warta bappeda edisi 3
DESCRIPTION
Majalah Triwulan Badan Perencanaan Pembangunan Provinsi Jawa Barat Vol. 28 No.3, Juli - September 2015TRANSCRIPT
MEDIA�KOMUNIKASI�TRIWULANAN
PROVINSI JAWA BARAT
Vol. 28 No. 3, Juli - September 2015
PERINGATAN HARI ULANG TAHUN PROVINSI
JAWA BARAT KE-70
PEMEKARAN DAERAH DALAM PERJALANAN WAKTU
POTENSI EKONOMI
KABUPATEN PANGANDARAN
DI KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN
Jl. Ir. H. Juanda No.287 Telp.2516061
Website : www.bappeda-jabarprov.go.id
E-mail : [email protected]
TERBIT BERDASARKAN SK. MENPEN RI
NO. 1353/SK/DITJENPPG/1988
ISSN: 0216-6232
Penanggung Jawab:
Prof. Dr. Ir. Deny Juanda Puradimaja, DEA
Ketua:
Linda Al-Amin, ST, MT
Sekertaris:
Anjar Yusdinar, S.STP., M.Si.
Penyunting:
Ir. H. Tresna Subarna, M.M.
Drs. Bunbun W. Korneli, MAP
Ir. Agus Ruswandi, M.Si
Drs. Achmad Pranusetya, M.T.
T. Sakti Budhi Astuti, SH., M.Si.
Fotografer:
Roni Sachroni, BA
Sekretariat:
Hj. Megi Novalia, S.Ip., M.Si.
Mamat Rahmat
menerima tulisan dari pembaca yang berhubungan dengan wawasan perencanaan, disarankan untuk melampirkan foto-foto yang mendukung.Tulisan diketik satu spasi minimal 5 halaman A4. Artikel yang pernah dimuat di media lain, tidak akan dimuat.Redaksi berhak mengedit tulisan tanpa mengubah substansi.
Assalamualaikum Wr. Wb
Para pembaca yang berbahagia, pada terbitan Warta Bappeda,
Volume 28 Nomor 3, Juli - September, Tahun 2015 ini desain lay out
majalah mengalami perubahan. Hal ini dilakukan demi kenyamanan dan
kepuasan para pembaca dalam memperoleh informasi melalui majalah
ini.
Tulisan diawali dengan laporan utama
pada Peringatan Hari Ulang Tahun Provinsi
Jawa Barat ke-70. Peringatan yang
bertajuk “Jabar Kahiji, Jabar Kreatif dan
Jabar Bestari” ini sebelumnya memang
telah ditetapkan dalam Peraturan Daerah
Provinsi Jawa Barat Nomor 26 Tahun 2010.
Dalam peraturan tersebut, telah ditetapkan
tanggal 19 Agustus 1945 sebagai Hari Jadi
Provinsi Jawa Barat. Peringatan hari Jadi
Provinsi Jawa Barat merupakan bentuk
rasa syukur Pemerintah Daerah dan
segenap masyarakat Jawa Barat, atas
limpahan rahmat, karunia, dan lindungan
Allah Swt atas keberlangsungan dan
keberhasilan pembangunan di Hari Jadi
Provinsi Jawa Barat ke 70. Selain itu, pada
rubrik liputan kami sajikan ‘Si Mobil Hijau’
untuk Membangun Jabar yang Lebih Baik.
Tulisan tentang program Rencana Kerja
Pembangunan Daerah (RKPD) melalui Smart Car Jelajah Jabar
Merencana. kami juga memberikan konten baru untuk penyegaran, yaitu
Galeri sebagai rubrik yang hadir dalam bentuk foto naratif.
Pada edisi kali ini, Warta Bappeda menghadirkan beberapa
gagasan para penulis yang disajikan melalui rubrik Wawasan
Perencanaan. Berikut ini kami himpun beberapa artikel diantaranya:
Melongok Pendidikan Pesantren, Potensi Ekonomi Kabupaten,
Pangandaran, di Kawasan Konservasi Perairan, Implementasi Kebijakan
Daerah Terkait Kawasan Karst Citatah, Dua Anak Perencanaan Keluarga
yang Gagal, Selamat datang Pergub Nomor 80 Tahun 2015 Tentang
Juklak Satu Data Pembangunan Jawa Barat, Pemekaran Daerah dalam
Perjalanan Waktu, Pengelolaan Keuangan DAK dalam APBD dan terakhir,
Jati Diri Penyuluh.
Akhir kata, selamat membaca dan tetap berkontribusi dalam
berbagai bidang untuk mewujudkan perencanaan pembangunan Jawa
Barat yang bermutu dan akuntabel
Wassalamualaikum Wr. Wb.
dariredaksi
PROVINSI JAWA BARAT
Foto Cover: Roni Sachroni, BADesain Cover & Layout: Ramadhan Setia Nugraha, S.Sos
Volume 28 Nomer 3 Juli - September 2015 Warta Bappeda 1
daftarisi
Potensi Ekonomi Kabupaten Pangandaran di Kawasan Konservasi Perairan
Sumberdaya pesisir berperan penting dalam mendukung pembangunan
ekonomi daerah dan nasional untuk meningkatkan penerimaan devisa, lapangan
kerja, dan pendapatan penduduk. Sumberdaya pesisir tersebut mempunyai
keunggulan komparatif karena tersedia dalam jumlah yang besar dan beraneka
ragam serta dapat dimanfaatkan dengan biaya eksploitasi yang relatif murah
sehingga mampu menciptakan kebutuhan pasar yang masih terbuka besar
13
26
Implementasi Kebijakan Daerah Terkait Kawasan Karst Citatah
61
Jati Diri Penyuluh
45
Pemekaran Daerahdalam Perjalanan Waktu Undang-Undang Nomor 22
Tahun 1999 tentang
Pemerintahan Daerah yang
selanjutnya diganti dengan
Undang-Undang Nomor 32
Tahun 2004, menjadi
pemicu maraknya
pemekaran daerah. Usulan
pemekaran daerah ini terus
bermunculan di setiap
provinsi, dengan berbagai
macam kepentingan hingga
nyaris sulit dibendung.
dafta
ris
i
Volume 28 Nomer 3 Juli - September 2015Warta Bappeda 2
LAPORAN UTAMA
3 Peringatan Hari Ulang TahunProvinsi Jawa Barat ke-70
WAWASAN PERENCANAAN
7 Melongok PendidikanPesantren
35 Dua Anak PerencanaanKeluarga yang Gagal
40 Selamat Datang Pergub Nomor 80 Tahun 2015Tentang Juklak Satu DataPembangunan Jawa Barat
52 Pengelolaan Keuangan DAK dalam APBD
67
Kunjungan Kerja PLTMH Garut
GALERY
LIPUTAN
70 ‘Si Mobil Hijau’ untukMembangun Jabar yang Lebih Baik
GALERY
78 Kunjungan KerjaKoffie Fabriek AromaBandoeng Banceuy 51
offie Fabriek Aroma
KBandoeng adalah kopi khusus yang sudah ada
sejak 1936. Kopi yang dikelola oleh Bapak Widya ini, memiliki keunikan dalam pengolahannya. Untuk jenis kopi Arabika disimpan selama 8 tahun , sedangkan kopi Robusta disimpan selama 5 Tahun. Hal itu dilakukan agar kopi memiliki harga premium namun dihasilkan dengan kualitas kopi terbaik.
laporan
uta
ma
Volume 28 Nomer 3 Juli - September 2015 Warta Bappeda 3
Jawa Barat ke-70
Peringatan Hari Ulang Tahun
rovinsi Jawa Barat
Pmemperingati ulang tahun
yang ke 70, kegiatan
tersebut disambut suka cita
oleh Pemerintah Provinsi Jawa Barat
dengan menggelar rangkaian acara,
diantaranya apel besar yang diikuti
PNS Pemerintah Provinsi Jawa Barat
dan Pemda Kabupaten/Kota se Jawa
Barat pada hari Rabu(19/8)
bertempat di Lapangan Gasibu
Bandung. Gubernur Jawa Barat,
Wakil Gubernur Jawa Barat, Panglima
Kodam III Siliwangi, Kepala
Kepolisian Daerah Jawa Barat, Ketua
Pengadilan Tinggi dan Kepala
Kejaksaan Tinggi Provinsi Jawa Barat,
Para Bupati dan Walikota se Jawa
Barat, Plt. Sekretaris Daerah, Para
Asisten Sekretaris Daerah, Para Staf
Ahli Gubernur, Para Kepala OPD/Biro,
Para Kepala Kantor Instansi Vertikal,
Pagi menjelang siang matahari mulai meninggi, kehidmatan
terpancar dari para peserta kegiatan yang
antusias dalam peringatan hari jadi Provinsi Jawa Barat
yang ke-70. Mereka mengikuti apel pagi
yang dipimpin langsung Gubernur
Jawa Barat.
Provinsi
Foto: Dokumentasi Bappeda
laporanutama
Volume 28 Nomer 3 Juli - September 2015Warta Bappeda 4
Para Pejabat di lingkungan Pemerintah Provinsi
Jawa Barat, Para PNS di lingkungan Pemerintah
Provinsi dan Kabupaten/Kota se-Jawa Barat, Para
Tamu Undangan, Insan Pers, begitu pula dengan
Pejabat Struktural di lingkungan Bappeda Provinsi
Jawa Barat hadir dengan mengenakan pakaian
tradisional khas Jawa Barat.
Peringatan yang bertajuk “Jabar Kahiji, Jabar
Kreatif dan Jabar Bestari” ini sebelumnya memang
telah ditetapkan dalam Peraturan Daerah Provinsi
Jawa Barat Nomor 26 Tahun 2010. Dalam
peraturan tersebut, telah ditetapkan tanggal 19
Agustus 1945 sebagai Hari Jadi Provinsi Jawa
Barat. Peringatan hari Jadi Provinsi Jawa Barat
merupakan bentuk rasa syukur Pemerintah
Daerah dan segenap masyarakat Jawa Barat, atas
limpahan rahmat, karunia, dan lindungan Allah
Swt atas keberlangsungan dan keberhasilan
pembangunan di Hari Jadi Provinsi Jawa Barat ke
70.
Menurut Gubernur Jawa Barat Ahmad
Heryawan, Peringatan Hari Jadi dapat dijadikan
moment dimana Pemerintah dan masyarakat
Jawa Barat dapat menampilkan unjuk kabisa
dalam bentuk inovasi, kreativitas maupun
inspirasi di bidang ekonomi, sosial, olah raga, seni
dan budaya. Melalui Peringatan hari segenap
elemen Jawa Barat dapat menghayati, bersatu
padu, dan bersinergis dalam membangun Jawa
Barat ke depan, melalui visi Pembangunan “Jawa
Barat Maju dan Sejahtera Untuk Semua”.
Selain menjadi acara tahunan yang digulirkan
sejak 3 tahun silam ini, Hari Jadi Provinsi Jawa
Barat ke-70 juga memiliki tujuan, diantaranya:
1. Meningkatkan rasa syukur atas rahmat,
nikmat dan karunia Allah Swt yang
diberikan kepada Pemerintah dan
masyarakat Jawa Barat.
2. Membangun komunikasi, kebersamaan
dan kedekatan rasa antara Pemerintah
Provinsi Jawa Barat , Kabupaten/Kota
dengan masyarakatnya.
3. Mendorong semangat, inovasi dan
kreativitas pemerintah dan seluruh
elemen masyarakat Jawa Barat dalam
berbagai bidang pembangunan secara
berkelanjutan.
4. Mensosialisasikan program pelestarian
lingkungan Gerakan Citarum Bestari dan
sukses tuan rumah PON XIX tahun 2016.
Pada kesempatan tersebut pula, Aher
mengatakan peringatan hari jadi Jawa Barat
secara resmi mulai diperingati sejak tahun 2012.
Tanggal 19 Agustus 1945, dua hari setelah
Indonesia merdeka, PPKI yang dipimpin Bung
Foto: Dokumentasi Bappeda
laporanutama
Volume 2 Nomer - 20158 3 Juli September Warta Bappeda 5
Karno-Hatta memutuskan di Indonesia ada
delapan provinsi, salah satunya Jawa Barat.
Selain itu, Ahmad Heryawan menyampaikan
bahwa pada tahun 2016 Jawa Barat akan menjadi
Tuan Rumah PON XIX. Aher meminta kepada
seluruh jajarannya untuk mensukseskan acara
tersebut, dengan empat pilar sukses. “Jawa Barat
akan menjadi tuan rumah PON yang ke-19, kita
akan hadirkan PON terbaik. Dengan catur sukses,
yang pertama sukses penyelenggaraan, sukses
prestasi, sukses ekonomi kreatif dan sukses
administrasi,” tutur Gubernur Ahmad Heryawan.
Pada apel besar tersebut, Gubernur Jabar
Ahmad Heryawan memberikan penghargaan
pada Kepala Daerah yang memiliki prestasi di
wilayah Provinsi Jawa Barat, diantaranya
Kabupaten Bandung, Kabupaten Bandung Barat,
Kota Sukabumi, dan Kabupaten Cirebon.
Agenda Pembangunan ada 3 Poin yang menjadi fokus perhatian: (1). melanjutkan pemenuhan kebutuhan dasar
masyarakat, yang diwujudkan melalui pendidikan
gratis SD, SLTP dan SLTA secara bertahap,
pembangunan kobong untuk pesantren,
pembangunan 20.000 RKB, bantuan spesifik
ruang kelas/Laboratorium/Studio untuk
perguruan tinggi swasta, beasiswa pendidikan
untuk pemuda, atlet dan tenaga medis, revitalisasi
posyandu, membuka 2 juta serapan tenaga kerja
baru dan mencetak 100.000 wirausahawan baru
di Jawa Barat, alokasi 4 Triliun untuk infrastruktur
desa dan perdesaan, rehabilitasi 100.000 rumah
rakyat miskin melalui pembangunan RUTILAHU,
pembangunan pusat seni budaya dan
gelanggang olahraga Jawa Barat di berbagai
kawasan;
(2). percepatan infrastruktur strategis, yang
diwujudkan melalui tahap lanjut pembangunan
BIJB dan Aerocity Kertajati, pembangunan 12 ruas
jalan tol strategis, pembangunan transportasi
masal di perkotaan, pembangunan pelabuhan
laut pantau Utara, penggenangan waduk
Jatigede, pembangunan pembangkit listrik Upper
Cisokan, pembangunan infrastruktur koridor Jabar
Selatan dan Jabar Utara, pembangunan pusat seni
dan budaya berskala dunia, pembangunan
destinasi wisata siap kunjung berkelas dunia,
pembangunan tempat pengolahan dan
pemrosesan akhir sampah (TPPAS) Legok Nangka
dan Nambo, pembangunan dan perbaikan
sanitasi di wilayah perkotaan dan desa,
pembangunan Mesjid Raya dan Mesjid lainnya
bersifat monumental tersebar di berbagai wilayah
Jawa Barat;
(3). melanjutkan berbagai pembangunan non fisik
sebagai program unggulan seperti penurunan
tingkat kemiskinan dan pengangguran, program
desa sadar hukum, pengembangan koperasi
Dengan bangga pada kesempatan ini beliau juga menyampaikan capaian pembangunan tahun 2014 yang digambarkan melalui jumlah penduduk, APK, LPE, Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) per kapita, inflasi, penduduk miskin dan indikator makro capaian IPM 74,28 poin dengan Indeks Pendidikan 83,36 poin, Indeks Kesehatan 74,01 poin dan Indeks Daya Beli sebesar 65,47 poin dengan Paritas Daya Beli 644,36 ribu rupiah.
PRESTASI JABAR MENINGKAT
IPM
Indeks
Pembangunan
Masyarakat
Indeks
Pendidikan Indeks
Kesehatan
Indeks
Daya Beli
74,28 poin
‘
N
65,47 poin
83,36 poin74,01 poin
laporanutama
Volume 28 Nomer 3 Juli - September 2015Warta Bappeda 6
berskala global, kredit cinta rakyat, Jabar mengembara di
dalam negeri maupun luar negeri, ketahanan pangan,
program lansia sehat, mandiri dan sejahtera, pembangunan
rumah sakit provinsi Jawa Barat.
Revitalisasi GasibuDengan momentum ini juga, Gubernur Jabar
mendeklarasikan Program Revitalisasi Kawasan Gasibu
Bandung. Dengan revitalisasi ini, tidak akan mengubah fungsi
utama dari kawasan tersebut sebagai arena jogging track,
tempat upacara dan lapangan. Dengan adanya revitalisasi ini
maka kawasan Gasibu akan dilengkapi dengan taman
tematik, perpustakaan, mushola, air mancur, dan fasilitas
toilet yang lebih baik. Aher panggilan sapaanya
mengharapkan bahwa revitalisasi kawasan Lapangan Gasibu
Bandung bisa selesai pada Desember 2015.
Setelah apel besar, rangkaian Peringatan Hari Ulang
Tahun Jawa Barat dilanjutkan dengan Rapat Paripurna
Istimewa di DPRD Provinsi Jawa Barat dengan dihadiri oleh
Menteri Dalam Negeri, Tjahjo Kumolo. “Gubernur Jawa Barat
kini mendapat Penghargaan Bintang Mahaputra, secara
konektif mampu membangun sekat-sekat yang selama ini
menjadi hambatan. Ternyata Jawa Barat punya potensi
kedepan. Saya yakin di bawah Pak Aher dan tokoh
masyarakat lainnya akan mempercepat proses peningkatan
kesejahteraan masyarakat yang memang harus terus
dioptimalkan,” tegas Menteri Dalam Negeri, Tjahjo Kumolo.
*Tim Peliputan Bappeda Jabar*
Dengan adanya revitalisasi ini
maka kawasan Gasibu akan dilengkapi dengan taman
tematik, perpustakaan, mushola, air mancur, dan
fasilitas toilet yang lebih baik. Aher
mengharapkan bahwa revitalisasi kawasan
Lapangan Gasibu Bandung bisa selesai pada Desember 2015.
Foto: Dokumentasi Bappeda
Foto: Dokumentasi Bappeda
Volume 2 Nomer - 20158 3 Juli September Warta Bappeda 7
waw
asanp
ere
nca
naan
Melongok Pendidikan Pesantren
rganisasi Kerjasama
OEkonomi Dunia (OECD)
merilis pemeringkatan
sekolah-sekolah di
dunia. Hasilnya cukup
mengejutkan, bahwa negara-
negara di Asia mendominasi
peringkat-peringkat tertinggi.
Sedangkan negara-negara di
Afrika, berada di peringkat bawah.
Di antara negara-negara di benua
Asia itu seperti Singapura yang
berada di peringkat tertinggi,
disusul Hongkong, Korea Selatan,
Jepang dan Taiwan (PR,
12/05/2015).
Foto: Dokumentasi Bappeda
Oleh Encep Dulwahab*
*) Dosen Ilmu Komunikasi, UIN Sunan Gunung Djati Bandung
Volume 28 Nomer 3 Juli - September 2015Warta Bappeda 8
Sebelumnya, pada riset yang dilakukan OECD
pada tahun 2012, Singapura menempati urutan
kedua setelah Tiongkok. Padahal pada tahun
1960-an, posisi Singapura ini lebih buruk, dimana
Singapura sebagai negeri seribu satu larangan,
sempat memiliki jumlah warga buta huruf yang
sangat tinggi (PR, 12/05/2015).
Sementara Indonesia dari laporan yang dirilis
OECD, menempati posisi ke-69 dari 76 negara di
dunia yang diteliti. Posisi ini lebih rendah
dibandingkan dengan negara-negara Asia
Tenggara lainnya, seperti Malaysia yang
bertengger di peringkat ke-52, Thailand peringkat
ke-47, bahkan Vietnam sebagai negara yang
pernah mengimpor beras dan belajar ke
Indonesia, kini posisinya paling baik dari
Indonesia dan dari beberapa negara Asia
Tenggara lainnya, yaitu berada di peringkat ke-12
(PR, 12/05/2015).
Hasil riset yang dilakukan PISA pada tahun
2012, Indonesia pun menjadi salah satu negara
dengan peringkat terendah dalam pencapaian
mutu pendidikan. Pemeringkatan tersebut dapat
dilihat dari skor yang dicapai para pelajar
Indonesia yang berusia 15 tahun dalam hal
kemampuan membaca, matematika, dan sains.
Hasilnya Indonesia menempati peringkat ke-64
dari 65 negara yang diriset, dengan skor rata-rata
371. Sementara skor rata-rata internasional yaitu
500 (PR, 12/05/2015). Skor yang sangat jomplang
kemampuan membaca, matematika dan sains
dengan para pelajar dari negara lain.
Indonesia pun mengikuti dua test
internasional lainnya, yaitu Study Trends in
International Mathematics and Science Studies
dan Progress in International Reading Literacy
Studi untuk murid Sekolah Dasar. Hasil test ini
menunjukkan kalau Indonesia juga berada di
peringkat terendah, yaitu dengan skor 375 (PR,
12/05/2015).
Bisa dibayangkan bagaimana bangsa
Indonesia beberapa tahun yang akan datang,
kalau kemampuan yang dimiliki generasi
penerusnya masih rendah. Hal ini terutama
pendidikan Indonesia masih rendah, masih di
bawah rata-rata dan jauh tertinggal dengan
negara-negara Asia yang dulu sama-sama
berjuang membangun negara. Sudah bisa
dipastikan bangsa ini akan terus menjadi bangsa
terbelakang, negara berkembang, dan tidak bisa
meningkatkan derajat bangsa. Padahal tidak bisa
diabaikan antara kualitas pendidikan dengan
pertumbuhan ekonomi. Menurut Eric Hanushek
dari Universitas Standford dan Ludger
Woessmann dari Universitas Muenchen, bahwa
standar pendidikan merupakan alat prediksi bagi
kesejahteraan jangka panjang suatu negara. Hal
wawasanperencanaan
Indonesia pun mengikuti dua test internasional lainnya, yaitu Study
Trends in International Mathematics and Science Studies dan Progress in International Reading Literacy Studi
untuk murid Sekolah Dasar. Hasil test ini menunjukkan kalau Indonesia juga
berada di peringkat terendah, yaitu dengan skor 375 (PR, 12/05/2015).
Foto: Dokumentasi Bappeda
Volume 2 Nomer - 20158 3 Juli September Warta Bappeda 9
wawasanperencanaan
yang sama pun tegaskan OECD, bahwa
pendidikan pada hari ini akan menentukan
perekonomian di masa depan.
Kunci Keberhasilan
Kunci keberhasilan pendidikan di negara-
negara Asia yang menempati posisi atas dan bisa
menyisihkan negara-negara Eropa atau Barat,
yaitu karena di negara-negara Asia para guru di
ruang kelasnya selalu menekankan kepada setiap
siswanya untuk berhasil mengerjakan soal,
menyelesaikan tugas-tugasnya sampai tuntas.
Tidak hanya itu, para guru-guru di Asia pun
senantiasa menerapkan sikap yang tegas, fokus,
dan koheren.
Di samping itu, juga karena para guru dan
sekolahnya senantiasa mengasah para siswanya
dengan pendidikan keterampilan dasar. Terbukti
di Ghana, sebagai negara terendah dalam kualitas
pendidikannya, karena 90 % siswanya tidak
memperoleh keterampilan dasar di sekolah. Tidak
hanya di Ghana yang jelas-jelas terbelakang,
dalam laporan OECD juga disebutkan, bahwa 24
% dari siswa di Amerika Serikat tidak
mendapatkan keterampilan dasar. Tidak heran
kalau Amerika Serikat ini sebagai negara maju
yang paling disorot, karena posisinya ke-28 di
bawah sejumlah negara Eropa, Barat, dan Asia.
Kondisi ini berbeda dengan sekolah-sekolah di
Hongkong yang siswa-siswanya paling sedikit
tanpa keterampilan dasar, yaitu kurang dari 10 %.
Sisanya, 90 % memiliki keterampilan dasar
sehingga wajar kualitas pendidikannya di atas
negara lain.
Kalau melihat fenomena di lapangan,
sebenarnya keterampilan dasar ini sudah
diajarkan di beberapa sekolah di Indonesia.
Termasuk yang menjadi standar pengujian
kemampuan siswa, matematika, membaca dan
sains. Ini pun sudah sangat lama dijadikan
program pemerintah dengan nama calistung,
yaitu membaca menulis dan menghitung. Karena
inilah dasar seseorang atau anak didik sebelum
melangkah lebih jauh ke materi-materi
berikutnya.
Kemudian guru-gurunya pun banyak yang
sudah bersertifikat, background pendidikan yang
sesuai dengan materi dan bahan ajar atau
pelajaran yang diajarkan kepada para siswanya,
mengikuti berbagai pelatihan kependidikan,
metode pengajaran, pembuatan bahan ajar dan
lain sebagainya. Namun tetap saja out put yang
didapatkan masih jauh dari harapan semua pihak.
Padahal dalam UU Sisdiknas tahun 2003,
disebutkan bahwa tujuan pendidikan nasional
adalah untuk berkembangnya potensi peserta
didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,
mandiri, dan menjadi warga negara yang
demokratis serta bertanggungjawab. Kemudian
diperkuat dengan rencana pembangunan jangka
panjang nasional tahun 2005-2025, bahwa
undang-undang republik Indonesia nomor 17
tahun 2007, menjelaskan bahwa :
Fo
to:
Doku
men
tasi
Bappeda
Volume 28 Nomer 3 Juli - September 2015Warta Bappeda 10
wawasanperencanaan
“…terwujudnya karakter bangsa yang
tangguh, kompetitif, berakhlak mulia, dan
bermoral berdasarkan Pancasila, yang
dicirikan dengan watak dan perilaku manusia
dan masyarakat Indonesia yang beragam,
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa, berbudi luhur, bertoleran,
bergotong-royong, berjiwa patriotik,
berkembang dinamis, dan berorientasi iptek.”
Dalam Undang-Undang sistem pendidikan
nasional tahun 2003 sudah mengcover apa yang
menjadi kunci rahasia kesuksesan negara-negara
yang menempati posisi atas. Jauh dari itu, kalau
tujuan pendidikan yang dirangkum dalam
undang-undang pendidikan nasional tahun 2003
benar-benar terealisasi, maka target atau standar
dari OECD akan jauh terlampaui. Bukan
sebaliknya seperti yang diresahkan M. Nuh ketika
peringatan Hardiknas di Jakarta pada Mei 2010:
“Memang kadang-kadang menjadi lucu dan
mengherankan, betapa tidak, penegak
hukum yang mestinya harus menegakkan
hukum ternyata harus dihukum. Para
pendidik yang mestinya mendidik malah
harus dididik. Para pejabat yang mestinya
melayani masyarakat malah minta dilayani
dan itu adalah sebagian dari fenomena sirkus
tadi yang semuanya bersumber pada
karakter.”
Kalau merujuk pada pendapatnya Zarman,
bahwa fokus pendidikan yang dijadikan standar
OECD dalam memeringkat kualitas pendidikan di
setiap negara itu bersifat materialistis, dan
sebenarnya mengerdilkan nilai manusia. Tidak
hanya itu, Zarman lebih jauh menjelaskan:
Kebanyakan sistem dan program pendidikan
yang ada, hanya untuk menjadikan manusia
sebagai pekerja di dalam industri,
perdagangan atau pemerintahan. Padahal, di
dalam diri manusia juga terdapat potensi
luhur yang perlu dibina, seperti kesalehan,
keyakinan, keberanian, amanah, kasih sayang,
kejujuran, kepahlawanan, kerendahan hati,
kedermawanan, kepedulian, kegigihan, ikhlas,
serta kesabaran. Jika nilai-nilai itu tidak
ditanamkan, maka yang akan tumbuh adalah
nilai-nilai kebalikannya, yang dapat merusak,
seperti serakah, sombong, tidak punya
kepedulian, pemalas tetapi ingin hasil benar,
kikir, curang, khianat, pengecut, penipu, dan
suka menindas. Apabila orang seperti ini
memiliki keterampilan dan pengetahuan yang
tinggi, maka mereka akan menggunakannya
untuk melakukan kejahatan. Jabatan yang
seharusnya untuk berkhidmat bagi
kepentingan orang banyak, justru digunakan
secara tidak adil demi kepentingannya sendiri
(2012: 4).
Mencoba Pendidikan PesantrenHasil riset dan pemeringkatan standar
pendidikan yang dilakukan OECD bukanlah
segala-galanya, dan hasil final yang tidak bisa
diubah dan diusahakan keberhasilan di bidang
lainnya. Karena keberhasilan dan kemajuan
banyak sekali faktor pendukungnya. Namun
mengenai peningkatan pendidikan sesungguhnya
apa yang sudah dibuatkan program sebelumnya,
Foto: Dokumentasi Bappeda
Volume 2 Nomer - 20158 3 Juli September Warta Bappeda 11
wawasanperencanaan
yaitu program pendidikan karakter sudah tepat
dan sesuai dengan kondisi dan situasi bangsa
Indonesia.
Karena bangsa yang memiliki karakter yang
kuat, positif dan tangguh, maka peradaban tinggi
dan maju dapat dibangun dengan baik dan
sukses sesuai dengan arah pembangunan bangsa.
Namun sebaliknya, apabila karakter mayoritas
masyarakat negatif, maka akan melemahkan dan
mengakibatkan peradaban yang dibangun pun
menjadi lemah (Hasanah, 2012: 13).
Untuk itu, karakter bangsa merupakan modal
dasar dalam membangun peradaban tinggi.
Dengan pendidikan karakter ini, masyarakat akan
terdidik dan akhirnya akan menjadi masyarakat
yang memiliki sifat jujur, mandiri, bekerjasama,
patuh pada peraturan, bisa dipercaya, tangguh
dan memiliki etos kerja tinggi, maka akan
mengasilkan sistem kehidupan sosial yang baik
(Hasanah, 2012: 13).
Di dalam program pendidikan karakter,
sebagaimana dikatakan Aan Hasanah, adalah
bentuk-bentuk penanaman nilai-nilai karakter, di
antaranya:
1 pengajaran. Mengajarkan karakter
berarti memberikan pemahaman pada
peserta didik tentang struktur nilai
tertentu, keutamaan, dan maslahatnya.
Mengajarkan nilai memiliki dua manfaat,
pertama, memberikan pengetahuan konsep
tentang nilai; kedua, membandingkan atas
pengetahuan yang telah dimiliki oleh peserta
didik. Menurut grand design kementerian
pendidikan nasional RI tentang pendidikan
karakter. Proses pengajaran ini merupakan
bagian dari intervensi, sebuah proses yang
sengaja menciptakan pengajaran berbasis
karakter di dalam proses belajar mengajar.
2 peneladanan. Manusia lebih banyak
belajar dari apa yang mereka lihat.
Keteladanan menempati posisi yang
sangat penting. Pendidik harus terlebih
dahulu memiliki karakter yang layak
diteladani para muridnya. Di sekolah, guru
hendaklah menjadi gambaran konkret dari
konsep moral, dan akhlak yang tumbuh dari
nilai-nilai keimanan yang didemonstrasikan
kepada peserta didik dalam setiap tindakan
dan kebijakan. Keteladanan ini juga tidak
hanya bersumber dari pendidik, melainkan
pula dari seluruh manusia yang ada di
lingkungan pendidikan bersangkutan,
termasuk dari keluarga dan masyarakat.
Keteladanan sebagai inti dari pendidikan
karakter di lingkungan keluarga, sekolah dan
masyarakat.
3 pembiasaan. Pembiasaan merupakan
upaya praktis dalam pembinaan dan
pembentukan peserta didik. Upaya ini
dilakukan mengingat manusia mempunyai
sifat lupa dan lemah. Misalnya nilai keimanan
tidak begitu saja hadir dalam jiwa seseorang,
tetapi ia perlu ditanamkan, dipupuk dan
diarahkan agar menjadi miliknya, menjadi
motivasi, semangat dan kontrol terhadap
pola tingkah laku.
4 pemotivasian. Motivasi merupakan
faktor yang mempunyai arti penting
bagi siswa. Apalah artinya bagi
seorang siswa pergi ke sekolah tanpa
mempunyai motivasi belajar yang baik.
Karena tidak menutup kemungkinan, di
antara sebagian siswa ada yang mempunyai
motivasi untuk belajar, dan sebagian yang
lain tidak memiliki motivasi untuk belajar.
Ketika seorang pendidik melihat perilaku
siswa seperti itu, maka perlu diambil langkah-
langkah untuk membangkitkan motivasi
belajar siswa.
5 penegakan aturan. Penegakan aturan
merupakan aspek yang harus
diperhatikan dalam pendidikan,
terutama pendidikan karakter. Pada proses
awal pendidikan karakter penegakan aturan
merupakan setting limit, di mana ada batasan
yang tegas dan jelas mana yang harus dan
tidak harus dilakukan, mana yang boleh dan
tidak boleh dilakukan oleh anak didik.
Dengan demikian, penegakan aturan bisa
dijalankan secara konsisten dan
berkesinambungan, sehingga segala
kebiasaan baik dari adanya penegakan aturan
akan membentuk karakter berprilaku (2012:
27-29).
Agar pelaksanaan program pendidikan
karekter ini berhasil, harus melibatkan seluruh
komponen lingkungan secara komprehensif.
Lingkungan keluarga, pemerintah, dan institusi
pendidikan harus didesain sedemikian rupa agar
memperoleh hasil yang maksimal dalam
mencapai tujuan (Hasanah, 2012: 29).
Tanpa mengabaikan program pendidikan
Volume 28 Nomer 3 Juli - September 2015Warta Bappeda 12
wawasanperencanaan
karakter yang sudah diimplementasikan selama
ini, sebenarnya bangsa kita memiliki tradisi
pendidikan karakter atau akhlak yang telah teruji
selama ratusan tahun, yaitu pesantren. Konsep
pendidikan pesantren ini sebenarnya dapat
dijadikan model dalam merealisasikan pendidikan
karakter. Meskipun ada yang berpendapat bahwa
pesantren sudah dianggap ketinggalan zaman,
tetapi pendapat itu perlu dipertanyakan asumsi
dasarnya.
Anggapan itu bisa jadi karena kebanyakan di
antara orang biasanya menilai pesantren
ketinggalan karena mengukurnya dengan
pandangan materialistis, seperti kualitas gedung,
kelengkapan sarana, gaji guru, dan sejenisnya.
Memang harus diakui ada pesantren yang kurang
berkualitas, namun yang harus dilihat seharusnya
adalah konsep pendidikan pesantren yang sangat
fokus terhadap pembinaan manusia seutuhnya
lewat keteladanan, keikhlasan, kebersahajaan,
kasih sayang, pengorbanan, kebersamaan,
kesopanan, serta kecintaan kepada ilmu (Zarman,
2012: 5). Meskipun ada juga beberapa pesantren
yang mengajarkan keterampilan praktis, seperti
keterampilan bercocok tanam, kerajinan yang
semunya untuk membekali diri dalam mencari
nafkah. Tetapi itu bukanlah fokus utamanya,
melainkan sebagai suplemen saja di samping
pengajaran utamanya.
Pendidikan yang diajarkan di dalam
pesantren, akan menempa peserta didiknya
dengan bekal-bekal yang tidak didapatkan di
pendidikan pada umumnya. Di dalam pendidikan
pesantren, peserta didik akan mendapatkan ilmu
dan wawasan tentang keduniawian dan
keakhiratan. Oleh karenanya menurut Zarman
bahwa:
Jarang sekali lulusan pesantren yang resah
karena belum mendapat kerja sebagaimana
dikeluhkan oleh kebanyakan lulusan
Perguruan Tinggi. Sebab kualitas kepribadian
lebih bermanfaat daripada pengetahuan
praktis, dan keterampilan ketika menghadapi
persoalan hidup. Sebaliknya, banyak sarjana
yang menganggur, tidak tahu apa yang harus
dikerjakan, meski mereka disiapkan untuk
memasuki dunia kerja (2012: 5-6).
Adanya kelebihan dalam sistem pendidikan
pesantren, tidak heran kalau saat ini banyak
sekolah yang mencoba meniru tradisi pesantren
dalam pendidikan dan menggabungkannya
dengan konsep pendidikan modern. Di mana
pendidikan agama dan akhlak mendapat porsi
yang lebih besar daripada standar sekolah umum.
Hasilnya, sekolah-sekolah ini diserbu oleh banyak
orangtua yang ingin menyekolahkan anaknya.
Meskipun biaya yang harus dikeluarkan sangatlah
mahal. Ini membuktikan bawah tradisi pesantren
tidaklah ketinggalan zaman, bahkan sangat
relevan dengan program pendidikan karakter
yang dicanangkan pemerintah. Tidak hanya untuk
pendidikan dasar sampai menengah atas, untuk
Perguruan Tinggi pun sebenarnya bisa belajar
dari pesantren, dan menerapkan konsep
pesantren itu dalam kegiatan pendidikan sehari-
hari (Zarman, 2012: 5-6).
Penutup Pendidikan di Jawa Barat harus didorong lagi
menjadi lebih baik lagi agar bisa
mengembangkan karakter warga Jawa Barat
menjadi masyarakat yang kuat, sehingga pada
gilirannya warga Jawa Barat, akan mampu
membangun peradaban yang lebih maju dan
modern. Karena peradaban modern, setidak-
tidaknya dibangun dalam empat pilar utama,
yaitu: induk budaya (mother culture) dan agama
yang kuat, sistem pendidikan yang maju, sistem
ekonomi yang berkeadilan, serta majunya ilmu
pengetahuan dan teknologi yang humanis
(Hasanah, 2012: 13).
Jawa Barat para leluhurnya sudah mewariskan
banyak budaya dan menjadi induk budaya di
Jawa Barat, dan untuk agama yang kuat di Jawa
Barat pun banyak berdiri pesantren sejak lama
yang menjadi destinasi orang luar Jawa Barat
yang berguru ke pesantren-pesantren di Jawa
Barat. Tinggal bagaimana mengoptimalkan
pesantren yang keberadaannya sudah merata di
setiap daerah (kota dan kabupaten) di Jawa Barat.
Sumber Rujukan: Hasanah, Aan. 2012. Pendidikan Karakter:
Berperspektif Islam. Bandung: Insan Komunika.
Zarman, Wendi. 2012. Inilah! Wasiat Nabi bagi
Para Penuntut Ilmu. Bandung: Ruang Kata.
Pikiran Rakyat, “Pendidikan Asia Lebih Baik dari
Eropa dan Barat”, Selasa, 12 Mei 2015.
Volume 2 Nomer - 20158 3 Juli September Warta Bappeda 13
wawasanperencanaan
KABUPATEN
PANGANDARAN
Potensi Ekonomi
Di Kawasan Konservasi Perairan
umberdaya
Spesisir berperan
penting dalam
mendukung
pembangunan ekonomi
daerah dan nasional
untuk meningkatkan
penerimaan devisa,
lapangan kerja, dan
pendapatan penduduk.
Sumberdaya pesisir
tersebut mempunyai
keunggulan komparatif
karena tersedia dalam
jumlah yang besar dan
beraneka ragam serta
dapat dimanfaatkan
dengan biaya eksploitasi
yang relatif murah
sehingga mampu
menciptakan kebutuhan
pasar yang masih
terbuka besar karena
kecenderungan
permintaan pasar global
yang terus meningkat.
PENDAHULUAN
Oleh Iwang Gumilar*Agus Ruswandi**
*) Dosen Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Unpad**) Peneliti pada Badan Penelitian, Pengembangan dan Penerapan Iptek Provinsi Jawa Barat
Foto: Dokumentasi Bappeda
Volume 28 Nomer 3 Juli - September 2015Warta Bappeda 14
wawasanperencanaan
Namun demikian, degradasi ekosistem
perairan di beberapa tempat telah mencapai
tingkat yang mengkhawatirkan, antara lain:
deforestasi hutan mangrove; rusaknya terumbu
karang; merosotnya kualitas taman bawah laut;
rendahnya kualitas daur ulang sampah;
meningkatnya laju pencemaran; berkembangnya
erosi pantai; meluasnya sedimentasi serta intrusi
air laut dan kegiatan usaha di sektor perikanan
dan kelautan.
Proses penetapan kawasan konservasi
perairan telah diatur dalam Permen Kelautan dan
Perikanan RI No. Per. 02/MEN/2009 Tentang Tata
Cara Penetapan Kawasan Konservasi Perairan.
Terkait dengan rencana penetapan Kawasan
Konservasi Laut, telah dilakukan Inventarisasi dan
Penilaian Potensi Kawasan Konservasi Laut Daerah
(CKKLD) Kabupaten Pangandaran, pada Tahun
2006, yang dilakukan oleh Direktorat Konservasi
dan Taman Nasional Laut, dan pada saat ini sudah
dikeluarkan Peraturan Bupati No. 15 Tahun 2008
Tentang Pencadangan Lokasi Kawasan Konservasi
Laut Kabupaten Pangandaran yang pada saat itu
masih berstatus Kecamatan Pangandaran.
Berdasarkan peraturan bupati tersebut di
atas, perikanan berkelanjutan adalah semua
proses upaya (seperti penangkapan dan
pembudidayaan ikan), pengambilan, pengunaan,
pengembangan, dan pengusahaan sumberdaya
ikan secara terencana dan hati-hati dengan
menjamin keberadaan, ketersediaan dan
kesinambungan (keberlanjutan) sumberdaya
tersebut agar tetap tersedia bagi generasi
sekarang maupun yang akan datang.
Zona perikanan berkelanjutan adalah zona
untuk mendukung aktivitas masyarakat lokal
dalam rangka memanfaatkan biota laut yaitu
penangkapan ikan dengan alat dan cara yang
ramah lingkungan serta melakukan budidaya
yang ramah lingkungan. Zona perikanan
berkelanjutan berdasarkan RTRW Kabupaten
Ciamis (Pangandaran) kurang lebih seluas 23.471
(dua puluh tiga ribu empat ratus tujuh puluh
satu) hektar. Zona ini berada di radius 4 (empat)
mil dari pantai.
Untuk mengetahui usaha sektor perikanan
dan kelautan apa yang sesuai dilakukan di zona-
zona tersebut, diperlukan identifikasi potensi
ekonomi di kawasan konservasi untuk kegiatan
percontohan kegiatan perikanan berkelanjutan.
Penelitian bertujuan mengidentifikasi potensi
ekonomi di Kawasan Konservasi Perairan di
Kabupaten Pangandara, dengan maksud agar
dapat memetakan potensi ekonomi di zona-zona
pemanfaatan, dan potensi pengembangan
kawasan konservasi untuk kegiatan perikanan
berkelanjutan.
METODE PENELITIANPenelitian dilakukan pada tahun 2014 di
kawasan konservasi perairan khususnya zona
perikanan berkelanjutan di wilayah pesisir
Pangandaran seluas ± 23.471, yang berada di
radius 4 mil dari pantai (sesuai RTRW Kabupaten
Pangandaran). Penelitian dilakukan dengan
metode survey yaitu metode pengamatan yang
kritis untuk mendapatkan keterangan-keterangan
yang jelas terhadap suatu persoalan tertentu di
suatu daerah tertentu (Singarimbun, 1989) dalam
hal ini adalah potensi ekonomi yang ada di
kawasan konservasi perairan di Kabupaten
Pangandaran.
Jenis data yang digunakan berupa data
primer hasil observasi lapangan dan wawancara
dengan masyarakat dan data sekunder dari
instansi terkait. Penentuan sampel menggunakan
teknik purposive sampling dengan kriteria Foto: Dokumentasi Bappeda
Volume 2 Nomer - 20158 3 Juli September Warta Bappeda 15
wawasanperencanaan
masyarakat yang berada di kawasan konservasi di
Pangandaran.
Analisis data menggunakan metode analisis
deskripsi untuk memberikan gambaran umum
mengenai potensi ekonomi yang dapat
dikembangkan di kawasan konservasi yang
berwawasan lingkungan.
HASIL DAN PEMBAHASANWilayah Kabupaten Pangandaran memiliki
wilayah pesisir dan laut dengan panjang garis
pantai mencapai 91 km dengan luas laut
mencapai 67.340 ha yang meliputi 6 (enam)
wilayah kecamatan yaitu Kecamatan Kalipucang,
Kecamatan Pangandaran, Kecamatan Sidamulih,
Kecamatan Parigi, Kecamatan Cijulang, dan
Kecamatan Cimerak.
Untuk mengetahui kondisi Potensi Ekonomi
di Kawasan Konservasi Perairan di Kabupaten
Pangandaran ini dilaksanakan dengan terlebih
dahulu rapat dengar pendapat (public hearing)
terhadap masyarakat dan instansi terkait.
Berdasarkan dengar pendapat tersebut, potensi
ekonomi yang terdapat di kawasan konservasi
perairan Kabupaten Pangandaran terbagi menjadi
3 (tiga), yaitu, potensi budidaya perikanan dan
kelautan, potensi perikanan tangkap dan potensi
pengolahan hasil perikanan. Sebagai tindak lanjut
dari kegiatan dengar pendapat tersebut dilakukan
juga survey di beberapa tempat yang memiliki
potensi perikanan yang cukup baik, diantaranya:
Pangandaran, Kalipucang dan Batu Karas.
Dari ketiga potensi tersebut, potensi
perikanan tangkap adalah potensi yang sudah
dimanfaatkan oleh masyarakat di sekitar kawasan
konservasi, sementara budidaya lebih di dominasi
oleh budidaya perairan tawar. Potensi pengolahan
hasil perikanan hingga saat survey dilakukan juga
baru terfokus pada pengolahan ikan hasil
tangkapan dengan cara diasinkan atau dibuat
terasi serta pembuatan kerajinan tangan
cinderamata khas dari kerang-kerangan. Skala
produksinya pun masih terbatas dilakukan oleh
para wanita nelayan secara perorangan. Berikut
adalah hasil analisis potensi ekonomi di kawasan
konservasi perairan di Kabupaten Pangandaran.
A. Potensi Perikanan Tangkap1) Produksi Perikanan Tangkap
Berdasarkan data Konservasi Kawasan
dan Jenis Ikan, Kementerian Kelautan dan
Perikanan Tahun 2012, potensi lestari perikanan di
Kabupaten Pangandaran adalah sebesar 15.480
ton per tahun, dengan tingkat penangkapan ikan
laut 1.871,04 ton/tahun (12,08%). Adapun jenis-
jenis ikan laut ekonomis penting yang didaratkan
Kabupaten Pangandaran antara lain ikan dogol,
jerbung, lobster, udang lainnya, kakap merah,
Foto: Dokumentasi Bappeda
Volume 28 Nomer 3 Juli - September 2015Warta Bappeda 16
wawasanperencanaan
kakap putih, kerapu, cucut, bawal hitam, bawal
putih, tenggiri layur, tongkol, tuna/cakalang,
kembung, kuro, biji nangka, teri, tembang, alu-
alu, beronang, kepiting, rajungan, ekor kuning,
peperek, layang, ikan lidah dan jenis ikan lainnya.
Berdasarkan data produksi hasil tangkapan
per komoditas ikan di Kabupaten Pangandaran
tahun 2008-2013, produksi perikanan tangkap
terbesar tercapai pada tahun 2010 dengan total
produksi sebanyak 1.997,11 ton. Komoditas
tangkap terbanyak adalah ikan layur yaitu
sebanyak 517,12 ton ( Dinas Kelautan dan
Perikanan Kabupaten Pangandaran (2008-2012)
dan Kabupaten Pangandaran ( 2012-2013)
2) Daerah Penangkapan IkanDaerah penangkapan ikan nelayan Kabupaten
Pangandaran terdapat di sekitar Teluk
Pangandaran, Perairan Parigi, Karapyak, Perairan
Nusakambangan, dan Cilacap. Waktu yang
dibutuhkan oleh nelayan untuk sampai ke daerah
penangkapan ikan yang dituju berkisar antara 40-
60 menit dari fishing base. Penentuan daerah
penangkapan ikan dilakukan dengan
mengandalkan pengalaman, kebiasaan dan ciri-
ciri yang terdapat di perairan. Nelayan tidak
menggunakan alat bantu apapun untuk
menentukan daerah penangkapan ikan.
3) Armada Penangkapan IkanArmada Penangkapan ikan yang ada di
Kabupaten Pangandaran dapat dikelompokan
menjadi tiga macam, yaitu perahu tanpa motor,
perahu motor tempel, dan kapal motor. Sebagian
besar armada penangkapan ikan yang digunakan
oleh nelayan Kabupaten Pangandaran yaitu
perahu motor tempel yang menggunakan cadik.
Kapal motor yang beroperasi di Perairan
Pangandaran masih sangat sedikit hal ini
dikarenakan keterbatasan modal dan
keterampilan nelayan yang masih kurang. Perahu
motor tempel di Pangandaran kebanyakan
terbuat dari fiberglass yang menggunakan jenis
mesin tempel berkekuatan 7 PK. Perahu tersebut
mempunyai ukuran dimensi panjang total (LOA)
7,011,5 meter, lebar (B) 0,81,2 meter, dan dalam
(D) 0,7-1,5 meter. Kapal motor yang beroperasi di
Kabupaten Pangandaran kebanyakan dimiliki oleh
nelayan yang memiliki modal cukup besar
dengan ukuran kapal motor yaitu sebesar 5-10 GT
yang terbuat dari bahan kayu dengan
menggunakan mesin jenis inboard.
Perahu tanpa motor perkembangannya
berhenti pada tahun 2002 hal ini disebabkan
nelayan Kabupaten Pangandaran memilih untuk
menganti armada menjadi perahu motor tempel
karena lebih praktis dan efisien dalam hal operasi
penangkapan. Sedangkan untuk armada perahu
motor tempel pada tahun 2000 sampai 2003
terjadi peningkatan secara signifikan, hal ini
disebabkan banyak juragan-juragan yang
membeli mesin motor tempel untuk disewakan
kepada nelayan, dan nelayan juga merasa lebih
efektif dengan menggunakan mesin motor
tempel.
4) Alat Penangkapan IkanAlat penangkap ikan di Kabupaten
Pangandaran menurut statistik perikanan
Indonesia terbagi menjadi lima jenis yaitu:
· Pukat kantong. alat penangkap di Kabupaten
Pangandaran yang termasuk jenis pukat
kantong adalah pukat pantai atau jaring arad
dan dogol untuk nama lokalnya.
· Pukat cincin. alat penangkap pukat cincin
untuk daerah Kabupaten Pangandaran atau
biasa disebut jaring tingker/ payang untuk
nama lokalnya termasuk kategori mini purse
seine.
· Jaring insang. Jaring insang yang
dipergunakan di Kabupaten Pangandaran
terbagi lagi menjadi dua jenis yaitu, drift gill
net dan coral reef gill net. Kategori coral reef
gill net digunakan untuk menangkap udang
dan lobster dan nelayan Kabupaten
Pangandaran menyebut alat penangkap
tersebut dengan nama lokal jaring sirang.
· Perangkap. Alat penangkap jenis perangkap
adalah berupa perangkap rangka besi yang
diberi jaring insang atau jaring pintur/
krendet untuk nama lokalnya.
· Pancing. Alat penangkap jenis pancing
terbagi lagi menjadi tiga yaitu pancing ulur,
pancing rawai dan pancing tonda.
Berdasarkan alat tangkap dan daerah
tangkapannya, kami membagi zona tangkapan
berdasarkan hasil dan alat tangkapnya menjadi 3
(tiga) kelompok, yaitu: alat tangkap zona 0-2 mil,
alat tangkap zona 2-4 mil dan alat tangkap zona
lebih dari 4 mil.
Volume 2 Nomer - 20158 3 Juli September Warta Bappeda 17
wawasanperencanaan
1. Jarak 0-2 Mil Alat tangkap yang umum digunakan pada
zona ini adalah arad, dogol, jaring sirang, jaring
pintur/ krendet dan pancing ulur.
Jaring AradJaring arad atau pukat pantai merupakan alat
tangkap yang berbentuk pukat kantong yang
pengoperasiannya dilingkarkan di sekitar pantai
dan menariknya ke arah pantai melalui kedua
ujung sayapnya. Alat tangkap ini termasuk
kedalam jenis alat tangkap pukat kantong yang
ditarik dengan menggunakan tenaga manusia.
DogolJaring dogol merupakan alat tangkap yang
pengoperasiannya ditebar kemudian ditarik dari
atas kapal atau perahu dengan menggunakan
tenaga manusia. Alat tangkap ini dioperasikan
didasar perairan untuk menangkap ikan demersal
khususnya jenis udang. Nelayan Pangandaran
biasa menyebut alat tangkap ini dengan nama
jaring dogol.
Gambar 1. Nelayan Arad Di Pantai Barat Pangandaran
Sumber: Dokumentasi Pribadi
Gambar 2.
Sketsa Arad
Gambar 3.
Sketsa Dogol
Volume 28 Nomer 3 Juli - September 2015Warta Bappeda 18
wawasanperencanaan
Jaring SirangJaring sirang adalah salah satu jenis gill net
yang berdasarkan metode pengoperasiannya di
daerah Kabupaten Pangandaran termasuk ke
dalam klasifikasi jaring insang dasar (coral reef gill
net). Jaring sirang digunakan untuk menangkap
udang karang atau disebut juga jaring lobster.
Selain untuk menangkap lobster, tidak jarang
nelayan Kabupaten Pangandaran juga
menggunakan jaring sirang untuk menangkap
ikan seperti ikan layur dengan menggunakan
mata jaring ukuran 2 inci. Jaring sirang termasuk
alat tangkap jaring yang mayoritas dimiliki oleh
nelayan di Kabupaten Pangandaran sebagai alat
tangkap sambilan dan sambilan utama.
Hasil tangkapan utama adalah udang lobster,
yang memiliki nilai ekonomis yang tinggi di
daerah Kabupaten Pangandaran. Satu kilogram
udang lobster jenis Panulirus sp. bernilai jual Rp
500.000 – Rp 600.000. Hasil tangkapan tersebut
biasanya dimasukkan ke dalam kotak styrofoam
berkapasitas 30 kg. Setelah penanganan hasil
tangkapan selesai, jaring pun dirapikan untuk
persiapan setting selanjutnya.
Jaring Pintur/ KrendetJaring pintur/ krendet ini tergolong sangat
sederhana dan dapat dioperasikan dari atas
tebing yang curam. Jaring pintur/ krendet
merupakan hasil kerajinan tangan, dibuat dengan
bermacam-macam bentuk dan ukuran, sesuai
dengan permintaan dan kebutuhan
penangkapan. Jaring pintur/ krendet dibuat dari
kerangka besi galvanis (kawat seng) tahan karat,
kerangka tersebut disulam dengan jaring
sehingga jarak antar jaring maupun dengan
kerangka besi rapat dan kuat. Perbedaan jaring
pintur dan krendet terletak pada konstruksi besi
galvanisnya. Jaring pintur berbentuk persegi
dengan mulut jaring perangkap pada sisi kiri dan
kanan. Bentuknya mengkerucut kedalam dan
berfungsi sebagai jalan masuk rajungan, kepiting
ataupun kerang (keong) dan lobster. Rangka
pintur dibuat tidak permanen dan dapat mudah
untuk dibuka dan ditutup (dilipat), sehingga
memudahkan nelayan memasang umpan pada
pengait umpan dan menebarnya ke laut yang
merupakan alat tangkap yang ramah lingkungan.
Jaring krendet adalah jaring yang memiliki
konstruksi besi galvanis berbentuk bulat.
Gambar 4.
Perbandingan Sketsa Jaring Pintu dan Krendet
Pancing UlurPancing ulur adalah suatu alat penangkapan
ikan yang terdiri dari sejumlah utas tali dan
sejumlah pancing yang terdiri dari banyak mata
pancing yang disusun menyerupai jangkar. Pada
beberapa sentimeter di atas mata pancing
diikatkan umpan. Pancing ulur termasuk ke dalam
klasifikasi alat tangkap hook and line (DKP, 2008).
Pada prinsipnya pancing ini terdiri dari dua
komponen utama yaitu tali (line) dan mata
pancing (hook). Tali pancing biasanya terbuat dari
benang katun, nilon, polietilen dan plastik.
Sedangkan mata pancing dibuat dari kawat baja,
kuningan atau bahan lain yang tahan karat. Pada
umumnya ujung mata pancing tersebut berkait
balik, namun ada juga yang tanpa berkait balik.
Diameter besi adalah 4 mm dan kerangka yang
dibentuknya bergaris tengah 80 cm. Sebagai
penutupnya digunakan 2 lapis jaring. Pada bagian
tengah kerangka jaring dipasang tali umpan.
Gunanya sebagai tempat mengikatkan umpan.
Volume 2 Nomer - 20158 3 Juli September Warta Bappeda 19
wawasanperencanaan
Jumlah mata pancing pada tiap unit pancing bisa
tunggal atau ganda (dua sampai tiga buah)
bahkan banyak sekali (ratusan sampai ribuan)
tergantung dari jenis pancingnya.
Gambar 5.
Sketsa Pancing Ulur
2. Jarak 2-4 Mil Alat tangkap yang umum digunakan
pada zona ini adalah tingker, gill net, Tonda dan
Rawai.
TingkerMini purse seine atau oleh nelayan setempat
disebut tingker/ payang merupakan alat tangkap
yang aktif. Karakteristik purse seine adalah adanya
cincin-cincin (ring) yang menggantung pada
bagian bawah jaring, yang berfungsi untuk
mempermudah penarikan tali kolor (purse line)
pada saat pengerucutan jaring.
Gambar 6.
Jaring/ Payang
(Mini Purse Seine)
Yang Sedang
Dijemur Di Batukaras.
Sumber:
Dokumen Pribadi
Nelayan mini purse seine yang berjumlah 8-
20 orang memiliki pembagian tugas masing-
masing saat operasi penangkapan. Lama waktu
hauling berkisar antara 25 sampai 1 jam
tergantung jumlah hasil tangkapan yang
diperoleh. Hasil tangkapan kemudian dimasukkan
ke dalam blong/drum plastik besar berkapasitas
100 kg. Setelah selesai menangani hasil
tangkapan nelayan merapikan kembali jaring
untuk persiapan setting selanjutnya.
Gambar 7.
Sketsa Jaring Tingker/ Payang (Mini Purse Seine)
Gill NettJaring insang merupakan alat
penangkapan ikan yang terbuat dari bahan jaring
berbentuk empat persegi panjang yang pada
bagian atasnya terdapat pelampung dan tali ris
atas dan pada bagian bawahnya terdapat tali ris
bawah dan pemberat, sehingga jaring dapat
terentang seperti dinding didalam air. Nelayan
Kabupaten Pangandaran biasa menyebut alat
tangkap ini dengan nama jaring sirang dawah.
Alat tangkap gillnet termasuk ke dalam
alat tangkap pasif karena metode
penangkapannya yaitu menunggu ikan yang
melalui alat tangkap tersebut bukan mengejar
ikan. Berdasarkan bahan jaring yang digunakan
alat tangkap gillnet dibagi kedalam dua jenis
yaitu gillnet monofilament dan gillnet
multifilament. Menurut letak operasi, gill net yang
ada di Kabupaten
Pangandaran termasuk ke
dalam kelompok surface
drift gill net, yang
pengoperasiannya
dilakukan secara pasif pada
malam hari.
Volume 28 Nomer 3 Juli - September 2015Warta Bappeda 20
wawasanperencanaan
Gambar 8.
Sketsa Gillnett Monofilamen
Gambar 9.
Sketsa Gillnett Multifilamen
Tonda dan RawaiAlat penangkap jenis pancing di daerah
Kabupaten Pangandaran memiliki beberapa jenis
yang hampir dimiliki oleh semua nelayan di
Kabupaten Pangandaran. Jenis alat penangkap
pancing ini yaitu tonda (troll linre) dan rawai
tegak lurus (vertical long line). Pengoperasian unit
alat tangkap pancing digunakan setiap saat atau
pada saat satu kali trip ke laut dengan
menggunakan alat tangkap seperti gillnet, mini
purse seine, dan sirang, alat tangkap jenis
pancing selalu dibawa dalam kapal oleh nelayan.
Ukuran mata pancing tonda yang umum
digunakan adalah No.4-5 walau terkadang ada
juga yang menggunakan ukuran mata pancing
no.9, dan menggunakan jenis tali PA
monofilament sepanjang ± 50 m. Jenis umpan
yang digunakan dalam pengoperasian pancing
tonda adalah rapala dan sutra. Rata-rata nelayan
membawa satu unit pancing tonda sebanyak 15-
60 mata pancing.
Gambar 10.
Sketsa Pancing Tonda
Volume 2 Nomer - 20158 3 Juli September Warta Bappeda 21
wawasanperencanaan
Rawai; nelayan Kabupaten Pangandaran
dalam satu kali trip umumnya membawa 2-4 set
pancing dengan satu set pancing berjumlah
hingga ±100 buah mata pancing. Ukuran mata
pancing yang digunakan tergantung sasaran ikan
yang akan di tangkap. Seperti rawai layur, nelayan
banyak menggunakan mata pancing no.8.
3. Jarak Lebih Dari 4 Mil Alat tangkap yang umum digunakan pada
zona ini sama seperti pada zona 2-4 mil, hanya
saja ukuran mata jaring yang digunakan lebih
besar. Hasil tangkapannya sama dengan pada
zona 2-4 mil. Alat tangkap yang digunakan
adalah tingker, gill net, Tonda dan Rawai.
Berdasarkan hasil public hearing potensi
perikanan tangkap yang belum dimanfaatkan
secara optimal di kawasan konservasi perairan di
Kabupaten Pangandaran adalah dalam
penangkapan ikan menggunakan drift gill net
dengan mata jaring (mesh size) yang lebih besar
pada perairan lebih dari 4 (empat) mil,
penggunaan jaring tingker/ payang (mini purse
seine) pada perairan lebih dari 4 (empat) mil serta
penangkapan udang dan lobster dengan jaring
sirang (coral reef gill net) di daerah Batukaras dan
Bagolo.
Berdasarkan public hearing dan survey yang
dilakukan, terdapat beberapa permasalahan
dalam kegiatan perikanan tangkap sebagai
potensi ekonomi di kawasan konservasi perairan
di Kabupaten Pangandaran. Permasalahan
tersebut antara lain:
Gambar 11.
Sketsa Pancing Rawai
· Untuk memanfaatkan potensi ekonomi di
kawasan konservasi perairan khususnya
dalam hal perikanan tangkap, dibutuhkan
alat tangkap yang lebih ideal, para nelayan
merekomendasikan penggunaan dan
bantuan alat tangkap tingker/ payang (mini
purse seine) karena hasil tangkapan
melimpah dan bisa digunakan kapan saja.
· Selain tingker, jaring insang hanyut (drift gill
net) juga sangat diperlukan bagi nelayan
karena masa pemakaiannya lebih lama dan
kontinu serta lebih mudah dalam
perbaikannya. Khusus untuk armada yang
lebih dari 30 GT diperlukan gill net yang
memiliki ukuran mata jaring (mesh size) ≥ 5
inch.
· Untuk kegiatan penangkapan udang atau
lobster, diperlukan jaring sirang (coral reef
gill net) yang memiliki ukuran mata jaring
(mesh size) 3,5 – 5 inch.
· Diharapkan adanya pengadaan rumah ikan
atau rumpon yang letaknya di kordinasikan
dengan nelayan setempat, agar tidak
menghambat alur pelayaran atau merusak
jaring nelayan.
Volume 28 Nomer 3 Juli - September 2015Warta Bappeda 22
wawasanperencanaan
B. Kegiatan Budidaya PerikananPotensi perikanan yang berkembang di pesisir Pangandaran dalam
kegiatan budidaya perikanan didominasi oleh berupa budidaya air tawar.
Potensi ekonomi di bidang budidaya air payau dan air laut belum
dimanfaatkan secara optimal.
Tabel 1.
Data Produksi Budidaya Per Komoditas Kabupaten Pangandaran
Tahun 2008-2013 (Dalam Ribuan)
Jenis Ikan Tahun
2008
(Ton)
2009
(Ton)
2010
(Ton)
2011
(Ton)
2012
(Ton)
2013
(Ton) Budidaya Air
Tawar
Mas 855,69 558,82 579,65 1.200,94 1.540,84 1.520,10
Tawes 999,89 704,46 757,18 965,30 951,16 893,22
Nila 1.934,20 3.155,50 3.321,7 4.549,36 6.503,98 8.180,16
Gurame 1.100,09 1.840,44 1.999,02 2.523,75 2.843,80 3.013,44
Udang Galah 100,09 121,43 129,43 163,09 164,01 170,17
Patin - - 0 571,43 235,47 280.8
Ikan Lainnya 5.198,42 4.110,77 4.293,30 4.446,5 9.457,04 8.857,51
Jumlah 10.189,28 10.491,42 11.080,28 14.420,37 21.696,3 22.915,4
Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Ciamis (2008-2012) dan Kabbupaten Pangandaran (2013-2014)
Pada tabel di atas dapat dilihat bahwa produksi budidaya terbesar
tercapai pada tahun 2013 dengan total produksi sebanyak 22.915,4 Ton.
Komoditas budidaya terbanyak adalah ikan nila yaitu sebanyak 8.180,16 Ton.
Adapun nilai produksi budidaya setiap komoditas dapat dilihat pada tabel di
Tabel 2.
Nilai Produksi Budidaya Per Komoditas Kabupaten Pangandaran Dalam Ribuan
Jenis Ikan Tahun
2006
(Rp)
2007
(Rp)
2008
(Rp)
2009
(Rp)
2010
(Rp)
2011
(Rp) Budidaya Air
Tawar
Mas 10.268.280 6.705.840 520.800 18.571.200 24.072.380 24.012.513
Tawes 11.998.680 8.453.250 9.086.160 12.548.900 13.316.305,8 12.505.122
Nila 15.473.600 26.821.750 28.235.045 45.782.700 60.813.681 85.046.402,25
Gurame 23.120.790 40.489.680 43.978.440 63.093.750 76.782.702,6 81.362.880
Udang Galah 3.503.150 4.857.200 5.167.200 8.654.500 8.113.290 8.508.330
Patin - - - 5.714.300 2.119.267,8 2.527.200
Ikan Lainnya 47.856.920 37.213.550 38.891.580 51.228.300 102.582.169,9 92.504.419,2
Jumlah 112.221.420 124.541.540 125.879.225 205.593.650 287.799.797,1 306.466.866,45
Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Ciamis (2008-2012) dan Kabupaten Pangandaran (2013-2014)
Volume 2 Nomer - 20158 3 Juli September Warta Bappeda 23
wawasanperencanaan
Salah satu potensi ekonomi di kawasan
konservasi perairan Kabupaten Pangandaran yang
belum dimanfaatkan adalah budidaya
penggemukan kepiting bakau. Kegiatan budidaya
penggemukan kepiting bakau terpusat di wilayah
Kalipucang khususnya di daerah Majingklak dan
Ciawai Tali. Kegiatan budidaya di daerah ini masih
tergolong tradisonal, karena masih
mengandalkan bibit dari alam (hasil tangkapan).
Adapun kolam yang digunakan untuk budidaya
penggemukan kepiting bakau ini menggunakan
kolam yang di dalamnya terdapat pohon bakau
(mangrove) atau yang lebih dikenal dengan
system sylvofishery, yaitu sistem budidaya ikan
yang memadukan unsur tanaman mangrove
dalam proses produksinya (Iwang,
2010).Berdasarkan public hearing dan survey
yang dilakukan, terdapat beberapa permasalahan
dalam kegiatan budidaya penggemukan kepiting
bakau sebagai potensi ekonomi di kawasan
konservasi perairan di Kabupaten Pangandaran.
Permasalahan tersebut antara lain:
1Kurangnya pembinaan, perhatian
maupun bantuan modal dari pemerintah,
baik di tingkat daerah maupun provinsi.
2Tingkat permintaan akan kepiting bakau
yang tinggi di Kabupaten Pangandaran
maupun jawa Barat secara umum masih
belum dapat terpenuhi. Kegiatan budidaya
penggemukan kepiting bakau ini masih
sangat prospektif.
3Budidaya penggemukan kepiting bakau
ini dapat meningkatkan kondisi
perekonomian nelayan, terutama nelayan
penangkap kepiting bakau. Kepiting hasil
tangkapan yang ukurannya kecil dan belum
layak dijual dapat dibesarkan untuk
meningkatkan nilai jualnya.
Selain kepiting bakau, potensi ekonomi
budidaya perikanan di kawasan konservasi
perairan Kabupaten Pangandaran adalah kegiatan
budidaya penggemukan lobster. Kegiatan
budidaya penggemukan lobster di Kabupaten
Pangandaran sudah berjalan berada di daerah
Batu Karas. Kegiatan budidaya di daerah ini masih
tergolong tradisonal, karena masih
mengandalkan bibit dari alam (hasil tangkapan).
Untuk meningkatkan nilai ekonominya, nelayan
lobster membudidayakan lobster hasil tangkapan
yang masih berukuran kecil, akan tetapi hal ini
masih belum optimal karena berbagai kendala.
Selain di Batu Karas, kegiatan budidaya
penggemukan lobster juga akan dilakukan di
daerah Bagolo.
Berdasarkan public hearing dan survey yang
dilakukan, terdapat beberapa permasalahan
dalam kegiatan budidaya penggemukan lobster
sebagai potensi ekonomi di kawasan konservasi
perairan di Kabupaten Pangandaran.
Permasalahan tersebut antara lain:
1Ketersediaan lobster hasil tangkapan
sangat melimpah dan memiliki ukuran
yang bervariasi, dari yang kecil sampai besar.
Biasanya lobster yang ukuran kecil harganya
relatif lebih murah.
2belum tersedianya sarana dan prasarana
serta sumber daya manusia yang
mumpuni dalam kegiatan budidaya
penggemukan lobster ini.
Gambar 12.
Lobster (Panulirus sp) Hasil Budidaya
Pembesaran Di Batu Karas
Sumber: Dokumentasi pribadi
C. Kegiatan Pengolah Hasil PerikananKegiatan pengolahan hasil perikanan
yang banyak dilakukan oleh nelayan di Kabupaten
Pangandaran adalah pengolahan ikan asin dan
terasi. Pengasinan ikan yang dilakukan oleh
nelayan masih cukup tradisonal. Adapun olahan
hasil perikanan yang menjadi komoditas
unggulan di Kabupaten Pangandaran adalah asin
ikan jambal roti, asin ikan teri dan terasi.
Volume 28 Nomer 3 Juli - September 2015Warta Bappeda 24
wawasanperencanaan
Berdasarkan survey yang dilakukan, terdapat
beberapa permasalahan dalam kegiatan
pengolahan hasil perikanan sebagai potensi
ekonomi di kawasan konservasi perairan di
Kabupaten Pangandaran. Permasalahan tersebut
antara lain:
1Kurangnya modal yang memadai serta
bantuan pelatihan peningkatan mutu
maupun diversifikasi produk pengolahan
hasil perikanan dari pemerintah.
2Keterbatasan alat produksi, sertifikasi
perizinan mutu dan kesehatan makanan,
serta alat pengemasan yang dapat
meningkatkan nilai ekonomis dan estetika
dari produk pengolahan hasil perikanan.
3Hasil olahan nelayan hanya dapat
memenuhi pasar lokal dan wisatawan.
Selain pengolahan hasil perikanan berupa
ikan asin, Kabupaten Pangandaran juga memiliki
potensi pengolahan limbah perikanan terpusat di
daerah Pangandaran. Produk pengolahan limbah
perikanan umumnya berupa kerajinan hiasan dan
cinderamata yang terbuat dari kerang-kerangan,
pasir dan cangkang crustacea.
Gambar 13.
Pengolahan Hasil Perikanan Pengasinan Ikan
Sumber: Dokumentasi pribadi
Gambar 14.
Lampu Hias Hasil Pengolahan Limbah Perikanan
Sumber: Dokumentasi pribadi
Terdapat beberapa permasalahan dalam
kegiatan pengolahan limbah perikanan sebagai
potensi ekonomi di kawasan konservasi perairan
di Kabupaten Pangandaran. Permasalahan
tersebut antara lain:
· Keterbatasan modal dan peralatan produksi
yang menyebabkan permintaan barang
untuk pasar lokal maupun daerah lain tidak
terpenuhi.
· Potensi pengolahan limbah perikanan ini
sangat membantu pendapatan keluarga
nelayan ketika paceklik datang, namun
masih belum dimanfaatkan secara optimal.
· Para pengrajin perlu pelatihan yang lebih
banyak untuk mengembangkan inovasi
dalam produk pengolahan limbah
perikanan.
· Belum terdapat suatu lokasi khusus untuk
galeri yang memasarkan hasil pengolahan
limbah perikanan secara khusus di
Kabupaten Pangandaran. Keberadaan pasar
wisata dinilai tidak efektif karena
kepemilikan yang bersifat perorangan serta
relatif jauh dari pantai sebagai pusat
kegiatan wisatawan.
SIMPULAN DAN SARAN SIMPULAN1. Potensi ekonomi di kawasan konservasi
perairan Kabupaten Pangandaran terbagi
menjadi potensi perikanan tangkap, perikanan
budidaya dan pengolahan hasil perikanan.
2. Potensi ekonomi tersebut berpeluang
memberikan kontribusi yang cukup signifikan
terhadap pendapatan asli daerah (PAD). Dari
potensi perikanan tangkap pada tahun 2013
saja, perikanan tangkap menghasilkan
kontribusi bagi pendapatan daerah sebesar
Rp. 11.875.451.701,-. Sedangkan potensi
perikanan budidaya dan pengolahan hasil
perikanannya belum terdata.
3. Ketiga potensi tersebut perlu mendapat
perhatian lebih agar dapat mendukung
pembangunan ekonomi daerah dan nasional
untuk meningkatkan penerimaan devisa,
lapangan kerja, dan pendapatan penduduk.
SARAN1. Perlu dilakukan kajian lanjutan mengenai
kesesuaian lahan dan analisis usaha terhadap
PETA WISATA PANGANDARAN
Volume 2 Nomer - 20158 3 Juli September Warta Bappeda 25
pengembangan potensi ekonomi di kawasan
konservasi perairan Kabupaten Pangandaran
khususnya terhadap potensi perikanan
tangkap, perikanan budidaya dan pengolahan
hasil perikanan.
2. Perlu dilakukan peningkatan kapasitas
sumberdaya manusia yang terkait dalam
pengembangan potensi ekonomi di kawasan
konservasi perairan Kabupaten Pangandaran
khususnya terhadap potensi perikanan
tangkap, perikanan budidaya dan pengolahan
hasil perikanan. Peningkatan kapasitas dapat
dilakukan melalui kegiatan pelatihan-
pelatihan teknis maupun kunjungan studi
banding.
3. Perlu dilakukan pemberian bantuan baik
berupa modal keuangan, prasarana maupun
j a r i ngan pem as a ran p roduk te r ka i t
pengembangan potensi ekonomi di kawasan
k o n s e r v a s i p e r a i r a n d i K a b u p a t e n
Pangandaran.
wawasanperencanaan
DAFTAR PUSTAKAPermen Kelautan dan Perikanan RI No. Per.
02/MEN/2009 Tentang Tata Cara
Penetapan Kawasan Konservasi Perairan
Peraturan Bupati No. 15 Tahun 2008 Tentang
Pencadangan Lokasi Kawasan Konservasi
Laut Kabupaten Ciamis (Pangandaran).
RTRW Kabupaten Ciamis (Pangandaran) Tahun
2013
DKP, 2008. Metode dan Alat Tangkap Ikan.
Departemen Kelautan dan Perikanan.
Jakarta.
DKP Kabupaten Ciamis, 2012. Statistik Perikanan
Kabupaten Ciamis
DKP Kabupaten Pangandaran, 2014. Statistik
Perikanan Kabupaten Pangandaran.
Iwang, 2010. Strategi Pengelolaan Ekosistem Hutan
Mangrove Berkelanjutan. Disertasi. IPB,
Bogor.
Singarimbun dan Effendi, 1989. Metode Penelitian
Survei. LP3ES, Jakarta.
Dokumen: Net
Volume 28 Nomer 3 Juli - September 2015Warta Bappeda 26
waw
asan
pere
nca
naan
Implementasi Kebijakan Daerah Terkait Kawasan KARST Citatah
Oleh Heni Aryani*Rendra Chaerudin**
*) Fungsional Perencana Madya pada Bidang Sosbud Bappeda Provinsi Jawa Barat**) Dosen Sekolah Bisnis dan Manajemen ITB
KARST Citatah yang terletak di Kecamatan Cipatat Kabupaten Bandung Barat memiliki potensi tinggi antara lain sebagai bahan tambang batu kapur,
memiliki nilai hidrologi serta keanekaragaman hayati (Samodra,2004). Adanya temuan situs purbakala berupa alat-alat batu, gerabah, bongkah andesit sebagai alat tumbuk, tulang-tulang binatang dan fosil (diduga sebagai fosil nenek moyang orang Sunda) di Situs Goa Pawon dan lingkungan sekitarnya merupakan temuan pertama arkeologi spektakular di Jawa Barat. Benda temuan yang sangat melimpah ini menunjukkan betapa intensifnya Goa Pawon digunakan manusia prasejarah sebagai hunian (Brahmantyo 2008).
I.PENDAHULUAN
Volume 28 Nomer 3 Juli - September 2015 Warta Bappeda 27
Perlindungan kawasan KARST Citatah sudah
mendapat perhatian dari pemerintah yang
ditunjukkan dengan adanya upaya-upaya
konservasi kawasan KARST Citatah melalui
penetapan Goa Pawon sebagai Cagar Budaya
yang ditetapkan melalui Perda No. 2 tahun 2006.
Bahkan pada pertengahan tahun 2010,
Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata Republik
Indonesia telah mengajukan kawasan KARST
Citatah ke UNESCO untuk ditetapkan sebagai
Warisan Budaya Dunia. Selain itu,. Pada tanggal
10 Juni 2010 diadakan sebuah seminar terkait
pengelolaan KARST Citatah, yang menghasilkan
Deklarasi Citatah yang menegaskan beberapa hal
yaitu: (1) KARST Citatah khususnya Goa Pawon,
Pasir Pawon, Pasir Masigit, Pasir Bancana, Pasir
Karang, dan Gunung Hawu merupakan kawasan
yang harus dilindungi; (2) penataan kembali Goa
Pawon sebagai tujuan wisata; dan (3) proses
pengalihan mata pencaharian selain tambang.
Kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh
pemerintah pada intinya menekankan agar
pengelolaan kawasan KARST dilakukan secara
berkelanjutan dengan memperhatikan aspek
ekologi serta kesejahteraan masyarakat. Namun
pada kenyataannya, masih banyak permasalahan
Foto: Dokumentasi Bappeda
Volume 28 Nomer 3 Juli - September 2015Warta Bappeda 28
wawasanperencanaan
yang timbul seperti hilangnya beberapa sumber
mata air, perbukitan KARST yang rusak, dan
terancamnya situs Goa Pawon (Yunianto 2008).
Banyaknya pemangku kepentingan di KARST
Citatah ternyata telah menyebabkan terjadinya
benturan kepentingan dari aspek ekonomi, sosial,
dan ekologi. Salah satu pemanfaatan yang terlihat
dengan jelas adalah adanya kegiatan
pertambangan dalam skala besar di KARST
Citatah yang dikhawatirkan akan semakin
menganggu kualitas lingkungan sekitar.
2.1 Kebijakan Daerah terkait Konservasi KARST Citatah
Dalam rangka perlindungan lingkungan dan
pengelolaan tata ruang kawasan KARST Citatah,
Pemerintah Daerah telah mengupayakan
beberapa kebijakan dengan menerbitkan
beberapa peraturan daerah. Kebijakan daerah
yang sudah diterapkan terkait konservasi KARST
Citatah adalah sebagai berikut:
1. Perda Kabupaten Bandung No. 12/ 2001
tentang Tata Ruang (Ketika Kab. Bandung
Barat belum terbentuk). Diketahui bahwa
pemanfaatan ruang untuk pertambangan
dan industri (termasuk di dalamnya industri
pengolahan kapur) telah melebihi ruang
yang diperuntukan dan masih tidak mampu
menata dan mengamankan kawasan KARST
Citatah
Perlindungan kawasan KARST Citatah sudah mendapat perhatian dari pemerintah
yang ditunjukkan dengan adanya upaya-upaya konservasi kawasan KARST Citatah
melalui penetapan Goa Pawon sebagai Cagar Budaya yang ditetapkan melalui Perda No. 2 tahun 2006. Bahkan pada pertengahan tahun 2010, Kementerian
Kebudayaan dan Pariwisata Republik Indonesia telah mengajukan kawasan
KARST Citatah ke UNESCO untuk ditetapkan sebagai Warisan Budaya Dunia.
Implementasi kebijakan-kebijakan yang telah
dikeluarkan pemerintah belum terlaksana secara
optimal. Hal ini ditunjukkan dengan masih adanya
kegiatan pertambangan di sekitar kawasan yang
dilindungi ini. Salah satu penyebab sulitnya
implementasi kebijakan di daerah KARST
dikerenakan anggapan masyarakat bahwa mata
pencaharian dari kegiatan penambangan
merupakan satu-satunya mata pencaharian
mereka dan sulit untuk beralih mata pencaharian
ke bidang lainnya karena pekerjaan tersebut telah
dilakukannya selama bertahun-tahun. Selain itu
masih banyaknya kepentingan dari beberapa
pihak yang menginginkan kegiatan usaha
pertambangan masih terus berjalan. Melihat
permasalahan yang ada di KARST Citatah, penting
diadakan penelitian untuk menganalisis kebijakan
pemerintah yang sudah ada dan bagaimana
implementasi dari kebijakan pemerintah tersebut.
Foto: Dokumentasi Bappeda
Volume 2 Nomer - 20158 3 Juli September Warta Bappeda 29
wawasanperencanaan
2. Perda Provinsi Jawa Barat Nomor 2 Tahun
2002 tentang Perlindungan Lingkungan
Geologi. Secara umum isi Perda tersebut
meliputi kewenangan pemerintah daerah,
ketentuan pengelolaan yang meliputi
inventarisasi, pemanfaatan, pembinaan,
pengendalian dan pengawasan serta
ketentuan tentang pidana dan
penyidikan.Gubernur Jabar memiliki
wewenang dalam upaya implementasi Perda
tersebut dibantu oleh Dinas Energi dan
Sumberdaya Mineral (ESDM).
Pasal 7 dalam Perda ini menyatakan
bahwa ruang lingkup daerah konservasi
geologi sebagaimana dimaksud pada Pasal 5
Peraturan Daerah ini meliputi: (a) Kawasan
Resapan Air; (b) Kawasan Cagar Alam
Geologi; (c) Kawasan KARST. Pelaksanaan dari
pasal tersebut lebih jelasnya terdapat dalam
Perda Provinsi Jawa Barat Nomor 2 Tahun
2006 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung.
Namun Perda ini pun masih tidak mampu
melindungi kawasan KARST Citatah
3. Peraturan Bupati Bandung No. 8 Tahun
2004 tentang Pelimpahan Sebagian
Kewenangan Bupati kepada Camat di
Lingkungan Pemerintah Kabupaten
Bandung. Akibat diterbitkannya Peraturan
Bupati Bandung No. 8 Tahun 2004 tentang
Pelimpahan Sebagian Kewenangan Bupati
kepada Camat di Lingkungan Pemerintah
Kabupaten Bandung, meliputi 25 bidang,
termasuk bidang pertambangan dan energi,
telah menimbulkan banyak masalah karena
pelimpahan kewenangan tersebut melebihi
kapasitas sebuah kecamatan.
4. Perda Provinsi Jawa Barat Nomor 2 Tahun
2006 tentang Pengelolaan Kawasan
Lindung. Secara umum isi Perda ini meliputi
ruang lingkup dan kriteria kawasan lindung,
penetapan kawasan lindung Jabar,
pengelolaan, pembiayaan, pengawasan,
pemanfaatan, partisipasi masyarakat sekitar,
larangan dan sanksi. Pasal 62 dalam Perda ini
menyatakan bahwa kawasan konservasi
geologi sebagaimana dimaksud pada Pasal
41 sampai dengan pasal 44 yaitu Goa Pawon
termasuk kedalam kawasan cagar alam
geologi yang harus dilindungi dan KARST
Citatah-Tagog Apu termasuk kedalam
kawasan KARST yang harus dilindungi.
Namun Perda ini pun tidak cukup mampu
mencegah kerusakan kawasan ini.
5. Pergub Nomor 20 Tahun 2006 tentang
Perlindungan KARST di Jawa Barat. Secara
umum isi dari Pergup tersebut meliputi nilai
strategis kawasan KARST; inventarisasi dan
penyelidikan kawasan KARST, klasifikasi
kawasan KARST dan konservasi dan
pemanfaatan kawasan KARST.Menurut Pasal
13 ayat (1), kawasan KARST kelas I pada
dasarnya disiapkan menjadi kawasan lindung,
dan dapat dimanfaatkan untuk kegiatan yang
sifatnya tidak menurunkan mutu lingkungan
fisik dan biofisik; dan ayat (2) manyatakan
bahwa pemanfaatan kawasan KARST kelas I
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal
ini mencakup: (a) pengembangan pariwisata
yang berbasis pada alam, ekosistem, dan
atau budaya; (b) penelitian dan
pengembangan ilmu pengetahuan; (c)
pengembangan sumberdaya air yang
sifatnya tidak komersial.
Sumber: Bramantyo (2008)
Gambar 2.1 Zonasi KARST Citatah Jabar,
Termasuk Kawasan KARST kelas 1 dan 2.
6. Provinsi Jawa Perda Barat No. 22 tahun
2010 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
Provinsi Jawa Barat Tahun 2009-2029 pasal
15 ayat 5 yaitu strategi untuk menjaga
kualitas kawasan lindung sebagaimana
dimaksud pada ayat 2 huruf b, meliputi : (a)
optimalisasi pendayagunaan kawasan
lindung hutan dan non hutan melalui jasa
lingkungan untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat; (b) pengendalian
pemanfaatan sumberdaya alam dan
sumberdaya buatan pada kawasan lindung;
(c) pencegahan kerusakan lingkungan akibat
kegiatan budidaya; (d) rehabilitasi lahan kritis
Volume 28 Nomer 3 Juli - September 2015Warta Bappeda 30
wawasanperencanaan
di kawasan lindung; dan (e) penyusunan
arahan insentif dan disinsentif serta
pengenaan sanksi dalam hal alih fungsi
dan/atau penerbitan izin pembangunan
dan/atau kegiatan di kawasan lindung.
Namun perizinan usaha pertambangan
masih tetap berjalan.
7. Perbup Bandung Barat Nomor 7 Tahun
2010 tentang Perlindungan Kawasan Situs
Goa Pawon dan Lingkungannya. Tujuan
dari Perda ini adalah memanfaatkan Kawasan
Situs Goa Pawon sebagai kawasan benda
cagar budaya dan situs sehingga perlu
adanya perlindungan dan pemeliharaan
dengan cara penyelamatan, pengamanan,
perawatan, dan pemugaran; Menjamin
kelestarian sumberdaya alam, benda cagar
budaya, keanekaragaman hayati dan tata
ruang; Menjamin ketersediaan dan
keamanan sumberdaya alam, flora dan fauna
baik untuk masa kini maupun di masa-masa
yang akan datang.
2.2 Implementasi kebijakan daerah terkait konservasi KARST Citatah
Industri batu kapur di kawasan KARST Citatah
sendiri, sudah mulai ada sejak tahun 1950-an,
namun mulai berkembang pesat mulai tahun
1980-an (Suganda 2004), sehingga
pertambangan batu kapur sudah menjadi mata
pencaharian utama masyarakat. Sulitnya
melindungi KARST Citatah dari pertambangan
batu kapur yang berlebihan karena aktifitas
pertambangan sudah jauh lebih dulu ada
daripada kebijakan-kebijakan daerah tersebut.
Pelaksanaan kebijakan daerah secara umum
sudah memiliki keselarasan antara kebijakan pada
tingkat provinsi sampai kabupaten yaitu sudah
ada upaya konservasi dari mulai penunjukkan
kawasan geologi sampai upaya teknis pada situs
yang dilindungi.Kebijakan daerah pada tingkat
provinsi (Perda) secara umum memiliki tujuan
kepada upaya konservasi.Namun secara redaksi
setiap pasal dalam kebijakan tersebut masih
bersifat umum.Hal ini karena memang pada
dasarnya Perda mengakomodir secara umum
tentang lingkungan geologi se-Jawa Barat. Oleh
sebab itu, segala kebijakan implementasi Perda
akan tertuang sebagai rujukan pembuatan
kebijakan daerah turunan seperti Pergub ataupun
Perbub. Namun dalam beberapa hal khususnya
pelaksanaan teknis kebijakan tersebut belum
sepenuhnya terlaksana dengan baik.
Aktifitas pertambangan dilokasi itu jelas tidak
sejalan dengan Pergub Nomor 20 Tahun 2006
tentang Perlindungan KARST di Jawa Barat.
Pelanggaran sebenarnya sudah diatur dalam hal
tindak pidana dalam Peraturan Daerah Provinsi
Jawa Barat Nomor 2 Tahun 2002 tentang
Perlindungan Lingkungan Geologi pasal 18 ayat 3
yang menyebutkan bahwa tindak pidana
termasuk tindakan yang menyebabkan perusakan
dan pencemaran lingkungan geologi
sebagaimana dimaksud dalam Perda ini, diancam
pidana sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku. Namun pada
kenyataannya kelanjutan tindakan sanksi tersebut
belum dilaksanakan. Kendalanya adalah sebagian
Foto: Dokumentasi Bappeda
Volume 2 Nomer - 20158 3 Juli September Warta Bappeda 31
wawasanperencanaan
besar lahan dikedua wilayah ini adalah milik
masyarakat.Secara otomatis, pemilik lahan berhak
untuk memanfaatkan lahannya sendiri.Sehingga
sulit untuk mengarahkan pemanfaatan kawasan
sesuai dengan tujuan Perbup No. 7 Tahun 2010.
Menurut UU Nomor 5 tahun 1992 Tentang
Benda Cagar Budaya, yaitu pasal 4 ayat 1
disebutkan bahwa semua benda cagar budaya
dikuasai oleh Negara. Pasal 7 ayat 1 menyebutkan
pengalihan pemilikan atas benda cagar budaya
tertentu yang dimiliki oleh warga negara
Indonesia secara turun-temurun atau karena
pewarisan hanya dapat dilakukan kepada Negara.
Negara harus memberikan semacam kompensasi
bagi lahan masyarakat yang telah dinyatakan
sebagai cagar budaya. Hal ini tercantum pada
pasal 7 ayat 2 yaitu pengalihan pemilikan benda
cagar budaya sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) dapat disertai pemberian imbalan yang wajar.
Namun untuk pemberian imbalan seperti yang
dimaksud pasal tersebut, pemerintah masih
terbentur masalah dana. Sehingga usaha untuk
hak penguasaan lahan cagar budaya oleh negara
tidak terlaksana dengan lancar.
Rencana implementasi moratorium tersebut tidak
berlaku bagi perusahaan yang perizinannya
sudah terlanjur disetujui masih tetap bisa
beroperasi sampai batas waktu perizinannya
habis, terkecuali bagi perusahaan yang ingin
memperpanjang izin usahanya.Moratorium
tersebut banyak menimbulkan pertentangan dari
pihak perusahaan dan masyarakat penambang.
Hal ini, dikhawatirkan akan menganggu mata
pencaharian mereka.
Selain itu, kendala lain dalam implementasi
kebijakan adalah sosialisasi isi, tujuan dan
pelaksanaan teknis dilapangan yang dirasakan
kurang tersampaikan kepada masyarakat.
Sosialisasi tentang kebijakan hanya sebatas
pemasangan papan interpretasi di sekitar Goa
Pawon (Gambar 2.2).Sebagian kecil sudah
mengetahui tujuan dari kebijakan tersebut,
namun baru sebatas tokoh masyarakat ataupun
aparat desa, walaupun mereka juga jarang
dilibatkan secara langsung dalam perencanaan
kegiatan.
Gambar 2.2 Papan sosialisasi Peraturan Bupati Bandung
Barat No. 7 Tahun 2010.
Menurut Peraturan Daerah Provinsi Jawa
Barat Nomor 2 Tahun 2006 tentang Pengelolaan
Kawasan Lindung Pasal 62, Goa Pawon termasuk
kedalam kawasan cagar alam geologi yang harus
dilindungi dan KARST Citatah-Tagog Apu
termasuk kedalam kawasan KARST yang harus
dilindungi. Implementasi dengan tujuan sebagai
pembinaan kawasan baru penataan beberapa
sarana-prasarana utama dan terkait batas
kawasan yang dilindungi masih belum diketahui
banyak oleh masyarakat sekitar.
Moratorium tersebut bertujuan untuk menghentikan sementara segala aktifitas
pertambangan batu kapur dengan meninjau ulang perizinan pertambangan.
Sebagian besar masyarakat menyewakan
lahan mereka untuk pertambangan batu kapur.
Sebagian juga ada yang digunakan untuk
pertanian, perkebunan, dan peternakan.Lahan
tersebut merupakan sumber pokok kehidupan
masyarakat.Selain itu data-data secara rinci areal
lain belum begitu mendukung dibandingkan
dengan areal Gunung Masigit dan Pasir Pawon.
Sehingga untuk merealisasikan rencana
konservasi tersebut belum optimal.
Kondisi KARST Citatah yang semakin
memprihatinkan, menimbulkan perhatian khusus
dari Wakil Gubernur Jawa Barat yaitu pada
pertengahan tahun 2010 mengeluarkan wacana
moratorium KARST Citatah. Moratorium tersebut
bertujuan untuk menghentikan sementara segala
aktifitas pertambangan batu kapur dengan
meninjau ulang perizinan pertambangan.
Stakeholder Upaya Kegiatan Konservasi Kendala Implementasi Kegiatan
BPLHD Jabar
Sebagai penyusun master plan pengelolaan
KARST Citatah
Master plan belum terealisasikan dengan
baik, karena terkait dana, persiapan, kondisi
masyarakat yang masih pro-kontra,
koordinasi beberapa dinas terkait masih
kurang
Dinas ESDM Jabar
Sebagai pihak utama dalam perumusan
kebijakan terkait KARST, dalam hal teknis
menyerahkan kepada Dinas Bina Marga
Bandung Barat
Kurangnya koordinasi baik vertikal
(Provinsi- Kabupaten) ataupun horizontal
(geologi praktis-sains),
kondisi kenyataan masyarakat yang masih
tergantung dengan pertambangan
Dinas Kehutanan
Jabar
Tidak terlibat secara langsung, namun selalu
berpartsipasi dengan dinas lain terkait,
penghijuan kembali kawasan hutan produksi
yang disewakan kepada perusahaan
tambang (kerjasama)
Koordinasi tiap dinas kurang berjalan
lancer, perusahaan tambang terkadang
tidak memenuhi kewajibannya untuk
mereklamasi bekas lahan tambang
Dinas Kebudayaan
dan Pariwisata
Jabar
Mengkoordinasikan dinas terkait (Provinsi-
Kabupaten) dalam menyelenggarakan
kegiatan wisata (sebatas konseptor)
Anggaran dana dan tingkat SDM yang
dirasa masih kurang
KLH Bandung
Barat
Pembinaan lingkungan, pencegahan,
pengawasan dan pengendalian pencemaran
lingkungan di kawasan Goa Pawon; Kegiatan
rehabilitasi lahan yang mengalami kerusakan
dan yang tidak sesuai peruntukannya;
Perlindungan sumberdaya air di kawasan
Goa Pawon agar pemanfaatannya tetap
berkelanjutan
Anggaran dana yang kurang, tingkat SDM
yang kurang,
Dinas Bina Marga
dan Pengairan
Bandung Barat
Pihak utama dalam perumusan Perbup
Bandung Barat No 7 Tahun 2010, pengkajian
untuk lokasi yang akan dilakukan
penambangan (perizinan tidak
sembarangan); Pengendalian dan
pengawasan serta evaluasi dalam kegiatan
pertambangan dan penggunaan
sumberdaya mineral di kawasan Goa Pawon
; Menjalankan dan mengoptimalkan
kegiatan reklamasi lahan bekas tambang
untuk upaya perbaikan kawasan Goa Pawon
Belum siapnya kenyataan dilapangan
(kondisi masyarakat), kurangnya tingkat
SDM yang memadai.
Volume 28 Nomer 3 Juli - September 2015Warta Bappeda 32
2.3 Upaya dan Kendala Kegiatan yang Dilakukan Stakeholder
Stakeholder yang terlibat dalam pengelolaan
KARST Citatah baik langsung ataupun tidak langsung
memiliki peran penting terkait upaya konservasi kawasan
Goa Pawon. Stakeholder tersebut terdiri dari beberapa dinas
pemerintah terkait, LSM, dan masyarakat Tabel 2.1
menunjukkan begitu banyak pihak yang terlibat dalam
pengelolaan KARST Citatah. Secara umum upaya-upaya
konservasi yang dilakukan masih terbentur oleh masalah
dana, sumberdaya manusia, fasilitas, dan sosialisasi
program, sehingga implementasi kebijakan-kebijakan yang
sudah ada masih dirasa belum berjalan lancar.
Tabel 2.1
Stakeholder dan upayanya dalam konservasi KARST Citatah
wawasanperencanaan
Foto: Dokumentasi Bappeda
Volume 2 Nomer - 20158 3 Juli September Warta Bappeda 33
wawasanperencanaan
Bappeda Bandung
Barat
Pelaksanaan perumusan dan penentuan
kebijakan teknis di bidang perencanaan
pembangunan kawasan Goa Pawon yang
meliputi perencanaan makro, perencanaan
wilayah, penelitian dan pengembangan; Secara
teknis tidak terlibat secara langsung, hanya
sebatas konseptor dalam perencanaan tata
ruang, grup diskusi, perumusan master plan,
dan bekerjasama dengan pihak lain
Anggaran dana, kenyataan dilapangan
(masyarakat), SDM, kurang intens dalam hal
koordinasi
Distanbunhut
Bandung Barat
Kegiatan rehabilitasi lahan di kawasan Goa
Pawon ; Penyediaan bibit untuk kegiatan
pertainian, perkebunan dan kehutanan yang
sesuai dengan peruntukkan lahannya;
Sosialisasi kepada masyarakat tentang
pentingnya konservasi, rutin melakukan
rehabilitasi di areal yang telah ditargetkan.
Pemahaman masyarakat terkait pentingnya
KARST masih kurang, SDM kurang memedai,
pertambangan merupakan mata pencahariaan
pokok
Dinas Pariwisata dan
Budaya Bandung
Barat
Membuat konsep ekowisata berbasis
masyarakat serta pelatihan (edukasi) dan
sosialisasi tentang konservasi kawasan Goa
Pawon; Pengendalian dan pengawasan serta
evaluasi pelaksanaan kegiatan kebudayaan dan
pariwisata di kawasan Goa Pawon;
Perngoptimalan sarana dan prasarana
pendukung kegiatan wisata di kawasan Goa
Pawon;
Hanya focus pada situs Pawonnya saja,
pengecekan rutin kondisi Goa Pawon,
pembangunan sarana-prasarana disekitar Goa
Pawon; Anggaran dana dan SDM kurang,
kurangnya sosialisasi
langsng pada masyarakat
Pemerintah
Kecamatan
Kegiatan pendidikan konservasi kepada siswa,
penghijauan dengan bekerjasama dengan
pecinta alam lokal ataupun dinas pemerintah
daerah
Kurangnya SDM, pemahaman masyarakat
masih kurang tentang pentingnya KARST
Pemerintah Desa
Penyuluhan kepada masyarakat, namun lebih
kepada bidang pertanian dan perkebunan
(pemberian bibit, pembinaan kelompok-
kelompok tani), kerja bakti pembersihan
disekitar Goa Pawon.
Tidak semua masyarakat memiliki lahan
pertanian, tidak semua warga sadar untuk
melakukan kegiatan kerja bakti
Perusahaan
Tambang
Reklamase kembali pada bekas lahan tambang
Tidak semua perusahaan tambang
melakukan kembali reklamasi, terkait
dana ataupun masalah teknis yang masih
kurang
KRCB (Kelompok
Rise Cekungan
Bandung)
Intens dalam beberapa kegiatan penelitian di
KARST Citatah, bekerja sama dengan beberapa
LSM lain, Menjaga dan mengembangkan
kegiatan penelitian dan wisata di kawasan Goa
Pawon dengan melibatkan masyarakat sekitar
dalam pelaksanaanya
Koordinasi tiap dinas terkait kurang berjalan
lancar, pelaksanaan sanksi dari kebijakan yang
berlaku belum ada
Paguyuban Kalang
Budaya
Bekerjasama dengan dinas terkait tingkat
Provinsi alam pembangunan museum Pawon,
mengagas untuk dijadikannya mastarakat
sekitar Goa Pawon sebagai kampong budaya
Belum terkoordinasi dengan baik dengan
masyarakat, pro-kontra masyarakat terhadap
gagasan tersebut
Peneliti/Akademisi
Sebatas melakukan kegiatan penelitian sebagai
acuan rencana kedepan
Anggaran yang kurang, Hasil dari
kegiatannya/laporan tidak semua dinas
memiliki.
Pecinta Alam
Penghijuan, kerja bakti,
Belum terkoordinasi perkumpulan pecinta
alam lokal oleh pemerintah
Masyarakat sekitar
Kerja bakti, penanaman,
Masih kurangnya kesdaran pentingnya Goa
Pawon,
Volume 28 Nomer 3 Juli - September 2015Warta Bappeda 34
wawasanperencanaan
Dari tabel diatas, dapat diketahui bahwa
pemerintah provinsi Jawa Barat maupun
Kabupaten Bandung Barat serta stake holeder
lainnya sudah berupaya untuk
mengimplementasikan kebijakan dan melakukan
beberapa kegiatan dalam upaya konservasi
kawasan KARST Citatah, namun sampai saat ini
masih dihadapkan beberapa kendala yang
menyebabkan implementasi kebijakan
pemerintah daerah masih belum terlaksana
dengan baik
III. REKOMENDASIDalam rangka perlindungan lingkungan dan
pengelolaan tata ruang kawasan KARST Citatah,
Pemerintah Daerah telah mengupayakan
beberapa kebijakan dengan menerbitkan
beberapa peraturan daerah, namun kebijakan
pemerintah tersebut masih tidak mampu menata
dan mengamankan kawasan KARST Citatah.
Faktor dominan penghambat implementasi
kebijakan tersebut disebabkan adanya masalah
sosial dan ekonomi masyarakat setempat yang
sampai saat ini belum dapat diselesaikan dengan
baik yaitu penyediaan alternatif mata
pencaharian. Saat ini mata pencaharian
masyarakat KARST Citatah masih banyak yang
menggantungkan kepada kegiatan usaha
pertambangan. Untuk itu upaya pengalihan mata
pencaharian masyarakat dan pengembangan
alternatif mata pencaharian masyarakat perlu
dilakukan dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA- Agung Gunawan, (2011), Analisis Masalah
Implementasi Kebijakan Daerah Tentang
Konservasi Kawasan Goa Pawon KARST
Citatah Kabupaten Bandung Barat, Skripsi
pada departemen konservasi sumberdaya
hutan dan ekowisata fakultas kehutanan
Institut Pertanian Bogor.
- Peraturan Bupati Bandung No. 8 Tahun 2004
tentang Pelimpahan Sebagian Kewenangan
Bupati kepada Camat di Lingkungan
Pemerintah Kabupaten Bandung.
- Perbup Bandung Barat Nomor 7 Tahun 2010
tentang Perlindungan Kawasan Situs Goa
Pawon dan Lingkungannya.Tujuan dari Perda
ini adalah memanfaatkan Kawasan.
- Perda Kabupaten Bandung No. 12/ 2001
tentang Tata Ruang
- Perda Provinsi Jawa Barat No. 22 tahun 2010
tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi
Jawa Barat Tahun 2009-2029.
- Perda Provinsi Jawa Barat Nomor 2 Tahun
2002 tentang Perlindungan Lingkungan
Geologi.
- Perda Provinsi Jawa Barat Nomor 2 Tahun
2006 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung.
- Pergub Nomor 20 Tahun 2006 tentang
Perlindungan KARST di Jawa Barat.
- Yunianto B. 2008. Analisis Kebijakan:
Pemanfaatan Ruang Kawasan KARST Citatah
– Rajamandala untuk Pertambangan dan
Industri Pengolahan Kapur di Kabupaten
Bandung Barat, Jawa Barat.
- Yulianto E. 2004. Taman Nasional Citatah:
Mimpi yang (Tak) Akan Terbeli? Di dalam:
Brahmantyo B, Bachtiar T, editor. Amanat Gua
Pawon. Bandung: Kelompok Riset Cekungan
Bandung.
- Brahmantyo B. 2004. Sebuah Dokumen Tua
yang Rapuh Bernama Kars Citatah. Di dalam:
Brahmantyo B, Bachtiar T, editor. Amanat Gua
Pawon. Bandung: Kelompok Riset Cekungan
Bandung.
- Samodra H. 2003. Inventarisasi dan
Identifikasi Kars Pegunungan Selatan Jawa
Timur (Segmen Pacitan-Malang): Sebagai
Arahan Klasifikasi dan Rencana
Pengelolaannya Secara Berkelanjutan.
Bandung: Pusat Penelitian dan
Pengembangan Geologi.
- Samodra H. 2004. Ancaman Terhadap
Kelestarian Ekosistem Kars Citatah. Di dalam:
Brahmantyo B, Bachtiar T, editor. Amanat Gua
Pawon. Bandung: Kelompok Riset Cekungan
Bandung..
Fo
to:
Do
kum
enta
si B
appeda
Volume 2 Nomer - 20158 3 Juli September Warta Bappeda 35
waw
asanp
ere
nca
naan
PERENCANAAN KELUARGA YANG GAGALDua Anak
Foto: Dokumentasi Bappeda
Oleh Soeroso Dasar*
*) Dosen, Peneliti Senior di Universitas Padjajaran.Ketua IPKB - Ikaran Penulis Dan Pemerhati Kependudukan/KB Propinsi Jawa Barat. Pernah bekerja untuk HIID HarvardUnivercity USA selama 2 tahun tentang kajian program KBdi Indonesia.
1. Pendahuluan :
ekerasan dalam rumah
Ktangga, yang belakangan
ini terjadi di Bali tentang
penganiayaan anak,
mengusik kalbu kita sebagai orang
waras. Begitu teganya manusia
membunuh anak kecil yang tidak
berdosa dan sedang lucu lucunya.
Kekerasan dalam rumah tanggapun
menjadi jadi belakangan ini bila kita
baca di media massa. Anak bunuh
orang tuanya, orang tua bunuh
anaknya, orang tua memperkosa dan
menghamili anaknya, dan kerusakan
akhlak lainnya. Seolah, manusia
menjadi “serigala” untuk manusia
lainnya, tanpa memperdulikan
silsilah dan tetesan darah.
Volume 28 Nomer 3 Juli - September 2015Warta Bappeda 36
wawasanperencanaan
Ada yang salah? Tentu saja demikian
jawabnya. Paling mendasar kesalahan itu terletak
pada perencanaan keluarga. Dengan sebuah
perencanaan yang tepat dan matang, semua
kejahatan yang dilakukan sebenarnya lebih
banyak bersumber pada perhatian keluarga.
Persoalan ekonomi, kesibukan di kantor, aktif
tidak karuan, ujungnya keluarga terjerumus
narkoba, geng motor, oplosan, dan lainnya.
Sebagian besar malapetaka itu terjadi karena
perencanaan keluarga yang tidak matang,
sehingga perhatian kurang. Perencanaan keluarga
dengan besaran 2 anak, ternyata gagal
diterapkan di negeri ini. Kalaupun ada tingkat
keberhasilan, relatif rendah. Dua anak sudah
masuk ke ranah hak azasi manusia. Sementara
BKKBN gamang dan kebingungan masuk ke
ranah itu. Tidak ada konsep yang jelas. Padahal,
program KB dan slogan 2 anak cukup, begitu
lama dikibarkan.
. Pendataan Keluarga (PK 2015), Harganas, 2Sebuah Pemborosan?
Bulan Mei lalu, kita banyak disibukkan
dengan kegiatan pendataan keluarga tahun 2015
(PK 2015), yang menghabiskan dana, energi, dan
perhatian. Bahkan hingga Juni, pekerjaan PK 2015
belum usai. PK 2015 dilaksanakan ketika skala
prioritas pembangunan kependudukan/KB di
negeri tercinta justru persoalannya tentang
kelangkaan alkon, atau anmed need yang
persentasenya relatif tinggi. PK 2015 pun banyak
dipertanyakan efisiensinya. Karena kita punya
data sensus penduduk BPS, Supas, Susenas, SDKI,
dan bahkan data kependudukan juga ada di
DisdukCapil (Dinas kependudukan dan catatan
sipil). Sekalipun pledoinya PK 2015 berbeda, tetap
saja ada duplikasinya. Lantas BKKBN
mengahabiskan demikian banyak energi, dan
meninggalkan sementara “core base”-nya yakni
mengendalikan pertumbuhan penduduk. Maka,
data kependudukan di negeri ini pun berwarna
warni. Kata koordinasi, menjadi sulit untuk
diwujudkan, padahal negerinya sama yakni
Indonesia. Peneliti masalah kependudukan dari
luar negeri sering bingung juga melihat data
yang warna warni itu. Apa yang kau cari palupi?
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah
(Bappeda), tentu saja akan menggunakan data
dari BPS. Bukan hanya sekedar “sahih”, tetapi
secara undang undang bisa dipertanggung
jawabkan. Karena Bappeda juga tidak akan mau
dipersalahkan. Lantas bagaimana data PK 2015
bisa dimanfaatkan secara optimal, kalau bagi
sebuah badan perencanaan daerah saja “gamang”
menyentuhnya? Untuk dijadikan “second opinion”
bolehlah. Tapi apakah pendataan yang dilakukan
oleh kader itu betul? Pengalaman pribadi untuk
PK 2015, di tempat penulis bermukim, tidak
dilakukan pendataan dengan wawancara. Lembar
isian di fotokopi, lantas dibagikan. Nah, beberapa
hari kemudian panitia mengambilnya untuk
memindahkan ke format aslinya. Pertanyaannya
adalah : bagaimana bila respondennya mengisi
fotokopi format suka hatinya dan tidak seperti
kenyataan? Itulah realitasnya. Penulis tertawa
ketika sering membaca di media sosial, betapa
komentar keberhasilan PK 2015 yang luar biasa.
Mudah-mudahan ini bukan merupakan eforia
yang kebablasan.
Perencanaan keluarga dengan besaran 2 anak, ternyata gagal
diterapkan di negeri ini. Kalaupun ada tingkat keberhasilan, relatif
rendah. Dua anak sudah masuk ke ranah hak azasi manusia.
Fo
to:
Doku
menta
si B
appeda
Volume 2 Nomer - 20158 3 Juli September Warta Bappeda 37
wawasanperencanaan
Provinsi Jawa Barat baru-baru ini juga disibukkan
dengan berbagai kegiatan dalam rangkaian Harganas (Hari
Keluarga Nasional), yang untuk Jawa Barat puncaknya di
Bogor. Setelah itu baru dilakukan di tingkat
Kabupaten/Kota, sekalipun ada juga Kabupaten/Kota
menyelenggarakannya lebih awal. Seorang rekan IPKB
Bekasi selalu berdoa ketika ada Harganas, supaya tidak
dijadikan ajang pamer gelang, cincin, atau tas yang baru.
Walaupun ucapannya dianggap “bercanda”, namun punya
makna yang dalam. Karena setiap Harganas dilaksanakan,
persoalan “pamer gelang” atau “pamer kalung” sangat sulit
dihindari. Pada sisi lain juga belum ada sebuah kajian yang
membuktikan seberapa jauh signifikansi antara Harganas
dengan pembangunan kependudukan. Bagaimana “cost
benefit”-nya apakah pernah dihitung? Berapa biaya yang
dikeluarkan untuk Harganas itu. Jangan jangan sindiran
teman penulis dari Bekasi itu benar adanya.
. “Dua Anak Cukup” Tidak Bertaring?3Sejak program KB diluncurkan, jargon “Dua Anak
Cukup”,“Dua Anak Lebih Baik, Laki laki dan Perempuan
Sama Saja”, “Dua Anak Lebih Baik”, rasanya melekat secara
inheren pada program. Terasa kurang afdol dan hambar bila
bicara KB tidak dilanjutkan dengan kata bersayap “Dua
Anak Cukup”. Tidak ada yang salah dari jargon itu. Untuk
sebuah perencanaan pembangunan dengan skala paling
kecil (perencanaan keluarga), maka dua anak adalah tepat.
Dengan jargon itu, semua perhitungan dari berbagai
disiplin ilmu sudah diperhitungkan. Walaupun Badan
Kependudukan Dunia hari hari ini menginginkan TFR
sebesar 1,9 persen. Artinya setiap wanita subur
menargetkan anaknya 1,9 orang. Bukan 2 orang untuk
mencapai ZPG (Zero Population Growth), alias pertumbuhan
penduduk yang nol. Artinya, angka 1,9 persen itu ada
antisipasi 0,1 persen nya.
Tapi belakangan jargon ini dipertanyakan. Kenapa?.
Karena toh ajakan tersebut tidak sepenuhnya ditaati. Bukan
hanya masyarakat, tetapi mereka yang bekerja sebagai
pegawai negeri pun (aparat pemerintah) banyak yang
melanggar. Padahal, itu program pemerintah. Setelah
reformasi program KB meredup dan segala upaya dilakukan
untuk meng-kinclong-kan kembali program dilakukan
secara terus menerus. Apa daya, semuanya tidak semudah
diucapkan. Maka itu, laju pertumbuhan penduduk (LPP)
turunnya melambat. Bahkan, banyak pengamat
mengatakan ZPG (Zero Population Growth), di Indonesia
akan terjadi jauh setelah rata-rata ZPG dunia. Bahkan isu
ledakan penduduk kedua di negeri ini selalu diungkapkan,
bila program KB menemukan kegagalan. Provinsi Jawa Barat
juga mengalami hal yang sama. Peserta KB-nya banyak
“Dua Anak Cukup”. Tidak ada yang salah dari jargon itu. Untuk sebuah perencanaan pembangunan dengan skala paling kecil (perencanaan keluarga), maka dua anak adalah tepat.
Foto: Dokumentasi Bappeda
Volume 28 Nomer 3 Juli - September 2015Warta Bappeda 38
wawasanperencanaan
alasannya dana terbatas, kenapa program
tidak diberdayakan dengan
mengikutsertakan secara signifikan
potensi yang ada? Jargon dua anak terus
dikibarkan hingga saat ini, tapi
pertumbuhan penduduk terus tambah.
Bukankah ini bisa jadi slogan yang basi?
Bukankah ini slogan yang tidak dihiraukan,
atau ditertawakan? Seperti dipelesetkan
dua anak dari berapa bibit? Urusan jumlah
anak itu hak azasi kata mereka. Lantas
mau apa? Sementara pemerintah (baca
BKKBN), tidak mampu “menekan” dengan
menggunakan suntik dan pil, yang kita
ketahui bersama alat kontrasepsi itu rawan
drops out dan cost-nya tinggi. Pada saat
yang sama, tidak ada langkah politis,
strategis, dan berani untuk mengatasi itu
semuanya. BKKBN semakin tidak bertaring
di tengah kepungan berbagai
kepentingan. Jadi, sebelum mengatakan
untuk orang lain dua anak cukup, apakah
diri sendiri anaknya dua? Kalau tidak
munafik itu namanya.
Kalau alasannya kita bertahap atau evolusi
dalam penurunan laju pertumbuhan
penduduk, tapi ada negara yang mampu
menekan laju pertumbuhan penduduknya
secara drastis dan terukur. Kalau alasannya
banyak hambatan, apakah di negara lain
program KB tidak ada hambatan? Kalau
berbagai cara agar jargonnya tidak
ditertawakan dan dilecehkan orang?.
Koordinasi antar kementerian untuk
mewujudkan “Dua anak lebih baik” kering
dan berantakan. Lantas apa yang perlu
dipertahankan dengan jargon ini? Kalau
aparat pemerintah sendiri
mengabaikannya.
Negeri yang pernah dipuja setinggi
langit oleh negara sahabat karena
keberhasilan program KB-nya, kini
memang melorot dan terjerembab. Dulu
setiap akseptor KB ada stiker yang
ditempel dijendela atau pintu bahwa
keluarga itu ikut KB. Warna stiker
menunjukkan alat kontrasepsi (alkon) yang
digunakan. Apa ada sekarang? Apa ada
mobil pribadi karyawan BKKBN yang
memasang stiker KB? Atau kalau ada
berapa persenkah itu? Ketika penulis
mengunjungi Provinsi Jawa Timur tahun
lalu, dengan bangganya pejabat
perwakilan BKKBN Jawa Timur membayar
karyawan BKKBN yang menggunakan
stiker KB. Bandingkan dengan mobil
pribadi Koordinator Wilayah IPKB Bodebek
yang sudah sekian tahun di pintunya ada
tulisan IPKB. Iklan dari kelompok “sandal
jepit” yang cukup ikhlas, gratis tanpa
dibayar. Sebuah panggilan hati untuk
program pembangunan KKBPK di Jawa
Barat. Lantas jangan bicara tentang KB
pria atau vasektomi kalau yang bicara itu
belum divasektomi. Bandingkan dengan 3
(tiga) ketua IPKB Kab/Kota di Jawa Barat
yang sudah di vasektomi, di saat istrinya
belum menaupose? Begitulah sebuah
pengorbanan bila cinta terhadap program.
Jadi kalau orang yang mengurus KB dan
digaji oleh pemerintah, tapi tidak ada
kebanggaan dengan program, bagaimana
masyarakat mau ikut? Jadilah slogan “dua
anak cukup” hanya sebagai slogan basi
dan pemanis bibir.
Bila jargon dua anak sudah tidak
bertaring, mungkin perlu dipikirkan
kembali jargon yang lebih tepat. Karena
semuanya sudah berubah, walaupun
tujuan akhirnya sama. Seperti kata Igor
Ansoff dalam bukunya Implanting
Strategic Management kita memasuki era
discountinues dan suprise full. Perubahan
Koordinasi antar kementerian untuk mewujudkan “Dua anak lebih baik” kering dan berantakan. Lantas apa yang perlu dipertahankan dengan
jargon ini? Kalau aparat pemerintah sendiri mengabaikannya.
Fo
to:
Doku
menta
si B
appeda
Volume 2 Nomer - 20158 3 Juli September Warta Bappeda 39
wawasanperencanaan
perilaku itu sesuai dengan
dinamika perubahan peradaban
manusia. Kalau konsepnya itu lagi-
itu lagi, lu lagi-lu lagi, maka
basilah jargon Dua Anak Cukup.
Penduduk terus bertambah dan
masalah social pun berderet-deret
berbaris untuk diselesaikan. Tanpa
mampu melakukan perubahan
yang brillian dan signifikan.
Daftar Bacaan : 1. Hananto Sigit,
Demographic Aspects Of
Employment And Income
Distribution In Indonesia.
2. Lester R Brown, In The
Human Interest.
3. Sritua Arief, Indonesia
Pertumbuhan Ekonomi,
Diparsitas Pendapatan dan Kemiskinan
Massal.
4. Masri Singarimbun dan DH Penny,
Penduduk dan Kemiskinan.
5. Prof. Sayogyo, Usaha Perbaikan Gizi
Keluarga.
6. Hidayat, Strategi Pembangunan Dengan
Pendekatan Sumber Daya Manusia.
7. Soeroso Dasar, Bangsaku Dan Segudang
Permasalahannya, Iqra Bandung.
8. Soeroso Dasar, Indonesia Masalah Sosial
Terus Bertindih, Iqra Bandung.
9. Soeroso Dasar, Indonesia Sumber Daya
Manusia Tahun 2000, Angkasa Bandung.
10. Soeroso Dasar dan Rahmad Rosadi, KB
Ditinjau Dari Sudut Hukum Islam,
Pustaka Salman ITB.
11. Soeroso Dasar, Program KB Ditengah
Gempita Perubahan, IPKB Jabar.
12. Soeroso Dasar, KB Mati Dikubur Berdiri,
Corbooks Bandung.
13. Soeroso Dasar, Dicari Menteri
Kependudukan, Corbooks Bandung.
14. Soeroso Dasar, Dkk, Paper2 tentang
Program KB di Indonesia, HIID, Harvard
University, USA.
15. Igor Ansoff, Implanting Strategic
Management.
Foto: Dokumentasi Bappeda
waw
asan
pere
nca
naan
Oleh Oman Nuralam Putra*
*Fungsional Perencana Pertama pada PUSDALISBANG Jawa Barat
Untuk mengimplementasikan Peraturan
Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 24
Tahun 2012 Tentang Satu Data
Pembangunan Jawa Barat, telah terbit Peraturan
Gubernur Jawa Barat Nomor 80 Tahun 2015
tentang Petunjuk Pelaksanaan Satu Data
Pembangunan Jawa Barat yang diundangkan oleh
Pemerintah Provinsi Jawa Barat pada tanggal 11
September 2015, seharusnya Pergub tersebut
diundangkan paling lambat 1 (satu) tahun sejak
Peraturan Daerah ini diundangkan. Keterlambatan
Pergub tersebut disebabkan oleh proses
penyusunan Pergub yang memerlukan penyatuan
visi dan persepsi dalam menentukan matrix satu
data pembangunan Jawa Barat dari seluruh
institusi yang ada di satuan Organisasi Perangkat
Daerah (OPD) Pemerintahan Provinsi Jawa Barat
(kalimatun wa/titik temu).
Pembuatan matrik data yang diperlukan dalam
Buku Pelaksanaan Satu Data Pembangunan Jawa
Barat, memerlukan penyesuaian kondisi,
pemahaman dan kemudahan mengakses data dari
setiap OPD sehingga diperlukan penyederhanakan
matrix yang sangat rinci yang di sesuaikan
dengan pembagian urusan yang berada dalam
tugas pokok dan fungsi OPD. Sehingga dengan
menggunakan model pendekatan tersebut, pada
pelaksanaan pengumpulan dan akses data.
Pendahuluan
Selamat Datang Pergub Nomor 80 Tahun 2015 Tentang JuklakSATU DATA PEMBANGUNAN
JAWA BARAT
Volume 28 Nomer 3 Juli - September 2015Warta Bappeda 40
Kinerja dari Pergub ini dikendalikan
oleh sebuah forum yang memiliki otoritas
sebagai perumus, evaluator, dan
rekomendasi dengan dibentuknya Forum
Data Pembangunan Jawa Barat melalui
Keputusan Gubernur 912/Kep.1067-
Bappeda/2015 Tahun 2015 Tentang Forum
Data Pembangunan Provinsi Jawa Barat.
Forum Data Pembangunan Jawa Barat ini
di pimpin oleh Kepala Bappeda Provinsi
Jawa Barat yang beranggotakan ex officio
dari seluruh OPD se-Jawa Barat. Beberapa
tugas dari Forum Data Pembangunan Jawa
Barat diantaranya adalah meningkatkan
kerja sama lintas sektor dalam rangka
penguatan data yang dihasilkan terkait
dengan pengadaan dan pemanfaatan
data, melakukan koordinasi dan
sinkronisasi data yang dibutuhkan guna
lebih meningkatkan pemanfaatan data
bagi perencanaan pembangunan daerah,
menjamin kesinambungan ketersediaan
data yang bersumber dari setiap sektor,
dan menjaga dan meningkatkan kualitas
data yang dihasilkan oleh setiap sektor
untuk mendukung peningkatan kualitas
perencanaan pembangunan daerah.
Sistem Pengelolaan Satu Data Pembangunan Daerah
Untuk meningkatkan kualitas data dan
informasi pembangunan, dibutuhkan
suatu sistem manajemen berbasis data
dan informasi yang efektif dan efisien,
yang didukung pula oleh kemajuan
teknologi informasi dan komunikasi di
lingkup Pemerintah Daerah. Basis data
yang ideal membutuhkan sebuah tata cara
dan tahapan standar yang memuat
tentang definisi data, metode dalam
pengambilan data, periodesasi
pengambilan data, dan penyimpanan data.
Standar tersebut akan menyeragamkan
cara pandang masing-masing individu dan
organisasi dalam melihat sebuah data,
selain itu data yang diperoleh akan
menjadi lebih akurat dan valid karena
metode pengambilan dan periodesasi
waktu pengambilan data sudah
disesuaikan dengan jenis datanya. Adanya
standar penyimpanan data juga akan
memperkuat sistem dokumentasi
pendataan sehingga akan lebih mudah
untuk diakses pada saat dibutuhkan.
Peraturan Gubernur tentang Petunjuk
Pelaksanaan Perda No. 24 Tahun 2012
tentang Satu Data Pembangunan Jawa
Barat, dan penjabarannya merupakan
pedoman yang berisi petunjuk
pelaksanaan tentang pengumpulan,
pengolahn, analisisserta penyebaran data
dan informasi pembangunan Jawa Barat
yang dilakukan oleh orang-orang dalam
organisasi berjalan secara efisien dan
efektif, konsisten, standar dan sistematis.
Dengan adanya Petunjuk Pelaksanaan ini
diharapkan dapat meningkatkan efisiensi
dan efektifitas kinerja pemerintahan,
serhingga diperoleh kinerja yang
terstandarisasi, maka pelayanan publik,
khusnys tentang data dan informasi
pembangunan Jawa Barat dapat
ditingkatkan.
wawasanperencanaan
Disamping konsistensi dalam
manajemen data dan informasi, hal lain
yang akan dihasilkan adalah efisiensi dan
efektifitas kerja. Dengan Petunjuk
Pelaksanaan yang terstandar, setiap orang
baik pengguna data dan informasi
maupun staf yang memberi data dan
informasi akan dapat memanfaatkan
ataupun melakukan pekerjaan yang
semakin hari semakin baik dan semakin
cepat karena terjadinya proses
pembelajaran yang secara terus menerus
selama proses kegiatan dalam lingkup
pekerjaan. Dengan demikian diharapkan
melalui peraturan gubernur ini akan dapat
meningkatkan efisiensi dan efektifitas
kinerja satuan kerja perangkat daerah di
Provinsi Jawa Barat.
Basis data yang ideal membutuhkan sebuah tata cara dan tahapan standar yang memuat tentang definisi data, metode dalam pengambilan data, periodesasi pengambilan data, dan penyimpanan data.
Volume 2 Nomer - 20158 3 Juli September Warta Bappeda 41
Proses Pengelolaan Satu Data Pembangunan Jawa BaratSistem Satu Data Pembangunan Jawa Barat, dapat diakses oleh masyarakat
dan para pemangku kepentingan, sistem tersebut terkoneksi di tingkat,
Desa/Kelurahan, Kecamatan, Kabupaten/Kota, OPD, Instansi Vertikal, perguruan
tinggi, Badan Usaha Milik Daerah, dan pemangku kepentingan lainnya. Dalam
rangka mengatasi berbagai permasalahan dalam pengelolaan data, dalam rangka
mewujudkan Satu Data Pembangunan Jawa Barat, Pemerintah Provinsi Jawa Barat
melalui telah menetapkan Proses Pengelolaan Satu Data Pembangunan Jawa Barat
(Lampiran Pergub Nomor 80 Tahun 2015) berikut ini:
Pengumpulan DataUntuk mencegah terjadinya duplikasi
dan inkonsistensi data, setiap
instansi/lembaga/orang perlu menerapkan
manajemen pengelolaan data, yang
mencakup alur dan interkoneksi yang jelas
dengan titik-titik sumber data, instansi
pengelola/penanggung jawab data,
sumber daya manusia penanggung
jawab/pengelola data, alur koordinasi dan
referensi pendukung data. Ruang lingkup
Sistem Pengelolaan Satu Data
Pembangunan Daerah (SPSDPD) meliputi
urusan yang menjadi kewenangan
pembangunan, yang sekurang-kurangnya
mencakup 29 data yaitu : Data Pendidikan,
Data Kesehatan, Data Pekerjaan Umum,
Data Perumahan, Data Penataan Ruang,
Data Perencanaan Pembangunan, Data
Perhubungan, Data Lingkungan Hidup,
Data Pertanahan, Data Kependudukan dan
Catatan Sipil, Data Pemberdayaan
Perempuan dan Perlindungan Anak, Data
Keluarga Berencana dan Keluarga
Sejahtera, Data Sosial, Data
Ketenagakerjaan dan Ketransmigrasian,
Data Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah,
Data Penanaman Modal, Data
Kebudayaan, Pariwisata, Hotel dan
Restoran, Data Kepemudaan dan Olah
Raga, Data Kesatuan Bangsa dan Politik
Dalam Negeri, Data Otonomi Daerah,
Pemerintahan Umum, Keuangan Daerah,
Perangkat Daerah dan Persandian, Data
Pemberdayaan Masyarakat, Data Statistik,
Data Kearsipan, Data Perpustakaan, Data
Komunikasi dan Informasi, Data Pertanian
dan Ketahanan Pangan, Data Kehutanan,
Data Energi, Sumber Daya Mineral, Listrik,
Air dan Gas, dan Data Kelautan dan
Perikanan.
Volume 28 Nomer 3 Juli - September 2015Warta Bappeda 42
Fo
to:
Do
kum
enta
si B
appeda
wawasanperencanaan
wawasanperencanaan
Proses pengumpulan data dari
sumber data dapat dilakukan melalui
beberapa cara Pencatatan Register
Pelayanan, Sistem Pencatatan dan
Pelaporan Data Sektoral, Observasi
lapangan dan monitoring, Penanganan
kasus (kejadian, laporan masyarakat, dsb),
Survei dan Hasil Sensus, Cara lain
pengumpulan data. Dalam rangka
memperkuat pengelolaan sistem satu data
pembangunan daerah Jawa Barat, hasil
pengumpulan data dan informasi
diserahkan kepada Badan Perencanaan
Pembangunan Daerah (BAPPEDA) melalui
UPTB Pusdalisbang, yang dilengkapi
dengan metadata yaitu informasi
terstruktur yang mendeskripsikan,
menjelaskan, menemukan atau setidaknya
membuat menjadikan suatu informasi
mudah untuk di temukan kembali,
digunakan, atau dikelola. Untuk proses
selanjutnya sebagaimana kerja ilmiah pada
umumnya akan dilakukan proses
Pengolahan data, verifikasi dan validasi
data, serta diseminasi data. Untuk
memperkuat dan memperlancar proses
dilakukan koordinasi dan kerjasama antar
seluruh (OPD) dalam sebuah Forum yaitu
Forum Data Pembangunan Jawa Barat.
Untuk lebih memiliki pengaruh dan rasa
memiliki tanggungjawab yang tinggi maka
dibuat juga peraturan yang mengatur
mengenai Insentif dan Disinsentif.
membuat dan menerbitkan data sesuai
dengan fungsinya dan secara umum
bertanggung jawab terhadap isi dan
kualitas dari data, termasuk menyusun
metadata. Hak kepemilikan berada pada
pemilik data. Hal ini termasuk metadata
yang perlu dibuat oleh pemilik data untuk
menerangkan data yang dimiliki. Yang
termasuk pemilik data adalah OPD.
Walidata merupakan pengelola simpul
jaringan yang bertugas untuk mengelola
data termasuk menyempurnakan isi dari
metadata, memberlakukan standar
penyebarluasan data, sementara pemilik
data adalah pemegang hak cipta atas
data, kecuali ditetapkan atau diatur dalam
kesepakatan antara pemilik dan walidata
(yang dijelaskan dalam Pergub Satu Data
pasal 6 ayat 8). Keterkaitan antar masing-
masing pemilik data akan dapat terlihat
pada saat melakukan penyebarluasan
melalui unit kliring atau walidata yang
kemudian terlihat di penghubung simpul
jaringan. Proses pengumpulan data dari sumber data dapat dilakukan melalui beberapa
cara Pencatatan Register Pelayanan, Sistem Pencatatan dan Pelaporan Data
Sektoral, Observasi lapangan dan monitoring, Penanganan kasus
(kejadian, laporan masyarakat, dsb), Survei dan Hasil Sensus, Cara lain
pengumpulan data.
Dalam praktek tata kelola data (data
governance) antara walidata (custodian)
dan pemilik (owner) penyelenggaranya
bisa pada unit kerja yang berbeda. Pemilik
data merupakan pihak yang pertama kali
Sistem jaringan pengelolaan data dan informasi
Sistem jaringan pengelolaan data dan
informasi diintegrasikan oleh pengelola
Simpul Jaringan (SJ), yaitu suatu institusi
yang bertanggung jawab dalam
penyelenggaraan pengumpulan,
pemeliharaan, pemutakhiran, pertukaran,
dan penyebarluasan data tertentu.
Institusi yang dimaksud meliputi
Kementerian Negara dan Lembaga
Pemerintah non Kementerian (K/L) selaku
Penghubung Simpul Jaringan (PSJ) pusat
yang menyelenggarakan pengintegrasian
simpul jaringan secara nasional.
Volume 2 Nomer - 20158 3 Juli September Warta Bappeda 43
Walidata merupakan pengelola simpul jaringan yang bertugas untuk mengelola data termasuk menyempurnakan isi dari metadata
Volume 28 Nomer 3 Juli - September 2015Warta Bappeda 44
Kab / Kota
ĦÑÖ ÑŌPǾÒMŌCÕÑÖ NMŊM
Gambar 2.3 : Alur Lalu Lintas Data dan Informasi pada Sistem Satu Data Pembangunan
sumber gambar : Pusdalisbang Bappeda Jabar
Melalui infrastruktur yang difasilitasi
Diskominfo, OPD-OPD memberikan data dan
informasi ke Simpul Jaringan. Lewat Simpul
Jaringan pula, data dan informasi
disinkronisasikan ke Lembaga Nasional dan
Kementerian. Data dan Informasi yang telah
divalidasi dapat diakses oleh masyarakat dan
pelaku usaha melalui internet. Begitupun
pemerintah Kabupaten Kota, kecamatan sampai
ke tingkat desa dan kelurahan dapat mengakses
dan mensinkronkan data dan informasi melalui
internet. OPD dapat membuat sistem
pengelolaan data sesuai dengan tupoksinya
masing-masing. Sistem pengelolaan yang
dibangun OPD diintegrasikan oleh simpul
jaringan untuk menghasilkan informasi yang
menyeluruh.
Wali data juga bisa memberikan pembinaan
kepada Kabupaten Kota dalam pengadan
infrastruktur data dan informasi. Untuk data dan
informasi spasial, sesuai dengan Peraturan
Presiden No. 27 tahun 2014, selaku PSJ adalah
Badan Informasi Geospasial (BIG). Untuk data
aspasial, selaku PSJ adalah Kementrian Lembaga
yang memiliki pusat pusat data. Dan Simpul
Jaringan daerah yang melaksanakan tugas
pemerintahan yang ditetapkan oleh pimpinan
Pemerintah Daerah. Dalam hal ini, sebagaimana
yang ditetapkan dalam Peraturan gubernur ini
adalah Badan, melalui Balai Pusdalisbang
Bappeda Provinsi Jawa Barat.
Penutup��Kita berharap dengan terbitnya Pergub ini
dapat membantu mengungkit kinerja para
pemangku kebijakan di dalam merumuskan proses
perencanaan, implementasi dan evaluasi
pembangunan. Karena dari data yang satu tentu
akan memudahkan dalam proses perumusan
perencanaan yang baik dan mudah serta menjadi
out put yang dapat tepat sasaran. Sehingga
perumusan perencanaan pembangunan tidak
didasarkan pada pertimbangan berbagai asumsi
dan persepsi dari kelompok kepentingan akan
tetapi berdasarkan pada data yang akurat,
konsisten dan akuntable.
Referensi :�1. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat
Nomor 24 Tahun 2012 Tentang Satu Data
Pembangunan Jawa Barat;
2. Peraturan Gubernur Jawa Barat Nomor 80
Tahun 2015 tentang Petunjuk Pelaksanaan
Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat
Nomor 24 Tahun 2012 Tentang Satu Data
Pembangunan Jawa Barat;
3. K e p u t u s a n G u b e r n u r N o m o r
912/Kep.1067-Bappeda/2015 Tahun 2015
Tentang Forum Data Pembanguna
Provinsi Jawa Barat.
wawasanperencanaan
Volume 2 Nomer - 20158 3 Juli September Warta Bappeda 45
waw
asanp
ere
nca
naan
Pemekaran Daerah
Dalam Perjalanan WaktuOleh Bunbun W. Korneli* Maman**
*) Perencana Madya pada Bidang Pemerintahan Bappeda Provinsi Jawa Barat**) Mahasiswa Unpad Magang di Bappeda Provinsi Jawa Barat
Pendahuluan
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999
tentang Pemerintahan Daerah yang
selanjutnya diganti dengan Undang-
Undang Nomor 32 Tahun 2004, menjadi pemicu
maraknya pemekaran daerah. Usulan pemekaran
daerah ini terus bermunculan di setiap provinsi,
dengan berbagai macam kepentingan hingga
nyaris sulit dibendung.
Pemekaran daerah merupakan upaya
pemerintah dalam rangka mengelola sumber
daya daerah yang potensial demi kesejahteraan
rakyat. Implikasi dari pemekaran daerah antara
lain (Pratikno, 2008): (1) Implikasi Sosial Politik;
(2) Implikasi Sosial Ekonomi; (3) Implikasi Sosial
Kultural; (4) Implikasi pada Pelayanan Publik; (5)
Implikasi bagi Pembangunan Ekonomi; (5) �
Implikasi pada Pertahanan, Keamanan dan
Integrasi Nasional.
Kegagalan Daerah Otonomi Baru (DOB) dalam
menjalankan pemerintahannya dari waktu ke
waktu sering terdengar, terutama menyangkut
kesejahteraan dan layanan publik yang tidak
sesuai harapan. Hasil evaluasi Kemendagri terkait
DOB menyebutkan bahwa 60 persen daerah yang
sudah disahkan sebagai daerah otonom tidak
mampu meningkatkan pendapatan asli daerah
(PAD). Sehingga tidak mampu meningkatkan
kesejahteraan rakyat, yang akhirnya membebani
pemerintah pusat.
Berdasarkan hasil kajian yang dihimpun dari
berbagai sumber menyebutkan bahwa maraknya
daerah mengusulkan pemekaran daerah karena
alasan berikut: (1) memperoleh Dana Alokasi
Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK); (2)
terjadinya bureaucratic and political rent-seeking,
yakni kesempatan untuk memperoleh
Dokumen: Net
Volume 28 Nomer 3 Juli - September 2015Warta Bappeda 46
keuntungan dana, baik dari pemerintah pusat
maupun dari penerimaan daerah sendiri; (3)
keinginan elite politik untuk memperoleh status
kekuasaan baru atas daerah yang dipimpinnya; (4)
adanya upaya untuk pengembangan demokrasi
lokal melalui pembagian kekuasaan pada tingkat
yang lebih kecil; (5) Isu tentang kualitas
governance juga menjadi alasan dilakukannya
pemekaran wilayah.
Para pemerhati pemerintahan yang berasal
dari lingkungan akademik, organisasi massa dan
pihak-pihak lainnya sering memberikan masukan
di media massa atau melalui dokumen kajian,
namun pemerintah tetap bergeming. Hingga
akhirnya Presiden R.I. menyatakan di depan
Sidang Paripurna DPR R.I. pada tanggal 3
September 2009 mengenai pemberlakuan
kebijakan moratorium (penghentian sementara)
pemekaran daerah sampai dilakukannya evaluasi
secara menyeluruh, konsisten, dan sungguh-
sungguh terhadap hasil-hasil pemekaran daerah
selama ini.
Para penggiat pemekaran daerah pun kecewa
atas kebijakan moratorium ini. Karena “maksud
dan tujuan” yang telah disusunnya kandas, seiring
dengan terbitnya U.U. Nomor 23 Tahun 2014
tentang Pemerintahan Daerah yang intinya akan
memperketat proses pemekaran daerah.
Terbentuknya 205 DOB hanya dalam kurun
waktu sepuluh tahun (tahun 1999-2009) yang
meliputi 7 (tujuh) Provinsi, 164 (seratus enam
puluh empat) kabupaten dan 34 (tiga puluh
empat) kota, menjadi bukti bahwa semangat
pemekaran daerah di Indonesia demikian
menggebu. Kondisi ini diperparah bila daerah
yang telah dimekarkan memiliki kepentingan
sesaat yang pragmatis dan elitis. Sehingga bila
fenomena ini berjalan terus tanpa pengendalian
yang tepat, dapat dibayangkan berapa jumlah
DOB di Indonesia yang terbentuk hingga 20-30
tahun ke depan, serta berapa besar pula
penganggaran yang akan membebani
pemerintah untuk membiayai DOB.
Kilas Balik Pemekaran Daerah Ketika Indonesia memproklamasikan
kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus 1945,
Jumlah provinsi seluruhnya ada 8 provinsi, yaitu:
Sumatra, Borneo (Kalimantan), Jawa Barat, Jawa
Tengah, Jawa Timur, Sulawesi, Maluku dan Sunda
Kecil. Demikian pula pada era-era selanjutnya
seperti: Era pergerakan kemerdekaan (1945-
1949); Era Republik Indonesia Serikat (1949-1950);
Era Demokrasi Terpimpin dan Orde Lama (1959-
1966); Era Orde Baru (1966-1998); dan terakhir
Era 1999 (Era Reformasi)-sekarang, jumlah
provinsi dan kabupaten/ kota terus bertambah.
Pada masa Orde Lama, pemekaran daerah
banyak terjadi di luar pulau Jawa yakni. Sumatera,
Kalimantan dan Sulawesi dengan pertimbangan
luas wilayahnya mendukung. Sedangkan dalam
Masa Orde Baru, pemekaran daerah terjadi
dalam jumlah terbatas secara top down.
Pemekaran daerah yang terjadi umumnya
merupakan pembentukan kotamadya sebagai
peningkatan status adminstrasi dari
pemerintahan kabupaten. Proses pembentukan
daerah lainnya di beberapa kabupaten/kota yakni
pembentukan kota administratif (Kotatif) sebagai
wilayah administratif yang kemudian dibentuk
menjadi daerah kotamadya sebagai daerah
otonom.
“Pada masa reformasi, usulan pemekaran
daerah di Indonesia dimulai sejak digulirkannya
semangat otonomi daerah yang menyertai
munculnya euforia gerakan reformasi di
Indonesia. Kebijakan pemekaran daerah pada
masa reformasi bersifat bottom up dan
didominasi oleh proses politik dari pada
administratif. Regulasi dan situasi politik inilah
yang kemudian memberi peluang yang sangat
besar bagi maraknya pengusulan pemekaran
daerah”. (Pratikno, 2008).
Berikut jumlah provinsi di Indonesia dan
pemekaran di Provinsi Jawa Barat:
Foto: Dokumentasi B
appeda
wawasanperencanaan
TAHUN JUMLAH
PROVINSI PEMEKARAN DI PROVINSI JAWA BARAT
1950 - 1960 21 Tahun 1956: Provinsi Jawa Barat berkembang menjadi 2, yaitu : Jawa Barat dan
Daerah Khusus Ibukota (DKI ) Jakarta.
1960 - 1970 26 -
1970 - 1980 27 -
1980 - 1990 29 -
1990 - 2000 32 -
2000 - 2010 33 Tahun 2000: Provinsi Jawa Barat berkembang menjadi 2 provinsi, yaitu : Jawa
Barat dan Banten
2010 - 2015 34 -
Volume 2 Nomer - 20158 3 Juli September Warta Bappeda 47
wawasanperencanaan
Berikut jumlah provinsi di Indonesia dan pemekaran di Provinsi Jawa Barat:
Sumber: http://www.sejarah-negara.com (diolah)
Memperhatikan tabel di atas, pemekaran
di Provinsi Jawa Barat terjadi pada dekade
1950 – 1960 dan 2000 – 2010. Selebihnya
pemekaran terjadi di beberapa provinsi di
luar Jawa. Hingga saat ini yang menjadi
provinsi termuda yakni Provinsi
Kalimantan Utara yang dimekarkan pada
tahun 2012.
Regulasi Penataan Daerah Penyelenggaraan pemerintahan
berasaskan desentralisasi yang sangat
progresif pada tahun 1999 berlanjut
dengan lahirnya Undang-Undang No. 22
Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah,
yang selanjutnya direvisi menjadi Undang-
Undang No. 32 Tahun 2004. Undang-
undang ini berdampak luas pada tata
kelola pemerintahan. Tata kelola
pemerintahan secara otonom diberikan
penuh kepada pemerintahan kabupaten/
kota. Sedangkan pemerintah pusat
berkewenangan terbatas antara lain dalam
bidang moneter, fiskal, luar negeri dan
pertanahan.
Kebijakan penataan daerah yag
mengacu pada undang-undang ini
terdapat sejumlah kelemahan antara lain:
1konsep penataan daerah dengan
penetapan parameter, syarat-syarat
pembentukan yang meliputi administratif,
teknis, maupun kewilyahan hanya
berorientasi pada pembentukan DOB saja;
2 Dominan akan kepentingan, hal ini
dapat dilihat dari model pendekatan
yang digunakan yakni bottom up planning
dalam tata cara pembentukan daerah;
3Dominan bersifat sektoral, sehingga
penataan daerah tidak dapat
dilakukan secara optimal.
Tata kelola pemerintahan secara otonom diberikan penuh kepada pemerintahan kabupaten/ kota. Sedangkan pemerintah pusat berkewenangan terbatas antara lain dalam bidang moneter, fiskal, luar negeri dan pertanahan.
TAHUN JUMLAH PROVINSI
PEMEKARAN DI PROVINSI JAWA BARAT
Volume 28 Nomer 3 Juli - September 2015Warta Bappeda 48
Persyaratan pembentukan daerah
telah diatur dalam Peraturan Pemerintah
Nomor 129 Tahun 2000 tentang
Persyaratan Pembentukan, Pemekaran,
Penghapusan dan Penggabungan Daerah
yakni: (1) kemampuan ekonomi; (2)
potensi daerah; (3) sosial budaya; (4) sosial
politik; (5) jumlah penduduk; (6) luas
daerah dan (7) pertimbangan lain yang
memungkinkan terselenggaranya otonomi
daerah.
Selanjutnya, dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 78 Tahun 2007 tentang
Tata Cara Pembentukan, Pemekaran,
Penghapusan dan Penggabungan Daerah,
Pasal 4, disebutkan bahwa syarat dari
pemekaran provinsi atau kabubaten/kota
harus memenuhi syarat administratif,
teknis, dan fisik kewilayahan. Salah satu
syarat administratif tersebut adalah harus
ada persetujuan bersama antara DPRD
dengan Kepala Daerah.
Terbitnya Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah,
terutama dalam Bab VI tentang Penataan
Daerah bertujuan untuk: (1) mewujudkan
efektivitas penyelenggaraan pemerintahan
daerah; (2) mempercepat peningkatan
kesejahteraan masyarakat,; (3)
mempercepat peningkatan kualitas
pelayanan public; (3) meningkatkan
kualitas tata kelola pemerintahan; (4)
meningkatkan daya saing nasional dan
daya saing daerah; serta, (5) memelihara
keunikan adat istiadat, tradisi, dan budaya
daerah.
Terdapat perbedaan yang signifikan
antara U.U. No. 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah dengan U.U.
23/2014. Dalam U.U. 23/2014 ada upaya
pengetatan bagi pembentukan daerah
otonom baru, berupa penahapan dalam
proses pemekarannya. Pemekaran daerah
dilakukan melalui tahapan daerah
persiapan provinsi atau daerah persiapan
kabupaten/ kota. Demikian pula proses
penilaiannya, dalam regulasi lama proses
penilaian hanya di aspek kuantitatif saja,
namun dalam U.U. 23/2014 aspek
kualitatif pun menjadi pertimbangan
utama. Dalam hal usulan pembentukan
daerah persiapan tersebut, harus disetujui
DPR RI dan DPR Daerah. Demikian pula
saat memasuki tahap penilaian dokumen
usulan pemekaran daerah, Pemerintah
Pusat membentuk tim kajian independen.
Selanjutnya, hasil kajian ini dikonsultasikan
kepada DPR R.I. dan DPR Daerah. Hasil
konsultasinya menjadi bahan
pertimbangan Pemerintah Pusat dalam
menetapkan kelayakan pembentukan
Daerah Persiapan.
Desain Besar Penataan Daerah
(Desartada) yang telah disetujui oleh
Pemerintah dan DPR R.I. yang merupakan
bagian dari undang-undang ini, pada
intinya mencakup empat elemen dasar,
yakni: 1) pembentukan daerah persiapan
sebagai tahap awal sebelum ditetapkan
sebagai daerah otonom; 2) penggabungan
dan penyesuaian daerah otonom; 3)
penataan daerah yang memiliki
karakteristik khusus; dan 4) penetapan
estimasi jumlah maksimal daerah otonom
(provinsi, kabupaten/kota) di Indonesia
tahun 2010 – 2025.
Dalam Desartada telah dirumuskan
pula Estimasi Pertambahan Provinsi
Berdasarkan Berbagai Formulasi seperti
yang disajikan pada table di bawah ini:
Sumber: Kemitraan
wawasanperencanaan
Volume 2 Nomer - 20158 3 Juli September Warta Bappeda 49
Sementara, Usulan Pemekaran Provinsi Berdasarkan Aspirasi Masyarakat
dan Tim Kajian Kemendagri seperti yang disajikan pada table di bawah ini:
Sumber: Kemitraan
Dari kedua tabel di atas diperoleh Pola Penataan Daerah berupa jumlah ideal
provinsi di Indonesia seperti disajikan dalam gambar di bawah ini:
Sumber: Kemitraan
wawasanperencanaan
Dalam Desartada 2010-2025, pemekaran
daerah di Indonesia diproyeksikan memiliki 44
provinsi dan 541 kabupaten/kota hingga tahun
2025. Saat ini, Indonesia memiliki 34 provinsi dan
508 kabupaten/kota (415 kabupaten dan 93 kota).
Berdasarkan hasil kajian dan pertimbangan
strategis dari berbagai pihak, serta
memperjelas hal-hal teknis yang telah tercantum
dalam Desartada, Pemerintah Pusat
selanjutnya akan menyusun strategi penataan
daerah yang dituangkan dalam peraturan
pemerintah beserta turunannya.
Penataan Daerah di Jawa BaratLuas Provinsi Jawa Barat yakni 3.709.528,44
Ha, dengan jumlah penduduk 46.029.699 jiwa,
terbagi menjadi 27 Kabupaten/Kota, 626
Kecamatan, 641 Kelurahan dan 5.321 Desa.
Kabupaten Pangandaran merupakan kabupaten
termuda di Provinsi Jawa Barat yang ditetapkan
pada tanggal 25 Oktober 2012 berdasarkan U.U.
Nomor 21 Tahun 2012 tentang Pembentukan
Kabupaten Pangandaran di Provinsi Jawa Barat.
Pemekaran daerah di Jawa Barat dimulai
dengan terbitnya surat Keputusan Gubernur
Jumlah
Ideal
(44 Provinsi)
Aspirasi
(21 Provinsi)
Formulasi Kajian
Masyarakat Akademik
(31- 88 Provinsi Baru)
Volume 28 Nomer 3 Juli - September 2015Warta Bappeda 50
Kepala DATI I Jawa Barat Nomor 30 Tahun 1990
tentang Pola Induk Pengembangan Wilayah
Provinsi DATI I Jawa Barat dalam jangka panjang
(25-30 tahun) yang memuat arah kebijakan
kemungkinan penataan kembali daerah Tingkat II
di Jawa Barat, pada saat itu berjumlah 24 menjadi
42 daerah Tingkat II. Surat Keputusan Gubernur
tersebut, ditindaklanjuti dengan Instruksi
Gubernur Kepala DATI I Jawa Barat Nomor 1
Tahun 1994 tentang Pemantapan Kebijaksanaan
Dalam Penataan Kembali Wilayah Administrasi
Pemerintahan dan Otonomi Daerah Tingkat II di
lingkungan Provinsi DATI I Jawa Barat, yang
merujuk kepada U.U. No. 5 Tahun 1974 yang
bersifat sentralistik.
Daerah otonom di Jawa Barat sampai dengan
tahun 2006 berjumlah 26 kabupaten/kota
(termasuk Kabupaten Bandung Barat). Selama
periode 1999-2006 yang merupakan hasil
pemekaran hanya Kabupaten Bandung Barat
(2006). Sedangkan Kota Depok (1999), Kota
Cimahi (2000), Kota Tasikmalaya (2001), Kota
Bekasi (2001), dan Kota Banjar (2002) merupakan
peningkatan status dari kota administratif (
semula merupakan bagian kabupaten).
Upaya yang telah dilakukan oleh Pemerintah
Provinsi Jawa Barat dalam penataan daerah yakni
penyusunan dokumen rencana penataan DOB di
Provinsi Jawa Barat antara lain:
1Tahun 2009: Grand Design Penataan Daerah
Otonomi di Daerah Provinsi Jawa Barat yang
disusun oleh Bappeda Provinsi Jawa Barat
bekerjasama dengan Lembaga Penelitian dan
Pengabdian kepada Masyarakat Universitas
Padjadjaran;
2Tahun 2010: Grand Design Daerah Otonom
Provinsi Jawa Barat 2010-2025 yang disusun
oleh Bappeda Provinsi Jawa Barat.
3Tahun 2012: Pengkajian Penataan Daerah
Otonom di Provinsi Jawa Barat yang disusun
oleh Biro Otonomi Daerah Setda Provinsi
Jawa Barat bekerjasama dengan Lembaga
Penelitian dan Pengabdian kepada
Masyarakat Universitas Padjadjaran.
Sejalan dengan dinamika pembangunan,
khususnya dalam peraturan perundangan di
Indonesia mengenai penataan daerah, seperti
yang telah tertuang dalam Undang-undang
Nomor 23 tentang Pemerintahan Daerah. Maka
dokumen-dokumen kajian tersebut di atas perlu
dikaji ulang berdasarkan landasan hukum yang
baru yakni U.U. 23/2014 beserta turunannya.
Pasca DOB terbentuk yakni Kabupaten
Bandung Barat dan Kabupaten Pangandaran,
terdapat tiga calon daerah otonom yang telah
diusulkan dengan menggunakan aturan lama
yakni Kabupaten Bogor Barat (KBB), Kabupaten
Sukabumi Utara dan Kabupaten Garut Selatan
yang hingga kini ditunda pembahasannya.
Tertundanya usulan ini sehubungan berakhirnya
pemerintahan dan masa tugas DPR periode 2009-
2014. Ketiga calon daerah otonom baru ini
selanjutnya akan dikaji ulang berdasarkan aturan
yang baru yakni U.U. Nomor 23 Tahun 2014
tentang Pemerintahan Daerah berserta aturan
turunannya yakni: 28 P.P., 3 Perpres dan 5
Permendagri. Semua peraturan turunan ini
tengah dikerjakan dengan target penyelesaian
paling lambat akhir tahun 2016 (termasuk
Desartada 2010-2025).
PenutupFungsi peraturan perundang-undangan
adalah sebagai instrument kebijakan (beleids
instrument). Betapapun baiknya peraturan atau
kebijakan yang dibuat dan ditetapkan, namun
apabila tidak dilaksanakan sesuai substansi
ketetapannya (amanatnya), niscaya tujuan
pengaturannya tidak akan tercapai.
Saat ini masyarakat gencar mengajukan
judicial review (uji materi) atas ketidakpuasan
dari berbagai produk hukum ke Mahkamah
Konstitusi (MK). Hal ini merupakan indikasi dari
kegagalan reformasi hukum, salah satunya
dicirikan dengan rendahya kualitas produk
hukum. Reformasi hukum memang saat ini
tengah berjalan namun baru pada tataran formal
dan prosedural saja, sementara substansinya
masih jauh dari harapan.
Seperti yang tertuang dalam konsideran U.U.
No. 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah,
khususnya huruf b, menyebutkan bahwa
penyelenggaraan pemerintahan daerah diarahkan
untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan
masyarakat melalui peningkatan pelayanan,
pemberdayaan, dan peran serta masyarakat, serta
peningkatan daya saing daerah dengan
memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan,
keadilan, dan kekhasan suatu daerah dalam
sistem NKRI. Konsideran ini dalam proses
penyusunannya diawali melalui tahapan
teknokratis (naskah akademik) berdasarkan
wawasanperencanaan
Volume 2 Nomer - 20158 3 Juli September Warta Bappeda 51
wawasanperencanaan
kepada: landasan filosofis, landasan sosiologis,
dan landasan yuridis (lepas dari berbagai
kepentingan). Sehingga amanat ini harus
dijalankan sebenar-benarnya, seadil-adilnya,
transparan dan akuntabel. Terhindar dari adanya
berbagai macam kepentingan dan intervensi
pihak mana pun kecuali hanya untuk kepentingan
menyejahterakan rakyat.
Desentralisasi memungkinkan
terselenggaranya pemerintahan yang demokratis
dan partisipatif, serta menjanjikan banyak hal bagi
kemanfaatan dan kesejahteraan kehidupan
masyarakat. Melalui desentralisasi diharapkan
pemerintahan akan lebih dekat dengan
masyarakat. Sehingga pemerintah daerah
memiliki tingkat akuntabilitas dan daya tanggap
yang tinggi dalam merespon keinginan
masyarakat.
Berhasil tidaknya DOB dalam menjalankan
pemerintahannya selain ditentukan oleh faktor
kepemimpinan kepala daerahnya juga, perlu
adanya dukungan dari para elite politik dan
partisipasi masyarakat. Kauzya (2004)
menyebutkan lima karakteristik yang harus
dipertimbangkan dalam mendesain kebijakan
desentralisasi yang demokratis yakni: (1) kerangka
hukum yakni, pembentukan reformasi konstitusi
dan hukum untuk melimpahkan kekuasaan
kepada struktur lokal; (2) kapasitas tata kelola
pemerintahan di tingkat lokal yakni dengan
meningkatkan kemampuan aktor lokal untuk
bertindak (baik dari sisi sumber daya keuangan,
manusia, organisasi dan kewenangan); (3)
peningkatan akuntabilitas pemerintahan daerah;
(4) peningkatan peranan masyarakat sipil
(merupakan praktek dari desentralisasi
horizontal/ pemberdayaan masyarakat); (5)
peningkatan kehidupan social ekonomi (kualitas
hidup) masyarakat.
Membentuk DOB dengan menggunakan
aturan lama tidaklah sulit, asal sesuai dengan
persyaratan (kuantitatif) pembentukan daerah,
serta didukung dengan lobi politik (tingkat tinggi)
yang konsisten maka jadilah DOB. Celakanya, bila
DOB tidak sesuai tujuannya hingga DOB
dikembalikan ke kabupaten/kota induknya. Selain
dana (yang sangat terbatas) telah dialokasikan,
maka masalah lainnya pun akan muncul yakni
menyangkut kelembagaan yang sudah terbentuk
seperti: DPRD, SKPD dan Kecamatan. Juga
mengenai aspek sosial, ekonomi dan faktor
psikologis para (yang terlanjur jadi) pejabat
merupakan permasalahan yang tidak mudah
untuk diselesaikan dengan segera.
Mengelola DOB sebagai hasil pemekaran
memang tidaklah mudah, terdapat tugas dan
tanggung jawab berat untuk menata kelolanya.
Sumber daya aparatur, sarana, prasarana berikut
asset yang telah ada merupakan modal dasar
yang dapat diberdayakan untuk menjalankan
pemerintahannya. Terbentuknya DOB bukanlah
akhir dari perjuangan, namun awal dari
perjuangan yang memerlukan tenaga dan pikiran
ekstra dalam rangka terciptanya good
governance yang menyejahterakan rakyat.
PustakaBappeda Provinsi Jawa Barat (2010), Grand Design
Daerah Otonom Provinsi Jawa Barat 2010-
2025
Kauzya, John Mary (2004), “Decentralization
Prospecs For Peace Democracy and
Development”. Conference Paper on
Decentralization The New Dimention of
Peace, Democracy and Development, 17-18
September 2004, Region of Tuscany,
UNDESIA;
Pratikno, Usulan Perubahan Kebijakan Penataan
Daerah: Pemekaran dan Penggabungan
Daerah, Paper USAID, 29 Pebruari 2008;
Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah;
Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah;
Peraturan Pemerintah Nomor 129 Tahun 2000
tentang Persyaratan Pembentukan,
Pemekaran, Penghapusan dan Penggabungan
Daerah;
Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2007
tentang Tata Cara Pembentukan, Pemekaran,
Penghapusan dan Penggabungan Daerah;
Kemitraan, Desain Besar Penataan Daerah (
Desartada ), Partnership Policy Paper No.
1/2011, Partnership for Governance Reform
in Indonesia;
http://www.sejarah-negara.com, diakses
tanggal, 7 September 2015.
Volume 28 Nomer 3 Juli - September 2015Warta Bappeda 52
waw
asan
pere
nca
naan
Pengelolaan Keuangan
DAK
Dalam APBD
Oleh Sakti Budhi Astuti*
*) Perencana Madya Bidang PE Bappeda Provinsi Jawa Barat
Pendahuluan
Dana Alokasi Khusus (DAK) adalah dana yang
bersumber dari APBN dan dialokasikan
kepada daerah tertentu dengan tujuan
membantu mendanai kegiatan khusus yang
merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas
nasional, dengan kata kunci hanya daerah tertentu
yang mendapatkan, tidak semua daerah mendapat
DAK; bersifat membantu, tidak serta merta semua
daerah akan mendapat DAK , hanya daerah tertentu
atau khusus yang akan mendapat DAK; kegiatan
khusus yang mengutamakan peningkatan pelayanan
publik terutama fasilitas dasar; Urusan Daerah DAK
didanai oleh urusan daerah bukan urusan pusat; DAK
merupakan program yang menjadi prioritas nasional
sebagaimana yang dimuat dalam Rencana Kerja
Pemerintah (RKP).
Peraturan dalam mengelola DAK adalah PP 58
Tahun 2005 Tentang Pengelolan Keuangan Daerah,
merupakan turunan dari UU Nomor 17 Tahun 2003
tentang Keuangan Daerah, UU Nomor 33 Tahun 2004
tentang Perimbangan, UU Nomor 1 Tahun 2004
tentang Perbendaharaan, dan UU Nomor 15 Tahun
2004 tentang Pemeriksaan, serta UU Nomor 25 Tahun
2004 tentang Perencanaan, diturunkan ke
Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 tentang
Penyusunan APBD, Permendagri Nomor 59 Tahun
2010 tentang Pengelolaan DAK di APBD, dan
Permendagri Nomor 52 Tahun 2015 tentang
Pedoman Penyusunan APBD tahun 2016.
Kebijakan DAK yang menjadi acuan di
tahun 2016, berkaitan erat dengan
“Nawacita” , yaitu :
1Cita 1 Menghadirkan kembali negara
untuk melindungi segenap bangsa dan
memberikan rasa aman kepada seluruh
warga negara;
2Cita 2 Mengembangkan tata kelola
pemerintahan yang bersih, efektif,
demokratis, dan terpercaya;
3Cita 3 Membangun Indonesia dari
pinggiran dengan memperkuat daerah-
daerah dan desa dalam kerangka negara
Fo
to:
Doku
menta
si B
appeda
Volume 2 Nomer - 20158 3 Juli September Warta Bappeda 53
kesatuan;
4Cita 4 Memperkuat kehadiran negara dalam
melakukan reformasi sistem dan penegakan
hukum yang bebas korupsi, bermartabat, dan
terpercaya;
5Cita 5 Meningkatkan kualitas hidup manusia
Indonesia;
6Cita 6 Meningkatkan produktivitas rakyat dan
daya saing di pasar Internasional;
7Cita 7 Mewujudkan kemandirian ekonomi
dengan menggerakkan sektor-sektor
strategis ekonomi domestik;
8Cita 8 Melakukan revolusi karakter bangsa;
dan
9Cita 9 Memperteguh kebhinekaan dan
memperkuat restorasi sosial Indonesia.
Nawa Cita tersebut merupakan rangkuman
program-program yang tertuang dalam Visi-Misi
Presiden dan Wakil Presiden yang dijabarkan
dalam strategi pembangunan yang digariskan
dalam RPJMN 2015-2019, terdiri dari empat
bagian utama yakni: (1) norma pembangunan; (2)
tiga dimensi pembangunan; (3) kondisi yang
diperlukan agar pembangunan dapat
berlangsung; serta (4) program-program quick
wins. Tiga dimensi pembangunan dan kondisi
yang diperlukan dimaksud memuat sektor-sektor
yang menjadi prioritas dalam pelaksanaan RPJMN
2015-2019 yang selanjutnya dijabarkan dalam
RKP Tahun 2016.
Kaitan dengan Kebijakan DAK yang menjadi
acuan di tahun 2016, terutama pada
- Mendukung implementasi Nawacita, (Cita 3,
Cita 5, Cita 6, Cita 7)
- Mendukung percepatan pembangunan
infrastruktur publik daerah;
- Mendukung pemenuhan anggaran
pendidikan (20%) dan kesehatan (5%)
dengan tetap menjaga lingkungan hidup
dan kehutanan;
- Mengakomodasi usulan kebutuhan dan
prioritas daerah dalam mendukung
pencapaian prioritas nasional (Proposal
Based);
- Memperkuat kebijakan afirmasi untuk
mempercepat pembangunan daerah
perbatasan, tertinggal, terpencil, terluar, dan
kepulauan;
- Mempercepat pengalihan anggaran belanja
K/L (dekonsentrasi dan tugas pembantuan)
yang sudah menjadi kewenangan daerah ke
DAK;
- Merealokasi dana transfer lainnya (BOS,
TPG, TAMSIL, dan P2D2) ke dalam DAK non
fisik;
- Menyesuaikan kewajiban penyediaan dana
pendamping DAK sesuai dengan
kemampuan fiskal daerah (semula 10%
tentang Dana Perimbangan dalam Pasal 61
ayat (1) PP 55/2005 tentang Dana
Perimbangan, dirubah menjadi 0%)
Postur DAK terbagi dalam transfer ke
daerah dan jenis DAK, untuk postur DAK dalam
tranfer ke daerah dibagi dua, yaitu melalui
transfer dana ke daerah dan Dana Desa. Transfer
dana ke daerah terdapat perbedaan proses
pada tahun 2015 dan 2016, yaitu :
- Tahun 2015 transfer ke daerah dibagi menjadi
4, Dana Perimbangan (DBH, DAU, DAK), Dana
Otonomi Khusus, Dana Keistimewaaan
Yogyakarta, Dana Transfer Lainnnya.
- Tahun 2016 transfer ke daerah dibagi menjadi
3, Dana Perimbangan (Dana Transfer Umum
(DBH & DAU) & Dana Transfer Khusus (DAK
Fisik dan DAK Non Fisisk)), Dana Insentif
Daerah, Dana Otonomi Khusus dan Dana
Keistimewaan DIY.
Sedangkan untuk jenis DAK terdapat
perbedaan pula untuk tahun 2015 dan tahun
2016, sebagai berikut :
- Tahun 2015, terbagi dalam 3 jenis, yaitu DAK
Reguler; DAK Tambahan ( DAK Affirmasi dan
DAK P3K2); DAK Usulan Daerh yang disetujui
DPR.
wawasanperencanaan
Foto: Dokumentasi Bappeda
Volume 28 Nomer 3 Juli - September 2015Warta Bappeda 54
- Tahum 2016, terbagi dalam 2 jenis, yaitu DAK
Fisik terdiri dari DAK Reguler (10 Bidang DAK),
DAK Infrstuktur Publik Daerah, DAK Affirmasi;
dan DAK Non Fisik terdiri dari BOS, TPG PNSD,
Tamsil PNSD, P2D2, BOK.
Penyederhanaan Bidang DAK Reguler,
terdapat perbedaan untuk tahun 2015 sebanyak
14 Bidang DAK dan tahun 2016 menjadi 10
Bidang DAK, sebagai berikut :
- Tahun 2015 dibagi dalam 3 dimensi,
• Dimensi Pembangunan yang terdiri dari
Pendidikan; Kesehatan; Keluarga
Berencana; Perumahan dan Permukiman;
Insfrastruktur Air Minum dan Sanitasi,
• Dimensi Sektor Unggulan terdiri dari
Infrastruktur Irigasi; Pertanian; Energi
Perdesaan; Kelautan dan Perikanan; dan
Lingkungan Hidup
• Dimensi Pemerataan dan Kewilayahan
terdiri dari Transportasi; Sarana
Perdagangan; dan Prasarana Pemerintahan
Daerah.
- Tahun 2016 dibagi dalam 3 dimensi,
• Dimensi Pembangunan yang terdiri dari
Pendidikan; Kesehatan dan Keluarga
Berencana; Infrastruktur Perumahan,
Permukiman, Air Minum dan Sanitasi;
• Dimensi Sektor Unggulan terdiri dari
Kedaulatan Pangan; Energi Skala Kecil;
Kelautan dan Perikanan; Kehutanan dan
lingkungan Hidup.
• Infrastruktur Irigasi, Pertanian, Energi
Perdesaan, Kelautan dan Perikanan, dan
Lingkungan Hidup
• Dimensi Pemerataan dan Kewilayahan
terdiri dari Transportasi; Sarana
Perdagangan dan Industri Kecil dan
Menengah; dan Prasarana Pemerintahan
Daerah.
Perencanaan dan Penganggaran DAK Dalam
APBD TA 2016
Proses perencanaan dan Penganggaran DAK
dalam APBD Tahun Anggaran 2016, seperti
dibawah ini
Sumber : Bahri, SSTP, M.Si, 2015, “Kebijakan Pengelolaan Keuangan DAK Dalam APBD TA 2016”
wawasanperencanaan
Volume 2 Nomer - 20158 3 Juli September Warta Bappeda 55
wawasanperencanaan
Asumsi umum APBD disusun sesuai dengan
kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan dan
kemampuan pendapatan daerah, dalam rangka
mewujudkan pelayanan kepada masyarakat untuk
tercapainya tunjuan bernegara, dan APBD
mempunyai fungsi Otorisasi, Perencanaan,
Pengawasan, Alokasi, Distribusi, Stabilisasi, serta
APBD ditetapkan dengan PERDA dan semua
penerimaan dan pengeluaran daerah
dianggarkan dalam APBD.
Penganggaran DAK berdasarkan Permendagri
Nomor 52 Tahun 2015 tentang Pedoman APBD
Tahun 2016, menyatakan bahwa DAK dianggarkan
sesuai Peraturan Presiden mengenai Rincian
APBN TA 2016 atau Peraturan Menteri Keuangan
mengenai Alokasi DAK TA 2016; dan dalam hal
Perpres mengenai Rincian APBN TA 2016 atau
Peraturan MenKeu mengenai Alokasi DAK TA
2016 belum ditetapkan, maka penganggaran DAK
didasarkan pada alokasi DAK daerah provinsi dan
kab/kota TA yang diinformasikan secara resmi
oleh Kemenkeu, setelah Rancangan UU tentang
APBN TA 2016 disetujui bersama antara
Pemerintah dan DPR-RI.
Sumber : Bahri, SSTP, M.Si, 2015, “Kebijakan Pengelolaan Keuangan DAK Dalam APBD TA 2016”
Foto: Dokumentasi Bappeda
Volume 28 Nomer 3 Juli - September 2015Warta Bappeda 56
Penganggaran Pagu Alokasi dan Kegiatan DAK, untuk hal Pemerintah Daerah
menerima pagu alokasi DAK setelah KUA dan PPAS ditetapkan (mengalami
keterlambatan), dapat ditampung langsung dalam pembahasan RAPBD dengan terlebih
dahulu mencantumkan klausul kesepakatan KUA dan PPAS, dengan tujuan untuk
menyepakati pagu alokasi & penggunaan DAK dalam rancangan Perda tentang APBD,
dan untuk menjaga konsistensi antara materi KUA dan PPAS dengan program &
kegiatan DAK yang ditetapkan dalam APBD.
Sumber : Bahri, SSTP, M.Si, 2015, “Kebijakan Pengelolaan Keuangan DAK Dalam APBD TA 2016”
Pengalokasian DAK menggunakan pagu
definitif yang ditetapkan pemerintah, apabila
optimalisasi pencapaian sasaran DAK tercapai
lanjut kepada pagu alokasi definitif di bulan
November melalui persetujuan bersama RAPBD
dan sebelumnya menyusun RKA-PPKD & RKA-
KPD sebelum menyepakati RAPBD lalu
dilanjutkan dengan penetapan Perda APBD dan
menghasilkan DPA-PPKD & DPA SKPD sebagai
dasar pelaksanaan. Dan apabila optimalisasi
pencapaian sasaran DAK tidak optimal, maka
kembali kepada pagu tahun lalu dan dilakukan
penyesesuaian kembali dengan persetujuan
bersama RAPBD dan sebelumnya menyusun RKA-
PPKD & RKA-KPD sebelum menyepakati RAPBD
lalu dilanjutkan dengan penetapan Perda APBD
dan menghasilkan DPA-PPKD & DPA SKPD
sebagai dasar pelaksanaan.
Langkah-langkah untuk mempercepat
pelaksanaan DAK bila terjadi Keterlambatan
Penyampaian Juknis ke Daerah & Pagu Alokasi
Definitif Setelah Perda APBD ditetapkan
(berdasarkan Permendagri 52/2015) bahwa
Program dan kegiatan yang dibiayai dari DBH-
CHT, DBH-DR, DAK, Dana BOS, Dana Otonomi
Khusus, Dana Infrastruktur untuk Provinsi Papua
dan Papua Barat, Dana Insentif Daerah, Dana
Darurat, dan dana transfer lainnya yang sudah
jelas peruntukannya serta pelaksanaan kegiatan
dalam keadaan darurat dan/atau mendesak
lainnya yang belum cukup tersedia dan/atau
belum dianggarkan dalam APBD, dapat
dilaksanakan mendahului penetapan perda P-
APBD (Permendagri 52/2015 Lampiran V.11)
dengan cara Menetapkan Peraturan Kepala
Daerah tentang Perubahan Penjabaran APBD dan
memberitahukan kepada Pimpinan DPRD;
Menyusun RKA-SKPD dan mengesahkan DPA-
SKPD sebagai dasar pelaksanaan kegiatan; dan
lebih lanjut, ditampung dalam peraturan daerah
wawasanperencanaan
Volume 2 Nomer - 20158 3 Juli September Warta Bappeda 57
wawasanperencanaan
tentang Perubahan APBD, atau dicantumkan dalam LRA, apabila
pemerintah daerah telah menetapkan P-APBD atau tidak melakukan
P-APBD.
Dana Pendamping, dalam Pasal 61 ayat (1) PP 55/2005 tentang
Dana Perimbangan menyatakan bahwa Dana Pendamping dalam
APBD wajib dialokasikan sekurang-kurangnya 10% dari jumlah alokasi
DAK yang ditetapkan masing-masing daerah; Kewajiban penyediaan
Dana Pendamping menunjukkan komitmen daerah terhadap bidang
kegiatan yang didanai dari DAK yang merupakan kewenangan
daerah; Dana pendamping dianggarkan untuk kegiatan bersifat fisik
(kegiatan diluar kegiatan administrasi proyek, kegiatan penyiapan
proyek fisik, kegiatan penelitian, kegiatan pelatihan, kegiatan
perjalanan pegawai daerah, dan kegiatan umum lain yang sejenis).
Dalam Permendagri 20/2009 dan Permendagri 37/2014, bahwa
Penyusunan RKA-SKPD untuk Dana Pendamping dilakukan menyatu
dengan kegiatan DAK; Dimungkinkan untuk memanfaatkan saldo
anggaran yg tersedia dalam Sisa Lebih Penggunaan APBD TA
sebelumnya atau menggesar Belanja Tidak Terduga atau
resecheduling kegiatan program dan kegiatan yg kurang mendesak.
Sumber : Bahri, SSTP, M.Si, 2015, “Kebijakan Pengelolaan Keuangan DAK Dalam APBD TA 2016”
Penggunaan Sisa DAK, bisa dipakai apabila
Output kegiatan belum tercapai menurut PMK
241/2014 jadi diperhitungkan untuk Pemotongan
DAU/DBH Tahun berikutnya; Output telah
tercapai PMK 183/2013 (sementara), maka
dianggarkan pada tahun berikutnya, dapat
digabung dengan Sisa DAK Bidang lainnya,
membiayai Bidang tertentu yang ditentukan oleh
Pemerintah daerah. Optimalisasi penggunaan dan
minimalisasi Sisa DAK, berdasarkan (lamp III
angka 1, huruf b, angka 3) huruf b) Permendagri
Nomor 37 Tahun 2014, bahwa untuk kegiatan
DAK 2015 bagi daerah penerima DAK dapat
melakukan optimalisasi penggunaan DAK dengan
merencanakan dan menganggarkan kembali
kegiatan DAK dalam APBD tahun berjalan, pada
bidang yang sama serta mengacu pada Juknis
yang telah ditetapkan, sepanjang akumulasi nilai
kontrak kegiatannya lebih kecil dari pagu bidang
DAK-nya; dan Sisa DAK .
Foto: Dokumentasi Bappeda
Volume 28 Nomer 3 Juli - September 2015Warta Bappeda 58
Petunjuk Teknis DAKKetentuan mengenai juknis DAK, adalah
peraturan yang terkait dengan petunjuk teknis
yang berkaitan dengan DAK, sebagai berikut :
- Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014
tentang pemerintahan daerah binwas
penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh
daerah secara nasional dikoordinasikan oleh
Mendagri (pasal 8)
- Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2005
tentang dana perimbangan
- Menteri Teknis menyusun Petunjuk Teknis
penggunaan DAK yang dikoordinasikan oleh
Menteri Dalam Negeri (pasal 59 )
- Daerah Penerima DAK wajib mencantumkan
alokasi dan penggunaan DAK di dalam APBD
dan Penggunaan DAK dimaksud dilakukan
sesuai dengan Petunjuk Teknis Penggunaan
DAK (pasal 60).
- Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2015
tentang Rincian Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara Tahun 2015 (pengganti
Perpres 162 Tahun 2014)
Bahwa Petunjuk Teknis ditetapkan paling
lambat 2 minggu setelah Perpres tentang
Rincian APBN 2015 diundangkan
- Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 71
Tahun 2011 tentang Koordinasi Penyusunan
Petunjuk Teknis DAK
Koordinasi penyusunan Juknis DAK
berdasarkan Permendagri Nomor 71 Tahun 2011
tentang Koordinasi Penyusunan Juknis DAK,
menyatakan :
- Pertimbangan, untuk koordinasi penyusunan
Juknis DAK sebagaimana Pasal 59 ayat (2) PP
No. 55/2005 ttg Dana Perimbangan.
- Tujuan, sinkronisasi rancangan Juknis DAK
yang telah disusun oleh KL/LPNK dengan
prinsip penyelenggaraan Otda dan prioritas
pembangunan nasional, yang meliputi
Ketepatan jadwal penetapan Juknis;
Kesesuaian penggunaan/pemanfaatan DAK
pada masing2 bidang dengan pencapaian
prioritas nasional; Keselarasan dengan prinsip
penyelenggaraan Otda; Kesesuaian dengan
pengelolaan keuangan.
- Dibentuk Pokja dengan anggota
Kemen.PPN/Bappenas; Kemenkeu: dan
Kemendagri. Tugas mengkoordinasikan
penyusunan Juknis DAK yg disusun oleh
KL/LPNK.
Beberapa Permasalahan, Kendala dan Tindaklanjut yang diperlukan
1Permasalahan dalam pelaporan DAK, banyak
format, kesulitan dalam mengkoordinasikan
pelaporan dari SKPD, kualitas pelaporan masih
rendah, pelaporan belum menjadi formula
yang penting untuk usulan tahun berikutnya.
2Kendala penyaluran penyerapan DAK, hal
dana pendamping, Perda APBD terlambat
ditetapkan, terjadi keterlambatan tender
pelaksanaan kegiatan, kurangnya koordinasi
SKPD pengelola dengan unsur Bappeda
kabupaten/kota maupun provinsi
3Kabupaten/kota di daerah masih terdapat
daerah yang baru hasil pemekaran, hal ini
berkaitan dengan dana perimbangan yang
berkaitan dengan UU Nomor 6 Tahun 2014
tentang desa, hal ini bermaksud untuk
perkembangan desa itu sendiri tetapi disisi
lain apakah SDM desa sudah siap dengan
menerima dana tersebut dan dana
pendamping.
4Tentang reward dan punishment pada daerah
yang penyerapan masih kecil, hal ini perlu
pertimbangan karena selagi aturan yang
masih diberlakukan dalam pelaksanaan DAK
belum konsisten, maka rasanya tidak adil
untuk memberikan punishment kepada
daerah yang penyerapannya sedikit. Jadi jika
penyerapan ditingkat pusat betul-betul
memang berkesinambungan untuk daerah
pun akan bisa mengikuti.
5Juknis terlambat diterima daerah, implikasi
yang terjadi di daerah bahwa daerah
kesulitan memperoleh informasi
kegiatan/program untuk dimuat dalam
RAPBD, dan menghambat peyaluran dan
pelaksanaan DAK ;
6Juknis berubah dalam tahun anggaran
berjalan, implikasi yang terjadi di daerah
bahwa daerah harus merevisi kegiatan DAK
yang telah dimuat dalam APBD, waktu
pelaksanaan DAK tertunda karena daerah
harus menunggu perubahan dan proses revisi,
Juknis berubah dalam tahun anggaran
berjalan, berpotensi menyulitkan daerah
(contoh tidak sesuai norma pengelolaan
wawasanperencanaan
Volume 2 Nomer - 20158 3 Juli September Warta Bappeda 59
wawasanperencanaan
keuda), daerah ragu melaksanakan kegiatan
DAK, menghambat pelaksanaan dan
penyaluran DAK
7Ketentuan Juknis tidak sesuai ketentuan per-
UU, implikasi yang terjadi di daerah bahwa
menyulitkan daerah dalam melaksanakan
kegiatan DAK
8Juknis terlalu rinci/detail, yang dapat
berdampak di daerah tidak dapat
melaksanakan kegiatan DAK, penyesuaian
kegiatan DAK dan dokumen anggaran
memerlukan waktu, hasil kegiatan DAK
mubazir dan sasaran prioritas tidak tercapai ,
serta anggaran tidak optimal terserap atau
menjadi SilPA
9Menu kegiatan Juknis tidak sesuai dengan
kondisi atau kebutuhan daerah, implikasi
yang terjadi di daerah bahwa pencapaian
sasaran tidak optimal bahkan potensi
perubahan dilapangan, pola penyerapan tidak
proporsional, dan permasalahan dilapangan
lambat diatasi , serta daerah kesulitan
mendapakan informasi yang cepat dana
akurat
Koordinasi Juknis kurang optimal,
implikasi yang terjadi di daerah bahwa
pencapaian sasaran tidak optimal bahkan
potensi perubahan dilapangan, pola
penyerapan tidak proporsional, dan
permasalahan dilapangan lambat diatasi, serta
daerah kesulitan mendapatkan informasi yang
cepat dana akurat
10
Tindaklanjut yang perlu dilakukan oleh Provinsi1. Meningkatkan koordinasi dengan seluruh
OPD Provinsi Jawa Barat dan Kabupaten/Kota
penerima dana DAK untuk membahas dan
mencarikan solusi dari berbagai permasalahan
yang menghambat pelaksanaan kegiatan.
2. Meningkatkan pelaksanaan Pengendalian dan
Evaluasi DAK di lapangan, dengan pelaporan
secara berkala.
Tindaklanjut yang perlu dilakukan oleh Pusat1. Memberi informasi indikasi kegiatan DAK
lebih awal kepada daerah, penerbitan Juknis
dipercepat dan berlaku lebih dari satu tahun
(multi years).
2. Aturan Juknis agar konsisten dengan prioritas
nasional yang ditetapkan dalam RKP,
penyusunan Juknis perlu direncanakan
dengan baik.
3. Penyusunan Juknis harus memperhatikan
ketentuan perundang-undangan yang ada.
4. Perlu standar pengaturan penyusunan Juknis
5. Program/kegiatan harus konsisten dengan
prioritas nasional di bidang yang
bersangkutan, kegiatan harus konsisten
dengan indikator dan data kriteria teknis.
6. Meningkatkan pengendalian diikuti dengan
pelaporan secara berkala, dan Binwas secara
konsisten
Foto: Dokumentasi Bappeda
Volume 28 Nomer 3 Juli - September 2015Warta Bappeda 60
PenutupBeberapa masalah dan kendala yang terjadi
tersebut diatas, maka rekomendasi yang diajukan
untuk dapat meningkatkan efektifitas
pelaksanaan DAK TA 2016, dengan beberapa cara
seperti melakukan perbaikan Juknis/Juklak,
melakukan perubahan ketentuan Dana
Pendamping, perbaikan sistem pelaporan dan
perbaikan monitoring dan evaluasi, proses Lelang
dapat mendahului dan penetapan kontrak setelah
DPA ditetapkan pada tahun bersangkutan, dan
diharapkan semua hal perubahan tersebut diatas
akan diatur dalam UU APBN 2016.
Daftar Pustaka : (Bahri, SSTP, M.Si, 2015, “Kebijakan Pengelolaan
Keuangan DAK Dalam APBD TA 2016” bahan
Presentasi pada Rakoor Kebijakan dan Evaluasi
Output pelaksanaan DAK 2015 Provinsi Jawa
Barat)
Lampiran Permendagri Nomor 52 Tahun 2015,
tentang Pedoman Penyusunan Anggaran
Pendapatan Dan Belanja Daerah Tahun Anggaran
2016
Permendagri Nomor 20 Tahun 2009, tentang
Perencanaan dan Penganggaran
Permendagri Nomor 52 Tahun 2015_355_1,
tentang Pedoman Penyusunan Anggaran
Pendapatan Dan Belanja Daerah Tahun Anggaran
2016
Surat Edaran Nomor 900_4627_SJ_357_1, tentang
Penajaman Ketentuan Pasal 298 ayat (5) Undang-
Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentamg
Pemerintahan Daerah
SEB-Mentri-Dalam Negeri-Kepala-LKPP-
Percepatan PBJP, tentang Percepatan Pengadaan
Barang/Jasa Pemerintah
Fo
to-f
oto
: D
oku
menta
si B
apped
a
wawasanperencanaan
Volume 28 Nomer 3 Juli - September 2015 Warta Bappeda 61
Penetapan Cagar Budaya
ebudayaan adalah hasil karya, rasa dan Kcipta masyarakat. Kebudayaan terbagi
dalam bentuk sifat yaitu jasmaniah
(material cultural) dan kebudayaan rohaniah
(spiritual culture) (Soemardjan: 1964:134). Segi
material yaitu kemampuan manusia menghasilkan
benda-benda maupun lainnya yang berujud
materi. Segi spiritual yaitu kemampuan manusia
menghasilkan ilmu pengetahuan, kepercayaan,
kesusilaan, kesopanan, hukum, dan kesenian.
Budaya material (tangible) merupakan tinggalan
budaya yang dapat disentuh, seperti cagar
budaya yang tersebar di seluruh wilayah Jawa
Barat baik yang ada di perkotaan maupun
pelosok pedesaaan. Sedangkan budaya
spiritual/immaterial (intangible) merupakan
tinggalan budaya yang tidak dapat disentuh
tetapi hanya bisa dirasakan karena berupa nilai-
nilai yang terkandung di dalam tinggalan budaya
itu sendiri.
Wilayah Jawa Barat memiliki potensi cagar
budaya yang beragam baik dalam jumlah dan
jenisnya. Secara garis besar cagar budaya
tersebut berupa benda cagar budaya, bangunan
cagar budaya, struktur cagar budaya, situs cagar
budaya, dan kawasan cagar budaya di darat
dan/atau di air sebagai contoh punden berundak,
menhir, dolmen, candi, istana, makam, masjid,
taman, gedung, benteng, lansekap, gua, keris,
piring, bendera, uang, naskah, dan sebagainya.
Hasil penelitian geologi yang dilakukan oleh
van Bemmelen (1949) menyebutkan bahwa
bentukan alam Pulau Jawa diawali dari gugusan
bagian barat ke arah timur, sekitar
akhir zaman Plestosen (± 2 juta tahun
yang lalu) dan zaman Plestosen bawah
(hingga ± 700.000 tahun yang lalu).
Dengan demikian gugusan bagian
barat Pulau Jawa secara geologis lebih
tua daripada gugusan bagian tengah
maupun timur Pulau Jawa. Dikaitkan
dengan teori jembatan daratan
sebagai sarana migrasi pertama,
tentunya yang menjadi tempat pijakan
pertama adalah kawasan bagian barat
Pulau Jawa (Jawa Barat-Banten). Hal ini
tentunya sangat mungkin terjadi,
karena beberapa cagar budaya berupa
flora dan sisa-sisa fauna ditemukan
dikawasan Jawa Barat, seperti Situs
Tambaksari, Situs Rancah di Kab.
Ciamis dan Situs Cijurai Kab. Cirebon.
Cagar budaya prasejarah di Jawa Barat
lainnya adalah Situs Pasir Angin, Situs
Tugu Gede, Situs Buni, Situs Gunung
Padang, dan lain-lain.
Jawa Barat pada abad ke -5 M
telah berkembang Pusat Kerajaan
Tarumanegara dengan rajanya
Purnawarman dan termasuk kerajaan
awal di Nusantara. Tinggalannya
Oleh Heni Fajria Rif ’ati*
Do
ku
men
tasi:
Net
di Jawa Barat
*) Fungsional Perencana Madya Pada Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi Jawa Barat
Cagar budaya di jawa barat
wawasanperencanaan
Volume 28 Nomer 3 Juli - September 2015Warta Bappeda 62
bercorak budaya Hindu dan Budha contohnya
adalah prasasti Ciaruteun di daerah Bogor,
Prasasti Tugu di Jakarta, dan Kawasan Percandian
Situs Batujaya, Kab. Karawang. Selanjutnya
berkembang Kerajaan Sunda abad ke 10 M -15 M
dengan bukti prasrasti Batutulis (1533 M) dan
Prasasti Kebon Kopi II (932 M) di Kab. Bogor,
sejumlah Prasasti Kawali di Kab. Ciamis.
Jawa Barat pada periode kolonial diawali
dengan kedatangan bangsa Eropa (Portugis,
Belanda dan Inggris) pada awal abd ke -16 M.
Perjanjian antara Raja Portugis dengan Raja
Sunda pada tahun 1522 dengan bukti Prasasti
Padrao. Selanjutnya Bangsa Belanda dan Inggris
berkuasa di Nusantara dan terakhir adalah
bangsa Jepang pada abad ke 16 s.d. 20 M. Cagar
budaya periode penjajahan bangsa Eropa ini
contohnya Gedung Sate, Museum Geologi,
Gedung Landraad (sekarang Gedung Indonesia
Menggunggat) di Kota Bandung, Observatorium
Boscha di Kab. Bandung Barat, serta Gereja-
gereja, rumah-rumah, kantor-kantor, stasiun-
stasiun dan lain-lain yang dibangun di wilayah
Jawa Barat.
Cagar budaya periode Islam banyak
berkembang di Cirebon seperti Keraton
Kasepuhan, Keraton Kanoman, Keraton
Kacirebonan, Taman Air Sunyaragi, Mesjid Agung
Sang Cipta Rasa, Astana Gunung Jati. Selain itu
terdapat di beberapa daerah lainnya contoh
Masjid Manonjaya di Kab. Tasikmalaya, Masjid
Agung di Kota Bandung dan lain sebagainya.
Cagar budaya sebagai sumber daya budaya
budaya yang tidak terbaharui (non rewewable
resource), rapuh, uniik, langka, dan terbatas,
dalam rangka menjaga cagar budaya dari
ancaman pembangunan fisik, kerusakan alam,
penggalian liar, diselundupkan keluar negeri baik
di wilayah perkotaan, pedesaan, maupun yang
berada di lingkungan air, oleh karena itu perlu
upaya pelestarian yang mencakup tujuan untuk
melindungi, mengembangkan dan
memanfaatkan.
Dalam Undang-Undang Cagar Budaya
(UUCB) Nomor 11 Tahun 2010 dinyatakan bahwa
perlindungan cagar budaya dilakukan melalui
penetapan cagar budaya. Untuk menetapkan
cagar budaya melalui penilaian terhadap setiap
cagar budaya di kabupaten/kota di Jawa Barat,
sehingga perlu kriteria penilaian untuk
menetapan cagar budaya tingkat provinsi atau
Kabupaten/Kota yang akan dilakukan oleh Tim
Ahli Cagar Budaya untuk direkomendasikan ke
Gubernur/Bupati/Walikota sebagai Cagar Budaya.
Kriteria Cagar BudayaCagar budaya merupakan kekayaan budaya
bangsa sebagai wujud pemikiran dan perilaku
kehidupan manusia yang penting artinya bagi
pemahaman dan pengembangan sejarah, ilmu
pengetahuan, dan kebudayaan dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara
sehingga perlu dilestarikan dan dikelola secara
tepat melalui upaya pelindungan,
pengembangan, dan pemanfaatan dalam rangka
memajukan kebudayaan nasional untuk sebesar-
besarnya kemakmuran rakyat.
Cagar budaya adalah warisan budaya bersifat
kebendaan berupa benda cagar budaya,
bangunan cagar budaya, struktur cagar budaya,
situs cagar budaya, dan kawasan cagar budaya di
darat dan/atau di air yang perlu dilestarikan
keberadaannya kerena memiliki nilai penting bagi
sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama,
dan/atau kebudayaan melalui proses penetapan
(UUCB No. 11 Tahun 2010, Pasal 1).
Kriteria cagar budaya adalah benda,
bangunan atau struktur dapat diusulkan sebagai
benda cagar budaya, bangunan cagar budaya,
atau struktur cagar budaya apabila memenuhi
kriteria sebagai berikut: (UUCB No. 11 Tahun
20010, Pasal 5)
a. Berusia 50 (lima puluh) tahun atau lebih;
b. Mewakili masa gaya paling singkat berusia 50
(lima puluh) tahun;
c. Memiliki arti khusus bagi sejarah, ilmu
pengethuan, pendidikan, agama, dan/atau
kebudayaan; dan
d. Memiliki nilai budaya bagi penguatan
kepribadian bangsa.
Selanjutnya benda, bangunan, struktur, lokasi,
atau satuan ruang geografis yang atas dasar
penelitian memililiki arti khusus bagi masyarakat
atau bangsa Indonesia, tetapi tidak memenuhi
kriteria cagar budaya dapat diusulkan sebagai
cagar budaya (UUCB No. 11 Tahun 20010, pasal
11).
Cagar budaya dapat ditetapkan menjadi
cagar budaya peringkat provinsi apabila
memenuhi syarat:
wawasanperencanaan
Volume 2 Nomer - 20158 3 Juli September Warta Bappeda 63
a. Mewakili kepentingan pelestarian
kawasan cagar budaya lintas
kabupaten/kota;
b. Mewakili karya kreatif yang khas
dalam wilayah provinsi;
c. Langka jenisnya, unik rancangannya,
dan sedikit jumlahnya di provinsi;
d. Sebagai bukti evolusi peradaban
bangsa dan pertukaran budaya lintas
wilayah kabupaten/kota, baik yang
telah punah maupun yang masih
hidup di masyarakat, dan/atau
e. Berasosiasi dengan tradisi yang
masih berlangsung.
Prosedur Penetapan Cagar BudayaSetiap objek yang diduga cagar
budaya wajib didaftarkan kepada
Pemerintah atau Pemerintah Daerah
(Pemerintah Provinsi, Pemerintah
Kabupaten, atau Pemerintah Kota) untuk
ditetapkan sebagai Cagar Budaya.
Pendaftarannnya dapat dilakukan oleh
setiap orang yang memiliki atau
menguasai maupun tidak memiliki atau
tidak menguasainya cagar budaya kepada
pemerintah kabupaten/kota tanpa
dipungut biaya.
Dinas terkait bidang Kebudayaan dan
Pariwisata menunjuk Tim Pendaftaran
Cagar Budaya untuk pengolah data cagar
budaya yang akan diusulkan sebagai cagar
budaya Jawa Barat. Tim Pendaftaran harus
memiliki ketrampilan dalam verivikasi
dokumen (deskripsi objek) dan dapat
berkoordinasi dengan masyarakat dan
instansi yang berwenang di bidang
kebudayaan (Balar Arkeologi, BPCB,
Museum-Museum, Dinas Kebudayaan di
Kabupaten/kota) dalam penyaringan data
cagar budaya secara maksimal.
Tim Pendaftaran Cagar Budaya
berfungsi juga menerima pendaftaran
cagar budaya atau yang diduga cagar
budaya oleh pemilik benda atau orang
yang diberi kuasa oleh pemilik untuk
menyampaikan permohonan untuk
didaftarkannya. Pendaftar dapat
membawa benda atau pendaftar
menyerahkan daftar benda tanpa
membawa benda ke tempat pendaftaran
untuk kemudian dilakukan pemeriksaan.
Akan tetapi hingga kini tampaknya belum
tersosialisasi ke masyarakat tentang
pendaftaran obyek atau benda cagar
budaya tersebut.
Selanjutnya Tim Pendaftaran juga
dapat menginput data Cagar Budaya Jawa
Barat secara online ke dalam sistem
registrasi cagar budaya nasional ke
Direktorat Direktorat Pelestarian Cagar
Budaya dan Permuseuman Kementrian
Pendidikan dan Kebudayaan untuk dicatat
sebagai cagar budaya nasional.
Hasil pendaftaran diserahkan kepada
Tim Ahli Cagar Budaya untuk dikaji
kelayakannya sebagai cagar budaya atau
bukan cagar budaya. Pengkajian bertujuan
melakukan identifikasi dan klasifikasi
terhadap cagar budaya yang diusulkan
untuk ditetapkan sebagai cagar budaya.
Tim ahli Cagar Budaya merupakan
sekelompok penentu yang memiliki
kewenangan besar dalam memutuskan
benda, bangunan, struktur, atau satuan
ruang geografis menjadi cagar budaya.
Oleh karena itu untuk menjadi tim ahli
cagar budaya diberi syarat tertentu di luar
keahlian bidang ilmunya. Dalam UUCB
Pasal 1 butir 13 dinyatakan bahwa: “Tim
Ahli Cagar Budaya adalah kelompok ahli
pelestarian dari berbagai bidang ilmu yang
memiliki sertifikasi kompetensi untuk
memberikan rekomendasi penetapan,
pemeringkatan, dan penghapusan Cagar
Budaya”.
Tenaga Ahli Pelestarian adalah orang
yang karena kompetensi keahlian
khususnya dan/atau memiliki sertifikat di
bidang perlindungan, pengembangan,
atau pemanfaatan yang sifatnya teknis
maupun keilmuan. Sertifikasii kompetensi
pelestarian yang diamanatkan dalam
UUCB yang melaksanakan adalah
Direktorat Pelestarian Cagar Budaya dan
Permuseuman Kementrian Pendidikan dan
Kebudayaan.
Tim ahli cagar budaya ditetapkan
dengan:
a. Keputusan Menteri untuk tingkat
nasional
wawasanperencanaan
Volume 28 Nomer 3 Juli - September 2015Warta Bappeda 64
b. Keputusan Gubernur untuk tingkat
provinsi, dan
c. Keputusan Bupati/Wali Kota untuk
tingkat kabupaten/kota
Pemerintah dan Pemerintah Daerah dapat
melakukan pemeringkatan cagar budaya
berdasarkan kepentingannya menjadi peringkat
nasional, peringkat provinsi, dan peringkat
kabupaten/kota berdasarkan rekomendasi Tim
Ahli Cagar Budaya.
Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi
Jawa Barat telah menunjuk Tenaga Ahli terdiri dari
9 orang yang terdiri dari para ahli di bidangnya
yaitu arkeolog, sejarawan, arsitek, antropolog,
dan hukum, yang melakukan pengkajian berupa
identifikasi dan klasifikasi serta
merekomendasikan cagar budaya untuk
ditetapkan oleh Gubernur sejak tahun 2013,
namun karena secara prosedur harus melalui
pengujian dan sertifikasi, sampai kini belum
diangkat sebagai Tim Ahli Cagar Budaya, dan
Tenaga Ahli tersebut masih dalam proses untuk
menjadi Tim ahli Cagar Budaya setelah menjalani
sertifikasi seperti yang diamanatkan UUCB.
Penilaian Penetapan Cagar Budaya Dengan mengacu kriteria cagar budaya
sebagaimana di atas, selanjutnya disusun kriteria
penilaian dan pembobotan untuk menetapkan
cagar budaya peringkat nasional, provinsi, atau
kabupaten/kota adalah sebagai berikut:
(1) Aspek cagar budaya berdasarkan referensi
dan kesepakatan tenaga ahli cagar budaya (2)
Skor berdasarkan skor nilai 1 sampai 10 dalam
menilai masing-masing aspek cagar budaya,
kemudian dijumlahkan. Dalam menetapkan skor
cagar budaya sudah mencakup pekerjaan
pembobotan cagar budaya dengan
membandingkan cagar budaya yang sejenis di
Jawa Barat (3) Nilai adalah jumlah skor dari
masing-masing anggota tim seperti pada Tabel di
bawah ini.
wawasanperencanaan
FORMULIR
PENILAIAN CAGAR BUDAYA JAWA BARAT
Kabupaten/Kota
:
Nama Cagar Budaya :
Alamat :
Peringkat :
ASPEK CAGAR BUDAYA
SKOR
(1 – 10)
NILAI
(JUMLAH
SKOR)
I II III IV V VI VII VIII IX
1. Keaslian
2. Kelangkaan
3. Kompleksitas
4. Keunikan
5. Nilai Bagi Lingkungan
6. Popularitas
7. Nilai Sejarah
8. Nilai Pengaruh
9. Keterwakilan
10. Nilai Bagi Ilmu Pengetahuan
TOTAL NILAI
Volume 2 Nomer - 20158 3 Juli September Warta Bappeda 65
wawasanperencanaan
Nilai rata-rata = Total Nilai
9
Selanjutnya berdasar nilai rata-rata di atas
akan menjadi dasar menentukan Peringkatan
Cagar Budaya seperti di bawah ini:
Cagar Budaya Tingkat Kab./Kota� :
nilainya 30-60
Cagar Budaya Tingkat Provinsi� :
nilainya 61- 80
Cagar Budaya Nasional� � :
nilainya 81-100
Keterangan:
1Keaslian: tolok ukur dikaitkan dengan keaslian
bentuk, warna, unsur, bahan, pekerjaan, dan
tata letak.
2Kelangkaan: tolok ukur dikaitkkan dengan
kelangkaan gaya dan jumlahnya terbatas,
atau sedikit.
3Kompleksitas: tolok ukur dikaitkan dengan
kompleksitas bentuk, warna, unsur, bahan,
pekerjaan, yang memiliki unsur tidak terbatas
atau banyak.
4Keunikan: tolok ukur dikaitkan cagar budaya
yang tidak ada duanya atau satu-satunya.
5Nilai bagi lingkungan: tolok ukur dikaitkan
dengan pemanfaatan cagar budaya dari
aspek nilai sosial, nilai budaya, nilai religi dan
nilai ekonomi.
6Popularitas: tolok ukur dikaitkan dengan
popularitas atau dikenal oleh masyarakat luas.
7Nilai Sejarah: tolok ukur nilai sejarah
dikaitkan dengan peristiwa perjuangan,
ketokohan, politik, sosial, budaya yang
menjadi simbol kesejarahan tingkat kab./kota,
provinsi, dan nasional.
8Lintas pengaruh: tolok ukur dikaitkan dengan
penggaruh/peranan cagar budaya terhadap
masyarakat di tingkat kab./kota, provinsi dan
nasional.
9Keterwakilan: tolok ukur nilai dikaitkan
dengan estetika dan rancangan yang
menggambarkan suatu zaman dan gaya
tertentu.
0Nilai bagi ilmu pengetahuan: tolok ukur nilai
dikaitkan dengan sumbangsih pada berbagai
bidang ilmu baik pragmatis maupun
pengembangan ilmu pengetahuan tingkat
kab./kota, provinsi, nasional , internasional.
Selanjutnya untuk peringkat nasional
pengusulannya diajukan oleh Menteri yang
terkait kepada Presiden dengan pertimbangan
karena cagar budaya tersebut penting dari nilai
sejarah, ilmu pengetahuan dan kebudayaan yang
berskala nasional. Untuk peringkat provinsi
1
Dokumentasi: Pribadi
Volume 28 Nomer 3 Juli - September 2015Warta Bappeda 66
Untuk peringkat provinsi pengusulannya diajukan oleh kepala dinas terkait kepada Pemerintah Provinsi serta penetapannya dilakukan Gubernur dengan pertimbangan karena cagar budaya tersebut penting dari segi nilai sejarah, ilmu pengetahuan dan kebudayaan, atau signifikan sebagai mewakili citra budaya kawasan etnik atau berskala wilayah provinsi atau lintas kabupaten.
wawasanperencanaan
pengusulannya diajukan oleh kepala dinas terkait
kepada Pemerintah Provinsi serta penetapannya
dilakukan Gubernur dengan pertimbangan karena
cagar budaya tersebut penting dari segi nilai
sejarah, ilmu pengetahuan dan kebudayaan, atau
signifikan sebagai mewakili citra budaya kawasan
etnik atau berskala wilayah provinsi atau lintas
kabupaten.
Untuk peringkat lokal pengusulannya diajukan
oleh kepala dinas terkait kepada Pemerintah
Kabupaten atau Kota, serta penetapannya
dilakukan oleh Bupati atau Walikota dengan
pertimbangan karena cagar budaya tersebut
penting dari segi nilai sejarah, ilmu pengetahuan
dan kebudayaan lokal.
Setelah ditetapkan sebagai cagar budaya,
pemilik cagar budaya berhak memperoleh
jaminan hukum berupa surat keterangan status
cagar budaya dan surat keterangan kepemilikan
berdasarkan bukti yang sah. Penetapan cagar
budaya Jawa Barat dapat memberikan kepastian
hukum status kepemilikan cagar budaya dan
dapat digunakan sebagai bahan dalam
perencanaan pelestarian yang mencakup
perlindungan, pengembangan maupun
pemanfaatannya untuk meningkatkan
kesejahteraan bagi masyarakat, bangsa, dan
negara Indonesia.
Daftar PustakaAtmodjo, Yunus Satrio. Pendaftaran dan
Penetapan Cagar Budaya.
Sunarto, Eddy, dkk. 2011. Profil Peninggalan
Sejarah dan Purbakala Jawa Barat Dalam
Khasanah Sejarah dan Budaya (Edisi
Revisi). Bandung: Dinas Pariwisata dan
Kebudayaan Provinsi Jawa Barat
Ramelan, W. Djuwita Sudjana. 2013. Buletin Cagar
Budaya “ Perlindungan Hukum Cagar
Budaya dan Beberapa Permasalahan
Undang-Undang Cagar Budaya”. Jakarta:
Direktorat Pelestarian Cagar Budaya dan
Permuseuman.
Undang-Undang RI N0. 11 Tahun 2010 Tentang
Cagar Budaya
Dokumentasi: Pribadi
Volume 2 Nomer - 20158 3 Juli September Warta Bappeda 67
gale
ri
Kunjungan Kerja
Garut
PLTMHB
adan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda)
Provinsi Jawa Barat, melakukan kunjungan kerja ke Pembangkit Listrik Tenaga Minihidro PLTMH Cirompang, Kab. Garut (12/09).
Foto-foto: Dokumentasi Bappeda
Volume 28 Nomer 3 Juli - September 2015Warta Bappeda 68
wawasanperencanaan
wawasanperencanaan
wawasanperencanaan
galeri
Volume 28 Nomer 3 Juli - September 2015 Warta Bappeda 69
wawasanperencanaan
wawasanperencanaan
wawasanperencanaan
galeri
Volume 28 Nomer 3 Juli - September 2015Warta Bappeda 70
lip
uta
n
untuk Membangun
Jabar yang Lebih Baik
Si Mobil Hijau
Minggu pagi di Car Free Day (CFD) Dago, matahari perlahan
memancarkan sinarnya, para pejalan kaki dan pengguna sepeda mulai bermunculan dari berbagai sudut kota Bandung. Sesekali pengunjung berjalan santai, berlari kecil, juga sekedar menikmati udara segar nan bebas polusi. Ada yang berbeda di CFD pada akhir ahad September kali ini(27/9), mobil hijau dengan huruf tegas 'Jelajah Jabar Merencana' sejak pukul 6 sudah beroperasi di depan sekolah SMAN 1 Bandung. Beberapa pengunjung CFD terlihat mendekati dan berpartisipasi dalam sosialisasi yang dilakukan 'si mobil hijau.'
Foto: Dokumentasi Bappeda
Volume 2 Nomer - 20158 3 Juli September Warta Bappeda 71
liputan
Tepat pada hari itu, Badan Perencanaan
Pembangunan Daerah (Bappeda) Jabar
menggelar event Jelajah Jabar Merencana di CFD
Dago. Pada acara yang dihadiri juga oleh kepala
Bappeda Jabar Prof. Dr. Ir. Deny Juanda
Puradimaja, DEA beserta jajarannya, disediakan
Smart car(mobil pintar) dalam upaya
meningkatkan partisipasi insan muda Jabar
(khususnya di Metropolitan Bandung Raya)
terhadap perencanaan pembangunan Jawa Barat
baik untuk jangka pendek (Tahun 2016), jangka
menengah (Tahun 2018) maupun jangka panjang
(Tahun 2025).
Tujuannya event ini yaitu agar insan muda
menjadi lebih mengenal, lebih paham, dan lebih
aktif terhadap perencanaan pembangunan
strategis di Jawa Barat dan selanjutnya dapat
memberikan kontribusi melalui usulan kegiatan
untuk mengatasi permasalahan pembangunan.
Selain itu, manfaat dari acara tersebut agar Insan
muda pengunjung Jelajah Jabar Merencana di
Dago Car Free Day , sebagai berikut:
1Mendapatkan segala macam informasi terkait
perencanaan Jawa Barat ke depan.
2Memberikan informasi permasalahan
pembangunan sehari-hari sekaligus
memberikan usulan nyata untuk
penanganannya.
3Mengenal cara untuk menyampaikan
gagasan dan ide-ide pembangunan
(tidak hanya dalam waktudekat tetapi
juga sampai dengan 100 tahun ke depan)
melalui layanan yang sudah disediakan
Bappeda Provinsi Jawa Barat, yaitu:
Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD)
Jabar Online dan SMS Jabar membangun.
Dalam acara tersebut, pengunjung
mobil pintar dapat memberikan aspirasi
mapun masukkan untuk perencanaan
Jabar kedepannya secara langsung.
Masyarakat bisa turut andil membangun
Jabar hingga tahun 2025, dengan cara
mengakses
rkpdjabaronline.jabarprov.go.id kemudian
Isi pertanyaan tentang Informasi usulan
dan data diri pengusul dan bisa dilakukan
dimanapun dan kapanpun.
Tujuannya event ini yaitu agar insan muda menjadi lebih mengenal, lebih paham, dan lebih aktif terhadap perencanaan pembangunan strategis di Jawa Barat dan selanjutnya dapat memberikan kontribusi melalui usulan kegiatan untuk mengatasi permasalahan pembangunan.
Foto: Dokumentasi Bappeda
Volume 28 Nomer 3 Juli - September 2015Warta Bappeda 72
liputan
(di Bodebekarpur, Bandung Raya dan
Cirebon Raya) serta 3 pusat pertumbuhan
(di Pangadaran Raya, Rancabuaya Raya
dan Palabuhanratu Raya), yang didukung
oleh selesainya pembangunan
infrastruktur strategis seperti bandar
udara, jalan tol, pelabuhan, permukiman,
infrastruktur energi dan sumber daya air
tanpa mengesampingkan
keberlangsungan lingkungan ( dengan
mempertahankan kawasan lindung 45 %)
atau yang dikenal dengan Jawa Barat
Green Province.
Pembangunan Jangka Panjang Jawa Barat 2025
Dalam perkembangannya, Provinsi
Jawa Barat sudah menetapkan Visi
pembangunannya untuk Tahun 2025 yaitu
sebagai Provinsi Termaju di Indonesia yang
tercermin melalui 7 bidang unggulan,
yaitu:
1Pemerintahan yang Bermutu (Beyond
the expectation), Akuntabel dan
berbasis Ilmu Pengetahuan.
2Masyarakat yang Cerdas, Produktif
dan Berdaya Saing tinggi.
3pengelolaan Pertanian dan Kelautan.
4Energi Baru dan terbaharukan serta
pengelolaan sumber daya air.
5Industri Manufaktur, industri jasa dan
industri kreatif;
6Infrastruktur yang Handal dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup yang
berimbang untuk pembangunan yang
berkelanjutan.
7Pengembangan Budaya Lokal dan
menjadi destinasi wisata dunia
Sementara itu, ilustrasi pembangunan
secara fisik di tahun 2025 yaitu
pelaksanaan pembangunan yang
terwujud secara merata, dipicu oleh
terkelolanya pembangunan 3 metropolitan
Fo
to:
Doku
menta
si B
appeda
Volume 2 Nomer - 20158 3 Juli September Warta Bappeda 73
liputan
Di samping itu juga didukung 3 tematik
Prioritas Pembangunan yaitu; Tematik Sektoral,
Tematik Kewilayahan, dan Tematik Metropolitan
dan Pusat Pertumbuhan diantaranya:
Tematik Sektoral: Terdiri dari 10 tujuan pembangunan di
berbagai sektor yang dikenal dengan 10 common
goals, yaitu: (1) Meningkatkan Aksesibilitas dan
Mutu Pendidikan; (2) Meningkatkan Aksesibilitas
dan Kualitas Layanan Kesehatan; (3)
Mengembangkan Infrastruktur Wilayah, Energi
dan Air Baku; (4) Meningkatkan Ekonomi
Pertanian; (5) Meningkatkan Ekonomi Non
Pertanian; (6) Meningkatkan pengelolaan sumber
daya alam, lingkungan hidup dan kebencanaan;
(7) Meningkatkan pengelolaan seni, budaya dan
wisata serta kepemudaan dan olah raga; (8)
Meningkatkan ketahanan keluarga dan
kependudukan; (9) Menanggulangi kemiskinan,
Penyandang Masalah kesejahteraan Sosial dan
Keamanan; serta (10) Modernisasi Pemerintahan
dan Pembangunan Perdesaan.
Tematik Kewilayahan: Terbagi dalam empat wilayah pembangunan
(yaitu: Wilayah Bogor, Wilayah Purwakarta,
Wilayah Cirebon dan Wilayah Priangan) untuk
mengembangkan potensi ekonomi unggulannya
masing-masing serta meningkatkan
pembangunan di desa/kecamatan perbatasan.
Contoh untuk Wilayah Priangan (salah satu
bagiannya adalah Bandung Raya), direncanakan
untuk:
· Pengembangan Kawasan Pendidikan
Tinggi dan Riset Terpadu di Jatinangor;
· Pengembangan klaster unggas,
perikanan budidaya air tawar dan
tangkap, serta ternak sapi perah, sapi
potong, domba Garut, kambing dan
jejaringnya serta pengembangan sentra
produksi pakan ternak;
· Pengembangan produksi tanaman
industri (kopi, teh, kakao, karet, atsiri)
dan hortikultura (sayuran, buah-buahan,
tanaman hias) yang berorientasi ekspor;
· Pengembangan jasa perdagangan,
industri kreatif dan pariwisata;
Dokumen: Net
Volume 28 Nomer 3 Juli - September 2015Warta Bappeda 74
liputan
· Pembangunan Wilayah Desa dan
Kecamatan Perbatasan Antar Provinsi
Tematik Metropolitan dan Pusat Pertumbuhan:Dikembangkan melalui Prinsip Tata Kelola
Hybrid, yaitu Manajemen pemerintahan yang
mengkombinasikan antara: (a) manajemen
berbasis daerah otonom (kab./kota) dengan (b)
manajemen berbasis lintas daerah otonom. Tata
kelola Hybrid menempatkan peran Gubernur
sebagai Wakil Pemerintah Pusat di Daerah.
Tujuannya adalah mempercepat manfaat dari
pembangunan melalui pengembangan
keterkaitan antar wilayah metropolitan dan pusat
pertumbuhan dengan wilayah sekitarnya
sehingga tercapai peningkatan yang lebih besar
pada indikator keberhasilan sumber daya
manusia, sosio ekonomi, tata kelola pemerintahan
dan antar lembaga, permukiman dan transportasi
serta infrastruktur tulang punggung skala
metropolitan dan pusat pertumbuhan.
3 Metropolitan dan 3 Pusat Pertumbuhan
yang dikembangkan terdiri atas: Metropolitan
Bogor, Depok, Bekasi, Karawang, dan Purwakarta
(Bodebekkarpur), Metropolitan Bandung Raya,
Metropolitan Cirebon Raya, Pusat Pertumbuhan
Palabuhanratu Raya, Pusat Pertumbuhan
Rancabuaya Raya, dan Pusat Pertumbuhan
Pangandaran Raya.
Tata kelola Hybrid menempatkan peran Gubernur sebagai Wakil Pemerintah Pusat di Daerah. Tujuannya adalah
mempercepat manfaat dari pembangunan melalui pengembangan keterkaitan antar wilayah metropolitan
dan pusat pertumbuhan dengan wilayah sekitarnya sehingga tercapai
peningkatan yang lebih besar pada indikator keberhasilan sumber daya manusia, sosio ekonomi, tata kelola pemerintahan dan antar lembaga,
permukiman dan transportasi serta infrastruktur tulang punggung skala
metropolitan dan pusat pertumbuhan.
Selanjutnya, Metropolitan Bandung Raya,
akan dikembangkan sebagai Metropolitan
Modern Berbasis Wisata Perkotaan, Industri
Kreatif, Dan Iptek. Hal tersebut tercermin dengan
indikator keberhasilan:
Sumber Daya Manusia1. Terkendalinya pertumbuhan penduduk
(kelahiran dan migrasi) ke Metropolitan
Bandung Raya di bawah 1%/tahun;
2. Berkembangnya pariwisata internasional
berbasis sosial dan budaya lokal.
3. Terpenuhinya kebutuhan penyediaan
sarana kegiatan sosial budaya
Ekonomi1. Mampu bersaing dengan metropolitan
lain dalam menarik investasi
2. Mampu menekan ongkos produksi dan
ongkos transportasi pengiriman bahan
baku dan produk.
3. Mampu mengembangkan sektor
pariwisata dan industri kreatif.
4. Mampu menjaga stabilitas ekonomi lokal
dan stabilitas pasar yang baik dan
efisien.
5. Mempu mengembangkan kelembagaan
ekonomi dan perizinan usaha yang
efisien.
6. Mampu menciptakan pasar tenaga kerja
yang efisien.
7. Mampu menjaga stabilitas dan efisiensi
pasar keuangan.
8. Mempu mengembangkan kesiapan
teknologi, memperbesar ceruk pasar
(market share), menjaga kepuasan bisnis,
dan mengembangkan inovasi.
Permukiman1. Luas kawasan kumuh pada kawasan inti
berkurang paling sedikit 75%
dibandingkan tahun 2015 melalui urban
regeneration/revitalization dan
pembangunan perumahan vertikal.
2. Perumahan vertikal berkembang dengan
kepadatan di bawah 3200 jiwa/Ha.
3. Terhubungnya kota satelit dengan sistem
angkutan umum massal dan dengan
Volume 2 Nomer - 20158 3 Juli September Warta Bappeda 75
liputan
pengembangan transit oriented
development (TOD) pada lokasi yang
tepat.
4. Konsep integrated green infrastructure
dilaksanakan pada sebagian besar
wilayah Metropolitan Bandung Raya.
5. Terpenuhinya kebutuhan minimum RTH
publik dan optimalnya penyediaan RTH
privat.
Transportasi1. Wilayah Bandung Raya dapat ditempuh
dengan jalan raya paling lama 1,5 jam.
2. 50% masyarakat menggunakan
angkutan umum.
3. Tarif angkutan di bawah US$ 1/trip
4. Terwujudnya sistem angkutan umum
massal rel yang menghubungkan poros
Padalarang- Ciclengka, poros Lembang-
Soreang, poros Rancaekek-Jatinangor /
Tanjungsari, poros Ujungberung-
Majalaya, dan poros sirkuler yang
menghubungkan subpusat perkotaan di
Kota Bandung.
5. Terwujudnya konsep transit oriented
development (TOD) pada lokasi yang
tepat
Tata Kelola1. Pembentukan Dewan dan Badan
Metropolitan dan Pusat Pertumbuhan di
Jawa Barat sebagai Lembaga Ad-Hoc
yang berbentuk Hybrid Institution
(campuran antara Pemerintah dan Non-
Pemerintah)
2. Korporasi Pembangunan yang
berbentuk BUMD dan berfungsi sebagai
pelaksana program lintas
kabupaten/kota dengan skala
metropolitan.
Dokumen: Net
Volume 28 Nomer 3 Juli - September 2015Warta Bappeda 76
liputan
Antusiasme PengunjungYusdiansyah, salah satu pengunjung CFD
yang juga mewakili aspirasi anak-anak
pesantren, sangat menyambut baik acara
tersebut. Menurutnya, dengan adanya Mobil
Jelajah Jabar Merencana ini, aspirasi dan
keterbukaan masyarakat kepada pemerintah
bisa langsung tersalurkan. “Setelah saya
mengisi tadi, harapan saya pemerintah bisa
langsung mendengarkan aspirasi saya, dan
memperhatikan pendidikan pesantren di
indonesia khususnya Jawa Barat yang masih
kurang mendapatkan perhatian.”
Selain itu ia berharap kepada Bappeda
Jabar agar lebih sering mengadakan acara
seperti ini, agar aspirasi masyarakat bisa cepat
tersalurkan dan ditanggapi pemerintah.
Senada dengan Yusdiansyah, Dedi warga
Antapani secara terang-terangan mengatakan
bahwa acara seperti ini harus dipertahankan,
atau dilakukan lagi secara merata. “Langkung
sae nya acarana, kedah dekembangkeun deui”
(Lebih bagus acaranya, harus dikembangkan
lagi) cetusnya.
Tak hanya Yusdiansyah dan Dedi, Lincah
seorang warga asal Madiun, Jawa Timur yang
kebetulan sedang di Bandung juga
mengunjungi smart car. “Bagus untuk sarana
penyampaian pendapat ke pemerintah yah.
Terutama pemerintah daerah” paparnya. Ia
menambahkan bahwa pemerintah seharusnya
seperti ini, bisa berinovasi dan
mengembangkan kemampuannya untuk
kepentingan masyarakat. *Tim Peliputan
Bappeda Jabar*
Foto: Dokumentasi Bappeda
Volume 28 Nomer 3 Juli - September 2015 Warta Bappeda 77
liputan
Matahari semakin terik, jarum
jam beralih pada porosnya, riuh
pengunjung berkurang dengan
bertambahnya volume kendaraan di
jantung ibu kota Jawa Barat. Selepas
itu, acara Jelajah Jabar Merencana
Bappeda Jabar ditutup dengan
dibukanya blokade jalan Ir. H. Juanda
pertanda berakhirnya kegiatan Car
Free Day pagi itu. Dengan demikian,
Semua pihak berharap kegiatan ini
menjadi awal dari semangat
pembangunan Provinsi Jawa Barat
kedepannya. Tidak hanya
pemerintah, namun masyarakat juga
ikut serta membangun untuk Jabar
yang lebih baik lagi.
Foto: Dokumentasi Bappeda
Foto: Dokumentasi Bappeda
Volume 28 Nomer 3 Juli - September 2015Warta Bappeda 78
galeri
Kunjungan Kerja Koffie FabriekAroma Bandoeng
Banceuy 51
offie Fabriek Aroma Bandoeng
Kadalah kopi khusus yang sudah ada sejak 1936. Kopi yang dikelola
oleh Bapak Widya ini, memiliki keunikan dalam pengolahannya. Untuk jenis kopi Arabika disimpan selama 8 tahun , sedangkan kopi Robusta disimpan selama 5 Tahun. Hal ini dilakukan agar harga terjangkau, namun menghasilkan kualitas terbaik.
Foto-foto: Dokumentasi Bappeda
Volume 2 Nomer - 20158 3 Juli September Warta Bappeda 79
galeri
Volume 28 Nomer 3 Juli - September 2015Warta Bappeda 80
galeri
Jelajah Jabar Merencana
Turut Berpartisipasi
Melalui
Kunjungi dan Salurkan Aspirasi
Provinsi Jawa BaratBAPPEDA
Jelajah Jabar Merencana
Ayo Dalam Perencanaan
Pembangunan Jawa Barat
RKPD Jabar Online 2101
Merencana
Jabar
Anda
dalam
SMSJABARMEMBANGUN
0811-200-5500
e-mail: [email protected]
www.bappeda.jabarprov.go.id www.pusdalisbang.jabarprov.go.id