· web viewsejak tahun pertama repelita v, penetapan formasi pegawai tidak lagi didasarkan pada...

76
APARATTUR PEMERINTAH

Upload: others

Post on 23-Jan-2020

7 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

APARATTUR PEMERINTAH

B A B X X I I

APARATUR PEMERINTAH

A. PENDAHULUAN

Sebagai bagian dan peningkatan dari upaya pendayagunaan aparatur Pemerintah dari Repelita-repelita sebelumnya, sasaran upaya ini untuk tahun ketiga Repelita V terarah pada penyem-purnaan seluruh unsur sistem administrasi Pemerintahan, baik aspek kelembagaan, aspek kepegawaian maupun aspek ketatalak-sanaannya, sesuai dengan kebutuhan pembangunan, termasuk sistem dan administrasi perencanaan, pembiayaan, pelaksanaan dan pemantauannya, sistem dan administrasi pengawasannya, me-lalui langkah-langkah deregulasi dan debirokratisasi, serta peningkatan tertib hukum dan disiplin aparatur. Tujuan pe-nyempurnaan tersebut adalah menciptakan aparatur yang lebih berdaya guna, berhasil guna, bersih dan berwibawa serta mampu melaksanakan tugas-tugas Pemerintahan umum dan pembangunan dengan dilandasi semangat dan sikap pengabdian bagi negara yang bersifat mengayomi bagi masyarakat dan sanggup menumbuh-kan prakarsa serta peran serta aktif masyarakat berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.

B. PEKEMBANGAN PELAKSANAAN PENDAYAGUNAAN APARATUR PEME-RINTAH

Langkah-langkah pendayagunaan aparatur Pemerintah dalam tahun ketiga Repelita V didasarkan pada Keputusan Presiden

XXII/3

No. 13 Tahun 1989 tentang Rencana Pembangunan Lima Tahun Ke-lima (Repelita V). Rencana tersebut secara operasional ke-mudian dituangkan antara lain ke dalam Keputusan Menteri Ne-gara Pendayagunaan Aparatur Negara No. 90 Tahun 1989 tanggal 7 Juni 1989 tentang Program Pemacu sebagai Prioritas Pendaya-gunaan Aparatur Negara (PAN). Keputusan tersebut meliputi 8 sasaran pokok sebagai berikut: (1) Pelaksanaan Pengawasan Melekat; (2) Penerapan Analisis Jabatan; (3) Penyusunan Jabat-an Fungsional; (4) Peningkatan Mutu Kepemimpinan Aparatur; (5) Penyederhanaan Prosedur Kepegawaian; (6) Penyederhanaan Tatalaksana Pelayanan Umum; (7) Sistem Informasi Administrasi Pemerintahan; (8) Penitikberatan Otonomi di Daerah Tingkat II.

1. Pendayagunaan Bidang Kelembagaan

Pendayagunaan kelembagaan mencakup usaha penataan kembali susunan organisasi Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah dan Desa, hubungan Pemerintah Pusat dan Daerah, serta perwakilan Republik Indonesia di luar negeri. Semuanya ini bertujuan agar wewenang, tanggung jawab, tugas dan fungsi dari setiap urusan lembaga-lembaga Pemerintahan menjadi lebih jelas. Dengan langkah-langkah tersebut diharapkan aparatur Pemerintah benar-benar dapat menampung beban dan tuntutan kerja untuk melaksa-nakan pembangunan dan meningkatkan pelayanan bagi masyarakat secara lebih berdaya guna dan berhasil guna.

a. Aparatur Pemerintah Pusat

Dalam tahun ketiga Repelita V, susunan beberapa organi-sasi Pemerintahan telah mengalami penataan berupa pembentukan baru, penghapusan dan penyempurnaan yang didasarkan pada Kep-pres No. 44 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Organisasi Depar-temen. Penataan yang dilakukan meliputi Penyempurnaan Organi-sasi Departemen Koperasi (Keppres No. 42/1991), Pembentukan Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara (Keppres No. 21/1991), Pembentukan Unit Swadana dan Tata Cara Pengelolaannya (Kep -pres No. 38/1991), Pembentukan Pengadilan Tata Usaha Negara di Bandung, Semarang dan Padang (Keppres No. 16/1992), dan Pembukaan Kedutaan Besar Republik Indonesia di Sana'a (Kep -pres No. 12/1992).

Tabel XXII-1 memuat sejumlah departemen dan lembaga Pe-merintah non departemen yang telah melakukan penataan organi -sasi masing-masing, serta dasar hukum penataan organisasi tersebut selama jangka waktu 1988/89-1991/92.

XXII/4

TABEL XXII – 1

PENATAAN SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA,APARATUR PEMERINTAH 1988/89 – 1991/92

XXII/5

XXII-6

XXII-7

XXII-8

XXII-9

XXII/10

XXII-11

b. Aparatur Pemerintah Daerah dan Desa

Pendayagunaan aparatur Pemerintah Daerah dimaksudkan untuk, pertama, mewujudkan aparatur daerah yang mampu, efektif, efisien, bersih dan berwibawa dalam melaksanakan tugas Pemerintahan umum dan pembangunan daerah. Kedua, untuk mewujudkan keserasian dalam pelaksanaan tugas dan kewajiban pemerintahan dan pembangunan di daerah, sesuai dengan asas-asas desentralisasi, dekonsentrasi dan tugas perbantuan. Dalam rangka pelaksanaan Undang-undang No. 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah, telah dilakukan berbagai langkah pemantapan organisasi, antara lain dengan dibentuknya Sekretariat Daerah Tingkat I dan Daerah Tingkat II, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Tingkat I dan II, Badan Koor-dinasi Penanaman Modal Daerah, serta Dinas-dinas Daerah. Telah ditetapkan pula Organisasi Kecamatan serta Organisasi Sekretariat Wilayah Pemerintah Kecamatan berdasarkan tipe-tipe kecamatan, sesuai dengan kondisi kecamatan bersangkutan. Selanjutnya dalam rangka perencanaan pembangunan daerah dalam tahun 1991 hubungan konsultatif fungsional antara Bappenas dengan Bappeda telah lebih ditingkatkan. Dalam konsultasi Nasional Pembangunan dilakukan pembahasan-pembahasan mengenai masalahmasalah dan hambatan-hambatan di daerah, serta prioritas dan sasaran-sasaran pembangunan di setiap daerah.

Dalam bidang pembinaan keuangan daerah telah diambil langkah-langkah untuk meningkatkan kemampuan keuangan daerah dalam menggali sumber dana untuk membiayai urusan Pemerintahan daerah, termasuk pendapatan daerah yang bersumber pada hubungan keuangan pusat dan daerah. Dalam rangka peningkatan keuangan daerah, antara lain telah ditetapkan Permendagri No. 3/1991 tentang Pedoman Pemungutan Pajak Kendaraan Bermotor, Permendagri No. 4/1991 tentang Pedoman Pemungutan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor, dan Kepmendagri No. 30/1991 tentang Sumbangan Sebagian Hasil Penerimaan Pajak Kendaraan Bermotor kepada Dati II, Kepmendagri No. 97/1991 tentang Tarip Pajak Kendaraan Bermotor dan Kepmendagri No. 32/1991 Pedoman Usaha Pertambangan Bahan Galian Golongan C. Kemudian telah diupayakan pula peningkatan retribusi daerah, antara lain retribusi terminal angkutan penumpang (Kepmendagri No. 82/1992) dan retribusi sumber air (Keputusan Bersama Dirjen PUOD, Dirjen Minyak dan Gas Bumi, dan Dirjen Pengairan No. KEP-4802/M/1991; 974-718,107.K/101/DDJM/91, 137/KPTS/A/1991).Telah ditingkatkan pula pembagian iuran kepada Daerah, antara lain iuran pertambangan (Kepmendagri No. 973-161 dan Inmendagri No. 2/1992)

XXII/12

dan koordinasi dengan Departemen terkait dalam rangka pemba-gian iuran hasil hutan/IHH (Kepmendagri No. 90/1991), dan koordinasi dalam rangka Pungutan Pengusahaan Perikanan dan Pungutan Hasil Perikanan (PHP). Selanjutnya, terus dilaksana-kan peningkatan peran BUMD dalam meningkatkan pendapatan daerah, antara lain kerja sama dalam hal penyaluran dana INPRES dan dana Departemen Sosial melalui BPD.

Untuk mendukung pembinaan pendapatan daerah, telah di-kembangkan Manual Pendapatan Daerah (MAPATDA) di 26 Propinsi, meliputi 293 Dati II dan 34 Kota Administratif (Kotip), se-bagai realisasi Kepmendagri No. 23/1989 dan No. 102/1990. Pe-laksanaan MAPATDA tersebut ditindaklanjuti dengan penggunaan komputer untuk Tahap I di 22 Dati I, meliputi 42 Dati II dan 2 Kotip.

Di bidang pembinaan kekayaan daerah, telah ditetapkan berbagai Keputusan Mendagri mengenai barang daerah. Kemudian, dalam rangka menyusun Buku Induk Inventarisasi B-I dan B-II telah dilakukan langkah-langkah untuk memanfaatkan hasil in-ventarisasi barang-barang Daerah I, II, Kelurahan/Desa, Dep-dagri dan barang-barang Departemen lainnya yang digunakan oleh Pemerintah Daerah. Dalam hubungan itu, pembinaan terhadap bendaharawan umum dan barang di Dati I dan II terus ditingkat-kan antara lain dengan penataran sensus barang daerah di 21 Propinsi dan penyediaan tenaga pengajar/penatar yang bermutu. Di bidang Pemerintahan Desa, sejak diterbitkannya Undang-undang No. S Tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa, telah diambil langkah-langkah yang bertujuan meningkatkan kemampuan aparatur Pemerintah desa dalam rangka pelaksanaan tugas pembangunan desa, termasuk peningkatan sumber keuangan asli desa dan pengelolaannya serta penyusunan Anggaran Penerimaan dan Pengeluaran Keuangan Desa (APPKD). Hal tersebut dilakukan antara lain dengan kegiatan pelatihan pengurus Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa (LKMD), pelatihan Kader Pembangunan Desa dan Pelatihan Kepala Desa. Tidak diabaikan pula pembinaan Unit Daerah Kerja Pembangunan (UDKP) dalam rangka pendayagunaan aparatur kecamatan.

Hasil-hasil lain yang telah dicapai dalam bidang pemba-ngunan daerah dan Desa sampai dengan tahun ketiga Repelita V dapat dilihat dalam Bab XIV tentang Pembangunan Daerah, Desa dan Kota dalam Lampiran Pidato ini.

XXII/13

c. Hubungan Pemerintah Pusat dan Daerah

Hubungan dan kerja sama aparatur Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dalam menyelenggarakan berbagai urusan makin serasi dan mantap. Peranan Pemerintah Daerah dalam melaksana-kan pengelolaan keuangan dan pendapatan daerah terus diting-katkan dan disempurnakan, antara lain dalam hal: (a) mobili-sasi dana yang digali dari potensi daerah sendiri secara wajar dan tertib serta dengan berwawasan kesatuan yang berlandaskan prinsip otonomi daerah yang lebih nyata dan bertanggung jawab; (b) penyempurnaan kebijaksanaan subsidi bantuan pinjaman yang dapat mendorong peningkatan pendapatan Pemerintah Daerah dan masyarakat daerah setempat; (c) peningkatan kemampuan organi-sasi; (d) desentralisasi dalam perencanaan penyusunan program serta pengambilan keputusan dalam memilih proyek-proyek daerah dan pelaksanaannya; dan (e) pengkokohan sistem pemantauan agar pelaksanaan dan hasil-hasil pembangunan dapat dioptimalkan.

Dalam tahun ketiga Repelita V usaha peninjauan kembali peraturan perundangan mengenai penyerahan sebagian urusan pusat kepada daerah terus dilakukan. Upaya-upaya yang telah dilakukan antara lain disusunnya RPP tentang penyerahan seba-gian urusan Pemerintah Pusat di bidang tenaga kerja kepada Daerah (sebagai pengganti PP No. 14/1958) dan di bidang sosial (sebagai pengganti PP No. 5/1959). Selain itu, sebagai tindak lanjut PP No. 20/1990 tentang Penyerahan Sebagian Urusan Pe-merintahan dalam Bidang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ), telah disusun rancangan Kepmendagri tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas LLAJ dan Inmendagri tentang Pola Pelaksanaan Urusan LLAJ.

Sebagai realisasi Inmendagri No. 25/1989 tentang Petunjuk Pelaksanaan Penyerahan Urusan Pendidikan Dasar dan Kebudayaan dari Pemda Tingkat I kepada Pemda Tingkat II dan Pembentukan Dinas P dan K Dati II di Kecamatan, urusan bidang P dan K telah diserahkan kepada Dati II oleh Dati I dan pembentukan Cabang Dinas P dan K di tingkat Kecamatan. Untuk mendukung hal tersebut, telah disusun Rencana Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Penyerahan sebagian urusan Pemerintahan di bidang P dan K kepada Daerah sebagai pengganti PP No. 65/1951. Se-lanjutnya, sebagai pelaksanaan PP No. 14/1987 dibentuk pula Dinas-dinas di Dati II dalam bidang pekerjaan umum (PU) mi-salnya Dinas Pasar, Dinas Pertamanan/Kebersihan, Dinas Tata Kota, dan Dinas Kebakaran.

XXII/14

Pendayagunaan aparatur, dalam rangka meningkatkan koor-dinasi di tingkat daerah sebagaimana digariskan dalam Per-aturan Pemerintah No. 6/1988, diarahkan pada langkah-langkah untuk lebih menertibkan dan menegakkan wewenang, tanggung jawab dan hubungan fungsional antara aparatur di Daerah, se-hingga koordinasi pelaksanaan tugas Pemerintahan umum dan pembangunan di daerah oleh Kepala Wilayah/Daerah dapat dila-kukan lebih mantap. Kegiatan-kegiatan tersebut antara lain berupa penyusunan RPP tentang penyerahan sebagian urusan lalu lintas dan angkutan jalan kepada Dati I dan II, inventarisasi permasalahan untuk menindaklanjuti UU No. 5/1974 dalam bentuk rancangan peraturan perundang-undangan antara lain mengenai hubungan keuangan Pusat Daerah, Pajak dan Retribusi Daerah, tugas perbantuan, titik berat otonomi daerah, serta organisasi dan hubungan perangkat Pemerintah di Daerah. Untuk itu, kegi-atan-kegiatan Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah terus diting-katkan.

2. Pendayagunaan Bidang Kepegawaian

Pendayagunaan bidang kepegawaian dalam tahun ketiga Re-pelita V tetap ditujukan pada penyempurnaan sistem adminis-trasi dan peningkatan kualitas unsur sumber daya manusia dalam seluruh sistem aparatur Pemerintahan. Kegiatan-kegiatan yang telah dilaksanakan adalah sebagai berikut:

a. Penetapan Formasi dan Pengadaan Pegawai Negeri Sipil

Tujuan penetapan formasi adalah agar satuan-satuan orga-nisasi Pemerintah mempunyai jumlah dan mutu pegawai yang cukup, sesuai dengan beban kerja satuan organisasi tersebut. Sebelum Repelita V, penyusunan formasi didasarkan pada kemam-puan keuangan negara sehingga kurang memperhatikan alas efi-siensi dan efektifitas. Sejak tahun pertama Repelita V, pene-tapan formasi pegawai tidak lagi didasarkan pada kemampuan keuangan negara, tetapi sudah mulai didasarkan pada kebutuhan nyata. satuan unit kerja sesuai dengan hasil analisis jabatan sehingga dapat diharapkan formasi yang diperlukan benar-benar mencerminkan kebutuhan nyata dan pemborosan keuangan negara dapat dihindari. Untuk mendukung kebijaksanaan di atas, maka telah dilakukan pelatihan mengenai analisis jabatan yang di-ikuti oleh peserta berbagai instansi Pemerintah. Pada tahun ketiga Repelita V pelatihan analisis jabatan bagi semua pe-gawai semakin ditingkatkan terutama bagi para pegawai dari instansi Pemerintah. Adapun perkembangan tambahan formasi

XXII/15

pegawai negeri sipil pada tahun 1989/90 75.553 orang, tahun 1990/91 80.000 orang dan tahun 1991/92 sebanyak 90.000 orang.

b. Pembinaan Karier Pegawai Negeri Sipil

Tujuan pembinaan karier pegawai negeri sipil adalah untuk menempatkan pegawai yang tepat pada jabatan yang tepat ber-dasarkan sistem karier dan sistem prestasi kerja, sehingga dengan demikian dapat dicapai produktivitas yang optimal. Pelaksanaan pembinaan karier ini dilakukan melalui kenaikan pangkat, penilaian pelaksanaan pekerjaan, penerapan disiplin pegawai, pengembangan jabatan fungsional dan pendidikan serta pelatihan pegawai.

(1) Kenaikan Pangkat Otomatis

Sejak Repelita IV telah dilaksanakan kenaikan pangkat otomatis (KPO), khususnya untuk pegawai yang menjabat tenaga pendidik dan tenaga pelayan kesehatan. Dalam pelaksanaan ke-bijaksanaan tersebut pada tahun kedua Repelita V telah dite-tapkan KPO untuk sejumlah 2.768.112 orang, terdiri dari 1.833.633 guru SD dan penjaga SD; 488.315 guru TK, SMTP,SMTA, Penilik dan Pengawas; 234.885 guru agama, penjaga Madrasah Ibtidaiyah, Penilik dan Pengawas; serta 211.249 tenaga medis dan paramedis. Sedangkan pada tahun ketiga Repelita V jumlah KPO mengalami kenaikan menjadi 2.882.287 meliputi 1.911.699 Guru dan Penjaga SD; 505.733 Guru, Penilik dan Pengawas TK/SMTP/SMTA; 242.111 Guru Agama, Penilik/Pengawas dan Penjaga MI/MTS/MA; serta 222.744 tenaga medis dan paramedis (Depkes dan Dephankam).

(2) Pengembangan Jabatan Fungsional

Pengembangan jabatan fungsional terus dilakukan, agar karier pegawai negeri sipil tidak terhambat karena terbatasnya jabatan struktural. Dengan adanya jabatan fungsional, para pegawai negeri sipil yang bertugas dalam bidang bukan struk-tural tertentu juga akan memperoleh kepastian dalam kariernya; dengan demikian akan dapat diharapkan mereka juga akan ter-dorong untuk terus meningkatkan prestasi dan kemampuan profe-sionalismenya.

Pengangkatan pegawai yang menduduki jabatan fungsional didasarkan pada persyaratan dan peraturan yang juga berlaku bagi pegawai negeri sipil lainnya. Sedangkan kenaikan pang-

XXII/16

katnya, sesuai dengan Pasal 12 PP No. 3 Tahun 1980, selain didasarkan pada persyaratan yang telah ditentukan, juga harus didasarkan pada pemenuhan angka kredit yang ditetapkan oleh Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dengan memper-hatikan usulan pimpinan instansi yang bersangkutan setelah mendengar pertimbangan Kepala BAKN.

Sampai dengan akhir Repelita IV telah dikembangkan 20 jabatan fungsional, kemudian dalam tahun pertama dan kedua Repelita V telah dikembangkan masing-masing sebanyak 18 dan 10 jabatan fungsional. Sedangkan pada tahun ketiga Repelita V dikembangkan sebanyak 2 jabatan fungsional, yaitu Dosen di lingkungan Departemen Perindustrian (Kepmen PAN No. 34/1991) dan Perekayasa (Kepmen PAN No. 89/1991). Dengan demikian sejak dimulainya pengembangan jabatan fungsional hingga tahun ketiga Repelita V telah dikembangkan sebanyak 50 jabatan fungsional.

Dari 50 jabatan fungsional tersebut, 15 di antaranya telah mendapat tunjangan jabatan fungsional dari Departemen Keuangan, 12 jabatan fungsional telah mendapat persetujuan dari Departemen Keuangan, dan sisanya masih menunggu Keppres tentang tunjangan jabatannya.

(3) Pendidikan dan Pelatihan

Pendidikan dan pelatihan (diklat) pegawai negeri sipil bertujuan untuk: (a) meningkatkan kemampuan dan keterampilan pegawai agar dapat melaksanakan tugasnya secara lebih efisien dan efektif; (b) mengembangkan kesatuan berpikir dan kesatuan bahasa guna menimbulkan kesatuan langkah, kegiatan dan kerja sama dalam menanggapi masalah-masalah dan melaksanakan pem-bangunan.

Keputusan Presiden Nomor 34 Tahun 1972 mengatur ruang lingkup tugas dan tanggung jawab pelaksanaan pembinaan pendi-dikan dan pelatihan antara Departemen Pendidikan dan Kebudaya-an, Departemen Tenaga Kerja dan Lembaga Administrasi Negara. Kemudian dengan Instruksi Presiden No. 15 Tahun 1974 yang disempurnakan dengan Keppres No. 20 Tahun 1989, Lembaga Admi-nistrasi Negara diberi tugas dan tanggung jawab pembinaan pendidikan dan pelatihan khusus untuk pegawai negeri sipil.

Berbagai jenis diklat pegawai negeri sipil yang dikem-bangkan dan terus ditingkatkan meliputi diklat prajabatan dan diklat dalam jabatan. Penyelenggaraan diklat prajabatan bagi calon pegawai negeri mulai dilakukan secara teratur sejalan dengan dikeluarkannya Keputusan Presiden No. 30 Tahun 1981.

XXII/17

Sementara itu, diktat dalam jabatan yang diperuntukkan bagi pegawai. negeri terdiri dari diktat penjenjangan dan diklat non penjenjangan atau diklat khusus. Diktat penjenjangan ter – diri dari sekolah pimpinan Administrasi Tingkat Dasar (SEPEDA),Sekolah pimpinan Administrasi Tingkat Lanjut (SEPALA), sekolah pimpinan Administrasi Tingkat Madya (SEPEDYA),Sekolah staf dan pimpinan Administrasi/Nasional (SESPA/SESPANAS). Sedangkan diklat non penjenjangan meliputi antara lain kursus-kursus organisasi dan metode, teknik-teknik manajemen, perencanaan pembangunan, manajemen proyek, manaje-men perusahaan negara, pengawasan, analisis jabatan, analisis kebijakan dan diklat khusus lainnya. Di samping diklat pen-jenjangan dan diklat non penjenjangan, bagi pegawai negeri dimungkinkan pula untuk mengikuti program pendidikan S-2 dan S-3 secara selektif di dalam atau di luar negeri.

(a) Diktat Prajabatan

Sesuai dengan Keputusan Presiden No. 30 Tahun 1981 ten-tang Latihan Prajabatan, setiap Calon Pegawai Negeri Sipil diwajibkan mengikuti Pendidikan dan Pelatihan (Diktat) Praja-batan. Selama tahun ketiga Repelita V, Prajabatan ini diikuti oleh 6.128 orang; terdiri dari Prajabatan tingkat I , II dan III masing-masing sebanyak 723 orang, 4.522 orang, dan 883 orang. Dengan demikian, hingga tahun ketiga Repelita V Diktat Prajabatan telah diikuti oleh 347.603 orang, terdiri dari Prajabatan Tingkat I sebanyak 74.691 orang, Tingkat II 240.692 orang, dan Tingkat III sebanyak 32.220 orang.

(b) Diktat Dalam Jabatan

Pelaksanaan diklat dalam jabatan baik yang bersifat pen-jenjangan maupun yang non-penjenjangan terus ditingkatkan. SESPA/SESPANAS diselenggarakan oleh Lembaga Administrasi Ne-gara (LAN), diikuti peserta dari Departemen, LPND, BUMN/D, dan Pemerintah Daerah. Penyelenggaraan SESPA, termasuk SES-PANAS, dari tahun pertama sampai dengan tahun ketiga Repe-lita V telah mencakup 57 angkatan dan seluruhnya diikuti oleh 1.977 orang seperti tampak dalam Tabel XXII-2.

Dari tahun pertama sampai dengan tahun ketiga Repe-

lita V, penyelenggaraan SEPADYA diikuti oleh sebanyak 172 angkatan dengan jumlah peserta 5.560 orang, SEPALA diikuti oleh 10.529 orang yang terbagi dalam 347 angkatan. Sedangkan diklat tingkat SEPADA diikuti oleh sebanyak 142 angkatan dengan jumlah peserta sebesar 4.286 orang. Para peserta

XXII/18

TABEL XXII - 2

JUMLAH LULUSANSESPA (SEKOLAH STAF DAN PIMPINAN ADMINISTRASI),

1988/89 - 1991/92

Repelita V

Departemen/Lembaga 1988/891)

1989/90 1990/91 1991/92

1. Dep. Dalam Negeri 28 149 225 1132. Dep. Penerangan 35 35 34 -3. Dep. Hankam 27 30 -4. Dep. Perhubungan - 31 1085. Dep. Perindustrian - 24 246. Dep. Sosial 407. Dep. Agama8. Dep. Pertanian 28 - 30 789. Dep. Keuangan - 28 -10. Dep. Pertamb. $ Energi -11. Dep. Parpostel 33 30 5812. Dep. Koperasi -13. Dep. Kesehatan 30 30 3114. Dep. Dikbud 30 30 30 2415. Dep. Transmigrasi 30 30 - -16. Dep. Kehakiman - - 29 4217. Dep. Tenaga Kerja - - 31 -18. Dep. Kehutanan 30 60 60 -19. Dep. Perdagangan -20. Dep. PU 30 3221. Dep. Luar Negeri -22. Lembaga Administrasi Negara 59 80 78 17623. BEPEKA -24. BULOG -25. Kejaksaan Agung 29 30 30 -26. L I P I - 33 -27. BKKBN 34 -28. BPKP - 30

Jumlah 369 559 892 526

1) Angka diperbaiki2) Angka Sementara

XXII/19

SESPA/SESPANAS, SEPADYA, SEPALA, dan SEPADA berasal dari berbagai departemen dan lembaga Pemerintah non departemen. Diklat non penjenjangan selain dilaksanakan oleh LAN juga sering dilakukan oleh departemen atau instansi tempat pegawai bersangkutan bertugas.

Dalam tahun ketiga Repelita V, pelaksanaan diklat non penjenjangan terus ditingkatkan. Diklat teknis fungsional diselenggarakan untuk sebanyak 242 angkatan yang diikuti 21.646 peserta. Dengan demikian sejak tahun 19889 sampai dengan 1990/91 telah terselenggara sebanyak 498 angkatan yang seluruhnya diikuti oleh 30.234 peserta. Sementara itu, dalam tahun ketiga Repelita V pelaksanaan Diklat teknik manajemen meliputi antara lain diklat manajemen proyek, analisis ja-batan, analisis kebijaksanaan dan manajemen proyek. Seluruh peserta diklat teknik manajemen tersebut berjumlah 775 orang, termasuk 272 peserta diklat analisis manajemen.

Dalam hubungannya dengan pengembangan diklat non penjen-jangan, sejak Repelita I telah pula dikembangkan berbagai kursus Program Perencanaan Nasional (PPN) bagi para perencana dari instansi baik Pusat maupun Daerah. Dalam tahun ketiga Repelita V jumlah peserta kursus-kursus PPN mencapai sebanyak 129 orang dengan rincian seperti tampak dalam Tabel XXII-3. Selain itu, telah diadakan kursus Teknik Manajemen Perencanaan Pembangunan (TMPP) yang sampai dengan akhir Maret 1992 diikuti oleh 500 peserta dari berbagai Bappeda Tingkat II. Pro-gram TMPP ini akan melatih Staf Perencana seluruh Bappeda Tingkat II dari seluruh Indonesia; akan berlangsung sekitar 3,5 tahun dan diselenggarakan dengan kerja sama antara QTOBappenas dengan Departemen Dalam Negeri dan 4 Universitas di Indonesia (Unsyiah, UI, UGM, dan UNHAS).

c. Penghasilan Pegawai Negeri Sipil

Pentingnya unsur gaji dan penghasilan dalam rangka pe-ningkatan kesejahteraan dan produktivitas pegawai negeri di-sadari oleh Pemerintah. Karena itu sejak Repelita I Pemerintah telah berupaya melakukan beberapa kali perbaikan penghasilan pegawai negeri sipil baik dalam sistem penggajian, tingkat gaji pokok, besarnya tunjangan maupun cara penyalurannya. Dalam PP Nomor 12 Tahun 1967 perbandingan gaji pokok yang terendah dengan yang tertinggi adalah 1 banding 25. Dengan diterbitkannya Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1977 perban-dingan gaji pokok yang terendah dengan yang tertinggi diper-baiki menjadi 1 banding 10. Pada tahun 1985, dengan Peraturan

XXII/20

TABEL XXII - 3

JUMLAH PESETA KURSUS-KURSUS PROGRAM PERENCANAAN NASIONAL,

1988/89 - 1991/92

Repelita V

Jenis Kursus 1988/89 1989/90 1990/91 1991/92

1. Perencanaan 39 39 39 39

2.

Jangka Panjang

Perencanaan 31 31 32 30

3.

Proyek-proyekPembangunan

Perencanaan 31 31 30 30Proyek-proyekPertanian $

4.

Agro Industri

Perencanaan 31 31 30 30Proyek-proyekTransportasi

Jumlah 132 132 131 129

Pemerintah No. 15 Tahun 1985 yang mulai berlaku sejak 1 April 1985 kembali dilakukan perubahan mendasar berupa perubahan sistem dan peningkatan gaji pokok pegawai negeri. Menurut PP 15 Tahun 1985 penghasilan rata-rata pegawai negeri naik se-banyak 20% dari penghasilan lama sehingga perbandingan gaji pokok yang terendah dengan yang tertinggi meningkat secara lebih progresif menjadi 1 banding 8. Selain itu jumlah pene-rimaannya meningkat secara substansional, gaji pokok terendah meningkat dari Rp 12.000,- menjadi Rp 33.200,- (meningkat se-besar 176%), gaji pokok tertinggi meningkat dari Rp 120.000,-menjadi Rp 265.000,- yang berarti mengalami kenaikan sebesar 121%.

XXII/21

Sesuai dengan kemampuan keuangan negara dan semakin beratnya tugas dan tanggung jawab yang harus dipikulnya, Pemerintah kembali meningkatkan gaji. pegawai negeri sipil dan anggota ABRI sebesar 10% dari penghasilan yang diterima pada bulan Desember 1988, berlaku mulai bulan Januari 1989. Kemu-dian dalam tahun pertama Repelita V, mulai April 1989 juga dilakukan peningkatan gaji pegawai negeri dan anggota ABRI sebesar 15% dari penghasilan yang diterima pada bulan Desember 1988. Selanjutnya pada bulan Januari 1990 dilakukan pula pe-ningkatan gaji pegawai negeri dan anggota ABRI sebesar 10% dari penghasilan yang diterima pada bulan Desember 1989. Dengan demikian, sesuai dengan PP Nomor 50 Tahun 1990 tanggal 29 September 1990, dalam tahun pertama Repelita V Pemerintah telah menaikan gaji pegawai negeri sipil dan anggota ABRI se-banyak 25%. Sementara itu, dalam tahun kedua Repelita V, Pe-merintah juga telah memberikan tunjangan kompensasi bagi pegawai negeri yang bertugas di bidang persandian.

Di samping peningkatan gaji pokok, dilakukan pula per-baikan pemberian tunjangan khusus jabatan fungsional tertentu seperti peneliti, hakim, panitera pengadilan, penyuluh per-tanian, penyuluh keluarga berencana, dan Widyaiswara. Per-baikan penghasilan juga telah beberapa kali dilakukan bagi para pemegang jabatan struktural, yang terakhir dilakukan dengan diterbitkannya Keppres No. 17 Tahun 1987.

Sejalan dengan langkah-langkah perbaikan penghasilan pe-gawai negeri, dengan PP No. 51 Tahun 1990 Pemerintah juga mengadakan perubahan atas tunjangan perbaikan penghasilan pensiun bagi penerima pensiun/tunjangan yang bersifat pensiun untuk meningkatkan kesejahteraan para pensiunan.

Dalam tahun ketiga Repelita V, telah dilakukan perbaikan tunjangan Istri/Suami dari 5% menjadi 10% yang berlaku mulai 1 April 1992 dan perbaikan Tabungan Hari Tua (THT) dari PT TASPEN sebesar 17% yang dibayarkan terhitung mulai tanggal 1 Juli 1991. Selain itu, telah ditetapkan pula tunjangan ja-batan bagi Hakim dan Panitera pada Peradilan Tata Usaha Nega-ra dan Peradilan Agama, tunjangan bahaya nuklir bagi PNS di lingkungan, BATAN, dan tunjangan pengabdian PNS yang bekerja dan bertempat tinggal di wilayah terpencil. Untuk memberikan pelayanan dalam pembayaran gaji pegawai, telah pula dilakukan upaya-upaya untuk melaksanakan sistem pembayaran gaji PNS khususnya Gol. III dan IV melalui Bank di 12 Propinsi.

XXII/22

d. Manajemen Informasi Kepegawaian

Informasi kepegawaian yang lengkap, dapat dipercaya dan mudah ditemukan sangat diperlukan untuk mendukung perumusan kebijaksanaan pembangunan secara tepat di bidang kepegawaian. Untuk itu telah dilakukan secara terus menerus berbagai per-baikan berkaitan dengan administrasi kepegawaian, antara lain: (1) Penataan Nomor Induk PNS; (2) Pemberian Kartu PNS; (3) Perekaman data PNS berikut perkembangannya dalam pita mag-netik; (4) Penyusunan berkas PNS ke dalam almari khusus; (5) Penyusunan nama PNS menurut abjad; (6) Pemberian kartu istri/ suami (KARIS/KARIU) PNS; (7) Penyajian jumlah PNS menurut ke-pangkatan dan golongan ruang, kedudukan, wilayah kerja sebagai bahan informasi untuk perencanaan anggaran belanja pegawai.

Untuk mendukung proses pengolahan data dan informasi ke-pegawaian di atas, sejak tahun 1983 Badan Administrasi Kepe-gawaian Nasional (BAKN) telah dilengkapi dengan perangkat komputer dan terminal. Kemudian, dalam Repelita V, BAKN me-rencanakan membangun Sistem Informasi Kepegawaian Republik Indonesia (SIMKRI). Dengan sistem ini, diharapkan akan ter-

wujud hubungan langsung secara terus menerus di bidang infor-masi kepegawaian antara BAKN dengan semua instansi Pemerintah baik Pusat maupun Daerah.

e. Pensiun Otomatis

Kebijaksanaan deregulasi dan debirokratisasi di bidang kepegawaian dimaksudkan juga untuk meningkatkan kesejahtera -an pegawai negeri sipil terus ditingkatkan, antara lain dengan penetapan pensiun secara otomatis bagi pegawai negeri sipil yang berpangkat Pembina Golongan ruang IV/a ke bawah yang telah mencapai batas usia pensiun. Pensiun otomatis ini diatur dalam PP No. 8 Tahun 1989, dan berlaku sejak 1 Agustus 1989.

Pada tahun pertama Repelita V telah berhasil diselesai-kan penetapan Surat Keputusan pensiun otomatis untuk 11.582 orang pegawai negeri sipil, dan pada tahun kedua Repelita V berhasil diselesaikan untuk 32.222 pegawai. Sedangkan pada tahun ketiga Repelita V telah ditetapkan pula sejumlah 80.614 pensiun otomatis bagi pegawai negeri sipil golongan ruang IV/a ke bawah. Sejak bulan Maret 1992, sesuai dengan Keputusan Kepala BAKN Nomor 18 Tahun 1992, telah pula dilaksanakan pen-siun otomatis untuk PNS golongan/ruang IV/b ke atas. Oleh karena pensiun otomatis ini sangat penting bagi peningkatan kesejahteraan pegawai, maka kebijaksanaan ini terus ditingkat-kan dan dikembangkan.

XXII/23

f. Penyempurnaan Peraturan Perundang-undangan

Pembinaan Pegawai Negeri Sipil dilakukan berdasarkan Undang-undang No. 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawai-an beserta peraturan pelaksanaannya. Sebagai pelaksanaan Undang-undang tersebut dari tahun pertama Repelita V sampai dengan tahun ketiga Repelita V telah ditetapkan 12 (dua belas) Peraturan Pemerintah dan 13 (tiga belas) Keputusan Presiden, sebagaimana tercantum dalam Tabel XXII-4.

Dalam rangka meningkatkan pembinaan Pegawai Negeri Sipil, Pemerintah akan terus mengupayakan langkah-langkah penyempur-naan peraturan-peraturan bidang kepegawaian, disesuaikan dengan perkembangan dan kebutuhan yang dihadapi.

3. Bidang Ketatalaksanaan

Upaya pendayagunaan ketatalaksanaan mencakup administrasi umum dan administrasi kebijaksanaan pembangunan. Tujuannya adalah untuk meningkatkan kelancaran dan efisiensi kegiatan pekerjaan di dalam dan antar lembaga Pemerintah. Selain itu juga dimaksudkan untuk meningkatkan kelancaran dan efisiensi pelayanan aparatur Pemerintah bagi masyarakat dan dunia usaha agar tercipta iklim yang lebih mendorong dan meningkatkan prakarsa dan peran serta aktif masyarakat dan dunia usaha dalam kegiatan pembangunan.

a. Administrasi Umum

Dalam tahun ketiga Repelita V penggunaan sarana komputer dan komunikasi makin diperluas sampai ke daerah-daerah untuk meningkatkan kelancaran dan efisiensi pelaksanaan pekerjaan di dalam dan antar lembaga-lembaga Pemerintah dan untuk me-ningkatkan pelayanan umum secara lebih berdaya guna dan ber-hasil guna. Hal ini untuk menunjang langkah-langkah penyem-purnaan peraturan, ketentuan dan prosedur yang telah diting-katkan pada tahun-tahun sebelumnya, antara lain dalam hal surat menyurat, pengelolaan keuangan, pengadaan, pemeliharaan dan inventarisasi barang milik Pemerintah, termasuk sistem pembukuan dan akuntansi Pemerintah serta pelaksanaan inven-tarisasi kekayaan milik negara. Selain itu, ditingkatkan pula kelancaran dan efisiensi pelayanan umum bagi masyarakat, se-perti penyaluran Kartu Tanda Penduduk (KTP), pemberian Surat Izin Mengemudi (SIM), Surat Tanda Nomor Kendaraan (SINK), pencatatan sipil, pengelolaan PBB, pajak dan lain sebagainya. Demikian pula mutu dan efisiensi pelayanan lebih ditingkatkan

XXII/24

TABEL XXII - 4

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN YANG TELAH DITETAPKAN

DI BIDANG KEPEGANAIAN SEBAGAI PERATURAN PELAKSANAAN DARI

UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1974DARI TAHUN PERTAMA S/D TAHUN KE TIGA REPELITA

V

BentukNo. Peraturan

NomorUrut Nomor Tahun Tentang

I. Peraturan 1 8 1989 Pemberhentian dan Pemberian PensiunPemerintah Pegawai Negeri Sipil serta Pemberian

2 16 1989

Pensiun Janda/Dudanya.

Pemberian Tunjangan Perbaikan Pengha-

3 1 1988

silan Bagi Pegawai Negeri dan PejabatNegara.

Masa Bakti dan Praktek Dokter dan Dok-

4 17 1989

ter Gigi.

Pemberian Tunjangan Perbaikan Pengha-

5 18 1989

silan Pensiun Bagi Penerima Pensiun/Tunjangan yang Bersifat Pensiun.

Pemberian Tunjangan Perbaikan Pengha-

6 45 1990

silan Bagi Perintis Pergerakan Kebang-saan/Kemerdekaan, Bekas Anggota KomiteNasional Indonesia Pusat dan PenerimaTunjangan Veteran.

Perubahan Peraturan Pemerintah No. 10

XXII/25

7 50 1990

Tahun 1983 tentang Izin Perkawinan danPerceraian Bagi Pegawai Negeri Sipil.

Perubahan Peraturan Pemerintah No. 16Tahun 1989 tentang Pemberian TunjanganPerbaikan Penghasilan Bagi PNS dan Pe-

jabat Negara.

(Lanjutan Tabel XXII - 4)

Bentuk Nomor

No. Peraturan Urut Nomor Tahun Tentang

XXII/26

8

9

51

52

1990

1990

10 19 1991

11 20 1991

12 69 1991

II. KeputusanPresiden

1 15 1988

2 17 1989

Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 1989 tentang Pemberian Tunjangan Perbaikan Penghasilan Pen-siun Bagi Penerima Pensiun/Tunjangan yang Bersifat Pensiun.

Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1989 tentang Pemberian Tunjangan Perbaikan Penghasilan Bagi Perintis Pergerakan Kebangsaan/Kemer-

dekaan Bekas Anggota Komite Nasional Indonesia Pusat, dan Penerima Tunjangan Veteran.

Perubahan Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1975 tentang Wewenang Peng-angkatan, Pemindahan, dan Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil.

Kenaikan Pangkat Pegawai Negeri Sipil Secara Langsung.

Pemeliharaan Kesehatan Pegawai Negeri Sipil, Penerima Pensiun, Veteran, Pe-rintis Kemerdekaan beserta Keluarganya

Badan Administrasi Kepegawaian Negara.

Perubahan KEPPRES Nomor 9 Tahun 1985 tentang Jenjang Pangkat dan Tunjangan Jabatan Struktural Sebagaimana Telah Beberapa Kali Diubah, Terakhir Dengan KEPPRES Nomor 11 Tahun 1986.

(Lanjutan Tabel XXII - 4)

BentukNo. Peraturan

NomorUrut Nomor Tahun Tentang

3 28 1989 Tunjangan Jabatan Penyuluh Pertanian.

4 29 1989 Tunjangan Jabatan Penyuluh Keluarga

5 49 1989

Berencana.

Tunjangan Jabatan Widyaiswara.

6 10 1990 Tunjangan Kompensasi Kerja bagi Pega-

7 16 1990

wai Negeri yang Ditugaskan di BidangPersandian.

Penelitian Khusus bagi Pegawai NegeriRepublik Indonesia.

8 35 1991 Tunjangan Jabatan Bagi Hakim dan Pani-

9 36 1991

tera Pada Peradilan Tata Usaha Negara

Tunjangan Jabatan Bagi Hakim dan Pani-

10 37 1991

tera Pada Peradilan Agama

Pengangkatan Dokter sebagai Pegawai ti-

11 8 1992

dak Tetap selama masa bakti

Penyelenggaraan Kampanye Pemilihan Umum

12 10 1992 Tunjangan Bahaya Nuklir Bagi Pegawai

13 13 1992

Negeri Sipil di lingkungan Badan Te-

naga Atom Nasional

Tunjangan Pengabdian Bagi PegawaiNegeri Sipil yang Bekerja dan Ber-tempat Tinggal di Wilayah Terpencil.

XXII/27

dengan mempersiapkan sistem pengelolaan keuangan yang lebih memberikan otonomi kepada unit-unit pelayanan masyarakat, se-perti rumah sakit, perguruan tinggi, puskesmas dan lembaga-lembaga penelitian. Sementara itu, telah pula dilakukan upaya untuk meningkatkan kelancaran pelaksanaan dengan dikeluar-kannya Keppres No. 38 Tahun 1991 tentang Pemantapan Unit Swadana dan Tata Pengelolaannya, yang memberikan otonomi kepada Unit Pelayanan Teknis (UPT) maupun non UPT dalam mengelola manajemen keuangan dan administrasinya sendiri.

b. Administrasi Kebijaksanaan Pembangunan

Upaya-upaya pendayagunaan administrasi pembangunan dalam rangka meningkatkan efisiensi dan memperlancar pelayanan bagi masyarakat dan dunia usaha makin ditingkatkan. Langkah-langkah pendayagunaan tersebut dilakukan seiring dengan langkah-lang-kah deregulasi dan debirokratisasi yang pada dasarnya merupa-kan penyederhanaan struktur, prosedur dan ketentuan-ketentuan pelaksanaannya, sehingga pelayanan aparatur Pemerintah dapat dilakukan secara lebih mudah, murah dan cepat. Langkah-langkah deregulasi dan debirokratisasi yang telah dilakukan sejak Juni tahun 1983 terus dilanjutkan dan ada beberapa di antaranya yang telah ditinjau kembali untuk disempurnakan sesuai dengan kebutuhan. Dalam tahun kedua Repelita V langkah deregulasi dan debirokratisasi yang telah ditetapkan oleh Pemerintah, dituangkan antara lain dalam Paket 28 Mei 1990 mengenai tarif bea masuk barang, Paket Desember 1990 mengenai pasar modal, dan Paket 28 Pebruari 1991 mengenai usaha penyehatan bank-bank. Pada tahun ketiga Repelita V juga dilakukan langkah deregulasi dan debirokratisasi, yaitu dengan dikeluarkannya Paket Juni 1991 mengenai kebijaksanaan investasi, perdagangan dan keuangan.

4. Sistem Perencanaan, Pelaksanaan, Pemantauan dan Pengendalian Proyek Pembangunan

Pendayagunaan di bidang sistem perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan pengendalian proyek pembangunan meliputi bidang administrasi perencanaan dan penganggaran, pembiayaan, peman-tauan dan pengendalian pelaksanaan.

a. Administrasi Perencanaan dan Penganggaran

Upaya pendayagunaan administrasi perencanaan dan peng-anggaran pertama-tama ditujukan pada penyederhanaan Daftar

XXI/28

Isian Proyek (DIP), sehingga dewasa ini DIP hanya terdiri dari 2 halaman yang menggambarkan kegiatan pokok yang akan dilaku - kan dan dana yang diperlukan. DIP dilengkapi dengan Lembaran Kerja (LK) yang memuat rincian pengeluaran yang tercantum dalam DIP dan merupakan bagian yang tak terpisahkan dari DIP. LK ini merupakan dasar pertimbangan bagi Bappenas dan Direk-torat Jenderal Anggaran untuk memberikan persetujuan atas DIP yang diajukan. Langkah-langkah lainnya adalah penajaman prio-ritas dan perbaikan perencanaan proyek, serta tata cara peng-anggarannya. Untuk memperlancar pelaksanaan, DIP yang telah di sahkan oleh Bappenas dan Direktorat Jenderal Anggaran ber-laku sebagai Surat Keputusan Otorisasi (SKO).

Dalam pelaksanaan proyek terdapat Petunjuk Operasional (P0) yang merupakan bagian kelengkapan dari DIP dan LK. PO diterbitkan oleh Direktur Jenderal atau pejabat setingkat pada Departemen/Lembaga yang bersangkutan dan isinya merupa-kan pedoman yang harus ditaati oleh Pemimpin Proyek. PO meru-pakan tolok ukur dan alat pengawasan atas pelaksanaan proyek, serta alat pengawasan oleh aparat baik untuk pengawasan fung-sional maupun pengawasan melekat. Dalam rangka peningkatan keefektifan pembangunan, dalam tahun ketiga Repelita V terus ditingkatkan upaya pendayagunaan konsultasi pembangunan baik di tingkat II, I maupun tingkat nasional, khususnya antar Bappeda, yang mengkhususkan pada pengenalan permasalahan dan aspirasi daerah secara lebih tepat dan mendorong perencanaan dari bawah, termasuk dilaksanakannya identifikasi prioritas sektoral di daerah oleh Bappeda. Selain itu terus diupayakan pula percepatan pengajuan usulan proyek dan penyusunan per-kiraan APBN.

b. Administrasi Pembiayaan dan Pelaksanaan

Penyempurnaan administrasi pembiayaan dan pelaksanaan bertujuan untuk meningkatkan mutu, ketertiban dan kelancaran administrasi penerimaan dan pengeluaran keuangan negara. Selain itu, penyempurnaan tersebut juga dimaksudkan untuk memperbaiki sistem dan meningkatkan keserasian dalam menyusun APBN dan APBD, memperbaiki sistem dan prosedur pengeluaran biaya operasional dan pemeliharaan serta biaya rutin. Per-baikan tersebut antara lain dilaksanakan dengan menyusun standar dan tolok ukur berbagai kegiatan.

Prosedur pelaksanaan APBN dituangkan dalam Keputusan Presiden No. 29 Tahun 1984 yang telah berulangkali mengalami

XXII/29

perbaikan. Isinya antara lain menetapkan: Prosedur pengusulan proyek, sistem dan persyaratan pelelangan, peran serta golong-an ekonomi lemah dan penggunaan hasil produksi dalam negeri, penyederhanaan revisi DIP, pengendalian pelaksanaan dan pro-sedur pengadaan barang dan jasa Pemerintah.

Khusus mengenai pengadaan barang dan jasa, telah diter-bitkan Instruksi Presiden No. 1/1988. Inpres ini merupakan perbaikan atas Keppres No. 10/1980 tentang Tim Pengendali Pengadaan Barang/Peralatan Pemerintah yang dilakukan secara terpusat. Inpres No. 1/1988 ini menetapkan batas wewenang baru dalam penetapan pemenang lelang. Adapun pejabat yang ber-wenang mengambil keputusan mengenai penetapan pemenang lelang, adalah: (1) Kepala Kantor, Satuan Kerja, atau Pemimpin Proyek untuk pengadaan yang bernilai sampai Rp 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah); (2) Direktur Jenderal atau Pejabat se-tingkat, untuk pengadaan yang bernilai Rp 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah) sampai dengan Rp 1.000.000.000,-(satu mi-liar rupiah); (3) Menteri/Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen atau Pejabat yang setingkat, untuk pengadaan yang bernilai di atas Rp 1.000.000.000,- (satu miliar rupiah) sampai dengan Rp 3.000.000.000,- (tiga miliar rupiah); (4) Menteri/Pimpinan Lembaga Pemerintah. Non Departemen setelah mendapat persetujuan dari Menteri Koodinator Bidang Ekonomi, Keuangan, Industri dan Pengawasan Pembangunan untuk pengadaan yang bernilai di atas Rp 3.000.000.000,- (tiga miliar rupiah).

Dalam pada itu, ketentuan yang berlaku bagi Badan Usaha Milik Negara dan Milik Daerah adalah: Pengambilan keputusan mengenai penetapan pemenang pelelangan sampai dengan Rp 3.000.000.000,- (tiga miliar rupiah) ditetapkan oleh Badan Usaha Milik Negara dan Milik Daerah. Sedangkan untuk penentu-an penetapan lelang di atas Rp 3.000.000.000,- (tiga miliar rupiah), Badan Usaha Milik Negara dan Milik Daerah harus mengajukan permohonan persetujuan langsung kepada Menteri Koordinator Bidang Ekonomi, Keuangan, Industri, dan Pengawas-an Pembangunan.

c. Administrasi Pemantauan dan Pengendalian Pelaksanaan

Pendayagunaan administrasi pemantauan dan pengendalian pelaksanaan ditujukan agar sasaran pembangunan dapat dicapai sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan. Hasil pemantauan pertama-tama merupakan alat untuk mengetahui tingkat pelak-sanaan suatu proyek dan langkah apa, apabila ada, yang perlu

XXII/30

diambil untuk mengusahakan agar pelaksanaan proyek yang ber-sangkutan dapat terselesaikan sesuai dengan rencana. Di samping itu basil pemantauan tersebut juga merupakan umpan balik untuk perbaikan rumusan dan pelaksanaan rencana, kebi-jaksanaan, program dan proyek pembangunan.

Upaya pemantauan proyek pembangunan yang dibiayai dari APBN dilakukan dalam bentuk laporan berkala dari Pemimpin Proyek kepada pejabat yang telah ditentukan sesuai dengan Pasal 70 ayat (3) Keppres No. 29 Tahun 1984. Khusus untuk pe-

mantauan proyek pembangunan yang menggunakan bantuan luar ne-geri telah didayagunakan dengan dibentuknya Tim P4DLN (Tim Pendayagunaan Pelaksanaan Proyek-proyek dengan Dana Luar Ne-geri) berdasarkan Keppres No. 2 Tahun 1986. Tim ini kemudian disempurnakan dengan Keppres No. 10 Tahun 1988, dengan tugas pokok meningkatkan kelancaran pelaksanaan proyek-proyek pem-bangunan yang sebagian dibiayai dengan dana luar negeri. Ke-mudian dalam tahun 1990 sistem pemantauan proyek-proyek APBN disempurnakan dengan laporan realisasi keuangan dengan meng-gunakan SPM dan formulir B-1.

Dalam tahun ketiga Repelita V telah dilakukan pemantauan atas 4.017 proyek. Dari hasil pemantauan telah ditemukan 4.921 masalah pada sejumlah 3.088 proyek. Permasalahan ter-sebut meliputi: (1) administrasi proyek 1.451 masalah (29,50); (2) kualifikasi rekanan 861 masalah (17,5%); (3) pelaksanaan lelang 728 masalah (14,80); (4) pelaksanaan proyek (gangguan cuaca/alam) 566 masalah (11,5%); (5) revisi DIP/PO sebanyak 512 masalah (10,4%); (6) lain-lain 803 masalah (16,3%). Untuk mengatasi permasalahan di atas telah dilakukan langkah-langkah antara lain meningkatkan pelaporan dengan menggunakan SPM dan form B-1. Sedangkan untuk permasalahan yang berada di luar jangkauan proyek telah dilakukan peningkatan koordinasi seca-ra periodik antara Bappenas dengan instansi terkait.

Sementara itu, dalam rangka pemantapan sistem pemantauan dan pelaporan pelaksanaan proyek dengan dana luar negeri telah dikembangkan sistem informasi mengenai pelaksanaan proyek masing-masing, baik yang menggunakan bantuan bilateral maupun yang menggunakan bantuan multilateral. Dengan sistem informasi tersebut perkiraan disbursement dari sumber dana masing-masing dapat diperoleh secara cepat. Dalam rangka ini pemantauan perkembangan pelaksanaan diarahkan pada form-II dari kontrak proyek dengan bantuan luar negeri. Langkah ini dapat lebih mendayagunakan pengendalian pelaksanaan dana luar negeri, di samping lebih meningkatkan daya serap bantuan luar negeri dan kelancaran pelaksanaan proyek-proyek dengan dana luar negeri.

XXII/3I

Sejalan dengan langkah-langkah di atas, dalam tahun ke-tiga Repelita V telah dibentuk Tim Koordinasi Pengelolaan Pinjaman Komersial Luar Negeri (Keppres No. 39/1991) yang bertugas mengkoordinasikan pengelolaan semua pinjaman komer-

sial luar negeri agar tidak terlalu membebani neraca pemba-yaran internasional Indonesia dan agar beban pembayaran kem-

bali pinjaman luar negeri tetap dalam batas kemampuan ekonomi Indonesia. Pinjaman yang dikoordinasikan tersebut adalah pin-

jaman komersial luar negeri yang diperlukan oleh Pemerintah, BUMN (termasuk Bank Pemerintah dan Pertamina) dan badan usaha milik swasta (termasuk Bank dan Lembaga Keuangan Bukan Bank).

5. Aparatur Badan Usaha Milik Negara

Dalam upaya mendorong peningkatan efisiensi dan peranan BUMN, telah dilakukan langkah-langkah pendayagunaan yang di-arahkan untuk meningkatkan kemampuannya dalam menunjang pe-laksanaan kebijaksanaan Pemerintah di bidang ekonomi dan ke-uangan atas dasar prinsip-prinsip ekonomi yang sehat. Dengan langkah tersebut diharapkan BUMN mampu melaksanakan fungsinya secara lebih berdaya guna dan berhasil guna, sehingga di sam-ping dapat membantu mensukseskan kebijaksanaan-kebijaksanaan Pemerintah juga dapat lebih meningkatkan sumbangannya dalam penerimaan negara. Di samping itu, sesuai SK Menteri Keuangan No. 1232/KMK.013/1989 BUMN terus meningkatkan upaya-upaya pembinaan atas pengusaha golongan ekonomi lemah dan koperasi dengan cara: (1) pemberian bantuan modal antara lain melalui penyisihan dana sebesar 1% sampai dengan 5% dari laba setelah pajak dan penyediaan bahan baku, (2) pembinaan kemampuan ma-najerial, (3) pembinaan keterampilan teknik produksi, dan (4) pembinaan kemampuan pemasaran. Berkaitan dengan hal-hal di atas, Pemerintah telah mengeluarkan kebijaksanaan yang di-tuangkan dalam Instruksi Presiden No. 5 Tahun 1988 tentang Pedoman Penyehatan dan Pengelolaan BUMN. Sebagai pelaksanaan dari kebijaksanaan tersebut Pemerintah telah mengeluarkan petunjuk teknis yang dituangkan dalam SK Menteri Keuangan No. 740/KMK.00/1989 tentang Peningkatan Efisiensi dan Produk-tivitas BUMN; dan SK Menteri Keuangan No. 741/KMK.00/1989 ten-tang Rencana Jangka Panjang, Rencana Kerja dan Anggaran Peru-sahaan serta Pelimpahan Kewenangan Pengambilan Keputusan. Dalam Tabel III-12 pada Bab III dapat dilihat hasil-hasil usaha BUMN yang semakin meningkat dari tahun ke tahun seba-gaimana tercermin dalam perkembangan nilai aktiva, penjualan dan laba BUMN.

Dalam tahun ketiga Repelita V telah dilakukan langkah-langkah perbaikan struktur permodalan beberapa BUMN yang

XXII/32

antara lain meliputi: (1) Penambahan Penyertaan Modal Negara yang berasal dari kekayaan Negara hasil likuidasi perusahaan (Persero) PT Gita Karya ke dalam modal Perusahaan (Perum) Percetakan Negara RI dan ke dalam modal Perusahaan (Persero) PT Pradya Paramita (PP No. 47/1991); (2) Penambahan Penyerta -an Modal Negara RI ke dalam modal (Perum) Angkasa Pura II (PP No. 7/1992); (3) Penambahan Penyertaan Modal Negara RI ke dalam modal (Perum) Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan (PP No. 8/1992); (4) Penambahan Penyertaan Modal Negara RI ke dalam modal (Persero) PT Rajawali Nusantara Indonesia (PP No. 10/1992); (5) Penambahan Penyertaan Modal RI ke dalam modal (Perum) Gas Negara (PP No. 12/1992).

Langkah penyempurnaan dan peningkatan peranan BUMN da-lam pembangunan ekonomi juga mencakup perubahan status dan atau pembubaran badan usaha, antara lain: (1) Pengalihan bentuk perusahaan Perum Telekomunikasi menjadi Persero (PP No.25/1991); (2) Pengalihan bentuk Perusahaan Negara Padalarang menjadi Persero (PP No.29/91); (3) Pengalihan bentuk perusahaan Negara Percetakan Negara RI menjadi Perum (PP No.46/91); (4) Pengalihan bentuk Perum Pelabuhan I men-jadi Persero (PP No.56/91); (5) Pengalihan bentuk Perum Husa -da Bhakti menjadi Persero (PP No.6/92); (6) Penggabungan perusahaan (Persero) PT Dok dan Galangan Kapal Nusantara ke dalam perusahaan (Persero) PT Dok dan Perkapalan Kodja Bahari (PP No.13/92).

Pada tahun ketiga Repelita V jumlah BUMN secara keselu-ruhan adalah 183 buah, berkurang sebanyak 22 buah (10,7%) di-bandingkan dengan jumlah BUMN tahun 1990/91 sebanyak 205 buah. Perubahan ini terjadi karena dilakukannya konsolidasi/pengga-bungan beberapa BUMN dan likuidasi/penjualan terhadap BUMN yang keberadaannya dianggap tidak perlu dipertahankan serta adanya beberapa BUMN yang tidak dapat dikategorikan sebagai BUMN sebagaimana diatur dalam Lampiran Inpres No. 5 Tahun 1988.

Dari 183 buah BUMN tersebut yang berbentuk persero tung-gal dan persero patungan berjumlah 153 buah, berbentuk Perum 20 buah, sedangkan yang berbentuk Perjan sudah tidak ada lagi. Sementara itu, BUMN yang berstatus khusus karena dibentuk berdasarkan Undang-undang tersendiri berjumlah 8 buah, terdiri dari Bank-bank Pemerintah dan PT Pertamina. Sedangkan BUMN yang belum diubah ke dalam bentuk yang ditetapkan dengan Un-dang-undang No. 9/1969 terdiri atas 1 buah PN dan 1 buah PT lama sebagaimana diuraikan dalam Tabel XXII-5.

XXII/33

TABEL XXII- 5

STATUS BADAN USAHA MILIK NEGARA,Per Maret 1992

6. Pengawasan dan Penertiban Operasional

Dalam tahun ketiga Repelita V terus ditingkatkan upaya-upaya pengawasan dan penertiban operasional dalam rangka me-wujudkan Pemerintah yang bersih dan berwibawa. Upaya tersebut meliputi pengembangan sistem, kebijaksanaan, sarana dan ke-mampuan profesional tenaga pengawas, penyempurnaan dalam bidang kelembagaan, serta pemantapan langkah tindak lanjut berupa penertiban-penertiban. Sistem pengawasan yang dikem-bangkan mencakup pengawasan fungsional, pengawasan melekat, pengawasan legislatif, dan pengawasan masyarakat. Adapun langkah-langkah yang telah dilakukan adalah sebagai berikut:

a. Pengawasan Keuangan Negara

Dalam rangka lebih mendayagunakan pelaksanaan pengawasan dengan Keppres No. 31 Tahun 1983 Pemerintah membentuk Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Kemudian, dengan Inpres No. 15/1983 Pemerintah telah menetapkan pedoman peng-awasan yang memungkinkan seluruh pengawasan dilaksanakan se-cara lebih terpadu dan terarah, baik dalam perumusan kebijak-sanaan dan penyusunan rencana maupun dalam pembidangan kewe-nangan pelaksanaan pengawasan. Sesuai Inpres No. 15/1983 ter-

sebut, pengawasan fungsional yang dilakukan harus didasarkan pada Program Kerja Pengawasan Tahunan (PKPT) nasional yang disusun oleh BPKP dan disahkan oleh Menko Ekuin dan Wasbang. Dengan cara ini dapat dihindari tumpang tindih pemeriksaan antara aparat pengawasan pusat dan daerah serta aparat peng-awasan fungsional lainnya.

Gambaran mengenai pemeriksaan tahunan oleh aparatur pengawas fungsional hingga tahun ketiga Repelita V dapat di-lihat pada tabel XXII-6. Mengingat pentingnya aspek kualitas pengawasan keuangan negara, maka pada tahun ketiga Repelita V kebijaksanaan pengawasan fungsional yang lebih ditekankan pada aspek kualitas pengawasan terus dilanjutkan. Kebijaksanaan yang ditempuh diarahkan pada identifikasi dan kajian mengenai faktor-faktor penyebab hambatan dengan tujuan lebih mening-katkan pendayagunaan manajemen keuangan dan pembangunan.

Dalam rangka pelaksanaan pengawasan, pada tahun ketiga Repelita V BPKP melaporkan pemeriksaannya kepada Kejaksaan Agung mengenai adanya penyimpangan sebanyak 32 kasus. Dengan demikian, sejak tahun 1988/89 hingga tahun 1991/92 jumlah kasus yang diserahkan aparat pengawasan fungsional (BPKP,

XXII/35

Departemen/LPND dan Pemda) kepada aparat penegak hukum (Ke-jaksaan Agung dan Kepolisian) mencapai sebanyak 373 kasus, terdiri dari penyerahan 215 kasus oleh BPKP dan 158 kasus oleh instansi lainnya.

TABEL XXII - 6

KEGIATAN PEMERIKSAAN TAHUNANOLEH APARATUR PENGAWASAN FUNGSIONAL,

1988/89 - 1991/92

U r a i a n 1988/89 Repelita V

1989/90 1990/91 1991/92

Satuan Kerja 30.309 31.039 30.681 29.386

Proyek Pembangunan 12.663 12.448 12.654 11.677

BUMN &BUMD 3.842 4.075 3.658 3.404

Jumlah 46.814 47.562 46.993 44.467

Pelaksanaan tindak lanjut oleh aparat pengawasan fung-sional atas temuan-temuan pada tahun ketiga Repelita V di atas telah berhasil menyelamatkan uang negara dan menambah peneri-maan negara sebanyak Rp 445,748 miliar termasuk penambahan penerimaan negara Rp 53,418 miliar. Dengan demikian uang ne-gara yang berhasil diselamatkan dan penambahan penerimaan negara sejak tahun 1988/89 sampai dengan tahun 1991/92 ber-jumlah Rp 947,157 miliar, termasuk penambahan penerimaan ne-gara sebanyak Rp 112,396 miliar.

XXII/36

Pendayagunaan pengawasan ditingkatkan lagi dengan lebih dikembangkannya pengawasan melekat. Dalam hubungan ini telah diterbitkan Instruksi Presiden No. 2 Tahun 1988 tentang Pena-

taran Pengawasan Melekat dan Instruksi Presiden No. 1 Tahun 1989 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengawasan Melekat (P3 Waskat). Dari seluruh instansi Pemerintah yang wajib membuat serta mengirim Laporan P3 Waskat, yang telah diterima laporan-nya pada tahun 1989/90, 1990/91 dan 1991/92 secara berturut-turut masing-masing mencapai 34,08%, 55,87% dan 72,30%. Se-dangkan tindak lanjut pelaksanaan Waskat yang telah dilakukan oleh instansi yang bersangkutan pada tahun 1988/89, 1990/91 dan 1991/92 masing-masing berjumlah 48,60%, 66,85%, dan 1991/92 sebanyak 82,76 %.

Pengawasan melekat yang dilaksanakan dalam tahun ketiga Repelita V menemukan sebanyak 2.587 perbuatan penyimpangan, meliputi 2.240 (85,59%) pelanggaran disiplin, 192 (7,42%) penggelapan dan pemborosan keuangan negara, 71 (2,47%) pungutan liar, dan 84 (3,25%) penyalahgunaan wewenang.

Selain pendayagunaan pengawasan fungsional dan pengawas-an melekat tersebut di atas, telah terlaksanakan pula peng-awasan legislatif dan pengawasan masyarakat. Pengawasan le-gislatif dilakukan oleh DPR dan DPRD melalui pelaksanaan hak budget dan pelaksanaan kunjungan kerja komisi-komisi DPR ke daerah-daerah untuk melihat secara nyata proses penyelengga-raan Pemerintahan dan pembangunan. Hasil kunjungan kerja ter-sebut dilaporkan kepada Sidang Pleno DPR, dan selanjutnya di-sampaikan kepada Pemerintah untuk mendapatkan perhatian dan tanggapan. Sedangkan pengawasan masyarakat dilaksanakan mela-lui berbagai cara, antara lain melalui media massa dan Surat terbuka kepada instansi terkait. Sejak tahun 1989 telah dibuka pula kesempatan bagi masyarakat untuk menyampaikan informasi langsung kepada Wakil Presiden melalui Kotak Pos 5.000 menge-nai tindakan yang tidak wajar oleh unsur aparatur Pemerintah. Sampai dengan tahun ketiga Repelita V informasi yang diterima berjumlah 50.000. Keluhan dan pengaduan masyarakat ini dite-ruskan kepada instansi yang berwenang untuk diadakan penyeli-dikan kebenaran serta penyelesaian masalahnya.

b. Penertiban Operasional

Sebagai tindak lanjut pengawasan dilaksanakan penertiban operasional di lingkungan aparatur Pemerintah pusat dan daerah dan BUMN. Hasil pengawasan dan penertiban operasional yang telah dicapai dapat diikuti pada Tabel XXII-7. Dalam tabel

XXII/37

TABEL XXII - 7

PELAKSANAAN OPERASI TERTIB DI LINGKUNGAN APARATUR NEGARA,JUNI 1977 - MARET 1991

Tindakan Penertiban

Peris- Adminis- Hukum Lain- Jumlahtiwa tratif lain (3+4+5)

(1) (2) (3) (4) (5) (6)

1. Departemen 24.465 30.857 1.882 239 32.978

2. Lembaga Pemerintah 700 904 7 1 912Non Dep. dan SetjenLembaga Tertinggi/Tinggi Negara

Kejaksaan Agung 2.011 2.325 134-

2.459

4. Bank-bank Pemerintah 6.064 7.076 118 - 7.194

Jumlah 33.240 41.162 2.141 240 43.543

Instansi

XX

II/38

tersebut terlihat bahwa oknum aparatur Pemerintah yang ditin-dak sejak Juni 1977 sampai dengan Maret 1992 adalah sebanyak 43.543 orang. Mereka tersangkut dalam 33.240 peristiwa. Dari jumlah tersebut, 41.162 orang dikenakan tindakan adminis-tratif; 2.141 orang dikenakan tindakan hukum; dan 240 orang dikenakan tindakan lain-lain. Pada tahun ketiga Repelita V ditemukan sebanyak 3.653 peristiwa pelanggaran disiplin, dan pegawai negeri yang dikenakan sanksi administratif berjumlah 3.872 orang, sedangkan yang dikenakan sanksi hukum berjumlah 171 orang.

7. Disiplin Aparatur dan Tertib Hukum

Peningkatan disiplin aparatur merupakan unsur penting dalam upaya peningkatan disiplin nasional. Sesuai dengan Krida Kedua dari Panca Krida Kabinet Pembangunan V, maka langkah-langkah untuk meningkatkan disiplin dalam rangka mewujudkan Pemerintahan yang bersih dan berwibawa lebih diintensifkan. Dalam penegakan disiplin aparatur, di samping langkah-langkah penertiban operasional tersebut di atas, ditempuh pula lang-kah-langkah peningkatan berupa pengembangan dan penegakan hukum serta aturan perundangan lainnya. Berbagai peraturan perundang-undangan yang telah ditetapkan untuk menegakkan di-siplin tersebut antara lain: 1) Larangan judi bagi pegawai negeri/anggota ABRI (Inpres No. 13/ 1973); 2) Pola hidup se-derhana (Keppres No. 10/1974); 3) Pembatasan kegiatan pegawai negeri dalam usaha swasta (PP No. 6/1974); 4) Peraturan yang mengatur kewajiban, larangan dan sanksi atas pelanggarannya (PP No. 30 Tahun 1980); serta 5) pengaturan tentang izin perkawinan dan perceraian bagi pegawai negeri sipil (PP No. 45 Tahun 1990 tentang Perubahan Atas PP No. 10/1983). Dalam PP No. 30 Tahun 1980 tersebut ditetapkan 26 kewajiban dan 18 larangan bagi pegawai negeri serta 3 tingkatan sanksinya, yaitu hukuman disiplin ringan, hukuman disiplin sedang dan hukuman disiplin berat.

Dalam rangka peningkatan disiplin, sesuai Pasal 4 Undang-undang Nomor 8/1974, dengan Instruksi Presiden No. 10/1978 kepada segenap pegawai negeri diwajibkan mengikuti penataran Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P-4). Dalam tahun ketiga Repelita V pelaksanaan Penataran P-4 lebih di-tingkatkan antara lain dengan dilaksanakannya penataran P-4 Terpadu Bagi Pegawai Republik Indonesia dengan SK Kepala BP-7 Nomor KEP-106/BP-7/XI/ 1990. Selain itu, untuk lebih mening-katkan disiplin nasional, Penataran P-4 juga diikuti oleh berbagai kelompok dalam masyarakat, seperti pemuda, pelajar,

XXII/39

dan pemuka agama. Di daerah Kotamadya/Kabupaten seluruh In-donesia telah dilakukan pula Pelaksanaan Penataran P4 yang pelaksanaannya berdasarkan Instruksi Mendagri No. 6 Tahun 1992. Dengan dilakukannya penataran P4 ini diharapkan akan semakin terwujud kemantapan tatanan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang selalu mengacu kepada nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

Jumlah peserta Penataran P-4 untuk tipe A, B dan C yang telah dilaksanakan oleh BP-7 di Pusat dan di Daerah sejak ta-hun pertama Repelita V sampai dengan tahun ketiga Repelita V mencapai Tipe A sebanyak 1.846.432 orang, Tipe B sebanyak 4.533.712 orang, dan Tipe C sebanyak 4.177.720 orang.

Selain ketiga tipe Penataran P-4 di atas, BP-7 terus me-ningkatkan pelaksanaan tipe-tipe Penataran P-4 lainnya, an-tara lain Penataran Pola 144 jam/Calon Penatar Tingkat I, Pola Pendukung 45 Jam, dan Pola Terpadu 100 Jam. Jumlah pe-serta Penataran P-4 untuk seluruh Tipe, termasuk Tipe A-B-C selama tahun permulaan Repelita V sampai dengan tahun ketiga Repelita V yaitu tahun 1989/90 sebanyak 13.752.953 orang, tahun 1990/91 sebanyak 4.190.384 dan tahun 1991/92 sebanyak 4.574.035 orang.

Dalam rangka peningkatan disiplin pegawai negeri sipil secara berkeadilan, berdasarkan PP No. 30 Tahun 1980, telah dibentuk Badan Pertimbangan Kepegawaian yang dituangkan dalam Keppres No. 67 Tahun 1980. Badan tersebut bertugas: Memeriksa dan mengambil keputusan mengenai keberatan yang diajukan oleh PNS golongan/ruang IV/a ke bawah, memberikan pertimbangan ke-pada Presiden mengenai usul penjatuhan hukuman disiplin, pem-berhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri, dan pemberhentian tidak dengan hormat sebagai PNS golongan/ruang IV/b ke atas, dan mengenai usul pembebasan dari jabatan bagi pejabat eselon I.

Sejak dibentuknya sampai dengan tahun ketiga Repelita V Badan Pertimbangan Kepegawaian telah memeriksa dan mengambil keputusan mengenai keberatan yang diajukan dan pengusulan pem-berhentian sebanyak 1.857 orang, terdiri 1.834 PNS golongan/ ruang IV/a ke bawah dan 23 PNS golongan/ruang IV/b ke atas. Dari jumlah tersebut, telah diputuskan sebanyak 1.094 PNS terdiri dari 1.075 PNS golongan/ruang IV/a ke bawah dan 19 PNS golongan/ruang IV/b ke atas. Sedangkan yang belum dipu-tuskan masih ada sebanyak 763 orang, terdiri dari 759 PNS

XXII/40

golongan/ruang IV/a ke bawah dan 4 PNS golongan/ruang IV/b ke atas. Di antara kasus-kasus ini ada yang masih dikarenakan masih dalam proses di Badan Pertimbangan Kepegawaian dan ada yang masih menunggu bahan kelengkapan yang diperlukan dari instansi.

Langkah lain yang ditempuh dalam rangka peningkatan di-siplin PNS adalah pelaksanaan Peradilan Tata Usaha Negara. Peradilan tersebut dibentuk dengan Undang-undang No. 5 Tahun 1986, diikuti penerapannya dengan Undang-undang No. 10 Tahun 1990 tentang Pembentukan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara, PP No. 10 Tahun 1991 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, Keppres No. 52 Tahun 1990 tentang Pembentukan Pengadilan Tata Usaha Negara di Jakarta, Medan, Palembang, Surabaya dan Ujung Pandang, dan Keppres No. 16 Tahun 1992 tentang Pembentukan Pengadilan Tata Usaha Negara di Bandung, Semarang dan Padang. Pada tahun 1991/92 telah pula diterbitkan PP No. 43 Tahun 1991 tentang Ganti Rugi dan Tata Cara Pelaksanaannya pada Peradilan Tata Usaha Negara. Bersamaan dengan langkah-langkah pendayagunaan sistem pengawasan, sistem pemantauan dan pe-ngendalian, dan langkah-langkah penertiban operasional, telah diselenggarakan penataran, bimbingan teknis dan ceramah ten-tang Undang-undang PERATUN di instansi-instansi Pemerintah, baik di Pusat maupun di Daerah, termasuk di perguruan tinggi serta lembaga swasta yang dikoordinasikan oleh Kantor MENPAN.

Sementara itu, untuk meningkatkan disiplin pegawai negeri sipil juga dilakukan penyelenggaraan upacara bendera, kegiatan KORPRI, pertemuan sosial, penyempurnaan peraturan perundang-undangan dan pemantapan pelaksanaan dari keten-tuan-ketentuan yang berlaku, pembudayaan pengawasan melekat dan pengawasan lainnya.

8. Pendayagunaan Administrasi Kearsipan

Fungsi dan kedudukan Arsip Nasional telah disempurnakan berdasarkan Keppres No. 26/1974, sebagai pelaksanaan Undang-undang No. 7/1971 tentang ketentuan Pokok Kearsipan. Atas dasar fungsi dan kedudukan Arsip Nasional tersebut, telah dilaksanakan langkah-langkah pendayagunaan kearsipan yang mencakup: pembinaan kearsipan dinamis dan kearsipan statis di seluruh aparatur Pemerintah Pusat dan Daerah, pengembangan sistem kearsipan dengan kartu kendali, peningkatan penyimpan-an, dan penataan serta pengawetan arsip statis. Hal ini di-maksudkan agar dokumen-dokumen Pemerintah yang berkaitan

XXII/41

dengan penyelenggaraan Pemerintahan dan pembangunan terpeli-

hara secara baik dan tertib. Pembinaan kearsipan dinamis me-liputi kegiatan penataran, bimbingan teknis, konsultasi dalam penataan dan penyusutan arsip inaktif dan penyiapan jadwal retensi arsip. Sedangkan pembinaan kearsipan statis menyang-kut pelatihan di bidang konservasi dan preservasi, pembuatan dan perawatan mikrofilm untuk lebih meningkatkan pendayaguna-

an kearsipan.

Dalam tahun ketiga Repelita V telah ditempuh langkah-langkah pembinaan kearsipan dalam bentuk upaya peningkatan keterampilan baik bagi tenaga di Kantor Arsip Nasional sendiri maupun bagi tenaga bidang kearsipan di instansi-instansi lainnya baik di Pusat maupun di Daerah, seperti Departemen Kesehatan, Departemen Sosial, BAKN, LIPI, Pemda Tingkat I Bengkulu, Pemda Tingkat I Sumatera Barat, Pemda DI Yogya-karta, dan Pemda Tingkat I Jawa Barat. Selain itu dilakukan pula upaya untuk memantapkan sistem dan tata kerja kearsipan di lembaga-lembaga Pemerintah Pusat dan Daerah, seperti Se-kretariat Jenderal MPR, Sekretariat Jenderal DPR, Departemen Kesehatan, Departemen Tenaga Kerja, Departemen Sosial, BATAN, BKKBN, Pemda Tingkat I Bengkulu, Pemda Tingkat I Lampung, Pemda Tingkat I Sulawesi Selatan, Pemda Tingkat I Jawa Barat, Pemda Tingkat I Jawa Tengah, DI Jogyakarta, dan Pemda Ting-kat I Nusa Tenggara Barat. Dalam rangka pembinaan kearsipan tersebut untuk periode 1990-1993 telah diadakan kerja sama dengan Lembaga Arsip Kerajaan Belanda dalam penyelengaraan pelatihan dan penyediaan bantuan tenaga-tenaga ahli.

9. Peran Serta Masyarakat Dalam Pembangunan

Aparatur Pemerintah juga dituntut untuk mampu melayani, mengayomi serta menumbuhkan prakarsa dan peran serta aktif masyarakat dalam pembangunan. Sejak Repelita I ditempuh lang-kah-langkah untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan proyek-proyek pembangunan, antara lain melalui proyek padat karya, PKK, program bantuan pembangunan kepada daerah, melalui Inpres Desa, dan Inpres Dati II. Dalam Repe-lita II ditempuh pula langkah-langkah pengembangan unit usaha kecil melalui kebijaksanaan perkreditan, seperti KIK, KMKP, Kredit Mini, Kredit Candak Kulak, dan Kredit Pembangunan dan Pemugaran Pasar.

Sejak Repelita III peran serta masyarakat ditingkatkan dengan memperluas proyek-proyek pembangunan yang dapat menum-buhkan peran serta masyarakat, seperti pemugaran perumahan

XXII/42

dan lingkungan desa, serta Inpres Penghijauan dan Reboisasi. Selanjutnya dikembangkan pula proses perencanaan pembangunan dari bawah melalui LKMD dan UDKP. Sejak REPELITA IV upaya tersebut diperluas dengan langkah-langkah deregulasi dan de-birokratisasi secara menyeluruh. Dalam tahun ketiga Repe-

lita V langkah-langkah deregulasi dan debirokratisasi yang mempunyai dampak makin meningkatkan prakarsa dan peran serta masyarakat, antara lain dengan: (1) membuka kesempatan untuk memungkinkan peningkatan pengawasan oleh masyarakat dalam rangka menunjang terciptanya iklim usaha yang lebih baik, (2) mendorong kerja sama antara usaha besar, menengah dan kecil, termasuk koperasi, dan (3) meningkatkan peran serta lembaga swadaya masyarakat, khususnya dalam pelaksanaan proyek pem-bangunan dari program-program pembangunan di bidang kese-jahteraan sosial.

10. Penelitian Aparatur Pemerintah

Penelitian aparatur Pemerintah diarahkan pada hal-hal yang dikaitkan dengan upaya pengembangan disiplin dan sistem administrasi pembangunan yang diperlukan guna menunjang lang-kah-langkah kebijaksanaan pendayagunaan aparatur Pemerintah. Kegiatan penelitian tersebut dilaksanakan oleh berbagai pusat penelitian di lingkungan Departemen Dalam Negeri, Lembaga Administrasi Negara, Arsip Nasional, dan perguruan tinggi.

Penelitian-penelitian di bidang aparatur Pemerintah yang telah dilaksanakan selama tahun ketiga Repelita V antara lain meliputi: (1) Penelitian tentang Efektifitas Deregulasi Bidang Ekonomi di Daerah, (2) Penelitian tentang Evaluasi Pe-laksanaan Urusan yang Telah Diserahkan Kepada Daerah Tingkat II, (3) Penelitian tentang Kelembagaan Aparatur Pemerintah Daerah dalam rangka Mendukung Pembangunan Daerah IBT Tahun 1991/92, (4) Penelitian tentang Kebutuhan Diklat Teknis Fung-sional Bidang Administrasi di Dati II, (5) Penelitian tentang Kriteria Tingkat Kesehatan BUMN, (6) Penelitian tentang Ke-mampuan Bappeda dalam Mengkoordinasikan Perencanaan dan Pem-bangunan di Daerah Menyongsong Pelita VI, (7) Penelitian tentang Pelayanan di Bidang Asuransi Kesehatan, (8) Survai Pengembangan Jaringan/Informasi Kearsipan, (9) Penelitian dan Pengembangan Pelaksanaan Otonomi yang Nyata dan Bertanggung Jawab pada Dati II, (10) Penelitian dan Pengembangan tentang Pembentukan Kota Administratif Kabupaten/Kotamadya Adminis-tratif dalam rangka pelaksanaan titik berat otonomi pada Dati. II, (11) Penelitian tentang Pengembangan tentang Peranan dan

XXII/43

Fungsi DPRD Tingkat II, (12) Penelitian tentang Peningkatan Peranan Pajak Pembangunan, (13) Penelitian tentang Peningkat-an Peranan Dinas Pariwisata dalam menunjang PAD, (14) Peneli-tian tentang Efisiensi Pembelanjaan Keuangan Daerah, (15) Pe-nelitian tentang Fungsi Keagrariaan/Pertanahan yang melekat pada Kegiatan Aparatur Depdagri, dan (16) Pajak Bumi dan Bangunan: Kajian Aspek Keadilan.

XXII/44