warta bappeda edisi 3

84

Click here to load reader

Upload: dokumentasi-bappeda-jabar

Post on 25-Jul-2016

318 views

Category:

Documents


56 download

DESCRIPTION

Majalah Triwulan Badan Perencanaan Pembangunan Provinsi Jawa Barat Vol. 28 No.3, Juli - September 2015

TRANSCRIPT

Page 1: Warta Bappeda Edisi 3

MEDIA�KOMUNIKASI�TRIWULANAN

PROVINSI JAWA BARAT

Vol. 28 No. 3, Juli - September 2015

PERINGATAN HARI ULANG TAHUN PROVINSI

JAWA BARAT KE-70

PEMEKARAN DAERAH DALAM PERJALANAN WAKTU

POTENSI EKONOMI

KABUPATEN PANGANDARAN

DI KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN

Page 2: Warta Bappeda Edisi 3

Jl. Ir. H. Juanda No.287 Telp.2516061

Website : www.bappeda-jabarprov.go.id

E-mail : [email protected]

TERBIT BERDASARKAN SK. MENPEN RI

NO. 1353/SK/DITJENPPG/1988

ISSN: 0216-6232

Penanggung Jawab:

Prof. Dr. Ir. Deny Juanda Puradimaja, DEA

Ketua:

Linda Al-Amin, ST, MT

Sekertaris:

Anjar Yusdinar, S.STP., M.Si.

Penyunting:

Ir. H. Tresna Subarna, M.M.

Drs. Bunbun W. Korneli, MAP

Ir. Agus Ruswandi, M.Si

Drs. Achmad Pranusetya, M.T.

T. Sakti Budhi Astuti, SH., M.Si.

Fotografer:

Roni Sachroni, BA

Sekretariat:

Hj. Megi Novalia, S.Ip., M.Si.

Mamat Rahmat

menerima tulisan dari pembaca yang berhubungan dengan wawasan perencanaan, disarankan untuk melampirkan foto-foto yang mendukung.Tulisan diketik satu spasi minimal 5 halaman A4. Artikel yang pernah dimuat di media lain, tidak akan dimuat.Redaksi berhak mengedit tulisan tanpa mengubah substansi.

Assalamualaikum Wr. Wb

Para pembaca yang berbahagia, pada terbitan Warta Bappeda,

Volume 28 Nomor 3, Juli - September, Tahun 2015 ini desain lay out

majalah mengalami perubahan. Hal ini dilakukan demi kenyamanan dan

kepuasan para pembaca dalam memperoleh informasi melalui majalah

ini.

Tulisan diawali dengan laporan utama

pada Peringatan Hari Ulang Tahun Provinsi

Jawa Barat ke-70. Peringatan yang

bertajuk “Jabar Kahiji, Jabar Kreatif dan

Jabar Bestari” ini sebelumnya memang

telah ditetapkan dalam Peraturan Daerah

Provinsi Jawa Barat Nomor 26 Tahun 2010.

Dalam peraturan tersebut, telah ditetapkan

tanggal 19 Agustus 1945 sebagai Hari Jadi

Provinsi Jawa Barat. Peringatan hari Jadi

Provinsi Jawa Barat merupakan bentuk

rasa syukur Pemerintah Daerah dan

segenap masyarakat Jawa Barat, atas

limpahan rahmat, karunia, dan lindungan

Allah Swt atas keberlangsungan dan

keberhasilan pembangunan di Hari Jadi

Provinsi Jawa Barat ke 70. Selain itu, pada

rubrik liputan kami sajikan ‘Si Mobil Hijau’

untuk Membangun Jabar yang Lebih Baik.

Tulisan tentang program Rencana Kerja

Pembangunan Daerah (RKPD) melalui Smart Car Jelajah Jabar

Merencana. kami juga memberikan konten baru untuk penyegaran, yaitu

Galeri sebagai rubrik yang hadir dalam bentuk foto naratif.

Pada edisi kali ini, Warta Bappeda menghadirkan beberapa

gagasan para penulis yang disajikan melalui rubrik Wawasan

Perencanaan. Berikut ini kami himpun beberapa artikel diantaranya:

Melongok Pendidikan Pesantren, Potensi Ekonomi Kabupaten,

Pangandaran, di Kawasan Konservasi Perairan, Implementasi Kebijakan

Daerah Terkait Kawasan Karst Citatah, Dua Anak Perencanaan Keluarga

yang Gagal, Selamat datang Pergub Nomor 80 Tahun 2015 Tentang

Juklak Satu Data Pembangunan Jawa Barat, Pemekaran Daerah dalam

Perjalanan Waktu, Pengelolaan Keuangan DAK dalam APBD dan terakhir,

Jati Diri Penyuluh.

Akhir kata, selamat membaca dan tetap berkontribusi dalam

berbagai bidang untuk mewujudkan perencanaan pembangunan Jawa

Barat yang bermutu dan akuntabel

Wassalamualaikum Wr. Wb.

dariredaksi

PROVINSI JAWA BARAT

Foto Cover: Roni Sachroni, BADesain Cover & Layout: Ramadhan Setia Nugraha, S.Sos

Page 3: Warta Bappeda Edisi 3

Volume 28 Nomer 3 Juli - September 2015 Warta Bappeda 1

daftarisi

Potensi Ekonomi Kabupaten Pangandaran di Kawasan Konservasi Perairan

Sumberdaya pesisir berperan penting dalam mendukung pembangunan

ekonomi daerah dan nasional untuk meningkatkan penerimaan devisa, lapangan

kerja, dan pendapatan penduduk. Sumberdaya pesisir tersebut mempunyai

keunggulan komparatif karena tersedia dalam jumlah yang besar dan beraneka

ragam serta dapat dimanfaatkan dengan biaya eksploitasi yang relatif murah

sehingga mampu menciptakan kebutuhan pasar yang masih terbuka besar

13

26

Implementasi Kebijakan Daerah Terkait Kawasan Karst Citatah

61

Jati Diri Penyuluh

45

Pemekaran Daerahdalam Perjalanan Waktu Undang-Undang Nomor 22

Tahun 1999 tentang

Pemerintahan Daerah yang

selanjutnya diganti dengan

Undang-Undang Nomor 32

Tahun 2004, menjadi

pemicu maraknya

pemekaran daerah. Usulan

pemekaran daerah ini terus

bermunculan di setiap

provinsi, dengan berbagai

macam kepentingan hingga

nyaris sulit dibendung.

Page 4: Warta Bappeda Edisi 3

dafta

ris

i

Volume 28 Nomer 3 Juli - September 2015Warta Bappeda 2

LAPORAN UTAMA

3 Peringatan Hari Ulang TahunProvinsi Jawa Barat ke-70

WAWASAN PERENCANAAN

7 Melongok PendidikanPesantren

35 Dua Anak PerencanaanKeluarga yang Gagal

40 Selamat Datang Pergub Nomor 80 Tahun 2015Tentang Juklak Satu DataPembangunan Jawa Barat

52 Pengelolaan Keuangan DAK dalam APBD

67

Kunjungan Kerja PLTMH Garut

GALERY

LIPUTAN

70 ‘Si Mobil Hijau’ untukMembangun Jabar yang Lebih Baik

GALERY

78 Kunjungan KerjaKoffie Fabriek AromaBandoeng Banceuy 51

offie Fabriek Aroma

KBandoeng adalah kopi khusus yang sudah ada

sejak 1936. Kopi yang dikelola oleh Bapak Widya ini, memiliki keunikan dalam pengolahannya. Untuk jenis kopi Arabika disimpan selama 8 tahun , sedangkan kopi Robusta disimpan selama 5 Tahun. Hal itu dilakukan agar kopi memiliki harga premium namun dihasilkan dengan kualitas kopi terbaik.

Page 5: Warta Bappeda Edisi 3

laporan

uta

ma

Volume 28 Nomer 3 Juli - September 2015 Warta Bappeda 3

Jawa Barat ke-70

Peringatan Hari Ulang Tahun

rovinsi Jawa Barat

Pmemperingati ulang tahun

yang ke 70, kegiatan

tersebut disambut suka cita

oleh Pemerintah Provinsi Jawa Barat

dengan menggelar rangkaian acara,

diantaranya apel besar yang diikuti

PNS Pemerintah Provinsi Jawa Barat

dan Pemda Kabupaten/Kota se Jawa

Barat pada hari Rabu(19/8)

bertempat di Lapangan Gasibu

Bandung. Gubernur Jawa Barat,

Wakil Gubernur Jawa Barat, Panglima

Kodam III Siliwangi, Kepala

Kepolisian Daerah Jawa Barat, Ketua

Pengadilan Tinggi dan Kepala

Kejaksaan Tinggi Provinsi Jawa Barat,

Para Bupati dan Walikota se Jawa

Barat, Plt. Sekretaris Daerah, Para

Asisten Sekretaris Daerah, Para Staf

Ahli Gubernur, Para Kepala OPD/Biro,

Para Kepala Kantor Instansi Vertikal,

Pagi menjelang siang matahari mulai meninggi, kehidmatan

terpancar dari para peserta kegiatan yang

antusias dalam peringatan hari jadi Provinsi Jawa Barat

yang ke-70. Mereka mengikuti apel pagi

yang dipimpin langsung Gubernur

Jawa Barat.

Provinsi

Foto: Dokumentasi Bappeda

Page 6: Warta Bappeda Edisi 3

laporanutama

Volume 28 Nomer 3 Juli - September 2015Warta Bappeda 4

Para Pejabat di lingkungan Pemerintah Provinsi

Jawa Barat, Para PNS di lingkungan Pemerintah

Provinsi dan Kabupaten/Kota se-Jawa Barat, Para

Tamu Undangan, Insan Pers, begitu pula dengan

Pejabat Struktural di lingkungan Bappeda Provinsi

Jawa Barat hadir dengan mengenakan pakaian

tradisional khas Jawa Barat.

Peringatan yang bertajuk “Jabar Kahiji, Jabar

Kreatif dan Jabar Bestari” ini sebelumnya memang

telah ditetapkan dalam Peraturan Daerah Provinsi

Jawa Barat Nomor 26 Tahun 2010. Dalam

peraturan tersebut, telah ditetapkan tanggal 19

Agustus 1945 sebagai Hari Jadi Provinsi Jawa

Barat. Peringatan hari Jadi Provinsi Jawa Barat

merupakan bentuk rasa syukur Pemerintah

Daerah dan segenap masyarakat Jawa Barat, atas

limpahan rahmat, karunia, dan lindungan Allah

Swt atas keberlangsungan dan keberhasilan

pembangunan di Hari Jadi Provinsi Jawa Barat ke

70.

Menurut Gubernur Jawa Barat Ahmad

Heryawan, Peringatan Hari Jadi dapat dijadikan

moment dimana Pemerintah dan masyarakat

Jawa Barat dapat menampilkan unjuk kabisa

dalam bentuk inovasi, kreativitas maupun

inspirasi di bidang ekonomi, sosial, olah raga, seni

dan budaya. Melalui Peringatan hari segenap

elemen Jawa Barat dapat menghayati, bersatu

padu, dan bersinergis dalam membangun Jawa

Barat ke depan, melalui visi Pembangunan “Jawa

Barat Maju dan Sejahtera Untuk Semua”.

Selain menjadi acara tahunan yang digulirkan

sejak 3 tahun silam ini, Hari Jadi Provinsi Jawa

Barat ke-70 juga memiliki tujuan, diantaranya:

1. Meningkatkan rasa syukur atas rahmat,

nikmat dan karunia Allah Swt yang

diberikan kepada Pemerintah dan

masyarakat Jawa Barat.

2. Membangun komunikasi, kebersamaan

dan kedekatan rasa antara Pemerintah

Provinsi Jawa Barat , Kabupaten/Kota

dengan masyarakatnya.

3. Mendorong semangat, inovasi dan

kreativitas pemerintah dan seluruh

elemen masyarakat Jawa Barat dalam

berbagai bidang pembangunan secara

berkelanjutan.

4. Mensosialisasikan program pelestarian

lingkungan Gerakan Citarum Bestari dan

sukses tuan rumah PON XIX tahun 2016.

Pada kesempatan tersebut pula, Aher

mengatakan peringatan hari jadi Jawa Barat

secara resmi mulai diperingati sejak tahun 2012.

Tanggal 19 Agustus 1945, dua hari setelah

Indonesia merdeka, PPKI yang dipimpin Bung

Foto: Dokumentasi Bappeda

Page 7: Warta Bappeda Edisi 3

laporanutama

Volume 2 Nomer - 20158 3 Juli September Warta Bappeda 5

Karno-Hatta memutuskan di Indonesia ada

delapan provinsi, salah satunya Jawa Barat.

Selain itu, Ahmad Heryawan menyampaikan

bahwa pada tahun 2016 Jawa Barat akan menjadi

Tuan Rumah PON XIX. Aher meminta kepada

seluruh jajarannya untuk mensukseskan acara

tersebut, dengan empat pilar sukses. “Jawa Barat

akan menjadi tuan rumah PON yang ke-19, kita

akan hadirkan PON terbaik. Dengan catur sukses,

yang pertama sukses penyelenggaraan, sukses

prestasi, sukses ekonomi kreatif dan sukses

administrasi,” tutur Gubernur Ahmad Heryawan.

Pada apel besar tersebut, Gubernur Jabar

Ahmad Heryawan memberikan penghargaan

pada Kepala Daerah yang memiliki prestasi di

wilayah Provinsi Jawa Barat, diantaranya

Kabupaten Bandung, Kabupaten Bandung Barat,

Kota Sukabumi, dan Kabupaten Cirebon.

Agenda Pembangunan ada 3 Poin yang menjadi fokus perhatian: (1). melanjutkan pemenuhan kebutuhan dasar

masyarakat, yang diwujudkan melalui pendidikan

gratis SD, SLTP dan SLTA secara bertahap,

pembangunan kobong untuk pesantren,

pembangunan 20.000 RKB, bantuan spesifik

ruang kelas/Laboratorium/Studio untuk

perguruan tinggi swasta, beasiswa pendidikan

untuk pemuda, atlet dan tenaga medis, revitalisasi

posyandu, membuka 2 juta serapan tenaga kerja

baru dan mencetak 100.000 wirausahawan baru

di Jawa Barat, alokasi 4 Triliun untuk infrastruktur

desa dan perdesaan, rehabilitasi 100.000 rumah

rakyat miskin melalui pembangunan RUTILAHU,

pembangunan pusat seni budaya dan

gelanggang olahraga Jawa Barat di berbagai

kawasan;

(2). percepatan infrastruktur strategis, yang

diwujudkan melalui tahap lanjut pembangunan

BIJB dan Aerocity Kertajati, pembangunan 12 ruas

jalan tol strategis, pembangunan transportasi

masal di perkotaan, pembangunan pelabuhan

laut pantau Utara, penggenangan waduk

Jatigede, pembangunan pembangkit listrik Upper

Cisokan, pembangunan infrastruktur koridor Jabar

Selatan dan Jabar Utara, pembangunan pusat seni

dan budaya berskala dunia, pembangunan

destinasi wisata siap kunjung berkelas dunia,

pembangunan tempat pengolahan dan

pemrosesan akhir sampah (TPPAS) Legok Nangka

dan Nambo, pembangunan dan perbaikan

sanitasi di wilayah perkotaan dan desa,

pembangunan Mesjid Raya dan Mesjid lainnya

bersifat monumental tersebar di berbagai wilayah

Jawa Barat;

(3). melanjutkan berbagai pembangunan non fisik

sebagai program unggulan seperti penurunan

tingkat kemiskinan dan pengangguran, program

desa sadar hukum, pengembangan koperasi

Dengan bangga pada kesempatan ini beliau juga menyampaikan capaian pembangunan tahun 2014 yang digambarkan melalui jumlah penduduk, APK, LPE, Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) per kapita, inflasi, penduduk miskin dan indikator makro capaian IPM 74,28 poin dengan Indeks Pendidikan 83,36 poin, Indeks Kesehatan 74,01 poin dan Indeks Daya Beli sebesar 65,47 poin dengan Paritas Daya Beli 644,36 ribu rupiah.

PRESTASI JABAR MENINGKAT

IPM

Indeks

Pembangunan

Masyarakat

Indeks

Pendidikan Indeks

Kesehatan

Indeks

Daya Beli

74,28 poin

N

65,47 poin

83,36 poin74,01 poin

Page 8: Warta Bappeda Edisi 3

laporanutama

Volume 28 Nomer 3 Juli - September 2015Warta Bappeda 6

berskala global, kredit cinta rakyat, Jabar mengembara di

dalam negeri maupun luar negeri, ketahanan pangan,

program lansia sehat, mandiri dan sejahtera, pembangunan

rumah sakit provinsi Jawa Barat.

Revitalisasi GasibuDengan momentum ini juga, Gubernur Jabar

mendeklarasikan Program Revitalisasi Kawasan Gasibu

Bandung. Dengan revitalisasi ini, tidak akan mengubah fungsi

utama dari kawasan tersebut sebagai arena jogging track,

tempat upacara dan lapangan. Dengan adanya revitalisasi ini

maka kawasan Gasibu akan dilengkapi dengan taman

tematik, perpustakaan, mushola, air mancur, dan fasilitas

toilet yang lebih baik. Aher panggilan sapaanya

mengharapkan bahwa revitalisasi kawasan Lapangan Gasibu

Bandung bisa selesai pada Desember 2015.

Setelah apel besar, rangkaian Peringatan Hari Ulang

Tahun Jawa Barat dilanjutkan dengan Rapat Paripurna

Istimewa di DPRD Provinsi Jawa Barat dengan dihadiri oleh

Menteri Dalam Negeri, Tjahjo Kumolo. “Gubernur Jawa Barat

kini mendapat Penghargaan Bintang Mahaputra, secara

konektif mampu membangun sekat-sekat yang selama ini

menjadi hambatan. Ternyata Jawa Barat punya potensi

kedepan. Saya yakin di bawah Pak Aher dan tokoh

masyarakat lainnya akan mempercepat proses peningkatan

kesejahteraan masyarakat yang memang harus terus

dioptimalkan,” tegas Menteri Dalam Negeri, Tjahjo Kumolo.

*Tim Peliputan Bappeda Jabar*

Dengan adanya revitalisasi ini

maka kawasan Gasibu akan dilengkapi dengan taman

tematik, perpustakaan, mushola, air mancur, dan

fasilitas toilet yang lebih baik. Aher

mengharapkan bahwa revitalisasi kawasan

Lapangan Gasibu Bandung bisa selesai pada Desember 2015.

Foto: Dokumentasi Bappeda

Foto: Dokumentasi Bappeda

Page 9: Warta Bappeda Edisi 3

Volume 2 Nomer - 20158 3 Juli September Warta Bappeda 7

waw

asanp

ere

nca

naan

Melongok Pendidikan Pesantren

rganisasi Kerjasama

OEkonomi Dunia (OECD)

merilis pemeringkatan

sekolah-sekolah di

dunia. Hasilnya cukup

mengejutkan, bahwa negara-

negara di Asia mendominasi

peringkat-peringkat tertinggi.

Sedangkan negara-negara di

Afrika, berada di peringkat bawah.

Di antara negara-negara di benua

Asia itu seperti Singapura yang

berada di peringkat tertinggi,

disusul Hongkong, Korea Selatan,

Jepang dan Taiwan (PR,

12/05/2015).

Foto: Dokumentasi Bappeda

Oleh Encep Dulwahab*

*) Dosen Ilmu Komunikasi, UIN Sunan Gunung Djati Bandung

Page 10: Warta Bappeda Edisi 3

Volume 28 Nomer 3 Juli - September 2015Warta Bappeda 8

Sebelumnya, pada riset yang dilakukan OECD

pada tahun 2012, Singapura menempati urutan

kedua setelah Tiongkok. Padahal pada tahun

1960-an, posisi Singapura ini lebih buruk, dimana

Singapura sebagai negeri seribu satu larangan,

sempat memiliki jumlah warga buta huruf yang

sangat tinggi (PR, 12/05/2015).

Sementara Indonesia dari laporan yang dirilis

OECD, menempati posisi ke-69 dari 76 negara di

dunia yang diteliti. Posisi ini lebih rendah

dibandingkan dengan negara-negara Asia

Tenggara lainnya, seperti Malaysia yang

bertengger di peringkat ke-52, Thailand peringkat

ke-47, bahkan Vietnam sebagai negara yang

pernah mengimpor beras dan belajar ke

Indonesia, kini posisinya paling baik dari

Indonesia dan dari beberapa negara Asia

Tenggara lainnya, yaitu berada di peringkat ke-12

(PR, 12/05/2015).

Hasil riset yang dilakukan PISA pada tahun

2012, Indonesia pun menjadi salah satu negara

dengan peringkat terendah dalam pencapaian

mutu pendidikan. Pemeringkatan tersebut dapat

dilihat dari skor yang dicapai para pelajar

Indonesia yang berusia 15 tahun dalam hal

kemampuan membaca, matematika, dan sains.

Hasilnya Indonesia menempati peringkat ke-64

dari 65 negara yang diriset, dengan skor rata-rata

371. Sementara skor rata-rata internasional yaitu

500 (PR, 12/05/2015). Skor yang sangat jomplang

kemampuan membaca, matematika dan sains

dengan para pelajar dari negara lain.

Indonesia pun mengikuti dua test

internasional lainnya, yaitu Study Trends in

International Mathematics and Science Studies

dan Progress in International Reading Literacy

Studi untuk murid Sekolah Dasar. Hasil test ini

menunjukkan kalau Indonesia juga berada di

peringkat terendah, yaitu dengan skor 375 (PR,

12/05/2015).

Bisa dibayangkan bagaimana bangsa

Indonesia beberapa tahun yang akan datang,

kalau kemampuan yang dimiliki generasi

penerusnya masih rendah. Hal ini terutama

pendidikan Indonesia masih rendah, masih di

bawah rata-rata dan jauh tertinggal dengan

negara-negara Asia yang dulu sama-sama

berjuang membangun negara. Sudah bisa

dipastikan bangsa ini akan terus menjadi bangsa

terbelakang, negara berkembang, dan tidak bisa

meningkatkan derajat bangsa. Padahal tidak bisa

diabaikan antara kualitas pendidikan dengan

pertumbuhan ekonomi. Menurut Eric Hanushek

dari Universitas Standford dan Ludger

Woessmann dari Universitas Muenchen, bahwa

standar pendidikan merupakan alat prediksi bagi

kesejahteraan jangka panjang suatu negara. Hal

wawasanperencanaan

Indonesia pun mengikuti dua test internasional lainnya, yaitu Study

Trends in International Mathematics and Science Studies dan Progress in International Reading Literacy Studi

untuk murid Sekolah Dasar. Hasil test ini menunjukkan kalau Indonesia juga

berada di peringkat terendah, yaitu dengan skor 375 (PR, 12/05/2015).

Foto: Dokumentasi Bappeda

Page 11: Warta Bappeda Edisi 3

Volume 2 Nomer - 20158 3 Juli September Warta Bappeda 9

wawasanperencanaan

yang sama pun tegaskan OECD, bahwa

pendidikan pada hari ini akan menentukan

perekonomian di masa depan.

Kunci Keberhasilan

Kunci keberhasilan pendidikan di negara-

negara Asia yang menempati posisi atas dan bisa

menyisihkan negara-negara Eropa atau Barat,

yaitu karena di negara-negara Asia para guru di

ruang kelasnya selalu menekankan kepada setiap

siswanya untuk berhasil mengerjakan soal,

menyelesaikan tugas-tugasnya sampai tuntas.

Tidak hanya itu, para guru-guru di Asia pun

senantiasa menerapkan sikap yang tegas, fokus,

dan koheren.

Di samping itu, juga karena para guru dan

sekolahnya senantiasa mengasah para siswanya

dengan pendidikan keterampilan dasar. Terbukti

di Ghana, sebagai negara terendah dalam kualitas

pendidikannya, karena 90 % siswanya tidak

memperoleh keterampilan dasar di sekolah. Tidak

hanya di Ghana yang jelas-jelas terbelakang,

dalam laporan OECD juga disebutkan, bahwa 24

% dari siswa di Amerika Serikat tidak

mendapatkan keterampilan dasar. Tidak heran

kalau Amerika Serikat ini sebagai negara maju

yang paling disorot, karena posisinya ke-28 di

bawah sejumlah negara Eropa, Barat, dan Asia.

Kondisi ini berbeda dengan sekolah-sekolah di

Hongkong yang siswa-siswanya paling sedikit

tanpa keterampilan dasar, yaitu kurang dari 10 %.

Sisanya, 90 % memiliki keterampilan dasar

sehingga wajar kualitas pendidikannya di atas

negara lain.

Kalau melihat fenomena di lapangan,

sebenarnya keterampilan dasar ini sudah

diajarkan di beberapa sekolah di Indonesia.

Termasuk yang menjadi standar pengujian

kemampuan siswa, matematika, membaca dan

sains. Ini pun sudah sangat lama dijadikan

program pemerintah dengan nama calistung,

yaitu membaca menulis dan menghitung. Karena

inilah dasar seseorang atau anak didik sebelum

melangkah lebih jauh ke materi-materi

berikutnya.

Kemudian guru-gurunya pun banyak yang

sudah bersertifikat, background pendidikan yang

sesuai dengan materi dan bahan ajar atau

pelajaran yang diajarkan kepada para siswanya,

mengikuti berbagai pelatihan kependidikan,

metode pengajaran, pembuatan bahan ajar dan

lain sebagainya. Namun tetap saja out put yang

didapatkan masih jauh dari harapan semua pihak.

Padahal dalam UU Sisdiknas tahun 2003,

disebutkan bahwa tujuan pendidikan nasional

adalah untuk berkembangnya potensi peserta

didik agar menjadi manusia yang beriman dan

bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,

berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,

mandiri, dan menjadi warga negara yang

demokratis serta bertanggungjawab. Kemudian

diperkuat dengan rencana pembangunan jangka

panjang nasional tahun 2005-2025, bahwa

undang-undang republik Indonesia nomor 17

tahun 2007, menjelaskan bahwa :

Fo

to:

Doku

men

tasi

Bappeda

Page 12: Warta Bappeda Edisi 3

Volume 28 Nomer 3 Juli - September 2015Warta Bappeda 10

wawasanperencanaan

“…terwujudnya karakter bangsa yang

tangguh, kompetitif, berakhlak mulia, dan

bermoral berdasarkan Pancasila, yang

dicirikan dengan watak dan perilaku manusia

dan masyarakat Indonesia yang beragam,

beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang

Maha Esa, berbudi luhur, bertoleran,

bergotong-royong, berjiwa patriotik,

berkembang dinamis, dan berorientasi iptek.”

Dalam Undang-Undang sistem pendidikan

nasional tahun 2003 sudah mengcover apa yang

menjadi kunci rahasia kesuksesan negara-negara

yang menempati posisi atas. Jauh dari itu, kalau

tujuan pendidikan yang dirangkum dalam

undang-undang pendidikan nasional tahun 2003

benar-benar terealisasi, maka target atau standar

dari OECD akan jauh terlampaui. Bukan

sebaliknya seperti yang diresahkan M. Nuh ketika

peringatan Hardiknas di Jakarta pada Mei 2010:

“Memang kadang-kadang menjadi lucu dan

mengherankan, betapa tidak, penegak

hukum yang mestinya harus menegakkan

hukum ternyata harus dihukum. Para

pendidik yang mestinya mendidik malah

harus dididik. Para pejabat yang mestinya

melayani masyarakat malah minta dilayani

dan itu adalah sebagian dari fenomena sirkus

tadi yang semuanya bersumber pada

karakter.”

Kalau merujuk pada pendapatnya Zarman,

bahwa fokus pendidikan yang dijadikan standar

OECD dalam memeringkat kualitas pendidikan di

setiap negara itu bersifat materialistis, dan

sebenarnya mengerdilkan nilai manusia. Tidak

hanya itu, Zarman lebih jauh menjelaskan:

Kebanyakan sistem dan program pendidikan

yang ada, hanya untuk menjadikan manusia

sebagai pekerja di dalam industri,

perdagangan atau pemerintahan. Padahal, di

dalam diri manusia juga terdapat potensi

luhur yang perlu dibina, seperti kesalehan,

keyakinan, keberanian, amanah, kasih sayang,

kejujuran, kepahlawanan, kerendahan hati,

kedermawanan, kepedulian, kegigihan, ikhlas,

serta kesabaran. Jika nilai-nilai itu tidak

ditanamkan, maka yang akan tumbuh adalah

nilai-nilai kebalikannya, yang dapat merusak,

seperti serakah, sombong, tidak punya

kepedulian, pemalas tetapi ingin hasil benar,

kikir, curang, khianat, pengecut, penipu, dan

suka menindas. Apabila orang seperti ini

memiliki keterampilan dan pengetahuan yang

tinggi, maka mereka akan menggunakannya

untuk melakukan kejahatan. Jabatan yang

seharusnya untuk berkhidmat bagi

kepentingan orang banyak, justru digunakan

secara tidak adil demi kepentingannya sendiri

(2012: 4).

Mencoba Pendidikan PesantrenHasil riset dan pemeringkatan standar

pendidikan yang dilakukan OECD bukanlah

segala-galanya, dan hasil final yang tidak bisa

diubah dan diusahakan keberhasilan di bidang

lainnya. Karena keberhasilan dan kemajuan

banyak sekali faktor pendukungnya. Namun

mengenai peningkatan pendidikan sesungguhnya

apa yang sudah dibuatkan program sebelumnya,

Foto: Dokumentasi Bappeda

Page 13: Warta Bappeda Edisi 3

Volume 2 Nomer - 20158 3 Juli September Warta Bappeda 11

wawasanperencanaan

yaitu program pendidikan karakter sudah tepat

dan sesuai dengan kondisi dan situasi bangsa

Indonesia.

Karena bangsa yang memiliki karakter yang

kuat, positif dan tangguh, maka peradaban tinggi

dan maju dapat dibangun dengan baik dan

sukses sesuai dengan arah pembangunan bangsa.

Namun sebaliknya, apabila karakter mayoritas

masyarakat negatif, maka akan melemahkan dan

mengakibatkan peradaban yang dibangun pun

menjadi lemah (Hasanah, 2012: 13).

Untuk itu, karakter bangsa merupakan modal

dasar dalam membangun peradaban tinggi.

Dengan pendidikan karakter ini, masyarakat akan

terdidik dan akhirnya akan menjadi masyarakat

yang memiliki sifat jujur, mandiri, bekerjasama,

patuh pada peraturan, bisa dipercaya, tangguh

dan memiliki etos kerja tinggi, maka akan

mengasilkan sistem kehidupan sosial yang baik

(Hasanah, 2012: 13).

Di dalam program pendidikan karakter,

sebagaimana dikatakan Aan Hasanah, adalah

bentuk-bentuk penanaman nilai-nilai karakter, di

antaranya:

1 pengajaran. Mengajarkan karakter

berarti memberikan pemahaman pada

peserta didik tentang struktur nilai

tertentu, keutamaan, dan maslahatnya.

Mengajarkan nilai memiliki dua manfaat,

pertama, memberikan pengetahuan konsep

tentang nilai; kedua, membandingkan atas

pengetahuan yang telah dimiliki oleh peserta

didik. Menurut grand design kementerian

pendidikan nasional RI tentang pendidikan

karakter. Proses pengajaran ini merupakan

bagian dari intervensi, sebuah proses yang

sengaja menciptakan pengajaran berbasis

karakter di dalam proses belajar mengajar.

2 peneladanan. Manusia lebih banyak

belajar dari apa yang mereka lihat.

Keteladanan menempati posisi yang

sangat penting. Pendidik harus terlebih

dahulu memiliki karakter yang layak

diteladani para muridnya. Di sekolah, guru

hendaklah menjadi gambaran konkret dari

konsep moral, dan akhlak yang tumbuh dari

nilai-nilai keimanan yang didemonstrasikan

kepada peserta didik dalam setiap tindakan

dan kebijakan. Keteladanan ini juga tidak

hanya bersumber dari pendidik, melainkan

pula dari seluruh manusia yang ada di

lingkungan pendidikan bersangkutan,

termasuk dari keluarga dan masyarakat.

Keteladanan sebagai inti dari pendidikan

karakter di lingkungan keluarga, sekolah dan

masyarakat.

3 pembiasaan. Pembiasaan merupakan

upaya praktis dalam pembinaan dan

pembentukan peserta didik. Upaya ini

dilakukan mengingat manusia mempunyai

sifat lupa dan lemah. Misalnya nilai keimanan

tidak begitu saja hadir dalam jiwa seseorang,

tetapi ia perlu ditanamkan, dipupuk dan

diarahkan agar menjadi miliknya, menjadi

motivasi, semangat dan kontrol terhadap

pola tingkah laku.

4 pemotivasian. Motivasi merupakan

faktor yang mempunyai arti penting

bagi siswa. Apalah artinya bagi

seorang siswa pergi ke sekolah tanpa

mempunyai motivasi belajar yang baik.

Karena tidak menutup kemungkinan, di

antara sebagian siswa ada yang mempunyai

motivasi untuk belajar, dan sebagian yang

lain tidak memiliki motivasi untuk belajar.

Ketika seorang pendidik melihat perilaku

siswa seperti itu, maka perlu diambil langkah-

langkah untuk membangkitkan motivasi

belajar siswa.

5 penegakan aturan. Penegakan aturan

merupakan aspek yang harus

diperhatikan dalam pendidikan,

terutama pendidikan karakter. Pada proses

awal pendidikan karakter penegakan aturan

merupakan setting limit, di mana ada batasan

yang tegas dan jelas mana yang harus dan

tidak harus dilakukan, mana yang boleh dan

tidak boleh dilakukan oleh anak didik.

Dengan demikian, penegakan aturan bisa

dijalankan secara konsisten dan

berkesinambungan, sehingga segala

kebiasaan baik dari adanya penegakan aturan

akan membentuk karakter berprilaku (2012:

27-29).

Agar pelaksanaan program pendidikan

karekter ini berhasil, harus melibatkan seluruh

komponen lingkungan secara komprehensif.

Lingkungan keluarga, pemerintah, dan institusi

pendidikan harus didesain sedemikian rupa agar

memperoleh hasil yang maksimal dalam

mencapai tujuan (Hasanah, 2012: 29).

Tanpa mengabaikan program pendidikan

Page 14: Warta Bappeda Edisi 3

Volume 28 Nomer 3 Juli - September 2015Warta Bappeda 12

wawasanperencanaan

karakter yang sudah diimplementasikan selama

ini, sebenarnya bangsa kita memiliki tradisi

pendidikan karakter atau akhlak yang telah teruji

selama ratusan tahun, yaitu pesantren. Konsep

pendidikan pesantren ini sebenarnya dapat

dijadikan model dalam merealisasikan pendidikan

karakter. Meskipun ada yang berpendapat bahwa

pesantren sudah dianggap ketinggalan zaman,

tetapi pendapat itu perlu dipertanyakan asumsi

dasarnya.

Anggapan itu bisa jadi karena kebanyakan di

antara orang biasanya menilai pesantren

ketinggalan karena mengukurnya dengan

pandangan materialistis, seperti kualitas gedung,

kelengkapan sarana, gaji guru, dan sejenisnya.

Memang harus diakui ada pesantren yang kurang

berkualitas, namun yang harus dilihat seharusnya

adalah konsep pendidikan pesantren yang sangat

fokus terhadap pembinaan manusia seutuhnya

lewat keteladanan, keikhlasan, kebersahajaan,

kasih sayang, pengorbanan, kebersamaan,

kesopanan, serta kecintaan kepada ilmu (Zarman,

2012: 5). Meskipun ada juga beberapa pesantren

yang mengajarkan keterampilan praktis, seperti

keterampilan bercocok tanam, kerajinan yang

semunya untuk membekali diri dalam mencari

nafkah. Tetapi itu bukanlah fokus utamanya,

melainkan sebagai suplemen saja di samping

pengajaran utamanya.

Pendidikan yang diajarkan di dalam

pesantren, akan menempa peserta didiknya

dengan bekal-bekal yang tidak didapatkan di

pendidikan pada umumnya. Di dalam pendidikan

pesantren, peserta didik akan mendapatkan ilmu

dan wawasan tentang keduniawian dan

keakhiratan. Oleh karenanya menurut Zarman

bahwa:

Jarang sekali lulusan pesantren yang resah

karena belum mendapat kerja sebagaimana

dikeluhkan oleh kebanyakan lulusan

Perguruan Tinggi. Sebab kualitas kepribadian

lebih bermanfaat daripada pengetahuan

praktis, dan keterampilan ketika menghadapi

persoalan hidup. Sebaliknya, banyak sarjana

yang menganggur, tidak tahu apa yang harus

dikerjakan, meski mereka disiapkan untuk

memasuki dunia kerja (2012: 5-6).

Adanya kelebihan dalam sistem pendidikan

pesantren, tidak heran kalau saat ini banyak

sekolah yang mencoba meniru tradisi pesantren

dalam pendidikan dan menggabungkannya

dengan konsep pendidikan modern. Di mana

pendidikan agama dan akhlak mendapat porsi

yang lebih besar daripada standar sekolah umum.

Hasilnya, sekolah-sekolah ini diserbu oleh banyak

orangtua yang ingin menyekolahkan anaknya.

Meskipun biaya yang harus dikeluarkan sangatlah

mahal. Ini membuktikan bawah tradisi pesantren

tidaklah ketinggalan zaman, bahkan sangat

relevan dengan program pendidikan karakter

yang dicanangkan pemerintah. Tidak hanya untuk

pendidikan dasar sampai menengah atas, untuk

Perguruan Tinggi pun sebenarnya bisa belajar

dari pesantren, dan menerapkan konsep

pesantren itu dalam kegiatan pendidikan sehari-

hari (Zarman, 2012: 5-6).

Penutup Pendidikan di Jawa Barat harus didorong lagi

menjadi lebih baik lagi agar bisa

mengembangkan karakter warga Jawa Barat

menjadi masyarakat yang kuat, sehingga pada

gilirannya warga Jawa Barat, akan mampu

membangun peradaban yang lebih maju dan

modern. Karena peradaban modern, setidak-

tidaknya dibangun dalam empat pilar utama,

yaitu: induk budaya (mother culture) dan agama

yang kuat, sistem pendidikan yang maju, sistem

ekonomi yang berkeadilan, serta majunya ilmu

pengetahuan dan teknologi yang humanis

(Hasanah, 2012: 13).

Jawa Barat para leluhurnya sudah mewariskan

banyak budaya dan menjadi induk budaya di

Jawa Barat, dan untuk agama yang kuat di Jawa

Barat pun banyak berdiri pesantren sejak lama

yang menjadi destinasi orang luar Jawa Barat

yang berguru ke pesantren-pesantren di Jawa

Barat. Tinggal bagaimana mengoptimalkan

pesantren yang keberadaannya sudah merata di

setiap daerah (kota dan kabupaten) di Jawa Barat.

Sumber Rujukan: Hasanah, Aan. 2012. Pendidikan Karakter:

Berperspektif Islam. Bandung: Insan Komunika.

Zarman, Wendi. 2012. Inilah! Wasiat Nabi bagi

Para Penuntut Ilmu. Bandung: Ruang Kata.

Pikiran Rakyat, “Pendidikan Asia Lebih Baik dari

Eropa dan Barat”, Selasa, 12 Mei 2015.

Page 15: Warta Bappeda Edisi 3

Volume 2 Nomer - 20158 3 Juli September Warta Bappeda 13

wawasanperencanaan

KABUPATEN

PANGANDARAN

Potensi Ekonomi

Di Kawasan Konservasi Perairan

umberdaya

Spesisir berperan

penting dalam

mendukung

pembangunan ekonomi

daerah dan nasional

untuk meningkatkan

penerimaan devisa,

lapangan kerja, dan

pendapatan penduduk.

Sumberdaya pesisir

tersebut mempunyai

keunggulan komparatif

karena tersedia dalam

jumlah yang besar dan

beraneka ragam serta

dapat dimanfaatkan

dengan biaya eksploitasi

yang relatif murah

sehingga mampu

menciptakan kebutuhan

pasar yang masih

terbuka besar karena

kecenderungan

permintaan pasar global

yang terus meningkat.

PENDAHULUAN

Oleh Iwang Gumilar*Agus Ruswandi**

*) Dosen Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Unpad**) Peneliti pada Badan Penelitian, Pengembangan dan Penerapan Iptek Provinsi Jawa Barat

Foto: Dokumentasi Bappeda

Page 16: Warta Bappeda Edisi 3

Volume 28 Nomer 3 Juli - September 2015Warta Bappeda 14

wawasanperencanaan

Namun demikian, degradasi ekosistem

perairan di beberapa tempat telah mencapai

tingkat yang mengkhawatirkan, antara lain:

deforestasi hutan mangrove; rusaknya terumbu

karang; merosotnya kualitas taman bawah laut;

rendahnya kualitas daur ulang sampah;

meningkatnya laju pencemaran; berkembangnya

erosi pantai; meluasnya sedimentasi serta intrusi

air laut dan kegiatan usaha di sektor perikanan

dan kelautan.

Proses penetapan kawasan konservasi

perairan telah diatur dalam Permen Kelautan dan

Perikanan RI No. Per. 02/MEN/2009 Tentang Tata

Cara Penetapan Kawasan Konservasi Perairan.

Terkait dengan rencana penetapan Kawasan

Konservasi Laut, telah dilakukan Inventarisasi dan

Penilaian Potensi Kawasan Konservasi Laut Daerah

(CKKLD) Kabupaten Pangandaran, pada Tahun

2006, yang dilakukan oleh Direktorat Konservasi

dan Taman Nasional Laut, dan pada saat ini sudah

dikeluarkan Peraturan Bupati No. 15 Tahun 2008

Tentang Pencadangan Lokasi Kawasan Konservasi

Laut Kabupaten Pangandaran yang pada saat itu

masih berstatus Kecamatan Pangandaran.

Berdasarkan peraturan bupati tersebut di

atas, perikanan berkelanjutan adalah semua

proses upaya (seperti penangkapan dan

pembudidayaan ikan), pengambilan, pengunaan,

pengembangan, dan pengusahaan sumberdaya

ikan secara terencana dan hati-hati dengan

menjamin keberadaan, ketersediaan dan

kesinambungan (keberlanjutan) sumberdaya

tersebut agar tetap tersedia bagi generasi

sekarang maupun yang akan datang.

Zona perikanan berkelanjutan adalah zona

untuk mendukung aktivitas masyarakat lokal

dalam rangka memanfaatkan biota laut yaitu

penangkapan ikan dengan alat dan cara yang

ramah lingkungan serta melakukan budidaya

yang ramah lingkungan. Zona perikanan

berkelanjutan berdasarkan RTRW Kabupaten

Ciamis (Pangandaran) kurang lebih seluas 23.471

(dua puluh tiga ribu empat ratus tujuh puluh

satu) hektar. Zona ini berada di radius 4 (empat)

mil dari pantai.

Untuk mengetahui usaha sektor perikanan

dan kelautan apa yang sesuai dilakukan di zona-

zona tersebut, diperlukan identifikasi potensi

ekonomi di kawasan konservasi untuk kegiatan

percontohan kegiatan perikanan berkelanjutan.

Penelitian bertujuan mengidentifikasi potensi

ekonomi di Kawasan Konservasi Perairan di

Kabupaten Pangandara, dengan maksud agar

dapat memetakan potensi ekonomi di zona-zona

pemanfaatan, dan potensi pengembangan

kawasan konservasi untuk kegiatan perikanan

berkelanjutan.

METODE PENELITIANPenelitian dilakukan pada tahun 2014 di

kawasan konservasi perairan khususnya zona

perikanan berkelanjutan di wilayah pesisir

Pangandaran seluas ± 23.471, yang berada di

radius 4 mil dari pantai (sesuai RTRW Kabupaten

Pangandaran). Penelitian dilakukan dengan

metode survey yaitu metode pengamatan yang

kritis untuk mendapatkan keterangan-keterangan

yang jelas terhadap suatu persoalan tertentu di

suatu daerah tertentu (Singarimbun, 1989) dalam

hal ini adalah potensi ekonomi yang ada di

kawasan konservasi perairan di Kabupaten

Pangandaran.

Jenis data yang digunakan berupa data

primer hasil observasi lapangan dan wawancara

dengan masyarakat dan data sekunder dari

instansi terkait. Penentuan sampel menggunakan

teknik purposive sampling dengan kriteria Foto: Dokumentasi Bappeda

Page 17: Warta Bappeda Edisi 3

Volume 2 Nomer - 20158 3 Juli September Warta Bappeda 15

wawasanperencanaan

masyarakat yang berada di kawasan konservasi di

Pangandaran.

Analisis data menggunakan metode analisis

deskripsi untuk memberikan gambaran umum

mengenai potensi ekonomi yang dapat

dikembangkan di kawasan konservasi yang

berwawasan lingkungan.

HASIL DAN PEMBAHASANWilayah Kabupaten Pangandaran memiliki

wilayah pesisir dan laut dengan panjang garis

pantai mencapai 91 km dengan luas laut

mencapai 67.340 ha yang meliputi 6 (enam)

wilayah kecamatan yaitu Kecamatan Kalipucang,

Kecamatan Pangandaran, Kecamatan Sidamulih,

Kecamatan Parigi, Kecamatan Cijulang, dan

Kecamatan Cimerak.

Untuk mengetahui kondisi Potensi Ekonomi

di Kawasan Konservasi Perairan di Kabupaten

Pangandaran ini dilaksanakan dengan terlebih

dahulu rapat dengar pendapat (public hearing)

terhadap masyarakat dan instansi terkait.

Berdasarkan dengar pendapat tersebut, potensi

ekonomi yang terdapat di kawasan konservasi

perairan Kabupaten Pangandaran terbagi menjadi

3 (tiga), yaitu, potensi budidaya perikanan dan

kelautan, potensi perikanan tangkap dan potensi

pengolahan hasil perikanan. Sebagai tindak lanjut

dari kegiatan dengar pendapat tersebut dilakukan

juga survey di beberapa tempat yang memiliki

potensi perikanan yang cukup baik, diantaranya:

Pangandaran, Kalipucang dan Batu Karas.

Dari ketiga potensi tersebut, potensi

perikanan tangkap adalah potensi yang sudah

dimanfaatkan oleh masyarakat di sekitar kawasan

konservasi, sementara budidaya lebih di dominasi

oleh budidaya perairan tawar. Potensi pengolahan

hasil perikanan hingga saat survey dilakukan juga

baru terfokus pada pengolahan ikan hasil

tangkapan dengan cara diasinkan atau dibuat

terasi serta pembuatan kerajinan tangan

cinderamata khas dari kerang-kerangan. Skala

produksinya pun masih terbatas dilakukan oleh

para wanita nelayan secara perorangan. Berikut

adalah hasil analisis potensi ekonomi di kawasan

konservasi perairan di Kabupaten Pangandaran.

A. Potensi Perikanan Tangkap1) Produksi Perikanan Tangkap

Berdasarkan data Konservasi Kawasan

dan Jenis Ikan, Kementerian Kelautan dan

Perikanan Tahun 2012, potensi lestari perikanan di

Kabupaten Pangandaran adalah sebesar 15.480

ton per tahun, dengan tingkat penangkapan ikan

laut 1.871,04 ton/tahun (12,08%). Adapun jenis-

jenis ikan laut ekonomis penting yang didaratkan

Kabupaten Pangandaran antara lain ikan dogol,

jerbung, lobster, udang lainnya, kakap merah,

Foto: Dokumentasi Bappeda

Page 18: Warta Bappeda Edisi 3

Volume 28 Nomer 3 Juli - September 2015Warta Bappeda 16

wawasanperencanaan

kakap putih, kerapu, cucut, bawal hitam, bawal

putih, tenggiri layur, tongkol, tuna/cakalang,

kembung, kuro, biji nangka, teri, tembang, alu-

alu, beronang, kepiting, rajungan, ekor kuning,

peperek, layang, ikan lidah dan jenis ikan lainnya.

Berdasarkan data produksi hasil tangkapan

per komoditas ikan di Kabupaten Pangandaran

tahun 2008-2013, produksi perikanan tangkap

terbesar tercapai pada tahun 2010 dengan total

produksi sebanyak 1.997,11 ton. Komoditas

tangkap terbanyak adalah ikan layur yaitu

sebanyak 517,12 ton ( Dinas Kelautan dan

Perikanan Kabupaten Pangandaran (2008-2012)

dan Kabupaten Pangandaran ( 2012-2013)

2) Daerah Penangkapan IkanDaerah penangkapan ikan nelayan Kabupaten

Pangandaran terdapat di sekitar Teluk

Pangandaran, Perairan Parigi, Karapyak, Perairan

Nusakambangan, dan Cilacap. Waktu yang

dibutuhkan oleh nelayan untuk sampai ke daerah

penangkapan ikan yang dituju berkisar antara 40-

60 menit dari fishing base. Penentuan daerah

penangkapan ikan dilakukan dengan

mengandalkan pengalaman, kebiasaan dan ciri-

ciri yang terdapat di perairan. Nelayan tidak

menggunakan alat bantu apapun untuk

menentukan daerah penangkapan ikan.

3) Armada Penangkapan IkanArmada Penangkapan ikan yang ada di

Kabupaten Pangandaran dapat dikelompokan

menjadi tiga macam, yaitu perahu tanpa motor,

perahu motor tempel, dan kapal motor. Sebagian

besar armada penangkapan ikan yang digunakan

oleh nelayan Kabupaten Pangandaran yaitu

perahu motor tempel yang menggunakan cadik.

Kapal motor yang beroperasi di Perairan

Pangandaran masih sangat sedikit hal ini

dikarenakan keterbatasan modal dan

keterampilan nelayan yang masih kurang. Perahu

motor tempel di Pangandaran kebanyakan

terbuat dari fiberglass yang menggunakan jenis

mesin tempel berkekuatan 7 PK. Perahu tersebut

mempunyai ukuran dimensi panjang total (LOA)

7,011,5 meter, lebar (B) 0,81,2 meter, dan dalam

(D) 0,7-1,5 meter. Kapal motor yang beroperasi di

Kabupaten Pangandaran kebanyakan dimiliki oleh

nelayan yang memiliki modal cukup besar

dengan ukuran kapal motor yaitu sebesar 5-10 GT

yang terbuat dari bahan kayu dengan

menggunakan mesin jenis inboard.

Perahu tanpa motor perkembangannya

berhenti pada tahun 2002 hal ini disebabkan

nelayan Kabupaten Pangandaran memilih untuk

menganti armada menjadi perahu motor tempel

karena lebih praktis dan efisien dalam hal operasi

penangkapan. Sedangkan untuk armada perahu

motor tempel pada tahun 2000 sampai 2003

terjadi peningkatan secara signifikan, hal ini

disebabkan banyak juragan-juragan yang

membeli mesin motor tempel untuk disewakan

kepada nelayan, dan nelayan juga merasa lebih

efektif dengan menggunakan mesin motor

tempel.

4) Alat Penangkapan IkanAlat penangkap ikan di Kabupaten

Pangandaran menurut statistik perikanan

Indonesia terbagi menjadi lima jenis yaitu:

· Pukat kantong. alat penangkap di Kabupaten

Pangandaran yang termasuk jenis pukat

kantong adalah pukat pantai atau jaring arad

dan dogol untuk nama lokalnya.

· Pukat cincin. alat penangkap pukat cincin

untuk daerah Kabupaten Pangandaran atau

biasa disebut jaring tingker/ payang untuk

nama lokalnya termasuk kategori mini purse

seine.

· Jaring insang. Jaring insang yang

dipergunakan di Kabupaten Pangandaran

terbagi lagi menjadi dua jenis yaitu, drift gill

net dan coral reef gill net. Kategori coral reef

gill net digunakan untuk menangkap udang

dan lobster dan nelayan Kabupaten

Pangandaran menyebut alat penangkap

tersebut dengan nama lokal jaring sirang.

· Perangkap. Alat penangkap jenis perangkap

adalah berupa perangkap rangka besi yang

diberi jaring insang atau jaring pintur/

krendet untuk nama lokalnya.

· Pancing. Alat penangkap jenis pancing

terbagi lagi menjadi tiga yaitu pancing ulur,

pancing rawai dan pancing tonda.

Berdasarkan alat tangkap dan daerah

tangkapannya, kami membagi zona tangkapan

berdasarkan hasil dan alat tangkapnya menjadi 3

(tiga) kelompok, yaitu: alat tangkap zona 0-2 mil,

alat tangkap zona 2-4 mil dan alat tangkap zona

lebih dari 4 mil.

Page 19: Warta Bappeda Edisi 3

Volume 2 Nomer - 20158 3 Juli September Warta Bappeda 17

wawasanperencanaan

1. Jarak 0-2 Mil Alat tangkap yang umum digunakan pada

zona ini adalah arad, dogol, jaring sirang, jaring

pintur/ krendet dan pancing ulur.

Jaring AradJaring arad atau pukat pantai merupakan alat

tangkap yang berbentuk pukat kantong yang

pengoperasiannya dilingkarkan di sekitar pantai

dan menariknya ke arah pantai melalui kedua

ujung sayapnya. Alat tangkap ini termasuk

kedalam jenis alat tangkap pukat kantong yang

ditarik dengan menggunakan tenaga manusia.

DogolJaring dogol merupakan alat tangkap yang

pengoperasiannya ditebar kemudian ditarik dari

atas kapal atau perahu dengan menggunakan

tenaga manusia. Alat tangkap ini dioperasikan

didasar perairan untuk menangkap ikan demersal

khususnya jenis udang. Nelayan Pangandaran

biasa menyebut alat tangkap ini dengan nama

jaring dogol.

Gambar 1. Nelayan Arad Di Pantai Barat Pangandaran

Sumber: Dokumentasi Pribadi

Gambar 2.

Sketsa Arad

Gambar 3.

Sketsa Dogol

Page 20: Warta Bappeda Edisi 3

Volume 28 Nomer 3 Juli - September 2015Warta Bappeda 18

wawasanperencanaan

Jaring SirangJaring sirang adalah salah satu jenis gill net

yang berdasarkan metode pengoperasiannya di

daerah Kabupaten Pangandaran termasuk ke

dalam klasifikasi jaring insang dasar (coral reef gill

net). Jaring sirang digunakan untuk menangkap

udang karang atau disebut juga jaring lobster.

Selain untuk menangkap lobster, tidak jarang

nelayan Kabupaten Pangandaran juga

menggunakan jaring sirang untuk menangkap

ikan seperti ikan layur dengan menggunakan

mata jaring ukuran 2 inci. Jaring sirang termasuk

alat tangkap jaring yang mayoritas dimiliki oleh

nelayan di Kabupaten Pangandaran sebagai alat

tangkap sambilan dan sambilan utama.

Hasil tangkapan utama adalah udang lobster,

yang memiliki nilai ekonomis yang tinggi di

daerah Kabupaten Pangandaran. Satu kilogram

udang lobster jenis Panulirus sp. bernilai jual Rp

500.000 – Rp 600.000. Hasil tangkapan tersebut

biasanya dimasukkan ke dalam kotak styrofoam

berkapasitas 30 kg. Setelah penanganan hasil

tangkapan selesai, jaring pun dirapikan untuk

persiapan setting selanjutnya.

Jaring Pintur/ KrendetJaring pintur/ krendet ini tergolong sangat

sederhana dan dapat dioperasikan dari atas

tebing yang curam. Jaring pintur/ krendet

merupakan hasil kerajinan tangan, dibuat dengan

bermacam-macam bentuk dan ukuran, sesuai

dengan permintaan dan kebutuhan

penangkapan. Jaring pintur/ krendet dibuat dari

kerangka besi galvanis (kawat seng) tahan karat,

kerangka tersebut disulam dengan jaring

sehingga jarak antar jaring maupun dengan

kerangka besi rapat dan kuat. Perbedaan jaring

pintur dan krendet terletak pada konstruksi besi

galvanisnya. Jaring pintur berbentuk persegi

dengan mulut jaring perangkap pada sisi kiri dan

kanan. Bentuknya mengkerucut kedalam dan

berfungsi sebagai jalan masuk rajungan, kepiting

ataupun kerang (keong) dan lobster. Rangka

pintur dibuat tidak permanen dan dapat mudah

untuk dibuka dan ditutup (dilipat), sehingga

memudahkan nelayan memasang umpan pada

pengait umpan dan menebarnya ke laut yang

merupakan alat tangkap yang ramah lingkungan.

Jaring krendet adalah jaring yang memiliki

konstruksi besi galvanis berbentuk bulat.

Gambar 4.

Perbandingan Sketsa Jaring Pintu dan Krendet

Pancing UlurPancing ulur adalah suatu alat penangkapan

ikan yang terdiri dari sejumlah utas tali dan

sejumlah pancing yang terdiri dari banyak mata

pancing yang disusun menyerupai jangkar. Pada

beberapa sentimeter di atas mata pancing

diikatkan umpan. Pancing ulur termasuk ke dalam

klasifikasi alat tangkap hook and line (DKP, 2008).

Pada prinsipnya pancing ini terdiri dari dua

komponen utama yaitu tali (line) dan mata

pancing (hook). Tali pancing biasanya terbuat dari

benang katun, nilon, polietilen dan plastik.

Sedangkan mata pancing dibuat dari kawat baja,

kuningan atau bahan lain yang tahan karat. Pada

umumnya ujung mata pancing tersebut berkait

balik, namun ada juga yang tanpa berkait balik.

Diameter besi adalah 4 mm dan kerangka yang

dibentuknya bergaris tengah 80 cm. Sebagai

penutupnya digunakan 2 lapis jaring. Pada bagian

tengah kerangka jaring dipasang tali umpan.

Gunanya sebagai tempat mengikatkan umpan.

Page 21: Warta Bappeda Edisi 3

Volume 2 Nomer - 20158 3 Juli September Warta Bappeda 19

wawasanperencanaan

Jumlah mata pancing pada tiap unit pancing bisa

tunggal atau ganda (dua sampai tiga buah)

bahkan banyak sekali (ratusan sampai ribuan)

tergantung dari jenis pancingnya.

Gambar 5.

Sketsa Pancing Ulur

2. Jarak 2-4 Mil Alat tangkap yang umum digunakan

pada zona ini adalah tingker, gill net, Tonda dan

Rawai.

TingkerMini purse seine atau oleh nelayan setempat

disebut tingker/ payang merupakan alat tangkap

yang aktif. Karakteristik purse seine adalah adanya

cincin-cincin (ring) yang menggantung pada

bagian bawah jaring, yang berfungsi untuk

mempermudah penarikan tali kolor (purse line)

pada saat pengerucutan jaring.

Gambar 6.

Jaring/ Payang

(Mini Purse Seine)

Yang Sedang

Dijemur Di Batukaras.

Sumber:

Dokumen Pribadi

Nelayan mini purse seine yang berjumlah 8-

20 orang memiliki pembagian tugas masing-

masing saat operasi penangkapan. Lama waktu

hauling berkisar antara 25 sampai 1 jam

tergantung jumlah hasil tangkapan yang

diperoleh. Hasil tangkapan kemudian dimasukkan

ke dalam blong/drum plastik besar berkapasitas

100 kg. Setelah selesai menangani hasil

tangkapan nelayan merapikan kembali jaring

untuk persiapan setting selanjutnya.

Gambar 7.

Sketsa Jaring Tingker/ Payang (Mini Purse Seine)

Gill NettJaring insang merupakan alat

penangkapan ikan yang terbuat dari bahan jaring

berbentuk empat persegi panjang yang pada

bagian atasnya terdapat pelampung dan tali ris

atas dan pada bagian bawahnya terdapat tali ris

bawah dan pemberat, sehingga jaring dapat

terentang seperti dinding didalam air. Nelayan

Kabupaten Pangandaran biasa menyebut alat

tangkap ini dengan nama jaring sirang dawah.

Alat tangkap gillnet termasuk ke dalam

alat tangkap pasif karena metode

penangkapannya yaitu menunggu ikan yang

melalui alat tangkap tersebut bukan mengejar

ikan. Berdasarkan bahan jaring yang digunakan

alat tangkap gillnet dibagi kedalam dua jenis

yaitu gillnet monofilament dan gillnet

multifilament. Menurut letak operasi, gill net yang

ada di Kabupaten

Pangandaran termasuk ke

dalam kelompok surface

drift gill net, yang

pengoperasiannya

dilakukan secara pasif pada

malam hari.

Page 22: Warta Bappeda Edisi 3

Volume 28 Nomer 3 Juli - September 2015Warta Bappeda 20

wawasanperencanaan

Gambar 8.

Sketsa Gillnett Monofilamen

Gambar 9.

Sketsa Gillnett Multifilamen

Tonda dan RawaiAlat penangkap jenis pancing di daerah

Kabupaten Pangandaran memiliki beberapa jenis

yang hampir dimiliki oleh semua nelayan di

Kabupaten Pangandaran. Jenis alat penangkap

pancing ini yaitu tonda (troll linre) dan rawai

tegak lurus (vertical long line). Pengoperasian unit

alat tangkap pancing digunakan setiap saat atau

pada saat satu kali trip ke laut dengan

menggunakan alat tangkap seperti gillnet, mini

purse seine, dan sirang, alat tangkap jenis

pancing selalu dibawa dalam kapal oleh nelayan.

Ukuran mata pancing tonda yang umum

digunakan adalah No.4-5 walau terkadang ada

juga yang menggunakan ukuran mata pancing

no.9, dan menggunakan jenis tali PA

monofilament sepanjang ± 50 m. Jenis umpan

yang digunakan dalam pengoperasian pancing

tonda adalah rapala dan sutra. Rata-rata nelayan

membawa satu unit pancing tonda sebanyak 15-

60 mata pancing.

Gambar 10.

Sketsa Pancing Tonda

Page 23: Warta Bappeda Edisi 3

Volume 2 Nomer - 20158 3 Juli September Warta Bappeda 21

wawasanperencanaan

Rawai; nelayan Kabupaten Pangandaran

dalam satu kali trip umumnya membawa 2-4 set

pancing dengan satu set pancing berjumlah

hingga ±100 buah mata pancing. Ukuran mata

pancing yang digunakan tergantung sasaran ikan

yang akan di tangkap. Seperti rawai layur, nelayan

banyak menggunakan mata pancing no.8.

3. Jarak Lebih Dari 4 Mil Alat tangkap yang umum digunakan pada

zona ini sama seperti pada zona 2-4 mil, hanya

saja ukuran mata jaring yang digunakan lebih

besar. Hasil tangkapannya sama dengan pada

zona 2-4 mil. Alat tangkap yang digunakan

adalah tingker, gill net, Tonda dan Rawai.

Berdasarkan hasil public hearing potensi

perikanan tangkap yang belum dimanfaatkan

secara optimal di kawasan konservasi perairan di

Kabupaten Pangandaran adalah dalam

penangkapan ikan menggunakan drift gill net

dengan mata jaring (mesh size) yang lebih besar

pada perairan lebih dari 4 (empat) mil,

penggunaan jaring tingker/ payang (mini purse

seine) pada perairan lebih dari 4 (empat) mil serta

penangkapan udang dan lobster dengan jaring

sirang (coral reef gill net) di daerah Batukaras dan

Bagolo.

Berdasarkan public hearing dan survey yang

dilakukan, terdapat beberapa permasalahan

dalam kegiatan perikanan tangkap sebagai

potensi ekonomi di kawasan konservasi perairan

di Kabupaten Pangandaran. Permasalahan

tersebut antara lain:

Gambar 11.

Sketsa Pancing Rawai

· Untuk memanfaatkan potensi ekonomi di

kawasan konservasi perairan khususnya

dalam hal perikanan tangkap, dibutuhkan

alat tangkap yang lebih ideal, para nelayan

merekomendasikan penggunaan dan

bantuan alat tangkap tingker/ payang (mini

purse seine) karena hasil tangkapan

melimpah dan bisa digunakan kapan saja.

· Selain tingker, jaring insang hanyut (drift gill

net) juga sangat diperlukan bagi nelayan

karena masa pemakaiannya lebih lama dan

kontinu serta lebih mudah dalam

perbaikannya. Khusus untuk armada yang

lebih dari 30 GT diperlukan gill net yang

memiliki ukuran mata jaring (mesh size) ≥ 5

inch.

· Untuk kegiatan penangkapan udang atau

lobster, diperlukan jaring sirang (coral reef

gill net) yang memiliki ukuran mata jaring

(mesh size) 3,5 – 5 inch.

· Diharapkan adanya pengadaan rumah ikan

atau rumpon yang letaknya di kordinasikan

dengan nelayan setempat, agar tidak

menghambat alur pelayaran atau merusak

jaring nelayan.

Page 24: Warta Bappeda Edisi 3

Volume 28 Nomer 3 Juli - September 2015Warta Bappeda 22

wawasanperencanaan

B. Kegiatan Budidaya PerikananPotensi perikanan yang berkembang di pesisir Pangandaran dalam

kegiatan budidaya perikanan didominasi oleh berupa budidaya air tawar.

Potensi ekonomi di bidang budidaya air payau dan air laut belum

dimanfaatkan secara optimal.

Tabel 1.

Data Produksi Budidaya Per Komoditas Kabupaten Pangandaran

Tahun 2008-2013 (Dalam Ribuan)

Jenis Ikan Tahun

2008

(Ton)

2009

(Ton)

2010

(Ton)

2011

(Ton)

2012

(Ton)

2013

(Ton) Budidaya Air

Tawar

Mas 855,69 558,82 579,65 1.200,94 1.540,84 1.520,10

Tawes 999,89 704,46 757,18 965,30 951,16 893,22

Nila 1.934,20 3.155,50 3.321,7 4.549,36 6.503,98 8.180,16

Gurame 1.100,09 1.840,44 1.999,02 2.523,75 2.843,80 3.013,44

Udang Galah 100,09 121,43 129,43 163,09 164,01 170,17

Patin - - 0 571,43 235,47 280.8

Ikan Lainnya 5.198,42 4.110,77 4.293,30 4.446,5 9.457,04 8.857,51

Jumlah 10.189,28 10.491,42 11.080,28 14.420,37 21.696,3 22.915,4

Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Ciamis (2008-2012) dan Kabbupaten Pangandaran (2013-2014)

Pada tabel di atas dapat dilihat bahwa produksi budidaya terbesar

tercapai pada tahun 2013 dengan total produksi sebanyak 22.915,4 Ton.

Komoditas budidaya terbanyak adalah ikan nila yaitu sebanyak 8.180,16 Ton.

Adapun nilai produksi budidaya setiap komoditas dapat dilihat pada tabel di

Tabel 2.

Nilai Produksi Budidaya Per Komoditas Kabupaten Pangandaran Dalam Ribuan

Jenis Ikan Tahun

2006

(Rp)

2007

(Rp)

2008

(Rp)

2009

(Rp)

2010

(Rp)

2011

(Rp) Budidaya Air

Tawar

Mas 10.268.280 6.705.840 520.800 18.571.200 24.072.380 24.012.513

Tawes 11.998.680 8.453.250 9.086.160 12.548.900 13.316.305,8 12.505.122

Nila 15.473.600 26.821.750 28.235.045 45.782.700 60.813.681 85.046.402,25

Gurame 23.120.790 40.489.680 43.978.440 63.093.750 76.782.702,6 81.362.880

Udang Galah 3.503.150 4.857.200 5.167.200 8.654.500 8.113.290 8.508.330

Patin - - - 5.714.300 2.119.267,8 2.527.200

Ikan Lainnya 47.856.920 37.213.550 38.891.580 51.228.300 102.582.169,9 92.504.419,2

Jumlah 112.221.420 124.541.540 125.879.225 205.593.650 287.799.797,1 306.466.866,45

Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Ciamis (2008-2012) dan Kabupaten Pangandaran (2013-2014)

Page 25: Warta Bappeda Edisi 3

Volume 2 Nomer - 20158 3 Juli September Warta Bappeda 23

wawasanperencanaan

Salah satu potensi ekonomi di kawasan

konservasi perairan Kabupaten Pangandaran yang

belum dimanfaatkan adalah budidaya

penggemukan kepiting bakau. Kegiatan budidaya

penggemukan kepiting bakau terpusat di wilayah

Kalipucang khususnya di daerah Majingklak dan

Ciawai Tali. Kegiatan budidaya di daerah ini masih

tergolong tradisonal, karena masih

mengandalkan bibit dari alam (hasil tangkapan).

Adapun kolam yang digunakan untuk budidaya

penggemukan kepiting bakau ini menggunakan

kolam yang di dalamnya terdapat pohon bakau

(mangrove) atau yang lebih dikenal dengan

system sylvofishery, yaitu sistem budidaya ikan

yang memadukan unsur tanaman mangrove

dalam proses produksinya (Iwang,

2010).Berdasarkan public hearing dan survey

yang dilakukan, terdapat beberapa permasalahan

dalam kegiatan budidaya penggemukan kepiting

bakau sebagai potensi ekonomi di kawasan

konservasi perairan di Kabupaten Pangandaran.

Permasalahan tersebut antara lain:

1Kurangnya pembinaan, perhatian

maupun bantuan modal dari pemerintah,

baik di tingkat daerah maupun provinsi.

2Tingkat permintaan akan kepiting bakau

yang tinggi di Kabupaten Pangandaran

maupun jawa Barat secara umum masih

belum dapat terpenuhi. Kegiatan budidaya

penggemukan kepiting bakau ini masih

sangat prospektif.

3Budidaya penggemukan kepiting bakau

ini dapat meningkatkan kondisi

perekonomian nelayan, terutama nelayan

penangkap kepiting bakau. Kepiting hasil

tangkapan yang ukurannya kecil dan belum

layak dijual dapat dibesarkan untuk

meningkatkan nilai jualnya.

Selain kepiting bakau, potensi ekonomi

budidaya perikanan di kawasan konservasi

perairan Kabupaten Pangandaran adalah kegiatan

budidaya penggemukan lobster. Kegiatan

budidaya penggemukan lobster di Kabupaten

Pangandaran sudah berjalan berada di daerah

Batu Karas. Kegiatan budidaya di daerah ini masih

tergolong tradisonal, karena masih

mengandalkan bibit dari alam (hasil tangkapan).

Untuk meningkatkan nilai ekonominya, nelayan

lobster membudidayakan lobster hasil tangkapan

yang masih berukuran kecil, akan tetapi hal ini

masih belum optimal karena berbagai kendala.

Selain di Batu Karas, kegiatan budidaya

penggemukan lobster juga akan dilakukan di

daerah Bagolo.

Berdasarkan public hearing dan survey yang

dilakukan, terdapat beberapa permasalahan

dalam kegiatan budidaya penggemukan lobster

sebagai potensi ekonomi di kawasan konservasi

perairan di Kabupaten Pangandaran.

Permasalahan tersebut antara lain:

1Ketersediaan lobster hasil tangkapan

sangat melimpah dan memiliki ukuran

yang bervariasi, dari yang kecil sampai besar.

Biasanya lobster yang ukuran kecil harganya

relatif lebih murah.

2belum tersedianya sarana dan prasarana

serta sumber daya manusia yang

mumpuni dalam kegiatan budidaya

penggemukan lobster ini.

Gambar 12.

Lobster (Panulirus sp) Hasil Budidaya

Pembesaran Di Batu Karas

Sumber: Dokumentasi pribadi

C. Kegiatan Pengolah Hasil PerikananKegiatan pengolahan hasil perikanan

yang banyak dilakukan oleh nelayan di Kabupaten

Pangandaran adalah pengolahan ikan asin dan

terasi. Pengasinan ikan yang dilakukan oleh

nelayan masih cukup tradisonal. Adapun olahan

hasil perikanan yang menjadi komoditas

unggulan di Kabupaten Pangandaran adalah asin

ikan jambal roti, asin ikan teri dan terasi.

Page 26: Warta Bappeda Edisi 3

Volume 28 Nomer 3 Juli - September 2015Warta Bappeda 24

wawasanperencanaan

Berdasarkan survey yang dilakukan, terdapat

beberapa permasalahan dalam kegiatan

pengolahan hasil perikanan sebagai potensi

ekonomi di kawasan konservasi perairan di

Kabupaten Pangandaran. Permasalahan tersebut

antara lain:

1Kurangnya modal yang memadai serta

bantuan pelatihan peningkatan mutu

maupun diversifikasi produk pengolahan

hasil perikanan dari pemerintah.

2Keterbatasan alat produksi, sertifikasi

perizinan mutu dan kesehatan makanan,

serta alat pengemasan yang dapat

meningkatkan nilai ekonomis dan estetika

dari produk pengolahan hasil perikanan.

3Hasil olahan nelayan hanya dapat

memenuhi pasar lokal dan wisatawan.

Selain pengolahan hasil perikanan berupa

ikan asin, Kabupaten Pangandaran juga memiliki

potensi pengolahan limbah perikanan terpusat di

daerah Pangandaran. Produk pengolahan limbah

perikanan umumnya berupa kerajinan hiasan dan

cinderamata yang terbuat dari kerang-kerangan,

pasir dan cangkang crustacea.

Gambar 13.

Pengolahan Hasil Perikanan Pengasinan Ikan

Sumber: Dokumentasi pribadi

Gambar 14.

Lampu Hias Hasil Pengolahan Limbah Perikanan

Sumber: Dokumentasi pribadi

Terdapat beberapa permasalahan dalam

kegiatan pengolahan limbah perikanan sebagai

potensi ekonomi di kawasan konservasi perairan

di Kabupaten Pangandaran. Permasalahan

tersebut antara lain:

· Keterbatasan modal dan peralatan produksi

yang menyebabkan permintaan barang

untuk pasar lokal maupun daerah lain tidak

terpenuhi.

· Potensi pengolahan limbah perikanan ini

sangat membantu pendapatan keluarga

nelayan ketika paceklik datang, namun

masih belum dimanfaatkan secara optimal.

· Para pengrajin perlu pelatihan yang lebih

banyak untuk mengembangkan inovasi

dalam produk pengolahan limbah

perikanan.

· Belum terdapat suatu lokasi khusus untuk

galeri yang memasarkan hasil pengolahan

limbah perikanan secara khusus di

Kabupaten Pangandaran. Keberadaan pasar

wisata dinilai tidak efektif karena

kepemilikan yang bersifat perorangan serta

relatif jauh dari pantai sebagai pusat

kegiatan wisatawan.

SIMPULAN DAN SARAN SIMPULAN1. Potensi ekonomi di kawasan konservasi

perairan Kabupaten Pangandaran terbagi

menjadi potensi perikanan tangkap, perikanan

budidaya dan pengolahan hasil perikanan.

2. Potensi ekonomi tersebut berpeluang

memberikan kontribusi yang cukup signifikan

terhadap pendapatan asli daerah (PAD). Dari

potensi perikanan tangkap pada tahun 2013

saja, perikanan tangkap menghasilkan

kontribusi bagi pendapatan daerah sebesar

Rp. 11.875.451.701,-. Sedangkan potensi

perikanan budidaya dan pengolahan hasil

perikanannya belum terdata.

3. Ketiga potensi tersebut perlu mendapat

perhatian lebih agar dapat mendukung

pembangunan ekonomi daerah dan nasional

untuk meningkatkan penerimaan devisa,

lapangan kerja, dan pendapatan penduduk.

SARAN1. Perlu dilakukan kajian lanjutan mengenai

kesesuaian lahan dan analisis usaha terhadap

Page 27: Warta Bappeda Edisi 3

PETA WISATA PANGANDARAN

Volume 2 Nomer - 20158 3 Juli September Warta Bappeda 25

pengembangan potensi ekonomi di kawasan

konservasi perairan Kabupaten Pangandaran

khususnya terhadap potensi perikanan

tangkap, perikanan budidaya dan pengolahan

hasil perikanan.

2. Perlu dilakukan peningkatan kapasitas

sumberdaya manusia yang terkait dalam

pengembangan potensi ekonomi di kawasan

konservasi perairan Kabupaten Pangandaran

khususnya terhadap potensi perikanan

tangkap, perikanan budidaya dan pengolahan

hasil perikanan. Peningkatan kapasitas dapat

dilakukan melalui kegiatan pelatihan-

pelatihan teknis maupun kunjungan studi

banding.

3. Perlu dilakukan pemberian bantuan baik

berupa modal keuangan, prasarana maupun

j a r i ngan pem as a ran p roduk te r ka i t

pengembangan potensi ekonomi di kawasan

k o n s e r v a s i p e r a i r a n d i K a b u p a t e n

Pangandaran.

wawasanperencanaan

DAFTAR PUSTAKAPermen Kelautan dan Perikanan RI No. Per.

02/MEN/2009 Tentang Tata Cara

Penetapan Kawasan Konservasi Perairan

Peraturan Bupati No. 15 Tahun 2008 Tentang

Pencadangan Lokasi Kawasan Konservasi

Laut Kabupaten Ciamis (Pangandaran).

RTRW Kabupaten Ciamis (Pangandaran) Tahun

2013

DKP, 2008. Metode dan Alat Tangkap Ikan.

Departemen Kelautan dan Perikanan.

Jakarta.

DKP Kabupaten Ciamis, 2012. Statistik Perikanan

Kabupaten Ciamis

DKP Kabupaten Pangandaran, 2014. Statistik

Perikanan Kabupaten Pangandaran.

Iwang, 2010. Strategi Pengelolaan Ekosistem Hutan

Mangrove Berkelanjutan. Disertasi. IPB,

Bogor.

Singarimbun dan Effendi, 1989. Metode Penelitian

Survei. LP3ES, Jakarta.

Dokumen: Net

Page 28: Warta Bappeda Edisi 3

Volume 28 Nomer 3 Juli - September 2015Warta Bappeda 26

waw

asan

pere

nca

naan

Implementasi Kebijakan Daerah Terkait Kawasan KARST Citatah

Oleh Heni Aryani*Rendra Chaerudin**

*) Fungsional Perencana Madya pada Bidang Sosbud Bappeda Provinsi Jawa Barat**) Dosen Sekolah Bisnis dan Manajemen ITB

KARST Citatah yang terletak di Kecamatan Cipatat Kabupaten Bandung Barat memiliki potensi tinggi antara lain sebagai bahan tambang batu kapur,

memiliki nilai hidrologi serta keanekaragaman hayati (Samodra,2004). Adanya temuan situs purbakala berupa alat-alat batu, gerabah, bongkah andesit sebagai alat tumbuk, tulang-tulang binatang dan fosil (diduga sebagai fosil nenek moyang orang Sunda) di Situs Goa Pawon dan lingkungan sekitarnya merupakan temuan pertama arkeologi spektakular di Jawa Barat. Benda temuan yang sangat melimpah ini menunjukkan betapa intensifnya Goa Pawon digunakan manusia prasejarah sebagai hunian (Brahmantyo 2008).

I.PENDAHULUAN

Page 29: Warta Bappeda Edisi 3

Volume 28 Nomer 3 Juli - September 2015 Warta Bappeda 27

Perlindungan kawasan KARST Citatah sudah

mendapat perhatian dari pemerintah yang

ditunjukkan dengan adanya upaya-upaya

konservasi kawasan KARST Citatah melalui

penetapan Goa Pawon sebagai Cagar Budaya

yang ditetapkan melalui Perda No. 2 tahun 2006.

Bahkan pada pertengahan tahun 2010,

Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata Republik

Indonesia telah mengajukan kawasan KARST

Citatah ke UNESCO untuk ditetapkan sebagai

Warisan Budaya Dunia. Selain itu,. Pada tanggal

10 Juni 2010 diadakan sebuah seminar terkait

pengelolaan KARST Citatah, yang menghasilkan

Deklarasi Citatah yang menegaskan beberapa hal

yaitu: (1) KARST Citatah khususnya Goa Pawon,

Pasir Pawon, Pasir Masigit, Pasir Bancana, Pasir

Karang, dan Gunung Hawu merupakan kawasan

yang harus dilindungi; (2) penataan kembali Goa

Pawon sebagai tujuan wisata; dan (3) proses

pengalihan mata pencaharian selain tambang.

Kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh

pemerintah pada intinya menekankan agar

pengelolaan kawasan KARST dilakukan secara

berkelanjutan dengan memperhatikan aspek

ekologi serta kesejahteraan masyarakat. Namun

pada kenyataannya, masih banyak permasalahan

Foto: Dokumentasi Bappeda

Page 30: Warta Bappeda Edisi 3

Volume 28 Nomer 3 Juli - September 2015Warta Bappeda 28

wawasanperencanaan

yang timbul seperti hilangnya beberapa sumber

mata air, perbukitan KARST yang rusak, dan

terancamnya situs Goa Pawon (Yunianto 2008).

Banyaknya pemangku kepentingan di KARST

Citatah ternyata telah menyebabkan terjadinya

benturan kepentingan dari aspek ekonomi, sosial,

dan ekologi. Salah satu pemanfaatan yang terlihat

dengan jelas adalah adanya kegiatan

pertambangan dalam skala besar di KARST

Citatah yang dikhawatirkan akan semakin

menganggu kualitas lingkungan sekitar.

2.1 Kebijakan Daerah terkait Konservasi KARST Citatah

Dalam rangka perlindungan lingkungan dan

pengelolaan tata ruang kawasan KARST Citatah,

Pemerintah Daerah telah mengupayakan

beberapa kebijakan dengan menerbitkan

beberapa peraturan daerah. Kebijakan daerah

yang sudah diterapkan terkait konservasi KARST

Citatah adalah sebagai berikut:

1. Perda Kabupaten Bandung No. 12/ 2001

tentang Tata Ruang (Ketika Kab. Bandung

Barat belum terbentuk). Diketahui bahwa

pemanfaatan ruang untuk pertambangan

dan industri (termasuk di dalamnya industri

pengolahan kapur) telah melebihi ruang

yang diperuntukan dan masih tidak mampu

menata dan mengamankan kawasan KARST

Citatah

Perlindungan kawasan KARST Citatah sudah mendapat perhatian dari pemerintah

yang ditunjukkan dengan adanya upaya-upaya konservasi kawasan KARST Citatah

melalui penetapan Goa Pawon sebagai Cagar Budaya yang ditetapkan melalui Perda No. 2 tahun 2006. Bahkan pada pertengahan tahun 2010, Kementerian

Kebudayaan dan Pariwisata Republik Indonesia telah mengajukan kawasan

KARST Citatah ke UNESCO untuk ditetapkan sebagai Warisan Budaya Dunia.

Implementasi kebijakan-kebijakan yang telah

dikeluarkan pemerintah belum terlaksana secara

optimal. Hal ini ditunjukkan dengan masih adanya

kegiatan pertambangan di sekitar kawasan yang

dilindungi ini. Salah satu penyebab sulitnya

implementasi kebijakan di daerah KARST

dikerenakan anggapan masyarakat bahwa mata

pencaharian dari kegiatan penambangan

merupakan satu-satunya mata pencaharian

mereka dan sulit untuk beralih mata pencaharian

ke bidang lainnya karena pekerjaan tersebut telah

dilakukannya selama bertahun-tahun. Selain itu

masih banyaknya kepentingan dari beberapa

pihak yang menginginkan kegiatan usaha

pertambangan masih terus berjalan. Melihat

permasalahan yang ada di KARST Citatah, penting

diadakan penelitian untuk menganalisis kebijakan

pemerintah yang sudah ada dan bagaimana

implementasi dari kebijakan pemerintah tersebut.

Foto: Dokumentasi Bappeda

Page 31: Warta Bappeda Edisi 3

Volume 2 Nomer - 20158 3 Juli September Warta Bappeda 29

wawasanperencanaan

2. Perda Provinsi Jawa Barat Nomor 2 Tahun

2002 tentang Perlindungan Lingkungan

Geologi. Secara umum isi Perda tersebut

meliputi kewenangan pemerintah daerah,

ketentuan pengelolaan yang meliputi

inventarisasi, pemanfaatan, pembinaan,

pengendalian dan pengawasan serta

ketentuan tentang pidana dan

penyidikan.Gubernur Jabar memiliki

wewenang dalam upaya implementasi Perda

tersebut dibantu oleh Dinas Energi dan

Sumberdaya Mineral (ESDM).

Pasal 7 dalam Perda ini menyatakan

bahwa ruang lingkup daerah konservasi

geologi sebagaimana dimaksud pada Pasal 5

Peraturan Daerah ini meliputi: (a) Kawasan

Resapan Air; (b) Kawasan Cagar Alam

Geologi; (c) Kawasan KARST. Pelaksanaan dari

pasal tersebut lebih jelasnya terdapat dalam

Perda Provinsi Jawa Barat Nomor 2 Tahun

2006 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung.

Namun Perda ini pun masih tidak mampu

melindungi kawasan KARST Citatah

3. Peraturan Bupati Bandung No. 8 Tahun

2004 tentang Pelimpahan Sebagian

Kewenangan Bupati kepada Camat di

Lingkungan Pemerintah Kabupaten

Bandung. Akibat diterbitkannya Peraturan

Bupati Bandung No. 8 Tahun 2004 tentang

Pelimpahan Sebagian Kewenangan Bupati

kepada Camat di Lingkungan Pemerintah

Kabupaten Bandung, meliputi 25 bidang,

termasuk bidang pertambangan dan energi,

telah menimbulkan banyak masalah karena

pelimpahan kewenangan tersebut melebihi

kapasitas sebuah kecamatan.

4. Perda Provinsi Jawa Barat Nomor 2 Tahun

2006 tentang Pengelolaan Kawasan

Lindung. Secara umum isi Perda ini meliputi

ruang lingkup dan kriteria kawasan lindung,

penetapan kawasan lindung Jabar,

pengelolaan, pembiayaan, pengawasan,

pemanfaatan, partisipasi masyarakat sekitar,

larangan dan sanksi. Pasal 62 dalam Perda ini

menyatakan bahwa kawasan konservasi

geologi sebagaimana dimaksud pada Pasal

41 sampai dengan pasal 44 yaitu Goa Pawon

termasuk kedalam kawasan cagar alam

geologi yang harus dilindungi dan KARST

Citatah-Tagog Apu termasuk kedalam

kawasan KARST yang harus dilindungi.

Namun Perda ini pun tidak cukup mampu

mencegah kerusakan kawasan ini.

5. Pergub Nomor 20 Tahun 2006 tentang

Perlindungan KARST di Jawa Barat. Secara

umum isi dari Pergup tersebut meliputi nilai

strategis kawasan KARST; inventarisasi dan

penyelidikan kawasan KARST, klasifikasi

kawasan KARST dan konservasi dan

pemanfaatan kawasan KARST.Menurut Pasal

13 ayat (1), kawasan KARST kelas I pada

dasarnya disiapkan menjadi kawasan lindung,

dan dapat dimanfaatkan untuk kegiatan yang

sifatnya tidak menurunkan mutu lingkungan

fisik dan biofisik; dan ayat (2) manyatakan

bahwa pemanfaatan kawasan KARST kelas I

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal

ini mencakup: (a) pengembangan pariwisata

yang berbasis pada alam, ekosistem, dan

atau budaya; (b) penelitian dan

pengembangan ilmu pengetahuan; (c)

pengembangan sumberdaya air yang

sifatnya tidak komersial.

Sumber: Bramantyo (2008)

Gambar 2.1 Zonasi KARST Citatah Jabar,

Termasuk Kawasan KARST kelas 1 dan 2.

6. Provinsi Jawa Perda Barat No. 22 tahun

2010 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah

Provinsi Jawa Barat Tahun 2009-2029 pasal

15 ayat 5 yaitu strategi untuk menjaga

kualitas kawasan lindung sebagaimana

dimaksud pada ayat 2 huruf b, meliputi : (a)

optimalisasi pendayagunaan kawasan

lindung hutan dan non hutan melalui jasa

lingkungan untuk meningkatkan

kesejahteraan masyarakat; (b) pengendalian

pemanfaatan sumberdaya alam dan

sumberdaya buatan pada kawasan lindung;

(c) pencegahan kerusakan lingkungan akibat

kegiatan budidaya; (d) rehabilitasi lahan kritis

Page 32: Warta Bappeda Edisi 3

Volume 28 Nomer 3 Juli - September 2015Warta Bappeda 30

wawasanperencanaan

di kawasan lindung; dan (e) penyusunan

arahan insentif dan disinsentif serta

pengenaan sanksi dalam hal alih fungsi

dan/atau penerbitan izin pembangunan

dan/atau kegiatan di kawasan lindung.

Namun perizinan usaha pertambangan

masih tetap berjalan.

7. Perbup Bandung Barat Nomor 7 Tahun

2010 tentang Perlindungan Kawasan Situs

Goa Pawon dan Lingkungannya. Tujuan

dari Perda ini adalah memanfaatkan Kawasan

Situs Goa Pawon sebagai kawasan benda

cagar budaya dan situs sehingga perlu

adanya perlindungan dan pemeliharaan

dengan cara penyelamatan, pengamanan,

perawatan, dan pemugaran; Menjamin

kelestarian sumberdaya alam, benda cagar

budaya, keanekaragaman hayati dan tata

ruang; Menjamin ketersediaan dan

keamanan sumberdaya alam, flora dan fauna

baik untuk masa kini maupun di masa-masa

yang akan datang.

2.2 Implementasi kebijakan daerah terkait konservasi KARST Citatah

Industri batu kapur di kawasan KARST Citatah

sendiri, sudah mulai ada sejak tahun 1950-an,

namun mulai berkembang pesat mulai tahun

1980-an (Suganda 2004), sehingga

pertambangan batu kapur sudah menjadi mata

pencaharian utama masyarakat. Sulitnya

melindungi KARST Citatah dari pertambangan

batu kapur yang berlebihan karena aktifitas

pertambangan sudah jauh lebih dulu ada

daripada kebijakan-kebijakan daerah tersebut.

Pelaksanaan kebijakan daerah secara umum

sudah memiliki keselarasan antara kebijakan pada

tingkat provinsi sampai kabupaten yaitu sudah

ada upaya konservasi dari mulai penunjukkan

kawasan geologi sampai upaya teknis pada situs

yang dilindungi.Kebijakan daerah pada tingkat

provinsi (Perda) secara umum memiliki tujuan

kepada upaya konservasi.Namun secara redaksi

setiap pasal dalam kebijakan tersebut masih

bersifat umum.Hal ini karena memang pada

dasarnya Perda mengakomodir secara umum

tentang lingkungan geologi se-Jawa Barat. Oleh

sebab itu, segala kebijakan implementasi Perda

akan tertuang sebagai rujukan pembuatan

kebijakan daerah turunan seperti Pergub ataupun

Perbub. Namun dalam beberapa hal khususnya

pelaksanaan teknis kebijakan tersebut belum

sepenuhnya terlaksana dengan baik.

Aktifitas pertambangan dilokasi itu jelas tidak

sejalan dengan Pergub Nomor 20 Tahun 2006

tentang Perlindungan KARST di Jawa Barat.

Pelanggaran sebenarnya sudah diatur dalam hal

tindak pidana dalam Peraturan Daerah Provinsi

Jawa Barat Nomor 2 Tahun 2002 tentang

Perlindungan Lingkungan Geologi pasal 18 ayat 3

yang menyebutkan bahwa tindak pidana

termasuk tindakan yang menyebabkan perusakan

dan pencemaran lingkungan geologi

sebagaimana dimaksud dalam Perda ini, diancam

pidana sesuai dengan peraturan perundang-

undangan yang berlaku. Namun pada

kenyataannya kelanjutan tindakan sanksi tersebut

belum dilaksanakan. Kendalanya adalah sebagian

Foto: Dokumentasi Bappeda

Page 33: Warta Bappeda Edisi 3

Volume 2 Nomer - 20158 3 Juli September Warta Bappeda 31

wawasanperencanaan

besar lahan dikedua wilayah ini adalah milik

masyarakat.Secara otomatis, pemilik lahan berhak

untuk memanfaatkan lahannya sendiri.Sehingga

sulit untuk mengarahkan pemanfaatan kawasan

sesuai dengan tujuan Perbup No. 7 Tahun 2010.

Menurut UU Nomor 5 tahun 1992 Tentang

Benda Cagar Budaya, yaitu pasal 4 ayat 1

disebutkan bahwa semua benda cagar budaya

dikuasai oleh Negara. Pasal 7 ayat 1 menyebutkan

pengalihan pemilikan atas benda cagar budaya

tertentu yang dimiliki oleh warga negara

Indonesia secara turun-temurun atau karena

pewarisan hanya dapat dilakukan kepada Negara.

Negara harus memberikan semacam kompensasi

bagi lahan masyarakat yang telah dinyatakan

sebagai cagar budaya. Hal ini tercantum pada

pasal 7 ayat 2 yaitu pengalihan pemilikan benda

cagar budaya sebagaimana dimaksud dalam ayat

(1) dapat disertai pemberian imbalan yang wajar.

Namun untuk pemberian imbalan seperti yang

dimaksud pasal tersebut, pemerintah masih

terbentur masalah dana. Sehingga usaha untuk

hak penguasaan lahan cagar budaya oleh negara

tidak terlaksana dengan lancar.

Rencana implementasi moratorium tersebut tidak

berlaku bagi perusahaan yang perizinannya

sudah terlanjur disetujui masih tetap bisa

beroperasi sampai batas waktu perizinannya

habis, terkecuali bagi perusahaan yang ingin

memperpanjang izin usahanya.Moratorium

tersebut banyak menimbulkan pertentangan dari

pihak perusahaan dan masyarakat penambang.

Hal ini, dikhawatirkan akan menganggu mata

pencaharian mereka.

Selain itu, kendala lain dalam implementasi

kebijakan adalah sosialisasi isi, tujuan dan

pelaksanaan teknis dilapangan yang dirasakan

kurang tersampaikan kepada masyarakat.

Sosialisasi tentang kebijakan hanya sebatas

pemasangan papan interpretasi di sekitar Goa

Pawon (Gambar 2.2).Sebagian kecil sudah

mengetahui tujuan dari kebijakan tersebut,

namun baru sebatas tokoh masyarakat ataupun

aparat desa, walaupun mereka juga jarang

dilibatkan secara langsung dalam perencanaan

kegiatan.

Gambar 2.2 Papan sosialisasi Peraturan Bupati Bandung

Barat No. 7 Tahun 2010.

Menurut Peraturan Daerah Provinsi Jawa

Barat Nomor 2 Tahun 2006 tentang Pengelolaan

Kawasan Lindung Pasal 62, Goa Pawon termasuk

kedalam kawasan cagar alam geologi yang harus

dilindungi dan KARST Citatah-Tagog Apu

termasuk kedalam kawasan KARST yang harus

dilindungi. Implementasi dengan tujuan sebagai

pembinaan kawasan baru penataan beberapa

sarana-prasarana utama dan terkait batas

kawasan yang dilindungi masih belum diketahui

banyak oleh masyarakat sekitar.

Moratorium tersebut bertujuan untuk menghentikan sementara segala aktifitas

pertambangan batu kapur dengan meninjau ulang perizinan pertambangan.

Sebagian besar masyarakat menyewakan

lahan mereka untuk pertambangan batu kapur.

Sebagian juga ada yang digunakan untuk

pertanian, perkebunan, dan peternakan.Lahan

tersebut merupakan sumber pokok kehidupan

masyarakat.Selain itu data-data secara rinci areal

lain belum begitu mendukung dibandingkan

dengan areal Gunung Masigit dan Pasir Pawon.

Sehingga untuk merealisasikan rencana

konservasi tersebut belum optimal.

Kondisi KARST Citatah yang semakin

memprihatinkan, menimbulkan perhatian khusus

dari Wakil Gubernur Jawa Barat yaitu pada

pertengahan tahun 2010 mengeluarkan wacana

moratorium KARST Citatah. Moratorium tersebut

bertujuan untuk menghentikan sementara segala

aktifitas pertambangan batu kapur dengan

meninjau ulang perizinan pertambangan.

Page 34: Warta Bappeda Edisi 3

Stakeholder Upaya Kegiatan Konservasi Kendala Implementasi Kegiatan

BPLHD Jabar

Sebagai penyusun master plan pengelolaan

KARST Citatah

Master plan belum terealisasikan dengan

baik, karena terkait dana, persiapan, kondisi

masyarakat yang masih pro-kontra,

koordinasi beberapa dinas terkait masih

kurang

Dinas ESDM Jabar

Sebagai pihak utama dalam perumusan

kebijakan terkait KARST, dalam hal teknis

menyerahkan kepada Dinas Bina Marga

Bandung Barat

Kurangnya koordinasi baik vertikal

(Provinsi- Kabupaten) ataupun horizontal

(geologi praktis-sains),

kondisi kenyataan masyarakat yang masih

tergantung dengan pertambangan

Dinas Kehutanan

Jabar

Tidak terlibat secara langsung, namun selalu

berpartsipasi dengan dinas lain terkait,

penghijuan kembali kawasan hutan produksi

yang disewakan kepada perusahaan

tambang (kerjasama)

Koordinasi tiap dinas kurang berjalan

lancer, perusahaan tambang terkadang

tidak memenuhi kewajibannya untuk

mereklamasi bekas lahan tambang

Dinas Kebudayaan

dan Pariwisata

Jabar

Mengkoordinasikan dinas terkait (Provinsi-

Kabupaten) dalam menyelenggarakan

kegiatan wisata (sebatas konseptor)

Anggaran dana dan tingkat SDM yang

dirasa masih kurang

KLH Bandung

Barat

Pembinaan lingkungan, pencegahan,

pengawasan dan pengendalian pencemaran

lingkungan di kawasan Goa Pawon; Kegiatan

rehabilitasi lahan yang mengalami kerusakan

dan yang tidak sesuai peruntukannya;

Perlindungan sumberdaya air di kawasan

Goa Pawon agar pemanfaatannya tetap

berkelanjutan

Anggaran dana yang kurang, tingkat SDM

yang kurang,

Dinas Bina Marga

dan Pengairan

Bandung Barat

Pihak utama dalam perumusan Perbup

Bandung Barat No 7 Tahun 2010, pengkajian

untuk lokasi yang akan dilakukan

penambangan (perizinan tidak

sembarangan); Pengendalian dan

pengawasan serta evaluasi dalam kegiatan

pertambangan dan penggunaan

sumberdaya mineral di kawasan Goa Pawon

; Menjalankan dan mengoptimalkan

kegiatan reklamasi lahan bekas tambang

untuk upaya perbaikan kawasan Goa Pawon

Belum siapnya kenyataan dilapangan

(kondisi masyarakat), kurangnya tingkat

SDM yang memadai.

Volume 28 Nomer 3 Juli - September 2015Warta Bappeda 32

2.3 Upaya dan Kendala Kegiatan yang Dilakukan Stakeholder

Stakeholder yang terlibat dalam pengelolaan

KARST Citatah baik langsung ataupun tidak langsung

memiliki peran penting terkait upaya konservasi kawasan

Goa Pawon. Stakeholder tersebut terdiri dari beberapa dinas

pemerintah terkait, LSM, dan masyarakat Tabel 2.1

menunjukkan begitu banyak pihak yang terlibat dalam

pengelolaan KARST Citatah. Secara umum upaya-upaya

konservasi yang dilakukan masih terbentur oleh masalah

dana, sumberdaya manusia, fasilitas, dan sosialisasi

program, sehingga implementasi kebijakan-kebijakan yang

sudah ada masih dirasa belum berjalan lancar.

Tabel 2.1

Stakeholder dan upayanya dalam konservasi KARST Citatah

wawasanperencanaan

Foto: Dokumentasi Bappeda

Page 35: Warta Bappeda Edisi 3

Volume 2 Nomer - 20158 3 Juli September Warta Bappeda 33

wawasanperencanaan

Bappeda Bandung

Barat

Pelaksanaan perumusan dan penentuan

kebijakan teknis di bidang perencanaan

pembangunan kawasan Goa Pawon yang

meliputi perencanaan makro, perencanaan

wilayah, penelitian dan pengembangan; Secara

teknis tidak terlibat secara langsung, hanya

sebatas konseptor dalam perencanaan tata

ruang, grup diskusi, perumusan master plan,

dan bekerjasama dengan pihak lain

Anggaran dana, kenyataan dilapangan

(masyarakat), SDM, kurang intens dalam hal

koordinasi

Distanbunhut

Bandung Barat

Kegiatan rehabilitasi lahan di kawasan Goa

Pawon ; Penyediaan bibit untuk kegiatan

pertainian, perkebunan dan kehutanan yang

sesuai dengan peruntukkan lahannya;

Sosialisasi kepada masyarakat tentang

pentingnya konservasi, rutin melakukan

rehabilitasi di areal yang telah ditargetkan.

Pemahaman masyarakat terkait pentingnya

KARST masih kurang, SDM kurang memedai,

pertambangan merupakan mata pencahariaan

pokok

Dinas Pariwisata dan

Budaya Bandung

Barat

Membuat konsep ekowisata berbasis

masyarakat serta pelatihan (edukasi) dan

sosialisasi tentang konservasi kawasan Goa

Pawon; Pengendalian dan pengawasan serta

evaluasi pelaksanaan kegiatan kebudayaan dan

pariwisata di kawasan Goa Pawon;

Perngoptimalan sarana dan prasarana

pendukung kegiatan wisata di kawasan Goa

Pawon;

Hanya focus pada situs Pawonnya saja,

pengecekan rutin kondisi Goa Pawon,

pembangunan sarana-prasarana disekitar Goa

Pawon; Anggaran dana dan SDM kurang,

kurangnya sosialisasi

langsng pada masyarakat

Pemerintah

Kecamatan

Kegiatan pendidikan konservasi kepada siswa,

penghijauan dengan bekerjasama dengan

pecinta alam lokal ataupun dinas pemerintah

daerah

Kurangnya SDM, pemahaman masyarakat

masih kurang tentang pentingnya KARST

Pemerintah Desa

Penyuluhan kepada masyarakat, namun lebih

kepada bidang pertanian dan perkebunan

(pemberian bibit, pembinaan kelompok-

kelompok tani), kerja bakti pembersihan

disekitar Goa Pawon.

Tidak semua masyarakat memiliki lahan

pertanian, tidak semua warga sadar untuk

melakukan kegiatan kerja bakti

Perusahaan

Tambang

Reklamase kembali pada bekas lahan tambang

Tidak semua perusahaan tambang

melakukan kembali reklamasi, terkait

dana ataupun masalah teknis yang masih

kurang

KRCB (Kelompok

Rise Cekungan

Bandung)

Intens dalam beberapa kegiatan penelitian di

KARST Citatah, bekerja sama dengan beberapa

LSM lain, Menjaga dan mengembangkan

kegiatan penelitian dan wisata di kawasan Goa

Pawon dengan melibatkan masyarakat sekitar

dalam pelaksanaanya

Koordinasi tiap dinas terkait kurang berjalan

lancar, pelaksanaan sanksi dari kebijakan yang

berlaku belum ada

Paguyuban Kalang

Budaya

Bekerjasama dengan dinas terkait tingkat

Provinsi alam pembangunan museum Pawon,

mengagas untuk dijadikannya mastarakat

sekitar Goa Pawon sebagai kampong budaya

Belum terkoordinasi dengan baik dengan

masyarakat, pro-kontra masyarakat terhadap

gagasan tersebut

Peneliti/Akademisi

Sebatas melakukan kegiatan penelitian sebagai

acuan rencana kedepan

Anggaran yang kurang, Hasil dari

kegiatannya/laporan tidak semua dinas

memiliki.

Pecinta Alam

Penghijuan, kerja bakti,

Belum terkoordinasi perkumpulan pecinta

alam lokal oleh pemerintah

Masyarakat sekitar

Kerja bakti, penanaman,

Masih kurangnya kesdaran pentingnya Goa

Pawon,

Page 36: Warta Bappeda Edisi 3

Volume 28 Nomer 3 Juli - September 2015Warta Bappeda 34

wawasanperencanaan

Dari tabel diatas, dapat diketahui bahwa

pemerintah provinsi Jawa Barat maupun

Kabupaten Bandung Barat serta stake holeder

lainnya sudah berupaya untuk

mengimplementasikan kebijakan dan melakukan

beberapa kegiatan dalam upaya konservasi

kawasan KARST Citatah, namun sampai saat ini

masih dihadapkan beberapa kendala yang

menyebabkan implementasi kebijakan

pemerintah daerah masih belum terlaksana

dengan baik

III. REKOMENDASIDalam rangka perlindungan lingkungan dan

pengelolaan tata ruang kawasan KARST Citatah,

Pemerintah Daerah telah mengupayakan

beberapa kebijakan dengan menerbitkan

beberapa peraturan daerah, namun kebijakan

pemerintah tersebut masih tidak mampu menata

dan mengamankan kawasan KARST Citatah.

Faktor dominan penghambat implementasi

kebijakan tersebut disebabkan adanya masalah

sosial dan ekonomi masyarakat setempat yang

sampai saat ini belum dapat diselesaikan dengan

baik yaitu penyediaan alternatif mata

pencaharian. Saat ini mata pencaharian

masyarakat KARST Citatah masih banyak yang

menggantungkan kepada kegiatan usaha

pertambangan. Untuk itu upaya pengalihan mata

pencaharian masyarakat dan pengembangan

alternatif mata pencaharian masyarakat perlu

dilakukan dengan baik.

DAFTAR PUSTAKA- Agung Gunawan, (2011), Analisis Masalah

Implementasi Kebijakan Daerah Tentang

Konservasi Kawasan Goa Pawon KARST

Citatah Kabupaten Bandung Barat, Skripsi

pada departemen konservasi sumberdaya

hutan dan ekowisata fakultas kehutanan

Institut Pertanian Bogor.

- Peraturan Bupati Bandung No. 8 Tahun 2004

tentang Pelimpahan Sebagian Kewenangan

Bupati kepada Camat di Lingkungan

Pemerintah Kabupaten Bandung.

- Perbup Bandung Barat Nomor 7 Tahun 2010

tentang Perlindungan Kawasan Situs Goa

Pawon dan Lingkungannya.Tujuan dari Perda

ini adalah memanfaatkan Kawasan.

- Perda Kabupaten Bandung No. 12/ 2001

tentang Tata Ruang

- Perda Provinsi Jawa Barat No. 22 tahun 2010

tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi

Jawa Barat Tahun 2009-2029.

- Perda Provinsi Jawa Barat Nomor 2 Tahun

2002 tentang Perlindungan Lingkungan

Geologi.

- Perda Provinsi Jawa Barat Nomor 2 Tahun

2006 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung.

- Pergub Nomor 20 Tahun 2006 tentang

Perlindungan KARST di Jawa Barat.

- Yunianto B. 2008. Analisis Kebijakan:

Pemanfaatan Ruang Kawasan KARST Citatah

– Rajamandala untuk Pertambangan dan

Industri Pengolahan Kapur di Kabupaten

Bandung Barat, Jawa Barat.

- Yulianto E. 2004. Taman Nasional Citatah:

Mimpi yang (Tak) Akan Terbeli? Di dalam:

Brahmantyo B, Bachtiar T, editor. Amanat Gua

Pawon. Bandung: Kelompok Riset Cekungan

Bandung.

- Brahmantyo B. 2004. Sebuah Dokumen Tua

yang Rapuh Bernama Kars Citatah. Di dalam:

Brahmantyo B, Bachtiar T, editor. Amanat Gua

Pawon. Bandung: Kelompok Riset Cekungan

Bandung.

- Samodra H. 2003. Inventarisasi dan

Identifikasi Kars Pegunungan Selatan Jawa

Timur (Segmen Pacitan-Malang): Sebagai

Arahan Klasifikasi dan Rencana

Pengelolaannya Secara Berkelanjutan.

Bandung: Pusat Penelitian dan

Pengembangan Geologi.

- Samodra H. 2004. Ancaman Terhadap

Kelestarian Ekosistem Kars Citatah. Di dalam:

Brahmantyo B, Bachtiar T, editor. Amanat Gua

Pawon. Bandung: Kelompok Riset Cekungan

Bandung..

Fo

to:

Do

kum

enta

si B

appeda

Page 37: Warta Bappeda Edisi 3

Volume 2 Nomer - 20158 3 Juli September Warta Bappeda 35

waw

asanp

ere

nca

naan

PERENCANAAN KELUARGA YANG GAGALDua Anak

Foto: Dokumentasi Bappeda

Oleh Soeroso Dasar*

*) Dosen, Peneliti Senior di Universitas Padjajaran.Ketua IPKB - Ikaran Penulis Dan Pemerhati Kependudukan/KB Propinsi Jawa Barat. Pernah bekerja untuk HIID HarvardUnivercity USA selama 2 tahun tentang kajian program KBdi Indonesia.

1. Pendahuluan :

ekerasan dalam rumah

Ktangga, yang belakangan

ini terjadi di Bali tentang

penganiayaan anak,

mengusik kalbu kita sebagai orang

waras. Begitu teganya manusia

membunuh anak kecil yang tidak

berdosa dan sedang lucu lucunya.

Kekerasan dalam rumah tanggapun

menjadi jadi belakangan ini bila kita

baca di media massa. Anak bunuh

orang tuanya, orang tua bunuh

anaknya, orang tua memperkosa dan

menghamili anaknya, dan kerusakan

akhlak lainnya. Seolah, manusia

menjadi “serigala” untuk manusia

lainnya, tanpa memperdulikan

silsilah dan tetesan darah.

Page 38: Warta Bappeda Edisi 3

Volume 28 Nomer 3 Juli - September 2015Warta Bappeda 36

wawasanperencanaan

Ada yang salah? Tentu saja demikian

jawabnya. Paling mendasar kesalahan itu terletak

pada perencanaan keluarga. Dengan sebuah

perencanaan yang tepat dan matang, semua

kejahatan yang dilakukan sebenarnya lebih

banyak bersumber pada perhatian keluarga.

Persoalan ekonomi, kesibukan di kantor, aktif

tidak karuan, ujungnya keluarga terjerumus

narkoba, geng motor, oplosan, dan lainnya.

Sebagian besar malapetaka itu terjadi karena

perencanaan keluarga yang tidak matang,

sehingga perhatian kurang. Perencanaan keluarga

dengan besaran 2 anak, ternyata gagal

diterapkan di negeri ini. Kalaupun ada tingkat

keberhasilan, relatif rendah. Dua anak sudah

masuk ke ranah hak azasi manusia. Sementara

BKKBN gamang dan kebingungan masuk ke

ranah itu. Tidak ada konsep yang jelas. Padahal,

program KB dan slogan 2 anak cukup, begitu

lama dikibarkan.

. Pendataan Keluarga (PK 2015), Harganas, 2Sebuah Pemborosan?

Bulan Mei lalu, kita banyak disibukkan

dengan kegiatan pendataan keluarga tahun 2015

(PK 2015), yang menghabiskan dana, energi, dan

perhatian. Bahkan hingga Juni, pekerjaan PK 2015

belum usai. PK 2015 dilaksanakan ketika skala

prioritas pembangunan kependudukan/KB di

negeri tercinta justru persoalannya tentang

kelangkaan alkon, atau anmed need yang

persentasenya relatif tinggi. PK 2015 pun banyak

dipertanyakan efisiensinya. Karena kita punya

data sensus penduduk BPS, Supas, Susenas, SDKI,

dan bahkan data kependudukan juga ada di

DisdukCapil (Dinas kependudukan dan catatan

sipil). Sekalipun pledoinya PK 2015 berbeda, tetap

saja ada duplikasinya. Lantas BKKBN

mengahabiskan demikian banyak energi, dan

meninggalkan sementara “core base”-nya yakni

mengendalikan pertumbuhan penduduk. Maka,

data kependudukan di negeri ini pun berwarna

warni. Kata koordinasi, menjadi sulit untuk

diwujudkan, padahal negerinya sama yakni

Indonesia. Peneliti masalah kependudukan dari

luar negeri sering bingung juga melihat data

yang warna warni itu. Apa yang kau cari palupi?

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah

(Bappeda), tentu saja akan menggunakan data

dari BPS. Bukan hanya sekedar “sahih”, tetapi

secara undang undang bisa dipertanggung

jawabkan. Karena Bappeda juga tidak akan mau

dipersalahkan. Lantas bagaimana data PK 2015

bisa dimanfaatkan secara optimal, kalau bagi

sebuah badan perencanaan daerah saja “gamang”

menyentuhnya? Untuk dijadikan “second opinion”

bolehlah. Tapi apakah pendataan yang dilakukan

oleh kader itu betul? Pengalaman pribadi untuk

PK 2015, di tempat penulis bermukim, tidak

dilakukan pendataan dengan wawancara. Lembar

isian di fotokopi, lantas dibagikan. Nah, beberapa

hari kemudian panitia mengambilnya untuk

memindahkan ke format aslinya. Pertanyaannya

adalah : bagaimana bila respondennya mengisi

fotokopi format suka hatinya dan tidak seperti

kenyataan? Itulah realitasnya. Penulis tertawa

ketika sering membaca di media sosial, betapa

komentar keberhasilan PK 2015 yang luar biasa.

Mudah-mudahan ini bukan merupakan eforia

yang kebablasan.

Perencanaan keluarga dengan besaran 2 anak, ternyata gagal

diterapkan di negeri ini. Kalaupun ada tingkat keberhasilan, relatif

rendah. Dua anak sudah masuk ke ranah hak azasi manusia.

Fo

to:

Doku

menta

si B

appeda

Page 39: Warta Bappeda Edisi 3

Volume 2 Nomer - 20158 3 Juli September Warta Bappeda 37

wawasanperencanaan

Provinsi Jawa Barat baru-baru ini juga disibukkan

dengan berbagai kegiatan dalam rangkaian Harganas (Hari

Keluarga Nasional), yang untuk Jawa Barat puncaknya di

Bogor. Setelah itu baru dilakukan di tingkat

Kabupaten/Kota, sekalipun ada juga Kabupaten/Kota

menyelenggarakannya lebih awal. Seorang rekan IPKB

Bekasi selalu berdoa ketika ada Harganas, supaya tidak

dijadikan ajang pamer gelang, cincin, atau tas yang baru.

Walaupun ucapannya dianggap “bercanda”, namun punya

makna yang dalam. Karena setiap Harganas dilaksanakan,

persoalan “pamer gelang” atau “pamer kalung” sangat sulit

dihindari. Pada sisi lain juga belum ada sebuah kajian yang

membuktikan seberapa jauh signifikansi antara Harganas

dengan pembangunan kependudukan. Bagaimana “cost

benefit”-nya apakah pernah dihitung? Berapa biaya yang

dikeluarkan untuk Harganas itu. Jangan jangan sindiran

teman penulis dari Bekasi itu benar adanya.

. “Dua Anak Cukup” Tidak Bertaring?3Sejak program KB diluncurkan, jargon “Dua Anak

Cukup”,“Dua Anak Lebih Baik, Laki laki dan Perempuan

Sama Saja”, “Dua Anak Lebih Baik”, rasanya melekat secara

inheren pada program. Terasa kurang afdol dan hambar bila

bicara KB tidak dilanjutkan dengan kata bersayap “Dua

Anak Cukup”. Tidak ada yang salah dari jargon itu. Untuk

sebuah perencanaan pembangunan dengan skala paling

kecil (perencanaan keluarga), maka dua anak adalah tepat.

Dengan jargon itu, semua perhitungan dari berbagai

disiplin ilmu sudah diperhitungkan. Walaupun Badan

Kependudukan Dunia hari hari ini menginginkan TFR

sebesar 1,9 persen. Artinya setiap wanita subur

menargetkan anaknya 1,9 orang. Bukan 2 orang untuk

mencapai ZPG (Zero Population Growth), alias pertumbuhan

penduduk yang nol. Artinya, angka 1,9 persen itu ada

antisipasi 0,1 persen nya.

Tapi belakangan jargon ini dipertanyakan. Kenapa?.

Karena toh ajakan tersebut tidak sepenuhnya ditaati. Bukan

hanya masyarakat, tetapi mereka yang bekerja sebagai

pegawai negeri pun (aparat pemerintah) banyak yang

melanggar. Padahal, itu program pemerintah. Setelah

reformasi program KB meredup dan segala upaya dilakukan

untuk meng-kinclong-kan kembali program dilakukan

secara terus menerus. Apa daya, semuanya tidak semudah

diucapkan. Maka itu, laju pertumbuhan penduduk (LPP)

turunnya melambat. Bahkan, banyak pengamat

mengatakan ZPG (Zero Population Growth), di Indonesia

akan terjadi jauh setelah rata-rata ZPG dunia. Bahkan isu

ledakan penduduk kedua di negeri ini selalu diungkapkan,

bila program KB menemukan kegagalan. Provinsi Jawa Barat

juga mengalami hal yang sama. Peserta KB-nya banyak

“Dua Anak Cukup”. Tidak ada yang salah dari jargon itu. Untuk sebuah perencanaan pembangunan dengan skala paling kecil (perencanaan keluarga), maka dua anak adalah tepat.

Foto: Dokumentasi Bappeda

Page 40: Warta Bappeda Edisi 3

Volume 28 Nomer 3 Juli - September 2015Warta Bappeda 38

wawasanperencanaan

alasannya dana terbatas, kenapa program

tidak diberdayakan dengan

mengikutsertakan secara signifikan

potensi yang ada? Jargon dua anak terus

dikibarkan hingga saat ini, tapi

pertumbuhan penduduk terus tambah.

Bukankah ini bisa jadi slogan yang basi?

Bukankah ini slogan yang tidak dihiraukan,

atau ditertawakan? Seperti dipelesetkan

dua anak dari berapa bibit? Urusan jumlah

anak itu hak azasi kata mereka. Lantas

mau apa? Sementara pemerintah (baca

BKKBN), tidak mampu “menekan” dengan

menggunakan suntik dan pil, yang kita

ketahui bersama alat kontrasepsi itu rawan

drops out dan cost-nya tinggi. Pada saat

yang sama, tidak ada langkah politis,

strategis, dan berani untuk mengatasi itu

semuanya. BKKBN semakin tidak bertaring

di tengah kepungan berbagai

kepentingan. Jadi, sebelum mengatakan

untuk orang lain dua anak cukup, apakah

diri sendiri anaknya dua? Kalau tidak

munafik itu namanya.

Kalau alasannya kita bertahap atau evolusi

dalam penurunan laju pertumbuhan

penduduk, tapi ada negara yang mampu

menekan laju pertumbuhan penduduknya

secara drastis dan terukur. Kalau alasannya

banyak hambatan, apakah di negara lain

program KB tidak ada hambatan? Kalau

berbagai cara agar jargonnya tidak

ditertawakan dan dilecehkan orang?.

Koordinasi antar kementerian untuk

mewujudkan “Dua anak lebih baik” kering

dan berantakan. Lantas apa yang perlu

dipertahankan dengan jargon ini? Kalau

aparat pemerintah sendiri

mengabaikannya.

Negeri yang pernah dipuja setinggi

langit oleh negara sahabat karena

keberhasilan program KB-nya, kini

memang melorot dan terjerembab. Dulu

setiap akseptor KB ada stiker yang

ditempel dijendela atau pintu bahwa

keluarga itu ikut KB. Warna stiker

menunjukkan alat kontrasepsi (alkon) yang

digunakan. Apa ada sekarang? Apa ada

mobil pribadi karyawan BKKBN yang

memasang stiker KB? Atau kalau ada

berapa persenkah itu? Ketika penulis

mengunjungi Provinsi Jawa Timur tahun

lalu, dengan bangganya pejabat

perwakilan BKKBN Jawa Timur membayar

karyawan BKKBN yang menggunakan

stiker KB. Bandingkan dengan mobil

pribadi Koordinator Wilayah IPKB Bodebek

yang sudah sekian tahun di pintunya ada

tulisan IPKB. Iklan dari kelompok “sandal

jepit” yang cukup ikhlas, gratis tanpa

dibayar. Sebuah panggilan hati untuk

program pembangunan KKBPK di Jawa

Barat. Lantas jangan bicara tentang KB

pria atau vasektomi kalau yang bicara itu

belum divasektomi. Bandingkan dengan 3

(tiga) ketua IPKB Kab/Kota di Jawa Barat

yang sudah di vasektomi, di saat istrinya

belum menaupose? Begitulah sebuah

pengorbanan bila cinta terhadap program.

Jadi kalau orang yang mengurus KB dan

digaji oleh pemerintah, tapi tidak ada

kebanggaan dengan program, bagaimana

masyarakat mau ikut? Jadilah slogan “dua

anak cukup” hanya sebagai slogan basi

dan pemanis bibir.

Bila jargon dua anak sudah tidak

bertaring, mungkin perlu dipikirkan

kembali jargon yang lebih tepat. Karena

semuanya sudah berubah, walaupun

tujuan akhirnya sama. Seperti kata Igor

Ansoff dalam bukunya Implanting

Strategic Management kita memasuki era

discountinues dan suprise full. Perubahan

Koordinasi antar kementerian untuk mewujudkan “Dua anak lebih baik” kering dan berantakan. Lantas apa yang perlu dipertahankan dengan

jargon ini? Kalau aparat pemerintah sendiri mengabaikannya.

Fo

to:

Doku

menta

si B

appeda

Page 41: Warta Bappeda Edisi 3

Volume 2 Nomer - 20158 3 Juli September Warta Bappeda 39

wawasanperencanaan

perilaku itu sesuai dengan

dinamika perubahan peradaban

manusia. Kalau konsepnya itu lagi-

itu lagi, lu lagi-lu lagi, maka

basilah jargon Dua Anak Cukup.

Penduduk terus bertambah dan

masalah social pun berderet-deret

berbaris untuk diselesaikan. Tanpa

mampu melakukan perubahan

yang brillian dan signifikan.

Daftar Bacaan : 1. Hananto Sigit,

Demographic Aspects Of

Employment And Income

Distribution In Indonesia.

2. Lester R Brown, In The

Human Interest.

3. Sritua Arief, Indonesia

Pertumbuhan Ekonomi,

Diparsitas Pendapatan dan Kemiskinan

Massal.

4. Masri Singarimbun dan DH Penny,

Penduduk dan Kemiskinan.

5. Prof. Sayogyo, Usaha Perbaikan Gizi

Keluarga.

6. Hidayat, Strategi Pembangunan Dengan

Pendekatan Sumber Daya Manusia.

7. Soeroso Dasar, Bangsaku Dan Segudang

Permasalahannya, Iqra Bandung.

8. Soeroso Dasar, Indonesia Masalah Sosial

Terus Bertindih, Iqra Bandung.

9. Soeroso Dasar, Indonesia Sumber Daya

Manusia Tahun 2000, Angkasa Bandung.

10. Soeroso Dasar dan Rahmad Rosadi, KB

Ditinjau Dari Sudut Hukum Islam,

Pustaka Salman ITB.

11. Soeroso Dasar, Program KB Ditengah

Gempita Perubahan, IPKB Jabar.

12. Soeroso Dasar, KB Mati Dikubur Berdiri,

Corbooks Bandung.

13. Soeroso Dasar, Dicari Menteri

Kependudukan, Corbooks Bandung.

14. Soeroso Dasar, Dkk, Paper2 tentang

Program KB di Indonesia, HIID, Harvard

University, USA.

15. Igor Ansoff, Implanting Strategic

Management.

Foto: Dokumentasi Bappeda

Page 42: Warta Bappeda Edisi 3

waw

asan

pere

nca

naan

Oleh Oman Nuralam Putra*

*Fungsional Perencana Pertama pada PUSDALISBANG Jawa Barat

Untuk mengimplementasikan Peraturan

Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 24

Tahun 2012 Tentang Satu Data

Pembangunan Jawa Barat, telah terbit Peraturan

Gubernur Jawa Barat Nomor 80 Tahun 2015

tentang Petunjuk Pelaksanaan Satu Data

Pembangunan Jawa Barat yang diundangkan oleh

Pemerintah Provinsi Jawa Barat pada tanggal 11

September 2015, seharusnya Pergub tersebut

diundangkan paling lambat 1 (satu) tahun sejak

Peraturan Daerah ini diundangkan. Keterlambatan

Pergub tersebut disebabkan oleh proses

penyusunan Pergub yang memerlukan penyatuan

visi dan persepsi dalam menentukan matrix satu

data pembangunan Jawa Barat dari seluruh

institusi yang ada di satuan Organisasi Perangkat

Daerah (OPD) Pemerintahan Provinsi Jawa Barat

(kalimatun wa/titik temu).

Pembuatan matrik data yang diperlukan dalam

Buku Pelaksanaan Satu Data Pembangunan Jawa

Barat, memerlukan penyesuaian kondisi,

pemahaman dan kemudahan mengakses data dari

setiap OPD sehingga diperlukan penyederhanakan

matrix yang sangat rinci yang di sesuaikan

dengan pembagian urusan yang berada dalam

tugas pokok dan fungsi OPD. Sehingga dengan

menggunakan model pendekatan tersebut, pada

pelaksanaan pengumpulan dan akses data.

Pendahuluan

Selamat Datang Pergub Nomor 80 Tahun 2015 Tentang JuklakSATU DATA PEMBANGUNAN

JAWA BARAT

Volume 28 Nomer 3 Juli - September 2015Warta Bappeda 40

Page 43: Warta Bappeda Edisi 3

Kinerja dari Pergub ini dikendalikan

oleh sebuah forum yang memiliki otoritas

sebagai perumus, evaluator, dan

rekomendasi dengan dibentuknya Forum

Data Pembangunan Jawa Barat melalui

Keputusan Gubernur 912/Kep.1067-

Bappeda/2015 Tahun 2015 Tentang Forum

Data Pembangunan Provinsi Jawa Barat.

Forum Data Pembangunan Jawa Barat ini

di pimpin oleh Kepala Bappeda Provinsi

Jawa Barat yang beranggotakan ex officio

dari seluruh OPD se-Jawa Barat. Beberapa

tugas dari Forum Data Pembangunan Jawa

Barat diantaranya adalah meningkatkan

kerja sama lintas sektor dalam rangka

penguatan data yang dihasilkan terkait

dengan pengadaan dan pemanfaatan

data, melakukan koordinasi dan

sinkronisasi data yang dibutuhkan guna

lebih meningkatkan pemanfaatan data

bagi perencanaan pembangunan daerah,

menjamin kesinambungan ketersediaan

data yang bersumber dari setiap sektor,

dan menjaga dan meningkatkan kualitas

data yang dihasilkan oleh setiap sektor

untuk mendukung peningkatan kualitas

perencanaan pembangunan daerah.

Sistem Pengelolaan Satu Data Pembangunan Daerah

Untuk meningkatkan kualitas data dan

informasi pembangunan, dibutuhkan

suatu sistem manajemen berbasis data

dan informasi yang efektif dan efisien,

yang didukung pula oleh kemajuan

teknologi informasi dan komunikasi di

lingkup Pemerintah Daerah. Basis data

yang ideal membutuhkan sebuah tata cara

dan tahapan standar yang memuat

tentang definisi data, metode dalam

pengambilan data, periodesasi

pengambilan data, dan penyimpanan data.

Standar tersebut akan menyeragamkan

cara pandang masing-masing individu dan

organisasi dalam melihat sebuah data,

selain itu data yang diperoleh akan

menjadi lebih akurat dan valid karena

metode pengambilan dan periodesasi

waktu pengambilan data sudah

disesuaikan dengan jenis datanya. Adanya

standar penyimpanan data juga akan

memperkuat sistem dokumentasi

pendataan sehingga akan lebih mudah

untuk diakses pada saat dibutuhkan.

Peraturan Gubernur tentang Petunjuk

Pelaksanaan Perda No. 24 Tahun 2012

tentang Satu Data Pembangunan Jawa

Barat, dan penjabarannya merupakan

pedoman yang berisi petunjuk

pelaksanaan tentang pengumpulan,

pengolahn, analisisserta penyebaran data

dan informasi pembangunan Jawa Barat

yang dilakukan oleh orang-orang dalam

organisasi berjalan secara efisien dan

efektif, konsisten, standar dan sistematis.

Dengan adanya Petunjuk Pelaksanaan ini

diharapkan dapat meningkatkan efisiensi

dan efektifitas kinerja pemerintahan,

serhingga diperoleh kinerja yang

terstandarisasi, maka pelayanan publik,

khusnys tentang data dan informasi

pembangunan Jawa Barat dapat

ditingkatkan.

wawasanperencanaan

Disamping konsistensi dalam

manajemen data dan informasi, hal lain

yang akan dihasilkan adalah efisiensi dan

efektifitas kerja. Dengan Petunjuk

Pelaksanaan yang terstandar, setiap orang

baik pengguna data dan informasi

maupun staf yang memberi data dan

informasi akan dapat memanfaatkan

ataupun melakukan pekerjaan yang

semakin hari semakin baik dan semakin

cepat karena terjadinya proses

pembelajaran yang secara terus menerus

selama proses kegiatan dalam lingkup

pekerjaan. Dengan demikian diharapkan

melalui peraturan gubernur ini akan dapat

meningkatkan efisiensi dan efektifitas

kinerja satuan kerja perangkat daerah di

Provinsi Jawa Barat.

Basis data yang ideal membutuhkan sebuah tata cara dan tahapan standar yang memuat tentang definisi data, metode dalam pengambilan data, periodesasi pengambilan data, dan penyimpanan data.

Volume 2 Nomer - 20158 3 Juli September Warta Bappeda 41

Page 44: Warta Bappeda Edisi 3

Proses Pengelolaan Satu Data Pembangunan Jawa BaratSistem Satu Data Pembangunan Jawa Barat, dapat diakses oleh masyarakat

dan para pemangku kepentingan, sistem tersebut terkoneksi di tingkat,

Desa/Kelurahan, Kecamatan, Kabupaten/Kota, OPD, Instansi Vertikal, perguruan

tinggi, Badan Usaha Milik Daerah, dan pemangku kepentingan lainnya. Dalam

rangka mengatasi berbagai permasalahan dalam pengelolaan data, dalam rangka

mewujudkan Satu Data Pembangunan Jawa Barat, Pemerintah Provinsi Jawa Barat

melalui telah menetapkan Proses Pengelolaan Satu Data Pembangunan Jawa Barat

(Lampiran Pergub Nomor 80 Tahun 2015) berikut ini:

Pengumpulan DataUntuk mencegah terjadinya duplikasi

dan inkonsistensi data, setiap

instansi/lembaga/orang perlu menerapkan

manajemen pengelolaan data, yang

mencakup alur dan interkoneksi yang jelas

dengan titik-titik sumber data, instansi

pengelola/penanggung jawab data,

sumber daya manusia penanggung

jawab/pengelola data, alur koordinasi dan

referensi pendukung data. Ruang lingkup

Sistem Pengelolaan Satu Data

Pembangunan Daerah (SPSDPD) meliputi

urusan yang menjadi kewenangan

pembangunan, yang sekurang-kurangnya

mencakup 29 data yaitu : Data Pendidikan,

Data Kesehatan, Data Pekerjaan Umum,

Data Perumahan, Data Penataan Ruang,

Data Perencanaan Pembangunan, Data

Perhubungan, Data Lingkungan Hidup,

Data Pertanahan, Data Kependudukan dan

Catatan Sipil, Data Pemberdayaan

Perempuan dan Perlindungan Anak, Data

Keluarga Berencana dan Keluarga

Sejahtera, Data Sosial, Data

Ketenagakerjaan dan Ketransmigrasian,

Data Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah,

Data Penanaman Modal, Data

Kebudayaan, Pariwisata, Hotel dan

Restoran, Data Kepemudaan dan Olah

Raga, Data Kesatuan Bangsa dan Politik

Dalam Negeri, Data Otonomi Daerah,

Pemerintahan Umum, Keuangan Daerah,

Perangkat Daerah dan Persandian, Data

Pemberdayaan Masyarakat, Data Statistik,

Data Kearsipan, Data Perpustakaan, Data

Komunikasi dan Informasi, Data Pertanian

dan Ketahanan Pangan, Data Kehutanan,

Data Energi, Sumber Daya Mineral, Listrik,

Air dan Gas, dan Data Kelautan dan

Perikanan.

Volume 28 Nomer 3 Juli - September 2015Warta Bappeda 42

Fo

to:

Do

kum

enta

si B

appeda

wawasanperencanaan

Page 45: Warta Bappeda Edisi 3

wawasanperencanaan

Proses pengumpulan data dari

sumber data dapat dilakukan melalui

beberapa cara Pencatatan Register

Pelayanan, Sistem Pencatatan dan

Pelaporan Data Sektoral, Observasi

lapangan dan monitoring, Penanganan

kasus (kejadian, laporan masyarakat, dsb),

Survei dan Hasil Sensus, Cara lain

pengumpulan data. Dalam rangka

memperkuat pengelolaan sistem satu data

pembangunan daerah Jawa Barat, hasil

pengumpulan data dan informasi

diserahkan kepada Badan Perencanaan

Pembangunan Daerah (BAPPEDA) melalui

UPTB Pusdalisbang, yang dilengkapi

dengan metadata yaitu informasi

terstruktur yang mendeskripsikan,

menjelaskan, menemukan atau setidaknya

membuat menjadikan suatu informasi

mudah untuk di temukan kembali,

digunakan, atau dikelola. Untuk proses

selanjutnya sebagaimana kerja ilmiah pada

umumnya akan dilakukan proses

Pengolahan data, verifikasi dan validasi

data, serta diseminasi data. Untuk

memperkuat dan memperlancar proses

dilakukan koordinasi dan kerjasama antar

seluruh (OPD) dalam sebuah Forum yaitu

Forum Data Pembangunan Jawa Barat.

Untuk lebih memiliki pengaruh dan rasa

memiliki tanggungjawab yang tinggi maka

dibuat juga peraturan yang mengatur

mengenai Insentif dan Disinsentif.

membuat dan menerbitkan data sesuai

dengan fungsinya dan secara umum

bertanggung jawab terhadap isi dan

kualitas dari data, termasuk menyusun

metadata. Hak kepemilikan berada pada

pemilik data. Hal ini termasuk metadata

yang perlu dibuat oleh pemilik data untuk

menerangkan data yang dimiliki. Yang

termasuk pemilik data adalah OPD.

Walidata merupakan pengelola simpul

jaringan yang bertugas untuk mengelola

data termasuk menyempurnakan isi dari

metadata, memberlakukan standar

penyebarluasan data, sementara pemilik

data adalah pemegang hak cipta atas

data, kecuali ditetapkan atau diatur dalam

kesepakatan antara pemilik dan walidata

(yang dijelaskan dalam Pergub Satu Data

pasal 6 ayat 8). Keterkaitan antar masing-

masing pemilik data akan dapat terlihat

pada saat melakukan penyebarluasan

melalui unit kliring atau walidata yang

kemudian terlihat di penghubung simpul

jaringan. Proses pengumpulan data dari sumber data dapat dilakukan melalui beberapa

cara Pencatatan Register Pelayanan, Sistem Pencatatan dan Pelaporan Data

Sektoral, Observasi lapangan dan monitoring, Penanganan kasus

(kejadian, laporan masyarakat, dsb), Survei dan Hasil Sensus, Cara lain

pengumpulan data.

Dalam praktek tata kelola data (data

governance) antara walidata (custodian)

dan pemilik (owner) penyelenggaranya

bisa pada unit kerja yang berbeda. Pemilik

data merupakan pihak yang pertama kali

Sistem jaringan pengelolaan data dan informasi

Sistem jaringan pengelolaan data dan

informasi diintegrasikan oleh pengelola

Simpul Jaringan (SJ), yaitu suatu institusi

yang bertanggung jawab dalam

penyelenggaraan pengumpulan,

pemeliharaan, pemutakhiran, pertukaran,

dan penyebarluasan data tertentu.

Institusi yang dimaksud meliputi

Kementerian Negara dan Lembaga

Pemerintah non Kementerian (K/L) selaku

Penghubung Simpul Jaringan (PSJ) pusat

yang menyelenggarakan pengintegrasian

simpul jaringan secara nasional.

Volume 2 Nomer - 20158 3 Juli September Warta Bappeda 43

Walidata merupakan pengelola simpul jaringan yang bertugas untuk mengelola data termasuk menyempurnakan isi dari metadata

Page 46: Warta Bappeda Edisi 3

Volume 28 Nomer 3 Juli - September 2015Warta Bappeda 44

Kab / Kota

ĦÑÖ ÑŌPǾÒMŌCÕÑÖ NMŊM

Gambar 2.3 : Alur Lalu Lintas Data dan Informasi pada Sistem Satu Data Pembangunan

sumber gambar : Pusdalisbang Bappeda Jabar

Melalui infrastruktur yang difasilitasi

Diskominfo, OPD-OPD memberikan data dan

informasi ke Simpul Jaringan. Lewat Simpul

Jaringan pula, data dan informasi

disinkronisasikan ke Lembaga Nasional dan

Kementerian. Data dan Informasi yang telah

divalidasi dapat diakses oleh masyarakat dan

pelaku usaha melalui internet. Begitupun

pemerintah Kabupaten Kota, kecamatan sampai

ke tingkat desa dan kelurahan dapat mengakses

dan mensinkronkan data dan informasi melalui

internet. OPD dapat membuat sistem

pengelolaan data sesuai dengan tupoksinya

masing-masing. Sistem pengelolaan yang

dibangun OPD diintegrasikan oleh simpul

jaringan untuk menghasilkan informasi yang

menyeluruh.

Wali data juga bisa memberikan pembinaan

kepada Kabupaten Kota dalam pengadan

infrastruktur data dan informasi. Untuk data dan

informasi spasial, sesuai dengan Peraturan

Presiden No. 27 tahun 2014, selaku PSJ adalah

Badan Informasi Geospasial (BIG). Untuk data

aspasial, selaku PSJ adalah Kementrian Lembaga

yang memiliki pusat pusat data. Dan Simpul

Jaringan daerah yang melaksanakan tugas

pemerintahan yang ditetapkan oleh pimpinan

Pemerintah Daerah. Dalam hal ini, sebagaimana

yang ditetapkan dalam Peraturan gubernur ini

adalah Badan, melalui Balai Pusdalisbang

Bappeda Provinsi Jawa Barat.

Penutup��Kita berharap dengan terbitnya Pergub ini

dapat membantu mengungkit kinerja para

pemangku kebijakan di dalam merumuskan proses

perencanaan, implementasi dan evaluasi

pembangunan. Karena dari data yang satu tentu

akan memudahkan dalam proses perumusan

perencanaan yang baik dan mudah serta menjadi

out put yang dapat tepat sasaran. Sehingga

perumusan perencanaan pembangunan tidak

didasarkan pada pertimbangan berbagai asumsi

dan persepsi dari kelompok kepentingan akan

tetapi berdasarkan pada data yang akurat,

konsisten dan akuntable.

Referensi :�1. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat

Nomor 24 Tahun 2012 Tentang Satu Data

Pembangunan Jawa Barat;

2. Peraturan Gubernur Jawa Barat Nomor 80

Tahun 2015 tentang Petunjuk Pelaksanaan

Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat

Nomor 24 Tahun 2012 Tentang Satu Data

Pembangunan Jawa Barat;

3. K e p u t u s a n G u b e r n u r N o m o r

912/Kep.1067-Bappeda/2015 Tahun 2015

Tentang Forum Data Pembanguna

Provinsi Jawa Barat.

wawasanperencanaan

Page 47: Warta Bappeda Edisi 3

Volume 2 Nomer - 20158 3 Juli September Warta Bappeda 45

waw

asanp

ere

nca

naan

Pemekaran Daerah

Dalam Perjalanan WaktuOleh Bunbun W. Korneli* Maman**

*) Perencana Madya pada Bidang Pemerintahan Bappeda Provinsi Jawa Barat**) Mahasiswa Unpad Magang di Bappeda Provinsi Jawa Barat

Pendahuluan

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999

tentang Pemerintahan Daerah yang

selanjutnya diganti dengan Undang-

Undang Nomor 32 Tahun 2004, menjadi pemicu

maraknya pemekaran daerah. Usulan pemekaran

daerah ini terus bermunculan di setiap provinsi,

dengan berbagai macam kepentingan hingga

nyaris sulit dibendung.

Pemekaran daerah merupakan upaya

pemerintah dalam rangka mengelola sumber

daya daerah yang potensial demi kesejahteraan

rakyat. Implikasi dari pemekaran daerah antara

lain (Pratikno, 2008): (1) Implikasi Sosial Politik;

(2) Implikasi Sosial Ekonomi; (3) Implikasi Sosial

Kultural; (4) Implikasi pada Pelayanan Publik; (5)

Implikasi bagi Pembangunan Ekonomi; (5) �

Implikasi pada Pertahanan, Keamanan dan

Integrasi Nasional.

Kegagalan Daerah Otonomi Baru (DOB) dalam

menjalankan pemerintahannya dari waktu ke

waktu sering terdengar, terutama menyangkut

kesejahteraan dan layanan publik yang tidak

sesuai harapan. Hasil evaluasi Kemendagri terkait

DOB menyebutkan bahwa 60 persen daerah yang

sudah disahkan sebagai daerah otonom tidak

mampu meningkatkan pendapatan asli daerah

(PAD). Sehingga tidak mampu meningkatkan

kesejahteraan rakyat, yang akhirnya membebani

pemerintah pusat.

Berdasarkan hasil kajian yang dihimpun dari

berbagai sumber menyebutkan bahwa maraknya

daerah mengusulkan pemekaran daerah karena

alasan berikut: (1) memperoleh Dana Alokasi

Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK); (2)

terjadinya bureaucratic and political rent-seeking,

yakni kesempatan untuk memperoleh

Dokumen: Net

Page 48: Warta Bappeda Edisi 3

Volume 28 Nomer 3 Juli - September 2015Warta Bappeda 46

keuntungan dana, baik dari pemerintah pusat

maupun dari penerimaan daerah sendiri; (3)

keinginan elite politik untuk memperoleh status

kekuasaan baru atas daerah yang dipimpinnya; (4)

adanya upaya untuk pengembangan demokrasi

lokal melalui pembagian kekuasaan pada tingkat

yang lebih kecil; (5) Isu tentang kualitas

governance juga menjadi alasan dilakukannya

pemekaran wilayah.

Para pemerhati pemerintahan yang berasal

dari lingkungan akademik, organisasi massa dan

pihak-pihak lainnya sering memberikan masukan

di media massa atau melalui dokumen kajian,

namun pemerintah tetap bergeming. Hingga

akhirnya Presiden R.I. menyatakan di depan

Sidang Paripurna DPR R.I. pada tanggal 3

September 2009 mengenai pemberlakuan

kebijakan moratorium (penghentian sementara)

pemekaran daerah sampai dilakukannya evaluasi

secara menyeluruh, konsisten, dan sungguh-

sungguh terhadap hasil-hasil pemekaran daerah

selama ini.

Para penggiat pemekaran daerah pun kecewa

atas kebijakan moratorium ini. Karena “maksud

dan tujuan” yang telah disusunnya kandas, seiring

dengan terbitnya U.U. Nomor 23 Tahun 2014

tentang Pemerintahan Daerah yang intinya akan

memperketat proses pemekaran daerah.

Terbentuknya 205 DOB hanya dalam kurun

waktu sepuluh tahun (tahun 1999-2009) yang

meliputi 7 (tujuh) Provinsi, 164 (seratus enam

puluh empat) kabupaten dan 34 (tiga puluh

empat) kota, menjadi bukti bahwa semangat

pemekaran daerah di Indonesia demikian

menggebu. Kondisi ini diperparah bila daerah

yang telah dimekarkan memiliki kepentingan

sesaat yang pragmatis dan elitis. Sehingga bila

fenomena ini berjalan terus tanpa pengendalian

yang tepat, dapat dibayangkan berapa jumlah

DOB di Indonesia yang terbentuk hingga 20-30

tahun ke depan, serta berapa besar pula

penganggaran yang akan membebani

pemerintah untuk membiayai DOB.

Kilas Balik Pemekaran Daerah Ketika Indonesia memproklamasikan

kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus 1945,

Jumlah provinsi seluruhnya ada 8 provinsi, yaitu:

Sumatra, Borneo (Kalimantan), Jawa Barat, Jawa

Tengah, Jawa Timur, Sulawesi, Maluku dan Sunda

Kecil. Demikian pula pada era-era selanjutnya

seperti: Era pergerakan kemerdekaan (1945-

1949); Era Republik Indonesia Serikat (1949-1950);

Era Demokrasi Terpimpin dan Orde Lama (1959-

1966); Era Orde Baru (1966-1998); dan terakhir

Era 1999 (Era Reformasi)-sekarang, jumlah

provinsi dan kabupaten/ kota terus bertambah.

Pada masa Orde Lama, pemekaran daerah

banyak terjadi di luar pulau Jawa yakni. Sumatera,

Kalimantan dan Sulawesi dengan pertimbangan

luas wilayahnya mendukung. Sedangkan dalam

Masa Orde Baru, pemekaran daerah terjadi

dalam jumlah terbatas secara top down.

Pemekaran daerah yang terjadi umumnya

merupakan pembentukan kotamadya sebagai

peningkatan status adminstrasi dari

pemerintahan kabupaten. Proses pembentukan

daerah lainnya di beberapa kabupaten/kota yakni

pembentukan kota administratif (Kotatif) sebagai

wilayah administratif yang kemudian dibentuk

menjadi daerah kotamadya sebagai daerah

otonom.

“Pada masa reformasi, usulan pemekaran

daerah di Indonesia dimulai sejak digulirkannya

semangat otonomi daerah yang menyertai

munculnya euforia gerakan reformasi di

Indonesia. Kebijakan pemekaran daerah pada

masa reformasi bersifat bottom up dan

didominasi oleh proses politik dari pada

administratif. Regulasi dan situasi politik inilah

yang kemudian memberi peluang yang sangat

besar bagi maraknya pengusulan pemekaran

daerah”. (Pratikno, 2008).

Berikut jumlah provinsi di Indonesia dan

pemekaran di Provinsi Jawa Barat:

Foto: Dokumentasi B

appeda

wawasanperencanaan

Page 49: Warta Bappeda Edisi 3

TAHUN JUMLAH

PROVINSI PEMEKARAN DI PROVINSI JAWA BARAT

1950 - 1960 21 Tahun 1956: Provinsi Jawa Barat berkembang menjadi 2, yaitu : Jawa Barat dan

Daerah Khusus Ibukota (DKI ) Jakarta.

1960 - 1970 26 -

1970 - 1980 27 -

1980 - 1990 29 -

1990 - 2000 32 -

2000 - 2010 33 Tahun 2000: Provinsi Jawa Barat berkembang menjadi 2 provinsi, yaitu : Jawa

Barat dan Banten

2010 - 2015 34 -

Volume 2 Nomer - 20158 3 Juli September Warta Bappeda 47

wawasanperencanaan

Berikut jumlah provinsi di Indonesia dan pemekaran di Provinsi Jawa Barat:

Sumber: http://www.sejarah-negara.com (diolah)

Memperhatikan tabel di atas, pemekaran

di Provinsi Jawa Barat terjadi pada dekade

1950 – 1960 dan 2000 – 2010. Selebihnya

pemekaran terjadi di beberapa provinsi di

luar Jawa. Hingga saat ini yang menjadi

provinsi termuda yakni Provinsi

Kalimantan Utara yang dimekarkan pada

tahun 2012.

Regulasi Penataan Daerah Penyelenggaraan pemerintahan

berasaskan desentralisasi yang sangat

progresif pada tahun 1999 berlanjut

dengan lahirnya Undang-Undang No. 22

Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah,

yang selanjutnya direvisi menjadi Undang-

Undang No. 32 Tahun 2004. Undang-

undang ini berdampak luas pada tata

kelola pemerintahan. Tata kelola

pemerintahan secara otonom diberikan

penuh kepada pemerintahan kabupaten/

kota. Sedangkan pemerintah pusat

berkewenangan terbatas antara lain dalam

bidang moneter, fiskal, luar negeri dan

pertanahan.

Kebijakan penataan daerah yag

mengacu pada undang-undang ini

terdapat sejumlah kelemahan antara lain:

1konsep penataan daerah dengan

penetapan parameter, syarat-syarat

pembentukan yang meliputi administratif,

teknis, maupun kewilyahan hanya

berorientasi pada pembentukan DOB saja;

2 Dominan akan kepentingan, hal ini

dapat dilihat dari model pendekatan

yang digunakan yakni bottom up planning

dalam tata cara pembentukan daerah;

3Dominan bersifat sektoral, sehingga

penataan daerah tidak dapat

dilakukan secara optimal.

Tata kelola pemerintahan secara otonom diberikan penuh kepada pemerintahan kabupaten/ kota. Sedangkan pemerintah pusat berkewenangan terbatas antara lain dalam bidang moneter, fiskal, luar negeri dan pertanahan.

TAHUN JUMLAH PROVINSI

PEMEKARAN DI PROVINSI JAWA BARAT

Page 50: Warta Bappeda Edisi 3

Volume 28 Nomer 3 Juli - September 2015Warta Bappeda 48

Persyaratan pembentukan daerah

telah diatur dalam Peraturan Pemerintah

Nomor 129 Tahun 2000 tentang

Persyaratan Pembentukan, Pemekaran,

Penghapusan dan Penggabungan Daerah

yakni: (1) kemampuan ekonomi; (2)

potensi daerah; (3) sosial budaya; (4) sosial

politik; (5) jumlah penduduk; (6) luas

daerah dan (7) pertimbangan lain yang

memungkinkan terselenggaranya otonomi

daerah.

Selanjutnya, dalam Peraturan

Pemerintah Nomor 78 Tahun 2007 tentang

Tata Cara Pembentukan, Pemekaran,

Penghapusan dan Penggabungan Daerah,

Pasal 4, disebutkan bahwa syarat dari

pemekaran provinsi atau kabubaten/kota

harus memenuhi syarat administratif,

teknis, dan fisik kewilayahan. Salah satu

syarat administratif tersebut adalah harus

ada persetujuan bersama antara DPRD

dengan Kepala Daerah.

Terbitnya Undang-Undang Nomor 23

Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah,

terutama dalam Bab VI tentang Penataan

Daerah bertujuan untuk: (1) mewujudkan

efektivitas penyelenggaraan pemerintahan

daerah; (2) mempercepat peningkatan

kesejahteraan masyarakat,; (3)

mempercepat peningkatan kualitas

pelayanan public; (3) meningkatkan

kualitas tata kelola pemerintahan; (4)

meningkatkan daya saing nasional dan

daya saing daerah; serta, (5) memelihara

keunikan adat istiadat, tradisi, dan budaya

daerah.

Terdapat perbedaan yang signifikan

antara U.U. No. 32 Tahun 2004 tentang

Pemerintahan Daerah dengan U.U.

23/2014. Dalam U.U. 23/2014 ada upaya

pengetatan bagi pembentukan daerah

otonom baru, berupa penahapan dalam

proses pemekarannya. Pemekaran daerah

dilakukan melalui tahapan daerah

persiapan provinsi atau daerah persiapan

kabupaten/ kota. Demikian pula proses

penilaiannya, dalam regulasi lama proses

penilaian hanya di aspek kuantitatif saja,

namun dalam U.U. 23/2014 aspek

kualitatif pun menjadi pertimbangan

utama. Dalam hal usulan pembentukan

daerah persiapan tersebut, harus disetujui

DPR RI dan DPR Daerah. Demikian pula

saat memasuki tahap penilaian dokumen

usulan pemekaran daerah, Pemerintah

Pusat membentuk tim kajian independen.

Selanjutnya, hasil kajian ini dikonsultasikan

kepada DPR R.I. dan DPR Daerah. Hasil

konsultasinya menjadi bahan

pertimbangan Pemerintah Pusat dalam

menetapkan kelayakan pembentukan

Daerah Persiapan.

Desain Besar Penataan Daerah

(Desartada) yang telah disetujui oleh

Pemerintah dan DPR R.I. yang merupakan

bagian dari undang-undang ini, pada

intinya mencakup empat elemen dasar,

yakni: 1) pembentukan daerah persiapan

sebagai tahap awal sebelum ditetapkan

sebagai daerah otonom; 2) penggabungan

dan penyesuaian daerah otonom; 3)

penataan daerah yang memiliki

karakteristik khusus; dan 4) penetapan

estimasi jumlah maksimal daerah otonom

(provinsi, kabupaten/kota) di Indonesia

tahun 2010 – 2025.

Dalam Desartada telah dirumuskan

pula Estimasi Pertambahan Provinsi

Berdasarkan Berbagai Formulasi seperti

yang disajikan pada table di bawah ini:

Sumber: Kemitraan

wawasanperencanaan

Page 51: Warta Bappeda Edisi 3

Volume 2 Nomer - 20158 3 Juli September Warta Bappeda 49

Sementara, Usulan Pemekaran Provinsi Berdasarkan Aspirasi Masyarakat

dan Tim Kajian Kemendagri seperti yang disajikan pada table di bawah ini:

Sumber: Kemitraan

Dari kedua tabel di atas diperoleh Pola Penataan Daerah berupa jumlah ideal

provinsi di Indonesia seperti disajikan dalam gambar di bawah ini:

Sumber: Kemitraan

wawasanperencanaan

Dalam Desartada 2010-2025, pemekaran

daerah di Indonesia diproyeksikan memiliki 44

provinsi dan 541 kabupaten/kota hingga tahun

2025. Saat ini, Indonesia memiliki 34 provinsi dan

508 kabupaten/kota (415 kabupaten dan 93 kota).

Berdasarkan hasil kajian dan pertimbangan

strategis dari berbagai pihak, serta

memperjelas hal-hal teknis yang telah tercantum

dalam Desartada, Pemerintah Pusat

selanjutnya akan menyusun strategi penataan

daerah yang dituangkan dalam peraturan

pemerintah beserta turunannya.

Penataan Daerah di Jawa BaratLuas Provinsi Jawa Barat yakni 3.709.528,44

Ha, dengan jumlah penduduk 46.029.699 jiwa,

terbagi menjadi 27 Kabupaten/Kota, 626

Kecamatan, 641 Kelurahan dan 5.321 Desa.

Kabupaten Pangandaran merupakan kabupaten

termuda di Provinsi Jawa Barat yang ditetapkan

pada tanggal 25 Oktober 2012 berdasarkan U.U.

Nomor 21 Tahun 2012 tentang Pembentukan

Kabupaten Pangandaran di Provinsi Jawa Barat.

Pemekaran daerah di Jawa Barat dimulai

dengan terbitnya surat Keputusan Gubernur

Jumlah

Ideal

(44 Provinsi)

Aspirasi

(21 Provinsi)

Formulasi Kajian

Masyarakat Akademik

(31- 88 Provinsi Baru)

Page 52: Warta Bappeda Edisi 3

Volume 28 Nomer 3 Juli - September 2015Warta Bappeda 50

Kepala DATI I Jawa Barat Nomor 30 Tahun 1990

tentang Pola Induk Pengembangan Wilayah

Provinsi DATI I Jawa Barat dalam jangka panjang

(25-30 tahun) yang memuat arah kebijakan

kemungkinan penataan kembali daerah Tingkat II

di Jawa Barat, pada saat itu berjumlah 24 menjadi

42 daerah Tingkat II. Surat Keputusan Gubernur

tersebut, ditindaklanjuti dengan Instruksi

Gubernur Kepala DATI I Jawa Barat Nomor 1

Tahun 1994 tentang Pemantapan Kebijaksanaan

Dalam Penataan Kembali Wilayah Administrasi

Pemerintahan dan Otonomi Daerah Tingkat II di

lingkungan Provinsi DATI I Jawa Barat, yang

merujuk kepada U.U. No. 5 Tahun 1974 yang

bersifat sentralistik.

Daerah otonom di Jawa Barat sampai dengan

tahun 2006 berjumlah 26 kabupaten/kota

(termasuk Kabupaten Bandung Barat). Selama

periode 1999-2006 yang merupakan hasil

pemekaran hanya Kabupaten Bandung Barat

(2006). Sedangkan Kota Depok (1999), Kota

Cimahi (2000), Kota Tasikmalaya (2001), Kota

Bekasi (2001), dan Kota Banjar (2002) merupakan

peningkatan status dari kota administratif (

semula merupakan bagian kabupaten).

Upaya yang telah dilakukan oleh Pemerintah

Provinsi Jawa Barat dalam penataan daerah yakni

penyusunan dokumen rencana penataan DOB di

Provinsi Jawa Barat antara lain:

1Tahun 2009: Grand Design Penataan Daerah

Otonomi di Daerah Provinsi Jawa Barat yang

disusun oleh Bappeda Provinsi Jawa Barat

bekerjasama dengan Lembaga Penelitian dan

Pengabdian kepada Masyarakat Universitas

Padjadjaran;

2Tahun 2010: Grand Design Daerah Otonom

Provinsi Jawa Barat 2010-2025 yang disusun

oleh Bappeda Provinsi Jawa Barat.

3Tahun 2012: Pengkajian Penataan Daerah

Otonom di Provinsi Jawa Barat yang disusun

oleh Biro Otonomi Daerah Setda Provinsi

Jawa Barat bekerjasama dengan Lembaga

Penelitian dan Pengabdian kepada

Masyarakat Universitas Padjadjaran.

Sejalan dengan dinamika pembangunan,

khususnya dalam peraturan perundangan di

Indonesia mengenai penataan daerah, seperti

yang telah tertuang dalam Undang-undang

Nomor 23 tentang Pemerintahan Daerah. Maka

dokumen-dokumen kajian tersebut di atas perlu

dikaji ulang berdasarkan landasan hukum yang

baru yakni U.U. 23/2014 beserta turunannya.

Pasca DOB terbentuk yakni Kabupaten

Bandung Barat dan Kabupaten Pangandaran,

terdapat tiga calon daerah otonom yang telah

diusulkan dengan menggunakan aturan lama

yakni Kabupaten Bogor Barat (KBB), Kabupaten

Sukabumi Utara dan Kabupaten Garut Selatan

yang hingga kini ditunda pembahasannya.

Tertundanya usulan ini sehubungan berakhirnya

pemerintahan dan masa tugas DPR periode 2009-

2014. Ketiga calon daerah otonom baru ini

selanjutnya akan dikaji ulang berdasarkan aturan

yang baru yakni U.U. Nomor 23 Tahun 2014

tentang Pemerintahan Daerah berserta aturan

turunannya yakni: 28 P.P., 3 Perpres dan 5

Permendagri. Semua peraturan turunan ini

tengah dikerjakan dengan target penyelesaian

paling lambat akhir tahun 2016 (termasuk

Desartada 2010-2025).

PenutupFungsi peraturan perundang-undangan

adalah sebagai instrument kebijakan (beleids

instrument). Betapapun baiknya peraturan atau

kebijakan yang dibuat dan ditetapkan, namun

apabila tidak dilaksanakan sesuai substansi

ketetapannya (amanatnya), niscaya tujuan

pengaturannya tidak akan tercapai.

Saat ini masyarakat gencar mengajukan

judicial review (uji materi) atas ketidakpuasan

dari berbagai produk hukum ke Mahkamah

Konstitusi (MK). Hal ini merupakan indikasi dari

kegagalan reformasi hukum, salah satunya

dicirikan dengan rendahya kualitas produk

hukum. Reformasi hukum memang saat ini

tengah berjalan namun baru pada tataran formal

dan prosedural saja, sementara substansinya

masih jauh dari harapan.

Seperti yang tertuang dalam konsideran U.U.

No. 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah,

khususnya huruf b, menyebutkan bahwa

penyelenggaraan pemerintahan daerah diarahkan

untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan

masyarakat melalui peningkatan pelayanan,

pemberdayaan, dan peran serta masyarakat, serta

peningkatan daya saing daerah dengan

memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan,

keadilan, dan kekhasan suatu daerah dalam

sistem NKRI. Konsideran ini dalam proses

penyusunannya diawali melalui tahapan

teknokratis (naskah akademik) berdasarkan

wawasanperencanaan

Page 53: Warta Bappeda Edisi 3

Volume 2 Nomer - 20158 3 Juli September Warta Bappeda 51

wawasanperencanaan

kepada: landasan filosofis, landasan sosiologis,

dan landasan yuridis (lepas dari berbagai

kepentingan). Sehingga amanat ini harus

dijalankan sebenar-benarnya, seadil-adilnya,

transparan dan akuntabel. Terhindar dari adanya

berbagai macam kepentingan dan intervensi

pihak mana pun kecuali hanya untuk kepentingan

menyejahterakan rakyat.

Desentralisasi memungkinkan

terselenggaranya pemerintahan yang demokratis

dan partisipatif, serta menjanjikan banyak hal bagi

kemanfaatan dan kesejahteraan kehidupan

masyarakat. Melalui desentralisasi diharapkan

pemerintahan akan lebih dekat dengan

masyarakat. Sehingga pemerintah daerah

memiliki tingkat akuntabilitas dan daya tanggap

yang tinggi dalam merespon keinginan

masyarakat.

Berhasil tidaknya DOB dalam menjalankan

pemerintahannya selain ditentukan oleh faktor

kepemimpinan kepala daerahnya juga, perlu

adanya dukungan dari para elite politik dan

partisipasi masyarakat. Kauzya (2004)

menyebutkan lima karakteristik yang harus

dipertimbangkan dalam mendesain kebijakan

desentralisasi yang demokratis yakni: (1) kerangka

hukum yakni, pembentukan reformasi konstitusi

dan hukum untuk melimpahkan kekuasaan

kepada struktur lokal; (2) kapasitas tata kelola

pemerintahan di tingkat lokal yakni dengan

meningkatkan kemampuan aktor lokal untuk

bertindak (baik dari sisi sumber daya keuangan,

manusia, organisasi dan kewenangan); (3)

peningkatan akuntabilitas pemerintahan daerah;

(4) peningkatan peranan masyarakat sipil

(merupakan praktek dari desentralisasi

horizontal/ pemberdayaan masyarakat); (5)

peningkatan kehidupan social ekonomi (kualitas

hidup) masyarakat.

Membentuk DOB dengan menggunakan

aturan lama tidaklah sulit, asal sesuai dengan

persyaratan (kuantitatif) pembentukan daerah,

serta didukung dengan lobi politik (tingkat tinggi)

yang konsisten maka jadilah DOB. Celakanya, bila

DOB tidak sesuai tujuannya hingga DOB

dikembalikan ke kabupaten/kota induknya. Selain

dana (yang sangat terbatas) telah dialokasikan,

maka masalah lainnya pun akan muncul yakni

menyangkut kelembagaan yang sudah terbentuk

seperti: DPRD, SKPD dan Kecamatan. Juga

mengenai aspek sosial, ekonomi dan faktor

psikologis para (yang terlanjur jadi) pejabat

merupakan permasalahan yang tidak mudah

untuk diselesaikan dengan segera.

Mengelola DOB sebagai hasil pemekaran

memang tidaklah mudah, terdapat tugas dan

tanggung jawab berat untuk menata kelolanya.

Sumber daya aparatur, sarana, prasarana berikut

asset yang telah ada merupakan modal dasar

yang dapat diberdayakan untuk menjalankan

pemerintahannya. Terbentuknya DOB bukanlah

akhir dari perjuangan, namun awal dari

perjuangan yang memerlukan tenaga dan pikiran

ekstra dalam rangka terciptanya good

governance yang menyejahterakan rakyat.

PustakaBappeda Provinsi Jawa Barat (2010), Grand Design

Daerah Otonom Provinsi Jawa Barat 2010-

2025

Kauzya, John Mary (2004), “Decentralization

Prospecs For Peace Democracy and

Development”. Conference Paper on

Decentralization The New Dimention of

Peace, Democracy and Development, 17-18

September 2004, Region of Tuscany,

UNDESIA;

Pratikno, Usulan Perubahan Kebijakan Penataan

Daerah: Pemekaran dan Penggabungan

Daerah, Paper USAID, 29 Pebruari 2008;

Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang

Pemerintahan Daerah;

Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang

Pemerintahan Daerah;

Peraturan Pemerintah Nomor 129 Tahun 2000

tentang Persyaratan Pembentukan,

Pemekaran, Penghapusan dan Penggabungan

Daerah;

Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2007

tentang Tata Cara Pembentukan, Pemekaran,

Penghapusan dan Penggabungan Daerah;

Kemitraan, Desain Besar Penataan Daerah (

Desartada ), Partnership Policy Paper No.

1/2011, Partnership for Governance Reform

in Indonesia;

http://www.sejarah-negara.com, diakses

tanggal, 7 September 2015.

Page 54: Warta Bappeda Edisi 3

Volume 28 Nomer 3 Juli - September 2015Warta Bappeda 52

waw

asan

pere

nca

naan

Pengelolaan Keuangan

DAK

Dalam APBD

Oleh Sakti Budhi Astuti*

*) Perencana Madya Bidang PE Bappeda Provinsi Jawa Barat

Pendahuluan

Dana Alokasi Khusus (DAK) adalah dana yang

bersumber dari APBN dan dialokasikan

kepada daerah tertentu dengan tujuan

membantu mendanai kegiatan khusus yang

merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas

nasional, dengan kata kunci hanya daerah tertentu

yang mendapatkan, tidak semua daerah mendapat

DAK; bersifat membantu, tidak serta merta semua

daerah akan mendapat DAK , hanya daerah tertentu

atau khusus yang akan mendapat DAK; kegiatan

khusus yang mengutamakan peningkatan pelayanan

publik terutama fasilitas dasar; Urusan Daerah DAK

didanai oleh urusan daerah bukan urusan pusat; DAK

merupakan program yang menjadi prioritas nasional

sebagaimana yang dimuat dalam Rencana Kerja

Pemerintah (RKP).

Peraturan dalam mengelola DAK adalah PP 58

Tahun 2005 Tentang Pengelolan Keuangan Daerah,

merupakan turunan dari UU Nomor 17 Tahun 2003

tentang Keuangan Daerah, UU Nomor 33 Tahun 2004

tentang Perimbangan, UU Nomor 1 Tahun 2004

tentang Perbendaharaan, dan UU Nomor 15 Tahun

2004 tentang Pemeriksaan, serta UU Nomor 25 Tahun

2004 tentang Perencanaan, diturunkan ke

Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 tentang

Penyusunan APBD, Permendagri Nomor 59 Tahun

2010 tentang Pengelolaan DAK di APBD, dan

Permendagri Nomor 52 Tahun 2015 tentang

Pedoman Penyusunan APBD tahun 2016.

Kebijakan DAK yang menjadi acuan di

tahun 2016, berkaitan erat dengan

“Nawacita” , yaitu :

1Cita 1 Menghadirkan kembali negara

untuk melindungi segenap bangsa dan

memberikan rasa aman kepada seluruh

warga negara;

2Cita 2 Mengembangkan tata kelola

pemerintahan yang bersih, efektif,

demokratis, dan terpercaya;

3Cita 3 Membangun Indonesia dari

pinggiran dengan memperkuat daerah-

daerah dan desa dalam kerangka negara

Fo

to:

Doku

menta

si B

appeda

Page 55: Warta Bappeda Edisi 3

Volume 2 Nomer - 20158 3 Juli September Warta Bappeda 53

kesatuan;

4Cita 4 Memperkuat kehadiran negara dalam

melakukan reformasi sistem dan penegakan

hukum yang bebas korupsi, bermartabat, dan

terpercaya;

5Cita 5 Meningkatkan kualitas hidup manusia

Indonesia;

6Cita 6 Meningkatkan produktivitas rakyat dan

daya saing di pasar Internasional;

7Cita 7 Mewujudkan kemandirian ekonomi

dengan menggerakkan sektor-sektor

strategis ekonomi domestik;

8Cita 8 Melakukan revolusi karakter bangsa;

dan

9Cita 9 Memperteguh kebhinekaan dan

memperkuat restorasi sosial Indonesia.

Nawa Cita tersebut merupakan rangkuman

program-program yang tertuang dalam Visi-Misi

Presiden dan Wakil Presiden yang dijabarkan

dalam strategi pembangunan yang digariskan

dalam RPJMN 2015-2019, terdiri dari empat

bagian utama yakni: (1) norma pembangunan; (2)

tiga dimensi pembangunan; (3) kondisi yang

diperlukan agar pembangunan dapat

berlangsung; serta (4) program-program quick

wins. Tiga dimensi pembangunan dan kondisi

yang diperlukan dimaksud memuat sektor-sektor

yang menjadi prioritas dalam pelaksanaan RPJMN

2015-2019 yang selanjutnya dijabarkan dalam

RKP Tahun 2016.

Kaitan dengan Kebijakan DAK yang menjadi

acuan di tahun 2016, terutama pada

- Mendukung implementasi Nawacita, (Cita 3,

Cita 5, Cita 6, Cita 7)

- Mendukung percepatan pembangunan

infrastruktur publik daerah;

- Mendukung pemenuhan anggaran

pendidikan (20%) dan kesehatan (5%)

dengan tetap menjaga lingkungan hidup

dan kehutanan;

- Mengakomodasi usulan kebutuhan dan

prioritas daerah dalam mendukung

pencapaian prioritas nasional (Proposal

Based);

- Memperkuat kebijakan afirmasi untuk

mempercepat pembangunan daerah

perbatasan, tertinggal, terpencil, terluar, dan

kepulauan;

- Mempercepat pengalihan anggaran belanja

K/L (dekonsentrasi dan tugas pembantuan)

yang sudah menjadi kewenangan daerah ke

DAK;

- Merealokasi dana transfer lainnya (BOS,

TPG, TAMSIL, dan P2D2) ke dalam DAK non

fisik;

- Menyesuaikan kewajiban penyediaan dana

pendamping DAK sesuai dengan

kemampuan fiskal daerah (semula 10%

tentang Dana Perimbangan dalam Pasal 61

ayat (1) PP 55/2005 tentang Dana

Perimbangan, dirubah menjadi 0%)

Postur DAK terbagi dalam transfer ke

daerah dan jenis DAK, untuk postur DAK dalam

tranfer ke daerah dibagi dua, yaitu melalui

transfer dana ke daerah dan Dana Desa. Transfer

dana ke daerah terdapat perbedaan proses

pada tahun 2015 dan 2016, yaitu :

- Tahun 2015 transfer ke daerah dibagi menjadi

4, Dana Perimbangan (DBH, DAU, DAK), Dana

Otonomi Khusus, Dana Keistimewaaan

Yogyakarta, Dana Transfer Lainnnya.

- Tahun 2016 transfer ke daerah dibagi menjadi

3, Dana Perimbangan (Dana Transfer Umum

(DBH & DAU) & Dana Transfer Khusus (DAK

Fisik dan DAK Non Fisisk)), Dana Insentif

Daerah, Dana Otonomi Khusus dan Dana

Keistimewaan DIY.

Sedangkan untuk jenis DAK terdapat

perbedaan pula untuk tahun 2015 dan tahun

2016, sebagai berikut :

- Tahun 2015, terbagi dalam 3 jenis, yaitu DAK

Reguler; DAK Tambahan ( DAK Affirmasi dan

DAK P3K2); DAK Usulan Daerh yang disetujui

DPR.

wawasanperencanaan

Foto: Dokumentasi Bappeda

Page 56: Warta Bappeda Edisi 3

Volume 28 Nomer 3 Juli - September 2015Warta Bappeda 54

- Tahum 2016, terbagi dalam 2 jenis, yaitu DAK

Fisik terdiri dari DAK Reguler (10 Bidang DAK),

DAK Infrstuktur Publik Daerah, DAK Affirmasi;

dan DAK Non Fisik terdiri dari BOS, TPG PNSD,

Tamsil PNSD, P2D2, BOK.

Penyederhanaan Bidang DAK Reguler,

terdapat perbedaan untuk tahun 2015 sebanyak

14 Bidang DAK dan tahun 2016 menjadi 10

Bidang DAK, sebagai berikut :

- Tahun 2015 dibagi dalam 3 dimensi,

• Dimensi Pembangunan yang terdiri dari

Pendidikan; Kesehatan; Keluarga

Berencana; Perumahan dan Permukiman;

Insfrastruktur Air Minum dan Sanitasi,

• Dimensi Sektor Unggulan terdiri dari

Infrastruktur Irigasi; Pertanian; Energi

Perdesaan; Kelautan dan Perikanan; dan

Lingkungan Hidup

• Dimensi Pemerataan dan Kewilayahan

terdiri dari Transportasi; Sarana

Perdagangan; dan Prasarana Pemerintahan

Daerah.

- Tahun 2016 dibagi dalam 3 dimensi,

• Dimensi Pembangunan yang terdiri dari

Pendidikan; Kesehatan dan Keluarga

Berencana; Infrastruktur Perumahan,

Permukiman, Air Minum dan Sanitasi;

• Dimensi Sektor Unggulan terdiri dari

Kedaulatan Pangan; Energi Skala Kecil;

Kelautan dan Perikanan; Kehutanan dan

lingkungan Hidup.

• Infrastruktur Irigasi, Pertanian, Energi

Perdesaan, Kelautan dan Perikanan, dan

Lingkungan Hidup

• Dimensi Pemerataan dan Kewilayahan

terdiri dari Transportasi; Sarana

Perdagangan dan Industri Kecil dan

Menengah; dan Prasarana Pemerintahan

Daerah.

Perencanaan dan Penganggaran DAK Dalam

APBD TA 2016

Proses perencanaan dan Penganggaran DAK

dalam APBD Tahun Anggaran 2016, seperti

dibawah ini

Sumber : Bahri, SSTP, M.Si, 2015, “Kebijakan Pengelolaan Keuangan DAK Dalam APBD TA 2016”

wawasanperencanaan

Page 57: Warta Bappeda Edisi 3

Volume 2 Nomer - 20158 3 Juli September Warta Bappeda 55

wawasanperencanaan

Asumsi umum APBD disusun sesuai dengan

kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan dan

kemampuan pendapatan daerah, dalam rangka

mewujudkan pelayanan kepada masyarakat untuk

tercapainya tunjuan bernegara, dan APBD

mempunyai fungsi Otorisasi, Perencanaan,

Pengawasan, Alokasi, Distribusi, Stabilisasi, serta

APBD ditetapkan dengan PERDA dan semua

penerimaan dan pengeluaran daerah

dianggarkan dalam APBD.

Penganggaran DAK berdasarkan Permendagri

Nomor 52 Tahun 2015 tentang Pedoman APBD

Tahun 2016, menyatakan bahwa DAK dianggarkan

sesuai Peraturan Presiden mengenai Rincian

APBN TA 2016 atau Peraturan Menteri Keuangan

mengenai Alokasi DAK TA 2016; dan dalam hal

Perpres mengenai Rincian APBN TA 2016 atau

Peraturan MenKeu mengenai Alokasi DAK TA

2016 belum ditetapkan, maka penganggaran DAK

didasarkan pada alokasi DAK daerah provinsi dan

kab/kota TA yang diinformasikan secara resmi

oleh Kemenkeu, setelah Rancangan UU tentang

APBN TA 2016 disetujui bersama antara

Pemerintah dan DPR-RI.

Sumber : Bahri, SSTP, M.Si, 2015, “Kebijakan Pengelolaan Keuangan DAK Dalam APBD TA 2016”

Foto: Dokumentasi Bappeda

Page 58: Warta Bappeda Edisi 3

Volume 28 Nomer 3 Juli - September 2015Warta Bappeda 56

Penganggaran Pagu Alokasi dan Kegiatan DAK, untuk hal Pemerintah Daerah

menerima pagu alokasi DAK setelah KUA dan PPAS ditetapkan (mengalami

keterlambatan), dapat ditampung langsung dalam pembahasan RAPBD dengan terlebih

dahulu mencantumkan klausul kesepakatan KUA dan PPAS, dengan tujuan untuk

menyepakati pagu alokasi & penggunaan DAK dalam rancangan Perda tentang APBD,

dan untuk menjaga konsistensi antara materi KUA dan PPAS dengan program &

kegiatan DAK yang ditetapkan dalam APBD.

Sumber : Bahri, SSTP, M.Si, 2015, “Kebijakan Pengelolaan Keuangan DAK Dalam APBD TA 2016”

Pengalokasian DAK menggunakan pagu

definitif yang ditetapkan pemerintah, apabila

optimalisasi pencapaian sasaran DAK tercapai

lanjut kepada pagu alokasi definitif di bulan

November melalui persetujuan bersama RAPBD

dan sebelumnya menyusun RKA-PPKD & RKA-

KPD sebelum menyepakati RAPBD lalu

dilanjutkan dengan penetapan Perda APBD dan

menghasilkan DPA-PPKD & DPA SKPD sebagai

dasar pelaksanaan. Dan apabila optimalisasi

pencapaian sasaran DAK tidak optimal, maka

kembali kepada pagu tahun lalu dan dilakukan

penyesesuaian kembali dengan persetujuan

bersama RAPBD dan sebelumnya menyusun RKA-

PPKD & RKA-KPD sebelum menyepakati RAPBD

lalu dilanjutkan dengan penetapan Perda APBD

dan menghasilkan DPA-PPKD & DPA SKPD

sebagai dasar pelaksanaan.

Langkah-langkah untuk mempercepat

pelaksanaan DAK bila terjadi Keterlambatan

Penyampaian Juknis ke Daerah & Pagu Alokasi

Definitif Setelah Perda APBD ditetapkan

(berdasarkan Permendagri 52/2015) bahwa

Program dan kegiatan yang dibiayai dari DBH-

CHT, DBH-DR, DAK, Dana BOS, Dana Otonomi

Khusus, Dana Infrastruktur untuk Provinsi Papua

dan Papua Barat, Dana Insentif Daerah, Dana

Darurat, dan dana transfer lainnya yang sudah

jelas peruntukannya serta pelaksanaan kegiatan

dalam keadaan darurat dan/atau mendesak

lainnya yang belum cukup tersedia dan/atau

belum dianggarkan dalam APBD, dapat

dilaksanakan mendahului penetapan perda P-

APBD (Permendagri 52/2015 Lampiran V.11)

dengan cara Menetapkan Peraturan Kepala

Daerah tentang Perubahan Penjabaran APBD dan

memberitahukan kepada Pimpinan DPRD;

Menyusun RKA-SKPD dan mengesahkan DPA-

SKPD sebagai dasar pelaksanaan kegiatan; dan

lebih lanjut, ditampung dalam peraturan daerah

wawasanperencanaan

Page 59: Warta Bappeda Edisi 3

Volume 2 Nomer - 20158 3 Juli September Warta Bappeda 57

wawasanperencanaan

tentang Perubahan APBD, atau dicantumkan dalam LRA, apabila

pemerintah daerah telah menetapkan P-APBD atau tidak melakukan

P-APBD.

Dana Pendamping, dalam Pasal 61 ayat (1) PP 55/2005 tentang

Dana Perimbangan menyatakan bahwa Dana Pendamping dalam

APBD wajib dialokasikan sekurang-kurangnya 10% dari jumlah alokasi

DAK yang ditetapkan masing-masing daerah; Kewajiban penyediaan

Dana Pendamping menunjukkan komitmen daerah terhadap bidang

kegiatan yang didanai dari DAK yang merupakan kewenangan

daerah; Dana pendamping dianggarkan untuk kegiatan bersifat fisik

(kegiatan diluar kegiatan administrasi proyek, kegiatan penyiapan

proyek fisik, kegiatan penelitian, kegiatan pelatihan, kegiatan

perjalanan pegawai daerah, dan kegiatan umum lain yang sejenis).

Dalam Permendagri 20/2009 dan Permendagri 37/2014, bahwa

Penyusunan RKA-SKPD untuk Dana Pendamping dilakukan menyatu

dengan kegiatan DAK; Dimungkinkan untuk memanfaatkan saldo

anggaran yg tersedia dalam Sisa Lebih Penggunaan APBD TA

sebelumnya atau menggesar Belanja Tidak Terduga atau

resecheduling kegiatan program dan kegiatan yg kurang mendesak.

Sumber : Bahri, SSTP, M.Si, 2015, “Kebijakan Pengelolaan Keuangan DAK Dalam APBD TA 2016”

Penggunaan Sisa DAK, bisa dipakai apabila

Output kegiatan belum tercapai menurut PMK

241/2014 jadi diperhitungkan untuk Pemotongan

DAU/DBH Tahun berikutnya; Output telah

tercapai PMK 183/2013 (sementara), maka

dianggarkan pada tahun berikutnya, dapat

digabung dengan Sisa DAK Bidang lainnya,

membiayai Bidang tertentu yang ditentukan oleh

Pemerintah daerah. Optimalisasi penggunaan dan

minimalisasi Sisa DAK, berdasarkan (lamp III

angka 1, huruf b, angka 3) huruf b) Permendagri

Nomor 37 Tahun 2014, bahwa untuk kegiatan

DAK 2015 bagi daerah penerima DAK dapat

melakukan optimalisasi penggunaan DAK dengan

merencanakan dan menganggarkan kembali

kegiatan DAK dalam APBD tahun berjalan, pada

bidang yang sama serta mengacu pada Juknis

yang telah ditetapkan, sepanjang akumulasi nilai

kontrak kegiatannya lebih kecil dari pagu bidang

DAK-nya; dan Sisa DAK .

Foto: Dokumentasi Bappeda

Page 60: Warta Bappeda Edisi 3

Volume 28 Nomer 3 Juli - September 2015Warta Bappeda 58

Petunjuk Teknis DAKKetentuan mengenai juknis DAK, adalah

peraturan yang terkait dengan petunjuk teknis

yang berkaitan dengan DAK, sebagai berikut :

- Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014

tentang pemerintahan daerah binwas

penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh

daerah secara nasional dikoordinasikan oleh

Mendagri (pasal 8)

- Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2005

tentang dana perimbangan

- Menteri Teknis menyusun Petunjuk Teknis

penggunaan DAK yang dikoordinasikan oleh

Menteri Dalam Negeri (pasal 59 )

- Daerah Penerima DAK wajib mencantumkan

alokasi dan penggunaan DAK di dalam APBD

dan Penggunaan DAK dimaksud dilakukan

sesuai dengan Petunjuk Teknis Penggunaan

DAK (pasal 60).

- Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2015

tentang Rincian Anggaran Pendapatan dan

Belanja Negara Tahun 2015 (pengganti

Perpres 162 Tahun 2014)

Bahwa Petunjuk Teknis ditetapkan paling

lambat 2 minggu setelah Perpres tentang

Rincian APBN 2015 diundangkan

- Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 71

Tahun 2011 tentang Koordinasi Penyusunan

Petunjuk Teknis DAK

Koordinasi penyusunan Juknis DAK

berdasarkan Permendagri Nomor 71 Tahun 2011

tentang Koordinasi Penyusunan Juknis DAK,

menyatakan :

- Pertimbangan, untuk koordinasi penyusunan

Juknis DAK sebagaimana Pasal 59 ayat (2) PP

No. 55/2005 ttg Dana Perimbangan.

- Tujuan, sinkronisasi rancangan Juknis DAK

yang telah disusun oleh KL/LPNK dengan

prinsip penyelenggaraan Otda dan prioritas

pembangunan nasional, yang meliputi

Ketepatan jadwal penetapan Juknis;

Kesesuaian penggunaan/pemanfaatan DAK

pada masing2 bidang dengan pencapaian

prioritas nasional; Keselarasan dengan prinsip

penyelenggaraan Otda; Kesesuaian dengan

pengelolaan keuangan.

- Dibentuk Pokja dengan anggota

Kemen.PPN/Bappenas; Kemenkeu: dan

Kemendagri. Tugas mengkoordinasikan

penyusunan Juknis DAK yg disusun oleh

KL/LPNK.

Beberapa Permasalahan, Kendala dan Tindaklanjut yang diperlukan

1Permasalahan dalam pelaporan DAK, banyak

format, kesulitan dalam mengkoordinasikan

pelaporan dari SKPD, kualitas pelaporan masih

rendah, pelaporan belum menjadi formula

yang penting untuk usulan tahun berikutnya.

2Kendala penyaluran penyerapan DAK, hal

dana pendamping, Perda APBD terlambat

ditetapkan, terjadi keterlambatan tender

pelaksanaan kegiatan, kurangnya koordinasi

SKPD pengelola dengan unsur Bappeda

kabupaten/kota maupun provinsi

3Kabupaten/kota di daerah masih terdapat

daerah yang baru hasil pemekaran, hal ini

berkaitan dengan dana perimbangan yang

berkaitan dengan UU Nomor 6 Tahun 2014

tentang desa, hal ini bermaksud untuk

perkembangan desa itu sendiri tetapi disisi

lain apakah SDM desa sudah siap dengan

menerima dana tersebut dan dana

pendamping.

4Tentang reward dan punishment pada daerah

yang penyerapan masih kecil, hal ini perlu

pertimbangan karena selagi aturan yang

masih diberlakukan dalam pelaksanaan DAK

belum konsisten, maka rasanya tidak adil

untuk memberikan punishment kepada

daerah yang penyerapannya sedikit. Jadi jika

penyerapan ditingkat pusat betul-betul

memang berkesinambungan untuk daerah

pun akan bisa mengikuti.

5Juknis terlambat diterima daerah, implikasi

yang terjadi di daerah bahwa daerah

kesulitan memperoleh informasi

kegiatan/program untuk dimuat dalam

RAPBD, dan menghambat peyaluran dan

pelaksanaan DAK ;

6Juknis berubah dalam tahun anggaran

berjalan, implikasi yang terjadi di daerah

bahwa daerah harus merevisi kegiatan DAK

yang telah dimuat dalam APBD, waktu

pelaksanaan DAK tertunda karena daerah

harus menunggu perubahan dan proses revisi,

Juknis berubah dalam tahun anggaran

berjalan, berpotensi menyulitkan daerah

(contoh tidak sesuai norma pengelolaan

wawasanperencanaan

Page 61: Warta Bappeda Edisi 3

Volume 2 Nomer - 20158 3 Juli September Warta Bappeda 59

wawasanperencanaan

keuda), daerah ragu melaksanakan kegiatan

DAK, menghambat pelaksanaan dan

penyaluran DAK

7Ketentuan Juknis tidak sesuai ketentuan per-

UU, implikasi yang terjadi di daerah bahwa

menyulitkan daerah dalam melaksanakan

kegiatan DAK

8Juknis terlalu rinci/detail, yang dapat

berdampak di daerah tidak dapat

melaksanakan kegiatan DAK, penyesuaian

kegiatan DAK dan dokumen anggaran

memerlukan waktu, hasil kegiatan DAK

mubazir dan sasaran prioritas tidak tercapai ,

serta anggaran tidak optimal terserap atau

menjadi SilPA

9Menu kegiatan Juknis tidak sesuai dengan

kondisi atau kebutuhan daerah, implikasi

yang terjadi di daerah bahwa pencapaian

sasaran tidak optimal bahkan potensi

perubahan dilapangan, pola penyerapan tidak

proporsional, dan permasalahan dilapangan

lambat diatasi , serta daerah kesulitan

mendapakan informasi yang cepat dana

akurat

Koordinasi Juknis kurang optimal,

implikasi yang terjadi di daerah bahwa

pencapaian sasaran tidak optimal bahkan

potensi perubahan dilapangan, pola

penyerapan tidak proporsional, dan

permasalahan dilapangan lambat diatasi, serta

daerah kesulitan mendapatkan informasi yang

cepat dana akurat

10

Tindaklanjut yang perlu dilakukan oleh Provinsi1. Meningkatkan koordinasi dengan seluruh

OPD Provinsi Jawa Barat dan Kabupaten/Kota

penerima dana DAK untuk membahas dan

mencarikan solusi dari berbagai permasalahan

yang menghambat pelaksanaan kegiatan.

2. Meningkatkan pelaksanaan Pengendalian dan

Evaluasi DAK di lapangan, dengan pelaporan

secara berkala.

Tindaklanjut yang perlu dilakukan oleh Pusat1. Memberi informasi indikasi kegiatan DAK

lebih awal kepada daerah, penerbitan Juknis

dipercepat dan berlaku lebih dari satu tahun

(multi years).

2. Aturan Juknis agar konsisten dengan prioritas

nasional yang ditetapkan dalam RKP,

penyusunan Juknis perlu direncanakan

dengan baik.

3. Penyusunan Juknis harus memperhatikan

ketentuan perundang-undangan yang ada.

4. Perlu standar pengaturan penyusunan Juknis

5. Program/kegiatan harus konsisten dengan

prioritas nasional di bidang yang

bersangkutan, kegiatan harus konsisten

dengan indikator dan data kriteria teknis.

6. Meningkatkan pengendalian diikuti dengan

pelaporan secara berkala, dan Binwas secara

konsisten

Foto: Dokumentasi Bappeda

Page 62: Warta Bappeda Edisi 3

Volume 28 Nomer 3 Juli - September 2015Warta Bappeda 60

PenutupBeberapa masalah dan kendala yang terjadi

tersebut diatas, maka rekomendasi yang diajukan

untuk dapat meningkatkan efektifitas

pelaksanaan DAK TA 2016, dengan beberapa cara

seperti melakukan perbaikan Juknis/Juklak,

melakukan perubahan ketentuan Dana

Pendamping, perbaikan sistem pelaporan dan

perbaikan monitoring dan evaluasi, proses Lelang

dapat mendahului dan penetapan kontrak setelah

DPA ditetapkan pada tahun bersangkutan, dan

diharapkan semua hal perubahan tersebut diatas

akan diatur dalam UU APBN 2016.

Daftar Pustaka : (Bahri, SSTP, M.Si, 2015, “Kebijakan Pengelolaan

Keuangan DAK Dalam APBD TA 2016” bahan

Presentasi pada Rakoor Kebijakan dan Evaluasi

Output pelaksanaan DAK 2015 Provinsi Jawa

Barat)

Lampiran Permendagri Nomor 52 Tahun 2015,

tentang Pedoman Penyusunan Anggaran

Pendapatan Dan Belanja Daerah Tahun Anggaran

2016

Permendagri Nomor 20 Tahun 2009, tentang

Perencanaan dan Penganggaran

Permendagri Nomor 52 Tahun 2015_355_1,

tentang Pedoman Penyusunan Anggaran

Pendapatan Dan Belanja Daerah Tahun Anggaran

2016

Surat Edaran Nomor 900_4627_SJ_357_1, tentang

Penajaman Ketentuan Pasal 298 ayat (5) Undang-

Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentamg

Pemerintahan Daerah

SEB-Mentri-Dalam Negeri-Kepala-LKPP-

Percepatan PBJP, tentang Percepatan Pengadaan

Barang/Jasa Pemerintah

Fo

to-f

oto

: D

oku

menta

si B

apped

a

wawasanperencanaan

Page 63: Warta Bappeda Edisi 3

Volume 28 Nomer 3 Juli - September 2015 Warta Bappeda 61

Penetapan Cagar Budaya

ebudayaan adalah hasil karya, rasa dan Kcipta masyarakat. Kebudayaan terbagi

dalam bentuk sifat yaitu jasmaniah

(material cultural) dan kebudayaan rohaniah

(spiritual culture) (Soemardjan: 1964:134). Segi

material yaitu kemampuan manusia menghasilkan

benda-benda maupun lainnya yang berujud

materi. Segi spiritual yaitu kemampuan manusia

menghasilkan ilmu pengetahuan, kepercayaan,

kesusilaan, kesopanan, hukum, dan kesenian.

Budaya material (tangible) merupakan tinggalan

budaya yang dapat disentuh, seperti cagar

budaya yang tersebar di seluruh wilayah Jawa

Barat baik yang ada di perkotaan maupun

pelosok pedesaaan. Sedangkan budaya

spiritual/immaterial (intangible) merupakan

tinggalan budaya yang tidak dapat disentuh

tetapi hanya bisa dirasakan karena berupa nilai-

nilai yang terkandung di dalam tinggalan budaya

itu sendiri.

Wilayah Jawa Barat memiliki potensi cagar

budaya yang beragam baik dalam jumlah dan

jenisnya. Secara garis besar cagar budaya

tersebut berupa benda cagar budaya, bangunan

cagar budaya, struktur cagar budaya, situs cagar

budaya, dan kawasan cagar budaya di darat

dan/atau di air sebagai contoh punden berundak,

menhir, dolmen, candi, istana, makam, masjid,

taman, gedung, benteng, lansekap, gua, keris,

piring, bendera, uang, naskah, dan sebagainya.

Hasil penelitian geologi yang dilakukan oleh

van Bemmelen (1949) menyebutkan bahwa

bentukan alam Pulau Jawa diawali dari gugusan

bagian barat ke arah timur, sekitar

akhir zaman Plestosen (± 2 juta tahun

yang lalu) dan zaman Plestosen bawah

(hingga ± 700.000 tahun yang lalu).

Dengan demikian gugusan bagian

barat Pulau Jawa secara geologis lebih

tua daripada gugusan bagian tengah

maupun timur Pulau Jawa. Dikaitkan

dengan teori jembatan daratan

sebagai sarana migrasi pertama,

tentunya yang menjadi tempat pijakan

pertama adalah kawasan bagian barat

Pulau Jawa (Jawa Barat-Banten). Hal ini

tentunya sangat mungkin terjadi,

karena beberapa cagar budaya berupa

flora dan sisa-sisa fauna ditemukan

dikawasan Jawa Barat, seperti Situs

Tambaksari, Situs Rancah di Kab.

Ciamis dan Situs Cijurai Kab. Cirebon.

Cagar budaya prasejarah di Jawa Barat

lainnya adalah Situs Pasir Angin, Situs

Tugu Gede, Situs Buni, Situs Gunung

Padang, dan lain-lain.

Jawa Barat pada abad ke -5 M

telah berkembang Pusat Kerajaan

Tarumanegara dengan rajanya

Purnawarman dan termasuk kerajaan

awal di Nusantara. Tinggalannya

Oleh Heni Fajria Rif ’ati*

Do

ku

men

tasi:

Net

di Jawa Barat

*) Fungsional Perencana Madya Pada Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi Jawa Barat

Cagar budaya di jawa barat

wawasanperencanaan

Page 64: Warta Bappeda Edisi 3

Volume 28 Nomer 3 Juli - September 2015Warta Bappeda 62

bercorak budaya Hindu dan Budha contohnya

adalah prasasti Ciaruteun di daerah Bogor,

Prasasti Tugu di Jakarta, dan Kawasan Percandian

Situs Batujaya, Kab. Karawang. Selanjutnya

berkembang Kerajaan Sunda abad ke 10 M -15 M

dengan bukti prasrasti Batutulis (1533 M) dan

Prasasti Kebon Kopi II (932 M) di Kab. Bogor,

sejumlah Prasasti Kawali di Kab. Ciamis.

Jawa Barat pada periode kolonial diawali

dengan kedatangan bangsa Eropa (Portugis,

Belanda dan Inggris) pada awal abd ke -16 M.

Perjanjian antara Raja Portugis dengan Raja

Sunda pada tahun 1522 dengan bukti Prasasti

Padrao. Selanjutnya Bangsa Belanda dan Inggris

berkuasa di Nusantara dan terakhir adalah

bangsa Jepang pada abad ke 16 s.d. 20 M. Cagar

budaya periode penjajahan bangsa Eropa ini

contohnya Gedung Sate, Museum Geologi,

Gedung Landraad (sekarang Gedung Indonesia

Menggunggat) di Kota Bandung, Observatorium

Boscha di Kab. Bandung Barat, serta Gereja-

gereja, rumah-rumah, kantor-kantor, stasiun-

stasiun dan lain-lain yang dibangun di wilayah

Jawa Barat.

Cagar budaya periode Islam banyak

berkembang di Cirebon seperti Keraton

Kasepuhan, Keraton Kanoman, Keraton

Kacirebonan, Taman Air Sunyaragi, Mesjid Agung

Sang Cipta Rasa, Astana Gunung Jati. Selain itu

terdapat di beberapa daerah lainnya contoh

Masjid Manonjaya di Kab. Tasikmalaya, Masjid

Agung di Kota Bandung dan lain sebagainya.

Cagar budaya sebagai sumber daya budaya

budaya yang tidak terbaharui (non rewewable

resource), rapuh, uniik, langka, dan terbatas,

dalam rangka menjaga cagar budaya dari

ancaman pembangunan fisik, kerusakan alam,

penggalian liar, diselundupkan keluar negeri baik

di wilayah perkotaan, pedesaan, maupun yang

berada di lingkungan air, oleh karena itu perlu

upaya pelestarian yang mencakup tujuan untuk

melindungi, mengembangkan dan

memanfaatkan.

Dalam Undang-Undang Cagar Budaya

(UUCB) Nomor 11 Tahun 2010 dinyatakan bahwa

perlindungan cagar budaya dilakukan melalui

penetapan cagar budaya. Untuk menetapkan

cagar budaya melalui penilaian terhadap setiap

cagar budaya di kabupaten/kota di Jawa Barat,

sehingga perlu kriteria penilaian untuk

menetapan cagar budaya tingkat provinsi atau

Kabupaten/Kota yang akan dilakukan oleh Tim

Ahli Cagar Budaya untuk direkomendasikan ke

Gubernur/Bupati/Walikota sebagai Cagar Budaya.

Kriteria Cagar BudayaCagar budaya merupakan kekayaan budaya

bangsa sebagai wujud pemikiran dan perilaku

kehidupan manusia yang penting artinya bagi

pemahaman dan pengembangan sejarah, ilmu

pengetahuan, dan kebudayaan dalam kehidupan

bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara

sehingga perlu dilestarikan dan dikelola secara

tepat melalui upaya pelindungan,

pengembangan, dan pemanfaatan dalam rangka

memajukan kebudayaan nasional untuk sebesar-

besarnya kemakmuran rakyat.

Cagar budaya adalah warisan budaya bersifat

kebendaan berupa benda cagar budaya,

bangunan cagar budaya, struktur cagar budaya,

situs cagar budaya, dan kawasan cagar budaya di

darat dan/atau di air yang perlu dilestarikan

keberadaannya kerena memiliki nilai penting bagi

sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama,

dan/atau kebudayaan melalui proses penetapan

(UUCB No. 11 Tahun 2010, Pasal 1).

Kriteria cagar budaya adalah benda,

bangunan atau struktur dapat diusulkan sebagai

benda cagar budaya, bangunan cagar budaya,

atau struktur cagar budaya apabila memenuhi

kriteria sebagai berikut: (UUCB No. 11 Tahun

20010, Pasal 5)

a. Berusia 50 (lima puluh) tahun atau lebih;

b. Mewakili masa gaya paling singkat berusia 50

(lima puluh) tahun;

c. Memiliki arti khusus bagi sejarah, ilmu

pengethuan, pendidikan, agama, dan/atau

kebudayaan; dan

d. Memiliki nilai budaya bagi penguatan

kepribadian bangsa.

Selanjutnya benda, bangunan, struktur, lokasi,

atau satuan ruang geografis yang atas dasar

penelitian memililiki arti khusus bagi masyarakat

atau bangsa Indonesia, tetapi tidak memenuhi

kriteria cagar budaya dapat diusulkan sebagai

cagar budaya (UUCB No. 11 Tahun 20010, pasal

11).

Cagar budaya dapat ditetapkan menjadi

cagar budaya peringkat provinsi apabila

memenuhi syarat:

wawasanperencanaan

Page 65: Warta Bappeda Edisi 3

Volume 2 Nomer - 20158 3 Juli September Warta Bappeda 63

a. Mewakili kepentingan pelestarian

kawasan cagar budaya lintas

kabupaten/kota;

b. Mewakili karya kreatif yang khas

dalam wilayah provinsi;

c. Langka jenisnya, unik rancangannya,

dan sedikit jumlahnya di provinsi;

d. Sebagai bukti evolusi peradaban

bangsa dan pertukaran budaya lintas

wilayah kabupaten/kota, baik yang

telah punah maupun yang masih

hidup di masyarakat, dan/atau

e. Berasosiasi dengan tradisi yang

masih berlangsung.

Prosedur Penetapan Cagar BudayaSetiap objek yang diduga cagar

budaya wajib didaftarkan kepada

Pemerintah atau Pemerintah Daerah

(Pemerintah Provinsi, Pemerintah

Kabupaten, atau Pemerintah Kota) untuk

ditetapkan sebagai Cagar Budaya.

Pendaftarannnya dapat dilakukan oleh

setiap orang yang memiliki atau

menguasai maupun tidak memiliki atau

tidak menguasainya cagar budaya kepada

pemerintah kabupaten/kota tanpa

dipungut biaya.

Dinas terkait bidang Kebudayaan dan

Pariwisata menunjuk Tim Pendaftaran

Cagar Budaya untuk pengolah data cagar

budaya yang akan diusulkan sebagai cagar

budaya Jawa Barat. Tim Pendaftaran harus

memiliki ketrampilan dalam verivikasi

dokumen (deskripsi objek) dan dapat

berkoordinasi dengan masyarakat dan

instansi yang berwenang di bidang

kebudayaan (Balar Arkeologi, BPCB,

Museum-Museum, Dinas Kebudayaan di

Kabupaten/kota) dalam penyaringan data

cagar budaya secara maksimal.

Tim Pendaftaran Cagar Budaya

berfungsi juga menerima pendaftaran

cagar budaya atau yang diduga cagar

budaya oleh pemilik benda atau orang

yang diberi kuasa oleh pemilik untuk

menyampaikan permohonan untuk

didaftarkannya. Pendaftar dapat

membawa benda atau pendaftar

menyerahkan daftar benda tanpa

membawa benda ke tempat pendaftaran

untuk kemudian dilakukan pemeriksaan.

Akan tetapi hingga kini tampaknya belum

tersosialisasi ke masyarakat tentang

pendaftaran obyek atau benda cagar

budaya tersebut.

Selanjutnya Tim Pendaftaran juga

dapat menginput data Cagar Budaya Jawa

Barat secara online ke dalam sistem

registrasi cagar budaya nasional ke

Direktorat Direktorat Pelestarian Cagar

Budaya dan Permuseuman Kementrian

Pendidikan dan Kebudayaan untuk dicatat

sebagai cagar budaya nasional.

Hasil pendaftaran diserahkan kepada

Tim Ahli Cagar Budaya untuk dikaji

kelayakannya sebagai cagar budaya atau

bukan cagar budaya. Pengkajian bertujuan

melakukan identifikasi dan klasifikasi

terhadap cagar budaya yang diusulkan

untuk ditetapkan sebagai cagar budaya.

Tim ahli Cagar Budaya merupakan

sekelompok penentu yang memiliki

kewenangan besar dalam memutuskan

benda, bangunan, struktur, atau satuan

ruang geografis menjadi cagar budaya.

Oleh karena itu untuk menjadi tim ahli

cagar budaya diberi syarat tertentu di luar

keahlian bidang ilmunya. Dalam UUCB

Pasal 1 butir 13 dinyatakan bahwa: “Tim

Ahli Cagar Budaya adalah kelompok ahli

pelestarian dari berbagai bidang ilmu yang

memiliki sertifikasi kompetensi untuk

memberikan rekomendasi penetapan,

pemeringkatan, dan penghapusan Cagar

Budaya”.

Tenaga Ahli Pelestarian adalah orang

yang karena kompetensi keahlian

khususnya dan/atau memiliki sertifikat di

bidang perlindungan, pengembangan,

atau pemanfaatan yang sifatnya teknis

maupun keilmuan. Sertifikasii kompetensi

pelestarian yang diamanatkan dalam

UUCB yang melaksanakan adalah

Direktorat Pelestarian Cagar Budaya dan

Permuseuman Kementrian Pendidikan dan

Kebudayaan.

Tim ahli cagar budaya ditetapkan

dengan:

a. Keputusan Menteri untuk tingkat

nasional

wawasanperencanaan

Page 66: Warta Bappeda Edisi 3

Volume 28 Nomer 3 Juli - September 2015Warta Bappeda 64

b. Keputusan Gubernur untuk tingkat

provinsi, dan

c. Keputusan Bupati/Wali Kota untuk

tingkat kabupaten/kota

Pemerintah dan Pemerintah Daerah dapat

melakukan pemeringkatan cagar budaya

berdasarkan kepentingannya menjadi peringkat

nasional, peringkat provinsi, dan peringkat

kabupaten/kota berdasarkan rekomendasi Tim

Ahli Cagar Budaya.

Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi

Jawa Barat telah menunjuk Tenaga Ahli terdiri dari

9 orang yang terdiri dari para ahli di bidangnya

yaitu arkeolog, sejarawan, arsitek, antropolog,

dan hukum, yang melakukan pengkajian berupa

identifikasi dan klasifikasi serta

merekomendasikan cagar budaya untuk

ditetapkan oleh Gubernur sejak tahun 2013,

namun karena secara prosedur harus melalui

pengujian dan sertifikasi, sampai kini belum

diangkat sebagai Tim Ahli Cagar Budaya, dan

Tenaga Ahli tersebut masih dalam proses untuk

menjadi Tim ahli Cagar Budaya setelah menjalani

sertifikasi seperti yang diamanatkan UUCB.

Penilaian Penetapan Cagar Budaya Dengan mengacu kriteria cagar budaya

sebagaimana di atas, selanjutnya disusun kriteria

penilaian dan pembobotan untuk menetapkan

cagar budaya peringkat nasional, provinsi, atau

kabupaten/kota adalah sebagai berikut:

(1) Aspek cagar budaya berdasarkan referensi

dan kesepakatan tenaga ahli cagar budaya (2)

Skor berdasarkan skor nilai 1 sampai 10 dalam

menilai masing-masing aspek cagar budaya,

kemudian dijumlahkan. Dalam menetapkan skor

cagar budaya sudah mencakup pekerjaan

pembobotan cagar budaya dengan

membandingkan cagar budaya yang sejenis di

Jawa Barat (3) Nilai adalah jumlah skor dari

masing-masing anggota tim seperti pada Tabel di

bawah ini.

wawasanperencanaan

FORMULIR

PENILAIAN CAGAR BUDAYA JAWA BARAT

Kabupaten/Kota

:

Nama Cagar Budaya :

Alamat :

Peringkat :

ASPEK CAGAR BUDAYA

SKOR

(1 – 10)

NILAI

(JUMLAH

SKOR)

I II III IV V VI VII VIII IX

1. Keaslian

2. Kelangkaan

3. Kompleksitas

4. Keunikan

5. Nilai Bagi Lingkungan

6. Popularitas

7. Nilai Sejarah

8. Nilai Pengaruh

9. Keterwakilan

10. Nilai Bagi Ilmu Pengetahuan

TOTAL NILAI

Page 67: Warta Bappeda Edisi 3

Volume 2 Nomer - 20158 3 Juli September Warta Bappeda 65

wawasanperencanaan

Nilai rata-rata = Total Nilai

9

Selanjutnya berdasar nilai rata-rata di atas

akan menjadi dasar menentukan Peringkatan

Cagar Budaya seperti di bawah ini:

Cagar Budaya Tingkat Kab./Kota� :

nilainya 30-60

Cagar Budaya Tingkat Provinsi� :

nilainya 61- 80

Cagar Budaya Nasional� � :

nilainya 81-100

Keterangan:

1Keaslian: tolok ukur dikaitkan dengan keaslian

bentuk, warna, unsur, bahan, pekerjaan, dan

tata letak.

2Kelangkaan: tolok ukur dikaitkkan dengan

kelangkaan gaya dan jumlahnya terbatas,

atau sedikit.

3Kompleksitas: tolok ukur dikaitkan dengan

kompleksitas bentuk, warna, unsur, bahan,

pekerjaan, yang memiliki unsur tidak terbatas

atau banyak.

4Keunikan: tolok ukur dikaitkan cagar budaya

yang tidak ada duanya atau satu-satunya.

5Nilai bagi lingkungan: tolok ukur dikaitkan

dengan pemanfaatan cagar budaya dari

aspek nilai sosial, nilai budaya, nilai religi dan

nilai ekonomi.

6Popularitas: tolok ukur dikaitkan dengan

popularitas atau dikenal oleh masyarakat luas.

7Nilai Sejarah: tolok ukur nilai sejarah

dikaitkan dengan peristiwa perjuangan,

ketokohan, politik, sosial, budaya yang

menjadi simbol kesejarahan tingkat kab./kota,

provinsi, dan nasional.

8Lintas pengaruh: tolok ukur dikaitkan dengan

penggaruh/peranan cagar budaya terhadap

masyarakat di tingkat kab./kota, provinsi dan

nasional.

9Keterwakilan: tolok ukur nilai dikaitkan

dengan estetika dan rancangan yang

menggambarkan suatu zaman dan gaya

tertentu.

0Nilai bagi ilmu pengetahuan: tolok ukur nilai

dikaitkan dengan sumbangsih pada berbagai

bidang ilmu baik pragmatis maupun

pengembangan ilmu pengetahuan tingkat

kab./kota, provinsi, nasional , internasional.

Selanjutnya untuk peringkat nasional

pengusulannya diajukan oleh Menteri yang

terkait kepada Presiden dengan pertimbangan

karena cagar budaya tersebut penting dari nilai

sejarah, ilmu pengetahuan dan kebudayaan yang

berskala nasional. Untuk peringkat provinsi

1

Dokumentasi: Pribadi

Page 68: Warta Bappeda Edisi 3

Volume 28 Nomer 3 Juli - September 2015Warta Bappeda 66

Untuk peringkat provinsi pengusulannya diajukan oleh kepala dinas terkait kepada Pemerintah Provinsi serta penetapannya dilakukan Gubernur dengan pertimbangan karena cagar budaya tersebut penting dari segi nilai sejarah, ilmu pengetahuan dan kebudayaan, atau signifikan sebagai mewakili citra budaya kawasan etnik atau berskala wilayah provinsi atau lintas kabupaten.

wawasanperencanaan

pengusulannya diajukan oleh kepala dinas terkait

kepada Pemerintah Provinsi serta penetapannya

dilakukan Gubernur dengan pertimbangan karena

cagar budaya tersebut penting dari segi nilai

sejarah, ilmu pengetahuan dan kebudayaan, atau

signifikan sebagai mewakili citra budaya kawasan

etnik atau berskala wilayah provinsi atau lintas

kabupaten.

Untuk peringkat lokal pengusulannya diajukan

oleh kepala dinas terkait kepada Pemerintah

Kabupaten atau Kota, serta penetapannya

dilakukan oleh Bupati atau Walikota dengan

pertimbangan karena cagar budaya tersebut

penting dari segi nilai sejarah, ilmu pengetahuan

dan kebudayaan lokal.

Setelah ditetapkan sebagai cagar budaya,

pemilik cagar budaya berhak memperoleh

jaminan hukum berupa surat keterangan status

cagar budaya dan surat keterangan kepemilikan

berdasarkan bukti yang sah. Penetapan cagar

budaya Jawa Barat dapat memberikan kepastian

hukum status kepemilikan cagar budaya dan

dapat digunakan sebagai bahan dalam

perencanaan pelestarian yang mencakup

perlindungan, pengembangan maupun

pemanfaatannya untuk meningkatkan

kesejahteraan bagi masyarakat, bangsa, dan

negara Indonesia.

Daftar PustakaAtmodjo, Yunus Satrio. Pendaftaran dan

Penetapan Cagar Budaya.

Sunarto, Eddy, dkk. 2011. Profil Peninggalan

Sejarah dan Purbakala Jawa Barat Dalam

Khasanah Sejarah dan Budaya (Edisi

Revisi). Bandung: Dinas Pariwisata dan

Kebudayaan Provinsi Jawa Barat

Ramelan, W. Djuwita Sudjana. 2013. Buletin Cagar

Budaya “ Perlindungan Hukum Cagar

Budaya dan Beberapa Permasalahan

Undang-Undang Cagar Budaya”. Jakarta:

Direktorat Pelestarian Cagar Budaya dan

Permuseuman.

Undang-Undang RI N0. 11 Tahun 2010 Tentang

Cagar Budaya

Dokumentasi: Pribadi

Page 69: Warta Bappeda Edisi 3

Volume 2 Nomer - 20158 3 Juli September Warta Bappeda 67

gale

ri

Kunjungan Kerja

Garut

PLTMHB

adan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda)

Provinsi Jawa Barat, melakukan kunjungan kerja ke Pembangkit Listrik Tenaga Minihidro PLTMH Cirompang, Kab. Garut (12/09).

Foto-foto: Dokumentasi Bappeda

Page 70: Warta Bappeda Edisi 3

Volume 28 Nomer 3 Juli - September 2015Warta Bappeda 68

wawasanperencanaan

wawasanperencanaan

wawasanperencanaan

galeri

Page 71: Warta Bappeda Edisi 3

Volume 28 Nomer 3 Juli - September 2015 Warta Bappeda 69

wawasanperencanaan

wawasanperencanaan

wawasanperencanaan

galeri

Page 72: Warta Bappeda Edisi 3

Volume 28 Nomer 3 Juli - September 2015Warta Bappeda 70

lip

uta

n

untuk Membangun

Jabar yang Lebih Baik

Si Mobil Hijau

Minggu pagi di Car Free Day (CFD) Dago, matahari perlahan

memancarkan sinarnya, para pejalan kaki dan pengguna sepeda mulai bermunculan dari berbagai sudut kota Bandung. Sesekali pengunjung berjalan santai, berlari kecil, juga sekedar menikmati udara segar nan bebas polusi. Ada yang berbeda di CFD pada akhir ahad September kali ini(27/9), mobil hijau dengan huruf tegas 'Jelajah Jabar Merencana' sejak pukul 6 sudah beroperasi di depan sekolah SMAN 1 Bandung. Beberapa pengunjung CFD terlihat mendekati dan berpartisipasi dalam sosialisasi yang dilakukan 'si mobil hijau.'

Foto: Dokumentasi Bappeda

Page 73: Warta Bappeda Edisi 3

Volume 2 Nomer - 20158 3 Juli September Warta Bappeda 71

liputan

Tepat pada hari itu, Badan Perencanaan

Pembangunan Daerah (Bappeda) Jabar

menggelar event Jelajah Jabar Merencana di CFD

Dago. Pada acara yang dihadiri juga oleh kepala

Bappeda Jabar Prof. Dr. Ir. Deny Juanda

Puradimaja, DEA beserta jajarannya, disediakan

Smart car(mobil pintar) dalam upaya

meningkatkan partisipasi insan muda Jabar

(khususnya di Metropolitan Bandung Raya)

terhadap perencanaan pembangunan Jawa Barat

baik untuk jangka pendek (Tahun 2016), jangka

menengah (Tahun 2018) maupun jangka panjang

(Tahun 2025).

Tujuannya event ini yaitu agar insan muda

menjadi lebih mengenal, lebih paham, dan lebih

aktif terhadap perencanaan pembangunan

strategis di Jawa Barat dan selanjutnya dapat

memberikan kontribusi melalui usulan kegiatan

untuk mengatasi permasalahan pembangunan.

Selain itu, manfaat dari acara tersebut agar Insan

muda pengunjung Jelajah Jabar Merencana di

Dago Car Free Day , sebagai berikut:

1Mendapatkan segala macam informasi terkait

perencanaan Jawa Barat ke depan.

2Memberikan informasi permasalahan

pembangunan sehari-hari sekaligus

memberikan usulan nyata untuk

penanganannya.

3Mengenal cara untuk menyampaikan

gagasan dan ide-ide pembangunan

(tidak hanya dalam waktudekat tetapi

juga sampai dengan 100 tahun ke depan)

melalui layanan yang sudah disediakan

Bappeda Provinsi Jawa Barat, yaitu:

Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD)

Jabar Online dan SMS Jabar membangun.

Dalam acara tersebut, pengunjung

mobil pintar dapat memberikan aspirasi

mapun masukkan untuk perencanaan

Jabar kedepannya secara langsung.

Masyarakat bisa turut andil membangun

Jabar hingga tahun 2025, dengan cara

mengakses

rkpdjabaronline.jabarprov.go.id kemudian

Isi pertanyaan tentang Informasi usulan

dan data diri pengusul dan bisa dilakukan

dimanapun dan kapanpun.

Tujuannya event ini yaitu agar insan muda menjadi lebih mengenal, lebih paham, dan lebih aktif terhadap perencanaan pembangunan strategis di Jawa Barat dan selanjutnya dapat memberikan kontribusi melalui usulan kegiatan untuk mengatasi permasalahan pembangunan.

Foto: Dokumentasi Bappeda

Page 74: Warta Bappeda Edisi 3

Volume 28 Nomer 3 Juli - September 2015Warta Bappeda 72

liputan

(di Bodebekarpur, Bandung Raya dan

Cirebon Raya) serta 3 pusat pertumbuhan

(di Pangadaran Raya, Rancabuaya Raya

dan Palabuhanratu Raya), yang didukung

oleh selesainya pembangunan

infrastruktur strategis seperti bandar

udara, jalan tol, pelabuhan, permukiman,

infrastruktur energi dan sumber daya air

tanpa mengesampingkan

keberlangsungan lingkungan ( dengan

mempertahankan kawasan lindung 45 %)

atau yang dikenal dengan Jawa Barat

Green Province.

Pembangunan Jangka Panjang Jawa Barat 2025

Dalam perkembangannya, Provinsi

Jawa Barat sudah menetapkan Visi

pembangunannya untuk Tahun 2025 yaitu

sebagai Provinsi Termaju di Indonesia yang

tercermin melalui 7 bidang unggulan,

yaitu:

1Pemerintahan yang Bermutu (Beyond

the expectation), Akuntabel dan

berbasis Ilmu Pengetahuan.

2Masyarakat yang Cerdas, Produktif

dan Berdaya Saing tinggi.

3pengelolaan Pertanian dan Kelautan.

4Energi Baru dan terbaharukan serta

pengelolaan sumber daya air.

5Industri Manufaktur, industri jasa dan

industri kreatif;

6Infrastruktur yang Handal dan

Pengelolaan Lingkungan Hidup yang

berimbang untuk pembangunan yang

berkelanjutan.

7Pengembangan Budaya Lokal dan

menjadi destinasi wisata dunia

Sementara itu, ilustrasi pembangunan

secara fisik di tahun 2025 yaitu

pelaksanaan pembangunan yang

terwujud secara merata, dipicu oleh

terkelolanya pembangunan 3 metropolitan

Fo

to:

Doku

menta

si B

appeda

Page 75: Warta Bappeda Edisi 3

Volume 2 Nomer - 20158 3 Juli September Warta Bappeda 73

liputan

Di samping itu juga didukung 3 tematik

Prioritas Pembangunan yaitu; Tematik Sektoral,

Tematik Kewilayahan, dan Tematik Metropolitan

dan Pusat Pertumbuhan diantaranya:

Tematik Sektoral: Terdiri dari 10 tujuan pembangunan di

berbagai sektor yang dikenal dengan 10 common

goals, yaitu: (1) Meningkatkan Aksesibilitas dan

Mutu Pendidikan; (2) Meningkatkan Aksesibilitas

dan Kualitas Layanan Kesehatan; (3)

Mengembangkan Infrastruktur Wilayah, Energi

dan Air Baku; (4) Meningkatkan Ekonomi

Pertanian; (5) Meningkatkan Ekonomi Non

Pertanian; (6) Meningkatkan pengelolaan sumber

daya alam, lingkungan hidup dan kebencanaan;

(7) Meningkatkan pengelolaan seni, budaya dan

wisata serta kepemudaan dan olah raga; (8)

Meningkatkan ketahanan keluarga dan

kependudukan; (9) Menanggulangi kemiskinan,

Penyandang Masalah kesejahteraan Sosial dan

Keamanan; serta (10) Modernisasi Pemerintahan

dan Pembangunan Perdesaan.

Tematik Kewilayahan: Terbagi dalam empat wilayah pembangunan

(yaitu: Wilayah Bogor, Wilayah Purwakarta,

Wilayah Cirebon dan Wilayah Priangan) untuk

mengembangkan potensi ekonomi unggulannya

masing-masing serta meningkatkan

pembangunan di desa/kecamatan perbatasan.

Contoh untuk Wilayah Priangan (salah satu

bagiannya adalah Bandung Raya), direncanakan

untuk:

· Pengembangan Kawasan Pendidikan

Tinggi dan Riset Terpadu di Jatinangor;

· Pengembangan klaster unggas,

perikanan budidaya air tawar dan

tangkap, serta ternak sapi perah, sapi

potong, domba Garut, kambing dan

jejaringnya serta pengembangan sentra

produksi pakan ternak;

· Pengembangan produksi tanaman

industri (kopi, teh, kakao, karet, atsiri)

dan hortikultura (sayuran, buah-buahan,

tanaman hias) yang berorientasi ekspor;

· Pengembangan jasa perdagangan,

industri kreatif dan pariwisata;

Dokumen: Net

Page 76: Warta Bappeda Edisi 3

Volume 28 Nomer 3 Juli - September 2015Warta Bappeda 74

liputan

· Pembangunan Wilayah Desa dan

Kecamatan Perbatasan Antar Provinsi

Tematik Metropolitan dan Pusat Pertumbuhan:Dikembangkan melalui Prinsip Tata Kelola

Hybrid, yaitu Manajemen pemerintahan yang

mengkombinasikan antara: (a) manajemen

berbasis daerah otonom (kab./kota) dengan (b)

manajemen berbasis lintas daerah otonom. Tata

kelola Hybrid menempatkan peran Gubernur

sebagai Wakil Pemerintah Pusat di Daerah.

Tujuannya adalah mempercepat manfaat dari

pembangunan melalui pengembangan

keterkaitan antar wilayah metropolitan dan pusat

pertumbuhan dengan wilayah sekitarnya

sehingga tercapai peningkatan yang lebih besar

pada indikator keberhasilan sumber daya

manusia, sosio ekonomi, tata kelola pemerintahan

dan antar lembaga, permukiman dan transportasi

serta infrastruktur tulang punggung skala

metropolitan dan pusat pertumbuhan.

3 Metropolitan dan 3 Pusat Pertumbuhan

yang dikembangkan terdiri atas: Metropolitan

Bogor, Depok, Bekasi, Karawang, dan Purwakarta

(Bodebekkarpur), Metropolitan Bandung Raya,

Metropolitan Cirebon Raya, Pusat Pertumbuhan

Palabuhanratu Raya, Pusat Pertumbuhan

Rancabuaya Raya, dan Pusat Pertumbuhan

Pangandaran Raya.

Tata kelola Hybrid menempatkan peran Gubernur sebagai Wakil Pemerintah Pusat di Daerah. Tujuannya adalah

mempercepat manfaat dari pembangunan melalui pengembangan keterkaitan antar wilayah metropolitan

dan pusat pertumbuhan dengan wilayah sekitarnya sehingga tercapai

peningkatan yang lebih besar pada indikator keberhasilan sumber daya manusia, sosio ekonomi, tata kelola pemerintahan dan antar lembaga,

permukiman dan transportasi serta infrastruktur tulang punggung skala

metropolitan dan pusat pertumbuhan.

Selanjutnya, Metropolitan Bandung Raya,

akan dikembangkan sebagai Metropolitan

Modern Berbasis Wisata Perkotaan, Industri

Kreatif, Dan Iptek. Hal tersebut tercermin dengan

indikator keberhasilan:

Sumber Daya Manusia1. Terkendalinya pertumbuhan penduduk

(kelahiran dan migrasi) ke Metropolitan

Bandung Raya di bawah 1%/tahun;

2. Berkembangnya pariwisata internasional

berbasis sosial dan budaya lokal.

3. Terpenuhinya kebutuhan penyediaan

sarana kegiatan sosial budaya

Ekonomi1. Mampu bersaing dengan metropolitan

lain dalam menarik investasi

2. Mampu menekan ongkos produksi dan

ongkos transportasi pengiriman bahan

baku dan produk.

3. Mampu mengembangkan sektor

pariwisata dan industri kreatif.

4. Mampu menjaga stabilitas ekonomi lokal

dan stabilitas pasar yang baik dan

efisien.

5. Mempu mengembangkan kelembagaan

ekonomi dan perizinan usaha yang

efisien.

6. Mampu menciptakan pasar tenaga kerja

yang efisien.

7. Mampu menjaga stabilitas dan efisiensi

pasar keuangan.

8. Mempu mengembangkan kesiapan

teknologi, memperbesar ceruk pasar

(market share), menjaga kepuasan bisnis,

dan mengembangkan inovasi.

Permukiman1. Luas kawasan kumuh pada kawasan inti

berkurang paling sedikit 75%

dibandingkan tahun 2015 melalui urban

regeneration/revitalization dan

pembangunan perumahan vertikal.

2. Perumahan vertikal berkembang dengan

kepadatan di bawah 3200 jiwa/Ha.

3. Terhubungnya kota satelit dengan sistem

angkutan umum massal dan dengan

Page 77: Warta Bappeda Edisi 3

Volume 2 Nomer - 20158 3 Juli September Warta Bappeda 75

liputan

pengembangan transit oriented

development (TOD) pada lokasi yang

tepat.

4. Konsep integrated green infrastructure

dilaksanakan pada sebagian besar

wilayah Metropolitan Bandung Raya.

5. Terpenuhinya kebutuhan minimum RTH

publik dan optimalnya penyediaan RTH

privat.

Transportasi1. Wilayah Bandung Raya dapat ditempuh

dengan jalan raya paling lama 1,5 jam.

2. 50% masyarakat menggunakan

angkutan umum.

3. Tarif angkutan di bawah US$ 1/trip

4. Terwujudnya sistem angkutan umum

massal rel yang menghubungkan poros

Padalarang- Ciclengka, poros Lembang-

Soreang, poros Rancaekek-Jatinangor /

Tanjungsari, poros Ujungberung-

Majalaya, dan poros sirkuler yang

menghubungkan subpusat perkotaan di

Kota Bandung.

5. Terwujudnya konsep transit oriented

development (TOD) pada lokasi yang

tepat

Tata Kelola1. Pembentukan Dewan dan Badan

Metropolitan dan Pusat Pertumbuhan di

Jawa Barat sebagai Lembaga Ad-Hoc

yang berbentuk Hybrid Institution

(campuran antara Pemerintah dan Non-

Pemerintah)

2. Korporasi Pembangunan yang

berbentuk BUMD dan berfungsi sebagai

pelaksana program lintas

kabupaten/kota dengan skala

metropolitan.

Dokumen: Net

Page 78: Warta Bappeda Edisi 3

Volume 28 Nomer 3 Juli - September 2015Warta Bappeda 76

liputan

Antusiasme PengunjungYusdiansyah, salah satu pengunjung CFD

yang juga mewakili aspirasi anak-anak

pesantren, sangat menyambut baik acara

tersebut. Menurutnya, dengan adanya Mobil

Jelajah Jabar Merencana ini, aspirasi dan

keterbukaan masyarakat kepada pemerintah

bisa langsung tersalurkan. “Setelah saya

mengisi tadi, harapan saya pemerintah bisa

langsung mendengarkan aspirasi saya, dan

memperhatikan pendidikan pesantren di

indonesia khususnya Jawa Barat yang masih

kurang mendapatkan perhatian.”

Selain itu ia berharap kepada Bappeda

Jabar agar lebih sering mengadakan acara

seperti ini, agar aspirasi masyarakat bisa cepat

tersalurkan dan ditanggapi pemerintah.

Senada dengan Yusdiansyah, Dedi warga

Antapani secara terang-terangan mengatakan

bahwa acara seperti ini harus dipertahankan,

atau dilakukan lagi secara merata. “Langkung

sae nya acarana, kedah dekembangkeun deui”

(Lebih bagus acaranya, harus dikembangkan

lagi) cetusnya.

Tak hanya Yusdiansyah dan Dedi, Lincah

seorang warga asal Madiun, Jawa Timur yang

kebetulan sedang di Bandung juga

mengunjungi smart car. “Bagus untuk sarana

penyampaian pendapat ke pemerintah yah.

Terutama pemerintah daerah” paparnya. Ia

menambahkan bahwa pemerintah seharusnya

seperti ini, bisa berinovasi dan

mengembangkan kemampuannya untuk

kepentingan masyarakat. *Tim Peliputan

Bappeda Jabar*

Foto: Dokumentasi Bappeda

Page 79: Warta Bappeda Edisi 3

Volume 28 Nomer 3 Juli - September 2015 Warta Bappeda 77

liputan

Matahari semakin terik, jarum

jam beralih pada porosnya, riuh

pengunjung berkurang dengan

bertambahnya volume kendaraan di

jantung ibu kota Jawa Barat. Selepas

itu, acara Jelajah Jabar Merencana

Bappeda Jabar ditutup dengan

dibukanya blokade jalan Ir. H. Juanda

pertanda berakhirnya kegiatan Car

Free Day pagi itu. Dengan demikian,

Semua pihak berharap kegiatan ini

menjadi awal dari semangat

pembangunan Provinsi Jawa Barat

kedepannya. Tidak hanya

pemerintah, namun masyarakat juga

ikut serta membangun untuk Jabar

yang lebih baik lagi.

Foto: Dokumentasi Bappeda

Foto: Dokumentasi Bappeda

Page 80: Warta Bappeda Edisi 3

Volume 28 Nomer 3 Juli - September 2015Warta Bappeda 78

galeri

Kunjungan Kerja Koffie FabriekAroma Bandoeng

Banceuy 51

offie Fabriek Aroma Bandoeng

Kadalah kopi khusus yang sudah ada sejak 1936. Kopi yang dikelola

oleh Bapak Widya ini, memiliki keunikan dalam pengolahannya. Untuk jenis kopi Arabika disimpan selama 8 tahun , sedangkan kopi Robusta disimpan selama 5 Tahun. Hal ini dilakukan agar harga terjangkau, namun menghasilkan kualitas terbaik.

Foto-foto: Dokumentasi Bappeda

Page 81: Warta Bappeda Edisi 3

Volume 2 Nomer - 20158 3 Juli September Warta Bappeda 79

galeri

Page 82: Warta Bappeda Edisi 3

Volume 28 Nomer 3 Juli - September 2015Warta Bappeda 80

galeri

Page 83: Warta Bappeda Edisi 3

Jelajah Jabar Merencana

Turut Berpartisipasi

Melalui

Kunjungi dan Salurkan Aspirasi

Provinsi Jawa BaratBAPPEDA

Jelajah Jabar Merencana

Ayo Dalam Perencanaan

Pembangunan Jawa Barat

RKPD Jabar Online 2101

Merencana

Jabar

Anda

dalam

Page 84: Warta Bappeda Edisi 3

SMSJABARMEMBANGUN

0811-200-5500

e-mail: [email protected]

www.bappeda.jabarprov.go.id www.pusdalisbang.jabarprov.go.id