wrap up skenario 1 respiiii

40
Wrap up Skenario 1 PILEK PAGI HARI A-3 Ketua : Sekretaris : Indah Ariyanti 1102011124 Anggota : UNIVERSITAS YARSI

Upload: faradiba-febriani

Post on 15-Feb-2015

143 views

Category:

Documents


8 download

DESCRIPTION

universitas yarsi

TRANSCRIPT

Page 1: Wrap Up Skenario 1 RESPIIII

Wrap up Skenario 1

PILEK PAGI HARI

A-3

Ketua :

Sekretaris : Indah Ariyanti 1102011124

Anggota :

UNIVERSITAS YARSI

FAKULTAS KEDOKTERAN

TAHUN PELAJARAN 2012-2013

Page 2: Wrap Up Skenario 1 RESPIIII

Skenario 1

PILEK PAGI HARI

Seorang pemuda usia 20 tahun, selalu bersin-bersin di pagi hari, keluar ingus encer, gatal di hidung dan amata, terutama bila udara berdebu, diderita sejak usia 14 tahun. Tidak ada pada keluarganya yang menderita seperti ini, tetapi ayahnya mempunyai riwayat penyakit asma. Pemuda tersebut sangat rajin solat tahajud, sehingga dia bertanya adakah hubungannya memasukkan air wudhu ke dalam hidungnya di malam hari dengan penyakitnya? Kawannya menyarankan untuk memeriksa ke dokter, menayakan menhapa bisa terjadi demikian, dan apakah berbahaya apabila menderita seperti ini dalam waktu yang lama

Page 3: Wrap Up Skenario 1 RESPIIII

SASARAN BELAJAR

LI.1. MEMAHAMI DAN MENJELASKAN SALURAN NAFAS ATAS

LO.1.1 MAKROSKOPIS

LO.1.2 MIKROSKOPIS

LI.2. MEMAHAMI DAN MENJELASKAN MEKANISME PERNAFASAN

LI.3. MEMAHAMI DAN MENJELASKAN RHINITIS ALERGI

LO.3.1 DEFINISI

LO.3.2 ETIOLOGI

LO.3.3 PATOFISIOLOGI

LO.3.4 KLASIFIKASI

LO.3.5 MANIFESTASI KLINIK

LO.3.6 DIAGNOSIS DAN DIAGNOSIS BANDING

LO.3.7 TATALAKSANA

LO.3.8 KOMPLIKASI

LO.3.9 PENCEGAHAN

LO.3.10 PROGNOSIS

LI.4. MEMAHAMI DAN MENJELASKAN FARMAKOTERAPI DAN FARMAKODINAMIK

LI.5. MEMAHAMI DAN MENJELASKAN PANDANGAN ISLAM TENTANG ANATOMI PERNAFASAN

Page 4: Wrap Up Skenario 1 RESPIIII

LI 1. Memahami dan menjelaskan saluran pernapasan atas

LO 1.1 Memahami dan menjelaskan makroskopis (Anatomi) saluran pernapasan atas.

Respirasi adalah pertukaran gas, yaitu oksigen (O2) yang dibutuhkan tubuh untuk metabolisme sel dan karbondioksida (CO2) yang dihasilkan dari metabolisme tersebut dikeluarkan dari tubuh melalui paru.

Sistem Respirasi1. Saluran Nafas Bagian Atas, pada bagian ini udara yang masuk ke tubuh

dihangatkan, disarung dan dilembabkan.2. Saluran Nafas Bagian Bawah, bagian ini menghantarkan udara yang masuk

dari saluran bagian atas ke alveoli.3. Alveoli, terjadi pertukaran gas anatara O2 dan CO2

4. Sirkulasi Paru, pembuluh darah arteri menuju paru, sedangkan pembuluh darah vena meninggalkan paru.

5. Paru, terdiri atas :a. Saluran Nafas Bagian Bawahb. Alveolic. Sirkulasi Paru

6. Rongga Pleura, terbentuk dari dua selaput serosa, yang meluputi dinding dalam rongga dada yang disebut pleura parietalis, dan yang meliputi paru atau pleura veseralis

7. Rongga dan Dinding Dada, merupakan pompa muskuloskeletal yang mengatur pertukaran gas dalam proses respirasi

Saluran Nafas Bagian Atas

a. Rongga hidungUdara yang dihirup melalui hidung akan mengalami tiga hal :

Page 5: Wrap Up Skenario 1 RESPIIII

Dihangatkan Disaring DilembabkanKetiga hal di atas merupakan fungsi utama dari selaput lendir respirasi, yang terdiri atas Psedostrafied Ciliated Columnar Epitelium yang berfungsi menggerakkan partikel-partikel halus ke arah faring sedangkan partikel yang besar akan disaring oleh bulu hidung, sel golbet dan kelenjar serous yang berfungsi melembabkan udara yang masuk, pembuluh darah yang berfungsi menghangatkan udara. Ketiga hal tersebut dibantu dengan concha.

b. Nasofaring (terdapat Pharyngeal Tonsil dan Tuba Eustachius)c. Orofaring (merupakan pertemuan rongga mulut dengan faring, terdapat

pangkal lidah)d. Laringofaring (terjadi persilangan antara aliran udara dan aliran makanan)

(Daniel S.W, 2008; Raden Inmar, 2009)Hidung

Organ pertama yang berfungsi dalam saluran napas. Terdapat vestibulum nasi yang terdapat cilia kasar yang berfungsi sebagai saringan udara. Bagian dalam rongga hidungada terbentuk terowongan yang disebut cavum nasi mulai dari nares anterior sampai ke nares posterior lalu ke nasofaring.

Sekat antara kedua rongga hidung dibatasi dinding yang berasal dari tulang dan mucusa yaitu septum nasi yang dibentuk oleh :

a. Cartilago septi nasob. Os vomerc. Lamina perpendicularis os ethmoidalis

Page 6: Wrap Up Skenario 1 RESPIIII

Merupakan organ berongga yang terdiri atas tulang, tulang rawan hyalin otot bercorak dan jaringan ikat

Fungsi : Menyalurkan udara Menyaring udara dari benda asing Menghangatkan udara pernafasan Melembabkan udara pernafasan Alat pembau

Cavum nasi dipisahkan oleh septum nasi, yang berhubungan dengan nasofaring melalui choana (nares posterior)

Memiliki bagian terlebar yang disebut dengan vestibulum nasi

Fossa Nasalis

Page 7: Wrap Up Skenario 1 RESPIIII

Dinding superior rongga hidung sempit, dibentuk lamina cribroformis ethmoidalis yang memisahkan rongga tengkorak dengan rongga hidung. Dinding inferior dibentuk os maxilla dan os palatinum.

Ada 2 cara pemeriksaan hidung yaitu rhinoscopy anterior dan posterior. Kalau yang anterior, di cavum nasi di sisi lateral ada concha nasalis yang terbentuk dari tulang tipis dan ditutupi mukusa yang mengeluarkan lendir dan di medial terlihat dinding septum nasi. Kalau pada posterior, dapat terlihat nasofaring, choanae, bagian ujung belakang conchae nasalis media dan inferior, juga terlihat OPTA yang berhubungan dengan telinga.

Ada 3 buah concha nasalis, yaitu :

a. Concha nasalis superiorb. Concha nasalis inferiorc. Concha nasalis media

Di antara concha nasalis superior dan media terdapat meatus nasalis superior.

Antara concha media dan inferior terdapat meatus nasalis media. Antara concha nasalis inferior dan dinding atas maxilla terdapat meatus nasalis inferior.

Fungsi chonca : Meningkatkan luas permukaan epitel respirasi Turbulensi udara dimana udara lebih banyak kontak dengan permukaan

mukosa.Sinus-sinus yang berhubungan dengan cavum nasi disebut sinus paranasalis :

a. Sinus sphenoidalis mengeluarkan sekresinya melalui meatus superiorb. Sinus frontalis ke meatus mediac. Sinus maxillaris ke meatus mediad. Sinus ethmoidalis ke meatus superior dan media.

Di sudut mata terdapat hubungan antara hidung dan mata melalui ductus nasolacrimalis tempat keluarnya air mata ke hidung melalui meatus inferior. Di nasofaring terdapat hubungan antara hidung dan rongga telinga melalui OPTA (Osteum Pharyngeum Tuba Auditiva) eustachii. Alurnya bernama torus tobarius.

Page 8: Wrap Up Skenario 1 RESPIIII

Persarafan hidung

Persarafan sensorik dan sekremotorik hidung :

1. Depan dan atas cavum nasi mendapat persarafan sensoris dari cabang nervus opthalmicus

2. Bagian lainnya termasuk mucusa hidung cavum nasi dipersarafi ganglion sfenopalatinum. Nasofaring dan concha nasalis mendapat persarafan sensorik dari cabang ganglion pterygopalatinum.

Nervus olfactorius memberikan sel-sel reseptor untuk penciuman. Proses penciuman : pusat penciuman pada gyrus frontalis, menembus lamina cribrosa ethmoidalis ke traktus olfactorius, bulbus olfactorius, serabut n. olfactorius pda mucusa atas depan cavum nasi.

Vaskularisasi hidung

Berasal dari cabang a. Opthalmica dan a. Maxillaris interna

1. Arteri ethmoidalis dengan cabang-cabang : arteri nasalis externa dan lateralis, arteri septalis anterior

2. Arteri ethmoidalis posterior dengan cabang-cabang : arteri nasalis posterior, lateralis dan septal, arteri palatinus majus

3. Arteri sphenopalatinum cabang arteri maxillaris interna. Ketiga pembuluh tersebut membentuk anyaman kapiler pembuluh darah yang dinamakan Plexus Kisselbach. Plexus ini mudah pecah oleh trauma/infeksi sehingga sering menjadi sumber epistaxis pada anak.

Page 9: Wrap Up Skenario 1 RESPIIII

NASOFARING

LARING

Daerah yang dimulai dari aditus laryngis sampai batas bawah cartilago cricoid. Rangka laring terbentuk dari tulang rawan dan tulang.

1. Berbentuk tulang adalah os hyoid2. Berbentuk tulang rawan adalah : tyroid 1 buah, arytenoid 2 buah, epiglotis 1

buah. Pada arytenoid bagian ujung ada tulang rawan kecil cartilago cornuculata dan cuneiforme.

Laring adalah bagian terbawah dari saluran napas atas.

Os hyoid

Mempunyai 2 buah cornu, cornu majus dan minus. Berfungsi untuk perlekatan otot mulut dan cartilago thyroid

Cartilago thyroid

Terletak di bagian depan dan dapat diraba tonjolan yang disebut promines’s laryngis atau lebih disebut jakun pada laki-laki. Jaringan ikatnya adalah membrana thyrohyoid. Mempunyai cornu superior dan inferior. Pendarahan dari a. Thyroidea superior dan inferior.

Cartilago arytenoid

Mempunyai bentuk seperti burung penguin. Ada cartilago corniculata dan cuneiforme. Kedua arytenoid dihubungkan m.arytenoideus transversus.

Epiglotis

Page 10: Wrap Up Skenario 1 RESPIIII

Tulang rawan berbentuk sendok. Melekat di antara cartilago arytenoid. Berfungsi untuk membuka dan menutup aditus laryngis. Saat menelan epiglotis menutup aditus laryngis supaya makanan tidak masuk ke laring.

Cartilago cricoid

Batas bawah adalah cincin pertama trakea. Berhubungan dengan thyroid dengan ligamentum cricothyroid dan m.cricothyroid medial lateral.

Otot-otot laring :

a. Otot extrinsik laring1. M.cricothyroid2. M. thyroepigloticus

b. Otot intrinsik laring1. M.cricoarytenoid posterior yang membuka plica vocalis. Jika terdapat

gangguan pada otot ini maka bisa menyebabkan orang tercekik dan meninggal karena rima glottidis tertutup. Otot ini disebut juga safety muscle of larynx.

2. M. cricoarytenoid lateralis yang menutup plica vocalis dan menutup rima glottdis

3. M. arytenoid transversus dan obliq4. M.vocalis5. M. aryepiglotica6. M. thyroarytenoid

Dalam cavum laryngis terdapat :

Plica vocalis, yaitu pita suara asli sedangkan plica vestibularis adalah pita suara palsu. Antara plica vocalis kiri dan kanan terdapat rima glottidis sedangkan antara

Page 11: Wrap Up Skenario 1 RESPIIII

plica vestibularis terdapat rima vestibuli. Persyarafan daerah laring adalah serabut nervus vagus dengan cabang ke laring sebagai n.laryngis superior dan n. recurrent.

LO 1.2 Memahami dan menjelaskan mikroskopis (histology) saluran pernapasan atas.

Rongga hidungRongga hidung terdiri atas vestibulum dan fosa nasalis. Pada vestibulum di sekitar nares terdapat kelenjar sebasea dan vibrisa (bulu hidung). Epitel di dalam vestibulum merupakan epitel respirasi sebelum memasuki fosa nasalis. Pada fosa nasalis (cavum nasi) yang dibagi dua oleh septum nasi pada garis medial, terdapat konka (superior, media, inferior) pada masing-masing dinding lateralnya. Konka media dan inferior ditutupi oleh epitel respirasi, sedangkan konka superior ditutupi oleh epitel olfaktorius yang khusus untuk fungsi menghidu/membaui. Epitel olfaktorius tersebut terdiri atas sel penyokong/sel sustentakuler, sel olfaktorius (neuron bipolar dengan dendrit yang melebar di permukaan epitel olfaktorius dan bersilia, berfungsi sebagai reseptor dan memiliki akson yang bersinaps dengan neuron olfaktorius otak),  sel basal (berbentuk piramid) dan kelenjar Bowman pada lamina propria. Kelenjar Bowman menghasilkan sekret yang membersihkan silia sel olfaktorius sehingga memudahkan akses neuron untuk membaui zat-zat. Adanya vibrisa, konka dan vaskularisasi yang khas pada rongga hidung membuat setiap udara yang masuk mengalami pembersihan, pelembapan dan penghangatan sebelum masuk lebih jauh.

Silia berfungsi untuk mendorong lendir ke arah nasofaring untuk tertelan atau dikeluarkan (batuk) .Sel goblet dan kelenjar campur di lamina propria mnghasilkan sekret, untuk menjaga kelembaban hidung dan menangkap partikel debu halus . Di bawah epitel chonca inferior terdapat swell bodies, merupakan fleksus vonosus untuk menghangatkan udara inspirasi

Page 12: Wrap Up Skenario 1 RESPIIII

epitel olfaktori, khas pada konka superior

Sinus paranasalisTerdiri atas sinus frontalis, sinus maksilaris, sinus ethmoidales dan sinus sphenoid, semuanya berhubungan langsung dengan rongga hidung. Sinus-sinus tersebut dilapisi oleh epitel respirasi yang lebih tipis dan mengandung sel goblet yang lebih sedikit serta lamina propria yang mengandung sedikit kelenjar kecil penghasil mukus yang menyatu dengan periosteum. Aktivitas silia mendorong mukus ke rongga hidung.

FaringNasofaring dilapisi oleh epitel respirasi pada bagian yang berkontak dengan palatum mole, sedangkan orofaring dilapisi epitel tipe skuamosa/gepeng.

Page 13: Wrap Up Skenario 1 RESPIIII

Terdiri dari : Nasofaring (epitel bertingkat torak bersilia,

dengan sel goblet) Orofaring (epitel berlapis gepeng dengan

lapisan tanduk) Laringofaring (epitel bervariasi)

LaringLaring merupakan bagian yang menghubungkan faring dengan trakea. Pada lamina propria laring terdapat tulang rawan hialin dan elastin yang berfungsi sebagai katup yang mencegah masuknya makanan dan sebagai alat penghasil suara pada fungsi fonasi. Epiglotis merupakan juluran dari tepian laring, meluas ke faring dan memiliki permukaan lingual dan laringeal. Bagian lingual dan apikal epiglotis ditutupi oleh epitel gepeng berlapis, sedangkan permukaan laringeal ditutupi oleh epitel respirasi bertingkat bersilindris bersilia. Di bawah epitel terdapat kelenjar campuran mukosa dan serosa.Di bawah epiglotis, mukosanya membentuk dua lipatan yang meluas ke dalam lumen laring: pasangan lipatan atas membentuk pita suara palsu (plika vestibularis) yang terdiri dari epitel respirasi dan kelenjar serosa, serta di lipatan bawah membentuk pita suara sejati yang terdiri dari epitel berlapis gepeng, ligamentum vokalis (serat elastin) dan muskulus vokalis (otot rangka). Otot muskulus vokalis akan membantu terbentuknya suara dengan frekuensi yang berbeda-beda.

Tulang rawan yang lebih besar (tulang rawan hyalin): Thyroid Cricoid Arytenoid

Tulang rawan yang kecil (tulang rawan elastis): Epiglottis Cuneiform Corniculata

Page 14: Wrap Up Skenario 1 RESPIIII

Ujung arytenoid

epitel epiglotis, pada pars lingual berupa epitel gepeng berlapis dan para pars laringeal berupa epitel respiratori

Epiglottis Memiliki permukaan lingual dan laringeal Seluruh permukaan laringeal ditutupi oleh epitel berlapis gepeng, mendekati basis

epiglottis pada sisi laringeal, epitel ini mengalami peralihan menjadi epitel bertingkat silindris bersilia

TrakeaPermukaan trakea dilapisi oleh epitel respirasi. Terdapat kelenjar serosa pada lamina propria dan tulang rawan hialin berbentuk C (tapal kuda), yang mana ujung bebasnya berada di bagian posterior trakea. Cairan mukosa yang dihasilkan oleh sel

Page 15: Wrap Up Skenario 1 RESPIIII

goblet dan sel kelenjar membentuk lapisan yang memungkinkan pergerakan silia untuk mendorong partikel asing. Sedangkan tulang rawan hialin berfungsi untuk menjaga lumen trakea tetap terbuka. Pada ujung terbuka (ujung bebas) tulang rawan hialin yang berbentuk tapal kuda tersebut terdapat ligamentum fibroelastis dan berkas otot polos yang memungkinkan pengaturan lumen dan mencegah distensi berlebihan.

epitel trakea dipotong memanjang

epitel trakea, khas berupa adanya tulang rawan hialin yang berbentuk tapal kuda ("c-shaped")

LI 2. Memahami dan menjelaskan fisiologi pernapasan

LO 2.1 Memahami dan menjelaskan fungsi pernapasan.

Page 16: Wrap Up Skenario 1 RESPIIII

Proses pernapasan dibagi menjadi 2,yaitu:

1. Pernapasan luar (eksternal)Dimana terjadi penyerapan O2 dan pengeluaran CO2 dari tubuh secara keseluruhan.

2. Pernapasan dalam (internal)Akan terjadi penggunaan O2 dan pembentukan CO2 oleh sel-sel serta pertukaran gas antara sel-sel tubuh dengan media cair sekitarnya.

fungsi pernapasan

Mengeluarkan air dan panas dari tubuh Proses pengambilan O2 dan pengeluaran CO2 dalam paru Meningkatkan aliran balik vena Mengeluarkan dan memodifikasikan prostaglandin

LO 2.2 Memahami dan menjelaskan Mekanisme pernafasan.

A. Mekanisme pernapasan berdasarkan antomi

Pada waktu inspirasi udara masuk melalui kedua nares anterior → vestibulum nasi →cavum nasi lalu udara akan keluar dari cavum nasi menuju → nares posterior (choanae) → masuk ke nasopharynx,masuk ke oropharynx (epiglottis membuka aditus laryngis) → daerah larynx → trakea.masuk ke bronchus primer → bronchus sekunder → bronchiolus segmentalis (tersier) → bronchiolus terminalis → melalui bronchiolus respiratorius → masuk ke organ paru → ductus alveolaris → alveoli.pada saat di alveoli terjadi pertukaran CO2 (yang dibawa A.pulmonalis)lalu keluar paru dan O2 masuk kedalam vena pulmonalis.lalu masuk ke atrium sinistra → ventrikel sinistra → dipompakan melalui aorta ascendens → masuk sirkulasi sistemik → oksigen (O2) di distribusikan keseluruh sel dan jaringan seluruh tubuh melalui respirasi internal,selanjutnya CO2 kembali ke jantung kanan melalui kapiler / vena → dipompakan ke paru dan dengan ekspirasi CO2 keluar bebas.

B. Mekanisme pernapasan berdasarkan fisiologinyaInspirasi merupakan proses aktif ,akan terjadi kontraksi otot – otot ,inspirasi akan meningkatkan volume intratorakal,tekanan intrapleura di bagian basis

Page 17: Wrap Up Skenario 1 RESPIIII

paru akan turun dari normal sekitar -2,5 mm Hg (relatif terhadap tekanan atmosfer) pada awal inspirasi menjadi – 6 mm Hg.jaringan paru semangkin tegang ,tekanan di dalam saluran udara menjadi sedikit lebih negatif dan udara mengalir kedalam paru.pada akhir inspirasi daya rekoil paru mulai menarik dinding dada kembali ke kedudukan ekspirasi ,sampai tercapai keseimbangan kembali antara daya rekoil jaringan paru dan dinding dada.tekanan didalam saluran udara menjadi sedikit positif dan udara mengalir meninggalkan paru,selama pernapasan tenang,ekspirasi merupakan proses pasif yang tidak memerlukan kontraksi otot untuk menurunkan volume inratorakal,namun pada awal ekspirasi masih terdapat kontraksi ringan otot inspirasi,kontraksi ini berfungsi sebagai peredam daya rekoil paru dan memperlambat ekspirasi.

menjelaskan mekanisme / proses batuk dan bersin

Batuk diawali dengan inspirasi dalam dan diikuti oleh ekspirasi kuat melawan glotis yang tertutup,hal ini meningkatkan tekanan intrapleura mencapai 100 mm Hg / lebih,glotis terbuka secara tiba-tiba mengakibatkan ledakan aliran udara ke luar dengan kecepatan mencapai 965 km(600 mil) / jam.bersin merupakan hal yang serupa dengan glotis yang terus terbuka ,kedua reflex ini membantu pengeluaran iritan dan menjaga saluran udara tetap bersin.

LI 3. Memahami dan menjelaskan rhinitis alergi.

LO 3.1 Memahami dan menjelaskan definisi rhinitis alergi.

*Rhinitis alergi adalah kelainan pada hidung dengan gejala-gejala bersin-bersin, keluarnya cairan dari hidung, rasa gatal dan tersumbat setelah mukosa hidung terpapar dengan allergen yang mekanisme ini diperantarai oleh IgE. (ARIA, 2001).

*Rhinitis Alergi secara klinis dapat didefinisikan sebagai gangguan fungsi hidung atau inflamasi yang disebabkan oleh reaksi alergi pada pasien atopi yang sebelumnya sudah tersensitasi dengan alergen yang sama serta dengan dilepaskannya mediator kimia ketika terjadi paparan ulang dengan alergen spesifik tersebut. Rhinitis alergi merupakan manifestai klinik reaksi hipersensivitas tipe 1 dengan mukosa hidung sebagai organ sasaran

LO 3.2 Etiologi Rhinitis Alergi

Page 18: Wrap Up Skenario 1 RESPIIII

Penyebab yang paling sering adalah alergi inhalan , terutama pada orang dewasa dan alergi ingestan. Alergi inhalan yang utama adalah alergen di dalam rumah (indoor) dan alergen di luar rumah (outdoor).. Alergi inhalan di dalam rumah terdapat di dalam kasur kapuk, tutup tempat tidur, karpet, selimut, dapur,tumpukan baju dan buku buku serta sofa. Komponen alergen utamanya terutama dari serpihan kulit dan feses tungau D.Pteronysinnus,D farinae, bulu bulu binatang. Alergi inhalan luar adalah polen dan jamur.

Alergi ingestan sering merupakan penyebab pada anak-anak dan biasanya disertai gejala alergi lain seperti urtikaria, atau gangguan pencernaan. Alergi ingestan misalnya susu, telur, coklat, udang

Kelembaban yang tinggi merupakan faktor resiko untuk untuk tumbuhnya jamur. Berbagai pemicu yang bisa berperan dan memperberat adalah beberapa faktor nonspesifik diantaranya asap rokok, polusi udara, bau aroma yang kuat atau merangsang dan perubahan cuaca (Becker, 1994). Berdasarkan cara masuknya allergen dibagi atas: • Alergen Inhalan, yang masuk bersama dengan udara pernafasan, misalnya debu rumah, tungau, serpihan epitel dari bulu binatang serta jamur.

• Alergen Ingestan, yang masuk ke saluran cerna, berupa makanan, misalnya susu, telur, coklat, ikan dan udang. • Alergen Injektan, yang masuk melalui suntikan atau tusukan, misalnya penisilin atau sengatan lebah.

• Alergen Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit atau jaringan mukosa, misalnya bahan kosmetik atau perhiasan (Kaplan, 2003).

3.3 Patofisiologi Rhinitis Alergi

Page 19: Wrap Up Skenario 1 RESPIIII

3.4 Klasifikasi Rhinitis Alergi

Dahulu rinitis alergi dibedakan dalam 2 macam berdasarkan sifat berlangsungnya, yaitu: 1. Rinitis alergi musiman (seasonal, hay fever, polinosis)

2. Rinitis alergi sepanjang tahun (perenial)

Gejala keduanya hampir sama, hanya berbeda dalam sifat berlangsungnya (Irawati, Kasakeyan, Rusmono, 2008). Saat ini digunakan klasifikasi rinitis alergi berdasarkan rekomendasi dari WHO Iniative ARIA (Allergic Rhinitis and its Impact on Asthma) tahun 2000, yaitu berdasarkan sifat berlangsungnya dibagi menjadi :

1. Intermiten (kadang-kadang): bila gejala kurang dari 4 hari/minggu atau kurang dari 4 minggu.

2. Persisten/menetap bila gejala lebih dari 4 hari/minggu dan atau lebih dari 4 minggu.

Sedangkan untuk tingkat beratnya penyakit, rhintis alergi dibagi menjadi

Page 20: Wrap Up Skenario 1 RESPIIII

1.Ringan, bila tidak ditemukan gangguan tidur, gangguan aktivitas seharian, bersantai, berolahraga, belajar, bekerja dan hal-hal lain yang mengganggu

2. Berat, bila ditemukan satu atau dua lebih dari gangguan diatas

(Sumber: repository.usu.ac.id)

3.5 Manifestasi klinik Rhintis Alergi

Gejala rinitis alergi yang khas ialah terdapatnya serangan bersin berulang. Sebetulnya bersin merupakan gejala yang normal, terutama pada pagi hari atau bila terdapat kontak dengan sejumlah besar debu. Hal ini merupakan mekanisme fisiologik, yaitu proses membersihkan sendiri (self cleaning process). Bersin dianggap patologik, bila terjadinya lebih dari 5 kali setiap serangan, sebagai akibat dilepaskannya histamin

Disebut juga sebagai bersin patologis (Soepardi, Iskandar, 2004). Gejala lain ialah keluar ingus (rinore) yang encer dan banyak, hidung tersumbat, hidung dan mata gatal, yang kadang-kadang disertai dengan banyak air mata keluar (lakrimasi). Tanda-tanda alergi juga terlihat di hidung, mata, telinga, faring atau laring. Tanda hidung termasuk lipatan hidung melintang – garis hitam melintang pada tengah punggung hidung akibat sering menggosok hidung ke atas menirukan pemberian hormat (allergic salute), pucat dan edema mukosa hidung yang dapat muncul kebiruan. Lubang hidung bengkak. Disertai dengan sekret mukoid atau cair.

Gejala lain yang tidak khas dapat berupa: batuk, sakit kepala, masalah penciuman, mengi, penekanan pada sinus dan nyeri wajah, post nasal drip. Beberapa orang juga mengalami lemah dan lesu, mudah marah, kehilangan nafsu makan dan sulit tidur (Harmadji, 1993).

3.6 Diagnosis Rhintis Alergi

Diagnosis rinitis alergi ditegakkan berdasarkan: 1. Anamnesis

Anamnesis sangat penting, karena sering kali serangan tidak terjadi dihadapan pemeriksa. Hampir 50% diagnosis dapat ditegakkan dari anamnesis saja. Gejala rinitis alergi yang khas ialah- terdapatnya serangan bersin berulang- keluar hingus (rinore) yang encer dan banyak- hidung tersumbat, hidung dan mata gatal, yang kadang-kadang disertai dengan banyak air mata keluar (lakrimasi). Lalu selain itu juga Perlu ditanyakan pola gejala (hilang timbul, menetap) beserta onset dan keparahannya, identifikasi faktor predisposisi karena faktor genetik dan herediter sangat berperan pada ekspresi rinitis alergi, respon terhadap pengobatan, kondisi lingkungan dan pekerjaan. (sumber: repository.usu.ac.id)

Page 21: Wrap Up Skenario 1 RESPIIII

Rinitis alergi dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis, bila terdapat 2 atau lebih gejala seperti bersin-bersin lebih 5 kali setiap serangan, hidung dan mata gatal, ingus encer lebih dari satu jam, hidung tersumbat, dan mata merah serta berair maka dinyatakan positif (sumber: Rusmono, Kasakayan, 1990).

2. Pemeriksaan Fisik Pada muka biasanya didapatkan garis Dennie-Morgan dan allergic shinner, yaitu bayangan gelap di daerah bawah mata karena stasis vena sekunder akibat obstruksi hidung (Irawati, 2002). Selain itu, dapat ditemukan juga allergic crease yaitu berupa garis melintang pada dorsum nasi bagian sepertiga bawah. Garis ini timbul akibat hidung yang sering digosok-gosok oleh punggung tangan (allergic salute). Pada pemeriksaan rinoskopi ditemukan mukosa hidung basah, berwarna pucat atau livid dengan konka edema dan sekret yang encer dan banyak. Perlu juga dilihat adanya kelainan septum atau polip hidung yang dapat memperberat gejala hidung tersumbat. Selain itu, dapat pula ditemukan konjungtivis bilateral atau penyakit yang berhubungan lainnya seperti sinusitis dan otitis media (Irawati, 2002).

2. Pemeriksaan Penunjang

a. In vitro Ditemukannya eosinofil dalam jumlah banyak menunjukkan kemungkinan alergi inhalan. Jika basofil (5 sel/lap) mungkin disebabkan alergi makanan, sedangkan jika ditemukan sel PMN menunjukkan adanya infeksi bakteri (Irawati, 2002). b. In vivo Alergen penyebab dapat dicari dengan cara pemeriksaan tes cukit kulit, uji intrakutan atau intradermal yang tunggal atau berseri (Skin End-point Titration/SET). SET dilakukan untuk alergen inhalan dengan menyuntikkan alergen dalam berbagai konsentrasi yang bertingkat kepekatannya.

3.7 Diagnosis banding

-Rinitis Vasomotor

-Common cold

-Rinitis medikamentosa

-Sinusitis

3.8 Penatalaksanaan

Page 22: Wrap Up Skenario 1 RESPIIII

1.Terapi yang paling ideal adalah dengan alergen penyebabnya (avoidance) dan eliminasi.

2. Simptomatis a. Medikamentosa-Antihistamin yang dipakai adalah antagonis H-1, yang bekerja secara inhibitor komppetitif pada reseptor H-1 sel target, dan merupakan preparat farmakologik yang paling sering dipakai sebagai inti pertama pengobatan rinitis alergi. Pemberian dapat dalam kombinasi atau tanpa kombinasi dengan dekongestan secara peroral 3.Operatif - Tindakan konkotomi (pemotongan konka inferior) perlu dipikirkan bila konka inferior hipertrofi berat dan tidak berhasil dikecilkan dengan cara kauterisasi memakai AgNO3 25 % atau troklor asetat (Roland, McCluggage, Sciinneider, 2001).

4. Imunoterapi - Jenisnya desensitasi, hiposensitasi & netralisasi. Desensitasi dan hiposensitasi membentuk blocking antibody. Keduanya untuk alergi inhalan yang gejalanya berat, berlangsung lama dan hasil pengobatan lain belum memuaskan (Mulyarjo, 2006).

3.9 Komplikasi

a. Polip hidung yang memiliki tanda patognomonis: inspisited mucous glands, akumulasi sel-sel inflamasi yang luar biasa banyaknya (lebih eosinofil dan limfosit T CD4+), hiperplasia epitel, hiperplasia goblet, dan metaplasia skuamosa. b. Otitis media yang sering residif, terutama pada anak-anak. c. Sinusitis paranasal merupakan inflamasi mukosa satu atau lebih sinus para nasal. Terjadi akibat edema ostia sinus oleh proses alergis dalam mukosa yang menyebabkan sumbatan ostia sehingga terjadi penurunan oksigenasi dan tekanan udara rongga sinus. Hal tersebut akan menyuburkan pertumbuhan bakteri terutama bakteri anaerob dan akan menyebabkan rusaknya fungsi barier epitel antara lain akibat dekstruksi mukosa oleh mediator protein basa yang dilepas sel eosinofil (MBP) dengan akibat sinusitis akan semakin parah (Durham, 2006).

3.10 Pencegahan

1.Menghindari makanan dan obat-obatan yang mengandung alergi

2.Jangan membiarkan hewan berbulu masuk ke dalam rumah

3.Bersihkan debu dengan meyedotnya secara berkala

4.Gunakan AC untuk meminimalkan debu di udara

5.Untuk menghindari dengan kontak alergen, gunakan sarung tangan atau masker ketika sedang bersih2 di dalam ataupun luar rumah

Page 23: Wrap Up Skenario 1 RESPIIII

6.tutup perabotan berbahan kain dengan menggunakan lapisan yang bisa dicucui sesering mungkin

7. Tidak menggunakan kasur dari kapuk

3.11 Prognosis

Banyak gejala rinitis alergi dapat dengan mudah diobati. Pada beberapa kasus (khususnya pada anak-anak), orang mungkin memperoleh alergi seiring dengan sistem imun yang menjadi kurang sensitif pada alergen. Efek sistemik, termasuk lelah, mengantuk, dan lesu, dapat muncul dari respon peradangan. Gejala-gejala ini sering menambah perburukan kualitas hidup.

4. Memahami dan Menjelaskan Farmakoterapi

4.1 Anti histamin

Anti Histamin dibedakan menjadi 2, yaitu AH1 dan AH2. Kedua jenis antihisamin ini bekerja secara kompetitif, yaitu dengan menghambat antihistamin dan reseptor hisamin A1 atau A2.

Antagonis Reseptor H1( AH1)

FARMAKODINAMIK:

antagonisme terhadap AH1. AH1 menghambat efek histamin pada pembuluh darah ; bronkus dan bermacam-macam otot polos. Selain itu AH1 berfungsi untuk mengobati reaksi hipersensivitas atau keadaan lain disertai penglepasan histamin endogen berlebihan.

Reaksi anafilaksis dan alergi reaksi anafilaksis dan beberapa reaksin alergi refrakter terhadap pemberian AH1. Efektifitas AH1 melawan beratnya reaksi hipersensivitas berbeda-beda, tergantung beratnya gejala akibat histamin.

Susunan Saraf Pusat AH1 dapat merangsang maupun menghambat SSP. Efek lainnya adalah insomnia, gelisah dan eksitasi. Dosis terapi AH1 umumnya menyebabkan penghambatan SSP dengan gejala kantuk, berkurangnya kewaspadaan dan waktu reaksi yang lambat

FARMAKOKINETIK:

Setelah pemberian oral atau perentral, AH1 diabsorbsi secara baik. Efeknya timbul 15-30 menit setelah pemberian oral dan maksimal setelah 1-2 jam, lama kerja AH1 generasi 1 setelah pemberian dosis tunggal umumnya 4-6 jam, sedangkan beberapa derivat piperizin seperti meklizin dan hidroksizin memiliki masa kerja yang lebih panjang. AH 1 disekresi melalui urin setelah 24 jam, terutama dalam bentuk metabolitnya.

Page 24: Wrap Up Skenario 1 RESPIIII

INDIKASI: penyakit alergi, mengatasi asma bronkial ringan,menghilangkan bersin, rinore dan gatal pada mata dan hidung. AH1 juga efektif terhadapa alergi yang disebaban oleh debu. juga digunakan untuk mengatasi mabuk perjalanan , yaitu golongan obat difenhidrami.

Antagonis Reseptor H2 (AH2)

Antagonis reseptor H2 bekerja mengahmabt sekresi asam la,bung. Contoh obat dari AH2 adalah simetidin, ranitifin, famotidin, dan nizatidin.

FARMAKODINAMIK

Simetidin dan ranitidin menghambat reseptor H2 secara selektif dan reversibel. Perangsangan reseptor H2 akan merangsang sekresi asam lambung, sehingga pada pemberian simetidin dan ranitidin sekresi asam lambung akan dihambat. Simetidin dan Ranitidin juga menggangu volume dan kadat pepsin dalam lambung.

FARMAKOKINETIK

Bioavailitas Sinetidin dan Ranitidin sekitar 70% sama dengan setelah pemberian IV atau IM. Ikatan protein plasmanya hanya 205. Absrobsi simetidin diperlambat oleh makanan. Sehingga simetidin diberikan secara bersamaan atau sesudah makan dengan maksud memperpanjang efek pada priode pasca makan.

Biovaibilitas Ratidin yang diberikan secara oral sekitar 50& dan meningkat pada pasien penyakit hati. Masa paruhnya kira-kira 1,7-3 jam pada orang dewasa, dan memanjang pada orang tua dan pada pasien gagal ginjal. Ranitidin mengalami metabolisme lintas pertama di dalam hati cukup besar pada pemberian oral. Antagonis H2 juga melalui asi dan dapat mempengaruhi fetus.

INDIKASI

Simetidin, ranitidin dan antagonis respetor H2 lainnya efektif untuk mengatasi gejala akut tukak duodenum dan mempercepat penyembuhannya. Antagonis reseptor H2 satu kali sehari diberikan pada malam hari sangat efektif untuk mengatasi gejala tukak duodenum.

(Sumber: GaniswaraSG, Setiabudy R,Suyatna ED, dkk 2006. Farmakologi dan terapi Edisi 5, Jakarta: Gaya Baru)

4.2 Kortikosteroid

Kortikosteroid dikenal mempunyai efek kuat sebagai antiinflamasi pada penyakit arthritis rhematoid, asma berat, asma kronik, penyakit inflamasi kronik dan berbagai kelaianan imunlogik, oleh karena efek anti inflamasi dan sebagai immunoregulator, kortikosteroid memegang peranan penting pada pengobatan penyakit alergi baik yang akut maupun kronik

INDIKASI

Page 25: Wrap Up Skenario 1 RESPIIII

Indikasi utama adalah untuk reaksi alergi akut berat yang dapat membahayakan kehidupan seperti status asmatikusm anafilaksis dan dermalitis exfoliativa, selain itu juga untuk reaksi alergi berat yang tidak membahayakankehidupan tetapi sangat mengganggu. Misalnya dermatitis kontak berat, serum sickness dan asma akut yang berat. Indikasi lain adalah untuk penyakit alergi kronik berat sambil menunggu hasil pengobatan konvensional, atau untuk mengatasi keadaan ekserbasi akut.

Kortikosteroid inhalasi tidak dapat menyembuhkan asma. Pada kebanyakan pasien, asma akan kembali kambuh beberapa minggu setelah berhenti menggunakan kortikosteroid inhalasi, walaupun pasien telah menggunakan kortikosteroid inhalasi dengan dosis tinggi selama 2 tahun atau lebih. Kortikosteroid inhalasi tunggal juga tidak efektif untuk pertolongan pertama pada serangan akut yang parah.

Berikut ini contoh kortikosteroid inhalasi yang tersedia di Indonesia antara lain:

(sumber:

http://childrenallergyclinic.wordpress.com)

4.3 Nasal Dekongestan

Nama generik Nama dagang di Indonesia

Bentuk Sediaan

Dosis dan Aturan pakai

Beclomethasone dipropionate

Becloment (beclomethasone dipropionate 200μg/ dosis)

Inhalasi aerosol

Inhalasi aerosol: 200μg , 2 kali seharianak: 50-100 μg 2 kali sehari

Budesonide Pulmicort (budesonide

100 μg, 200 μg, 400 μg / dosis)

Inhalasi aerosolSerbuk inhalasi

Inhalasi aerosol: 200 μg, 2 kali sehariSerbuk inhalasi: 200-1600 μg / hari dalam dosis terbagianak: 200-800 μg/ hari dalam dosis terbagi

Fluticasone Flixotide (flutikason propionate50 μg , 125 μg /dosis)

Inhalasi aerosol

Dewasa dan anak > 16 tahun: 100-250 μg, 2 kali sehariAnak 4-16 tahun; 50-100 μg, 2 kali sehari

Page 26: Wrap Up Skenario 1 RESPIIII

Dekongestan Nasal digunakan sebagai terapi simptomatik pada berbagai kasus infeksi saluran nafas karena efeknya terhadap nasal yang meradang , sinus serta mukosa tuba eustachius. Ada beberapa agen yang digunakan untuk tujuan tersebut yang memiliki stimulasi terhadapat cardiovaskular serta SPP minimal yaitu : pseudoefedrin, fenilpropanolalamin,serta oxy metazolin.

Dekongestan oral bekerja dengan cara meningkatkan pelepasan noradrenalin dari ujung neuron. Preparat ini mempunyai efek samping sistemik berupa takikardi, palipitasi, gelisahm tumor,insomnia serta hipertensi terhadap pasien.

Agen topikal bekerja pada reseptor alfa pada permukaam otot polos pembuluh darahdengan menyebabkan vasokontriksi sehingga mengurangi oedema mukosa hidung. Dekongstan nasal efektif, namun hendaknya dibatasi maksimum 7 hari karena kemampunnya untuk menimbulkan kongesti berulang. Kongesti berulang disebabkan oleh vasodilasi sekunder dari pembuluh darah di mukosa hidung yang berdampak pada kongesti.

Tetes hidung efedrin merupakan preparat simptomatik yang paling aman dan dapat memberikan efek dekongesti selama beberapa jam. Semua preparat topikal dapat menyebabkan ‘hipertensive crisis’ bila digunakan bersamaa dengan obat penghamabat mono amine-oksidase.

Obat Dekongestan Oral1. Efedrin

Adalah alkaloid yang terdapat dalam tumbuhan efedra. Efektif pada pemberian oral, masa kerja panjang, efek sentralnya kuat. Bekerja pada reseptor alfa, beta 1 dan beta 2.Efek kardiovaskular : tekanan sistolik dan diastolik meningkat, tekanan nadi membesar. Terjadi peningkatan tekanan darah karena vasokontriksi dan stimulasi jantung. Terjadi bronkorelaksasi yang relatif lama.Efek sentral : insomnia, sering terjadi pada pengobatan kronik yanf dapat diatasi dengan pemberian sedatif.

Dosis. Dewasa : 60 mg/4-6 jamAnak-anak 6-12 tahun : 30 mg/4-6 jamAnak-anak 2-5 tahun : 15 mg/4-6 jam

2. FenilpropanolaminDekongestan nasal yang efektif pada pemberian oral. Selain menimbulkan konstriksi pembuluh darah mukosa hidung, juga menimbulkan konstriksi pembuluh darah lain sehingga dapat meningkatkan tekanan darah dan menimbulkan stimulasi jantung.Efek farmakodinamiknya menyerupai efedrin tapi kurang menimbulkan efek SSP.

Page 27: Wrap Up Skenario 1 RESPIIII

Harus digunakan sangat hati-hati pada pasien hipertensi dan pada pria dengan hipertrofi prostat.Kombinasi obat ini dengan penghambat MAO adalah kontraindikasi. Obat ini jika digunakan dalam dosis besar (>75 mg/hari) pada orang yang obesitas akan meningkatkan kejadian stroke, sehingga hanya boleh digunakan dalam dosis maksimal 75 mg/hari sebagai dekongestan.Dosis. Dewasa : 25 mg/4 jam

Anak-anak 6-12 tahun : 12,5 mg/4 jamAnak-anak 2-5 tahun : 6,25 mg/4 jam

3. FenilefrinAdalah agonis selektif reseptor alfa 1 dan hanya sedikit mempengaruhi reseptor beta. Hanya sedikit mempengaruhi jantung secara langsung dan tidak merelaksasi bronkus. Menyebabkan konstriksi pembuluh darah kulit dan daerah splanknikus sehingga menaikkantekanan darah.

Obat Dekongestan TopikalDerivat imidazolin (nafazolin, tetrahidrozolin, oksimetazolin, dan xilometazolin).Dalam bentuk spray atau inhalan. Terutama untuk rinitis akut, karena tempat kerjanya lebih selektif. Tapi jika digunakan secara berlebihan akan menimbulkan penyumbatan berlebihan disebut rebound congestion. Bila terlalu banyak terabsorpsi dapat menimbulkan depresi Sistem Saraf Pusat dengan akibatkoma dan penurunan suhu tubuh yang hebat, terutama pada bayi. Maka tidak boleh diberikan pada bayi dan anak kecil.

LI 5. Memahami dan menjelaskan anatomi pernafasan dalam islam.

Al-Maidah:45 “Dan Kami telah tetapkan terhadap mereka di dalamnya (attaurat) bahwasanya jiwa dibalas dengan jiwa, mata dengfan mata, hidung dengan hidung, telinga dengan telinga, gigi dengan gigi, dan luka pun ada qisasnya.”

Penyebutan beberapa anggota tubuh yang penting di atas dan penyamaannya dengan jiwa itu sendiri menunjukkan adanya kesamaan kepentingan dan fungsi yang esensial bagi seseorang, sehingga jika terjadi kekerasan atau penganiayaan terhadap salah satu anggota tubuh tersebut diharuskan untuk memberlakukan hukum qisas (selain jiwa).Kesehatan rohani mempengaruhi kesehatan jasmani. Islam memberikan jawaban bagi kehausan jiwa manusia terhadap ketenangan batin yaitu mengukuhkan iman dan taqwa dengan mendekatkan diri kepada. Jika iman dan taqwa kita kukuh maka menjalankan perintah Allah akan terasa sangat mudah, kita akan semakin dekat kepada Allah dan kita akan dianugrahi rohani yang kuat dan jasmani yang sehat.Karena itu mengamalkan iman dan taqwa kita merupakan solusi pemeliharaan kesehatan yang paling jitu. Adapun pengamalan itu dapat kita lakukan dengan :

Page 28: Wrap Up Skenario 1 RESPIIII

DAFTAR PUSTAKA

(Ganong WF. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Ed. 22. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. 2008)

Baratawidjaja, Kamen G, Iris Rengganis (2010). Imunologi Dasar. Edisi 9. Jakarta :

Balai Penerbit FKUI

El-Bantanie, Muhammad Syafi’ie (2010). Dahsyatnya Terapi Wudhu. Jakarta :

Gramedia Pustaka Utama

Hardjodisastro, Daldiyono (2006). Menuju Seni Ilmu Kedokteran : Bagaimana Dokter

Berpikir, Bekerja, dan Menampilkan Diri. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama

Herawati, Sri, Rukmini, Sri (2000). Buku Ajar Ilmu Penyakit Telinga Hidung

Page 29: Wrap Up Skenario 1 RESPIIII

Tenggorok : Untuk Mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi. Jakarta : EGC

Kumala, Poppy [et.al] (1998). Kamus Saku Kedokteran Dorland. Edisi 25. Jakarta : EGC

Leeson CR, Leeson TS, Paparo AA (1996). Buku Ajar Histologi. Edisi 5. Jakarta : EGC

Raden, Inmar (2012). Anatomi Kedokteran Sistem Kardiovaskular dan Sistem Respiratorius.

Jakarta : Balai Penerbit FKUY

Sherwood, Lauralee (2001). Fisiologi Manusia : Dari Sel ke Sistem. Edisi 2. Jakarta : EGC

Seopardi, Efiaty Arsyad, Iskandar, Nurbaiti, Bashiruddin, [et.al] (2007). Buku Ajar Ilmu