word stres adaptasi

47
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemahaman tentang stres dan akibatnya penting bagi upaya pengobatan maupun pencegahan gangguan kesehatan jiwa. Masalah stress sering dihubungkan dengan kehidupan modern dan nampaknya kehidupan modern merupakan sumber gangguan stress lainya. Perlu deperhatikan bahwa kepekaan orang terhadap stress berbeda. Hal ini juga bergantung pada kondisi tubuh individu yang turut menampilkan gangguan jiwa. Modernisasi dan perkembangan teknologi membawa perubahan tentang cara berpikir dalam pola hidup bermasyarakat, sehingga perubahan tersebut membawa pada kosekuensi di bidang kesehatan fisik dan bidang kesehatan jiwa. Modernisasi dan perkembangan teknologi membawa perubahan tentang cara berpikir dalam pola hidup bermasyarakat, sehingga perubahan tersebut membawa pada kosekuensi di bidang kesehatan fisik dan bidang kesehatan jiwa. Stress merupakan gangguan kesehatan jiwa yang tidak dapat dihindari, karena merupakan bagian dari kehidupan. B. Rumusan Masalah 1

Upload: -

Post on 28-Nov-2015

21 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pemahaman tentang stres dan akibatnya penting bagi upaya pengobatan maupun

pencegahan gangguan kesehatan jiwa. Masalah stress sering dihubungkan dengan

kehidupan modern dan nampaknya kehidupan modern merupakan sumber gangguan

stress lainya. Perlu deperhatikan bahwa kepekaan orang terhadap stress berbeda. Hal

ini juga bergantung pada kondisi tubuh individu yang turut menampilkan gangguan

jiwa.

Modernisasi dan perkembangan teknologi membawa perubahan tentang cara

berpikir dalam pola hidup bermasyarakat, sehingga perubahan tersebut membawa

pada kosekuensi di bidang kesehatan fisik dan bidang kesehatan jiwa.

Modernisasi dan perkembangan teknologi membawa perubahan tentang cara

berpikir dalam pola hidup bermasyarakat, sehingga perubahan tersebut membawa

pada kosekuensi di bidang kesehatan fisik dan bidang kesehatan jiwa.

Stress merupakan gangguan kesehatan jiwa yang tidak dapat dihindari, karena

merupakan bagian dari kehidupan.

B. Rumusan Masalah

Dalam membahas stress dan adaptasi dalam makalah ini, maka hal-hal yang perlu

dikaji diantaranya:

1. Apa yang dimaksud dengan stress dan cara mengatasinya?

2. Apa yang dimaksud dengan adaptasi stress?

3. Apa yang dimaksud dengan homeostasis?

C. Tujuan

Berdasarkan rumusan masalah di atas ,maka penulisan makalah ini ditujukan

untuk:

1. Menjelaskan arti kata stress dan langkah-langkah mengatasi stress.

2. Menjelaskan yang dimaksud dengan adaptasi stress.

3. Menjelaskan arti dari homeostasis.

1

BAB II

PEMBAHASAN

A. Stres

1. Pengertian Stres

Beberapa pengertian stress sebagai berikut:

1) Buku-buku kedokteran menyatakan bahwa 50-70% penyakit fisik sebenarnya

disebabkan oleh stres. Paling tidak, stres menjadi faktor yang membuat seseorang

menjadi lebih mudah atau sebaliknya lebih sulit diserang penyakit. Andil stres

berbeda untuk tiap penyakit, mulai dari yang paling rawan seperti penyakit-penyakit

gastroinstestinal (perut), sakit kepala, kelelahan yang kronis, sampai penyakit di mana

stres tidak berperan di dalamnya seperti keracunan. Hasil penelitian menunjukkan

bahwa faktor pencetus terjadinya kanker seringkali disebabkan oleh stres yang

berkepanjangan.

2) Stress adalah stimulus atau situasi yang menimbulkan distres dan menciptakan

tuntutan fisik dan psikis pada seseorang. Stres membutuhkan koping dan adaptasi.

Sindrom adaptasi umum atau teori Selye, menggambarkan stres sebagai kerusakan

yang terjadi pada tubuh tanpa mempedulikan apakah penyebab stres tersebut positif

atau negatif. Respons tubuh dapat diprediksi tanpa memerhatikan stresor atau

penyebab tertentu (Isaacs, 2004).

3) Stress adalah reaksi/respons tubuh terhadap stressor psikososial (tekanan

mental/beban kehidupan). Stres dewasa ini digunakan secara bergantian untuk

menjelaskan berbagai stimulus dengan intensitas berlebihan yang tidak disukai

berupa respons fisiologis, perilaku, dan subjektif terhadap stres; konteks yang

menjembatani pertemuan antara individu dengan stimulus yang membuat stres;

semua sebagai suatu system (WHO, 2003; 158).

4) Stress menurut Hans Selye dalam buku Hawari (2001) menyatakan bahwa stres

adalah respon tubuh yang sifatnya nonspesifik terhadap setiap tuntutan beban atasnya.

Bila seseorang setelah mengalami stres mengalami gangguan pada satu atau lebih

organ tubuh sehingga yang bersangkutan tidak lagi dapat menjalankan fungsi

2

pekerjaannya dengan baik, maka ia disebut mengalami distres. Pada gejala stres,

gejala yang dikeluhkan penderita didominasi oleh keluhan-keluhan somatik (fisik),

tetapi dapat pula disertai keluhan-keluhan psikis. Tidak semua bentuk stres

mempunyai konotasi negatif, cukup banyak yang bersifat positif, hal tersebut

dikatakan eustres.1

5) Stressor adalah semua kondisi stimulasi yang berbahaya dan menghasilkan reaksi

stres, misalnya jumlah semua respons fisiologik nonspesifik yang menyebabkan

kerusakan dalam sistem biologis. Stress reaction acute (reaksi stress akut) adalah

gangguan sementara yang muncul pada seorang individu tanpa adanya gangguan

mental lain yang jelas, terjadi akibat stres fisik dan atau mental yang sangat berat,

biasanya mereda dalam beberapa jam atau hari. Kerentanan dan kemampuan koping

(coping capacity) seseorang memainkan peranan dalam terjadinya reaksi stress akut

dan keparahannya.

Namun, apakah sesungguhnya stress itu? Kita seringkali latah mengatakan ‘stress’

pada orang lain atau bahkan pada diri kita sendiri, tanpa mengetahui dengan jelas apa

arti stress. Kita menganggap stress sebagai sesuatu yang berkonotasi negatif.

Benarkah stress selalu berakibat negatif.

Pada tingkat tertentu, sebenarnya kita memerlukan stress. Stress yang optimal

akan membuat motivasi menjadi tinggi, orang menjadi lebih bergairah, daya tangkap

dan persepsi menjadi tajam, menjadi tenang, dan lain-lain. Adapun stress yang terlalu

rendah akan mengakibatkan kebosanan, motivasi menjadi turun, sering bolos, dan

mengalami kelesuan. Sebaliknya, stress yang terlalu tinggi mengakibatkan insomnia,

lekas marah, meningkatkan kesalahan, kebimbangan, dan lain-lain.

Hubungan stress dan produktivitas seseorang bisa digambarkan pada grafik di

bawah ini.

1 Aziz Alimul. Pengantar Konsep Dasar Keperawatan. Halaman 55

3

Stress rendah Stress optimal Stress tinggi

Stress juga harus dibedakan dengan stressor. Stressor adalah sesuatu yang

menyebabkan stress. Stress itu sendiri adalah akibat dari interaksi (timbal-balik)

antara rangsangan lingkungan dan respon individu.

2. Gejala Akibat Stres

Gejala atau akibat stres yang dibicarakan di sini adalah gejala/akibat yang negatif

karena seringkali mengganggu kehidupan manusia. Tingkat stres yang tinggi dan

berlangsung dalam waktu yang lama tanpa ada jalan keluar bisa mengakibatkan berbagai

macam penyakit seperti : gangguan pencernaan, serangan jantung, tekanan darah tinggi,

asma, radang sendi rheumatoid, alergi, gangguan kulit, pusing/sakit kepala, sulit menelan,

panas ulu hati, mual, berbagai macam keluhan perut, keringat dingin, sakit leher, sering

buang air seni, kejang otot, mudah lupa, terserang panik, sembelit, diare, insomnia, dan

lain-lain.

Cox (Gibson, dkk,. 1990) mengategorikan akibat stres menjadi lima kategori, yaitu:

a) Akibat subjektif, yaitu akibat yang dirasakan secara pribadi, meliputi kegelisahan,

agresi, kelesuan, kebosanan, depresi, kelelahan, kekecewaan, kehilangan kesabaran,

harga diri rendah, perasaan terpencil.

b) Akibat perilaku, yaitu akibat yang mudah dilihat karena berbentuk perilaku-perilaku

tertentu, mudah terkena kecelakaan, penyalahgunaan obat, peledakan emosi,

berperilaku impulsif, tertawa gelisah.

c) Akibat kognitif, yaitu akibat yang mempengaruhi proses berpikir, meliputi tidak

mampu mengambil keputusan yang sehat, kurang dapat berkonsentrasi, tidak mampu

memusatkan perhatian dalam jangka waktu yang lama, sangat peka terhadap kecaman

dan rintangan mental.

4

d) Akibat fisiologis, yaitu akibat-akibat yang berhubungan dengan fungsi atau kerja alat-

alat tubuh, yaitu tingkat gula darah meningkat, denyut jantung/tekanan darah naik,

mulut menjadi kering, berkeringat, pupil mata membesar, sebentar-sebentar panas dan

dingin.

e) Akibat keorganisasian, yaitu akibat yang tampak dalam tempat kerja, meliputi absen,

produktivitas rendah, mengasingkan diri dari teman sekerja, ketidakpuasaan kerja,

menurunnya keterikatan dan loyalitas terhadap organisasi.2

3. Terjadinya Stres

Firman Allah SWT dalam Al-Qur’an:

“Dan sungguh Kami berikan cobaan kepadamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan,

kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada

orang-orang yang sabar.”

“Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir, apabila ia ditimpa

kesusahan ia berkeluh kesah, dan apabila ia mendapat kebaikan ia amat kikir,

kecuali orang-orang yang mengerjakan shalat, yang mereka itu tetap mengerjakan

shalat.”3

Telah diungkapkan di atas, terjadinya stress tergantung pada stressor dan tanggapan

seseorang terhadap stressor tersebut. Stressor meliputi berbagai hal. Lingkunga fisik

bisa menjadi sumber stressor, seperti suhu yang terlalu panas atau dingin, perubahan

cuaca, cahaya terlalu terang/gelap, suara yang terlalu bising dan polusi merupakan

sumber-sumber potensial yang bisa menjadi stressor. Kepadatan juga bisa

mengakibatkan stress. Penduduk yang tinggal di kampung-kampung yang kumuh

yang harus membagi ruang geraknya dengan banyak orang lain, cenderung lebih

mudah meledak dibanding dengan penduduk yang tinggal di area yang kurang padat.

Stressor bisa berasal dari individu sendiri. Konflik yang berhubungan dengan

peran dan tuntutan tanggung jawab yang dirasakan berat bisa membuat seseorang

menjadi tegang. Stressor yang lain berasal dari kelompok seperti: hubungan dengan

teman, hubungan dengan atasan, dan hubungan dengan bawahan.

2 Siswanto. Kesehata Mental; Konsep, Cakupan, dan Perkembangannya. Halaman 513 Al-Qur’an dan Terjemahannya, QS. Al-Baqarah, ayat 155; QS. Al-Ma' Arij ayat 19-23

5

Terakhir, stressor bisa bersumber dari keorganisasian seperti kebijakan yang

diambil perusahaan, struktur organisasi yang tidak sesuai, dan partisipasi para

anggota yang rendah.

Selain itu, tanggapan individu turut memengaruhi apakah suatu sumber

stress/stressor itu menjadi stress atau tidak. Stressor yang sama bisa berakibat berbeda

pada individu yang berbeda karena adanya tanggapan antar individu (individual

differences). Perbedaan individu meliputi tingkat usia, jenis kelamin, pendidikan,

kesehatan fisik, kepribadian, harga diri, toleransi terhadap kedwiartian, dan lain-lain.

Usia berhubungan dengan toleransi seseorang terhadap stress dan jenis stressor

yang paling mengganggu. Usia dewasa biasanya lebih mampu mengontrol stress

dibanding dengan usia anak-anak dan usia lanjut. Dengan kata lain, usia dewasa

biasanya mempunyai toleransi terhadap stressor yang lebih baik.

Wanita biasanya mempunyai daya tahan yang lebih baik terhadap stressor

dibanding dengan pria. Secara biologis, tubuh wanita lebih lentur dibanding pria

sehingga toleransinya terhadap stres lebih baik. Terlebih bila wanita tersebut masih

pada usia-usia produktif di mana hormon-hormon masih bekerja normal.

Tingkat pendidikan juga memengaruhi seseorang mudah terkena stress atau tidak.

Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, toleransi dan pengontrolan terhadap

stressor biasanya lebih baik.

Tingkat kesehatan seseorang juga memengaruhi mudah tidaknya terkena stress.

Orang yang sakit lebih mudah menderita akibat stress dibanding orang yang sehat.

Faktor kepribadian menentukan mudah tidaknya seseorang terkena stress. Orang

tipe A cenderung lebih mudah terkena penyakit jantung daripada kepribadian tipe B.

Harga diri yang rendah juga cenderung membuat efek stress lebih besar dibanding

orang yang mempunyai harga diri tinggi.

Toleransi terhadap sesuatu yang bersifat samar juga menentukan mudah tidaknya

seseorang terkena stress. Orang yang kaku dan memandang segala sesuatu sebagai

hitam dan putih biasanya lebih mudah terkena stres daripada orang yang bisa

menerima adanya warna abu-abu dalam kehidupan.

Tipe kepribadian juga dapat menyebabkan seseorang dengan mudah terkena

stress, seperti di bawah ini :

6

a) Ambisius, agresif dan kompetitif (suka akan persaingan).

b) Kurang sabar, mudah tegang, mudah tersinggung dan marah (emosional).

c) Kewaspadaan berlebihan, kontrol diri kuat, percaya diri berlebihan (over

confidence).

d) Cara bicara cepat, bertindak serba cepat, hiperaktif, dan tidak dapat diam.

e) Bekerja tidak mengenal waktu (workaholic).

f) Pandai berorganisasi, memimpin dan memerintah (otoriter).

g) Lebih suka bekerja sendirian bila ada tantangan.

h) Kaku terhadap waktu, tidak dapat tenang (tidak rileks), serba tergesa-gesa.

i) Mudah bergaul (ramah), pandai menimbulkan perasaan empati dan bila tidak

tercapai maksudnya mudah besikap bermusuhan.

j) Tidak mudah dipengaruhi, kaku (tidak fleksibel).

k) Bila berlibur pikirannya ke pekerjaannya, tidak dapat santai.

l) Berusaha keras untuk agar segala sesuatunya terkendali.

Di bawah ini disajikan ringkasan bagaimana stress terjadi pada seorang individu

berdasarkan keterangan di atas (Gibson, dkk. 1990).4

Stressor Individual Differences Stress

Lingkungan fisik usia, jenis kelamin, pendidikan,

(suhu, cahaya, suara, polusi, harga diri, toleransi terhadap

kepadatan) kesehatan fisik, kepribadian,

Individual kedwiartian

(konflik, peran, dan

tanggung jawab)

Kelompok

(hubungan dengan teman, atasan,

dan bawahan)

Keorganisasian

(kebijakan, struktur,dan partisipasi)

4 Iyus Yosep. Keperawatan Jiwa. Halaman 52

7

Gejala-gejala stress pada diri seseorang seringkali tidak disadari karena perjalanan

awal tahapan stress timbul secara lambat dan baru dirasakan bilamana tahapan gejala

sudah lanjut dan mengganggu fungsi kehidupannya sehari-hari baik di rumah, di

tempat kerja ataupun pergaulan lingkungan sosialnya. Dr. Robert J. An Amberg

(1979) dalam penelitiannya terdapat dalam Hawari (2001) membagi tahapan-tahapan

stress sebagai berikut :2

1) Stress tahap I

Tahapan ini merupakan tahapan stress yang paling ringan dan biasanya disertai

dengan perasaan-perasaan sebagai berikut :

a) Semangat bekerja besar, berlebihan (over acting);

b) Penglihatan “tajam” tidak sebagaimana biasanya;

c) Merasa mampu menyelesaikan pekerjaan lebih dari biasanya, namun tanpa

disadari cadangan energi semakin menipis.

2) Stress tahap II

Dalam tahapan ini dampak stress yang semula “menyenangkan” sebagaimana

diuraikan pada tahap I di atas mulai menghilang, dan timbul keluhan-keluhan yang

disebabkan karena cadangan energi yang tidak lagi cukup sepanjang hari, karena

tidak cukup waktu untuk beristirahat. Istirahat yang dimaksud antara lain dengan tidur

yang cukup, bermanfaat untuk mengisi atau memulihkan cadangan energi yang

mengalami defisit. Keluhan-keluhan yang sering dikemukakan oleh seseorang yang

berada pada stress tahap II adalah sebagai berikut :

a) Merasa letih sewaktu bangun pagi yang seharusnya merasa segar.

b) Merasa mudah lelah sesudah makan siang.

c) Lekas merasa capai menjelang sore hari.

d) Sering mengeluh lambung/perut tidak nyaman (bowel discomfort).

e) Detakan jantung lebih keras dari biasanya (berdebar-debar).

f) Otot-otot punggung dan tengkuk terasa tegang.

g) Tidak bisa santai.

22 Siswanto. Kesehatan Mental; Konsep, Cakupan, dan Perkembangannya. Halaman 53

8

3) Stress Tahap III

Apabila seseorang tetap memaksakan diri dalam pekerjaannya tanpa

menghiraukan keluhan-keluhan pada stress tahap II, maka akan menunjukkan

keluhan-keluhan yang semakin nyata dan mengganggu, yaitu:

a) Merasa letih sewaktu bangun pagi yang seharusnya merasa segar;

b) Merasa mudah lelah sesudah makan siang;

c) Lekas merasa capai menjelang sore hari;

d) Sering mengeluh lambung/perut tidak nyaman (bowel discomfort);

e) Detakan jantung lebih keras dari biasanya (berdebar-debar);

f) Otot-otot punggung dan tengkuk terasa tegang;

g) Tidak bisa santai.

4) Stress Tahap III

Apabila seseorang tetap memaksakan diri dalam pekerjaannya tanpa

menghiraukan keluhan-keluhan pada stress tahap II, maka akan menunjukkan

keluhan-keluhan yang semakin nyata dan mengganggu, yaitu:

a) Gangguan lambung dan usus semakin nyata; misalnya keluhan “maag”(gastritis),

buang air besar tidak teratur (diare);

b) Ketegangan otot-otot semakin terasa;

c) Perasaan ketidaktenangan dan ketegangan emosional semakin meningkat;

d) Gangguan pola tidur (insomnia), misalnya sukar untuk mulai masuk tidur (early

insomnia), atau terbangun tengah malam dan sukar kembali tidur (middle

insomnia), atau bangun terlalu pagi atau dini hari dan tidak dapat kembali tidur

(Late insomnia);

e) Koordinasi tubuh terganggu (badan terasa oyong dan serasa mau pingsan).

Pada tahapan ini seseorang sudah harus berkonsultasi pada dokter untuk

memperoleh terapi, atau bisa juga beban stres hendaknya dikurangi dan tubuh

memperoleh kesempatan untuk beristirahat guna menambah suplai energi yang

mengalami deficit.

9

5) Stress Tahap IV

Gejala stress tahap IV, akan muncul yang ditandai dengan hal-hal sebagai berikut

a) Merasa sulit untuk bertahan sepanjang hari

b) Aktivitas pekerjaan yang semula menyenangkan dan mudah diselesaikan menjadi

membosankan dan terasa lebih sulit

c) Yang semula tanggap terhadap situasi menjadi kehilangan kemampuan untuk

merespons secara memadai (adequate)

d) Ketidakmampuan untuk melaksanakan kegiatan rutin sehari-hari

e) Gangguan pola tidur disertai dengan mimpi-mimpi yang menegangkan

f) Seringkali menolak ajakan (negativism) karena tidak ada semangat dan tidak ada

kegairahan

g) Daya konsentrasi dan daya ingat menurun

h) Timbul perasaan ketakutan dan kecemasan yang tidak dapat dijelaskan apa

penyebabnya.

6) Stres Tahap V

Bila keadaan berlanjut, maka seseorang itu akan jatuh dalam stress tahap V, yang

ditandai dengan hal-hal sebagai berikut:

a) Kelelahan fisik dan mental yang semakin mendalam (physical dan psychological

exhaustion)

b) Ketidakmampuan untuk menyelesaikan pekerjaan sehari-hari yang ringan dan

sederhana

c) Gangguan sistem pencernaan semakin berat (gastrointestinal disorder)

d) Timbul perasaan ketakutan, kecemasan yang semakin meningkat, mudah bingung

dan panic

7) Stres Tahap VI

Tahapan ini merupakan tahapan klimaks, seseorang mengalami serangan panik

(panic attack) dan perasaan takut mati. Tidak jarang orang yang mengalami stress

tahap VI ini berulang dibawa ke Unit Gawat Darurat bahkan ICCU, meskipun pada

10

akhirnya dipulangkan karena tidak ditemukan kelainan fisik organ tubuh. Gambaran

stres tahap VI ini adalah sebagai berikut:

a) Debaran jantung amat keras

b) Susah bernapas (sesak dan megap-megap)

c) Sekujur badan terasa gemetar, dingin dan keringat bercucuran

d) Ketiadaan tenaga untuk hal-hal yang ringan

e) Pingsan atau kolaps (collapse)

Bila dikaji maka keluhan atau gejala sebagaimana digambarkan di atas lebih

didominasi oleh keluhan-keluhan fisik yang disebabkan oleh gangguan faal

(fungsional) organ tubuh, sebagai akibat stressor psikososial yang melebihi

kemampuan seseorang untuk mengatasinya.

Firman Allah SWT :

“hai jiwa yang tenang, kembalilah kepada Tuhanmu dangan hati yang puas lagi

diridhainya. Maka masuklah ke dalam jama’ah hamba-hambaKu, dan masuklah

ke dalam surgaKu.”3

4. Pengukuran Tingkat Stres

Tingkatan stress adalah hasil penilaian terhadap berat ringannya stress yang

dialami seseorang (Hardjana, 1994). Tingkatan stress ini diukur dengan menggunakan

Depression Anxiety Stress Scale 42 (DASS 42) oleh Lovibond & Lovibond (1995).

Psychometric Properties of The Depression Anxiety Stress Scale 42 (DASS) terdiri

dari 42 item. DASS adalah seperangkat skala subyektif yang dibentuk untuk

mengukur status emosional negatif dari depresi, kecemasan, dan stress. DASS 42

dibentuk tidak hanya untuk mengukur secara konvensional mengenai status

emosional, tetapi untuk proses yang lebih lanjut untuk pemahaman, pengertian, dan

pengukuran yang berlaku di manapun dari status emosional, secara signifikan

biasanya digambarkan sebagai stress. DASS dapat digunakan baik itu oleh kelompok

atau individu untuk tujuan penelitian.5

33 Al-Qur’an dan Terjemahannya. QS. Surah Al-Fajr ayat 27-305 http://www.aadan.co.cc/konsep cemas, stress dan adaptasi.htm

11

Tingkatan stres pada instrumen ini berupa normal, ringan, sedang, berat, sangat

berat. Psychometric Properties of The Depression Anxiety Stress Scale 42 (DASS)

terdiri dari 42 item yang dimodifikasi dengan penambahan item menjadi 49 item,

penambahannya dari item 43-49 yang mencakup 3 subvariabel, yaitu fisik,

emosi/psikologis, dan perilaku. Jumlah skor dari pernyataan item tersebut, memiliki

makna 0-29 (normal); 30-59 (ringan); 60-89 (sedang); 90-119 (berat); >120 (Sangat

berat).

5. Reaksi Tubuh Terhadap Stres

a) Rambut

Warna rambut yang semula hitam pekat, lambat laun mengalami perubahan warna

menjadi kecokelat-cokelatan serta kusam. Ubanan (rambut memutih) terjadi sebelum

waktunya, demikian pula dengan kerontokan rambut.

b) Mata

Ketajaman mata seringkali terganggu misalnya kalau membaca tidak jelas karena

kabur. Hal ini disebabkan karena otot-otot bola mata mengalami kekenduran atau

sebaliknya sehingga mempengaruhi fokus lensa mata.

c) Telinga

Pendengaran seringkali terganggu dengan suara berdenging (tinitus).

d) Daya pikir

Kemampuan bepikir dan mengingat serta konsentrasi menurun. Orang menjadi

pelupa dan seringkali mengeluh sakit kepala pusing.

e) Ekspresi wajah

Wajah seseorang yang stres nampak tegang, dahi berkerut, mimic nampak serius,

tidak santai, bicara berat, sukar untuk senyum atau tertawa dan kulit muka kedutan

(tic facialis).

f) Mulut

Mulut dan bibir terasa kering sehingga seseorang sering minum. Selain daripada

itu pada tenggorokan seolah-olah ada ganjalan sehingga ia sukar menelan, hal ini

disebabkan karena otot-otot lingkar di tenggorokan mengalami spasme (muscle

cramps) sehingga serasa “tercekik”.

12

g) Kulit

Pada orang yang mengalami stress reaksi kulit bermacam-macam; pada kulit dari

sebahagian tubuh terasa panas atau dingin atau keringat berlebihan. Reaksi lain

kelembaban kulit yang berubah, kulit menjadi lebih kering. Selain itu perubahan kulit

lainnya adalah merupakan penyakit kulit, seperti munculnya eksim, urtikaria

(biduran), gatal-gatal dan pada kulit muka seringkali timbul jerawat (acne)

berlebihan, juga sering dijumpai kedua belah tapak tangan dan kaki berkeringat

(basah).

h) Sistem Pernafasan

Pernafasan seseorang yang sedang mengalami stres dapat terganggu misalnya

nafas terasa berat dan sesak disebabkan terjadi penyempitan pada saluran pernafasan

mulai dari hidung, tenggorokan dan otot-otot rongga dada. Nafas terasa sesak dan

berat dikarenakan otot-otot rongga dada (otot-otot antartulang iga) mengalami spasme

dan tidak atau kurang elastic sebagaimana biasanya. Sehingga ia harus mengeluarkan

tenaga ekstra untuk menarik nafas. Stress juga dapat memicu timbulnya penyakit

asma (asthma bronchiale) disebabkan karena otot-otot pada saluran nafas paru-paru

juga mengalami spasme.

i) Sistem Kardiovaskuler

Sistem jantung dan pembuluh darah atau kardiovaskuler dapat terganggu faalnya

karena stress. Misalnya, jantung berdebar-debar, pembuluh darah melebar (dilatation)

atau menyempit (constriction) sehingga yang bersangkutan nampak mukanya merah

atau pucat. Pembuluh darah tepi (perifer) terutama di bagian ujung jari-jari tangan

atau kaki juga menyempit sehingga terasa dingin dan kesemutan. Selain daripada itu

sebahagian atau seluruh tubuh terasa “panas” (subfebril) atau sebaliknya terasa

“dingin”.

j) Sistem Pencernaan

Orang yang mengalami stress seringkali mengalami gangguan pada sistem

pencernaannya. Misalnya, pada lambung terasa kembung, mual dan perih, hal ini

disebabkan karena asam lambung yang berlebihan (hiperacidity). Dalam istilah

kedokteran disebut gastritis atau dalam istilah awam dikenal dengan sebutan penyakit

13

maag. Selain gangguan pada lambung tadi, gangguan juga dapat terjadi pada usus,

sehingga yang bersangkutan merasakan perutnya mulas, sukar buang air besar atau

sebaliknya sering diare.

k) Sistem Perkemihan

Orang yang sedang menderita stress faal perkemihan (air seni) dapat juga

terganggu yang sering dikeluhkan orang adalah frekuensi untuk buang air kecil lebih

sering dari biasanya, meskipun ia bukan penderita kencing manis (diabetes mellitus).

l) Sistem Otot dan tulang

Stres dapat pula menjelma dalam bentuk keluhan-keluhan pada otot dan tulang

(musculoskeletal). Penderita sering mengeluh otot terasa sakit seperti ditusuk-tusuk,

pegal dan tegang. Selain daripada itu keluhan-keluhan pada tulang persendian sering

pula dialami, misalnya rasa ngilu atau rasa kaku bila menggerakan anggota tubuhnya.

Masyarakat awam sering mengenal gejala ini sebagai keluhan ”pegal-linu”.

m) Sistem Endokrin (hormon)

Gangguan pada sistem endokrin (hormonal) pada mereka yang mengalami stress

adalah kadar gula yang meninggi, dan bila hal ini berkepanjangan bisa

mengakibatkan yang bersangkutan menderita penyakit kencing manis (diabetes

mellitus), gangguan hormonal lain misalnya pada wanita adalah gangguan menstruasi

yang tidak teratur dan rasa sakit (dysmenorrhoe).

6. Respon Fisiologi Terhadap Stress

Hans Selye (1946,1976) telah melakukan riset terhadap 2 respon fisiologis tubuh

terhadap stress: Local Adaptation Syndrome (LAS) dan General Adaptation

Syndrome (GAS).6

1) Local Adaption Syndrome (LAS)

Tubuh menghasilkan banyak respons setempat terhadap stress. Respon

setempat ini termasuk pembekuan darah dan penyembuhan luka, akomodasi

mata terhadap cahaya, dll. Responnya berjangka pendek.

6 Tarwoto Wartonah. KDM dan Proses Keperawatan. Halaman 19

14

Karakteristik dari LAS :

a) Respon yang terjadi hanya setempat dan tidak melibatkan semua system.

b) Respon bersifat adaptif; diperlukan stressor untuk menstimulasikannya.

c) Respon bersifat jangka pendek dan tidak terus menerus.

d) Respon bersifat restorative.

Mungkin anda bertanya, “ apa saja yang termasuk ke dalam LAS ?”. sebenarnya

respon LAS ini banyak kita temui dalam kehidupan kita sehari – hari seperti yang

diuraikan dibawah ini :

a. Respon Inflamasi

Respon ini distimulasi oleh adanya trauma dan infeksi. Respon ini memusatkan

diri hanya pada area tubuh yang trauma sehingga penyebaran inflamasi dapat

dihambat dan proses penyembuhan dapat berlangsung cepat. Respon inflamasi dibagi

kedalam 3 fase :

a) Fase pertama

Adanya perubahan sel dan sistem sirkulasi, dimulai dengan

penyempitan pembuluh darah di tempat cedera dan secara bersamaan

teraktifasinya kinin, histamin, sel darah putih. Kinin berperan dalam

memperbaiki permeabilitas kapiler sehingga protein, leukosit dan cairan

yang lain dapat masuk ketempat yang cedera tersebut.

b) Fase kedua

Pelepasan eksudat. Eksudat adalah kombinasi cairan dan sel yang telah

mati dan bahan lain yang dihasilkan di tempat cedera.

c) Fase ketiga

Regenerasi jaringan dan terbentuknya jaringan parut.

b. Respon Reflex Nyeri

Respon ini merupakan respon adaptif yang bertujuan melindungi tubuh dari

kerusakan lebih lanjut. Misalnya mengangkat kaki ketika bersentuhan dengan benda

tajam.

15

2) Genereal Adaption Syndrome (GAS)

Terbagi atas tiga fase, yaitu:

a) Fase Alarm ( Waspada)

Melibatkan pengerahan mekanisme pertahanan dari tubuh dan pikiran untuk

menghadapi stressor. Reaksi psikologis “fight or flight” dan reaksi fisiologis. Tanda

fisik : curah jantung meningkat, peredaran darah cepat, darah di perifer dan

gastrointestinal mengalir ke kepala dan ekstremitas. Banyak organ tubuh

terpengaruh, gejala stress memengaruhi denyut nadi, ketegangan otot dan daya

tahan tubuh menurun.

Fase alarem melibatkan pengerahan mekanisme pertahanan dari tubuh seperti

pengaktifan hormon yang berakibat meningkatnya volume darah dan akhirnya

menyiapkan individu untuk bereaksi. Hormon lainnya dilepas untuk meningkatkan

kadar gula darah yang bertujuan untuk menyiapkan energi untuk keperluan

adaptasi, teraktifasinya epineprin dan norepineprin mengakibatkan denyut jantung

meningkat dan peningkatan aliran darah ke otot. Peningkatan ambilan O2 dan

meningkatnya kewaspadaan mental.

Aktifitas hormonal yang luas ini menyiapkan individu untuk melakukan “

respons melawan atau menghindar “. Respon ini bisa berlangsung dari menit

sampai jam. Bila stresor masih menetap maka individu akan masuk ke dalam fase

resistensi.

b) Fase Resistance (Melawan)

Individu mencoba berbagai macam mekanisme penanggulangan psikologis dan

pemecahan masalah serta mengatur strategi. Tubuh berusaha menyeimbangkan

kondisi fisiologis sebelumnya kepada keadaan normal dan tubuh mencoba

mengatasi faktor-faktor penyebab stress.

16

Bila teratasi gejala stress menurun àtau normal, tubuh kembali stabil, termasuk

hormon, denyut jantung, tekanan darah, cardiac out put. Individu tersebut berupaya

beradaptasi terhadap stressor, jika ini berhasil tubuh akan memperbaiki sel – sel

yang rusak. Bila gagal maka individu tersebut akan jatuh pada tahapa terakhir dari

GAS yaitu : Fase kehabisan tenaga.

c) Fase Exhaustion (Kelelahan)

Merupakan fase perpanjangan stress yang belum dapat tertanggulangi pada fase

sebelumnya. Energi penyesuaian terkuras. Timbul gejala penyesuaian diri terhadap

lingkungan seperti sakit kepala, gangguan mental, penyakit arteri koroner, dll. Bila

usaha melawan tidak dapat lagi diusahakan, maka kelelahan dapat mengakibatkan

kematian.

Tahap ini cadangan energi telah menipis atau habis, akibatnya tubuh tidak

mampu lagi menghadapi stres. Ketidak mampuan tubuh untuk mepertahankan diri

terhadap stressor inilah yang akan berdampak pada kematian individu tersebut.

Ada empat variabel psikologik yang dianggap mempengaruhi mekanisme respons

stress (Papero, 1997), yaitu :

1. Kontrol yaitu keyakinan bahwa seseorang memiliki kontrol terhadap stressor yang

mengurangi intensitas respons stress.

2. Prediktabilitas yaitu stressor yang dapat diprediksi menimbulkan respons stress yang

tidak begitu berat dibandingkan stressor yang tidak dapat diprediksi.

3. Persepsi yaitu pandangan individu tentang dunia dan persepsi stressor saat ini dapat

meningkatkan atau menurunkan intensitas respons stress.

4. Respons koping yaitu ketersediaan dan efektivitas mekanisme mengikat ansietas

dapat menambah atau mengurangi respons stress. 5

7. Manajemen stress55 http://www.aadan.co.cc/konsep cemas, stress dan adaptasi.htm

17

Manajemen stress merupakan upaya mengelola stress dengan baik, bertujuan

untuk mencegah dan mengatasi stress agar tidak sampai ke tahap yang paling berat.

Beberapa manajemen stress yang dapat dilakukan adalah

a) Mengatur diet dan nutrisi.

Pengaturan diet dan nutrisi merupakan cara yang efektif dalam mengurangi dan

mengatasi stress. Ini dapat dilakukan dengan mengonsumsi makanan yang bergizi

sesuai porsi dan jadwal yang teratur. Menu juga sebaiknya bervariasi agar tidak

timbul kebosanan.

b) Istirahat dan tidur.

Isirahat dan tidur merupakn obat yang terbaik dalam mengatasi stress karena

istirahat dan tidur yang cukup akan memulihkan keletihan fisik dan kebugara tubuh.

Tidur yang cukup juga dapat memperbaiki sel-sel yang rusak.

c) Olahraga teratur.

Olahraga yang teratur adalah salah satu cara daya tahan dan kekebalan fisik

maupun mental. Olahraga yang dilakukan tidak harus sulit. Olahraga yang sederhana

sepeti jalan pagi atau lari pagi dilakukan paling tidak dua kali seminggu dan tidak

harus sampai berjam-jam. Seusai berolahraga, diamkan tubuh yang berkeringat

sejenak lalu mandi untuk memulihkan kesegarannya.

d) Berhenti merokok.

Berhenti merokok adalah bagian dari cara menangguangi stress karena dapat

meningkatkan status kesehatan serta menjaga ketahanan dan kekebalan tubuh.

e) Menghindari minuman keras.

Minuman keras merupakan factor pencetus yang dapat mengakibatkan terjadinya

stress. Dengan menghindari minuman keras, individu dapat terhindar dari banyak

penyakit yang disebabkan oleh pengaruh minuman keras yang mengandung akohol.

f) Mengatur berat badan.

18

Berat bada yang tidak seimbang (terlalu gemuk atau terlalu kurus) merupakan

faktor yang dapat menyebabkan timbulnya stress. Keadaan tubuh yang tidak

seimbang akan menurunkan ketahanan dan kekebalan tubuh terhadap stress.7

B. ADAPTASI / PENYESUAIAN DIRI

a. Cara Penyesuaian Diri

Bila seseorang mengalami stress maka segera ada usaha untuk mengatasinya. Hal

ini dikenal sebagai Homeostasis yaitu usaha organisme yang terus menerus

melakukan pertahanan agar keadaan keseimbangan selalu tercapai. Stress dapat

terjadi pada bidang badaniah ( stress fisik atau somatik ).

Misalnya bila terjadi infeksi atau penyakit, menggerakkan mekanisme

penyesuaian somatik, terjadi reaksi :

1. Pembentukan zat anti kuman atau zat anti racun

2. Mobilisasi leukosit ke tempat-tempat invasi kuman

3. Lebih banyak melepaskan kortisol, adrenalin dan sebagainya

Usaha tubuh untuk mencapai keseimbangan kembali yang berorientasi pada tugas

bertujuan menghadapi stressor secara sadar, realistik, objektif, dan rasional.

b. Pembelaan ego

1. Melindungi individu dari kecemasan.

2. Meringankan penderitaan bila mengalami suatu kegagalan.

3. Menjaga harga diri.

77 Suliswati, dkk. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia. Halaman 23

19

Misalnya : Seseorang yang menghadapi kegagalan kemungkinan bereaksi :

1. penyesuaian diri berupa serangan (bekerja lebih keras) atau menghadapi secara

terang-terangan,

2. menarik diri dan tidak mau tahu lagi (tidak berusaha),

3. kompromi atau mengurangi keinginannya lalu memilih jalan tengah.

Reaksi tersebut menunjukkan langkah-langkah :

1) Mempelajari dan menentukan persoalan.

2) Menyusun alternatif penyelesaian.

3) Menentukan tindakan yang mempunyai kemungkinan besar akan berhasil.

4) Bertindak.

5) Menilai hasil tindakan dan dapat mengambil langkah yang lain bila kurang

memuaskan.

Bila digunakan terus menerus akibatnya ego bukannya mendapat perlindungan,

melainkan lama kelamaan akan mendapat ancaman/bencana. Oleh karena mekanisme

ini tidak realistik mengandung banyak unsur penipuan atas diri sendiri.

c. Mekanisme Pembelaan EGO

1) IDENTIFIKASI.

Ingin menyamai seorang figur yang diidealkan, dimana salah satu ciri atau segi

tertentu dari figure itu ditransfer pada dirinya. Dengan demikian ia merasa harga

dirinya bertambah tinggi.Contoh : Teguh, 15 tahun mengubah model rambutnya

menirukan artis idolanya yang ia kagumi.

20

2) INTROJEKSI

Merupakan bentuk sederhana dari identifikasi, dimana nilai-nilai dan norma-

norma dari luar diikuti atau ditaati, sehingga ego tidak lagi terganggu oleh ancaman

dari luar.Contoh : Rasa benci atau kecewa terhadap kematian orang yang dicintai

dialihkan dengan cara menyalahkan diri sendiri

3) PROJEKSI

Hal ini berlawanan dengan introjeksi, dimana menyalahkan orang lain atas

kelalaian dan kesalahan-kesalahan atau kekurangan diri sendiri. Contoh : Seorang

wanita muda yang menyangkal bahwa ia mempunyai perasaan seksual terhadap rekan

sekerjanya, berbalik menuduh bahwa temannya tersebut mencoba merayunya.

4) REPRESI

Penyingkiran unsur psikik (suatu efek, pemikiran, motif, konflik) sehingga

menjadi tidak sadar dilupakan/tidak dapat diingat lagi. Represi membantu individu

mengontrol impuls-impuls berbahaya.Contoh :Suatu pengalaman traumatis menjadi

terlupakan

5) REGENSI

Kembali ke tingkat perkembangan terdahulu (tingkah laku yang bersifat primitif).

Contoh : Seorang anak yang mulai berkelakuan seperti bayi, ketika seorang adiknya

dilahirkan.

Esvi yang berumur 4 tahun mulai mengompol lagi sejak adiknya yang baru lahir

dibawa pulang dari rumah sakit.

21

6) REACTIONFORMATION

Bertingkah laku berlebihan yang langsung bertentangan dengan keinginan-

keinginan, perasaan yang sebenarnya. Mudah dikenal karena sifatnya ekstrim dan

sukar diterima. Misalnya : Seorang wanita yang tertarik pada teman suaminya, akan

memperlakukan orang tersebut dengan kasar.

7) UNDOING

Meniadakan pikiran-pikiran, impuls yang tidak baik, seolah-olah menghapus

suatu kesalahan. Misalnya : Seorang ibu yang menyesal karena telah memukul

anaknya akan segera memperlakukannya penuh dengan kasih sayang.

8) DIASPLACEMENT

Mengalihkan emosi, arti simbolik, fantasi dari sumber yang sebenarnya (benda,

orang, atau keadaan) kepada orang lain, benda atau keadaan lain. Misalnya : Seorang

pemuda bertengkar dengan pacarnya dan sepulangnya ke rumah marah-marah pada

adik-adiknya.

9) SUBLIMASI

Mengganti keinginan atau tujuan yang terhambat dengan cara yang dapat diterima

oleh masyarakat. Impuls yang berasal dari ide yang sukar disalurkan oleh karena

mengganggu individu atau masyarakat, oleh karena itu impuls harus dirubah

bentuknya sehingga tidak merugikan individu/masyarakat sekaligus mendapatkan

pemuasan. Misalnya : Impuls agresif disalurkan ke olahraga atau usaha-usaha yang

bermanfaat.

10) ACTING OUT

11) Langsung mencetuskan perasaan bila kehalangan terhalang. Misalnya : mengatasi

problem paling sedikit dengan bertengkar.

22

12) DENIAL

Menolak untuk menerima atau menghadapi kenyataan yang tidak enak. Misalnya:

Seorang gadis yang telah putus dengan pacarnya menghindarkan diri dari

pembicaraan mengenai pacar, perkawinan atau kebahagiaan.

13) KONPENSASI

Menutupi kelemahan dengan menonjolkan kemampuannya atau kelebihannya.

Misalnya : Saddam yang merasa fisiknya pendek sebagai sesuatu yang negative untuk

menutupinya dia berusaha dalam hal menonjolkan prestasinya dalam hal pendidikan.

14) RASIONALISASI

Memberi keterangan bahwa sikap/tingkah lakunya menurut alasan yang seolah-

olah rasional, sehingga tidak menjatuhkan harga dirinya. Misalnya : Munawir yang

menyalahkan cara mengajar dosennya ketika ditanyakan oleh orang tuanya mengapa

nilai semesternya buruk.

15) FIKSASI

Berhenti pada tingkat perkembangan salah satu aspek tertentu (emosi atau tingkah

laku atau pikiran, dsb) sehingga perkembangan selanjutnya terhambat.

Misalnya : Seorang gadis yang tetap berbicara kekanak-kanakan atau seseorang yang

tidak dapat mandiri dan selalu mengharapkan bantuan dari orang tuanya dan orang

lain.

16) SIMBOLISASI

Menggunakan benda atau tingkah laku sebagai simbol pengganti suatu keadaan

atau hal yang sebenarnya. Misalnya : Seorang anak remaja selalu mencuci tangan

untuk menghilangkan kegelisahannya/kecemasannya. Setelah ditelusuri, ternyata ia

pernah melakukan masturbasi sehingga perasaan berdosa/cemas dan merasa kotor.

23

17) DISOSIASI

Pemisahan suatu kelompok proses mental atau perilaku dari kesadaran

/identitasnya. Keadaan dimana terdapat dua atau lebih kepribadian pada diri seorang

individu. Misalnya : Seorang laki-laki yang dibawa ke ruang emergensi karena

mengamuk ternyata tidak mampu menjelaskan kembali kejadian tersebut (ia lupa

sama sekali).

18) KONVERSI

Transformasi konflik emosional ke dalam bentuk gejala-gejala jasmani.

Misalnya : Seorang mahasiswa yang tidak mengerjakan tugas-tugasnya tiba-tiba

merasa sakit sehingga tidak masuk kuliah.

d. Macam-Macam Adaptasi Terhadap Stress

1) ADAPTASI FISIOLOGIS

Indikator fisiologis dari stress adalah objektif, lebih mudah diidentifikasi dan

secara umum dapat diamati atau diukur. Namun demikian, indicator ini tidak selalu

teramati sepanjang waktu pada semua klien yang mengalami stress, dan indicator

tersebut bervariasi menurut individunya. Tanda vital biasanya meningkat dan klien

mungkin tampak gelisah dan tidak mampu untuk beristirahat dan berkonsentrasi.

Indikator ini dapat timbul sepanjang tahap stress. Durasi dan intensitas dari gejala

secara langsung berkaitan dengan durasi dan intensitas stressor yang diterima.

Indikator fisiologis timbul dari berbagai sistem. Oleh karenanya pengkajian tentang

stress mencakup pengumpulan data dari semua sistem. Hubungan antara stress

psikologik dan penyakit sering disebut interaksi pikiran tubuh. Riset telah

menunjukkan bahwa stress dapat mempengaruhi penyakit dan pola penyakit. Pada

masa lampau, penyakit infeksi adalah penyebab kematian paling utama, tetapi sejak

ditemukan antibiotic, kondisi kehidupan yang meningkat, pengetahuan tentang nutrisi

yang meningkat, dan metode sanitasi yang lebih baik telah menurunkan angka

24

kematian. Sekarang penyebab utama kematian adalah penyakit yang mencakup

stressor gaya hidup.

Indikator fisiologis stress:

a. Kenaikan tekanan darah.

b. Peningkatan ketegangan di leher, bahu, dan punggung.

c. Peningkatan denyut nadi dan frekuensi pernapasan.

d. Telapak tangan berkeringat serta tangan dan kaki dingin.

e. Postur tubuh yang tidak tegap.

f. Keletihan.

g. Sakit kepala.

h. Gangguan lambung.

i. Suara yang bernada tinggi.

j. Mual,muntah, dan diare.

k. Perubahan nafsu makan.

l. Perubahan berat badan.

m. Perubahan frekuensi berkemih.

n. Dilatasi pupil.

o. Gelisah dan kesulitan untuk tidur atau sering terbangun saat tidur.

2) ADAPTASI PSIKOLOGIS

Emosi kadang dikaji secara langsung atau tidak langsung dengan mengamati

perilaku klien. Stress mempengaruhi kesejahteraan emosional dalam berbagai cara.

Karena kepribadian individual mencakup hubungan yang kompleks di antara banyak

faktor, maka reaksi terhadap stress yang berkepanjangan ditetapkan dengan

memeriksa gaya hidup dan stresor klien yang terakhir, pengalaman terdahulu dengan

stressor, mekanisme koping yang berhasil di masa lalu, fungsi peran, konsep diri dan

ketabahan yang merupakan kombinasi dari tiga karakteristik kepribadian yang diduga

menjadi media terhadap stress. Ketiga karakteristik ini adalah rasa kontrol terhadap

peristiwa kehidupan, komitmen terhadap aktivitas yang berhasil, dan antisipasi dari

25

tantangan sebagai suatu kesempatan untuk pertumbuhan. (Wiebe dan Williams,

1992 ; Tarstasky, 1993). 5

3) ADAPTASI PERKEMBANGAN

Stres yang berkepanjangan dapat mempengaruhi kemampuan untuk

menyelesaikan tugas perkembangan. Pada setiap tahap perkembangan, seseorang

biasanya menghadapi tugas perkembangan dan menunjukkan karakteristik perilaku

dari tahap perkembangan tersebut. Stress yang berkepanjangan dapat mengganggu

atau menghambat kelancaran menyelesaikan tahap perkembangan tersebut. Dalam

bentuk yang ekstrem, stress yang berkepanjangan dapat mengarah pada krisis

pendewasaan. Bayi atau anak kecil umumnya menghadapi stressor di rumah . Jika

diasuh dalam lingkungan yang responsive dan empati, mereka mampu

mengembangkan harga diri yang sehat dan pada akhirnya belajar respons koping

adaptif yang sehat (Haber et al, 1992).

Anak-anak usia sekolah biasanya mengembangkan rasa kecukupan. Mereka mulai

menyadari bahwa akumulasi pengetahuan dan penguasaan keterampilan dapat

membantu mereka mencapai tujuan dan harga diri berkembang melalui hubungan

berteman dan saling berbagi di antara teman. Pada tahap ini, stress ditunjukkan oleh

ketidakmampuann atau ketidakinginan untuk mengembangkan hubungan berteman.

Remaja biasanya mengembangkan rasa identitas yang kuat tetapi pada waktu yang

bersamaan perlu diterima oleh teman sebaya. Remaja dengan sistem pendukung

sosial yang kuat menunjukkan suatu peningkatan kemampuan untuk menyesuaikan

diri terhadap stressor, tetapi remaja tanpa sistem pendukung sosial sering

menunjukkan peningkatan masalah psikososial (Dubos, 1992).

Dewasa muda berada dalam transisi dari pengalaman masa remaja ke tanggung

jawab orang dewasa. Konflik dapat berkembang antara tanggung jawab pekerjaan dan

5 5 http://www.aadan.co.cc/konsep cemas, stress dan adaptasi.htm

26

keluarga. Stressor mencakup konflik antara harapan dan realitas. Adaptasi berupa

penyesuain tubuh terhadap suatu lingkungan.

C. HOMEOSTASIS

Setiap ada stressor, betapapun kecilnya akan menimbulkan respon dari tubuh

dalam upayanya mempertahankan keseimbangan. Keseimbangan ini dikenal dengan

sebutan homeostasis. Homeostasis, menurut Cannon (1926) adalah kemampuan

proses fisiologi tubuh dalam mempertahankan keseimbangan dan kecenderungan

semua jaringan hidup guna memelihara dan mempertahankan kondisi setimbang atau

ekuilibrium.

Menurut Dubois (1956), homeostasis adalah kemampuan untuk beradaptasi

dengan/terhadap lingkungan internal dan eksternal yang senantiasa berubah sebagai

suatu kunci keberhasilan, bertahan dan tetap hidup; atau suatu keadaan seimbang

yang sifatnya dinamis, yang dipertahankan tubuh melalui pergeseran dan penyesuaian

(adaptasi) terhadap ancaman yang berlangsung secara konstan. 8

Pada dasarnya, manusia tidak pernah statis. Ia akan selalu berubah untuk melawan

berbagai tantangan dan pengaruh yang senantiasa muncul dalam dirinya dan dunia di

luar dirinya. Homeostasis di sini berfungsi sebagai suatu system terbuka. Manusia

sebagai system terbuka bekerja keras untuk memelihara stabilitas dirinya karena ia

merupakan subjek pengaruh dari segala tantangan dalam dirinya.

Homeostasis mencakup aspek psikologis dan fisiologis. Homeostasis psikologis

dapat terlihat saat seseorang menderita penyakit yang tidak dapat diobati. Setiap

orang pada dasarnya selalu berusaha untuk hidup. Karenanya, pengetahuan tentang

kematian yang akan datang dapat mengganggu stabilitas psikologis individu. Di sisi

lain, homeostasis fisiologis melibatkan aktivitas system tubuh, seperti aktivitas saraf

simpatis dan korpus/medulla adrenal.

Homeostasis fisiologis dan psikologis keduanya saling berhubungan dan saling

mempengaruhi. Dengan demikian, homeostasis melibatkan lebih dari satu mekanisme

system yang bekerja sekaligus setiap saat. Sebagai contoh, seseorang yang mengalami

88 Asmadi. Konsep Dasar Keperawatan. Halaman 149

27

krisis emosional akan menggunakan sumber-sumber yang ada guna memperbaiki

keseimbangan psikologisnya, sehingga ia lupa mengontrol kebutuhan makannya

(fisiologis). Akhirnya, cadangan glukosa digunakan untuk membantu homeostasis

fisiologis.

Adapun cara tubuh melakukan proses homeostasis dapat melalui empat cara di

antaranya:

a) Self regulation di mana sistem ini terjadi secara otomatis pada orang yang sehat

seperti dalam pengaturan proses sistem fisiologis tubuh manusia.

b) Berkompensasi yaitu tubuh akan cenderung bereaksi terhadap ketidaknormalan

dalam tubuh. Sebagai contoh apabila secara tiba-tiba lingkungan menjadi dingin

maka proses dalam tubuh khususnya pembuluh darah akan mengalami

konstriksi pembuluh darah perifer dan merangsang pada pembuliuh darah

bagian dalam untuk meningkatkan kegiatan pada otot yang akhirnya menggigil

yang dapat menghasilkan panas sehingga suhu tubuh stabil.

c) Dengan cara sistem umpan balik negative, proses ini merupakan penyimpangan

dari keadaan normal segera dirasakan dan diperbaiki dalam tubuh di mana

apabila tubuh dalam keadaan tidak normal akan secara sendiri mangadakan

mekanisme umpan balik untuk menyeimbangkan dari keadaan yang ada.

d) Cara umpan balik untuk mengoreksi suatu ketidakseimbangan fisiologis, hal ini

dapat dicontohkan apabila pada seseorang mengalami hipoksia akan terjadi

proses peningkatan denyut jantung yang cepat untuk membawa darah dan

oksigen yang cukup ke sel tubuh.

Proses homeostasis sendiri memiliki keterbatasan. Tubuh hanya mampu

berupaya hingga batas tertentu untuk memelihara keseimbangan dirinya. Jika

batas kemampuan ini dilewati, tubuh memerlukan bantuan dari luar untuk

mempertahankan homeostasis.

28

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Stress merupakan respon tubuh yang sifatnya non-spesifik terhadap tuntutan

beban diatasnya yang gejala/akibatnya negatif karena seringkali mengganggu

kehidupan manusia.

Upaya mengelola stress dengan baik, bertujuan untuk mencegah dan mengatasi

stress agar tidak sampai ke tahap yang paling berat. Terdapat beberapa hal dalam

mengatasi stress yaitu :

1. Mengatur diet dan nurisi.

2. Istirahat dan tidur.

3. Olahraga teratur.

4. Berhenti merokok.

5. Menghindari minuman keras.

6. Mengatur berat badan.

Adaptasi merupakan suatu bentuk respon terhadap sters sebagai suatu perbaikan

pada pertahanan agar keadaan seimbang selalu tercapai. Macam-macam adaptasi :

1. Adaptasi fisiologis

2. Adaptasi psikologis

3. Adaptasi perkembangan

Homeostatis merupakan keseimbangan pada jaringan yang mencakup aspek

fisiologi dan psikologi. Ada empat macam homeostatis yaitu :

1. Self regulations

2. Kompensasi diri

3. Sistem umpan balik negative

4. Cara umpan balik untuk mengoreksi keseimbangan fisiologi.

29

B. Saran

Kesehatan merupakan harta yang paling berharga bagi manusia, oleh karena itu jagalah

kesehatan sebagaimana mestinya. Stress dapat dikatakan sebagai salah satu tes mental

bagi jiwa manusia walaupun tidak dapat dipungkiri stress juga berdampak pada fisik

manusia. Untuk menghindari stress dapat dilakukan dengan menjaga kondisi tubuh antara

input dan output agar tetap seimbang (homeostatis). Sebagai manusia terapi psikologis

juga diperlukan untuk membangun spirit hidup, terapi psikologis yang paling sederhana

dapat dilakukan dengan cara selalu berpikir positif. Berpikir positif akan selalu membawa

manusia kepada hal-hal yang menjurus kepada keberhasilan dan sikap optimisme, selain

itu berpikir positif juga dapat mengurangi dampak stress pada diri seseorang

30

DAFTAR PUSTAKA

1. Alimul, Azis. 2007. Pengantar Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta: Salemba

Medika

2. Siswanto. 2007. Kesehatan Mental; Konsep, Cakupan, dan Perkembangannya.

Yogyakarta: Andi

3. Al-Qur’an dan Terjemahannya. Departemen Agama RI

4. Yosep, Iyus. 2007. Keperawatan Jiwa. Bandung: PT Resika Aditama

5. http://www.aadan.co.cc/konsep cemas, dan adaptasi.htm

6. Wartonah, Tarwoto. 2006. KDM dan Proses Keperawatan. Jakarta: Salemba

Medika

7. Suliswati dkk. 2004. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta: EGC

8. Asmadi. 2008. Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta: EGC

31