wu peran dm dalam pencegahan nosokomial
DESCRIPTION
Peran Dokter Muda dalam Pencegahan NosokomialTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penyakit infeksi masih merupakan penyebab utama tingginya angka
kesakitan dan kematian di dunia. Salah satu jenis infeksi adalah infeksi
nosokomial. Infeksi ini menyebabkan 1,4 juta kematian setiap hari di
seluruh dunia. Infeksi nosokomial itu sendiri dapat diartikan sebagai
infeksi yang diperoleh seseorang selama di rumah sakit.
Selama 10-20 tahun belakangan ini telah banyak penelitian yang
dilakukan untuk mencari masalah utama meningkatnya angka kejadian
infeksi nosokomial dan di beberapa Negara, kondisinya justru sangat
memprihatinkan. Keadaan ini justru memperlama waktu perawatan dan
perubahan pengobatan dengan obat-obatan mahal akibat resistensi
kuman, serta penggunaan jasa di luar rumah sakit. Karena itu di negara-
negara miskin dan berkembang, pencegahan infeksi nosokomial lebih
diutamakan untuk dapat meningkatkan kualitas pelayanan pasien dirumah
sakit.
Rumah sakit sebagai tempat pengobatan, juga merupakan sarana
pelayanan kesehatan yang dapat menjadi sumber infeksi dimana orang
sakit dirawat dan ditempatkan dalam jarak yang sangat. Infeksi
nosokomial dapat terjadi pada penderita, tenaga kesehatan dan juga
setiap orang yang datang ke rumah sakit. Infeksi yang ada di pusat
pelayanan kesehatan ini dapat ditularkan atau diperoleh melalui petugas
kesehatan, orang sakit, pengunjung yang berstatus karier atau karena
kodisi rumah sakit.
Kerugian yang ditimbulkan akibat infeksi ini adalah lamanya rawat inap
yang tentunya akan membutuhkan biaya yang lebih banyak dari
perawatan normal bila tidak terkena infeksi nosokomial. Infeksi ini dapat
menyebabkan kematian bagi pasien.
1
Dalam Kepmenkes no. 129 tahun 2008 ditetapkan suatu standar minimal
pelayanan rumah sakit, termasuk didalamnya pelaporan kasus infeksi
nosokomial untuk melihat sejauh mana rumah sakit melakukan
pengendalian terhadap infeksi ini. Data infeksi nosokomial dari surveilans
infeksi nosokomial di setiap rumah sakit dapat digunakan sebagai acuan
pencegahan infeksi guna meningkatkan pelayanan medis bagi pasien
(Kepmenkes, 2008).
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana peran dokter muda dalam pencegahan infeksi nosokomial
selama bertugas di bagian bedah
1.3 Tujuan
Untuk meningkatkan peran dokter muda dalam pencegahan infeksi
nosokomial selama bertugas di bagian bedah
1.4 Manfaat
Bagi penulis
Meningkatkan peran dokter muda dalam pencegahan infeksi
nosokomial selama bertugas di bagian bedah
Bagi masyarakat
1. Meningkatkan tingkat kesadaran semua petugas di rumah sakit
terhadap terjadinya infeksi nosokomial
2. Memberikan informasi kepada masyarakat tentang pencegahan
terjadinya infeksi nosokomial.
Bagi institusi
Memberikan informasi kepada pihak institusi dan petugas
kesehatan tentang peran dokter muda dalam pencegahan infeksi
nosokomial selama bertugas di bagian bedah.
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
Infeksi nosokomial atau infeksi yang diperoleh dari rumah sakit
adalah infeksi yang tidak diderita pasien saat masuk ke rumah sakit
melainkan setelah ± 72 jam berada di tempat tersebut (Karen Adams &
Janet M. Corrigan, 2003). Infeksi ini terjadi bila toksin atau agen
penginfeksi menyebabkan infeksi lokal atau sistemik (Karen Adams &
Janet M. Corrigan, 2003). Contoh penyebab terjadinya infeksi nosokomial
adalah apabila dokter atau suster merawat seorang pasien yang
menderita infeksi karena mikroorganisme patogen tertentu kemudian
mikroorganisme dapat ditularkan ketika terjadi kontak (Steven Jonas,
Raymond L. Goldsteen, Karen Goldsteen, 2007).Selanjutnya, apabila
suster atau dokter yang sama merawat pasien lainnya, maka ada
kemungkinan pasien lain dapat tertular infeksi dari pasien sebelumnya
Infeksi adalah adanya suatu organisme pada jaringan atau cairan
tubuh yang disertai suatu gejala klinis baik lokal maupun sistemik. Infeksi
yang muncul selama seseorang tersebut dirawat di rumah sakit dan mulai
menunjukkan suatu gejala selama seseorang itu dirawat atau setelah
selesai dirawat disebut infeksi nosokomial. Secara umum, pasien yang
masuk rumah sakit dan menunjukkan tanda infeksi yang kurang dari 72
jam menunjukkan bahwa masa inkubasi penyakit telah terjadi sebelum
pasien masuk rumah sakit, dan infeksi yang baru menunjukkan gejala
setelah 72 jam pasien berada dirumah sakit baru disebut infeksi
nosokomial (Harrison, 2001).
Infeksi nosokomial ini dapat berasal dari dalam tubuh penderita
maupun luar tubuh. Infeksi endogen disebabkan oleh mikroorganisme
yang semula memang sudah ada didalam tubuh dan berpindah ke tempat
baru yang kita sebut dengan self infection atau auto infection, sementara
infeksi eksogen (cross infection) disebabkan oleh mikroorganisme yang
3
berasal dari rumah sakit dan dari satu pasien ke pasien lainnya
(Soeparman, 2001).
‘Infeksi nosokomial’ adalah infeksi yang terdapat dalam sarana
kesehatan. Sebetulnya rumah sakit memang sumber penyakit! Di negara
maju pun, infeksi yang didapat dalam rumah sakit terjadi dengan angka
yang cukup tinggi. Misalnya, di AS, ada 20.000 kematian setiap tahun
akibat infeksi nosokomial. Di seluruh dunia, 10 persen pasien rawat inap
di rumah sakit mengalami infeksi yang baru selama dirawat – 1,4 juta
infeksi setiap tahun. Di Indonesia, penelitian yang dilakukan di 11 rumah
sakit di DKI Jakarta pada 2004 menunjukkan bahwa 9,8 persen pasien
rawat inap mendapat infeksi yang baru selama dirawat
Hal-hal yang berhubungan dengan infeksi nosokomial :
1. Secara umum infeksi nosokomial adalah infeksi yang didapatkan
penderita selama dirawat dirumah sakit.
2. Infeksi nosokomial sukar diatasi karena sebagai penyebabnya adalah
mikro organisme / bakteri yang sudah resisten terhadap anti biotika.
3. Bila terjadi infeksi nosokomial, makaakan terjadi penderitaan yang
berpanjangan serta pemborosan waktu serta pengeluaran biaya yang
bertambah tinggi kadangkadang kualitas hidup penderita akan
menurun.
4. Infeksi nosokomial disamping berbahaya bagi penderita,
jugaberbahaya bagi lingkungan baik selamadirawat dirumah sakit
ataupun diluar rumah sakit setelah berobat jalan.
5. Dengan pengendalian infeksi nosokomial akan menghembat biaya
dan waktu yang terbuang.
6. Dinegara yang sudah maju masalah ini telah diangkat menjadi
masalah nasional, sehingga bila angka infeksi nosokomial disuatu
rumah sakit tinggi, maka izin operasionalnya dipertimbangkan untuk
dicabut oleh instansi yang berwenang
2.2 Epidemiologi Infeksi Nosokomial
4
Epidemologi adalah telaah mengenai faktor-faktor yang
mempengaruhi terjadinya dan penyebaran penyakit pada sekelompok
orang.infeksi nosokomial banyak terjadi di seluruh dunia dengan kejadian
terbanyak di Negara termiskin dan Negara yang sedang berkembang
karena penyakit-penyakit infeksi masih menjadi masalah utama yang
masih sulit untuk di atasi.
Suatu penelitian yang dilakukan oleh WHO menunjukkan bahwa
sekitar 8,7 % dari 55 rumah sakit dari 14 negara yang berasal dari
Eropa,Timur-Tengah,Asia Tenggara dan Pasifik masih menunjukkan
adanya infeksi nosokomial dan yang terbanyak terjadi di Asia Tenggara
dengan Prosentase 10 %.Tiga faktor yang menyebabkan terjadinya infeksi
(termasuk infeksi yang di peroleh dari Rumah Sakit yakni Infeksi
Nosokomial) :
1. Sumber Mikroorganisme yang dapat menmbulkan infeksi.
2. Rute penyebaran mikroorganisme tersebut.
3. Inang yang rentan terhadap infeksi oleh mikroorganisme
tersebut.
2.3 Kriteria Infeksi Nosokomial
Infeksi nosokomial disebut juga dengan hospital acquired infection dengan
memenuhi batasan atau kriteria sebagai berikut:
1. Apabila pada waktu firawat dirumah sakit tidak dijumpain tanda-
tanda klinik infeksi tersebut
2. Pada waktu penderita mulai dirawat tidak dalam masa inkubasi dari
infeksi tersebut
3. Tanda-tanda infeksi tersebut baru timbul sekurang-kurangnya 3x24
jam sejak mulai dirawat
4. Infeksi tersebut bukan merupakan sisa(residual dari infeksi
sebelumnya
5. Bila pada saat mulai dirawat di RS suda ada tanda-tanda infeksi ,
tetapi bukti bahwa infeksi didapat penderita pada waktu perawatan
5
sebelumnya dan belum pernah dilaporkan sebagai indeksi
nosokomial.
2.4 Skema Penularan Nosokomial
Infeksi nosokomial mulai dengan penyebab (di bagian tengah
gambar berikut), yang ada pada sumber. Kuman keluar dari sumber
melalui tempat tertentu, kemudian dengan cara penularan tertentu masuk
ke tempat tertentu di pasien lain. Karena banyak pasien di rumah sakit
rentan terhadap infeksi (terutama Odha yang mempunyai sistem
kekebalan yang lemah), mereka dapat tertular dan jatuh sakit ‘tambahan’.
Selanjutnya, kuman penyakit ini keluar dari pasien tersebut dan
meneruskan rantai penularan lagi.
2.5 Faktor Penyebab Perkembangan Infeksi Nosokomial
1. Agen infeksi
Pasien akan terpapar berbagai macam mikroorganisme
selama ia rawat di rumah sakit. Kontak antara pasien dan berbagai
6
macam mikroorganisme ini tidak selalu menimbulkan gejala klinis
karena banyaknya faktor lain yang dapat menyebabkan terjadinya
infeksi nosokomial. Kemungkinan terjadinya infeksi tergantung pada:
· karakteristik mikroorganisme,
· resistensi terhadap zat-zat antibiotika,
· tingkat virulensi,
· dan banyaknya materi infeksius.
Semua mikroorganisme termasuk bakteri, virus, jamur dan parasit
dapat menyebabkan infeksi nosokomial. Infeksi ini dapat disebabkan
oleh mikroorganisme yang didapat dari orang lain (cross infection)
atau disebabkan oleh flora normal dari pasien itu sendiri (endogenous
infection). Kebanyakan infeksi yang terjadi di rumah sakit ini lebih
disebabkan karena faktor eksternal, yaitu penyakit yang
penyebarannya melalui makanan dan udara dan benda atau bahan-
bahan yang tidak steril. Penyakit yang didapat dari rumah sakit saat ini
kebanyakan disebabkan oleh mikroorganisme yang umumnya selalu
ada pada manusia yang sebelumnya tidak atau jarang menyebabkan
penyakit pada orang normal, (Ducel, 2001).
2. Bakteri
Bakteri dapat ditemukan sebagai flora normal dalam tubuh
manusia yang sehat. Keberadaan bakteri disini sangat penting dalam
melindungi tubuh dari datangnya bakteri patogen. Tetapi pada
beberapa kasus dapat menyebabkan infeksi jika manusia tersebut
mempunyai toleransi yang rendah terhadap mikroorganisme.
Contohnya Escherichia coli paling banyak dijumpai sebagai penyebab
infeksi saluran kemih. Bakteri patogen lebih berbahaya dan
menyebabkan infeksi baik secara sporadik maupun endemik.
Contohnya :
Bakteri gram-positif: Staphylococcus aureus yang menjadi
parasit di kulit dan hidung dapat menyebabkan gangguan pada paru,
pulang, jantung dan infeksi pembuluh darah serta seringkali telah
resisten terhadap antibiotika.
7
· Bakteri gram negatif: Enterobacteriacae, contohnya
Escherichia coli, Proteus, Klebsiella, Enterobacter. Pseudomonas
sering sekali ditemukan di air dan penampungan air yang
menyebabkan infeksi di saluran pencernaan dan pasien yang dirawat.
Bakteri gram negatif ini bertanggung jawab sekitar setengah dari
semua infeksi di rumah sakit.
· Serratia marcescens, dapat menyebabkan infeksi serius pada
luka bekas jahitan, paru, dan peritoneum.
3. Virus
Banyak kemungkinan infeksi nosokomial disebabkan oleh
berbagai macam virus, termasuk virus hepatitis B dan C dengan
media penularan dari transfusi, dialisis, suntikan dan endoskopi.
Respiratory syncytial virus (RSV), rotavirus, dan enteroviruses yang
ditularkan dari kontak tangan ke mulut atau melalui rute faecal-oral.
Hepatitis dan HIV ditularkan melalui pemakaian jarum suntik, dan
transfusi darah. Rute penularan untuk virus sama seperti
mikroorganisme lainnya. Infeksi gastrointestinal, infeksi traktus
respiratorius, penyakit kulit dan dari darah. Virus lain yang sering
menyebabkan infeksi nosokomial adalah cytomegalovirus, Ebola,
influenza virus, herpes simplex virus, dan varicella-zoster virus, juga
dapat ditularkan (Wenzel, 2002)
4. Parasit dan jamur
Beberapa parasit seperti Giardia lamblia dapat menular
dengan mudah ke orang dewasa maupun anak-anak. Banyak jamur
dan parasit dapat timbul selama pemberian obat antibiotika bakteri
dan obat immunosupresan, contohnya infeksi dari Candida albicans,
Aspergillus spp, Cryptococcus neoformans, Cryptosporidium.
5. Faktor alat
Dari suatu penelitian klinis, infeksi nosokomial tertama
disebabkan infeksi dari kateter urin, infeksi jarum infus, infeksi saluran
nafas, infeksi kulit, infeksi dari luka operasi dan septikemia.
8
Pemakaian infus dan kateter urin lama yang tidak diganti-ganti.
Diruang penyakit dalam, diperkirakan 20-25% pasien memerlukan
terapi infus. Komplikasi kanulasi intravena ini dapat berupa gangguan
mekanis, fisis dan kimiawi.
Berikut ini adalah beberapa alat yang sering menjadi media
transmisi dalam penyebaran infeksi nosokomial :
a. Kateter
Kateter adalah sebuah pipa yang kosong yang terbuat dari logam,
gelas, karet, plastik, yang cara penggunaannya adalah dimasukkan
kedalam rongga tubuh melalui saluran.
Kateter dibagi menjadi 2 yaitu kateter dan non kateter
1. Kateter
Adalah kateter yang dimasukkan ke dalam pembuluh darah vena.
Kegunaan : berlaku sebagai vena tambahan untuk pangobatan
dalam jangka lama yang lebih dari 48 jam.
Kateter ini terbuat dari bahan TEFLON dan plastic PVC.
2. Non kateter :
Nelaton Catheter
Balloon Catheter
Oxygen Catheter
Stomach Tube/Maag Sonde
Feeding Tube
Rectal Tube/Flatus Buis
Suction Catheter/Mucus Extractor
Kondom Catheter
b. Jarum Suntik
Jarum suntik atau Injection Needles adalah alat yang digunakan untuk
menyuntik, dan tentunya digabung dengan alat suntik (spuit).
Macam – macam jarum suntik:
9
- Jarum suntik yang umum
- Jarum suntik gigi
- Jarum suntik spinal
- Jarum suntik bersayap
c. Alat – alat untuk mengambil atau memberikan darah atau cairan.
- Soluset
- Blood donor set
- Venoject
2.6 Tindakan Pencegahan Infeksi Nosokomial
Pembersihan yang rutin sangat penting untuk meyakinkan bahwa
rumah sakit sangat bersih dan benar-benar bersih dari debu, minyak dan
kotoran. Perlu diingat bahwa sekitar 90 persen dari kotoran yang terlihat
pasti mengandung kuman. Harus ada waktu yang teratur untuk
membersihkan dinding, lantai, tempat tidur, pintu, jendela, tirai, kamar
mandi, dan alat-alat medis yang telah dipakai berkali-kali.
Pengaturan udara yang baik sukar dilakukan di banyak fasilitas
kesehatan. Usahakan adanya pemakaian penyaring udara, terutama bagi
penderita dengan status imun yang rendah atau bagi penderita yang
dapat menyebarkan penyakit melalui udara. Kamar dengan pengaturan
udara yang baik akan lebih banyak menurunkan resiko terjadinya
penularan tuberkulosis. Selain itu, rumah sakit harus membangun suatu
fasilitas penyaring air dan menjaga kebersihan pemrosesan serta filternya
untuk mencegahan terjadinya pertumbuhan bakteri. Sterilisasi air pada
rumah sakit dengan prasarana yang terbatas dapat menggunakan panas
matahari.
Toilet rumah sakit juga harus dijaga, terutama pada unit perawatan
pasien diare untuk mencegah terjadinya infeksi antar pasien. Permukaan
10
toilet harus selalu bersih dan diberi disinfektan. Disinfektan akan
membunuh kuman dan mencegah penularan antar pasien. Disinfeksi yang
dipakai adalah:
Mempunyai kriteria membunuh kuman
Mempunyai efek sebagai detergen
Mempunyai efek terhadap banyak bakteri, dapat melarutkan
minyak dan protein.
Tidak sulit digunakan
Tidak mudah menguap
Bukan bahan yang mengandung zat yang berbahaya baik untuk
petugas maupun pasien
Efektif
Tidak berbau, atau tidak berbau tak enak
1. Perbaiki Ketahanan Tubuh
Di dalam tubuh manusia, selain ada bakteri yang patogen
oportunis, ada pula bakteri yang secara mutualistik yang ikut membantu
dalam proses fisiologis tubuh, dan membantu ketahanan tubuh melawan
invasi jasad renik patogen serta menjaga keseimbangan di antara
populasi jasad renik komensal pada umumnya, misalnya seperti apa yang
terjadi di dalam saluran cerna manusia. Pengetahuan tentang mekanisme
ketahanan tubuh orang sehat yang dapat mengendalikan jasad renik
oportunis perlu diidentifikasi secara tuntas, sehingga dapat dipakai dalam
mempertahankan ketahanan tubuh tersebut pada penderita penyakit
berat. Dengan demikian bahaya infeksi dengan bakteri oportunis pada
penderita penyakit berat dapat diatasi tanpa harus menggunakan
antibiotika.
2. Ruangan Isolasi
Penyebaran dari infeksi nosokomial juga dapat dicegah dengan
membuat suatu pemisahan pasien. Ruang isolasi sangat diperlukan
terutama untuk penyakit yang penularannya melalui udara, contohnya
11
tuberkulosis, dan SARS, yang mengakibatkan kontaminasi berat.
Penularan yang melibatkan virus, contohnya DHF dan HIV. Biasanya,
pasien yang mempunyai resistensi rendah eperti leukimia dan pengguna
obat immunosupresan juga perlu diisolasi agar terhindar dari infeksi.
Tetapi menjaga kebersihan tangan dan makanan, peralatan kesehatan di
dalam ruang isolasi juga sangat penting. Ruang isolasi ini harus selalu
tertutup dengan ventilasi udara selalu menuju keluar. Sebaiknya satu
pasien berada dalam satu ruang isolasi, tetapi bila sedang terjadi kejadian
luar biasa dan penderita melebihi kapasitas, beberapa pasien dalam satu
ruangan tidaklah apa-apa selama mereka menderita penyakit yang sama.
Pencegahan Infeksi nosokomial yaitu dengan:
1. Membatasi transmisi organisme dari atau antar pasien dengan cara
mencuci tangan dan penggunaan sarung tangan, tindakan septik dan
aseptik, sterilisasi dan disinfektan.
2. Mengontrol resiko penularan dari lingkungan.
3. Melindungi pasien dengan penggunaan antibiotika yang adekuat,
nutrisi yang cukup, dan vaksinasi.
4. Membatasi resiko infeksi endogen dengan meminimalkan prosedur
invasi
5. Pengawasan infeksi, identifikasi penyakit dan mengontrol
penyebarannya.
Selain itu Pencegahan Infeksi nosokomial juga dengan menggunakan
Standar kewaspadaan terhadap infeksi, antara lain :
1. Cuci Tangan
Setelah menyentuh darah, cairan
tubuh, sekresi, ekskresi dan bahan terkontaminasi.
Segera setelah melepas sarung
tangan.
12
Di antara sentuhan dengan
pasien.
2. Sarung Tangan
Bila kontak dengan darah, cairan
tubuh, sekresi, dan bahan yang terkontaminasi.
Bila kontak dengan selaput lendir
dan kulit terluka.
3. Masker, Kaca Mata, Masker Muka
Mengantisipasi bila terkena,
melindungi selaput lendir mata, hidung, dan mulut saat kontak
dengan darah dan cairan tubuh.
4. Baju Pelindung
Lindungi kulit dari kontak dengan
darah dan cairan tubuh
Cegah pakaian tercemar selama
tindakan klinik yang dapat berkontak langsung dengan darah atau
cairan tubuh
5. Kain
Tangani kain tercemar, cegah
dari sentuhan kulit/selaput lendir
Jangan melakukan prabilas kain
yang tercemar di area perawatan pasien
6. Peralatan Perawatan Pasien
Tangani peralatan yang tercemar
dengan baik untuk mencegah kontak langsung dengan kulit atau
selaput lendir dan mencegah kontaminasi pada pakaian dan
lingkungan
Cuci peralatan bekas pakai
sebelum digunakan kembali
13
7. Pembersihan Lingkungan
Perawatan rutin, pembersihan
dan desinfeksi peralatan dan perlengkapan dalam ruang perawatan
pasien
8. Instrumen Tajam
Hindari memasang kembali
penutup jarum bekas
Hindari melepas jarum bekas
dari semprit habis pakai
Hindari membengkokkan,
mematahkan atau memanipulasi jarum bekas dengan tangan
Masukkan instrument tajam ke
dalam tempat yang tidak tembus tusukan
9. Resusitasi Pasien
Usahakan gunakan kantong
resusitasi atau alat ventilasi yang lain untuk menghindari kontak
langsung mulut dalam resusitasi mulut ke mulut
10. Penempatan Pasien
Tempatkan pasien yang
mengontaminasi lingkungan dalam ruang pribadi / isolasi
14
15
2.7 Peranan Dokter Muda dalam Pencegahan Infeksi Nosokomial
Menggunakan alat pelindung diri untuk menghindari kontak dengan
darah atau cairan tubuh lain. Alat pelindung diri meliputi; pakaian
khusus (apron), masker, sarung tangan, topi, pelindung mata dan
hidung yang digunakan di rumah sakit dan bertujuan untuk mencegah
penularan berbagai jenis mikroorganisme dari pasien ke tenaga
kesehatan atau sebaliknya, misalnya melaui sel darah, cairan tubuh,
terhirup, tertelan dan lain-lain.
Menerapkan precaution dalam melakukan semua tindakan, meliputi:
mencuci tangan, menutup jarum dengan benar, membuang sampah
medis pada tempatnya, menggunakan sarung tangan dalam setiap
melakukan tindakan, menggunakan masker, menutup semua luka
dengan menggunakan plester agarvtidak terkontaminasi dengan
pasien.
Imunisasi untuk meningkatkan kekebalan tubuh untuk mencegah
terjadinya penularan pada saat terkena cairan misalnya terkena darah
pasien yang mengandung HbsAg +.
Profesional dalam bekerja dengan menerapkan tindakan septik dan
aseptik.
16
Manajemen alat tajam secara benar untuk menghindari resiko
penularan penyakit melalui benda-benda tajam yang tercemar oleh
produk darah pasien. Terakit dengan hal ini, tempat sampah khusus
untuk alat tajam harus disediakan agar tidak menimbulkan injuri pada
tenaga kesehatan maupun pasien.
Menjaga sanitasi lingkungan secara benar. Sebagaiman diketahui
aktivitas pelayanan kesehatan akan menghasilkan sampah rumah
tangga, sampah medis dan sampah berbahaya, yang memerlukan
manajemen yang baik untuk menjaga keamanan tenaga rumah sakit,
pasien, pengunjung dan masyarakat.
Melakukan dekontaminasi, pencucian dan sterilisasi instrumen dengan
prinsip yang benar. Tindakan ini merupakan tiga proses untuk
mengurangi resiko tranmisi infeksi dari instrumen dan alat lain pada
klien dan tenaga kesehatan.
Managemen setelah terpapar infeksi.
17
BAB III
KESIMPULAN
1. Infeksi nosokomial adalah infeksi yang timbul ketika di rumah sakit
yang dapat menular melalui alat medis dan menyerang pasien
maupun tenaga medis Setiap rumah sakit di Indonesia harus
mempunyai tim pencegahan dan pengendalian infeksi.
2. Tim pencegahan dan pengendalian infeksi harus bekerja dengan baik
agar angka kasus infeksi nosokomial di Indonesia dapat menurun.
3. Dengan adanya tim pencegahan dan pengendalian infeksi di setiap
rumah sakit yang bekerja dengan baik, kasus infeksi nosokomial di
Indonesia dapat terdata dengan tepat supaya mempermudah
penanganan kasus infeksi nosokomial di rumah sakit.
4. Komponen yang berpengaruh dalam penyebaran infeksi nosokomial,
yaitu penyebab infeksi, sumber, tempat keluar, cara penularan,
tempat masuk, dan penjamu rentan.
5. Alat-alat medis yang biasanya menjadi media transmisi adalah
kateter, jarum suntik, dan alat – alat untuk mengambil atau
memberikan darah atau cairan
6. Penyakit yang biasa ditimbulkan karena infeksi nosokomial adalah
infeksi saluran kemih, pneumonia nosokomial, bakteremi nosokomial,
tuberkulosis, diarrhea dan gastroenteritis, infeksi pembuluh darah,
dipteri, tetanus dan pertusis
7. Cara mencegah penularan infeksi nosokomial melalui alat, yaitu
dengan cara mensterilkan alat-alat secara baik dan benar dan
penggunan alat pelindung diri
18