wrap up s2 kiki

24
Skenario 2 Blok Endokrin Rizki Faujiah Munandar (1102010253) LI.1 ANATOMI MAKROSKOPIS DAN MIKROSKOPIS TIROID Makroskopis Secara anatomi, tiroid merupakan kelenjar endokrin (tidak mempunyai ductus) dan bilobular (kanan dan kiri), dihubungkan oleh isthmus (jembatan) yang terletak di depan trachea tepat di bawah cartilago cricoidea. Kadang juga terdapat lobus tambahan yang membentang ke atas (ventral tubuh), yaitu lobus piramida. Secara embriologi, tahap pembentukan kelenjar tiroid adalah: A. Kelenjar tiroid mulanya merupakan dua buah tonjolan dari dinding depan bagian tengah farings, yang terbentuk pada usia kelahiran 4 minggu. Tonjolan pertama disebut pharyngeal pouch, yaitu antara arcus brachialis 1 dan 2. Tonjolan kedua pada foramen ceacum, yang berada ventral di bawah cabang farings I. B. Pada minggu ke-7, tonjolan dari foramen caecum akan menuju pharyngeal pouch melalui saluran yang disebut ductus thyroglossus. C. Kelenjar tiroid akan mencapai kematangan pada akhir bulan ke-3, dan ductus thyroglossus akan menghilang. Posisi akhir kelenjar tiroid terletak di depan vertebra cervicalis 5, 6, dan 7. 1

Upload: monic-gultom

Post on 10-Dec-2015

30 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

Kelenjar thyroid

TRANSCRIPT

Skenario 2 Blok EndokrinRizki Faujiah Munandar (1102010253)

LI.1 ANATOMI MAKROSKOPIS DAN MIKROSKOPIS TIROID

Makroskopis

Secara anatomi, tiroid merupakan kelenjar endokrin (tidak mempunyai ductus) dan bilobular (kanan dan kiri), dihubungkan oleh isthmus (jembatan) yang terletak di depan trachea tepat di bawah cartilago cricoidea. Kadang juga terdapat lobus tambahan yang membentang ke atas (ventral tubuh), yaitu lobus piramida.

Secara embriologi, tahap pembentukan kelenjar tiroid adalah:

A. Kelenjar tiroid mulanya merupakan dua buah tonjolan dari dinding depan bagian tengah farings, yang terbentuk pada usia kelahiran 4 minggu. Tonjolan pertama disebut pharyngeal pouch, yaitu antara arcus brachialis 1 dan 2. Tonjolan kedua pada foramen ceacum, yang berada ventral di bawah cabang farings I.

B. Pada minggu ke-7, tonjolan dari foramen caecum akan menuju pharyngeal pouch melalui saluran yang disebut ductus thyroglossus.

C. Kelenjar tiroid akan mencapai kematangan pada akhir bulan ke-3, dan ductus thyroglossus akan menghilang. Posisi akhir kelenjar tiroid terletak di depan vertebra cervicalis 5, 6, dan 7.

D. Namun pada kelainan klinis, sisa kelenjar tiroid ini juga masih sering ditemukan di pangkal lidah (ductus thyroglossus/lingua thyroid) dan pada bagian leher yang lain.

VASKULARISASI :1. Arteria :

- arteri thyroidea interna superior cabang dari arteri carotis interna- arteri thyroigea interna inferior cabang dari subclavia - arteri thyroidea ima cabang dari arcus aorta / a. Brachio cephalica

1

1. Arteri thyroidea superiorCabang dari arteri carots externa dan memberi darah sebagian besar ( 15-20%) . sebelum mencapai kelenjar thyroid arteri ini bercabang dua menjadi ramus anterior dan ramus posterior yang akan beranastomose dengan cabang arteri thyroidea inferior.

2. Arteri thyroidea inferiorLanjutan dari trunkus tyrocervicalis yang berasal dari arteri subclavia , dan memberikan darah paling banyak yait 76 – 78 % . Tepat dikutub caudal tyroid, arteri akan bercabang dua yaitu ramus anterior dan posterior yang beranastomose dengan cabang arteri tyroidea superior.

3. Arteri tyroidea imaBerjalan kearah isthmus thyroid , merupakan cabang dari arcus aorta atau arteri brachiosefalika dan memberi darah 1 – 2 %. Arteri Ima tidak selalu ada pada kelenjar thyroid.

2. VenaPleksus venosus terletak di profunda capsula interna ( pemadatan fascia colli superfisialis) menuju

vena Thyroidea superior, vena thyroidea media dan vena thyroidea inferior.Drainase vena dari thyroid berawal dari pleksus venosus yang kemudian bergabung menjadi 3

percabangan yaitu vena thyroidea superior yang menuju ke vena jugularis interna atau vena fasialis. Vena thyroidea media menuju vena jugularis interna. Vena thyroidea inferior menuju ke vena brachiocepalica.

2

INERVASI :- serat simpatis berasal dari ganglion cervicalis superior dan media- serat parasimpatis berasal dari nervus vagus

Nervus laryngeus superior : Perjalanan nervus laryngeus superior yang merupakan nervus vagus keluar dari ganglion inferior nervus vagus pada bagian trigonum caroticum. Nervus laryngeus superior kemudian turun pada sisi faring, mula-mula dibelakang dari arteri karotis interna kemudian akan membelok kesebelah medial dari arteri carotis interna.Setinggi cornu mayus os hyoid, nervus laryngeus superior bercabang menjadi 2 ( ramus internus dan ramus externus n. Laryngeus ssuperior )

1. Ramus internus :a. Sensorik : Mukosa laryng sampai superior plika vokalisb. Otonom (parasimpatis) : mempersarafi kelenjar

Ramus internus akan turun pada dinding lateral faring bersama arteri laryngea superior , menembus membrana throhyoidea, bercabang menjadi 2 lagi :1. Ramus superior rami internus nervus laryngeus superior mensarafi mukosa,

epiglotis,valleculla, dan vestibulum laryng.2. Ramus inferior rami internus nervus laryngeus superior plika aryepiglotika dan mukosa bagian

dorsal.2.Ramus externus :

Turun bersama arteri throidea superior sebelah dalam musculus sternocledomastoideus kemudian menembus musculus constrictor pharyngeus inferior menuju musculus cricothyroideus.

ALIRAN LIMFEAliran limfe terdiri dari 2 jalinan:

1. Jalinan kelenjar getah bening intraglandularis2. Jalinan kelenjar getah bening extraglandularis

Kedua jalinan ini akan mengeluarkan isinya ke limfonoduli pretracheal lalu menuju ke kelenjar limfe yang dalam sekitar V. jugularis. Dari sekitar V. jugularis ini diteruskan ke limfonoduli mediastinum superior.

Mikroskopis (Histologi)

Kelenjar tiroid memiliki kapsula tipis, terdiri dari jaringan ikat padat irregular, terutama serabut reticular, masuk kedalam parenkim kelenjar membentuk septa, sehingga membagi kelenjar kedalam lobulus-lobulus. Pada septa jaringan ikat kaya pembuluh darah, pembuluh limfe, dan serabut syaraf. Tidak seperti kelenjar endokrin lain yang terdiri dari kelompokan sel, kelenjar tiroid terdiri dari folikel-folikel yang mengandung koloid. Koloid adalah suatu glikoprotein atau bulatan berepitel selapis dengan lumen berisikan suatu substansi gelatinosa. Dalam setiap lobulus terdapat ribuan folikel.

Setiap folikel memiliki sel folikel dan sel parafolikular. Jaringan ikat dipisahkan dengan sel oleh lapisan titis lamina basalis.

3

Gambar. Kelenjar Tiroid

Sel folikel

Disebut juga sel prinsipal. Merupakan sel utama yang membentuk folikel tiroid.

Bentuk sel kuboid rendah sampai silindris. Inti bulat sampai oval dengan 2 anak inti Sitoplasma basofilik, banyak vesikel-vesikel kecil, terdapat granula sekretoris kecil.Fungsi sel folikel menghasilkan hormin tiroksin (T4) dan triiodotironin (T3). Hormon ini di stimulus oleh hormon TSH.

Sel parafolikularDisebut juga clear cell atau cell C. Letak diantara sel folikel, antara folikel tiroid, atau antara sel folikel dengan membrana basalis folikel. Bisa ditemukan sendirian atau dalam kelompok di antara sel folikel. Sel parafolikular tidak mencapai lumen. Lebih besar dari sel folikel Inti besar, bulat Sitoplasma dengan granula terwarna pucat, terdapat granula sekretoris kecil.

Berfungsi menghasilkan dan sekresi hormon kalsitonin (tirokalsitonin). Hormon ini dilepaskan secara langsung ke dalam jaringan ikat, segera masuk pembuluh darah. Fungsi hormon kalsitonin adalah menurunkan konsentrasi kalsium dalam plasma dengan cara menenkan resorpsi tulang oleh osteoklas.

LI.2 FISIOLOGI KELENJAR TIROID DAN HORMON TIROID

Kelenjar tiroid menghasilkan tiga jenis hormon yaitu T3, T4 dan sedikit kalsitonin. Hormon T3 dan T4 dihasilkan oleh folikel sedangkan kalsitonin dihasilkan oleh parafolikuler. Bahan dasar pembentukan hormon-hormon ini adalah yodium yang diperoleh dari makanan dan minuman. Yodium yang dikonsumsi akan diubah menjadi ion yodium (yodida) yang masuk secara aktif ke dalam sel kelenjar dan dibutuhkan ATP sebagai sumber energi. Proses ini disebut pompa iodida, yang dapat dihambat oleh ATP- ase, ion klorat dan ion sianat.

Sel folikel membentuk molekul glikoprotein yang disebut Tiroglobulin yang kemudian mengalami penguraian menjadi mono iodotironin (MIT) dan Diiodotironin (DIT). Selanjutnya terjadi reaksi penggabungan antara MIT dan DIT yang akan membentuk Tri iodotironin atau T3 dan DIT dengan DIT akan membentuk tetra iodotironin atau tiroksin (T4). Proses penggabungan ini dirangsang oleh TSH namun dapat dihambat oleh tiourea, tiourasil, sulfonamid, dan metil kaptoimidazol. Hormon T3 dan T4 berikatan dengan protein plasma dalam bentuk PBI (protein binding Iodine).

4

Fungsi hormon-hormon tiroid antara adalah: a. Mengatur laju metabolisme tubuh. Baik T3 dan T4 kedua-duanya meningkatkan metabolisme karena

peningkatan komsumsi oksigen dan produksi panas. Efek ini pengecualian untuk otak, lien, paru-paru dan testis

b. Kedua hormon ini tidak berbeda dalam fungsi namun berbeda dalam intensitas dan cepatnya reaksi. T3 lebih cepat dan lebih kuat reaksinya tetapi waktunya lebih singkat dibanding dengan T4. T3 lebih sedikit jumlahnya dalam darah. T4 dapat dirubah menjadi T3 setelah dilepaskan dari folikel kelenjar.

c. Memegang peranan penting dalam pertumbuhan fetus khususnya pertumbuhan saraf dan tulang d. Mempertahankan sekresi GH dan gonadotropin e. Efek kronotropik dan Inotropik terhadap jantung yaitu menambah kekuatan kontraksi otot dan

menambah irama jantung.f. Merangsang pembentukan sel darah merahg. Mempengaruhi kekuatan dan ritme pernapasan sebagai kompensasi tubuh terhadap kebutuhan oksigen

akibat metabolisme.h. Bereaksi sebagai antagonis insulin. Tirokalsitonin mempunyai jaringan sasaran

tulang dengan fungsi utama menurunkan kadar kalsium serum dengan menghambat reabsorpsi kalsium di tulang. Faktor utama yang mempengaruhi sekresi kalsitonin adalah kadar kalsium serum. Kadar kalsium serum yang rendah akan menekan ;pengeluaran tirokalsitonin dan sebaliknya peningkatan kalsium serum akan merangsang pengeluaran tirokalsitonin. Faktor tambahan adalah diet kalsium dan sekresi gastrin di lambung.

Pembentukan dan Regulasi Hormon Tiroid

Nasib Yodium yang DitelanYodium dapat diperoleh dari makanan laut atau garam beyodium (garam yang ditambah yodium). Yodium merupakan mikromeneral karena diperlukan tubuh dalam jumlah sedikit, yaitu 50 mg/tahun atau 1 mg/minggu. Yodium yang masuk ke oral akan diabsorbsi dari sistem digesti tubuh ke dalam darah. Biasanya, sebagian besar iodida tersebut dengan cepat dikeluarkan oleh ginjal, tetapi hanya setelah kira-kira satu perlimanya dipindahkan dari sirkulasi darah oleh sel-sel kelenjar tiroid secara selektif dan digunakan untuk sitesis hormon.Sintesis dan Sekresi Hormon Tiroid

1. Iodide Trapping, yaitu penjeratan iodium oleh pompa Na+/K+ ATPase.2. Yodium masuk ke dalam koloid dan mengalami oksidasi. Kelenjar tiroid merupakan satu-satunya

jaringan yang dapat mengoksidasi I hingga mencapai status valensi yang lebih tinggi. Tahap ini melibatkan enzim peroksidase.

5

3. Iodinasi tirosin, dimana yodium yang teroksidasi akan bereaksi dengan residu tirosil dalam tiroglobulin di dalam reaksi yang mungkin pula melibatkan enzim tiroperoksidase (tipe enzim peroksidase).

4. Perangkaian iodotironil, yaitu perangkaian dua molekul DIT (diiodotirosin) menjadi T4 (tiroksin, tetraiodotirosin) atau perangkaian MIT (monoiodotirosin) dan DIT menjadi T3 (triiodotirosin). reaksi ini diperkirakan juga dipengaruhi oleh enzim tiroperoksidase.

5. Hidrolisis yang dibantu oleh TSH (Thyroid-Stimulating Hormone) tetapi dihambat oleh I, sehingga senyawa inaktif (MIT dan DIT) akan tetap berada dalam sel folikel.

6. Tiroksin dan triiodotirosin keluar dari sel folikel dan masuk ke dalam darah. Proses ini dibantu oleh TSH.

7. MIT dan DIT yang tertinggal dalam sel folikel akan mengalami deiodinasi, dimana tirosin akan dipisahkan lagi dari I. Enzim deiodinase sangat berperan dalam proses ini.

8. Tirosin akan dibentuk menjadi tiroglobulin oleh retikulum endoplasma dan kompleks golgi.

Pengangkutan Tiroksin dan Triiodotirosin ke Jaringan

Setelah dikeluarkan ke dalam darah, hormon tiroid yang sangat lipofilik secara cepat berikatan dengan beberapa protein plasma. Kurang dari 1% T3 dan kurang dari 0,1% T4 tetap berada dalam bentuk tidak terikat (bebas). Keadaan ini memang luar biasa mengingat bahwa hanya hormon bebas dari keseluruhan hormon tiroid memiliki akses ke sel sasaran dan mampu menimbulkan suatu efek.Terdapat 3 protein plasma yang penting dalam pengikatan hormon tiroid:

1. TBG (Thyroxine-Binding Globulin) yang secara selektif mengikat 55% T4 dan 65% T3 yang ada di dalam darah.

2. Albumin yang secara nonselektif mengikat banyak hormone lipofilik, termasuk 10% dari T4 dan 35% dari T3.

3. TBPA (Thyroxine-Binding Prealbumin) yang mengikat sisa 35% T4.Di dalam darah, sekitar 90% hormon tiroid dalam bentuk T4, walaupun T3 memiliki aktivitas biologis sekitar empat kali lebih poten daripada T4. Namun, sebagian besar T4 yang disekresikan kemudian dirubah menjadi T3, atau diaktifkan, melalui proses pengeluaran satu yodium di hati dan ginjal. Sekitar 80% T3 dalam darah berasal dari sekresi T4 yang mengalami proses pengeluaran yodium di jaringan perifer. Dengan demikian, T3 adalah bentuk hormon tiroid yang secara biologis aktif di tingkat sel.

Mekanisme sintesis, sekresi, dan faktor yang mempengaruhi hormon tiroidAda 7 tahap, yaitu:1. Trapping

Proses ini terjadi melalui aktivitas pompa iodida yang terdapat pada bagian basal sel folikel. Dimana dalam keadaan basal, sel tetap berhubungan dengan pompa Na/K tetapi belum dalam keadaan aktif. Pompa iodida ini bersifat energy dependent dan membutuhkan ATP. Daya pemekatan konsentrasi iodida

6

oleh pompa ini dapat mencapai 20-100 kali kadar dalam serum darah. Pompa Na/K yang menjadi perantara dalam transport aktif iodida ini dirangsang oleh TSH.

2. OksidasiSebelum iodida dapat digunakan dalam sintesis hormon, iodida tersebut harus dioksidasi terlebih dahulu menjadi bentuk aktif oleh suatu enzim peroksidase. Bentuk aktif ini adalah iodium. Iodium ini kemudian akan bergabung dengan residu tirosin membentuk monoiodotirosin yang telah ada dan terikat pada molekul tiroglobulin (proses iodinasi). Iodinasi tiroglobulin ini dipengaruhi oleh kadar iodium dalam plasma. Sehingga makin tinggi kadar iodium intrasel maka akan makin banyak pula iodium yang terikat sebaliknya makin sedikit iodium di intra sel, iodium yang terikat akan berkurang sehingga pembentukan T3 akan lebih banyak daripada T4.

3. CouplingDalam molekul tiroglobulin, monoiodotirosin (MIT) dan diiodotirosin (DIT) yang terbentuk dari proses iodinasi akan saling bergandengan (coupling) sehingga akan membentuk triiodotironin (T3) dan tiroksin (T4). Komponen tiroglobulin beserta tirosin dan iodium ini disintesis dalam koloid melalui iodinasi dan kondensasi molekul tirosin yang terikat pada ikatan di dalam tiroglobulin. Tiroglobulin dibentuk oleh sel-sel tiroid dan dikeluarkan ke dalam koloid melalui proses eksositosis granula.

4. Penimbunan (storage)Produk yang telah terbentuk melalui proses coupling tersebut kemudian akan disimpan di dalam koloid. Tiroglobulin (dimana di dalamnya mengandung T3 dan T4), baru akan dikeluarkan apabila ada stimulasi TSH.

2. DeiodinasiProses coupling yang terjadi juga menyisakan ikatan iodotirosin. Residu ini kemudian akan mengalami deiodinasi menjadi tiroglobulin dan residu tirosin serta iodida. Deiodinasi ini dimaksudkan untuk lebih menghemat pemakaian iodium.

3. ProteolisisTSH yang diproduksi oleh hipofisis anterior akan merangsang pembentukan vesikel yang di dalamnya mengandung tiroglobulin. Atas pengaruh TSH, lisosom akan mendekati tetes koloid dan mengaktifkan enzim protease yang menyebabkan pelepasan T3 dan T4 serta deiodinasi MIT dan DIT.

7. Pengeluaran hormon dari kelenjar tiroid (releasing)Proses ini dipengaruhi TSH. Hormon tiroid ini melewati membran basal dan kemudian ditangkap oleh protein pembawa yang telah tersedia di sirkulasi darah yaitu Thyroid Binding Protein (TBP) dan Thyroid Binding Pre Albumin (TBPA). Hanya 0,35% dari T4 total dan 0,25% dari T3 total yang berada dalam keadaan bebas. Ikatan T3 dengan TBP kurang kuat daripada ikatan T4 dengan TBP. Pada keadaan normal kadar T3 dan T4 total menggambarkan kadar hormon bebas. Namun dalam keadaan tertentu jumlah protein pengikat bisa berubah. Pada seorang lansia yang mendapatkan kortikosteroid untuk terapi suatu penyakit kronik cenderung mengalami penurunan kadar T3 dan T4 bebas karena jumlah protein pembawa yang meningkat. Sebaliknya pada seorang lansia yang menderita pemyakit ginjal dan hati yang kronik maka kadar protein binding akan berkurang sehingga kadar T3 dan T4 bebas akan meningkat.

7

Penangkapan yodida oleh sel-sel folikel tiroid merupakan suatu proses aktif yang membutuhkan energi yang didapat melalui metabolisme oksidatif dalam kelenjar. Yodida berasal dari bahan makanan dan air, atau yang dilepaskan pada deyodinasi hormon tiroid atau bahan-bahan yang mengalami yodinasi. Tiroid mengambil dan mengonsentrasikan yodida 20 hingga 30 kali kadarnya di dalam plasma. Yodida diubah menjadi yodium, dikatalis oleh enzim yodida peroksidase. Yodium kemudian digabungkan dengan molekul tirosin, yaitu proses yang dijelaskan sebagai organifikasi yodium. Proses ini terjadi pada interfase sel-koloid. Senyawa yang terbentuk, monoioditirosin dan diiodotirosin, kemudian digabungkan sebagai berikut : dua molekul diiodotirosin membentuk tiroksin (T4), satu molekul diiodotirosin dan satu molekul monoiodotirosin menghasilkan triyodotirosin (T3). Penggabungan senyawa ini dan penyimpanan hormon yang dihasilkan berlangsung dalam tiroglobulin. Pelepasan hormon dari tempat penyimpanan terjadi dengan masuknya tetes-tetes koloid ke dalam sel-sel folikel dengan proses yang disebut pinositosis. Di dalam sel-sel ini tiroglobulin dihidrolisis dan hormon dilepaskan ke dalam sirkulasi. Berbagai langkah yang dijelaskan tersebut dirangsang oleh tirotropin (throid stimulating hormone (TSH)). Rangkuman dari berbagai langkah sintesis dan sekresi hormon tiroid dapat dilihat dalam gambar disamping

Fungsi tiroid dikontrol oleh hormon glikoprotein hipofisis hormon TSH, yang diatur pula oleh thyroid releasing hormon (TRH), suatu neurohormon hipotalamus. Tiroksin menunjukkan pengaturan timbal balik negatif dari sekresi TSH dengan bekerja langsung pada tirotropin hipofisis Peningkatan kadar hormon tiroid akan menimbulkan umpan balik negatif (negative feedback) menghambat hipofisis anterior untuk melepaskan TSH yang lebih banyak dan pelepasan TRH dari hipotalamus (gambar dibawah)

Efek ormon tiroid terhadap hormon lainSel-sel sasaran untuk hormon tiroid adalah hampir semua sel di dalam tubuh. Efek primer hormon tiroid adalah:

8

a) Merangsang laju metabolik sel-sel sasaran dengan meningkatkan metabolisme protein, lemak, dan karbohidrat.

b) Merangsang kecepatan pompa natrium-kalium di sel sasaranKedua fungsi bertujuan untuk meningkatkan penggunaan energi oleh sel, terjadi peningkatan laju metabolisme basal, pembakaran kalori, dan peningkatan produksi panas oleh setiap sel.

c) Meningkatkan responsivitas sel-sel sasaran terhadap katekolamin sehingga meningkatkan frekuensi jantung.

d) meningkatkan responsivitas emosi.e) Meningkatkan kecepatan depolarisasi otot rangka, yang meningkatkan kecepatan kontraksi otot

rangka.f) Hormon tiroid penting untuk pertumbuhan dan perkembangan normal semua sel tubuh dan

dibutuhkan untuk fungsi hormon pertumbuhan.

Efek hormon tiroid dalam meningkatkan sintesis protein adalah :(1) Meningkatkan jumlah dan aktivitas mitokondria;(2) Meningkatkan kecepatan pembentukan ATP.Efek tiroid dalam transpor aktif :meningkatkan aktifitas enzim NaK-ATPase yang akan menaikkan kecepatan transpor aktif dan tiroid dapat mempermudah ion kalium masuk membran sel.Efek pada metabolisme karbohidrat :menaikkan aktivitas seluruh enzim,Efek pada metabolisme lemak:mempercepat proses oksidasi dari asam lemak.Pada plasma dan lemak hati hormon tiroid menurunkan kolesterol, fosfolipid, dan trigliserid dan menaikkan asam lemak bebas.Efek tiroid pada metabolisme vitamin:menaikkan kebutuhan tubuh akan vitamin karena vitamin bekerja sebagai koenzim dari metabolisme (Guyton 1997).Oleh karena metabolisme sebagian besar sel meningkat akibat efek dari tiroid, maka laju metabolisme basal akan meningkat. Dan peningkatan laju basal setinggi 60 sampai 100 persen diatas normal.Efek Pada berat badan.Bila hormone tiroid meningkat, maka hampir selalu menurunkan berat badan, dan bila produksinya sangat berkurang, maka hampir selalu menaikkan berat badan. Efek ini terjadi karena hormone tiroid meningkatkan nafu makan.Efek terhadap Cardiovascular.Aliran darah, Curah jantung, Frekuensi deny jantung, dan Volume darah meningkat karena meningkatnya metabolism dalam jaringan mempercepat pemakaian oksigen dan memperbanyak produk akhir yang dilepas dari jaringan. Efek ini menyebabkan vasodilatasi pada sebagian besar jaringan tubuh, sehingga meningkatkan aliran darah.Efek pada Respirasi.Meningkatnya kecepatan metabolism akan meningkatkan pemakaian oksigen dan pembentukan karbondioksida.

Efek pada saluran cerna.Meningkatkan nafsu makan dan asupan makanan. Tiroid dapat meningkatkan kecepatan sekresi getah pencernaan dan pergerakan saluran cerna.

PENGATURAN FAAL KELENJAR TIROID

9

Ada 3 dasar pengaturan faal tiroid yaitu :

a. Autoregulasi

Terjadi lewat terbentuknya yodolipid pada pemberian yodium banyak dan akut, dikenal

sebagai efek Wolff – Chaikoff. Efek ini bersifat self limiting. Dalam beberapa keadaan mekanisme

escape ini gagal dan terjadilah hipotiroidism.

b. TSH (Thyroid Stimulating Hormone)

TSH disintesis oleh sel tirotrop hipofisis anterior. Banyak kesamaan dengan LH dan FSH.

Ketiganya terdiri dari subunit - dan dan ketiganya mempunya subunit - yang sama namun

berbeda subunit . Efek pada tiroid akan terjadi dengan ikatan TSH dengan reseptor TSH (TSHr) di

membran folikel. Sinyal selanjutnya terjadi lewat protein G (khususnya Gsa). Dari sinilah terjadi

perangsangan protein kinase A oleh cAMP untuk ekspresi gen yang penting untuk fungsi tiroid seperti

pompa yodium, Tg, pertumbuhan sel tiroid dan TPU, serta faktor transkripsi TTF1, TTF2, dan PAX8.

Efek klinisnya terlihat perubahan morfologi sel, naiknya produksi hormon, folikel dan vaskularitasnya

bertambah oleh pembentukan gondok, dan peningkatan metabolisme.

T3 intratirotrop mengendalikan sintesis dan sekresinya (mekanisme umpan balik) sedang

TRH mengontrol glikosilasi, aktivasi dan keluarnya TSH. Beberapa obat bersifat menghambat sekresi

TSH : somatostatin, glukokorticoid, dopamine, agonis dopamine (misalnya bromkriptin), juga berbagai

penyakit kronik dan akut.

Pada morbus Graves TSHr ditempati dan dirangsang oleh immunoglobulin, antibody – anti

TSH (TSAb = Thyroid Stimulating Antibody, TSI = Thyroid Stimulating Imunoglobulin), yang secara

fungsional tidak dapat dibedakan oleh TSHr dengan TSH endogen.

c. TRH (Thyrotrophin Releasing Hormone)

Merupakan tripeptida yang dapat disintesis neuron yang korpusnya berada di nucleus

paraventrikularis Hipothalamus (PVN). TRH ini melewati median eminence, tempat ia disimpan dan

dikeluarkan lewat system hipotalamohipofiseal ke sel tirotrop hipofisis. Akibatnya TSH meningkat.

Meskipun tidak ikut menstimulasi keluarnya growth hormon dan ACTH, TRH menstimulasi keluarnya

10

prolaktin, kadang FSH dan LH. Apabila TSH naik dengan sendirinya kelenjar tiroid mengalami

hiperplasi dan hiperfungsi.

Sekresi hormon hypothalamus dihambat oleh hormon tiroid (mekanisme umpan balik), TSH,

Dopamin, Hormon korteks adrenal, dan Somatostatin, serta stress dan sakit berat (non thyroidal

illness).

Kompensasi penyesuian terhadap umpan balik ini banyak memberi informasi klinis.

Contohnya, naiknya TSH serum sering menggambarkan produksi hormon tiroid oleh kelenjar tiroid

yang kurang memadai, sebaliknya respon yang rata (blunted response) TSH terhadap stimulasi TRH

eksogen menggambarkan supresi kronik di tingkat TSH karena kebanyakan hormon, dan sering

merupakan tanda dini hipertiroidisme ringan atau subklinis.

LI.3 KELAINAN KELENJAR TIROID

NODUL TIROID

DEFINISI

Istilah nodul thyroid sering digunakan pula istilah adenoma thyroid. Istilah adenoma mempunyai arti yang lebih spesifik yaitu suatu pertumbuhan jinak jaringan baru dari struktur kelenjar, sedangkan istilah nodul tidak spesifik karena dapat berupa kista, karsinoma, lobul dari jaringan normal, atau lesi fokal lain yang berbeda dari jaringan normal

ETIOLOGI

Beberapa etiologi nodul tiroid yang sering adalah koloid, kista, tiroiditis limfositik, neoplasma jinak (Hurtle dan Folikulare), dan neoplasma ganas (papilare dan folikulare). Penyebab yang jarang adalah tiroiditis granulomatosa, infeksi (abses, tuberkulosis), dan neoplasma ganas (medulare, anaplastik, metastasis, dan limfoma)

KLASIFIKASI

1. Berdasarkan jumlah nodul . Bila jumlah nodul hanya satu disebut struma nodosa soliter (uninodosa) dan bila lebih dari satu disebut struma multinodosa.

2. Berdasarkan kemampuan menangkap iodium aktif, dikenal 3 bentuk nodul tiroid yaitu : nodul dingin, nodul hangat dan nodul panas.

3. Berdasarkankonsistensinya: Nodul lunak, kistik, keras dan sangat keras.

PATOGENESIS/PATOFISIOLOGI

Lingkungan genetic dan proses autoimun dianggap merupakan factor-faktor penting dalam patogenesis nodul thyroid. Namun masih belum dimengerti sepenuhnya proses perubahan atau pertumbuhan. Sel-sel Folikel Thyroid menjadi Nodul. Konsep yang selama ini dianut bahwa ( hormone perangsang thyroid ) TSH secara sinergistik bekerja dengan insulin dan/atau insulin – like growth factor 1 dan memengang peranan penting dalam pengaturan pertumbuhan sel-sel thyroid perlu ditinjau kembal. Berbagai temuan akhir-akhir ini menunjukkan TSH mungkin hanya merupakan salah satu dari mata rantai di dalam suatu jejaring sinyal-sinyal yang kompleks yang memodulasi dan mengontrol stimulasi pertumbuhan dan fungsisel thyroid. Penelitian

11

yang mendalam berikut implikasi klinik dari jejaring sinyal tersebut sangat diperlukan untuk memahami patogenesis nodul thyroid.

Adenomia thyroid merupakan pertumbuhan baru monoklonat yang terbentuk sebagai respon terhadap satu rangsangan. Faktor herediter tampaknya tidak memengang peranan penting. Nodul thyroid ditentukan empat kali lebih sering pada wanita di bandingkan pria, walaupun tidak ada bukti kuat keterkaitan antara estrogen dengan pertumbuhan sel. Adenomia thyroid tumbuh perlahan dan menetap selama bertahun-tahun. Kehamilan cenderung menyebabkan nodul bertambah besar dan menimbulkan pertumbuhan nodul baru. Kadang-kadang dapat terjadi perdarahan kedalam nodul menyebabkan pembesaran mendadak serta keluhan nyer. Pada waktu terjadi T4 dan penurunan penangkapan iodium (radiodiodine uptake)

Sekitar 10% adonema folikuler merupakan nodul yang berfungsi tampak sebagai nodul panas ( hod nodule) pada sidik thyroid yang menekan fungsi jaringan thyroid normal di sekitarnya dan disebut sebagai nodul thyroid autonom ( autonomously functioning nodule = AFTN) nodul tersebut dapat menetap selama bertahun-tahun, beberapa diantaranya menyebabkan hiperthyroidisme subklinik (kadar T4 masih dalam batas normal tetapi kadar TSH tersupresi) atau berubah menjadi nodul autonom toksik terutama bila diameternya lebih dari 3 cm. sebagaian lagi akan mengalami nekrosis spontan. Sekitar 20% dari seluruh kasus tirotoksikosi disebabkan oleh nodul thyroid autonom toksik.

MANIFESTASI KLINIS

Gejala utama :

1. Pembengkakan, mulai dari ukuran sebuah nodul kecil untuk sebuah benjolan besar, di bagian depan leher tepat di bawah Adam’s apple.

2. Perasaan sesak di daerah tenggorokan.3. Kesulitan bernapas (sesak napas), batuk, mengi (karena kompresi batang tenggorokan).4. Kesulitan menelan (karena kompresi dari esofagus).5. Suara serak.6. Distensi vena leher.7. Pusing ketika lengan dibangkitkan di atas kepala8. Kelainan fisik (asimetris leher)

Dapat juga terdapat gejala lain, diantaranya :

1. Tingkat peningkatan denyut nadi2. Detak jantung cepat3. Diare, mual, muntah4. Berkeringat tanpa latihan5. Goncangan6. Agitasi

Diagnosis dan Penatalaksanaan Nodul Tiroid

Penyakit nodul kelenjar tiroid umum ditemukan dimasyarakat. Risiko untuk mengalami nodul tiroid diperkirakan sebesar 5 – 10 % dan lebih sering ditemukan pada wanita dibandingkan pria. Walaupun secara umum sering ditemukan, namun keganasan kelenjar tiroid hanya terjadi pada sekitar 0,004% dari populasi setiap tahun atau sebanyak 12.000 kasus baru pertahun. Pendekatan rasional dalam penatalaksanaan nodul tiroid didasarkan kepada kemampuan untuk membedakan kasus jinak yang lebih banyak ditemukan dari kasus ganas dengan cara yang mudah dan murah.1)

12

Evaluasi diagnostik

Anamnesis dan pemeriksaan fisik 2)

Anamnesis dan pemeriksaan fisik yang teliti merupakan dasar penatalaksanaan nodul tiroid. Ada beberapa patokan dalam anamnesis dan pemeriksaan fisik yang mendukung kemungkinan kearah keganasan pada nodul tiroid, yaitu antara lain :

· Usia kurang dari 20 tahun atau lebih dari 70 tahun· Gender pria· Disertai gejala2 disfagi atau disfoni· Adanya riwayat radiasi leher· Adanya riwayat karsinoma tiroid sebelumnya· Nodul yang padat, keras dan sulit digerakkan· Adanya limfadenopati servikal

Beberapa patokan yang mengarahkan diagnosis nodul tiroid jinak, antara lain :· Ada riwayat keluarga menderita penyakit otoimun (Hashimoto thyroiditis)· Ada riwayat keluarga menderita nodul tiroid jinak· Adanya disfungsi hormone tiroid (hipo atau hipertiroidisme)· Nodul yang disertai rasa nyeri· Nodul yang lunak dan mudah digerakkan· Struma multinodosa tanpa adanya nodul yang dominan

Evaluasi laboratorik 2)

Tahap awal pemeriksaan laboratorium yang sangat penting dilakukan adalah TSH sensitive (TSHs), untuk menjaring adanya hipertiroidisme atau hipotiroidisme, disamping pemeriksaan kadar T4 dan T3 serum (bila kadar TSH berada dalam batas normal rendah atau normal tinggi). Pada kebanyakan kasus nodul tiroid soliter, kadar TSH berada dalam batas normal. Pada keadaan ini tidak diperlukan pemeriksaan laboratorium tambahan kecuali bila ada kecurigaan terhadap penyakit otoimun (Hashimoto thyroiditis). Bila terdapat riwayat keluarga atau pada pemeriksaan fisik ditemukan kecurigaan terhadap Hashimoto thyroiditis, maka perlu dilakukan pemeriksaan kadar anti-TPO antibody dan anti-Tg antibody. Namun adanya Hashimoto thyroiditis tidak menutup kemungkinan untuk terjadinya keganasan.

Studi pencitraan (imaging studies) 3)

Pada beberapa rumah sakit, scanning tiroid merupakan studi pencitraan yang rutin dilakukan sebagai evaluasi awal terhadap nodul tiroid. Teknik ini dilakukan untuk membedakan nodul tiroid sebagai hot, warm atau cold nodule berdasarkan ambilan terhadap isotop radioaktif. Hot nodule menunjukkan nodul yang berfungsi secara otonom, warm nodule menunjukkan fungsi tiroid yg normal sedangkan cold nodule menunjukkan jaringan tiroid yang hipofungsi atau non fungsional. Hot nodule jarang mengalami keganasan, sedangkan warm atau cold nodule mempunyai kecenderungan ganas pada 5 sampai 8 % kasus. Dengan berkembangnya teknologi pencitraan, maka USG saat ini merupakan teknik yang sangat sensitive dalam menentukan ukuran dan jumlah nodul tiroid. Namun USG tidak dapat membedakan antara nodul tiroid jinak maupun ganas, serta tidak dianjurkan untuk digunakan sebagai bagian rutin dari evaluasi diagnosis awal nodul tiroid soliter. Ultrasonografi tiroid baru bermanfaat dalam kasus2 tertentu bila digunakan sebagai pemandu pada BAJAH. CT scan atau MRI juga tidak dianjurkan untuk evaluasi awal karena biayanya mahal. Kedua pemeriksaan ini baru bermanfaat dalam mengevaluasi adanya massa tiroid substernal.

Biopsi Aspirasi Jarum Halus (BAJAH) atau (Fine-needle aspiration biopsy = FNAB) 4)

13

Biopsi Aspirasi Jarum Halus (BAJAH) merupakan tahapan paling penting dalam evaluasi diagnostik nodul tiroid. Saat ini sejumlah studi membuktikan bahwa BAJAH merupakan prosedur diagnostik yang sangat akurat, dengan sensitivitas lebih dari 80 % serta spesifisitas lebih dari 90%. Ketepatan BAJAH dalam menegakkan diagnosis nodul tiroid sangat tergantung dari ketrampilan dokter dalam melakukan biopsi dan pengalaman serta penilaian dari ahli sitopatologi. BAJAH juga sangat murah bila dibandingkan dengan pemeriksaan pencitraan dan USG. Beberapa studi melaporkan bahwa penggunaan BAJAH sebagai pemeriksaan rutin dalam megevaluasi nodul tiroid dapat mengurangi angka kebutuhan tiroidektomi diagnostik sebesar 20 sampai 50%, sementara hasil diagnosis yang mendukung kearah keganasan pada spesimen jaringan tiroid melalui BAJAH meningkat sebesar 15 sampai 45%. Hasil pemeriksaan sitopatologi dari BAJAH dapat mendiagnosis nodul tiroid dalam beberapa kategori, antara lain : ganas, jinak, tiroiditis, neoplasma follikuler, suspicious atau non diagnostik. Pada kategori ganas, BAJAH dapat membedakan karsinoma papiller, karsinoma meduller, karsinoma anaplastik dan karsinoma metastatik ke kelenjar tiroid serta limfoma maligna.

BAJAH juga dapat membantu menegakkan diagnosis nodul koloid, Hashimoto thyroiditis dan subacute thyroiditis. Salah satu kelemahan BAJAH adalah bila hasil aspirasi menunjukkan keadaan hiposeluler dan pada aspirat yang banyak mengandung sel-sel folikel. Aspirat yang hiposeluler dapat terjadi pada nodul kistik atau berhubungan dengan kesalahan teknik biopsy. Untuk mengurangi kemungkinan kesalahan, sebaiknya BAJAH dilakukan dengan bimbingan atau panduan USG. Aspirat yang banyak mengandung sel-sel folikel menunjukkan adanya neoplasma folikuler, namun BAJAH tidak dapat membedakan antara neoplasma folikuler jinak dan neoplasma folikuler ganas. Disamping itu aspirat yang banyak mengandung sel-sel Hurthle dapat menunjukkan neoplasma sel Hurthle jinak atau ganas serta beberapa kasus tiroiditis Hashimoto.

Pencitraan Sidik Kelenjar Tiroid

Hasil pencitraan merupakan refleksi dari fungsi jaringan tiroid. Keganasan tiroid memberikan gambaran nodul dingin pada pencitraan sidik kelenjar tiroid. Sedangkan kelemahan dari pemeriksaan sidik kelenjar tiroid ini adalah tidak dapat digunakan pada wanita hamil atau pada anak. Fasilitas yang tersedia saat ini masih terbatas pada rumah sakit besar yang memiliki kedokteran nuklir, hanya dapat mendeteksi nodul dengan ukuran lebih dari 1 cm.

Hasil pemeriksaan dengan radioisotop adalah teraan ukuran, bentuk lokasi dan yang utama adalah fungsi bagian-bagian tiroid. Pada pemeriksaan ini pasien diberi nal per oral dan setelah 24 jam secara fotografik ditentukan konsentrasi iodium radioaktif yang ditangkap oleh tiroid.

Dari hasil sidik tiroid dapat dibedakan 3 bentuk:a. Nodul dingin bila penangkapan iodium nihil atau kurang dibandingkan sekitarnya. Hal ini

menunjukkan fungsi yang rendah.b. Nodul panas bila penangkapan iodium lebih banyak dari pada sekitarnya. Keadaan ini

memperlihatkan aktivitas yang berlebih.c. Nodul hangat bila penangkapan iodium sama dengan bagian tiroid yang lain.

Pemeriksaan Ultrasonografi (USG)Dengan pemeriksaan USG dapat dibedakan antara yang padat dan cair. Selain itu dengan berbagai

penyempurnaan, sekarang USG dapat membedakan beberapa bentuk kelainan, tapi belum dapat membedakan dengan pasti suatu nodul ganas atau jinak.

Gambaran USG yang didapat dibedakan atas dasar kelainan yang difus atau fokal yang kemudian juga dibedakan atas dasar derajat ekonya, yaitu hipoekoik, isoekoik atau campuran. Kelainan-kelainan yang dapat di diagnosis secara USG adalah:

1. Kista: kurang lebih bulat, seluruhnya hipoekoik sonolusen, dindingnya tipis.2. Adenoma/nodul: iso/hiperekoik, kadang-kadang disertai halo yaitu suatu lingkaran hipoekoik

disekelilingnya.3. Kemungkinan karsinoma: nodul padat, biasanya tanpa halo.

14

4. Tiroditis: hipoekoik, difus, meliputi seluruh kelenjar.

Termografi

Termografi adalah suatu metode pemeriksaan berdasarkan pengukuran suhu kulit pada suatu tempat. Alatnya adalah Dynamic Telethermografi. Hasilnya disebut panas apabila perbedaan panas dengan sekitarnya > 0,9oC dan dingin apabila <0,9oC. Pada penelitian alves dkk didapatkan bahwa yang ganas semua hasilnya panas.Dibandingkan dengan cara pemeriksaan yang lain, ternyata termografi adalah yang paling sensitif dan spesifik.

Penatalaksanaan 4)

Hal yang paling penting dalam melakukan evaluasi diagnosis nodul tiroid soliter meliputi anamnesis dan pemeriksaan fisik yang teliti, pemeriksaan kadar TSH serta BAJAH. Penatalaksanaan selanjutnya sangat tergantung dari hasil diagnosis sitopatologi dari spesimen yg diperoleh melalui BAJAH. Bila hasilnya menunjukkan keganasan maka merupakan indikasi untuk tindakan operatif, kecuali pada limfoma maligna yang tidak memerlukan tindakan operatif serta pada karsinoma anaplastik. Pada kebanyakan kasus nodul tiroid jinak sebaiknya dilakukan pemantauan secara periodik tanpa harus selalu dirujuk kebagian bedah. Walaupun angka kejadian false-negative dari hasil BAJAH rendah, namun kebanyakan dokter merekomendasikan FNA ulang untuk konfirmasi diagnosis 6 sampai 12 bulan setelah diagnosis nodul tiroid jinak ditegakkan atau bila terjadi perubahan karakteristik nodul pada pemantauan. Tindakan operatif terhadap nodul tiroid jinak diindikasikan pada pasien2 yang mempunyai gejala-gejala seperti disfagi atau disfoni yang menunjukkan adanya penekanan jaringan sekitar atau bila ada alasan kosmetik. Bila hasil aspirasi non diagnostik, perlu dilakukan aspirasi ulang yang sebaiknya dibawah bimbingan USG. Nodul tiroid yang pada hasil aspirasi ulang masih menunjukkan hasil non diagnostik, mungkin perlu dirujuk kebagian bedah untuk tindakan operatif.

Pertimbangan khusus : 5)

Nodul tiroid insidental

Dengan perkembangan teknologi pencitraan, terjadi peningkatan temuan nodul tiroid secara insidental yang sebelumnya tidak teraba pada pemeriksaan fisik. Bila pada anamnesis dan pemeriksaan fisik tidak menunjukkan kecurigaan kearah ganas, sebaiknya dilakukan pemantauan dengan USG resolusi tinggi secara periodik.

Nodul tiroid otonom

Pasien dengan nodul tiroid soliter yang disertai penurunan kadar TSH, yang menunjukkan adanya hipertiroidisme atau hipertiroidisme subklinis, tidak memerlukan pemeriksaan BAJAH. Pada kasus ini perlu dipertimbangkan untuk diberikan terapi iodine-131 atau intervensi bedah.

Penatalaksanaan 4)

Hal yang paling penting dalam melakukan evaluasi diagnosis nodul tiroid soliter meliputi anamnesis dan pemeriksaan fisik yang teliti, pemeriksaan kadar TSH serta BAJAH. Penatalaksanaan selanjutnya sangat tergantung dari hasil diagnosis sitopatologi dari spesimen yg diperoleh melalui BAJAH. Bila hasilnya menunjukkan keganasan maka merupakan indikasi untuk tindakan operatif, kecuali pada limfoma maligna yang tidak memerlukan tindakan operatif serta pada karsinoma anaplastik. Pada kebanyakan kasus nodul tiroid jinak sebaiknya dilakukan pemantauan secara periodik tanpa harus selalu dirujuk kebagian bedah. Walaupun angka kejadian false-negative dari hasil BAJAH rendah, namun kebanyakan dokter merekomendasikan FNA ulang untuk konfirmasi diagnosis 6 sampai 12 bulan setelah diagnosis nodul tiroid jinak ditegakkan atau bila terjadi perubahan karakteristik nodul pada pemantauan. Tindakan operatif terhadap nodul tiroid jinak diindikasikan pada pasien2 yang mempunyai gejala-gejala seperti disfagi atau disfoni yang menunjukkan adanya penekanan jaringan sekitar atau bila ada alasan kosmetik. Bila hasil aspirasi non diagnostik, perlu

15

dilakukan aspirasi ulang yang sebaiknya dibawah bimbingan USG. Nodul tiroid yang pada hasil aspirasi ulang masih menunjukkan hasil non diagnostik, mungkin perlu dirujuk kebagian bedah untuk tindakan operatif.

Pertimbangan khusus : 5)

Nodul tiroid insidental

Dengan perkembangan teknologi pencitraan, terjadi peningkatan temuan nodul tiroid secara insidental yang sebelumnya tidak teraba pada pemeriksaan fisik. Bila pada anamnesis dan pemeriksaan fisik tidak menunjukkan kecurigaan kearah ganas, sebaiknya dilakukan pemantauan dengan USG resolusi tinggi secara periodik.

Nodul tiroid otonom

Pasien dengan nodul tiroid soliter yang disertai penurunan kadar TSH, yang menunjukkan adanya hipertiroidisme atau hipertiroidisme subklinis, tidak memerlukan pemeriksaan BAJAH. Pada kasus ini perlu dipertimbangkan untuk diberikan terapi iodine-131 atau intervensi bedah.

***

Tatalaksana

Nodul tiroid merupakan pembesaran dari kelenjar tiroid. Nodul tiroid dapat menimbulkan keluhan pasien seperti perasaan tidak nyaman karena tekanan mekanik nodul terhadap organ sekitarnya serta masalah kosmetik. Namun yang menjadi perhatian adalah kemungkinan nodul tersebut ganas. Pada beberapa kasus (jarang terjadi) nodul tiroid yang jinak (adenoma) dapat bertransfomasi menjadi ganas (tumor ganas).

Kejadian nodul tiroid meningkat sesuai dengan umur, keterpajanan terhadap radiasi pengion, defisiensi iodium, dan jenis kelamin wanita (kehamilan meningkatkan pembesaran nodul). Untuk menilai kemungkinan ganas atau jinaknya nodul perlu dilakukan penilaian melalui pemeriksaan diagnostik (pemeriksaan fisik terutama leher dan penunjang). Secara klinis, nodul dibagi menjadi nodul tunggal (soliter) dan nodul multipel. Lebih dari 95% nodul soliter bersifat jinak. Selain itu gambaran klinis yang juga dapat memberikan pertunjuk nodul jinak antara lain: riwayat penyakit keluarga (nodul jinak), besarnya tetap, biopsi jarum halus (jinak), kista simplek (hasil USG), dan mengecil dengan terapi levotiroksin.Alur diagnosis nodul tiroid dilakukan dengan beberapa tahap. Pertama, penggalian riwayat penyakit, pemeriksaan fisik dan penunjang (kadar TSH). Bila kadar TSH normal atau tinggi dilakukan evaluasi klinik oleh dokter yang kompeten (terutama spesialis onkologi). Untuk mendapat diagnosis pasti maka perlu dilakukan biopsi jarum halus dengan tuntunan USG.

Bila risiko keganasan rendah atau biopsi jarum halus hasilnya negatif maka nodul tiroid dapat diamati saja perkembangannya, atau diberikan terapi supresi hormonal (dengan I-tiroksin). Atas pertimbangan kosmetik, tindakan bedah dapat dilakukan pada suatu nodul jinak.Nodul tiroid jinak (dibuktikan secara sitologis/pemeriksaan sel dengan mikroskop) yang diamati secara fisik dan USG selama 9 dan 11 tahun tanpa diberi pengobatan apapun: 43% nodul akan mengalami regresi (menyusut) spontan, 23% bertambah besar dan 33% menetap. Bila pasien sebelumnya diobati dengan I-tiroksin, tentu tiroksinlah yang dianggap berperan dalam mengecilkan nodul.

Terapi supresi dengan hormon tiroid (levotiroksin) merupakan pilihan yang paling sering dan mudah dilakukan. Terapi supresi dapat menghambat pertumbuhan nodul. Hanya 20 % nodul yang responsif terhadap terapi ini. Terapi supresi dilakukan dengan memberikan I-tiroksin dalam dosis supresi dengan sasaran kadar TSH sekitar 0,1 – 0,3 mIU/mL. Bisanya diberikan selama 3 -12 bulan, dan bila dalam waktu tersebut nodul tidak mengecil

16

atau bertambah besar perlu dilakukan biopsi ulang atau disarankan operasi. Bila setelah satu tahun nodul mengecil, terapi supresi dapat dilanjutkan. Pada pasien tertentu terapi supresi hormonal dapat diberikan seumur hidup. Yang perlu diwaspadai adalah efek samping berupa osteopeni (penipisan kepadatan tulang) atau gangguan jantung. Terapi supresi hormonal tidak akan menimbulkan osteopeni pada pria atau wanita yang masih dalam usia produktif, namun dapat memicu terjadinya osteoporosis (keropos tulang) pada wanita pasca-menopause walaupun ternyata tidak selalu disertai dengan peningkatan kejadian fraktur (patah tulang)

Indikasi dilakukan pembedahan pada pasien dengan pembesaran kelenjar tiroid yaitu terdapat gangguan menelan, gangguan pernafasan, suara parau, kosmetik, keganasan kelenjar tiroid, struma toksik nodus dan difusa. Tindakan operasi yang dikerjakan tergantung jumlah lobus tiroid yang terkena. Bila hanya satu sisi saja dilakukan subtotal lobektomi, sedangkan kedua lobus terkena dilakukan subtotal tiroidektomi. Setelah dilakukan terapi operatif yaitu dilakukan pemeriksaan histopatologi dari jaringan yang diambil, namun sampai saat ini belum diketahui bagaimana hasil pemeriksaan histopatologis tersebut.

LI.5 Mengatasi Kecemasan Pasien Sebelum Operasi Menurut Islam

Dzikir adalah obat yang paling ampuh mengatasi kecemasan dalam hidup kita. Kedua, Dzikir sebagai media bersyukur. Bersyukurlah disetiap perubahan hidup kita, perubahan yang membuat kita senang atau bersedih, bahagia atau menderita harus kita syukuri. Ketiga, berdizikir sebagai bentuk kepasrahan kepada Allah. Apapun yang terjadi serahkan semua itu kepada Allah maka sikap berserah diri kepada Allah membuat hati kita menjadi tenang dan menghilangkan kecemasan. Sebagaimana Firman Allah,

‘Yaitu orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tenteram.’ (QS. ar-Raad : 28).

Dipandang dari sudut kesehatan jiwa, do’a dan dzikir mengandung unsur psikoteraupetik yang mendalam. Terapi psikoreligius tidak kalah pentingnya dibandingkan dengan psikoterapi dan psikiatrik, karena mengandung kekuatan spiritual atau kerohanian yang membangkitkan rasa percaya diri dan optimisme(Hawari, 2004).Beberapa tujuan berdo’a adalah: 1) Mohon perlindungan Allah SWT, tersurat dalam dalam surat Al-Fath (QS: 11;48) yang artinya: “Katakanlah, maka siapa (gerangan) yang dapat menghalang-halangi kehendak Allah jika Dia menghendaki kemudharatan bagimu atau jika Dia menghendaki manfaat bagimu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahiui apa yang kamu kerjakan”. 2) Memohon pertolongan Allah SWT, tersurat dalam surat Yunus (QS: 10;107), yang artinya: “Jika Allah menimpakan sesuatu kemudharatan kepadamu, maka tidak ada yang dapat menghilangkannya kecuali Dia”. 3) Mentaati Allah SWT. Bagi orang beriman dia memiliki keyakinan sepenuhnya bahwa Allah SWT adalah satu-satunya sang Pencipta, sang Penjaga, sang Penentu, yang serba Maha dalam sifat-sifat-Nya. 4) Mendapatkan ridho Allah SWT. Keridhoan Allah merupakan the ultimate goal, tujuan tertinggi bagi seorang mukmin. Apapun yang dia usahakan termasuk berdo’a kepada-Nya tiada tujuan lain kecuali semata-mata untuk mendapatkan keridhoan-Nya.

Do’a KesembuhanArtinya: “Ya Allah ya Tuhanku, Engkau adalah mengetahui segala macam penyakit. Semubuhkanlah hamba-Mu yang kekurangan ini. Engkaulah ya Allah yang Maha Mengobati. Tidak ada obat kecuali dari Engkau.

17

Sembuhkanlah hamba-Mu ini dan tidak akan kambuh-kambuh lagi”. Allah SWT berfirman: “Dan bila aku sakit, Dia-lah yang menyembuhkanku”. (QS: 26;28). “Dan Kami turunkan dari Al-Qur’an sesuatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman”. (QS: 17;82).

Dzikir untuk KesembuhanAs-salaam artinya yang memberi keselamatan, dibaca 136 kali setiap hari. Artinya: ‚Dia-lah yang memegang keselamatan seluruh alam dan hanya Dia-lah yang Maha Selamat dari segala cacat dan kekurangan”. An-Naafi’u artinya yang memberi manfaat. Dia-lah yang memberi manfaat kepada hamba-hamba-Nya. Apabilakita membaca “Ya Nafi’u”, Insya Allah bila kita sedang berduka cita akan segera hilang dan jika sedang sakit akan segera sembuh.

orang yang mengalami kecemasan akan mudah dipengaruhi oleh pihak luar khususnya pihak yang berkompeten dalam hal ini adalah perawat. Kondisi tersebut jika diarahkan dalam bentuk asuhan religi akan sangat bermanfaat bagi pasien untuk mengurangi kecemasannya. Pemberian bantuan untuk berdo’a dan berdzikir oleh perawat akan membuat pasien lebih tenang dalam mempersiapkan diri untuk menjalani operasi. Konsep ini sesuai dengan firman Allah dalam Al-Qur’an pada surat Ar-Ra’d ayat 28: “(yaitu) orangorangyang beriman dan hatinya menjadi tentram dengan mengingat Allah. Ingatlah hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tentram”.Jadi dengan pemberian terapi religi dalam bentuk do’a dan dzikir akan membuat kecemasan pasien berkurang. Hal ini akan berbeda dengan pasien yang tidak diberi perlakuan dalam bentuk do’a dan dzikir, maka kecemasannya akan tetap dalam menghadapi Pre-operasi.

Daftar Pustaka :

1. Feld S, Garcia M: AACE Clinical Practice Guidelines for the Diagnosis and Management of Thyroid Nodules. 1996.

2. Harvey HK: Diagnosis and management of the thyroid nodule. An overview. Otolaryngol Clin North Am 1990 Apr; 23(2): 303-37.

3. Sabel MS, Staren ED, Gianakakis LM: Effectiveness of the thyroid scan in evaluation of the solitary thyroid nodule. Am Surg 1997 Jul; 63(7): 660-3; discussion 663-4.

4. Singer PA: Evaluation and management of the solitary thyroid nodule. Otolaryngol Clin North Am 1996 Aug; 29(4): 577-91.

5. Tan GH, Gharib H: Thyroid incidentalomas: management approaches to nonpalpable nodules discovered incidentally on thyroid imaging. Ann Intern Med 1997 Feb 1; 126(3): 226-31.

Diposkan oleh Dr. Alwi Shahab,SpPD,K-EMD

18