library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/ecolls/ethesisdoc/bab2doc/2015-1... · web viewperencanaan...
TRANSCRIPT
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1 Manajemen Operasional
2.1.1 Pengertian Manajemen
Definisi dasar dari Manajemen Menurut buku Management Robbins
& Coulter (2012:22), Manajemen juga meliputi koordinasi dan mengawasi
pekerjaan seseorang sehingga aktifitasnya dapat berjalan dengan efektif dan
efisien.
Selain itu Menurut Robbins & Coulter (2014:22 ) ada 4 fungsi
manajemen yang dapat membantu perusahaan untuk mencapai tujuan dari
perusahaan, adalah :
1. Planning
Perencanaan mencakup proses mendefinisikan tujuan organisasi,
menetapkan strategi keseluruhan untuk mencapai tujuan tersebut, dan
mengembangkan rencana aktivitas kerja organisasi. Tujuan dari
dilakukannya perencanaan adalah menentukan tujuan perusahaan,
mengurangi ketidakpastian, meminimalkan waste dan redundancy, dan
menetapkan standar pengendalian.
2. Organizing
Pengkoordinasian adalah proses menetapkan tugas yang harus dilakukan
oleh setiap anggota perusahaan, bentuk pekerjaan, dan tipe organisasi.
Tujuannya adalah agar pekerjaan lebih teratur serta sistematis seperti
menentukan hal yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan,
3. Leading
Memimpin adalah bagaimana membuat atau mendapatkan para karyawan
melakukan apa yg diinginkan dan harus mereka lakukan. Caranya dapat
dengan memotivasi bawahan, membantu menyelesaikan masalah yang
dihadapi karyawan, dan membuat jalur komunikasi antar atasan dan
bawahan.
4. Controlling
Merupakan fungsi terakhir dalam manajemen yaitu mengawasi segala
sesuatunya untuk memastikan segala sesuatunya berjalan sesuai dengan
9
10
tujuan yang sudah ditetapkan seperti dengan memonitor aktivitas-aktivitas
yang terjadi
2.1.2 Pengertian Manajemen Operasional
Berdasarkan buku Operation Management Stevenson (2011:4)
Operation adalah bagian dari organisasi bisnis yang bertugas untuk
memproduksi barang atau jasa. Barang merupakan peralatan fisik yang
mencakup bahan mentah, parts, subassemblies seperti motherboards yang
merupakan bagian dari komputer, dan produk akhir seperi telephon genggam.
Sedangkan jasa adalah aktifitas yang memberikan kombinasi nilai dari waktu,
lokasi dan nilai psikologis. Sedangkan manajemen operasi adalah sistim atau
proses manajemen yang menciptakan barang atau memberikan jasa. Pendapat
lain dari Richard L Daft(2012: ) dalam bukunya New Era of Management ,
manajemen operasi adalah bidang manajemen yang mengkhususkan pada
produksi barang atau jasa , dengan menggunakan alat-alat dan teknik-teknik
khusus untuk memecahkan masalah masalah produksi.
Didalam suatu organisasi bisnis membutuhkan 3 fungsi dasar untuk
berjalan yaitu keuangan/Finance, pemasaran/Marketing, operasi, seperti yang
diketahui dari pernyataan sebelumnya operasional berfungsi untuk
memproduksi sebuah produk bisa berupa jasa atau barang, namun teteap
membutuhkan bantuan dari fungsi organisasi lain seperti fungsi keuangan
untuk pendanaan dan analisa investasi, atau pemasaraan untuk menilai
kebutuhan dari pelanggan.Hal ini dijelaskan oleh Heizer & Render (2011: )
didalam buku Operation Management (Heizer & Render, 2011), Tujuan dan
fungsi dari pengaplikasian ilmu Manajemen Operasi yaitu adalah:
1. Pemasaran yang menghasilkan permintaan, paling tidak,
menerima pemesanan untuk sebuah barang dan jasa (tidak akan
ada aktivitas jika tidak ada penjualan)
2. Produksi/operasi yang menghasilkan produk
3. Keuangan atau akuntansi yang mengawasi sehat tidaknya sebuah
organisasi, membayar tagihan, dan mengumpulkan uang
11
2.1.3 Pentingnya Manajemen Operasional
Dalam lingkungan operasional, untuk mencapai dan mempertahankan
keunggulan kompetitif bukanlah tugas yang mudah. Ada tiga strategi yang
memberikan kesempatan untuk manajer operasi untuk mencapai keunggulan
kompetitif (Heizer dan Render, 2011: 67-69), seperti:
1. Diferensiasi yang dimaksud adalah benar-benar membedakan
produk atau jasa dari perusahaan lain sehingga pelanggan
melihatnya sebagai nilai tambah dari produk. Diferensiasi
berkaitan dengan memberikan keunikan yang sulit untuk ditiru
oleh perusahaan lain.
2. Low Cost Leadership diperlukan untuk mencapai nilai maksimal
seperti yang didefinisikan oleh pelanggan. Perusahaan
menyediakan produk atau jasa dengan biaya yang lebih rendah
yang menghasilkan produk atau jasa dengan harga yang lebih
rendah dari pesaing lainnya.
3. Respon adalah seluruh nilai yang terkait dengan pengembangan
produk dan pengiriman yang tepat waktu.
2.2 Peramalan
2.2.1 Definisi Peramalan
Definisi dari peramalan (forecasting) adalah seni dan ilmu untuk
memperkirakan kejadian di masa depan. Hal tersebut dapat dilakukan dengan
menggunakan data historis dan proses kalkulasi untuk memprediksikan
sebuah proyeksi atas kejadian di masa datang. Cara lain yang dapat ditempuh
adalah dengan intuisi subjektif atau dengan model matematis yang disusun
oleh pihak manajemen. (Heizer & Render, 2011).Pedapat lain dari buku
Operation Management (Stevenson, 2011:72) peramalaan adalah
masukan/input dasar dalam proses pengambilan keputusan dari manajemen
operasi karena permalaan memberikan informasi dalam perimintaan dimasa
yang akan dating. Salah satu tujuan utama dari manajemen operasi adalah
untung menyeimbangkan antara pasokan/supply dan permintaan,dan memiliki
perkiraan permintaan dimasa yang akan dating sangat penting untuk
12
menentukan berapa kapasitas atau pasokan/supply yang dibutuhkan untuk
menyeimbangi permintaan.
2.2.2 Langkah-langkah Dalam Proses Peramalan
Menurut Stevenson dalam buku Operation Management (Stevenson,
2011 :74) ada 6 langkah dasar dalam proses peramalaan :
1. Tentukan tujuan dari permalaan. Bagaimana hasilnya akan
digunakan dan kapan akan digunakaan, langkah ini akan
memberikan indikasi akan tingkat detail yang dibutuhkan dalam
peramalan, banyaknya sumber daya yang dibutuhkan, dan tingkat
akurasi.
2. Menentukan rentang waktu, semakin panjang rentang waktunya
maka semakin berkurang akurasi dari permalaan.
3. Pilih teknik/metoda forecasting
4. Analisa dan rapihkan data, karena data yang tidak akurat
mengurangi validasi dari hasil peramalan
5. Buatlah Peramalaan
6. Pantau hasil dari permalaan, hasil peramalaan harus diawasi dan
dipantau untuk mengetahui apakah performanya memuaskan, jika
tidak revisi lagi metoda/teknik yang digunakan, uji lagi validitas
dari data yang digunakaan.
2.2.3 Jenis Peramalan
Penggolongan peramalan berdasarkan jenisnya (Heizer & Render,
2011) dibagi menjadi sebagai berikut:
1. Peramalan Ekonomi (Economic Forecast) merupakan jenis
peramalan dengan memprediksi tingkat inflasi, tingkat persediaan
uang dan beberapa indikator ekonomi lainnya yang bermanfaat
untuk perencanaan keuangan.
2. Peramalan Teknologi (Technological Forecast) yaitu teknik
peramalan dengan memperhatikan tingkat kemajuan teknologi, hal
13
ini dilakukan untuk memprediksi kebutuhan peralatan serta
fasilitas produksi teknologi yang terbaru.
3. Peramalan permintaan (Demand Forecast) yaitu teknik yang
memberikan proyeksi atas tingkat permintaan produk perusahaan.
Pengamatan dilakukan berdasarkan tingkat penjualan yang
berpengaruh terhadap penentuan kapasitas produksi, infrastruktur,
serta faktor produksi lainnya.
2.2.4 Metode Peramalan
Melakukan aktivitas peramalan perlu didasari dengan metode yang
tepat dan terstandarisasi, hal ini dilakukan untuk dapat memberikan proyeksi
masa depan yang jelas dan dapat dipertanggung jawabkan dasar
pemikirannya. Dengan dasar pemikiran atas proyeksi peramalan yang jelas,
pihak manajemen dapat menggunakan dasar pemikiran tersebut sebagai dasar
pengambilan keputusan yang berguna untuk mengantisipasi skenario kejadian
di masa depan.
2.2.4.1 Metode Peramalan Time Series
Peramalan dengan menggunakan model matematis dan kalkulasi
berdasarkan atas data historis numerik yang telah dimiliki untuk memberikan
proyeksi di masa depan. Beberapa metode tersebut antara lain adalah:
1. Moving Average
Menurut buku (Chase, Jacobs , 2011) Operation and Supply
Chain Management, Saat permintaan tidak tumbuh/meningkat
secara
Ŷ = ∑ permintaaan dalam periode sebelumnnya (1)
n
Keterangan:
Ŷ = peramalan permintaan periode berikutnya
n = jumlah periode dalam rata-rata bergerak.
2. Additive Seasonal
Penulis menggunakan 2 jenis additive decomposition, yaitu
dengan dasar penghalusan (basis for smoothing) (Jacobs,
Chase, & Aquilano, 2009)
14
Average for all data
CTD MA = =∑y (2)
∑x
Difference = Demand – CTD MA (3)
Seasonal = ∑ Ratio quarter ke – I (4)
n
Smoothed = Demand – Seasonal (5)
Ŷ unadjusted = a + bx (6)
Ŷ adjusted = Ŷ unadjusted x Seasonal (7)
Keterangan:
CTD MA = Centered Moving Average
ŷunadjusted = peramalan yang tidak disesuaikan
ŷadjusted = peramalan yang disesuaikan
Centered Moving Average
CTD MA =∑yt-1 + yt + yt+1 (8)
3
Difference = Demand – CTD MA (9)
Seasonal = ∑ Ratio quarter ke – I (10)
n
Smoothed = Demand – Seasonal (11)
Ŷ unadjusted = a + bx (12)
Ŷ adjusted = Ŷ unadjusted x Seasonal (13)
Keterangan:
15
CTD MA = Centered Moving Average
ŷunadjusted = peramalan yang tidak disesuaikan
ŷadjusted = peramalan yang disesuaikan
3. Multiplicative Seasonal
Penulis menggunakan 2 jenis multiplicative decomposition,
yaitu dengan dasar penghalusan (basis for smoothing)
(Jacobs, Chase, & Aquilano, 2009)
Average for all data
CMA =∑y (14)
∑x
Ratio = Demand (15)
CMA
Seasonal = ∑ Ratio quarter ke – i (16)
n
Smoothed = Demand (17)
Seasonal
Ŷ unadjusted = a + bx (18)
Ŷ adjusted = Ŷ unadjusted x Seasonal (19)
Keterangan:
CMA = Centered Moving Average
ŷunadjusted = peramalan yang tidak disesuaikan
ŷadjusted = peramalan yang disesuaikan
Centered Moving Average
CMA =∑yt-1 + yt + yt+1 (20)
3
16
Ratio = Demand (21)
CMA
Seasonal = ∑ Ratio quarter ke – i Demand (22)
n
Smoothed = Demand (23)
Seasonal
Ŷ unadjusted = a + bx (24)
Ŷ adjusted = Ŷ unadjusted x Seasonal (25)
Keterangan:
CMA = Centered Moving Average
ŷunadjusted = peramalan yang tidak disesuaikan
ŷadjusted = peramalan yang disesuaikan
2.3 Konsep Perencanaan Agregat
2.3.1 Definisi Perencanaan Agregat
Perencanaan agregat dapat dijadikan solusi perencanaan produksi jangka
menengah dalam memenuhi permintaan yang diramalkan di periode tertentu dengan
menyesuaikan kapasitas produksi, tingkat tenaga kerja, tingkat persediaan, waktu
lembur (overtime), subcontract, dan variabel lainnya yang bertujuan untuk membuat
suatu rencana produksi yang optimal dan dapat meminimasi biaya dalam periode
perencanaan tersebut.
Sejalan dengan itu, Roger G. Schroeder (2007:254) mendefinisikan,
“Aggregate planning is concerned with matching supply and demand of output over
the medium time range, up to approximately 12 month into the future”. Artinya
yaitu: “Perencanaan Agregat adalah penyesuaian antara penawaran dan permintaan
dalam jangka waktu menengah untuk 12 bulan yang akan datang.
Sedangkan menurut Teguh Baroto (2002:98), aggregate planning merupakan
perencanaan produksi jangka menengah. Dimana horizon perencanaannya berkisar 1
17
bulan sampai 24 bulan atau 1 tahun hingga 3 tahun. Horizon tersebut tergantung pada
karakteristik produk dan jangka waktu produksi dan disesuaikan dengan periode
peramalan. Sehingga dari beberapa pendapat para ahli tersebut, dapat disimpulkan
bahwa perencanaan agregat merupakan perencanan produksi jangka menengah yang
dibuat dengan menyesuaikan hasil peramalan permintaan di periode tertentu.
2.3.2 Tujuan Perencanaan AgregatPerencanaan agregat tentu mempunyai tujuan, dan Roger G. Scrhoeder
(2009:254) menyebutkan bahwa: “The aim of aggregate planning is set overall
output levels in the near to medium future in the face of fluctuating or uncertain
demand.” Yang dapat diartikan sebagai berikut: “Tujuan perencanaan agregat adalah
untuk mengatur keseluruhan tingkat output dalam jangka waktu menengah di masa
yang akan datang dari adanya permintaan fluktuatif atau permintaan yang tidak
stabil.”
Pendapat lain dari Maciej Nowak (2006, p7) yang menyatakan bahwa:
“Minimizing production cost over the planning periode is usually assumed to be the
objective of aggregate planning.” Yang artinya: “meminimalkan biaya produksi
selama periode perencanaan biasanya diasumsikan sebagai tujuan perencanaan
agregat.”
Sedangkan Sartin (2012:145) menyatakan bahwa tujuan dari perencanaan
agregat produksi adalah menentukan kapasitas produksi untuk memenuhi estimasi
permintaan pasar pada periode yang akan datang dengan keputusan serta kebijakan
mengenai kerja lembur, backorder, subkontrak, tingkat persediaan, mempekerjakan
atau memberhentikan sementara pegawai.
Berbeda dengan Teguh Baroto (2002:98) menjelaskan bahwa tujuan
perencanaan produksi agregat adalah menyusun suatu rencana produksi untuk
memenuhi permintaan pada waktu yang tepat dengan menggunakan sumber-sumber
atau alternatif-alternatif yang tersedia dengan biaya yang paling minimum
keseluruhan produk
Jadi, kontribusi dari perencanaan agregat untuk dapat mencapai tujuannya
dalam mengatur tingkat output di masa yang akan datang dari adanya permintaan
yang tidak stabil adalah dengan menyesuaikan kapasitas produksi serta kebijakan
18
mengenai kerja lembur, backorder, subkontrak, tingkat persediaan, mempekerjakan
atau memberhentikan sementara pegawai agar dapat memenuhi permintaan pada
waktu yang tepat dengan menggunakan sumber atau alternatif yang tersedia dengan
biaya yang paling minimum untuk keseluruhan produk.
2.3.3 Strategi dalam Perencanaan AgregatRoberta S. Russel dan Bernard W. Taylor III (2011:612) membagi 3 (tiga)
macam strategi perencanaan agregat, yaitu:
1. Chase Strategy
Strategi perencanaan produksi yang dibuat perusahaan dengan
menyesuaikan pola dari permintaan. Kapasitas produksi dapat divariasikan
pada strategi ini dengan menggunakan jam kerja lembur (overtime), jam
kerja reguler (regular time), dan subkontrak. Kemungkinan lain dari
strategi ini adalah dengan memvariasikan jumlah tenaga kerja dengan cara
merekrut karyawan baru pada saat produksi meningkat dan memecat
karyawan pada saat produksi menurun. Sehingga biaya yang timbul pada
chase strategy ini adalah biaya regular time, overtime, subcontract, hiring
costs, dan firing costs.
2. Level Strategy
Strategi perencanaan produksi dengan tingkat produksi yang konstan dari
satu periode ke periode lainnya yang bertujuan untuk memenuhi rata-rata
permintaan. Kemungkinan ke dua, level strategy ini menggunakan
inventory dari adanya variasi dalam permintaan. Dimana pada saat
permintaan menurun, kelebihan produksi disimpan sebagai persediaan
untuk digunakan pada saat permintaan meningkat. Sehingga pada level
strategy ini akan timbul biaya simpan yang cukup besar untuk jumlah unit
yng disimpan.
3. Mixed Strategy
Mixed strategy merupakan kombinasi dari chase strategy dan level strategy.
Apabila terjadinya variasi dalam permintaan tersebut akan diatasi dengan
jam kerja lembur dan persediaan yang dimiliki.
19
2.4 Konsep MPS (Master Production Schedule)
2.4.1 Definisi MPS
Menurut Vincent Gaspersz (2001:141) ada 2 (dua) istilah tentang MPS
yang digunakan secara bersamaan yaitu penjadwalan produksi induk (Master
Production Scheduling = MPS) dan jadwal produksi induk (Master Production
Scheduled = MPS). Pada dasarnya istilah MPS yang digunakan untuk jadwal
produksi induk (master production schedule) merupakan hasil dari aktivitas
penjadwalan produksi induk. Jadwal produksi induk merupakan suatu pernyataan
tentang produk akhir dari suatu perusahaan industri manufaktur yang merencanakan
memproduksi output berkaitan dengan kuantitas dan periode waktu.
2.4.2 Input Utama MPS Sebagai suatu aktivitas proses, penjadwalan produksi induk (MPS)
membutuhkan lima input dalam penjadwalan induk produksi:
1. Data Permintaan Total merupakan salah satu sumber data bagi proses
penjadwalan produksi induk. Data permintaan total berkaitan dengan
ramalan penjualan (sales forecast) dan pesanan-pesanan (order).
2. Status Inventori berkaitan dengan informasi tentang on-hand inventory,
stok yang dialokasikan untuk penggunaan tertentu (allocated stock),
pesanan-pesanan produksi dan pembelian yang dikeluarkan (released
production and purchase orders), firm planned orders. MPS harus
mengetahui secara akurat berapa banyak inventori yang tersedia dan
menentukan berapa banyak yang harus dipesan.
3. Rencana Produksi memberikan sekumpulan batasan kepada MPS. MPS
harus menjumlahkannya untuk meningkatkan tingkat produksi, inventori,
dan sumber-sumber daya lain dalam rencana produksi itu.
4. Data Perencanaan berkaitan dengan aturan-aturan tentang lot-sizing yang
harus digunakan, stok pengaman (safety stock), dan waktu tunggu (lead
time) dari masing-masing item yang biasanya tersedia dalam file induk dari
item (item master file).
20
2.5 Pengendalian Persediaan
2.5.1 Definisi Pengendalian Persediaan
Arti kata persediaan atau inventory sendiri adalah stok atau simpanan
suatu barang. Pengendalian persediaan berarti adalah suatu cara yang
dilakukan oleh perusahaan untuk dapat mengatur dan mengendalikan tingkat
persediaan stok tersebut.
2.5.2 Peran Pengendalian PersediaanDalam buku Operation Management (Stevenson, 2010) dijelaskan
beberapa peran dasar yang dilakukan oleh persediaan / inventory, yaitu:
1. Untuk memenuhi antisipasi permintaan dari konsumen.
2. Menghaluskan kebutuhan produksi untuk barang-barang musiman
/ seasonal. Hal ini terjadi pada produk seperti buah dan
perlengkapan hari raya.
3. Untuk memisahkan tahapan operasional, jika terjadi gangguan
terhadap suatu tahap maka barang yang sudah dalam stok dapat
melanjutkan operasionalnya sementara.
4. Untuk melindungi dari habisnya stok. Bisa dikarenakan
keterlambatan pengiriman atau peningkatan permintaan.
5. Untuk memanfaatkan siklus order, dengan melebihkan jumlah
pembelian untuk mengurangi biaya order.
6. Untuk melindungi dari fluktuasi harga bahan baku.
7. Untuk memanfaatkan diskon kuantitas dalam melakukan
pembelian.
2.5.3 Jenis Biaya Pengendalian PersediaanTiga biaya dasar yang selalu dapat diasosiasikan dengan adanya
pengendalian persediaan antara lain adalah:
1. Holding cost. Biaya yang timbul dari penyimpanan persediaan
untuk periode waktu tertentu.
2. Ordering cost. Biaya untuk melakukan pembelian dan penerimaan
stok.
3. Shortage cost. Biaya yang timbul saat permintaan yang ada tidak
dapat terpenuhi dengan baik oleh pasokan dari persediaan,
biasanya dalam satuan profit per unit.
21
2.5.4 Metode Pengendalian Persediaan
2.5.4.1 Metode Economic Order Quantity (EOQ)Metode EOQ adalah metode yang bertujuan untuk mendapatkan
tingkat order yang bersifat tetap besarannya. Karena bertujuan untuk
mendapatkan tingkat besaran order yang tetap, maka metode ini berusaha
untuk mendapatkan tingkat besaran order yang optimal jumlahnya mengacu
kepada permintaan yang dihadapi oleh perusahaan. Pada perhitungan ini
faktor tunggu (lead time) diperhitungkan untuk meletakan titik order kembali
berdasarkan jumlah optimal yang telah diperhitungkan sebelumnya sehingga
datangnya order tepat waktu untuk mengantisipasi permintaan yang muncul.
Perhitungan EOQ dengan jumlah besar tingkat order kembali yang
kecil akan meminimumkan tingkat biaya penyimpanan namun akan
meningkatkan intensitas order kembali, namun dengan jumlah order kembali
yang besar maka perusahaan akan mengurangi intensitas order dengan
konsekuensi pada bertambahnya biaya penyimpanan karena stok yang
membesar. Pada umumnya perencanaan ini dilakukan untuk lama periode
selama setahun ke depan. (Stevenson, 2010)
Rumus Tingkat Permintaan Optimum
Q* = (26)
Rumus Panjang Siklus Order
Q = Order Quantity
H = Annual Holding Cost
D = Annual Demand
S = Annual Setup Cost
22
TC = Total Cost
2.5.4 Metode Lot For Lot (LFL)Mengacu pada buku Manajemen Operasi (Haryanto, 2008) metode ini
dikenal juga dengan nama metode persediaan minimal dikarenakan proses
dalam metode ini yang menyediakan persediaan atau melakukan produksi
hanya jika diperlukan saja sehingga tingkat persediaan terjaga pada tingkat
yang rendah dan seminimal mungkin.
Kondisi yang sesuai untuk dapat menggunakan metode ini adalah
kondisi dimana perusahaan menjual atau menyimpan barang yang sifatnya
tidak tahan lama, namun dengan konsekuensi risiko keterlambatan
pengiriman yang harus diperhitungkan sebelumnya.
2.5.5 Penerapan Material Resource Planning (MRP)
2.5.5.1 DefinisiMaterial Requirement Planning (MRP) adalah sebuah metode
perencanaan dan pengendalian pesanan dan persediaan untuk barang-barang
yang bersifat dependant terhadap benda yang lain, sehingga permintaannya
cenderung berfluktuasi. Barang yang termasuk dalam kategori ini antara lain
adalah bahan baku, parts, subassembly dan assemblies yang kesemuanya
merupakan persediaan manufaktur. (Kumar & Meade, 2002)
Sedangkan menurut William J. Stevenson (2010), MRP adalah sebuah
sistem informasi berbasis komputer yang menterjemahkan MPS untuk produk
akhir menjadi kebutuhan berbasis waktu untuk bahan baku, komponen, dan
subassembly.
Beberapa elemen yang harus dimiliki sebagai input dari sistem MRP
mengacu kepada William J. Stevenson (2010) adalah:
1. Master Schedule. Dikenal juga sebagai MPS, yaitu adalah sebuah
bentuk pernyataan mengenai produk akhir apa yang hendak
diproduksi, dengan jumlah dan waktu penyelesaian tertentu.
1. Bill of Material (BOM). Adalah sebuah daftar dari bahan-bahan baku
yang diperlukan dalam menghasilkan satu unit produk akhir tertentu.
2. Inventory Record. Sebuah daftar mengenai status barang persediaan
perusahaan berdasarkan periode waktu.
23
Beberapa keuntungan dari pengaplikasian sistem MRP pada proses
produksi antara lain adalah:
1. Tingkat persediaan-terproses yang rendah, dikarenakan tepatnya
jumlah pasokan terhadap permintaan
2. Kemampuan untuk melacak arus kebutuhan material
3. Kemampuan untuk mengevaluasi kebutuhan kapasitas yang
dihasilkan dari penjadwalan utama yang ada
4. Perkiraan alokasi waktu produksi
5. Kemampuan untuk mengidentifikasi persediaan dengan lebih mudah
secara Backflushing, yaitu cara menjabarkan produk berdasarkan Bill
of Material untuk mengetahui jumlah bahan baku dan komponen yang
digunakan.
Tujuan dari pengaplikasian sistem MRP seperti dijelaskan dari buku
Introduction Materials Management (Arnold, 2000) yaitu adalah:
1. Menentukan kebutuhan, dengan tujuan untuk memperoleh jumlah
material yang tepat serta waktu yang dibutuhkan dalam proses
produksi diketahui tingkat kebutuhannya. Dengan adanya MRP kita
mengetahui material yang dibutuhkan sebagai input MPS serta
diketahui lead time.
2. Menjaga prioritas, untuk mengantisipasi perubahan dalam proses
produksi atau keadaan di pasar maka sistem MRP fleksibel dan harus
dapat diatur ulang.
2.5.5.2 FormatDalam format utama berupa tabel yang berisi atas informasi-informasi
bahan baku dalam proses produksi, berikut adalah contoh dari format tabel
yang digunakan.
24
Tabel 2.1 Format MRP
Past
Due1 2 3 4 5 6
Gross
Requirement
Schedule Receipt
Projected on
Hand
Net Requirement
Order Receipt
Order Release
Sumber : Studi Literatur
Tabel tersebut berisi komponen-komponen yang adalah:
1. Gross Requirement, adalah total ekspektasi dari
permintaan atas barang atau bahan baku tertentu dalam
suatu periode waktu
2. Scheduled Receipt, menyatakan jumlah material yang
dipesan dan akan diterima dalam suatu periode waktu
3. Projected On-Hand, merupakan perkiraan jumlah
persediaan yang akan dimiliki saat permulaan dari setiap
periode waktu
4. Net Requirements, tingkat kebutuhan yang sebetulnya
diperlukan dalam suatu periode waktu
5. Planned Order Receipt, jumlah pesanan yang akan
diterima dalam setiap awal dari suatu periode waktu
dengan sekaligus mempertimbangkan tingkat Safety Stock.
6. Planned Order Releases, menyatakan kapan suatu order
sudah harus diberikan atau dilepas ke proses manufaktur
sehingga komponen tersebut tersedia ketika dibutuhkan
oleh produk induknya. Penetapannya dilakukan sebelum
barang tersebut dibutuhkan
25
7. Projected Availability Balance 1-2 (PAB1-PAB2), adalah
merupakan pernyataan atas jumlah material yang dimiliki
saat ini sebagai persediaan awal dan akhir periode.
26