walimah adalah istilah yang terdapat dalam literature arab yang membawa arti jamuan atau
TRANSCRIPT
Walimah adalah istilah yang terdapat dalam literature arab yang membawa arti
jamuan atau “ berkumpul “ yang dikhusus untuk perkawinan saja. Walimah diadakan ketika
akad nikah berlangsung, atau sesudahnya atau ketika hari perkawinan. Walimah juga biasa
diadakan menurut adat yang berlaku dalam masyarakat. Dalam istilah perkawinan ‘ walimah
‘ adalah : makanan pesta perkawinan atau setiap makanan untuk undangan dan sebagainya,
karena itu dalam bahasa Indonesia searti dengan resepsi perkawinan atau pesta perkawinan.
[1]
Walimah adalah perayaan pesta yang diadakan dalam kesempatan pernikahan. Dikarenakan
pernikahan menurut Islam adalah sebuah kontrak yang serius dan juga momen yang sangat
membahagiakan dalam kehidupan seseorang maka dianjurkan untuk mengadakan sebuah
pesta perayaan pernikahan dan membagi kebahagiaan itu dengan orang lain seperti dengan
para kerabat, teman-teman ataupun bagi mereka yang kurang mampu. Dan pesta perayaan
pernikahan itu juga sebagai rasa syukur kepada Allah SWT atas segala nikmat yang telah Dia
berikan kepada kita.[2] Disamping itu walimah juga memiliki fungsi lainnya yaitu
mengumumkan kepada khalayak ramai tentang pernikahan itu sendiri. Tidak ada cara lain
yang lebih baik melainkan melalui pesta pernikahan yang bisa dinikmati oleh orang banyak.
B. WALIMAH DAN ADAT
Apakah pelaksanaan walimah ini adat atau syariat??
Kita bias melihat bahwa sanya pelaksanaan ini terdapat hadits bginda rasullah SAW
yang mennganjurkan walimah, jadi jelas bahwa walimah bgian dar I syariat, akan tetapi kita
tidak bisa memisahkan bahwasnya dalam pelaksaannya walimah terdapat pngaruh adat,
sehingga perayaan tersebut slu mengikuti adat sebuah tempat.. misalnya kampong A dngan
kampong B berbeda tataacara pelaksanaan ini.
Adat dalam pelaksannaan nya ini sngat berfariasi. Nmun sejauh dan semegah apapun acara
kita.. tujuan nya agar mengharap ridha dari Allah, sehingg oleh sahibul hajat harus mnjaga
rambu2 sayriat..wlopun itu sbuah kebiasaan, tetap kita tdak boleh mngedepankan kebiasaan
klo itu bertentangan dngan stariat.
Bolehkah Menggunakan Pakaian Adat Ketika Walimah?
Boleh, tapi dengan syarat:
a. Pakaian tidak mengandung bahan atau diberi aksesori yang
dilarang syariat. Seperti kain sutra, emas, kalung, atau keris
(yang dianggap sebagai jimat).
b. Menutupi aurat. Termasuk di sini adalah tidak menggunakan
rias yang mencolok (tabarruj). Kalaupun terpaksa
menggunakannya, terutama mempelai wanita, pastikan ia
hanya bisa dilihat oleh tamu wanita saja. Setebal apa pun
riasannya, sewangi apa pun parfumnya; hanya bisa dilihat dan
dihirup tamu sesama jenis.
c. Niat menggunakan pakaian adat sebatas menyesuaikan
dengan kebiasaan masyarakat setempat (urf). Jangan
ditambahi keyakinan terhadap simbol-simbol atau pemaknaan
memakai pakaian tertentu. Misalnya, jangan sampai ada
keyakinan bahwa memakai beskap (laki-laki) dan kebaya
(wanita) adalah syarat yang mempengaruhi perjalanan bahtera
rumah tangga kelak. Bila ini terjadi, berarti telah terjerumus ke
jurang syirik.[3]
C. Hukum Walimah:
Semua ulama sepakat tentang pentingnya pesta perayaan nikah, meskipun mereka
berbeda pendapat tentang hukumnya: beberapa ulama berpendapat hukum untuk mengadakan
walimah pernikahan adalah wajib sementara itu umumnya para ulama berpendapat
hukumnya adalah Sunah yang sangat dianjurkan.[4]
Pasal 61 Tentang Hukum Walimah
Bahwa hukum sedekah walimah atas pengantin adalah
sunnah, dan hukum menepati undangan walimah itu wajib ain,
kecuali ada udzur, dan tidak wajib datang untuk makan dari
makanan walimah.[5]
Pasal 62 Tentang Uzur Walimah
Tidak wajib mendatangi sedekah walimah sebab diketahui
terdapat udzur, malah kadang terjadi haram, karena di tempat
tersebut terdapat salah satu munkar.
Adapaun sebagian halangan walimah ialah sebagai berikut:
1. Terdapat arak untuk minum-minuman.
2. Terdapat seperangkat alat musik.
3. Terdapat wanita sama membuka aurat.
4. Terdapat bentuk (rupan) binatang sempurna terletak di
atas.
5. Dan sebagainya.
Apabila ditempat (majelis) terdapat salah satu bentuk
munkar tidak dihilangkan ketika hadir, maka tidaklah wajib
menghadiri undangan itu. Tetapi haram bagi orang yang
sengaja datang, karena datang ke tempat munkar hukumnya
haram, kecuali ada kemampuan melarang munkar tersebut
hingga hilang. Ketika datang mampu menghilangkan munkar,
maka hadirnya ke majelis tersebut wajib.
(Al Bajuri: II/138).[6]
Pasal 63 Tentang Haram Hadlir Dalam Majelis
Terhukum haram bagi seseorang datang dengan sengaja
bila mengerti di tempat itu terdapat munkar seperti orang
meminum arak, memakai pakaian haram, sutera (murni) dan
cincin emas dan terdapat bentuk binatang yang terletak dia
atas dan (atau) pagar, kalau memang tidak dihilangkan dengan
kehadirannya. (Al Bajuri: II/128-129).[7]
Agama islam mengajarkan bahwa perkahwinan merupakan peristiwa yang patut
disambut dengan rasa syukur dan gembira. walimah dalam islam tergolong perbuatan
yang mustahab (dianjurkan).[8] Oleh kerana itu Nabi mengajarkan agar peristiwa
perkahwinan dirayakan dengan suatu peralatan atau walimah.
- Dalam sabda Nabi SAW “Adakan walimah walaupun dengan seekor kambing”.
Terdapat dalil tentang kewajipan walimah dalam pernikahan. Ini adalah pendapat ulama
mazhab Azh-Zhahiri. Satu pendapat mengatakan, ini adalah redaksi syafi`I dalam kitab Al-
Umm.
Nabi SAW bersabda ketika Ali melamar fathimah, “harus ada walimah”. (sanad hadits
tidak cacat). Ini menunujukkan keharusan walimah yang semakna dengan wajib. Disebutkan
pula dalam hadits yang diriwayatkan Abu Asy-Syaikh dan thabrani dalam kitab Al-
Ausath dari Abu Hurairah RA secara marfu “ walimah adalah hak dan sunah. Siapa yang
diundang lalu ia tidak menghadiri undangan itu,maka ia telah berbuat maksiat.” Secara
tekstual, hak menunjukkan kewajiban.[9]
Ahmad berkata “ walimah hukumnya sunah” Mayoritas ulamamengatakan bahwa
hukumnya mandub (dianjurkan) . Ibnu Baththal berkata Aku tidak mengetahui ada seseorang
ulamak yang mewajibkan walimah.” Seolah-olah ia tidak tahu adanya perbedaan pendapat.
Ia membuktikan hokum mandub dengan ucapan Syafi`I . “Aku tidak tahu ada seseorang yang
diperintahkan mengadakan walimah selain Abdulrahman bin Auf, dan aku tidak tahu bahwa
Nabi SAW tidak mengadakan walimah.”
Baihaqi meriwayatkan dari Abdurrahman bin Auf, dan menjadikannya sebagai sandaran
bahwa keberadaan walimah tidak wajib. Kandungan hadits ini samar dan pendapat yang
unggul mengatakan bahwa walimah adalah sunah. ( Asy- syaukani).
Diriwayatkan dari Atha ` ia berkata : Ibnu Abbas diundang makan saat ia sedang mengurusi
masalah perairan. Lalu ia berkata kepada kaum itu, “ penuhilah undangan saudaramu!
Sampaikan salam kepadanya, dan beritahu ia bahawa aku sibuk.” (HR. Abdurrazzaq)
D. Hukum Menghadiri Walimah
Dari Abdullah bin Umar bahwa Rasulullah pernah bersabda,
متفق . ( فليأتها الوليمة إلى أحدكم دعي إذا
عليه)
" jika salah seorang di antara kalian diundang menghadiri walimah, maka hendaklah ia
menghadirinya.”
Imam al-Baghawi menyebutkan, para ulama berbeda pendapat mengenai kewajiban
menghadiri undangan walimahtul ursy (resepsi pernikahan). Sabagian mereka berpendapat
bahwa menghadirinya merupakan suatu hal yang sunnah. Sedangkan ulama
lainnya mewajibkannya sampai pada batas jika seseorang tidak menghadirinya tanpa alasan
yang dibenarkan, maka ia telah berdosa. Hal itu berdasarkan riwayat dari Abu Hurairah,
bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda,[10]
فقد الدعوة يجب لم ومن يأباها من إليها ويدعى يأتيها من يمنعها الوليمة طعام الطعام شر
ورسوله . الله عصى
“ Seburuk-buruk makanan adalah makanan walimah, di mana orang yang mau
mendatanginya dilarang mengambilnya, sedang orang yang diundang menolaknya. Dan
barang siapa yang tidak memenuhi undangan, berarti ia telah bermaksiat kepada Allah dan
Rasul-Nya”
Apabila hukum menyelenggarakan walimah adalah sunnah muakkad, maka hukum
menghadiri walimah adalah wajib. Hadis Nabi riwayat Bukhari dan Muslim dari Ibn
`Umar mengajarkan : “Apabila seorang kamu diundang menghadiri walimah hendaklah ia
mengabulkan, baik walimah perkahwinan maupun lainnya.”
Imam Bukhari meriwayatkan hadits Nabi dari Abu Hurairah yang mengajarkan: “
orang yang sengaja tidak mengabulkan undangan walimah berarti berbuat durhaka kepada
Allah dan Rasulnya.”
Iman Bukhari meriwayatkan hadits Nabi dari Abu Hurayrah yang mengajarkan:
Apabila salah seorang diantara kamu diundang menghadiri walimah, hendaklah
mengabulkan: apabila sedang berpuasa hendaklah mendoakan dan apabila sedang tidak
berpuasa makanlah hidangan yang disajikan.” Hadits Nabi riwayat Bukhari dari Abu
Hurairah mengajarkan : Apabila aku diundang menghadiri jamuan makan yang meskipun
hanya menyajikan makanan berupa kaki binatang ternak bagian depan,niscaya aku terima.
Syarat-syarat wajib menghadiri undang walimah menurut Ibnu Hajar sebagaimana
disebutkan dalam kitab Fath al- Bari adalah sebagaimana berikut:
a. Apabila lebih dari satu undangan Pengundangnya adalah orang mukallaf, merdeka dan
dewasa membelanjakan harta bendanya. undangan tidak hanya ditujukan kepada orang-orang
kaya, sedang orang-orang fakir tidak ikut diundang tidak terlihat adanya kecenderungan
pihak pengundang untuk mencari hati seseorang, karena senang atau takut kepadanya
(dengan kata lain, tidak ikhlas dalam penyelenggaraanwalimah untuk mengikuti sunnah).
b. Walimah yang diselenggarakan pada hari pertama (apabila penyelenggaraannya lebih dari
satu hari).tidak kedahuluan undangan lain, undangan yang lebih dulu, lebih banyak dipenuhi.
Apabila lebih dari satu undanganuntuk waktu yang bersamaan diterima dalam satu waktu,
maka yang lebih dekat hubungan kerabatnya lebih diutamakan, apabila tidak ada hubungan
kerabatnya, maka yang maka yang lebih dekat hubungan ketetanggaannya lebih diutamakan.
c. Tidak mendahulukan undangan lain: undangan yang lebih dulu diterima lebih berhak
diterima. Apabila lebih dari satu undangan untuk waktu yang bersamaan diterima dalam satu
waktu yang sama maka yang lebih dekat hubungan kerabatnya lebih dahulukan tidak terdapat
kemungkaran dalam walimah.[11]
E. Waktu Walimah
Dalam kitab Fathul Baari disebutkan, para ulama berbeda pendapat mengenai
waktu walimah, apakah diadakan pada saat diselenggarakannya akad nikah atau setelahnya.
Berkenaan dengan hal tersebut terdapat beberapa pendapat. Imam Nawawi menyebutkan, “
mereka berbeda pendapat, sehingga Al-Qadhi Iyadh menceritakan bahwa yang paling benar
menurut pendapat madzhab Maliki adalah disunnahkan diadakan walimah setelah
pertemuannya pengantin laki dan perempuan di rumah. Sedangkan sekelompok ulama dari
mereka berpendapat bahwa disunnahkan pada saat akad nikah. Sedangkan Ibnu
Jundab berpendapat, disunnahkan pada saat akad dan setelah dukhul (bercampur). Dan yang
dinukil dari praktik Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam adalah setelah dukhul.
F. Yang Boleh Dikerjakan Dalam Walimah
Dalam sebuah hadits terdapat dalil yang menunjukkan bahwa seekor kambing itu
batasan minimum untuk suatu walimah, khususnya bagi orang yang berkemampuan untuk
itu. Seandainya tidak ada ketetapan yang berlaku dari Rasulullah, bahwa beliau pernah
mengadakan walimah pernikahan dengan beberapa orang isterinya dengan apa yang lebih
sedikit dari seekor kambing, niscaya hadits tersebut dapat dijadikan dalil bahwa seekor
kambing adalah batasan minimum untuk suatu walimah.
Al-Qadhi Iyadh mengemukakan, dan para ulama sepakat bahwa tidak ada batasan
maksimum maupun minimum untuk acara walimah, meski hanya diadakan dengan yang
paling sederhana sekalipun, maka yang demikian itu dibolehkan. Yang disunnahkan bahwa
acara itu diadakan sesuai dengan keadaan suami.[12]
G. Hikmah dan syariah walimah
Adapun hikmah dari disuruhnya mengadakan walimah ini adalah rangka
mengumunkan pada khalayak ramai bahwa kad nikah telah terjadi sehingga semua pihak
mengetahuinya dan tidak ada tuduhan dikemudian hari. Ulama Malikiyah dalam tujuan
untuk mengumumkan perkahwinan itu lebih penting daripada walimah dari menghadirkan
dua orang saksi dalam akad perkahwinan.
Adanya perintah Nabi, baik dalam arti sunnah atau wajib mengadakan walimah
mengandung arti sunnah mengundang khalayak ramai untuk menghadiri pesta itu dan
memberi makan hadirin yang dating. Tentang hokum menghadiri walimah itu bila ia
diundang pada dasarnya adalah wajib. Jumhur ulama yang berprinsip tidak wajibnya
mengadakan walimah juga berpendapat wajibnya mendatangi undangan walimah itu.
Kewajiban mengunjungi walimah itu berdasarkan kepada suruhan khusus nabi untuk
memenuhi undangan walimah sesuai sabdanya yang bersumber dari Ibnu Umar dalam hadis
muttafaq`alaih :
فليأتها وليمة الى أحدكم نودى إذا وسلم عليه الله رسول قال
Nabi Muhammad SAW “ Bila salah seorang diantaramu diundang menghadiri walimah al-
`ursy, hendaklah mendatanginya.
Lebih lanjut ulama Zahiriyah yang mewajibkan mengadakan walimah menegaskan
kewajiban memenuhi undangan walimah itu dengan ucapan bahwa seandainya yang
menerima undangan tidak berpuasa dia wajib makan dalam walimah itu, namun bila
ia berpuasa maka wajib juga dia mengunjunginya walau dia hanya sekadar mendoakan
kebahagian pengantin itu.[13]
Kewajiban menghadiri walimah sebagaimana pendapat jumhur dan zhahiriyah bila
undangan itu ditujukan kepada orang tertentu dalam arti secara peribadi diundang. Hal ini
mengandungi arti bila undangan walimah itu disampaikan dalam bentuk missal seperti
melalui pemberitahuan di mass media yang ditujukan unbtuk siapa saja maka hukumnya
tidak wajib.
Untuk menghadiri walimah biasanya berlaku untuk satu kali. Namun bila yang hayat
mengadakan walimah untuk beberapa hari dan seseorang diundang untuk setiap kalinya,
mana yang mesti dihadiri, menjadi pembicaraan di kalangan ulama. Jumhur
ulama termasuk Imam Ahmadberpendapat bahwa dihadiri adalah walimah hari yang
pertama, hari yang kedua hukumnya sunnahsedangkan hari yang selanjutkan sunnah
hukumnya.[14] Mereka berdasarkan pendapatnya kepada hadis Nabi yang diriwayatkan Abu
Daud dan Ibnu Majah yang bunyinya:
وسمعة رياء والثالث معروف والثانى حق يوما أول الوليمة
Walimah hari pertama merupakan hak,hari kedua adalah makruf sedangkan hari ketiga adalah
riya dan pamer.
H. ANALISA
Kenapa walimah sangat dianjurkan? karena rasulullah SAW selain melakukannya sendiri,
rasulullah SAW juga menganjurkannya.imam anas RA pernah menyebutkan bahwa pada
suatu hari , rasulullah SAW melihat tanda-tanda pengantin pada diri Abdurrahman bin auf,
lalu beliau bertanya : Apa ini? Jawab Abdurrahman : ‘saya baru saja mengawini seorang
wanita dengan mahar emas sebesar biji kurma’. Mendengar itu beliau bersabda :
لوبشاة و اولم الله بارك
Semoga allah memberkahimu ,selenggarakannlah walimah walau hanya dengan seekor
kambing. ( HR. bukhari dan muslim )
Hadits yang diriwayatkan imam bukhari dan muslim jelas merupakan anjuran untuk
menyelenggarakan walimah atau pesta perkawinan .
Adapun penyelenggaraan walimah dari satu daerah ke daerah lain sangat berbeda,, di dalam
provinsi aceh sja terjadi bermacam2 bntuk perayaan walimah. Mulai dai barat –selatan .
tengah dan dtumur smua mmiliki adat peraaan masing2. Namun intinya adalah sama yaitu :
sebagai acara pemberiatahuan adanya perkawinan dan sekaligus silaturrahim dan memohon
doa restu. Namun dari berbagai tradisi khususnya yang ada di Indonesia masih bnyak acara
dalam pesta perkawinan yang sedikit agak menympak dari ajaran agama islam . oleh karena
itu, standar yang harus di pegang sebagai baro meternya adalah syariat islam.
Apakah acara demi acara dalam walimah itu selaras dengan ajaran islam atau sebaliknya
malah dilarag ??/
Kita terlalu serenng membenarkan kebiasaan.. tanpa kita perhatikanlgi apakah
kebiasan itu sesuai dngan syariat..
Ada satu kaidah dalam fiqh ya itu “ al adatu muhkamah adat itu bias mnjadi cara
pengambilan hukum… tapi disii mempunyai katagori yang sngat ketat,, yang mana adat
tersebut tidak bolebertentangan alqur an dan sunnah/
FENOMENA WALIMAH DI ACEH
Mencoba melihat terhadapa perayaan walimah yang ada di provinsi aceh,sangat
menarik, syang mana dulu dan sekarang sangat jauh perbedaaannya.. sebenarnya apa yang
terjadi dalam diri masyarakat aceh.. yang membuat peryaaan ini trus berbeda sesuai dengan
masanya…
Dan bhkan di antara nya ada juga yang menurut penulis telah tidah sesuai lag I dngan syariat..
Dlu perayaaan walimah belum dikenal dengan “ alat france” beda dngan sekarang. Yang
mana dulu sikap tolog menolong sesamaa masyarat ini bias timbul melalu sebuah acara resepi
ini.. dimanapada tuan rumah menyiapkan menya tempat tamu makan setelah para tuan rumah
menghidangkan di atas meja tersebut. Eda dngan sekarang tuan ruama Cuma menyediaka
kursi t4 duduk. Dan alat france..
Nah itu merupakan salah satu perubahan. Yang menurut penulis itu hanayalah
perubahan beasa yag tida jadi masalah dri segi agama.. dan juga penlis yakin tidak jadi
maslah lgi dalam strata social masayrkat ache.. kalaou kita mencoba menganisis lebih jauh..
apa sebenarnya yang terjadi dalam masyarakat aceh.. yaitu masyarakat kita trus berkembang
dan masyarkat kita dapat menrima perkembangna itu dan dat juga mnyusuaikan diri dngan
perkmbangan itu sendiri, dan dia juaga inginmncir yang terbaik.. perti halnya perbedaaan
awalimah tadidngan caa alat frenc lebih muda.. sehinga masyarkat mengalih kea rah yang
lbohh simple itu…
Bnyak hal yang dapat kita ambil dr segi perayaan walimah yang erjadi di aceh ini..
Namun dari smua itu ada juga perkembngan yang menjurus berlawanan dengan syriat.. atau
kita kenal sangat modern………………..
Misalkan..perayaan walimah yang didalamnya terdapat pesta judi, minumann keras dan lain
sebagainya dalam hala2 yang yyang bertentangan dengan syariat .. oleh kerna itu kita hrus
mewaspadi prayaann walimah yang dmeikian rupa..
Bnyak kita dapati didalam masyarakat itu sekarang pelaksanana akan walimah bnyak yang
melenceng dr syariat. Kdang merek memmbiasakan hal ini dikarenakan ini ada atau budaya
mereka.
Rujuk adalah mengembalikan istri yang telah ditalak pada pernikahan yang asal sebelum diceraikan. Rujuk menurut bahasa artinya kembali (mengembalikan). Adapun yang dimaksud rujuk disini adalah mengembalikan status hukum perkawinan secara penuh setelah terjadi talak raj’i yang dilakukan oleh mantan suami terhadap mantan istrinya dalam masa iddahnya dengan ucapan tertentu.menurut bahasa Arab, kata ruju’ berasal dari kata raja’ a-yarji’ u-rujk’an yang berarti kembali, dan mengembalikan. Sedangkan secara terminology, ruju’ artinya kembalinya seorang suami kepada istrinya yang di talak raj’I, tanpa melalui perkawinan dalam masa ‘iddah. Ada pula para ulama mazhab berpendapat dalam istilah kata ruju’ itu adalah menarik kembali wanita yang di talak dan mempertahankan (ikatan) perkawinannya. Hukumnya, menurut kesepakatan para ulama mazhab, adalah boleh. Menurut para ulama mazhab ruju’ juga tidak membutuhkan wali, mas kawin, dan juga tidak kesediaan istri yang ditalak.Firman Allah SWT Artinya : “Wanita-wanita yang ditalak handaklah menahan diri (menunggu) tiga kali quru. Tidak boleh mereka menyembunyikan apa yang diciptakan Allah
dalam rahimnya, jika mereka beriman kepada Allah dan hari akhirat. Dan suami-suaminya berhak merujukinya dalam masa menanti itu, jika mereka (para suami) menghendaki ishlah. Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma’ruf. Akan tetapi para suami, mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada isterinya. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS Al Baqarah :228)Dapat di rumuskan bahwa ruju’ ialah mengembalikan setatus hokum perkawinan secara penuh setelah terjadinya talak raj’I yang dilakukan oleh bekas suami terhadap bekas istrinya dalam masa idddah, dengan ucapan tertentu.Dengan terjadinya talak raj’I. maka kekuasaan bekas suami terhadap istri menjadi berkurang, namun masih ada pertalian hak dan kewajiban antara keduanya selama istri dalam masa iddahnya, yaitu kewajiban menyediakan tempat tinggal serta jaminan nafkah, dan sebagai imbangannya bekas suami memiliki hak prioritas untuk meruju’ bekas istrinya itu dalam arti mengembalikannya kepada kedudukannya sebagai istri secara penuh, dan pernyataan ruju’ itu menjadi halal bekas suami mencampuri bekas istri yang dimaksud, sebab dengan demikain setatus perkawinan mereka kembali sebagai sedia kala.Perceraian ada tiga cara, yaitu :1. talaq bain qubra (talaq tiga). Laki-laki tidak boleh rujuk lagi dan tidak sah menikah lagi dengan bekas istrinya itu, keculi apbila si istri sudah menukah dengan orang lain, sudah campur, sudah diceraikan, sudah habis pula masa iddah, barulah suami pertama boleh menikahinya lagi.2. Talaq bain sughra (talaq tebus) dalam hal ini sumai tidak sah rujuk lagi, tetapi bileh menikah lagi, baik dalam pada masa iddah maupun sesuadah habis iddah.3. Talaq satu atau talaq dua, dinamakan talaq raj’i. artinya si suami boleh rujuk kembali kepada istrinya selama msih dalam masa iddah.
B. Hukum Rujuka. Wajib khusus bagi laki-laki yang mempunyai istri lebih dari satu jika salah seorang ditalak sebelum gilirannya disempurnakannya.b. Haram apabila rujuk itu, istri akan lebih menderita.c. Makruh kalau diteruskan bercerai akan lebih baik bagi suami istrid. Jaiz, hukum asal Rujuk.e. Sunah jika rujuk akan membuat lebih baik dan manfaat bagi suami istri
1. hukum ruju’ terhadap talak raj’Ikaum muslimin telah sepakat bahwa suami mempunyai hak meruju; istrinya selama istrinya itu dalam masa iddah, dan tidak atau tanpa pertimbangan seorang istri ataupun persetujuan seorang istri. Sesuai dengan pengertian surat Al-Baqarah ayat 228 yang berbunyi ”Dan suami-suaminya berhak merujukinya dalam masa menanti itu.”2. hukum ruju’ terhadap talak ba’intalak ba’in kadang-kadang terjadi dengan bilangan talak kurang dari tiga, dan ini terjadi pada istri yang belum digauli tanpa diperselisihkan lagi, dan pada istriyang menerima khulu’ dengan terdapat perbedaan pendapat didalamnya. Hukum ruju’ setelah talak tersebut sama dengan nikah baru.Mazhab empat sepakat bahwa hukum wanita seperti itu sama dengan wanita lain (bukan istri) yang untuk mengawinkannya kembali disyaratkan adanya akad. Hanya saja dalam hal ini selesainya ‘iddah tidak dianggap sebagai syarat.a. talak ba’in karena talak tiga kali.Mengenai istri yang ditalak tiga kali, para ulama mengatakan bahwa ia tidak halal lagi bagi suaminya, kecuali si istri menikah dengan orang lain, dengan syarat si istri sudah di tiduri oleh suami tersebut. Dan pasangan suami istri tersebut bercerai. Kemudian sang suami
pertama merujuknya kembali dengan acara akad nikah baru.Sa’id Al-Musyyab berbeda sendiri pendapatnya dengan mengatakan bahwa istri yang ditalak tiga kali boleh kembali kepada suaminya yang pertama dengan akad nikah yang sama, ia berpendapat bahwa nikah yang dimaksudkan adalah untuk semua akad nikah.b. nikah muhallildalam hal ini Fuqaha berselisih pendapat mengenai nikah muhallil. Yakni jika seorang laki-laki mengawini seorang perempuan dengan syarat (tujuan) untuk menghalalkannya bagi suami yang pertama.Menurut Imam Malik nikah tersebut sudah rusak, sedangkan menurut imam Syafi’I dan Abu Hanifah perpendapat bahwa nikah muhallil dibolehkan, dan niat untuk menikah itu tidak mempengaruhi syahnya. Pendapat ini juga dikemukakan oleh Daud dan segolongan fuqaha. Mereka berpendapat bahwa pernikahan tersebut menyebabkan kehalalan istri yang di ceraikan tiga kali.3. perbedaan pendapat para ulama mazhab tentang terjadinya ruju’ melalui perbuatan.
a. Imam Syafi’iRujuk harus dilakukan dengan ucapan atau tulisan. Karena itu, ruju’ tidak sah bila dilakukan dengan mencampurinya sesungguhpun hal itu diniatkan sebagai ruju’. Suami haram mencampurinya dalam ‘iddah. Kalau dia melakukan itu, ia harus membayar mahar mitsil, sebab percampuran tersebut tergolong pencampuran syubhat.b. Imam MalikRuju’ boleh dilakukan melalui perbuatan yang di sertai dengan niat untuk ruju’. Akan tetapi bila suami mencampuri istrinya tersebut tanpa niat ruju’, maka wqnita tersebut tidak akan bias kembali kepadanya. Namun percampuran tersebut tidak mengakibatkan adanya hadd (hukuman) maupun keharusan membayar mahar. Anak
yang lahir dari perempuan dikaitkan nasabnya kepada laki-laki yang mencampurinya itu. Wanita tersebut harus menyucikan dirinya dengan haidh manakala dia tidak hamil.c. Imam HambaliRuju’ hanya terjadi melalui percampuran begitu terjadinya percampuran, maka ruju’ pun terjadi, sekalipun laki-laki tersebut tidak berniat ruju’. Sedangkan bila tindakan itu bukan percampuran, misalnya sentuhan ataupun ciuman yang disertai birahi dan lain sebagainya, sama sekali tidak mengakibatkan terjadinya ruju’d. Imam HanafiRuju’ bias terjadi melalui percampuran, sentuhan dan ciuman, dan hal-hal sejenis itu, yang dilakukan oleh laki-laki yang menalak dan wanita yang ditalaknya, dengan syarat semuanya itu disertai dengan birahi. Ruju’ juga bisa terjadi melalui tindakan (perbuatan) yang dilakukan oleh orang tidur, lupa, dipaksa, dan gila. Misalnya seorang laki-laki menalak istrinya, kemudian dia terserang penyakit gila, lalu istrinya itu dicampurinya sebelum ia habis masa iddahnya.
e. ImamiyahRujuk bisa terjadi melalui percampuran, berciuman dan bersentuhan, yang disertai syahwat atau tidak dan lain sebagainya yang tidak halal dilakukan kecuali oleh suami. Ruju’ tidak membutuhkan pendahuluan berupa ucapan. Sebab, wanita tersebut adalah istrinya, sepanjang dia masih dalam masa iddah. Dan bahkan perbuatan tersebut tidak perlu disertai niat ruju’. Penyusun kitab Al-Jawahir mengatakan, “barangkali tujuan pemutlakan nash dan fakta tentang ruju’ adalah itu, bahkan ruju’ bisa terjadi melalui perbuatan sekalipun disertai maksud tidak ruju;.” Sayyid Abu Al-Hasan mengatakan dalam Al-Wasilahnya,”perbuatan tersebut mengandung kemungkinan kuat sebagai ruju’, sekalipun dimaksudkan
bukan ruju;.” Tetapi. Bagi Imamiyah, tindakan tersebut tidak dipandang berpengaruh manakala dilakukan oleh orang yang tidur, lupa, dan mengalami syubhat, misalnya bila dia mencampuri wanita tersebut karena menduga bahwa wanita tersebut bukan istrinya yang dia talak.C. Rukun Rujuk1. Istri, syaratnya pernah dicampuri, talak raj’i, dan masih dalam masa iddah, isteri yang tertentu yaitu kalau suami menalak beberapa istrinya kemudian ia rujuk dengan salah seorang dari mereka dengan tidak ditentukan siapa yang dirujukan-maka rujuknya itu tidak sah.2. Suami, syaratnya atas kehendak sendiri tidak dipaksa3. Saksi yaitu dua orang laki-laki yang adil.4. Sighat (lafal) rujuk ada dua, yaitu1) terang-terangan , misalnya “Saya rujuk kepadamu”2) perkataan sindiran, misalnya “Saya pegang engkau” atau “saya kawin engkau” dan sebagainya, yaitu dengan kalimat yang boleh dipakai untuk rujuk atau yng lainnya.
Rujuk dengan perbuatan (campur)Perbedaan pendapat juga terjadi pada hokum rujuk dengan perbuatan. Syafi’I berpendapat tidak sah, karena dalam ayat alqur’an Allah menyuruh supaya rujuk dipersaksikan, sedangkan yang dapat dipersaksikan hanya sigat (perkataan). Perbuatan seperti itu sidah tentu tidak dapat dipersaksikan oleh orang lain. Akan tetapi, menurut pendapat kebanyakan ulama, rujuk dengan perbuatan itu sah. Mereka beralasan kepada firman Allah dalam surat Al-baqarah : 228 yang artinya : “ dan suami-suami berhak merujuknya”Dalam ayat tersebut tudak ditentukan apakah dngan perkataan atau perbuatan. Hokum mempersaksikan dalam ayat diatas hanyalh sunat, bukan wajib. Qarinahnya adalah kesepakatan ulama (ijma’) bahwa mempersaksikan talaq-ketika menalaq-tidak wajib: demikian pula hendaknya ketika rujuk, apalgi beratri rujuk itu meneruskan
pernikahan yang lama, sehingga tidak perlu wali dan tidak perlu ridho orang yang dirujuki. Mencampuri istri yang sedang dalam iddah raj’iyah itu halal bagi suai yang menceraikannya, menurut pendapat abu hanifah. Dasarnya krena dalam ayat itu ia masih disebut suami.
Rujuk itu sah juga meskipun tidak dengan ridho si perempuan dan atas sepengetahuannya karena rujuk itu berate mengekalkan pernikahan yang telah lalu. Kalau seorang perempuan dirujuk oleh suaminya sedangkan ia tidak tahu, kemudian setelah lepas iddahnya perempuan itu menikah dengan laki-laki lain karena dia tidak mengetahui bahwa suaminya rujuk kepadanya, maka nikah yang kedua ini tidak sah dan batal dengan sendirinya dan perempuan tersebut harus dikembalikan kepada suaminya.
1) PENGERTIAN ZIHAR
1. Dari segi bahasa Arab diambil dari perkataan belakang,
kerana bentuk zihar pada asalnya adalah seperti berikut : kata
suami kepada isterinya: awak itu dengan saya seperti belakang
ibu saya. Jadi dengan sebab kebiasaan orang Arab Jahiliah
menggunakan perkataan “Zihar”.
2. Dari segi istilah syara’ bererti : suami menyerupakan
isterinya dengan ibunya atau pun seorang yang haram
berkahwin dengannya. Dengan ini menyebabkan isteri itu
menjadi haram kepadanya. Seperti kata suami kepada isteri:
awak ini saya lihat serupa dengan ibu saya.
2) DALIL ZIHAR
Firman Allah Taala :
Ertinya : Orang-orang yang menzihar isterinya, tidaklah
isterinya itu menjadi ibunya tidaklah yang menjadi kepada
mereka melainkan perempuan-perempuan yang melahirkan
mereka dan sesungguhnya mereka itu menyentuh perkataan
yang mungkar dan dusta.
(Surah Al-Mujadalah : ayat 2)
3) HIKMAH DILARANG ZIHAR
Sebagaimana yang diketahui di zaman jahiliah bahawa
seorang suami bila berkata kepada isterinya : “awak dengan
aku seperti belakang ibuku” ini adalah kerana ia bermaksud
untuk mengharamkan isterinya itu hidup bersamanya buat
selama-lamanya.
Oleh itu, ini adalah merupakan satu keburukan dan
penyeksaan terhadap kaum perempuan. Syara’ telah
melarang perbuatan yang demikian dan menganggap sebagai
suatu perkara yang mungkar dan dusta. Sebagaimana
tersebut dalam ayat di atas.
Perbuatan atau perkataan yang demikian dikatakan satu
perkataan mungkar, kerana adalah satu perkara yang
merupakan penyeksaan terhadap kaum perempuan dan
pengharaman terhadap sesuatu yang dihalalkan oleh Allah, ini
adalah dilarang kerana oleh syara’.
Perkataan tersebut dikatakan dusta semata-mata adalah
disebabkan kerana isteri itu bukanlah ibu dan tidak mempunyai
persamaan langsung di antara keduanya.
Walau bagaimanapun syara’ tidaklah membiar begitu sahaja
tentang perbuatan suami itu malah syara’ akan mengambil
tindakan terhadap suami yang melakukannya iaitu diwajibkan
membayar kifarah, supaya terelak dari mengulangi kembali
perbuatan tersebut. Selepas membayar kifarah, suami boleh
kembali semula seperti biasa. Ini berlainan sekali dari apa
yang berlaku di zaman jahiliah yang menganggap isteri-isteri
yang telah dizihar itu gugur talaqnya sebagai talaq bain yang
tidak boleh dirujuk sama sekali buat selama-lamaya.
4) RUKUN ZIHAR
1. Suami yang menzihar
2. Isteri yang dizihar
3. Lafaz zihar
4. Orang yang diserupakan (ibu dan sebagainya)
5) SYARAT-SYARAT MENZIHAR (SUAMI)
1. Dari suami yang sah talaqnya, kalau ia menggugurkan
talaq, sekalipun suami yang mati pucuk atau yang terpotong
zakarnya. Oleh itu tidak sah zihar dari yang bukan suami dan
tidak sah menzihar perempuan yang bukan isterinya,
walaupun perempuan itu akan dikahwininya selepas itu.
2. Suami yang berakal – tidak sah zihar dari suami yang gila
atau masih budak.
3. Dengan kemahuan suami itu sendiri bukan dipaksa.
6) SYARAT-SYARAT MENZIHAR (ISTERI)
Hendaklah yang dizihar itu isteri, sekalipun isteri itu masih kecil
(kanak-kanak) gila, sakit, kafir kitabiah atau pun sedang
dalam idah raj’i- tidak sah zihar perempuan yang bukan isteri,
kalau seorang lelaki berkata kepada seorang perempuan yang
bakal dikahwininya: “jika saya berkahwin dengan awak maka
awak itu dengan saya seperti belakang ibu saya”, kemudian
lelaki itu mengahwininya, zihar itu tidak sah (tidak berlaku)
begitu juga tidak berlaku zihar kalau seorang tuan hamba
berkata kepada hambanya (perempuan) “awak dengan saya
seperti belakang ibu saya” kerana hamba bukannya isteri.
7) SYARAT-SYARAT YANG DISERUPAKAN
1. Hendaklah orang yang diserupakan itu dari golongan
perempuan, jika diserupakan dengan orang lelaki walaupun
dari keluarganya yang paling dekat seperti bapa dan
sebagainya, zihar itu tidak sah, begitu juga tidak sah kala
diserupakan dengan seorang khunsa.
2. Hendaklah orang yang diserupakan itu dari perempuan
yang haram nikah dengannya samada sebab keturunan seperti
ibu atau sebab susuan seperti ibu susuan atau pun sebab
persemendaan seperti ibu mertua atau ibu tiri.
3. Perempuan yang diserupakanj itu tidak halal dikahwini
sebelum itu seperti isteri bapanya (ibu tiri) yang berkahwin
dengan bapanya sebelum ia dilahirkan lagi.
Adapun ibu tiri yang berkahwin dengan bapanya setelah ia
dilahirkan, tidak jadi zihar jika diserupakan dengannya, kerana
perempuan itu sah berkahwin dengannya sebelum berkahwin
dengan bapanya dahulu.
Begitu juga isteri anaknya (menantu perempuan) kerana ianya
hala berkahwin dengannya sebelum berkahwin dengan
anaknya, seterusnya isteri yang telah diceraikan dengan talak
tiga, isteri yang telah lian dan isteri-isteri Rasulullah SAW, ini
semuanya tidak jadi zihar apabila disabitkan dengan mereka,
kerana pengharaman kahwin dengan isteri-isteri Rasulullah itu
adalah sebagai penghormatan kepada Rasulullah dan
memuliakannya.
8) SYARAT SIGHAH ZIHAR
Lafaz itu hendaklah menunjukkan zihar. Lafaz zihar terbahagi
kepada dua :
1. Lafaz Sareh : iaitu kata-kata yang terang yang digunakan
tertentu pada zihar sahaja dan tidak mengandungi erti yang lain
dari zihar, seperti kata suami kepada isteri “awak ini dengan
saya seperti belakang ibu saya atau seperti tangannya atau
kepalanya.
2. Lafaz Kinayah : iaitu kata-kata yang mengandungi makna
zihar dan makna yang lain, lafaz kinayah ini memerlukan niat
untuk menentukan maksud yang sebenar. Seperti kata suami
kepada isterinya “awak semacam mata ibuku dan sebagainya
dari perkataan-perkataan yang mengandungi erti zihar atau lain
dari zihar sebagai menandakan kemuliaan atau penghormatan.
9) SYARAT TASBIAH (MENSERUPAKAN)
Orang-orang Arab jahiliah selalunya menggunakan perkataan
(zihar) yang bererti belakang untuk menzihar isteri-isteri
mereka, selain dari perkataan (zihar) terdapat juga perkataan-
perkataan yang lain seperti mata, kepala, tangan dan
sebagainya. Pendek kata ada kalanya digunakan seluruh
anggota perempuan dan ada juga yang menggunakan
sebahagian anggota sahaja seperti menyebut muka, kepala,
tangan dan sebagainya. Oleh itu disyaratkan menyebut
anggota yang lahir sahaja.
Tidak sah tasbiah itu dengan menggunakan anggota batin
seperti hati, limpa dan sebagainya, andainya seorang suami
berkata kepada isterinya “kepada awak serupa hati ibu saya”
perkataan seperti ini tidak sah dijadikan zihar.
Zihar tidak berlaku apabila ditasbihkan dengan sesuatu yang
ada pada perempuan seperti susu, air liur air mani dan
sebagainya, kecuali ditasbiahkan dengan sebahagian
anggotanya, seperti kuku, ramput dan gigi, barulah sah
ziharnya, contohnya kata suami “awak semacam kuku ibu
saya” dan seterusnya.
10) HUKUM MEMBATASKAN WAKTU ZIHAR DAN
MENTA’LIQKAN
1. Sah menghadkan waktu zihar samada pada jangka waktu
yang singkat atau panjang seperti kata suami “awak dengan
saya seperti belakang ibu saya dalam masa sehari atau
sebulan” dalam masa yang disebutkan itu suami diharamkan
mensetubuhi isterinya itu apabila disetubuhinya kembali
wajiblah ia membayar kifarah zihar.
2. Jika suami berkata kepada isterinya “awak semacam
belakang ibu saya selama lima bulan. Kata-kata yang
demikian dianggap suami telah menzihar dan mengiilaa’
isterinya itu apabila ia mensetubuhi isterinya itu dalam
tempoh masa tersebut, ia diwajibkan membayar kifarah
zihar,selepas itu ia tidak mensetubuhinya sehingga berlalu
masa tersebut isteri berhak menuntut dua perkara iaitu
menuntut suami supaya mewarithnya kembali atau
menceraikannya seperti yang diterangkan di dalam illa’.
Jika suami berkata kepada isterinya “demi Allah awak serupa
belakang ibu saya” kemudian suami itu mensetubuhi isterinya
itu dalam masa tempoh iilaa’ (empat bulan) ia diwajibkan
membayar dua kifarah, iaitu zihar dan kifarah iilaa’.
Sah dita’liqkan zihar dengan sesuatu, seperti kata suami
kepada salah seorang dari isterinya “jika saya zihar madu
awak (isteri yang satu lagi) maka awak serupa dengan
belakang ibu saya” dan kebetulan ia benar-benar menzihar
isteri yang pertama itu, oleh yang demikian ia dianggap telah
menzihar kedua-duanya sekali.
11) CARA MEMBAYAR KIFARAH ZIHAR
Apabila seorang suami yang menzihar isterinya ingin kembali
isteri kifarah tersebut adalah mengikut susunan berikut :
Yang dizihar itu hendaklah terlebih dahulu ia menbayar kifarah,
cara membayar:
1. Memerdekakan hamba yang mu’min lelaki atau
perempuan.
2. Jika tidak mampu atau tidak berdaya untuk merdekakan
hamba, hendaklah ia berpuasa dua bulan berturut-turut dengan
tidak berselang, sekiranya diselang-selangkan walaupun
kerana sakit, maka puasa yang lalu terputus dan mestilah
diulang semula.
3. Jika tidak terdaya berpuasa selama dua bulan berturut-
turut, maka ia hendaklah memberi sedekah makanan kepada
enam puluh orang miskin, tiap-tiap seorang diberikan secupak
dan makanan utama bagi negeri itu.
Seorang itu dikira lemah dari berpuasa jika terdapat salah satu
dari perkara berikut, dan bolehlah ia menunaikan kifarah yang
ketiga iaitu memberi sedekah makanan kepada enam puluh
orang miskin :
1. Ia ditimpa oleh penyakit yang ghalibnya penyakit itu akan
berlarutan sehingga dua bulan pendapat doctor dan sebaik-
baiknya biarlah dari jenis penyakit yang tidak ada harapan
untuk sembuh lagi.
2. Ia takutkan penyakit itu akan bertambah teruk bila
berpuasa.
3. Sekiranya ia berpuasa selam dua bulan berturut-turut ini
akan menimbulkan kesusahan dan kemudharatan kepadanya,
kerana tidak terdaya mengerjakannya.
4. Orang itu didapati terlalu kuat nafsunya. Tidak sanggup
menahan untuk menunaikan puasa tersebut, ini bagi orang
yang mempunyai nafsu yang luar biasa.
Wallahua’lam
Ijab kabul adalah ucapan dari orang tua atau wali mempelai wanita untuk menikahkan putrinya kepada sang calon mempelai pria. Orang tua mempelai wanita melepaskan putrinya untuk dinikahi oleh seorang pria, dan mempelai pria menerima mempelai wanita untuk dinikahi. Ijab kabul merupakan ucapan sepakat antara kedua belah pihak.