wrap up sk 3 (asma pada anak)

28
BENDIT SETIAWAN 1102013056 LI 1 Memahami dan Menjelaskan Asma pada Anak LO 1.1 Definisi Asma adalah suatu gangguan yang kompleks dari bronkhial yang dikarakteristikkan oleh periode bronkospasme atau kontraksi spasme yang lama pada jalan nafas. (Polaski, 1996) Asma adalah gangguan pada jalan nafas bronkial yang dikateristikan dengan bronkospasme yang reversibel. (Joyce M. Black, 1996) Asma adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermiten, reversibel dimana trakea dan bronkhi berespon secara hiperaktif terhadap stimulasi tertentu. (Smelzer Suzanne, 2001) Asma bronkhial adalah suatu penyakit dengan ciri meningkatnya respon trakea dan bronkus terhadap berbagai rangsangan dengan manifestasi adanya penyempitan jalan nafas yang luas dan derajatnya dapat berubah-ubah baik secara spontan maupun hasil dari pengobatan (The American Thoracic Society). Definisi asma menurut WHO pada tahun 1975, yaitu keadaan kronik yang ditandai oleh bronkospasme rekuren akibat penyempitan lumen saluran napas sebagai respon terhadap stimulus yang tidak menyebabkan penyempitan serupa pada banyak orang. LO 1.2 Etiologi Ada beberapa hal yang merupakan faktor predisposisi dan presipitasi timbulnya serangan asma bronkhial. Faktor predisposisi: Genetik Penderita dengan penyakit alergi biasanya mempunyai keluarga dekat juga menderita penyakit alergi. Karena adanya bakat

Upload: need45

Post on 18-Dec-2015

227 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

wrap up sk 1

TRANSCRIPT

BENDIT SETIAWAN 1102013056

LI 1 Memahami dan Menjelaskan Asma pada Anak

LO 1.1 Definisi

Asma adalah suatu gangguan yang kompleks dari bronkhial yang dikarakteristikkan oleh periode bronkospasme atau kontraksi spasme yang lama pada jalan nafas. (Polaski, 1996)

Asma adalah gangguan pada jalan nafas bronkial yang dikateristikan dengan bronkospasme yang reversibel. (Joyce M. Black, 1996)

Asma adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermiten, reversibel dimana trakea dan bronkhi berespon secara hiperaktif terhadap stimulasi tertentu. (Smelzer Suzanne, 2001)

Asma bronkhial adalah suatu penyakit dengan ciri meningkatnya respon trakea dan bronkus terhadap berbagai rangsangan dengan manifestasi adanya penyempitan jalan nafas yang luas dan derajatnya dapat berubah-ubah baik secara spontan maupun hasil dari pengobatan (The American Thoracic Society).

Definisi asma menurut WHO pada tahun 1975, yaitu keadaan kronik yang ditandai oleh bronkospasme rekuren akibat penyempitan lumen saluran napas sebagai respon terhadap stimulus yang tidak menyebabkan penyempitan serupa pada banyak orang.

LO 1.2 Etiologi

Ada beberapa hal yang merupakan faktor predisposisi dan presipitasi timbulnya serangan asma bronkhial.Faktor predisposisi:

Genetik

Penderita dengan penyakit alergi biasanya mempunyai keluarga dekat juga menderita penyakit alergi. Karena adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah terkena penyakit asma bronkhial jika terpapar dengan faktor pencetus. Selain itu hipersentifisitas saluran pernafasannya juga bisa diturunkan.

Menurut Mengatas dkk, terdapat berbagai kelainan kromosom pada patogenesis , antara lain pada:

a. Kromosom penyebab kerentanan alergi yaitu kromosom 6q, yang mengkode human leucocyte antigen (HLA) kelas II dengan subset HLA-DQ, HLA-DP dan HLA-DR, yang berfungsi mempermudah pengenalan dan presentasi antigen.b. Kromosom pengatur produksi berbagai sitokin yang terlibat dalam patogenesis asma, yaitu kromosom 5q. Sebagai contoh gen 5q31-33 mengatur produksi interleukin (IL) 4, yang berperan penting dalam terjadinya asma. Kromosom 1, 12, 13, 14, 19 juga berperan dalam produksi berbagai sitokin pada asma.c. Kromosom pengatur produksi reseptor sel T yaitu kromosom 14q.

Faktor presipitasi

Alergen

Dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :

a. Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan

Contoh : debu, bulu binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan polusi

b. Ingestan, yang masuk melalui mulut

Contoh : makanan dan obat-obatan

c. Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit

contoh: perhiasan, logam dan jam tangan

Perubahan cuaca

Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi asma. Atmosfir yang mendadak dingin merupakan faktor pemicu terjadinya serangan asma. Kadang-kadang serangan berhubungan dengan musim, seperti: musim hujan, musim kemarau, musim bunga. Hal ini berhubungan dengan arah angin serbuk bunga dan debu. Stress

Stress/ gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain itu juga bisa memperberat serangan asma yang sudah ada. Disamping gejala asma yang timbul harus segera diobati penderita asma yang mengalami stress/gangguan emosi perlu diberi nasehat untuk menyelesaikan masalah pribadinya. Karena jika stressnya belum diatasi maka gejala asmanya belum bisa diobati.

Olah raga/ aktifitas jasmani yang berat

Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika melakukan aktifitas jasmani atau olah raga yang berat. Lari cepat paling mudah menimbulkan serangan asma. Serangan asma karena aktifitas biasanya terjadi segera setelah selesai aktifitas tersebut.

Faktor Resiko

Secara umum faktor risiko asma dibagi kedalam dua kelompok besar, faktor risiko yang berhubungan dengan terjadinya atau berkembangnya asma dan faktor risiko yang berhubungan dengan terjadinya eksaserbasi atau serangan asma yang disebut trigger faktor atau faktor pencetus3). Adapun faktor risiko pencetus asma bronkial yaitu:

1. Asap Rokok

2. Tungau Debu Rumah

3. Jenis Kelamin

4. Binatang Piaraan

5. Jenis Makanan

6. Perabot Rumah Tangga

7. Perubahan Cuaca

8. Riwayat Penyakit Keluarga

LO 1.3 Epidemiologi

Asma merupakan penyakit kronik yang paling umum di dunia, dimana terdapat 300 juta penduduk dunia yang menderita penyakit ini. Asma dapat terjadi pada anak-anak maupun dewasa, dengan prevalensi yang lebih besar terjadi pada anak-anak (GINA, 2003).

Menurut data studi Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) di berbagai propinsi di Indonesia, pada tahun 1986 asma menduduki urutan kelima dari sepuluh penyebab kesakitan (morbiditas) bersama-sama dengan bronkitis kronik dan emfisema. Pada SKRT 1992, asma, bronkitis kronik, dan emfisema sebagai penyebab kematian (mortalitas) keempat di Indonesia atau sebesar 5,6%. Lalu pada SKRT 1995, dilaporkan prevalensi asma di seluruh Indonesia sebesar 13 per 1.000 penduduk (PDPI, 2006). Dari hasil penelitian Riskesdas, prevalensi penderita asma di Indonesia adalah sekitar 4%. Menurut Sastrawan, dkk (2008), angka ini konsisten dan prevalensi asma bronkial sebesar 515%.

Asma merupakan sepuluh besar penyebab kesakitan dan kematian di Indonesia, hal itu tergambar dari data studi survei kesehatan rumah tangga (SKRT) di berbagai propinsi di Indonesia. Survei kesehatan rumah tangga (SKRT) 1986 menunjukkan asma menduduki urutan ke-5 dari 10 penyebab kesakitan (morbiditi) bersama-sama dengan bronkitis kronik dan emfisema. Pada SKRT 1992, asma, bronkitis kronik dan emfisema sebagai penyebab kematian (mortaliti) ke-4 di Indonesia atau sebesar 5,6 %. Tahun 1995, prevalensi asma di seluruh Indonesia sebesar 13/ 1000, dibandingkan bronkitis kronik 11/ 1000 dan obstruksi paru 2/ 1000.

Prevalensi asma pada anak di Indonesia cukup tinggi, meski data rinci untuk tiap wilayah belum ada, namun data pada anak sekolah di beberapa kota besar di Indonesia, seperti Medan, Palembang, Jakarta, bandung, Semarang, Yogyakarta, Malang, Denpasar berkisar antara 3,7-16,4%. Sedangkan pada anak SMP di Jakarta 5,8%.

Menurut WHO, sebanyak 100 hingga 150 juta penduduk dunia adalah penyandang Asma. Jumlah ini terus bertambah sebanyak 180.000 orang setiap tahunnya. Di Indonesia, prevalensi asma belum diketahui secara pasti, namun diperkirakan 2 5 %5 (3-8%2 dan 5-7%7) penduduk Indonesia menderita asma. Berdasarkan laporan Heru Sundaru (Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI/RSCM), prevalensi asma di Bandung (5,2%), Semarang (5,5%), Denpasar (4,3%) dan Jakarta (7,5%)8. Di Palembang, pada tahun 1995 didapatkan prevalensi asma pada siswa SMP sebesar 8,7% dan siswa SMA pada tahun 1997 sebesar 8,7% dan pada tahun 2005 dilakukan evaluasi pada siswa SMP didapatkan prevalensi asma sebesar 9,2%2. Penyakit Asma dapat mengenai segala usia dan jenis kelamin, 80-90% gejala timbul sebelum usia 5 tahun9. Pada anak-anak, penderita laki-laki lebih banyak daripada perempuan, sedangkan pada usia dewasa terjadi sebaliknya. Sementara angka kejadian Asma pada anak dan bayi lebih tinggi daripada orang dewasa.

LO 1.4 Klasifikasi

A. Berdasarkan etiologi

a. Ekstrinsik (alergi)

Ditandai dengan reaksi alrgik yang disebabkan oleh faktor-faktor pencetus yang spesifik, seperti debu, serbuk bunga, bulu binatang, obat-obatan (aspirin dan antibiotic), dan spora jamur. Asma ekstrinsik seringkali dihubungkan dengan adanya suatu predisposisi genetik terhadap alergi. Oleh karena itu jika ada faktor-faktor pencetus seperti yang disebutkan di atas, maka akan terjadi serangan asma ekstrinsik. Asma ekstrinsik dibagi menjadi:

(i) Asma ekstrinsik atopik

Sifat-sifatnya sebagai berikut:

Penyebabnya adalah rangsangan allergen eskternal spesifik dan dapat diperlihatkan dengan reaksi kulit tipe 1

Gejala klinik dan keluhan cenderung timbul di awal kehidupan, 85% kasus timbul sebelum usia 30 tahun.

Sebagian besar mengalami perubahan tiba-tiba pada masa puber, dengan serangan asma yang berbeda-beda.

Prognosis tergantung pada serangan pertama dan berat ringannya gejala yang timbul. Jika serangan pertama pada usia yang muda disertai dengan gejala yang lebih berat, maka prognosis menjadi jelek.

Perubahan alamiah terjadi karena adanya kelainan dari kekebalan tubuh pada IgE yang timbul terutama pada awal kehidupan dan cenderung berkurang di kemudian hari.

Asma bentuk ini memberikan tes kulit yang positif.

Dalam darah menunjukkan kenaikan kadar IgE yang spesifik.

Ada riwayat keluarga yang menderita asma.

Terhadap pengobatan memberikan respon yang cepat.

(ii) Asma ekstrinsik non atopik

Memiliki sifat-sifat antara lain

Serangan asma timbul berhubungan dengan bermacam-macam allergen yang spesifik.

Tes kulit memberi reaksi tipe segera, tipe lambat, dan ganda terhadap alergi yang tersensitasi dapat menjadi positif.

Dalam serum didapat IgE dan IgG yang spesifik.

Timbulnya gejala cenderung saat akhir kehidupan atau di kemudian hari.

b. Intrinsik/idiopatik(non alergik)

Ditandai dengan adanya reaksi non alergik yang bereaksi terhadap pencetus yang tidak spesifik atau tidak diketahui, seperti udara dingin atau bisa juga disebabkan oleh adanya infeksi saluran pernafasan dan emosi. Serangan asma ini menjadi berat dan sering sejalan dengan berlalunya waktu dan dapat berkembang menjadi bronchitis kronis dan emfisema. Beberapa pasien akan mengalami serangan asma gabungan.

Sifat dari asma intriksi:

Alergen pencetus sukar ditentukan.

Tidak allergen ekstrinsik sebagai penyebab dan tes kulit menunjukkan hasil negatif.

Merupakan kelompok yang heterogen, respon untuk terjadi asma dicetuskan oleh penyebab dan melalui mekanisme yang berbeda- beda.

Sering ditemukan pada penderita dewasa, dimulai pada umur diatas 30 tahun dan disebut pula late onset asma.

Serangan sesak pada asma tipe ini seringkali kematian bila pengobatan tidak disertai kortikosteroid.

Perubahan patologi yang terjadi sama dengan asma ekstrinsik, namun tidak dapat dibuktikan dengan keterlihatan IgE.

Kadar IgE serum normal, tetapi eosinofil dapat meningkat jauh lebih tinggi dibandingkan dengan asma ekstrinsik.

Selain itu tes serologi dapat menunjukkan adanya faktor rematoid, misalnya sel LE.

Riwayat keluarga jauh lebih sedikit, sekitar 12-48%

Polip hidung dan sensitivitas terhadap aspirin sering dijumpai c. Asma gabungan

Bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai karakteristik dari bentuk alergik dan non-alergik.

Pedoman pelayanan medik dalam konsensus nasional membagi asma anak menjadi tiga tingkatan berdasarkan kriteria dalam tabel sebagai berikut:

Tabel Pembagian derajat klinis asma pada anak

Parameter klinis

kebutuhan obat dan

faal paru

Asma episodik

jarang

(asma ringan)

Asma episodik

sering

(asma sedang)

Asma persisten

(asma berat)

1.Frekuensi

serangan

< dari 1x/bulan

> dari 1x/bulan

sering

2. Lamanya

serangan

Beberapa hari

Seminggu atau

lebih

Tidak ada

remisi

3. Intensitas

serangan

Ringan

Lebih berat

Berat

4. Diantara serangan

Tanpa gejala

Ada gejala

Gejala sing

malam

5. Tidur adan

aktivitas

Tidak terganggu

Sering terganggu

Sangat

terganggu

6. Pemeriksaan fisik

luar serangan

Normal

Mungkin

terganggu

Tidak pernah

normal

7.Obat pengendali

(anti inflamasi)

Tidak perlu

Perlu non steroid

Perlu steroid

8. Faal paru diluar

serangan

PEF/PEVI>80%

PEF/PEVI 60-

80%

PEV/FEVI 80%

- PEF atau FEV 1 variabilitas 20% 30%

2. Asma mild persistent (asma persisten ringan)

- gejala lebih dari sekali seminggu

- serangan mengganggu aktivitas dan tidur

- gejala pada malam hari > 2 kali sebulan

- FEV 1 atau PEV > 80%

- PEF atau FEV 1 variabilitas < 20% 30%

3. Asma moderate persistent (asma persisten sedang)

- gejala setiap hari

- serangan mengganggu aktivitas dan tidur

- gejala pada malam hari > 1 dalam seminggu

- FEV 1 tau PEV 60% 80%

- PEF atau FEV 1 variabilitas > 30%

4. Asma severe persistent (asma persisten berat)

- gejala setiap hari

- serangan terus menerus

- gejala pada malam hari setiap hari

- terjadi pembatasan aktivitas fisik

- FEV 1 atau PEF = 60%

- PEF atau FEV variabilitas > 30%

Selain berdasarkan gejala klinis di atas, asma dapat diklasifikasikan berdasarkan derajat serangan asma yaitu:

1. Serangan asma ringan dengan aktivitas masih dapat berjalan, bicara satu kalimat, bisa berbaring, tidak ada sianosis dan mengi kadang hanya pada akhir ekspirasi,

2. Serangan asma sedang dengan pengurangan aktivitas, bicara memenggal kalimat, lebih suka duduk, tidak ada sianosis, mengi nyaring sepanjang ekspirasi dan kadang -kadang terdengar pada saat inspirasi,

3. Serangan asma berat dengan aktivitas hanya istirahat dengan posisi duduk bertopang lengan, bicara kata demi kata, mulai ada sianosis dan mengi sangat nyaring terdengar tanpa stetoskop,

4. Serangan asma dengan ancaman henti nafas, tampak kebingunan, sudah tidak

terdengar mengi dan timbul bradikardi.

Perlu dibedakan derajat klinis asma harian dan derajat serangan asma. Seorang penderita asma persisten (asma berat) dapat mengalami serangan asma ringan. Sedangkan asma ringan dapat mengalami serangan asma berat, bahkan serangan asma berat yang mengancam terjadi henti nafas yang dapat menyebabkan kematian.

LO 1.5 PatofisiologiObstruksi saluran nafas pada asma merupakan kombinasi spasme otot bronkus, sumbatan mukus, edema dan inflamasi dinding bronkus25). Obstruksi bertambah berat selama ekspirasi karena secara fisiologis saluran nafas menyempit pada fase tersebut. Hal ini mengakibatkan udara distal tempat terjadinya obtruksi terjebak tidak bisa diekspirasi, selanjutnya terjadi peningkatan volume residu, kapasitas residu fungsional (KRF), dan pasien akan bernafas pada volume yang tinggi mendekati kapasitas paru total (KPT). Keadaan hiperinflasi ini bertujuan agar saluran nafas tetap terbuka dan pertukaaran gas berjalan lancar.

Gangguan yang berupa obstruksi saluran nafas dapat dinilai secara obyektif dengan Volume Ekspirasi Paksa (VEP) atau Arus Puncak Ekspirasi (APE). Sedangkan penurunan Kapasitas Vital Paksa (KVP) menggambarkan derajat hiperinflasi paru. Penyempitan saluran nafas dapat terjadi baik pada di saluran nafas yang besar, sedang maupun yang kecil. Gejala mengi menandakan ada penyempitan di saluran nafas besar. Manifestasi penyumbatan jalan nafas pada asma disebabkan oleh bronkokontriksi, hipersekresi mukus, edema mukosa, infiltrasi seluler, dan deskuamasi sel epitel serta sel radang. Berbagai rangsangan alergi dan rangsangan nonspesifik, akan adanya jalan nafas yang hiperaktif, mencetuskan respon bronkokontriksi dan radang. Rangsangan ini meliputi alergen yang dihirup (tungau debu, tepungsari, sari kedelai, dan protein minyak jarak), protein sayuran lainnya, infeksi virus, asap rokok, polutan udara, bau busuk, obat-obatan (metabisulfit), udara dingin, dan olah raga.

Patologi asma berat adalah bronkokontriksi, hipertrofi otot polos bronkus, hipertropi kelenjar mukosa, edema mukosa, infiltrasi sel radang (eosinofil, neutrofil, basofil, makrofag), dan deskuamasi. Tanda-tanda patognomosis adalah krisis kristal Charcot-leyden (lisofosfolipase membran eosinofil), spiral Cursch-mann (silinder mukosa bronkiale), dan benda-benda Creola (sel epitel terkelupas). Penyumbatan paling berat adalah selama ekspirasi karena jalan nafas intratoraks biasanya menjadi lebih kecil selama ekspirasi. Penyumbatan jalan nafas difus, penyumbatan ini tidak seragam di seluruh paru. Atelektasis segmental atau subsegmental dapat terjadi, memperburuk ketidakseimbangan ventilasi dan perfusi. Hiperventilasi menyebabkan penurunan kelenturan, dengan akibat kerja pernafasan bertambah. Kenaikan tekanan transpulmuner yang diperlukan untuk ekspirasi melalui jalan nafas yang tersumbat, dapat menyebabkan penyempitan lebih lanjut, atau penutupan dini (prematur) beberapa jalan nafas total selama ekspirasi, dengan demikian menaikkan risiko pneumotoraks

LO 1.6 Manifestasi Klinis

Gejala yang biasanya timbul berhubungan dengan beratnya hipereaktivitas bronkus. Obstruksi jalan nafas dapat reversible secara spontan maupun dengan pengobatan. Gejala-gejala asma Antara lain

a. Bising mengi (Wheezing) yang terdengar dengan atau tanpa stetoskop

b. Batuk produktif pada malam hari

c. Nafas atau dada seperti ditekan

Gejalanya bersifat paroksismal, yaitu membaik pada siang hari dan memburuk pada malam hari. Namun, biasanya pada pendeerita yang sedang bebas serangan tidak ditemukan gejala klinis, tapi pada saat serangan penderita tampak bernafas cepat dan dalam, gelisah, duduk dengan menyangga ke depan, serta tanpa otot-otot bantu pernafasan bekerja dengan keras.

Ada beberapa tingkatan penderita asma yaitu :

1. Tingkat I :

a. Secara klinis normal tanpa kelainan pemeriksaan fisik dan fungsi parub. Timbul bila ada factor pencetus baik didapat alamiah maupun dengan test provokasi bronkial di laboratorium

2. Tingkat II :

a. Tanpa keluhan dan kelainan pemeriksaan fisik tapi fungsi paru menunjukkan adanya tanda-tanda obstruksi jalan nafas

b. Banyak dijumpai pada klien setelah sembuh serangan

3. Tingkat III :

a. Tanpa keluhan

b. Pemeriksaan fisik dan fungsi paru menunjukan adanya obstruksi jalan nafas

c. Penderita sudah sembuh dan bila berobat tidak diteruskan mudah diserang kembali

4. Tingkat IV :

a. Klien mengeluh batuk, sesak nafas, dan nafas berbunyi wheezing

b. Pemeriksaan fisik dan fungsi paru didapat tanda-tanda obstruksi jalan nafas.

5. Tingkat V :

a. Status asmatikus yaitu suatu keadaan darurat medis berupa serangan asma akut yang bersifat refraktor sementara terhadap pengobatan yang lazim dipakai.

b. Asma pada dasarnya merupakan penyakit obstruksi jalan nafas yang reversible. Pada asma yang berat dapat timbul gejala seperti : kontraksi otot-otot pernafasan, sianosis, gangguan kesadaran, penderita tampak letih, takirkadi.

LO 1.7 Diagnosis dan Diagnosis Banding

a. AnamnesaKeluhan sesak nafas, mengi, dada terasa berat atau tertekan, batuk berdahak yang tak kunjung sembuh, atau batuk malam hari.Semua keluhan biasanya bersifat episodic dan reversible. Mungkin ada riwayat keluarga dengan penyakit yang sama atau penyakit alergi yang lain.b. PemeriksaanFisik

Perhatian pertama adalah pada keadaan umum pasien, pasien dengan kondisi yang sangat berat akan duduk tegak.

a) Inspeksi

Pada pasien terlihat adanya peningkatan usaha dan frekuensi pernapasan, serta penggunaan otot bantu pernapasan. Inspeksi dada terutama melihat postur bentuk dan kesimetrisan, adanya peningkatan diameter antero posterior, retraksi otot-otot intercostalis, sifat dan irama pernapasan dan frekuensi napas.

b) Palpasi

Pada palpasi biasanya amati kesimetrisan, ekspansi dan taktil fremitus normal

c) Perkusi

Pada perkusi didapatkan suara normal sama hipersonor sedangkan diafragma menjadi datar dan rendah.

d) Auskultasi

Terdapat suara vesikuler yang meningkat disertai dengan ekspirasi lebih dari 4 detik atau 3 kali ekspirasi, dengan bunyi tambahan napas tambahan utama wheezing pada akhir ekspirasi.

Selain itu pada pemeriksaan fisik didapatkan9 ;a) penggunaan otot-otot bantu pernafasan

b) Frekuensi nafas > 30 kali per menit

c) Takikardia > 120 x/menit

d) Pulsus Parokdoksus >12 mmHg

e) wheezing ekspiratoar

f) Keadaan umum: Penderita tampak sesak nafas dan gelisah, penderita lebih nyaman dalam posisi dudukg) Jantung: Pekak jantung mengecil, takikardih) Paru Inspeksi: Dinding torak tampak mengembang, diafragma terdorong kebawah

Auskultasi: Terdengar wheezing (mengi), ekspirasi memanjang

Perkusi : Hipersonor Palpasi : Fremitus vokal kanan sama dengan kiric. Pemeriksaan Laboratorium

a) Pemeriksaan SputumPemeriksaan sputum dilakukan untuk melihat adanya: Kristal-kristal charcot leyden yang merupakan degranulasi dari kristal eosinofil

Spiral curshmann, yakni yang merupakan cast cell (sel cetakan) dari cabang bronkhus

Creole yang merupakan fragmen dari epitel bronkhus

Netrofil dan eosinopil yang terdapat pada sputum, umumnya bersifat mukoid dengan viskositas yang tinggi dan kadang terdapat mucus plug

b) Pemeriksaan Darah

Analisa gas darah pada umumnya normal akan tetapi dapat pula terjadi hipoksemia, hiperkapnia, atau asidosis

Kadang pada darah terdapat peningkatan dari SGOT dan LDH

Hiponatremia dan kadar leukosit kadang-kadang di atas 15.000/mm3 dimana menandakan terdapatnya suatu infeksi

Pada pemeriksaan faktor-faktor alergi terjadi peningkatan dari IgE pada waktu serangan dan menurun pada waktu bebas dari serangan

d. Pemeriksaan Penunjang Lain

a) Pemeriksaan Radiologi

Gambaran radiologi pada asma pada umumnya normal. Pada waktu serangan menunjukan gambaran hiperinflasi pada paru-paru yakni radiolusen yang bertambah dan peleburan rongga intercostalis, serta diafragma yang menurun. Akan tetapi bila terdapat komplikasi, maka kelainan yang didapat adalah sebagai berikut: Bila disertai dengan bronkitis, maka bercak-bercak di hilus akan bertambah

Bila terdapat komplikasi emfisema (COPD), maka gambaran radiolusen akan semakin bertambah

Bila terdapat komplikasi, maka terdapat gambaran infiltrat pada paru

Dapat pula menimbulkan gambaran atelektasis lokal

Bila terjadi pneumonia mediastinum, pneumotoraks, dan pneumoperikardium, maka dapat dilihat bentuk gambaran radiolusen pada paru-paru

b) Pemeriksaan Tes Kulit

Dilakukan untuk mencari faktor alergi dengan berbagai alergen yang dapat menimbulkan reaksi yang positif pada asma.

c) Elektrokardiografi

Gambaran elektrokardiografi yang terjadi selama serangan dapat dibagi menjadi 3 bagian, dan disesuaikan dengan gambaran yang terjadi pada emfisema paru, yaitu: Perubahan aksis jantung, yakni pada umumnya terjadi right axis deviasi dan clock wise rotation

Terdapatnya tanda-tanda hipertropi otot jantung, yakni terdapatnya RBB (Right bundle branch block)

Tanda-tanda hopoksemia, yakni terdapatnya sinus tachycardia, SVES, dan VES atau terjadinya depresi segmen ST negative

d) Scanning Paru

Dengan scanning paru melalui inhalasi dapat dipelajari bahwa redistribusi udara selama serangan asma tidak menyeluruh pada paru-paru.e) Spirometri

Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas reversible, cara yang paling cepat dan sederhana diagnosis asma adalah melihat respon pengobatan dengan bronkodilator. Pemeriksaan spirometer dilakukan sebelum dan sesudah pamberian bronkodilator aerosol (inhaler atau nebulizer) golongan adrenergik. Peningkatan FEV1 atau FVC sebanyak lebih dari 20% menunjukkan diagnosis asma. Tidak adanya respon aerosol bronkodilator lebih dari 20%. Pemeriksaan spirometri tidak saja penting untuk menegakkan diagnosis tetapi juga penting untuk menilai berat obstruksi dan efek pengobatan. Benyak penderita tanpa keluhan tetapi pemeriksaan spirometrinya menunjukkan obstruksi.

Status Asmatikus adalah keadaan darurat medik paru berupa serangan asma yang berat atau bertambah berat yang bersifat refrakter sementara terhadap pengobatan yang lazim diberikan. Refrakter adalah tidak adanya perbaikan atau perbaikan yang sifatnya hanya singkat, dengan waktu pengamatan antara satu sampai dua jam. Gambaran Klinis Status Asmatikus Penderita tampak sakit berat dan sianosis Sesak nafas, bicara terputus-putus Banyak berkeringat, bila kulit kering menunjukkan kegawatan sebab penderita sudah jatuh dalam dehidrasi berat Pada keadaan awal kesadaran penderita mungkin masih cukup baik, tetapi lambat laun dapat memburuk yang diawali dengan rasa cemas, gelisah kemudian jatuh ke dalam komaDiagnosis Banding

a. Bronkitis KronisDitandai dengan batuk kronik menegluarkan sputum 3 bulan dalam setahun paling sedikti terjadi dua tahun. Gejala utama batuk disertai sputum biasanya terjadi pada penderita > 35 tahun dan perokok berat. Gejalanya berupa batuk di pagi hari, lama-lama disertai mengi, menurunya kemampuan kegiatan jasmani pada stadium lanjut ditemukan sianosis dan tanda-tanda kor pumonal.b. Emfisema Paru

Sesak merupakan gejala utama emfisema, sedangkan batuk dan mengi jarang menyertainya. Penderita biasanya kurus. Berbeda dengan asma, emfisema biasanya tida ada fase remisi, penderita selalu merasa sesak pada saat melakukan aktivitas. Pada pemeriksaan fisik di dapat dada seperti tong, gerakan nafas terbatas, hipersonor, pekak hati menurun, suara vesikuler sangat lemah. Pada foto dada di dapat adanya hiperinflasi.

c. Gagal Jantung KiriGejala gagal jantung yang sering terjadi pada malam hari dikenal sebagai paroksisimal dispneu. Penderita tiba-tiba terbangun pada malam hari karena sesak, tetapi sesak berkurang jika penderita duduk. Pada pemeriksaan fisik ditemukan adanya kardiomegali dan udem paru.

d. Emboli ParuHal-hal yang dapat menimbulkan emboli paru adalah gagal jantung dan tromboflebitis dengan gejala sesak nafas, pasien terbatuk-batuk disertai darah, nyeri pleura, keringat dingin, kejang, dan pingsang. Pada pemeriksaan fisik didapat ortopnea, takikardi, gagal jantung kanan, pleural friction, gallop, sianosis, dan hipertensi.

e. Diagnosis banding lainnya : Rinosinusitis

Refluks gastroesofageal

Infeksi respiratorik bawah viral berulang

Displasia bronkopulmoner

Tuberkulosis

Malformasi kongenital yang menyebabkan penyempitan saluran respiratorik intratorakal

Aspirasi benda asing

Sindrom diskinesia silier primer

Defisiensi imun

Penyakit jantung bawaan

LO 1.8 PenatalaksanaanA. Tujuan Pengobatan Asma Menghilangkan dan mengendalikan gejala asma Mencegah eksaserbasi akut Meningkatkan dan mempertahankan faal paru optimal Mengupayakan aktivitas normal (exercise) Menghindari ESO Mencegah airflow limitation irreversible Mencegah kematian1. Agonis Reseptor Beta-2 AdrenergikMerupakan obat terbaik untuk mengurangi serangan penyakit asma yang terjadi secara tiba-tiba dan untuk mencegah serangan yang mungkin dipicu oleh olahraga. Bronkodilator ini merangsang pelebaran saluran udara oleh reseptor beta-adrenergik. Bronkodilator yang bekerja pada semua reseptor beta-2 adrenergik (misalnya adrenalin), menyebabkan efek samping berupa denyut jantung yang cepat, gelisah, sakit kepala dan tremor (gemetar) otot.

Bronkodilator yang hanya bekerja pada reseptor beta-2 adrenergik (yang terutama ditemukan di dalam sel-sel di paru-paru), hanya memiliki sedikit efek samping terhadap organ lainnya. Bronkodilator ini (misalnya albuterol), menyebabkan lebih sedikit efek samping dibandingkan dengan bronkodilator yang bekerja pada semua reseptor beta-2 adrenergik.

Sebagian besar bronkodilator bekerja dalam beberapa menit, tetapi efeknya hanya berlangsung selama 4-6 jam. Bronkodilator yang lebih baru memiliki efek yang lebih panjang, tetapi karena mula kerjanya lebih lambat, maka obat ini lebih banyak digunakan untuk mencegah serangan.

Bronkodilator tersedia dalam bentuk tablet, suntikan atau inhaler (obat yang dihirup) dan sangat efektif. Penghirupan bronkodilator akan mengendapkan obat langsung di dalam saluran udara, sehingga mula kerjanya cepat, tetapi tidak dapat menjangkau saluran udara yang mengalami penyumbatan berat.

Bronkodilator per-oral (ditelan) dan suntikan dapat menjangkau daerah tersebut, tetapi memiliki efek samping dan mula kerjanya cenderung lebih lambat. Jenis bronkodilator lainnya adalah teofilin. Teofilin biasanya diberikan per-oral (ditelan); tersedia dalam berbagai bentuk, mulai dari tablet dan sirup short-acting sampai kapsul dan tablet long-acting.

Pada serangan penyakit asma yang berat, bisa diberikan secara intravena (melalui pembuluh darah). Jumlah teofilin di dalam darah bisa diukur di laboratorium dan harus dipantau secara ketat, karena jumlah yang terlalu sedikit tidak akan memberikan efek, sedangkan jumlah yang terlalu banyak bisa menyebabkan irama jantung abnormal atau kejang.

Pada saat pertama kali mengkonsumsi teofilin, penderita bisa merasakan sedikit mual atau gelisah. Kedua efek samping tersebut, biasanya hilang saat tubuh dapat menyesuaikan diri dengan obat.

Pada dosis yang lebih besar, penderita bisa merasakan denyut jantung yang cepat atau palpitasi (jantung berdebar). Juga bisa terjadi insomnia (sulit tidur), agitasi (kecemasan, ketakuatan), muntah, dan kejang.2. Kortikosteroid

Kortikosteroid menghalangi respon peradangan dan sangat efektif dalam mengurangi gejala penyakit asma. Jika digunakan dalam jangka panjang, secara bertahap kortikosteroid akan menyebabkan berkurangnya kecenderungan terjadinya serangan penyakit asma dengan mengurangi kepekaan saluran udara terhadap sejumlah rangsangan.

Tetapi penggunaan tablet atau suntikan kortikosteroid jangka panjang dapat menyebabkan:

Gangguan proses penyembuhan luka

Terhambatnya pertumbuhan anak-anak

Hilangnya kalsium dari tulang

Perdarahan lambung

Katarak prematur

Peningkatan kadar gula darah

Penambahan berat badan

Kelaparan

Gangguan mental

Tablet atau suntikan kortikosteroid bisa digunakan selama 1-2 minggu untuk mengurangi serangan penyakit asma yang berat. Kortikosteroid per-oral (ditelan) diberikan untuk jangka panjang hanya jika pengobatan lainnya tidak dapat mengendalikan gejala penyakit asma.

Untuk penggunaan jangka panjang biasanya diberikan inhaler kortikosteroid karena dengan inhaler, obat yang sampai di paru-paru 50 kali lebih banyak dibandingkan obat yang sampai ke bagian tubuh lainnya.

3. Cromolin dan NedocromilKedua obat tersebut diduga menghalangi pelepasan bahan peradangan dari sel mast dan menyebabkan berkurangnya kemungkinan pengkerutan saluran udara. Obat ini digunakan untuk mencegah terjadinya serangan, bukan untuk mengobati serangan.

Obat ini terutama efektif untuk anak-anak dan untuk penyakit asma karena olah raga. Obat ini sangat aman, tetapi relatif mahal dan harus diminum secara teratur meskipun penderita bebas gejala.4. Obat Antikolinergik

Obat ini bekerja dengan menghalangi kontraksi otot polos dan pembentukan lendir yang berlebihan di dalam bronkus oleh asetilkolin. Lebih jauh lagi, obat ini akan menyebabkan pelebaran saluran udara pada penderita yang sebelumnya telah mengkonsumsi agonis reseptor beta2-adrenergik. Contoh obat ini yaitu atropin dan ipratropium bromida.5. Pengubah LeukotrienMerupakan obat terbaru untuk membantu mengendalikan penyakit asma. Obat ini mencegah aksi atau pembentukan leukotrien (bahan kimia yang dibuat oleh tubuh yang menyebabkan terjadinya gejala-gejala penyakit asma). Contohnya montelucas, zafirlucas dan zileuton.Terapi Awal Pasang Oksigen 2-4 liter/menit dan pasang infuse RL atau D5 Bronkodilator (salbutamol 5 mg atau terbutalin 10 mg) inhalasi dan pemberian dapat diulang dalam 1 jam Aminofilin bolus intravena 5-6 mg/kgBB, jika sudah menggunakan obat ini dalam 12 jam sebelumnya cukup diberikan setengah dosis Anti inflamasi (kortikosteroid) menghambat inflamasi jalan nafas dan mempunyai efek supresi profilaksis Ekspektoran, apabila terdapat mukus kental dan berlebihan (hipersekresi) dalam saluran pernafasan menjadi salah satu pemberat serangan asma, oleh karenanya harus diencerkan dan dikeluarkan, misalnya dengan obat batuk hitam (OBH), obat batuk putih (OBP), gliseril guaiakolat (GG) Antibiotik, hanya diberikan jika serangan asma dicetuskan atau disertai oleh rangsangan infeksi saluran pernafasan, yang ditandai dengan suhu yang meninggi.Tujuan terapi edukasi kepada pasien atau keluarga:

Meningkatkan pemahaman (mengenai penyakit asma secara umum dan pola penyakit asma sendiri). Meningkatkan keterampilan (kemampuan dalam penanganan asma sendiri atau asma mandiri). Membantu pasien agar dapat melakukan penatalaksanaan dan mengontrol asma.Terapi Suportif

Terapi oksigen : Diberikan pada serangan sedang dan berat melalui kanula hid ung, masker atau headbox. Perlu dilakukan pemantauan saturasi oksigen, sebaiknya diukur dengan pulse oxymetry (nilai normal > 95%).

Campuran Helium dan oksigen Inhalasi Helioks (80% helium dan 20% oksigen). Selama 15 menit sebagai tambahan pemberian oksigen (dengan kanula hidung), bersama dengan nebulisasi salbutamol dan metilprednisolon IV, secara bermakna menurunkan pulsus paradoksus, meningkatkan peakflow dan mengurangi sesak. Campuran helium dan oksigen dapat memperbaiki oksigenasi karena helium bersifa t ringan sehingga dapat mengubah aliran turbulen menjadi laminar dan menyebabkan oksigen lebih mudah mencapai alveoli.

Terapi cairan. Dehidrasi dapat terjadi pada serangan asma berat karena kurang adekuatnya asupan cairan, peningkatan insensible water loss, takipnea serta efek diuretic teofilin. Pemberian cairan harus hati -hati karena pada asma berat terjadi peningkatan sekresi Antidiuretik Hormone (ADH) yang memudahkan terjadinya retensi cairan dan tekanan pleura negatif tinggi pada puncak inspirasi yang memudahkan terjadinya edema paru. Jumlah cairan yang diberikan adalah

LO 1.9 Komplikasi

Bila serangan asma sering terjadi dan telah berlangsung lama, maka akan terjadiemfisemadan mengakibatkan perubahan bentuk thoraks yaitu membungkuk kedepan dan memanjang. Pada asma kronik dan berat dapat terjadibentuk dada burung dara. Bila secret banyak dan kental, salah satu bronkus dapat tersumbat sehingga dapat terjadiatelektasispada lobus segmen yang sesuai.Bila atelektasis berlangsung lama dapat berubah menjadibronkiektasisdan bila ada infeksi akan terjadibronchopneumonia. Serangan asma yang terus menerus dan berlangsung beberapa hari serta berat dan tidak dapat diatasi dengan obat-obat biasa disebutstatus asmatikus.Status asmatikus adalah setiap serangan asma berat atau yang kemudian menjadi berat dan tidak memberikan respon (refrakter) adrenalin dan atau aminofilin suntikan dapat digolongkan pada status asmatikus. Penderita harus dirawat dengan terapi yang intensif.Atelektasis adalah pengerutan sebagian atau seluruh paru-paru akibat penyumbatan saluran udara (bronkus maupun bronkiolus) atau akibat pernafasan yang sangat dangkal.Hipoksemia adalah suatu kondisi dimana tubuh dapat kekurangan oksigen secara sistemik akibat inadekuatnya intake oksigen ke paru oleh serangan asma.Pneumotoraks adalah terdapatnya udara pada rongga pleura yang menyebabkan kolapsnya paru.Emfisema adalah penyakit yang gejala utamanya adalah penyempitan (obstruksi) saluran nafas karena kantung udara di paru menggelembung secara berlebihan dan mengalami kerusakan yang luas.LO 1.10 PencegahanPencegahan Primer

Ditujukan untuk mencegah sensitisasi pada bayi dengan resiko asma (orangtua asma), dengan cara:

Penghindaran Asap rokok dan polutan lain selama kehamilan dan masa perkembangan bayi/ anak

Diet Hipoalergenik ibu hamil, asalkan/ dengan syarat diet tersebut tidak mengganggu asupan janin

Pemberian ASI eksklusif sampai usia 6 bulan

Diet Hipoalergenik ibu menyusui

Pencegahan Sekunder

Ditujukan untuk mencegah inflamasi pada anak yang telah tersentisisasi dengan cara menghindari pajanan asap rokok, serta allergen dalam ruangan terutama tungau debu rumah

Pencegahan Tersier

Ditujukan untuk mencegah manifestasi asma pada anak yang telah menunjukkan manifestasi penyakit alergi. Sebuah penelitian multi senter yang dikenal dengan nama ETAC study (early treatment of atopic children) mendapatkan bahwa pemberian Setirizin selama 18 bulan pada anak atopi dengan dermatitis atopi dan igE spesifik terhadap serbuk rumput (pollen) dan tungau debu rumah menurunkan kejadian asma sebanyak 50% perlu ditekankan bahwa pemberian Setirizin pada penelitian ini bukan sebagai pengendali asma (controller)

LI 2 Memahami dan Menjelaskan Terapi Inhalasi pada Anak

LO 2.1 Prinsip Dasar

A. Definisi

Terapi inhalasi adalah cara pengobatan dengan memberi obat untuk dihirup agar dapat langsung masuk menuju paru-paru sebagai organ sasaran obatnya. Terapi inhalasi merupakan cara pengobatan dengan memberi obat dalam bentuk uap secara langsung pada alat pernapasan menuju paru-paru.

B. Tujuan

menormalkan kembali pernapasan yang terganggu akibat adanya lender atau karena sesak napas. Terapi inhalasi lebih efektif, kerjanya lebih cepat pada organ targetnya, serta membutuhkan dosis obat yang lebih kecil, sehingga efek sampingnya ke organ lain pun lebih sedikit. Sebanyak 20-30% obat akan masuk disaluran napas dan paru-paru. Sedangkan 2-5% mungkin akan mengendap di mulut dan tenggorokan. Ilustrasinya, obat akan jaln-jalan dulu kelambung, ginjal atau jantung yakni paru-paru sehingga ketika sampai paru-paru obat relative tinggal sedikit.

C. Indikasi

Proses perawatan penyakit saluran pernafasan yang akut maupun yang kronik, misalnya asma. Penyakit asma paling sering dijumpai pada anak-anak

Saat bayi/anak terserang batuk berlendir

Pada asma penggunaan obat secara inhalasi dapat mengurang efek samping yang sering terjadi pada pemberian parenteral atau peroral, karena dosis yang sangat kecil dibandingkan dengan jenis lainnya

D. Keamanan penggunaan

Terapi inhalasi aman bagi segala usia termasuk bayi. Dengan terapi ini bayi cukup bersikap pasif ( bernapas saja ) kalaupun menangis tak perlu khawatir karena efeknya malah semakin bagus karena obatnya akan terhirup.

E. Cara kerja terapi inhalasi sederhana

Setelah bayi/anak diinhalasi, lendir yang ada di paru-parunya akan mencair

Lendirnya terkadang tak bisa keluar dengan sendirinya karena lemahnya reflek/kemampuan batuk anak / bayi

Sehingga biasanya diperlukan tahapan fisioterapi selanjutnya. Perkusi, vibrasi atau dadanya dihangatkan dengan sinar infra merah bila dianggap perlu

Setelah melanjutkan proses ini biasanya anak akan muntah. Jangan panik karena muntah merupakan efek yang wajar dari terapi inhalasi. Setelah muntah biasanya anak akan merasa lega. Sebaliknya kalau tidak muntah orang tua tidak perlu risau, yang penting lendir yang mengganggu napasnya sudah keluar dan paru-paru.

Dan pemeriksaan dengan stetoskop akan diketahui masih ada tidaknya lendir di paru-paru.

Bila sudah tidak ada berarti inhalasi berjalan efektif

F. Obat yang digunakan

1. Untuk mendapatkan manfaat obat yang optimal, obat yang diberikan per inhalasi harus dapat mencapai tempat kerjanya di dalam saluran napas

2. Obat yang digunakan biasanya dalam bentuk aerosol, yaitu suspensi partikel dalam gas

3. Obat yang biasanya digunakan dalam terapi inhalasi adalah golongan pelega saluran napas ( bronkodilator ) atau untuk mengurangi inflamasi atau peradangan jalan napas ( golongan kortikosteroid )

4. Ada obat-obat yang harus digunakan secara rutin untuk mencegah serangan asma dan ada obat-obat yang cukup digunakan pada saat terjadinya serangan

G. Alat yang digunakan

Pemberian aerosol yang ideal adalah dengan alat yang sederhana, mudah dibawa, tidak mahal, secara selektif mencapai saluran napas bawah, hanya sedikit yang tertinggal di saluran napas atas, serta dapat digunakan oleh anak.

1. Semprot ( inheler ). Walaupun lebih praktis, inheler lebih pendek waktu penggunaannya sebab untuk anak-anak belum bisa menghirup sendiri dengan benar

2. Motor/pompa ( nebulizer ) bisa dikatakan lebih efektif untuk anak karena obat akan keluar sedikit demi sedikit hingga lebih efektif.

LO.2.2 Memahami dan Menjelaskan Jenis Terapi Inhalasi

1. Metered-dose inhaler (MDI), adalah berupa alat semprot yang berisi obat yang harus dihirup dengan ukuran dosis tertentu. Diperlukan teknik yang benar untuk dapat menggunakan MDI ini, antara lain perlu adanya koordinasi yang pas pada saat menekan alat semprot tersebut dengan saat menghirup obatnya, sehingga untuk anak-anak kecil alat ini mungkin akan agak sulit cara menggunakannya, kecuali jika sudah dilatih. Spacer (alat penyambung) akan menambah jarak alat dengan mulut, sehingga kecepatan aerosol pada saat dihisap menjadi berkurang, hal ini mengurangi pengendapan di orofaring (saluran napas atas) sehingga mengurangi jumlah obat yang tertelan dan mengurangi efek sistemik. Specer ini berupa tabung (dapat bervolume 80 ml) dengan panjang sekitar 10-20 cm, atau bentuk lain berupa kerucut dengan volume 1000 ml. Penggunaan spacer ini sangat menguntungkan pada anak.

2. Dry powder inhaler (DPI), alat berisi serbuk untuk dihisap. Penggunaan obat hirupan dalam bentuk bubuk kering (DPI) seperti Spinhaler, Diskhaler, Rotahaler, Turbuhaler, Easyhaler, Twisthaler, memerlukan inspirasi (upaya menarik/enghirup napas) yang cukup kuat. Pada anak yang kecil ini sulit dilakukan. Pada anak yang lebih besar penggunaan obat serbuk ini dapat lebih mudah, karena kurang memerlukan koordinasi dibandingkan MDI. Deposisi (penyimpanan) obat pada paru lebih tinggi dibandingkan MDI dan lebih konstan, sehingga dianjurkan diberikan pada anak diatas 5 tahun (anak usia sekolah).

Daftar Pustaka

1. Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia. Asma Dalam: Temu Ilmiah Respirologi Anak IV. Bagian FK USU / RS. HAM Medan. 2003; 1 12.

2. Hasan R., Alatas H. Asma. Dalam: Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak 3. Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. 1985; 1203 28.

3. Nelson WE. Asma. Dalam: Ilmu Kesehatan Anak Nelson. Edisi 15 Vol. 1. Alih Bahasa: Wahab S.A. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. 1997; 775 90.

4. Matondang CS., Wahidiyat I., Sastroasmoro S. Paru. Dalam: Diagnosis Fisik Pada Anak. Edisi 2 Penerbit CV. Sagung Seto. Jakarta. 2003; 70 4.