wrap up sk 1 a 14

107
WRAP UP SKENARIO 1 BLOK ENDOKRIN “PENGLIHATAN TERGANGGU” KELOMPOK A-14 KETUA : Kharisma Berlian Sjukri (1102013150) SEKRETARIS : Arlita Mirza Dian Prastiwi (1102013043) ANGGOTA : Arief Nurhidayah Saputro (1102012028) Ayu Mulyalestari (1102012037) Khalida Handayacita (1102012140) Abdul Rahman (1102013001) Abiyya Farah Putri (1102013003) 2

Upload: arlita-mirza-dian-prastiwi

Post on 11-Dec-2015

35 views

Category:

Documents


8 download

DESCRIPTION

blok endokrin sk 1

TRANSCRIPT

Page 1: Wrap Up Sk 1 a 14

WRAP UP SKENARIO 1

BLOK ENDOKRIN

“PENGLIHATAN TERGANGGU”

KELOMPOK A-14

KETUA : Kharisma Berlian Sjukri (1102013150)

SEKRETARIS : Arlita Mirza Dian Prastiwi (1102013043)

ANGGOTA : Arief Nurhidayah Saputro (1102012028)

Ayu Mulyalestari (1102012037)

Khalida Handayacita (1102012140)

Abdul Rahman (1102013001)

Abiyya Farah Putri (1102013003)

Anita Indah Fitrianti (1102013034)

Dhina Lorenza (1102013082)

Fathonah Fatimatuzahra Said (1102013108)

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS YARSI

JAKARTA

2015/2016

2

Page 2: Wrap Up Sk 1 a 14

SKENARIO 1PENGLIHATAN TERGANGGU

Tn. A, 56 tahun, mengeluh penglihatan terganggu di kedua mata sejak 2 bulan yang lalu. Kadang-kadang terlihat bintik gelap dan lingkaran-lingkaran cahaya. Pasien sudah mengidap DM tope 2 sejak 5 tahun. Saat ini telapak kaki terasa kesemutan dan nyeri bila berjalan.Tekanan darah 130/90 mmHg, berat badan 80 kg, tinggi badan 165 cm dan indeks massa tubuh (IMT) 29,4 kg/m2, lingkar perut 108 cm. Kulit teraba kering dan pada pemeriksaan sensorik dengan Monofilament Semmes Weinsten 10 gram sudah terdapat penurunan rasa nyeri. Pemeriksaan Ankle Brachial Index 0,9. Pada pemeriksaan funduskopi terdapat mikroaneurisme dan perdarahan dalam retina. Hasil laboratorium glukosa darah puasa 256 mg/dl, glukosa darah 2 jam setelah makan 345 mg/dl, HbA1c 10,2 g/dl dan protein urin positif 3.Dokter mentarankan untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut untuk melihat komplikasi kronik mikroangiopati, makroangiopati, dan neuropati. Pasien juga diberikan edukasi perencanaan makan diet 1900 kalori yang halal dan baik sesuai ajaran Islam, jenis olahraga yang sesuai dan pemberian insulin untuk mengontrol glukosa darahnya, serta efek samping yang dapat terjadi akibat pemberian obat.

3

Page 3: Wrap Up Sk 1 a 14

Kata sulit :

1. DM tipe 2 : Gangguan metabolic dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin,kerja insulin atau kedua duanya. Biasanya pada usia > 45 Tahun.

2. Monofilament Semmes Weinsten : Uji sensibilitas untuk mengetahui adanya diabetic peripheral neuropathy.

3. Mikroaneurisme : Pembengkakan pembuluh darah berukuran mikro dan dapat terlihat titik titik merah pada retina.

4. Ankle Brachial Index : Membandingkan tekanan sistol pada betis dan lengan.

5. Pemeriksaan Funduskopi : Pemeriksaan mata bagian fundus untuk melihat kelainan pada jaringan mata, pembuluh drah,dan saraf penglihatan. Pemeriksaan dengan optalmuskopi.

6. Mikroangiopati : Adanaya lipid/Gumpalan darah pada pembuluh darah kecil.

7. Makroangiopati : Adanya lipid/ gumpalan darah pada pembuluh darah besar.

8. HbA1C : Zat yang terbentuk dari reaksi glukosa dan hemoglobin yang menggambarkan konsentrasi gula darah rata rata selama 1-3 bulan.

9. Insulin : Polipeptida yang terdiri dari 2 rantai dibuat di sel beta pancreas.

10. IMT :untuk mengetahui ideal atau tidaknya massa tubuh dengan cara berat badan (kg) dibagi dengan tinggi badan (m2).

11. Neuropati : Gangguan syaraf yang menimbulkan rasa nyeri, kesemutan dan mati rasa.

4

Page 4: Wrap Up Sk 1 a 14

Pertanyaan:

1. Apa yang menyebabkan terlihatnya bintik gelap dan lingkaran cahaya pada mata?2. Apa penyebab kesemutan yang dialami pasien?3. Berapa kadar normal IMT?4. Apa penyebab proteinuria pada pasien?5. Apa tujuan dilakukannya ankle brachial index?6. Mengapa pasien harus diet rendah kalori?7. Apa saja komplikasi DM Tipe 2? Mengapa bisa terjadi?8. Adakah terapi untuk pasien selain insulin dan diet rendah kalori?9. Apa efek samping dari pemberian obat?10. Mengapa terjadi perdarahan pada retina? Mengapa terjadi mikroaneurisme?11. Apa faktor resiko dari DM tipe 2?12. Bagaimana diet rendah kalori yang halal?13. Apa jenis olahraga yang sesuai?

Jawaban:

1. Karena terjadi mikroaneurisme.2. Karena aliran darah tidak lancar, maka terjadi neuropati dan menyebabkan kesemutan.3. – underweight: <18,5

- Normal : 18,5-22,9- Overweight : > 23- Resiko obesitas :24 -24,9- Obesitas tingkat 1 : 25- 29,9- Obesitas tingkat 2 : > 30

4. Insulin menghambat gluconeogenesis, karena insulin menurun, asam aminotidak disintesis sehingga menumpuk di aliran darah lalu masuk ke ginjal dan keluar bersama urin.

5. Karena adanya kelainan pembuluh darah dan untuk mengetahui resiko penyakit di pembuluh darah.

6. Karena insulin terhambat sehingga menumpuk di pembuluh darah, untuk erhindar dari komplikasi lainnya.

7. – Retinopahy Diabetic: suplai darah terhambat sehingga suplai oksigen menurun.- Ketoasidosis diabetic: insulinnya menurun - Koma asidosis asam laktat

8. Ada , olahraga, oba obat hiperglikemi9. Hipoglikemia, BB meningkat, edema10. Aliran darah tersumbat lalu terjadi mikroangiopati yang mebentuk neovaskular yang

rapuh dan mudah patah.11. Usia, lifestyle, jenis kelamin, obesitas, genetic.12. Menurut ajaran agama islam: tidak makan berlebih, berhenti makan sebelum kenyang,

memilih makanan yang halal dan thoyiban, cuci tangan dan membaca doa sebelum dan sesudah makan.

5

Page 5: Wrap Up Sk 1 a 14

13. Yang bersifat : aerobic 30 menit selama 5 kali setiap minggunya, angkat beban, stretching (supaya idak kaku).

Sasaran belajar :

LI 1. Memahami dan Menjelaskan Pernan Insulin dalam Tubuh Manusia

1.1. Menjelaskan struktur kimia, sintesis, sekresi dan pengaturan insulin di dalam tubuh manusia normal.

1.2 Menjelaskan factor factor yang menstimulasi dan menghambat sekresi insulin.

1.3 Menjelaskan faal insulin terutama efeknya terhadap metabolisme karbohidrat,lemak dan protein

LI 2. Memahami dan menjelaskan penyakit Diabetes Melitus

2.1. Menjelaskan dasar dasar penyakit DM dengan menyebutkan definisi,etiologi, klasifikasi dan pathogenesis

2.2. Menjelaskan bagaimana mendiagnosis DM dari mulai anamnesis, tanda klinis dan pemeriksaan penunjang.

2.3. Menjelaskan cara mendiagnosis dan melakukan penatalaksanaan komplikasi akut pada penyakit DM : hipoglikemia, ketoasidosis diabetic, dan hyperosmolar nonketotik

2.4. Menjelaskan cara mendiagnosis dan melakukan penatalaksanaan komplikasi kronik penyakit DM :mikroangiopati, makroangiopai dan neuropati

2.5. Menjelaskan penatalaksanaan DM : diet, olahraga dan obat

2.6. Menjelaskan prognosis DM

2.7. Menjelaskan pencegahan penyakit DM dengan cara edukasi, baik pencegahan primer , sekunder maupun tersier

LI 3. Memahami dan menjelaskan retinopati diabetic

3.1. Menjelaskan definisi,epidemiologi,etiologi,klasifikasi dan patofisiologi

3.2. Menjelaskan gejala klinis dan pemeriksaan untuk menegakkan diagnosis

3.3. Menjelaskan penatalaksanaan dan prognosis

3.4. Menjelaskan pencegahn retinopati diabetic

LI 4. Memahami dan menjelaskan cara menghiung kebutuhan kalori pada pasien DM

4.1. Menjelaskan perhitungan kebutuhan kalori total sesuai jenis kelamin, usia, berat badan, tinggi badan, aktivitas fisik dan factor stress, dengan metode Broca dan Harris Benedict

4.2. Menjelaaskan presentasekomposisi makronutrien karbohidrat, protein, lemak dan menterjemahkannya dalam bentuk gram

6

Page 6: Wrap Up Sk 1 a 14

4.3. Menjelaskan jumlah gram karbohidrat, protein,lemak dalam bentuk bahan makanan menggunakan Daftar Komposisi Bahan Makanan Penukar (DKBM)

LI 5. Memahami dan menjelaskan farmakoterapi obat anti diabetes

5.1. Menjelaskan penggolongan , farmakokinetik, farmakodinamik, efek samping,dan kontra indikasi obat anti hipoglikemik oral

5.2. Menjelaskan penggolongan , farmakokinetik, farmakodinamik, efek samping,dan cara pemberian insulin.

LI 6. Memahami dan menjelaskan makanan yang halal dan baiksesuai ajaran Islam

7

Page 7: Wrap Up Sk 1 a 14

LI 1. Memahami dan Menjelaskan Pernan Insulin dalam Tubuh Manusia

1.1. Menjelaskan struktur kimia, sintesis, sekresi dan pengaturan insulin di dalam tubuh manusia normal.

Struktur Kimia InsulinSecara kimia, insulin adalah protein kecil sederhana yang terdiri dari 51asam amino, 30 di antaranya merupakan satu rantai polipeptida, dan 21 lainnya yang membentuk rantai kedua. Kedua rantai dihubungkan olehikatan disulfida.Kode genetik untuk insulin ditemukan dalam DNA di bagian atas lengan pendek dari kromosom kesebelas yang berisi 153 basa nitrogen (63 dalam rantai A dan 90 dalam rantai B). DNA yang membentuk kromosom, terdiridari dua heliks terjalin yang dibentuk dari rantai nukleotida, masing-masingterdiri dari gula deoksiribosa, fosfat dan nitrogen. Ada empat basa nitrogen 9 yang berbeda yaitu adenin, timin, sitosin dan guanin. Sintesis protein tertentu seperti insulin ditentukan oleh urutan dasar tersebut yang diulang.

Sintesis Insulin

Insulin disintesis sebagai suatu preprohormon dan merupakan prototipe untuk peptida yang diproses dari molekul prekusor yang lebih besar. Rangkaian pra atau rangkaian “pemandu” yang bersifat hidrofobik dengan 23 asam amino mengarahkan molekul tersebut ke dalam sisterna retikulum endoplasma dan kemudian dikeluarkan. Proses ini menghasilkan molekul proinsulin dengan berat molekul 9000 yang menyediakan bentuk yang diperlukan bagi pembentukan jembatan disulfida yang sempurna. Molekul proinsulin menjalani serangkaian pemecahan peptida yang tapakspesifik sehingga terbentuk insulin yang matur dan peptida C yang ekuimolar.

8

Page 8: Wrap Up Sk 1 a 14

Proinsulin disintesis oleh ribosom pada retikulum endoplasma yang kasar, dan pengeluaran enzimatik peptida pemandu (pre) memotong ikatan disulfide serta pelipatan terjadi di dalam sisterna organel ini. Molekul proinsulin diangkut ke apparatus Golgi, di sini proteolisis serta pengemasan ke dalam granul sekretorik dimulai. Granul terus mematangka n diri ketika melintasi sitoplasma menuju membran plasma. Proinsulin dan insulin keduanya bergabung dengan seng untuk membentuk heksamer, tetapi karena sekitar 95% dari proinsulin tersebut diubah menjadi insulin, kristal hormon terakhir inilah yang memberikan keistimewaan morfologik kepada granul tersebut. Peptida C dengan jumlah ekuimolar terdapat di dalam granul ini, kendati molekul ini tidak membentuk struktur kristal. Dengan perangsangan yang tepat, granul yang matur akan menyatu dengan membran plasma dan melepaskan isinya ke dalam cairan ekstrasel lewat proses eksositosis.

Sekresi Insulin

Insulin merupakan hormon yang terdiri dari rangkaian asam amino, dihasilkan oleh sel beta kelenjar pankreas. Dalam keadaan normal, bila ada rangsangan pada sel beta, insulin disintesis dan kemudian disekresikan kedalam darah sesuai kebutuhan tubuh untuk keperluan regulasi glukosa darah. Secara fisiologis, regulasi glukosa darah yang baik diatur bersama dengan hormone glukagon yang disekresikan oleh sel alfa kelenjar pankreas.   Sintesis insulin dimulai dalam bentuk preproinsulin (precursor hormon insulin) pada retikulum endoplasma sel beta. Dengan bantuan enzim peptidase, preproinsulin mengalami pemecahan sehingga terbentuk proinsulin, yang kemudian dihimpun dalam gelembung-gelembung (secretory vesicles) dalam sel tersebut. Di sini, sekali lagi dengan bantuan enzim peptidase, proinsulin diurai menjadi insulin dan peptida-C (C-peptide) yang keduanya sudah siap untuk disekresikan secara bersamaan melalui membran sel.

  Mekanism diatas diperlukan bagi berlangsungnya proses metabolisme secara normal, karena fungsi insulin memang sangat dibutuhkan dalam proses utilisasi glukosa yang ada dalam darah. Kadar glukosa darah yang meningkat, merupakan komponen utama yang memberi rangsangan terhadap sel beta dalam memproduksi insulin. Disamping glukosa, beberapa jenis asam amino dan obat-obatan, dapat pula memiliki efek yang sama dalam rangsangan terhadap sel beta. Mengenai bagaimana mekanisme sesungguhnya dari sintesis dan sekresi insulin setelah adanya rangsangan tersebut, merupakan hal yang cukup rumit dan belum sepenuhnya dapat dipahami secara jelas.

  Diketahui ada beberapa tahapan dalam proses sekresi insulin, setelah adanya rangsangan oleh molekul glukosa. Tahap pertama adalah proses glukosa melewati membrane sel. Untuk dapat melewati membran sel beta dibutuhkan bantuan senyawa lain. Glucose transporter (GLUT) adalah senyawa asam amino yang terdapat di dalam berbagai sel yang berperan dalam proses metabolisme glukosa. Fungsinya sebagai “kendaraan” pengangkut glukosa masuk dari luar kedalam sel jaringan tubuh. Glucose transporter 2 (GLUT 2) yang terdapat dalam sel beta misalnya, diperlukan dalam proses masuknya glukosa dari dalam darah, melewati membran, ke dalam sel. Proses ini penting bagi tahapan selanjutnya yakni molekul glukosa akan mengalami proses glikolisis dan fosforilasi didalam sel dan kemudian membebaskan molekul ATP. Molekul ATP yang terbentuk, dibutuhkan untuk tahap selanjutnya yakni proses mengaktifkan penutupan

9

Page 9: Wrap Up Sk 1 a 14

Glucose signaling

Glucose GLUT-2

Glucose

Glucose-6-phosphate

ATP

Depolarizationof

membrane

K+ channel shut

Ca2+ Channel Opens

Insulin + C peptide

Cleavage enzymes

Proinsulin preproinsulin

Preproinsulin Insulin

SynthesisB. cell

K+ ↑↑

Gb.1 Mekanisme sekresi insulin pada sel beta akibat stimulasiGlukosa ( Kramer,95 )

Dinamika sekresi insulin

Insulin Release

K channel pada membran sel. Penutupan ini berakibat terhambatnya pengeluaran ion K dari dalam sel yang menyebabkan terjadinya tahap depolarisasi membran sel, yang diikuti kemudian oleh tahap pembukaan Ca channel. Keadaan inilah yang memungkinkan masuknya ion Ca sehingga menyebabkan peningkatan kadar ion Ca intrasel. Suasana ini dibutuhkan bagi proses sekresi insulin melalui mekanisme yang cukup rumit dan belum seutuhnya dapat dijelaskan.( Gambar 1 ) 

   Seperti disinggung di atas, terjadinya aktivasi penutupan K channel  tidak hanya disebabkan oleh rangsangan ATP hasil proses fosforilasi glukosa intrasel, tapi juga dapat oleh pengaruh beberapa faktor lain termasuk obat-obatan. Namun senyawa obat-obatan tersebut, misalnya obat anti diabetes sulfonil urea, bekerja pada reseptor tersendiri,  tidak pada reseptor yang sama dengan glukosa, yang disebut sulphonylurea receptor (SUR)  pada membran sel beta. 

Mekanisme Kerja InsulinReseptor insulin dijumpai di berbagai jenis sel dalam tubuh, termasuk sel yang tidak

meningkatkan ambilan glukosanya meskipun dengan adanya insulin. Reseptor tersebut, yang memiliki berat molekul sekitar 340.000, adalah suatu tetramer yang terdiri dari dua subunit glikoprotein. Kesemuanya disintesis pada suatu mRNA dan kemudian mengalami pemisahan secara proteolisis kemudian berikatan satu sama lain dengan ikatan disulfida. Gen untuk reseptor insulin memiliki 22 ekson dan terletak di kromosom 19. Subunit α mengikat insulin dan terletak ekstrasel, sementara subunit β melintasi membran. Ujung intrasel subunit β memiliki aktivitas tirosin kinase. Subunit αdan β mengalami glikosilasi, dengan residu gula meluas ke dalam cairan interstisium.

Pengikatan insulin mencetuskan aktivitas tirosin kinase subunit β, menyebabkan otofosforilasi subunit β pada residu tirosin. Otofosforilasi, yang penting bagi efek biologik

10

Page 10: Wrap Up Sk 1 a 14

insulin, memicu fosforilasi sebagian protein sitoplasma dan defosforilasi pada protein lainnya, umumnya pada residu serin dan treonin. Telah ditemukan empat protein substrat reseptor insulin (IRS) di sel : IRS-1, IRS-2, IRS-3, dan IRS-4. Masing-masing mungkin merupakan sebagian kecil faktor dalam kaitannya dengan kerja insulin. Sebagai, contoh, tikus yang gen reseptor insulinnya dirusak memperlihatkan retardasi pertumbuhan yang parah in-utero, mengalami kelainan SSP dan kulit, dan mati saat lahir akibat kegagalan pernafasan. Namun tikus yang mengalami perusakan IRS-1 hanya mengalami retardasi pertumbuhan tingkat sedang in-utero, dapat bertahan hidup dan resisten insulin tetapi selain itu tetap normal. Dengan demikian, jalur intrasel yang tidak melibatkan IRS-1 tampak ikut serta dalam kerja insulin.

Sewaktu berikatan dengan reseptornya, insulin menggumpal dalam bercakbercak dan dimasukkan ke dalam sel melalui proses endositosis yang diperantarai reseptor. Akhirnya kompleks insulin-reseptor masuk ke dalam lisosom, tempat reseptor diperkirakan terurai atau didaur ulang. Waktu paruh reseptor insulin adalah sekitar 7 jam. Jumlah atau afinitas reseptor insulin, atau keduanya, dipengaruhi oleh insulin dan hormon lain, olahraga, makanan, dan faktor lain. Pajanan ke insulin dalam jumlah yang meningkat akan menurunkan konsentrasi (down-regulation) reseptor, dan pajanan ke insulin dalam jumlah menurun akan meningkatkan afinitas reseptor. Jumlah reseptor per sel meningkat pada kelaparan dan menurun pada obesitas dan akromegali. Afinitas reseptor meningkat pada insufisiensi adrenal dan menurun oleh kelebihan glukokortikoid.

Transporter Glukosa

Glukosa masuk ke dalam semua sel melalui difusi terfasilitasi atau di usus dan ginjal, melalui transport aktif sekunder dengan Na+. Di otot, jaringan lemak, dan sebagain jaringan lain, insulin mempermudah masuknya glukosa ke dalam sel dengan meningkatkan jumlah transporter glukosa ke dalam sel.

Transporter glukosa yang berperan dalam difusi terfasilitasi glukosa melintasi membran sel adalah sekelompok protein yang berkaitan erat dan 12 kali melintasi membran sel serta memiliki terminal amino dan karboksil di dalam sel. Protein-protein ini berbeda, dan tidak memiliki homologi, dengan transporter glukosa dependen natrium, SGLT, dan SGLT 2, yang berperan dalam transpor aktif sekunder glukosa keluar usus dan tubulus ginjal walaupun SGLT juga memiliki 12 ranah transmembran. Asam amino transporter fasilitatif, yang terutama terdapat dalam segmen heliks transmembran 3,5,7, dan 11 tampaknya mengelilingi saluran tempat masuk glukosa. Diperkirakan kemudian terjadi konformasi lalu perubahan, dan glukosa kemudian dilepaskan ke dalam sel.

Telah diketahui tujuh transporter glukosa yang berbeda-beda, yang diberi nama sesuai urutan penemuan GLUT 1-7. Molekul-molekul ini mengandung 492-524 residu asam amino, dan afinitasnya terhadap glukosa di jaringan otot dan adiposa yang dirangsang oleh insulin. Dalam vesikel di sitoplasma sel-sel peka insulin, terdapat cadangan molekul GLUT 4. Bila reseptor insulin di sel-sel ini diaktifkan, vesikel tersebut bergerak cepat ke membran sel dan berfusi dengannya, menyelipkan transporter ke dalam membran sel. Saat kerja insulin terhenti, bercak membran yang mengandung transporter mengalami endositosis, dan vesikel siap untuk pajanan insulin berikutnya. Pengaktifan reseptor insulin menyebabkan pergerakan vesikel ke membran sel dengan mengaktifkan fosfo-inositol 3 kinase. Sebagian besar dari transporter GLUT lain yang tidak peka insulin tampaknya tetap berada di membran sel.

11

Page 11: Wrap Up Sk 1 a 14

Pada jaringan yang jumlah transporter glukosa di membran selnya ditingkatkan oleh insulin, kecepatan fosforilasi glukosa, setelah masuk ke dalam sel, diatur oleh hormon lain. Hormon pertumbuhan dan kortisol menghambat fosforilasi di jaringan tertentu. Proses ini dalam keadaan normal berlangsung sedemikian cepat sehingga bukanlah merupakan reaksi penentu kecepatan di sel B.

Insulin juga meningkatakan pemasukan glukosa ke dalam sel hati, tetapi bukan melalui peningkatan jumlah transporter glukosa GLUT-4 di membran sel, melainkan dengan memicu glukokinase. Hal ini meningkatkan fosforilasi glukosa bebas intrasel tetap rendah, mempermudah masuknya glukosa ke dalam sel.

Jaringan peka insulin juga mengandung populasi vesikel GLUT 4 yang bergerak ke dalam membran sel sebagai respons dari berolahraga dan populasi vesikel ini tidak bergantung pada kerja insulin. Hal ini merupakan penyebab mengapa berolahraga dapat menurunkan kadar gula darah. Suatu kinase yang diaktifkan oleh 5’AMP mungkin berperan dalam insersi vesikel ini ke membran sel.Hubungan dengan K+

Insulin menyebabkan K+ masuk ke dalam sel sehingga terjadi penurunan konsentrasi K+ ekstrasel. Pemberian infus insulin dan glukosa secaara bermakna menurunkan kadar K+ plasma pada orang normal dan sangat efektif untuk mengatasi hiperkalemia secara temporer pada pasien gagal ginjal. Hipokalemia sering terjadi pada pasien asidosis diabetikum yang mendapat insulin. Penyebab migrasi intrasel K+ masih belum diketahui. Namun, insulin meningkatkan aktivitas Na+K+ATPase di membran sel, sehingga lebih banyak K+dipompa ke dalam sel.Efek lain

Efeknya pada glikogen sintase meingkatkan penyimpanan glikogen, dan efeknya pada enzim glikolitik mendorong metabolisme glukosa menjadi dua fragmen karbon, dengan akibat peningkatan lipogenesis. Perangsangan sintesis protein akibat masuknya asam amino ke dalam sel dan hambatan pemecahan protein juga mendorong pertumbuhan.

Efek anabolik insulin dibantu oleh efek hemat protein karena pasokan glukosa intrasel yang adekuat. Kegagalan pertumbuhan adalah salah satu gejala diabetes pada anak, dan insulin merangsang pertumbuhan tikus imatur yang mengalami hipofisektomi sampai ke tingkat yang mendekati hormon pertumbuhan.

1.2 Menjelaskan factor factor yang menstimulasi dan menghambat sekresi insulin.

Peningkatan kadar glukosa darah, seperti yang terjadi setelah penyerapan makanan, secara langsung merangsang sintesis dan pengeluaran insulin oleh sel β. Sebaliknya penurunan kadar glukosa darah di bawah normal, seperti yang terjadi saat puasa, secara langsung menghambat sekresi insulin. Selain konsentrasi glukosa plasma., berbagai masukan berikut juga berperan dalam mengatur skeresi insulin: 

Peningkatan kadar asam amino plasma, seperti yang terjadi setelah memakan makanan tinggi protein, secara langsung merangsang sel β untuk meningkatkan sekresi insulin. Melalui mekanisme umpan balik negatif, peningkatan insulin tersebut meningkatkan masuknya asam – asam amino tersebut ke dalam sel, sehingga kadar asam amino dalam darah menurun sementara sintesis proein meningkat.

Hormon pencernaan utama yang disekresikan oleh saluran pencernaan sebagai respons

12

Page 12: Wrap Up Sk 1 a 14

terhadap adanya makanan, terutama gastric inhibotiry peptide (GIP), merangsang sekresi insulin penkreas selain memiliki efek regulatorik langsung pada sistem pencernaan. Melalui kontrol ini, sekresi insulin meningkat secara “feedforward” atau antisipatorik bahkan sebelum terjadi penyerapan zat gizi yang meningkatkan kadar glukosa dan asam amino dalam darah.

Sistem saraf otonom secara langsung juga mempengaruhi sekresi insulin. Pulau – pulau langerhans dipersarafi oleh banyak serat saraf parasimpatis dan simpatis. Peningkatan aktivits parasimpatis yang terjadi sebagai respons terhadap makanan dalam saluran pencernaan merangsang pengeluaran insulin. Sebaliknya, stimulasi simpatis dan peningkatan pengeluaran epinefrin akan menghambat sekresi insulin. Penurunan insulin meningkatkan kadar glukosa darah, suatu respons yang sesuai untuk keadaan – keadaan pada saat terjadi aktivitas sistem simpatis yaitu, stres dan olahraga.

Faktor yang Mempengaruhi sekresi insulinStimulator Inhibitor GlukosaManosaAsam amino (leusin, arginin, lain-lain)Hormon saluran cerna (GIP, GLP-1, gastrin, sekretin, CCK, dll)Asam beta-ketoAsetilkolinGlukagonCAMPStimulator adrenergik-betaTeofilinSulfonilurea

Somatostatin2-deoksiglukosaManoheptulosaStimulator adrenergik-alpha (norepinefrin, epinefrin)Penghambat adrenergik-beta (propanolol)GalaninDiazoksidDiuretik tiazidDeplesi K+FenitoinAloksanInhibitor mikrotubulusInsulin

1.3 Menjelaskan faal insulin terutama efeknya terhadap metabolisme karbohidrat,lemak dan protein

Efek Metabolisme dari InsulinGangguan, baik dari produksi maupun aksi insulin, menyebabkan gangguan pada

metabolisme glukosa, dengan berbagai dampak yang ditimbulkannya. Pada dasarnya ini bermula dari hambatan dalam utilisasi glukosa yang kemudian diikuti oleh peningkatan kadar glukosa darah. Secara klinis, gangguan tersebut dikenal sebagai gejala diabetes melitus. Pada diabetes melitus tipe 2 (DMT2), yakni jenis diabetes yang paling sering ditemukan, gangguan metabolisme glukosa disebabkan oleh dua faktor utama yakni tidak adekuatnya sekresi insulin (defisiensi insulin) dan kurang sensitifnya jaringan tubuh terhadap insulin (resistensi insulin), disertai oleh faktor lingkungan ( environment ). Sedangkan pada diabetes tipe 1 (DMT1), gangguan tersebut murni disebabkan defisiensi insulin secara absolut.

13

Page 13: Wrap Up Sk 1 a 14

Gangguan metabolisme glukosa yang terjadi, diawali oleh kelainan pada dinamika sekresi insulin berupa gangguan pada fase 1 sekresi insulin yang tidak sesuai kebutuhan (inadekuat). Defisiensi insulin ini secara langsung menimbulkan dampak buruk terhadap homeostasis glukosa darah. Yang pertama terjadi adalah hiperglikemia akut pascaprandial (HAP) yakni peningkatan kadar glukosa darah segera (10-30 menit) setelah beban glukosa (makan atau minum).

Kelainan berupa disfungsi sel beta dan resistensi insulin merupakan faktor etiologi yang bersifat bawaan (genetik). Secara klinis, perjalanan penyakit ini bersifat progressif dan cenderung melibatkan pula gangguan metabolisme lemak ataupun protein. Peningkatan kadar glukosa darah oleh karena utilisasi yang tidak berlangsung sempurna pada gilirannya secara klinis sering memunculkan abnormalitas dari kadar lipid darah. Untuk mendapatkan kadar glukosa yang normal dalam darah diperlukan obat-obatan yang dapat merangsang sel beta untuk peningkatan sekresi insulin ( insulin secretagogue ) atau bila diperlukan secara substitusi insulin, disamping obat-obatan yang berkhasiat menurunkan resistensi insulin ( insulin sensitizer ).

Tidak adekuatnya fase 1, yang kemudian diikuti peningkatan kinerja fase 2 sekresi insulin, pada tahap awal belum akan menimbulkan gangguan terhadap kadar glukosa darah. Secara klinis, barulah pada tahap dekompensasi, dapat terdeteksi keadaan yang dinamakan Toleransi Glukosa Terganggu yang disebut juga sebagai prediabetic state. Pada tahap ini mekanisme kompensasi sudah mulai tidak adekuat lagi, tubuh mengalami defisiensi yang mungkin secara relatif, terjadi peningkatan kadar glukosa darah postprandial. Pada toleransi glukosa terganggu (TGT) didapatkan kadar glukosa darah postprandial, atau setelah diberi beban larutan 75 g glukosa dengan Test Toleransi Glukosa Oral ( TTGO ), berkisar diantara 140-200 mg/dl. Juga dinamakan sebagai prediabetes, bila kadar glukosa darah puasa antara 100 – 126 mg/dl, yang disebut juga sebagai Glukosa Darah Puasa Terganggu ( GDPT ). Keadaan hiperglikemia yang terjadi, baik secara kronis pada tahap diabetes, atau hiperglikemia akut postprandial yang terjadi ber-ulangkali setiap hari sejak tahap TGT, memberi dampak buruk terhadap jaringan yang secara jangka panjang menimbulkan komplikasi kronis dari diabetes.Tingginya kadar glukosa darah (glucotoxicity) yang diikuti pula oleh dislipidemia (lipotoxicity) bertanggung jawab terhadap kerusakan jaringan baik secara langsung melalui stres oksidatif, dan proses glikosilasi yang meluas.

Resistensi insulin mulai menonjol peranannya semenjak perubahan atau konversi fase TGT menjadi DMT2. Dikatakan bahwa pada saat tersebut faktor resistensi insulin mulai dominan sebagai penyebab hiperglikemia maupun berbagai kerusakan jaringan. Ini terlihat dari kenyataan bahwa pada tahap awal DMT2, meskipun dengan kadar insulin serum yang cukup tinggi, namun hiperglikemia masih dapat terjadi. Kerusakan jaringan yang terjadi, terutama mikrovaskular, meningkat secara tajam pada tahap diabetes, sedangkan gangguan makrovaskular telah muncul semenjak prediabetes. Semakin tingginya tingkat resistensi insulin dapat terlihat pula dari peningkatan kadar glukosa darah puasa maupun postprandial. Sejalan dengan itu, pada hepar semakin tinggi tingkat resistensi insulin, semakin rendah kemampuan inhibisinya terhadap proses glikogenolisis dan glukoneogenesis, menyebabkan semakin tinggi pula tingkat produksi glukosa dari hepar.

(Ganong, W.F., 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Ed.22. Jakarta: EGC)

14

Page 14: Wrap Up Sk 1 a 14

Efek-efek insulin dalam tubuh

Insulin menurunkan kadar glukosa, asam amino, dan asam lemak darah serta meningkatkan anabolisme molekul nutrien kecil ini.

Efek pada karbohidrat1. Insulin memiliki empat efek yang dapat menurunkan kadar glukosa darah dan meningkatkan penyimpanan karbohidrat sebagai berikut.2. Insulin mempermudah masuknya glukosa ke dalam sebagian besar sel. Beberapa jaringan yang tidak bergantung pada insulin untuk menyerap glukosa, yaitu otak, otot yang aktif, dan hati.3. Insulin merangsang glikogenesis, pembentukan glikogen dari glukosa, baik di otot maupun di hati.4. Insulin menghambat glikogenolisis, penguraian glikogen menjadi glukosa. Dengan menghambat glukoneogenesis, perubahan asam amino menjadi glukosa di hati.   

Efek pada lemak Insulin mempunyai banyak efek untuk menurunkan kadar asam lemak darah dan medorong pembentukan simpanan trigliserida sebagai berikut : 1. Insulin meningkatkan transportasi glukosa ke dalam sel jaringan adiposa. Glukosa berfungsi sebagai prekursor untuk pembentukan asam lemak dan gliserol, yaitu bahan mentah untuk membentuk trigliserida2. Insulin mengaktifkan enzim – enzim yang mengkatalisai pembentukan asam lemak dari turunan glukosa3. Insulin meningkatkan masuknya asam – asam lemak dari darah ke dalam sel jaringan adiposa4. Insulin menghambat lipolisis (penguraian lemak), sehingga terjadi penurunan pengeluaran asam lemak dari jaringan adiposa ke dalam darah.

Efek pada protein   Insulin menurunkan kadar asam amino darah dan meningkatkan sintesis protein sebagai berikut :1. Insulin mendorong transportasi aktif asam – asam amino dari darah ke dalam otot dan jaringan lain. Efek ini menurunkan kadar asam amino dalam darah dan menghasilkan bahan pembangun untuk sintesis protein di dalam sel.2. Insulin meningkatkan kecepatan penggabungan asam amino ke dalam protein dengan merangsang perangkat pembuat protein di dalam sel.3. Insulin menghambat penguraian protein. Akibat efek ini adalah efek anabolik protein. Karena itu insulin esensial bagi pertumbuhan normal.

LI 2. Memahami dan menjelaskan penyakit Diabetes Melitus

2.1. Menjelaskan dasar dasar penyakit DM dengan menyebutkan definisi,etiologi, klasifikasi dan pathogenesis

Definisi

Diabetes mellitus (DM) adalah suatu penyakit atau gangguan metabolisme kronis dengan multi etiologi yang ditandai dengan tingginya kadar gula darah disertai dengan gangguan

15

Page 15: Wrap Up Sk 1 a 14

metabolisme karbohidrat, lipid dan protein sebagai akibat insufisiensi fungsi insulin (Ditjen Bina Farmasi dan Alkes, 2005).

Etiologi

Diabetes Tipe 1Akibat destruksi autonom sel beta,bentuk diabetes tipe 1 yang parah memerlukan insulin biasanya terjadi pada anak-anak dan remaja, tetapi penyakit ini juga bermanifestasi pada orangdewasa dalam bentuk yang lebih ringan, mula-mula dalam bentuk yang tidak memerlukaninsulin.Terdapat 3 etiologi penyebab diabetes tipe 1:1.Kerentanan genetik Berkaitan dengan alel spesifik kompleks histo kompatibilitas mayor (MHC) kelas 2dan lokus genetik lainnya menyebabkan seseorang rentan terhadap timbulnya autoimunitasterhadap sel beta islet.reaksi imun timbul secara spontan atau dipicu oleh suatu kejadianlingkungan yang mengubah sel beta sehingga sel ini menjadi imunogenik.

2.Autoimunitas- Terjadi akibat serangan autoimun kronis terhadap sel beta- Infiltrat peradangan limfosit- Terdiri atas limfosit T CD8 dengan limfosit T CD4 dan makrofag dalam jumlah bervariasi.- Sel beta islet mengalami kerusakan secara selektif - Limfosit CD8 sitotoksik tampaknya merusak sel islet melalui pengeluaran granula sitotoksik- Anggota keluarga asimtomatik dari pasien dengan DM tipe 1 membentuk autoantibodi sel islet beberapa bulan sampai tahun sebelum memperlihatkan gejalaklinis diabetes- Sekitar 10-20% orang yang mengidap diabetes tipe 1 juga menderita penyakit autoimun spesifik organ lain, seperti tiroiditis hasimoto, penyakit siliak, penyakit graves, penyakit addision atau anemia pernisiosa.

3.Faktor lingkunganKerentanan genetik mempermudah terjadinya destruksi sel islet secara autoimun,serangan lingkungan dapat memicu autoimunitas dengan merusak sel beta,virus dapatmenjadi pemicu. Virus yang berkaitan dengan diabetes tipe 1 adalah coxsackievirus, parotitis, campak, rubela, mononukleosis infeksiosa. Bagaimana virus berperan dalam patogenesis belum diketahui. Beberpa penelitian berpendapat bahwa virus memicu penyakitdengan mimikiri virus (virus mengeluarkan protein mirip dengan antigen) sehinggamenimbulkan respon imun terhadap suatu protein virus yang memeiliki skeuensi asam amino yang sama dengan suatu protein sel beta.

Diabetes tipe 2Patogenesis dari DM tipe 2 patogenesisnya lebih sedikit diketahui meskipun tipe ini sering di temukan,tidak ada bukti bahwa mekanisme autoimun berperan, ada diabetes tipe 2 ini faktor genetik jauh lebih berperan penting dibandingkan diabetes tipe 1.

16

Page 16: Wrap Up Sk 1 a 14

Selain itu terdapat faktor-faktor risiko tertentu yang berhubungan yaitu :a. Usia

Umumnya manusia mengalami penurunan fisiologis yang secara dramatis menurundengan cepat pada usia setelah 40 tahun. Penurunan ini yang akan beresiko pada penurunanfungsi endokrin pankreas untuk memproduksi insulin.

b. ObesitasObesitas mengakibatkan sel-sel beta pankreas mengalami hipertropi yang akan berpengaruh terhadap penurunan produksi insulin. Hipertropi pankreas disebabkan karena peningkatan beban metabolisme glukosa pada penderita obesitas untuk mencukupi energi selyang terlalu banyak.c. Riwayat KeluargaPada anggota keluarga dekat pasien diabetes tipe 2 (dan pada kembar non identik), risikomenderita penyakit ini 5 hingga 10 kali lebih besar daripada subjek (dengan usia dan berat yangsama) yang tidak memiliki riwayat penyakit dalam keluarganya. Tidak seperti diabetes tipe 1, penyakit ini tidak berkaitan dengan gen HLA. Penelitian epidemiologi menunjukkan bahwa diabetes tipe 2 tampaknya terjadi akibat sejumlah defek genetif, masing-masing memberikontribusi pada risiko dan masing-masing juga dipengaruhi oleh lingkungan.(Robbins, 2007,hlm. 67).d. Gaya hidup (stres)Stres kronis cenderung membuat seseorang mencari makanan yang cepat saji yang kaya pengawet, lemak, dan gula.Makanan ini berpengaruh besar terhadap kerja pankreas. Stres juga akan meningkatkan kerja metabolisme dan meningkatkan kebutuhan akan sumber energi yang berakibat pada kenaikan kerja pankreas. Beban yang tinggi membuat pankreas mudah rusak hingga berdampak pada penurunan insulin.( Smeltzer and Bare,1996, hlm. 610).

Pada pasien-pasien dengan DM tipe 2, penyakitnya mempunyai pola familial yang kuat.Indeks untuk DM tipe 2 pada kembar monozigot hampir 100%. Resiko berkembangnya DM tipe2 pada saudara kandung mendekati 40%dan 33% nya untuk anak cucunya. Transmisi geneticadalah paling kuat dan contoh terbaik terdapat dalam diabetes awitan dewasa muda (mody), yaitusubtipe penyakit diabetes yang diturunkan dengan pola autosomal dominan. Jika orang tuamenderita DM tipe 2 rasio diabetes dan non diabetes pada anak adalah1:1, dan sekitar 90% pastimembawa (carier) DM tipe 2.

Faktor Resiko :

1.Usia dewasa tua (>45 tahun)

2.Obesitas dengan BB > 120%, IMT >23 kg/m

3.Penderita hipertensi > 140/90 mmHg

4.Riwayat keluarga DM

5.Riwayat DM pada kehamilan

6.Riwayat kehamilan dengan BBL bayi > 4 kg atau bayi cacat

17

Page 17: Wrap Up Sk 1 a 14

7.Disipidemia: cholesterol HDL > 40 mg/dl dan/ trigliserida >250 mg/dl

8.Pernah TGT (Toleransi Glukosa Terganggu) /GDPT (Glukosa Darah PuasaTerganggu

Klasifikasi

Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PERKENI) pada konsensus diabetesmelitus di Indonesia tahun 2011 membuat klasifikasi etiologis DM sebagai berikut :

Tipe 1(Destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi insulin absolut)

● Autoimun

● Idiopatik

Tipe 2

● Bervariasi,mulai yang dominan resistensi insulin disertai defisiensi insulin relatif sampai yang dominan defek sekresi insulin disertai resistensi insulin

Tipe lain

● Defek genetik fungsi sel beta

● Defek genetik kerja insulin

● Penyakit eksokrin pancreas

● Endokrinopati

● Karena obat atau zat kimia

● Infeksi

● Sebab imunologi yang jarang

● Sindrom genetik lain yang berkaitan dengan DM Diabetes mellitus gestasional

Diabetes Mellitus (DM) Tipe II merupakan penyakit hiperglikemi akibat insensivitas sel terhadap insulin.Kadar insulin mungkin sedikit menurun atau beradadalam rentang normal.Karena insulin tetap dihasilkan oleh sel-sel beta pankreas, maka diabetes mellitus tipe II dianggap sebagai Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus(NIDDM).

Diabetes melitus gestasional (DMG) didefinisikan sebagai suatu keadaan intoleransi glukosa atau karbohidrat dengan derajat yang bervariasi yang terjadi atau pertama kali ditemukan pada saat kehamilan berlangsung.Keadaan ibu dan anak pada wanita DM hamil tergantung pada berat dan lamanya perlangsungan penyakit.

Selanjutnya, Pyke dari Kings College Hospital London membuat klasifikasi yangsederhana dimana DM hamil hanya dibagi atas tiga kelompok, yaitu :

1. Mereka yang DM diketahui saat hamill yang identik dengan DM gestasi.

18

Page 18: Wrap Up Sk 1 a 14

2. DM pragestasi yang tanpa komplikasi atau dengan komplikasi ringan.

3. DM pragestasi yang disertai denngan komplikasi berat seperti nefropati, retiopati dan penyakit jantung koroner.Klasifikasi DM dengan Kehamilan menurut

Pyke :

a.Klas I : Gestasional diabetes, yaitu diabetes yang timbul pada waktu hamil dan menghilang setelah melahirkan.

b.Klas II : Pregestasional diabetes, yaitu diabetes mulai sejak sebelum hamil dan berlanjut setelah hamil.

c.Klas III : Pregestasional diabetes yang disertai dengan komplikasi penyakit pembuluh darah seperti retinopati, nefropati, penyakit pemburuh darah panggul dan pembuluh darah perifer 90% dari wanita hamil yang menderita Diabetes termasuk ke dalam kategori DM Gestasional (TipeII) dan DM yang tergantung pada insulin (Insulin DependentDiabetes militus tipe IDDM tipe 1.

MODY Maturity Onset Diabetes of the Young (MODY)merupakan bentuk monogenik daridiabetes. MODY merupakan kelainan yang diturunkan secara autosomal dominan. MODY disebabkan oleh mutasi genetik padafaktor transkripsi nukleus dan glucokinase yang mengakibatkan disfungsi sel ß pancreas sehingga produksi insulin terganggu. Klasifikasi subtipe MODY berdasarkan faktor transkripsi nukleus yang mengalami mutasi genetik. Beberapa subtipeMODY antara lain:

1. Hepatocyte Nuclear Factor 4 homeobox A (HNF4A) (MODY1)2. Glucokinase (GCK) (MODY2)3. Hepatocyte Nuclear Factor 1 homeobox A (HNF1A) (MODY3)4. Insulin Promoter Factor 1 (IPF1)5. Hepatocyte Nuclear Factor 1 homeobox B (HNF1B)6. Neurogenic Diff erentiation 1 (NEUROD1)7. Krueppel Like Factor 11 (KLF11)8. Carboxyl Ester Lipase (CEL)9. Paired Box 4 (PAX4)

Tabel 1 Subtipe MODY beserta Gen dan Manifestasi Klinisnya2

SUBTIPE MODY

GEN MANIFESTASI KLINIS

HNF4A HNF4A Makrosomia, hiperinsulinemia transien, hipoglikemia, hiperlipidemia, peningkatan sensitivitas terhadap sulfonylurea.

GCK GCK Defi esiensi insulin ringan, berat badan bayi lahir rendah (dari ibu sehat), diabetes melitus neonatus pada mutasi homozigot.

HNF1A HNF1A Kegagalan kelenjar eksokrin pankreas,

19

Page 19: Wrap Up Sk 1 a 14

peningkatan sensitivitas terhadap sulfonylurea, glikosuria.

IPF1 IPF1 Agenesis pankreas.HNF1B HNF1B Kelainan kongenital saluran urogenital, agenesis

badan dan ekor pankreas, kegagalan kelenjar eksokrin pankreas.

NEUROD1 NEUROD1 Kelainan pankreas.KLF11 KLF11 Keganasan pankreas.CEL CEL Kegagalan kelenjar eksokrin dan endokrin

pankreas.PAX4 PAX4 Diabetes Melitus.

Tabel 2 Manifestasi Klinis Diabetes tipe 1, Diabetes tipe 2 dan MODY2

DIABETES TIPE 1

DIABETES TIPE 2

MODY

Frekuensi Sering Meningkat 2-5% pasien diabetes yang tidaktergantunginsulin

Genetik Poligenik Poligenik Autosomal dominanRiwayat Keluarga <15% >50% 100%Suku Bermacam-

macam sukuAsia, Polinesia, Australia

Bermacam-macam suku

Onset Selama masa kanak-kanak

30 thn 30 thn

Tingkat Keparahan onset

Akut dan sangat parah

Ringan Ringan/asimptomatik

Ketosis Sering Jarang JarangObesitas +/- >90% +/-Acanthosis Nigricans

Absen Sering Absen

Sindrom Metabolik

Absen Sering Absen

Autoimun Positif Negatif NegatifPatofisiologi Destruksi sel β Resistensi insulin

dan insulinopenia relatif

Disfungsi sel β

untuk mengetahui perbedaan tiga jenis diabetes ini melalui anamnesis, pemeriksaan fi sik dan pemeriksaan penunjang sederhana seperti glukosa acak, glukosa 2 jam post prandial,tes toleransi glukosa oral (TTGO), HbA1C, C-peptide, dan urinalisis.

LADA Awitan penderita DM tipe 1 biasanya pada masa anak-anak dengan dijumpainya antibodi antiinsulin sedangkan variasi DM tipe 1 yang dijumpai pada usia dewasa

20

Page 20: Wrap Up Sk 1 a 14

disebut sebagai latent autoimmune diabetes in adult (LADA). Pasien LADA pada awalnya tidak membutuhkan insulin, namun setelah enam bulan, biasanya jumlah sel beta pankreas berkurang begitu pula dengan insulin sehingga akhirnya pasien tergantung pada insulin.

istilah latentautoimmune diabetes of adults (LADA) untuk menjelaskan penderita diabetestipe 2 yang memiliki antibodi anti-GAD dan tidak mengalami ketoasidosis dan penurunan berat badan. Dengan ditemukannya antibodi autoimun pada penyandang DM tipe 2 yang dikenal sebagai LADA, strategi pengobatan pasien pun berubah. Di dunia saat ini diperkirakan sekitar 2-12% penderita DM adalah LADA. Awitan penderita LADA klasik dimulai sejak usia 30 tahun, non-obese dan kontrol gula darah awalnya baik hanya dengan diet namun dalam waktu yang singkat kontrol dengan diet gagal dan membutuhkan obat hipoglikemik oral yang pada akhirnya menjadi tergantung insulin. Progresifitas ketergantungan insulin pada LADA lebih cepat dibandingkan dengan pasien dengan DM tipe 1 dan obese.

Menurut Immunology of Diabetes Society diagnosis LADA berdasarkan kriteria:1. Awitan penyakit dimulai pada usia 30 tahun,2. Ditemukan paling sedikit satu macam antibody dari empat antibodi yang biasa ditemukan pada DM tipe 1 (ICAs, autoantibodi terhadap GAD65, IA-2, dan insulin), dan 3. Terapi tanpa insulin hanya berlangsung selama enam bulan setelah diagnosis.

Akibat kerusakan sel beta yang bersifat progresif, pada akhirnya pasien LADA memerlukan insulin untuk mencapai normoglikemik. Hal itu untuk membedakan LADA dengan DM tipe 1, karena penyandang DM tipe 1 sejak didiagnosis sudah memerlukan insulin. Terdapat kecenderungan penderita LADA memiliki BMI normal bila dibandingkan dengan penderita DM tipe 2 yang obese.

Uji diagnostik yang paling sensitive pada LADA adalah dengan menemukan antibodi anti-GAD. Pemeriksaan serum C-peptide merupakan pilihan awal yang cukup baik. C-peptide merupakan fragmen molekul pro-insulin yang tetap dapat ditemukan dalam darah saat rantai alfa dan beta insulin terlepas. Terapi LADA Sampai saat ini terapi yang terbukti efektif secara klinis hanya insulin, OHO golongan tiazolidindion dan antigen-spesifik imunomodulator. Prinsip penatalaksanaan LADA terutama adalah: mempertahankan fungsi sel beta pankreas, menekan kerusakan sel beta pankreas dan mencegah komplikasi DM jangka panjang.

Pada prinsipnya pasien dengan LADA membutuhkan insulin untuk mencapai normoglikemia mengingat defisiensi insulin yang progresif lambat.

Patofisiologi

Diabetes Tipe 1

Akibat destruksi autonom sel beta,bentuk diabetes tipe 1 yang parah memerlukan insulin biasanya terjadi pada kanak-kanak dan remaja, tetapi penyakit ini juga

21

Page 21: Wrap Up Sk 1 a 14

bermanifestasi pada orngdewasa dalam bentuk yang lebih ringan, mula-mula dalam bentuk yang tidak memerlukan insulin.

22

Page 22: Wrap Up Sk 1 a 14

Diabetes tipe 2

Dalam patofisiologi DM tipe 2 terdapat beberapa keadaan yang berperan yaitu :

1. Resistensi insulin

2. Disfungsi sel β pancreas

Akhir-akhir ini banyak juga dibahas mengenai peran sel β pancreas, amilin dan sebagainya. Resistensi insulin adalah keadaan dimana insulin tidak dapat bekerja optimal pada sel-sel targetnya seperti sel otot, sel lemak dan sel hepar. Keadaan resisten terhadap efek insulin menyebabkan sel β pancreas mensekresi insulin dalam kuantitas yang lebih besar untuk mempertahankan homeostasis glukosa darah, sehingga terjadihiperinsulinemia kompensatoir untuk mempertahankan keadaan euglikemia.

Pada fasetertentu dari perjalanan penyakit DM tipe 2, kadar glukosa darah mulai meningkatwalaupun dikompensasi dengan hiperinsulinemia, disamping itu juga terjadi peningkatanasam lemak bebas dalam darah. Keadaan glukotoksistas dan lipotoksisitas akibatkekurangan insulin relatif (walaupun telah dikompensasi dengan

23

Page 23: Wrap Up Sk 1 a 14

hiperinsulinemia)mengakibatkan sel β pancreas mengalami disfungsi dan terjadilah gangguanmetabolisme glukosa berupa Glukosa Puasa Terganggu, Gangguan Toleransi Glukosadan akhirnya DM tipe 2.

Akhir-akhir ini diketahui juga bahwa pada DM tipe 2 ada peran sel β pancreasyang menghasilkan glukagon. Glukagon berperan pada produksi glukosa di hepar padakeadaan puasa. Pengetahuan mengenai patofisiologi DM tipe 2 masih terus berkembang,masih banyak hal yang belum terungkap. Hal ini membawa dampak pada pengobatanDM tipe 2 yang mengalami perkembangan yang sangat pesat, sehingga para ahli masih bersikap hati-hati dalam membuat panduan pengobatan.

Diabetes gestasional

Dalam kehamilan terjadi perubahan metabolisme endokrin dan karbohidrat yangmenunjang pemasokan makan bagi janin serta persiapan untuk menyusui. Glukosa dapat berdifusi secara tetap melalui plasenta kepada janin sehingga kadarnya dalam darah janin hampir menyerupai kadar darah ibu. Insulin ibu tidak dapat mencapai janin, sehingga kadar gula ibuyang mempengaruhi kadar pada janin. Pengendalian kadar gula terutama dipengaruhi oleh insulin. Akibat lambatnya reabsorpsi makanan maka terjadi hiperglikemia yang relatif lama danini menuntut kebutuhan insulin.Menjelang aterm kebutuhan insulin meningkat sehinggamencapai 3 kali dari keadaan normal.Hal ini disebut tekanan deabetogenik dalam kehamilan.Secara fisiologis telah terjadi resistensi insulin yaitu bila ia ditambah dengan insulin eksogen iatidak mudah menjadi hipoglikemia yang menjadi masalah ialah bila seorang ibu tidak mampumeningkatkan produksi insulin sehingga ia relatif hipoinsulin yang mengakibatkan hiperglikemiaatau diabetes kehamilan.

24

Page 24: Wrap Up Sk 1 a 14

Resistensi insulin juga disebabkan adanya hormon estrogen, progesteron, kortisol, prolaktin dan plasenta laktogen. Kadar kortisol plasma wanita hamilmeningkat dan mencapai 3 kali dari keadaan normal hal ini mengakibatkan kebutuhan insulinmenjadi lebih tinggi, demikian juga dengan Human Plasenta Laktogen (HPL) yang dihasilkanoleh plasenta yang mempunyai sifat kerja mirip pada hormon tubuh yang bersifat diabetogenik.Pembentukan HPL meningkat sesuai dengan umur kehamilan.Hormon tersebut mempengaruhireseptor insulin pada sel sehingga mempengaruhi afinitas insulin. Hal ini patut diperhitungkandalam pengendalian diabetes.

Mekanisme resistensi insulin pada wanita hamil normal adalah sangatkompleks.Kitzmiller, 1980 (dikutip oleh Moore) telah mempublikasikan suatu pengamatanmenyeluruh mekanisme endokrin pada pankreas dan metabolisme maternal selama kehamilanyakni plasenta mempunyai peranan yang khas dengan mensintesis dan mensekresi peptida danhormon steroid yang menurunkan sensitivitas maternal pada insulin. Puavilai dkk (dikutip olehWilliams) melaporkan bahwa resistensi insulin selama kehamilan terjadi karena rusaknyareseptor insulin bagian distal yakni post reseptor. Hornes dkk (dikutip oleh Moore) melaporkanterdapat penurunan respon Gastric Inhibitory Polipeptida (GIP) pada tes glukosa oral dengantes glukosa oral pada kehamilan normal dan DMG. Mereka meyakini bahwa kerusakan responGIP ini yang mungkin berperanan menjadi sebab terjadinya DMG.

Faktor-faktor di atas dan mungkin berbagai faktor lain menunjukkan bahwa kehamilanmerupakan suatu keadaan yang mengakibatkan resistensi terhadap insulin meningkat. Padasebagian besar wanita hamil keadaan resistensi terhadap insulin dapat diatasi denganmeninggikan kemampuan sekresi insulin oleh sel beta.Pada sebagian kecil wanita hamil,kesanggupan sekresi insulin tidak mencukupi untuk melawan resistensi insulin, dengan demikianterjadilah intoleransi terhadap glukosa atau DM gestasi.

2.2. Menjelaskan bagaimana mendiagnosis DM dari mulai anamnesis, tanda klinis dan pemeriksaan penunjang.

Diagnosis

Hal-hal yang perlu dilakukan pada pengelolaan pasien DM.

Pada pertemuan pertama:

- Anamnesis keluhan dan gejala hiperglikemia maupun keluhan dan gejala komplikasi.

- Pemeriksaan jasmani lengkap: TB, BB, TD, rabaan nadi kaki- Tanda neuropati dicari- Pemeriksaan keadaan kaki, kulit, kuku- Pemeriksaan visus

Manifestasi klinis

25

Page 25: Wrap Up Sk 1 a 14

Gejala awalnya ditemukan : Poliuria (sering kencing), polidipsi (sering haus), polifagi(sering makan), berat badan menurun, badan sering terasa lemah dan mudah capai.

Gejala lanjutannya ditemukan : Luka yang tidak dirasakan, sering kesemutan, seringmerasakan gatal tanpa sebab, kulit kering, mudah terkena infeksi, dan gairah sex menurun.

Gejala setelah terjadi komplikasi : Gangguan pembuluh darah otak (stroke), pembuluhdarah mata (gangguan penglihatan), pembuluh darah jantung (penyakit jantung koroner), pembuluh darah ginjal (gagal ginjal), serta pembuluh darah kaki (luka yang sukar sembuh/gangren).

Pemeriksaan penunjang yang harus dilakukan, tergantung fasilitas yang tersedia:

- Hb, hitung leukosit, LED, hitung jenis leukosit- Glukosa darah puasa dan sesudah makan- Urinalisis rutin- Albumin serum- Kreatinin- SGPT- Kolesterol total, kolesterol HDL, trigliserida- Albumin urin kuantitatif 24 jam atau mikroalbuminuria- HbA1c (opsional pada pertemuan pertama)- EKG- Foto paru- Funduskopi

Penyuluhan sepintas mengenai:

- Apakah penyakit DM itu- Makna dan perlunya pengendalian dan pemantauan DM- Penyulit DM- Perencanaan makan- Kegiatan jasmani- Obat berkhasiat hipoglkemik dan hipoglikemia- Perawatan kaki

Diagnosis DM harus didasarkan atas pemeriksaan kadar glukosa darah, tidak dapat ditegakkan hanya atas dasar adanya glukosuria saja. Dalam menentukan diagnosis DM harus diperhatikan asal bahan darah yang diambil dan cara pemeriksaan yang dipakai. Unutk diagnosis DM, pemeriksaan yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa dengan cara enzimatik dengan bahan darah plasma vena. Untuk memastikan diabnosis DM, pemeriksaan glukosa darah seyogyanya dilakukan di laboratorium klinik yang terpercaya (yang melakukan program pemantapan kendali mutu secara teratur). Untuk memantau kadar glukosa darah dapat dipakai bahan darah kapiler.

Saat ini banyak dipasarkan alat pengukur kadar glukosa darah cara reagen kering yang umumnya sederhana dan mudah dipakai. Hasil pemeriksaan kadar glukosa darah memakai alat-alat tersebut dapat dipercaya sejauh kalibrasi dilakukan dengan baik dan cara pemeriksaan dilakukan sesuai

26

Page 26: Wrap Up Sk 1 a 14

dengan cara standar yang dianjurkan, teruama untuk memantau kadar glukosa darah. Secara berkala, hasil pemantauan dengan cara reagen kering peru dibandingkan dengan cara konvensional.

Pemeriksaan penyaring

Pemeriksaan penyaring yang khusus ditujukan untuk DM pada penduduk umumnya (mass screening) tidak dianjurkan karena di samping biaya yang mahal, rencana tindak lanjut bagi mereka yang positif belum ada. Bagi mereka yang mendapat kesempatan untuk pemeriksaan penyaring bersama penyakit lain (general check-up) adanya pemeriksaan penyaring untuk DM dalam rangkaian pemeriksaan tersebut sangat dianjurkan. Pemeriksaan penyaring berguna untuk menjaring pasien DM, TGT (Toleransi Glukosa Terganggu), dan GDPT (Glukosa Darah Puasa Terganggu), sehingga dapat ditentukan langkah yang tepat untuk mereka. Peran aktif para pengelola kesehatan sangat diperlukan agar deteksi DM dapat ditegakkan sedini mungkin dan pencegahan sekunder dapat segera diterapkan.

Pemeriksaan penyaring perlu dilakukan pada kelompok dengan salah satu faktor risiko untuk DM, yaitu :

- Kelompok usia dewasa tua (>45 tahun)- Kegemukan (BB(kg)>120% BB idaman, atau IMT>27 (kg/m2)- Tekanan darah tinggi (TD > 140/90 mmHg)- Riwayat keluarga DM- Riwayat kehamilan dengan BB lahir bayi > 4000 gram- Riwayat DM pada kehamilan- Dislipidemia (HDL<35 mg/dl dan/atau trigliserida>250 mg/dl)- Pernah TGT atau GDPT

Pemeriksaan penyaring dapat dilakukan melalui pemeriksaan kadar glukosa darah sewaktu, kadar glukosa darah puasa, kemudian dapat diikuti dengan tes tolerasi glukosa oral (TTGO) standar (Lihat Skema langkah-langkah diagnostik DM).

Untuk kelompok risiko tinggi yang hasil pemeriksaan penyaringnya negatif, pemeriksaan penyaring ulangan dilakukan tiap tahun; sedangkan bagi mereka yang berusia >45 tahun tanpa faktor risiko, pemeriksaan penyaring dapat dilakukan setiap 3 tahun.

Pasien dengan Toleransi Glukosa terganggu dan Glukosa Darah Puasa Terganggu merupakan tahapan sementara menuju DM. Setelah 5-10 tahun kemudian 1/3 kelompok TGT akan berkembang menjadi DM, 1/3 tetap TGT dan 1/3 lainnya kembali normal.

27

Page 27: Wrap Up Sk 1 a 14

Tabel 1. Kadar glukosa darah sewaktu* dan puasa* sebagai patokan penyaring dan diagnosis DM (mg/dl)

B. Langkah-langkah untuk menegakkan diagnosis diabetes mellitus

Diagnosis klinis DM umumnya akan dipikirkan bila ada keluhan khas DM berupa poliuria, polidipsia, polifagia, lemah, dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya. Keluhan lain yang mungkin dikemukakan pasien adalah kesemutan, gatal, mata kabur dan impotensia pada pasien pria, serta pruritus vulvae pada pasien wanita. Jika keluhan khas, pemeriksaan glukosa darah sewaktu >200 mg/dl sudah cukup untuk menegakkan diagnosis DM. Hasil pemeriksaan kadar glukosa darah puasa >126 mg/dl juga digunakan untuk patokan diagnosis DM. Untuk kelompok tanpa keluhan khas DM, hasil pemeriksaan glukosa darah yang baru satu kali saja abnormal, belum cukup kuat untuk menegakkn diagnosis klinis DM. Diperlukan pemastian lebih lanjut dengan mendapat sekali lagi angka abnormal, baik kadar glukosa darah puasa >126 mg/dl, kadar glukosa darah sewaktu >200 mg/dl pada hari yang lain, atau dari hasil tes toleransi glukosa oral (TTGO) yang abnormal.

Cara pelaksanaan TTGO (WHO, 1985) :

- 3 (tiga) hari sebelumnya makan seperti biasa- kegiatan jasmani secukupnya, seperti yang biasa dilakukan- puasa semalam, selama 10-12 jam- kadar glukosa darah puasa diperiksa- diberikan glukosa 75 gram (orang dewasa), atau 1,75 gram/kgBB (anak-anak), dilarutkan

dalam 1air 250 ml, dan diminum selama/dalam waktu 5 menit- diperiksa kadar glukosa darah 1 (satu) jam dan 2 (dua) jam sesudah beban glukosa;

selama pemeriksaan subyek yang diperiksa tetap istirahat dan tidak merokok.

Untuk kemudahan, PERKENI hanya menganjurkan pemeriksaan kadar glukkosa darah pada jam ke-2 saja. Alasan untuk kemudahan ini disarankan juga oleh America Diabetes Association (ADA), yang bahkan juga memakai hasil pemeriksaan kadar glukosa darah puasa >126 mg/dl untuk kriteria diagnosis.

Kriteria diagnostik diabetes mellitus*

1. Kadar glukosa darah sewaktu (plasma vena) >200 mg/dl atau

28

Page 28: Wrap Up Sk 1 a 14

2. Kadar glukosa darah puasa (plasma vena) >126 mg/dl atau

3. Kadar glukosa plasma >200 mg/dl pada 2 jam sesudah beban glukosa 75 gram pada TTGO**

* Kriteria diagnostik tersebut harus dikonfirmasi ulang pada hari yang lain, kecuali untuk keadaan khas hiperglikemia dengan dekompensasi metabolik akut, seperti ketoasidosis, berat badan yang menurun cepat.

** Cara diagnosis dengan kriteria ini tidak dipakai rutin di klinik. Untuk penelitian epidemiologis pada penduduk dianjurkan memakai kriteria diagnostik kadar glukosa darah puasa. Untuk DM Gestasional juga dianjurkan kriteria diagnostik yang sama (Lihat : Buku Konsensus Pengelolaan Diabetes Mellitus Gestasional).

1. Secara berkala Menurut kebutuhan: pemeriksaan kadar glukosa darah puasa dan 2 jam sesudah makan.

Tiap tiga (3) bulan : HbA1c

Tiap tahun:

- pemeriksaan jasmani lengkap- albumin urin, sedimen urin- kreatinin- SGPT- kolesterol total, kolesterol HDL, trigliserida- EKG- Funduskopi

Idealnya semua psien DM mendapat kesempatan dan perlakuan yang sama pada semua tingkat pengelola kesehatan, baik primer, sekunder, maupun tersier. Namun mengingat keterbatasan yang ada pada berbagai tingkat pengelola kesehatan macam dan jumlah pemeriksaan penunjang yang diperiksa disesuaikan dengan fasilitas yang ada. Demikian pula tingkat pelayanan yang diperiksa disesuaikan dengan kapasitas dan fasilitas yang ada. Penyuluhan dan pencegahan primer dapat dikerjakan pada semua tingkat pengelola kesehatan.

2.3. Menjelaskan cara mendiagnosis dan melakukan penatalaksanaan komplikasi akut pada penyakit DM : hipoglikemia, ketoasidosis diabetic, dan hyperosmolar nonketotik

1. Hipoglikemia

Hipoglikemia didefinisikan berdasarkan kadar glukosa serum adalah sebagai berikut :

<50 mg / dL pada laki-laki <45 mg/ dL pada wanita <40 mg/ dL pada bayi dan anak-anak

PENATALAKSANAAN HIPOGLIKEMIA

1.      Glukosa Oral 

29

Page 29: Wrap Up Sk 1 a 14

       Sesudah diagnosis hipoglikemi ditegakkan dengan pemeriksaan glukosa darah kapiler, 10-   20 gram glukosa oral harus segera diberikan. Idealnya dalam bentuk tablet, jelly atau 150- 200 ml minuman yang mengandung glukosa seperti jus buah segar dan nondiet cola. Sebaiknya coklat manis tidak diberikan karena lemak dalam coklat dapat mengabsorbsi glukosa. Bila belum ada jadwal makan dalam 1- 2 jam perlu diberikan tambahan 10- 20 gram karbohidrat kompleks.Bila pasien mengalami kesulitan menelan dan keadaan tidak terlalu gawat, pemberian gawat, pemberian madu atau gel glukosa lewat mukosa rongga hidung dapat dicoba.             

2.      Glukosa IntramuskularGlukagon 1 mg intramuskuler dapat diberikan dan hasilnya akan tampak dalam 10 menit. Glukagon adalah hormon yang dihasilkan oleh sel pulau pankreas, yang merangsang pembentukan sejumlah besar glukosa dari cadangan karbohidrat di dalam hati. Glukagon tersedia dalam bentuk suntikan dan biasanya mengembalikan gula darah dalam waktu 5-15 menit. Kecepatan kerja glucagon tersebut sama dengan pemberian glukosa intravena. Bila pasien sudah sadar pemberian glukagon harus diikuti dengan pemberian glukosa oral 20 gram (4 sendok makan) dan dilanjutkan dengan pemberian 40 gram karbohidrat dalam bentuk tepung seperti crakers dan biscuit untuk mempertahankan pemulihan, mengingat kerja    1 mg glucagon yang singkat (awitannya 8 hingga 10 menit dengan kerja yang berlangsung selama 12 hingga 27 menit). Reaksi insulin dapt pulih dalam waktu5 sampai 15 menit. Pada keadaan puasa yang panjang atau hipoglikemi yang diinduksi alcohol, pemberian glucagon mungkin tidak efektif. Efektifitas glucagon tergantung dari stimulasi glikogenolisis yang terjadi.

3.      Glukosa IntravenaGlukosa intravena harus dberikan dengan berhati- hati. Pemberian glukosa dengan konsentrasi 40 % IV sebanyak 10- 25 cc setiap 10- 20 menit sampai pasien sadar disertai infuse dekstrosa 10 % 6 kolf/jam2. Ketoasidosis DiabetikA. DIAGNOSIS KETOASIDOSIS DIABETIKLangkah pertama yang harus diambil pada pasien KAD terdiri dari anamnesis dan pemeriksaan fisik yang cepat dan teliti terutama memperhatikan patensi jalan napas, status mental, status ginjal dan kardiovaskular, dan status hidrasi. Langkah-langkah ini harus dapat menentukan jenis pemeriksaan laboratorium yang harus segera dilakukan, sehingga penatalaksanaan dapat segera dimulai tanpa adanya penundaan. Meskipun gejala DM yang tidak terkontrol mungkin tampak dalam beberapa hari, perubahan metabolik yang khas untuk KAD biasanya tampak dalam jangka waktu pendek (< 24 jam). Umumnya penampakan seluruh gejala dapat tampak atau berkembang lebih akut dan pasien dapat tampak menjadi KAD tanpa gejala atau tanda KAD sebelumnya. Gambaran klinis klasik termasuk riwayat poliuria, polidipsia, dan polifagia, penurunan berat badan, muntah, sakit perut, dehidrasi, lemah, clouding of sensoria, dan akhirnya koma. Pemeriksaan klinis termasuk turgor kulit yang menurun, respirasi Kussmaul, takikardia, hipotensi, perubahan status mental, syok, dan koma. Lebih dari 25% pasien KAD menjadi muntah-muntah yang tampak seperti kopi. Perhatian lebih harus diberikan untuk pasien dengan hipotermia karena menunjukkan prognosis yang lebih buruk. Demikian pula pasien dengan abdominal pain, karena gejala ini dapat merupakan akibat atau sebuah indikasi dari pencetusnya, khususnya pada pasien muda. Evaluasi lebih lanjut diperlukan jika gejala ini tidak membaik dengan koreksi dehidrasi dan asidosis metabolik.

Tabel 1. Kriteria diagnostik KAD menurut American Diabetes Association KAD

30

Page 30: Wrap Up Sk 1 a 14

Parameter Ringan Sedang BeratGula darah (mg/dl) >250 >250 >250pH arteri 7,25-7,30 7,00-7,24 <7,00Serum bikarbonat/HCO3 -(mEq/l)

15-18 10- (<15) <10

Keton urine + +Keton serum + +Osmolalitas serum efektif (mOsm/kg)

Variabel variabel Variabel

Anion gap >10 >12 >12Perubahan sensorial ataumental obtundation

Alert Alert/drowsy

Stupor/coma

Catatan : - Pengukuran keton serum dan urine memakai metode reaksi nitroprusida - Osmolalitas serum efektif (mOsm/kg) = 2X Na (mEq/l) + Glukosa (mg/dl)/18 - Anion gap = Na+ - (Cl-+HCO3- ) (mEq/l)

B. PENATALAKSANAAN KETOASIDOSIS DIABETIKPenatalaksanaan KAD bersifat multifaktorial sehingga memerlukan pendekatan terstruktur oleh dokter dan paramedis yang bertugas. Terdapat banyak sekali pedoman penatalaksanaan KAD pada literatur kedokteran, dan hendaknya semua itu tidak diikuti secara ketat sekali dan disesuaikan dengan kondisi penderita. Dalam menatalaksana penderita KAD setiap rumah sakit hendaknya memiliki pedoman atau disebut sebagai integrated care pathway. Pedoman ini harus dilaksanakan sebagaimana mestinya dalam rangka mencapai tujuan terapi. Studi terakhir menunjukkan sebuah integrated care pathway dapat memperbaiki hasil akhir penatalaksanaan KAD secara signifikan. Keberhasilan penatalaksanaan KAD membutuhkan koreksi dehidrasi, hiperglikemia, asidosis dan kelainan elektrolit, identifikasi faktor presipitasi komorbid, dan yang terpenting adalah pemantauan pasien terus menerus. Berikut ini beberapa hal yang harus diperhatikan pada penatalaksanaan KAD.

1. Terapi cairanPrioritas utama pada penatalaksanaan KAD adalah terapi cairan. Terapi insulin hanya efektif jika cairan diberikan pada tahap awal terapi dan hanya dengan terapi cairan saja akan membuat kadar gula darah menjadi lebih rendah. Studi menunjukkan bahwa selama empat jam pertama, lebih dari 80% penurunan kadar gula darah disebabkan oleh rehidrasi. Oleh karena itu, hal penting pertama yang harus dipahami adalah penentuan difisit cairan yang terjadi. Beratnya kekurangan cairan yang terjadi dipengaruhi oleh durasi hiperglikemia yang terjadi, fungsi ginjal, dan intake cairan penderita. Hal ini bisa diperkirakan dengan pemeriksaan klinis atau dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

Fluid deficit = (0,6 X berat badan dalam kg) X (corrected Na/140)Corrected Na = Na + (kadar gula darah-5)/3,5

31

Page 31: Wrap Up Sk 1 a 14

Rumus lain yang dapat dipakai untuk menentukan derajat dehidrasi adalah dengan menghitung osmolalitas serum total dan corrected

Osmolalitas serum total = 2 X Na (mEq/l) + kadar glukosa darah (mg/dl)/18 + BUN/2,8

Serum sodium concentration dapat dikoreksi dengan menambahkan 1,6 mEq/l tiap kenaikan 100 mg/dl kadar gula darah di atas kadar gula 100 mg/dl. Nilai corrected serum sodium concentration > 140 dan osmolalitas serum total > 330 mOsm/kg air menunjukkan defisit cairan yang berat. Penentuan derajat dehidrasi dengan gejala klinis seringkali sukar dikerjakan, namun demikian beberapa gejala klinis yang dapat menolong untuk menentukan derajat dehidrasi adalah :- 5% : penurunan turgor kulit, membran mukosa kering, takikardia- 10% : capillary refill time 3 detik, mata cowong- > 10% : pulsus arteri perifer lemah, hipotensi, syok, oliguria

Resusitasi cairan hendaknya dilakukan secara agresif. Targetnya adalah penggantian cairan sebesar 50% dari kekurangan cairan dalam 8 - 12 jam pertama dan sisanya dalam 12 - 16 jam berikutnya. Menurut perkiraan banyak ahli, total kekurangan cairan pada pasien KAD sebesar 100 ml/kgBB, atau sebesar 5 - 8 liter.Pada pasien dewasa, terapi cairan awal langsung diberikan untuk ekspansi volume cairan intravaskular dan ekstravaskular dan menjaga perfusi ginjal.Terdapat beberapa kontroversi tentang jenis cairan yang dipergunakan. Tidak ada uji klinik yang membuktikan kelebihan pemakaian salah satu jenis cairan. Kebanyakan ahli menyarankan pemakaian cairan fisiologis (NaCl 0,9%) sebagai terapi awal untuk resusitasi cairan. Cairan fisiologis (NaCl 0,9%) diberikan dengan kecepatan 15 - 20 ml/kgBB/jam atau lebih selama jam pertama (± 1 - 1,5 liter). Sebuah sumber memberikan petunjuk praktis pemberian cairan sebagai berikut: 1 liter pada jam pertama, 1 liter dalam 2 jam berikutnya, kemudian 1 liter setiap 4 jam sampai pasien terehidrasi. Sumber lain menyarankan 1 - 1,5 lt pada jam pertama, selanjutnya 250 - 500 ml/jam pada jam berikutnya. Petunjuk ini haruslah disesuaikan dengan status hidrasi pasien. Pilihan cairan selanjutnya tergantung dari status hidrasi, kadar elektrolit serum, dan pengeluaran urine. Pada umumnya, cairan NaCl 0,45% diberikan jika kadar natrium serum tinggi (> 150 mEq/l), dan diberikan untuk mengkoreksi peningkatan kadar Na+ serum (corrected serum sodium) dengan kecepatan 4-14 ml/kgBB/jam serta agar perpindahan cairan antara intra dan ekstraselular terjadi secara gradual.

Pemakaian cairan Ringer Laktat (RL) disarankan untuk mengurangi kemungkinan terjadinya hiperkloremia yang umumnya terjadi pada pemakaian normal saline dan berdasarkan strong-ion theory untuk asidosis (Stewart hypothesis). Sampai saat ini tidak didapatkan alasan yang meyakinkan tentang keuntungan pemakaian RL dibandingkan dengan NaCl 0,9%. Jika kadar Na serum rendah tetaplah mempergunakan cairan NaCl 0,9%. Setelah fungsi ginjal dinilai, infus cairan harus mengandung 20-30 mEq/l Kalium (2/3 KCl dan 1/3 KPO4) sampai pasien stabil dan dapat makan. Keberhasilan terapi cairan ditentukan dengan monitoring hemodinamik (perbaikan tekanan darah), pengukuran cairan masuk dan keluar, dan pemeriksaan klinis.

Pemberian cairan harus dapat mengganti perkiraan kekurangan cairan dalam jangka waktu 24 jam pertama. Perubahan osmolalitas serum tidak melebihi 3 mOsm/kgH2O/jam. Pada pasien dengan kelainan ginjal, jantung atau hati terutama orang tua, harus dilakukan pemantauan osmolalitas serum dan penilaian fungsi jantung, ginjal, dan status mental yang

32

Page 32: Wrap Up Sk 1 a 14

berkesinambungan selama resusitasi cairan untuk menghindari overload cairan iatrogenik. Untuk itu pemasangan Central Venous Pressure (CVP) monitor dapat sangat menolong. Ketika kadar gula darah mencapai 250 mg/dl, cairan diganti atau ditambahkan dengan cairan yang mengandung dextrose seperti (dextrose 5%, dextrose 5% pada NaCl 0,9%, atau dextrose 5% pada NaCl 0,45%) untuk menghindari hipoglikemia dan mengurangi kemungkinan edema serebral akibat penurunan gula darah yang terlalu cepat.

Tabel 2. Perkiraan jumlah total defisit air dan elektrolit pada pasien KADNo Perkiraan Jumlah Defisit Nilai1 Total air (liter) 62 Air (ml/kg) 1003 Na+ (mEq/kg) 7-104 Cl- (mEq/kg) 3-55 K+ (mEq/kg) 3-56 PO4- (mmol/kg) 5-77 Mg 2+ (mEq/kg) 1-28 Ca2+ (mEq/kg) 1-2

2. Terapi InsulinTerapi insulin harus segera dimulai sesaat setelah diagnosis KAD dan rehidrasi yang

memadai. Sumber lain menyebutkan pemberian insulin dimulai setelah diagnosis KAD ditegakkan dan pemberian cairan telah dimulai. Pemakaian insulin akan menurunkan kadar hormon glukagon, sehingga menekan produksi benda keton di hati, pelepasan asam lemak bebas dari jaringan lemak, pelepasan asam amino dari jaringan otot dan meningkatkan utilisasi glukosa oleh jaringan. Sampai tahun 1970-an penggunaan insulin umumnya secara bolus intravena, intramuskular, ataupun subkutan.

Sejak pertengahan tahun 1970-an protokol pengelolaan KAD dengan drip insulin intravena dosis rendah mulai digunakan dan menjadi popular. Cara ini dianjurkan karena lebih mudah mengontrol dosis insulin, menurunkan kadar glukosa darah lebih lambat, efek insulin cepat menghilang, masuknya kalium ke intrasel lebih lambat, komplikasi hipoglikemia dan hipokalemia lebih sedikit. Pemberian insulin dengan infus intravena dosis rendah adalah terapi pilihan pada KAD yang disebutkan oleh beberapa literatur, sedangkan ADA menganjurkan insulin intravena tidak diberikan pada KAD derajat ringan.

Jika tidak terdapat hipokalemia (K < 3,3 mEq/l), dapat diberikan insulin regular 0,15 u/kg BB, diikuti dengan infus kontinu 0,1 u/kgBB/jam (5 -7 u/jam). Jika kadar kalium < 3,3 mEq/l, maka harus dikoreksi dahulu untuk mencegah perburukan hipokalemia yang akan dapat mengakibatkan aritmia jantung. Insulin dosis rendah biasanya menurunkan gula darah dengan kecepatan 50 - 75 mg/dl/jam, sama seperti pemberian insulin dosis lebih tinggi. Jika gula darah tidak menurun sebesar 50 mg/dl dari nilai awal pada jam pertama, periksa status hidrasi pasien. Jika status hidrasi mencukupi, infus insulin dapat dinaikkan 2 kali lipat setiap jam sampai tercapai penurunan gula darah konstan antara 50 - 75 mg/dl/jam. Ketika kadar gula darah mencapai 250 mg/dl, turunkan infus insulin menjadi 0,05- 0,1 u/kgBB/jam (3 - 6 u/jam), dan tambahkan infus dextrose 5 - 10%.

Setelah itu kecepatan pemberian insulin atau konsentrasi dextrose harus disesuaikan untuk memelihara nilai glukosa sampai keadaan asidosis membaik. Pada kondisi klinik pemberian insulin intravena tidak dapat diberikan, maka insulin diberikan dengan dosis 0,3 iu

33

Page 33: Wrap Up Sk 1 a 14

(0,4 - 0,6 iu)/ kgBB yang terbagi menjadi setengah dosis secara intravena dan setengahnya lagi secara subkutan atau intramuskular, selanjutnya diberikan insulin secara intramuskular atau subkutan 0,1 iu/kgBB/ jam, selanjutnya protokol penatalaksanaannya samaseperti pemberian drip intravena.

Perbaikan ketonemia memerlukan waktu lebih lama daripada hiperglikemia. Pengukuran langsung -OHB (beta hidroksi butirat) pada darah merupakan metoda yang lebih disukai untuk pemantauan KAD. Selama terapi -OHB berubah menjadi asam asetoasetat, yang menandakan bahwa ketosis memburuk. Selama terapi KAD harus diperiksa kadar elektrolit, glukosa, BUN, serum kreatinin, osmolalitas, dan derajat keasaman vena setiap 2 - 4 jam, sumber lain menyebutkan bahwa kadar glukosa kapiler diperiksa tiap 1 - 2 jam. Pada KAD ringan, insulin regular dapat diberikan secara subkutan atau intramuskular setiap jam dengan efektifitas yang sama dengan pemberian intravena pada kadar gula darah yang rendah dan keton bodies yang rendah. Efektifitas pemberian insulin dengan intramuskular dan subkutan adalah sama, namun injeksi subkutan lebih mudah dan kurang menyakitkan pasien. Pasien dengan KAD ringan harus mendapatkan “priming dose” insulin regular 0,4 - 0,6 u/kgBB, setengah dosis sebagai bolus dan setengah dosis dengan subkutan atau injeksi intramuskular. Selanjutnya diberikan insulin subkutan atau intramuskular 0,1 u/kgBB/jam.

Kriteria resolusi KAD diantaranya adalah kadar gula darah < 200 mg/dl, serum bikarbonat ≥18 mEq/l, pH vena > 7,3, dan anion gap ≤ 12 mEq/l. Saat ini, jika pasien NPO, lanjutkan insulin intravena dan pemberian cairan dan ditambah dengan insulin regular subkutan sesuai keperluan setiap 4 jam. Pada pasien dewasa dapat diberikan 5 iu insulin tambahan setiap kenaikan gula darah 50 mg/dl pada gula darah di atas 150 mg/dl dan dapat ditingkatkan 20 iu untuk gula darah ≥ 300 mg/dl. Ketika pasien dapat makan, jadwal dosis multipel harus dimulai dengan memakai kombinasi dosis short atau rapid acting insulin dan intermediate atau long acting insulin sesuai kebutuhan untuk mengontrol glukosa darah.

Lebih mudah untuk melakukan transisi ini dengan pemberian insulin saat pagi sebelum makan atau saat makan malam. Teruskan insulin intravena selama 1 - 2 jam setelah pergantian regimen dimulai untuk memastikan kadar insulin plasma yang adekuat. Penghentian insulin tiba-tiba disertai dengan pemberian insulin subkutan yang terlambat dapat mengakibatkan kontrol yang buruk, sehingga diperlukan sedikit overlapping pemberian insulin intravena dan subkutan. Pasien yang diketahui diabetes sebelumnya dapat diberikan insulin dengan dosis yang diberikan sebelum timbulnya KAD dan selanjutnya disesuaikan seperlunya. Pada pasien DM yang baru, insulin awal hendaknya 0,5- 1,0 u/ kgBB/hari, diberikan terbagi menjadi sekurangnya 2 dosis dalam regimen yang termasuk short dan long acting insulin sampai dosis optimal tercapai, duapertiga dosis harian ini diberikan pagi hari dan sepertiganya diberikan sore hari sebagai split-mixed dose. Akhirnya pasien DM tipe 2 dapat keluar rumah sakit dengan antidiabetik oral dan terapi diet.

3. NatriumPenderita dengan KAD kadang-kadang mempunyai kadar natrium serum yang rendah, oleh karena level gula darah yang tinggi. Untuk tiap peningkatan gula darah 100 mg/dl di atas 100 mg/dl maka kadar natrium diasumsikan lebih tinggi 1,6 mEq/l daripada kadar yang diukur. Hiponatremia memerlukan koreksi jika level natrium masih rendah setelah penyesuaian efek ini. Contoh, pada orang dengan kadar gula darah 600 mg/dl dan level natrium yang diukur 130, maka level natrium yang sebenarnya sebesar 130 + (1,6 x 5) = 138, sehingga tidak memerlukan koreksi dan hanya memerlukan pemberian cairan normal saline (NaCl 0,9%). Sebaliknya kadar natrium

34

Page 34: Wrap Up Sk 1 a 14

dapat meningkat setelah dilakukan resusitasi cairan dengan normal saline oleh karena normal saline memiliki kadar natrium lebih tinggi dari kadar natrium ekstraselular saat itu disamping oleh karena air tanpa natrium akan berpindah ke intraselular sehingga akan meningkatkan kadar natrium. Serum natrium yang lebih tinggi daripada 150 mEq/l memerlukan koreksi dengan NaCl 0,45%.

4. KaliumMeskipun terdapat kekurangan kalium secara total dalam tubuh (sampai 3 - 5 mEq/kgBB), hiperkalemia ringan sampai sedang seringkali terjadi. Hal ini terjadi karena shift kalium dari intrasel ke ekstrasel oleh karena asidosis, kekurangan insulin, dan hipertonisitas, sehingga terapi insulin, koreksi asidosis, dan penambahan volume cairan akan menurunkan konsentrasi kalium serum. Untuk mencegah hipokalemia, penggantian kalium dimulai setelah kadar kalium serum kurang dari 5,0, sumber lain menyebutkan nilai 5,5 mEq/l. Umumnya, 20 - 30 mEq kalium (2/3 KCl dan 1/3 KPO4) pada tiap liter cairan infus cukup untuk memelihara kadar kalium serum dalam range normal 4 - 5 mEq/l. Kadang-kadang pasien KAD mengalami hipokalemia yang signifikan. Pada kasus tersebut, penggantian kalium harus dimulai dengan terapi KCl 40 mEq/l, dan terapi insulin harus ditunda hingga kadar kalium > 3,3 mEq/l untuk menghindari aritmia atau gagal jantung dan kelemahan otot pernapasan. Terapi kalium dimulai saat terapi cairan sudah dimulai, dan tidak dilakukan jika tidak ada produksi urine, terdapat kelainan ginjal, atau kadar kalium > 6 mEq/l.

5. BikarbonatPemakaian bikarbonat pada KAD masih kontroversial. Pada pH > 7,0, pengembalian aktifitas insulin memblok lipolisis dan memperbaiki ketoasidosis tanpa pemberian bikarbonat. Studi random prospektif telah gagal menunjukkan baik keuntungan atau kerugian pada perubahan morbiditas atau mortalitas dengan terapi bikarbonat pada pasien KAD dengan pH antara 6,9 -7,1. Tidak didapatkan studi random prospektif yang mempelajari pemakaian bikarbonat pada KAD dengan nilai pH < 6,9. Mengetahui bahwa asidosis berat menyebabkan banyak efek vaskular yang tidak diinginkan, tampaknya cukup bijaksana menentukan bahwa pada pasien dewasa dengan pH < 6,9, 100 mmol natrium bikarbonat ditambahkan ke dalam 400 ml cairan fisiologis dan diberikan dengan kecepatan 200 ml/jam. Pada pasien dengan pH 6,9-7,0, 50 mmol natrium bikarbonat dicampur dalam 200 ml cairan fisiologis dan diberikan dengan kecepatan 200 ml/jam. Natrium bikarbonat tidak diperlukan jika pH > 7,0.Sebagaimana natrium bikarbonat, insulin menurunkan kadar kalium serum, oleh karena itu pemberian kalium harus terus diberikan secara intravena dan dimonitor secara berkala. Setelah itu pH darah vena diperiksa setiap 2 jam sampai pH menjadi 7,0, dan terapi harus diulangi setiap 2 jam jika perlu.

6. FosfatMeskipun kadar fosfat tubuh secara keseluruhan mengalami penurunan hingga 1,0 mmol/kgBB, kadar fosfat serum seringkali normal atau meningkat. Kadar fosfat menurun dengan terapi insulin. Studi acak prospektif gagal untuk menunjukkan efek menguntungkan dari pemberian fosfat pada hasil akhir pasien KAD, dan terapi fosfat berlebihan dapat menyebabkan hipokalemia berat tanpa bukti adanya tetanus. Bagaimanapun untuk menghindari lemahnya otot rangka dan jantung serta depresi pernapasan yang disebabkan hipofosfatemia, pemberian fosfat secara hati-hati mungkin kadangkadang diindikasikan pada pasien dengan kelainan jantung, anemia, atau depresi pernapasan dan pada mereka dengan kadar serum posfat < 1,0 mg/dl. Ketika diperlukan,

35

Page 35: Wrap Up Sk 1 a 14

20-30 mEq/l kalium fosfat dapat ditambahkan pada terapi cairan yang telah diberikan. Untuk itu diperlukan pemantauan secara kontinu. Beberapa peneliti menganjurkan pemakaian kalium fosfat rutin karena mereka percaya akan dapat menurunkan hiperkloremia setelah terapi dengan membatasi pemberian anion Cl-. Pemberian fosfat juga mencetuskan hipokalsemia simtomatis pada beberapa pasien.

7. MagnesiumBiasanya terdapat defisit magnesium sebesar 1-2 mEq/l pada pasien KAD. Kadar magnesiumini juga dipengaruhi oleh pemakaian obat seperti diuretik yang dapat menurunkan kadar magnesium darah. Gejala kekurangan magnesium sangat sulit dinilai dan sering tumpang tindih dengan gejala akibat kekurangan kalsium, kalium atau natrium. Gejala yang sering dilaporkan adalah parestesia, tremor, spame karpopedal, agitasi, kejang, dan aritmia jantung. Pasien biasanya menunjukkan gejala pada kadar ≤1,2 mg/dl. Jika kadarnya di bawah normal disertai gejala, maka pemberian magnesium dapat dipertimbangkan.

8. Hiperkloremik asidosis selama terapiOleh karena pertimbangan pengeluaran ketoacid dalam urine selama fase awal terapi, substratatau bahan turunan bikarbonat akan menurun. Sebagian defisit bikarbonat akan diganti dengan infus ion klorida pada sejumlah besar salin untuk mengkoreksi dehidrasi. Pada kebanyakan pasien akan mengalami sebuah keadaan hiperkloremik dengan bikarbonat yang rendah dengan anion gap yang normal. Keadaan ini merupakan kelainan yang ringan dan tidak akan berbahaya dalam waktu 12-24 jam jika pemberian cairan intravena tidak diberikan terlalu lama.

3. Hiperglikemia Hiperosmolar Non KetotikA. Diagnosis Hiperglikemia Hiperosmolar Non Ketotik

Kriteria diagnosis Hiperglikemia Hiperosmolar Non Ketotik adalah :

·         Hiperglikemia > 600 mg%

·         Osmolalitas serum > 350 mOsm/ kg

·         pH > 7,3

·         Bikarbonat serum > 15 mEq/L

·         Anion gap normal

B. Penatalaksanaan Hiperglikemia Hiperosmolar Non Ketotik

1.      Insulin

Pada saat ini para ahli menganggap bahwa pasien hipersemolar hiperglikemik non ketotik sensitif terhadap insulin dan diketahui pula bahwa pengobatan dengan insulin dosis rendah pada ketoasidosis diabetik sangat bermanfaat. Karena itu pelaksanaan pengobatan dapat menggunakan skema mirip proprotokol ketoasidosis diabetik.

2.      Kalium

Kalium darah harus dipantau dengan baik. Dengan ditiadakan asidosis, hiperglikemia pada mulanya mungkin tidak ada kecuali bila terdapat gagal ginjal. Kekurangan kalium total dan

36

Page 36: Wrap Up Sk 1 a 14

terapi kalium pengganti lebih sedikit dibandingkan KAD. Bila terdapat tanda fungsi ginjal membaik, perhitungan kekurangan kalium harus segera diberikan.

3.   Hindari infeksi sekunder

2.4. Menjelaskan cara mendiagnosis dan melakukan penatalaksanaan komplikasi kronik penyakit DM :mikroangiopati, makroangiopai dan neuropati

Komplikasi kronis ini berkaitan dengan gangguan vaskular, yaitu:• Komplikasi Mikroangiopati• Komplikasi Makroangiopati• Komplikasi neurologis

1. Komplikasi MikroangiopatiNefropatiRetinopatiNeuropati

Timbul akibat penyumbatan pada pembuluh darah kecil khususnya kapiler. Komplikasi ini spesifik untuk diabetes melitus.

Retinopati diabetikaKecurigaan akan diagnosis DM terkadang berawal dan gejala berkurangnya ketajaman penglihatan atau gangguan lain pada mata yang dapat mengarah pada kebutaan. Retinopati diabetes dibagi dalam 2 kelompok, yaitu Retinopati non proliferative dan Proliferatif. Retinopati non proliferatif merupkan stadium awal dengan ditandai adanya mikroaneurisma, sedangkan retinoproliferatif, ditandai dengan adanya pertumbuhan pembuluh darah kapiler, jaringan ikat dan adanya hipoksia retina.Pada stadium awal retinopati dapat diperbaiki dengan kontrol gula darah yang baik, sedangkan pada kelainan sudah lanjut hampir tidak dapat diperbaiki hanya dengan kontrol gula darah, malahan akan menjadi lebih buruk apabila dilakukan penurunan kadar gula darah yang terlalu singkat.

Nefropati diabetikaDiabetes mellitus tipe 2, merupaka penyebab nefropati paling banyak, sebagai penyebab terjadinya gagal ginjal terminal. Kerusakan ginjal yang spesifik pada DM mengaikibatkan perubahan fungsi penyaring, sehingga molekul-molekul besar seperti protein dapat lolos ke dalam kemih (mis. Albuminuria). Akibat nefropati diabetika dapat timbul kegagalan ginjal yang progresif.Nefropati diabetic ditandai dengan adanya proteinuri persisten ( > 0.5 gr/24 jam), terdapat retino pati dan hipertensi. Dengan demikian upaya preventif pada nefropati adalah kontrol metabolisme dan kontrol tekanan darah.

2. Komplikasi MakroangiopatiPenyakit kardiovaskuler/ Stroke/ DislipidemiaPenyakit pembuluh darah periferHipertensi

37

Page 37: Wrap Up Sk 1 a 14

Timbul akibat aterosklerosis dan pembuluh-pembuluh darah besar, khususnya arteri akibat timbunan plak ateroma. Makroangioati tidak spesifik pada diabetes, namun pada DM timbul lebih cepat, lebih seing terjadi dan lebih serius. Berbagai studi epidemiologis menunjukkan bahwa angka kematian akibat penyakit ,kardiovaskular dan penderita diabetes meningkat 4-5 kali dibandingkan orang normal.

Komplikasi makroangiopati umumnya tidak ada hubungannya dengan control kadar gula darah yang balk. Tetapi telah terbukti secara epidemiologi bahwa hiperinsulinemia merupakan suatu faktor resiko mortalitas kardiovaskular, dimana peninggian kadar insulin menyebabkan risiko kardiovaskular semakin tinggi pula. kadar insulin puasa > 15 mU/mL akan meningkatkan risiko mortalitas koroner sebesar 5 kali lipat. Hiperinsulinemia kini dikenal sebagai faktor aterogenik dan diduga berperan penting dalam timbulnya komplikasi Makroangiopati.

Penyakit Jantung KoronerBerdasarkan studi epidemiologis, maka diabetes merupakan suatu faktor risiko koroner. Ateroskierosis koroner ditemukan pada 50-70% penderita diabetes. Akibat gangguan pada koroner timbul insufisiensi koroner atau angina pectoris (nyeri dada paroksismal serti tertindih benda berat dirasakan didaerah rahang bawah, bahu, lengan hingga pergelangan tangan) yang timbul saat beraktifiras atau emosi dan akan mereda seetlah beristirahat atau mendapat nitratsublingual.Akibat yang paling serius adalah infark miokardium, di mana nyeri menetap dan lebih hebat dan tidak mereda dengan pembenian nitrat. Namun gejala-gejala ini dapat tidak timbul pada pendenita diabetes sehigga perlu perhatian yang lebih teliti.

StrokeAterosklerosis serebri merupakan penyebab mortalitas kedua tersering pada penderita diabetes. Kira-kira sepertiga penderita stroke juga menderita diabetes. Stroke lebih sering timbul dan dengan prognosis yang lebih serius untuk penderita diabetes. Akibat berkurangnya aliran atrteri karotis interna dan arteri vertebralis timbul gangguan neurologis akibat iskemia, berupa:- Pusing, sinkop- Hemiplegia: parsial atau total- Afasia sensorik dan motorik- Keadaan pseudo-dementia

Penyakit pembuluh darahProses awal terjadinya kelainan vaskuler adalah adanya aterosklerosis, yang dapat terjadi pada seluruh pembuluh darah. Apabila terjadi pada pembuluh darah koronaria, maka akan meningkatkan risiko terjadi infark miokar, dan pada akhirnya terjadi payah jantung. Kematian dapat terjadi 2-5 kali lebih besar pada diabetes disbanding pada orang normal. Risiko ini akan meningkat lagi apabila terdapat keadaan keadaan seperti dislipidemia, obes, hipertensi atau merokok.Penyakit pembuluh darah pada diabetes lebih sering dan lebih awal terjadi pada penderita diabetes dan biasanya mengenai arteri distal (di bawah lutut). Pada diabetes, penyakit pembuluh darah perifer biasanya terlambat didiagnosis yaitu bila sudah mencapai fase IV. Faktor factor neuropati, makroangiopati dan mikroangiopati yang disertai infeksi merupakan factor utama terjadinya proses gangrene diabetik. Pada penderita dengan gangrene dapat mengalami

38

Page 38: Wrap Up Sk 1 a 14

amputasi, sepsis, atau sebagai factor pencetus koma, ataupun kematian.

3. NeuropatiUmumnya berupa polineuropati diabetika, kompikasi yang sering terjadi pada penderita DM, lebih 50 % diderita oleh penderita DM. MAnifestasi klinis dapat berupa gangguan sensoris, motorik, dan otonom. Proses kejadian neuropati biasanya progresif di mana terjadi degenerasi serabut-serabut saraf dengan gejala-gejala nyeri atau bahkan baal. Yang terserang biasanya adalah serabut saraf tungkai atau lengan.Neuropati disebabkan adanya kerusakan dan disfungsi pada struktur syaraf akibat adanya peningkatan jalur polyol, penurunan pembentukan myoinositol, penurunan Na/K ATP ase, sehingga menimbulkan kerusakan struktur syaraf, demyelinisasi segmental, atau atrofi axonal.

2.5. Menjelaskan penatalaksanaan DM : diet, olahraga dan obat

Dalam mengelola diabetes mellitus langkah pertama yang harus dilakukan adalah pengelolaan non farmakologis (perencanaan makanan dan kegiatan jasmani). Lalu jika sasaran pengendalian diabetes belum tercapai dianjurkan dengan pengelolaan farmakologis.

Terapi Non Farmakologis

Edukasi

Diabetes tipe 2 umumnya terjadi pada saat pola gaya hidup danperilaku telah terbentuk dengan mapan. Pemberdayaan penyandang diabetes memerlukan partisipasi aktif pasien, keluarga dan masyarakat. Tim kesehatan mendampingi pasien dalam menuju perubahan perilaku sehat. Untuk mencapai keberhasilan perubahan perilaku, dibutuhkan edukasi yang komprehensif dan upaya peningkatan motivasi. Pengetahuan tentang pemantauan glukosa darah mandiri, tanda dan gejala hipoglikemia serta cara mengatasinya harus diberikan kepada pasien. Pemantauan kadar glukosa darah dapat dilakukansecara mandiri, setelah mendapat pelatihan khusus.

Perencanaan makanan

Terapi gizi medis merupakan salah satu terapi non farmakologis yang sangat direkomendasikan bagi pasien ddiabetes, Terapi gizi medis ini pada pronsipnya adalah melakukan pengaturan pola makan yang didasarkan pada stasus gizi medis diabetesi dan melakukan modifikasi diet berdasarkan kebutuhan individual.

Beberapa manfaat yang telah terbukti dari terapi gizi medis ini antara lain: Menurunkan berat badan, Menurunkan tekanan sistolik dan diastolik, Menurunkan kadar glukosa darah, Memperbaiki profil lipid, Meningkatkan sensitivitas reseptor insulin, Memperbaiki sistem koagulsi darah.

Tujuan terapi gizi medis ini adalah untuk mencapai dan mempertahankan:

a) Kadar glukosa darah mendekati normalb) Glukosa puasa berkisar 90-130 mg/dl.c) Glukosa darah 2 jam setelah makan <180 mg/dl.

39

Page 39: Wrap Up Sk 1 a 14

d) Kadar A1c <7%.e) Tekanan darah <130/80 mmHg.f) Profil Lipidg) Kolesterol LDL<100 mg/dlh) Kolesterol HDL >40 mg/dl.i) Trigliserida < 150 mg/dl.j) Beran badan senormal mungkin.

Standar yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi seimbang dalam hal karbohidrat, protein, dan lemak.

o Karbohidrat 60 – 70%o Protein 10 – 15%o Lemak 20 – 25%

Jumlah kalori disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi, umur, stress akut dan kegiatan jasmani untuk mencapai dan mempertahankan berat badan.

Pengaturan makanan dalam pasien DM tidak berbeda dengan orang normal, kecuali jumlah kalori dan waktu makanan yang terjadwal.

Makanan tersebut dibagi dalam 3 porsi besar untuk makan pagi (20%), makan siang (25%), serta 2-3 porsi ringan (10-15%) di antara makan besar. Usahakan untuk merubah pola makan ini secara bertahap sesuai kondisi dan kebiasaan penderita.Jenis Bahan MakananKARBOHIDRAT

Sebagai sumber energi, KH yang diberikan diabetisi tidak boleh lebih dar 55-65% dari total kebutuhan energi sehari, atau tidak boleh lebih dari 70% jika dikombinasikan dengan pemberian asam lemak tidak jenuh rantai tunggal (MUFA: monounsaturated fatty acids). Pada setiap gram karbohidrat terdapat kandungan energi sebesar 4kilokalori.

Rekomendasi karbohidrat :o Kandungan total kalori pada makanan yang mengandung KH, lebih ditentukan oleh

jumlahnya dibandungkan dengan jenis KH itu sendiri.o Dari total kebutuhan kalori perhari, 60-70% diantaranya berasal dari sumber KH.

40

Page 40: Wrap Up Sk 1 a 14

o Jika ditambah MUFA sebagai sumber energi, maka jumlah KH maksimal 70% dari total kebutuhan kalori perhari.

o Julah serat 25-50 gram per hari.o Jumlah sukrosa sebagai sumber energi tidak perlu dibatasi, namun jangan sampai lebih

dari total kebutuhan kalori perhari.o Sebagai pemanis dapat digunakan pmanis non kalori seperti sakarin, aspartame,

acesulfame, dan sukralosa.o Penggunaan alkohol harus dibatasi tidak boleh lebih dar10 gram/hari.o Fruktosa tidak boleh lebih dari 60 gram/hari.o Makanan yang mengandung sukrosa tidak perlu dibatasi.

PROTEINJumlah kebutuhan protein yang direkomendasikan sekitar 10-15% dari total kalori

perhari. Pada penderita kelainan ginjal dimana diperlukan pembatasan asupan protein sampai 40 gram perhari, maka perlu ditambahkan suplementasi asam amino esensial. Protein mengandung energi sebesar 2 kilokalori/gram.

Rekomendasi pemberian protein:o Kebutuhan protein 15-20% dari total kebutuhan energi perhari.o Pada keadaan kadar glukosa yang terkontrol, asupan protein tidak akan mempengaruhi

konsentrasi glukosa darah.o Pada keadaan glukosa tidak terkontrol, pemberian protein sekitar 0,8-1,0 mg/kg

BB/hari.o Pada gangguan fungsi ginjal, asupan protein diturunkan sampai 0,85 gram/KgBB/hari

dan tidak kurang dari 40gram.o Jika terdapat komplikasi kardiovaskular, maka sumber protein nabati lebih dianjurkan

dibanding protein hewani.

LEMAKLemak memiliki kandungan energi sebesar 9 kilokalori/gram. Bahan makanan ini

sangat penting untuk membawa vitamin yang larut dalam lemak seperti vitami A, D, E, K. Berdasarkan rantai karbonnya , lemak dibedakan menjadi lemak jenuh dan tidak jenuh. Pembatasan asupan lemak jenuh dan kolestrol sangat disarankan pada diabetisi karena terbukti dapat memperbaiki profil lipid tidak normal bagi pasien diabetes. Asam lemak tidak jenuh rantai tunggal (monounsaturated fatty acid : MUFA), merupakan salah satu asam lemak yang dapat memperbaiki glukosa darah dan profil lipid. Pemberian MUFA pada diet diabetisi, dapat menurunkan kadar trigliserida, kolestrol total, kolestrol VLDL, dan meningkatkan kadar kolestrol HDL. Sedangkan asam lemak tidak jenuh rantai panjang (polyunsaturated fatty acid= PUFA) dapat melindungi jantung, menurunkan kadar trigliserida, memperbaiki agregasi trombosit. PUFA mengandung asam lemak omega 3 yang dapat menurunkan sintesis VLDL di dalam hati dan eningkatkan aktivitas enzyme lipoprotein lipase yang dapat menurunkan kadar VLDL di jarngan perifer. Sehingga dapat menurunkan kadar kolestrol LDL.

Rekomendasi Pemberian Lemak:

41

Page 41: Wrap Up Sk 1 a 14

o Batasi konsumsi makanan yang mengandung lemak jenuh, jumlah maksimal 10% dari total kebutuhan kalori per hari.

o Jika kadar kolestrol LDL ≥ 100 mg/dl, asupan asam lemak jenuh diturunkan sampai maksimal 7% dari total kalori perhari.

o Konsumsi kolestrol maksimal 300mg/hari, jika ada kolestrol LDL ≥ 100 mg/dl, maka maksimal kolestrol yang dapat dikonsumsi 200 mg per hari.

o Batasi asam lemak bentuk trans.o Konsumsi ikan seminggu 2-3 kali untuk mencukupi kebutuhan asam lemak tidak jenuh

rantai panjang.o Asupan asam lemak tidak jenuh rantai panjang maksimal 10% dari asupan kalori

perhari.

Penghitungan Jumlah KaloriPerhitungan julah kalori ditentukan oleh stasus gizi, umur, ada tidaknya stress akut, dan kegiatan jasmani. Penetuan stasu s gizi dapat dipakai indeks massa tubuh (IMT) atau rumus Brocca.

Penentuan stasus gizi berdasarkan IMTIMT dihitung berdasarkan pembagian berat badan (dalam kilogram) dibagi dengat tinggi badan (dalam meter) kuadrat.o Berat badan kurang <18,5 o Berat badan normal 18,5-22,9o Berat badan lebih ≥ 23,0o Dengan resiko 23-24.9o Obes I 25-29,9o Obes II ≥ 30

Penentuan stasus gizi berdasarkan rumus BroccaPertama-tama dilakukan perhitungan berat badan idaman berdasarkan rumus: berat badan idaman (BBI kg) = (TB cm - 100) -10%.

Penetuan stasus gizi dihitung dari : (BB aktual : BB idaman) x 100%o Berat badan kurang BB <90% BBIo Berat badan normal BB 90-110% BBIo Berat badan lebih BB 110-120% BBIo Gemuk BB>120% BBI

Untuk kepentingan praktis dalam praktek digunakan rumus Brocca.

Penentuan kebutuhan kalori perhari:1. Kebutuhan basal:o Laki-laki : BB idaman (Kg) x 30 kaloro Wanita : BB idaman (Kg) x 25 kalori

2. Koreksi atau penyesuaian:o Umur diatas 40 tahun : -5%o Aktivitas ringan : +10%

42

Page 42: Wrap Up Sk 1 a 14

o Aktifitas sedang : +20%o Aktifitas berat : +30%o Berat badan gemuk : -20%o Berat badan lebih : -10%o Berat badan kurus : +10%

3. Stress metabolik : +10-30%4. Kehamilan trimester I dan II : +300 kalori5. Kehamilan trimester II dan menyusui : +500 kalori

Olahraga PERAN OLAHRAGA BAGI PENDERITA DIABETES MELLITUSTipe I

DM tipe I mempunyai kadar insulin darah yang rendah akibat kurang atau tidak adanya produksi insulin oleh pankreas. Pada DM tipe I mudah mengalami hipoglikemia selama dan segera sesudah berolahraga. Meskipun olahraga pada DM tipe I tidak mempengaruhi pengaturan kadar gula darah, namun mempunyai beberapa keuntungan, seperti dapat mengurangi resiko penyakit jantung, gangguan pembuluh darah dan saraf.Tipe II

Olahraga pada DM tipe II berperan utama dalam pengaturan kadar gula darah. Pada tipe ini produksi insulin umumnya tidak terganggu terutama pada awal menderita penyakit ini. Masalah utama adalah kurangnya respons reseptor insulin terhadap insulin, sehingga insulin tidak dapat masuk ke dalam sel-sel tubuh.

Menurut Jonathan, K. dan Kathleen, L.K. (1992: 68-70) berdasarkan penemuan baru dinyatakan bahwa kepekaan insulin berkurang sangat besar bila didapatkan lemak di dalam darah, juga didapatkan tanda khusus bahwa penderita DM mempunyai kadar lemak yang tinggi dalam darah. Dengan olahraga yang terus menerus kadar lemak dalam darah akan berkurang, sementara kadar lemak makin menurun, insulin dalam tubuhnya makin bertambah peka, dan akhirnya kadar gulanya akan menurun.

MANFAAT OLAHRAGA BAGI PENDERITA DIABETES MELLITUSMardi Santoso (2008: XII-XIII) menyatakan bahwa olahraga secara umum bermanfaat

bagi penderita DM, manfaat tersebut adalah sebagai berikut: 1. Mengontrol gula darah, terutama pada DM tipe II dengan meningkatkan sensitivitas

insulin serta meningkatkan GLUT4 (Glucose transporters), sedangkan bagi DM tipe I masih merupakan problematik.

2. Terhindar dari komplikasi DM seperti cardiovascular diseases including coronary heart disease (CHD), stroke, peripheral vascular disease, dan congestive heart failure. Serta memperbaiki gejala-gejala muskuloskeletal otot, tulang sendi, yaitu gejala-gejala neuropati perifer dan osteoartrosis.

3. Menurunkan berat badan atau memperbaiki profil lipid4. Memberikan keuntungan psikologis.5. Mencegah terjadinya DM yang dini, terutama bagi orang-orang dengan riwayat

keluarga DM tipe II dan diabetes kehamilan atau predicable test. 6. Mengurangi kebutuhan pemakaian obat oral dan insulin

43

Page 43: Wrap Up Sk 1 a 14

JENIS LATIHAN1. Aerobik membuat jantung dan tulang kuat menurunkan risiko penyakit jantung dan stroke dengan menjaga kadar gula,

kolesterol dan tekanan darah. latihan aerobik selama 30 menit minimal 5 kali seminggu, 5- 10 menit sehari lalu

tingkatkan secara bertahap setiap minggu. Untuk mencegah atau menghambat dan memperbaiki neuropati perifer pada

umumnya dan pada orang tua yang sudah menderita osteoartrosis dan neuropati, maka latihan kaki harus lebih intensif. Tujuan latihan kaki adalah untuk memperbaiki sirkulasi darah tungkai bawah pergelangan kaki, telapak kaki dan jari-jari.

Contoh : berjalan, jogging, senam atau mengikuti kelas aerobik, berenang, bersepeda atau mendayung dsb.

2. Kekuatan (weight lifting) meningkatkan kekuatan tulang dan otot sambil membakar lemak, serta menjaga

kepadatan tulang. latihan beban 2-3 kali seminggu sebagai tambahan latihan aerobik. Contoh : it up, push up, mengangkat barbel dsb.

3. Fleksibilitas (stretching) mencegah kram otot, kekakuan dan cedera otot. mengurangi stress latihan peregangan 5 – 10 menit sebelum berolah raga (pemanasan) dan lakukan lagi

setelah berolah raga (pendinginan). Contoh : yoga, tai chi dsb.

HAL YANG HARUS DIPERHATIKAN Penderita dengan masalah kaki disarankan menghindari lari Memakai pakaian olahraga, kaos kaki yang nyaman dan biasanya dari katun cukup

baik Gunakan sepatu yang baik/nyaman sebaiknya pasien diperiksa gula darah sebelum, selama, dan sesudah latihan,

terutama pasien DM tipe I dan DM tipe II yang mendapat insulin. hindari olahraga saat kadar gula darah dibawah 100mg atau >250 mg

Tidak menyuntikkan insulin pada otot yang akan digunakan Hindari dehidrasi (Minum harus cukup pada saat dan sesudah olahraga) Jika perlu, masukkan karbohidrat bisa ditambah. Bawalah coklat yang dapat segera digunakan, seandainya terjadi hipoglikemi untuk

menanggulanginya

PORSI LATIHANa. Intensitas latihan

Target nadi/ Area latihanIntensitas olahraga dihitung dengan 60-70% denyut nadi maksimum (DNM) per menit. DNM di hitung dari 220 dikurangi umur.Contoh bila seorang berumur 50 tahun, internsitas olahraga:

44

Page 44: Wrap Up Sk 1 a 14

60% x (220 - 50) = 102 kali/menit70% x (220 - 50 ) = 119 kali/menitBerarti target denyut nadi nya selama berolahraga adalah antara 102 sampai 119 kali/menit.

Kadar gula darahSesudah latihan jasmani kadar gula darah 140 – 180 mg% pada usia lanjut dianggap cukup baik, sedang usia muda sampai 140 mg%.

Tekanan darah sebelum dan sesudah latihanSebelum latihan tekanan tidak melebihi 140 mmHg dan setelah latihan maksimal tidak lebih dari 180 mmHg

b. Lama latihanUntuk mencapai efek metabolik, maka latihan inti berkisar antara 30-40 menit dengan pemanasan dan pendinginan masing-masing 5 - 10 menit. Bila kurang, maka efek metabolik sangat rendah, sebaliknya bila berlebihan menimbulkan efek buruk terhadap sistem muskuloskeletal dan kardiovaskuler serta sistem respirasi.

c. Frekuensipaling baik adalah 5 kali seminggu. Tiga kali seminngu sudah cukup baik, dengan catatan lama latihan harus diperpanjang 5 sampai 10 menit lagi. Jangan sampai 7 kali seminggu, karena tidak ada hari untuk istirahat, lagipula kurang baik untuk metabolisme tubuh.

Terapi Farmakologi

45

Page 45: Wrap Up Sk 1 a 14

1. GOLONGAN SULFONILUREAMEKANISME KERJA.Golongan obat ini sering disebut sebagai insulin secretstogues, kerjanya merangsang sekresi insulin dari granul sel-sel β Langerhans pancreas. Rangsangannya melalui interaksinya dengan ATP-sensitive K channel pada membrane sel-sel β yang menimbulkan depolarisasi membrane dan keadaan ini akan membuka kanal Ca. dengan terbukanya kanal Ca maka ion Ca++ akan masuk sel-sel β, merangsang granula yang berisi insulin dan akan terjadi sekresi insulin dengan jumlah yang ekuivalen dengan peptida C. kecuali itu sulfonylurea dapat mengurangi klirens insulin di hepar. Pada penggunaan jangka panjang atau dosis yang besar dapat menyebabkan hipoglikemia.

FARMAKOKINETIK. Berbagai sulfonylurea mempunyai sifat kinetic berbeda, tetapi absorpsi melalui saluran cerna cukup efektif. Makanan dan keadaan hiperglikemia dapat mengurangi absorpsi. Untuk mencapai kadar optimal di plasma, sulfonylurea dengan masa paruh pendek akan lebih efektif bila diminum 30 menit sebelum makan. Dalam plasma sekitar 90%-99% terikat protein plasma terutama albumin; ikatan ini paling kecil untuk klorpropamid dan paling besar untuk gliburid. Masa paruh dan metabolisme sulfonylurea generasi I sangat bervariasi. Masa paruh asetoheksamin pendek tetapi metabolit aktifnya, 1-hidroksiheksamid masa paruhnya lebih panjang, sekitar 4-5 jam, sama dengan tolbutamid dan tolazamid. Sebaiknya sediaaan ini diberikan dengan dosis terbagi. Sekitar 10% dari metabolitnya diekskresi melalui empedu dan keluar bersama tinja. Klorpropamid dalam darah terikat albumin, masa paruhnya panjang, 24-48 jam, efeknya masih terlihat beberapa hari setelah obet dihentikan. Metabolismenya di hepar tidak lengkap, 20% diekskresi utuh

46

Page 46: Wrap Up Sk 1 a 14

di urin. Mula kerja tolbutamid cepat, masa paruhnya sekitar 4-7 jam. Dalam darah sekitar 91-96% tolbutamid terikat protein plasma, dan di hepar di ubah menjadi karboksitolbutamid. Ekskresinya melalui ginjal.

Tolazamid, absorpsinya lebih lambat dari yang lain; efeknya pada glukosa darah belum nyata untuk beberapa jam setelah obat diberikan. Masa paruh sekitar 7 jam, di hepar di ubah menjadi p-karboksitolazamid, 4-hidroksimetitolazamid dan senyawa lain, yang diantaranya memiliki sifat hipoglikemik cukup kuat.

Sulfonilurea generasi II, umumnya potensi hipoglikemiknya hampir 100 kali lebih besar dari generasi I. Meski masa paruhnya pendek, hanya sekitar 3-5 jam, efek hipoglikemiknya berlangsung 12-24 jam, sering cukup diberikan 1 kali sehari. Alasan mengapa masa paruh yang pendek ini, memberikan efek hipoglikemik panjang, belum diketahui.

Glibizid, absorpsinya lengkap, masa paruhnya 3-4 jam. Dalam darah 98% terikat protein plasma, potensinya 100 kali lebih kuat dari tolbutamid, tetapi efek hipoglikemik maksimalnya mirip dengan sulfonilurea lain, metabolismenya di hepar, menjadi metabolit yang tidak aktif, sekitar 10% diekskresi melalui ginjal dalam keadaan utuh.

Gliburid (glibenklamid) potensinya 200 x lebih kuat dari tolbutamid, masa paruhnya sekitar 4 jam. Metabolismrnya di ahepar, pada pemberian dosis tunggal hanya 25% metabolitnya diekskresi melalui urun, sisanya melalui empedu. Pada penggunaan dapat terjadi kegagalan primer dan sekunder, dengan seluruh kegagalan kira-kira 21% selama 1,5 tahun.

Karena semua sulfonilurea di metabolisme di hepar dan diekskresi melalui ginjal, sediaan ini tidak boleh diberikan pada pasien gangguan fungsi hepar atau ginjal yang berat.

EFEK SAMPING. Insidens efek samping generasi I sekitar 4%, insidensnya lebih rendah lagi untuk generasi II. Hipoglikemia, bahkan sampai koma tentu dapat timbul.reaksi ini lebih sering terjadi pada pasien usia lanjut dengan gangguan fungsi hepar atau ginjal, terutama yang menggunakan sediaan dengan masa kerja panjang. Efek samping lain,reaksi alergi jarang sekali terjadi, mual, muntah, diare, gejala hematologi, susunan saraf pusat, mata dan sebagainya.

Gangguan saluran cerna ini dapat berkurang dengan mengurangi dosis, menelan obat bersama makanan atau membagi obat dalam beberapa dosis. Gejala sususnan saraf pusat berupa vertigo, bingung, atraksia dan sebagainya. Gejala hematologik al. Leukopenia dan agranulositosis. Efek samping lain gejala hipotiroidisme, ikterus obstruktuf, yang bersifat sementara dan lebih sering timbul akibat klorpropamid (0,4%). Berkuarngnya toleransi terhadap alkohol juga telah dilaporkan pada pemakaian tolbutamid dan klorpropamid.

Hipoglikemia dapat terjadi pada pasien yang tidak mendapat dosis tepat, tidak makan cukup atau dengan gangguan fungsi hepar dan/atau ginjal. Kecenderungan hipoglikemia pada orang tua disebabkan oleh mekanisme kompensasi berkurang dan asupan makanan yang cenderung kurang. Selain itu, hipoglikemia tidak mudah dikenali pada orang tua karena timbul perlahan tanpa tanda akut (akibat tidak ada refleks simpatis) dan dapat menimbulkan disfungsi otak sampai koma. Penurunan kecepatan ekskresi klo, propamid dapat meningkatkan hipoglikemia.

INDIKASI.

47

Page 47: Wrap Up Sk 1 a 14

Memilih sulfonilurea yang tepat untuk pasien tertentu sangat penting untuk suksesnya terapi. Yang menentukan bukanlah umur pasien waktu terapi dimulai, tetapi usia pasien waktu penyakit DM mulai timbul. Pada umumnya hasil yang baik diperoleh pada pasien yang diabetesnya mulai timbul pada usia diatas 40 tahun. Sebelum menentukan keharusan penggunaan sulfonilurea, selalu harus dipertimbangkan kemungkinan mengatasi hiperglikemia dengan hanya mengatur diet serta mengurangi berat badan pasien.

Kegagalan pasien dengan salah satu derivat sulfonilurea, mungkin juga disebabkan oleh perubahan farmakokinetik obat, misal penghancuran yang terlalu cepat. Obat hasil terapi yang baik tidak dapat dipertahankan dengan dosis 0.5 g klorpropamid, 0.75 g tolazamid, sebaiknya dosis jangan ditambah lagi.

Selama terapi, pemeriksaan fisik dan laboratorium harus tetap dilakukan secara teratur. Pada keadaan yang gawat seperti stres, komplikasi, infeksi dan pembedahan, insulin tetap merupakan terapi standar.

1.1. MEGLITINIDRepaglinid dan nateglinid Merupakan golongan meglitinid, mekanisme kerjanya sama dengan sulfonilurea tetapi struktur kimianya sangat berbeda. Golongan ADO ini merangsang insulin dengan menutup kanal K yang ATP-independent di sel β pankreas.

Pada pemberian oral absorpsinya cepat dan kadar puncaknya dicapai dalam waktu 1 jam. Masa paruhnya 1 jam, karena harus diberikan beberapa kali sehari, sebelum makan. Metabolisme utamanya di hepar dan metabolitnya tidak aktif. Sekitar 10% dimetabolisme di ginjal. Pada pasien dengan gangguan fungsi hepar atau ginjal harus diberikan secara berhati-hati. Efek samping utamanya hipoglikemia dan gangguan saluran cerna. Reaksi alergi juga pernah dilaporkan.

1.2. BIGUANIDSebenarnya dikenal 3 golongan ADO dari golongan biguanid : fenformin, buformin, dan metformin, tetapi yang pertama telah ditarik dari peredaran karena sering menyebabkan asidosis laktat. Sekarang yang banyak digunakan adalah metformin.MEKANISME KERJA. Biguanid tidak menyebabkan rangsangan sekresi insulin dan umumnya tidak menyebabkan hipoglikemia. Metformin menurunkan produksi glukosa dihepar dan menungkatkan sensitivitas jaringan otot dan adiposa terhadap insulin. Efek ini terjadi karena adanya aktivasi kinase di sel (AMP-activated protein kinase). Meski masih kontroversial, adanya penurunan produksi glukosa hepar, banyak data yang menunjukkan bahwa efeknya terjadi akibat penurunan glukoneogenesis. Preparat ini tidak mempunyai efek yang berarti pada sekresi glukagon, kortisol, hormon pertumbuhan, dan somatostatin.

Biguanid tidak merangsang ataupun menghambat perubahan glukosa menjadi lemak. Pada pasien diabetes yang gemuk, biguanid dapat menurunkan berat badan dengan mekanisme yang belum jelas pula; pada orang nondiabetik yang gemuk tidak timbul penurunan berat badan dan kadar glukosa darah.

Metformin oral akan mengalami absorpsi di intestin, dalam darah tidak terikat protein plasma, ekskresinya melalui urin dalam keadaan utuh. Masa paruhnya sekitar 2 jam.

Dosis awal 2 x 500 mg, umumnya dosis pemeliharaan (maintenance dose) 3 x 500 mg, dosis maksimal 2,5 g. Obat diminum pada waktu makan. Pasien DM yang tidak

48

Page 48: Wrap Up Sk 1 a 14

memberikan respon dengan sulfonilurea dapat diatasi dengan metformin, atau dapat pula diberikan sebagai terapi kombinasi dengan insulin atau sulfonylurea.

EFEK SAMPING. Hampir 20% pasien dengan metformin mengalami : mual; muntah, diare serta kecap logam (metalic taste); tetapi dengan menurunkan dosis keluhan-keluhan tersebut segera hilang. Pada beberapa pasien yang mutlak bergantung insulin eksogen, kadang-kadang biguanid menimbulkan ketosis yang tidak disertai dengan hiperglikemia (starvation ketosis). Hal ini harus dibedakan dengan ketosis karena defisiensi insulin.

Pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal atau sistem kardiovaskular, pemberian biguanid dapat menimbulkan peningkatan kadar asam laktat dalam darah, sehingga hal ini dapat mengganggu keseimbangan elektrolit dalam cairan tubuh.

INDIKASI. Sediaan biguanid tidak dapat menggantikan fungsi insulin endogen, dan digunakan pada terapi diabetes dewasa.

Dari berbagai derivat biguanid, data fenformin yang paling banyak terkumpul tetapi sediaan ini kini dilarang dipasarkan di Indonesia karena bahaya asidosis laktat yang mungkin ditimbulkannya. Di Eropa fenformin digantikan dengan metformin yang kerjanya serupa fenformin tetapi diduga lebih sedikit menyebabkan asidosis laktat. Dosis metformin ialah 1-3 gram sehari dibagi dalam 2 atau 3 kali pemberian.

KONTRA INDIKASI. Biguanid tidak boleh diberikan pada kehamilan, pasien penyakit hepar berat, penyakit ginjal dengan uremia dan penyakit jantung kongestif dan penyakit paru dengan hipoksia kronik. Pada pasien yang akan diberi zat kontras intravena atau yang akan di operasi, pemberian obat ini sebaiknya dihentikan dahulu. Setelah lebih dari 48 jam, biguanid baru boleh diberikan dengan catatan fungsi ginjal harus tetap normal. Hal ini untuk mencegah terbentuknya laktat yang berlebihan dan dapat berakhir fatal akibat asidosis laktat. Insidens asidosis akibat metformin kurang dari 0.1 kasus per 1000 patient-years, dan mortalitasnyalebih rendah lagi.

2. GOLONGAN TIAZOLIDINEDIONMEKANISME KERJA. Tiazolidinedion merupakan agonist potent dan selektif PPARγ, mengaktifkan PPARγ membentuk kompleks PPARγ-RXR dan terbentuklah GLUT baru. Di jaringan adiposa PPARγ mengurangi keluarnya asam lemak menuju ke otot, dan karenanya dapat mengurangi resistensi insulin. Pendapat lain, aktivasi hormon adiposit dan adipokin, yang nampaknya adalah adiponektin. Senyawa ini dapat meningkatkan sensitivitas insulin melalui peningkatan AMP kinase yang merangsang transport glukosa ke sel dan meningkatkan oksidasi asam lemak. Jadi agar obat dapat bekerja harus tersedia insulin.

Selain itu glitazon juga menurunkan produksi glukosa hepar, menurunkan asam lemak bebas di plasma dan remodeling jaringan adipose.

Pioglitazon dan rosiglitazon dapat menurunkan HBA1c (1,0-1,5%) dan berkecenderungan meningkatkan HDL, sedang efeknya pada trigliserid dan LDL bervariasi.

49

Page 49: Wrap Up Sk 1 a 14

Pada pemberian oral absorpsi tidak dipengaruhi makanan, berlangsung ± 2 jam.metabolismenya di hepar, oleh sitokrom P-450 rosiglitazon dimetabolisme oleh isozim 2C8, sedangkan pioglitazon oleh 2C8 & 3A4. meski demikian, penggunaan rosiglitazon 4 mg 2 x sehari bersama nifedipin atau kontrasepsi oral (etinil estradiol + noretindron) yang juga dimetabolisme isozim 3A4 tidak menujukkan efek klinik negatif yang berarti.

Ekskresinya melalui ginjal, keduanyadapat diberikan pada insufisiensi renal, tetapi dikontraindikasikan pada gangguan fungsi hepar (ALT>2,5 x nilai normal). Meski laporan hepatotoksik baru ada pada troglitazon, FDA menganjurkan agar pada awal dan setiap 2 bulan sekali selama 12 bulan pertama penggunaan kedua preparat diatas dianjurkan pemeriksaan tes fungsi hepar. Penelitian population pharmacokinetic, menunjukkan bahwa usia tidak mempengaruhi kinetiknya.

Glitazon digunakan untuk DM tipe 2 yang tidak memberi respons dengan diet & latihan fisik, sebagai monoterapi atau ditambahkan pada mereka yang tidak memberi respons pada obat hipoglikemik lain (sulfonilurea, metformin) atau insulin.

Dosis awal rosiglitazon 4 mg, bila dalam 3-4 minggu kontrol glisemia belum adekuat, dosis ditingkatkan 8mg/hari, sedangkan pioglitazon dosis awal 15-30mg bila kontrol glisemia belum adekuat, dosis dapat ditingkatkan sampai 45 mg. Efek klinis maksimalnya tercapai setelah penggunaan 6-12 minggu.

EFEK SAMPING. Efek samping antara lain, peningkatan berat badan, edema, menambah volume plasma dan memperburuk gagal jantung kongestif. Edema sering terjadi pada penggunaannya bersama insulin. Kecuali penyakit hepar, tidak dianjurkan pada gagal jantung kelas 3 dan 4 menurut klasifikasi New York Heart Association. Hipoglikemia pada penggunaan monoterapi jarang terjadi.

3. PENGHAMBAT ENZIM α-GLIKOSIDASEMEKANISME KERJA. Obat golongan ini dapat memperlambat absorpsi polisakarida (starch), dekstrin, dan disakarida di intestin. Dengan menghambat kerja enzim α-glikosidase di brush border intestin, dapat mencegah peningkatan glukosa plasma pada orang normal dan pasien DM.

Karena kerjanya tidak mempengaruhi sekresi insulin, maka tidak akan menyebabkan efek samping hipoglikemia. Akarbose dapat digunakan sebagai monoterapi pada DM usia lanjut atau DM yang glukosa postprandialnya sangat tinggi. Di klinik sering digunakan bersama antidiabetik oral lain dan/atau insulin.

Obat ini diberikan pada waktu mulai makan; dan absorpsi buruk.Akarbose merupakan oligosakarida yang berasal dari mikroba, dan miglitol suatu derivat deseksi nojirimisin, secara kompetitif juga menghambat glukoamilase dan sukrase, tetapi efeknya pada α-amilase pankreas lemah. Kedua preparat dapat menurunkan glukosa plasma postprandial pada DM tipe 1 & 2, dan pada DM tipe 2 dengan hiperglisemia yang hebat dapat menurunkan HbA1c secara bermakna. Pada pasien DM dengan hiperglisemia ringan sampai sedang, hanya dapat mengatasi hiperglisemia sekitar 30%-50% dibandingkan antidiabetik oral lainnya (dinilai dengan pemeriksaan HbA1c).

EFEK SAMPING.

50

Page 50: Wrap Up Sk 1 a 14

Efek samping yang bersifat dose-dependent antara lain: malabsorpsi, flatulen, diare, dan abdominal bloating. Untuk mengurangi efek samping ini sebaiknya dosis dititrasi, mulai dosis awal 25 mg pada saat mulai makan untuk selama 4-8 minggu sampai dosis maksimal 75mg setiap tepat sebelum makan. Dosis yang lebih kecil dapat diberikan dengan makanan kecil (snack). Akarbose paling efektif bila diberikan bersama makanan yang berserat, mengandung polisakarida, dengan sedikit kandungan glukosa dan sukrosa. Bila akarbose diberikan bersama insulin, atau dengan golongan sulfonilurea, dan menimbulkan hipoglikemia, pemberian glukosa akan lebih baik daripada pemberian sukrose, polisakarida atau maltosa.

OBAT HIPERGLIKEMIK1.GLUKAGONMEKANISME KERJA. Glukagon menyebabkan glikogenolisis di hepar dengan jalan merangsang enzim adenilsiklase dalam pembentukan siklik AMP, kemudian siklik AMP ini mengaktifkan fosforilase, suatu enzim penting untuk glikogenolisis. Efek glukagon ini hanya terbatas pada hepar saja dan tidak dapat dihambat dengan pemberian adrenoreseptor β. Glukagon juga meningkatkan glukoneogenesis. Efek ini mungkin sekali disebabkan oleh menyusutnya simpanan glikogen dalam hepar, karena dengan berkurangnya glikogen dalam hepar proses deaminasi dan transaminasi menjadi lebih aktif. Dengan meningkatnya proses tersebut maka pembentukan kalori juga makin besar. Ternyata efek kalorigenik glukagon hanya dapat timbul bila ada tiroksin dan adrenokortikosteroid.

Sekresi glukagon pankreas meninggi dalam keadaan hipoglikemia dan menurun dalam keadaan hiperglikemia. Sebagian besar glukagon endigen mengalami metabolisme di hati.

INDIKASI. Glukagon terutama digunakan pada pengobatan hipoglikemia yang ditimbulkan oleh insulin. Hormon tersebut dapat diberikan secara IV, IM atau SK dengan dosis 1 mg. Bila dalam 20 menit setelah pemberian glukagon SK pasien koma hipoglikemik tetapi tidak sadar, maka glukosa IV harus segera diberikan karena mungkin sekali glikogen dalam hepar telah habis atau telah terjadi kerusakan otak yang menetap.

Glukagon HCl tersedia dalam ampul berisi bubuk 1 dan 10mg.

2.DIAZOKSIDObat ini memperlihatkan efek hiperglikemia bila diberikan oral dan efek antihipertensi bila diberikan IV. Sediaan ini meningkatkan kadar glukosa sesuai besarnya dosis dengan menghambat langsung sekresi insulin; mungkin juga dengan menghambat penggunaan glukosa dan perifer dan merangsang langsung sekresi insulin; mungkin juga dengan menghambat penggunaan glukosa di perifer dan merangsang pembentukan glukosa dalam hepar. Diazoksid digunakan pada hiperinsulinisme misalnya pada insulinoma atau hipoglikemia yang sensitif terhadap leusin. Diazoksid 90% terikat plasma protein dalam darah. Masa paruh bentuk oral 24-36 jam, tetapi mungkin memanjang pada takar lajak atau pada apsien dengan kerusakan dengan kerusakan fungsi ginjal. Karena masa paruh yang panjang, diperlukan pengamatan jangka panjang. Takar lajak dapat menyebabkan hiperglikemia berat, kadang-kadang disertai ketoasidosis atau koma hiperosmolar tanpa ketosis.

51

Page 51: Wrap Up Sk 1 a 14

Meskipun diazoksid termasuk golongan tiazid, obat ini meretensi air dan natrium. Diuretik tiazid meninggikan efek hiperglikemi dan hiperurisemi obat ini. Diazoksid oral menimbulkan potensiasi efek obat antihipertensi lain, meskipun bila obat ini digunakan sendiri efeknya tidak kuat. Efek hiperglikemi diazoksid dilawan oleh obat penghambat adrenoreseptor β. Diazoksid dapat menimbulkan iritasi saluran cerna, trombositopeni dan netropeni. Diazoksid bersifat teratogenik pada hewan (kelainan kardiovaskular dan tulang), juga menyebabkan degenerasi sel β pankreas fetus sehingga obat ini tidak boleh diberikan pada wanita hamil.

Dosis pada orang dewasa adalah 3-8 mg/kgBB/hari, sedangkan pada anak kecil 8-15 mg/kgBB/hari. Obat ini diberikan dalam dosis terbagi 2-3 x sehari.

TERAPI INSULINKLASIFIKASI INSULIN

Jenis sediaan Bufer Mula kerja Puncak (jam)

Masa kerja (jam)

Kombinasi dengan (jam)

Kerja cepat Regular solube (kristal) Lispro

-Fosfat

0,1-0,70,25

1,5-40,5-1,5

5-82-5

Semua jenis

lenteKerja sedang NPH (isophan) Lente

FosfatAsetat

1-21-2

6-126-12

18-2418-24

RegularSenilente

Kerja panjang Protamin zinc Ultralente Glargin

Fosfat asetat-

4-64-62-5

14-2016-185-24

24-3620-3618-24

Regular

INDIKASI dan TUJUAN. Insulin subkutan terutama diberikan pada DM tipe 1, DM tipe 2 yang tidak dapat diatasi hanya dengan diet dan atau antidiabetik oral, pasien DM pascapankreaktomi atau DM dengan kehamilan, DM dengan ketoasidosis, koma nonketosis, atau komplikasi lain, sebelum tindakan operasi (DM tipe 1 dan 2). Tujuan pemberian insulin pada semua keadaan tersebut bukan saja untuk menormalkan glukosa darah tetapi juga memperbaiki semua aspek metabolisme, dan yang terakhir inilah umumnya yang suka dicapai.

Keadaan mendekati normoglisemia dicapai pada DM dengan multipel dosis harian insulin atau dengan infusion pump therapy, yang tujuannya mencapai glukosa darah puasa antara 90-120 mg/dL (5-6,7 mM), glukosa 2 jam postprandial kurang dari 150 mg/dL (8,3 mM). Pada pasien yang kurang disiplin atau kurang patuh terhadap terapi, mungkin perlu dicapai nilai glukosa darah puasa yang lebih tinggi (140 mg/dL atau 7,8 mM) dan postprandial 200 sampai 250 mg/dL atau11,1-13,9 mM.

EFEK SAMPING. Hipoglikemia, merupakan efek samping paling sering terjadi dan trjadi akibat dosis insulin yang terlalu besar, tidak tepatnya waktu makan dengan waktu tercapainya kadar puncak insulin, atau karena adanya faktor yang dapat meningkatkan sensitivitas terhadap insulin, misal insufisiensi adrenal atau pituitary, ataupun akibat kerja fisik yang berlebihan.

52

Page 52: Wrap Up Sk 1 a 14

Reaksi alergi dan resistensi, kadang-kadang reaksi ini terjadi akibat adanya bekuan atau terjadinya denaturasi preparat insulin, atau kontaminan, atau akibat pasien sensitif terhadap senyawa yang ditambahkan pada proses formulasi preparat insulin (misal: Zn2+, protamin, fenol,dll). Reaksi alergi lokal sering terjadi akibat IgE atau resistensi akibat timbulnya antibodi IgG.

Lipoartrofi dan lipohipertrofi. Lipoartrofi jaringan lemak subkutan ditempat suntikan dapat timbul akibat variant respon imun terhadap insulin; sedangkan lipohipertrofi dimana terjadi penumpukan lemak subkutan terjadi akibat efek lipogenik insulin yang kadarnya tinggi pada daerah tempat suntikan. Hal ini diduga akibat adanya kontaminan dalam preparat insulin, dan reaksi lebih jarang terjadi pada penggunaan insulin, dan reaksi lebih jarang terjadi pada penggunaan insulin yang lebih murni. Pada kenyataannya lipohipertrofi lebih sering terjadi dengan human insulin apabila pasien yang menyuntikan sendiri pada tempat yang sama. Hal ini dapat disebabkan karena terjadinya absorpsi insulin yang kurang baik atau tidak teratur.

53

Page 53: Wrap Up Sk 1 a 14

Pencegahan1. Pencegahan Primer

Pencegahan primer adalah upaya yang ditujukan pada orang-orang yang termasuk kelompok risiko tinggi, yakni mereka yang belum menderita, tetapi berpotensi untuk menderita DM. Penyuluhan sangat penting perannya dalam upaya pencegahan primer. Masyarakat luas melalui lembaga swadaya masyarakat dan lembaga sosial lainnya harus diikutsertakan. Demikian pula pemerintah melalui semua jajaran terkait seperti

54

Page 54: Wrap Up Sk 1 a 14

Departemen Kesehatan dan Departemen Pendidikan perlu memasukkan upaya pencegahan primer DM dalam program penyuluhan dan pendidikan kesehatan. Sejak masa prasekolah hendaknya telah ditanamkan pengertian mengenai pentingnya kegiatan jasmani teratur, pola dan jenis makanan yang sehat, menjaga badan agar tidak terlalu gemuk, dan risiko merokok bagi kesehatan.

2. Pencegahan SekunderPencegahan sekunder adalah upaya mencegah atau menghambat timbulnya penyulit pada pasien yang telah menderita DM. Dilakukan dengan pemberian pengobatan yang cukup dan tindakan deteksi dini penyulit sejak awal pengelolaan penyakit DM. Salah satu penyulit DM yang sering terjadi adalah penyakit kardiovaskular yang merupakan penyebab utama kematian pada penyandang diabetes.Pencegahan sekunder dapat dilakukan dengan :

a. SkrinningSkrinning dilakukan dengan menggunakan tes urin, kadar gula darah puasa,

dan GIT. Skrinning direkomendasikan untuk :i. Orang-orang yang mempunyai keluarga diabetes

ii. Orang-orang dengan kadar glukosa abnormal pada saat hamiliii. Orang-orang yang mempunyai gangguan vaskuleriv. Orang-orang yang gemuk

b. Pengobatan Pengobatan diabetes mellitus bergantung kepada pengobatan diet dan

pengobatan bila diperlukan. Kalau masih bisa tanpa obat, cukup dengan menurunkan berat badan sampai mencapai berat badan ideal. Untuk itu perlu dibantu dengan diet dan bergerak badan.

Pengobatan dengan perencanaan makanan (diet) atau terapi nutrisi medik masih merupakan pengobatan utama, tetapi bilamana hal ini bersama latihan jasmani/kegiatan fisik ternyata gagal maka diperlukan penambahan obat oral. Obat hipoglikemik oral hanya digunakan untuk mengobati beberapa individu dengan DM tipe II. Obat ini menstimulasi pelapisan insulin dari sel beta pancreas atau pengambilan glukosa oleh jaringan perifer.

Aktivitas Obat Hipoglisemik Oral

Obat Lamanya jam Dosis lazim/hari

Klorpropamid (diabinise)

60 1

Glizipid (glucotrol) 12-24 1-2

Gliburid (diabeta, micronase)

16-24 1-2

Tolazamid (tolinase) 14-16 1-2

Tolbutamid (orinase) 6-12 1-3

55

Page 55: Wrap Up Sk 1 a 14

c. DIETDiet adalah penatalaksanaan yang penting dari kedua tipe DM. makanan yang masuk harus dibagi merata sepanjang hari. Ini harus konsisten dari hari kehari. Adalah sangat penting bagi pasien yang menerima insulin dikordinasikan antara makanan yang masuk dengan aktivitas insulin lebih jauh orang dengan DM tipe II, cenderung kegemukan dimana ini berhubungan dengan resistensi insulin dan hiperglikemia. Toleransi glukosa sering membaik dengan penurunan berat badan. (Hendrawan,2002). Modifikasi dari faktor-faktor resiko

a) Menjaga berat badanb) Tekanan darah c) Kadar kolesterold) Berhenti merokoke) Membiasakan diri untuk hidup sehatf) Biasakan diri berolahraga secara teratur. Olahraga adalah aktivitas fisik

yang terencana dan terstruktur yang memanfaatkan gerakan tubuh yang berulang untuk mencapai kebugaran.

g) Hindari menonton televisi atau menggunakan komputer terlalu lama, karena hali ini yang menyebabkan aktivitas fisik berkurang atau minim.

h) Jangan mengonsumsi permen, coklat, atau snack dengan kandungan. garam yang tinggi. Hindari makanan siap saji dengan kandungan kadar karbohidrat dan lemak tinggi.

i) Konsumsi sayuran dan buah-buahan.

3. Pencegahan TersierPencegahan tersier ditujukan pada kelompok penyandang diabetes yang telah mengalami

penyulit dalam upaya mencegah terjadinya kecacatan lebih lanjut. Upaya rehabilitasi pada pasien dilakukan sedini mungkin, sebelum kecacatan menetap. Sebagai contoh aspirin dosis rendah (80-325 mg/hari) dapat diberikan secara rutin bagi penyandang diabetes yang sudah mempunyai penyulit makroangiopati. Pada upaya pencegahan tersier tetap dilakukan penyuluhan pada pasien dan keluarga. Materi penyuluhan termasuk upaya rehabilitasi yang dapat dilakukan untuk mencapai kualitas hidup yang optimal . Pencegahan tersier memerlukan pelayanan kesehatan holistik dan terintegrasi antar disiplin yang terkait, terutama di rumah sakit rujukan. Kolaborasi yang baik antar para ahli di berbagai disiplin (jantung dan ginjal, mata, bedah ortopedi, bedah vaskular, radiologi, rehabilitasi medis, gizi, podiatrist, dll.) sangat diperlukan dalam menunjang keberhasilan pencegahan tersier (Konsensus,2006).

2.6. Menjelaskan prognosis DM

Sekitar 60% pasien DM yang mendapat insulin dapat bertahan hidup seperti orang normal., sisanya dapat mengalami kebutaan, gagal ginjal kronis, dan kemungkinan untuk meninggal lebih cepat.

2.7. Menjelaskan pencegahan penyakit DM dengan cara edukasi, baik pencegahan primer , sekunder maupun tersier

56

Page 56: Wrap Up Sk 1 a 14

Kalau sudah terjadi komplikasi, usaha untuk menyembuhkan keadaan tersebut ke arah normal sangat sulit, kerusakan yang terjadi pada umumnya akan menetap. Oleh karena itu, usaha pencegahan dini untuk komplikasi tersebut sangat diperlukan dan diharapkan akan sangat bermanfaat untuk menghindari terjadinya berbagai hal yang tidak menguntungkan Menurut WHO tahun 1994, upaya pencegahan diabetes ada 3 jenis atau tahap yaitu:

Pencegahan Primer Semua aktivitas yang ditujukan untuk mencegah timbulnya hiperglikemia pada individu yang berisiko untuk jadi diabetes atau pada populasi umum.

Pencegahan Sekunder Menemukan pengidap DM sedini mungkin, misalnya dengan tes penyaringan terutama

pada populasi resiko tinggi, dengan demikian pasien DM yang sebelumnya tidak terdiagnosa dapat terjaring, sehingga dapat dilakukan upaya untuk mencegah komplikasi atau kalaupun sudah ada komplikasi masih reversibel.

Oleh karena itu, pada tahun 1994 WHO menyatakan bahwa pendeteksian pasien baru dengan cara skrining dimasukkan dalam upaya pencegahan sekunder supaya lebih diketahui lebih dini komplikasi dapat dicegah karena dapat reversibel. Untuk negara berkembang termasuk Indonesia upaya ini termasuk mahal.

Pencegahan Tersier Semua upaya untuk mencegah komplikasi atau kecacatan akibat komplikasi itu. Untuk

mencegah kecacatan tentu saja harus dimulai dengan deteksi dini komplikasi DM agar kemudian penyulit dapat dikelola dengan baik disamping tentu saja pengelolaan untuk mengendalikan kadar glukosa darah. Upaya ini meliputi: a. Mencegah timbulnya komplikasi diabetes b. Mencegah berlanjutnya (progresi) komplikasi untuk tidak menjurus menjadi kegagalan organ c. Mencegah terjadinya kecacatan tubuh disebabkan oleh karena kegagalan organ atau jaringan

LI 3. Memahami dan menjelaskan retinopati diabetic

3.1. Menjelaskan definisi,epidemiologi,etiologi,klasifikasi dan patofisiologi

Definisi

Retinopati diabetik adalah suatu mikroangiopati progresif yang ditandai oleh kerusakan dan sumbatan pembuluh-pembuluh halus,1 meliputi arteriol prekapiler retina, kapiler-kapiler dan vena. (http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/1898/1/rodiah.pdf)

Retinopati diabetic adalah suatu mikroangiopati yang mengenai arteriola prekapiler retina, kapiler dan venula, akan tetapi pembuluh darah yang besarpun dapat terkena. Keadaan ini merupakan komplikasi dari penyakit diabetes mellitus yang menyebabkan kerusakan pada mata dimana secara perlahan terjadi kerusakan pembuluh darah retina atau lapisan saraf mata sehingga mengalami kebocoran.

(Kaji Y. 2005. Prevention of diabetic keratopathy. British journal of ophthalmology;89:254-255)

Patofisiologi

57

Page 57: Wrap Up Sk 1 a 14

Hiperglikemia kronik mengawali perubahan patologis pada retinopati DM dan terjadi melalui beberapa jalur.

Pertama, hiperglikemia memicu terbentuknya reactive oxy- gen intermediates (ROIs) dan advanced glycation endproducts (AGEs). ROIs dan AGEs merusak perisit dan endotel pembuluh darah serta merangsang pelepasan faktor vasoaktif seperti nitric oxide (NO), prostasiklin, insulin-like growth factor-1 (IGF-1), dan endotelin yang akan mem- perparah kerusakan.

Kedua, hiperglikemia kronik mengaktivasi jalur poliol yang meningkatkan glikosilasi dan ekspresi aldose reduktase sehingga terjadi akumulasi sorbitol. Glikosilasi dan akumulasi sorbitol kemudian mengakibatkan kerusakan endotel pembuluh darah dan disfungsi enzim endotel.

Ketiga, hiperglikemia mengaktivasi transduksi sinyal intraseluler protein kinase C (PKC). Vascular endothelial growth factor (VEGF) dan faktor pertumbuhan lain diaktivasi oleh PKC. VEGF menstimulasi ekspresi intracellular adhe- sion molecule-1 (ICAM-1) yang memicu terbentuknya ikatan antara leukosit dan endotel pembuluh darah. Ikatan tersebut menyebabkan kerusakan sawar darah retina, serta trombosis dan oklusi kapiler retina. Keseluruhan jalur tersebut me- nimbulkan gangguan sirkulasi, hipoksia, dan inflamasi pada retina. Hipoksia menyebabkan ekspresi faktor angiogenik yang berlebihan sehingga merangsang pembentukan pembuluh darah baru yang memiliki kelemahan pada membran basalisnya, defisiensi taut kedap antarsel endo- telnya, dan kekurangan jumlah perisit. Akibatnya, terjadi kebocoran protein plasma dan perdarahan di dalam retina dan vitreous.9-11

(http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/1898/1/rodiah.pdf)

Etiologi

Penyebab pasti retinopati diabetik belum diketahui. Tetapi diyakini bahwa lamanya terpapar pada hiperglikemia ( kronis ) menyebabkan perubahan fisiologi dan biokimia yang akhirnya menyebabkan kerusakan endotel pembuluh darah. Hal ini didukung oleh hasil pengamatan bahwa tidak terjadi retinopati pada orang muda dengan diabetes tipe 1 paling sedikit 3-5 tahun setelah awitan penyakit ini. Hasil serupa telah diperoleh pada diabetes tipe 2, tetapi pada pasien ini onset dan lama penyakit lebih sulit ditentukan secara tepat.

Perubahan abnormalitas sebagian besar hematologi dan biokimia telah dihubungkan dengan prevalensi dan beratnya retinopati antara lain :

Adhesif platelet yang meningkat. Agregasi eritrosit yang meningkat. Abnormalitas lipid serum. Fibrinolisis yang tidak sempurna. Abnormalitas dari sekresi growth hormon Abnormalitas serum dan viskositas darah.

Faktor resiko yang berpengaruh :

1. Lama menderita diabetes

58

Page 58: Wrap Up Sk 1 a 14

Bila diabetes didiagnosa sebelum usia 30 tahun, resiko terjadinya retinopati diabetik sekitar 2%. Dan apabila sudah menderita selama 7 tahun resiko untuk menderita retinopati 50% sedangkan apabila menderita selama 25 tahun kemungkinan menderita retinopati diabetik 90%. Penderita diabetes dengan durasi 25 sampai 50 tahun 26% kemungkinan akan mengalami bentuk proliferatif. Penurunan penglihatan dibawah 20/40 dijumpai pada penderita diabetes tergantung insulin sekitar 10% pada penderita diabetes anak, dan 38% pada penderita diabetes dewasa. Serta 24% pada penderita diabetes tidak tergantung insulin

2. Kontrol kadar gula darah

Berdasarkan suatu penelitian pemberian insulin untuk mengontrol kadar gula darah dengan ketat mengurangi resiko terjadinya retinopati hingga sekitar 50%.

3. Ibu hamil, hipertensi, merokok, hiperlipidemia dan anemia.

Epidemiologi

Penyebab utama kebutaan pada orang dewasa. Penelitian epidemiologis di Amerika, Australia, Eropa, dan Asia melaporkan bahwa jumlah penderita retinopati DM akan meningkat dari 100,8 juta pada tahun 2010 menjadi 154,9 juta pada tahun 2030 dengan 30% diantaranya terancam mengalami kebutaan. The DiabCare Asia 2008 Study melibatkan 1 785 penderita DM pada 18 pusat kesehatan primer dan sekunder di Indonesia dan melaporkan bahwa 42% penderita DM mengalami komplikasi retinopati, dan 6,4% di antaranya merupakan retinopati DM proliferative.

Risiko menderita retinopati DM meningkat sebanding dengan semakin lamanya seseorang menyandang DM. Faktor risiko lain untuk retinopati DM adalah ketergantungan insulin pada penyandang DM tipe II, nefropati, dan hipertensi. Sementara itu, pubertas dan kehamilan dapat mempercepat progresivitas retinopati DM. Kebutaan akibat retinopati DM menjadi masalah kesehatan yang diwaspadai di dunia karena kebutaan akan menurunkan kualitas hidup dan produktivitas penderita yang akhirnya menimbulkan beban sosial masyarakat. Masalah utama dalam penanganan retinopati DM adalah keterlambatan diagnosis karena sebagian besar penderita pada tahap awal tidak mengalami gangguan penglihatan.

klasifikasi

Retinopati diabetik dapat diklasifikasikan dalam 2 jenis:

1. Nonproliferatif retinopati diabetik (NPRD)

Pada nonproliferatif retinopati diabetik, perubahan mikrovaskular retina hanya terbatas pada retina saja, tidak menyebar ke membran limitan interna. Karakteristik NPRD termasuk, mikroaneurisma, area kapiler nonperfusi, infark dari nerve fibre layer, IRMAs, perdarahan dot and blot intraretina, edema retina, hard eksudat, arteriol abnormalitas, dilatasi dan beading vena retina. NPRD dapat mengganggu fungsi visual dengan 2 mekanisme:

• Berbagai derajat sumbatan kapiler intraretina menimbulkan makular iskemik• Peningkatan permeabilitas vaskularisasi retina menimbulkan edem makula

Diabetik Makular Edema

59

Page 59: Wrap Up Sk 1 a 14

Diagnosis diabetik makular edema (DME) sangat baik menggunakan slitlamp biomikroskopis, untuk pemeriksaan segmen posterior menggunakan lensa kontak untuk memperjelas visualisasi. Penemuan penting pada pemeriksaan termasuk:

- Lokasi retina yang menebal relatif terhadap fovea

- Adanya eksudat dan lokasinya

- Adanya cystoid makular edema

Fluoresein angiografi digunakan untuk melihat kebocoran pembuluh darah retina akibat kerusakan barier pembuluh darah retina. Manifestasi diabetik makular edema berupa penebalan retina secara fokal atau difus dengan atau tanpa eksudat. Karakteristik edem makula fokal adanya kebocoran fokal dari lesi kapiler spesifik. Edem tersebut berkaitan dengan ring hard exudate. Edem makula difus mempunyai karakteristik dengan kelainan kapiler retina yang luas berhubungan dengan kebocoran yang luas dari kerusakan ekstensif barir darah-retina, dan sering dengan cystoid macular edema.

• Penanganan diabetik makular edema

Strategi pengobatan untuk diabetik makular edema meliputi modifikasi gaya hidup, olah raga, berhenti merokok, kontrol gula darah, tekanan darah, kadar lemak darah dan massa indeks tubuh.

• Penatalaksanaan laser pada diabetik makular edema

Beberapa paradigma pengobatan yang terbaru berasal dari Early Treatment Diabetic Retinopathy Study (ETDRS) menetapkan tentang clinically significant macular edema (CSME) dan merekomendasi penatalaksanaan dengan laser fotokoagulasi fokal untuk berikut ini:

- Edema retina yang berlokasi pada atau dalam area 500 mikrometer dari sentralmakula.

- Hard exudates pada atau dalam area 500 mikrometer dari sentral jika berhubungan dengan penebalan retina yang berdekatan.

- Daerah yang mengalami penebalan lebih besar dari 1 area diskus jika lokasinya dalam 1 diameter diskus dari sentral makula.

• Penatalaksanaan medikal pada diabetik makular edema

- Pada pasien DM yang sulit disembuhkan, injeksi triamsinolon asetonid sub-tenon posterior dapat memperbaiki penglihatan dalam 1 bulan dan menstabilkan penglihatan sampai satu tahun dalam suatu penelitian retrospektif.

- Pada pasien CSME yang sulit disembuhkan, intra vitreal kortikosteroid dapat memperbaiki penglihatan dalam jangka singkat dan mengurangi ketebalan makula selama 2 tahun folow up. Pada masa yang akan datang, kortikosteroid dan anti VEGF dapat bermanfaat dalam penanganan diabetik makular edem.

• Penatalaksanaan bedah pada diabetik makular edema

60

Page 60: Wrap Up Sk 1 a 14

Vitrektomi pars plana dan detachment posterior hyaloid juga bermanfaat untuk mengatasi diabetik makular edema, khususnya dengan traksi hialoid posterior dan diabetik makular edema difus. Diabetik Makular Iskemik

Kapiler retina nonperfusi merupakan gambaran yang berhubungan dengan NPRD yang progresif. Angiografi fluoresein menunjukkan kapiler nonperfusi yang luas. Mikroaneurisma cendrung berkelompok pada pinggir zona kapiler nonperfusi. Tertutupnya arteriol retina menimbulkan area nonperfusi yang lebih besar dan iskemik progresif. Meluasnya zona avaskular fovea lebih besar dari 1000 mikrometer diameter umumnya bermakna penurunan penglihatan.

Progresifitas menjadi PRD

NPRD berat ditetapkan oleh ETDRS dalam aturan 4:2:1, dengan karakteristik 1 dari yang berikut:

1. Perdarahan intra retinal difus dan mikroaneurisma pada 4 kuadran

2. Venous beading pada 2 kuadran

3. IRMAs (intra retinal mikrovascular abnormality) pada 1 kuadran EDTRS mendapatkan NPRD berat mempunyai peluang 15% progresif menjadi high risk PRD dalam kurun waktu 1 tahun. Very severe NPRD mempunyai 2 dari gambaran diatas dengan peluang 45% progresif menjadi high-riskPRD dalam waktu 1 tahun.Pelepasan faktor-faktor vasoproliferatif meningkat sesuai derajat iskemik retina. Satu faktor vasoproliferatif, VEGF, telah diisolasi dari spesimen vitrektomi pasien PRD. VEGF ini dapat menstimulasi neovaskularisasi pada retina, papil nervus optikus, atau segmen anterior.

2. Proliferatif retinopati diabetik(PRD)

Proliferasi fibrovaskular ekstra retina memperlihatkan variasi stadiumperkembangan PRD. Pembuluh darah baru berkembang dalam 3 stadium:

Pembuluh darah baru dengan jaringan fibrous minimal yang melintasi dan meluas mencapai membrana limitan interna.

Pembuluh darah baru meningkat ukurannya dan meluas, dengan meningkatnya komponen fibrous.

Pembuluh darah baru mengalami regresi, meninggalkan sisa proliferasi fibrovaskular di sepanjang hialoid posterior.

Berdasarkan luasnya proliferasi, PRD dibagi dalam tingkatan early, highrisk, atau advance.

• Penatalaksanaan medikal pada retinopati diabetik

Prinsip utama penatalaksanaan medikal adalah memperlambat dan mencegah komplikasi. Ini bisa dicapai oleh pelaksanaan pemeriksaan lokal dan menyeluruh yang mempengaruhi onset NPRD dan progresifitasnya menjadi PRD. Hipertensi, bila tidak terkontrol selama beberapa tahun sering menyebabkan progresifitas menjadi lebih tinggi dari DME dan retinopati diabetik. Penyakit oklusi arteri karotis berat dapat menimbulkan PRD advance sebagai bagian dari sindroma iskemik okular. Kehamilan dapat berkaitan dengan memburuknya retinopati, oleh karena itu, wanita diabetes yang hamil memerlukan evaluasi retina yang lebih sering.

61

Page 61: Wrap Up Sk 1 a 14

Faktor yang paling penting dalam penatalaksanaan medikal pada retinopati diabetik adalah mempertahankan kontrol gula yang baik.

• Penatalaksanaan laser pada PRD

Penanganan utama PRD meliputi penggunaan laser fotokoagulasi termal dalam pola panretina untuk menimbulkan regresi. Penatalaksanaan scatter panretinal photocoagulation (PRP) hampir selalu direkomendasikan. Tujuan scatter PRP adalah menyebabkan regresi dari jaringan neovaskular yang ada dan menjaga progresifitas neovaskularisasi selanjutnya.

• Penatalaksanaan bedah pada PRD

Ada dua kelainan utama pada advance PRD adalah perdarahan vitreous dan tractional retinal detachment.

- Bedah vitrektomi, indikasinya pada pasien PRD dengan perdarahan vitreous yang tidak membaik sampai lebih satu tahun. The diabetic retinopathy vitrectomy study (DRVS) telah menetapkan vitrektomi di awal pada perdarahan vitreous sekunder dari PRD.

- Tractional Retinal detachment : vitrektomi bertujuan untuk memperbaiki traksi vitreoretina dan memfasilitasi perlekatan kembali retina oleh penarikan atau pengelupasan vitreous kortikal atau hialoid posterior.

3.2. Menjelaskan gejala klinis dan pemeriksaan untuk menegakkan diagnosis

Manifestasi Klinis Retinopati Diabetik

Gejala subjektif yang dapat ditemui dapat berupa :

• Kesulitan membaca • Penglihatan kabur • Penglihatan tiba-tiba menurun pada satu mata • Melihat lingkaran-lingkaran cahaya • Melihat bintik gelap & cahaya kelap-kelip

Gejala Objektif yang dapat ditemukan pada retina dapat berupa :

• Mikroaneurisma, merupakan penonjolan dinding kapiler terutama daerah vena dengan bentuk berupa bintik merah kecil yang terletak dekat pembuluh darah terutama polus posterior.

• Perdarahan dapat dalam bentuk titik, garis, dan bercak yang biasanya terletak dekat mikroaneurisma dipolus posterior.

• Dilatasi pembuluh darah dengan lumennya ireguler dan berkelok-kelok. • Hard exudate merupakan infiltrasi lipid ke dalam retina. Gambarannya khusus yaitu

iregular, kekuning-kuningan Pada permulaan eksudat pungtata membesar dan bergabung. Eksudat ini dapat muncul dan hilang dalam beberapa minggu.

• Soft exudate yang sering disebut cotton wool patches merupakan iskemia retina. Pada pemeriksaan oftalmoskopi akan terlihat bercak berwarna kuning bersifat difus dan berwarna putih. Biasanya terletak dibagian tepi daerah nonirigasi dan dihubungkan dengan iskemia retina.

62

Page 62: Wrap Up Sk 1 a 14

• Pembuluh darah baru ( Neovaskularisasi ) pada retina biasanya terletak dipermukaan jaringan. Tampak sebagai pembuluh yang berkelok-kelok , dalam, berkelompok, dan ireguler. Mula–mula terletak dalam jaringan retina, kemudian berkembang ke daerahpreretinal, ke badan kaca. Pecahnya neovaskularisasi pada daerah-daerah ini dapat menimbulkan perdarahan retina, perdarahan subhialoid ( preretinal ) maupun perdarahan badan kaca.

• Edema retina dengan tanda hilangnya gambaran retina terutama daerah makula sehingga sangat mengganggu tajam penglihatan

(Diabetic Retinopathy, http://www.kellogg.umich.edu/patientcare/conditions/diabetic.retinopathy.html.)

Pemeriksaan Retinopati Diabetik

Pemeriksaan Funduskopi Direk pada Retinopati DM

Pemeriksaan funduskopi direk bermanfaat untuk menilai saraf optik, retina, makula dan pembuluh darah di kutub posterior mata. Sebelum pemeriksaan dilakukan, pasien diminta untuk melepaskan kaca mata atau lensa kontak, kemudian mata yang akan diperiksa ditetesi midriatikum. Pemeriksa harus menyampaikan kepada pasien bahwa ia akan merasa silau dan kurang nyaman setelah ditetesi obat tersebut. Risiko glaukoma akut sudut tertutup merupakan kontraindikasi pemberian midriatikum.

Pemeriksaan funduskopi direk dilakukan di ruangan yang cukup gelap. Pasien duduk berhadapan sama tinggi dengan pemeriksa dan diminta untuk memakukan (fiksasi) pandangannya pada satu titik jauh. Pemeriksa kemudian mengatur oftalmoskop pada 0 dioptri dan ukuran aperture yang sesuai. Mata kanan pasien diperiksa dengan mata kanan pemeriksa dan oftalmoskop dipegang di tangan kanan.

Hasil OCT Normal (A) dan Edema Makula pada Retinopati DM (B)

Mula-mula pemeriksaan dilakukan pada jarak 50 cm untuk menilai refleks retina yang berwarna merah jingga dan koroid. Selanjutnya, pemeriksaan dilakukan pada jarak 2-3 cm dengan mengikuti pembuluh darah ke arah medial untuk menilai tampilan tepi dan warna diskus optik, dan melihat cup-disc ratio. Diskus optik yang normal berbatas tegas, disc berwarna merah muda dengan cup berwarna kuning, sedangkan cup-disc ratio <0,3. Pasien lalu diminta

63

Page 63: Wrap Up Sk 1 a 14

melihat ke delapan arah mata angin untuk menilai retina. Mikroaneurisma, eksudat, perdarahan, dan neovaskularisasi merupakan tanda utama retinopati DM. Terakhir, pasien diminta melihat langsung ke cahaya oftalmoskop agar pemeriksa dapat menilai makula. Edema makula dan eksudat adalah tanda khas makulopati diabetikum.

Retinopati DM Nonproliferatif Derajat sedang dengan Edema Makula (A) dan Retinopati DM Proliferatif dengan Edema Makula dan Perdarahan Pre-retina (B)

Diagnosis dan Diagnosis Banding Retinopati Diabetik

Deteksi dini retinopati DM di pelayanan kesehatan primer dilakukan melalui pemeriksaan funduskopi direk dan indirek. Dengan fundus photography dapat dilakukan dokumentasi kelainan retina.

Metode diagnostik terkini yang disetujui oleh American Academy of Ophthalmology (AAO) adalah fundus photography. Keunggulan pemeriksaan ter tersebut adalah mudah dilaksanakan, interpretasi dapat dilakukan oleh dokter umum terlatih sehingga mampu laksana di pelayanan kesehatan primer. Selanjutnya, retinopati DM dikelompokkan sesuai dengan standar Early Treatment Diabetic Retinopathy Study (ETDRS). Di pelayanan primer pemeriksaan fundus photography berperanan sebagai pemeriksaan penapis. Apabila pada pemeriksaan ditemukan edema makula, retinopati DM nonproliferatif derajat berat dan retinopati DM proliferatif maka harus dilanjutkan dengan pemeriksaan mata lengkap oleh dokter spesialis mata.

Pemeriksaan mata lengkap oleh dokter spesialis mata terdiri dari pemeriksaan visus, tekanan bola mata, slit-lamp biomicroscopy, gonioskop, funduskopi dan stereoscopic fundus photography dengan pemberian midriatikum sebelum pemeriksaan. Pemeriksaan dapat dilanjutkan dengan optical coherence tomography (OCT) dan ocular ultrasonography bila perlu. OCT memberikan gambaran penampang aksial untuk menemukan kelainan yang sulit terdeteksi oleh pemeriksaan lain dan menilai edema makula serta responsnya terhadap terapi. Ocular ultrasonography bermanfaat untuk evaluasi retina bila visualisasinya terhalang oleh perdarahan vitreous atau kekeruhan media refraksi.

64

Page 64: Wrap Up Sk 1 a 14

3.3.Menjelaskan penatalaksanaan dan prognosis

Terapi retinopati diabetik adalah fotokoagulasi. Terapi ini menurunkan insidensi perdarahan dan pembentukan parut dan selalu merupakan indikasi jika terjadi pembentukan pembuluh darah baru. Juga berguna dalam therapi mikroaneurisma, perdarahan dan edem makuler bahkan jika tahap proliferatif belum mulai. Fotokoagulasi panretina sering digunakan untuk mengurangi kebutuhan oksigen retina dengan harapan stimulasi untuk neovaskularisasi akan berkurang. Dengan tehnik ini beberapa ribu lesi terjadi selama 2 minggu.

Komplikasi fotokoagulasi masih dapat diterima. Sebagian kehilangan penglihatan perifer tidak dapat dihindari dengan pembakaran luas. Tehnik pembedahan lainnya, vitrektomi, pars plana, digunakan untuk terapi perdarahan vitreus dan pelepasan retina yang tidak teratasi. Komplikasi pasca operasi lebih sering dibandingkan pada fotokoagulasi dan termasuk robekan retina, pelepasan retina, katarak, perdarahan vitreus berulang, glaukoma, infeksi, dan kehilangan mata. Ada harapan bahawa inhibisi angiogenesis oleh obat seperti beta-siklodekstrin tetradekasulfat yang menyerupai heparin analog dalam percobaan dapat mencegah retinopati proliferatif.

Terapi utama untuk retinopati diabetik yang mengancam penglihatan adalah laser. Angiogram fluoresein dapat dilakukan pada beberapa pasien untuk menilai derajat iskemia retina dan mendapatkan area kebocoran baik dari mikroaneurisma maupun dari pembuluh darah baru. Makulopati diabetik diterapi dengan mengarahkan laser pada titik-titik kebocoran.

Kontrol optimal terhadap kadar glukosa darah dapat mencegah komplikasi retinopati yang lebih berbahaya. Pada mata yang mengalami edema makuler dan iskemik yang bermakna akan memiliki prognosis yang lebih jelek dengan atau tanpa terapi laser, daripada mata dengan

65

Page 65: Wrap Up Sk 1 a 14

3.4. Menjelaskan pencegahn retinopati diabetic

Pencegahan retinopati diabetik merupakan upaya yang harus dilakukan bersama untuk mencegah atau menunda timbulnya retinopati dan juga untuk memperlambat perburukan retinopati. Metode pencegahan dan pengobatan retinopati diabetic saat ini meliputi :

a. Kontrol glukosa darah, seperti yang telah disebutkan sebelumnya, pengontrolan kadar glukosa darah yang baik secara signifikan menurunkan resiko perkembangan retinopati diabetik dan juga progresifitasnya.

b. Kontrol tekanan darah c. Ablasi kelenjar hipofisis melalui pembedahan atau radiasi (jarang dilakukan)d. Laser koagulasi

Perkembangan laser fotokoagulasi retina secara dramatis telah mengubah penanganan retinopati diabetik. Penggunaan cahaya yang terfokus untuk mengkauter retina telah dipraktiskan sejak beberapa tahun dan hasilnya telah dikonfirmasi melalui percobaan klinikal yang ekstensif untuk kedua penyakit NPDR (Non-proliferatife Diabetic Retinopathy) dan PDR ( Proliferative Diabetic Retinopathy ) dan juga untuk beberapa tipe makulopati. Mekanisme kerja yang jelas tidak diketahui tapi telah dicadangkan bahwa foto koagulasi lokasi sistemik mencegah pembebasan sesuatu yang belum diidentifikasi, faktor vasoformatif  pada penyakit proliferative. Penanganan ini harus dilakukan pada stadium  awal. Fotokoagulasi untuk NPDR dengan macula udem yang signifikan secara klinis disebut fotokoagulasi macula, manakala fotokoagulasi luas untuk PDR disebut foto koagulas panp-retinal.

LI 4. Memahami dan menjelaskan cara menghiung kebutuhan kalori pada pasien DM

4.1. Menjelaskan perhitungan kebutuhan kalori total sesuai jenis kelamin, usia, berat badan, tinggi badan, aktivitas fisik dan factor stress, dengan metode Broca dan Harris Benedict

1. Metode Harrist Benedict

KKB Pria : 66 + (13,7 x BB) + (5x TB) - (6,8 x U)

Wanita : 655 + (9,6 x BB) + (1,8 x TB ) - (4,7 x U )

Kalori Total = KKB x Aktifitas Fisik

Aktivitas fisik pada rumus Harris Benedict Equation ini digolongkan menjadi 4 yaitu :

Bed rest : 1,2

Sedang : 1,4-1,5

Ringan : 1,3

66

Page 66: Wrap Up Sk 1 a 14

Berat : 1,75

Stress metabolic : +10-30%

Hamil trimester 1dan2 :+300 kal

Hamil trimester 3dan4 : +500kal

2. Metoda Broca

Rumus Brocca tersebut yaitu sebagai berikut :

Angka Metabolisme Basal (AMB)

Laki-laki : 30 kal/kg bb/hari

Perempuan : 25 kal/kg bb/hari

Faktor aktivitas ada rumus brocca ini juga digolongkan menjadi 4 yaitu

Sangat ringan : 10% x AMB

Sedang : 30% x AMB

Ringan : 20% x AMB

Berat : 40% x AMB

4.2. Menjelaaskan presentasekomposisi makronutrien karbohidrat, protein, lemak dan menterjemahkannya dalam bentuk gram

Karbohidrat = 60% x jumlah kalori total= 60% x 1900= 1140 kalori : 4 = 285 gram

Protein = 15% x jumlah kalori total= 15% x 1900= 285 kalori : 4 = 71,25 gram

Lemak = 25% x jumlah kalori total= 25% x 1900= 475 kalori : 9 = 52,78 gram

67

Kebutuhan makanan dalam gram

Karbohidrat = 1 gram-4 kalori Protein = 1 gram-4 kalori Lemak = 1 gram-9 kalori

Status gizi = BB/BBI X 100%

BBI = (TBcm-100)-10%) x AMB LK/PR

Page 67: Wrap Up Sk 1 a 14

4.3. Menjelaskan jumlah gram karbohidrat, protein,lemak dalam bentuk bahan makanan menggunakan Daftar Komposisi Bahan Makanan Penukar (DKBM)

Karbohidrat : 240 gram

Bahan makanan sumer hidrat arang : (satu satuan penukar mengandung 175 kalori, 4 gr protein dan 40 gr karbohidrat)

Protein : 60 gram

Bahan makanan sumber protein hewani (satu satuan penukar mengandung 95 kalori, 10 gr

protein, dan 6 gr lemak)

68

Page 68: Wrap Up Sk 1 a 14

Lemak : 45 gram

Rendah lemak (satu satuan penukar mengandung 7 gr protein, 2 gr lemak 50 kalori)

LI 5. Memahami dan menjelaskan farmakoterapi obat anti diabetes

5.1. Menjelaskan penggolongan , farmakokinetik, farmakodinamik, efek samping,dan kontra indikasi obat anti hipoglikemik oral

1. Obat Antidiabetik Orala. Sulfonylurea ( insulin secretagogues )

- Pemberian : 15-30 mnt sebelum makan

69

Page 69: Wrap Up Sk 1 a 14

- Mek. Kerja : berinteraksi dengan ATP sensitive K channel pada membrane sel beta depolarisasi membrane dan keadaan ini membuka kanal Ca. sehingga Ca masuk sel beta, merangsang sekresi insulin.

- Farmakokinetik :masa paruh dan metabolism sulfonylurea generasi 1 sangat bervariasi. Semua sulfonylurea dimetabolisme di hepar dan dieksresi melalui ginjal, sediaan ini tidak boleh diberikan pada pasien gangguan fungsi hepar atau ginjal yang berat.

- ES : hipoglikemi bahkan sampai koma, mual, muntah, diare, hematologic (leukopenia, agranulositosis), susunan saraf pusat (vertigo, bingung, ataksia), mata dsbg.

- Indikasi : untuk pasien DM yang diabetesnya di peroleh pada usia diatas 40 tahun. Kegagalan disebabkan perubahan farmakogenetik obat, misalnya penghancuran yang terlalu cepat.

- Peringatan : Tidak boleh diberikan sebagai obat tunggal pada pasien DM juvenile, pasien yang kebutuhan insulinnya tidak stabil, DM berat, DM dengan kehamilan dan keadaan gawat.

- Interaksi : meningkatkan hipoglikemia (insulin, alcohol, sulfonamide, probenezid, kloramfenikol)b. Meglitinid

- Pemberian : sesaat sebelum makan- Mek. Kerja : sama dengan sulfonylurea, tetapi struktur kimianya berbeda. Merangsang

insulin dengan menutup kanal K yang ATP-independent di sel beta pankreas.- Pemberian oral absorpsinya cepat dan kadar puncaknya dicapai dalam waktu 1 jam. Masa

paruh 1 jam, sehingga harus diberikan beberapa kali sehari sebelum makan. - Farmakokinetik : metabolism utama di hepar, 10% di ginjal.- ES : hipoglikemi, gangguan saluran cerna, dan alergi.

c. Biguanid - Pemberian : sebelum/saat/sesudah makan- Teridiri : fenformin (ditarik dari peredaran karena sebabin asidosis laktat), buformin,

metformin.- Mek. Kerja : merupakan antihiperglikemik, metformin dapat menurunkan produksi

glukosa dihepar dan meningkatkan sensitivitas jaringan otot dan adipose terhadap insulin. Efek ini terjadi karena adanya aktivasi kinase di sel (AMP activated protein kinase). Pada DM yang gemuk, biguanid dapat menurunkan BB.

- Farmakokinetik : metformin oral di absorpsi di intestine, dalam darah tidak terikat protein plasma, eksresi dalam urin utuh, masa paruh sekitar 2 jam.

- Dosis : awal 2x500 mg, maintenance dose 3x500 mg, max 2,5 gr. Diminum saat makan.- Indikasi : pasien DM yang tidak memberikan respon dengan sulfonylurea dapat diatasi

dengan metformin, atau kombinasi dengan insulin atau sulfonylurea.- ES :mual, muntah, diare, metallic taste, ketosis (pada pasien yang mutlak dengan insulin

eksogen), gangguan keseimbangan elektrolit cairan tubuh.- KI : kehamilan, penyakit hepar berat, penyakit ginjal dengan uremi dan penyakit jantung

kongestif dan penyakit paru, dengan hipoksia kronik, pemberian zat kontras intravena atau yang akan di operasi harus dihentikan dan sesudah 48 jam boleh.

d. Tiazolidinedion - Pemberian : tidak bergantung pada jadwal makan

70

Page 70: Wrap Up Sk 1 a 14

- Mek. Kerja : berikatan pada peroxisome proliferators activated receptor ɣ (PPAR ɣ) suatu resptor inti di sel otot dan sel lemak. Golongan ini menurunkan resistensi insulin dengan meningkatkan jumlah protein pengangkut glukosa, sehingga meningkatkan ambilan glukosa di perifer.

- ES: peningkatan BB, edem, menambah volum plasma dan memperburuk gagal jantung kongestif, hipoglikemi.

- KI : gagal jantung kelas I-IV karena dapat memperberat edema/retensi cairan dan juga pada gangguan faal hati. Perlu pemantauan faal hati secara berkala.

- Interaksi : dengan insulin dapat menyebabkan edem.

e. Penghambat enzim Alfa-glikosidase (Acarbose) - Pemberian : bersama makan suapan pertama- Mek. Kerja : memperlambat absoprsi glukosa (polisakarida, dekstrin, dan disakarida) di

usus halus, sehingga dapat menurunkan kadar glukosa darah sesudah makan. Kerjanya tidak mempengaruhi sekresi insulin.

- ES : kembung, flatulens.- Interaksi : dengan insulin menimbulkan hipoglikemi.

f. DPP-4 Inhibitor - Pemberian : diberikan bersama makan dan atau sebelum makan- Mek. Kerja : glucagon like peptide 1 (GLP-1) merupakan suatu hormone peptide yang

dihasilkan oleh sel L dimukosa usus. GLP-1 merupakan perangsang kuat penglepasan insulin dan sekaligus sebagai penghambat sekresi glucagon. Namun, sekresi GLP-1 menurun pada DM-2.

5.2. Menjelaskan penggolongan , farmakokinetik, farmakodinamik, efek samping,dan cara pemberian insulin.

Terapi Insulina. Sediaan :Termasuk obat utama DM 1 dan beberapa tipe 2. Suntikan insulin dulakukan

dengan IV, IM, SK (jangka panjang). Pada SK insulin akan berdifusi ke sirkulasi perifer yang seharusnya langsung masuk ke sirkulasi portal, karena efek langsung hormone ini pada hepar menjadi kurang.

b. Indikasi dan tujuan : Insulin SK diberikan pada DM 1, DM 2 yang tidak dapat diatasi dengan diet/ antidiabetik oral, dll. Tujuan pemberian insulin adalah selain untuk menormalkan kadar insulin juga untuk memperbaiki semua aspek metabolism.

c. Dosis : Kebutuhan insulin pada DM antara 5-150 U sehari tergantung dari keadaan pasien.

- Dosis awal DM muda 0,7-1,5 U/kgBB- Untuk DM dewasa kurus 8-10 U insulin kerja sedang diberikan 20-30mnt sblm makan

pagi, dan 4-5 U sebelum makan malam.- DM dewasa gemuk 20 U pagi hari dan 10 U sebelum makan malam.

d. ES : Hipoglikemi, alergi dan resisten, lipoatrofi dan lipohipertrofi, edem, kembung,dll.

71

Page 71: Wrap Up Sk 1 a 14

e. Interaksi : antagonis (adrenalin, glukokortikoid, kortikotropin, progestin, GH, Tiroid, estrogen, glucagon,dll)

LI 6. Memahami dan menjelaskan makanan yang halal dan baiksesuai ajaran Islam

Makan sehatMakanan sehat di dalam Islam sangatlah penting untuk disimak, hal ini beliputi bukan

hanya pada persoalan hukum halal atau haram makanan, tetapi kualitas (bobot kandungan gizi) dan efek kesehatan makanan terhadap tubuh.

Allah berfirman dalam Al Qur’an surat Al A’raf ayat 31.“Hai anak Adam, kenakan pakaianmu yang indah disetiap memasuki masjid, makan

dan minumlah dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya allah tidak menyukai orang-orang yang belebih-lebihan.”

Hal senada dapat ditemukan di surat Al Baqarah 168:“Hai sekalian manusia makan-makanlah yang halal lagi baik dariapa yang terdapatdi

bumi dan jangan kamu mengikuti langkah-langkah syaitan, karena syaitan musuh yang nyata bagimu.”

Sesungguhnya pangkal penyakit kebanyakan bersumber dari makanan. Maka tak heran bila Rasulullah memberi perhatian besar dalam masalah ini, karena makanan yang sehat akan membuat tubuh sehat.

Dalam Al-Qur'an prinsip makanan sehat adalah tidak berlebih-lebihan. Rasulullah bersabda: “Anak Adam tidak memenuhkan suatu tempat yang lebih jelek dari perutnya. Cukuplah bagi mereka beberapa suap yang dapat memfungsikan tubuhnya. Kalau tidak ditemukan jalan lain, maka (ia dapat mengisi perutnya) dengan sepertiga untuk makanan, sepertiga untuk minuman, dan sepertiganya lagi untuk pernafasan” (HR Ibnu Majah dan Ibnu Hibban).

Lalu prinsip lain yang disebutkan pada dalil lainnya adalah halal dan tayyiban, yang dimaksud dengan halal yakni diketahui atau jelas riwayat makanannya (misalnya bersumber dari mana dan diproses dengan cara seperti apa) selain itu memenuhi standar halal makanan yang banyak disebutkan dalam Al-Qur'an maupun Hadits. Sementara istilah tayyiban disini yakni kualitas kandungan gizi/nutrisi dalam makanan.

Rasulullah melarang untuk makan lagi sesudah kenyang. “Kami adalah kaum yang tidak makan sebelum merasa lapar dan bila kami makan tidak pernah kekenyangan”(HR Bukhari Musim).

Suatu hari, di masa setelah wafatnya Rasulullah, para sahabat mengunjungi Aisyah ra. Lalu, sambil menunggu Aisyah ra, para sahabat, yang sudah menjadi orang-orang kaya, saling bercerita tentang menu makanan mereka yang meningkat dan bermacam-macam. Aisyah ra, yang mendengar hal itu tiba-tiba menangis. “Apa yang membuatmu menangis, wahai Bunda?” tanya para sahabat. Aisyah ra lalu menjawab, “Dahulu Rasulullah tidak pernah mengenyangkan perutnya dengan dua jenis makanan. Ketika sudah kenyang dengan roti, beliau tidak akan makan kurma, dan ketika sudah kenyang dengan kurma, beliau tidak akan makan roti.” Dan penelitian membuktikan bahwa berkumpulnya berjenis-jenis makanan dalam perut telah melahirkan bermacam-macam penyakit. Maka sebaiknya jangan gampang tergoda untuk makan lagi, kalau sudah yakin bahwa Anda sudah kenyang.

Salah satu makanan kegemaran Rasul adalah madu. Beliau biasa meminum madu yang dicampur air untuk membersihan air liur dan pencernaan. Rasul bersabda, “Hendaknya

72

Page 72: Wrap Up Sk 1 a 14

kalian menggunakan dua macam obat, yaitu madu dan Alquran” (HR. Ibnu Majah dan Hakim).Yang selanjutnya, Rasulullah tidak makan dua jenis makanan panas atau dua jenis makanan yang dingin secara bersamaan. Beliau juga tidak makan ikan dan daging dalam satu waktu dan juga tidak langsung tidur setelah makan malam, karena tidak baik bagi jantung. Beliau juga meminimalisir dalam mengonsumsi daging, sebab terlalu banyak daging akan berakibat buruk pada persendian dan ginjal. Pesan Umar ra, “Jangan kau jadikan perutmu sebagai kuburan bagi hewan-hewan ternak!”

Kiat Makan Sehat ala RasulullahSekarang masuk pada tata cara mengonsumsinya. Ini tidak kalah pentingnya dengan

pemilihan menu. Sebab setinggi apa pun gizinya, kalau pola konsumsinya tidak teratur, akan buruk juga akibatnya. Yang paling penting adalah menghindari isrof (berlebihan). Rasulullah bersabda, “Cukuplah bagi manusia untuk mengonsumsi beberapa suap makanan saja untuk menegakkan tulang sulbinya (rusuknya).” Makanlah dengan sikap duduk yang baik yaitu tegap dan tidak menyandar, karena hal itu lebih baik bagi lambung, sehingga makanan akan turun dengan sempurna. Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya aku tidak makan dengan bersandar.”Prinsip ketiga berpuasa. Sebulan dalam setahun, umat Islam diwajibkan bukan saja dengan mencapai ketaqwaan tetapi juga ksehatannya dapat terjaga.

“Berpuasalah kamu supaya sehat tubuhmu” (HR Bukhari)Puasa akan membawa kita pada kesehatan yang sangat luar biasa. Secara fisiologis,

puasa sangat erat kaitannya dengan kesehatan tubuh manusia. Saluran pencernaan manusia tempat menampung dan mencerna makanan, merupakan organ dalam yang terbesar dan terberat di dalam tubuh manusia. Sistem pencernaan tersebut tidak berhenti bekerja selama 24 jam dalam sehari. Banyak hasil penelitian modern yang memaparkan bahwa puasa sangat menyehatkan. Diantaranya, memberikan istirahat fisiologis menyeluruh bagi sistem pencernaan dan sistem syaraf pusat, menormalisasi metabolisme tubuh, menurunkan kadar gula darah, mengikis lipid “jahat” (kolesterol), detoksifikasi (membuang racun dari tubuh), dan lain sebagainya.

Insulin dalam islamDengan semakin meningkatnya usia harapan hidup manusia, maka kebutuhan hidup

manusia terhadap insulin semakin bertambah. Karena secara alami, dengan bertambahnya usia, maka fungsi pankreas akan semakin menurun. Dengan menurunnya fungsi pankreas, maka menurun pula fungsi insulin yang dapat dihasilkan tubuh manusia. Dengan menurunnya insulin dalam tubuh manusia, maka kemampuan tubuh manusia untuk memecah gula dalam darah akan semakin turun. Pada saat itulah manusia terkena penyakit yang disebut kencing manis (diabetes melitus), dan memerlukan suntikan insulin.

Pernah dicoba membuat insulin dari ekstraksi pankreas sapi. Namun hasilnya kurang menggembirakan, meskipun gennya cocok dengan sapi. Dari seekor sapi, hanya dihasilkan insulin 1/2 cc saja, yang berarti tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan seorang sekali suntik. Percobaan pembuatan insulin dari pankreas kera, menunjukkan gennya tidak cocok dengan manusia.

Akhirnya dicoba membuat insulin dengan ekstraksi pankreas babi, dan ternyata hasilnya selain gennya cocok dengan manusia, jumlah cc-nya pun mencukupi.

Mula-mula insulin dibuat dari gen pankreas babi yang diklon dalam bakteri. Dalam waktu 24 jam, dari satu gen menghasilkan milyaran gen. Kini insulin dibuat dari gen

73

Page 73: Wrap Up Sk 1 a 14

pankreas babi yang diklon dalam ragi. Karena organisme ragi lebih kompleks dari bakteri, maka hasilnya lebih baik. Dari satu gen pankreas babi yang diklon dalam ragi pada tabung fermentor kapasitas 1.000 liter dihasilkan 1 liter insulin. Insulin dari bahan dan proses seperti itulah yang kini beredar di seluruh dunia.

Hal ini boleh-boleh saja selama tidak ditemukan obat yang lain. Yahya bin Syaraf an-nawawi menerangkan dalam Al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab

ه�و� ه�ذ�ا كر �م�س� ال �ر� غ�ي ات �ج�اس� الن ج�ميع� فيه �و�اء س� �ز ائ ج� ف�ه�و� �خ�م�ر ال �ر غ�ي ات �ج�اس� الن ب �د�اوي الت م�ا� و�أ

�ج�م�ه�ور� ال ق�ط�ع� ه و�ب �ص�وص� �م�ن و�ال �م�ذ�ه�ب� ال

Adapun berobat dengan bahan-bahan najis selain khamr itu boleh. Hal ini berlaku pada seluruh jenis najis selain yang memabukkan. Ini adalah pendapat al-Madzhab, al-Manshush dan Jumhur ulama memastikannya (sebagi keputusan hukum tunggal).Sebagai pertimbangan dapat pula diqiyaskan apa yang termaktub dalam Al-Iqna’ fi Hill Alfazh Abi Syuja’ karangan Muhammad Khatib as-Syirbini yang membolehkan seseorag menggunakan tulang najis sebagai pengganti atau penyambung tulang yang telah rusak.

م�ع�ه� �ه� ت ص�ال� �صح3 ف�ت ك� ذ�ل في ع�ذر� ه� �ر� غ�ي �و�ص�ل ل ل �ح� �ص�ل ي ال� > ع�ظ�م من� �ج�س< ن ب ح�اج�ة< ل ع�ظ�م�ه� و�ص�ل� �و� و�ل

Dan bila seseorang menyambung tulangnya karena dibutuhkan, dengan tulang najis yang selainnya tidak layak untuk dijadikan penyambung, maka ia dianggap udzur dalam hal itu. Oleh karenanya, shalatnya sah besertaan tulang tersebut (berada di tubuhnya).

Atau juga apa yang disampaikan oleh Muhammad Khatib as-Syirbini dalam Mughni al-Muhtaj ila Ma’rifah Alfazh al-Minhaj mengenai kesucian barang najis yang telah berubah bentuknya

د�و�د� �ان� ك �و� و�ل ه ت �ج�اس� ن ب �ق�و�ل ال ع�ل�ى خKا ف�ر� �ح�ال� ت س� ا �ض�ة< ي ب �د�م ك Kا �و�ان ي ح� �ح�ال� ت س� ا �ج�س< ن �ل3 ك �ط�ه�ر� و�ي�ه� من � ال �ه في ��د �و�ل م�ت الد3و�د� ن�

� أل و� ه�ا و�ال ز� ب� أ �ط�ر� ت ه�ذ�ا و�ل ة �ج�اس� الن د�ف�ع في� Kا Rن �ي ب ا Kر� ث

� أ �اة ي �ح� ل ل �ن� أل �ل�ب< ك

Dan semua najis yang telah berubah bentuk menjadi hewan itu suci, seperti darah telor yang telah berubah menjadi anak ayam, menurut qaul yang menganggapnya najis, meski ulat dari anjing. Sebab, sifat hidup itu mempunyai dampak nyata dalam menghilangkan najis. Oleh karenanya, maka najis itu hilang karena hilangnya sifat hidup. Selain itu, karena ulat itu lahir dalam diri anjing, bukan berasal darinya.

74

Page 74: Wrap Up Sk 1 a 14

DAFTAR PUSTAKA

Boulton M. The pathogenesis of diabetika retinopathy: old concepts and new questions. Eye.2004; 16:242-260

Jaypee Brothers, Medical Publishers (P) Ltd, New Delhi, 2007, p.205-211

Lisegang TJ, Deutsch TA, Grand MG, Ocular development, Fundamentals and principles of ophthalmology section 2, Sanfransisco, American Academy of Ophthalmology, 2005-2006, p.133-157.

(Kaji Y. 2005. Prevention of diabetic keratopathy. British journal of ophthalmology;89:254-255)

(Wong TY , Yau J, Rogers S, Kawasaki R, Lamoureux EL, Kowalski J. Global prevalence of diabetic retinopathy: Pooled data from population studies from the United States, Australia, Europe and Asia. Prosiding The Association for Research in Vision and Opthalmology Annual Meeting; 2011.)

(Soewondo P , Soegondo S, Suastika K, Pranoto A, Soeatmadji DW, Tjokroprawiro A. 2010. The DiabCare Asia 2008 study - Outcomes on control and complications of type 2 diabetic patients in Indonesia. Med J Indones. 2010;19(4):235-43.)

(American Academy of Ophthalmology, Basic and Clinical Science Course,Retinal Vascular Disease in Retina and Vitreous, section 12, chapter 5, 2009-2010, p. 109-131)

(Sony P, Venkatesh P and all, Step by Step Optical Coherence Tomography,

(sherwood, Laurelee.2001.fisiologi manusia dari sel ke sistem Edisi 2.jakarta.EGC)

(Ganong, W.F., 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Ed.22. Jakarta: EGC)

(repository.unand.ac.id – Insulin : Mekanisme sekresi dan aspek metabolisme) (Garg S, Davis RM. Diabetic retinopathy screening update. Clinical Diabetes. 2009;27(4):140-5.

Westerfeld CB, Miller JW . Neovascularization in diabetic retinopathy. In: Levin LA, Albert DM, editor. Ocular disease: mechanisms and management. USA: Saunders; 2010. p. 514-7)

http://www.makanansehat.web.id/2012/12/makanan-sehat-dalam-islam-dan-pola.html

75

Page 75: Wrap Up Sk 1 a 14

76