walisongo oleh m. syafi'i ws al-lamunjani (makalah 2008)

23
WALISONGO Oleh: M. Syafi'i WS al-Lamunjani (2008) A. PENDAHULUAN Perkembangan Islam di Nusantara, khususnya di Jawa tidak lepas dari peran Walisongo yang dipelopori Syeikh Maulana Malik Ibrahim. Era Walisongo adalah era berakhirnya dominasi Hindu-Budha dalam budaya Nusantara yang digantikan dengan kebudayaan Islam. Mereka adalah simbol penyebaran Islam di Nusantara, khususnya di Jawa. Peranan Mereka dalam mendirikan kerajaan Islam di Jawa, juga pengaruhnya terhadap kebudayaan masyarakat secara luas serta dakwah secara langsung yang membuat “sembilan wali ” ini lebih banyak disebut di bandingkan yang lain Mereka tinggal di pantai utara Jawa dari awal abad 15 hingga pertengahan abad 16, di tiga wilayah penting. Yakni Surabaya-Gresik-Lamongan-Tuban di Jawa Timur, Demak-Kudus- Muria di Jawa Tengah, serta Cirebon di Jawa Barat. Mereka adalah para intelektual yang menjadi pembaharu masyarakat pada masanya. Mereka mengenalkan berbagai bentuk peradaban baru: mulai dari kesehatan, bercocok tanam, niaga, kebudayaan dan kesenian, kemasyarakatan hingga pemerintahan. Makalah ini akan membahas tentang: Pengertian Walisongo, Asal-usul Walisongo, Kiprah Walisongo dalam Dakwah, Peradaban dan Kebudayaan Islam. B. PENGERTIAN WALISONGO Perkataan wali sendiri berasal dari bahasa Arab. Wala atau waliya yang berarti qaraba yaitu dekat 1 . Sedangkan al-Qusyairi mengatakan, arti wali terdapat dua kemungkinan arti. Pertama, mengikuti wazan fa’iil sebagai bentuk mubalaghah seperti ‘aliim, qadiir dan lainnya. Dengan demikian, arti wali adalah orang selalu ta’at pada Allah. Kedua, mengikuti wazan fa’iil yang diperbolehkan mempunyai arti wazan maf’ul, seperti qatiil mempunyai arti maqtul. Dengan demikian arti wali adalah orang yang dijadikan wali (kekasih) oleh Allah. 2 1 Louis Ma’luf, 1998, al-Munjid fi al-Lughah (Bairut: Dar al-Masyriq), hal. 1061 2 Abu Qasim Abdul Karim Hawazin al-Qusyairi, 1998, al-Risalah al-Qusyairiyah, alih bahasa: Umar Faruq, Sumber Kajian Ilmu Tasawwuf (Jakarta: Pustaka Amani) hal. 534

Upload: riapermata19

Post on 24-Jun-2015

1.433 views

Category:

Documents


12 download

TRANSCRIPT

Page 1: Walisongo oleh M. Syafi'i WS Al-Lamunjani (Makalah 2008)

WALISONGO

Oleh: M. Syafi'i WS al-Lamunjani (2008)

A. PENDAHULUAN

Perkembangan Islam di Nusantara, khususnya di Jawa tidak lepas dari peran Walisongo

yang dipelopori Syeikh Maulana Malik Ibrahim. Era Walisongo adalah era berakhirnya dominasi

Hindu-Budha dalam budaya Nusantara yang digantikan dengan kebudayaan Islam. Mereka

adalah simbol penyebaran Islam di Nusantara, khususnya di Jawa. Peranan Mereka dalam

mendirikan kerajaan Islam di Jawa, juga pengaruhnya terhadap kebudayaan masyarakat secara

luas serta dakwah secara langsung yang membuat “sembilan wali” ini lebih banyak disebut di

bandingkan yang lain

Mereka tinggal di pantai utara Jawa dari awal abad 15 hingga pertengahan abad 16, di

tiga wilayah penting. Yakni Surabaya-Gresik-Lamongan-Tuban di Jawa Timur, Demak-Kudus-

Muria di Jawa Tengah, serta Cirebon di Jawa Barat. Mereka adalah para intelektual yang menjadi

pembaharu masyarakat pada masanya. Mereka mengenalkan berbagai bentuk peradaban baru:

mulai dari kesehatan, bercocok tanam, niaga, kebudayaan dan kesenian, kemasyarakatan hingga

pemerintahan.

Makalah ini akan membahas tentang: Pengertian Walisongo, Asal-usul Walisongo,

Kiprah Walisongo dalam Dakwah, Peradaban dan Kebudayaan Islam.

B. PENGERTIAN WALISONGO

Perkataan wali sendiri berasal dari bahasa Arab. Wala atau waliya yang berarti qaraba

yaitu dekat1. Sedangkan al-Qusyairi mengatakan, arti wali terdapat dua kemungkinan arti.

Pertama, mengikuti wazan fa’iil sebagai bentuk mubalaghah seperti ‘aliim, qadiir dan lainnya.

Dengan demikian, arti wali adalah orang selalu ta’at pada Allah. Kedua, mengikuti wazan fa’iil

yang diperbolehkan mempunyai arti wazan maf’ul, seperti qatiil mempunyai arti maqtul. Dengan

demikian arti wali adalah orang yang dijadikan wali (kekasih) oleh Allah.2

1 Louis Ma’luf, 1998, al-Munjid fi al-Lughah (Bairut: Dar al-Masyriq), hal. 1061 2 Abu Qasim Abdul Karim Hawazin al-Qusyairi, 1998, al-Risalah al-Qusyairiyah, alih bahasa: Umar

Faruq, Sumber Kajian Ilmu Tasawwuf (Jakarta: Pustaka Amani) hal. 534

Page 2: Walisongo oleh M. Syafi'i WS Al-Lamunjani (Makalah 2008)

Jadi pengertian wali adalah orang yang dekat dengan Allah dan selalu taat pada-Nya,

dia dikasihi dan dipelihara oleh Allah agar konsisten dan terus menerus taat kepada-Nya. Allah

tidak menjadikannya terperangkap dalam maksiat tapi justru selalu memberikan pertolongan dan

dengan keimanan dan ketaqwaan dia tidak merasa berkeluh kesah dalam segala hal.

Akan tetapi dalam pemahaman Jawa yang berkembang selain definisi di atas, perkataan

wali merupakan sebutan bagi orang yang keramat, sakti mandraguna yang mempunyai kekuatan

yang berilmu tinggi. Karena mereka dipandang sebagai orang dekat dengan Allah dan dikasihi-

Nya.3

Selanjutnya, kata songo menunjukkan angka hitungan Jawa yang berarti sembilan.

Namun demikian, ada juga yang berpendapat bahwa kata songo berasal dari kata tsana yang

diambil dari bahasa Arab, tsana (mulia) sepadan dengan mahmud (terpuji), sehingga pengucapan

yang benar adalah Walisana, yang berarti wali-wali terpuji. Pendapat ini didukung oleh sebuah

kitab Walisana. 4

Widji yang mengutip pendapat Prof. Dr. Tjan Tjoe Siem yang lebih cenderung pada

sembilan wali mengatakan, ada arti dan falsafah yang tekandung dalam sembilan (songo) bagi

masyarakat Jawa. Bilangan sembilan bisa memecahkan masalah, sebab para wali memang juga

sering berbeda pendapat. Dengan mengadakan rapat di Demak perbedaan pendapat tersebut bisa

dipecahkan5 oleh para wali yang datang dari sembilan arah.

Pendapat ini juga dikuatkan dengan rasionalisasi yang merujuk pada perhitungan

abjadiyah (a ba ja dun ha wa zun dan seterusnya). Kata sembilan menurut rasionalisasi terebut

memang sepadan dengan kata Jawa, yang mana Ja memiliki nilai tiga dan Wa memiliki nilai

enam (Ja/3+Wa/6=9).

Kebanyakan pakar juga sepakat, bahwa secara umum Walisongo merupakan kumpulan

dakwah ulama yang bertujuan menegakkan agama Allah. Sedangkan jumlah mereka ada

sembilan ulama’ pejuang yang tersohor dalam pengembangan Islam. Mereka adalah Maulana

Malik Ibrahim (w.1419 M), Sunan Ampel (lhr.1401 M dan w.1481 M), Sunan Giri (w.1506 M),

Sunan Bonang (lhr.1465 M dan w.1525 M), Sunan Kalijaga (lhr.1430 M), Sunan Gunung Jati

3 Widji Saksono,1995, Mengislamkan Tanah Jawa (Bandung: Mizan), hal. 18 4 Ibid. 5 Ibid., hal. 20-21

Page 3: Walisongo oleh M. Syafi'i WS Al-Lamunjani (Makalah 2008)

(lhr.1448 M dan w.1570 M), Sunan Kudus(w.1550 M), Sunan Muria (w. abad 16) serta Sunan

Derajat (lhr.1470 M dan w.1522 M).

C. ASAL-USUL DAN PENDIDIKAN WALISONGO

Sangat penting untuk menelusuri asal-usul dan pendidikan para wali ini; pemahaman

terhadap orang tua, keluarga dan guru-guru mereka. Dengan demikian akan banyak membantu

bagi penyelidikan lebih lanjut tentang keislaman di Indonesia.6

Bagaimanapun juga mereka memiliki andil besar dalam menamkan bibit keislaman di

Jawa dan Nusantara, yang kemudian terus berkembung sampai menjadi Islam seperti sekarang

ini. Keahlian mereka tidak tentu saja bukan sembarangan, namun secara tekun dan mendalam

dalam belajar dari guru-guru kenamaan dan memiliki ilmu yang luas.

Walisongo tidak hidup pada saat yang persis bersamaan. Namun satu sama lain

mempunyai keterkaitan erat, bila tidak dalam ikatan darah juga dalam hubungan guru-murid, atau

ikatan mertua-menantu. Dari merekalah peradaban dan kebudayaan Islam berkembang pesat ke

seluruh nusantara, khususnya wilayah Timur Nusantara.

Berikut ini akan disampaikan sekilas tentang asal-usul dan pendidikan walisongo;

pemahaman terhadap orang tua, keluarga dan pendidikan mereka

1. Sunan Maulana Malik Ibrahim

Di kalangan Walisongo, Maulana Malik Ibrahim disebut-sebut sebagai wali tersenior

alias wali pertama. Putra beliau yang terkenal adalah Raden Rahmat (dikenal dengan Sunan

Ampel) dan Sayid Ali Murtadha alias Raden Santri. Beliau datang ke Indonesia pada tahun 1379

M. untuk syiar Islam dan wafat pada tahun 1419 M, kuburannya terletak di Gapura Wetan

Gresik, Jawa Timur.

Nama Maulana Malik Ibrahim juga disebut-sebut sebagai Maulana Maghribi, Syekh

Magribi dan Sunan Gresik.7 Sebagian rakyat malah menyebutnya Kakek Bantal. Ia bersaudara

(ipar) dengan Maulana Ishak, ulama terkenal di Samudra Pasai, yang juga sekaligus kakek buyut

6 Woerjanigrat, t.t, Etika Jawa (Surakarta: DP2KJ), hal. 26 7 Budiono Hadi Sutrisno, 2007, Sejarah Wali Songo; Misi Pengislaman di Tanah Jawa (Yogyakarta:

Graha Pustaka), hal. 17

Page 4: Walisongo oleh M. Syafi'i WS Al-Lamunjani (Makalah 2008)

para wali. Ibrahim adalah anak dari seorang ulama Persia, bernama Maulana Jumadil Kubro,

yang menetap di Samarkand. Maulana Jumadil Kubro diyakini sebagai keturunan ke-10 dari

Syayidina Husein, cucu Nabi Muhammad saw.8 Sedangkan pendidikannya ditempuh dari

ayahnya sendiri dan juga para ulama’ di Persia dan Samarkand.

Sejak tahun 1379 Maulana Malik Ibrahim pernah bermukim di Campa selama tiga belas

tahun. Beliau menikahi putri Raja, yang memberinya dua putra. Mereka adalah Raden Rahmat

(dikenal dengan Sunan Ampel) dan Sayid Ali Murtadha alias Raden Santri. Merasa cukup

menjalankan misi dakwah di negeri itu, tahun 1392 M Maulana Malik Ibrahim hijrah ke Gresik

Jawa.9 Beberapa versi menyatakan bahwa kedatangannya disertai beberapa orang. Daerah yang

ditujunya pertama kali yakni desa Sembalo yang masih berada dalam wilayah kekuasaan

Majapahit. Desa Sembalo sekarang, adalah daerah kecamatan Manyar.

2. Sunan Ampel

Nama Ampel sendiri, diidentikkan dengan nama tempat dimana beliau lama bermukim,

yaitu di daerah Ampel atau Ampel Denta, wilayah yang kini menjadi bagian dari Surabaya. Ia

adalah putera tertua Sunan Maulana Malik Ibrahim yang lahir di Campa pada 1401 M. Pada masa

kecilnya ia dikenal dengan nama Raden Rahmat. Ia menikah dengan Nyai Ageng Gede Manila

(Putri Adipati Tuban) kemudian menetap di Ampel Denta. Putra beliau adalah: a) Maulana

Makdum Ibrahim (Sunan Bonang), b) Syarifuddin (Sunan Derajat), c)Putri Nyai Ageng Maloka,

dan e) Dewi Sarah (istri Sunan Kali Jaga).10

Menurut beberapa sumber, Sunan Ampel mendapatkan pendidikan dari Syaikh Maulana

Asmarakandi. Dengan demikian ia menganut paham sunni, baik dalam bidang syariat ataupun

dalam bidang tasawwuf.11

Beberapa versi menyatakan bahwa Sunan Ampel masuk ke pulau Jawa pada tahun 1443

M bersama Sayid Ali Murtadho, sang adik. Tahun 1440, sebelum ke Jawa, mereka singgah dulu

di Palembang.12 Ia di Palembang selama dua bulan kemudian berlayar ke majapahit (dalam

rangka berdakwah dan silaturrahmi pada bibinya). Setelah dari Majapahit ia menetap di Ampel

8 http://www.pakdenono.com. 2 mei 2008 9 Ibid. 10 Budiono Hadi Sutrisno, Sejarah Wali Songo; Misi Pengislaman di Tanah Jawa, hal. 25 11 Widji Saksono, Mengislamkan Tanah Jawa, hal. 68 12 http://www.pakdenono.com . 2 mei 2008

Page 5: Walisongo oleh M. Syafi'i WS Al-Lamunjani (Makalah 2008)

Denta. Sunan Ampel diperkirakan wafat pada tahun 1481 M dalam keadaan sujud13 dan

dimakamkan di sebelah barat Masjid Ampel, Surabaya.

3. Sunan Giri

Sunan Giri memiliki nama kecil Jaka Samudra. Sebuah nama yang dikaitkan dengan

masa kecilnya yang pernah dibuang oleh keluarga ibunya ke laut. Raden Paku kemudian

dipungut anak oleh seorang janda kaya raya, nyai Gedeh Pinatih. Menjelang dewasa beliau

berguru pada Sunan Ampel. Ada juga yang menyebutnyaRaden Paku, gelar yang deberikan oleh

Sunan Ampel. Ia juga mendapatkan gelar Ainul Yakin, karena ia sudah sampai pada tingkat ilmu

ladunni.

Sunan Giri lahir di Blambangan (kini Banyuwangi). Ayahnya adalah Syekh Ya’qub bin

Maulana Ishak.14 Ibunya bernama Sekardadu, putri raja Blambangan, Prabu Minak Sembayu.15

Beliau wafat pada tahun 1506 M,16 dalam usia 63 tahun.

Selain menuntut ilmu di Ampel, tempat dimana Raden Fatah, Sunan Bonang dan Sunan

Derajat belajar beliau juga berkelana ke Pasai, yang ketika itu tempat berkembangnya ilmu

keimanan dan tasawwuf.17 Setelah merasa cukup ilmu, ia membuka pesantren di daerah

perbukitan Desa Sidomukti, Selatan Gresik. Dalam bahasa Jawa, bukit adalah "giri". Maka ia

dijuluki Sunan Giri.

Pesantren itupun berkembang menjadi salah satu pusat kekuasaan yang disebut Giri

Kedaton. Sebagai pemimpin pemerintahan, Sunan Giri juga disebut sebagai Prabu Satmata.18 Giri

Kedaton bertahan hingga 200 tahun. Salah seorang penerusnya, Pangeran Singosari, dikenal

sebagai tokoh paling gigih menentang kolusi VOC dan Amangkurat II pada Abad 18.

13 Budiono Hadi Sutrisno, Sejarah Wali Songo; Misi Pengislaman di Tanah Jawa, hal. 45 14 Widji Saksono, Mengislamkan Tanah Jawa, hal. 35 15 Budiono Hadi Sutrisno, Sejarah Wali Songo; Misi Pengislaman di Tanah Jawa. hal. 91 16 TIM UIN Syarif Hidayatullah, 2005, Ensiklopedi Islam (Jakrata: Ichtiar Baru Van Hoeve) hal. 249 17 Ibid. 18 http://www.pakdenono.com . 2 mei 2008

Page 6: Walisongo oleh M. Syafi'i WS Al-Lamunjani (Makalah 2008)

4. Sunan Bonang

Sunan Bonang diperkirakan lahir pada tahun 1465 M dan wafat pada tahun 1525.19

Beliau anak Sunan Ampel, yang berarti juga cucu Maulana Malik Ibrahim. Nama lain Sunan

Bonang adalah Raden Makdum Ibrahim. Ia lahir dari seorang perempuan bernama Nyi Ageng

Manila, puteri seorang Adipati Tuban sekaligus saudara sepupu sunan Kalijaga.

Selain belajar pada ayahnya, Sunan Bonang juga mempalajari Islam di Pasai, Aceh. Di

sana ia belajar pada Syekh Awwalul Islam (Maulana Ishak). Bersama dengan Sunan Giri, beliau

juga banyak belajar pada sejumlah ulama’ besar di Pasai.20 Kemudian ia mendirikan pesantren di

Tuban. Santri-santri yang menjadi meridnya berdatangan dari berbagai daerah Nusantara.21

Sunan bonang wafat di Pulau Bawehan pada tahun 1525 M. Ada perebutan mayat

Sunan Bonang antara warga Bawehan dan Tuban. Warga Bawehan menginginkan Sunan Bonang

dimakamkan di Bawehan, akan tetapi warga Tuban tidak terima. Akhirnya para santri Bonang

Tuban mencuri mayat Sunan Bonang. Anehnya janazah Sunan Bonang masih ada, walaupun

sudah dibawah oleh para santri bonang. Karenanya sampai kini diyakini, bahwa makam Sunan

Bonang ada dua, satu di Pulau Bawehan dan satunya di barat Masjid Agung Tuban.22

Sunan Bonang adalah wali yang sangat berjasa yang mengubah jalan hidup Raden

Syahid (Sunan Kalijaga) dari lingkungan hidup yang salah menuju jalan yang benar. Sehingga

Raden Syahid yang semula terkenal sebagai penjahat besar, dinobatkan menjadi wali yang sangat

masyhur.

5. Sunan Kalijaga

Sunan Kalijaga sangat terkenal di kalangan masyarakat. Ini disebabkan karena ia adalah

wali berjiwa besar, memasyarakat, berpandangan jauh, berpikiran tajam, intelek, sakti

mandraguna. Di samping itu ia juga sebagai pengasuh para raja dan terkenal sebagai budayawan

yang santun dan seniman wayang yang hebat.

Nama aslinya adalah Raden Syahid. Ia juga memiliki sejumlah nama panggilan seperti

Lokajaya, Syekh Malaya, Pangeran Tuban atau Raden Abdurrahman.Terdapat beragam versi

19 Widji Saksono, Mengislamkan Tanah Jawa, hal. 29-30 20 Budiono Hadi Sutrisno, Sejarah Wali Songo; Misi Pengislaman di Tanah Jawa. hal. 50 21 TIM UIN Syarif Hidayatullah, Ensiklopedi Islam, hal. 248 22 Budiono Hadi Sutrisno, Sejarah Wali Songo; Misi Pengislaman di Tanah Jawa. hal. 68

Page 7: Walisongo oleh M. Syafi'i WS Al-Lamunjani (Makalah 2008)

menyangkut asal-usul nama Kalijaga yang disandangnya.23 Ayahnya bernama Raden Sahur

Tumenggung Wilatikta (keturunana Ranggalawe) yang menjadi Adipati Tuban, sedangkan

ibunya bernama Dewi Nawang Rum.

Ia diperkirakan lahir pada tahun 1430-an. Ini dihitung dari pernikahannya dengan putri

sunan Ampel. Ketika itu ia berumur kurang lebih 20 tahun sedangkan Suanan Ampel berumur

kurang lebih 50 tahun,24 dan wafatnya tidak diketahui secara jelas kecuali ia dimakamkan di

Kadilangu dekat Demak. Ia mengalami zaman Demak, Pajang bahkan sampai awal Zaman

Mataram (dibawah pimpinan Panembahan Senopati).25 Masa hidup Sunan Kalijaga diperkirakan

mencapai lebih dari 150 tahun.

Selain menikah dengan anak Sunan Ampel, Sunan Kalijaga juga menikah dengan

Retna Siti Jenab, saudara perempuan Sunan Gunung Jati. Dari perkawinan ini lahirlah Pangeran

Pengging yang menganut ajaran Siti Jenar.26

Adapun pendidikannya, mula-mula berguru pada Sunan Bonang. Disebutkan dalam

lieteratur Jawa, ia juga berguru pada para wali di Jawa dan juga para ulama’ luar Jawa, seperti

Syaikh Sutabris di Pulau Upih (Malaka) dan Dara Petak di Palembang, sehingga ia dikenal

sebagai wali yang sangat pandai dan tersohor.27 Bahkan Tanojo mengatakan, ia juga berguru pada

Nabi Hidhir.28

Bisa dikatakan, bahwa Sunan Kalijaga adalah wali yang paling panjang umurnya dan

terpopuler di tanah Jawa. Ini terbukti dari anggapan masyarakat yang hingga kini masih

berkembang, bahwa dialah wali pelindung kerajaan Surakarata dan Yogyakarta. Bahkan orang

Jawa menganggap sebagai guru agung dan suci.

6. Sunan Derajat

Sunan Derajat lahir pada tahun 1470 M. Nama aslinya adalah Raden Qasim atau

Syarifuddin. Ia adalah anak Sunan Ampel dari istri Dewi Candarwati (Nyai Ageng Manila). Ia

mempunyai enam saudara seayah dan seibu, diantaranya Raden Maulana Malik Ibrahim (Sunan

23 http://www.pakdenono.com . 2 mei 2008 24 Budiono Hadi Sutrisno, Sejarah Wali Songo; Misi Pengislaman di Tanah Jawa. hal. 175 25 Widji Saksono, Mengislamkan Tanah Jawa, hal. 31 26 Ibid., hal. 33 27 Ibid., hal. 70 28 Tanojo, t.t, Wala Sanga; Babad Djati (Surabaya: Trimurti), hal. 94

Page 8: Walisongo oleh M. Syafi'i WS Al-Lamunjani (Makalah 2008)

Bonang). Di samping itu ia mempunyai saudara seayah lain ibu, yaitu Dewi Murtasiyah (istri

Raden Fattah) dan Dewi Muratsimah (istri Sunan Giri). Istri beliau adalah putri Sunan Gunung

Jati.29 Dalam beberapa naskah sejarah, ia menikahi tiga perempuan. Setelah menikah dengan

Kemuning, ketika menetap di Derajat beliau menikah dengan Ratna Ayu Candra sekar, putri

Adipati Kediri Raden Surya dilaga. Menurut Babad Cirebo, istri yang pertama adalah Dewi

Sufiyah, putri Sunan Gunung Jati.30

Raden Qasim menghabiskan masa kanak-kanak dan remajanya untuk belajar di

kampung halamannya di Ampel denta. Setelah dewasa beliau mendapat tugas pertama kali dari

ayahnya untuk berdakwah ke pesisir Gresik melalui laut. Namun perahunya pecah dan terdampar

di Dusun Jelak, pesisir Banjarwati atau Lamongan.

Sunan Derajat disambut oleh Mbah Mayang Madu. Ini terjadi pada tahun 1485 M. Ia

kemudian menetap di jelak dan menikah dengan kemuning, putri Mbah Mayang Madu . Disinilah

ia mendirikan pesantren tempat mengaji ratusan penduduk. Selang tiga tahun ia pindah keselatan,

sekitar satu kilu meter dari jelak, ketempat yang lebih tinggi agar terbebas dari banjir. Namun ia

masih menganggap tempat ini belum strategis sebagai pusat dakwah islam. Atas petunjuk Sunan

Giri, beliau menempati sisi perbukitan selatan, yang dinamai Dalem duwer. Ia menghabiskan sisa

hidupnya disini hingga wafat pada tahun 1522.31

Dalam Ensiklopedi Islam dikatakan, bahwa Sunan Drajat meninggal di sedayu Gresik

dan dimakamkan di sana. Akan tetapi menurut hemat penulis, ia wafat di Dalem Duwer

Lamongan, sebagaimana yang dikatakan oleh Budiono.

7. Sunan Kudus

Nama kecilnya Jakfar Shadiq, tetapi sewaktu kecil dipanggil Raden Undung. Kadang-

kadang ia dipanggil Raden Amir Haji. Ia adalah putra Raden Usman Haji yang menyiarkan Islam

didaerah Cipang Pancolan, Blora. Ia juga masih mempunyai hubungan keturunan Rasulullah. Ia

wafat pada tahun 1550 M 32 dan dimakamkan di Kudus. Raden Usman Haji adalah Sunan

29 TIM UIN Syarif Hidayatullah, Ensiklopedi Islam, hal. 250 30 Budiono Hadi Sutrisno, Sejarah Wali Songo; Misi Pengislaman di Tanah Jawa. hal. 75 31 Ibid., hal.72-73 32 TIM UIN Syarif Hidayatullah, Ensiklopedi Islam, hal..251

Page 9: Walisongo oleh M. Syafi'i WS Al-Lamunjani (Makalah 2008)

ngudung bin Khalifah kusen bin Maulana Ishaq. Dalam kitab Walisana disebutkan bahwa ia

adalah cucu Maulana Ishaq, sebagaimana Sunan Gunung Jati dan Sunan Giri.33

Pendidikan Sunan Qudus diperoleh dari ayahnya dan juga para ulama’ di Nusantara.

Diriwayatkan, ia juga pernah berguru pada Sunan Kalijaga. Ia mendapatkan gelar Sunan Qudus,

karena memilih tinggal di Qudus dan menyebarkan agama di sana. Ia adalah seorang yang gagah

berani, sifat yang harus dimiliki oleh seorang panglima perang. Terbukti antara lain, ia

menggantikan ayahnya yang terbunuh ketika menjabat sebagai panglima perang.

Ia memiliki keahlian khusus dalam bidang ilmu agama, terutama dalam ilmu fiqih, usul

fiqih, tauhid, hadits, tafsir dan logika. Karena itulah ia mendapatkan gelar waliyyul ‘ilmi.34

8. Sunan Muria

Nama aslinya adalah Raden Umar Said, sedangkan nama kecilnya adalah Raden

Purwoto. Namun ia lebih dikenal dengan Sunan Muria, karena pusat kegiatan da’wahnya dan

makamnya terletak di gunung Muria (18 km di sebelah utara Kudus sekarang). Ia hidup pada

abad 15-1635

Ia adalah putra Sunan Kalijaga dengan Dewi Sarah. Berdasarkan penelusuran A.M

Noertjahja dan solihin, pernikahan Sunan Kalijaga dengan Dewi Sarah mempunyai tiga anak,

yakni Sunan Muria, Dewi Rukyah dan Dewi Sofiyah.36 Sedangkan Slamet Mujiano mengatakan

bahwa ayah Sunan Muria adalah Kapitan Tiongha Gan Sie Cang. Tetapi mayoritas ahli Sejarah.

Berpendapat ia adalah putra Sunan Kalijaga.

Di samping belajar pada ulama’ di Jawa, ia juga banyak menimba ilmu pada ayahnya.

Yang demikian dapat dilihat dari Gaya dakwah Sunan Muria banyak mengambil cara ayahnya,

Sunan Kalijaga. Namun berbeda dengan sang ayah, Sunan Muria lebih suka berdakwah bagi

kaum rakyat jelata ketimbang kaum bangsawan yang jauh dari pusat kota dalam menyebarkan

agama Islam.37

33 Widji Saksono, Mengislamkan Tanah Jawa, hal. 34 34 Ibid. 35 Ibid. 36 Budiono Hadi Sutrisno, Sejarah Wali Songo; Misi Pengislaman di Tanah Jawa. hal. 135 37 Ibid., hal. 136

Page 10: Walisongo oleh M. Syafi'i WS Al-Lamunjani (Makalah 2008)

9. Sunan Gunung Jati

Nama lainnnya adalah Syarif Hidayatullah, Fatahillah, Falatehan, Said Kamil dan

Maulana Syekh Makdum Rahmatullah.38 Lahir (di Pasai) pada tahun 1448 M dan wafat pada

tahun 1570 M. Ia adalah pendiri Kesultananan Cirebon dan kemudian juga Banten. Melalui

tangan raja-raja Banten inilah Pajajajaran ditaklukan. Sunan Gunung Jati mendapatkan Gelar

Raja Pandita, karena kedudukannya sebagai raja sekaligus ulama’. 39

Asal-usul Sunan Gunung Jati bisa dikatakan simpang siur. Dalam sejarah Banten

disebutkan bahwa kehadirannya bukanlah menurut garis tabiat. Ia ditemukan oleh penduduk

Pasai di dasar laut, ini semua karena didasarkan oleh sebuah mimpi. Untuk kepentingan

pendidikannya, ia hijrah ke Cirebon dan akhirnya menetap di sana. Ada juga yang mengatakan

bahwa ia adalah putra seorang Pembesar dari Arab dan ibunya putri Raja Pajajaran.40

Akan tetapi dalam catatan Menurut Sunan Giri II dalam karyanya Wali Sana,

sebagaimana yang dikutip oleh Widji, ia adalah Syaikh Zayn bin Sayyid Es Raden Suta Maharja

bin Syekh Maulana Ishaq.41

Kemungkinan pendapat yang mengatakan, bahwa ia adalah putra seorang Pembesar dari

Arab dan ibunya putri Raja Pajajaran ada tendensi membelokkan perhatian tentang cerita ini,

karena disebabkan oleh keabsahan hak Tahta Sunan Gunung Jati Sebagai Raja di Cirebon.

Dalam pendidikan ia belajar pada Maulana Ishak di Pasai. Dan pernah bermukim di

Makkah kurang lebih tiga tahun untuk belajar ilmu agama.42 Ia dikenal menguasai ilmu yang

terkandung dalam kitab Syaikh Arki (Kumpulan syair-syair al-Iraqi).

Skema Silsilah Walisongo

Dari hasil pengamatan dari beberapa literatur, penulis menyimpulkan asal-usul walisongo yang

tertera dalam skema sebagai berikut:

38 Ibid., hal. 159. 39 TIM UIN Syarif Hidayatullah, Ensiklopedi Islam, hal..252 40 http://www.pakdenono.com . 2 mei 2008 41 Ibid., hal. 37 42 Widji Saksono, Mengislamkan Tanah Jawa, hal.

Page 11: Walisongo oleh M. Syafi'i WS Al-Lamunjani (Makalah 2008)

Syaikh Maulana Ishak* Sunan Maulana Malik Ibrahim (w.1419 M)

Syaikh Ya’Qub Sayyid Es Khalif Kusen Sunan Ampel (lhr.1401 M dan w.1481 M) R. Usman Haji (Sunan Ngudung ) Sunan Giri Sunan Gunung Jati Sunan Qudus Sunan Bonang Sunan Derajat (w.1506 M) (lhr.1448 M dan w.1570 M) (w.1550 M) (lhr.1465 M. w.1525 M) (lhr.1470 M dan w.1522 M) Sunan Kalijaga** (lhr. Pertengahan abad XV) Sunan Muria (lhr. Awal abad XVI) * Syaikh Maulana Ishak menikah dengan adik Sunan Maulana Malik Ibrahim

** Hububungan Sunan Kalijaga dengan Sunan Ampel adalah mertua. Begitu juga dengan Sunan Gunung Jati adalah

mertuanya. Sedangkan Sonan Bonang Adalah Gurunya.

D. KIPRAH WALISONGO DALAM DAKWAH, PERADABAN DAN KEBUDAYAAN

ISLAM

Walisongo adalah para intelektual yang menjadi pembaharu masyarakat pada masanya.

Mereka mengenalkan berbagai bentuk peradaban baru: mulai dari kesehatan, bercocok tanam,

niaga, peradaban, kebudayaan, kesenian dan kemasyarakatan hingga pemerintahan. Mereka telah

berhasil merubah era Budha-Hindu yang telah memegang peranan penting belasan abad di atas

panggung sejarah dan kebudayaan Indonesia.

Corak pemikiran dan praktik tasawwuf mereka adalah tasawwuf sunni al-Ghazali. Para

wali sering menjadikan karya-karya Imam Ghazali sebagai landasan dasar pengajaran mereka.43

Kecuali Sunan Gunung Jati yang disebut-sebut sebagai Syi’ah Zaidiyah.44

Salah satu keunggulan mereka adalah keteladanan dalam menyebarkan Islam.

Keunggulan yang lain boleh jadi karena kekuatan supranatural dalam sepak terjang mereka,

sehingga apabila mereka berdo’a dikabulkan Allah.45

43 Muhammad Shalihin, 2005, Melacak Pemikiran Tasawwuf (Jakarta: RajaGrafindo Persada), hal. 131 44 Widji Saksono,1995, Mengislamkan Tanah Jawa, hal. 231

Page 12: Walisongo oleh M. Syafi'i WS Al-Lamunjani (Makalah 2008)

1. Maulana Malik Ibrahim

Di Campa pada tahun 1379 M. Sunan Malik mencoba membujuk Prabu Kiyan Raja

Campa untuk masuk agama Islam. Raja menuruti ajakan Sunan karena pada saat itu di Campa

juga sudah banyak yang memeluk Islam. Raja Campa memiliki dua putri dan satu putra. Putri

pertama menikah dengan Prabu Brawijaya Majapahit sedangkan putri yang kedua Ratna Diyah

Siti Asmara dinikahkan dengan Sunan Malik Ibrahim.46

Pada tahun 1392 M. Sunan Malik berdakwah ke Gresik. Aktivitas pertama yang

dilakukannya ketika itu adalah berdagang dengan cara membuka warung. Warung itu

menyediakan kebutuhan pokok dengan harga murah. Selain itu secara khusus Sunan Malik

Ibrahim juga menyediakan diri untuk mengobati masyarakat secara gratis. Ia juga mengajarkan

cara-cara baru bercocok tanam. Ia merangkul masyarakat bawah-kasta yang disisihkan dalam

Hindu. Maka sempurnalah misi pertamanya, yaitu mencari tempat di hati masyarakat sekitar yang

ketika itu tengah dilanda krisis ekonomi dan perang saudara.

Kemudian Maulana Malik Ibrahim merasa perlu mendirikan bangunan untuk menimba

ilmu bersama. Model seperti inilah kemudian dikenal sebagai pesantren. Dalam menagajarkan

ilmu, Sunan Malik mempunyai kebiasaan khas dengan meletakkan kitabnya di atas bantal.

Karena itu dia kemudian dijuluki kakek bantal.47

Meskipun pengikutnya sudah banyak, namun Sunan Malik belum merasa puas kalau

belum bisa mengislamkan Raja Majapahit. Pada waktu itu Gresik di bawah kekuasaan Majapahit

dan rakyatnya beragama Hindu-Budha. Ia sangat paham kultur Jawa yang selalu merujuk

keteladanan dan prilaku Raja. Karena itu mengislamkan Raja merupakan aktivitas dakwah yang

strategis.48 Dalam usaha mengislamkan Raja ini gagal, namun Sunan Malik tidak patah hati

dengan kegagalan misi tersebut. Ia terus menjalankan misi dakwahnya hingga wafat pada tahun

1419 M.49 Makamnya kini terdapat di kampung Gapura, Gresik, Jawa Timur.

2. Sunan Ampel

Ketika Kesultanan Demak (25 kilometer arah selatan kota Kudus) hendak didirikan,

Sunan Ampel turut membidani lahirnya kerajaan Islam pertama di Jawa itu. Ia pula yang

45 Alwi Shihab, 2001, Islam Sufistik (Bandung: Mizan), hal. 39 46 Tanojo, t.t., Suluk Wali Songo (Surabaya: Trimurti), hal. 6 47 Muhammad Rahimsyah, 2002, Sejarah Lengkap Wali Songo (Surabaya: Amanah), hal. 16 48 Ibid, hal. 17 49 Budiono Hadi Sutrisno, Sejarah Wali Songo; Misi Pengislaman di Tanah Jawa. hal. 22

Page 13: Walisongo oleh M. Syafi'i WS Al-Lamunjani (Makalah 2008)

menunjuk muridnya Raden Fatah, putra dari Prabu Brawijaya V Raja Majapahit, untuk menjadi

Sultan Demak tahun 1475 M. Beliau juga berperan aktif dalam mendirikan masjid Demak pada

tahun 1479 M. Sepeninggal Sunan Maualana Malik Ibrahim, ia dianggkat menjadi sesepuh para

Wali.

Sunan Ampel mengajak Prabu Angkawijaya Raja Majapahit untuk masuk Islam, akan

tetapi ia menolak untuk memeluk agama Islam. Meskipun demikian, dengan hormat Raja

memberi hadiah tanah di Ampel pada Sunan Ampel dan 300 keluarga untuk menemani bermukim

di sana.50 Mula-mula ia merangkul masyarakat sekitarnya dengan membagi-bagikan kipas pada

penduduk. Mereka cukup mengucapkan syahadat untuk mengambilnya.51

Di Ampel Denta ia membangun masjid dan pondok pesantren mengikuti jejak ayahnya.

Format pesantrennya mirip dengan kosep biara yang sudah dikenal di Jawa. Pada pertengahan

Abad 15, pesantren tersebut menjadi sentral pendidikan yang sangat berpengaruh di wilayah

Nusantara bahkan mancanegara. Di antara para santrinya adalah Sunan Giri dan Raden Fatah.

Para santrinya kemudian disebarnya untuk berdakwah ke berbagai pelosok Jawa dan Madura.

Sunan Ampel juga dikenal masyarakat memiliki kepekaan adaptasi. Caranya

menenamkan akidah syariat sangat memperhatikan kondisi masyarakat. Kata “shalat” diganti

dengan “sembahyang” (asalnya sembah dan hyang). Tempat ibadah tidak dinamai mushalla tapi

langgar mirip ka sanggar. Penuntut ilmu disebut santri berasal dari shatri (orang yang tahu buku

suci agama hindu.52 Pada para santrinya, ia menekankan pada penanaman akidah dan ibadah.

Ajarannya yang terkenal adalah falsafah "Mo Limo", maksudnya moh main, moh

ngombe, moh maling, moh madat, moh madon (tidak berjudi, tidak minum minuman keras, tidak

mencuri, tidak menggunakan nyandu, dan tidak berzina).53 Beliau memeang terkenal sebagai

orator ulung, di antara nasihatnya yang sangat berharga yaitu:

Yen siro kasinungan ngelmu kang marakake akeh wong seneng, ojo siro malah rumangso

pinter jalaran menowo Gusti mundut bali ngelmu kang marakake siro kaloka iku, siro ugo

banjur koyo wong sejene, malah biso aji godhong jati aking (jika engkau memiliki ilmu yang

menyebabkan banyak orang suka padamu, janganlah engkau merasa paling pandai. Sebab

kalu Tuhan mengambil kembali ilmu yang menyebabkan engkau tersohor itu, maka engkau

50 Ibid., hal. 31 51 Asrari S. Karni, 2001, Menebar Islam Ditopang Mahapahit (Surabaya: Gatra), hal. 28 52 Budiono Hadi Sutrisno, Sejarah Wali Songo; Misi Pengislaman di Tanah Jawa. hal. 28 53 http://www.pakdenono.com . 2 mei 2008

Page 14: Walisongo oleh M. Syafi'i WS Al-Lamunjani (Makalah 2008)

menjadi tidak berbeda seperti yang lain. Bahkan nilainya menjadi di bawah nilai jati yang

sudah kering.

Sing sopo gelem gawe seneng marang liyan, iku bakal oleh wales kang luweh gedhe

ketimbang opo kang wis ditindakake (Barang siapa yang membuat senag orang lain, ia akan

mendapatkan balasan yang lebih banyak daripada yang ia lakukan.54

Sunan Ampel sangat memperhatikan kaderisasi dalam berdakwah. Ini terbukti dari anak

kandungnya dan para santrinya menjadi para tokoh Islam yang terkemuka. Merekalah nanti yang

meneruskan perjuangan dakwah untuk menegekkan panji-panji Islam.

3. Sunan Giri

Seperti halnya guru Sunan Giri, ia juga berdakwah melalui pesantren. Di sebuah

perbukitan di desa Sidomukti, Kebomas beliau mendirikan Pesantren. Sejak itulah ia dikenal

sebagai Sunan Giri. Dalam bahasa Sansekerta, “Giri” berarti gunung. Pesantern ini sangat

terkenal ke seluruh plosok Nusantara. Walaupun yang tertinggal kini hanya peninggalan situs

kedaton, sekitar satu kilo meter dari makam Sunan Giri, namun jejak dakwanya sampai kini

masih membekas di hati masyarakat. Di situs ini terdapat mushalla berukuran 6x5 meter.

Para santri pesantren Giri juga dikenal sebagai penyebar Islam yang gigih. Melalui santri-

santrinya ia menyebarkan Islam ke berbagai pulau, seperti Bawean, Kangean, Madura, Ternate,

hingga Nusa Tenggara. Penyebar Islam ke Sulawesi Selatan, Datuk Ribandang dan dua

sahabatnya, adalah murid Sunan Giri yang berasal dari Minangkabau.55

Di samping itu, ia berdakwah melalui jalur politik dan budaya. Ia menciptakan karya

seni budaya yang luar biasa. Permainan anak seperti Jelungan, Jamuran dan cublak suweng.

Demikian pula karyanya adalah Gending Asmaradana dan Pucung. Selain itu, Sunan Giri juga

sering berpesan pada santri-santrinya:56

Kahanan ndonyo ora langgeng, mulo ojo ngagungake kesugihan lan derajatiro. Awit

sumongso ono wolak walik ing zaman ora ngisin-ngisini (Keadaan dunia ini tidak abadi, oleh

karena itu jangan mengagung-agungkan kekayaan. Sebab bila sewaktu-waktu ada perubahan

pada zaman tidak akan memalukan).

54 Budiono Hadi Sutrisno, Sejarah Wali Songo; Misi Pengislaman di Tanah Jawa. hal. 30-31 55 http://www.pakdenono.com . 2 mei 2008 56 Budiono Hadi Sutrisno, Sejarah Wali Songo; Misi Pengislaman di Tanah Jawa. hal. 96-97

Page 15: Walisongo oleh M. Syafi'i WS Al-Lamunjani (Makalah 2008)

Kahanan kang ono iki ora suwe, mesthi ngalami owah gingsir, mulo ojo lali marang

sapodho-podhoning tumitah (Keadaan yang ada ini tidak lama pasti mengalami perubahan.

Oleh karena itu jangan melupakan sesama hidup).

Ia juga ahli politik dan tatanegara. Pandangan politiknya banyak dijadikan rujukan. Ia

juga pernah menyusun ketataprajaan dan pedoman tata cara di Keraton. Pada tahun 1478 M,

Kerajaan Majapahit runtuh. Para Wali merumuskan perlunya didirikan sebuah Kerajaan yang

melindungi Islam dan mendakwahkan Islam. Setelah dimusyawarahkan, maka Bintorolah sebagai

pusatnya. Sunan Giri dipercaya untuk meletakkan dasar-dasar Kerajaan perintisan. Selama 40

hari Sunan Giri memangku jabatan tersebut. Kemudian jabatan tersebut diserahkan pada Raden

Fattah, putra Raja Majapahit, Brawijaya Kertabumi. Sejak itulah kerajaan Demak Bintoro berdiri.

Sedangkan Sunan Giri kembali ke Kedaton Giri yang didirikannya sejak tahun 1470. Ia juga

mendapatkan gelar Prabu Satmata, ini atas usulan Suanan Kalijaga pada tahun 1487.57 Dalam

keagamaan, ia dikenal karena pengetahuannya yang luas dalam ilmu fikih. Orang-orang pun

menyebutnya sebagai Sultan Abdul Faqih.

Ia diyakini sebagai tokoh fikih dan menguasai ilmu falak (perbintangan Catatan

Portugis dan Belanda di Ambon menyebut, Sunan Giri (dan pelanjutnya) sama dengan Paus di

Roma yang memberkati para kepala Negeri sebelum naik takhta. Termasuk di dalamnya para

Sultan Islam di Maluku, Hitu dan Ternate. Dengan demikian, Giri merupakan wujud lembaga

kekuasaan tersendiri, meski lebih sebagai lembaga berwenang dalam soal keagamaan saja.

4. Sunan Bonang

Sunan Bonang mengembangkan ajaran Islam di Pesisir Utara Jawa Timur. Ia

menyesuaikan dengan corak kebudayaan masyarakat Jawa.58

Sunan Bonang juga mendirikan Pesantren di Bonang. Santri-sntri yang menjadi

meridnya juga berdatangan dari berbagai daerah Nusantara. Ia termasuk wali yang sukses dalam

menyiarkan agama Islam. Ajarannya disampaikan dengan pesan-pesan simbolik yang harus

ditafsirkan dengan jernih.

Dalam bidang sastra, peradaban dan kebudayaan sumbangannya antara lain: a). dakwah

melalui pewayangan, b) ikut mendirikan Masjid Demak, c) menyempurnakan instrumen gamelan,

terutama bonang, kenong dan kempul. Sedangkan karyanya yang sangat populer hingga kini

57 Ibid., hal. 92-93 58 Muhammad Shalihin, Melacak Pemikiran Tasawwuf, hal. 121

Page 16: Walisongo oleh M. Syafi'i WS Al-Lamunjani (Makalah 2008)

adalah ajaran yang memiliki butir lima dalam kehidupan pesantren. Kelima butir syair itu adalah:

Tombo ati iku limo sak wernane, moco al-Qur’an angen-angen sak maknane, kaping pindho

shalat wengi lakonono, kaping telu wong kang sholeh kumpulono, kaping papat kudu weteng

engkang luweh, kaping limo dziker wengi ingkang suwe. Salah saijine sopo iso ngelakoni,

insyaallah taala ngijabahi.59

Sunan Bonang juga memberikan wejangan secara mendalam pada Raden Fattah, putra

Raja Majapahit Prabu Brawijaya V. Catatan-catatan pengajaran tersebut tertuang dalam “Suluk

Sunan Bonang” atau “Primbon Sunan Bonang”.

5. Sunan Kalijaga

Cara dakwah Sunan Kalijaga bisa dianggap berbeda dengan methode dakwah Wali lain.

Ia dengan berani memadukan dakwah dengan seni budaya yang mengakar di masyarakat.

Misalnya lewat wayang, gamelan, tembang, ukir, sesaji dan batik yang sangat populer pada saat

itu.

Sesunggauhnya metode yang dilakukan Sunan Kalijaga ini pernah ditolak halus oleh

Sunan Ampel. Sunan Ampel mengatakan, “Apakah tidak khawatir kelak adat ini akan dianggap

berasal dari Islam? Nanti Islam bisa bid’ah dan tidak murni lagi.” Pandangan Suanan Ampel ini

didukung oleh Sunan Giri dan Sunan Derajat. Sementara sunan Bonang dan Sunan Kudus

Menyetujui metode dakwah Sunan Kalijaga. Sunan Kudus membuat dua kategori: adat yang bisa

dimasuki Islam dan adat yang tidak bisa sama sekali dimasuki.60 Meski demikian, perbedaan

tersebut tidak mengganggu hubungan silaturrahmi para wali.

Sunan Kalijaga merubah beberapa lakon wayang. Diantaranya yang terkenal adalah

lakon Jimat kalimat sodo (tidak lain adalah perlambang kalimat syahadat), dewa Ruci (Nabi

Khidir), dan Petruk dadi Ratu. Dengan lakon-lakon ini sunan Kalijaga mengajak masyarakat,

baik di pedesaan atau kota untuk mengucapkan syahadat. Ia berkeliling ke penjuru pelosok

Nusantara, bahakan menurut catatan Husein Jayadiningrat Sunan Kalijaga juga pernah sampai ke

Bumi Sriwijaya. Dalam Babad Cirebon juga tercatat, bahwa Sunan Kalijaga tiba di kawasan

Cirebon setelah berdakwa dari Palembang.61

59 Budiono Hadi Sutrisno, Sejarah Wali Songo; Misi Pengislaman di Tanah Jawa. hal. 47 60 Ibid., hal. 30 61 Ibid., hal. 181-182

Page 17: Walisongo oleh M. Syafi'i WS Al-Lamunjani (Makalah 2008)

Daerah dakwah Sunan Kalijaga tidak terbatas, bahkan sebagai muballigh ia keliling dari

satu daerah ke daerah lain. Karena sistem dakwahnya yang intelek dan aktual, para bangsawan

dan cendikiawan sangan simpati terhadapnya, demikian juga masyarakat awam hingga para

penguasa. Dalam pemerintahan Demak, di samping sebagai ulama’ dan juru dakwah, ia juga

sebagai penasihat Kesultananan Demak Bintoro.62

Sunan Kalijaga adalah seorang sufi yang negarawan. Ajaran-ajarannya diikuti oleh para

penguasa kala itu. Diantara ajarannya adalah:

Ojo seneng yen dadi penguwoso, serik yen ora dadi pengioso, jalaran kuwi bakal ono

bebendune dhewe dhewe (jangan hanya senang ketika sedang menjadi penguasa, sakit hati

kalau sedang tidak menjadi penguasa, sebab hal itu akan ada akibatnya sendiri-sendiri.

Ojo mung kepingin menan dhewe kang biso marakake crahing negoro lan bongso, kudhu

seneng rerembugan njogo ketentreman lahir-bathin (jangan hanya ingin menang sendiri yang

dapat menyebabkan perpecahan negara dan bangsa, melainkan harus senang bermusyawarah

demi menjaga ketentraman lahir dan batin)63

Ilir-ilir, ilir-ilir tandure wes sumilir, tak ijo royo-royo tak sengguh temanten anyar, bocah

angon penekno blimbing kuwi, lunyu-lunyu kok penekno kanggo masuh dodo tiro, dodotiro

kumitir bedhah ing pinggir, dondomono jrumatono kanggoh sebo mengko sore, mumpung

padang rembulane mumpung jembar kalangane (ilir-ilir, ilir-ilir tanaman sudah bersemi,

tampak menghijau ibarat penganten baru, wahai pengembala panjatlah blimbing itu, meski

licin panjatlah untuk mencuci kain, kain yang sedang robek pinggirnya, jahitlah dan

tamballah untuk menghadap nanti sore, mumpung bulan terang dan lebar tempatnya).64

Sunan Kalijaga juga mengajarkan sikap nrimo ing pandum yang diurainya menjadi lima

sikap: 1) rilo, maksudnya tidak mengharapkan keuntungan dari pekerjaannya. Tidak merasa

mengeluh dan susah. Orang yang rela tidak memiliki keinginan akan penghormatan dan pujian,

2) nrimo, maksudnya dia tidak mengharapkan milik orang lain dan tidak iri dengki atas

kesenangan orang lain. Nrimo itu bukan berarti pemalas, tapi apa yang sudah dipegang disyukuri

dan tidak terlalu meriasaukan apa yang belum didapat, 3) temen, maksudnya setia pada

ucapannya dan memperjuangkan cita-cita dengan sungguh. Orang yang tidak menepati kata-

katanya sama dengan membohongi diri sendiri, 4) sabar, maksudnya berjiwa lapang seperti

62 TIM UIN Syarif Hidayatullah, Ensiklopedi Islam, hal 250 63 Budiono Hadi Sutrisno, Sejarah Wali Songo; Misi Pengislaman di Tanah Jawa. hal. 178 64 Ibid., hal. 184-185

Page 18: Walisongo oleh M. Syafi'i WS Al-Lamunjani (Makalah 2008)

lautan luas. Kuat imannya, luas pengetahuannya dan tidak picik pandangannya, dan 5) budi

luhur, maksudnya yang berhubungan dengan prilaku dan sifat sifat yang dimiliki oleh Tuhan,

seperti penyayang, pemurah, pemaaf dan lainnya.65

Kalau dilihat, ajaran ini bersumber dari ridha dan ikhlas (rilo), qana’ah (nrimo),

amanah (temen), shabr (sabar) dan akhlak al-karimah (budi luhur).

Peninggalan Sunan Kalijaga yang terkenal lainnya adalah sokoguru Masjid demak yang

terbuat dari tatal, Gamelan Nagawinaga, Gamelan Guntur Madu, Gamelan Nyai Sakati, Wayang

Kulit Purwa, Baju Taqwa, Tembang Dhandanggulo, kain batik motif Garuda, dan Syair-syair

pujian.

Dalam dakwah Sunan Kalijaga sangat toleran pada budaya lokal. Ia berpendapat bahwa

masyarakat akan menjauh jika diserang pendiriannya. Maka mereka harus didekati secara

bertahap: mengikuti sambil mempengaruhi. Metode dakwah tersebut sangat efektif. Sebagian

besar adipati di Jawa memeluk Islam melalui Sunan Kalijaga. Di antaranya adalah Adipati

Padamaran, Kartasura, Kebumen, Banyumas, serta Pajang (sekarang Kotagede-Yogya).

6. Dakwah Sunan Derajat

Hal yang paling menonjol dalam dakwah Sunan Derajat adalah perhatiannya yang

sangat serius pada masalah sosial. Ia terkenal mempunyai jiwa sosial dan tema-tema dakwahnya

selalu berorientasi pada kegotongroyongan. Ia selalu memberi pertolongan kepada umum,

menyantuni anak yatim dan fakir miskin sebagai suatu proyek sosial yang dianjurkan oleh

Islam.66

Sunan Derajat memperkenalkan konsep dakwah bil hikmah, dengan cara bijak tanpa

memaksa. Dalam menyampaikan dakwahnya beliau menempuh lima cara: 1) lewat pengajian

secara langsung di masjid atau langgar, 2) melalui penyelenggaraan pendidikan di Pesantren, 3)

memberikan fatwa dalam menyelesaikan suatu masalah, 3) melalui kesenian tradisional (beliau

sering berdakwah lewat tembang pangkur dengan iringan gamelan), dan 5) menyampaikan ajaran

agama melalui ritual adat tradisional sepanjang tidak bertentangan dengan ajaran Islam.67

65 Ibid., hal. 179-181 66 TIM UIN Syarif Hidayatullah, Ensiklopedi Islam, hal..252 67 Budiono Hadi Sutrisno, Sejarah Wali Songo; Misi Pengislaman di Tanah Jawa. hal. 74

Page 19: Walisongo oleh M. Syafi'i WS Al-Lamunjani (Makalah 2008)

Sedangkan ajaran-ajarannya yang sangat terkenal hingga kini adalah:68

Paring teken marang kang kalunyon lan wuto; paring pangan marang kang kaliren; paring

sandang marang kang kawudon; paring pangan payung marang kang kodanan (berikan

tongkat pada orang yang buta; berikan makan pada orang yang kelaparan; berikan pakaian

pada yang telanjang; dan berikan payung pada yang kehujanan).

Sing sopo seneng urip tetonggoan kelebu janma linuwih. Tonggo iku perlu dicedahki (barang

siapa yang senang hidup bertetangga itu tergolong orang yang arif. Tetangga iti perlu

didekati).

Sunan Derajat sangat memperhatikan masyarakat. Ia kerap mengitari perkampungan

pada malam hari. Penduduk merasa aman dan terlindungi dari gangguan, baik dari manusia jahat

ataupun makhluk halus.

Sunan Derajat selalu menyadarkan pada manusia dari ambisi jabatan dan kedudukan

yang hanya untuk berpoya-poya dan pemuasan nafsu semata serta pemuasan nafsu perut.69 Ia

juga menjadi juru bicara untuk membela rakyat yang tertindas ketika Majapahit terjadi krisis

ekonomi dan politik. Ia mengecam para elit politik waktu itu yang hanya mengejar kekuasaan

demi kenikmatan pribadi.

Sunan Derajat menghendaki keselarasan lahir batin, jasmani-rohani dan dunia-akhirat

supaya hidup jadi sejahtera. Hidup di dunia yang fana ini harus dipergunakan dengan sebaik-

baiknya untuk beramal shalih.

7. Suanan Kudus

Sunan Kudus mengundurkan diri dari Demak Bintoro karena keinginannya untuk hidup

merdeka dan membaktikan hidupnya untuk memperdalam ilmu ketuhanan serta menyebarkan

Islam. Dalam pengunduran dirinya ini sulit ditebak. Yang jelas ini terjadi beberapa tahun

sebulum 1549 M.

Sunan Kudus menyiarkan agam Islam di Kudus dan sekitarnya. Setelah jama’ahnya

makin banyak ia membangun masjid sebagai tempat ibadah dan pusat penyebaran agama. Tempat

68 Ibid., hal. 74-75 69 Sifuddin Zuhri, 1981, Sejarah Kebangkitan Islam dan Perkembangannya di Indonesia (Bandung: al-

Ma’arif), hal. 281

Page 20: Walisongo oleh M. Syafi'i WS Al-Lamunjani (Makalah 2008)

ibadah yang diyakini yang dibangun olehnya adalah Masjid Menara Kudus yang kini masih

berdiri. Menurut catatan sejarah, masjid ini didirikan pada tahun 1549 M.70

Dalam menyebarkan Islam, Sunan Kudus mengikuti metode Sunan Kalijaga, yakni tut

wuri handayani, maksudnya Sunan Kudus tidak melakukan perlawanan frontal, melainkan

mengarahkan masyarakat sedikit demi sedikit. Ia mendekati masyarakat Kudus dengan

memanfaatkan simbol-simbol Hindu dan Budha. Hal itu terlihat dari arsitektur masjid Kudus.

Bentuk menara, gerbang dan pancuran/padasan wudhu yang melambangkan delapan jalan Budha.

Sebuah wujud kompromi yang dilakukan Sunan Kudus. Sunan Kudus juga mencipatakan karya

sastra budaya, yaitu: Tembang Maskumambang dan Tembang Mijil.

8. Sunan Muria

Gaya dakwah Sunan Muria banyak mengambil cara ayahnya, Sunan Kalijaga. Namun

berbeda dengan sang ayah, Sunan Muria lebih suka berdakwah bagi kaum rakyat jelata

ketimbang kaum bangsawan yang jauh dari pusat kota dalam menyebarkan agama Islam. Di

samping berdakwah, ia bergaul dengan rakyat jelata sambil mengajarkan keterampilan-

keterampilan bercocok tanam, berdagang dan melaut. Ia menyebarkan Islam mulai lereng gunung

Muria, pelosok Pati, Kudus, Juana, sampai Pesisir Utara. Karena lebih suka berdakwah bagi

kaum rakyat jelata inilah yang menyebabkannya dikenal sebagai sunan yang berdakwah topo

ngeli (dengan menghanyutkan diri pada masyarakat).71

Sunan Muria seringkali dijadikan pula sebagai penengah dalam konflik internal di

Kesultanan Demak. Ia dikenal sebagai pribadi yang mampu memecahkan berbagai masalah.

Solusi pemecahannya pun selalu dapat diterima oleh semua pihak yang berseteru. Salah satu hasil

dakwahnya lewat seni adalah tembang Sinom dan Kinanti.72

Sedangkan ajaran-ajarannya yang sangat terkenal hingga kini adalah:73

Ora ono kesakten sing madhani papesthen, awit pepasthen iku wis ora ono sing biso

ngurungake (tiada kesaktian yang menyamai kepastian Tuhan, karena tidak ada yang dapat

menggagalkan kepastian dari Tuhan).

70 Budiono Hadi Sutrisno, Sejarah Wali Songo; Misi Pengislaman di Tanah Jawa. hal. 119 71 Ibid., hal. 138 72 http://www.pakdenono.com 2 mei 2008 73 Budiono Hadi Sutrisno, Sejarah Wali Songo; Misi Pengislaman di Tanah Jawa. hal. 137

Page 21: Walisongo oleh M. Syafi'i WS Al-Lamunjani (Makalah 2008)

Bener kang asale soko pengeran iku lamun ora nduwe sipat angkoro murko lan seneng gawe

sengsoro ning liyan (benar yang berasal dari Tuhan itu apabila tiada sifat angkara murka dan

tidak suka menyengsarakan orang lain).

9. Sunan Gunug Jati

Menyusul berdirinya Kesultanan Demak Bintoro, dan atas restu kalangan ulama lain, ia

mendirikan Kasultanan Cirebon yang juga dikenal sebagai Kasultanan Pakungwati. Sunan

Gunung Jati memanfaatkan pengaruhnya untuk menyebarkan Islam dari pesisir Cirebon ke

pedalaman Pasundan atau Priangan. Dalam berdakwah, ia menganut kecenderungan Timur

Tengah yang lugas. Namun ia juga mendekati rakyat dengan membangun infrastruktur berupa

jalan-jalan yang menghubungkan antar wilayah.74

Pada usia 89 tahun, Sunan Gunung Jati mundur dari jabatannya untuk hanya menekuni

dakwah. Kekuasaan itu diserahkan kepada Pangeran Pasarean.75 Sedangkan Hasanuddin,

putranya yang kedua, telah lebih menggatikan ayahnya di Banten.76 Dari Cirebon Sunan Gunung

Jati mengembangkan Islam ke daerah-daerah lain, seperti Majalangka, Kuningan, Kawalih

(Galuh), Sunda Kelapa, dan Banten.77

Adapun ajaran-ajarannya yang sangat terkenal hingga kini adalah:78 Lamun siro

kepingin wikan marang alam zaman kelanggenan, siro kudu weruh alamiro pribadi. Lamun siro

dhorong mikani alamiro pribadi adoh ketemune (jikalau engkau ingin mengetahui alam abadi,

engkau harus mengenal alam pribadimu. Kalau engkau belum mengenal alam pribadimu, masih

jauhlah alam abadi itu darimu).

E. PENUTUP

Walisongo penyebar Islam di Jawa khususnya, dan di seluruh Nusantara umumnya.

Mereka telah berhasil menanamkan Islam dalam ranah tauhid, akhlak, sosial, budaya dan politik.

Puncak karya gemilang mereka adalah berdirinya Kedaton Giri, Kesultanan Demak, dan

Kesultanan Cirebon, sekaligus membuktikan bahwa mereka bukanlah sufi semata, akan tetapi

juga ahli dalam pemerintahan.

74 http://www.pakdenono.com 2 mei 2008 75 Ibid. 76 Budiono Hadi Sutrisno, Sejarah Wali Songo; Misi Pengislaman di Tanah Jawa. hal. 168 77 TIM UIN Syarif Hidayatullah, Ensiklopedi Islam, hal..252 78 Budiono Hadi Sutrisno, Sejarah Wali Songo; Misi Pengislaman di Tanah Jawa. hal. 162-163

Page 22: Walisongo oleh M. Syafi'i WS Al-Lamunjani (Makalah 2008)

Sunan Maulana Malik Ibrahim yang tertua. Sunan Ampel anak Maulana Malik Ibrahim.

Sunan Giri, Sunan Kudus dan Sunan Gunung Jati adalah anak keponakan Maulana Malik Ibrahim

yang berarti juga sepupu Sunan Ampel. Sunan Bonang dan Sunan Derajad adalah anak Sunan

Ampel. Sunan Kalijaga merupakan sahabat sekaligus murid Sunan Bonang. Sunan Muria anak

Sunan Giri dan Sunan Gunung Jati bukan hanya ulama, namun juga pemimpin

pemerintahan. Sunan Giri, Bonang, Kalijaga, dan Kudus adalah kreator karya seni yang

pengaruhnya masih terasa hingga sekarang. Sedangkan Derajat dan Muria adalah pendamping

sejati kaum jelata

Era Walisongo adalah era berakhirnya dominasi Hindu-Budha dalam budaya Nusantara

untuk digantikan dengan kebudayaan Islam. Mereka adalah simbol penyebaran Islam di

Nusantara, khususnya di Jawa. Tentu banyak tokoh lain yang juga berperan. Namun peranan

mereka yang sangat besar dalam mendirikan Kerajaan Islam di Jawa, juga pengaruhnya terhadap

kebudayaan masyarakat secara luas serta dakwah secara langsung, membuat "sembilan wali" ini

lebih banyak disebut dibanding yang lain.

Kesuksesan dakwah dan perjuangan mereka bisa dilihat pada faktor kepribadian mereka

yang ulet, penuh semangat dan kegembiraan, kesupelan dan kefleksibelan yang luwes. Dengan

demikian mereka telah berhasil merubah era Budha-Hindu yang telah memegang peranan penting

belasan abad di atas panggung sejarah dan kebudayaan Indonesia dengan digantikan oleh peranan

Islam. Lakon hindu-Budah diganti dengan lakon baru yang di bawakan oleh Walisongo dengan

mengambil cerita dari al-Qur’an dan al-Hadits.

Page 23: Walisongo oleh M. Syafi'i WS Al-Lamunjani (Makalah 2008)

REFERENSI Al-Qusyairi, Abu Qasim Abdul Karim Hawazin, 1998, al-Risalah al-Qusyairiyah, alih bahasa:

Faruq, Umar, Sumber Kajian Ilmu Tasawwuf (Jakarta: Pustaka Amani) http://www.pakdenono.com. 2 mei 2008 Karni, Asrari S., 2001, Menebar Islam Ditopang Mahapahit (Surabaya: Gatra) Ma’luf, Louis, 1998, al-Munjid fi al-Lughah (Bairut: Dar al-Masyriq) Rahimsyah, Muhammad, 2002, Sejarah Lengkap Wali Songo (Surabaya: Amanah) Saksono, Widji, 1995, Mengislamkan Tanah Jawa (Bandung: Mizan) Sutrisno, Budiono Hadi, 2007, Sejarah Wali Songo; Misi Pengislaman di Tanah Jawa

(Yogyakarta: Graha Pustaka) Shalihin, Muhammad, 2005, Melacak Pemikiran Tasawwuf (Jakarta: RajaGrafindo Persada) Shihab, Alwi, 2001, Islam Sufistik (Bandung: Mizan) Tanojo, t.t., Suluk Wali Songo (Surabaya: Trimurti) Tanojo, t.t, Wala Sanga; Babad Djati (Surabaya: Trimurti) TIM UIN Syarif Hidayatullah, 2005, Ensiklopedi Islam (Jakrata: Ichtiar Baru Van Hoeve), jilid. 7 Woerjanigrat, t.t, Etika Jawa (Surakarta: DP2KJ) Zuhri, Sifuddin, 1981, Sejarah Kebangkitan Islam dan Perkembangannya di Indonesia

(Bandung: al-Ma’arif)