y = creativity + i + g + nxstaff.ui.ac.id/system/files/users/a.hezkasari/...2019/09/07 · laporan...
TRANSCRIPT
1
Analisis Kebijakan Bidang Ekonomi Kreatif oleh Amelia Day @ameliaday
Y = Creativity + I + G + NX
BAGIAN PERTAMA:
KONSEP, KONTEKS, DEFINISI & KLASIFIKASI DATA
“Developing clear advocacy based on facts and evidence”
--Unesco
2
DAFTAR ISI BAGIAN PERTAMA: KONSEP, KONTEKS, DEFINISI & KLASIFIKASI DATA
A. IKHTISAR
1. LATAR BELAKANG
2. PERMASALAHAN
3. METODOLOGI
4. TUJUAN PENULISAN
5. ALUR NASKAH
6. MAKLUMAT PENOLAKAN (DISCLAIMER)
B. KONSEP DAN KONTEKS EKONOMI KREATIF GLOBAL
1. KAJIAN GELOMBANG PERTAMA, KEDUA & KETIGA
2. KAJIAN GLOBAL
3. KAJIAN SWASTA
4. KAJIAN INDONESIA
C. DEFINISI & KLASIFIKASI DATA
1. EKONOMI BUDAYA & KREATIVITAS
2. EKONOMI KREATIF & INDUSTRI KREATIF
3. SUBBIDANG INDUSTRI KREATIF
3.1. UNDP/UNESCO dan Uni Eropa: Berbasis budaya
3.2. WIPO: Berbasis HaKI
3.3. TERA Consultants dalam Kerangka Persaingan Usaha
3.3.1. Core Creative Industries [CCI]
3.3.2. Non-Core Creative Industries
3.4. UNCTAD dalam Kerangka Skala dan Risiko Industri
4. PEMBAGIAN SUB-SUBBIDANG INDUSTRI KREATIF
4.1. Indonesia
4.2. Inggris
4.3. Finlandia
4.4. Jerman
4.5. Korea Selatan
4.6. Jepang
5. KLASIFIKASI INDUSTRI DAN PEKERJAAN MENURUT UNITED
NATIONS
5.1. ISIC versi 4, revisi tahun 2008
5.2. ISCO versi 8, revisi tahun 2008
5.3. SYSTEM OF NATIONAL ACCOUNTS (SNA) BERBASIS ISIC
DAN ISCO
6. KLASIFIKASI INDUSTRI DAN PEKERJAAN KREATIF SESUAI ISIC
& ISCO
6.1. ISIC untuk Industri Kreatif
6.1.1. Industri Kreatif Inti
6.1.2. Industri Lainnya, yang bisa terkait dengan
Industri Kreatif
6.2. ISCO untuk Pekerjaan Kreatif
6.2.1. Pekerjaan Kreatif Inti
6.2.2. Pekerjaan Lainnya yang menjadi bagian Industri
Kreatif
7. PRODUK KREATIF: BARANG & JASA
7.1. Definisi Umum Barang & Jasa
7.1.1. Barang (Goods atau Merchandise)
7.1.2. Layanan atau Jasa (Services)
7.2. Definisi Khusus Barang & Jasa Kreatif
7.2.1. Barang Kreatif (Creative Goods)
7.2.2. Jasa atau Layanan Kreatif (Creative Services)
8. ORANG/PEKERJA KREATIF
8.1. Definisi
8.2. Matriks ISIC & ISCO
8.2.1. Pekerja Kreatif di Bidang Kreatif
Creative Workers at Creative Sectors
8.2.2. Pekerja Non-Kreatif di Sektor Kreatif
Non-core Creative at Creative Sector
8.2.3. Pekerja Kreatif di Sektor Non-kreatif
Creative at Non-core Creative Sector
8.2.4. Pekerja Non-kreatif di Sektor Non-kreatif
Non-core Creative at Non-core Creative Sector
9. RANTAI NILAI PRODUK KREATIF
9.1. Definisi
9.1.1. Kreasi/Ide
9.1.2. Produksi/Pembuatan
9.1.3. Distribusi/Penyebaran
9.1.4. Pameran/Penerimaan/Penyampaian
9.1.5. Konservasi
9.2. Manfaat
9.2.1. Troubleshooting & Sustainability
9.2.2. Local/National Trade
9.2.3. Global Trade
9.3. Rantai Nilai Khas Setiap Subbidang
9.3.1. Aplikasi dan Game Developer
9.3.2. Arsitektur
9.3.3. Desain Interior
9.3.4. Desain Komunikasi Visual
9.3.5. Desain Produk
9.3.6. Fashion
9.3.7. Film, Animasi dan Video
9.3.8. Fotografi
9.3.9. Kriya
9.3.10. Kuliner
9.3.11. Musik
9.3.12. Penerbitan
9.3.13. Periklanan
9.3.14. Seni Pertunjukan
9.3.15. Seni Rupa
9.3.16. Televisi dan Radio
D. DUKUNGAN PEMERINTAH
1. PENGATURAN berupa RPJMN (Rencana Pembangunan
Jangka Menengah)
1.1. RPJMN 2015-2019
1.2. RPJMN 2020-2024
1.3. RINDEKRAF
2. TAHAPAN KERJA KELEMBAGAAN
3. KELEMBAGAAN TINGKAT PUSAT
3.1. Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf)
3.2. Kementerian Perindustrian (Kemenperin)
3.3. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
(Kemendikbud)
3.4. Kementerian Komunikasi dan Informatika
(Kemenkominfo)
3.5. Kementerian Koperasi dan Usaha Mikro Kecil
Menengah (KemenkopUKM)
3.6. Kementerian Perdagangan (Kemendag)
3.7. Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumah Rakyat
(KemenPUPR)
3.8. Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian
3.9. Kelembagaan lain
3.9.1. Badan Koordinasi Penanaman Modal [BKPM]
3.9.2. Badan Pusat Statistik [BPS]
3.9.3. Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi
[Kemenakertrans]
3.9.4. Badan Nasional Sertifikasi Profesi [BNSP]
3.9.5. Kementerian Pariwisata [Kemenpar]
3
DAFTAR ISI BAGIAN KEDUA: PENGHITUNGAN INDUSTRI KREATIF INDONESIA SECARA GLOBAL
A. LOMPATAN KUANTUM
1. DINAMIKA KEBIJAKAN EKONOMI KREATIF DI INDONESIA
1.1. Dimensi Ekonomi Kreatif Berbasis Budaya
1.1.1 Dimensi Hak Komunal vs Hak Individu
1.1.2 Dimensi Pasar Dalam Negeri
1.1.3 Dimensi Pasar Luar Negeri
1.2 Kondisi Indonesia Hari Ini
1.2.1 Fakta Pertama: SDM Unggul
1.2.2 Fakta Kedua: Sasaran Pasar Global
1.2.3 Fakta Ketiga: Klasifikasi Stastistik Masih
Disempurnakan
1.2.4 Fakta Keempat: Orkestrasi Otonomi Daerah
2. DINAMIKA KEBIJAKAN EKONOMI KREATIF NEGARA LAIN
2.1. Inggris
2.2. Jepang
B. STRATEGI GLOBAL
1. STRATEGI GLOBAL
1.1. Europeana atau Cool Japan Strategy?
1.1.1. Cool Japan Strategy
1.1.2. Europeana
1.2. Budaya & Industri Kreatif dalam Perspektif
Makroekonomi
1.2.1. Penghitungan Jepang
1.2.2. Penghitungan Uni Eropa
C. AGREGAT INDONESIA HARI INI
1. ANALISIS KONTEKS OTONOMI DAERAH
2. RANTAI NILAI UNTUK AKTIVITAS INDUSTRI KREATIF
2.1. Produk Domestik Bruto
2.2. Kontribusi Ekspor
3. PEKERJA KREATIF UNTUK NILAI TAMBAH
3.1. Pelatihan, Pendidikan & Sertifikasi: Sukses Ainaki
3.2. Pelaksanaan Kartu Pra Kerja 2020-2024
3.2.1. Sensus Pekerja Kreatif
3.2.2. Aktivitas Pasar Global
D. STRATEGI INDONESIA
1. MENIMBANG STRATEGI UNI EROPA VS JEPANG
1.1. Mengupas Konteks dan Potensi Indonesia
1.2. Menimbang Lintas Bidang Pembangunan
1.3. Merumuskan Quick Wins Ekonomi Kreatif 2020-2024
2. INDONESIA: PASAR PENAWARAN & PERMINTAAN
2.1. Pasar Permintaan
2.1.1. Survei Konsumen & Diplomasi Budaya
2.1.2. Data Ekspor Unggulan atas Kriya, Fashion, Kuliner
2.2. Pasar Penawaran
2.2.1. Sumber Daya Budaya
2.2.2. Destinasi Pariwisata Unggulan
1) Outbound
2) Inbound
2.2.3. Subsektor Unggulan Dalam Negeri dalam
Kerangka Transmedia
1) Karakter Gundala untuk Keberlanjutan Pasar
Permintaan
2) Orkestrasi Semua Potensi
E. SIMPULAN & PENUTUP
4
A. IKHTISAR
1. LATAR BELAKANG
Hubungan antara kreativitas dan ekonomi adalah terkait inovasi dan diferensiasi suatu negara1.
Negara harus memiliki sumber keunggulan kompetitif dalam konteks persaingan global. Kreativitas
dan inovasi pada dasarnya adalah bagian dari proses yang sama; kreativitas dapat didefinisikan
sebagai kemampuan untuk menggabungkan makna dan elemen dalam cara-cara baru, sedangkan
inovasi mengacu pada kemampuan dan keberanian untuk mengubah ide-ide kreatif menjadi
produk, layanan, dan praktik baru. Banyak negara, bahkan Indonesia sebagai anggota United
Nations, menyepakati Sustainable Development Goals (SDG)2, atau Tujuan Pembangunan
Berkelanjutan, dengan budaya, kreativitas dan inovasi sebagai faktor pendorong utamanya.
Setelah “kreativitas” masuk sebagai satu faktor pembangunan, banyak negara mulai membuat peta
dan kajian “Ekonomi Kreatif”, mulai analisis tren dan dampak ekonomi, identifikasi masalah hingga
ke peluang untuk pengembangan kebijakan. Bidang Ekonomi Kreatif juga menjadi potensi baru
untuk perekonomian Indonesia, masuk sebagai bidang unggulan sejak Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 dan tetap masuk di RPJMN 2020-2024.
1.1. RPJMN 2015-2019
Bidang Ekonomi Kreatif ini menjadi satu bidang unggulan di RPJMN 2015-20193. Hingga
pertengahan Juli 2019, pertumbuhan ekonomi kreatif di Indonesia masih dilaporkan oleh
beberapa kementerian dan lembaga terkait sebagai bidang yang memiliki “progres”, bukan
“retrogres”. Capaian periode ini menjadi menjadi baseline atau patokan dasar untuk periode
pemerintahan 2020-2024. Laporan resmi Bekraf4 bahwa Sasaran RPJMN 2015-2019
dilaporkan tercapai sebagai berikut:
1.1.1. Jumlah tenaga kerja yang diserap di sektor ekonomi kreatif adalah 17,7 juta pekerja
ekonomi kreatif pada 2017, atau 14,61 persen dari jumlah tenaga kerja nasional.
1.1.2. Hingga 2017 kontribusi sektor ekonomi kreatif terhadap Produk Domestik Bruto (PDB)
Nasional baru mencapai 7,28 persen, dengan tingkat pertumbuhan 5,06 persen dari
tahun sebelumnya. Pertumbuhan PDB ekonomi kreatif masih di bawah PDB Nasional
yang mencapai 5,07 persen pada 2017.
1.1.3. Perhitungan BPS: kontribusi sektor ekonomi kreatif terhadap PDB adalah Rp 952 triliun
di tahun 2017, sementara sasaran RPJMN 2020-2024 untuk tahun 2020 adalah Rp1.100
triliun.
1.2. RPJMN 2020-2024
Bidang Ekonomi Kreatif tetap masuk sebagai bidang unggulan di RPJMN IV tahun 2020 – 2024,
khususnya pilar “Memperkuat Ketahanan Ekonomi untuk Pertumbuhan yang Berkualitas”5
1 Definisi kreativitas dan inovasi ini diadopsi dari laporan akhir kelompok kerja Finlandia (Yksitoista askelta luovaan Suomeen, 2006). 2 SDG adalah kumpulan 17 tujuan yang ditetapkan oleh General Assembly United Nations pada tahun 2015 untuk sebagai sasaran tahun 2030. 3 Pilar ini berisi: Perkembangan Ekonomi Makro, Reformasi Keuangan Negara; Stabilitas Moneter; Makroprudensial dan Keuangan yang Inklusif; Re-Industrialisasi yang Berkelanjutan;Peningkatan Efisiensi, Produktivitas, dan Daya Saing BUMN; Pemberdayaan UMKM dan Koperasi; Peningkatan Pariwisata; Peningkatan Ekonomi Kreatif; Penguatan Investasi; Mendorong Perdagangan Dalam Negeri; Peningkatan Daya Saing Ekspor; Peningkatan Produktivitas Tenaga Kerja dan Perluasan Lapangan Kerja; Perlindungan Pekerja Migran; Pelaksanaan Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN); Kerjasama Ekonomi Internasional; dan Data dan Informasi Statistik 4 Lalu Rahadian, Bekraf Ungkap Alasan Sektor Industri Kreatif Harus Dipacu, 31 Juli 2019, Bisnis.com. 5 Pilar ini menegaskan: Pembangunan ekonomi akan dipacu untuk tumbuh lebih tinggi, inklusif dan berdaya saing melalui: 1) Pengelolaan sumber daya ekonomi yang mencakup pemenuhan pangan dan pertanian serta pengelolaan kelautan, sumber daya air, sumber daya energi, serta kehutanan; dan 2) Akselerasi peningkatan nilai tambah agrofishery industry, kemaritiman, energi, industri, pariwisata, serta ekonomi kreatif dan digital.
5
dalam 7 Agenda Pembangunan. Di dalam RPJMN ini, disampaikan juga kreativitas dalam
pemanfaatan dan pemaduan sumber daya ekonomi dan budaya mendorong perkembangan
aktivitas ekonomi kreatif6.
2. PERMASALAHAN
Dilaporkan secara resmi bahwa Sasaran RPJMN 2015-2019 tercapai. Hanya saja, memasuki 2019
(atau akhir dari RPJMN 2015-2019) defisit anggaran nasional terjadi7. Beberapa fakta di lapangan
terkait penggunaan anggaran, misalnya, adalah peristiwa di mana dua kementerian mengadakan
kegiatan pelatihan animasi untuk individu-individu pelaku kreatif yang sama. Perhitungan keluaran
(output) atas hal ini berarti 2 (dua) dokumen, padahal hasil (outcome) yang didapat hanya 1 (satu).
Di tahun berikutnya yang terdampak (impact) dari pelatihan ini tetap satu individu. Contoh lain
adalah penyelenggaraan kegiatan tahunan penghargaan karya desain dan desainer, seperti Orbit8
(Bekraf) bukan desainer pemula, dan Indonesia Good Design Selection9 atau IGDS (Kemenperin)
juga bukan pemula. Dengan demikian, yang terjadi adalah siklus anggaran negara di periode
berikutnya adalah asumsi keluaran tetap 2, namun hasil dan dampak tetap 1.
Ilustrasi ___ Kesalahan Manajemen Birokrasi: Obyek Pelatihan Sama
Laporan data yang salah adalah bentuk kinerja yang buruk, yang akan mengakibatkan proses
pengambilan keputusan yang buruk pula dalam rentang tahun berikutnya. Ada beberapa catatan
lain terkait rencana kerja hingga laporan beberapa lembaga pemerintah, mulai dari hal
sesederhana salah ketik (typo) hingga pemutakhiran data dan ketiadaan laporan yang harus
dipublikasikan sebagai transparansi penggunaan uang negara.
2.1. Salah Penulisan
Kontribusi ekspor dilaporkan Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) dalam Laporan “Opus 2019”
(halaman 19), dan tertulis Nilai Ekspor Ekonomi Kreatif adalah US$ Rp 19,98 M (2016) naik dari
US$ Rp 19,33 M (2015). Nilai yang dipakai, dolar atau rupiah?
2.2. Tak Ada Data
2.2.1. Statistik Global: Jika kontribusi ekspor naik, Indonesia sebagai anggota United Nations
dan World Trade Organization, seharusnya menyampaikan data ini ke publik10;
6 Bappenas, Narasi RPJMN 2020-2024, halaman 33 7 Detik.com, Sri Mulyani Mulai Was-was Defisit Anggaran Rp 127 T, 21 Jun 2019 , https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-4595325/sri-mulyani-mulai-was-was-defisit-anggaran-rp-127-t 8 Tertulis di situs resmi Bekraf: “Prinsip dasar penyusunan program ORBIT adalah sebagai reward sekaligus scenario planning dan modelling program dukungan pemerintah terhadap penguatan ekosistem desain di Indonesia. Definisi ORBIT adalah wahana bagi para desainer muda Indonesia bertalenta untuk tumbuh berkembang secara maksimal melalui program pengembangan kapasitas secara berkelanjutan sehingga dapat berkontribusi kepada bangsa dan negara melalui profesinya.” 9 Tertulis di situs resmi Kementerian Perindustrian: “Kemenperin mewujudkannya melalui gelaran Indonesia Good Design Selection (IGDS) 2019 sebagai ajang penghargaan tertinggi dalam bidang desain industri dan desain produk di Tanah Air. Selain itu, kegiatan tersebut dapat mengangkat kemampuan dan potensi yang ada di Indonesia, baik itu seni dan budayanya maupun kompetensi sumber daya manusianya.” 10 Terkait data ekonomi sebuah negara anggota UN atau WTO, beberapa institusi global lain seperti IMF dan UNCTAD mencatat transaksi global Balance of Payments (BOP) yang dilakukan secara bilateral antara negara asal ekspor ke negara tujuan Ekspor untuk current accounts, atau laporan lain terkait capital & financial accounts. Lebih lanjut tentang BOP ini,
MASUKAN
(A)
PROSES
(A)
KELUARAN
(A) HASIL
(A)
DAMPAK
(A)
MASUKAN
(B)
PROSES
(B)
KELUARAN
(B)
HASIL DAMPAK
6
sementara di pokok data daring (online database) UNCTAD ataupun WIPO, kolom data
transaksi ekonomi kreatif dari Indonesia cenderung kosong.
Ilustrasi 1 - Statistik Ekonomi Kreatif di UNCTAD
2.2.2. Statistik Lokal: Data Badan Pusat Statistik (BPS) adalah data 2010-2016. Sensus Ekonomi
BPS terakhir adalah tahun 2016, terkait data usaha/perusahaan11. Belum ada data
termutakhir dalam bentuk survei nasional, terutama yang membedakan jasa (trade of
creative services) dan barang kreatif (trade of creative goods). BPS mengambil data
instansi terkait lain seperti Kantor Pos dan Kantor Direktorat Jenderal Bea dan Cukai,
Kementerian Keuangan. Laporan ini juga hanya terkait barang kreatif (bukan
jasa/layanan) secara umum, selain itu tidak semua Subbidang Industri Kreatif
dipaparkan.
2.3. Terkait Dokumen Publik yang Wajib Dipublikasikan
2.3.1. Belum Ada Survei Ekraf Menyeluruh: Belum ditemukan dokumen publik Bekraf terkait
survei yang diselenggarakan Bekraf sendiri untuk menghitung capaian atas Sasaran
RPJMN 2015-2019. Bekraf dalam laporan “Opus 2018” mengambil data dari pihak
swasta, seperti Ernst & Young dan dari BPS. BPS, untuk beberapa data, juga mengambil
dari kantor pemerintah atau BUMN lainnya. Data terakhir adalah, data pekerja dan PDB
dilakukan bersama antara Bekraf dan BPS pada pertengahan 201812.
2.3.2. Belum Dihitung Semua Subbidang: Laporan Bekraf juga belum secara transparan
mengungkapkan cara menghitung “keberhasilan” Bidang Ekonomi Kreatif dan setiap
subbidang Industri Kreatif terhadap pemasukan negara setiap tahunnya. Beberapa nilai
keberhasilan ini adalah kutipan dari berbagai sumber (Badan Pusat Statistik hingga Ernst
silakan cek di bagian Klasifikasi Data. Untuk mengecek data daring terkait transaksi Bidang Ekonomi Kreatif atau yang terkait HaKI, silakan cek https://data.imf.org/, https://unctadstat.unctad.org/ atau https://www.wipo.int/ipstats/en/. 11 Untuk publikasi resmi BPS, silakan cek https://www.bps.go.id/news/2015/05/21/114/sensus-ekonomi-2016.html 12 Seperti dilaporkan di situs resmi Bekraf, terkait buku hasil kerjasama antara Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) dan Badan
Pusat Statistik (BPS), yang mencakup data dan informasi mengenai PDB, Ekspor, dan Tenaga Kerja di tahun 2015 serta Profil
Usaha dan Pengusaha Ekonomi Kreatif 2016, per 31 Juli 2018, sila unduh di https://www.bekraf.go.id/pustaka/page/data-
statistik-dan-hasil-survei-khusus-ekonomi-kreatif
7
& Young). Selain itu, porsi penulisan “Opus 2019” lebih banyak tentang profil pegiat
ekonomi kreatif dan kegiatan terkait.
2.3.3. Bukan Laporan Kinerja Pemerintahan: Laporan Badan Ekonomi Kreatif yang telah
diterbitkan berjudul “Opus” (versi tahun 2017 dan tahun 2019) bukanlah Laporan
Kinerja atau LAKIP (Laporan Kinerja Instansi Pemerintah). LAKIP adalah wajib bagi
kementerian dan lembaga (tingkat pusat) dan pemerintah provinsi, kota dan kabupaten
(tingkat daerah)13.
2.4. Transparansi Kinerja
Dokumen publik juga wajib dipublikasikan14, dan daring salah satu cara untuk
mempublikasikannya. Tujuan publikasi ini adalah mewujudkan penyelenggaraan negara yang
baik, yaitu yang transparan, efektif dan efisien, akuntabel serta dapat dipertanggungjawabkan.
Dan tidak semua kementerian/lembaga yang memiliki tugas fungsi terkait Subbidang Industri
Kreatif menyampaikan dokumen laporan tahunannya, seperti LAKIP, ke publik.
3. METODOLOGI
Dengan salah satu sasaran pembangunan dalam RPJMN adalah Kontribusi Ekspor, atau pasar
internasional, penting akhirnya menghitung kontribusi ini dalam skala global. Penulis kemudian
mengkaji beberapa hal sejak perumusan pola pikir kebijakan (policy framework) di negara-negara
lain, hingga cara mereka mengidentifikasi, menganalisis dan mengevaluasi hasil kinerja program
pemerintah. Penulis membandingkan beberapa sumber, terutamanya dari laporan resmi negara-
negara dengan ekspor produk kreatif ke pasar global. Selain itu, penulis juga mengkaji laporan
badan atau forum internasional seperti UNCTAD, UNESCO, UNDP, ITU, WIPO, WEF, OECD dan IMF
yang secara khusus memanfaatkan analisis makroekonomi yang dibantu pengalaman pakar
ekonomi kreatif dan budaya mereka. Dalam laporan UNCTAD 2008, “The Challenge of Assessing
Creative Economy: towards Informed Policy Making”, bahwa tantangan bagi pembuat kebijakan
adalah menguraikan kerangka kerja konseptual, kelembagaan dan kebijakan di saat ekonomi
sedang tumbuh positif.
4. TUJUAN PENULISAN
Naskah Akademis ini dituliskan dengan beberapa tujuan:
4.1. Naskah Akademis ini bisa menjadi catatan kinerja, progres ataupun retrogres, yang dicapai
semua pemangku kepentingan Bidang Ekonomi Kreatif di Indonesia periode 2014-2019.
Penting diingat bahwa pengumpulan data hingga analisis kebijakan yang tidak akurat akan
mengarah pada pengambilan keputusan yang tidak tepat.
4.2. Dengan mengetahui konteks dan konsep global, serta beberapa best practices di negara lain,
semua pemangku kepentingan patut mempertimbangkan strategi percepatan pertumbuhan
Ekonomi Kreatif (quick wins) yang khas untuk pasar penawaran Indonesia dan pasar
permintaan global.
4.3. Untuk menghindari gelembung ekonomi Indonesia di masa depan, pengesahan RPJMN 2020-
2024 dapat memasukkan pertimbangan definisi dn klasifikasi global serta mencantumkan
program-program quick wins yang dirancang khusus untuk mengejar pasar global.
13 Peraturan tentang Laporan Kinerja ini tercantum dalam Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 53 Tahun 2014 tentang Petunjuk Teknis Perjanjian Kinerja, Pelaporan Kinerja dan Tata Cara Reviu Atas Laporan Kinerja Instansi Pemerintah, kemudian dilengkapi dengan dua peraturan: 1) Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 9 Tahun 2015 tentang Pedoman Penyusunan Laporan Kinerja Pemerintah Pusat, dan 2) Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 10 Tahun 2015 tentang Tata Cara Reviu Atas Laporan Kinerja Pemerintah Pusat 14 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, Pasal 2 menyatakan bahwa setiap Informasi Publik bersifat terbuka dan dapat diakses oleh setiap Pengguna Informasi Publik.
8
5. ALUR NASKAH
Secara umum, Naskah Akademis ini ditulis dengan tahapan:
6.1. Mengkaji konsep dan konteks Ekonomi Kreatif secara global dari berbagai perspektif waktu
dan pola pikir. Beberapa defisini dan klasifikasi data digali untuk rumusan yang dapat
meningkatkan kualitas pengukuran Bidang Ekonomi Kreatif dan sub-subbidang Industri Kreatif.
Harapannya, kualitas pengukuran ini dapat diterapkan untuk RPJMN 2020-2024. Langkah
pertama dalam menilai ekonomi berbasis budaya dan kreativitas di Indonesia adalah
mendefinisikan pembagian bidang15, subbidang dan aktivitas16 yang sesuai.
6.2. Menjabarkan keterkaitan beberapa klasifikasi data global, baik ekonomi secara umum
ataupun tentang Bidang Ekonomi Kreatif dan Sub-subbidang Industri Kreatif.
6.3. Menjabarkan tugas dan fungsi yang tercantum dalam Rencana Strategis setiap kementerian
dan lembaga yang terkait Bidang Ekonomi Kreatif secara umum atau pun khusus. Analisis atas
LAKIP atau laporan kinerja setiap kementerian dan lembaga ini menjadi pertimbangan
koordinasi pemerintah di masa mendatang.
6.4. Mengajukan alternatif penghitungan Sasaran dan Capaian RPJMN 2015-2019 berdasarkan
konsep, konteks, serta definisi dan klasifikasi data yang benar.
6. MAKLUMAT PENOLAKAN (DISCLAIMER)
6.1. Berdasarkan kesepakatan global yang telah disampaikan sebelum ini, dan untuk konsistensi di
dalam Naskah Akademis ini, Penulis menggunakan “Industri Kreatif” sebagai bagian dari
“Ekonomi Kreatif”. Penulis juga menyepakati bahwa “Budaya” adalah faktor khas dari “Industri
Kreatif”.
6.1.1. Industri Kreatif terdiri dari 16 subbidang (kata lain dari subsektor), dan
6.1.2. Ekonomi Kreatif adalah bidang pembangunan.
6.2. Untuk sub-subbidang Industri Kreatif tetap 16 (enam belas), mengikuti definisi yang dimaksud
RPJMN 2015-2019. Hal ini mengingat bahwa Naskah Akademis ini hanya menghitung Industri
Kreatif secara umum, karena data setiap subbidang yang terbatas hari ini. Selain itu, perlu
diingat juga bahwa perubahan 16 subsektor berarti perubahan peraturan perundang-
undangan yang menaunginya.
6.3. Ada beberapa hal yang tak bisa dikalkulasi hingga hari ini, misalnya, WIPO yang menemui
kesulitan mengidentifikasi masalah khusus dalam melacak arus ekspor barang yang memiliki
nilai HaKI dan produk lainnya di bidang jasa budaya/kreatif, misalnya karya seni dan barang
antik yang dijual secara pribadi atau dengan metode transaksi lainnya. Metode dan data
penghitungan akhirnya harus diselenggarakan di kajian-kajian di masa mendatang, dan
kemudian disepakati oleh semua pemangku kepentingan untuk hasil optimal.
15 Istilah “bidang” digunakan oleh Bappenas dalam RPJMN 2015-2019, daripada istilah “sektor”, dan untuk itu dalam Naskah Akademis ini, Penulis menggunakan istilah “bidang”. Sedangkan istilah “subbidang” seperti “Subbidang Industri Kreatif” digunakan, sebagai bagian dari “Bidang Ekonomi Kreatif”. 16 Istilah “aktivitas” digunakan dalam penghitungan kuantitatif dari Badan Pusat Statistik dan United Nation ISIC; untuk membedakan dengan istilah birokrasi Indonesia “kegiatan” yang lebih kualitatif dan merupakan bagian dari “program kerja”.
9
B. KONSEP DAN KONTEKS EKONOMI KREATIF GLOBAL
1. KAJIAN GELOMBANG PERTAMA, KEDUA & KETIGA
Berbagai metodologi dan perangkat dibuat untuk mengkaji industri-industri yang terkait agar dapat
membuat kebijakan yang terfokus. Kajian ini dikelompokkan ke dalam beberapa gelombang
pemikiran, yang semuanya diselenggarakan secara resmi oleh negara berkolaborasi dengan pakar
atau akademisi bidang terkait.
Untuk mendapatkan indikator penghitungan, sumber data baru perlu diidentifikasi. Hal ini
dimanfaatkan untuk menyelaraskan proses pemantauan dengan baseline (patokan pertama). Pada
Gelombang Pertama dan Kedua, para peneliti yang resmi ditunjuk negara ini tak mendapatkan data
cukup, ditambah lagi kerangka kerja statistik yang tidak selalu memungkinkan ekstraksi informasi
spesifik berbagai kegiatan kreatif dan kaitannya ke seluruh perhitungan ekonomi.
1.1. Kajian Gelombang Pertama (First Wave): Subbidang Industri Kreatif
Kajian pertama ini hanya melihat “Ekonomi Kreatif” dan industri-industri terkait. Inggris adalah
negara pertama yang melakukan pemetaan aktivitas bisnis tertentu ini, yang dimulai pada
1998 dari Inggris di bawah koordinasi Department of Culture, Media and Sport (DCMS) dengan
Creative Industries Mapping Study17. Data yang relevan diekstraksi dari berbagai survei bisnis
di dalam industri-industri ini, ditambah dengan beberapa data ketenagakerjaan khusus
industri di mana ia tersedia.
1.2. Kajian Gelombang Kedua (Second Wave): Nilai Tambah Produk Kreatif
Kajian kedua ini mencoba mengaitkan aktivitas industri kreatif dengan pekerjaan. Kajian Tim
CreateHK (2003) yaitu Baseline Study on Hong Kong Creative Industries, adalah pemetaan
industri kreatif berdasarkan karakteristik budaya, sosial, teknologi, dan faktor ekonomi
nasional yang beragam. Dengan melihat hubungan pekerjaan kreatif (creative occupations) di
dalam industri kreatif, CreateHK juga mengkaji industri kreatif sebagai bagian khusus ekonomi
sebuah negara, yang dilengkapi dengan tahap-tahap nilai tambah (added value) dalam rantai
produksi kreatif (creative value chain).
1.3. Kajian Gelombang Ketiga (Third Wave): Penghitungan Data Kreatif Secara Global
Kajian ketiga ini dipelopori banyak negara. UNESCO menyatakan bahwa industri budaya dan
kreatif adalah pendorong utama ekonomi negara maju dan berkembang. Keduanya adalah
sektor yang paling cepat berkembang di seluruh dunia, dengan mempengaruhi penghasilan,
penciptaan lapangan kerja, dan kontribusi ekspor18. Industri budaya dan kreatif juga
menghasilkan nilai non-moneter untuk pembangunan yang inklusif dan berkelanjutan. Kajian
yang cukup signifikan adalah kajian dari Perancis (2013)19 dan Australia (2007)20, yang
mengkaji dan menghitung industri kreatif dalam sistem klasifikasi statistik industri dan
pekerjaan yang lebih baru. Di Australia, klasifikasi industri adalah ANZSIC0621, dan pekerjaan
17 Pemerintah Inggris membuat kajian masing-masing Subbidang Industri Kreatif sejak 1998, yang kemudian direvisi 2001. Untuk kajian-kajiannya, silakan cek pranala https://www.gov.uk/government/publications/creative-industries-mapping-documents-1998. 18 UNESCO, Cultural times, The first global map of cultural and creative industries, December 2015 19 France Créative Releases First Overview of France’s Cultural and Creative Industries, 7 November 2013. Perancis merilis kajian industri budaya dan kreatif pertama kali. Kajian ini dibuat oleh EY (sebelumnya Ernst & Young), yang berupa fakta dan angka-angka penting, menghadirkan panorama pertama dari sembilan sektor budaya Prancis dalam hal pekerjaan dan nilai ekonomi. (www.cisac.org) 20 Di bawah koordinasi Australian Research Council Linkage Project yaitu Department of Communications, Information Technology and the Arts, the Australian Film Commission dan Queensland University of Technology, Australia mengkaji ekonomi kreatif sebagai bagian ekonomi nasional dan global, dalam “Australia’s Creative Economy: Mapping Methodologies” pada tahun 2007. 21 ANZSIC06 adalah Australian and New Zealand Standard Industrial Classification (ANZSIC), 2006 (cat.no.1292.0), dikelola oleh Australian Bureau of Statistics
10
adalah ANZSCO22. Keduanya melihat klasifikasi ISIC dan ISCO sebagai patokan. Kajian ini
melihat ekstraksi data yang lebih tepat dan relevan bagi kegiatan kreatif23. Metode di dalam
kajian ini pun lebih fleksibel terhadap perubahan model bisnis dan teknologi.
2. KAJIAN GLOBAL
Memasuki dekade kedua, kajian ekonomi kreatif adalah kajian global. Banyak negara berlomba
membuat kajian didasari keniscayaan Ekonomi Kreatif sebagai satu fenomena baru di era digital.
Sebagai bidang yang sarat teknologi dan perubahannya, definisi dan klasifikasi data “Ekonomi
Kreatif” kerap berubah. UNCTAD (2018) menyampaikan maklumat penolakan (disclaimer) terkait
definisi “Ekonomi Kreatif” ini:
There is no single definition of the creative economy nor is there a consensus as to the set of knowledge-
based economic activities on which the creative industries are based. There is no one-size-fits-all recipe but
rather, flexible and strategic choices to be made by national governments in order to optimize the benefits
of their creative economies for development.24
Meski demikian, UNCTAD memberikan contoh best practices (pelaksanaan terbaik) di setiap
negara, yang merupakan pengekspor produk kreatif ke pasar dunia. Dirangkum dari laporan-
laporan UNCTAD (2018) dan WIPO (2012)25 beberapa metode mengukur kekuatan ekonomi kreatif
di berbagai negara:
2.1. Australia: melakukan survei industri dan survei individu juga kehadiran pengunjung di acara-
acara kreatif;
2.2. Kanada: menganalisis data statistik atas besar industri, partisipasi kegiatan budaya, dan survei
tenaga kerja budaya;
2.3. Finlandia, Perancis dan Italia: menganalisis data statistik badan pemerintah atas sektor kreatif;
2.4. Filipina: menghitung ekstrasi data terkait dari badan statistiknya yang mengabaikan sektor
informal dan UKM;
2.5. Jepang dan China: menganalisis data statistik pemerintah secara umum terkait ekspor barang
dan pekerja kreatif di luar negaranya;
2.6. Inggris dan Singapura: menghitung ekstrasi data bisnis dari level SIC 4-5 digit yang diambil oleh
badan pemerintah terakit, dan masih dalam tataran data ekspor jasa kreatif (belum barang
kreatif).
3. KAJIAN SWASTA
Untuk pasar Industri Kreatif dan Budaya (Creative & Cultural Industries) di Uni Eropa, misalnya,
pihak swasta seperti konsultan EY (Ernst & Young, 2014)26 membuat kajian dengan matriks atas:
6.4. Sebelas "pilar vertikal" atau Subbidang Industri Kreatif di Eropa. Penting kemudian menghitung
rantai nilai atas 11 bidang secara khas. EY juga mengkaji bahwa semua tingkatan rantai nilai
bisa saling terkait, misalnya, novel yang ditulis sebagai buku dapat diadaptasi menjadi film atau
permainan video, atau musikal dapat berbentuk film, pertunjukan panggung, atau rekaman.
Teknologi digital telah memperkuat keterkaitan ini, sehingga mempercepat kolaborasi lintas
Subbidang Industri Kreatif. Rantai nilai kreatif (konsepsi gagasan, desain, produksi, distribusi
barang dan jasa kreatif, hingga pertunjukan, penyiaran dan manajemen penyiaran) ini saling
22 ANZSCO adalah Australian and New Zealand Standard Classification of Occupations, 2013, Version 1.2, , dikelola oleh Australian Bureau of Statistics dan dirilis pada September 2006. ANZSCO direvisi pada Juni 2009 sebagai hasil dari perubahan kecil pada struktur klasifikasi dan perubahan definisi untuk beberapa pekerjaan, lengkap dengan spesialisasi dan judul alternatif; pemisahan dan penggabungan pekerjaan yang ada; revisi judul jabatan utama; dan beberapa lainnya. 23 Ibid. 24 UNCTAD report on “Creative Economy 2008: The Challenge of Assessing the Creative Economy towards Informed Policy-making” 25 Sabri Rbeihat & Amer Bakeer, The South-North Center for Dialogue and Development for WIPO, The Economic Contribution of Copyright-Based Industries in the Hashemite Kingdom of Jordan, Amman, 2012 26 EY, Creating growth: Measuring cultural and creative markets in the EU, 2014
11
berkaitan, bahkan secara eksternal atau lintas bidang pembangunan lain seperti pendidikan
dan pariwisata.
6.4.1. Tumpang tindih terjadi pada tingkat penciptaan antara penulis, komposer, seniman
visual, desainer, sutradara, penulis skenario dan penulis, di tingkat produksi, antara TV
dan film, seni visual dan video game.
6.4.2. Tumpang tindih juga terjadi pada tingkat distribusi, dengan munculnya berbagai
platform untuk distribusi media campuran.
6.4.3. Bidang periklanan di Uni eropa juga memiliki hubungan bisnis yang erat dengan
sebagian besar segmen pasar ini: pendapatan iklan adalah aliran pendapatan penting
untuk industri radio, TV, dan surat kabar.
6.5. Spektrum aktivitas kreatif yang menghasilkan nilai ekonomi dan pekerjaan. Industri Kreatif dan
Budaya semakin dipandang sebagai komponen kunci dari pembangunan ekonomi lokal. Di
persimpangan seni, bisnis dan teknologi, kegiatan-kegiatan kreatif ini bertindak sebagai katalis
dan mesin inovasi, dengan manfaat yang memperkuat ekonomi yang lebih luas. Ada dua hal
yang penting dicatat:
6.5.1. Sektor budaya dan kreatif sangat menarik bagi kaum muda.
6.5.2. Bidang budaya dan kreatif terbuka untuk pekerja muda dan menyerapnya dengan
mudah. Industri budaya dan kreatif memiliki peran strategis dalam pemulihan ekonomi
dan pertumbuhan Eropa, terutama dalam menyediakan lapangan kerja dan peluang
karier bagi kaum muda Eropa.
6.6. Dalam kajian Komisi Eropa (2013), UKM dan organisasi kreatif menemui kesulitan merekrut
pekerja serta mengumpulkan modal dan dana. Secara khusus, mereka sangat bergantung
pada aset tidak berwujud dan HaKI, hingga mereka harus melayani pasar yang tidak pasti
(mengarah ke risiko yang lebih tinggi). Di sisi lain, mereka menderita dari persepsi luas bahwa
pengusaha UKM kurang memiliki keterampilan bisnis dan bergantung pada skema investasi
publik. Persepsi atas UKM Ekonomi Kreatif ini pada akhirnya harus mengetahui model bisnis
dan nilai tambah di setiap rantai nila kreatif.
Ilustrasi ___ : Perbandingan industri kreatif dan budaya (CCI) dengan industri lain
4. KAJIAN INDONESIA
Kementerian Perdagangan (2008) dibantu oleh tim Indonesia Design Power mempublikasikan
kajian Pengembangan Ekonomi Kreatif 2009-2015, yang terdiri atas dokumen cetak biru dan
rencana aksi, terkait 14 Subsektor Industri Kreatif, beserta Quick Wins untuk setiap subsektor
(subbidang) dan para pemangku kepentingan.
12
Di dalam kajian itu disampaikan bahwa Ekonomi Kreatif perlu dikembangkan di Indonesia karena:
4.1. Memberikan kontribusi ekonomi yang signifikan
4.2. Menciptakan Iklim bisnis yang positif
4.3. Membangun citra dan identitas Bangsa
4.4. Berbasis kepada Sumber Daya yang terbarukan
4.5. Menciptakan inovasi dan kreativitas yang merupakan keunggulan kompetitif suatu bangsa
4.6. Memberikan dampak sosial yang positif
Istilah pentahelix ABCGM (academics, business, communities, government, dan media) serta
penambahan subbidang lahir dari kajian-kajian berikutnya. Hingga pertengahan 2019, belum ada
kajian untuk mendata dan memetakan subbidang industri kreatif yang menyesuaikan dengan
Gelombang Ketiga, yaitu ekstraksi data nasional lintas bidang yang lebih tepat dan relevan dengan
kegiatan kreatif.
Ilustrasi ___ : Hasil Survei Ekonomi Kreatif Bekraf & BPS (2017)27
\\\\\\
27 Bekraf, Data Statistik dan Hasil Survei Ekonomi Kreatif, Kerjasama Badan Ekonomi Kreatif dan Badan Pusat Statistik, 2017
13
C. DEFINISI & KLASIFIKASI DATA
Untuk mengkaji penghitungan kekuatan ekonomi kreatif di Indonesia, perlu disepakati definisi dan
klasifikasi data ekonomi kreatif. Definisi dasar, seperti membedakan istilah “Ekonomi Kreatif” dan
“Industri Kreatif” yang mengacu pada kesepakatan global, patut dipertimbangkan untuk keseragaman
langkah semua pemangku kepentingan. Harapan lanjutannya adalah pelaksanaan RPJMN 2020-2024
yang optimal.
Dari definisi-definisi kesepakatan global ini, dilanjutkan ke kajian klasifikasi global terhadap bidang atau
sektor pembangunan yang terkait ekonomi kreatif. Klasifikasi ini membantu pegiat kreatif Indonesia
masuk ke pasar global (outward looking), selain juga menemukenali industri dan pekerjaan di Bidang
Ekonomi Kreatif (inward looking), terutama terkait dengan rantai nilai produk kreatif. Dengan mengkaji
rantai nilai, termasuk hambatannya, semua pemangku kepentingan di Bidang Ekonomi Kreatif dapat
lebih mudah mencari solusi masalah dan optimalisasi hasil.
1. EKONOMI BUDAYA & KREATIVITAS
Dari masa ke masa, telah terbukti bahwa penciptaan tarian, patung dan karya seni lainnya adalah
proses kreatif manusia yang tak henti. Fenomena milenium baru kemudian menemukenali bahwa
rantai nilai kreativitas telah dipengaruhi oleh solusi digital baru. Transformasi pengetahuan dalam
hitungan detik, dan melimpahnya pengetahuan ini telah membawa peluang baru untuk praktik-
praktik inovatif dan cara-cara baru interaksi dengan masyarakat lebih luas lagi. Akibatnya karya-
karya budaya “diperjualbelikan”, bersamaan dengan proses inovasi yang tak henti. Selanjutnya,
terjadi dinamika persaingan, ketidaksempurnaan pasar, pengelolaan hak, keanekaragaman budaya
dan masalah lain yang penting bagi bidang budaya dan kreatif saat ini. Menjadikan budaya dan seni
sebagai produk bernilai komersial tinggi.
Definisi “Ekonomi Kreatif” yang dirumuskan Florida (2002)28, Caves (2002)29 dan Cox (2005)30
memang tumpang tindih, namun sampai taraf tertentu, semua saling memperkuat satu sama lain.
Mereka memiliki kepakaran sendiri-sendiri, misalnya, Richard Florida sebagai pakar tata kota, lalu
Richard E. Caves pakar struktur kontrak bisnis kreatif, serta George Cox pakar desain dan inovasi
bisnis. Mengingat mereka juga tidak memberikan definisi industri kreatif yang dinamis, akhirnya
selama 20 tahun terakhir ini banyak negara dan lembaga internasional merumuskan kembali
“Ekonomi Kreatif”.
Di sisi lain, bagi banyak orang, budaya (culture) adalah kuno, dan seni atau kesenian (arts) adalah
masalah pencerahan atau hiburan. Seni dan budaya menjadi marjinal dalam kontribusi ekonomi.
Keduanya tak masuk pada ranah kebijakan publik karena tak memiliki peran ekonomi besar,
dibandingkan dengan sektor atau industri lainnya. Padahal yang terjadi adalah kurangnya alat
statistik yang tersedia untuk mengukur kontribusi bidang budaya terhadap ekonomi baik di tingkat
nasional maupun internasional31.
Melihat fenomena antara budaya dan kreativitas, tahun 1998 Department of National Heritage
(Kementerian Warisan Budaya Nasional) di Inggris mengubah nomenklatur dirinya menjadi
Department for Culture, Media & Sport (DCMS)32. Pada tahun 2001 DCMS memetakan “industri
kreatif” yang dibedakan dengan “industri budaya”, namun hingga hari ini, badan dunia seperti
28 Richard Florida, Cities and the Creative Class, Routledge, 2005 29 Richard E. Caves, Creative Industries: Contracts Between Art and Commerce, Harvard University Press, 2000 30 The Cox Review of Creativity in Business, https://webarchive.nationalarchives.gov.uk/+/http://www.hm-treasury.gov.uk/coxreview_index.htm 31 KEA European Affairs team, The Economy of Culture, Study prepared for the European Commission, (Directorate-General for Education and Culture), Komisi Eropa, 2006 32 Sejak Olimpiade Musim Panas 2012 di London, DCMS diubah lagi menjadi Department for Culture, Olympics, Media and Sport (DCOMS).
14
UNESCO (di bawah United Nations) dan Uni Eropa lebih memilih penggunaan istilah “industri
budaya”33, termasuk di dalamnya “industri kreatif”. European Commission (Komisi Eropa yang
membawahi banyak negara di Eropa) juga mengkaji bahwa di dalam "bidang kreatif", budaya
menjadi input "kreatif" dalam produksi barang-barang non-budaya. Bidang Kreatif ini mencakup
kegiatan seperti desain (desain mode, desain interior, dan desain produk), arsitektur, dan
periklanan. Kreativitas menggunakan sumber daya budaya. Kreativitas menjadi konsumsi perantara
ke dalam proses produksi sektor non-budaya. Dengan demikian kreativitas berbasis budaya adalah
sumber inovasi.
UNCTAD (United Nations Conference on Trade and Development) kemudian membuat perbedaan
antara "kegiatan hulu" (kegiatan budaya tradisional seperti seni pertunjukan atau seni visual) dan
"kegiatan hilir" (lebih dekat ke pasar, seperti periklanan, penerbitan, atau kegiatan terkait media),
dan berpendapat bahwa kelompok kedua memperoleh nilai komersial dari biaya reproduksi rendah
dan transfer mudah ke domain ekonomi lainnya. Dari perspektif Komisi Eropa dan UNCTAD ini,
industri budaya merupakan bagian dari industri kreatif.
2. EKONOMI KREATIF & INDUSTRI KREATIF
2.1. UNCTAD
UNCTAD dalam laporan“Creative Economy Report 2008, The Challenge of Assessing the
Creative Economy: Towards Informed Policy-making”, ditegaskan bahwa Bidang Ekonomi
kreatif adalah konsep yang berkembang yang berpusat pada dinamika industri kreatif. Bidang
ini bagi sebagian orang, harus dilihat secara holistik karena ia secara global berinteraksi dengan
budaya, ekonomi, dan teknologi kontemporer yang didominasi oleh simbol, teks, suara, dan
gambar.
Industri Kreatif adalah jantung Bidang Ekonomi Kreatif. Industri Kreatif memiliki siklus
penciptaan, produksi dan distribusi barang dan jasa yang menggunakan HaKI sebagai masukan
(input) utama mereka. Semua aktivitas di industri ini sarat dengan keterampilan kreatif, dan ia
juga dapat menghasilkan pendapatan melalui perdagangan barang/jasa dan transaksi HaKI.
2.2. WIPO
WIPO (World Intellectual Property Organization) melihat “Ekonomi Kreatif” sebagai kesadaran
global tentang peran kreativitas dan inovasi, yang didukung oleh hak kekayaan intelektual
(HaKI, atau intellectual property rights), salah satunya hak cipta (copyrights)34.
Klasifikasi industri hak cipta ke dalam pengelompokan semacam itu Sistem Klasifikasi WIPO35
menekankan karakteristik keluaran industri hak cipta inti (core copyrights), karakteristik dan
penggunaan keluaran atas aktivitas yang saling tergantung (inter-dependent activities) dan dan
tujuan transaksi atas aktivitas yang tidak didedikasikan (non-dedicated activities). WIPO telah
menyelaraskan klasifikasi WIPO dengan klasifikasi UN ISIC untuk kejelasan dan konsistensi
global. Hal ini ditujukan agar negara-negara anggota dapat melakukan pengembangan
metodologi lebih lanjut.
Kategorisasi WIPO juga telah mengakui efisiensi pendekatan SNA36, terutama sebagai dasar
klasifikasi kegiatan hak cipta ke dalam empat kategori: inti, saling tergantung, parsial, dan tidak
berdedikasi. WIPO membagi industri hak cipta berdasarkan bagan berikut ini:
33 BOP Consulting, Creative and Cultural Economy series ⁄ 2, Mapping the Creative Industries: A Toolkit, British Council, 2010 34 Kontribusi Ekonomi Kreatif terhadap pembangunan ekonomi, sosial, dan budayabisa diukur dengan syarat bahwa aktivitas ekonomi yang dapat diukur yang dilindungi oleh hak cipta adalah yang mendapatkan perlindungan hak cipta telah ditegakkan, dan aktivitas ekonomi ini telah berjalan sesuai dengan hukum. 35 WIPO, Guide on Surveying the Economic Contribution of the Copyright Industries, 2015 Revised Edition 36 Silakan cek nomor 5.3. tentang SNA, System for National Accounting.
15
Ilustrasi ___ : Pembagian Barang Berwujud (Benda) dan Tak Berwujud (Takbenda)
2.3. DCMS Inggris
DCMS dari Inggris sejak 201637 telah membedakan antara industri kreatif dan ekonomi
kreatif38:
2.3.1. Industri Kreatif adalah bagian dari Ekonomi Kreatif yang
mengikutsertakan hanya mereka yang bekerja di industri-industri kreatif
itu sendiri, walau ada juga yang berperan umum di industri itu (seperti
bagian keuangan di subbidang animasi)39.
2.3.2. Ekonomi Kreatif meliputi pekerjaan kreatif di industri kreatif dan di luar
industri kreatif40. Ilustrasi ____: Domain Industri Kreatif vs Ekonomi Kreatif
3. SUBBIDANG INDUSTRI KREATIF
Ada beberapa mazhab Sub-subbidang Industri Kreatif, dan dikaji dari perspektif dan kepakaran
masing-masing.
3.1. UNDP/UNESCO & Uni Eropa: Berbasis Budaya
Ekonomi budaya dalam kehidupan manusia adalah ritme, gerakan, hubungan, dan pertukaran
sumber daya alam dan dirinya. Bersama UNDP, UNESCO sebagai badan dunia yang
mengayomi pendidikan, ilmu pengetahuan, dan budaya mengkaji ekonomi budaya dalam
Kerangka Kerja Statistik Budaya UNESCO 2009 dan diilustrasikan di halaman berikut.
Pada saat negara-negara berusaha untuk mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan
(Sustainable Development Goals) , negara-negara anggota United Nations menyepakati bahwa
budaya sebagai pendorong pembangunan manusia berkelanjutan. Ekonomi berbasis budaya
memiliki pemicu produk-produk industri kreatif dan budaya. Inovasi dan teknologi yang lekat
dalam produksi industri kreatif dan budaya ini diakui tidak hanya karena nilai ekonominya,
tetapi juga karena perannya dalam menghasilkan ide atau teknologi kreatif baru41.
Program Uni Eropa, Creative Europe, dirancang untuk mempromosikan keragaman budaya
dan bahasa di Eropa dan memperkuat daya saing sektor budaya dan kreatif.
37 Laporan UK DCMS, Creative Industries: Focus on Exports of Service, Juni 2016 38 Ibid. 39 Deskripsi DCMS: The Creative Industries, a subset of the Creative Economy which includes only those working in the Creative Industries themselves (and who may either be in creative occupations or in other roles e.g. finance). 40 Deskripsi DCMS: The Creative Economy, which includes the contribution of those who are in creative occupations outside the creative industries as well as all those employed in the Creative Industries. 41 United Nations Development Programme (UNDP), Creative Economy Report, Widening Local Development Pathways, 2013
16
Ilustrasi ___ definisi Ekonomi Budaya menurut UN/UNDP/UNESCO (2006)
Tim KEA Research untuk Komisi Eropa (European Commission) kemudian juga mendefinisikan
“Sektor Kreatif” dan “Sektor Budaya” dengan beberapa subbidang/sektor berikut ini42:
Ilustrasi ___ – Batasan Ekonomi Kreatif dan Ekonomi Budaya versi Komisi Eropa 2006
42 KEA European Affairs team, The Economy of Culture, Study prepared for the European Commission, (Directorate-General for Education and Culture), Komisi Eropa, 2006
17
Komisi Eropa sebagai badan internasional yang menaungi beberapa negara di Eropa, juga
mengkaji perpaduan budaya, kreativitas, dan inovasi yang bisa berproses untuk pertumbuhan
ekonomi negara-negara anggotanya. Tim KEA Research (2006) menelusuri bidang-bidang yang
saling terkait untuk secara akurat menghitung potensi Industri Budaya dan Kreatif terhadap
pembangunan nasional negara-negara Eropa. Bidang pembangunan itu di antaranya:
1) Bidang seni tradisional [seni pertunjukan, seni visual, dan warisan],
2) Industri budaya tradisional seperti bioskop, musik dan penerbitan,
3) Industri media [pers, radio dan televisi],
4) Sektor kreatif [seperti fashion, interior, dan desain produk],
5) Industri teknologi informasi dan komunikasi [game, animasi, aplikasi digital],
6) Pariwisata budaya.
3.2. WIPO: Berbasis HaKI
Organisasi dunia untuk hak atas kekayaan intelektual, atau World Intellectual Property
Organization (WIPO) mengkaji bagaimana warisan budaya, baik berwujud (tangible) maupun
tidak berwujud (intangible), bahwa kekayaan intelektual ini memberikan pendapatan, juga
memberi ingatan budaya, pengetahuan, dan keterampilan yang vital untuk membangun
hubungan yang berkelanjutan dengan sumber daya alam dan ekosistem. WIPO membagi
“Industri Kreatif” dari sisi hak cipta dan hak kekayaan intelektual, seperti bagan berikut ini:
Ilustrasi ___ : Pembagian HaKI (Econstor43)
Ilustrasi ___ : Pembagian Industri Kreatif Berbasis HaKI (WIPO44)
43 Tim Karius, Intellectual property and intangible assets: Alternative valuation and financing approaches for the knowledge economy in Luxembourg, Research Report, 2016 44 WIPO, Guide on Surveying the Economic Contribution of the Copyright Industries, Revised Edition, 2015
18
Ilustrasi _____ – Detail Sub-subbidang Industri Kreatif (WIPO45)
Perlindungan atas Pengetahuan Tradisional yang merupakan intangible heritage, ada 3
bidang46:
3.2.1. Pengetahuan tradisional dalam arti yang ketat (dengan pengetahuan teknis, praktik,
keterampilan, dan inovasi yang terkait dengan keanekaragaman hayati, pertanian atau
kesehatan);
3.2.2. Ekspresi budaya tradisional atau cerita rakyat (dengan manifestasi budaya seperti
musik, seni, desain, simbol dan pertunjukan), dan
3.2.3. Sumber daya genetik (dengan materi genetik nilai aktual atau potensial yang ditemukan
pada tumbuhan, hewan dan mikroorganisme).
3.3. TERA Consultants dalam Kerangka Persaingan Usaha
Uni Eropa memahami bahwa banyak negara telah berinvestasi besar di Bidang Ekonomi
Kreatif. COSME (Competitiveness of SMEs) adalah program Ui Eropa untuk memperkuat daya
saing dan keberlanjutan perusahaan Uni Eropa dan UKM47. Program ini juga mendorong
budaya kewirausahaan dan mempercepat munculnya industri kompetitif lintas sektoral.
kegiatan, yang sangat relevan untuk sektor budaya dan kreatif. Dalam kajian TERA Consultants
(2014)48 yang mempertimbangkan Eurostat Structural Business Statistics (SBS), Industri Kreatif
dibagi menjadi49:
45 Ibid. 46 WIPO, Traditional Knowledge and Intellectual Property, Background Brief, https://www.wipo.int/pressroom/en/briefs/tk_ip.html 47 European Comission, Communication from the Commission to the European Parliament, the Council, the European Economic and Social Committee and the Committee of the Regions; Promoting Cultural and Creative Sectors for Growth and Jobs in the EU, 2012 48 TERA Consultants adalah perusahaan konsultan ekonomi internasional yang didirikan tahun 1996 oleh Laurent Benzoni yang merupakan Profesor Ekonomi di Universitas Paris II Panthéon-Assas dan ahli ekonomi industri dan persaingan usaha. 49 TERA Consultants, The Economic Contribution of The Creative Industries to EU and GDP Development, Evolution 2008-2011, Paris, 2014
19
3.3.1. Core Creative Industries (CCI)
CCI memproduksi dan mendistribusikan produk kreatifnya untuk pasar besar dalam dan
luar negeri. CCI ini termasuk film/video, videogames, broadcasting, musik, buku dan
pers cetak. TERA juga memasukkan “other relevant sectors” yang menjadi kontributor
utama Ekonomi Kreatif seperti perangkat lunak, basis data [databases], kegiatan
percetakan, dan distribusi konten daring [online distribution of content].
3.3.2. Non-Core Creative Industries (NCCI)
NCCI tak memiliki hak cipta langsung tapi mendukung atau terkait langsung:
1) Interdependent Industries atau Industri Terkait
Berupa adalah produksi, manufaktur dan penjualan perangkat untuk rantai nilai
budaya/kreatif [kreasi, produksi, konsumsi]. Industri ini termasuk pabrik, gudang dan
retail perangkat TV, radio, pemutar CD/DVD, konsol permainan [game console],
komputer, alat musik, kertas, mesin fotokopi, alat fotografi dan sinematografi.
2) Non-dedicated Support Industries atau Industri Pendukung “Tidak Tergantung”
Berupa industri media, terkait kegiatan penyiaran, komunikasi, distribusi, penjualan
produk budaya, termasuk kegiatan gudang/retail, transportasi, telepon dan internet.
3.4. UNCTAD dalam Kerangka Skala dan Risiko Industri
Terlepas dari dinamika setiap rumusan di atas, UNCTAD menyebut ciri-ciri Creative Class &
Creative Entrepreneurs, yaitu lapisan masyarakat yang memiliki talenta kreatif dan mampu
menggerakkan dinamika ekonomi, sosial dan budaya khususnya di daerah perkotaan/urban.
Selain berciri urban, usaha di bidang ekonomi kreatif umumnya usaha mikro, kecil, dan
menengah (UMKM), yang memiliki sifat risiko bisnis yang khas, serta didominasi oleh orang
muda50. Singkatnya, UMKM adalah struktur usahanya, sementara Industri Kreatif yang berupa
jenis usahanya atau aktivitasnya51.
Selanjutnya, UNCTAD menyarankan agar pembuat kebijakan perlu memprioritaskan industri
budaya dan kreatif, memperkuat pendidikan dan pelatihan kejuruan/vokasional, akses ke
teknologi informasi dan komunikasi, fasilitas pembiayaan, selain juga menerapkan lingkungan
bisnis yang ramah bagi UMKM kreatif52. Pengalaman Asia Timur dan Tenggara dengan
orientasi ekspor menunjukkan bahwa sebagian besar perusahaan kecil berkinerja buruk di
pasar dunia (ILO, 1996). Yang mungkin bertahan adalah mereka dengan potensi ekspor yang
tumbuh dari usaha kecil menjadi perusahaan menengah yang efisien. Dengan persaingan
intensif dan kemajuan teknologi, sebuah negara harus memiliki cara terbaik menggunakan
sumber daya ilmiah dan pendidikan yang ada. Salah satu upaya negara adalah meningkatkan
kemampuan teknologi dalam negeri sebagai bagian integral dari kebijakan industri53.
Beberapa kasus negara sukses menjadi contoh, seperti Namibia (2017) dengan sumber daya
mineral dan Uni Arab Emirates (2016) sumber daya non-migas telah memprioritaskan nilai
tambah dari sumber daya alam mereka yang fokus pada pegiat kreatif berskala UMKM.
4. PEMBAGIAN SUB-SUBBIDANG INDUSTRI KREATIF
Dari berbagai mazhab di atas, ditelusuri ada beberapa versi pembagian Subbidang Industri Kreatif
dari berbagai negara. Maklumat UNCTAD (2018) bahwa tak ada “single definition”, terlebih lagi
kesepakatan diperbaharui setiap periode di tingkat global. Sebagai catatan, selama lebih dari satu
50 UNCTAD, Creative Economy: A Feasible Development Option, 2010 51 Jenis aktivitas ini telah ditetapkan oleh UN ISIC yang terus diperbaiki sejalan dengan perkembangan teknologi dunia. 52 UNCTAD, Creative Economy Outlook: Trends in international trade in creative industries (2002–2015) & Country Profiles (2005–2014), 2018 53 UNCTAD, Growing Micro and Small Enterprises in LDCs, The “missing middle” in LDCs: why micro and small enterprises are not growing, 2001
20
dekade, rumusan di Indonesia masih terpaku pada rumusan lama, yang belum diperbaharui seperti
rumusan negara-negara pengekspor utama produk kreatif.
4.1. Indonesia
Indonesia pernah menerapkan pembagian 15 subbidang di Kementerian Perdagangan (2004).
Selanjutnya, subbidang ini ditambah “kuliner” sehingga berjumlah 16 sejak di Kementerian
Pariwisata & Ekonomi Kreatif (2009); diteruskan Badan Ekonomi Kreatif (2014) hingga hari ini.
Perihal definisi ini, di Indonesia sendiri secara resmi menjadikan “ekonomi kreatif” sektor
unggulan nasional, seperti tercantum dalam RPJMN 2015-2019, dengan 16 “Subbidang
Ekonomi Kreatif”, bukan “Subbidang Industri Kreatif”.
4.1.1. Aplikasi dan game developer;
4.1.2. Arsitektur;
4.1.3. Desain interior;
4.1.4. Desain komunikasi visual;
4.1.5. Desain produk;
4.1.6. Fashion;
4.1.7. Film, animasi dan video;
4.1.8. Fotografi;
4.1.9. Kriya;
4.1.10. Kuliner;
4.1.11. Musik;
4.1.12. Penerbitan;
4.1.13. Periklanan;
4.1.14. Seni pertunjukan;
4.1.15. Seni rupa; dan
4.1.16. Televisi dan radio54.
4.2. Inggris
Inggris mengubah konsep sektor Industri Kreatif sejak 200155. DCMS (2015) menetapkan 9
subbidang56 yaitu:
4.2.1. Periklanan & pemasaran;
4.2.2. Arsitektur;
4.2.3. Kriya;
4.2.4. Desain [produk, grafik & fashion];
4.2.5. Film, televisi, video, radio & fotografi;
4.2.6. Teknologi informasi, perangkat lunak & layanan komputer;
4.2.7. Penerbitan;
4.2.8. Museum, galeri & perpustakaan;
4.2.9. Musik, seni pertunjukan & visual.
4.3. Finlandia
Finlandia membagi dalam 4 klaster57, yaitu:
54 Pembagian ke-16 subbidang ini dirancang oleh Kementerian Perdagangan dalam dokumen “Cetak Biru Ekonomi Kreatif Indonesia” (29 Mei 2008), dan buku “Ekonomi Kreatif: Kekuatan Baru Indonesia Menuju 2025” oleh Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (2014). 55 Irina Bokova & Helen Clark, Creative Economy Report, Widening Local Development Pathways, UNESCO and UNDP, 2013 56 DCMS UK, Creative Industries Economic Estimates, 2016 57 Juha Oksanen, et. al., In search of Finnish Creative Economy Ecosystems and Their Development Needs – Study Based on International Benchmarking, Publication Series of The Government’s Analysis, Assessment and Research Activities 50/2018, Finland Prime Minister´s Office, 2018
21
4.3.1. Produk Kreatif & Budaya, dengan fokus warisan budaya & seni, seperti kriya, festival dan
produk museum/galeri/perpustakaan, musik, seni pertunjukan & seni visual;
4.3.2. Konten Kreatif, dengan fokus media, seperti film, animasi, video, radio, fotografi,
penerbitan termasuk musik, dan karya sastra;
4.3.3. Layanan Kreatif, dengan fokus kreasi fungsional, seperti periklanan & pemasaran,
aristektur, desain termasuk desain produk, desain grafis & desain fashion;
4.3.4. Lingkungan & Pelantar Kreatif, dengan fokus media baru dan permainan, seperti
teknologi informatika, layanan perangkat lunak & keras, permainan digital,
AR/augmented reality, VR/virtual reality, dan acara-acara kreatif.
4.4. Jerman
Jerman membagi dua domain, budaya dan kreatif58:
4.4.1. Industri Budaya
1) Musik [the music industry],
2) Buku [the book market},
3) Seni [the art market},
4) Film [the film industry},
5) Penyiaran [the broadcasting industry},
6) Seni pertunjukan [the performing arts market},
7) Desain [the design industry},
8) Arsitektur [the architecture market},
9) Pers [the press market. }
4.4.2. Industri Kreatif
10) Periklanan [the advertising market},
11) Perangkat lunak dan game [the software and games industry}.
4.5. Korea Selatan
Korea Selatan membagi 2 klaster59:
4.5.1. Jasa/services: periklanan, riset pasar & polling opini publik; arsitektur, teknik & lainnya;
penelitian & pengembangan; layanan personal, budaya & rekreasi.
4.5.2. Barang/goods: seni kriya; audio visual; desain; media baru; seni pertunjukan;
penerbitan; dan seni visual.
4.6. Jepang
Jepang memfokuskan pada produk kreatif yang memiliki pasar permintaan tinggi di Jepang
dan masing-masing negara tujuan. Pemerintah Jepang, melalui METI (Minister of Economics,
Trade and Industry) juga mengaitkan industri kreatif dengan strategi gaya hidup dan
outbound-inbound di Bidang Pariwisata.
4.6.1. Konten: animasi, musik, tayangan informatif
4.6.2. Fashion: pakaian, kosmetika
4.6.3. Kuliner: makan di resto/warung/gerobak, makanan olahan, minuman hingga alat makan
4.6.4. Gaya hidup: perlengkapan sekolah, alat dapur, kriya, interior
4.6.5. Pariwisata: atraksi, penginapan
5. KLASIFIKASI INDUSTRI & PEKERJAAN MENURUT UNITED NATIONS
United Nations telah beberapa kali merevisi ISIC untuk klasifikasi aktivitas ekonomi dan ISCO untuk
klasifikasi okupasi/pekerjaan.
58 Irene Bertschek (ed.), et.al., Federal Ministry for Economic Affairs and Energy (BMWi), Cultural and Creative Industries Monitoring Report, 2018 59 Rene Kooyman, Strengthening the Creative Industries for Development in The Republic of Korea, 2017
22
5.1. ISIC versi 4, revisi tahun 2008
ISIC adalah The International Standard Industrial Classification of All Economic Activities, atau
Klasifikasi Standar Internasional untuk Industri bagi Semua Kegiatan Ekonomi. ISIC adalah
sistem klasifikasi industri yang dibuat United Nations. ISIC mengklasifikasikan entitas usaha
berdasarkan aktivitas. ISIC Revisi 4 menggunakan kriteria seperti masukan (input), keluaran
(output), dan penggunaan produk yang dihasilkan (produced item), selain juga menempatkan
penekanan tambahan pada produk dalam proses produksi (items processed in production,
atau proses antara sebelum jadi output). Struktur ISIC (Rev.4) terdiri dari 21 bagian, 88 divisi,
238 grup, dan 419 kelas. Pada tingkat divisi dan group, substansinya pada sifat barang atau
jasa yang dihasilkan sebagai produk dari aktivitas yang utama, dengan mengacu pada
komposisi fisik dan tahap fabrikasi, serta kebutuhan yang disediakan oleh item tersebut.
Kriteria ini dijadikan dasar pengelompokkan unit produsen menurut kesamaan dan hubungan
antara konsumsi bahan baku dan sumber permintaan item bersangkutan. Selain itu, dua
kriteria utama lain yang dipertimbangkan adalah penggunaan masukan (input) barang dan jasa
serta proses dan teknologi produksi.
Ilustrasi 6 - Klasifikasi Aktivitas Ekonomi ISIC-4 Tahun 2008
5.2. ISCO versi 8, revisi tahun 2008
ISCO adalah The International Standard Classification of Occupations, atau Klasifikasi Standar
Internasional tentang Okupasi. ISCO adalah struktur klasifikasi International Labour
Organization (ILO) atau Organisasi Perburuhan Internasional untuk mengatur informasi
tentang tenaga kerja dan pekerjaan. Ini adalah bagian dari keluarga klasifikasi internasional
untuk bidang ekonomi dan sosial dari United Nations. Versi saat ini dikenal sebagai ISCO-08,
diterbitkan 2008 dan merupakan iterasi keempat, mengikuti ISCO-58, ISCO-68 dan ISCO-88.
ISCO mengenal 3 definisi terkait pekerjaan:
5.2.1. Jobs adalah seperangkat tugas dan pekerjaan yang dilakukan, atau dimaksudkan untuk
dilakukan, oleh satu orang, termasuk untuk majikan atau dalam wirausaha (a set of tasks
and duties performed, or meant to be performed, by one person, including for an
employer or in self employment).
5.2.2. Occupations adalah seperangkat pekerjaan yang tugas dan kerja utamanya ditandai
dengan tingkat kesamaan yang tinggi (a set of jobs whose main tasks and duties are
characterized by a high degree of similarity).
5.2.3. Skills adalah kemampuan untuk melaksanakan tugas dan pekerjaan yang diberikan (the
ability to carry out the tasks and duties of a given job).
Konsep tingkat keterampilan (skill) diterapkan terutama pada tingkat atas (kelompok
utama) klasifikasi, memberikan lebih banyak penekanan pada langkah-langkah
operasional pertama dan sifat pekerjaan yang dilakukan, daripada persyaratan
A. Agriculture, forestry and fishing B. Mining and quarrying C. Manufacturing D. Electricity, gas, steam and air
conditioning supply E. Water supply; sewerage, waste
management and remediation activities
F. Construction G. Wholesale and retail trade; repair
of motor vehicles and motorcycles
H. Transportation and storage
I. Accommodation and food service activities
J. Information and communication K. Financial and insurance activities L. Real estate activities M. Professional, scientific and
technical activities N. Administrative and support service
activities O. Public administration and defence;
compulsory social security
P. Education Q. Human health and social work
activities R. Arts, entertainment and recreation S. Other service activities T. Activities of households as
employers; ndifferentiated goods- and services-producing activities of households for own use
U Activities of extraterritorial organizations and bodies
23
pendidikan dan pelatihan formal atau informal. Spesialisasi keterampilan
dipertimbangkan dalam empat konsep:
1) Bidang pengetahuan yang dibutuhkan;
2) Alat dan mesin yang digunakan;
3) Bahan yang dikerjakan dan atau dengan, dan
4) Jenis barang dan jasa dari barang dan jasa yang diproduksi.
Ilustrasi 7 - Klasifikasi Okupasi atau Jabatan Kerja ISCO-8 Revisi 2008 adalah:
5.3. SYSTEM OF NATIONAL ACCOUNTS (SNA) BERBASIS ISIC & ISCO
Bersamaan dengan kedua ISIC dan ISCO, setiap negara diharapkan memiliki System of National
Accounts (SNA)60 untuk penghitungan dan analisis kegiatan ekonomi. SNA dimaksudkan untuk
digunakan oleh semua negara, dan telah dirancang untuk mengakomodasi kebutuhan negara-
negara di berbagai tahap pembangunan ekonomi. Tersedia juga kerangka kerja menyeluruh
untuk standar dalam domain lain dari statistik ekonomi, memfasilitasi integrasi sistem statistik
ini untuk mencapai konsistensi dengan akun nasional. Sistem ini telah dikembangkan dengan
serangkaian sistem klasifikasi global untuk beberapa hal: analisis kegiatan ekonomi, CPC2
(Central Product Classification, version 2) bagi klasifikasi komoditas61, dan terkait klasifikasi
fungsional untuk transaksi konsumen, pemerintah, dan pemerintah lembaga non-profit.
United Nations (UN) mengeluarkan SNA sebagai rangkaian rekomendasi standar yang
disepakati negara-negara anggota UN tentang cara menyusun langkah-langkah kegiatan
ekonomi. SNA menggambarkan serangkaian akun ekonomi makro yang koheren, konsisten,
dan terintegrasi dalam konteks serangkaian konsep, definisi, klasifikasi, dan aturan akuntansi
yang disepakati secara internasional.
Selain itu, SNA memberikan ikhtisar proses ekonomi, mencatat bagaimana produksi
didistribusikan di antara konsumen, bisnis, pemerintah dan negara-negara asing. Ini
menunjukkan bagaimana pendapatan yang berasal dari produksi, dimodifikasi oleh pajak dan
transfer, mengalir ke kelompok-kelompok ini dan bagaimana mereka mengalokasikan aliran
ini untuk konsumsi, tabungan, dan investasi. Dari sini, akun nasional menjadi salah satu blok
penyusun statistik ekonomi makro yang membentuk dasar untuk analisis ekonomi dan
perumusan kebijakan.
Sejak 2010, Badan Pusat Statistik mengadopsi rekomendasi United Nations, baik konsep,
cakupan ataupun metodologi yang tertuang dalam System of National Accounts 2008 (SNA
2008). SNA melalui penyusunan Supply and Use Tables (SUT) 2010 menjadi dasar
penghitungan PDB menurut tiga (3) pendekatan yaitu pendekatan produksi, pengeluaran dan
pendapatan.
60 SNA ini adalah penerapan teknik akuntansi yang lengkap dan konsisten untuk mengukur aktivitas ekonomi suatu negara, termasuk langkah-langkah rinci yang bergantung pada akuntansi entri ganda (double-entry accounting). Akuntansi tersebut dirancang untuk membuat total di kedua sisi akun sama walaupun mereka masing-masing mengukur karakteristik yang berbeda, misalnya produksi dan pendapatan dari produksi itu. 61 CPC 2 daalah klasifikasi produk untuk barang dan jasa yang diundangkan oleh Komisi Statistik PBB (United Nations Statistical Commission), yang dimaksudkan untuk menjadi standar internasional untuk mengatur dan menganalisis data produksi industri, akun nasional, perdagangan, harga, dan sebagainya.
1. Managers 2. Professional 3. Technicians & associate professionals 4. Clerical support workers
5. Service & sales workers 6. Skilled agricultural, forestry &
fishery workers 7. Craft & related trades workers
8. Plant & machine operators, & assemblers
9. Elementary occupations 10. Armed forces occupations
24
6. KLASIFIKASI INDUSTRI & PEKERJAAN KREATIF SESUAI ISIC & ISCO
Berbagai sistem industri dan pekerjaan telah berkembang secara paralel dari waktu ke waktu di
berbagai belahan bumi. Fokus selama beberapa dekade ini adalah industri manufaktur, sampai
kemudian digitalisasi menjadi satu fenomena yang meluas. Analisis empiris terkait Bidang Ekonomi
Kreatif, yang diliputi banyak produk digital, dibangun untuk menyesuaikan sistem nasional ke dalam
tipologi standar internasional seperti ISIC (untuk industri ) dan ISCO (untuk pekerjaan), terkait baik
core creative ataupun non-core creative industry.
6.1. ISIC untuk Industri Kreatif
Jika diteliti sesuai Sub-subbidang Industri Kreatif, aktivitas kreatif dapat dijumpai di beberapa
aktivitas ekonomi di dalam daftar ISIC:
6.1.1. Aktivitas di Industri Kreatif Inti (Core Creative Industry)
Industri kreatif inti adalah yang terkait dengan 16 Subbidang Industri Kreatif dan berada
pada rantai nilai Kreasi/Ide dan Produksi (karya kreatif terbatas), sesuai rantai nilai yang
ditetapkan RPJMN 2015-2019. Beberapa aktivitas industri ini, yang ditemukenali di
dalam ISIC, di antaranya adalah:
1) Section I-J “Transport, Storage and Communication”, dari Divisi 58 hingga Divisi 63:
a) Divisi 58: Publishing activities
b) Divisi 59: Motion picture, video & television programme production, sound
recording & music publishing activities
c) Divisi 60: Programming & broadcasting activities
d) Divisi 61: Telecommunications
e) Divisi 62: Computer programming, consultancy & related activities
f) Divisi 63: Information service activities
2) Section M “Professional, Scientific & Technical Activities”, Divisi 71 dan Divisi 74
a) Divisi 71: Architectural & engineering activities; technical testing & analysis
b) Divisi 74: Other professional, scientific & technical activities (Specialized design
activities; photographic activities; other professional, scientific & technical
activities n.e.c.)
3) Section R “Arts, Entertainment and Recreation”, yang terdiri dari Divisi 90:
a) Divisi 90: Creative, arts & entertainment activities62
6.1.2. Aktivitas Kreatif di Industri Lainnya (Non-Core Creative Industry)
Industri lainnya adalah yang terkait dengan 16 Subbidang Industri Kreatif dan berada
pada rantai nilai Produksi (karya kreatif massal), utamanya adalah 3 (tiga) rantai:
Distribusi, Konsumsi dan Konservasi (sesuai rantai nilai dalam RPJMN 2015-2019).
62 Bagian ini mencakup pengoperasian fasilitas dan penyediaan layanan untuk memenuhi minat budaya dan hiburan pelanggan/pembeli produk mereka. Ini termasuk produksi, promosi, serta partisipasi dalam pertunjukan langsung, acara atau pameran yang dimaksudkan untuk tontonan publik; penyediaan keterampilan artistik, kreatif atau teknis untuk produksi karya seni dan pertunjukan langsung. Bagian ini meliputi: 1. Produksi presentasi teater langsung, konser dan opera atau pertunjukan tari dan produksi panggung lainnya:
a. Kegiatan kelompok, sirkus atau perusahaan, orkestra atau band; b. Kegiatan seniman perorangan seperti penulis, aktor, sutradara, musisi, dosen atau pembicara, desainer dan
pembangun panggung. 2. Pengoperasian ruang konser dan teater dan fasilitas seni lainnya; 3. Kegiatan pematung, pelukis, kartunis, pengukir, etsa logam, dll.; 4. Kegiatan penulis individu, untuk semua mata pelajaran termasuk penulisan fiksi, penulisan teknis, dll.; 5. Kegiatan jurnalis independen; 6. Kegiatan merestorasi karya seni seperti lukisan, dll.; 7. Kegiatan produser atau pengusaha acara langsung seni, dengan atau tanpa fasilitas.
25
Ilustrasi ___ - Industri Lainnya yang bisa mendukung aktivitas di rantai nilai Industri Kreatif
6.1. ISCO untuk Pekerjaan Kreatif (Creative Occupations)
6.1.1. Pekerjaan Kreatif Inti
Pekerja kreatif inti di 16 Subbidang Industri Kreatif dan berada pada Rantai Nilai Kreatif,
baik untuk karya kreatif massal ataupun terbatas, terutama di titik Kreasi dan Produksi;
sesuai rantai nilai yang ditetapkan RPJMN 2015-2019. Hal ini berguna untuk memetakan
pendekatan pengukuran yang paling relevan, atau yang disesuaikan yang
menggabungkan data industri (ISIC) dan pekerjaan (ISCO), untuk lebih teliti
memperkirakan pentingnya pekerjaan kreatif di Indonesia.
RANTAI NILAI: Produksi Distribusi Konsumsi Konservasi A. Agriculture, forestry & fishing B. Mining & quarrying
C. Manufacturing Division 13 Manufacture of textiles 131 Spinning, weaving and finishing of textiles 1312 Weaving of textiles
D. Electricity, gas, steam & air conditioning supply E. Water supply; sewerage, waste management & remediation activities F. Construction
G. Wholesale & retail trade; repair of motor vehicles & motorcycles
Division 46 Retail trade, except of motor vehicles and motorcycles 476 Retail sale of cultural and recreation goods in specialized stores 4761 Retail sale of books, newspapers and stationary in specialized stores
H. Transportation & storage Catatan: Bagian ini adalah aktivitas distribusi semua barang: Division 49 Land transport and transport via pipelines Division 50 Water Transport Division 52 Air Transport Division 52 Warehousing and support activities for transportation
I. Accommodation & food service activities
Division 56 Food and beverage service activities 561 Restaurants and mobile food service activities 5610 Restaurants and mobile food service activities
J. Information & communication
Division 58 Publishing activities 581 Publishing of books, periodicals and other publishing activities 5811 Book publishing
K. Financial & insurance activities L. Real estate activities
M. Professional, scientific & technical activities
Catatan: di bagian ini, aktivitas industri kreatif (rantai nilai ide/kreasi dan produksi) adalah sesuai paparan contoh nomor 7.1.1 Industri Kreatif Inti
N. Administrative & support service activities
Division 82 Office administrative, office support and other business support activities 829 Business support service activities n.e.c. 8292 Packaging activities
O. Public administration & defence; compulsory social security P. Education Q. Human health & social work activities
R. Arts, entertainment & recreation
S. Other service activities
Division 91 Libraries, archives, museums and other cultural activities 9101 Library and archives activities 9102 Museums activities and operation of historical sites and buildings
T. Activities of households as employers; undifferentiated goods- & services-producing activities of households for own use U Activities of extraterritorial organizations & bodies
26
Berikut adalah contoh penomoran pekerjaan yang terkait dengan Industri Kreatif Inti:
Ilustrasi 9 – Pekerjaan Kreatif di Industri Kreatif
2 Professionals
21
22
23
24
25
26 Legal, Social & Cultural Professionals
261
262
263
264
265 Creative & Performing Arts
2651 Visual Artists 2652 Musicians, Singers & Composers 2653 Dancers & Choreographers 2654 Film, Stage & Related Directors &
Producers 2655 Actors 2656 Announcers on Radio, Television &
Other Media 2657 Creative and Performing Artists Not
Elsewhere Classified
Contoh jenis Pekerjaan Kreatif Inti lain yang bisa ditemukenali di di dalam daftar ISCO,
ada dalam beberapa kategori, misalnya:
1) Kelompok Minor 216: Arsitek, Surveyor dan Desainer, telah dibuat dengan
pertimbangan bahwa bangunan, grafik, multimedia dan pekerjaan desain lainnya
semuanya memerlukan kombinasi keterampilan fungsional, kreatif dan artistik.
2) Kelompok Minor 264: Penulis, Jurnalis, dan Ahli Bahasa telah dibuat untuk
mengidentifikasi tingkat kelompok unit penulis dan penulis terkait; wartawan; dan
penerjemah, juru bahasa, dan ahli bahasa lainnya.
3) Kelompok Minor 265: Artis Kreatif dan Pertunjukan, di mana detail tambahan
disediakan di tingkat unit grup dengan mengidentifikasi aktor secara terpisah dari
film, panggung dan sutradara serta produser terkait.
4) Kelompok Minor 343: Mitra Profesional Seni, Budaya dan Kuliner, berisi unit baru
yang terdiri dari fotografer; desainer dan dekorator interior; teknisi galeri, museum
dan perpustakaan; koki; dan kategori residual.
5) Kelompok Unit 3471: Dekorator dan Desainer Komersial, telah dipecah untuk
membentuk tiga grup unit:
2163 Desainer Produk dan Pakaian
2166 Desainer Grafis dan Multimedia
3432 Desainer Interior dan Dekorator
6) Fotografer diidentifikasi secara terpisah dari operator peralatan perekaman gambar
dan suara lainnya (yang diklasifikasikan dalam Sub-kelompok besar 35: Teknisi
Informasi dan Komunikasi)
6.1.2. Pekerjaan Lainnya yang menjadi bagian Industri Kreatif
Teknologi sangat erat dengan Industri Kreatif. Rantai Nilai Kreatif yang erat dengan
teknologi berada di semua titik, bahkan Konservasi, mengingat bahwa konservasi digital
27
adalah cara yang murah untuk menyimpan dan mencari data tentang aktivitas kreatif di
masa silam.
Pekerjaan lain di bidang Teknologi Informasi dan Komunikasi [TIK] mencakup semua
pekerjaan dalam Sub-Kelompok Major 25 dan 35, serta sejumlah kelompok unit lain
yang terutama melibatkan produksi barang dan layanan TIK, yaitu:
1) 1330 Manajer Layanan Teknologi Informasi dan Komunikasi
2) 2152 Insinyur Elektronik
3) 2153 Insinyur Telekomunikasi
4) 2166 Desainer Grafis dan Multimedia
5) 2356 Pelatih Teknologi Informasi
6) 2434 Profesional Penjualan Teknologi Informasi dan Komunikasi
7) 7422 Pemasang dan Layanan Teknologi Informasi dan Komunikasi
Seperti untuk mendukung kelompok pekerjaan lain, tugas dan kerja administratif
lainnya (keuangan hingga keamanan) juga mendukung aktivitas Sub-subbidang Industri
Kreatif, jika berada di entitas usaha kreatif.
7. PRODUK KREATIF: BARANG & JASA
Sebelum membahas definisi barang dan jasa kreatif, perlu juga mengkaji definisi umum barang dan
jasa dalam konsep IMF, yang juga digunakan oleh UNCTAD dan banyak negara pengekspor produk
kreatif global.
7.1. Definisi Umum Barang & Jasa
Dalam buku panduan IMF, BPM6 (Balance of Payments and International Investment Position
Manual, edisi ke-6), didefinisikan di bagian “goods & services”, berikut ini:
7.1.1. Barang (Goods atau Merchandise)
Barang adalah barang fisik, atau barang yang diproduksi di mana hak kepemilikan dapat
ditetapkan dan kepemilikan ekonominya dapat diteruskan dari satu unit institusi ke unit
lainnya dengan melakukan transaksi. Mereka dapat digunakan untuk memenuhi
kebutuhan atau keinginan rumah tangga atau masyarakat atau digunakan untuk
memproduksi barang atau jasa lainnya. Produksi suatu barang dapat dipisahkan dari
penjualan berikutnya atau dijual kembali. Barang ditampilkan di dalam BPM6 secara
terpisah dari Layanan.
Dalam Balance of Payments (BOP) atau Neraca Pembayaran dalam BPM6, IMF
memberikan istilah “merchandise” untuk barang ketimbang “goods”. BOP ini adalah
metode yang digunakan negara untuk memantau semua transaksi moneter
internasional pada periode tertentu. Ada 3 pengukuran, secara sederhana didefinisikan
berikut63:
1) Current Accounts atau ekspor/impor untuk barang dan jasa, dengan barang adalah
benda tangible atau yang bisa dipegang, dan jasa adalah kegiatan yang diberikan
dengan imbalan seperti jasa transportasi {memindahkan barang dari satu tempat ke
tempat lain].
2) Capital Accounts untuk transfer kapital, atau mata uang satu negara masuk ke atau
keluar dari negara lain, dan termasuk royalti HaKI yang dibeli pihak asing, atau aset
imigran yang dibawa ke satu negara baru.
3) Financial Accounts terkait cadangan devisa dan investasi swasta dalam bentuk
entitas bisnis, perumahan, obligasi modal dan stok.
63 Disarikan dari www.investopedia.com
28
Intinya, jika satu negara menjual satu barang ke negara lain, atau mentransfer
kapitalnya ke negara lain, hasilnya adalah nilai “balanced” antara keduanya. Untuk itu
rumusannya adalah “current accounts + capital accounts + financial accounts +
balancing items = 0”.
7.1.2. Layanan atau Jasa (Services)
Services atau Layanan atau Jasa adalah hasil dari kegiatan produksi yang mengubah
kondisi unit konsumen, atau memfasilitasi pertukaran produk atau aset keuangan.
Layanan umumnya bukan item terpisah di mana hak kepemilikan dapat didirikan dan
umumnya tidak dapat dipisahkan dari produksinya. Perlu dicatat bahwa keping
perangkat lunak adalah barang berwujud (software disc, tangible) diciptakan dengan
nilai layanan atau barang takbenda/tak berwujud (intangible product) yang dibedakan
dengan kuantitas CD berisi perangkat lunak. Distribusi perangkat lunak ini tidak selalu
dengan CD, karena terkadang langsung diunduh dari situs web.
Perdagangan jasa meningkat di banyak negara, tetapi penghitungan masih menjadi
masalah karena data tak tersedia. Diagram laba-laba yang dilaporkan oleh UNCTAD
berikut ini hanya didata sampai tahun 2015, tak diteruskan ke hari ini. Tiga domain
perdagangan jasa yang dapat dikaji untuk Industri Kreatif adalah: 1) Personal, cultural,
& recreational services; 2) Telecommunications, computer & information services; dan
3) Charges for the use of intellectual property.
Ilustrasi ___ – Diagram Laba-laba Sektor Ekspor Jasa Global di Negara Berkembang
7.2. Definisi Khusus Barang & Jasa Kreatif
UNCTAD menganalisis perdagangan barang dan jasa kreatif menggunakan UN HS (Harmonized
System) dan IMF BPM6 (Balance of Payments and International Investment Position Manual,
atau Neraca Pembayaran dan Pedoman Kedudukan Investasi Internasional). Statistik UNCTAD
menampilkan kumpulan data tentang barang-barang kreatif, layanan, dan industri terkait.
Perlu diingat, bahwa saat menganalisis perdagangan barang dan jasa kreatif, terutama terkait
perkembangan teknologi, tingkat ketidakstabilan dan risiko yang berlaku di setiap titik rantai
nilai sangat tinggi (lihat: Rantai Nilai Kreatif). Produk kreatif juga terkait erat dengan sepaket
HaKI, mulai ide hingga distribusi. Untuk itu, pengelompokan haruslah fleksibel, yang
disesuaikan dengan rantai nilai, ketika dihadapkan dengan penghitungan potensi dan capaian
makro. Berikut produk kreatif dalam dua besaran: barang (goods atau merchandise) dan jasa
(services):
29
7.2.1. Barang Kreatif (Creative Goods)
Barang Kreatif berwujud benda (tangible) dan takbenda (intangible) yang memiliki hak
cipta dan hak intelektual yang melekat. Barang Kreatif merupakan hasil manufaktur,
seperti boneka Gundala Si Putra Petir, sementara karakter Gundala sendiri memiliki hak
cipta dan hak intelektual lain yang melekat saat diciptakan. Boneka Gundala dijual ke
Jepang, berarti transaksinya masuk ke dalam “current accounts”. Sedangkan konsep
karakter Gundala ini bisa didistribusikan ke luar negeri, dan kontrak penggunaan
karakter ini di buku berbahasa Jepang, misalnya, bernilai tertentu dan masuk ke dalam
“capital accounts” antara Indonesia dan Jepang.
Lebih lanjut, definisi barang dirumuskan UNCTAD & WIPO:
1) UNCTAD menegaskan bahwa perdagangan barang kreatif diukur menggunakan
Sistem Harmonisasi untuk Klasifikasi Produk64, terutama barang yang tangible. Yang
perlu dicatat adalah sulitnya membedakan antara barang kreatif yang dibuat secara
eksklusif “kreatif” dan yang diproduksi massal; antara buatan tangan dan buatan
mesin; antara dekoratif dan fungsional; dan sebagainya. Untuk memudahkannya,
mari mengacu pada pola penyusunan data statistik untuk barang-barang kreatif
mengikuti klasifikasi UNCTAD65 atas siklus penciptaan-produksi-distribusi produk
kreatif. Semua produk barang kreatif dirumuskan UNCTAD dengan sub-kategori
sebagai berikut:
a) Seni kerajinan
b) Audiovisual
c) Desain
d) Fabrikasi digital
e) Media yang baru
f) Seni Drama
g) Penerbitan
h) Seni visual
2) Untuk barang takbenda (intabgible), WIPO (World Intellectual Property Organization)
membagi industri berbasis hak cipta (core copyright industries) berikut ini:
a) Press and literature;
b) Music, theatrical productions, operas;
c) Motion picture and video;
d) Radio and television;
e) Photography;
f) Software, databases, and computer games;
g) Advertising services; and
h) Copyright collective management societies
7.2.2. Jasa atau Layanan Kreatif (Creative Services)
Jasa Kreatif adalah pekerjaan yang saling terkait antar-sektor, terutama perdagangan
global. Data dari negeri pengekspor jasa kreatif harus sesuai dengan data yang
mengimpor jasa kreatif ini. Ekspor jasa kreatif, sederhananya, adalah jasa yang
disediakan oleh orang di satu negara kepada orang atau perusahaan di negara lain.
64 Harmonized Commodity Description and Coding Systems atau HS, sebagai nomenklatur internasional untuk klasifikasi produk. Hal ini memungkinkan negara-negara yang berpartisipasi untuk mengklasifikasikan barang-barang yang diperdagangkan secara umum untuk tujuan pabean. Di tingkat internasional, HS digunakan untuk mengklasifikasikan barang dalam sistem kode enam digit. 65 UNCTAD, Creative Economy Outlook, Trends in International Trade in Creative Industries 2002–2015, & Country Profiles 2005–2014, United Nations, 2018
30
Dalam laporan UNCTAD 2018, perdagangan jasa kreatif diukur menggunakan Balance
of Payments Manual (BPM6)66 yang merupakan standar IMF (International Monetary
Fund). Sementara beberapa negara lain menggunakan sistem Extended Balance of
Payments Services (EBOPS)67, dengan melaporkan kategori layanan yang mencakup
layanan kreatif (tetapi tidak eksklusif), atau layanan dengan sebagian komponen kreatif
jumlah signifikan:
1) Iklan, riset pasar, & layanan opini publik (EBOPS 278, level 3);
2) Layanan arsitektural, teknik & hal teknis lainnya (EBOPS 280, level 3);
3) Layanan penelitian & pengembangan (EBOPS 279, level 3);
4) Layanan pribadi, budaya & rekreasi (EBOPS 287, level 1);
5) Layanan audiovisual & terkait (EBOPS 288, level 2); dan
6) Layanan pribadi, budaya & rekreasi lainnya (EBOPS 897, level 3).
Catatan Khusus:
Terkait data termutakhir, lengkap dan akurat untuk “Layanan Kreatif” atau “Creative
Services”, penting untuk dicatat bahwa beberapa negara tak memiliki data dalam jangka
waktu tetentu, atau hanya dapat melaporkan informasi tertentu pada tingkat tertentu.
Misalnya, khususnya untuk layanan kreatif yang lebih sulit diukur, beberapa negara
akan dapat melaporkan hanya pada kategori UNCTAD lapis pertama yaitu “Layanan
Pribadi, Budaya dan Rekreasi”, tetapi tidak dapat melaporkan pada lapis berikutnya
dalam kategori itu, misalnya pada lapis keduanya adalah “Layanan Audiovisual dan
Terkait”. Ini berarti ada kesenjangan dalam data tingkat negara, dan perbandingan antar
negara menjadi lebih rumit atau tidak mungkin dalam beberapa kasus.
8. ORANG/PEKERJA KREATIF
8.1. Definisi
Orang Kreatif di dalam RPJMN adalah Orang Kreatif (OK) yang menghasilkan barang (benda
dan takbenda) dan jasa. UNCTAD (2008) mendefinisikan Orang kreatif (OK) sebagai ilmuwan,
insinyur, arsitek, desainer, pendidik, artis, musisi yang di dalam perekonomian berfungsi
melahirkan ide baru, teknologi baru, dan konten kreatif. OK umumnya memiliki etos kerja
kreatif yang menjunjung tinggi kreativitas, individualitas, perbedaan, dan meritokrasi.
Hingga 2019, data lengkap terkait klasifikasi ISCO belum diterapkan di Indonesia. Sejauh ini
data BPS terkait tenaga kerja adalah klasifikasi data berdasarkan batas geografi atas Bidang
Pertanian vs Non-Pertanian, di atas 15 tahun dengan kategori jenis kelamin dan pendidikan.
Belum ada perhitungan statistik BPS yang membedakan pekerjaan kreatif inti (core creative)
dengan pekerjaan non-inti (non-core creative).
Sementara itu sejak 2001, Kajian Biro Statistik Australia (Australian Bureau of Statistics atau
ABS) secara eksplisit melaporkan tiga jenis pekerjaan yang sama dengan studi Eropa tetapi
66 Biasanya, Balance of Payments (BOP) dihitung setiap triwulan dan setiap tahun kalender. Semua perdagangan yang dilakukan oleh sektor swasta dan publik dicatat dalam BOP untuk menentukan berapa banyak uang yang masuk dan keluar dari suatu negara. Jika suatu negara telah menerima uang, ini dikenal sebagai kredit, dan jika suatu negara telah membayar atau memberikan uang, transaksi tersebut dihitung sebagai debit. Secara teoritis, BOP harus nol, artinya aset (kredit) dan liabilitas (debet) harus seimbang, tetapi dalam praktiknya, ini jarang terjadi. Dengan demikian, BOP dapat memberi tahu pengamat jika suatu negara memiliki defisit atau surplus dan dari bagian ekonomi mana perbedaan itu berasal. 67 Edisi keenam dari Neraca Pembayaran (Balance of Payments atau BOPS) IMF dan International Investment Position Manual menyajikan standar yang direvisi untuk konsep, definisi, dan klasifikasi untuk statistik global. Standar-standar ini digunakan untuk menyusun data yang komprehensif dan dapat dibandingkan. Edisi keenam adalah yang terbaru dalam seri yang IMF mulai pada tahun 1948. Ini adalah hasil dari konsultasi luas dan menyediakan elaborasi dan klarifikasi yang diminta oleh pengguna. Selain itu, fokus pada pengembangan seperti globalisasi, inovasi pasar keuangan, dan meningkatnya minat dalam analisis neraca. (UNCTAD, 2018)
31
tidak menetapkan total pekerjaan budaya. Kajian di Selandia Baru (2005) menghitung total
pekerjaan budaya, yang berasal dari total pekerjaan pekerjaan kreatif dan pekerjaan non-
kreatif dalam Industri Budaya. Analisis ini lebih difokuskan pada detail dalam dua dimensi,
Pekerjaan Kreatif/Budaya dan Industri Budaya, daripada pada tiga komponen pekerjaan di
dalamnya. Sebagai ilustrasi, pekerja atau orang kreatif dibagi dalam domain-domain berikut:
Ilustrasi ___ Bagan Pekerja Budaya & Non-Budaya versi Australian Bureau of Statistics
Ilustrasi ___ Bagan Pekerja Kreatif dan Industri Kreatif
Dari ilustrasi di atas, pekerja di Bidang Ekonomi Kreatif mencakup semua hal berikut:
1) Kontribusi seorang akuntan yang bekerja di rumah produksi film hingga Museum Nasional,
Galeri Nasional atau Perpustakaan Nasional adalah pekerjaan non-kreatif dalam subbidang
industri kreatif inti;
2) Kontribusi seorang desainer yang bekerja untuk pabrik makanan ringan seperti Chiki adalah
pekerjaan kreatif dalam subbidang industri non-kreatif [industri lainnya];
3) Kontribusi presenter radio yang bekerja untuk stasiun radio lokal adalah pekerjaan kreatif
dalam subbidang industri kreatif inti.
8.2. MATRIKS ISIC & ISCO
Jika mengikuti klasifikasi data United Nations, maka akan dijelaskan dalam matriks berikut
antara ISIC (klasifikasi industri) dan ISCO (klasifikasi pekerjaan), dengan melihat pekerjaan
kreatif dalam sebuah aktivitas, baik kreatif atau non-kreatif.
32
Ilustrasi 11: Matriks Contoh Persilangan Klasifikasi dalam ISCO dan ISIC untuk kreatif dan non-kreatif
ISCO
Pekerja Kreatif Inti (core creative workers)
ISCO Pekerja Non-Inti Kreatif
(non-core creative workers)
ISIC Aktivitas Kreatif (core creative activities) M - Professional, Scientific & Technical Activities
2 Professionals 26 Legal, Social & Cultural Professionals 261 262 263 264 265 Creative & Performing Arts 2651 Visual Artists 2652 Musicians, Singers & Composers 2653 Dancers & Choreographers 2654 Film, Stage & Related Directors & Producers 2655 Actors 2656 Announcers on Radio, TV & Other Media 2657 Creative & Performing Artists Not
Elsewhere Classified
2 Professionals 26 Legal, Social & Cultural Professionals 261 Legal Professionals 2611 Lawyers 2612 Judges 2613 Legal Professional Not Elsewhere Classified
ISIC Aktivitas Non-Kreatif (non-core creative activities) `C. Manufacturing `
8 Plant & Machine Operators & Assemblers 81 Stationary Plant & Machine Operators 815 Textile, Fur & Leather Products Machine
Operators 8152 Weaving & Knitting Machine Operators Weavers, Knitters & Related Workers
8 Plant & Machine Operators & Assemblers 81 Stationary Plant & Machine Operators 815 Textile, Fur & Leather Products Machine
Operators 8157 Laundry Machine Operators Bleaching, Dyeing, and Cleaning-machine
Operators
Berdasarkan Tabel di atas, para pekerja ini dibagi dalam klaster:
8.2.1. Pekerja Kreatif di Bidang Kreatif
Creative Workers at Creative Sectors
Di dalam daftar ISCO, pekerja ini bisa ditemui di beberapa “major groups”, seperti
misalnya:
1) Professionals
2) Technicians & associate professionals
3) Craft & related trades workers
Aktivitas untuk 265 “Creative & Performing Arts” seperti contoh matriks di atas, bahwa
seniman kreatif dan pertunjukan mengkomunikasikan ide, kesan, dan fakta dalam
berbagai media untuk mencapai efek tertentu; menafsirkan komposisi seperti skor
musik atau naskah untuk melakukan atau mengarahkan pertunjukan; dan menjadi tuan
rumah presentasi kinerja tersebut dan acara media lainnya. Tugas yang dilakukan
biasanya meliputi: menyusun dan menciptakan bentuk seni visual; menyusun dan
menulis musik asli; merancang, mengarahkan, berlatih dan tampil dalam musik, tari,
teater dan produksi film; memikul tanggung jawab kreatif, finansial dan organisasional
dalam produksi program televisi, film, dan presentasi panggung; mempelajari naskah,
bermain atau buku dan mempersiapkan dan melatih interpretasi; memilih dan
memperkenalkan musik, video, dan materi hiburan lainnya untuk disiarkan dan
membuat pengumuman layanan komersial dan publik.
8.2.2. Pekerja Non-Kreatif di Sektor Kreatif
Non-core Creative at Creative Sector
Pengacara sebuah perusahaan produksi atau media adalah pekerja jenis ini. Bisa juga
kompetensi lain seperti yang dimiliki Akuntan dan Resepsionis di sebuah rumah
produksi animasi. Mereka tetap menjadi bagian penting dalam struktur organisasi
perusahaan. Mereka bekerja di Sektor Kreatif dengan latar kompetensi non-kreatif.
33
8.2.3. Pekerja Kreatif di Sektor Non-kreatif
Creative at Non-core Creative Sector
Pekerja kreatif seperti penenun (weaver) bisa berada di aktivitas Manufaktur. Bisa juga
contoh lain, seperti aktivitas produksi “game & toys” (Section C Manufacturing, Division
32) merupakan bagian dari rantai nilai film atau animasi (boneka berbentuk karakter
tokoh di film/animasi itu). Pabrik mainan ini memiliki aktivitas industri non-kreatif yang
menghasilkan produk kreatif.
8.2.4. Pekerja Non-kreatif di Sektor Non-kreatif
Non-core Creative at Non-core Creative Sector
Contoh di sini adalah pekerja binatu dalam Manufaktur. Contoh lain adalah pekerja di
Kelompok nomor 10 (Armed Forces Occupations), misalnya, adalah bagian dari klaster
ini, walau bukan semua. Umumnya kelompok ini bukan pekerja kreatif atau beraktivitas
terkait Subbidang Industri Kreatif manapun.
9. RANTAI NILAI PRODUK KREATIF
Proses kreatif itu sendiri merupakan kegiatan ekonomi karena beberapa 'nilai tambah' dibuat di
dalamnya. Efek ekonomi tidak hanya terkait dengan produksi pekerjaan, tetapi juga dengan rantai
nilai kreatif selanjutnya: distribusi dan konsumsinya. World Intellectual Property Organization
memberikan catatan khusus tentang barang kreatif68 dengan nilai tambah ini, bahwa setiap karya
intelektual yang berbeda memiliki efek yang berbeda, dan memiliki efek pengaruh langsung
terhadap pertumbuhan ekonomi secara umum.
9.1. Definisi
Rantai nilai berguna untuk mengkaji kebutuhan hingga keunggulan kompetitif, dan
kemudian merumuskan strategi kompetitif Bidang Ekonomi Kreatif. Unesco
memperkenalkan Analisis Rantai Nilai (Value Chain Analysis)69 sebagai penggambaran
kegiatan secara lengkap yang diperlukan untuk mewujudkan barang atau jasa sejak konsepsi,
hingga ke “final disposal” atau setelah produk budaya/kreatif ini digunakan.
Produk Domestik Regional Bruto atas dasar harga pasar adalah jumlah nilai tambah bruto
(gross value added) yang timbul dari seluruh sektor perekonomian di suatu wilayah.
Nilai tambah adalah nilai yang ditambahkan dari kombinasi faktor produksi dan bahan baku
dalam proses produksi. Penghitungan nilai tambah adalah nilai produksi (output) dikurangi
biaya antara. Nilai tambah bruto di sini mencakup komponen-komponen pendapatan faktor
(upah dan gaji, bunga, sewa tanah dan keuntungan), penyusutan dan pajak tidak langsung
neto. Jadi dengan menjumlahkan nlai tambah bruto dari masing-masing sektor dan
menjumlahkan nilai tambah bruto dari seluruh sektor tadi, akan diperoleh Produk Domestik
Regional Bruto atas dasar harga pasar.
68 Nilai Tambah atau ‘Value added’ dipahami sebagai perbedaan antara “nilai barang yang diproduksi” dan “biaya bahan” serta “persediaan yang digunakan dalam memproduksinya”. Lihat Samuelson, Paul A. and Nordhus, William D., Economics, 14th edition, 1992, ISBN 0-07-054879-X, p. 748. 69 Unesco, Section for the Diversity of Cultural Expressions, Introduction to the Value Chains, Capacity Building in Africa, 2018
34
Ilustasi ___: Rantai Nilai Kreatif Luwes versi Komisi Eropa70
Ketika produk melewati beberapa tahap rantai nilai, nilai produk meningkat, karena mengacu
pada fakta bahwa nilai ditambahkan ke produk tahap pertama dikombinasikan dengan sumber
daya lain (misalnya alat, tenaga kerja, pengetahuan dan keterampilan, bahan baku lainnya
atau produk pendahuluan) menciptakan produk kedua yang bisa dijual dengan nilai lebih
tinggi.
Selain itu, RPJMN 2015-2019 merumuskan rantai nilai (value chain) produk-produk kreatif
sebagai berikut:
Ilustrasi ___: Rantai Nilai Ekonomi Kreatif RPJMN 2015-2019
Secara lengkap tentang Rantai Nilai Bidang Ekonomi Kreatif RPJMN 2015-2019 adalah:
9.1.1. Kreasi/Ide
Aktivitas ini terkait sumber ide dan ciptaan, misalnya:
1) Ide pertama atas satu kali produksi, misalnya, patung seni, kerajinan tangan, seni
rupa;
2) Ide penulis atau perusahaan desain untuk karya-karya berkelanjutan;
9.1.2. Produksi/Pembuatan
Aktivitas ini terkait roduk kreatif atau budaya yang dapat direproduksi, misalnya,
program TV. Produksi ini disertai dengan penggunaan alat khusus, infrastruktur, dan
tahapan khas untuk mewujudkan program TV itu:
1) Bersifat kebendaan/tangible seperti produksi baju (wardrobe), dan materi promosi
boneka atau cangkir (merchandise) berdesain khas acara TV tersebut;
2) Bersifat takbenda/intangible seperti komposisi lagu dan puisi yang menjadi latar
musik acara TV itu.
9.1.3. Distribusi/Penyebaran
Distribusi produk kreatif atau budaya memiliki metode khas:
1) Distribusi produk massal, seperti untuk subbidang kriya, yaitu cinderamata (tangible
goods) disampaikan kepada konsumen melalui pameran, atau toko grosir/eceran;
70 Isabelle De Voldere et.al., Mapping the Creative Value Chains, A study on the economy of culture in the digital age, Directorate-General for Education and Culture, Directorate D – Culture and Creativity, Unit D.1. Cultural Policy, 2017
KREASI PRODUKSI DISTRIBUSI KONSUMSI KONSERVASI
35
2) Distribusi produk satuan, seperti dari subbidang film, yaitu film digital (intangible
goods) didistribusikan melalui Netflix atau Youtube. Catatan: dengan distribusi
digital, beberapa barang dan layanan langsung dari pencipta ke konsumen.
9.1.4. Pameran/Penerimaan/Penyampaian
Aktivitas pameran, penerimaan (receive) dan penyampaian (transmit) mengacu pada
dua hal:
1) Tempat konsumsi atau ruang untuk berbudaya/berkreasi ini misalnya seperti festival
dan rumah opera. Kegiatan khalayak dan peserta dalam mengonsumsi produk
budaya dan ikut serta dalam kegiatan dan pengalaman budaya (misalnya membaca
buku, menari, berpartisipasi dalam karnaval, mendengarkan radio, mengunjungi
ruang-ruang pameran/galeri);
2) Ruang transfer pengetahuan dan keterampilan yang bisa komersial, bisa juga nirlaba,
termasuk transfer warisan budaya takbenda dari generasi ke generasi.
9.1.5. Konservasi
Konservasi adalah ruang-ruang penyimpanan arsip budaya/kreasi, baik digital ataupun
yang memiliki fisik bangunan seperti, perpustakaan, museum, galeri; kesemuanya bisa
menjadi sumber ide penciptaan yang baru.
Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) juga
merumuskan rantai nilai di dalam Rencana
Strategis 2015-2019 yang dicerminkan
sebagai prioritas program kerja Bekraf,
dengan diagram sebagai berikut:
Ilustrasi ___: Diagram Rantai Nilai Bekraf
9.2. Manfaat
Analisis Rantai Nilai adalah perangkat serbaguna untuk:
9.2.1. Pemecahan Masalah & Keberlanjutan (Troubleshooting & Sustainability)
Membantu pengambil kebijakan, desainer proyek, atau wirausaha ekonomi
kreatif/budaya dalam memahami penyebab “gagal pasar” (market failure), serta
memastikan keberlanjutan, skala, dan pemahaman yang sama bagi para pelaku utama,
termasuk peran mereka dalam rantai tersebut.
9.2.2. Perdagangan Lokal/Nasional (Local/National Trade)
Mengkaji hambatan atau jurang yang timbul pada titik kreasi, produksi, distribusi,
konsumsi dan konservasi produk kreatif (barang ataupun jasa), termasuk kelemahan di
titik tertentu, detail tantangan dan peluangnya, model yang dapat ditingkatkan,
direplikasi atau disebarkan di sektor industri budaya dan kreatif lainnya.
9.2.3. Perdagangan Global (Global Trade)
Mengkaji kemungkinan hambatan atau kesenjangan yang tercipta atas hambatan
perdagangan (trade barrier) ke pasar global, dan mengubahnya menjadi peluang pasar.
Hambatan ini bisa dimulai dari titik Kreasi hingga Konsumsi dan Konservasi. Negara
tujuan terkadang menetapkan hambatan perdagangan dengan syarat sumber daya
manusia (SDM) yang memiliki kualitas dengan pengetahuan dan kompetensi keahlian
“Konservasi”, misalnya. Detail terkait konservasi ini kemudian wajib dipenuhi oleh SDM
yang hendak bekerja bagi kontribusi ekspor, atau bagi tenaga diaspora di entitas usaha
yang baru dibentuk negara tujuan.
36
9.3. Rantai Nilai Khas Setiap Subbidang
Mata rantai nilai di setiap subbidang kreatif juga memiliki ciri khas. Identifikasi rantai nilai
setiap subbidang kreatif ini selayaknya berangkat dari definisi “industri kreatif” yang
menghasilkan produk kreatif, barang berwujud benda dan takbenda, ataupun hanya
menghasilkan jasa. Hingga pertengahan 2019, rantai nilai ke-16 subbidang ini belum
teridentifikasi, atau belum terekam dalam dokumen resmi pemerintah.
Berikut ini adalah kompilasi dari beberapa sumber untuk rantai nilai industri kreatif dari
berbagai sumber, dengan memakai kanvas Rantai Nilai Komisi Eropa (lihat nomor ___).
Mengingat bahwa sumber kutipan Rantai Nilai Kreatif ini beragam, dan untuk simplifikasi
penerapan di lapangan, Penulis membuat klasterisasi setiap aktivitas ekonomi berbasis
kreativitas, inovasi dan budaya patut dipertimbangkan seperti di bawah ini:
9.3.1. Aplikasi dan Game Developer:
investment capital design & creative (production & talent) production & tools
publisher/distribution hardware end-user71
9.3.2. Arsitektur & Desain Interior:
project planning preliminary design contract design bidding construction
maintenance72
c
71 Misstevenson01, Game Value Chain, diunduh di https://www.slideshare.net/missstevenson01/game-value-chain 72 Jarmo Antero Raveala, DBB Value Chain, Architectural Design in The Construction Value Chain, Helsinki University of Technology, Finland, diunduh di https://www.irbnet.de/daten/iconda/CIB5529.pdf
37
9.3.3. Desain Komunikasi Visual & Produk:
product development product design digital asset management production
distribution73
9.3.4. Seni Rupa, Fashion, Kriya & Kuliner:
raw material network component network production network export network
distribution network74
9.3.5. Film, Animasi, Video & Fotografi:
pre-production production post-production distribution marketing/publicity
73 Mark Vanover, The Design Supply Chain, Esko-Graphics, 31 May 31 2005 diunduh di https://www.pffc-online.com/magazine/3409-design-supply-chain-0605 74 Gary Gereffi & Olga Memedovic, UNITED NATIONS INDUSTRIAL DEVELOPMENT ORGANIZATION, THE GLOBAL APPAREL VALUE CHAIN: What Prospects for Upgrading by Developing Countries, diunduh di https://www.unido.org/sites/default/files/2009-12/Global_apparel_value_chain_0.pdf
38
39
9.3.6. Musik, Penerbitan & Seni Pertunjukan:
pre-production production post-production distribution marketing/publicity
9.3.7. Televisi dan Radio:
project planning preliminary design conceptual design core packages
maintenance
Untuk selanjutnya, latihan merunut Rantai Nilai untuk setiap Subbidang Industri Kreatif
sebaiknya dilatih di antara pemangku kepentingan. Hal ini berguna untuk mencari kata
sepakat atas urutan Rantai Nilai yang optimal berdasarkan fakta di lapangan.
40
D. DUKUNGAN PEMERINTAH
Belanja Pemerintah, baik APBN ataupun APBD75, adalah satu bagian penghitungan PDB. Rumusan Y = C
+ I + G + NX adalah rumusan kekuatan ekonomi sebuah negara dalam periode tertentu. Sebelum
menghitung PDB atau memprediksi belanja pemerintah di masa berikutnya, diperlukan pengaturan dan
kelembagaan yang jelas. Jika terjadi kesalahan dalam akuntansi keuangan negara, bisa diasumsikan
terjadinya kesalahan pengaturan dan kelembagaan. Misalnya, pegawai satu kementerian tidak
mendapatkan data yang tidak akurat atau data asimetri, yang tidak sesuai antara data penawaran dan
data permintaan. Banyak faktor jika terjadi data asimetri ini, seperti: misalokasi, penerapan ambang
yang berbeda untuk pencatatan transaksi, waktu pencatatan yang berbeda, identifikasi geografis yang
sulit dari mitra, dan lain sebagainya. Secara teori, beberapa kesalahan manajemen secara umum, atau
pun terkait pengelolaan data, adalah sebagaimana digambarkan dalam ilustrasi “Kesalahan
Manajemen” berikut ini:
Ilustrasi ___: Diagram Kesalahan Manajemen
Perlu kemudian dikelola terkait definisi dan klasifikasi data Bidang Ekonomi Kreatif secara vertikal (ke
semua kementerian dan lembaga di tingkat pusat) dan horizontal (ke seluruh pemerintah daerah di
pelosok daerah).
BPS telah menetapkan KBLI (Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia) tahun 2017 untuk menghindari
kesalahan ini. KBLI disinkronisasikan dengan ISIC, dengan memasukkan divisi aktivitas ekonomi baru
“Information and Communication”. Di dalam divisi ini, terdapat beberapa aktivitas yang terkait dengan
kreasi, produksi, distribusi hingga konsumsi produk barang dan jasa ekonomi kreatif. Selain itu, BPS juga
telah
Berikut tabel fokus kementerian dan lembaga yang terpantau menyelenggarakan program dan kegiatan
di antaranya: pendidikan & pelatihan (diklat), diskusi terbatas (focus group discussion), seminar,
pameran terkait produk-produk Industri Kreatif tertentu.
Ilustrasi ___: Kementerian Lembaga dan Tugas Fungsi Masing-masing terkait Bidang Ekonomi Kreatif
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
5.2.1 Bekraf X X X X X X X X X X X X X X X X
5.2.2 Kemenperin X X X X
5.2.3 Kemendikbud X X X
5.2.4 Kemenkominfo X X X
5.2.5 KemenkopUKM X X X
5.2.6 Kemendag X X X
5.2.7 KemenPUPR X X
1. aplikasi & game developer;
2. arsitektur;
3. desain interior;
4. desain komunikasi visual;
5. desain produk;
6. fashion;
7. film, animasi & video;
8. fotografi;
9. kriya;
10. kuliner;
11. musik;
12. penerbitan;
13. periklanan;
14. seni pertunjukan;
15. seni rupa; dan
16. televisi dan radio
75 APBN (nasional) dan APBD (kota-kabupaten-provinsi)
41
Keluaran atau output setiap program dan kegiatan ini wajib dihitung hingga hasil & dampak (outcome &
impact). Beberapa kementerian dan lembaga lain, seperti Kementerian Tenaga Kerja dan Badan
Nasional Sertifikasi Profesi, mendukung Pemerintah untuk mendata tenaga kerja Bidang Ekonomi
Kreatif. Setiap kementerian dan lembaga ini mengemban amanat yang telah diatur sejak dibentuk
dengan Peraturan Presiden. Rencana kerja 5 (lima) tahun Pemerintah pun dibentuk dengan Peraturan
Presiden.
1. PENGATURAN berupa RPJMN (Rencana Pembangunan Jangka Menengah)
Pengaturan ini baru dalam tahap Peraturan Presiden, belum tingkat Undang-Undang. Peraturan
Presiden tentang RPJMN, baik periode 2015-2019 atau periode 2019-2024, telah menempatkan
Bidang Ekonomi Kreatif secara strategis dengan beberapa sasaran yang dilaporkan telah tercapai.
Memasuki periode 2019-2024, narasi RPJMN kemudian membuat prioritas pembangunan, yang
memasukkan Bidang Ekonomi Kreatif setara dengan bidang-bidang strategis lain seperti maritim
dan dan energi.
1.1. RPJMN 2015-2019
Dari 9 Agenda Pembangunan Nasional di RPJMN 2015-2019, Bidang Ekonomi Kreatif
dinarasikan dalam Pokok 6.6.8. butir 4 sebagai berikut:
1. ... dan seterusnya sampai 5 6. Menghadirkan Kembali Negara untuk Melindungi Segenap Bangsa dan Memberikan Rasa Aman pada
Seluruh Warga Negara 6.1. ... dan seterusnya sampai 6.5 6.6. Meningkatkan Produktivitas Rakyat dan Daya Saing di Pasar Internasional
6.6.1. ... dan seterusnya sampa nomori 6.6.7 6.6.8. Akselerasi pertumbuhan ekonomi nasional dicapai melalui:
(1) peningkatan agroindustri, hasil hutan dan kayu, perikanan, dan hasil tambang; (2) akselerasi pertumbuhan industri manufaktur; (3) akselerasi pertumbuhan pariwisata; (4) akselerasi pertumbuhan ekonomi kreatif; serta (5) peningkatan daya saing UMKM dan koperasi.
Akselerasi pertumbuhan ekonomi kreatif ini memiliki 3 sasaran: peningkatan PDB, tenaga
kerja, dan kontribusi ekspor, dengan nilai tiap sasaran adalah sebagai berikut:
Ilustasi ___: RPJMN 2015-2019: TABEL 6.11 SASARAN EKONOMI KREATIF
Uraian Baseline 2014 2019
1 Pertumbuhan PDB Ekonomi Kreatif 7,1 % 12,0 %
2 Tenaga Kerja (juta orang) 12 13
3 Kontribusi Ekspor / Devisa Bruto 5,8% 10,0%
1.2. RPJMN 2020-2024
Dari 7 Agenda Pembangunan Nasional di RPJMN IV tahun 2020-2024, Bidang Ekonomi Kreatif
tercantum secara jelas di Pendahuluan:
Pembangunan ekonomi akan dilaksanakan melalui dua pendekatan, yaitu:
1.2.1. Pengelolaan sumber daya ekonomi, dan
1.2.2. Peningkatan nilai tambah ekonomi. Kedua pendekatan ini menjadi landasan bagi sinergi
dan keterpaduan kebijakan lintas sektor yang mencakup sektor pangan dan pertanian,
kemaritiman dan perikanan, industri, pariwisata, ekonomi kreatif, dan ekonomi digital.
42
Pelaksanaan kedua fokus tersebut akan didukung dengan perbaikan data untuk menjadi
rujukan pemantauan dan evaluasi capaian pembangunan, serta perbaikan kualitas kebijakan.
Untuk mempercepat pencapaian target pembangunan nasional, RPJMN IV tahun 2020-2024
telah ditetapkan Enam Pengarusutamaan RPJMN 2020-2024: 1. ... dan seterusnya sampai nomor 4. 5. Modal Sosial dan Budaya
Sasaran pengarusutamaan modal sosial budaya yang akan dicapai selama lima tahun ke depan adalah meningkatnya peran nilai budaya dan kekayaan budaya sebagai kekuatan penggerak dan modal dasar pembangunan. Modal Sosial dan Budaya ini memiliki indikator-indikator sebagai berikut: a) Inklusi Sosial Masyarakat [toleransi, kesetaraan gender, inklusif] b) Kohesi Sosial [kerja sama, jejaring, aksi kolektif, kepercayaan sosial] c) HaKI komunal berbasis ekosistem d) Persentase wilayah adat yang tersertifikasi e) Nilai ekspor ekonomi budaya terhadap total ekspor f) Partisipasi masyarakat dalam kegiatan pertemuan/rapat di lingkungan sekitar
6. Transformasi Digital Transformasi digital ini dibagi dua domain utama: Indonesia Digital dan Pemerintah Digital. a) Indonesia Digital adalah:
4.4. Indonesia yang maju, mandiri, adil, dan makmur dengan bantuan teknologi digital; 4.5. Lima fokus pembangunan yaitu manusia, ekonomi, wilayah, infrastruktur, dan polhukhanham; 4.6. Antara lain pada layanan kesehatan dan pendidikan, layanan keuangan (fintech), layanan
pemerintah (digital government), layanan mobilitas, pembangunan rendah karbon, infrastruktur generasi digital, kerjasama pemerintah dan badan usaha, smart city, smart agriculture;
4.7. Lingkungan yang cocok untuk mengembangkan bisnis dan R&D. b) Pemerintah Digital adalah:
i. Penggunaan teknologi digital untuk memberikan kebijakan yang lebih responsif dan layanan yang lebih baik;
ii. Bagi masyarakat dan bisnis, ini berarti fleksibilitas yang lebih besar (tidak kaku), cara yang lebih sederhana bila berurusan dengan pemerintah;
iii. Layanan tidak hanya sekedar tersedia online, tetapi sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan bisnis (berdasarkan Big Data). Layanan lebih bersifat pribadi, terfokus.
Selanjutnya, Transformasi Digital ini memiliki indikator-indikator sebagai berikut: a) Meningkatnya NRI [Network Readiness Index] untuk mengukur bagaimana teknologi khususnya
teknologi komunikasi dan informasi [TIK] dapat memberikan dampak terhadap suatu negara. b) Memperkuat IDI [ICT Development Index] untuk melihat bagaimana pengembangan TIK suatu negara
dari sisi infrastrukturnya.
1.3. RINDEKRAF
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 142 Tahun 2018 tentang Rencana Induk
Pengembangan Ekonomi Kreatif (Rinderaf) Nasional Tahun 2018-2025 adalah peraturan
pelaksana RPJMN 2015-2019, yang diterbitkan sebelum Undang-undang Ekonomi Kreatif
disahkan. Pertimbangan penyusunan Perpres 142/2018 yang pertama adalah bahwa dalam
rangka meningkatkan daya saing bangsa dan kontribusi usaha Ekonomi Kreatif dalam
perekonomian nasional, diperlukan kerangka strategis pengembangan Ekonomi Kreatif
nasional dalam jangka panjang yang menjadi pedoman bagi Pemerintah Pusat dan Pemerintah
Daerah secara terintegrasi dan kolaboratif.
Rindekraf diharapkan bisa menjadi pengaturan semua pemangku kepentingan baik di pusat
ataupun di daerah. Beberapa catatan penting yang berguna untuk menyusun penghitungan
Bidang Ekonomi Kreatif ini yang bisa dikutip dalam Rindekraf ini adalah:
43
1.3.1. Seluruh pemangku kepentingan memahami arah pengembangan ekonomi kreatif
Indonesia dan berkesatuan tindak dalam mengimplementasikannya, karena dalam
Pasal 5 menyebutkan pelaksanaan Rindekraf ini sinergis antara pemerintah dengan
satuan pendidikan, pelaku usaha, komunitas kreatif dan media komunikasi.
1.3.2. Pemerintah, di berbagai bidang terkait, baik di pusat ataupun di daerah, berfungsi untuk
melakukan monitoring dan evaluasi [monev] dan membuat laporan monev ini.
1.3.3. Ditetapkan 2 [dua] Misi Rindekraf, yaitu
1) Pemberdayaan kreativitas sumber daya manusia (SDM): kapasitas SDM, ruang
kreatif, apresiasi masyarakat, infrastruktur teknologi, dan kelembagaan.
2) Pengembangan usaha Ekonomi Kreatif yang berdaya saing: pembiayaan,
pemanfaatan warisan budaya, HaKI, infrastruktur, pemasaran & promosi, serta
penguatan regulasi.
2. TAHAPAN KERJA KELEMBAGAAN
Secara umum adalah mengikuti pengaturan Kementerian Kementerian Perencanaan
Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (KemenPPN/Bappenas) dan
Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (KemenpanRB).
1) Untuk Renstra, tata cara penulisannya dibuat oleh KemenPPN/Bappenas dengan Peraturan
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan
Nasional Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2019 tentang Tata Cara Penyusunan Rencana
Strategis Kementerian/Lembaga Tahun 2020-202;
2) Untuk LAKIP, tata cara penulisannya dibuat oleh Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara
dan Reformasi Birokrasi dengan Peratuan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan
Reformasi Birokrasi Nomor 53 Tahun 2014 tentang Petunjuk Teknis Perjanjian Kinerja,
Pelaporan Kinerja dan Tata Cara Reviu atas Laporan Kinerja Instansi Pemerintah.
Contoh deskripsi yang baik terkait konsep Renstra tercantum dalam Peraturan Menteri Pekerjaan
Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia Nomor 13.1/PRT/M/2015 tentang Rencana
Strategis Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Tahun 2015-2019. Renstra
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat meliputi uraian tentang sasaran dalam
tahapan berikut:
1) Mandat, tugas, fungsi dan kewenangan, peran, kondisi, potensi dan permasalahan, visi dan misi,
tujuan, sasaran strategis (outcome/impact),
2) Arah kebijakan dan strategi pembangunan bidang Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat,
program, sasaran program (outcome),
3) Kegiatan dan sasaran kegiatan (output), target capaian, serta pendanaan.
Catatan Penulis:
Penulis menemukenali beberapa hal terkait penulisan Renstra dan LAKIP setiap kementerian dan
lembaga yang menyelenggarakan program/kegiatan di Bidang Ekonomi Kreatif dan sub-subbidang
Industri Kreatif:
Belum semua kementerian dan lembaga dapat merumuskan tahapan RPJMN hingga ke program dan
kegiatan seperti contoh dokumen KemenPUPR ini.
Lebih lanjut, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan
Informasi (UU 14/2008) Bab IV Bagian Kesatu Pasal 9 menegaskan bahwa informasi wajib disediakan
dan diumumkan secara berkala oleh badan publik, terkait laporan kegiatan dan kinerja serta
keuangan. Untuk itu LAKIP wajib dipublikasikan sebagai bentuk pertanggungjawaban kementerian
dan lembaga terhadap menggunakan anggaran negara.
44
3. KELEMBAGAAN TINGKAT PUSAT
Ada beberapa kementerian dan lembaga yang menangani Sub-subbidang Industri Kreatif selama
periode 2015-2019 adalah beberapa kementerian dan lembaga di tingkat pusat. Dari 16 subbidang
ekonomi kreatif, hanya sebagian yang terindentifikasi di dalam program-program yang
dilaksanakan kementerian dan lembaga tersebut di bawah ini.
Setiap kementerian dan lembaga wajib menuliskan Rencana Strategis (Renstra) lima tahunan, juga
menuliskan kemudian Laporan Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) atas capaian Renstra ini setiap
tahunnya. Dokumen-dokumen ini wajib diunggah ke situs web resmi setiap kementerian dan
lembaga untuk transparansi pengambilan kebijakan. Patut dicurigai terjadinya maladministrasi
setiap kementerian atau lembaga, jika dokumen-dokumen terkait laporan kinerjanya ini tidak
dibuka ke publik.
Ilustrasi ___: Tahapan Perencanaan hingga Pelaporan Pemerintah
(Bagan versi Kementerian PUPR, 201876)
3.1. Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf)
Dibentuk 2015, setelah Bidang Ekonomi Kreatif menjadi bagian Kementerian Perdagangan
(2009) kemudian bagian Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (2014). Untuk capaian
RPJMN 2015-2019, telah dibuat Laporan Badan Ekonomi Kreatif, “Opus” (terbitan tahun 2017
dan 2018). Laporan ini mencoba merangkum tanpa mencantumkan metodologi penghitungan
dan sumber setiap data.
76 Dikutip dari https://slideplayer.info/slide/14244114/
45
Lebih lanjut, untuk menelusuri capaian kinerjanya, penulis mengecek dokumen Renstra dan
LAKIP kelembagaan, terutama terkait sinkronisasi antara Sasaran/Arah Kebijakan/Strategi
(dalam Renstra) dan Capaian Kinerja (dalam LAKIP) Bekraf terhadap sub-subbidang Industri
Kreatif. Dokumen yang bisa diunduh dari situs resmi Bekraf adalah:
1) Rencana Strategis (Renstra) Bekraf 2015-2019 sudah ada, dengan 3 (tiga) Sasaran Strategis:
a) Sasaran Strategis 1: Meningkatnya pertumbuhan PDB Ekonomi Kreatif Indikator Kinerja Sasaran
Strategis (IKSS) adalah Pertumbuhan PDB Ekonomi Kreatif dengan target 6,75 % pada tahun 2019.
b) Sasaran Strategis 2: Tenaga Kerja Indikator Kinerja Sasaran Strategis (IKSS) adalah serapan tenaga
kerja dengan target 17,0 juta orang pada tahun 2019.
c) Sasaran Strategis 3: Nilai Ekspor Produk Kreatif Indikator Kinerja Sasaran Strategis (IKSS) adalah nilai
ekspor bruto produk kreatif Indonesia dengan target USD 21,5 milliar pada tahun 2019.
Dengan Arah Kebijakan Pembangunan Ekonomi Kreatif adalah memfasilitasi pelaku ekonomi kreatif di
sepanjang rantai nilai yang dimulai dari tahap kreasi, produksi, distribusi, konsumsi, hingga konservasi.
2) Belum ada LAKIP yang diunggah ke situs web, terkait capaian dalam Renstra ini. Laporan “Opus”
berisikan data pelaku usaha kreatif [bukan kinerja kelembagaan terhadap Renstra-nya]. Laporan ini
mungkin tidak setiap tahun dibuat, karena hanya diunggah yang versi tahun 2017 dan 2019.
3.2. Kementerian Perindustrian (Kemenperin)
Kemenperin telah mengembangkan industri subbidang animasi, kuliner dan kriya, dengan
pendidikan dan pelatihan hingga sertifikasi tenaga kerja.
Lebih lanjut, untuk menelusuri capaian kinerjanya, penulis mengecek dokumen Renstra dan
LAKIP kelembagaan, terutama terkait sinkronisasi antara Sasaran/Arah Kebijakan/Strategi
(dalam Renstra) dan Capaian Kinerja (dalam LAKIP) Kemenperin terhadap sub-subbidang
Industri Kreatif. Dokumen yang bisa diunduh dari situs resmi Kemenperin adalah:
1) Rencana Strategis (Renstra) Kemenperin 2015-2019 sudah ada, dengan 3 (tiga) Sasaran Strategis
Pembangunan Industri:
a) Perspektif Pemangku Kepentingan,
b) Perspektif Proses Internal,
c) Perspektif Pembelajaran Organisasi.
Juga dilengkapi dengan 9 (sembilan) Arah Kebijakan dan Strategi Pembangunan Industri, dengan nomor
3: Pembangunan Sumber Daya Industri, dan pokok-pokok berikut:
a) Pengembangan dan Pemanfaatan Kreativitas dan Inovasi, termasuk Pembangunan techno park,
pusat animasi, dan/atau pusat inovasi bekerjasama dengan industri, perguruan tinggi, lembaga
penelitian dan pengembangan, serta pemerintah daerah.
b) Pemberian bantuan mesin peralatan, bahan baku/penolong, desain, tenaga ahli, dan fasilitasi
pembiayaan, serta pembangunan UPT.
c) Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan teknologi dan desain.
d) Pendampingan dan advokasi berkaitan dengan pendayagunaan dan perlindungan Hak Kekayaan
Intelektual.
e) Penyediaan sarana promosi, temu bisnis, kompetisi produk kreatif dan inovatif; dan/atau
keikutsertaan dalam pameran lokal, nasional dan internasional.
2) LAKIP yang diunggah ke situs web sudah tersedia, terkait capaian dalam Renstra ini. Dokumen
termutakhir tahun 2018.
3.3. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud)
Khususnya Pusat Penelitian & Pengembangan Film (Puslitbang Film), Kemendikbud melakukan
pelatihan singkat untuk berbagai profesi di industri perfilman, juga Direktorat Jenderal
Kebudayaan yang memfasilitasi ruang pemutaran film budaya (mobil film keliling) dan
konservasi film.
46
Lebih lanjut, untuk menelusuri capaian kinerjanya, penulis mengecek dokumen Renstra dan
LAKIP kelembagaan, terutama terkait sinkronisasi antara Sasaran/Arah Kebijakan/Strategi
(dalam Renstra) dan Capaian Kinerja (dalam LAKIP) Dirjen Kebudayaan Kemendikbud terhadap
sub-subbidang Industri Kreatif. Dokumen yang bisa diunduh dari situs resmi Kemendikbud
adalah:
1) Rencana Strategis (Renstra) Direktorat Jenderal Kebudayaan Kemendikbud 2015-2019 sudah ada,
dengan 5 (lima) Sasaran Bidang kebudayaan itu adalah sebagai berikut:
a) Meningkatnya kesadaran dan pemahaman masyarakat akan keragaman budaya yang mencakup
adat, tradisi, kepercayaan serta nilai-nilai positif sejarah bangsa untuk mendukung terwujudnya
karakter dan jatidiri bangsa yang memiliki ketahanan budaya yang tangguh.
b) Meningkatnya apresiasi terhadap keragaman seni dan kreativitas karya budaya.
c) Meningkatnya kualitas pengelolaan dalam upaya pelindungan, pengembangan dan pemanfaatan
warisan budaya.
d) Meningkatnya kerjasama dan pertukaran informasi budaya antardaerah, serta antara Indonesia
dan mancanegara.
e) Meningkatnya kapasitas sumber daya pembangunan kebudayaan dalam mendukung upaya
pelindungan, pengembangan, dan pemanfaatan kebudayaan.
Selanjutnya, Dirjen Kebudayaan Kemendikbud memiliki Arah Kebijakan dan Strategi untuk mencapai
sasaran strategis (SS) pada setiap tujuan strategis (T) dalam mendukung Agenda Prioritas
Pembangunan 8 (Nawacita 8): Melakukan Revolusi Karakter Bangsa ... dengan memperkukuh karakter
bangsa yang tangguh, kompetitif, berakhlak mulia, dinamis, dan berorientasi iptek melalui cara:
(i)... dan seterusnya sampai (v);
(vi) peningkatan sensor film dan media informasinya;
(vii) pembinaan dan pengembangan dan perlindungan bahasa untuk mendukung berkembangnya
budaya ilmiah, kreasi sastra, dan seni;
(viii) pembangunan proyek percontohan ruang-ruang terbuka nonton bersama film/video bertema
revolusi mental;
(ix) penayangan film/video bertema revolusi mental di layar videotrone atau layar tancap di tiap
kecamatan;
(x) penerbitan atau pemberian subsidi penerbitan buku-buku edukasi pendidikan mental; dan
xi) pemberian penghargaan dan fasilitasi prestasi seniman yang mengukir prestasi di tingkat nasional
dan internasional serta pahlawan-pahlawan perubahan sosial budaya;
2) LAKIP yang diunggah ke situs web sudah tersedia, terkait capaian dalam Renstra ini. Dokumen
termutakhir tahun 2018.
3.4. Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo)
Kemenkominfo memfasilitasi game & application developer, dengan capaian di antaranya
pembuatan aplikasi Nelayan dan Petani Go Online. Selain itu, Kemenkominfo juga
menyelenggarakan program Technopreneur & Nexticorn, Literasi Digital “Siberkreasi”, dan
beasiswa Digital Talent
Lebih lanjut, untuk menelusuri capaian kinerjanya, penulis mengecek dokumen Renstra dan
LAKIP kelembagaan, terutama terkait sinkronisasi antara Sasaran/Arah Kebijakan/Strategi
(dalam Renstra) dan Capaian Kinerja (dalam LAKIP) terhadap sub-subbidang Industri Kreatif.
Dokumen yang bisa diunduh dari situs resmi Kemenkominfo adalah:
1) Rencana Strategis (Renstra) Kemenkominfo 2015-2019 sudah ada, Sasaran Kemenkominfo adalah:
a) sebagai pendukung dari fokus pembangunan pemerintah di bidang pangan, maritim, energi,
pariwisata, industri, infrastruktur, sumber daya manusia dan wilayah perbatasan
b) sebagai leading sector di bidang Telekomunikasi, Internet dan Penyiaran; dengan pokok nomor 6,
mendorong Pertumbuhan e-Commerce dengan program dan kegiatan: a. Perumusan Roadmap e-
Commerce Nasional untuk 5 – 10 tahun ke depan, b. pengumpulan data proliferasi e-commerce. c.
Fasilitasi pengembangan dan peningkatan jumlah start up company.
c) sebagai regulator yang mengatur kebijakan di bidang Telekomunikasi, internet dan penyiaran
47
d) sebagai bagian dari sistem birokrasi pemerintah yang harus dibenahi dalam rangka memberikan
pelayanan publik yang prima
2) LAKIP yang diunggah ke situs web sudah tersedia, terkait capaian dalam Renstra ini. Dokumen
termutakhir tahun 2018.
3.5. Kementerian Koperasi dan Usaha Mikro Kecil Menengah (KemenkopUKM)
KemenkopUKM memfasilitasi industri kriya, kuliner dan fashion dari sisi pelatihan, pemasaran
(pameran lokal dan luar negeri) hingga pembiayaan (dana bergulir) bagi pegiat industri unit
mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
Lebih lanjut, untuk menelusuri capaian kinerjanya, penulis mengecek dokumen Renstra dan
LAKIP kelembagaan, terutama terkait sinkronisasi antara Sasaran/Arah Kebijakan/Strategi
(dalam Renstra) dan Capaian Kinerja (dalam LAKIP) terhadap sub-subbidang Industri Kreatif.
Dokumen yang bisa diunduh dari situs resmi KemenkopUKM adalah: 1) Rencana Strategis (Renstra) KemenkopUKM 2015-2019 sudah ada, dengan Sasaran untuk pelaku usaha
UMKM dan Koperasi sebagai berikut:
a) Meningkatnya kontribusi UMKM dan koperasi dalam perekonomian; dengan merancang program
kerja pameran di dalam dan luar negeri.
b) Meningkatnya daya saing UMKM; dengan merancang program kerja terkait pelatihan pelaku usaha
dan pembiayaan usaha.
c) Meningkatnya usaha baru yang berpotensi tumbuh dan inovatif; dengan merancang program bagi
technopreneur.
d) Meningkatnya kinerja kelembagaan dan usaha koperasi (catatan: koperasi hari ini belum terkait
langsung dengan pelaku Ekonomi Kreatif).
Selain itu, Renstra ini memuat arah kebijakan nasional (dikutip dari RPJMN), serta strategi. Berikut
kutipan 5 (lima) Strategi KemenkomUKM untuk Bidang UMKM dan Koperasi secara umum (belum
menyebut tegas sub-subbidang industri kreatif):
a) Peningkatan kualitas sumber daya manusia melalui:
(i) penguatan kebijakan kewirausahaan yang mencakup pola pengembangan kewirausahaan,
penataan kurikulum kewirausahaan di lembaga pendidikan formal, serta perluasan
dukungan khususnya bagi wirausaha berbasis teknologi [technopreneurs[; dan
(ii) peningkatan akses ke pelatihan dan layanan pendampingan usaha.
b) Peningkatan akses pembiayaan dan perluasan skema pembiayaan melalui:
(i) pengembangan lembaga pembiayaan/bank Koperasi dan UMKM, serta optimalisasi sumber
pembiayaan non-bank;
(ii) integrasi sistem informasi debitur UMKM dari lembaga pembiayaan bank dan non-bank;
dan
(iii) advokasi pembiayaan bagi Koperasi dan UMKM.
c) Peningkatan nilai tambah produk dan jangkauan pemasaran melalui:
(i) perluasan penerapan teknologi tepat guna;
(ii) diversifikasi produk berbasis rantai nilai dan keunggulan lokal;
(iii) peningkatan penerapan standardisasi produk [Standar Nasional Indonesia/SNI, HaKI], dan
sertifikasi [halal, keamanan pangan dan obat]; dan
(iv) integrasi fasilitasi pemasaran dan sistem distribusi baik domestik maupun ekspor.
d) Penguatan kelembagaan usaha melalui:
(i) kemitraan investasi berbasis keterkaitan usaha [backward-forward linkages]; dan
(ii) peningkatan peran koperasi dalam penguatan sistem bisnis pertanian dan perikanan, dan
sentra industri kecil di kawasan industri.
e) Kemudahan, kepastian dan perlindungan usaha melalui:
(i) harmonisasi perizinan sektoral dan daerah;
(ii) pengurangan jenis, biaya dan waktu pengurusan perizinan;
(iii) penyusunan rancangan undang-undang tentang Perkoperasian;
(iv) peningkatan efektivitas penegakan regulasi persaingan usaha yang sehat; dan
48
(v) peningkatan sinergi dan kerja sama pemangku kepentingan [publik, swasta dan
masyarakat] yang didukung sistem monev terpadu yang berbasis data Koperasi dan UMKM
secara sektoral dan wilayah.
2) Belum ada LAKIP. Dokumen yang diunggah ke situs web, terakhir LAKIP 2015.
3.6. Kementerian Perdagangan (Kemendag)
Kemendag memfasilitasi industri kriya, kuliner dan fashion dari sisi pameran produk-produk
unggulan ketiga subbidang ini ke luar negeri.
Lebih lanjut, untuk menelusuri capaian kinerjanya, penulis mengecek dokumen Renstra dan
LAKIP kelembagaan, terutama terkait sinkronisasi antara Sasaran/Arah Kebijakan/Strategi
(dalam Renstra) dan Capaian Kinerja (dalam LAKIP) terhadap sub-subbidang Industri Kreatif.
Dokumen yang bisa diunduh dari situs resmi Kemenag adalah:
1) Rencana Strategis (Renstra) Kemenag 2015-2019 sudah ada, dengan Sasaran Pembangunan Bidang
Perdagangan sebagai berikut:
a) Perdagangan dalam negeri yang adil dan efisien, dengan cara:
i. Terwujudnya harga barang kebutuhan pokok dan barang penting yang stabil dan terjangkau;
ii. Meningkatnya konsumsi produk dalam negeri dalam konsumsi rumah tangga;
iii. Terwujudnya konsumen cerdas dan pelaku usaha yang bertanggungjawab;
iv. Meningkatnya pemanfaatan pasar berjangka komoditi, sistem resi gudang, dan pasar lelang;
v. Terwujudnya tertib usaha di Bidang Perdagangan;
b) Peningkatan ekspor barang nonmigas yang bernilai tambah dan jasa.
Selain itu, Renstra ini memuat arah kebijakan nasional (dikutip dari RPJMN), serta strategi. Berikut
kutipan 3 (tiga) Strategi Kemendag untuk Bidang Perdagangan secara umum (belum menyebut tegas
sub-subbidang industri kreatif):
a) Meningkatkan ekspor barang bernilai tambah lebih tinggi;
b) Memanfaatkan rantai nilai global dan jaringan produksi global untuk meningkatkan ekspor barang,
terutama produk manufaktur;
c) Meningkatkan kuantitas dan kualitas ekspor sektor jasa prioritas yang meliputi jasa pendorong
ekspor nonmigas [jasa transportasi, jasa pariwisata dan jasa konstruksi], serta jasa yang mendukung
fasilitasi perdagangan dan produktivitas ekonomi [jasa logistik, jasa distribusi dan jasa keuangan].
2) LAKIP yang diunggah ke situs web sudah tersedia, terkait capaian dalam Renstra ini. Dokumen
termutakhir tahun 2018.
3.7. Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumah Rakyat (KemenPUPR)
KemenPUPR khusus memfasilitasi subbidang arsitektur (dan desain), mengingat bahwa
pelaksana Undang-undang Nomor 6 Tahun 2017 tentang Arsitek adalah kementerian teknis
ini. Belum banyak kajian sasaran RPJMN terkait subbidang arsitektur dan desain.
Dalam paparan Direktorat Keterpaduan Infrastruktur Permukiman (Direktorat KIP), Direktorat
Jenderal Cipta Karya (Ditjen CP), KementerianPUPR pada pada FGD Sosialisasi Program
Unggulan Badan Ekonomi Kreatif, 26 Januari 2016, di Jakarta, “Sinkronisasi dan Koordinasi
Implementasi JK3I (Jejaring Kabupaten Kota Kreatif se-Indonesia) Bidang Cipta Karya”,
diperkenalkan konsep “Kota Kreatif” dalam Penyusunan Dokumen Rencana City Development
Strategy (CDS). Konsep CDS ini sayangnya tak tercantum baik di di Renstra KemenPUPR
ataupun Ditjen Cipta Karya. Sebagai catatan, JK3I ini menjadi bagian dari Renstra Kementerian
Koordinator Bidang Perekonomian.
Lebih lanjut, untuk menelusuri capaian kinerjanya, penulis mengecek dokumen Renstra dan
LAKIP kelembagaan, terutama terkait sinkronisasi antara Sasaran/Arah Kebijakan/Strategi
(dalam Renstra) dan Capaian Kinerja (dalam LAKIP) terhadap sub-subbidang Industri Kreatif.
Dokumen yang bisa diunduh dari situs resmi KemenPUPR adalah:
49
1) Rencana Strategis (Renstra) Direktorat KIP, Ditjen CP, KemenPUPR 2015-2019 sudah ada, dengan
Sasaran Strategis sebagai berikut:
a) Meningkatnya kualitas layanan air minum dan sanitasi permukiman perkotaan;
b) Meningkatnya kualitas kawasan permukiman dan penataan ruang [terkait rusunawa dan penataan
bangunan];
c) Meningkatnya kualitas infrastruktur permukiman perdesaan/kumuh/nelayan dengan pola
pemberdayaan masyarakat.
Catatan: Sayangnya, dokumen Renstra ini tak menyebut “Kota Kreatif” ataupun JK3I dan CDS.
2) Sudah ada LAKIP yang diunggah ke situs web, terkait capaian dalam Renstra ini. Dokumen termutakhir
tahun 2017.
3.8. Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian (Kemenko Perekonomian)
Kemenko Perekonomian khusus Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan,
dan Daya Saing Koperasi & Usaha Kecil Menengah, mencantumkan perihal JK3I.
Lebih lanjut, untuk menelusuri capaian kinerjanya, penulis mengecek dokumen Renstra dan
LAKIP kelembagaan, terutama terkait sinkronisasi antara Sasaran/Arah Kebijakan/Strategi
(dalam Renstra) dan Capaian Kinerja (dalam LAKIP) terhadap sub-subbidang Industri Kreatif.
Dokumen yang bisa diunduh dari situs resmi Deputi EKWDSKUKM Kemenko Perekonomian
adalah:
1) Rencana Strategis (Renstra) Deputi EKWDSKUKM Kemenko Perekonomian 2015-2019 sudah ada,
dengan Sasaran Strategis sebagai berikut:
a) Terwujudnya koordinasi dan sinkronisasi perumusan kebijakan ekonomi kreatif, kawasan berbasis
KIT [Kreativitas, Inovasi, dan Teknologi], kewirausahaan, daya saing koperasi dan UMKM, dan
ketenagakerjaan.
b) Terwujudnya pengendalian pelaksanaan kebijakan ekonomi kreatif, kawasan berbasis KIT,
kewirausahaan, daya saing koperasi dan UMKM, dan Ketenagakerjaan.
c) Terwujudnya koordinasi dan sinkronisasi perumusan kebijakan Ekonomi Kreatif Nasional, Kawasan
Berbasis KIT, KUMKM, SDM, dan ketenagakerjaan/buruh dalam pelaksanaan MEA 2015.
d) Terwujudnya pengendalian pelaksanaan kebijakan 8 MRA yang sesuai dengan pengembangan
Ekonomi Kreatif Nasional [engineering services, architectural, accountancy services] dalam
pelaksanaan Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015.
2) Belum ada LAKIP terkait capaian dalam Renstra ini. Dokumen yang diunggah ke situs web [per tahun
2015, 2016, ataupun 2017] tak dapat diakses [network error].
3.9. Kelembagaan Lain
Selain kementerian dan lembaga yang mempublikasikan dokumen Renstra dan LAKIP terkait
Bidang Ekonomi Kreatif, ada beberapa kementerian dan lembaga lain yang mempublikasikan
dokumen atau menangani hal-hal terkait bidang ini:
3.9.1. Badan Koordinasi Penanaman Modal [BKPM] juga mempublikasikan dokumen terkait 6
jenis Izin Perfilman yang diterbitkan BKPM, mengingat film adalah subbidang industri
kreatif yang terbuka 100% untuk Penanaman Modal Asing, atau dihilangkan dari Daftar
Negatif Investasi (DNI).
3.9.2. Badan Pusat Statistik [BPS] mempublikasikan dokumen-dokumen:
1) Ekspor Ekonomi Kreatif 2010-2016
2) Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia
Untuk Bidang Ekonomi Kreatif dan sub-subbidang Industri Kreatif adalah klasifikasi J
(Aktivitas Informasi dan Komunikasi), M (Aktivitas Profesional, Ilmiah dan Teknis), R
(Kesenian, Hiburan dan Rekreasi), dan S (Aktivitas Jasa Lainnya). Klasifikasi ini sinkron
dengan UN ISIC.
50
3.9.3. Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi [Kemenakertrans] mendata dan mengayomi
perkumpulan atau perkumpulan untuk masalah-masalah perburuhan dalam negeri dan
tenaga kerja dari luar negeri. Kemenakertrans bermitra, misalnya dengan Serikat
Pekerja Media dan Industri Kreatif di Jawa Barat77 untuk penyelesaian masalah-masalah
seperti jam kerja pekerja kreatif [kelebihan jam kerja tanpa insentif], hubungan kerja
yang jauh dari standar seperti kontrak, outsourcing, dan magang tanpa upah, hingga
penyamaran hubungan kerja yang merugikan pekerja karena tak mendapat jaminan
kerja dan perlindungan sosial.
3.9.4. Badan Nasional Sertifikasi Profesi [BNSP] merupakan lembaga yang bertanggung untuk
mengeluarkan panduan kompentensi tenaga kerja. Hingga pertengahan 2019,
subbidang Industri Kreatif yang telah lengkap membuat panduan bagi profesinya adalah
subbidang Animasi [walau Film dan Video belum].
3.9.5. Kementerian Pariwisata [Kemenpar] di periode pemerintahan 2009-2014 bernama
Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, sehingga di tingkat provinsi, kota dan
kabupaten, beberapa Satuan Kerja Pemerintah Daerah (SKPD) terkadang memiliki
nomenklatur seperti Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif. Selain itu, produk-produk
kreatif, seperti kriya dan seni pertunjukan berbasis budaya, kerap menjadi atraksi
daerah pariwisata. Pariwisata mengenal konsep inbound – outbound tourism, dan hal
ini merupakan akselerator industri kreatif dalam negeri. 2
77 Muhammad Irfan, Peringati Hari Buruh, Seniman Bentuk Serikat Pekerja, 1 Mei 2017, https://www.pikiran-rakyat.com/nasional/2017/05/01/peringati-hari-buruh-seniman-bentuk-serikat-pekerja-400216