file · web viewdiantara kaidah-kaidah ushul fiqh yang penting diketahui adalah istinbath...

Download file · Web viewDiantara kaidah-kaidah Ushul Fiqh yang penting diketahui adalah Istinbath dari ... Di dalam makalah ini akan membahas lafadz ‘am dan lafadh khas secara

If you can't read please download the document

Upload: dangphuc

Post on 06-Feb-2018

220 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

LAFADZ AM DAN KHAS

A. PENDAHULUAN

Salah satu unsur penting yang digunakan sebagai pendekatan dalam mengkaji Islam adalah Ilmu Ushul Fiqh, yaitu ilmu yang mempelajari kaidah-kaidah yang dijadikan pedoman dalam menetapkan hukum-hukum syariat yang bersifat amaliyah yang diperoleh melalui dalil-dalil yang rinci. Melalui kaidah-kaidah Ushul Fiqh akan diketahui nash-nash syara dan hukum-hukum yang ditunjukkannya.

Diantara kaidah-kaidah Ushul Fiqh yang penting diketahui adalah Istinbath dari segi kebahasaan, salah satunya adalah lafadz am dan lafadz khas.

Di dalam makalah ini akan membahas lafadz am dan lafadh khas secara lebih mendalam

B. PEMBAHASAN

1. Pengertian Lafadz am dan Khas

Am menurut bahasa artinya merata, atau yang umum. Sedangkan menurut istilah ialah lafadz yang meliputi pengertian umum, terhadap semua yang termasuk dalam pengertian lafadh itu.Dengan pengertian lain, am adalah kata yang memberi pengertian umum, meliputi segala sesuatu yang terkandung dalam kata itu dengan tidak terbatas.Misalnya Al- Insan yang berarti manusia. Perkataan ini mempunyai pengertian umum, jadi semua manusia termasuk dalam tujuan perkataan ini,sekali mengucapkan lafadz Al- Insan berarti meliputi jenis manusia seluruhnya. Jadi, dari uraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwasanya keumuman merupakan bagian dari sifat sifat lafadz. Karena keumuman adalah dalalah lafadz terhadap penghabisan seluruh satuan satuannya.Sesungguhnya lafadz apabila menunjukkan pada satu individu atau dua individu, atau jumlah terbatas daripada individu individu maka ia tidaklah termasuk lafadz umum[footnoteRef:1][1]. [1: [1] Khoirul Umam, Achyar Aminudin, Ushul Fiqih 11, CV Pustaka Setia,(Bandung:2001), hlm 61]

Adapun lafadz Khas menurut bahasa ialah lafadz yang menunjukkan arti yang tertentu, tidak meliputi arti umum, dengan kata lain, khas itu kebalikan dari `m.Menurut istilah, definisi khas adalah lafadh yang diciptakan untuk menunjukkan pada perseorangan tertentu. Seperti Muhammad. Atau menunjukkan satu jenis, seperti lelaki. Atau menunjukkan beberapa satuan terbatas, seperti tiga belas, seratus, sebuah kaum, sebuah masyarakat, sekumpulan orang, sekelompok orang dan lain sebagainya yang terdiri dari lafadz yang menunjukkan sejumlah individu dan tidak menunjukkan terhadap seluruh individu. Artinya tidak mencakup semua, namun hanya berlaku untuk sebagian tertentu.[footnoteRef:2][2] [2: [2] .Abdulwahab Khallaf, Ilmu usul fiqih, Dina Utama, (Semarang:1994), hlm 278]

Bentuk-bentuk lafadz am dan Khas

Adapun bentuk- benuk lafadz yang mengandung arti am dalam bahasa Arab banyak sekali, di antaranya adalah:

a. Lafadz (setiap) dan (seluruhnya).

Misalnya: : Artinya:Tiap-tiap yang berjiwa akan mati. (Ali Imran, 185) Artinya; Dialah Allah yang menjadikan untukmu segala yang ada di bumi secara keseluruhan (jamian). (Al-Baqarah:29)

Lafadz dan tersebut di atas, keduanya mencakup seluruh satuan yang tidak terbatas jumlahnya.

b. Kata jamak (plural) yang disertai alif dan lam di awalnya. Seperti: Artinya: Para ibu (hendaklah) menyusukan anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi orang yang ingin menyempurnakan penyusuannya. (Al-Baqarah:233)Kata al-walidat dalam ayat tersebut bersifat umum yang mencakup setiap yang bernama atau disebut ibu.

c. Kata benda tunggal yang di marifatkan dengan alif-lam.Contoh: Artinya: Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba (Al_baqarah: 27) Lafadz al-bai (jual beli) dan al-riba adalah kata benda yang di marifatkan dengan alif lam. Oleh karena itu, keduanya adalah lafadz am yang mencakup semua satuan-satuan yang dapat dimasukkan kedalamnya.

d. Lafadz Asma al-Mawsul. Seperti ma, al-ladhina, al-ladzi dan sebagainya. Salah satu contoh adalah firman Allah: Artinya : Sesungguhnya orang-orang yang (al-ladzina) memakan harta anak yatim secara zalim, sebenarnya mereka itu menelan api sepenuh perut dan mereka akan masuk ke dalam api yang menyala-nyala. (An-Nisa:10)

e. Lafadz Asma al-Syart (isim-isim isyarat, kata benda untuk mensyaratkan), seperti kata ma, man dan sebagainya. Misalnya: Artinya : dan barang siapa membunuh seorang mukmin karena tersalah (hendaklah) ia memerdekakan seorang hamba sahaya yang beriman serta membayar diat yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh itu), kecuali jika mereka (keluarga terbunuh) bersedekah.(An-Nisa:92)

f. Isim nakirah dalam susunan kalimat naf (negatif),

seperti kata dalam ayat berikut: Artinya: dan tidak ada dosa atas kamu mengawini mereka apabila kamu bayar kepada mereka maharnya. (Al-Mumtahanah:10).[footnoteRef:3][3] [3: [3] . Khoirul Umam, Achyar Aminudin op.cit, hlm. 68]

Dengan demikian semua lafadz- lafadz tersebut ditetapkan dalam bahasa dengan suatu ketetapan yang hakiki untuk menunjukkan pada seluruh satuan satuannya.

Sedangkan lafal khas bentuknya ada beberapa macam diantaranya:

- Berbentuk muthlak yaitu lafal khas yang tidak ditentukan dengan sesuatu.Contohnya, hukum zakat fitrah adalah satu sho.

- Berbentuk khas(muqoyyad) lafal khas yang ditentukan dengan sesuatu.Contohnya, masalah bersuci.

- Berbentuk amr yaitu kata yang mengandung arti amar atau berbentuk khabar,dan hukumnya wajib. Contonya, wanita-wanita yang ditalak hendaklah menahan diri (menunggu) tiga kali quru.

- Berbentuk nahiy yaitu mengandug arti larangan dan hukumnya haram.

2. Macam-macam lafadz am

Melihat bentuk lafadz di atas, dapat diambil bahwa lafadz yang menunjukkan arti umum ada 3 macam, di antaranya adalah:

a. Lafadz am yang yang tidak mungkin bisa ditakhsis. Misalnya: Artinya: Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezekinya. .( Hud:6).Yang dimaksud adalah seluruh jenis hewan melata, tanpa kecuali.

b. Lafadz ;am yang bisa ditakhsis, karena ada dalil dan bukti yang menunjukkan kekhususannya. Contohnya: Artinya: Tidaklah sepatutnya bagi penduduk Madinah dan orang-orang Arab Badui yang berdiam di sekitar mereka, tidak turut menyertai Rasulullah (pergi berperang) dan tidak patut (pula) bagi mereka lebih mencintai diri mereka daripada mencintai diri Rasul. (At-Taubah: 120).Yang dimaksud ayat tersebut bukan seluruh penduduk Mekah, tapi hanya orang-orang yang mampu.

c. Lafadz am yang memang di pakai untuk hal hal yang khusus, seperti lafadz umum yang tidak ditemukan adanya tanda yang menunjukkan ditakhsis. Contoh: Artinya: Wanita-wanita yang ditalak hendaklah menahan diri (menunggu) tiga kali quru.( Al-Baqarah: 228).Lafadz am dalam ayat tersebut adalah al-muthallaqat (wanita-wanita yang ditalak), terbebas dari indikasi yang menunjukkan bahwa yang dimaksud adalah makna umum atau sebagian cakupannya.[footnoteRef:4][4] [4: [4] SyafiI Karim, Fiqih Ushul Fiqih, CV Pustaka Setia, (Bandung: 1997), hlm.153]

3. Dalalah Lafadz am dan Khas

Jumhur Ulama, di antaranya Syafiiyah, berpendapat bahwa lafadz am itu dzanniy. Dalalahnya atas semua satuan-satuan di dalamnya. Demikian pula, lafadz am setelah di-takhshish, sisa satuan-satuannya juga dzanniy dalalahnya, sehingga terkenallah di kalangan mereka suatu kaidah ushuliyah yang berbunyi:

Artinya: Setiap dalil yang am harus ditakhshish.Oleh karena itu, ketika lafadz am ditemukan, hendaklah berusaha dicarikan pentakhshishnya. Berbeda dengan jumhur ulama. Ulama Hanafiyah berpendapat bahwa lafadz am itu qathiy dalalahnya, selagi tidak ada dalil lain yang mentakhshishnya atas satuan-satuannya. Karena lafadz am itu dimaksudkan oleh bahasa untuk menunjuk atas semua satuan yang ada di dalamnya, tanpa kecuali. Sebagai contoh, Ulama Hanaifiyah mengharamkan memakan daging yang disembelih tanpa menyebut basmalah, karena adanya firman Allah yang bersifat umum, yang berbunyi:

Artinya: dan janganlah kamu memakan binatang yang tidak disebut nama Allah ketika menyembelihnya. (Al-An`m:121)Ayat tersebut, menurut mereka, tidak dapat ditakhshish oleh hadits Nabi yang berbunyi:

. ( ) Artinya; Orang Islam itu selalu menyembelih binatang atas nama Allah, baik ia benar-benar menyebutnya atau tidak. (H.R. Abu Daud)Alasannya adalah bahwa ayat tersebut qathiy, baik dari segi wurud (turun) maupun dalalah-nya, sedangkan hadits Nabi itu hanya dzanniy wurudnya, sekalipun dzanniy dalalahnya. Ulama Syafiiyah membolehkan, alasannya bahwa ayat itu dapat ditakhshish dengan hadits tersebut. Karena dalalah kedua dalil itu sama-sama dzanniy. Lafadz am pada ayat itu dzanniy dalalahnya, sedang hadits itu dzanniy pula wurudnya dari Nabi Muhammad SAW. [footnoteRef:5][5] Dalalah khas menunjuk kepada dalalah qathiyyah terhadap makna khusus yang dimaksud dan hukum yang ditunjukkannya adalah qathiy, bukan dzanniy, selama tidak ada dalil yang memalingkannya kepada makna yang lain. [5: [5] Abdulwahab Khallaf. Op.Cit ,hlm.282]

Misalnya, firman Allah:

Artinya: Tetapi jika ia tidak menemukan binatang korban atau tidak mampu), maka wajib berpuasa tiga hari dalam masa haji..(Al-Baqaarah :196)Lafadz tsalatsah (tiga) dalam ayat di atas adalah khas, yang tidak mungkin diartikan kurang atau lebih dari makna yang dikehendaki oleh lafadh itu. Oleh karena itu dalalah maknanya adalah qathiy dan dalalah hukumnya pun qathiy.Akan tetapi, apabila ada qarinah, maka lafadh khas harus ditakwilkan kepada maksud makna yang lain.

Sebagai contoh hadits Nabi yang berbunyi:

Artinya: pada setiap empat puluh kambing, wajib zakatnya seekor kambing. Menurut jumhur ulama, arti kata empat puluh ekor kambing dan seekor kambing, keduanya adala