikan badan usaha dan atau ikut serta

dalam suatu badan usaha.

2) Yayasan tidak boleh membagikan hasil kegiatan usaha kepada

Pembina, pengurus dan Pengawas.

Pasal 7 UU Yayasan No.28 Tahun 2004

1) Yayasan dapat mendirikan badan usaha yang kegiatannya sesuai

dengan maksud dan tujuan yayasan.

2) Yayasan dapat melakukan penyertaan dalam berbagai bentuk usaha yang

bersifat prospektif dengan ketentuan seluruh penyertaan tersebut paling banyak

25% (dua puluh lima persen) dari seluruh nilai kekayaan Yayasan.

3) Anggota Pembina, pengurus, dan Pengawas Yayasan dilarang merangkap

sebagai Anggota Direksi atau Pengurus dan Anggota Dewan Komisaris atau

Pengawas dari badan usaha sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2).

Pasal 8 UU Yayasan No.28 Tahun 2004

Kegiatan usaha dari badan usaha sebagaimana dimaksud dalam pasal 7 ayat 1 harus

sesuai dengan maksud dan tujuan Yayasan serta tidak bertentangan dengan

ketertiban umum, kesusilaan, dan atau peraturan perundang-undangan yang

berlaku. Dalam yayasan terdapat suatu maksud dan tujuan yang tercantum dalam

anggaran dasar.

Adapun manfaat dari suatu yayasan akan terlihat tergantung kepada bidang

kegiatan yang bersangkutan. Ada beberapa kategori bidang kegiatan yayasan yaitu :

1. Yayasan yang bergerak dalam bidang kesehatan, yang bertujuan

ikut membantu Pemerintah dalam menunjang kesejahteraan masyarakat

dalam bidang usaha pelayanan medik (kesehatan). Tujuan-tujuan untuk

memajukan kesehatan dapat berupa :

a. Mendirikan rumah sakit, rumah peristirahatan bagi para jompo,

rumah perawatan, tanpa tujuan laba.

b. Menyediakan berbagai fasilitas untuk memebantu/meneyenangkan pasien

c. Pelatihan dokter dan perawat

13

Page 15: Yayasan

d. Memajukan penggunaan khusus bagi pengobatan

e. Riset Kesehatan

f. Bantuan untuk penderita penyakit tertentu, seperti kebutaan

dan kebergantungan obat

g. Menyediakan asrama perawat dan sebagainya.

Untuk memperoleh izin operasionalnya karena yayasan ini bergerak dalam

bidang kesehatan maka mendapat pengesahan atau izin dari menteri kesehatan.

2. Yayasan yang bergerak dalam bidang pendidikan, bertujuan

membantu pemerintah dalam menunjang kesejahteraan masyarakat untuk

mencerdaskan kehidupan bangsa.

Tujuan untuk memajukan pendidikan dapat berupa :

a. Mendirikan sekolah

b. Mendirikan perpustakaan

Untuk izin operasionalnya mendapat pengesahan dari Departemen Pendidikan

dan Kebudayaan Republik Indonesia.

3. Yayasan yang bergerak dalam bidang kebudayaan, bertujuan ikut membantu

Pemerintah dalam menunjang kesejahteraan masyarakat, terutama dalam

melestarikan Kebudayaan Bangsa.

Tujuan untuk memajukan kebudayaan dapat berupa :

a. Pendirian museum

b. Pendirian tempat-tempat wisata

Untuk memperoleh izin operasionalnya karena yayasan ini bergerak dalam

bidang kebudayaan, maka pengesahannya didapat dari Departemen Pendidikan

dan Kebudayaan Republik Indonesia.

4. Yayasan yang bergerak dalam bidang keagamaan, bertujuan ikut membantu

Pemerintah dalam menunjang kesejahteraan masyarakat, terutama dalam

kehidupan beragama atau peribadatan. Kegiatan dalam memajukan agama

antara lain :

a.Sumbangan untuk membangun, memelihara dan merawat bangunanbangunan

keagamaan, atau bagiannya, serta pekarangan.

b. Sumbangan atau bantuan untuk pelayanan

c. Sumbangan atau bantuan untuk pemuka agama

14

Page 16: Yayasan

Untuk memperoleh izin operasionalnya mendapat pengesahan

dari Departemen Agama.

5. Yayasan yang bergerak dalam bidang sosial, bertujuan ingin membantu

pemerintah dalam menunjang kesejahteraan masyarakat, terutama berkaitan

dengan masalah sosial seperti : menyantuni anak yatim, fakir miskin.

a. Menyantuni anak yatim

b. Menyantuni fakir miskin

Untuk memperoleh izin operasionalnya mendapat pengesahan dari Departemen

Sosial.

Dari semua kegiatan di atas dapat terlihat bahwa semua tujuan berfungsi

sosial, kemanusiaan dan keagamaan, atau semata-mata untuk tujuan sosial yang

tujuannya diperuntukkan untuk kepentingan orang lain yang ada di luar yayasan

tersebut.

H. Pembubaran Yayasan

Yayasan bubar karena jangka waktu yang ditetapkan dalam Anggaran Dasar

berakhir, tujuan telah atau tidak mungkin dicapai lagi, ataupun karena putusan

Pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.

Pasal 62 Undang-Undang Yayasan Nomor 16 Tahun 2001 sebagaimana telah

diubah dengan Undang-Undang No. 28 Tahun 2004, menyebutkan:

Yayasan bubar karena:

a. Jangka waktu yang ditetapkan dalam Anggaran Dasar berakhir;

b. Tujuan yayasan yang ditetapkan dalam Anggaran Dasar telah tercapai atau

tidak tercapai;

c. Putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap

berdasarkan alasan:

1) Yayasan melanggar ketertiban umum dan kesusilaan;

2) Tidak mampu membayar hutangnya setelah dinyatakan pailit; atau

3) Harta kekayaan Yayasan tidak cukup untuk melunasi hutangnya setelah

pernyataaan dicabut.

15

Page 17: Yayasan

Likuidator atau kurator yang ditunjuk, melakukan pemberesan kekayaan

Yayasan yang bubar atau dibubarkan. Kekayaan sisa likuidasi diserahkan kepada

Yayasan lain yang mempunyai maksud dan tujuan yang sama. Bila tidak, maka sisa

kekayaan tersebut diserahkan kepada Negara dan penggunaannya disesuaikan

dengan maksud dan tujuan Yayasan tersebut.

Pasal 63 Undang-Undang Yayasan Nomor 16 Tahun 2001 sebagaimana telah

diubah dengan Undang-Undang No. 28 Tahun 2004, menyebutkan:

(1) Dalam hal Yayasan bubar karena alasan sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 62 huruf a dan huruf b, Pembina menunjuk likuidator untuk

membereskan kekayaan Yayasan.

(2) Dalam hal tidak ditunjuk likuidator, Pengurus bertindak selaku likuidator.

(3) Dalam hal Yayasan bubar, Yayasan tidak dapat melakukan perbuatan

hukum, kecuali untuk membereskan kekayaannya dalam proses likuidasi.

(4) Dalam hal Yayasan sedang dalam proses likuidasi, untuk semua surat ke

luar, dicantumkan frasa “dalam likuidasi’ di belakang nama Yayasan.

Ketentuan dalam Pasal 63 Ayat (1) menegaskan bahwa kekayaan Yayasan yang

dibubarkan harus dibereskan (likuidasi). Dengan pembubaran tersebut, keberadaan

Yayasan masih tetap ada sampai pada saat likuidator dibebaskan dari tanggung

jawab.

Pasal 64 Undang-Undang Yayasan Nomor 16 Tahun 2001 sebagaimana telah

diubah dengan Undang-Undang No. 28 Tahun 2004, menyebutkan:

(1) Dalam hal Yayasan bubar karena Putusan Pengadilan, maka pengadilan

juga menunjuk likuidator.

(2) Dalam hal pembubaran Yayasan karena pailit, berlaku peraturan

perundang-undangan di bidang Kepailitan.

(3) Ketentuan mengenai penunjukkan, pengangkatan, pemberhentian

sementara, pemberhentian, wewenang, kewajiban, tugas dan tanggung

jawab, serta pengawasan terhadap Pengurus berlaku juga bagi likuidator.

16

Page 18: Yayasan

Dalam hal ini pembubaran Yayasan berdasarkan putusan Pengadilan, penunjukkan

likuidator ditetapkan oleh Pengadilan, sedangkan penunjukkan kurator hanya

apabila Yayasan dinyatakan pailit.

Selanjutnya penjelasan mengenai pembubaran Yayasan dijelaskan pada

Undang-Undang Yayasan Nomor 16 Tahun 2001 sebagaimana telah diubah dengan

Undang-Undang No. 28 Tahun 2004 dari Pasal 65 sampai dengan 68.

17

Page 19: Yayasan

BAB II

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan uraian bab sebelumnya penulis dapat mengemukakan simpulan

sebagai berikut:

1. Yayasan merupakan badan hukum yang terdiri atas kekayaan yang dipisahkan

dan diperuntukkan untuk mencapai tujuan tertentu di bidang sosial, keagamaan

dan kemanusiaan yang, tidak mempunyai anggota.

2. Dasar hukum tentang Yayasan yang berlaku adalah Undang-Undang Yayasan

Nomor 16 Tahun 2001 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No.

28 Tahun 2004.

3. Yayasan dapat didirikan oleh satu orang atau lebih dengan memisahkan

sebagian harta kekayaan pendirinya, sebagai kekayaan awal. Yayasan dapat

didirikan berdasarkan surat wasiat. Serta Yayasan didirikan harus dengan akta

notaris.

4. Anggaran Dasar adalah aturan dasar yayasan yang wajib dipatuhi oleh

Pembina, Pengurus, dan Pengawas.

5. Kekayaan Yayasan sebagai kekayaan awal yayasan, maka pendiri yayasan

diwajibkan untuk memisahkan harta kekayaannya dan kemudian diserahkan

kepada yayasan.

6. Organ Yayasan terdiri dari Pembina, Pengurus, dan Pengawas.

7. Kegiatan usaha yayasan adalah untuk menunjang pencapaian

maksud dan tujuannya, yaitu suatu tujuan yang bersifat sosial, keagamaan

dan kemanusiaan.

8. Yayasan bubar karena jangka waktu yang ditetapkan dalam Anggaran Dasar

berakhir, tujuan telah atau tidak mungkin dicapai lagi, ataupun karena putusan

Pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.

B. Saran

Disarankan kiranya dari pihak pemerintah melakukan sosialisasi tentang

peraturan hukum yang menyangkut yayasan kepada semua lapisan masyarakat,

dengan memberikan penyuluhan maupun penerangan-penerangan, agar kehidupan

yayasan di Indonesia sesuai dengan kaidah hukum yang berlaku.

18

Page 20: Yayasan

DAFTAR PUSTAKA

Ais, Chatamarrasjid. 2002. Badan Hukum Yayasan. Bandung: PT. Citra Aditya

Bakti.

Arto, Mukti. 1996. Praktek Perkara Perdata. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Rido, R. Ali. 2001. Badan Hukum dan Kedudukan Badan Hukum Perseroan,

Perkumpulan Koperasi, Yayasan, Wakaf. Bandung: Alumni.

Supramono, Gatot. 2008. Hukum Yayasan di Indonesia. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

19