neurorsaugm.files.wordpress.com€¦ · web view1bsmrs pasien tiba-tiba merasa sakit kepala berat...
TRANSCRIPT
TUTORIAL KASUS
“CEPHALGIA”
Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik
di Bagian Saraf
Diajukan Kepada:
Pembimbing: dr. Farida Niken Astari N.H.,M.Sc, Sp.S
Disusun Oleh:
Kelompok 18201 Koas Neurologi RSA
KEPANITERAAN KLINIK DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT SARAF
FAKULTAS KEDOKTERAN, KESEHATAN MASYARAKAT DAN
KEPERAWATAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
RUMAH SAKIT AKADEMIK UNIVERSITAS GADJAH MADA
2019
1
BAB I
LAPORAN KASUS
A. Identitas Pasien
Nama : Ib. DAS
Tanggal Lahir : 10 Maret 1996 (23th)
Jenis Kelamin : Perempuan
Status perkawinan : Belum Menikah
Pekerjaan : Mahasiswa Kebidanan
Alamat : Jl. H Salih RT 04 RW 06 No.34D Bintaro
No CM : 124***
Tanggal masuk RS : 15 April 2019 jam 11.00, pasien rawat jalan di poliklinik saraf
RSA UGM
B. Data Dasar
Dilakukan autoanamnesis pada tanggal 15 April 2019 pukul 11.00 WIB di poliklinik
saraf RSA UGM.
Keluhan Utama:
Nyeri kepala
Riwayat Penyakit Sekarang:
1BSMRS pasien tiba-tiba merasa sakit kepala berat hilang-timbul saat sedang
beraktivitas. Nyeri muncul sekitar 1-5 menit kemudian menghilang. Nyeri terasa
seperti berdenyut di sisi kiri kepala, namun di sisi kanan tidak terasa nyeri, hanya
terasa seperti ada yang menjalar dari sisi kiri. Dalam 1 hari serangan nyeri tidak tentu
berapa kali munculnya bisa berpuluh-puluh kali tergantung dari aktivitas. Semakin
berat aktivitasnya semakin sering munculnya. Dalam 1 minggu biasa 5-6 hari
munculnya tergantung dari beratnya aktivitas. Terkadang serangan juga muncul saat
tidur sehingga pasien sering kesulitan tidur dalam 1 bulan terakhir.
Pasien sudah 3x memeriksakan diri ke dokter umum. Di klinik pertama dokter
tersebut menduga migren dan diberikan paracetamol, namun tidak membaik. Pasien
pun berangkat ke klinik umum di PKU Muhammadiyah, diberikan paracetamol,
ibuprofen dan obat maag, tetapi belum membaik juga. Pasien ke RS Latifa, diberikan
PCT + obat maag, tetapi tidak membaik akhirnya dirujuk ke dokter Sp.S di RS
2
tersebut. Os meminta untuk coba di CT scan, tetapi karena tidak ada fasilitas tersebut
akhirnya Os berangkat ke RSA.
HMRS Os masih merasa sering muncul nyeri kepala terutama di sisi kiri
kepala, hilang-timbul tiba-tiba selama 2-5 menit, kemudian mereda. Serangan
semakin sering apabila sedang beraktivitas. Pasien juga masih sulit tidur karena sulit
memulai tidur dan sering terbangun di malam hari. Pasien sedang mengkonsumsi
paracetamol dan obat maag yang didapat dari klinik sebelumnya. Keluhan lain seperti
demam, nyeri tenggorokan, sakit gigi, telinga berdenging, pilek, batuk disangkal oleh
pasien. Keluhan lain yang disangkal: riwayat pingsan, riwayat trauma/benturan
kepala, pandangan kabur, gangguan BAK, dan gangguan BAB.
Riwayat Penyakit Dahulu:
1. Riwayat mengalami keluhan serupa sebelumnya: disangkal
2. Riwayat trauma sebelumnya : disangkal
3. Riwayat vertigo : disangkal
4. Riwayat penyakit paru : disangkal
5. Riwayat penyakit jantung : disangkal
6. Riwayat hipertensi : disangkal
7. Riwayat kejang : disangkal
8. Riwayat DM : disangkal
9. Riwayat stroke : disangkal
10. Riwayat rawat inap : disangkal
11. Riwayat alergi : disangkal
12. Riwayat mengkonsumsi obat-obatan : disangkal
13. Riwayat Keganasan : disangkal
Riwayat Penyakit Keluarga :
1. Riwayat keluhan serupa pada keluarga : disangkal
2. Riwayat hipertensi : disangkal
3. Riwayat diabetes mellitus : disangkal
4. Riwayat jantung : disangkal
5. Riwayat stroke : disangkal
3
Riwayat Sosial, Ekonomi, Pribadi :
Ib. DAP, perempuan berusia 22 tahun, kini aktif sebagai mahasiswa di UNISA di
program studi kebidanan. Beberapa waktu ini sedang mengalami masa-masa berat karena
tugas yang menumpuk disertai dengan UTS beberapa waktu yang lalu. Pasien makan dan
istirahat teratur, biasanya tidur jam 11an malam dan bangun jam 4 atau jam 5 pagi, namun
beberapa waktu ini merasa kurang istirahat karena tugas dan kegiatan yang banyak
sehingga membutuhkan waktu istirahat lebih. Pasien juga mengatakan akhir-akhir ini
sering tidak tenang tidurnya karena sulit tidur di malam hari dan sering terbangun di
tengah malam. Keseharian pasien dihabiskan dengan aktivitas kuliah dan keluar bersama
teman-teman.
Anamnesis Sistem
Sistem serebrospinal : sakit kepala sisi kiri (+), Pandangan kabur (-/-), mata
kunang-kunang (-/-), kelemahan anggota gerak kanan (-),
pingsan (-) riwayat vertigo (-).
Sistem kardiovaskular : riwayat hipertensi (-), riwayat penyakit jantung (-)
Sistem respirasi : sesak nafas (-), batuk (-)
Sistem gastroinstestinal : mual (-), muntah (-), BAB (+) normal tidak ada keluhan
Sistem musculoskeletal : kelemahan anggota gerak (-)
Sistem neurologi : kelemahan anggota gerak (-), kesemutan (-), baal (-), tidak
dapat bicara (-), perot (-), penglihatan ganda (-), telinga
berdenging (-)
Sistem integument : ruam (-)
Sistem urogenital : BAK (+) normal, tidak ada keluhan
C. Resume Anamnesis
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis. Ib. D, perempuan berusia 22 tahun datang
ke poliklinik saraf RSA UGM karena muncul nyeri kepala terutama di sisi kiri kepala seperti
berdenyut, hilang-timbul tiba-tiba selama 2-5 menit, kemudian mereda. Serangan semakin
sering apabila sering beraktivitas. Pasien juga mengeluhkan sulit memulai tidur dan sering
terbangun di malam hari. Pasien sedang mengkonsumsi paracetamol dan obat maag yang
didapat dari klinik sebelumnya.
4
D. DIAGNOSIS SEMENTARA
a. Diagnosis klinis
Tension-type headache dd migraine
b. Diagnosis Topik
Hemisphere sinistra
c. Diagnosis Etiologi
idiopathic
E. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 15 April 2019 pukul 11.15 WIB
E.1 Pemeriksaan Umum
a. Kesan umum : Compos mentis, E4M6V4
b. Tanda-Tanda Vital :
Tekanan darah : 100/70 mmHg
Frekuensi nadi : 89x/menit, reguler, isi cukup, kuat angkat
Frekuensi nafas : 22 x/menit, regular
Suhu tubuh : 36,5 °C
Saturasi : 98 %
E.2 Pemeriksaan Umum
a. Kepala
Bentuk kepala normocephal, rambut hitam, terdistribusi merata, tidak
mudah dicabut
b. Leher
Tidak teraba pembesaran kelenjar getah bening pada leher. Kaku kuduk (-),
burdzinsky I (-)
c. Wajah
Raut muka pasien baik dan tidak terdapat kelainan facies.
d. Mata
Edema palpebra (-/-), alis mata hitam dan tersebar merata, konjungtiva anemis (-/-),
sklera ikterik (-/-)
e. Telinga
AD: Bentuk telinga normal, membran timpani tidak dinilai, nyeri tekan (-).
AS: Bentuk telinga normal, membrane timpani tidak dinilai, nyeri tekan (-)
f. Hidung
5
Bentuk hidung normal. Tidak tampak deviasi. Tidak tampak adanya sekret. Tidak
tampak nafas cuping hidung.
g. Mulut
Mukosa gusi dan pipi tidak hiperemis, ulkus (-) , perdarahan gusi (-), sianosis (-),
Perot (-), hipersalivasi (-).
h. Thoraks
i. Pulmo :
1. Inspeksi : Normochest, gerak dada simetris, retraksi suprasternal dan
supraclavicula (-)
2. Palpasi : Taktil fremitus sama pada paru kanan dan kiri
3. Perkusi : Sonor di seluruh lapang paru
4. Auskultasi: Suara nafas vesikuler (+/+) normal, ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
Kesan: Paru dalam batas normal
ii. Cor :
1) Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
2) Palpasi : Ictus cordis tidak teraba
3) Perkusi : Batas kanan bawah:ICS 5 mid axilaris anterior sinistra
Batas kanan atas: ICS 3 mid clavicularis sinistra
Batas kanan bawah: ICS 4 parasternal dekstra
Batas kanan atas: ICS 2 parasternal dekstra
4) Auskultasi: S1-S2 reguler, intensitas normal, murmur (-), gallop (-).
Kesan : Jantung dalam batas normal
i. Abdomen
1) Inspeksi : Datar, supel.
2) Auskultasi: Bising usus (+), normal (2-6 x menit)
3) Perkusi : Timpani di semua kuadran abdomen
4) Palpasi : Dinding perut supel, hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan
(-), turgor baik
j. Ekstremitas
Simetris, sianosis (-/-), akral hangat (+/+), CRT < 2detik
E3. Neurobehaviour
Status Psikiatri
a. Tingkah Laku : Normoaktif
6
b. Perasaan Hati : Normotimik
c. Orientasi : baik
d. Kecerdasan : baik
e. Daya Ingat : baik
Status Neurobehaviour
a. Sikap tubuh : Simetris
b. Gerakan Abnormal : Tidak ada
c. Cara berjalan : gait normal
d. Ekstremitas : dalam batas normal
E4. Status Neurologis
Nervus Pemeriksaan Kanan Kanan
N. I. Olfaktorius
Daya penghidu TDN TDN
N. II. Optikus
N. II. Optikus
Daya penglihatan N N
Pengenalan warna N N
Lapang pandang N N
N. III. Okulomotor
N. III. Okulomotor
Ptosis - -
Gerakan mata ke medial + +
Gerakan mata ke atas + +
Gerakan mata ke bawah + +
Ukuran pupil 3 mm 3 mm
Bentuk pupil Bulat Bulat
Refleks cahaya langsung + +
N. IV. Troklearis
N. IV. Troklearis
Strabismus divergen - -
Gerakan mata ke lat-bwh + +
Strabismus konvergen - -
N. V. Trigeminus
N. V. Trigeminus Menggigit N N
7
Membuka mulut N N
Sensibilitas muka N N
Refleks kornea + +
Trismus - -
N. VI. Abdusen
Gerakan mata ke lateral N N
Strabismus konvergen - -
N. VII. Fasialis
N. VII. Fasialis
Kedipan mata + +
Lipatan nasolabial - -
Sudut mulut Dbn Dbn
Mengerutkan dahi Dbn Dbn
Menutup mata - +
Meringis Normal Normal
Menggembungkan pipi Normal Normal
Daya kecap lidah 2/3 ant TDN TDN
N. VIII.
Vestibulokoklearis
N. VIII.
Vestibulokoklearis
Mendengar suara bisik Dbn Dbn
Tes Rinne Tdk dilakukanTdk
dilakukan
Tes Schwabach Tdk dilakukanTdk
dilakukan
N.IX (GLOSSOFARINGEUS) Keterangan
Arkus Faring Simetris
Daya Kecap 1/3 Belakang TDN
Reflek Muntah TDN
Sengau TDN
Tersedak TDN
N. X (VAGUS) Keterangan
8
Arkus faring Dalam batas normal
Reflek muntah TDN
Bersuara Dalam batas normal
Menelan Dalam batas normal
N. XI (AKSESORIUS) Keterangan
Memalingkan Kepala Dalam batas normal
Sikap Bahu Dalam batas normal
Mengangkat Bahu Dalam batas normal
Trofi Otot Bahu Tidak
N. XII (HIPOGLOSUS) Keterangan
Sikap lidah Tidak ada deviasi
Artikulasi Normal
Tremor lidah Tidak ada tremor
Menjulurkan lidah Tidak ada deviasi
Kekuatan lidah Dalam batas normal
Trofi otot lidah Dalam batas normal
Fasikulasi lidah Dalam batas normal
E.5 Fungsi Motorik
Gerakan
Kekuatan
E.6 Refleks Fisiologis
Refleks Biceps Normal Normal
Refleks Triceps Normal Normal
9
bebas
bebas
bebas
bebas
5/5/5
5/5/5 5/5/5
5/5/5
normalTonus
normal
normal
normal
Trofi eutrofi
eutrofi
eutrofi
eutrofi
Refleks ulna dan radialis Normal Normal
Refleks Patella Normal Normal
Refleks Achilles Normal Normal
E.7 Refleks Patologis
Babinski - -
Chaddock - -
Oppenheim - -
Gordon - -
Schaeffer - -
Mendel Bachterew - -
Rosollimo - -
Gonda - -
Hofman Trommer - -
E.8 Fungsi Sensorik
Kanan Kanan
Rasa nyeri Terasa Terasa
Rasa raba Terasa Terasa
Rasa suhu Terasa Terasa
Propioseptif Terasa Terasa
E.9 Rangsang Meningeal
Kaku kuduk : negatif
Kernig sign : negatif
Pemeriksaan Brudzinski : : negatif
Brudzinski I : negatif
Brudzinski II : negatif
Brudzinski III : TDN
Brudzinski IV : TDN
E.10 Fungsi Luhur
a. Fungsi Luhur: normal
b. Fungsi Vegetatif: BAK tidak ada keluhan, BAB tidak ada keluhan
10
F. Diagnosis Akhir
Diagnosis klinis : Tension-type Headache
Diagnosis topis : Hemisphere sinistra
Diagnosis etiologi : Idiopathic/Unknown
Problem Lain : Insomnia e.c. susp. Anxiety disorder
G. Tatalaksana
G.1 Non Medikamentosa
Edukasi pasien mengenai penyakitnya:
Diagnosis pasien
Tatalaksana yang akan dilakukan
Prognosis dari penyakit yang diderita pasien
G.2 Medikamentosa
Tab Bio ATP 1x1tab
Tab Metaneuron (Metampiron 500mg + Diazepam 2mg) 3x1tab
Kap Sistenol 3x1tab
H. Plan
Kontrol poliklinik saraf RSA UGM 22 April 2019
I. Prognosis
1. Death : Dubia ad bonam
2. Disease : Dubia ad bonam
3. Dissability : Dubia ad bonam
4. Discomfort : Dubia ad bonam
5. Dissatisfaction: Dubia ad bonam
6. Distutition : Dubia ad bonam
11
DISKUSINyeri kepala merupakan suatu gejala yang sangat umum dan merupakan keluhan yang
paling sering ditemukan pada gangguan sistem saraf, melingkupi 48.9% populasi umum.
Nyeri kepala adalah adanya nyeri atau ketidaknyamanan yang muncul dari struktur yang
sensitif terhadap nyeri di kepala. Struktur ini melingkupi struktur ekstrakranial seperti kulit,
otot, dan pembuluh darah di kepala dan leher, mukosa sinus, dan struktur gigi; struktur
intrakranial meliputi arteri di sekitar circulus of Willis, sinus venosus intrakranial, bagian dari
dura, meninges, dan saraf kranialis.
Sakit kepala mempengaruhi setiap orang dari segala kelompok umur, ras, dan status
sosioekonomik. Keluhan ini menjadi alasan 1 dari 10 orang datang berobat ke dokter umum,
1 dari 3 orang datang berobat ke dokter spesialis saraf, dan 1 dari 5 datang ke IGD. WHO
sendiri menetapkan sakit kepala/headache sebagai salah satu dari 10 penyebab disabilitas,
dengan dampak yang mirip dengan arthritis dan diabetes, dan jauh lebih buruk daripada
asma. Secara garis besar, sakit kepala dibagi menjadi 2 yakni primary headache dan
secondary headache. Sakit kepala primer merupakan keluhan nyeri kepala yang tidak
disebabkan oleh penyakit lain, sementara sakit kepala sekunder merupakan nyeri kepala yang
disebabkan oleh penyakit lainnya. Dengan kata lain, sakit kepala sekunder merupakan suatu
gejala penyerta dari penyakit yang berbeda.
Data Epidemiologi pada Primary HeadacheJenis Sakit Kepala Prevalensi Rasio Perempuan-Laki-
lakiMigraine 10–16% 3 : 1Tension headache episodic: up to 59%
chronic: <1%4 : 5
Cluster headache 0.01–0.2% 3 : 1Paroxysmal hemicrania too rare/unknown (2 : 1)SUNA/SUNCT too rare/unknown (1 : 4)Hemicrania continua too rare/unknown ?Benign exertional headache
up to 30% M > F
Idiopathic stabbing headache
1% F > M
Hypnic headache too rare/unknown F > MNummular headache too rare/unknown M > FNew daily persistent headache
<1% M > F
12
Klasifikasi nyeri kepala menurut International Headache Society (IHS) tahun 2018
1. Primary headaches
•Migraine
•Tension-type headache
•Trigeminal autonomic cephalalgia
•Other primary headache disorder
2. Secondary headache
•Headache attributed to trauma or injury to the head and/or neck
•Headache attributed to cranial and/or cervical vascular disorder
•Headache attributed to non-vascular intracranial disorder
•Headache attributed to a substance or its withdrawal
•Headache attributed to infection
•Headache attributed to disorder of homeostasis
•Headache or facial pain attributed to disorder of the cranium, neck, eyes, ears, nose,
sinuses, teeth, mouth or other facial or cervical structure
•Headache attributed to psychiatric disorder
3. Painful Cranial Neuropathies, Other Facial Pain and Other Headaches
•Painful lesions of the cranial nerves and other facial pain
•Other headache disorders
Nyeri kepala primer
1. Migraine (Migrain)
Migraine terdiri atas 4 fase yaitu fase prodromal, fase aura, fase nyeri kepala,
dan fase postdromal. Gejala prodromal dapat berlangsung beberapa jam hingga 1-2
hari sebelum serangan. Gejala prodromal yang terjadi adalah kombinasi dari
kelelahan, sulit konsentrasi, kaku leher, sensitif terhadap cahaya dan atau suara, mual,
penglihatan kabur, mengantuk, atau pucat. Gejala postdormal berupa kelelahan, sulit
konsentrasi, dan kaku leher mengikuti resolusi nyeri kepala dan berlangsung hingga
48 jam.
Migraine memiliki 2 tipe mayor yaitu :
- Migraine tanpa aura
13
Migraine tanpa aura atau hemicrania simplex adalah nyeri kepala berulang
dengan manifestasi serangan selama 4-72 jam. Karakteristik nyeri kepala
unilateral, berdenyut, intensitas sedang atau berat, bertambah berat dengan
aktivitas fisik yang rutin dan diikuti dengan nausea dan atau fotofobia dan
fonofobia. Migraine tanpa aura sering terjadi pada daerah frontotemporal.
- Migrain dengan aura
Migraine dengan aura atau migrain klasik atau migrain afasik, hemiplegik,
hemiparaestetik, atau oftalmik, atau migraine accompagnée, atau complicated
migraine memiliki karakteristik serangan rekuren, berlangsung dalam hitungan
menit, unilateral, dengan gejala neurologis yang reversibel dari visual, sensoris,
atau gejala lain yang biasanya berkembang secara bertahap dan biasanya diikuti
dengan nyeri kepala dan berasosiasi dengan gejala migraine.
Migraine tipe ini memiliki karakter adanya gejala neurologis fokal transien
yang biasanya mendahului atau mengikuti nyeri kepala tersebut. Aura adalah
kompleks gejala neurologis yang terjadi sebelum nyeri kepala. Aura yang paling
sering terjadi adalah visual, gangguan sensori seperti mati rasa atau rasa tertusuk
jarum, dan yang paling jarang adalah gangguan bicara (afasia). Gejala aura
menyebar secara bertahap ≥5 menit dan atau dua atau lebih gejala terjadi secara
berurutan. Masing-masing gejala aura berlangsung antara 5-60 menit, setidaknya
satu gejala aura unilateral. Aura disertai dengan, atau diikuti oleh gejala nyeri
kepala dalam waktu 60 menit.
Kriteria Diagnosis Migraine without aura
A. Sekurang-kurangnya terjadi 5 serangan yang memenuhi kriteria B-D
B. Serangan nyeri kepala berlangsung selama 4 – 72 jam (tidak diobati atau tidak
berhasil diobati).
C. Nyeri kepala mempunyai sedikitnya dua diantara karakteristik berikut :
1. Lokasi unilateral
2. Kualitas berdenyut
3. Intensitas nyeri sedang atau berat
4. Keadaan bertambah berat oleh aktivitas fisik atau penderita menghindari
aktivitas fisik rutin (seperti berjalan atau naik tangga).
D. Selama nyeri kepala disertai salah satu dibawah ini :
1. Nausea dan atau muntah
14
2. Fotofobia dan fonofobia
E. Tidak ada yang lebih sesuai dengan diagnosis lain dari ICHD-3 dan transient
ischemic attack harus dieksklusi
Apabila terdapat aura, paling sedikit terdapat dua dari karakteristik dibawah ini:
• Sekurangnya satu gejala aura menyebar secara bertahap ≥5 menit,
dan/atau dua atau lebih gejala terjadi secara berurutan.
• Masing-masing gejala aura berlangsung antara 5-60 menit
• Setidaknya satu gejala aura unilateral
• Aura disertai dengan, atau diikuti oleh gejala nyeri kepala dalam waktu 60 menit.
2. Tension-type Headache (Nyeri kepala tipe tegang)
Tension Headache atau Tension Type Headache (TTH) atau nyeri kepala tipe
tegang adalah bentuk sakit kepala yang paling sering dijumpai dan sering
dihubungkan dengan jangka waktu dan peningkatan stres. Nyeri kepala memiliki
karakteristik bilateral, rasa menekan atau mengikat dengan intensitas ringan sampai
sedang. Nyeri tidak bertambah pada aktifitas fisik rutin, tidak didapatkan mual tapi
bisa ada fotofobia atau fonofobia.
Patofisiologi tension type headache (TTH) belum begitu jelas, tetapi diduga
banyak faktor yang berperan. Mekanisme perifer sangat berperan pada patofisologi
Episodik TTH (ETTH), sedangkan mekanisme sentral berperan dalam kronik TTH
(KTTH). Faktor muskulus (otot) sangat berperan dalam mekanisme perifer. Pada
penderita dengan ETTH maupun KTTH dijumpai peningkatan ketegangan otot
miofasial baik saat nyeri kepala maupun setelah bebas nyeri kepala.
Nyeri kepala ini lebih sering terjadi pada perempuan dibandingkan laki-laki
dengan perbandingan 3:1. TTH dapat mengenai semua usia, namun sebagian besar
pasien adalah dewasa muda yang berusia sekitar antara 20-40 tahun.
Kriteria diagnosis TTH Episodik Infrekuen:
A. Paling tidak terdapat 10 episode serangan dengan rata rata<1hr/bln
(<12hr/thn), dan memenuhi kriteria B-D.
B. Nyeri kepala berlangsung dari 30 menit sampai 7 hari.
C. Nyeri kepala paling tidak terdapat 2 gejala khas:
1. Lokasi bilateral.
2. Menekan/mengikat (tidak berdenyut).
15
3. Intensitasnya ringan atau sedang.
4. Tidak diperberat oleh aktivitas rutin seperti berjalan atau naik tangga.
D. Tidak didapatkan:
1. Mual atau muntah (bisa anoreksia).
2. Lebih dari satu keluhan: foto fobia atau fonofobia.
E. Tidak ada yang lebih sesuai dengan diagnosis lain dari ICHD-3.
• Kriteria Diagnosis TTH Episodik frekuen
Terjadi sedikitnya 10 episode yang timbul selama 1–14 hari/bulan selama
paling tidak 3 bulan (12– 180 hari/tahun)
• Kriteria Diagnosis TTH kronik
Nyeri kepala timbul > 15 hari per bulan, berlangsung > 3 bulan (≥180
hari/tahun).
3. Trigeminal Autonomic Cephalalgia (TAC)(Nyeri kepala trigeminal otonom)
TAC memiliki gejala nyeri kepala unilateral dan biasanya disertai gejala
otonom parasimpatis dari saraf kranialis yang menonjol yang lateralisasi dan
ipsilateral dengan nyeri kepala. Berdasarkan suatu uji coba, sindroma ini
mengaktivasi reflex parasimpatis trigeminal, dengan gejala klinis sekunder disfungsi
simpatis saraf kranialis. Salah satu tipe TAC yang paling sering ditemukan adalah
Cluster Headache.
Cluster headache adalah serangan dari nyeri unilateral hebat pada daerah
orbita, supraorbital, temporal, atau kombinasi dari daerah ini, berlangsung 14-180
menit dan terjadi 1-8 kali per hari. Nyeri ini berasosiasi dengan injeksi konjungtiva
ipsilateral, lakrimasi, kongesti nasal, rhinorrhea, berkeringan di daerah dahi dan
muka, miosis, ptosis dan atau edema kelopak mata, dan atau dengan gelisah atau
agitasi.
Serangan sering terjadi pada malam hari, terjadi serial dan berlangsung dalam
beberapa minggu atau bulan (periode kluster) dan dipisahkan oleh periode remisi
yang berlangsung dalam hitungan bulan hingga tahun.
Cluster headache kronis apabila serangan terjadi selama satu tahun atau lebih
tanpa remisi atau dengan periode remisi kurang dari 3 bulan. Cluster headache
predominan pada laki-laki, dengan rasio laki-laki : wanita adalah 9 : 1. Serangan
pertama kali biasanya pada usia 20-40 tahun. Puncak usia onset awal 20-29 tahun.
16
Kriteria Diagnosis Cluster Headache
a. Sekurang-kurangnya terdapat 5 serangan yang memenuhi kriteria b-d.
b. Nyeri hebat pada daerah orbita, supraorbita dan/atau temporal yang
berlangsung antara 15-180 menit jika tidak ditangani.
c. Nyeri kepala disertai setidaknya satu gejala berikut:
• Injeksi konjungtiva dan/atau lakrimasi pada mata ipsilateral
• Kongesti nasal dan/atau rhinorrhea ipsilateral
• Edema palpebra ipsilateral
• Berkeringat pada daerah dahi dan wajah ipsilateral
•Miosis dan/atau ptosis ipsilateral
• Gelisah atau agitasi
• Frekuensi serangan 1-8 kali/hari
d. Tidak berhubungan dengan kelainan lain
Kriteria Diagnosis Nyeri Kepala Klaster Episodik:
1. Serangan-serangan yang memenuhi kriteria A-E untuk nyeri kepala klaster.
2. Paling sedikit dua periode klaster yang berlangsung 7–365 hari dan
dipisahkan oleh periode remisi bebas nyeri > 1 bulan.
Kriteria Diagnosis Nyeri Kepala Klaster Kronis:
A. Serangan-serangan yang memenuhi kriteria A-E untuk nyeri kepala klaster.
B. Serangan berulang lebih dari 1 tahun tanpa periode remisi atau dengan
periode remisi yang berlangsung kurang dari 1 bulan.
4. Other Primary Headache (Nyeri kepala lain)
Nyeri kepala yang termasuk dalam golongan ini terbagi menjadi 4 kategori yaitu :
- nyeri kepala yang berasosiasi dengan kegiatan yang mengerahkan tenaga fisik
seperti batuk, olahraga, dan aktivitas seksual.
- Nyeri kepala yang dikaitkan dengan rangsangan fisik langsung seperti adanya
stimulus dingin, dan tekanan dari luar.
- Nyeri kepala epikranial
- Nyeri kepala primer lain-lain
Nyeri kepala dikatakan kronis apabila berlangsung ≥ 15 hari/bulan selama > 3 bulan.
17
TATALAKSANA
Pada dasarnya tatalaksana disesuaikan dengan tipe nyeri kepala yang dialami. Nyeri
kepala primer yang bukan diakibatkan oleh kelainan struktural intrakranial dapat diterapi
dengan terapi abortif, nonmedikamentosa, atau profilaksis. Sedangkan nyeri kepala sekunder
yang disebabkan oleh penyakit organik diterapi sesuai penyebab etiologinya.
1. Migren
a. Terapi abortif non spesifikDiberikan bagi pasien dengan serangan migren ringan sampai sedang yang berespon baik dengan obat yang sama. Obat yang digunakan seperti analgetik, obat anti-inflamasi non steroid (OAINS). Aspirin 500 - 1000 mg per 4-6 jam (A). Ibuprofen 400 – 800 mg per 6 jam, dosis maksimal 2,4 g/hari
(A). Parasetamol 500 -1000 mg per 6-8 jam untuk terapi migrain
akut ringan sampai sedang (B). Kalium diklofenak (powder) 50 -100 mg per hari dosis tunggal. Metokloperamid 10 mg IV atau oral 20-30 menit sebelum atau
bersamaan dengan pemberian analgetik. Efektif menghilangkan nyeri yang disertai muntah, serta mampu memperbaiki motilitas lambung, mempertinggi absorpsi obat dalam usus.
Domperidone 10 mg oral atau 30 mg rektal.b. Terapi abortif spesifik
Diberikan pada semua pasien dengan migren berat jika serangan sebelumnya belum dapat dikendalikan dengan analgetik atau OAINS. Risiko medication overuse headache (MOH) harus dijelaskan ke pasien, ketika memulai terapi migrain akut. Golongan agonis 5HT (triptan) seperti Sumatriptan 6 mg
subkutan atau 50-100 mg oral, Eletriptan 40-80 mg, atau Rizatriptan 10 mg (A).
18
Derivate ergot seperti Ergotamin 1-2 mg secara oral, subkutan atau per rektal. Ergotamin tidak direkomendasikan untuk migrain akut.
Terapi abortif dikatakan berhasil jika:
Pasien bebas nyeri 2 jam setelah pengobatan.
Terdapat perbaikan nyeri kepala dari skala 2 (sedang) atau 3 (berat) menjadi ringan
(1) atau 0 (tidak ada nyeri kepala) setelah 2 jam.
Efikasi pengobatan konsisten pada 2-3 kali serangan.
Tidak ada nyeri kepala rekuren atau tidak ada pemakaian obat kembali dalam waktu
24 jam setelah pengobatan terakhir berhasil.
c. Terapi profilaksis
Pada prinsipnya obat profilaksis diberikan dalam dosis rendah kemudian dinaikkan perlahan sampai dengan dosis efektif atau maksimum. Pilihan obat harus sesuai profil efek samping dan kondisi komorbid pasien. Obat harus diberikan 6-8 minggu mengikuti dosis titrasi. Jika setelah 6-12 bulan migren mulai terkontrol, dosis profilaksis dapat dihentikan secara bertahap.Indikasi dilakukan terapi profilaksis antara lain pada pasien yang memiliki frekuensi serangan sangat sering sehingga beresiko memiliki ketergantungan (medication overuse), pasien mengalami serangan nyeri kepala migren >8x sehari walaupun pengobatan abortifnya efektif, pasien mengalami serangan migren sedang sampai berat >3x dalam sebulan dan sudah tidak responsif dengan pengobatan abortif, nyeri kepala migren berlangsung sering dan >48 jam, dan munculnya gejala dan kondisi yang luar biasanya misalnya migren basiler hemiplegik; aura yang memanjang.Tujuan pemberian profilaksis diharapkan mampu menurunkan frekuensi serangan hingga 50% atau lebih, meningkatkan respons terapi abortif, mencegah transformasi migren episodik menjadi migren kronik, mencegah terjadinya rebound headache ketika pemakaian obat abortif dihentikan.Berikut golongan obat pilihan:
19
Beta bloker: Propanolol 80-240 mg per hari sebagai terapi profilaksi lini pertama (A). Timolol 10-15 mg dua kali/hari, dan metropolol 45- 200 mg/hari, dapat sebagai obat profilaksi alternatif (A).
Antiepilepsi: Topiramat 25-200 mg per hari untuk profilaksi migrain episodik dan kronik (A). Asam valproat 400-1000 mg per hari untuk profilaksi migrain episodik (A).
Antidepresi: Amitriptilin 10-75mg, untuk profikasi migrain (B). Obat antiinflamasi non steroid: Ibuprofen 200 mg 2 kali sehari
(B).
2. Tension Type Headache
a. Pada serangan TTH Akut terapi tidak boleh lebih dari 2 hari/minggu, yaitu dengan: Analgetik:
- Aspirin 1000 mg/hari,- Asetaminofen 1000 mg/hari,- NSAIDs (Naproxen 660-750 mg/hari, Ketoprofen 25-50
mg/hari, Asam mefenamat, Ibuprofen 800 mg/hari, Na diklofenak 50-100 mg/hari).
Kafein (analgetik ajuvan) 65 mg. Kombinasi: 325 (aspirin atau asetaminofen) + 40 mg kafein,
Ibuprofen 400 mg + kafein, 500-1000 mg (aspirin atau asetaminofen) + kafein.
b. Sedangkan pada tipe TTH Kronis, adalah dengan: Antidepresan jenis trisiklik: amytriptiline, sebagai obat terapeutik
maupun sebagai pencegahan tension-type headache. Antiansietas golongan benzodiazepin dan butalbital sering
dipakai. Kekurangan obat ini bersifat adiktif, dan sulit dikontrol sehingga dapat memperburuk nyeri kepala.
c. Terapi Profilaksis
20
Terapi ini diberikan pada pasien TTH kronik (serangan >15 hari dalam sebulan) atau pada pasien yang tidak merespon dengan terapi simptomatik walau frekuensi nyeri kepalanya lebih jarang. Lini pertama: Amitriptilin 30-75 mg/hari (A) Lini kedua: Mirtazapin 30 mg/hari (B). Venafaksin 150 mg/hari
(B). Lini ketiga: Klomipramin 75-150 mg/hari (B). Maprotilin 75
mg/hari (B). Mianserin 30-60 mg/hari (B).
d. Terapi NonfarmakologisPilihan terapi nonfarmakologis pada tension-type headache adalah: Kontrol diet Terapi fisik berupa latihan postur dan posisi (80% mayoritas
penyebab TTH), massage, ultrasound, manual terapi, kompres panas/dingin, akupuntur TENS (transcutaneus electrical stimulation).
Hindari pemakaian harian obat analgetik, sedatif dan ergotamine Behaviour treatment berupa manajemen stress, terapi relaksasi,
konseling reassurance.
3. Cluster Type Headache
Pada prinsipnya tatalaksana Cluster type headache bertujuan untuk menekan periode
serangan, menghentikan serangan akut, mengurangi frekuensi serangan, serta
mengurangi berat atau intensitas serangan.
a. Terapi Akut: Inhalasi oksigen (masker muka): oksigen 100% 7 liter/menit
selama 15 menit (A) Dihidroergotamin (DHE) 0,5–1,5 mg i.v. akan mengurangi nyeri
dalam 10 menit; pemberian i.m. dan nasal lebih lama. Sumatriptan injeksi subkutan 6 mg, akan mengurangi nyeri
dalam waktu 5-15 menit; dapat diulang setelah 24 jam. (Kontraindikasi: penyakit jantung iskemik, hipertensi tidak terkontrol.) Sumatriptan nasal spray 20 mg (kurang efektif
21
dibanding subkutan). Efek samping: pusing, letih, parestesia, kelemahan di muka. (A)
Zolmitriptan 5 mg atau 10 mg per oral. (B) Anestesi lokal: 1 ml Lidokain intranasal 4%. (B) Indometasin (rectal suppositoria). Opioids (rektal, Stadol nasal spray) hindari pemakaian jangka
lama. Ergotamine aerosol 0,36–1,08 mg (1–3 inhalasi) efektif 80%. Gabapentin atau Topiramat.
b. Supresi Periodik Klaster Prednison 40–75 mg/hari untuk 3 hari reduksi dosis dengan
interval tiap 3 hari tappering off dalam 11 hari jika nyeri kepala klister muncul lagi stabilisasi dosis.
Ergotamine tartrate tab 1 mg dosis: 1–2 tab ½–1 jam sebelum prediksi serangan (Efektif pada 1–2 periode klaster pertama)
Dihidroergotamin; Injeksi 1 mg i.m. 2 kali/hari ½–1 jam sebelum prediksi serangan
Capsaicin: Suspensi capsaicin intranasal; 2 tetes di 2 nostril
sensasi burning & rhinorrhoea diulang tiap hari untuk 5 hari
serangan nyeri kepala klaster: reduksi 67%. Methysergide dosis: 1–2 mg, 2–3 kali/ hari. Aman bila durasi
periode klaster < 3 bulan. Efek samping: fibrosis Chlorpromazine: 75–700 mg/hari
c. Farmakologi Profilaksis Verapamil (lini pertama) 120–160 mg t.i.d-q.i.d, selain itu bisa
juga dengan Nimodipin 240 mg/hari atau Nifedipin 40-120 mg/hari (A).
Steroid (80–90% efektif untuk prevensi serangan), tidak boleh diberikan dalam waktu lama. 50–75 mg setiap pagi dikurangi 10% pada hari ketiga (A).
Lithium 300–1500 mg/hari (rata-rata 600–900 mg). (Level B)
22
Methysergide 4–10 mg/hari. ( Level B) Divalproat Sodium. (Level B) Neuroleptik (Chlorpromazine). Clonidin transdermal atau oral. Ergotamin tartrat 2 mg 2–3 kali per hari, 2 mg oral atau 1 mg
rektal 2 jam sebelum serangan terutama malam hari, Dihydroergotamin, Sumatriptan atau triptan lainnya. (Level B)
Indometasin 150 mg/hari.
d. Catatan: Terapi pilihan pertama: Prednison 60–80 mg/hari (selama 7–14
hari) dan Verapamil 240 mg/hari. Jika gagal: Methysergide 2 mg t.i.d (1–2 bulan) jangan diberikan dengan obat lain, kecuali hydrocodon bitartrat (Vicodin).
Jika tidak efektif: Lithium atau Asam valproat atau keduanya dapat dipakai bersama dengan Verapamil. Untuk pasien yang dirawat inap karena nyeri kepala klaster intractable: Dihidroergotamin i.v. setiap 8 jam, juga diberikan sedatif.
e. Pengobatan bedah untuk nyeri kepala klaster kronisJika pengobatan konservatif dan preventif gagal, bisa dipertimbangkan untuk dilakukan “histamine desensitization” atau tindakan operasi.Indikasi operasi: Nyeri kepala tipe kronis tanpa remisi nyeri selama satu tahun. Terbatas nyeri unilateral. Stabil secara fisiologik, sehat secara mental dan medik.Berbagai tindakan pembedahan: Neurektomi oksipital Pemotongan/dekompresi n.intermedius Pemotongan/dekompresi n. petrosus superfisialis major Thermokoagulasi ganglion gasseri (ganglio-rhizolysis) Radiofrequency terhadap lesi
23
Dekompresi saraf trigeminus Injeksi gliserol pada ganglion gasseri Sphenopalatine ganglionectomy (conventional surgery) Section of the trigeminal nerve (efek samping: anestesi kornea).
24
DAFTAR PUSTAKA
Ahmed, F., 2012. Headache disorders: differentiating and managing the common
subtypes. British journal of pain, 6(3), pp.124-132.
Buku Ajar Neurologi. Departemen Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Penerbit Kedokteran Indonesia. 2017.
Headache Classification Committee of the International Headache Society (IHS) The
International Classification of Headache Disorders, 3rd edition. (2018). Cephalalgia,
38(1), pp.1-211.
May, A., 2018. Hints on Diagnosing and Treating Headache. Deutsches Ärzteblatt
International, 115(17), p.299.
Panduan Praktik Klinis Neurologi, Kelompok studi Nyeri Kepala, Perhimpunan Dokter
Spesialis Saraf Indonesia (PERDOSSI), 2016, Hal 6-15.
Walker, H.K., Hall, W.D. and Hurst, J.W., 1990. Diplopia--Clinical Methods: The History,
Physical, and Laboratory Examinations.
25