waris ch 11.doc

Upload: devi-ratna-pratiwi

Post on 14-Jan-2016

232 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Sistim MLM Pada Operasional PT BSJ

PAGE 6

H U K U M W A R I S

Apakah sudah ada perubahan tentang hukum harta perkawinan dengan berlakunya UU No. 1 tahun 1974 sejak 2 Jananuari 1974 dan PP No. 9 tahun 1975 sejak 1 Oktober 1975 ? Pasal 35 UU No. 1 tahun 1974 menyatakan, bahwa harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama. Sedangkan harta bawaan atau didapat selama perkawinan secara hibah atau warisan, tetap menjadi milik suami atau isteri yang bersangkutan, kecuali ditentukan lain dalam perjanjian perkawinan mereka.

Dalam PP No. 9 tahun 1975 belum diatur tentang harta benda dalam perkawinan, juga belum diatur kedudukan anak, hak dan kewajiban antara orang tua dengan anak serta perwalian. Baru diatur tentang cara-cara perkawinan, perceraian dan lain sebagainya. Oleh karena belum diatur, melalui ketentuan Pasal 66 UU No. 1 tahun 1974, maka masih tetaplah berlaku ketentuan hukum dan perundangan yang telah ada/lama. Jadi Burgerlijk Wetboek tentang harta perkawinan masih tetap berlaku. Hal ini ditegaskan juga dalam Surat Edaran Mahkamah Agung kepada Ketua-Ketua dan Hakim Pengadilan Tinggi dan para Ketua Hakim Pengadilan Negeri tertanggal 20 Agustus 1975, No. M.A./Penb/0807/75, tentang petunjuk-petunjuk pelaksanaan UU No. 1 tahun 1974 dan PP No. 9 tahun 1975.

Buku pegangan dalam mata kuliah Hukum Waris ialah buku karangan J.C. Klasson dan J.E. Eggens berjudul Huwolijksgoederen en Erfrecht. Soal-soal ujian nanti, jawabannya didasarkan pada buku Klasson dan Eggens itu.

Sekarang kita mulai dengan Hukum Waris Menurut B.W. Kita mulai dari Bab II buku tersebut, yaitu mengenai Hukum Waris. Nanti akan dibahas juga tentang Harta Perkawinan.

KETENTUAN UMUM

Pasal 830 mengatur bahwa Pewarisan hanya berlangsung karena kematian.

Jadi Hukum Waris mengatur tentang peralihan harta kekayaan yang ditinggalkan seseorang yang meninggal dunia serta akibatnya bagi para ahli warisnya. Hanya hak-hak dan kewajiban-kewajiban dalam lapangan hukum kekayaan atau harta benda saja yang dapat diwaris.

UU mengenal 2 cara untuk mendapat suatu warisan, yaitu

1. Sebagai ahli waris menurut Undang-Undang atau mewaris secara ab intestato;

2. Sebagai ahli waris karena ditunjuk dalam suatu surat wasiat atau mewaris secara testamentair.

Harta peninggalan baru terbuka kalau si pewaris sudah meninggal dunia. Jadi harus ada orang yang meninggal dunia dan si ahli waris harus masih hidup pada saat harta warisan terbuka. Dalam hubungan ini ada ketentuan khusus, seperti yang diatur dalam Pasal 2 BW, yaitu anak yang ada dalam kandungan seorang wanita, dianggap sebagai telah dilahirkan bilamana kepentingan si anak menghendakinya. Mati sewaktu dilahirkan dianggap ia tidak pernah ada. Jelasnya, seorang anak yang baru lahir, pada hal ayahnya meninggal sebelum ia lahir, maka ia berhak mendapat warisan. Untuk jelasnya lihat :

Pasal 836 : Dengan mengingat ketentuan dalam Pasal 2 Kitab ini, supaya dapat bertindak sebagai ahli waris, seorang harus telah ada pada saat warisan jatuh meluang dan

Pasal 831 menentukan bahwa kalau beberapa orang meninggal pada saat yang sama atau malapetaka yang sama, atau pada satu hari yang sama dengan tidak diketahui siapa yang mati terlebih dahulu, maka mereka dianggap meninggal pada detik saat yang sama. Dalam hal ini tidak ada pemindahan harta diantara mereka. Disini harus dibuktikan dan bila tidak dapat dibuktikan, dianggap meninggal pada saat yang sama. Kalau saat meninggal berselisih satu detik saja, maka dianggap tidak meninggal bersama-sama.

Pasal 832, menurut Undang-Undang yang berhak untuk menjadi ahli waris ialah para keluarga sedarah, baik sah maupun luar kawin, dan si suami atau istri yang hidup terlama, semua menurut peraturan yang tertera di bawah ini.

Perlu diperhatikan, bahwa kalau suami istri telah bercerai, maka mereka bukan ahli waris satu sama lain, Tetapi suami istri yang pisah meja dan tempat tidur (scheiding van tafol en bed) masih tetap jadi ahli waris kalau salah satu meninggal.

Pasal 832 selanjutnya mengatur bahwa bilamana baik keluarga sedarah maupun suami atau istri yang hidup terlama tidak ada, maka segala harta peninggalan si yang meninggal menjadi milik negara, yang mana berwajib akan melunasi segala utangnya, sekadar harga harta peninggalan mencukupi untuk itu.

Undang-Undang/KUHPerdata tidak membedakan antara laki-laki dan perempuan dan tidak membedakan mana yang tua dan mana yang muda.Bandingkanlah dengan aturan warisan dalam hukum Islam, yaitu wanita mendapat separuh dari pria.

Dalam hukum waris berlaku azas, bahwa apabila seseorang meninggal maka pada saat itu juga segala hak dan kewajibannya beralih kepada para ahli warisnya. (Pasal 833). Ahli waris menempati kedudukan si pewaris dalam hal menyangkut harta kekayaannya dan memperoleh hak mewaris dengan algemene titel (titel umum)

jadi tidak perlu dengan levering.

Tiap-tiap ahli waris berhak menuntut setiap barang atau uang yang termasuk harta peninggalan untuk diserahkan kepadanya kalau dikuasai orang lain. Lihat Pasal 834. Gugatan ini gugur setelah tenggang waktu 30 tahun (Pasal 835).

Pasal 837 mengatur apabila suatu warisan terdiri dari barang-barang atau kekayaan yang sebahagian ada di Indonesia dan sebahagian lagi ada di luar negeri, dan warisan itu harus dibagi antara orang Indonesia dan orang asing yang bukan penduduk Indonesia, maka orang Indonesia itu bolehlah mengambil lebih dahulu suatu jumlah tertentu dari bagiannya dari barang di luar negeri itu (diambilkan dari barang yang di Indonesia). Aturan ini ialah untuk menjaga jangan sampai orang Indonesia tidak memperoleh hak miliknya karena suatu peraturan yang mungkin merugikannya yang berlaku di luar negeri.

Sampai saat ini belum ada peraturan yang mengatur tentang warisan orang asing di Indonesia. Jadi kalau ada orang asing yang meninggal di Indonesia, maka kita tidak dapat menentukan soal warisannya.

TIDAK PATUT MENJADI AHLI WARIS (ONWAARDIG)

Pasal 838 mengatur tentang orang-orang yang tidak patut menjadi ahli waris (Onwaardig), yaitu :

1. Mereka yang telah dihukum karena dipersalahkan telah membunuh atau mencoba membunuh si yang meninggal.

Dalam hal ini harus ada Keputusan Hakim. Kalau sudah mendapat keputusan Hakim, lantas mendapat grasi dari presiden mk yg onwaardig itu tetap onwaardig.

2. Mereka yang dengan Keputusan Hakim pernah dipersalahkan menfitnah si pewaris, terhadap fitnah tsb diancam dengan hukuman 5 tahun atau lebih berat.

Jadi juga dalam hal ini harus sudah ada Keputusan Hakim yang menyatakan, bahwa yang bersangkutan bersalah karena menfitnah itu.

3. Mereka yang dengan kekerasan atau perbuatan telah mencegah si yang meninggal dunia untuk membuat atau mencabut surat wasiatnya.

4. Mereka yang telah menggelapkan, merusak atau memalsukan surat wasiat si yang meninggal.

Kejadian Ad. 3 & Ad. 4 jarang terjadi, sebab surat wasiat umumnya dibuat didepan notaris. Pasal 839, tiap-tiap ahli waris yang tidak patut menjadi ahli waris wajib mengembalikan segala hasil dan pendapatan yang telah dinikmatinya semenjak warisan terbuka.

MEWARIS LANGSUNG DAN PENGGANTIAN

Dalam hal mewaris menurut UU, dibedakan atas :

1. Mewaris langsung; ialah orang itu dalam kedudukan sebagai ahli waris langsung karena diri sendiri..

2. Mewaris tidak langsung (penggantian), ialah mewaris, yang sebenarnya warisan itu bukan untuk dia, tetapi untuk orang yang sudah meninggal terlebih dahulu dari pada si pewaris. Ia menggantikan ahli waris yang telah meninggal lebih dahulu dari pada si yang meninggal (pewaris).

A : PEWARIS

.

B dan C adalah anak dari A

C meninggal dunia lebih dahulu dari A

D dan E( anak C dan merupakan ahli waris tidak langsung (pengganti C).

B adalah ahli waris langsung

Pasal 840 mengatur bahwa apabila anak-anak dari seorang yang telah dinyatakan tidak patut menjadi ahli waris, atas diri sendiri mempunyai panggilan untuk menjadi waris, maka tidaklah karena kesalahan orang tua tadi, dikecualikan/ disingkirkan dari pewarisan.

A : PEWARIS B adalah anak A dan merupakan ahli waris tidak patut (onwaardig) terhadap A.

C dan D anak B dan merupakan cucu A.

Jika ahli waris yang ada hanya B dan tidak ada ahli

waris yang lainnya maka D dan C dapat mewaris atas kekuatan sendiri terhadap harta peninggalan A.

Tetapi jika masih ada ahli waris lain selain B, maka D dan C tidak dapat mewaris.

Pasal 841, Penggantian memberi hak kepada seorang yang mengganti, untuk bertindak sebagai pengganti dalam derajat dan dalam segala hak orang yang diganti.

A : PEWARIS

.

B dan C adalah anak dari A

C meninggal dunia lebih dahulu dari A

D dan E( anak C menggantikan C utk menerima warisan dari A dan semua hak-hak C diambil alih oleh D dan E.

E dan D bersama-sama sederajat dengan B terhadap A.

Pasal 842, Penggantian dalam garis lurus ke bawah yang sah, berlangsung terus dengan tiada akhirnya.

Dalam segala hal, penggantian seperti diatas selamanya diperbolehkan, baik dalam hal bilamana beberapa anak pewaris mewaris bersama-sama dengan keturunan seorang anak si yang telah meninggal lebih dulu, maupun sekalian keturunan mereka mewaris bersama-sama, satu sama lain dalam pertalian keluarga yang berbeda-beda derajatnya.

A: PEWARISC, D dan G meninggal lebih dulu dari A. Dalam Hal ini :

H dan I : menggantikan G

F dan H dan I : menggantikan D

E, F dan H serta I menggantikan C

Seandainya I meninggal terlebih dahulu dr

A dan anak I adalah J dan K maka J & K dapat menggantikan I. Begitulah seterus-nya, pergantian boleh terus berlangsung dalam garis lurus kebawah tanpa batas.

Pasal 843, tiada penggantian terhadap keluarga sedarah dalam garis menyimpang ke atas. Keluarga yang terdekat dalam kedua garis, menyampingkan segala keluarga dalam perderajatan yang lebih jauh.

A : PEWARISB : Ayah dari A

C : Ibu dari A

D : Kakek A dari pihak Bapak.

E : Saudara B, paman A

D & B meninggal lebih dulu dari A.

E tidak dapat menggantikan B untuk

mewaris harta peninggalan A sebab

tiada pergantian terhadap keluarga se- darah dalam garis menyimpang ke atas

F dan G dikesampingkan oleh C, sebab yang derajatnya terdekat terhadap A ialah C. Jadi dalam hal di atas, harta A sepenuhnya jatuh kepada C.

Pasal 844, dalam garis menyimpang pergantian diperbolehkan atas keuntungan sekalian anak dan keturunan saudara laki dan perempuan yang telah meninggal terlebih dahulu, baik mereka mewaris bersama-sama dengan paman atau bibi mereka, maupun warisan itu setelah meninggalnya semua saudara si meninggal lebih dahulu, harus dibagi antara sekalian keturunan mereka yang mana satu sama lain bertalian keluarga dalam perderajatan yang tidak sama.

A Meninggal dunia, anaknya A yaitu : B, C. D dan E.

B dan E meninggal lebih dahulu dari A.

G cucu A, anak E, keponakan C dan D, yang meninggal lebih dulu dari A.

H dan I, anak G, cicit A.

Dalam hal diatas, J dan K boleh menggantikan B; H dan I boleh pula menggantikan G. Jadi yang mewaris adalah : J dan K, C, D, F serta H dan I.

Pasal 845, Pergantian dalam garis menyimpang diperbolehkan juga bagi pewarisan para keponakan, ialah dalam hal bilamana disamping keponakan yang bertalian keluarga sedarah terdekat dengan si meninggal, masih ada anak-anak dan keturunan saudara laki atau perempuan darinya, saudara-saudara mana telah meninggal lebih dahulu.

A yang meninggal dunia.

B, C dan D serta E saudara2 A.

B meninggal lebih dulu dari A.

Dalam hal ini F dan G boleh mengganti

B, tetapi G meninggal lebih dulu dari B dan A maka H dan I yang akan meng- gantikan G. Oleh karena itu F, I dan H boleh mengganti B. Jadi yang mewaris adalah : C, D, E, F, H dan I.

Pasal 846, dalam segala hal, bilamana pergantian diperbolehkan, pembagian berlangsung pancang demi pancang; apabila pancang yang sama mempunyai pula cabang-cabangnya mk pembagian lebih lanjut, datang tiap-tiap cabang, berlangsung pancang demi pancang pula, sedangkan antara orang-orang dalam cabang yang sama pembagian dilakukan kepala demi kepala.

A meninggal dunia.

Pembagian Warisan :

1. Dibagi dulu dalam pancang B, C dan D. 2. Pancang B bercabang L dan M. Bagian B dibagi ke anaknya yaitu L dan M.

Bagian L bercabang lagi ke anak-anaknya, yaitu P, O dan N.

Dalam cabang yang sama (cabang P, O & N), pembagian dilakukan kepala demi kepala. Bagian mereka dibagi rata antara anggota cabang itu. Pembagian yang sama caranya dilakukan pula dalam cabang-cabang pancang D.

Pasal 847, tiada seorangpun diperbolehkan bertindak untuk orang yang masih hidup selaku penggantinya. A yang meninggal

B dan C anak A yang masih hidup.

D dan E anak C, cucu A.

D dan E tidak dapat bertindak menggantikan C kalau C onwaardig (dinyatakan tidak layak men- jadi ahli waris A) maka D dan E tidak dapat warisan dari A.

Pasal 848, seorang anak yang mengganti orang tuanya, memperoleh haknya

itu tidaklah dari orang tua tadi, bahkan bolehlah terjadi, seorang pengganti orang lain, yang mana ia telah menolak menerima warisan.

A yang meninggal

C meninggal lebih dulu dari A.

D menggantikan C sebagai ahli waris.

D memperoleh haknya bukan dari C, bahkan kalau D onwaardig terhadap C, D masih juga boleh mengganti C menerima warisan A.

SYARAT-SYARAT UNTUK MEWARIS

1. Si Pewaris sudah meninggal dunia;

2. Ahli waris adalah keluarga sedarah;

3. Ahli waris waardig (layak untuk bertindak sebagai ahli waris);

4. Sudah ada wahli waris pada waktu Pewaris meninggal dunia.

Pernyataan onwaardig terjadi pada saat warisan terbuka.

Orang yang onwaardig, begitu juga onterfd(dikesampingkan sebagai ahli waris oleh pewaris), juga yang menolak warisan, tidak dapat digantikan oleh keturunannya. (Bandingkan dengan Pasal 847 : tiada seorangpun diperbolehkan bertindak untuk orang yang masih hidup sebagai penggantinya).

Pasal 849, Undang-undang tidak memandang akan sifat atau asal dari pada barang-barang dalam suatu pertinggalan untuk mengatur pewarisan terhadapnya.

Pasal 850, dengan tidak mengurangi ketentuan-ketentuan dalam Pasal 854, 855 dan 859, tiap-tiap warisan yang mana, baik seluruhnya maupun untuk sebagian, terbuka atas kebahagiaan para keluarga sedarah dalam garis lurus ke atas atau dalam garis menyimpang, harus dibelah menjadi dua bagian yang sama, bagian yang mana yang satu adalah untuk sekalian sanak saudara dalam garis si Bapak dan yang lain untuk sanak saudara dalam garis si ibu.

A yang meninggal dunia

B dan C orang tua A (B bapak A dan

C ibu dari A) yang meninggal lebih dulu dari A .

D nenek A dari pihak ibu.

E kakek A dari pihak bapak.

F paman A dari pihak Bapak.

G Saudara sepupu A dari pihak Bapak.

Dalam hal diatas, maka harta warisan yang ditinggalkan A, terlebih dahulu dibagi dua yang sama besarnya, satu bagian untuk keluarga garis Bapak dan satu bagian lagi untuk keluarga dari garis ibu. Pembagiannya adalah : D dan E masing-masing mendapat bagian dari warisan.

Jika keadaanya seperti dikemukakan diatas, maka F dan G tidak mendapat warisan sebab tertutup oleh E. Kalau E meninggal lebih dahulu dari A maka bagian dari garis bapak (yang itu) jatuh hanya pada F tidak dibagi lagi dengan G. Sedangkan bagian di pihak ibu tetap jatuh pada D.

Ayat 2 Pasal 850 menyatakan bahwa bagian-bagian warisan tersebut tak boleh beralih dari garis yang satu ke garis yang lain, kecuali apabila dalam salah satu garis tiada seorang keluargapun, baik keluarga sedarah dalam garis lurus keatas maupun keponakan-keponakan.

Dalam gambar disebelah ini, tiada keluarga lain digaris bapak, yang ada hanya digaris ibu, maka bagian garis bapak beralih ke garis ibu. Jadi seluruh harta warisan A jatuh pada D. Sebaliknya juga berlaku, bila digaris ibu tiada keluarga seorangpun sedangkan digaris bapak terdapat keluarga, misalnya keponakan.

Dalam hal keadaan seperti disebelah ini, seluruh

harta warisan A jatuh ke keluarga Bapak,

dalam hal ini kepada F.

Pasal 851, setelah pembelahan pertama dalam garis Bapak dan ibu dilakukan, maka dalam cabang-cabang tidak usah dilakukan pembelahan lebih lanjut. Dengan tak mengurangi hal-hal, bilamana harus berlangsung sesuatu pergantian, setengah bagian dalam tiap-tiap garis adalah untuk seorang waris atau lebih yang terdekat derajatnya.

Jadi setelah dibelah satu kali dalam garis bapak dan garis ibu selanjutnya tidak usah dibelah lagi, tetapi pergantian dalam garis kebawah tetap diperbolehkan. (perhatian dalam garis keatas tidak ada pergantian hanya ada pergantian dalam garis kebawah).

A meninggal dunia.

B dan C orang tua A, yang telah meninggal

lebih dulu daripada A.

D, F dan G juga meninggal lebih dulu dari A.

Dalam garis ibu (c), boleh terjadi pernggantian, yaitu I dan J menggantikan G. Tetapi G dan H harus saudara.

Dalam garis bapak (B) yang ada ialah keluarga garis ke samping, yaitu K paman A.

Sedang L dan M adalah saudara sepupu A. Derajat K terhadap A adalah lebih dekat dari derajat L dan M terhadap A. Dalam hal ini, maka bagian garis Bapak yang setengah itu jatuh semuanya pada K. (Perhatikan bagian kalimat dalam Pasal 851,

setengah bagian dalam tiap-tiap garis adalah untuk seorang waris atau lebih yang terdekat derajatnya).

Pasal 852, anak-anak atau sekalian keturunan mereka, biar dilahirkan dari lain-lain perkawinan sekalipun, mewaris dari kedua orang tua, kakek, nenek atau semua keluarga sedarah mereka selanjutnya dalam garis lurus ke atas, dengan tiada perbedaan antara lelaki atau perempuan dan tiada perbedaan berdasarkan kelahiran terlebih dahulu. Jadi dalam pewarisan tiada dibedakan antara laki-laki, perempuan, kakak atau adik, sama saja.

Ayat 2 dari Pasal 852 menyatakan mereka mewaris kepala demi kepala, jika dengan si meninggal mereka bertalian keluarga dalam derajat ke satu dan masing-masing mempunyai hak karena diri sendiri.

Dalam pancang B, C dan D

harta warisan dibagi lebih

dahulu. Bagian D dibagi

oleh E dan F. Bagian F dibagi lagi oleh G, H dan I. Bagian G dibagi pula oleh J dan K.

PENGGOLONGAN AHLI WARIS

Dalam KUHPerdata dikenal empat golongan ahli waris, yaitu :

1. Golongan I : Suami atau istri yang hidup terlama serta anak dan keturunannya.

A orang yang meninggal dan B istrinya.

C, D dan E anak-anak A dengan B.

F dan G anak-anak E, juga cucu A dan B.

Semua : istrinya A (B), anak A dan cucu A serta keturunan (kalau ada) adalah ahli waris golongan I

Juga termasuk golongan pertama semua keturunan C, D, E, F dan G.

Pembagian warisan dalam hal diatas adalah :

B, C dan D masing-masing mendapat dari harta warisan dan karena E telah meninggal lebih dahulu dari A, maka bagian E dibagi ke anaknya F dan G dan masing-masing mendapat 1/8 bagian harta warisan.

BERBAGAI VARIASI DALAM AHLI WARIS GOLONGAN I :

Pewaris melakukan perkawinan 2 kali.

Perkawinan I Perkawinan II A meninggal.

B dan C anak-anak A dari perkawinan I.

B C D E E dan F anak-anak A dari perkawinan II.

Bagian anak-anak itu masing-masing adalah sama, yaitu .

Ahli waris Golongan I mungkin sebagaian karena penggantian.

A orang yang meninggal.

B C D B dan C masing-masing mendapat 1/3.

E F F = 1/6 (bagian D = 1/3 dibagi antara E dan F)

G

G = 1/6 (G mengganti E).

Cucu dari si meninggal juga dapat mewaris kepala demi kepala (atas diri sendiri atau uit eigenhoofde).

A orang yang meninggal.

Kalau B, C dan D onwaardig atau menolak, mk

B C D E , F , G, H, I dan J mewaris atas diri sendiri, tampil sebagai pewaris kepala demi kepala.

E F G H I J Kedudukan mereka dalam mewaris harta pe-ninggalan A dianggap sebagai derajat I. Dengan demikian bagian mereka sama, walaupun ada yang anak tunggal, bersaudara dua, tiga dst. Dalam hal diatas E, F, G, H, I dan J masing2 mendapat bagian yang sama, yaitu 1/6.

Mewaris sebagai pengganti.

A orang yang meninggal.

Kalau B, C dan D meninggal lebih dulu dari A.

B C D Dalam hal ini, mk anak-anak mereka atau cucu A, mewaris sebagai pengganti. Bagian mereka

E F G H I J sesuai dengan bagian seorang pengganti.

Pembagian warisan dalan hal diatas adalah :

Mula-mula warisan dibagi 3, karena anak A tiga orang, yaitu B, C dan D.

Bagian B dibagi rata oleh E, F dan G, masing2 mendapat 1/3 x 1/3 = 1/9.

Bagian C dibagi rata oleh H dan I, masing2 mendapat x 1/3 = 1/6.

Bagian D diperoleh J seluruhnya, yaitu 1/3.

Anak meninggal lebih dahulu dan ada yang onwaardig

A orang yang meninggal.

B meninggal lebih dulu dari A, C onwaardig.

B C D Pembagian warisan :

Karena C onwaardig maka ia tidak mendapat E F G H I J warisan, juga keturunan C tidak boleh meng-

gantikannya.

Dalam memperhitungkan bagian B dan D, maka C yang onwaardig dianggap tidak ada. Maka B dan D memperoleh masing-masing .

Bagian B dibagi oleh E, F dan G, masing2 mendapat 1/3 x = 1/6.

Bagian D adalah dan J tidak mendapat warisan karena tertutup oleh D. (bapaknya).

Istri/suami dalam pewarisan tidak boleh diganti oleh anak (keturunan) dari lain perkawinan.

Perkawinan I Perkawinan II C adalah anak dari B (istri A) dari perkawinan

B dengan orang lain, bukan A.Kalau B meninggal lebih dulu dari A, maka C

tidak boleh menggantikan B untuk mewaris harta peninggalan A. Sebab antara A dengan C tidak ada hubungan darah.

Dalam hal ini harus diingat bahwa salah satu syarat dari untuk menjadi ahli waris adalah ada hubungan darah dengan si yang meninggal, kecuali istri.

Pasal 852 a, bahwa dalam hal mengenai warisan seorang suami atau istri yang meninggal terlebih dahulu, si istri atau suami yang hidup terlama, dalam melakukan ketentuan-ketentuan dalam bab ini, dipersamakan dengan seorang anak yang sah dari si meninggal, dengan pengertian bahwa : jika perkawinan suami istri itu adalah untuk kedua kalinya atau selanjutnya dan dari perkawinan yang dulu ada anak-anak atau keturunan anak-anak itu, si istri atau suami yang baru tak akan mendapat bagian warisan yang lebih besar dari pada bagian warisan terkecil yang akan diterima oleh salah seorang anak tadi, atau dalam hal anak itu telah meninggal lebih dahulu, oleh sekalian keturunan penggantinya sedangkan dalam hal bagaimanapun juga tak bolehlah bagian si istri atau suami baru tersebut lebih dari harta peninggalan pewaris.

Intinya, bagian istri/suami kedua dan seterusnya dari pewaris adalah :

sama dengan bagian warisan terkecil yang diterima oleh salah seorang anak kandung pewaris dan

maksimal bagian tersebut adalah harta peninggalan pewaris.

Perkawinan I Perkawinan II A meninggal dunia.

Dari istri pertama ada anaknya satu, yaitu B.

Dari istri kedua (C) diperoleh pula satu orang anak, yaitu D.

Dalam hal itu, kalau diperhatikan aturan bagian mula pasal 852 a, yaitu istri dianggap sama kedudukannya dalam warisan dengan anak sah maka pembagian warisan adalah : masing-masing B, C dan D memperoleh 1/3 dari harta warisan. TETAPI ketentuan selanjutnya membatasi bahwa bagian istri dari perkawinan kedua atau selanjutnya tidak boleh lebih dari harta peninggalan.

Padahal kalau pembagian dengan menyamakan bagian anak-anak dengan istri (dalam kejadian diatas, istri itu ialah C) maka bagian C adalah 1/3, berarti lebih dari harta peninggalan A. Hal ini tidak boleh.

Maka bagian C adalah maksimum dipisahkan terlebih dahulu. Sisanya dibagi antara B dan D. Masing-masing B dan D memperoleh X = 3/8.

Perlu diperhatikan bahwa tentang hak istri atau suami dari perkawinan kedua atau selanjutnya itu tidak hanya diatur dalam Pasal 852 a, tetapi juga diatur dalam Pasal 181, 182 dan 902 KUHPerdata.

Pasal 852a itu selanjutnya mengatur bahwa apabila atas kebahagiaan si istri atau suami dari perkawinan kedua kali atau selanjutnya, sebagaimana diatas, dengan wasiat telah dihibahkan sesuatu, maka jika jumlah harga dari apa yang diperoleh

sebagai warisan dan sebagai hibah wasiat, melampaui batas harga termaksud dalam ayat 1 (maksimum harta peninggalan), maka bagian warisannya harus dikurangi sedemikian, sehingga jumlah tadi tetap berada dalam batas.

Pasal 181, 182 dan 902 KUHPerdata pada pokoknya mengatur bahwa istri atau suami dalam perkawinan kedua kali atau selanjutnya, tidak boleh memperoleh lebih dari bagian terkecil dari bagian salah seorang anak sah dari perkawinan pertama, dengan maksimum dari harta peninggalan.

2. Golongan II : Orang tua (ayah dan ibu) dan saudara-saudara serta keturunan saudara-saudara.

A orang yang meninggal.

C ibu A dan B ayah A. D dan E saudara2 A.

F dan G anak-anak E, Keponakan A .

Kalau ada, juga anak-anak D dan E serta

keturunannya adalah termasuk ahli waris

golongan II. Semua Ayah A, ibu A, saudara-saudara A dan keturunan saudara-saudara A adalah ahli waris golongan II.

Pembagian warisan dalam hal diatas adalah :

B, C dan D masing-masing mendapat dari harta warisan dan karena E telah meninggal lebih dahulu maka bagian E dibagi sama rata oleh anak-anaknya F dan G, masing-masing 1/8.

Perhatikan dalam contoh diatas, tampak bagian ayah atau ibu dan saudara sama banyaknya, tetapi itu hanya kebetulan. Tentang berapa bagian ayah dan atau ibu jika ada saudara-saudara si meninggal diatur dalam Pasal 854.

Pasal 854 (1) : mengatur bahwa apabila seorang meninggal dengan tidak meninggal- kan keturunan maupun suami atau istri, sedangkan bapak dan ibunya masih hidup maka masing-masing mereka mendapat sepertiga dari warisan, jika si meninggal hanya meninggalkan seorang saudara laki atau perempuan, yang mana mendapat sepertiga selebihnya.

Perhatikan : si meninggal tak meninggalkan : anak/keturunan dan suami maupun istri

jadi ahli waris golongan pertama tidak ada maka yang mewaris adalah ahli waris golongan kedua, yaitu : - bapak,

- ibu,

- saudara-saudara dan keturunannya.

Contoh Pasal 854 ayat 1 sebagai berikut :

A orang yan g meninggal.

C ibu A dan B ayah A.

A mempunyai satu saja saudara, yaitu D.Maka : B (ayah A) mendapat 1/3 bagian.

C (ibu A) mendapat 1/3 bagian.

D (saudara A) mendapat 1/3 bagian.

Pasal 854 ayat 2 mengatur bahwa si bapak dan si ibu mendapat seperempat, jika si meninggal meninggalkan lebih dari seorang saudara laki atau perempuan, sedangkan dua perempat bagian selebihnya menjadi bagian saudara laki-laki atau perempuan itu. Contoh :

a. Dua Saudara

A orang yang meninggal.

C ibu A dan B ayah A. D dan E saudara2 A.

Pembagian harta peninggalan A :B mendapat dan C mendapat

Sisanya 2/4 dibagi antara D dan E, masing-masing x 2/4 = .

b. Tiga Saudara

A orang yang meninggal.

C ibu A dan B ayah A. D, E dan F saudara2 A.

Bagian ibu & bapak (B) masing-masing .

Sisanya 2/4 dibagi sama antara saudara2 A (D, E dan F). Jadi masing-masing mendapat 1/3 x 2/4 =1/6.

Perlu diperhatikan : Kalau saudara lebih dari satu, maka bagian bapak dan ibu tetap masing-masing . Sisanya 2/4 menjadi bagian semua saudara-saudara, tidak perduli berapa banyak mereka itu.

Pasal 855 mengatur bahwa apabila seorang meninggal dunia dengan tak meninggal- kan keturunan, maupun suami atau istri, sedangkan bapak atau ibunya telah meninggal lebih dulu, maka si ibu atau si bapak yang hidup terlama mendapat :

dari warisan, jika si meningal hanya meninggalkan seorang saudara laki atau perempuan,

1/3 dari warisan, jika si meningal meninggalkan dua saudara perempuan/laki-laki

dari warisan, jika si meningal meninggalkan lebih dari dua saudara laki atau perempuan, bagian-bagian selebihnya adalah untuk saudara-saudara laki-laki atau perempuan tersebut.

Jadi dalam Pasal 855, mengatur tentang pembagian warisan jika ada bapak atau ibu (salah satu saja), dan ada saudara-saudara. Bagian bapak atau ibu ditentukan oleh jumlah saudara-saudara itu.

Contoh :

a. Ada bapak atau ibu dan satu saudara, Bapak atau Ibu dapat bagian warisan.

A orang yang meninggal.

C ibu A, yang telah meninggal lebih dulu dari A

B adalah ayah A dan D adalah saudara A.

Pembagian harta peninggalan A :

B mendapat dan D mendapat .

b. Ada bapak atau ibu dan dua saudara, Bapak/Ibu dapat 1/3 bagian warisan.

A orang yang meninggal.

C ibu A, yang telah meninggal lebih dulu dari A

B adalah ayah A dan D & E adalah saudara A.

Pembagian harta peninggalan A :

B mendapat 1/3 dan

D dan E masing-masing mendapat x 2/3 = 1/3.

c. Ada bapak atau ibu dan lebih dari dua saudara, Bagian Bapak/Ibu .

A orang yang meninggal.

C ibu A, yang telah meninggal lebih dulu dari A

B adalah ayah A dan D, E dan F saudara2 A.

D E F Bagian ibu A (C) adalah .

Sisanya dibagi rata antara saudara-saudara A, (D, E dan F). Jadi masing-masing mendapat 1/3 x =1/4.

Juga dalam hal dibawah ini : Ibu atau bapak mendapat

A orang yang meninggal.

C ibu A, yang telah meninggal lebih dulu dari A

B adalah ayah A & D, E, F dan G saudara2 A.

D E F G Bagian ibu A (C) adalah .

Sisanya dibagi sama antara saudara2 A (D, E, F dan G). Jadi masing-masing mendapat x =3/16.

Singkatnya : Jika saudara si meninggal lebih dari dua orang dan masih ada bapak atau ibu (salah satu) maka bagian ibu atau bapak itu tetap , sisanya dibagi rata diantara saudara-saudara itu.

Bagaimana kalau yang ada hanya saudara-saudara saja ?

Pasal 856, apabila seorang meninggal dunia dengan tak meninggalkan keturunan maupun suami atau istri, sedangkan baik bapak maupun ibunya telah meninggal lebih dulu maka seluruh warisan adalah hak sekallian saudara laki atau perempuan dari si meninggal.

Contoh :

A orang yang meninggal.

Saudara A hanya satu, yaitu B maka harta peninggalan

A seluruhnya jatuh pada B.

A orang yang meninggal, mempunyai dua saudara, yaitu

yaitu B dan C maka harta peninggalan A dibagi 2 sama rata dan masing-masing mendapat .

A orang yang meninggal mempunyai tiga orang saudara, yaitu B, C dan D maka harta peninggalan

B C D A dibagi tiga dan masing-masing mendapat 1/3.

Demikian selanjutnya, kalau hanya ada saudara maka harta peninggalan langsung dibagi rata diantara suadara-saudara itu saja.

Kesimpulan Pembagian Warisan Golongan II

1. Ada Bapak, ada ibu dan ada saudara-saudara : (Ps. 854)

a. Satu Saudara

A orang yang meninggal.

B adalah ibu A , mendapat 1/3 bagian.

C adalah ayah A, mendapat 1/3 bagian.

D adalah Saudara A, mendapat 1/3 bagian.

b. Dua Saudara :

A orang yang meninggal.

B adalah ibu A, mendapat bagian

C ayah A, mendapat bagian

D dan E saudara-saudara A mendapat 2/4,

masing-masing : x 2/4 = .

c. Tiga Saudara

A orang yang meninggal.

B adalah ibu A, mendapat bagian.

C adalah ayah A, mendapat bagian.

D E F D, E dan F saudara-saudara A, mendapat 2/4,

jadi masing-masing mendapat 1/3 x 2/4 =1/6.

Perhatian : dua atau lebih saudara ( bapak , ibu dan saudara-saudara bersama 2/4.

2. Ada Bapak atau ibu dan ada saudara-saudara :

a. Satu Saudara

A orang yang meninggal.

Bagian Bapak/Ibu adalah bagian

D adalah saudara A, mendapat bagian.

b. dua saudara

A orang yang meninggal.

Bapak/Ibu mendapat 1/3

D dan E saudara-saudara A mendapat 2/3,

masing-masing mendapat : x 2/3 = 1/3.

c. tiga saudara

A orang yang meninggal.

Bapak/Ibu mendapat

D E F D, E dan F saudara-saudara A mendapat ,

masing-masing mendapat : 1/3 x = .

d. empat saudara

A orang yang meninggal.

Bapak/Ibu mendapat

D, E, F & G saudara-saudara A mendapat ,

D E F G masing-masing mendapat : x = 3/16.

Perhatian : Tiga atau lebih saudara ( Bapak/Ibu mendapat dan

Saudara-saudara mendapat .

PEMBAGIAN ANTARA SAUDARA KANDUNG dan SAUDARA TIRI

Pasal 857 mengatur pembagian apa yang menurut pasal-pasal yang lalu menjadi bagian para saudara laki dan saudara perempuan, yaitu :

1. Dilakukan antara mereka dalam bagian yang sama, jika mereka berasal dari perkawinan yang sama. Dengan kata lain pembagian yang sama diantara para saudara kandung.

A orang yang meninggal mempunyai tiga orang saudara, yaitu B, C dan D maka harta peninggalan

B C D A dibagi tiga dan masing-masing mendapat 1/3 .

2. Jika mereka berasal dari lain-lain perkawinan, maka apa yang akan diwariskan harus dibagi terlebih dahulu dalam dua bagian, yaitu :

bagian dari garis bapak dan bagian dari garis ibu, saudara-saudara laki dan perempuan yang penuh mendapat bagian mereka dari kedua garis dan

saudara-saudara yang setengah (tiri, penyusuan) hanya mendapat bagian dari garis dimana mereka berada.

Dalam hal ada saudara dari lain perkawinan (tiri atau saudara sesusuan) maka ada beberapa variasi dalam pembagiannya, yakni :

a. Terlebih dahulu semua harta bagian saudara-saudara dibagi menjadi dua sama besar, yaitu untuk garis bapak dan untuk garis ibu.

b. Saudara kandung mendapat bagian dari garis ibu & juga bagian dari garis bapak.

c. Saudara tiri hanya mendapat bagian dari garis dimana ia berada (di garis ibu atau di garis bapak).

Contoh : Perkawinan I Perkawinan I A meninggal, meninggalkan :

1saudara tiri dari pihak Bapak /B.

- 1saudara tiri dari pihak Ibu / D.

1saudara kandung, yaitu C.

Pembagian harta peninggalan A adalah sebagai berikut :

C sebagai saudara kandung A, mewaris dari kedua garis, yaitu dari garis bapak (Y) dan dari garis ibu (X).

Digaris Bapak (Y), C mewaris bersama dengan B dan bagian warisan di garis bapak (Y) adalah maka bagian C dan B masing-masing x = .

Digaris ibu (X), C mewaris bersama D dan bagian warisan di garis ibu (X) adalah . maka bagian C dan B masing-masing x = .

Jadi : ( B, saudara tiri A mendapat bagian.

( C, saudara kandung A mendapat (bagian dari garis ibu) + (bagian dari garis bapak) = bagian.

( D, saudara tiri A mendapat bagian.

Contoh Lain :

Perkawinan I Perkawinan I A meninggal, meninggalkan :

2 saudara tiri dari pihak Bapak ,

D E F G B C yaitu : B dan C.

2 saudara tiri dari pihak Ibu, yaitu D dan E.

2 saudara kandung, yaitu F & G.

Pembagian harta peninggalan A adalah sebagai berikut :

bagian warisan menjadi bagian ahli waris di garis ibu (X) dan ahli warisnya adalah B, C, D dan E. Bagian masing-masing x = 1/8.

bagian warisan menjadi bagian ahli waris di garis Bapak (Y) dan ahli warisnya adalah F, G , D dan E. Bagian masing-masing x = 1/8.

Jadi C & D mewaris dari kedua garis, sehingga masing2 mendapat 1/8 + 1/8 = .

Contoh : Perkawinan I Perkawinan II A meninggal, meninggalkan :

2 saudara tiri dari pihak ibu, D & E.

D E B C - 2 saudara kandung, yaitu B dan C

Pembagian harta peninggalan A adalah sebagai berikut :

bagian warisan menjadi bagian ahli waris di garis ibu (X) dan ahli warisnya adalah B, C, D dan E. Bagian masing-masing x = 1/8.

bagian warisan menjadi bagian ahli waris di garis Bapak (Y) dan ahli warisnya adalah B dan C. Bagian masing-masing x = .

Jadi B & C mewaris dari kedua garis, sehingga masing2 mendapat + 1/8 = 3/8.

Perhatikan : karena digaris Bapak hanya ada B dan C maka warisan A hanya jatuh kepada mereka berdua saja.

Pasal 857 selanjutnya mengatur bahwa jika hanya ada saudara-saudara yang setengah saja dari garis yang satu maka mereka mendapat seluruh warisan dengan mengesampingkan segala keluarga sedarah lainnya dari garis yang lain.

Contoh Lain :

Perkawinan I A meninggal, meninggalkan 2 saudara tiri dari

pihak ibu, yaitu B dan C.

Bapak, ibu, anak dan keturunannya tidak ada.

Maka seluruh warisan jatuh ke saudara2 tiri itu, yaitu B dan C, masing-masing mendapat : .

Contoh Lain :

Perk. I

A meninggal, meninggalkan 2 saudara tiri dari

pihak Bapak, yaitu B dan C.

Bapak, ibu, anak dan keturunannya tidak ada.

Maka seluruh warisan jatuh ke saudara2 tiri itu, yaitu B dan C, masing-masing mendapat : .

Contoh Lain :

Perkawinan I A meninggal, meninggalkan ibu (X), 3 saudara

tiri dari pihak ibu, yaitu : B, C dan D.

B C D Dalam hal ini harus diingat Ps. 855 bagian 3, yg mengatur bagian ibu/bapak yang hidup terlama

adalah kalau saudara si meninggal lebih dari dua orang.

Perhatikan : Dalam ketentuan ini tidak dibedakan saudara kandung atau saudara tiri.

Jadi karena saudara A ada tiga orang (B, C dan D) maka bagian ibu (X) adalah . Sisanya dibagi rata antara B, C dan D, masing-masing mendapat 1/3 x = .

Contoh :

Perkawinan I A meninggal, meninggalkan :

ibu, yaitu X

B C D E - 2 saudara tiri dari pihak ibu, yaitu B dan C

2 saudara kandung, yaitu D dan E.

Pembagian warisan :

Karena ada 4 saudara yang ditinggalkan maka menurut Ps. 855 bagian 3, yaitu bagian ibu adalah kalau si meninggal mempunyai lebih dari dua saudara.

Maka harus dikeluarkan dahulu bagian ibu (X), yaitu bagian.

Sisanya adalah untuk bagian saudara-saudara A, yaitu B, C, D dan E.

Saudara-saudara ini ada saudara tiri dan saudara kandung.

Ingat Ps. 857 bagian 2, bahwa dalam hal ini harta bagian saudara-saudara harus terlebih dahulu dibagi dua, yakni :

bagian, yaitu x = 3/8 untuk saudara kandung (D dan E)

Bagian masing-masing D = E = x 3/8 = 3/16.

bagian, yaitu x = 3/8 untuk saudara seibu (B, C, D dan E)

Bagian masing-masing : B=C=D = E = x 3/8 = 3/32.

Jadi bagian saudara kandung D = E = 3/16 + 3/32 =9/32.

Contoh :

Perkawinan I A meninggal, meninggalkan :

Bapak Y dan ibu X.

- satu saudara tiri dari pihak ibu, yaitu B.

Satu saudara kandung, yaitu C.

Pembagian warisan :

Ingat Ps. 854 bagian 2 : ayah dan ibu mamsih ada, ada pula dua saudara, maka bapak dan ibu mendapat masing-masing . Sisanya menjadi bagian saudara2.

Jadi X dan Y masing-masing mendapat . Sisanya 2/4 dibagi 2, untuk :

bagian untuk saudara kandung, yaitu C = x 2/4 = .

bagian untuk saudara seibu, yaitu B dan C. Masing-masing mendapat : X x 2/4 = 1/8.

Jadi bagian saudara kandung (C) adalah : + 1/8 = 3/8.

3. Golongan III : Keluarga dalam garis lurus ke atas sesudah bapak dan ibu

B Kakek A dari pihak Ayah

C Nenek A dari pihak Ayah

D Nenek A dari pihak Ibu

E Kakek A dari Pihak Ibu, sdh meninggal

Harta warisan mula-mula dibagi dua :

untuk pihak ayah ( B & C )

untuk ibu (D)

Pembagian warisan dalam hal tadi ialah :

untuk B dan C (kakek dan nenek ) dari garis bapak.

Jadi B dan C masing-masing memperoleh X = .

untuk D, nenek dari garis ibu karena kakek A digaris ibu ini telah tiada.

4. Golongan IV : Keluarga garis ke samping sampai derajat ke 6.

A Meninggal dunia

B paman A, keluarga garis kesamping dari pihak ibu.

E paman A keluarga garis kesamping dari pihak Ayah.

Perhatian : Keluarga garis ke samping ada dua kelompok, yaitu :

1. Keluarga garis ke samping dari pihak ayah;

2. Keluarga garis ke samping dari pihak ibu.

Golongan I, II dan III tidak ada maka harta warisan dibagi dua sama besar, untuk keluarga sedarah dalam garis bapak, dalam hal ini B dan lagi untuk keluarga sedarah dalam garis ibu, dalam hal ini E.

Pasal 853 ayat 2 mengatur bahwa ahli waris yang terdekat derajatnya dalam garis lurus ke atas, mendapat setengah (bagian dalam garisnya) dengan mengesam- pingkan segala ahli waris lainnya.

Ayat 3, bahwa semua keluarga sedarah dalam garis lurus ke atas dalam derajat yang sama mendapat bagian mereka kepala demi kepala.

3 2 3

2

4

1

4

4

5

5

6

6

7

7

Sebelah kiri adalah keluarga garis ke samping dari pihak bapak (kelompok B dan C)

Sebelah kanan adalah keluarga garis ke samping dari pihak ibu (kelompok D dan E)

Perhatian situasi perderajatan :

K adalah keluarga garis ke samping derajat ke enam dari pihak bapak.

K adalah batas yg boleh mewaris dan merupakan batas terakhir dlm pewarisan dari A di garis pihak bapak.

M adalah derajat ke tujuh, jadi tidak boleh mewaris.

Hal yang sama juga terjadi pada sebelah kiri (dari pihak ibu)

L adalah keluarga garis ke samping derajat ke enam dari pihak ibu.

L adalah batas yg boleh mewaris dan merupakan batas terakhir dlm pewarisan dari A digaris ibu.

N adalah derajat ke tujuh, jadi tidak boleh mewaris.

Tentang penggolongan ahli waris itu dapat disimpulkan sebagai berikut :

Golongan I : - Suami atau istri yang hidup terlama.

- Anak-anak Sah maupun anak luar kawin yg diakui dengan sah.

- Keturunan anak-anak baik yang sah maupun yang diakui sah.

Golongan II : - Ayah , Ibu dan saudara-saudara.

- Keturunan Saudara-saudara.

Golongan III : - Kakek dan nenek, baik dari pihak bapak maupun dari pihak ibu.

- Orang tua kakek dan nenek ibu dan seterusnya keatas.

Golongan IV : - Paman dan bibi, baik dari pihak bapak maupun dari pihak ibu.

- Keturunan paman dan bibi sampai derajat ke enam dihitung dari si meninggal.

- Saudara-saudara dari kakek dan nenek beserta keturunannya, sampai derajat ke enam dihitung dari si meninggal.

Kalau tidak ada keempat golongan tersebut maka harta peninggalan jatuh kepada negara. Golongan yang terdahulu menutup folongan yang kemudian. Jadi jika ada ahli waris golongan I maka ahli waris golongan II, III dan IV tidak bisa menjadi ahli waris.. Jika Golongan pertama tidak ada, golongan kedua yang mewaris, golongan III dan IV tidak mewaris. Begitulah selanjutnya.

Pasal 853, diatur bahwa apabila si yang meninggal dunia tidak meninggalkan keturunan, maupun suami atau istri, maupun pula saudara-saudara maka dengan tak mengurangi ketentuan dalam Pasal 859, warisan harus dibagi dalam dua bagian yang sama besarnya, dimana satu bagian untuk sekalian keluarga sedarah dalam garis bapak lurus keatas dan satu bagian untuk sekalian keluarga yang sama dalam garis ibu. Jelasnya apabila ahli waris golongan I dan II tidak ada, maka yang mewaris adalah golongan III atau golongan IV (apabila yang golongan III tidak ada). Dalam hal ini maka harta warisan dibagi dua sama besarnya dimana setengah untuk keluarga sedarah garis bapak dan setengahnya lagi untuk keluarga sedarah garis ibu.

PEWARISAN ANAK-ANAK LUAR KAWIN YANG DIAKUI SAH

A

C

C

D

E

A

F

A

D

CCC

C

A

A

F

E

B

C

D

H

I

G

B

B

D

F

G

C

B

H

C

I

D

G

M

A

F

A

B

C

J

E

E

B

L

K

F

G

F

E

I

H

D

A

B

C

D

O

G

J

P

N

C

H

K

I

D

A

E

B

A

D

D

A

B

A

A

G

C

B

D

F

E

A

A

B

D

C

E

C

B

M

L

K

E

H

G

D

F

J

I

A

A

B

F

A

D D

A

A

A

A

A

A

C

E

D

B B

C

C

A

C

A

F

D

B

D

A

B

A

D

B

E

C

C

A

A

B

B

B

B

A

A

A

B

C

C

A

X

A

B

C

B

C

B

C

C

B

A

B

C

A

A

A

B

X

Y

B

X

Y

A

X

Y

A

X

Y

A

X

Y

B

Y

X

A

Y

X

Y

A

D

C

B

E

E

B

B

E

C

D

A

K

L

N

M

B

E

C

A

D

E

A

C

A

E

D

C

B

B

C

B

C

E

B

A

C

A

D

C

I

H

G

E

D

D

C

J

K

C

D

F

E

G

C

D

B

C

B

E

G

D

C

B

A

B

C

C

A

C

A

A

1