wrap up skenario 1

57
PBL SKENARIO 1 BLOK ENDOKRINOLOGI PENGLIHATAN TERGANGGU KELOMPOK A-4 KETUA : Harsha Denada Putra 1102013123 SEKRETARIS : Fathinah Zuhudan Rohimah 1102013107 ANGGOTA : 1. Lilik Nur Arum Sari 1102012144 2. Diah Daryanti Salim 1102012063 3. Ika Yuniarti 1102011121 4. Cintya Ristimawarni 1102013064 5. Fadhilah Ayu Safirina 1102013101 6. Hajar Haniyah 1102013119 7. Dhara Wirasudaningrum 1102013080 1

Upload: dhara-wirasudaningrum

Post on 17-Feb-2016

271 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

yes

TRANSCRIPT

Page 1: Wrap Up Skenario 1

PBL SKENARIO 1BLOK ENDOKRINOLOGI

PENGLIHATAN TERGANGGU

KELOMPOK A-4

KETUA : Harsha Denada Putra 1102013123SEKRETARIS : Fathinah Zuhudan Rohimah

1102013107ANGGOTA :

1. Lilik Nur Arum Sari 11020121442. Diah Daryanti Salim 11020120633. Ika Yuniarti 11020111214. Cintya Ristimawarni 11020130645. Fadhilah Ayu Safirina 11020131016. Hajar Haniyah 11020131197. Dhara Wirasudaningrum 11020130808. Kalyana Alkila 1102013143

FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS YARSI

JAKARTA

1

Page 2: Wrap Up Skenario 1

2015

2

Page 3: Wrap Up Skenario 1

1. Skenario

Penglihatan Terganggu

Tn. A, 56 tahun, mengeluh penglihatan terganggu di kedua mata sejak 2 bulan yang lalu. Kadang-kadang terlihat bintik gelap dan lingkaran-lingkaran cahaya. Pasien sudah mengidap DM tipe 2 sejak 5 tahun. Saat ini telapak kaki terasa kesemutan dan nyeri bila berjalan.

Tekanan darah 130/90 mmHg, berat badan 80 kg, tinggi badan 165 cm dan indeks massa tubuh (IMT) 29,4 kg/m², lingkar perut 108 cm. kulit teraba kering dan pada pemeriksaan sensorik monofilament Semmes Weinstein 10 gram sudah terdapat penurunan rasa nyeri. Pemerikssaan Ankle Brachial Index 0,9. Pada pemeriksaan funduskopi terdapat mikroaneurisma dan perdarahan dalam retina. Hasil laboratorium glukosa darah puasa 256 mg/dl, glukosa darah 2 jam setelah makan 345 mg.dl, HbA1c 10,2 g/dl dan protein urin positif 3.

Dokter menyarankan untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut untuk melihat komplikasi kronik mikroangiopati, makroangiopati, dan neuropati. Pasien juga diberikan edukasi perencanaan makan diet 1900 kalori yang halal dan baik sesuai ajaran Islam, jenis olahraga yang sesuai dan pemberian insulin untuk mengontrol glukosa darahnya, serta efek samping yang dapat terjadi akibat pemberian obat.

2. Kata Sulit

a. Pemeriksaan sensorik monofilament Semmes Weinstein: merupakan nylon monofilament untuk pemeriksaan sensasi kulit

b. Pemeriksaan Ankle Brachial Index: test non invasive untuk mengukur rasio tekanan darah sistolik kaki (ankle) dengan tekanan darah sistolik lengan (brachial)

c. Funduskopi: tes untuk melihat dan menilai kelainan dan keadaan pada fundus okulid. Mikroaneurisma: merupakan pembengkakan pembuluh darah berukuran mikro dan

dapat terlihat sebagai titik-titik kemerahan pada retinae. HbA1c: dikenal dengan hemoglobin glikat, adalah salah satu fraksi hemoglobin di

dalam tubuh manusia yang berikatan dengan glukosa secara enzimatikf. Mikroangiopati dan makroangiopati: kerusakan pada pembuluh darah kecil dan besar g. Neuropati: gangguan fungsi saraf

3

Page 4: Wrap Up Skenario 1

3. Brain Stroming

1. Apa yang mendasari terjadinya DM tipe 2 pada pasien?

Karena adanya akumulasi lemak pada tubuh seperti pada penderita obesitas yang dapat memicu resistensi insulin pada sel target.

2. Mengapa kulit pada pasien menjadi kering?

Karena hiperglikemia yang terjadi menyebabkan tingginya konsentrasi cairan ekstrasel yang menyebabkan air dalam sel keluar ke ekstrasel dan menyebabkan terjadinya dehidrasi yang dapat menyebabkan berkurangnya ekskresi keringat untuk menahan air dalam tubuh.

3. Apa hubungan DM dengan perdarahan di retina?

Retina merupakan jaringan tubuh yang dapat menggunakan glukosa tanpa adanya insulin. Jika terjadi hiperglikemia, terjadi penimbunan sorbitol yang dihasilkan dari pemecahan glukosa intrasel pada metabolism poliol. Timbunan sorbitol ini dapat menyebabkan aterosklerosis yang dapat menyebabkan mikroaneurisma. Yang jika dibiarkan dapat pecah dan menimbulkan perdarahan pada retina.

4. Kenapa bisa ada proteinuria?

Karena manifestasi hiperglikemia adalah salah satunya dehidrasi. Yang jika dibiarkan, dapat menyebabkan berkurangnya volume darah ke ginjal, yang menyebabkan penurunan GFR yang jika berlangsung lama dapat menyebabkan gagal ginjal.

5. Mengapa DM tipe 2 diobati dengan insulin?

DM tipe 2 yang diobati dengan insulin adalah DM tipe 2 yang sudah kronis, yaitu disaat sel beta pankreasnya tidak dapat mengluarkan insulin dalam jumlah yang cukup/ sel tersebut melemah, sehingga tidak dapat memproduksi insulin yang cukup dan dibutuhkan insulin eksogen.

6. Apa hubungan DM dengan berat badan?

Dengan bertambahnya berat badan, diikuti dengan bertambahnya jumlah sel lemak yang dapat menyebabkan resistensi insulin.

7. Apa saja efek samping yang terjadi pada pemberian obat?

Hipoglikemia dan retensi cairan

8. Mengapa telapak kaki terasa kesemutan bila berjalan?

Karena terjadinya neuropati.

9. Apa saja perbedaan DM tipe 1 dan 2?

DM 1: insulin dependen, banyak terjadi pada anak, etiologinya karena otoimun

4

Page 5: Wrap Up Skenario 1

DM 2: insulin independen, banyak terjadi pada dewasa, etiologi umumnya karena obesitas

10. Apa makna klinis HbA1c dan nilai normalnya?

HbA1c mencerminkan jumlah glukosa yang beredar dalam darah. Nilai normal 3,5 – 5,5 %

11. Apa saja kemungkinan komplikasi yang dapat terjadi?

Retinopati diabetikum, neuropati diabetikum, nefropati diabetikum, dan lain sebagainya

4. Hipotesis

Diabetes mellitus dapat disebabkan oleh dua hal yaitu, karena autoimun (pada DM tipe satu) dan gaya hidup seperti obesitas (pada DM tipe dua). Penyebab tersebut dapat menyebabkan rusaknya sel beta pada pancreas atau terjadinya defisiensi atau resistensi pada hormone insulin yang kemudian menimbulkan hiperglikemia yang menyebabkan timbulnya berbagai manifestasi klinis. Manifestasi klinis yang dapat kita lihat yaitu kulit kering, proteinuria, kaki kesemutan, dan lain sebagainya. Jika DM tersebut tidak segera diobati dapat menimbulkan komplikasi seperti retinopati diabetikum, nefropti diabetikum, nefropati diabetikum, dan komplikasi terkait lainnya.

Patofisiologi umum terjadinya komplikasi tersebut dikarenakan adanya endapan sorbitol yang ditimbulkan dari metabolism glukosa intrasel pada jalur poliol. Metabolime ini hanya terjadi di beberapa jaringan yang dapat menggunakan glukosa tanpa adanya insulin. Karena adanya endapan sorbitol tersebut terjadilah thrombosis dan dapat menjadi aterosklerosis yang mengakibatkan kerusakan pembuluh darah, seperti mikroaneurisma pada retina sehingga jika pecah dapat timbul perdarahan, begitu juga pada saraf yang mengakibatkan timbulnya rasa kesemutan. Salah satu pemeriksaan lab yang dapat dilakukan untuk mengetahui kondisi hiperglikemia tersebut adalah dengan melihat HbA1c pasien.

Pengobatan pada diabetes mellitus dapat dengan insulin eksogen dan obat hiperglikemik oral. Insulin eksogen sangat dibutuhkan pada penderita DM tipe 1, tetapi jarang pada DM tipe 2, hanya pada DM tipe 2 yang sel beta pankreasnya sudah rusak (kronis). Obat-obat tersebut dapat menimbulkan efek samping hipoglikemik dan retensi cairan.

5

Page 6: Wrap Up Skenario 1

5. Sasaran Belajar

1. Mampu memahami dan menjelaskan anatomi pankreas1.1 Menjelaskan anatomi makroskopis pankreas1.2 Menjelaskan anatomi mikroskopis pankreas

2. Mampu memahami dan menjelaskan tentang fisiologi dan biokimiawi hormon insulin

3. Mampu memahami dan menjelaskan tentang diabetes mellitus 3.1 Menjelaskan definisi diabetes mellitus3.2 Menyebutkan dan menjelaskan etiologi diabetes mellitus3.3 Menjelaskan epidemiologi diabetes mellitus3.4 Menyebutkan dan menjelaskan klasifikasi diabetes mellitus3.5 Menjelaskan patofisiologi diabetes mellitus tipe 23.6 Menyebutkan dan menjelaskan manifestasi klinis diabetes mellitus tipe 23.7 Menjelaskan diagnosis dan diagnosis banding diabetes mellitus tipe 23.8 Menjelaskan penatalaksanaan diabetes mellitus tipe 23.9 Menyebutkan dan menjelaskan komplikasi diabetes mellitus tipe 23.10 Menyebutkan pencegahan diabetes mellitus tipe 23.11 Menjelaskan prognosis diabetes mellitus tipe 2

4 Mampu memahami dan menjelaskan tentang pengaturan diet dan pola hidup yang baik pada pasien diabetes mellitus

5 Mampu memahami dan menjelaskan tentang retinopati diabetikum5.1 Menjelaskan definisi retinopati diabetikum5.2 Menyebutkan dan menjelaskan etiologi retinopati diabetikum5.3 Menjelaskan patofisiologi retinopati diabetikum5.4 Menyebutkan dan menjelaskan manifestasi klinis retinopati diabetikum5.5 Menjelaskan diagnosis dan diagnosis banding retinopati diabetikum5.6 Menjelaskan penatalaksanaan retinopati diabetikum

6 Mampu memahami dan menjelaskan tentang pola diet yang halal dan thayib dalam Islam

6

Page 7: Wrap Up Skenario 1

1. Mampu memahami dan menjelaskan anatomi pankreas1.1 Menjelaskan anatomi makroskopis pankreas

Pankreas terletak pada kuadran kiri atas abdomen atau perut dan bagian kaput/kepalanya menempel pada organ duodenum. berada pada abdomen di region epigastrium. Terdiri atas 4 bagian :

a. Caput : cakram, pada bagian cekung duodenum, meluas kekiri dan di belakang a.v. mesenterica superior dan terdapat processus uncinatus

b. Collum: terletak didepan pangkal v. porta dan a. mesenterica superiorc. Corpus: berjalan ke atas dan kekiri menyilang garis tengahd. Cauda: menuju Lig. Lienorenalis menuju ke hilus limpa

7

Page 8: Wrap Up Skenario 1

Batas – Batas:

a. Anterior : dari kanan ke kiri colon trasnversum, mesocolon trasnversum, bursa omentalis, dan gaster.

b. Posterior: dari kanan ke kiri, ductus choledocus, v. porta, v. lienalis, v. cava inferior, aorta, pangkal a. mesenterica superior, m. psoas sinistra, glandula suprarenalis sinistra, renal sinistra & hilus lienalis.

Perdarahan: Arteri Lienalis dan Arteri pancreaticoduodenalis superior dan inferior. Vena Lienalis, V. Pancreaticoduodenalis superior dan inferior yang bermuara ke vena porta hepatica.

Persarafan: Dipersarafi oleh N.X (Vagus) sifatnya simpatis dan parasimpatis.

Saluran Kelenjar Pankreas

a. Ductus pancreaticus mayor (Wirsungi)b. Ductus pancreaticus minor/accesorius (Santorini)

1.2 Menjelaskan anatomi mikroskopis pankreas

Pankreas merupakan kelenjar endokrin terbesar. Pankreas terdiri dari dua jaringan utama, yaitu :

Asini sekresi getah pencernaan ke dalam duodenum. Pulau Langerhans yang tidak tidak mengeluarkan sekretnya keluar, tetapi

menyekresi insulin dan glukagon langsung ke darah.

Ada dua fungsi pankreas:

Eksokrin Endokrin, terdiri dari 4 jenis sel:

1. α cell memproduksi glucagon meningkatkan glucagon

8

Page 9: Wrap Up Skenario 1

menurunkan kadar glukosa hyperglycemic factor sel bulat dg dinding tipis

2. β cell memproduksi insulin Hypoglycemic factor bertentangan dengan sel α menurunkan glucagon meningkatkan glukosa

3. ∂ cell – belum diketahui

4. Sel PP

Keempat macam sel ini terdapat di pulau-pulau langerhans: ± 200 rb – 2 juta sel. Bagian corpus dan cauda memiliki pulau langerhans lebih banyak dibanding caput.

9

Page 10: Wrap Up Skenario 1

2. Mampu memahami dan menjelaskan tentang fisiologi dan biokimiawi hormon insulin

Insulin adalah suatu polipeptida yang mengandung dua rantai asam amino yang dihubungkan oleh jembatan disulfida. Rantai A terdiri dari 21 asam amino dan rantai B terdiri dari 30 asam amino. Insulin dibentuk dalam reticulum endoplasma kasar sel B. Insulin kemudian dipindahkan ke apparatus golgi, tempat ia mengalami pengemasan dalam granula berlapis membrane. Granula ini bergerak ke membrane plasma melalui suatu proses yang melibatkan mikrotubulus, dan isi granula dikeluarkan melalui eksitosis. Insulin kemudian melintasi lamina basalis sel B serta kapiler di dekatnya dan endotel kapiler yang berpori untuk mencapai aliran darah.

Seperti hormone polipeptida dan protein serupa lain yang masuk ke dalam reticulum endoplasma, insulin disintesis sebagai suatu bagian dari praprohormon yang berukuran besar. Pada manusia, gen untuk insulin terletak di lengan pendek kromosom 11. Praproinsulin memiliki peptide sinyal asam amino 23 yang dikeluarkan sewaktu molekul ini molekul ini memasuki reticulum endoplasma. Molekul sisanya kemudian berlipat, lalu terbentuk ikatan disulfide sehingga akhirnya terbentuk proinsulin. Segmen peptide yang menghubungkanrantai A dan B, connecting peptide (peptide C), mempermudah melipatnya molekul dan kemudian terlepas dari granula sebelum sekresi. Peptide C dapat diukur dengan radioimmunoassay, dan kadarnya digunakan untuk menilai indeks fungsi sel B pada pasien yang mendapat insulin eksogen.

Fase 1 (acute insulin secretion response) : sekresi insulin segera setelah ada rangsangan sel beta, muncul cepat dan berakhir cepat mencegah hiperglikemi akut.

Fase 2 (sustained phase) : setelah fase 1, sekresi insulin mulai meningkat perlahan dan bertahan dalam waktu relative lebih lama

10

Page 11: Wrap Up Skenario 1

Regulasi:

Glukosa masuk ke dalam semua sel melalui difusi terfasilitasi atau, di usus dan ginjal, melalui transport aktif sekunder dengan Na+. di otot, jaringan lemak, dan sebagian jaringan lain, insulin mempermudah masuknya glukosa ke dalam sel dengan meningkatkan jumlah transporter (pengangkut) glukosa di membrane sel. Transporter glukosa yang berperan dalam difusi terfasilitasi glukosa melintasi membrane sel. Telah diketahui tujuh transporter glukosa yang berbeda-beda, yang diberi nama sesuai urutan penemuan GLUT 1-7. GLUT 4 adalah transporter di jaringan otot dan adiposa yang dirangsang oleh insulin. Bila reseptor insulin di sel-sel ini diaktifkan,vesikel tersebut bergerak cepat ke membran sel dan berfusi dengannya, menyelipkan transporter ke dalam membrane sel.

Sekresi:

Begitu berada di dalam sel, glukosa akan terfosforilasi menjadi glukosa-6-fosfat oleh glukokinase. Glukosa-6fosfatase selanjutnya dioksidasi untuk membentuk adenosine trifosfat (ATP) yang menghambat kanal kalium yang peka-ATP di sel. Penutupan kanal

11

Page 12: Wrap Up Skenario 1

kalium akan mendepolarisasikan membrane sel sehingga akan membuka kanal natrium bergerbang voltase, yang sensitive terhadap perubahan voltase membrane. Keadaan ini akan menimbulkan aliran masuk kalsium yang merangsang penggabungan vesikel yang berisi insulin dengan membrane sel dan sekresi insulin ke dalam cairan ekstrasel melalui eksositosis.

Ekskresi:

Insulin dalam peredaran darah didistribusi ke seluruh tubuh melalui cairan ekstrasel. Degradasinya terjadi di hepar, ginjal, otak, dan sekitar 50% insulin di hepar akan dirusak dan tidak akan mencapai sirkulasi sistemik. Klirens peptide-C di hepar lebih rendah, karenanya masa paruhnya lebih panjang (+ 30 menit). Hormon ini mengalami filtrasi glomeruli dan reabsrobsi serta degradasi di tubuli ginjal. Gangguan fungsi ginjal yang berat dapat mempengaruhi kecepatan eliminasi insulin.

Ada dua enzim yang berperan pada degradasi insulin yaitu enzim glutation insulin transhidrogenase yang menggunakan glutation tereduksi untuk memecah jembatan disulfide dan enzim proteolitik yang memecah rantai asam amino. Akibat pemecahan jembatan disulfide maka rantai A bebas dapat ditemukan dalam plasma dan urin.

Peranan insulin

1. Efek pada karbohidrat

Insulin memilik 4 efek yang menurunkan kadar glukosa darah dan menigkatkan penyimpanan karbohidrat :

Insulin mempermudah masuknya glukosa ke dalam sel. Beberapa jaringan yang tidak bergantung pada insulin untuk meyerap glukosa yaitu otak,otot yang aktif dan hati

Insulin merangsang glikogenesis, pembentukan glikogen dari glukosa baik di otot maupun dihati

Insulin menghambat glikogenolisis, penguraian glikogen menjadi glukosa. Dengan menghambat penguraian glikogen, insulin meningkatkan penyimpanan karbohidrat dan menurunkan penguraian glukosa dalam hati

Insulin menurunkan pengeluaran glukosa oleh hati dengan menghambat glukoneogenesis, perubahan asam amino menjadi glukosa di hati.

Insulin menurunkan konsentrasi glukosa darah dengan meningkatkan penyerapan glukosa dari darah untuk digunakan dan disimpan oleh sel., secara simultan menghambat mekanisme yang digunakan oleh hati untuk mengeluarkan glukosa baru dalam darah. Insulin adalah satu satunya hormon yang menurunkan kadar glukosa darah.

2. Efek pada lemak

Insulin efeknya menurunkan kadar asam lemak darah dan membentuk simpanan trigliserida:

Insulin meningkatkan transportasi glukosa ke dalam sel jaringan adiposa. Glukosa berfungsi sebagai prekursor untuk pembentukan assm lemak dan gliserol, yaitu bahan mentah untuk membentuk trigliserida.

12

Page 13: Wrap Up Skenario 1

Insulin meningkatkan enzim enzim yang mengkatalisasi pembentukan asam lemak dari turunan glukosa

Insulin meningkatkan masuknya asam asam lemak dari daeah ke dalam se jaringan adiposa.

Insulin menghambat lipolisis (penguraian lemak), sehingga terjadi penurunan pengeluaran asam lemak dari jaringan adiposa ke dalam darah.

3. Efek pada protein

Insulin menurunkan kadar asam amino darah dan meningkatkan sintesis protein :

Insulin mendorong transportasi aktif asam asam amino dari darah ke dalam otot dan jaringan lain. Efek ini menurunkan kadar asam amino dalam darah dan menghasilkan bahan pembangun untuk sintesis protein dalam sel.

Insulin meningkatkan kecepatan penggabungan asam amino ke dalam protein dengan merangsang perangkat pembuat protein di dalam sel.

Insulin menghambat penguraian protein.

Faktor yang mempengaruhi sekresi insulin:

Peningkatan kadar glukosa darah, seperti setelah penyerapan makanan,secara langsung merangsang sintesis dan pengeluaran insulin oleh sel beta. Sebaliknya penurunan kadar glukosa darah di bawah normal, seperti pada puasa, secara langsung menghambat sekrresi insulin.

Peningkatan kadar asam amino plasma,setelah memakan makanan tinggi protein, secara langsung merangsang sel beta untuk meningkatkan sekresi insulin. Melalui mekanisme umpan balik negatif, peningkatan insulin tersebut meningkatkan masuknya asam asam amino tersebut ke dalam sel,sehingga kadar asam amino dalam darah menurun sementara sintesis protein meningkat.

Hormon pencernaan utama yang disekresikan oleh saluran pencernaan sebagai respons terhadap adanya makanan, terutama gastric inhibitory peptide, merangsang sekresi insulin pankreas selain memiliki efek regulatorik langsung pada sistem pencernaan. Melalui kontrol ini, sekresi insulin meningkat secara feedforward atau antisipatorik bahkan sebelum terjadi penyerapan zat gizi yang meningkatkan kadar glukosa darah dan asam amino dalam darah.

Sistem saraf otonom secara langsung juga mempengaruhi sekresi insulin. Pulau pulau langerhans dipersyarafi oleh banyak serat saraf parasimpatis dan simpatis. Peningkatan aktivitas parasimpatis yang terjadi sebagai respons terhadap makanan dalam saluran pencernaan merangsang pengerluaran insulin. Sebaliknya, stimulasi simpatis dan peningkatan pengeluaran epinefrin akan menghambat sekresi insulin, penurunan insulin meningkatkan kadar glukosa darah, suatu respons yang sesuai untuk keadaan keadaan pada saat terjadi aktivitas sistem simpatis yaitu, stress dan olahraga.

13

Page 14: Wrap Up Skenario 1

3. Mampu memahami dan menjelaskan tentang diabetes mellitus

3.1 Menjelaskan definisi diabetes mellitus

Menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2010, Diabetes Melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolic dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya. Diabetes Melitus tipe 2 adalah diabetes yang tidak tergantung insulin, sekresi insulin mungkin normal atau bahkan meningkat, tetapi sel sasaran insulin kurang peka terhadap hormone ini dibandingkan dengan sel normal.

3.2 Menyebutkan dan menjelaskan etiologi diabetes mellitus

Gangguan produksi insulin pada DM Tipe 1 (insulin dependen) umumnya terjadi karena kerusakan sel-sel β pulau Langerhans yang disebabkan oleh reaksi otoimun. Namun ada pula yang disebabkan oleh bermacam-macam virus, diantaranya virus Cocksakie, Rubella, CMVirus, Herpes, dan lain sebagainya. Tipe autoantibodi yang ditemukan pada penderita T1DM:

ICCA (Islet Cells Cytoplasmic Antibodies) ICSA (Islet Cells Surface Antibodies) GAD (Glutamic Acid Decarbocylase)

DM tipe 2 (insulin nondependent) disebabkan karena kegagalan relatif sel dan resisitensi insulin. Resistensi insulin adalah turunnya kemampuan insulin untuk merangsang pengambilan glukosa oleh jaringan perifer dan untuk menghambat produksi glukosa oleh hati. Sel tidak mampu mengimbangi resistensi insulin ini sepenuhnya, artinya terjadi resistensi relatif insulin. Ketidakmampuan ini terlihat dari berkurangnya sekresi insulin pada rangsangan glukosa, namun pada rangsangan glukosa bersama bahan perangsang sekresi insulin lain. Berarti sel pankreas mengalami desensitisasi terhadap glukosa (Kapita Selekta Kedokteran, 2001).

Faktor resiko:

Faktor risiko diabetes tipe 2 terbagi atas:

1. Faktor risiko yang tidak dapat diubah: • Ras dan Etnik

Resiko Diabetes melitus tipe 2 lebih besar pada hispani, kulit hitam, penduduk asli amerika dan Asia.

• Riwayat keluarga dengan diabetesSeseorang dapat mewarisi gen penyebab diabetes melitus dari orang tua. Biasnaya , seseorang yang mengalami diabetes melitus mempunyai anggota keluarga yang juga terkena diabaetes melitus.

• Usia > 45 tahunResistensi insulin biasanya meningkat pada usia diatas 65 tahun.

• Riwayat melahirkan bayi dengan berat badan lahir lebih dari 4 kg • Riwayat pernah menderita DM Gestasional• Riwayat berat badan lahir rendah < 2,5 kg

14

Page 15: Wrap Up Skenario 1

2. Faktor risiko yang dapat diperbaiki • Berat badan lebih (indeks massa tubuh > 23kg/m2)

HDL dibawah 35 mg/dL dan atau tingkat TGA >250 mg/dL dapat meningkatkan resiko diabetes melitus tipe 2

• Kurang aktivitas fisik• Hipertensi(>140/90 mmHg)• Dislipidemia (HDL <35 mg/dl dan atau trigliserida > 250 mg/dl • Diet tinggi gula rendah serat• Pola makan

Makan secara berlebihan dan melebihi jumlah kadar kalori yang diperlukan oleh utbuh dapat memicu diabetes melitgus tipe 2 karena pankreas memiliki kadar pankreas yang disekresikan dalam julam tertentu.

• Gaya hidupMakanan cepat saji dan olahraga tidak teratur merupakan gaya hidup yang dapat memicu terjadi diabetes melitus tipe 2

Faktor risiko lain yang terkait dengan risiko diabetes:-

• Penderita sindrom ovarium poli-kistik• Keadaan klinis lain yang terkait dengan ressitensi insulin• Sindrom metabolik• Riwayat toleransi glukosa terganggu/glukosa darah puasa terganggu • Riwayat penyakit kardiovascular (stroke, penyempitan pembuluh darah koroner

jantung, pembuluh darah arteri kaki) (Tedjapranata M, 2009).

3.3 Menjelaskan epidemiologi diabetes mellitus

Pada tahun 2000 diperkirakan sekitar 150 juta orang di dunia mengidap diabetes mellitus. Jumlah ini diperkirakan akan meningkat menjadi dua kali lipat pada tahun 2005, dan sebagian besar peningkatan itu akan terjadi di negara – negara yang sedang berkembang seperti Indoensia.

Populasi penderita diabetes di Indonesia diperkirakan berkisar antara 1,5 sampai 2,5% kecuali di Manado 6%. Dengan jumlah penduduk sekitar 200 juta jiwa, berarti lebih kurang 3-5 juta penduduk Indonesia menderita diabetes. Tercatat pada tahun 1995, jumlah penderita diabetes di Indonesia mencapai 5 juta jiwa. Pada tahun 2005 diperkirakan akan mencapai 12 juta penderita (Promosi Kesehatan Online, Juli 2005).

15

Page 16: Wrap Up Skenario 1

3.4 Menyebutkan klasifikasi diabetes mellitus

16

Page 17: Wrap Up Skenario 1

3.5 Menjelaskan patofisiologi diabetes mellitus

1. Gangguan produksi insulin pada DM Tipe 1 umumnya terjadi karena kerusakan sel-sel β pulau Langerhans yang disebabkan oleh reaksi otoimun. Namun ada pula yang disebabkan oleh bermacam-macam virus, diantaranya virus Cocksakie, Rubella, CMVirus, Herpes, dan lain sebagainya. Ada beberapa tipe otoantibodi yang dihubungkan dengan DM Tipe 1, antara lain ICCA (Islet Cell Cytoplasmic Antibodies), ICSA (Islet cell surface antibodies), dan antibodi terhadap GAD (glutamic acid decarboxylase). Titer ICCA dan ICSA, titer antibodi anti-GAD makin lama makin menurun sejalan dengan perjalanan penyakit.

Destruksi otoimun dari sel-sel β pulau Langerhans kelenjar pankreas langsung mengakibatkan defisiensi sekresi insulin. Defisiensi insulin inilah yang menyebabkan gangguan metabolisme yang menyertai DM Tipe 1. Selain defisiensi insulin, fungsi sel-sel α kelenjar pankreas pada penderita DM Tipe 1 juga menjadi tidak normal. Pada penderita DM Tipe 1 ditemukan sekresi glukagon yang berlebihan oleh sel-sel α pulau Langerhans. Secara normal, hiperglikemia akan menurunkan sekresi glukagon, namun pada penderita DM Tipe 1 hal ini tidak terjadi, sekresi glukagon tetap tinggi walaupun dalam keadaan hiperglikemia. Hal ini memperparah kondisi hiperglikemia. Salah satu manifestasi dari keadaan ini adalah cepatnya penderita DM tipe 1 mengalami ketoasidosis diabetik apabila tidak mendapat terapi insulin. Apabila diberikan terapi somatostatin untuk menekan sekresi glukagon, maka akan terjadi penekanan terhadap kenaikan kadar gula dan badan keton. Salah satu masalah jangka panjang pada penderita DM Tipe 1 adalah rusaknya kemampuan tubuh untuk mensekresi glukagon sebagai respon terhadap hipoglikemia. Hal ini dapat menyebabkan timbulnya hipoglikemia yang dapat berakibat fatal pada penderita DM Tipe 1 yang sedang mendapat terapi insulin.

Walaupun defisiensi sekresi insulin merupakan masalah utama pada DM Tipe 1, namun pada penderita yang tidak dikontrol dengan baik, dapat terjadi penurunan kemampuan sel-sel sasaran untuk merespons terapi insulin yang diberikan. Ada beberapa mekanisme biokimia yang dapat menjelaskan hal ini, salah satu diantaranya adalah, defisiensi insulin menyebabkan meningkatnya asam lemak bebas di dalam darah sebagai akibat dari lipolisis yang tak terkendali di jaringan adiposa. Asam lemak bebas di dalam darah akan menekan metabolisme glukosa di jaringan-jaringan perifer seperti misalnya di jaringan otot rangka, dengan perkataan lain akan menurunkan penggunaan glukosa oleh tubuh. Defisiensi insulin juga akan menurunkan ekskresi dari beberapa gen yang diperlukan sel-sel sasaran untuk merespons insulin secara normal, misalnya gen glukokinase di hati dan gen GLUT4 (protein transporter yang membantu transpor glukosa di sebagian besar jaringan tubuh) di jaringan adipose

2. Etiologi DM Tipe 2 merupakan multifaktor yang belum sepenuhnya terungkap dengan jelas. Faktor genetik dan pengaruh lingkungan cukup besar dalam menyebabkan terjadinya DM tipe 2, antara lain obesitas, diet tinggi lemak dan rendah serat, serta kurang gerak badan. Obesitas atau kegemukan merupakan salah satu faktor pradisposisi utama.

17

Page 18: Wrap Up Skenario 1

Berbeda dengan DM Tipe 1, pada penderita DM Tipe 2, terutama yang berada pada tahap awal, umumnya dapat dideteksi jumlah insulin yang cukup di dalam darahnya, disamping kadar glukosa yang juga tinggi. Jadi, awal patofisiologis DM Tipe 2 bukan disebabkan oleh kurangnya sekresi insulin, tetapi karena sel-sel sasaran insulin gagal atau tak mampu merespon insulin secara normal. Keadaan ini lazim disebut sebagai “Resistensi Insulin”.

Disamping resistensi insulin, pada penderita DM Tipe 2 dapat juga timbul gangguan sekresi insulin dan produksi glukosa hepatik yang berlebihan. Namun demikian, tidak terjadi pengrusakan sel-sel β Langerhans secara otoimun sebagaimana yang terjadi pada DM Tipe 1. Dengan demikian defisiensi fungsi insulin pada penderita DM Tipe 2 hanya bersifat relatif, tidak absolut. Oleh sebab itu dalam penanganannya umumnya tidak memerlukan terapi pemberian insulin.

Sel-sel β kelenjar pankreas mensekresi insulin dalam dua fase. Fase pertama sekresi insulin terjadi segera setelah stimulus atau rangsangan glukosa yang ditandai dengan meningkatnya kadar glukosa darah, sedangkan sekresi fase kedua terjadi sekitar 20 menit sesudahnya. Pada awal perkembangan DM Tipe 2, sel-sel β menunjukkan gangguan pada sekresi insulin fase pertama, artinya sekresi insulin gagal mengkompensasi resistensi insulin Apabila tidak ditangani dengan baik, pada perkembangan penyakit selanjutnya penderita DM Tipe 2 akan mengalami kerusakan sel-sel β pankreas yang terjadi secara progresif, yang seringkali akan mengakibatkan defisiensi insulin, sehingga akhirnya penderita memerlukan insulin eksogen. Penelitian mutakhir menunjukkan bahwa pada penderita DM Tipe 2 umumnya ditemukan kedua faktor tersebut, yaitu resistensi insulin dan defisiens insulin

18

Page 19: Wrap Up Skenario 1

3.6 Menyebutkan dan menjelaskan manifestasi klinis diabetes mellitus tipe 2

• Poliuri (banyak kencing)Hal ini disebabkan oleh karena kadar glukosa darah meningkat sampai melampaui daya serap ginjal terhadap glukosa sehingga terjadi osmotic diuresis yang mana gula banyak menarik cairan dan elektrolit sehingga klien mengeluh banyak kencing.

• Polidipsi (banyak minum)Hal ini disebabkan pembakaran terlalu banyak dan kehilangan cairan banyak karena poliuri, sehingga untuk mengimbangi klien lebih banyak minum.

• Polipagi (banyak makan)Hal ini disebabkan karena glukosa tidak sampai ke sel-sel mengalami starvasi (lapar). Sehingga untuk memenuhinya klien akan terus makan. Tetapi walaupun klien banyak makan, tetap saja makanan tersebut hanya akan berada sampai pada pembuluh darah.

• Berat badan menurun, lemas, lekas lelah, tenaga kurang. Hal ini disebabkan kehabisan glikogen yang telah dilebur jadi glukosa, maka tubuh berusama mendapat peleburan zat dari bahagian tubuh yang lain yaitu lemak dan protein, karena tubuh terus merasakan lapar, maka tubuh selanjutnya akan memecah cadangan makanan yang ada di tubuh termasuk yang berada di jaringan otot dan lemak sehingga klien dengan DM walaupun banyak makan akan tetap kurus.

• Mata kaburHal ini disebabkan oleh gangguan lintas polibi (glukosa – sarbitol fruktasi) yang disebabkan karena insufisiensi insulin. Akibat terdapat penimbunan sarbitol dari lensa, sehingga menyebabkan pembentukan katarak.

• Pruritus

3.7 Menjelaskan diagnosis dan diagnosis banding diabetes mellitus tipe 21. Anamnesis

a. Identitas penderita: nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan,alamat, status perkawinan, suku bangsa, nomor register, tanggal masukrumah sakit dan diagnosa medis.

b. Keluhan Utama: rasa kesemutan pada kaki / tungkai bawah, rasa raba yangmenurun, adanya luka yang tidak sembuh – sembuh dan berbau, adanya nyeri pada luka.

19

Page 20: Wrap Up Skenario 1

c. Riwayat kesehatan sekarang: kapan terjadinya luka, penyebab terjadinya luka serta upaya yang telah dilakukan oleh penderita untuk mengatasinya.

d. Riwayat kesehatan dahulu: riwayat penyakit DM atau penyakit – penyakit lain yang ada kaitannya dengan defisiensi insulin misalnya penyakit pankreas. Adanya riwayat penyakit jantung, obesitas, maupun arterosklerosis, tindakan medis yang pernah di dapat maupun obat-obatan yang biasa digunakan oleh penderita.

e. Riwayat kesehatan keluarga: terdapat salah satu anggota keluarga yang juga menderita DM atau penyakit keturunan yang dapatmenyebabkan terjadinya defisiensi insulin misal hipertensi, jantung.

f. Riwayat psikososial: informasi mengenai prilaku, perasaan dan emosi yang dialami penderita sehubungan dengan penyakitnya serta tanggapan keluargaterhadap penyakit penderita.

2. Pemeriksaan fisik

a. Status kesehatan umum: keadaan penderita, kesadaran, suara bicara, tinggi badan, berat badan dan tanda – tanda vital.

b. Kepala dan leher: adakah pembesaran pada leher, telinga kadang-kadang berdenging, adakah gangguan pendengaran, lidah sering terasa tebal, ludah menjadi lebih kental, gigi mudah goyah, gusi mudah bengkak dan berdarah, apakah penglihatan kabur / ganda, diplopia, lensa mata keruh.

c. Sistem integument: turgor kulit menurun, adanya luka atau warna kehitaman bekas luka, kelembaban dan shu kulit di daerah sekitar ulkus dan gangren, kemerahan pada kulit sekitar luka, tekstur rambut dan kuku.

d. Sistem pernafasan: adakah sesak nafas, batuk, sputum, nyeri dada. Pada penderita DM mudah terjadi infeksi.

e. Sistem kardiovaskuler: perfusi jaringan menurun, nadi perifer lemah atau berkurang, takikardi/bradikardi, hipertensi/hipotensi, aritmia, kardiomegalis.

f. Sistem gastrointestinal: polifagi, polidipsi, mual, muntah, diare, konstipasi, dehidrase, perubahan berat badan, peningkatan lingkar abdomen, obesitas.

g. Sistem urinary: poliuri, retensio urine, inkontinensia urine, rasa panas atau sakit saat berkemih.

h. Sistem musculoskeletal: penyebaran lemak, penyebaran masa otot, perubahn tinggi badan, cepat lelah, lemah dan nyeri, adanya gangren di ekstrimitas.

i. Sistem neurologis: penurunan sensoris, parasthesia, anastesia, letargi, mengantuk, reflek lambat, kacau mental, disorientasi.

3. Pemeriksaan penunjang:

a. Gula darah sewaktub. Gula darah puasa: pasien harus berpuasa 6--12 jam sebelum diambil

darahnya.

20

Page 21: Wrap Up Skenario 1

Bila pemeriksaan tidak langsung dilakukan (ada penundaan waktu), darah dari penderita bisa ditambah dengan antiglikolitik (gliseraldehida, fluoride, dan iodoasetat) untuk menghindari terjadinya glukosa darah yang rendah palsu.

c. Gula darah post prandial

TTGO (tes toleransi glukosa oral): dilakukan pada kasus hiperglikemia yang tidak jelas; glukosa sewaktu 140-200 mg/dl, atau glukosa puasa antara 110-126 mg/dl, atau bila ada glukosuria yang tidak jelas sebabnya. Uji ini dapat diindikasikan pada penderita yang gemuk dengan riwayat keluarga diabetes mellitus; pada penderita penyakit vaskular, atau neurologik, atau infeksi yang tidak jelas sebabnya.

Prosedur: selama 3 hari sebelum tes dilakukan penderita harus mengkonsumsi sekitar 150 gram karbohidrat setiap hari. Terapi obat yang dapat mempengaruhi hasil laboratorium harus dihentikan hingga tes dilaksanakan. Sebelum dilakukan tes, penderita harus berpuasa selama 12 jam. Pengambilan sampel darah dilakukan sebagai berikut:

a. Pagi hari setelah puasa, penderita diambil darah vena 3-5 ml untuk uji glukosa darah puasa. Penderita mengosongkan kandung kemihnya dan mengumpulkan sampel urinenya.

b. Penderita diberikan minum glukosa 75 gram yang dilarutkan dalam segelas air (250ml). Lebih baik jika dibumbui dengan perasa, misalnya dengan limun.

c. Pada waktu ½ jam, 1 jam, 1½ jam, dan 2 jam, penderita diambil darah untuk pemeriksaan glukosa. Pada waktu 1 jam dan 2 jam penderita mengosongkan kandung kemihnya dan mengumpulkan sampel urinenya secara terpisah.

Nilai Rujukan:

Puasa : 70 – 110 mg/dl (3.9 – 6.1 mmol/L)½ jam : 110 – 170 mg/dl (6.1 – 9.4 mmol/L)1 jam : 120 – 170 mg/dl (6.7 – 9.4 mmol/L)1½ jam : 100 – 140 mg/dl (5.6 – 7.8 mmol/L)2 jam : 70 – 120 mg/dl (3.9 – 6.7 mmol/L)

d. HbA1c: komponen Hb yang terbentuk dari reaksi non-enzimatik antara glukosa dengan N terminal valin rantai b Hb A dengan ikatan Almidin. Produk yang dihasilkan ini diubah melalui proses Amadori menjadi ketoamin yang stabil dan ireversibel.

21

Page 22: Wrap Up Skenario 1

HbA1C akan meningkat secara signifikan bila glukosa darah meningkat. Karena itu, HbA1C bisa digunakan untuk melihat kualitas kontrol glukosa darah pada penderita DM (glukosa darah tak terkontrol, terjadi peningkatan HbA1C-nya ) sejak 3 bulan lalu (umur eritrosit).

Nilai yang dianjurkan PERKENI untuk HbA1C (terkontrol): 4%-5,9%.4 Jadi, HbA1C penting untuk melihat apakah penatalaksanaan sudah adekuat atau belum. Sebaiknya, penentuan HbA1C ini dilakukan secara rutin tiap 3 bulan sekali.

22

Page 23: Wrap Up Skenario 1

3.8 Menjelaskan penatalaksanaan diabetes mellitus tipe 2

A. Insulin eksogen

Sediaan insulin untuk terapi dapat digolongkan menjadi 4 kelompok, yaitu:

1. Insulin masa kerja singkat (Short-acting/Insulin), disebut juga insulin reguler

2. Insulin masa kerja sedang (Intermediate-acting) 3. Insulin masa kerja sedang dengan mula kerja cepat 4. Insulin masa kerja panjang (Long-acting insulin)

Lokasi penyuntikan:

23

Page 24: Wrap Up Skenario 1

Respon individual terhadap terapi insulin cukup beragam. Umumnya, pada tahap awal diberikan sediaan insulin dengan kerja sedang, kemudian ditambahkan insulin dengan kerja singkat untuk mengatasi hiperglikemia setelah makan. Insulin kerja singkat diberikan sebelum makan, sedangkan Insulin kerja sedang umumnya diberikan satu atau dua kali sehari dalam bentuk suntikan subkutan.

Namun, karena tidak mudah bagi penderita untuk mencampurnya sendiri, maka tersedia sediaan campuran tetap dari kedua jenis insulin regular (R) dan insulin kerja sedang (NPH).

24

Page 25: Wrap Up Skenario 1

B. Obat hiperglikemik oral

25

Page 26: Wrap Up Skenario 1

1. Sulfonylurea

Merupakan obat pilihan (drug of choice) untuk penderita diabetes dewasa baru dengan berat badan normal dan kurang serta tidak pernah mengalami ketoasidosis sebelumnya. Senyawa-senyawa sulfonilurea sebaiknya tidak diberikan pada penderita gangguan hati, ginjal dan tiroid.

Obat golongan sulfonilurea sangat bermanfaat untuk penderita diabetes yang kelenjar pankreasnya masih mampu memproduksi insulin, tetapi karena sesuatu hal terhambat sekresinya. Pada penderita dengan kerusakan sel-sel β Langerhans kelenjar pancreas, pemberian obat-obat hipoglikemik oral golongan sulfonilurea tidak bermanfaat. Pada dosis tinggi, sulfonilurea menghambat degradasi insulin oleh hati.

Absorpsi senyawa-senyawa sulfonilurea melalui usus cukup baik, sehingga dapat diberikan per oral. Setelah diabsorpsi, obat ini tersebar ke seluruh cairan ekstrasel. Dalam plasma sebagian terikat pada protein plasma terutama albumin (70-90%).

Efek samping antara lain gangguan saluran cerna dan gangguan susunan syaraf pusat. Gangguan saluran cerna berupa mual, diare, sakit perut,

26

Page 27: Wrap Up Skenario 1

hipersekresi asam lambung dan sakit kepala. Gangguan susunan syaraf pusat berupa vertigo, bingung, ataksia dan lain sebagainya. Gejala hematologik termasuk leukopenia, trombositopenia, agranulosistosis dan anemia aplastik dapat terjadi walau jarang sekali. Klorpropamida dapat meningkatkan ADH (Antidiuretik Hormon). Hipoglikemia dapat terjadi apabila dosis tidak tepat atau diet terlalu ketat, juga pada gangguan fungsi hati atau ginjal atau pada lansia. Hipogikemia sering diakibatkan oleh obat-obat hipoglikemik oral dengan masa kerja panjang.

Interaksi obat: obat atau senyawa yang dapat meningkatkan resiko hipoglikemi: alcohol, insulin, fenformin, sulfonimida, salsilat dosis besar, fenibutazon, oksifenbutazon, probenezida, guanetidin, steroida anabolic, fenfluramin, dan klofibrat

Kontraindikasi: hati-hati pada lansia, wanita hamil, gangguan fungsi hati, dan atau ginjal. Klorpropamida dan glibenklamida tidak disarankan untuk pasien usia lanjut dan pasien insufisiensi ginjal. Untuk pasien dengan gangguan fungsi ginjal masih dapat digunakan glikuidon, gliklazida, atau tolbutamida yang kerjanya singkat.

Wanita hamil dan menyusui, porfiria, dan ketoasidosis merupakan kontra indikasi bagi sulfonilurea. Tidak boleh diberikan sebagai obat tunggal pada penderita diabetes yuvenil, penderita yang kebutuhan insulinnya tidak stabil, dan diabetes melitus berat. Obat-obat golongan sulfonilurea cenderung meningkatkan berat badan.

2. Meglitinida dan turunan fenilalanin

3. Biguanida

Senyawa-senyawa golongan biguanida tidak merangsang sekresi insulin, dan hampir tidak pernah menyebabkan hipoglikemia. Metformin masih banyak dipakai di beberapa negara termasuk Indonesia, karena frekuensi terjadinya asidosis laktat cukup sedikit asal dosis tidak melebihi 1700 mg/hari dan tidak

27

Page 28: Wrap Up Skenario 1

ada gangguan fungsi ginjal dan hati. Efek samping yang sering terjadi adalah nausea, muntah, diare, dan asidosis laktat. Kontra indikasi pada gangguan fungsi hepar dana tau ginjal, penyakit jantung kongesif, dan wanita hamil. Pada keadaan gawat sebaiknya tidak diberikan obat ini.

4. Tiazolidindion

Efek samping antara lain, peningkatan berat badan, edema, menambah volume plasma dan memperburuk gagal jantung kongestif. Edema sering terjadi pada penggunaannya bersama insulin. Kecuali penyakit hepar, tidak dianjurkan pada gagal jantung kelas 3 dan 4 menurut klasifikasi New York Heart Association. Hipoglikemia pada penggunaan monoterapi jarang terjadi.

5. Inhibitor alfa glucosidase

Obat ini merupakan obat oral yang biasanya diberikan dengan dosis 150-600 mg/hari. Obat ini efektif bagi penderita dengan diet tinggi karbohidrat dan kadar glukosa plasma puasa kurang dari 180 mg/dl. Obat ini hanya mempengaruhi kadar glukosa darah pada waktu makan dan tidak mempengaruhi kadar glukosa darah setelah itu. Obat-obat inhibitor α-glukosidase dapat diberikan sebagai obat tunggal atau dalam bentuk kombinasi dengan obat hipoglikemik lainnya. Obat ini umumnya diberikan dengan dosis awal 50 mg dan dinaikkan secara bertahap sampai 150-600 mg/hari. Dianjurkan untuk memberikannya bersama suap pertama setiap kali makan.

Efek samping obat ini adalah perut kurang enak, lebih banyak flatus dan kadang-kadang diare, yang akan berkurang setelah pengobatan berlangsung lebih lama. Obat ini hanya mempengaruhi kadar glukosa darah pada waktu makan dan tidak mempengaruhi kadar glukosa darah setelah itu. Bila diminum bersama-sama obat golongan sulfonilurea (atau dengan insulin) dapat terjadi hipoglikemia yang hanya dapat diatasi dengan glukosa murni, jadi tidak dapat diatasi dengan pemberian gula pasir. Obat ini umumnya diberikan dengan dosis awal 50 mg dan dinaikkan secara bertahap, serta dianjurkan untuk memberikannya bersama suap pertama setiap kali makan.

3.9 Menyebutkan dan menjelaskan komplikasi diabetes mellitus tipe 2

Komplikasi akut:

1. Ketoasidosis Diabetik (DKA).

Merupakan komplikasi metabolik yang paling serius pada DM tipe 1. Hal ini bisa juga terjadi pada DM tipe 2. Hal ini terjadi karena kadar insulin sangat menurun, dan pasien akan mengalami hal berikut:

• Hiperglikemia• Hiperketonemia• Asidosis metabolik

Hiperglikemia dan glukosuria berat, penurunan lipogenesis ,peningkatan lipolisis dan peningkatan oksidasi asam lemak bebas disertai pembentukan benda keton (asetoasetat, hidroksibutirat, dan aseton). Peningkatan keton dalam plasma mengakibatkan ke¬tosis. Peningkatan produksi keton meningkatkan beban ion hidrogen dan asidosis metabolik. Glukosuria dan

28

Page 29: Wrap Up Skenario 1

ketonuria yang jelas juga dapat mengakibatkan diuresis osmotik dengan hasil akhir dehidrasi dan kehilangan elektrolit. Pasien dapat menjadi hipotensi dan mengalami syok.

Akhimya, akibat penurunan penggunaan oksigen otak, pasien akan mengalami koma dan meninggal. Koma dan kematian akibat DKA saat ini jarang terjadi, karena pasien maupun tenaga kesehatan telah menyadari potensi bahaya komplikasi ini dan pengobatan DKA dapat dilakukan sedini mungkin.

Tanda dan Gejala Klinis dari Ketoasidosis Diabetik7

Dehidrasi Poliuria Hipotensi (postural atau supine) Bingung Ekstremitas Dingin/sianosis perifer

2. Hiperglikemia, Hiperosmolar, Koma Nonketotik (HHNK)

Komplikasi metabolik akut lain dari diabetes yang sering terjadi pada penderita diabetes tipe 2 yang lebih tua. Bukan karena defisiensi insulin absolut, namun relatif, hiperglikemia muncul tanpa ketosis. Ciri-ciri HHNK adalah sebagai berikut:

• Hiperglikemia berat dengan kadar glukosa serum > 600 mg/dl.• Dehidrasi berat• Uremia

Pasien dapat menjadi tidak sadar dan meninggal bila keadaan ini tidak segera ditangani. Angka mortalitas dapat tinggi hingga 50%. Perbedaan utama antara HHNK dan DKA adalah pada HHNK tidak terdapat ketosis.

3. Hipoglikemia

Sindrom hipoglikemia ditandai dengan gejala klinis penderita merasa pusing, lemas, gemetar, pandangan berkunang-kunang, pitam (pandangan menjadi gelap), keluar keringat dingin, detak jantung meningkat, sampai hilang kesadaran. Apabila tidak segera ditolong dapat terjadi kerusakan otak dan akhirnya kematian

Pada hipoglikemia, kadar glukosa plasma penderita kurang dari 50 mg/dl, walaupun ada orang-orang tertentu yang sudah menunjukkan gejala hipoglikemia pada kadar glukosa plasma di atas 50 mg/dl. Kadar glukosa darah yang terlalu rendah menyebabkan sel-sel otak tidak mendapat pasokan energi sehingga tidak dapat berfungsi bahkan dapat rusak.

Hipoglikemia lebih sering terjadi pada penderita diabetes tipe 1, yang dapat dialami 1 – 2 kali perminggu. Dari hasil survei yang pernah dilakukan di Inggeris diperkirakan 2 – 4% kematian pada penderita diabetes tipe 1 disebabkan oleh serangan hipoglikemia. Pada penderita diabetes tipe 2, serangan hipoglikemia lebih jarang terjadi, meskipun penderita tersebut mendapat terapi insulin

29

Page 30: Wrap Up Skenario 1

Serangan hipoglikemia pada penderita diabetes umumnya terjadi apabila penderita:

• Lupa atau sengaja meninggalkan makan (pagi, siang atau malam) • Makan terlalu sedikit, lebih sedikit dari yang disarankan oleh dokter

atau ahli gizi • Berolah raga terlalu berat • Mengkonsumsi obat antidiabetes dalam dosis lebih besar dari pada

seharusnya • Minum alkohol • Stress • Mengkonsumsi obat-obatan lain yang dapat meningkatkan risiko

hipoglikemia

Disamping penyebab di atas pada penderita DM perlu diperhatikan apabila penderita mengalami hipoglikemik, kemungkinan penyebabnya adalah:

a) Dosis insulin yang berlebihan b) Saat pemberian yang tidak tepat c) Penggunaan glukosa yang berlebihan misalnya olahraga anaerobik

berlebihand) Faktor-faktor lain yang dapat meningkatkan kepekaan individu

terhadap insulin, misalnya gangguan fungsi adrenal atau hipofisis

Komplikasi kronis:

1. Makroangiopati, mengenai pembuluh darah besar (pembuluh darah yang dapat dilihat secara mikroskopis) antara lain pembuluh darah jantung / Penyakit Jantung Koroner, pembuluh darah otak /stroke, dan pembuluh darah tepi / Peripheral Artery Disease.

2. Mikroangiopati, mengenai pembuluh darah mikroskopis antara lain retinopati diabetika (mengenai retina mata) dan nefropati diabetika (mengenai ginjal).

3.10 Menyebutkan pencegahan diabetes mellitus tipe 2

Pencegahan Primer:

• Makan seimbang artinya yang dimakan dan yang dikeluarkan seimbang disesuiakan dengan aktifitas fisik dan kondisi tubuh, dengan menghindari makanan yang mengandung tinggi lemak karena bisa menyebabkan penyusutan konsumsi energi. Mengkonsusmsi makanan dengan kandungan karbohidrat yang berserat tinggi dan bukan olahan.

• Meningkatkan kegiatan olah raga yang berpengaruh pada sensitifitas insulin dan menjaga berat badan agar tetap ideal.

• Kerjasama dan tanggung jawab antara instansi kesehatan, masyarakat, swasta dan pemerintah, untuk melakukan penyuluhan kepada masyarakat

Pencegahan Sekunder:

• Ditujukan pada pendeteksian dini DM serta penanganan segera dan efektif, sehingga komplikasi dapat dicegah.

• Hal ini dapat dilakukan dengan skrining, untuk menemukan penderita sedini mungkin terutama individu/populasi.

• Kalaupun ada komplikasi masih reversible / kembali seperti semula.

30

Page 31: Wrap Up Skenario 1

• Penyuluhan kesehatan secara profesional dengan memberikan materi penyuluhan seperti : apakah itu DM, bagaimana penatalaksanaan DM, obat-obatan untuk mengontrol glukosa darah, perencanaan makan, dan olah raga.

Pencegahan Tersier:

• Mengendalikan berat badan, glukosa darah, lipid, tekanan darah, asam urat.• Menghindari gaya hidup berisiko.• Kerjasama dengan semua lapisan masyarakat.

3.11 Menjelaskan prognosis diabetes mellitus tipe 2

Prognosis tergantung pada keadaan regulasi DM, regulasi teratur dan baik akan memberi prognosis baik. Prognosis Nefropati Diabetik Tipe B3 dan Be kurang baik.

31

Page 32: Wrap Up Skenario 1

4 Mampu memahami dan menjelaskan tentang pengaturan diet dan pola hidup yang baik pada pasien diabetes mellitus

Jenis Bahan Makanan:

1. Karbohidrat

Sebagai sumber energi, KH yang diberikan diabetisi tidak boleh lebih dar 55-65% dari total kebutuhan energi sehari, atau tidak boleh lebih dari 70% jika dikombinasikan dengan pemberian asam lemak tidak jenuh rantai tunggal (MUFA: monounsaturated fatty acids). Pada setiap gram karbohidrat terdapat kandungan energi sebesar 4kilokalori.

Rekomendasi karbohidrat :

Kandungan total kalori pada makanan yang mengandung KH, lebih ditentukan oleh jumlahnya dibandungkan dengan jenis KH itu sendiri.

Dari total kebutuhan kalori perhari, 60-70% diantaranya berasal dari sumber KH. Jika ditambah MUFA sebagai sumber energi, maka jumlah KH maksimal 70%

dari total kebutuhan kalori perhari. Julah serat 25-50 gram per hari. Jumlah sukrosa sebagai sumber energi tidak perlu dibatasi, namun jangan sampai

lebih dari total kebutuhan kalori perhari. Sebagai pemanis dapat digunakan pmanis non kalori seperti sakarin, aspartame,

acesulfame, dan sukralosa. Penggunaan alkohol harus dibatasi tidak boleh lebih dar10 gram/hari. Fruktosa tidak boleh lebih dari 60 gram/hari. Makanan yang mengandung sukrosa tidak perlu dibatasi.

2. Protein

Jumlah kebutuhan protein yang direkomendasikan sekitar 10-15% dari total kalori perhari. Pada penderita kelainan ginjal dimana diperlukan pembatasan asupan protein sampai 40 gram perhari, maka perlu ditambahkan suplementasi asam amino esensial. Protein mengandung energi sebesar 2 kilokalori/gram.

Rekomendasi pemberian protein:

Kebutuhan protein 15-20% dari total kebutuhan energi perhari. Pada keadaan kadar glukosa yang terkontrol, asupan protein tidak akan

mempengaruhi konsentrasi glukosa darah. Pada keadaan glukosa tidak terkontrol, pemberian protein sekitar 0,8-1,0 mg/kg

BB/hari. Pada gangguan fungsi ginjal, asupan protein diturunkan sampai 0,85

gram/KgBB/hari dan tidak kurang dari 40gram. Jika terdapat komplikasi kardiovaskular, maka sumber protein nabati lebih

dianjurkan dibanding protein hewani.

3. Lemak

32

Page 33: Wrap Up Skenario 1

Lemak memiliki kandungan energi sebesar 9 kilokalori/gram. Bahan makanan ini sangat penting untuk membawa vitamin yang larut dalam lemak seperti vitami A, D, E, K. Berdasarkan rantai karbonnya , lemak dibedakan menjadi lemak jenuh dan tidak jenuh. Pembatasan asupan lemak jenuh dan kolestrol sangat disarankan pada diabetisi karena terbukti dapat memperbaiki profil lipid tidak normal bagi pasien diabetes. Asam lemak tidak jenuh rantai tunggal (monounsaturated fatty acid : MUFA), merupakan salah satu asam lemak yang dapat memperbaiki glukosa darah dan profil lipid. Pemberian MUFA pada diet diabetisi, dapat menurunkan kadar trigliserida, kolestrol total, kolestrol VLDL, dan meningkatkan kadar kolestrol HDL. Sedangkan asam lemak tidak jenuh rantai panjang (polyunsaturated fatty acid= PUFA) dapat melindungi jantung, menurunkan kadar trigliserida, memperbaiki agregasi trombosit. PUFA mengandung asam lemak omega 3 yang dapat menurunkan sintesis VLDL di dalam hati dan eningkatkan aktivitas enzyme lipoprotein lipase yang dapat menurunkan kadar VLDL di jarngan perifer. Sehingga dapat menurunkan kadar kolestrol LDL.

Rekomendasi Pemberian Lemak:

Batasi konsumsi makanan yang mengandung lemak jenuh, jumlah maksimal 10% dari total kebutuhan kalori per hari.

Jika kadar kolestrol LDL ≥ 100 mg/dl, asupan asam lemak jenuh diturunkan sampai maksimal 7% dari total kalori perhari.

Konsumsi kolestrol maksimal 300mg/hari, jika ada kolestrol LDL ≥ 100 mg/dl, maka maksimal kolestrol yang dapat dikonsumsi 200 mg per hari.

Batasi asam lemak bentuk trans. Konsumsi ikan seminggu 2-3 kali untuk mencukupi kebutuhan asam lemak tidak jenuh

rantai panjang. Asupan asam lemak tidak jenuh rantai panjang maksimal 10% dari asupan kalori

perhari.

Penghitungan Jumlah Kalori: ditentukan oleh stasus gizi, umur, ada tidaknya stress akut, dan kegiatan jasmani. Penetuan stasu s gizi dapat dipakai indeks massa tubuh (IMT) atau rumus Brocca.

IMT dihitung berdasarkan pembagian berat badan (dalam kilogram) dibagi dengat tinggi badan (dalam meter) kuadrat.

Berat badan kurang <18,5 Berat badan normal 18,5-22,9 Berat badan lebih ≥ 23,0 Dengan resiko 23-24.9 Obes I 25-29,9 Obes II ≥ 30

Penentuan stasus gizi berdasarkan rumus Brocca: pertama-tama dilakukan perhitungan berat badan idaman berdasarkan rumus: berat badan idaman (BBI kg) = (TB cm - 100) -10%.

33

Page 34: Wrap Up Skenario 1

Penetuan stasus gizi dihitung dari : (BB aktual : BB idaman) x 100%

Berat badan kurang BB <90% BBI Berat badan normal BB 90-110% BBI Berat badan lebih BB 110-120% BBI Gemuk BB>120% BBI

Untuk kepentingan praktis dalam praktek digunakan rumus Brocca.

Penentuan kebutuhan kalori perhari:

1. Kebutuhan basal:

Laki-laki : BB idaman (Kg) x 30 kalor Wanita : BB idaman (Kg) x 25 kalori

2. Koreksi atau penyesuaian:

Umur diatas 40 tahun : -5% Aktivitas ringan : +10% Aktifitas sedang : +20% Aktifitas berat : +30% Berat badan gemuk : -20% Berat badan lebih : -10% Berat badan kurus : +10%

3. Stress metabolik : +10-30%

4. Kehamilan trimester I dan II : +300 kalori

5. Kehamilan trimester II dan menyusui : +500 kalori

Makanan tersebut dibagi dalam 3 porsi besar untuk makan pagi (20%), makan siang (25%), serta 2-3 porsi ringan (10-15%) di antara makan besar. Pengaturan makan ini tidak berbeda dengan orang normal, kecuali dengan pengaturan jadwal makan dan jumlah kalori. Usahakan untuk merubah pola makan ini secara bertahap sesuai kondisi dan kebiasaan penderita.

34

Page 35: Wrap Up Skenario 1

5 Mampu memahami dan menjelaskan tentang retinopati diabetikum

5.1 Menjelaskan definisi retinopati diabetikum

Retinopati Diabetik adalah kelainan retina (retinopati) yang ditemukan pada penderita diabetes mellitus. Retinopati akibat diabetes mellitus lama berupa aneurismata, melebarnya vena, perdarahan dan eksudat lemak.

5.2 Menyebutkan dan menjelaskan etiologi retinopati diabetikum

Faktor-faktor yang mendorong terjadinya retinopati adalah :

• Terjadi karena adanya perubahan dinding arteri• Adanya komposisi darah abnormal• Meningkatnya agregasi platelet dari plasma menyebabkan terbentuknya

mikrothrombin• Gangguan endothelium kapiler menyebabkan terjadinya kebocoran kapiler,

selanjutnyaterjadi insudasi dinding kapiler dan penebalan membran dasar dan diikuti dengan eksudasidinding haemorhagic dengan udem perikapiler

• Perdarahan kapiler dapat terjadi di retina dalam sybhyaloid dimana letaknya di depan jaringan retina. Hemoraghi tidak terjadi intravitreal tetapi terdapat dalam ruangvitreo retinal yang tersisa karena vitreus mengalami retraksi

• Aliran darah yang kurang lancar dalam kapiler-kapiler, sehingga terjadi hipoksiarelatif di retina yang merangsang pertumbuhan pembuluh-pembuluh darah yang baru.

• Perubahan arteriosklerotik dan insufisiensi koroidal• Hipertensi yang kadang-kadang mengiringi diabetes

5.3 Menjelaskan patofisiologi retinopati diabetikum

Hiperglikemia kronik mengawali perubahan patologis pada retinopati DM dan terjadi melalui beberapa jalur. Pertama, hiperglikemia memicu terbentuknya ROIs dan AGEs. Kedua zat ini merusak perisit dan endotel pembuluh darah serta merangsang pelepasan factor vasoaktif seperti NO, prostasiklin, IGF-1, dan endotelin yang akan memperparah kerusakan

Kedua, hiperglikemia kronik mengaktivasi jalur poliol yang meningkatkan glikosilasi dan ekspresi aldose reduktae sehingga terjadi akumulasi sorbitol. Glikosilasi dan akumulasi sorbitol kemudian mengakibatkan kerusakan endotel pembuluh darah dan disfungsi enzim endotel.

Ketiga, hiperglikemia mengaktivasi transduksi sinyal intraseluler protein kinase C (PKC). vascular endhotelial growth factor (VEGF) dan factor pertumbuhan lain diaktivasi oleh PKC. VEGF menstimulasi ekspresi ICAM-1 yang emicu terbentuknya ikatan antara leukosit dan endotel pembuluh darah. Iakatn tersebut menyebabkan kerusakan sawar darah retina, serta thrombosis dan oklusi kapiler retina. Keseluruhan jalur tersebut menimbulkan gangguan sirkulasi, hipoksia, dan inflamasi pada retina. Hipoksia menyebabkan ekspresi factor angiogenik yang berlebihan sehingga merangsang pembentukan pembulub darah baru yang memiliki kelemahan pada membrane basalisnya, defiensi taut kedap antarsel endotenya, dan

35

Page 36: Wrap Up Skenario 1

kekurangan jumlah perisit. Akibatnya, terjadi kebocoran protein plasma dan perdarahan di dalam retina dan vitreous.

5.4 Menyebutkan dan menjelaskan manifestasi klinis retinopati diabetikum

Sebagian besar penderita retinopati DM, pada tahap awal tidak mengalami gejala penurunan tajam penglihatan. Apabila telah terjadi kerusakan sawar darah retina, dapatmditemukan mikroaneurisma, eksudat lipid dan protein, edema, serta perdarahan intraretina. Selanjutnya, terjadi oklusi kapiler retina yang mengakibatkan kegagalan perfusi di lapisan serabut saraf retina sehingga terjadi hambatan transportasi aksonal. Hambatan transportasi tersebut menimbulkan akumulasi debris akson yang tampak sebagai gambaran soft exudates pada pemeriksaan oftalmoskopi. Kelainan tersebut erupakan tanda retinopati DM nonproliferatif.

Hipoksia akibat oklusi akan merangsang pembentukan pembuluh darah baru dan ini merupakan tanda patognomonik retinopati DM proliferatif. Kebutaan pada DM dapat terjadi akibat edema hebat pada makula, perdarahan massif intravitreous, atau ablasio retina traksional.

5.5 Menjelaskan diagnosis dan diagnosis banding retinopati diabetikum

• Deteksi dini

o Dewasa atau anak-anak diatas 10 tahun denga T1DM pemeriksaan mata lengkap 5 tahun setelah terdiagnosa

o Penderita T2DN pemeriksaan mata lengkap segera setealh terdiagnosao T2DM maupun T1DM harus rutin melakukan pemeriksaan mata setiap tahuno Frekuensi pengecekan mata dapat diturunkan apabila hasil satu atau lebih dari

hasil pemeriksaan menunjukkan hasil mata normal, atau dinaikkan apabila ditemukan tanda-tanda DR proliferatif

36

Page 37: Wrap Up Skenario 1

o Wanita hamil dengan DM pemeriksaan mata rutin mulai dari trimester pertama sampai setahun setelah kelahiran

• Fundus Photography

Unutk dokumentasi kelainan retina. Berperan sebagai pemeriksaan penapis. Aoabuila ditemukan edema makula, DR non-proliferatif berat dan RD proliferatif maka harus dilanjutkan dengan pemeriksaan mata lengkap oleh dokter spesialis

• Pemeriksaan mata lengkap

Teridir dari pemeriksaan visus, tekanan bola mata, slit-lamp biomicroscopy, gonioskop, funduskopi, dan stereoscopic fundus photography. Bisa dilanjutkan dengan optical coherence tomography (OCT) dan ocular USG

• Funduscopy direct dan indirect

Bermanfaat untuk menilai saraf optik, retina, makula dan pembuluh darah di kutub posterior mata.

5.6 Menjelaskan penatalaksanaan retinopati diabetikum

Tata laksana retinopati DM dilakukan berdasarkan tingkat keparahan penyakit. Retinopati DM nonproliferatif derajat ringan hanya perlu dievaluasi setahun sekali. Penderita retinopati DM nonproliferatif derajat ringan-sedang tanpa edema makula yang nyata harus menjalani pemeriksaan rutin setiap 6-12 bulan. Retinopati DM nonproliferatif derajat ringan-sedang dengan edema macula signifikan merupakan indikasi laser photocoagulation untuk mencegah perburukan. Setala dilakukan laser

37

Page 38: Wrap Up Skenario 1

photocoagulation, penderita perlu dievaluasi setiap 2-4 bulan. Penderita retinopati DM nonproliferatif derajat berat dianjurkan untuk menjalani parentinal laser photocoagulation, terutama apabila kealainan berisiko tinggi untuk berkembang menjadi retinopati DM proliferative. Penderita harus dievaluasi setiap 3-4 bulan pascatindakan. Panretinal laser photocoagulation harus segera dilakukan pada penderita retinopati DM proliferative. Apabila terjadi retinopati DM proliferati disertai edema macula signifikan, maka kombinasi focal dan panretinal laser photocoagulation menjadi terapi pilihan.

38

Page 39: Wrap Up Skenario 1

6 Mampu memahami dan menjelaskan tentang pola diet yang halal dan thayib dalam Islam

A. Kriteria Makanan Halal

Sayyid Sabiq dalam Fiqh Sunnah menjelaskan bahwa makanan halal adalah apabila al-Qur’an maupun hadis menjelaskannya dan tidak melarangnya. Namun makanan halal yang dijelaskan teks agama tidak mencakup seluruh makanan yang ada. Karena itu para ulama berijtihad sesuai kaedah: ”al-Ashlu fi al-asyya’ al-ibahah illa ma dalla ad-dalilu ‘ala tahrimihi” (Hukum asal segala sesuatu itu adalah mubah/boleh kecuali bila ada dalil yang mengharamkannya). Secara umum al-Qur’an maupun hadis memberikan kriteria bahwa makanan halal itu adalah thayyib (halalan thayyiban). Maksud halalan thayyiban, menurut Sayyid Sabiq, terangkum dalam tiga hal: pertama, sesuai selera alamiah manusia. Kedua, bermanfaat dan tidak membahayakan tubuh manusia. Ketiga, diperoleh dengan cara yang benar dan dipergunakan untuk hal yang benar.

Para ulama menjelaskan kriteria makanan yang halal sebagai berikut:

1. Makanan nabati berupa tumbuh-tumbuhan, biji-bijian dan buah-buahan, selama tidak membahayakan tubuh.

2. Minuman seperti air, susu (dari hewan yang boleh dimakan dagingnya), kopi, cokelat.

3. Makanan hewani terdiri dari binatang darat dan air. Hukum binatang darat baik liar mapun jinak adalah halal selain yang diharamkan syariat. Begitu juga binatang air, dalam pendapat yang paling sahih, adalah halal kecuali yag membahayakan.

Hal ini dijelaskan dalam hadis Nabi SAW ketika ditanya tentang bersuci dengan air laut, beliau menjawab: “Laut itu suci airnya dan halal bangkai binatangnya.” (HR. Bukhari, Muslim, Abu Daud, Tirmidzi, Nasa’i).

B. Kriteria Makanan Haram

Makanan dan minuman yang pelarangannya dijelaskan oleh al-Qur’an dan al-Hadis adalah haram. Al-Qur’an maupun hadis menjelaskan kriteria makanan haram itu adalah khabitsah dan rijs, seperti khamr yang dinyatakan rijs min ‘amal asy-syaithan (QS. al-Maidah: 90). Rijs kata ulama berarti najis secara fisik dan ma’nawi. Dalam Shahih Muslim, Rasulullah SAW bersabda: “Harga anjing itu khabits, mahar pelacur itu khabits dan upah bekam itu khabits.”

Selain itu setiap binatang yag diperintahkan untuk dibunuh adalah haram. Seperti binatang fawasiq (pengganggu); burung gagak, rajawali, kalajengking, anjing gila dan tikus. Hal ini dijelaskan dalam riwayat Bukhari, Muslim, Tirmidzi dan Nasa’i dari Aisyah RA. Begitu juga hewan-hewan yang dilarang untuk dibunuh seperti semut, lebah, burung hud-hud dan burung surad dan katak. Namun pendapat ini ditolak Imam Syaukani, bahwa tidak mesti hewan yang diperintahkan untuk dibunuh atau dilarang berarti haram dagingnya. Karena keharaman mengonsumsinya harus ada dalil yang jelas.

Makanan yang diharamkan dalam Islam terbagi menjadi haram lidaztihi dan haram lighairihi; yaitu makanan yang pada asalnya halal namun ada faktor lain yang haram menjadikannya haram. Makanan yang diharamkan lidzatihi oleh al-Qur’an dan hadis secara jelas, antara lain darah (dam masfuh), daging babi, khamr (minuman keras),

39

Page 40: Wrap Up Skenario 1

binatang buas yang bertaring, burung bercakar yang memangsa dengan cakarnya seperti elang, binatang yang dilarang dibunuh, binatang yang diperintahkan untuk dibunuh, keledai rumah (humur ahliyah), binatang yang lahir dari perkawinan silang yang salah satunya diharamkan, anjing, binatang yang menjijikan dan kotor, semua makanan yang berbahaya bagi kesehatan manusia.

Sedangkan makanan yang haram lighairihi, di antaranya adalah binatang yang disembelih untuk sesajian, binatang yang disembeli tanpa menyebut nama Allah (basmalah), bangkai dengan berbagai kriterianya, makanan halal yang diperoleh dengan cara haram dan diperuntukkan untuk hal yang dilarang, jallalah atau binatang yang sebagian besar makanannya kotoran atau bangkai, dan makanan halal yang tercampur dengan najis dalam bentuk cair, namun bila berbentuk padat, maka cukup membuang yang terkena najis saja.

C. Kriteria Makanan Syubhat

Syubhat yang dimaksud dalam hadis adalah perkara yang tidak dijelaskan halal dan haramnya oleh syariat. Dalam hal ini sebagian ulama mengatakan selama suatu perkara itu tidak ada penjelasan halal dan haramnya maka dikembalikan ke hukum asal, yaitu mubah (boleh) kecuali bila ada dalil yang mengharamkan. Hal ini didasari banyak ayat al-Qur’an dan hadis, di antaranya:

Firman Allah SWT:

”Dialah (Allah) yang menciptakan semua yang ada di bumi untuk kalian.” (QS. al-Baqarah: 29).

Riwayat Abu Darda bahwa Rasulullah SAW bersabda: ”Apa yang Allah halalkan dalam Kitab-Nya adalah halal dan apa yang diharamkan-Nya adalah haram. Dan apa yang tidak dijelaskan adalah dimaklumi (afwun). Maka terimalah apa yang diperbolehkan Allah karena sesungguhnya Allah tidak melupakan sekecil apapun.” (HR. Al-Bazzar dengan sanand Sahih).

Riwayat Abu Tsa’labah bahwa Rasulullah SAW bersabda: ”Sesunguhnya Allah mewajibkan kepada kalian kewajiban-kewajiban (faraidh) maka janganlah kalian abaikan, dan telah memberi batasan kepada kalian, maka janganlah kalian langgar, dan mendiamkan masih banyak perkara sebagai rahmat bagi kalian bukan karena kealpaan. Maka janganlah kalian membahasnya berlebihan.” (HR. Daruquthni dalam Sunan)

Menurut Imam Nawawi, ada beberapa pendapat ulama tentang sesuatu tidak ada penjelasan halal haramnya: pertama, tidak dapat dikatakan halal, haram atau mubah. Karena mengatakan sesuatu halal atau haram harus kembali kepada dalil syar’i. Kedua, hukumnya mubah, kembali ke hukum asal, bahwa segala sesuatu itu mubah selama tidak ada dalil yang melarangnya. Ketiga, hukumnya haram. Keempat, tawaqquf.

Kebanyakan ulama merujuk kepada pendapat kedua, bahwa sesuatu yang tidak dijelaskan halal haramnya, hukumnya kembali pada hukum asal, yaitu mubah. Dan perlu ditegaskan, bahwa yang halal lebih banyak dibanding yang haram. Karena itu makanlah makanan yang halal, karena hidup akan menjadi berkah, selamat di dunia dan akhirat. Wallahu a’lam bish shawab.

D. Pola makan Rasulallah:

40

Page 41: Wrap Up Skenario 1

1. Di pagi hari pula Rasulullah membuka menu sarapannya dengan segelas air dingin yang dicampur dengan sesendok madu asli. Madu berfungsi untuk membersihkan lambung, mengaktifkan usus-usus dan menyembuhkan sembelit, wasir dan peradangan.

2. Masuk waktu dhuha (pagi menjelang siang), Rasulullah senantiasa mengonsumsi tujuh butih kurma ajwa’ (matang). Rasulullah pernah bersabda, “Barang siapa yang makan tujuh butir kurma, maka akan terlindungi dari racun”.

3. Menjelang sore hari, menu Rasulullah biasanya adalah cuka dan minyak zaitun. Selain itu, Rasulullah juga mengonsumi makanan pokok seperti roti. Manfaatnya banyak sekali, diantaranya mencegah lemah tulang, kepikunan di hari tua, melancarkan sembelit, menghancurkan kolesterol dan melancarkan pencernaan. Roti yang dicampur cuka dan minyak zaitun juga berfungsi untuk mencegah kanker dan menjaga suhu tubuh di musim dingin.

4. Di malam hari, menu utama makan malam Rasulullah adalah sayur-sayuran. Beberapa riwayat mengatakan, Rasulullah selalu mengonsumsi sana al makki dan sanut. Menurut Prof. Dr. Musthofa, di Mesir deudanya mirip dengan sabbath dan ba’dunis. Mungkin istilahnya cukup asing bagi orang di luar Arab, tapi dia menjelaskan, intinya adalah sayur-sayuran. Secara umum, sayuran memiliki kandungan zat dan fungsi yang sama yaitu menguatkan daya tahan tubuh dan melindungi dari serangan penyakit.

Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam tidak langsung tidur setelah makan malam. Beliau beraktivitas terlebih dahulu supaya makanan yang dikonsumsi masuk lambung dengan cepat dan baik sehingga mudah dicerna. Caranya juga bisa dengan shalat.

Disamping menu wajib di atas, ada beberapa makanan yang disukai Rasulullah tetapi tidak rutin mengonsumsinya. Diantaranya, tsarid yaitu campuran antara roti dan daging dengan kuah air masak. Beliau juga senang makan buah yaqthin atau labu air, yang terbukti bisa mencegah penyakit gula. Kemudian, beliau juga senang makan buah anggur dan hilbah (susu).

Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam sering menyempatkan diri untuk berolahraga. Terkadang beliau berolahraga sambil bermain dengan anak-anak dan cucu-cucunya. Pernah pula Rasulullah lomba lari dengan istri tercintanya, Aisyah radiyallahu’anha.

Dalam hadist juga dituliskan bahwa: "Mukmin yang kuat lebih baik dari mukmin yang lemah." (HR Muslim, IbnuMajah, dan Ahmad)

41

Page 42: Wrap Up Skenario 1

DAFTAR PUSTAKA

Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik Direktorat Jenderal. 2005. Pharmaceutical Care Untuk Penyakit Diabetes Mellitus. Jakarta: Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Dapartemen Kesehatan RI.

http://emedicine.medscape.com/article/117853-overview

Gan S, Setiabudi R, Suyatna FD, dkk. 1995. Farmakologi dan Terapi, ed 4, Jakarta. Bagian farmakologi FK UI.

Guyton dan Hall.2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11.Jakarta: EGC.

http://care.diabetesjournals.org/content/27/suppl_1/s5.full

http://www.diabetes.org/diabetes-basics/?referrer=https://www.google.co.id/

Konsesnsus Pengendalian dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia 2011

Murray, Robert K.,dkk. 2003. Biokimia Harper. Jakarta: EGC.

PERKENI.2002. Konsensus Pengelolaan Diabetes Melitus Type 2 Di Indonesia.

Sherwood. L.2004. Fisiologi Manusia: Dari sel ke Sistem

Sitompul, Ratna. 2011. Retinopati Diabetik. Jakarta: Departemen Ilmu Kesehatan Mata, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Sudoyo, aru. dkk. 2009. Ilmu penyakit dalam. Jakarta: interna publishing

42