warta kencana edisi #18-19 - 2014

36

Upload: warta-kencana

Post on 02-Apr-2016

221 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

Warta Kencana: Media Advokasi Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Jawa Barat diterbitkan Perwakilan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Jawa Barat bekerjasama dengan Pengurus Daerah Ikatan Penulis Keluarga Berencana (IPKB). [F] Warta Kencana [T] @Dua_Anak www.duaanak.com

TRANSCRIPT

Page 1: Warta Kencana Edisi #18-19 - 2014
Page 2: Warta Kencana Edisi #18-19 - 2014
Page 3: Warta Kencana Edisi #18-19 - 2014

WARTA OPINI

3 NOMOR 18 - 19 • TAHUN V • EDISI KHUSUS HARGANAS XXI - 2014 • WARTA KENCANA

WARTA KENCANA Media Advokasi Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Jawa Barat diterbitkan BKKBN Jawa Barat untuk keperluan penyebarluasan informasi dan kajian kependudukan dan keluarga berencana di Jawa Barat. Warta Kencana hadir setiap dua bulan. Redaksi menerima kiriman artikel, liputan kegiatan, dan foto kegiatan kependudukan atau keluarga berencana. Redaksi akan memprioritaskan kiriman dari daerah. Setiap pemuatan akan mendapatkan bingkisan menarik dari redaksi.

Penasehat: Kepala BKKBN Jawa Barat Siti Fathonah Dewan Redaksi: Rahmat Mulkan, Ida Indrawati, Tetty Sabarniati, Yudi Suryadhi, Rudy Budiman, Soeroso Dasar Pemimpin Redaksi Rudy Budiman Wakil Pemimpin Redaksi: Elma Triyulianti Managing Editor: Najip Hendra SP Tim Redaksi: Arif R. Zaidan, Chaerul Saleh, Agung Rusmanto Kontributor: Achmad Syafariel (Jabotabek), Akim Garis (Cirebon), Aa Mamay (Priangan Timur), Yan Hendrayana (Purwasuka), Anggota IPKB Jawa Barat, Rudini Fotografer: Dodo Supriatna Tata Letak: Litera Media Grafika Sirkulasi: Ida Farida Percetakan Litera Media - 022 87801235 www.literamedia.com

Alamat Redaksi Kantor BKKBN Jawa Barat Jalan Surapati No. 122 Bandung Telp : (022) 720 7085 Fax : (022) 727 3805 Email: [email protected] Website: www.duaanak.com

WARTA UTAMASemester Dua dari Kuadran Dua

5 WARTA JABARSelamat Datang Perda Ketahanan Keluarga Jawa Barat

20

WARTA JABARMedia Perlu Kawal Kependudukan

22WARTA UTAMAMenyoal Angka Akrobatik Mini Survei

8

WARTA JABARYuk, 20 Menit Mendampingi Anak!

26WARTA KHUSUSKepala Daerah Harus Sukseskan Program KKBPK

12

WARTA DAERAHSumedang Resmi Punya Perda Kependudukan

31

WARTA DAERAHPenyuluhan KB Masuk Mata Kuliah di UIN

33

WARTA DAERAHBupati Bandung Barat Serukan “Dua Anak Cukup”

28

WARTA UTAMAPolitik Anggaran yang Memicu Darurat Alokon10

Ada uang, ada barang. Rupanya rumus

itu berlaku untuk semua hal. Termasuk soal alat dan obat kontrasepsi (Alokon). Politik anggaran yang tak berpihak pada pengendalian penduduk menjadi pemicu tersendatnya pengadaan alokon. Kini, sejumlah daerah terjerumus dalam darurat alokon.

WARTA EDISI INI

Page 4: Warta Kencana Edisi #18-19 - 2014

WARTA REDAKSI

4 WARTA KENCANA • NOMOR 18 - 19 • TAHUN V • EDISI KHUSUS HARGANAS XXI - 2014

Dua Anak Lebih Bahagia

Ide besar program keluarga berencana untuk mewujudkan norma keluarga kecil bahagia sejahtera (NKKBS) bukan isapan jempol belaka. Awal Juni 2014, Badan Pusat Statistik (BPS) merilis indeks kebahagiaan (index of happiness) di Indonesia. Hasilnya menunjukkan nilai indeks kebahagiaan di Indonesia adalah 65,11 dari skala 0-100. Indeks ini merupakan indeks

komposit yang diukur secara tertimbang dan mencakup indikator kepuasan terhadap 10 domain kehidupan yang penting.

Nah, tingkat kebahagiaan tertinggi dicapai oleh penduduk yang berpendidikan tinggi, bertempat tinggal di kota, berpendapatan tinggi, pada kelompok umur 17-24 tahun dan yang terpenting adalah berkeluarga dengan anak dua. Jadi temuan ini sejalan dengan tujuan yang diharapkan BKKBN yaitu keluarga kecil bahagia sejahtera dengan “2 anak cukup!”.

Penghitungan yang kali pertama dilakukan di Indonesia ini membawa angin segar bagi advokasi dan KIE program KKBPK di Indonesia. Hasil ini memberi sebuah alasan lagi ihwal pentingnya program KKBPK. Selain berupaya mengendalikan penduduk, mahakarya dalam rekayasa sosial ini sukses menjadi salah satu pengantar bagi keluarga untuk memenuhi kebahagiaannya.

Sangat tepat amanat Presiden RI pada saat peluncuran buku Proyeksi Penduduk Indonesia 2000-2025 yang berpesan agar “Letakkan sekali lagi, masalah kependudukan dalam konteks pembangunan yang berkelanjutan dan kehidupan yang harmonis, letakkan dalam konteks kesepadanan antara kualitas dan kuantitas dan letakkan dalam konteks pemenuhan kebutuhan dasar manusia.”

Dan, peringatan Hari Keluarga Nasional (Harganas) begitu penting untuk menjadi momentum bagi kita untuk mengingat kembali akan pentingnya peranan keluarga. Peran bagi kehidupan pribadi kita, bagi kehidupan dan masa depan anak-anak kita, dan bagi kehidupan masyarakat dan bangsa kita.

Selamat Hari Keluarga Nasional XXI. Salam hangat untuk seluruh keluarga Jawa Barat.

Rudy BudimanPemimpin Redaksi

Page 5: Warta Kencana Edisi #18-19 - 2014

5

Semester Dua dari Kuadran Dua

Sampai Tengah Tahun, 73,74% PUS di Jabar Jadi Peserta KB

Apa kabar program KB Jawa Barat?

Hingga pertengan tahun 2014 ini kita

bisa melihatnya dari setidaknya

empat publikasi resmi.

Survei Sosial dan Ekonomi Nasional (Susenas) 2012, Mini Survei (MS) Program KB 2013, Survei Demografi

dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2012, dan –jangan lupa– statistik rutin Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) yang diperbarui setiap bulan. Memang setiap survei atau penghitungan tadi memiliki metodologi masing-masing. Tak bisa dipersamakan satu sama lain.

Meski begitu, beberapa indikator di antaranya memiliki kesamaan. Yang paling kentara tentu saja prevalensi kontrasepsi. Keempat metode pengukuran tadi sama-sama mengukur tingkat pemakaian kontrasepsi tersebut. Menariknya, hasilnya menunjukkan angka berbeda. Tiga di antaranya memiliki rentang angka tak terlalu jauh, sementara satu lainnya menjulang meninggalkan angka survei. Perbandingan tingkat prevalensi

NOMOR 18 - 19 • TAHUN V • EDISI KHUSUS HARGANAS XXI - 2014 • WARTA KENCANA

WARTA UTAMA

Page 6: Warta Kencana Edisi #18-19 - 2014

6 WARTA KENCANA • NOMOR 18 - 19 • TAHUN V • EDISI KHUSUS HARGANAS XXI - 2014

WARTA UTAMA

tersebut bisa dilihat pada infografik.

Merujuk pada statistik rutin BKKBN Jabar, sampai Juni 2014 ini jumlah peserta aktif (PA) atau contraceptive prevalence rate (CPR) mencapai 73,74 persen dari total pasangan usia subur (PUS). Secara persentase, penyumbang utama tiga besar PA ada di Kabupaten Bandung (81,97%), Kabupaten Sumedang (81,17%), dan Kota Cirebon (80,60%). Adapun tiga daerah dengan pencapaian PA terendah dihuni Kabupaten Tasikmalaya (63,66%), Kabupaten Subang (65,60%), dan Kabupaten Sukabumi (69,17%).

Dibanding perkiraan permintaan masyarakat (PPM), jumlah ini sudah melampaui ekspektasi hingga 120,60 persen. Terlebih untuk Kabupaten Ciamis, Kota Depok, dan Kota Tasikmalaya yang mencatat

persentase hingga masing-masing 135,15%, 133,26%, dan 130,25%. Dan, hanya Kota Cimahi yang belum memenuhi target pencapaian.

Hingga Juni, Kota Cimahi sudah mencatatkan pencapaian 88,11%. Hmmm, boleh dibilang pekerjaan pengelola program KB di Jawa Barat

Perbandingan Tingkat Prevalensi KB di Jawa BaratBerdasarkan Hasil Survei

Prevalensi KB Jabar Berdasarkan Statistik Rutin

Susenas 2012 Mini Survei 2013

WARTA UTAMA

Page 7: Warta Kencana Edisi #18-19 - 2014

7

PETA KELUARGA

sudah selesai bukan? Jawaban ini bisa ya atau tidak. Ya, bila menengok angka absolut tadi. Tidak bila kita memperhatikan komposisi pola pemakaian kontrasepsi itu sendiri.

“Proporsi MKJP (peningkatan metode kontrasepsi jangka panjang) kita masih rendah,” kata Kepala Bidang Advokasi, Penggerakkan, dan Informasi (Adpin) BKKBN Jabar Rudy Budiman.

Ya, benar masih rendah. Pengguna MKJP seperti kesulitan berkutat dari angka 20 persen. Hingga pertengahan tahun, MKJP masih tersendat pada angka 20,44%. Sementara targetnya sekitar 22,7%. Bahkan, empat daerah mencatat pemakaian MKJP di bawah 15 persen. Keempat daerah itu meliputi: Kabupaten Karawang (13,88%), Kabupaten Sukabumi (13,54%), Kabupaten Bogor (12,92%), dan Kabupaten Indramayu (12,50%). Meski begitu, terdapat tiga daerah lain yang sukses mencatatkan pencapaian fantastis pemakaian MKJP. Yakni, Kota Bandung (41,51%), Kabupaten Subang (32,08), dan Kota Cimahi (30,94%).

Rendahnya tingkat pemakaian MKJP juga tercermin dari hasil MS 2013. Ternyata, peserta KB di Jabar masih sangat didominasi suntik dan pil. Angkanya mencapai 77,5%, dengan rincian: suntik 48,5% dan pil 29%. Setelah itu, barulah terdapat IUD (12,7%) dan implant (4%). Adapun metode operasi wanita (MOW) 3,4% dan metode operasi pria (MOP) kurang dari 1%. Nah, lho..

“Berarti dari seluruh peserta KB, seperlimanya mengunakan MKJP,” kata Kepala Perwakilan BKKBN Jabar Siti Fathonah sesaat setelah membuka pertemuan pendahuluan review Program KKBPK.

Kuadran Menentukan Prioritas

Bila dicermati, sejumlah metode penghitungan tadi memunculkan sejumlah fakta. Ya, prevalensi dan angka kelahiran total atau total fertility rate (TFR). Periset BKKBN Jabar mengelompokkan fakta tersebut ke dalam empat kuadran. Kuadran I untuk kabupaten dan kota dengan prevalensi tinggi dan TFR tinggi, Kuadran II untuk daerah dengan contraceptive prevalence rate (CPR) rendah dan TFR tinggi, Kuadran III untuk daerah dengan CPR dan TFR sama-sama rendah, dan Kuadran IV untuk daerah dengan CPR tinggi yang disertai dengan TFR rendah.

Di antara empat kuadran tadi, kuadran II merupakan prioritas utama penggarapan program kependudukan, keluarga berencana, dan pembangunan keluarga (KKBPK) pada semester kedua tahun ini. Dua paramaternya jelas menunjukkan jebloknya performa program di kabupaten atau kota bersangkutan. Sebaliknya, kuadran IV merupakan potret ideal program KKBPK. TFR rendah berbanding lurus dengan tingginya CPR. Makin tinggi CPR, makin rendah TFR.

Menyimak kuadran antara yang dipaparkan pada pertemuan pendahuluan review program KKBPK Jawa Barat semester pertama di Hotel Karang Setra, Kota Bandung, pada 17 Juli 2014 lalu, kuadran II yang nota bene merupakan titik kritis dihuni enam kabupaten dan kota. Keenam daerah tersebut meliputi Kabupaten Cianjur, Kabupaten Garut, Kabupaten Bogor, Kabupaten Sukabumi, Kota Sukabumi, dan Kabupaten Purwakarta. Di luar Kota Sukabumi, lima kabupaten sisanya merupakan daerah dengan daerah yang sangat luas dan empat di antaranya memiliki topografi pegunungan hingga pesisir laut.

Kuadran II merupakan prioritas utama penggarapan program kependudukan, keluarga berencana, dan pembangunan keluarga (KKBPK) pada semester kedua tahun ini.

NOMOR 18 - 19 • TAHUN V • EDISI KHUSUS HARGANAS XXI - 2014 • WARTA KENCANA

WARTA UTAMA

PELAYANAN PAPSEMAR

Page 8: Warta Kencana Edisi #18-19 - 2014

8 WARTA KENCANA • NOMOR 18 - 19 • TAHUN V • EDISI KHUSUS HARGANAS XXI - 2014

WARTA UTAMA

Sebagai gambaran, jarak dari pusat kota Garut ke Kecamatan Caringin di pesisir Rancabuaya membutuhkan waktu tempuh 5-6 jam. Waktu yang sama diperlukan untuk menempuh perjalanan dari pusat kota Sukabumi menuju Ujung Genteng. Kondisi ini diperburuk dengan buruknya infrastruktur jalan di kawasan tersebut. Wajar bila kemudian pelayanan kontrasepsi di wilayah kuadran II ini tersendat cukup serius.

Prioritas bergeser ke Kuadran I, anomali CPR rendah namun memiliki TFR tinggi. Di sini bercokol tujuh kabupaten, terdiri atas Tasikmalaya, Kuningan, Ciamis, Bandung, Majalengka, Subang, dan Bandung Barat. Bila dicermati, daerah ini didominasi kontur pegunungan hingga dataran rendah. Tiga di antaranya beririsan dengan Kota: Tasikmalaya dengan Kota Tasikmalaya, Kabupaten Bandung dan Kabupaten Bandung Barat berbatasan denggan Kota Bandung.

Kepala Bidang Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi (KBKR) BKKBN Jawa Barat Rakhmat Mulkan memastikan dua kuadran kritis tersebut akan menjadi perhatian serius dalam satu semester ke depan. Di Kuadran II, pihaknya bakal menggenjot penggerakkan peserta KB baru (PB) yang disertai dengan penggerakan pasangan usia subur muda varitas rendah (PUS Mupar) dan MKJP. Upaya serupa diberlakukan untuk Kuadran I, dengan “bonus” pembinaan peserta KB aktif (PA).

“Untuk mendukung strategi tersebut kami akan melakukan inventarisasi data fasilitas kesehatan, baik PPK (Pusat Pelayanan Kesehatan) I maupun PPK II, yang sudah bekerjasama dengan BPJS (Kesehatan),” kata Rakhmat saat memaparkan Strategi Operasional Semester II.(NJP)

Ketua Ikatan Penulis Keluarga Berencana (IPKB) Jawa Barat Soeroso Dasar mengangkat tangan

tinggi-tinggi ketika moderator pada rapat pendahuluan Review Program Kependudukan, Keluarga Berencana, dan Pembangunan Keluarga (KKBPK) memberikan kesempatan kepada peserta rapat untuk menyampaikan pendapat atau pertanyaan. Sesi pertama ini

Soeroso belum beruntung. Barulah moderator mempersilakan Soeroso ketika termin kedua pertanyaan dibuka.

“Saya mengapresiasi hasil survei yang dilakukan BKKBN. Pembagian kuadran mengingatkan saya pada diagram Cartesius untuk melihat korelasi antara sumbu x dan sumbu y. Bagi say a ini kemajuan dalam menganalisis program KKBPK

Menyoal Angka Akrobatik Mini SurveiSurvei memang survei, bukan fakta absolut. Meski begitu, dengan metodologi yang tepat mampu mencerminkan realitas populasi. Begitu pula dengan Mini Survei (MS) program keluarga berencana (KB) yang dihelat 2013 lalu –dan hasilnya dipublikasikan tahun ini.

WARTA UTAMA

Page 9: Warta Kencana Edisi #18-19 - 2014

9

di Jawa Barat,” kata Soeroso yang mengaku memiliki riwayat penelitian selama belasan tahun di almamaternya, Universitas Padjadjaran (Unpad).

Itu saja? Ternyata tidak. Pengajar Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Unpad ini menyampaikan unek-uneknya tentang beberapa hal yang mengemuka dalam hasil MS 2013. Boleh jadi pertanyaan Soeroso sebenarnya mencerminkan pertanyaan serupa dari benak banyak peserta rapat. Bahkan, bukan tidak mungkin yang diungkapkannya merupakan titipan dari peserta rapat, heheh..

“Saya terkaget-kaget menyimak angka kehamilan di Jawa Barat berdasarkan hasil Mini survei 2013. Bagaimana bisa di Kabupaten Karawang terdapat 33,1 persen wanita usia suburnya bisa hamil bersamaan? Apakah survei ini sudah menggunakan metodologi secara benar?” Soeroso seolah menggugat.

Pentolan Koalisi Kependudukan Jawa Barat ini makin heran ketika mencermati angka pasangan usia subur (PUS) yang belum terlayani (unmet need). Di Karawang, masih mengutip rilis survei yang sama, angka unmet need-nya 10,8 persen. Dibandingkan dengan angka prevalensi atau kepesertaan KB yang mencapai 71,3%, angka-angka tersebut menjadi tidak masuk akal.

Di bagian lain, angka-angka akrobatik MS juga ditunjukkan pada tingkat kesertaan ber-KB berdasarkan tingkat pendidikan. Ternyata tingkat kepesertaan ber-KB antara mereka yang tamatan SD lebih tinggi daripada tamatan perguruan tinggi. Ini menjadi pertanyaan serius mengingat betapa pengaruh pendidikan terhadap kesertaan KB itu sangat kecil. Prevalensi lulusan perguruan tinggi ini hanya mampu mengalahkan

mereka yang tidak tamat SD atau mereka yang tidak mengenyam bangku sekolah.

Berikut tingkat kepesertaan KB berdasarkan pendidikan tersebut: Tak sekolah 56%, tak tamat SD 60%, tamat SD 66%, tamat SLTP 67%, tamat SLTA 66%, dan tamat perguruan tinggi 63%. Angka ini menunjukkan mereka yang berpendidikan SLTP ternyata memiliki kesadaran untuk ber-KB paling tinggi. Secara umum, berarti tingkat pendidikan tidak linear dengan kesadaran untuk ber-KB.

Tidak kalah menariknya adalah rendahnya kesertaan ber-KB di Kota Cimahi. Berdasarkan karakteristik wilayah, imbuh Soeroso, Cimahi

merupakan tetangga Kota Bandung yang nota bene merupakan jantung Jawa Barat, kota besar utama di Indonesia. Dengan begitu, akses terhadap pelayanan KB sebenarnya tidak sulit. Terlebih Kota Cimahi memiliki teritori yang sangat kecil, hanya tiga kecamatan. Bandingkan dengan Kabupaten Sukabumi yang memiliki 47 kecamatan atau Kota Bandung dengan 30 kecamatan.

Menanggapi hal itu, Kepala Perwakilan BKKBN Jabar Siti Fathonah menjelaskan, MS dilaksanakan setiap April-Mei. Dengan demikian, angka-angka yang muncul menggambarkan kondisi sesaat pada bulan-bulan tersebut. Pejabat eselon II yang mengawali karirnya dari peneliti ini mengingatkan bahwa survei tidak menggambarkan kondisi selama satu tahun. Lazim dalam pertanyaan penelitian atau sensus mencantumkan periode atau waktu.

“Mungkin enaknya bikin anak itu musim dingin sekitar Februari atau Maret, jadi April-Mei hamil. Ini jokes saja,” kata Fathonah mengawali jawabannya.

Dengan demikian, terang Fathonah, kondisi pada satu periode tertentu tidak bisa digeneralisasi ke dalam satu periode penuh. Karena itu, sangat mungkin terjadi

Mini Survei dilaksanakan sekitar April-Mei. Dengan demikian, angka-angka yang muncul menggambarkan kondisi sesaat pada bulan-bulan tersebut.

NOMOR 18 - 19 • TAHUN V • EDISI KHUSUS HARGANAS XXI - 2014 • WARTA KENCANA

WARTA UTAMA

SITI FATHONAH

Page 10: Warta Kencana Edisi #18-19 - 2014

10 WARTA KENCANA • NOMOR 18 - 19 • TAHUN V • EDISI KHUSUS HARGANAS XXI - 2014

WARTA UTAMA

sautu kondisi secara bersamaan. Hal ini juga tidak bisa dipisahkan dari karakterisrik wilayah. Buktinya, kabupaten lain menunjukkan potret berbeda. Kota Cirebon misalnya, hanya mencatat jumlah kehamilan pada saat dilakukannya survei sebanyak 2,6%.

Menyinggung kondisi Kota Cimahi, Fathonah menilai tidak harus menjadi polemik mengingat kondisi perkotaan tidak lepas dari adanya kawasan kumuh (slum area) berupa bantaran sungai, rel kereta api, terminal, dan kantong-kantong lainnya. Kondisi itulah yang menjadikan akses mereka terhadap pelayanan menjadi sulit. Atau, bisa saja upaya pengelola program untuk menyentuh kelompok ini tidak optimal.

“Karena itu, unmet need di kota-kota besar atau perkotaan pada umumnya antara lain berkaitan dengan kantong kemiskinan atau kawasan kumuh tadi. Beda dengan daerah lain seperti kawasan pegunungan atau pesisir. Saya malah senang memunculkan angka 9,4%. Kalau angkanya 5% malah saya bertanya, benar atau nggak kelompok-kelompok tersebut digarap,” ungkap Fathonah.

Fathonah juga mengoreksi penggunaan diagram Cartesius dalam penggunaan diagram. Penentuan kuadran, terang Fathonah, berpijak pada diagram Scatter yang di dalamnya memuat sebaran angka. Diagram ini dikembangkan untuk melihat posisi sebuah daerah. Penentuan kuadran sendiri ditentukan setelah memasukkan instrumen total fertility rate (TFR) dan prevalensi (CPR).

“Jadi, memang tidak untuk melihat hubungan TFR terhadap CPR. Penentuan kuadran untuk melihat benchmark saja,” terang Fathonah.(NJP)

Bulan-bulan terakhir ini menjadi begitu melelahkan bagi Ambar Rahayu. Sekretaris Utama Badan

Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) ini mengaku sudah bolak-balik mengikuti pertemuan pembahasan anggaran dalam anggaran

pendapatan dan belanja negara (APBN). Upaya ini ditempuh agar anggaran yang diperuntukkan bagi pengadaan alokon bisa segera dicairkan.

“Tahun ini merupakan akir dari RPJMN 2009-2014. Tahun ini merupakan pertaruhan apakah kita bisa mencapai sasaran atau tidak.

Politik Anggaran yang Memicu Darurat AlokonAda uang, ada barang. Rupanya rumus itu berlaku untuk semua hal. Termasuk soal alat dan obat kontrasepsi (Alokon). Politik anggaran yang tak berpihak pada pengendalian penduduk menjadi pemicu tersendatnya pengadaan alokon. Kini, sejumlah daerah terjerumus dalam darurat alokon.

WARTA UTAMA

PENGECEKAN ALOKON

Page 11: Warta Kencana Edisi #18-19 - 2014

11

Sayangnya, 2014 tidak semulus yang kita bayangkan. Di tengah tahun kita mendapatkan efisiensi, dari semula Rp 2,88 triliun harus dipotong Rp 800 miliar,” ungkap Ambar saat berbicara di hadapan pimpinan satuan kerja perangkat daerah (SKPD) yang membidangi program kependudukan, keluarga berencana, dan pembangunan keluarga (KKBPK) di Hotel Karang Setra pertetangahan Juli 2014.

Tak pelak efisiensi anggaran ini membuat Ambar syok luar biasa. Maklum, jabatan yang diembannya merupakan mesin utama penggerak roda program KKBPK di tanah air. Dia bercerita, dari Rp 2,88 triliun tersebut, Rp 1,1 triliun di antaranya merupakan gaji, remunasi, dan biaya pemeliharaan rutin. Sedangkan anggaran untuk membiayai program hanya Rp 1,7 triliun. Dengan demikian, pemotongan Rp 800 miliar sudah menggerus hampir setengahnya program KKBPK.

Belakangn, Ambar sedikit bernafas lega. Alasannya, efisiensi yang semula Rp 800 miliar dipangkas menjadi Rp 350 miliar. Dengan begitu, sejumlah program yang semula hendak dibatalkan bisa kembali diberi nyawa. Tapi apa lacur, APBN Perubahan (APBNP) tak kunjung diteken wakil rakyat di Senayan. Pengadaan alokon yang menjadi tanggungan BKKBN pun kembali tersandung politik anggaran.

“Walaupun keputusan MK (Mahkamah Konstitusi, red) mengatakan bahwa DPR itu bukan satu-satunya alasan pengesahan APBN, tetapi tetap saja itu sulit ditembus. Tapi kenyataannya sangat sulit. Untuk mendapatkan tanda tangan saya harus lari menemui Ketua (Badan Anggaran DPR RI) hingga ke Sulsel. Walaupun sudah bertemu dan minta tolong, entah kenapa sampai sekarang belum juga ditandatangani,” Ambar menyesalkan.

“Ini kan sebenarnya untuk kepentingan rakyat. Tapi, kenapa kok wakil rakyat tidak memperlancar untuk kepentingan rakyat. Mudah-mudahan ke depan tidak begini lagi,” ungkap Ambar yang beberapa bulan sebelumnya menyempatkan diri blusukan menelusuri distribusi alokon ke Ciwidey, Kabupaten Bandung.

Di tempat yang sama, Kepala Bidang Advokasi, Penggerakkan,

dan Informasi (Adpin) Rudy Budiman mengungkakan, saat ini persediaan alokon makin mengkhawatirkan. Beberapa daerah sudah memasuki masa kritis. Kondisi darurat alokon ini diperkirakan akan terus berlangsung manakala APBNP belum diketok palu.

Sampai Juni 2014, terang Rudy, persediaan suntik dan pil sudah habis. Bahkan, tidak cukup untuk melayani kebutuhan dalam satu bulan. Dari kebutuhan 1,065 juta pil per bulan, kini gudang BKKBN hanya memiliki 146 ribu set atau hanya cukup untuk 0,14 bulan. Sementara itu, gudang hanya menyisakan 1.000 vial KB suntik. Padahal, kebutuhan per bulan mencapai 554.120 vial.

Memang masih tersedia cukup banyak kondom. Dari kebutuhan bulanan sekitar 26.420 lusin kondom per bulan, stok di gudang masih menyisakan 416.700 lusin. Berarti, persediaan kondom di Jabar masih cukup untuk 15,77 bulan ke depan. Sayangnya, kondom bukanlah pilihan utama peserta KB di Jabar. Setelah digabung dengan MOP, partisipasi KB pria di Jabar baru berkisar 1,5% dari total peserta KB.

“Berdasarkan Undang-undang BPJS, BKKBN berkewajiban memenuhi seluruh kebutuhan alokon. Sayangnya, upaya kita memenuhi tuntutan tersebut kini tersendat,” kata Rudy.(NJP)

Persediaan Alokon di Jawa Barat per Juni 2014

NO JENIS ALKON SATUAN SISA STOCK

KEBUTUHAN/ BULAN

RASIO(bulan)

1 IUD COPER T SET 62.890 16.796 3,74

2 IMPLANT SET 51.735 5.922 8,74

3 P I L STRIP 146.000 1.065.000 0,14

4 SUNTIKAN VIAL 1.000 554.120 0,00

5 KONDOM LUSIN 416.700 26.420 15,77

NOMOR 18 - 19 • TAHUN V • EDISI KHUSUS HARGANAS XXI - 2014 • WARTA KENCANA

WARTA UTAMA

Page 12: Warta Kencana Edisi #18-19 - 2014

12 WARTA KENCANA • NOMOR 18 - 19 • TAHUN V • EDISI KHUSUS HARGANAS XXI - 2014

Boediono menegaskan hal itu di hadapan 15 ribu peserta peringatan Hari Keluarga Nasional (Harganas) XXI

di lapangan upacara Komando Daerah Militer (Kodam) V Brawijaya, Kota Surabaya, Sabtu 14 Juni 2014. Pak Boed, sapaan Boediono, juga menyoroti secara khusus peran ibu dalam membangun karakter bangsa.

Sebagai negara terbesar keempat di dunia, imbuh Boediono, Indonesia mempunyai berbagai pontesi alam dan manusia. Dengan berbekal jumlah penduduk dan sumber daya alam melimpah, tidak mustahil Indonesia akan menjadi

negara maju dan terbesar di Asia. Menyangkut potensi potensi sumber daya manusia (SDM), keluarga menjadi faktor penting dalam membentuk bangsa yang maju dan bermartabat. Karena itu, peran ibu untuk membangun karakter melalui keluarga menjadi sangat penting. “Ini tanpa mengurangi peran bapak-bapak dalam keluarga,” kata Boediono.

Sejauh ini, banyak program pemerintah yang mengandalkan perempuan sebagai tumpuan untuk pembangunan keluarga. Baik bidang kesehatan, pendidikan, maupun penanggulangan

Kepala Daerah Harus Sukseskan Program KKBPKPesan Wapres Boediono pada Puncak Peringatan Harganas XXI di Jawa Timur

Wakil Presiden Boediono mendesak

para kepala daerah di Indonesia untuk

menyukseskan program

kependudukan, keluarga berencana,

dan pembangunan keluarga (KKBPK).

WARTA KHUSUS

WAPRES TINJAU PAMERAN

Page 13: Warta Kencana Edisi #18-19 - 2014

13 NOMOR 18 - 19 • TAHUN V • EDISI KHUSUS HARGANAS XXI - 2014 • WARTA KENCANA

kemiskinan. Program-program tersebut menjadikan keluarga sebagai sasarannya. “Kita harus memberikan apresiasi tinggi kepada peran ibu dalam membina kualitas keluarganya. Tanpa peran ibu maka kualitas keluarga tidak akan meningkat,” katanya.

Mantan Gubernur Bank Indonesia ini menjelaskan, sebagai negara dengan jumlah penduduk besar, Indonesia memiliki tingkat kesulitan tinggi dan membutuhkan kerja keras dalam meningkatkan dan membina kualitas manusia. Ini menjadi tantangan tersendiri, sehingga diperlukan kerjasama dan kordinasi dengan banyak pihak. Karena itu, semua komponen bangsa harus bahu-membahu untuk menyelesaikan masalah kependudukan di Indonesia, salah satunya bisa dimulai dengan pembatasan kelahiran anak.

Boediono meminta para kepala daerah se-Indonesia untuk ikut menyukseskan program KKBPK dengan menyusun program-program serta kegiatan-kegiatan kependudukan dan keluarga berencana secara terpadu. “Pemerintah bersama seluruh unsur masyarakat mempunyai tanggung jawab untuk mendorong dan menciptakan iklim yang sehat bagi pembentukan keluarga Indonesia yang sehat dan sejahtera,” paparnya.

Wapres berpesan, semua pihak harus bertekad memantapkan langkah untuk menggerakkan kembali program KKBPK di tanah air. “Program-program itu diarahkan pada pengendalian jumlah penduduk dan pengaturan jarak kelahiran, peningkatan kualitas penduduk, hingga peningkatan pendapatan keluarga sejahtera dan pemberdayaan ekonomi keluarga melalui kegiatan bina keluarga yang

meliputi balita, anak remaja, hingga lansia,” katanya.

Untuk mencapai sasaran-sasaran itu semua, kata dia, perlu penggunaan data yang sama dan perlunya koordinasi sasaran oleh semua pihak untuk program-program di ketiga bidang tersebut. “Baik di tingkat pusat maupun daerah, mulai dari perencanaan hingga pelaksanaannya. “Tapi bagaimanapun baiknya rencana kebijakan, akhirnya semua ditentukan oleh kegigihan pelaksana dan pelaksananya,” katanya.

Makna Hari Keluarga

Di sisi lain, Wapres meningatkan pentingnya peringatan Harganas bagi Indonesia. Harganas, sambung Boediono, dimaksudkan untuk menjadi momentum bagi kita untuk mengingat kembali akan pentingnya peranan keluarga bagi kehidupan pribadi kita, bagi kehidupan dan masa depan anak-anak kita, dan bagi kehidupan masyarakat dan bangsa kita.

“Hal yang penting untuk kita sadari, dan untuk selalu kita ingat, adalah bahwa kualitas keluarga menentukan kualitas manusia. Kualitas manusia, terutama kualitas generasi muda, generasi pengganti, menentukan kemajuan bangsa. Dalil ini jangan sampai kita lupakan. Berhasil tidaknya kita memajukan bangsa tergantung berhasil tidaknya kita membangun keluarga yang berkualitas, membangun manusia yang berkualitas,” papar Boediono.

Nah, kualitas manusia ditentukan oleh keterampilannya, pengetahuannya dan menurut hemat saya, terutama ditentukan oleh kemantapan pribadinya, oleh keteguhan karakternya. Tanpa mengurangi penghargaan kepada peran bapak dalam membangun keluarga, pembangunan karakter melalui keluarga akan sangat ditentukan oleh peran sentral seorang ibu.

“Menyadari hal ini, sudah sepatutnya pada Harganas ini kita semua memberikan salut dan apresiasi yang tinggi kepada para ibu Indonesia, kepada perempuan Indonesia atas peran sentralnya dalam membina kualitas keluarga Indonesia,” ungkap Pak Boed.

Sementara itu, Ketua Panitia Peringatan Harganas XXI Ny Vita Gamawan Fauzi menjelaskan, puncak peringatan Harganas XXI diikuti sekitar 15 ribu peserta dari berbagai kalangan di Indonesia. Selain sejumlah kepala daerah yang hadir untuk menerima penghargaan, Harganas juga dihadiri para kader KB, petugas lapangan keluarga berencana (PLKB), para pengelola kelompok usaha peningkatan pendapatan keluarga sejahetra (UPPKS), Tribina, motivator KB, peserta KB lestari, dan para pengelola Pusat Pelayanan Keluarga Sejahtera (PPKS).(DUAANAK.COM)

Sudah sepatutnya pada Harganas ini kita semua memberikan salut dan apresiasi yang tinggi kepada para ibu Indonesia, kepada perempuan Indonesia atas peran sentralnya dalam membina kualitas keluarga Indonesia.

WARTA KHUSUS

Page 14: Warta Kencana Edisi #18-19 - 2014

14 WARTA KENCANA • NOMOR 18 - 19 • TAHUN V • EDISI KHUSUS HARGANAS XXI - 2014

Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Fasli Jalal mengungkapkan

kebanggaannya terhadap 18 kabupaten dan kota di Indonesia yang telah membentuk Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Daerah (BKKBD). Dari 18 daerah tersebut, satu di antaranya berasal dari Jawa Barat, yakni Kabupaten Sukabumi. Fasli meyakini hadirnya BKKBD menjadi instrumen penting bagi pembangunan kependudukan, keluarga berencana, dan pembangunan keluarga (KKBPK).

“Setelah bergulirnya otonomi daerah dan desentralisasi, banyak daerah yang mengendorkan prioritas program KKBPK, sehingga kualitas dan kuantitas sumber daya berkurang. Jika kelembagaan tidak utuh, sumber daya manusia tidak cukup dan profesional serta alokasi dana berkurang, maka sulit bagi 500 kabupaten dan kota untuk menyukseskan program kependudukannya. Tetapi saya bangga 18 daerah yang sudah mendirikan BKKBD. Ini sesuai perintah Undang-udang Nomor 52 tahun 2009,” tandas Fasli saat memberikan

sambutan pada puncak peringatan Hari Keluarga Nasional (Harganas) XXI di lapangan upacara Komando Daerah Militer (Kodam) V Brawijaya, Kota Surabaya, Sabtu 14 Juni 2014.

Fasli kemudian mengidentifikasi empat masalah kependudukan yang dihadapi Indonesia dewasa ini. Keempat masalah itu meliputi jumlah penduduk yang besar, pertumbuhan yang tinggi, persebaran tidak merata, dan kualitas yang rendah. Meski begitu, program KB yang digulirkan sejak 1970 silam berhasil memangkas angka fertilitas atau

Fasli Jalal Bangga 18 Daerah Sudah Bentuk BKKBD

WARTA KHUSUS

FASLI JALAL

Page 15: Warta Kencana Edisi #18-19 - 2014

15 NOMOR 18 - 19 • TAHUN V • EDISI KHUSUS HARGANAS XXI - 2014 • WARTA KENCANA

total fertility rate (TFR) dari 5,6 anak per perempuan menjadi sekitar dua anak per perempuan. Dengan laju pertumbuhan penduduk (LPP) 1,49 persen, kini penduduk Indonesia bertambah 4,5 juta setiap tahun.

“Proyeksi yang telah diluncurkan secara resmi oleh Presiden RI pada 29 Januari 2014, jumlah penduduk Indonesia akan mencapai 305 juta jiwa pada 2035. Pertumbuhan penduduk rata-rata per tahun selama periode 2010-2035 diproyeksikan akan terus menurun, dan menjadi 0,62 persen per tahun pada periode 2030-2035. Namun jika Indonesia tidak berhasil menurunkan laju pertumbuhan penduduk, seperti yang terjadi pada periode 2000-2010, LPP meningkat dari 1,45 persen menjadi 1,49 persen, maka diperkirakan penduduk Indonesia akan meningkat

menjadi 343 juta pada tahun 2035,” papar Fasli.

Bila itu terjadi, sambung dia, bakal ada tambahan beban kependudukan yang disebabkan 38 juta kelahiran yang sebetulnya tidak direncanakan. Betapa besar beban yang akan ditanggung keluarga dan negara untuk memenuhi kebutuhan dasar penduduk ini. Meski begitu, besarnya jumlah penduduk tersebut tetap membawa peluang (windows of opportunity) bagi kemajuan Indonesia. Inilah bonus demografi yang harus dimanfaatkan secara optimal.

“Kita bisa mencapai angka ketergantungan paling rendah, di mana hanya 46 orang yang menggantungkan diri pada 100 orang yang bekerja. Kalau kita manfaatkan bonus demografi ini dengan menghasilkan angkatan kerja yang berlimpah harus berkualitas, kesehatan dan kecukupan gizi, lalu profesional dan berkecukupan,” katanya.

Sementara itu, BKKBD sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 52 Tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga bertugas melakukan pengendalian penduduk dan penyelenggaraan keluarga berencana di daerah. Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, BKKBD memiliki hubungan fungsional dengan BKKBN.

Mengcu kepada Pasal 57 UU tersebut, kewenangan BKKBD dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Ketentuan lebih lanjut mengenai tugas, fungsi, dan susunan organisasi BKKBD diatur dengan peraturan daerah. Sayangnya, sejauh ini perangkat pendukung seperti peraturan pemerintah tak kunjung terbit.(DUAANAK.COM)

Petikan Undang-Undang Nomor 52 Tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga

Pasal 54 1. Dalam rangka

pengendalian penduduk dan penyelenggaraan keluarga berencana di daerah, pemerintah daerah membentuk Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Daerah yang selanjutnya disingkat BKKBD di tingkat provinsi dan kabupaten/kota.

2. BKKBD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam melaksanakan tugas dan fungsinya memiliki hubungan fungsional dengan BKKBN.

Pasal 552. BKKBD berkedudukan

di ibu kota Provinsi dan Kabupaten/Kota.

Pasal 57 1. BKKBD mempunyai tugas

dan fungsi melaksanakan pengendalian penduduk dan menyelenggarakan keluarga berencana di tingkat provinsi dan kabupaten/kota.

2. Kewenangan BKKBD dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

3. Ketentuan lebih lanjut mengenai tugas, fungsi, dan susunan organisasi BKKBD diatur dengan Peraturan Daerah.

WARTA KHUSUS

Page 16: Warta Kencana Edisi #18-19 - 2014

16 WARTA KENCANA • NOMOR 18 - 19 • TAHUN V • EDISI KHUSUS HARGANAS XXI - 2014

Portal informasi kependudulan dan keluarga berencana DUAANAK.COM hadir di arena pameran puncak

peringatan Hari Keluarga Nasional (Harganas) XXI tingkat nasional di Surabaya, Jawa Timur, 12-14 Juni 2014. Kali ini, DUAANAK.COM hadir bukan dalam bentuk berita hangat seputar program kependudukan, keluarga berencana, dan pembangunan keluarga (KKBPK), melainkan hadir dengan sajian aneka produk kreatif.

Apa saja bentuknya? Setidaknya ada dua hal yang menjadi andalan. Pertama, kaos oblong dengan desain khusus berisi pesan tentang keluarga dan peringatan Harganas. Kedua, mug cantik dengan pesan yang sama dengan yang tertuang dalam kaos. Meski pesan-pesan yang diusung relatif standar, namun didesain dengan sentuhan khas kreativitas Bandung. Ada juga aneka pernik souvenir tentang DUAANAK.COM.

Ditemui di sela persiapan pameran di lapangan Markas Komando Daerah Militer (Makodam) V Brawijaya, Surabaya, Pemimpin Redaksi DUAANAK.COM Najip Hendra SP menjelaskan, produk-produk yang dipamerkan merupakan buah racikan lini kreatif yang bergerak di luar redaksi. Selama pameran ini, lini kreatif DUAANAK.COM memamerkan empat desain yang hadir di atas material kaos dan mug. Dua pesan di antaranya berupa ucapan Selamat Hari Keluarga dan ilustrasi tentang simbol keluarga. Satu desain lainnya berupa ilustrasi akun-akun media sosial DUAANAK.COM.

“Untuk edisi perdana ini kami hadir dalam dua warna: hitam dan putih. Warna ini dipilih atas pertimbangan selera umum masyarakat, biar gak neko-neko. Sebagai nomor perkenalan, kami gak ingin bereksperimen terlalu jauh.

Sementara ini ingin melihat respons pasar,” terang Najip.

Lebih jauh Najip menjelaskan, penerbitan kaos dan mug seri keluarga ini bukan semata-mata berorientasi bisnis. Lini kreatif DUAANAK.COM hadir untuk mengajak masyarakat lebih mengakrabi keluarga dan Harganas melalui pesan-pesan kreatif. Pesan-pesan tersebut diharapkan menjadi media alternatif dalam mengampanyekan program KKBPK kepada masyarakat.

“Selama ini masyarakat kurang mendapat pilihan dalam mengakses informasi program KKBPK. Iklan program KKBPK melalui media mainstream sangat jarang. Pun dengan berita KKBPK yang kalah gaung dari tema-tema politik atau ekonomi dan bahkan gosip. Nah, portal berita DUAANAK.COM menyasar mereka yang memang melek dengan teknologi informasi, sementara medium kaos

DUAANAK HADIR DI PAMERAN PUNCAK HARGANAS XXI

FOTO BERSAMA

WARTA KHUSUS

Page 17: Warta Kencana Edisi #18-19 - 2014

17 NOMOR 18 - 19 • TAHUN V • EDISI KHUSUS HARGANAS XXI - 2014 • WARTA KENCANA

dan mug dipilih untuk menyasar kalangan keluarga yang kurang akrab dengan berita. Mudah-mudahan kehadiran creative line ini saling melengkapi dengan portal berita itu sendiri,” papar Najip.

Pameran Interaktif

Ditemui di tempat yang sama, Kepala Sub Bidang Advokasi dan KIE Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Jawa Barat Elma Triyulianti menjelaskan, stand pameran Jawa Barat mencoba menyodorkan konsep berbeda. Pengunjung

pameran tak hanya bisa melakukan transaksi, melainkan bisa terlibat dalam kegiatan pameran itu sendiri.

“Pengunjung stand Jawa Barat bisa ikut kontes foto selfie di arena photo boot DUAANAK.COM. Mereka bisa mengabadikan diri melalui ponsel dengan latar belakang foto Gedung Sate yang nota bene merupakan satu ikon Jawa Barat. Foto tersebut bisa dibagikan melalui jejaring sosial, baik Facebook atau Twitter,” terang Elma.

Foto selfie yang dibagikan, sambung Elma, bisa di-mention ke akun Twitter DUAANAK.COM

pada @Dua_Anak. Sementara bagi mereka yang mem-posting melalui Facebook bisa me-mention akun Warta Kencana (facebook.com/wartakencana). Setiap pengunjung yang mention melalui Twitter maupum Facebook berhak mendapatkan hadiah menarik.

“Bukan hanya foto selfie, pengunjung juga bisa bercuit atau memposting seputar stand Jabar, baik tentang DUAANAK.COM maupun tentang produk kelompok usaha peningkatan pendapatan keluarga sejahtera (UPPKS). Pokoknya tentang Jabar, dehh,” Elma mengakhiri. (ZDN)

WARTA KHUSUS

Page 18: Warta Kencana Edisi #18-19 - 2014

18 WARTA KENCANA • NOMOR 18 - 19 • TAHUN V • EDISI KHUSUS HARGANAS XXI - 2014

WARTA FOTO

18 WARTA KENCANA • NOMOR 18 - 19 • TAHUN V • EDISI KHUSUS HARGANAS XXI - 2014

WARTA FOTO

PELATHAN PENDIDIK SEBAYA

TALKSHOW SAKA KENCANA

TALKSHOW GENRE

RAKERNAS UPPKS

GOWES LAWAN TRAFFICKING

BAKSOS SIKIB

BAKTI IBI SOSIALISASI PK3

PENILAIAN IMP TELADAN

TEMU MITRA KERJA

TOT BKB HOLISTIK

HARGANAS KOTA TASIKMALAYA

TINJAU KAMPUNG KKB

SENAM SERVIKS

GOWES LAWAN TRAFFICKING

PERTEMUAN SAKA KENCANA

Page 19: Warta Kencana Edisi #18-19 - 2014

19 NOMOR 18 - 19 • TAHUN V • EDISI KHUSUS HARGANAS XXI - 2014 • WARTA KENCANA

WARTA FOTO

Mengunjungi Duaanak, Mengunjungi Jawa BaratStand Pameran DUAANAK.COM Arena Harganas XXI di Surabaya

19 NOMOR 18 - 19 • TAHUN V • EDISI KHUSUS HARGANAS XXI - 2014 • WARTA KENCANA

WARTA FOTO

Page 20: Warta Kencana Edisi #18-19 - 2014

20 WARTA KENCANA • NOMOR 18 - 19 • TAHUN V • EDISI KHUSUS HARGANAS XXI - 2014

Wakil Ketua Panitia Khusus (Pansus) II DPRD Jabar Yod Mintaraga mengatakan,

perda ini menandai kiprah Jabar sebagai daerah yang sukses melahirkan perda tentang ketahanan keluarga. “Ini perda baru, dan Jabar

akan memelopori itu,” kata Yod usai memimpin rapat Pansus II DPRD Jabar pentingnya pemberlakuan perda tersebut.

Politikus Partai Golkar ini menilai berbagai persoalan masyarakat bersumber dari lemahnya ketahanan keluarga. “Seringkali persoalan

BKKBN Sambut Antuasias, Siap Sebarkan ke Seluruh Provinsi

Selamat Datang Perda Ketahanan Keluarga Jawa Barat

Keluarga Jawa Barat mendapat kado

istimewa menjelang datang Hari Keluarga Nasional (Harganas)

ke-21 pada 29 Juni 2014. Yakni, lahirnya

Peraturan Daerah (Perda) tentang

Penyelenggaraan Pembangunan

Ketahanan Keluarga. Kado perpisahan

dari anggota Dewan Perwakilan Rakyat

Daerah (DPRD) Jabar periode 2009-2014

tersebut diluncurkan dibertepatan dengan

Deklarasi Keluara Keluarga Indonesia

di Kebun Raya Bogor pada 26 Juni 2014.

TITIP MATERI PERDA

WARTA JABAR

Page 21: Warta Kencana Edisi #18-19 - 2014

21 NOMOR 18 - 19 • TAHUN V • EDISI KHUSUS HARGANAS XXI - 2014 • WARTA KENCANA

keluarga ini menjadi penyebab munculnya berbagai persoalan masyarakat. Perilaku yang tidak sesuai dengan norma agama, persoalan yang bisa meresahkan masyarakat, muncul dari lingkungan keluarga,” papar Yod.

Terlebih, sambung Yod, sekitar 40 persen penduduk Jabar berkategorikan miskin. Kendati begitu, Yod berpendapat, tingkat perekonomian baik dirasakan masyarakat tidak menjamin terciptanya ketahanan keluarga yang kuat.

Sebelumnya, Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN)

Jawa Barat di kantor Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PP dan PA). Tak hanya itu, Sudibyo juga mengaku bersedia membantu Pantia Khusus (Pansus) Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Jawa Barat untuk menyempurnakan raperda tersebut.

“Raperda ini bakal jadi perda pertama tentang ketahanan keluarga di Indonesia. BKKBN dengan senang hati siap membantu menyempurnakan (raperda) sekaligus menyosialisasikannya setelah kelak disahkan menjadi perda. Saat ini ada momen penting menyangkut ketahanan keluarga, yakni Hari Keluarga Nasional (Harganas). Karena itu, sangat tepat bila raperda ini disahkan pada saat Harganas,” kata Sudibyo bersemangat.

Bagi Sudibyo, penerbitan perda ketahanan keluarga di Jawa Barat merupakan salah satu contoh konkret partisipasi pemerintah daerah dalam pembangunan keluarga. Sesuai Undang-undang Nomor 52 tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga (PKPK), pembangunan keluarga merupakan tanggung jawab pemerintah dan pemerintah daerah. Dia menyebutnya sebuah kemitraan yang luar biasa.

Ketahanan keluarga, sambung Sudibyo, menjadi sangat penting di tengah besarnya tantangan pembangunan keluarga di Indonesia. Apalagi, saat ini terdapat sekitar 21 juta penduduk lanjut usia (Lansia) dan 24 juta penduduk di bawah lima tahun (Balita) di Indonesia. Jumlah tersebut mensyaratkan sebuah ketahanan keluarga agar fungsi-fungsi keluarga dapat berjalan optimal. Keluarga harus berdaya dan memiliki ketahanan. Tanpa itu, sebagaimana halnya penduduk, keluarga yang besar hanya akan menjadi beban pembangunan.

“Kami di BKKBN siap ‘membawa’ perda ini ke daerah-daerah lain di Indonesia agar provinsi lain juga

mengikuti Jawa Barat. Kantor kami terbuka bagi Bapak dan Ibu anggota DPRD Jawa Barat untuk berdiskusi banyak hal tentang ketahanan keluarga. Ada banyak referensi dan data yang berkaitan dengan ketahanan keluarga. Kalaupun tidak bersedia datang ke Halim (kantor BKKBN Pusat di Jalan Permata, Halim Perdanakusuma, Jakarta), kami siap datang ke Bandung. Ini kemitraan luar biasa antara pemerintah daerah dengan DPRD untuk menghasilkan sebuah perda tentang keluarga. Kami sangat mengapresiasi. Semoga raperda ini bisa segera disahkan,” tandas doktor bidang ilmu manajemen pemerintahan tersebut.

Secara khusus, Sudibyo mengaku bersyukur karena raperda telah memasukkan delapan fungsi keluarga di dalamnya. Kedelapan fungsi tersebut meliputi keagamaan, sosial budaya, cinta kasih, perlindungan, reproduksi, sosialisasi dan pendidikan, ekonomi, dan pembinaan lingkungan. Dengan begitu, ke depan tinggal sejauh mana perda tersebut diimplementasikan.

Menanggapi hal itu, Yod mengungkapkan, Jawa Barat merupakan hinterland ibu kota dengan jumlah penduduk sekitar 44 juta. Posisi strategis ini harus ditopang dengan ketahanan keluarga karena kuatnya masyarakat Jawa Barat sangat berpengaruh kepada kekuatan negara. Karena itu, perlu dibuat sebuah perda yang khusus memperhatikan aspek ketahanan keluarga.

Selain dihadiri pimpinan dan angota pansus, hearing juga dihadiri pimpinan Badan Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, dan Keluarga Berencana (BP3AKB) Jawa Barat dan Kepala Perwakilan BKKBN Jawa Barat Siti Fathonah. Rombongan diterima Deputi Pengarusutamaan Gender Bidang Politik Sosial dan Hukum Kementerian PP dan PA Heru Kasidi dan Biro Hukum di Kementerian yang sama.(NJP)

menyatakan menyambut baik penerbitan perda tersebut di Jawa Barat. Sambutan antusias tersebut disampaikan Deputi Keluarga Sejahtera dan Pembangunan Keluarga (KSPK) BKKBN Sudibyo Alimoeso saat menghadiri hearing Raperda Ketahanan Keluarga

WARTA JABAR

Page 22: Warta Kencana Edisi #18-19 - 2014

22 WARTA KENCANA • NOMOR 18 - 19 • TAHUN V • EDISI KHUSUS HARGANAS XXI - 2014

Wartawan senior Budhiana Kartawijaya mengungkapkan hal itu saat menjadi

pembicara Workshop Jurnalisme Kependudukan bagi Pers Mahasiswa se-Bandung Raya di Hotel Grand Serela, Rabu 14 Mei 2014. Mantan Pemimpin Redaksi Pikiran Rakyat yang kini memimpin perencanaan dan pengembangan media digital di perusahaan yang sama tersebut menambahkan, media harus ambil bagian dalam konsolidasi demokrasi yang kini tengah berlangsung di Indonesia.

Dia menegaskan, periode bonus demografi membutuhkan sumber daya manusia produktif dan berkualitas. Tanpa memaksimalkan potensi periode bonus tersebut,

Indonesia terancam tersungkur menjadi negara kelas dua yang tertinggal dari peradaban manusia.

“Selama periode bonus demografi 2020-2030, Indonesia diperkirakan akan memiliki penduduk usia produktif sekitar 180 juta. Mereka akan menanggung sekitar 85 juta penduduk nonusia produktif. Rasio ketergantungannya hanya sekitar 44 persen. Ini dependency ratio terendah Indonesia hanya harus dimanfaatkan dengan baik. Jangan sampai kecolongan,” kata Budhiana.

Alumni Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Padjadjaran (Unpad) yang sempat mengenyam pendidikan di London

Media Perlu Kawal KependudukanMedia massa perlu

meyakinkan pejabat-pejabat di daerah

bahwa masalah kependudukan adalah

masalah bersama. Peran media menjadi

penting mengingat dalam 10 tahun ke

depan Indonesia akan memasuki periode

bonus demografi.

BUDHIANA KARTAWIJAYA

WARTA JABAR

Page 23: Warta Kencana Edisi #18-19 - 2014

23 NOMOR 18 - 19 • TAHUN V • EDISI KHUSUS HARGANAS XXI - 2014 • WARTA KENCANA

ini menjelaskan, bonus demografi merupakan bonus yang dinikmati suatu negara sebagai akibat dari besarnya proporsi penduduk produktif (rentang usia 15-64 tahun) dalam evolusi kependudukan yang dialaminya. Setiap negara hanya hanya memiliki sekali kesempatan menikmmati bonus demografi.

Dia lantas mencontohkan Jepang sebagai salah satu negara yang berhasil memanfaatkan periode bonus demografi pada dekade 1950-an. Saat itu, Jepang memiliki 59 persen penduduk usia produktif yang kemudian dimanfaatkan dengan cara meningkatkan kualitas sumber daya manusianya. Hasilnya, Jepang melesat menjadi negara dengan kekuatan ekonomi terbesar ketiga di dunia setelah Amerika Serikat dan Uni Soviet.

“Contoh lainnya adalah Korea Selatan sekarang. Kita lihat sekarang produk Korea (Selatan) mendominasi sektor industri telekomunikasi dan kebutuhan rumah tangga. Nah, Indonesia saat ini memiliki kesamaan struktur usia penduduk dengan Jepang pada 1950-an dan Korea sekarang. Apa yang perlu kita lakukan agar mampu tumbuh lebih cepat dari Jepang?”

Budhiana memancing pertanyaan.

Salah sati jawabannya, sambung Budhiana, adalah menjadikan pembangunan yang berorientasi pada kependudukan. Para kepala daerah harus menjadikan kependudukan sebagai acuan pembangunan. Mereka harus menyadari potensi besar penduduk Indonesia yang kemudian menjadi modal pembangunan. Nah, media massa perlu ambil bagian dalam mengawal wacana kependudukan tersebut.

Menurutnya, dilihat dari persentase productive age, Indonesia berpeluang lebih besar untuk menjadi negara maju dibandingkan Jepang pada tahun 1950. Ada 66 persen penduduk yang berusia 15-64 tahun. Akhyari dari Good News from Indonesia memprediksi persentase ini akan terus meningkat hingga mencapai 70 persen pada tahun 2016.

“Mampukah menyediakan lapangan pekerjaan untuk menampung 70 persen penduduk usia kerja tahun 2020-2030? Kalau pun lapangan pekerjaan tersedia, mampukah sumber daya manusia yang melimpah ini bersaing di

dunia kerja dan pasar internasional? Apakah pemimpin di daerah menyadari soal ini? Di sinilah peran media dibutuhkan untuk mendorong kepala daerah menyadari pentingnya masalah kependudukan. Kependudukan merupakan masalah bersama,” tandas Budhiana.

Di sisi lain, Budhiana menjelaskan, mahasiswa sekarang adalah buah yang sedang tumbuh di dahan pohon Indonesia. Dia harus dipupuk agar menjadi buah yang matang dan berkualitas, sehingga mampu membawa Indonesia menjadi negara besar pada 2030 dan seterusnya. Sementara pers mahasiswa perlu aktif mengembangkan wacana-wacana demografis melalui media kampus.

Salah satunya mencermati fenomena demografi global dan implikasinya pada lingkungan sekitar kampus. Kemudian, berupaya menanamkan sikap keberpihakan pada pembangunan manusia, bukan hanya pertumbuhan ekonomi. “Media mahasiswa jangan terbawa wacana media mainstream. Pers mahasiswa harus mengembangkan isu lokal yang berdampak langsung terhadap mahasiswa,” pesan Budhiana.(NJP)

WARTA JABAR

Page 24: Warta Kencana Edisi #18-19 - 2014

24 WARTA KENCANA • NOMOR 18 - 19 • TAHUN V • EDISI KHUSUS HARGANAS XXI - 2014

Pengamat kependudukan, keluarga berencana, dan pembangunan keluarga (KKBPK) Soeroso Dasar

kembali dipercaya menjadi Ketua Ikatan Penulis Keluarga Berencana (IPKB) Jawa Barat. Soeroso terpilih secara aklamasi dalam Musyawarah Daerah IPKB Jabar yang digelar di Hotel Ayong, Linggarjati, Kuningan, Jawa Barat pada 6-7 Mei 2014. Musda diikuti 24 delegasi Pengurus Cabang IPKB Kabupaten dan Kota se-Jawa Barat. Musda dibuka Kepala Bagian Humas Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Adi Wahyono dan turut dihadiri Kepala Humas BKKBN Jabar Maryoto.

Terpilihnya Soeroso terbilang mulus karena sejak semula sebagian besar peserta sidang cenderung mendorong Soeroso untuk kembali menduduki puncak pimpinan organisasi para penulis dan pemerhati KKBPK di Jabar tersebut. Saat penjaringan bakal calon ketua, tercatat hanya tiga nama yang mengemuka ke forum Musda. Selain Soeroso Dasar, dua nama lainnya adalah Dadi Ruswandi dan Najip Hendra SP.

Meski melenggang mudah, Soeroso mewanti-wanti peserta agar pencalonan dirinya benar-

benar didasarkan atas kepentingan organisasi dan program KKBPK. Soeroso juga meminta dievaluasi setelah nanti setahun memimpin IPKB. Alasannya, penulis buku KB Mati Dikubur Berdiri ini ingin membangun keseimbangan organisasi dan melakukan regenerasi secara sehat dan berkesinambungan.

“Satu-satunya alasan mau menjadi Ketua IPKB Jawa Barat adalah janji saya sendiri. Mengisi masa pensiun ini, saya ingin mewakafkan diri untuk kepentingan masyarakat. Mewakafkan diri menjadi

orang yang berguna bagi orang lain,” kata Soeroso sesaat sebelum ditetapkan menjadi Ketua IPKB sekaligus ketua tim formatur oleh pimpinan sidang Musda.

Selanjutnya, dosen dan peneliti senior di Universitas Padjadjaran (Unpad) ini diberikan waktu untuk menyusun personalia Pengurus Daerah IPKB Jawa Barat periode 2014-2019 selama tujuh hari. Sebagai formatur, ketua terpilih juga mendapat mandat penuh untuk menyusun rencana kerja berdasarkan masukan yang berkembang selama Musda.

Musda Aklamasi Pilih Soeroso Dasar

Potret Keseimbangan Baru IPKB Jabar

SOEROSO DASAR

WARTA JABAR

Page 25: Warta Kencana Edisi #18-19 - 2014

25 NOMOR 18 - 19 • TAHUN V • EDISI KHUSUS HARGANAS XXI - 2014 • WARTA KENCANA

Kawal Pembentukan BKKBD

Sementara itu, saat berbicara di hadapan peserta Musda dan Konsolidasi Program Kependudukan, Keluarga Berencana, dan Pembangunan Keluarga (KKBPK) dengan Mitra Kerja, Kepala Perwakilan BKKBN Jawa Barat Siti Fathonah mengaku sangat mengapresiasi apa yang telah dilakukan IPKB Jawa Barat dalam beberapa tahun terakhir. Secara khusus, Fathonah menyampaikan kebanggaannya kepada IKPB atas prakarsanya dalam mengembangkan portal informasi www.duaanak.com yang mampu menampilkan diri sebagai etalase program KKBPK di Jawa Barat.

Di sisi lain, Fathonah mengaku mendukung siapa pun yang terpilih menjadi Ketua IPKB Jawa Barat. Dia hanya berpesan agar kepengurusan baru IPKB Jabar mampu menjaga harmoni kemitraan, baik dengan mitra kerja maupun harmoni di internal organisasi. Sejalan dengan agenda besar BKKBN Jabar yang mencanangkan Tahun Lini Lapangan, Fathonah meminta IPKB

Jabar aktif membantu mengedukasi masyarakat di Jawa Barat.

“Saya meminta IPKB aktif membantu melakukan KIE kepada masyarakat. Kalau soal komunikasi dan informasi tentu saya tak meragukan lagi. Ke depan, kami meminta IPKB untuk juga aktif dalam menggalakkan E-nya, edukasi. Ini tantangan kita semua, termasuk IPKB, untuk menggerakkan masyarakat,” harap Fathonah.

Lebih dari itu, Fathonah meminta seluruh pengurus IPKB di Jawa Barat aktif dalam mengadvokasi pembentukan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Daerah (BKKBD). Kehadiran BKKBD, sambung Fathonah, merupakan salah satu amanat Undang-undang Nomor 52 tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga yang kini sudah sangat mendesak.

Di bagian lain, Kepala Humas BKKBN Adi Wahyono mengaku tidak asing dengan dunia jurnalistik. Selain pernah menjadi jurnalis pada sebuah korporasi media di bawah bendera Jawa Pos Group, Adi juga menekuni ilmu komunikasi di program pascasarjana Universitas Indonesia (UI). Sebelum menjadi kepala humas, Adi juga familiar kerja-kerja kepenulisan di Direktorat Advokasi dan KIE BKKBN.

Adi berjanji untuk membangkitkan kembali IPKB pusat yang selama ini tengah mati suri. Secara konkret, Adi berjanji untuk memfasilitasi penyelenggaraan musyawarah nasional (Munas) IPKB yang diusulkan Ketua IPKB Pusat Bambang Sadono dihelat di Semarang, Jawa Tengah. Cuma saja, Adi mengaku belum bisa berbuat banyak karena sebelumnya tidak terlibat dalam perencanaan program

kehumasan di BKKBN Pusat. Pada saat program disusun, kala itu Adi masih berada di direktorat berbeda.

Keseimbangan Baru

Sepekan setelah ditetapkan sebagai ketua terpilih, Soeroso langsung tancap gas menyusun personalia sekaligus menyiapkan program kerja untuk satu tahun ke depan. Hasilnya, tim formatur yang diketuai Soeroso menghasilkan personalia pengurus yang lebih plural. “Selain mempertimbangkan usia untuk kepentingan regenerasi, kami tim formatur juga mempertimbangkan aspek keberagaman latar belakang pengurus,” terang Soeroso ihwal “kabinet” barunya itu.

Bila dicermati, memang komposisi Pengurus Daerah IPKB Jawa Barat periode 2014-2019 tampak lebih kaya. Di sana terdapat perwakilan unsur perguruan tinggi, media massa, maupun internal BKKBN. Khusus media, formatur menempatkan setiap lini ke dalam pengurus. Di sana terdapat perwakilan surat kabar, televisi, radio, media online, hingga media sosial. Soeroso berharap gerbong baru ini mampu berlari secara cepat sekaligus modern.

“Di era konvergensi media ini, surat kabar bukan lagi satu-satunya rujukan informasi program KKBPK. Karena itu, kami memasukkan semua lini media ke dalam pengurus. Bahkan, kami juga memasukkan perwakilan dari asosiasi profesi wartawan. Dalam teori manajemen, ramping itu tidak berarti baik dan gemuk tidak berarti jelak atau sebaliknya. Organisasi yang baik itu yang sesuai dengan kondisi saat itu dan tantangan yang dihadapinya,” terang Soeroso. (DUAANAK.COM)

Di era konvergensi media ini, surat kabar bukan lagi satu-satunya rujukan informasi program KKBPK. Karena itu, kami memasukkan semua lini media ke dalam pengurus.

WARTA JABAR

Page 26: Warta Kencana Edisi #18-19 - 2014

26 WARTA KENCANA • NOMOR 18 - 19 • TAHUN V • EDISI KHUSUS HARGANAS XXI - 2014

Meski begitu, ternyata tak banyak orang tua yang memiliki waktu 20 menit untuk

menemani anak-anaknya di rumah. Bercengkerama bersama keluarga pun menjadi begitu mewah.

Pada saat bersamaan, maraknya kekerasan terhadap anak ditengarai turut dipicu minimnya peran orang tua dalam pengasuhan. Ketua Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Jawa Barat Netty Prasetiyani Heryawan menyesalkan banyak orang tua

yang merasa kewajibannya sudah tuntas ketika menitipkan pengasuhan anaknya kepada pembantu. Akibatnya komunikasi orang tua dan anak menjadi terbatas pada hal-hal tertentu saja, bahkan terkesan seperlunya.

Berbicara di hadapan 120 tenaga penggerak desa (TPD) dan seribuan kader penggerak masyarakat yang berafiliasi dengan sejumlah lembaga pemerintah di Bale Asri Pusdai Jawa Barat, Jumat 16 Mei 2014, Netty mengutip sebuah dialog antara seorang anak dengan ibunya. Dialog

satir tersebut menyindir para ibu yang abai terhadap pengasuhan anak. Sang anak pun tak segan membandingkan dirinya dengan barang atau benda.

“Saya mendapatkan potongan dialog ini dalam bahasa Inggris. Lebih kurang artinya begini, ‘Apakah Ibu mau meninggalkan dompet yang di dalamnya terdapat sejumlah uang dan kartu-kartu berharga di rumah? Berani menitipkan barang berharga tadi kepada pembantu?’ ‘Tentu saja tidak,’ jawab si ibu. ‘Kalau begitu,

Yuk, 20 Menit Mendampingi Anak!

Tentu, 20 menit bukanlah waktu yang lama. Bila

dibandingkan dengan kegiatan

sehari-hari, 20 menit barangkali

hanya cukup untuk memasak mie

rebus atau bahkan tak cukup untuk

berinteraksi melalui jejaring sosial.

Sangat singkat, bukan?

WARTA JABAR

Page 27: Warta Kencana Edisi #18-19 - 2014

27 NOMOR 18 - 19 • TAHUN V • EDISI KHUSUS HARGANAS XXI - 2014 • WARTA KENCANA

mengapa engkau tega meninggalkan aku di rumah bersama si bibi?’ si anak menimpali. Si ibu pun terdiam. Ini sungguh tamparan bagi kita semua yang lebih suka mempercayakan pengasuhan kepada para pembantu. Para orang tua lebih sibuk dengan pekerjaan atau bahkan kegiatan lain yang sebenarnya tidak terlalu penting,” kata Netty disambut aplause peserta.

Lebih parah lagi, sambung Netty, banyak orang tua mempercayakan

di dagu. Atau, Nak ternyata kamu udah gede ya.’ Ini terjadi karena orang tua tidak pernah menjalankan fungsinya dalam pengasuhan anak. Terutama para ayah yang cenderung menyerahkan pengasuhan kepada ibu. Ini pemahaman yang salah karena tugas pengasuhan ada pada kedua orang tua, bukan hanya ibu,” tandas Netty.

Bunda PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini) Jawa Barat ini lantas mengutip sejumlah data yang dikeluarkan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI). Dalam tiga tahun terakhir ini terdapat 3.500-3.600 kasus yang ditangani oleh KPAI dari seluruh Indonesia. Kasus kekerasan terhadap anak dapat dikatakan sudah memasuki fase darurat sebab sampai awal Mei 2014 saja sudah terjadi lebih dari 400 kasus.

KPAI juga mencatat jumlah kasus kekerasan seksual terhadap anak terus meningkat. Porsi kekerasan seksual terhadap anak pada 2010 hanya 38,4 persen dari seluruh kasus kekerasan pada anak. Pada 2013, porsinya naik hingga mencapai 53,6 persen. Jumlah kasus kekerasan yang tak terungkap diyakini masih sangat besar. Masih banyak orangtua yang malu melaporkan kekerasan yang dialami anaknya. Belum lagi banyak korban yang justru dipersalahkan.

Netty meyakini munculnya kasus kekerasan terhadap merupakan masalah hilir. Karena itu, Netty menginginkan agar penanganan masalah tersebut dilakukan mulai dari hulu. Yakni, keluarga. Nyonya Gubernur Heryawan ini percaya ketahanan keluarga bisa menjadi upaya strategis untuk menghindari kasus-kasus kekerasan terhadap anak di kemudian hari. Cara ini ditempuh dengan mendorong para orang tua untuk meluangkan waktu bersama-sama dengan anak.

“Lewat Gerakan 20 Menit Orang Tua Mendampingi Anak, para orang tua diharapkan sadar atas peran yang harus dijalankannya. Gerakan itu pun diharapkan jadi titik awal untuk menumbuhkan kembali kesadaran orang tua. Gerakan ini diharapkan jadi starting poin untuk menyemangati dan merevitalisasi keluarga,” ucap Netty.

Mengapa 20 menit? Netty beralasan angka 20 dipilih terkait dengan momentum Hari Kebangkitan Nasional pada 20 Mei. Netty menjelaskan, pencanangan Gerakan 20 Menit Orang Tua Mendampingi Anak akan dilakukan bertepatan dengan Hari Kebangkitan Nasional di Gedung Sate pada 20 Mei mendatang. Gerakan serupa akan kembali digelorakan pada Hari Keluarga tingkat Jawa Barat pada 29 Juni dan Hari Ibu pada 22 Desember mendatang.

“Sebagai tahap awal, 20 menit cukup. Waktunya pukul 18.30-18.50 pada 20 Mei 2014 mendatang. Kalau kita pilih waktu 2 jam, mungkin orang tua akan bingung mau melakukan apa saat gerakan ini berlangsung. Nah, dalam 20 menit ini orangtua bisa melakukan hal sederhana tapi bermakna. Misalnya dengan cara makan bersama anak, mengaji bersama, menemani anak belajar, hingga mendengarkan cerita anaknya,” paparnya.

Pada saat pencanangan, sambung Netty, akan dibacakan tujuh poin pernyataan sikap masyarakat Jawa Barat. Pernyataan tersebut berisi keprihatinan terhadap maraknya kasus kekerasan terhadap anak, kutukan terhadap pelaku kekerasan, usulan pengasuhan berbasis masyarakat, tuntutan hukuman maksimal bagi pelaku kekerasan terhadap anak, dan lain-lain. Sekarang, yuk 20 menit mendampingi anak! (NJP)

“pengasuhan” tak hanya kepada pembantu. Melainkan kepada televisi, gadget, dan internet tanpa pendampingan. Sejalan dengan naiknya taraf kesejahteraan, kini banyak rumah memiliki televisi lebih dari satu. Setiap kamar memiliki televisi. Akibatnya, kebersamaan orang tua dengan anak tidak terwujud. Komunikasi menjadi terhambat.

“Jangan heran bila tiba-tiba ada seorang ayah bilang kepada anaknya, ‘Nak, ternyata kamu ada tahi lalat

SOSIALISASI GERAKAN

WARTA JABAR

Page 28: Warta Kencana Edisi #18-19 - 2014

WARTA DAERAH

28 WARTA KENCANA • NOMOR 18 - 19 • TAHUN V • EDISI KHUSUS HARGANAS XXI - 2014

Lonjakan penduduk yang begitu tinggi di negeri ini, menjadi salah satu bahan pemikiran Pemerintah

Kabupaten Bandung Barat (KBB). Sebagai sebuah daerah yang merupakan bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), tidak bisa dipungkiri KBB juga bisa dibilang salah satu daerah yang diantaranya memberikan kontribusi atas lonjakan penduduk itu.

Sehubungan dengan itu, Pemerintah KBB berupaya agar lonjakan penduduk

di daerahnya bisa ditekan sedemikian rendah dengan lebih menggalakan program Keluarga Berencana (KB). “Kita

berkomitmen untuk gerakan program KB ini dalam rangka mewujudkan

norma keluarga kecil sehat sejahtera. Untuk

mewujudkannya, pertama-tama saya

meningkatkan kelembagaan

BP3AKB (Badan Pember-dayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana-Red). Lalu

saya lakukan langkah-langkah lainnya sebagai bentuk keseriusan kita terhadap program KB,” ujar Bupati Bandung Barat H. Abubakar pada puncak peringatan ulang tahun KBB belum lama ini.

Bentuk peningkatan kelembagaan tersebut, menurut bupati dengan mempertajam orientasi dan program yang ada di BP3AKB, termasuk dukungan anggarannya. Ia berpendapat, kelembagaan yang ada di BP3AKB telah mewakili program pemerintah dalam mewujudkan norma keluarga kecil sehat sejahtera.

Namun terbentuknya kelembagaan itu belum cukup untuk merealisasikan program tersebut. Ia memandang, harus ada gerakan nyata yang menjawab tentang pesan pemerintah pusat terkait suksesnya program pembangunan berwawasan kependudukan itu. Maka, ia mengajak semua stackeholder untuk terlibat langsung melakukan gerakan moral tentang keluarga kecil sehat sejahtera tersebut. Karena mensukseskan program itu, tidak bisa dilaksanakan hanya oleh BP3AKB saja.

“Saya dan ibu (istri bupati-Red) akan terus mengajak masyarakat untuk mewujudkan norma keluarga kecil sehat sejahtera. Saya juga mengajak seluruh stake holder untuk kembali pada motto dua anak cukup,” tegas orang nomor satu di KBB ini.

Bupati Bandung Barat Serukan “Dua Anak Cukup”

ABUBAKAR

Page 29: Warta Kencana Edisi #18-19 - 2014

WARTA DAERAH

29 NOMOR 18 - 19 • TAHUN V • EDISI KHUSUS HARGANAS XXI - 2014 • WARTA KENCANA

Langkah yang ia lakukan, diantaranya akan mengundang ibu-ibu Pos Yandu untuk menggencarkan lagi ajakan ber-KB kepada masyarakat. Sekalian pihaknya akan memberikan bantuan kepada kader Pos Yandu sebagai bentuk penghargaan pada mereka. Selain itu, Abubakar yang dikenal dekat dengan para ulama tersebut, menegaskan kedekatannya dengan mereka, akan dimanfaatkan untuk mengajak bersama-sama mewujudkan program pemerintah tersebut.

Berdasarkan pendataan BP3AKB KBB tahun 2013, jumlah penduduk KBB mencapai 1.578.069 jiwa dengan jumlah laki-laki 811.59 orang dan perempuan 761.010 orang. Jumlah tersebut diantaranya masih terdapat 283.502 orang atau sekitar 18 persen yang statusnya masih tergolong Keluarga Prasejahtera (Pra-KS). Ia berharap pada tahun 2014, angka Pra-KS itu terus berkurang. Sebagai salah satu solusinya, adalah berkomitmen membentuk keluarga yang berencana, cukup dua anak saja.

Pada intinya, ia menyadari betul jika laju pertumbuhan penduduk perlu dikendalikan. Karena masalah kependudukan mempunyai implikasi yang luas terhadap perubahan sosial di segala bidang seperti di bidang pendidikan, kesehatan atau tenaga kerja. “Apabila tidak dikendalikan, akan berdampak terhadap kehidupan sosial masyarakat. Padahal kita juga berharap, pengendalian penduduk ini untuk mendukung program pembangunan dalam pencapaian IPM (Indeks Pembangunan Manusia-Red) sesuai yang kita harapan,” imbuhnya.

Di sisi lain, sebagai bentuk keseriusan Pemerintah KBB dalam mewujudkan norma keluarga kecil sejahtera melalui anjuran cukup dua anak itu, diperkuat dengan pembentukan regulasi. Saat ini KBB telah memiliki Peraturan Daerah (Perda) Nomor 2 Tahun 2013

tentang Penyelenggaraan Program Keluarga Berencana Daerah. “Perda ini pada intinya jadi acuan bagi kita untuk mendorong berbagai program pembangunan berwawasan kependudukan,” jelasnya.

Menindaklanjuti kebijakan bupati tentang penguatan kelembagaan, Kepala BP3AKB KBB, Wahyu Diguna mengemukakan, sebagai implementasinya langkah pertama ia optimalkan potensi berbagai bidang yang ada di lembaga tersebut. “Kebetulan di lembaga kita cukup komplit, mulai dari urusan kesejahteraan keluarga, pemberdayaan perempuan, perlindungan anak, KB, termasuk bidang Advokasi dan Informasi. Itu siklus hidup, sehingga semuanya tercakup yang pada intinya bisa mewujudkan keluarga kecil sehat sejahtera, lahir dan batin, dunia dan akhirat,” cetusnya.

Penguatan kelembagaan tersebut, kata Wahyu diantaranya dengan peningkatan Sumber Daya Manusia (SDM). Untuk itu, BP3AKB belum lama ini mengadakan kegiatan “cafasity building” pejabat

structural di lingkungannya. Sementara untuk mensosialisasikan berbagai program di badan tersebut, pihaknya memperkuat KIE untuk memberdayakan advokasi dan informasi. “Kita juga sudah membentuk IPKB (Ikatan Penulis Keluarga Berencana-Red) dan menginvetarisir rakom (radio komunitas), sebagai mitra kerjaa kita,” terangnya.

Melalui lembaga-lembaga tersebut ia berharap bisa membantu merealisasikan seruan Bupati Bandung Barat tentang motto cukup dua anak saja. Meski hingga saat ini laju pertumbuhan penduduk di KBB, masih relative terkendali namun persoalan kependudukan lainnya seperti kasus-ksus moralitas dan kejahatan kemanusian bisa dibilang “waspada”. “Tapi saya yakin jika semua stake holders bersatu, persoalan kependudukan itu bisa tertangani,” ungkapnya.

Namun ia cukup berlega hati, karena gencarnya program KB digulirkan, membuahkan hasil. Pada tahun 2013, Bupati Bandung Barat memperoleh penghargaan Satya Mangga Lencana, merupakan penghargaan tertinggi dari Presiden RI untuk Kepala Daerah terhadap Komitmen Program KB tersebut.

Selain itu, KBB juga disumbang berbagai penghargaan dari organisasi yang bergerak di bidang KB. Salah satunya, PIK-R SMAN I Batujajar berhasil menjadi Juara Nasional Harapan 3 dan untuk motivator dari Paguyuban KB Pria menjadi Juara 1 tingkat Jabar. “Semua terus bergerak untuk program KB ini, bahkan dalam rangka Hari Jadi KBB ke-7 juga, bakti social yang kita lakukan masih seputar layanan KB. Alhamdulillah hasilnya cukup menggembirakan. Dengan didukung Dinas Kesehatan, kecamatan dan desa sebagai Lini Lapangan, sehari secara serentak di 16 kecamatan pelayanan KB Metode Jangka Panjang, bisa melayani 946 orang,” pungkasnya.(HENI SUHAENI/PELITA)

Saya mengajak seluruh

stakeholder untuk kembali pada motto dua anak cukup.

Page 30: Warta Kencana Edisi #18-19 - 2014

WARTA DAERAH

30 WARTA KENCANA • NOMOR 18 - 19 • TAHUN V • EDISI KHUSUS HARGANAS XXI - 2014

Sebuah keluarga harus dijadikan sebagai daya tahan masyarakat. Salah satu caranya dengan

mempertahankan keutuhan rumah tangga agar perceraian suami istri bisa dihindari. Perceraian hanya boleh dijadikan “pintu darurat”.

“Agama pun memandang pernikahan sebagai hal suci. Karena itu, sebaiknya tidak ada perceraian dalam berumah tangga. Perceraian itu hanya bisa dijadikan sebagai pintu darurat,” kata Tiwa Sukrianto, pengamat kependudukan yang juga penasehat Ikatan Penulis Keluarga Berencana (IPKB) Kabupaten Ciamis, beberapa waktu lalu.

Langkah konkret yang bisa dilakukan untuk mencegah kasus perceraian, kata Tiwa, salah satunya dengan melakukan pembinaan terhadap keluarga. Keluarga disarankan mengisi kegiatan-kegiatan yang bisa menguatkan rumah tangga. Bagaimanapun, kata Tiwa, keluarga merupakan pengikat dari keutuhan manusia. Semua hal negatif dari manusia bisa dicegah dari pembentukan mental yang baik dari didikan di lingkungan keluarga.

“Keluarga adalah sebagai lembaga sosial terkecil, bisa juga sebagai daya tahan masyarakat. Jika keluarga baik, maka bisa dicegah hal-hal negatif atau gangguan sosial bagi anggota keluarga tersebut,” kata dia.

Di sisi lain, Tiwa mengajak semua kalangan bahu-membahu menggalakkan program kependudukan, keluarga berencana, dan pembangunan keluarga (KKBPK). “Kepada para kepala keluarga untuk menjaga keluarganya lebih baik, khususnya hubungan antara suami dan istri jangan sampai perceraian menjadi tren baru di masyarakat karena itu akan banyak merugikan bagi keluarga,” kata Tiwa.

Persoalan Negara

Mantan Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Ciamis ini menjelaskan, keluarga sejahtera menjadikan keluarga yang damai dalam kehidupan saling menghormati, saling menghargai baik antara sesama anggota keluarga, keluarga itu sendiri

maupun antara keluarga yang satu dengan yang lain. Itulah yang kemudian melahirkan keluarga dan masyarakat berkepribadian dan bermoral tinggi dengan tidak meninggalkan nilai-nilai sosial budaya bangsa Indonesia untuk bersama-sama membangun negara yang penuh kedamaian.

“Keluarga menjadi wahana pertama dan utama sekaligus menjadi sumber kekuatan dalam pembangunan sumber daya manusia (SDM) yang andal dan paripurna. Tidak berlebihan apabila kita berbicara bahwa semua persoalan berbangsa, bernegara dan bermasyarakat semuanya dimulai dari keluarga,” kata Tiwa.

Fakta yang sering ditemukan meliputi kemiskinan, kerukunan, dan keharmonisan antarwarga yang perlu mendapat perhatian yang serius. Kondisi ini tidak lepas dari akar permasalahan kependudukan yang tidak ditangani dengan serius dan dikelola dengan baik akan semakin menyulitkan kehidupan keluarga, masyarakat, dan pada akhirnya mempengaruhi ketahanan bangsa Indonesia.(MAMAY/DIAN/IPKB CIAMIS)

Membina Keluarga, Menjauhkan Perceraian

WARTA DAERAH

Page 31: Warta Kencana Edisi #18-19 - 2014

WARTA DAERAH

31 NOMOR 18 - 19 • TAHUN V • EDISI KHUSUS HARGANAS XXI - 2014 • WARTA KENCANA

Kabupaten Sumedang akhirnya secara resmi memiliki peraturan daerah (Perda) kependudukan,

tepatnya Perda tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga (PKPK). Penetapan Perda PKPK dilakukan dalam sidang paripurda Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) di kantor DPRD Kabupaten Sumedang pada Jumat, 8 Mei 2014. Sidang dihadiri Bupati Sumedang Ade Irawan dan Forum Komunikasi Pimpinan Daerah Kabupaten Sumedang.

Dengan penetapan tersebut, Kabupaten Sumedang tercatat menjadi satu-satunya daerah di Jawa Barat yang memiliki perda kependudukan. Boleh dibilang perda tersebut merupakan anak kandung Undang-Undang Nomor 52 Tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga (PKPK). Bedanya, perda ini memuat kearifan lokal di dalamnya. Perda ini juga memasukkan aspek pemberdayaan perempuan yang tidak diatur dalam UU 52/2009.

Ditemui usai sidang paripurna, Kepala Bidang Keluarga Berencana (KB) Badan Keluarga Berencana

dan Pemberdayaan Perempuan (BKBPP) Hoerul menjelaskan, Perda PKPK tidak mengadopsi utuh UU 52/2009 yang diundangkan sejak lima tahun lalu. Alasannya, pemerintah daerah terbentur pada sejumlah peraturan perundangan yang berhubungan dengan otonomi daerah, seperti pembagian urusan wajib hingga satuan organisasi dan tata kerja (SOTK). Karena itu, Perda PKPK menjadi semacam kompromi terhadap UU PKPK dan kebijakan desentraliasi. Intinya, sambung dia, pelimpahan wewenang KKB dari pusat kepada daerah.

“Salah satu kewenangan pemda dalam urusan itu adalah pembiayaan atau anggaran untuk menjalankan perda yang telah disahkan itu. Daerah berkewajiban dalam pembiayaan operasional untuk program pengendalian kependudukan dan pembangunan keluarga. Meski saat ini pembiayaannya sudah ada, tetapi porsi pembiayaannya akan lebih besar setelah diperkuat dengan perda PKPK,” terang Hoerul.

Hoerul memaparkan, bahwa pembiayaannya dialokasikan melalui

pagu indikatif kewilayahan yang usulan kegiatannya disesuaikan dengan kebutuhan permintaan dari tingkat terbawah, mulai tingkat desa, kecamatan, lalu masuk ke tingkat kabupaten. Hal itu disesuaikan dengan kebutuhan masarakat atau buttom up. Kehadiran perda, selain untuk memperkuat, juga menjadi instrumen penyerasian atau sinkronisasi kebijakan yang berkaitan dengan pembangunan KKB.

Disinggung mengenai kelembagaan, Hoerul mafhum UU PKPK memang mengharuskan dibentuknya Badan Kependudukan dan Keluarga Daerah (BKKBD). Amanat tersebut sulit direalisasikan mengingat nomenklatur kelembagaan KB di Kabupaten Sumedang yang digandengkan dengan pemberdayaan perempuan. Wajar bila

Sumedang Resmi Punya Perda Kependudukan

HOERUL

Page 32: Warta Kencana Edisi #18-19 - 2014

WARTA DAERAH

32 WARTA KENCANA • NOMOR 18 - 19 • TAHUN V • EDISI KHUSUS HARGANAS XXI - 2014

kemudian dalam raperda PKPK juga memasukkan unsur pemberdayaan perempuan. Yang penting, imbuh Hoerul, substansi program KKB sudah terwadahi dalam perda.

“Kalau idealnya untuk mengendalikan pendudukan dan pembangunan keluarga seusai dengan UU 52 tahun 2009, yang diwadahi BKKBD. Sementara ini kami fokus pada substansi program. Sementara urusan kelembagaan diatur melalui peraturan lain karena urusan kelembagaan sudah barang tentu memiliki irisan dengan lembaga lain,” dalih Hoerul.

Kearifan Budaya Sunda

Selain memasukkan unsur pemberdayaan perempuan, Perda PKPK juga memiliki cita rasa berbeda. Yakni, masuknya muatan kearifan budaya Sunda. Maklum, sejak rezim Don Murdono lalu Sumedang getol mempromosikan diri sebagai pusat kebudayaan (puseur budaya) Sunda. Sebutan populernya SPBS, Sumedang

Puseur Budaya Sunda.

Sekadar informasi, SPBS diterjemahkan ke dalam berbagai lini kehidupan masyarakat di bekas kerajaan Sumedang Larang tersebut. Jangan aneh ketika berhenti di lampu merah (traffic light) pesan berbahasa Sunda ikut menyapa pengguna jalan. Sumedang juga berencana merevitalisasi keraton kerajaan Sumedang Larang.

Nah, spirit SPBS dalam Raperda PKPK tertuang jelas dalam pasal 75. Pada ayat (1) tertulis, “Kebijakan pembangunan keluarga melalui pembinaan ketahanan dan kesejahteraan keluarga dilaksanakan dengan memperhatikan kearifan lokal yang berlandaskan nilai-nilai operasional SPBS Dasa Marga Raharja.” Nilai operasional adalah perilaku atau sifat yang harus dimiliki masyarakat Sumedang untuk dilaksanakan dalam praktik penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan, dan kemasyarakatan sehingga dapat memberikan daya guna dan hasil guna.

Kesepuluh nilai tersebut meliputi: (1) Taqwa; (2) Someah; (3) Surti; (4) Jembar; (5) Brukbrak; (6) Guyub; (7) Motekar; (8) Tarapti, taliti, ati-ati; (9) Junun-jucung; (10) Punjul-luhung. Hoerul mencontohkan sejumlah sifat sebagai terjemahan dari nilai operasional tadi. Jembar, misalnya. Nilai ini diwujudkan dalam bentuk berwawasan luas, demokratis, mudah memberi maaf dan tidak keras hati, menghargai kelebihan orang lain dan mendorong orang lain untuk berkembang, dan tawakal serta sabar.

“Nilai-nilai operasional SPBS tersebut merupakan warisan luhur budaya Sunda. Nilai-nilai abadi, tidak lekang dimakan zaman. Nilai ini juga relevan dengan nilai-nilai modern yang berkembang saat ini. Dalam konteks pembangunan kependudukan misalnya, tujuan akhirnya adalah memberikan kesejahteraan kepada masyarakat. Nah, kesejahteraan ini berarti linier dengan nilai raharja dalam Dasa Marga,” pungkas Hoerul.(DUAANAK.COM)

1. Taqwa

2. Someah

3. Surti

4. Jembar

5. Brukbrak

6. Guyub

7. Motekar

8. Tarapti, taliti, ati-ati

9. Junun-jucung

10. Punjul-luhung

Page 33: Warta Kencana Edisi #18-19 - 2014

WARTA OPINI

33 NOMOR 18 - 19 • TAHUN V • EDISI KHUSUS HARGANAS XXI - 2014 • WARTA KENCANA

Jurusan Bimbingan dan Konseling Islam (BKI) merupakan salah satu jurusan yang ada di

Fakultas Dakwah dan Komunikasi (FDK) UIN Sunan Gunung Djati Bandung, sebuah perguruan tinggi negeri di Bandung, Jawa Barat. Jurusan BKI berdiri pada 1993, dan telah melahirkan ratusan mendekati ribuan lulusan. Jurusan tersebut sebelumnya bernama Bimbingan Penyuluhan Agama Islam (BPAI), kemudian berubah menjadi Bimbingan dan Penyuluhan Islam, serta terakhir berdasarkan PMA No. 36 Tahun 2009, diharuskan berubah lagi menjadi Bimbingan dan Konseling Islam (BKI).

Sejak berdirinya, Jurusan BKI memiliki komitmen untuk menjadi jurusan yang unggul dan kompetitif. Salah satu upaya untuk itu, BKI menyajikan kurikulum yang dapat memembekali mahasiswa, aspek teoritik maupun praktik. Di samping juga memiliki kaitan antara kebutuhan pengembangan keilmuan dan juga menjawab tuntutan kebutuhan pengguna lulusan (user).

Sejak mengeluarkan alumni BKI telah melahirkan sejumlah lulusan yang terserap di berbagai lapangan kerja, di antaranya, penyuluh agama, guru BP/BK di sekolah,

perawat rohani Islam di rumah sakit, petugas Bimtal di TNI/Polri, penyuluh antinarkoba, dan sejumlah lulusan terserap sebagai penyuluh keluarga berencana (KB) di satuan kerja perangkat daerah (SKPD) yang membidani program KB di berbagai kabupaten dan kota di Jawa Barat.

Dalam menyikapi dinamika yang terjadi, BKI telah mengalami sejumlah revisi kurikulum. Diawali kurikulum tahun 1994, kurikulum 1999, kurikulum 2004, kurikulum 2009, serta kini tengah mengkaji kembali revisi kurikulum 2014. Sejak revisi kurikulum 2009 lalu, Jurusan BKI telah memasukan salah satu nama mata kuliah Penyuluhan Keluarga Berencana. Mata kuliah tersebut, disajikan sebagai salah satu mata kuliah elektif (pilihan), yang disajikan pada semester VI.

Sesuai dengan penjelasan yang disampaikan dosen pengampu mata kuliah tersebut, Novi Hidayati Afsari, S.Kom.I, M.Ag, ternyata mata kuliah itu mendapatkan apresiasi yang baik dari mahasiswa. Sehingga, Jurusan BKI bertekad pada revisi kurikulum 2014 akan mempertahankan dan mengembangkannya sebagai mata kuliah core Jurusan BKI yang memperkuat keahlian mahasiswa di bidang penyuluhan, khususnya mengenai penyuluhan KB.

Selama ini mata kuliah Penyuluhan KB membahas seputar konsep dasar penyuluhan KB, sejarah perkembangan program KB nasional, kependudukan dan perilaku hidup berwawasan kependudukan, program pokok KB, tugas penyuluh KB, peran dan tugas tenaga penggerak desa (TPD), program keluarga sejahtera dan pemberdayaan ekonomi, sistem informasi manajemen Program KB Nasional, Mutasi Data Keluarga (MDK), pelayanan KB, teknik advokasi dan KIE (komunikasi informasi, dan edukasi), pandangan Islam tentang program KB, Posdaya, dan kemitraan.

Adapun rujukan (referensi) mata kuliah Penyuluhan KB tersebut, di antaranya: BKKBN, Pendewasaan Usia Perkawinan dan Hak-hak Reproduksi bagi Remaja Indonesia, Bandung, 2009; BKKBN, Keterampilan Hidup (Life Skills), Bandung, 2010; BKKBN, Buku Pedoman Advokasi dan KIE Program KB, Jabar, 2006; BKKBN, Panduan Pengelolaan PIK-KRR, BKKBN Jabar, Bandung, 2008; BKKBN, Aplikasi Program Spektrum, BKKBN, Jakarta, 2011; BKKBN, Buku Sumber Pendidikan Kependudukan, BKKBN, Jakarta, 2011; BKKBN, Isu-isu Strategis dalam analisis

Penyuluhan KB Masuk Mata Kuliah di UIN Bandung

Aep Kusnawan Ketua Jurusan BKI FDK UIN SGD Bandung

Page 34: Warta Kencana Edisi #18-19 - 2014

WARTA OPINI

34 WARTA KENCANA • NOMOR 18 - 19 • TAHUN V • EDISI KHUSUS HARGANAS XXI - 2014

Dampak Kependudukan terhadap aspek Sosial Ekonomi, BKKBN, 2011; BKKBN, Kamus Istilah Kependudukan dan Ekonomi, BKKBN, 2011; BKKBN, Keluarga Sejahtera dan Kesehatan Reproduksi dalam Pandangan Islam, BKKBN, 2011; BKKBN, Juknis Pendekatan Keluarga dan Aplikasi MDK , BKKBN, 2004; BKKBN, Materi Pembelajaran Pelatihan KIE dan Advokasi Bina Keluarga bagi Penyuluh KB, BKKBN, 2011; BKKBN, Modul Pelatihan Konseling Kesehatan Reproduksi Remaja Bagi Calon Konselor Sebaya, BKKBN, 2011; BKKBN, Panduan Kurikulum dan Modul Pelatihan Program Penyiapan Kehidupan Berkeluarga bagi Remaja, BKKBN, 2011; BKKBN, Panduan Tenaga Penggerak Desa/Kelurahan, BKKBN, 2012; BKKBN, Panduan Materi Membantu Remaja Memahami Dirinya, BKKBN, 2010; BKKBN, Penyiapan Kehidupan Berkeluarga Bagi Remaja , BKKBN, 2010; BKKBN, Teknik Penggerak Masyarakat, BKKBN, 2011; BKKBN, Subsistem advokasi dan KIE Program KB Nasional , BKKBN, 2011; KKB, Panduan Pengelolaan PIK-Mahasiswa, Jakarta, 2010; Isep Zenal Arifin, Bimbingan dan Penyuluhan Islam, Rajawali, Jakarta, 2009; Aep Kusnawan, Manajemen Pelatihan Dakwah, Rineka Cipta, Jakarta, 2009; Aunur Rohim Faqih, Bimbingan dan Konseling Islam, UII, Yogyakarta, 2004; Saidi Rusli, Pengantar Ilmu Kependudukan, LP3ES, Jakarta; Soeroso Dasar, Indonesia Masalah Sosial Terus Bertindih, Iqra, Bandung, 1983; Soleh Sozaidy, Dasar Hukum Perlindungan Anak, Novindo Pustaka Mandiri, Jakarta, 2001; Aida Vitayala dkk. (Ed.). Penyuluhan Pembangunan di Indonesia. Pustaka Pembangunan Swadaya Nusantara, Jakaera, 1995; Bintarto, Urbanisasi dan Permasalahannya, Ghalia Indonesia, Bogor, 1987, dan lain-lain.

Tujuan disajikannya mata kuliah adalah untuk memberikan wawasan, pengetahuan, dan

keterampilan kepada mahasiswa tentang konsep dasar penyuluhan KB dalam perspektif Islam, sehingga mahasiswa dapat menerapkan dan mempraktikkan penyuluhan KB dalam konteks bimbingan dan penyuluhan Islam.

Penyajian MK Penyuluhan KB juga merupakan upaya jurusan BKI dalam turut serta mensosialisasikan program pemerintah, terkait dengan KB kepada para mahasiswa. Sebagaimana dimaklumi bahwa mahasiswa, di samping merupakan generasi muda, juga kelak diharapkan mereka menjadi para penyuluh aktif, menyampaikan pesan KB ke tengah masyarakat.

Ibarat gayung bersambut, penyajian MK itu kemudian diperkuat dengan ditandatangani MOU antara jurusan BKI dengan BKKBN Jawa Barat pada tahun 2011. MOU yang dibuat, menjadi payung untuk terbinanya hubungan antara Jurusan BKI dengan BKKBN Provinsi Jawa Barat. Salah satu, pengembangannya adalah dengan bendirinya Pusat Informasi Konseling Mahasiswa (PIKMA) sebagai wahana kreativitas mahasiswa, pegiat penyuluhan KB di luar perkuliahan.

Pada tahun 2012 PIKMA sempat mendapatkan kunjungan dari BKKBN Pusat, yang kemudian menganugerahkan predikat Center of Exellence Jawa Barat untuk lembaga fungsional BKI, PIKMA FIDKOM, UIN Bandung tersebut. Sejumlah acara pelatihan dan pembinaan yang diselenggarakan BKKBN Jawa Barat kerap melibatkan mahasiswa BKI. Bahkan, pada 2012 sempat juga BKKBN mengajak keterlibatan Pembina PIKMA yang juga ketua Jurusan BKI untuk melakukan Studi Banding ke BKKBN Provinsi Jawa Timur, pengelolaan PIKMA ke Tuban, dan pengelolaan PIKR ke Trenggalek Jawa Timur. Di samping terlibat juga pada kegiatan bersama, seperti seminar kependudukan dan kegiatan lainnya.

Mulai 2011, PIKMA PIDKOM menorehkan berbagai prestasi, pada ajang kumpul remaja Nasional ia menjadi Juara 1 Lomba Kampanye Program KB; Juara 2 Lomba Pentas Seni, Yel-yel terbaik antar provinsi. Prestasi lain di Bidang KB, mahasiswa BKI juga pernah menjadi Finalis Duta Mahasiswa KB Jawa Barat tahun 2012. Pada tahun 2014, tepatnya bulan April lalu, PIKMA UIN Bandung ini, memperoleh predikan Juara II Pikma Tegar Tingkat Jawa Barat.

Nampaknya, penyajian mata kuliah Penyuluhan KB, selain telah membangkitkan semangat mahasiswa untuk memperdalam kajian tentang penyuluhan KB, juga menjadi jembatan hubungan kemitraan antara akademisi dengan praktisi. Antara Jurusan BKI dengan BKKBN, mulai dari BPPKB Kota Bandung, BKKBN Provinsi Jawa Barat, hingga BKKBN Pusat. Tak pelak lagi jika menurut informasi dari BKKBN, mereka kesulitan untuk memasukan program KB ke perguruan tinggi, maka Jurusan BKI FDK UIN Bandung telah lebih dulu mengawalinya. Di Jurusan BKI, kegiatan pengembangan program KB tak hanya sebagai kegiatan ekstrakurikuler, melainkan sudah masuk menjadi salah satu mata kuliah yang diminati mahasiswanya.

Dengan langkah demikian, terbetik harapan, program KB yang dicanangkan pemerintah sedikitnya dapat terbantu sosialisasinya oleh Jurusan BKI, khususnya pada mahasiswa binaannya. Tentu saja, Program KB dalam perspektif Bimbingan dan Konseling Islam. Selanjutnya, jika dikemudian hari BKKBN membutuhkan tambahan SDM, penyuluh KB, nampaknya tidak perlu kesulitan lagi mencari SDM yang telah terdidik dengan mata kuliah Penyuluhan KB. Sehingga jika ada formasi pengangkatan di BKKBN, alumni Jurusan BKI FDK UIN Bandung, kiranya wajar jika mendapatkan peluang tersebut.***

Page 35: Warta Kencana Edisi #18-19 - 2014
Page 36: Warta Kencana Edisi #18-19 - 2014