wanita hamil dengan antibiotik
TRANSCRIPT
-
7/22/2019 Wanita Hamil Dengan Antibiotik
1/6
Kasus 2 :
Penderita wanita usia 30 tahun datang karena bengkak pada pipi sebelah kiri.
Timbul nyeri 3 hari yang lalu dan bengkak baru hari ini. Selama ini penderita
belum minum obat. Penderita saat ini hamil trimester 1.
Pertanyaan :
A. Perlukah penderita tersebut diberikan antibiotik?B. Jika perlu, antibiotik apa yang akan saudara berikan?
Jawaban :
A. Perlu
Antibiotika banyak digunakan secara luas pada kehamilan. Karena
adanya efek samping yang potensial bagi ibu maupun janinnya, penggunaan
antibiotika seharusnya digunakan jika terdapat indikasi yang jelas. Prinsip utama
pengobatan wanita hamil dengan penyakit adalah dengan memikirkan pengobatan
apakah yang tepat jika wanita tersebut tidak dalam keadaan hamil. Biasanya
terdapat berbagai macam pilihan, dan untuk alasan inilah prinsip yang kedua
adalah mengevaluasi keamanan obat bagi ibu dan janinnya (Yankowitz, 2001).
Pemilihan bahan terapeutik untuk anestesi lokal, sedasi, kontrol nyeri
pascaoperasi dan perawatan infeksi biasanya tanpa pertimbangan. Untuk orang
dewasa muda sehat, praktisi dental biasanya akan memilih lidokain hidroklorida
dengan epinefrin, diazepam, kodein dengan asetaminofen dan penisilin V-
potasium. Penggunaan bahan alternatif mungkin diperlukan untuk pasien yang
memiliki riwayat alergi obat atau yang secara medis memerlukannya, yang terlalu
muda atau tua, yang sedang menerima pengobatan secara bersamaan atau yanghamil. Dalam kasus pasien hamil, praktisi dental harus menetapkan bahwa
manfaat potensial terapi gigi yang dibutuhkan untuk perawatan ibu hamil masih
lebih besar dibanding risikonya terhadap janin (Paul, 2009).
Meskipun prosedur perawatan gigi yang paling tepat dapat ditunda
hingga kehamilan berakhir, perawatan dental untuk wanita hamil yang mengalami
rasa nyeri pada mulut, penyakit atau infeksi parah tidak boleh ditunda. Telah
diketahui bahwa tidak satupun dari obat yang digunakan untuk merawat rasa nyeri
-
7/22/2019 Wanita Hamil Dengan Antibiotik
2/6
dan infeksi sepenuhnya tanpa risiko. Namun akibat yang ditimbulkan dari tidak
dirawatnya infeksi selama kehamilan melebihi risiko yang mungkin ditimbulkan
oleh sebagian besar obat-obatan yang dibutuhkan untuk perawatan gigi (Paul,
2009).
Namun, penggunaan antibiotika pada kehamilan bisa dengan tujuan
terapi ataupun profilaksis. Pemilihan jenis antibiotika yang akan diberikan pada
ibu hamil seharusnya didasarkan atas uji kepekaan di laboratorium untuk
menentukan secara tepat jenis antibotika yang diperlukan dengan
mempertimbangkan pula efek toksik terhadap ibu maupun efek teratogenik
terhadap janin dalam rahim. Selain itu penentuan dosis antibiotika juga harus
mempertimbangkan perubahan farmakokinetik yang sesuai dengan perubahan
fisiologik pada ibu hamil. Kondisi fisiologik ibu hamil akan sangat menentukan
apakah sebaiknya obat yang diberikan peroral atau parenteral dan dosis yang
diberikan lebih tinggi atau sama dengan ibu yang tidak hamil. Barier plasenta
merupakan salah satu perlindungan agar janin seminimal mungkin mendapatkan
efek samping obat. Dalam hal ini harus dipertimbangkan usia hamil saat
mendapatkan antibiotika, oleh karena pada fase embrio (2-8 minggu) barier
plasenta ini sangat lemah (masa kritis) dan meningkat sampai pada puncaknya
pada waktu janin usia 21-28 minggu, setelah itu akan menurun lagi sampai aterm
(Harry, 2007).
B.
Pada tahun 1980, Food and Drug Administration memperkenalkan 5
kategori untuk obat-obat yang diberikan selama kehamilan. Lima kategori itu
adalah (Yankowitz, 2001) :1. Kategori A :
Obat-obat yang menurut studi terkontrol tidak menimbulkan resiko pada janin
2. Kategori B :
Untuk obat-obat yang berdasarkan studi pada binatang dan manusia tidak
menunjukkan resiko yang bermakna. Termasuk disini adalah :
1. Dari studi pada binatang tidak menunjukkan resiko, tetapi belum ada studi
pada manusia mengenai hal tersebut
-
7/22/2019 Wanita Hamil Dengan Antibiotik
3/6
2. Dari studi pada binatang menunjukkan adanya resiko, tetapi dari hasil studi
yang terkontrol baik pada manusia menunjukkan tidak adanya resiko
3. Kategori C :
Untuk obat-obat yang belum didukung studi adekuat, baik pada binatang
maupun pada manusia atau obat-obat yang menunjukkan efek yang merugikan
pada studi binatang tetapi belum ada studi pada manusia
4. Kategori D :
Untuk obat-obat yang ada bukti resikonya pada janin tetapi manfaatnya jauh
lebih besar
5. Kategori X :
Untuk obat-obat yang terbukti mempunyai resiko terhadap janin dan resiko itu
lebih berat daripada manfaatnya.
Antibiotika tidak ada yang termasuk kategori X. Umumnya masuk
kategori B, kecuali beberapa yang masuk kategori C atau D. Telah disebut
sebelumnya bahwa antibiotika yang bebas yang mempunyai efek farmakologis
dan mampu ditransfer melalui plasenta untuk selanjutnya terdistribusi dalam
tubuh janin. Obat yang berada di dalam tubuh janin inilah yang bisa
mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan janin (Pedler, 2000). Menurut
Eriksson dkk, ada 4 prinsip teratogenik yang menyebabkan suatu antibiotika bisa
menimbulkan efek teratogenik yaitu (Yankowitz, 2001) :
1. Sifat antibiotika dan kemampuannya untuk memasuki tubuh janin
2. Saat obat bekerja
3. Kadar dan lama pemberian (dosis)
4. Kesempurnaan genetik janin
Jenis penisilin dan sefalosporin merupakan anti biotik yang sangat lazimdigunakan di bidang kedokteran gigi, yaitu penisilin V-potasium, amoksisilin dan
sefaleksin, umumnya dianggap aman diberikan selama kehamilan. Klindamisin,
metronidazol dan erotromisin juga diyakini mempunyai risiko yang kecil.
Eritromisin estolat mungkin lebih cenderung menyebabkan toksisitas hepatik pada
pasien hamil dan karenanya tidak dianjurkan. Masalah paling besar sehubungan
penggunaan antibiotik adalah mengenai bahan-bahan antibiotik yang indikasinya
terbatas di bidang kedokteran gigi. Aminoglikosida, misalnya gentamisin, dapat
-
7/22/2019 Wanita Hamil Dengan Antibiotik
4/6
menyebabkan toksisitas pada janin jika diberikan pada akhir kehamilan.
Tetrasiklin, termasuk doksisiklin hiklat, telah ditunjukkan berdampak
menyebabkan diskoloraasi gigi dan penghambatan perkembangan tulang pada
janin. Kloramfenikol tidak boleh diberikan selama kehamilan karena akan
menyebabkan toksisitas pada ibu dan kegagalan sirkulasi pada janin yang di sebut
gray syndrome (Paul, 2009).
Penisilin
Penisilin adalah antibiotika yang termasuk paling banyak dan paling luas
dipakai. Obat ini merupakan senyawa asam organik, terdiri dari satu inti siklik dengan
satu rantai samping. Inti sikliknya terdiri dari cincin tiazolidin dan cincin betalaktam.
Rantai samping merupakan gugus amino bebas yang dapat mengikat berbagai jenis
radikal (Jawet, 1998).
Mekanisme kerjanya dengan menghambat pembentukan dinding sel
mikroba yaitu dengan menghambat pembentukan mukopeptida yang diperlukan
untuk sintesis dinding sel mikroba (Tait, 2004). Mikroba yang memproduksi
enzim betalaktamase resisten terhadap beberapa penisilin karena enzim tersebut
akan merusak cincin betalaktam dan akhirnya obat menjadi tidak aktif (Jawet,
1998).
Setelah pemberian parenteral, absorpsi penisilin terjadi cepat dan komplit.
Pada pemberian peroral hanya sebagian obat yang diabsorpsi tergantung dengan
stabilitas asam, ikatan dengan makanan dan adanya buffer. Untuk mengatasi hal
itu pemberian peroral sebaiknya dilakukan 1 jam sebelum makan (Jawet, 1998).
Penisilin mempunyai batas keamanan yang lebar. Pemberian obat ini
selama masa kehamilan tidak menimbulkan reaksi toksik baik pada ibu maupun
-
7/22/2019 Wanita Hamil Dengan Antibiotik
5/6
janin, kecuali reaksi alergi. Kadar penisilin di dalam serum wanita hamil lebih
rendah daripada wanita yang tidak hamil, sedang clearancenya lewat ginjal lebih
tinggi selama masa kehamilan (Jawet, 1998).
Pemberian pada wanita hamil untuk golongan penisilin dengan ikatan
protein yang tinggi, misal oksasilin, kloksasilin, dikloksasilin dan nafsilin akan
menghasilkan kadar obat di dalam cairan amnion dan jaringan di dalam tubuh
janin yang lebih rendah dibandingkan bila yang diberikan adalah golongan
penisilin dengan ikatan protein yang rendah seperti ampisilin dan metisilin (Jawet,
1998).
Dari semua antibiotika, hanya tetrasiklin yang terbukti punya efek
merugikan pada janin bila dipakai sepanjang masa kehamilan. Adapun antibiotika
yang mempunyai efek atau potensi merugikan pada janin ialah : Tetrasiklin,
aminoglikosid (khususnya streptomisin), sulfonamid, kloramfenikol, isoniazid,
metronidazol, nitrofurantoin.
Sefalosporin
Antibiotik turunan sefalosporin merupakan antibiotik yang paling banyak
digunakan untuk pengobatan penyakit infeksi. Antibiotik ini mempunyai
spektrum antibakteri yang luas dan lebih resisten terhadap -laktamase daripada
penisilin. Pasien yang alergi terhadap penisilin biasanya tahan terhadap antibiotik
ini (Sudjadi, 2008).
Sefalosporin termasuk antibiotika beta laktam dengan struktur, khasiat,
dan sifat yang banyak mirip penisilin, tetapi dengan keuntungan-keuntungan
sebagai berikut :
spektrumantibakterinyalebih luas tetapi tidak mencakup enterokoki dan
kuman-kuman anaerob.
resisten terhadap penisilinase asal stafilokoki, tetapi tetap tidak efektif terhadap
stafilokoki yang resisten terhadap metisilin (MRSA) (Tjay & Kirana, 2007).
Mekanisme kerja
Sefalosporin biasanya bakterisida terhadap bakteri rentan dan bertindak
dengan sintesis mucopeptide penghambat pada dinding sel sehingga penghalang
yang rusak dan tidak stabil spheroplast osmotically. Mekanisme yang tepat untuk
-
7/22/2019 Wanita Hamil Dengan Antibiotik
6/6
efek ini belum pasti ditentukan, tetapi antibiotik beta-laktam telah ditunjukkan
untuk mengikat beberapa enzim (carboxypeptidases, transpeptidases,
endopeptidases) dalam membran sitoplasma bakteri yang terlibat dengan sintesis
dinding sel. Afinitas yang berbeda bahwa berbagai antibiotic beta-laktammemiliki enzim tersebut (juga dikenal sebagai mengikat protein penisilin; PBPs)
membantu menjelaskan perbedaan dalam spektrum aktivitas dari obat yang tidak
dijelaskan oleh pengaruh beta-laktamase. Seperti antibiotik beta-laktam lainnya,
sefalosporin umumnya dianggap lebih efektif terhadap pertumbuhan bakteri aktif.
Sama halnya dengan penisilin, sefalosporin relatif aman jika diberikan pada
trimester pertama kehamilan. Kadar sefalosporin dalam sirkulasi janin meningkat
selama beberapa jam pertama setelah pemberian dosis pada ibu, tetapi tidak
terakumulasi setelah pemberian berulang atau melalui infus. Sejauh ini belum adabukti bahwa pengaruh buruk sefalosporin seperti misalnya anemia hemolitik dapat
terjadi pada bayi yang dilahirkan oleh seorang ibu yang mendapat sefalosporin
pada trimester terakhir kehamilan.
DAFTAR PUSTAKA
Gondo, Harry Kurniawan. 2007. PENGGUNAAN ANTIBIOTIKA PADA KEHAMILAN. wijaya
kusuma, Volume I, Nomor 1, Januari 2007, 57-62
Jawet E. 1998.Prinsip kerja obat antimikroba. In : Katzung B, eds. Farmakologi dasar dan klinik.
Jakarta : EGC, 699-751
Paul A. Moore. 2009.Pemilihan Obat Untuk Pasien Hamil Di Bidang Kedokteran Gigi.
Pedler S, Orr K. 2000. Bacterial, fungal and parasitic infections. In : Baron W, Lindheimer M,Davison J, eds. Medical disorders during pregnancy. London : Mosby, 411-418
Yankowitz J. 2001. Use of medications in pregnancy : General principles, teratology, and current
developments. In : Yankowitz J, Niebyl J, eds. Drug therapy in pregnancy. London :
Lippincott Williams & Wilkins, 1-19
Tait M. 2004.Preparat antimikroba. In : Jordan S. Farmakologi kebidanan. Jakarta : EGC, ; 309-
335
http://iqbalsandira.blogspot.com/2009/02/pemilihan-obat-untuk-pasien-hamil-di.htmlhttp://iqbalsandira.blogspot.com/2009/02/pemilihan-obat-untuk-pasien-hamil-di.html