wrap up sk 3

76
WRAP UP SKENARIO 3 BLOK NEURO SAKIT KEPALA MENAHUN Oleh : KELOMPOK : A 6 Kelompok A-6 KETUA : Ilyas Ismail Shaleh 1102011122 SEKRETARIS : Iwan Sumantri 1102012134 ANGGOTA : Dewi Prasetyawati 1102010071 Eva Rosalina 1102012078 Fadlina Arysta Brawidya 1102012079 Halimatusakdiah 1102012104 Hanifah Hafsari 1102012106 Hanida Rahmah 1102012105 Izzam Qalbie Hanifa 1102012135 1

Upload: iwan-sumantri

Post on 24-Jan-2016

71 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

wu

TRANSCRIPT

Page 1: wrap up sk 3

WRAP UP SKENARIO 3BLOK NEURO

SAKIT KEPALA MENAHUN

Oleh :

KELOMPOK : A 6

Kelompok A-6

KETUA : Ilyas Ismail Shaleh 1102011122

SEKRETARIS : Iwan Sumantri 1102012134

ANGGOTA : Dewi Prasetyawati 1102010071

Eva Rosalina 1102012078

Fadlina Arysta Brawidya 1102012079

Halimatusakdiah 1102012104

Hanifah Hafsari 1102012106

Hanida Rahmah 1102012105

Izzam Qalbie Hanifa 1102012135

Tenny Widya Sari 1102011277

Fakultas Kedokteran Universitas Yarsi

Jakarta

2014/2015

1

Page 2: wrap up sk 3

Skenario 3

SAKIT KEPALA MENAHUN

Perempuan 35 tahun berkonsultasi dengan dokter keluarga dengan keluhan sakit kepala berulang sejak 2 tahun yang lalu. Sakit kepala seperti tertimpa beban berat dan nyeri pada tengkuknya. Sakit kepala ini disertai dengan insomnia. Sakit kepala berawal sejak pasien diceraikan oleh suaminya 2 tahun yang lalu dan harus berpisah dari kedua orang anaknya. Oleh dokter pasien disarankan untuk berkonsultasi lebih lanjut ke neurolog dan psikiater. Neurolog mengatakan bahwa pasien mengalami nyeri kepala tipe tegang, sedangkan psikiater menyimpulkan bahwa pasien mengalami nyeri somatoform (psikogenik). Walaupun ia sudah bercerai, ia tetap bertanggung jawab untuk membimbing anaknya sesuai dengan prinsip keluarga sakinah, mawaddah, warahmah.

2

Page 3: wrap up sk 3

Kata-kata sulit

Somatoform : - Nyeri tanpa ada etiologi medis

- Nyeri yang diakibatkan rangsangan psikis

Insomnia : Gangguan waktu tidurNyeri kepala tipe tegang : - Manifestasi dari reaksi tubuh terhadap stress,depresi,cemas

- Sensasi nyeri atau rasa tidak nyaman didaerah kepala,kulit kepala yang berhubungan dengan ketegangan otot

- Nyeri kepala yang diasosiasikan dengan iritasi otot-otot kranial itu sendiri

Pertanyaan

1. Apa hubungan nyeri kepala tipe tegang dengan permasalahan pasien?2. Apa hubungan sakit kepala dengan insomnia yang dialami pasien?3. Apa yang menyebabkan onset berulang pada sakit kepala ini?4. Mengapa harus ke psikiater dan neurologis?5. Apa yang membuat dokter mendiagnosis bahwa pasien mengalami sakit kepala somatoform?6. Apakah ada hubungannya nyeri kepala tipe tegang dan nyeri somatoform?

Jawaban

1. Akibat gangguan psikis dari masalah keluarga2. - Karena sakit kepala membuat pasien jadi susah tidur - Kelainan neurologis yang mengiringi sakit kepala yang membuat pasien tidak bisa tidur3. Karena masalahnya masih belum selesai dan menyebabkan gangguan psikis4. Neurolog : Dapat menyembuhkan symptompnya Psikiater : Dapat menyembuhkan etiologi dan insomnianya5. Berdasarkan nyeri kepala yang berulang sejak 2 tahun6. Nyeri kepala tipe tegang disebabkan oleh nyeri kepala somatoform.

3

Page 4: wrap up sk 3

Sasaran Belajar

LI. 1. Memahami dan Menjelaskan pusat dan jaras nyeri

LI. 2. Memahami dan Menjelaskan nyeri kepala

LO. 2.1. Definisi

LO. 2.2. Klasifikasi

LO. 2.3. Etiologi

LO. 2.4. Patofisiologi

LO. 2.5. Manifestasi Klinis

LO. 2.6. Diagnosis dan Diagnosis Banding

LO. 2.7. Tatalaksana

LO. 2.8. Komplikasi

LO. 2.9. Pencegahan

LO. 2.10. Prognosis

LI. 3. Memahami dan Menjelaskan nyeri somatoform

LO. 3.1. Definisi

LO. 3.2. Klasifikasi

LO. 3.3. Etiologi

LO. 3.4. Manifestasi Klinis

LO. 3.5. Diagnosis dan Diagnosis Banding

LO. 3.6. Tatalaksana

LO. 3.7. Komplikasi

LO. 3.8. Pencegahan

LO. 3.9. Prognosis

LI. 4. Memahami dan Menjelaskan keluarga sakinah, mawaddah, dan warrahmah

4

Page 5: wrap up sk 3

LI. 1. Memahami dan Menjelaskan pusat dan jaras nyeri

Nyeri adalah sensasi subjektif, rasa yang tidak nyaman biasanya berkaitan dengan kerusakan jaringan aktual atau potensial (Corwin J.E, 2007). Ketika suatu jaringan mengalami cedera, atau kerusakan mengakibatkan dilepasnya bahan-bahan yang dapat menstimulus reseptor nyeri seperti serotonin, histamin, ion kalium, bradikinin, prostaglandin, dan substansi P yang akan mengakibatkan respon nyeri. Nyeri juga dapat disebabkan stimulus mekanik seperti pembengkakan jaringan yang menekan pada reseptor nyeri.

Sistem saraf manusia mengandung lebih dari 1010 saraf atau neuron. Neuron merupakan unit structural dan fungsional system saraf. Sel saraf terdiri dari badan sel yang di dalamnya mempunyai inti sel, nukleus, mitokondria, retikulum endoplasma, dadan golgi, di luarnya banyak terdapat dendrit, kemudian bagian yang menjulur yang menempel pada badan sel yang di sebut akson. Dendrit menyediakan daerah yang luas untuk hubungan dengan neuron lainnya. Dendrit adalah serabut aferen karena menerima sinyal dari neuron-neuron lain dan meneruskannya ke badan sel. Pada akson terdapat selubung mielin, nodus ranvier, inti sel Schwan, butiran neurotransmiter

Akson dengan cabang-cabangnya (kolateral), adalah serabut eferen karena membawa sinyal ke saraf-saraf otot dan sel-sel kelenjar. Akson akan berakhir pada terminal saraf yang berisi vesikel-vesikel yang mengandung neurotransmitter. Terminal inilah yang berhubungan dengan badan sel, dendrit atau akson neuron berikutya.

a. Neuroanatomi sentuhan ringan dan tekananNama jalan: Tractus Spinothalamicus Anteriora) Pada medulla spinalis:

Axon dari neuron orde pertama (ganglion spinalis) memasuki ujung cornu posterior medulla spinalis dan bercabang dua : serabut yang naik dan serabut yang turun. Sesudah memasuki satu atau dua segmen medulla spinalis membentuk Tractus posterolateral (Lissaueri). Lalu bersinaps dengan neuron orde kedua yang terletak pada kelompok sel substantia gelatinosa cornu posterior substansia grissea.

Axon dari neuron orde ke dua jalan menyilang pada comissura anterior substansia grissea dan substansia alba, kemudian naik keatas pada sisi anterolateral substantia alba sebagai tractus neurospinotalamicus anterior.

b) Pada medulla oblongata : pada medulla oblongata tractus tersebut jalan beriringan dengan tractus spinotalamicus lateralis dan tractus spinotectalis, semuanya disebut Lesminicus Spinalis.

c) Pada pons, mesencephalon dan diencephalon : beriringan dengan Lemniscus medialis untuk akhirnya bersinaps pada neuron orde ketiga yaitu nucleus posterolateral dari kelompok ventral thalamus (bagian kelompok nuclei lateralis thalamus) disini tekanan dan sentuhan mulai diinterpretasikan.

d) Pada cortex cerebri : axon dari neuron orde ketiga jalan memasuki crus posterior interna dan corona radiata berakhir pada gyrus poscentralis (area brodmann 3,2,1)

5

Page 6: wrap up sk 3

menafsirkan sensasi sentuhan dan tekanan sehingga timbul kesadaran akan sensasi tersebut.

(Stephen, 2007)b. Neuroanatomi sensasi sakit dan suhu

Nama jalan: Tractus Spinothalamicus Lateralisa) Pada medulla spinalis:

Axon dari neuron orde pertama (ganglion spinalis) memasuki ujung cornu posterior substansia grissea medulla spinalis dan segera bercabang dua: serabut yang naik dan serabut yang turun. Sesudah memasuki satu atau dua segmen medulla spinalis membentuk tractus posterolateral (Lissaueri). Lalu bersinaps dengan neuron orde kedua yang terletak pada kelompok sel substantia gelatinosa pada cornu posterior. (Jurnalis, 2009)

Axon dari neuron orde ke dua jalan menyilang pada comissura anterior substansia grissea dan substansia alba, kemudian naik keatas pada sisi kontralateral sebagai tractus neurospinotalamicus lateralis.

b) Pada medulla oblongata : pada medulla oblongata tractus tersebut terletak pada dataran lateral antara nucleus olivarius inferius dengan nucleus tractus spinalis N. Trigeminus. Disini bergabung dengan: tractus spinotalamicus anterius, tractus spinotectalis. Ketiga tractus tersebut disebut Lemnicus Spinalis.

c) Pada pons : lemniscus spinalis naik keatas dibagian belakang pons.d) Pada mesencephalon: lemniscus spinalis jalan pada tegmentum, lateralis dari

lemniscus medialis.e) Pada diencephalon : serabut saraf tractus spinotalamicus lateralis akan bersinaps

dengan neuron orde ketiga yaitu nucleus posterolateral dari kelompok ventral thalamus (bagian dari nucleus lateralis thalamus) disinilah terjadi penilaian kadar sensasi sakit dan suhu juga reaksi emosi mulai timbul.

f) Pada cortex cerebri : axon dari neuron orde ketiga jalan memasuki crus posterior interna dan corona radiata berakhir pada gyrus poscentralis (area brodmann 3,2,1) menafsirkan suhu dan sakit sehingga timbul kesadaran akan sensasi tersebut. (Price, 2006)

Neurofisiologi NyeriNociceptor diaktivasi oleh stimulus yang berpotensi untuk merusak sel jaringan. Kerusakan jaringan tersebut dapat disebabkan oleh stimulasi mekanis yang kuat, temperatur yang ekstrim, kekurangan oksigen, dan paparan oleh zat kimia. (Barry, 2007)

Sel-sel jaringan yang rusak tersebut dapat pula mengeluarkan substansi yang mampu membuka channel ion pada membran nociceptor, seperti :

Protease Enzim pengurai protein ini dapat mengurai peptida kininogen yang berada di extra selular sehingga terbentuklah bradikinin. Bradikinin ini kemudian akan terikat dengan molekul reseptor spesifik untuk mengaktivasi konduksi ion pada nociceptor.

ATP ATP dapat berikatan langsung dengan ATP Gated Ion Channel sehingga terjadi depolarisasi pada nociceptor.

K+ Peningkatan K+ extraselular berperan langsung pada depolarisasi membran neuronal.

(Price, 2006)

6

Page 7: wrap up sk 3

Jenis NociceptorTransportasi stimulus nyeri terjadi pada ujung saraf bebas (FNE), yaitu serat C tanpa myelin (unmyelinated C Fiber) dan serat Aδ myelin tipis Nociceptor terbagi menjadi empat jenis, yaitu :

a. Polymodal Nociceptor : merespon terhadap stimulus mekanis, suhu, dan kimia.b. Mechanical Nociceptor : hanya merespon terhadap tekanan yang kuat.c. Thermal Nociceptor : hanya merespon terhadap suhu panas atau dingin.d. Chemical Nociceptor : merespon terhadap histamin dan zat kimia lainnya.Serat C terkecil (kecepatan konduksi <0.5 m/s) merespon selektif terhadap histamin dan mempersepsikan rasa gatal.

HyperalgesiaNociceptor biasanya hanya merespon saat terjadi stimulus yang cukup kuat untuk

merusak jaringan. Hiperalgesia adalah keadaan dimana kulit, sendi, atau otot yang sudah terluka menjadi sangat sensitif terhadap stimulus. Sebagai contoh, pada kulit yang sehat, rasa sentuhan tidak terasa sakit, namun pada kulit yang melepuh rangsang tersebut terasa sakit.

Hiperalgesia dapat berupa penurunan ambang nyeri, peningkatan intensitas stimulus nyeri, atau nyeri spontan. Hiperalgesia juga dibedakan menjadi dua, yaitu :a. Primer : hanya terjadi pada daerah jaringan yang terluka.b. Sekunder : jaringan yang berada di sekitar jaringan yang terluka juga ikut menjadi

sensitif.

Beberapa zat kimia yang berperan dalam hiperalgesia: Bradikinin

Selain menghasilkan rasa nyeri, bradikinin juga menstimulasi perubahan intracellular yang berlangsung lama, sehingga channel ion nociceptor menjadi lebih sensitif.

ProstaglandinProstaglandin tidak menyebabkan nyeri, melainkan meningkatkan sensitivitas nociceptor lain.

Substance PMerupakan substansi yang dihasilkan oleh nociceptor sendiri. Aktivasi salah satu cabang axon nociceptor dapat menyebabkan sekresi substance P di cabang axon lainnya. Substance P menyebabkan vasodilatasi dan pelepasan histamin oleh sel mast, sehingga dapat juga menyebabkan hiperalgesia sekunder.

Aferen Primer dan Mekanisme SpinalTerdapat dua jenis persepsi nyeri, yaitu :a. First pain : cepat dan tajam, diaktivasi oleh serat Aδb. Secon pain : nyeri yang mengikuti first pain dan berlangsung lama, diaktivasi serat C

7

Page 8: wrap up sk 3

Perhubungan spinalis axon nociceptif

Neurotransmitter nyeri diduga adalah glutamat, namun neuron-neuron juga mengandung substance P pada axon terminalis. Transmisi sinaps yang diperantarai oleh substance P dibutuhkan untuk menghasilkan rasa nyeri. (Barry, 2007)

Nyeri Alih (Referred Pain)Merupakan fenomena dimana aktivasi nociceptor organ dalam (viseral) dipersepsikan

sebagai sensasi luar (cutaneus). Disebabkan karena axon nociceptor dari organ dalam memiliki rute yang sama dengan nociceptor kutan dalam memasuki corda spinalis, sehingga terjadilah pencampuran informasi dari kedua input tersebut.

Jalur Nyeri Ascendens

1. Spinothalamic PathwayInformasi suhu dan nyeri disampaikan dari corda spinalis ke orak melalui jalur spinothalamic. Axon dari neuron ordo II langsung menyeberang dan menyusuri tractus

spinothalamicus. Serat spinothalamicus berjalan dari corda spinalis kemudian melewati medulla,

pons, dan midbrain tanpa bersinaps sampai mereka mencapai thalamus. Pada akhirnya, setelah melewati batang otak, axon spinothalamicus berada

bersebelahan dengan lemniscus medialis, namun kedua axon tersebut tetap terpisah satu sama lain. Informasi sentuhan berjalan secara ipsilateral, sedangkan nyeri berjalan contralateral.

2. Trigeminal PathwayInformasi suhu dan nyeri yang berasal dari muka dan kepala berjalan melalui jalur ini, yang mirip dengan spinothalamic pathway. Serat nervus trigeminal bersinaps pada neuran orde kedua di nucleus trigeminal

spinalis pada batang otak. Axon tersebut kemudian naik ke thalamus di lemniscus trigeminal.

8

Page 9: wrap up sk 3

Sensasi nyeri dan sentuhan sama-sama berakhir di thalamus (Nucleus VP dan intralaminar) tetapi menempati daerah yang berbeda. Kemudian informasi dari thalamus tersebut diteruskan ke berbagai daerah pada cortex cerebral.

Regulasi Nyeria. Regulasi Aferen

Nyeri yang dihasilkan oleh aktivitas nociceptor dapat dikurangi dengan aktivitas mechanoreceptor (Serat Aβ) secara bersamaan. Inilah mengapa rasa nyeri pada memar akan berkurang apabila kita lakukan gerakan memijat.

Gate Theory of Pain*Tidak ada konflik stimulus

Dapat dilihat pada gambar ini, bahwa stimulus yang dibawa oleh serat C berjalan dengan lancar (tidak ada hambatan apapun) dan akan sampai pada projection neuron, yang kemudian akan diteruskan ke otak, menyebabkan sensasi nyeri maksimal.

*Terdapat konflik stimulus. Stimulus nyeri dibawa oleh serat C menuju projection neuron. Di saat yang sama, stimulus sentuhan (stimulus tidak nyeri) dibawa oleh serat Aβ menuju projection neuron dan interneuron inhibitorik.

Aktivasi interneuron inhibitorik tersebut akan menghambat projection neuron, sehingga tidak ada stimulus yang diteruskan ke otak sehingga mengurangi sensasi nyeri yang ada. Namun tidak semua interneuron inhibitorik dapat diaktifkan, sehingga masih terdapat sensasi nyeri yang diteruskan ke otak. (Barry, 2007)

1. Regulasi DescendensEmosi yang kuat atau stres pada seseorang dapat mengurangi atau menghilangkan rasa nyeri. Telah diketahui bahwa terdapat bagian dari otak yang berperan dalam supresi nyeri. Salah satunya adalah zona-zona neuron di midbrain, seperti periventricular dan periaqueductal gray matter (PAG).

Mekanismenya adalah sebagai berikut :

9

Page 10: wrap up sk 3

PAG menerima input emosional dari struktur-struktur otak. Neuron-neuron di PAG mengirimkan axon menuju daerah pada medulla, yaitu

raphe nuclei, yang kemudian akan mengeluarkan neurotransmitter serotonin. Kemudian neuron medulla tersebut akan memproyeksikan axon ke cornu

posterior corda spinalis, dimana axon yang membawa serotonin tersebut akan menekan aktivitas nociceptor.

Intensitas Nyeri gambaran tentang seberapa parah nyeri dirasakan oleh individu, pengukuran intensitas nyeri sangat subjektif dan individual dan kemungkinan nyeri dalam intensitas yang sama dirasakan sangat berbeda oleh dua orang yang berbeda oleh dua orang yang berbeda. Pengukuran nyeri dengan pendekatan objektif yang paling mungkin adalah menggunakan respon fisiologik tubuh terhadap nyeri itu sendiri. Namun, pengukuran dengan metode ini juga tidak dapat memberikan gambaran pasti tentang nyeri itu sendiri (Sherwood, 2004). Menurut smeltzer, S.C bare B.G (2002) adalah sebagai berikut :

1) skala intensitas nyeri deskritif

2) Skala identitas nyeri numerik

3) Skala analog visual

4) Skala nyeri menurut bourbanis

Keterangan 0 : Tidak nyeri 1-3 : Nyeri ringan (secara obyektif pasien dapat berkomunikasi dengan baik).

10

Page 11: wrap up sk 3

4-6 : Nyeri sedang (secara obyektif pasien mendesis, menyeringai, dapat menunjukkan lokasi nyeri, dapat mendeskripsikannya, dapat mengikuti perintah dengan baik).

7-9 : Nyeri berat (secara obyektif pasien terkadang tidak dapat mengikuti perintah tapi masih respon terhadap tindakan, dapat menunjukkan lokasi nyeri, tidak dapat mendeskripsikannya, tidak dapat diatasi dengan alih posisi nafas panjang dan distraksi).

10 : Nyeri sangat berat (pasien sudah tidak mampu lagi berkomunikasi, memukul).

Skala deskritif merupakan alat pengukuran tingkat keparahan nyeri yang lebih obyektif. Skala pendeskripsi verbal (Verbal Descriptor Scale, VDS) merupakan sebuah garis yang terdiri dari tiga sampai lima kata pendeskripsi yang tersusun dengan jarak yang sama di sepanjang garis. Pendeskripsi ini diurutkan dari “tidak terasa nyeri” sampai “nyeri yang tidak tertahankan”. Kinisi menunjukkan pasien skala tersebut dan meminta pasien untuk memilih intensitas nyeri terbaru yang ia rasakan. Klinisi juga menanyakan seberapa jauh nyeri terasa paling menyakitkan dan seberapa jauh nyeri terasa paling tidak menyakitkan. Alat VDS ini memungkinkan pasien memilih sebuah kategori untuk mendeskripsikan nyeri. (Price, 2006)

Skala penilaian numerik (Numerical rating scales, NRS) lebih digunakan sebagai pengganti alat pendeskripsi kata. Dalam hal ini, pasien menilai nyeri dengan menggunakan skala 0-10. Skala paling efektif digunakan saat mengkaji intensitas nyeri sebelum dan setelah intervensi terapeutik. Apabila digunakan skala untuk menilai nyeri, maka direkomendasikan patokan 10 cm.

Skala analog visual (Visual analog scale, VAS) tidak melebel subdivisi. VAS adalah suatu garis lurus, yang mewakili intensitas nyeri yang terus menerus dan pendeskripsi verbal pada setiap ujungnya. Skala ini memberi klien kebebasan penuh untuk mengidentifikasi keparahan nyeri. VAS dapat merupakan pengukuran keparahan nyeri yang lebih sensitif karena klien dapat mengidentifikasi setiap titik pada rangkaian dari pada dipaksa memilih satu kata atau satu angka.

Faktor yang mempengaruhi nyeri: usia, jenis kelamin, budaya, makna nyeri, perhatian, ansietas, pengalaman masa lalu, pola adaptasi, support keluarga dan social.

Neuroanatomi

Perasaan protopatik ialah perasaan yang berasal dari alat perasa pada kulit dan mukosa yang bereaksi terhadap rangsangan dari luar atau perubahan-perubahan sekitarnya. Salah satunya adalah nyeri.Ujung serabut saraf aferen yang tidak memperlihatkan bentuk saraf khusus adalah nosiseptor atau alat perasa nyeri.

Penyaluran impuls nyeri: Impuls nyeri pada nosiseptor ganglion radiks posterior medulla spinalis nukleus proprius serabut-serabut traktus spinotalamikus kornu posterius menyilang di garis tengah daerah di bawah substansia grisea sentralis funikulus anterolateralis kontralateral rostral nukleus ventro-postero-lateralis & -medialis (diensefalon) girus post-sentralis dan daerah di bawah girus pre- dan post-sentralis Impuls nyeri kulit wajah, mukosa mulut & hidung nervus trigeminus.

11

Page 12: wrap up sk 3

Nyeri kepala dipengaruhi oleh nukleus trigemino servikalis yang merupakan nosiseptif yang penting untuk kepala, tenggorokan dan leher bagian atas. Semuaaferen nosiseptif dari saraf trigeminus, fasial, glosofaringeus, vagus, dan saraf dari C1± 3 beramifikasi pada grey matter area ini. Nukleus trigemino servikalis terdiri daritiga bagian yaitu pars oralis yang berhubungan dengan transmisi sensasi taktil diskriminatif dari regio orofasial, pars interpolaris yang berhubungan dengan transmisi sensasi taktil diskriminatif seperti sakit gigi, pars kaudalis yang berhubungandengan transmisi nosiseptif dan suhu.

Terdapat overlapping dari proses ramifikasi pada nukleus iniseperti aferendari C2 selain beramifikasike C2, juga beramifikasi ke C1 dan C3. Selain itu, aferenC3 juga akan beramifikasi ke C1 dan C2. Hal ini lah yang menyebabkan terjadinya nyeri alih dari pada kepala dan leher bagian atas.

Nyeri alih biasanya terdapat pada oksipital dan regio fronto orbital darikepala dan yang jarang adalah daerah yang dipersarafi oleh nervus maksiliaris danmandibularis. Ini disebabkan oleh aferen saraf tersebut tidak atau hanya sedikit yangmeluas ke arah kaudal. Lain halnya dengansaraf oftalmikus dari trigeminus. Aferensaraf ini meluas ke pars kaudal.

Saraf trigeminus terdiri dari 3 yaitu V1, V2, dan V3. V1 , oftalmikus, menginervasi daerah orbita dan mata, sinus frontalis, duramater dari fossa kranial dan falx cerebri serta pembuluh darah yang berhubungan dengan bagian duramater ini. V2, maksilaris, menginervasi daerah hidung, sinus paranasal, gigi bagian atas, dan duramater bagian fossa kranial medial. V3, mandibularis, menginervasi daerahduramater bagian fossa cranial medial, rahang bawah dan gigi, telinga, senditemporomandibular dan otot menguyah. Selain saraf trigeminus terdapat saraf kranial VII, IX, X yang innervasimeatus auditorius eksterna dan membran timfani. Saraf kranial IX menginnervasirongga telinga tengah, selain itu saraf kranial IX dan X innervasi faring dan laring.

Servikalis yang terlibat dalam sakit kepala adalah C1, C2, dan C3. Ramus dorsalis dari C1 menginnervasi otot suboccipital triangle-obliquus superior, obliquus inferiordan rectus capitis posterior majordan minor. Ramus dorsalis dari C2 memiliki cabang lateral yang masuk ke otot leher superfisial posterior,longissimus capitis dan splenius sedangkan cabang besarnya bagian medial menjadi greater occipital nerve. Saraf ini mengelilingi pinggiran bagian bawah dari obliquus inferior, dan balik ke bagian atas serta ke bagian belakang melalui semi spinalis capitis, yang mana saraf ini di suplai dan masuk ke kulit kepala melalui lengkungan yang dikelilingi oleh superior nuchal line dan the aponeurosis of trapezius. Melalui oksiput, saraf ini akan bergabung dengan saraf lesser occipital yang mana merupakancabang dari pleksus servikalis dan mencapai kulit kepala melalui pinggiran posteriordari sternokleidomastoid. Ramus dorsalis dari C3 memberi cabang lateral ke longissimus capitis dan splenius. Ramus ini membentuk 2 cabang medial. Cabang superfisial medial adalah nervus oksipitalis ketiga yang mengelilingi sendi C2-3 zygapophysial bagian lateral dan posterior.

Daerah sensitif terhadap nyeri kepala dapat dibagi menjadi 2 bagian yaituintrakranial dan ekstrakranial. Intrakranial yaitu sinus venosus, vena korteksserebrum, arteri basal, duramater bagian anterior, dan fossa tengah serta fossa osterior. Ektrakranial yaitu pembuluh darah dan otot dari kulit kepala, bagian dariorbita, membran mukosa dari rongga nasal dan paranasal, telinga tengah dan luar,gigi, dan gusi. Sedangkan daerah yang tidak sensitif terhadap nyeri adalah parenkimotak, ventrikular ependima, dan pleksus koroideus.

12

Page 13: wrap up sk 3

Neurofisiologi Nyeri

Nyeri (sakit) merupakan mekanisme protektif yang dapat terjadi setiap saatbila ada jaringan manapun yang mengalami kerusakan, dan melalui nyeri inilah,seorang individu akan bereaksi dengan cara menjauhi stimulus nyeri tersebut. Rasa nyeri dimulai dengan adanya perangsangan pada reseptor nyeri olehstimulus nyeri. Stimulus nyeri dapat dibagi tiga yaitu mekanik, termal, dan kimia.Mekanik, spasme otot merupakan penyebab nyeri yang umum karena dapat mengakibatkan terhentinya aliran darah ke jaringan ( iskemia jaringan), meningkatkan metabolisme di jaringan dan juga perangsangan langsung ke reseptor nyeri sensitifmekanik.

Semua jenis reseptor nyeri pada manusia merupakan free nerve endings. Reseptor nyeri banyak tersebar pada lapisan superfisial kulit dan juga pada jaringaninternal tertentu, seperti periosteum, dinding arteri, permukaan sendi, falx, dantentorium. Kebanyakan jaringan internal lainnya hanya diinervasi oleh free nerve endings yang letaknya berjauhan sehingga nyeri pada organ internal umumnya timbul akibat penjumlahan perangsangan berbagai nerve endings dan dirasakan sebagai slow-chronic-aching type pain.

Nyeri dapat dibagi atas dua yaitu fast pain dan slow pain. Fast pain, nyeriakut, merupakan nyeri yang dirasakan dalam waktu 0,1 s setelah stimulus diberikan.Nyeri ini disebabkan oleh adanya stimulus mekanik dan termal. Signal nyeri iniditransmisikan dari saraf perifer menuju korda spinalis melaluiserat Að dengankecepatan mencapai 6 ± 30 m/s. Neurotransmitter yang mungkin digunakan adalahglutamat yang juga merupakan neurotransmitter eksitatorik yang banyak digunakanpada CNS. Glutamat umumnya hanya memiliki durasi kerja selama beberapa milliseconds.

Slow pain, nyeri kronik, merupakan nyeri yang dirasakan dalam wkatu lebih dari 1 detik setelah stimulus diberikan. Nyeri ini dapat disebabkan oleh adanya stimulus mekanik, kimia dan termal tetapi stimulus yang paling sering adalah stimuluskimia. Signal nyeri ini ditransmisikan dari saraf perifer menuju korda spinalis melaluiserat C dengan kecepatan mencapai 0,5 ± 2 m/s. Neurotramitter yang mungkindigunakan adalah substansi P.

Meskipun semua reseptor nyeri adalah free nerve endings,jalur yang ditempuh dapat dibagi menjadi duapathway yaitufast-sharp pain pathway dan slow-hronic pain pathway. Setelah mencapai korda spinalis melalui dorsal spinalis, serat nyeri ini akan berakhir pada relay neuron pada kornu dorsalis dan selanjutnya akan dibagi menjadi duatraktus yang selanjutnya akan menuju ke otak. Traktus itu adalah neospinotalamikus untuk fast pain dan paleospinotalamikus untuk slow pain.

Traktus neospinotalamikus untukfast pain, pada traktus ini, serat Að yangmentransmisikan nyeri akibat stimulus mekanik maupun termal akan berakhir pada lamina I (lamina marginalis) dari kornu dorsalis dan mengeksitasisecond-order neurons dari traktus spinotalamikus. Neuron ini memiliki serabut saraf panjang yang menyilang menuju otak melalui kolumn anterolateral. Serat dari neospinotalamikus akan berakhir pada: (1) area retikular dari batang otak (sebagian kecil), (2) nukleustalamus bagian posterior (sebagian kecil), (3) kompleks ventrobasal (sebagian besar).Traktus lemniskus medial bagian kolumn dorsalis untuk sensasi taktil juga berakhirpada daerah ventrobasal. Adanya sensori taktil dan nyeri yang diterima akanmemungkinkan otak untuk menyadari lokasi tepat dimana rangsangan tersebut diberikan.

Traktus paleospinotalamikus untuk slow pain, traktus ini selain mentransmisikan sinyal dai serat C, traktus ini juga mentransmisikan sedikit sinyaldari serat Að. Pada traktus

13

Page 14: wrap up sk 3

ini , saraf perifer akan hampir seluruhnya nerakhir padalamina II dan III yang apabila keduanya digabungkan, sering disebut dengansubstansia gelatinosa. Kebanyakan sinyal kemudian akan melalui sebuah ataubeberapa neuron pendek yang menghubungkannya dengan area lamina V lalukemudian kebanyakan serabut saraf ini akan bergabung dengan serabut saraf darifast-sharp pain pathway. Setelah itu, neuron terakhir yang panjang akan menghubungkan sinyal ini ke otak pada jaras anterolateral

Ujung dari traktus paleospinotalamikus kebanyakan berakhir pada batangotak dan hanya sepersepuluh ataupun seperempat sinyal yang akan langsungditeruskan ke talamus. Kebanyakan sinyal akan berakhir pada salah satu tiga areayaitu : (1) nukleus retikularis dari medulla, pons, dan mesensefalon, (2) area tektum dari mesensefalon, (3) regio abu ± abu dari peraquaductus yang mengelilingiaquaductus Silvii. Ketiga bagian ini penting untuk rasa tidak nyaman dari tipe nyeri.Dari area batang otak ini, multipel serat pendek neuron akan meneruskan sinyal kearah atas melalui intralaminar dan nukleus ventrolateral dari talamus dan ke areatertentu dari hipotalamus dan bagian basal otak.

LI. 2. Memahami dan Menjelaskan nyeri kepala

LO. 2.1. Definisi

Nyeri didefinisikan sebagai suatu keadaan yang mempengaruhi seseorang dan ekstensinya diketahui bila seseorang pernah mengalaminya (Tamsuri, 2007).

Nyeri kepala adalah rasa sakit atau tidak nyaman antara orbita dengan kepala yang berasal dari struktur sensitif terhadap rasa sakit ( sumber : Neurology and neurosurgery illustrated Kenneth).

Nyeri kepala adalah rasa sakit atau tidak nyaman antara orbita dengan kepala yang berasal dari struktur sensitif terhadap rasa sakit (Kenneth, 2004).

LO. 2.2. Klasifikasi

Nyeri kepala dapat diklasifikasikan menjadi sakit kepala primer, sakit kepalasekunder, dan neuralgia kranial, nyeri fasial serta sakit kepala lainnya. Nyeri kepala primer dapat dibagi menjadi migraine, tension type headache, cluster headache dengan sefalgia trigeminal/autonomik, dan nyeri kepala primer lainnya. Nyeri kepala sekunder dapat dibagi menjadi sakit kepala yang disebabkan oleh karena trauma pada kepala dan leher, nyeri kepala akibat kelainan vaskular kranial dan servikal, nyeri kepala yang bukan disebabkan kelainan vaskular intrakranial, nyeri kepala akibat adanya zat atau withdrawal, sakit kepala akibat infeksi, sakit kepala akibat gangguan homeostasis, nyeri kepala atau nyeri pada wajah akibat kelainan kranium, leher, telinga, hidung, dinud, gigi, mulut atau struktur lain di kepala dan wajah, nyeri kepala akibat kelainan psikiatri.A. Migren

Definisi MigrenMenurut International Headache Society (IHS), migren adalah nyeri kepala dengan serangan nyeri yang berlansung 4 – 72 jam. Nyeri biasanya unilateral, sifatnya berdenyut, intensitas nyerinya sedang samapai berat dan diperhebat oleh aktivitas, dan dapat disertai mual muntah, fotofobia dan fonofobia.

Etiologi dan Faktor Resiko Migren

14

Page 15: wrap up sk 3

Etiologi migren adalah sebagai berikut : (1) perubahan hormon (65,1%), penurunan konsentrasi esterogen dan progesteron pada fase luteal siklus menstruasi, (2) makanan (26,9%), vasodilator (histamin seperti pada anggur merah, natrium nitrat), vasokonstriktor (tiramin seperti pada keju, coklat, kafein), zat tambahan pada makanan (MSG), (3) stress (79,7%), (4) rangsangan sensorik seperti sinar yang terang menyilaukan(38,1%) dan bau yang menyengat baik menyenangkan maupun tidak menyenangkan, (5) faktor fisik seperti aktifitas fisik yang berlebihan (aktifitas seksual) dan perubahan pola tidur, (6) perubahan lingkungan (53,2%), (7) alkohol (37,8%), (7) merokok (35,7%). Faktor resiko migren adalah adanya riwayat migren dalam keluarga, wanita, dan usia muda.

Epidemiologi MigrenMigren terjadi hampir pada 30 juta penduduk Amerika Serikat dan 75 % diantaranya adalah wanita. Migren dapat terjadi pada semua usia tetapi biasanya muncul pada usia 10 – 40 tahun dan angka kejadiannya menurun setelah usia 50 tahun. Migren tanpa aura lebih sering diabndingkan migren yang disertai aura dengan persentasi 9 : 1.

Klasifikasi MigrenMigren dapat diklasifikasikan menjadi migren dengan aura, tanpa aura, dan migren kronik (transformed). Migren dengan aura adalah migren dengan satu atau lebih aura reversibel yang mengindikasikan disfungsi serebral korteks dan atau tanpa disfungsi batang otak, paling tidak ada satu aura yang terbentuk berangsur – angsur lebih dari 4 menit, aura tidak bertahan lebih dari 60 menit, dan sakit kepala mengikuti aura dalam interval bebas waktu tidak mencapai 60 menit. Migren tanpa aura adalah migren tanpa disertai aura klasik, biasanya bilateral dan terkena pada periorbital. Migren kronik adalah migren episodik yang tampilan klinisnya dapat berubah berbulan- bulan sampai bertahun- tahun dan berkembang menjadi sindrom nyeri kepala kronik dengan nyeri setiap hari.

Patofisiologi MigrenTerdapat berbagai teori yang menjelaskan terjadinya migren. Teori vaskular, adanya gangguan vasospasme menyebabkan pembuluh darah otak berkonstriksi sehingga terjadi hipoperfusi otak yang dimulai pada korteks visual dan menyebar ke depan. Penyebaran frontal berlanjuta dan menyebabkan fase nyeri kepala dimulai. Teori cortical spread depression, dimana pada orang migrain nilai ambang saraf menurun sehingga mudah terjadi eksitasi neuron lalu berlaku short-lasting wave depolarization oleh pottasium-liberating depression (penurunan pelepasan kalium) sehingga menyebabkan terjadinya periode depresi neuron yang memanjang. Selanjutnya, akan terjadi penyebaran depresi yang akan menekan aktivitas neuron ketika melewati korteks serebri.

Teori Neovaskular (trigeminovascular), adanya vasodilatasi akibat aktivitas NOS dan produksi NO akan merangsang ujung saraf trigeminus pada pembuluh darah sehingga melepaskan CGRP (calcitonin gene related). CGRP akan berikatan pada reseptornya di sel mast meningens dan akan merangsang pengeluaran mediator inflamasi sehingga menimbulkan inflamasi neuron. CGRP juga bekerja pada arteri serebral dan otot polos yang akan mengakibatkan peningkatan aliran darah. Selain itu, CGRP akan bekerja pada post junctional site second order neuron yang bertindak sebagai transmisi impuls nyeri.

Diagnosa Migren

15

Page 16: wrap up sk 3

Anamnesa riwayat penyakit dan ditegakkan apabila terdapat tanda – tanda khas migren. Kriteria diagnostik IHS untuk migren dengan aura mensyaratkan bahwa harus terdapat paling tidak tiga dari empat karakteristik berikut : (1) migren dengan satu atau lebih aura reversibel yang mengindikasikan disfungsi serebral korteks dan atau tanpa disfungsi batang otak, (2) paling tidak ada satu aura yang terbentuk berangsur – angsur lebih dari 4 menit, (3) aura tidak bertahan lebih dari 60 menit, (4) sakit kepala mengikuti aura dalam interval bebas waktu tidak mencapai 60 menit

Kriteria diagnostik IHS untuk migren tanpa aura mensyaratkan bahwa harus terdapat paling sedikit lima kali serangan nyeri kepala seumur hidup yang memenuhi kriteria berikut : (a) berlangsung 4 – 72 jam, (b) paling sedikit memenuhi dua dari : (1) unilateral , (2) sensasi berdenyut, (3) intensitas sedang berat, (4) diperburuk oleh aktifitas, (3) bisa terjadi mual muntah, fotofobia dan fonofobia.

Pemeriksaan Penunjang MigrenPemeriksaan untuk menyingkirkan penyakit lain ( jika ada indikasi) adalah pencitraan ( CT scan dan MRI) dan punksi lumbal.

Diferensial diagnosa MigrenDiferensial diagnosa migren adalah malformasi arteriovenus, aneurisma serebri, glioblastoma, ensefalitis, meningitis, meningioma, sindrom lupus eritematosus, poliarteritis nodosa, dan cluster headache.

Terapi MigrenTujuan terapi migren adalah membantu penyesuaian psikologis dan fisiologis, mencegah berlanjutnya dilatasi ekstrakranial, menghambat aksi media humoral ( misalnya serotonin dan histamin), dan mencegah vasokonstriksi arteri intrakranial untuk memperbaiki aliran darah otak.

Terapi tahap akut adalah ergotamin tatrat, secara subkutan atau IM diberikan sebanyak 0,25 – 0,5 mg. Dosis tidak boleh melewati 1mg/24 jam. Secara oral atau sublingual dapat diberikan 2 mg segera setelah nyeri timbul. Dosis tidak boleh melewati 10 mg/minggu. Dosis untuk pemberian nasal adalah 0,5 mg (sekali semprot). Dosis tidak boleh melewati 2 mg (4 semprotan). Kontraindikasi adalah sepsis, penyakit pembuluh darah, trombofebilitis, wanita haid, hamil atau sedang menggunakan pil anti hamil. Pada wanita hamil, haid atau sedang menggunakan pil anti hamil berikan pethidin 50 mg IM. Pada penderita penyakit jantung iskemik gunakan pizotifen 3 sampai 5 kali 0,5 mg sehari. Selain ergotamin juga bisa obat – obat lain (lihat tabel 6). Terapi profilaksis menggunakan metilgliserid malead, siproheptidin hidroklorida, pizotifen, dan propanolol. Selain menggunakan obat – obatan, migren dapat diatasi dengan menghindari aktor penyebab, manajemen lingkungan, memperkirakan siklus menstruasi, yoga, meditasi, dan hipnotis.

Komplikasi MigrenKomplikasi Migren adalah rebound headache, nyeri kepala yang disebabkan oleh penggunaan obat – obatan analgesia seperti aspirin, asetaminofen, dll yang berlebihan.Pencegahan MigrenPencegahan migren adalah dengan mencegah kelelahan fisik, tidur cukup, mengatasi hipertensi, menggunakan kacamata hitam untuk menghindari cahaya matahari,

16

Page 17: wrap up sk 3

mengurangi makanan (seperti keju, coklat, alkohol, dll.), makan teratur, dan menghindari stress.

B. Tension Type Headache

Definisi Tension Type Headache (TTH)Merupakan sensasi nyeri pada daerah kepala akibat kontraksi terus menerus otot- otot kepala dan tengkuk ( M.splenius kapitis, M.temporalis, M.maseter, M.sternokleidomastoid, M.trapezius, M.servikalis posterior, dan M.levator skapula).

Etiologi dan Faktor Resiko Tension Type Headache (TTH)Etiologi dan Faktor Resiko Tension Type Headache (TTH) adalah stress, depresi, bekerja dalam posisi yang menetap dalam waktu lama, kelelahan mata, kontraksi otot yang berlebihan, berkurangnya aliran darah, dan ketidakseimbangan neurotransmitter seperti dopamin, serotonin, noerpinefrin, dan enkephalin.

Epidemiologi Tension Type Headache (TTH)TTH terjadi 78 % sepanjang hidup dimana Tension Type Headache episodik terjadi 63 % dan Tension Type Headache kronik terjadi 3 %. Tension Type Headache episodik lebih banyak mengenai pasien wanita yaitu sebesar 71% sedangkan pada pria sebanyak 56 %. Biasanya mengenai umur 20 – 40 tahun.

Klasifikasi Tension Type Headache (TTH)Klasifikasi TTH adalah Tension Type Headache episodik dan dan Tension Type Headache kronik. Tension Type Headache episodik, apabila frekuensi serangan tidak mencapai 15 hari setiap bulan. Tension Type Headache episodik (ETTH) dapat berlangsung selama 30 menit – 7 hari. Tension Type Headache kronik (CTTH) apabila frekuensi serangan lebih dari 15 hari setiap bulan dan berlangsung lebih dari 6 bulan.

Patofisiologi Tension Type Headache (TTH)Patofisiologi TTH masih belum jelas diketahui. Pada beberapa literatur dan hasil penelitian disebutkan beberapa keadaan yang berhubungan dengan terjadinya TTH sebagai berikut : (1) disfungsi sistem saraf pusat yang lebih berperan daripada sistem saraf perifer dimana disfungsi sistem saraf perifer lebih mengarah pada ETTH sedangkan disfungsi sistem saraf pusat mengarah kepada CTTH, (2) disfungsi saraf perifer meliputi kontraksi otot yang involunter dan permanen tanpa disertai iskemia otot, (3) transmisi nyeri TTH melalui nukleus trigeminoservikalis pars kaudalis yang akan mensensitasi second order neuron pada nukleus trigeminal dan kornu dorsalis ( aktivasi molekul NO) sehingga meningkatkan input nosiseptif pada jaringan perikranial dan miofasial lalu akan terjadi regulasi mekanisme perifer yang akan meningkatkan aktivitas otot perikranial. Hal ini akan meningkatkan pelepasan neurotransmitter pada jaringan miofasial, (4) hiperflesibilitas neuron sentral nosiseptif pada nukleus trigeminal, talamus, dan korteks serebri yang diikuti hipesensitifitas supraspinal (limbik) terhadap nosiseptif. Nilai ambang deteksi nyeri ( tekanan, elektrik, dan termal) akan menurun di sefalik dan ekstrasefalik. Selain itu, terdapat juga penurunan supraspinal decending pain inhibit activity, (5) kelainan fungsi filter nyeri di batang otak sehingga menyebabkan kesalahan interpretasi info pada otak yang diartikan sebagai nyeri, (6) terdapat hubungan jalur serotonergik dan monoaminergik pada batang otak dan hipotalamus dengan terjadinya TTH. Defisiensi kadar serotonin dan noradrenalin di otak, dan juga abnormal serotonin platelet, penurunan beta endorfin di CSF dan penekanan eksteroseptif pada otot temporal

17

Page 18: wrap up sk 3

dan maseter, (7) faktor psikogenik ( stres mental) dan keadaan non-physiological motor stress pada TTH sehingga melepaskan zat iritatif yang akan menstimulasi perifer dan aktivasi struktur persepsi nyeri supraspinal lalu modulasi nyeri sentral. Depresi dan ansietas akan meningkatkan frekuensi TTH dengan mempertahankan sensitisasi sentral pada jalur transmisi nyeri, (8) aktifasi NOS ( Nitric Oxide Synthetase) dan NO pada kornu dorsalis.

Pada kasus dijumpai adanya stress yang memicu sakit kepala. Ada beberapa teori yang menjelaskan hal tersebut yaitu (1) adanya stress fisik (kelelahan) akan menyebabkan pernafasan hiperventilasi sehingga kadar CO2 dalam darah menurun yang akan mengganggu keseimbangan asam basa dalam darah. Hal ini akan menyebabkan terjadinya alkalosis yang selanjutnya akan mengakibatkan ion kalsium masuk ke dalam sel dan menimbulkan kontraksi otot yang berlebihan sehingga terjadilah nyeri kepala. (2) stress mengaktifasi saraf simpatis sehingga terjadi dilatasi pembuluh darah otak selanjutnya akan mengaktifasi nosiseptor lalu aktifasi aferen gamma trigeminus yang akan menghasilkan neuropeptida (substansi P). Neuropeptida ini akan merangsang ganglion trigeminus (pons). (3) stress dapat dibagi menjadi 3 tahap yaitu alarm reaction, stage of resistance, dan stage of exhausted. Alarm reaction dimana stress menyebabkan vasokontriksi perifer yang akan mengakibatkan kekurangan asupan oksigen lalu terjadilah metabolisme anaerob. Metabolisme anaerob akan mengakibatkan penumpukan asam laktat sehingga merangsang pengeluaran bradikinin dan enzim proteolitik yang selanjutnya akan menstimulasi jaras nyeri. Stage of resistance dimana sumber energi yang digunakan berasal dari glikogen yang akan merangsang peningkatan aldosteron, dimana aldosteron akan menjaga simpanan ion kalium. Stage of exhausted dimana sumber energi yang digunakan berasal dari protein dan aldosteron pun menurun sehingga terjadi deplesi K+. Deplesi ion ini akan menyebabkan disfungsi saraf.

Diagnosa Tension Type Headache (TTH)Tension Type Headache harus memenuhi syarat yaitu sekurang – kurangnya dua dari berikut ini : (1) adanya sensasi tertekan/terjepit, (2) intensitas ringan – sedang, (3) lokasi bilateral, (4) tidak diperburuk aktivitas. Selain itu, tidak dijumpai mual muntah, tidak ada salah satu dari fotofobia dan fonofobia.

Gejala klinis dapat berupa nyeri ringan- sedang – berat, tumpul seperti ditekan atau diikat, tidak berdenyut, menyeluruh, nyeri lebih hebat pada daerah kulit kepala, oksipital, dan belakang leher, terjadi spontan, memburuk oleh stress, insomnia, kelelahan kronis, iritabilitas, gangguan konsentrasi, kadang vertigo, dan rasa tidak nyaman pada bagian leher, rahang serta temporomandibular.

Pemeriksaan Penunjang Tension Type Headache (TTH): Tidak ada uji spesifik untuk mendiagnosis TTH dan pada saat dilakukan pemeriksaa neurologik tidak ditemukan kelainan apapun. TTH biasanya tidak memerlukan pemeriksaan darah, rontgen, CT scan kepala maupun MRI.

Diferensial Diagnosa Tension Type Headache (TTH)Diferensial Diagnosa dari TTH adalah sakit kepala pada spondilo-artrosis deformans, sakit kepala pasca trauma kapitis, sakit kepala pasca punksi lumbal, migren klasik, migren komplikata, cluster headache, sakit kepala pada arteritis temporalis, sakit kepala pada desakan intrakranial, sakit kepala pada penyakit kardiovasikular, dan sakit kepala pada anemia.

18

Page 19: wrap up sk 3

Terapi Tension Type Headache (TTH)Relaksasi selalu dapat menyembuhkan TTH. Pasien harus dibimbing untuk mengetahui arti dari relaksasi yang mana dapat termasuk bed rest, massage, dan/ atau latihan biofeedback. Pengobatan farmakologi adalah simpel analgesia dan/atau mucles relaxants. Ibuprofen dan naproxen sodium merupakan obat yang efektif untuk kebanyakan orang. Jika pengobatan simpel analgesia (asetaminofen, aspirin, ibuprofen, dll.) gagal maka dapat ditambah butalbital dan kafein ( dalam bentuk kombinasi seperti Fiorinal) yang akan menambah efektifitas pengobatan.

Prognosis dan Komplikasi Tension Type Headache (TTH)TTH pada kondisi dapat menyebabkan nyeri yang menyakitkan tetapi tidak membahayakan.Nyeri ini dapat sembuh dengan perawatan ataupun dengan menyelesaikan masalah yang menjadi latar belakangnya jika penyebab TTH berupa pengaruh psikis. Nyeri kepala ini dapat sembuh dengan terapi obat berupa analgesia. TTh biasanya mudah diobati sendiri. Progonis penyakit ini baik, dan dengan penatalaksanaan yang baik maka > 90 % pasien dapat disembuhkan.

Komplikasi TTH adalah rebound headache yaitu nyeri kepala yang disebabkan oleh penggunaan obat – obatan analgesia seperti aspirin, asetaminofen, dll yang berlebihan.

Pencegahan Tension Type Headache (TTH)Pencegahan TTH adalah dengan mencegah terjadinya stress dengan olahraga teratur, istirahat yang cukup, relaksasi otot (massage, yoga, stretching), meditasi, dan biofeedback. Jika penyebabnya adalah kecemasan atau depresi maka dapat dilakukan behavioral therapy. Selain itu, TTH dapat dicegah dengan mengganti bantal atau mengubah posisi tidur dan mengkonsumsi makanan yang sehat.

C. Cluster Headache

Definisi Cluster HeadacheCluster headache adalah suatu sindrom idiopatik yang terdiri dari serangan yang jelas dan berulang dari suatu nyeri periorbital unilateral yang mendadak dan parah. Patofisiologi Cluster HeadachePatofisiologi dari cluster headache belum sepenuhnya dimengerti. Periodisitasnya dikaitkan dengan pengaruh hormon pada hipotalamus (terutama nukleus suprachiasmatik). Baru-baru ini neuroimaging fungsional dengan positron emision tomografi (PET) dan pencitraan anatomis dengan morfometri voxel-base telah mengidentifikasikan bagian posterior dari substansia grisea dari hipotalamus sebagai area kunci dasar kerusakan pada cluster headache.

Nyeri pada cluster headache diperkirakan dihasilkan pada tingkat kompleks perikarotid atau sinus kavernosus. Daerah ini menerima impuls simpatis dan parasimpatis dari batang otak, mungkin memperantarai terjadinya fenomena otonom pada saat serangan. Peranan pasti dari faktor-faktor imunologis dan vasoregulator, sebagaimana pengaruh hipoksemia dan hipokapnia pada cluster headache masih kontroversial. Penyebab Cluster HeadachePenyebab cluster headache masih belum diketahui. Cluster headache sepertinya tidak berkaitan dengan penyakit lainnya pada otak.

19

Page 20: wrap up sk 3

Berdasarkan jangka waktu periode cluster dan periode remisi, international headache society telah mengklasifikasikan cluster headache menjadi dua tipe :

1. Episodik, dalam bentuk ini cluster headache terjadi setiap hari selama satu minggu sampai satu tahun diikuti oleh remisi tanpa nyeri yang berlangsung beberapa minggu sampai beberapa tahun sebelum berkembangnya periode cluster selanjutnya.

2. Kronik, dalam bentuk ini cluster headache terjadi setiap hari selama lebih dari satu tahun dengan tidak ada remisi atau dengan periode tanpa nyeri berlangsung kurang dari dua minggu.

Sekitar 10 sampai 20 % orang dengan cluster headache mempunyai tipe kronik. Cluster headache kronik dapat berkembang setelah suatu periode serangan episodik atau dapat berkembang secara spontan tanpa di dahului oleh riwayat sakit kepala sebelumnya. Beberapa orang mengalami fase episodik dan kronik secara bergantian.

Para peneliti memusatkan pada mekanisme yang berbeda untuk menjelaskan karakter utama dari cluster headache. Mungkin terdapat riwayat keluarga dengan cluster headache pada penderita, yang berarti ada kemungkinan faktor genetik yang terlibat. Beberapa faktor dapat bekerja sama menyebabkan cluster headache.

Pemicu Cluster Headache : Tidak seperti migraine dan sakit kepala tipe tension, cluster headache umumnya tidak berkaitan dengan pemicu seperti makanan, perubahan hormonal atau stress. Namun pada beberapa orang dengan cluster headache adalah merupakan peminum berat dan perokok berat. Setelah periode cluster dimulai, konsumsi alkohol dapat memicu sakit kepala yang sangat parah dalam beberapa menit. Untuk alasan ini banyak orang dengan cluster headache menjauhkan diri dari alkohol selama periode cluster. Pemicu lainnya adalah penggunaan obat-obatan seperti nitrogliserin, yang digunakan pada pasien dengan penyakit jantung.

Permulaan periode cluster seringkali setelah terganggunya pola tidur yang normal, seperti pada saat liburan atau ketika memulai pekerjaan baru atau jam kerja yang baru. Beberapa orang dengan cluster headache juga mengalami apnea pada saat tidur, suatu kondisi dimana terjadinya kolaps sementara pada dinding tenggorokan sehingga menyumbat jalan nafas berulang kali pada saat tidur.

Peningkatan Sensitivitas dari Jalur SarafNyeri yang sangat pada cluster headache berpusat di belakang atau di sekitar mata, di suatu daerah yang dipersarafi oleh nervus trigeminus, suatu jalur nyeri utama. Rangsangan pada saraf ini menghasilkan reaksi abnormal dari arteri yang menyuplai darah ke kepala. Pembuluh darah itu akan berdilatasi dan menyebabkan nyeri.

Beberapa gejala dari cluster headache seperti mata berair, hidung tersumbat dan atau berair, serta kelopak mata yang sulit diangkat melibatkan sistem saraf otonom. Saraf yang merupakan bagian dari sistem ini membentuk suatu jalur pada dasar otak. Ketika saraf trigeminus di aktivasi, menyebabkan nyeri pada mata, sistem saraf otonom juga diaktivasi dengan apa yang disebut refleks trigeminal otonom. Para peneliti percaya bahwa masih ada proses yang belum diketahui yang melibatkan peradangan atau aktivitas pembuluh darah abnormal pada daerah ini yang mungkin terlibat menyebabkan sakit kepala.

Fungsi Abnormal dari Hipotalamus

20

Page 21: wrap up sk 3

Serangan cluster biasanya terjadi dengan pengaturan seperti jam 24 jam sehari. Siklus periode cluster seringkali mengikuti pola musim dalam satu tahun. Pola ini menunjukkan bahwa jam biologis tubuh ikut terlibat. Pada manusia jam biologis terletak pada hipotalamus yang berada jauh di dalam otak. Dari banyak fungsi hipotalamus, bagian ini mengontrol siklus tidur bangun dan irama internal lainnya. Kelainan hipotalamus mungkin dapat menjelaskan adanya pengaturan waktu dan siklus pada cluster headache. Penelitian telah menemukan peningkatan aktivitas di dalam hipotalamus selama terjadinya cluster headache. Peningkatan aktivitas ini tidak ditemukan pada orang-orang dengan sakit kepala lainnya seperti migraine.

Penelitian juga menemukan bahwa orang-orang yang mempunyai tingkat hormon tertentu yang abnormal, termasuk melatonin dan testoteron, kadar hormon tersebut meningkat pada periode cluster. Perubahan hormon-hormon tersebut dipercayai karena ada masalah pada hipotalamus. Peneliti lainnya menemukan bahwa orang-orang dengan cluster headache mempunyai hipotalamus yang lebih besar daripada mereka yang tidak memiliki cluster headache. Namun masih belum diketahui mengapa bisa terjadi kelainan-kelainan semacam itu.

Tanda dan Gejala Cluster HeadacheCluster headache menyerang dengan cepat, biasanya tanpa peringatan. Dalam hitungan menit nyeri yang sangat menyiksa berkembang. Rasa nyeri tersebut biasanya berkembang pada sisi kepala yang sama pada periode cluster, dan terkadang sakit kepala menetap pada sisi tersebut seumur hidup pasien. Jarang sekali rasa nyeri berpindah ke sisi lain kepala pada periode cluster selanjutnya. Jauh lebih jarang lagi rasa nyeri berpindah-pindah setiap kali terjadi serangan.

Rasa nyeri pada cluster headache seringkali digambarkan sebagai suatu nyeri yang tajam, menusuk, atau seperti terbakar. Orang-orang dengan kondisi ini mengatakan bahwa rasa sakitnya seperti suatu alat pengorek yang panas ditusukkan pada mata atau seperti mata di dorong keluar dari tempatnya.

Tanda dan gejala lainnya yang mungkin bersamaan dengan cluster headache antara lain :a. Lubang hidung tersumbat atau berair pada sisi kepala yang terserang.b. Kemerahan pada muka.c. Bengkak di sekitar mata pada sisi wajah yang terkena.d. Ukuran pupil mengecil.e. Kelopak mata sulit untuk dibuka.

Tanda dan gejala tersebut hanya terjadi selama masa serangan. Namun demikina pada beberapa orang kelopak mata yang sulit ditutup dan mengecilnya ukuran pupil tetap ada lama setelah periode serangan. Beberapa gejala-gejala seperti migraine termasuk mual, fotofobia dan fonofobia, serta aura dapat terjadi pada cluster headache.

Karakteristik Periode ClusterSuatu periode cluster umumnya berlangsung antara 2 sampai 12 minggu. Periode cluster kronik dapat berlanjut lebih dari satu tahun. Tanggal permulaan dan jangka waktu dari tiap-tiap periode cluster seringkali dengan sangat mengagumkan konsisten dari waktu ke waktu. Untuk kebanyakan orang, periode cluster dapat terjadi musiman, sperti tiap kali musim semi atau tiap kali musim gugur. Adalah biasa untuk cluster bermula segera

21

Page 22: wrap up sk 3

setelah salah satu titik balik matahari. Seiring dengan waktu periode cluster dapat menjadi lebih sering, lebih sulit untuk diramalkan, dan lebih lama.

Selama periode cluster, sakit kepala biasanya terjadi tiap hari, terkadang beberapa kali sehari. Suatu serangan tunggal rata-rata berlangsung 45 sampai 90 menit. Serangan terjadi pada waktu yang sama dalam tiap 24 jam. Serangan pada malam hari lebih sering daripada siang hari, seringkali berlangsung 90 menit sampai 3 jam setelah tertidur. Waktu tersering terjadinya serangan adalah antara jam satu sampai jam dua pagi, antara jam satu sampai jam tiga siang dan sekitar jam sembilan malam.

Cluster headache dapat menakutkan penderita serta orang-orang di sekitarnya. Serangan yang sangat membuat lemah sepertinya tak tertahankan. Namun nyerinya seringkali hilang mendadak sebagaimana ia di mulai, dengan intensitas yang menurun secara cepat. Setelah serangan, kebanyakan orang bebas sepenuhnya dari rasa sakit namun mengalami kelelahan. Kesembuhan sementara selama periode cluster dapat berlangsung beberapa jam sampai sehari penuh sebelum serangan selanjutnya.

Diagnosis Cluster HeadacheCluster headache mempunyai ciri khas tipe nyeri dan pola serangan. Suatu diagnosis tergantung kepada gambaran dari serangan, termasuk nyeri, lokasi dan keparahan sakit kepala, dan gejala-gejala lainnya yang terkait. Frekuensi dan lama waktu terjadinya sakit kepala juga merupakan faktor yang penting. Keterlibatan fenomena otonom yang jelas adalah sangat penting pada cluster headache. Tanda-tanda tersebut diantaranya adalah rinorea dan hidung tersumbat ipsilateral, lakrimasi, hiperemi pada konjungtiva, diaforesis pada wajah, edema pada palpebra dan sindrom Horner parsial atau komplit, takikardia juga sering ditemukan. Pemeriksaan neurologis dapat membantu untuk mendeteksi tanda-tanda dari cluster headache. Terkadang pupil terlihat lebih kecil atau palpebra terjatuh bahkan diantara serangan.

Cluster headache adalah suatu diagnosis klinis, pada kasus-kasus yang jarang lesi struktural dapat menyerupai gejala-gejala dari cluster headache, menegaskan perlunya pemeriksaan neuroimaging. Uji yang dilakukan adalah CT- Scan dan MRI.

Diagnosis Banding Cluster Headache Anisocoria Atypical Facial Pain Basilar Artery Thrombosis Brainstem Gliomas Cavernous Sinus Syndromes Chronic Paroxysmal Hemicrania Craniopharyngioma Headache: Pediatric Perspective Intracranial Hemorrhage Migraine Headache Migraine Variants Pituitary Tumors Postherpetic Neuralgia Subarachnoid Hemorrhage Temporomandibular Joint Syndrome

22

Page 23: wrap up sk 3

Tolosa-Hunt Syndrome Trigeminal Neuralgia

Terapi Cluster HeadacheTidak ada terapi untuk menyembuhkan cluster headache. Tujuan dari pengobatan adalah menolong menurunkan keparahan nyeri dan memperpendek jangka waktu serangan. Obat-obat yang digunakan untuk cluster headache dapat dibagi menjadi obat-obat simtomatik dan profilaktik. Obta-obat simtomatik bertujuan untuk menghentikan atau mengurangi rasa nyeri setelah terjadi serangan cluster headache, sedangkan obat-obat profilaktik digunakan untuk mengurangi frekuensi dan intensitas eksaserbasi sakit kepala.

Karena sakit kepala tipe ini meningkat dengan cepat pengobatan simtomatik harus mempunyai sifat bekerja dengan cepat dan dapat diberikan segera, biasanya menggunakan injeksi atau inhaler daripada tablet per oral. Pengobatan simtomatik termasuk :

1. Oksigen. Menghirup oksigen 100 % melalui sungkup wajah dengan kapasitas 7 liter/menit memberikan kesembuhan yang baik pada 50 sampai 90 % orang-orang yang menggunakannya. Terkadang jumlah yang lebih besar dapat lebih efektif. Efek dari penggunaannya relatif aman, tidak mahal, dan efeknya dapat dirasakan setelah sekitar 15 menit. Kerugian utama dari penggunaan oksdigen ini adalah pasien harus membawa-bawa tabung oksigen dan pengaturnya, membuat pengobatan dengan cara ini menjadi tidak nyaman dan tidak dapat di akses setiap waktu. Terkadang oksigen mungkin hanya menunda daripada menghentikan serangan dan rasa sakit tersebut akan kembali.

2. Sumatriptan. Obat injeksi sumatriptan yang biasa digunakan untuk mengobati migraine, juga efektif digunakan pada cluster headache. Beberapa orang diuntungkan dengan penggunaan sumatriptan dalam bentuk nasal spray namun penelitian lebih lanjut masih perlu dilakukan untuk menentukan keefektifannya.

3. Ergotamin. Alkaloid ergot ini menyebabkan vasokontriksi pada otot-otot polos di pembuluh darah otak. Tersedia dalam bentuk injeksi dan inhaler, penggunaan intra vena bekerja lebih cepat daripada inhaler dosis harus dibatasi untuk mencegah terjadinya efek samping terutama mual, serta hati-hati pada penderita dengan riwayat hipertensi.

4. Obat-obat anestesi lokal. Anestesi lokal menstabilkan membran saraf sehingga sel saraf menjadi kurang permeabel terhadap ion-ion. Hal ini mencegah pembentukan dan penghantaran impuls saraf, sehingga menyebabkan efek anestesi lokal. Lidokain intra nasal dapat digunakan secara efektif pada serangan cluster headache. Namun harus berhati-hati jika digunakan pada pasien-pasien dengan hipoksia, depresi pernafasan, atau bradikardi.

Obat-obat profilaksis :1. Anti konvulsan. Penggunaan anti konvulsan sebagai profilaksis pada cluster

headache telah dibuktikan pada beberapa penelitian yang terbatas. Mekanisme kerja obat-obat ini untuk mencegah cluster headache masih belum jelas, mungkin bekerja dengan mengatur sensitisasi di pusat nyeri.

2. Kortikosteroid. Obat-obat kortikosteroid sangat efektif menghilangkan siklus cluster headache dan mencegah rekurensi segera. Prednison dosis tinggi diberikan selam beberapa hari selanjutnya diturunkan perlahan. Mekanisme kerja kortikosteroid pada cluster headache masih belum diketahui.

Pembedahan

23

Page 24: wrap up sk 3

Pembedahan di rekomendasikan pada orang-orang dengan cluster headache kronik yang tidak merespon dengan baik dengan pengobatan atau pada orang-orang yang memiliki kontraindikasi pada obat-obatan yang digunakan. Seseorang yang akan mengalami pembedahan hanyalah yang mengalami serangan pada satu sisi kepal saja karena operasi ini hanya bisa dilakukan satu kali. Orang-orang yang mengalami serangan berpindah-pindah dari satu sisi ke sisi yang lain mempunyai resiko kegagalan operasi.

Ada beberapa tipe pembedahan yang dapat dilakukan untuk mengobati cluster headache. Prosedur yang dilakukan adalah merusak jalur saraf yang bertanggungjawab terhadap nyeri.

Blok saraf invasif ataupun prosedur bedah saraf non-invasif (contohnya radio frekuensi pericutaneus, gangliorhizolisis trigeminal, rhizotomi) telah terbukti berhasil mengobati cluster headache. Namun demikian terjadi efek samping berupa diastesia pada wajah, kehilangan sensoris pada kornea dan anestesia dolorosa.

Pembedahan dengan menggunakan sinar gamma sekarang lebih sering digunakan karena kurang invasif. Metode baru dan menjanjikan adalah penanaman elektroda perangsang dengan menggunakan penunjuk jalan stereostatik di bagian inferior hipotalamus. Penelitian menunjukkan bahwa perangsangan hipotalamus pada pasien dengan cluster headache yang parah memberikan kesembuhan yang komplit dan tidak ada efek samping yang signifikan.

Pencegahan Cluster Headache Karena penyebab dari cluster headache masih belum diketahui dengan pasti kita belum bisa mencegah terjadinya serangan pertama. Namun kita dapat mencegah sakit kepala ulangan yang lebih berat. Penggunaan obat-obat preventif jangka panjang lebih menguntungkan dari yang jangka pendek. Obat-obat preventif jangka panjang antara lain adalah penghambat kanal kalsium dan kanal karbonat. Sedangakan yang jangka pendek termasuk diantaranya adalah kortikosteroid, ergotamin dan obat-obat anestesi lokal. Menghindari alkohol dan nikotin dan faktor resiko lainnya dapat membantu mengurangi terjadinya serangan.

Prognosis Cluster Headache 80 % pasien dengan cluster headache berulang cenderung untuk mengalami

serangan berulang. Cluster headache tipe episodik dapat berubah menjadi tipe kronik pada 4

sampai13 % penderita. Remisi spontan dan bertahan lama terjadi pada 12 % penderita, terutama pada

cluster headache tipe episodik. Umumnya cluster headache adalah masalah seumur hidup. Onset lanjut dari gangguan ini teruama pada pria dengan riwayat cluster headache

tipe episodik mempunyai prognosa lebih buruk.

LO. 2.3. Etiologi

Sakit kepala bisa disebabkan oleh kelainan: (1) vaskular, (2) jaringan saraf, (3) gigi – geligi, (4) orbita, (5) hidung dan (6) sinus paranasal, (7) jaringan lunak di kepala, kulit, jaringan subkutan, otot, dan periosteum kepala. Selain kelainan yang telah disebutkan diatas, sakit kepala dapat disebabkan oleh stress dan perubahan lokasi (cuaca, tekanan, dll.).

24

Page 25: wrap up sk 3

LO. 2.4. Patofisiologi

Pada nyeri kepala, sensitisasi terdapat di nosiseptor meningeal dan neuron trigeminal sentral. Fenomena pengurangan nilai ambang dari kulit dan kutaneus allodynia didapat pada penderita yang mendapat serangan migren dan nyeri kepala kronik lain yang disangkakan sebagai refleksi pemberatan respons dari neuron trigeminal sentral.

lnervasi sensoris pembuluh darah intrakranial sebahagian besar berasal dari ganglion trigeminal dari didalam serabut sensoris tersebut mengandung neuropeptid dimana jumlah dan peranannya adalah yang paling besar adalah CGRP (Calcitonin Gene Related Peptide), kemudian diikuti oleh SP(substance P), NKA(Neurokinin A), pituitary adenylate cyclase activating peptide (PACAP) nitricoxide (NO), molekul prostaglandin E2 (PGEJ2) bradikinin, serotonin(5-HT) dan adenosin triphosphat (ATP), mengaktivasi atau mensensitisasi nosiseptor2. Khusus untuk nyeri kepala klaster clan chronic parox-ysmal headache ada lagi pelepasan VIP (vasoactive intestine peptide) yang berperan dalam timbulnya gejala nasal congestion dan rhinorrhea. Marker pain sensing nerves lain yang berperan dalam proses nyeri adalah opioid dynorphin, sensory neuron-specific sodium channel(Nav 1.8), purinergic reseptors(P2X3), isolectin B4 (IB4) , neuropeptide Y , galanin dan artemin reseptor (GFR-∝3 = GDNF Glial Cell Derived Neourotrophic Factor family receptor-∝3). Sistem ascending dan descending pain pathway yang berperan dalam transmisi dan modulasi nyeri terletak dibatang otak. Batang otak memainkan peranan yang paling penting sebagai dalam pembawa impuls nosiseptif dan juga sebagai modulator impuls tersebut. Modulasi transmisi sensoris sebahagian besar berpusat di batang otak (misalnya periaquaductal grey matter, locus coeruleus, nukleus raphe magnus dan reticular formation), ia mengatur integrasi nyeri, emosi dan respons otonomik yang melibatkan konvergensi kerja dari korteks somatosensorik,

25

Page 26: wrap up sk 3

hipotalamus, anterior cyngulate cortex, dan struktur sistem limbik lainnya. Dengan demikian batang otak disebut juga sebagai generator dan modulator sefalgi.

Stimuli elektrode, atau deposisi zat besi Fe yang berlebihan pada periaquaduct grey(PAG) matter pada midbrain dapat mencetuskan timbulnya nyeri kepala seperti migren (migraine like headache). Pada penelitian MRI(Magnetic Resonance Imaging) terhadap keterlibatan batang otak pada penderita migren, CDH(Chronic Daily Headache) dan sampel kontrol yang non sefalgi, didapat bukti adanya peninggian deposisi Fe di PAG pada penderita migren dan CDH dibandingkan dengan kontrol.

Patofisiologi CDH belumlah diketahui dengan jelas. Pada CDH justru yang paling berperan adalah proses sensitisasi sentral. Keterlibatan aktivasi reseptor NMDA (N-metil-D-Aspartat), produksi NO dan supersensitivitas akan menaikkan produksi neuropeptide sensoris yang bertahan lama. Kenaikan nitrit Likuor serebrospinal ternyata bersamaan dengan kenaikan kadar cGMP(cytoplasmic Guanosine Mono phosphat) di likuor. Kadar CGRP, SP maupun NKA juga tampak meninggi pada likuor pasien CDH.

Reseptor opioid di down regulated oleh penggunaan konsumsi opioid analgetik yang cenderung menaik setiap harinya. Pada saat serangan akut migren, terjadi disregulasi dari sistem opoid endogen, akan tetapi dengan adanya analgesic overused maka terjadi desensitisasi yang berperan dalam perubahan dari migren menjadi CDH.

Adanya inflamasi steril pada nyeri kepala ditandai dengan pelepasan kaskade zat substansi dari perbagai sel. Makrofag melepaskan sitokin lL1 (Interleukin .1), lL6 dan TNF∝ (Tumor Necrotizing Factor ∝) dan NGF (Nerve Growth Factor). Mast cell melepas/mengasingkan metabolit histamin, serotonin, prostaglandin dan arachidonic acid dengan kemampuan melakukan sensitisasi terminal sel saraf. Pada saat proses inflamasi, terjadi proses upregulasi beberapa reseptor (VR1, sensory specific sodium/SNS, dan SNS-2)dan peptides(CGRP, SP).

LO. 2.5. Manifestasi Klinis

Membedakan Nyeri Kepala

Jenis atau Penyebab Ciri Khas Pemeriksaan

26

Page 27: wrap up sk 3

Diagnostik

Ketegangan otot Sakit kepala sering, nyeri hilang timbul, tidak terlalu berat dan dirasakan di kepala bagian depan dan belakang atau kekakuan menyeluruh.

Pemeriksaan untuk menyingkirkan penyakit fisik serta penilaian factor psikis dan kepribadian.

Migraine Nyeri dimulai di dalam di sekitar mata atau pelipis, menyebar ke satu atau kedua sisi kepala, biasanya mengenai seluruh kepala, berdenyut dan disertai dengan hilangnya nafsu makan, mual dan muntah.

Jika diagnosisnya masih meragukan dan sakit kepala baru terjadi, dilakukan CT Scan atau MRI atau diberikan obat migraine untuk melihat efeknya.

Nyeri kepala cluster Serangannya singkat (1jam), dirasakan disatu sisi kepala, serangan terjadi secara periodic, menyerang pria yang disertai dengan pembengkakan mata, hidung meler dan mata berari pada sisi yang sama dengan nyeri.

Obat migraine diberikan untuk melihat efeknya (sumatriptan, metisergid/obat vasokonstriktor, kortikosteroid, indometasin) atau menghirup O2.

Hipertensi Nyerinya berdenyut dan dirasakan dikepala bagian belakang atau dipuncak kepala.

Analisa kimia darah dan pemeriksaan ginajl.

Kelainan mata (iritis, glaucoma)

Nyeri dirasakan di kepala bagian depan atau di dalam dan di seluruh mata, bersifat sedang sampai berat dan seringkali memburuk jika mata dalam keadaan lelah.

Pemeriksaan mata

Kelainan sinus Nyeri bersifat akut atau subakut, dirasakan di kepala bagian depan, bersifat tumpul atau berat, biasanya memburuk di pagi hari, membaik di siang hari dan memburuk dalam keadaan dingin atau lembab.

Rontgen sinus

Tumor otak Nyeri hilang timbul, ringan sampai berat, dirasakan di satu titik atau diseluruh kepala. Kelemahan di salah satu sisi tubuh semakin meningkat,

MRI atau CT Scan

27

Page 28: wrap up sk 3

kejang, gangguan penglihatan, kemampuan berbicara hilang, muntah dan perubahan mental.

Infeksi otak Nyeri hilang timbul, ringan sampai berat, dirasakan disatu titik atau diseluruh kepala. Sebelumnya penderita pernah mengalami infeksi telinga, sinus atau paru-paru, penyakit jantung rematik atau jantung bawaan.

MRI atau CT Scan

Meningitis Nyeri baru dirasakan, menetap, berat dan dirasakan di seluruh kepala serta menjalar ke leher. Sakit disertai demam, muntah dan sebelumnya mengalami nyeri tenggorokan atau infeksi pernafasan dan leher ditekuk.

Pemeriksaan darah, pungsi lumbal.

Hematoma subdural Nyeri hilang timbul atau terus-menerus, ringan sampai berat, bisa dirasakan di satu titik atau diseluruh kepala, menjalar ke leher. Biasanya sebelumnya telah terjadi cedera pada penderita yang disertai penurunan kesadaran.

MRI atau CT Scan

Perdarahan subarachnoid

Nyeri baru dirasakan, menyebar, hebat dan menetap, kadang dirasakan di dalam dan di sekitar mata, kelopak mata turun.

MRI atau CT Scan, jika hasilnya (-) maka dilakukan pungsi

lumbal.

Sifilis, tuberculosis, criptococcus,

kanker,

Nyeri bersifat tumpul sampai berat dan dirasakan diseluruh kepala atau di puncak kepala, menderita demam meski tidak terlalu tinggi dan terdapat riwayat sifilis, tuberculosis, kriptokosis, sarkoidosis atau kanker pada pasien.

Pungsi lumbal

Tipe Tanda dan GejalaMigrain tanpa aura ( migrain biasa)Durasi 4 sampai 72 jam apabila tidak diobati

Gejala prodromal yang meliputi rasa lelah, nausea, vomitus, dan ketidakseimbangan cairan yang mendahului serangan sakit kepala.

Sensitive terhadap cahaya dan bunyi berisik.

28

Page 29: wrap up sk 3

Nyeri tipe sakit kepala (rasa pegal atau nyeri berdenyut yang bias unilateral atau bilateral).

Migrain dengan aura (klasik)Biasanya terjadi pada kepribadian kompulsif.

Gejala prodromal yang meliputi gangguan penglihatan seperti penampakan garis zig zag dan cahaya yang terang, gangguan sensorik (kesemutan pada wajah, bibir serta tangan), gangguan motorik.

Sakit kepala yang periodik dan rekuren.Migrain hemiplegik dan oftalmoplegikBiasanya terjadi pada dewasa muda

Nyeri unilateral Kelumpuhan otot ekstraokuler (N. cranial

III) dan psitosis. Migrain hemiplegic terdapat gangguan

neurologi (hemiparesis, hemiplagia) yang dapat bertahan meskipun sakit kepala sudah mereda.

Migrain arteri basilarisTerjadi pada wanita muda periode haid

Gejala prodromal yang meliputi gangguan penglihatan parsial dengan keluhan vertigo, ataksia, tinnitus, kesemutan jari-jari tangan serta kaki.

Nyeri kepala yang berupa nyeri berdenyut di daerah oksipital dn vomitus.

LO. 2.6. Diagnosis dan Diagnosis Banding

Amanmesis Pertanyaan umum pada anamnesa keluhan nyeri kepala:1. Apakah nyeri kepala itu merupakan nyeri kepala “biasa”?

Istilah “biasa” disini berarti nyeri kepala yang terjadi kadang-kadang tanpa sebab yang jelas dan lazim diderita banyak orang. Namun kemungkinan adanya gangguan biokimiawi dibalik nyeri tersebut juga tidak dapat disingkirkan.

2. Apakah pasien pernah mengalami gangguan cedera kepala yang terjadi segera, beberapa minggu bahkan beberapa bulan sebelum timbulnya nyeri kepala untuk pertama kali?Nyeri kepala semacam ini bisa merupakan suatu gejala sisa setelah seseorang mengalami kontusio cerebri atau perdarahan subdural.

3. Apakah disertai gejala demam?Jika ya, penyebabnya harus dipikirkan. Pada penyakit-penyakit infeksi tertentu, terutama demam tifoid dan infeksi yang disebabkan oleh arbovirus, nyeri kepala dapat dirasakan sangat hebat sehingga menutupi keluhan demamnya.

4. Bagaimana pasien menjelaskan nyeri kepala (lokasi, frekuensi, waktu, durasi, kualitas, faktor pemicu, faktor pereda)?

5. Apakah nyeri kepala timbul tersendiri atau disertai kelainan lain (mual, muntah, pusing, fotofobia, penglihatan kabur)?

29

Page 30: wrap up sk 3

(Price, 2006)

Pertanyaan diagnostik spesifik:1. Apakah nyeri kepala menggangu kehidupan anda?2. Apakah ada perubahan pola nyeri kepala selama 6 bulan terakhir?3. Seberapa sering anda mengalami nyeri kepala tipe apapun?4. Seberapa sering anda menggunakan obat untuk mengatasi nyeri kepala?

Kriteria diagnostik Migrain Tanpa Aura1. Sekurang-kurangnya terjadi 5 serangan.2. Serangan nyeri kepala berlangsung selama 4-72 jam (tidak diobati atau tidak

berhasil diobati).3. Nyeri kepala mempunyai sedikitnya 2 diantara karakteristik berikut:

Lokasi unilateral Kualitas berdenyut Intensitas nyeri sedang atau berat Keadaan bertambah berat oleh aktifitas fisik atau pasien menghindari

aktivitas fisik rutin (seperti berjalan atau naik tangga).4. Selama nyeri kepala disertai salah satu dibawah ini:

Nausea dan atau muntah Fotofobia dan fonofobia.

5. Tidak berkaitan dengan kelainan yang lain.

Kriteria diagnostik Migrain dengan Aura1. Sekurang-kurangnya terjadi 2 serangan.2. Minimal memenuhi 3 dari 4 kriteria berikut ini :

Satu atau lebih gejala aura yang reversibel yang mengindikasikan gejala fokal kortikal atau disfungsi batang otak.

Minimal gejala aura muncul secara gradual dalam waktu > 4 menit. Gejala aura tidak berlangsung dalam waktu > 60 menit. Sakit kepala yang diikuti dengan aura disertai interval 60 menit.

3. Tidak dijumpai adanya kelainan organik.

Kriteria diagnostik Tension type headache1. Minimal ada 10 serangan nyeri kepala dengan frekuensi < 15 x/bulan atau <

180 x/tahun.2. Nyeri kepala berlangsung dari 30 menit – 7 hari.3. Minimal ada 2 kriteria nyeri sebagai berikut :

Rasa seperti ditekan/berat di kepala (non pulsating, tidak berdenyut). Intensitas nyeri ringan – sedang. Lokasi bilateral. Tidak teragregasi oleh aktifitas fisik.

4. Tidak dijumpai nausea, vomitus, photophobia, phonophobia jarang dijumpai

Pemeriksaan penunjang1. Foto Rontgen kepala.2. Elektroenchelpalograph/Elektro Enselo Grafi (EEG).3. CT-SCAN.4. Arteriografi, Brain Scan Nuklir.5. Pemeriksaan laboratorium (tidak rutin atas indikasi).

30

Page 31: wrap up sk 3

6. Pemeriksaaan psikologi (jarang dilakukan).

Diagnosis BandingCedera serebrovaskular, arteritis temporalis, sinusitis, meningitis, perdarahan

subarachnoid, sakit kepala pasca trauma, sakit kepala karena rangsangan dingin, sakit kepala yang diinduksi nitrat/nitrit, sakit kepala karena monosodium glutamat (MSG), penyakit sendi temporo mandibular, athritis servikalis.

LO. 2.7. Tatalaksana

Sasaran penatalaksanaan tergantung lama dan intensitas nyeri, gejala penyerta, derajat disabilitas serta respon awal dari pengobatan dan mungkin pula ditemukan penyakit lain seperti epilepsi, ansietas, stroke, infark miokard. Karena itu harus hati-hati memberikan obat. Bila ada gejala mual/muntah, obat diberikan rektal, nasal, subkutan atau intra vena.

Tatalaksana pengobatan migren dapat dibagi kepada 4 kategori a. Langkah umumb. Terapi abortifc. Langkah menghilangkan rasa nyerid. Terapi preventif

A. Langkah UmumPerlu menghindari pencetus nyeri, seperti perubahan pola tidur, makanan, stres dan rutinitas sehari-hari, cahaya terang, kelap kelip, perubahan cuaca, berada ditempat yang tinggi seperti gunung atau di pesawat udara.

B. Terapi AbortifPada serangan ringan sampai sedang atau serangan berat. Analgesik ringan aspirin (drug of choice). Bila tidak respon terhadap NSAIDs, dipakai obat spesifik. seperti: Triptans (naratriptans, rizatriptan, sumatriptan, zolmitriptan), Dihydro ergotamin (DHE), obat kombinasi (aspirin dengan asetaminophen dan kafein), obat golongan ergotamin.

Tabel obat spesifikJenis obat

1. Ergotamin Dosis : 1-2 mg oral/jam, maksimal 3 dosis sehari, gunakan dosis efektif terkecil.Suppos : 1 mg, dosis maks, 2-3/ hr dan 12/bulanKontra indikasi : pengguna triptans, hamil, menyusui, hipertensi, sepsis, coronary, cerebral, peripheral vascular disease.Adverse react: Increased incidence of migraines, daily headaches, tachycardia,arterial spasm, numbness and tingling, vomiting, diarrhea, dizziness, abdominal cramps.

2. Caffeine plus Ergotamine

Dosis: 2 tablet (100 mg caffeine/1mg ergot) pada saat onset, kemudian 1 tab tiap 30 menit, dapat naik sampai 6 tab.(jangan lebih

31

Page 32: wrap up sk 3

10 tab/minggu nya).Suppos (2 mg ergot/100 mg caff).

3. Dihydroergotamine (DHE)

Dosis: 1 mg IM, SC Max initial dose: 0.5 to 1.0 mg; dapat diulang tiap jam sampai dosis max 3 mg IM atau 2 mg IV per hari, dan 6 mg per minggu.Intranasal: 0.5-mg spray pada tiap nostril, dosis maksimal 4 spray (2 mg) per hari.

Triptans1. Sumatriptan Dosis: 6 mg SC, dapat diulang dalam 1 jam, dosis

maksimal 12 mg/hr. 25 -100 mg oral /2 jam, dosis maks: 200 mg/hariMax initial dose: 100 mg.Intranasal: 5 -10 mg (1-2 spray) pada satu nostril; dapat diulang sesudah 2 jam, dosis maksimal 40 mg/hari.Kontraindikasi : Ergotamine, hemiplegic atau basilar migraine, hamil, gangguan fungsi hepar, CAD, MAOIAdverse react : vomiting, vertigo, headache, chest pressure and heaviness.

2. Naratriptan Dosis: 1.0 - 2.5 mg ooral/4 jam, dosis max 5 mg per hari.Kontra indikasi : Ergot-type medications, kontrasepsi oral, merokok, CAD.Adverse react : Dizziness, nausea, fatigue.

3. Rizatriptan Dosis: 5 - 20 mg oral/2jam, dosis maks 30 mg per hari.Kontra indikasi : Ergot-type medications, other triptans, propranolol, cimetidine, CADAdverse react : Tachycardia, throat tightness.

4. Zolmitriptan Dosis: 2.5-5.0 mg oral/2 jam, dosis maks 10 mg per hari.Kontra indikasi: Ergot-type medications, other triptans, CAD.

(Gunawan, 2007)

C. Langkah Menghilangkan Rasa Nyeri Terapi abortif mungkin belum mengatasi nyeri secara komplit,

dibutuhkan analgesik NSAIDs. Obat OTCs yang direkomendasikan FDA ialah kombinasi aspirin 250 mg, acetaminophen 250 mg dan caffein 65 mg. Ketoralac tromethamin “non narcotic, non habituating” dapat dipakai, efek sampingnya minim, dosis 60 mg i.m.

Analgesik narkotik, antiemetik, pheno-tyhiazines, dan kompres dingin bisa mengurangi nyeri. Analgesik narkotik (codein, meperidine HCL , methadone HCL) diberikan parenteral, efektif menghilangkan nyeri. Anti emetik diberikan parenteral atau suppositoria (phenergan, chlopromazine dan prochlorperazine) mempunyai efek sedatif dan anti mual. Transnasal butorphanol tartrate diberikan parenteral. Pemberian nasal efektif karena sifat mukosa hidung lebih cepat mengabsorbsi. (Price, 2006)

D. Terapi preventifPrinsip umum terapi preventif : *Mengurangi frekuensi berat dan lamanya serangan. *Meningkatkan respon pasien terhadap pengobatan.

32

Page 33: wrap up sk 3

*Meningkatkan aktivitas sehari-hari, serta pengurangan disabilitas.

Formula Prevensi Migren. *Pemakaian obat: dosis rendah yang efektif dinaikkan pelan-pelan sampai

dosis efektif. Efek klinik tercapai setelah 2-3 bulan. *Pendidikan terhadap penderita: teratur memakai obat, perlu diskusi

rasional tentang pengobatan, efek samping. *Evaluasi : “Headache diary” merupakan suatu gold standart evaluasi

serangan, frekuensi, lama, beratnya serangan, disabilitas dan respon obat. *Kondisi penyakit lain : pedulikan kelainan yang sedang diderita seperti

stroke, infark myocard, epilepsi dan ansietas, penderita hamil (efek teratogenik), hati-hati interaksi obat-obat.

Tabel Obat profilaksis MigrenJenis Obat Dosis Efek Samping Kontraindikasiβ-blokersAtenololMetaprololNadololPropanolol

50-150mg/hr100-200 mg/hr20-160 mg/hr40-240 mg/hr

Fatigue, bronchospasm, bradikardi, hipotensi, depresi, congestive heart failure, impotensi,gangguan tidur.

Pasien asma, DM, peny.vaskuler perifer, heart block, ibu hamil.

Calcium channel blockersFlunarizineVerapamil

5-10 mg/hr240-320 mg/hr

Fatigue, depresi, bradikardi, hipotensi, konstipasi, nausea, edema.

ibu hamil, hipertensi, aritmia.

Serotonin receptorantagonistsMethysergide

2 mg (max 8mg/hr)

Retroperitoneal,cardiac andpulmonary fibrosis

hipertensi, kehamilan, tromboflebitis.

Pizotyline (pizotifen)

0.5 mg (max 3-6 mg/hr)

Weight gain, Fatigue.

Tricyclic analgesicsAmitriptilineNortriptiline

10-150 mg 10-150 mg

Mulut kering, konstipasi, weight gain, drowsiness,reduced seizure threshold, cardiovascular effects.

kelainan liver, ginjal, paru, jantung,glaukoma, hipertensi.

Anti-epileptikDivalproexSodiumvalproateValproic acid

500-1500 mg/d500-1500 mg/d500-1500 mg/d

Nausea, tremor, weight gain,alopecia, increased liver enzyme levels.

33

Page 34: wrap up sk 3

Gabapentin 900-1800 mg/hr (max 2400)

Dizzines, fatique, ataxia, nausea, tremor.

(Kenneth, 2004)Tatalaksana Nyeri Kepala TensionTerapi Non-farmakologi

*Melakukan latihan peregangan leher atau otot bahu sedikitnya 20 sampai 30 menit.

*Perubahan posisi tidur. *Pernafasan dengan diafragma atau metode relaksasi otot yang lain. *Penyesuaian lingkungan kerja maupun rumah. *Pencahayaan yang tepat untuk membaca, bekerja, menggunakan

komputer, atau saat menonton televisi. *Hindari eksposur terus-menerus pada suara keras dan bising. *Hindari suhu rendah pada saat tidur pada malam hari.

(Price, 2006)Terapi farmakologi*Menggunakan analgesik atau analgesik plus ajuvan sesuai tingkat nyeri. Seperti obat-obat OTC: aspirin, acetaminophen, ibuprofen atau naproxen sodium. Produk kombinasi dengan kafein dapat meningkatkan efek analgesik.*Untuk sakit kepala kronis, perlu assesment yang lebih teliti mengenai penyebabnya, misalnya karena anxietas atau depresi.*Pilihan obatnya adalah antidepresan, seperti amitriptilin atau antidepresan lainnya. Hindari penggunaan analgesik secara kronis memicu rebound headache.(Kowalak, 2011)Tatalaksana Cluster headacheSasaran terapi : menghilangkan nyeri (terapi abortif), mencegah serangan (profilaksis).Strategi terapi : menggunakan obat NSAID, vasokonstriktor cerebral.*Obat terapi abortif: oksigen, ergotamin, sumatriptan (dosis sama dengan dosis migren).*Obat terapi profilaksis: verapamil, litium, ergotamin, metisergid, kortikosteroid, topiramat.

LO. 2.8. Komplikasi

Komplikasi TTH adalah rebound headache yaitu nyeri kepala yang disebabkan oleh penggunaan obat - obatan analgesia seperti aspirin, asetaminofen, dllyang berlebihan. Tension type headache episodik dapat berkembang menjadi tipe kronik, dan depresi akibat gejalanya dapat terjadi sebagai suatu komplikasi pada pasien.

Komplikasi Migren adalah rebound headache, nyeri kepala yang disebabkan oleh penggunaan obat-obatan analgesia seperti aspirin, asetaminofen, dll yang berlebihan

LO. 2.9. Pencegahan

34

Page 35: wrap up sk 3

Pencegahan nyeri kepala adalah dengan mengubah pola hidup dengan cara mengatur pola tidur yang sama setiap hari, berolahraga secara rutin, makan makanan sehat dan teratur, kurangi stress, menghindari pemicu nyeri kepala yang telah diketahui. (Price, 2006)

LO. 2.10. Prognosis

Prognosis nyeri kepala bergantung pada jenis sakit kepalanya sedangkan indikasi merujuk pada keadaan : (1) sakit kepala yang tiba-tiba dan timbul kekakuan di leher, (2) sakit kepala dengan demam dan kehilangan kesadaran, (3) sakit kepala setelah terkena trauma mekanik pada kepala, (4) sakit kepala disertai sakit pada bagian mata dan telinga, (5) sakit kepala yang menetap pada pasien yang sebelumnya tidak pernah mengalami serangan, (6) sakit kepala yang rekuren pada anak.

LI. 3. Memahami dan Menjelaskan nyeri somatoform

LO. 3.1. Definisi

Gangguan somatoform adalah suatu kelompok gangguan yang memiliki gejala fisik (sebagai contohnya, nyeri, mual, dan pusing) di mana tidak dapat ditemukan penjelasan medis yang adekuat. Gejala dan keluhan somatik adalah cukup serius untuk menyebabkan penderitaan emosional yang bermakna pada pasien atau gangguan pada kemampuan penderita untuk berfungsi di dalam peranan sosial atau pekerjaan. Suatu diagnosis gangguan somatoform mencerminkan penilaian klinisi bahwa faktor psikologis adalah suatu penyumbang besar untuk onset, keparahan, dan durasi gejala. Gangguan somatoform tidak disebabkan oleh pura-pura yang disadari atau gangguan buatan.

LO. 3.2. Klasifikasi

1) Gangguan SomatisasiGangguan somatisasi adalah salah satu gangguan somatoform spesifik yang ditandai oleh banyaknya keluhan fisik/gejala somatik yang mengenai banyak sistem organ yang tidak dapat dijelaskan secara adekuat berdasarkan pemeriksaan fisik dan laboratorium. Gangguan somatisasi dibedakan dari gangguan somatoform lainnya karena banyaknya keluhan dan melibatkaan sistem organ yang multiple (gastrointestinal dan neurologis).

2) Gangguan hipokondriasisAdalah keterpakuan (preokupasi) pada ketakutan menderita, atau keyakinan bahwa seseorang memiliki penyakit medis yang serius, meski tidak ada dasar medis untuk keluhan yang dapat ditemukan. Ciri utama dari hipokondriasis adalah fokus atau ketakutan bahwa simptom fisik yang dialami seseorang merupakan akibat dari suatu penyakit serius yang mendasarinya, seperti kanker atau masalah jantung.

3) Gangguan nyeri menetap

35

Page 36: wrap up sk 3

Gangguan nyeri ditandai oleh gejala nyeri yang semata-mata berhubungan dengan faktor psikologis atau secara bermakna dieksaserbasi oleh faktor psikologis. Pasien sering wanita yang merasa mengalami nyeri yang penyebabnya tidak dapat ditemukan. Munculnya secara tiba-tiba, biasanya setelah suatu stres dan dapat hilang dalam beberapa hari atau berlangsung bertahun tahun. Biasanya disertai penyakit organik yang walaupun demikian tidak dapat menerangkan secara adekuat keparahan nyerinya.

4) Gangguan konversiAdalah suatu tipe gangguan somatoform yang ditandai oleh kehilangan atau kendala dalam fungsi fisik, namun tidak ada penyebab organis yang jelas. Simptom fisik biasanya muncul tiba-tiba dalam situasi yang penuh tekanan. Tangan seorang tentara dapat menjadi “lumpuh” saat pertempuran yang hebat, misalnya.

5) Gangguan dismorfik tubuhGangguan dismorfik tubuh (body dismorphic disorder) ditandai oleh kepercayaan palsu atau persepsi yang berlebihan bahwa suatu bagian tubuh mengalami cacat. Orang dengan gangguan ini terpaku pada kerusakan fisik yang dibayangkan atau dibesar-besarkan dalam hal penampilan mereka. Mereka dapat menghabiskan waktu berjam-jam untuk memeriksakan diri di depan cermin dan mengambil tindakan yang ekstrem untuk mencoba memperbaiki kerusakan yang dipersepsikan, seperti menjalani operasi plastik yang tidak dibutuhkan, menarik diri secara sosial atau bahkan diam di rumah saja, sampai pada pikiran-pikiran untuk bunuh diri.

LO. 3.3. Etiologi

Terdapat faktor psikososial berupa konflik psikologis di bawah sadar yang mempunyai tujuan tertentu. Pada beberapa kasus ditemukan faktor genetik dalam transmisi gangguan ini. Selain itu, dihubungkan pula dengan adanya penurunan metabolisme (hipometabolisme) suatu zat tertentu di lobus frontalis dan hemisfer non dominan (Kapita Selekta, 2001). Secara garis besar, faktor-faktor penyebab dikelompokkan sebagai berikut (Nevid, dkk, 2005):1. Faktor-faktor Biologis

Faktor ini berhubungan dengan kemungkinan pengaruh genetis (biasanya pada gangguan somatisasi).

2. Faktor Lingkungan SosialSosialisasi terhadap wanita pada peran yang lebih bergantung, seperti “peran sakit” yang dapat diekspresikan dalam bentuk gangguan somatoform.

3. Faktor PerilakuPada faktor perilaku ini, penyebab ganda yang terlibat adalah: Terbebas dari tanggung jawab yang biasa atau lari atau menghindar dari situasi

yang tidak nyaman atau menyebabkan kecemasan (keuntungan sekunder). Adanya perhatian untuk menampilkan “peran sakit” Perilaku kompulsif yang diasosiasikan dengan hipokondriasis atau gangguan

dismorfik tubuh dapat secara sebagian membebaskan kecemasan yang diasosiasikan dengan keterpakuan pada kekhawatiran akan kesehatan atau kerusakan fisik yang dipersepsikan.

36

Page 37: wrap up sk 3

4. Faktor Emosi dan KognitifPada faktor penyebab yang berhubungan dengan emosi dan kognitif, penyebab ganda yang terlibat adalah sebagai berikut: Salah interpretasi dari perubahan tubuh atau simptom fisik sebagai tanda dari

adanya penyakit serius (hipokondriasis). Dalam teori Freudian tradisional, energi psikis yang terpotong dari impuls-impuls

yang tidak dapat diterima dikonversikan ke dalam simptom fisik (gangguan konversi).

Menyalahkan kinerja buruk dari kesehatan yang menurun mungkin merupakan suatu strategi self-handicaping (hipokondriasis).

LO. 3.4. Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis gangguan ini adalah adanya keluhan-keluhan gejala fisik yang berulang disertai permintaan pemeriksaan medik, meskipun sudah berkali-kali terbukti hasilnya negatif dan juga telah dijelaskan dokter bahwa tidak ada kelainan yang mendasari keluhannya (Kapita Selekta, 2001). Beberapa orang biasanya mengeluhkan masalah dalam bernafas atau menelan, atau ada yang “menekan di dalam tenggorokan”. Masalah-masalah seperti ini dapat merefleksikan aktivitas yang berlebihan dari cabang simpatis sistem saraf otonomik, yang dapat dihubungkan dengan kecemasan. Kadang kala, sejumlah simptom muncul dalam bentuk yang lebih tidak biasa, seperti kelumpuhan pada tangan atau kaki yang tidak konsisten dengan kerja sistem saraf. Dalam kasus-kasus lain, juga dapat ditemukan manifestasi di mana seseorang berfokus pada keyakinan bahwa mereka menderita penyakit yang serius, namun tidak ada bukti abnormalitas fisik yang dapat ditemukan (Nevid, 2005).

Pada gangguan ini sering kali terlihat adanya perilaku mencari perhatian (histrionik), terutama pada pasien yang kesal karena tidak berhasil membujuk dokternya untuk menerima bahwa keluhannya memang penyakit fisik dan bahwa perlu adanya pemeriksaan fisik yang lebih lanjut (PPDGJ III, 2003). Gambaran keluhan gejala somatoform Neuropsikiatri: “kedua bagian dari otak saya tidak dapat berfungsi dengan

baik” ; “ saya tidak dapat menyebutkan benda di sekitar rumah ketika ditanya” Kardiopulmonal: “ jantung saya terasa berdebar debar…. Saya kira saya akan

mati” Gastrointestinal: “saya pernah dirawat karena sakit maag dan kandung empedu

dan belum ada dokter yang dapat menyembuhkannya” Genitourinaria:“saya mengalami kesulitan dalam mengontrol BAK, sudah

dilakukan pemeriksaan namun tidak di temukan apa-apa” Musculoskeletal: “saya telah belajar untuk hidup dalam kelemahan dan

kelelahan sepanjang waktu” Sensoris: “ pandangan saya kabur seperti berkabut, tetapi dokter

mengatakan kacamata tidak akan membantu”

Beberapa tipe utama dari gangguan somatoform adalah gangguan konversi, hipokondriasis, gangguan dismorfik tubuh, dan gangguan somatisasi. (PPDGJ, 2003)

Gangguan somatisasi

37

Page 38: wrap up sk 3

1. Adanya beberapa keluhan fisik (multiple symptom) yang berulang, dimana ketika diperiksa secara fisik/medis, tidak ditemukan adanya kelainan tetapi ia tetap kontinyu memeriksakan diri.

2. Gangguan tidak muncul karena penggunaan obat. Keluhan yang umumnya, misalnya sakit kepala, sakit perut, sakit dada, mestruasi tidak teratur.

3. Pasien menunjukkan keluhan dengan cara histrionik, berlebihan, seakan tersiksa/merana.

4. Berulang kali memeriksa diri ke dokter, kadang menggunakan berbagai obat, dirawat di RS bahkan dilakukan operasi.

5. Sering ditemukan masalah perilaku atau hubungan personal seperti kesulitan dalam pernikahan.

Gangguan konversi1. Kondisi dimana panca indera atau otot-otot tidak berfungsi walaupun secara

fisiologis, pada sistem saraf atau organ-organ tubuh tersebut tidak terdapat gangguan/kelainan.

2. Secara fisiologis, orang normal dapat mengalami sebagian atau kelumpuhan total pada tangan, lengan, atau gangguan koordinasi, kulit rasanya gatal atau seperti ditusuk-tusuk, ketidakpekaan terhadap nyeri atau hilangnya kemampuan untuk merasakan sensasi (anastesi), kelumpuhan, kebutaan, tidak dapat mendengar, tidak dapat membau, suara hanya berbisik, dll.

3. Biasanya muncul tiba-tiba dalam keadaan stres, adanya usaha individu untuk menghindari beberapa aktivitas atau tanggungjawab.

4. Konsep Freud: energi dari insting yang di refleks berbalik menyerang dan menghambat fungsi saluran sensorimotor.

5. Kecemasan dan konflik psikologik diyakini diubah dalam bentuk simptom fisik.

Hipokondriasis1. Meyakini/ketakutan atau pikiran yang berlebihan dan menetap bahwa dirinya

memiliki suatu penyakit fisik yang serius.2. Adanya reaksi fisik yang berlebihan terhadap sensasi fisik/tubuh (salah

interpretasi terhadap gejala fisik yang dialaminya), misalnya otot kaku, pusing/sakit kepala, berdebar-debar, kelelahan.

3. Melakukan banyak tes lab, menggunakan banyak obat, memeriksakan diri ke banyak dokter atau RS.

4. Keyakinan ini terus berlanjut, tidak mau menerima nasehat atau penjelasan dokter, walaupun hasil pemeriksaan medis tidak menunjukkan adanya penyakit dan sudah diyakinkan.

5. Keyakinan ini menyebabkan adanya distress atau hambatan dalam fungsi sosial, pekerjaan atau aspek penting lainnya.

Gangguan dimorfik tubuh1. Keyakinan akan adanya masalah dengan penampilan atau melebih-lebihkan

kekurangan dalam hal penampilan (misalnya : keriput di wajah, bentuk atau ukuran tubuh).

2. Keyakinan/perhatian berlebihan ini meyebabkan stres, menghabiskan banyak waktu, menjadi mal-adaptive atau menimbulkan hambatan dalam fungsi sosial, pekerjaan atau aspek penting lainnya (menghindar/tidak mau bertemu

38

Page 39: wrap up sk 3

orang lain, keluar sekolah atau pekerjaan), juga menyebabkan dirinya sering harus konsultasi untuk operasi plastik

3. Bagian tubuh yang diperhatikan sering bervariasi, kadang dipengaruhi budaya.

Gangguan nyeri1. Gangguan dimana individu mengeluhkan adanya rasa nyeri yang sangat dan

berkepanjangan, namun tidak dapat dijelaskan secara medis (bahkan setelah pemeriksaan yang intensif).

2. Rasa nyeri ini bersifat subyektif, tidak dapat dijelaskan, bersifat kronis, muncul di satu atau beberapa bagian tubuh.

3. Rasa nyeri ini menyebabkan stress atau hambatan dalam fungsi sosial, pekerjaan dan aspek penting lainnya.

4. Faktor-faktor psikologis sering memainkan peranan penting dalam memunculkan, memperburuk rasa nyeri.

LO. 3.5. Diagnosis dan Diagnosis Banding

Gangguan Somatisasi

(PPDGJ-III)Untuk gangguan somatisasi, diagnosis pasti memerlukan semua hal berikut: Adanya banyak keluhan-keluhan fisik yang bermacam-macam yang tidak dapat

dijelaskan atas dasar adanya kelainan fisik, yang sudah berlangsung sedikitnya 2 tahun Tidak mau menerima nasehat atau penjelasan dari beberapa dokter bahwa tidak ada

kelainan fisik yang dapat menjelaskan keluhan-keluhannya. Terdapat disabilitas dalam fungsinya di masyarakat dan keluarga, yang berkaitan

dengan sifat keluhan-keluhannya dan dampak dari perilakunya.

(DSM-IV) Keluhan fisik dimulai sebelum usia 30 tahun, terjadi selama periode beberapa tahun Tiap kriteria berikut ini harus ditemukan,

- 4 gejala nyeri: sekurangnya empat tempat atau fungsi yang berlainan (misalnya kepala, perut, punggung, sendi, anggota gerak, dada, rektum, selama menstruasi, selama hubungan seksual, atau selama miksi)

- 2 gejala gastrointestinal: sekurangnya dua gejala selain nyeri (misalnya mual, kembung, muntah selain dari selama kehamilan, diare, atau intoleransi terhadap beberapa jenis makanan)

- 1 gejala seksual: sekurangnya satu gejala selain dari nyeri (misalnya indiferensi seksual, disfungsi erektil atau ejakulasi, menstruasi tidak teratur, perdarahan menstruasi berlebihan, muntah sepanjang kehamilan).

- 1 gejala pseudoneurologis: sekurangnya satu gejala atau defisit yang mengarahkan pada kondisi neurologis yang tidak terbatas pada nyeri (gangguan koordinasi atau keseimbangan, paralisis, sulit menelan, retensi urin, halusinasi, hilangnya sensasi atau nyeri, pandangan ganda, kebutaan, ketulian, kejang; gejala disosiatif seperti amnesia; atau hilangnya kesadaran selain pingsan).

Salah satu (1) atau (2):- Setelah penelitian yang diperlukan, tiap gejala dalam kriteria B tidak dapat

dijelaskan sepenuhnya oleh sebuah kondisi medis umum yang dikenal atau efek langsung dan suatu zat (misalnya efek cedera, medikasi, obat, atau alkohol)

39

Page 40: wrap up sk 3

- Jika terdapat kondisi medis umum, keluhan fisik atau gangguan sosial atau pekerjaan yang ditimbulkannya adalah melebihi apa yang diperkirakan dari riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, atau temuan laboratorium.

Gejala tidak ditimbulkan secara sengaja atau dibuat-buat (seperti gangguan buatan atau pura-pura).Contoh Penulisan Diagnosis multiaksial:Aksis I: Gangguan somatoform, somatisasiAksis II: tidak ada diagnosis aksis IIAksis III: tidak ada diagnosis aksis IIIAksis IV: masalah dengan keluarga Aksis V: GAF Scale 51-60: gejala sedang, disabilitas sedang

Gangguan Somatoform Tak Terinci(PPDGJ-III)Kriteria Diagnostik untuk Gangguan Somatoform yang tak terperinci Keluhan-keluhan fisik bersifat multipel, bervariasi dan menetap, akan tetapi gambaran

klinis yang khas dan lengkap dari gangguan somatisasi tidak terpenuhi Kemungkinan ada ataupun tidak faktor penyebab psikologis belum jelas, akan tetapi

tidak boleh ada penyebab fisik dari keluhan-keluhannya.

Atau- Satu atau lebih keluhan fisik (misalnya kelelahan, hilangnya nafsu makan, keluhan

gastrointestinal atau saluran kemih)- Salah satu (1) atau (2)

· Setelah pemeriksaan yang tepat, gejala tidak dapat dijelaskan sepenuhnya oleh kondisi medis umum yang diketahui atau oleh efek langsung dari suatu zat (misalnya efek cedera, medikasi, obat, atau alkohol)

· Jika terdapat kondisi medis umum yang berhubungan, keluhan fisik atau gangguan sosial atau pekerjaan yang ditimbulkannya adalah melebihi apa yang diperkirakan menurut riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, atau temuan laboratorium.

- Gejala menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau gangguan dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lainnya. Durasi gangguan sekurangnya enam bulan.

- Gangguan tidak dapat diterangkan lebih baik oleh gangguan mental lain (misalnya gangguan somatoform, disfungsi seksual, gangguan mood, gangguan kecemasan, gangguan tidur, atau gangguan psikotik).

- Gejala tidak ditimbulkan dengan sengaja atau dibuat-buat (seperti pada gangguan buatan atau berpura-pura)Contoh Penulisan Diagnosis multiaksialAksis I: Gangguan somatoform Tak TerperinciAksis II: tidak ada diagnosis aksis IIAksis III: tidak ada diagnosis aksis III Aksis IV: Aksis V: GAF Scale 61-70

Gangguan Hipokondrik(PPDGJ-III)Kriteria Diagnostik untuk HipokondriasisUntuk diagnosis pasti gangguan hipokondrik, kedua hal ini harus ada:

40

Page 41: wrap up sk 3

Keyakinan yang menetap adanya sekurang-kurangnya satu penyakit fisik yang serius yang melandasi keluhan-keluhannya, meskipun pemeriksaan yang berulang-ulang tidak menunjang adanya alasan fisik yang memadai, ataupun adanya preokupasi yang menetap kemungkinan deformitas atau perubahan bentuk penampakan fisiknya (tidak sampai waham)

Tidak mau menerima nasehat atau dukungan penjelasan dari beberapa dokter bahwa tidak ditemukan penyakit atau abnormalitas fisik yang melandasi keluhan-keluhannya

Ciri-ciri diagnostik dari hipokondriasis:- Perokupasi (keterpakuan) dengan ketakutan menderita, ide bahwa ia menderita suatu

penyakit serius didasarkan pada interpretasi keliru orang tersebut terhadap gejala-gejala tubuh.

- Perokupasi menetap walaupun telah dilakukan pemeriksaan medis yang tepat.- Tidak disertai dengan waham dan tidak terbatas pada kekhawatiran tentang penampilan

(seperti pada gangguan dismorfik tubuh).- Preokupasi menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau gangguan

dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lain. Lama gangguan sekurangnya 6 bulan.

- Preokupasi tidak dapat diterangkan lebih baik oleh gangguan kecemasan umum, gangguan obsesif-kompulsif, gangguan panik, gangguan depresif berat, cemas perpisahan, atau gangguan somatoform lain.

Contoh Penulisan Diagnosis multiaksialAksis I: Gangguan somatoform, hipokondriasisAksis II: tidak ada diagnosis aksis IIAksis III: tidak ada diagnosis aksis III Aksis IV: Aksis V: GAF Scale 51-60 gejala sedang, disabilitas sedang

Disfungsi Otonomik Somatoform

(PPDGJ-III)

Kriteria diagnostik yang diperlukan :- Ada gejala bangkitan otonomik seperti palpitasi, berkeringat, tremor, muka panas, yang

sifatnya menetap dan mengganggu- Gejala subjektif tambahan mengacu pada sistem atau organ tertentu (tidak khas)- Preokupasi dengan penderitaan mengenai kemungkinan adanya gangguan yang serius

yang menimpanya, yang tidak terpengaruh oleh hasil pemeriksaan maupun penjelasan dari dokter

- Tidak terbukti adanya gangguan yang cukup berarti pada struktur/fungsi dari sistem/organ yang dimaksud

- Kriteria ke 5, ditambahkan :F.45.30 = Jantung dan Sistem KardiovaskularF.45.31 = Saluran Pencernaan Bagian AtasF.45.32 = Saluran Pencernaan Bagian BawahF.45.33 = Sistem PernapasanF.45.34 = Sistem Genito-UrinariaF.45.38 = Sistem atau Organ Lainnya

41

Page 42: wrap up sk 3

Gangguan nyeri somatoform menetap

(PPDGJ-III)

Kriteria Diagnostik untuk Gangguan Nyeri- Nyeri pada satu atau lebih tempat anatomis- Nyeri menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau gangguan dalam

fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lain.- Faktor psikologis dianggap memiliki peranan penting dalam onset, kemarahan,

eksaserbasi atau bertahannya nyeri.- Gejala atau defisit tidak ditimbulkan secara sengaja atau dibuat-buat (seperti pada

gangguan buatan atau berpura-pura).- Nyeri tidak dapat diterangkan lebih baik oleh gangguan mood, kecemasan, atau

gangguan psikotik dan tidak memenuhi kriteria dispareunia.

Contoh Penulisan Diagnosis MultiaksialAksis I: gangguan somatoform, nyeri menetapAksis II: tidak ada diagnosis aksis IIAksis III: tidak ada Aksis IV: Aksis V: GAF Scale 51-60 gejala sedang, disabilitas sedang

Gangguan Somatoform Lainnya

(PPDGJ-III)

Pada gangguan ini keluhan-keluhannya tidak melalui system saraf otonom, dan terbatas secara spesifik pada bagian tubuh atau system tertentu. Ini sangat berbeda dengan gangguan somatisasi dan gangguan somatoform tak terinci yang menunjukan keluah yang banyak dan berganti-ganti

Tidak ada kaitan dengan adanya kerusakan jaringan

Gangguan Konvensi(DSM-IV)

Kriteria diagnostik untuk Gangguan KonversiCiri-ciri diagnostik dari gangguan konversi adalah sebagai berikut: Paling tidak terdapat satu simptom atau defisit yang melibatkan fungsi motorik

volunternya atau fungsi sensoris yang menunjukkan adanya gangguan fisik. Faktor psikologis dinilai berhubungan dengan gangguan tersebut karena onset atau

kambuhnya simptom fisik terkait dengan munculnya Orang tersebut tidak dengan sengaja menciptakan simptom fisik tersebut atau berpura-

pura memilikinya dengan tujuan tertentu. Simptom tidak dapat dijelaskan sebagai suatu ritual budaya atau pola respon, juga tidak

dapat dijelaskan dengan gangguan fisik apa pun melalui landasan pengujian yang tepat. Simptom menyebabkan distres emosional yang berarti, hendaya dalam satu atau lebih

area fungsi, seperti fungsi sosial atau pekerjaan, atau cukup untuk menjamin perhatian medis.

42

Page 43: wrap up sk 3

Simptom tidak terbatas pada keluhan nyeri atau masalah pada fungsi seksual, juga tidak dapat disebabkan oleh gangguan mental lain. Akan tetapi, beberapa orang dengan gangguan konversi menunjukkan ketidakpedulian yang mengejutkan terhadap simptom-simptom yang muncul, suatu fenomena yang diistilahkan sebagai la belle indifference (“ketidakpedulian yang indah”)

Gangguan Dismorfik Tubuh(DSM-IV)

Kriteria Diagnostik untuk Gangguan Dismorfik Tubuh- Preokupasi dengan bayangan cacat dalam penampilan. Jika ditemukan sedikit anomali

tubuh, kekhawatiran orang tersebut menjadi berlebihan.- Preokupasi menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau gangguan dalam

fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lainnya.- Preokupasi tidak dapat diterangkan lebih baik oleh gangguan mental lain (misalnya,

ketidakpuasan dengan bentuk dan ukuran tubuh pada anorexia nervosa)

LO. 3.6. Tatalaksana

Gangguan Somatisasi

Tujuan pengobatan1. Mencegah adopsi dari rasa sakit, invalidasi (tidak membenarkan pemikiran/meyakinkan

bahwa gejala hanya ada dalam pikiran tidak untuk kehidupan nyata2. Meminimalisir biaya dan komplikasi dengan menghindari tes-tes diagnosis, treatment,

dan obat-obatan yang tidak perlu 3. Melakukan kontrol farmakologis terhadap sindrom komorbid (memperparah kondisi)

Strategi dan teknik psikoterapi dan psikososial1. Pengobatan yang konsisten, ditangani oleh dokter yang sama2. Buat jadwal regular ddengan interval waktu kedatangan yang memadai3. Memfokuskan terapi secara gradual dari gejala ke personal dan ke masalah sosial

Strategi dan teknik farmakologikal dan fisik1. Diberikan hanya bila indikasinya jelas2. Hindari obat-obatan yang bersifat adiksi3. Anti anxietas dan antidepressant

Gangguan Somatoform Tak TerinciTujuan pengobatan1. Mencegah adopsi dari rasa sakit, invalidasi (tidak membenarkan pemikiran/meyakinkan

bahwa gejala hanya ada dalam pikiran tidak untuk kehidupan nyata2. Meminimalisir biaya dan komplikasi dengan menghindari tes-tes diagnosis, treatment,

dan obat-obatan yang tidak perlu 3. Melakukan kontrol farmakologis terhadap sindrom komorbid (memperparah kondisi)

Strategi dan teknik psikoterapi dan psikososial1. Pengobatan yang konsisten, ditangani oleh dokter yang sama

43

Page 44: wrap up sk 3

2. Buat jadwal regular dengan interval waktu kedatangan yang memadai3. Memfokuskan terapi secara gradual dari gejala ke personal dan ke masalah sosial

Strategi dan teknik farmakologikal dan fisik1. Diberikan hanya bila indikasinya jelas2. Hindari obat-obatan yang bersifat adiksi3. Anti anxietas dan antidepressant (kalau perlu)

Gangguan Hipokondrik Tujuan pengobatan1. Mencegah adopsi dari rasa sakit, invalidasi (tidak membenarkan pemikiran/meyakinkan

bahwa gejala hanya ada dalam pikiran tidak untuk kehidupan nyata2. Meminimalisir biaya dan komplikasi dengan menghindari tes-tes diagnosis, treatment,

dan obat-obatan yang tidak perlu 3. Melakukan kontrol farmakologis terhadap sindrom komorbid (memperparah kondisi)

Strategi dan teknik psikoterapi dan psikososial1. Pengobatan yang konsisten, ditangani oleh dokter yang sama2. Buat jadwal regular dengan interval waktu kedatangan yang memadai3. Memfokuskan terapi secara gradual dari gejala ke personal dan ke masalah sosial4. Therapi kognitif-behaviour

Strategi dan teknik farmakologikal dan fisik1. Hindari obat-obatan yang bersifat adiksi

Usahakan untuk mengurangi gejala hipokondriasis dengan SSRI (Fluoxetine 60-80 mg/ hari) dibandingkan dengan obat lain

Gangguan nyeri somatoform menetap

Tujuan pengobatan1. Mencegah adopsi dari rasa sakit, invalidasi (tidak membenarkan

pemikiran/meyakinkan bahwa gejala hanya ada dalam pikiran tidak untuk kehidupan nyata

2. Meminimalisir biaya dan komplikasi dengan menghindari tes-tes diagnosis, treatment, dan obat-obatan yang tidak perlu

3. Melakukan kontrol farmakologis terhadap sindrom komorbid (memperparah kondisi)4. Jika nyerinya akut (< 6 bulan), tambahkan obat simptomatik untuk gejala yang timbul5. Jika nyeri bersifat kronik (>6 bulan ), fokus pada pertahankan fungsi dan motilitas

tubuh daripada fokus pada penyembuhan nyeriStrategi dan teknik psikoterapi dan psikososial1. Pengobatan yang konsisten, ditangani oleh dokter yang sama2. Buat jadwal regular dengan interval waktu kedatangan yang memadai3. Memfokuskan terapi secara gradual dari gejala ke personal dan ke masalah sosial4. Nyeri kronik: pertimbangkan terapi fisik dan pekerjaan, serta terapi kognitif-

behaviouralStrategi dan teknik farmakologikal dan fisik1. Diberikan hanya bila indikasinya jelas2. Hindari obat-obatan yang bersifat adiksi3. Akut: acetaminophen dan NSAIDS (tidak dicampur) atau sebagai tambahan pada

opioid4. Kronik: Trisiklik anti depresan, acetaminophen dan NSAID5. Pertimbangkan akupunktur

44

Page 45: wrap up sk 3

Gangguan Konvensi

Tujuan pengobatan1. Mencegah adopsi dari rasa sakit, invalidasi (tidak membenarkan pemikiran/meyakinkan

bahwa gejala hanya ada dalam pikiran tidak untuk kehidupan nyata2. Meminimalisir biaya dan komplikasi dengan menghindari tes-tes diagnosis, treatment,

dan obat-obatan yang tidak perlu 3. Melakukan kontrol farmakologis terhadap sindrom komorbid (memperparah kondisi)

Strategi dan teknik psikoterapi dan psikososial1. Pengobatan yang konsisten, ditangani oleh dokter yang sama2. Buat jadwal regular dengan interval waktu kedatangan yang memadai3. Memfokuskan terapi secara gradual dari gejala ke personal dan ke masalah sosial4. Akut: yakinkan, sugesti pasien untuk mengurangi gejala5. Pertimbangkan narcoanalisis (sedatif hipnotik), hipnoterapi, behavioural terapi6. Kronik: Eksplorasi lebih lanjut mengenai konflik yang bersifat interpersonal pada

pasienStrategi dan teknik farmakologikal dan fisik1. Diberikan hanya bila indikasinya jelas2. Hindari obat-obatan yang bersifat adiksi3. Pertimbangkan narcoanalisis (sedatif hipnotik)

Gangguan Dismorfik Tubuh

Tujuan pengobatan1. Mencegah adopsi dari rasa sakit, invalidasi (tidak membenarkan pemikiran/meyakinkan

bahwa gejala hanya ada dalam pikiran tidak untuk kehidupan nyata2. Meminimalisir biaya dan komplikasi dengan menghindari tes-tes diagnosis, treatment,

dan obat-obatan yang tidak perlu 3. Melakukan kontrol farmakologis terhadap sindrom komorbid (memperparah kondisi)4. Khususnya menghindari pembedahan

Strategi dan teknik psikoterapi dan psikososial1. Pengobatan yang konsisten, ditangani oleh dokter yang sama2. Buat jadwal regular dengan interval waktu kedatangan yang memadai3. Memfokuskan terapi secara gradual dari gejala ke personal dan ke masalah sosial4. Terapi kognitif-behavioural

Strategi dan teknik farmakologikal dan fisik1. Diberikan hanya bila indikasinya jelas2. Hindari obat-obatan yang bersifat adiksi3. Usahakan untuk mengurangi gejala hipokondriacal dengan SSRI (Fluoxetine 60-80 mg/

hari) dibandingkan dengan obat lain

PENATALAKSANAAN

Pendekatan terapia) Berhubungan dengan primary care practitioner → memonitoring gejala yang dialami

pasien, apakah ada gejala baru, dan pengobatan yang diberikan. Diperlukan juga untuk berkonsultasi dengan psikiatri.

b) Medikamentosa

45

Page 46: wrap up sk 3

c) Pasien dengan somatoform disorder terkadang diperlukan obat anti-anxietas atau obat antidepresan jika ada mood atai anxietas disorder. Tricyclic antidepresant dan selective serotonin reuptake inhibitors (SSRI) mungkin bisa membantu.

d) Psikoterapi.

Cognitif-behavioural therapyTerapis behavioral dapat mengajarkan anggota keluarga untuk menghargai usaha

memenuhi tanggung jawab dan mengabaikan tuntutan dan keluhan. Teknik kognitif behavioral, paling sering pemaparan terhadap pencegahan respons dan restrukturisasi kognitif, juga mencapai hasil yang memberikan harapan dalam menangani gangguan dismorfik tubuh (BDD). Pencegahan respons berfokus pada pemutusan ritual kompulsif seperti memeriksa di depan cermin (dengan menutup semua cermin) dan berdandan berlebihan. Dalam restrukturisasi kognitif, terapis menantang keyakinan pasien dengan cara menyemangati mereka untuk mengevaluasi keyakinan mereka dengan bukti yang jelas. (Yutzy, 2006)

Perhatian akhir-akhir ini beralih pada penggunaan anti depressan terutama fluoxetine (Prozac) dalam menangani beberapa tipe gangguan somatoform. Meski kita kekurangan terapi obat yang spesifik untuk gangguan konversi, sebuah penelitian terhadap 16 pasien hipokondriasis menunjukkan penurunan yang berarti terhadap keluhan-keluhan hipokondrial setelah percobaan selama 12 minggu dengan Prozac.

HipnosisTujuan terapi medis adalah membangun keadaan fisik pasien sehingga pasien dapat

berperan dengan berhasil, serta psikoterapi untuk kesembuhan totalnya. Tujuan akhirnya adalah kesembuhan, yang berarti resolusi gangguan struktural dan reorganisasi kepribadian. Psikoterapi kelompok dan terapi keluarga. Terapi keluarga menawarkan harapan suatu perubahan dalam hubungan keluarga dan anak, mengingat kepentingan psikopatologis dari hubungan ibu-anak dalam perkembangan gangguan psikosomatik. Keluarga dan anak, mengingat kepentingan psikopatologis dari hubungan ibu-anak dalam perkembangan gangguan psikosomatik.

motivasi: perlu motivasi dari orang lain, karena pasien sering kali berpikir bahwa mereka tidak memerlukan terapi.

konfrontasi: merespon dengan cara mendukung melalui konfrontasi terhadap akibat dari pemikiran dan pola perilaku. Lebih efektif bila dilakukan oleh teman sebaya, psikoterapis.

peran keluarga dan kelompok. dorongan dan partisipasi sangat efektif bagi pasien. bila terdapat cemas dan depresi maka berikan anti-depresan namun terkadang tidak

efektif.

Terapi jangka panjangTerapi wicara: psikoterapi yang dimaksudkan untuk membantu pasien mengerti apa penyebab kecemasan dan mengenal perilakunya yang tidak pantas, sebagai landasan untuk pengobatan lainnya. Psikoanalisis: bila ditemukan gangguan kepribadian seperti, narsis/obsesif kompulsif. (Khan, 2003)

46

Page 47: wrap up sk 3

Medikamentosa

Golongan Mekanisme Kerja Contoh

Anti depresan trisiklik

Menghambat reuptake

5-HT/NE secara tidak selektif

Amitriptilin, imipramin,

desipramin, nortriptilin, klomipramin

SSRIs (selective serotonin

reuptake inhibitors)

Menghambat secara

selektif reuptake 5-HT

Fluoksetin, paroksetin,

sertralin, fluvoksamin

Mixed DA/NE reuptake

Inhibitor

Menghambat reuptake

DA/NE secara tidak selektif

Trazodon, nefazodon,

mirtazapin, bupropion,

maprotilin, venlafaksin

MAO inhibitors Menghambat aktivitas

enzim MAO

Phenelzine, tranylcypromine

Dosis*Depresi ringan sampai dengan sedang 25 mg 1-3 x sehari atau 25-75 mg 1 x sehari tergantung dari beratnya gejala.*Depresi berat 25 mg 3 x sehari atau 75 mg 1 x sehari. Maksimal: 150 mg/hari dalam dosis tunggal atau terbagi.*Lansia Awal 10 mg 3 x sehari atau 25 mg 1 x sehari. Bila perlu tingkatkan bertahap sampai 25 mg 3 x sehari atau 75 mg 1 x sehari.Efek SampingReaksi SSP, antikolinergik ringan, sinus takikardi, hipotensi pustural, reaksi alergi pada kulit, kejang, aritmia, gangguan hantaran jantung, alveolitis alergi, hepatitis.

Kontraindikasi *epilepsi atau ambang rangsang lebih rendah, intoksikasi akut oleh alkohol, gangguan hantaran jantung, glaukoma sudut sempit, retensi urin, hepatitis berat, gangguan ginjal.*pengguanaan bersama obat analgesik, hipnotik, atau psikotropik.

Perhatian pada pasien dengan:

47

Page 48: wrap up sk 3

*Insufisiensi hati & ginjal, retensi urin, riwayat peningkatan tekanan intra okular, hamil, laktasi, skizofrenia, gangguan afektik siklik, dapat mengganggu kemampuan mengemudi/menjalankan mesin.Rujukan: penanganan pada kasus ini juga membutuhkan dukungan dari berbagai bidang ilmu misalnya psikiatri, ahli penyakit dalam, keluarga, serta para ulama (bila perlu).

(Gunawan, 2007)

LO. 3.7. Komplikasi

komplikasi iatrogenik akibat prosedur diagnostik invasif / prosedur – prosedur operasi.

ketergantungan pada substansi- substansi pengontrol yang diresepkan. kehidupan yang bergantung pada orang lain. suicide.

LO. 3.8. Pencegahan

Meskipun tidak ada cara untuk mencegah gangguan ini, diagnosis yang benar dari somatisasi dapat membantu orang menghindari tes medis yang berlebihan. Ini merupakan tantangan baik bagi orang dengan gangguan dan dokter, karena gejala baru dapat disebabkan oleh masalah medis selain gangguan somatisasi.

LO. 3.9. Prognosis

Prognosis pada gangguan somatoform sangat bervariasi, tergantung umur pasien dan sifat gangguannya (kronik atau episodik). Umumnya, gangguan somatoform prognosisnya baik, dapat ditangani secara sempurna. Sangat sedikit sekali yang mengalami eksarsebasi, dapat bervariasi dari mild-severe dan kronis. Pengobatan yang lebih awal dan menjadikan prognosis menjadi lebih baik. Secara independen tidak meningkatkan risiko kematian. Kematian lebih disebabkan karena upaya bunuh diri. (Kaplan, 1999)

LI. 4. Memahami dan Menjelaskan keluarga sakinah, mawaddah, dan warrahmah

Sakinah mengandung makna ketenangan.

Setiap jenis laki-laki atau perempuan, jantan atau betina, dilengkapi Allah dengan alat serta aneka sifat dan kecenderungan yang tidak dapat berfungsi secara sempurna jika ia berdiri sendiri. Kesempurnaan eksistensi makhluk hanya tercapai dengan bergabungnya masing-masing pasangan dengan pasangannya sesuai dengan sunnatullah.

Memang benar bahwa sewaktu-waktu manusia bisa merasa senang dalam kesendiriannya, tetapi tidak untuk selamanya. Manusia telah menyadari bahwa hubungan yang dalam dan dekat dengan pihak lain akan membantunya mendapatkan kekuatan dan membuatnya lebih mampu menghadapi tantangan. Karena alasan-alasan inilah maka

48

Page 49: wrap up sk 3

manusia butuh pasangan hidup dengan jalan menikah, berkeluarga, bahkan bermasyarakat dan berbangsa. Ketenangan hidup ini didambakan oleh suami istri setiap saat, termasuk saat sang suami meninggalkan rumah dan anak istrinya.

Sakinah terlihat pada kecerahan raut muka yang disertai kelapangan dada, budi bahasa yang halus, yang dilahirkan oleh ketenangan batin akibat menyatunya pemahaman dan kesucian hati, serta bergabungnya kejelasan pandangan dengan tekad yang kuat. Itulah makna sakinah secara umum dan makna-makna tersebut yang diharapkan dapat menghiasi setiap keluarga yang hendak menyandangKeluarga Sakinah.

Mawaddah mengandung arti rasa cinta.

Mawaddah ini muncul karena di dalam pernikahan ada faktor-faktor yang bisa menumbuhkan dua perasaan tersebut. Dengan adanya seorang istri, suami dapat merasakan kesenangan dan kenikmatan, serta mendapatkan manfaat dengan adanya anak dan mendidik dan membesarkan mereka. Disamping itu dia merasakan adanya ketenangan, kedekatan dan kecenderungan kepada istrinya. Sehingga secara umum tidak akan didapatkan mawaddah diantara manusia yang satu dengan manusia yang lain sebagaimana mawaddah (rasa cinta) yang ada di antara suami istri.

Rasa cinta yang tumbuh di antara suami istri adalah anugrah dari Allah Swt kepada keduanya, dan ini merupakan cinta yang sifatnya tabiat. Tidaklah tercela orang yang senantiasa memiliki rasa cinta asmara kepada pasangan hidupnya yang sah. Bahkan hal itu merupakan kesempurnaan yang semestinya disyukuri. Namun tentunya selama tidak melalaikan dari berdzikir kepada Allah Swt, karena Allah berfirman,

“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah harta-harta kalian dan anak-anak kalian melalaikan kalian dari dzikir kepada Allah. Barangsiapa yang berbuat demikian maka mereka itulah orang-orang yang merugi.  (Al-Munafiquun [63]: ayat 9)

Allah Swt tumbuhkan mawaddah tersebut setelah pernikahan dua insan. Padahal mungkin sebelumnya pasangan itu tidak saling mengenal dan tidak ada hubungan yang mungkin menyebabkan adanya rasa kasih sayang, apalagi rasa cinta.

Rahmah mengandung arti Rasa Sayang.

Rasa sayang kepada pasangannya merupakan bentuk kesetian dan kebahagiaan yang dihasilkannya.

Perlu digaris bawahi bahwa sakinah mawaddah warahmah tidak datang begitu saja, tetapi ada syarat bagi kehadirannya. Ia harus diperjuangkan, dan yang lebihutama, adalah menyiapkan kalbu. Sakinah, mawaddah dan rahmah bersumber dari dalam kalbu, lalu terpancar ke luar dalam bentuk aktifitas sehari-hari, baik didalam keluarga maupun dalam masyarakat.

49

Page 50: wrap up sk 3

DAFTAR PUSTAKA

Kaplan, H.I., Sadock B.J. (1997). Sinopsis Psikiatri Jilid II Edisi ke-7. Jakarta. Binarupa Aksara.

Mansjoer, A.A.,etc. (2004). Kapita Selekta Kedokteran Jilid I. Jakarta. Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Departemen Kesehatan RI. Direktorat Jenderal Pelayanan Medik. (2003). Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III. Jakarta.

Maslim, R. (2001). Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari PPDGJ III. Jakarta.

Kowalak, Jennifer P., William Welsh. (2011). Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Uddin, Jurnalis. (2009). Anatomi Susunan Saraf Manusia. Jakarta. Fakultas Kedokteran Universitas Yarsi.

Price.Sylvia A.,Wilson.Lorraine M, (2006). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit., Edisi 6. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Sherwood, Lauralee. (2004). Fisiologi Manusia dari sel ke sistem Edisi 2. Jakarta. EGC. Gunawan , Sulistis Gan et all. (2007). Farmakologi dan Terapi Edisi 5. Jakarta. FKUI. Maramis, W.F. (1997). Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa Edisi VI. Surabaya. Airlangga

University Press. F. Bear, Barry W. Connors, Michael A. (2007). Paradiso Neuroscience Exploring the

Brain third edition. Philadelphia. Lippincott Williams & Wilkins.

McPhee, Stephen J, Maxine A. Papadakis. (2009). Nervous System disorders. Current Medical Diagnosis and Treatment . San Fransisco. McGraw-Hill Companies.

Lindsay, Kenneth W. (2004). Headache. Neurology and Neurosurgery. London. Churchill Livingstone.

The International Classification of Headache Disorders, 2nd Edition. Cephalalgia (2004). Yutzy SH. (2006). Somatization. In: Blumenfield M, Strain JJ, penyunting.

Psychosomatic Medicine. 1st ed. New York: Lippincott Williams & Wilkins. Khan AA, Khan A, Harezlak J, Tu W, Kroenke K. (2003). Somatic symptoms in primary

care: Etiology and outcome. Psychosomatics . ISH Classification ICHD II ( International Classification of Headache Disorders)

available at http://ihs-classification.org/_downloads/mixed/ICHD-IIR1final.doc

50